44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembentukan harga di setiap lembaga pemasaran. Pada perekonomian yang semakin terbuka dan dengan tingkat persaingan yang tinggi, integrasi pasar akan selalu ada walaupun lemah. Tabel 5 menunjukkan hasil analisis integrasi pasar dengan menggunakan metode OLS (ordinary least square) dengan model autoregressive menghasilkan persamaan regresi pada harga kakao di pasar spot Makassar dengan harga di bursa berjangka NYBOT. Data sekunder yang digunakan adalah data berupa time series harga bulanan kakao yang terjadi di pasar spot kakao Makassar dengan bursa berjangka NYBOT yang dinyatakan dalam US$ per ton. Berdasarkan uji simultan (uji f) bahwa prediktor yang digunakan dalam model pasar spot Makassar dan bursa berjangka NYBOT secara bersama-sama berpengaruh nyata dalam tingkat kepercayaan 95 persen, ini diperlihatkan oleh nilai fhitung > ftabel dengan nilai 20,37 > 3,32. Untuk mengetahui ada tidaknya masalah autokorelasi dilakukan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM pada hasil dugaan regresi model integrasi pasar antara pasar spot Makassar dengan bursa berjangka NYBOT ditunjukkan oleh nilai Obs*R-Squared sebesar 23,13
dan
nilai
probabilitas
chi-square
sebesar
0,00.
Hasil
tersebut
mengindikasikan bahwa terdapat masalah autokorelasi dalam model karena nilai probabilitas chi-square sebesar 0,00 lebih kecil daripada nilai kritik α = 0,05 (0,00 < 0,05). Pengujian indikasi masalah multikolinearitas dilakukan dengan menyusun tabel matriks korelasi Pearson antar variabel independen di dalam model. Matriks perbandingan korelasi yang dihasilkan ditunjukkan pada lampiran 7 tidak mengindikasikan adanya masalah multikolinearitas yang serius, korelasi antara masing-masing variabel independen yang digunakan dalam model tidak menunjukkan hubungan korelasi yang signifikan.
45
Pengujian
indikasi
masalah
heteroskedastisitas
dilakukan
dengan
menggunakan uji white heteroscedasticity. Nilai Obs*R-Squared pada hasil pengujian white heteroscedasticity adalah sebesar 11,16 dengan nilai probabilitas sebesar 0,26. Nilai probabilitas pada uji ini masih lebih besar daripada nilai kritik α = 0,05 (0,26 > 0,05). Dengan demikian hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada model integrasi pasar antara pasar spot Makassar dengan bursa berjangka NYBOT. Hasil analisis regresi pada harga kakao di pasar spot Makassar dan bursa berjangka NYBOT memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang baik yaitu 66,3 persen, artinya bahwa variabel prediktor dalam model mampu menjelaskan sebanyak 66,3 persen variasi (keragaman) pada pembentukan harga di pasar spot Makassar dan 33,7 persen dijelaskan oleh variabel di luar model. Tabel 4. Hasil Analisis Integrasi Pasar Komoditi Kakao Antara Pasar Spot Makassar dengan Pasar Bursa Berjangka NYBOT Uraian Hasil t-statistik P-value Standar error b1 (harga di pasar spot Makassar pada t-1) b2 (selisih harga NYBOTt – hargat-1) b3 (harga di NYBOT pada t-1) F statistic = 20,37 R-square = 66,3% IMC = 3,71
0,52 0,67 0,14
3,78 6,57 0,47
0,0007 0,0000 0,6391
0,14 0,10 0,30
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa hasil uji parsial (uji t), koefisien penduga b1 (variabel prediktor harga di pasar spot Makassar bulan lalu) berpengaruh nyata terhadap pembentukan harga di pasar spot Makassar bulan ini pada selang kepercayaan 95 persen. Hasil uji t yang diperoleh lebih besar daripada ttabel sebesar 2,32 (thitung < ttabel), hal ini diperkuat dengan pvalue sebesar 0,0007 yang lebih kecil daripada nilai kritik 0,05 (0,0007 < 0,05). Koefisien penduga b2 (variabel prediktor harga di bursa berjangka NYBOT bulan lalu) ditemukan berpengaruh nyata terhadap pembentukan harga di pasar spot Makassar bulan ini pada selang kepercayaan 95 persen. Hasil uji t yang diperoleh adalah 6,57 lebih besar daripada ttabel sebesar 2,32 (thitung > ttabel) yang kemudian didukung oleh pvalue sebesar 0,00 yang lebih kecil daripada nilai kritik 0,05 (0,00 < 0,05). Sedangkan untuk koefisien penduga b3 (variabel prediktor harga di bursa berjangka NYBOT bulan lalu) ditemukan tidak berpengaruh nyata
46
terhadap pembentukan harga di pasar spot Makassar bulan ini pada selang kepercayaan 95 persen. Hasil uji t yang diperoleh adalah 0,47 lebih kecil daripada ttabel sebesar 2,32 (thitung < ttabel) yang diperkuat dengan nilai pvalue yang lebih besar daripada nilai kritik 0,05 (0,47 > 0,05).
5.1.1 Integrasi Pasar Jangka Pendek Integrasi pasar jangka pendek menunjukkan bagaimana perubahan harga berdasarkan waktu di pasar acuan (bursa berjangka NYBOT) secara langsung diteruskan ke pasar lokal (pasar spot kakao Makassar), integrasi jangka pendek diwakili oleh koefisien b2 (marjin harga di bursa berjangka NYBOT bulan ini dengan bulan lalu). Nilai koefisien b2 pada pasar spot Makassar adalah sebesar 0,67. Artinya kenaikan harga kakao di bursa berjangka NYBOT sebesar US$ 1, dengan asumsi faktor-faktor yang mempengaruhi harga ceteris paribus, menyebabkan kenaikan harga di pasar spot Makassar sebesar US$ 0,65. Berdasarkan nilai koefisien b2 menunjukkan bahwa pasar spot Makassar dengan bursa berjangka NYBOT terpadu lemah dalam jangka pendek, kesimpulan tersebut diperkuat nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar -4,93 yang mengindikasikan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak hipotesis nol (H0 : β2 = 1). Nilai koefisien b2 pada pasar spot Makassar signifikan pada selang kepercayaan 95 persen, ini ditunjukkan dengan nilai thitung > ttabel (6,57 > 1,645). Artinya bahwa pembentukan harga di bursa berjangka NYBOT berpengaruh signifikan pada pembentukan harga di pasar spot Makassar yang menjadi acuan harga kakao Indonesia.
5.1.2 Integrasi Pasar Jangka Panjang Integrasi pasar dalam jangka panjang ditunjukkan oleh nilai IMC. Intergrasi pasar dalam jangka panjang adalah keterkaitan antara pasar lokal (pasar spot Makassar) dengan pasar acuan (bursa berjangka NYBOT) yang diwakili indeks keterpaduan pasar. Koefisien b1 (variabel prediktor harga di bursa berjangka NYBOT bulan lalu), pada pasar spot Makassar adalah sebesar 0,52 artinya kenaikan harga kakao di pasar spot Makassar sebesar US$ 1/ton dengan asumsi faktor-faktor yang mempengaruhi harga ceteris paribus, akan turut
47
menaikkan harga di bursa berjangka NYBOT sebesar US$ 0,52/ton. Koefisien β3 (variabel prediktor di bursa berjangka NYBOT bulan lalu) sebesar 0,14, artinya kenaikan harga kakao di bursa berjangka NYBOT sebesar US$ 1/ton akan meningkatkan harga di pasar spot Makassar sebesar US$ 0,14/ton. Integrasi jangka panjang ditunjukkan oleh nilai IMC, yang merupakan rasio antara koefisien β1 (variabel prediktor harga di pasar spot Makassar bulan lalu) dan koefisien β3 (variabel prediktor harga di bursa berjangka NYBOT bulan lalu). IMC yang diperoleh dari kedua koefisien tersebut adalah sebesar 3,71, artinya berdasarkan bilai IMC bahwa terdapat integrasi yang lemah dalam jangka panjang antara pasar spot Makassar dengan bursa berjangka NYBOT. Nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 5,2 yang memperkuat penolakan untuk hipotesis nol (IMC = 0) pada selang kepercayaan 95 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaku pasar kakao spot Makassar dan bursa berjangka NYBOT tidak berhasil menghubungkan pasar yang secara geografis terpisah melalui arus dan informasi harga dan komoditi.
5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia Pada bagian ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi harga kakao Indonesia. Model yang digunakan terdiri atas variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen meliputi harga kakao di bursa berjangka NYBOT (X1), konsumsi dunia (X2), impor Amerika Serikat (X3), kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (X4), dan produksi pada waktu t-1 (X5), dengan variabel dependennya adalah harga kakao Indonesia (Y). Model regresi yang digunakan adalah model regresi double log dengan mentransformasi nilai aktual menjadi logaritma natural sebagai berikut: lnY = lnβ0 + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3 + β4lnX4 + β5lnX5 + ε dimana: lnY
= harga kakao Indonesia (Rp)
lnβ0
= intersep
lnX1
= harga kakao di NYBOT (US$)
lnX2
= konsumsi dunia (ton)
lnX3
= impor Amerika Serikat (ton)
48
lnX4
= kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (US$)
lnX5
= lag produksi (satuan)
ε
= error Hasil dugaan persamaan regresi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 5. Hasil Dugaan Analisis Regresi Model Double Log Harga Kakao Indonesia Variabel Koefisien Thitung Pvalue Standar error Konstanta 17,950 3,91 0,001 4,55 Harga Kakao NYBOT (lnX1) 0,39 1,91 0,068 0,20 Konsumsi dunia (lnX2) -0,69 -2,32 0,028 0,29 Impor Amerika Serikat (lnX3) -0,39 -1,45 0,161 0,26 Kurs Rupiah terhadap Dollar (lnX4) 1,099 12,82 0,000 0,08 Produksi pada waktu t-1 (lnX5) 0,04 1,48 0,151 0,03 R-square = 95% F-statistik = 88,3 Pada pendugaan model harga kakao Indonesia terlihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 95 persen, hal ini mengindikasikan bahwa 95 persen keragaman faktor-faktor yang mempengaruhi harga kakao Indonesia dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya sebesar 5 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dari uji f diperoleh fhitung sebesar 88,3, angka tersebut lebih besar daripada ftabel sebesar 2,73 pada taraf selang kepercayaan 99 persen. Nilai tersebut menjelaskan secara bersama-sama bahwa variabel-variabel penjelas dalam model berpengaruh nyata terhadap harga kakao Indonesia. Berdasarkan uji t, variabel yang digunakan secara keseluruhan memiliki nilai thitung berturut-turut adalah 1,91, -2,32, -1,45, 12,82, dan 1,48. Faktor-faktor seperti harga kakao NYBOT (X1), konsumsi dunia (X2), dan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (X4) memiliki nilai thitung lebih besar daripada ttabel sebesar 1,69 pada selang kepercayaan 95 persen, dengan demikian ketiga faktor-faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap harga kakao Indonesia, sedangkan nilai thitung yang lebih kecil daripada ttabel pada selang kepercayaan 95 persen yang mengindikasikan bahwa impor Amerika Serikat dan lag produksi tidak berpengaruh nyata di dalam model.
49
Pengujian indikasi masalah multikolinearitas dilakukan dengan menyusun tabel matriks korelasi Pearson antar variabel independen di dalam model. Matriks perbandingan korelasi yang dihasilkan ditunjukkan pada lampiran 5 tidak mengindikasikan adanya masalah multikolinearitas yang serius, korelasi antara variabel independen yang digunakan dalam model tidak menunjukkan korelasi yang signifikan. Pengujian
indikasi
masalah
heteroskedastisitas
dilakukan
dengan
menggunakan uji white heteroscedasticity. Nilai Obs*R-Squared pada hasil pengujian white heteroscedasticity adalah sebesar 21,9 dengan nilai probabilitas sebesar 0,35. Nilai probabilitas pada uji ini masih lebih besar daripada nilai kritik α = 0,05 (0,35 > 0,05). Dengan demikian hipotesis nol menyatakan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya masalah autokorelasi dilakukan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM pada hasil dugaan regresi model double log faktor-faktor yang mempengaruhi harga kakao Indonesia ditunjukkan oleh nilai Obs*R-Squared sebesar 0,96 dan nilai probabilitas chi-square sebesar 0,62. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tidak ada masalah autokorelasi dalam model karena nilai probabilitas chi-square sebesar 0,62 masih lebih besar daripada nilai kritik α = 0,05 (0,62 > 0,05). Pengujian normalitas ditunjukkan oleh grafik histogram statistik Jarque Bera dengan nilai 0,017 dan nilai probabilitas sebesar 0,99. Nilai probabilitas yang diperoleh masih lebih besar daripada tingkat signifikansi 5 persen, dengan demikian tidak terdapat cukup bukti untuk menolak hipotesis nol, dimana residual model terdistribusi secara normal. Berikut ini adalah penjelasan hasil analisis regresi model double log faktor-faktor yang mempengaruhi harga kakao Indonesia terhadap hipotesis yang telah disusun.
50
5.2.1 Harga Kakao NYBOT (X1) Harga kakao di bursa NYBOT berpengaruh nyata terhadap harga kakao yang terjadi di bursa berjangka NYBOT, hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan harga yang terjadi di bursa NYBOT menyebabkan harga kakao di Indonesia langsung bereaksi. Ini diperkuat dengan nilai thitung > ttabel (1,94 > 1,701) pada selang kepercayaan 95 persen. Koefisien harga kakao NYBOT sebesar 0,39 berarti bahwa setiap kenaikan konsumsi kakao dunia sebesar satu persen maka akan meningkatkan harga kakao Indonesia sebesar 39 persen, dengan faktorfaktor lain dianggap ceteris paribus.
5.2.2 Konsumsi Dunia Konsumsi kakao dunia berpengaruh nyata terhadap harga kakao yang terjadi di Indonesia pada taraf nyata 5 persen. Koefisien konsumsi kakao dunia adalah sebesar -0,69. Ini menjelaskan bahwa setiap terjadi kenaikan konsumsi dunia sebesar 1 persen, maka akan menurunkan harga kakao Indonesia sebesar 69 persen, dengan faktor lain dianggap ceteris paribus. Hal ini diperkuat kembali dengan melihat nilai thitung > ttabel (-2,34 > 1,701) pada selang kepercayaan 95 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kenaikan harga di Negara produsen besar akan berpengaruh negatif terhadap konsumsi. Kenaikan harga kakao di Indonesia akan menyebabkan kenaikan harga dunia yang akan otomatis menurunkan konsumsi kakao dunia.
5.2.3 Impor Amerika Serikat (X3) Impor kakao Amerika Serikat tidak berpengaruh nyata terhadap harga kakao yang terjadi di Indonesia pada taraf nyata 5 persen. Hal ini ditunjukkan oleh nilai thitung yang lebih kecil daripada ttabel (-1,48 > 1,701). Koefisien regresi faktor impor kakao Amerika Serikat adalah sebesar -0,39. Ini menjelaskan bahwa setiap terjadi kenaikan impor kakao Amerika Serikat sebesar 1 persen, maka dengan asumsi faktor lain ceteris paribus, akan menurunkan harga kakao Indonesia sebesar 39 persen. Dengan demikian terdapat hubungan yang negatif antara harga kakao Indonesia dengan impor oleh Amerika Serikat. Kenaikan harga akan
51
menyebabkan Negara pengimpor kakao Indonesia terutama Amerika Serikat untuk cenderung mengurangi jumlah impor mereka.
5.2.4 Nilai Tukar (kurs) Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat (X4) Nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat berpengaruh nyata terhadap harga kakao Indonesia pada taraf pengujian 5 persen. Koefisien regresi nilai tukar adalah sebesar 1,09. Artinya jika nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat mengalami peningkatan sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan harga kakao Indonesia sebesar 109 persen. Hubungan positif ini diperkuat oleh nilai thitung yang lebih besar daripada ttabel (12,87 > 1,701), dengan demikian nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat berpengaruh signifikan terhadap harga kakao Indonesia. Apresiasi Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat akan meningkatkan harga kakao lokal dan mendorong Amerika Serikat untuk mengurangi impor kakaonya.
5.2.5 Lag Produksi Dunia Lag produksi dunia tidak berpengaruh nyata terhadap harga yang terjadi di Indonesia. Koefisien regresi variabel lag produksi adalah sebesar -0,04. Nilai ini menunjukkan bahwa jika produksi kakao dunia pada waktu t-1 meningkat sebesar 1 persen, maka dengan asumsi faktor lain ceteris paribus, akan menurunkan harga kakao Indonesia sebesar 4 persen. Tidak adanya pengaruh nyata ini diperkuat oleh nilai thitung yang lebih kecil daripada nilai ttabel pada taraf nyata 5 persen (1,47 < 1,701). Indikasi ini dapat dijelaskan dengan persediaan kakao dari Negara produsen besar lainnya seperti Pantai Gading dan Ghana. Jika produksi kakao Indonesia rendah, maka pada tahun-tahun berikutnya akan diantisipasi oleh persediaan produksi Negara-negara pesaing.