V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan posisi lengan kopling sebagai input, dengan bagian plant sistem kontrol berupa rangkaian elektronik yang komponen utamanya terdiri atas mikrokontroler DT-51 minimum system, pengatur arah arus (H-Bridge), limitswitch sebagai penghenti arus, ADC sebagai pengkonversi nilai tegangan keluaran dari sensor ke nilai digital, dan monitor sebagai alat pembaca nilai ADC. Output dari sistem kontrol berupa perintah menghidupkan dan mematikan motor DC. Pengendalian dilakukan sesuai dengan pengoperasian secara manual. Walaupun menggunakan sistem kontrol yang sama, namun masing-masing mekanisme pengendali tetap dapat dioperasikan secara bersamaan ataupun secara terpisah guna melakukan uji kalibrasi, validasi, dan uji statis. Pengoperasian masing-masing mekanisme secara terpisah dijelaskan Saat dioperasikan secara bersamaan, sistem kontrol bekerja dengan langkah sebagai berikut; dimulai dengan dihidupkannya traktor, accumulator sebagai sumber listrik mengalirkan arus ke rangkaian sistem kontrol. Kemudian sistem kontrol membaca dan menempatkan roda depan traktor pada posisi lurus, juga menggerakkan pedal kopling dan pedal akselerasi ke posisi minimum penekanan. Selanjutnya pedal kopling digerakkan ke posisi maksimum penekanan, ditahan sampai operator memindahkan tuas persneling. Setelah itu pedal akselerasi ditekan hingga ke kondisi kecepatan tertentu, dan langkah terakhir sistem melepaskan kopling kembali ke posisi awal secara perlahan-lahan. Dan traktor melaju lurus dengan kecepatan konstan. Selama dioperasikan sensor absolute rotary encoder terus membaca posisi roda depan. Jika sewaktu-waktu roda berbelok, sistem kontrol memerintahkan motor pengendali kemudi untuk memutar roda kembali ke posisi awal. Begitu juga jika kecepatan traktor berubah, sistem kontrol memerintahkan motor pengendali akselerasi untuk menggerakkan pedal akselerasi ke posisi awal hingga traktor kembali konstan. Perubahan kecepatan traktor dipantau dengan menggunakan sebuah encoder yang dipasang di roda belakang traktor. Alat ini menghitung jumlah putaran roda belakang sehingga jika jumlah putaran berubah maka berarti kecepatan traktor juga berubah.
5.1. MEKANISME PENGENDALI KOPLING 5.1. 1. Komponen Penyusun Permasalahan yang ada dalam perancangan mekanik sistem pengendali kopling adalah bagaimana menggerakkan pedal kopling ke posisi maksimum penekanan dan menahannya di posisi tersebut selama waktu yang dibutuhkan operator untuk memindahkan persneling, dan kemudian melepasakannya secara perlahan-lahan. Gaya yang dibutuhkan untuk menekan pedal kopling sangatlah besar, sangat sulit untuk merancang suatu sistem pengendali kopling yang menggunakan gaya tekan langsung di pedal kopling. Karena sumber tenaga listrik yang tersedia di traktor adalah accumulator 12 volt. Kesulitan yang dihadapi adalah mencari motor listrik DC yang tersedia di pasaran. Sehingga perlu dirancang suatu mekanisme yang dapat menurunkan kebutuhan gaya untuk menekan kopling dengan tenaga yang cukup.
31
Dari hasil analisis rancangan, komponen penyusun mekanisme pengendali kopling terdiri atas: motor DC sebagai sumber tenaga penggerak, dudukan motor sebagai tempat menempelkan motor ke traktor, lengan kopling yang diperpanjang dan diikat ke pedal kopling traktor dengan menggunakan klem baja berfungsi menurunkan kebutuhan gaya saat menggerakkan pedal kopling, kabel penarik yang berfungsi menarik lengan kopling, dan puli yang berfungsi menggulung dan mengulur kabel penarik. Serta rangkaian elektronik (kontroler) yang berfungsi dalam pengontrolan (sistem kontrol).
Kabel Penarik
Perpanjangan Lengan Kopling
Dudukan Motor DC
Puli
Motor DC
Gambar 23. Hasil Rancangan Mekanisme Pengendali Kopling Gambar 23 menunjukkan pemasangan komponen penyusun mekanisme pengendali kopling. Hal utama yang harus diperhatikan dalam penyusunan komponen di atas adalah maksimum panjang lengan kopling. Semakin panjang lengan, semakin kecil gaya yang dibutuhkan untuk menekan pedal kopling. Tetapi semakin terbatas pula ruang yang tersedia untuk mendudukkan motor, dan menghindari lengan kopling menyentuh roda depan atau tanah saat dioperasikan. Motor DC yang digunakan dalam penelitian ini adalah motor DC 24 volt. Untuk mendapatkan tenaga output yang maksimal tegangan yang dihasilkan dari accumulator dinaikkan dengan menggunakan inverter. Motor dipasang pada dudukan motor yang terdiri atas dua bagian dengan menggunakan baut berukuran sesuai dengan lubang baut pada motor DC. Bagian yang berupa plat baja setebal 5 mm dipilih untuk menghindari kemungkinan terjadi lendutan akibat gaya tarik yang dihasilkan lengan kopling saat mengembalikannya ke posisi awal penekanan. Bagian kedua berupa pipa baja berbentuk kotak yang selain berfungsi menopang motor, bentuk ini disesuaikan dengan posisi dan ukuran lubang baut yang tersedia pada badan traktor. Puli dipasang pada poros keluaran dari motor DC. Sama halnya dengan lengan kopling, ukuran puli sangat penting. Semakin besar diameter puli maka semakin sedikit putaran poros motor yang dibutuhkan untuk menggulung kabel penarik, namun ukuran puli terbatas oleh ketersediaan ruang antara ujung lengan kopling dalam kondisi tertekan ke posisi maksimum penekanan dan letak dudukan motor. Pemasangan puli harus sejajar dengan arah gerak lengan kopling untuk menghasilkan gaya maksimum penarikan. Kabel penarik terbuat dari bahan baja yang umum dijual di pasaran sebagai tali kopling motor, bagian pangkalnya dipasang pada diameter dalam puli dengan cara melubangi puli menggunakan bor
32
berdiameter sesuai dengan diameter kabel penarik. Kabel penarik dipasang dalam kondisi tegang untuk memperkecil waktu tunggu (delay) saat puli mulai berputar dan menggulung serta menarik lengan kopling. Bagian ujung kabel penarik dipasang pada lengan kopling dengan cara melubangi baut dan lengan kopling tepat melewati poros keduanya. Lengan kopling berupa pipa baja silinder. Bentuk ini sengaja dipilih dengan mempertimbangkan bentuk lingkaran lebih tahan terhadap gaya tarik-menarik yang terjadi pada lengan kopling dibandingkan dengan bentuk lain dan juga tersedia ruang yang cukup untuk memasang kabel penarik di ujungnya. Di bagian pangkal lengan kopling, digunakan tiga buah klem di sebagai pengikat antara pedal kopling dan lengan kopling.
5.1. 2. Langkah Kerja Sistem Pengendali Setelah mekanisme berhasil dibangun, tahap selanjutnya adalah menggabungkannya dengan sistem kontrol yang telah disediakan. Sistem diset agar beroperasi sesuai dengan langkah pengoperasian traktor secara manual. Tiga hal yang manjadi patokan dalam pengoperasian kopling adalah; saat penekanan, kopling harus ditekan sekaligus dengan cepat hingga ke posisi maksimum penekanan; kemudian kopling ditahan di posisi tersebut selama waktu yang dibutuhkan operator untuk memindahkan tuas persneling traktor; setelah traktor siap dijalankan, kopling dilepas secara perlahan-lahan untuk menghindari lonjakan pada traktor dan mengurangi kemungkinan kerusakan karna aus pada kopling karena besarnya tenaga traktor. Waktu yang diperlukan setiap operator untuk melakukan ketiga hal tersebut sangat relatif. Dalam penelitian ini waktu penekanan ditetapkan selama satu detik, waktu penahanan selama sepuluh detik, dan waktu pelepasan kopling selama dua detik. Saat dinyalakan sistem kontrol memberi perintah untuk menghidupkan motor DC dengan cara mengalirkan arus sehingga puli motor berputar dan memposisikan lengan kopling pada posisi minimum penekanan. Selanjutnya puli kembali berputar dan menggulung kabel penarik sehingga lengan kopling bergerak ke arah bawah ke posisi maksimum penekanan. Saat mencapai posisi tersebut, dimana lengan kopling tepat menyentuh limitswitch, arus listrik otomatis terputus dan motor DC berhenti berputar. Karena motor DC yang dipakai dilengkapi dengan worm gear, poros motor DC dan puli tetap diam menahan lengan kopling diposisi tersebut. Setelah sepuluh detik, sistem kontrol kembali memerintahkan motor dengan arah putar sebaliknya dengan mengalirkan arus listrik yang lebih kecil dan berlawanan arah. Kabel penarik terulur dan lengan kopling kembali ke posisi awal secara perlahan-lahan.
5.1. 3. Hasil Pengujian Mekanisme pengendali kopling hasil rancangan diuji untuk mengetahui apakah motor DC mampu menarik lengan kopling hingga ke posisi maksimum penekanan dalam waktu satu detik, menahannya di posisi tersebut selama sepuluh detik, dan melepaskannya secara perlahan-lahan selama dua detik. Dari hasil pengujian, motor DC mampu menggulung kabel penarik sehingga lengan kopling tertarik dan mencapai posisi maksimum penekanan dalam waktu satu detik. Saat arus listrik ke motor DC diputus, lengan kopling tetap berada pada posisi maksimum penekanan karena tertahan oleh mekanisme worm gear yang ada pada motor DC. Setelah sepuluh detik, motor DC kembali menyala dan berputar
33
berlawanan arah sehingga lengan kopling kembali ke posisi awal selama dua detik. Dan tepat pada saat lengan kopling mencapai posisi awal (posisi minimum penekanan), limitswitch tertekan dan arus listrik diputus sehingga motor DC berhenti berputar. Rangkaian ini diharapkan mampu bekerja setiap saat dibutuhkan sesuai perintah yang diberikan oleh sistem kontrol. Selama rangkaian tetap terhubung ke sumber listrik dan tidak ada kerusakan pada kompinen mekanismenya, sistem kontrol dapat sewaktu-waktu memberikan perintah pengendalian kopling. Namun yang menjadi kendala adalah dikarenakan tenaga operator masih dibutuhkan untuk memindahkan tuas persneling secara manual maka operator harus menyesuaikan waktu pengoperasinya baik momen maupun durasi penekanan persneling dengan kerja sistem yang sudah ditetapkan. Kendala lain yang dihadapi dalam pengujian mekanisme ini adalah motor yang digunakan bertegangan 24 volt sedangkan tegangan yang dihasilkan oleh accumulator traktor sebagai sumber daya hanya sebesar 12 volt. Untuk mengatasi masalah ini, digunakan sebuah inverter yang mampu menaikkan tegangan accumulator menjadi 24 volt sehingga dapat digunakan untuk menggerakkan motor DC. Namun demikian, arus yang dihasilkan oleh inverter yang digunakan dalam penelitian kali ini tidak mencukupi. Output arus inverter hanya 4 Ampere, sedangkan berdasarkan pengukuran arus yang dibutuhkan motor DC pada saat dibebani adalah 7.6 Ampere. Sehingga tenaga yang dihasilkan oleh motor tidak maksimal untuk menggerakkan lengan kopling. Solusi terbaik untuk mengatasi kendala di atas adalah dengan menggunakan dua buah accumulator bertegangan output 12 volt dan arus 45 ampere yang dirangkai secara seri. Output dari rangkaian seri accumulator ini menghasilkan output tegangan 24 volt dan arus 45 Ampere. Motor DC dapat menggerakan lengan kopling dengan menggunakan dua buah accumulator yang dirangkaikan secara seri.
5.2. MEKANISME PENGENDALI KEMUDI 5.2.1. Komponen Penyusun Mekanisme pengendali kemudi adalah sebuah mekanisme yang mampu memutar kemudi dan membelokkan roda depan traktor ke kiri maupun ke kanan sesuai dengan perintah yang diberikan. Tujuan perancangan mekanisme ini adalah kemudi traktor dapat dikendalikan agar berputar ke posisi tertentu dan mengatur kecepatan putarnya sesuai dengan program yang diperintahkan. Komponen penyusun mekanisme pengendali kemudi terdiri atas; Motor DC sebagai penggerak kemudi; absolute rotary encoder sebagai sensor pendeteksi posisi sudut belok roda depan; Transmisi T-Belt sebagai penyalur tenaga dari motor DC ke kemudi; accumulator sebagai sumber energi listrik untuk motor DC; rangka baja sebagai tiang penyangga, dudukan motor, dan dudukan sensor; rangkaian elektronik (kontroler) yang berfungsi dalam pengontrolan dan masukan instruksi. Gambar 24 menunjukan posisi pemasangan dan pengaplikasian komponen mekanisme pengendali kemudi. Tiang penyangga terbuat dari pipa baja segi empat yang terpasang pada lubang baut yang tersedia pada badan traktor. Diantara kedua tiang penyangga, dudukan motor yang berfungsi menopang motor sekaligus T-Belt dipasang dengan kemiringan sejajar dengan kemiringan kemudi traktor, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai maksimum gaya yang ditransmisikan dari motor ke kemudi. Dengan diapit kedua tiang penyangga, dudukan ini diharapkan menopang motor DC dan T-belt cukup
34
kuat sehingga tidak mudah bergeser atau berubah posisi. Puli besar dari transmisi T-Belt dipasang pada poros kemudi, sedangkan puli kecil dipasang pada poros motor DC.
Tiang Penyangga
Kemudi Traktor
Transmisi Timing Belt
Dudukan Motor DC
Motor DC Gambar 24 a. Pemasangan komponen Mekanisme Pengendali Kemudi (Tampak Atas)
Motor DC Kemudi Traktor
Dudukan Motor
Tiang Penyangga T-Belt
Gambar 24 b. Pemasangan komponen Mekanisme Pengendali Kemudi (Tampak Samping) Gambar 25 menunjukkan posisi pemasangan absolute rotary encoder dan limitswicth. Absolute rotary encoder dipasang pada komponen traktor yang mengalami gerak putar ketika kemudi dibelokan ke kiri atau ke kanan, yaitu dipasang pada poros roda depan traktor. Hal ini bertujuan agar perubahan posisi ketika traktor belok kiri atau belok kanan dapat terdeteksi. Limitswicth dipasang pada kedua ujung lintasan putar roda traktor, yaitu pada ujung kiri dan ujung kanan. Limitswicth pada ujung kiri dipasang untuk menghentikan aliran listrik pada motor DC saat traktor belok ke arah kiri mencapai maksimum. Sedangkan limitswicth yang dipasang pada ujung kanan untuk menghentikan aliran listrik pada saat traktor belok kea rah kanan mencapai maksimum. Penghentian aliran listrik ke motor DC bertujuan agar motor DC berhenti berputar ketika sudah mencapai belok maksimum baik ke arah kiri maupun ke arah kanan.
35
Rotary Encoder
Dudukan Sensor
Lintasan Putaran
Dudukan Limitswitch
Gambar 25. Pemasangan Sensor (Absolute Rotary Encoder) dan Limitswicth
5.2.2. Langkah Kerja Sistem Pengendali Mekanisme pengendali kemudi yang sudah dirancang kemudian dirangkai dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan sama dengan sistem yang mengontrol mekanisme pengendali kopling. Langkah pengoperasian mekanisme pengendali kemudi dimulai dengan pembacaan posisi roda depan dan mengalirkan arus listrik ke motor DC sehingga roda depan bergerak dan berhenti tepat pada nilai encoder saat roda depan dalam posisi lurus. Selanjutnya sensor absolute rotary encoder terus membaca posisi roda depan. Jika sewaktu-waktu posisi roda depan berubah yang ditandai dengan berubahnya nilai encoder yang terbaca, maka sistem kontrol kembali memerintahkan motor DC untuk berputar dan menyesuaikan posisi roda depan traktor kembali ke posisi lurus.
5.2.3. Hasil Pengujian Uji mekanisme pengendali kemudi bertujuan untuk mengetahui apakah mampu memutar kemudi sesuai perintah yang diberikan oleh sistem kontrol, mengetahui waktu tempuh depan traktor untuk berbelok dari kiri ke kanan dan sebaliknya, mengetahui besaran nilai encoder yang dihasilkan terhadap perubahan sudut belok roda depan traktor (uji kalibrasi), dan untuk mengetahui besarnya sudut belok yang dibentuk oleh roda depan berdasarkan set point nilai encoder yang ditentukan (uji validasi). a.
Pengukuran kecepatan putar Pengukuran kecepatan putar roda saat berbelok bertujuan agar pengontrolan yang dilakukan lebih
baik dan lebih teliti. Pengukuran kecepatan sudut dilakukan secara manual. Langkah awal dimulai dengan mengukur jarak antara titik belok kiri dan titik belok kanan maksimum roda depan. Pada poros belok salah satu roda depan, masing-masing titik belok maksimum ditandai dan jarak antara keduanya diukur.
36
Titik maksimum belok kiri
Titik maksimum belok kanan
Gambar 26. Jarak antara Dua Titik Belok Maksimum Roda Depan Gambar 26 menunjukan jarak antara dua titik belok maksimum roda depan yaitu sebesar 8 cm dengan jari-jari putaran 6 cm. Dengan rumus perbandingan keliling dan sudut lingkaran, Jarak dua titik belok ( s ) = 8 cm Jari-jari poros ( r ) = 6 cm Keliling poros ( K ) = (2π x r) = 37.7 cm Besar sudut antara dua titik belok =
= 76.390
Perubahan sudut maksimum gerak belok roda depan traktor sebesar 76.40 Tabel 3. Waktu dan Kecepatan Belok Roda Depan Traktor Ulangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Jarak Tempuh (cm)
Sudut Tempuh (derajat)
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
76.4 76.4 76.4 76.4 76.4 76.4 76.4 76.4 76.4 76.4 76.4
Waktu Tempuh (s) Kiri Kanan 8.06 7.31 6.4 7.31 7.28 7.47 7.53 7.47 7.7 7.5 7.4
Kanan Kiri 13.08 12.56 13.6 12.93 12.6 12.97 13.32 13 14 13.5 13.16
Kecepatan (cm/s) Kiri Kanan 0.99 1.09 1.25 1.09 1.1 1.07 1.06 1.07 1.04 1.07 1.08
Kanan Kiri 0.61 0.64 0.59 0.62 0.63 0.62 0.6 0.62 0.57 0.59 0.61
Kecepatan (0/s) Kiri Kanan 9.48 10.45 11.94 10.45 10.49 10.23 10.15 10.23 9.92 10.19 10.32
Kanan -Kiri 5.84 6.08 5.62 5.91 6.06 5.89 5.74 5.88 5.46 5.66 5.81
Tabel 2 menunjukan hasil pengukuran waktu tempuh dan kecepatan ketika roda depan traktor diputar dari titik belok kiri maksimum ke titik belok kanan maksimum dan sebaliknya. Pengukuran dilakukan dalam keadaan motor DC diberi catu daya maksimum sehingga kecepatan putarnya juga maksimum. Dari tabel diatas dapat dilihat Hal ini menunjukan bahwa waktu tempuh rata-rata gerak belok roda depan dari kiri ke kanan sebesar 7.4 detik dan waktu tempuh dari kanan ke kiri adalah 13.16 detik. Kecepatan belok roda depan traktor dari kiri ke kanan sebesar 10.320/s, sedangan putar ke kiri 5.810/s; Kecepatan putar roda berbelok dari kanan ke kiri lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan putar roda dari kiri ke kanan. Keadaan ini disebabkan karena tahanan pada roda depan lebih besar ketika roda berputar dari kiri ke kanan.
37
b.
Kalibrasi Kalibrasi dilakukan untuk mengetahui besaran nilai encoder yang dihasilkan sebagai respon
terhadap perubahan sudut roda depan traktor saat berbelok. Total jarak antara titik belok kiri maksimum dan titik belok kanan maksimum dibagi menjadi sembilan titik, masing-masing diberi tanda dari 0 hingga 8, kemudian dilakukan pembacaan nilai encoder pada masing-masing titik tersebut. Pembacaan nilai encoder dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Kalibrasi Sudut Belok Roda Depan Traktor
Titik 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Sudut ( 0)
Nilai Pembacaan Encoder Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
Ulangan 5
Ulangan 6
Rata-rata
32 44 52 61 72 84 97 106 119
34 46 55 66 75 87 98 108 119
32 41 49 64 72 85 97 107 117
34 44 54 65 75 86 99 108 119
32 41 53 63 74 85 97 106 117
35 43 54 65 76 87 98 108 117
33.17 43.17 52.83 64.00 74.00 85.67 97.67 107.17 118.00
0.00 9.55 19.10 28.65 38.20 47.75 57.30 66.85 76.39
Kalibrasi Sudut Belok Roda Traktor Pembacaan Encoder
160,00 y = 1.1217x + 32.23 R² = 0.9994
120,00 80,00 40,00 0,00 0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
Sudut Belok Gambar 27. Grafik Hasil Kalibrasi Sudut Belok Roda Traktor Nilai encoder dicatat mulai dari posisi roda depan traktor berbelok maksimum dari kanan maksimum (titik 0) hingga belok kiri maksimum (titik 8), dengan nilai terkecil encoder adalah 33.17 dan nilai encoder terbesar adalah 118, sehingga selisih nilai encoder terbesar dengan nilai encoder terkecil adalah 84. Hasil uji kalibrasi kemudian dibuat persamaan. Gambar 27 menunjukkan grafik hasil kalibrasi sudut belok roda depan traktor dan persamaan nilai encoder (y) terhadap sudut belok roda (x) adalah; y = 1.1217x + 32.23. Pola perubahan nilai encoder terhadap sudut putar berbentuk garis linier, hal ini menunjukkan bahwa absolut encoder yang digunakan adalah linier.
38
c.. Validasi Proses validasi dilakukan untuk mengetahui besarnya sudut putaran roda depan yang terbentuk berdasarkan nilai set point encoder yang ditentukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui presisi sudut putaran yang dibentuk oleh mekanisme kontrol yang telah dibuat. Tabel 5 menunjukkan hasil validasi sudut pada tiga titik setting nilai encoder. Tabel 5. Validasi Sudut Belok Roda Depan Traktor Set Point
Rata-rata ( 0)
Hasil Kontrol
Encoder
Sudut hasil kalibrasi ( 0 )
40
7.56
67
33.82
100
65.92
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Sudut Aktual ( 0) 8.00 7.56 7.56 33.82 34.77 33.82 65.92 65.92 65.92
7.71
34.12
65.92
Sudut Hasil Kontrol (0)
70
y = 0,9971x + 0,2562 R² = 1
60 50 40 30 20 10 0 0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
Sudut Set Point (0)
Gambar 28. Grafik Validasi Sudut Belok Roda Depan Traktor Dari hasil validasi pada tabel 4 dapat dilihat pada tiga titik set point nilai encoder, besarnya sudut belok roda depan traktor berdasarkan persamaan kalibrasi dibandingkan dengan hasil pembacaan actual tidak jauh berbeda. Perbandingan nilai rata-rata sudut belok dan sudut hasil persamaan kalibrasi ditampilkan pada gambar 28.
5.3. MEKANISME PENGENDALI AKSELERASI 5.3. 1. Komponen Penyusun Mekanisme pengendali akselerasi terdiri atas beberapa komponen, yaitu; motor DC sebagai sumber tenaga penggerak; dudukan motor yang berfungsi menopang motor, potensiometer, dan sebagai
39
poros batang transmisi; Potensiometer sebagai sensor posisi pedal akselerasi; puli, kabel penarik, sistem transmisi tenaga, dan limitswitch. Posisi pemasangan komponen dapat dilihat pada gambar 29. Satu komponen terakhir yang sangat penting dalam pengoperasian di lapangan adalah sebuah sensor kecepatan berupa encoder yang terpasang di roda belakang traktor. Pada prinsipnya alat ini menghitung jumlah putaran roda belakang permenit untuk mendeteksi laju traktor. Namun karena penelitian kali ini hanya sampai uji statis, kecepatan maju traktor dianggap stabil. Semua komponen memiliki fungsi dan cara pemasangan yang sama dengan dua mekanisme sebelumnya. Kecuali pada sistem transmisi, mekanisme pengendali akselerasi memanfaatkan prinsip mesin sederhana berupa pengungkit dengan titik tumpu (poros) berada di antara titik kuasa, dan titik beban. Poros batang transmisi ini menempel pada dudukan motor.
Puli Motor Potensiometer (sensor) Dudukan Motor Pedal Akselerasi
Kabel Penarik
Batang Penyangga Dudukan Motor Batang Transmisi
Gambar 29. Pemasangan dan Pengaplikasian Komponen Pengendali Akselerasi
Limitswitch Atas
Limitswitch Bawah
Pedal Akselerasi Batang Transmisi
Gambar 30. Posisi limitswicth Atas dan Bawah
5.3. 2. Langkah Kerja Sistem Pengendali Seperti yang sudah disinggung sebeblumnya, langkah pengoperasian mekanisme pengendali akselerasi dimulai saat traktor dihidupkan dan arus listrik mengalir ke accumulator. Kemudian sistem kontrol membaca posisi pedal akselerasi dan memerintahkan motor untuk menggerakkannya ke posisi
40
minimum penekanan. Dalam penelitian kali ini, mekanisme pengendali akselerasi hanya diuji statis tanpa menguji melakukan uji di lapangan. Oleh karena itu, dalam pengujiannya akselerasi traktor diset pada satu nilai tertentu dan dibaca nilai keluaran sensornya.
5.3. 3. Kalibrasi dan Validasi a.. Pengukuran Kecepatan Kalibrasi dilakukan dengan mengukur jarak antara titik minimum dan maksimum penekanan pedal akselerasi. Kemudian mencatat waktu yang dibutuhkan mekanisme untuk melakukan penekanan dan pelepasan pedal tersebut sehingga didapat kecepatan penekanan dan pelepasan pedal akselerasi. Tabel 6 menunjukkan hasil pengkuran waktu dan kecepatan penekanan pedal akselerasi. Tabel 6. Waktu dan Kecepatan Kendali Akselerasi Waktu (s)
Kecepatan (cm/sekon)
Ulangan
Waktu Pelepasan
Waktu Penekanan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
0.28 0.29 0.29 0.29 0.28 0.29 0.27 0.29 0.29 0.29 0.286
0.33 0.34 0.33 0.33 0.34 0.34 0.33 0.33 0.34 0.34 0.335
Kecepatan Penekanan 21.43 20.69 20.69 20.69 21.43 20.69 22.22 20.69 20.69 20.69 20.99
Jarak titik minimum-maksimum pedal akselerasi
= 6 cm
Rata-rata waktu penekanan pedal
= 0.335
Rata-rata waktu pelepasan pedal
= 0.286
Kecepatan rata-rata penekanan pedal
= 20.99
Kecepatan rata-rata pelepasan pedal
= 17.91
Kecepatan Pelepasan 18.18 17.65 18.18 18.18 17.65 17.65 18.18 18.18 17.65 17.65 17.91
Tabel diatas menunjukan lama waktu saat melakukan penekanan akselerasi dan juga saat melepaskan pedal akselerasi. Tabel tersebut menunjukan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses pengegasan dan melepaskan pedal akselerasi tidak sama. Waktu untuk melakukan pengegasan lebih lama dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk proses pelepasan pedal akselerasi. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya pegas pada pedal akselerasi yang menahan gaya tarik motor saat melakukan proses penekanan pedal akselerasi, sehingga waktu yang dibutuhkan lebih lama dan kecepatan penekanan lebih kecil dibanding kecepatan saat pelepasan. b. Kalibrasi Kalibrasi pada mekanisme pengendalian pedal akselerasi dilakukan untuk mengetahui besaran hambatan keluaran potensiometer yang dihasilkan terhadap perubahan persentase penekanan pedal. Nilai keluaran ini kemudian dikonversi menjadi nilai digital menggunakan ADC. Sebelumnya jarak antara titik maksimum dan minimum penekanan dibagi menjadi empat bagian, masing-masing ditandai sebagai
41
persentase penekanan pedal akselerasi dan dicatat berapa waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing persentase penekanan. Hasil kalibrasi potensiometer dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Hasil Kalibrasi Potensiometer Persentase Pengegasan (%) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata (decimal)
70
80
80
79
80
80
80
81
81
78
78.9
25
134
129
138
135
140
133
143
140
140
132
136.4
50
186
189
186
187
188
183
185
189
190
186
186.9
75
225
229
223
224
224
224
224
224
222
224
224.3
100
252
252
252
252
250
250
253
253
252
252
251.8
Ulangan Pembacaan ADC (decimal)
Nilai ADC (desimal)
300
y = -0,0084x2 + 2,5702x + 78,477 R² = 0,9999
250 200 150 100 50 0 0
20
40
60
80
100
120
Persentase Pengegasan (%)
Gambar 31. Grafik Kalibrasi Potesiometer Nilai ADC yang terbaca untuk masing-masing titik kemudian dikonversi sehingga didapatkan persamaan nilai ADC (y) terhadap persentase penekanan pedal gas (x), yaitu; -0.0084x2 + 2.5702x + 78.477. Pola perubahan nilai ADC terhadap nilai persentase penekanan pedal membentuk kurva polynomial, hal ini menunjukkan bahwa jenis potensiometer yang digunakan tidak linier.
42