29
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Tata Niaga Pemanfaatan ular sendok sebagai obat tradisional, kebutuhan kulit sebagai bahan kerajinan dan daging sebagai bahan makanan mendorong ular sendok menjadi komoditi di pasar domestik dan internasional. Hasil pengamatan dan wawancara terdapat beberapa hal yang mempengaruhi tata niaga ular sendok di Jawa Timur, yaitu: 5.1.1. Pelaku Tata Niaga Ular Sendok Pelaku tata niaga ular sendok merupakan pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam rantai tata niaga pada berbbagai tingkatan. Pelaku tata niaga ular sendok merupakan bagian dari tata niaga reptil lainnya yang ada di Jawa Timur, terdiri dari: a. Penangkap/pemburu Penangkap/pemburu merupakan pihak yang mencari dan menangkap ular secara langsung di alam. Berdasarkan mata pencaharian dan kemampuannya, penangkap/pemburu ular sendok dibedakan menjadi 2 yaitu; penangkap/pemburu
profesional
dan
sambilan.
Penangkapan/pemburu
profesional adalah orang yang mempunyai kemampuan, pengetahuan khusus dan pengalaman dalam berburu ular,
serta merupakan mata pencaharian
utamanya. Penangkap/pemburu amatir adalah orang yang melakukan penangkap/perburuan terhadap ular secara kebetulan atau menangkap dan memburu ular sebagai mata pencaharian tambahan karena mata pencaharian utamanya sebagai petani, pedagang keliling dan sebagainya. Pemburu profesional mempunyai kemampuan dalam mengidentifikasi lokasi-lokasi yang menjadi habitat ular dan tata waktu dalam perburuannya, sedangkan pemburu sambilan mendapatkan/menangkap ular yang secara kebetulan dan mengetahui bahwa ular tersebut mempunyai nilai ekonomi. Penangkap/pemburu pengalaman
mengenai
profesional habitat,
mempunyai
perilaku
dan
pengetahuan tata
waktu
dan dalam
30
perburuan/penangkapan ular sendok dan reptil lainnya. Penangkap/pemburu yang melakukan perburuan termasuk ular sendok harus memiliki pengetahuan khusus tentang perilaku ular sendok, hal ini karena ular sendok yang mengandung bisa/racun menengah. Pemburu/penangkap yang ditemui dan diikuti dalam melakukan perburuan/penangkapan ular sendok sebanyak 13 orang yang terbagi atas penangkap/pemburu profesional 8 orang dan sambilan 5 orang. Penangkap profesional rata-rata telah lebih dari 10 tahun menjadi penangkap/pemburu ular. Para pemburu/penangkap profesional dalam melakukan perburuan/ penangkapan ular menggunakan 2 cara, yaitu membongkar sarang ular sendok dan menunggu ular keluar dari sarang untuk berjemur dan mencari makan. Pemburu/penangkap yang diikuti dalam perburuan ular di Kabupaten Nganjuk, Bojonegoro dan Probolinggo melakukan pembongkaran sarang ular untuk menangkap ular sendok atau ular lainnya, tetapi pemburu/penangkap di Kabupaten Malang menunggu ular keluar dari sarang untuk ditangkap sehingga harus melakukan survei tata waktu keluarnya ular sendok tersebut. Pembongkaran ular sarang dilakukan setelah diketahui bahwa sarang tersebut merupakan sarang ular aktif dengan memperhatikan tanda-tanda yang ditinggalkan oleh ular, yaitu berupa kotoran, kulit dan jejak. Untuk sarang ular sendok mempunyai permukaan lubang yang halus dan cenderung mengkilat. Penangkapan ular di luar sarang tanpa pembongkaran sarang dilakukan untuk tetap menjaga habitat sarangnya sehingga dapat ditempati oleh individu lainnya yang pada akhirnya juga menjaga kelestarian dalam perburuan ular sendok. Pemburu/penangkap mempunyai tata waktu yang berbeda pada setiap jenis satwanya, pada pagi hari pemburu melakukan perburuan terhadap ular pucuk (Ahaetulla prasina), kemudian pada jam 10.00-14.00 WIB bila cuaca panas dan ada angin sepoi-sepoi waktu yang tepat untuk melakukan perburuan ular sendok dan ular jali (Ptyas mucosus) karena pada kondisi tersebut ular sendok keluar dari sarangnya untuk berjemur dan aktiftas lainnya. Data jumlah penangkap dan pemburu ular dan reptil lainnya di wilayah Provinsi Jawa Timur belum diketahui secara jelas. Daftar nama penangkap
31
yang tercantum dalam lampiran surat keputusan ijin tangkap yang diterbitkan oleh BBKSDA Jatim merupakan agen/sub agen yang berada di bawah binaan pengumpul daerah yang mengajukan ijin tangkap satwaliar. Hasil wawancara dengan agen/sub agen dan pengumpul daerah bahwa penangkap/pemburu yang
secara
rutin
dan
termasuk
penangkap/pemburu
yang
loyal
menjual/menyetor hasil tangkapannya antara 5-11 orang pada setiap agen/sub agen atau pengumpul daerah. Bila rata-rata setiap agen/sub agen dan pengumpul daerah mempunyai penangkap/pemburu yang loyal sebanyak 8 orang, maka dengan jumlah agen/sub agen 78 orang dan pengumpul daerah sebanyak 23 orang dapat diperoleh jumlah penangkap/pemburu ular sebanyak 801 orang. Angka tersebut termasuk masih sangat kecil karena banyak agen/sub agen yang tidak terdata. Menurut Siregar (2012),
penangkap ular sanca batik (Python
reticulatus) dan sanca gendang (Python brongersmai dan Python curtus) di Sumatera Utara menjadi 3 kategori, yaitu penangkap profesional penuh, penangkap
profesional
sambilan
dan
penangkap
amatir.
Penangkap
profesional penuh merupakan orang yang mempunyai kegiatan sebagai penangkap ular dan menjadi mata pencaharian utamanya, sedangkan penangkap profesional sambilan adalah orang yang mempunyai kegiatan sebagai penangkap ular sebagai mata pencaharian sambilan. Penangkap amatir merupakan orang yang mendapatkan ular secara kebetulan, yaitu menemukan ular di sawah atau kebun yang kemudian ditangkap dan dijual. Semiadi dan Sidik (2011) memisahkan penangkap ular penangkap ular sanca batik (Python reticulatus) dan sanca darah merah (Python brongersmai) di Sumatera Utara menjadi 2 kategori, yaitu penangkap sambilan dan penangkap insidentil. Penangkap sambilan adalah orang melakukan aktifitas menangkap ular setelah melakukan kegiatan utamanya, seperti bertani atau buruh pada perkebunan sawit, sedangkan penangkap insidentil orang yang menangkap ular secara tidak teratur dan tergantung kebutuhan ekonomi atau secara tidak sengaja.
32
b. Agen/sub agen Agen dan sub agen merupakan orang menghubungkan antara penangkap/ pemburu dengan pengumpul daerah. Sub agen adalah orang yang membeli ular dan reptil hasil tangkapan pemburu dalam skala kecil dan menjual/menyetor kepada agen. Agen menerima/membeli ular/reptil hasil tangkapan dari para penangkap/pemburu
yang berada di sekitar tempat
tinggal dan sub agen yang menjual hasil pembelian ular dan reptil lainnya dari penangkap/pemburu. Agen/sub agen membeli secara langsung ular dan reptil lain hasil tangkapan yang kemudian dipisah-pisahkan dalam kantong-kantong kain atau kotak yang dibuat khusus untuk menanpung ular reptil lainnya. Waktu penyimpanan hasil tangkapan dibedakan menurut jenisnya, ular jali biasanya langsung disetor ke pengumpul daerah atau minimal 1-2 hari disimpan agar penyusutan massa tubuhnya tidak besar, sedangkan untuk ular sendok biasanya disimpan dalam waktu yang lama, hal ini karena ular sendok penjualannya berdasarkan ukuran dan untuk penyediaan pengguna lokal sebagai obat. Menurut Semiadi dan Sidik (2011) bahwa agen dalam tata niaga ular sanca batik (Python reticulatus) dan sanca darah merah (Python brongersmai) di Sumatera Utara merupakan orang yang berperan mengumpulkan hasil tangkapan dari penangkap yang kemudian dijual kepada pengumpul daerah. Antara agen dan penangkap pada beberapa daerah terdapat sub agen menjual tangkapan dari penangkap kepada agen. Hasil penelusuran dilapangan terhadap nama-nama penangkap yang berada dalam lampiran surat keputusan ijin tangkap yang dikeluarkan oleh BBKSDA
Jatim,
ditemukan
bahwa
nama-nama
penangkap
tersebut
merupakan agen dan penangkap yang merangkap sebagai agen. Jumlah agen yang tercantum dalam surat ijin tangkap 12 pengumpul daerah sebanyak 78 orang. c. Pengumpul daerah Pengumpul daerah adalah badan usaha yang menerima/membeli satwa yang tidak dilindungi secara langsung dari para agen/sub agen dan
33
pemburu/penangkap yang berada disekitar rumahnya. Pengumpul daerah melakukan proses pengolahan sebelum dikirim ke pengumpul besar/eksportir. Hasil olahan ular sendok berupa kulit, daging yang dikirim kepada pengumpul besar/eksportir, sedangkan empedu dijual kepada pedagang obat tradisional. Limbah hasil pengolahan berupa kotoran atau daging yang tidak bisa diproses dimasukkan dalam kolam ikan sebagai tambahan pakan ikan. Dalam tata niaga ular sanca batik (Python reticulatus) dan sanca darah merah (Python brongersmai) di Sumatera Utara, pengumpul daerah merupakan orang yang membawahi beberapa agen dan tinggal di kota terdekat dengan lokasi pemanenan ular. Pengumpul daerah mempunyai masa kerja yang cukup lama yaitu antara 5-31 tahun. Pengumpul daerah memperoleh ijin tangkap dan ijin edar dari BBKSDA atau BKSDA dengan masa berlaku selama setahun untuk ijin tangkap dan lima tahun untuk ijin edar. Jumlah pengumpul daerah di Jawa Timur yang memiliki ijin tangkap sebanyak 12 perusahaan dan ijin edar sebanyak 23 perusahaan. d. Pengumpul besar/eksportir Pengumpul besar/eksportir adalah badan usaha/perusahaan yang menerima satwa tidak dilindungi dari para pengumpul daerah dan agen/sub agen dalam bentuk olahan atau hidupan. Pengumpul besar dan sekaligus sebagai eksportir dan pengedar reptil di Jawa Timur sebanyak 4 perusahaan. Pengumpul
besar/eksportir
mempunyai
hubungan
kerjasama
pengumpul daerah untuk memenuhi kebutuhan ular dan reptil
dengan lain yang
diekspor ke luar negeri. Pengumpul besar/eksportir mendapat ijin eksport satwaliar dari Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) atas rekomendasi BBKSDA Jatim dengan masa berlaku ijin selama lima tahun dan dapat diperpanjang kembali. Daging ular sendok dieksport ke Taiwan, Hongkong dan Cina, sedangkan
kulit selain untuk
kebutuhan industri kulit lokal dan negara-negara di Asia juga Eropa.
34
e. Pengguna domestik Pengguna domestik adalah orang menggunakan ular sendok dan satwa lain sebagai obat, bahan makanan dan atraksi budaya. Pengguna ular sendok sebagai bahan obat-obatan tradisional banyak ditemui di kota-kota kabupaten dan kota besar. Di Kabupaten Malang terdapat rumah obat tradisional yang menjual racun dan empedu ular sendok sebagai bahan obat-obat tradisional. Pengguna ular sendok sebagai bahan obat tradisional juga dilakukan agen/sub agen yang dijual kepada masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Atraksi budaya yang menggunakan ular sendok sebagai salah satu atraksinya adalah kuda lumping yang dilakukan oleh kelompok kuda lumping dari Nganjuk. Hasil penelitian Kartikasari (2008) di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa ular sendok dipercaya mempunyai kasiat obat dibandingkan dengan satwaliar lain yang memiliki fungsi obat. Ular sendok dipercaya mempunyai kasiat untuk menambah stamina tubuh juga dapat menyembuhkan pengelihatan.
penyakit Arisnagara
dalam, (2009)
asthma,
diabetes
menemukan
dan
ular
memperjelas sendok
yang
diperdagangkan untuk obat tradisional di Provinsi DKI Jakarta sebagai obat penyakit kulit yang diambil dari darah segar dan empedunya. Situngkir (2009) menyatakan bahwa terdapat 8 bagian ular sendok (darah, empedu, sunsum, daging, lemak/minyak, tangkur/kelamin, kepala dan otak) yang mempunyai kasiat obat. Darah dan empedu mempunyai kasiat meningkatkan stamina dan menetralkan racun dalam tubuh, sedangkan daging mempunyai kasiat mengurangi
gatal-gatal
dan
meningkatkan
stamina.
Lemak/minyak
mempunyai kasiat sebagai peghilang bekas luka dan penyakit kulit lainnya, Tangkur dipercaya meningkatkan gairah seks dan otak mempunyai kasiat penyakit kuning dan paru-paru dan mata rabun. Menurut Semiadi dan Sidik (2011) dalam rantai perdagangan ular di Sumatera Utara terdapat 4 komponen, yaitu penangkap (masyarakat), sub agen/agen, pengumpul daerah dan pengumpul besar (eksportir).
Pelaku tata
niaga reptil secara umum sama, Widagti (2007) menyatakan bahwa dalam perdagangan
kura-kura Cuora amboinensis di Kota Bangun Kalimantan
35
Timur mempunyai empat tingkatan, yaitu pencari/penangkap, pengumpul, penampun, dan eksportir. Penampung menjadi perantara antara penangkap dan pengumpul dengan eksportir. Pencari/penangkap dan pengumpul tidak dapat langsung menjual kura-kura ke eksportir secara langsung disebabkan lokasi antara pencari/penangkap dan pengumpul dengan eksportir mempunyai yang cukup jauh.
Penampung mempunyai tenaga pencari/penangkap dan
pengumpul khusus yang menyetor kura-kura secara rutin dan menampung dulu sebelum disetor eksportir. 5.1.2. Alur Tata Niaga Ular Sendok Tata niaga ular sendok di Jawa Timur melibatkan 4 komponen utama yaitu penangkap, agen, pengumpul daerah, pengumpul besar (eksportir) dan pengguna domestik. Secara garis besar, penangkap menjual hasil tangkapannya kepada agen atau sub agen dan bahkan kepada pengumpul daerah yang berada di dekat rumah tinggal penangkap. Agen/sub agen memisahkan ular berdasarkan jenisnya dan pada periode tertentu pengumpul daerah akan datang untuk membeli ular yang telah dikumpulkan. Pengumpul daerah akan mengambil/membeli ke agen atau sub agen secara periodik sesuai waktu yang disepakati dan upaya pengumpul daerah menjemput ular hasil tangkapan di agen sebagai salahsatu bentuk pelayanan agar agen/sub agen tidak menjual kepada pengumpul daerah lainnya. Pengumpul daerah menjual ular sendok bentuk olahan (kulit dan daging) dan hidupan
kepada eksportir
dan pengumpul daerah lain. Agen/sub agen dan
pengumpul daerah juga menjual ular sendok ke pasar domestik untuk kebutuhan obat tradisional dan atraksi budaya, seperti yang tersaji dalam Gambar 2. Pola penjualan dari penangkap kepada agen/sub agen dan pengumpul daerah berbeda menurut hubungan yang terjalin antara penangkap dengan agen/sub agen dan pengumpul daerah. Beberapa penangkap merangkap sebagai agen/sub agen, tetapi menangkap ular merupakan mata pencaharian utamanya. Dari 12 orang penangkap diwawancarai terdapat 2 penangkap yang merangkap sebagai agen. Hasil penelitian Siregar (2012) menunjukkan dalam perdagangan ular sanca batik dan sanca merah di Sumatera Utara terdapat 6 orang dari 29 orang penangkap yang merangkap sebagai pengumpul kecil (agen).
36
Penangkap dan agen/sub agen
yang loyal menjual hasil tangkapannya
kepada satu pengumpul daerah, hal ini didasarkan saling percaya dan fasilitas yang diberikan oleh pengumpul daerah. Penangkap yang loyal akan menyetor dan langsung dibayar secara tunai kepada agen/sub agen dan pengumpul daerah setelah pulang dari pencarian ular. Penangkap diberi fasilitas peralatan untuk menangkap ular dan reptil lainnya dari agen/sub agen dan pengumpul daerah, sehingga setelah selesai mencari ular dan reptil lainnya akan langsung menyetor hasil tangkapannya dan menaruh peralatan di agen/sub agen dan pengumpul daerah. Sub Agen Penangkap sambilan Penangkap Profesional
Penangkap Profesional
Agen
Agen
Pengumpul Daerah
Pengumpul Daerah
Penangkap Sambilan Sub Agen
Ket.
Pengumpul Besar (Eksportir)
Pengumpul Besar (Eksportir)
Pasar Domestik
Penjualan secara langsung Penjualan tidak secara langsung
Gambar 2 Alur tata niaga ular sendok. Peralatan tersebut akan di ambil sebelum berangkat mencari ular dan reptil lainnya dan akan mengembalikan peralatan tersebut sambil menyetorkan/menjual hasil tangkapannya. Penangkap yang tidak memiliki keterikatan dengan agen/sub agen dan pengumpul daerah akan menjual ular hasil tangkapannya kepada agen/sub agen dan pengumpul daerah yang menawarkan harga yang tinggi. Penangkap tersebut akan menyimpan ular hasil tangkapannya hingga batas waktu tertentu untuk dijual kepada agen/sub agen dan pengumpul daerah yang datang untuk membelinya atau menjual dengan mengantar ke agen/sub agen dan pengumpul daerah tertentu. Penangkap dengan agen/sub agen dan pengumpul
37
daerah tidak memiliki ikatan kerjasama secara formal dan dapat dikatakan hubungan secara bebas, sehingga setiap saat bisa terjadi perubahan. Perubahan tersebut disebabkan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor harga dan kemudahan yang diberikan oleh agen/sub agen dan pengumpul daerah memberikan alasan yang cukup kuat untuk menjual hasil tangkapan kepada agen/sub agen dan pengumpul lain.
Hubungan antara agen/sub agen dengan
pengumpul daerah yang ada dalam surat keputusan ijin tangkap yang diberikan BBKSDA Jatim tersebut juga tidak formal dan agen/sub agen menjual hasil pembelian ular sendok dari penangkap kepada pengumpul daerah yang menjadi tempat legalitas keberadaannya, juga menjual kepada pengumpul daerah lain di dalam dan keluar wilayah Provinsi Jawa Timur. Agen/sub agen menjual ular dan reptil lainnya ke pengumpul daerah di Jawa Tengah dengan cara disetor sendiri atau diambil oleh pengumpul daerah yang berasal dari Jawa Tengah, terutama agen/sub agen yang berada di wilayah atau berdekatan dengan perbatasan. Penjualan ular ke luar provinsi jarang menggunakan dokumen angkut (SATDN) seperti yang disyaratkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/KptsII/2003 tanggal 31 Desember 2003. Berdasarkan wawancara pengumpul besar (eksportir) menjelaskan bahwa hubungan kerjasama dengan pengumpul daerah yang tertuang dalam surat ijin tangkap tersebut tidak semua pengumpul daerah loyal menjual hasil ular yang telah diolah kepadanya. Pengumpul daerah melakukan pembelian langsung ke para agen/sub agen di dalam dan luar wilayah tangkapnya secara tunai dan bila ada kekurangan dalam pembayaran, maka akan ditransfer melalui bank. Pengumpul daerah menjual ular sendok dalam bentuk olahan yaitu berupa kulit dan daging kepada pengumpul besar/eksportir, sedangkan empedu ular sendok dijual kepada pedagang obat tradisional dan herbal. Pengumpul daerah juga menjual ular sendok masih hidup kepada pengumpul daerah lain, pengumpul besar/eksportir dan pedagang obat tradisional. Pedagang pasar domestik merupakan pedagang yang menyediakan ular sendok untuk kebutuhan obat tradisional dan makanan. Pelaku pasar domestik selain para penjual obat-obat tradisional dan rumah makan dengan menu khusus
38
yang berasal dari reptil, juga para penangkap/pemburu, agen/sub agen dan pengumpul daerah yang menjual komponen ular sendok sebagai obat tradisional. Hasil penelitian Arisnagara (2009) memberikan gambaran bahwa pedagang obat dan makanan di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 10 pedagang dengan kebutuhan ular sendok sebanyak 20.880 ekor pertahun. Siregar (2012) menunjukkan bahwa rangkaian perdagangan ular sanca batik dan sanca darah dari penangkap, pengumpul kecil (agen) dan pengumpul daerah mempunyai hubungan yang bersifat bebas, kecuali antara pengumpul besar (pengumpul daerah) dengan eksportir. Hal ini karena pengumpul besar/pengumpul daerah merupakan agen dari eksportir, terutama bila eksportir mendapat pesanan dari luar negeri. 5.1.3. Harga Ular Sendok Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tata niaga. Hasil wawancara dengan pegumpul daerah dan agen/sub agen bahwa harga ular sendok per ekor ditentukan berdasarkan kelas ukuran panjang, yaitu kelas ukuran A dengan panjang >95 cm, kelas B pada ukuran 90-95cm dan C kelas ukuran <90 cm. Harga ular kelas A berkisar antara Rp 12.000,- sampai Rp 16.000,- kelas B berkisar antara Rp 5.000,- sampai Rp 8.000,- dan kelas C berkisar harga Rp 2.000,- sampai Rp 3.000,-, sedangkan harga ular sendok yang dijual kepada pasar domestik
sebagai bahan obat tradisional dan makanan, serta atraksi budaya
berkisar antara Rp 30.000,- sampai Rp 40.000,-. Perbedaan harga yang tinggi pada tiap kelas mendorong penangkap/ pemburu melakukan pemilihan terhadap ular yang memiliki harga yang tinggi, yaitu yang mempunyai ukuran >95 cm. Harga yang cukup tinggi pada pasar domestik sebagai bahan obat tradisional dan makanan mendorong setiap tingkat tata niaga (kecuali pedagang besar) juga memasok kebutuhan pasar domestik tersebut. Pedagang pasar domestik mempunyai hubungan dengan agen/sub agen dan pengumpul daerah untuk pasokan ular sendok, hal ini berkaitan dengan penyediaan ular sendok yang harus tersedia. Pencarian/penangkapan ular tidak dilakukan sepanjang waktu, dimana pada musim panen padi banyak penangkap/pemburu ular yang beralih menjadi buruh tani.
39
Faktor perbedaan harga antara agen/sub agen dan pengumpul daerah mendorong pelaku menjual ular hasil tangkapan atau pengumpulan kepada pembeli yang menawarkan harga tertinggi. Penangkap/pemburu dengan agen/sub agen dan pengumpul daerah tidak mempunyai hubungan kerjasama formal, sehingga tiap pelaku dapat menjual ular sendok kepada pembeli yang menawarkan harga tertinggi. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Siregar (2012) bahwa dalam perdagangan ular sanca batik dan sanca darah pengumpul kecil (agen/sub agen) dengan pengumpul besar (pengumpul daerah) mempunyai hubungan yang bebas atau tidak memiliki ikatan kerjasama sehingga pengumpul kecil menjual ke pengumpul besar lain. 5.2. Parameter Demografi Pengukuran ular sendok sebanyak 232 ekor pada penangkap, agen/sub agen dan pengumpul daerah menunjukkan bahwa sebanyak 22 ekor (9,48%) termasuk kelas muda dan sebanyak 210 ekor (90,54%) termasuk dewasa yang secara lengkap tersaji dalam Tabel 1. Pada setiap tingkatan agen dan pengumpul daerah terdapat ular sendok kelas umur muda yang diperoleh dari penangkap sambilan. Penangkap sambilan menemukan ular sendok di sela aktifitas sehari-hari, seperti menemukan ular saat mengolah sawah. Penangkap ular profesional akan melepas kembali ular yang termasuk kelas muda karena dorongan pasar yang menginginkan ukuran >90 cm dan perbedaan harga yang jauh antara ukuran muda dan dewasa. Tabel 1 Kelas umur ular sendok yang terkumpul penangkap, agen dan pengumpul daerah. Tempat Pengukuran Penangkap Agen Pengumpul daerah
Kelas Umur (ekor) Muda Dewasa 2 8 2 44 18 158
Jumlah (ekor) 10 46 176
Menurut Odum (1994) bahwa dalam suatu populasi sedang berlangsung cepat mengandung bagian besar individu-individu muda, populasi yang stationer/tetap memiliki pembagian umur yang merata antara muda dan tua, sedangkan populasi yang menurun akan mengandung individu-individu yang telah
40
tua.
Populasi ular sendok yang berada di penangkap, agen/sub agen dan
pengumpul didominasi ukuran dewasa. Kajian belum mengidentifikasi apakah ular dewasa yang dipanen dari alam (90,54%) merupakan ular dewasa yang sudah atau masih produktif. Namun demikian, jika ular yang dipanen merupakan ular dewasa yang telah tidak produktif maka akan memberikan kesempatan kepada yang muda untuk tumbuh dan berkembang. Pada sisi lain, jika dewasa yang tertangkap termasuk dalam masa produktif maka akan mengganggu keseimbangan populasi, yaitu terjadi penurunan populasi ular sendok di alam. Penangkap/pemburu ular di Kabupaten Malang mempunyai kepercayaan bahwa pertemuan dengan ular yang masih anak akan berdampak dengan hasil tangkapannya. Penangkap/pemburu tersebut bila bertemu dengan anak atau ular sendok yang masih muda dalam perjalanan/perburuan ular, maka hasil tangkapannya akan sedikit bahkan tidak mendapatkan tangkapan, sehingga memutuskan untuk membatalkan perburuan ular pada hari itu dan akan melanjutkan kembali pada esok hari. Kearifan lokal penangkap tersebut hasil dari pengamatann yang dilakukan para pemburu selama mencari/memburu ular selama berpuluh tahun, walau secara empiris belum ada penelitian yang membuktikan adanya perjumpaan anak ular dengan beberadaan ular dewasa. Tabel 2 Jenis kelamin ular sendok yang terkumpul penangkap, agen dan pengumpul daerah Tempat Pengukuran
Penangkap Agen Pengumpul daerah
Jenis Kelamin (ekor) Jantan Betina 1 7 34
9 39 142
Jumlah (ekor) 10 46 176
Sex rasio (nisbah kelamin) 1 : 9,00 1 : 5,57 1 : 4,18
Pengamatan ular sendok betina yang terkumpul pada penangkap, agen dan pengumpul daerah mencapai 190 ekor (81,90%) dan ular sendok jantan yang hanya 42 ekor (18,10%). Nisbah kelamin pada tiap tingkatan cenderung menurun dari tingkat penangkap, agen dan pengumpul besar seperti yang tersaji dalam Tabel 2. Pola penangkapan ular
di alam memberikan pengaruh yang besar
terhadap jenis kelamin ular yang ditangkap. Penangkapan ular yang dilakukan dengan membongkar sarang ular sendok akan memberikan peluang yang sama
41
antara ular jantan dan betina untuk tertangkap. Menangkap ular dengan menunggu ular keluar dari sarang untuk berjemur atau mencari mangsa memberi peluang yang besar betina untuk tertangkap, hal ini karena ular betina berjemur atau diluar sarang lebih lama dibandingkan dengan ular jantan. Penangkap ular yang menggunakan pola seperti ini akan melakukan pencarian ular antara jam 10.00 WIB sampai 14.00 WIB pada saat ular sendok keluar untuk berjemur atau mencari mangsa. Berdasarkan Tabel 2 tersebut menggambarkan secara jelas bahwa pola penangkapan ular di alam dilakukan dengan pola menunggu ular keluar dari sarang untuk berjemur atau mencari mangsa. Hasil pengamatan Phelps (2007) terhadap perilaku Naja nivea menunjukkan bahwa ular jantan akan keluar dari sarang beberapa menit setelah betina keluar dari sarang. Ular betina akan keluar sarang dan memasuki vegetasi di sekitar sarang, sedangkan ular jantan hanya untuk berjemur dan kemudian masuk kembali ke sarang. 5.3.
Morfometri Pengukuran morfometri terhadap ular sendok dilakukan
penangkap
sebanyak 9 ekor, agen/sub agen sebanyak 39 ekor dan pengumpul daerah sebayak 176 ekor.
Hasil pengukuran morfometrik pada tiap tingkatan tata niaga
menunjukkan adanya pengaruh pasar yang cukup besar terhadap pengambilan/ pemanenan ular sendok dari alam. Ular sendok yang mempunyai ukuran SVL <90 cm sebanyak 35 ekor dari 232 ekor (15,09%) terdapat di pengumpul daerah dan agen di Kabupaten Nganjuk. Panjang tubuh <90 cm pada agen dan pengumpul daerah diperoleh dari penangkap amatir yang menemukan ular dalam perjalanan ke sawah. Pengukuran peubah morfometrik pada tiap tingkatan tata niaga mengindikasikan rentang paling panjang berada pada pengumpul daerah, kecuali pada massa tubuh yang rentang paling tinggi berada pada penangkap. Rentang massa tubuh yang panjang disebabkan pada tingkat agen dan pengumpul daerah ular sendok telah disimpan dalam keadaan hidup yang lama tanpa memberikan makan/pakan, sehingga ular sendok dalam kondisi kurus. Hasil rekapitulasi pengukuran peubah tersaji secara lengkap pada Lampiran 16.
42
Tabel 3 Hasil analisis morfometri pada penangkap Peu-bah Pkp1 N JM SVL PE PT MB
Ket:
Pkp 2
1 9,4 870,0 140,0 1010,0 390,0
1 9,1 850,0 130,0 980,0 200,0
Tempat pengukuran di Penangkap Pkp 3 Pkp 4 Pkp 5 Pkp 6 2 3 1 1 14,7 14,0 14,6 11,7 930,0 986,7 1170,0 1200,0 117,5 127,3 190,0 170,0 1040,0 1114,0 1360,0 1370,0 570,0 590,0 910,0 1250,0
Probabiltas
Pkp 7 1 11,2 1000,0 160,0 1160,0 700,0
Kesimpulan
0,291 0,502 0,244 0,502 0,502
Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima
Pkp = penangkap, JM = jarak mata (mm), SVL = Snout Venth Length (mm), PE = panjang ekor (mm), PT = panjang total (mm) dan MB = massa tubuh (gram).
Hasil uji nilai tengah terhadap morfometrik di tingkat penangkap menunjukkan tidak ada perbedaan ular sendok yang ditangkap oleh masingmasing penangkap seperti yang tersaji dalam Tabel 3. Penangkap menginginkan ular yang mempunyai panjang SVL >90 cm dan ular yang tertangkap berukuran <90 cm dilepas kembali ke alam. Penangkap hanya mengambil ular yang mempunyai ukuran SVL >90 cm karena dorongan harga yang sangat berbeda antara yang berukuran <90 cm dengan >90 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tingkat penangkap juga sangat dipengaruhi oleh pasar. Tabel 4 Hasil analisis morfometri pada agen Peubah N JM SVL PE PT MB
Tempat pengukuran di agen/sub agen Agen 1 Agen 2 Agen 3 Agen 4 9 11 9 17 12,3 13,7 12,0 13,7 1042,2 959,5 1050,0 1012,9 143,3 154,5 138,9 155,3 1185,6 1114,1 1188,9 1168,2 558,9 652,7 532,2 407,4
Probabiltas 0,092 0,184 0,240 0,240 0,003
Kesimpulan
Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho ditolak
Ket: JM = jarak mata (mm), SVL = Snout Venth Length (mm), PE = panjang ekor (mm), PT = panjang total (mm) dan MB = massa tubuh (gram).
Pengujian
pengukuran
morfometrik
pada
agen/sub
agen
dengan
menggunakan uji nilai tengah menunjukkan bahwa terjadi perbedaan secara nyata pada massa tubuh (tolak H0), hal ini disebabkan pada tingkat agen telah bercampur antara ular yang baru ditangkap dari alam dan ular yang telah lama dilakukan penyimpanan dalam kondisi hidup, seperti yang tersaji dalam Tabel 4. Setiap agen mempunyai rentang yang berbeda-beda dengan penangkap, rentang tersebut dipengaruhi oleh ada tidaknya sub agen, bila ular yang berada di agen diperoleh secara langsung dari penangkap/pemburu maka ular tersebut mempunyai masa tubuh yang tinggi dan bila berasal dari sub agen maka telah terjadi penyimpanan terlebih dahulu di sub agen. Ular sendok yang telah
43
ditangkap tidak diberi makanan dalam penyimpanan dan ular akan mengalami penyusutan massa tubuh dan masih bisa bertahan hidup. Uji nilai tengah terhadap morfometrik ular sendok di pengumpul daerah memberikan gambaran bahwa semua peubah berbeda secara nyata pada setiap pengumpul daerah seperti yang tersaji dalam Tabel 5. Perbedaan tersebut disebabkan antara lain ukuran yang diterima bervariasi termasuk < 90 cm dan ular yang diperoleh/dikumpulkan dari berbagai tempat tanpa adanya seleksi pada tingkatan di bawahnya, yaitu agen/sub agen. Ular yang memiliki ukuran <90 cm yang ada di pengumpul daerah berasal dari penangkap sambilan yang berada di sekitar tempat tinggalnya dan biasanya menjual ular tersebut kepada pasar domestik sebagai kebutuhan obat dan makanan atau dilakukan tetap pengolahan. Pengumpul daerah mempunyai sarana untuk mengolah ular sendok dalam bentuk daging (utuh dan filet), kulit yang dapat memenuhi kebutuhan industri kerajinan lokal dan ekspor, serta empedu yang dijual sebagai bahan obat tradisional. Keberadaan sarana pengolahan tersebut membantu pengumpul daerah mengolah ular sendok yang mempunyai
ukuran SVL >90 cm, meskipun lebih
menggutamakan pada ukuran yang diiginkan oleh pasar internasional. Tabel 5 Hasil analisis morfometri pada pengumpul daerah Peubah N JM
Pgp 1 79
Tempat pengukuran di pengumpul daerah Pgp 2 Pgp 3 Pgp 4 Pgp 5 Pgp 6 18 36 20 14 9
Probabiltas
Kesimpulan
12,5
12,0
10,5
11,0
11,4
14,6
0,000
Ho ditolak
SVL
907,7
1054,4
1016,1
1090,0
1055,0
1055,6
0,000
Ho ditolak
PE
144,5
144,4
159,4
157,5
155,0
133,3
0,023
Ho ditolak
PT
1052,2
1198,9
1175,6
1247,5
1210,0
1188,9
0,000
Ho ditolak
MB
496,9
612,8
505,3
683,5
475,7
443,4
0,042
Ho ditolak
Ket: Pgp = pengumpul daerah, JM = jarak mata (mm), SVL = Snout Venth Length (mm), PE = panjang ekor (mm), PT = panjang total (mm) dan MB = massa tubuh (gram).
Untuk mengetahui hubungan antara antara penangkap, agen/sub agen dan pengumpul daerah dalam ukuran morfometrik, maka dilakukan uji nilai tengah peubah morfomtrik pada tingkatan tata niaga tersebut yang hasilnya tersaji pada Tabel 6. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa hanya jarak mata yang berbeda nyata, sedangkan peubah lainnya tidak berbeda nyata. Hasil ini memberikan gambaran bahwa pada tingkat penangkap, agen dan pengumpul daerah dalam perdagangan ular sendok menginginkan ukuran yang sama terutama panjang SVL dan total sesuai yang diinginkan pasar untuk komoditi kulit terutama
44
untuk pemenuhan eksport. Pasar internasional menjadi tujuan utama, sehingga pengumpul daerah mempengaruhi agen/sub agen dan penangkap secara selektif terhadap ukuran diinginkan pasar intermasional. Tabel 6 Peubah
N JM SVL PE PT MB Ket:
Hasil analisa morfometri pada penangkap, agen dan pengumpul daerah. Tempat pengukuran Probabiltas Penangkap Agen Pengumpul daerah 10 46 176 13,1 13,1 11,9 0,000 1006,8 1013,2 984,9 0,217 141,9 149,6 149,3 0,782 1148,7 1162,7 1134,2 0,293 684,4 520,1 527,3 0,378
Kesimpulan
Ho ditolak Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima
JM = jarak mata (mm), SVL = Snout Venth Length (mm), PE = panjang ekor (mm), PT = panjang total (mm) dan MB = massa tubuh (gram).
Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap morfometri ular sendok pada penangkap, agen dan pengumpul daerah berdasarkan jenis kelamin memberikan gambaran bahwa hanya ukuran panjang ekor yang berbeda nyata dan peubah lainnya tidak berbeda nyata antara jantan dan betina seperti yang tersaji dalam Tabel 7. Ular sendok jantan lebih panjang dibandingkan ular sendok betina. Boeadi at al. (1998) yang melakukan pengukuran morfometri ular sendok dewasa yang yang diambil sampelnya dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogya dan Jawa Barat menunjukkan bahwa rata-rata panjang SVL betina lebih besar dibandingkan dengan jantan (jantan=957,6 dan betina 1013,0). Ukuran rata-rata jantan lebih besar di bandingkan dengan betina pada untuk panjang kepala (jantan 36,3 dan betina 35,4), panjang ekor (jantan 156,7 dan betina 147,7) dan massa tubuh (jantan 498 dan betina 442,1). Tabel 7 Hasil analisis morfometri ular sendok pada penangkap, pengumpul daerah berdasarkan jenis kelamin Peubah N Jarak mata (mm) SVL (mm) Panjang ekor (mm) Panjang Total (mm) Massa (gram)
Rata-rata morfometri Jantan
hasil
42 11,6 999,2 160,0 1159,1 545,3
pengukuran
Probabilitas
agen dan
Kesimpulan
Betina 190 12,3 988,9 146,5 1135,4 527,3
0,095 0,909 0,004 0,528 0,107
H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 diterima H0 diterima
45
Hasil pengamatan Situngkir (2009) menunjukkan bahwa di Kabupaten Bogor tidak ada ukuran tertentu dalam penangkapan/perburuan ular sendok, hal ini disebabkan jumlah tangkapan yang berkurang dan tingginya permintaan ular sendok dari konsumen. Harga yang berbeda tidak memberikan dampak yang nyata pada penangkap/pemburu ular. 5.4. Panenan Perhitungan estimasi pemanfaatan ular sendok pada 6 pengumpul daerah dilakukan saat pemanenan ular sendok minim. Kondisi tersebut disebabkan oleh musim panen padi, surat ijin tangkap yang belum terbit dari BBKSDA Jawa Timur dan sendok
kuota yang belum didistribusikan. Pemanenan/penangkapan ular
dan
reptil
jenis
lainnya
hanya
dilakukan
oleh
sebagian
pemburu/penangkap ular profesional dan sambilan, hal ini karena para penangkap profesional lebih memilih bekerja pada sektor pertanian (menjadi pemanen padi). Hasil penghitungan jumlah ular sendok yang ada di 6 pengumpul daerah tersaji dalam Tabel 8. Tabel 8 Jumlah panenan pada pengumpul daerah di Jawa Timur No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengumpul daerah Pgp 1 Pgp 2 Pgp 3 Pgp 4 Pgp 5 Pgp 6
Jumlah (ekor) 9 20 18 79 14 36
Rentang waktu (hari) 1 2 2 7 1 7
Rata-rata jumlah panenan per hari 9,0 10,0 9,0 11,3 14,0 5,1
Ket : Pgp = pengumpul daerah
Penghitungan rata-rata pemanenan ular sendok setiap hari pada 6 pengumpul daerah seperti yang tersaji dalam Tabel 8 di atas sebesar 9 ekor. Rata-rata pemanfaatan tiap pengumpul daerah tersebut dilakukan ekstrapolasi terhadap jumlah pengumpul daerah di Jawa Timur yang berjumlah 33 perusahaan dengan mempertimbangkan hari libur nasional dan cuti karyawan, sehingga jumlah hari kerja setiap bulan sebanyak 20 hari maka diperoleh jumlah pemanfaatan ular sendok pertahun minimal sebanyak 71.280 ekor setiap tahun. Pemanenan ular sendok pada tingkat agen/sub agen yang tersaji pada Tabel 9 mempunyai rata-rata sebesar 5 ekor per hari dan bila rata-rata panenan tersebut
46
dilakukan ekstrapolasi terhadap jumlah agen/sub agen secara resmi yang ada di Jawa Timur sebanyak 78 agen/sub agen diperoleh jumlah panenan sebesar 93.600 ekor
setiap
tahunnya.
Perhitungan
jumlah
panenan
tersebut
dengan
memperhatikan hari libur nasional dan cuti karyawan sehingga jumlah hari kerja setiap bulan sebanyak 20 hari. Tabel 9 Jumlah panenan pada agen/sub agen di Jawa Timur No.
Agen
1. 2. 3. 4.
Jumlah (ekor) 9 11 9 16
Agen 1 Agen 2 Agen 3 Agen 4
Rentang waktu (hari) 2 4 3 1
Rata-rata jumlah panenan per hari 4,5 2,7 3,0 16,0
Jumlah panenan di agen/sub agen lebih besar dibandingkan pengumpul daerah dengan selisih 22.230 ekor memberikan gambaran bahwa tidak semua jumlah ular yang telah dibeli dari penangkap dijual kepada pengumpul daerah yang menaunginya. Hasil pengamatan dilapangan ditemukan bahwa agen/sub agen
selain
menjual
ular
hasil
pembelian
dari
penangkap
kepada
pengguna/konsumen dan pedagang domestik secara langsung untuk sebagai obat tradisional dan makanan. Agen/sub agen juga menjual kepada para pengumpul daerah yang tidak memiliki ijin tangkap (hanya memiliki ijin edar) dari daerah bahkan provinsi lain. Pedagang domestik/pengguna membeli ular sendok dengan harga yang tinggi yaitu antara Rp 30.000,- sampai Rp 40.000,- per ekor, selisih tersebut mendorong para agen untuk menjual hasil pembeliannya dari penangkap kepada pengguna atau pedagang domestik. Salah satu sub agen di Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo menjual ular kepada pengguna paling sedikit 24 ekor setiap bulan untuk sebagai obat tradisional. Hasil
penelitian
Situngkir
(2009)
menunjukkan
bahwa
setiap
pemburu/penangkap di Kabupaten Bogor setiap tahun menangkap ular sendok antara 330-360 ekor per tahun. Jumlah responden (pemburu/penangkap) sebanyak 17 orang, sehingga jumlah ular yang ditangkap/dipanen dari alam mencapai 5.610-6.120 ekor. Ular sendok tersebut dijual pada pasar domestik dan pasar internasional (ekspor).
47
Hubungan kerjasama yang tidak mengikat tersebut dan faktor harga mendorong agen/sub agen menjual ular sendok ke pengumpul daerah atau pembeli lain
yang memberikan harga lebih tinggi atau fasilitas yang lebih
memadai. Menurut Siregar (2012) bahwa dalam perdagangan ular sanca batik dan sanca darah pengumpul kecil (agen/sub agen) dengan pengumpul besar (pengumpul daerah) mempunyai hubungan yang bebas atau tidak memiliki ikatan kerjasama sehingga ada kemungkinan pengumpul kecil menjual ke pengumpul besar lain. Data jumlah ular sendok pada masing-masing tingkatan hingga saat ini belum tersedia dengan baik, hal ini disebabkan pencatatan transaksi dari setiap tingkatan hanya dilakukan dengan menggunakan nota pembelian dan bahkan tidak menggunakan pembelian. Laporan yang dibuat setiap tahun kepada institusi pemerintah (BBKSDA Jatim) merupakan laporan sebagai pertanggungjawaban usaha
peredaran
satwaliar
dan
cenderung
belum
mencerminkan
pengambilan/pemanenan sebenarnya ular sendok dari alam.
Pola pembelian
secara langsung (tunai) menjadi salahsatu tidak adanya pencatatan yang kontinyu, terutama pada tingkat agen/sub agen hingga pengumpul daerah. Nota pembelian masih terbatas untuk penghitungan biaya yang harus dibayarkan dan tidak dilakukan pencatatan secara keseluruhan kembali pada buku induk, sehingga pencatatan data satwa yang diperdagangkan dalam setahun tidak tercatat secara keseluruhan. Pemanfaatan satwa liar dari alam hingga saat ini belum didukung data yang memadai, terutama populasi dan sebaran di alam. Penetapan batasan pemanfaatan satwa liar dari alam sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 477/KptsII/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar disyaratkan bila dalam penetapan jumlah pemanfaatan satwa liar tidak tersedia data dan informasi ilmiah hasil inventarisasi monitoring populasi, maka penentuan kuota dapat diperoleh dari realisasi pengambilan dan penangkapan tumbuhan dan satwa liar dari tahuntahun sebelumnya. Permasalahan lain yang timbul saat ini adalah data sebenarnya mengenai realisasi tangkapan/panenan belum ada.
48
Gambar 3 Penjualan ular sendok pada pengumpul daerah Hasil perbandingan terhadap jumlah penjualan
ular sendok pada satu
pengumpul daerah selama 3 tahun (tahun 2012 hanya sampai data bulan Juli) mengindikasikan adanya penurunan penjualan ular sendok, seperti yang tersaji dalam Gambar 3. Tahun 2010 penjualan ular sendok sebanyak 2.472 ekor, pada tahun 2011 terjadi penurunan penjualan menjadi 2.089 ekor dan pada tahun 2012 hingga bulan Juli penjualan ular sendok mencapai 1.243 ekor. Hasil wawancara terhadap penangkap yang melakukan perburuan/ penangkapan ular lebih dari 10 tahun (8 orang) menyatakan adanya penurunan hasil tangkapan dari tahun ke tahun. Penurunan tangkapan tersebut disebabkan oleh: (1) semakin banyak orang yang melakukan penangkapan dan semakin sulit mendapatkan ular tangkapan, sehingga mengakibatkan penurunan jumlah hasil tangkapan; (2) wilayah/daerah tangkapan yang semakin sempit, hal ini karena banyak sawah yang telah berubah fungsi menjadi pemukiman dan kawasan industri. Penangkapan ular sendok mengalami puncak/tertinggi dilakukan pada antara bulan Juni-Juli yang disebabkan pada bulan tersebut adalah musim bera, sehingga banyak orang melakukan penangkapan ular. Penangkap profesional melakukan penangkapan secara penuh karena tidak ada mata pencaharian lain. Penangka banyak melakukan penangkapan pada saat bera disebabkan posisi sawah yang bera atau habis panen mudah mencari ular di sawah, hal ini ular mudah terlihat karena tidak ada tanaman, juga dalam memburu ular dapat dilakukan hingga ke
49
tengah sawah. Penangkap ular akan mengalami kesulitan menangkap pada sawah yang masih ditanami padi atau tanaman pertanian semusim lainnya, hal ini tersebut disebabkan oleh: (1) ular yang masuk dalam tanaman padi atau tanaman semusim lainnya sulit untuk ditemukan; (2) bila penangkapan dengan melakukan pembongkaran sarang maka akan merusak saluran irigasi atau pematang yang menjadi sarang ular sendok. 5.5. Karakteristik Habitat Data dan informasi mengenai karakteristik habitat dalam pengelolaan satwaliar penting diketahui, mengingat habitat merupakan tempat satwaliar untuk hidup dan berkembang biak. Ular sendok mempunyai habitat yang luas, muali dari semak di hutan, sawah hingga pemukiman, terutama pada dataran rendah Pulau Jawa (Supriatna 1995; Mumpuni 2002; Wowor 2010). Berdasarkan habitat tersebut dilakukan pengamatan berbagai karakteristik habitat pada berbagai tipe habitat yang manjadi habitat ular sendok.
B
A
C
Gambar 4 Penangkap sedang menggali sarang ular sendok di kebun jati (A) dan pematang sawah (B), serta hasil tangkapan ular sendok (C)
50
5.5.1. Kabupaten Nganjuk Pengamatan sarang ular sendok dilakukan pada habitat sawah di sekitar Kali Widas di
Mabung dan
Karangsemi Kecamatan Gondang Kabupaten
Nganjuk. Sarang ular yang ditemukan pada habitat tersebut sebanyak 27 sarang yang berada di pematang sawah tanaman pertanian semusim (padi, semangka, bawang merah dan kacang hijau) dan perkebunan tebu, serta kanan dan kiri jalan utama menuju sawah.
Gambar 5 Peta lokasi pengamatan ular sendok di Kabupaten Nganjuk. Pematang dan jalan utama menuju sawah yang menjadi sarang ular sendok adalah jalan yang jarang dilalui oleh manusia dengan lebar minimal 40 cm. Sarang ular sendok mempunyai diameter antara 4-11 cm dengan panjang antara 121-231 m. Dalam sarang ular sendok terdapat ruang yang lebih luas yang berukuran
51
antara 8-19 cm yang
digunakan untuk bersarang dan menempatkan telurnya.
Dari 22 sarang yang diukur terdapat 7 sarang yang mempunyai ruangan tersebut. Suhu permukaan tanah di mulut sarang ular berkisar antara 29ºC dan 50ºC dengan suhu tertinggi pada jam 11.59 WIB dan paling rendah pada jam 09.00 WIB. Kelembaban permukaan tanah di mulut sarang berkisar antara 34% dan 70% dengan kelembaban terendah terjadi pada 12.32 WIB dan tertinggi pada jam 09.00 WIB. Ketinggian lokasi ditemukan sarang ular sendok antara 37-54 m dpl dan termasuk datar. Kadar keasaman tanah (pH) pada semua lokasi ditemukan sarang normal (7). Kelembaban tanah bervariasi antara kering (nilai 1-3) sebanyak 15 sarang, lembab (nilai 4-7) sebanyak 10 sarang dan basah (nilai 8-10) sebanyak 2 sarang. Sarang ular yang ditemukan mempunyai jarak dari pemukiman antara 93-723 m dan hanya 4 (14,81%) sarang yang berada lebih dari 500 m. Keberadaan sarang yang ditemukan mempunyai jarak dari sumber air (sungai atau saluran irigasi) antara 92-1.490 m dan 8 sarang diantaranya berada pada jarak lebih dari 500 m. Jenis tanah ditemukannya sarang ular seluruhnya adalah alluvial kelabu dengan tutupan vegetasi yang terbuka. Pada wilayah pengamatan ditemukan 27 sarang dengan rincian 6 sarang terdapat ular sendok didalamnya dan 21 sarang tidak ditemukan ular didalamnya. Upaya untuk mengetahui perbedaan sarang yang ditemukan ular didalamnya dengan ular yang tidak ditemukan ular didalamnya dilakukan pengujian terhadap peubah-peubah yang diukur pada sarang tersebut, seperti yang tersaji dalam Tabel 10. Tabel 10 Hasil analisis habitat tangkap/sarang ular sendok di sawah Peubah N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
Rata-rata hasil pengukuran sarang Ada ular Tidak ada ular 6 21 35,333 38,381 57,167 51,857 46,167 46,286 7,000 7,000 3,233 4,271 263,083 276,252 454,317 489,317
Probabilitas
Kesimpulan
0,429 0,154 0,954 1,000 0,295 0,996 0,906
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
52
Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap pengukuran peubah tersebut pada Tabel 10 diatas, menunjukkan bahwa sarang yang ada ditemukan ular di dalamnya tidak berbeda secara nyata dengan sarang yang tidak ditemukan ular didalamnya. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa seluruh sarang yang ditemukan di Kabupaten Nganjuk merupakan sarang ular sendok aktif dan masih dihuni, bila tidak ditemukan ular didalamnya dapat diduga ular sedang di luar sarang untuk mencari mangsa. Pada habitat sawah di Kabupaten Nganjuk mempunyai suhu permukaan yang mencapai suhu maksimal 50⁰C ular sendok masih dapat beradaptasi dengan baik. 5.5.2. Kabupaten Bojonegoro Wilayah studi di Kabupaten Bojonegoro mempunyai beberapa tipe habitat, yaitu sawah, ekoton (perbatasan antara hutan jati dan sawah), kebun jati dan hutan jati. Habitat tersebut berada di wilayah Desa Klumpang, Sawit dan Dangdiron Kecamatan Ngasem. Jumlah sarang yang ditemukan sebanyak 25 sarang yang tersebar pada habitat-habitat tersebut. Pada saat pengamatan habitat sawah ditanami padi dan palawija, sedangkan pada wilayah ekoton merupakan antara sawah dengan hutan jati yang di tanam pada tahun 2008. Kebun jati milik masyarakat ditanami jati pada sawah yang berbatasan dengan pemukiman dengan jarak tanam 2x2 m dengan tanaman jati telah mencapai diameter rata-rata 14 cm. Sarang ular sendok di hutan jati ditemukan pada daerah lembah yang menjadi sungai tadah hujan yang oleh masyarakat ditanami padi dan palawija. Sarang ular sendok mempunyai diameter antara 4-9 cm dengan panjang mencapai panjang antara 24-298 cm. Sarang ular yang diukur sebanyak 30 sarang dan hanya 9 sarang diantaranya mempunyai ruang lebar didalamnya dengan diameter antara 7-15 cm. Suhu permukaan tanah di mulut sarang berkisar antara 29-38⁰C dengan suhu tertinggi terjadi di habitat hutan jati pada jam 09.46 WIB dan terendah pada di habitat ekoton pada jam 09.50 WIB. Kelembaban permukaan tanah di mulut sarang ular mencapai antara 47-73% dengan kelembaban tertinggi terjadi di habitat kebun jati pada jam 13.57 WIB dan terendah berada di habitat hutan jati pada jam 12.50 WIB. Ketinggian lokasi ditemukan sarang ular sendok berada antara 52-83 m dpl dan termasuk datar. Kadar keasaman tanah (pH) pada
53
semua sarang termasuk netral (7), kelembaban tanah pada 12 sarang termasuk lembab (4-7) dan 12 sarang basah (8-10), hal ini disebabkan pada saat pengamatan terjadi hujan setiap sore hingga malam hari. Jarak antara sarang ular sendok dengan pemukiman bervariasi, pada habitat hutan jati, ekoton dan sawah yang berada di sekitar hutan jati mempunyai jarak 1.016-1.899 m dan pada habitat kebun jati dan sawah berjarak kurang dari 500 m. Jarak keberadaan sarang ular sendok dengan sumber-sumber air berkisar antara 35-939 m, sarang yang ditemukan daerah sungai tadah hujan di hutan jati yang mempunyai jarak paling dekat dengan sumber air (sungai).
Gambar 6 Peta lokasi pengamatan ular sendok di Kabupaten Bojonegoro Habitat ekoton ditemukan sebanyak 3 sarang dan satu sarang diantaranya terdapat ular didalamnya. Untuk mengetahui perbedaan antara sarang yang ada ular didalamnya dengan sarang yang tidak ditemukan ular didalamnya dilakukan pengujian Mann-Whitney seperti yang tersaji pada Tabel 11. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sarang yang tidak ditemukan ular tidak berbeda nyata dengan sarang yang ditemukan ular di dalamnya dan dapat diduga bahwa sarang yang tidak ditemukan ular didalamnya merupakan sarang aktif dan masih
54
digunakan untuk bersarang. Keberadaan sarang pada habitat ekoton yaitu antara sawah dengan hutan jati muda menunjukkan bahwa ular sendok dapat beradaptasi pada dua wilayah habitat yang berbeda. Hasil wawancara dengan penangkap yang melakukan pencarian pada wilayah ekoton tersebut menyebutkan bahwa sangat sulit memburu ular di dalam hutan jati yang disebabkan ular yang bersembunyi pada rumput dan seresah sulit untuk ditangkap. Kesulitan penangkapan disebabkan terbatasnya jarak pandang membuat penangkap enggan/malas untuk melakukan perburuan di dalam hutan jati yang tegakannya telah tinggi. Keberadaan sarang dalam hutan jati juga sangat sulit dikenali akibat tertutup dengan serasah dan rumput ilalang yang tinggi. Tabel 11 Hasil analisis sarang ular sendok di habitat ekoton Peubah N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
Rata-rata hasil pengukuran sarang Ada ular Tidak ada ular 1 2 36,000 32,000 60,000 59,000 79,000 79,500 7,000 7,000 9,000 6,750 1328,400 1438,000 570,200 611,200
Probabilitas
0,221 1,000 1,000 1,000 0,221 1,000 0,221
Kesimpulan
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Sarang ular sendok di kebun jati masyarakat ditemukan sebanyak 5 sarang dan
salah satu sarang didalamnya terdapat ular sendok. Uji Mann-Whitney
dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara sarang yang ditemukan ular didalamnya dengan sarang yang tidak ditemukan ular didalamnya dan hasilnya tersaji dalam Tabel 12. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sarang yang ada ular didalamnya dengan sarang yang tidak ditemukan ular di dalamnya adalah tidak berbeda nyata dan dapat diduga bahwa sarang tersebut aktif dan masih digunakan sebagai sarang. Kebun jati yang berada diantara pemukiman dengan sawah di sekitar desa yang terpelihara dengan baik ditemukan sarang pada saluran air ditepi dan dalam kebun tersebut. Kebun jati merupakan tegalan yang ditanami jati sehingga tanahnya lebih tinggi dan tidak becek bila hujan dan dibatasi saluran air sebagai batas kepemilikan. Sarang ular sendok juga ditemukan pada pematang/terasering kebun jati yang berada pada tanah yang miring dan
55
batas kebun jati dengan sawah atau saluran irigasi ditanami dengan tanaman buahbuahan, diantaranya mangga dan pisang. Tabel 12 Hasil analisis sarang ular sendok di habitat kebun jati Peubah N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
Rata-rata hasil pengukuran sarang Ada ular Tidak ada ular 1 4 36,000 33,200 61,000 65,250 69,000 68,750 7,000 7,000 9,000 7,750 190,800 140,425 655,900 573,200
Probabilitas
0,157 0,717 0,429 1,000 0,264 1,000 1,000
Kesimpulan
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Habitat sawah ditemukan 12 sarang ular sendok, tetapi tidak ditemukan ular didalamnya, maka untuk mengetahui sarang tersebut sama dengan sarang yang ada ular didalamnya dilakukan pengujian dengan habitat lain yang terdapat ular didalamnya. Habitat sawah berbatasan langsung dengan habitat ekoton yang mempunyai sarang terdapat ular didalamnya, sehingga dapat dilakukan pengujian dengan pembanding habitat ekoton seperti yang tersaji dalam Tabel 13. Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap
sarang pada habitat ekoton dengan sawah
memberikan gambaran bahwa tidak ada perbedaan secara nyata sarang ular pada habitat ekoton dengan sarang ular yang berada di habitat sawah. Habitat ekoton merupakan batas antara sawah dengan hutan jati, sehingga masih ada kemiripan/kesamaan secara ekologis. Sarang ular ditemukan di pematang sawah mempunyai bentuk yang sama dengan sarang yang ada di habitat ekoton, hal ini karena sarang yang berada di habitat ekoton juga berada pada pematang yang menjadi batas antara hutan dengan sawah penduduk.
56
Tabel 13 Hasil analisa sarang ular pada habitat ekoton dengan dengan sarang ular pada habitat sawah Peubah
Rata-rata hasil pengukuran sarang Ekoton
N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
3 33,333 59,667 79,333 7,000 7,500 1401,467 597,533
Probabilitas
Kesimpulan
Sawah 12 33,333 62,500 70,250 7,000 8,167 732,608 450,625
0,952 0,952 0,134 1,000 0,952 0,236 0,134
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Sarang ular sendok yang ditemukan pada habitat hutan jati sebanyak 4 sarang dan tidak ditemukan ular di dalamnya, sehingga untuk mengetahui apakah keberadaan sarang tersebut sama dengan sarang yang ada ularnya dilakukan pengujian dengan habitat lain yang ditemukan ular didalamnya dan mempunyai karakteristik yang hampir sama atau berbatasan. Habitat ekoton merupakan habitat yang menjadi pembatas antara hutan jati dan sawah, maka untuk pembanding dengan habitat hutan jati seperti yang tersaji dalam Tabel 14. Tabel 14 Hasil analisa sarang ular pada habitat ekoton dengan sarang ular pada habitat hutan jati. Peubah N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
Rata-rata hasil pengukuran sarang Ekoton hutan jati 3 4 33,333 34,500 59,667 55,250 79,333 63,000 7,000 7,000 7,500 5,875 1401,467 1358,950 597,533 279,875
Probabilitas
0,991 0,927 0,065 1,000 0,290 0,290 0,290
Kesimpulan
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Pengujian kedua habitat tersebut dengan menggunakan uji KolmogorovSmirnov memberikan informasi bahwa sarang ular yang berada di habitat hutan jati tidak berbeda nyata dengan sarang ular yang berada di habitat ekoton. Sarang ular sendok yang ditemukan pada hutan jati yang masih digarap oleh masyarakat sebagai lahan budidaya pertanian. Lahan yang digarap masyarakat tersebut berada di lembah yang merupakan sungai tadah hujan dan pertumbuhan tanaman jati
57
yang tidak optimal. Masyarakat menggarap lahan tersebut dengan tanaman padi pada saat musim penghujan dan tanaman palawija atau tembakau pada saat musim kemarau. Sarang ular sendok ditemukan pada pematang dan tanah gundukan untuk tanaman jati diantara lahan yang digarap oleh masyarakat. Sarang ular juga ditemukan dilembah hutan jati yang sudah tidak digarap lagi oleh masyarakat, yaitu berada pada pematang tepi saluran air atau sungai tadah hujan. Keberadaan sarang ular sendok pada wilayah tersebut disebabkan ketersediaan pakan pada wilayah tersebut, yaitu adanya indikasi sarang tikus yang banyak ditemukan. 5.5.3. Kabupaten Probolinggo Pengamatan sarang ular sendok di Kabupaten Probolinggo dilakukan pada habitat sawah dan pemukiman yang berada di pesisir pantai utara Jawa, mengingat pada wilayah bagian selatan merupakan pegunungan. Lokasi pengamatan tersebar di Desa Jabungcandi, Randumerak, Karanganyar dan Pondok Kelor yang berada di Kecamatan Paiton. Sarang ular sendok berada di habitat sawah dan pemukiman di sepanjang jalan Probolinggo-Besuki sebanyak 37 sarang. Sarang ular sendok pada habitat sawah banyak ditemukan pada pematang yang menjadi saluran irigasi yang merupakan jalan menuju ke sawah. Saat pengamatan, sawah ditanami padi dan palawija (cabe), sarang ditemukan pada tepi pematang yang menjadi tanggul irigasi dan jalan menuju sawah banyak ditanami rumput gajah dan palawija (kacang hijau). Sarang ular mempunyai diameter antara 4-10 cm dengan panjang sarang antara 23-228 cm. Sarang ular sendok mempunyai ruang luas didalamnya yang digunakan untuk bersarang dan menempatkan telurnya, dari 36 sarang yang dilakukan pengukuran terdapat 3 sarang yang memiliki ruang tersebut dengan diameter antara 13-18 cm. Pengukuran terhadap suhu permukaan tanah di mulut sarang menunjukkan bahwa suhu berkisar antara 30-40⁰C dengan suhu terendah saat pengamatan pada jam 08.57 WIB dan 15.48 WIB, sedangkan untuk suhu tertinggi saat pengamatan pada jam 12.52 WIB. Kelembaban permukaan tanah pada mulut sarang berkisar antara 49-72% dengan kelembaban terendah terjadi saat pengamatan jam 10.34 WIB dan 12.44 WIB, sedangkan tertinggi saat pengukuran jam 15.22 WIB. Ketinggian lokasi ditemukan sarang ular sendok
58
berada di 0-11 m dpl dan termasuk dalam topografi datar. Pengukuran kelembaban tanah di mulut sarang menunjukkan bahwa sebanyak 12 sarang termasuk kering (1-3), 16 sarang termasuk lembab (4-7) dan 9 sarang termasuk dalam basah (8-10). Kadar keasaman tanah (pH) seluruh sarang termasuk netral (7), sarang ditemukan pada jenis tanah alluvial hidromorf sebanyak 7 sarang, alluvial kelabu tua sebanyak 27 sarang dan regosol coklat vulkan sebanyak 3 sarang. Jarak keberadaan sarang ular sendok dengan sumber air berada pada jarak kurang dari 1.000 m, yaitu 36 berada <500 m dan 1 sarang >500 m. Jarak keberadaan sarang dengan pemukiman hanya 1 sarang yang berada > 1.000 m dan 36 sarang berada <1.000 m (24 sarang <500m dan 12 sarang >500). Habitat sawah ditemukan sarang sebanyak 35 sarang dan salah satunya terdapat ular di dalamnya. Pengujian antara sarang ditemukan ular didalamnya dengan tidak ditemukan ular di dalamnya dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada sarang tersebut tersaji dalam Tabel 15. Tabel 15 Hasil analisis sarang ular sendok di habitat sawah Peubah N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
Rata-rata hasil pengukuran sarang Ada ular Tidak ada ular 1 34 38,000 34,794 50,000 57,412 2,000 4,912 7,000 7,000 10,000 5,426 435,000 479,441 1,000 66,559
Probabilitas
0,139 0,209 0,271 1,000 0,122 0,766 0,507
Kesimpulan
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Tabel 15 diatas dengan menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa sarang yang didalamnya terdapat ular dengan sarang yang tidak ditemukan ular didalamnya adalah tidak berbeda nyata. Sarang yang tidak ditemukan ular didalamnya merupakan sarang aktif dan masih dihuni oleh ular sendok. Sarang ular sendok banyak ditemukan pada pematang sawah yang menjadi tanggul saluran irigasi dengan topografi datar. Pematang yang menjadi tanggul irigasi mempunyai lebar antara 50-200 cm yang sebagian besar dimanfaatkan masyarakat untuk tanaman palawija, rumput gajah sebagai pemenuhan kebutuhan pahan ternak, jalan menuju ke sawah dan tempat penyemaian tanaman tembakau.
59
Tabel 16 Hasil analisis sarang ular sendok pada habitat sawah dengan habitat pemukiman Peubah N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
Rata-rata hasil pengukuran sarang Sawah Pemukiman 35 2 34,886 32,000 57,200 57,000 4,829 5,500 7,000 7,000 5,557 5,000 478,171 220,000 64,686 2,500
Probabilitas
0,443 0,998 0,992 1,000 0,923 0,443 0,336
Kesimpulan
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Pada habitat pemukiman ditemukan sarang yang pada pondasi warung dan bengkel mobil, untuk mengetahui perbedaan sarang tersebut dengan sarang di habitat sawah maka dilakukan pengujian seperti yang tersaji dalam Tabel 16. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menggambarkan bahwa habitat sawah dan habitat pemukiman tidak berbeda nyata. Sarang ular yang ditemukan pada pondasi warung dan bengkel mobil tersebut berada di tepi jalan Probolinggo-Besuki. Bagian belakang warung dan bengkel langsung berbatasan dengan sawah sehingga kondisi habitatnya hampir sama dengan sawah. Hasil wawancara dengan pemilik warung dan bengkel menyatakan bahwa pemilik warung tidak pernah melihat keberadaan ular tersebut, tetapi hanya mendengar suara seperti orang mendengkur pada saat malam hari. Penjelasan pemilik warung tersebut memberikan gambaran bahwa ular yang berada pada pondasi warung dan bengkel tersebut keluar untuk mencari makan pada malam hari. Keberadaan sarang ular sendok tidak dipengaruhi oleh tingginya aktivitas manusia dan suara yang bising oleh kendaraan. Hasil pengamatan terhadap salah satu sarang di warung menunjukkan bahwa sarang berada dibawah lantai tanah yang merupakan tempat melakukan aktivitas jual beli, hal ini memberikan gambaran yang jelas bahwa ular sendok dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya.
60
Gambar 7 Peta pengamatan sarang ular sendok di Kabupaten Probolinggo. 5.5.4. Kabupaten Malang Wilayah pengamatan dilakukan di Desa Pangggungrejo dan Ardirejo Kecamatan Kepanjen yang berada pada habitat sawah, kebun dan jalur rel kereta api. Sarang ular sendok yang ditemukan pada ketiga habitat tersebut sebanyak 33 sarang, pada habitat sawah dan kebun masyarakat sebagian besar berada di pematang tepi saluran, sedangkan jalur rel kereta api berada jauh dari saluran irigasi. Sarang ular sendok mempunyai diameter antara 4-10 cm dan untuk panjang tidak dapat dilakukan pengukuran karena berada pada pematang irigasi dan tidak dilakukan pembongkaran untuk mengukur panjang sarang. Penangkap melakukan penangkapan tanpa melakukan pembongkaran dan hanya menunggu hingga ular keluar dari sarang menjadikan habitat ular sendok dan ular lainnya terjaga.
61
Gambar 8 Peta wilayah pengamatan sarang ular sendok di Kabupaten Malang. Pengukuran peubah-peubah di permukaan tanah di mulut sarang diperoleh hasil sebagai berikut: suhu berkisar antara 29-42⁰C dengan suhu tertinggi berada di habitat jalur kereta api yang dilakukan pengukuran pada jam 11.00 WIB, sedangkan suhu terendah berada di habitat sawah yang pengukurannya dilakukan pada jam 08.00 WIB.
Kelembaban berkisar antara 40-70%
dan ketinggian
tempat ditemukan sarang ular sendok berada antara 320-364 m dpl. Sarang ular sendok ditemukan pada jenis tanah alluvial kelabu tua dengan kadar keasaman tanah (pH) netral (7). Jarak ditemukan sarang ular sendok dengan pemukiman sebanyak 27 sarang berada <500 m dan 8 sarang berada pada > 500 m, sedangkan jarak keberadaan sarang ular sendok dengan sumber air sebanyak 28 sarang berada < 500 m dan 6 sarang berada > 500 m. Jumlah sarang ular pada habitat sawah sebanyak 27 sarang dan 2 ekor ular sendok ditangkap pada 2 sarang diantaranya, sehingga dilakukan pengujian terhadap sarang yang lainnya seperti tersaji dalam Tabel 17.
62
Tabel 17 Hasil analisis sarang ular pada habitat sawah Peubah
Rata-rata hasil pengukuran sarang
N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
Ada ular 2 32,500 60,500 355,500 7,000 7,000 37,250 889,500
Tidak ada ular 25 34,680 56,600 338,440 7,000 3,540 256,784 259,824
Probabilitas
0,952 0,952 0,359 1,000 0,292 0,434 0,518
Kesimpulan
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Hasil pengujian Kolmogorv-Smirnov memberikan informasi bahwa sarang yang ditemukan ular didalamnya dengan sarang yang tidak ditemukan ular didalamnya adalah tidak berbeda nyata. Sarang yang tidak ditemukan ular didalamnya merupakan sarang aktif yang masih menjadi sarang ular sendok. Sarang ular sendok banyak ditemukan pada pematang yang merupakan tanggul dari saluran irigasi dan sungai ditanami dengan tanaman kayu-kayuan, antara lain mahoni, kapuk randu, kelapa, pinang dan sengon. Sarang ular yang berada di pematang tanaman padi merupakan saluran pembuangan air atau tempat mengalirkan air dari petak satu ke petak yang lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan penangkap bahwa sarang ular yang ada di pematang sawah masih tersebut masih ada ular didalamnya. Sarang-sarang tersebut merupakan target bagi penangkap bila ular sendok keluar dari sarang dan telah diketahui waktu ular tersebut keluar dari sarang untuk berjemur dan mancari makan. Sarang ular yang ditemukan pada habitat kebun masyarakat sebanyak 2 sarang, kebun tersebut ditanami dengan tanaman sengon dengan dan berada didekat saluran irigasi. Sarang pada habitat kebun masyarakat tidak ditemukan ular, sehingga untuk mengetahui perbedaannya dilakukan pengujian dengan habitat yang ditemukan ular yaitu habitat sawah. Hasil analisa kedua habitat tersebut tersaji dalam Tabel 18.
63
Tabel 18 Hasil analisis sarang ular pada habitat sawah dengan habitat kebun masyarakat. Peubah N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
Rata-rata hasil pengukuran sarang Sawah Kebun 27 2 34,680 35,000 56,600 58,500 338,440 330,000 7,000 7,000 3,540 4,500 256,784 524,500 256,824 2,000
Probabilitas
0,781 0,986 0,530 1,000 0,941 0,210 0,640
Kesimpulan
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Pengujian sarang pada kedua habitat tersebut dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa antara habitat sawah dengan habitat kebun masyarakat adalah tidak berbeda secara nyata, sehingga dapat diduga bahwa sarang ular yang berada di habitat kebun sama dengan sarang ular yang berada di sawah dan merupakan sarang aktif yang masih digunakan sebagai sarang/tempat tinggal bagi ular sendok. Kebun masyarakat yang berada ditepi sawah dan dekat dengan irigasi/sungai mempunyai kesamaan dengan habitat sawah, karena sarang yang ditemukan pada habitat sawah juga berada di dekat saluran irigasi/sungai yang mempunyai bentuk dan struktur tegakan dan bentang alam yang sama dengan kebun masyarakat. Jalur rel kereta api yang menghubungkan Kepanjen dan Kota Malang ditemukan sebanyak 5 sarang tetapi belum diketahui apakah sarang tersebut terdapat ular didalamnya. Berdasarkan informasi dari penangkap yang melakukan pemantauan dan mengintai ular sendok untuk ditangkap bahwa pada sarang tersebut masih terdapat ular didalamnya. Untuk menguji keberadaan ular sendok pada habitat jalur rel kereta api dilakukan pengujian dengan membandingkan dengan habitat yang sama atau berbatasan langsung dengan jalur rel kereta api, yaitu habitat sawah seperti yang tersaji dalam Tabel 19. Hasil uji KolmogorovSmirnov terhadap kedua habitat tersebut memberikan gambaran bahwa habitat sawah dengan habitat tepi jalur rel kereta api mempunyai perbedaan pada peubah jarak dari sumber air. Sarang ular sendok yang ditemukan di tepi jalur rel kereta api berada jauh dari sumber air, sedangkan sarang yang ditemukan pada habitat sawah
sebagian besar berada ditepi saluran irigasi, sehingga mempunyai
64
perbedaan secara nyata. Untuk peubah yang lain (suhu, kelembaban, ketinggian tempat, kadar air tanah, kadar keasaman tanah dan jarak dari pemukiman) tidak berbeda secara nyata, hal ini memberikan gambaran bahwa ular sendok dapat mudah beradaptasi dengan suhu yang tinggi (42⁰C). Sarang ular berada di antara batu-batu yang menjadi pondasi dan pipa saluran air jalur rel kereta api memberikan gambaran bahwa ular sendok dapat beradaptasi dengan baik pada habitat yang berbeda. Tabel 19 Hasil analisis sarang ular pada habitat sawah dengan habitat tepi jalur kereta api Peubah N Suhu permukaan tanah (ºC) Kelembaban permukaan tanah (%) Ketinggian tempat (m dpl) pH tanah Kelembaban tanah Jarak dari pemukiman (m) Jarak dari sumber air (m)
Rata-rata hasil pengukuran sarang sawah Tepi jalur KA 27 5 34,680 34,400 56,600 57,800 338,440 347,400 7,000 7,000 3,540 2,600 256,784 109,340 256,824 3,000
Probabilitas
1,000 0,737 0,071 1,000 0,609 0,372 0,012
Kesimpulan
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 ditolak
5.5.5. Peubah-Peubah Karakteristik Habitat Ular Sendok Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan berfungsi sebagai tempat hidup, menyediakan makanan, air, pelindung serta berkembang biak satwaliar (Alikodra 1990, Bailey 1984). Pengamatan dan pengukuran peubah karakteristik habitat ular sendok ditekankan pada sarang ular sendok. Peubah-peubah yang diamati meliputi: a. Suhu Permukaan Tanah pada Sarang Ular termasuk satwa poikiloterm yaitu satwaliar yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitarnya. Berdasarkan pengukuran suhu permukaan tanah pada mulut sarang antara 28⁰C sampai 50⁰C, dari empat selang kelas yang ada, frekuensi tertinggi keberadaan sarang ular sendok berada pada suhu 35⁰C sampai 40⁰C dengan rata-rata 34,4⁰C.
65
Gambar 9 Diagram sebaran data frekuensi suhu keberadaan sarang ular sendok. Ular menyerap suhu pada saat siang hari dengan melakukan berjemur pada tempat terbuka dan kemudian masuk kembali ke sarang. Hasil wawancara dengan penangkap bahwa ular akan keluar untuk berjemur di sekitar sarang pada saat cuaca terang antara jam 10.00 sampai 14.00 WIB. Pemburu/penangkap
memanfaatkan
waktu
tersebut
untuk
melakukan
perburuan/ penangkapan ular. Waktu yang diperlukan oleh ular sendok untuk berjemur dalam upaya mempertahankan suhu tubuhnya hingga saat ini belum diketahui.
Phelps (2007) melakukan pengamatan terhadap perilaku Naja
nivea yang berjemur pada siang hari dengan cuaca terang dengan waktu antara 20 menit sampai 28 menit dan lebih panjang sampai 40 menit bila cuaca mendung. Hasil penelitian Shine (1987) menunjukkan bahwa ular Psuodechis porphyriacus mempertahankan suhu tubuhnya pada kisaran 28⁰C sampai 31⁰C selama berbagai musim New South Wales dengan berbagai karakteristik perilaku, khususnya berdasarkan aktifitas dan waktu. Ular memilih sarang dan suhu yang sesuai karena beberapa sebab, antara lain untuk efisiensi pencernaan dan mencari makan, keberhasilan reproduksi dan kecepatan daya penggerak (Reinert 1993). Suhu secara umum berpengaruh terhadap perilaku, ukuran tubuh atau bagian-bagian tubuh satwaliar. Kulit ular sendok mempunyai warna yang berbeda antara bagian timur dan bagian barat Provinsi Jawa Timur. Pada bagian timur Provinsi Jawa Timur mempunyai warna yang lebih cerah (coklat kekuningan). Warna kulit
66
lebih gelap (hitam) pada ular sendok yang berada pada bagian tengah dan barat Jawa Timur. A
B
Gambar 10 Ular sendok mempunyai kulit berwarna hitam (A) dan lebih terang/kuning kecoklatan (B) b. Kelembaban Permukaan Tanah pada Sarang Perbandingan kandungan uap air aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air menentukan kelembaban suatu tempat. Kandungan uap air ditentukan oleh ketersediaan air dan energi (radiasi matahari) dalam proses penguapan. Keadaan uap air aktual relatif konstan dan peningkatan suhu udara yang
disebabkan
oleh
peningkatan
radiasi
matahari
mengakibatkan
peningkatan kemampuan udara untuk menampung uap air, sehingga mengakibatkan penurunan kelembaban udara atau kelembaban nisbi (Rushayati & Arief 1997).
67
Gambar 11 Diagram sebaran data frekuensi kelembaban keberadaan sarang ular sendok Mulut sarang ular sendok mempunyai kelembaban udara antara 34-79% dengan
rata-rata
mencapai
58,1%.
Kelembaban
tertinggi
dilakukan
pengukuran pada jam 09.00 WIB dan terendah dilakukan pada jam 12.32 WIB yang keduanya berada di Kabupaten Nganjuk pada habitat sawah. Frekuensi kelembaban tertinggi terdapat antara 50-64%. Sarang dengan kelembaban rendah berada pada pematang sawah dan bukan merupakan tanggul saluran irigasi. Ular akan melakukan pergerakan/pindah lokasi sarang bila kondisi kelembaban habitat mikro (sarang) rendah atau terjadi kerusakan (Goode et al 1998). Hasil penelitian Husna (2006.) menunjukkan bahwa ular sendok ditemukan pada hutan dataran rendah di Taman Nasional Alas Purwo yang berada di bagian selatan Pulau Jawa yang mempunyai kelembaban mencapai 40-85%. c. Ketinggian Tempat Ditemukan Sarang Berdasarkan hasil pengukuran ketinggian tempat dengan menggunakan GPS pada lokasi ditemukan sarang ular sendok berada pada ketinggian antara 0-371 m dpl dengan rata-rata 141,2 m dpl. Ketinggian paling rendah (0-11 m dpl) ditemukan di Kabupaten Probolinggo, karena pengamatan dilakukan pada habitat sawah di pesisir utara Jawa. Sarang ular sendok di Kabupaten Bojonegoro dan Nganjuk berada pada ketinggian antara 43-80 m dpl,
68
sedangkan lokasi ditemukan sarang ular sendok di Kabupaten Malang berada antara 325-371 m dpl. Frekuensi keberadaan sarang ular sendok paling tinggi berada pada ketinggian antara 0-100 m dpl, hal ini karena wilayah studi berada pada dataran rendah yang merupakan habitat ular sendok. Ular sendok mempunyai sebaran pada dataran rendah terutama pada lahan persawahan (Mumpuni 2002). Berdasarkan wawancara dengan penangkap bahwa ular banyak terdapat pada habitat sawah dan sangat sulit ditemukan pada ladang yang berada pada daerah pegunungan.
Gambar 12 Diagram sebaran data frekuensi ketinggian tempat keberadaan sarang ular sendok. Pengamatan habitat hanya dilakukan pada ketinggian antara 0-100 m dpl dan ketinggian 300-400 m dpl, sedangkan untuk ketinggian antara 101-300 m dpl tidak dilakukan pengamatan. Kendala tidak dilakukan pengamatan pada ketinggian tersebut adalah sulitnya mencari penangkap/pemburu yang melakukan penangkapan/perburuan pada ketinggian tersebut. d. Kadar Keasaman Tanah Reaksi tanah menunjukkan sifat keasaman atau alkanitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) didalam tanah, semakin tinggi nilai ion H+ maka semakin masam tanah tersebut. Tanah bereaksi netral adalah tanah yang mempunyai kandungan H+ sama dengan OH- (Hardjowigeno 2003). Tingkat keasaman
69
tanah terbagi menjadi 6 kelas, yaitu: (1) sangat asam dengan nilai <4,5; (2) asam dengan nilai antara 4,5-5,5; (3) agak asam dengan nilai antara 5,6-6,5; (4) netral dengan nilai 6,6-7,5; (5) agak alkalis dengan nilai antara 7,6-8,5; dan (6) alkalis dengan nilai >8,5. Berdasarkan
pengukuran
pH
tanah
pada
sarang
ular
sendok
menunjukkan bahwa semua sarang ular sendok termasuk netral (nilai 7). Hasil penelitian Orr (2006) menunjukkan bahwa 11 jenis amphibi dari 16 jenis amphibi yang menjadi satwa mangsa ular tidak mnyukai pada habitat yang mempunyai pH antara agak asam (5,6-6,5) hingga netral (6,6-7,5). Katak merupakan salahsatu mangsa ular sendok maka ada kecenderungan bahwa ular sendok akan berada pada kondisi habitat tersebut untuk mendapatkan mangsa. e. Jenis Tanah Tanah merupakan kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horison yangterdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara yang merupakan media tumbuh bagi tumbuhan (Hardjowigeno 2003). Sarang ular sendok banyak ditemukan pada jenis tanah alluvial kelabu tua, yaitu tanah berasal dari endapan baru berlapis-lapis dengan jumlah bahan organik yang berubah-ubah secara tidak beratur dengan kedalaman. Komponen penyusun tanah ini adalah epipedon ochrik, sulfurik dan kandungan pasir kurang dari 60%.
Gambar 13 Diagram sebaran data frekuensi jenis tanah keberadaan sarang ular sendok
70
f. Kelembaban Tanah di Sarang Pengukuran kelembaban dilakukan dengan menggunakan alat pHMoisture meter yang mempunyai 3 skala ukuran yaitu: (1) kering (dry) dengan nilai antara 0-3; (2) lembab (moisture) dengan nilai antara 4-7; dan (3) basah (wet) dengan nilai antara 8-10. Sarang ular sendok berada pada rentang kelembaban tanah antara 1- 10 dengan rata-rata 4,7. Berdasarkan frekuensi kelembaban tanah tertinggi terdapat pada kelas lembab dan secara keseluruhan sarang ular sendok hanya 25 sarang (20,32%) yang berada pada tanah dengan kelembaban tinggi (basah). Kelembaban tanah mempunyai peranan yang penting bagi ular dalam pemilihan habitat mikro. Ular Carphophis amoenus di Virginia melakukan perpindahan pada kondisi yang lebih lembab atau lubang/sarang yang lebih dalam (Orr 2006). Berdasarkan frekuensi ditemukan sarang ular dapat dilihat bahwa sebanyak 98 sarang (79,68%)
ditemukan pada tanah dengan
kelembaban rendah hingga sedang (1-7), sehingga dapat diasumsikan bahwa ular sendokmenyukai pada tanah dengan kelembaban rendah hingga sedang.
Gambar 14 Diagram sebaran data frekuensi kelembaban tanah keberadaan sarang ular sendok. g. Jarak Sarang dari Pemukiman Habitat ular sendok yang ditemukan umumnya berada pada sawah dan semak yang cenderung dekat dengan pemukiman penduduk. Saat ini kebutuhan lahan sebagai pemukiman dan industri telah merubah lahan sawah,
71
semak dan hutan menjadi pemukiman dan industri yang mendorong penngurangan habitat satwaliar, terutama ular. Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan peta digital menunjukkan bahwa ular sendok berada antara 0-1.899,3 m dari pemukiman dengan rata-rata 424,3 m. Jumlah sarang ular sendok yang ditemukan sebanyak 123 sarang dan sarang ular sendok yang berada <500 m dari pemukiman sebanyak 86 sarang (69,92%), bahkan terdapat 2 sarang yang berada di pondasi warung makanan dan bengkel mobil. Faktor mangsa juga memberikan dorongan ular untuk berburu dan membuat sarang dekat dengan habitat satwa mangsanya. Satwa mangsa utama ular sendok adalah tikus (Hoesel 1959, Supriatna 1995) yang mempunyai perilaku berpindah/bergerak untuk mendekati sumberdaya makanan. Tikus memilih pada habitat yang dapat memberikan perlindungan rasa aman dari gangguan predator dan dekat dengan sumber air dan makanan. Sarang tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung, memelihara anak dan menimbun makanan.
Tikus
akan
melakukan
perpindahan/bergerak
mendekati
pemukiman bila musim bera untuk mendapatkan makanan alternatif dan tempat berlindung sementara (Sudarmaji & Herawati 2008). Ular sendok berada di dekat pemukiman merupakan upaya mencari mangsa yang melakukan pergerakan/berpindah. Hasil penelitian Akani et al. (2005) di bagian selatan Nigeria mendapatkan sebanyak 6,4% ular Pseudohaje goldii berada dipinggiran kota. Herbert et al. (2012) menemukan ular sendok pada pekarangan rumah penduduk di Desa Jimbaran Kuta Selatan
Gambar 15 Diagram sebaran data frekuensi jarak keberadaan sarang ular sendok dari pemukiman
72
Berdasarkan hasil pembedahan terhadap ular sendok yang dilakukan oleh Boeadi et al. (1998) ditemukan bahwa satwa yang dimangsa ular sendok sebanyak 59% merupakan mamalia dan sisanya adalah hewan yang tidak dapat diidentifikasi lagi. Menurut Phelps (2007) berdasarkan satwa mangsa oleh ular Naja nivea termasuk ular generalis, hal ini ditemukan ular tersebut memangsa tikus (31%), ular (20% ), kadal (11%), burung (11%) dan satwa lain yang ada di habitatnya. Akani et al (2005) melakukan pengamatan terhadap ular
Psedohaje goldii yang memangsa ikan, katak dan tikus,
sehingga ular tersebut termasuk generalis dalam kebiasaan makanannya. h. Jarak Sarang dari Sumber Air Habitat utama tikus adalah sawah dengan siklus tanam yang jelas dan membutuhkan sarana irigasi sebagai pemenuhan kebutuhan air bagi tanamannya. Tikus dan katak yang merupakan satwa mangsa ular sendok juga membutuhkan air dalam metabolisme tubuhnya. Hasil pengukuran dengan menggunakan peta digital terhadap keberadaan sarang ular sendok menunjukkan bahwa sebanyak 96 sarang berada <500 m dari sumber air. Sarang ular sendok yang berada di habitat sawah berada di pematang sawah yang juga merupakan tanggul irigasi.
Gambar 16 Diagram sebaran data frekuensi jarak keberadaan sarang ular sendok dari sumber air. Faktor perburuan mangsa dan pemilihan habitat mikro mendorong ular sendok memilih sarang dekat dengan sumber air. Ular sendok memilih sarang pada pematang yang menjadi tanggul saluran irigasi dan berada di atas aliran
73
air maksimal (banjir), sehingga pada saat aliran air banyak tidak masuk dalam sarang. Akani et al. (2005) menemukan sebanyak 24,2% hidup pada habitat hutan rawa di bagian selatan Nigeria. Berdasarkan hasil pengujian terhadap peubah-peubah pada masing-masing habitat tersebut maka dapat dikatakan bahwa ular sendok tidak mempunyai karakteristik habitat yang khusus. Ular sendok dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan sekitarnya, hal ini sejalan dengan penelitian
Phelps (2007)
menyatakan bahwa ular Naja nivea mempunyai habitat yang generalis, yaitu bisa dapat hidup dari semak, bukit berpasir dan gurun yang ada di Cagar Alam DeHoop Afrika Selatan. Hasil penelitian Akani et al. (2005) menyatakan bahwa ular Pseudohaje goldii di bagian selatan Nigeria hidup pada berbagai habitat, yaitu hutan primer, hutan skunder, hutan bakau, hutan rawa, perkebunan, semak dan pinggir pemukiman (pinggir kota) yang berdekatan dengan sumber air.