V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. MODIFIKASI ALAT PENYIANG
Alat ini merupakan hasil modifikasi dari alat penyiang gulma yang terdahulu yang didesain oleh Lingga mukti prabowo dan Hirasman tanjung (2005), Perubahan yang dilakukan meliputi pengantian enjin dan penambahan pelampung, seperti terlihat pada Gambar 8. Bagian lain seperti rangka utama, batang kemudi, reduction gear, roda penyiang, pisau penyiang dan sistem transmisi tetap dibiarkan seperti semula. Diharapkan dengan kondisi seperti itu penyiangan dapat berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang lebih baik pula.
Gambar 8. Penyiang bermotor sebelum di modifikasi
Enjin yang baru
pelampung
Gambar 9. Penyiang bermotor setelah di modifikasi
31
Enjin memegang peranan penting untuk memberikan persediaan tenaga bagi alat selama operasi. Dengan enjin yang ada, komponen-komponen alat akan memperoleh suplai tenaga yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya masing-masing. Dengan berjalannya fungsi masing-masing komponen, maka pada akhirnya, fungsi alat secara total akan tercapai. Dengan terpenuhinya tenaga yang dibutuhkan oleh alat, maka alat ini akan dapat secara operasional mencabut gulma dengan baik. Enjin yang dipakai haruslah enjin dengan kapasitas tenaga yang tepat. Pada kondisi tersebut, alat akan dapat beroperasi dengan baik, dimana suplai tenaga tetap terpenuhi, dan berat enjin tidak menjadi masalah tersendiri bagi operator. Apabila enjin yang digunakan memiliki kapasitas tenaga yang besar dan berada diatas kebutuhan yang diperlukan, tentu saja tenaga operasi terpenuhi, hanya saja imbasnya enjin tersebut melimpahkan berat yang berlebih pada operator, karena kapasitas tenaga yang besar diikuti besarnya volume enjin yang ada, dan sebaliknya, apabila enjin yang digunakan memiliki kapasitas daya yang kecil, maka kebutuhan tenaga akan kurang terpenuhi, meskipun alat menjadi lebih ringan. Enjin 1.5 hp memberikan suplai tenaga yang kurang. Hal inilah yang menjadi beban tersendiri bagi operator saat mengoperasikan alat. Sehingga kebutuhan tenaga tidak terpenuhi. Akibatnya, alat tidak bekerja maksimal dan beban operator betambah. Untuk menanggulangi masalah ini, modifikasi yang dilakukan adalah menyediakan sumber tenaga (enjin) yang memiliki kapasitas tenaga yang cukup untuk menyediakan tenaga bagi operasi alat tetapi tidak memberikan beban tambahan bagi operator saat operasi di lahan, seperti tambahan berat berlebihan yang mempercepat tingkat kelelahan operator. Enjin yang digunakan dalam rancangan modifikasi ini adalah enjin 2 tak dengan merk Robin E086H kapasitas daya 3 hp / 6000 rpm, seperti terlihat pada Gambar 11. Enjin ini 2 kali lebih kuat dibandingkan enjin sebelumnya.
32
Gambar 10. Enjin yang baru
Gambar 11. Enjin yang lama Dengan penggunaan enjin tersebut, kebutuhan daya untuk operasi alat di lahan terpenuhi. Enjin 3 hp tersebut memiliki ukuran fisik dan beban berat yang lebih besar dibandingkan dengan enjin 1.5 hp yang digunakan dalam rancangan pertama. Enjin 3 hp ini penempatannya akan tetap sama dengan penempatan enjin terdahulu, hanya mengubah sedikit posisi baut pengunci enjin, karena memiliki dudukan enjin yang sedikit berbeda. Posisi enjin ini disamakan dengan posisi enjin yang terdahulu. Pergerakan alat di lahan sawah juga menjadi perhatian dalam modifikasi ini karena pergerakan alat ini yang memberikan sebagian faktor kinerja alat saat operasi di lahan. Dengan beroperasinya alat di lahan, alat akan bergerak sesuai dengan rencana operasi. Ketika di lahan, alat dikendalikan oleh operator melalui kemudi. Dengan adanya beban tambahan karena komponen enjin di lahan, alat akan terpengaruh. Tambahan berat menjadi beban tersendiri bagi komponen kaki belakang alat. Kaki belakang ini menjadi tumpuan kemudi saat berbelok dan juga sebagai titik tumpu untuk menyeimbangkan antara roda pencakar dan beban berat enjin di depan kemudi.
33
Secara fungsional, kaki belakang telah berfungsi dengan baik, kaki belakang mampu menopang beban berat dan menjadi titik tumpu kemudi. Akan tetapi, karena berat alat oleh penggunaan enjin, maka efeknya kaki belakang tersebut tenggelam lebih dalam dan menambah beban kerja operator. Rancangan kaki belakang alat yang terdahulu adalah pada ujungnya terdapat penampang kontak berbentuk seperti kaki bebek. Dengan menambah luasan bidang kontak tersebut, maka beban gaya persatuan luas akan semakin kecil, dengan demikian kedalaman tenggelamnya kaki belakang penopang tersebut dapat dikurangi. Dengan menjadi titik tumpuan saat berbelok, kaki belakang menerima beban lebih. Dengan beban tersebut, kaki belakang menjadi tenggelam lebih dalam ke lumpur sawah, dan ini menambah beban kerja operator. Untuk itu, modifikasi seluncur diperlukan. Seluncur ini dipasangkan pada bagian bawah kaki belakang. Dengan kondisi tersebut, alat dapat meluncur dengan baik seperti halnya papan ski atau snowboard, sehingga memudahkan untuk gerakan maju karena mengurangi tenggelamnya roda penyiang atau untuk berbelok karena mengurangi kedalaman tenggelamnya kaki belakang. Seluncur ini juga berfungsi untuk membenamkan gulma yang tercabut kedalam lumpur. Karena seluncur ini dipasang segaris dengan jalur roda pencakar. Seluncur yang digunakan terbuat terbuat dari papan particle board tebal 5 mm dengan ukuran 35 cm x 11 cm. Dengan melihat perhitungan pada Lampiran 2, luasan ini sudah sangat mencukupi karena luasan minimal pelampung yang dibutuhkan untuk menahan gaya tekan alat ini adalah sebesar 51 cm²/pelampung. Papan ini dipasang pada penampang kontak di ujung kaki belakang (skid). Seluncur jenis ini dipasang dengan menggunakan baut bajak sebanyak 4 buah, seperti terlihat pada Gambar 12.
34
Gambar 12. Penempatan pelampung
B. UJI FUNGSIONAL 1. Kapasitas Lapang dan Efesiensi Lapang
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kemampuan hasil rancangan yang telah dibuat. Pengujian dilakukan di lahan sawah untuk mengetahui kinerja dari alat tersebut seperti terlihat pada Gambar 13. Kapasitas lapang terdiri dari kapasitas lapang teoritis (KLT) dan kapasitas lapang efektif (KLE). Untuk mengetahui berapa besar kapasitas lapang, maka diperlukan waktu kerja, kecepatan maju rata-rata, lebar kerja dari alat tersebut, dan luas lahan yang disiangi.
Gambar 13. Pengujian penyiang bermotor di lahan sawah Lahan sawah yang disiangi memiliki tanaman padi dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan baris yang lurus. Umur tanam 25 hari dengan tinggi tanaman rata-rata 34 cm dan ketinggian air rata-rata 4 cm. Pengukuran dilakukan dengan tiga putaran enjin yang berbeda dengan masing masing putaran enjin dilakukan tiga kali proses penyiangan. Dari data hasil pengujian (Lampiran 3) maka didapat hasil perhitungan
35
kapasitas lapang dan efisiensi lapang disajikan pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Kapasitas lapang dan efisiensi lapang Putaran Enjin (rpm)
2125
2850
3250
KLT (ha/jam)
0.03
0.036
0.04
KLE (ha/jam)
0.009
0.0125
0.02
Efisiensi (%)
30
34.72
50
Dari Tabel 4 dapat diketahui efisiensi lapang pada putaran enjin 2125 rpm sebesar 30%, putaran enjin 2850 rpm sebesar 34.72% dan putaran enjin 3250 rpm sebesar 50%. Hasil tersebut menunjukan efisiensi yang lebih bagus daripada yang terdahulu yaitu pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 18.75%, putaran enjin 3125 rpm sebesar 22.85% dan putaran enjin 3578 rpm sebesar 28.20% (Prabowo, 2005). Belum maksimalnya efisiensi yang diperoleh karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : a. Lahan Pengujian Lahan yang digunakan memiliki luasan yang relatif sempit sehingga waktu banyak terbuang pada saat belok. Rata-rata waktu yang diperlukan dalam satu kali belok adalah 24.36 detik. Besarnya waktu belok ini disebabkan tingkat kesulitan pada saat belok. Dengan semakin sempit luas lahan yang digunakan maka waktu belok yang dibutuhkan juga semakin besar. b. Kemampuan Operator Belum maksimalnya efisiensi di lapangan
dapat juga
disebabkan oleh kemampuan operator dalam mengoperasikan alat. Dibutuhkan kemampuan yang cukup handal dalam pengoperasian alat ini, mengingat lahan yang disiangi adalah lahan sawah yang berlumpur. Pada saat penyiangan operator cukup kesulitan dalam mengendalikan alat dan menjaga kestabilan alat sehingga tidak merusak tanaman yang memiliki jarak tanam 25 cm x 25 cm.
36
2. Tingkat Keberhasilan Penyiangan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penyiangan, diperlukan beberapa pengukuran yaitu pengukuran jumlah gulma awal dan pengukuran jumlah setelah penyiangan. Sebelum melakukan penyiangan terlebih dahulu dilakukan pengukuran jumlah gulma yang ada pada lahan yang digunakan tampak pada Gambar 14. Pengukuran kerapatan gulma dilakukan dengan cara mengambil sampel secara acak dengan membuat petakan-petakan pada lahan sawah dengan ukuran 100 cm x 100 cm menggunakan tali rafia. Untuk sekali penyiangan dibuat tiga petakan secara acak.
petak pengukuran
Gambar 14. Pengukuran jumlah gulma Dari hasil pengujian diperoleh data tentang jumlah gulma awal, jumlah gulma terpotong, jumlah gulma tercabut, dan jumlah gulma akhir pada Lampiran 4. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada putaran enjin 2125 rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 37.79% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 19.77%. Pada putaran enjin 2850 rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 51.30% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 16.23%. Sedangkan untuk putaran enjin 3125 rpm Jumlah gulma yang tercabut sebanyak 66.49% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 12.64%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi putaran enjin yang digunakan maka jumlah gulma yang tercabut semakin banyak dan jumlah gulma yang terpotong semakin sedikit. Hal ini dapat disebabkan karena dengan putaran enjin yang semakin tinggi, maka putaran roda penyiang semakin tinggi juga. Dengan adanya putaran yang tinggi pisau penyiang akan lebih mudah masuk ke dalam tanah, sehingga mengakibatkan banyak gulma yang tercabut.
37
Jenis gulma yang tumbuh pada lahan sawah yang diuji adalah dari golongan Grasses atau Gramineae (berbentuk rerumputan) dengan tinggi rata-rata 10 cm dan dari golongan golongan Sedges atau Cyperaceae (sebangsa rumput teki) dengan tinggi 14 cm, seperti terlihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Jenis gulma yang tumbuh di lahan sawah Dari data hasil pengukuran jumlah gulma pada Lampiran 4, dapat diketahui populasi jumlah gulma awal dan jumlah gulma akhir setelah penyiangan. Dari hasil penyiangan yang telah dilakukan kerusakan tanaman padi setelah penyiangan dapat disebabkan oleh tertabraknya tanaman padi oleh roda penyiang dan ketidaksengajaan operator menginjak tanaman padi ketika proses penyiangan berlangsung. Kondisi lahan sawah setelah disiangi dengan putaran yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 16, 17 dan 18.
Gambar 16. Kondisi lahan setelah disiangi menggunakan putaran enjin 2125 rpm
38
Gambar 17. Kondisi lahan setelah disiangi menggunakan putaran enjin 2850 rpm
Gambar 18. Kondisi lahan setelah disiangi menggunakan putaran enjin 3125 rpm
39