V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Transportasi Kereta Api dan Potensi Batubara di Kalimatan Selatan Menurut Undang-undang No. 23 tahun 2007, perkeretaapian merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api. Prasarana kereta api ini meliputi jalur dan stasiun kereta api, termasuk fasilitas yang diperlukan agar sarana kereta api dapat dioperasikan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan jaringan jalur kereta api adalah seluruh jalur kereta api yang terkait satu sama lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu sistem. Berdasarkan rekomendasi dari hasil penelitian sebelumnya (BPPT, 2006), rencana jaringan kereta api yang akan dibangun meliputi lintas barat dan lintas timur Propinsi Kalimantan Selatan. Jaringan kereta api lintas barat dimulai dari kabupaten Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Barito Kuala, Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Banjarmasin, Tanah Laut dan berakhir di pelabuhan Batakan. Sedangkan rencana jaringan kereta api lintas timur dimulai dari kabupaten Kota Baru, Tanah Tumbu, Tanah Laut dan berakhir di Pelabuhan Batakan. Penentuan jalur lintas barat dan lintas timur tersebut mengikuti sebaran potensi batubara di Kalimantan Selatan yang tersebar dibeberapa wilayah kabupaten/kota. Menurut dinas pertambangan Propinsi Kalimantan Selatan, potensi batubara di Kalimantan Selatan mayoritas tersebar di 7 kabupaten/kota. untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 21. Tabel 21 Luas konsensi penambangan batubara per kabupaten (Ha) No Nama kabupaten Luas (ha) 1 Kota Baru 44.550,20 2 Tabalong dan Balangan 4.336,00 3 Tanah laut 10.872,15 4 Banjar 8.814,80 5 Tapin 16.753,93 6 Tanah Bumbu 29.208,66 7 Hulu Sungai Selatan 1.945,40 Sumber : Dinas Pertambangan Propinsi Kalimantan Selatan (2005) 62
Dari masing-masing kabupaten tersebut, terdapat banyak perusahaan penghasil batubara, mulai dari perusahaan skala kecil sampai skala internasional. Dari hasil pengolahan data digital berupa peta administrasi yang dioverlay dengan peta lokasi perusahaan penghasil batubara didapatkan output berupa peta perusahaan penghasil batubara berdasarkan kabupaten/kota (Gambar 5). Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini akan dibahas lebih jauh mengenai rencana jaringan jalur kereta api yang diharapkan dapat menghubungkan seluruh lokasi perusahaan penghasil batubara di Propinsi Kalimantan Selatan.
5.2. Penentuan Kriteria Rute Kereta Api Berwawasan Lingkungan Kajian mengenai penentuan rute kereta api yang berwawasan lingkungan ini diawali dengan menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan dasar untuk menentukan dimana jalur rel kereta api akan dilewatkan. Didalam keputusan Menteri Perhubungan nomor 52 tahun 2000 tentang jalur kereta api, disebutkan bahwa rencana umum jaringan jalur kereta api disusun dalam satu sistem terpadu dengan moda transportasi lainnya dengan mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya adalah kelestarian lingkungan. Jaringan jalur kereta api yang akan dibangun di Propinsi Kalimantan Selatan merupakan jalur kereta api yang pertama kali di Propinsi tersebut. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logis dari rencana tersebut, maka akan berdampak kepada dilakukannya pembukaan wilayah disepanjang wilayah yang akan dilalui jalur kereta api. Menurut Elias (2001), didalam perencanaan pembukaan wilayah harus ditentukan terlebih dahulu faktor-faktor yang masuk kategori kardinal negatif dan kardinal positip. Kardinal negatif merupakan faktor-faktor yang merugikan sehingga harus dihindari dalam pembukaan wilayah, sedangkan kardinal positip merupakan faktor-faktor yang menguntungkan sehingga harus didekati atau diprioritaskan dalam pembukaan wilayah.
63
Gambar 5 Peta sebaran perusahaan penghasil batubara 64
Adapun kriteria didalam penentuan jalur rel kereta api yang masuk kategori kardinal negatif yaitu : Land cover/land use, jenis tanah, topografi/slope, sungai. Sedangkan kumpulan kriteria didalam penentuan jalur rel kereta api yang masuk kategori kardinal positif yaitu : Jumlah perusahaan penghasil batubara dan proximity dengan jaringan jalan utama. Ketiadaan data pendukung yang bisa dijadikan acuan secara lengkap didalam menentukan kriteria jalur kereta api yang berwawasan lingkungan, menyebabkan kumpulan kriteria jalur kereta api dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan studi pustaka dan studi banding dengan topik kajian lain yang relevan. 1) Tutupan Lahan/Land Cover Dalam penelitian ini, tutupan lahan dijadikan sebagai salah satu kriteria didalam penentuan rute kereta api. Hal ini bertujuan agar dampak lingkungan yang akan terjadi jika tutupan lahan dibuka terlalu luas dapat diminimalisir secara maksimal. Disamping itu kondisi tutupan lahan di Propinsi Kalimantan Selatan saat ini sudah semakin berkurang, baik karena illegal logging maupun karena kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan dibukanya jaringan kereta api ini, diharapkan tutupan lahan yang terbuka tidak terlalu luas. Pada kriteria land cover ini, kawasan hutan lindung dan hutan konservasi tidak dimasukkan kedalam kelas penutupan lahan/landcover. Hal tersebut dilakukan karena nilai ekologis yang sangat signifikan yang dikhawatirkan akan terganggu jika dilewati oleh jalur kereta api. Menurut MacKinnon et al (1993), kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Hal ini juga diperkuat oleh undang-undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Oleh karena itu dalam hal ini kawasan lindung dan kawasan konservasi tidak diperbolehkan dilewati oleh penentuan rute kereta api. Adapun hasil pengolahan data digital menghasilkan output berupa peta klasifikasi tutupan lahan di Propinsi Kalimantan Selatan (Gambar 6), yang akan dijadikan bahan pilihan alternatif didalam penentuan rute kereta api.
65
Gambar 6 Peta kelas tutupan lahan (landcover) di Kalimantan Selatan 66
2) Jenis Tanah Didalam penentuan jalur kereta api, faktor tanah menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Bahkan faktor ini dalam aspek teknis menjadi syarat utama didalam penentuan rute kereta api. Menurut Subarkah (1981), jalur kereta api yang akan dibangun hendaknya tidak melintasi tanah gambut atau tanah-tanah yang masih labil atau peka terhadap erosi. Hanggoro (2005), juga mengatakan bahwa tubuh jalan kereta api harus merupakan tanah yang masuk klasifikasi tanah stabil, dan jika tidak maka harus dilakukan perbaikan tanah. Dalam penelitian ini, kelas tanah dengan tingkat kepekaan terhadap erosi yang rendah sangat direkomendasikan didalam penentuan rute kereta api. Pembangunan jalan rel kereta api menuntut adanya kestabilan tubuh tanah, khususnya pada saat akan dilakukan konstruksi jalan rel. Penggunaan kelas tanah dengan tingkat kepekaan erosi yang tinggi akan berakibat pada resiko kecelakaan kereta api yang tinggi pula. Hal ini disebabkan karena semakin lama tanah yang dijadikan landasan jalan rel akan terkikis habis sehingga akan merubah posisi dan letak jalan rel. Apalagi jika didaerah tersebut memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Kaitannya dengan ekologi, jika jenis tanah ini dimanfaatan untuk peruntukan jalan rel, maka dikhawatirkan akan menyebabkan sungai-sungai yang ada didekatnya akan terjadi pendangkalan hebat karena erosi yang terjadi. Dan hal ini akan berlanjut pada kerugian ekonomi yang tidak sedikit nilainya (akan dibahas dalam sub bab berikutnya). Dalam penelitian ini, kelas tanah dengan tingkat kepekaan terhadap erosi yang sangat tinggi (misalnya Renzina) sama sekali tidak dijadikan pilihan alternatif untuk dilewati oleh rute kereta api. Hal ini karena disamping luasannya memang tidak terlalu besar sehingga bisa dihindari, upaya perbaikan tanahnya akan membutuhkan biaya yang relatif mahal karena kepekaan erosinya sangat tinggi. Hasil pengolahan data digital yang menghasilkan peta kelas tanah di Propinsi Kalimantan Selatan ini (Gambar 7) menunjukkan luasan masing-masing kelas tanah di Propinsi Kalimantan Selatan. Peta kelas tanah inilah yang akan menjadi salah satu landasan dalam penentuan rute kereta api.
67
Gambar 7 Peta kelas tanah di Propinsi Kalimantan Selatan 68
3) Topografi/Slope Dalam penelitian ini, karena faktor slope berkaitan dengan keteknikan didalam konstruksi jalan rel, maka yang direkomendasikan untuk dilalui jalur kereta api hanyalah slope dengan kemiringan 0 ~ 8 %. Hal ini diperkuat dengan hasil pengolahan data digital berupa peta kelas kelerengan (Gambar 8) yang menunjukkan mayoritas kelas lereng di Kalimantan Selatan termasuk kelas lereng 1, sehingga memperbesar peluang pilihan didalam menentukan alternatif rute kereta api. Faktor slope didalam penentuan jalur kereta api berpengaruh kepada biaya yang akan dikeluarkan pada saat konstruksi dilakukan. Misalnya pada slope yang curam yang terpaksa harus dilewati oleh rute kereta api, harus dilakukan pengerukan tanah terlebih dahulu sehingga menjadi landai dan bisa dilewati. Semakin landai topografi, biaya konstruksinya akan semakin murah. Utomo (2005) membagi jalur rel kereta api kedalam 3 (tiga) kategori berdasarkan tingkat kelandaian, yaitu : Lintas datar (0 ~ 10 %), lintas pegunungan (10 ~ 40 %) dan lintas dengan rel gigi (40 ~ 80 %). Disamping masalah keteknikan, faktor slope ini juga berpengaruh kepada tingkat erodibilitas tanah. Semakin curam slope, maka potensi erosi dan longsor akan semakin besar. Sehingga resiko kecelakaan kereta api juga akan semakin besar jika melalui kelerengan yang cukup curam. Ditambah lagi jika kondisi curah hujan di wilayah tersebut sangat tinggi. Oleh karena itu didalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Tata Ruang Wilayah disebutkan bahwa lahan dengan kelerengan 40 % masuk kategori kawasan yang dilindungi. Sedangkan untuk jenis tanah peka terhadap erosi, yaitu jenis Regosol, Litosol, Orgosol, dan Renzina, kemiringan lereng di atas 15%. 4) Sungai Dalam penelitian ini, faktor sungai ditentukan terbatas hanya pada sungai utama saja. Hal ini dikarenakan jumlah anak sungai di Propinsi Kalimantan Selatan sangat banyak sekali dan tidak mungkin bisa dihindari untuk tidak dilewati oleh jalur rel kereta api. Faktor sungai didalam penentuan rute kereta api berkaitan erat dengan biaya pembuatan jembatan yang melintasi sungai tersebut. Meskipun faktor sungai ini tidak berpengaruh signifikan terhadap pencemaran air 69
sungai/badan air, tetapi biaya untuk pembuatan jembatan tidaklah sedikit. Bahkan didalam Permen PU Nomor 63/PRT/1993 disebutkan bahwa sembadan sungai dengan kriteria tertentu diperbolehkan dimanfaatkan untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum maupun kereta api.
70
Gambar 8 Peta kelas kelerengan di Propinsi Kalimantan Selatan 71
5) Jumlah Perusahaan Penghasil Batubara Pada dasarnya tujuan utama dalam penelitian ini adalah menyediakan sarana transportasi untuk mengangkut sumberdaya alam (khususnya batubara) yang mampu menjangkau seluruh perusahaan penghasil sumberdaya tersebut. Dengan kata lain, semakin banyak perusahaan yang mampu dijangkau oleh jalur kereta api ini, maka semakin baik jalur rute kereta api tersebut. Hasil pengolahan data digital peta sebaran lokasi perusahaan penghasil batubara di Propinsi Kalimantan dapat dilihat pada Gambar 5. Dalam penentuan rute kereta api, kaitannya dengan keterjangkauan seluruh perusahaan penghasil batubara, sangat dimungkinkan rute yang akan dibuat tidak secara tepat menjangkau sampai dilokasi perusahaan. Hal ini akan terjadi jika ada faktor pembatas, misalnya salah satu dari kriteria kategori kardinal negatif yang menghalangi, yang jika dipaksakan akan berdampak pada penambahan biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu, perusahaan penghasil batubara yang mengalami kondisi seperti ini akan mengeluarkan sedikit biaya tambahan untuk mengangkut produknya menuju jalur kereta api (stasiun) melalui jalan darat. 6) Proximity dengan Jaringan Jalan Utama Faktor ini berkaitan dengan aksesibilitas penyediaan bahan baku pembuatan jalan rel kereta api dan juga tenaga kerja. Menurut Subarkah (1981), jalur kereta api yang akan dibuat hendaknya melewati atau dekat dengan pusat aktivitas masyarakat dan juga melewati atau dekat dengan ketersediaan bahanbahan yang dibutuhkan dalam pembuatan rel kereta api seperti pasir, batu dan lain-lain. Faktor ini juga berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkan jika jalan rel yang akan dibuat sangat jauh dari jaringan jalan darat. Bahkan tidak menutup kemungkinan jika sama sekali tidak ada akses ke jalan darat, maka harus dibuat jalan baru untuk mengangkut bahan baku konstruksi jalan rel kereta api. Tidak ada standar baku yang menyebutkan jarak ideal antara jalan rel dengan jaringan jalan darat. 5.3. Penentuan Alternatif Rute Kereta Api Berdasarkan hasil pengolahan peta digital seluruh kriteria penentuan rute kereta api dengan teknik Overlay dalam program GIS, didapatkan peta kesesuaian lahan untuk penentuan rute kereta api. Peta ini merupakan areal yang sesuai atau
72
dapat dijadikan pilihan alternatif oleh rute kereta api. Peta kesesuaian lahan untuk rute kereta api tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Peta kesesuaian lahan untuk rute kereta api ini telah mengeliminasi faktor-faktor yang tidak sesuai atau tidak diinginkan didalam penentuan rute kereta api. Berdasarkan pada peta kesesuaian lahan tersebut, kemudian dibuatlah secara semi manual beberapa alternatif jalur/rute kereta api yang melalui lintas timur dan lintas barat Propinsi Kalimantan Selatan, dengan tetap memperhatikan skor masing-masing kriteria yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, jumlah alternatif rute kereta api yang dibuat yaitu sebanyak 5 (lima) alternatif yang terdiri atas : 3 (tiga) alternatif rute yang melalui lintas timur, dan 2 (dua) alternatif rute yang melalui lintas barat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar10. Berdasarkan pada peta alternatif rute kereta api tersebut, dengan bantuan program GIS dapat diketahui karakteristik masing-masing alternatif rute kereta api. Masing-masing alternatif rute memiliki kelebihan dan kekurangan. Secara detail karakteristik masing-masing rute kereta api tercantum pada Tabel 22. Tabel 22 Karakteristik masing-masing alternatif rute kereta api Aspek
Kardinal Negatif
Kardinal Positif
Kriteria
A
Rute Lintas Timur B C
Rute Lintas Barat D E
1. Land Cover/Land Use : - Hutan (ha) - Badan Air dan Rawa (ha) - Pemukiman (ha) - Ladang dan Sawah (ha) - Belukar dan Kebun (ha)
124,703 9,931 10,005 119,079 579,522
152,656 1,325 22,994 94,432 571,832
234,398 4,513 21,438 44,057 524,794
105,772 3,877 2,446 388,323 369,821
49,836 3,868 4,783 380,827 420,875
2. Jenis Tanah : - Tanah Aluvial (ha) - Tanah Hidromorf (ha) - Tanah Podsol (ha) - Tanah Podsolik (ha) - Tanah Renzina (ha)
127,301 0,000 0,000 744,829 0,000
56,190 0,000 0,000 787,050 0,000
31,823 0,000 0,000 797,377 0,000
302,702 29,646 18,773 519,119 0,000
369,249 54,261 18,596 418,084 0,000
3. Slope : - 0 – 8 % (ha) - 8 – 15 % (ha) - 15 – 25 % (ha) - 25 – 45 % (ha) - > 45 % (ha)
872,130 0,000 0,000 0,000 0,000
843,240 0,000 0,000 0,000 0,000
829,200 0,000 0,000 0,000 0,000
870,240 0,000 0,000 0,000 0,000
860,190 0,000 0,000 0,000 0,000
4. Jumlah Sungai Dilewati
11
11
11
6
5
5. Jumlah Perusahaan yg Dilewati
48
41
85
28
7
6. Proximity dg Jalan Utama (km)
3,636
4,890
6,749
2,840
3,196
290,71
281,08
276,40
290,08
286,73
7. Panjang Rute (km)
73
PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK RUTE KERETA API DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
Gambar 9 Peta kesesuaian lahan untuk rute kereta api di Propinsi Kalimantan Selatan 74
Gambar 10 Peta beberapa alternatif rute kereta api di Propinsi Kalimantan Selatan 75
5.3.1. Pembobotan dan Analisis Kriteria Jalur Kereta Api Dalam penelitian ini, pembobotan masing-masing kriteria rute kereta api dilakukan dengan menggunakan 5 (lima) pendekatan, yaitu : Pendekatan expert judgement rata-rata, pendekatan expert judgement dengan nilai ekstrem terendah, pendekatan expert judgement dengan nilai ekstrem tertinggi, pendekatan empiris (pengalaman dari studi lain) dan pendekatan Equal Weight (seluruh kriteria dianggap sama penting). Hasil penentuan bobot ini digunakan lebih lanjut dalam pengkajian penentuan alternatif rute kereta api terbaik
yang berwawasan
lingkungan. a) Pendekatan Expert Judgement Rata-rata Penentuan bobot dengan pendekatan expert judgement ini dilakukan menggunakan metode rangking dengan cara melakukan wawancara terhadap 5 orang expert. Hasil penentuan bobot dengan pendekatan ini diklasifikasikan berdasarkan kardinal negatif dan kardinal positif. Hasil pembobotan untuk kriteria kardinal negatif dapat dilihat dalam Tabel 23. Tabel 23 Hasil pembobotan kriteria kardinal negatif menurut expert No 1 2 3 4
Kriteria Land Cover Jenis Tanah Slope Sungai
Rangking/tingkat kepentingan ahli ke1 2 3 4 5 3 5 1 5 7 9 9 9 9 9 7 5 7 5 3 1 1 1 1 3
Jumlah
Jumlah 21 45 27 7 100
Bobot 0.21 0.45 0.27 0.07 1.00
Sedangkan hasil pembobotan untuk kriteria kardinal positif dapat dilihat dalam Tabel 24. Tabel 24 Hasil pembobotan kriteria kardinal positif menurut expert No 1 2
Kriteria Jumlah Perusahaan Proximity dengan Jalan Utama Jumlah
Rangking/tingkat kepentingan ahli ke1 2 3 4 5 7 5 3 3 3 7 5 5 3 3
Jumlah 21 23 44
Bobot 0.48 0.52 1.00
Berdasarkan hasil pembobotan dengan pendekatan expert judgement diatas, pada kardinal negatif kriteria jenis tanah memiliki bobot yang paling tinggi (0.45). Semua responden berpendapat bahwa jenis tanah merupakan faktor yang paling berpengaruh karena kaitannya dengan keteknikan didalam konstruksi jalan rel. 76
Ada juga responden yang menitik tekankan kepada aspek erosi yang akan ditimbulkan jika jenis tanah ini tidak dipentingkan didalam penentuan rute kereta api. Jika dikaitkan dengan kondisi bentang alam Propinsi Kalimantan Selatan, khususnya karakteristik tanahnya, mayoritas jenis tanah di Kalimantan Selatan masuk kategori kelas tanah 4 berdasarkan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980, yaitu jenis podsolik yang memiliki tingkat kepekaan terhadap erosi yang tinggi. Hal ini akan menjadi kendala yang sangat besar, khususnya pada saat melakukan pembangunan/konstruksi jalan rel, karena sepanjang jalur rel yang akan dibuat harus dilakukan perbaikan kondisi tanah. Hal ini akan menyedot biaya yang sangat mahal. Hal lain yang mengkhawatirkan lagi jika tempat atau lokasi konstruksi jalan rel berdekatan dengan sungai. Hal ini jelas-jelas akan berkontribusi terhadap tingginya sedimentasi disungai tersebut yang jika dibiarkan akan berpotensi terjadinya banjir. Jika dilihat pada tabel karakteristik masingmasing alternatif rute kereta api, semua rute melewati jenis tanah podsolik dalam luasan yang cukup besar. Misalnya saja rute A melewati jenis tanah podsolik sebesar 744,829 ha. Kemudian faktor slope menurut pendapat responden juga memiliki peran yang sangat penting didalam penentuan rute kereta api. Berdasarkan hasil pembobotan yang dilakukan, slope memiliki bobot sebesar 0,27. Menurut para responden, slope ini jika diabaikan akan berpengaruh pada tingginya potensi erosi tanah dan longsor. Bahkan faktor slope ini dijadikan sebagai salah satu indikator didalam
penetapan
kawasan
lindung
berdasarkan
SK
Mentan
No.
837/Kpts/Um/11/1980. Disamping munculnya potensi erosi dan longsor, slope yang lebih dari 10 % akan menyebabkan perjalanan kereta api akan menjadi lambat (Utomo, 2005). Kalaupun akan dilakukan perbaikan lereng, maka hal tersebut akan membutuhkan tambahan biaya yang sangat besar. Mayoritas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan didominasi terutama oleh kelas kemiringan landai dan datar, dan selanjutnya diikuti oleh kemiringan agak curam. Luas tanah pada kelas datar (0 ~ 8 %) diperkirakan sebesar 9.154,27 km2 atau 24,39% dari total wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. Tanah dengan kemiringan kelas datar tersebut tersebar di sepanjang pantai
77
timur dan selatan, sepanjang aliran sungai Barito dan sungai-sungai lainnya. Kondisi seperti ini sangat cocok dan sesuai dengan kriteria jalur kereta api yang akan dibangun, karena masih memiliki banyak pilihan lahan datar yang bisa diperuntukkan untuk dilewati rute kereta api. Hal inilah yang mendasari penelitian ini untuk tidak merekomendasikan kelas slope yang lainnya selain kelas slope datar (0 ~ 8 %). Adapun faktor landcover dengan bobot 0,21 menurut para responden hal ini lebih terkait dengan luasan tutupan lahan yang akan terbuka dengan adanya pembangunan rute kereta api. Dalam hal ini penentuan rute hendaknya mampu meminimalisir pembukaan tutupan lahan yang sudah ada. Salah satu komponen landcover dalam hal ini adalah pemukiman. Menurut para responden, pembangunan jalan rel kereta api ini diharapkan dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat di pemukiman tersebut. Dengan adanya akses dari pedalaman menuju pusat perekonomian, dimungkinkan untuk terjadinya peningkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat. Faktor sungai merupakan faktor dengan bobot yang paling kecil (0,07). Menurut para responden, pembangunan jalur kereta api tidak akan berdampak signifikan terhadap pencemaran sungai. Karena pembangunan jalur kereta api yang melintasi sungai tidak memanfaatkan sungai tersebut, melainkan diatas permukaan sungai dan dalam bentuk pembangunan jembatan. Bahkan didalam Permen PU Nomor 63/PRT/1993 disebutkan bahwa sembadan sungai dengan kriteria tertentu diperbolehkan dimanfaatkan untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum maupun kereta api. Didalam penentuan rute kereta api, sungai ini harus dihindari karena berpengaruh kepada penambahan biaya yang cukup tinggi untuk membuat jembatan di atasnya. Akan tetapi jika melihat kondisi hidrologi Kalimantan Selatan hal tersebut tidak bisa dihindari. Dalam penelitian ini yang bisa dijadikan sebagai kriteria penentuan rute kereta api hanya sungai utama saja, karena banyaknya anak-anak sungai yang merata hampir di seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Misalnya rute A melewati 11 sungai utama, sedangkan rute E hanya melewati 5 sungai utama. Tapi karena kurangnya data pendukung,
78
dalam penelitian ini hanya jumlah sungai yang ditampilkan, sedangkan lebar sungai tidak ada data. Adapun hasil pembobotan berdasarkan pendekatan expert judgement pada kardinal positif, kriteria proximity dengan jaringan jalan memiliki bobot (0,52) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria jumlah perusahaan penghasil batubara (0,48). Hal ini menurut responden kalau rute kereta api yang dibangun tidak menjangkau perusahaan batubara secara keseluruhan, maka hal ini masih lebih mudah bisa diatasi dengan memanfaatkan jalan darat menuju jalur kereta api (stasiun). Akan tetapi jika jalur kereta api yang akan dibangun sangat jauh dari jaringan jalan, maka pada saat konstruksi jalan rel akan mengalami kesulitan didalam distribusi bahan baku jalan rel dan tenaga kerja. Alternatifnya harus membuka akses jalan darat yang baru dan hal ini akan memakan biaya yang sangat mahal. b) Pendekatan Expert Judgement dengan Nilai Ekstrem Terendah Penentuan bobot dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara memilih hasil penilaian ahli (expert) terhadap indikator/kriteria yang mayoritas memberikan penilaian yang paling rendah terhadap kriteria/indikator. Hasil penentuan bobot dengan pendekatan ini diklasifikasikan berdasarkan kardinal negatif dan kardinal positif. Hasil pembobotan untuk kriteria kardinal negatif dapat dilihat dalam Tabel 25. Tabel 25 Hasil pembobotan kriteria kardinal negatif menurut expert dengan nilai ekstrem terendah No 1 2 3 4
Kriteria Land Cover Jenis Tanah Slope Sungai
Rangking/tingkat kepentingan ahli ke1 2 3 4 5 1 9 7 1
Jumlah
Jumlah
Bobot
1 9 7 1 18
0.06 0.50 0.39 0.06 1.00
Sedangkan hasil pembobotan untuk kriteria kardinal positif dapat dilihat dalam Tabel 26.
79
Tabel 26 Hasil pembobotan kriteria kardinal positif menurut expert dengan nilai ekstrem terendah No 1 2
Kriteria Jumlah Perusahaan Proximity dengan Jalan Utama Jumlah
Rangking/tingkat kepentingan ahli ke1 2 3 4 5 3 5
Jumlah 3 5 8
Bobot 0.4 0.6 1.00
Secara garis besar, pembobotan dengan pendekatan ini tidak jauh berbeda hasilnya dengan pendekatan yang pertama. Hanya saja pada pendekatan ini bobot landcover dan sungai memiliki nilai yang sama yaitu : 0,06. Sedangkan bobot tertinggi adalah jenis tanah disusul dengan slope. Hal yang sama juga terlihat pada hasil pembobotan kriteria proximity dengan jalan dan kriteria jumlah perusahaan, masing-masing memiliki bobot 0,6 dan 0,4. c) Pendekatan Expert Judgement dengan Nilai Ekstrem Tertinggi Penentuan bobot dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara memilih hasil penilaian ahli (expert) terhadap indikator/kriteria yang mayoritas memberikan penilaian yang paling tinggi terhadap kriteria/indikator. Berdasarkan hasil perhitungan, ternyata penilaian tertinggi (nilai 9) merata diseluruh responden. Sehingga nilai tertinggi yang digunakan adalah nilai 7. Hasil penentuan bobot dengan pendekatan ini juga diklasifikasikan berdasarkan kardinal negatif dan kardinal positif. Hasil pembobotan untuk kriteria kardinal negatif dapat dilihat dalam Tabel 27. Tabel 27 Hasil pembobotan kriteria kardinal negatif menurut expert dengan nilai ekstrem tertinggi No 1 2 3 4
Kriteria Land Cover Jenis Tanah Slope Sungai
Rangking/tingkat kepentingan ahli ke1 2 3 4 5 3 9 7 1
Jumlah
Jumlah
Bobot
3 9 7 1 20
0.15 0.45 0.35 0.05 1.00
Sedangkan hasil pembobotan untuk kriteria kardinal positif dapat dilihat dalam Tabel 28.
80
Tabel 28 Hasil pembobotan kriteria kardinal positif menurut expert dengan nilai ekstrem tertinggi No 1 2
Kriteria Jumlah Perusahaan Proximity dengan Jalan Utama Jumlah
Rangking/tingkat kepentingan ahli ke1 2 3 4 5 7 7
Jumlah 7 7 14
Bobot 0.5 0.5 1.00
Berdasarkan perhitungan bobot diatas, yang berbeda pada pendekatan ini hanya kriteria jumlah perusahaan dan kriteria proximity dengan jalan yang memiliki bobot yang sama yaitu 0,5. Responden menganggap kedua kriteria tersebut sama pentingnya didalam memberikan pengaruh terhadap penentuan rute kereta api. Adapun bobot untuk kriteria kardinal negatif secara berturut-turut : jenis tanah (0,45), slope (0,35), landcover (0,15) dan sungai (0,05). Untuk peringkat bobot dibandingkan dengan kedua pendekatan sebelumnya relatif tidak ada perubahan. d) Pendekatan Empiris (pengalaman dari studi lain) Dalam pendekatan
ini,
bobot
masing-masing
kriteria
ditentukan
berdasarkan metode yang digunakan oleh departemen kehutanan dalam menetapkan kawasan lindung (SK Mentan nomor 837/Kpts/II/1980 tentang kriteria dan tata cara penetapan kawasan lindung) yang dimodifikasi karena ketidaklengkapan data (Prasetyo dan Setiawan, 2001). Dalam metode yang dimodifikasi oleh Prasetyo dan Setiawan (2001) dalam Prasetyo (2004) ini, kriteria yang masuk kategori kardinal negatif yaitu : Slope diberi bobot 0,4, kriteria land cover diberi bobot 0,3, kriteria jenis tanah diberi bobot 0,2, sedangkan kriteria sungai didekati dengan faktor curah hujan dan diberi bobot 0,1. Adapun kriteria yang masuk kategori kardinal positif (Jumlah perusahaan penghasil batu bara dan proximity jalan) dianggap sama pentingnya karena tidak adanya data yang mendukung, yaitu masing-masing diberi bobot 0,5. e) Pendekatan Equal Weight Dalam pendekatan ini, pembobotan dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa semua kriteria sama pentingnya didalam memberikan pengaruh pada penentuan rute kereta api. Hal ini dilakukan karena tidak adanya data yang mendukung yang dapat dijadikan acuan secara lengkap didalam pemberian bobot
81
untuk semua kriteria penentuan jalan rel kereta api. Dalam hal ini, semua kriteria yang masuk kategori kardinal negatif masing-masing diberi bobot 0,25. Sedangkan semua kriteria yang masuk kategori kardinal positif diberikan bobot masing-masing 0,5. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pembobotan kriteria ini dapat dilihat dalam Tabel 29. Tabel 29 Perbandingan bobot kriteria berdasarkan masing-masing pendekatan Bobot Pendekatan 1
Bobot Pendekatan 2
Bobot Pendekatan 3
Bobot Pendekatan 4
Bobot Pendekatan 5
Kardinal Negatif 1. Landcover 2. Jenis Tanah 3. Slope 4. Sungai
0.21 0.45 0.27 0.07
0.06 0.50 0.39 0.06
0.15 0.45 0.35 0.05
0.3 0.2 0.4 0.1
0.25 0.25 0.25 0.25
Kardinal Positif 5. Jml. Perusahaan 6. Proximity Jalan
0.48 0.52
0.4 0.6
0.5 0.5
0.5 0.5
0.5 0.5
Kriteria
5.3.2. Hasil Skoring Kriteria Rute Kereta Api Setelah dilakukan pembobotan seluruh kriteria penentuan rute kereta api dengan menggunakan 5 (lima) pendekatan di atas, kemudian dilakukan skoring untuk melihat peringkat rute kereta api yang akan dijadikan rekomendasi. Adapun hasil perhitungan bobot dan skor berdasarkan 5 (lima) pendekatan di atas dapat dilihat dalam Tabel 30 ~ 34. Tabel 30 Hasil perhitungan bobot dan skor menurut expert judgement Alternatif Rute
Skor LC/ LU
Skor tanah
Skor Slope
A B C
71 71 63
49 44 42
100 100 100
D E
81 85
63 70
100 100
Skor Skor Jumlah Sungai Perusahaan Lintas Timur 40 100 40 80 40 100 Lintas Barat 80 60 100 20
Skor Proximity Jalan
Total Skor
100 100 80
167 155 152
100 100
159 145
Tabel 31 Hasil perhitungan bobot dan skor dengan nilai ekstrem terendah Alternatif Rute
Skor LC / LU
Skor tanah
Skor Slope
A B C
71 71 63
49 44 42
100 100 100
D E
81 85
63 70
100 100
Skor Skor Jumlah Sungai Perusahaan Lintas Timur 40 100 40 80 40 100 Lintas Barat 80 60 100 20
82
Skor Proximity Jalan
Total Skor
100 100 80
170 160 154
100 100
164 153
Tabel 32 Hasil perhitungan bobot dan skor menurut nilai ekstrem tertinggi Alternatif Rute
Skor LC / LU
Skor tanah
Skor Slope
A B C
71 71 63
49 44 42
100 100 100
D E
81 85
63 70
100 100
Skor Skor Jumlah Sungai Perusahaan Lintas Timur 40 100 40 80 40 100 Lintas Barat 80 60 100 20
Skor Proximity Jalan
Total Skor
100 100 80
170 157 156
100 100
160 144
Tabel 33 Hasil perhitungan bobot dan skor dengan pendekatan empiris Alternatif Rute
Skor LC / LU
Skor tanah
Skor Slope
A B C
71 71 63
49 44 42
100 100 100
D E
81 85
63 70
100 100
Skor Skor Jumlah Sungai Perusahaan Lintas Timur 40 100 40 80 40 100 Lintas Barat 80 60 100 20
Skor Proximity Jalan
Total Skor
100 100 80
86 81 80
100 100
82 74
Tabel 34 Hasil perhitungan bobot dan skor dengan pendekatan Equal Weight Alternatif Rute
Skor LC/LU
Skor tanah
Skor Slope
A B C
71 71 63
49 44 42
100 100 100
D E
81 85
63 70
100 100
Skor Skor Jumlah Sungai Perusahaan Lintas Timur 40 100 40 80 40 100 Lintas Barat 80 60 100 20
Skor Proximity Jalan
Total Skor
100 100 80
82 77 76
100 100
81 74
Berdasarkan perhitungan bobot dan skor diatas, dapat dilihat bahwa untuk jalur kereta api lintas timur, secara konsisten alternatif rute A memiliki bobot yang tertinggi berdasarkan 5 (lima) pendekatan yang digunakan. Artinya, rute A untuk sementara merupakan alternatif rute kereta api yang paling baik untuk direkomendasikan pada jalur kereta lintas timur. Sedangkan untuk jalur kereta api lintas barat berdasarkan hasil perhitungan skor diatas, skor yang tertinggi adalah rute D. Dengan demikian rute D untuk sementara merupakan alternatif rute yang lebih baik jika dibandingkan rute E pada jalur lintas barat ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 35.
83
Tabel 35 Peringkat/rangking masing-masing rute berdasarkan nilai skor pada 5 (lima) pendekatan yang digunakan Pendekatan Pendekatan 2 3 Rute Skor Rute Skor Rute lintas timur 1 A 167 A 170 A 170 3 B 155 B 160 B 157 4 C 152 C 154 C 156 Rute lintas barat 2 D 159 D 164 D 160 5 E 145 E 153 E 144 Sumber : Hasil analisis data primer
Rangking
Pendekatan 1 Rute Skor
Pendekatan 4 Rute skor
Pendekatan 5 Rute skor
A B C
86 81 80
A B C
82 77 76
D E
82 74
D E
81 74
Pada rute A, secara garis besar tingginya skor rute ini dibandingkan rute B dan C disebabkan karena faktor jenis tanah. Dalam hal ini rute A melewati jenis tanah yang tidak peka terhadap erosi (aluvial) paling luas dibandingkan dengan rute B dan C. Hal sebaliknya terjadi, rute A melewati jenis tanah yang peka terhadap erosi paling kecil dibandingkan dengan rute B dan C. Adapun faktor yang lainnya relatif sama. Sedangkan pada rute C yang merupakan rute dengan skor terendah disebabkan oleh faktor landcover dan jenis tanah. Pada rute ini, tutupan lahan yang dilewati paling luas dibandingkan dengan rute A dan B. Demikian juga dengan jenis tanah, rute ini melewati jenis tanah yang peka terhadap erosi paling luas dibandingkan dengan rute A dan B dan paling sedikit melewati jenis tanah yang tidak peka terhadap erosi. Sedangkan rute D pada jalur lintas barat, tingginya skor yang dimiliki dibandingkan dengan rute E disebabkan oleh faktor jumlah perusahaan yang dilewati rute ini lebih besar dibandingkan rute E, yaitu 28 perusahaan sedangkan rute E hanya melewati 7 perusahaan. Konsistensi peringkat skor ini baik pada jalur lintas timur maupun barat, menunjukkan bahwa dari 5 (lima) pendekatan yang digunakan, pada dasarnya pendekatan yang manapun bisa dijadikan pedoman didalam penentuan rute kereta api. Akan tetapi jika berdasarkan tingkat kesederhanaan dan kemudahan, maka pendekatan ke-5 (equal weight) merupakan pendekatan yang terbaik. Sedangkan jika berdasarkan pada nilai koefisien keragaman skor, maka pendekatan yang ke-3 (Expert judgement dengan nilai ekstrem tertinggi) merupakan pendekatan terbaik. Hasil perhitungan koefisien keragaman masing-masing pendekatan dapat dilihat dalam Tabel 36. 84
Tabel 36 Perhitungan koefisien keragaman skor masing-masing pendekatan Pendekatan Pendekatan 1 Pendekatan 2 Pendekatan 3 Pendekatan 4 Pendekatan 5
Skor Min 145 153 144 74 74
Max 167 170 170 86 82
Standar Deviasi 5,5 4,25 6,5 3 2
Nilai Tengah 156 161,5 157 80 78
Koefisien Keragaman skor 0,035 0,0263 0,0414 0,0375 0,0256
Keterangan : Standar Deviasi : (Max - Min) / 4 4 : jumlah kelas Nilai Tengah : (Min + Max) / 2 Koefisien Keragaman : Standar deviasi / Nilai tengah
5.4. Verifikasi Rute Kereta Api Verifikasi rute kereta api ini dibagi kedalam 2 (dua) aspek, yaitu aspek teknis dan aspek lingkungan. Aspek teknis merupakan semua kriteria yang masuk kategori biaya investasi yang dibutuhkan untuk membangun jalan rel. Dalam penelitian ini kriteria yang dimasukkan kedalam aspek teknis adalah : jumlah sungai, jumlah perusahaan, proximity dengan jalan dan panjang rute. Dalam penelitian ini aspek teknis tidak dilakukan penghitungan. Sedangkan aspek lingkungan yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah semua kriteria lingkungan yang akan dikonversi menjadi nilai finansial, untuk mengetahui berapa nilai ekonomi dari sumberdaya yang hilang (nilai ekonomi lingkungan) pada setiap rute kereta api sebagai konsekuensi atas dibangunnya jalan rel tersebut. Aspek lingkungan dalam penelitian ini meliputi :, tutupan lahan/land cover (dan komponen didalamnya), jenis tanah dan slope. Kriteria lingkungan yang akan dikuantitatifkan sebagai nilai ekonomi lingkungan, yaitu : a. Jenis Tanah dengan Kelas Erosi yang Tinggi Jenis tanah yang masuk kategori ini yang dilewati oleh beberapa rute kereta api adalah jenis tanah podsol dan podsolik. Adapun jenis tanah termasuk kedalam kelas erosi rendah dianggap tidak menimbulkan kerugian atau diberi nilai Rp. 0. Penghitungan nilai kerugian dari kriteria ini mengacu kepada hasil penelitian Kim dan Dixon (1982) dalam Handadhari (2003), yaitu kerusakan lahan karena proses erosi didekati dengan menghitung berapa rupiah yang diperlukan untuk mengangkut kembali lapisan top soil yang hanyut ke sungai dan waduk ke struktur tanah di lokasi semula. Menurut penelitian Kim dan
85
Dixon (1982) dalam Handadhari (2003), nilai kerusakan tanah akibat erosi tersebut sebesar Rp. 1.541.850/Ha. b. Hutan Hutan yang dimaksud dalam hal ini adalah selain hutan lindung dan hutan konservasi. Menurut departemen Kehutanan (2005), nilai ekonomi total hutan adalah sebesar Rp. 12.820.250 /ha/tahun. Nilai inilah yang akan dikalikan dengan luas hutan yang akan dibuka untuk pembuatan jalan rel kereta api. c. Badan Air dan Rawa Perhitungan nilai ekonomi badan air dan rawa mengacu pada hasil kajian BPPT (2006), yang menyatakan bahwa nilai ekonomi badan air dan rawa adalah sebesar Rp. 78.634.687/Ha. Metode penentuan harga ini menggunakan metode Benefit Transfer, yaitu metode yang memanfaatkan nilai hasil penelitian terdahulu (policy site) untuk diterapkan pada studi yang sedang dilakukan, sejauh memiliki karakteristik yang mirip dengan wilayah penelitian (BPPT, 2006). d. Pemukiman Pemukiman dalam hal ini adalah nilai ganti rugi yang harus diberikan sebagai konsekuensi pembangunan rute kereta api. Nilai pemukiman ini didekati dari hasil penelitian Wahyudin (2007), bahwa nilai potensi pemukiman adalah sebesar Rp. 387.013,39/m2, atau Rp. 3.870.133.900/hektar. Nilai inilah yang akan dikalikan dengan luasan pemukiman yang dilewati oleh masing-masing rute. e. Ladang dan Sawah Nilai ekonomi ladang dan sawah mengacu pada hasil penelitian BPPT (2006) yaitu sebesar Rp. 5000.000/Ha. Metode penentuan harga ini menggunakan metode Benefit Transfer. f. Belukar dan Kebun Nilai ekonomi dari belukar dan kebun juga mengacu pada hasil penelitian BPPT (2006) yaitu sebesar Rp. 2.955.680/Ha. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil dari perhitungan nilai ekonomi lingkungan masing-masing rute kereta api ini dapat dilihat dalam Tabel 37.
86
Tabel 37 Nilai ekonomi sumberdaya yang hilang (nilai ekonomi lingkungan) masing-masing rute kereta api Kriteria
A Luas (ha)
Aspek lingkungan : 1. Land Cover/Land Use : - Hutan - Badan Air dan Rawa - Pemukiman - Ladang dan Sawah - Belukar dan Kebun 2. Jenis Tanah : - Tanah Aluvial - Tanah Hidromorf - Tanah Podsol - Tanah Podsolik - Tanah Renzina 3. Slope : -0–8% - 8 – 15 % - 15 – 25 % - 25 – 45 % - > 45 % Aspek teknis : 1. Jml Sungai Dilewati 2. Jml perusahaan yg dilewati 3. Proximity dg Jalan Utama 4. Panjang Rute TOTAL KERUGIAN
Rupiah
Alternatif Rute Lintas Timur B Luas (ha) Rupiah
Alternatif Rute Lintas Barat C Luas (ha)
D Rupiah
Luas (ha)
E Rupiah
Luas (ha)
Rupiah
124,703 9,931 10,005 119,079 579,522
1.598.719.863 780.943.610 38.718.760.532 595.395.272 1.712.882.920
152,656 1,325 22,994 94,432 571,832
1.957.093.575 104.225.365 88.988.599.197 472.159.960 1.690.153.788
234,398 4,513 21,438 44,057 524,794
3.005.041.007 354.897.047 82.967.465.621 220.283.275 1.551.123.790
105,772 3,877 2,446 388,323 369,821
1.356.028.957 304.902.697 9.467.697.773 1.941.616.153 1.093.071.161
49,836 3,868 4,783 380,827 420,875
638.914.687 304.158.437 1.511.612.992 1,904,136,833 1.243.972.044
127,301 0,000 0,000 744,829 0,000
0.000 0.000 0.000 1.148.415.260 0.000
56,190 0,000 0,000 787,050 0,000
0.000 0.000 0.000 1.213.513.258 0.000
31,823 0,000 0,000 797,377 0,000
0.000 0.000 0.000 1.229.435.907 0.000
302,702 29,646 18,773 519,119 0,000
0.000 0.000 28.944.428 800.403.276 0.000
369,249 54,261 18,596 418,084 0,000
0.000 0.000 28.671.999 644.623.144 0.000
872,130 0,000 0,000 0,000 0,000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
843,240 0,000 0,000 0,000 0,000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
829,200 0,000 0,000 0,000 0,000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
870,240 0,000 0,000 0,000 0,000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
860,190 0,000 0,000 0,000 0,000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
11 (buah) 48 (buah) 3,636 (km) 290,71(km)
0.000 0.000 0.000 0.000 44.555.117.457
11 (buah) 41(buah) 4,890(km) 281,08(km)
0.000 0.000 0.000 0.000 94.425.745.144
11 (buah) 85(buah) 6,749(km) 276,40(km)
0.000 0.000 0.000 0.000 89.328.246.648
6 (buah) 28 (buah) 2,840(km) 290,08(km)
0.000 0.000 0.000 0.000 14.992.664.443
5 (buah) 7 (buah) 3,196(km) 286,73(km)
0.000 0.000 0.000 0.000 23.276.090.136
Sumber : Hasil analisis data primer
87
Berdasarkan Table 37, meskipun kriteria Slope termasuk kategori aspek lingkungan, tetapi tidak dilakukan penghitungan nilai ekonomi lingkungan karena seluruh rute kereta api melewati kelas slope 1, yaitu kelas datar sehingga nilai ekonomi lingkungannya adalah Rp. 0. Sedangkan kriteria jumlah sungai, jumlah perusahaan, proximity dengan jalan dan panjang rute dalam penelitian ini dikategorikan sebagai aspek teknis, yaitu termasuk kedalam kategori biaya investasi pembuatan jalan rel kereta api, sehingga tidak dilakukan perhitungan dan diberi nilai Rp. 0. Dari hasil perhitungan diatas, terlihat bahwa rute kereta api yang memiliki nilai skor yang paling tinggi ternyata memiliki nilai ekonomi lingkungan yang rendah. Demikian juga rute kereta api yang memiliki nilai skor yang rendah ternyata memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Perbandingan antar rute berdasarkan nilai skor dan nilai ekonomi lingkungan ini dapat dilihat dalam Tabel 38. Tabel 38 Perbandingan antar rute berdasarkan nilai skor pada pendekatan yang terbaik dan nilai ekonomi dari sumberdaya yang hilang Alternatif rute
Skor pendekatan 3
Rangking
Skor Pendekatan 5
Rnkg
Nilai ekonomi sumberdaya yang hilang
Rangking
Rute lintas timur A
170
1
82
1
(Rp. 44.555.117.457)
1
B
157
2
77
2
(Rp. 94.425.745.144)
3
C
156
3
76
3
(Rp. 89.328.246.648)
2
Rute lintas barat D
160
1
81
1
(Rp. 14.992.664.443)
1
E
144
2
74
2
(Rp. 23.276.090.136)
2
Berdasarkan Tabel 38, maka dapat diambil sebuah rekomendasi alternatif rute kereta api terbaik, baik yang melalui jalur lintas timur maupun lintas barat dengan cara melakukan analisis perbandingan antar rute berdasarkan nilai skor dan nilai ekonomi sumberdaya yang hilang (nilai ekonomi lingkungan). Rute kereta api yang terbaik merupakan rute yang memiliki nilai skor yang tinggi dan nilai ekonomi lingkungan yang kecil. Dengan demikian, untuk rute kereta api lintas timur yang paling baik adalah rute A karena memiliki nilai skor tertinggi dan nilai ekonomi lingkungan yang paling kecil dibandingkan rute B dan C. Sedangkan pada rute kereta api lintas barat, rute D lebih baik jika dibandingkan dengan rute E karena memiliki nilai skor yang lebih tinggi dan nilai ekonomi lingkungan yang lebih rendah dibanding rute E. 89