V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kontribusi Sektor Pertanian bagi PDRB di Kabupaten Simeulue Kabupaten Simeulue mempunyai sembilan sektor yang memiliki peranan besar dalam kontribusi terhadap PDRB. Indikator ini dapat dilihat pada PDRB Kabupaten Simeulue berdasarkan harga konstan dengan tahun dasar 2000. perkembangan PDRB pada tahun 2003 sebesar Rp 161.634,49 juta rupiah, pada tahun 2004 naik menjadi Rp164.879,34 juta rupiah. Kemudian pada tahun 2005 sebesar 165.935,31. Sektor pertanian memberikan andil terhadap total PDRB sebesar Rp 91.148,74 juta pada tahun 2003, meningkat menjadi Rp 92.469,78 juta pada tahun 2004, terjadi penurunan menjadi Rp 90.415,05 juta pada tahun 2005 akibat bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004 dan awal 2005 menyebabkan lumpuhnya sektor pertanian di Kabupaten Simeulue. Peranan sektor peternakan masih sangat dominan hal ini dapat di lihat tahun 2003 sektor peternakan menyumbang Rp 30.106,87, pada tahun 2004 Rp 30.899,27 dan pada tahun 2005 sub sektor peternakan mengalami peningkatan sebesar Rp 31.529,44. Untuk mengetahui sektor peternakan unggul dalam perekonomian daerah Kabupaten Simeulue, maka data kontribusi PDRB di atas kemudian di analisis dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Aktivitas ekonomi suatu wilayah dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang. Berdasarkan hasil analisis LQ, terdapat empat sub sektor yang mempunyai keunggulan komparatif terhadap sektor pertanian, hal ini karena keempat sub sektor tersebut memiliki nilai indeks LQ lebih besar dari satu (LQ>1). Sub sektor tersebut yaitu sub sektor kehutanan, sub sektor peternakan, sub sektor tanaman bahan makanan, dan sub sektor perkebunan. Sedangkan sub sektor perikanan memiliki nilai indeks LQ lebih kecil dari satu (LQ<1), sehingga tidak termasuk sebagai sub sektor yang memiliki keunggulan komparatif. Hasil analisis pada tabel 19 menunjukkan bahwa sub sektor peternakan yang di usahakan oleh masyarakat di Kabupaten Simeulue memiliki keunggulan komparatif yang didasarkan pada nilai
LQ>1. Gambaran keunggulan
beberapa sub sektor pertanian yang di kembangkan petani di
Kabupaten Simeulue yang merupakan hasil dari Location Quotient Analysis di sajikan pada tabel 18 berikut ini : Tabel 19. Hasil Location Quotient Analysis Sektor Pertanian Berdasarkan Nilai PDRB Kabupaten Simeulue (2005) sub Sektor Hasil LQ Tanaman Bahan makanan
1,42
Tanaman perkebunan
1
peternakan
5,58
Kehutanan
18,88
Perikanan
0,64
Sumber : BPS Simeulue Diolah 2009.
Sub sektor kehutanan merupakan sub sektor yang memberikan sumbangan terbesar bagi PDRB kabupaten Simeulue. Namun sub sektor kehutanan setiap tahunnya mengalami penurunan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa dalam kurun tahun 2005 sub sektor tersebut mengalami penurunan dibawah rata-rata dari sub sektor lainnya. Sub sektor peternakan merupakan sub sektor yang mengalami pertumbuhan setiap tahunnya sehinggga bisa dikatakan sub sektor peternakan mempunyai tingkat stabilitas keunggulan komparatif yang tinggi. Dengan demikian maka pengembangan peternakan di Simeulue merupakan suatu langkah yang strategis untuk mengembangkan ekonomi wilayah sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Pengembangan peternakan memberikan dampak positif bagi pendapatan masyarakat peternakan di Kabupaten Simeulue. Arus pendapatan yang dihasilkan dari aktifitas ekonomi sektor/sub sektor basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi dan pada gilirannya meningkatkan permintaan hasil industri non basis. Pengembangan sub sektor yang mempunyai peranan sebagai sektor basis sangat penting, karena sektor basis adalah sektor yang berorientasi pada pemenuhan pasar dan permintaan luar daerah (export oriented). Dengan demikian maka, potensi pasar dari sektor/sub sektor basis lebih besar dari sektor yang hanya melayani pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal.
5.2 Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan 5.2.1 Masalah Dalam Analisis regresi Ada beberapa masalah serius yang dihadapi dalam analisis regresi, yaitu heteroskedastisitas dan multikolinearitas. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang tidak tergambarkan dalam spesifikasi model regresi. Heteroskedastisitas terjadi jika residual tidak memiliki varian yang konstan. Gangguan heteroskedastisitas sering muncul dalam data cross section, tetapi bisa juga terjadi pada data runtut waktu (time series). Gangguan heteroskedastisitas menjadikan hasil uji statistik tidak tepat sehingga keyakinan untuk estimasi parameter juga kurang tepat. Pemeriksaan terhadap gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat pola tertentu pada grafik yang dihasilkan • Jika grafik yang ada membentuk pola-pola tertentu yang teratur maka regresi mengalami gangguan heteroskedastisitas. • Jika grafik tidak membentuk pola atau acak maka regresi tidak mengalami gangguan heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan tidak terjadi gangguan heteroskedastisitas, ini dibuktikan dengan melihat grafik yang tidak membentuk pola tertentu atau acak. Multikolinearitas Multikolinearitas adalah keadaan dimana variabel-variabel independen dalam persamaan regresi mempunyai korelasi (hubungan) yang erat satu sama lain. Multikolinearitas menyebabkan timbulnya masalah-masalah, yaitu: • Koefisien regresi yang bertanda positif dalam regresi sederhana bisa berubah negatif dalam regresi berganda atau sebaliknya. • Fluktuasi nilai estimasi koefisien regresi sangat besar. • Jika variabel-variabel independen terkorelasi satu sama lain, variabel-variabel tersebut menjelaskan varian yang sama dalam mengestimasi variabel dependen, jadi penambahan independen tidak berpengaruh apa-apa.
Deteksi terhadap gangguan Multikoliniearitas Regresi yang bebas multikolinieritas ditandai dengan: • Nilai VIF berkisar angka 1 • Nilai tolerance mendekati angka 1 Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan tidak terjadi multikolineritas pada model regresi ( lampiran 7). Ini dilihat dari nilai VIF. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model regresi layak dipakai untuk prediksi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan. 5.2.2 Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga tani miskin di Kabupaten Simeulue dilakukan analisis secara statistik dengan bantuan Statistical Package for Social Science (SPSS). Analisis ini menggunakan analisis regresi. Estimasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan persamaan linier yang terdiri dari variabel terikat yaitu pendapatan rumah tangga miskin (Y) yang dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu jumlah ternak (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), usia kepala keluarga (X3), tingkat pendidikan yang ditamatkan (D1), surat lancah (D2), keterlibatan peternak dalam program pengentasan kemiskinan (D3). Hasil estimasi persamaan persamaan linier disajikan dalam tabel 20.
Tabel 20. Hasil Estimasi Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Miskin Coefficients Model (Constant) 1. Jumlah Ternak
B
Std.
Error -161.705 61.483
Sig. ,011 ,000
23.322 * 2. Jumlah Tanggungan Keluarga
,290 -2.853
3. Usia Kepala Keluarga
,000 2.670
4. Tingkat Pendidikan yang ditamatkan
,005 -2.972 *
5. Surat Lancah
,258 43.985 *
6. Keterlibatan dalam Program Kemiskinan
28.099
22.808
,223
Ket : *model ini mempunyai angka signifikan 0,005 (dibawah 0,05).
Jumlah Ternak (X1) Berdasarkan hasil analisis regresi, jumlah ternak (X1) mempunyai hubungan yang positif pada taraf α = 5% dengan koefisien parameter X1 diperoleh sebesar 23.320. Hal ini menggambarkan bahwa setiap peningkatan jumlah ternak sebesar 1 ekor cenderung meningkatkan pendapatan ratarata rumah tangga sebesar Rp 23.320. Jika jumlah ternak bertambah maka pendapatan akan meningkat. Semakin besar jumlah ternak yang dimiliki oleh rumah tangga petani peternak semakin besar pula pendapatan yang diterima sehingga peluang untuk hidup diatas garis kemiskinan semakin besar. Sebaliknya peternak yang memiliki jumlah ternak sedikit peluang hidup dibawah garis kemiskinan semakin besar. Implikasi dari hasil kajian ini adalah harus ada upaya penambahan jumlah ternak yang dikelola oleh rumah tangga miskin. Jumlah Tanggungan Keluarga (X2) Koefisien parameter X2 diperoleh sebesar -2,853 yang menunjukkan bahwa setiap peningkatan jumlah tanggungan keluarga sebanyak satu orang cenderung menyebabkan pendapatan rumah tangga berkurang Rp -2,853, parameter ini tidak signifikan, ini terlihat pada t hitung < t tabel artinya jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga miskin.
Usia Kepala Keluarga (X3) Usia kepala keluarga (X3) berpengaruh positif terhadap pendapatan petani peternak pada taraf α = 5%. Nilai koefisien parameter X3 diperoleh sebesar -2,972. Umur kepala keluarga berpengaruh pada jumlah pendapatan rumah tangga petani peternak, semakin lanjut usia kepala keluarga maka akan mengurangi pendapatan yang dihasilkan. Diduga umur peternak yang memiliki umur lebih muda lebih mampu untuk berusaha dibandingkan dengan peternak yang berumur tua sehingga peluang untuk hidup dibawah garis kemiskinan lebih rendah. Hal ini sebuah konskuensi logis, karena semakin tua usia seseorang maka semakin rendah kemampuannya dalam berusaha. Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan (D1)
Menunjukkan koefisien ini berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga miskin. Koefisien D2 diperoleh sebesar 43,985. D1 mempunyai angka signifikan 0,005 (dibawah 0,05). Membuktikan bahwa lamanya sekolah ikut menentukan status kemiskinan seseorang. Seseorang dengan lamanya sekolah yang lebih lama (berpendidikan lebih tinggi) semakin cepat dan paham tentang pendidikan atau penyuluhan yang diberikan. Hal ini berimplikasi bahwa pendapatan petani peternak dapat ditingkatkan dengan meningkatkan tingkat pendidikan. Surat Lancah (D2)
Koefisien D4, diperoleh sebesar 50,257. yang menunjukkan bahwa jika peternak memiliki sertifikat tanah akan menyebabkan pendapatan rumah tangga miskin bertambah sebanyak 50,257 rupiah, Namun parameter ini tidak signifikan. Ini bermakna surat lancah tidak berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga petani peternak. Keterlibatan Peternak Dalam Program Kemiskinan (D3) Koefisien D3 diperoleh sebesar 28,099. Berdasarkan analisis diatas keterlibatan peternak dalam program pengentasan kemiskinan tidak berpengaruh terhadap peluang seseorang untuk tidak menjadi miskin artinya program kemiskinan yang diberikan kurang berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga miskin. Program yang diberikan tidak dapat meningkatkan kapasitas masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan pendapatan mereka. Implikasi dari hasil ini mengharuskan adanya perubahan bentuk bantuan kepada masyarakat dari bantuan uang menjadi bantuan program. Bantuan program yang dimaksud benar-benar diarahkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, seperti bantuan stimulan usaha atau yang sejenisnya.