36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Data dan Analisis 5.1.1. Kondisi Tapak 5.1.1.1. Batas Administrasi dan Geografis Di wilayah Kecamatan Cilamaya Kulon terdapat dua desa yang berbatasan langsung dengan Pantai Utara secara langsung, yaitu Desa Pasirjaya dan Desa Sukajaya. Wilayah Pantai Tanjung Baru (PTB) terletak di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang dengan koordinat antara 6°10’39.36”- 6°9’47.52” LS dan 107°30’37.41”- 107°31’55.40” BT. Kawasan ini terletak di wilayah pesisir pantai utara Kabupaten Karawang. Kawasan wisata PTB merupakan kawasan wisata pantai yang memiliki pasir putih kecoklatan dan terdapat taman laut yang berjarak ±4 km dari pantai. Kawasan ini sudah dimanfaatkan untuk kawasan wisata, walaupun dalam lingkup yang masih terbatas. Awal pengembangan kawasan ini dimulai pada tahun 2003. Kawasan ini terletak di antara area persawahan dan tambak warga. Batas fisik dari area ini dapat dilihat pada Gambar 15 berdasarkan batas kawasan wisata dari RDTR PTB (2003). Batas daerah wisata kawasan ini belum terlalu jelas karena masih sebatas batas fisik saja. Sehingga dibutuhkan batas yang jelas antara ruang wisata dan batas fisik dari lingkungan disekitarnya. Keberadaan batas area wisata akan memberikan keamanan dan kejelasan bagi wisatawan serta kejelasan tata guna lahan milik masyarakat dan pemda (wilayah PTB). Perencanaan batas yang digunakan sebagai pembatas area harus turut memperhatikan view pengguna di luar tapak (borrowed view) karena view ke arah laut harus dapat dinikmati baik dari dalam maupun dari luar area wisata (common resource). Sehingga tetap ada kesatuan ruang antara area wisata dan lingkungan sekitarnya. 5.1.1.2. Jenis Tanah Bahan tanah di lokasi PTB umumnya terbentuk dari batuan sedimen konglomerat dan batu pasir tufa (yang merupakan karakter wilayah pantai). Jenis tanah termasuk Inseptisol (kompleks Latosol dan Brown forest soil) dan Entisol (asosiasi dari tanah Gley humus dan aluvial kelabu).
Gambar 15. Peta Batas Kawasan Studi
37
38
Menurut Kellog dalam Supardi (2002) tanah latosol memiliki ciri fisik berwarna merah/kuning (terutama pada horison B), tetapi jika tererosikan biasanya akan berwarna coklat atau kelabu. Sifat lainnya yang penting dari jenis tanah ini adalah terbentuknya keadaan granular (merangsang drainase dalam keadaan yang sangat baik). Jenis tanah ini sangat menunjang
bagi kegiatan
pertanian lahan basah. Tekstur tanah di pesisir Tanjung Baru tergolong jenis tanah pasir berlempung (DLHPE Kabupaten Karawang, 2008). Jenis tanah ini sangat rentan abrasi dan akresi, karena ukuran partikelnya yang kecil, ringan dan mudah terbawa oleh arus laut, sehingga sedimen pantai mudah berpindah-pindah lokasi (garis pantai tidak stabil dan mudah berubah). 5.1.1.3. Iklim Klasifikasi tipe hujan daerah Karawang menurut Oldeman dalam Ulfah (2006) termasuk tipe E2. Tipe ini dicirikan dengan bulan basah kurang dari 3 bulan secara berturut-turut. Musim angin Baratan terjadi 1 tahun sekali, yaitu pada bulan Mei dan berakibat terhadap pasang air laut yang tinggi. Kondisi ini harus diperhatikan terhadap fasilitas penunjang yang berkaitan dengan atraksi wisata yang terkait langsung dengan air laut (keamanan wisatawan). a. Suhu Suhu maksimum di PTB berkisar antara 30,5-33,6°C dan suhu minimum berkisar antara 20-25,2°C. Sedangkan suhu rata-rata berkisar antara 26,9-29°C. Suhu tertinggi pada bulan September dan suhu terendah pada bulan Oktober
Suhu (C)
(Gambar 16).
40 30 20 10 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan Suhu Max
Suhu Rata-rata
Suhu Min
Sumber: BMG Bogor (2009)
Gambar 16. Grafik Fluktuasi Suhu Tahun 2005-2009
39
b. Kelembaban Relatif (RH) Kelembaban udara di Kawasan PTB maksimum di Tanjung Baru yaitu 85,3% dan kelembaban minimum 76,7%. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Desember dan kelembaban minimum pada bulan Mei (Gambar 17). Fluktuasi RH Tahun 2005-2009 80 RH (%)
75 70 65 60 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan
Sumber: BMG Bogor (2009)
Gambar 17. Grafik Fluktuasi RH Tahun 2005-2009 c. Curah Hujan Curah hujan maksimum di PTB yaitu 275 mm dan curah hujan minimum 0 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan curah hujan minimum pada bulan Agustus (Gambar 18). Curah hujan yang rendah pada tapak akan sangat menguntungkan bagi kegiatan wisata, karena curah hujan yang tinggi akan membatasi kegiatan dan atraksi wisata. Jika curah hujan tinggi dan hari hujan terus-menerus akan membatasi kegiatan wisata terutama di ruang luar.
Curah Hujan (mm)
Fluktuasi Curah Hujan Tahun 2005-2009 300 250 200 150 100 50 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan
Sumber: BMG Bogor (2009)
Gambar 18. Grafik Fluktuasi Curah Hujan Tahun 2005-2009
40
d. Kecepatan Angin Kecepatan angin di tapak rata-rata 3,16 km/jam dengan kecepatan angin terbesar 3,47 km/jam pada bulan September dan kecepatan angin terendah 2,99 km/jam terjadi pada bulan Juni arah angin (dominan) dari arah tenggara (Gambar 19). Lama tiupan angin selama 5-7 jam.
Fluktuasi Kecepatan Angin Tahun 2005-2009 Kec. Angin (Knot)
3.6 3.4 3.2 3 2.8 2.6 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan
Sumber: BMG Bogor (2009)
Gambar 19. Grafik Fluktuasi Kecepatan Angin Tahun 2005-2009 5.1.1.4. Hidro-oceanografi Kondisi hidrologi kawasan dilihat dari keberadaan aliran sungai dan air tanah. Sungai yang terdapat di sekitar wilayah PTB adalah Kali Broim, Kali Rahim, Kali Danul, Kali Taram, dan Kali Langen yang bermuara ke arah laut. Aliran sungai ini dimanfaatkan juga sebagai saluran pembuangan air (drainase) bersama dengan saluran irigasi (saluran sistem primer). Air bersih yang dimanfaatkan penduduk bersumber dari air tanah dangkal dengan kedalaman 3-12 meter. Untuk kawasan yang dekat dengan pantai harus menggunakan sumur pompa dengan kedalaman sampai 100 meter lebih. Sumber air lainnya adalah dari saluran irigasi Tarum Timur yang dimanfaatkan untuk mengairi sawah. Jarak antara bangunan dan sungai hanya sekitar 1 meter. Hal ini tidak sesuai dengan Keppres No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana lebar sempadan sungai kecil di kanan-kiri yang ideal adalah ±50 meter. Kondisi yang tidak ideal ini sebaiknya diatasi dengan relokasi permukiman ke daerah yang cocok dan bukan sebagai area sempadan pantai/sungai.
41
Secara keseluruhan kecepatan arus permukaan air laut di PTB berkisar antara 0,03 m/detik-0,09 m/detik dengan arah dominan pada saat surut menunjukkan arah relatif ke tenggara dan pada saat slack (surut terendah) arah arus relatif ke timur laut. Sedangkan pada saat pasang memperlihatkan arah utara relatif ke barat laut kemudian berbelok ke arah slack (pasang tertinggi). Pada kedalaman menengah kecepatan arus berkisar antara 0,03 m/detik-0,09 m/detik dengan arah yang relatif sama dengan arus permukaan. Begitu pula untuk arus dalam kecepatan berkisar antara 0,03 m/detik-0,06 m/detik dengan pola arus yang relatif sama (DCK Kabupaten Karawang). 5.1.1.5. Sosial Budaya Kondisi kemasyarakatan warga di PTB merupakan masyarakat pesisir yang tidak terlalu menggantungkan hidupnya terhadap sumberdaya kelautan. Warga di area tersebut berasal dari sekitar Desa Pasirjaya yang pindah dan bermukim di pesisir Desa Pasirjaya (PTB). Warga tersebut termasuk dalam satu Rukun Tetangga (RT) di Desa Pasirjaya dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 38. Etnik warga PTB merupakan suku Jawa pesisir utara (logat bicara dan bahasa). Agama yang dianut warga di sana yaitu Islam dengan jumlah mushala sebanyak satu. Mata pencaharian warga di PTB bukan sebagai nelayan, hanya terdapat beberapa warga yang bekerja sebagai pencari udang rebon dan menyewakan perahu bagi wisatawan yang ingin memancing di laut. Potensi udang kecil (udang rebon) untuk dibuat menjadi terasi dan akan dijual pada pengepul. Pekerjaan warga lainnya ada yang menjadi buruh, penjual makanan (warung), dan sebagainya. Pengembangan PTB menjadi kawasan wisata pantai mulai tahun 2001 oleh pemerintah daerah Kabupaten Karawang telah merubah pola penggunaan lahan dan terjadinya degradasi lingkungan alami (mangrove) di samping perubahan perilaku masyarakat Desa Pasirjaya itu sendiri (pengalihan penggunaan lahan menjadi sawah/tambak). Hal tersebut menurut warga turut menjadi penyebab terjadinya abrasi dan menghilangkan lahan milik mereka. Keberadaan wisata di area ini tidak terlalu berpengaruh terhadap warga karena hanya beberapa saja yang turut serta di dalamnya baik berupa penjual makanan dan penyewaan perahu untuk memancing serta melihat Karang Meja.
42
5.1.2. Aspek Ekologi Aspek ekologi dari tapak yang akan dianalisis berupa kualitas akuatik dan kualitas terestrial. Kualitas akuatik dinilai dengan mengamati kesejarahan tebal/lebar mangrove di PTB. Kualitas terestrial dinilai dengan mengamati variabel topografi dan kemiringan lahan, bahaya, penggunaan lahan (land use), dan penutupan lahan (land cover). 5.1.2.1. Kualitas Akuatik. Berdasarkan data bahwa mangrove di Kabupaten Karawang tercatat seluas ± 6.099 ha (2001). Keberadaan mangrove berfungsi secara fisik (stabilitas garis pantai dan mempercepat perluasan pantai), fungsi biologik (habitat satwa dari lepas pantai dan habitat burung-burung besar), dan fungsi ekonomi (lahan untuk tambak, pembuatan garam, tempat rekreasi, dan penghasil kayu). Sehingga keberadaannya harus dipertahankan dan ditingkatkan secara kualitas dan kuantitas karena peranannya baik secara ekologi maupun ekonomi. Irwan (2007) mengemukakan bahwa salah satu syarat mangrove muda dapat tumbuh adalah kondisi pantai yang tenang dan berlumpur. Sebaran sedimen dasar laut di pantai utara (termasuk tapak) merupakan endapan lumpur (Gambar 20). Tetapi pada saat pasang, arus dan gelombang tidak berkurang kecepatan dan energinya sehingga mangrove muda tidak akan menancapkan akarnya dan akhirnya mati. Untuk itu, dibutuhkan suatu metode yang dapat mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan pembuatan zona buffer bagi mangrove muda. Salah satunya adalah dengan membuat alat pemecah gelombang (buatan) seperti terlihat pada Lampiran 5.
43
KETERANGAN: Lanau Lanau Pasiran LAUT JAWA
Lempung Lumpur Lumpur Pasiran Sedikit Kerikil Pasir Pasir Kerikilan
LOKASI STUDI
Pasir lanauan
KAB. BEKASI
Pasir Sedikit Kerikil
KAB. KARAWANG
Sedimen Biogenik Selut Gampingan KAB. PURWAKARTA
Terumbu Karang Batu Gamping Terumbu Garis Pantai Batas Kabupaten Karawang
Sumber: BPLH Kab. Karawang, 2008
Gambar 20. Peta Sebaran Sedimen Dasar Laut Kabupaten Karawang Tahun 2004 Ketebalan hutan mangrove di daerah Pantai Utara yaitu sekitar 25-50 meter (Dahuri, 2003). Berdasarkan wawancara dan pengataman di lapang vegetasi mangrove yang ada di PTB berupa Rhizopora sp. (Gambar 21) dan Aviciena sp. Jenis penutup tanah (ground cover) yang dapat ditemui berupa Ipomoea sp. Vegetasi pantai ini termasuk ke dalam formasi pes-caprae berbunga ungu. Degradasi jumlah mangrove di area ini sangat tinggi. Dari hasil pengamatan dan wawancara dapat dilihat bahwa jumlahnya saat ini sangat sedikit (sekitar 10% tetapi tidak berkelompok) dari jumlah eksisting sebelum dijadikannya PTB sebagai kawasan wisata. Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk lokal diketahui bahwa sebelum dikembangkannya PTB sebagai area wisata secara luas dan alih guna lahan menjadi areal tambak lebar mangrove di PTB ±100 meter. Walaupun sudah pernah dilakukan rehabilitasi mangrove sebanyak tiga kali, namun tingkat keberhasilannya sebesar 0%. Sejarah tebal/luas mangrove di PTB dapat dilihat pada Gambar 22, sedangkan sebaran mangrove yang masih ada di PTB dapat dilihat pada Gambar 23.
44
(a)
(b)
Keterangan: (a): Sisa mangrove di Garis Pantai (b): Sisa mangrove di sempadan sungai
Gambar 21. Sisa Hutan Mangrove di Pantai Tanjung Baru
5.1.2.2. Kualitas Terestrial Variabel yang termasuk kualitas terestrial yaitu kemiringan lahan, penggunaan lahan (land use), bahaya, dan penutupan lahan (land cover). Kemiringan lahan hanya dianalisis secara deskriptif, sedangkan ketiga variabel lainnya (penggunaan lahan, bahaya, dan penutupan lahan) dianalisis secara deskriptif dan spasial. a. Kemiringan Lahan Topografi di Desa Pasirjaya dan kawasan PTB relatif landai/datar dengan persentase kelerengan 0-2% (RDTR Tanjung Baru, 2003). Topografi yang datar memungkinkan berbagai aktivitas dan pembangunan sarana prasarana penunjang bagi kawasan PTB walaupun akan timbul kesan monoton pada tapak. Topografi yang cenderung landai diakibatkan adanya abrasi/penggerusan pantai oleh arus laut. Jika daratan pesisir masih menunjukkan ketinggian yang signifikan, dapat dikatakan bahwa daratan tersebut relatif tahan terhadap abrasi. Sebaliknya jika peta topografi mengindikasikan permukaan daratan yang mendekati datar, maka dapat disimpulkan bahwa daratan tersebut tidak tahan abrasi, karena terbukti abrasi telah berhasil mengikis daratan tersebut (DLHPE Kab.Karawang, 2008). Abrasi yang melanda PTB telah menggerus garis pantai ± 100 meter (RDTR Tanjung Baru, 2003). Hal ini terkait dengan perubahan tata guna lahan dan kerusakan terumbu karang sebagai salah satu penahan/pereduksi kecepatan arus dan gelombang laut.
Gambar 22. Peta Sejarah Luasan Mangrove di Pantai Tanjung Baru
45
46
Gambar 23. Peta Persebaran Sisa Mangrove di Pantai Tanjung Baru
47
b. Bahaya Bahaya di PTB dianalisis dari aspek abrasi yang terjadi di area ini. Berdasarkan wawancara dan laporan RDTR PTB tahun 2003 disebutkan bahwa PTB telah mangalami abrasi sejauh 100 meter dari garis pantai pada awalnya. Di bagian timur tapak abrasi lebih parah dibandingkan dengan di bagian barat tapak. Hal ini dapat terlihat dari batas langsung tanah (sawah) dengan garis pantai. Sedangkan di bagian barat tapak abrasi terjadi walaupun tidak separah di bagian timur. Indikasinya adalah permukaan daratan yang mendekati datar (topografi datar), maka dapat disimpulkan bahwa daratan tersebut tidak tahan abrasi, karena terbukti abrasi telah berhasil mengikis daratan tersebut (DLHPE Kabupaten Karawang, 2008). Gambar 24 menunjukkan salah satu contoh abrasi yang pernah terjadi di PTB. Terjadinya abrasi ini salah satunya disebabkan oleh hilangnya buffer pantai berupa vegetasi hutan mangrove. Peta analisis bahaya di PTB dapat dilihat pada Gambar 25.
Sumber: Laporan DLH Kab.Karawang, 2008
Gambar 24. Abrasi Pantai Keberadaan mangrove dan formasi pantai sebagai salah satu buffer alami pada kawasan pantai sangat penting. Oleh karena itu, program rehabilitasi yang diikuti oleh program konservasi yang berkelanjutan sangat diharapkan dapat dilaksanakan pada kawasan ini. Program ini juga sebagai tahap awal dan wajib dilaksanakan dalam pengembangan rencana wisata PTB berbasis ekologi.
48
Gambar 25. Peta Analisis Bahaya Abrasi
49
c. Penggunaan Lahan (Land Use) Penggunaan lahan di kawasan wisata PTB sebagian besar sebagai areal tambak warga dan sawah (Gambar 26a dan 26b). Lahan terbangun (Gambar 26c) berupa kawasan permukiman penduduk, mushola, kamar mandi/WC, dan panggung hiburan (permanen) serta warung makan/kios (semi permanen dan permanen). Total lahan terbangun yaitu 7,54 Ha (9,05%). Sisanya adalah area terbuka yaitu 75,76 Ha (90,95%) berupa tambak/empang, sawah, pasir, dan bekas area motor cross (Gambar 26d).
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan: (a) Tambak
(c) Permukiman Penduduk
(b) Sawah
(d) Area Terbuka
Gambar 26. Penggunaan Lahan di Pantai Tanjung Baru Adanya perubahan penggunaan lahan dari area penyangga pantai berupa hutan mangrove menjadi warung makan/kios, tambak, dan sawah menjadi permasalahan di kawasan ini. Hal ini berimplikasi terhadap kondisi garis pantai terkena abrasi oleh terjangan gelombang laut. Oleh karena itu keberadaan area penyangga pantai berupa hutan mangrove sangat penting untuk direhabilitasi di
50
kawasan ini. Selain sebagai area penyangga diharapkan keberadaan area tersebut dapat mendukung kegiatan wisata, mengundang kehadiran satwa (habitat satwa), dan
fungsi
ekonomi
(misalnya
sistem
tambak
yang
ditanam
dengan
mangrove/silvofishery). Area sempadan pantai minimal 100 meter dari titik arus pasang tertinggi sesuai dengan Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kondisi eksisting di tapak menunjukkan area sempadan pantai telah beralih fungsi menjadi area warung/kios makanan. Hal ini bertentangan dengan kondisi ideal yang sebaiknya tercipta untuk melindungi wisatawan dan lingkungan sekitarnya dari bahaya. Relokasi warung makan/kios penting dilakukan karena letaknya yang tidak sesuai dan dapat menghalangi view wisatawan ke arah laut. Relokasi warung/kios dapat dilakukan ke
zona
pemanfaatan/budidaya
yang
letaknya
di
belakang
area
penyangga/sempadan pantai. Selain itu panggung hiburan dapat direlokasi atau dihilangkan (diganti) karena letaknya terlalu dekat dengan garis pantai. Analisis penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 27. Konversi lahan yang ada saat ini merupakan hasil konversi lahan yang harus diperbaiki ke arah yang lebih baik. Tentu hal tersebut perlu didukung dengan perencanaan yang sesuai dengan kondisi ekologi pantai. d. Penutupan Lahan (Land Cover) Secara umum penutupan lahan di kawasan PTB terbagi menjadi 3 jenis yaitu penutupan lahan alami, penutupan lahan semi alami, dan penutupan lahan terbangun (Gambar 28). Penutupan lahan alami berupa pasir, tanah, badan air (sungai/kali), vegetasi (mangrove dan pes-caprae). Penutupan lahan semi alami berupa air tambak dan padi/air sawah. Sedangkan penutupan lahan terbangun berupa struktur bangunan. Penutupan lahan yang dominan di tapak yaitu berupa penutupan lahan semi alami. Alih guna lahan dari penutupan lahan alami (mangrove) menjadi area olahan berupa sawah dan tambak dan juga menjadi penutupan lahan terbangun merupakan penyebab terjadinya hal tersebut. Hal tersebut tidak boleh terus berlanjut karena terkait dengan fungsi penutupan lahan alami yang merupakan green belt/sempadan pantai yang perannya sangat penting bagi keberlanjutan area PTB baik sebagai area wisata maupun lingkungan alami.
Gambar 27. Peta Analisis Penggunaan Lahan
51
52
Gambar 28. Peta Analisis Penutupan Lahan (Aspek Ekologi)
53
e. Kualitas Ekologi Berdasarkan analisis spasial pada tiga variabel kualitas terestrial yaitu bahaya abrasi, penggunaan lahan (land use), dan penutupan lahan (land cover) akan didapatkan peta kualitas terestrial dan setelah di overlay dengan aspek kesejarahan (kualitas akuatik) akan didapatkan peta overlay kualitas ekologi. Peta overlay kualitas ekologi berisi empat kategori tingkat kualitas yang didasarkan pada hasil skoring pada ketiga variabel tersebut. Kualitas ekologi tersebut memiliki 4 klasifikasi yaitu kualitas ekologi baik, sedang, kurang, dan buruk. Selang yang akan menunjukkan kualitas ekologi dapat dihitung sebagai berikut: S
215
85 4
32,5
Keterangan selang: 85
≤ x < 117,5
: Kualitas Ekologi Buruk
117,5 ≤ x < 150
: Kualitas Ekologi Kurang
150
: Kualitas Ekologi Sedang
≤ x < 182,5
182,5 ≤ x ≤ 215
: Kualitas Ekologi Baik
Selang tersebut dijadikan dasar dalam penentuan kualitas aspek ekologi pada tapak yang dapat dilihat pada Gambar 29. Sedangkan Gambar 30 memperlihatkan overlay antara kategori kualitas terestrial dengan sejarah luasan mangrove (kualitas akuatik). Sejarah luasan mangrove didapatkan berdasarkan wawancara dengan penduduk lokal PTB. Berdasarkan Gambar 30 terlihat bahwa area yang berada di dekat garis pantai memiliki kualitas ekologi yang buruk (warna merah). Hal ini dikarenakan adanya area terbangun yang berada di green belt pantai yang seharusnya dialokasikan untuk ditanami mangrove sebagai buffer yang akan melindungi pantai dari bahaya alam. Kualitas ekologi sedang (warna kuning) umumnya digunakan sebagai area tambak. Keberadaannya akan sedikit berpengaruh terhadap kualitas air pantai akibat limbah sisa makanan/pupuk yang dibuang ke pantai saat panen/pergantian air tambak. Tetapi area ini masih tergolong sebagai area terbuka sehingga dinilai kualitas ekologi masih sedang.
54
Adapun area berwarna jingga mengindikasikan area dengan kualitas ekologi yang kurang. Area ini adalah area pesawahan (salah satu bentuk area terbuka). Tetapi intensitas pencemaran terhadap air laut lebih tinggi dibandingkan tambak karena penggunaan pupuk dan pestisida lebih intensif pada lahan sawah. Dengan demikian area tersebut termasuk kategori kualitas ekologi kurang. Area dengan warna hijau mengindikasikan area tersebut memiliki nilai kualitas ekologi baik (berupa area terbuka dan badan air/kali yang relatif masih alami).
Gambar 29. Peta Overlay Kualitas Terestrial
55
56
Gambar 30. Peta Overlay Kesesuaian Kualitas Ekologi
57
5.1.3. Aspek Wisata 5.1.3.1. Potensi Sumberdaya Wisata a. Objek dan Atraksi Wisata Objek wisata pantai di kawasan ini secara garis besar dibagi menjadi tiga macam yaitu wisata bahari, wisata pantai, dan wisata kuliner. Atraksi yang dapat dilakukan oleh wisatawan antara lain berenang, bermain pasir pantai, dudukduduk, jalan-jalan, viewing/menikmati pemandangan alam pantai dan sekitarnya, serta makan-makan/kuliner. Keberadaan mangrove selain sebagai penyangga pantai
dan
habitat
satwa
dapat
difungsikan
pula
menjadi
wisata
pendidikan/edukasi bagi pengunjung. Adanya mangrove yang memiliki berbagai jenis spesies tentu akan berpengaruh terhadap keberagaman satwa yang memliki habitat di area mangrove tersebut. Hal tersebut dapat menjadi potensi atraksi wisata yang sangat bermanfaat bagi pengunjung seperti di tempat lainnya. b. Akustik dan visual Bunyi merupakan salah satu unsur yang mendukung kenyamanan dalam suatu kawasan rekreasi. Bunyi yang terdapat dalam tapak terdiri dari bunyi alami dan non-alami. Bunyi alami berasal dari suara deburan ombak, arus sungai, dan suara gesekan daun yang tertiup angin. Bunyi non-alami berasal dari kendaraan bermotor dan perahu yang menimbulkan kebisingan (Ulfah, 2006). PTB memiliki keindahan laut yang dapat dinikmati dari pinggir pantai. Gulungan dan hempasan ombak ke arah pantai merupakan pemandangan indah (good view) yang dinamis dan dramatik. Selain itu, potensi estetik dapat berasal dari pemandangan barisan tanaman pes-caprae berupa Ipomoea pes-caprae (sejenis tumbuhan menjalar dan berbunga ungu) di sebelah ujung barat tapak. Herba rendah yang dapat mengikat pasir ini dapat ditemukan menjalar di beberapa titik. Pada pagi hari sekitar pukul 08.00-09.00 WIB dapat pula ditemui kawanan burung blekok berwarna putih (Ardeola speciosa) yang sedang mencari makan di empang/tambak. Lokasi warung makan yang berada sepanjang kawasan dan menutup view laut dari jalan menjadi sebuah bad view selain kondisi endapan lumpur yang berasal dari kali yang bermuara di PTB. Peta analisis visual dapat dilihat pada Gambar 31.
58
Gambar 31. Peta Analisis Visual
59
5.1.3.2. Fasilitas Pendukung Wisata a. Fasilitas Wisata Eksisting di Tapak Fasilitas wisata yang terdapat di PTB kondisinya sudah sangat tidak terawat dan rusak. Fasilitas pendukung wisata diantaranya papan penunjuk arah (orientasi), gerbang masuk, jalan lokal/desa, mushala, toilet, dan warung makan seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Potensi dan kendala sarana/fasilitas wisata di PTB No
Fasilitas
Jumlah
Potensi
Kendala
1
Loket Karcis
2 unit
a. Fasilitas penarikan retribusi (tiketing) b. Letaknya di dekat gerbang utamaÆorient asi wisatawan
Tidak terawat dan tidak dipergunakan lagi
2
Pintu Gerbang
1 unit
a. Kurang menarik/monoton b. Dominan hard material/kurang elemen soft material
3
Jalan
a.Welcome Area b. Penanda kawasan/ orientasi c. Pembatas dengan lingkungan a. Penghubung kawasan wisata dengan lingkungan sekitar b. Sarana transportasi wisatawan
4
Mushola
1 unit
Sarana beribadah
Lokasi terlalu jauh dan unit kurang
5
Toilet/WC
7 unit
Sarana kebersihan bagi wisatawan
Kondisinya tidak terpakai dan ada yang rusak
6
Panggung Hiburan
1 unit
a. Sarana hiburan wisatawan b. Tempat pertunjukan atraksi budaya
a.Kondisinya tidak terpakai dan penuh coretan b.Letaknya menutup view laut
1
a. Pengelolaan kurang baikÆ kondisi jalan rusak a. Material: tanah berbatu sisa hotmix
Foto
60 Lanjutan Tabel 9. Potensi dan kendala sarana/fasilitas wisata di PTB 7
Tempat Parkir
1
a. Sarana parkir kendaraan wisatawan dan area transisi/transit kendaraan umum b. Area istirahat/rest area supir
Kondisinya tidak terpakai dan tidak jelas
8
Area Motor Cross
1 unit
a. Kondisinya tidak terpakai dan rusak b.Sumber polusi udara
9
Warung makan
57 unit
a. Salah satu daya tarik wisata/Atraksi wisata b. Area bermain anak-anak dan remaja a. Daya tarik utama b. Rest area c. Area sosialisasi
a. Ada yang terpakai dan ada yang tidak. Umumnya masih bersifat semi permanen b. Letaknya tidak sesuai (di pinggir/melebihi garis pantai) c. Menghalangi view pantai d. Bad view Instalansi listrik masih menggunakan tiang listrik (belum di dalam tanah)
10
Instalansi Listrik
1 unit
Sarana penerangan dan kebutuhan lainnya
11
Jembatan
4 unit
Penghubung antar area (antar kawasan wisata dan dengan lingkungan sekitar) karena adanya kali
Kondisinya cukup baik (baik yang permanen/beton maupun semi permanen/kayu)
12
Papan Penunjuk Lokasi
2 unit
Orientasi Pengunjung
Kondisinya cukup baik tetapi kurang jelas
61
b. Aksesibilitas menuju Tapak Jarak PTB dari ibukota Kabupaten Karawang yaitu ±47 kilometer (DLHPE Kabupaten Karawang, 2008). Kawasan wisata PTB dapat dicapai melalui 2 jalur, yaitu dari arah jalan lokal Desa Pasirjaya dan dari arah Pantai Ciparage, Desa Ciparagejaya, Kecamatan Tempuran (Gambar 32). Waktu yang dibutuhkan untuk mengakses lokasi ini dari Kota Karawang sekitar ±1,5 jam jika menggunakan kendaraan roda dua dan ±2,5 jam jika menggunakan kendaraan roda empat. PTB
±30 menit
±30 menit Tempuran Cilamaya ±1 jam ±1 jam Kota Karawang
±30 menit Cikampek
±1 jam
Gambar 32. Diagram Aksesibilitas menuju Pantai Tanjung Baru (PTB) Kondisi jalan menuju kawasan PTB belum memadai secara kualitas dan rusak/berlubang di beberapa titik perjalanan (Gambar 33). Hal ini disebabkan adanya area pesawahan penduduk yang pada saat musim panen akan digunakan sebagai jalur pengangkutan. Kondisi jalan yang cukup baik yaitu pada area permukiman warga Desa Pasirjaya sampai dengan kantor Kepala Desa Pasirjaya. Material jalan aspal dapat diganti dengan jalan beton agar kondisi jalan lebih tahan terhadap beban yang tinggi atau dapat dibuat jalur khusus (pembagian jalur transportasi) antara jalur wisata dan jalur pengangkutan/terkait kegiatan pertanian masyarakat. Dengan adanya pemisahan jalur tersebut diharapkan tidak akan terjadi kepadatan kendaraan/kemacetan saat musim panen dan meminimalisir kerusakan kondisi jalur wisata yang akan berdampak pada kenyamanan dan keamanan wisatawan. Alternatif aksesibilitas menuju tapak dapat dilihat pada Gambar 34.
62
(a)
(b)
Keterangan: (a) Jalan Sepanjang Areal Persawahan (b) Jalan di Samping Garis Pantai
Gambar 33. Kondisi Jalan Menuju PTB Akses ke lokasi masih terbatas karena umumnya kendaraan umum baru sampai daerah pertigaan Cilamaya (arah ke Desa Pasirjaya), sedangkan untuk sampai ke area PTB hanya dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi saja. Untuk mendukung meningkatnya pengunjung sebaiknya diadakan kendaraan umum sampai dengan lokasi PTB, karena masyarakat sekitar yang ingin pergi ke PTB harus menggunakan kendaraan pribadi sehingga aksesibilitas kawasan dirasa kurang baik (belum memadai dari aspek kendaraan umum dan kondisi jalan). Sehingga dibutuhkan penyediaan kendaraan umum baik bagi wisatawan maupun masyarakat atau dapat diterapkan suatu model kendaraan wisata khusus (misalnya bus wisata).
63
Gambar 34. Peta Alternatif Aksesibilitas menuju Pantai Tanjung Baru
64
5.1.3.3. Potensi Pengunjung Program pembangunan PTB sebagai area wisata pantai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang pada tahun 2001 menjadikan area ini cukup diminati oleh pengunjung. Tetapi jumlah pengunjung mengalami penurunan dari tahun ketahun (Gambar 35).
Jumlah Wisatawan (orang)
Perubahan Kunjungan Wisatawan Per Tahun 100000 80000 60000 40000 20000 0
79546 41992
2006
56948
2007
40452
2008
2009
Tahun
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab.Karawang, 2009
Gambar 35. Grafik Fluktuasi Jumlah Pengunjung Pantai Tanjung Baru Pengunjung umumnya berasal dari sekitar kawasan PTB dan dari luar kawasan masih terbatas dari penduduk Karawang. Menurut wawancara dengan Kepala Desa Pasirjaya objek wisata pantai ini memang diharapkan sebagai area wisata bagi warga Desa Pasirjaya (khususnya) dibandingkan mereka harus pergi ke objek wisata lainnya yang jaraknya cukup jauh. Sistem tiket yang dilaksanakan di PTB berdasarkan jenis kendaraan (per motor/mobil). Pengunjung umumnya ramai pada hari libur (akhir pekan atau pada saat libur nasional), sedangkan pada hari biasa/hari kerja jumlahnya sangat terbatas. Pengunjung datang bersama keluarga pada umumnya saat libur sedangkan pada hari kerja pengunjung yang mendominasi adalah pelajar. Wisatawan biasanya hanya dapat berenang, dudukduduk sambil melihat pemandangan laut, wisata kuliner ikan bakar, jalan-jalan, memancing di laut (terbatas pada hari libur), dan melihat terumbu karang yang kondisinya sangat rawan kerusakan. Data jumlah dan rata-rata pengunjung PTB dapat dilihat pada Tabel 10.
65
Tabel 10. Data jumlah dan rata-rata pengunjung Pantai Tanjung Baru Periode
Jenis Kunjungan Roda Empat (unit)
Roda Dua (unit)
Pengunjung (orang)
138 112 250 21 6
953 513 1.466 123 31
3.960 3.726 7.686 641 161
1
5 SMT I: Jan, Feb, Maret, April, Mei, Juni SMT II: Juli, Agst, Sept, Okt, Nov, Des
23
SMT II 2009 SMT I 2010 Total Rata-rata/bulan Rata-rata/minggu Rata-rata/hari Keterangan
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang, 2009
Berdasarkan pengamatan Disbudpar Kabupaten Karawang penurunan jumlah wisatawan tersebut diakibatkan tingginya curah hujan pada saat liburan menjelang natal dan tahun baru. Biasanya jumlah wisatawan akan meningkat pada hari libur. Selain itu, faktor aksesibilitas menuju kawasan turut menjadi kendala bagi wisatawan untuk berkunjung ke kawasan ini. Kondisi jalan yang rusak dan angkutan umum yang tidak sampai ke PTB menjadi penyebab keenganan wisatawan untuk berkunjung. Hal lain yang menjadikan kawasan ini mengalami penurunan jumlah pengunjung adalah dari segi atraksi wisata yang disediakan. 5.1.3.4. Kesesuaian Tapak untuk Wisata Variabel yang dianalisis pada aspek wisata yaitu kecerahan perairan, kecepatan arus, kedalaman dasar perairan, tipe pantai, penutupan lahan, dan variasi kegiatan. Variabel yang dianalisis secara deskriptif dan spasial (skoring) adalah tipe pantai, penutupan lahan, dan variasi kegiatan. Variabel kecerahan perairan, kecepatan arus, dan kedalaman dasar perairan hanya dianalisis secara deskriptif. a. Kecerahan Perairan Sebaran sedimen dasar laut di PTB merupakan endapan lumpur, sehingga kecerahan perairan termasuk kategori buruk (kurang dari 5 m) berdasarkan standar kesesuaian wisata pantai (Hardhowigeno dan Widiatmaka, 2001). Walaupun kualitas air berwarna cokelat, tetapi wisatawan masih dapat melakukan aktivitas wisata (berenang) walaupun kurang sesuai dari aspek visual air. Tingkat
66
pencemaran air laut hanya terbatas dari sisa/residu zat kimia dari tambak atau sawah. b. Kecepatan Arus Kecepatan arus di PTB relatif kecil dan termasuk kategori baik (0-017 m/detik) berdasarkan standar kesesuaian wisata pantai (Hardhowigeno dan Widiatmaka, 2001). Kecepatannya relatif kecil turut dipengaruhi keberadaan sisa terumbu karang. Keberadaan mangrove akan turut mempengaruhi kecepatan arus, karena mangrove, terumbu karang, dan padang lamun merupakan salah satu buffer alami pantai dalam mereduksi kecepatan arus laut. c. Kedalaman Dasar Perairan Kedalaman dasar perairan di PTB termasuk kategori baik (0-3 m) berdasarkan standar kesesuaian wisata pantai (Hardhowigeno dan Widiatmaka, 2001). Hal ini terkait batimetri (topografi laut) Pantai Utara umumnya (termasuk PTB) yang landai. d. Tipe Pantai Secara umum tipe pantai di kawasan PTB dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu pantai berpasir (Gambar 36a) dan pantai berlumpur (Gambar 36b). Keberadaanya terbagi di bagian barat yang memiliki tipe pantai berpasir cokelat keputihan dan di bagian timur merupakan pantai berlumpur (Gambar 37). Tipe pantai ini akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan dan atraksi/kegiatan wisata yang dapat dilakukan oleh wisatawan. Pantai tipe berlumpur memiliki sedimen dasar laut berupa lumpur yang cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan habitat mangrove. Selain sebagai green belt pantai, mangrove juga dapat menjadi atraksi wisata edukasi bagi pengunjung. Sehingga keberadaannya sangat penting dan akan berpengaruh terhadap kelangsungan pantai serta bahaya alami dari gerusan lahan pantai oleh arus pantai. Sedangkan bagian pantai berpasir tentu pula membutuhkan vegetasi yang mampu mempertahankan keberadaan pasir pantai. Pasir pantai rawan untuk tergerus oleh arus laut dan terbawa ke laut. Untuk melindunginya tentu harus terdapat pelindung yang dapat meminimalisir kecepatan arus laut baik berupa mangrove, bangunan pemecah gelombang, maupun vegetasi pes-caprae yang
67
akarnya dapat mengikat pasir pantai sehingga dapat mengurangi gerusan pasir oleh arus laut.
(a)
(b)
Keterangan: (a) Tipe Pantai Berpasir (b) Tipe Pantai Berlumpur
Gambar 36. Tipe Pantai di PTB Kondisi pantai yang berpasir dan berlumpur terkait dengan rencana pengembangan vegetasi pantai yang sesuai pada zona-zona tersebut sebagai area sempadan pantai. Rencana rehabilitasi vegetasi mangrove atau non-mangrove selain berfungsi sebagai buffer pantai dan objek wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan.
68
Gambar 37. Peta Analisis Tipe Pantai
69
e. Penutupan Lahan Variabel penutupan lahan (aspek wisata) PTB terbagi menjadi tiga, yaitu berupa lahan terbuka/mangrove, belukar rendah (formasi pes-caprae dan lainnya), dan lahan terbangun (permukiman dan fasilitas wisata). Letaknya masing-masing dapat terlihat pada Gambar 38. Lahan terbuka berupa sungai, tambak, sawah, pasir pantai, dan areal kosong belum termanfaatkan. Penutupan lahan didominasi oleh lahan terbuka. Keberadaan sawah dan tambak hampir mendekati garis pantai, seharusnya berada di zona pemanfaatan (di belakang sempadan pantai), sehingga diperlukan relokasi pada beberapa titik areal tambak dan sawah yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut. Sistem silvofishery (penanaman mangrove di sekitar tambak) dapat diterapkan dalam tambak karena dapat memaksimalkan produksi di lahan tambak tersebut. Hal tersebut sependapat dengan Saparinto (2007) yang menyatakan bahwa keanekaragaman plankton yang lebih tinggi (11 jenis) akan lebih tinggi pada tambak yang ditanami mangrove dibandingkan dengan yang tidak ditanami mangrove (5 jenis) seperti hasil survai di Pemalang, Jawa Tengah. Dalam perkembangan selanjutnya tambak silvofishery dapat didiversifikasi menjadi agrosilvofishery dengan mengkombinasikan tanaman pertanian di pematang tambak. Tanaman yang dapat ditanam tentu tanaman produktif yang dapat hidup dalam kondisi tambak. Penutupan lahan oleh permukiman dan fasilitas wisata terbangun (warung makan dan jalan) letaknya pun tidak sesuai dengan aturan batasan minimal sempadan pantai berdasarkan Undang-undang Nomor 27 tahun 2007, yaitu minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi. Relokasi harus dilaksanakan karena selain berbahaya bagi lingkungan pantai itu sendiri, terjangan arus pantai dapat merusak bangunan pantai yang berada di dekat garis pantai. Keberadaan bangunan tersebut dapat direlokasi ke zona pemanfaatan pantai dibelakang zona perlindungan pantai (sempadan pantai). f. Variasi Kegiatan Analisis spasial pada variabel variasi kegiatan wisata di PTB berdasarkan jumlah atraksi yang dapat dilakukan oleh wisatawan di area-area tertentu, seperti berenang, bermain pasir pantai, duduk-duduk, jalan-jalan dan fotografi, viewing/menikmati pemandangan alam pantai dan sekitarnya, serta makan-
70
makan/wisata kuliner. Analisis kategori persebaran kegiatan wisata dapat dilihat pada Gambar 39. Intensitas pengunjung umumnya ramai pada siang-sore hari, sedangkan pada pagi dan malam jumlahnya sangat jarang. Hal ini terkait dengan fasilitas penerangan dan jalan yang buruk sehingga keamanan kurang terjamin bagi pengunjung. Konsentrasi pengunjung berada di area yang terdapat warung makan, karena di area tersebut selain tersedia tempat berteduh untuk melihat pemandangan laut (viewing) pengunjung juga dapat berenang dan menikmati kuliner laut setelahnya. Di area tersebut juga tersedia fasilitas toilet/WC untuk membilas badan setelah berenang di tepi pantai. Konsentrasi pengunjung di titik-titik yang sebenarnya sebagai area sempadan pantai terkait dengan fasilitas wisata yang ada di area ini. Oleh karena itu, pengembangan objek yang menyebar dan fasilitas wisata dialokasikan di luar zona sempadan pantai.
71
Gambar 38. Peta Analisis Penutupan Lahan Pantai (Aspek Wisata)
72
Gambar 39. Peta Analisis Sebaran Variasi Kegiatan
73
d. Kualitas Aspek Wisata Analisis spasial pada 3 variabel kualitas wisata, yaitu tipe pantai, penutupan lahan, dan variasi kegiatan akan didapatkan peta kualitas wisata. Kualitas wisata tersebut memiliki 4 kriteria yaitu kualitas wisata baik, sedang, kurang, dan buruk (dispasialkan pada Gambar 40). Selang yang akan menunjukkan kualitas wisata dapat dihitung sebagai berikut: 160
40 4
30
Klasifikasi: 40 ≤ x < 70
: Kualitas Wisata Buruk
70 ≤ x < 100
: Kualitas Wisata Kurang
100 ≤ x < 130
: Kualitas Wisata Sedang
130 ≤ x ≤ 160
: Kualitas Wisata Baik
Berdasarkan hasil overlay tersebut dapat dilihat bahwa secara umum bagian timur tapak memiliki kualitas aspek wisata kurang. Hal ini karena atraksi dan kegiatan wisata yang dapat dilakukan di area tersebut masih terbatas dibandingkan dengan bagian barat tapak yang memiliki bentangan pasir pantai (tipe pantai) dan kegiatan lainnya di air laut (seperti berenang) serta wisata kuliner. Pada bagian barat juga terdapat permukiman penduduk PTB yang kurang tertata dengan baik. Hal tersebut kurang mendukung untuk pengembangan wisata sehingga memiliki kualitas aspek wisata yang sama dengan bagian timur tapak.
74
Gambar 40. Peta Overlay Kesesuaian Aspek Wisata
75
5.1.4. Hasil Analisis Setelah dilakukan analisis berdasarkan aspek ekologi dan aspek wisata maka didapatkan jumlah skor untuk masing-masing area. Kualitas ekologi dan wisata tersebut memiliki 4 kriteria yaitu kualitas baik, sedang, kurang, dan buruk. Penentuan bobot aspek ekologi (60%) lebih tinggi daripada aspek wisata (40%) karena tanpa adanya kualitas ekologi yang ideal bagi pantai (mangrove) yang direncanakan, maka obyek dan atraksi wisata pun tidak akan ada. Peta komposit hasil perhitungan dari kriteria yang telah dibuat akan digolongkan ke dalam empat kategori zona kualitas ekologi dan wisata, yaitu kualitas baik, kualitas sedang, kualitas kurang, dan kualitas buruk (Gambar 41). Selang yang akan menunjukkan kualitas ekologi dan wisata dapat dihitung sebagai berikut: 4
1 4
0,75
Klasifikasi: 1
≤ x < 1,75 : Kualitas Ekologi dan Wisata Buruk
1,75≤ x < 2,5
: Kualitas Ekologi dan Wisata Kurang
2,5 ≤ x < 3,25 : Kualitas Ekologi dan Wisata Sedang 3,25≤ x < 4
: Kualitas Ekologi dan Wisata Baik
Area dengan kualitas ekologi dan wisata buruk sebaiknya dijadikan sebagai area penyangga kawasan, pembangunan fasilitas wisata tidak dapat dilakukan/sangat terbatas dengan penggunaan material yang berwawasan ramah lingkungan. Keberadaan area terbangun pada kawasan ini harus direlokasi. Walaupun dari aspek wisata area ini sangat potensial untuk dikembangkan tetapi kerusakan ekologi yang telah maupun yang akan terjadi harus diantisipasi. Adapun area dengan kriteria kualitas ekologi dan wisata yang kurang, area ini masih dijadikan sebagai area penyangga kawasan dan pembangunan fasilitas wisata tidak dapat dilakukan atau dalam kadar yang sangat terbatas dengan aturan penggunaan material yang berwawasan ramah lingkungan. Kualitas ekologi dan wisata sedang sebagian besar berupa tambak, sawah, dan area terbuka. Pada Area dengan kualitas ekologi dan wisata yang baik belum ada pengembangan fasilitas wisata dan keadaan ekologi masih berupa tutupan
76
lahan alami dan semi alami. Keadaan ini dapat dipertahankan dan boleh dibangun fasilitas wisata yang mendukung akan tetapi tetap memperhatikan zona green belt/sempadan pantai.
77
Gambar 41. Peta Komposit (Overlay Aspek Ekologi dan Aspek Wisata)
78
5.2. Sintesis Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka diperlukan upaya untuk memulihkan nilai kealamiahan kawasan dan menjaga keberlanjutan kawasan nantinya serta pengembangan potensi wisata pantai. Usaha pemulihan ekosistem pantai dapat dilakukan melalui rehabilitasi dan konservasi zona-zona yang dinilai kondisinya telah rusak dan mengembalikan kembali kepada
fungsi awalnya
(secara alamiah). Pembatasan aktivitas wisata dan sarana wisata pada area yang tidak tepat penggunaanya seperti pada zona green belt pantai, serta pengembangan atraksi wisata dan sarana wisata yang ramah lingkungan. Dari hasil analisis didapatkan 4 zona, yaitu zona dengan kualitas ekologi dan wisata baik, sedang, kurang, dan buruk. Rencana blok (block plan) akan ditentukan berdasarkan hasil analisis. Block plan (Gambar 42) ini kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam perencanaan lanskap wisata pantai berbasis ekologi. Tabel 11 berikut berisi alokasi masing-masing peruntukan ruang beserta deskripsinya. Tabel 11. Pembagian zona pada sintesis Zona Kualitas Ekologi dan Wisata Buruk
Ruang/Fungsi Ruang Rehabilitasi, Konservasi, dan Wisata Utama
Kualitas Ekologi dan Wisata Kurang
Ruang Rehabilitasi, Konservasi, Wisata Utama
Kualitas Ekologi dan Wisata Sedang
Ruang Pendukung Wisata, Ruang Penerimaan, Ruang Rehabilitasi, Konservasi, dan Wisata Penunjang
Kualitas Ekologi dan Wisata Baik
Ruang Rehabilitasi, Konservasi, Wisata Utama
Deskripsi Zona ini diutamakan sebagai ruang rehabilitasi dan konservasi (green belt pantai dan sungai). Wisata utama (mangrove) pada area ini lebih ke arah kegiatan pasif. Tujuan rencana zona ini adalah ke arah fungsi konservasi, wisata, dan pendidikan. Zona ini dipergunakan sebagai ruang rehabilitasi dan konservasi. Wisata utama (mangrove) pada area ini lebih ke arah kegiatan pasif. Tujuan pengembangan zona ini adalah ke arah fungsi konservasi, wisata, dan pendidikan. . Zona ini dikembangkan sebagai ruang rehabilitasi, konservasi dan wisata penunjang berupa aktivitas wisata aktif dan pasif (edukasi, jalan-jalan, viewing, fotografi). Selain itu, zona ini dikembangkan sebagai ruang penerimaan dan wisata penunjang. Wisata penunjang yang sesuai antara lain: wisata di area silvofishey dan penunjang wisata utama, wisata belanja, dan atraksi budaya. Tujuan pengembangan zona ini adalah ke arah fungsi konservasi, wisata, dan pendidikan. Tujuan pengembangan zona ini adalah ke arah fungsi konservasi dan wisata.
79
Gambar 42. Block Plan
80
Zona dengan kualitas ekologi dan wisata buruk serta kurang diprioritaskan sebagai ruang rehabilitasi, konservasi, dan wisata utama. Perencanaan rehabilitasi dilaksanakan pada ruang rehabilitasi mangrove dan ruang rehabilitasi formasi pantai. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi ekologi tapak baik yang berfungsi sebagai green belt pantai dan penambahan sejauh 100 meter ke arah laut dari garis pantai sesuai dengan aspek kesejarahan tapak. Perencanaan konservasi lahan untuk melindungi garis pantai dari abrasi. Green belt pada konsep ruang termasuk sebagian zona dengan kualitas baik, sedang, dan kurang. Dengan adanya kegiatan rehabilitasi dan konservasi di zona ini pada akhirnya akan dapat dikembangkan wisata utama berupa wisata mangrove yang sesuai dengan kondisi ekologi kawasan pantai dan potensi wisata. Wisata utama ini umumnya berupa kegiatan pasif sehingga tidak akan terlalu menggangu ekosistem. Wisata yang dapat dilakukan berupa tracking, viewing, bird watching, pengamatan satwa dan vegetasi mangrove (edukasi), dan fotografi. Tujuan pengembangan zona ini sebagai area penunjang bagi keberlanjutan mangrove dan edukasi. Zona dengan kualitas ekologi dan wisata sedang ditujukan menjadi zona penerimaan, pelayanan, dan wisata penunjang. Ruang yang dikembangkan pada zona ini adalah ruang rehabilitasi formasi pantai dan wisata penunjang serta ruang pendukung wisata. Sebagian ruang yang termasuk zona green belt pantai akan dijadikan sebagai ruang rehabilitasi dan konservasi. Alasan pengalokasian zona ini sebagai area pendukung wisata adalah letaknya yang strategis sebagai pintu masuk utama pengganti dan letaknya berada di tengah-tengah kawasan PTB (zona pelayanan dan penerimaan). Ruang pendukung wisata dapat berupa kegiatan wisata belanja, atraksi budaya, cottage, dan fasilitas terbangun lainnya. Adapun pada ruang wisata penunjang kegiatan wisata/fasilitas yang dikembangkan berupa outbond, camping ground, tambak silvofishery, pusat penelitian, dan fasilitas terbangun lainnya. Zona dengan kualitas ekologi dan wisata baik lebih ditujukan ke arah konservasi dan wisata utama. Kegiatan wisata di zona wisata utama berupa kegiatan pasif berupa tracking, viewing, pengamatan satwa dan vegetasi mangrove (edukasi), serta fotografi.
81
5.3. Konsep Perencanaan 5.3.1. Konsep Dasar Perencanaan Konsep dasar perencanaan lanskap dalam studi ini adalah kawasan PTB sebagai area wisata pantai berbasis ekologis dengan ekosistem mangrove sebagai ikon kegiatan. Langkah yang diambil adalah dengan membagi kawasan perencanaan ke dalam ruang wisata utama, wisata penunjang, dan pendukung wisata. Kawasan PTB merupakan lanskap pantai yang telah mengalami banyak perubahan penggunaan lahan dan degradasi lingkungan akibat adanya pengembangan wisata pantai yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan alamiah pantai. Oleh karena itu, diperlukan sebuah konsep dasar perencanaan kawasan yang dapat memadukan keberlanjutan antara aspek ekologis dan aspek wisata di kawasan ini (Gambar 43). Perencanaan kawasan wisata tidak jarang akan membawa dampak negatif jika tidak direncanakan dengan baik terhadap kelestarian sumber daya fisik tapak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan pengembangan kawasan wisata berbasis ekologis ini diharapkan tapak/kondisi lingkungan tetap lestari dan nilai kealamiahannya tetap terjaga disamping kontinuitas pengunjung/wisatawan. Penataan kawasan ini dilakukan dengan mengembangkan atraksi wisata dan sarana pengunjung wisata tanpa mengurangi nilai ekologis dari tapak. Hal ini akan berdampak terhadap kepuasan pengunjung dan kelestarian lingkungan.
Kawasan PTB
Potensi Mangrove
Sumber Ilmu Pengetahuan
Wisata Berbasis Ekologis
Potensi Sumber Daya Wisata Alam
Lestari Kawasan Wisata Berbasis Ekologis
Gambar 43. Diagram Konsep Wisata Berbasis Ekologis di Kawasan PTB
82
Perencanaan kawasan PTB diharapkan memiliki beberapa fungsi yang dapat mengakomodasi kepentingan pengguna/pengunjung seperti: a. Fungsi Konservasi, dikembangkan pada zona-zona rawan maupun pada zona yang telah dilaksanakan rehabilitasi. Pengembangan fungsi ini terkait dengan merehabilitasi kondisi fisik (mangrove) di tapak yang sebelumnya telah mengalami
degradasi
lingkungan,
sehingga
upaya
rehabilitasi
wajib
dilaksanakan bagi kawasan ini selain bagi keberlanjutan lingkungan dan wisata juga pendukung utama konsep perencanaan tapak. Dengan adanya kegiatan konservasi dampak negatif yang timbul diharapkan dapat dikurangi. b. Fungsi Wisata, dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata masyarakat lokal dan non-lokal dengan aktivitas wisata yang dikembangkan berdasarkan potensi tapak dan ditunjang dengan fasilitas/sarana-prasarana wisata. c. Fungsi Pendidikan, dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman pengunjung mengenai kecintaan terhadap alam dan kemauan untuk turut serta menjaga keberlanjutannya. d. Fungsi Ekologi, dikembangkan berkaitan dengan kawasan sebagai suatu hutan mangrove yang bersifat kompleks (hutan mangrove, perairan maupun tanah di bawahnya merupakan habitat berbagai satwa darat dan biota perairan), dinamis (hutan mangrove dapat terus tumbuh, berkembang, dan dapat mengalami suksesi serta perubahan zonasi sesuai perubahan tempat tumbuhnya) serta bersifat labil (mudah sekali rusak dan sulit untuk kembali pulih). Fungsi ini erat sekali dengan fungsi konservasi. Fungsi ini dikembangkan untuk menjaga keseimbangan ekologi kawasan, apabila salah satu komponen terganggu maka akan mempengaruhi seluruh ekosistem. 5.3.2. Pengembangan Konsep 5.3.2.1. Konsep Ruang Konsep ruang adalah penjabaran lebih detail berdasarkan block plan yang telah dihasilkan. Perbedaannya adalah pada konsep ruang pembagian masingmasing ruang ke dalam zona yang lebih detail dari tiap zona pada block plan. Ruang pendukung wisata dibagi menjadi ruang penerimaan utama (welcome area), ruang transisi, dan ruang pelayanan. Ruang penerimaan sekunder terdiri dari ruang transisi dan ruang pelayanan (sarana dan prasarana). Sedangkan ruang
83
wisata utama dan wisata penunjang masing-masing dibagi menjadi ruang inti, ruang transisi dan ruang penyangga. Ruang ini mengakomodasi fungsi konservasi (setelah tahap rehabilitasi dilaksanakan), wisata, pendidikan, dan ekologi. Aktivitas pada ruang wisata utama adalah aktivitas pasif dan yang berbasis ekologi (keterkaitan dengan sumberdaya mangrove erat). Adapun aktivitas pada ruang wisata penunjang merupakan aktivitas pasif dan aktif dan yang masih terdapat keterkaitan dengan mangrove, tetapi tidak berinteraksi secara langsung (kecuali pada area tambak silvofishery dan area pembibitan). Hal ini dikarenakan aktivitas di area tersebut tidak hanya aktivitas yang berbasis ekologi (mangrove) tetapi terdapat beberapa aktivitas yang disesuaikan dengan keinginan pengunjung (hasil wawancara dan kuisioner). Konsep ruang dapat dilihat pada Gambar 44. 5.3.2.2. Konsep Sirkulasi a. Konsep Sirkulasi Umum Konsep sirkulasi yang direncanakan dalam tapak berfungsi sebagai penghubung antar ruang dalam tapak dan dalam ruang itu sendiri secara fungsional. Sirkulasi dikembangkan menjadi jalur wisata dan non-jalur wisata. Jalur wisata dibagi menjadi jalur darat (pedestrian path) dan jalur air (board walk dan perahu). Adapun jalur non-wisata dibagi menjadi jalur rekreatif dan jalur nonrekreatif (pelayanan dan pengelolaan). Jalur wisata berfungsi sebagai sirkulasi wisata dengan pola tertutup (loop) dengan titik-titik perhentian untuk menikmati objek dan atraksi wisata. Transportasi yang akan dikembangkan diharapkan dapat mempermudah akses bagi wisatawan ke PTB maupun di dalam kawasan PTB itu sendiri. Aksesibillitas ke tapak pun dapat dibagi menjadi dua macam yaitu akses primer dan akses sekunder. akses primer berupa gerbang utama yang mempunyai fasilitas lengkap untuk mendukung kegiatan wisata (ruang pendukung wisata). Sedangkan akses sekunder adalah akses dari batas PTB ke area sekitarnya (batas barat dan timut tapak). Akses sekunder dapat berupa elemen penyambutan yang lebih sederhana, contohnya gerbang batas tapak dan signage. Fungsi akses sekunder ini sebagai alternatif pereduksi kemacetan dan alternatif jalur masuk kawasan. Pelayanan di akses sekunder lebih ditujukan untuk pelayanan kegiatan
84
pengelolaan kawasan PTB. Konsep sirkulasi di kawasan perencanaan dapat dilihat pada Gambar 45. b. Konsep Jalur Wisata Konsep jalur wisata di PTB berupa jalur interpretatif yang memiliki nilai edukatif dan rekreatif. Konsep jalur wisata di PTB diharapakan dapat memberikan pengalaman dan pemahaman tentang pentingnya ekosistem pesisir bagi keberlanjutan lingkungan dan wisata. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka dibuat alternatif paket wisata yang dapat dipilih oleh wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini. Paket wisata tersebut merupakan gabungan dari beberapa tema kecil jalur interpretasi (Tabel 12). Dengan demikian wisatawan akan lebih terarahkan dalam menikmati objek/atraksi wisata yang disediakan oleh pengelola kawasan PTB. Konsep jalur wisata dibuat berdasarkan tema pemberdayaan dan pengembangan potensi alam dan budaya. Tema tersebut sebagai dasar dalam pengembangan tema-tema kecil yang merupakan pilihan objek dan paket wisata. Rencana jalur wisata dapat dilihat pada Gambar 46. Adapun atraksi wisata pada masing-masing jalur wisata dapat dilihat pada Tabel 13.
85
Gambar 44. Konsep Ruang
86
Tabel 12. Tema jalur interpretasi No.
Tema Zona
Objek Wisata
1
Ekosistem Mangrove dan Tambak Silvofishery
• Hutan Mangrove • Jalur Perahu/Sampan • Menara Pandang • Papan Intip • Tambak Silvofishery • Galeri Silvofishery • Pusat Olahan
2
Nursery and Composting Area
• Nursery • Area Pembibitan • Kolam Pembibitan • Composting Zone • Galeri Kompos
3
Alam Kreasi, Budaya, dan Kuliner
• Area Outbond • Galeri Alam • Outdoor Classroom • Budaya Karawang
4
Pusat Penelitian
• Pusat Penelitian Mangrove • Pusat Penelitian dan Pengembangan Olahan Mangrove • Galeri Hasil Olahan Mangrove • Pusat Penelitian Tambak Silvofishery • Pusat Penelitian Kompos • Area Nursery
Kegiatan Wisata • Trekking • Pengamatan/Edukasi Ekosistem Mangrove • Bird Watching • Bersampan • Pengamatan/Edukasi Tambak • Wisata Kuliner • Pengamatan/Edukasi Area Nursery • Pengamatan/Edukasi Area Pembibitan • Simulasi Penanaman Mangrove • Simulasi Pembibitan Mangrove dan NonMangrove • Pengamatan/Edukasi Area Pengkomposan • Kegiatan Outbond • Edukasi Alam • Menonton Film tentang Budaya • Dangdutan • Tari Jaipong • Pencak Silat • Topeng Banjet • Karawitan • Wayang Golek • Calung • Angklung • Wisata Kuliner • Pengamatan/Edukasi Area Penelitian Mangrove, Olahan Mangrove, Silvofishery, Kompos dan Nursery
Gambar 45. Konsep Sirkulasi
87
88
Gambar 46. Konsep Jalur Wisata
89
Tabel 13. Deskripsi rute jalur wisata No. I
Area Perhentian
Durasi
Keterangan
Jarak Antar Perhentian
Waktu Tempuh
Fasilitas Interpretasi (Media)
Fasilitas Wisata
1
EKOSISTEM MANGROVE DAN TAMBAK SILVOFISHERY Jarak Tempuh: 3.045 meter, Waktu Tempuh: 5 jam 45 menit Tujuan: Mengenal dan mempelajari ekosistem mangrove (vegetasi dan satwa) dan kombinasinya dengan areal tambak Area Briefing 10 menit Briefing 200 meter 3 menit Lawn, gerbang masuk, dan pos jaga
2
Halte Mobil Wisata
5 menit
Layanan pengantar
3
Gerbang Masuk
1 menit
4
Papan Intip 1
10 menit
5
Menara Pandang Timur
6
37 meter
1 menit
Papan informasi
Halte dan mobil listrik
Memasuki areal hutan mangrove Rest area, pengamatan burung
550 meter
5 menit
Dek, gerbang masuk, dan pos jaga
83 meter
2 menit
Leaflet, peta, dan papan informasi Leaflet, peta, dan papan informasi
15 menit
Rest area, pengamatan area mangrove
130 meter
2 menit
Leaflet, peta, dan papan informasi
Dermaga Perahu
15 menit
335 meter
5 menit
Papan informasi
7
Jalur Sampan
35 menit
8
Rest Area 1
10 menit
Leaflet, peta, dan pemandu Papan informasi
Perahu/sampan, pemandu, pelampung, dan jalur air Tempat duduk dan tempat sampah
9
Menara Pandang Tengah
15 menit
Rest area, persiapan naik perahu/sampan Pengamatan ekosistem mangrove (jalur air) Rest area, informasi interpretasi Rest area, pengamatan area mangrove
Papan intip, tempat duduk, tempat sampah, board walk, signing, dan teropong Menara pandang, tempat duduk, tempat sampah, board walk, signing, teropong, dan toilet organik Dermaga, board walk, dan signing
10
Rest Area 2
10 menit
11
Papan Intip 2
10 menit
-
300 meter
5 menit
167 meter
2 menit
Leaflet, peta, dan papan informasi
236 meter
3 menit
Papan informasi
Menara pandang, tempat duduk, tempat sampah, board walk, signing, teropong, dan toilet organik Tempat duduk dan tempat sampah
260 meter
4 menit
Leaflet, peta, dan papan informasi
Papan intip, tempat duduk, tempat sampah, signing, dan teropong
89
Rest area, informasi interpretasi Rest area, pengamatan burung
-
90
Lanjutan Tabel 13. Deskripsi rute jalur wisata 12
Rest Area 3
10 menit
13
15 menit
15
Menara Pandang Barat Gerbang Keluar Areal Mangrove Rest Area 4
10 menit
16
Tambak Silvofishery
30 menit
17
Rest Area 5
10 menit
18
Galeri Silvofishery
20 menit
19
Pusat Olahan Hasil Tambak Silvofishery
60 menit
14
Total: II 1 2
5 menit
292 menit
Rest area, informasi interpretasi Rest area, pengamatan area mangrove Briefing dan keluar dari areal hutan mangrove Rest area, informasi interpretasi Mengamati dan mempelajari area dan kegiatan pengamatan tambak silvofishery Rest area, informasi interpretasi Mengamati dan mempelajari tambak silvofishery Rest area, menikmati hasil olahan tambak silvofishery
200 meter
3 menit
Papan informasi
Tempat duduk dan tempat sampah
219 meter
3 menit
108 meter
2 menit
Leaflet, peta, dan papan informasi -
150 meter
2 menit
Papan informasi
10 meter
1 menit
Papan informasi
Menara pandang, tempat duduk, tempat sampah, teropong, dan toilet Dek, gerbang keluar, signing, dan pos jaga Shelter, tempat duduk, dan tempat samaph Areal tambak silvofishery
150 meter
2 menit
Papan informasi
215 meter
3 menit
Papan informasi
37 meter
1 menit
-
3.045 meter
53 menit
Dek, tempat duduk, warung makan, tempat sampah, dan toilet organik
Halte dan mobil listrik Gedung penelitian, signing, tempat duduk, dan tempat sampah
90
NURSERY DAN AREA PENGOMPOSAN Jarak Tempuh: 1.367 meter, Waktu Tempuh: 2 jam 38 menit Tujuan: Mengenal dan mempelajari integrasi mangrove dengan fungsi area nursery dan pengomposan Halte Mobil Wisata 5 menit Layanan pengantar 47 meter 1 menit Papan informasi Gedung Penelitian 20 menit Mempelajari hasil dan 875 meter 2 menit Papan informasi Kompos kegunaan pengomposan
Shelter, tempat duduk, dan tempat sampah Gedung galeri, pedestrian path, tempat duduk, dan tempat sampah
91
Lanjutan Tabel 13. Deskripsi rute jalur wisata 3 4
Area Pengomposan Area Pengepakan dan Pengiriman
30 menit 20 menit
5
Rest Area
10 menit
6
Nursery
15 menit
7
Area Media Tanam
15 menit
7
Area Percontohan Pembibitan Mangrove Area Percontohan Penanaman Mangrove Area pengepakan dan pengiriman Total:
30 menit
8 9
III 1 2 3 4 5
15 menit 185 menit
50 meter 10 meter
1 menit 1 menit
170 meter
3 menit
130 meter
2 menit
70 meter
1 menit
50 meter
1 menit
Leaflet, peta, dan papan informasi Leaflet, peta, dan papan informasi Papan informasi
25 menit
1 menit
Papan informasi
10 meter
1 menit
Leaflet, papan informasi
1.367 meter
13 menit
PUSAT PENELITIAN Jarak Tempuh: 1.410 meter, Waktu Tempuh: 3 jam 33 menit Tujuan: Mengenal dan mempelajari berbagai pusat penelitian yang terkait dengan mangrove Area Briefing 10 menit Briefing 200 meter 3 menit 1 menit Halte Mobil Wisata 5 menit Layanan pengantar 37 meter Pusat Penelitian 20 menit Mempelajari sistem 160 meter 2 menit Silvofishery silvofishery Contoh Jenis 20 menit Mempelajari jenis-jenis 50 meter 1 menit Tambak Silvofishery sistem silvofishery Pusat Penelitian 30 menit Mempelajari produk 130 meter 2 menit Olahan Mangrove sampingan/olahan nya Galeri Hasil Olahan 20 menit Pameran dan mencoba 70 meter 1 menit
Leaflet, papan informasi Leaflet, papan informasi Papan informasi
Papan informasi Leaflet, peta, dan papan informasi Leaflet, peta, dan papan informasi Leaflet, peta, dan papan informasi Leaflet, peta, dan
Area pengomposan dan perlengkapan wisatawan (baju khusus) Gedung pengepakan Shelter, tempat duduk, dan tempat sampah Gedung pusat nursery Area pembuatan media tanam Kolam pembibitan, perlengkapan wisatawan (baju khusus), peralatan perbanyakan/pembibitan Kolam penanaman, perlengkapan wisatawan (baju khusus), dan peralatan penanaman Gedung pengepakan
Lawn, gerbang masuk, dan pos jaga Halte dan mobil listrik Gedung penelitian, dek, dan pos jaga Areal tambak silvofishery Gedung penelitian, dek, dan pos jaga Gedung galeri, dek, dan pos jaga
91
6
45 menit
Mempelajari proses pengomposan Mempelajari proses pasca panen kompos Rest area, informasi interpretasi Mempelajari hasil dan kegunaan area nursery Mempelajari proses pembuatan media tanam Mempelajari proses pembibitan dan praktik pembibitan mangrove Mempelajari proses penanaman dan praktik penanaman mangrove Mempelajari proses pasca panen kompos
92
Lanjutan Tabel 13. Deskripsi rute jalur wisata 7
Mangrove Gedung Penelitian Kompos
20 menit
8
Area Pengomposan
30 menit
9
Area Pengepakan dan Pengiriman Pusat Penelitian Mangrove Total:
20 menit
10
IV 1 2
20 menit
hasil olahan mangrove Mempelajari hasil dan kegunaan pengomposan Mempelajari proses pengomposan Mempelajari proses pasca panen kompos Mempelajari mangrove
195 menit
165 meter
3 menit
50 meter
1 menit
10 meter
1 menit
195 meter
3 meter
1.410 meter
18 menit
ALAM KREASI, BUDAYA, DAN KULINER Jarak Tempuh: 2.667 meter, Waktu Tempuh: 6 jam 51 menit Tujuan: Mengenal dan mempelajari budaya daerah serta bermain di alam terbuka Halte Mobil Wisata 5 menit Layanan pengantar 37 meter Rest Area 1 10 menit Rest area, briefing, dan 485 meter informasi interpretasi Rest Area 2
10 menit
7
Rest Area 3
10 menit
8
30 menit
9
Permukiman Warga Pesisir Rest Area 4
10 menit
10
Rest Area 5
10 menit
11
Outdoor Classroom
60 menit
12
Area Outbond
120 menit
Rest area, informasi interpretasi Rest area, informasi interpretasi Rest area, informasi interpretasi Rest area, informasi interpretasi Rest area, informasi interpretasi Rest area, informasi interpretasi, pendidikan lapang Rest area, kegiatan outbond
Leaflet, papan informasi Leaflet, papan informasi Leaflet, peta, dan papan informasi
1 menit 2 menit
Papan informasi Papan informasi
200 meter
3 menit
Papan informasi
200 meter
3 menit
Papan informasi
120 meter
2 menit
300 meter
4 menit
200 meter
3 menit
Leaflet, peta, dan papan informasi Leaflet, peta, dan papan informasi Papan informasi
160 meter
2 menit
Papan informasi
100 meter
2 menit
Leaflet, peta, dan papan informasi
Gedung penelitian, jalur kendaraan wisata, mobil wisata, signing, tempat duduk, dan tempat sampah Area pengomposan dan perlengkapan wisatawan (baju khusus) Gedung pengepakan Gedung penelitian, dek, dan pos jaga
Halte dan mobil listrik Jalur kendaraan wisata, mobil wisata, signing, tempat duduk, dan tempat sampah Shelter, tempat duduk, dan tempat sampah Shelter, tempat duduk, dan tempat sampah Gerbang masuk permukiman dan pedestrian path Shelter, tempat duduk, dan tempat sampah Shelter, tempat duduk, dan tempat sampah Gedung pendidikan, tempat duduk, dan tempat sampah Area outbond, perlengkapan outbond, shelter, dan dek
92
6
papan informasi Papan informasi
93
Lanjutan Tabel 13. Deskripsi rute jalur wisata 13 14 15
Gedung Museum Budaya Pertunjukan Budaya Wisata Kuliner Total: Total waktu di area perhentian Total waktu perjalanan Total waktu keseluruhan
30 menit
Informasi interpretasi
90 meter
2 menit
60 menit 30 menit
Gelar budaya daerah Wisata kuliner masakan daerah
25 meter 50 meter
1 menit 1 menit
2.667 meter
26 menit
385 menit 1.006 menit
Total seluruh panjang segmen
Leaflet, peta, dan papan informasi Papan informasi Peta dan papan informasi
Museum Panggung budaya dan tempat duduk Warung makan, dek, plaza, tempat duduk, tempat sampah, mushala, dan toilet organik
8.489 meter (8,489 km)
60 menit 1.076 menit (17 jam 56 menit)
93
94
5.3.2.3. Konsep Vegetasi Konsep vegetasi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu vegetasi konservasi pantai dan vegetasi non-konservasi pantai. Jenis vegetasi konservasi pantai dan vegetasi non-konservasi pantai berupa mangrove dan nonmangrove. Vegetasi mangrove merupakan vegetasi yang digunakan pada area wisata utama dan area buffer (sungai dan pantai) sesuai dengan kesesuaian zona/habitatnya. Adapun vegetasi non-mangrove berupa vegetasi pantai yang digunakan di ruang lainnya. Vegetasi non-mangrove merupakan vegetasi yang cocok bagi ekosistem pantai, contohnya kelapa, ketapang, butun, dll. Vegetasi yang direncanakan memiliki fungsi ekologis dan arsitektural (fisik) baik sebagai vegetasi eksotis-naungan, pembatas/barrier maupun untuk kontrol visual. Fungsi ekologis seperti habitat satwa, buffer, dan pereduksi intrusi air laut. Matriks hubungan jenis vegetasi dengan fungsi vegtasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Pembagian jenis vegetasi pada konsep vegetasi dapat dilihat pada Gambar 47. Tabel 14. Matriks hubungan jenis vegetasi dengan fungsi No.
Fungsi
1
Ekologi
2
:
Arsitektural:
• Habitat Satwa • Buffer: a. Pantai b. Sungai • Pereduksi Intrusi Air Laut • Estetika • Naungan • Pembatas • Pengarah • Visual
Jenis Vegetasi Konservasi Non-Konservasi Pantai Pantai √ √ √
√ √
√
√ √ √
Keterangan
√ √ √ √ √
Struktur Vegetasi pada kedua jenis vegetasi berupa mangrove/nonmangrove
95
Gambar 47. Konsep Vegetasi
96
5.3.2.4. Konsep Aktivitas dan Fasilitas Konsep aktivitas dan fasilitas dibagi berdasarkan jenis kegiatan wisata yang dilakukan pada ruang dengan tema tertentu. Konsep aktivitas wisata berbasis ekologis berdasarkan konsep dasar merupakan konsep aktivitas yang terkait dengan ekosistem mangrove dan pengembangannya sebagai penunjang atau pendukung keberadaan ekosistem mangrove. Konsep aktivitas dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas wisata berbasis konservasi dan aktivitas wisata berbasis nonkonservasi. Aktivitas wisata berbasis konservasi dilaksanakan di ruang wisata utama dan ruang wisata penunjang. Ruang ini digunakan sebagai ruang untuk melakukan aktivitas wisata interpretatif. Aktivitas di area ini tergantung pada tema ruang tersebut. Aktivitas tergolong aktivitas pasif dan terbatas pada setiap tema ruang kecuali pada ruang dengan tema alam kreasi, budaya, dan kuliner yang bersifat aktif dan semi aktif. Kegiatan yang tergolong pasif dan terbatas seperti trekking, viewing, bird watching, pengamatan vegetasi mangrove dan satwa (edukasi), bersantai, belajar pembibitan/perbanyakan dan penanaman mangrove, fotografi, belajar mengkompilasikan/memadukan usaha tambak dan mangrove melalui sistem silvofishery, serta bersampan (berperahu). Adapun kegiatan yang termasuk semi aktif seperti atraksi budaya dan yang bersifat aktif seperti outbond. Aktivitas
wisata
berbasis
non-konservasi
adalah
aktivitas
yang
dilaksanakan di luar ruang wisata utama dan ruang wisata penunjang (di ruang pendukung wisata). Di area ini kegiatan bersifat rekreatif dan non-rekreatif (pelayanan dan pengelolaan) serta semi aktif/aktif. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain kuliner, berolahraga, bermain, berbelanja, menginap, memancing, dan sebagainya. Konsep fasilitas dibagi menjadi dua, yaitu fasilitas wisata berbasis konservasi (jalur trekking berupa boardwalk, sudut-sudut untuk berfoto, menara pandang, dan papan intip) dan fasilitas wisata berbasis non-konservasi. Fasilitas wisata berbasis konservasi adalah fasilitas yang dikembangkan di ruang wisata utama dan wisata penunjang. Fasilitas wisata berbasis non-konservasi diletakkan di ruang pendukung wisata sebagai area penerimaan dan pelayanan wisata (fasilitas akomodasi, ruang persiapan wisata, pemutaran slide, foto-foto, film mengenai ekosistem lahan basah, dan aturan berwisata). Fasilitas di area ini selain
97
diperuntukkan bagi pengelola dan wisatawan juga disediakan fasilitas yang mengakomodasikan kebutuhan masyarakat sekitar (mata pencaharian) baik berupa kios cinderamata dan fasilitas pendukung lainnya. 5.4. Perencanaan Lanskap Rencana lanskap PTB sebagai kawasan wisata berbasis ekologis adalah hasil akhir perencanaan yang merupakan penggabungan dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, dan rencana aktivitas serta fasilitas. Rencana lanskap ini menyajikan lokasi atraksi/objek wisata di kawasan perencanaan beserta fasilitas pendukungnya. Untuk memahami rencana lanskap tersebut, disajikan gambar perencanaan lanskap (Gambar 48). Rencana lanskap tersebut selanjutnya dibagi kedalam tiga segmen (Gambar 49, 50, dan 51). Adapun ilustrasi suasana atraksi wisata pada beberapa titik dapat dilihat pada gambar ilustrasi suasana (Gambar 52). Strategi perencanaan yang diterapkan adalah optimalisasi aktivitas wisata yang berbasis ekologis dengan memanfaatkan sumberdaya mangrove (hasil rehabilitasi dan konservasi). Dengan pemanfaatan mangrove sebagai objek utama wisata di PTB diharapkan tidak akan terjadi lagi penebangan liar mangrove. Hal ini akan berdampak terhadap kelestarian sumberdaya mangrove baik bagi ekosistem pantai maupun bagi wisata. 5.4.1. Rencana Ruang Berdasarkan konsep perencanaan lanskap wisata pantai berbasis ekologis dan data yang telah dianalisis maka kawasan perencanaan lanskap wisata PTB memiliki luas 83,3 Ha yang terbagi menjadi tiga ruang utama. Tiga ruang tersebut meliputi ruang pedukung wisata (12,5 Ha/15%), ruang wisata penunjang (50 Ha/60%), dan ruang wisata utama (20,8 Ha/25%). Ruang pendukung wisata sendiri terbagi menjadi ruang penerimaan, ruang transisi, dan ruang pelayanan. Sedangkan ruang wisata utama dan ruang wisata penunjang terbagi menjadi ruang inti, ruang transisi dan ruang penyangga. Ruang pendukung wisata yang terdiri dari ruang penerimaan, ruang transisi, dan ruang pelayanan berfungsi sebagai area penyambut dan pelayanan wisatawan. Atraksi wisata yang direncanakan pada ruang ini merupakan aktivitas
98
wisata berbasis non-konservasi. Karakter ruang yang direncanakan bersifat estetik dan mendukung penuh kebutuhan pelayanan wisata. pengembangan yang sesuai adalah wisata belanja, kuliner, atraksi budaya, dan piknik di area terbuka. Ruang wisata penunjang memiliki karakter pelayanan wisata penunjang wisata utama dan pada ruang ini direncanakan dengan rehabilitasi formasi pantai dan konservasi dari bahaya abrasi. Pengembangan yang sesuai pada area ini adalah
untuk
wisata
pendidikan
tambak
silvofishery,
wisata
praktik
perbanyakan/penanaman mangrove, area penelitian, dan outbond. Karakter ruang wisata utama dari kawasan ini merupakan ekosistem alami hutan mangrove. Hal tersebut diawali dengan program rehabilitasi mangrove secara bertahap. Rehabilitasi yang dilakukan secara bertahap dengan harapan pertumbuhan dan perkembangan mangrove hasil rehabilitasi dapat berfungsi dengan baik. Pertumbuhan dan perkembangan mangrove yang baik pada nantinya akan bermanfaat baik secara fisik, biologi, maupun ekonomi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kedalaman dasar perairan PTB dari garis pantai sampai jarak 30-50 meter ke arah laut berkisar antara 0,5-1 meter. Penanaman mangrove dapat dilakukan secara bertahap dari garis pantai ke arah laut dimulai selebar 30 meter dan panjang 100-200 meter sesuai dengan lokasi sepanjang garis pantai di tapak. Gerakan air yang lambat terkait dengan keberadaan akar mangrove berdampak terhadap pengendapan lumpur dan lumpur akan terkumpul di dasar (Dahuri, 2003). Tegakan mangrove akan dapat menjerat sedimen lumpur sehingga akan terjadi pengendapan dan pendangkalan lahan sebagai habitat mangrove serta nantinya berdampak terhadap perluasan/lebar mangrove ke arah laut sebagai salah satu pelindung pantai alami. Atraksi wisata yang dapat dikembangkan merupakan wisata di dalam maupun di sisi ekosistem mangrove (vegetasi dan satwa). Aplikasi perencanaan yang dilaksanakan pada tapak adalah pengembangan arsitektur alamiah.
99
Gambar 48. Rencana Lanskap Pantai Tanjung Baru
100
Gambar 49. Detail Plan Segmen 1
101
Gambar 50. Detail Plan Segmen 2
102
Gambar 51. Detail Plan Segmen 3
103
Gambar 52. Gambar Ilustrasi Kawasan
104
5.4.2. Rencana Sirkulasi Rencana sirkulasi pada tapak dikembangkan sesuai dengan konsep dasar, yaitu wisata pantai berbasis ekologi. Aktivitas yang dikembangkan lebih ke arah wisata pendidikan/edukasi. Dengan demikian akan dapat dibedakan sirkulasi sesuai dengan tujuan yang ingin didapatkan. Sirkulasi wisata adalah sirkulasi yang ditujukan khusus bagi tujuan wisata pantai berbasis ekologi di PTB. Jalur ini berupa jalur darat dan air untuk pejalan kaki/tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor (kecuali perahu bermotor). Fasilitas penunjang pada sirkulasi ini seperti shelter (rest area) sebagai area peristirahatan sementara pada beberapa titik dan fasilitas lainnya seperti darmaga, papan intip, menara pandang kawasan mangrove, dan dek pandang laut. Letak shelter direncanakan setiap 200-300 meter. Hal ini disesuaikan dengan jarak lelah manusia dalam berjalan kaki. Jalur darat berupa pedestrian path dan jalur mobil wisata. Adapun jalur air berupa board walk
dan jalur perahu. Pemilihan
jalur/sirkulasi wisata berkaitan dengan paket wisata yang dapat dipilih oleh wisatawan. Sirkulasi non-wisata adalah sirkulasi yang bersifat rekreatif (wisatawan) dan non-rekreatif (pengelola). Dengan adanya pemisahan jalur/sirkulasi diharapkan
kenyamanan
wisatawan
akan
terjaga
dan
kelancaran
arus
manusia/kendaraan dapat tercapai. Aksesibilitas ke dalam tapak sendiri dibagi menjadi dua, yaitu aksesibiltas primer dan aksesibiltas sekunder. Aksesibilitas primer berupa gerbang utama di ruang penerimaan (pendukung wisata). Letak main gate berada ditengah-tengah tapak agar akses ke seluruh tapak dapat dicapai dengan mudah. Selain itu, pengembangan jalur ini pun sebagai alternatif pemisahan jalur masuk kawasan dari jalur yang biasa dipergunakan oleh petani di sekitar tapak saat panen raya sehingga kerusakan jalan akan membahayakan serta menggangu kenyamanan wisatawan. Adapun aksesibilitas sekunder merupakan jalur masuk kawasan PTB di sebelah barat dan timur tapak . Gerbang masuk sekunder di area ini dapat berupa signage atau penanda kawasan yang lebih sederhana dibandingkan gerbang utama.
105
5.4.3. Rencana Vegetasi Sesuai dengan konsep dasar perencanaan PTB sebagai wisata pantai berbasis ekologi maka jenis vegetasi yang direncanakan pada tapak adalah jenis vegetasi yang sesuai dengan ekosistem pantai di PTB. Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi konservasi pantai dan vegetasi non-konservasi pantai yang memiliki fungsi ekologis dan/ arsitektural. Jenis vegetasi berupa vegetasi ekosistem pantai yaitu mangrove dan non-mangrove berupa formasi pes-caprae serta formasi barringtonia. Tabel 15 menunjukkan alternatif pemilihan vegetasi. Tabel 15. Alternatif vegetasi berdasar ruang dan fungsinya Ruang Wisata Utama
Jenis Vegetasi Mangrove
Fungsi 1. Ekologis: a. Buffer (pantai dan sungai) b. Habitat Satwa c. Pereduksi Intrusi Air Laut 2. Wisata 1. Buffer sungai 2. Sistem silvofishery 3. Wisata
Wisata Penunjang
Mangrove dan NonMangrove
Pendukung Wisata
NonMangrove
1. Buffer sungai 2. Windbreak 3. Peredam bising 4. Peneduh
Penyangga
NonMangrove
1.Penyangga 2.Pembatas 3. Pengarah
Alternatif Jenis Tanaman -Avicennia marina -Rhizophora stylosa
-Avicennia marina -Rhizophora stylosa -Nypa fructicans -Ipomoea pes-caprae (Kangkung laut) -Spinifex littoreus (Rumput lari-lari) -Barringtonia asiatica (Keben/buton) -Terminalia catappa (Ketapang) -Erythrina orientalis (Dadap laut) -Cerbera manghas (Bintaro) -Hibiscus tiliaceus (Waru) -Casuarina equisitifolia (Cemara laut) -Barringtonia asiatica (Keben/buton) -Terminalia catappa (Ketapang) -Cocos nucifera (Kelapa) -Hibiscus tiliaceus (Waru) -Collophylum inophylum (Nyamplung) -Casuarina equisitifolia (Cemara laut) -Cerbera manghas (Bintaro) -Cocos nucifera (Kelapa) -Casuarina equisitifolia (Cemara laut)
Sumber: Sidabutar (2007) dan Saparinto (2007)
Letak vegetasi pada ruang wisata utama berupa mangrove di sepanjang area green belt pantai setebal ±20 meter ke arah darat dan setebal ±100 meter ke arah laut. Zonasi dari arah garis pantai ke arah darat dimulai dari zona Rhizophora dan zona Nypa/Ceriops. Adapun zonasi dari garis pantai ke arah laut berupa zona
106
Rhizophora dan zona Avicennia (Saparinto, 2007). Pada area ini kerapatan vegetasi tinggi agar fungsinya sebagai buffer pantai berfungsi optimal. Tampak potongan ilustrasi zona vegetasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 53.
Gambar 53. Ilustrasi Tampak Potongan Zona Vegetasi
Lebar sempadan pantai atau green belt sesuai dengan aturan pemerintah adalah minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi. Area tersebut berada pada ruang pendukung wisata berupa formasi pes-caprae dan formasi barringtonia. Pada ruang wisata penunjang yang menerapkan sistem silvofishery letak vegetasi mangrove tergantung jenis/model empang (Lampiran 5). Secara umum terdapat tiga pola empang yaitu model empang parit, model empang parit disempurnakan, dan model komplangan. Letak mangrove pada model empang parit dan empang parit disempurnakan berada di tengah-tengah empang dan sekelilingnya adalah area pemeliharaan ikan. Adapun pada pola komplangan letak mangrove bersebrangan dengan tempat pemeliharaan ikan. Jenis vegetasi pantai yang direncanakan di ruang pendukung wisata letaknya tersebar pada lokasi sumber masalah pada tapak. Misalnya untuk screen, penaung, pemecah angin, dan sebagainya. Pada ruang penyangga vegetasi berupa hutan rapat dengan pola rapat semi alami. 5.4.4. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Aktivitas utama yang direncanakan adalah kegiatan wisata berbasis konservasi yang bersifat pasif dan lebih kearah interpretatif/edukasi. Adapun aktivitas wisata non-konservasi adalah atraksi yang menunjang keinginan wisatawan di PTB. Adanya pembagian jenis aktivitas wisatawan akan
107
berpengaruh terhadap fasilitas yang dibutuhkan pada tapak dan jenis/kategori wisata. Fasilitas yang direncanakan dibagi menjadi tiga, yaitu fasilitas wisata, fasilitas media wisata interpretatif/pendidikan, dan fasilitas sirkulasi. Aktivitas wisata berbasis konservasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan ekosistem mangrove dan pengembangannya. Jenis aktivitas tersebut adalah aktivitas utama dan penunjang yang direncanakan pada tapak, contohnya adalah mengunjungi obyek wisata pada ruang wisata utama/penunjang. Aktivitas non-pendidikan adalah aktivitas selain untuk tujuan interpretatif/pendidikan. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang telah ada sebelumnya di PTB dan pengembangannya. Contoh dari aktivitas tersebut adalah kuliner, berbelanja, jalan-jalan, duduk-duduk, dan sebagainya. Fasilitas wisata adalah fasilitas yang ditujukan untuk keperluan wisata secara umum. Adapun fasilitas wisata berbasis konservasi adalah fasilitas yang disediakan untuk menunjang aktivitas interpretatif/pendidikan di ruang wisata utama dan ruang wisata penunjang. Fasilitas wisata berbasis non-konservasi adalah fasilitas yang disediakan untuk menunjang aktivitas rekreatif maupun nonrekreatif di ruang pendukung wisata.. Rencana fasilitas wisata yang direncanakan dapat menunjang kegiatan wisata di PTB diantaranya: a. Gerbang Masuk Gerbang masuk direncananakan terdapat dua buah, yaitu gerbang masuk utama dan gerbang masuk sekunder. Pemilihan material direncanakan berkesan alami melalui pemilihan material kayu atau perpaduan material tembok dan kayu. Lebar gerbang sesuai dengan lebar jalan yaitu 20 meter dengan panjangnya sekitar 3 meter dan tinggi 8 meter. Bentuk gerbang sekunder lebih sederhana dibanding dengan gerbang utama agar dapat menandakan pintu masuk utama dan sekunder. lebar gerbang sekunder yaitu 10 meter dengan panjangnya sekitar 3 meter dan tinggi 8 meter. Ilustrasi gerbang masuk dapat dilihat pada Gambar 54.
108
Gambar 54. Ilustrasi Gerbang Masuk Utama Kawasan b. Area Parkir Area parkir kendaraan dibagi menjadi area parkir wisatawan dan area parkir pengelola kawasan. Terdapat dua area parkir wisawatan, yaitu parkir cottage dengan luas 1.140 m², pola 90° (kendaraan kecil/sedang) dan di sebelah tenggara gedung pengelola luas 4.700 m² (parkir bus/truk dan kendaraan kecil/sedang) serta area parkir di beberapa pusat penelitian/area parkir mobil wisata dengan luas 2.600 m² untuk 45 unit mobil. Parkir bus memiliki pola 45°. Sedangkan area parkir pengelola kawasan berada di sebelah barat gedung pengelola (I) dengan luas 480 m² serta di dekat gerbang sekunder (II) dengan luas 80 m². Pola area parkir pada kedua titik yaitu pola 90°. Jalan antara pada area parkir kendaraan sekitar 3-6 meter. Daya tampung pada area parkir pengelola I yaitu 20 motor dan 10 mobil. Sedangkan daya tampung kendaraan pada area parkir pengelola II yaitu 6 motor dan 8 mobil. Pada area parkir wisatawan daya tampung maksimum yaitu 10 bus wisata, 100 mobil sedang/kecil, dan 70 motor. Area parkir cottage dapat menampung 30 mobil dan 10 motor. Pada setiap area parkir disediakan pohon peneduh. Daya dukung area parkir dibatasi sesuai dengan daya dukung wisatawan yang diperbolehkan. Hal ini memungkinkan agar kenyamanan dan kelestarian kawasan PTB tetap terjaga. Ilustrasi pola parkir yang direncanakan dapat terlihat pada Gambar 55.
109
Sumber: Chiara dan Kopplemen (1989)
Gambar 55. Pola Parkir 90° dan 45° c. Loket Tiket dan Pos Jaga Loket tiket berada di pintu gerbang masuk kawasan PTB. Letaknya di sebelah kanan jalan ketika masuk kawasan PTB. Dimensi loket tiket yaitu 4x4x2,5 m. d. Gedung Pengelola dan Pusat Informasi Kawasan Gedung pengelola kawasan selain sebagai tempat pusat manajemen kawasan juga berfungsi sebagai pusat informasi bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini. Hal ini agar pengunjung dapat mengetahui gambaran awal dari kawasan dan objek yang dapat ditemui nantinya. Gedung ini berukuran 20x10x5 m dengan pembagian ruang informasi sebesar 7x7x5 m. Pada ruang informasi terdapat beberapa display mengenai objek dan atraksi wisata di kawasan PTB serta aturan, saran, dan ajakan persuasive selama pengunjung berada pada tapak. Sarana penyampaian informasi tersebut berupa panel, brosur, dan poster. e. Aula dan Ruang Multimedia Ruang ini lebih ditujukan bagi wisatawan yang datang secara berkelompok. Fasilitas yang disediakan pada ruang ini yaitu pembekalan informasi kawasan PTB melalui pemutaran film berdurasi pendek, foto-foto, dan slide. Ukuran ruang ini yaitu 20x10x5 m.
110
f. Kios Kios pada kawasan PTB dibagi menjadi kios makanan, kios souvenir, dan kios penyewaan alat-alat wisata untuk camping yang menyatu dalam satu gedung terpadu. Letaknya berada dekat area parkir kendaraan wisatawan dengan dimensi 20x5x5 m sebanyak 4 unit. g. Mushala Mushala ditujukan bagi wisatawan dan pengelola untuk beribadah. Letaknya di area servis dan memiliki luas sekitar 100 m² sebanyak 5 unit. Keberadaannya disertai dengan fasilitas toilet dan tempat wudhu. h. Toilet Toilet letaknya menyebar pada beberapa titik yaitu pada area servis, area parkir wisatawan, area briefing, area olahan mangrove, area komposting, area pembibitan, outdoor classroom, pusat penelitian mangrove lapang, dan beberapa pada menara pandang. Ukuran toilet yang direncanakan yaitu sebesar 3x3x2,5 m. i. Shelter Fasilitas ini berfungsi sebagai area istirahat dan berteduh dari sengatan matahari dan hujan di titik-titik yang telah direncanakan. Selain itu, fungsi dari fasilitas ini adalah sebagai shelter pemeliharaan dan patroli. Letaknya pada area pelayanan dan beberapa titik di sepanjang jalur sirkulasi yang berfungsi sebagai area perhentian. Shelter ini berukuran 5x3x2,5 m. Jarak antar shelter yaitu 200300 meter. j. Tong Sampah Kelestarian lingkungan dapat dijaga salah satunya melalui pengelolaan sampah yang baik. Salah satunya melalui penempatan tong sampah pada beberapa titik agar dapat memfasilitasi tujuan tersebut. Penentuan jumlahnya disesuaikan dengan aktivitas dan intensitas pada masing-masing ruang. Tong sampah diletakkan pada area yang mudah terlihat dan terjangkau. Perlu pembedaan jenis tong sampah (organik dan anorganik) agar lebih mempermudah saat pengelolaannya terkait adanya fasilitas composting area pada kawasan ini.
111
Rencana fasilitas lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16. Fasilitas terbagi menjadi fasilitas pelayanan dan fasilitas wisata. Media wisata pendidikan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan personal dan pelayanan nonpersonal (Sharpe, 1982 dalam Iqbal, 2010). Pelayanan personal adalah pelayanan kepada wisatawan dengan cara tatap muka, contohnya dalah penyediaan fasilitas pusat informasi dan pemandu wisata. sedangkan pelayanan non-personal adalah pelayanan informasi melalui alat bantu suara atau tulisan. Pelayanan tersebut dapat dialokasikan di pusat penerimaan maupun pada objek wisata tertentu, sedangkan alat bantu tulisan dapat berupa papan informasi, tanda (signage), maupun leaflet dan booklet.
112
Tabel 16. Rencana fasilitas No. 1
2
Fasilitas
Ukuran (m) Panjang Lebar Tinggi
Fasilitas Pelayanan: Gerbang Masuk Utama Gerbang Masuk Sekunder Pos tiket Gedung Pengelola dan Pusat Informasi Aula dan Ruang Multimedia Kios Payung makan Mushala Toilet Klinik Shelter Supir Tong Sampah Pos Keamanan Lapangan Olahraga Area Parkir Area Piknik
3 22 3 10 4 4 20 10 20 10 20 5 D=3 10 10 3 3 6 3 3 1 0,5 0,5 3 1 L=1.260 m² L=6.400 m² L=6.500 m²
8 8 2,5 5 5 5
Fasilitas Wisata: Shelter Boardwalk Shelter Halte Mobil Wisata Mobil Wisata Menara Pandang Gedung Pusat Pengembangan/Penelitian Darmaga Perahu/Kanoing Perahu/Kano Lapangan Outbond Camping Ground Area Pembibitan Galeri Alam Outdoor Classroom Papan Informasi
5 3 5 3 L=100 m² 4 2 D=6 15 10 6 2 4 2 L=19.900 m² L=9.900 m² L=2.000 m² 15 10 D=8 1 0,5
2,5 2,5
Keterangan: DÆDiameter
4 2,5 4 2 0,5 2
1,5 10 5
5 1,5
Jumlah 1 2 3 4 1 1 18 1 7 1 2 50 10 1 10 titik 1 titik 7 16 2 20 4 5 4 25 1 1 2 1 1 50
LÆLuas
5.4.5. Rencana Daya Dukung Daya dukung maksimum merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan
dalam
merencanakan
sebuah
kawasan
wisata.
Dengan
memperhatikan daya dukung kawasan pada saat perencanaan lanskap maka kenyamanan wisatawan dan kelestarian tapak dapat terjaga dengan baik. Area camping ground sudah memiliki standar berdasarkan Douglas (1982), tetapi yang lainnya didapat berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan. Berikut merupakan luas area yang dibutuhkan per orang berdasarkan kegiatan tertentu (Tabel 17).
113
Tabel 17. Kebutuhan ruang per orang dalam melakukan program tertentu Atraksi • Jalur Interpretasi (Board Walk atau Pedestrian Path) • Outdoor Classroom • Gedung Galeri/Pusat Penelitian • Hasil Olahan Tambak • Area Outbond • Camping Ground • Cottage • Gedung Galeri Budaya • Warung Makan • Kios Suvenir • Area Pengomposan/Media Tanam • Area Penanaman Mangrove • Area Pembibitan Vegetasi
Standar Kebutuhan Ruang Jarak antar wisatawan 10 m
Keterangan Sebayang (1996)
4 m² 4 m² 8,75 m² 30 m² 90 m² 4 orang/cottage 30 m² 8,75 m² 2 m² 25 m² 2 m² 2 m²
Sebayang (1996) Sebayang (1996) Sebayang (1996) Saraswati (2010) Douglas (1982) Hendriani (2003) Saraswati (2010) Sebayang (1996) Sebayang (1996) Saraswati (2010) Sebayang (1996) Sebayang (1996)
Ruang wisata utama (area board walk dan jalur perahu) direncanakan memiliki daya dukung rendah, sehingga jumlah pengunjung dibatasi dengan menyederhanakan fasilitas yang ada. Daya dukung pada area tersebut dihitung berdasarkan fasilitas sirkulasi, yang merupakan satu-satunya akses aktivitas pengunjung pada ruang ini. Penggunaan ruang berwisata yang berbasis ekologis pada area ini dibatasai sebesar 40% dari total daya dukungnya. Hal tersebut dikarenakan kawasan wisata PTB sebagai kawasan konservasi dan sesuai dengan pendektan ekologis yang dipergunakan dalam perencanaan area ini (persentase untuk fungsi wisata hanya sebesar 40%). Penghitungan daya dukung pada beberapa atraksi wisata dihitung berdasarkan jarak nyaman dalam melakukan interpretasi (jalur board walk, pedestrian path pada area hutan dan tambak silvofishery serta jalur perahu). Adapun penghitungan daya dukung lainnya berdasarkan standar kebutuhan ruang wisatawan pada area tertentu. Luasan yang dipergunakan pada beberapa area tertentu, seperti pada area ruang galeri penghitungan area tidak 100% (berdasarkan luasan area yang diperuntukkan bagi wisatawan) dari luasan suatu area, karena terdapat pembagian ruang baik untuk fasilitas sirkulasi, ruang display, ruang administrasi (pengelola), dan lain-lain. Area hutan mangrove merupakan area wisata utama. Atraksi wisata yang berada di area tersebut adalah pada jalur board walk dan jalur perahu. Panjang jalur board walk yaitu sepanjang 2.400 m atau 2,4 km. Waktu yang dibutuhkan untuk melalukan interpretasi pada jalur ini yaitu selama 2 jam 30 menit, sehingga
114
dalam sehari dapat dilakukan 4 shift program tersebut (4 kali rotasi). Dari kebutuhan kegiatan interpretasi di area tersebut yaitu jarak antar wisatawan sebesar 10 m maka daya dukung pada jalur board walk sebanyak 240 orang. Dengan pembatasan jumlah wisatawan 40% pada area konservasi (wisata utama) maka daya dukung pada area tersebut yaitu sebanyak 96 orang dalam satu kali rotasi atau 384 orang dalam sehari. Adapun pada jalur perahu direncanakan memiliki jalur sepanjang 1.665 m. Waktu yang dibutuhkan mulai dari persiapan dan briefing di darmaga awal hingga darmaga akhir yaitu selama 1 jam, sehingga dalam sehari dapat dilakkan rotasi sebanyak 8 shift. Dari kebutuhan kegiatan pada atraksi tersebut yaitu dengan jarak antar perahu sejauh 100 meter, jumlah wisatawan yang dapat naik pada satu perahu sebanyak 5 orang, dan pembatasan jumlah pengunjung 40% dari total daya dukung pada area tersebut maka daya dukung pada atraksi ini yaitu 32 orang dalam satu kali rotasi atau 256 orang dalam sehari. Atraksi wisata pada ruang wisata penunjang terbagi menjadi kegiatan pasif dan aktif. Kegiatan pasif seperti pada jalur interpretasi dan gedung-gedung pada area-area tertentu. Adapun kegiatan aktif seperti pada area outbond. Jalur interpretasi hutan vegetasi non-mangrove dan area tambak silvofishery yang dikelola oleh masyarakat (tambak bagian barat) memiliki panjang jalur interpretasi sepanjang 900 meter. Dengan waktu tempuh selama 1 jam, sehingga dalam sehari dapat dilakukan 8 shift rotasi. Dari kebutuhan kegiatan interpretasi di area tersebut yaitu jarak antar wisatawan sebesar 10 m maka daya dukung pada jalur board walk sebanyak 36 orang. Adapun dalam sehari dapat digunakan oleh 288 orang. Salah satu kegiatan di dalam ruangan pada ruang wisata penunjang yaitu pada area galeri tambak silvofishery. Ruang galeri tambak silvofishery yang memiliki luas sebesar 97 m² dan berlangsung selama 45 menit dapat dilakukan 10 shift dalam sehari. Atraksi terakhir sekaligus lokasi makan siang pada tema ini adalah di area olahan hasil tambak silvofishery. Di lokasi ini wisatawan dapat menikmati olahan hasil tambak. Luas area tersebut adalah 400 m². Standar kebutuhan ruang dihitung berdasarkan luas satu meja makan yaitu 8,75 m², maka jumlah meja yang dapat disediakan sebanyak 18 dan satu meja dapat digunakan
115
oleh 6 orang sehingga daya dukung pada area ini sebesar 108 orang per rotasi. Kegiatan di area outdoor classroom dilakukan di ruangan khusus yang berukuran 97 m² dan berlangsung selama 2 jam, sehingga dapat dilakukan 4 shift dalam sehari. Asumsi kebutuhan ruang untuk program ini adalah 4 m². Penghitungan daya dukung menghasilkan jumlah ideal pengunjung adalah 25 orang. Area pengomposan memiliki beberapa atraksi wisata, yaitu gedung penelitian kompos, area pengomposan, dan area pasca panen kompos. Gedung penelitian kompos yang memiliki luas sebesar 400 m² dan berlangsung selama 45 menit dapat dilakukan 10 shift dalam sehari. Berdasarkan standar kebutuhan ruang individu sebesar 4 m², maka daya dukung pada area ini sebanyak 16 orang. Area pengomposan memiliki luasan 500 m² dan berlangsung selama 30 menit dapat dilakukan 16 shift dalam sehari. Berdasarkan standar kebutuhan ruang individu sebesar 25 m², maka daya dukung pada area ini sebanyak 8 orang dalam satu kali rotasi. Adapaun pada ruang pasca panen kompos yang memiliki luas 165 m² dan berlangsung selama 30 menit dapat dilakukan 16 shift dalam sehari. Berdasarkan standar kebutuhan ruang individu sebesar 4 m², maka daya dukung pada area ini sebanyak 17 orang. Atraksi wisata di area nursery terdiri dari green house, area pembuatan dan pengolahan media tanam, area pembibitan, area praktik penanaman, dan area pengepakan. Green house di area tersebut seluas 80 m² dengan standar kebutuhan ruang sebesar 4 m², maka daya dukungnya sebanyak 4 orang. Waktu yang dibutuhkan pada area tersebut selama 30 menit sehingga dapat dilakukan 16 shift. Adapun pada area pembuatan dan pengolahan media tanam dengan luas 500 m² memiliki daya dukung 8 orang dengan standar kebutuhan ruang individu sekitar 25 m². Kegiatan di area ini sekitar 30 menit sehingga dapat dilakukan 16 shift. Pada area pembibitan, praktik penanaman, dan pasca panen wisatawan dapat terlibat atau melakukan praktik. Luas area ini sekitar 584 m² dengan standar kebutuhan ruang sekitar 4 m²/individu maka daya dukung pada area ini sekitar 88 orang. Waktu yang dihabiskan di area ini sekitar 90 menit sehingga dapat dilakukan rotasi 5 kali. Area pusat olahan dan penelitian mangrove memiliki beberapa atraksi, yaitu gedung pusat olahan mangrove, galeri hasil olahan mangrove, dan gedung
116
pusat penelitian mangrove. Gedung pusat olahan mangrove memiliki luas sebesar 600 m² dan berlangsung selama 1 jam dapat dilakukan 8 shift dalam sehari. Berdasarkan standar kebutuhan ruang individu sebesar 4 m², maka daya dukung pada area ini sebanyak 90 orang. Adapun pada galeri hasil olahan mangrove yang memiliki luas sebesar 200 m² dapat menampung 45 orang (standar kebutuhan ruang individu sebesar 4 m²). Waktu yang dihabiskan pada area ini selama 45 menit sehingga dapat dilakukan 10 shift dalam sehari. Pada area pusat penelitian mangrove yang memiliki luas sebesar 400 m² dapat menampung sekitar 90 orang dalam waktu 45 menit menikmati atraksi wisata ini. Rotasi dalam sehari dapat dilakukan sebanyak 10 shift. Kegiatan di area wisata penunjang yang tergolong aktif adalah pada area outbond. Area ini menyediakan beberapa pilihan kegiatan. Luas total area ini sebesar 20.000 m² atau 2 ha. Standar kebutuhan ruang per individu di area outbond sebesar 30 m² sehingga daya dukung kawasan ini sebesar 200 orang. Durasi satu kali rotasi pada area tersebut sekitar 4 jam sehingga dalam sehari jam operasional kawasan PTB dapat dilakukan 2 shift. Kegiatan di ruang pendukung wisata di kawasan PTB antara lain pada area convention hall dan galeri alam, cottage, camping ground, area olahraga, warung makan, pusat cinderamata, gedung dan panggung pertunjukan budaya, area parkir serta area piknik. Convention Hall memiliki luas sebesar 625 m². Standar kebutuhan ruang pada area ini adalah 4 m² sehingga daya dukungnya sebesar 100 orang. Waktu rotasi di area ini sekitar 1 hari sehingga dapat dilaksanakan 1 shift. Fasilitas camping atau berkemah dilakukan di area dekat area outbound. Kebutuhan ruang per orang saat berkemah adalah 90 m² dan waktu yang dibutuhkan adalah 1-2 hari, sehingga hanya dapat dilakukan satu shift dalam sehari. Luas area ini adalah 9.900 m² sehingga daya dukung program ini adalah 110 orang. Sementara fasilitas menginap selain di area camping ground juga disediakan cottage yang dapat menampung 4 orang/cottage. Jumlah cottage sebanyak 30 sehingga daya dukungnya sebesar 120 orang. Area olahraga berupa kolam renang, lapangan tenis, dan lapangan futsal. Luas kolam renang adalah 2.500 m². Standar kebutuhan ruang sebesar 20 m²
117
sehingga daya dukungnya adalah 125 orang. Lapangan tenis memiliki daya dukung 2-4 orang/lapangan sedangkan lapangan futsal memiliki daya dukung 10 orang/lapang. Warung makan memiliki luas sebesar 737 m². Standar kebutuhan ruang pada area ini adalah 8,75 m²/meja sehingga daya dukungnya sebesar 60 orang per rotasi. Adapun pusat cinderamata/suvenir memiliki luas 400 m². Kebutuhan ruang per individu di area ini adalah 2 m² sehingga daya dukungnya sebanyak 48 orang per rotasi. Area atraksi budaya di kawasan PTB terdiri dari galeri budaya dan panggung pertunjukan seni dan budaya. Luas galeri budaya yang direncanakan sebesar 350 m². Standar kebutuhan ruang untuk area ini adalah 30 m² sehingga daya dukung area ini sebesar 10 orang. Waktu yang dihabiskan di area ini yaitu selama 2 jam sehingga dapat dilakukan 4 shift. Area pertunjukan seni dan budaya memiliki luas sebesar 94 m² untuk area penonton dengan kebutuhan ruang per individu 0,25 m², maka daya dukung di area ini sebesar 150 orang. Waktu satu kali rotasi adalah 2 jam sehingga dalam jam operasional pengelola kawasan dapat dilakukan 4 shift. Area piknik terletak di sekitar area parkir kendaraan wisatawan. Luas area ini adalah 6.500 m². Standar kebutuhan ruang per individu di ruang terbuka hijau adalah 20 m²/individu (Sidabutar, 2007) sehingga daya dukungnya adalah sebesar 92 orang. Daya dukung per area lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18.
118
Tabel 18. Daya dukung pada setiap area
• Jalur Board Walk • Jalur Perahu • Jalur Interpretasi Formasi Pantai dan Tambak Silvofishery • Galeri Tambak Silvofishery • Area Olahan Hasil Tambak Silvofishery • Area Outdoor Classroom • Gedung Penelitian Kompos • Area Pengomposan
2.400 m 1.665 m 900 m
2,5 jam 1 jam 1 jam
4 8 8
Daya Dukung Normal (Orang) 240 80 90
97 m²
10
10
4
40
400 m²
45 menit 1 jam
8
70
28
224
97 m²
2 jam
4
63
25
100
400 m²
10
40
16
256
16
20
8
128
• Ruang Pasca Panen Kompos • Green House
165 m²
45 menit 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit
16
18
7
112
16
10
4
64
16
20
8
128
5
150
60
300
8
60
24
192
10
20
8
80
10
40
16
160
2 1 1 1 2 2 4 4
500 250 275 300 8 10 150 120
200 100 110 120 8 10 60 48
400 100 110 120 125 16 20 240 292
4 4
25 375
10 150
40 600
1
228
92
92 4.759
Fasilitas Wisata
Luas/ Panjang/ Jumlah
500 m²
80 m²
Waktu
∑ Rotasi
500 m² • Area Pembuatan dan Pengolahan Media Tanam 584 m² 90 • Area Pembibitan, menit Praktik Penanaman Mangrove, dan Pasca Panen 600 m² 1 jam • Gedung Pusat Olahan Mangrove 200 m² 45 • Galeri Hasil Olahan menit Mangrove 400 m² 45 • Area Pusat Penelitian menit Mangrove 2 ha 4 jam • Area Outbond 625 m² 1 hari • Convention Hall • Area Camping Ground 9.900 m² 1-2 hari 30 unit 1-2 hari • Cottage 2.500 m² • Kolam Renang 2 unit 4 jam • Lapangan Tenis 1 unit 2 jam • Lapangan Futsal 737 m² 2 jam • Tempat Makan 400 m² 2 jam • Pusat Cinderamata • /Suvenir 350 m² 2 jam • Galeri Budaya 94 m² 2 jam • Area Pertunjukan Seni dan Budaya 6.500 m² 1 hari • Area Piknik Daya Dukung Total per Hari
Daya Dukung Ekologis (Orang)* 96 32 36
Keterangan: Jam buka kawasan PTB mulai pukul 08.00-16.00 WIB (8 jam) *Daya dukung per objek sebesar 40% dari daya dukung normal
Daya Dukung /Hari (Orang) 384 256 288