V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS BIAYA PRODUKSI Analisis biaya dilakukan mulai dari pemeliharaan tanaman, panen, proses pengangkutan, proses pengolahan hingga pengepakan.
1. Biaya Perawatan Tanaman Luas areal tanaman menghasilkan seluas 1.030,705 ha dengan nilai Rp 14.758.966.827 dan sertifikat HGU senilai Rp 194.785.841. Tanaman menghasilkan milik Kebun Cisaruni diasumsikan masih memiliki nilai ekonomis 25 tahun sedangkan untuk sertifikat HGU masih memiliki nilai ekonomis 15 tahun. Kebun Cisaruni memiliki alat-alat untuk merawat tanaman yaitu 15 motor semprot senilai Rp 72.866.325 dan 2 mesin pemotong daun senilai Rp 67.980.000. Namun alat-alat tersebut masih dipakai meskipun sudah melewati umur ekonomis. Tabel 8. Rincian biaya perawatan tanaman per tahun No Uraian Rp/ha 1 Gaji pimpinan 2 Gaji pegawai non staf 3 Upah pengawas 23.656 4 Pemeliharaan jalan, saluran air & teras 5 Penyiangan 827.988 6 Pemberantasan hama penyakit 646.939 7 Pemupukan 2.119.447 8 Pangkasan 168.268 9 Alat-alat dan perlengkapan Jumlah
ha
1.030,705
1.030,705 1.030,705 1.030,705 1.030,705
Nilai (Rp) 117.400.000 129.151.069 24.382.367 90.341.019 853.411.364 666.802.908 2.184.524.560 173.434.348 1.292.933 4.123.340.568
Biaya perawatan tanaman yaitu biaya-biaya yang dibutuhkan untuk merawat tanaman. Biaya perawatan tanaman meliputi gaji pimpinan, gaji pegawai non staf, upah pengawas, pemeliharaan jalan, saluran air dan teras, penyiangan, pemberantasan hama penyakit, pemupukan, pemangkasan, dan biaya untuk membeli alat dan perlengkapan. Untuk besar nilai biaya yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 8. Dari tabel dapat dilihat biaya terbesar adalah untuk pemupukan yaitu sebesar Rp 2.184.524.560 per tahun. Setelah semua biaya perrawatan dijumlah didapat total biaya untuk perawatan adalah sebesar Rp 4.123.340.568 per tahun.
2. Biaya Panen Pemanenan merupakan kegiatan pemetikan daun/pucuk teh yang terdiri dari kuncup, ranting muda, dan daunnya. Kegiatan pemetikan selain bertujuan memungut hasil tanaman yang sesuai dengan tujuan pengolahan Pada proses panen dilakukan dengan cara manual menggunakan alat atau menggunakan tangan. Upah panen dibayarkan menurut hasil petikan yang didapat sebesar Rp 614 untuk setiap kg teh basah yang didapat.
28
Tabel 9. Rincian biaya panen per tahun No Uraian 1 Gaji non staf 2 Upah pengawas 3 Upah panen 4 Alat perlengkapan panen Jumlah
Rp/kg
kg basah
614
8.716.901
Nilai (Rp) 225.521.025 79.249.271 5.349.244.801 91.834.200 5.745.849.297
Dari tabel diatas dapat dilihat biaya yang dibutuhkan untuk panen yaitu gaji non staf, upah pengawas, upah panen, dan biaya untuk perlengkapan panen. Biaya terbesar untuk panen adalah upah panen yaitu sebesar Rp 614 x 8.716.901 kg atau Rp 5.349.244.801. Setelah dijumlah semua biaya didapat total biaya panen yaitu Rp 5.745.849.297 per tahun.
3. Biaya Pengangkutan Biaya pengangkutan adalah biaya yang dibutuhkan untuk mengangkut hasil panen dari tiap afdeling dan untuk mengangkut bubuk teh yang sudah jadi. Di kebun Cisaruni proses pengangkutan hasil panen menggunakan truk untuk masing-masing besar blok dari tiap afdeling. Terdapat 5 truk yang dimiliki Kebun Cisaruni, truk-truk yang difungsikan sudah tidak memiliki nilai ekonomis lagi dengan nilai akhir sebesar Rp 174.390.000. Selain menggunkan truk milik sendiri, Kebun Cisaruni juga menyewa kendaraan dari pihak ketiga. Untuk rincian biaya pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rincian biaya pengangkutan per tahun No Uraian Rp/ton 1 Biaya pengangkutan 63.124 2 Sewa kendaraan pihak ketiga 2.696 3 Upah bongkar muat lepas 11.241 Jumlah
Ton basah 8.717 8.717 8.717
Nilai (Rp) 550.246.249 23.497.050 97.986.882 671.730.181
Dari tabel dapat dilihat biaya pengangkutan yaitu berupa biaya angkut, sewa kendaraan pihak ketiga dan upah bongkar muat lepas. Total biaya pengangkutan adalah sebesar Rp 671.730.181.
4. Biaya Pengolahan Proses pengolahan teh hitam orthodox dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengolahan basah dan pengolahan kering. Proses pengolahan teh hitam tersebut sudah menggunakan alat dan mesin. Sedangkan tenaga manusia hanya diperlukan untuk mengontrol mesin dan memindahkan bubuk basah atau kering selama proses pengolahan berlangsung. Kecuali pada proses sortasi, tenaga manusia masih sangat banyak diperlukan untuk menjaga kualitas bubuk teh hitam orthodox. Tahap awal pada proses pengolahan adalah penerimaan bahan baku, yaitu penimbangan dengan menggunakan timbangan mekanis. Kemudian hasil penimbangan dicatat setelah itu diturunkan dengan bantuan monorail untuk mengangkut teh dari truk ke withering trough. Mesinsesin yang digunakan dalam proses ini sudah tidak ekonomis dengan nilai akhir untuk monorail Rp 21.760.977 dan 23 mesin withring trough dengan senilai Rp 170.766.045. Kemudian dilakukan proses penggulungan.
29
Pada proses penggulungan (rolling) menggunakan 5 mesin giling open top roller yang sudah tidak ekonomis dengan nilai Rp 210.707.710. Dengan adanya penggulungan, secara fisik daun yang sudah digulung akan memudahkan tergiling dalam proses penggilingan. Mesin penggilingan yang biasa dipakai dalam proses pengolahan teh hitam orthodox adalah press cap roller dan rotor vane. Nilai mesin-mesin yang digunakan dapat dillihat di Tabel 11. Tabel 11. Daftar mesin penggilingan No Nama Nilai (Rp) 1 Press Cup Roller 155.660.000 2 Press Cup Roller 315.000.000 3 rotor vane 104.396.567 4 Rotor vane 15 type end 193.683.743 plate
Umur ekonomis
Jumlah 10 10
Nilai penyusutan/thn 4 1 4 1
28.350.000 17.431.537
Setelah digiling, daun teh kemudian difermentasi. Fermentasi atau proses oksidasi enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan enzim polifenol oxsidase. Hasil fermentasi kemudian akan dikeringkan. Proses pengeringan yang dilakukan di pabrik Cisaruni menggunakan mesin pengering jenis two stage dryer yang dilengkapi dengan trays konveyor. Prinsip kerja alat ini adalah mengalirkan udara panas yang masuk berlawanan arah dengan masuknya bubuk teh ke dalam dryer yang diperoleh dari heat exchanger yang diatur dengan bukaan valve. Mesin two stage drier/monarch yang dimiliki berjumlah 3 dengan nilai akhir Rp 242.864.609. Mesin pengering yang digunakan sudah melewati umur ekonomis. Setelah proses pengeringan selesai, hasilnya akan disortasi kemudian di-packing. Mesin-mesin yang digunakan dalam proses pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 4. Total nilai investasi mesin dan perlengkapannya saat dilakukan penelitian adalah sebesar Rp 2.899.277.263. Mesin-mesin yang digunakan pabrik Cisaruni sebagian besar telah melewati nilai ekonomisnya, tetapi masih digunakan. Biaya-biaya yang digunakan dalam proses pengolahan yaitu gaji pimpinan, gaji karyawan, upah pengwas, upah pengolah basah, upah sortasi, upah anaisa, alat-alat perlengkapan pengolahan, bahan bakar, listrik dan biaya pengangkutan. Total biaya pengolahan adalah sebesar Rp 3.800.610.483. Untuk rincian dan ialai biaya proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rincian biaya pengolahan per tahun No Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gaji pimpinan Gaji karyawan Upah pengawas Upah pengolah basah Upah sortasi Upah analisa Alat-alat Perlengkapan Pengolahan Bahan bakar solar Kayu bakar BBCS
Rp/satuan
Nilai (Rp)
1.935.400 kg 1.935.400 kg 1.935.400 kg 1.935.400 kg
10 236 107 22
34.597.000 98.403.805 19.790.643 456.762.010 206.352.788 42.421.104
133.476 lt 1.533.635 kg 168.517 kg
9.218 425 768
119.965.573 1.230.438.196 651.361.090 129.478.627
30
11 12 13 14
BBTK Listrik PLTA/PLTD Listrik PLN Biaya pengangkutan Jumlah
1.801 kg 87.523 kwh 827.425 kwh
605 2.977 680
1.089.605 260.526.645 562.577.931 21.442.466 3.800.610.483
5. Biaya Pengepakan dan Penyimpanan Bubuk teh yang telah selesai disortasi kering kemudian dilakukan penimbangan dan dimasukan ke dalam peti miring untuk penyimpanan bubuk teh sementara sesuai masing-masing jenis teh tersebut dengan tujuan untuk menjaga kualitas teh hitam orthodox yang telah dihasilkan, yang selanjutnya akan dimasukan kedalam tea bulker dan dilakukan pengepakan. Tea bulker yang dimiliki Kebun Cisaruni telah melewati umur ekonomis dengan nilai akhir Rp 9.750.000. Biayabiaya yang dibutuhkan untuk proses pengepakan dan penyimpanan adalah gaji karyawan, upah karyawan, dan biaya untuk membeli bahan baku dan perlengkapan untuk pengepakan. Untuk rincian biayanya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rincian biaya biaya pengepakan dan penyimpanan per tahun No Uraian Jumlah Rp/kg 1 2 3
Gaji karyawan Upah karyawan Bahan baku dan perlengkapan Jumlah
1.935.400 kg
33
Nilai (Rp) 8.164.569 63.793.445 740.764.479 812.722.493
6. Biaya Pemeliharaan Pabrik Pemeliharaan pabrik di Kebun Ciasaruni berupa pemeliharaan bangunan pabrik dan pemeliharaan mesin. Pemeliharaan pabrik diperlukan untuk menjaga alat-alat dan mesin-mesin agar berfungsi dengan baik. Biaya yang dibutuhkan untuk perawatan/pemeliharaan bangunan pabrik sebesar Rp 115.757.095 dan untuk pemeliharaan mesin sebesar Rp 671.966.404. Setelah ditotal jumlahnya adalah sebesar Rp 787.723.499 per tahun. Tabel 14. Biaya pemeliharaan pabrik per tahun No 1 2
Uraian Bangunan pabrik Mesin pabrik Jumlah
Nilai (Rp) 115.757.095 671.966.404 787.723.499
B. ANALISIS BIAYA POKOK Biaya pokok produksi teh didapat dari persamaan (2), yaitu biaya total produksi dibagi dengan produksi total. Diketahui biaya total produksi sebesar Rp 19.627.388.655 (Lampiran 9), sedangkan total produksi yaitu sebanyak 1.935.400 kg. Maka didapat besar biaya pokok produksi teh sebesar Rp 10.141/kg (Tabel 15).
31
Tabel 15. Perhitungan biaya pokok Uraian Biaya Tetap (Rp/tahun)
Nilai 4.146.124.055
Biaya Tidak Tetap (Rp/tahun)
15.480.736.053
Kapasitas Produksi (kg/tahun)
1.935.400
Biaya Pokok (Rp/kg)
10.141
Diketahui biaya pokok produksi teh yaitu Rp 10.141/kg, sedangkan harga jual teh ditetapkan sebesar Rp 14.720/kg. Dengan harga jual Rp 14.720/kg dan biaya pokok Rp 10.141/kg, maka perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4.579 dari setiap penjualan per kg teh.
C. ANALISIS TITIK IMPAS Dalam suatu industri, titik impas dapat dicapai pada saat perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian. Analisis titik impas perlu dihitung untuk mengetahui berapa jumlah minimal teh yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Analisis titik impas dilakukan dengan menggunakan komponen biaya tetap dan biaya tidak tetap per kg dan total produksi per tahun. Biaya tetap total yang dikeluarkan perusahaan tiap tahun untuk memproduksi teh adalah sebesar Rp 4.146.124.055 (Lampiran 9). Sedangkan biaya tidak tetap yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi teh adalah Rp 7.999 per kg (Lampiran 9). Tabel 16. Perhitungan titik impas Uraian Biaya Tetap (Rp/tahun) Biaya Tidak Tetap (Rp/tahun) Harga Jual (Rp/kg) Titik Impas (kg)
Nilai 4.146.124.055 15.480.736.053 14.720 1.333.382
Dengan menggunakan persamaan (3), didapat nilai titik impas produksi teh adalah 1.333.382 kg. Jumlah tingkat produksi perusahaan (1.935.400 kg) ternyata lebih besar dari nilai titik impas yaitu sebesar 1.333.382 kg. Hal ini menunjukkan bahwa PTPN VIII Kebun Cisaruni selama periode tersebut berada pada posisi menguntungkan.
D. ANALISIS KELAYAKAN Untuk menilai kelayakan suatu industri, dapat dilakukan dengan analisis kelayakan. Analisis kelayakan meliputi perhitungan nilai sekarang dan keuntungan bersih (NPV), tingkat bunga bank yang menyebabkan nilai penerimaan bersih sama dengan nol (IRR), serta perbandingan nilai manfaat dan biaya (Net B/C). Analisis kelayakan dilakukan dengan mengetahui besarnya biaya pengeluaran dan pendapatan dalam 10 tahun produksi. Data-data yang digunakan berupa biaya investasi dan tingkat bunga kredit yang berlaku sebesar 12 %. Biaya investasi meliputi tanaman menghasilkan, bangunan perusahaan, mesin dan perlengkapannya, jalan dan jembatan, alat pengangkutan, sertifikat HGU dan inventaris lainnya.
32
Besarnya nilai investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk usahanya sebesar Rp 19.755.126.726 (Lampiran 6). Perincian tentang besarnya biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 6.
1. Net Present Value Dengan menggunakan persamaan (4) didapat nilai NPV yang dihitung berdasarkan akumulasi selisih biaya dan manfaat dikalikan dengan discount factor sebesar 12%. NPV yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar Rp 33.245.363.263 (Lampiran 10) yang berarti, nilai NPV yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa usaha produksi teh ini secara mekanis layak untuk dikembangkan. Perhitungan nilai NPV disajikan pada Lampiran 10.
2. Internal Rate of Return Berdasarkan Lampiran 10 dengan menggunakan persamaan (5) nilai IRR dapat dihitung yaitu sebesar 44,7 %. Apabila dibandingkan dengan dengan besarnya discount factor yang digunakan sebesar 12%, maka nilai IRR masih berada di atas discount factor. Hal ini dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut mengalami keuntungan, dengan demikian usaha produksi teh tersebut layak untuk dikembangkan.
3. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) Nilai Net B/C dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (6), nilai Net B/C yang didapat yaitu sebesar 1,254 (Lampiran 10). Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa dengan discount factor sebesar 12% perusahaan mampu menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp 1,254 pada setiap tambahan biaya sebesar Rp 1,00. Berdasarkan syarat dari kelayakan, nilai Net B/C tersebut menunjukkan bahwa usaha produksi teh tesebut menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan karena nilai Net B/C lebih besar dari 1.
E. ANALISIS SENSITIVITAS Pada suatu usaha industri atau proyek, sering sekali terjadi kesalahan-kesalahan yang disebabkan karena adanya dua faktor yaitu faktor manusia dan faktor lingkungan, maka dari itu dalam hal ini sangat dibutuhkan suatu analisis sensitivitas. Faktor dari manusia biasanya karena manusia sering kali melakukan kesalahan dalam memperhitungkan segala sesuatunya, sedangkan untuk faktor lingkungan dikarenakan kemungkinan adannya kenaikan harga mendadak ketika suatu usaha atau proyek sedang dilaksanakan, faktor lingkungan seperti keadaan cuaca juga bisa berpengaruh terhadap tingkat produksi dalam suatu industri pertanian. Menurut Pramudya dan Dewi (1992), dalam melakukan analisis sensitivitas, perhitungan yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi. Hal ini perlu dilakukan karena dalam analisis proyek umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung unsur ketidakpastian tentang apa yang terjadi pada waktu yang akan datang. Tabel 17. Hasil analisis sensitivitas penurunan harga Perubahan Penurunan harga 10 % Penurunan harga 20 % Penurunan harga 30 %
NPV (Rp) 17.148.393.155 1.051.423.047 -15.045.547.060
IRR (%) 29,5 13,1 -
Net B/C 1,131 1,008 0,884
33
Analisis sensitivitas dilakukan untuk penurunan harga 10 %, didapatkan nilai NPV sebesar Rp 17.148.393.155, IRR 29,5 % dan Net B/C 1,131 (Lampiran 11) berati perusahaan masih layak untuk dikembangkan dengan penurunan harga 10 % dan masih dapat bertahan pada penurunan harga 20 % (lampiran 12), akan tetapi perusahaan tidak dapat bertahan pada penurunan harga 30 % (Lampiran 13). Untuk hasil analisis sensitivitasnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 18. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya tidak tetap Perubahan NPV (Rp) Kenaikan biaya tidak tetap 10% 24.498.103.488 Kenaikan biaya tidak tetap 20 15.750.843.712 Kenaikan biaya tidak tetap 30% 7.003.583.937
IRR (%) 36,6 27,9 19,4
Net B/C 1,176 1,106 1,045
Analisis sensitivitas dilanjutkan dengan kemungkinan biaya tidak tetap 10%, sehingga didapat nilai NPV sebesar Rp 24.498.103.488, IRR 36,6 % dan Net B/C 1,176 (Lampiran 14), dari nilai tersebut dapat diketahui perusahaan mendapatkan nilai keuntungan yang menurun dengan kenaikan biaya tidak tetap 10%. Dengan kenaikan biaya tidak tetap 20% perusahaan mendapatkan nilai NPV sebesar Rp 15.750.843.712, IRR 27,9% dan Net B/C 1,106 (Lampiran 15) dan perusahaan masih dapat bertahan dengan kenaikan biaya tidak tetap sebesar 30%. Untuk hasil analisis sensitivitasnya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 19. Hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga dan kenaikan biaya tidak tetap Perubahan NPV IRR Net (Rp) (%) B/C Penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya 8.401.133.380 20,7 1,060 tidak tetap 10% Penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya -346.126.395 11,6 0,997 tidak tetap 20% Selain itu dilakukan pula analisis sensitivitas untuk penurunan harga yang diikuti kenaikan biaya tidak tetap . Penurunan harga jual ditetapkan sebesar 10% sedangkan untuk kenaikan biaya tidak tetap yaitu sebesar 10% dan 20%. Dari perbandingan tersebut didapatkan nilai NPV sebesar Rp 8.401.133.380 (Lampiran 17) untuk kenikan biaya tidak tetap 10 % dan NPV sebesar Rp -346.126.395 (Lampiran 18) untuk kenaikan biaya tidak tetap 20 %, hal ini menunjukkan perusahaan tidak dapt bertahan pada penurunan harga 10 % yang diikuti kenaikan biaya tidak tetap 20%. Untuk hasil analisis sensitivitasnya dapat dilihat pada Tabel 19. Dari hasil perhitungan analisis sensitivitas dapat terlihat bahwa kondisi pendugaan yang dilakukan, yaitu nilai NPV, IRR dan Net B/C masih berada di atas syarat kelayakan sehingga usaha layak untuk dikembangkan selama periode 10 tahun ke depan.
34