V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Keberadaan Ruang Terbuka Publik Berdasarkan sejarah, perkembangan Kota Tua Jakarta berawal dari sebuah noktah yaitu Sunda Kelapa yang jatuh ke tangan Pangeran Jayakarta dari Kesultanan Banten dan membangun kota Jayakarta yang kemudian dihancurkan oleh VOC. VOC akhirnya membangun kota jiplakan Amsterdam dan menempatkan pusat pemerintahan di sekitar kawasan Taman Fatahillah sekarang. Pada perkembangan selanjutnya grid-grid yang dibentuk oleh kanalkanal pada akhir abad 18 dinyatakan tidak sehat karena timbul wabah malaria dan pes yang dahsyat, seiring dengan pergantian pemerintahan, maka Benteng Kasteel Batavia kemudian dihancurkan oleh Daendles, yang kemudian difungsikan untuk menimbun kanal-kanal yang sudah dangkal dan lambat arusnya Seiring dengan perkembangan kota, maka keberadaan dari ruang terbuka publik yang ada di Kota Tuapun mengalami perubahan yang kemudian akan dikaji berdasarkan beberapa periode (Lampiran 2).
a. Masa Sebelum Kekuasaan VOC Kawasan Kota Tua sebagai cikal bakal kota Jakarta dibangun oleh Fatahillah, 22 Juni 1527, setelah sebelumnya berupa kota Sunda Kelapa dengan Pelabuhan Sunda Kelapa yang didirikan oleh Kerajaan Sunda Pajajaran di awal abad ke-4. Kawasan yang diganti namanya menjadi Jayakarta oleh Fatahillah, berkembang menjadi kota pelabuhan internasional di mana berbagai bangsa tinggal sehingga terbentuklah suatu budaya campuran. Satu-satunya sumber peta yang dapat dipergunakan untuk merekonstruksi morfologi kota selama kurun waktu tersebut (1527-1618) adalah peta Ijzerman tahun 1619 (Gambar 17). Berdasarkan peta Ijzerman terlihat bahwa kota Jakarta terbentang di tepi Barat Ciliwung dengan ditandai ruang terbuka berupa alun-alun sebagai pusat kota dengan pasar di sebelah selatannya. Namun karena kota Jayakarta pada saat itu dihancurkan oleh VOC maka tidak ada sama sekali meninggalkan jejaknya.
46
Kampung Kiai Aria Keterangan : Alun-alun Pasar
Gambar 17. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Masa Kekuasaan Jayakarta (Sumber: Haris, 2007) b. Masa Kekuasaan VOC (Periode 1619-1808) Tahun 1619 adalah mulai masuknya bangsa Belanda yang yang kemudian membangun benteng pertahanan dan membuat pemukiman untuk bangsa warga Belanda. Pada tahun 1622-1627 Belanda mulai membangun kota bentengnya berdasarkan kota Amsterdam dengan menggunakan kanal-kanal dan jalan sebagai bagian dari ruang terbuka yang berbentuk grid. Bentuk grid ini masih berkembang dan masih bisa kita saksikan sekarang, kota Benteng Batavia membagi daerah Batavia menjadi kawasan “di dalam benteng” (Surjomihardjo, 2000). Perkembangan Kota Tua Jakarta mengalami perubahan yang signifikan pada masa kolonilisme Belanda. Karakter morfologi kawasan Batavia beberapa abad yang lalu kini masih dapat kita saksikan dan masih dapat kita telusuri jejaknya (Gambar 18).
47
JAYAKARTA, 1618
BATAVIA 1635
JAYAKARTA, 1619
BATAVIA 1650
BATAVIA, 1627
BATAVIA 1672
Gambar 18. Peta Perkembangan Kota Tua Masa Kekuasaan Jayakarta sampai VOC (Sumber: Dinas Tata Kota, 2007) Pada periode ini terdapat beberapa jenis ruang terbuka publik yaitu berupa pelabuhan, pasar, alun alun, jalan dan kanal. Javasche Kaasjes merupakan pelabuhan yang dikenal pada masa Kerajaan Jayakarta kemudian bernama Haven Kanal. Lapangan terbuka yang pada saat itu merupakan bagian dari Kastil Batavia berfungsi sebagai tempat eksekusi. Pasar yang bernama Vishmarkt sebagai tempat penjualan ikan dan kebutuhan sehari-hari. Stadhuis Plein yang sekarang disebut Taman Fatahillah merupakan pusat kota Batavia pada periode tersebut. Selain itu ruang terbuka lainnya adalah berupa jalan dengan kanal atau jalan tanpa kanal yang dibuat dengan pola tegak lurus yang saling berpotongan. Keberadaan ruang terbuka pada periode 1619-1808 dapat dilihat pada Gambar 19.
48
Haven Kanaal kini Pelabuhan Sunda Kelapa
Justitie Plein (Lapangan eksekusi) Vishmarkt (Pasar Ikan) de Amsterdamschegragt, (Jalan Nelayan Timur) de Heerenstraat/ de Thewater (Jalan Teh) de Leeuwinnenracht, (Jalan Kali Besar Timur 3)
de Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) De Groene gedemte, (Jalan Kali Besar 2) De Tijgergragt, (Jalan Poskota dan Jalan Lada)
de Groote River, kini Jalan Kali de Nieuwpoorstraat (Jalan Pintu Besar Utara) de Hospitalstraat/ Bank Straat ( kini Jalan Bank)
Stadhuis Plein (Taman de Kaaimansgragt, (Jalan Kemukus) Stad Buiten gragt, (Jalan Asemka dan Jembatan Batu)
Buiten Niewpoort gragt, kini Jalan Pintu Besar Selatan
Batas Zona Inti street square
Gambar 19. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Publik di Kota Tua Jakarta berdasarkan Peta Tahun 1650
49
Jalan utama Batavia dulu yaitu de Prinsenstraat, kini telah menjadi Jalan Cengkeh. Jalan utama ini berupa jalan yang lurus berfungsi sebagai axis yang menghubungkan Kastil Batavia di sekitar Jalan Tongkol sekarang dengan Stadhuis atau Balaikota, yang kini telah menjadi Museum Fatahillah atau Museum Sejarah. Pada Gambar 18 tampak jelas bahwa jalan-jalan di dalam kota tertutup ini dibangun lebar dan lurus, saling menyilang dengan siku-siku yang tajam. De Nieuwpoorstraat, kini telah menjadi Jalan Pintu Besar Utara tersambung terus ke utara dengan de Heerenstraat atau Jalan Teh. Pada ujung paling selatan Jalan Kali Besar Timur dulu terdapat de Hospitalstraat yang kemudian berubah menjadi Bank Straat dan hingga kini masih bernama Jalan Bank yang terletak antara gedung eks Bank Exim dan Gedung Bank Dagang Negara. Jalan-jalan di dalam kota dibangun pula di pinggir-pinggir kanal atau terusan yang cukup banyak mengalir di dalam kota Batavia (Ataladjar, 2003) Di Kota batavia sebelah timur, terdapat Jalan Lada yang kita kenal sekarang, dulu merupakan sebuah terusan yang bernama de Tijgerstraat atau Terusan Macan. Di depan Kastil Batavia, mengalir sebuah kanal bernama de Amsterdamschegragt, kini sebagiannya menjadi Jalan Nelayan Timur yang terbentang dari tepi timur Ciliwung hingga berpotongan dengan bagian utara dari de Tijgerstraat yang mengalir dari utara ke selatan. Sementara di sebelah selatannya, mengalir de Groenegragt yang lebih pendek. Di sebelah selatan Groenegragt mengalir de Leeuwinnengragt, sekitar Jalan Kunir dan Jalan Kali Besar Timur III sekarang. Kanal ini sama panjangnya dengan de Amsterdamschegragt yang terbentang dari tepi timur Ciliwung, memotong lurus de Tijgerstracht sendiri membentang dari utara ke selatan dekat dengan tembok luar kota
sebelah timur. Terusan de Kaaimansgragt, sekitar Jalan
Kemukus sekarang, membentang dari utara ke selatan atau sekitar Jalan Lada dan Jalan Poskota saat ini, searah dengan aliran Kali Besar (de Groote River) (Ataladjar, 2003). Sebagian besar ruang terbuka memiliki pola linier (memanjang) dengan batas-batas disepanjangnya (Kostof, 1992) berupa kanal dan jalan (street) dengan pola lurus (straight) dan lainnya berupa jalan tanpa kanal berpola lurus
50
(straight) seperti Jalan Cengkeh (de Prinsestraat) dan Jalan Pintu Besar Utara (de Nieuwpoorstraat). Carmona et al. menyebutkan bahwa ruang terbuka tipe street merupakan ruang tiga dimensi dengan batas-batas (bangunan) di sepanjangnya dan tipe square sebagai ruang terbuka dengan batas-batas (bangunan) di sekelilignya. Stadhuis Plein (Taman Fatahillah sekarang) sebagai ruang terbuka yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang dominan (dominated
square) dan Pasar Ikan berupa square dengan bentuk amorf
(amorphous square).
Tabel 9. Karakter fisik dan Fungsi Ruang Terbuka Publik pada periode 1619-1808 Zona
Zona 1
Nama Ruang Terbuka Publik Masa Kolonial
Haven Kanal
Justitie Plein
Zona 2
Tipe dan Karakter
Fungsi
Pelabuhan Sunda Kelapa Pasar Ikan Baru
kanal-linear
dermaga kapal/main point entry pasar pelelangan ikan segar tempat eksekusi
amorphous square dominated square
de Nieuwpoorstraat de Tijgergragt
Lapangan eksekusi Jalan Nelayan Timur Jalan Kali Besar Barat-Timur Taman Fatahilah Jalan Kali Besar Timur 2 Jalan Kali Besar Timur 3 Jalan Kali Besar Timur 4 Jalan Kali Besar Timur 5 Pintu Besar Utara Jalan Poskota
de Tijgergragt
Jalan Lada
kanal-jalan-lurus
de Prinse srtaat Bank straacht de Heerenstraat de Kaaimansgragt
Jalan Cengkeh Jalan Bank Jalan Teh Jalan Kemukus
jalan-lurus jalan-lurus jalan-lurus kanal-jalan-lurus
Kwartier straat
Jalan Ketumbar
jalan-lurus
Buiten Tyger gragt
Jalan Pintu Besar Selatan
de Amsterdamche gragt de Groote River Stadhuis Plein de Groene gedemte gragt de Leeuwinnengragt -
Zona 3
Nama Ruang Terbuka Publik Kini
kanal-jalan-lurus kanal-jalan-lurus dominated square kanal-street kanal-jalan-lurus
Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air pusat kegiatan sirkulasi
jalan-lurus
Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air sirkulasi
jalan-lurus
sirkulasi
jalan-lurus kanal-jalan-lurus
sirkulasi Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air axis, sirkulasi sirkulasi sirkulasi Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air Sirkulasi pejalan kaki
kanal-jalan-lurus
Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air
Keterangan: Zona I= Sunda Kelapa, Zona 2= Zona Fatahillah, Zona 3= Zona Pecinan
51
c. Masa Kekuasaan Daendles (Periode 1808–1905) Sejak tahun 1730-an hingga akhir abad ke-18 di Batavia terjadi perpindahan besar-besaran ke daerah yang lebih tinggi dan lebih jauh letaknya dari rawa yaitu Weltevreden (daerah sekitar Lapangan Banteng sekarang), merupakan daerah yang dipandang lebih sehat. Pada 1810 Daendles memerintahkan membongkar tembok kota, benteng dan bangunan bangunan yang ada di kota Batavia untuk membangun bangunan di Weltevreden. Hanya beberapa bangunan yang disisakan tidak dibongkar. Ruang terbuka yang awalnya terdiri dari kanal dan jalan kemudian kanal-kanal tersebut diurug demi menjaga kualitas lingkungan, hanya pola jalan yang berbentuk garis lurus yang saling tegak lurus tidak berubah. Kota inipun sempat menjadi kota mati selama kurang tebih 100 tahun (Gambar 20).
bangunan tersisa street square
Gambar 20. Peta Kondisi Kota Tua sekitar tahun 1870 Setelah ditinggalkan, kawasan Kota Tua pada periode akhir abad ke-19 ini menjadi kawasan yang disebut downtown (Kota Bawah) dan daerah Weltevreden sebagai Kota Atas yang kemudian dihubungkan oleh rel kereta tram dengan jalur
52
dari de Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) – Stadhuisplein (Taman Fatahillah) belok ke barat yaitu ke Binnen Nieuw Straat (Jalan Pintu Besar Utara) – Buiten Nieuw Straat (Jalan Pintu Besar) – Molenvlietvliet (Jalan Gajah Mada) – Tanah Abang. Walaupun pusat pemerintahan dipindahkan ke Weltevreden (sekitar Lapangan Banteng sekarang), sebagian kantor-kantor perdagangan dan perusahaan masih tetap dipertahankan di Kota Batavia (Sejarah Kota Tua, 2007). Bagian utara didominasi oleh pelabuhan dengan fasilitas dan bangunan terkait kegiatannya (Heuken, 2000) yang kemudian disebut Sunda Kelapa. Sunda Kelapa pada periode ini berupa kanal lebar menjorok ke laut dengan daratan dan rawa-rawa, sebagai sedimentasi dari Kali Besar di sekitarnya. Pelabuhan ini masih menjadi pintu masuk (main point entry) bagi pengunjung dari arah utara, hingga selesainya Pelabuhan Tanjung Priuk pada tahun 1885. Kemudian Daendles bercita-cita agar kota yang pernah mendapat julukan ”Ratu dari Timur” (The Queen of the East) itu kelak akan terisi dengan bangunan-bangunan baru. Oleh karena itu parit-parit ditimbun agar sumber penyakit dapat ditiadakan.
d. Masa Dibangun Kembali oleh Deandles (Periode 1905–1942) Selain terjadi pembongkaran tembok keliling dengan kubu-kubunya, kanal-kanal yang tadinya mengelilingi lahan rumah yang membentuk pola kotakkotak segi empat semua dihilangkan diganti dengan jalan darat. Namun demikian struktur kota abad 17 masih terlihat, antara lain pada garis-garis batas kota dan jalan-jalan kota. Kota batavia pada periode ini masih memiliki pola yang sama, kotakkotak, namun sudah tidak lagi dibentuk oleh kanal, melainkan oleh jalur-jalur jalan, yang tadinya kanal. Kali Besar menjadi sumbu membelah kota menjadi dua bagian utama, yaitu barat dan timur, menerus menyambung dengan ”Pelabuhan Kanal” (Haven kanaal) untuk kapal-kapal kecil. Sampai dengan tahun 1903 terjadi perluasan kota terjadi ke arah selatan dengan dibangunnya Stasiun Kereta Api dan beberapa bangunan bergaya modern. Pada Gambar 21 terlihat peninggalan pada masa itu antara lain suatu lingkungan dengan sebuah taman yang sering disebut Stasiun Plein, karena berada di depan stasiun, kemudian sering disebut Taman Beos.
53
a b
c d e g p f i h j o k m n l k
l tl
r u x
v
s y z A
w
Keterangan :
:
street : square
a = Pelabuhan Sunda Kelapa b = Pasar Ikan c = Jl Tongkol d = Jl Nelayan Timur e = Jl Kali Besar Timur 1 f = Jl Kali Besar Timur 2 g = Jl Cengkeh h = Jl Teh i = Jl Kali Besar Timur-Barat j = Jl Kali Besar Timur 3 k = Jl Kali Besar timur 4 l = Jl Kali Besar Timur 5 m = Taman Fatahillah n = Jl Poskota o = Jl Ketumbar p = Jl Kemukus
r = Jl Bank S = Taman Stasiun Kota t = Jl Pintu Besar Utara u = Jl Asemka v = Jl Pintu Kecil w = Jalan Perniagaan x = Jl Pekojan y = Jl Jembatan Batu z = Jl Pintu Besar Selatan A = Jalan Pancoran
Gambar 21. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Publik Periode 1905-1942 Di sisi barat taman, yaitu di de Binnen Nieuwpoort straat (Jl. Pintu Besar Utara), terdapat berderet dari selatan ke utara: kantor Nederlandsche Handel
54
Maatschappij (NHM)/Museum Bank Mandiri, Javasche Bank sebagai hasil perombakan kedua (tahun 1930), sekarang Bank Indonesia Kota, kantor Nederlandsch Indische Escomto Maatschappij (NIEM) dan lain-lain. Di jalan Binnen Nieuwpoort straat (Jl. Pintu Besar Utara) yang dilalui jalur kereta api dalam kota (tram) dan berterminal di Amsterdam Poort. Stadhuis Plein (sekarang Taman Fatahillah) masih dijadikan sebagai pusat lingkungan kota Batavia. Di sekelilingnya terdapat bangunan-bangunan penting yang sudah ada pada zaman VOC, yaitu Balai Kota Batavia, hasil perombakan ketiga dan sekarang sebagai Museum Sejarah Jakarta Di sisi selatan,
terdapat Raad van Justitie (Dewan Pengadilan) yang
sekarang menjadi Museum Seni Rupa yang sudah ada sejak abad ke-18. Di sisi utara Stadhuis terdapat Cafe Batavia, Kantor Pos dan Telegram yang ada sejak awal abad ke-20. Kota Batavia selanjutnya sejak 1920-an cenderung berkembang menjadi kota modern dan pada tahun 1930-an sudah lebih berkembang lagi sehingga terbentuk menjadi kota kolonial modern (een modernekolonialstad). Namun pola lama antara lain adanya selasar bagian samping bawah dalam bangunan, deretan gedung di tepian jalan masih terlihat. Jalan Cengkeh, sebagai jalan utama yang pernah menjadi sumbu penghubung antara Kastil dengan Stadhuis kondisinya semakin buruk. Pada kawasan Pecinan terdapat Glodok Plein (Jalan Pancoran sekarang) yang berasal dari kata pancuran air sebagai keran tempat mengambil air (Heuken, 1997). Kawasan Pancoran menjadi pusat aktivitas masyarakat Tionghoa mengadakan perayaan besar Tionghoa. Sedangkan kawasan Pekojan merupakan kawasan yang sudah dihuni oleh komunitas Arab ditandai dengan bangunan Rumah Gedong, Masjid An-Nawier dan Langgar Tinggi yang sudah ada pada pertengahan abad ke 19.
Keberadaan, karakter dan fungsi ruang terbuka publik pada periode ini dapat dilihat pada Tabel 10.
55
Tabel 10. Keberadaan ruang Terbuka Publik periode 1905-1942 Zona
Nama Ruang Terbuka Publik Masa Kolonial
Nama Ruang Terbuka Publik Kini
Tipe dan Karakter
Fungsi
kanal-linear
dermaga/pelabuhan kapal pasar ikan segar sirkulasi pejalan kaki/transportasi air sirkulasi pejalan kaki/transportasi air pusat kegiatan sirkulasi pejalan kaki
De Nieuwpoorstraat
Pelabuhan Sunda Kelapa Pasar Ikan Baru Jalan Nelayan Timur Jalan Kali Besar Barat-Timur Taman Fatahilah Jalan Kali Besar Timur 2 Jalan Kali Besar Timur 3 Jalan Kali Besar Timur 4 Jalan Kali Besar Timur 5 Pintu Besar Utara
De Tijgergragt
Jalan Poskota
jalan-lurus
De Tijgergragt
Jalan Lada
jalan-lurus
De Prinse srtaat
Jalan Cengkeh
jalan-lurus
Bank straacht
Jalan Bank
jalan-lurus
De Heerenstraat
Jalan Teh
jalan-lurus
De Kaaimansgragt Kwartier straat Stasiun Plein
Jalan Kemukus Jalan Ketumbar Taman Stasiun
jalan-lurus jalan-lurus Oval square
Buiten Tyger gragt
Jalan Pintu Besar Selatan Jalan Jembatan batu Jalan Asemka
jalan-lurus
jalan-lurus
Jalan Pintu Kecil
jalan-lengkung
Jalan Perniagaan
jalan-lengkung
Jalan Pancoran
jalan-lengkung
Jalan Pekojan
jalan-lengkung
Zona 1
Haven Kanal
Zona 2
D Amsterdamche gragt de Groote River Stadhuis Plein De Groene gedemte gragt De Leeuwinnengragt -
Zona 3
Zona 4
amorphous square kanal-jalan-lurus kanal-jalan-lurus dominated square jalan-lurus jalan-lurus jalan-lurus
sirkulasi pejalan kaki, kendaraan sirkulasi pejalan kaki
jalan-lurus
sirkulasi pejalan kaki
jalan-lurus
Sirkulasi kendaraan,tram,pejalan kaki sirkulasi kendaraan/pejalan kaki sirkulasi pejalan kaki, kendaraan axis, jalur tram, sirkulasi pejalan kaki sirkulasi kendaraan,pejalan kaki sirkulasi kendaraan,pejalan kaki sirkulasi kendaraan sirkulasi pejalan kaki Peralihan moda transportasi sirkulasi pejalan kaki,tram, kendaraan sirkulasi pejalan kaki, kendaraan sirkulasi pejalan kaki, koemersil sirkulasi pejalan kaki, kendaraan sirkulasi pejalan kaki, kendaraaan pasar, sirkulasi pejalan kaki, kendaraan sirkulasi pejalan kaki, tempat kegiatan religi
jalan-lurus
Keterangan: Zona I= Sunda Kelapa, Zona 2= Zona Fatahillah, Zona 3= Zona Pecinan
56
e. Masa Pasca Kemerdekaan (Periode 1942-1972) Setelah Belanda ditaklukkan oleh bangsa Jepang, kota Batavia di tinggalkan oleh bangsa Belanda dan pada masa inilah kota Batavia berganti nama menjadi kota Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang yang hanya selama tiga setengah tahun tersebut tidak banyak mengalami perubahan sampai dengan masa kemerdekaan Indonesia. Pembangunan serta pemerintahan difokuskan di pusat Kota Jakarta (sekitar Monas dan Lapangan Banteng). Sedangkan Kota Lama Jakarta kembali menjadi kota yang ditinggalkan. Selain bangunan-bangunan yang masih dalam kondisi baik seperti Balai Kota, Museum Seni Rupa, ada yang dirombak total, berkondisi buruk dan bahkan ada yang hancur. Jalan Cengkeh, sebagai jalan utama yang pernah menjadi sumbu penghubung antara Kastil dengan Stadhuis kondisinya semakin buruk.
5.2. Karakter Fisik, Fungsi dan Keradaan Saat Ini Berdasarkan penelusuran perkembangan ruang terbuka bersejarah, dapat diketahui keberadaan, fungsi dan karakter fisiknya hingga sekarang. yang dijelaskan per zona. a. Zona Sunda Kelapa Pada zona ini terdapat beberapa ruang terbuka yang masih ada sampai sekarang. Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai ruang terbuka yang telah ada dari masa Kerajaan Sunda-Pajajaran, keberadaannya kini masih dapat dilihat dan fungsinya masih sebagai pelabuhan bongkar muat barang. Namun kondisinya sekarang, pelabuhan ini menjadi sepi dan tidak seramai saat sebelum dibuatnya Pelabuhan Tanjung Priok. Pasar Ikan sekarang merupakan peninggalan dari Pasar Ikan yang baru dibuka pada periode 1905-1942, sedangkan Pasar Ikan lama (Vishmark) yang berada di bagian utara Kali Besar (Groot River) sudah tidak ada lagi. Pasar Ikan kini menjadi nama jalan yang berada di depan Museum Bahari. Kondisi Pasar Ikan kini kumuh dan kotor dengan utilitas yang memprihatinkan. Karakter ruang terbuka berupa pelabuhan (Pelabuhan Sunda Kelapa) yang masih dapat dilihat sekarang adalah polanya yang linier dan lurus berorientasi ke laut. Di Sepanjang pelabuhan berderet kapal-kapal Phinisi yang sedang berlabuh. Pasar Ikan sebagai pasar berbentuk square tidak beraturan (amorphous square)
57
yang berada di tepi laut juga menunjukkan orientasinya ke laut. Bangunanbangunan bekas gudang (sekarang Museum Bahari) dan menara pengawas (sekarang Menara Syahbandar) merupakan Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang memperkuat ruang terbuka di zona ini. Jalan Tongkol merupakan ruang terbuka berupa jalan (street) yang berbentuk lengkung/tidak lurus (Carmona et al., 2003) sebagai akses yang menghubungkan jalan Cengkeh dengan kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa. Jalan Nelayan Timur berupa jalan yang berbentuk lurus sebagai peralihan dari Zona Sunda Kelapa dengan Zona Fatahillah (Gambar 22).
Gambar 22. Ruang Terbuka Publik di Zona Sunda Kelapa
58
b. Zona Fatahillah Pada zona ini terdapat Taman Fatahillah sebagai ruang terbuka yang menjadi pusat aktivitas. Kawasan sekitar Taman Fatahillah adalah kawasan yang sudah banyak tersentuh upaya revitalisasi. Taman Fatahillah sebagai ruang publik utama telah berhasil menjadi ruang terbuka publik yang banyak dikunjungi orang dengan berbagai aktivitas seperti pengamatan edukasi, fotografi, pameran, bazar, konser dan sebagainya. Menurut Garnham (1985) ruang terbuka publik sebagai ruang terbuka yang dapat diakses dan dimanfaatkan secara spontan oleh publik secara fisik dan visual dan menurut Hakim (2002) sebagai ruang terbuka yang dimanfaatkan oleh publik dan di dalamnya mengandung unsur-unsur kegiatan. Namun karena aktivitas di Taman Fatahillah, ruang terbuka lain di sekitar Taman Fatahillah akhirnya seringkali dijadikan tempat parkir yang sebenarnya menjadi area semi pedestrian. Koridor Kali Besar telah dikenal sebagai daerah perkantoran dan perusahaan besar di jaman kolonial. Hingga kini masih banyak terdapat bangunan tua dengan estetika tinggi sebagai aset yang luar biasa sehingga kawasan ini menjadi sasaran utama revitalisasi setelah Taman Fatahillah. Secara fisik keberadaan ruang terbuka ini sudah mengalami pembenahan, hal ini dapat dilihat dari ketersediaan jalur pedestrian dan street furniturenya yang sudah memadai. Namun ruang terbuka di Kali Besar belum termanfaatkan secara optimal. Ruang selasar tepi bangunan sering digunakan bagi pihak yang tidak berkepentingan seperti pemulung dan gelandangan (Gambar 23).
Gambar 23. Kondisi Jalur Pedestrian dan Selasar Bangunan di Jalan Kali Besar
59
Ruang terbuka lain yang berupa jalan terdiri dari Jalan Kali Besar Timur 1, Jalan Kali Besar Timur 2, Jalan Kali Besar Timur 3, Jalan Kali Besar Timur 4, Jalan Kali Besar Timur 5, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Cengkeh, Jalan Teh, Jalan Kemukus, Jalan Ketumbar, Jalan Lada, dan Jalan Bank. Taman Stasiun Kota kini masih dalam pengerjaan sebagai tempat peralihan moda transportasi busway. Keberadaan Taman Stasiun ini sekarang berupa plaza bawah tanah sehingga sudah berubah dari karakter awalnya (Gambar 24).
Gambar 24. Kondisi Taman Stasiun Kota Sebelum Menjadi Plaza Bawah Tanah Zona ini didominasi oleh ruang terbuka yang berupa jalan (street) dan square (taman Fatahillah) sebagai pusat kawasan. Ruang terbuka berupa jalan (street) memiliki pola lurus (straight) yang antar jalan membentuk grid menunjukkan formalitas dalam desainnya (Gambar 25). Ruang-ruang terbuka berupa square di zona ini adalah Taman Fatahillah yang dikelilingi oleh bangunan bersejarah (dominated square) dan Taman Stasiun Kota yang berbentuk oval. Di sepanjang jalan dan sekeliling square ada zona ini dibatasi oleh dinding-dinding dengan gaya arsitektur yang unik. Menurut Carmona et al. (2003) salah satu elemen pembentuk ruang terbuka kota adalah fasade bangunan (building facades) yang terdiri dari unsur dinding (walls), kolom (column) dan bukaan (opening). Unsur dinding, kolom dan bukaan yang yang membentuk fasade bangunan di sepanjang jalan pada zona ini menghasilkan gaya/style campuran dari beberapa arsitektur kolonial dengan tropis yang disebut gaya eklektik (eclectic style) misalnya
campuran
gaya
Neo
Classic-Modern,
Barouqe-Neo
Classic,
60
Renaissance-Modern, Neo Classic-Art Deco. Sebagian besar bangunan yang terdapat pada zona ini adalah bangunan Cagar Budaya. Secara lengkap Bangunan Cagar Budaya yang berada di Zona Fatahillah dapat dilihat pada Lampiran 3 .
Gambar 25. Peta Ruang Terbuka Publik pada Zona Fatahillah c. Zona Pecinan Kawasan Pecinan kini masih dihuni mayoritas masyarakat Tionghoa sebagai pusat perekonomian. Ruang terbuka dan bangunan di zona ini sebagian besar difungsikan sebagai area komersil seperti menjadi pasar dan tempat pedagang kaki lima (Gambar 26). Ruang terbuka pada zona ini terdiri dari Jalan Asemka yang berada di bawah jalan tol, Jalan Pintu Kecil, Jalan Perniagaan, Jalan Jembatan Batu, Jalan Pintu Besar Selatan dan Jalan Pancoran. Dibandingkan dengan ruang terbuka di Zona Fatahillah, ruang terbuka di zona ini memiliki pola yang tidak beraturan (amorph), artinya antar jalan tidak saling tegak lurus kecuali perpotongan antara Jalan Pintu Besar Selatan dengan Jalan Jembatan Batu dan Jalan Asemka. Jalan Pintu Besar Selatan (Buiten Nieuw
61
straat) sudah terbentuk dari periode awal kolonial yang berpotongan dengan Jalan Jembatan Batu dan Jalan Asemka yang awalnya berupa kanal, yaitu Stad Buitengragt (Gambar 27). Bangunan di sepanjang jalan di zona ini didominasi bangunan urban yang rapat dan beberapa bangunan cagar budaya seperti Toko Obat Lay An Tong dan Klenteng Budhi Dharma yang berada di Jalan Perniagaan.
Gambar 26. Aktivitas Komersil di Jalan Pancoran
Gambar 27. Peta Ruang Terbuka Publik pada Zona Pecinan
d. Zona Pekojan Gambar 27. Peta Ruang Terbuka di Zona Pecinan
62
d. Zona Pecinan Jalan Pekojan merupakan ruang terbuka bersejarah satu-satunya jalan yang dapat mewakili zona ini sebagai bekas lokasi perkampungan Arab (Gambar 28). Walaupun kini dihuni sebagian besar oeh masyarakat Tionghoa, namun pada jalan ini masih terdapat beberapa fakta sejarah memiliki nilai penting sebagai bukti bahwa kawasan ini pernah sebagai pusat aktivitas masyarakat Islam. Peninggalan tersebut berupa bangunan rumah tinggal bergaya Mor (Rumah Gedong) dan masjid tua seperti An-Nawier dan Langgar Tinggi (Gambar 29). .
Gambar 28. Peta Ruang Terbuka Publik pada Zona Pekojan
Gambar 29. Bangunan Langgar Tinggi di Pekojan
63
Keberadaan ruang terbuka publik bersejarah pada masing-masing periode dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Keberadaan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta Nama Ruang Terbuka Publik
Periode 1619-1808
Periode 1808-1905
Periode 1905-1942
Street Periode Square 1942-1972 Badan Air
Zona
Batas Zona Inti
Zona 1
Zona 2
Pelabuhan Sunda Kelapa
Ada
Ada
Ada
Ada
Pasar Ikan Lama (Vishmarkt) Pasar Ikan Baru Lapangan Eksekusi Jalan Tongkol Jalan Nelayan Timur Jalan Kali Besar BaratTimur Taman Fatahilah Jalan Kali Besar Timur 1 Jalan Kali Besar Timur 2
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Ada
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada
Ada Tidak Ada Ada Ada Ada
Ada Tidak Ada Ada Ada Ada
Ada Ada Ada
Ada Ada Ada
Ada Ada Ada
Ada Ada Ada
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Taman Stasiun Kota Pintu Besar Utara Jalan Ketumbar Jalan Asemka Jalan Pintu Kecil Jalan Perniagaan Jalan Jembatan Batu Jalan Pancoran Jalan Pintu Besar Selatan
Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada
Tidak Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Ada
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Jalan Pekojan
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Jalan Kali Besar Timur 3 Jalan Kali Besar Timur 4 Jalan Kali Besar Timur 5 Pintu Besar Utara Jalan Poskota Jalan Lada Jalan Cengkeh Jalan Bank Jalan Teh
Zona 3
Zona 4
Keterangan: Zona 1 = Zona Sunda Kelapa, Zona 2 = Zona Fatahillah, Zona 3 = Zona Pecinan, Zona 4 = Zona Pekojan
Secara spasial, keberadaan ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta dapat dilihat pada Gambar 30. Sedangkan kondisinya dapat dilihat pada Gambar 31, Gambar 32, Gambar 33 dan Gambar 34.
64
Gambar 30. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Publik di Kota Tua Jakarta
1. Pelabuhan Sunda Kelapa
2. Pasar Ikan
3. Jalan Tongkol
4. Jalan Nelayan Timur
Gambar 31. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Sunda Kelapa
5. Jalan Kali Besar Timur 1
6. Jalan Kali Besar Timur 2
8. Jalan Teh
9. Jalan Kali Besar Barat-Timur
7. Jalan Cengkeh
10. Jalan Kali Besar Timur 3
65
11. Jalan Kali Besar Timur 4
12. Jalan Kali Besar Timur 5
13. Taman Fatahillah
14. Jalan Poskota
15. Jalan Ketumbar
16. Jalan Kemukus
17. Jalan Lada
18. Jalan Bank
19. Taman Stasiun Kota
20. Jalan Pintu Besar Utara
Gambar 32. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Fatahillah
66
21. Jalan Asemka
25. Jalan Jembatan Batu
22. Jalan Pintu Kecil
26. Jalan Pintu Besar Selatan
23. Jalan Perniagaan
25. Jalan Pancoran
Gambar 33. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Pecinan
24. Jalan Pekojan
Gambar 34. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Pekojan
5.3. Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Saat Ini di Kota Tua Jakarta Nilai integritas dari ruang terbuka publik bersejarah ditentukan berdasarkan kriteria nilai historik dan nilai estetika dan nilai fungsi yang perrhitungannya dapat dilihat pada (Lampiran 4). Penjabaran mengenai masingmasing nilai dijelaskan sebagai berikut.
67
5.3.1. Nilai Sejarah (Historical Value) Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas kesejarahan dari ruang terbuka. Parameter penilaian terdiri dari nilai kronologis, fakta sejarah, tingkat even bersejarah, keunikan dan keutuhan dengan hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Sejarah pada Ruang Terbuka Bersejarah Nilai Total
Variabel Zona
Ruang Terbuka
Sunda Kelapa
NK
FS
Kl
ES
Ku
N
K
3 2 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3
2 2 1 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 3
3 1 1 1 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2
3 2 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3
2 2 1 1 3 3 3 3 3 2 3 3 2 1 2 2 1 1 1
13 9 7 6 15 15 15 13 14 12 13 13 12 9 11 11 7 7 12
T S R R T T T T T
Pelabuhan Sunda Kelapa
Fatahillah
Pasar Ikan Jalan Nelayan Timur Jalan Tongkol Taman Fatahilah Jalan Kali Besar Barat-Timur Pintu Besar Utara Jalan Bank Jalan Poskota Jalan Lada Jalan Kali Besar Timur 4 Jalan Kali Besar Timur 5 Jalan Cengkeh Taman Stasiun Kota Jalan Ketumbar Jalan Kemukus Jalan Kali Besar Timur 1 Jalan Kali Besar Timur 2 Jalan Kali Besar Timur 3
S T T S S S S R R S
Jalan Teh 2 2 1 2 1 8 R 10 Jalan Pancoran 2 2 2 2 2 Pecinan S Jalan Jembatan Batu 2 2 2 2 2 10 S 10 Jalan Perniagaan 2 2 2 2 2 S Jalan Pintu Besar Selatan 3 2 1 2 1 9 S Jalan Pintu Kecil 2 1 1 2 1 7 R Jalan Asemka 1 2 1 2 1 7 R Pekojan Jalan Pekojan 2 2 2 2 1 9 S Sumber: Studi Pustaka dan Ahli dari Dinas Museum dan Kebudayaan Keterangan: NK=nilai kronologis, FS=fakta sejarah, Kl=kelangkaan, ES=even sejarah, Ku=keutuhan, N=nilai total, K = kategori (T=tinggi, jika N=13-15, S=sedang, jika N=9-12, R=rendah, jika N=5-8).
Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 12 didapatkan beberapa ruang terbuka yang memiliki nilai sejarah tinggi, sedang dan rendah.
68
a. Zona Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa termasuk ruang terbuka yang memiliki nilai historik tinggi. Hal ini dikarenakan Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki nilai kronologis tinggi dilihat dari usianya yang lebih dari 100 tahun. Keberadaan Kapal Phinisi dan aktivitas bongkar muat barang secara tradisional sebagai fakta sejarah bahwa pelabuhan tersebut pernah menjadi pelabuhan rempah-rempah tingkat internasional di masanya. Pelabuhan yang pernah menjadi pintu masuk utama (main entry point) ini termasuk memliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan pelabuhan lain yang yang ada di Jakarta. Sedangkan Pasar Ikan dan Jalan Tongkol memiliki nilai sedang, karena Pasar Ikan sudah mengalami banyak perubahan dan tidak terlalu memiliki keunikan. Sedangkan Jalan Tongkol, sebagai jalan yang baru dibuka setelah tahun 1805 mengurangi nilai kronologisnya ditambah fakta sejarah yang tidak dapat lagi dilihat di jalan ini. Jalan Nelayan Barat memiliki nilai sejarah yang rendah karena sudah banyak mengalami perubahan sehingga mengurangi nilai keutuhan. Selain itu kedua ruang terbuka tersebut juga banyak ditemui di tempat lain sehingga mengurangi nilai keunikan ruang tersebut.
b. Zona Fatahillah Sebagian besar ruang terbuka pada zona ini memiliki nilai historik tinggi, seperti Taman Fatahillah, Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Bank, Jalan Poskota, Jalan Kali Besar Timur 4 dan Kali Besar Timur 5. Ruang-ruang tersebut termasuk memiliki nilai kronologis yang tinggi karena keberadaannya sudah lebih dari 100 tahun. Even bersejarah yang pernah terjadi dapat dikatakan berskala Internasional karena pernah sebagai pusat pemerintahan pada masanya. Fakta sejarah yang ada masih banyak seperti keberadaaan bangunan tua dan bersejarah yang berada di sekitarnya, selain itu bentuk grid pada jalan juga masih tetap dipertahankan sebagai cerminan dari kota kolonial Belanda. Ruang terbuka dengan elemen-elemen bangunan para kawasan sekitar Taman Fatahillah ini termasuk langka, karena pola eklektik pada bangunan merupakan adaptasi antara arsitektur kolonial asli (klasik) dengan arsitektur tropis pada bangunan yang hampir tidak ditemukan di tempat lain. Bangunan tersebut
69
sebagian besar masih tergolong memiliki keutuhan yang tetap terjaga walaupun mengalami kerusakan akibat tidak berfungsinya lagi bangunan. Beberapa ruang terbuka di zona ini yang memiliki nilai sedang adalah Jalan Lada, Taman Stasiun Kota, Jalan Ketumbar, Jalan Kemukus. Ruang terbuka tersebut masih memiliki nilai kronologis yang tinggi, namun fakta sejarah tidak banyak ditemukan dan keutuhan sudah tidak terjaga. Sedangkan ruang yang memiliki nilai rendah seperti Jalan Kali Besar Timur 1, Kali Besar Timur 2, dan Jalan Teh yang memiliki jumlah fakta sejarah dan tingkat keutuhan yang rendah (Gambar 35) .
Gambar 35. Kondisi ruang terbuka dengan Fakta Sejarah Rendah c. Zona Pecinan Ruang-ruang terbuka pada zona ini memiliki nilai sedang dan rendah. Jalan Pancoran, Jalan Jembatan Batu, Jalan Perniagaan dan Jalan Pintu Besar Selatan termasuk dalam kategori sedang. Fakta sejarah berupa bangunan bersejarah sudah tidak banyak lagi dapat dilihat. Beberapa bangunan dengan gaya Pecinan hanya dapat dilihat pada Jalan Perniagaan. Pada Jalan Pancoran fakta sejarah yang masih dapat dilihat adalah aktivitasnya yang bernuansa Cina. Sedangkan sebagian besar bangunan sudah merupakan gaya bangunan urban sebagaimana bangunan di kota modern lain. Fakta yang masih dapat dilihat pada ruang-ruang tersebut adalah pola ruang yang tidak beraturan (amorph) dan pola bangunan yang rapat sebagai salah satu karakter kawasan Pecinan. Jalan Asemka memiliki nilai rendah karena pada ruang tersebut memiliki nilai kronologis, fakta sejarah, keutuhan dan kelangkaan yang rendah.
70
d. Zona Pekojan Pada zona ini terdapat Jalan Pekojan yang sudah ada sejak masa kolonial Belanda, ditambah dengan fakta sejarah yang masih dapat dilihat, walaupun hanya sedikit. Ruang terbuka yang dulu sebagai pusat aktivitas religius sudah tidak terlihat.
5.3.2. Nilai Estetika (Aesthetic Value) Nilai estetika ditentukan berdasarkan tingkat representasi terhadap gaya tertentu, proporsi antara ketinggian bidang dinding, kontinuitas dinding ruang (ritme) dan skala ruang. Adapun hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Estetika Ruang Terbuka Bersejarah Zona
Ruang Terbuka
Sunda Kelapa
Pelabuhan Sunda Kelapa
RG 3
Variabel Pr Rt 3 3
Sk 3
Pasar Ikan 3 2 2 1 Jalan Nelayan Timur 1 2 2 2 Jalan Tongkol 1 2 1 2 Taman Fatahilah 3 3 3 3 Fatahillah Jalan Kali Besar Barat-Timur 3 3 3 3 Pintu Besar Utara 3 3 3 3 Jalan Bank 3 3 3 3 Jalan Poskota 3 3 3 3 Jalan Lada 2 3 3 3 Jalan kali Besar Timur 4 3 1 3 3 Jalan Kali Besar Timur 5 3 1 3 3 Jalan Cengkeh 2 3 1 2 Taman Stasiun Kota 2 3 3 3 Jalan Ketumbar 2 3 3 3 Jalan Kemukus 2 3 3 3 Jalan Kali Besar Timur 1 1 2 1 2 Jalan Kali Besar Timur 2 1 2 1 2 Jalan Kali Besar Timur 3 2 2 1 2 Jalan Teh 1 3 1 1 Pecinan Jalan Pancoran 3 3 2 2 Jalan Jembatan Batu 2 3 2 3 Jalan Perniagaan 2 2 1 2 Jalan Pintu Besar Selatan 1 3 2 3 Jalan Pintu Kecil 1 3 2 3 Pekojan Jalan Asemka 1 1 1 1 Jalan Pekojan 1 2 2 2 Sumber : survei lapang Keterangan: RG=representasi gaya, Pr=proporsi, Rt=ritme, Sk=skala, N=nilai total, K (T=tinggi,jika N=10-12, S=sedang, jika N=7-9, R=rendah, jika N=4-6).
N
K
12
T
8 7 6 12 12 12 12 12 11 10 10 8 11 11 11 6 6 7 6 10 10 7 9 9 4 7
S S S T T T T T T T T S T T T R R S R T T S S S R R
= kategori
Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 12 dapat dilihat tingkat kualitas estetika ruang terbuka pada masing-masing zona.
71
a. Zona Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki nilai estetika tinggi, selain karena memiliki tingkat representasi yang tinggi terhadap citra bahari, juga memiliki nilai yang tinggi pada proporsi, ritme dan skala (Gambar 36). Keberadaan kapal-kapal Phinisi yang sedang berlabuh membentuk skala yang monumental dan ritme yang kontinu. Jalan yang lebar menciptakan ruang yang proporsional terhadap bidang yang dibentuk deretan kapa-kapal tua tersebut. Pasar Ikan memiliki nilai sedang, karena masih memiliki nilai representasi terhadap citra bahari yang ditunjang dengan kegiatan pelelangan ikan di dalamnya. Namun ruang terbuka pada Pasar Ikan ini tidak memiliki proporsi, ritme dan skala yang istimewa, terlebih pada Jalan Nelayan Barat dan Jalan Tongkol.
Gambar 36. Ruang Terbuka sebagai Representasi Citra Bahari b. Zona Fatahillah Sebagian ruang terbuka pada Zona Fatahillah memiliki nilai estetika tinggi seperti Taman Fatahillah, Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Kali Besar Timur 4, Jalan Kali Besar Timur 5, Jalan Bank, Jalan Poskota, Jalan Lada dan Taman Stasiun Kota. Selain masih sangat memiliki tingkat representasi yang tinggi terhadap citra kolonial (dari keberadaan bangunan dan pola ruangnya), ruang-ruang tersebut juga memiliki proporsi, ritme dan skala yang istimewa. Proporsi antara ketinggian bangunan dengan lebar jalan menciptakan
72
sudut pandang yang dapat memberikan kesan visual yang tinggi. Menurut Jacobs (1993) jika sebuah ruang terbuka dengan rasio 1:4 antara ketinggian dengan lebar berarti ruang tersebut memiliki sense of enclosure yang lemah, sedangkan rasio 2:1 memiliki sense of enlosure baik dan 1:1 adalah rasio minimum pada ruang terbuka. Berdasarkan pengamatan, terdapat ruang yang memiliki rasio 3:1 dan sebagian besar ruang terbuka dengan rasio 1:1 sampai 1:5. Sense of enclosure merupakan perasaan timbul pada sebuah ruang terbuka yang dibatasi oleh dinding-dinding. Proporsi pada ruang terbuka di Jalan Kali Besar memiliki perbandingan antara lebar jalan dengan ketinggian bangunan adalah lebih dari 1,5 (Gambar 37). Hal ini menunjukkan bahwa sense of enclosure pada ruang tersebut baik, sehingga pengguna ruang memiliki kenyamanan terhadap kesan visual.
H
W W/H = 6 : 1 atau W/H> 1.5
Gambar 37. Proporsi Ruang Terbuka Kali Besar
Bangunan-bangunan yang tinggi menciptakan skala monumental pada ruang. Fasade bangunan tua dan bersejarah yang berderet di sepanjang/di sekeliling jalan/taman juga dapat menciptakan ritme yang kontinu pada ruang (Gambar 38). Ruang yang memiliki nilai sedang adalah Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur 3. Pada jalan ini sudah tidak banyak elemen ruang terbuka yang dapat dijadikan sebagai representasi gaya kolonial. Bangunan-bangunan yang berada di sepanjang jalan ini sudah merupakan campuran berbagai tipe yang mencerminkan bagunan urban sehingga kontinuitas dari dinding ruang juga tidak tercipta. Sedangkan ruang yang memiliki nilai estetika rendah seperti Jalan Kali Besar 1, Jalan Kali Besar 2 tidak banyak terdapat elemen-elemen ruang yang
73
dapat mempresentasikan citra kolonial. Proporsi, ritme dan skala ruang pada jalan tersebut kurang menunjang nilai estetika ruang.
Gambar 38. Kontinuitas Fasade Bangunan di Kali Besar
c. Zona Pecinan Pada Zona Pecinan terdapat Jalan Pancoran dan Jalan Jembatan Batu yang memiliki nilai estetika tinggi. Nilai representasi pada Jalan Pancoran diberikan pada aktivitas khas Pecinan dan karakter jalan yang sempit serta bangunan yang rapat, sedangkan elemen berupa bangunan bersejarah Pecinan tidak banyak ditemukan. Representasi Jalan Jembatan Batu terhadap gaya pecinan tidak terlalu menonjol, namun perbandingan antara lebar jalan dengan ketinggian bangunan (W/H) yang sangat proporsional menambah nilai estetika pada ruang terbuka. Ruang terbuka yang termasuk pada nilai estetika rendah memiliki tingkat representasi, proporsi, ritme dan skala yang tidak mendukung estetika ruang.
d. Zona Pekojan Kawasan ini didominasi oleh bangunan hunian. Ruang terbuka terbentuk dari jalan dengan fasade bangunan hunian dan beberapa spot bangunan bersejarah seperti bangunan masjid dan rumah tinggal dengan arsitektur Mor pada Rumah Gedong (Gambar 39). Walaupun bangunan bersejarah tersebut dalam jumlah yang kecil, namun dapat menjadi representasi sebagai tempat yang pernah dihuni komunitas Arab dengan budaya Islamnya. Karena fasade bangunan terbentuk dari berbagai tipe bangunan terutama bangunan urban, maka kontinuitas dinding ruang
74
tidak tercipta. Proporsi dan skala ruang yang terbentukpun termasuk penilaian yang tidak istimewa.
Gambar 39. Rumah Gedong dan Masjid An Nawier sebagai Representasi Citra pada Zona Pekojan 5.3.3. Nilai Fungsi (Functional Value) Nilai fungsi didapatkan dari indikator kenyamanan, akses dan linkage serta kegunaan secara ekonomi dan sosial (Tabel 13). a. Zona Sunda Kelapa Semua ruang terbuka pada zona ini memiliki nilai fungsi sedang karena Pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan, Jalan Tongkol dan Jalan Nelayan Barat termasuk ruang terbuka yang selain tidak memiliki kenyamanan yang tinggi, aktivitas ekonomi dan sosialpun belum belum terlihat menonjol.
b. Zona Fatahillah Pada zona ini terdapat Taman Fatahillah, Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Kali Besar Timur 3 dan Jalan Cengkeh dengan nilai fungsi tinggi. Berdasarkan nilai fungsi yang diperoleh, ruang-ruang tersebut telah memenuhi kriteria atau berpotensi sebagai sebagai ruang publik aktif (Gambar 40).
c. Zona Pecinan Pada zona ini terdapat Jalan Pancoran yang memiliki nilai fungsi paling tinggi (Gambar 40). Jalan tersebut telah dikenal sebagai pusat jajanan dan obatobatannya. Selain kenyamanan dan akses yang cukup baik, ruang terbuka ini juga telah efektif dimanfaatkan sebagai area komersil khas Pecinan. Sedangkan ruang
75
terbuka lainnya termasuk kategori sedang seperti Jalan Pintu Kecil, Jalan Jembatan Batu, Jalan Perniagaan dan Jalan Asemka.
Gambar 40. Ruang Terbuka dengan Nilai Fungsi Tinggi
Tabel 13. Nilai Fungsi Ruang Terbuka Bersejarah Zona Sunda Kelapa
Fatahillah
Pecinan
Pekojan
Variabel
Ruang Terbuka
Nilai Total N K 7 S
Pelabuhan Sunda Kelapa
K 1
AL 3
KE 1
KS 2
Pasar Ikan
2
2
3
2
9
S
Jalan Nelayan Timur Jalan Tongkol Taman Fatahilah Jalan Kali Besar Barat-Timur Pintu Besar Utara Jalan Bank Jalan Poskota Jalan Lada Jalan kali Besar Timur 4 Jalan Kali Besar Timur 5 Jalan Cengkeh Taman Stasiun Kota Jalan Ketumbar Jalan Kemukus Jalan Kali Besar Timur 1 Jalan Kali Besar Timur 2 Jalan Kali Besar Timur 3 Jalan Teh Jalan Pancoran Jalan Jembatan Batu Jalan Perniagaan Jalan Pintu Besar Selatan Jalan Pintu Kecil Jalan Asemka
2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 1 2 3 1 3 2 2 2 1 2
1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 2 2 3 2 2 2 2
2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 3 2 1 1 2 2 2 1 3 1 3 3 3 3
2 2 3 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 3 1 3 1 2 2 2 2
7 9 11 10 9 9 9 9 8 8 10 10 7 7 6 7 11 5 11 7 9 9 8 9
S S T T S S S S S S T T S S R S T R T S S S S S
Jalan Pekojan 2 2 2 2 8 S Keterangan: RG=representasi gaya, Pr=proporsi, Rt=ritme, Sk=skala, K = kategori (T=tinggi, S=sedang, R=rendah).
76
JIka ketiga penilaian digabungkan maka didapatkan nilai integritas ruang terbuka publik sebagai penilaian menyeluruh yang mencerminkan kualitas dan signifikansi ruang terbuka publik bersejarah (Tabel 14).
Tabel 14. Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta Zona
Sunda Kelapa
Fatahillah
Pecinan
Nilai Historik N K
Nilai Estetika N K
Nilai Fungsi N K
Nilai Total N K
Pelabuhan Sunda Kelapa
13
T
12
T
7
S
32
T
Pasar Ikan
9
S
8
S
9
S
26
S
Jalan Nelayan Timur
7
R
6
S
7
S
20
R
Jalan Tongkol Taman Fatahilah Jalan Kali Besar BaratTimur Pintu Besar Utara Jalan Bank Jalan Poskota Jalan Lada Jalan kali Besar Timur 4 Jalan Kali Besar Timur 5 Jalan Cengkeh Taman Stasiun Kota Jalan Ketumbar Jalan Kemukus Jalan Kali Besar Timur 1 Jalan Kali Besar Timur 2 Jalan Kali Besar Timur 3 Jalan Teh Jalan Pancoran Jalan Jembatan Batu Jalan Perniagaan Jalan Pintu Besar Selatan Jalan Pintu Kecil Jalan Asemka
6 15 15
R T T
7 12 12
S T T
9 11 10
S T T
22 38 37
S T T
15 13 14 12 13 13 12 9 11 11 6 7 12 8 10 9 10 9 7 7
T T T S T T S
12 12 12 11 10 10 8 11 11 11 6 6 7 6 10 11 7 9 9 4
T T T T T T S T T T R R R T T S S S S R
9 9 9 9 8 8 10 10 7 7 7 7 11 5 11 7 9 9
S S S S S S T T S S S S T R T S S S S S
36 36 35 32 31 31 30 30 29 29 19 20 30 19 31 27 26 27 24 20
T T T T T T S
Ruang Terbuka
S S S R R S S S S S R R S
8 9
S S S R R S R T S S S S R
Jalan Pekojan 9 T 7 R 8 S 24 S Keterangan: N= nilai, K = kategori untuk nilai total (T=tinggi, jika N=31-39, S=sedang, jika N=22-30, R=rendah, N=13-21).
Berdasarkan
hasil
penilaian
secara
komposit,
nilai
integritas
diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu nilai integritas tinggi, sedang dan rendah. Ruang terbuka yang memiliki nilai integritas tinggi dominan berada pada Zona Fatahillah sebagai cerminan keberhasilan dari sebuah ruang terbuka publik
77
bersejarah. Taman Fatahillah merupakan ruang terbuka berejarah yang memiliki nilai integritas paling tinggi. Pengertian ruang publik berdasarkan Hakim (2002) bahwa ruang terbuka publik memberi kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan seperti berjalan kaki, bermain, duduk, mengobrol dan sebagainya sudah dipenuhi pada Taman ini. Sebagai peninggalan masa lalu, ruang terbuka tersebut memiliki tingkat representasi yang tinggi terhadap karakter kesejarahannya. Pola square dan keberadaan bangunan bersejarah dengan arsitektur kolonial merupakan fakta sejarah dan representasi kota kolonial yang paling dominan. Proporsi dan skala ruang tersebut sangat mendukung nilai estetikanya. Sebagai ruang publik, ruang terbuka tersebut sudah cukup memberikan kenyamanan dan telah dimanfaatkan secara optimal bagi masyarakat (Gambar 41).
Gambar 41. Ruang Terbuka Publik dengan Nilai Integritas Tinggi
Sebagai ruang terbuka utama di Kota Tua, taman ini memiliki arti yang penting bagi Kota Tua. Selain sebagai peninggalan sejarah juga menjadi pusat aktivitas masyarakat dan sebagai kawasan yang dijadikan icon atau landmark bagi kawasan Kota Tua (Dinas Tata Kota, 2005). Pada Zona Sunda Kelapa terdapat Pelabuhan Sunda Kelapa dan Jalan Pancoran pada Zona Pecinan sebagai ruang terbuka dengan nilai integritas
tinggi. Secara spasial, nilai integritas ruang
terbuka tersebut dapat dilihat pada Gambar 42.
78
Gambar
42.
Peta Nilai Integritas di Kota Tua Jakarta
Ruang
Terbuka
Publik
Bersejarah
79
Ruang terbuka di Zona Fatahillah yang juga memiliki nilai integritas tinggi adalah Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Cengkeh, Jalan Poskota, Jalan Lada, namun juga terdapat ruang terbuka dengan nilai sedang dan rendah. Jalan Kali Besar Timur 3, Taman Stasiun Kota, Jalan Kemukus dan Jalan Ketumbar dengan nilai sedang dan Jalan Kali Besar Timur 1, Jalan Kali Besar Timur 2 serta Jalan Teh. Walaupun nilai dan arti sejarah pada Jalan Cengkeh tinggi, namun karena faktanya sudah mengalami banyak perubahan sehingga menurunkan nilai estetikanya dan ruang terbuka bersejarah ini termasuk nilai integritas sedang nilai integritas sedang. Kawasan yang memiliki nilai sedang pada zona Sunda Kelapa adalah Pasar Ikan dan Jalan Tongkol, sedangkan yang memiliki nilai rendah adalah Jalan Nelayan Timur. Pada Zona Pecinan terdapat Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu Kecil dan Jalan Perniagaan dengan nilai integritas sedang, dan Jalan Asemka dengan nilai integritas rendah. Pada Zona Pekojan terdapat Jalan Pekojan dengan nilai integritas sedang. Ruang terbuka publik dengan nilai integritas tinggi merupakan perwakilan dari ruang terbuka bersejarah yang dianggap memiliki karakter sejarah yang dapat merepresentasikan citra pada masing-masing zona, memiliki nilai estetika yang masih tinggi dan sebagai ruang yang telah memenuhi kriteria sebagai ruang publik. Sedangkan pada ruang dengan nilai integritas sedang dan
rendah
dianggap belum atau tidak memenuhi ketiga kriteria nilai integritas ruang terbuka publik, baik pada nilai sejarah, estetika maupun fungsi.
5.4. Kebijakan Pemerintah dan Pengelolaan di Kota Tua Jakarta 5.4.1. Kebijakan Pemerintah Dukungan terhadap upaya pengembangan Kota Tua dapat dilihat dari berbagai peraturan perundangan lainnya yang secara langsung dan tidak langsung terkait dengan kawasan tersebut. Pada Tabel 15 dipaparkan beberapa perangkat peraturan yang dikeluarkan pemerintah dari tingkat pusat sampai daerah dalam upaya pelestarian aset-aset sejarah di Kota Tua Jakarta dan pemanfaatannya :
80
Tabel 15. Peraturan Terkait Revitalisasi Kota Tua Jakarta No.
Peraturan Perundangan Staadblad No. 238 Tahun 1931
Tingkat Perundangan Pusat
2.
Undang-undang RI Nomor : 5 Tahun 1992
Pusat
3.
Kepmen Dikbud RI No. 0128/M/1988
Pusat
Penetapan beberapa gedung, museum, masjid, dan gereja sebagai cagar budaya yang dilindungi
4.
SK KDKI Jakarta No. Cd. 3/1/70
Daerah
5.
SK Gubernur DKI Jakarta No. Cb. 11/1/12/1972
DKI Jakarta
Pernyataan daerah Taman Fatahillah, Jakarta Barat sbg di bawah daerah pemugaran Pem. DKI Jakarta yang dilindungi oleh UU Monumen Penetapan bangunanbangunan bersejarah dan monumen di wilayah DKI Jakarta sebagai bangunan yang dilindungi
5.
SK Gubernur KDKI Jakarta No. : D.IIIb/11/4/54/1973
Daerah
6.
Surat Keputusan Gubernur No : D.IIIb.11/4/56/1973
Daerah
1.
Isi
Peran dukungan
Penetapan Peraturanperaturan yang berhubungan dengan Perlindungan Bendabenda yang memiliki niali penting bagi sejarah, kesenian dean paleoanthropologi Benda cagar budaya
Memberikan perlindungan dan melakukan pendaftaran benda-benda bersejarah dan pemiliknya
Pernyataan Jakarta Kota dan Pasar Ikan, Jakarta Barat dan Utara sebagai kawasan yang dilindungi Pernyataan daerah Glodok sebagai daerah yang dilindungi
Memberikan arahan pengaturan bagi penguasaan, perlindungan, pemanfaatan dan pengawasan benda cagar budaya Mengamanatkan masalah pelaksanaan pengaturannya Memberikan perlindungan terhadap gedung, museum, masjid dan gereja di Kota Tua Jakarta spt : Museum Keramik, Museum Fatahillah, Museum Bahari, Masjid Annawir (di Pekojan) Perlindungan terhadap bangunan dan benda bersejarah yang berada di sekitar Taman Fatahillah
Memberi penjabaran, penjelasan dan pedoman mengenai penguasaan, perlindungan, pemanfaatan dan pengawasan berkenaan upaya pelestarian benda cagar budaya Perlindungan kawasan Jakarta Kota (sebagian dari Kota Tua Jakarta) dan Pasar Ikan
Perlindungan terhadap kawasan Glodok
81
No.
Peraturan Perundangan
Tingkat Perundangan
Isi
Peran dukungan
8.
Surat Keputusan Gubernur KDKI No : 475 Tahun 1993
Daerah
9.
Peraturan Daerah No. 6 tahun 1999 tentang RTRW DKI Jakarta 2010
Daerah
Memberikan penjelasan kepentingan pelestarian dan penetapan bangunan bersejarah di DKI Jakarta sebagai benda cagar budaya Memberikan arahan dalam pengembangan Kota Tua Jakarta
10
Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9 tahun 1999
Daerah
Penetapan bangunanbangunan bersejarah di DKI Jakarta sebagai benda cagar budaya misi dan strategi pengembangan Tata ruang Kotamadya terutama terkait dengan pengembangan kawasan kota tua Pelestarian dan pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya
11.
SK Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tahun 2006
Daerah
Penetapan bangunan bersejarah sebagai benda cagar budaya
12.
SK Gubernur DKI Jakarta No. 34 Tahun 2006
Daerah
13.
Peraturan Gubernur No. 127 Tahun 2007
Daerah
Tentang Penguasaan Perencanaan dalam rangka penataan kawasan Kota Tua seluas + 846 Ha yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat Pembentukan, organisasi dan tata kerja unit penataan dan pengembangan kawasan Koatua
Mendefinisikan BCB Mendorong partisipasi masyarakat dalam pelestarian BCB Mengatur tolak ukur BCB Memberikan perlindungan terhadap bangunan dan lingkungan bersejarah di DKI Jakarta Memberikan kejelasan batasan luas Kota Tua
Pembentukan UPT Kota Tua sebagai lembaga yang mengkoordinasi semua hal yang menyangkut Kota Tua dengan berbagai instansi atau pihak yang ada. 14. Draft Rencana Arahan Daerah Memberikan arahan umum Induk Kota Tua Pengembangan yang dalam pengembangan Kota 2007 berisi Konsep dan Tua Jakarta pada semua Penataan Kota Tua aspek Sumber: Dinas Museum dan Kebudayaan, Draft Rencana Induk Kota Tua
Secara umum, kebijakan pemerintah melalui peraturan perundangan yang telah ditetapkan baik tingkat pusat maupun daerah sudah menunjukkan dukungannya terhadap upaya perlindungan aset-aset bersejarah di Kota Tua Jakarta baik berupa bangunan maupun lingkungan bersejarah (cagar budaya). Melalui peraturan-peraturan ini diharapkan aset-aset yang mempunyai nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dipertahankan, dipulihkan,
82
dilindungi dan dipelihara baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk kepentingan pembangunan dan citra positif kota Jakarta sebagai kota yang memiliki berbagai sejarah perjuangan. Upaya pelestarian atas aset bersejarah telah dimulai sejak jaman Hindia Belanda, yaitu sejak diterbitkannya Monumenten Ordonnantie Staatsblad tahun 1931 nomor 238 yang mengatur perlindungan terhadap benda-benda yang memiliki nilai penting bagi prasejarah, sejarah, kesenian dan paleoanthropologi. Setelah itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sejak kepemimpinan Ali Sadikin, telah mengupayakan penyelamatan bangunan cagar budaya dan lingkungan cagar budaya melalui SK KDKI Jakarta No. Cd. 3/1/70. Kini sebagai pegangan dalam pengembangan Kota Tua, Dinas tata Kota akan menyelesaikan Rencana Induk Kota Tua Jakarta yang kini masih berupa draf yang sedang dimatangkan. Terkait dengan ruang terbuka publik, berdasarkan Draf Rencana Induk Kota Tua yang akan ditetapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta secara khusus sudah digambarkan mengenai konsep dalam penataan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta. Salah satu isi konsep umum dalam Draft Rencana Induk Kota Tua 2007 adalah ‘Pelestarian Kota Tua melalui integrasi aktivitas manusia di dalam ruang terbuka hijau kawasan’ dengan prinsip tata guna lahan sebagai berikut : 1. Mengembalikan peran ruang terbuka sebagai ruang integrasi sosial antar komunitas 2. Menciptakan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau pada berbagai layer aktivitas kota, misalnya di lantai dasar, podium,lantai atap, dan lain-lain 3. Merumuskan dan memberlakukan kembali KDH kawasan yang mendukung terciptanya karakter kawasan 4. Membuat sistem kompensasi atau insentif/disinsentif untuk merangsang penyediaan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau terutama di kawasan berkepadatan tinggi 5. Menghidupkan kembali Ruang Terbuka Hijau menjadi ruang terbuka aktif yang mendukung meningkatkan jumlah dan kualitas ruang terbuka. Isi dari prinsip tata guna lahan ruang terbuka telah menunjukkan bahwa telah ada upaya pemerintah untuk mengembalikan peran ruang terbuka sebagai
83
ruang publik. Ruang terbuka publik selain sebagai ruang integrasi sosial, diharapkan dapat menghidupkan ruang terbuka hijau untuk meningkatkan kualitas ruang terbuka. Namun isi dari draf tersebut masih belum menggambarkan arahan secara lebih spesifik. Insentif dan disinsentif juga disediakan untuk merangsang penyediaan ruang terbuka publik. Namun seharusnya usulan kebijakan tersebut tidak hanya bagi penyedia ruang terbuka publik, tetapi juga bagi yang bersedia memanfaatkan ruang terbuka publik berdasarkan aturan pelestarian. Misalnya insentif diberikan kepada pihak yang bersedia mengembangkan aktivitas wisata air di kawasan Sunda Kelapa dan Kali Besar serta memberikan disinsentif bagi pihak pengembang yang merusak kawasan atau melanggar aturan pelestarian. Menurut Arifin (2005) salah satu pendekatan dalam pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan cara menjalankan insentif dengan tujuan menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, dan sistem disinsentif bertujuan untuk menanggulangi kerusakan lingkungan. Dalam Draf Rencana Induk Kota Tua telah diusulkan beberapa kawasan yang dianggap membutuhkan ruang terbuka publik yaitu kawasan Pekojan, Pinangsia, Glodok dan Peremajaan dengan Taman Fatahillah sebagai ruang publik utama (Gambar 43). Usulan tersebut dibuat dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut memiliki tingkat kepadatan tinggi. Namun usulan tersebut perlu dikaji kembali bagaimana strategi pelaksanaanya, mengingat kawasan tersebut hampir sudah tidak lagi memiliki lahan kosong, berarti untuk membuka ruang terbuka perlu dilakukan pembongkaran kawasan yang sudah terbangun. Dalam draf tersebut, ruang terbuka di Zona Inti sebagai ruang terbuka publik hanya dialokasikan pada Taman Fatahillah sebagai ruang publik utama sedangkan ruang terbuka lainnya belum menjadi alternatif sebagi ruang publik. Pertimbangan ruang terbuka publik bersejarah seharusnya dapat dijadikan sebagai alternatif pemilihan ruang publik yang pemanfaatannya disesuaikan dengan nilai integritas dan karakter kawasan. Ruang terbuka publik bersejarah yang memiliki nilai integritas tinggi dapat diusulkan menjadi alternatif ruang terbuka publik tambahan sebagai perluasan dari ruang publik utama.
84
Ruang terbuka sebagai ruang terbuka hijau yang menjadi usulan Draf Rencana Induk adalah kawasan Kali Besar, Roa Malaka, Jalan Nelayan Timur, Jalan Pintu Kecil dan Jalan Pancoran serta Taman Gedung BNI (Gambar 43). Usulan ruang terbuka pada Draf Rencana Induk yang termasuk Zona Inti adalah hanya kawasan Kali Besar, Jalan Nelayan Timur dan Jalan Pancoran serta taman yang berada di depan Gedung BNI.
PETA USULAN RUANG TERBUKA KOTA TUA JAKARTA
Gambar 43. Usulan Ruang Terbuka dan Tata Hijau dalam Rencana Induk Kota Tua Jakarta (Sumber: Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2007) Ruang terbuka publik sebagai tempat aktivitas publik harus juga memberikan
kenyamanan.
penghijauannya.
Hal
ini
dapat
dilakukan
dengan
menata
Penanaman pohon yang tepat akan membantu memberikan
85
kenyamanan di Kota Tua. Secara mendasar pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta harus diupayakan dalam rangka pelestarian ruang bersejarah dengan mengoptimalkan fungsinya sekaligus memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Peran ruang terbuka publik bagi pejalan kaki sudah menjadi usulan dalam Draf Rencana Induk Kota Tua. Penyediaan jalur pedestrian yang nyaman pada ruang terbuka publik menjadi bagian rencana dalam pengembangan Kota Tua Jakarta begitupula dengan sarana transportasi berupa shuttle bus sebagai alternatif moda transportasi bagi pengunjung Kota Tua (Gambar 44).
PETA USULAN AREA PEJALAN KAKI DAN JALUR SHUTTLE BUS KOTA TUA JAKARTA
Area pejalan kaki Pemberhentian Shuttle Bus Jalur Shuttle Bus Batas Zona Inti (terbaru)
Gambar 44. Usulan Area Pejalan Kaki dan Jalur Shuttle Bus dalam Draf Rencana Induk Kota Tua (Sumber: Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2007) Usulan penyediaan jalur bagi pejalan kaki dan shuttle bus dalam draf tersebut masih berupa arahan umum. Kawasan yang diusulkan sebagai jalur pejalan kaki belum ditentukan secara spesifik. Seharusnya jalur yang dipilih bagi
86
pejalan kaki di kawasan bersejarah Kota Tua perlu mempertimbangkan potensi ruang berdasarkan nilai sejarah, estetika dan fungsi ruang. Sedangkan jalur yang pernah digunakan bagi tram dapat digunakan sebagai jalur shuttle bus nantinya. Berdasarkan penelusuran sejarah, jalur yang pernah sebagai jalur tram di Zona Inti adalah berawal dari ujung utara Jalan Cengkeh menuju Taman Fatahillah kemudian Jalan pintu Besar Utara dan menerus ke Jalan Pintu Selatan (Dinas Museum dan Kebudayaan, 2007). Jalur shuttle bus yang mengikuti jalur tram selain sebagai alternatif sarana transportasi dan wisata. 5.4.2. Pengelolaan dalam Pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta Pengembangan Kawasan Kota Tua melibatkan banyak pihak terkait (multi-stakeholder) baik di tingkat Pusat, Propinsi dan Kotamadya. Berdasarkan teori a triangle of forces and influences, terdapat tiga pihak yang merupakan segitiga kesatuan kekuatan dalam pengelolaan kawasan, yaitu pengelola kawasan, perwakilan yang dipilih dan pengguna kawasan (Arifin, 2005). Pihak pengelola kawasan Kota Tua adalah pemerintah yang berasal dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kotamadya. Pihak perwakilan yang meliputi akademisi, praktisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sedangkan pengguna kawasan merupakan masyarakat di tingkat lokal yang juga sangat penting dalam rangka memberikan penguatan kapasitas stakeholders lokal dalam pengembangan kawasan Kota Tua (Gambar 45). pengelola kawasan
pihak perwakilan
a triangle of forces and influences
pengguna kawasan
Gambar 45. Segitiga Kekuatan Peran Para Pihak dalam Pengelolaan kawasan
87
Oleh karena itu perlu dikembangkan jaringan kerjasama yang baik antara Pemerintah, Lembaga Non Pemerintahan dan Masyarakat. Berikut ini hasil identifikasi peran pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan Kota Tua Jakarta. a. Pemerintah Unsur Pemerintah Pusat, terdapat beberapa departemen dan instansi yang terlibat antara lain Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kantor Menteri Negara Pariwisata dan Kebudayaan, Kantor Menteri Negara BUMN, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan lain-lain. Dinas dan Intansi di lingkugan Pemerintah Propinsi DKI yang terkait dengan penanganan kawasan Kota Tua Jakarta antara lain Badan Perencanaan Pembangunan (Bapeda), Dinas Tata Kota, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Museum dan Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Biro Administrasi Perekonomian Daerah, Dinas Kebersihan, Dinas Pertamanan, Suku Dinas dan Instansi Terkait di tingkat Kotamadya seperti Bapeko (Jakarta Barat dan Jakarta Utara) dan Sudinsudin terkait. Sejak Februari 2008 Pemerintah DKI telah membentuk Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Kota Tua Jakarta sebagai perpanjangan tangan Pemerintah DKI Jakarta di bawah Dinas Museum dan Kebudayaan untuk melaksanakan programprogram pengembangan Kota Tua secara langsung dan bersifat teknis. Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 127 Tahun 2007 Unit Penataan dan Pengembangan kawasan Kota Tua mempunyai tugas mengelola, menata, konservasi, mengembangkan, memonitor, mengendalikan dan mempublikasikan kawasan Kota Tua. Tugas-tugas tersebut ditangani oleh pihak pihak terkait yang dikoordinasikan oleh UPT Kota Tua. Misalnya dalam hal pengerjaan infrastruktur jalan, akan bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta atau Depertemen Pekerjaan Umum. Dalam penataan bekerjasama dengan Dinas tata Kota, dan bidang pariwisata akan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata. Namun karena terbentuk belum lama, maka tugas dan wewenang dari UPT Kota Tua belum berjalan baik. Bentuk koordinasi antar instansi terkait masih menjadi bagian dari masalah pengelolaan Kota Tua selain masalah sistem penganggaran dapat menghambat pelaksanaan program-program di Kota Tua Jakarta.
88
Overlapping kewenangan juga menjadi masalah dalam pengelolaan Kota Tua Jakarta.
b. Lembaga Non Pemerintahan Pengembangan kawasan Kota Tua memerlukan penanganan secara serius dengan melibatkan semua pelaku pembangunan lainnya. Komponen lembaga non pemerintahan terdiri dari : •
Unsur Perguruan Tinggi dan para ahli dan pengamat perkotaan sebagai pihak yang dapat membantu dalam berbagai penelitian dan pengkajian. Dalam hal ini pemerintah DKI Jakarta telah bekerjasama dengan unsur perguruan tinggi seperti dari Univesitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan para ahli perkotaan dari Pusat Studi Urban Desain (PSUD) dan biro-biro konsultan perkotaan.
•
Stakeholder Forum yang menjadi ‘sparring partner’ bagi Pemerintah dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, seperti Paguyuban Kota Tua
•
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kemasyarakatan dapat memberikan pendampingan dan advokasi pada masyarakat kota terkait dengan pengembangan kawasan perkotaan; seperti JOK (Jakarta Old Kotaku)
•
Unsur pengusaha baik yang tergabung dalam Kadin dan REI sebagai penyedia pelayanan dan jasa (service provider) maupun sebagai pelaku kegiatan usaha. . Unsur lembaga non pemerintahan memiliki peran penting dalam pelestarian
dan pengembangan Kota Tua Jakarta sebagai penyeimbang kebijakan agar dalam setiap program dan perencanaannya tidak hanya dari sudut pandang dari pihak pemerintah saja. Selain sebagai sparring partner bagi pemerintah unsur lembaga ini juga sebagai pemberi pendampingan dan perpanjangan tangan dari masyarakat. Namun dalam pelaksanannya masih terjadi kesenjangan dan dalam melakukan program-program di Kota Tua dilakukan tanpa koordinasi yang jelas antara pemerintan, unsur non kelembagaan (seperti LSM-LSM) dan masyarakat.
89
b. Masyarakat Peran masyarakat di tingkat lokal sangat penting dalam rangka memberikan partisipasinya dalam pengelolaan dan memperkuat kapasitas stakeholders lokal dalam pengembangan kawasan Kota Tua. Oleh karena itu perlu dikembangkan jaringan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Masyarakat langsung atau melalui tokoh-tokohnya dapat digali preferensinya dalam pengembangan Kotutua agar masyarakat sebagai pemilik dan pengguna kawasan dapat lebih memiliki sense of belonging yang tinggi terhadap Kota Tua. Peran serta masyarakat, dalam hal ini baik masyarakat setempat ataupun sebagai pengunjung sangat penting. Usulan-usulan dan pemikiran dari masyarakat sebagai stakeholder, perlu untuk diterima dan didengarkan. Pada dasarnya, mereka memiliki preferensi tersendiri atas revitalisasi lingkungan Kota Tua Jakarta. Namun sampai saat ini keterlibatan mereka sampai saat ini belum terwujud, hal ini dapat dibuktikan pada upaya revitalisasi yang hanya pada peningkatan fisik lingkungan dan belum mendatangkan pengaruh atas berfungsinya dan berkembangnya kawasan.
5.5. Preferensi Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Secara umum fungsi ruang publik harus memenuhi tiga hal, yaitu responsif, demokratis dan bermakna responsif (Carr, 1992). Responsif artinya ruang publik harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Sementara demokratis berarti ruang publik seharusnya dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya serta aksisebel dari berbagai kondisi fisik manusia. Dan terakhir bermakna yang berarti ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang dan dunia luas serta dengan konteks sosial (Carr, 1992). Sedangkan suksesnya sebuah ruang publik menurut Carmona et al. (2003) dapat diukur dari beberapa variabel yaitu : 1) kenyamanan, 2) akses dan linkage, 3) kegunaan ekonomis, 4) kebutuhan sosial. Oleh karena itu untuk memenuhi hal tersebut
perlu digali faktor-faktor penting dalam pemanfaatan ruang terbuka
publik berdasarkan masukan dari masyarakat. Pengembangan sebuah kawasan, dalam hal ini adalah kawasan Kota Tua sudah saatnya untuk melibatkan
90
masyarakat (community based) yang menghuni dan menggunakan kawasan tersebut (Budiharjo, 1999). Masyarakat sebagai komunitas pengguna/pengunjung kawasan dan pemilik banguna tidak dapat lagi hanya dijadikan sebagai objek dari pengembangan kawasan Kota Tua, akan tetapi harus dilibatkan sebagai pelaku yang turut memberikan masukan dan pemikirannya, baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (Dinas Museum dan Kebudayaan, 2007). Dari data kuesioner yang berisi pertanyaan yang ditujukan kepada responden masyarakat. Isi pertanyaan dapat dilihat pada Lampiran 5. Sebelum tahap analisis terlebih dahulu dilakukan tahap uji validitas dan realibilitas sebagai berikut : a. Uji Validitas Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa uji validitas ini digunakan untuk melihat seberapa besar korelasi antara faktor satu dengan faktor lain yang menjadi pembentuk variabel. Hasil uji validitas data dapat diketahui bahwa instrument/alat ukur yang akan digunakan adalah valid, baik Zona 1, Zona 2, dan Zona 3 maupun Zona 4, karena nilai Item – Total Correlation lebih besar dari R-tabel masingmasing variabel (Lampiran 5). Dengan demikian semua faktor dapat dilanjutkan untuk uji realibilitas. b. Uji Realibilitas Pada uji realibilitas ini akan dilihat berapa besar nilai Cronbach’s Alpha. Dan dapat diketahui bahwa seluruh item memiliki nilai rata-rata interkorelasi di antara butir-butir pernyataan dalam kuesioner, lebih besar dari 0,6 nilai Cronbach’s Alpha-nya, dengan demikian data kuesioner di atas dianggap realibel. Hasil perhitungan uji dan analisis dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Dibawah ini merupakan hasil analisis yang merupakan preferensi masyarakat terhadap kebutuhan dalam pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta pada masing-masing zona. a. Zona Sunda Kelapa Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 16, pertanyaan (operasional variabel) yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian responden masyarakat adalah dalam hal peningkatan karakter bersejarah (43% dan 17%), ketersediaan jalur pedestrian dan penegkap jalan (33% dan 30%), pohon pelindung (40% dan 20%) dan pedestrian linkage (50% dan 30%), ketersediaan
91
pelengkap jalan (sebagian), shuttle bus (30% dan 40%) dan tempat parkir (10 % dan 67%) dan peningkatan aktivitas/even (23 % dan 53%). Jawaban responden menunjukkan bahwa variabel yang sangat dibutuhkan oleh responden masyarakat pada Zona Sunda Kelapa adalah kenyamanan dan image ditambah dengan beberapa kebutuhan akses dan lingkage.
Tabel 16. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Sunda Kelapa Variabel
Kenyamanan dan Image
Akses dan linkange
Kegunaan ekonomi
Kegunaan sosial budaya
Tingkat Kepentingan dan Jumlah Responden (%) Sub Variabel SP P CP KP Karakter fisik 43 17 7 20 Jalur pedestrian 33 30 30 7 Pelengkap jalan (street 23 50 13 13 furniture) Pohon pelindung 40 20 17 10 30 40 30 0 Ketersediaan shuttle bus Pedestrian linkage 50 30 10 3 Halte 0 3 50 17 Tempat parkir 10 67 10 7 Koordinasi PKL 7 27 17 27 Investor 3 20 17 43 Jenis usaha 0 10 30 50 Street market 0 50 10 23 23 53 7 17 Jenis & frekuensi aktivitas Penambahan waktu 13 10 30 30 aktivitas Fasilitas bagi semua 10 7 40 27 kalangan Fasilitas pendukung 7 0 37 33
TP 13 0
Total 100 100
0
100
13 0 7 30 7 23 17 10 17 0
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
17
100
17
100
23
100
Sumber: Data Olahan Keterangan : SP (Sangat Penting), P (Penting), CK (Cukup Penting, KP (Kurang Penting) dan TP (Tidak Penting)
b. Zona Fatahillah Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 17, pertanyaan (operasional variabel) yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian responden masyarakat adalah mempertahankan karakter bersejarah (20% dan 40%), street furniture (23% dan sebagian), pedestrian linkage (50% dan 30%), koordinasi PKL (7% dan 47%), peningkatan jenis dan frekuensi aktivitas (60% dan 17%), penambahan waktu even (47 % dan 10%) dan penyediaan fasilitas bagi semua kalangan (17% dan 40%). Dari jawaban responden menunjukkan bahwa variabel yang paling banyak dibutuhkan adalah kebutuhan terhadap kegunaan secara sosial yaitu dengan cara meningkatkan jenis dan frekuensi kegiatan/even serta menambah waktunya hingga malam hari. Menurut Lynch (1981) aktivitas dalam ruang sangat terkait dengan waktu pengadaan kegiatan. Pengaturan waktu
92
kegiatan perlu dilakukan dengan memperhatikan waktu-waktu khusus seperti jam kerja, akhir pekan, liburan dan sebagainya. Waktu kegiatan harus diatur agar tidak terjadi penggunaan ruang yang hanya digunakan pada waktu tertentu dan tidak termanfaatkan dalam waktu yang sangat panjang. Menurut Jacobs (1961), keberhasilan pada sebuah street (jalan) ditunjukkan pada keaktifan kegiatan pada waktu yang berbeda. Pengeloaan waktu bertujuan untuk menghindari konflik, menyebar kegiatan ke dalam beberapa waktu dan memanfaatkan even-even tertentu seperti market days berupa bazar. Peningkatan jenis dan frekuensi kegiatan di ruang terbuka Zona Fatahillah dapat dilakukan bersama dengan pengaturan waktunya.
Tabel 17. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Fatahillah Tingkat Kebutuhan dan Jumlah Responden (%) Sub Variabel SP P CP KP Karakter fisik 20 40 7 20
Variabel
Kenyamanan dan Image
Akses dan linkage
Kegunaan ekonomi
Kegunaan sosial budaya
Jalur pedestrian Pelengkap jalan (street furniture) Pohon pelindung Ketersediaan shuttle bus Pedestrian linkage Halte Tempat parkir Koordinasi PKL Investor Jenis usaha Street market Jenis & frekuensi aktivitas Penambahan waktu aktivitas Fasilitas bagi semua kalangan Fasilitas pendukung
TP 13
Total 100
23
100
17
10
23
27
23
50
13
13
0
100
20 30 50 10 10 7 13
17 40 30 17 67 47 23
13 30 10 23 10 17 17
27 0 3 20 7 20 30
23 0 7 30 7 10 17
100 100 100 100 100 100 100
10 0 60 47
13 50 17 10
30 10 7 13
37 23 17 13
10 17 0 17
100 100 100 100
17
40
13
13
17
100
0
7
20
33
40
100
Sumber: Data Olahan Keterangan : SP (Sangat Penting), P (Penting), CK (Cukup Penting, KP (Kurang Penting) dan TP (Tidak Penting)
c. Zona Pecinan Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 18, pertanyaan (operasional variabel) yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian responden masyarakat adalah ketersediaan shuttle bus (17% dan 57%), ketersediaan pedestrian linkage (67% dan dan 30%), koordinasi PKL (43% dan 20%), prioritas bagi investor lokal (93% dan 3%), pemanfaatan untuk street market (67% dan 23%), peningkatan jenis aktivitas/even (87% dan 7%). Dari
93
jawaban responden menunjukkan bahwa variabel yang paling dibutuhkan adalah pemanfaatan ruang terbuka untuk kegunaan ekonomi dan menyusul kebutuhan terhadap akses dan linkage. Tabel 18. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Pecinan Tingkat Kebutuhan dan Jumlah Responden (%)
Variabel
Kenyamanan dan Image
Sub Variabel Karakter fisik
SP
P
CP
KP
TP
Total
10
40
27
17
7
100
Jalur pedestrian
0
43
23
17
17
100
0
43
23
17
17
100
0 17 67 13
10 57 30 20
23 23 3 20
40 3 0 27
27 0 0 20
100 100 100 100
0
73
27
0
0
100
Koordinasi PKL Investor lokal
43
20
20
17
0
100
93
3
3
0
0
100
Jenis usaha
33
3
20
23
20
100
Street market Jenis & frekuensi aktivitas
67 87
23 7
3 7
7 0
0 0
100 100
Penambahan waktu aktivitas Fasilitas bagi semua kalangan
20
13
23
30
13
100
13
10
17
20
40
100
17
13
10
33
27
100
Pelengkap jalan (street furniture) Pohon pelindung Ketersediaan shuttle bus Pedestrian linkage Halte Tempat parkir
Akses dan linkange
Kegunaan ekonomi
Kegunaan sosial budaya
Fasilitas pendukung
Sumber: Data Olahan Keterangan: SP (Sangat Penting), P (Penting), CK (Cukup Penting, KP (Kurang Penting) dan TP (Tidak Penting)
d. Zona Pekojan Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 19, pertanyaan (operasional variabel) yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian responden masyarakat adalah pedestrian linkage 43% dan 22%), street market (23% dan 67%) peningkatan jenis aktivitas (87% dan 7%). Dari jawaban responden menunjukkan bahwa dari 16 pertanyaan, haya sebagian kecil yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian masyarakat yang ada di sekitar Jalan Pekojan ini. Ketersediaan jalur pedestrian yang menghubungkan dengan kawasan lain merupakan kebutuhan akan terbentuknya keterpautan kawasan ini dengan kawasan lainnya. Keberadaan street market dan peningkatan
94
jenis dan frekuensi aktivitas sebagai upaya agar ruang terbuka ini dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik. Tabel 19. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Pekojan Tingkat Kebutuhan dan Jumlah Responden (%) Variabel Sub Variabel Karakter fisik Kenyamanan dan Image
Akses dan linkange
Kegunaan ekonomi
Kegunaan sosial budaya
Jalur pedestrian Pelengkap jalan (street furniture) Pohon pelindung
SP 7
P 13
CP 23
KP 30
TP 27
Total 100
0
43
23
17
17
100
0
13
10
27
50
100
0
10
23
40
27
100
Ketersediaan shuttle bus
13
3
20
3
33
100
Pedestrian linkage Halte Tempat parkir Koordinasi PKL
43 13 0 13
22 20 20 17
7 20 23 13
12 27 23 37
16 20 33 20
100 100 100 100
Investor
27
3
3
33
33
100
Jenis usaha
7
3
20
33
37
100
Street market
23 87 20 13
67 7 13 10
3 7 23 17
7 0 30 20
0 0 13 40
100 100 100 100
17
13
10
33
27
100
Jenis & frekuensi aktivitas Penambahan waktu aktivitas Fasilitas bagi semua umur Fasilitas pendukung
Sumber:Data Olahan
Keterangan : SP (Sangat Penting), P (Penting), CK (Cukup Penting, KP (Kurang Penting) dan TP (Tidak Penting)
5.6. Konsep dan Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan 5.6.1. Konsep Pelestarian Ruang Terbuka Publik Bersejarah Kawasan Kota Tua Jakarta adalah kawasan kota lama yang merupakan pusat kota pada masa lampau yang kemudian seiring dengan perkembangan zaman mengalami pergeseran fisik dan fungsi. Sebagai kota yang memiliki nilai sejarah tinggi, kawasan ini memiliki ruang terbuka bersejarah dengan karakternya masing-masing. Berdasarkan nilai sejarah dan pengamatan kondisi yang ada pada saat ini, ruang terbuka pada masing-masing zona di Kota Tua memiliki karakter khusus. Zona Sunda Kelapa memiliki ruang terbuka dengan orientasi ke laut yang mencerminkan citra bahari. Zona Fatahillah memiliki ruang terbuka dengan karakter fisik formalitas pada ruang terbuka, yang berupa jalan (street) yang berpola grid dan square dengan dominasi bangunan dengan gaya arsitektur kolonial campuran tropis modern (eklektik). Zona Pecinan dengan ruang terbuka
95
berkarakter komersil Pecinan, dan Zona Pekojan dengan karakter ruang terbuka di sekitar hunian yang berbudaya-religius. Konsep umum ruang terbuka dalam Draf Rencana Induk Kota Tua berisi pelestarian Kota Tua melalui integrasi aktivitas manusia di dalam ruang terbuka hijau kawasan menjadi dasar dalam pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah. Dengan potensi yang ada sebagai ruang bersejarah, ruang terbuka publik yang ada di Kota Tua Jakarta harus mampu menjadi wadah atas kebutuhan integrasi publik serta mendukung ketersediaan ruang terbuka hijau. Namun tidak kalah pentingnya adalah upaya pelestarian lingkungan bersejarah. Ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta harus dapat menciptakan karakter kota dan memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya (Dharmawan, 2005). Oleh karena itu Kota Tua Jakarta harus dapat “mewujudkan ruang terbuka publik bersejarah yang merepresentasikan karakter sejarah dan citra zona kawasan dengan mengoptimalkan kontinuitas, fungsi dan kenyamanan pengguna”. Sebagai kawasan yang memiliki nilai historis, ruang terbuka bersejarah di dalamnya berperan sebagai tonggak sejarah kota yang harus dilestarikan dan dihidupkan segala daya. Pelestarian ruang terbuka diarahkan pada peningkatan citra berdasarkan karakter pada masing-masing zona. Ruang terbuka Zona Sunda Kelapa dengan ‘Citra Bahari’ , Zona Fatahillah dengan ‘Citra Kota Kolonial’, Zona Pecinan dengan ‘Citra Komersil Pecinan’ dan Zona Pekojan dengan ‘Citra Budaya Religius’ (Gambar 46). Selain dapat merepresentasikan karakter dan citra zona, ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta juga harus mengoptimalkan pemanfaatan dan fungsinya sebagai ruang publik. Secara esensial menurut Carr (1992) ruang terbuka publik harus memenuhi kriteria yaitu memberi makna atau arti bagi masyarakat setempat secara individual
maupun kelompok (meaningful),
tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomodir kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut (responsive), dan menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas tanpa ada diskriminasi (democratic).
96
Ruang Terbuka “CITRA BAHARI”
Sunda Kelapa
Ruang Terbuka “CITRA KOTA KOLONIAL”
Fatahillah
Ruang Terbuka “CITRA BUDAYA RELIGIUS”
Pecinan
Ruang Terbuka “CITRA KOMERSIAL PECINAN”
Pekojan
Gambar 46. Konsep Karakter Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta
97
5.7.2. Arahan Pelestarian Ruang Terbuka Publik Bersejarah Tisler (1979) berpendapat bahwa pelestarian lanskap sejarah (preservasi) merupakan upaya memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak dari hal negatif atau yang merusak keberadaanya atau nilai yang dimilikinya. Menurutnya tindakan pelestarian sebagai proses penerapan cara-cara untuk mempertahankan dan mendukung keutuhan karakter suatu kawasan dan keberlangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia. Tindakan yang dilakukan untuk pelestarian dapat beragam, dimana untuk setiap tindakan dapat dilakukan dengan suatu pendekatan atau kombinasi beberapa pendekatan.. Berdasarkan hasil penelusuran karakter dan analisis integritas ruang terbuka, dihasilkan klasifikasi tindakan berdasarkan tingkat integritas ruang terbuka publik. Klasifikasi ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam arahan pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik yang diklasifikasikan menjadi : 1. Ruang integritas tinggi sebagai ruang yang perlu dilakukan preservasi atau sejenisnya (konservasi atau rehabilitasi) untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau karakter sejarah terdahulu dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak dari hal negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya dan perlu pembatasan dalam memasukkan fungsifungsinya. 2. Ruang integritas sedang sebagai ruang yang perlu dilakukan upaya adaptive use, yaitu dengan pemanfaatan karakter bersejarah penting yang masih ada dan memasukkan kebutuhan masa kini. Upaya lain dapat dilakukan dengan menciptakan kembali karakter yang sudah tidak ada lagi (rekonstruksi), meletakkan kembali yang sudah tidak ada (restorasi) atau membuat tiruan karakter sejarah yang pernah ada (replikasi) dalam rangka memperkuat karakter yang yang sudah mulai terkikis. 3. Ruang integritas rendah, artinya ruang tersebut dapat dikembangkan lebih bebas baik secara fisik ataupun fungsi, namun tetap mendukung citra kawasan. Upaya pelestarian harus mempertimbangkan segala persyaratan kawasan dari berbagai hal yang bersifat holistik atau menyeluruh. Kegiatan tersebut harus
98
menitikberatkan pada upaya pemanfaatan yang lebih kreatif, menghasilkan berbagai produk warisan (heritage products) yang baru, melaksanakan berbagai program partisipasi, kegiatan ekonomi dan sosial budaya di kawasan pelestarian tersebut (Haris dan Dines, 1988). Oleh karena itu arahan dalam pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta juga dapat memenuhi tujuan tersebut di atas yang akan dipaparkan berikut ini berdasarkan zona kawasan.
5.7.2.1. Zona Sunda Kelapa Sebagai zona yang memiliki karakter bahari, maka ruang terbuka publik perlu diarahkan untuk peningkatan “Citra Bahari’ dengan penjelasan sebagai berikut : a. Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki ruang terbuka yang berorientasi ke laut. Sebagai kawasan bersejarah yang dilindungi, karakter dan aktivitas yang mencerminkan citra bahari perlu dilestarikan. Berdasarkan penilaian, ruang terbuka ini memiliki nilai integritas tinggi (Tabel 14). Dalam rangka mempertahankan warisan budaya/sejarah yang memiliki karakteristik spesifik suatu kawasan dan untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau, masa kini dan masa depan (Nurisyah, 2001), perlu dilakukan konservasi terhadap keberadaan ruang terbuka pada pelabuhan bersejarah ini berserta elemen dan aktivitasnya. Elemen-elemen seperti Kapal Phinisi dan aktivitas bongkar muat barang secara tradisional harus dipertahankan dan fungsi atau kegiatan baru yang dimasukkan harus diupayakan agar tidak merusak karakter asli kawasan. Pelestarian dan pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa telah didukung pemerintah berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 1070 tahun 1990 tentang penguasaan perencanaan bidang tanah dan bangunan yang mencakup kawasan wisata bahari di kawasan Sunda Kelapa. Oleh karena itu pelabuhan ini perlu lebih dikembangkan, tidak sekedar sebagai lingkungan cagar budaya namun dapat dijadikan sebagai kawasan wisata yang menarik. Ruang terbuka perlu dimanfaatkan untuk mendukung terciptanya kehidupan sosial dan ekonomi.
99
Dalam rangka mendukung wisata bahari, kapal-kapal dan aktivitas bongkar muat barang dapat dijadikan sebagai obyek dan atraksi bahari yang menarik dan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat setempat. Kenyamanan bagi pengguna kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa juga harus menjadi prioritas untuk mencapai tujuan sebagai kawasan wisata bahari. Menurut Carr (1992), kenyamanan merupakan syarat keberhasilan dari ruang publik yang mencakup kenyamanan fisik dan psikologis. Kenyamanan tersebut dapat dipenuhi melalui desain fisik dan strategi pengelolaan. Untuk mendukung kenyamanan bagi pengguna kawasan, di sepanjang pelabuhan ini diperlukan jalur pedestrian sebagai area khusus bagi pejalan kaki untuk menghindari konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan-kendaraan besar seperti truk-truk pengangkut barang. Selain itu menurut Anggraini (2006) jalur pedestrian (pedestrian walk) di kawasan Kota Tua berfungsi sebagai penunjang kegiatan wisata maupun kegiatan sehari-hari yang berada pada kawasan. Lebar jalan tersebut minimal 3 m untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Di sepanjang jalur pedestrian dapat dilengkapi pelengkap jalan (street furniture) seperti bangku, tempat sampah, papan informasi dan sebagainya serta tata hijau berupa penataan pohon untuk mendukung kenyamanan dari pengaruh suhu yang relatif tinggi (Gambar 47).
Gambar 47. Kondisi Pelabuhan Sunda Kelapa Ilustrasi Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa
Keberadaan pohon peneduh di Pelabuhan Sunda Kelapa, selain dapat memberikan perlindungan dari suhu yang relatif tinggi, juga harus pula dapat memperkuat karakter kawasan sebagai kawasan bahari. Berdasarkan kriteria yang
100
ditentukan dalam English Heritage (2000) bahwa penampilan vegetasi harus sesuai dengan konteks sejarah atau konteks lokal
serta mempertimbangkan
kesesuaian material dengan penampilan. pohon kelapa (Cocos nucifera), waru laut (Hibistus tiliaceus) dan ketapang (Terminalia catappa) dan cemara laut (Cassuarina equisetifolia) dapat menjadi alternatif untuk ditanam disepanjang jalur pedestrian (Gambar 48). Menurut Lynch (1981), jalur pedestrian dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menyediakan jalur tersebut yang saling tersambung (connected). Oleh karena itu, untuk membentuk tautan (linkage) di kawasan Kota Tua, jalur pedestrian yang disediakan di Pelabuhan Sunda Kelapa harus kontinyu dan terhubung dengan Pasar Ikan dan zona Fatahillah untuk memberikan kemudahan bagi pejalan kaki untuk melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya (Carmona et al., 2003).
Gambar 48. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa
101
b. Pasar Ikan Sebagai kawasan yang memiliki nilai integritas sedang (Tabel 14), tindakan yang perlu dilakukan adalah kegunaan adaptif yaitu dengan memanfaatkan nilai sejarah yang ada dan memasukkan fungsi disesuaikan dengan kebutuhan masa kini. Pasar Ikan Sunda Kelapa sebagai lingkungan cagar budaya dapat dimanfaatkan sebagai generator vitalitas revitalisasi Kota Tua secara terpadu (Dinas Tata Kota, 2005). Ruang terbuka dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi yang tetap dapat memperkuat citra kawasan. Bagian utara kawasan Pasar Ikan yang sekarang menjadi permukiman semi permanen yang kumuh dengan kualitas lingkungan yang buruk perlu direhabilitasi dan disediakan sebagai ruang terbuka yang berpotensi sebagai wadah aktivitas ekonomi dan sosial yang mendukung citra bahari. Tindakan rehabilitasi tersebut meliputi perbaikan lingkungan, utilitas, fungsi dan penampilan ruang terbuka bersejarah sebagai upaya pelestarian dengan pertimbangan kenyamanan dan lingkungan (Nurisjah, 2001). Insentif bagi masyarakat untuk menciptakan kegiatan atau fungsi baru yang dapat mendukung citra kawasan perlu dilakukan. Kegiatan wisata berupa penyediaan fasilitas penyeberangan seperti taksi air dapat menjadi alternatif dalam mengakses Pasar Ikan dari arah Pelabuhan Sunda Kelapa (Gambar 49).
Gambar 49. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Pasar Ikan
102
Pelaksanaan kegiatan (event) tertentu yang bercitra bahari dapat dilakukan di ruang terbuka ini. Even yang didukung dengan suasana pemandangan di kawasan ini sebagai upaya untuk lebih menghidupkan suasana pelabuhan dan memperkuat budaya bahari yang semakin lama semakin terkikis. Kegiatan atau even tersebut dapat berupa lomba fotografi bahari, atraksi dayung perahu dan sebagainya. c. Jalan Tongkol Ruang terbuka ini pada awal kekuasaan VOC belumlah ada. Di atas jalan ini dahulu terdapat sebuah kastil pertahanan VOC yang di dalamnya juga terdapat lapangan eksekusi. Berdasarkan penilaian kawasan ini termasuk kawasan yang bernilai sedang sehingga dapat dilakukan penggunaan adaptif (adaptive use) dengan mengakomodasi kebutuhan baru di dalamnya. Pada titik-titik tertentu di sepanjang jalur pedestrian, dapat diletakkan kios-kios kecil komersial yang tidak terbatas jenisnya. Jalur ini dapat dijadikan sebagai akses yang menghubungkan antara Zona Fatahillah dengan Zona Sunda Kelapa, sebagai lanjutan dari Jalan Cengkeh (Gambar 50). Di Jalan ini perlu dibuat jalur pedestrian yang memadai agar akses menuju Zona Sunda Kelapa tidak terputus. c. Jalan Nelayan Timur Jalan Nelayan Timur sebagai ruang terbuka yang memiliki nilai rendah dapat lebih bebas dikembangkan. Jalur ini dapat dijadikan akses yang menghubungkan Zona Fatahillah dengan Zona Sunda Kelapa melalui kawasan Kali Besar (Gambar 50). Ruang terbuka pada jalan ini dapat ditunjang dengan fungsi pendukung seperti kios atau retail. Kenyamanan menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk dipenuhi, yaitu dengan ketersediaan jalur pedestrian yang kontinu dengan ketersediaan pohon peneduh di sepanjangnya. Pohon yang dapat menjadi alternatif yaitu tanjung (Mimussops elengi), bungur (Lagerstroemia losreginae), mahoni (Swietenia mahogani).
103
Gambar 50. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Jalan Tongkol dan Jalan Nelayan Timur 5.7.2.2. Zona Fatahillah Pada zona ini terdapat ruang terbuka berupa jalan (street) dan square yang didominasi bangunan disekelilingnya (dominated square). Zona ini merupakan zona yang memiliki karakter morfologi ‘kota kolonial’ yang menampilkan bentuk formalitas pola grid dan desain blok dengan orientasi pada ruang terbuka utama. Massa besar yang sebagian besar dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB) = 0 atau streetwall buildings juga menjadi karakter ruang terbuka pada zona ini. Ruang terbuka pada Zona Fatahillah perlu diarahkan pada peningkatan “Citra Kota Kolonial”. Untuk memproteksi karakter sejarah yang bernilai dari perubahan yang negatif perlu dilakukan ufisik ruang terbuka yang dapat memperkuat citra harus dipertahankan. Formalitas pada desain ruang terbuka menjadi karakter yang harus dipertahankan. Fasade improvement (perbaikan fasade) pada bangunan-bangunan bersejarah yang rusak dan pemasangan utilitas bawah tanah (underground utilitas) harus dilakukan untuk menciptakan image yang dapat meningkatkan kualitas visual pada ruang terbuka. Ruang terbuka pada Zona Fatahillah perlu diarahkan pada peningkatan “Citra Kota Kolonial”. Pada ruang yang memiliki nilai integritas tinggi, karakter
104
fisik ruang terbuka yang dapat memperkuat citra harus dipertahankan. Formalitas pada desain ruang terbuka menjadi karakter yang harus dipertahankan. Facade Improvement (perbaikan fasade) pada bangunan-bangunan bersejarah yang rusak dan pemasangan utilitas bawah tanah (underground utilitas) harus dilakukan untuk menciptakan image yang dapat meningkatkan kualitas visual pada ruang terbuka (Gambar 51).
Gambar 51. Kondisi bangunan rusak di Jalan Pintu Besar Utara dan Utilitas listrik yang mengganggu kesan visual di Jalan Kali Besar Fungsi dan aktivitas baru perlu dibatasi agar tidak merusak karakter asli pada ruang terbuka, misalnya dengan kegiatan komersil semi permanen dan insidentil. Pada ruang yang memiliki nilai integritas sedang dapat dilakukan upaya rehabilitasi atau restorasi dan dimasukkan fungsi baru sesuai kebutuhan, namun tetap mempertahankan karakter sejarah yang masih ada. Sedangkan pada ruang terbuka yang memiliki nilai rendah dapat dilakukan tindakan fisik dan pemanfaatan yang lebih bebas namun tetap mendukung kawasan. Secara khusus di bawah ini akan dibahas arahan pelestarian dan pemanfaatan yang dapat dilakukan pada setiap ruang terbuka.
a. Taman Fatahillah, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Poskota, Jalan Lada, Jalan Bank Taman Fatahillah merupakan pusat ruang terbuka dari Zona Fatahillah bahkan Koa Tua yang menampilkan formalitas dalam desain ruang terbuka berupa square. Sebagai ruang terbuka aktif yang merupakan titik pusat Zona 2 bahkan Kota Tua, Taman Fatahillah memiliki nilai sejarah yang paling tinggi. Hal ini
105
berarti karakter ruang terbuka yang dapat memperkuat citra kawasan harus dipertahankan. Jalan setapak berbentuk
garis diagonal yang dulu pernah
diperuntukkan untuk melintas bagi masyarakat harus terus dipertahankan dan dipertegas keberadaannya. Sebagai ruang terbuka yang memiliki nilai integritas tinggi (Tabel 14), Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Poskota, Jalan Lada, Jalan Kali Besar Timur 4, Jalan Kali Besar Timur 5 perlu dilakukan upaya pelestarian pada karakter asli yang dimiliki. Pola jalan yang lurus (straight) dan membentuk pola grid menjadi karakter yang kuat yang perlu dipertahankan. Fungsi ruang terbuka dapat diaktifkan melalui kegiatan publik yang tidak permanen, baik secara terjadwal maupun insidentil. Kostof (1992) menyebutkan bahwa peran utama ruang terbuka publik adalah bukan hanya sebagai tempat aktivitas publik, seperti upacara rakyat, parade, pasar dan sebagainya, juga sebagai sirkulasi publik dan tempat berkumpul. Namun aktivitas-aktivitas tersebut pada ruang terbuka publik yang memiliki nilai integritas tinggi perlu dibatasi dan diatur melalui pengelolaan jenis, frekuensi dan waktu. Keberadaan pedagang-pedagang pada ruang terbuka perlu dibatasi jumlahnya. Sistem perparkiran juga harus diatur agar tidak mengganggu aktivitas di taman. Permasalahan yang terjadi adalah kebutuhan akan lahan parkir sangat tinggi, namun lahan yang ada untuk parkir kendaraan secara khusus tidak ada. Oleh karena itu pengaturan terhadap tempat parkir juga menjadi bagian yang penting untuk diperhatikan, misalnya dengan mengalokasikan tempat parkir khusus secara profesional di tempat tertentu yang tidak mengganggu aktivitas di sekitar Taman Fatahillah. Sesuai dengan upaya yang diusulkan dalam Pengkajiaan Aspek Ketatakotaan pada Kawasan Kota Tua, adalah dengan menerapkan konsep ‘park and ride‘ dengan menyediakan kantung-kantung parkir di luar kawasan. Namun juga diusulkan untuk tetap menyediakan on street parking di sepanjang jalan yang cukup lebar di dalam kawasan Kota Tua. Namun sistem parkir on street ini haruslah tepat. Badan jalan yang dipilih diusahakan tidak mengganggu aktivitas dalam Kota Tua begitu pula pada kawasan sekitar Taman Fatahillah. Pengunjung Taman Fatahillah dapat memanfaatkan tempat parkir yang berada pada sepanjang Kali Besar baik sebelah barat maupun timur, asalkan dikelola
106
secara profesional sehingga memberikan keamanan yang baik. Ruang terbuka sekitar Taman Fatahillah seharusnya dibebaskan dari gangguan lalu lintas kendaraan dan perlu pemberlakuan pedestrianisasi penuh pada Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Kali Besar Timur 4 dan Kali Besar Timur 5, sebagai langkah penting untuk menjaga karakter dan aktifitas kawasan sekitar Taman Fatahillah. Pedestrianisasi yang dimaksud adalah pemnyediaan dan pembangunan fasilitas bagi pejalan kaki. Pengembangan sistem pedestrian di DKI Jakarta secara umum sudah tercantum dalam Pola Transportasi Makro (PTM-SK Gubernur No. 84/2004). Acuan program ini adalah mendukung program pengembangan fasilitas pejalan kaki yang memadai dan menumbuhkan budaya berjalan kaki, serta mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Salah satu cara sebagai upaya untuk menandakan jalur yang diberlakukan pedestriaisasi adalah dengan pemasangan barier pada segmen tertentu agar kendaraan tidak dapat melintas. Di bagian selatan Pintu Besar Utara upaya tersebut telah dilakukan, namun perlu ditambahkan pada bagian utara Jalan Pintu Besar Utara, sebelah barat Jalan Kali Besar Timur 4 dan Jalan Kali Besar Timur 5. Aksesbilitas dan tautan (linkage) menjadi sangat penting manakala kawasan tersebut dimaksudkan untuk menjadi kawasan yang dikunjungi (PPS, 2001). Pembenahan aksesbilitas di kawasan Kota Tua Jakarta ini dianggap penting, karena saat ini, jalan-jalan yang berada di lingkungan tersebut cukup padat oleh kendaraan, khususnya pada jam-jam kerja. Padatnya jalan tersebut tidak disebabkan oleh banyaknya kendaraan pengunjung lingkungan, namun karena kendaraan lain yang melintas. Oleh karena itu perlu ada pembatasan bagi kendaraan yang melintas, misalnya dengan melakukan penutupan pada beberapa jalan. untuk memenuhi kebutuhan terhadap aksesibilitas, jalur pedestrian harus kontinyu dan terintegrasi. Jalur tersebut dapat diperkuat dengan perabot jalan yang bersifat festive. Pohon pelindung yang disediakan jangan menghalangi sudut pandang pejalan kaki untuk melakukan apresiasi terhadap fasade bangunan yang menurut Collins and Collins (1965) sebagai freestanding sculptural mass yang merupakan bagian dari prinsip estetika ruang terbuka perkotaan (Gambar 52).
107
Gambar 52. Penanamban Pohon di Jalan Pintu Besar Utara Penyediaan shuttle bus juga sebagai alternatif bagi pengguna kawasan menuju kawasan Fatahillah atau berkeliling di kawasan Kota Tua, selain itu juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi (Dinas Tata Kota, 2005).
Jalur shuttle bus tersebut dapat mengikuti jalur tram yang pernah
beroperasi pada abad ke-19 yaitu berawal dari Jalan Cengkeh menuju Taman Fatahillah dan melintas Jalan Pintu Besar Utara dan Jalan Pintu Besar Selatan (Gambar 53). Jalur tram yang disediakan harus terintgrasi dengan pedestrian linkage dan tempat parkir yang disediakan agar pengguna kawasan dapat merasa nyaman untuk pindah dari satu alternatif transportasi yang satu ke alternatif lainnya.
Gambar 53. Usulan Shuttle bus di Kota Tua dan Jalur tram di Jalan Pintu Besar Utara (Sumber:Dinas Tata Kota, 2007) Kebutuhan terhadap peningkatan jenis aktivitas/kegiatan dianggap sangat penting bagi masyarakat. Kegiatan dapat diciptakan apabila penataan ruang dapat mendukungnya. Kegiatan yang dilakukan dapat bersifat pasif seperti menonton obyek atau atraksi (people watching), dapat pula bersifat aktif (direct experiences) terhadap ruang atau orang lain (Carr et al, 1992). Selain melihat obyek-obyek
108
bersejarah, peningkatan people watching dapat dilakukan melalui penambahan jenis dan frekuensi dari even-even yang juga berfungsi dalam meningkatkan kehidupan sosial di kawasan Kota Tua. Even yang diadakan di Zona Fatahillah perlu diperluas, agar tidak hanya terfokus pada Taman Fatahillah. Kegiatan yang diadakan perlu disebar pada ruang terbuka lainnya di sekitarnya, seperti pada Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Lada dan Jalan Poskota. Pada ruang terbuka tersebut dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik yang bersifat aktif (direct experiences) dengan menyediakan fasilitas untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk saling berinteraksi, seperti meneyediakan tempat duduk, mengadakan program senam bersama dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan besar seperti karnaval atau pawai budaya dapat menggunakan ruang terbuka di sekitar Taman Fatahillah. Even-even berupa konser dapat dilakukan misalnya di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara, atau karnaval yang melewati Jalan Poskota. Menurut Lynch (1981), pengaturan waktu (time management) merupakan salah satu pertimbangan penting dalam pengadaan aktivitas/even untuk 1) menghindari konflik, 2) menyebar ke seluruh waktu agar bermanfaat, 3) menghindari kemacetan, 4) memberikan peluang bagi kegiatan-kegitan yang disesuaikan dengan waktu-waktu khusus, seperti pada hari besar, akhir pekan atau liburan sekolah dengan
mengadakan bazar, pameran, open square dan sebagainya..
Pemberlakuan Car Free Day secara berkala setiap hari Sabtu atau Minggu dapat diterapkan untuk lebih menghidupkan suasana di sekitar Taman Fatahillah yang juga memberikan alternatif bagi pengguna kendaraan untuk berjalan kaki di kawasan ini. Jalan Pintu Besar Utara yang dulunya bernama Prinsen Straat dan pernah menjadi kawasan perdagangan ini dapat dimanfaatkan sebagai shopping street dengan juga memfungsikan bangunan di sepanjangnya terutama lantai dasar, misalnya sebagai kafe, restoran, toko-toko eceran dan galeri. Jalan Pintu Besar Utara dapat dijadikan sebagai pintu gerbang menuju kawasan Fatahillah dari arah Stasiun
Kota
dan
menjadikannya
sebagai
(pedestrianisasi) dan jalur shuttle bus (Gambar 54).
jalur
khusus
pejalan
kaki
109
Gambar 54. Ilustrasi Pemanfaatan Jalan Pintu Besar Utara b. Jalan Cengkeh Jalan yang memiliki nilai integritas sedang ini (Tabel 14), berdasarkan sejarahnya berfungsi sebagai penghubung (axis) antara kastil, Amsterdam Poort, Stadhuisplein dan Stadhuis. Karena nilai penting dari jalan ini, maka Jalan Cengkeh perlu dikembalikan sebagai axis yang menghubungkan antara Taman Fatahillah dengan kawasan Sunda Kelapa (Gambar 55). Tindakan yang dilakukan dapat melalui rekonstruksi yaitu dengan membangun ulang mengikuti karakter fungsi aslinya (Harvey dan Buggey, 1988). Amsterdam Port yang pernah berfungsi sebagai pintu gerbang dari utara perlu dihadirkan kembali (Gambar 56). Sepanjang Jalan Cengkeh ini dapat ditanami pohon Cengkeh (Syzgium aromaticum) yang berfungsi selain sebagai peneduh juga sebagai pengarah dan mempertegas fungsi axis pada jalan.
Gambar 55. Axis penghubung Taman Fatahillah dengan Zona Sunda Kelapa (Sumber: Guidelines Kota Tua)
110
Gambar 56. Amsterdam Port dulu dan sekarang (Sumber: Sejarah Kota Tua) c. Jalan Bank Jalan ini merupakan akses dari jalan Pintu Besar Utara menuju Kali Besar. Di sepanjang jalan ini merupakan bagian samping dari bangunan Bekas kantor Nederlands Indische Escomto Maatschappij (NIEM), yang arsitekturnya sangat unik, campuran Neo-Klasik Renaissance dan Modern Art Deco. Fasade bangunan di jalan ini menjadi view tersendiri bagi pengendara yang melewati jalan ini. Jalan ini merupakan jalur satu-satunya bagi kendaraan bermotor dari Jalan Pintu Besar menuju Kali Besar, karena akses langsung menuju Taman Fatahillah ditutup bagi kendaraan. Walaupun jalan ini pendek, perlu dioptimalkan sebagai jalur kendaraan dan perlu dibatasi fungsinya sebagai ruang publik.
d. Taman Stasiun Kota Taman yang sekarang menjadi sebuah plaza sebagai sirkulasi bawah tanah menuju bus way, tetap haru membuka view ke luar dan ke arah bangunan bersejarah yang ada di sekitarnya seperti Stasiun Kota dan Museum Bank Mandiri dan BanK Indonesia. Selain itu fungsi di dalamnya dapat diperluas, tidak hanya sebagai ruang peralihan moda transportasi busway, tapi dapat diisi dengan kegiatan komersil di beberapa titik dalam plaza. Arahan pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik di Zona Fatahillah pada kawasan sekitar Taman Fatahillah dapat dilihat pada Gambar 57.
111
Gambar 57. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Sekitar Taman Fatahillah e. Jalan Kali Besar Barat-Timur Satu diantara beberapa kawasan di Kota Tua yang masih memiliki kondisi fisik kawasan yang cukup baik adalah kawasan Kali Besar. Sampai sekarang sebagian besar gedung-gedung masih dalam kondisi cukup baik dan beberapa masih berfungsi sebagai perkantoran. Ruang terbuka ini memiliki nilai integritas tinggi sehingga elemen-elemen yang dapat memperkuat karakter harus dipertahankan. Melihat potensi yang ada, maka koridor ini seharusnya dapat diarahkan sebagai high street Kota Tua Jakarta sebagai daerah tujuan belanja yang unik (Dinas Tata Kota, 2005). Merujuk pada peruntukan lahan makro kawasan Kota Tua, maka arahan tata guna lahan mikro pada kawasan ini adalah untuk kegiatan komersil. Ruang terbuka di sepanjang bangunan dapat dijadikan sebagai
112
perluasan kegiatan yang ada di lantai dasar bangunan-bangunan yang menghadap Kali Besar. Pemberian
insentif
bagi
pemilik
bangunan
bersejarah
untuk
mempertahankan penampilan fasadenya dan membuka kegiatan minimal di lantai dasarnya perlu dilakukan untuk mendukung arahan tata guna lahan mikro yang ada. Selasar di sepanjang jalan ini juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi sebagai street market sebagai perluasan kegiatan dari dalam bangunan. Menurut Alexander et al. (1977), kegiatan dari bangunan merupakan daya tarik bagi passers-by (orang lewat) dan berkontribusi dalam memberikan rasa aman. Oleh karena itu desain fasade bangunan harus bersifat terbuka dan mudah diakses dari jalan baik secara fisik maupun visual untuk menambah daya tarik dan vitalitas pada ruang terbuka publik. Jumlah pintu atau entrance pada bangunan yang berisi kegiatan merupakan indikator yang baik untuk menciptakan street life di perkotaan (Gambar 58).
Gambar 58. Desain Fasade Bangunan sebagai Daya Tarik Ruang Terbuka Publik Badan jalan yang cukup lebar dengan jalur pedestrian yang memadai, bangunan yang bernilai tinggi dan keberadaan sungai kali Besar sebagai potensi yang tidak dimiliki ruang terbuka lainnya. Jalur pedestrian tepi air dapat difungsikan sebagai ruang aktivitas ekonomi yang semi permanen dan insidentil, misalnya pameran, bazaar, tenda-tenda makanan atau warung berjalan sehingga tercipta kehidupan dan interaksi sosial di kawasan ini. Ruang terbuka sepanjang sisi kanal Kali Besar Timur dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka aktif yang diisi berbagai kegiatan baik bersifat aktif ataupun pasif.
113
Jalan Kali Besar Barat-Timur ini dibelah oleh sungai dahulunya pernah sebagai sarana transportasi air yang ramai dilalui (Gambar 59). Kini area pinggir sungai perlu dikembangkan sebagai ruang publik atau kawasan wisata waterfront dengan memanfaatkan sungai sebagai bagian depan yang harus dipelihara, bukan menjadi bagian belakang sebagaimana kondisinya sekarang. Desain street furniture yang kini membelakangi sungai perlu dibenahi agar dapat diakses dengan secara visual dan fisik (Gambar 60). Insentif perlu disediakan bagi pengusaha atau masyarakat lokal yang bersedia mengembangkan wisata air di kawasan ini. Arahan pelestarian dan pemanfatan ruang terbuka publik di kawasan Kali Besar secara spasial dapat dilihat pada Gambar 61.
Gambar 59. Kali Besar Ketika Dimanfaatkan sebagai Sarana Transportasi (Sumber: Ataladjar, 2003)
Gambar 60. Contoh Sungai sebagai Bagian Depan yang Dipelihara (Sumber: www. Capetown. dj)
114
Konservasi Fasade Bangunan
street market
Gambar 61. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Kawasan Kali Besar
5.7.2.3. Zona Pecinan Karakter ruang terbuka memiliki karakter yang mencerminkan citra pecinan. Sebagaimana karakter yang dimiliki dan fungsi di dalamnya, ruang terbuka pada Zona Pecinan perlu diarahkan pada peningkatan “Citra Komersil Pecinan” dengan bentuk pelestarian dan pemanfaatan yang dapat dilihat pada Gambar 62. Dalam rangka peningkatan citra kawasan, karakter pecinan seperti bangunan rapat pada hunian dan sarana komersil,
warna merah yang
mendominasi setiap elemen, harus ditampilkan dan diperkuat. Ruang terbuka dimanfaatkan untuk aktivitas sosial dan ekonomi yang tetap dapat mendukung citra Pecinan, misalnya sebagai tempat mengadakan perayaan imlek, Cap Gomeh, dan pusat jajanan khas Pecinan.
115
Pedestrianisasi ruang terbuka Penyediaan jalur pedestrian dan pohon peneduh Usulan Gerbang Pecinan Pi t
b
k
Gambar 62. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Zona Pecinan
a. Jalan Pancoran Area yang dapat diamanfaatkan adalah Jalan Pancoran sebagai
ruang
terbuka yang memiliki nilai integritas tinggi. Jalan ini perlu diarahkan menjadi pintu gerbang kawasan Pecinan. Gangguan samping (side friction) perlu diminimalisir dengan menghilangkan parkir on street atau bahkan jalan ini dibebaskan dari kendaraan bermotor (Gambar 63).
Gambar 63. Kondisi dan Ilustrasi Pemanfaatan Jalan Pancoran Keberadaan pedagang kaki lima perlu ditata agar dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan visual. Penyediaan jalur pedestrian harus memperhatikan kenyamanan pejalan kaki dan dirancang untuk dapat mengakses seluruh muka bangunan. Jalur pedestrian perlu dibuat sirkuler atau mengelilingi kawasan. Jalur
116
pedestrian yang disediakan juga harus terhubung dengan kawasan di zona lain agar tercipta kesinambungan kawasan Kota Tua. b. Jalan Pintu Besar Selatan Ruang terbuka lain yang memiliki nilai sedang perlu dikembangkan dengan fungsi baru yang mendukung citra kawasan. Selasar di sepanjang Jalan Pintu Besar Selatan juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan komersil. Bentuk industri kreatif yang sudah ada seperti jasa lukisan merupakan kegiatan positif yang perlu didukung. Pemilik bangunan perlu dirangsang misalnya dengan memberikan insentif untuk mengaktifkan bangunannya dan menjadikannya sebagai kawasan komersil Pecinan yang dapat mendukung kawasan sebagai tujuan wisata belanja. c. Jalan Pintu Kecil Area ini sangat sarat dengan kegiatan perekonomian. Namun demikian kondisi ruang terbuka menjadi sangat padat dan memiliki kesemrawutan dalam lalu lintas. Oleh karena itu perlu pembenahan dan peningkatan kualitas fisik lingkungan dan estetika pada ruang terbukanya. Parkir on street perlu diminimalisir dan memfungsikan kembali gedung parkir yang memang disediakan sebagai kantung parkir di Kota Tua. Kawasan ini dapat terus dikembangkan sebagai kawasan komersil Pecinan. Keberadaan bangunan yang relatif sudah tidak memiliki khas Pecinan perlu dilakukan penambahan elemen-elemen yang dapat memperkuat karakter Pecinan. d. Jalan Perniagaan Pada jalan ini masih terdapat beberapa peninggalan bersejarah yang dapat dilihat. Namun beberapa bangunan yang memiliki ciri khas Pecinan dalam kondisi yang tidak terawat. Oleh karena itu, pemberian insentif bagi pemiliknya perlu dilakukan agar keberadaannya tidak semakin hilang. Ruang terbuka dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat Pecinan. e. Jalan Jembatan Batu Ruang terbuka ini cukup lebar dan perlu dioptimalkan sebagai jalur kendaraan yang menghubungkan antara kawasan Pasar Pagi Mangga Dua dengan Kawasan Kota Tua. Peningkatan kenyamanan perlu dilakukan dengan menyediakan jalur pedestrian dan penanaman pohon penenduh. Pohon yang
117
ditanam selain memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki, namun juga diarahkan untuk memberikan kenyamanan bagi pengendara kendaraan bermotor. f. Jalan Asemka Sebagai ruang terbuka dengan nilai integritas rendah maka yang perlu dilakukan adalah mengembangkannya secara lebih bebas sebagai kawasan kamersil dengan jenis yang beragam dan menjadikannya sebagai kawasan wisata belanja. Ruang terbuka dapat dimanfaatkan sebagai perluasan dari bangunan komersil. Namun kenyamanan perlu ditingkatkan dengan mengurangi konflik antara pejalan kaki dengan arus lalu lintas atau menjadikannya sebagai area semi pedestrian.
5.7.2.4. Zona Pekojan Pada zona ini, satu-satunya jalan yang masih mewakili karakter Pekojan adalah Jalan Pekojan, karena pada jalan ini masih terdapat beberapa bangunan tua dan bersejarah dengan citra budaya religius seperti Masjis An-Nawir dan rumah tinggal yang bergaya arsitektur Mor (Gambar 64).
Gambar 64. Kondisi eksisting dan Ilustrasi Pemanfaatan Jalan Pekojan Ruang terbuka dapat dimanfaatkan untuk peningkatan citra budayareligius. Pemanfaatannya dapat berupa perluasan dari aktivitas yang diadakan di bangunan. Misalnya kegiatan pengajian atau perayaan hari besar keagamaan yang diperluas di ruang terbuka didukung dengan kegiatan market days seperti bazar, pameran atau pusat makanan berbuka pada bulan Ramadhan.
118
Untuk meningkatkan kenyamanan, perlu disediakan jalur pejalan kaki yang memadai dan terhubung dengan kawasan lain. Pemberlakuan Car Free Day juga dapat diterapkan di jalan ini, misalnya pada setiap hari Jumat, Muludan dan sebagainya. Arahan pelestrian dan pemanfaatan ruang terbuka di Zona Pekojan dapat dilihat pada Gambar 65.
Gambar 65. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Zona Pekojan
5.7.3. Rekomendasi Linkage Kota Tua Jakarta Menurut Hiller (1996) pertimbangan bentuk desain yang mendukung kegunaan dan aktivitas sangat penting. Menurutnya pertimbangan fungsional yang berhubungan dengan pergerakan kebutuhan dari satu tempat ke tempat lainnya harus diperhatikan. Oleh karena itu bentuk garis pergerakan (movement lines) harus di rencanakan secara optimal. Menurut Carmona et al. (2006), sebuah pergerakan (movement) merupakan faktor penting dalam men-generate kehidupan dan aktivitas. Hubungan antar tempat bagi pejalan sangat penting dan dikatakan berhasil jika diwujudkan melalui sistem pergerakan lokal (local movement system), yang bentuknya dapat berupa pedestrian linkage. Ruang-ruang terbuka publik dengan nilai integritas tinggi harus dihubungkan sehingga membentuk tautan (linkage) di Kota Tua Jakarta (Gambar 66).
119
Gambar 66. Usulan Pedestrian Linkage Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta Dalam pemanfaatannya, keberadaan pedestrian linkage dapat memenuhi kebutuhan terhadap pergerakan pengguna kawasan dalam melakukan aktivitas. Linkage yang dibentuk melalui sarana transporasi berupa kendaraan shuttle bus juga dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pemilihan jalur yang
120
tepat menentukan efektifitas dalam penggunaannya. Berdasarkan hasil penelitian, jalur dasar yang dapat digunakan adalah jalur tram yang pernah dioperasikan pada abad pertengahan 19, yaitu berawal dari Jalan Cengkeh dan melintas Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pancoran, Jalan Kali Besar kembali ke
Jalan
Cengkeh.
Jalur
tersebut
harus
ditunjang
dengan
shelter
pemberhentiannya dengan memperhatikan titik-titik penting yang dilalui yaitu berawal dari titik Pintu Gerbang bekas Amsterdam Port yang berada pada ujung utara Jalan Cengkeh, kemudian titik Taman Fatahillah, titik di ujung selatan Jalan Pintu Besar Selatan dan Jalan Pancoran dan titik di Kali Besar (Gambar 67). Selain itu jalur dan titik pemberhentian yang ditentukan harus terintegrasi dengan jalur pedestrian sehingga tautan (linkage) di Kota Tua Jakarta benar-benar dapat tercipta. Jika dibandingkan dengan perencanaan jalur shuttle bus pada Draf Rencana
Induk Kota Tua, rekomendasi yang diberikan adalah dengan
memberikan alternatif tambahan, di mana Jalan Cengkeh, dan Jalan Pintu Besar Utara menjadi jalur yang juga dilewati oleh shuttle bus. Hal ini dilatarbelakangi sejarah, bahwa jalur tram pernah melewati jalan tersebut. Jalan Kali Besar juga merupakan ruang terbuka yang sangat berpotensi untuk dilewati, sebagai citra koridor perdagangan masa lampau yang kini diperuntukkan sebagai high street untuk mendukung kegiatan wisata (Dinas Tata Kota, 2007). Kota Tua kini dan masa yang akan datang harus dijadikan sebagai sebagai tempat tujuan dan bukan sekedar sebagai tempat perlintasan. Ruang terbuka publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat luas dengan berbagai tingkat kehidupan sosial-ekonomi-etnik, tingkat pendidikan, perbedaan umur dan motivasi atau tingkat kepentingan yang berlainan (Dharmawan, 2005). Semua ini akan tercipta jika perencanaannya dilakukan secara holistik dan terintegrasi. Pada Tabel 20, Tabel 21, Tabel 22 dan Tabel 23 dapat dilihat arahan dalam pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah yang dijelaskan berdasarkan nilai integritas, variabel ruang publik dan karakter serta citra kawasan berdasarkan masing-masing zona.
121
USULAN PETA JALUR SHUTTLE BUS KAWASAN KOTA TUA JAKARTA KETERANGAN
Pedestrian Linkage Ruang Terbuka Jalur shuttle bus Gerbang Titik pemberhentian Port JalurAmsterdam Shuttle bus
Gambar 67. Usulan Jalur Shuttle Bus Kota Tua Jakarta
Tabel 19. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Zona Sunda Kelapa Ruang Terbuka Pelabuhan Sunda Kelapa
Nilai Integritas
Variabel
Form
Function
Arahan
Pola linier dan orientasi ke laut Kapal Phinisi Aktivitas bongkar muat
Memperkuat karakter sejarah dan meningkatkan daya tarik wisata bahari
Kenyamanan
Jalur pedestrian Pohon peneduh
Menghindari konflik dengan kendaraan besar (truk dan kontainer) dan memberikan kenyamanan untuk mengurangi pengaruh suhu yang relatif tinggi
Akses dan lingkage
Pedestrian linkage Tempat parkir
Fungsi ekonomi
Street market
Membentuk tautan terhadap Kota Tua dan mempermudah aksesbilitas menuju Zona Sunda Kelapa Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menghidupkan suasana pelabuhan sebagai kawasan wisata
Membuka akses ke ujung pelabuhan sebagai view ke arah laut Memebrikan insentif bagi pihak pemilik kapal dalam upaya konservasi dan rehabilitasi kapal Phinisi sebagai obyek wisata dan mempertahankan aktivitas bongkar muat tradisional sebagai potensi untuk atraksi wisata Melakukan pembatasan terhadap pembangunan dan kegiatan yang merusak karakter dan aktivitas pelabuhan Menyediakan jalur pedestrian di sepanjang pelabuhan beserta street furniturenya serta melakukan penataan vegetasi di sepanjang jalur pedestrian dengan karakter sesuai citra kawasan dan berfungsi sebagai pengarah dan peneduh dengan alternatif pohon kelapa dalam (Cocos nucifera) atau ketapang (Terminalia catappa) Menyediakan jalur pedestrian yang cukup lebar (3-5 m) dan terhubung dengan Zona Fatahillah Meningkatkan pemanfaatan tempat parkir di sekitar pelabuhan yang telah disediakan secara lebih efektif Memberikan tax incentive bagi masyarakat lokal untuk membuka aktivitas ekonomi semi permanen dan insidentil yang mendukung karakter dan aktivitas bahari: penjualan ikan dan souvenir laut, kegiatan perahu dayung dsb
Kegunaan sosial
Kegiatan /Even
Menciptakan interaksi sosial dan peningktan daya tarik wisata
Mendorong peningkatan aktivitas/even khusus terkait kegiatan bahari: lomba fotografi, dayung nelayan dsb dan sosialisasi kegiatan/even
122
Image Tinggi
46
Tabel Lanjutan. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Zona Sunda Kelapa Ruang Terbuka Pasar Ikan
Nilai Integritas Sedang
Form
Function
Pasar tepi laut, bangunan gudang bersejarah Jalur pedestrian dan street furniture, pohon peneduh
Memperkuat karakter sejarah bahari dan sebagai daya tarik wisatai belanja dan kuliner Memberikan kenyamanan bagi pengguna kawasan
Akses dan lingkage
Jalur pedestrian, water taxi (taksi air), tempat parkir
Membentuk tautan dan kemudahan aksesbilitas
Fungsi ekonomi
Pasar, pusat makanan laut
Sebagai generator vitalitas Kota Tua
Kegunaan sosial
Kegiatan, even
Menciptakan interaksi sosial melalui kegiatan pasar
Akses dan linkage
Pedestrian linkage Shuttle bus
Membentuk tautan (lingkage) dan mempermudah aksesbilitas pejalan kaki
Variabel Image
Kenyamanan
Jalan Tongkol
Sedang
Arahan Rehabilitasi lingkungan kumuh Pasar Ikan dan membuka view ke laut Menyediakan jalur pedestrian beserta street furniturenya dan penataan vegetasi seperti pohon kelapa dalam (Cocos nucifera), waru laut (Hibistus tiliaceus) Menyediakan kemudahan akses dengan menyediakan jalur pedestrian dan fasilitas lain (taksi air) bagi pejalan kaki, tempat parkir bagi pengendara dan mengatur konflik lalu lintas di sekitar Pasar Ikan Memberikan insentif bagi pedagang lelang ikan segar dan memberikan peluang bagi pengusaha atau masyarakat lokal untuk menciptakan aktivitas ekonomi bahari dan wisata kuliner makanan laut Memberi fasilitas yang mendukung terciptanya interaksi sosial, misalnya tempat duduk yang nyaman dan fasilitas pendukung seperti toilet, tempat ibadah dsb dan memberi peluang pihak-pihak yang dapat melakukan sosialisasi kegiatan Pasar Ikan Menyediakan jalur pedestrian yang menghubungkan Pelabuhan, Sunda kelapa dan Pasar Ikan dengan Zona Fatahillah dengan ditanami pohon peneduh seperti tanjung (Mimussops elengi), bungur (lagerstroemia los reginae), mahoni (Swietenia mahogani), asam (Tamarindus dadika)
123
47
Tabel 20. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka di Zona Fatahillah Ruang Terbuka Taman Fatahillah
Nilai Integritas Tinggi
Variabel
Form
Function
Arahan • Mempertegas pola square dengan penataan vegetasi di sekelilingnya dan penerapan konsep square indis, garis diagonal dengan perbedaan warna dan tekstur, titik tengah square dengan kolam air dan bangunan arsitektur kolonial dengan lighting pada malam hari • Pembatasan penambahan elemen pada bangunan, misalnya panduk dsb Penambahan pelengkap taman : bangku, tempat sampah, papan informasi dan penataan vegetasi yang sesuai dengan karakter sejarah ruang terbuka, misal : pohon ki hujan (samea saman), flamboyan (delonix regia), beringin (Ficus benjamina), Asam Londo (Pithecelobium dulce)
Image
Pola square, garis diagonal bangunan titik tengah square, bangunan arsitektur kolonial di sekelilng square
Memperkuat karakter sejarah kota kolonial
Kenyamanan
Street furniture Pohon peneduh
Peningkatan kenyamanan
Akses dan linkage
Pedestrian linkage Shuttle bus
Mempermudah akses bagi pejalan kaki
Menyediakan jalur pejalan kaki dari Stasiun Kota menuju Taman Fatahillah kemudian ke Kali Besar dan membuka jalur shuttle bus yang melewati Taman Fatahillah
Fungsi ekonomi
Market days (pasar harian)
Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal
Penataan dan pengelolaan jenis, jumlah dan waktu aktivitas ekonomi semi permanen dan insidentil seperti: bazaar makanan, souvenir, tanaman dan sebagainya
Kegunaan sosial
Even Fasilitas
Peningkatan aktivitas
• Peningkatan dan pengaturan jenis, frekuensi dan waktu aktivitas/even, misal untuk even besar pada malam hari, even kecil di siang hari untuk menghindari kemacetan dan permasalahan parkir • Penyediaan fasilitas bagi anak-anak, orang tua dan penyandang cacat dan fasilitas pendukung seperti toilet umum, mushola, tempat makan
124
48
Tabel Lanjutan. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka di Zona Fatahillah Ruang Terbuka Jalan Pintu Besar Utara
Nilai Integritas Tinggi
Variabel
Form
Function
Image
Bangunan bersejarah
Memperkuat karakter sejarah
Kenyamanan
Jalur pedestrian
Meningkatkan kenyamanan dari pengaruh suhu yang relatif tinggi
Street furniture Pohon peneduh
Arahan Pemberian insentif oleh pemerintah kepada pemilik bangunan cagar budaya dalam mempertahankan arsitektur bangunan dengan tidak melakukan perubahan dan atau penambahan elemen yang bersifat merusak karakter pada fasad bangunan dan ruang terbukanya Mempertegas pedestrianisasi ruang terbuka, dengan memberi barier di bagian utara agar kendaraan tidak dapat lewat kecuali shuttel bus Penataan street furniture berupa bangku, tempat sampah dan lampu penerangan serta menata vegetasi yang lebih memberi keteduhan misal: pohon akasia (Acasia auriculiformis)/tanjung (Mimussops elengi)/bungur (Lagerstroemia los reginae)
Akses dan Linkage
Pedestrian linkage Shuttle bus
Mempermudah aksesbilitas
Membuka jalur pedestrian yang terhubung (connected) dengan Stasiun Kota dan Kali Besar dan membuka jalur bagi shuttle bus
Fungsi ekonomi
Street market
Menggiatkan perekonomian
Kegunaan sosial
Aktivitas yang beragam
Menciptakan integrasi sosial yang hidup dan nyaman
Memberi tax incentive bagi pemilik bangunan yang membuka aktivitas minimal pada lantai dasar bangunan (frontstore) dan memanfaatkan ruang terbuka sebagai perluasan kegiatan pada bangunan namun memberi disinsentif jika aktivitas ekonomi yang merusak karakter, misal aktivitas ekonomi yang menimbulkan pencemaran atau menghasilkan limbah besar Mengelola distribusi ruang untuk even agar tidak terbebani pada satu fokus ruang atau titik dan mengatur jenis dan waktu aktivitas agar tidak mengganggu pejalan kaki seperti kegiatan syuting yang sering membawa peralatan besar dan berat dan memblok suatu area
125
49
Tabel Lanjutan. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka di Zona Fatahillah Ruang Terbuka Jalan PoskotaJalan Lada
Jalan Bank
Jalan Kali Besar Timur-Barat
Nilai Integritas Tinggi
Tinggi
Tinggi
Form
Variabel
Function
View /vista
Memperkuat karakter kota kolonial
Kenyamanan
Jalur pedestrian
Kegunaan sosial
Even
Image
Bangunan besejarah
Memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki Menciptakan integrasi sosial di lingkungan Taman Fatahillah Memperkuat karakter sejarah
Kenyamanan
Jalur pedestrian
Peningkatan kenyamanan
Image
Bangunan bersejarah Kanal/sungai Kali Besar
Pelestraian kawasan sejarah dan memperkuat karakter sejarah
Kenyamanan
Jalur pedestrian
Akses dan linkage
Pesestrian linkage, shuttle bus dan ojek sepeda, tempat parkir, jembatan penyeberangan kali
Peningkatan kenyamanan Membentuk tautan
Membuka view dari arah utara ke selatan dan menjadikan bangunan Stasiun Kota sebagai vista dan membuka akses lebih bebas terhadap Museum keramik Pembenahan jalur pedestrian dan mengosongkannya dari pedagang kaki lima Membuat kebijakan dan sosialisasi pemberlakuan car free day, misalnya pada setiap hari Minggu secara rutin serta pemanfaatan sebagai jalur pengadaan karnaval budaya Memberikan insentif kepada pemilik bangunan cagar budaya untuk mempertahankan penampilan/fasad bangunan (tidak menambah elemen, mengganti warna cat dsb) Pembenahan jalur pedestrian sebagai penghubung Jalan Pintu Besar Utara dengan Kali Besar Memberikan insentif kepada pemilik bangunan untuk tetap mempertahankan penampilan/fasad bangunan bersejarah di sepanjang koridor Kali Besar Menerapkan underground utility (pemasangan utilitas bawah tanah) Membuka view ke arah kanal/sungai Penertiban pedagang kaki lima dan gelandangan di sepanjang jalur pedestrian Menghubungkan jalur pedestrian dengan Zona Sunda Kelapa dan Pecinan dan membuka jalur bagi shuttel bus serta mempertahankan pangkalan ojek sepeda Mengoptimalkan pemanfaatan sebagai tempat parkir utuk Zona Fatahillah melalui pengelolaan parkir secara profesional (aman dan nyaman)
126
Image
Arahan
50
Tabel Lanjutan. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka di Zona Fatahillah Ruang Terbuka
Jalan Kali Besar Timur 4 dan 5
Nilai Integritas
Tinggi
Variabel
Sedang
Jalan Kali Besar Timur 3
Sedang
Function
Arahan
Fungsi ekonomi
Street market
Mengembalikan citra sebagai koridor perdagangan dan jasa di Zona Fatahillah
Memberikan tax incentive bagi pemilik bangunan untuk membuka aktivitas ekonomi minimal pada bangunan lantai dasar dan memanfaatkan selasar tepi bangunan sebagai perluasan aktivitas di bangunan atau untuk kegiatan industri kreatif Memberi peluang bagi pengusaha transportasi untuk menciptakan fasilitas penyeberangan air dan mengembangkan menjadi wisata air
Kegunaan sosial
Kegiatan/even
Menghidupkan suasana
Peningkatan jenis dan frekuensi dan sosialisasi kegiatan
Image
Bangunan bersejarah Jalur pedestrian
Memperkuat karakter sejarah sejarah Memberikan kenyamanan Peningkatan integrasi sosial masyarakat Memperkuat karakter sejarah dan meningkatkan kenyamanan
Konservasi fasade bangunan bersejarah Membatasi kepentingan kendararaan parkir Menjadikan jalur semi pedestrian (masih memungkinkan untuk parkir yang dibatasi) Membuka ruang sebagai perluasan aktifitas Taman Fatahillah
Memperkuat karakter sejarah dan meningkatkan kenyamanan
• Merehabilitasi kondisi ruang terbuka • Memberikan insentif kepada pemilik bangunan dalam rehabilitasi bangunan yang rusak dan pemugaran pada bangunan milik pemerintah Menertibkan pedagang kaki lima
Kenyamanan
Jalan Cengkeh
Form
Kegunaan Sosial Image Kenyamanan
Image
Even/kegiatan Axis dan vista Jalur pedestrian dan pohon
Bangunan bersejarah
• Melakukan rekonstruksi fungsi sebagai axis antara Zona Sunda Kelapa dengan Zona Fatahillah dan sebagai alternatif pohon cengkeh (Syzgium aromaticum) sebagai pengarah menuju vista replikasi/imitasi gerbang Amsterdam Fort • Menyediakan jalur pedestrian yang lebar dan street furniturenya
127
51
Tabel Lanjutan. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka di Zona Fatahillah Ruang Terbuka
Nilai Integritas
Jalan Ketumbar
Sedang
Taman Stasiun Kota
Sedang
Jalan Kali Besar 1 Jalan Kali Besar 2 Jalan Teh
Rendah
Variabel
Form
Akses dan linkage
Jalur pedestrian
Fungsi ekonomi Akses dan linkage
Street market
Image
Function
Arahan
Memberikan kemudahan aksesbilitas terutama pengguna kendaraan Menggiatkan aktivitas ekonomi Meningkatkan kenyamanan bagi pengendara
Mengoptimalkan sebagai jalur kendaraan bermotor dan memanfaatkan jalur pedestrian yang sudah ada
Bangunan bersejarah
Memperkuat karakter bersejarah dan
Kenyamanan
Vegetasi
meningkatkan kenyamanan
Tetap membuka view terhadap bangunan bersejarah dan membuat situs kolom tua hasil penggalian sebagai bukti batas tembok kota Penaman vegetasi di ruang terbuka (bagian tengah) dan di sepanjang jalur lintasan bawah tanah
Fungsi ekonomi Image
Street market
Menggiatkan aktivitas ekonomi Memperkuat karakter
Jalur kendaraan
Kenyamanan
Bangunan bersejarah Pohon peneduh
Fungsi ekonomi dan sosial
Pengembangan fungsi baru lebih bebas
Peningkatan kenyamanan dan estetika Peningkatan suasana
Menata pedagang kaki lima agar tidak mengganggu pejalan kaki Mengoptimalkan sebagai jalur kendaraan bermotor
Membuka kios/retail misalanya penjualan rokok, makanan dsb Rehabilitasi lingkungan dan bangunan yang sangat rusak Perbaikan kondisi lingkungan dan visual serta penanaman pohon peneduh Memanfaatkan sebagai tempat parkir tambahan atau relokasi PKL tempat makan dan sebagainya
128
52
Tabel 21. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Zona Pecinan Ruang Terbuka Jalan Pancoran
Nilai Integritas Tinggi
Variabel
Sedang
Function
Image
Bangunan dan elemen Pecinan
Memperkuat karakter sejarah
Kenyamanan
Jalur pedestrian
Meningkatkan kenyamanan dan menghindari konflik dengan kendaraan
Akses dan Linkage
Jalan Pintu Besar Selatan
Form
Pohon peneduh Pedestrian linkage
Fungsi ekonomi Kegunaan sosial Image
Street market
Kenyamanan
Jalur pedestrian
even Aktivitas komersil
Mempermudah akses
Menggiatkan aktivitas ekonomi Menghidupkan suasana dan memperkuat karakter Memperkuat karakter
Meningkatkan kenyamanan
Arahan
Menjadikan Jalan Pancoran sebagai pintu gerbang kawasan Pecinan dengan membuat bangunan pintu gerbang khas Pecinan atau elemen pecinan ditambah dengan lighting yang dapat dinkmati pada malam hari • Menghilangkan parkir on street atau pedestrianisasi ruang terbuka kecuali bagi kendaraan bongkar muat barang yang diatur waktunya hanya malam hari • Penataan vegetasi dan pohon pelindung, misal Ki Hujan (Samanea Saman), Asam Londo (Pithecelobium dulce) Membuka jalur pedestrian yang menghubungkan dengan Zona Fatahillah Mengatur waktu bongkar muat barang misalnya hanya boleh pada malam hari Membuka aktivitas ekonomi semi permanen dan insidentil di sepanjang selasar, misalnya hanya pada perayaan Cina Mengadakan even khusus khas Pecinan sebagai atraksi wisata, mis: perayaan Cap Gomeh, atraksi Barongsai • Mengembalikan citra Pecinan dengan menambahkan elemen Pecinan seperti penambahan warna, asesoris berupa lampion dsb • Mengaktifkan bangunan yang tidak berfungsi dan membuka dengan kegiatan komersil yang lebih bebas Memperbaiki fisik dan menambah lebar jalur pedestrian dan penyediaan pelengkap ruang terbuka seperti tempat sampah dan lampu penerangan
129
53
Tabel Lanjutan. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Zona Pecinan Ruang Terbuka
Nilai Integritas
Variabel Akses dan Linkage Fungsi ekonomi Kenyamanan
Jalan Pintu Kecil
Jalan Perniagaan
Form Jalur kendaraan Jalur shuttle bus Street market Jalur pedestrian
Sedang
Sedang
Jalan Jembatan Batu
Sedang
Jalan Asemka
Rendah
Akses dan linkage Image
Tempat parkir
Function Membentuk tautan
Mengoptimalkan sebagai jalur kendaraan
Menggiatkan aktivitas ekonomi Memberikan kenyamanan Sebagai stop area
Memberikan insentif bagi kegiatan industri kreatif lukisan yang sudah ada agar dapt lebih ditingkatkan Perbaikan fisik lingkungan dan visual serta mengatur kesemrawutan lalu lintas Optimalisasi sebagai tempat parkir (di ruang terbuka dan gedung parkir yang sudah disediakan) Memberikan insentif bagi pemilik bangunan khas Pecinan dalam upaya preservasi dan rehabilitasi bangunan yang rusak
Bangunan bersejarah Pecinan
Memperkuat karakter
Kenyamanan
Jalur pedetrian
Meningkatkan kenyamanan pejalan kaki
Akses dan linkage Fungsi ekonomi Image Kenyamanan
Pedestrian linkage
Membentuk tautan
Street market
Menggiatkan aktivitas ekonomi Memberikan kenyamanan bagi kendaraan bermotor
Image Kenyamanan
Jalur kendaraan
Elemen pecinan
Arahan
Mendukung karakter Pecinan
Menyediakan jalur pedestrian dan penataan vegetasi di sepanjangnya dengan pohon tanjung (Mimussops elengi), bungur (lagerstroemia los reginae), mahoni (Swietenia mahogani), Menyediakan jalur pedestrian yang menghubungkan dengan Zona Pekojan Membuka aktivitas ekonomi di ruang terbuka sebagai perluasan dari bangunan Mengoptimalkan sebagai jalur kendaraan dan menambah pohon peneduh dan menyediakan jalur pedestrian yang ditanami vegetasi dengan pohon tanjung (Mimussops elengi), bungur (lagerstroemia los reginae), mahoni (Swietenia mahogani), Menambahkan elemen-elemen Pecinan Menyediakan jalur pedestrian di muka bangunan komersil
130
54
Tabel Lanjutan. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Zona Pecinan Ruang Terbuka
Nilai Integritas
Variabel Akses dan Linkage
Fungsi ekonomi Kenyamanan Jalan Pintu Kecil
Sedang
Jalan Perniagaan
Sedang
Akses dan linkage Image
Kenyamanan
Sedang
Jalan Asemka
Rendah
Function
Arahan
Jalur kendaraan Jalur shuttle bus Street market
Membentuk tautan
Mengoptimalkan sebagai jalur kendaraan
Menggiatkan aktivitas ekonomi
Memberikan insentif bagi kegiatan industri kreatif lukisan yang sudah ada agar dapt lebih ditingkatkan
Jalur pedestrian Tempat parkir
Memberikan kenyamanan
Bangunan bersejarah Pecinan Jalur pedetrian
Memperkuat karakter
Perbaikan fisik lingkungan dan visual serta mengatur kesemrawutan lalu lintas Optimalisasi sebagai tempat parkir (di ruang terbuka dan gedung parkir yang sudah disediakan) Memberikan insentif bagi pemilik bangunan khas Pecinan dalam upaya preservasi dan rehabilitasi bangunan yang rusak
Sebagai stop area
Meningkatkan kenyamanan pejalan kaki
Akses dan linkage Fungsi ekonomi Image Kenyamanan
Pedestrian linkage Street market
Membentuk tautan
Jalur kendaraan
Menggiatkan aktivitas ekonomi Memberikan kenyamanan bagi kendaraan bermotor
Image
Elemen pecinan
Mendukung karakter Pecinan
Menyediakan jalur pedestrian dan penataan vegetasi di sepanjangnya dengan pohon tanjung (Mimussops elengi), bungur (lagerstroemia los reginae), mahoni (Swietenia mahogani), Menyediakan jalur pedestrian yang menghubungkan dengan Zona Pekojan Membuka aktivitas ekonomi di ruang terbuka sebagai perluasan dari bangunan Mengoptimalkan sebagai jalur kendaraan dan menambah pohon peneduh dan menyediakan jalur pedestrian yang ditanami vegetasi dengan pohon tanjung (Mimussops elengi), bungur (lagerstroemia los reginae), mahoni (Swietenia mahogani) Menambahkan elemen-elemen Pecinan
131
Jalan Jembatan Batu
Form
55
Kenyamanan
Menyediakan jalur pedestrian di muka bangunan komersil
Tabel Lanjutan. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Zona Pecinan Ruang Terbuka
Nilai Integritas
Variabel
Form
Akses dan Linkage
Pedestrian linkage
Fungsi ekonomi
Street market
Function Memberikan kemudahan aksesbilitas dalam rangka mendukung wisata belanja Mendukung citra kawasan komersil Pecinan
Arahan Membuka keterhubungan jalur pedestrian dengan zona lain Menyediakan area transit shuttle bus Mengoptimalkan ruang terbuka sebagai perluasan kegiatan komersil yang sudah ada
Tabel 22. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Zona Pekojan Ruang Terbuka Jalan Pekojan
Nilai Integritas Sedang
Variabel
Form
Function
Image
Bangunan bersejarah
Memperkuat karakter sejarah
Kenyamanan
Jalur pedestrian
Memberi kenyamanan bagi pejalan kaki
Fungsi ekonomi
Market days
Menghidupkan kegiatan ekonomi lokal
Arahan Memberikan insentif kepada masyarakat komunitas muslim dalam melestarikan Masjid An-Nawir dan Langgar Tinggi serta kepada pemilik bangunan Rumah Gedong dalam melestarikan bukti fisik pada kawasan ini Menyediakan jalur pedestrian yang menghubungkan dengan Zona Pecinan sebagai bukti keberadaan kehidupan multi etnik di kawasan Kota Tua Memanfaatkan ruang terbuka untuk kegiatan ekonomi semi permanen dan insidentil sebagai perluasan kegiatan pada bangunan bersejarah seperti masjid, langgar dsb
132