V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dalam penelitian ini, untuk menguji apakah kuesioner yang digunakan valid dan reliabel, maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat mewakili obyek yang diamati, dan uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat diandalkan dan dapat dijadikan sebagai alat ukur, apabila pengukuran diulangi. Proses pengolahan data menggunakan komputer dengan program SPSS versi 20.0 5.1.1 Hasil Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaanpertanyaan yang diajukan dapat mewakili obyek yang diamati. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment dan hasilnya akan dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi r. Uji coba kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah butir pertanyaan dalam kuesioner memenuhi syarat sah atau valid secara konten maupun isi dari apa yang ingin diukur. Apakah kuesioner secara konten sudah mewakili obyek yang ingin diamati, dalam hal ini apakah secara konten butir-butir pertanyaannnya memang berkaitan dengan motivasi dan kepuasan sesuai dengan obyek yang ingin diamati sebagai dasar untuk dijadikan sebagai data utama penelitian. Sebagai data awal, kuesioner diberikan kepada 15 orang responden. Kuesioner yang disebarkan terdiri dari pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik responden dan pertanyaan tertutup mengenai aspek-aspek yang diamati, yang terdiri dari 57 pertanyaan. Setelah dilakukan uji validitas awal, didapat 48 pertanyaan yang valid dan terdapat pula 9 pertanyaan yang tidak valid karena r < 0.2, yaitu pertanyaan nomor 4,9,16,25,28,30,33,34, dan butir 54. 9 butir pertanyaan tersebut kemudian diperbaiki secara konten. Setelah butir-butir pertanyaan diperbaiki, kemudian dilakukan penyebaran kuesioner ke-2. Untuk menguji apakah butir-butir pertanyaan valid secara konten. Setelah data diperoleh dilakukan uji validitas yang kedua dan menghasilkan 2 butir pertanyaan yang
tidak valid yaitu butir 41 dan 46. Kemudian butir tersebut diperbaiki sehingga valid secara konten.
5.1.2 Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten bila alat ukur tersebut digunakan berulang kali, atau suatu uji yang menunjukkan sejauh mana pengukuran ini dapat memberikan hasil yang relatif tidak beda bila dilakukan pengulangan pengukuran terhadap subyek yang sama. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha atau Cronbach’s Alpha.
Tabel 12 Hasil uji reliabilitas Uji Validitas
Cronbach’s Alfa
1
0.879
2
0.939
Sumber : Hasil pengolahan data dengan SPSS 20.0
Dari hasil pengujian reliabilitas awal dengan Cronbach’s Alpha untuk semua atribut yaitu r > 0.8, artinya kuesioner tersebut reliabel dengan nilai reliabilitas kuesioner yang tinggi karena berada pada range 0.8-1.0. Kemudian dilakukan uji reliabilitas ke dua dan menunjukan hasil yang lebih tinggi dari pengujian realibilitas awal yaitu sebesar 0.939. Hal ini membuktikan bahwa kuesioner yang disebarkan dapat diandalkan untuk dijadikan alat ukur dalam penelitian ini.
5.2 Karakteristik Responden Pada bagian ini akan diberikan gambaran umum mengenai responden. Responden adalah pegawai yang berada di Universitas Terbuka (UT) pada kantor pusat tahun 2012. Deskripsi karakteristik responden diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada pegawai di lingkungan UT. Karakteristik responden dilihat dari sisi jenis kelamin, usia, masa kerja, pendidikan dan status pegawai.
i.Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 13 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase (%)
Pria
101
52.6
Wanita
91
47.4
Total
192
100
Secara umum responden dalam penelitian ini yang berjenis kelamin pria berjumlah 101 orang atau sebesar 52.6% dan responden yang berjenis kelamin wanita berjumlah 91 orang atau sebesar 47.4%. Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin tersebut secara umum hampir seimbang sehingga penelitian ini sudah mewakili populasi dari proporsi jenis kelamin.
ii.Karakteristik Responden berdasarkan Usia
Tabel 14 Karakteristik responden berdasarkan usia Usia
Jumlah
Persentase (%)
20-40
57
29.68
41-50
90
46.88
>50
45
23.44
Total
192
100
Responden dalam penelitian ini yang berusia
41-50 tahun memiliki
persentase tertinggi yaitu sebanyak 90 orang atau sebesar 46.88% dibandingkan kelompok usia lainnya. Kemudian diikuti kelompok responden dengan usia 20-40 sebanyak 57 orang atau sebesar 29.68%. Setelah itu diikuti kelompok responden dengan usia >50 tahun sebanyak 45 orang atau sebesar 23.44%.
iii.Karakteristik responden berdasarkan Masa Kerja
Tabel 15 Karakteristik responden berdasarkan masa kerja Masa Kerja (thn)
Jumlah
Persentase (%)
0-5
8
4,17
6-10
35
18,23
11-15
36
18,75
>15
113
58,85
Total
192
100
Persentase responden terbesar adalah kelompok responden dengan masa kerja > 15 tahun yaitu sebanyak 113 orang atau sebesar 58,85%. Sedangkan persentase responden terendah adalah kelompok responden dengan masa kerja 0-5 tahun yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar 4,17 %.
Sedangkan kelompok
responden dengan masa kerja 6-10 tahun sebanyak 35 orang atau sebesar 18.23%, dan untuk responden dengan masa kerja 11-15 tahun sebanyak 36 orang atau sebesar 18.75%. Berdasarkan deskripsi masa kerja dapat diketahui bahwa secara umum responden mampu menjawab kuesioner dan memberikan informasi yang sesuai dengan substansi penelitian karena telah memiliki pengalaman kerja yang cukup. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan hasilnya.
iv.Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan
Tabel 16 Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
SD-SMA
49
25.52
D3-S1
59
30.73
S2-S3
84
43.75
Total
192
100
Responden dengan tingkat pendidikan S2 dan S3 merupakan jumlah responden terbanyak dengan persentase sebesar 43.75%, diikuti responden dengan
latar belakang pendidikan D3-S1 sebesar 30.73%. kemudian responden dengan tingkat pendidikan SD-SMA sebesar 25.52%.
v.Karakteristik Responden berdasarkan Status Pegawai
Tabel 17 Karakteristik responden berdasarkan status pegawai Status Pegawai
Jumlah
Persentase (%)
Dosen
75
39,06
Administrasi
117
60,94
Total
192
100
Tabel 17 menunjukkan kelompok responden berdasarkan status pegawai, yaitu dosen dan staf administrasi. Persentase terbanyak adalah staf administrasi sebesar 60.94%. Sementara itu, 39.06% responden adalah dosen. Hal ini secara umum cukup mewakili populasi, dimana 37% pegawai UT adalah dosen dan 63% pegawai UT adalah staf Administrasi.
5.3 Analisis Crosstabs (Tabel Silang) Penelitian ini menggunakan analisis crosstabs, yaitu untuk mengetahui hubungan antara Karakteristik Responden (Faktor demografi), motivator factors dan hygiene factors terhadap kepuasan pegawai di UT Pusat. Pada proses pengolahan data menggunakan program SPSS versi 20.0. Analisis Crosstabs ini dilakukan untuk membuktikan pendapat Herzberg yang menyatakan bahwa kepuasan kerja tidak tergantung pada faktor demografi (Schroder 2008). Walaupun dalam beberapa penelitian justru membuktikan hal sebaliknya dimana faktor demografi berhubungan dengan kepuasan kerja. Dan melalui analisis crosstabs inilah penulis ingin membuktikan apakah ada hubungan antara faktor demografi dengan kepuasan pegawai UT. Dari hasil analisis yang dilakukan, membuktikan bahwa faktor demografi tidak berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai. Baik itu Jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pegawai, usia maupun masa kerja tidak berhubungan
dengan kepuasan kerja. Sehingga kepuasan kerja dapat dirasakan siapa saja dengan sama tanpa dibatasi oleh faktor-faktor demografi. Ini sekaligus membuktikan pendapat Herzberg yang menyatakan bahwa kepuasan kerja tidak tergantung faktor demografi. 5.3.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs dapat diketahui bahwa sebaran jenis kelamin terbagi menjadi 2 yaitu pria dan wanita. Pada tabel 18 menunjukkan bahwa 4.7% pria memiliki persepsi sangat puas, 40.1% pria memiliki persepsi puas, 5.7% pria memiliki persepsi tidak tahu. Dan ada 1.6% pria memiliki persepsi tidak puas dan untuk pria yang memiliki persepsi sangat tidak puas terhadap kepuasan adalah sebesar 0.5%. Sementara itu, untuk kelompok jenis kelamin wanita, 4.2% wanita memiliki persepsi sangat puas, 35.4% wanita memiliki persepsi puas, 2.6% wanita memiliki persepsi tidak tahu, dan 5.2% wanita memiliki persepsi tidak puas. Untuk kelompok wanita, tidak ada responden yang menjawab sangat tidak puas.
Tabel 18. Hubungan antara jenis kelamin dan kepuasan kerja pegawai
Keterangan
STP
TP
Pria Wanita Total
0,5 0,5
1,6 5,2 6,8
Kepuasan Pegawai (dalam %) TT P SP 5,7 2,6 8,3
40,1 35,4 75,5
4,7 4,2 8,9
Total 52,6 47,4 100
Berdasarkan hasil analisis korelasi gamma pada tingkat kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan kerja pegawai. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi gamma sebesar 0,697 atau probabilitas diatas 0,05 (0,697>0,05). Jadi kepuasan kerja pegawai tidak berhubungan dengan jenis kelamin.
5.3.2 Hubungan Antara Usia dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs dilihat dari usia yang dikelompokan ke dalam usia 20-40 tahun, 41-50 tahun dan usia >50 tahun. Untuk usia 20-40 tahun
menunjukkan bahwa 3.6% pegawai memiliki persepsi sangat puas, 22.4% pegawai memiliki persepsi puas, dan 3.1% pegawai memiliki persepsi tidak tahu. Untuk pegawai dengan kelompok usia 20-40 tahun yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 1% dan tidak ada pegawai dengan kelompok usia ini yang memiliki persepsi sangat tidak puas. Kelompok usia 41-50 tahun menunjukkan 2.6% pegawai memiliki persepsi sangat puas, 36.5% pegawai memiliki persepsi puas, 2,6% pegawai memiliki persepsi tidak tahu, dan 4.2% pegawai memiliki persepsi tidak puas. Sementara itu, kelompok pegawai yang berusia 41-50 tahun yang memiliki persepsi sangat tidak puas adalah sebesar 0.5%. Kelompok usia diatas 50 tahun menunjukkan bahwa ada 2.6% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas. Pegawai yang memiliki persepsi puas sebesar 16.7%, pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 2.6%, pegawai yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 1.6%. Sementara itu untuk kelompok usia diatas 50 tahun tidak ada pegawai yang mempersepsikan rasa sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja.
Tabel 19 Hubungan antara usia dan kepuasan kerja pegawai Kepuasan Pegawai (dalam %) TP TT P SP
Total
-
1.0
3.1
22,4
3.6
30.2
41-50
0,5
4,2
2,6
36,5
2,6
46,4
>50
-
1,6
2,6
16,7
2,6
23,4
Total
0,5
6,8
8,3
75,6
8,8
100
Usia (thn)
STP
20-40
Selanjutnya hubungan antara usia dengan kepuasan kerja pegawai ditunjukkan oleh nilai signifikansi gamma sebesar 0,590 atau probabilitas diatas 0,05 (0,590>0,05). Artinya bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan kepuasan kerja pegawai.
5.3.3 Hubungan antara Masa Kerja dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs yang dilihat dari sebaran masa kerja yang terbagi menjadi pegawai dengan masa kerja 0-5 tahun, 5-10 tahun, 11-15 tahun, dan pegawai dengan masa kerja diatas 16 tahun. Kelompok pegawai dengan masa kerja 0-5 tahun menunjukkan adanya pegawai yang memiliki persepsi sangat puas sebesar 0.5%, pegawai yang memiliki persepsi puas sebesar 2.6%, pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 1% dan untuk pegawai yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 0.5%. untuk kelompok usia 0-5 tahun tidak ada pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja. Kelompok pegawai dengan masa kerja 5-10 tahun menunjukkan bahwa ada 2.1% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas, 12.5% pegawai yang memiliki persepsi puas. Untuk karyawan yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 2.1% dan ada sebesar 1% pegawai yang memiliki persepsi tidak puas. Dalam kelompok usia 5-10 tahun ini, tidak ada pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja. Kelompok pegawai dengan masa kerja 11-15 tahun menunjukkan bahwa ada 1.6% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas, 15.6% pegawai memiliki persepsi puas, 0.5% pegawai memiliki persepsi tidak tahu dan 1% pegawai memiliki persepsi tidak puas. Untuk kelompok usia 11-15 tahun ini, tidak ada pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja. Kelompok pegawai dengan masa kerja diatas 15 tahun menunjukkan bahwa terdapat 4.7% pegawai sangat puas, 44.8% pegawai memiliki persepsi puas, untuk pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 4.7% dan ada 0.5% pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas. Tabel 20 Hubungan antara masa kerja dan kepuasan kerja pegawai Masa Kerja (thn)
Kepuasan Pegawai (dalam %) STP
TP
TT
P
SP
Total
0-5 5-10 11-15 >15 Total
0,5 0,5
0,5 1,0 1,0 4,2 6,8
1,0 2,1 0,5 4,7 8,3
2,6 12,5 15,6 44,8 75,5
0,5 2,1 1,6 4,7 8,9
4,7 17,7 18,8 58,9 100
Kemudian hubungan antara masa kerja dan kepuasan kerja pegawai menunjukkan nilai signifikansi gamma sebesar 0,901 atau probabilitas diatas 0,05 (0,901 >0,05), dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama masa kerja pegawai dengan kepuasan pegawai. Sehingga kepuasan kerja pegawai tidak dipengaruhi oleh masa kerja.
5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs yang dilihat dari sebaran tingkat pendidikan yang terbagi menjadi pegawai dengan tingkat pendidikan SD-SMA, D3-S1, dan kelompok dengan tingkat pendidikan S2-S3. Kelompok pegawai dengan tingkat pendidikan SD-SMA menunjukkan adanya pegawai yang memiliki persepsi sangat puas sebesar 3.1%, pegawai yang memiliki persepsi puas sebesar 17.7%, pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 2.6%. untuk kelompok pegawai yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 1,6%
dan pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas sebesar 0.5%.
Kelompok pegawai dengan tingkat pendidikan D3 menujukkan bahwa ada 0.5% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas, 0.5% pegawai puas, dan tidak ada pegawai dengan tingkat pendidikan D3 yang tidak tahu, tidak puas dan sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja. Kelompok pegawai dengan tingkat pendidikan D3-S1menunjukkan bahwa terdapat 3.6% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas, 21.9% pegawai yang memiliki persepsi puas, pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 2.1%, pegawai yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 2.6%. dan tidak ada pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas pada kelompok tingkat pendidikan D3S1. Kelompok pegawai dengan tingkat pendidikan S2-S3 menunjukkan adanya pegawai yang memiliki persepsi sangat puas sebesar 2.1%, pegawai yang memiliki persepsi puas sebesar 35.9%, 3.6% pegawai memiliki persepsi tidak tahu dan 2.6% pegawai yang memiliki persepsi tidak puas. Untuk kelompok pegawai denga tingkat pendidikan S2-S3 tidak ada pegawai yang mempersepsikan sangat tidak puas.
Tabel 21 Hubungan antara tingkat pendidikan dan kepuasan kerja pegawai Pendidikan SD-SMA D3-S1 S2-S3
STP 0.5 -
Total
0,5
Kepuasan Pegawai (dalam %) TP TT P SP 1.6 2.6 17.7 3.1 2.6 2,1 21.9 3.6 2.6 3.6 35.9 2.1 6,8
8,3
75,5
8,9
Total 25.5 30.3 44.2 100
Hubungan antara tingkat pendidikan dan kepuasan kerja pegawai ditunjukkan oleh nilai signifikansi gamma sebesar 0,619 atau probabilitas di atas 0,05 (0,619 >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan pegawai dengan kepuasan kerja pegawai.
5.3.5 Hubungan antara Status Pegawai dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs yang dilihat dari sebaran status pegawai terbagi menjadi staf administrasi dan staf edukatif (dosen). Staf administrasi menunjukkan bahwa terdapat 6.2% memiliki persepsi sangat puas, 44.3% pegawai memiliki persepsi puas, 6.2% pegawai memiliki persepsi tidak tahu, ada 3.6% pegawai yang memiliki persepsi tidak puas dan terdapat 0.5% staf administrasi yang mempersepsikan sangat tidak puas. Kemudian untuk status pegawai dosen terdapat 2.6% dosen yang memiliki persepsi sangat puas, 31.2% dosen menyatakan puas, 2.1% dosen yang memiliki persepsi tidak tahu, serta 3.1% dosen menyatakan tidak puas. Untuk pegawai dengan status dosen tidak menunjukan persepsi sangat tidak puas.
Tabel 22 Hubungan antara status pegawai dan kepuasan kerja pegawai
Administrasi Dosen
STP 0,5 0,0
Kepuasan Pegawai (dalam %) TP TT P SP 3,6 6,2 44,3 6,2 3,1 2,1 31,2 2,6
Total 60,9 39,1
Total
0,5
6,8
100,0
Status Pegawai
8,3
75,5
8,9
Hubungan antara status pegawai dan kepuasan kerja pegawai menunjukkan nilai signifikansi gamma sebesar 0.999 atau probabilitas diatas 0,05
(0,999
>0,05), dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status pegawai
dengan kepuasan kerja pegawai. Artinya bahwa kepuasan kerja pegawai tidak dipengaruhi oleh status pegawai baik itu Dosen maupun Staf administrasi. 5.4 Hubungan Indikator Variabel Motivator Factors dan Hygiene Factors terhadap Kepuasan Kerja Pegawai 5.4.1 Hubungan Motivator Factors terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Variabel motivator factors terdiri dari indikator-indikator prestasi, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan untuk maju. Secara umum dari
7 indikator pada variabel
motivator factors diketahui bahwa indikator tersebut memiliki hubungan yang berbeda-beda terhadap kepuasan kerja pegawai. Indikator pada variabel motivator factors yang memiliki hubungan yang paling kuat terhadap kepuasan kerja pegawai adalah kesempatan untuk maju. Hubungan antara indikator kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.766 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar kesempatan untuk maju diperoleh oleh pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Kesempatan untuk maju yang diberikan dapat berupa pengembangan SDM dan jenjang karir yang jelas dengan beberapa indikasi yaitu instansi memberikan kesempatan untuk meningkatkan kualifikasi pegawai melalui pendidikan dan pelatihan secara terstruktur dan terencana dengan baik, pendidikan dan pelatihan yang diberikan sesuai dengan bidang pekerjaan, instansi memberikan
kesempatan
pegawai
untuk
mengikuti
kursus-kursus
yang
menunjang tugas pekerjaannya, dan instansi memberikan segala fasilitas yang diperlukan untuk pengembangan karir pegawai. Hubungan antara indikator pretasi dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.722 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator prestasi dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar prestasi yang akan dicapai oleh pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Penetapan Prestasi
yang harus dicapai oleh pegawai dapat berupa pencapaian hasil kerja, pencapaian target instansi, dan peluang promosi dengan beberapa indikasi diantaranya pegawai memiliki niat untuk berusaha bekerja dengan baik demi kemajuan Intansi, prestasi kerja yang telah dicapai sejalan dengan kebutuhan organisasi, adanya kesempatan untuk dapat dipromosikan dalam bekerja, evaluasi kinerja dalam rangka untuk meningkatkan kinerja pegawai diikuti dengan adanya tunjangan kinerja yang diberikan dan sesuai, prestasi kerja yang baik menghasilkan adanya promosi jabatan pada pegawai serta adanya kesempatan untuk peningkatan karier atau untuk dipromosikan bagi pegawai yang berprestasi baik. Hubungan antara indikator penghargaan dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0. 621 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator penghargaan dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar penghargaan yang diberikan kepada pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Penghargaan yang diberikan kepada pegawai dapat berupa penghargaan instansi, penghargaan dari atasan, perhatian dari rekan kerja, pendapat/keluhan dan sistem promosi jabatan seperti pemberian penghargaan bagi pegawai yang berprestasi, tunjangan kinerja, atasan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk menyampaikan ide atau gagasan, adanya penghargaan yang diberikan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dalam sebuah tim, sistem promosi di intansi berjalan dengan baik sehingga mendorong pegawai terbaik untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. kemudian indikator variabel motivator factors yang memiliki hubungan yang kuat keempat adalah indikator pekerjaan itu sendiri.Hubungan antara indikator pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.596 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar kemudahan atas pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai itu sendiri maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh
pegawai dalam bekerja. Penghargaan yang diberikan kepada pegawai dapat berupa rutinitas tugas-tugas, keterampilan dan keahlian yang dimiliki, pembagian kerja/beban kerja sesuai tupoksi dan karakteristik pekerjaan dengan seperti pegawai menyukai pekerjaan yang tengah dilakukan saat ini, setiap tugas yang diberikan dapat dilakukan dengan baik oleh pegawai dan menimbulkan rasa puas, pegawai selalu melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, tugas pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai saat ini sesuai dengan keahlian dan pengalaman pegawai yang bersangkutan, pegawai tidak mengalami kesulitan di setiap pekerjaannya dan pegawai memahami dengan baik deskripsi masingmasing pekerjaannya. Selanjutnya indikator variabel motivator factors yang memiliki hubungan yang kuat kelima adalah indikator Pengembangan.Hubungan antara indikator pengembangan dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.588 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator pengembangan dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar pengembangan yang dilakukan oleh instansi maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Pengembangan pegawai dapat berupa kesempatan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, dan kesempatan mengembangkan karir dengan beberapa indikasi yaitu pimpinan mengoptimalkan pemberdayaan bawahannya dengan memberikan perluasan tanggung jawab yang berguna bagi pengembangan karir pegawai, menumbuhkan tanggung jawab pribadi dengan memberikan kesempatan kepada pegawainya untuk mempelajari hal-hal baru yang berguna bagi pengembangan karir pegawai tersebut, pegawai akan maju dan berhasil dalam pekerjaan jika pegawai tersebut mau berupaya mengembangkan dirinya masing-masing. Hubungan antara indikator keterlibatan dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.488 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator keterlibatan dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar keterlibatan pegawai dalam bekerja maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Keterlibatan
pegawai dapat berupa keterlibatan dalam organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dengan beberapa indikasi sebagai yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai memungkinkan pegawai tersebut terlibat dengan lembaga-lembaga, pribadi-pribadi maupun para professional, pekerjaan diberikan kepada pegawai memberikan peluang untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang menunjang keahlian dan karir pegawai tersebut, atasan memberikan
kesempatan
kepada
pegawai
untuk
terlibat
dalam
proses
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan. Hubungan antara indikator tanggung jawab dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.395 dan p-value sebesar 0.004. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator tanggung jawab dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar tanggung jawab yang diberikan kepada pegawai dalam bekerja maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Tanggung Jawab pegawai dapat berupa besarnya tanggung jawab dan kesediaan bertanggung jawab dengan beberapa indikasi sebagai berikut : manajemen mengontrol seluruh kegiatan, sehingga tanpa persetujuan manajemen kegiatan yang dianggap bermanfaat bagi kepentingan instansi sekalipun tidak akan dapat dilaksanakan, manajemen mendorong pegawai untuk berkreatifitas dan berinovasi, manajemen mendorong setiap pegawai untuk berinisiatif dalam melakukan pekerjaan yang dianggap penting dan pegawai turut berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaannya. Tabel 23 Hubungan indikator variabel motivator factors terhadap kepuasan kerja pegawai Variabel Motivator
Keterangan
Korelasi
Sig.
Kesempatan untuk Maju
0.766
0.000
Prestasi
0.722
0.000
Penghargaan
0.621
0.000
Pekerjaan itu Sendiri
0.596
0.000
Pengembangan
0.588
0.000
Keterlibatan
0.488
0.000
Tanggung Jawab
0.395
0.004
5.4.2 Hubungan Hygiene Factors terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Variabel hygiene factors terdiri dari Gaji, Kebijakan dan Administrasi Instansi, Supervisi, Hubungan Interpersonal, Kondisi Kerja dan Supervisi. Secara umum dari 5 indikatorpada variabel hygiene factors diketahui bahwa indikator tersebut memiliki hubungan yang berbeda-beda terhadap kepuasan kerja pegawai.Indikator pada variabel hygiene factors yang memiliki hubungan yang paling kuat terhadap kepuasan kerja pegawai adalah Supervisi. Hubungan antara indikator gaji dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.554 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator gaji dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin adil dan sesuai gaji yang diperoleh oleh pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Gaji yang diberikan dapat berupa besarnya gaji dan tunjangan, kesesuaian dengan hasil kerja, dan kesesuaian dengan yang diterima rekan kerja seperti penghasilan yang diterima sesuai dengan pekerjaan yang pegawai lakukan, tunjangan kinerja yang terima dirasakan adil sesuai dengan kinerja, penghasilan yang diberikan oleh instansi dirasakan cukup oleh pegawai. Hubungan antara indikator kebijakan administrasi dan instansi dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.531 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator kebijakan administrasi dan instansi dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin jelas kebijakan administrasi dan instansi maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja . Kebijakan administrasi dan instansi dapat berupa Kebijakan-kebijakan instansi, Peraturan-peraturan instansi, dan prosedurprosedur administrasi seperti instansi mendefinisikan setiap pekerjaan dengan jelas dan terstruktur logis, sehingga pegawai dapat memahami, tugas, tanggung jawab serta hak pegawai dengan baik, adanya Standar Operation Procedure (SOP) yang menjadi acuan bersama dalam melaksanakan pekerjaan, produktivitas pegawai diorganisasikan dan direncanakan dengan baik. Dan setiap pegawai
mengetahui dengan jelas tentang pihak yang memiliki kewenangan formal untuk mengambil keputusan. Selanjutnya indikator variabel hygiene factors yang memiliki hubungan terhadap kepuasan kerja pegawai adalah hubungan interpersonal. Hubungan antara indikator hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.477 dan p-value sebesar 0.007. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin baik hubungan interpersonal yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Hubungan interpersonal dapat berupa hubungan dengan rekan kerja dan hubungan dengan atasan. Selanjutnya indikator variabel hygiene factors yang memiliki hubungan yang kuat keempat adalah kondisi kerja. Hubungan antara indikator kondisi kerja dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.465 dan p-value sebesar 0.002. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator kondisi kerja dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin baik kondisi kerja pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Kondisi kerja pegawai dapat berupa kenyamanan ruang kerja, suasana kerja, kelengkapan fasilitas kerja dan kelengkapan fasilitas umum. Selanjutnya variabel hygiene factors yang memiliki hubungan terhadap kepuasan kerja pegawai adalah Supervisi. Hubungan antara indikator supervisi dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.461 dan p-value sebesar 0.002. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator supervisi dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin sering supervise yang dilakukan maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Supervisi dapat berupa intensitas pengawasan, pendampingan tugas, dan pengaruh pengawasan.
Tabel 24 Hubungan indikator variabel hygiene factors terhadap kepuasan kerja pegawai Variabel
Keterangan
Hygiene
Gaji
Korelasi
Sig.
0.554
0.000
instansi
0.531
0.000
Hubungan Interpersonal
0.477
0.007
Kondisi Kerja
0.465
0.002
Supervisi
0.461
0.002
Kebijakan dan adm.
5.4.3 Hubungan Motivator Factors dan Hygiene Factors Terhadap Kepuasan Kerja Dosen Berdasarkan hasil uji korelasi Gamma terhadap hubungan antara motivator factors dan hygiene factors terhadap kepuasan kerja Dosen akan diuraikan berikut ini. Hubungan antara penghargaan dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.843 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara penghargaan dengan kepuasan kerja dosen, dengan hubungan yang mendekati kuat. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar penghargaan yang diberikan baik itu dalam hal prestasi, tunjangan kinerja, pengakuan teman sekerja atas hasil kerja yang dilakukan, kesempatan yang diberikan atasan dalam penyampaian ide/gagasan dan sistem promosi, maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara keterlibatan dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.741 dan p-value sebesar 0.013. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara keterlibatan dengan kepuasan kepuasan kerja dosen, dengan hubungan yang mendekati kuat. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar keterlibatan dosen dalam bekerja, yang meliputi keterlibatan dosen dalam kegiatan yang menunjang keahlian dan karir pegawai, maupun keterlibatan
dosen daengan lembaga/pribadi-pribadi diluar organisasi/UT, maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara prestasi dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.670 dan p-value sebesar 0.003. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara keterlibatan dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar prestasi kerja dosen seperti pengakuan prestasi berupa promosi jabatan, pengakuan atas prestasi dengan kesesuaian tunjangan kinerja yang diberikan, kesempatan untuk dapat dipromosikan maupun pencapaian prestasi yang dirasa sejalan dengan kebutuhan organisasi, maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara tanggung jawab dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.564 dan p-value sebesar 0.026. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara tanggung jawab dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar tanggung jawab pegawai maka pegawai akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.553 dan p-value sebesar 0.016. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar dosen menyukai pekerjaannya, dapat mengatasi kesulitannya dalam bekerja dan dapat memahami deskripsi pekerjaan dengan baik maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara pengembangan dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.422 dan p-value sebesar 0.108. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara pengembangan dan kepuasan kerja dosen (p-value > 0.05). Hubungan antara kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.290 dan p-value sebesar 0.329. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kesempatan untuk maju dan kepuasan kerja dosen (p-value > 0.05). Sementara itu, hubungan antara hygiene factors dan kepuasan kerja dosen baik itu dalam faktor gaji, kebijakan dan administrasi instansi, supervisi, hubungan interpersonal dan kondisi kerja memiliki hubungan yang positif dan nyata terhadap kepuasan kerja dosen. Hubungan antara gaji dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.743 dan p-value sebesar 0.002. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara penghargaan dengan kepuasan kerja dosen, dengan hubungan yang mendekati kuat. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin adil dan sesuai gaji/penghasilan yang diterima dosen maka pegawai akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara supervisi dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.743 dan p-value sebesar 0.160. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara supervisi dan kepuasan kerja dosen (p-value > 0.05). Hubungan antara kebijakan dan administrasi instansi dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.653 dan p-value sebesar 0.006. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara kebijakan dan administrasi instansi dengan kepuasan pegawai. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin jelas kebijakan dan administrasi instansi diberikan maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.553 dan p-value sebesar 0.026. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin nyaman kondisi kerja yang didapatkan maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara hubungan
interpersonal dengan kepuasan kerja dosen
memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.426 dan p-value sebesar 0.083. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin hubungan terjalin dengan baik antara atasan dan rekan kerja maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula.
Tabel 25 Hubungan motivator factors dan hygiene factors Terhadap kepuasan kerja Dosen Variabel Motivator Factors
Hygiene Factors
Keterangan Penghargaan Keterlibatan Prestasi Tanggung Jawab Pekerjaan itu sendiri Pengembangan Kesempatan untuk Maju Gaji Supervisi Kebijakan dan Administrasi instansi Kondisi Kerja Hub. Interpersonal
Korelasi
Sig.
0.843 0.741 0.670 0.564 0.553 0.422 0.290 0.743 0.428
0.000 0.013 0.003 0.026 0.016 0.108 0.329 0.002 0.160 0.006
0.653 0.553 0.426
0.026 0.083
5.4.4 Hubungan Motivator Factors dan Hygiene Factros terhadap Kepuasan kerja Staf Administrasi Berdasarkan hasil uji korelasi Gamma terhadap hubungan antara motivator factors dan hygiene factors terhadap kepuasan kerja staf administrasi akan diuraikan berikut ini. Hubungan antara pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.597 dan p-value sebesar 0.001. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara penghargaan dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar staf administrasi menyukai pekerjaannya, dapat mengatasi kesulitannya dalam bekerja dan dapat memahami deskripsi pekerjaan dengan baik maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula.
Hubungan antara keterlibatan dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.499 dan p-value sebesar 0.020. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara keterlibatan dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar keterlibatan staf administrasi dalam bekerja, yang meliputi keterlibatan staf administrasi dalam kegiatan yang menunjang keahlian dan karir, maupun keterlibatan staf administrasi daengan lembaga/pribadi-pribadi diluar organisasi/UT, maka kerja staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula Hubungan antara tanggung jawab dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.494 dan p-value sebesar 0.016. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara keterlibatan dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar tanggung jawab kerja staf administrasi maka kerja staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.493 dan p-value sebesar 0.006. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar kesempatan yang diberikan UT untuk kemajuan kerja staf administrasi maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara penghargaan dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.381 dan p-value sebesar 0.051. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara penghargaan dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar penghargaan yang diberikan baik itu dalam hal prestasi, tunjangan kinerja, pengakuan teman sekerja atas hasil kerja yang dilakukan, kesempatan yang diberikan atasan dalam penyampaian ide/gagasan dan sistem promosi, maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula.
Hubungan antara prestasi dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.308 dan p-value sebesar 0.042. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara prestasi dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar prestasi kerja staf administrasi seperti pengakuan prestasi berupa promosi jabatan, pengakuan atas prestasi dengan kesesuaian tunjangan kinerja yang diberikan, kesempatan untuk dapat dipromosikan maupun pencapaian prestasi yang dirasa sejalan dengan kebutuhan organisasi, maka kerja staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula Hubungan antara pengembangan dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.292 dan p-value sebesar 0.120. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara pengembangan dan kepuasan kerja staf administrasi (p-value > 0.05). Hubungan antara hygiene factors dan kepuasan kerja staf administrasi baik itu dalam faktor hubungan interpersonal, gaji dan kondisi kerja memiliki hubungan yang positif dan nyata terhadap kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan antara hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.512 dan p-value sebesar 0.001. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin baik hubungan interpersonal yang terjalin diantara staf administrasi, maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara gaji dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.411 dan p-value sebesar 0.034. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara gaji dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin adil dan sesuai gaji/penghasilan yang diterima staf administrasi, maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula.
Hubungan antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.317 dan p-value sebesar 0.070. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin baik kondisi kerja yang tercipta maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara supervisi dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.313 dan p-value sebesar 0.115. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara supervisi dan kepuasan kerja staf administrasi (p-value > 0.05). Hubungan antara kebijakan dan administrasi instansi dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.263 dan p-value sebesar 0.216. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kebijakan dan administrasi instansi dan kepuasan kerja staf administrasi (p-value > 0.05).
Tabel 26 Hubungan motivator factors dan hygiene factors terhadap kepuasan kerja staf administrasi
VARIABEL Keterangan Motivator Factors Pekerjaan itu sendiri Keterlibatan Tanggung jawab Kesempatan untuk Maju Penghargaan Prestasi Pengembangan Hygiene Factors Hubungan Interpersonal Gaji Kondisi Kerja Supervisi Kebijakan administrasi dan instansi
Korelasi 0.597 0.499 0.494 0.493 0.381 0.308 0.292 0.512 0.411 0.317 0.313 0.263
Sig. 0.001 0.020 0.016 0.006 0.051 0.042 0.120 0.001 0.034 0.070 0.115 0.216
5.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Dari hasil Regresi dengan menggunakan program SPSS, maka didapatkan koefisien Regresi yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 27 Hasil analisis regresi linier berganda Variabel
Koefisien
Sig.
Motivator Factors
0,535
0,000
Hygiene Factors
0,209
0,006
F
74,370
0,000
R2
0,806
Berdasarkan pada tabel diatas maka didapatkan persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 0,535X 1 + 0.209X 2 Persamaan model di atas menunjukkan bahwa kepuasan pegawai dipengaruhi oleh dua variabel. Nilai 0,535 pada variabel motivator factor (X 1 ) dan nilai 0,209 pada Variabel hygiene factor (X 2 ) adalah bernilai positif sehingga dapat dikatakan bahwa secara parsial semakin tinggi motivator factor dan hygiene factors yang ada pada pegawai UT, maka akan semakin tinggi pula kepuasan kerja pegawai tersebut. Koefisien variabel motivator factors adalah sebesar
0.535 yang sangat
nyata pada taraf α = 0.000, yang berarti bahwa semakin tinggi motivator factors pegawai maka kepuasan pegawai akan semakin tinggi. Sedangkan koefisien variabel hygiene factors adalah sebesar 0.209 yang sangat nyata pada taraf α = 0.006, yang berarti bahwa semakin tinggi hygiene factors pegawai, maka kepuasan akan semakin tinggi. Koefisien Determinasi (R²) dilakukan untuk melihat adanya hubungan yang sempurna atau tidak, yang ditunjukkan pada apakah perubahan variabel independen motivator factor (X 1 ), hygiene factor (X 2 ) akan diikuti oleh variabel dependen kepuasan pegawai (Y) pada proporsi yang sama. Pengujian ini dengan melihat nilai R Square (R2). Nilai koefisien Determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1. R = 0,898, mendekati 1, artinya model berkorelasi kuat dan
menunjukkan hubungan searah antara variabel independen dan variabel dependen. Sedangkan R2 = 0,806 atau 80,6 %, model tersebut mendekati 100% artinya variabel independen secara bersama-sama menjelaskan perilaku variabel dependen sebesar sebesar 80,6 % . Berarti ada 19,4% informasi yang dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model yang sebenarnya mempengaruhi variabel dependen. F hitung sebesar 74.370 > F
tabel
3.05 yang sangat nyata pada taraf α = 0.000
menunjukkan bahwa variabel-variabel independen motivator factor (X 1 ) dan hygiene factors (X 2 ) secara simultan atau bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan mempengaruhi variabel dependen kepuasan pegawai (Y).
5.6 Dampak Kepuasan Kerja pada Kinerja Pegawai Secara umum beberapa dampak kepuasan kerja pegawai terhadap kinerja adalah sebagai berikut. 1.
Meningkatkan produktivitas kerja untuk kemajuan UT. Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Dengan kata lain bahwa produktivitas mengarah kepada pencapaian hasil kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu, serta membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Hasil kerja yang baik dapat dipengaruhi oleh kecakapan dan motivasi. Kecakapan tanpa motivasi atau motivasi tanpa kecakapan sulit untuk mendapatkan output yang tinggi. Sehingga untuk menghasilkan karyawan yang memiliki kecakapan dalam bekerja sehingga menghasilkan produktivitas kerja yang baik diperlukan perwujudan motivasi kerja yang baik juga. Karena motivasi kerja yang baik akan menimbulkan kepuasan kerja, dan jika kepuasan kerja sudah terbangun maka pegawai dengan sendirinya akan meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Secara umum pegawai UT akan meningkatkan produktivitas kerjanya untuk kemajuan UT apabila pegawai tersebut merasakan kepuasan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada gambar tersebut
diketahui bahwa terdapat 24% pegawai menyatakan sangat setuju, 71% pegawai menyatakan setuju, 4% pegawai menyatakan tidak tahu dan 1% pegawai yang menyatakan tidak setuju. Organisasi yang mempunyai lebih banyak karyawan yang merasa puas cenderung lebih efektif daripada organisasi-organisasi yang lebih sedikit memiliki pegawai yang puas. Karena kepuasan kerja sudah terbangun di UT maka pegawai-pegawai UT memiliki produktivitas kerja yang tinggi dengan terlihat dari prestasi-prestasi yang diraih selama ini.
Gambar 3 Tindakan peningkatan produktivitas kerja
2.
Selalu hadir, dan menghindari absensi. Kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting dalam MSDM karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma yang berlaku dalam organisasi. Kedisiplinan dapat dicapai dengan kesadaran dan kesediaan pegawai untuk melakukan kedisiplinan itu. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi karyawan akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan tetapi dengan inisiatif sendiri. Kesediaan adalah suatu
sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan organisasi , baik yang tertulis maupun tidak. Untuk menumbuhkan kedisiplinan dalam hal absensi, maka kesadaran dan kesediaan pribadi pegawai harus dibangkitkan. Salah satu cara membangkitkannya adalah melalui motivasi. Motivasi yang sudah terbentuk dengan baik akan melahirkan rasa puas dalam diri pegawai. Dengan kepuasan yang sudah tercipta dalam diri pegawai itulah yang akan membangunkan kesadaran dan kesediaan karyawan untuk disiplin, dalam hal ini disiplin dalam absensi/kehadiran pegawai UT. Secara umum pegawai UT akan selalu hadir dan menghindari absensi jika pegawai tersebut merasakan kepuasan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini, diketahui bahwa terdapat 28% pegawai menyatakan sangat setuju, 64% pegawai menyatakan setuju, 5% pegawai menyatakan tidak tahu dan 3% pegawai yang menyatakan tidak setuju. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa para pegawai dengan skor kepuasan tinggi akan mempunyai angka kehadiran lebih tinggi daripada pegawai yang mempunyai level kepuasan lebih rendah, sehingga sudah sewajarnya pegawai UT memiliki disiplin yang tinggi dalam hal absensi karena kepuasan karyawannya sudah terbentuk sehingga dengan kesadaran dan kesediaan pribadi dengan sendirinya mau melakukannya.
Gambar 4 Tindakan selalu hadir dan menghindari absensi
3.
Tidak akan mengundurkan diri dan tetap menjadi karyawan UT sampai masa kerja berakhir. Loyalitas
dapat
diartikan
dengan
kesetiaan,
pengabdian
dan
kepercayaan yang diberikan atau ditujukan kepada seseorang atau lembaga, yang didalamnya terdapat rasa cinta dan tanggung jawab untuk berusaha memberikan pelayanan dan perilaku yang terbaik. Loyalitas adalah proses dimana seseorang pegawai mengambil keputusan pasti untuk tidak keluar dari perusahaan apabila tidak membuat kesalahan yang ekstrim. Loyalitas kerja tidak terbentuk begitu saja, loyalitas kerja akan tercipta apa bila pegawai merasa tercukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup dari pekerjaannya, sehingga meraka betah bekerja dalam suatu perusahaan. Ada faktor-faktor yang terdapat didalamnya yang mewujudkan loyalitas kerja. Salah satu faktor yang mendorong pegawai memiliki loyalitas terhadap UT adalah kepuasan kerja yang sudah dirasakan dan terbentuk dalam diri pegawai akibat dari faktor-faktor motivasi yang sudah terbangun baik itu dalam hal motivator factors yaitu prestasi, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan, dan kesempatan untuk maju bagi pegawai, maupun dalam hal hygiene factors yaitu gaji atau penghasilan yang diberikan, kebijakan dan administrasi instansi, supervisi, hubungan interpersonal dan kondisi kerja yang nyaman. Kepuasan kerja yang telah mereka rasakan sehingga pegawai terdorong untuk tidak akan mengundurkan diri dan tetap menjadi pegawai UT sampai masa kerja berakhir. Hal ini memberikan efek positif terhadap UT, tanpa disadari, dari kepuasan kerja yang dirasakan pegawai maka UT sedang menciptakan pegawai yang memiliki loyalitas baik dan akan melakukan apapun untuk kemajuan UT kedepan. Pegawai yang memiliki loyalitas yang tinggi akan memiliki sikap untuk mau dan mudah bekerja sama demi kemajuan organisasi, adanya rasa ikut memiliki terhadap organisasi akan membuat pegawai memiliki sikap ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya tujuan organisasi/instansi. Selain itu, pegawai yang loyal akan mempunyai sikap fleksibel kearah hubungan pribadi/sesama rekan kerja dan suka akan pekerjaan.
Untuk dapat terus menjaga produktivitas, tingkat
kehadiran yang
tinggi dan loyalitas pegawai UT, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu : 1) menjaga hubungan yang erat antar pegawai, 2) saling keterbukaan dalam hubungan kerja, 3) saling pengertian antara pimpinan dan pegawai, 4) memperlakukan pegawai tidak sebagai buruh, tetapi sebagai rekan kerja, 5) pimpinan berusaha menyelami pribadi pegawai secara kekeluargaan, 6) serta rekreasi bersama seluruh anggota pegawai diharapkan dapat
terus
memupuk
loyalitas.
selain itu, perhatian terhadap karir individual dalam perencanaan karir yang telah ditetapkan, penilaian prestasi kerja baik tertib dan benar serta pemberian upah akan dapat meningkatkan loyalitas karya pada organisasi dimana mereka bekerja, memuji kemajuan, kenaikan upah, promosi jabatan, memeberitahukan kepada pegawai tentang apa yang terjadi pada perusahaan, membiarkannya mengerti bagaimana bekerja dengan baik serta mau mendengarkan keluhan para pegawai. Dapat menjadi cara yang efektif membangun kinerja yang unggul. Secara umum pegawai UT akan loyalitas yang tinggi terhadap instansi jika pegawai tersebut merasakan kepuasan. Tindakan loyalitas tersebut tidak akan mengundurkan diri dan tetap menjadi pegawai UT sampai masa kerja berakhir. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada gambar tersebut diketahui bahwa terdapat 27% pegawai menyatakan sangat setuju, 59% pegawai menyatakan setuju, 11 % pegawai menyatakan tidak tahu dan 3% pegawai yang menyatakan tidak setuju.
Gambar 5 Loyalitas pegawai UT
5.7 Sikap Pegawai terhadap Ketidakpuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbedabeda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Tetapi akan sebaliknya, bila banyak aspek yang tidak sesuai dengan keinginan pegawai, maka semakin tinggi tingkat ketidakpuasan yang dirasakan pegawai. Ada banyak sikap yang akan ditunjukkan bila pegawai merasakan ketidakpuasan, diantaranya yaitu : 1. Mencari posisi baru sekaligus mengundurkan diri dari instansi 2.
Secara aktif akan memperbaiki kondisi berupa memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan sebagainya
3. Optimis menunggu perbaikan kondisi dan mempercayai instansi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”. 4. Akan absen selama keadaan instansi belum berubah Secara umum beberapa tindakan yang akan dilakukan pegawai bila mereka merasakan ketidakpuasan dalam bekerja, diantaranya 56% pegawai menyatakan akan berusaha untuk memperbaiki kondisi yang ada, 26% pegawai menyatakan akan menunggu perbaikan, 13% pegawai menyatakan tidak tahu, 5% pegawai menyatakan absen dan tidak ada satupun pegawai yang menyatakan akan mengundurkan diri.
Gambar 6 Sikap pegawai terhadap ketidakpuasan kerja
5.8 Implikasi Manajerial 5.8.1 Motivator Factors Motivator factors adalah motivasi yang timbul sebagai akibat adanya rangsangan atau dorongan dari dalam diri pegawai. Berdasarkan hasil analisis Crosstabs yang dilakukan dalam penelitian ini. Indikator motivator factors yang menjadi fokus perhatian adalah pada kesempatan
untuk
maju,
prestasi,
penghargaan,
pekerjaan
itu
sendiri,
pengembangan, keterlibatan dan tanggung jawab. karena indikator kesempatan untuk maju memiliki hubungan yang paling kuat diantara indikator yang lain maka manajemen UT harus dapat memelihara faktor ini agar dapat menimbulkan kepuasan pegawai baik staf edukatif maupun staf administrasi dengan cara memberikan kesempatan untuk meningkatkan kualifikasi pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. Kesempatan untuk maju memiliki hubungan yang paling kuat terhadap kepuasan kerja pegawai, tetapi faktor inilah yang dirasakan menimbulkan kesenjangan diantara staf administrasi dan staf edukatif yang mungkin suatu saat dapat menjadi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan beberapa indikasi yang menyebabkan adanya gap (kesenjangan) antara kesempatan untuk maju yang diberikan UT kepada staf edukatif dan kesempatan untuk maju yang diberikan UT kepada staf administrasi, dimana staf edukatif diberikan kesempatan yang luas dalam menempuh pendidikan, sementara staf administrasi tidak memiliki kebebasan untuk menempuh pendidikan. Pendidikan adalah bagian dari pengembangan SDM. Pengembangan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan ( Hasibuan, 2011). Pengembangan SDM merupakan investasi penting yang dapat dilakukan organisasi karena untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang maupun untuk menjawab tantangan masa depan , pengembangan SDM merupakan keharusan mutlak (Siagian, 2011). Jadi, pengembangan SDM dipelukan UT bukan hanya untuk dosen saja tetapi staf administrasipun perlu didukung untuk berkembang.
Maju mundurnya UT tidak ditentukan oleh kinerja dosen saja tetapi staf administrasi ikut bersama-sama memajukan UT. Hal ini dirasakan penting untuk menjadi perhatian manajemen UT agar dapat membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menguntungkan pegawai secara keseluruhan. Dampak positif yang akan didapatkan UT bila pengembangan pegawai ini dapat diwujudkan adalah : 1) bila manajemen UT memberikan kesempatan untuk mengembangkan karir bagi pegawai secara umum, maka pada gilirannya akan menumbuhkan loyalitas karena merasa dibantu dan diberikan kesempatan untuk kemajuan diri pribadi pegawai. 2) tersedianya sekelompok pegawai yang memiliki potensi dan kemampuan untuk dipromosikan
di
masa
yang
akan
datang,
3)
membantu
manajemen
mengidentifikasikan kebutuhan para pegawai dalam pendidikan dan pelatihan tertentu, 4) perbaikan dalam prestasi kerja,peningkatan loyalitas dan penumbuhan motivasi diantara para karyawan, serta 5) meningkatkan produktivitas dan mutu kekaryaan para pegawai. Mengingat pentingnya dampak positif yang akan ditimbulkan bila UT memberikan kesempatan kepada pegawai, maka dukungan manajemen untuk memberikan kesempatan kepada staf administrasi mengikuti pendidikan merupakan hal yang penting untuk dilakukan dan menjadi bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan ke depan. Hubungan motivator factors terhadap kepuasan kerja jika dikelompokkan berdasarkan karakteristik responden yaitu dosen dan staf administrasi, memiliki temuan yang berbeda, dimana jika dari sisi dosen maka faktor penghargaan memiliki hubungan yang paling kuat diantara faktor lain, dan faktor pekerjaan itu sendiri merupakan faktor yang memiliki hubungan paling kuat dibandingkan faktor lainnya. Hal ini logis karena dosen sebagai ilmuwan maka penghargaan/ pengakuan ini sangat bermakna, misal pengakuan sebagai dosen terbaik, atau kepiawaian dalam bidang tertentu sangat berarti bagi umumnya dosen. Sebagai ilmuwan dosen senang memiliki keterlibatan dalam pekerjaannya, tidak suka di dikte dalam pekerjaan mengajar atau meneliti, karena merupakan perwujudan kebebasan akademis.
Sehingga implikasi manajerial terhadap dosen adalah
menciptakan pola/sistem penghargaan yang efektif seperti penghargaan dosen terbaik, penghargaan atas hasil penelitian, penghargaan atau pengakuan atas prestasi yang telah diraihnya maupun penghargaan-penghargaan lainnya. Salah
satu penghargaan yang sudah dilakukan UT adalah dalam hal promosi jabatan, dimana dosen terlibat dalam jabatan-jabatan struktural untuk pengembangan UT secara umum. Selain itu hasil karya dosen terhadap hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal-jurnal nasional maupun internasional merupakan salah satu bentuk pengakuan atas hasil karya dosen. Untuk staf administrasi, pekerjaan itu sendiri memiliki hubungan yang paling kuat diantara faktor lainnya. Staf administrasi di suatu institusi perguruan tinggi memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dengan dosen. Staf administrasi berperan dan memiliki fungsi sebagai front-line yang juga berhubungan langsung dengan mahasiswa mulai dari proses pendaftaran, memberikan informasi, mendengarkan serta memberi rekomendasi pemecahan masalah administrasi yang dihadapi mahasiswa sampai dengan urusan wisuda jika mahasiswa telah menamatkan studinya. Alma dan Hurriyati (2008) menyatakan bahwa staf bagian administrasi sebetulnya merupakan trade mark dari perguruan tinggi. Lancar atau tidaknya, ramah atau kasar pelayanan, senyum atau cemberut pegawai yang melayani mahasiswa atau masyarakat, akan sangat berkesan bagi yang menerima pelayanan. Sehingga hal ini mengisyaratkan betapa pentingnya pekerjaan staf administrasi bagi kemajuan dan pengembangan UT. Hal yang dapat terus dilakukan dalam kaitannya dengan pekerjaan staf administrasi adalah bagaimana rutinitas tugas-tugas yang dilakukan menjadi menyenangkan dan tidak membosankan sehingga motivasi kerja bisa terus terjaga, yaitu dengan cara rotasi karyawan untuk ditempatkan diunit-unit yang lain. Dengan cara ini, maka karyawan dalam periode tertentu memiliki pekerjaan dan lingkungan yang berbeda, sehingga kejenuhan dalam pekerjaan dapat dihindari, dan penghargaan atas staf berprestasi.
5.8.2 Hygiene Factors Hygiene factors adalah motivasi yang timbul dari luar sebagai akibat adanya rangsangan atau dorongan dari luar diri pegawai. Berdasarkan hasil analisis crosstabs yang dilakukan dalam penelitian ini, membuktikan bahwa terdapat hubungan antara hygiene factors dan kepuasan kerja pegawai yang menunjukkan adanya kecenderungan bahwa pegawai yang memiliki persepsi tidak setuju
dengan hygiene factors umumnya memiliki respon tidak puas terhadap hygiene factors sebesar 1%. Sedangkan pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu terhadap hygiene factors terhadap hygiene hygiene
umumnya memiliki persepsi sebesar 12.5% puas
factors. Pegawai yang memiliki persepsi setuju terhadap
factors umumnya memiliki persepsi puas terhadap hygiene
factors
sebesar 61.5%, dan pegawai yang memiliki persepsi sangat setuju terhadap hygiene factors umumnya memiliki respon sangat puas terhadap hygiene factors sebesar 2.6%. Berdasarkan hasil Analisis Regresi Berganda bahwa hygiene
factors
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pegawai. Dan berdasarkan hasil uji korelasi Gamma terdapat hubungan yang nyata dan positif hygiene
factors
dengan kepuasan pegawai yang terlihat dari masing-masing indikator hygiene factors. Hygiene factors memiliki pengaruh terhadap kepuasan pegawai. Dengan demikian yang menjadi fokus perbaikan bagi UT dalam hygiene factors adalah gaji, kebijakan dan administrasi instansi, hubungan interpersonal, kondisi kerja dan supervisi. karena indikator gaji memiliki hubungan yang paling kuat diantara indikator yang lain maka manajemen UT harus dapat memelihara faktor gaji ini agar dapat menimbulkan kepuasan pegawai secara berkelanjutan, dan terus memelihara faktor ini agar dikemudian hari tidak menjadi dampak negatif yang menimbulkan ketidakpuasan pegawai. Dengan kata lain, suatu sistem imbalan baik itu gaji maupun penghasilan lainnya adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara, dan mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi. Secara umum, pegawai UT puas dengan penghasilan yang mereka dapatkan, dan indikator gaji ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kepuasan kerja pegawai. Tetapi perlu digaris bawahi adanya indikasi bahwa salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya ketidakpuasan terhadap faktor gaji berasal dari tunjangan kinerja. Tunjangan kinerja yang adil dan sesuai dengan kinerja aktual merupakan harapan pegawai. Tetapi terkadang harapan tidak sesuai dengan kenyataan dimana tunjangan kinerja yang diberikan
tidak sesuai dengan kinerja aktual yang dilakukan. Dan seringkali terjadi dimana tunjangan yang kita peroleh sama dengan rekan sekerja atau tidak berbeda jauh padahal beban kerjanya berbeda. Berbicara mengenai tunjangan kinerja maka terlebih dahulu kita harus melihat sumber dari tunjangan kinerja itu muncul, yaitu penilaian kinerja itu sendiri. Penilaian kinerja berarti membandingkan kinerja sesungguhnya dari pegawai dengan standar yang telah ditetapkan. (Dessler, 2006) Tetapi pada kenyataannya terdapat masalah yang muncul dalam penilaian kinerja. Hal ini umum terjadi, bukan saja di UT tetapi hal ini juga terjadi pada organisasi-organisasi yang lain baik swasta maupun pemerintah. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, misalnya standar penilaian yang tidak jelas, Efek halo dimana penilai memberikan penilaian karena ciri pribadi yang dimiliki pegawai tersebut seperti pegawai yang tidak bersahabat akan memperoleh nilai yang rendah daripada karyawan yang bersahabat dan ramah. Atau hal yang umum terjadi dimana penilai/atasan cenderung menghindari nilai tinggi dan rendah sehingga hal ini dapat menyebabkan penilaian kinerja yang relatif tidak berbeda jauh antara satu pegawai dengan pegawai lainnya sehingga tunjangan kinerja yang diterima relatif sama atau tidak berbeda jauh. Dan bias yang mungkin muncul dalam penilaian kinerja dapat terjadi karena penilai melihat karakteristik pribadi orang yang dinilai seperti usia, jenis kelamin dan lain-lain. Hal ini muncul karena di dasari oleh faktor budaya. Hal ini tidak selamanya bisa dihindari, tetapi masalah-masalah dalam penilaian ini dapat diminimkan sehingga tidak terjadi kesenjangan yang terlalu besar antara pegawai yang kinerjanya tinggi dengan pegawai yang kinerjanya rendah atau biasa. Tunjangan kinerja yang diberikan harus ditetapkan atas asas adil dan layak. Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebaik-baiknya supaya balas jasa yang akan diberikan merangsang gairah dan kepuasan kerja pegawai. Adil yang dimaksud adalah bahwa tunjangan kinerja yang dibayarkan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. Jadi adil bukan berarti setiap pegawai menerima kompensasi yang sama besarnya. Dengan asas adil, akan tercipta suasana kerja sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas dan stabilitas pegawai akan lebih baik.
Hygiene factors jika dikelompokkan kedalam status pegawai, maka faktor gaji memiliki hubungan yang paling kuat pada dosen, sementara hubungan interpersonal memiliki pengaruh yang paling kuat pada staf administrasi. Hal ini sejalan dengan kenyataan yang ada bahwa dosen memiliki komposisi tunjangan yang lebih besar dari staf administrasi, dan banyak pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dosen tetapi tidak dilakukan staf administrasi. Sehingga implikasi manajerial yang dapat dilakukan adalah mempertahankan faktor-faktor yang berhubungan dengan penghasilan yang didapat staf edukatif dengan lebih mengkaryakan dosen untuk dilibatkan dalam berbagai kegiatan. Untuk staf administrasi, hubungan interpersonal memiliki hubungan yang paling kuat diantara faktor yang lain, hal ini terlihat dari budaya kerja yang terbentuk, dimana adanya kekompakan staf administrasi dalam melakukan rutinitas pekerjaannya melalui dukungan dari teman, atasan maupun bantuan yang diberikan jika sedang mengalami kesulitan dalam bekerja, berbagai kegiatan-kegiatan yang sukses diselengarakan dan penyaluran hobby staf administrasi seperti pembentukan kelompok band, paduan suara, dan penyelenggaraan pentas seni lainnya, serta adanya aktifitas-aktifitas sosial lainnya seperti acara arisan, penggalangan dana sosial dan lain-lain menunjukkan bagaimana hubungan itu terbina dengan baik. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan bagi staf administrasi adalah melakukan berbagai kegiatan baik yang dikoordinasikan oleh manajemen UT maupun inisiatif staf administrasi sendiri agar terus memelihara hubungan interpersonal yang ada, diantaranya adalah menjaga kebersamaan sebagai anggota tim melalui berbagai kegiatan yang diselenggarakan UT maupun kegiatan yang diselenggarakan secara pribadi oleh staf administrasi, saling membantu dan bekerjasama dalam melakukan berbagai aktifitas pekerjaan, atasan tidak menganggap bawahan/staf administrasi sebagai pesuruh melainkan perlakukan sebagai rekan kerja, saling keterbukaan dalam hubungan kerja, saling pengertian antara atasan dan pegawai, pimpinan berusaha menyelami pribadi pegawai secara kekeluargaan, serta rekreasi bersama seluruh staf (retreat).
5.8.3 Faktor Demografi Berdasarkan hasil analisis crosstabs yang dilakukan pada penelitian ini untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan antara faktor demografi yang terdiri dari jenis kelamin, usia, masa kerja, pendidikan dan status pegawai terhadap kepuasan kerja pegawai, membuktikan bahwa faktor-faktor demografi tersebut tidak berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Herzberg bahwa faktor demografi tidak selalu terkait/berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai (Schroder, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Greeberg & Baron pada tahun 2003, yang menghasilkan temuan bahwa pegawai tua akan lebih merasakan kepuasan daripada pegawai yang muda, orang yang lebih berpengalaman lebih puas daripada yang tidak berpengalaman, dan pria lebih puas daripada wanita. Hasibuan (2011) menyatakan bahwa umur pegawai mempengaruhi kepuasan kerja. Pegawai yang masih muda, tuntutan kepuasan kerjanya tinggi, sedangkan pegawai tua tuntutan kepuasan kerjanya rendah. Hal ini yang dapat menjadi pertimbangan UT agar tetap menjadikan faktor demografi sebagai perhatian dalam membentuk kepuasan kerja pegawai, walaupun hasil penelitian ini tidak menemukan adanya hubungan antara faktor demografi dan kepuasan kerja pegawai UT, dalam waktu yang berbeda hasil penelitian ini bisa saja berbeda, diwaktu yang berbeda tidak menutup kemungkinan faktor demografi berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai UT, sehingga dirasakan penting untuk tetap mempertimbangkan faktor demografi ini mengingat banyaknya penelitian maupun literatur-literatur yang ada menghasilkan suatu temuan bahwa faktor demografi berhubungan dengan kepuasan kerja. Selain untuk melihat keterkaitan antara karakeristik pegawai dan tingkat kepuasannya, faktor demografi juga dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan SDM, Peluang promosi, perencanaan SDM, untuk melihat standar kemampuan SDM dan lainlain.