V. 5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Stakeholders Pihak terkait yang masuk ke dalam proyek modernization control process tahap II (MCP II) ini disajikan dalam struktur organisasi yang dipengaruhi oleh hasil analisis manajemen risiko tahap II pada Gambar 15. dan Tabel 8. Setiap pihak yang terkait memiliki kekuatan dan kepentingan yang berbeda untuk proyek. Table 8. Analisis Stakeholders Resistive
High
Interest Neutral - Staf Ahli direktur utama dan Bidang Manajemen Review - Divisi Keuangan - Dinas IT
Power
Supportive - Kepala divisi operasi - Dinas pengolahan air - Dinas Proses Laboratorium K3LH - Dinas air baku
- Konsumen - Divisi Logistik - Operator dan Teknisi
Low Sumber: Data hasil
Kepala Divisi Operasi Pengawas Staf Ahli direktur utama dan Bidang Manajemen Review
Divisi Keuangan
Pelaksana
Dinas Pengolahan Air
Dinas Proses Laboratorium K3LH
Dinas Air Baku
Dinas IT
Pelaksana Lapangan Divisi Logistik
Operator dan Teknisi
Officer Pengolah Data
Konsumen Gambar 15. Struktur organisasi stakeholders
31
5.2
Jadwal Dan Biaya MCP II dijadwalkan memakan waktu sekitar 3 bulan yaitu dari juli 2011 hingga September 2011. Dan total biaya untuk menyelesaikan proyek ini adalah sekitar Rp. 628,544,106,- namun dalam aplikasinya total biaya yang dikeluarkan untuk proyek modernisasi kontrol proses tahap II ini adalah Rp. 771,740,000,-. Persentasi peningkatan harga adalah sebesar 23% dari perkiraan harga awal proyek yaitu sebesar Rp. 143,195,894,Peningkatan pengeluaran ini cukup tinggi dengan nilai peningkatan hampir seperempat dari total biaya awal.
5.3
Penetapan Konteks Terdapat lima konteks risiko yang dihasilkan dari hasil konsultasi dengan para ahli di PT. KTI, yaitu: 1. Risiko teknik, yaitu risiko yang berhubungan dengan hal teknis pada proyek MCP II. 2. Risiko finansial, yaitu risiko yang dapat mempengaruhi pengeluaran dan pendapat atau risiko yang dapat mempengaruhi anggaran biaya perusahaan. 3. Risiko pelaksanaan pekerjaan, yaitu risiko yang terjadi selama selama masa proyek MCP II. 4. Risiko implementasi lapangan, yaitu risiko yang terjadi setelah proyek MCP II. 5. Risiko lingkungan, yaitu risiko yang berhubungan dengan stakeholders terkait.
5.4
Identifikasi Risiko Analisis risiko dilakukan dengan wawancara dan konsultasi kepada stakeholder terkait dan ahli dalam setiap aspek untuk menetukan dan mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi. Penilaian ahli digunakan untuk mengukur penilaian risiko berdasarkan kemungkinan kejadian (probability), besarnya konsekuensi (consequences), dan keterlihatan risiko (visibility). Dari hasil tersebut kemudian dilakukan identifikasi risiko yang dibagi ke dalam 5 kategori: Kategori 1. Risiko teknik 1. Kerusakan instrument menyebabkan kinerja dari proses integrasi terganggu atau terhenti dan mengakibatkan kerugian baik waktu maupun biaya. 2. Kendala dalam mengoperasikan instrument MCP II mengakibatkan kinerja dalam proses integrasi terhambat. 3. Masalah koneksi dengan streaming current monitor menyebabkan proses integrasi menjadi terhambat karena pengukuran dan pencatatan harus dilakukan secara manual. 4. Kesalahan kalibrasi field instrument mengakibatkan kesalahan dalam pemberian dosis yang harus diberikan saat proses pengolahan air dan dapat menyebabkan kualitas air yang diharapkan tidak sesuai dan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. 5. Scada Vijeo Citect tidak compatible dengan peralatan yang ada menyebabkan kerugian baik waktu penggantian ataupun biaya yang sudah dikeluarkan untuk membeli alat tersebut. 6. Dukungan purna jual (suku cadang/service) HC 900 tidak optimal akan mengakibatkan terjadinya penambahan biaya untuk membeli suku cadang atau service yang dilakukan.
32
7.
8. 9.
10.
11.
12.
13.
Teknologi peralatan yang ada telah ketinggalan zaman dapat berpengaruh terhadap waktu atau proses yang cukup lama serta tenaga kerja yang dibutuhkan cukup banyak sehingga biaya yang dikeluarkan pun tinggi. Ketidakcocokan instrument yang dibeli dengan kebutuhan operasi dapat mengakibatkan terjadinya pemborosan biaya pengeluaran. Kesalahan desain/penempatan peralatan dapat mengakibatkan proses integrasi tidak dapat tercapai sehingga akan terjadi keterlambatan koneksi dan menghambat proses yang akan menimbulkan kerugian baik dalam segi waktu maupun biaya. Koneksi antara PS1 Cidanau dan WTP. Krenceng yang tidak stabil atau terputus akan mengakibatkan proses integrasi terganggu karena informasi atau data yang dibutuhan terhambat atau tidak ada. Ketidaksiapan infrastruktur penunjang di PT. KTI dapat mengakibatkan pelaksanaan proyek terhambat dan semakin lama karena adanya waktu tambahan untuk menyiapkan infrastruktur pendukung. Keamanan dan validitas data yang diakuisisi berpengaruh terhadap kebenaran data yang dihasilkan yang kemudian dapat menjadi database atau pedoman dalam proses pengolahan air. Kerusakan peralatan akibat instalasi yang tidak aman (gangguan petir, pencurian, dll) akan mengakibatkan kerugian karena terhambatnya proses pengolahan air serta perbaikan atau pembelian peralatan baru.
Kategori 2. Risiko finansial. 1. Kegagalan proyek yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian yang baik dalam segi waktu untuk pelakasanaan proyek tersebut maupun biaya yang telah dikeluarkan 2. Target waktu tidak tercapai dapat mengakibatkan terjadinya pertambahan biaya dan merugikan perusahaan serta menghambat kinerja perusahaan 3. Kerusakan atau kehilangan alat atau data mengakibatkan biaya tambahan berupa perbaikan atau penggantian alat baru dan data yang rusak atau hilang mengganggu proses pengolahan air yang berdampak terhadap pemasukan perusahaan dan kerahasiaan perusahaan. 4. Keterlambatan proyek dapat mengakibatkan kerugian waktu dan biaya penundaan. 5. Adanya biaya tambahan tak terduga mengakibatkan kerugian karena terjadinya peningkatan anggaran biaya yang telah disepakati oleh stakeholders. 6. Ketepatan waktu proyek memberikan keuntungan karena proses integrasi dapat berjalan sesuai rencana. 7. Efisiensi tenaga kerja memberikan keuntungan karena jumlah shift tenaga kerja dapat dikurangi karena otomatisasi integrasi data. 8. Waktu proyek lebih cepat memberikan keuntungan. 9. Kesalahan estimasi biaya dan eskalasi model mengakibatkan terjadinya pemborosan biaya atau penambahan biaya. 10. Penundaan pembiayaan berpengaruh terhadap biaya operasional dan tenaga kerja yang semakin meningkat seiring dengan waktu penundaan. 11. Keterbatasan pendanaan mengakibatkan kerugian dikarenan terjadinya penundaan proyek dan terhambatnya proses integrasi. 12. Fluktuasi nilai tukar uang berpengaruh negatif bila harga rupiah lemah dan dapat berpengaruh positif bila harga rupiah menguat dipasaran.
33
13. 14.
Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kerugian karena adanya kenaikan harga yang secara tiba-tiba. Reputasi dan status kelayakan dari vendor yang beragam berpengaruh terhadap kepercayaan antara stakeholders terkait, dimana kepercayaan tersebut berguna untuk menentukan harga yang berlaku.
Kategori 3. Risiko pelaksanaan pekerjaan. 1. Keterlambatan pelaksanaan proyek mengakibatkan kerugian biaya dan waktu bagi perusahaan. 2. Keterlambatan penyelesaian proyek mengakibatkan kerugian biaya dan waktu bagi perusahaan. 3. Keterlambatan pengadaan instrument mengakibatkan kerugian biaya dan waktu bagi perusahaan. 4. Pelaksanaan K3L belum maksimal akan mengakibatkan terjadinya kerugian karena adanya tenaga kerja yang terluka dan biaya tambahan akibat kecelakaan kerja. 5. SOP tidak terlaksana dapat mengakibatkan pelaksanaan proyek menjadi tidak terarah dan menyebabkan terjadinya kesalahan dalam proses pelaksanaan. 6. Kesalahan metode kerja dapat mengakibatkan waktu penyelesaian menjadi lebih lama dari waktu yang telah disepakati. 7. Ketepatan pekerjaan dan produk desain-engineering mengakibatkan waktu pelaksanaan proyek lebih efisisen. 8. Ketepatan pengadaan instrument mengakibatkan pelaksanaan proyek berjalan sesuai rencana. 9. Ketepatan pekerjaan kontruksi (jadwal dan kualitas) mengakibatkan proses inregrasi berjalan sesuai rencana. 10. Tersedia tenaga ahli dan tenaga kerja (sumberdaya) memberikan kemudahan bagi perusahaan karena proses integrasi menjadi lebih cepat. 11. Pelaksanaan pekerjaan yang tidak efisien mengakibatkan keterlambatan waktu penyelesaian proyek. 12. Pengawas proyek yang tidak berpengalaman dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam waktu pelaksanaan proyek. 13. Tidak ada quality control terhadap peralatan menyebabkan peralatan menjadi cepat rusak. 14. Masalah jaminan, guaranty, dan warranty mengakibatkan proses jaminan, guaranty, dan warranty terhambat. 15. Kendala pengaturan pembayaran, change order, dan klaim mengakibatkan masalah bagi perusahaan karena terhambatnya proyek disebabkan kendala dalam melakukan pembayaran, change order karena ketidakcocokan instrument, serta klaim barang yang tidak sesuai. Kategori 4. Risiko implementasi lapangan. 1. Peraturan perpajakan cukai belum jelas untuk barang impor mengakibatkan tertundanya kedatangan instrument yang dibutuhkan. 2. Keamanan tidak terjamin/kurang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan alat atau data.
34
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tidak adanya pemeliharaan/perawatan mengakibatkan umur pakai peralatan yang ada menjadi lebih singkat. Operator tidak mampu mengoperasikan sistem baru dapat menimbulkan terhambatnya integrasi atau hilangnya data yang diperlukan. Operator menolak menggunakan sistem baru akan menimbulkan masalah operasional. Ketidakahlian operator dapat menimbulkan kerusakan alat. Operator lebih mudah dalam memonitoring proses pengolahan air. SOP yang tidak siap mengakibatkan pelaksaan proyek pun tidak siap. Training operator yang tidak direncanakan dapat mengganggu proses integrasi.
Kategori 5. Risiko lingkungan. 1. Kepuasan pengguna layanan air. 2. Kesenjangan komunikasi antara stakeholders terkait mengakibatkan adanya kesalahpahaman yang dapat mengakibatkan kepercayaan diantara stakeholders terkait hilang. 3. Pengurangan jumlah karyawan shift dapat menyebabkan terjadinya efisiensi biaya. 4. Efisiensi tenaga kerja (penyusutan tenaga kerja) berpengaruh terhadap pengoptimalan pembagian tugas dan jam kerja karyawan. 5. Kesenjangan keahlian antara operator lama dan operator baru dapat mengakibatkan kesalahpahaman dan iri diantara para operator sehingga kinerja karyawan menjadi menurun. 6. Fiksasi kebutuhan dan pemesanan operating supply bahan kepada supplier perlu dilakukan untuk menyukseskan proyek dan penyelesaian proyek tepat waktu.
5.5
Analisis Risiko Skala nominal yang digunakan dalam penelitian ini berfungsi untuk menentukan data identitas responden, seperti: jenis kelamin, umur, dan pendidikan. Jumlah responden penelitian ini adalah 10 orang dari 14 karyawan PT. KTI yang terlibat dalam proyek MCP II. Hasil identitas karyawan PT. KTI disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Identitas karyawan PT. KTI Kriteria
Jumlah
Persentase
Jenis kelamin
Kriteria
Jumlah
Persentase
Pendidikan
Perempuan
1
10%
SD
-
-
Laki-laki
9
90%
SMP
-
-
SMA
2
20%
Diploma
3
30%
Umur < 20 tahun
-
-
20-30 tahun
3
30%
S1
4
40%
7
70%
Pasca Sarjana (S2/S3)
1
10%
> 30 tahun Sumber : Data hasil
Skala ordinal yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua fungsi, yaitu untuk mengetahui pemahaman karyawan PT. KTI terhadap proyek MCP II dan untuk menentukan probabilitas, konsekuensi, dan visibilitas dari setiap risiko yang mungkin terjadi
35
pada proyek MCP II. Skala ordinal yang digunakan untuk mengetahui pemahaman karyawan PT. KTI terhadap proyek MCP II, terdiri dari tiga kategori, yaitu; ya, cukup, dan tidak (lihat Tabel 10). Hasil dari pertanyaan 1 artinya: 90% responden mengetahui dan memahami proyek MCP II dan 10% responden cukup mengetahui proyek tersebut. Berdasarkan hasil keseluruhan, sebagian besar responden mengetahui dan memahami proyek MCP II, karena jumlah nilai persentase jawaban “ya” lebih besar dibandingkan jumlah “cukup”, dan “tidak”. Tabel 10. Kuesioner 1: Pertanyaan ini untuk menguji pengetahuan dan pemahaman mengenai proyek MCP II. Jumlah No Pertanyaan Ya Cukup Tidak 1 Apakah Anda mengetahui tentang proyek modernisasi 90% 10% 0% kontrol proses tahap II? 2 Apakah Anda mengetahui field instrument yang 40% 60% 0% digunakan dalam MCP II? 3 Apakah Anda mengetahui mengenai streaming current 50% 40% 10% monitor? 4 Apakah Anda mengetahui mengenai DBMS – Database 60% 20% 20% Management System? 5 Apakah Anda mengetahui tentang Scada Vijeo Citect? 50% 40% 10% 6 Apakah Anda mengetahui hubungan Visi dan Misi dari 70% 30% 0% perusahaan terhadap penerapan MCP II? 7 Menurut Anda, apakah PT. KTI sudah memenuhi 70% 30% 0% keinginan pelanggan dalam melayani jasa air? 8 Menurut Anda, apakah penerapan MCP II memiliki peran 70% 30% 0% yang penting dalam mendukung Misi KTI? 9 Menurut Anda, apakah Anda setuju dengan proyek MCP 80% 20% 0% II? 10 Menurut Anda, apakah setelah memberlakukan MCP II, 40% 40% 20% performa perusahaan meningkat? 11 Menurut Anda, apakah kemampuan karyawan mengalami 60% 20% 20% peningkatan setelah diberlakukannya MCP II? 12 Menurut Anda, apakah penerapan MCP II mempengaruhi 60% 20% 20% kinerja karyawan? 13 Menurut Anda, apakah Anda akan merasa terbantu 80% 10% 10% dengan adanya proyek MCP II? Sumber: Data hasil Pengujian instrument perlu dilakukan untuk mengukur validitas dan reliabilitas data. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan dengan perangkat lunak statistik. Hasil yang dimasukkan ke dalam perangkat lunak statistik adalah dari pertanyaan nomor 7 hingga 13 pada Tabel 10. Hal ini dikarenakan hasil yang didapat juga didukung dengan alasan responden dalam memilih jawaban. Berdasarkan hasil yang didapat, 71% nilai validitas kurang dari 0.05 dan nilai cronbach’s alpha adalah 0.642. Nilai validitas hitung adalah 0.05 dan nilai reliabilitas tabel sebesar 0.6. Nilai ini menyatakan bahwa hasil penelitian yang didapat valid dan reliabel karena telah memenuhi syarat dimana nilai validitas rhitung > rtabel dan nilai cronbach’s alpha > rtabel. Fungsi skala ordinal yang kedua adalah untuk menetukan tingkat konsekuensi, probabilitas, dan visibilits dari setiap risiko. Skala perbandingan berpasangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat kepentingan atau pengaruh relatif antara satu rusiko dengan risiko lainnya dalam menentukan bobot prioritas. Nilai yang telah diberikan
36
oleh responden kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. Contoh hasil rata-rata geometrik tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. dan Tabel 12. Hasil keseluruhan untuk setiap risiko dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 11. Contoh hasil rata-rata geometrik skala ordinal risiko lingkungan No.
Risiko/Oportunity
L.1 Kepuasan pengguna layanan air. L.2 Kesenjangan komunikasi antara stakeholders terkait. L.3 Pengurangan jumlah karyawan shift. L.4 Efisiensi tenaga kerja (Penyusutan tenaga kerja). L.5 Kesenjangan keahlian antara operator lama dan operator baru. L.6 Fiksasi kebutuhan dan pemesanan operating supply bahan kepada. supplier.
Konsekuensi Min Med Max 1.414 2.625 3.923
Probabilitas Min Med Max 1.516 2.625 3.898
Min 1.20
Visibilitas Med Max 2.23 3.58
1.231
2.132
3.415
1.231
2.132
3.438
1.69
2.73
4.06
1.196
2.024
3.492
1.39
2.595
3.812
2.13
3.21
4.37
1.335
2.285
3.618
1.712
2.781
3.898
1.99
3.12
4.37
1.644
2.814
3.898
1.597
2.734
3.923
1.93
3.05
4.41
1.231
2.521
3.812
1.231
2.352
3.622
1.78
2.68
4.06
Sumber: Data hasil Tabel 12. Contoh rata-rata geometrik skala perbandingan berpasangan risiko lingkungan Elemen A
L.1 1
L.1 L.2 L.3 L.4 L.5 L.6 Sumber: Data hasil
L.2 3.602 1
Elemen B L.3 L.4 3.920 2.164 2.255 1.405 1 0.624 1
L.5 2.39 2.526 1.547 2.553 1
L.6 2.769 2.221 1.349 2.11 2.011 1
Nilai consistency indeks (CI) merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa skala perbandingan berpasangan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Sedangkan consistency ratio digunakan untuk mengetahui hubungan antara CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak dengan memiliki CR ≤ 10%. Berdasarkan Tabel 13. nilai consistency ratio yang dihasilkan untuk setiap risiko kurang dari 10%, yaitu dengan rata CR sebesar 4.90%, hasil ini menunjukkan data yang didapat memiliki konsistensi yang cukup tinggi dan kesahihan hasil.
No
Risiko
1 Teknik 2 Finansial 3 Pelaksanaan Pekerjaan 4 Implementasi Lapangan 5 Lingkungan Sumber: Data hasil
Tabel 13. Nilai consistency ratio consistency index n λmax (CI) 13 13.78 6.52% 14 15.11 8.55% 15 15.89 6.35% 9 9.70 8.73% 6 6.32 6.39%
consistency ratio (CR) 4.18% 4.45% 4.00% 6.19% 5.70%
Hasil dari rata-rata geometrik skala ordinal dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Crystal Ball dengan precision control on confidence level sebesar 95% dengan iterasi sebanyak 1000 kali. Penentuan distribusi probabilitas dalam penelitian didasarkan pada data
37
yang ada. Berdasarkan kondisi data, digunakan distribusi Beta PERT dan distribusi seragam. Distribusi Beta PERT digunakan untuk mengukur distribusi probabilitas, konsekuensi, dan visibilitas risiko. Distribusi seragam (Uniform distribution) digunakan untuk mengukur risiko biaya. Dalam penelitian ini dilakukan tiga keandalan, yaitu 50%, 80%, dan 90%. Contoh hasil distribusi Beta PERT dan distribusi seragam disajikan pada Tabel 14. dan Tabel 15. Tabel 14. Contoh distribusi probabilitas Beta PERT untuk risiko lingkungan No Risiko L.1 Kepuasan pengguna layanan air.
Properties Possibility
L.2 Kesenjangan komunikasi antara stakeholders terkait.
Grafik
50% 1.96
80% 3.05
90% 3.24
Possibility
1.54
2.62
2.80
L.3 Pengurangan jumlah karyawan shift.
Possibility
1.85
3.04
3.24
L.4 Efisiensi tenaga kerja (penyusutan tenaga kerja).
Possibility
2.12
3.17
3.32
L.5 Kesenjangan keahlian antara operator lama dan operator baru.
Possibility
2.06
3.14
3.31
L.6 Fiksasi kebutuhan dan pemesanan operating supply bahan kepada supplier.
Possibility
1.68
2.78
2.97
Sumber: Data hasil Tabel 15. Contoh distribusi probabilitas seragam untuk risiko lingkungan No Risiko L.1 Kepuasan pengguna layanan air. L.2 Kesenjangan komunikasi antara stakeholders terkait. L.3 Pengurangan jumlah karyawan shift. L.4 Efisiensi tenaga kerja (penyusutan tenaga kerja). L.5 Kesenjangan keahlian antara operator lama dan operator baru. L.6 Fiksasi kebutuhan dan pemesanan operating supply bahan kepada supplier.
Grafik
50%
80%
90%
Rp
10,635,311 Rp 12,663,507 Rp 13,408,370
Rp
10,340,957 Rp 12,599,346 Rp 13,308,370
Rp
38,842,760 Rp 57,224,744 Rp 62,861,671
Sumber: Data hasil Tabel 14. menunjukkan bahwa nilai probabilitas untuk risiko lingkungan memiliki nilai skewness yang positif dikarenakan kemiringan bergerak kearah nilai minimum dengan nilai skewness berkisar antara 0.004 hingga 0.165 dan memiliki kurtosis dengan puncak relatif datar yang menunjukkan penyebaran possibility cukup merata. Nilai yang dihasilkan pada keandalan 50%, 80%, dan 90% berbeda-beda. Nilai keandalan ini menunjukkan bahwa besarnya kemungkinan kejadian (possibility). Pada keandalan 50%, nilai yang didapat berkisar antara 1.54 hingga 2.12, artinya kemungkinan kejadian setiap risiko lingkungan berada pada kriteria kemungkinan jarang terjadi (< 2kali/tahun). Hasil ini berbeda bila dibandingkan dengan nilai
38
keandalan 80% dan 90%, yang sebagian besar menunjukkan bahwa kemungkinan kejadian adalah kadang-kadang (2-5 kali/tahun). Distribusi seragam mengasumsikan bahwa nilai tersebar merata pada kisaran nilai minimum dan maksimum. Tabel 15. memperlihatkan bahwa terdapat tiga risiko yang tidak memiliki risiko biaya. Sebenarnya, risiko tersebut memiliki risiko biaya, namun risiko tersebut bersifat intangible atau tidak dapat diukur dalam segi biaya. Dikarenakan parameter pengukuran yang cukup sulit untuk ditentukan. Untuk menentukan risiko biaya, digunakan lima segi pengukuran, yaitu: instrument cost (IC), operational cost (OC), total cost of ownership (TCO), labour cost (LC), dan maintenance cost (MC). Setiap risiko biaya yang diukur tidak semuanya mimliki kelima segi pengukuran tersebut. Contohnya risiko pengurangan jumlah karyawan shift yang hanya diukur berdasarkan labour cost (LC). Risiko kepuasan pengguna layanan air, kesenjangan komunikasi antara stakeholders terkait, dan kesenjangan keahlian antara operator lama dan operator baru tidak memiliki kelima segi pengukuran tersebut, sehingga risiko biaya tersebut tidak terukur. Keseluruhan distribusi probabilitas disajikan pada Lampiran 3. Tingkat risiko merupakan hubungan perkalian antara konsekuensi, probabilitas, dan visibilitas risiko. Perhitungan tingkat nilai risiko dilakukan dengan mengambil nilai keandalan 90% dari setiap parameter risiko. Contoh tingkat risiko disajikan pada Gambar 16. Tingkat Risiko 0
10
20
30
40
50
Kepuasan pengguna layanan air. Kesenjangan komunikasi antara stakeholder terkait. Pengurangan jumlah karyawan shift. Efisiensi tenaga kerja (Penyusutan tenaga kerja). Kesenjangan keahlian antara operator lama dan operator baru. Fiksasi kebutuhan dan pemesanan operating supply bahan kepada. supplier. Keandalan 50%
Keandalan 80%
Keandalan 90%
Gambar16 . Tingkat nilai risiko lingkungan Gambar 16. menunjukkan bahwa tingkat nilai risiko yang tertinggi terjadi pada keandalan 90% risiko kesenjangan keahlian antara operator lama dan operator baru, dengan nilai sebesar 40.98. Nilai ini dipengaruhi karena nilai probabilitas dan konsekuensi yang tinggi serta visibilitas yang rendah.
5.6
Evaluasi Risiko Evaluasi risiko berfungsi untuk mengetahui risiko biaya yang diterima dan risiko yang menjadi prioritas pada masa inisiasi, konstruksi, dan implementasi. Evaluasi risiko yang
39
dilakukan dengan keandalan sebesar 90%. Hasil evaluasi risiko disajikan pada Gambar 17. yang menyatakan kerugian pada proyek MCP II. Reputasi dan status kelayakan dari vendor yang … Keterbatasan pendanaan. Penundaan pembiayaan. Peraturan perpajakan cukai belum jelas untuk barang… Masalah jaminan, guaranty, dan warranty. Keamanan dan validitas data yang diakuisisi. Ketidaksiapan infrastruktur penunjang di PT. KTI. Kesalahan desain/penempatan peralatan. Ketidakcocokan instrument yang dibeli dengan … Teknologi peralatan yang ada telah ketinggalan zaman. Dukungan purna jual (suku cadang/service) HC 900… Scada Vijeo Citect tidak compatible dengan … 25
50
75
100 125 150 175 200 225 250 275 Millions
Biaya
(a) Inflasi. Kerugian akibat fluktuasi nilai tukar uang. Kerugian karena adanya biaya tambahan tak terduga. Kerugian akibat keterlambatan proyek. Kerugian akibat target waktu tidak tercapai. Kerugian akibat kegagalan proyek. Kendala pengaturan pembayaran, change order, dan … Koneksi antara PS1 Cidanau dan WTP. Krenceng … Kesalahan kalibrasi field instrument. Masalah koneksi dengan Streaming Current Monitor. Tidak ada quality control terhadap peralatan. Pengawas proyek yang tidak berpengalaman. Pelaksanaan pekerjaan yang tidak efisien. Kesalahan metode kerja konstruksi. Pelaksanaan K3L belum maksimal. Keterlambatan pengadaan instrumen. Keterlamabatan penyelesaian proyek. Keterlambatan pelaksanaan proyek. Kerusakan instrumen (50)
50
150
250
350
Biaya
450
550
650
Millions
(b)
40
SOP tidak terlaksana. Fiksasi kebutuhan dan pemesanan operating supply… Kerusakan peralatan akibat instalasi yang tidak… Koneksi antara PS1 Cidanau dan WTP. Krenceng … Kesalahan kalibrasi field instrument. Masalah koneksi dengan Streaming Current Monitor. Kendala dalam mengoperasikan instrument MCP II Kerusakan instrumen Kesalahan estimasi biaya dan eskalasi model. Kerugian akibat kerusakan/kehilangan alat atau data. Training operator yang tidak direncanakan SOP yang tidak siap. Ketidakahlian operator sehingga menimbulkan… Operator menolak menggunakan sistem baru. Operator tidak mampu mengoperasikan sistem baru. Tidak adanya pemeliharaan/perawatan. Keamanan tidak terjamin/kurang. (50)
50
150
250
350
Biaya
450
550 650 Millions
(c) Gambar 17. a. Inisiasi, b. Konstruksi, dan c. Implementasi Risiko yang diterima memiliki risiko biaya kurang dari Rp. 50,000,000,-/bulan dan risiko yang menjadi prioritas memiliki risiko biaya yang lebih besar dari Rp. 50,000,000,-/bulan. Gambar 17. menunjukkan risiko negatif atau kerugian dari proyek MCP II pada saat inisiasi, konstruksi, dan implementasi. Pada masa inisiasi terdapat satu risiko yang diterima, yaitu risiko reputasi dan status kelayakan dari vendor yang beragam, sedangkan risiko yang perlu mendapat monitoring berjumlah 11 risiko. Dari 11 risiko yang masuk kedalam kategori monitoring, terdapat risiko yang perlu menjadi prioritas, yaitu risiko mengenai dukungan purna jual (suku cadang/service) HC900 yang tidak optimal. Namun, risiko-risiko tersebut telah mendapat suatu pengendalian sehingga status risiko pada masa konstruksi telah berubah menjadi aman atau “off ”. Risiko yang diterima pada masa konstruksi berjumlah 3, yaitu inflasi, kerugian karena adanya biaya tambahan tak terduga, dan pelaksanaan K3L yang belum maksimal. Terdapat 3 risiko yang memerlukan prioritas khusus dari 16 risiko yang memerlukan monitoring, hal ini dikarenakan biaya risiko tersebut sangat tinggi. 16 risiko tersebut telah dilakukan suatu pengendalian, sehingga status risiko tersebut pada masa implementasi adalah aman atau “ off “. Kesalahan estimasi biaya dan eskalasi model merupakan risiko yang dapat diterima pada masa implementasi, sedangkan risiko yang memerlukan monitoring berjumlah 16 risiko. Dari 16 risiko tersebut, terdapat 6 risiko yang memerlukan monitoring khusus, karena biaya yang dapat terjadi cukup tinggi (Lampiran 5). Risiko selain memberikan efek negatif, juga memberikan kemungkinan suatu efek positif atau keuntungan yang dapat dilihat pada Gambar 18. Keuntungan tersebut mungkin terjadi pada masa inisiasi, konstruksi, dan implementasi. Berdasarkan Gambar 18. terdapat 11 risiko positif yang dihasilkan dengan 1 risiko pada saat inisiasi, 6 risiko pada masa konstruksi, dan 4 risiko pada masa implementasi. Keuntungan tertinggi terjadi pada masa konstruksi dengan risiko keuntungan akibat fluktuasi nilai tukar uang.
41
Operator lebih mudah dalam memonitoring proses … Keuntungan karena efisiensi tenaga kerja. Efisiensi tenaga kerja (penyusutan tenaga kerja). Pengurangan jumlah karyawan shift. Ketepatan pekerjaan kontruksi (jadwal dan kualitas). Ketepatan pengadaan instrument. Ketepatan pekerjaan dan produk desain-engineering. Keuntungan akibat waktu proyek lebih cepat. Keuntungan akibat ketepatan waktu proyek. Keuntungan akibat fluktuasi nilai tukar uang. Tersedia tenaga ahli dan tenaga kerja (sumberdaya). Inisiasi
Konstruksi
25
50
Implementasi
75 Biaya
100
125
150
Millions
Gambar18 . Risiko keuntungan proyek MCP II
5.7
Pengendalian Risiko Pengendalian risiko dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Berdasarkan hasil evaluasi risiko terdapat 6 risiko yang memerlukan pengendalian risiko. Pengendalian risiko tersebut disajikan pada Tabel 16. Kontrol yang dilakukan pada risikorisiko tersebut diharapkan dapat mengurangi konsekuensi dan probabilitas serta meningkatkan visibilitas. Selain itu, kerugian yang akan terjadi pun diharapkan dapat berkurang. Keseluruhan pengendalian risiko disajikan pada Lampiran 6. Tabel 16. Pengendalian risiko N o
Risiko
1
Ketidakahlian operator
2
Kerugian akibat kerusakan/kehilangan alat atau data. Kerusakan instrumen
3 4
5
6
Koneksi antara PS1 Cidanau dan WTP. Krenceng yang tidak stabil/terputus. Masalah koneksi dengan Streaming Current Monitor. Kerusakan peralatan akibat instalasi yang tidak aman (gangguan petir, pencurian, dll).
Kontrol Pelatihan dan maintenance secara rutin Peningkatan keamanan dan maintenance secara rutin Maintenance secara rutin Peningkatan jaringan koneksi dan maintenance secara berkala Peningkatan jaringan koneksi dan maintenance secara berkala Maintenance secara teratur
Rp
585,857,373
Kepercayaan risiko level 90% 41.31
Rp
610,155,566
35.57
Rp
531,096,920
37.36
Rp
603,410,332
24.26
Rp
286,048,463
26.31
Rp
117,098,983
27.46
Risiko dalam biaya
Sumber : Data hasil
42