V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EVALUASI KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR (GMP) DI PERUSAHAAN PT Kuala Pangan sejak berdiri (tahun 1988) sampai dengan pada saat ini (tahun 2008) dalam pengelolaan produksinya belum menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9000 : 2000 ataupun sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP. Namun demikian, pihak manajemen PT Kuala Pangan menyadari pentingnya jaminan keamanan pangan bagi produk mi kering yang dihasilkan, sehingga pihak manajemen berencana untuk menerapkan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan, lebihlebih adanya permintaan sertifikat HACCP dari pihak importir produk mi kering kepada perusahaan PT Kuala Pangan. Penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan akan berjalan dengan sukses apabila penerapan good manufacturing practice (GMP) sebagai fondasi sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP ini telah berjalan dengan efektif. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penerapan dan pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan/berbasis sistem HACCP, akan lebih baik jika dievaluasi terlebih dahulu penerapan GMP yang sudah dijalankan dan dibandingkan dengan standar penerapan GMP yang ada, yaitu standar GMP dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2002. Hal ini disebabkan karena GMP merupakan suatu persyaratan dasar dan program umum bagi industri pangan untuk menghasilkan produk bermutu, layak dan aman secara konsisten. Berdasarkan pengamatan (observasi) yang dilakukan di lapangan, wawancara dan pengamatan keadaan nyata perusahaan atas penerapan GMP di PT Kuala Pangan dibandingkan dengan standar yang ada (berdasarkan kriteria penilaian yang digunakan BPOM tahun 2002) ditemukan 13 penyimpangan; yaitu 1 penyimpangan berkategori serius, 6 penyimpangan mayor dan 6 penyimpangan minor. Oleh karena itu, berdasarkan standar tingkat (rating) kelayakan sarana produksi dari Badan POM tersebut, tingkat (rating) GMP di PT Kuala Pangan
79
masuk dalam peringkat B (baik). Hasil selengkapnya dari pemeriksaan GMP sarana produksi pangan di PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil identifikasi dan ketiga-belas hasil penyimpangan atau ketidaksesuaian tersebut dapat dikelompokkan dalam unsur-unsur GMP yang disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Identifikasi Penyimpangan/Ketidaksesuaian Dalam Penerapan Unsur-Unsur GMP di Perusahaan. No 1.
2.
Unsur/Elemen GMP Bangunan
Fasilitas Sanitasi
3.
Peralatan
4.
Higiene Karyawan
5.
Penyimpanan
6.
Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan Sanitasi serta Pengendalian Hama Manajemen dan Pelatihan
7.
Penyimpangan/Ketidaksesuaian
Kategori
- Pertemuan antara lantai dan dinding serta antara dinding dengan dinding berbentuk siku, sehingga hal ini tidak mudah untuk pembersihan bila ada deposit kotoran ; - Rancang bangun untuk pabrik, khususnya dengan disain penutup (canopy) untuk perlindungan pada proses produksi di bagian atas proses pembentukan untaian mi belum lengkap untuk mencegah adanya kontaminasi silang. - Fasilitas untuk pencucian tangan tidak tersedia sabun cair dan pengering serta tidak adanya peringatan pencucian tangan sebelum bekerja atau setelah dari toilet ; - Fasilitas toilet/urinoir karyawan tidak terawat dengan baik, ada pintu yang sudah rusak dan perlu adanya perbaikan ; - Sebagian tempat sampah yang disediakan oleh perusahaan tidak ada penutupnya, sehingga dapat berpotensi menimbulkan adanya kontaminasi silang. - Tidak ada program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak atau tidk digunakan oleh perusahaan - Tidak ada pengawasan dalam hal sanitasi pencucian tangan dan kaki sebelum masuk ke ruang pengolahan dan setelah keluar dari toilet ; - Fasilitas klinik tidak digunakan untuk check up rutin seluruh karyawan, khususnya di bagian produksi ; - Manajemen unit pengolahan tidak memiliki tindakan efektif untuk mencegah karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk ; - Kebersihan karyawan tidak terjaga dengan baik dan kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene (misalnya pakaian seragam celemek ada yang kotor, kebiasaan minum di ruang produksi). - Di ruang gudang biasa/kering ditemukan adanya penempatan barang yang tidak teratur dan tidak memisahkan penyimpanan bahan pangan dan bahan nonpangan - Pencegahan binatang pengganggu tikus di dalam pabrik belum efektif, terutama di gudang penyimpanan kering ; - Pest control hingga saat ini dikerjakan oleh perusahaan sendiri
- Minor
-
- Mayor
Pimpinan/pihak manajemen mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (ISO 9000, HACCP, TQM, dan lain-lain), tetapi belum melaksanakan penerapannya dalam perusahaan ; - Alasan belum melaksanakan penerapan HACCP di perusahaan adalah HACCP cukup rumit dan perlu persiapan waktu, tenaga dan sumber daya lain.
- Minor
- Minor
- Minor
- Minor - Minor
- Serius
- Mayor - Mayor
- Mayor
- Mayor
- Mayor
80
Penyimpangan/ketidaksesuaian pertama dan kedua, adalah saling terkait dan berhubungan dengan persyaratan bangunan serta berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh keadaaan lingkungan perusahaan/pabrik. Oleh karena itu, untuk mengatasi kedua penyimpangan ini dapat dilakukan dengan program pemasangan penutup (canopy) di ruang produksi mi terutama di atas proses pencetakan/pembentukan kembang mi, memodifikasi bangunan pabrik di bagian proses tersebut agar sesuai dengan jenis pangan mi yang diproduksi dan dihasilkan; dan modifikasi ruang pengolahan khususnya di sudut-sudut pertemuan antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai untuk dibuat lengkungan sehingga memudahkan pembersihannya. Penyimpangan ini merupakan penyimpangan yang cukup penting yang perlu diatasi sebelum diterapkannya sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP, mengingat rancang bangun dan kontsruksi bangunan di ruang pengolahan/proses produksi sangat penting artinya dalam mendukung pelaksanaan persyaratan dasar sistem HACCP. Penyimpangan/ketidaksesuaian ketiga, keempat dan kelima adalah saling terkait dan berhubungan dengan persyaratan fasilitas sanitasi, serta berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh kebersihan dan kesehatan karyawan. Hal ini berkaitan pula dengan program persyaratan dasar (prerequisite programs) sebelum menerapkan manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP. Oleh karena itu, program perbaikan fasilitas sanitasi dan higiene karyawan khususnya berkaitan dengan fasilitas cuci tangan dan toilet harus dilakukan untuk memenuhi fondasi persyaratan dasar dalam sistem HACCP tersebut. Misalnya perbaikan terhadap konstruksi lantai, dinding dan pintu yang sudah rusak pada toilet/urinoir karyawan, penyediaan fasilitas sabun (cair) dan pengering tangan atau tissue pengering/kain lap serta penyediaan fasiltas tanda peringatan pencucian sebelum bekerja atau setelah ke toilet.
Selain itu, perusahaan juga harus melengkapi
penutup tempat sampah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Penyimpangan/ketidaksesuaian ini merupakan penyimpangan yang sangat penting yang harus diatasi sebelum diterapakannya sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP, mengingat kebersihan dan sanitasi sangat penting
81
artinya dalam pengolahan pangan karena mereka (karyawan) terlibat langsung dan mengalami kontak dengan makanan sehingga kemungkinan kontaminasi terhadap produk sangat tinggi. Dengan demikian, program perbaikan fasilitas sanitasi dan higiene karyawan perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan implementasinya. Penggunaan sanitaiser dalam proses pencucian tangan sangat membantu terwujudnya tangan pekerja yang higienis, karena pada prinsipnya ada beberapa bahan pangan atau kotoran yang melekat di tangan sulit dibersihkan kecuali melibatkan penggunaan sanitaiser. Menurut Jenie (1998), untuk pencucian tangan karyawan/pekerja di bagian produksi dapat menggunakan sabun antiseptik yang mengandung senyawa triklosan (trikloro-hidroksi-difenil-eter), atau mengandung senyawa hipoklorit (klorin) 50 part per million (ppm), senyawa yodofor (yodium), amonium kwartener dan alkohol 70%; selanjutnya dibilas dengan air akan menghilangkan banyak mikroba patogen yang berasal dari makanan, kemudian setelah itu ditambahkan dengan penggunaan air hangat dengan kisaran antara 4050 oC atau larutan pembersih lainnya. Penyimpangan keenam berhubungan dengan persyaratan peralatan dan mesin yang digunakan untuk proses produksi, yaitu tidak ada program pemantauan untuk menangani/membuang peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan lagi oleh perusahaan. Hal ini ditandai dengan cara penanganan bekas peralatan yang sudah rusak atau tidak digunakan oleh perusahaan yang tidak terkontrol dengan baik, misalnya menaruh peralatan yang sudah rusak di ruang yang dekat dengan ruang untuk proses produksi. Karena tidak ada program pemantauan dan ruang tersebut tidak dijaga kebersihan dan sanitasinya, mengakibatkan ruang tersebut kotor dan dipakai sarang tikus. Penyimpangan ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh juga merupakan empat hal yang saling terkait, yaitu berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh status kesehatan karyawan, kebersihan karyawan, dan kebiasaan karyawan (Higiene Karyawan). Oleh karenanya, untuk mengatasi keempat penyimpangan/ketidaksesuaian ini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dan pemantauan kesehatan karyawan (khususnya bagian produksi) secara berkala, misalnya setahun 3 kali, untuk memastikan bahwa karyawan terbebas dari penyakit yang dapat
82
mengkontaminasi produk. Pemantauan dan pemeriksaan kesehatan karyawan dapat dilakukan secara visual, misalnya luka, penyakit kulit dan lainnya dapat dilakukan langsung oleh supervisor (ketua regu/kelompok) yang sedang bertugas. Apabila dijumpai ada karyawan yang mempunyai luka dan penyakit kulit (luka terbuka), maka karyawan/pekerja tersebut bisa dikeluarkan dari ruang di bagian produksi dan dari pekerjaan penanganan kritis lainnya. Pekerja/karyawan di bagian produksi harus melapor pada penyelia (supervisor) pabrik atau petugas pemeriksa kesehatan di klinik apabila menderita penyakit-penyakit, seperti : hepatitis (sakit kuning), tifus, infeksi Salmonella, disentri, dan infeksi Staphylococcus (termasuk noda, bisul, dan luka terbuka di tangan serta kudis dan eksim yang luas terutama di muka, jari, dan tangan (Jenie, 2007). Sedang, apabila dijumpai/ditemui ada karyawan yang tidak menjaga kebersihan dan tingkah laku karyawannya selama proses produksi, maka karyawan yang bersangkutan dapat ditegur/diperingatkan dan dicatat terlebih dahulu. Bila karyawan yang sudah diperingatkan dan dicatat sudah 5 kali tetapi masih berperi laku yang tidak sesuai dengan aturan penerapan sanitasi dan higiene serta kebiasaan karyawan yang tidak sesuai dengan aturan perusahaan, maka diperlukan adanya pelatihan kembali terhadap karyawan yang bersangkutan dalam hal sanitasi dan higiene sekaligus untuk memperbaiki sikap dan perilaku karyawan dalam berkomitmen untuk mendukung program rencana penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan. Penyimpangan/ketidaksesuaian di atas merupakan penyimpangan yang sangat penting yang perlu segera diatasi dan diprogramkan implementasinya sebelum diterapkannya sistem manajemen kemanan pangan berdasarkan sistem HACCP; mengingat pengendalian kondisi kesehatan karyawan yang berpotensi menghasilkan kontaminasi mikrobiologis terhadap pangan, bahan kemasan pangan dan permukaan yang kontak dengan pangan ini harus dikendalikan dengan baik melalui program penerapan yang efektif. Penyimpangan
kesebelas,
berhubungan
dengan
aspek
GMP
penyimpanan, yaitu di gudang kering, yang mana penempatan barang tidak teratur dan sebagian tidak dipisahkan (penyimpanan bahan pengemas dan bahanbahan lain, bahan kimia dan desinfektan/deterjen), hal ini dapat segera diatasi
83
dengan mengelompokkan atau memisahkan sesuai dengan jenisnya dalam suatu rak/tempat yang terpisah dan khusus untuk jenis barang-barang tersebut. Pengaturan ini perlu dibakukan dan dilaksanakan/ dijalankan secara konsisten. Penyimpangan
kedua-belas,
berhubungan
dengan
aspek
GMP
pemeliharaan sarana pengolahan dan sanitasi serta pengendalian hama, yaitu di gudang kering tempat penyimpanan bahan baku dan di gudang kering tempat penyimpanan produk mi kering yang dihasilkan; pencegahan binatang pengerat tikus yang dapat membawa bibit penyakit pes belum efektif dan dilaksanakan secara konsisten. Hal ini ditandai dengan tidak adanya denah pentunjuk penempatan umpan tikus, belum dilaksanakannya pengendalian binatang tikus ini baik oleh perusahaan sendiri ataupun melalui kontrak yang dilakukan oleh pihak lain. Oleh karena itu, penyimpangan ini dapat segera diatasi dengan melaksanakan dan membuat prosedur pengendalian hama tikus dengan cara menempatkan jebakan/umpan tikus atau menempatkan suatu alat yang menghasilkan gelombang suara tertentu sehingga binatang pengganggu/tikus tidak suka memasuki gudang penyimpanan kering. Pengendalian hama tikus tersebut dapat pula dilakukan dengan cara kontrak dengan pihak kedua yang melakukan program pest control. Penyimpangan ketiga-belas berhubungan dengan aspek manajemen dan pelatihan, yaitu pimpinan/pihak manajemen mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (ISO 9000, HACCP) tetapi belum atau sedang akan melaksanakan penerapannya. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen terungkap
bahwa
perusahaan
mempunyai
kendala/hambatan
dalam
mengembangkan dan menerapkan sistem HACCP di perusahaan disebabkan karena : (1) Kurangnya informasi pengetahuan tentang sistem keamanan pangan dan tenaga ahli/sumber daya manusia yang mengerti sistem HACCP; (2) Adanya perkiraan
tingginya
biaya
yang
harus
ditanggung
perusahaan
untuk
mengoperasikan sistem HACCP; (3) Adanya perkiraan tingginya biaya yang diperlukan untuk memberi pelatihan sistem HACCP kepada karyawannya; (4) Adanya perkiraan tingginya biaya lain yang derlukan untuk mebangun fasilitas laboratorium dan fasilitas pemeliharaan peralatan lainnya guna mendukung penerapan sistem HACCP dalam perusahaan, dan (5) Terbatasnya waktu untuk
84
mempersiapkan penerapan sistem HACCP sebagai akibat kurangnya sumber daya manusia yang mengerti dan memahami sistem HACCP. Ditinjau dari aspek cara produksi pangan yang baik atau good manufacturing practice (GMP) yang sudah diterapkan perusahaan, selain penyimpangan atau ketidaksesuaian yang ditemukan di atas; ada beberapa penyimpangan lain dalam bentuk penyimpangan administrasi, fisik dan oprasional sebagai berikut : a. Spesifikasi bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan belum diterapkan secara konsisten karena standar persyaratan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan masih suka berubah, oleh karena itu perlu ditetapkan standar persyaratan spesifikasi bahan-bahan tersebut yang tetap dan konsisten penerapannya; b. Tempat fasilitas sanitasi dan cuci tangan terutama toilet dan urinoir karyawan pada prinsipnya jumlahnya sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pedoman GMP Badan POM yaitu ada 6 toilet untuk 80 orang, namun kondisi fisiknya sudah perlu adanya perbaikan, karena pintunya sudah ada yang mulai rusak dan dinding tempat toilet tersebut sudah mulai kotor dan perlu adanya pengecatan dinding kembali, sehingga program perbaikan fisik sarana fasilitas sanitasi dan cuci tangan ini perlu segera diprogramkan perbaikannya; c. Alat-alat mesin-mesin yang sudah rusak dan tidak dipakai, sebagian masih ada yang disimpan di bagian ruang proses produksi meskipun diletakkan di lantai bawah dan agak terpisah; namun barang-barang (alat-alat) tersebut dapat menjadi tempat sarang tikus dan berpotensi menimbulkan kontaminasi silang. Dengan demikian, perusahaan tidak mempunyai program pemantauan untuk menangani/membuang peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan dengan baik. Sebaiknya alat-alat ini dipindahkan dan diletakkan di ruang khusus bagian teknik/bengkel dan maintenance, sehingga kebersihan dan higiene di ruang proses produksi bisa dijaga dengan baik atau dibuang; d. Pada higiene karyawan ditemukan kekurangan dalam pelaksanaan GMP pada saat produksi, antara lain masih adanya karyawan yang menggunakan perhiasan atau jam tangan pada waktu bekerja, penutup kepala yang dipakai
85
tidak menutup seluruh rambutnya dan masih ada karyawan berbicara pada saat berproduksi serta tidak memakai penutup mulut untuk di bagian pengumpulan produk mi kering sebelum dikemas dengan plastik jenis PP (kemasan primer); e. Kondisi sanitasi di ruang/gudang penyimpanan bahan baku tepung terigu saat diobservasi/diinspeksi kurang bersih dan kurang terkontrol. Cukup banyak debu dan kotoran pada lantai dan dindingnya. Kemungkinan kegiatan sanitasi di gudang penyimpanan bahan baku tepung terigu ini belum terjadwal dan terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan sanitasi di gudang penyimpanan ini harus terjadwal dan terkontrol dengan baik untuk mencegah kontaminasi terhadap bahan baku dari cemaran fisik, debu, kotoran dan serangga; f. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan pangan terutama pada alat roll presser, slitter, cutter dan conveyor meskipun sudah dilakukan program pembersihan dan sanitasi; namun pada saat tidak digunakan/dipakai terlihat masih ada sisa-sisa produk yang menempel pada perlatan tersebut, sehingga dapat memungkinkan terjadinya kontaminai ke produk mi kering yang akan diproduksi/dihasilkan. Oleh karena itu, program pembersihan dan sanitasi pada perlatan tersebut perlu lebih diefektifkan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran adonan mi yang lengket pada alat dan menjaga agar kondisi bagian peralatan yang kontak dengan produk pangan tetap bersih dan higienis. Menurut Winarno (2002), prosedur pembersihan peralatan dapat meliputi tahapan perendaman atau penggosokan, pencucian dengan air bersih, pembilasan dengan pembersih seperti deterjen atau sabun, pengecekan secara visual untuk memastikan bahwa permukaan alat sudah bersih, penggunaan desinfektan untuk membunuh mikroba, dan pembersihan akhir untuk membilas
desinfektan
serta
pembilasan
kering
untuk
mengeringkan
desinfektan tanpa dilap. Pembersihan peralatan yang terbuat dari bahan stainless steel dapat digunakan larutan pembersih deterjen alkali non ionik, dan desinfektan yang antara lain : hipoklorit, yodophor, dan klorin organik (Jenie, 1998).
86
Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan standar prosedur operasi sanitasi atau sanitation standard operating procedure (SSOP) secara ringkas di perusahaan PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Tabel 19, sedang hal-hal yang perlu dimonitor, tindakan koreksi dan rekaman SSOP dapat dilihat pada Tabel 20. Sanitation standard operating procedure (SSOP) ini akan memberikan manfaat bagi unit usaha perusahaan PT Kuala Pangan dalam menjamin sistem keamanan produksi pangannya, antara lain : (a) Memberi jadwal pada prosedur sanitasi, (b) Memberikan landasan program monitoring berkesinambungan, (c) Menjamin setiap personil mengerti sanitasi, (d) Memberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil, (e) Mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan, (f) Mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya masalah, dan (g) Membawa peningkatan praktek sanitasi dan kondisi yang saniter di unit usaha.
87
Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan. No Kunci Persyaratan Sanitasi 1. Keamanan air
2
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) - Air yang digunakan pada proses produksi terbagi menjadi dua, yaitu air bersih yang digunakan pada pencucian alat-alat produksi dan air minum untuk produksi ; - Air bersih digunakan untuk keperluan sanitasi, pencucian peralatan, dan mandi cuci kakus (MCK), sedang air minum untuk produksi harus diolah (treatment) terlebih dahulu dengan SOP(Standar Prosedur Operasi) dan IK (Instruksi Kerja) yang ditetapkan perusahaan sehingga dapat menghasilkan air yang memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan PerMen Kes No. 907/MenKes/SK/VII/2002 ; - Mutu produk air untuk produksi dilakukan pengujian oleh bagian QC dan teknik; - Air yang memenuhi standar, selanjutnya disimpan dan ditampung pada storage tank dan diset secara otomatis agar siap digunakan untuk proses produksi ;
Kondisi dan ke- - Semua peralatan yang kontak dengan makanan/produk akhir terbuat dari bahan yang bersifat inert (stainless steel). Hal ini bertujuan untuk mencegah cemaran bersihan permufisik dari korosi logam peralatan produksi ; kaan yang kontak Proses pembersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan terdiri dari dengan bahan pembersihan clean in place (CIP) dan pembersihan untuk kemasan yang pangan
digunakan untuk produk akhir ; - Penggunaan seragam produksi dipakai setiap hari dan diganti seminggu dua kali dan dijaga kebersihannya oleh masing-masing karyawan ; Perusahaan menyediakan sarung tangan dan penutup mulut di bagian kemasan primer ; - Pembersihan peralatan produksi yang digunakan sesuai dengan SOP dan IK Instruksi Kerja) yang ditetapkan perusahaan, yang meliputi : penyemprotan air biasa pada seluruh permukaan yang kontak dan bersihkan sampai kotorannya hilang, gosok permukaan alat dengan larutan Duboa 1%, semprotkan air panas ke permukaan alat dan kemudian dikeringkan ; - Proses pembersihan clean in place dilakukan pada vessel mixing dengan kapasitas lebih dari 500 kg. Prosedur pembersihannya dengan cara menyemprotkan bagian dalam vessel dengan air panas (65oC). Jika bagian vessel masih bau, maka dilakukan pembersihan dengan larutan sabun.
Tindakan koreksi
Rekaman
-
- Hasil pemeriksaan mutu air untuk produksi disimpan di bagian QC dan teknik - Hasil pengujian mutu air untuk produksi eksternal disimpan di bagian QC - Monitoring hasil sanitasi permukaan disimpan di bagian QC
Bila air yang diproses untuk keperluan produksi belum memenuhi standar mutu, maka akan dilakukan proses ulang - Air yang digunakan untuk produksi dilakukan pengujian secara eksternal setiap 6 bulan sekali - Agar kegiatan sanitasi berjalan efektif, maka berhentikan/stop operasi dan bersihkan serta disanitasi - Bila perlu karyawan diistirahatkan
- Monitoring terhadap karyawan disimpan di bagian QC
88
Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan). No Kunci Persyaratan Sanitasi 3. Pencegahan Kontaminasi Silang
4
Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Tindakan koreksi
Rekaman
- Pencegahan kontaminasi silang dilakukan mulai dari bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan yang baru masuk sampai penyimpanan produk akhir. Bahan baku dan bahan pembantu yang berada di ruang gudang penyimpanan kondisi kemasannya ada yang bersih, kotor dan berdebu ; - Pencegahan kontaminasi silang pada saat produksi dilakukan dengan cara pemeriksaan bagian dalam vessel atau alat produksi sebelum digunakan untuk proses produksi sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan ; - Bagian dalam vessel atau alat produksi harus bebas dari kotoran dan cemaran fisik agar tidak mengkontaminasi produk akhir pada saat proses produksi ; - Setelah dikemas primer dengan plastik jenis PP dan kemasan sekunder kotak karton harus ditutup dan disegel (diseal) dengan rapat untuk mencegah kontaminasi dari cemaran fisik, mikroba dan zat lain ; - Selama proses produksi, personil harus bekerja sesuai dengan prosedur GMP, menggunakan seragam dan sepatu yang sesuai GMP, penggunaan sarung tangan dan tutup mulut/kepala ; - Pemeliharaan fasilitas sanitasi terdiri kegiatan sanitasi di ruang produksi, gudang penyimpanan, ruang karantina dan ruang MCK. Kegiatan sanitasi di ruang produksi secara umum dilakukan dua minggu sekali pada saat hari libur kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, membersihkan bagian luar vessel, tangki penampungan, dan bagian dinding yang dapat dijangkau ; Kegiatan sanitasi rutin di ruang produksi dilakukan oleh personil produksi, sedang kegiatan sanitasi bulanan dilakukan oleh personil QC dan maintenance ; - Kegiatan sanitasi di ruang gudang dan karantina dilakukan satu minggu sekali. Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, dinding, pallet penyimpanan bahan baku dan produk akhir, dan pintu. Pembersihan lantai ruang produksi dan gudang menggunakan sabun deterjen untuk lantai, yaitu Drathon 10 dengan dosis 660 ml per 3400 ml air. - Kegiatan sanitasi di ruang MCK dilakukan setiap hari kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan toilet, kamar mandi, dan tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan terdiri dari air yang mengalir, tetapi kadang-kadang tidak ada sabun cair dan lap pengeringnya.
- Bila ada masalah produksi, stop produksi dan tahan produk yang dihasilkan - Karyawan diperingatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP; - Evaluasi keamanan produk yang dihasilkan
- Hasil pemeriksaan dan monitoring pembersihan disimpan di bagian QC; - Hasil pemeriksaan dan monitoring karyawan disimpan di bagian QC;
- Cek fasilitas cuci tangan dan toilet dan inspeksi di lapangan dan bila ada kerusakan segera diperbaiki - Karyawan diperingatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP; - Evaluasi keamanan produk yang dihasilkan -
- Hasil pemeriksaan dan monitoring program sanitasi disimpan di bagian QC; - Hasil pemeriksaan dan monitoring karyawan disimpan di bagian QC;
89
Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan). No Kunci Persyaratan Sanitasi 5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
6
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) - Bahan-bahan non-pangan atau bahan-bahan kimia yang digunakan selama pengolahan seperti larutan klorin pekat, deterjen/sabun cair, larutan Drathon, larutan Duboa 1% dan pelumas disimpan di gudang penyimpanan khusus di luar area pengolahan dan penggunaannya harus sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan. - Wadah larutan kimia di dalam area pengolahan ditempatkan di pojok ruangan yang jauh dari produk dan pekerja ; jika terjadi terjadi kontaminasi bahan nonpangan/kimia seperti sabun, maka pekerja wajib melaporkannya kepada supervisor. Supervisor akan meneruskan informasi kepada kepala bagian produksi dan produk akan disingkirkan/dipisah ; - Senyawa toksik disimpan dalam wadah berlabel yang juga disertai dengan tanggal penerimaan produk ;
Tindakan koreksi
Rekaman
-
- Catatan hasil pemeriksaan dan monitoring penggunaan bahan kimia disimpan di bagian QC; - Catatan tindakan koreksi dari pemeriksaan dan evaluasi disimpan di bagian QC - Hasil pemeriksaan dan monitoring kegiatan pelabelan dan penyimpanan disimpan di bagian QC; - Hasil pemeriksaan dan monitoring penggunaan bahan kimia disimpan di bagian QC;
Bila ada bahan pengkontaminan, hilangkan bahan tersebut dari permukaan Menghindarkan lingkungan ruang produksi dari adanya genangan air ; - Memindahkan bahan toksik tidak berlabel dengan benar.
- Setiap kemasan yang berisi produk akhir harus mempunyai label yang - Bila ada/terjadi Pelabelan, memberikan informasi mengenai karakteristik dari produk akhir yang dikemas; pelabelan yang sapenyimpanan, Informasi label terdiri atas : nama produk, bobot netto, kode produksi, lah, produksi dihendan penggunaan kadaluwarsa, dan cara penggunaan produk ; tikan, pisahkan probahan toksin yang - Penyimpanan produk akhir mi kering diletakkan terpisah dengan bahan baku duk yang salah ; benar utama, bahan pembantu lain, bahan tambahan pangan dan produk yang cacat; sedang penyimpanan bahan yang sensitif terhadap suhu disimpan di ruang sensitive room ; - Sistem yang digunakan dalam penyimpanan adalah prinsip FIFO (First In First Out), yaitu produk akhir yang production date atau lotnya lebih lama dikeluarkan terlebih dahulu dibandingkan lot yang baru ; - Semua kegiatan pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan kimia/toksik menggunakan SOP dan IK yang sudah ditetapkan perusahaan.
-
Karyawan diperingatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP;
90
Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan). No Kunci Persyaratan Sanitasi 7. Pengawasan Kondisi Kesehatan personil
8.
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Tindakan koreksi
Rekaman
- Kontrol kondisi kesehatan karyawan/personil terutama di bagian produksi kurang dimanfaatkan/diperhatikan oleh karyawan yang bersangkutan, meskipun perusahaan telah menyediakan fasilitas klinik dan dokter serta perawat kesehatan ; - Pengawasan kesehatan karyawan di perusahaan perlu lebih diintensifkan meskipun perusahaan telah mempunyai SOP dan IK (Instruksi Kerja) yang sudah ditetapkan perusahaan ; - Efektivitas pemantauan kesehatan karyawan sebaiknya perlu dikaji ulang oleh pihak perusahaan atau manajemen, sehingga diperlukan adanya aksi tindak koreksi yang tepat.
- Bila ada karyawan yang terkena penya-kit diistirahatkan dan tidak diperkenankan ke ruang produksi ; - Lakukan pemantauan karyawan dengan lebih ketat.
- Catatan hasil pemeriksaan dan monitoring terhadap karyawan yang menderita sakit disimpan di bagian HRD
Menghilangkan - Hama yang terdapat di kawasan PT Kuala Pangan terdiri dari serangga (lalat, kecoa, - Perusahaan perlu - Hasil pemelaba-laba, nyamuk, dan lain-lain), burung dan tikus. Penanganan hama serangga menetapkan pro- riksaan dan pest dari Unit seperti lalat, nyamuk dan serangga lain dilakukan dengan memasang insecta trap. gram pest control ; monitoring pengolahan Lampu insecta trap diletakkan di luar ruang produksi/gudang dan dikontrol setiap satu bulan sekali. - Di ruang produksi dipasang lem perangkap lalat. Lem perangkap lalat juga dipsang di dekat pintu masuk ruang produksi. Adanya lalat atau serangga di dalam ruang produksi dikontrol oleh personil produksi sebelum aktivitas produksi. - Pencegahan binatang lain seperti burung dilakukan dengan cara memasang kawat kassa di ventilasi ruangan atau pintu trap plastik pada pintu ruang gudang, dan ruang produksi ;
- Perlu dibuat denah penempatan program pest control di seluruh pabrik
kegiatan pest control disimpan di bagian QC; - Hasil tindakan koreksi pemeriksaan dan monitoring pest control disimpan di bagian QC;
91
Tabel 20. Pemantauan pada program Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di perusahaan No. 1
2
3
Kunci Persyaratan Sanitasi Keamanan air
Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
Pencegahan kontaminasi silang
Apa
Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP Dimana Bagaimana Kapan
Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet
Rekaman
- Bagian QC - Operator water treatment - Bagian QC
- Bila belum memenuhi standar, lakukan proses ulang - Perbaiki instalasi yang memungkinkan kontaminasi - Stop operasi, dibersihkan dan disanitasi
- Monitoring kualitas air
- Kualitas air
- Unit treatment air - Outlet
- Cek kualitas air
- Sebelum operasi
- Instalasi plumbing
- Instalasi dan outlet plumbing
- Inspeksi jaringan
- Saat akan instalasi & modifikasi
- Permukaan harus bersih - Permukaan disanitasi - Sarung tangan dan pakaian harus bersih - Kebiasaan karyawan
- Line produksi
- Inspeksi secara visual
- Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
- Bagian QC
- Karyawan
- Inspeksi terhadap karyawan
- Bagian QC
- Istirahatkan karyawan
- Line produksi - Karyawan - Toilet daan wastafel - Gudang penyimpanan
- Cek bahan konsentrasi sanitaiser - Cek fasilitas pencuci tangan dan toilet - Inspeksi di lapangan - Inspeksi karyawan - Cek fasilitas pencuci tangan dan toilet - Inspeksi ke lapangan - Cek bahan konsentrasi sanitaiser
- Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam - Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
- Bagian QC - Supervisor produksi
- Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
- Petugas kebersihan
- Sebelum operasi, dan setiap 4 jam sekali - Sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
- Bagian QC
- Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan - Peringatkan dan latih kembali karyawan - Evaluasi keamanan produk, untuk didisposisi, direproses atau dimusnahkan Perbaiki dan laporkan bila ada kerusakan - Peringatkan pelaksana dan latih kembali
- Desain ruang untuk bahan baku dan produk jadi
4
Tindakan koreksi Siapa
- Fasilitas cuci tangan - Fasilitas toilet - Fasilitas sanitasi
- Tempat cuci tangan - Tempat toilet - Bagian sanitasi
- Inspeksi instalasi plumbing - Monitoring permukaan yang kontak dengan pangan - Monitoring terhadap karyawan - Monitoring karyawan - Monitoring pembersihan - Monitoring tata letak produk dalam ruangan
- Monitoring harian sanitasi - Tindakan koreksi yang dilakukan
92
Tabel 20. Pemantauan pada program Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan) No. 5
Kunci Persyaratan Sanitasi Proteksi dari bahanbahan kontaminan
Apa
Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP Dimana Bagaimana Kapan
- Bahan yang berpotensi untuk mengkontaminasi
- Produk pangan - Bahan pengemas - Permukaan yang kontak langsung dengan pangan
6
7
8
- Cek bahan dan akses personil/ karyawan - Inspeksi secara visual
- Sebelum operasi, dan setiap 3 jam sekali - Sebelum operasi, dan setiap 4 jam sekali
- Bagian QC - Dibantu oleh bagian produksi
Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar
- Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan
- Tempat/ruang penyimpanan
- Cek pelabelan
- Satu kali setiap hari
- Bagian QC
- Tempat penerapan /aplikasi
- Cek cara aplikasinya
- Satu kali per hari
- Bagian QC
Pengawasan kondisi kesehatan personil
- Karyawan dengan tandatanda penyakit/ luka
- Karyawan yang masuk ruang kerja - Pada saat sedang bekerja
- Lakukan inspeksi terhadap karyawan/ pelaksana
- Sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
- Bagian QC - Supervisor produksi
- Seluruh ruangan produksi dan lingkungan pabrik
- Cek dan inspeksi ke lapang
Menghilangkan pest dari unit pengolahan
- Pest di ruang produksi dan gudang
Tindakan koreksi
Rekaman
- Hilangkan bahan kontaminan dari permukaan - Hindari adanya genangan air di dalam ruang produksi
- Monitoring/ pemantauan
- Pindahkan bahan toksin tidak berlabel dengan benar - Peringatkan karyawan dan latih kembali - Stop produksi, dan recall produk yang terkena - Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan
- Monitoring/ pemantauan
Siapa
- Tindakan koreksi
- Tindakan koreksi
- Monitoring kesehatan karyawan - Tindakan koreksi
- Dua kali (2x) setiap hari
- Bagian QC dibantu bagian produksi
- Tetapkan program pest control dengan baik - Tetapkan tempat/ denah penempatannya
- Monitoring pest control - Tindakan koreksi yang dilakukan
93
B. PENYUSUNAN RENCANA HACCP (HACCP PLAN) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN
Penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan mengacu kepada Codex guidelines dan tujuh prinsip HACCP yang telah diadopsi dan dituangkan dalam acuan (standar) SNI.01.4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (BSN, 1998) serta Pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004 : 2002 (BSN, 2002). Rencana HACCP pada perusahaan ini diintegrasikan ke dalam prosedur dan instruksi kerja yang akan memudahkan karyawan (personil yang terlibat) dalam melaksanakannya. Penyusunan dan pengembangan rencana HACCP dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Melakukan Pelatihan Sistem HACCP Pelatihan sistem HACCP pada perusahaan PT Kuala Pangan diperuntukkan bagi seluruh karyawan dan pihak manajemen yang akan terlibat dalam mengelola sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan yang bersangkutan. Pelatihan terhadap sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam proses produksi mi kering di perusahaan tersebut bertujuan : (1) Memberdayakan perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan dalam menghadapi era globalisasi, kompetisi dengan perusahaan yang sejenis dan meraih sertifikat jaminan keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP; (2) Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan keahlian personil yang terlibat dalam mengerjakan dan mengelola perusahaan yang menghasilkan produk mi kering; (3) Meningkatkan kemampuan personil dalam pemahaman
dan
penerapan
sistem keamanan
pangan
yang
mencakup
good
manufacturing practice (GMP), standard operating procedure (SOP), sanitasi dan higiene, sistem manajemen mutu dan HACCP; dan (4) Meningkatkan kesadaran, sikap (attitude) dan tanggung jawab personil perusahaan dalam menerapkan persyaratan dasar sistem HACCP khususnya GMP dan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan. Hal ini disebabkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam pengolahan pangan untuk memproduksi mi kering, sangat berperan dalam membantu kesuksesan perusahaan industri pangan tersebut guna menghasilkan produk mi kering yang aman dikonsumsi memerlukan pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan tanggung
94
jawab (komitmen) yang tinggi SDM yang mengerjakan dan mengelolanya. Tingkat pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan tanggung jawab yang tinggi mutlak diperlukan, karena industri pengolahan pangan untuk menghasilkan produk mi kering ini adalah industri yang perlu penanganan secara hati-hati. Menurut Maryon (1998) dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan terhadap sumber daya manusia yang terlibat dalam sistem industri pangan merupakan kunci terbaik untuk menghasilkan produk pangan yang aman bagi perusahaan industri pangan. Oleh karena itu, program pelatihan pada perusahaan industri pangan di PT Kuala Pangan ini diharapkan mampu meningkatkan SDM yang terlibat dalam mengerjakan dan mengelola industri pangan tersebut, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja perusahaan PT Kuala Pangan di bidang mutu dan keamanan pangan. Disamping itu, dengan pelatihan ini diharapkan SDM yang terlibat dalam sistem industri pangan menyadari tidak harus mengerti apa yang harus dikerjakan untuk menjamin keamanan pangan produk mi kering yang dihasilkan, tetapi juga harus memahami mengapa mereka harus melaksanakan tugas khusus yang dibebankan kepada mereka (MFSCNPA, 1992). Pelatihan sistem HACCP di perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan diikuti oleh karyawan (dari tingkat line operator, supervisor/kepala regu, kepala bagian) dan manajemen perusahaan yang berjumlah sekitar 30 orang dan dilakukan selama 4 hari dengan cara inhouse training di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor dari tanggal 13 sampai dengan 16 bulan Nopember tahun 2007. Materi yang diajarkan dalam pelatihan ini terdiri dari 7 (delapan) topik yang disampaikan dalam 32 jam pelajaran (jp) dan setiap jam pelajaran dengan waktu 45 menit selama 4 hari dengan rincian sebagai berikut (Tabel 21). Sedang contoh soal untuk evaluasi dan mengetahui tingkat pemahaman peserta pelatihan dapat dilihat di halaman Lampiran 3. Tabel 21. Materi Yang Diajarkan dalam Pelatihan Sistem HACCP di PT Kuala Pangan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Topik pelatihan/pengajaran Pengantar sistem pengendalian keamanan pangan Sanitasi dan higiene dalam industri pangan Good manufacturing practice (GMP) Prinsip sistem HACCP Implementasi sistem HACCP dalam industri pangan Dokumentasi GMP dan sistem HACCP Workshop penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan)
Jumlah jam pelajaran (jp); 1 jp = 45 menit 2 2 3 3 3 3 16
95
Hasil evaluasi penilaian tingkat pengertian dan pemahaman peserta pelatihan sistem HACCP di perusahaan sebelum dan sesudah pelatihan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil evaluasi penilaian tingkat pengertian dan pemahaman peserta (Sebelum dan setelah pelatihan) Tingkat Pemahaman Peserta Pelatihan No.
Jabatan/kedudukan peserta pelatihan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sebelum Pelatihan SB B C K
Manajer produksi 1 Manajer teknik & maintenance 1 Kepala Bagian QC 1 Supervisor produksi 2 3 Ketua kelompok/regu produksi 2 3 Kepala Gudang 1 2 Operator produksi 12 Staf bagian QC/laboratorium 2 Jumlah peserta 1 9 20 Keterangan : SB = Sangat Baik (Nilai lebih besar atau sama dengan 80) B = Baik (Nilai lebih besar atau sama dengan 70) C = Cukup (Nilai lebih besar atau sama dengan 60) K = Kurang (Nilai lebih kecil dari 60).
Setelah Pelatihan SB B C K
1 1
1 1 2 2 1 1 2 10
3 3 2 11 19
-
Dari Tabel 22 tersebut dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil evaluasi penilaian, tingkat pengertian dan pemahaman peserta setelah mendapat pelatihan menunjukkan tingkat pengertian dan pemahamannya sangat baik ada 1 orang, baik berjumlah 10 orang dan cukup 19 orang. Dari Tabel 22 di atas juga terungkap bahwa peserta pelatihan, baik yang berasal dari tingkat manajer dan kepala bagian QC dan staf bagian QC yang pernah mendapat pelatihan sebelum pelatihan sistem manajemen keamanan pangan ini dilkukan, lebih meningkat lagi tingkat pengertian dan pemahamannya. Dengan demikian dapat dikatakan ada dampak positif terhadap sumber daya manusia pada perusahaan PT Kuala Pangan. Hal ini mendukung hasil penelitian/kajian yang dilakukan oleh Manning (1994) dan Howes et al (1996) yang menyatakan bahwa salah satu dampak positif adanya pelatihan sistem keamanan pangan termasuk sistem HACCP adalah meningkatnya tingkat pengetahuan, pengertian dan pemahaman SDM yang terlibat dalam sistem industri pangan.
96
2. Menetapkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan Yang Berhubungan Dengan HACCP Plan Kebijakan mutu dan keamanan pangan merupakan pernyataan yang diungkapkan oleh pimpinan tertinggi atau manajemen puncak suatu organisasi yang berupa janji atau komitmen sebagai upaya untuk melaksanakan dan menegakkan serta memelihara standar mutu yang tinggi (BSN, 2002). Pimpinan tertinggi yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan prosedur HACCP di PT Kuala Pangan dijabat oleh Direktur. Komitmen manajemen puncak ini juga menjadi salah satu unsur dalam pedoman penerapan sistem HACCP (Thaheer, 2005). Pernyataan kebijakan mutu dan keamanan pangan perusahaan adalah sebagai berikut : (a) ”kami menetapkan bahwa mutu dan keamanan produk menjadi prioritas utama dalam sistem produksi, sistem manajemen mutu maupun pola pikir dalam sistem usaha secara keseluruhan dalam jangka pendek maupun jangka panjang”, (b) ”kami menghasilkan produk dan layanan yang aman dan bermutu tinggi sesuai dengan sistem HACCP yang memenuhi standar nasional ataupun internasional”, dan (c) ”kami berupaya secara terus menerus dan konsisten melakukan penegakan keamanan pangan dan perbaikan sistem manajemen”. Konsekuensi dari komitmen perusahaan PT Kuala Pangan tersebut adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pembiayaan dan investasi terhadap suatu fasilitas yang dianggap penting dalam pelaksanaan sistem HACCP akan segera ditanggapi oleh manajemen puncak PT Kuala Pangan. Misalnya biaya yang diperlukan untuk pelatihan tim HACCP dan karyawan perusahaan yang akan mendukung dalam penerapan sistem HACCP, biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi dan higiene (urinoir, toilet/wc, wastafel) yang sudah dimiliki perusahaan dan perlu adanya perbaikan, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pembelian bak sampah sebagai sarana pendukung pengelolaan sampah, adanya perjanjian dalam bentuk kontrak kerja sama dengan pihak lain dalam penanganan pengendalian hama (pest control), biaya yang dikeluarkan pembuatan manual dokumen rencana HACCP serta biaya yang perlu dikeluarkan untuk melatih internal auditor sistem HACCP di perusahaan. Bahkan komitmen tersebut harus dijaga terus secara konsisten oleh perusahaan setelah perusahaan mendapat sertifikat HACCP, karena dalam sistem HACCP berlaku pula filosofi adanya perbaikan yang berkelanjutan.
97
3. Pembentukan Tim HACCP (Langkah Ke-1) Tim HACCP diharapkan merupakan tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang mengembangkan, mengimplementasikan dan memelihara sistem HACCP. Anggota tim HACCP yang baik dan lengkap membutuhkan pengetahuan dan keahlian/kepakaran tentang seluruh alur proses produksi, dimulai dari bahan baku, proses produksi, bahaya yang mungkin timbul, dan produk akhir yang dihasilkan sampai pada pengiriman dan pendistribusiannya. Pembentukan Tim HACCP disusun berdasarkan struktur organisasi yang sudah ada dalam badan usaha perusahaan PT Kuala Pangan sehingga legalitas dari tim ini dapat dipertanggung-jawabkan. Pimpinan puncak/tertinggi secara formal organisasi adalah orang yang memiliki wewenang tertinggi dalam pengendalian perusahaan. Berkaiatn dengan pelaksanaan kebijakan penerapan sistem manajemen HACCP, pimpinan puncak memberikan mandatnya kepada wakil manajemen (Ketua/Koordinator Tim HACCP) untuk melaksanakan aktivitas persiapan sertifikasi dan pemantauan dalam penerapannya. Organisasi Tim HACCP di PT Kuala Pangan terdiri dari : Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim HACCP. Struktur organisasi tim HACCP di perusahaan PT Kuala Pangan dan uraian tugasnya dapat dilihat pada Tabel 23 dan 24. Tabel 23. Struktur Organisasi Tim HACCP di Perusahaan PT Kuala Pangan No.
Nama Personil
Kedudukan di Tim HACCP
1.
Abie Suhendra
Ketua tim
S-1 Kimia
Teknik
Manajer Produksi
2.
Dede Sundjaja
Wakil Ketua
S-1 Mesin
Teknik
Manajer Teknik Maintenance
3.
Mulyanti Rustella
Sekretaris
Sarjana AKA
Muda
Kepala Bagian QC
4.
Sony Irawan
Anggota
Muda
Supervisor QC
5.
Akim
Anggota
Sarjana AKA STM
6. 7. 8.
Anggota Anggota Anggota
STM SAKMA STM
9. 10. 11.
Aden Nurlela Thomas Kartolo Endang Usman Benny Subandy Tipto
Anggota Anggota Anggota
SAKMA STM STM
Operator bagian produksi Staf bagian QC Kepala Regu di bagian produksi Staf bagian QC Supervisor Produksi Kepala gudang
12.
Samyuli
Anggota
STM
Staf Bagian Maintenance
Pendidikan
Jabatan di Perusahaan
Kompetensi Personil
dan
Operator bagian produksi
Di bidang proses dan analisis pangan, pengalaman kerja 20 tahun, pernah training sistem HACCP Di bidang proses dan pemeliharaan mesin, pengalaman kerja 5 tahun, pernah ikut pelatihan sistem HACCP Di bidang analisis fisik dan kimia pangan, pengalaman kerja 3 tahun, Pelatihan internal sistem HACCP Analisis fisik dan kimia, kalibrator, pelatihan internal HACCP Operasi mesin-mesin proses produksi, pelatihan internal HACCP Operasi mesin-mesin proses produksi Di bidang sanitasi Proses dan mesin, pelatihan internal sistem HACCP Pengujian bahan baku Proses dan mesin Pengendali gudang, pelatihan internal HACCP Perawatan mesin
98
Tabel 24. Uraian Tugas Tim HACCP di Perusahaan PT Kuala Pangan No.
Jabatan
1.
Ketua Tim HACCP
2.
Wakil Ketua
3.
Sekretaris
4.
Anggota
Uraian Tugas Tim HACCP - Menyiapkan, membuat dan mengesahkan dokumen manual HACCP - Menjamin dan bertanggung jawab penuh atas penerapan sistem HACCP di dalam organisasi secara meneyeluruh - Memberikan program pelatihan kepada semua karyawan - melakukan verifikasi/audit secara berkala terhadap sistem HACCP dan tindakan perbaikan serta perubahan yang diperlukan - Mengadakan dan memimpin rapat tim HACCP secara berkala - Melakukan dan menjaga hubungan dengan pihak konsultan HACCP dan LSSM HACCP - Membantu Ketua tim HACCP dalam menjalankan tugas penerapan sistem HACCP - Menjalankan tugas dan fungsi ketua, jika yang bersangkutan berhalangan - Membantu Ketua tim dalam program pelatihan sistem HACCP terhadap karyawan perusahaan - Memberikan program pelatihan kepada karyawanh harian terhadap penerapan sistem HACCP - Memberikan masukan, usulan perbaikan sistem HACCP kepada Ketua tim sehingga terjadi peningkatan mutu atas sistem HACCP - Membantu Ketua tim HACCP dalam program pelatihan, penerapan dan perbaikan sistem HACCP di dalam perusahaan - Menyiapkan dan membuat dokumen manual HACCP - Mengendalikan, mendistribusikan dokumen HACCP dan menjamin bahwa setiap unit menerima dokumen HACCP yang benar dan terbaru - Menyimpan semua rekaman dokumen, catatan dan data terhadap semua dokmen HACCP dengan baik dan rapi - Melakukan revisi terhadap dokumen sesuai dengan perubahan yang telah ditetapkan dan mendistribusikan dokumen yang baru serta menarik dokumen yang lama - Memusnahkan dokumen yang sudah tidak terpakai atau yang sudah melewati masa simpan dokumen - Membantu persiapan dan pembuatan dokumen manual sistem HACCP - Memberikan masukan, usulan perbaikan sistem HACCP sehingga terjadi peningkatan mutu atas sistem HACCP - Menjadi fungsi kontrol dalam pelaksanaan sistem HACCP di dalam lingkungan unit masing-masing
Dari struktur organisasi tim HACCP dan kompetensi personil yang termasuk dalam tim HACCP tersebut terlihat belum terdapat personil yang kompeten di bidang mikrobiologi dan personil yang berlatar belakang pendidikan di bidang ilmu dan teknologi pangan, serta personil yang kompeten sebagai internal auditor untuk melakukan program audit sistem HACCP di perusahaan. Oleh karena itu, PT Kuala Pangan sebagai industri atau perusahaan yang menerapkan sistem HACCP harus menyediakan sumber daya manusia (SDM) dengan kompetensi yang sesuai untuk mendukung sistem HACCP tersebut. Bila perusahaan PT Kuala Pangan tidak memiliki SDM dengan kompetensi yang sesuai dan dibutuhkan perusahaan, maka direkomendasikan dapat menggunakan/ memanfaatkan jasa konsultan dari luar perusahaan yang ahli di bidangnya dan pengalaman dalam mengembangkan sistem HACCP.
99
Ruang lingkup dalam penyusunan dan pengembangan rancangan HACCP (HACCP Plan) ini adalah produksi mi kering. Mi kering ini merupakan produk yang berbentuk padat, kering bebentuk khas mi dan dibuat dari bahan baku tepung terigu, garam, tepung telur, air, dan bahan tambahan pangan (BTP) yang terdiri dari natrium karbonat dan kalium karbonat serta bahan pewarna tartrazin. Prosedur untuk rencana HACCP atau HACCP Plan meliputi seluruh proses produksi, mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan sementara produk akhir di gudang penyimpanan dan pendistribusiannya. Bahaya biologi (mikrobiologi) untuk produk mi kering yang mungkin timbul adalah E. coli, coliform, Salmonella, Staphylococcus dan kapang, tetapi karena dalam proses produksinya menggunakan pemanasan dan pengeringan sehingga tidak memungkinkan bahaya biologi tersebut untuk tumbuh. Sedangkan bahan baku yang digunakan juga tidak memungkinkan mikroba untuk tumbuh. Bahaya mikrobiologi yang mungkin terjadi berasal dari tepung telur berupa Salmonella, Staphylococcus dan kapang. Namun bahaya biologi yang berupa bakteri E. coli, Salmonella, Staphylococcus dan kapang akan musnah dan dihilangkan pada saat pemasakan produk mi kering dengan suhu 100oC oleh konsumen sebelum dikonsumsinya. Bahaya kimia dapat berasal dari bahan pembersih (deterjen), bahan pensanitasi (sanitaiser) dan cemaran logam-logam berat yang berasal dari bahan baku tepung terigu dan garam konsumsi beryodium; sedangkan bahaya fisik bukan merupakan suatu bahaya yang potensial.
4. Deskripsi Produk Dan Identifikasi Pengguna (Langkah Ke-2 dan Langkah Ke-3) Deskripsi produk mi kering hasil produski PT Kuala Pangan dan identifikasi penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 25.
100
Tabel 25. Deskripsi Produk Mi Kering produksi PT Kuala Pangan No.
Uraian
1. 2.
Nama produk Deskripsi umum
3. 4.
Komposisi bahan baku dan bahan tambahan lain Karakteristik produk
5.
Metode Pengemasan
6.
Pelabelan
7. 8.
Umur simpan Kondisi penyimpanan
9.
Distribusi
10. 11.
Penjualan Target konsumen
12.
Cara penggunaan
Mi kering Produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan, berbentuk khas mi (SNI 01. 2974-1992) Tepung terigu, garam konsumsi beryodium, tepung telur, air, sodium karbonat dan kalium karbonat, serta pewarna tartrazin CI 19140. -Fisik : padat, kering berbentuk khas mi dengan ukuran bobot netto 200 gram, warna kekuningan dengan rasa dan aroma normal, aw 0,81. -Kimia : kadar air 8-10%, kadar protein 8-11%, Tidak mengandung boraks, Kandungan Cemaran logam berat Pb maks. 1,0 (mg/kg), Cu maks, 10,0 (mg/kg), Zn maks. 40,0 (mg/kg), Hg maks. 0,05 (mg/kg), As maks. 0,5 (mg/kg) dan pewarna sesuai dengan SNI.022-M dan Per.Men.Kes. No. 722/MenKes/ Per/ IX/88; -Mikrobiologi : Angka lempeng total maks. 1,0 x 106 koloni/g; E. Coli maks. 10; dan kapang negatif (SNI 01.2974-1992). Dilakukan secara masinal menggunakan mesin pengemas dan manual. Bahan pengemas primer terbuat dari Poli Propilen (PP), sedang pengemas sekunder terbuat dari kotak karton jenis CFB. Nama dan kode produk, nomor lot, bobot netto, komposisi, nama dan alamat perusahaan, tanggal kadaluwarsa, tanggal produksi, kondisi penyimpanan dan petunjuk penggunaannya 1 tahun dalam suhu kamar/suhu ruang biasa. Suhu ruang, tidak terkena cahaya matahari langsung, tempat kering & tidak lembab, tidak berbau. -Menggunakan truk boks tertutup rapat atau truk tertutup rapat (untuk transportasi darat) -Menggunakan container dan kapal (untuk transportasi laut) Dari industri ke distributor dan ekspor ke negara lain Produk dapat dikonsumsi oleh semua orang dan tidak ditujukan secara khusus untuk kelompok populasi tertentu Produk perlu dimasak lebih dahulu sebelum dikonsumsi sesuai petunjuk penggunaan pada label produk
5. Penentuan dan Verifikasi Diagram Alir Proses Produksi (Langkah Ke-4 dan Langkah Ke-5) Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistematis dari urutan tahapan atau pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan produk pangan tertentu (BSN, 2002). Diagram alir proses produksi dibuat dengan tujuan untuk mempermudah analisis HACCP. Diagram alir proses ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi sumber kontaminasi yang potensial dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengendalikan bahaya tersebut. Penentuan diagram alir
101
proses pembuatan produk mi kering di perusahaan dilakukan dengan mencatat seluruh tahapan proses, sejak bahan baku diterima hingga produk siap disimpan sementara dan didistribusikan ke konsumen. Diagram alir proses produksi pembuatan mi kering hasil verifikasi di lapang (on site) dapat dilihat pada Gambar 4.
Penerimaan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan
Penyimpanan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan
Pengayakan (Khususnya tepung terigu dan garam)
Penimbangan bahan baku , bahan pembantu dan bahan tambahan pangan
Air Air
Pembuatan Larutan Alkali
Pencampuran adonan mi (Mixing)
A
102
A Pembentukan Adonan Menjadi Lembaran dengan Roll Press
Pembentukan/Pencetakan Untaian kembang mi (Slitting)
Uap panas
Pengukusan pada suhu 90-100 oC; selama 1,5-2 menit (Steaming)
Pendinginan Untaian kembang mi dengan kipas angin (Cooling)
Pemotongan Untaian kembang mi (Cutting)
Uap panas
Pengeringan mi dengan oven pada suhu 90-100 oC; selama 25-30 menit (Drying)
Pendinginan mi dalam tunnel dengan kipas angin selama 2-3 menit (Cooling)
Pengemasan primer mi kering dengan plastik jenis PP dan kemasan sekunder kotak karton
Penyimpanan produk mi kering dalam gudang penyimpanan
Pengiriman dan Pendistribusian produk mi kering
Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Mi kering di PT Kuala Pangan Hasil Verifikasi.
103
Proses produksi atau pembuatan mi kering yang dilakukan di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor meliputi tahap-tahap, sebagai berikut : penerimaan bahan baku dan bahan lain, penyimpanan bahan baku dan bahan lain, pengayakan (khususnya untuk bahan baku tepung terigu dan garam), penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk produksi mi, pembuatan larutan alkali, pencampuran adonan mi (mixing), pengepresan dengan roll press, pencetakan untaian pita mi (slitting), pengukusan (steaming), pendinginan (cooling), pemotongan (cutting),
pengeringan dengan oven (drying),
pendinginan (cooling), pengemasan primer (packing) dan sekunder (kartoning), dan penyimpanan di gudang.
a. Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Lain Penerimaan bahan baku, bahan pembantu/penolong, bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan pengemas merupakan tahap paling awal dalam proses produksi pembuatan mi kering di PT Kuala Pangan. Pada penerimaan bahan-bahan tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap bahan-bahan yang diterima untuk setiap kali kedatangan di perusahaan PT Kuala Pangan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Misalnya untuk tepung terigu dengan spesifikasi : kadar air maksimum 14,5%, kadar protein gluten 8-12%, kadar abu masimum 0,6%, kadar silikat maksimum 0,1%, bau dan rasa normal, dan serangga tidak boleh ada; untuk garam dengan spesifikasi : kadar air maksimum 7%, kadar NaCl 94,4%, warna putih, kadar yodium minimum 30 mg/kg, kadar kalim dan magnesium maksimum 1%; untuk sodium karbonat (Na2CO3) dan potasium karbonat (K2CO3) dengan spesifikasi : kadar air maksimum 3%, kotoran dan benda asing tidak boleh ada, penampakan berbentuk powder dan warna putih, label/segel jelas dan asli, dan kemasan harus baik dan utuh; dan untuk tartrazin CI 19140 dengan spesifikasi : kadar air maksimum 5%, kode produksi CI 19140, kotoran tidak boleh ada, penampakan powder dan berwarna kuning jingga, label dan segel terlihat jelas dan asli serta kemasan dalam kondisi baik dan utuh. Pemeriksaan terhadap bahan-bahan yang diterima di perusahaan dilakukan oleh bagian gudang dan bagian pengendalian mutu (QC) sesuai dengan SOP (standar prosedur operasi) perusahaan. Bila ditemukan adanya bahan-bahan yang tidak sesuai dengan
104
spesifikasi dan COA (certificate of analysis); bahan-bahan yang tidak sesuai tersebut dikembalikan ke pihak pemasok atau supplier.
b. Penyimpanan Bahan Baku dan Bahan Lainnya di Perusahaan Penyimpanan bahan baku dan bahan lainnya di perusahaan merupakan tahap selanjutnya setelah tahapan penerimaan bahan-bahan tersebut. Cara penyimpanan bahan baku, bahan penolong/pembantu, bahan tambahan pangan dan bahan pengemas masingmasing disimpan terpisah satu sama lain di dalam ruang/gudang yang bersih, cukup penerangan, terjamin aliran udaranya, dan pada suhu yang sesuai serta dengan menerapkan prinsip FIFO (first in first out). Setiap bahan baku yang diterima oleh perusahaan disimpan di gudang bahan baku dengan menggunakan fasilitas pallet. Pallet berfungsi sebagai hamparan bahan, menghindari kontak langsung dengan lantai yang lembab, membantu proses sirkulasi udara dan menjaga mutu bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi. Penyimpanan bahan tambahan pangan (BTP) dilakukan sesuai dengan peraturan yang tercantum pada label dan disimpan pada gudang yang berpendingin (dipasang air conditioner) untuk bahan yang sensitif terhadap udara serta untuk menjaga kestabilan bahan. Selain itu, bahan baku, bahan penolong/pembantu dan bahan tambahan pangan tersebut disimpan dengan sistem kartu dengan menyebutkan : nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, jumlah penerimaan di gudang, tanggal pengeluaran dari gudang, sisa akhir di dalam kemasan/gudang, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.
c. Pengayakan Pengayakan bahan baku dilakukan untuk menghilangkan cemaran fisik benda padat berupa potongan plastik, benang dan potongan serangga yang mungkin terdapat pada bahan baku, khususnya pada bahan baku tepung terigu dan garam sebelum bahan tersebut dilakukan penimbangan dan diproses lebih lanjut dalam proses pencampuran. Pengayakan bahan-bahan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengayak yang mempunyai ukuran saringan 200 mesh. Dengan demikan, alat pengayak tersebut dapat berfungsi untuk mengurangi atau mengeliminasi bahaya fisika yang terkandung dalam bahan tepung terigu dan garam sebelum diproses menjadi produk mi kering.
105
d. Penimbangan Bahan Baku dan Bahan Lain Untuk Produksi Mi Penimbangan bahan baku dan bahan lain merupakan tahap awal pembuatan mi. Pada proses ini dilakukan penimbangan bahan-bahan yang digunakan untuk proses pembuatan mi kering seperti tepung terigu, garam dapur (garam konsumsi beryodium), tepung telur, bahan tambahan pangan soda abu (natrium karbonat dan kalium karbonat) dan bahan pewarna tartrazin untuk pembuatan larutan alkali. Selain penimbangan bahanbahan tersebut juga dilakukan pengukuran jumlah volume air yang akan digunakan untuk pembuatan larutan alkali. Penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk proses produksi mi kering secara khusus bertujuan untuk menentukan formulasi bahan adonan yang akan dibuat menjadi produk mi kering dan juga untuk mempersiapkan bahan yang akan diproduksi menjadi mi kering berdasarkan perencanaan produksi yang telah ditetapkan di bagian produksi.
e. Pembuatan Larutan Alkali Pembuatan Larutan Alkali bertujuan untuk menghasilkan larutan alkali yang merupakan campuran dari soda natrium karbonat dan kalium karbonat, air, garam, tepung telur dan bahan pewarna tartrazin CI 19140, semuanya dicampur dalam tangki alkali. Alat ini terbuat dari bahan stainless steel dengan bentuk empat persegi panjang. Di bagian dalam alat ini dilengkapi dengan sebuah agitator yang mempunyai 2 buah impeller (baling-baling), yaitu satu buah pada bagian atas dan satu buah lagi di bagian bawah. Baling-baling (impeller) ini berfungsi untuk membantu proses pencampuran agar menjadi lebih merata sehingga diperoleh campuran yang homogen. Operasi alat ini menggunakan energi listrik dengan adanya motor penggerak yang dipasang pada alat tersebut. Spesifikasi tangki alkali yang dipakai di PT Kuala Pangan ini adalah : panjang 120 cm, lebar 120 cm, tinggi 135 cm, kebutuhan ampere 6,6 Amp, kebutuhan daya 1,5 KW, kebutuhan voltage 220 volt, dan kecepatan putar 150 rpm. Larutan alkali berfungsi untuk memberi warna, rasa dan memperkuat struktur mi. Pada pembuatan larutan alkali uji yang dilakukan yaitu uji standar viskositas, pH, penampakan dan pewarna. Viskositas larutan alkali diukur dengan menggunakan viskometer, sedangkan nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Penampakan larutan alkali berwarna kuning, larutan homogen dan tidak terdapat benda asing.
106
f. Pencampuran Adonan (Mixing) Proses pencampuran adonan (mixing) merupakan proses awal pembuatan mi, yaitu pencampuran dan pengadukan tepung terigu dengan larutan alkali yang dilakukan di dalam mixer. Proses pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi halus, plastis, elastis dan keadaan adonan tidak pera atau lengket. Hal yang harus diperhatikan dalam proses ini adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan dan waktu pengadukan. Air yang ditambahkan dan digunakan dalam proses pencampuran (mixing) di PT Kuala Pangan adalah sekitar 30-35% dari total bobot tepung terigu; sedang pencampuran adonan dilakukan dan dipertahankan pada pada kisaran suhu 32-35oC serta waktu pengadukan dilakukan selama sekitar 20-25 menit. Suhu tersebut dipertahankan dengan cara memanaskan alat mixer menggunakan pemanasan sistem jacket dengan uap panas. Apabila suhunya kurang dari 32 oC adonan menjadi keras, rapuh dan kasar, sedangkan jika suhunya lebih dari 35oC adonan menjadi lengket dan mi menjadi kurang elastis. Waktu pengadukan dilakukan sekitar 20-25 menit, karena bila waktu pengadukan kurang dari 20 menit adonan menjadi lunak dan lengket, sedangkan bila lebih dari 25 menit adonan menjadi keras, rapuh dan kering. Selama proses pengadukan akan terjadi kenaikan suhu akibat gesekan baling-baling mesin dengan adonan. Kenaikan suhu tersebut berpengaruh terhadap pengembangan dan kelembutan adonan akibat terjadinya penyebaran dan distribusi air dalam tepung.
g. Pengepresan dengan Roll Press Pengepresan dengan roll press bertujuan untuk membentuk adonan menjadi lembaran adonan yang halus dan elastis, menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Hal ini dilakukan dengan cara melewatkan adonan berulangulang di antara dua roll logam sampai dicapai ketebalan tertentu sehingga adonan siap dicetak menjadi untaian pita mi. Pembentukan lembaran dengan roll press akan menyebabkan pembentukan serat-serat gluten yang halus, homogen serta mempunyai ketebalan 1,0-1,1 mm. Hal ini akan mempengaruhi mutu mi yang dihasilkan. Agar dapat menghasilkan lembaran yang halus dengan jalur serat yang searah dan lembaran adonan
107
tidak kasar dan pecah-pecah, maka suhu pengepresan dilakukan pada suhu sekitar 35 - 37 o
C dengan menggunakan pemanas dari uap panas yang berasal dari boiler melalaui
saluran uap panas yang mengalir pada alat roll press tersebut. Pengendalian mutu yang dilakukan di PT Kuala Pangan pada proses pengepresan dengan roll press yang paling penting adalah tebal lembar adonan. Menurut Pribadi (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pengepresan adalah : kerenggangan roll press (standar kerenggangan 1,0-1,2 mm), kebersihan, dan adonan yang tidak standar. Mesin pengepres terdiri dari beberapa buah silinder berpasangan yang berputar berlawanan arah. Pada saat melewati roll press, lembaran akan mengalami peregangan dan mengalami relaksasi saat keluar dari roll press. Semakin renggang roll press, lembaran adonan yang terbentuk akan semakin tebal, sehingga ketebalan untaian mi menjadi tidak standar. Oleh karena itu, Supaya peregangan dan relaksasi berlangsung dengan baik, maka kedudukan roll press harus diatur sedemikian rupa sehingga lembaran adonan merata di seluruh permukaan roll dan seimbang antara roll awal sampai roll akhir. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kebersihan mesin pengepres (pressing) juga sangat berpengaruh terhadap hasil pressing, adanya kotoran selama pengepresan dapat mengganggu jalannya lembaran adonan. Selain itu bila adonan tidak sesuai standar atau adonan terlalu lembek maka akan sulit dipres, sedangkan bila adonan terlalu keras maka menyebabkan adonan retak selama dipres (Pribadi, 2004). Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa adanya kotoran dan tali plastik yang terselip pada roll press berpengaruh terhadap bentuk lembaran adonan yang dihasilkan, yaitu bentuk lembar adonan menjadi tidak rata dan tidak seragam (homogen) sehingga lembaran adonan ini perlu dipisahkan dan diproses kembali dari awal, sedang alat pengepres yang kotor tersebut perlu dibersihkan dulu oleh bagian operator mesin pengepres.
h. Pencetakan Untaian Pita Mi (Slitting) Pencetakan untaian pita mi (slitting) merupakan suatu proses pengubahan lembaran adonan menjadi untaian pita sesuai dengan ukuran yang diinginkan, kemudian siap dibentuk menjadi gelombang mi. Proses slitting dimulai dengan melewatkan lembaran tipis adonan yang keluar dari mesin pengepres ke suatu silinder logam beralur
108
kecil (slitter) yang akan memotong lembaran adonan menjadi untaian mi, selanjutnya untaian mi dilewatkan ke suatu mangkuk slitter berbentuk segi empat. Mangkuk slitter terdiri dari beberapa lajur yang pada setiap lajur menghasilkan 70-80 untaian mi tergantung dari nomor slitter yang digunakan. Tahap selanjutnya dalam proses ini adalah pembentukan untaian mi menjadi untaian mi yang bergelombang. Pembentukan gelombang mi ini terjadi akibat perbedaan kecepatan putaran slitter, waving net conveyor, dan steam box. Untaian mi yang keluar dari slitter dihasilkan dengan kecepatan tinggi dan diterima oleh waving net conveyor yang kecepatannya lebih rendah sehingga terjadi pemadatan untaian. Untaian mi yang menumpuk sangat padat tersebut diterima oleh steam box yang putarannya lebih cepat dari waving net conveyor, tetapi lebih lambat dari slitter sehingga untaian mi yang padat akan sedikit tertarik kembali dan terbentuklah gelombang mi yang rata. Apabila jumlah untaian yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar akan berpengaruh terhadap bobot mi yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi pencetakan adalah kebersihan, dan penyetelan roll slitter dan mangkuk slitter. Adanya kotoran selama dilakukan proses pencetakan dapat mengganggu pembentukan untaian dan gelombang mi serta dapat merusak slitter. Penyetelan roll slitter yang kurang baik akan menyebabkan untaian dan gelombang mi tidak rapi. Semakin sedikit mangkuk slitter maka lajur mi semakin sedikit, jumlah untaian mi tiap lajur makin banyak dan menambah berat mi.
i. Pengukusan (Steaming) Pengukusan (Steaming) merupakan proses pengukusan mi yang keluar dari proses slitting (slitter) secara kontinyu dengan menggunakan uap panas. Proses pengukusan mi di PT Kuala Pangan dilakukan dengan cara melewatkan untaian mi hasil pencetakan ke dalam mesin pengukus sistem uap (steam tunnel) pada suhu 90-100oC dengan menggunakan ban berjalan (conveyor) selama 1,5-2 menit. Pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan terjadinya kekenyalan pada mi. Steam tunnel ini berbentuk empat persegi panjang, dengan panjang 15 meter dan lebar 80 cm serta terbuat dari bahan yang stainless steel. Di bagian dalam alat ini, yaitu di
109
bagian kiri dan kanan terdapat pipa-pipa dengan sejumlah lubang-lubang, dimana diameter lubang-lubang tersebut kira-kira 0,2 cm dan jarak antar lubang adalah 12 cm dengan arah menghadap ke bawah membentuk sudut 45o. Lubang-lubang tersebut berfungsi untuk mengalirkan uap panas (steam) yang berasal dari boiler. Pada bagian ujung steam tunnel ini terdapat cerobong yang berfungsi untuk membuang sisa uap.
j. Pendinginan (Cooling) Pendinginan (Cooling) merupakan proses setelah mi keluar dari proses pengukusan dengan cara melewatkan mi hasil pengukusan ke dalam suatu alat berbentuk kotak yang di dalamnya dilengkapi dengan kipas angin (blower) serta terdapat sejumlah lubang kecil yang berfungsi untuk menguapkan/mengeluarkan energi panas yang berasal dari cooling conveyor. Spesifikasi alat cooling conveyor ini adalah : panjang 4,50 m, lebar 1,36 m, tinggi 0,6 m, jumlah kipas angin 4 buah, diameter lubang 0,8 cm dan jarak antar lubang 0,3 cm. Proses pedinginan ini dimaksudkan untuk mencegah mi melekat pada conveyor yang berjalan. Kemudian proses dilanjutkan ke tahap proses pemotongan.
k. Pemotongan (Cutting) Pemotongan (Cutting) mi dilakukan dengan mesin pemotong dan dalam proses ini mi dipotong dan dibentuk lipatan dengan mendorong bagian tengah potongan ke dalam dengan menggunakan alat seperti cangkul. Pada bagian atas tersebut terdapat roll berputar yang berfungsi sebagai alat pelipat yang akan melipat mi menjadi dua bagian sama panjang. Alat pemotong (cutter) yang dimiliki PT Kuala Pangan terdiri dari roll cutter dan pisau cutter yang terbuat dari bahan stainless steel, dimana pisau cutter menempel pada roll cutter. Panjang roll cutter adalah 63 cm, sedangkan panjang pisau cutter adalah 60 cm. Alat ini juga dilengkapi dengan roll plastic yang berfungsi untuk melipat mi pada saat proses cutting. Bobot mi yang keluar dari mesin pemotong di PT Kuala Pangan didisain sedemikian rupa sehingga memiliki bobot sekitar 215 gram dan diharapkan setelah proses pengeringan akan mengalami penurunan bobot sekitar 12-15 gram, sehingga bobot mi nantinya mencapai sekitar 200-203 gram.
110
l. Pengeringan (Drying) Pengeringan (Drying) bertujuan untuk memantapkan pati tergelatinisasi, menurunkan kadar air dan mengeringkan mi sehingga produk akan menjadi kering, kaku dan awet serta memiliki kadar air sekitar 7-8 persen dan mi dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Proses pengeringan untuk pembuatan mi kering di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor dilakukan dengan cara melewatkan produk mi yang telah terpotong dengan menggunakan oven pengering pada kondisi suhu 90-100oC dalam conveyor berjalan selama 25-30 menit. Oven pengering ini berbentuk empat persegi panjang, dengan panjang 40 meter dan lebar 80 cm serta terbuat dari bahan yang stainless steel. Di bagian dalam alat ini, yaitu di bagian kiri dan kanan terdapat pipa-pipa dengan sejumlah lubang-lubang, dimana diameter lubang-lubang tersebut kira-kira 0,2 cm dan jarak antar lubang adalah 12 cm dengan arah menghadap ke bawah membentuk sudut 45o. Lubang-lubang tersebut berfungsi untuk mengalirkan uap panas (steam) yang berasal dari boiler. Pada bagian ujung steam tunnel ini terdapat cerobong yang berfungsi untuk membuang sisa uap. Selain itu di bagian dalam alat ini juga terdapat blower untuk menguapkan uap air yang terdapat pada bahan.
m. Pendinginan (Cooling) Pendinginan (Cooling) adalah proses pendinginan dengan cara melewatkan mi ke dalam suatu kotak (tunnel) yang di dalamnya terdapat sejumlah kipas angin (blower yang digerakkan motor penggerak), sedangkan pada bagian samping alat ini terdapat sejumlah lubang kecil yang berfungsi untuk menguapkan/mengeluarkan energi panas yang berasal dari cooling conveyor. Spesifikasi alat cooling conveyor ini adalah : panjang 9,50 m, lebar 1,36 m, tinggi 0,6 m, jumlah kipas angin 8 buah, diameter lubang 0,8 cm dan jarak antar lubang 0,3 cm. Tujuan dari proses ini adalah agar mi yang baru keluar dari proses pengeringan dapat diturunkan suhunya sehingga mencapai suhu sekitar 32oC sebelum dikemas dengan etiket. Pendinginan berlangsung selama 2-3 menit sehingga mi menjadi lebih keras. Mi yang telah melalui alat pendingin diharapkan telah mengalami pendinginan secara sempurna. Apabila mi masih dalam keadaan panas langsung dikemas, maka akan
111
terjadi penguapan uap air dan menempel pada permukaan dalam etiket. Oleh karena suhu luar etiket lebih rendah, maka titik-titik uap air yang menempel di permukaan dalam etiket akan mengembun dan akan jatuh membasahi mi. Dengan demikian, dalam keadaan ini mi akan mudah rusak karena terserang/ditumbuhi kapang, sehingga umur simpan mi menjadi lebih pendek.
n. Pengemasan (Packing) Pengemasan (Packing) adalah pembungkusan produk mi kering dengan cara memasukkan produk tersebut ke dalam kemasan plastik yang beretiket/berlabel sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan. Tujuan pengemasan produk adalah untuk melindungi mi dari kemungkinan tercemar atau kerusakan sehingga tidak mengalami penurunan mutu dan aman pada saat sampai ke tangan konsumen. Kemasan primer plastik yang digunakan oleh PT Kuala Pangan adalah pengemas plastik jenis polipropilen (PP), dengan bobot netto produk setiap kemasan 200 gram. Menurut Syarief et al (1989), sifat-sifat polipropilen (PP) antara lain ringan, mudah dibentuk, punya kekuatan tarik sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi, serta tahan pada suhu tinggi sampai pada suhu 150oC. Dalam mesin pengemas, mi dikemas dengan menggunakan pengemas primer (label) secara otomatis dan pada pengemas dicantumkan kode produksi dan tanggal kadaluwarsa. Setelah keluar dari mesin pengemas, dilakukan pengemasan sekunder dengan memasukkan produk mi yang sudah dikemas dalam plastik ke dalam kotak karton secara manual, dimana setiap kotak karton berisi 20 bungkus kemasan plastik. Selanjutnya kotak karton ditutup rapat dan disealing serta dicantumkan kode produksi dan tanggal kadaluwarsanya. Pengemasan ini dilakukan dengan tujuan : (a) untuk melindungi produk dari kerusakan, (b) melindungi produk dari terjadinya kontaminasi silang dengan bahanbahan lain, dan (c) memudahkan dalam transportasi dan distribusi produk ke pelanggan. Dengan dilakukannya pengemasan yang baik dapat terhindar dari pencemaranpencemaran antara lain : (a) Debu-debu dan kotoran tangan, (b) Serangga-serangga seperti semut, kutu dan lainnya, (c) Kelembaban oksigen di udara, dan (d) Sinar matahari dan lainnya.
112
o. Penyimpanan Produk Dalam Gudang Tahap selanjutnya adalah produk yang sudah dikemas dalam kotak karton tersebut disimpan dalam gudang penyimpanan hasil produksi sebelum didistribusikan ke agen, distributor dan pengecer. Salah satu upaya yang dilakukan oleh PT Kuala Pangan untuk menjaga mutu (kualitas) produk akhir yang akan dipasarkan adalah dengan mengatur stock secara efisien yang dikenal dengan sistem FIFO (First In First Out) dimana produk yang pertama datang akan dikeluarkan terlebih dahulu. Namun, secara operasional sistem ini memiliki kelemahan terutama jika tidak disertai dengan pengawasan yang ketat. Hal ini dapat terjadi terutama pada saat target produksi meningkat sehingga jumlah barang yang disimpan di gudang melebihi kapasitas gudang yang tersedia. Dalam kondisi dan situasi seperti itu seringkali sistem FIFO tidak dapat dijalankan dengan baik. Akibatnya tidak ada jaminan bahwa produk yang datang pertama kali akan dikeluarkan dan dipasarkan terlebih dahulu. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), masalah FIFO dapat diatasi jika sumber daya manusia dalam hal ini pengelola gudang memiliki tingkat kesadaran dan disiplin yang tinggi untuk mencatat tanggal pemasukan/pengeluaran dan lokasi dimana barang ditempatkan.
p. Pengiriman dan Pendistribusian Produk Pengiriman dan pendistribusian produk mi kering yang dihasilkan dilakukan oleh perusahaan PT Kuala Pangan sendiri atau dilakukan oleh perusahaan atau pihak lain melalui sub-kontrak. Untuk pengiriman dan pendistribusian yang dilakukan oleh pihak PT Kuala Pangan menggunakan fasilitas angkutan truk yang tertutup rapat (menggunakan terpal) atau menggunakan mobil boks milik perusahaan sendiri. Sedangkan pihak lain juga menggunakan fasilitas truk yang tertutup rapat pula. Semua produk yang dikirim dan didistribusikan dikeluarkan dengan prinsip FIFO (Firts In First Out) dan dicatat oleh bagian gudang serta bagian pengendalian mutu (QC).
113
6. Analisis Bahaya dan Penentuan Tindakan Pencegahannya (Langkah Ke-6, Prinsip 1 HACCP) Analisis bahaya merupakan prinsip ke-1 dari 7 (tujuh) prinsip penerapan sistem HACCP. Analisis bahaya adalah proses pengumpulan dan menilai informasi bahaya dan keadaan sampai terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP sesuai dengan SNI 01.4852-1998 (BSN, 1999). Besarnya peluang potensi bahaya untuk bahan baku utama dan bahan pembantu serta bahan tambahan pangan ditetapkan berdasarkan hasil analisis dari laboratorium yang sudah terakreditasi, sedang untuk tahapan proses produksi ditetapkan berdasarkan hasil observasi dan pengamatan catatan yang ada di lapangan. Analisis bahaya dan tindakan pencegahannya dalam penelitian ini dibahas secara khusus dan komprehensif serta difokuskan pada proses produksi mi kering yang dibuat di PT Kuala Pangan. Kajian bahaya terhadap proses produksi mi kering, terutama pada penerimaan bahan baku (bahan baku utama, bahan pembantu utama, dan bahan tambahan pangan) yang digunakan serta tindakan pencegahannya dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan kajian bahaya pada penerimaan bahan baku yang dilakukan, diperoleh bahwa bahaya potensial pada bahan baku yang signifikan yang perlu dikendalikan adalah bahaya biologis berupa kemungkinan adanya bakteri patogen E. coli dan kapang pada tepung terigu; kemungkinan adanya bakteri patogen E. coli, Salmonella, dan Staphylococcus pada tepung telur, serta kemungkinan adanya bakteri patogen E. coli/feacal coli, coliform group dan Salmonella pada air yang digunakan untuk campuran proses produksi ; bahaya kimia berupa cemaran logam-logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), tembaga (Cu) dan cemaran arsen (As) pada bahan baku tepung terigu, garam dan air, serta bahaya fisik berupa potongan benang, tali plastik dan serpihan batu (kerikil) pada tepung terigu dan garam.
114
Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan Langkah Proses/Tahap
Penerimaan bahan baku tepung terigu
Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik) B :Escherichia coli
K : Cemaran logam berat (Pb, Hg, Cu) dan arsen (As) serta residu pestisida
M
M
h
N
Y
Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi - Pada tahap selanjutnya terdapat proses pengukusan pada suhu 90-100oC selama 1,5-2 menit dan proses pengeringan pada suhu 90-100oC selama 25-30 menit - Permintaan jaminan dari pemasok dan pemeriksaan COA bahan baku terigu - Lakukan audit ke pihak supplier - Dilakukan pengujian secara eksternal setiap 6 bulan sekali
l
N
- Inspeksi dan pemeriksaan terhadap bahan baku yang masuk ke perusahaan oleh bagian QC - Pada saat sebelum diproses produksi dilakukan proses pengayakan dengan ayakan ukuran mesh 200
-
-
-
-
- Pihak supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi - Hasil pengujian di laboratorium BBIA : Pb = <0,07 mg/kg; Hg = <0,0005 mg/kg; Cu = <0,02 mg/kg dan As = <0,0002 mg/kg (Memenuhi syarat SNI garam) - Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi - Kontaminasi pada saat penanganan dan distribusi
L
h
N
- Permintaan jaminan dari pemasok/supplier - Inspeksi dan pemeriksaan COA bahan baku garam yang masuk ke perusahan oleh bagian QC - Pengujian secara eksternal setiap 6 bulan sekali
L
l
N
- Pada saat sebelum diproses produksi dilakukan proses pengayakan dengan ayakan ukuran mesh 200
M
m
N
K : Tidak ada
- Hasil pengujian di laboratorium BBIA : Angka lempeng total = 75; E. coli <3, Staphylococcus aereus negatif, Salmonella negatif -
-
-
-
- Pada tahap berikutnya terdapat proses pengukusan dan pengeringan pada suhu 90-100oC selama 25-30 menit -
F : Kotoran
- Pihak supplier kurang memperhatikan lingkungan
L
l
N
B : Tidak ada
K : Cemaran logamlogam berat (Pb, Hg, Cu) dan arsen (As)
Penerimaan bahan baku tepung telur
- Penanganan di supplier kurang higienis - Hasil pengujian di laboratorium BBIA : E. Coli = <3 standar maksimal 10; TPC = 7,3 x 102 < standar maksimal 106 (Memenuhi SNI tepung terigu) - Bahan yang digunakan mungkin terkontaminasi logam berat dan residu pestisida sejak dari proses pertaniannya dan tidak dapat dihilangkan - Hasil pengujian di laboratorium BBIA : Pb = <0,07 mg/kg, batas maksimal 1,00 mg/kg; Cu = 1,22 mg/kg, sedang batas maksimal 10 mg/kg; Hg = <0,0005 mg/kg, batas maksimal 0,005 mg/kg; dan As = <0,0002 mg/kg sedang batas maksimal 0,05 mg/kg (Memenuhi syarat SNI tepung terigu) - Pihak supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi - Hasil pengujian di laboratorium BBIA : parameter benda asing dan serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak tidak ada (negatif) -
Signifikansi bahaya (Y/N)
L
F : Benang, tali plastik, potongan serangga
Penerimaan bahan baku garam
Penyebab/Justifikasi bahaya
Severity (Tingkat keakutan bahaya (h, m, l) m
Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)
F : Potongan benang, tali plastik, pasir, tanah B : Salmonella, Staphyloccocus, E. coli
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC
Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.
115
Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap
Penerimaan BTP natrium karbonat dan kalium karbonat
Penerimaan bahan tambahan pangan (BTP) pewarna tartrazin
Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)
Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi
-
-
-
-
K : Tidak ada cemaran logam berat atau logam lain
- Hasil pemantauan dan pemeriksaan catatan/rekaman di perusahaan, tidak pernah ditemukan/dilaporkan adanya cemaran bahan kimia asing
L
l
N
- Permintaan jaminan dari pemasok dan pemeriksaan COA bahan natrium dan kalium karbonat dari supplier - Audit ke supplier
F : Tidak ada cemaran fisik
-
-
-
-
-
B : Tidak ada
-.
-
-
-
-.
K : Tidak ada
- Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) tartrazin dalam produk pangan diizinkan oleh PerMenKes No. 722/MenKes/Per/IX/88
-
-
-
-
-
-
-
- Permintaan jaminan dari pemasok/supplier - Inspeksi dan pemeriksaan COA bahan pewarna tartrazin yang masuk ke perusahan oleh bagian QC - Penggunaan bahan pewarna tartrazin ini akan dikendalikan penggunaannya pada proses formulasi dan pencampuran adonan -
- Lingkungan tempat pengambilan air dapat tercemar oleh bakteri - Hasil pengujian di laboratorium BBIA : E. coli = negatif; Salmonella = negatif, coliform group = <2 dan air ini layak digunakan untuk produksi - Hasil pengujian di lab BBIA : Pb = <0,0004 mg/kg, Cu = <0,002 mg/kg, Cd = <0,0004 mg/kg, dan As = <0,0004 mg/kg (Memenuhi syarat PerMenKes No. 907/MenKes/SK/VII/2002) - Hasil pengujian di laboratorium BBIA : jml zat padat terlarut = 246 (standar maks. 500 mg/kg) dan kekeruhan = 0,33 (standar maks. 5 NTU).
M
m
Y
- Water treatment dan penyaringan (filtrasi) - Klorinasi air yang dipakai dan penerapan SSOP keamanan air - Pengujian secara eksternal setiap 6 bulan sekali
L
h
N
- Water treatment - Penerapan SSOP keamanan air
L
m
N
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC
B : Tidak ada bakteri
F
Penerimaan bahan pembantu air untuk produksi
Signifikansi bahaya (Y/N)
Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l) -
: Tidak terdapat cemaran fisik
B : E. coli, coliform group Salmonella, Staphyloccocus
K : Cemaran logamlogam berat dan logam lain serta bahan kimia lainnya F : Kotoran/padatan terlarut (Jumlah zat padat terlarut dan kekeruhan)
Penyebab/Justifikasi bahaya
Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)
Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.
116
Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap
Penerimaan bahan pengemas primer plastik jenis PP
Penerimaan bahan pengemas sekunder kotak karton jenis CFB
Penyimpanan bahan-bahan di gudang
Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)
Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi
-
-
-
-
K : Residu bahan kimia additif plastik (plasticizer)
- Cemaran additif plastik dapat migrasi (pindah) dari plastik ke produk pangan dan menyebabkan karsinogenik pada tubuh manusia
L
m
N
- Gunakan plastik food grade - Permintaan jaminan dari pemasok/supplier - Pemeriksaan COA dari pemasok/supplier
F : Debu, kotoran dan benda asing lainnya
- Kontaminasi pada saat penanganan dan penyimpanan di supplier serta saat distribusi kemasan plastik
L
l
N
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC dan personil bagian produksi
B : Tidak ada
-
-
-
-
-
K : Tidak ada
-
-
-
-
-
- Kontaminasi karton pada saat penanganan dan penyimpanan di lingkungan supplier yang tidak bersih
L
l
N
- Binatang atau hewan tersebut dapat menyebabkan kontaminasi silang bakteri pada bahan-bahan yang disimpan di gudang - Sisa residu bahan sanitaiser yang terdapa pada alat yang dipakai dapat mengkontaminasi bahan dicampur - Ruang/gudang penyimpanan tidak bersih
L
m
N
- Inspeksi dan pemeriksaan kotak karton yang masuk ke perusahan oleh bagian QC. - Simpan kemasan sesuai persyaratan GMP - Lakukan pengendalian hama (pest control) dengan tepat
L
m
N
L
m
N
B : Tidak ada
-
-
-
-
K : Tidak ada cemaran bahan kimia F : Benang, tali plastik, potongan serangga
-
-
-
-
-
- Bahan baku tepung terigu dan garam yang digunakan kadang-kadang mengandung cemaran fisik berupa benang, potongan tali plastik dan potongan serangga - Hasil pemantauan dan pemeriksaan catatan/rekaman di perusahaan ditemukan adanya benang, potongan tali plastik dan potongan serangga yang jumlahnya kecil
L
l
N
- Lakukan pengayakan dengan menggunakan alat ayakan ukuran mesh 200 - Cemaran fisik yang diperoleh dipisahkan dan dibuang ke tempat sampah
B : Tidak ada
F : Debu, kotoran yang menempel pada karton B : Tikus, kecoa, lalat dan serangga K : Residu bahan sanitaiser F : Debu, kotoran
Pengayakan Tepung terigu dan garam
Signifikansi bahaya (Y/N)
Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l) -
Penyebab/Justifikasi bahaya
Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)
- Gunakan sanitaiser yang diizinkan pemerintah - Gunakan dosis yang tepat - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC - Penyimpanan sesuai dengan SOP dan GMP -
Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.
117
Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap
Penimbangan bahan baku dan bahan lainnya untuk persiapan formulasi
Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)
- Adanya kontaminasi bakteri dari alat dan personil yang menangani penimbangan bahan baku dan bahan lainnya
M
-
-
-
-
L
l
N
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC dan bagian produksi - Lakukan pembersihan
-
-
-
-
-
: residu bahan sanitaiser F : Debu, kotoran
- Penggunaan bahan sanitaiser untuk sanitasi alat yang digunakan dalam pembuatan larutan alkali - Kontaminasi pada alat yang digunakan saat penanganan
L
m
N
L
l
N
B : Bakteri Salmonella, Staphylococcus, biofilm
- Kontaminasi dari alat yang dipakai dan personil yang melakukan pencampuran dan formulasi pada bahan adonan
M
m
N
K : Residu bahan sanitaiser dan BTP
- Sisa residu bahan sanitaiser yang tersisa pada alat dapat mengkontaminasi bahan yang dicampur - Dosis BTP yang digunakan untuk formulasi tidak sesuai dengan PerMenKes No. 722/MenKes/Per./IX/88 - Kontaminasi alat dari lingkungan produksi
L
m
N
L
m
N
- Kontaminasi pada bahan adonan yang dibuat dan dari alat yang digunakan untuk pengepresan (roll press) - Adanya sisa kerak adonan dapat menimbulkan bakteri biofilm
M
m
N
-
-
-
-
- Gunakan bahan sanitaiser yang diizinkan - Gunakan dosis sanitaiser yang tepat - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagain QC. - Lakukan pembersihan - SSOP Sanitasi alat dan SSOP (kesehatan dan Higiene karyawan) - Pada tahap berikutnya ada proses pengukusan dan pengeringan - Gunakan sanitaiser yang diizinkan pemerintah - Gunakan dosis yang tepat - Gunakan dosis penggunaan BTP dengan tepat dan lakukan pemeriksaan oleh bagian QC - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan - Penerapan SSOP kebersihan permukaan alat yang kontak dengan bahan pangan - SSOPencegahan Kontaminasi silang - Pada tahap berikutnya ada proses pengukusan dan pengeringan -
-Adanya kerak adonan yang menempel pada alat pengepres
L
l
N
B
: Staphylococcus, Salmonella
B : Tidak ada
K
Pencampuran dan formulasi adonan mi (Mixing)
F : Debu, kotoran Pengepresan dengan roll press (Pressing)
Penyebab/Justifikasi bahaya
K : Tidak ada F : Debu, kotoran
Pembuatan larutan alkali
Signifikansi bahaya (Y/N)
Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l) m
B : Bakteri Salmonella, Staphylococcus, biofilm
K : Tidak ada F : Sisa kerak adonan mi
Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)
-
Kontaminasi penimbangan
pada
alat
yang
digunakan
dalam
N
Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi - Penerapan SSOP dan GMP dengan benar - SSOP (Kesehatan dan Higiene pekerja) - Pada tahap selanjutnya ada proses pengukusan dan pengeringan -
- Pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan (SSOP Sanitasi)
Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.
118
Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap
Pencetakan untaian pita mi (Slitting)
Pengukusan mi pada suhu 90-100oC selama 1,5-2 menit (Steaming)
Pendinginan mi hasil pengukusan (Cooling)
Pemotongan untaian pita mi (Cutting)
Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)
Signifikansi bahaya (Y/N)
M
K : Tidak ada
- Adanya kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan bahan baku yang digunakan (terigu, tepung telur, air) dan dari alat yang digunakan serta personil yang menanganinya -
Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l) m
-
-
-
F : Debu, kotoran
-
dalam
L
l
N
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC dan bagian produksi - Lakukan pembersihan
B : Bakteri Salmonella Staphylococcus,
- Adanya kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan baku tepung terigu, tepung telur dan air minum yang digunakan dalam proses produksi
M
m
N
K
L
m
N
L
l
N
B : Bakteri Salmonella, Staphylococcus, biofilm K : Tidak ada
- Adanya sisa residu bahan sanitaiser pada alat conveyor yang digunakan dalam pengeringan - Kontaminasi pada alat conveyor yang digunakan untuk proses pengukusan - Kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan adonan dan dari alat yang dipakai serta personil yang melakukan menanganai pendinginan -
M
m
N
-
-
-
- SSOP (Sanitasi alat) dan SSOP (Kesehatan dan Higiene pekerja) - Kontrol suhu pengukusan secara periodik setiap 4 jam sekali - Dilakukan pengeringan pada tahap selanjutnya. - Gunakan bahan sanitaiser yang diizinkan - Gunakan dosis sanitaiser yang tepat - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagain QC. - Lakukan pembersihan - SSOP Sanitasi alat dan SSOP (kesehatan dan Higiene karyawan) - Pada tahap berikutnya ada pengeringan -
F : Debu, kotoran
- Kontaminasi dari alat kipas dan lingkungan produksi
L
m
N
B : Bakteri Salmonella, Staphylococcus, biofilm
- Kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan adonan yang dibuat dan alat yang digunakan untuk pemotongan untaian mi - Adanya sisa kerak adonan yang terdapat pada cutter
M
m
N
K
- Adanya kontaminasi sisa residu bahan sanitaiser pada alat pisau cutter yang digunakan
L
l
N
-Adanya kerak adonan yang menempel pada alat cutter
L
l
N
B
: Staphylococcus, Salmonella, biofilm
: residu bahan sanitaiser F : Debu, kotoran
: residu sanitaiser
bahan
F : sisa kerak adonan
Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)
Penyebab/Justifikasi bahaya
Kontaminasi pencetakan
pada
alat
yang
digunakan
N
Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi - Penerapan SSOP dan GMP dengan benar - SSOP (Kesehatan dan Higiene pekerja) - Pada tahap selanjutnya ada proses pengukusan dan pengeringan -
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan - Penerapan SSOP kebersihan permukaan alat yang kontak dengan bahan pangan - SSOPencegahan Kontaminasi silang - Pada tahap berikutnya ada proses pengukusan dan pengeringan - Gunakan bahan sanitaiser yang diizinkan dan - Gunakan dosis sanitaiser yang tepat - Pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan (SSOP Sanitasi)
Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.
119
Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan)
- Adanya kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan bahan baku yang digunakan (terigu, tepung telur, air) dan dari alat yang digunakan serta personil yang menanganinya. Bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit pada manusia
H
-
-
-
-
F : Debu, kotoran
- Kontaminasi pada alat conveyor di dalam alat pengering yang digunakan
L
l
N
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC dan bagian produksi - Lakukan pembersihan
Pendinginan dengan kipas angin selama 2-3 menit (Cooling)
B : Bakteri Salmonella Staphylococcus, K : Tidak ada
- Kontaminasi bakteri yang berasal dari alat pendingin dan kipas yang digunakan serta dari lingkungan -
M
m
N
-
-
-
- SSOP (Sanitasi alat dan lingkungan) -
F : Debu, kotoran
L
l
N
Pengemasan dengan plastik jenis PP (Kemasan Primer)
B : Bakteri Salmonella, Staphylococcus, E. coli
- Kontaminasi pada alat kipas (blower) yang digunakan untuk proses pendinginan - Kemasan yang bocor dapat menyebabkan adanya kontaminasi bakteri ke produk mi kering sehingga daya awet menjadi kurang - Kontaminasi yang berasal dari alat dan personil yang menangani pengemasan
M
m
N
- Kontaminasi residu bahan aditif sebagai akibat adanya migrasi aditif tersebut ke produk mi kering
L
m
N
- Kontaminasi pada alat dari lingkungan
M
l
N
Pengeringan di dalam oven pada suhu 90100oC selama 25-30 menit (Drying)
Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)
Signifikansi bahaya (Y/N)
Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l) h
Langkah Proses/Tahap
B
: Staphylococcus, Salmonella, biofilm
K : Tidak ada
Y
Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi - Set suhu dan waktu yang diinginkan - Kontrol suhu secara periodik setiap 2 jam sekali - Lakukan kalibrasi thermometer/thermocouple secara berkala 2 bulan sekali menggunakan thermometer master yang sudah dikalibrasi - SSOP (Sanitasi alat) dan SSOP (Kesehatan dan Higiene karyawan) -
B : Tidak ada
-
-
-
-
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagain QC. - Lakukan pembersihan - SSOP Sanitasi alat dan SSOP (kesehatan dan Higiene karyawan) - Periksa adanya kebocoran kemasan plastik setiap 2 jam sekali - Pada tahap berikutnya ada proses pemasakan/ pemanasan produk mi oleh pihak konsumen - Gunakan bahan pengemas yang food grade - Penerapan SSOP (Sanitasi alat) dan SSOP (Kesehatan dan Higiene karyawan) dengan benar - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan -
K : Tidak ada
-
-
-
-
-
L
L
N
- Pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan (SSOP Kebersihan dan Sanitasi)
K : Residu bahan aditif plastik (plastizicer, dan lain-lain) F : Debu, kotoran Pengemasan dengan kotak karton (Kemasan sekunder)
Penyebab/Justifikasi bahaya
Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)
F : Debu, kotoran
- Kontaminasi debu dan kotoran pada karton
Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.
120
Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap
Penyimpanan produk mi kering di gudang
Pengiriman dan Pendistribusi an produk mi
Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)
Signifikansi bahaya (Y/N)
L
K : Tidak ada
- Binatang atau hewan tersebut dapat menyebabkan kontaminasi silang bakteri pada bahan-bahan yang disimpan di gudang -
Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l) M
-
-
-
F : Debu, kotoran
- Ruang/gudang penyimpanan tidak bersih
L
l
N
- Penerapan SSOP pencegahan kontaminasi silang (Pembersihan) - Inspeksi oleh bagian QC dan lakukan pembersihan
B
: Tikus, serangga
kecoa,
Penyebab/Justifikasi bahaya
Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)
N
Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi - Lakukan pengendalian hama dengan tepat - Gunakan denah (lay out) untuk pengendalian hama - Penyimpanan dilakukan dengan prinsip FIFO -
B : Tidak ada
-
-
-
-
K : Tidak ada
-
-
-
-
-
F : Tidak ada
-
-
-
-
-
Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.
121
Mengacu pada panduan penetapan langkah pengendalian dan tindakan pencegahannya dalam SNI 01.4852-1998 (BSN, 1998) serta pedoman BSN 1004 : 2002 (BSN, 2002), yaitu berdasarkan dampak langkah pengendalian terhadap tingkat peluang bahaya atau frekuensi kejadian, tingkat keparahan bahaya (severity) pada kesehatan konsumen dan kebutuhan untuk monitoring; maka bahaya biologi berupa bakteri patogen (E.coli, Salmonella, Staphylococcus), dan bakteri bentuk coli/coliform group, yang ada pada bahan baku tepung terigu, tepung telur dan air tidak perlu dikendalikan dalam HACCP Plan tetapi perlu dikendalikan dengan SSOP dan penerapan GMP. Begitu pula dengan bahaya kimia berupa cemaran logam-logam (Pb, Hg, Cu) dan cemaran arsen (As) pada bahan baku tepung terigu dan garam tidak perlu dikendalikan dalam rencana HACCP tetapi perlu dikendalikan sebagai control point (CP); sedang bahan tambahan pangan natrium karbonat dan kalium karbonat serta tartrazin CI 19140 juga tidak perlu dikendalikan dalam HACCP Plan, tetapi perlu dikendalikan sebagai control point (CP) dengan SSOP dan penerapan GMP. Tindakan pencegahan bahaya/pengendalian bahaya biologi berupa bakteri patogen (E. coli) dan kapang pada tepung terigu dapat dilakukan dengan cara : (1) Penetapan spesifikasi sesuai dengan persyaratan SNI tepung terigu (SNI 01.3751-2006) dimana ditetapkan bahwa kandungan E coli maksimal 10 koloni/g, angka lempeng total maksimal 106 koloni/g dan kapang maksimal 104 koloni/g; (2) Permintaan jaminan dari pihak pemasok /supplier melalui pemeriksaan/pengecekan Certificate of Analysis (COA) setiap kedatangan tepung terigu di perusahaan; dan (3) Pengujian eksternal bahan baku tepung terigu secara berkala setiap 6 bulan sekali sesuai dengan persyaratan SNI 01.3751-2006. Bila bahan baku tepung terigu yang diterima tersebut ternyata tidak sesuai dengan COA dan spesifikasi perusahaan, maka bahan tepung terigu itu ditolak dan dikembalikan kepada pihak pemasok. Sedang tindakan pencegahan/ pengendalian bahaya biologis berupa bakteri patogen (E.coli, Salmonella, Staphylococcus) pada bahan baku tepung telur dilakukan dengan cara : (1) Penetapan spesifikasi sesuai dengan standar mutu tepung telur menurut FDA-USA dimana ditetapkan kandungan bakteri coli maksimal 10 koloni/g, Salmonella harus negatif, Staphylococcus negatif atau nol, dan angka lempeng total (TPC) maksimal 106 koloni/g; (2) Permintaan jaminan dari pihak pemasok/supplier melalui pemeriksaan/ pengecekan Certificate of Analysis (COA) setiap
122
kedatangan tepung telur di perusahaan; dan Pengujian eksternal bahan baku tepung telur secara berkala setiap 6 bulan sekali sesuai dengan persyaratan standar FDA-USA. Bila bahan baku tepung telur yang diterima tersebut, ternyata tidak sesuai dengan COA dan spesifikasi perusahaan, maka bahan tepung telur itu ditolak dan dikembalikan kepada pihak pemasok. Tindakan pencegahan/pengendalian bahaya biologi berupa bakteri (E. coli/feacal coli, coliform group, dan Salmonella pada air yang digunakan untuk campuran produksi dilakukan dengan cara : (1) Penerapan SSOP keamanan air yang mengacu sesuai dengan persyaratan kualitas air minum menurut PerMenKes No. 907/MenKes/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002, dimana ditetapkan kandungan E. coli/feacal coli, coliform group dan Salmonella harus negatif atau nol; (2) Pemeriksaan dan pemantauan kualitas yang digunakan oleh perusahaan secara berkala setiap 1 bulan sekali; dan (3) Pengujian kualitas air minum yang digunakan/dipakai secara eksternal sesuai PerMenKes No. 907/MenKes/SK/VII/2002 di laboratorium yang sudah terakreditasi setiap 6 bulan sekali. Tindakan pencegahan/pengendalian bahaya kimia berupa cemaran logam-logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), tembaga (Cu) dan cemaran arsen (As) pada tepung terigu dilakukan dengan cara : (1) Penetapan spesifikasi sesuai dengan persyaratan SNI tepung terigu (SNI 01.3751-2006) dimana ditetapkan bahwa kandungan timbal (Pb) maksimal 1,00 mg/kg; merkuri (Hg) maksimal 0,05 mg/kg, tembaga (Cu) maksimal 10,0 mg/kg dan cemaran arsen (As) maksimal 0,50 mg/kg; (2) Permintaan jaminan dari pemasok/supplier melalui pemeriksaan certificate of analysis (COA) setiap kali kedatangan tepung terigu di perusahaan; dan (3) Pengujian keamanan dan mutu tepung terigu secara eksternal sesuai dengan SNI 01.3751-2006 setiap 6 bulan sekali. Bila bahan baku tepung terigu yang diterima di perusahaan tersebut tidak sesuai COA dan spesifikasi perusahan, maka bahan tepung terigu itu ditolak dan dikembalikan kepada pihak pemasok/supplier. Tindakan pencegahan/pengendalian bahaya kimia berupa cemaran logam-logam berat (Pb, Hg, Cu) dan cemaran arsen (As) pada bahan pembantu garam dilakukan dengan cara : (1) Penetapan spesifikasi sesuai dengan persyaratan garam konsumsi beryodium (SNI 01.3556-2000) dimana ditetapkan bahwa kandungan timbal (Pb) maksimal 1,0 mg/kg; merkuri (Hg) maksimal 0,1 mg/kg; tembaga (Cu) maksimal 10
123
mg/kg dan arsen (As) maksimal 0,1 mg/kg; (2) Permintaan jaminan dari pihak pemasok melalui pemeriksaan COA setiap 6 kali kedatangan bahan baku garam di perusahaan; dan (3) Pengujian keamanan dan mutu garam secara eksternal sesuai dengan SNI 01.35562000 setiap 6 bulan sekali. Bila diketahui bahwa bahan baku garam yang diterima di perusahaan tersebut tidak sesuai dengan COA dan spesifikasi perusahan, maka bahan baku garam itu ditolak dan dikembalikan kepada pihak pemasok/supplier. Dalam melakukan kajian bahaya yang potensial pada penerimaan bahan baku (bahan baku utama, bahan pembantu utama dan bahan tambahan pangan) untuk produksi mi kering terhadap keamanan pangan telah dilakukan pengujian beberapa parameter keamanan pangan dan parameter mutu bahan baku untuk produksi mi kering yang digunakan oleh perusahaan PT Kuala Pangan. Bahan baku utama tepung terigu, tepung telur, garam dan air yang diuji, yaitu kandungan cemaran mikroba, logam berat dan arsen, dan cemaran fisik serta dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh regulasi pemerintah; yakni SNI 01.3751-2006 (Untuk tepung terigu), Standar tepung telur menurut FDA-USA, SNI 01.3556-2000 (Untuk garam), dan Standar kualitas air menurut PerMenKes No. 907/MenKes/SK/Per./VII/2002 dengan hasil sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 27, 28, 29 dan Tabel 30. Tabel 27. Hasil Pengujian Cemaran Fisik, Kimia dan Mikroba Pada Tepung Terigu (*) Parameter Cemaran Fisik - Benda asing - Serangga dalam bentuk stadia dan potongan-potongannya Cemaran logam - Timbal (Pb) - Merkuri (Hg) - Tembaga (Cu) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba - Angka lempeng total (ALT) - E. coli - Kapang
Satuan
Hasil Pengujian
SNI 01.3751-2006
-
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
< 0,007 < 0,0005 <2 < 0,0002
Maksimal 1,00 Maksimal 0,05 Maksimal 10,0 Maksimal 0,50
Koloni/g Koloni/g Koloni/g
7,3 x 102 <2 10
106 10 104
(*) Hasil pengujian 1 kali.
124
Tabel 28. Hasil Pengujian Cemaran Fisik, Kimia dan Mikroba Pada Tepung Telur (*) Parameter Kadar air Cemaran Mikroba - Angka lempeng total (ALT) - E. coli - Salmonella - Staphylococcus aureus
Satuan % (b/b)
Hasil Pengujian 5,36
Koloni/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g
75 <3 negatif 0
Standar FDA-USA Maksimal 5,0 Maksimal 25 x 103 Maksimal 10 Negatif Negatif
(*) Hasil pengujian 1 kali.
Tabel 29. Hasil Pengujian Cemaran Fisik dan Kimia Pada Garam Konsumsi Beryodium (*) Parameter Kadar air NaCl (Dihitung dari jumlah klorida) Iodium (Dihitung sebagai KIO3) Cemaran Logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Raksa (Hg) Cemaran arsen (As)
Satuan % (b/b) % (b/b) % (b/b)
Hasil Pengujian 0,28 99,6 40,92
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
< 0,07 < 0,02 < 0,0005 < 0,0002
SNI 01.3556-2000 Maksimal 7,0 Minimal 94,7 Minimal 30,0 Maksimal 1,0 Maksimal 10,0 Maksimal 0,1 Maksimal 0,1
(*) Hasil pengujian 1 kali.
Tabel 30. Hasil Pengujian Cemaran Fisik , Kimia dan Mikroba Pada Air (*) Parameter Cemaran Fisik - Kekeruhan - Jumlah zat padat terlarut Cemaran logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Raksa (Hg) - Kadmium (Cd) Cemaran arsen Cemaran Mikroba - E. coli/feacal coli - Angka lempeng total (ALT) - Salmonella - C. perfringens
Satuan % (b/b) NTU mg/l
Hasil Pengujian
SNI 01.3556-2000
0,33 246
Maksimal 5,0 Maksimal 1000
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
< 0,0004 < 0,002 < 0,0003 < 0,0004 < 0,004
Maksimal 0,005 Maksimal 0,50 Maksimal 0,001 Maksimal 0,005 Maksimal 0,05
Koloni/100 ml Koloni/100 ml Koloni/100 ml Koloni/ 100 ml
<1 < 10 negatif negatif
0 1,0 x 102 Negatif Negatif
(*) Hasil pengujian 1 kali.
Berdasarkan data pengujian beberapa paremeter keamanan pangan dan mutu bahan baku (tepung terigu, tepung telur, garam, air) untuk produksi mi kering yang telah dilakukan, maka bahan baku tersebut umumnya memenuhi standar persyaratan yang ditetapkan oleh regulasi pemerintah Indonesia atau regulasi dari negara lain. Namun
125
demikian, mengingat bahan baku tepung terigu, tepung telur, garam dan air merupakan hasil pertanian, peternakan, kelautan dan pertambangan, maka kandungan cemaran di atas perlu dimonitor untuk setiap bahan baku yang digunakan dalam proses produksi mi kering guna memastikan bahwa cemaran tersebut di bawah standar yang ditetapkan. Bahaya potensial terhadap keamanan pangan dari mi kering yang perlu dicermati adalah kandungan cemaran logam berat dan cemaran arsen. Hal ini disebabkan dalam proses produksi mi kering tidak ada proses yang didesain khusus untuk menghilangkan bahaya ini sehingga cemaran ini tidak bisa dihilangkan selama proses produksi mi kering. Dengan demikian, jika cemaran logam-logam berat dan cemaran arsen ada dalam bahan baku (tepung terigu dan garam) terdapat dalam jumlah yang melebihi standar yang telah ditetapkan oleh regulasi pemerintah, maka kemungkinan besar produk mi kering yang dihasilkan juga akan mengandung bahaya ini dalam jumlah melebihi standar yang ditetapkan untuk produk mi kering. Oleh karenanya, akan membahayakan konsumen yang menggunakan produk tersebut. Dengan demikian, jaminan dari pemasok/supplier dan pemeriksaan Certificate of Analysis (COA) dari pemasok sangat penting untuk diperhatikan oleh perusahaan. Untuk cemaran mikroba, mengingat tepung terigu, tepung telur dan air adalah bahan baku alam, maka cemaran mikroba pasti ada. Namun, karena dalam proses pembuatan/pengolahan tepung terigu terdapat cara perlakuan pengeringan dengan oven pengering dan pemutihan (bleaching), sedang dalam proses pembuatan tepung telur kuning terdapat proses pemanasan dan dalam pengolahan air terdapat proses penyaringan dan desinfektan (klorinasi); maka cemaran mikroba akan diminimalkan. Secara umum dan ringkas, proses pembuatan tepung terigu adalah : penerimaan bahan baku biji terigu, pengeringan dengan panas dari oven pengering (suhu 65-70oC), pemisahan dan pengayakan untuk menghilangkan batu, potongan tangkai dan bendabenda asing berat, penghilangan benda-benda asing ringan dengan hembusan udara, penghilangan benda-benda logam/metal dengan magnet; selanjutnya diblending dan digiling (grinding), pengayakan terigu hasil penggilingan, perlakuan pemutihan (bleaching) dan akhirnya dikemas atau bagging (FAO, 1981 ; Lenovich, 1992). Pada prinsipnya, proses pembuatan tepung telur kuning dilakukan dengan metode pengering semprot (spray drying). Kuning telur yang telah dipisah dari putih telur mula-
126
mula dipanaskan terlebih dulu pada suhu antara 65-70oC. Proses ini merupakan pemanasan pendahuluan dengan maksud pengeringan selanjutnya tidak terjadi perubahan suhu secara tiba-tiba (Sarwono, 1994). Setelah itu, diletakkan pada ruangan panas bersuhu 150-160oC dengan cara menyemprotkan bahan dengan nosel bertekanan 3.000. psl, sehingga diperoleh tepung telur dengan kadar air sekitar 3-5% (Sirait, 1986). Lebih lanjut dikatakan bahwa pengeringan juga bertujuan untuk mencegah aktivitas bakteri dan jamur, memperpanjang daya simpan, mengurangi ruangan penyimpanan, serta mempermudah penanganan dan tranposrtasi. Secara umum, pengolahan air yang dilakukan di PT Kuala Pangan menggunakan SSOP keamanan air, yaitu : pengendapan (sedimentasi), penyaringan (filtrasi), dan pembasmian mikroba/bakteri dengan desinfektan, penghilangan mineral terlarut, dan pengujian kualitas air minum sesuai dengan persyaratan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang tertuang dalam PerMenKes No. 907/MenKes/SK/Per./VII/2002. Pengendapan dilakukan dengan menggunakan koagulan aluminium sulfat dan ferro sulfat dan ditambahkan soda abu (Na2CO3) agar kerja koagulan efektif. Selanjutnya dilakukan penyaringan partikel-partikel yang berukuran kecil dengan pasir berukuran 0,4-0,6 mm terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan perlakuan untuk menghilangkan bau, rasa dan warna dengan filter arang/karbon aktif. Kemudian, dilanjutkan dengan tahap desinfeksi air dengan menggunakan senyawa klorin dengan konsentrasi 5-7 ppm (part per million), dan selanjutnya dilakukan proses penghilangan mineral terlarut dengan cara proses pertukaran ion. Air yang diolah disimpan dalam tangki penyimpan, selanjutnya digunakan untuk proses produksi. Sebelum digunakan, air tersebut perlu dilakukan pengujian oleh bagian QC dan teknik setiap sebulan sekali. Bahan baku (tepung terigu, tepung telur dan air) yang dipakai di PT Kuala Pangan adalah berasal dari cara-cara pengolahan yang telah diuraikan di atas. Bila dikaji lebih lanjut, bahan baku tepung terigu komposisi nutrisinya relatif tidak mendukung pertumbuhan mikroba, berbentuk kering dan padat dengan kadar air sekitar 8-10% sehingga mempunyai aw (aktifitas air) yang rendah yaitu sekitar 0,81. Bahan baku garam konsumsi beryodium komposisinya terdiri dari senyawa natrium klorida (NaCl) dengan kadar NaCl sekitar 95 persen dan berfungsi sebagai bahan pengawet karena garam tersebut akan menarik air dan menurunkan nilai aw produk pangan sehingga mikroba
127
tidak akan dapat tumbuh dan berkembang. Sedang bahan baku tepung telur komposisi nutrisinya relatif lebih mendukung pertumbuhan mikroba patogen seperti E. coli, Salmonella, dan Staphylococcus karena kandungan proteinnya yang tinggi; namun karena dalam kondisi berbentuk tepung, padat dan kadar air yang rendah menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, bahan baku tepung telur ini harus disimpan di gudang kering atau gudang yang suhu ruangannya terkendali/terkontrol. Berdasarkan proses pembuatan tepung terigu, tepung telur dan air di atas, terlihat bahwa selama proses produksi; tepung terigu telah mengalami proses pengeringan (6070oC) dan bleaching, tepung telur telah mengalami dua kali proses pemanasan pada suhu tinggi, dan air telah mengalami pengolahan yang memadai; maka cemaran-cemaran mikroba pada bahan-bahan yang digunakan tersebut dapat diminimalkan. Disamping itu, karena pada proses produksi tahap berikutnya; bahaya biologis tersebut dapat dihilangkan atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima melalui tahapan proses produksi mi, yaitu pada tahap pengukusan (pemasakan) mi pada suhu 90-100 oC selama 1,5-2 menit dan pada tahap pengeringan mi pada suhu 90-100 oC selama 25-30 menit. Proses produksi mi kering di PT Kuala Pangan dilakukan dengan sistem terbuka dan sistem tertutup, mulai dari tahap penimbangan bahan baku dan pencampuran hingga produk jadi, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi silang yang disebabkan oleh lingkungan dan manusia dapat diminimalkan. Seluruh peralatan yang kontak dengan bahan baku dan produk terbuat dari bahan anti karat atau stainless steel dan material lain yang food grade sehingga tidak menimbulkan kontaminasi produk. Untuk menghilangkan cemaran fisik benda padat (potongan plastik, benang, potongan serangga) yang mungkin terdapat dalam bahan baku khususnya tepung terigu dan garam maupun selama proses produksi berlangsung, dilakukan filtrasi (penyaringan) terhadap bahan baku dengan media filter 200 mesh. Kemungkinan kontaminasi yang masih ada adalah pada saat penimbangan bahan baku, pencampuran, pembuatan adonan, pembentukan adonan mi menjadi lembaran adonan dengan roll pres, pembentukan untaian mi, pendinginan setelah pengukusan, proses pemotongan mi, dan pengemasan produk mi kering; dimana pada tahap-tahap tersebut peralatan, bahan baku dan produk kontak dengan udara sekitar dan juga
128
penanganan pekerja. Hal ini dapat diminimalkan dengan cara menerapkan SSOP (Sanitasi alat) dan SSOP (Kesehatan dan Higiene Karyawan). Untuk memastikan higinitas dari produk mi yang dihasilkan, maka penerapan GMP untuk aspek personil yang menangani proses penimbangan, pencampuran dan pembuatan adonan, serta pembentukan adonan dan pengemasan harus dilakukan secara disiplin dan efektif. Hal lain yang perlu dipantau secara rutin adalah hasil sanitasi peralatan yang akan digunakan untuk produksi. Mengingat peralatan yang digunakan ada yang sistem terbuka dan ada yang sistem tertutup, serta pembersihan dan sanitasi peralatan yang sistem tertutup dilakukan secara CIP (Cleaning In Place), maka bagianbagian tertentu yang diperkirakan pembersihan dan sanitasinya kurang sempurna (misalnya : titik-titik kelola, sambungan, dan lain-lain) perlu medapat perhatian sendiri selama monitoring hasil pembersihan dan sanitasi peralatan. Kajian bahaya (analisis bahaya) terhadap proses produksi mi kering serta tindakan pencegahannya secara lengkap setelah tahap penerimaan bahan baku dapat dilihat pula pada Tabel 26. Berdasarkan kajian bahaya tahapan proses yang telah dilakukan, diperoleh bahwa bahaya potensial pada tahapan proses yang signifikan yang perlu dikendalikan adalah : (1) Tahap proses pengayakan khususnya bahan baku tepung terigu dan garam, yaitu kemungkinan adanya bahaya fisik berupa potongan benang, plastik, pasir dan kerikil; (2) Tahap proses penimbangan bahan baku tepung terigu, garam, tepung telur dan air berupa kemungkinan kontaminasi bakteri patogen dari pekerja/karyawan; (3) Tahap proses pencampuran dan formulasi pembuatan adonan mi,
pembentukan lembaran
adonan dengan alat roll press, pembentukan untaian kembang mi (slitting) dan pemotongan mi (cutting), yaitu berupa kemungkinan adanya kontaminasi bakteri patogen (bahaya biologi) berupa bakteri Salmonella, Staphylococcus, E. coli, dan biofilm pada unit mesin pencampur (mixer), pengepres (roll press) dan pembentuk kembang mi (slitter); (4) Tahap proses pengeringan mi pada suhu 90-100oC selama 25-30 menit berupa bahaya biologi bakteri patogen E. coli, Salmonella dan Staphylococcus yang berasal dari bahan baku serta kontaminasi dari alat yang digunakan; (5) Tahap proses pendinginan berupa bahaya biologi bakteri yang diakibatkan proses pendinginannya tidak sempurna sehingga ada air yang mengembun setelah dikemas dan menyebabkan timbulnya jamur dan bakteri perusak; (6) Tahap proses pengemasan berupa bahaya
129
biologi bakteri patogen yang diakibatkan dari kontaminasi perkerja maupun kebocoran pengemas plastik yang digunakan; dan (7) Tahap proses penyimpanan produk mi di gudang penyimpanan kering berupa bahaya biologis berupa kontaminasi penyakit pes yang diakibatkan oleh binatang pengerat tikus, kecoa, dan serangga. Hasil pengujian cemaran mikroba dari beberapa produk mi kering yang dihasilkan oleh PT Kuala Pangan menunjukkan bahwa kandungan yang negatif dari bakteri patogen yang diuji yaitu Salmonella, E. coli dan Staphylococcus dan kapang. Sedangkan jumlah angka lempeng total (ALT) menunjukkan sebagian besar <103 koloni per gram, meskipun ada beberapa yang angka lempeng totalnya mencapai 104 koloni/gram tapi masih di bawah batas maksimal yang dipersyaratkan sebesar 106 koloni/gram. Data analisis kapang sebagian besar menunjukkan negatif walaupun ada beberapa yang menunjukkan positif. Data ini menunjukkan bahwa cemaran mikroba yang ada dalam produk mi kering bukan merupakan suatu bahaya potensial bagi keamanan produk mi kering yang dihasilkan oleh PT Kuala Pangan. Namun demikian, karena bahan baku yang digunakan untuk produksi mi kering adalah bahan alam, yaitu tepung terigu (hasil pertanian), tepung telur (hasil peternakan), garam (hasil kelautan), air (hasil pertambangan), dan meskipun proses produksinya ada proses pemasakan (pengukusan dan pengeringan), maka pemeriksaan cemaran mikroba untuk setiap hasil produksi mi kering tetap perlu dilakukan untuk memastikan bahwa cemaran mikroba yang ada dalam produk mi kering berada dalam jumlah yang aman untuk dikonsumsi. Jumlah angka lempeng total, termasuk kapang adalah merupakan salah satu parameter mutu, bukan merupakan suatu bahaya keamanan pangan, yang mana tinggi rendahnya jumlah angka lempeng total ini akan mempengaruhi umur simpan (daya simpan) dari produk mi kering. Semakin tinggi jumlah angka lempeng total ini, maka kemungkinan besar umur simpan produk akan menjadi semakin pendek. Upaya untuk memperkecil jumlah angka lempeng total ini bisa dilakukan dengan menerapkan GMP dan SSOP secara konsisten.
130
Produk mi kering yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki kadar air 8-10%, dengan aw rata-rata sekitar 0,81 ; maka sebagian besar bakteri pertumbuhannya akan terhambat. Hampir semua aktivitas mikroba akan dihambat pada aw dibawah 0,6; sebagian besar kapang dihambat pada aw di bawah 0,7 ; sedang sebagian besar khamir dihambat pada aw di bawah 0,8 dan sebagian besar bakteri dihambat pada aw di bawah 0,9 (Fellows, 2000). Oleh karenanya, jika diinginkan produk yang lebih stabil dengan umur simpan yang lama, maka dalam pengembangan produk mi kering ke depan di perusahaan perlu dipertimbangkan untuk mendesain agar produk memiliki aw 0,7. Pengujian cemaran logam berat dan arsen pada produk mi kering yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 31. Berdasarkan data pengujian cemaran logam berat dan arsen pada produk mi kering yang dihasilkan oleh PT Kuala Pangan tersebut menunjukkan bahwa cemaran logam berat dan arsen masih dalam batas di bawah standar yang ada. Namun demikian, mengingat cemaran logam berat dan arsen ini, bergantung pada bahan baku (tepung terigu, garam, dan air) yang digunakan; maka monitoring kandungan cemaran logam berat dan arsen pada bahan baku yang digunakan sangat diperlukan untuk memastikan keamanan produk mi kering yang dihasilkan. Pemeriksaan kandungan logam berat dan arsen pada produk mi kering dapat dilakukan dengan interval waktu tertentu, disarankan 6 bulan sekali. Hal ini karena kandungan logam berat dan arsen sudah dipastikan pada setiap penerimaan bahan bakunya dan selama proses produksi tidak ada kemungkinan penambahan atau kontaminasi bahaya ini.
Tabel 31. Hasil Pengujian Cemaran Logam Berat dan Arsen Produk Mi Kering (*) Parameter
Satuan
Hasil Pengujian
* Cemaran logam - Timbal (Pb) - Merkuri (Hg) - Tembaga (Cu) - Seng (Zn) * Cemaran arsen (As)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
< 0,05 < 0,0005 <2 <5 < 0,06
Syarat Mutu SNI 01.2974-1992 Mi Kering Maksimal Maksimal Maksimal Maksimal Maksimal
1,0 0,0005 10,0 40 0,5
(*) Hasil pengujian produk 1 kali.
131
7. Menentukan Titik Kendali Kritis atau Critical Control Point (Langkah Ke-7, Prinsip 2 HACCP) Identifikasi penentuan titik kendali kritis atau critical control point (CCP) pada proses produksi mi kering di PT Kuala Pangan mulai dari penerimaan bahan baku, bahan penolong/pembantu, bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan pengemas hingga pengiriman dan distribusi produk mi kering dapat dilihat pada Tabel 32. Berdasarkan identifikasi dan kajian bahaya pada penerimaan bahan baku pembuatan mi kering (bahan baku utama, bahan pembantu utama dan bahan tambahan pangan, dan bahan pengemas) yang telah dilakukan, diperoleh bahwa bahaya potensial pada tahap penerimaan bahan baku tersebut yang signifikan dan perlu dikendalikan adalah : (1) Bahan baku tepung terigu, yaitu pada bahaya biologi berupa kemungkinan adanya bakteri patogen (E. coli, coliform, t) dan kapang, bahaya kimia (berupa cemaran logam berat dan arsen); (2) Bahan baku ”garam”, yaitu pada bahaya kimia (cemaran logam berat dan arsen); (3) Tepung telur, yaitu pada bahaya biologi berupa kemungkinan adanya bakteri patogen (E. coli, Salmonella, Staphylococcus) dan kapang; dan (4) Air untuk bahan campuran dalam produksi yang memiliki bahaya biologi berupa kemungkinan adanya bakteri patogen (E. coli/feacal coli, coliform), dan angka lempeng total serta bahaya kimia (logam berat dan arsen serta cemaran kimia lainnya).
132
Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan Tahap/ Proses Penerimaan tepung terigu
Penerimaan garam
Penerimaan tepung telur
Bahaya
Penyebab/ justifikasi bahaya
Peluang
Severyty
(H,M,L)
(h,m,l)
B : E. coli
Penanganan di supplier kurang higienis
M
m
K : Logam berat dan arsen
Terkontaminasi sejak dari pertanian dan pengolahan terigu dan tidak dapat dihilangkan Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi
M
h
L
l
-
-
-
K : Logam berat dan arsen
Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi
L
h
F : Potongan benang, pasir, tali plastik
Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi
L
l
B : Salmonella, E. coli, Staphylococcus K : Tidak ada
Terkontaminasi pada saat penanganan
M
m
-
-
-
F : Potongan benang, tali plastik, potongan serangga B : Tidak ada
Tindakan pencegahan/ pengendalian
P1
- Proses berikutnya ada pengukusan dan pengeringan - Permintaan jaminan dari supplier dan pemeriksaan COA - Lakukan pengujian setiap 6 bulan sekali - Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC - Dilakukan pengayakan dengan ukuran 200 mesh -
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
-
-
-
-
-
-
- Permintaan jaminan dari supplier dan pemeriksaan COA - Lakukan pengujian setiap 6 bulan sekali - Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC - Dilakukan pengayakan dengan ukuran 200 mesh - Proses berikutnya ada pengukusan dan pengeringan -
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Meskipun logam berat dan arsen termasuk membahayakan kesehatan, namun hasil pengujian di lab sangat kecil (di bawah standar) Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP
-
-
-
-
-
-
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
L l - Inspeksi dan pemeSupplier kurang riksaan oleh bagian QC memperhatikan lingkungan produksi Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low; F : Kotoran
P2
P3
P4
CCP/ CP
Alasan Keputusan Meskipun E. coli termasuk bakteri patogen, tetapi akan mati karena pemanasan Meskipun logam berat dan arsen termasuk membahayakan kesehatan, namun hasil pengujian di lab sangat kecil (di bawah standar) Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia
Bakteri-bakteri tersebut mati karena pemanasan
akan
133
Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses
Bahaya
Penyebab/ justifikasi bahaya
Peluang
Severyty
(h,m,l)
Tindakan pencegahan/ pengendalian
P1
(H,M,L)
P2
P3
P4
CCP/ CP
Alasan Keputusan
Penerimaan BTP natrium karbonat dan kalium karbonat
B : Tidak ada
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
K : Tidak ada
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi
L
l
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia
Penerimaan BTP Pewarna Tartrazin
B : Tidak ada
-
-
-
- Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC - Dilakukan pengayakan dengan ukuran 200 mesh -
-
-
-
-
-
-
K : Tidak ada
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
F : Tidak ada
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Lingkungan tempat pengambilan air tercemar oleh bakteri patogen Lingkungan tempat pengambilan air tercemar oleh logam berat dan bahan kimia - Lingkungan pengambilan air kotor
M
m
- Proses berikutnya ada pengukusan dan pengeringan
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP
L
l
- Water treatment - SSOP Kemanan air
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Bakteri-bakteri tersebut akan mati karena pemanasan pada tahap pengukusan dan pengeringan Hasil pemeriksaan di laboratorium memenuhi persyaratan PerMenkes No. 907/MenKes/ Per./VII/2002
L
l
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Penerimaan Air Untuk Produksi
F : Benda asing (kotoran, tanah)
B : Salmonella, E. coli, Staphylococcus K : Cemaran logam berat dan bahan kimia lainnya F : Kotoran terlarut
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;
134
Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses Penerimaan Bahan Pengemas Primer Plastik Jenis PP
Penerimaan Bahan Pengemas Sekunder Kotak Karton jenis CFB
Penyimpan an Bahanbahan di Gudang
Bahaya B : Tidak ada
K
: Residu bahan aditif plastik F : Benda asing (kotoran, tanah) B : Tidak ada
K : Tidak ada
F : Debu, kotoran yang menempel di karton B
: Tikus, kecoa, lalat, serangga
Peluang
Severyty
(H,M,L)
(h,m,l)
Tindakan pencegahan/ pengendalian
-
-
-
-
Adanya residu aditif plastik pada pengemas yg dipakai Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi -
L
m
L
l
- Pemeriksaan COA bahan yang masuk oleh bagian QC - Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC
-
-
-
-
Hasil pemeriksaan dan pemantauan di rekaman tidak pernah ditemukan benda asing Adanya binatang/ hewan tersebut dapat membawa pest
Penyebab/ justifikasi bahaya
: Residu bahan sanitaiser
Terkontaminasi oleh residu bahan sanitaiser
P2
P3
P4
CCP/ CP
Alasan Keputusan
-
-
-
-
-
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Menggunakan plastik food grade
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
L
l
- Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC -
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
L
m
- Lakukan pengendalian hama (pest control) dengan tepat
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP
L
m
-
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Bakteri penyebab pest tersebut akan mati karena pemanasan pada tahap pengukusan dan pengeringan Penggunaan dan dosis sanitaiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Gunakan sanitaiser yang diizinkan - Gunakan dosis yang tepat F : Debu, ko- - Gudang tidak bersih L l - Inspeksi dan pemetoran riksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low; K
P1
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
135
Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses Pengayakan tepung terigu dan garam
Bahaya
Pembuatan Larutan Alkali
Peluang
Severyty
(h,m,l)
Tindakan pencegahan/ pengendalian
P1
(H,M,L)
P2
P3
P4
CCP/ CP
Alasan Keputusan
B : Tidak ada
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
K : Tidak ada
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
: Benang, plastik, potongan serangga
Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi
L
l
- Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC - Lakukan pengayakan dgn alat ayakan ukuran mesh 200
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia - Hasil pemeriksaan rekaman di perusahaan ditemukan bendabenda asing dalam jumlah kecil
B : Salmonella, Staphylococ cus
Kontaminasi bakteri pada bahan dari alat dan personil/karyawan
M
m
-
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Pada tahap berikutnya ada proses pengukusan dan pengeringan
-
-
-
Penerapan SSOP (Sanitasi alat) Penerapan SSOP (Kesehatan dan Higiene Karyawan) -
-
-
-
-
-
-
Kontaminasi pada alat yang digunakan dalam penimbangan
L
l
- Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC - Lakukan pembersihan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Penggunaan dan dosis sanitaiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
F
Penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk persiapan formulasi
Penyebab/ justifikasi bahaya
K : Tidak ada
F : Debu, kotoran yang menempel di karton B : Tidak ada
L m - Gunakan sanitaiser Alat yang digunakan yang diizinkan terkontaminasi oleh - Gunakan dosis yang residu bahan sanitepat taiser F : Debu, ko- Terkontaminasi oleh L l - Inspeksi dan pemetoran debu pada saat riksaan oleh bagian QC penanganan - Lakukan pembersihan Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low; K
: Residu bahan sanitaiser
136
Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Peluang (H,M,L)
Severyty
Tindakan pencegahan/ pengendalian
P1
- SSOP Sanitasi alat - SSOP Kesehatan karyawan - Tahap berikutnya ada proses pengukusan - Gunakan sanitaiser yang diizinkan dan dosis yg tepat - Gunakan dosis BTP yang tepat - Inspeksi dan pemeriksaan oleh QC - Lakukan pembersihan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Bakteri tersebut akan mati pada saat pengukusan dan pengeringan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Penggunaan sanitaiser dan BTP yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia
-
Penerapan SSOP (Sanitasi alat) - Tahap berikutnya ada proses pengukusan -
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Bakteri tersebut akan mati pada saat pengukusan dan pengeringan
-
-
-
-
-
-
- Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC - Lakukan pembersihan Penerapan SSOP (Sanitasi alat) - Tahap berikutnya ada proses pengukusan -
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Bakteri tersebut akan mati pada saat pengukusan dan pengeringan
-
-
-
-
-
Terkontaminasi oleh L l - Inspeksi dan pemedebu pada saat riksaan oleh bagian QC penanganan - Lakukan pembersihan Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Penggunaan dan dosis sanitaiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
Tahap/ Proses Pencampuran dan formulasi adonan mi (Mixing)
Pengepres an dengan roll press (Pressing)
Bahaya
(h,m,l)
B : Salmonella, Staphylococ cus, biofilm
- Terbawa dari adonan, kontaminasi dari alat dan karyawan yang menangani
M
m
K
: Residu bahan sanitaiser dan BTP
- Kontaminasi silang dari sisa residu pada alat dan dosis BTP yang tidak sesuai
L
m
F
: Debu, kotoran
Kontaminasi alat dari lingkungan produksi
L
l
B : Salmonella, Staphylococ cus,biofilm
Terbawa dari adonan, dan kontaminasi bakteri dari alat yang dipakai -
M
m
-
-
Adanya kerak adonan yang menempel pada roll press - Terbawa dari adonan, dan kontaminasi dari alat yang dipakai
L
l
M
m
-
-
K : Tidak ada
F : Sisa kerak adonan mi Pencetakan Untaian Pita Mi
Penyebab/ justifikasi bahaya
B : Salmonella, Staphylococ cus, biofilm
(Slitting) K : Tidak ada
F : Debu, kotoran
-
P2
P3
P4
CCP/ CP
Alasan Keputusan
137
Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses
Bahaya
Penyebab/ justifikasi bahaya
Peluang
Severity
(H,M,L)
(h,m,l)
Tindakan pencegahan/ pengendalian
P1
- SSOP Sanitasi alat - SSOP Kesehatan karyawan - Tahap berikutnya ada proses pengeringan - Gunakan sanitaiser yang diizinkan dan dosis yg tepat
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Bakteri tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang pada saat pengukusan dan pengeringan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Penggunaan sanitaiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan
P2
P3
P4
CCP/ CP
Alasan Keputusan
Pengukusan Mi pada suhu 90-100oC selama 1,5-2 menit
B : Salmonella, Staphylococ cus, biofilm
- Terbawa dari adonan, kontaminasi dari alat dan karyawan yang menangani
M
m
(Steaming)
K
: Residu bahan sanitaiser
L
m
F
: Debu, kotoran
- Kontaminasi silang dari sisa residu pada alat conveyor yang digunakan Kontaminasi pada alat conveyor yang digunakan
L
l
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh QC - Lakukan pembersihan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia
Terbawa dari adonan, dan kontaminasi bakteri dari alat yang dipakai -
M
m
-
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Bakteri tersebut akan mati pada proses pengeringan
-
-
Penerapan SSOP (Sanitasi alat) - Tahap berikutnya ada proses pengukusan -
-
-
-
-
-
-
L
l
- Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC - Lakukan pembersihan M m Penerapan SSOP Pemotongan B : Salmonella, Staphylococ (Sanitasi alat) Untaian cus, biofilm - Tahap berikutnya ada Pita Mi proses pengukusan (Cutting) L m - Gunakan sanitaiser K : Residu Alat yang digunakan yang diizinkan bahan sani- terkontaminasi oleh - Gunakan dosis yang residu bahan sanitaiser tepat taiser F : Sisa kerak Terkontaminasi oleh L l - Inspeksi dan pemeadonan debu pada saat riksaan oleh bagian QC penanganan - Lakukan pembersihan Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Bakteri tersebut akan mati pada saat pengukusan dan pengeringan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Penggunaan dan dosis sanitaiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
Pendinginan Mi Hasil Pengukusan
B : Salmonella, Staphylococ cus,biofilm
(Cooling) K : Tidak ada
F
: Debu, kotoran
Kontaminasi dari alat kipas dan lingkungan produksi - Terbawa dari adonan, dan kontaminasi dari alat yang dipakai
138
Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses Pengeringan Mi pada suhu 90-100oC selama 2530 menit
Bahaya B : Salmonella, Staphylococ cus, E. coli
Penyebab/ justifikasi bahaya
Peluang
Severity
(H,M,L)
(h,m,l)
F : Debu, kotoran Pendinginan Mi dengan kipas angin
B : Salmonella, Staphylococ cus,
selama 2 -3 menit (Cooling)
K : Tidak ada
Pengemasan dengan plastik jenis PP (Kemasan Primer)
F
: Debu, kotoran
B : Salmonella, Staphylococ cus, E. coli
P1
- Set suhu dan waktu yg dinginkan - Kontrol suhu secara periodik setiap 2 jam sekali - Lakukan kalibrasi internal termometer secara berkala 2 bulan sekali -
Ya
Ya
-
-
CCP
- Tahap pengeringan ini dirancang khusus untuk menghilangkan/memusnahkan bakteri-bakteri tersebut
-
-
-
-
-
-
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh QC - Lakukan pembersihan Penerapan SSOP (Sanitasi alat dan lingkungan)
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
-
: Residu bahan aditif plastik F : Debu, kotoran
P3
P4
CCP/ CP
Alasan Keputusan
H
h
-
-
-
Kontaminasi pada alat conveyor yang digunakan Kontaminasi dari alat kipas angin yang digunakan
L
l
M
m
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kontaminasi dari alat kipas dan lingkungan produksi - Terbawa dari adonan, dan kontaminasi dari alat yang dipakai
L
l
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
M
m
- Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC - Lakukan pembersihan Penerapan SSOP (Sanitasi alat) - Tahap berikutnya ada proses pengukusan - Gunakan bahan pengemas plastik food grade
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Bila kemasan yang dipakai ada yang bocor, produk mudah ditumbuhi bakteri
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Residu aditif yang melebihi batas standar dapat mengganggu kesehatan Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
L m Kontaminasi residu aditif plastik karena migrasi ke produk L l - Inspeksi dan pemeTerkontaminasi oleh riksaan oleh bagian QC debu pada saat - Lakukan pembersihan penanganan dari lingkungan Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low; K
P2
- Terbawa dari adonan, kontaminasi dari alat dan karyawan yang menangani
(Drying)
K : Tidak ada
Tindakan pencegahan/ pengendalian
139
Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses
Bahaya
Penyebab/ justifikasi bahaya
Peluang
Severity
(H,M,L)
(h,m,l)
Pengemasan dengan Kotak karton (Kemasan Sekunder)
B : Tidak ada
-
-
-
K : Tidak ada
-
-
-
F : Debu, kotoran
Kontaminasi dan kotoran karton
debu pada
L
Penyimpanan Produk Mi Kering di Gudang
B
Binatang/hewan tersebut dapat menyebabkan kontaminasi silang pada produk mi
P1
P2
P3
P4
CCP/ CP
Alasan Keputusan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
l
- Inspeksi dan pemeriksaan oleh QC - Lakukan pembersihan
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia
L
m
- Lakukan pengendalian hama dengan tepat - Gunakan denah/lay out untuk pengendalian hama
Ya
Tidak
Tidak
-
CP
- Hewan tersebut dapat menyebabkan pes
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
L
l
Tidak
Tidak
-
CP
Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia
-
-
- Pemeriksaan dan inspeksi oleh bagian QC - Lakukan pembersihan -
Ya
B : Tidak ada
Ruang/gudang penyimpanan tidak bersih -
-
-
-
-
-
-
K : Tidak ada
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
F : Tidak ada
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
: Tikus, kecoa, serangga
K : Tidak ada
F : Debu, kotoran Pengiriman dan Pendistribusian Produk Mi
Tindakan pencegahan/ pengendalian -
Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;
140
Mengacu pada panduan penetapan langkah pengendalian dalam SNI 01.48521998 (BSN, 1998), yaitu berdasarkan dampak langkah pengendalian tingkat pengendalian bahaya atau frekuensi kejadian, tingkat keparahan bahaya pada kesehatan konsumen dan kebutuhan untuk pemantauan (monitoring), maka bahaya kimia pada penerimaan bahan baku tepung terigu dan garam tersebut tidak perlu dikendalikan dalam rencana HACCP, tetapi dikendalikan sebagai control point (CP) dan penerapan GMP. Hal ini dikarenakan dalam proses produksi mi kering yang diterapkan perusahaan saat ini tidak mendesain secara khusus untuk menghilangkan bahaya ini, sehingga cemaran logam berat dan arsen tidak bisa dihilangkan selama proses produksi mi kering. Untuk mencegah atau mengendalikan bahaya kimia tersebut, maka perusahaan harus menetapkan spesifikasi bahan baku dengan benar mengacu pada regulasi pemerintah dan melakukan pemeriksaan kesesuaian Certificate of Analysis (sertifikat hasil pengujian) dengan standar yang sudah ditetapkan setiap kali penerimaan bahan baku tersebut. Bila bahan baku tersebut tidak memenuhi persyaratan spesifikasi keamanan pangan, maka perusahaan dapat menolak dan mengembalikan bahan baku tersebut ke pihak pemasok/supplier. Bahaya biologi pada bahan baku (tepung terigu, tepung telur dan air) yang digunakan dalam proses produksi mi kering tidak perlu dimasukkan dalam rencana HACCP atau dengan perkataan lain bukan merupakan titik kendali kritis, karena pada proses produksi pada tahap berikutnya ; bahaya biologi tersebut dapat dihilangkan atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima melalui tahapan produksi mi, yaitu pada tahap pengukusan (pemasakan) mi pada suhu 90-100oC selama 1,5-2 menit dan pada tahap pengeringan mi pada suhu 90-100oC selama 25-30 menit. Bila dikaji lebih lanjut, bahan baku tepung terigu komposisi nutrisinya relatif tidak mendukung pertumbuhan mikroba, berbentuk kering dan padat dengan kadar air sekitar 8-10% sehingga mempunyai aw (aktifitas air) yang rendah yaitu sekitar 0,81.
Bahan baku (garam)
komposisinya terdiri dari senyawa natrium klorida (NaCl) dengan kadar NaCl sekitar 95% dan berfungsi sebagai bahan pengawet, karena garam tersebut akan menarik air dan menurunkan aw produk pangan sehingga mikroba tidak akan dapat tumbuh dan berkembang. Sedang bahan baku (tepung telur), komposisi nutrisinya relatif lebih mendukung adanya pertumbuhan mikroba patogen seperti E. coli, Salmonella dan Staphylococcus karena kandungan proteinnya yang tinggi; namun karena dalam kondisi
141
berbentuk tepung, padat dan kering dengan kadar air yang rendah (sekitar 4-6%) menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang. Agar pengendalian bahaya yang telah teridentifikasi pada bahan baku (bahan baku utama, bahan pembantu, bahan tambahan pangan, dan bahan pengemas), baik yang dikelola dalam titik kendali kritis atau CCP maupun bukan-CCP atau Control Point (CP) dapat berjalan efektif, maka perlu ditetapkan batas kritis CCP-nya, langkah pemantauan dan juga tindakan koreksinya jika terjadi penyimpangan atas CCP maupun penerapan SSOP dan GMP yang ditetapkan. Langkah pemantauan yang mencakup batas kritis, tindakan koreksi dan tindakan verifikasi yang perlu dilakukan pada setiap CCP atau bukan-CCP akan dibahas lebih lanjut di HACCP Plan-nya. Berdasarkan identifikasi dan kajian bahaya pada tahapan proses dan alat produksi yang dilakukan, diperoleh bahwa bahaya potensial pada tahapan proses yang signifikan yang perlu dikendalikan adalah : (1) Tahap proses pengayakan tepung terigu dan garam, yaitu adanya bahaya fisik berupa potongan benang, plastik, potongan serangga dan pasir/kerikil; (2) Tahap proses penimbangan bahan baku tepung terigu, garam, tepung telur dan air berupa kemungkinan kontaminasi bakteri patogen dari pekerja/karyawan; (3) Tahapan proses pencampuran dan formulasi pembuatan adonan mi, pembentukan lembaran adonan dengan alat roll press, pembentukan untaian kembang mi (slitting) dan pemotongan mi (cutting), yaitu berupa kemungkinan adanya kontaminasi bakteri patogen (bahaya biologi) yang terbawa dari bahan adonan dan alat yang dipakai berupa bakteri E. coli, Salmonella, Staphylococcus dan biofilm pada unit mesin pencampur (mixer), pengepres (roll press) dan pembentuk kembang mi (slitter); (4) Tahap proses pengukusan (pemasakan) mi pada suhu 90-100oC selama 1,5-2 menit dan proses pengeringan mi pada suhu 90-100 oC selama 25-30 menit berupa bahaya biologi bakteri patogen dan kapang yang berasal dari bahan baku (adonan) serta kontaminasi dari pekerja dan alat yang digunakan; (5) Tahap proses pendinginan berupa bahaya biologi bakteri
yang
diakibatkan adanya kontaminasi yang berasal dari alat pendingin dan kipas yang digunakan; (6) Tahap proses pengemasan berupa bahaya biologi bakteri patogen yang diakibatkan dari kontaminasi pekerja maupun kebocoran pengemas plastik yang digunakan; dan (7) Tahap proses penyimpanan produk mi di gudang penyimpanan kering
142
berupa bahaya biologis berupa kontaminasi penyakit pes yang diakibatkan oleh binatang pengerat tikus. Mengacu pada panduan penetapan langkah pengendalian dalam SNI 01.48521998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis (BSN, 1998), yaitu berdasarkan dampak langkah pengendalian terhadap tingkat bahaya atau frekuensi kejadian, tingkat keparahan bahaya pada kesehatan kosumen dan kebutuhan untuk pemantauan (monitoring), maka bahaya biologi bakteri patogen (E. coli, Salmonella, Staphylococcus) pada mi yang dimasak pada tahap pengeringan tersebut perlu dikendalikan dalam rencana HACCP sebagai titik kendali kritis atau CCP. Hal ini dikarenakan dalam proses produksi mi kering yang diterapkan perusahaan saat ini, tahapan proses pengeringan ini dirancang/didisain khusus untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya biologis bakteri dan kapang tersebut sampai tingkat yang dapat diterima. Untuk mencegah bahaya tersebut, maka tindakan pengendalian yang dilakukan adalah dengan memeriksa suhu dan waktu pengeringan secara berkala setiap 2 jam sekali selama proses pengeringan dan produksi berlangsung, dan kecepatan udara yang digunakan untuk menegeringkan produk mi kering. Pemeriksaan ini dilakukan dengan inspeksi visual terhadap panel termometer dan panel air flowmeter serta pencatatan suhu dan kecepatan udara hasil inspeksi. Pengendalian terhadap bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan pangan (BTP), kemasan dan produk akhir serta pembersihan ruangan masuk dalam kategori GMPs. Sedangkan kategori Critical Point (CP) terdiri dari penerimaan bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan yang baru datang; penyimpanan bahanbahan tersebut di gudang kering dan ruang suhunya terkendali; penimbangan bahan baku, bahan penolong dan BTP di ruang penimbangan; proses pencampuran dan formulasi adonan; proses pembuatan adonan menjadi lembaran adonan dengan roll press; proses pembentukan pita mi (slitting); proses pendinginan mi setelah pengukusan (cooling), proses pemotongan mi (cutting); pengemasan produk mi kering dalam wadah plastik pengemas jenis PP dan kotak karton; penyimpanan dan karantina produk mi kering di gudang penyimpanan; pengiriman dan pendistribusian produk mi kering; dan pembersihan alat dan mesin yang digunakan perusahaan dalam proses produksi.
143
Penerimaan bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan (BTP) serta kemasan yang baru datang masuk kategori CP karena pada tahap ini ada seleksi dan kontrol terhadap pemasok (supplier), pemeriksaan bahan baku dan bahan-bahan lain sesuai dengan spesifikasi dan sertifikat hasil analisis (COA) dan pengujian bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan sebelum digunakan. Pemeriksaan dan pengujian dilakukan untuk melihat mutunya sesuai dengan standar atau spesifikasi yang diinginkan perusahaan. Selain itu juga diperiksa kondisi kemasan dan jumlah bahan baku, bahan penolong dan BTP yang dipesan. Penyimpanan bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan pangan dan produk akhir serta pembersihan ruangan masuk dalam kategori GMPs. Kondisi penyimpanan dan ruangan harus dalam keadaan bersih untuk menghindari kontaminasi silang pada bahan yang disimpan. Kebersihan ruangan harus terjaga dan terjadwal dengan baik. Disamping itu, kemasan harus dalam keadaan tertutup dan terlindung dari kotoran dan debu. Contoh prosedur dan jadwal kebersihan ruangan dapat dilihat pada Lampiran 12. Persiapan alat produksi, pemindahan, pengambilan dan penimbangan bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan di ruang produksi masing-masing termasuk kategori CP. Sebelum memproduksi mi kering, personil/karyawan produksi harus mempersiapkan peralatan dan mesin yang akan dipakai. Bagian dalam vessel peralatan dan mesin pencampur (mixer), pembuat adonan menjadi lembaran adonan (roll presser), pembentukan dan pemotongan pita mi (cutter) harus diperiksa kebersihannya sebelum digunakan untuk produksi. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang awal selama proses pengolahan. Setiap personil produksi yang terlibat dalam proses pengolahan bekerja sesuai dengan SOP dan daftar pengecekan pesanan bahan yang akan diolah (work order checking list). Pada proses pengambilan dan penimbangan bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan, personil/karyawan di bagian produksi harus mengambil dan menimbang bahan-bahan tersebut sesuai dengan prosedur kerja. Kesalahan pengambilan dan penimbangan bahan baku dan bahan-bahan lain akan menyebabkan perubahan mutu yang tidak sesuai dengan permintaan konsumen. Sebelum kegiatan produksi dimulai, biasanya personil di bagian produksi memeriksa alat timbangan sebelum digunakan dalam proses pencampuran dan formulasi. Pada saat pencampuran bahan baku, bahan
144
penolong, bahan tambahan pangan dan air; personil di bagian produksi ini harus memperhatikan cara produksi yang baik dan higienis. Dengan demikian, hal tersebut akan mencegah kontaminasi silang selama proses pencampuran dan formulasi. Menurut Nuraida (2002), penerapan praktek sanitasi dan higiene makanan yang baik merupakan bentuk yang paling mendasar dari sistem penjaminan keamanan pangan dan merupakan prasyarat dalam penerapan HACCP. Pada proses pencampuran dan formulasi adonan,
proses pembuatan adonan
menjadi lembaran adonan dengan roll press; proses pembentukan untaian pita mi (slitting); proses pendinginan mi setelah pengukusan (cooling), proses pemotongan mi (cutting); karyawan/personil yang terlibat dalam proses tersebut harus melakukan pekerjaan dan tanggung jawabnya sesuai dengan standar prosedur operasi (SOP) yang telah ditetapkan perusahaan. Pada saat proses pencampuran dan formulasi adonan hingga proses pemotongan pita mi; karyawan/personil di bagian produksi juga harus memperhatikan cara produksi yang baik dan higienis. Dengan demikian, hal tersebut akan mencegah kontaminasi silang selama proses tersebut berlangsung. Proses pengemasan produk mi kering juga masuk dalam kategori critical point (CP). Kemasan primer yang akan digunakan berupa plastik jenis PP harus diperiksa dahulu kebersihan dan labelnya. Kemasan primer yang sudah berisi produk akhir disegel/diseal dengan rapat untuk menghindari kebocoran, lalu dikemas lagi dengan kemasan sekunder dalam bentuk kotak karton. Setiap kemasan primer mempunyai bobot netto 200 gram dan setiap kotak karton berisi 20 kemasan primer. Penyimpanan produk akhir di gudang penyimpanan dan pembersihan ruang/ gudang penyimpanan termasuk dalam kategori control point dan GMP. Kondisi gudang penyimpanan harus bersih dan dilakukan tindakan sanitasi serta pengendalian hama untuk menghindari kontaminasi silang pada produk yang disimpan sebagai akibat produknya diganggu binatang perusak/pengerat tikus yang dapat menularkan penyakit pes. Oleh karena itu, kebersihan gudang dan sanitasinya harus terjaga dan terjadwal dengan baik. Agar pengendalian bahaya yang telah teridentifikasi pada tahapan dan alat proses produksi, baik yang akan dikelola dalam titik kendali kritis atau CCP maupun bukanCCP atau Control Point (CP) dapat berjalan efektif; maka perlu ditetapkan batas kritis setiap CCP-nya, langkah pemantauan dan juga tindakan koreksinya jika terjadi
145
penyimpangan atas CCP maupun CP-nya. Langkah pemantauan yang mencakup batas kritis, tindakan koreksi, dan tindakan verifikasi yang perlu dilakukan pada setiap CCP dan CP-nya akan dibahas lebih lanjut di HACCP Plan-nya.
8. Menentukan Batas Kritis (Langkah Ke-8, Prinsip 3 HACCP) Batas kritis adalah kriteria yang membedakan produk atau parameter yang dapat diterima pada produk atau parameter yang tidak dapat diterima/ditolak. Batas kritis ini merupakan toleransi mutlak (absolut) untuk keamanan pangan. Berdasarkan identifikasi bahaya dan titik kendali kritis pada produksi mi kering, maka batas kritis untuk mencegah bahaya biologis pada tahap proses pengeringan (CCP1) dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Batas kritis yang ditetapkan pada titik kendali kritis (CCP) untuk produksi mi kering di PT Kuala Pangan. No. 1.
Jenis Bahaya
Titik Kendali Kritis (CCP)
Bahaya biologis bakteri patogen (E. Coli, coliform, Salmonella, Staphyllococcus, kapang)
Pada tahap Pengeringan dengan cara dioven menggunakan uap panas
Batas Kritis - Suhu 90 - 100 oC - Waktu 20-25 menit - Kadar air maksimal 10% - Kecepatan udara 2 m/det
Penetapan batas kritis untuk untuk bahaya biologi bakteri patogen pada proses produksi pembuatan mi kering di tahap pengeringan sebagai titik kendali kritis (CCP) ditetapkan berdasarkan pengalaman empiris dan penelitian teknis perusahaan serta publikasi ilmiah dari ICMSF (1996) serta Bacon dan Sofos (2003). Pengujian bahaya biologis adanya bakteri patogen (E.coli, Salmonella, Stapahylococcus) dan kapang pada produk mi kering untuk memvalidasi batas kritis tersebut dapat dilihat pada Tabel 34. Berdasarkan hasil pengujian bahaya biologis berupa bakteri patogen (E.coli, Salmonella, Stapahylococcus) dan kapang pada produk hasil pengukusan dan pengeringan menunjukkan negatif dan kandungan kapangnya sekitar 10 koloni/gram. Hasil pengujian ini juga menunjukkan masih di bawah ambang batas kritisnya.
146
Tabel 34. Hasil Pengujian Cemaran Logam Berat, Arsen pada Bahan Baku Tepung Terigu dan Garam serta Bakteri Patogen pada Produk Mi Kering (*). No. 1.
2.
Jenis/Parameter Bahaya Bahaya biologis/ bakteri patogen - E. coli - Salmonella - Staphylococcus - Kapang Bahaya biologis/ bakteri patogen - E. coli - Salmonella - Staphylococcus - Kapang
Satuan
Titik Kendali Kritis
Hasil Pengujian
Batas Kritis
Negatif Negatif Negatif 10
Negatif Negatif Negatif 1 x 104
Negatif Negatif Negatif 10
Negatif Negatif Negatif 1 x 104
Pengukusan Koloni/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g
- Suhu 90-100oC - Waktu 1-1,5 menit
Pengeringan Koloni/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g
- Suhu 90-100oC - Waktu 25-30 menit
(*) Hasil pengujian 1 kali
9. Menetapkan Prosedur Monitoring (Langkah Ke-9; Prinsip 4 HACCP) Batas kritis berupa bahaya biologi bakteri patogen pada tahapan pengeringan sebagai titik kendali kritis atau CCP haruslah dipantau atau dimonitor keberadaannya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan apakah prosedur pengolahan atau penanganan pada titik kendali kritis atau CCP tersebut masih di bawah kendali. Disamping itu, tujuan monitoring ini adalah untuk mengetahui saat sebuah CCP atau bukan CCP tidak terkontrol yang berakibat dapat meningkatnya risiko terproduksinya produk berbahaya, untuk mengidentifikasi masalah-masalah sebelum mereka muncul, menentukan titik penyebab suatu masalah, membantu verifikasi dan membantu membuktikan kelayakan program HACCP. Salah satu langkah yang dapat dilakukan di perusahaan industri pembuat mi kering PT Kuala Pangan apabila hasil monitoring CCP pada titik kendali kritis (CCP)-nya berada di luar kendali adalah melakukan tindakan (aksi) yang bersifat proaktif dan kreatif (pro-active and creative action). Tindakan yang proaktif dan kreatif ini adalah tindakan yang harus dilakukan ketika hasil pemantauan (monitoring) pada CCP berada di luar kendali. Dengan demikian, diharapkan aksi yang proaktif dan kreatif dapat digunakan untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya penyimpangan sebagai akibat dari tidak terkendalinya CCP. Sebagai tindakan, pada tahapan pengeringan mi dilakukan
147
pemeriksaan secara kontinyu dan teratur terhadap suhu dan waktu yang digunakan pada proses tersebut. Tindakan proaktif dan kreatif ini secara lengkap dapat dilihat di program rencana HACCP atau HACCP Plan (Tabel 35 dan 36).
10. Menetapkan Prosedur Tindakan Koreksi (Langkah Ke-10; Prinsip 5 HACCP) Tindakan
koreksi
adalah
segala
tindakan
yang
diambil
saat
hasil
pemantauan/monitoring CCP mengindikasikan hilangnya kendali. Tindakan koreksi pada tahapan pengeringan sebagai titik kendali kritis (CCP) terhadap bahaya biologis bakteri patogen di PT Kuala Pangan adalah sebagai berikut : (1) Perusahaan akan menghentikan proses produksi sementara guna mengurangi/mengeliminasi jumlah produk yang terproses dan kerja ulang produk, serta mengevaluasi ketidaksesuaian yang ditemukan oleh Bagian Produksi dan QC agar ketidaksesuaian tersebut segera diperbaiki dan ditindaklanjuti perbaikannya oleh bagian pemeliharaan (maintenance) sehingga proses produksi dapat dilanjutkan kembali; (2) Produk mi yang sudah terlanjur diproses menjadi produk akhir dalam bentuk mi kering, harus dipisahkan dan dikarantina dari produk akhir mi yang lain, lalu dilakukan pengujian analisis di laboratorium terhadap parameter sifat mikrobiologisnya untuk memastikan keamanannya sebelum dikirim dan didistribusikan kepada pelanggan/konsumen; (3) produk mi yang gagal /cacat pada tahap proses pengukusan karena batas kritis suhu pengukusannya tidak terpenuhi, maka produk tersebut dapat dilakukan proses ulang kembali atau re-proses dengan catatan bahwa mutu produk tersebut masih baik dan memenuhi persyaratan spesifikasi perusahaan; (4) Produk mi kering yang sudah terlanjur diproduksi tetapi berdasarkan hasil pengujian dan analisis menunjukkan bahwa produk tersebut tidak aman dan tidak layak dikonsumsi harus dimusnahkan; dan (5) Melakukan kalibrasi alat ukur suhu (termometer) yang digunakan pada proses produksi mi kering di tahap pengukusan dan pengeringan. Prosedur proses ulang kembali atau re-proses untuk menangani produk yang gagal/cacat pada saat pengukusan dilakukan dengan cara sebagai berikut : (a) Pisahkan produk mi hasil pengukusan yang gagal/cacat, (b) Dilakukan pemeriksaan oleh bagian QC sesuai dengan acuan standar yang ditetapkan perusahaan, (c) Bila memenuhi standar perusahaan, produk lalu dicampurkan ke dalam pembuatan adonan kembali untuk
148
selanjutnya diproses lagi dari tahap pembuatan adonan hingga pengemasan produk mi dengan plastik jenis PP, kotak karton dan pengiriman/distribusi.
11. Menetapkan Tindakan Verifikasi (Langkah Ke-11; prinsip 6 HACCP) Tindakan verifikasi merupakan suatu kegiatan penerapan metode-metode, prosedur pengujian dan analisis serta evaluasi-evaluasi lain sebagai tambahan dalam sistem pemantauan untuk mengetahui dan memastikan efektifitas terhadap rencana HACCP. Tindakan verifikasi yang direncanakan dilakukan pada industri pengolahan pangan PT Kuala Pangan sebagai produsen pangan mi kering, baik yang menyangkut titik kendali kritis atau CCP pada penerimaan bahan baku dan tahapan proses serta yang menyangkut bukan CCP atau control point (CP) secara ringkas dapat dilihat pada tabel rencana HACCP atau HACCP Plan (Tabel 35 dan 36).
149
Tabel 35. Rencana HACCP (HACCP Plan) Pada Produksi Mi Kering.
CCP1
Tahap Proses
Bahaya yang diidentifikasi
Batas Kritis
Pengeringan produk mi
Bakteri patogen (E. coli, Salmonella, Staphylococcus)
- Suhu 90-100 o C, dan lama pengeringan 25-30 menit
Apa
-
Kecepatan aliran udara 2m/detik
- Kadar air produk mi kering maksimal 10%
Pemantauan (Monitoring) Bagaimana Kapan
Operator bagian pengeringan mi dan bagian QC
Dengan memeriksa suhu proses pada mesin oven pengering secara visual dan waktu pengeringan dengan stopwatch/ jam tangan
Selama produksi proses ringan menit)
Kecepatan aliran udara pengeringan
- Dengan memeriksa kecepatan aliran udara pengeringan
- Selama proses setiap pengeringan
Operator bagian QC
- Kadar air produk mi kering yang dihasilkan
- Dengan memakai alat konduktifitas meter
- Setiap selesai proses satu batch pengeringan
Operator bagian QC
-
-
Suhu oven dan lama pengeringan
proses setiap penge(25-30
Siapa
Tindakan Koreksi
Tindakan Verifikasi
Prosedur Rekaman
-
-
Kalibrasi alat termometer dan stop watch secara berkala
- Dokumentasi Laporan tindakan koreksi
- Uji mikrobiologi ter-hadap produk akhir
- Dokumentasi Laporan kalibrasi alat
Bila suhu tidak sesuai standar, maka produk yang sudah jadi dipisahkan/ dikarantina
- Stop proses dan direproses (Waktu proses pengeringan diperpanjang)
- Dokumentasi Laporan Operator pengeringan produk
- Dokumentasi Laporan catatan batas kritis - Data atau log sheet pengukuran - Data checklist
150
Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan PT Kuala Pangan No.
1.
2.
3.
4.
Bahan Baku
Penerimaan Tepung terigu
Penerimaan Tepung Telur
Penerimaan Garam
Penerimaan Air
Nomor CP CP-1
CP-2
CP-3
CP-4
Bahaya
Tindakan pengendalian
-Bakteri patogen (E. coli, Salmonella, kapang) -Cemaran logam berat dan arsen
-SSOP penerimaan bahan tepung terigu
Bakteri patogen (Salmonella, E. coli, Staphy-coccus)
-SSOP penerimaan bahan tepung telur - Tahap berikutnya ada pengukusan dan pengeringan -SSOP Penerimaan bahan baku garam
-Cemaran logam berat dan cemaran arsen -Potongan benang, tali plastik, pasir -Bakteri pathogen (E. coli, Salmonella, Staphylococcus - Cemaran logam berat dan kotoran
Pemantauan Obyek
Lokasi
Prosedur
Frekuensi
Staf/Dept.
Gudang bahan baku
Memeriksa keseuaian COA dgn standar
Setiap penerimaan bahan baku
Staf bagian Gudang & QC
- Mengem balikan ke supplier - Audit supplier - Melakukan pengujian secara eksternal 6 bulan sekali
Ka Bag. Produksi dan QC
Tepung telur
Gudang bahan baku
Memeriksa keseuaian COA dgn standar
Setiap penerimaan bahan baku
Staf bagian Gudang & QC
- Mengembalikan ke supplier
Ka Bag. Produksi dan QC
- Audit supplier
Garam
Gudang bahan baku
Memeriksa keseuaian COA dgn standar
Setiap penerimaan bahan baku
Staf bagian Gudang & QC
- Mengembalikan ke supplier - Audit supplier - Melakukan pengujian secara eksternal 6 bulan sekali
Ka Bag. Produksi dan QC
Air
Gudang Penyimpanan air
Cek mutu/ kualitas air (kandungan E. coli, Salmonella , dll)
Setiap 1 (satu) bulan sekali
Bagian Teknik & Maintenance
- Mengganti filter, filter karbon aktif
Ka. Bag. Teknik & Maintenance
- Tahap berikutnya ada pengayakan
-Water treatment
Tanggung jawab
Tepung terigu
-Tahap berikutnya ada pengukusan
- SSOP Keamanan Air
Tindakan koreksi
Uji eksternal kualitas air sesuai PerMenKes No. 907 /MenKes/SK/VII/ 2002.
Rekaman/ Catatan dokumentasi - Dokumentasi COA - Dokumentasi hasil pengujian - Dokumentasi hasil audit supplier - Dokumentasi COA - Dokumentasi hasil pengujian - Dokumentasi hasil audit supplier - Dokumentasi COA - Dokumentasi hasil pengujian - Dokumentasi hasil audit supplier - Dokumentasi uji E. coli - Dokumentasi hasil Uji eksternal mutu air
151
Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan) No.
5.
6.
Bahan Baku
Penerimaan Natrium dan Kalium Karbonat
Penerimaan Tartrazin CI 19140
Nomor CP CP-5
CP-6
Bahaya
- Tidak ada
- Fisik : kotoran
Tindakan pengendalian
Tindakan koreksi
Pemantauan Obyek
- SSOP penerimaan natrium dan kalium karbonat - Pemeriksaan COA bahan yang masuk
Natrium dan kalium karbonat
SSOP Penerimaan Tartrazin
Tatrtrazin CI 19140
Lokasi Gudang bahan baku
Gudang bahan baku
Prosedur
Frekuensi
Staf/Dept.
Memeriksa keseuaian COA dgn standar
Setiap penerimaan bahan natrium dan kalium karbonat
Staf bagian Gudang & QC
Setiap penerimaan bahan taertrazin
Staf bagian Gudang & QC
Memeriksa keseuaian COA dgn standar
- Mengem balikan ke supplier - Audit supplier
Tanggung jawab Ka Bag. Produksi dan QC
- Uji secara eksternal setiap 1 tahun sekali - Mengembalikan ke supplier - Audit supplier
Ka Bag. Produksi dan QC
- Uji secara eksternal setiap 6 bulan sekali 7.
8.
Penerimaan Bahan pengemas plastik (Kemasan Primer)
CP-7
Penerimaan Bahan pengemas Kotak Karton (Kemasan Sekunder)
CP-8
- Kimia : aditif plastik (plasticizer) - Fisik : debu, kotoran
Fisik : debu, kotoran
- SSOP Penerimaan bahan pengemas plastic - Pemeriksaan COA bahan yang masuk
Plastik jenis PP
- SSOP Penerimaan bahan pengemas kotak karton -Pemeriksaan bahan kotak karton yang masuk
Kotak karton
Gudang bahan baku
Gudang bahan baku
Memeriksa keseuaian COA dgn standar
Setiap penerimaan bahan pengemas plastik PP
Staf bagian Gudang & QC
Memeriksa kesuaian COA dgn standar
Setiap penerimaan bahan pengemas kotak karton
Bagian Teknik & Maintenance
- Mengembalikan ke supplier
Ka Bag. Produksi dan QC
- Audit supplier
- Mengembalikan ke supplier
- Audit supplier
Ka. Bag. Teknik & Maintenance
Rekaman/ Catatan dokumentasi - Dokumentasi COA - Dokumentasi hasil pengujian - Dokumentasi hasil audit supplier - Dokumentasi COA - Dokumentasi hasil pengujian - Dokumentasi hasil audit supplier - Dokumentasi COA - Dokumentasi hasil pengujian - Dokumentasi hasil audit supplier - Dokumentasi uji E. coli - Dokumentasi hasil Uji eksternal mutu air
152
Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). No.
9.
10.
11.
12
Bahan Baku
Penyimpanan Bahan baku dan bahan lainnya
Penimbangan
Pencampuran (Mixing)
Pencampuran dan Formulasi
Nomor CP CP-9
CP-10
CP-11
CP-12
Bahaya
Tindakan pengendalian
Pemantauan Obyek
Lokasi
Prosedur
SSOP pe- Biologis : nyimpanan tikus, kecoa, bahan baku serangga dan bahan - Residu balainnya han sanitai- Lakukan pest ser control
Bahan baku, bahan lain dan produk
Gudang penyimpanan bahan baku, bahan lain & produk
Memeriksa gudang penyimpanan
- Bakteri patogen
- SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- Ceceran bahan kimia pembersih
- SSOP (Sanitasi alat)
Alat timbangan
- Bakteri patogen ;
-SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- Residu bahan sanitaiser
- SSOP (Sanitasi alat)
- Mixer
-Bakteri togen;
-SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja) - SSOP (Sanitasi alat)
- Pekerja/ karyawan
pa-
-Residu sanitaiser
Frekuensi
Staf/Dept.
Setiap minggu sekali
Staf bagian Produksi & QC
Tindakan koreksi
Tanggung jawab
- Perketat praktek penyimpanan bahan sesuai GMP dan SSOP
Ka Bag. Produksi dan QC
- Perketat penerapan pengendalian hama
- Mixer
Ruang proses produksi
Ruang proses produksi
Gudang bahan baku
- Memeriksa kesehatan karyawan
-Minimal 1 tahun sekali
- Memeriksa kondisi kebersihan alat - Memeriksa kesehatan karyawan
-Setiap awal bulan
- Memeriksa kondisi kebersihan alat - Memeriksa kesehatan karyawan - Memeriksa kondisi kebersihan alat
-Setiap awal bulan
-Minimal 1 tahun sekali
-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan
Staf bagian Produksi & QC
- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
Staf bagian Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi - Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
Staf bagian Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi - Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja - Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi
Ka. Bag. Teknik & Maintenance.
Rekaman/ Catatan dokumentasi - Dokumentasi hasil pemeriksaan kondisi gudang - Dokumentasi hasil pengendalian hama - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat
153
Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). No.
13.
14.
15.
16.
Bahan Baku
Penyimpanan Bahan baku dan bahan lainnya
Pengayakan tepung terigu dan garam
Penimbangan bahan
Pembuatan Larutan Alkali
Nomor CP CP-13
CP-14
CP-15
CP-16
Bahaya
Tindakan pengendalian
Pemantauan Obyek
Lokasi
Prosedur
SSOP pe- Biologis : nyimpanan tikus, kecoa, bahan baku serangga ; dan bahan lainnya - Residu bahan sanitai- - Lakukan pest ser control
Bahan baku, bahan lain dan produk
Gudang penyimpanan bahan baku, bahan lain & produk
Memeriksa gudang penyimpanan
- Melakukan pengayakan dengan ayakan ukuran 200 mesh
- Bahan tepung terigu dan garam
- Cemaran fisik (benang, tali plastik potongan serangga, pasir)
- Bakteri patogen
- Cemaran fisik yang diperoleh dipisahkan -SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
Frekuensi
Staf/Dept.
Setiap minggu sekali
Staf bagian Produksi & QC
Tindakan koreksi
Tanggung jawab
- Perketat praktek penyimpanan bahan sesuai GMP dan SSOP
Ka Bag. Produksi dan QC
- Perketat penerapan pengendalian hama
- Pekerja/ karyawan
- Debu, kotoran
- SSOP (Sanitasi alat)
Alat timbangan
- Bakteri patogen
-SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- Ceceran residu sanitaiser
- SSOP (Sanitasi alat)
- Wadah larutan alkali
Ruang proses pengayakan
Ruang proses penimbangan
Ruang proses pembuatan larutan alkali
- Memeriksa ukuran mesh ayakan yang dipakai - Memeriksa kondisi kebersihan alat - Memeriksa kesehatan karyawan
-Setiap kali bahan tepung terigu dan garam akan dipakai
-Minimal 1 tahun sekali
- Memeriksa kondisi kebersihan alat - Memeriksa kesehatan karyawan
-Setiap akan dipakai penimbang an -Minimal 1 tahun sekali
- Memeriksa kondisi kebersihan alat
-Setiap awal bulan
Staf bagian Produksi & QC
- Perketat praktek pemeriksaan ukuran mesh alat yang dipakai
Staf bagian Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi - Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Staf bagian Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi - Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi
Ka Bag. Produksi dan QC
Ka Bag. Produksi dan QC
Ka. Bag. Teknik & Maintenance
Rekaman/ Catatan dokumentasi - Dokumentasi hasil pemeriksaan kondisi gudang - Dokumentasi hasil pengendalian hama - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat
154
Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). No.
17.
18.
19.
20.
Bahan Baku
Pencampuran dan Formulasi adonan mi (Mixing)
Pembentukan adonan menjadi lembaran adonan (Roll pressing)
Pembentukan untaian/pita mie (Slitting)
Pendinginan (Cooling)
Nomor CP CP-17
CP-18
CP-19
CP-20
Bahaya
Tindakan pengendalian
Tanggung jawab
Staf bagian Produksi & QC
- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
Staf bagian Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi - Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
Staf bagian Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi - Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
Staf bagian Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi - Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka. Bag. Produksi & QC
Lokasi
Prosedur
Frekuensi
Staf/Dept.
Ruang proses pencampuran dan formulasi adonan
- Memeriksa kesehatan karyawan
-Minimal 1 tahun sekali
-Setiap awal bulan
Ruang proses produksi untuk roll pressing
- Memeriksa kondisi kebersihan alat - Memeriksa kesehatan karyawan
-Setiap awal bulan
Ruang proses pembentukan untaian pita mi (sliiting)
- Memeriksa kondisi kebersihan alat - Memeriksa kesehatan karyawan
- Bakteri patogen
- SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- Ceceran bahan kimia pembersih
- SSOP (Sanitasi alat)
- Wadah yang digunakan
- Bakteri patogen
- SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- Ceceran bahan kimia pembersih
- SSOP (Sanitasi alat)
Alat roll presser
- Bakteri patogen
-SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- SSOP (Sanitasi alat)
Alat slitter
-SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- SSOP (Sanitasi alat)
Alat cooler
Bakteri patogen
Tindakan koreksi
Pemantauan Obyek
Ruang proses pendinginan
-Minimal 1 tahun sekali
-Minimal 1 tahun sekali
- Memeriksa kondisi kebersihan alat - Memeriksa kesehatan karyawan
-Setiap awal bulan
- Memeriksa kondisi kebersihan alat
-Setiap awal bulan
-Minimal 1 tahun sekali
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi
Rekaman/ Catatan dokumentasi - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat
155
Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). No.
21.
22.
23.
24.
Bahan Baku
Pemotongan untaian pita mi (Cutting)
Pembentukan untaian mi dalam wadah yang sudah standar
Pendinginan dengan kipas angin (Cooling)
Pengemasan dengan plastik jenis PP (Polipropilen) dengan sealer
Nomor CP CP-21
CP-22
CP-23
CP-24
Bahaya
Tindakan pengendalian
Pemantauan Obyek
Lokasi
Prosedur
Frekuensi
Staf/Dept.
Ruang proses pemotongan
- Memeriksa kesehatan karyawan
-Minimal 1 tahun sekali
Staf bagian Produksi & QC
- Memeriksa kondisi kebersihan alat
-Setiap awal bulan
- Memeriksa kesehatan karyawan
-Minimal 1 tahun sekali
- Memeriksa kondisi kebersihan alat - Memeriksa kesehatan karyawan
-Setiap awal bulan
- Memeriksa kondisi kebersihan alat - Memeriksa kesehatan karyawan
-Setiap awal bulan
- Bakteri patogen
- SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- Ceceran bahan kimia pembersih
- SSOP (Sanitasi alat)
Alat cutter
- Bakteri patogen
- SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- Ceceran bahan kimia pembersih
- SSOP (Sanitasi alat)
- Bakteri patogen
-SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Wadah pembentuk untaian mi - Pekerja/ karyawan
Bakteri patogen
- SSOP (Sanitasi alat)
Alat cooler
-SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- SSOP (Sanitasi alat & ruangan)
Alat sealer
Ruang proses produksi untuk pembentukan dalam wadah mi
Ruang proses produksi
Ruang proses pengemasan dengan plastik
- Memeriksa kondisi kebersihan alat dan ruangan
-Minimal 1 tahun sekali
-Minimal 1 tahun sekali
-Setiap awal bulan
Tindakan koreksi
Tanggung jawab
- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi Staf bagian Produksi & QC
- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
Staf bagian Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi - Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
Staf bagian Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi - Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka. Bag. Produksi & QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi
Rekaman/ Catatan dokumentasi - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan alat - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan pengemasan plastik
156
Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). No.
25.
26.
27.
Bahan Baku
Pengemasan dengan kotak karton dan disealer
Penyimpanan produk akhir di gudang
Pengiriman dan Distribusi
Nomor CP CP-25
CP-26
CP-27
Bahaya
- Fisik : debu, kotoran
-
Biologi : tikus, kecoa, serangga
- Fisik : debu dan kotoran
Tindakan pengendalian
Pemantauan Obyek
Lokasi
Prosedur
Frekuensi
Staf/Dept.
- SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
Ruang proses produksi/pengemasan
- Memeriksa kesehatan karyawan
-Minimal 1 tahun sekali
Staf bagian Produksi & QC
- SSOP (Sanitasi alat, ruangan)
Alat sealer
- Memeriksa kondisi kebersihan alat
-Setiap awal bulan
- SSOP (Kesehatan & Higiene Pekerja)
- Pekerja/ karyawan
- Memeriksa kesehatan karyawan
-Minimal 1 tahun sekali
- SSOP (Sanitasi ruangan)
- Ruang gudang penyimpanan
- Memeriksa kondisi kebersihan ruangan
-Setiap awal bulan
-SSOP (Alat transportasi dan distribusi)
Alat transportasi (Truk, container
- Memeriksa kebersihan dan sanitasi alat transportasi
-Setiap pengiriman dan distribusi barang
- SSOP (Sanitasi alat transportasi)
Ruang proses penyimpanan produk akhir
Di tempat pengiriman/ distribusi
Tindakan koreksi
Tanggung jawab
- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi Staf bagian Produksi & QC
- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja
Ka Bag. Produksi dan QC
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi Staf bagian Produksi & QC
- Perketat pemeriksaan kebersihan alat transport yang dipakai
- Beri teguran kepada karyawan atau beri pelatihan higiene dan sanitasi
Ka Bag. Produksi dan QC
Rekaman/ Catatan dokumentasi - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan kemasan karton - Dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan karyawan - Dokumentasi log book hasil pemeriksaan ruang penyimpanan - Dokumentasi hasil pemeriksaan alat transport
- Dokumentasi log book hasil pengiriman dan distribusi
157
Tindakan verifikasi pada tahapan proses pengeringan sebagai titik kendali kritis (CCP) adalah sebagai berikut (1) Melakukan pemeriksaan catatan (records) titik
kendali
kritis
(CCP)
pada
tahap
pengeringan
termasuk
catatan
penyimpangannya dibandingkan dengan standar batas kritis yang sudah ditetapkan, untuk mengetahui arah kecenderungan perubahan/penyimpangan dari batas kritisnya; (2) Melakukan pemeriksaan catatan laporan hasil kegiatan proses pengeringan terutama pada catatan/ rekaman produk hasil pengeringan yang mengalami cacat atau tidak layak untuk dikonsumsi; (3) Melakukan pengambilan contoh produk akhir hasil pengeringan secara acak dan berkala untuk diuji dan dianalisis di laboratorium independen yang sudah terakreditasi sesuai dengan spesifikasi standar yang ditetapkan perusahaan atau pemerintah. Selain tindakan verifikasi di atas, tindakan verifikasi lainnya yang perlu dilakukan Tim HACCP di perusahaan PT Kuala Pangan adalah sebagai berikut : (1) Melakukan peninjauan kelengkapan rencana HACCP yang sudah disusun oleh Tim HACCP, (2) Melakukan peninjauan ulang akurasi/kesesuaian diagram alir dan tata letak yang nyata dengan dokumentasi, (3) Melakukan peninjauan ulang antara dokumen persyaratan dasar (prerequisite programs) dengan kondisi operasi faktual
perusahaan,
(4)
Melakukan
kalibrasi
peralatan
pengukur
suhu
(termometer) di mesin pengukusan dan pengeringan secara rutin (internal) setiap tiga bulan sekali oleh perusahaan dan kalibrasi secara berkala 2-3 tahun sekali (eksternal) di lembaga kalibrasi independen yang sudah terakreditasi berdasarkan sistem ISO 17025, (5) Melakukan kaji ulang rencana HACCP dan kecukupan fasilitas yang dimiliki perusahaan untuk mendukung implementasi sistem HACCP, dan (6) Melakukan kaji ulang antara kekurangan dengan kebutuhan akan kepedulian dan pelatihan staf mengenai kesehatan dan keamanan pangan.
12. Menetapkan Sistem Dokumentasi (Langkah Ke-12; Prinsip 7 HACCP) Penerapan sistem HACCP dalam proses produksi mi kering di PT Kuala Pangan harus diikuti dengan dokumentasi mengenai penerapan HACCP sesuai dengan SNI.01.4852-1998 (BSN, 1998) dan Pedoman BSN 1004 : 2002 (BSN, 2002). Dokumentasi ini berfungsi sebagai acuan dan bukti penerapan HACCP. Penentuan sistem dokumentasi bertujuan untuk menjaga dan mempermudah
158
pengendalian atau pembaharuan (updating) catatan dan rencana HACCP. Oleh karena itu, pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat di perusahaan PT Kuala Pangan adalah penting dalam penerapan sistem HACCP. Salah satu dokumentasi yang harus disiapkan adalah dokumen ”Manual HACCP” yang di dalamnya meliputi kebijakan mutu dan keamanan pangan, prosedur, dan instruksi yang memaparkan bagaimana perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan sebagai produsen mi kering mampu memenuhi persyaratan. Dokumentasi atau pendataan tertulis seluruh program HACCP ini diharapkan dapat menjamin bahwa program tersebut dilaksanakan, dapat diperiksa kembali dan dipertahankan selama periode tertentu. Menurut Thaheer (2005), tujuan penerapan sistem dokumentasi dan pencatatan adalah : (1) Bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang ada, (2) Jaminan pemenuhan terhadap peraturan, (3) Kemudahan pelacakan/kemamputelusuran dan peninjauan catatan, (4) Dokumentasi data pengukuran menuju catatan permanen mengenai keamanan produk pangan, (5) Merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan apabila ada audit HACCP, (6) Rekaman/catatan HACCP dapat lebih memusatkan pada isu keamanan pangan sehingga mempercepat identifikasi masalah, dan (7) Membantu mengidentifikasi lot ingredient, bahan pengemas, dan produk akhir apabila timbul masalah keamanan pangan yang segera dilakukan penarikan produk dari pasaran. Beberapa contoh dokumen dan rekaman pada penerapan HACCP pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 37.
159
Tabel 37. Beberapa contoh dokumen dan rekaman pada penerapan sistem HACCP di PT Kuala Pangan Contoh Manual HACCP Prosedur Pelatihan
Prosedur Pengendalian Proses
Prosedur Tindakan Koreksi Prosedur Internal Audit Prosedur Pengendalian Dokumen
Dokumen Deskripsi Deskripsi kebijakan dan strategi pimpinan perusahaan pada penerapan HACCP Berisi mekanisme peningkatan dan pemeliharaan kompetensi sumber daya manusianya Berisi langkah-langkah pengen-dalian proses termasuk di dalamnya pengendalian CCP
Berisi tahap-tahap yang dilalui apabila terjadi penyimpangan proses produksi Berisi proses verifikasi sistem HACCP melalui pemeriksaan internal yang sitematik Berisi petunjuk pengolahan dan pengendalian dokumen
Contoh Data hasil identifikasi bahaya Sertifikat hasil pelatihan
Catatan pengu-kusan suhu di tahap pengu-kusan dan pengeringan Rekaman langkah tindakan koreksi Jadwal rencana audit internal Bukti permintaan perubahan dokumen
Rekaman Deskripsi Formulir yang telah berisi daftar potensi bahaya dan tindakan pencegahannya Bukti autentik sesorang telah dilatih
Formulir pencatatan/pendataan suhu pengukusan dan pengeringan yang telah berisi dan diotorisasi
Bukti tindakan koreksi yang telah dilakukan
Formulir jadwal yang telah diisi dan diotorisasi Formulir permintaan perubahan dokumen yang telah diisi
13. Menetapkan Prosedur Pengaduan Konsumen Prosedur pengaduan konsumen merupakan persyaratan tambahan yang harus dibuat oleh perusahaan dalam menerapkan sistem HACCP sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam SNI.01.4852-1998 dan Pedoman BSN 1004 : 2002. Prosedur ini menjelaskan metode untuk menerima, menangani pengaduan konsumen dan memberikan penyelesaian terakhir yang terbaik untuk menjawab pengaduan konsumen, yang diterima oleh Bagian Pemasaran. Pengaduan konsumen di PT Kuala Pangan ditangani oleh perusahaan dengan tahapan sebagai berikut : (1) Bagian Pemasaran menerima pengaduan dari konsumen dan dituangkan dalam Complaint Report, dan complaint report ini disampaikan ke bagian pengendalian mutu (QC); (2) Bagian QC mengidentifikasi produk yang dikeluhkan berdasarkan : nama produk, jenis kemasan, nomor batch produksi, tanggal penerimaan, jumlah dan masalah yang dikeluhkan; (3) Bagian QC mengevaluasi hal-hal yang dikeluhkan berdasarkan rekaman produksi dan memeriksa contoh referensi yang disimpan; (4) Bagian QC mendiskusikan dengan
160
Manajer Produksi untuk tindakan perbaikan dan tanggapan atas keluhan tersebut; (5) Direktur memutuskan tindakan penyelesaian akhir berdasarkan laporan dari Manajer QC dan Manajer Produksi; (6) Bagian Pemasaran memberikan tanggapan penyelesaian atas pengaduan tersebut kepada konsumen; dan (7) Bila konsumen menerima penyelesaian tersebut, maka kasus ini dinyatakan ”selesai” dan bukti rekaman semua pengaduan konsumen disimpan oleh Bagian Pemasaran. Diagram penanganan pengaduan konsumen yang ditangani oleh perusahaan PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Gambar 5. Informasi Keluhan dari Konsumen/Masyarakat
Bagian QC dan Manajer Produksi berdiskusi untuk penentuan tindakan perbaikan & tanggapan atas keluhan tsb.
Diterima oleh bag. Pemasaran dalam bentuk complaint report
Disampaikan ke bagian QC
Identifikasi produk yg dikeluhkan oleh QC : - Nama produk - Jenis kemasan - No. batch produksi - Tanggal penerimaan - Jml & masalah yg dikeluhkan
Evaluasi terhadap hal-hal yg dikeluhkan oleh QC berdasar rekaman produksi dan memeriksa contoh referensi yang disimpan
Pemutusan tindakan penyelesaian akhir oleh Direktur berdasarkan Laporan Manajer QC dan Manajer Produksi
Pemberian tanggapan penyelesaian atas pengaduan tsb kepada konsumen oleh bagian Pemasaran
Bila penyelesaian diterima konsumen, maka kasus dinyatakan selesai
Gambar 5. Diagram Penanganan Pengaduan Konsumen di PT Kuala Pangan.
161
14. Menetapkan Prosedur Recall Prosedur recall juga merupakan persyaratan tambahan yang harus dibuat oleh perusahaan dalam menerapkan sistem HACCP untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SNI 01.4852-1998 dan Pedoman BSN 1004 : 2002. Prosedur ini menjelaskan metode untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, menangani pengaduan konsumen dan menarik kembali produk yang dikeluhkan atau ditolak oleh konsumen. Tahapan penarikan produk (recall) yang dilakukan oleh perusahaan PT Kuala Pangan adalah sebagai berikut : (1) Bagian Pengendalian Mutu (QC) mengidentifikasi produk yang dikeluhkan berdasarkan nama produk, jenis kemasan, nomor batch produksi, tanggal pengiriman, jumlah dan masalah yang dikeluhkan; (2) Bagian QC mengevaluasi hal-hal yang dikeluhkan berdasarkan penelusuran rekaman produksi dan menginspeksi sampel reference yang ada di bagian QC; (3) Manajer QC dan Manajer Produksi harus mendiskusikan pengaduan tersebut guna penanganan selanjutnya, yaitu bila pengaduan tidak benar, Manajer QC meminta Bagian Pemasaran untuk menolak pengaduan dan jika diperlukan akan diadakan peninjauan ke pelanggan, sedang jika pengaduan tersebut benar dapat diketahui dari ketidaksesuaian/penanganan pengiriman yang ceroboh, maka Manajer QC bersama Manajer Produksi melaporkan kepada Direktur untuk menarik kembali atau memusnahkan di tempat konsumen; (4) Manajer QC memberikan jawaban kepada Bagian Pemasaran untuk berkoordinasi dengan konsumen guna mengirimkan kembali semua produk yang dikeluhkan atau meminta kepada konsumen untuk memusnahkan sendiri produk yang dikeluhkan; dan (5) Manajer QC memisahkan produk yang dikirim kembali tersebut dan menempatkan pada area dengan garis merah dan bertanda ”Produk Reject” hingga waktu (hari) yang ditentukan.
15. Kendala Dalam Penerapan Sistem HACCP di PT Kuala Pangan Dari hasil studi melalui observasi, pengamatan dan wawancara yang dilakukan ternyata ada beberapa kendala yang dihadapi oleh perusahaan PT Kuala Pangan untuk mengimplementasikan dan mengembangkan terhadap rencana HACCP atau HACCP Plan-nya. Pertama, meskipun pihak Pimpinan manajemen
162
komitmennya cukup tinggi, namun komitmen karyawan yang bukan anggota tim HACCP tetapi bertanggung jawab dalam proses produksi untuk melaksanakan pemantauan terhadap program sanitasi dan higiene kurang melaksanakan dengan baik dengan alasan : menambah beban pekerjaan yang selama ini dilakukan karyawan bersangkutan. Selain itu, karyawan yang ditunjuk sebagai anggota tim HACCP dalam membantu pengelolaan gudang juga kurang komit terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai akibat adanya tambahan pekerjaan catat mencatat atau tulis menulis yang biasanya tidak banyak dilakukan. Bila dikaji lebih lanjut, karyawan yang kurang komit ini biasanya yang usianya sudah agak tua (umur 45 tahun ke atas dan sudah lama bekerja di perusahaan), sehingga kalau ditanya kaitannya dengan tugas dan tanggung jawabnya menyatakan bahwa ”beginibegini saja juga sudah baik” mengapa harus repot dengan adanya pekerjaan tambahan catat-mencatat atau tulis menulis. Oleh karena itu, sosialisasi rencana penerapan HACCP di perusahaan kepada karyawan tersebut harus lebih diintesifkan supaya mereka cepat menyadari tugas dan tanggung jawabnya di perusahaan yang bersangkutan. Memang untuk mengubah kebiasan yang sudah biasa dilakukan karyawan di perusahaan dengan kebiasaan baru sebagai akibat kebijakan baru yang dikeluarkan perusahaan memerlukan waktu untuk penyesuaiannya, tidak dapat langsung diubah secara cepat. Kedua, adanya hambatan psikologis (mental) terhadap karyawan yang ditunjuk oleh pihak manajemen sebagai anggota tim HACCP. Hal ini disebabkan karena karyawan yang ditunjuk sebagai anggota tim HACCP tersebut ada yang merasa pengetahuan dan pemahaman tentang sistem HACCP masih rendah dan ditambah adanya pekerjaan tambahan untuk membantu mempersiapkan dokumendokumen yang dibutuhkan untuk mendukung penerapan dan pengembangan rencana HACCP di perusahaan. Namun hambatan ini sedikit demi sedikit dapat teratasi setelah anggota tim HACCP tersebut mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk menerapkan rencana HACCP dikerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh. Pihak Pimpinan manajemen sendiri juga mempunyai hambatan psikologis yang
agak
pesimis
terhadap
perusahaannya
dalam
menerapkan
dan
mengembangkan rencana HACCP-nya, mengingat perusahaan yang bersangkutan
163
belum mempunyai sumber daya manusia yang lengkap dan komplit serta ahli di bidang mikrobiologi dan ahli di bidang rekayasa proses pangan untuk mendukung implementasi
sistem
HACCP
yang
direncanakan
perusahaan.
Sebagai
konsekuensinya perusahaan perlu mengembangkan sumber daya manusia yang dimiliki nperusahaan dengan cara merekrut sumber daya manusia baru (pegawai baru) yang berlatar belakang disiplin ilmu mikrobiologi atau rekayasa proses pangan. Ketiga, pihak Pimpinan manajemen mempunyai hambatan organisasi di perusahaannya. Hal ini disebabkan karena dalam mengimplementasikan dan mengembangkan rencana sistem HACCP, perusahaan harus menyediakan tim HACCP yang anggota-anggotanya harus kompeten di bidang masing-masing anggota dan multidisiplin ilmu; sementara itu kompetensi personil/karyawan yang ada di struktur organisasi yang dikelola oleh bagian pengembangan sumber daya manusia (Human Resource Development) masih terbatas. Oleh karena itu, konsekuensinya perusahaan PT Kuala Pangan harus mempunyai rencana untuk mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya dalam rencana menerapkan dan mengembangkan sistem HACCP-nya di perusahaan.
C. REKOMENDASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM HACCP DI PERUSAHAAN Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terhadap kondisi sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di perusahaan saat ini dan rencana HACCP Plan perusahaan, maka untuk melakukan pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP dengan model produk mi kering di PT Kuala Pangan, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :
1. Perbaikan (Improvement) Penerapan GMP di PT Kuala Pangan Berdasarkan hasil pemeriksaan pelaksanaan GMP di PT Kuala Pangan dengan menggunakan formulir/lembar kerja pemeriksaan GMP sarana produksi pangan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), ditemukan ada 13 penyimpangan/ketidaksesuaian, yaitu 1 penyimpangan/
164
ketidaksesuaian berkategori serius, 6 penyimpangan/ ketidaksesuaian berkategori mayor dan 6 penyimpangan/ketidaksesuaian berkategori minor. Untuk memperbaiki penyimpangan atau ketidaksesuaian tersebut direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : (a) Menugaskan supervisor produksi untuk setiap harinya mengawasi dan memantau dalam sanitasi, pencucian tangan yang dapat diamati secara langsung,
misalnya karyawan/personil sebelum masuk
ke ruang
pengolahan dan setelah keluar dari toilet; (b) Melakukan pemasangan penutup (canopy) untuk mencegah adanya kontaminasi silang dari debu, kotoran dan serangga di atas proses pembentukan lembaran adonan, proses pemotongan (cutting) dan setelah keluar dari tahap proses pengeringan sebelum dikemas dengan plastik jenis PP; (c) Mengendalikan hama tikus (binatang pengerat) dengan cara memasang jebakan/perangkap tikus atau menggunakan alat yang menimbulkan gelombang suara tertentu pada ruang/gudang penyimpanan bahan baku, ruang pencampuran dan formulasi serta gudang penyimpanan bahan reject dan produk akhir untuk mencegah binatang pengerat/tikus tersebut berkeliaran di dalam ruang produksi dan gudang penyimpanan; (d) Melakukan pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala, khususnya karyawan produksi yang menangani produk mi kering secara langsung, direkomendasikan setahun dua kali. Interval dari pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala ini bisa ditinjau kembali berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan; (e) Menugaskan supervisor produksi untuk setiap harinya memantau kebersihan karyawan agar terjaga dengan baik dan memperhatikan aspek sanitasi dan higiene, misalnya pakaian yang kurang lengkap dan kotor, kebiasaan makan/minum di ruang produksi; (f) Menugaskan supervisor produksi untuk setiap harinya memantau kesehatan karyawan yang bisa diamati secara langsung, misalnya penyakit kulit, flu dan batuk dan lainnya, untuk sementara tidak menangani langsung produk mi kering;
165
(g) Melakukan pengaturan dan pengelompokan bahan baku, bahan penolong, produk, kemasan, dan bahan-bahan kimia (chemical, cleaning agents, dan lain-lain) pada suatu rak/tempat yang tertentu untuk menghindari adanya kontaminasi silang; (h) Memperbaiki fasilitas sanitasi dan cuci tangan untuk karyawan/personil, terutama toilet/urinoir yang sebagian sudah mulai rusak, misalnya pintu, lantai dan dinding, untuk dibersihkan dan dicat kembali sehingga fasilitas tersebut menjadi lebih bersih dan higienis; (i) Meningkatkan efektiftas program pembersihan dan sanitasi di ruang produksi, misalnya pembersihan sarang laba-laba pada plafon/atap dan dinding, pembersihan lantai dan mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi, sehingga dapat menghindari adanya kontaminasi silang; (j) Melengkapi wadah/bak sampah yang belum ada penutupnya dengan penutup untuk menghindari adanya kontaminasi silang bakteri yang dibawa/ditularkan melalui lalat, kecoa, serangga dan tikus; (k) Peningkatan kesadaran dan sikap karyawan dalam budaya sanitasi dan higiene di perusahaan dengan program pelatihan yang berkelanjutan, sehingga sikap dan perilaku karyawan (attitude) dalam menerapkan SOP dan GMP lebih konsisten. 2. Pengembangan Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berdasarkan HACCP Untuk pengembangan sistem HACCP pada perusahaan PT Kuala Pangan direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : a. Melakukan komunikasi eksternal dengan menginformasikan kebijakan mutu dan keamanan pangan ke para pemasok/supplier perusahaan sekaligus melakukan audit ke pemasok perusahaan; b. Melakukan kaji ulang (review) akhir konsep rencana HACCP (HACCP Plan) yang sudah disusun sebelum melaksanakan implementasinya di perusahaan PT Kuala Pangan; c. Melengkapi data validasi terhadap rencana HACCP (HACCP Plan) yang sudah disusun dan ditetapkan perusahaan selama melakukan uji coba
166
penerapan sistem HACCP sesuai dengan persyaratan SNI 01. 48521998; d. Melakukan verifikasi terhadap rencana HACCP yang disusun selama melakukan uji coba penerapan sistem HACCP di perusahaan; e. Melakukan perbaikan yang diperlukan dan melakukan validasi kembali jika ada perubahan dalam rencana HACCP tersebut; dan f. Jika semuanya sudah memenuhi syarat, maka meminta Lembaga/Badan Sertifikasi Sistem HACCP untuk melakukan sertifikasi terhadap sistem HACCP yang telah diimplementasikan.
167