V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
ANALISIS PROSES SERTIFIKASI HALAL
5.1.1 Pemilihan Data atau Sampling Populasi sampel berjumlah 206 data perusahaan yang seluruhnya merupakan perusahaan atau industri pangan, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri. Data tersebut berasal dari perusahaan yang mendapat sertifikat halal di bulan Januari tahun 2011 hingga perusahaan yang mendapat sertifikat halal di bulan April tahun 2011. Teknik sampling atau teknik pengambilan sampel merupakan cara pemilihan sampel terhadap populasi yang ada agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel dapat dipercaya, dengan kata lain tetap dapat mewakili karakteristik populasi (Mustafa, 2000). Pengambilan sampel meggunakan Teknik Solvin, yaitu :
n=
206 1 + 206(0,052) n = 135,97 ~ 136 Berdasarkan hasil perhitungan dengan Teknik Solvin, maka diperoleh jumlah sampel yang akan dianalisis dari populasi yang ada adalah sebanyak 136 sampel, berupa data proses sertifikasi perusahaan atau industri pangan. Kemudian ditentukan pula jumlah data atau sampel untuk setiap kriteria yang terdapat pada 136 data/sampel yang dianalisis. Jumlah data atau sampel untuk setiap kriteria diperoleh dengan Teknik Stratified Random Sampling. Hasil perhitungan dengan teknik ini memberikan hasil sebagai berikut. n1 = 18 x (136/206) n1 = 11,88 ~ 12 dimana n1 = jumlah sampel pada kriteria no risk n2 = 9 x (136/206) n2 = 5,94 ~ 6 dimana n2 = jumlah sampel pada kriteria low risk n1 = 170 x (136/206) n1 = 112,23 ~ 112 dimana n1 = jumlah sampel pada kriteria risk n4 = 9 x (136/204) n4 = 5,94 ~ 6 dimana n4 = jumlah sampel pada kriteria very high risk Berdasarkan hasil perhitungan dengan Teknik Stratified Random Sampling, diperoleh jumlah data/sampel untuk kriteria no risk adalah 12, kriteria low risk adalah 6, kriteria risk adalah 112, dan kriteria very high risk adalah 6.
5.1.2 Analisis Pengaruh Kriteria Produk Pada proses sertifikasi halal, produk yang disertifikasi diklasifikasikan ke dalam empat kriteria, yaitu kriteria no risk, kriteria low risk, kriteria risk, dan kriteria very high risk. Masing-masing kriteria memiliki definisi berbeda sesuai dengan yang diberikan oleh LPPOM MUI. Kriteria no risk merupakan kriteria dengan karakteristik tidak melibatkan bahan (bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan) kritis dan fasilitas yang digunakan terbebas dari bahan najis dan haram. Contoh produk yang tergolong no risk adalah tepung beras, tepung jagung (dan sejenisnya), garam murni, madu, arang aktif non tulang, bihun (dan sejenisnya), sayuran kering tanpa bahan tambahan, dan lainnya. Kriteria low risk merupakan kriteria dengan karakteristik melibatkan satu atau dua bahan kritis yang bukan kategori Sangat Beresiko Tinggi dan fasilitas digunakan terbebas dari bahan najis dan haram. Contoh produk yang tergolong low risk adalah mi kering, minyak goreng, asam lemak, AMDK, tepung telur, dan lainnya. Kriteria very high risk merupakan kriteria dengan karakteristik melibatkan bahan hewani dan/atau bahan kritis lainnya. Contoh produk yang tergolong very high risk adalah gelatin, whey dan laktosa, rennet hewani, casing kolagen, kondroitin, dan kolagen. Kriteria risk merupakan kriteria dengan karakteristik selain dari ketiga kriteria di atas. Contoh produk yang tergolong risk yang paling umum adalah flavor. Analisis pengaruh kriteria produk terhadap rentang waktu proses sertifikasi menggunakan metode Kruskal Wallis. Metode ini digunakan karena data yang akan dianalis tidak menyebar/terdistribusi normal. Program yang digunakan untuk menganalisis dengan metode Kruskal Wallis adalah Minitab 15. Kriteria yang ada terdiri dari empat macam, yaitu no risk, low risk, risk, dan very high risk. Setelah dilakukan prosedur pengolahan data dengan Minitab 15 maka diperoleh output pengolahan data. Pada halaman output tercantum beberapa kolom, yaitu kolom Kriteria yang berisi keempat jenis kriteria (no risk, low risk, risk, dan very high risk), kolom ―N‖ yaitu jumlah sampel pada setiap kriteria, kolom Median yang merupakan nilai tengah dari masing-masing kriteria, dan kolom Peringkat Rata-rata (average rank). Kolom Peringkat Rata-rata ini akan dipergunakan pada pengujian lanjut. Hasil analisis pengaruh kriteria produk dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai Pvalue (0.032) lebih kecil dari nilai α (0.05). Hal ini memberikan kesimpulan tolak H0 atau terima H1 yang berarti paling sedikit terdapat sepasang kriteria produk yang memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi pada taraf α (alfa) 5% atau 0.05. Kesimpulan yang diberikan menunjukkan bahwa keempat kriteria produk yang ada memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu proses sertifikasi taraf α 5%. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan uji lanjut terhadap hasil analisis pengaruh kriteria yang dihasilkan untuk mengetahui letak perbedaan tersebut. Pengujian lanjut dilakukan secara manual menggunakan rumus pada prosedur perbandingan berganda Uji Dunn. Prosedur perbandingan berganda Uji Dunn merupakan pengujian lanjut yang digunakan berdampingan dengan metode Kruskal Wallis. Perbandingan berganda merupakan perhitungan dengan membandingkan antara dua contoh atau perlakuan. Oleh karena itu, maka perhitungan dilakukan pada setiap pasang kriteria. Pasangan kriteria tersebut adalah kriteria no risk dengan low risk (NR-LR), kriteria no risk dengan risk (NR-R), kriteria no risk dengan very high risk (NR-VHR), kriteria low risk dengan risk (LR-R), kriteria low risk dengan very high risk (LR-VHR), dan kriteria risk dengan very high risk (R-VHR). Kesimpulan hasil perhitungan adalah tolak H0 atau terima H1 jika :
47 17
Terdapat beberapa rumus yang dapat digunakan dalam uji lanjut, bergantung pada kondisi data yang dimiliki. Rumus di atas digunakan karena terdapat beberapa pengulangan angka (ties) pada data yang digunakan. Pada rumus, pengulangan data dilambangkan dengan simbol ‗t‘. Nilai average range (dilambangkan dengan diperoleh dari output atau hasil perhitungan analisis pengaruh kriteria produk dengan metode Kruskal Wallis yang dilakukan sebelumnya (lihat di Lampiran 6). Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil untuk masing-masing pasangan kriteria. Hasil untuk pasangan kriteria NR-LR = 10.1 < 52.2, pasangan kriteria NR-R = 2.1 < 31.7, pasangan kriteria NR-VHR = 45.6 < 52.2, pasangan kriteria LR-R = 8.0 < 43.7, pasangan kriteria LR-VHR = 55.7 < 60.3, dan pasangan kriteria R-VHR = 47.7 > 43.7. Hasil uji lanjut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil uji lanjut pengaruh kriteria produk terhadap rentang waktu sertifikasi Pasangan Kriteria
Hasil Uji Lanjut
NR-LR
10.1 < 52.2
NR-R
2.1 < 31.7
NR-VHR
45.6 < 52.2
LR-R
8.0 < 43.7
LR-VHR
55.7 < 60.3
R-VHR
47.7 > 43.7
*Taraf α = 0.05 Apabila tanda yang diperoleh adalah lebih kecil ―<‖ (selisih average range lebih kecil dari nilai perhitungan rumus di sebelah kanannya), maka antara pasangan tersebut tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi. Sebaliknya, apabila tanda yang diperoleh adalah lebih besar ―>‖ (selisih average range lebih besar dari nilai perhitungan rumus di sebelah kanannya), maka antara pasangan tersebut memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi. Keseluruhan hasil perhitungan tersebut memberikan kesimpulan bahwa pengaruh berbeda dari kriteria produk terhadap rentang waktu sertifikasi pada taraf α 5% (0.05) hanya diberikan oleh pasangan kriteria R-VHR (47.7 > 43.7). Hal ini ditunjukkan dengan tanda lebih besar ―>‖ (selisih mutlak dari average range lebih besar dari nilai perhitungan rumus di sebelah kanannya). Adapun pasangan kriteria lainnya tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi. Berdasarkan hasil ini dapat pula dikatakan kriteria risk dan kriteria very high risk memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi sedangkan pasangan kriteria lainnya tidak pada taraf α 5% (0.05). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kriteria R (risk) merupakan kriteria dengan bahan kritis lebih banyak dibandingkan kriteria NR (no risk) dan kriteria LR (low risk). Adapun kriteria VHR (very high risk) merupakan kriteria dengan karakteristik melibatkan bahan hewani dan/atau bahan kritis lainnya. Kriteria R (risk) merupakan kriteria dengan tingkat kompleksitas tinggi sedangkan kriteria VHR merupakan kriteria dengan tingkat kompleksitas paling tinggi dibandingkan kriteria lainnya. Berdasarkan kesimpulan hasil uji lanjut tersebut, maka terdapat kemungkinan bahwa semakin kompleks atau kritis bahan yang ada pada produk, akan mempengaruhi rentang waktu sertifikasi yang harus dilalui.
48 17
5.1.3 Analisis Pengaruh Tahapan Proses Sertifikasi Analisis pengaruh tahapan proses terhadap rentang waktu proses sertifikasi juga menggunakan metode Kruskal Wallis. Metode ini digunakan karena data yang akan dianalisis tidak menyebar normal. Tahapan yang dianalisis terdiri atas tujuh tahap dalam melalui proses sertifikasi, yaitu tahap 1 (dari pendaftaran hingga menuju penyeleksian berkas masuk), tahap 2 (dari penyeleksian berkas masuk hingga menuju pra audit memorandum), tahap 3 (dari penyeleksian berkas masuk hingga menuju audit), tahap 4 (dari pra audit memorandum hingga menuju audit), tahap 5 (dari audit hingga menuju audit memorandum), tahap 6 (dari audit hingga masuk Komisi Fatwa), dan tahap 7 (dari audit memorandum hingga Komisi Fatwa). Setelah dilakukan prosedur pengolahan data dengan Minitab 15 maka diperoleh output atau hasil pengolahan data yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai Pvalue (0.0000) lebih kecil dari nilai α (0.05). Hal ini memberikan kesimpulan tolak H0 atau terima H1 yang berarti paling sedikit terdapat minimal sepasang tahapan proses yang memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi pada taraf α (alfa) 5%. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lanjut terhadap hasil analisis pengaruh tahapan proses yang dihasilkan untuk mengetahui letak perbedaan tersebut. Sama halnya dengan pengujian lanjut pengaruh kriteria produk, pengujian lanjut pengaruh tahapan dilakukan secara manual menggunakan rumus pada prosedur perbandingan berganda Uji Dunn. Pasangan tahapan yang diukur berjumlah 21 pasang tahap. Karena terdapat pengulangan angka (ties) pada data yang digunakan, maka digunakan rumus yang sama dengan rumus yang digunakan pada uji lanjut pengaruh kriteria produk, dimana kesimpulan tolak H0 atau terima H1 diperoleh oleh tiap pasangan tahapan proses sertifikasi jika diperoleh hasil:
Pembacaan hasil perhitungan sama dengan pada analisis kriteria produk. Apabila tanda yang diperoleh adalah lebih kecil ―<‖ (selisih average range lebih kecil dari nilai perhitungan rumus di sebelah kanannya), maka antara pasangan tersebut tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi. Sebaliknya, apabila tanda yang diperoleh adalah lebih besar ―>‖ (selisih average range lebih besar dari nilai perhitungan rumus di sebelah kanannya), maka antara pasangan tersebut memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil untuk masing-masing pasangan tahapan. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Keseluruhan hasil perhitungan memberikan kesimpulan bahwa tahap 1 memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan dengan tahap 3, 4, dan 6. Namun, tahap 1 memberikan respon yang sama jika dibandingkan dengan tahap 2, 5, dan 7. Tahap 2 memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan dengan tahap 3, 4, dan 6. Namun tahap 2 memberikan pengaruh yang sama terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan dengan tahap 5 dan 7. Tahap 3 memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan dengan tahap 5 dan 7. Namun tahap 3 memberikan pengaruh yang sama terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan dengan tahap 4 dan 6. Tahap 3 memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan dengan tahap 5. Namun tahap 4 memberikan pengaruh yang sama terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan dengan tahap 6 dan 7. Tahap 5 memberikan pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi jika 49 17
dibandingkan dengan dengan tahap 6. Namun tahap 5 memberikan pengaruh yang sama terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan dengan tahap 7. Adapun tahap 6 memberikan pengaruh yang sama terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan dengan tahap 7. Keseluruhan kesimpulan ini diperoleh pada taraf α 5% (0.05). Tabel 6. Hasil perhitungan uji lanjut setiap tahapan Pasangan Tahapan
Hasil Perhitungan
1 vs 2
62.30 < 77.77
1 vs 3
197.00 > 44.40
1 vs 4
185.00 > 69.66
1 vs 5
6.00 < 88.84
1 vs 6
158.80 > 43.06
1 vs 7
82.10 < 96.93
2 vs 3
134.70 > 79.25
2 vs 4
122.60 > 95.62
2 vs 5
56.30 < 110.35
2 vs 6
96.50 > 78.42
2 vs 7
19.80 < 117.08
3 vs 4
12.1 < 71.21
3 vs 5
191.00 > 90.06
3 vs 6
38.20 < 45.47
3 vs 7
114.90 > 98.06
4 vs 5
178.90 > 104.85
4 vs 6
26.10 < 70.38
4 vs 7
102.80 < 111.79
5 vs 6
152.80 > 89.41
5 vs 7
76.10 < 124.65
6 vs 7 *Taraf α = 0.05
76.70 < 97.46
Untuk mempermudah pembacaan kesimpulan uji lanjut pengaruh tahapan, maka dilakukan pengelompokkan sesuai hasil perhitungan uji lanjut di atas yang dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa tahap 1, 2, 5, dan 7 berada pada grup yang sama, yaitu grup A dan di sisi lain tahap 3, 4, dan 6 berada pada grup yang sama, yaitu grup B. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tahap antara 1, 2, 5, dan 7 tidak memiliki pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi. Di sisi lain tahap antara 3, 4, dan 6 juga tidak memiliki pengaruh berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi. Namun, tahap 1, 2, 5, dan 7 memiliki pengaruh berbeda jika dibandingkan dengan tahap 3, 4, dan 6 dan begitu pula sebaliknya.
50 17
Tabel 7. Pengelompokkan (grouping) setiap tahap hasil perhitungan uji lanjut pengaruh tahapan
Tahap
Grup
1
A
2
A
3
B
4
B
5
A
6 7
B A
Tahap 1 merupakan tahap dari pendaftaran hingga menuju seleksi berkas masuk. Pada tahap ini perusahaan yang ingin mengajukan sertifikasi halal melakukan pendaftaran dan menyerahkan beberapa dokumen pendaftaran yang terdiri atas formulir pendaftaran, alur proses produksi, daftar produk, daftar bahan baku/tambahan/penolong, matriks produk vs bahan baku, dokumen pendukung (sertifikat halal/spesifikasi/bagan alir/asal-usul/COA/informasi produk), dokumen persyaratan Sistem Jaminan Halal (Manual Halal), dokumen Implementasi Sistem Jaminan Halal, daftar alamat pabrik, baik pabrik milik perusahaan maupun maklon (untuk industri pengolahan), dan daftar alamat outlet restoran (untuk jenis perusahaan restoran). Tahap 2 merupakan proses dari seleksi berkas hingga menuju pra audit memorandum. Pada tahap ini dokumen pendaftaran perusahaan diperiksa oleh internal LPPOM MUI. Apabila terdapat kekurangan atau ketidaklengkapan berkas yang dibutuhkan, maka perusahaan akan diberitahukan oleh LPPOM MUI dengan menggunakan pra audit memorandum. Pra audit memorandum adalah surat atau alat komunikasi yang diberikan oleh LPPOM MUI Pusat untuk memberitahukan kepada perusahaan yang mendaftar mengenai ketidaklengkapan berkasnya. Tahap 3 merupakan proses dari seleksi berkas masuk hingga menuju audit. Tahap 3 dilalui oleh perusahaan yang berkas/dokumen pendaftarannya telah lengkap sehingga tidak mendapat pra audit memorandum dan dapat menuju tahap berikutnya, yaitu audit. Tahap 4 merupakan proses dari pra audit memorandum hingga menuju audit. Tahap 5 merupakan proses dari audit hingga menuju audit memorandum. Pada tahap ini proses audit dilakukan. Proses audit adalah kegiatan audit yang dilakukan oleh auditor di lokasi perusahaan. Audit yang dilakukan adalah audit implementasi Sistem Jaminan Halal berdasarkan Manual Sistem Jaminan Halal dimana audit proses produksi tercakup di dalamnya. Tahap ini hanya dilalui oleh perusahaan jika ditemukan bahan baku, alur proses, atau kendali mutu yang dapat mengubah status kehalalan produk. Jika hal itu terjadi, maka perusahaan akan mendapat pemberitahuan berupa audit memorandum dari LPPOM MUI untuk melakukan tindakan koreksi. Audit memorandum adalah surat atau alat komunikasi antara LPPOM MUI dengan pihak perusahaan/industri yang diaudit untuk mengomunikasikan hasil audit. Tahap 6 merupakan proses dari audit hingga menuju Komisi Fatwa. Tahap ini dilalui jika hasil audit telah sesuai dan lengkap serta tidak ditemukan bahan baku, alur proses, atau kendali mutu yang dapat mengubah status kehalalan produk sehingga dapat diproses ke Komisi Fatwa untuk diputuskan fatwa produk yang diaudit tanpa harus mendapat audit memorandum. Adapun tahap 7 merupakan proses dari audit memorandum hingga menuju Komisi Fatwa. Berdasarkan hasil uji lanjut pengaruh tahapan proses terhadap rentang waktu sertifikasi yang diperoleh, tahapan-tahapan terklasifikasi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok A (tahap 1, 2, 5, dan 7) dan kelompok B (tahap 3, 4, 6). Tiap tahap pada kelompok A akan memberikan pengaruh yang
51 17
berbeda terhadap rentang waktu sertifikasi jika dibandingkan dengan tiap tahap pada kelompok B, dan sebaliknya. Hasil uji lanjut pengaruh tahapan proses terhadap rentang waktu sertifikasi ini memiliki kesamaan hasil dengan perhitungan rata-rata tiap tahapan proses sertifikasi yang akan dijelaskan pada bagian pembahasan berikutnya.
5.1.4 Perhitungan Rata-rata Waktu dalam Proses Sertifikasi Perhitungan rata-rata waktu dalam proses sertifikasi meliputi perhitungan rata-rata untuk seluruh sampel, setiap kriteria, dan perhitungan rata-rata untuk setiap tahapan. Pada perhitungan untuk seluruh sampel dan setiap kriteria terdiri atas rata-rata dari proses pendaftaran hingga menuju proses audit dan rata-rata audit hingga menuju Komisi Fatwa. Hasil perhitungan rata-rata waktu proses sertifikasi untuk 136 sampel data memberikan hasil bahwa rata-rata waktu dari proses pendaftaran hingga menuju proses audit adalah 44 hari. Jika dilihat berdasarkan kriteria produk, hasil yang diberikan berbeda-beda. Pada kriteria no risk rata-rata waktu dari proses pendaftaran hingga menuju proses audit adalah 42 hari, kriteria low risk 40 hari, kriteria risk 44 hari, dan kriteria very high risk 44 hari. Jika menganalisis kondisi tersebut, maka rata-rata waktu yang dibutuhkan dari pendaftaran menuju audit yang terbesar terdapat pada kriteria risk dan very high risk (44 hari) sedangkan terendah terdapat pada kriteria low risk (40 hari). Namun, rata-rata waktu pada kriteria no risk (42 hari) dan kriteria low risk (40 hari) tidak berbeda jauh dengan kriteria risk dan very high risk (44 hari). Jika melihat definisi masing-masing kriteria yang telah dijelaskan pada bahasan analisis pengaruh kriteria produk, maka rata-rata waktu dari proses pendaftaran hingga menuju proses audit pada kriteria no risk dan low risk seharusnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan pada kriteria risk dan kriteria very high risk. Hal ini dikarenakan tingkat kompleksitas dan kekrtitisan bahan sangat berbeda. Penyebab besarnya rata-rata waktu dari proses pendaftaran hingga menuju proses audit pada kriteria no risk dan low risk tidak terletak pada tingkat kompleksitas maupun kekritisan bahan yang digunakan, akan tetapi dapat terletak pada pemenuhan kelengkapan berkas pendaftaran. Sejak tahun 2011 LPPOM MUI mengeluarkan kebijakan mengenai perbedaan Manual Sistem Jaminan Halal (Manual SJH) pada masing-masing kriteria produk, dimana Manual SJH akan disesuaikan dengan tingkat kekritisan bahan pada masing-masing kriteria. Sampel yang dianalisis merupakan sampel perusahaan yang didominasi melakukan pendaftaran di akhir tahun 2010 sehingga perusahaan yang akan diaudit tersebut masih menggunakan sistem pemenuhan berkas pendaftaran dan Manual SJH yang lama, dimana perusahaan dengan kriteria apapun wajib melengkapi seluruh elemen dalam Manual Halal. Hal ini dapat menjadi penyebab lamanya waktu bagi perusahaan untuk memenuhi kelengkapan berkas. Di samping itu, hasil perhitungan rata-rata waktu proses sertifikasi untuk 136 sampel data memberikan hasil lainnya, bahwa rata-rata waktu dari proses audit hingga sampai ke Komisi Fatwa adalah 24 hari. Jika dilihat berdasarkan kriteria produk, hasil yang diberikan berbeda-beda. Pada kriteria no risk rata-rata waktu dari proses audit hingga sampai ke Komisi Fatwa adalah 19 hari, kriteria low risk 14 hari, kriteria risk 22 hari, dan kriteria very high risk 67 hari. Hasil perhitungan rata-rata waktu proses sertifikasi untuk seluruh sampel/data (136 data) dan untuk setiap kriteria dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata waktu dari audit hingga menuju Komisi Fatwa terbesar terdapat pada kriteria very high risk, yaitu 67 hari. Ratarata waktu yang lama ini dapat dikarenakan terdapat berbagai temuan saat audit di lapangan oleh tim auditor LPPOM MUI. Hal ini menyebabkan perusahaan tersebut mendapat audit memorandum atau bahkan dilakukannya audit ulang sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi semakin lama.
52 17
Tabel 8. Rata-rata waktu proses setiap kriteria
Klasifikasi Data
Rata-rata Waktu (hari) Pendaftaran menuju Audit
Audit ke KF
Seluruh data (136 data)
44
24
Kriteria No Risk (NR)
42
19
Kriteria Low Risk (LR) Kriteria Risk (R) Kriteria Very High Risk (VHR)
40 44
14 22
44
67
Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak LPPOM MUI bahwa LPPOM MUI menargetkan waktu yang dibutuhkan dari proses audit hingga sampai ke Komisi Fatwa adalah 21 hari. Jika dibandingkan dengan rata-rata waktu sertifikasi terhadap 136 sampel data, yaitu sebesar 24 hari, maka rentang waktu sertifikasi belum sesuai dengan target LPPOM MUI. Namun, jika dilihat dari keempat kriteria, maka rata-rata waktu proses audit hingga masuk Komisi Fatwa yang sesuai dengan target LPPOM MUI adalah kriteria no risk (19 hari) dan kriteria low risk (20 hari). Pada diagram pie chart (Gambar 12), terlihat bahwa persentase pencapaian target LPPOM MUI untuk proses audit hingga masuk ke Komisi Fatwa (KF) dari 136 sampel data adalah sebanyak 60%. Jika dilihat masing-masing kriteria, maka untuk kriteria no risk adalah sebanyak 58% (Gambar 13), kriteria low risk sebanyak 66% (Gambar 14), kriteria risk sebanyak 60% (Gambar 15), dan kriteria very high risk sebanyak 33% (Gambar 16). Persentase Ketercapaian Audit Hingga KF untuk 136 Sampel Data 40%
<= 21 hari 60%
>21 hari
Gambar 13. Persentase pencapaian target audit hingga KF pada 136 sampel
Persentase Ketercapaian Audit Hingga KF Kriteria No Risk <= 21 hari
42% 58%
>21 hari
Gambar 14. Persentase pencapaian target audit hingga KF pada kriteria no risk
53 17
Persentase Ketercapaian Audit Hingga KF Kriteria Low Risk 33%
<= 21 hari 66%
>21 hari
Gambar 15. Persentase pencapaian target audit hingga KF pada kriteria low risk
Persentase Ketercapaian Audit Hingga KF Kriteria Risk <= 21 hari
40% 60%
>21 hari
Gambar 16. Persentase pencapaian target audit hingga KF pada kriteria risk
Persentase Ketercapaian Audit Hingga KF Kriteria Very High Risk
33%
<= 21 hari >21 hari
67%
Gambar 17. Persentase pencapaian target audit hingga KF pada kriteria very high risk Di samping itu, juga dilakukan perhitungan rata-rata waktu untuk setiap tahapan yang dilalui dalam proses sertifikasi. Hasil perhitungan rata-rata terhadap setiap tahap yang dilalui dalam proses sertifikasi halal terdapat pada Tabel 9. Rentang waktu yang dilalui selama proses sertifikasi tidak terlepas dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kinerja internal LPPOM MUI dan sistem yang diterapkan oleh internal LPPOM MUI. Faktor eksternal meliputi kinerja perusahaan yang mendaftar, respon perusahaan, dan pemahaman perusahaan terhadap sertifikasi halal. Jika dilakukan analisa terhadap dominasi peran pada setiap tahap terhadap keberlangsungan tahap tersebut, maka untuk tahap 1 didominasi oleh faktor eksternal, tahap 2 oleh faktor internal, tahap 3 oleh faktor internal dan
54 17
eksternal, tahap 4 oleh faktor internal dan eksternal, tahap 5 oleh faktor internal, tahap 6 oleh faktor internal dan eksternal, dan tahap 7 oleh faktor eksternal. Tabel 9. Rata-rata waktu (hari) untuk setiap tahap yang dilalui dalam proses sertifikasi halal Tahap Rata-rata waktu (hari)
1
2
3
4
5
6
7
7
11
35
30
6
24
12
Keterangan : Tahap 1 = pendaftaran hingga menuju seleksi berkas masuk Tahap 2 = seleksi berkas masuk hingga menuju pra audit memorandum Tahap 3 = seleksi berkas masuk hingga menuju audit Tahap 4 = pra audit memorandum hingga menuju audit Tahap 5 = audit hingga menuju audit memorandum Tahap 6 = audit hingga menuju Komisi Fatwa Tahap 7 = audit memorandum menuju Komisi Fatwa Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 9, diperoleh rata-rata waktu (hari) terbesar berada di tahap 3 (seleksi berkas masuk hingga menuju audit) sebesar 35 hari, dan nilai terbesar kedua berada di tahap 4 (pra audit memorandum hingga menuju audit) sebesar 30 hari. Pada tahap 3 dan 4 faktor internal dan eksternal mempengaruhi rentang waktu sertifikasi. Pada tahap 3 (seleksi berkas masuk hingga menuju audit), faktor internal berupa kemampuan internal LPPOM MUI dalam proses penyeleksian berkas, sedangkan faktor eksternal berupa kesalahan/ketidaklengkapan persyaratan dokumen/berkas pendaftaran yang diberikan oleh perusahaan dan respon dari perusahaan terhadap pra audit memorandum yang dikirimkan oleh LPPOM MUI kepada perusahaan yang mendaftar sertifikasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Faradina (2011) terhadap evaluasi proses sertifikasi halal, ditemukan beberapa masalah yang dialami oleh perusahaan selama melakukan sertifikasi halal. Salah satu permasalahan tersebut adalah dalam hal melengkapi dokumen-dokumen pendukung. Hal ini dapat menjadi penyebab dokumen/berkas persyaratan yang diseleksi mengalami kekurangan atau ketidaklengkapan sehingga membutuhkan perbaikan yang akhirnya berdampak pada waktu sertifikasi yang lebih lama. Pada tahap 4 (pra audit memorandum hingga menuju audit), faktor internal berupa kendala pada penjadwalan audit, sedangkan faktor eksternal berupa respon dari perusahaan terhadap pra audit memorandum yang dikirimkan oleh LPPOM MUI kepada perusaan yang mendaftar sertifikasi. Adapun rata-rata waktu terkecil berada pada tahap 5 (audit hingga menuju audit memorandum) sebesar 6 hari. Pada tahap ini didominasi oleh faktor internal, yaitu kemampuan internal LPPOM MUI dalam melaksanakan proses audit ke perusahaan. Oleh karena rata-rata waktu pada tahap ini merupakan rata-rata waktu terkecil dibandingkan dengan tahap lainnya, maka dapat dikatakan kinerja LPPOM MUI dalam melaksanakan audit ke perusahaan sudah baik. Hasil lain yang dapat dilihat adalah, bahwa pada setiap tahap memiliki rata-rata waktu yang berbeda-beda. Namun, rata-rata waktu pada tahap 1, 2, 5, dan 7 memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Di sisi lain, rata-rata waktu pada tahap 3, 4, dan 6 juga memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Akan tetapi, rata-rata waktu antara tahap 1, 2, 5, dan 7 jauh berbeda dibandingkan dengan rata-rata waktu pada tahap 3, 4, dan 6. Jika melihat kembali hasil yang diberikan pada hasil uji lanjut pengaruh tahapan proses terhadap rentang waktu sertifikasi, bahwa tahap 1, 2, 5, dan 7 memiliki
55 17
pengaruh berbeda jika dibandingkan dengan tahap 3, 4, dan 6 dan begitu pula sebaliknya, maka perbedaan yang ada pada tahap 1, 2, 5, dan 7 dibandingkan tahap 3, 4, dan 6 juga yang ditunjukkan dengan perbedaan kelompok (group) terlihat dari rata-rata waktu yang dilalui tahap masing-masing. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan berupa analisis pengaruh kriteria produk dan pengaruh tahapan terhadap rentang waktu sertifikasi halal memberikan gambaran mengenai kondisi proses sertifikasi halal. Hasil-hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa baik kriteria produk maupun tahapan proses sama-sama memberikan pengaruh terhadap rentang waktu sertifikasi halal. Pengaruh yang ada tersebut disebabkan oleh kendala-kendala yang ada. Kendala yang dilalui tersebut sebenarnya mengerucut pada beberapa permasalahan utama. Pertama, ketidakpahaman perusahan/industri pengolahan terhadap Sistem Jaminan Halal berikut komponen-komponen di dalamnya. Apabila perusahaan memahami betul Sistem Jaminan Halal dan mengimplementasikannya, maka proses selanjutnya akan menjadi lebih mudah. Hal ini karena mayoritas kriteria produk mengalami rentang waktu yang lama saat pendaftaran hingga menuju audit. Tahap ini sangat ditentukan dari kelengkapan dokumen sebagai prasyarat dilakukannya proses audit, yaitu Manual SJH dan dokumen-dokumen pendukung. Kedua, komitmen dari perusahaan untuk memenuhi syarat dan menyelesaikan proses sertifikasi yang sudah disepakati bersama. Hal ini dapat dilihat dari respon yang cepat terhadap memorandum yang diberikan, kesesuaian antara dokumen Manual SJH dengan implementasi SJH di perusahaan yang memperkecil kemungkinan temuan lapang sehingga menyebabkan proses menjadi lebih singkat. Selain itu, skala perusahaan sedikit banyak dapat memberikan pengaruh terhadap lamanya waktu yang ditempuh dalam proses sertifikasi. Perusahaan dengan skala besar idealnya dapat menyelesaikan proses sertifikasi lebih cepat karena didukung dengan kemajuan sistem internal yang diterapkan serta jumlah sumber daya yang sesuai. Perusahaan dengan skala kecil dengan sistem dan manajemen pengelolaan internal, ketersediaan sumber daya, pemahaman, dan edukasi yang lemah tentunya juga mempengaruhi kelancaran proses sertifikasi. Namun, kondisi ini dapat diatasi jika perusahaan terkait paham dengan Sistem Jaminan Halal secara menyeluruh, berkomitmen kuat dalam menyelesaikan proses sertifikasi dan menjaga keberlangsungan proses produksi yang halal, serta tentunya dukungan berupa kemudahan pemenuhan persyaratan dari LPPOM MUI kepada perusahaan.
5.2 KAJIAN ILMIAH KHAMR DAN ALKOHOL Kajian ilmiah yang dilakukan adalah penelitian mengenai profil fermentasi perasan buah berdasarkan tinjauan hadist yang ditinjau dari aspek biokimia dan fisiologi serta menganalisis senyawa penciri hasil fermentasi secara statistik dan matematika. Senyawa yang dianalisis terdiri atas profil gula, alkohol, dan asam organik selama proses fermentasi berlangsung. Profil fermentasi yang teridentifikasi kemudian dianalisis secara statistik untuk melihat pola suatu senyawa sebagai senyawa penciri serta membuat permodelan matematika dari hasil fermentasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pakar hadis dari Majelis Ulama Indonesia, nabidz merupakan perasan buah selain anggur. Perasan buah tersebut biasa dibuat oleh bangsa Arab pada zaman Rasulullah dengan merendam buah dengan air atau menghancurkan buah. Pembuatan perasan buah dilakukan secara manual. Menurut Najiha (2010), dalam penelitiannya, pembuatan nabidz (perasan buah) dari buah anggur dilakukan dengan penghancuran buah dan penyaringan. Di samping itu, menurut Mat Hashim (2010) dan Dirar (1993), pembuatan nabidz kurma dilakukan dengan perendaman buah kurma. Kajian ilmiah diawali dengan pembahasan fisiologi dan biokimia mengenai senyawa-senyawa yang dihasilkan dari proses fermentasi. Kemudian senyawa-senyawa tersebut dianalisis secara statistik
56 17
dengan analisis korelasi (Pearson) untuk mengidentifikasi sifat korelasi dan signifikansi antara waktu fermentasi (hari) dengan kadar masing-masing senyawa. Kemudian senyawa dengan korelasi dan signifikansi terbesar terhadap waktu fermentasi (hari) dianalisis dengan ANOVA untuk melihat keberadaan pengaruh dan uji lanjut untuk mengetahui letak pengaruh waktu fermentasi (hari) terhadap kadar senyawa yang memiliki korelasi dan signifikansi terbesar. Kemudian dilakukan analisis kesamaan pola fermentasi pada senyawa yang memiliki korelasi dan signifikansi terbesar. Setelah itu dilakukan pembuatan model matematika terhadap gula, etanol, dan asam hasil fermentasi dan menghitung rasio fraksi gula, etanol, dan asam pada ketiga perasan buah untuk melihat kesamaannya.
5.2.1. Profil Kadar Gula (Fruktosa, Glukosa, dan Sukrosa) Senyawa gula yang dihasilkan terdiri atas gula pereduksi (monosakarida) yaitu fruktosa dan glukosa, serta disakarida yaitu sukrosa. Gula pereduksi adalah hasil hidrolisis pati yang terdapat pada perasan buah oleh enzim yang dihasilkan mikroorganisme. Di antara mikroorganisme yang paling berperan dalam proses hidrolisis adalah kapang. Menurut Winarno (1985) konversi (hidrolisis) pati menjadi gula sederhana dilakukan oleh kapang. Hidrolisis pati menghasilkan gula pereduksi sebagai sumber karbon bagi mikroorganisme. Konversi pati menjadi gula sederhana juga menjadikannya mudah untuk dimanfaatkan. Profil gula hasil fermentasi dari perasan anggur, perasan apel, dan perasan/rendaman kurma disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kadar fruktosa, glukosa, dan sukrosa pada perasan anggur, apel, dan kurma
Waktu (hari ke)
Kadar Gula (%) Per. Anggur
Per. Apel
Per. Kurma
Frk
Glu
Suk
Frk
Glu
Suk
Frk
Glu
Suk
0
7.47
7.39
0.12
5.25
1.55
4.77
12.70
10.39
23.08
1
7.66
7.74
0
6.83
2.05
2.58
12.77
2.56
14.60
2
7.58
5.36
0
5.39
2.46
2.24
13.06
8.27
11.56
3
6.92
5.72
0
3.26
1.06
2.09
6.34
7.03
10.45
4
6.72
4.87
0
2.96
0.76
1.64
4.88
5.20
5.92
5
3.72
2.07
0
1.88
0.36
1.64
4.66
3.39
1.07
Keterangan : Frk = Fruktosa Glu = Glukosa Suk = Sukrosa Berdasarkan data pada Tabel 10, secara umum kadar gula pereduksi (fruktosa dan glukosa) mengalami kenaikan pada awal fermentasi. Setelah mencapai kondisi maksimum, kadar gula pereduksi tersebut mengalami penurunan hingga hari kelima. Di sisi lain, kadar sukrosa (disakarida) mengalami penurunan sejak awal fermentasi hingga hari kelima fermentasi. Penurunan ini disebabkan sukrosa mengalami proses pemecahan menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) oleh enzim invertase yang dihasilkan oleh khamir (Frazier, 1977). Proses pemecahan tersebut yang menyebabkan kadar sukrosa mengalami penurunan setiap harinya hingga hari kelima. Hidrolisis pati dan disakarida (sukrosa) berlangsung berbeda-beda pada setiap perasan buah. Pada perasan anggur, hidrolisis berlangsung pada hari ke-0 hingga hari pertama. Hal ini ditandai
57 17
dengan kenaikan kadar fruktosa (7.47%) dan glukosa (7.39%) pada hari ke-0 menjadi 7.66% (fruktosa) dan 7.74% (glukosa) pada hari pertama. Di samping itu kadar sukrosa mengalami penurunan dari 0.12% di hari ke-0 menjadi 0% di hari pertama hingga hari kelima. Pada perasan apel, kadar fruktosa mengalami peningkatan dari hari ke-0 (5.25%) hingga hari pertama (6.82%). Kadar glukosa mengalami peningkatan dari hari ke-0 (1.55%) menjadi 2.05% di hari pertama dan meningkat hingga hari kedua (2.46%), sedangkan kadar sukrosa terus mengalami penurunan dari hari ke-0 hingga hari kelima. Pada perasan/rendaman kurma, komponen gula terbesar adalah sukrosa. Pada hari ke-0 kadar sukrosa sebesar 23.07%. Kadar fruktosa mengalami peningkatan dari hari ke-0 (12.70%) menjadi 12.77% di hari pertama dan meningkat hingga hari kedua (13.06%). Kadar glukosa pada hari ke-0 (10.39%) mengalami penurunan di hari pertama menjadi 2.56% dan kemudian meningkat tajam di hari kedua menjadi 8.27%. Hal ini dikarenakan gula pereduksi tersebut digunakan sebagai sumber karbon oleh mikroorganisme. Peningkatan tajam yang kemudian terjadi dikarenakan hasil hidrolisis pati maupun sukrosa. Di samping itu, kadar sukrosa terus mengalami penurunan dari hari ke-0 hingga hari kelima. Kurva kadar gula pada masing-masing perasan buah disajikan pada Gambar 17 untuk perasan anggur, Gambar 18 untuk perasan apel, dan Gambar 19 untuk perasan/rendaman kurma.
10
0,15
8
0,1
6
0,05
4
0
2 0
-0,05 0
1
Fruktosa
2 3 Waktu (hari) Glukosa
4
Kadar sukrosa (%)
Kadar Fruk & Glu (%)
Profil Kadar Gula Perasan Anggur
5
Sukrosa
Gambar 18. Profil Kadar Gula Perasan Anggur
Profil Kadar Gula Perasan Apel
Kadar (%)
8 6 4 2 0 0
1
Fruktosa
2 3 Waktu (hari) Glukosa
4
5
Sukrosa
Gambar 19. Profil Kadar Gula Perasan Apel 58 17
Kadar (%)
Profil Kadar Gula Perasan/Rendaman Kurma 25 20 15 10 5 0 0
1
Fruktosa
2 3 Waktu (hari) Glukosa
4
5
Sukrosa
Gambar 20. Profil Kadar Gula Perasan/Rendaman Kurma Hidrolisis pati yang terjadi pada perasan anggur berlangsung pada periode hari ke-0 hingga hari pertama, sedangkan pada perasan apel dan perasan kurma hidrolisis berlangsung pada hari ke-0 hingga hari kelima. Hidrolisis ini terjadi karena mikroorganisme berada pada fase pertumbuhan logaritma. Peningkatan kadar gula pereduksi mencapai kondisi maksimum pada hari yang berbeda untuk setiap perasan buah. Setelah mencapai kondisi maksimum, gula pereduksi kemudian digunakan sebagai sumber karbon oleh mikroorganisme untuk menghasilkan alkohol dan pertumbuhan sel. Oleh karena itu kadar gula pereduksi perasan buah mengalami penurunan pada hari kedua hingga hari kelima untuk perasan anggur dan pada hari ketiga hingga hari kelima untuk perasan apel dan perasan kurma. Hingga hari kelima kadar gula pereduksi masih mengalami penurunan meskipun penurunannya tidak sebesar penurunan di hari sebelumnya.
5.2.2 Profil Kadar Alkohol (Etanol) Selama proses fermentasi, pati yang terdapat pada perasan buah dihidrolisis oleh mikroorganisme menjadi gula sederhana (fruktosa dan glukosa). Gula sederhana yang dihasilkan kemudian dipergunakan untuk menghasilkan alkohol. Menurut Frazier (1977), proses perubahan monosakarida (glukosa dan fruktosa) menjadi alkohol pada proses fermentasi disebabkan oleh adanya enzim zimase yang dihasilkan oleh khamir. Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP), sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol (Amerine et al., 1987). Pada awal fermentasi, kadar alkohol yang dihasilkan masih rendah. Seiring bertambahnya waktu fermentasi, maka kadar alkohol yang dihasilkan akan terus meningkat. Pada ketiga perasan buah, alkohol yang dihasilkan adalah etanol. Profil kadar alkohol pada perasan anggur, perasan apel, dan perasan kurma dapat dilihat pada Tabel 11. Pada Tabel 11 terlihat bahwa kadar alkohol terendah terdapat pada hari ke-0. Pada hari ke-0 belum diproduksi alkohol pada perasan apel dan perasan/rendaman kurma. Hal ini dikarenakan gula yang ada dipergunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan sel. Akan tetapi, pada perasan anggur diperoleh kadar allkohol dalam jumlah sangat kecil pada hari ke-0 sebesar 0.01%. Kadar alkohol tersebut dimungkinkan merupakan alkohol yang terkandung dalam buah anggur tersebut.
59 17
Tabel 11. Kadar etanol pada perasan anggur, apel, dan kurma Kadar Alkohol (Etanol) (%)
Waktu (hari ke)
Perasan Anggur
Perasan Apel
Perasan Kurma
0
0.01
0.00
0.00
1
0.10
0.04
0.003
2
0.50
0.21
0.04
3
0.76
0.32
0.33
4
0.91
0.43
0.52
5
0.95
0.45
0.56
Kemudian alkohol mulai dihasilkan pada hari pertama fermentasi. Pada perasan anggur, kadar alkohol sebesar 0.10% sedangkan pada perasan apel sebesar 0.04% dan pada perasan kurma sebesar 0.003%. Kadar alkohol pada ketiga perasan buah terus mengalami peningkatan hingga hari kelima. Setelah hari pertama, kenaikan kadar alkohol cukup besar setiap harinya. Hal ini dikarenakan pada periode hari ke-0 hingga hari pertama mikroba yang berperan dalam pembentukan alkohol kemungkinan hanya khamir, sedangkan kapang menghidrolisis pati. Oleh karena itu peningkatan kadar gula pereduksi pun terjadi. Pada periode hari kedua hingga hari keempat fermentasi berlangsung cepat dengan ditandainya kadar alkohol yang meningkat cukup besar. Hal ini dikarenakan mikroorganisme berada dalam fase logaritmik. Selain itu, pada periode tersebut kapang dan khamir sama-sama membentuk alkohol sehingga laju pembentukan alkohol berlangsung lebih cepat. Pada produktivitas alkohol, kapang dimungkinkan juga berperan dalam mempengaruhi pembentukan alkohol. Kapang selain menghidrolisis pati, juga menggunakan pati dan gula untuk pembentukan etanol. Saono dan Basuki (1979) melaporkan bahwa kapang dapat menggunakan pati dan glukosa untuk pembentukan etanol dan biomassa sel. Selain itu Paturau (1982) menyatakan bahwa fermentasi alkohol memakan waktu 30-72 jam. Pada saat kapang melakukan hidrolisis pati, gula yang dihasilkan dengan cepat digunakan oleh khamir sebagai sumber karbon untuk pembentukan alkohol. Hal ini dikarenakan khamir menggunakan gula lebih baik daripada pati sebagai sumber karbon (Saono dan Basuki, 1979). Pada hari kelima, peningkatan kadar alkohol terlihat lebih rendah jika dibandingkan dengan hari kedua hingga keempat. Pada perasan anggur kadar alkohol dari 0.91% (hari keempat) menjadi 0.95% (hari kelima), sedangkan pada perasan apel kadar alkohol dari 0.43% (hari keempat) menjadi 0.45% (hari kelima), dan pada perasan kurma kadar alkohol dari 0.52% (hari keempat) menjadi 0.56% (hari kelima). Hal ini dikarenakan mikroorganisme mulai memasuki fase pertumbuhan lambat. Pada fase ini pertumbuhan mikroorganisme diperlambat karena zat-zat nutrisi di dalam medium sudah sangat berkurang. Selain itu, dapat pula dikarenakan kandungan gula dan nutrien di dalam substrat yang semakin kecil. Hal ini menyebabkan kenaikan produktivitas alkohol tidak sebesar pada hari kedua hingga keempat. Kurva profil kadar alkohol pada ketiga perasan buah disajikan pada Gambar 20.
60 17
Profil Kadar Alkohol (etanol) Perasan Anggur, Perasan Apel, dan Perasan/Rendaman Kurma Kadar Etanol (%)
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
1
Perasan Anggur
2 3 Waktu (hari) Perasan Apel
4
5
Perasan Kurma
Gambar 21. Profil Kadar Alkohol (etanol) Perasan Anggur, Perasan Apel, dan Perasan/Rendaman Kurma Jika dilihat secara umum, kadar alkohol tertinggi terdapat pada perasan anggur (0.01% hingga 0.95%) dan kadar alkohol terendah terdapat pada perasan apel (0% hingga 4.45%). Hal ini karena kadar gula pereduksi yang dimiliki oleh perasan anggur lebih tinggi dibandingkan dengan kadar gula pereduksi pada perasan apel. Hal ini ditandakan dengan rasa apel yang lebih asam dibandingkan pada anggur. Akan tetapi, kadar alkohol pada kurma secara umum lebih rendah dibandingkan pada perasan anggur. Padahal kadar gula pereduksi pada kurma lebih tinggi dibandingkan pada perasan anggur. Hal ini dapat dikarenakan kadar gula yang terlampau tinggi. Paturau (1982) menyatakan, bahwa konsentrasi gula yang tepat untuk fermentasi adalah 14-18% sedangkan menurut Casida (1980), konsentrasi gula yang digunakan berkisar 10-18%. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi, aktivitas khamir dapat terhambat dan waktu fermentasi menjadi lebih lama serta tidak semua gula dapat difermentasi. Selain itu, pada konsentrasi tinggi (lebih besar dari 150 g/l), gula akan menghambat kerja enzim dengan menekan rantai oksidasi sehingga produksi alkohol berjalan lambat (Fiechter, 1982). Di samping itu kadar sukrosa yang tinggi perlu dihidrolisis dan membutuhkan enzim invertase lebih banyak dari khamir. Oleh karena itu, kadar alkohol pada perasan kurma secara umum lebih rendah dibandingkan dengan kadar alkohol pada perasan anggur.
5.2.3 Profil Kadar Asam (Tartarat, Sitrat, Malat, Asam Asetat) Asam yang dihasilkan dari fermentasi merupakan asam-asam organik. Asam keseluruhan yang dihasilkan terdiri atas asam tartarat, asam malat, asam sitrat, dan asam asetat. Hasil profil kadar asam pada ketiga perasan buah dapat dilihat pada Tabel 12. Adapun kurva profil asam pada perasan anggur terdapat pada Gambar 21, perasan apel Gambar 22, dan perasan kurma Gambar 23. Profil asam yang dihasilkan pada ketiga perasan buah tidak sama seluruhnya. Pada perasan anggur selama fermentasi diperoleh asam tartarat, asam sitrat, dan asam malat. Pada perasan apel diperoleh asam sitrat dan asam malat. Pada perasan/rendaman kurma diperoleh asam malat, sitrat, dan asam asetat. Pada perasan anggur, kadar asam terendah terdapat di hari ke-0, yaitu 0.23% (asam tartarat) dan 0.16% (asam malat), sedangkan asam sitrat tidak dihasilkan hingga hari pertama. Jenis asam yang terkandung pada buah anggur adalah asam malat dan asam tartarat (Muhammadiyah, 2010). Pada perasan apel, kandungan asam malat di hari ke-0 cukup tinggi, yaitu sebesar 0.63%, sedangkan asam 61 17
sitrat sebesar 0.006%. Pada perasan kurma, asam yang terkandung pada hari ke-0 adalah asam tartarat dalam jumlah kecil, yaitu 0.01%. Kadar asam pada hari ke-0 tersebut merupakan kadar asam alami yang terdapat pada buah. Tabel 12. Kadar asam tartarat, sitrat, malat, dan asetat pada perasan anggur, apel, dan kurma Kadar Asam (%) Waktu (hari ke)
Perasan Anggur
Perasan Apel
Perasan Kurma
Tartarat
Sitrat
Malat
Sitrat
Malat
Tartarat
Malat
As.Asetat
0
0.23
0
0.16
0.006
0.63
0.01
0
0
1
0.34
0
0.12
0.83
1.44
0.08
0
0
2
0.43
0.03
0.23
0.91
3.57
1.15
0
0
3
0.46
0.06
1.10
1.37
3.88
3.07
0
0.004
4
0.70
0.09
6.42
1.66
9.62
6.46
0
0.11
5
1.71
1.10
5.21
1.82
10.40
7.03
0.84
0.28
8
2
6
1,5
4
1
2
0,5
0
0 0
1
2
3
4
5
Waktu (hari) Sitrat
Malat
Kadar Tartarat (%)
Kadar Malat & Sitrat (%)
Kadar Tartarat, Sitrat, dan Malat Perasan Anggur
Tartarat
Gambar 22. Profil asam tartarat, sitrat, dan malat perasan anggur
15,00
2 1,5
10,00
1 5,00
0,5
0,00
0 0
1
2
3
4
5
Kadar Sitrat (%)
Kadar Malat (%)
Kadar Sitrat dan Malat Perasan Apel
Waktu (hari) Malat
Sitrat
Gambar 23. Profil asam malat dan sitrat perasan apel 62 17
9
0,3
7
0,2
5
0,1
3
0
1 -1
0
1
Tartarat
2 3 Waktu (hari) Malat
4
5
-0,1
Kadar Asetat (%)
Kadar Tartarat & Malat(%)
Kadar Asam Tartarat, Malat, dan Asetat Perasan Kurma
As.Asetat
Gambar 24. Profil asam tartarat, malat, dan asetat perasan kurma Di samping bakteri kelompok Acetobacter, asam-asam di atas berpeluang dihasilkan oleh mikroorganisme lainnya. Asam sitrat paling umum dihasilkan oleh Aspergillus niger, namun senyawa ini dapat pula diproduksi oleh jenis khamir Saccharomyces lipolytica (Ahira, 2010). Menurut Akita (1999), asam organik adalah komponen esensial untuk rasa di dalam minuman beralkohol. Ketika khamir melakukan fermentasi, maka akan dihasilkan 70% asam organik dalam minuman beralkohol, antara lain asam malat, suksinat, dan piruvat. Asam asetat secara umum dihasilkan oleh kelompok bakteri Acetobacter. Spesies yang paling sering digunakan untuk menghasilkan asam asetat adalah Acetobacter acetii atau Acetobacter xylinum. Senyawa ini dihasilkan melalui dua rangkaian oksidasi di mana pada oksidasi tahap kedua melibatkan enzim asetaldehid dehidrogenase (Crueger, 1989). Namun, secara anaerob, asam asetat dapat dihasilkan oleh kelompok bakteri asam laktat heterofermentatif. Jalur metabolisme heterofermentatif dapat dilihat pada Gambar 24 dimana salah satu produknya adalah asam asetat (Kusuma, 2009). Contoh bakteri yang tergolong heterofermentatif adalah Leuconostoc dan Lactobacillus (Madigan, et.al., 2006). Salah satu spesies bakteri yang tergolong heterofermentatif adalah L. fermentum (Fardiaz, 1989) dimana spesies ini dapat menghasilkan asam asetat (Nur, 2005). Secara keseluruhan, profil asam pada ketiga perasan buah mengalami peningkatan setiap harinya hingga hari kelima. Terlihat bahwa kadar asam secara umum mengalami peningkatan signifikan di akhir fermentasi (hari keempat dan kelima). Hal ini dikarenakan seiring berjalannya fermentasi, kondisi fermentasi pun mendekati kondisi anaerob dimana oksigen semakin berkurang dibandingkan pada awal fermentasi. Kondisi ini menyebabkan khamir menurun dan bakteri meningkat. Peningkatan bakteri ini menyebabkan produksi asam meningkat. Pada perasan anggur, asam tartarat dan asam sitrat mengalami peningkatan cukup tajam di hari kelima dan asam malat mengalami peningkatan cukup tajam di hari keempat. Pada kondisi tersebut, kelompok bakteri Acetobacter memiliki peran dalam memproduksi asam tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada perasan apel, dimana asam sitrat dan asam malat juga mengalami peningkatan cukup tajam di hari keempat. Pada perasan kurma, asam tartarat dan asam asetat mengalami peningkatan di hari keempat, asam malat di hari kelima.
63 17
Glukosa
ATP
ATP
Glukosa
Glukosa
ADP sa
ADP sa
Glukosa-6-fosfat
Fruktosa-6-fosfat +
2 NAD
2 NADH 6-fosfoglukonat +
2 NAD CO2
2 NADH Ribulosa-5-fosfat
Xilulosa-5-fosfat
ATP Glukosa
Gliseraldehid-3-fosfat +
NAD
2 Pi
NADH
2 ADP 2 ATP
Asetil fosfat
ADP sa Asetat
CoA Pi Asetil CoA
NADH
Piruvat
+
NAD NADH Asetaldehid
+
NAD
NADH Laktat +
NAD Etanol
Gambar 25. Jalur metabolisme heterofermentatif
64 17
5.2.4 Profil Keseluruhan Fermentasi Perasan Anggur, Apel, dan Kurma Masing-masing perasan buah memiliki profil fermentasi yang berbeda-beda. Pada perasan anggur keseluruhan profil fermentasi meliputi komponen gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa), alkohol (etanol), dan asam organik (asam tartarat, asam sitrat, dan asam malat). Pada perasan apel, profil fermentasi meliputi komponen gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa), alkohol (etanol), dan asam organik (asam sitrat dan asam malat). Pada perasan/rendaman kurma profil fermentasi meliputi komponen gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa), alkohol (etanol), dan asam organik (asam tartarat, asam malat, dan asam asetat). Hasil analisa fermentasi pada perasan anggur ditampilkan pada Tabel 13 dan Gambar 25, sedangkan untuk perasan apel pada Tabel 14 dan Gambar 26, dan untuk perasan kurma ditampilkan pada Tabel 15 dan Gambar 27. Tabel 13. Profil dan hasil analisa kadar gula, kadar alkohol, dan kadar asam perasan anggur Kadar (%) Gula
Etanol
Asam
0
14,99
0,01
0,39
1
15,40
0,10
0,46
2
12,93
0,50
0,69
3
12,64
0,76
1,62
4
11,60
0,91
7,28
5
5,79
0,95
8,02
Profil Kadar Gula, Etanol, dan Asam Fermentasi Perasan Anggur 20
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
15 10 5 0 0
1
2 3 Waktu (hari) Gula
Asam
4
5
Kadar Etanol (%)
Kadar Gula&Asam (%)
Hari
Etanol
Gambar 26. Profil kadar gula, kadar alkohol, dan kadar asam organik perasan anggur
65 17
Tabel 14. Profil dan hasil analisa kadar gula, kadar alkohol, dan kadar asam organik perasan apel
Kadar (%) Gula
Etanol
Asam
0
11,58
0
0,64
1
11,46
0,04
2,27
2
10,09
0,21
4,48
3
6,06
0,32
5,25
4
4,61
0,43
11,28
5
3,51
0,45
12,22
Profil Kadar Gula, Etanol, dan Asam Fermentasi Perasan Apel 14 12 10 8 6 4 2 0
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1
Kadar Etanol (%)
Kadar Gula & Asam (%)
Hari
0 0
1
2 3 Waktu (hari) Gula
Asam
4
5
Etanol
Gambar 27. Profil kadar gula, kadar alkohol, dan kadar asam organik perasan apel
Tabel 15. Profil dan hasil analisa kadar gula, kadar alkohol, dan kadar asam organik perasan/rendaman kurma Kadar (%)
Hari Gula
Etanol
Asam
0
46,17
0
0,01
1
29,93
0,003
0,08
2
32,89
0,04
1,00
3
23,84
0,33
3,07
4
15,99
0,52
6,57
5
9,12
0,56
8,15
66 17
50
0,6
40
0,4
30
0,2
20
0
10 0
-0,2 0
1
2 3 Waktu (hari) Gula
Asam
4
Kadar Etanol (%)
Kadar Gula& Asam (%)
Profil Kadar Gula, Etanol, dan Asam Fermentasi Perasan Kurma
5
Etanol
Gambar 28. Profil kadar gula, kadar alkohol, dan kadar asam organik perasan kurma Secara keseluruhan pada ketiga profil fermentasi perasan buah terlihat bahwa gula mengalami penurunan sementara alkohol dan asam mengalami peningkatan hingga hari kelima. Dalam perasan buah terkandung senyawa pati, gula (disakarida dan monosakarida), dan senyawa nutrisi lainnya. Pati mengalami hidrolisis menjadi gula sederhana atau monosakarida, sementara sukrosa, yang tergolong ke dalam disakarida, juga mengalami hidrolisis oleh enzim invertase yang dihasilkan khamir menjadi gula pereduksi. Senyawa gula pereduksi yang dihasilkan dari pemecahan pati dan sukrosa adalah fruktosa dan glukosa. Proses hidrolisis yang terjadi berlangsung dari hari ke-0 hingga hari pertama yang ditandai dengan peningkatan kadar gula pereduksi (fruktosa dan glukosa) serta menurunnya kadar sukrosa. Pada hari ke-0, dalam perasan anggur sudah dihasilkan alkohol (etanol) sebesar 0.01% yang diduga merupakan kadar alkohol yang terdapat dalam buah. Proses hidrolisis selesai di hari kedua dan dimulainya penurunan kadar gula, sedangkan pada perasan buah lainnya tidak dihasilkan alkohol pada hari ke-0. Penurunan kadar gula diiringi dengan meningkatnya kadar alkohol dalam perasan buah. Senyawa gula pereduksi, terutama glukosa, akan memasuki tahap reaksi glikolisis yang dilakukan oleh khamir. Menurut Amerine et al. (1987), pada proses fermentasi etanol. Khamir terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahap reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP), sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehid yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol. Proses metabolisme glikolisis pada ketiga perasan buah terjadi pada hari pertama yang ditandai dengan menurunnya kadar gula pereduksi di hari kedua hingga hari kelima. Selain itu, alkohol sudah mulai meningkat di hari pertama menuju hari kedua. Peningkatan kadar etanol masih terjadi hingga hari kelima, meskipun peningkatan yang terjadi di hari kelima lebih rendah jika dibandingkan dengan hari sebelumnya. Hal ini disebut dengan fase pertumbuhan lambat, yang ditandai dengan penurunan jumlah nutrisi sehingga metabolit yang dihasilkan tidak sebesar pada fase logaritmik dan semakin banyaknya produk metabolit lain, seperti asam (Fardiaz, 1988). Pada perasan buah dihasilkan senyawa asam organik, yaitu asam tartarat, asam sitrat, asam malat, dan asam asetat. Berdasarkan hasil analisa, pembentukan asam terjadi pada waktu yang berbeda-beda untuk setiap perasan buah. Pada perasan anggur asam tartarat dan asam malat sudah terbentuk sejak hari ke-0. Hal ini karena kedua asam tersebut secara alami sudah terdapat dalam buah
67 17
anggur. Asam sitrat baru terbentuk pada hari kedua. Pada perasan apel, asam sitrat dan asam malat sudah terbentuk di hari pertama. Pada perasan/rendaman kurma asam yang terkandung di hari pertama hanya asam tartarat dalam jumlah sangat kecil (0.01%), sedangkan asam malat baru terbentuk di hari kelima sebesar 0.84%. Pada perasan/rendaman kurma juga dihasilkan asam asetat yang tidak dihasilkan oleh perasan anggur dan perasan apel. Namun, asam asetat baru terbentuk pada hari ketiga dalam jumlah sangat kecil, sebesar 0.004% dan meningkat hingga hari kelima sebesar 0.28%.
5.2.5. Analisis Korelasi (Pearson) Analisis korelasi dilakukan pada setiap objek (perasan buah). Variabel yang dianalisis meliputi waktu (hari), kadar fruktosa, kadar glukosa, kadar sukrosa, kadar alkohol (etanol), kadar asam tartarat, kadar asam sitrat, kadar asam malat, dan kadar asam asetat. Dengan menggunakan program Minitab 15 maka diperoleh hasil analisis korelasi untuk ketiga perasan buah. Hasil analisis untuk perasan anggur ditampilkan pada Gambar 28, perasan apel ditampilkan pada Gambar 29 dan perasan kurma ditampilkan pada Gambar 30. Nilai positif menunjukkan bahwa korelasi antara kedua variabel bersifat positif sedangkan nilai negatif menunjukkan bahwa korelasi antara kedua variabel bersifat negatif. Hasil analisis berfokus pada perbandingan antara variabel waktu (hari) dengan masing-masing kadar senyawa hasil fermentasi (fruktosa, glukosa, sukrosa, etanol, tartarat, sitrat, malat, dan asam asetat). Correlations: Hari; Fruktosa 1; Glukosa; Sukrosa; etanol; Tartarat; Sitrat; Malat (Perasan Anggur) Fruktosa 1 Glukosa Sukrosa etanol Tartarat Sitrat Malat Sitrat
Hari -0,794 0,059 -0,912 0,011 -0,655 0,158 0,965 0,002 0,858 0,029 0,706 0,117 0,855 0,030 Tartarat 0,959 0,002
Fruktosa 1 0,899 0,015 0,260 0,619 -0,662 0,152 -0,967 0,002 -0,982 0,000 -0,704 0,119 Sitrat
Glukosa
Sukrosa
etanol
0,448 0,373 -0,869 0,025 -0,929 0,007 -0,863 0,027 -0,757 0,081
-0,619 0,191 -0,471 0,345 -0,236 0,653 -0,354 0,491
0,738 0,094 0,558 0,250 0,874 0,023
Malat
0,724 0,598 0,103 0,210 Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Gambar 29. Korelasi waktu dengan kadar fruktosa, glukosa, sukrosa, etanol, tartarat, sitrat, dan malat pada perasan anggur
68 17
Correlations: Hari; Fruktosa; Glukosa; Sukrosa; etanol; Sitrat; Malat (Perasan Apel) Fruktosa Glukosa Sukrosa etanol Sitrat Malat
Hari -0,882 0,020 -0,753 0,084 -0,850 0,032 0,980 0,001 0,966 0,002 0,952 0,003
Fruktosa
Glukosa
Sukrosa
etanol
Sitrat
0,903 0,014 0,529 0,280 -0,900 0,014 -0,763 0,078 -0,856 0,030
0,365 0,477 -0,736 0,095 -0,657 0,157 -0,771 0,073
-0,827 0,042 -0,941 0,005 -0,742 0,091
0,941 0,005 0,938 0,006
0,886 0,019
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Gambar 30. Korelasi waktu dengan kadar fruktosa, glukosa, sukrosa, etanol, sitrat, dan malat pada perasan apel
Correlations: Hari; Fruktosa 3; Glukosa; Sukrosa; Etanol; Tartarat; Malat; As. Asetat (Perasan Kurma) Fruktosa 3 Glukosa Sukrosa Etanol Tartarat Malat As. Asetat
Malat As. Asetat
Hari -0,903 0,014 -0,506 0,306 -0,973 0,001 0,947 0,004 0,958 0,003 0,655 0,158 0,818 0,047
Fruktosa 3
Glukosa
Sukrosa
Etanol
0,389 0,446 0,801 0,056 -0,983 0,000 -0,940 0,005 -0,517 0,293 -0,723 0,105
0,632 0,178 -0,426 0,399 -0,437 0,386 -0,450 0,370 -0,512 0,299
-0,863 0,027 -0,892 0,017 -0,653 0,160 -0,793 0,060
0,986 0,000 0,599 0,209 0,813 0,049
Tartarat 0,635 0,175 0,859 0,029
Malat 0,920 0,009
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Gambar 31. Korelasi waktu dengan kadar fruktosa, glukosa, sukrosa, tartarat, malat, dan asam asetat pada perasan kurma Berdasarkan hasil analisis ketiga perasan buah, terlihat bahwa nilai negatif dimiliki oleh kadar fruktosa, glukosa, dan sukrosa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya hari, maka kadar
69 17
fruktosa, glukosa, dan sukrosa semakin menurun. Di sisi lain, nilai positif dimiliki oleh kadar etanol, tartarat, sitrat, malat, dan asam asetat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya hari, maka kadar etanol, tartarat, sitrat, malat dan asam asetat semakin meningkat. Di samping nilai korelasi, nilai signifikansi juga diperoleh dari hasil analisis ini. Nilai signifikansi ditunjukkan dengan nilai di bawah nilai korelasi, yang disebut nilai Pvalue. Jika nilai Pvalue lebih kecil dari nilai alfa (0.05), maka kesimpulannya adalah korelasi bernilai signifikan. Semakin kecil nilai Pvalue, maka semakin besar signifikansinya. Berdasarkan hasil analisis pada perasan anggur, nilai Pvalue yang lebih kecil dari alfa (0.05) dimiliki oleh kadar glukosa (0.011), kadar etanol (0.002), kadar asam tartarat (0.029), dan kadar asam malat (0.030). Pada perasan apel, nilai Pvalue yang lebih kecil dari alfa (0.05) dimiliki oleh kadar fruktosa (0.020), kadar sukrosa (0.032), kadar etanol (0.001), kadar asam sitrat (0.002), dan kadar asam malat (0.003). Pada perasan kurma nilai Pvalue yang lebih kecil dari alfa (0.05) dimiliki oleh kadar fruktosa (0.014), kadar sukrosa (0.001), kadar etanol (0.004), kadar asam tartarat (0.003), dan kadar asam asetat (0.047). Nilai signifikansi keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai Signifikansi pada perasan anggur, apel, dan kurma
Variabel
Objek (perasan buah) Per. Anggur
Per. Apel
Per. Kurma
*
*
0.020
0.014
*
*
0.032
0.001
*
*
*
0.001
0.001
0.004
Fruktosa Glukosa
* 0.011
Sukrosa Etanol Asam Tartarat
*
*
0.029
0.003 *
Asam Sitrat Asam Malat Asam Asetat
0.002 *
*
0.030
0.003 * 0.047
Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa signifikansi variabel yang dimiliki oleh ketiga perasan buah hanya kadar etanol. Korelasi antara waktu (hari) dengan kadar etanol pada ketiga perasan buah memiliki nilai Pvalue terkecil dibandingkan nilai alfa (0.05), yaitu 0.001 untuk perasan anggur, 0.001 untuk perasan apel, dan 0.004 untuk perasan kurma. Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran terhadap hubungan antara waktu (hari) dengan kadar etanol pada perasan angur sebesar 99.999%, pada perasan apel sebesar 99.999%, pada perasan kurma sebesar 99.996%. Selain itu, nilai koefisien korelasi antara waktu (hari) dengan kadar etanol (Gambar 28, 29, dan 30) sangat besar, yaitu 0.965 untuk perasan anggur, 0.973 untuk perasan apel, dan 0.947 untuk perasan kurma. Menurut Sarwono (2006),
70 17
koefisien korelasi yang >0.75-0.99 merupakan korelasi dengan kriteria sangat kuat. Hal ini berarti hubungan antara waktu (hari) dengan kadar etanol pada ketiga perasan buah sangat kuat, signifikan, dan searah.
5.2.6 Analisis Pengaruh Waktu (hari) Terhadap Kadar Etanol Berdasarkan hasil analisis korelasi dan signifikansi, diperoleh bahwa kadar etanol memiliki hasil korelasi yang sangat kuat dengan signifikansi terbesar yang terdapat pada ketiga perasan buah. Selanjutnya dilakukan analisis letak pengaruh signifikan antara variabel waktu (hari) terhadap kadar etanol. Untuk mengetahui letak perbedaan tersebut, maka dilakukan terlebih dahulu analisis keberadaan pengaruh hari terhadap kadar etanol. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan ANOVA. Analisis dilakuakn pada taraf α (alfa) 5% (0.05). Berdasarkan hasil analisis korelasi dan signifikansi, diperoleh bahwa kadar etanol memiliki hasil korelasi yang sangat kuat dengan signifikansi terbesar yang terdapat pada ketiga perasan buah. Selanjutnya dilakukan analisis pengaruh waktu (hari) terhadap kadar etanol untuk masing-masing perasan buah serta letak perbedaannya. Untuk mengetahui letak perbedaan tersebut, maka dilakukan terlebih dahulu analisis keberadaan pengaruh hari terhadap kadar etanol. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan ANOVA pada taraf α (alfa) 5% (0.05) menggunakan program S.A.S 9.1.3. Kesimpulan yang diperoleh dilihat dari nilai Pr>F yag terdapat pada output analisis. Jika nilai Pr>F lebih kecil dari nilai α (0.05), maka kesimpulan yang didapat adalah tolak H0 atau terima H1, yaitu paling sedikit terdapat satu hari yang memberikan pengaruh terhadap kadar etanol pada taraf α 5%. Pada perasan anggur diperoleh nilai Pr>F (<0.0001) lebih kecil dibandingkan nilai α (0.05). Pada perasan apel diperoleh nilai Pr>F (0.0111) lebih kecil dibandingkan nilai α (0.05). Adapun pada perasan kurma diperoleh nilai Pr>F (<0.0001) lebih kecil dibandingkan nilai α (0.05). Ketiga hasil analisis keberadaan pengaruh hari terhadap kadar etanol pada ketiga perasan buah memberikan hasil yang sama sehingga diperoleh kesimpulan yang sama. Kesimpulan yang diperoleh adalah tolak H0 atau terima H1, yaitu paling sedikit terdapat satu hari yang memberikan pengaruh terhadap kadar etanol pada taraf α 5 persen. Setelah diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh antara waktu (hari) terhadap kadar etanol, maka dilakukan uji lanjut dengan metode Tukey untuk mengetahui letak pengaruh tersebut. Hasil uji lanjut Tukey disajikan pada Tabel 17 (untuk perasan anggur), Tabel 18 (untuk perasan apel), dan Tabel 19 (untuk perasan kurma). Tabel 17. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh hari terhadap kadar etanol pada perasan anggur Tukey Grouping
Mean
N
Hari
A
0.9512
2
hari 5
0.9071
2
hari 4
A
0.7583
2
hari 3
B
0.5005
2
hari 2
C
0.1006
2
hari 1
0.0099
2
hari 0
A A A
C C
71 17
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 17, pengelompokkan Tukey terbagi dalam tiga grup, yaitu grup A (hari kelima hingga hari ketiga), grup B (hari kedua), grup C (pertama dan ke-0). Persamaan grup menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara hari dalam grup tersebut jika dibandingkan satu sama lain. Namun, jika dibandingkan dengan hari yang berada pada grup yang berbeda, maka terdapat perbedaan nyata. Pada hari ke-0 dan hari pertama memberikan pengaruh yang sama jika satu sama lain dibandingkan. Hari ketiga hingga hari kelima juga memberikan pengaruh yang sama jika satu sama lain dibandingkan. Pada hari kedua, jika dibandingkan dengan hari ke-0, pertama, ketiga, keempat, dan kelima memberikan pengaruh berbeda. Jika diperhatikan pengaruh pada sebelum hari ketiga dan setelah hari ketiga, maka terlihat bahwa pengaruh berbeda berada pada hari kedua ke hari ketiga hingga hari kelima. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian Najiha, et.al. (2010) untuk perasan anggur, bahwa kadar etanol di hari ke-0 dan pertama tidak berbeda signifikan, sedangkan perbedaan signifikan terletak pada hari kedua jika dibandingkan dengan hari ke-0, pertama, ketiga, keempat, dan kelima. Tabel 18. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh hari terhadap kadar etanol pada perasan apel Tukey Grouping A
Mean
N
Hari
0.4464
2
hari 5
0.4332
2
hari 4
0.3182
2
hari 3
0.2098
2
hari 2
0.0429
2
hari 1
0
2
hari 0
A A A A
B
A
B
A
B B B B B
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 18, pengelompokkan Tukey terbagi dalam dua grup, yaitu grup A (hari kelima hingga hari kedua), grup B (hari ketiga hingga hari ke-0). Persamaan grup menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara hari dalam grup tersebut jika dibandingkan satu sama lain. Namun, jika dibandingkan dengan hari yang berada pada grup yang berbeda, maka terdapat perbedaan nyata. Pada hari ke-0 hingga hari ketiga memberikan pengaruh yang sama jika satu sama lain dibandingkan. Pada hari kedua hingga hari kelima memberikan pengaruh yang sama jika satu sama lain dibandingkan. Namun, terdapat irisan pada hari ketiga dan kedua. Antara variabel dapat dikatakan berpengaruh sama atau tidak berbeda signifikan jika pada suatu grup minimal terdapat satu huruf yang berasal dari grup berbeda. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dari hari kelima hingga hari kedua memiliki kesamaan pengaruh. Namun, berbeda pengaruh jika dibandingkan dengan hari pertama dan ke-0. Jika diperhatikan maka tidak terdapat pengaruh berbeda baik sebelum hari ketiga hingga setelah hari ketiga pada perasan apel. Perbedaan pengaruh berada pada hari pertama dibandingkan dengan hari keempat dan kelima. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 19, pengelompokkan Tukey terbagi dalam tiga grup, yaitu grup A (hari kelima dan keempat), grup B (hari ketiga), dan grup C (hari ke-0, pertama, dan
72 17
kedua). Persamaan grup menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara hari dalam grup tersebut jika dibandingkan satu sama lain. Namun, jika dibandingkan dengan hari yang berada pada grup yang berbeda, maka terdapat perbedaan nyata. Pada hari ke-0 hingga hari kedua memberikan pengaruh yang sama jika satu sama lain dibandingkan. Antara hari keempat dan kelima juga memberikan pengaruh yang sama satu sama lain. Hari ketiga memberikan pengaruh berbeda jika dibandingkan dengan hari keempat dan kelima dan hari ketiga juga memberikan pengaruh berbeda jika dibandingkan dengan hari ke-0 hingga hari kedua. Jika diperhatikan pengaruh pada hari ketiga dan setelah hari ketiga, maka terlihat bahwa hari ketiga memberikan pengaruh berbeda dibandingkan dengan hari keempat dan kelima terhadap kadar etanol. Hasil serupa juga diperoleh pada penelitian Najiha, et.al. (2010) untuk perasan kurma, bahwa kadar etanol di hari ketiga berbeda signifikan jika dibandingkan dengan hari keempat dan kelima. Kadar etanol di hari ketiga juga berbeda signifikan jika dibandingkan dengan hari ke-0 hingga hari kedua. Tabel 19. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh hari terhadap kadar etanol pada perasan kurma Tukey Grouping
Mean
N
Hari
A
0.4464
2
hari 5
A
0.4332
2
hari 4
B
0.3182
2
hari 3
C
0.2098
2
hari 2
0.0429
2
hari 1
0
2
hari 0
A
C C C C
Berdasarkan hasil uji pengaruh hari terhadap kadar etanol pada ketiga perasan buah menunjukkan hasil bahwa pada ketiga perasan buah terdapat pengaruh antara hari terhadap kadar etanol pada taraf α 5% (0.05). Hasil uji lanjut pada ketiga perasan buah memberikan hasil berbeda. Pada perasan anggur dapat disimpulkan bahwa perbedaan pengaruh signifikan terjadi pada hari kedua dibandingkan dengan hari ketiga hingga kelima. Pada perasan kurma dapat disimpulkan bahwa perbedaan pengaruh signifikan terjadi pada hari ketiga dibandingkan dengan hari keempat dan kelima. Hasil pada perasan anggur dan perasan kurma sama dengan hasil yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan Najiha, et.al (2010). Adapun pada perasan apel, perbedaan pengaruh berada pada hari pertama dibandingkan hari keempat dan kelima, sedangkan pada hari ketiga maupun kedua tidak memiliki pengaruh berbeda.
5.2.7 Analisis Klaster (Cluster Analysis) Analisis klaster dilakukan pada kadar etanol ketiga perasan buah. Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat pengelompokkan berdasarkan kesamaan atau kemiripan atribut masing-masing kelompok yaitu pola fermentasi etanol masing-masing perasan buah melalui kadar etanol setiap harinya. Hasil analisis berupa dendogram dari ketiga perasan buah (Gambar 31).
73 17
DENDOGRAM
Number of clusters 2 1
Step 1 2
Similarity level 99,7976 95,7563
Distance level 0,0040486 0,0848732
Clusters joined 1 2 1 3
New cluster 1 1
Number of obs. in new cluster 2 3
Klaster Etanol Perasan Anggur, Apel, dan Kurma
Similarity
95,76
97,17
98,59
100,00
Etanol Agr.
Etanol Apl. Variables
Etanol Krm.
Gambar 32. Dendogram analisis klaster etanol perasan anggur, apel, dan kurma Berdasarkan hasil analisis di atas, terlihat bahwa terdapat dua kelompok cluster yang terbentuk. Cluster pertama adalah etanol perasan anggur dengan etanol perasan apel, dan cluster kedua adalah etanol perasan kurma dengan etanol perasan anggur dan perasan apel. Nilai yang diukur berdasarkan tingkat kesamaan (similarity measure). Pada cluster kedua (etanol perasan anggur dengan etanol perasan apel) memiliki kesamaan atau kemiripan pada tingkat 99.7976 sedangkan pada cluster pertama (etanol kurma dengan etanol perasan anggur dan perasan apel) memiliki kesamaan atau kemiripan pada tingkat 95.7563. Kadar etanol pada ketiga senyawa tidak memiliki satu cluster, akan tetapi nilai kemiripan yang diperoleh pada cluster 1 dan cluster 2 sangat besar yang ditandai dengan besarnya tingkat kesamaan (similarity) sehingga kedua cluster dapat dikatakan memiliki kesamaan atau kemiripan yang dalam hal ini adalah pola atau atribut.
5.2.8 Permodelan Matematika dan Rasio Fraksi 5.2.8.1 Model Solusi Sistem Dinamik Permodelan matematika dilakukan terhadap keseluruhan profil fermentasi (gula, etanol, dan asam) pada setiap perasan buah (perasan anggur, perasan apel, dan perasan/rendaman kurma). Permodelan yang digunakan merupakan model sistem dinamik dimana pada model ini merupakan model yang memasukkan waktu sebagai variabel dan sistemnya merupakan model matematis dari
74 17
fenomena gerakan obyek yang bergantung waktu dan keadaan (Hedwig, 2010). Pada model dengan sistem dinamik, digunakan sistem persamaan diferensial. Pada proses pembuatan permodelan matematika digunakan program Mathematica 7.0 for Students. Adapun metode yang digunakan adalah metode Kuadrat Terkecil (Least Square). Metode ini merupakan metode klasik yang umum digunakan dalam pendugaan parameter sistem dinamik (Wijayanto, 2007). Hasil yang diperoleh dari pengolahan model dengan program tersebut terdiri atas parameter penduga, nilai MRE (Mean Relative Error), fungsi/solusi eksak, plot kurva solusi peduga dengan sebaran data penelitian, dan plot kurva gabungan solusi penduga dengan sebaran data kadar gula, etanol, dan asam. Parameter yang diperoleh dari output program Mathematica 7.0 for Students untuk setiap perasan buah terdiri dari parameter untuk gula, etanol, dan asam. Parameter tersebut yang akan digunakan pada fungsi diferensial, yang merupakan solusi sistem dinamik, sebagai substitusi dari nilai α (gula), β (etanol), dan γ (asam). Kesesuaian permodelan matematika dilihat melalui kesesuaian antara kurva solusi penduga dengan kurva sebaran data penelitian. Hal tersebut dapat diukur melalui nilai MRE (Mean Relative Error) pada setiap senyawa. Nilai MRE yang semakin mendekati 0, maka kesalahan semakin kecil sehingga model semakin baik. Tampilan plot kurva solusi peduga dengan sebaran data penelitian dapat dilihat pada Lampiran 28 (untuk perasan anggur), Lampiran 29 (untuk perasan apel), dan Lampiran 30 (untuk perasan/rendaman kurma). Berdasarkan output pengolahan dengan program Mathematica 7.0 for Students, pada perasan anggur, diperoleh output kurva solusi penduga dengan sebaran data penelitian yang disajikan pada Gambar 32. Garis horizontal menunjukkan waktu (hari ke-) dan garis vertikal menunjukkan kadar senyawa. Kurva solusi penduga ditandai dengan garis warna merah, adapun sebaran data senyawa digambarkan dengan titik biru. (a)
(b) 1.0
14
0.8
12
0.6
10
0.4
8
0.2
6
0.0 0
1
2
3
4
0
5
1
2
3
4
5
8
6
4
2
0
1
2
3
4
5
(c) Gambar 33. Plot kurva solusi penduga dengan sebaran data penelitian senyawa gula (a), etanol (b), dan asam (c) pada perasan anggur Pada plot senyawa gula terlihat satu titik (hari kelima) yang letaknya jauh dari kurva solusi penduga dan titik lainnya. Adapun pada plot senyawa etanol kurva solusi penduga mengikuti dengan
75 17
baik sebaran data kadar etanol. Namun, pada plot senyawa asam terdapat dua titik (hari kedua dan ketiga) yang sedikit jauh dari kurva solusi penduga. Selain itu, diperoleh nilai parameter penduga untuk gula (α) adalah 0.0429026, etanol (β) adalah 0.160232, dan asam (γ) adalah 0.0721248. Nilai ―K‖ untuk gula dilihat dari kadar di bawah kadar minimum gula perasan anggur, yaitu sebesar 4. Nilai ―K‖ untuk etanol dan asam dilihat dari kadar di atas kadar maksimum etanol dan asam perasan anggur, yaitu sebesar 1 (etanol) dan 10 (asam). Berdasarkan hasil tersebut maka diperoleh model matematika (sebagai solusi sistem dinamik) untuk fermentasi perasan anggur sebagai berikut:
Pada perasan apel, output kurva solusi penduga dengan sebaran data penelitian disajikan pada Gambar 33. Garis horizontal menunjukkan waktu (hari ke-) dan garis vertikal menunjukkan kadar senyawa. Kurva solusi penduga ditandai dengan garis warna merah, adapun sebaran data senyawa digambarkan dengan titik biru. (a)
(b)
0.4
10
0.3
8 0.2
6 0.1
4 0.0
0
1
2
3
4
0
5
1
2
3
4
5
12
10
8
6
4
2
0
1
2
3
4
5
(c) Gambar 34. Plot kurva solusi penduga dengan sebaran data penelitian senyawa gula (a), etanol (b), dan asam (c) pada perasan apel Pada plot senyawa gula, etanol, dan asam, terlihat masing-masing kurva solusi penduga mengikuti dengan baik sebaran data kadar gula, kadar etanol, dan kadar asam. Nilai parameter penduga untuk gula (α) adalah 0.148887, etanol (β) adalah 0.176262, dan asam (γ) adalah 0.125164.
76 17
Nilai ―K‖ untuk gula dilihat dari kadar di bawah kadar minimum gula perasan apel, yaitu sebesar 4. Nilai ―K‖ untuk etanol dan asam dilihat dari kadar di atas kadar maksimum etanol dan asam perasan apel, yaitu sebesar 0.5 (etanol) dan 13 (asam). Berdasarkan hasil tersebut maka diperoleh model matematika untuk fermentasi perasan apel sebagai berikut:
Pada perasan/rendaman kurma, output kurva solusi penduga dengan sebaran data penelitian disajikan pada Gambar 34. Garis horizontal menunjukkan waktu (hari ke-) dan garis vertikal menunjukkan kadar senyawa. Kurva solusi penduga ditandai dengan garis warna merah, adapun sebaran data senyawa digambarkan dengan titik biru. (a)
(b)
45
0.5 40
0.4
35 30
0.3
25
0.2 20
0.1
15 10
0.0 0
1
2
3
4
0
5
1
2
3
4
5
8
6
4
2
0 0
1
2
3
4
5
(c) Gambar 35. Plot kurva solusi penduga dengan sebaran data penelitian senyawa gula (a), etanol (b), dan asam (c) pada perasan kurma Pada plot senyawa gula dan etanol, terlihat masing-masing kurva solusi penduga mengikuti dengan baik sebaran data kadar gula dan kadar etanol. Namun, pada plot senyawa asam, terdapat satu titik yang tidak sesuai dengan kurva solusi penduga. Nilai parameter penduga untuk gula (α) adalah 0.0928585, etanol (β) adalah 0.0736481, dan asam (γ) adalah 0.0706107. Nilai ―K‖ untuk gula dilihat dari kadar di bawah kadar minimum gula perasan kurma, yaitu sebesar 8. Nilai ―K‖ untuk etanol dan asam dilihat dari kadar di atas kadar maksimum etanol dan asam perasan kurma, yaitu sebesar 0.6 (etanol) dan 9 (asam). Berdasarkan hasil tersebut maka diperoleh model matematika (sebagai solusi sistem dinamik) untuk fermentasi perasan anggur sebagai berikut:
77 17
Secara keseluruhan dari permodelan (solusi sistem dinamik) yang didapat terlihat bahwa permodelan yang ada dapat mengikuti dengan baik sebaran data kadar gula, etanol, dan asam pada ketiga perasan buah. Hal ini dilihat dari kesesuaian antara kurva solusi penduga dengan sebaran data penelitian. Meskipun terdapat satu atau dua titik yang tidak mengikuti kurva solusi penduga dengan baik. Permodelan ini merupakan model matematika dari suatu sistem laju perubahan gula, etanol dan asam dalam proses fermentasi, di mana model setiap senyawa akan saling mempengaruhi senyawa lainnya. Tampilan kesesuaian kurva solusi penduga dengan sebaran data untuk ketiga senyawa secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 35 (perasan anggur), Gambar 36 (perasan apel), dan Gambar 37 (untuk perasan/rendaman kurma). 15
10
5
0 1
2
3
4
5
Gambar 36. Kurva gabungan solusi penduga (garis biru) dengan sebaran data gula (titik biru), etanol (titik merah), dan asam (titik kuning) pada perasan anggur 15
10
5
0 1
2
3
4
5
Gambar 37. Kurva gabungan solusi penduga (garis biru) dengan sebaran data gula (titik biru), etanol (titik merah), dan asam (titik kuning) pada perasan apel
78 17
40
30
20
10
0 1
2
3
4
5
Gambar 38. Kurva gabungan solusi penduga (garis biru) dengan sebaran data gula (titik biru), etanol (titik merah), dan asam (titik kuning) pada perasan kurma Keterangan : *Kurva solusi penduga ditandai dengan garis lurus biru *Kurva sebaran data penelitian ditandai dengan bentuk bulat biru (gula), bulat merah (etanol), dan bulat kuning (asam) Pada permodelan gula, etanol, dan asam dalam perasan anggur, perasan apel, dan perasan kurma diperoleh nilai rata-rata kesalahan relatif (mean relative error) terhadap model yang dihasilkan. Nilai kesalahan relatif rata-rata digunakan untuk mengetahui tingkat kesesuaian model yang digunakan terhadap data yang ada. Semakin kecil nilai tersebut, maka model yang dihasilkan semakin tepat atau baik. Pada perasan anggur (Gambar 35), nilai mean relative error untuk gula sebesar -4.99%, untuk etanol sebesar -1.25%, dan untuk asam sebesar -24.60%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk gula kesalahan/ketidaksesuaian sebesar 4.99%, etanol sebesar 1.25%, dan asam sebesar 24.60%. Adapun tanda negatif menunjukkan bahwa kurva solusi penduga cenderung berada di bawah sebaran data. Pada perasan apel (Gambar 36), nilai mean relative error untuk gula sebesar -11.93%, untuk etanol sebesar -3.98%, dan asam sebesar -1.73%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk gula kesalahan/ketidaksesuaian sebesar 11.93%, etanol sebesar 3.98%, dan asam sebesar 1.73%. Adapun tanda negatif menunjukkan bahwa kurva solusi penduga cenderung berada di bawah sebaran data. Pada perasan kurma (Gambar 37), nilai mean relative error untuk gula sebesar -11.30%, untuk etanol sebesar -0.67%, dan untuk asam sebesar -15.54%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk gula kesalahan/ketidaksesuaian sebesar 11.30%, etanol sebesar 0.67%, dan asam sebesar 15.54%. Adapun tanda negatif menunjukkan bahwa kurva solusi penduga cenderung berada di bawah sebaran data. Permodelan matematika merupakan suatu upaya pendekatan terhadap suatu fenomena dimana digunakan cara sederhana untuk menerjemahkan suatu masalah ke dalam matematika yang nantinya akan digunakan untuk tujuan prediksi. Model matematika yang dibuat diharapkan dapat mendekati kondisi nyata (data penelitian sebenarnya) sehingga dapat diaplikasikan pada penelitian sejenis. Permodelan yang telah dibuat dapat dikembangkan dengan metode permodelan yang lebih tinggi tingkat kesesuaiannya dengan data penelitian yang ada. Adapun beberapa perbedaan antara model matematika dengan data penelitian dapat dipengaruhi oleh kisaran data yang dimiliki, hasil penelitian di lapangan, dan model matematika yang digunakan.
79 17
5.2.8.2 Fraksi dan Rasio Fraksi Nilai fraksi dihitung dengan dua cara untuk setiap perasan buah. Cara pertama, untuk fraksi gula adalah dengan membagi kadar gula pada hari ketiga dengan kadar gula maksimum sedangkan untuk fraksi etanol dan fraksi asam adalah dengan membagi kadar etanol dan kadar asam di hari ketiga dengan kadar etanol dan asam pada saat mencapai kadar maksimum. Adapun cara kedua, untuk fraksi gula adalah dengan membagi kadar gula pada hari ketiga dengan kadar gula maksimum sedangkan untuk fraksi etanol dan fraksi asam adalah dengan membagi kadar etanol dan kadar asam di hari ketiga dengan kadar etanol dan asam pada saat mencapai titik balik. Sebelum menghitung rasio fraksi, dilakukan terlebih dahulu perhitungan kadar gula, etanol, dan asam pada masing-masing perasan buah pada hari ketiga (t=3) melalui pendekatan solusi numerik. Solusi numerik dilakukan apabila solusi eksak tidak dimungkinkan untuk diperoleh. Solusi numerik merupakan fungsi polinom yang diperoleh dengan menggunakan program Mathematica 7.0 for Students. Untuk menghitung kadar gula, etanol, dan asam pada hari ketiga (t=3) dilakukan secara langsung pada program Mathematica 7.0 for Students karena tidak diperolehnya solusi eksak. Berikut adalah kadar gula, etanol, dan asam pada hari ketiga (t=3) disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Perhitungan solusi numerik kadar gula, etanol, dan asam di hari ketiga setiap perasan buah Kadar (%) ** Waktu (hari)
Kadar (%) **
Gula
Etanol
Asam
Gula
Etanol
Asam
Perasan anggur
11,25
0.83
3.96
12.64
0.76
1.62
Perasan apel
6.88
0.33
7.42
6.06
0.32
5.25
Perasan kurma
21.37
0.34
3.39
23.84
0.33
3.07
Keterangan: ** = kadar gula, etanol, dan asam yang diperoleh dari perhitungan solusi numerik ** = kadar gula, etanol, dan asam hasil penelitian (data penelitian) Berdasarkan hasil pada Tabel 19, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa perbedaan kadar gula, etanol, dan asam antara hasil perhitungan solusi numerik dengan data hasil penelitian. Kadar gula pada perasan anggur memiliki perbedaan sebesar 1.39%, pada perasan apel memiliki selisih sebesar 0.82%, dan pada perasan kurma memiliki selisih sebesar 2.47%. Adapun kadar etanol pada perasan anggur memiliki selisih sebesar 0.07%, pada perasan apel memiliki selisih sebesar 0.01%, dan pada perasan kurma memiliki selisih sebesar 0.01%. Untuk kadar asam pada perasan anggur memiliki selisih sebesar 2.34%, pada perasan apel memiliki selisih sebesar 2.17%, dan pada perasan kurma memiliki selisih sebesar 0.32%. Kemudian dihitung pula kadar etanol dan asam pada saat titik balik melalui turunan kedua dari solusi numerik. Titik balik merupakan titik dimana pergerakan senyawa (etanol dan asam) mulai mengalami penurunan laju peningkatan senyawa. Dari turunan kedua diperoleh hari (nilai ―t‖) saat titik balik. Melalui program Mathematica 7.0 for Students diperoleh kadar etanol dan asam saat titik balik melalui substitusi nilai ―t‖ saat titik balik ke dalam fungsi turunan kedua dari solusi numerik. Pada perasan anggur, titik balik etanol terjadi pada t=2.10 dan titik balik asam terjadi pada t=3.29. Pada perasan apel, titik balik etanol terjadi pada t=2.30 dan titik balik asam terjadi pada t=2.37. Adapun pada perasan apel, titik balik etanol terjadi pada t=2.71 dan titik balik asam terjadi pada t=3.20. Gambar kurva turunan fungsi polinom senyawa etanol dan asam dapat dilihat pada Lampiran
80 17
35 (untuk perasan anggur), Lampiran 36 (untuk perasan apel), dan Lampiran 37 (untuk perasan kurma). Berikut adalah tabel kadar etanol dan asam pada saat titik balik di masing-masing perasan buah disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Kadar etanol dan asam pada saat titik balik di setiap perasan buah Kadar (%)
Per. Anggur
Per. Apel
Per. Kurma
Etanol
0.48
0.22
0.27
Asam
4.53
5.61
4.05
Kemudian dilakukan perhitungan fraksi gula, etanol, dan asam pada masing-masing perasan buah yang dilakukan dengan dua cara seperti yang telah disebutkan di atas. Hasil perhitungan fraksi untuk cara pertama disajikan pada Tabel 22 dan perhitungan fraksi untuk cara kedua disajikan pada Tabel 23. Adapun perhitungan fraksi dapat dilihat pada Lampiran 38 (untuk cara pertama) dan Lampiran 39 (untuk cara kedua). Tabel 22. Fraksi gula, etanol, dan asam yang dihitung dengan cara pertama Per. Anggur
Per. Apel
Per. Kurma
Gula
0.73
0.59
0.46
Etanol
0.87
0.73
0.61
Asam
0.49
0.61
0.42
Tabel 23. Fraksi gula, etanol, dan asam yang dihitung dengan cara kedua Per. Anggur
Per. Apel
Per. Kurma
Gula
0.73
0.59
0.46
Alkohol
1.73
1.50
1.30
Asam
0.87
1.32
0.84
Berdasarkan hasil perhitungan fraksi pada Tabel 22 dan Tabel 23, kemudian dihitung nilai rasio fraksi gula, etanol, dan asam untuk masing-masing cara. . Nilai rasio pada masing-masing perasan buah diperoleh dengan membangi fraksi tiap senyawa dengan fraksi senyawa terkecil yang terdapat pada perasan buah tersebut. Hasil perhitungan rasio fraksi gula, etanol, dan asam pada ketiga perasan buah disajikan pada Tabel 24 (untuk cara pertama) dan Tabel 25 (untuk cara kedua). Tabel 24. Rasio fraksi gula, etanol, dan asam dari perhitungan fraksi dengan cara pertama Gula
:
Etanol
:
Asam
Per. Anggur
1.5
1.8
1.0
Per. Apel
1.0
1.2
1.0
Per. Kurma
1.1
1.4
1.0
81 17
Tabel 25. Rasio fraksi gula, etanol, dan asam dari perhitungan fraksi dengan cara kedua Gula
:
Etanol
:
Asam
Per. Anggur
1.0
2.4
1.2
Per. Apel
1.0
2.5
2.2
Per. Kurma
1.0
2.8
1.8
Hasil perhitungan rasio fraksi gula, etanol, dan asam dengan kedua cara (Tabel 24 dan Tabel 25) memberikan gambaran secara umum. Pertama, rasio fraksi gula dan asam berada pada kisaran rasio yang sama. Kedua, rasio fraksi etanol merupakan rasio yang paling dominan dibandingkan dengan rasio fraksi gula dan asam. Hal ini ditunjukkan dengan secara umum rasio fraksi etanol berada pada kisaran dua kali lipat dibandingkan kisaran rasio fraksi gula dan asam. Kajian ilmiah yang dilakukan telah memberikan gambaran mengenai keberadaan beberapa senyawa hasil fermentasi perasan buah yang didasarkan pada hadis Rasulullah. Etanol merupakan salah satu senyawa penyebab kemabukan yang dihasilkan dari hasil fermentasi perasan buah. Kadar etanol di hari ketiga pada perasan anggur, perasan apel, dan perasan kurma, baik dari hasil penelitian maupun perhitungan dengan model matematika, berada di bawah 1%. Pada hari kelima kadar etanol juga masih berada di bawah satu persen (lihat Tabel 11). Kadar etanol di hari ketiga tertinggi terdapat pada perasan anggur, yaitu sebesar 0.76 (%) (hasil penelitian) dan 0.83% (hasil perhitungan dengan model matematika). Dari hasil analisis korelasi antara hari terhadap kadar senyawa hasil fermentasi, diperoleh bahwa senyawa etanol merupakan senyawa dengan korelasi sangat kuat dan signifikan dengan waktu fermentasi (hari) dibandingkan senyawa lainnya. Melalui analisis ANOVA, diketahui bahwa terdapat pengaruh waktu fermentasi (hari) terhadap kadar etanol. Pada perasan anggur pengaruh berbeda terdapat di hari kedua dibandingkan hari ketiga hingga kelima. Pada perasan apel pengaruh berbeda terdapat di hari pertama dibandingkan hari kedua hingga kelima. Pada perasan kurma pengaruh berbeda terdapat di hari ketiga dibandingkan hari keempat hingga kelima. Analisis klaster (cluster analysis) menggambarkan kesamaan pola fermentasi etanol pada ketiga perasan buah pada tingkat/level kesamaan yang tinggi, yaitu 99.7976 (etanol perasan anggur dengan etanol perasan apel) dan 95.7563 (etanol kurma dengan etanol perasan anggur dan perasan apel). Model matematika juga dilakukan guna memberikan gambaran mengenai sistem yang berlangsung (laju perubahan gula, etanol, dan asam) selama fermentasi pada ketiga perasan buah. Perhitungan senyawa di hari ketiga dan saat titik balik dengan model matematika juga dilakukan dan hasilnya dipergunakan untuk perhitungan rasio fraksi gula, etanol, dan asam pada ketiga perasan buah. Rasio fraksi etanol pada ketiga perasan buah merupakan rasio fraksi yang paling dominan dibandingkan dengan rasio fraksi gula dan asam, dimana rasio fraksi etanol berada pada kisaran dua kali lipat dari rasio fraksi gula dan asam. Adapun rasio fraksi gula dan asam pada ketiga perasan buah berada pada kisaran yang sama. Pola rasio fraksi yang diperoleh dapat menjadi cara dalam mendefinisikan khamr atau senyawa penciri dalam khamr. Namun, untuk hasil yang semakin baik, kajian ilmiah perlu diperkaya dengan penelitian serupa menggunakan buah yang lebih beragam untuk melihat kesamaan pola fermentasi dan mendapatkan model matematika yang lebih sempurna sehingga rasio fraksi yang diperoleh lebih baik.
82 17