V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Karakteristik Petani Hasil Penelitian yang telah dilakukan, menunjukan gambaran karakteristik
petani berdasarkan jenis kelamin adalah 18 petani yang berjenis kelamin laki – laki dan 17 petani yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah petani laki – laki dan perempuan tidak jauh berbeda sehingga perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Petani di desa Ciarutuen Ilir pada umumnya adalah orang tua. Dari Tabel. 7 dapat dilihat umur petani diatas 40 tahun dengan kelompok usia terbanyak berada pada kelompok umur 46 – 51 tahun yakni sebesar 37, 14 persen (14 orang). Menurut wawancara dengan petani di Desa Ciarutuen Ilir perbedaan umur yang tidak jauh berbeda dalam baertani disebabkan tidak adanya pilihan pekerjaan yang lain.
5.1.1
Usia, Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Petani Berdasarkan data Tabel 7 petani dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD)
sebanyak 30 orang (85,70 %) dan 5 orang yang merupakan lulusan SMP. Pendidikan petani di desa Ciarutuen Ilir tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena (1) tidak terjangkaunya biaya pendidikan, (2) tidak tersedianya fasilitas pendidikan di Desa Ciaurutuen. Tabel.7. Usia, Jenis kelamin dan Tingkat Pendidikan Petani Kelompok usia (tahun)
Jumlah (orang)
Jenis kelamin
Tingkat Pendidikan
Laki – laki
Perempuan
SD
SMP
(%)
(%)
(%)
(%)
40 – 45
14
61
18
30
100
46 – 51
13
28
47
40
0
52 – 57
8
11
35
30
0
Jumlah
35
100
100
100
100
5.1.2
Anggota Keluarga Petani
20
Jumlah anggota keluarga yang ditanggung petani (kepala keluarga) adalah semua anggota (selain kepala keluarga) yang ditanggung atau berada dalam satu unit anggaran belanja, termasuk di dalamnya anak sekolah diluar desa dan anak yang sudah berumah tangga tetapi masih menjadi tanggungan kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga paling banyak (lima orang) yakni 10 Petani (28,6%).
Tabel 8. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden
Jumlah tanggungan keluarga
Rata
1
2
3
4
5
6
7
8
rata
Jumlah
3
2
1
6
10
7
2
4
5,7
Persen (%)
8,6
5,7
2,9
17,1
28,6
20
5,7
11,4
5,7
–
Jumlah Tanggungan keluarga Petani di Desa Ciarutuen Ilir termasuk sedang yakni rata – rata 5,7. Di Desa Ciarutuen Ilir terdapat tiga keluarga petani yang memiliki tanggungan keluarga sebanyak satu orang, sedangkan yang memilki tanggungan keluarga sebanyak delapan orang terdapat empat keluarga petani. Dari Hasil wawancara, petani yang memiliki tanggungan satu orang pada umumnya adalah petani yang masih berusia muda atau baru beberapa tahun menikah. Selain itu, petani yang hanya tinggal berdua dengan istrinya kerena anak-anaknya sudah menikah atau bekerja diluar kota sehingga tidak menjadi tanggungan orang tua mereka lagi.
5.1.3
Luas lahan Luas lahan yang dimiliki oleh petani di Desa Ciarutuen Ilir termasuk
sempit yakni berkisar 100 – 500 m2 (Tabel 9.) dan sebagian besar merupakan tanah warisan yang telah dibagi sebelumnya dengan anggota keluarga yang lain. Dari 35 petani terdapat 14 orang atau 40 % yang memiliki lahan 201 – 300 m2 dan hanya 4 orang yang memiliki lahan antara 401 m2 samapi 500 m2.
Tabel 9. Luas lahan Petani
21
Luas Lahan (m2)
Jumlah Petani (Orang)
Persentase (%)
100 – 200
7
20
201 – 300
14
40
301 – 400
10
29
401 - 500
4
11
Jumlah
35
100
5.1.4
Jenis Usahatani Jenis usahatani menunjukkan usahatani yang dilaksanakan petani desa
Ciarutuen Ilir bersifat subsisten atau komersial. Pengertian subsisten adalah bahwa sebagian besar hasil usahatani dinikmati sendiri oleh petani, sedangkan komersial merupakan hasil usahatani yang dinikmati sendiri hanya sebagian kecil atau sebagian besar usahatani dijual. Dalam penelitian ini, petani yang menjual lebih dari 50 persen hasil produksinya disebut sebagai petani komersial sedangkan yang menjual kurang dari 50 persen produksinya disebut sebagai petani subsisten.
Tabel 10. Jenis Usahatani Petani
Jenis Usaha tani Subsisten (jiwa)
Komersial (jiwa)
Jumlah
5
30
Persentase (%)
14,2
85,8
Berdasarkan Tabel 10. terlihat bahwa petani di Desa Ciaruteun Ilir lebih banyak yang bersifat komersial dibandingkan petani yang bersifat Subsisten. Para petani langsung menjual hasil panennya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keperluan modal bertani. Bukan seperti jenis usaha tani komersil yang lebih dari 50 % hasil panennya dijual karena kelebihan produksi.
22
5.1.5
Jenis Tanaman Yang Diusahakan Petani yang mengusahakan tanaman padi di Desa Ciarutuen Ilir hanya
hanya 8 orang atau sebesar 22,85% dari total responden. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan penduduk Desa Ciarutuen Ilir sedikitnya petani yang mengusahakan tanaman padi karena kekurangan air pada musim kemarau dan kebutuhan perputaran modal yang cepat sehingga para petani menanam tanaman cepat panen seperti bayam yang berumur 20 – 25 hari.
Tabel 11. Jenis Tanaman yang diusahakan Jenis tanaman
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Padi
8
22,85
Bayam
22
62,85
Kangkung
5
14,30
Jumlah
35
100,00
5.2
Hubungan Kerja Petani di desa Ciaruteun Ilir menggunakan dua jenis tenaga kerja yaitu
tenaga kerja mekanik (traktor) dan tenaga kerja manusia. Penggunaan tenaga manusia dilakukan dengan hubungan kerja antara majikan dengan buruh.dalam hubungan kerja antara majikan dengan buruh ditentukan sistem upah yang dipakai, besar dan bentuk upah, jam kerja, dan satuan kegiatan. Kesepakatan bersama antara majikan dan buruh cukup dilakukan dengan lisan saja. Menurut cara pembayarannya kepada buruh tani, di desa Ciarutuen Ilir ada dua macam upah yakni upah harian dan borongan. Pembayaran upah harian didasarkan pada jumlah hari buruh bekerja sementara pembayaran upah borongan didasarkan pada satuan hasil kerja. Jenis pekerjaan yang diupahkan dengan sistem borongan adalah pekerjaan panen, mengolah tanah, dan tanam. Sedangkan jenis pekerjaan untuk upah dengan sistem harian adalah mengolah tanah, tanam, menyiangi, dan memelihara
23
tanaman. Kegiatan usahatani di desa Ciarutuen Ilir terdiri dari (1) Pengolahan lahan, (2) Penyemaian, (3) Penanaman, (4) Pemupukan, (5) Penyiangan, (6) Penyemprotan, dan (7) Pemanenan. Satuan yang digunakan adalah Hari Orang Kerja (HOK) yaitu orang bekerja biasanya selama delapan jam dianggap satu hari kerja. Di daerah penelitian, satu Hari Orang Kerja (HOK) dinilai sebesar Rp 10.000 – 20.000 untuk semua jenis umur dan kelamin.
5.3
Daya Dukung Lahan Daya dukung (carrying capacity) pada umumnya dimaksudkan dari segi
dukungan terhadap kehidupan biota atau manusia yang ada di daerah tersebut (Ongkosongo, 1998). Daya dukung suatu wilayah dapat naik atau turun tergantung dari kondisi biologis, ekologis dan tingkat pemanfaatan manusia terhadap sumberdaya alam. Daya dukung suatu wilayah dapat menurun, baik diakibatkan oleh kegiatan manusia maupun gaya-gaya ilmiah (natural forces), seperti bencana alam. Namun dapat dipertahankan dan bahkan dapat ditingkatkan melalui pengelolaan wilayah secara tepat (proper), masukan teknologi dan impor (perdagangan).
5.3.1
Berdasarkan Kebutuhan Kalori. Daya dukung lahan berdasarkan kebutuhan kalori penduduk digunakan
untuk mengetahui seberapa besar dukungan lahan terhadap manusia melalui pendekatan jumlah kalori yang tersedia dan dibutuhkan. Jumlah kalori yang dibutuhkan masyarakat desa Ciarutuen Ilir tertera pada Tabel 15 dan jumlah kalori yang tersedia di desa Ciarutuen Ilit tertera pada tabel 14. Untuk menghitung produktivitas netto harus dikonversikan dengan nilai konversi (Tabel 13.). Nilai konversi dibutuhkan untuk menghitung produktivitas sebenarnya yang dapat dikonsumsi manusia. Nilai konversi didasarkan pada hasil penelitian Agustono pada tahun 1984. Tabel 12. Produktivitas Netto Tanaman Pangan (kg/ha/tahun) Jenis tanaman
Nilai konversi (%)
Produktivitas
Produktivitas
bruto
netto
24
(kg/ha/tahun)
(kg/ha/tahun)
Bayam
100
9.500
9.500
Kangkung
100
13.000
13.000
Padi
40
7.000
2.800
Tabel 13. Nilai Produksi Kalori Jenis Tanaman Pangan Jenis
Produktivitas
Nilai
Total
tanaman
netto
kalori
kalori
Lahan
produksi
(kg/ha/tahun)
(kal)
(kal/ha/tahun)
(ha)
kalori (kal)
Bayam
9.500
330
3.135.000
96
300.960.000
Kangkung
13.000
330
4.290.000
60
257.400.000
Beras
2.800
3600
10.080.000
37
372.960.000
17.505.000
193
931.320.000
Jumlah
Nilai Luas
Total
Tanaman penghasil kalori paling tinggi adalah tanaman padi yakni 3600 kalori/kg. Total produksi kalori yang paling tinggi adalah tanaman padi sebesar 372.960.000 kalori karena nilai kalori yang paling tinggi tinggi diantara ketiga tanaman.
Tabel 14. Total Kebutuhan Kalori Penduduk Desa Ciarutuen Ilir Jenis kelamin
Jumlah (orang)
Kebutuhan kalori (kal)
Perempuan
4.704
8.574.300
Laki – laki
4.891
11.412.500
Jumlah
9.595
19.986.800
Berdasarkan data yang diperoleh diatas maka Daya Dukung Lahan berdasarkan kebutuhan kalori adalah total produksi kalori jenis tanaman pangan dibagi dengan Total kebutuhan kalori Penduduk. Jadi, Daya Dukung Lahan berdasarkan kebutuhan kalori adalah 46,6 Orang / Ha. Jika dibulatkan menjadi 47 orang/ha/tahun. Dengan demikian jumlah penduduk yang dapat didukung untuk memenuhi kebutuhan kalori di desa Ciarutuen Ilir adalah 47 orang (Tabel 15).
25
5.3.2
Berdasarkan Kebutuhan Fisik Minimum. Daya dukung lahan berdasarkan kebutuhan fisik minimum dihitung
berdasarkan total ketersediaan produksi dibagi dengan kebutuhan fisik minimum setiap orang. Kebutuhan fisik minimum (KFM) adalah 320 Kg beras di pedesaan. Total ketersediaan Produksi jenis tanaman pangan adalah 17.505.000 kalori (4.863 kg beras). Jadi, Daya Dukung Lahan Desa Cairutuen Ilir berdasarkan kebutuhan fisik minimum adalah 15 orang/hektar/tahun (Tabel 15. Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir). 5.3.3
Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak Daya dukung lahan berdasarkan kebutuhan hidup layak dapat dihitung
dengan total ketersediaan produksi jenis tanaman pangan dibagi dengan kebutuhan hidup layak setiap orang. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah 250 % x Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) atau setara dengan 990 Kg beras/kapita/tahun. Total ketersediaan Produksi jenis tanaman pangan adalah 4.863 kg Beras. Jadi, Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak adalah 5 orang/ha/tahun Daya Dukung Lahan di Desa Ciarutuen Ilir berdasarkan kebutuhan kalori adalah sebanyak 47 orang/ha/tahun artinya bahwa Lahan dan sumberdaya alam Desa Cairutuen Ilir dalam satu hektar dapat
menghidupi 47 orang secara
berkelanjutan jika potensi yang ada dimanfaatkan secara optimal. Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir berdasarkan Kebutuhan Fisik Minimum dapat menghidupi 15 orang/ha/tahun. Akan tetapi Untuk Hidup layak di desa Ciarutuen Ilir Daya Dukung Lahannya adalah 5 orang/ha/tahun. Dan apabila diasumsikan pertambahan penduduk setiap tahunnya sebesar 2 % maka Daya dukung lahan desa Ciarutuen Ilir akan melampaui daya dukungnya (Tabel 15. Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir).
Tabel 15. Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir Skenario
Daya Lahan
Dukung Total
Daya
Dukung
Lahan desa Ciarutuen Ilir
26
(orang/ha/tahun) 1.Berdasarkan
(orang/tahun)
kebutuhan 47
9.071
Kebutuhan 15
2.895
kalori 2.Berdasarkan Fisik Minimum 3.Berdasarkan
Kebutuhan 5
965
Hidup Layak
Total daya dukung lahan desa Ciarutuen Ilir berdasarkan kebutuhan kalori adalah 9.071 orang/tahun, berdasarkan kebutuhan fisik minmum adalah 2.895 orang/tahun dan berdasarkan kenutuhan hidup layak adalah 965 orang/tahun. Jika jumlah penduduk desa Ciarutuen Ilir adalah 9.595 orang maka ada 524 orang yang tidak terbutuhi kalorinya, 6.700 orang pertahun yang tidak terpenuhi kebutuhan fisik minimumnya dan 8.630 orang pertahun di desa Ciarutuen Ilir yang tidak terpenuhi kebutuhan hidup layaknya.
5.4
Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir
5.4.1
Implikasi Kebijakan Untuk Peningkatan Daya Dukung Lahan Indikator merupakan batasan alam mengelola Desa. Terdapat tiga jenis
indikator yang mencerminkan komponen di perdesaan. Indikator tersebut adalah : 1) indikator Fisik - Ekologis; 2) indikator Demografi - Sosial; 3) indikator politik – ekonomi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat, petani,
aparat desa serta hasil FGD ditemukan beberapa indikator yang dianggap penting dalam menentukan daya dukung desa Ciarutuen Ilir. Indikator ini menentukan prioritas bagi penentuan daya dukung lahan.
Tabel 16 menyajikan daftar
indikator lingkungan yang mempengaruhi daya dukung. Semua indikator tersebut secara langsung berhubungan dengan konsep dan implementasi dari aktivitas di Desa Ciarutuen Ilir.
Indikator keberlanjutan juga diperlukan ketika terlihat
adanya indikasi perubahan kemampuan untuk bertahannya sumberdaya tersebut. Berdasarkan Tabel.16 indikator pendukung daya dukung lahan dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk implikasi kebijakan peningkatan daya dukung lahan desa Ciarutuen Ilir.
27
Berdasarkan Indikator Fisik – ekologi, skala prioritas perluasan lahan merupakan kebutuhan yang harus segera dibenahi karena berpengaruh nyata terhadap penghasilan petani. Indikator Demografi – sosial faktor pendidikan merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Untuk indikator Politik – Ekonomi adalah kebijakan pengembangan kawasan karena jika dilihat dari akses ke desa Ciarutuen Ilir yang memprihatinkan sudah selayaknya segera dibenahi.
Tabel 16. Indikator pendukung Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir No
Thematik area
Desa
Indikator Fisik - Ekologi Biodiversity dan lingkungan alam P Air P Limbah P Warisan budaya Infrastruktur wisata Lahan P Arsitektur ruang P Transportasi antar desa P Kelestarian SDA P Indikator Demografi - Sosial Demography Kunjungan turis Tenaga kerja P Prilaku sosial Kesehatan dan Keselamatan P Partisipasi masyarakat P Pendidikan P Pemahaman masyarakat terhadap SDA P Indikator Politik - Ekonomi Investasi dan pendapatan kegiatan wisata Tenaga kerja P Penghasilan dan penerimaan masyarakat P Kebijakan pengembangan kawasan P Kebijakan pengelolaan SDA P Ket : P = skala Prioritas yang harus dibenahi. Sumber : dimodifikasi dari Auhadilla (2009) Menurut hasil wawancara dengan penduduk, tokoh masyarakat dan aparat desa melalui hasil kuisioner didukung juga dengan penelitian lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya dukung desa Ciarutuen Ilir antara lain : 1)
Kemampuan Lahan dan Penggunaan Lahan
28
Berdasarkan konsep kemampuan lahan terlihat bahwa perencanaan tata ruang yang benar adalah perencanaan yang didasarkan pada kelas kemampuan lahan. Apabila lahan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya maka akan terjadi penurunan kualitas lahan (degradasi lahan), perusakan lahan, atau peningkatan biaya pengelolaan lahan. Lahan – lahan di Desa Ciarutuen Ilir termasuk pada kelas I – IV. Akan tetapi, penggunaan lahan – lahan di desa Ciarutuen Ilir tidak sesuai dengan kelas kesesuain lahan. Ini terbukti dengan masih banyaknya lahan yang kelas kesesuain lahannya berada pada kelas 1dan 2 digunakan untuk perumahan yang permanen. 2)
Degradasi Lahan Kerusakan sumber daya lahan yang paling utama adalah semakin
menurunnya kualitas lahan di Desa Ciarutuen Ilir. Hal ini dibuktikan dengan produktivitas lahan yang semakin menurun akibat pemakain pupuk kimia dan Pestisida yang tidak seimbang. Degradasi terhadap sumber daya juga didorong oleh tingginya tingkat permintaan pasar terhadap kebutuhan akan komoditas pertanian. Menurut wawancara dengan masyarakat desa Ciarutuen Ilir untuk memenuhi permintaan pasar yang para petani sering menggunakan cara – cara instant yakni penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang justru menurunkan hasil panen petani desa Ciarutuen Ilir. Menurut Sinukaban. (2008) terjadinya degradasi lahan kemungkinan dapat disebabkan : •
Peruntukan dan penggunaan lahan yang sudah menyimpang dari Rencana Tata Ruang Wilayah. Di Desa Ciarutuen Ilir terdapat penggunaan lahan yang diperuntukan untuk kawasan hutan dialih fungsikan untuk menjadi lahan pertanian atau lahan – laha pertanian dialih fungsikan menjadi perumahan atau industri. Hal ini disebabkan karena semakin sempitnya lahan pertanian petani setempat sehingga untuk menambah pendapatan para petani membuka kawasan hutan untuk pertanian.
•
Perlakuan yang diberikan pada lahan tersebut tidak memenuhi syarat – syarat yang diperlukan oleh lahan atau tidak memenuhi kaidah konservasi tanah dan air. Sering kali petani desa Ciarutuen Ilir mengolah lahan
29
pertanian tidak sesuai kontur dan tidak diaturnya jarak tanaman. Pemilihan teknik konservasi yang memadai di suatu bidang lahan sangat dipengaruhi oleh faktor biofisik (tanah, topografi, penggunaan lahan, hujan/iklim). Jenis konservasi tanah dan air yang tersedia untuk dipilih dan diterapkan mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat antara lain : penggunaan mulsa, penanaman dan pengolaahan mengikuti kontur, pengolahan tanah konsevasi, pengaturan jarak tanam, rotasi tanaman, pengunaan pupuk kandang dan pupuk hijau, pembuatan rorak, pembuatan sengkedan, pembuatan teras individual pembuatan teras bangku, serta pembuatan check dam atau bahkam pembuatan waduk. Ringkasnya, krisis ekologi yang terjadi saat ini terjadi karena pengunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan lahan akibat permintaan pangan yang berlebih. 3)
Keterbatasan lahan dan Kepadatan Penduduk yang tidak dapat diatasi Keterbatasan lahan menjadi permasalahan tersendiri bagi penduduk Desa
Ciarutuen Ilir. Berdasarkan Data yag dipeoleh dari Monografi Desa Ciarutuen Ilir 2005 menunjukkan bahwa luas penggunaan lahan Desa Ciarutuen Ilir sebesar 391 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 9.595 jiwa. Jumlah penduduk yang demikian besar dibandingkan lahan yang sangat sempit, tentunya menurunkan daya dukung lahan desa Ciarutuen Ilir. Apabila laju pertumbuhan penduduk tidak diatasi maka daya dukung lahan desa Ciarutuen Ilir akan semakin kecil. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk 2% pertahun maka daya dukung lahan desa Ciarutuen Ilir berdasarkan kebutuhan hidup layak akan melampaui daya dukungnya pada tahun 2014. Bukti keterbatasan lahan tersebut akhirnya berakibat kepada menyempitnya luas lahan dan rumah. Jika keterbatasan lahan tidak diiringi dengan pertambahan penduduk mungkin kondisinya akan lebih baik. Namun, faktanya setiap tahun di Desa Ciarutuen Ilir terjadi lonjakan penduduk. Tingginya pertumbuhan penduduk yang selama ini terjadi disebabkan karena tidak efektifnya program KB, kurangnya sosialisasi dan penyadaran, serta pandangan tradisional masyarakat tentang banyak anak banyak rezeki. Sedangkan keterbatasan lahan Pertanian disebabkan oleh beberapa faktor seperti massifnya pembukaan lahan untuk sarana umum, alokasi pemanfaatan
30
ruang yang tidak jelas peruntukannya dan keterdesakan masyarakat oleh intensifnya kegiatan industri. Pada aras yang lebih tinggi, keterbatasan lahan semakin mempersempit ruang gerak dan akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Pemberian hak akses secara ekslusif kepada kelompok tertentu memicu terjadinya privatisasi lahan, akibatnya tidak lagi tersedia sumber daya lahan yang dapat dipergunakan oleh masyarakat dengan mudah. Keterbatasan akses dan keterdesakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup memunculkan pola pemanfaatan lahan yang destruktif dan memicu kerusakan ekologi. Lahan semakin terbatas akibat maraknya pengkaplingan-pengkaplingan tanah, air dan sumber daya alam yang berada di dalamnya atas nama kemajuan industri dan pertumbuhan ekonomi. Berkebalikan dengan itu, yang terjadi justru kemunduran dan ketimpangan yang semakin menganga antara desa – desa di kecamatan Cibungbulang. Hal itu terbukti dengan tingginya penduduk miskin, semakin banyaknya buruh tani di Desa Ciarutuen Ilir. Dalam struktur kepemilikan lahan ada berbagai bentuk status kepemilikan lahan, baik berdasarkan hukum formal maupun yang berdasarkan hukum adat. Bentuk – bentuk penguasaan tanah secara adat yang terdapat di pulau Jawa secara garis besar adalah sebagai berikut (Wiradi, 2009) :
Tanah Yasan yaitu tanah yang diperoleh oleh seseorang dalam membuka hutan untuk dijadikan tanah garapan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari warga Desa Ciarutuen Ilir Lahan di Desa Ciarutuen Ilir awalnya berasal dari tanah Yasan.
Tanah Gogolan yaitu tanah pertanian milik masyarakat desa yang hak pemanfaatannya biasanya dibagi – bagi bagi sejumlah petani (biasanya penduduk inti) secara tetap ataupun berkala. Pemegang hak garap tidak diperkenankan untuk menjual atau memindah tangankan hak tersebut. Lahan dengan sistem seperti ini sudah tidak ada lagi di Desa Ciarutuen Ilir.
Tanah Titisara adalah tanah pertanian milik desa yang secara berkala biasanya disewakan dengan cara dilelang terlebih dahulu. Sebagian lahan pertanian di Desa Ciarutuen Ilir adalah tanah Titasara, akan tetapi karena alasan tertentu berapa Ha tanah ini tidak dapat diungkap.
31
•
Tanah Bengkok adalah tanah pertanian (umumnya sawah) yang diperuntukan untuk pamong desa terutama kepala desa sebagai gajinya selama menduduki jabatan tersebut. Di Desa Ciarutuen Ilir tanah Bengkok ini masih ada walaupun sudah ada gaji resmi untuk Pamong Desa dari Pemerintah. Struktur pemilikan tanah yang timpang dapat menyebabkan buruh tani
tidak dapat memperoleh lahan garapan karena walaupun buruh tani mempunyai kesempatan menguasai lahan dan mengolahnya melalaui sewa – menyewa dan bagi hasil, namun ada kecenderungan bahwa para pemilik lahan lebih senang untuk menggarap sendiri daripada menyewakan. Menurut Wiradi (2009) penyebaran keluarga miskin berdasarkan luas kepemilikan lahan, ternyata dalam strata pemilikan lahan yang rendahlah terdapat proporsi keluar miskin. hal ini membuktikan bahwa walaupun proporsi pendapatan dari sektor nonpertanian lebih besar daripada sektor pertanian, pemilikan tanah berjalan sejajar dengan tingkat kecukupan. Ini berarti jangkauan terhadap sumber – sumber di luar pertanian lebih dimiliki oleh pemilik tanah luas. Hal ini sejalan dengan tingkat kepemilikan lahan di Desa Ciarutuen Ilir yang mempunyai luas Lahan sekitar 201 m2 – 300 m2 rata – rata pendapatannya rendah. 4)
Perilaku negatif masyarakat Kemiskinan petani dan masyarakat Desa umumnya termasuk di Desa
Ciarutuen Ilir diduga karena budaya malas, apatis, egois dan beberapa perilaku individu negataif lainnya. Kemiskinan kultural ini disebabkan karena rendahnya sumber daya manusia seperti tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan data dari Monografi Desa Ciarutuen Ilir tahun 2009 Pendidikan tertinggi hanya Sekolah Dasar (SD) yakni sebesar 33 % dari total Penduduk. Karena Pendidikan yang rendah ini akhirnya menimbulkan prilaku yang negatif seperti aksi-aksi pengerusakan sumber daya lahan seperti pemberian pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan tanpa mereka sadari dapat menyebabkan kerusakan sumber daya lahan sehingga produktivitas pertanian menjadi turun dan kesejahteraan masyarakatpun semakin menurun (Auhadilla 2009). Perilaku negatif masyarakat menurut Baihaqie (2004 dalam Auhadilla 2009) bermula dari ketiadaan pemerintah dalam memberikan pelayanan dan
32
banyaknya program pembangunan yang dijalankan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Lemahnya pelayanan pemerintah menurut masyarakat Desa Ciarutuen Ilir mengakibatkan rendahnya sumber daya manusia karena pemerintah tidak pernah menggunakan banyaknya jumlah penduduk sebagai salah satu kekuatan. Pendapatan yang rendah menyebabkan banyak anak-anak buruh tidak sekolah, ditambah pemerintah tidak menyediakan sarana pengembangan SDM seperti pelatihan dan pembangunan sarana pendidikan. Menurut data monografi Desa Ciarutuen Ilir tahun 2009 ada sekitar 20,3 % buruh tani di Desa Ciarutuen Ilir sehingga wajar apabila Petani belum mendapat lahan untuk diusahakan maka selamaya mereka akan berada dalam garis kebodohan. Akhirnya masyarakat desa tidak akan pernah berdaulat. Pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai kebutuhan warga merupakan bentuk pemborosan biaya pembangunan. Ketidak terlibatan masyarakat menyebabkan banyaknya sarana tidak terawat sehingga banyak yang rusak dan tidak berfungsi optimal.
Pola pembangunan sarana yang cenderung bersifat
jangka pendek dan berpotensi korupsi, menyebabkan kondisi sosial masyarakat menjadi tidak sehat. Apatisme dan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah mengakibatkan masyarakat seringkali tidak mengindahkan larangan hukum dalam pengrusakan sumber daya pesisir dan laut. Kurangnya pelayanan pemerintah juga mengakibatkan lemahnya penegakan hukum. Bahkan masyarakat melihat aparat hukum sering melakukan pembiaran terhadap praktek pelanggaran hukum.
5.4.2
Daya Dukung Lahan dan Kehidupan Layak Penduduk. Jumlah orang yang dapat tinggal di Desa Cairutuen Ilir sangat tergantung
juga dari ketersediaan lahan pertanian, teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas lahan dan kesesuaian lahan. Kondisi yang tidak seimbang antara ketersediaan lahan dengan jumlah penduduk yang ada saat ini menyebabkan daya dukung lingkungan Desa Cairutuen Ilir dapat melampaui kapasitasnya. Kelebihan daya dukung ini terlihat dari kemampuan sumberdaya alam dan lingkungan yang hanya bisa mensuplai kebutuhan pangan sebanyak 27 orang/Ha berdasarkan
33
Kebutuhan Kalori, 6 orang berdasarkan Kebutuhan Hidup Minimum, untuk Hidup Layak hanya sanggup menghidupi 2 orang dalam setiap hektar lahan pertahunnya. Rendahnya daya dukung lahan desa Ciarutuen Ilir dapat disebabkan karena keterbatasan lahan sehingga terjadi perebutan akses terhadap sumberdaya. Hal ini ditandai dengan adanya konflik antara petani dengan aparat keamanan di wilayah perbatasan Kecamatan Rumpin meskipun sangat sedikit. Karena para petani memiliki keterbatasan lahan dan keinginan memacu ekstensifikasi pertanian, para petani tidak segan – segan melakukan re-claim lahan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hawley (1950) menyatakan bahwa daya dukung lahan hanya sebagian saja yng ditentukan oleh keadaan sumberdaya alam, iklim, dan keadaan fisik lainnya. Hal – hal lain yang menyangkut tindakan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam juga mempengaruhi besarnya daya dukung lahan (Hawley, 1950 dalam Agustono, 1980). Besar kecilnya Daya Dukung Lahan akan lebih berarti apabila dikaitkan dengan Kehidupan yang layak dari masyarakat yang menempati dan mengelola sumberdaya lahan itu sendiri. Di depan telah disampaikan batasan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Perorang. Atas dasar kriteria yang telah disampaikan diatas maka apabila dalam setiap hektar lahan hanya sanggup menghidupi 5 orang yang Hidup layak sementara lahan tanaman pangan yang tersedia hanya 193 maka dapat dihitung di Desa Ciarutuen Ilir hanya 965 orang yang mempunyai kehidupan layak selebihnya 8.630 orang tidak hidup layak. Untuk mengatasi jumlah masyarakat yang tidak berada dalam kelompok hidup layak disarankan menambah luas lahan yang dapat diambil dari 34 hektar lahan yang tidak ditanami (Tabel 2) dan melalui perbaikan tehnologi.
5.4.3
Daya Dukung Lahan Dan Kesejahteraan.
1) Kesehatan Salah satu indikator pokok kesejahteraan adalah kesehatan. Tingkat kesehatan seseorang dapat diukur dari seberapa besar jumlah penderita sakit dan
34
kemana biasanya pengobatan dilakukan pada saat sakit. Miskinnya fasilitas kesehatan menjadikan masyarakat mengalami kesulitan pada saat sakit. Seperti ditunjukkan Tabel 6 di atas, jumlah sarana kesehatan terdapat di desa Caiarutuen Ilir sangat minim. Sarana yang tersedia antara lain posyandu 8 unit, puskesmas pembantu 1 unit, dan praktek dokter 1 unit.
Keinginan
masyarakat desa Ciarutuen Ilir untuk berobat ke puskesmas sangat tinggi, tetapi dibatasi oleh fasilitas kesehatan yang kurang memadai seperti puskesmas. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 9.595 jiwa sudah selayaknya ada Rumah Sakit di desa Ciarutuen Ilir. Akan tetapi harapan masyarakat ini tidak tercapai. Hal ini menunjukkan minimnya kepedulian pemerintah daerah terhadap kesehatan masyarakat desa Ciarutuen Ilir. Faktor lain yang erat kaitannya dengan tingkat kesehatan masyarakat desa ciarutuen Ilir adalah jumlah anak. Semakin sedikit anak maka tingkat kesehatan anak akan semakin diperhatikan orang tua. Dengan pembatasan jumlah anak maka tingkat kesehatan keluarga dapat meningkat. Salah satu cara yang dapat diikuti masyarakat desa Ciarutuen Ilir adalah mengikuti program KB. 2) Pendidikan Keberhasilan pembangunan bidang pendidikan tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Fasilitas pendidikan ditunjukkan dengan ketersediaan bangunan pendidikan baik formal maupun non formal. Jumlah gedung pendidikan di Desa Ciarutuen Ilir hanya 1 TK dan 6 SD. Pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal. Tingginya tingkat pendidikan yang dicapai oleh rata-rata penduduk suatu negara mencerminkan taraf intelektualitas suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu indikator pokok kesejahteraan masyarakat karena adanya jaminan ketersediaan sumberdaya manusia yang unggul. Jika melihat komposisi masyarakat desa Ciarutuen Ilir berdasarkan pendidikannya, terlihat bahwa hanya 4 orang (0,0 %) Sarjana, SMA 2,3%, SLTP sebesar 5,5% dan SD sebanyak 33 %. Tingginya sumberdaya manusia sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana pendidikan di wilayah tersebut. Data ini menggambarkan kondisi masyarakat desa Ciarutuen Ilir senantiasa tertinggal dan terbelit dalam kebodohan. Ketimpangan ini karena tidak adanya keberpihakan
35
negara terhadap wilayah pedesaan, khususnya dalam penyediaan sarana pendidikan. Fakta ketimpangan dan bias pembangunan tersebut jelas terlihat nyata dengan minimnya sarana pendidikan yang tersedia di Desa Ciarutuen Ilir. Letak geografis yang berjauhan satu desa dengan desa lainnya dan budaya masyarakat yang cenderung tidak mau bersekolah dan memilih bekerja di bidang pertanian dituding sebagai alasan dasar kenapa sarana pendidikan jarang terlihat di Desa Ciarutuen Ilir. Pemerintah seyogyanya mencari strategi kebijakan yang tepat. Tata kelola pemerintahan dan kebijakan yang bias seperti inilah yang banyak mengakibatkan terjadinya kemiskinan yang lebih bersifat struktural. Kemiskinan struktural adalah contoh dominan kemiskinan yang banyak terjadi di Indonesia. 3) Pendapatan Tingkat kesejahteraan petani salah satunya ditentukan oleh tingkat pendapatan
yang
dihasilkannya.
Perbedaan
pendapatan
ditentukan
oleh
kepemilikan sumberdaya dan faktor produksi yang berbeda satu orang dengan lainnya, terutama kepemilikan modal. Biasanya pihak yang mempunyai barang modal yang lebih banyak didukung oleh faktor produksi yang lebih besar, akan memperoleh pendapatan yang lebih besar dibandingkan pihak yang memiliki barang modal yang lebih kecil. Perbedaan pendapatan menyebabkan terjadinya kesenjangan antar petani. Buruh di desa Ciarutuen Ilir sehari hanya Rp 10.000 dan petani pemilik lahan rata – rata Rp 546.000 per bulan. Pendapatan petani desa Ciarutuen Ilir hanya berasal dari satu sumber saja karena, tidak ada usaha non farm yang dijalankan. Dan sangat bergantung pada musim. Jika sedang musim hujan maka hasil panen akan menurun sehingga pendapatan juga menurun. Tingkat pendapatan yang tidak menentu ini menyebabkan masyarakat susah mengatur pola hidup dan pengelolaan keuangannya. Tempat pemasaran hasil pertanian yang jauh dari desa Ciarutuen Ilir yakni di daerah Pasar Bogor menyebabkan petani Ciarutuen Ilir harus mengeluarkan biaya untuk pengangkutan hasil panen. Hal ini menyebabkan pengeluaran petani semakin tinggi.
Tidak jarang juga ditemui para petani tidak melakukan
pemanenan hasil pertanian jika harga sayuran seperti kangkung
hanya Rp
36
5.000/gabung sebab hasil panen jika dirupiahkan hanya menutupi ongkos panen dan biaya pengangkutan saja. Menurut
Wiradi
(2009) Faktor penyebab
rendahnya pendapatan
masyarakat Desa dapat disebabkan oleh : 1. Sempitnya kepemilikan lahan Dari segi kepemilikan lahan dapat dikatakan bahwa di Desa Ciarutuen Ilir luas kepemilikan lahan sangat sempit yakni sekitar 2001 m2 – 300 m2. Kepemilikan formal tidak selalu mencerminkan pengusaan nyata atas tanah. Karena ada beberapa cara yakni sewa – menyewa, atau bahkan gadai. Dengan demikian rumah tangga yang tidak memiliki lahan tetap dapat memperoleh tanah garapan dan sebaliknya ada pemilik tanah yang tidak dapat menggarap tanah garapannya. Akibat dari sempintnya kepemilikan lahan maka produksi lahan juga akan rendah akbatnya pendapatan petani rendah. Sehingga timbul kesan bahwa tanah yang luas tidak akan menyebabkan usaha tani yang luas. Hal ini disebabkan lahan bayak yang disewakan, di jual atau bahkan di alih fungsikan. 2. Harga komoditas pertanian yang tidak menentu Harga – harga hasil panen di Desa Ciarutuen Ilir tidak pernah ditentukan oleh petani. Para petani hanya mengikuti harga yang telah ditetapkan pasar, sehingga ketika sedang terjadi panen raya sayur di Kabupaten Bogor maka harga panen petani di Desa Ciarutuen Ilir akan rendah. Seharusnya hal ini dapat diatasi Pemerintah dengan menentukan harga jual tetap atau memberikan subsidi pertanian. 3. Pola hubungan ekploitatif di lingkungan petani Hubungan dengan tengkulak merupakan pola lama yang sudah membudaya di kalangan masyarakat Desa. Hubungan yang saling membutuhkan tersebut biasanya banyak terjadi dalam hal pembiayaan usaha, pemasaran hasil dan pengadaan sarana. Keterbatasan akses yang dimiliki oleh buruh dan petani bermodal kecil menjadikan mereka harus berhubungan dengan para juragan dan tangkulak dalam pola hubungan kerja yang tidak berimbang.
Mekanisme
pembagian hasil dalam hubungan antara juragan dan petani atau buruh tani senantiasa menempatkan buruh pada bagian terendah dan hasil yang minim.
37
Kelemahan dalam permodalan, sarana operasional dan pasar menjadi alat bagi juragan untuk terus mengekploitasi buruh. Demikian juga antara petani dengan tengkulak. Tengkulak mempunyai akses pasar dan modal, sedangkan petani biasanya direpotkan oleh kedua hal tersebut. Petani yang mendapatkan bantuan modal dari tengkulak harus menjual hasil panen ke tengkulak tersebut yang kadang tidak sesuai dengan harga pasaran. Hal ini menyebabkan buruh dan petani bermodal kecil senantiasa terjebak dalam jerat kemiskinan. Sudah saatnya petani mengorganisir diri dalam berbagai kelembagaan. Menurut Penelitian Mendez (2008) di Desa Ciarutuen Ilir sudah terdapat berbagai kelembagaan yakni Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), PKK, P3 mitra cai, GAPOKTAN, dan Serikat Petani Indonesia yang sudah berhasil menggalakkan Pertanian Organik, Pembuatan Pupuk hijau, serta pengendalian hama terpadu untuk menghemat biaya dan ketergantungan petani terhadap Juragan desa serta Tengkulak. Keuntungan dari pertanian organik antara lain adalah modal bertani yang sedikit, kemudahan dalam penerapan, hasil yang lebih sehat, kesuburan tanah tetap terjaga, harga jual yang lebih tinggi serta tidak bergantung kepada pupuk pabrik dan pestisida. 4) Pengeluaran Perkepala Keluarga Pengeluaran per Kepala Keluarga (KK) petani Desa Ciarutuen Ilir pada tahun 2009 sebesar Rp 511.000. Pengeluaran per KK sebulan untuk konsumsi diluar sektor Pertanian sebesar Rp 343.000. Dengan Pendapatan Rp 546.000 per bulan maka setiap bulan sisa pendapatan petani adalah Rp 35.000. Sisa pendapatan tersebut akan digunakan lagi untuk modal bertani. Dan sudah tentu akan kurang sehingga petani harus meminjam modal kepada tengkulak dan juragan desa. Kekurangan modal inilah yang membuat para petani semakin bergantung kepada tengkulak dan juragan desa. Pengeluaran konsumsi dari sektor Pertanian adalah sebesar Rp 168.000. Artinya pengeluaran per kapita rumah tangga Desa Ciarutuen Ilir lebih banyak digunakan untuk belanja diluar pertanian dibandingkan dalam pertanian. Hal ini sesuai dengan kondisi di Desa lain yakni pemenuhan kebutuhan di luar basic need lebih tinggi. Pengeluaran diluar pertanian ini dapat juga disebabkan harga – harga yang mahal.
38
5)
Lemahnya penegakan hukum Lemahnya penegakan hukum tercermin dari makin maraknya tarik
menarik antara lahan untuk pertanian rakyat, Perkebunan (karet, sawit dan tanaman
kebutuhan
Biofuel),
Kehutanan
(Trading
Carbon)
dan
untuk
pembangunan sarana dan prasarana.sehingga dapat mengancam kehidupan petanipetani tradisional termasuk di Desa Ciarutuen Ilir. Lemahnya penegakan hukum menurut Baihaqie (2004) karena kurangnya pelayanan pemerintah dalam memberikan fasilitas kepada aparat hukum. Tidak adanya sarana transportasi untuk beroperasinya aparat, minimnya perlengkapan dan tidak tegasnya peradilan saat ada pelanggaran, melahirkan kekosongan hukum. Peluang hukum yang lemah seperti ini yang menjadikan masyarakat apatis, tidak peduli terhadap kelangsungan sumber daya dan terbiasa dengan pengrusakan sumber daya. Dukungan masyarakat akhirnya juga kurang dalam penegakan hukum karena seringkali tidak banyak dilibatkan dalam proses tersebut. Lemahnya aparat hukum membuat masyarakat tidak percaya aparat hukum dan kerusakan sumber daya dianggap sebagai pemandangan biasa karena sering terlihat sehari-hari seperti yang pernah terjadi sekitar tahun 1998 – 1999 ketika terjadi pembalakan hutan secara besar – besaran. 5.4.4
Kepemilikan Lahan dan Kehidupan yang layak. Umumnya telah diketahui bahwa ekonomi pedesaan di Indonesia,
khususnya Jawa didasarkan atas usaha pertanian. Tetapi hasil penelitian menunjukan
bahwa
sumbangan
pendapatan
non
pertanian
lebih
besar
(Wiradi.2009). Di Desa Ciarutuen Ilir, penduduk yang tidak memiliki tanah garapan biasanya akan menjadi buruh tani atau menjadi kuli angkut di Gunung Kapur Ciampea. Berdasarkan data yang diperoleh buruh tani di Desa Ciarutuen Ilir adalah sebesar 20,3% atau sebanyak 432 orang. Dan jika dihitung dari penghasilan per hari hanya Rp 10.000 dapat dikategorikan miskin karena tentu saja akan berada di bawah angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Berdasarkan penelitian Mendez (2008) Lahan yang tidak terlalu luas juga mempunyai hubungan yang nyata terhadap hasil panen petani. Artinya jika lahan
39
petani semakin luas maka hasil panen akan semakin tinggi sehingga petani dapat hidup layak. 5.4.5
Peningkatan Daya Dukung Lahan Jika produksi yang digunakan masih dalam tingkat rendah atau medium,
maka potensi daya dukung dapat ditingkatkan sebanyak 10 – 20% dengan perbaikan teknologi, maka daya dukung dapat meningkat 10 – 20 %. Tergantung kepada level yang dipakai (Sinukaban, 2008). Apabila dilakukan perbaikan tekhnologi pertanian di desa Ciarutuen Ilir maka dapat diperkirakan akan terjadi peningkatan daya dukung lahan seperti yang digambarkan pada tabel 18. perbaikan tekhnologi yang dapat dimungkinkan adalah pengunaan pupuk kandang dan pupuk hijau, pembuatan rorak, pembuatan sengkedan, pembuatan teras individual pembuatan teras bangku, serta pembuatan check dam atau bahka pembuatan waduk. Tabel 17. Daya Dukung Lahan Setelah Perbaikan Tekhnologi 10 % dan 20 %. Skenario
Daya Dukung Daya Dukung Lahan Lahan setelah (orang/Ha) perbaikan tekhnologi 10 % (orang/Ha) 47 30,4
1.Berdasarkan kebutuhan kalori 2.Berdasarkan 15 Kebutuhan Fisik Minimum 3.Berdasarkan 5 Kebutuhan Hidup Layak
Daya Dukung Lahan setelah perbaikan tekhnologi 20 % (orang/Ha) 34,4
6,6
7,2
2,2
2,4
40