V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Latar Belakang dan Kelayakan Pemekaran Wilayah 5.1.1. Latar Belakang Pemekaran Kota Tangerang Selatan Mengangkat daerah otonom baru Kota Tangerang Selatan yang merupakan daerah yang baru dimekarkan pada tahun 2008 dari
Kabupaten Tangerang
sebagai kabupaten induknya dalam penelitian tesis adalah hal yang menarik. Sebab, dari segi kemampuan ekonomi, kecamatan-kecamatan yang masuk dalam wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan lumbung bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tangerang. Sektor perkotaan di kawasan ini sudah berkembang pesat, terdongkrak oleh pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta khususnya Jakarta Selatan. Bahkan untuk beberapa lokasi di perbatasan sulit untuk membedakan antara temasuk kawasan Jakarta Selatan atau Tangerang Selatan, sebagian masyarakat Tangerang Selatan diperbatasan ‘merasa’ sebagai penduduk Jakarta Selatan. Perkembangan kawasan Tangerang Selatan terutama untuk sektor perdagangan, jasa dan perumahan dapat dikatakan yang paling pesat di Indonesia. Dalam wilayah Kota Tangerang Selatan terdapat Kecamatan Serpong yang merupakan kecamatan yang memiliki fasilitas perkotaan paling lengkap, terutama dengan beroperasinya pengembang-pengembang besar seperti Bumi Serpong Damai City, Alam Sutera, Gading Serpong, dan sebagainya. Di kecamatan ini telah berdiri beberapa pusat perbelanjaan dan pusat bisnis berkelas internasional, sehingga Serpong telah menjadi Kota Wisata Belanja. Selain itu Serpong juga sudah ada beberapa perguruan tinggi seperti Institut Teknologi Indonesia (ITI) dan Swiss German University (SGU), serta beberapa pusat penelitian milik pemerintah seperti Puspitek. Kecamatan Ciputat juga mengalami pertumbuhan yang pesat, meskipun dihadapkan pada infrastruktur seperti jalan-jalan dalam kota yang belum memadai. Jalan Tol Serpong yang menghubungkan kawasan Jakarta Selatan, Pondok Aren, Ciputat dan Serpong telah dibangun, tetapi belum mengatasi masalah kemacetan.
50
Kecamatan Pondok Aren merupakan sentra pengembangan kawasan pemukiman dan bisnis. Di Pondok Aren telah berkembang pemukiman Bintaro Jaya dengan berbagai kelengkapan infrastruktur perkotaannya. Selain itu di beberapa kelurahan seperti Parigi, Pondok Pucung, dan Jurangmangu Barat saat ini berkembang industri rumah tangga untuk komoditas sepatu, tas, dan handuk. Tidak berbeda jauh dengan Kecamatan Serpong, Ciputat dan Pondok Aren, meskipun tidak berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, Kecamatan Pamulang pun mengalami pertumbuhan yang pesat, bahkan tingkat kepadatan penduduknya melampaui kawasan lain, pada tahun 2011 sudah melampaui 9.000 jiwa per kilometer persegi. Khusus Kecamatan Setu masih banyak memiliki ruang terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut, baik untuk permukiman, industri atau bisnis dalam bidang pertanian. Kepadatan penduduk Kecamatan Setu masih sekitar 4.000 jiwa per kilometer persegi. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan antara Kecamatan Setu dengan kecamatan lainnya yang ada di wilayah Kota Tangerang Selatan. Salah satu penyebab ketimpangan ini adalah karena letak Kecamatan Setu yang kurang strategis. Pembentukan Kota Tangerang Selatan sebagai kota otonom berawal dari aspirasi warga di kawasan Tangerang bagian selatan dengan tujuan utama agar tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat. Warga merasa kurang diperhatikan Pemerintah Kabupaten Tangerang
sehingga
banyak
fasilitas terabaikan.
Pengelolaan daerah secara otonomi dan mandiri setelah adanya pemekaran diharapkan menghasilkan efektivitas dan efisiensi pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sehingga pengelolaan potensi daerah dan sumberdaya manusia dapat lebih optimal. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera. Cipasera adalah sebuah istilah yang muncul dari sejumlah
warga
Tangerang
di
bagian
selatan
untuk
mengekspresikan
pembentukan wilayah otonom di Kabupaten Tangerang. Istilah itu merupakan singkatan dari Ciputat, Cisauk, Pamulang, Pondok Aren, Pagedangan, dan Serpong. Semua wilayah ini masuk dalam kategori wilayah kecamatan di Kabupaten Tangerang.
51
Pada 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Pengambilan keputusan mengenai kecamatan mana saja yang masuk dalam Kota Tangerang Selatan dan pusat pemerintahan kota yang baru terbentuk dibicarakan dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten Tangerang. Dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten Tangerang, fraksi besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golongan Karya memilih alternatif pertama yang menyebutkan lima kecamatan sebagai wilayah otonom baru, yaitu Ciputat, Cisauk, Serpong, Pondok Aren, dan Pamulang. Sedangkan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa memilih alternatif kedua yang menyebutkan enam kecamatan sebagai wilayah otonom baru, yakni Ciputat, Cisauk, Pondok Aren, Pamulang, Serpong, dan Pagedangan. Berdasarkan hasil voting, 21 anggota DPRD memilih alternatif pertama sedang 14 orang memilih alternatif kedua. Hasil rapat paripurna kemudian dibawa ke DPRD Provinsi Banten dan Menteri Dalam Negeri sebelum dibahas di DPR-RI serta ditetapkan dalam undang-undang. Pada 22 Januari 2007, Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tangerang yang dipimpin oleh Ketua DPRD, Endang Sujana, menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat
pemerintahan
Kota Tangerang
Selatan
secara
aklamasi.
Sebelumnya, beberapa pihak termasuk Bupati Tangerang saat itu Ismet Iskandar menyebut dua kecamatan yakni Ciputat dan Serpong sebagai calon pusat pemerintah Tangerang Selatan. Pelaksana Tugas Ketua Panitia Khusus Kajian Rencana Pemekaran Wilayah R. Dahyat Tunggara menyatakan bahwa daerah Ciputat memiliki nilai strategis dan memenuhi syarat menjadi ibukota. Presidium Pembentukan Tangerang Selatan dan pemerintah induk Kabupaten Tangerang sudah sepakat dengan keputusan ini. Lokasi persis ibukota ini adalah Kelurahan Maruga yang merupakan bekas Kantor Kawedanan Ciputat dan dipakai sebagai kantor Kecamatan Ciputat. Pada rapat paripurna lanjutan, seluruh fraksi DPRD juga menyetujui pemekaran tiga kecamatan baru di wilayah Tangerang Selatan. Kecamatan baru itu adalah Kecamatan Ciputat Timur (pemekaran dari Kecamatan Ciputat), Kecamatan Setu (pemekaran dari Kecamatan Cisauk), dan Kecamatan Serpong Utara (pemekaran dari Kecamatan Serpong). Sedang Kecamatan Pondok
52
Aren dan Kecamatan Pamulang tidak mengalami pemekaran. Dengan demikian, jumlah kecamatan di Kota Tangerang Selatan bertambah dari lima kecamatan menjadi tujuh kecamatan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 yang membahas soal pemekaran daerah menyebutkan keputusan akhir dari rencana pemekaran wilayah berada di tangan DPR-RI. Usul disampaikan melalui Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri, kemudian dikaji oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Setelah disetujui, Menteri Dalam Negeri mengajukan kepada Presiden. Kemudian diajukan dalam bentuk rancangan undang-undang ke DPR-RI untuk diputuskan. Komisi I DPRD Provinsi Banten mulai membahas berkas usulan penbentukan Kota Tangerang Selatan mulai 23 Maret 2007. Pembahasan dilakukan setelah berkas usulan dan persyaratan pembentukan kota Tangerang Selatan diserahkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Dewan pada 22 Maret 2007. Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan dana 20 Miliar rupiah untuk proses awal berdirinya Kota Tangerang Selatan. Dana itu dianggarkan untuk biaya operasional kota baru selama satu tahun pertama dan merupakan modal awal dari daerah induk untuk wilayah hasil pemekaran. Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Tangerang akan menyediakan dana bergulir sampai kota hasil pemekaran mandiri. Berdasarkan keputusan rapat paripurna DPR-RI pada tanggal 29 Oktober 2008 Kota Tangerang Selatan disahkan dengan meliputi tujuh kecamatan, yakni Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara, dan Setu. Kota ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada tanggal 29 Oktober 2008. Kota Tangerang Selatan resmi menjadi kota otonom baru berdasar hukum UU No. 51 Tahun 2008 tanggal 26 November 2008. 5.1.2. Kelayakan Pemekaran Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 5 dinyatakan bahwa pembentukan daerah harus memenuhi syarat administrasi, teknis dan fisik wilayah. Syarat administrasi dalam pembentukan Kota Tangerang Selatan telah terpenuhi sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 5 PP No. 78 Tahun 2007 dengan
53
diperolehnya persetujuan dari DPRD Kabupaten Tangerang dengan adanya Keputusan DPRD Kabupaten Tangerang tentang persetujuan pembentukan daerah otonom baru di wilayah Kabupaten Tangerang, surat keputusan tersebut diproses berdasarkan apirasi sebagian besar masyarakat setempat. Persetujuan Bupati Kabupaten Tangerang, persetujuan Gubernur Banten, persetujuan DPRD Provinsi Banten dan rekomendasi Menteri Dalam Negeri Indonesia sudah terpenuhi hingga pembentukan daerah otonom baru Kota Tangerang Selatan ditetapkan dalam UU No. 51 Tahun 2008. Syarat fisik wilayah seperti disebutkan dalam Pasal 7 PP No. 78 Tahun 2007 meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintah. Berdasarkan Pasal 8 PP No. 78 Tahun 2007, cakupan wilayah pembentukan kota paling sedikit 4 (empat) kecamatan. Kota Tangerang Selatan telah memenuhi syarat ini dengan mencakupi 7 (tujuh) kecamatan dalam wilayahnya. Rapat
Paripurna DPRD Kabupaten Tangerang
menetapkan
Kecamatan Ciputat sebagai ibukota Kota Tangerang Selatan, hal tersebut dilakukan setelah adanya kajian daerah terhadap aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik dan sosial budaya. Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 PP No. 78 Tahun 2007, meliputi bangunan dan lahan untuk kantor kepala daerah, kantor DPRD dan kantor perangkat daerah yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kota Tangerang Selatan telah memiliki bangunan dan lahan perkantoran untuk kepala daerah, DPRD dan perangkat desa, meskipun sarana dan prasarana tersebut masih terbatas tetapi sarana dan prasarana tersebut memadai untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Secara keseluruhan syarat fisik wilayah untuk pemekaran Kota Tangerang Selatan telah terpenuhi. Berdasarkan syarat administarasi dan syarat fisik wilayah Kota Tangerang Selatan layak untuk dimekarkan menjadi daerah otonom baru.
54
5.1.3. Syarat Teknis Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Penilaian syarat teknis dilakukan untuk melengkapi penilaian kelayakan pemekaran suatu daerah otonom baru disamping syarat administrasi dan syarat fisik wilayah. Syarat teknis dalam Pasal 6 PP No. 78 Tahun 2007 meliputi faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan. Setiap faktor dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator. Uraian tentang penilaian faktor dan indikator sewaktu pemekaran Kota Tangerang Selatan didasarkan pada dua alternatif wilayah pembentukan daerah otonom baru di Kabupaten Tangerang. Kedua alternatif tersebut didasarkan atas rapat Panitia Khusus DPRD Kabupaten Tangerang dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang yang merupakan aspirasi masyarakat dikombinasikan dengan kondisi spasial wilayah. Kedua alternatif tersebut adalah: Tabel 8. Alternatif Wilayah Pemekaran Alternatif 1
2
Kabupaten Induk
Daerah Otonom Baru
29 Kecamatan : Pagedangan, Tigaraksa, Jambe, Cikupa, Panongan, Legok, Jayanti, Mauk, Kemiri, Sukadiri, Rajeg, Pakuhaji, Teluknaga, Kosambi, Kronjo, Mekar Baru, Kresek, Gunung Kaler, Sepatan, Sepatan Timur, Pasar Kemis, Sindang Jaya, Cisoka, Solear, Cisauk, Curug, Kelapa Dua, Balaraja, Sukamulya
7 Kecamatan : Pamulang Pondok Aren Setu Serpong Serpong Utara Ciputat Ciputat Timur
28 Kecamatan : Pagedangan, Tigaraksa, Jambe, Cikupa, Panongan, Legok, Jayanti, Mauk, Kemiri, Sukadiri, Rajeg, Pakuhaji, Teluknaga, Kosambi, Kronjo, Mekar Baru, Kresek, Gunung Kaler, Sepatan, Sepatan Timur, Pasar Kemis, Sindang Jaya, Cisoka, Solear, Curug, Kelapa Dua, Balaraja, Sukamulya
8 Kecamatan : Pamulang Pondok Aren Cisauk Setu Serpong Serpong Utara Ciputat Ciputat Timur
Sumber: Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang (2007)
55
Berdasarkan 2 (dua) alternatif pemekaran yang telah ditentukan sebagai wilayah kajian, maka diperoleh hasil analisis sebagai berikut: Tabel 9. Perbandingan Kemampuan Kabupaten Induk dengan Daerah Otonom Baru
No
Indikator
1 2 3
Kependudukan Kemampuan Ekonomi Potensi Daerah Kemampuan Keuangan Sosial Budaya Sosial Politik Luas Daerah Pertahanan Keamanan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Rentang Kendali Jumlah
4 5 6 7 8 9 10 11
Hasil Skor Kabupaten Kabupaten Tangerang Induk (sebelum pemekaran) 1 2 100 100 100 61 60 60 60 60 60
Daerah Otonom Baru 1 2 100 100 67 64 60 60
61
61
60
62
64
16 20 19 21 17
16 21 20 20 18
16 21 21 20 18
14 19 14 25 14
14 19 14 25 15
19
20
20
16
18
19
17
17
25
24
414
413
413
416
417
Sumber: Hasil Perhitungan (Lampiran 1, 2, 3, 4)
Berdasarkan perhitungan diatas, baik kabupaten induk maupun daerah otonom baru dalam Alternatif 1 dan Alternatif 2 semuanya layak untuk menjadi daerah otonom baru dengan kategori Mampu karena memiliki skor antara 340 sampai 419. Seluruh alternatif juga memenuhi syarat kelulusan untuk 4 (empat) faktor utama, yaitu kependudukan bernilai antara 80 sampai 100, kemampuan ekonomi bernilai antara 60 sampai 75, potensi daerah bernilai antara 60 sampai 75, dan kemampuan keuangan bernilai antara 60 sampai 75. Hasil perhitungan perbandingan skor dan kemampuan kabupaten induk dengan daerah otonom baru per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 10 untuk Alternatif 1 dan Tabel 11 untuk Alternatif 2.
56
Tabel 10. Perbandingan Skor Kabupaten Induk dan Daerah Otonom Alternatif 1 KABUPATEN INDUK NO.
KECAMATAN
DAERAH OTONOMI BARU
SKOR
KETERANGAN
NO.
KECAMATAN
SKOR
KETERANGAN
1
Pagedangan
403
Mampu
1
Pamulang
400
Mampu
2
Tigaraksa
440
Sangat Mampu
2
Pondok Aren
405
Mampu
3
Jambe
406
Mampu
3
Setu
388
Mampu
4
Cikupa
424
Sangat Mampu
4
Serpong
431
Sangat Mampu
5
Panongan
411
Mampu
5
Serpong Utara
423
Sangat Mampu
6
Legok
432
Sangat Mampu
6
Ciputat
422
Sangat Mampu
7
Jayanti
422
Sangat Mampu
7
Ciputat Timur
442
Sangat Mampu
8
Mauk
446
Sangat Mampu
416
Mampu
9
Kemiri
446
Sangat Mampu
10
Sukadiri
431
Sangat Mampu
11
Rajeg
435
Sangat Mampu
12
Pakuhaji
430
Sangat Mampu
13
Teluknaga
403
Mampu
14
Kosambi
400
Mampu
15
Kronjo
422
Sangat Mampu
16
Mekar Baru
413
Mampu
17
Kresek
410
Mampu
18
Gunung Kaler
391
Mampu
19
Sepatan
413
Mampu
20
Sepatan Timur
401
Mampu
21
Pasar Kemis
410
Mampu
22
Sindang Jaya
394
Mampu
23
Cisoka
390
Mampu
24
Solear
377
Mampu
25
Cisauk
424
Sangat Mampu
26
Curug
380
Mampu
27
Kelapa Dua
387
Mampu
28
Balaraja
441
Sangat Mampu
29
Sukamulya
409
Mampu
414
Mampu
RATA-RATA
Selisih Skor
RATA-RATA -2
Sumber: Hasil Perhitungan (Lampiran 1, 2, 3, 4)
Tanda negatif pada hasil pengurangan menunjukkan bahwa potensi daerah otonom baru lebih besar dibandingkan kabupaten induk. Sedangkan tanda positif berarti bahwa potensi kabupaten induk lebih besar dibanding daerah otonom baru.
57
Tabel 11. Perbandingan Skor Kabupaten Induk dan Daerah Otonom Alternatif 2 KABUPATEN INDUK NO.
KECAMATAN
DAERAH OTONOMI BARU
SKOR
KETERANGAN
NO.
KECAMATAN
SKOR
KETERANGAN
1
Pagedangan
403
Mampu
1
Pamulang
400
Mampu
2
Tigaraksa
440
Sangat Mampu
2
Pondok Aren
405
Mampu
3
Jambe
406
Mampu
3
Setu
388
Mampu
4
Cikupa
424
Sangat Mampu
4
Serpong
431
Sangat Mampu
5
Panongan
411
Mampu
5
Serpong Utara
423
Sangat Mampu
6
Legok
432
Sangat Mampu
6
Ciputat
422
Sangat Mampu
7
Jayanti
422
Sangat Mampu
7
Ciputat Timur
442
Sangat Mampu
8
Mauk
446
Sangat Mampu
8
Cisauk
424
Sangat Mampu
9
Kemiri
446
Sangat Mampu
10
Sukadiri
431
Sangat Mampu
11
Rajeg
435
Sangat Mampu
12
Pakuhaji
430
Sangat Mampu
13
Teluknaga
403
Mampu
14
Kosambi
400
Mampu
15
Kronjo
422
Sangat Mampu
16
Mekar Baru
413
Mampu
17
Kresek
410
Mampu
18
Gunung Kaler
391
Mampu
19
Sepatan
413
Mampu
20
Sepatan Timur
401
Mampu
21
Pasar Kemis
410
Mampu
22
Sindang Jaya
394
Mampu
23
Cisoka
390
Mampu
24
Solear
377
Mampu
25
Curug
380
Mampu
26
Kelapa Dua
387
Mampu
27
Balaraja
441
Sangat Mampu
28
Sukamulya
409
Mampu
413
Mampu
417
Mampu
RATA-RATA
Selisih Skor
RATA-RATA -4
Sumber: Hasil Perhitungan (Lampiran 1, 2, 3, 4)
Tabel 10 menunjukkan selisih skor Alternatif 1 sebesar -2, sedangkan Alternatif 2 pada Tabel 11 menunjukkan selisih skor Alternatif 2 sebesar -4. Tanda negatif pada hasil pengurangan diatas menunjukkan Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom baru memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan Kabupaten Tangerang sebagai kabupaten induk. Pilihan prioritas
58
pemekaran Kabupaten Tangerang ditentukan menurut kriteria berdasarkan selisih terendah dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Kriteria ini dipilih berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: 1. Pemekaran kabupaten tidak boleh mengakibatkan kabupaten induk nantinya menjadi lemah atau tidak mampu menjalankan otonominya; 2. Perbedaan kemampuan antara daerah otonom baru dan kabupaten induk setelah terjadi pemekaran tidak boleh memiliki kesenjangan yang tajam; 3. Keseimbangan kemampuan riil dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah pemekaran setelah terjadi pemekaran harus relatif terjaga; 4. Pemekaran
harus
menjamin
adanya
peningkatan
pelayanan
publik,
demokratisasi dan kesejahteraan masyarakat dikedua wilayah pemekaran. Keseimbangan kemampuan riil dan potensi yang dimiliki antara kabupaten induk dan daerah otonom baru setelah pemekaran harus relatif terjaga. Pemekaran juga harus menjamin adanya peningkatan pelayanan publik, demokratisasi dan kesejahteraan masyarakat baik pada calon kabupaten yang akan dibentuk maupun calon kabupaten induk setelah dimekarkan. Oleh karena itu dipilih tindakan berdasarkan selisih total skor paling rendah, yaitu Alternatif 1. Sehingga Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom baru oleh Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tangerang ditetapkan mencakupi 7 kecamatan yang telah memenuhi syarat teknis berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007, yaitu Pamulang, Pondok Aren, Setu, Serpong, Serpong Utara, Ciputat dan Ciputat Timur. 5.1.4. Kelayakan Pemekaran dalam Kenyataannya a. Kependudukan Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan pada saat pemekaran tahun 2008 sebesar 1.076.302 jiwa, sedangkan Kabupaten Tangerang berjumlah 1.826.146 jiwa.
Tahun 2009, penduduk Kota Tangerang Selatan berjumlah
1.163.483 jiwa, dan Kabupaten Tangerang berpenduduk 1.345.557 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Tangerang Selatan mencapai 8.856 orang/km2, sedangkan Kabupaten Tangerang sebesar 715 orang/km2.
59
Tabel 12. Kependudukan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Keterangan
Kabupaten Tangerang 2008
2009
Kota Tangerang Selatan 2008 2009
Jumlah Pria (jiwa) 948.753 684.155 543.671 586.313 Jumlah Wanita (jiwa) 877.393 661.402 532.631 577.170 Total 1.826.146 1.345.557 1.076.302 1.163.483 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1.072 715 7.312 7.905 Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2010)
Kepadatan penduduk yang tinggi disebabkan kecenderungan peningkatan penduduk dari waktu ke waktu. Hal tersebut bukan hanya disebabkan oleh pertambahan secara alamiah, tetapi juga tidak terlepas dari kecenderungan masuknya migran yang disebabkan oleh daya tarik Kota Tangerang Selatan, seperti banyaknya perumahan-perumahan baru yang dibangun. Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Jakarta menjadikan Kota Tangerang Selatan sebagai daerah limpahan penduduk Kota Jakarta. b. Kemampuan Ekonomi Kemampuan ekonomi adalah cerminan hasil kegiatan usaha perekonomian yang berlangsung pada suatu daerah dan dapat diukur dari berbagai indikator. Kemampuan ekonomi dalam penelitian ini diukur melalui pendekatan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Kota Tangerang Selatan dimekarkan pada akhir tahun 2008 dari Kabupaten Tangerang sebagai induknya. Hal tersebut mempengaruhi jumlah PDRB dan LPE pada masing-masing wilayah. Tahun 2008, Kabupaten Tangerang memiliki PDRB atas dasar harga berlaku senilai 35.121.755,73 (juta rupiah) dan senilai 19.958.306,79 (juta rupiah) atas dasar harga konstan tahun 2000. Pada tahun 2009, setahun setelah pemekaran terjadi, nilai PDRB tersebut turun menjadi 32.366.548,62 (juta rupiah) atas dasar harga berlaku dan menjadi senilai 18.050.110,47 (juta rupiah) berdasar harga konstan tahun 2000. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tangerang tahun 2008 sebesar 6,22%, turun menjadi 4,67% pada tahun 2009.
60
Tabel 13. Kemampuan Ekonomi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 2008 2009
PDRB a.d.h. Berlaku (juta rupiah)
PDRB a.d.h. Konstan (juta rupiah)
2008
2009
2008
2009
Kabupaten Tangerang
35.121.755,73
32.366.548,62
19.958.306,79
18.050.110,47
6,22
4,67
Kota Tangerang Selatan
8.931.176,87
10.127.849,79
4.560.506,50
4.947.866,89
9,39
8,49
Wilayah
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2010)
Pada tahun 2009, PDRB Kota Tangerang Selatan atas dasar harga berlaku senilai 10.127.849,79 (juta rupiah) naik dari sebelumnya yang nilainya 8.931.176,87 (juta rupiah). Sedangkan PDRB Kota Tangerang Selatan atas harga konstan sebesar 4.947.866,89 (juta rupiah) naik dari tahun sebelumnya yang nilainya 4.560.506,50 (juta rupiah). Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang Selatan tahun 2008 sebesar 9,39%, turun menjadi 8,49% pada tahun 2009. Melambatnya
pertumbuhan
ekonomi
tersebut
diakibatkan
menurunnya
pertumbuhan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang cukup signifikan yaitu 13,22 persen turun menjadi 9 persen; dan 10,24 persen turun menjadi 8,88 persen untuk sektor jasa-jasa. Meskipun LPE lebih lambat dari tahun sebelumnya, namun secara keseluruhan semua sektor ekonomi di Kota Tangerang Selatan menunjukkan pertumbuhan yang positif. c. Potensi Daerah Potensi daerah merupakan cerminan tersedianya sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan memiliki skor potensi daerah yang sama, yaitu sebesar 60, berarti baik kabupaten induk dan daerah otonom baru memiliki nilai potensi daerah yang sama. Dengan nilai sebesar 60 berarti kedua wilayah sama-sama mampu untuk menjadi wilayah yang otonom karena memenuhi syarat kelulusan.
61
Tabel 14. Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di Kota Tangerang Selatan Sebaran No
Kecamatan
Pasar Pasar KUD / Kompleks Bank BPR Minimart Koperasi Ruko Modern Tradisional
1 Serpong 2 1 2 Serpong Utara 1 0 3 Ciputat 1 0 4 Ciputat Timur 1 1 5 Pamulang 1 2 6 Pondok Aren 1 2 7 Setu 1 2 Kota Tangerang Selatan 8 8 Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2008)
21 4 5 9 9 12 1 61
0 1 2 0 0 0 1 4
76 113 69 46 26 330
10 5 4 15 20 6 0 60
8 3 13 13 23 4 7 71
Untuk melayani 1.1.63.483 jiwa penduduk, Kota Tangerang Selatan memiliki 8 pasar modern dan 8 pasar tradisional, 61 bank, 4 Bank Perkreditan Rakyat, 330 koperasi, 60 kompleks ruko dan 71 minimart. Jumlah total unit sekolah yang ada di Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 1,098 unit dengan rincian 459 unit Taman Kanak-kanak, 376 unit Sekolah Dasar, 145 unit Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan 118 unit Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2009 diantaranya Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, dan Posyandu. Jumlah total Posyandu berjumlah 771 unit dengan 3.492 orang kader aktif. Jumlah rumah sakit yang ada di Kota Tangerang Selatan sebanyak 14 unit. Praktek dokter umum swasta berjumlah 660 orang, praktek dokter gigi swasta berjumlah 267 orang, praktek dokter spesialis berjumlah 112 orang, dan praktek bidan swasta sebanyak 276 orang. Fasilitas kesehatan lain yang terdapat di Kota Tangerang Selatan adalah laboratorium klinik swasta sebanyak 30 unit, optik sebanyak 42 unit, dan apotik sebanyak 75 unit. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2008, menunjukkan bahwa penduduk dengan pendidikan SLTA berjumlah paling besar, yaitu 32,62%. Diikuti oleh penduduk dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yang juga memiliki nilai cukup tinggi, sebesar 14,50%. Jumlah rasio Pegawai Negeri Sipil per 10.000 penduduk di Kabupaten Tangerang sebesar 1.086 orang. di kota Tangerang Selatan, jumlah rasio PNS per 10.000 penduduk senilai 219 orang.
62
d. Kemampuan Keuangan Kemampuan keuangan dinilai melalui pendekatan terhadap Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) yang dihitung berdasarkan PDS terhadap jumlah penduduk dan rasio PDS terhadap PDRB. Penerimaan Daerah Sendiri Kota Tangerang Selatan sebesar 3.572.215.563 rupiah, dengan rasio PDS terhadap PDRB senilai 7.483 rupiah. Sedangkan PDS Kabupaten Tangerang sebesar 12.055.136.834 rupiah, dengan rasio PDS terhadap PDRB senilai 43.389 rupiah. Dari hasil skor, Kota Tangerang Selatan memiliki skor sebesar 62, lebih tinggi dari skor Kabupaten Tangerang yang sebesar 61. e. Sosial Budaya Sosial budaya dinilai melalui rasio sarana peribadatan per 10.000 penduduk, rasio fasilitas lapangan olahraga per 10.000 penduduk, dan jumlah balai pertemuan. Kondisi sosial budaya di Kabupaten Tangerang lebih baik daripada di Kota Tangerang Selatan, dengan nilai skor Kabupaten Tangerang sebesar 16. Nilai tersebut lebih tinggi daripada skor Kota Tangerang Selatan sebesar 14. Sarana peribadatan yang tersedia di Kota Tangerang Selatan untuk para pemeluk agama adalah mesjid sebanyak 436 buah, langgar/mushola 968 buah, gereja 42 buah, vihara/kuil 7 buah. Pondok pesantren berjumlah 24 buah dengan 66 orang kyai dan 295 orang ustadz serta 4.405 orang santri. Rasio sarana peribadatan di Kabupaten Tangerang sebesar 1.113, sedangkan di Kota Tangerang Selatan sebesar 81. Rasio fasilitas lapangan olahraga di Kabupaten Tangerang sebesar 279, sedangkan di Kota Tangerang Selatan hanya sebesar 82. Jumlah balai pertemuan di Kabupaten Tangerang sebanyak 48 unit, sedangkan di Kota Tangerang Selatan sebanyak 15 unit. f. Sosial Politik Sosial politik merupakan cerminan kondisi sosial politik masyarakat yang dapat diukur melalui indikator partisipasi masyarakat dalam pemilu dan organisasi masyarakat. Rasio penduduk yang ikut serta dalam pemilu legislatif terhadap penduduk yang mempunyai hak pilih di Kabupaten Tangerang adalah sebesar 2.449, sedangkan di Kota Tangerang Selatan sebesar 541. Jumlah organisasi
63
kemasyarakatan di Kabupaten Tangerang sebanyak 48 buah, sedangkan Kota Tangerang Selatan sebanyak 139 buah. Berdasarkan hasil skor keseluruhan dalam indikator sosial politik, skor Kabupaten Tangerang senilai 21, lebih tinggi daripada skor Kota Tangerang Selatan yang senilai 19. g. Luas Daerah Luas daerah dalam penelitian ini merupakan luas daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan yang dapat diukur dengan indikator luas daerah. Luas wilayah berupa jumlah daratan ditambah luas lautan, sedangkan luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan adaah jumlah luas wilayah yang dapat digunakan untuk permukiman dan industri. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Tangerang adalah seluas 992 km2, dengan luas wilayah efektif yang dapat digunakan sebesar 931 km2. Sedangkan luas wilayah keseluruhan Kota Tangerang Selatan adalah 152 km2, dan luas wilayah efektif yang dapat digunakan seluas 130 km2. Berdasarkan hasil skor, Kabupaten Tangerang memiliki skor 20 yang lebih tinggi daripada Kota Tangerang Selatan yang hanya sebesar 14. h. Pertahanan Indikator yang digunakan untuk mengukur faktor pertahanan, adalah rasio jumlah personil aparat pertahanan (anggota TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU) terhadap luas wilayah dan karakteristik wilayah. Kabupaten Tangerang memiliki rasio jumlah aparat pertahanan tehadap luas wilayah sebesar 32 orang/km2. Sedangkan Kota Tangerang Selatan memiliki rasio jumlah aparat pertahanan tehadap luas wilayah sebesar 11 orang/km2. Karakteristik wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang Selatan memiliki skor 2, karena keduanya masuk dalam kriteria suatu wilayah yang tidak berbatasan dengan negara lain, hamparan fisik wilayah berupa kepulauan, daratan dan pantai, atau daratan. i. Keamanan Indikator yang digunakan untuk mengukur faktor keamanan adalah angka kriminalitas per 10.000 penduduk dan rasio jumlah personil aparat keamanan (anggota POLRI) terhadap luas wilayah. Tingkat kriminalitas per 10.000
64
penduduk di Kabupaten Tangerang adalah sebesar 0,00814. Tingkat kriminalitas per 10.000 penduduk di Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 0,00394, lebih rendah daripada angka kriminalitas di Kabupaten Tangerang. Jumlah aparat pertahanan sipil (anggota POLRI) per 10.000 penduduk di Kabupaten Tangerang adalah sebanyak 202 orang, sedangkan jumlah aparat pertahanan sipil lebih rendah di Kota Tangerang Selatan hanya sebanyak 25 orang. j. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks yang digunakan sebagai alat ukur untuk melihat taraf hidup (kemajuan) masyarakat, yang menjadi ukuran pembangunan dalam pemenuhan tiga unsur, yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living). IPM Kota Tangerang Selatan tahun 2009, berdasarkan perhitungan sementara BPS Kabupaten Tangerang adalah sebesar 75,01 meningkat dari angka perbaikan tahun 2008 yang sebesar 74,82. Angka tersebut merupakan angka tertinggi kabupaten/kota di Provinsi Banten dan termasuk ke dalam kategori “menengah atas”. Pada tahun 2008 IPM Kabupaten Tangerang sebesar 71,14, dan naik menjadi 71,45 pada tahun 2009. Kenaikan tersebut dipicu dengan meningkatnya daya beli masyarakat kabupaten Tangerang. k. Rentang Kendali Rentang kendali merupakan rata-rata jarak dari kecamatan ke ibukota kabupaten dan rata-rata lama waktu perjalanan dari kecamatan ke ibukota kabupaten. Rata-rata jarak dari kecamatan ke ibukota kabupaten di Kabupaten Tangerang adalah 765 kilometer, dengan rata-rata lama waktu perjalanan dari kecamatan ke ibukota kabupaten adalah 1.427 menit. Sedangkan rata-rata jarak dari kecamatan ke ibukota kabupaten di Kota Tangerang Selatan adalah 373 kilometer, dengan rata-rata lama waktu perjalanan dari kecamatan ke ibukota kabupaten adalah 650 menit. Dengan jarak dan waktu tempuh yang lebih singkat tentu akan memungkinkan suatu wilayah dapat terlayani dengan lebih baik, sehingga pemekaran Kota Tangerang Selatan layak untuk dilakukan.
65
5.2.
Dampak Pemekaran Terhadap Potensi Keuangan Kota Tangerang Selatan
5.2.1. Pertumbuhan Struktur Ekonomi Kota Tangerang Selatan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada saat sebelum dan setelah pemekaran digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan struktur ekonomi Kota Tangerang Selatan. Hal tersebut karena nilai PDRB merupakan cerminan jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam jangka waktu tertentu, biasanya dalam jangka waktu satu tahun. Tabel 15 menyajikan perbandingan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tangerang sebagai induk dengan Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom baru. Data PDRB yang digunakan merupakan PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Tabel 15. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (PDRB atas dasar harga Konstan tahun 2000) Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Kabupaten Tangerang PDRB Laju (%) (juta Rp) 15.070.781 6,40 14.060.235 6,71 14.907.051 6,02 15.873.690 6,48 16.748.498 5,51 17.485.777 4,40
Kota Tangerang Selatan PDRB Laju (%) (juta Rp)
4.168.900 4.560.507 4.947.868
7,84 9,39 8,49
Selisih Pertumbuhan
1,36 3.88 4.09
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Pemekaran Kota Tangerang Selatan terjadi menjelang akhir tahun 2008. Sebelum pemekaran PDRB Kabupaten Tangerang berkisar antara 14 triliyun rupiah sampai 15 triliyun rupiah. Pada tahun 2007, PDRB Kabupaten Tangerang sebesar 15,87 triliyun rupiah dan naik menjadi 16,75 triliyun rupiah pada saat proses pemekaran terjadi di tahun 2008. Nilai PDRB Kabupaten tahun 2009, satu tahun setelah pemekaran, semakin naik hingga 17,49 triliyun rupiah. Demikian pula dengan PDRB Kota Tangerang Selatan, PDRB pada tahun 2007 senilai 4,17 triliyun rupiah dan terus naik menjadi 4,95 triliyun rupiah setelah satu tahun pemekaran. Nilai PDRB Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang lebih baik setelah pemekaran.
PDRB ( Triliyun Rupiah)
66
20,00 15,07 14,06
14,91
15,87
16,75
10,00 4,17
17,49
4,56
4,95
Kabupaten Tangerang Kota Tangerang Selatan
0,00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Laju Pertumbuhan (%)
Gambar 4.
10,00% 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 4,00%
Perbandingan PDRB Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan
9,39% 7,84% 6,40% 6.71% 6,02% 6,48%
8,49% Kabupaten Tangerang
5,51% 4,40%
Kota Tangerang Selatan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 5. Grafik Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tangerang pada tahun 2007 sebesar 6,48 persen. Tahun 2008, laju pemekaran Kabupaten Tangerang turun menjadi 5,51 persen, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang Selatan sebesar 9,39 persen lebih besar dari wilayah induk. Tahun 2009, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tangerang kembali mengalami penurunan mencapai 4,40 persen. Demikian pula dengan Kota Tangerang Selatan turun menjadi 8,49 persen. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi ini terjadi karena adanya proses adaptasi dari pemekaran wilayah. Jika dibandingkan, laju pertumbuhan Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom baru lebih tinggi daripada induknya. Selisih pertumbuhan antara Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang cenderung meningkat, artinya kinerja daerah otonom baru lebih baik daripada daerah induknya.
67
Tabel 16. Perbandingan PDRB per Kapita dan Laju Pertumbuhan PDRB per Kapita Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan PDRB per Kapita (Rupiah) Tahun Rasio Kota Kabupaten Tangerang Tangerang Selatan 6.646.000 2004 6.132.000 2005 6.336.000 2006 6.531.000 3.998.000 1,63 : 1 2007 6.688.000 4.263.000 1,57 : 1 2008 6.816.000 4.452.000 1,53 : 1 2009 6.525.000 4.238.000 Rata2 Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Pertumbuhan(%) Kabupaten Tangerang -7,73 3,33 3,08 2,40 1,91
Kota Tangerang Selatan
Selisih Pertumbuhan
6,63 4,43
4,22 2,52
Dalam melihat kondisi perekonomian suatu wilayah secara lebih nyata adalah dengan melihat angka PDRB per kapita wilayah tersebut. Angka PDRB per kapita dapat mencerminkan kondisi perekonomian suatu wilayah yang lebih riil dibandingkan dengan hanya melihat nilai PDRB saja. Karena dalam perhitungan angka PDRB per kapita telah dimasukkan komponen jumlah penduduk di wilayah tersebut. Sebelum pemekaran, sejak tahun 2005 Kabupaten Tangerang mengalami kenaikan nilai PDRB per kapita, hingga pada saat proses pemekaran tahun 2008 nilai PDRB per kapita meningkat menjadi 6,69 juta rupiah dari 6,53 juta rupiah tahun sebelumnya. Nilai PDRB per kapita Kabupaten Tangerang terus meningkat pada tahun 2009 menjadi sebesar 6,13 juta rupiah. Nilai PDRB Kota Tangerang Selatan sebelum pemekaran sebesar 3,99 juta rupiah, naik perlahan menjadi 4,26 juta rupiah pada tahun 2008 dan bertambah menjadi 4,45 juta rupiah setelah satu tahun pemekaran. Dari analisis diatas menunjukkan bahwa PDRB per kapita Kabupaten Tangerang lebih besar dibandingkan Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan laju pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Tangerang pada tahun 2005 sampai 2009 meningkat dari -7,73 persen di tahun 2005 menjadi 1,91 persen pada tahun 2009. Sedangkan Kota Tangerang Selatan mengalami penurunan laju pertumbuhan PDRB per kapita, dari 6,63 persen di tahun 2008 menjadi 4,43 persen pada tahun 2009. Jika dibandingkan, laju pertumbuhan PDRB per kapita Kota Tangerang Selatan lebih baik dari Kabupaten Tangerang.
68
5.2.2. Struktur Perekonomian dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Struktur perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari besarnya sumbangan yang diberikan setiap sektor yang berperan dalam pembentukan PDRB. Proporsi PDRB menurut lapangan usaha (sektor) dapat dilihat melalui besaran nilai PDRB atas dasar harga berlaku. Proporsi peranan sektoral terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang dapat dilihat dalam Tabel 17. Tabel 17. Proporsi (%) Peranan Sektoral Terhadap Pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang Atas Dasar Harga Berlaku
12.49 7.92 8.52 8.75 8.99 9.55
8.99 8.58 9.47 9.34 9.78 10.66
2.56 0.25 0.27 0.28 0.32 0.34
Jasa-jasa
1.83 0.60 0.61 0.67 0.73 0.78
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Listrik, Gas dan Air Bersih
Industri Pengolahan
53.02 7.26 59.88 9.36 59.84 8.51 58.49 9.18 56.38 10.05 54.44 9.88
Pengangkutan dan Komunikasi
0.08 0.09 0.09 0.09 0.09 0.10
Perdagangan, Hotel dan Restoran
9.35 10.38 9.71 10.06 10.32 10.78
Bangunan
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pertambangan dan Penggalian
Tahun
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Proporsi Peranan Sektor PDRB (%)
4.42 2.94 2.98 3.14 3.34 3.47
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Sebelum pemekaran (2004-2008), sektor yang paling berperan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang adalah sektor industri pengolahan, dengan memberikan kontribusi rata-rata per tahun diatas 50 persen. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan menempati posisi kedua dalam peranan terhadap pembentukan PDRB, dengan proporsi rata-rata per tahun antara 9 sampai 10 persen. Diikuti dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor listrik, gas dan air bersih; dan sektor jasajasa. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa memberikan kontribusi terhadap PDRB dibawah 2 persen.
69
Tahun 2009, setahun setelah pemekaran, sektor industri pengolahan masih mendominasi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang dengan proporsi sebesar 54,44 persen. Posisi kedua dalam pemberi proporsi terbesar ditempati oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, dengan proporsi sebesar 10,78 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi dengan proporsi sebesar 10,66 persen, sektor listrik, gas dan air bersih memberikan proporsi sebesar 9,88 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan proporsi sebesar 9,55 persen, dan sektor jasa-jasa memberikan proporsi sebesar 3,47 persen. Sementara sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa memberikan kontribusi terhadap PDRB dibawah 1 persen. Pengangkutan dan Komunikasi; 10,66% Perdangangan, H otel dan Restoran; 9,55%
Keuangan, Perse waan dan Jasa Perusahaan; 0,34%
Bangunan; 0,78%
Pertanian, Petern Jasa-jasa; 3,47% akan, Perkebuna n, dan Perikanan; 10,78%
Industri Pengolahan; 54,44%
Pertambangan dan Penggalian; 0,10%
Listrik, Gas dan Air Bersih; 9,88% Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 6. Proporsi (%) Peranan Sektoral Terhadap Pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Sebelum pemekaran pada tahun 2007, sektor yang paling berperan dalam pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan memberikan proporsi sebesar 29,67 persen. Diikuti oleh sektor industri pengolahan dengan proporsi rata-rata sebesar 18,54 persen, sektor jasa-jasa 14,31 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 13,94 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa 12,43 persen, sektor bangunan 6,07 persen, dan sektor listrik, gas dan air bersih 4,04 persen. Sedangkan sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan serta sektor pertambangan dan penggalian memberikan proporsi kurang dari 1 persen terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan.
70
Tabel 18. Proporsi (%) Peranan Sektoral Terhadap Pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan Atas Dasar Harga Berlaku
4.04 3.74 3.49
29.67 30.96 31.29
13.94 13.92 14.62
Jasa-jasa
6.07 6.86 7.19
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Pengangkutan dan Komunikasi
Listrik, Gas dan Air Bersih
Industri Pengolahan
0.02 18.54 0.02 17.06 0.02 15.77
Perdagangan, Hotel dan Restoran
0.98 0.90 0.85
Bangunan
2007 2008 2009
Pertambangan dan Penggalian
Tahun
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Proporsi Peranan Sektor PDRB (%)
12.43 14.31 12.56 13.98 12.68 14.09
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Setelah pemekaran tahun 2009, sektor perdagangan, hotel dan restoran masih memberikan proporsi paling besar dalam pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan, sebesar 31,29 persen. Posisi kedua dan ketiga masih ditempati oleh sektor industri pengolahan dengan proporsi sebesar 15,77 persen, dan sektor pengangkutan dan komunikasi 14,62 persen. Kemudian sektor jasa-jasa dengan proporsi sebesar 14,09 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa 12,68 persen, sektor bangunan 7,19 persen, dan sektor listrik, gas dan air bersih 3,49 persen. Sedangkan sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan serta sektor pertambangan dan penggalian memberikan proporsi kurang dari 1 persen. Pertanian, Petern akan, Perkebuna Jasa-jasa; 14,09% n, dan Perikanan; 0,85% Keuangan, Perse waan dan Jasa Perusahaan; 12,68% Pengangkutan dan Komunikasi; 14,62%
Pertambangan Industri dan Penggalian; Pengolahan; 0,02% 15,77% Listrik, Gas dan Air Bersih; 3,49% Bangunan; 7,19%
Perdagangan, Ho tel dan Restoran; 31,29%
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 7. Proporsi (%) Peranan Sektoral Terhadap Pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan Tahun 2009
71
Tabel 19. Pertumbuhan Sektor PDRB Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Keuangan, Persewaan dan Jasa
1,878 1,074 1,218 1,326 1,433 1,566 9.26
1,085 381.1 641.7 928 33.1 377.9 1,040 36.3 412.6 1,109 40.7 453.3 1,247 48.0 505.7 1,406 54.5 554 12.77 13.38 9.46
Jasa-jasa
Pengangkutan dan Komunikasi
Bangunan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Industri Pengolahan
1,471 12.6 8,370 946.3 285.1 1,451 12.8 8,928 1,172 84.1 1,453 13.3 9,465 1,176 90.9 1,556 14.2 9,867 1,402 106.1 1,645 14.4 10,082 1,659 115.0 1,745 16.8 10,297 1,720 126.7 6.12 16.63 2.13 3.72 10.16
Perdagangan, Hotel dan Restoran
2004 2005 2006 2007 2008 2009 Laju
Pertambangan dan Penggalian
Tahun
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor PDRB (milyar rupiah)
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Tabel 20. Pertumbuhan Sektor PDRB Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Keuangan, Persewaan dan Jasa
1,321 1,496 1,630 9.00
421.0 461.5 524.7 13.70
455.3 632.7 513.4 697.4 575.6 759.4 12.11 8.88
Jasa-jasa
Pengangkutan dan Komunikasi
Bangunan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Industri Pengolahan
47.1 1.2 808.7 183.1 298.8 46.8 1.2 822.8 186.3 335.2 47.6 1.3 836.5 194.5 377.7 1.66 11.51 1.67 4.40 12.68
Perdagangan, Hotel dan Restoran
2007 2008 2009 Laju
Pertambangan dan Penggalian
Tahun
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor PDRB (milyar rupiah)
72
a. Sektor Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Perikanan Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan dan perikanan. Peranan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan dalam kurun waktu 2007-2009 menunjukkan grafik yang cenderung menurun. Kontribusinya sebelum pemekaran sebesar 0,98 persen atau sebesar 47,1 milyar rupiah pada tahun 2007 dan 0,90 persen atau sebesar 46,8 milyar rupiah pada tahun 2008. Setelah pemekaran pada tahun 2009 kontribusinya terus menurun menjadi sebesar 0,85 persen atau sebesar 47,6 milyar rupiah menempati posisi ke delapan dalam kontribusi sektor terhadap pembentukkan PDRB Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2009 kontribusi sub sektor pertanian Kota Tangerang Selatan tidak ada yang mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2008, kecuali sub sektor tanaman perkebunan sebesar 0,01 persen dan sub sektor perikanan sebesar 0,09 persen seperti tahun sebelumnya. Penurunan paling besar terdapat pada sub sektor tanaman bahan makanan yang kontribusinya turun menjadi sebesar 0,49 persen dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 0,53 persen. Sektor pertanian di Kota Tangerang Selatan didominasi oleh tanaman holtikultura, seperti tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman hias. Peranan sektor pertanian Kabupaten Tangerang sebelum pemekaran tahun 2005-2006 menunjukkan penurunan. Namun pada tahun 2007-2008 menunjukkan peningkatan kontribusi dari 10,06 persen atau sebesar 1,56 triliyun rupiah pada tahun 2007 menjadi 10,32 persen atau sebesar 1,64 triliyun rupiah pada tahun 2008. Peningkatan terus terjadi setelah pemekaran dilakukan tahun 2009 mencapai 10,78 persen atau sebesar 1,74 triliyun rupiah menempati posisi kedua dalam kontribusi sektor terhadap pembentukkan PDRB Kabupaten Tangerang setelah sektor industri pengolahan.
73
PDRB (Milyar Rupiah)
2.000 1.500
1.471
1.451
1.453
1.556
1.645
1.745
1.000
Kabupaten Tangerang
500
Kota Tangerang Selatan 46,8
47,1
0 2004
2005
2006 2007 Tahun
2008
47,6 2009
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 8. PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Berdasar Harga Konstan Sebelum dan Setelah Pemekaran b. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan merupakan sektor yang memberikan kontribusi paling kecil dalam pembentukkan PDRB Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2009. Kegiatan ekonomi pada sektor pertambangan dan penggalian yang terdapat di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan hanya di sub sektor penggalian saja. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian untuk tahun 2009 tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun 2008, yaitu sebesar 0,02 persen atau sebesar 1,2 milyar pada tahun 2009 dan 1,3 milyar rupiah pada tahun 2009. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Tangerang mulai tahun 2005 sampai 2008 sebesar 0,09 persen terhadap total PDRB atau senilai 12,8 milyar pada tahun 2005 dan sebesar 14,4 milyar pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2009 sedikit meningkat menjadi sebesar 0,10 persen atau senilai 16,8 milyar rupiah.
PDRB (Milyar Rupiah)
74
20 15 10
12,6
12,8
14,2
13,3
5
16,8 Kabupaten Tangerang
1,2
0
14,4
1,2
1,3
Kota Tangerang Selatan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 9. PDRB Sektor Pertambangan dan Penggalian Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Berdasar Harga Konstan Sebelum dan Setelah Pemekaran c. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan di Kota Tangerang Selatan setelah pemekaran tahun 2009 memiliki peran sekitar 15,77 persen terhadap pembentukkan PDRB Kota Tangerang Selatan atau senilai 836,5 milyar rupiah, dan menempati posisi kedua terbesar dalam pembentukkan PDRB. Nilai tersebut dapat dikatakan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan proporsi sektor industri pengolahan di tahun 2007 yang sebesar18,54 persen, atau senilai 808,7 milyar rupiah. Berbagai masalah yang menerpa industri seperti masalah perburuhan, persoalan energi, keamanan, dan lain-lainnya mengakibatkan iklim investasi menjadi kurang kondusif sehingga berdampak pada perkembangan industri di Kota Tangerang Selatan yang mengakibatkan dalam beberapa tahun terakhir ini laju pertumbuhannya terus melambat. Sebelum dan setelah pemekaran dilakukan, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki peran terbesar dalam pembentukkan PDRB Kabupaten Tangerang. Tahun 2009 sektor industri pengolahan memberikan proporsi sebesar 54,55 persen atau senilai 10,3 triliyun rupiah. Nilai tersebut menurun jika dibandingkan dengan nilai di tahun 2008 yang proporsinya mencapai 56,38 persen. Hal tersebut dikarenakan banyak industri yang tutup di tahun 2008 dan beberapa diantaranya telah membuka lagi usaha di tahun 2009, namun belum memulai produksi.
PDRB (Milyar Rupiah)
75
12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0
9.465 9.867 8.370 8.928
10.082 10.297
Kabupaten Tangerang 808,7 822,8 2004
2005
2006
2007
2008
836,5
Kota Tangerang Selatan
2009
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 10. PDRB Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Berdasar Harga Konstan Sebelum dan Setelah Pemekaran d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Setelah pemekaran tahun 2009, sektor listrik, gas, dan air bersih memberikan proporsi sebesar 3,49 persen pada pembentukkan PDRB Kota Tangerang Selatan atau senilai 194,5 milyar rupiah. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan proporsi saat sebelum pemekaran tahun 2008 yang mencapai 3,74 persen. Sektor ini sangat dipengaruhi oleh sektor-sektor lainnya yang menggunakan sektor tersebut sebagai inputnya, diantaranya adalah sektor industri pengolahan yang sangat bergantung pada listrik sebagai sumber utama energi penggerak mesin-mesin produksinya. Untuk kontribusi terhadap total PDRB, sub sektor listrik mengalami penurunan dari 3,69 persen tahun 2008 menjadi 3,44 persen tahun 2009. Sedangkan sub sektor air bersih memiliki kontribusi tetap yaitu sebesar 0,05 persen. Sub sektor gas baru menjadi komponen pembentuk PDRB Kabupaten Tangerang sejak tahun 2007, sebelumnya sektor ini masuk dalam PDRB Kota Tangerang. Hal tersebut didorong oleh kenyataan Perusahaan Gas Negara Distribusi Banten secara regional berada di wilayah Kabupaten Tangerang. Penyesuaian tersebut juga diberlakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga menyebabkan perubahan level nilai tambah bruto pada sektor, listrik, gas, dan air bersih pada PDRB Kabupaten Tangerang.
76
Proporsi sub sektor listrik terhadap PDRB pada tahun 2009 yang mencapai 5,30 persen juga berkurang jika dibandingkan dengan proporsi di tahun 2008 yang mencapai 5,38 persen. Sub sektor air bersih memberikan proporsi tetap pada tahun 2008 dan 2009 yaitu sbesar 0,09 persen. Sedangkan sub sektor gas terjadi penurunan proporsi yaitu sebesar 4,49 persen jika dibandingkan tahun 2008 yang mencapai sebesar 4,58 persen. Sektor listrik, gas dan air bersih memberikan proporsi sebesar 9,88 persen atau senilai 1,72 milyar rupiah terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang tahun 2009 dan merupakan sektor
PDRB (Milyar Rupiah)
keempat terbesar dalam pemberian proporsi PDRB. 2000 1500 1000
1.402
1.659 1.720
1.176 946,3 1.172
500
Kabupaten Tangerang 183,1 186,3
194,5
Kota Tangerang Selatan
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 11. PDRB Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Berdasar Harga Konstan Sebelum dan Setelah Pemekaran e. Sektor Bangunan Setelah pemekaran pada tahun 2009, sektor bangunan memberikan proporsi terhadap total PDRB Kota Tangerang Selatan sebesar 7,19 persen atau sebesar 377,7 milyar rupiah, meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 6,86 persen. Sektor bangunan menempati posisi keenam sebagai sektor pembentuk PDRB Kota Tangerang Selatan, dan menempati posisi ketujuh sebagai sektor pembentuk PDRB Kabupaten Tangerang. Sektor bangunan Kabupaten Tangerang memberikan proporsi sebesar 0,78 persen terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang pada tahun 2009 atau senilai 126,7 milyar rupiah. Angka proporsi sektor bangunan tersebut meningkat jika
77
dibandingkan pada tahun 2008 yang sebesar 0,73 persen atau senilai 115 milyar rupiah. Pertumbuhan yang meningkat dari tahun sebelumnya diakibatkan oleh adanya peningkatan pembangunan dibidang properti, pusat-pusat perbelanjaan,
PDRB (Milyar Rupiah)
dan jalan dengan sistem betonisasi yang semakin marak. 400 300
298,8
285,1
200 84,1
100
90,9
335,2
377,7
126,7 106,1 115,0
Kabupaten Tangerang Kota Tangerang Selatan
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 12. PDRB Sektor Bangunan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Berdasar Harga Konstan Sebelum dan Setelah Pemekaran f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Setelah pemekaran Kota Tangerang Selatan pada tahun 2009 sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor terbesar dengan proporsi terhadap PDRB mencapai 31,29 persen atau senilai 1,63 triliyun rupiah. Meningkat dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebesar 30,96 persen. Peningkatan tersebut akibat dari semakin marak pusat-pusat perbelanjaan baru bermunculan. Sub sektor perdagangan besar dan eceran merupakan penggerak sektor tersebut, dimana kontribusi nilai tambah bruto sub sektor ini terhadap PDRB mencapai 18,75 persen di tahun 2009. Kemudian sub sektor restoran dengan peranan sebesar 12,53 persen. Sedangkan sub sektor hotel hanya memiliki peran sebesar 0,01 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kabupaten Tangerang pada tahun 2009 memberikan proporsi terhadap PDRB sebesar 9,55 persen atau senilai dengan 1,57 triliyun rupiah. Dibandingkan dengan proporsi yang diberikan pada tahun 2008 yang sebesar 8,99 persen nilai tersebut meningkat. Peningkatan tersebut
sejalan dengan peningkatan sektor bangunan dengan semakin
78
bermunculannya
pusat-pusat
perbelanjaan
dan
pertokoan
di
Kabupaten
Tangerang. Semakin menjamurnya para pedagang makanan di sektor informal juga dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab meningkatnya laju pertumbuhan sektor ini di Kabupaten Tangerang. Proporsi sub sektor perdagangan besar dan eceran terhadap PDRB mencapai 5,86 persen di tahun 2009. Sedangkan sub sektor
PDRB (Milyar Rupiah)
restoran dengan proporsi terhadap PDRB mencapai 3,69 persen. 2.000
1.878
1.500 1.074
1.000
1.496 1.630 1.566 1.321 1.433 1.326 1.218 Kabupaten Tangerang
500
Kota Tangerang Selatan
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 13. PDRB Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Berdasar Harga Konstan Sebelum dan Setelah Pemekaran g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Proporsi sektor ini terhadap PDRB Kota Tangerang Selatan sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 13,92 persen menjadi sebesar 14,62 persen pada tahun 2009 atau senilai 524,7 milyar rupiah dan menempati posisi ketiga dalam sektor pembentuk PDRB Kota Tangerang Selatan setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor industri pengolahan. Sub sektor angkutan jalan raya menyumbang peranan paling besar dalam sektor ini yaitu 11,58 persen. Hal ini bisa dilihat dengan semakin banyaknya pembangunan jalan raya, ditambah dengan semakin merebaknya jasa-jasa angkutan swasta. Sedangkan sub sektor komunikasi hanya menyumbang 2,31 persen di tahun 2009, sedikit meningkat dibandingkan di tahun 2008 yang berperan sebesar 2,22 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2009 merupakan sektor ketiga terbesar setelah sektor industri pengolahan dan sektor pertanian dengan proporsi terhadap PDRB Kabupaten Tangerang mencapai 10,66 persen atau
79
senilai 1,4 triliyun rupiah. Meningkat jika dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 9,79 persen. Sub sektor angkutan jalan raya menyumbang paling besar peranannya dalam sektor tersebut yaitu sekitar 8,95 persen. Peranan sub sektor komunikasi terus mengalami peningkatan meski tidak signifikan dalam empat tahun terakhir sebelum pemekaran terjadi, yaitu dari 0,85 persen di tahun 2005; 0,99 persen di tahun 2006; 1,09 persen di tahun 2007; dan 1,11 persen di tahun 2008. Setelah pemekaran, proporsi sub sektor ini sedikit meningkat di tahun 2009 menjadi sebesar 1,22 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin marak penggunaan telepon seluler (ponsel) dan semakin menjamur warung internet
PDRB (Milyar Rupiah)
(warnet) di wilayah Kabupaten Tangerang. 1.500 1.000
1.085
928
1.040 1.109
500
421
1.247
1.406
461,5 524,7
Kabupaten Tangerang Kota Tangerang Selatan
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 14. PDRB Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Berdasar Harga Konstan Sebelum dan Setelah Pemekaran h. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 2009 menempati posisi kelima sebagai sektor pembentuk PDRB Kota Tangerang Selatan. Dilihat dari proporsi yang diberikan dalam pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan, sub sektor sewa bangunan menduduki peringkat tertinggi dengan proporsi sebesar 11,26 persen sedikit meningkat dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 11,24 persen. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya jasa persewaan rumah toko atau gudang yang berada di wilayah Kota Tangerang Selatan. Secara keseluruhan, kontribusi sektor ini sedikit meningkat dari sebesar
80
12,68 persen terhadap total PDRB pada tahun 2009 atau senilai 575,6 milyar rupiah, dari sebesar 12,56 persen pada tahun 2008. Sub sektor sewa bangunan mempunyai proporsi terbesar dalam sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan senilai 0,22 persen, sedikit meningkat dari tahun 2008 yang sebesar 0,21 persen. Diikuti sub sektor bank yang memberikan proporsi sebesar 0,10 persen. Peringkat ketiga adalah sub sektor jasa perusahaan yang memiliki proporsi tetap sebesar 0,01 persen. Secara keseluruhan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Kabupaten Tangerang dalam empat tahun terakhir sebelum pemekaran memberikan kontribusi yang terus meningkat, yaitu dari 0,25 persen di tahun 2005; 0,27 persen di tahun 2006; 0,28 persen di tahun 2007, dan 0,32 persen di tahun 2008 atau senilai 48 milyar rupiah. Sedangkan di tahun 2009 setelah dilakukan pemekaran proporsi sektor ini sedikit meningkat menjadi 0,34 persen atau senilai 54,5 milyar rupiah dan menempati
PDRB (Milyar Rupiah)
posisi kedelapan dalam pembentukkan PDRB Kabupaten Tangerang. 700 600 500 400 300 200 100 0
455,3
381,1
575,6 Kabupaten Tangerang
33,1 2004
513,4
2005
36,3
2006
40,7
2007
48
2008
54,5
Kota Tangerang Selatan
2009
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 15. PDRB Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Berdasar Harga Konstan Sebelum dan Setelah Pemekaran i. Sektor Jasa-jasa Sektor jasa-jasa pada tahun 2009 menempati urutan keempat dalam sektor pembentuk PDRB Kota Tangerang Selatan. Proporsi sektor jasa-jasa terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan tahun 2009 adalah senilai 14,09 persen atau senilai 759,4 milyar rupiah, sedikit meningkat bila dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 13,98 persen. Proporsi terbesar diberikan oleh sub
81
sektor jasa perorangan dan rumah tangga sebesar 6,19 persen. Disusul oleh sub sektor administrasi pemerintah sebesar 5,29 persen, sub sektor sosial kemasyarakatan sebesar 2,19 persen dan proporsi terkecil disumbang oleh sub sektor hiburan dan rekreasi yang hanya sebesar 0,41 persen. Peningkatan tersebut akibat penambahan tempat-tempat hiburan dan rekreasi seperti kolam renang, wahana permainan anak-anak, karaoke dan tempat-tempat hiburan lainnya. Juga dengan semaki marak dibukanya rumah sakit dan klinik swasta, sekolah swasta, kursus, lembaga pelatihan, dan perguruan tinggi yang membuka cabang di wilayah Kota Tangerang Selatan. Peranan sektor jasa-jasa terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang tahun 2009 adalah sebesar 3,47 persen atau senilai 554 milyar rupiah, meningkat dari proporsi yang diberikan di tahun 2008 yang sebesar 3,34 persen atau senilai 505,7 milyar rupiah, dan menempati urutan sektor keenam dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tangerang. Kontribusi terbesar pada sub sektor jasa pemerintahan yaitu sebesar 2,26 persen. Sektor ini tumbuh dengan bertambahnya tempat-tempat hiburan dan rekreasi, tempat permainan anak-anak (playstation) yang menjamur, dan penambahan jasa sosial kemasyarakatan di
PDRB (Milyar Rupiah)
wilayah Kabupaten Tangerang. 800 600
641,7
400
632,7 377,9
412,6
453,3
697,4 505,7
759,4 554 Kabupaten Tangerang
200
Kota Tangerang Selatan
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Gambar 16. PDRB Sektor Jasa-jasa Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Berdasar Harga Konstan Sebelum dan Setelah Pemekaran
82
5.2.3. Perkembangan Struktur Ekonomi Wilayah Kota Tangerang Selatan Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB mencerminkan tingkat perkembangan seektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan pada saat sebelum pemekaran dan setelah pemekaran dilakukan. Nilai IDE PDRB Kabupaten Tangerang tahun 2004 adalah sebesar 1,48. Nilai ini mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi 1,25 dan terus mengalami kenaikan hingga tahun 2008 menjadi 1,33. Setelah pemekaran tahun 2009, nilai IDE PDRB Kabupaten Tangerang naik menjadi 1,36. Tabel 21. Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Nilai IDE PDRB Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran 2005 2006 2007 2008 2009 1,25 1,26 1,29 1,33 1,36 1,82 1,81 1,81
Kabupaten/Kota 2004 1,48
Tangerang Tangerang Selatan
Sumber: Data Diolah (2011)
Nilai IDE PDRB Kota Tangerang Selatan antara sebelum dan setelah pemekaran dilakukan cenderung stabil. Pada tahun 2007 IDE PDRB Kota Tangerang Selatan mencapai nilai 1,82, dan turun menjadi 1,81 pada tahun 2008. Setelah pemekaran tahun 2009 nilai IDE PDRB Kota Tangerang Selatan tetap senilai 1,81.
Nilai IDE PDRB
2 1,5
1,81
1,82 1,48 1,25
1
1,26
1,29
1,33
1,81 1,36 Kabupaten Tangerang
0,5
Kota Tangerang Selatan
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Sumber: Data Diolah (2011)
Gambar 17. Tingkat Perkembangan Nilai IDE PDRB Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran
83
5.2.4. Pertumbuhan Kemampuan Keuangan Kota Tangerang Selatan Kemampuan keuangan daerah didekati melalui data penerimaan daerah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Penerimaan yang Sah. Data realisasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan yang terdapat APBD merupakan angka-angka cerminan atas kemampuan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dalam memanfaatkan potensi yang ada di wilayahnya. Data realisasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada Lampiran. Pendapatan daerah merupakan faktor yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Semakin besar pendapatan yang diterima daerah, semakin leluasa daerah tersebut melakukan kegiatan pembangunan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Untuk mengetahui dampak pemekaran terhadap potensi keuangan di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat dari perbandingan pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya di Kabupaten Tangerang dan di Kota Tangerang Selatan. Tabel 22. Perbandingan Pendapatan Daerah dan Laju Pertumbuhan Pendapatan Daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Pendapatan Daerah Pertumbuhan(%) (Milyar Rupiah) Tahun Rasio Kota Kota Kabupaten Kabupaten Tangerang Tangerang Tangerang Tangerang Selatan Selatan 1.663 2007 1.906 14,64 2008 1.922 191,70 10,03 : 1 0.84 2009 1.411 795,44 1,78 : 1 -26,57 314,94 2010 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Selisih Pertumbuhan
341,51
Pendapatan daerah Kabupaten Tangerang sebelum pemekaran tumbuh positif dari 1,66 triliyun rupiah pada tahun 2007 menjadi 1,92 triliyun rupiah pada tahun 2009, dan mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 1,41 triliyun rupiah. Sedangkan Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan pendapatan daerah dari 191,70 milyar rupiah di tahun 2009 menjadi 795,44 milyar rupiah
84
pada tahun 2010. Dengan rasio pendapatan daerah di tahun 2009 sebesar 10,03 : 1 menjadi 1,78 : 1 pada tahun 2010. Hal ini berarti pendapatan daerah Kabupaten Tangerang lebih besar dari pendapatan Kota Tangerang Selatan. Laju pertumbuhan pendapatan daerah Kabupaten Tangerang cenderung terus mengalami penurunan. Pada tahun 2008 laju pertumbuhan pendapatan daerah Kabupaten Tangerang sebesar 14,64 persen, turun menjadi 0,84 persen di tahun 2009, dan kembali turun menjadi -26,57 persen di tahun 2010. Sedangkan Kota Tangerang Selatan di tahun pertama menjadi daerah otonom pada 2009 memiliki laju pertumbuhan pendapatan daerah sebesar 314,94 persen. Dengan dilakukannya pemekaran wilayah diharapkan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan mampu meningkatkan pendapatan daerah, terutama dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, sehingga pendapatan asli daerah dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pembangunan daerah dan mengurangi ketergantungan transfer dana dari pusat berkurang. Semakin besar kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber keuangannya, maka akan semakin besar pula kemampuan daerah tersebut mengurus daerahnya sendiri dan dalam memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Sebaliknya, jika ketergantungan daerah terhadap subsidi yang diberikan pemerintah pusat semakin besar berarti menunjukkan kemampuan daerah tersebut dalam menyelenggarakan otonomi daerah belum sesuai dengan sasaran yang dikehendaki. Bila dilihat dari proporsi penyusun pendapatan daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008, dana perimbangan memiliki proporsi nilai yang lebih besar dibandingkan dengan penerimaan pendapatan lainnya, yaitu sebesar 65,87 persen dengan nilai sebesar 1,26 triliyun rupiah. Keadaan ini mengindikasikan tingginya ketergantungan pemerintah daerah Kabupaten Tangerang terhadap pemerintah pusat. Setelah pemekaran, dana perimbangan masih mendominasi proporsi pendapatan daerah Kabupaten Tangerang sebesar 71,14 persen atau senilai 1 triliyun rupiah pada tahun 2010. Sedangkan PAD memberikan kontribusi sebesar 19,07 persen atau senilai 269,3 milyar rupiah dan lain-lain pendapatan yang sah berkontribusi sebesar 9,78 persen atau senilai 138,15 milyar rupiah.
85
Tabel 23. Kemampuan Keuangan Kabupaten Tangerang Kabupaten Tangerang Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
PAD Milyar Rp 231,34 285,90 336,94 372,84 269,28
Dana Perimbangan % Milyar Rp 18.33 1.026 17.19 1.105 17.67 1.256 19.39 1.377 19.07 1.005
% 81.35 66.43 65.87 71.60 71.14
Lain-lain Pendapatan Sah Milyar Rp 4,00 272,40 313,88 173,22 138,15
% 0.32 16.38 16.46 9.01 9.78
Jumlah (Milyar Rupiah) 1.262 1.663 1.906 1.922 1.411
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Setelah pemekaran dilakukan, Kota Tangerang Selatan baru menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2009. Komposisi penyusun pendapatan daerah Kota Tangerang Selatan pada tahun 2009 di dominasi oleh lain-lain pendapatan yang sah sebesar 86,77 persen atau senilai 166,33 milyar rupiah dan pendapatan asli daerah sebesar 13,23 persen atau 25,37 milyar rupiah, tahun 2009 Kota Tangerang Selatan belum menerima dana perimbangan. Pada tahun 2010 Kota Tangerang Selatan mulai menerima dana perimbangan sebesar 458,28 milyar rupiah, jumlah tersebut memberikan kontribusi sebesar 57,61 persen terhadap pendapatan daerah. Pandapatan asli daerah memberikan kontribusi sebesar 13,87 persen atau ssenilai 110,37 milyar rupiah dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar 28,51 persen atau senilai 226,79 milyar rupiah pada tahun 2010. Pendapatan daerah Kota Tangerang Selatan setelah pemekaran cenderung meningkat dengan adanya peningkatan penerimaan dari PAD dan lain-lain pendapatan yang sah. Tabel 24. Kemampuan Keuangan Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan Tahun
PAD Milyar Rp
2009 2010
25,37 110,37
% 13.23 13.87
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan Sah
Milyar Rp
Milyar Rp
0 458,28
% 0 57.61
166,33 226,79
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Jumlah (Milyar Rupiah)
% 86.77 28.51
191,70 795,44
86
Proporsi (%)
25% 20%
18,33%
17,19% 17,67%
15%
19,39%
19,07% 13,87%
13,23%
10% 5% 0% 2006
2007
2008
2009
PAD Tangerang
2010
PAD Tangerang Selatan
Tahun
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Gambar 18. Proporsi (%) Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan
Proporsi (%)
100% 81,35%
80% 60%
71,60% 65,87%
66,43%
71,14% 57,61%
40% 20% 0% 2006
2007
2008
2009
Dana Perimbangan Tangerang
2010
Dana Perimbangan Tangerang Selatan
Tahun Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Gambar 19. Proporsi (%) Dana Perimbangan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan
Proporsi (%)
100%
86,77%
80% 60% 40% 20% 0%
28,51% 16,38% 0,32% 2006
2007
16,46% 2008 Tahun
9,01% 2009
9,78% 2010
Lain-lain Pendapatan Sah Tangerang Lain-Lain Pendapatan Sah Tangerang Selatan
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Gambar 20. Proporsi (%) Lain-lain Pendapatan Sah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan
87
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber penerimaan murni daerah, terdiri atas komponen hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. PAD digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah, oleh karena itu PAD harus diupayakan meningkat. PAD merupakan sumber pendapatan yang diperoleh dari dalam daerah yang mana pemungutan dan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah. Salah satu cara menyangkut peningkatan kemampuan daerah untuk meningkatkan PAD adalah melalui pajak (taxing power), namun dalam undangundang telah diamanatkan bahwa peningkatan PAD tidak boleh menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang menghambat pelayanan publik dan iklim usaha. Secara teoritis besar kecilnya PAD suatu daerah dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan teruatama pada sektor industri dan jasa. Tabel 25. Perbandingan Laju Pertumbuhan PAD Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Pendapatan Asli Daerah Pertumbuhan(%) (Milyar Rupiah) Tahun Rasio Kota Kota Kabupaten Kabupaten Tangerang Tangerang Tangerang Tangerang Selatan Selatan 285,90 2007 336,93 17,85 2008 372,84 25,37 14,70 : 1 10,66 2009 269,28 110,37 2,44 : 1 -27,78 335,08 2010 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Selisih Pertumbuhan
-17,85 -10,66 362,85
Nilai PAD merupakan cerminan dari kemampuan pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi yang ada di wilayahnya. Setelah pemekaran, PAD Kabupaten Tangerang mengalami penurunan dari 372,84 milyar rupiah pada tahun 2009 menjadi 269,28 milyar rupiah pada tahun 2010. Tidak demikian dengan Kota Tangerang Selatan, PAD Kota Tangerang Selatan mengalami kenaikan dari 25,37 milyar rupiah pada tahun 2009 menjadi 110,37 milyar rupiah pada tahun 2010. Data ini menunjukkan penerimaan daerah Kabupaten Tangerang lebih besar dibandingkan Kota Tangerang Selatan.
Rupiah (Milyar)
88
160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
150,23 146,37
148,15 131,78 125,37
106,09 70,60
18,13 10,61
95,11
110,62
Pajak Daerah Retribusi
61,52 40,41 23,14
14,72
12,09
Pengelolaan Kekayaan Daerah Lain-lain PAD
2007
2008
2009
2010
Tahun Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Gambar 21. PAD Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran Pada tahun 2010, kontribusi terbesar bagi PAD Kabupaten Tangerang adalah dari lain-lain PAD yang sah, sedangkan tahun-tahun sebelumnya pajak dan retribusi yang mendominasi penerimaan untuk PAD. Kontribusi terbesar bagi PAD Kota Tangerang Selatan tahun 2010 adalah hasil pajak daerah yang memberikan kontribusi sebesar 9,45 persen senilai 75,20 milyar rupiah. Hasil retribusi daerah memberikan kontribusi sebesar 4,04 persen dari total pendapatan dengan nilai 32,17 milyar rupiah. Sedangkan lain-lain PAD yang sah hanya memberikan kontribusi sebesar 0.38 persen dengan nilai 3 milyar rupiah. Sebagai kota yang baru mengalami pemekaran, Kota Tangerang Selatan belum memiliki pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagai salah
Rupiah (Milyar)
satu komponen pembentuk PAD.
80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
75,20
32,17 15,40
9,22 0,75
2009
3,00
Pajak Daerah Retribusi Daerah Lain-lain PAD yang Sah
2010 Tahun
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Gambar 22. PAD Kota Tangerang Selatan Setelah Pemekaran
89
b. Dana Perimbangan Dana perimbangan meliputi bagi hasil pajak atau bagi hasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana bagi hasil merupakan dana yang diperoleh suatu daerah yang dibagikan kepada provinsi daerah dan pemerintah pusat. Sedangkan DAU dan DAK diperoleh dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana perimbangan terdiri dari tiga jenis sumber dana yang merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi dan alokasinya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain karena masing-masing jenis dana perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi. Tabel 26. Perbandingan Laju Pertumbuhan Dana Perimbangan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Pendapatan Asli Daerah Pertumbuhan(%) (Milyar Rupiah) Tahun Rasio Kota Kota Kabupaten Kabupaten Tangerang Tangerang Tangerang Tangerang Selatan Selatan 1.105 2007 1.256 13,67 2008 1.377 0 9,62 2009 1.005 458,28 2,19 : 1 -27,04 2010 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Selisih Pertumbuhan
-13,67 -9,62 27,04
Proporsi dana bagi hasil pajak atau bukan pajak Kabupaten Tangerang cenderung menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, hanya pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi sebesar 21,61 persen dari 24,54 persen pada tahun 2009. Hal ini dikarenakan Kabupaten Tangerang harus melakukan pembinaan dan memberikan bantuan kepada daerah otonom baru. Proporsi DAU Kabupaten Tangerang juga semakin meningkat setiap tahunnya, peningkatan ini semakin nyata setelah adanya pemekaran. Setelah pemekaran proporsi DAU Kabupaten Tangerang meningkat menjadi 44,48 persen di tahun 2009, dan 44,54 persen pada tahun 2010. Proporsi DAK Kabupaten Tangerang cenderung menurun, dari 3,31 persen di tahun 2007 menjadi 2,73 persen pada tahun 2008. Setelah pemekaran, DAK Kabupaten Tangerang menunjukkan kecenderungan untuk meningkat dari 2,59 persen di tahun 2009 menjadi 5 persen pada tahun 2010.
Proporsi (%)
90
50% 40% 30% 20% 10% 0%
22,52%
24,54%
21,41%
2007
2008
2009
27,34% 21,61%
2010
Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Kabupaten Tangerang Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Kota Tangerang Selatan
Tahun Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Proporsi (%)
Gambar 23.
50% 40% 30% 20% 10% 0%
Perbandingan Proporsi (%) Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran 41,71%
40,62%
44,48%
44,54% 28,77%
2007
2008
2009
2010
Tahun
DAU Kabupaten Tangerang DAU Kota Tangerang Selatan
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Proporsi (%)
Gambar 24.
50% 40% 30% 20% 10% 0%
Perbandingan Proporsi (%) Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran
3,31% 2007
2,73% 2008
2,59% 2009
5,00% 1,50% 2010
Tahun
DAK Kabupaten Tangerang DAK Kota Tangerang Selatan
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Gambar 25.
Perbandingan Proporsi (%) Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran
91
Setelah pemekaran, Kota Tangerang Selatan baru membuat anggaran pada Agustus tahun 2009. Dalam awal tahun anggaran tersebut Kota Tangerang Selatan belum mendapatkan dana perimbangan baik berupa bagi hasil pajak atau bagi hasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Pada tahun 2010, DAU merupakan proporsi pendapatan Kota Tangerang Selatan yang paling besar, yaitu sebesar 28,77 persen. Sedangkan bagi hasil pajak/bukan pajak menempati proporsi kedua terbesar setelah DAU dalam proporsi pendapatan dengan nilai sebesar 27,34 persen. c. Lain-lain Pendapatan yang Sah Lain-lain pendapatan yang sah diantaranya meliputi pendapatan hibah, dana darurat, bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya, serta bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Kabupaten Tangerang cenderung menurun, dari 272,40 milyar rupiah tahun 2007 menjadi 138,15 milyar rupiah di tahun 2010. Sedangkan lainlain pendapatan daerah yang sah Kota Tangerang Selatan meningkat dari 166,33 milyar rupiah tahun 2009 menjadi 226,79 rupiah milyar di tahun 2010. Melihat dari perbandingan laju pertumbuhan, laju pertumbuhan lain-lain pendapatan daerah sah Kabupaten Tangerang bernilai negatif, sedangkan Kota Tangerang Selatan bernilai positif. Tabel 27. Perbandingan Laju Pertumbuhan Laain-lain Pendapatan Sah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Lain-lain Pendapatan Sah Pertumbuhan(%) (Milyar Rupiah) Tahun Rasio Kota Kota Kabupaten Kabupaten Tangerang Tangerang Tangerang Tangerang Selatan Selatan 272,40 2007 313,88 15,23 2008 173,22 166,33 1,04 : 1 -44,81 2009 138,15 226,79 0,61 : 1 -20,25 36,35 2010 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2006-2010)
Selisih Pertumbuhan
-15,23 44,81 56,59
92
Tabel 28. Proporsi (%) Lain-lain Pendapatan yang Sah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Tahun Pendapatan Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak Dana Penyesuaian Bantuan Keuangan
Kabupaten Tangerang 2007 2008 2009 2010 0.30 0.26 0 0.21 0.44 0.16 0 0 14.44 14.31 7.30 9.57 0 0.69 0.92 0 1.20 1.05 0.79 0
Kota Tangerang Selatan 2009 2010 7.82 3.42 0 0 68.51 19.22 0 4.30 10.43 1.57
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Pendapatan hibah Kabupaten Tangerang mengalami penurunan persentase proporsi dalam pendapatan, pada tahun 2007 sebesar 0,30 persen menjadi 0,26 persen pada tahun 2008, dan tahun 2009 tidak memiliki pendapatan hibah, baru pada tahun 2010 pendapatan hibah kembali memberikan proporsi sebesar 0,21 persen dalam pendapatan daerah Kabupaten Tangerang. Dana darurat Kabupaten Tangerang juga mengalami penurunan, pada saat sebelum pemekaran tahun 2007 dana darurat memberikan proporsi sebesar 0,44 persen dan mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi sebesar 0,16. Setelah pemekaran pada tahun 2009 dan 2010, Kabupaten Tangerang tidak memiliki proporsi dana darurat. Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya milik Kabupaten Tangerang sebelum pemekaran pun mengalami penurun, pada tahun 2007 memiliki proporsi sebesar 14,44 persen turun menjadi 14,31 persen pada tahun 2008. Hingga setelah pemekaran tahun 2009 masih mengalami penurunan menjadi sebesar 7,30 persen, baru pada tahun 2010 naik kembali menjadi 9,57 persen. Salah satu penyebab penurunan ini karena Kabupaten Tangerang harus berbagi Bagi Hasil Pajak dengan Kota Tangerang Selatan. Dana penyesuaian dan otonomi khusus diperoleh Kabupaten Tangerang pada saat pemekaran tahun 2008 dengan proporsi dalam pendapatan sebesar 0,69 persen, dan pada tahun 2009 dengan proporsi sebesar 0,92 persen. Bantuan keuangan dari Provinsi atau pemerintah daerah lainnya yang diterima oleh Kabupaten Tangerang terus mengalami penurunan, pada tahun 2007 memberikan proporsi sebesar 1,20 persen lalu mengalami penurunan sampai setelah pemekaran ditahun 2009 memberikan
93
proporsi sebesar 0,79 persen, dan pada tahun 2010 tidak memberikan proporsi dalam pendapatan daerah Kabupaten Tangerang. Setelah pemekaran dilakukan, Kota Tangerang Selatan mendapatkan pendapatan hibah yang memberikan proporsi dalam pendapatan sebesar 7,82 persen di tahun 2009, dan sebesar 3,42 persen pada tahun 2010. Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya pada awal pemekaran di tahun 2009 memberikan proporsi yang sangat besar dalam pendapatan daerah Kota Tangerang Selatan, lebih dari separuh pendapatan berasal dari dana bagi hasil pajak, yaitu sebesar 68,51 persen. Pada tahun 2010, dana bagi hasil pajak memberikan proporsi sebesar 19,22 persen, hal tersebut karena Kota Tangerang Selatan sudah menerima dana perimbangan sehingga mengurangi proporsi dana bagi hasil dalam pendapatan daerah. Demikian pula dengan proporsi bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya dalam pendapatan daerah Kota Tangerang Selatan, pada tahun 2009 memberikan proporsi sebesar 10,43 persen, dan pada tahun 2010 memberikan proporsi sebesar 1,57 persen. 5.2.5. Perkembangan Kemampuan Keuangan Kota Tangerang Selatan Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) digunakan untuk menggambarkan tingkat perkembangan sumber-sumber pendapatan daerah. Semakin tinggi nilai IDE pendapatan daerah mencerminkan semakin tinggi perkembangan sumbersumber pendapatan daerah yang meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Perbandingan nilai IDE pendapatan daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Perbandingan Nilai IDE Pendapatan Daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran
Kabupaten/Kota Tangerang Tangerang Selatan Sumber: Data diolah (2011)
Nilai IDE Pendapatan Daerah Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran 2006 2007 2008 2009 2010 0.50 0.87 0.88 0.77 0.79 0.39 0.95
94
Nilai IDE pendapatan daerah Kabupaten Tangerang sebelum pemekaran cenderung terus naik, dimulai dari 0,50 pada tahun 2006 meningkat menjadi 0,87 pada tahun 2007, dan naik menjadi 0,88 pada tahun 2008. Setelah pemekaran, tahun 2009 nilai IDE pendapatan daerah Kabupaten Tangerang turun menjadi 0,77, namun kembali meningkat menjadi 0,79 pada tahun 2010. Penurunan di tahun 2009 disebabkan oleh komponen pendapatan daerah Kabupaten Tangerang masih didominasi oleh dana perimbangan yang sangat besar dari pemerintah pusat, sedangkan disisi lain kontribusi PAD bagi pendapatan daerah masih sangat kecil. Namun sepertinya pemerintah Kabupaten Tangerang terus berupaya untuk menggali potensi daerahnya agar semakin memperbesar proporsi PAD daerahnya, hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan proporsi PAD dalam pembentukkan pendapatan daerah yang cenderung meningkat terutama setelah pemekaran dilakukan.
Nilai IDE PD
1 0,6 0,4
0,88
0,87
0,8 0,5
0,77
0,95 0,79 Kabupaten Tangerang
0,39
Kota Tangerang Selatan
0,2 0 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun Sumber: Data diolah (2011)
Gambar 26. Tingkat Perkembangan Nilai IDE Pendapatan Daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Nilai IDE pendapatan daerah Kota Tangerang Selatan setelah pemekaran cenderung terus naik, diawali dari 0,39 di tahun 2009 menjadi 0,95 pada tahun 2010. Pada awal pemekarannya, pendapatan daerah Kota Tangerang Selatan sangat dominasi oleh lain-lain pendapatan yang sah, yaitu 86,77 persen dan sisanya diperoleh dari PAD. Dana perimbangan baru diberikan pada tahun 2010 dan langsung memberikan kontribusi lebih dari separuh pendapatan daerah (57,61 persen), sisanya diperoleh dari PAD dan lain-lain pendapatan yang sah.
95
Jika dibandingkan, nilai IDE pendapatan daerah Kota Tangerang tahun 2010 diatas nilai Kabupaten Tangerang. Meskipun perkembangan kemampuan keuangan induk dan daerah otonom baru menunjukkan peningkatan, nilai IDE pendapatan daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan masih kurang dari 1, ini menunjukkan pemekaran wilayah belum memberikan dampak porsitif pada perkembangan kapasitas keuangan daerah. Nilai IDE ini juga mencerminkan masih besarnya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Suatu daerah diharapkan mampu memenuhi kemampuan pendapatan daerahnya dari memaksimalkan pemanfaatan potensi lokal yang ada didaerah tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari besar perolehan PAD yang berasal dari pajak, retribusi, laba usaha daerah serta penerimaan lain yang sah. Setelah pemekaran, Kabupaten Tangerang dapat meningkatkan proporsi PAD dibandingkan sebelum pemekaran, meskipun proporsinya masih lebih kecil bila dibandingkan dengan proporsi dana perimbangan. Jika melihat dua titik tahun setelah pemekaran, tahun 2009 dan 2010, Kota Tangerang Selatan juga mampu meningkatkan proporsi PAD walaupun proporsi dana perimbangan masih mendominasi dalam pendapatan daerah. Hal ini karena proporsi dana perimbangan semakin membesar sejalan dengan diberlakukannya undangundang otonomi daerah (perimbangan keuangan antara pusat dan daerah). Menurut Agusniar (2006), secara umum PAD suatu daerah otonom sebelum dan setelah diberlakukannya undang-undang otonomi daerah dimungkinkan tidak akan banyak berubah, jika daerah hanya mengandalkan pemasukkan dari pajak. Hal ini karena pajak-pajak potensial (seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak kendaraan bermotor) masih dikelola oleh pemerintah pusat dan daerah hanya memperoleh bagi hasil. PAD akan dapat meningkat nyata jika daerah mampu memanfaatkan potensi daerah yang ada melalui berbagai usaha riil dalam bentuk perusahaan daerah ataupun yang lainnya.
96
5.2.6. Pemanfaatan Penerimaan Daerah Pemanfaatan penerimaan daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan adalah untuk belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung dalam APBD Kabupaten Tangerang meliputi belanja pegawai, belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, belanja bantuan keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, dan belanja tak terduga. Sedangkan belanja langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Tabel 30. Belanja Daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Kabupaten/Kota Tangerang Tangerang Selatan
Tahun (Milyar Rupiah) Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran 2007 2008 2009 2010 1.458 1.690 2.015 1.824 191,70 830,24
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Dari tabel dapat dilihat belanja daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Belanja Kabupaten Tangerang pada tahun 2007 sebesar 1,458 triliyun rupiah meningkat menjadi 2,015 triliyun rupiah di tahun 2009, namun kembali turun menjadi 1,824 triliyun rupiah di tahun 2010. Sedangkan belanja di Kota Tangerang Selatan meningkat dari 191,7 milyar rupiah menjadi 830,24 milyar rupiah pada tahun 2010. Dapat dilihat belanja Kabupaten Tangerang lebih besar dibandingkan belanja Kota Tangerang Selatan. Belanja Langsung Belanja langsung merupakan belanja yang dipengaruhi secara langsung dengan adanya program dan kegiatan yang direncanakan. Belanja langsung meliputi belanja pegawai, belanja modal, serta belanja barang dan jasa. Variabilitas jumlah komponen belanja langsung sebagian besar dipengaruhi
97
oleh target kinerja atau tingkat pencapaian kegiatan yang dilakukan. Karakteristik dari belanja langsung adalah alokasi belanja yang ditetapkan dapat diukur dan dibandingkan engan output yang dihasilkan. Tabel 31. Belanja Langsung Daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Kabupaten/Kota Tangerang Tangerang Selatan
Tahun (Milyar Rupiah) Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran 2007 2008 2009 2010 916,44 950,173 1.155 1.029 138 410,463
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Tercapainya peningkatan pelayanan publik sebagai tujuan dari dilakukannya pemekaran dapat dilakukan jika didukung oleh alokasi anggaran yang besar terutama alokasi untuk belanja langsung. Alokasi belanja langsung Kabupaten Tangerang mengalami kenaikan mulai tahun 2007 yaitu sebesar 916,44 milyar rupiah menjadi 1,155 triliyun rupiah pada tahun 2010. Namun pada 2010 turun menjadi 1,029 triliyun rupiah. Alokasi belanja langsung Kota Tangerang Selatan juga mengalami kenaikan dari 138 milyar rupiah di tahun 2009 menjadi 410,463 milyar rupiah di tahun 2010. Pada tahun 2007, proporsi belanja langsung Kabupaten Tangerang sebesar 62,84 persen, mengalami penurunan menjadi 57,33 persen di tahun 2009 dan menjadi 56,41 persen pada tahun 2010. Proporsi belanja langsung Kota Tangerang Selatan sebesar 71,99 persen di tahun 2009, sebagian besar dialokasikan untuk belanja barang dan jasa serta belanja modal. Hal ini wajar karena Kota Tangerang Selatan sedang dalam tahap awal pembangunan setelah dua tahun lepas dari induknya. Pada tahun 2010 proporsi belanja langsung Kota Tangerang Selatan turun menjadi 49,44 persen. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Belanja tidak langsung dapat berupa belanja pegawai, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja
98
bantuan keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, belanja bagi hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, dan belanja tak terduga. Belanja tidak langsung digunakan secara periodik dalam rangka koordinasi penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah yang bersifat umum. Program atau kegiatan yang memperoleh alokasi belanja tidak langsung adalah program atau kegiatan non-investasi. Tabel 32. Belanja Tidak Langsung Daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Kabupaten/Kota Tangerang Tangerang Selatan
Tahun (Milyar Rupiah) Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran 2007 2008 2009 2010 541,83 740,21 859,82 794,79 53,7 419,78
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2006-2010)
Belanja tidak langsung Kabupaten Tangerang cenderung mengalami kenaikan, tahun 2007 dari 541,83 milyar rupiah menjadi 859,82 milyar rupiah pada tahun 2009, dan mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 794,79 milyar rupiah. Sedangkan belanja tidak langsung Kota Tangerang Selatan mengalami kenaikan dari 53,7 milyar rupiah menjadi 419,78 milyar rupiah. Pada tahun 2007, proporsi belanja tidak langsung Kabupaten Tangerang sebesar 37,16 persen, mengalami kenaikan menjadi 42,67 persen di tahun 2009 dan menjadi 43,59 persen pada tahun 2010. Proporsi belanja tidak langsung Kabupaten Tangerang tahun 2007 sebesar 37,16 persen, mengalami kenaikan menjadi 42,67 persen di tahun 2009 dan menjadi 43,59 persen pada tahun 2010. Proporsi belanja tidak langsung Kota Tangerang Selatan sebesar 28,01 persen di tahun 2009, naik menjadi sebesar 50,56 persen. Kenaikan ini terutama dipicu oleh meningkatnya belanja pegawai, di masa awal pemekaran Kota Tangerang Selatan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih banyak dalam mewujudkan pembangunan di wilayahnya. Secara keseluruhan, komposisi belanja Kabupaten Tangerang didominasi oleh belanja langsung, sedangkan Kota Tangerang Selatan didominasi oleh belanja tidak langsung.
99
5.2.7. Estimasi Potensi Pajak Hotel Suatu upaya untuk mandiri dan mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat adalah dengan mengoptimalkan potensi yang ada di daerah dan meningkatkan PAD, karena PAD merupakan pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber penerimaan murni daerah, termasuk pajak dan retribusi. Dalam usaha meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan mengoptimalkan potensi pajak daerah. Namun sebelumnya harus dilakukan terlebih dahulu estimasi terhadap potensi pajak sehingga diperoleh nilai pajak sebenarnya yang akan dibebankan kepada objek pajak. Dengan adanya estimasi potensi pajak diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah Kota Tangerang Selatan. Sesuai dengan UU No. 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak hotel merupakan hak serta kewenangan Kabupaten/Kota untuk memungutnya. Pajak hotel di Kota Tangerang Selatan prospektif untuk digali potensinya mengingat besarnya kontribusi yang diberikan sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam PDRB, yakni sebesar 31,29 persen. Hotel dan penginapan yang ada di Kota Tangerang Selatan adalah Hotel Bintaro di Pondok Aren, Hotel Bumi Serpong Damai, Hotel Santika, dan Hotel Melati di Serpong dan Serpong Utara, Hotel Bukit Sion Damai, Wisma Tamu Puspitek di Setu, Hotel Ciputat dan Pondok Wisata Situ Gintung di Ciputat dan Ciputat Timur. Tabel 33. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kota Tangerang Selatan per Tanggal 31 Desember 2010 (Rupiah) Jenis Penerimaan Pajak Daerah Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C Pajak Parkir
Target 59,000,147,993 900,000,000 23,500,000,000 2,000,147,993 1,200,000,000 28,500,000,000
Realisasi 89,983,231,492 2,236,123,883 36,674,448,481 3,978,251,737 4,518,158,568 39,408,169,823
Persen 152,51 248,46 156,06 198,90 376,51 138,27
0
0
0.00
2,900,000,000
3,168,079,000
109.24
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan (2011)
100
Pajak sebagai komponen dalam PAD sangat penting perannya dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Kota Tangerang Selatan. Penerimaan pajak daerah Kota Tangerang Selatan sepanjang tahun 2010 cenderung meningkat. Realisasi penerimaan pajak daerah hingga 31 Desember 2010 melampaui dari target yang telah ditetapkan dalam APBD. Pajak hotel pada tahun anggaran 2010 mencapai 2,2 milyar rupiah melampaui target yang hanya sebesar 900 juta rupiah dengan persen pencapaian sebesar 248,46 persen. Hotel Sion Damai adalah salah satu hotel yang berada di wilayah Tangerang Selatan yang menjadi sampel primer untuk mengetahui besar estimasi potensi pajak hotel di Kota Tangerang Selatan. Hotel tesebut memiliki dua kelas kamar, yaitu VIP dan standar. Kelas VIP berjumlah 28 kamar dengan tarif 290 ribu rupiah per malam. Sedangkan kelas standar berjumlah 10 kamar dengan tarif 250 ribu rupiah per malam. Tabel 34. Nama Hotel, Kelas Kamar, Tarif dan Jumlah Kamar Nama Hotel Bukit Sion Damai
Kelas Kamar
Tarif (Rupiah)
Jumlah Kamar
Tingkat Hunian
VIP Standar
290,000 250,000
28 10
23%
Sumber: Data Primer (2011)
Dengan tingkat hunian sebesar 23 persen, pada saat ramai kamar yang terpakai dalam satu bulan adalah sebanyak 51 kamar. Pada saat normal mencapai 127 kamar per bulan, dan 77 kamar per bulan pada saat sepi. Sehingga diperoleh rata-rata hunian sebesar 9 kamar per hari. Tabel 35. Jumlah Kamar Terpakai dan Rata-rata Tingkat Hunian Hotel Nama Hotel Bukit Sion Damai
Kelas Kamar Ramai Normal Sepi
Sumber: Data Primer (2011)
Jumlah Kamar Terpakai 51 127 77
Rata-rata Hunian 9
101
Hotel Sion Damai membayarkan pajak kepada pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan dalam setahun berkisar antara 6,80 juta rupiah sampai 7 juta rupiah. Dengan menggunkan pajak 10 persen yang merupakan besaran pajak yang dikenakan oleh pemerintah Kota Tangerang Selatan, diperoleh estimasi potensi pajak hotel sebesar 90,56 juta rupiah atau mencapai 110,17 persen dari target yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah menargetkan pajak yang harus dibayar sebesar 6,85 juta rupiah per bulan atau 82,2 juta rupiah per tahun, maka Hotel Sion Damai mampu membayar lebih dari yang ditargetkan oleh pemerintah daerah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa target yang ditetapkan oleh pemerintah masih berpotensi untuk ditingkatkan agar penerimaan daerah dari pajak hotel dapat optimal. Hal ini juga pembuktian realisasi pajak hotel yang surplus 123,68 persen dari yang ditargetkan dalam APBD. Tabel 36. Hasil Estimasi Potensi Pajak Hotel
Nama Hotel Bukit Sion Damai
Target Pajak Dibayarkan (Rp per Tahun) 82,200,000
Tarif Rata-Rata per Kamar
Potensi Pajak (Rp per Tahun)
279,500
90,558,000
Sumber: Data diolah (2011)
5.2.8. Estimasi Potensi Pajak Restoran Pajak restoran merupakan pajak yang potensial untuk digali bagi hampir semua kabupaten/kota, karena hampir setiap kabupaten/kota memiliki restoran, rumah makan, kafetaria atau setidaknya warung yang menyediakan makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran. Terutama bagi Kota Tangerang Selatan dimana sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang paling besar memberikan PDRB. Pada umumnya pemerintah daerah tidak memiliki metode yang memadai untuk mengestimasi besar potensi realistis pajak restoran. Sehingga perlu dilakukan observasi untuk mengetahui komponen dalam perhitungan estimasi potensi pajak restoran, yaitu jumlah pengunjung pada jam tertentu dan banyaknya pengeluaran yang dikeluarkan oleh pengunjung pada saat berkunjung di restoran tersebut.
102
Pajak restoran di Kota Tangerang Selatan mencapai 36,7 milyar rupiah, melampaui target sebesar 23,5 milyar rupiah dengan persen pencapaian sebesar 122,25 persen dalam penerimaan pajak daerah Kota Tangerang Selatan. Sampai pada tahun 2010, Dinas Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan mencatat terdapat 178 restoran di Kota Tangerang Selatan yang terkenal sebagai ‘Kota Sejuta Ruko’ ini. Dari 178 restoran yang ada di Kota Tangerang Selatan dipilih 2 restoran sebagai sampel dalam penelitian ini, yaitu Talaga Seafood Resto dan Restoran Pondok Kemangi. Tabel 37. Nama Rumah Makan, Jumlah Pengunjung dan Rata-Rata Pengeluaran Nama Rumah Makan Talaga Seafood Resto Pondok Kemangi
Jumlah Tamu per Hari (Orang) 88 114
Rata-rata Pengeluaran (Rupiah) 50,000 50,000
Sumber: Data Pimer (2011)
Talaga Seafood Resto memiliki jumlah tamu per hari sebanyak 88 orang dengan rata-rata pengeluaran pengunjung sebesar 50 ribu rupiah. Sedangkan Restoran Pondok Kemangi memiliki jumlah tamu per hari lebih banyak, yaitu 114 orang dengan rata-rata pengeluaran pengunjung di restoran tersebut sebanyak 50 ribu rupiah. Rata-rata pengeluaran pengunjung yang sama disebabkan oleh adanya persaingan harga antara kedua restoran yang memiliki letak yang berdekatan. Hasil perhitungan estimasi potensi pajak restoran dari Talaga Seafood Resto dengan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah terhadap restoran sebesar 10 persen adalah sebesar 158,4 juta rupiah per tahun atau sebesar 100,76 persen dari yang pemerintah targetkan. Sedangkan hasil perhitungan estimasi pajak restoran dari Restoran Pondok Kemangi dengan pajak yang dikenakan oleh pemerintah terhadap restoran sebesar 10 persen adalah sebesar 205,2 juta rupiah atau mencapai 100,59 persen dari yang ditargetkan oleh pemerintah daerah. Tabel 38. Hasil Estimasi Potensi Pajak Rumah Makan Nama Rumah Makan Talaga Seafood Resto Pondok Kemangi Sumber: Data diolah (2011)
Target Pajak Dibayarkan (Rp per Tahun) 157,200,000 204,000,000
Potensi Pajak (Rp per Tahun) 158,400,000 205,200,000
103
Talaga Seafood Resto selama satu tahun membayar pajak antara 12,5 juta rupiah sampai 13,25 juta rupiah per bulan. Jika pemerintah daerah menargetkan pajak restoran kepada Talaga Seafood Resto sebesar 13,1 juta rupiah per bulan atau 157,2 juta rupiah pertahun, maka Talaga Seafood Resto mampu untuk membayar pajak restoran lebih dari yang ditargetkan pemerintah daerah. Sedangkan Restoran Pondok Kemangi dalam satu tahun membayar pajak restoran antara 16,5 juta rupiah sampai 18,2 juta rupiah per bulan. Sehingga, jika pemerintah menargetkan pajak restoran sebesar 17 juta rupiah per bulan atau 204 juta rupiah per tahun kepada Restoran Pondok Kemangi, restoran tersebut mampu untuk membayar pajak restoran lebih daripada yang ditargerkan pemerintah daerah. Dapat disimpulkan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan dapat meningkatkan lagi target pajak restoran guna mengoptimalkan penerimaan daerah dan meningkatkan pendapatan asli daerah. 5.2.9. Pembahasan Nilai PDRB Kabupaten Tangerang sebelum pemekaran dilakukan cenderung mengalami peningkatan meskipun laju pertumbuhannya mengalami penurunan. Nilai PDRB Kabupaten Tangerang setelah pemekaran meningkat, meskipun laju pertumbuhannya masih turun. Demikian pula dengan nilai PDRB Kota Tangerang Selatan yang terus meningkat jumlahnya, dan laju pertumbuhan yang cenderung fluktuatif. Laju pertumbuhan yang cenderung turun dan berfluktuasi menandakan masih ada proses adaptasi pada awal masa pemekaran. Nilai PDRB Kota Tangerang Selatan masih lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai PDRB Kabupaten Tangerang. Namun laju pertumbuhan PDRB Kota Tangerang Selatan lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kabupaten Tangerang. Hal ini berarti Kota Tangerang Selatan memiliki kinerja yang lebih baik dan berpotensi untuk terus berkembang. Melalui PDRB per kapita diketahui bahwa pendapatan per kapita di Kabupaten Tangerang lebih tinggi dibandingkan Kota Tangerang Selatan. Rendahnya nilai PDRB per kapita Kota Tangerang Selatan dibandingkan dengan
104
induknya Kabupaten Tangerang disebabkan oleh masih baru terbentuknya Kota Tangerang Selatan, sehingga sektor-sektor ekonomi yang ada di Kota Tangerang Selatan belum berkembang dan dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan kontribusi sektor pembentuk PDRB, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan memiliki struktur ekonomi yang berbeda. Kabupaten Tangerang memiliki sektor industri pengolahan sebagai pemberi kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB. Sedangkan di Kota Tangerang Selatan, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor pemberi kontribusi terbesar. Bila dilihat secara keseluruhan ekonomi wilayah Kabupaten Tangerang menunjukkan pertumbuhan dan nilai PDRB yang meningkat setelah pemekaran dilakukan. Demikian pula dengan pertumbuhan ekonomi wilayah daerah otonom baru Kota Tangerang Selatan yang secara keseluruhan menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti pemekaran wilayah berdampak positif bagi peningkatan nilai PDRB masing-masing wilayah. Dilihat dari kemampuan keuangan daerah, pemekaran wilayah juga berdampak positif terhadap pertumbuhan kemampuan keuangan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan daerah setiap tahun. Terjadinya peningkatan kemampuan keuangan daerah karena ada peningkatan dari sumber-sumber pendapatan daerah. Nilai PAD digunakan untuk mengukur kemampuan daerah dalam membiayai pemerintahannya. Suatu daerah dapat dikatakan siap untuk melaksanakan otonomi daerah apabila PAD daerah tersebut memberikan sumbangan yang besar kepada APBD. Sejak tahun 2007 hingga 2009, PAD Kabupaten Tangerang mengalami kenaikan, hanya pada tahun 2010 mengalami penurunan. Meskipun PAD Kabupaten Tangerang mengalami kenaikan, laju pertumbuhan PAD justru menunjukkan penurunan. Kota Tangerang Selatan juga mengalami kenaikan PAD dan laju pertumbuhan yang pesat. Jika keseluruhan,
dilihat
kemampuan
keuangan
Kabupaten
Tangerang
secara
komposisi pendapatan daerah Kabupaten Tangerang didominasi
oleh dana perimbangan yaitu sebesar 71,14 persen pada tahun 2010. Sedangkan
105
PAD di tahun 2010 memberikan kontribusi sebesar 19,07 persen dan lain-lain pendapatan yang sah lebih kecil lagi peranannya yaitu hanya sebesar 9,78 persen. Hal ini menunjukkan Kabupaten Tangerang memiliki ketergantungan yang besar terhadap pemerintah pusat. Tahun 2009 pasca disahkannya Kota Tangerang Selatan, merupakan tahun yang cukup berat bagi pelaksanaan roda Pemerintahan Kabupaten Tangerang. Sesuai amanah dalam UU No. 51 tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan, bahwa Kabupaten Tangerang berkewajiban memberikan pembinaan dan bantuan hibah kepada Kota Tangerang Selatan. Karena itulah laju rata-rata PAD, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah Kabupaten Tangerang semuanya bernilai negatif atau terjadi penurunan dari sebelum dilakukannya pemekaran. Sebagai gambaran besarnya tantangan Kabupaten Tangerang dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan adalah Bagi Hasil Pajak Provinsi yang berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), retribusi Air Bawah Tanah (ABT), Administrasi Pajak (AP) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) menjadi terbagi dua. Sementara Kabupaten Tangerang sebagai induk, masih harus mengalokasikan anggaran ke Kota Tangerang Selatan sesuai peraturan yang berlaku. Belanja Pegawai dilingkungan Pemerintah Kota Tangerang Selatan merupakan tanggung jawab Kabupaten Tangerang, selain itu Kabupaten Tangerang juga diwajibkan memberikan hibah selama dua tahun dengan jumlah cukup besar. Di pertengahan tahun anggaran, pada Agustus tahun 2009, Kota Tangerang Selatan sudah melakukan pungutan pajak daerah dan beberapa jenis retribusi daerah yang potensial, sehingga berdampak pada berkurangnya penerimaan daerah Kabupaten Tangerang. Komposisi pendapatan daerah Kota Tangerang Selatan tahun 2010 juga didominasi oleh dana perimbangan sebesar 57,61 persen. Sedangkan PAD memberikan kontribusi sebesar 13,87 persen dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar 28,51 persen. Dana perimbangan baru diberikan pada tahun 2010, sejak
106
saat itu kontribusi terhadap pendapatan daerah terbesar berasal dari transfer pemerintah yang berupa dana perimbangan. Dapat disimpulkan bahwa transfer pemerintah mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pendapatan daerah pada awal pemekaran Kota Tangerang Selatan. Kondisi ini terjadi karena Kota Tangerang Selatan baru terbentuk sehingga perangkat hukum dan perangkat daerah yang tersedia belum optimal dan berdampak kurang maksimalnya pemanfaatan potensi daerah yang ada dalam rangka meningkatkan PAD. Prioritas pengeluaran daerah Kabupaten Tangerang adalah untuk belanja langsung terutama belanja modal. Sedangkan prioritas pengeluaran daerah Kota Tangerang Selatan adalah untuk belanja tidak langsung terutama belanja pegawai. Sebagai daerah otonom baru Kota Tangerang Selatan membutuhkan sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan daerah. Nilai IDE Pendapatan Daerah Kabupaten Tangerang cenderung meningkat sebelum pemekaran dilakukan dan turun pada tahun 2009 hingga 2010, namun nilai tersebut berkisar kurang dari 1. Hal ini berarti pemekaran wilayah belum memberikan dampak positif terhadap perkembangan kemampuan keuangan daerah. Nilai IDE Pendapatan Daerah Kota Tangerang Selatan mengalami kenaikan, namun nilainya masih dbawah 1. Artinya, kemampuan keuangan daerah Kota Tangerang Selatan belum berkembang. Peningkatan PAD dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara meningkatkan penerimaan dan mengintensifkan kegiatan pemungutan terhadap jenis pajak yang telah ada. Intensifikasi dapat dilakukan dengan mengadakan pendataan objek dan subjek pajak, sehingga potensi yang ada dapat direalisasikan secara optimal. Sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan cara menggali sumber baru terhadap jenis pungutan yang ada dengan cara perluasan objek atas suatu jenis pajak dan menggali sumber yang memang baru sama sekali, artinya jenis pajak tersebut belum pernah dipungut. Dalam usaha meningkatkan PAD dengan melakukan intensifikasi pemungutan pajak dapat diawali dengan melakukan penghitungan estimasi
107
potensi pajak yang ada di Kota Tangerang Selatan. Khususnya potensi dari Pajak Hotel dan Restoran sebagai sektor pemberi kontribusi terbesar dalam PDRB. Dalam perhitungan estimasi potensi pajak hotel dan restoran ini diambil 1 sampel hotel dan 2 sampel restoran yang ada di Kota Tangerang Selatan. Hasil perhitungan estimasi potensi pajak hotel diperoleh potensi pajak hotel lebih tinggi dari target pajak yang dibayarkan kepada pemerintah daerah. Hasil perhitungan estimasi potensi pajak restoran juga diperoleh potensi pajak restoran lebih tinggi dari target pajak yang dibayarkan kepada pemerintah daerah. Artinya, penerimaan pajak hotel dan restoran masih dapat dioptimalkan dengan menaikkan target pajak kepada hotel dan restoran. Hal penting terkait temuan ini adalah peran pemerintah daerah dalam meningkatkan daya tarik Kota Tangerang Selatan, sehingga mengundang banyak pengunjung untuk datang dan berinvestasi di Kota Tangerang Selatan. 5.3. Strategi Pengembangan Kota Tangerang Selatan 5.3.1. Struktur Input Output Kota Tangerang Selatan yang baru dibentuk pada akhir tahun 2008 merupakan daerah otonom baru yang memiliki potensi ekonomi yang cukup besar. Sehingga diperlukan perencanaan yang sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada di Kota Tangerang Selatan tidak dapat mengadopsi langsung model perencanaan Kabupaten Tangerang sebagai kabupaten induk, karena kedua daerah ini memiliki tipe perekonomian yang berbeda. Untuk dapat merumuskan strategi pengembangan Kota Tangerang Selatan dibutuhkan analisa dan model sehingga dapat diketahui dan diperkirakan berbagai masalah pembangunan serta hasil optimal yang dapat diraih dari suatu kebijakan. Salah alat analisis yang dapat digunakan adalah analisis model dengan melihat Tabel I-O. Tabel I-O merupakan alat yang digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor yang terdapat dalam perekonomian. Tabel I-O Kota Tangerang Selatan tahun 2009 disusun untuk memperoleh gambaran tentang transaksi antar berbagai sektor ekonomi di Tangerang Selatan sebagai evaluasi dan perencanaan pembangunan ekonomi di Kota Tangerang
108
Selatan. Gambaran komprehensif tentang perekonomian Kota Tangerang Selatan sebagai kerangka dasar dalam pengambilan kebijakan guna perencanaan ekonomi dalam skala makro. Dari Tabel I-O tersebut akan dapat dibuat strategi pengembangan Kota Tangerang Selatan yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pembahasan mengenai sektor unggulan di Kota Tangerang Selatan merujuk pada Tabel I-O dalam klasifikasi 9 sektor sesuai PDRB yang disederhanakan dari tabel dasar I-O 40 sektor. a. Struktur Penawaran dan Permintaan Tabel I-O dapat digunakan untuk melihat struktur permintaan agregat, yaitu struktur permintaan terhadap barang dan jasa di Tangerang Selatan yang dibedakan menurut permintaan antara dan permintaan akhir. Permintaan antara adalah jumlah permintaan yang digunakan oleh sektor produksi dalam rangka kegiatan produksinya. Sedangkan permintaan akhir adalah besarnya permintaan yang digunakan untuk memenuhi konsumsi akhir domestik yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal dan perubahan stok. Interaksi input antara dan permintaan antara menggambarkan keterkaitan sektoral, input antara dengan permintaan akhir menggambarkan permintaan akhir terhadap input sektoral, input akhir dengan permintaan antara menggambarkan nilai tambah setiap sektor faktor produksi, input akhir dengan permintaan akhir menggambarkan transfer nilai tambah. Pengamatan terhadap struktur permintaan dan penawaran memberikan gambaran mengenai sektor yang merupakan produsen utama, serta sektor mana yang mengalami surplus paling tinggi atau rendah. Permintaan terhadap barang dan jasa di Kota Tangerang Selatan tahun 2009 mencapai 24,45 triliyun rupiah. Jumlah permintaan tersebut merupakan permintaan dari seluruh sektor produksi, mulai sektor pertanian sampai sektor-jasa-jasa, permintaan oleh sektor konsumen akhir domestik juga permintaan ekspor baik keluar negeri maupun ke provinsi lain. Permintaan barang dan jasa oleh sektor produksi dalam rangka kegiatan produksinya (permintaan antara) mencapai 8,14 triliyun rupiah atau sebesar 33,29 persen dari total permintaan. Sedangkan permintaan oleh
konsumen akhir
domestik (konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah,
109
pembentukan modal dan perubahan stok) sebesar 11,67 triliyun rupiah atau sebesar 47,74 persen. Permintaan akhir (47,74 persen) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan antara (33,29 persen), artinya sebesar 33,29 persen dari total output wilayah yang dihasilkan dikembalikan dalam kegiatan produksi domestik. Semakin besar persentase permintaan antara suatu wilayah maka semakin besar keterkaitan ekonomi domestik, dengan demikian semakin kecil kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi. Sedangkan permintaan untuk ekspor, baik untuk luar negeri maupun provinsi lain, mencapai 4,64 triliyun rupiah atau sebesar 18,97 persen dari total permintaan. Dari sisi penawaran, barang dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh permintaan tersebut ditawarkan dari produksi domestik Kota Tangerang Selatan, juga berasal dari produksi luar Kota Tangerang Selatan atau bahkan dari luar negeri (impor). Seluruh barang dan jasa yang ditawarkan di Kota Tangerang Selatan senilai dengan jumlah permintaan yaitu sebesar 24,45 triliyun rupiah, sebesar 19,65 triliyun rupiah mampu disediakan dari produksi domestik Kota Tangerang Selatan. Hal ini berarti 80,38 persen dari seluruh kebutuhan terhadap barang dan jasa di Kota Tangerang Selatan mampu disediakan oleh produksi sendiri. Sedangkan sisanya sebesar 19,62 persen atau 4,79 triliyun rupiah didatangkan dari luar wilayah Kota Tangerang Selatan maupun dari luar negeri. Struktur
permintaan
dan
penawaran
untuk
setiap
sektornya
memperlihatkan bahwa sektor pertanian dari sisi penawaran sebesar 69,85 persen mampu disediakan dari produksi domestik, sedangkan 30,15 persen sisanya diperoleh dari wilayah lain. Jumlah penawaran untuk sektor pertanian mencapai 328,76 milyar rupiah, sebesar 64,61 persen dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara, sebesar 21,18 persen untuk komsumsi domestik, dan sisanya 14,20
persen
untuk
ekspor.
Alokasi
permintaan
antara
yang
tinggi
mengindikasikan bahwa sebagian besar produk pertanian harus diolah lebih lanjut menjadi produk lain oleh sektor-sektor industri di Kota Tangerang Selatan.
110
Tabel 39. Struktur Permintaan dan Penawaran Menurut Klasifikasi 9 Sektor Ekonomi di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 (Juta Rupiah) Sektor Kegiatan Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah Input Antara
Permintaan Akhir Permintaan Antara Ekspor Domestik 212,423.95 46,694.87 69,638.65 64.61% 14.20% 21.18% 131,405.55 0 21,799.21 85.77% 0% 14.23% 3,939,184.13 2,050,978.98 5,682,744.58 33.75% 17.57% 48.68% 882,185.73 228,801.36 557,525.58 52.87% 13.71% 33.41% 268,141.70 0 1,426,955.61 15.82% 0% 84.18%
Total Impor Permintaan 328,757.48 99,119.03 100% 30.15% 153,204.76 94,471.93 100% 61.66% 11,672,907.69 4,347,555.75 100% 37.24% 1,668,512.67 6,595.89 100% 0.40% 1,695,097.30 0 100% 0%
Output Penawaran Domestik 229,638.44 328,757.48 69.85% 100% 58,732.83 153,204.76 38.34% 100% 7,325,351.93 11,62,907.69 62.76% 100% 1,661,916.77 1,668,512.67 100% 100% 1,695,097.30 1,695,097.30 100% 100%
1,442,157.25 1,393,958.59 1,359,858.16 4,195,973.99 170,835.07 34.37% 33.22% 32.41% 100% 4.07%
4,025,138.93 4,195,973.99 95.93% 100%
702,433.23 35.35%
468,449.67 23.58%
815,929.97 1,986,812.86 41.07% 100%
4,319.73 0.22%
1,982,493.13 1,986,812.86 99.78% 100%
371,339.55 26.22%
327,053.46 23.09%
717,878.50 1,416,271.50 50.69% 100%
33,433.86 2.36%
1,382,837.64 1,416,271.50 97.64% 100%
189,222.52 121,117.15 1,018,516.01 1,328,855.68 39,417.60 14.24% 9.11% 76.65% 100% 2.97% 8,138,493.61 4,637,054.08 11,670,846.27 24,446,33.93 4,795,748.86 33.29% 18.97% 47.74% 100% 19.62%
1,289,438.08 1,328,855.68 97.03% 100% 19,650,645.05 24,446,393.93 80.38% 100%
Sumber: Data diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 39 dapat dilihat bahwa Kota Tangerang Selatan mengalami keterbatasan pada sektor primer, terutama sektor pertambangan dan penggalian. Sektor pertambangan dan penggalian memperoleh total penawaran sebesar 153,20 milyar rupiah dengan 85,77 persen dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara oleh sektor produksi dan sisanya 14,23 persen untuk konsumsi domestik. Untuk memenuhi seluruh permintaan yang ada, sebesar 38,34 persen mampu disediakan produsen domestik dan 61,66 persen didatangkan dari luar wilayah Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang mengalami surplus. Surplus sektor ini ditunjang oleh surplusnya jasa restoran dan rumah makan yang menghasilkan output domestik hingga 1,83 triliyun rupiah. Jumlah penawaran sektor restoran dan rumah makan adalah 2,00 triliyun rupiah, sebesar 761,7 milyar rupiah digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, 491 milyar rupiah untuk memenuhi permintaan akhir domestik, dan 750,7 milyar untuk memenuhi permintaan akhir ekspor. Sedangkan untuk memenuhi total permintaan sebesar
111
2,00 triliyun rupiah didukung oleh produksi domestik 1,83 triliyun rupiah dan 169,1 milyar rupiah diimpor dari luar Kota Tangerang Selatan. b. Struktur Output Output merupakan nilai produksi barang ataupun jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi di Kota Tangerang Selatan. Dengan mengamati besarnya output yang diciptakan oleh masing-masing sektor, akan diketahui sektor-sektor mana yang mampu memberikan sumbangan yang besar dalam pembentukan output secara keseluruhan di Kota Tangerang Selatan. Tabel 40. Sepuluh Sektor Ekonomi Terbesar Menurut Peringkat Output Berdasarkan Klasifikasi 40 Sektor Ekonomi di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sektor Ekonomi Restoran/Rumah Makan Industri Kertas dan Barang2 dari Kertas, Percetakan & Penerbitan Perdagangan Besar Industri barang dari logam, mesin & perlengkapannya Bangunan Listrik & Gas Angkutan Darat Jasa Persewaan Bangunan Industri Makanan, Minuman & Tembakau Industri Kayu, Bambu, Rotan & Furnitur Rest Sectors Jumlah
Nilai (juta rupiah) 1,834,420.90
Distribusi (%) 9.34
1,763,678.05
8.98
1,760,422.96
8.96
1,747,705.28
8.89
1,695,097.30 1,639,208.42 1,502,141.52 1,219,191.27 1,009,395.96 762,029.20 4,717,354.19 19,650,645.05
8.63 8.34 7.64 6.20 5.14 3.88 24.01 100.00
Sumber: Data diolah (2011)
Sektor restoran dan rumah makan merupakan sektor terbesar dalam menciptakan output, yaitu sebesar 1,83 triliyun rupiah dan memberikan proporsi sebesar 9,34 persen dari seluruh output yang tercipta di Kota Tangerang Selatan. Dalam tabel I-O klasifikasi 40 sektor ekonomi Kota Tangerang Selatan tahun 2009, terdapat 6 sektor ekonomi yang menciptakan output terbesar yaitu restoran dan rumah makan, industri kertas dan sejenisnya, perdagangan besar, industri barang logam dan sejenisnya, bangunan dan sektor listrik dan gas dengan
112
kontribusi hampir seragam pada kisaran 8 persen hingga 9 persen. Keenam sektor tersebut memberikan kontribusi mencapai 53,13 persen dari seluruh output yang diciptakan di Kota Tangerang Selatan dan merupakan leading sector yang harus mendapat perhatian lebih dalam pengembangan ekonomi daerah Kota Tangerang Selatan. c. Struktur Nilai Tambah Nilai tambah bruto adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Besarnya nilai tambah setiap sektor ditentukan oleh besarnya output yang dihasilkan serta jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Karenanya, suatu sekor yang memiliki output besar belum tentu memiliki nilai tambah yang besar, tergantung dari biaya produksi yang dikeluarkan. Nilai tambah dalam tabel I-O dirinci menurut upah dan gaji, surplus usaha (sewa, bunga dan keuntungan), penyusutan dan pajak tak langsung netto. Sektor restoran dan rumah makan merupakan sektor terbesar dalam menciptakan nilai tambah di Kota Tangerang Selatan. Jumlah nilai tambah yang diciptakan oleh sektor ini adalah sebesar 1,33 triliyun rupiah dan memberikan kontribusi sebesar 11,52 persen. Sektor perdagangan besar menempati posisi kedua dalam menciptakan nilai tambah dengan nilai tambah sebesar 1,25 triliyun rupiah atau sebesar 10,84 persen. Disusul oleh sektor bangunan yang memberikan kontribusi sebesar 1,18 triliyun rupiah atau 10,30 persen. Sepuluh sektor ekonomi terbesar menurut peringkat nilai tambah di Kota Tangerang Selatan tahun 2009 didominasi oleh sektor tersier yang merupakan sektor padat modal. Dari sepuluh sektor besar yang masuk dalam peringkat nilai tambah terdapat 9 sektor diantaranya juga termasuk dalam kelompok sepuluh besar menurut peringkat output. Hanya sektor industri barang logam, mesin dan perlengkapannya saja yang tidak termasuk dalam sepuluh besar menurut nilai tambah, dan digantikan oleh sektor jasa pemerintahan.
113
Tabel 41. Sepuluh Sektor Ekonomi Terbesar Menurut Peringkat Nilai Tambah Berdasarkan Klasifikasi 40 Sektor Ekonomi di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sektor Ekonomi Restoran/Rumah Makan Perdagangan Besar Bangunan Angkutan Darat Jasa Persewaan Bangunan Listrik & Gas Industri Kertas dan Barang2 dari Kertas, Percetakan & Penerbitan Industri Makanan, Minuman & Tembakau Jasa Pemerintahan Industri Kayu, Bambu, Rotan & Furnitur Rest Sectors Jumlah
Nilai (juta rupiah) 1,326,412.15 1,247,545.45 1,185,283.23 1,094,602.32 1,065,171.65 867,472.77
Distribusi (%) 11.52 10.84 10.30 9.51 9.25 7.54
734,819.90
6.38
572,950.81 543,807.32 454,271.39 2,419,814.46 11,512,151.45
4.98 4.72 3.95 21.02 100.00
Sumber: Data diolah (2011)
Bila diamati lebih seksama terdapat 3 sektor ekonomi yang selalu masuk dalam lima besar menurut peringkat output dan nilai tambah bruto, yaitu sektor restoran dan rumah makan, sektor perdagangan besar, dan sektor bangunan. Hal ini mengindikasikan bahwa ketiga sektor tersebut merupakan sektor utama (key sectors) di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2009. Namun, ketiga sektor ini merupakan nontradeable sectors dan dapat memicu ketimpangan pendapatan masyarakat sehingga pengelolaannya perlu mendapatkan perhatian khusus. Tabel 42. Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponennya di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 No. 1 2 3 4
Sektor Ekonomi Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Nilai Tambah Bruto
Nilai (juta rupiah) 4,123,748.13 6,102,735.46 880,403.25 405,264.62 11,512,151.46
Distribusi (%) 35.82 53.01 7.65 3.52 100.00
Sumber: Data diolah (2011)
Nilai tambah bruto menurut komponen upah dan gaji yang diciptakan oleh kegiatan ekonomi di Kota Tangerang Selatan mencapai 4,12 triliyun rupiah atau sebesar 35,82 persen dari keseluruhan nilai tambah. Komponen surplus usaha
114
mencapai 6,10 triliyun rupiah atau sebesar 53, 01 persen. Komponen penyusutan mencapai 880,4 milyar rupiah atau sebesar 7,65 persen. Sedangakan pajak tak langsung hanya mencapai 405,26 milyar rupiah atau sebesar 3,52 persen. Komposisi nilai tambah bruto di tahun 2009 tersebut menunjukkan porsi yang diterima upah dan gaji relatif lebih rendah (35,82 persen) bila dibandingkan dengan surplus usaha (53,01 persen). Hal ini mengindikasikan gejala awal ketimpangan pendapatan langsung yang diterima oleh masyarakat sebagai pekerja dengan pengusaha sebagai pemilik modal. Karena upah dan gaji merupakan suatu komponen nilai tambah yang bisa langsung diterima oleh pekerja. Sedangkan surplus usaha sebagian ada yang disimpan di perusahaan dalam bentuk laba yang ditahan yang nantinya diterima oleh pengusaha dan belum tentu dapat dinikmati oleh masyarakat. d. Struktur Permintaan Akhir Jumlah penawaran (output domestik dan impor) berupa barang dan jasa digunakan untuk proses produksi dan permintaan akhir berupa konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. Dalam Tabel I-O penggunaan barang dan jasa ini disebut sebagai permintaan akhir. Tabel 43. Komposisi Permintaan Akhir Menurut Komponennya di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 No.
Komponen
Nilai (juta rupiah)
1 2 3 4 5 6 7
Konsumsi RT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Perubahan Stok Ekspor Permintaan Akhir Impor Jumlah
6,180,473.61 862,464.72 4,006,698.71 621,209.23 4,637,054.07 16,307,900.33 (4,795,748.88) 11,512,151.45
Sumber: Data diolah (2011)
Distribusi Terhadap Permintaan Akhir (%) 37.90 5.29 24.57 3.81 28.43 100.00 (29.41) 70.59
Distribusi Terhadap PDRB (%) 59.69 7.49 34.80 5.40 40.28 141.66 (41.66) 100.00
115
Berdasarkan tabel, jumlah total permintaan akhir sebesar 11,5 triliyun rupiah yang terdistribusikan untuk konsumsi rumah tangga sebesar 6,18 triliyun rupiah atau 37,90 persen dari permintaan akhir, konsumsi pemerintah 862,46 milyar rupiah atau 5,29 persen, pembentukan modal 4,00 triliyun rupiah atau 24,57 persen, perubahan stok 621,20 milyar rupiah atau 3,81 persen, dan untuk ekspor sebesar 4,64 triliyun rupiah atau 28,43 persen. Apabila jumlah masingmasing komponen permintaan akhir tersebut dikurangi dengan jumlah impornya, maka akan sama dengan penggunaan jumlah akhir barang dan jasa yang berasal dari faktor produksi domestik (Kota Tangerang Selatan), atau dalam statistik pendapatan nasional disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut penggunaan. Sehingga terlihat struktur permintaan akhir terhadap PDRB untuk konsumsi rumah tangga sebesar 53,69 persen, konsumsi pemerintah 7,49 persen, pembentukan modal 34,8 persen, perubahan stok 5,4 persen, dan untuk ekspor 40,28 persen. Sedangkan untuk pembelian barang impor mencapai 41,66 persen dari seluruh nilai tambah tahun 2009. 5.3.2. Analisis Sektor Unggulan Analisis keterkaitan antar sektor digunakan untuk mengetahui sektor unggulan di Kota Tangerang Selatan. Sektor yang memiliki keterkaitan paling tinggi berarti berarti memiliki potensi menghasilkan output produksi yang tinggi pula. Sektor produksi dengan angka keterkaitan tinggi akan menghasilkan tambahan pendapatan rumah tangga dan tambahan lapangan pekerjaan tertinggi pula. Keterkaitan antar sektor dapat berupa keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang berhubungan dengan bahan baku, dan keterkaitan ke depan (forward linkages) yang berhubungan dengan penjualan maupun penggunaan barang jadi. Dari dua hubungan ini diturunkan suatu indeks keterkaitan untuk mengidentifikasi sektor kunci (key sectors) yang akan dikembangkan dalam perekonomian daerah. Indeks ini disebut sebagai Indeks Daya Penyebaran (Forward Linkage Effect) dan Indeks Derajat Kepekaan (Backward Linkage Effect).
116
Tabel 44. Nilai Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages) di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 Kode IO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Sektor Ekonomi Padi Palawija Sayur-sayuran Buah-buahan Pertanian Lainnya Tanaman Hias Tanaman Hasil Perkebunan Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Hasil Perikanan Darat Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Industri Tekstil, Pakaian jadi, Kulit dan Alas kaki Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan furnitur Industri Kertas dan barang2 dari Kertas, Percetakan & Penerbitan Industri barang2 dari bahan kimia, karet, dan barang dari plastik Industri barang galian bukan logam Industri dasar dari logam Industri barang dari logam, mesin & perlengkapannya Industri lainnya Listrik & Gas Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar Perdagangan Eceran Restoran/ Rumah makan Hotel Angkutan Rel Angkutan darat Jasa penunjang angkutan Jasa Komunikasi Bank Lembaga keuangan lainnya Jasa Persewaan Bangunan Jasa perusahaan lainnya Jasa Pemerintahan Jasa Pendidikan Swasta Jasa Kesehatan Swasta Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan & Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
Sumber: Data diolah (2011)
1.38818 1.26556 1.25647 1.62709 1.36489 1.14999 1.51147 1.62161 1.75745 2.02034
Tidak Langsung 0.93324 0.85081 0.84470 1.09386 0.91758 0.77312 1.01613 1.09017 1.18149 1.35823
1.43394
0.96401
2.39794
1.32408
0.89015
2.21423
1.38481
0.93098
2.31578
1.67487
1.12598
2.80084
1.91533
1.28764
3.20297
1.94609 1.78933
1.30831 1.20293
3.25440 2.99226
1.77183
1.19116
2.96300
1.82341 1.59862 1.44702 1.24960 1.34505 1.20902 1.27646 1.73930 1.88221 1.31266 1.37476 1.55547 1.22127 1.24131 1.14725 1.24264 1.00000 1.53741 1.59678 1.75105 1.50518 1.23930
1.22584 1.07472 0.97280 0.84008 0.90425 0.81280 0.85814 1.16930 1.26537 0.88247 0.92422 1.04571 0.82104 0.83451 0.77127 0.83540 0.67228 1.03357 1.07348 1.17719 1.01190 0.83315
3.04924 2.67335 2.41982 2.08967 2.24930 2.02182 2.13460 2.90860 3.14759 2.19514 2.29899 2.60118 2.04231 2.07582 1.91852 2.07804 1.67228 2.57098 2.67027 2.92825 2.51708 2.07245
Langsung
Jumlah 2.32142 2.11637 2.10117 2.72095 2.28247 1.92311 2.52761 2.71178 2.93894 3.37857
117
a. Keterkaitan ke Belakang (Backward Lingkages) Keterkaitan antar sektor yang bersumber dari mekanisme penggunaan input produksi disebut dengan keterkaitan ke belakang. Sektor di Kota Tangerang Selatan yang memiliki keterkaitan langsung ke belakang tertinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 2,02034. Hal ini berarti adanya kenaikan satu unit output sektor ini membutuhkan output sektor lain sektor lain sebagai input sebesar 2,02034 unit. Dengan kata lain output tersebut akan digunakan oleh sektor pertambangan dan penggalian sebagai input antara dalam proses produksinya. Hal ini kemudian secara simultan akan memicu peningkatan penggunaan output sektor-sektor lain sebagai input sebesar 1,358 unit. Sehingga secara total akan mengakibatkan peningkatan penggunaan output seluruh perekonomian sebesar 3,378. Besar keterkaitan ke belakang terkait dengan banyaknya input yang diserap oleh sektor ini, yaitu sebesar 55,044 milyar rupiah. Biaya yang dikeluarkan untuk nilai tambah brutonya sebesar 3,689 milyar rupiah. Sektor industri barang galian bukan logam menempati posisi tertinggi kedua dalam nilai keterkaitan langsung ke belakang dengan nilai sebesar 1,94609, disusul sektor industri barang-barang dari bahan kimia, karet, dan barang dari plastik dengan nilai mencapai 1,91533 dan sektor angkutan rel dengan nilai 1,88221. Sektor-sektor yang memiliki nilai tinggi dalam keterkaitan ke belakang di Kota Tangerang Selatan sebagian besar merupakan kelompok sektor industri pengolahan. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa dalam proses produksi industri pengolahan banyak membutuhkan output dari sektor-sektor lain sebagai bahan baku dan penolong. Dengan demikian penambahan output sektor industri akan mempengaruhi kenaikan permintaan bahan baku dan penolong, atau menyebabkan sektor-sektor di belakang sektor industri pengolahan menaikan produksinya untuk memenuhi kebutuhan proses produksi sektor manufaktur. Indeks Daya Penyebaran (Power of Dispersion) Sektor dengan daya penyebaran tinggi mengindikasikan bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke belakang atau daya dorong yang kuat dibandingkan sektor yang lainnya. Nilai indeks yang lebih besar dari 1 berarti daya penyebaran sektor tersebut diatas rata-rata daya penyebaran secara
118
keseluruhan. Dengan kata lain sektor yang memiliki Indeks Daya Penyebaran paling tinggi merupakan sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage effect) yang tinggi pula. Tabel 45. Sepuluh Sektor Ekonomi Terbesar Menurut Daya Penyebaran di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sektor Ekonomi Pertambangan dan Penggalian Industri barang galian bukan logam Industri barang2 dari bahan kimia, karet, & barang dari plastik Angkutan rel Industri lainnya Industri dasar dari logam Industri barang dari logam, mesin & perlengkapannya Hasil Perikanan Darat Jasa Sosial Kemasyarakatan Hotel
Indeks Daya Penyebaran 1.35823081 1.30831317 1.28763801 1.26537241 1.22583787 1.20292796 1.19116448 1.18149362 1.17719474 1.16929796
Sumber: Data diolah (2011)
b. Keterkaitan ke Depan (Forward Lingkages) Keterkaitan ke depan menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output suatu sektor industri melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Jika terjadi peningkatan output produksi tertentu, maka tambahan output tersebut akan didistribusikan ke sektor-sektor produksi di perekonomian tersebut, termasuk pada sektor itu sendiri. Selanjutnya ada pula efek lanjutan dari peningkatan output yang langsung yaitu efek tidak langsung dari keterkaitan ke depan. Hasil perhitungan mengenai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor yang memiliki keterkaitan langsung ke depan terbesar adalah sektor listrik dan gas. Nilai keterkaitan dari sektor ini sebesar 3,42584, artinya kenaikan satu unit sektor ini akan meningkatkan output sektor lain yang menggunakan output sektor ini sebagai inputnya sebesar 3,42584 unit. Dengan kata lain, satu unit sektor ini digunakan sebagai input sektor lain sebesar nilai tersebut. Kemudian secara simultan peningkatan sektor pengguna tersebut memicu penggunaan output sektor pengguna sebagai input sektor lain sebesar 2,30312.
119
Tabel 46. Nilai Keterkaitan ke Depan (Forward Linkages) di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 Kode IO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Sektor Ekonomi
Langsung
Padi Palawija Sayur-sayuran Buah-buahan Pertanian Lainnya Tanaman Hias Tanaman Hasil Perkebunan Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Hasil Perikanan Darat Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Industri Tekstil, Pakaian jadi, Kulit dan Alas kaki Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan furnitur Industri Kertas dan barang2 dari Kertas, Percetakan & Penerbitan Industri barang2 dari bahan kimia, karet, dan barang dari plastik Industri barang galian bukan logam Industri dasar dari logam Industri barang dari logam, mesin & perlengkapannya Industri lainnya Listrik & Gas Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar Perdagangan Eceran Restoran/ Rumah makan Hotel Angkutan Rel Angkutan darat Jasa penunjang angkutan Jasa Komunikasi Bank Lembaga keuangan lainnya Jasa Persewaan Bangunan Jasa perusahaan lainnya Jasa Pemerintahan Jasa Pendidikan Swasta Jasa Kesehatan Swasta Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan & Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
1.28947 1.13336 1.10420 1.09269 1.31372 1.02428 1.16674 1.14105 1.10714 1.38977 1.81934 1.51068 1.44789
Tidak Langsung 0.86688 0.76193 0.74233 0.73459 0.88318 0.68860 0.78437 0.76710 0.74431 0.93431 1.22311 1.01560 0.97339
2.00271
1.34638
3.34910
1.18962 1.18434 1.35689
0.79976 0.79621 0.91221
1.98938 1.98055 2.26910
2.35534 1.38486 3.42584 1.08435 2.67728 2.93075 1.39387 2.92647 1.00530 1.00131 2.30184 1.26128 1.55552 1.10944 1.03980 1.89520 1.02495 1.01707 1.08038 1.10239 1.02942 1.16787 1.45466
1.58345 0.93101 2.30312 0.72899 1.79988 1.97028 0.93707 1.96741 0.67584 0.67316 1.54748 0.84793 1.04574 0.74586 0.69904 1.27410 0.68905 0.68376 0.72632 0.74111 0.69206 0.78513 0.97794
3.93879 2.31587 5.72896 1.81334 4.47715 4.90103 2.33094 4.89388 1.68115 1.67446 3.84932 2.10922 2.60127 1.85530 1.73884 3.16931 1.71400 1.70083 1.80670 1.84350 1.72148 1.95301 2.43260
Sumber: Data diolah (2011)
Jumlah 2.15635 1.89529 1.84653 1.82728 2.19690 1.71289 1.95111 1.90816 1.85145 2.32408 3.04245 2.52629 2.42128
120
Indeks Derajat Kepekaan (Degree of Sensitivity) Sektor dengan derajat kepekaan tinggi berarti sektor tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap sektor lain. Nilai indeks yang lebih besar dari 1 berarti derajat kepekaan sektor tersebut diatas rata-rata derajat kepekaan secara keseluruhan. Dengan kata lain sektor yang memiliki Indeks Derajat Kepekaan paling tinggi merupakan sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage effect) yang tinggi pula. Sektor listrik dan gas merupakan sektor dengan derajat kepekaan tertinggi yaitu sebesar 2,303. Hal ini berarti adanya kenaikan satu unit output sektor ini menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain juga termasuk sektor listrik dan gas secara keseluruhan sebesar 2,303 unit. Sektor perdagangan besar berada dalam posisi kedua dengan derajat kepekaan sebesar 1,9702, sektor restoran dan rumah makan sebesar 1,9674, dan sektor bangunan sebesar 1,7999. Tabel 47. Sepuluh Sektor Ekonomi Terbesar Menurut Derajat Kepekaan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sektor Ekonomi Listrik & Gas Perdagangan Besar Restoran/Rumah Makan Bangunan Industri barang dari logam, mesin & perlengkapannya Angkutan Darat Industri Kertas dan Barang2 dari Kertas, Percetakan & Penerbitan Jasa Persewaan Bangunan Industri Makanan, Minuman & Tembakau Jasa Komunikasi
Indeks Derajat Kepekaan 2.30311855 1.97028013 1.96740673 1.79987636 1.58344598 1.54747856 1.34638291 1.27410412 1.22310613 1.04574419
Sumber: Data diolah (2011)
c. Sektor-sektor Unggulan Sektor unggulan adalah sektor-sektor yang memiliki nilai keterkaitan ke depan maupun ke belakang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Melalui matrik kuadran dapat ditentukan sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi. Dapat pula menidentifikasi sektor-sektor yang hanya memiliki salah satu keterkaitan yang tinggi atau bahkan sektor yang memiliki nilai keterkaitan yang rendah.
121
Dengan menggabungkan daya penyebaran dan derajat kepekaan sektorsektor ekonomi dalam suatu salib sumbu, sektor-sektor ekonomi di Kota Tangerang Selatan dikelompokkan dalam empat kelompok, sebagai berikut: a.
Kelompok I adalah sektor-sektor yang memiliki indeks daya penyebaran (backward linkage effect) dan derajat kepekaan (forward linkage effect) yang relatif tinggi, sehingga dapat dikatakan sebagai sektor unggulan. Pengembangan terhadap sektor-sektor unggulan tersebut akan memicu pertumbuhan bagi perkembangan sektor-sektor lain dalam perekonomian Kota Tangerang Selatan.
b.
Kelompok II adalah sektor-sektor yang memiliki derajat kepekaan (forward linkage effect) tinggi, namun memiliki daya penyebaran (backward linkage effect) rendah. Sektor-sektor ini memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan sektor riil, diantaranya dengan melakukan perbaikan di aspek pemasaran atau penyerapan outputnya.
c.
Kelompok III adalah sektor-sektor yang memiliki derajat kepekaan (forward linkage effect) dan daya penyebaran yang relatif rendah (backward linkage effect). Kelompok sektor ini perlu perhatian khusus dalam pengembangan usahanya.
d.
Kelompok IV adalah sektor-sektor yang memiliki derajat kepekaan (forward linkage effect) rendah, namun memiliki daya penyebaran (backward linkage effect) tinggi. Sektor-sektor ini berpotensi sebagai pendukung sektor unggulan karena sektor ini memiliki kepastian pasar, namun perlu adanya peningkatan keterkaitan dengan produsen domestik.
122
Tabel 48. Kelompok Sektor Ekonomi Menurut Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009
Rendah
Keterkaitan ke Belakang
Tinggi
Keterkaitan ke Depan Rendah Kuadran II
Tinggi Kuadran I
Pertanian Lainnya (4); Ternak dan Hasilnya (7); Unggas dan Hasilnya (8); Perikanan (9); Pertambangan dan Penggalian (10), Industri Kimia, Karet dan Barang Plastik (15); Industri Barang Galian Bukan Logam (16); Industri Dasar dari Logam (17); Industri Lainnya (19); Hotel (26); Angkutan Rel (27); Jasa Pendidikan Swasta (36); Jasa Kesehatan Swasta (37); Jasa Sosial Kemasyarakatan (38); Jasa Hiburan dan Rekreasi (39)
Listrik dan Gas (20); Industri Barang dari Logam, Mesin dan Perlengkapannya (18); Industri Kertas dan Barang-barang dari Kertas (14); dan Jasa Komunikasi (30)
Kuadran III
Kuadran IV
Padi Palawija (1); Sayuran (2), Buahbuahan (3); Tanaman Hias (5); Tanaman Perkebunan (6); Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur (13); Air Bersih (21); Perdagangan Eceran (24); Angkutan Darat (28); Jasa Penunjang Angkutan (29); Bank (31); Lembaga Keuangan Lainnya (32); Jasa Perusahaan (34); Jasa Pemerintahan (35)
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau (11); Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki (12); Bangunan (22); Perdagangan Besar (23); Restoran dan Rumah Makan (25); Jasa Persewaan Bangunan (33)
Sumber: Data diolah (2011)
Tabel 49. Sembilan Sektor Utama Menurut Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009
Tinggi
Rendah Kuadran II Pertambangan dan Penggalian (2) Listrik, Gas dan Air Bersih (4) Kuadran III Rendah
Keterkaitan ke Belakang
Keterkaitan ke Depan
Bangunan (5); Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan (8); Jasa-jasa (9)
Sumber: Data diolah (2011)
Tinggi Kuadran I Industri Pengolahan (3) Kuadran IV Pertanian (1); Pengangkutan dan Komunikasi (7); Perdagangan, Hotel dan Restoran (6)
123
Kuadran I dalam Tabel 48 berisi sektor-sektor ekonomi yang memiliki daya penyebaran dan derajat kepekaan yang tinggi, yaitu sektor listrik dan gas, sektor industri barang dari logam, sektor mesin dan perlengkapannya, sektor industri kertas dan barang-barang dari kertas, dan sektor jasa komunikasi. Keempat sektor ini akan mendorong kuat sekaligus juga menarik sektor-sektor lain yang menunjang dalam proses produksi keempat sektor ini. Melalui agregasi 40 sektor menjadi 9 sektor utama, diperoleh gambaran yang tidak terlalu berbeda. Pada Tabel 41 menunjukkan hanya sektor Industri Pengolahan (sektor 3) yang bertahan pada Kuadran I. Sedangkan sektor listrik, gas, dan air bersih sedikit bergeser ke Kuadran II. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga masih bertahan di Kuadran IV. Sementara sektor pertanian (sektor 1) dan sektor angkutan dan komunikasi (sektor 7) menjadi bagian kelompok ini setelah masing-masing subnya digabung. Deskripsi dengan 9 sektor ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran cepat yang lebih ringkas yang berhubungan
dengan
sektor
ekonomi
secara
makro
terutama
dalam
perbandingannya dengan sektor-sektor dalam PDRB. 5.3.3. Analisis Angka Pengganda Angka pengganda digunakan untuk menganalisis dampak dari perubahan pada permintaan akhir terhadap perekonomian. Secara lebih spesifik dapat digunakan untuk melihat dampak perubahan permintaan akhir terhadap sektoral dan kebutuhan tenaga kerja dalam perekonomian. Analisis angka pengganda output dapat menganalisis tingkat produksi yang akan tercipta dalam perekonomian apabila terdapat perubahan pada permintaan akhir. a. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Daerah Analisis angka pengganda output digunakan untuk menganalisis tingkat produksi yang akan tercipta dalam perekonomian apabila terdapat perubahan pada permintaan akhir. Dari hasil perhitungan angka pengganda output menunjukkan bahwa adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu unit uang secara ratarata akan mendorong peningkatan produksi yang menghasilkan pembentukan output baru dalam perekonomian di Kota Tangerang Selatan sebesar 1,4875 unit.
124
Sepuluh sektor ekonomi terbesar menurut peringkat output terlihat seluruhnya mampu menciptakan output baru perekonomian diatas rata-rata. Sektor yang paling besar mempunyai angka pengganda output adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,0203. Posisi kedua industri barang galian bukan logam sebesar 1.9461. Kemudian industri barang-barang dari bahan kimia, karet dan barang dari plastik sebesar 1.9153. Tabel 50. Sepuluh Sektor Ekonomi Terbesar Menurut Angka Pengganda Output di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sektor Ekonomi Pertambangan dan Penggalian Industri barang galian bukan logam Industri barang-barang dari bahan kimia, karet, dan barang dari plastik Angkutan rel Industri lainnya Industri dasar dari logam
Pengganda Output 2.0203 1.9461 1.9153 1.8822 1.8234 1.7893
Industri barang dari logam, mesin dan perlengkapannya
1.7718
Hasil Perikanan Darat Jasa Sosial Kemasyarakatan Hotel Rata-rata 40 sektor
1.7574 1.7511 1.7393 1.4875
Sumber: Data diolah (2011)
Hasil
perhitungan
mengenai
analisis
angka
pengganda
output
menunjukkan bahwa adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu unit uang secara rata-rata akan mendorong peningkatan produksi yang menghasilkan pembentukan output baru dalam perekonomian Kota Tangerang Selatan sebesar 1,4875 unit. Rekomendasi yang dapat ditarik dari uraian tersebut adalah efek maksimum dalam peningkatan produksi dan pembentukan output baru akan tercipta apabila setiap satuan uang untuk permintaan akhir dibelanjakan untuk membeli output yang mempunyai pengganda terbesar, yakni sektor pertambangan dan penggalian. Sedikit saja komponen permintaan akhir tersebut dipakai untuk membeli output yang mempunyai angka pengganda lebih kecil, maka efek maksimal dari tambahan permintaan akhir tersebut tidak akan tercapai.
125
b. Analisis Peningkatan Pendapatan Regional Adanya peningkatan permintaan akhir dalam suatu perekonomian akan mendorong terciptanya output baru. Pembentukkan otuput baru tersebut mendorong permintaan terhadap input diantaranya tenaga kerja. Adapun balas jasa yang diterima oleh rumah tangga berupa upah dan gaji, berarti adanya peningkatan
permintaan
akhir
akan
mendorong
terciptanya
pendapatan
masyarakat. Untuk dapat menganalisis dampak tersebut terhadap pembentukan pendapatan masyarakat secara sektoral digunakan angka pengganda pendapatan. Hasil perhitungan angka pengganda pendapatan menunjukkan bahwa adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu unit uang ke dalam suatu perekonomian daerah akan menyebabkan pembentukkan pendapatan masyarakat secara sektoral sebesar 0,009746. Dari seluruh sektor yang ada, sektor padi dan palawija merupakan sektor yang mempunyai angka pengganda pendapatan paling besar atau dapat dikatakan paling berpotensi untuk mendorong peningkatan pendapatan, yaitu sebesar 0,283278. Sektor lain yang juga memiliki potensi dalam peningkatan pendapatan masyarakat adalah sektor perdagangan besar dan angkutan darat, masing-masing sebesar 0,021477 dan 0,019497. Artinya, adanya perubahan satu unit uang permintaan akhir pada sektor ini akan mendorong penciptaan pendapatan dalam perekonomian sebesar 0,021477 dan 0,019497 unit. Tabel 51. Sepuluh Sektor Ekonomi Terbesar Menurut Angka Pengganda Pendapatan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6
Sektor Ekonomi Padi dan palawija Perdagangan besar Angkutan darat Bangunan Industri barang dari logam, mesin & perlengkapannya Industri barang dari kimia, karet & barang plastik
7 8 9 10
Restoran dan rumah makan Listrik dan Gas Jasa Penunjang Angkutan Perdagangan Eceran Rata-rata 40 Sektor
Sumber: Data diolah (2011)
Pengganda Pendapatan 0.283278 0.021477 0.019497 0.010521 0.009605 0.007307 0.006304 0.005192 0.004999 0.003594 0,009746
126
Jika sasaran utama suatu daerah adalah mendorong peningkatan pendapatan masyarakat maka pemerintahnya harus mengalokasikan setiap satuan uang permintaan akhir untuk dibelanjakan kepada output sektor yang mempunyai angka pengganda pendapatan terbesar. Hal ini dimaksudkan untuk optimalisasi peningkatan pendapatan dalam perekonomian. Pertimbangan terhadap besar kecilnya angka pengganda pendapatan untuk suatu perencanaan pembangunan lebih cocok digunakan oleh daerah yang memprioritaskan peningkatan pendapatan dalam pembangunan daerahnya. c. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Sektoral Untuk mengetahui dampak permintaan akhir terhadap kebutuhan tenaga kerja diperlukan data jumlah tenaga kerja per sektor dan menghitung koefisien tenaga kerjanya. Jumlah tenaga kerja per sektor Kota Tangerang Selatan yang tersedia hanya sampai pada klasifikasi 9 sektor ekonomi. Berdasarkan hasil analisis, sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki daya serap tenaga kerja tertinggi sebesar 0,0403430 diikuti kemudian oleh sektor pertanian sebesar 0,0326. Dalam model I-O, tenaga kerja memiliki hubungan linier dengan output, sehingga naik turunnya output di suatu sektor akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja di sektor tersebut. Tabel 52. Koefisien dan Jumlah Tenaga Kerja Menurut Sektor Ekonomi di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 Uraian Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah
Sumber: Survei Sakernas 2009
Total Output (juta rupiah) 229,638 58,733 7,325,352 1,661,917 1,695,097
Tenaga Kerja (orang) 7,488 12 52,796 285 13,396
Koefisien Tenaga Kerja 0.0326078 0.0002043 0.0072073 0.0001715 0.0079028
4,025,139
162,386
0.0403430
1,982,493
6,032
0.0030426
1,382,838
5,139
0.0037163
1,289,438 19,650,645
29,551 277,085
0.0229177 0.1181133
127
Tabel 53. Kebutuhan Tenaga Kerja yang Dipengaruhi Komponen Permintaan Akhir di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uraian Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah
301 2,970
302 171
303 922
304 -6
305 Jumlah 3,430 7,487
4
0
2
2
3
11
12,605
2,282
15,275
2,783
19,851
52,796
136
16
33
6
94
285
2,809
531
9,218
79
759
13,396
57,072
2,541
19,152
7,386
2,638
231
812
115
2,237
6,033
2,919
215
246
53
1,707
5,140
14,301 95,454
10,387 16,374
588 46,248
76,236 162,387
126 4,149 29,551 10,544 108,466 277,086
Sumber: Data diolah (2011)
Tabel diatas menyajikan kebutuhan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh permintaan akhir yang diperoleh berdasarkan matrik diagonal tenaga kerja dan matrik kebalikan Leontif. Dari tabel diatas diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja yang dipeengaruhi oleh konsumsi rumah tangga dan organisasi nirlaba (301) sebanyak 95.454 orang, akibat konsumsi pemerintah sebanyak 16.374 orang, akibat pembentukan modal tetap bruto sebanyak 46.248 orang, akibat perubahan stok sebanyak 10.544 orang, dan akibat ekspor sebanyak 108,466 orang. Jika diamati secara baris, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai akibat dari konsumsi rumah tangga (301) adalah sebanyak 57.072 orang. Dengan menggunakan Tabel I-O Kota Tangerang Selatan tahun 2009, diharapkan perencana dapat memperkirakan berapa kebutuhan tenaga kerja untuk memenuhi suatu peningkatan permintaan akhir pada suatu perekonomian.
128
Tabel 54. Indeks Komposit Tabel I-O Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 (dalam persen) IDP
IDK
0.11 0.16 0.19 0.06 0.04
Nilai Tambah 0.10 0.20 0.23 0.04 0.04
2.17 1.90 1.86 1.84 2.21
Pengganda Output 2.33 2.13 2.11 2.73 2.29
Pengganda Pendapatan 72.66 0.03 0.01 0.01 0.00
Indeks Komposit 13.28 1.09 1.09 1.24 1.15
2.33 2.13 2.11 2.73 2.29
0.03
0.04
1.93
1.72
1.93
0.11
0.96
0.11 0.29 0.18
0.10 0.19 0.11
2.54 2.73 2.95
1.96 1.92 1.86
2.54 2.73 2.95
0.51 0.36 0.02
1.29 1.37 1.35
0.30
0.03
3.40
2.34
3.40
0.05
1.59
5.14
4.98
2.41
3.06
2.41
0.45
3.07
2.84
3.07
2.23
2.54
2.23
0.69
2.26
3.88
3.95
2.33
2.43
2.33
0.19
2.52
8.98
6.38
2.81
3.37
2.81
0.23
4.10
2.29
0.41
3.22
2.00
3.22
1.87
2.17
0.68
0.18
3.27
1.99
3.27
0.04
1.57
0.79
0.02
3.01
2.28
3.01
0.21
1.55
8.89
3.45
2.98
3.96
2.98
2.46
4.12
3.80 8.34 0.12 8.63 8.96 2.17 9.34 0.02 0.01 7.64 0.50 1.94 0.59 0.08 6.20 0.16 2.77 0.88 1.12
1.91 7.54 0.12 10.30 10.84 3.05 11.52 0.01 0.00 9.51 0.59 1.89 0.83 0.11 9.25 0.22 4.72 0.82 0.94
3.06 2.69 2.43 2.10 2.26 2.03 2.15 2.92 3.16 2.21 2.31 2.61 2.05 2.09 1.93 2.09 1.68 2.58 2.68
2.33 5.76 1.82 4.50 4.93 2.34 4.92 1.69 1.68 3.87 2.12 2.61 1.86 1.75 3.19 1.72 1.71 1.82 1.85
3.06 2.69 2.43 2.10 2.26 2.03 2.15 2.92 3.16 2.21 2.31 2.61 2.05 2.09 1.93 2.09 1.68 2.58 2.68
0.10 1.33 0.01 2.70 5.51 0.92 1.62 0.00 0.00 5.00 1.28 0.19 0.05 0.00 0.37 0.00 0.00 0.04 0.00
2.38 4.72 1.16 5.05 5.79 2.09 5.28 1.26 1.34 5.07 1.52 1.98 1.24 1.02 3.81 1.05 2.09 1.45 1.55
0.05
0.03
2.94
1.73
2.94
0.01
1.28
0.32
0.33
2.53
1.96
2.53
0.03
1.28
1.43
1.94
2.08
2.44
2.08
0.90
1.81
Kode
Sektor Kegiatan
Output
1 2 3 4 5
Padi Palawija Sayur-sayuran Buah-buahan Pertanian Lainnya Tanaman Hias Tanaman Hasil Perkebunan Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Hasil Perikanan Darat Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Industri Tekstil, Pakaian jadi, Kulit dan Alas kaki Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan furnitur Industri Kertas dan barang2 dari Kertas, Percetakan & Penerbitan Industri barang2 dari bahan kimia, karet, dan barang dari plastik Industri barang galian bukan logam Industri dasar dari logam Industri barang dari logam, mesin & perlengkapannya Industri lainnya Listrik & Gas Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar Perdagangan Eceran Restoran/ Rumah makan Hotel Angkutan Rel Angkutan darat Jasa penunjang angkutan Jasa Komunikasi Bank Lembaga keuangan lainnya Jasa Persewaan Bangunan Jasa perusahaan lainnya Jasa Pemerintahan Jasa Pendidikan Swasta Jasa Kesehatan Swasta Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan & Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Sumber: Data diolah (2011)
129
5.3.4. Analisis Indeks Komposit Hasil Analisis Input-Output Indeks komposit
merupakan suatu
indeks
yang
menggabungkan
perhitungan peranan suatu sektor dalam perekonomian, dalam penelitian ini berdasarkan besarnya struktur output, struktur nilai tambah, indeks daya penyebaran (IDP), indeks derajat kepekaan (IDK), pengganda output, dan pengganda pendapatan. Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat sektor padi dan palawija memiliki indeks komposit tertinggi, yaitu sebesar 13,28 persen. Posisi kedua ditempati oleh sektor perdagangan besar dengan indeks komposit sebesar 5,79 persen, sektor restoran dan rumah makan sebesar 5,28 persen, sektor angkutan darat dengan 5,07 persen, sektor bangunan dengan 5,05 persen, sektor listrik dan gas 4,72 persen, sektor industri barang dari logam, mesin dan perlengkapannya sebesar 4,12 persen, sektor industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan sebesar 4,10 persen, sektor jasa persewaan bangunan dengan indeks komposit sebesar 3,81 persen, disusul oleh industri makan, minuman, dan tembakau sebesar 3,07 persen. Sektor dengan indeks komposit yang tinggi dapat dikatakan sebagai sektor unggulan, karena dengan nilai indeks komposit yang tinggi berarti menandakan sektor tersebut unggul dalam setiap komponen penyusun indeks komposit. Padi dan palawija memiliki indeks komposit tertinggi namun nilai tersebut diperoleh dari angka pengganda pendapatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan sektor yang lain. Sedangkan untuk komponen lainnya sektor padi dan palawija memiliki nilai yang tidak begitu besar. Hal ini menandakan adanya potensi dari sektor pertanian, terutama sub sektor padi dan palawija, untuk lebih dioptimalkan oleh pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan meskipun sektor padi dan palawija bukan merupakan sektor unggulan. 5.3.5. Analisis Strategi Kebijakan Pembangunan Kota Tangerang Selatan Analisis strategi kebijakan pembangunan Kota Tangerang Selatan dilakukan dengan pemetaan hasil intepretasi dari analisis sebelumnya, terutama menyangkut aspek sektor unggulan dan kondisi riil yang terjadi di Kota Tangerang Selatan.
130
5.3.5.1. Analisis Lingkungan Internal a. Kekuatan (Strengths) 1. Letak yang strategis, relatif dekat dengan DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang. 2. Otonomi daerah memungkinkan Kota Tangerang Selatan untuk melakukan ekstensifikasi dan diversifikasi pajak dan retribusi daerah 3. Pajak hotel dan restoran masih dapat dioptimalkan 4. Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan cukup besar dengan mayoritas penduduk usia produktif 5. Memiliki wilayah yang relatif berkembang pesat khususnya sektor bangunan (properti), angkutan darat, perdagangan dan jasa 6. Banyak terdapat investor seperti developer, hotel dan prasarana hiburan 7. Aksesibilitas dari dan ke Kota Tangerang Selatan yang baik didukung oleh sarana transportasi darat dan jalan tol 8. Penggunaan lahan untuk sawah, ladang dan kebun yang masih cukup luas b. Kelemahan (Weaknesses) 1. Sumberdaya manusia yang terbatas 2. Belum tergalinya potensi pajak secara optimal 3. Belum adanya manajemen pengawasan terhadap wajib pajak 4. Rendahnya kesadaran wajib pajak 5. Lemahnya keterkaitan antara sektor primer dengan sektor industri pengolahan 6. Kurangnya kesadaran dan perhatian pemerintah daerah mengenai potensi dan pengembangan sektor pertanian 7. Kurangnya pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang 5.3.5.2. Analisis Lingkungan Eksternal a. Peluang (Opportunities) 1. Sebagai penyangga DKI Jakarta, Kota Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk yang banyak 2. Otonomi daerah mendorong Kota Tangerang Selatan untuk lebih mandiri
131
3. Sebagai salah satu wilayah penyangga DKI Jakarta 4. Infrastruktur yang memadai dan memiliki jalan tol 5. Tingginya minat investor untuk berinvestasi di Kota Tangerang Selatan 6. Masih tersedia lahan untuk pengembangan sektor pertanian, bangunan, perdagangan dan jasa, khususnya Kecamatan Setu 7. Tingginya perkembangan sektor industri 8. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri 9. Kemudahan kerjasama dengan perbankan untuk pembayaran on line 10. Sektor pertanian memiliki potensi yang besar namun belum dimanfaatkan secara optimal 11. Adanya permintaan sektor pertanian untuk ekspor keluar wilayah b. Ancaman (Threats) 1. Perijinan investasi belum satu atap 2. Peraturan yang belum kondusif bagi investor seperti lamanya pengurusan perijinan, paket insentif 3. Diberlakukannya pasar bebas 4. Pengaruh urban sprawl terhadap alih fungsi lahan produktif 5. Kurang berkembangnya jaringan distribusi dan pemasaran hasil pertanian 6. Infrastruktur yang kurang mendukung pembangunan pertanian 7. Tidak ada kelembagaan yang fokus mengoptimalkan sektor pertanian 8. Belum tersusunnya rencana tata ruang kota 5.3.5.3 Analisis SWOT Pembangunan Kota Tangerang Selatan Setelah faktor internal dan eksternal pengembangan wilayah Kota Tangerang Selatan teridentifikasi, selanjutnya dilakukan analisis SWOT yang menghasilkan empat arah kebijakan, yaitu arah kebijakan S-O (Strength Opportunities), arah kebijakan S-T (Strength - Threats), arah kebijakan W-O (Weaknesses - Opportunities), dan arah kebijakan W-T (Weaknesses - Threats).
132
Tabel 55. Strength (Kekuatan) dengan Opportunities (Peluang) dan Threats (Tantangan) 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
8. 9.
Strength - Opportunities Memaksimalkan potensi pajak hotel dan restoran Intensifikasi dan diversifikasi pajak dan retribusi daerah Sistem pembayaran on line melalui bank Meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah Meningkatkan kerjasama antar daerah di bidang pariwisata prasarana dan saran perkotaan Memanfaatkan peluang pasar bagi sektor industri Mengembangkan sentra-sentra perdagangan dan outlet industri khususnya untuk home industry Mengembangkan kota sebagai pusat jasa dan perdagangan Mengoptimalkan penggunaan lahan produktif untuk sektor pertanian
Sumber: Data diolah, 2011
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
9.
Strength - Threats Diversifikasi pajak dan retribusi Menetapkan target pajak dan retribusi yang kompetitif Promosi pajak dan retribusi yang menarik Berusaha menjalin hubungan yang baik dengan wajib pajak Menetapkan sistem insentif standar Penyusunan dan koordinasi peraturan daerah dalam rangka paket insentif dan disinsentif investasi Peningkatan kepastian hukum terhadap produk rencana Peraturan Daerah Mengembangkan jaringan distribusi dan pemasaran hasil sektor pertanian Meningkatkan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang
133
Tabel 56. Weaknesses (Kelemahan) dengan Opportunities (Peluang) dan Threats (Tantangan) Weaknesses - Opportunities 1. Meningkatkan pelayanan ke wajib pajak dan retribusi 2. Pengawasan proses administrasi pajak dan retribusi 3. Rekrutmen aparatur pemerintah yang berkualitas 4. Mengadakan pelatihan sumberdaya manusia dalam meningkatkan kinerja 5. Mengadakan evaluasi terhadap program pelatihan yang telah dilakukan 6. Pemanfaatkan input dari sektor pertanian (sektor primer) oleh sektor sekunder dan tersier (sektor industri pengolahan, hotel dan restoran, perdagangan, dan lain-lain) 7. Meningkatkan kesadaran pemerintah daerah akan pentingnya sektor pertanian 8. Mendorong tumbuhnya wiraswasta baru, industri baru, perdagangan dan jasa
1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
Weaknesses - Threats Memberikan fasilitas yang dapat meningkatkan kinerja pegawai Meningkatkan kesadaran wajib pajak Lebih memperhatikan kualitas dan mutu pelayanan terhadap wajib pajak dan retribusi Perijinan dan pelayanan pajak retribusi dalam satu atap Mengembangkan kapasitas pemerintah daerah yang mengerti kondisi dan potensi lokal Menyusun rencana tata ruang kota Mengembangkan kelembagaan yang fokus mengoptimalkan sektor pertanian
Sumber: Data diolah (2011)
5.3.6. Strategi Kebijakan Pembangunan Kota Tangerang Selatan Strategi pengembangan Kota Tangerang Selatan mencakup strategi meningkatkan kinerja penerimaan pajak daerah, strategi pengembangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan strategi pembangunan perkonomian. 5.3.6.1. Strategi Meningkatkan Kinerja Penerimaan Pajak Daerah Arahan strategi meningkatkan kinerja penerimaan pajak daerah adalah: 1.
Meningkatkan kualitas pelayanan investasi,
2.
Meningkatkan promosi investasi
3.
Meningkatkan investasi dan kemitraan
4.
Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah
134
5.
Meningkatkan dan mengembangkan potensi usaha daerah
6.
Meningkatkan penggunaan ilmu pengetahuan dalam pengembangan ekonomi perkotaan (industri)
7.
Mempersiapkan produk hukum, sistem pelayanan satu atap, dan paket-paket kemudahan investasi serta perijinan
8.
Menerapkan teknologi tepat guna dan memanfaatkan potensi kota untuk mewujudkan kemandirian industri kecil dan menengah serta menumbuhkan wirausaha baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
9.
Mengawasi dan mengendalikan kelancaran arus barang dan jasa serta mewujudkan pelaku usaha yang tertib dan jujur dalam rangka perlindungan konsumen
10. Meningkatkan akses pasar dan informasi usaha 11. Meningkatkan kerjasama bidang perindustrian, perdagangan, energi dan sumber daya mineral antar pemerintah daerah, provinsi dan pusat serta lembaga dan organisasi terkait 12. Mengembangkan potensi kegiatan pariwisata, dan penyediaan taman rekreasi masyarakat 13. Meningkatkan kompetensi sumberdaya aparatur daerah 5.3.6.2. Strategi Pengembangan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor strategis secara umum adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dalam sektor ini terdapat sektor restoran dan rumah makan yang memberikan peranan terbesar dalam pembentukan PDRB dan memiliki struktur output dan nilai tambah terbesar. Sektor ini juga merupakan sektor penunjang dari sektor pengolahan dan menyerap kebutuhan tenaga kerja paling besar. Arahan strategi pengembangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran adalah: 1.
Mempromosikan daya tarik Kota Tangerang Selatan sehingga mengundang wisatawan untuk berkunjung.
2.
Memperbanyak variasi kuliner untuk mengundang pengunjung.
3.
Mengembangkan wisata alam disamping wisata kuliner, belanja dan hiburan untuk menarik wisatawan mancanegara.
135
4.
Menjalin keterkaitan dengan sektor penyedia bahan baku, terutama sektor pertanian.
5.
Pemerintah daerah menetapkan target pajak yang sesuai pada hotel dan restoran sehingga potensi pajak hotel dan restoran dapat tergali optimal.
6.
Diversifikasi pendapatan hotel seperti kolam renang, permainan, serta drug store
7.
Meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, dengan lebih menggalakkan sektor unggulan Kota Tangerang Selatan
8.
Perlu meningkatkan kesadaran pemilik hotel dan restoran dalam membayar pajak
5.3.6.3. Strategi Pembangunan Sektor Pertanian Sektor pertanian meskipun bukan merupakan sektor unggulan namun sektor ini merupakan sektor yang mempunyai potensi untuk dioptimalkan, hal ini didukung dengan luasnya penggunaan lahan untuk sektor pertanian di Kota Tangerang Selatan. Arahan strategi pengembangan sektor pertanian adalah: 1. Mengoptimalkan penggunaan lahan produktif untuk sektor pertanian 2. Membangun infrastruktur yang menunjang pembangunan pertanian, seperti: •
Pembangunan jalan menuju sentra-sentra produksi pertanian hingga ke daerah pemasaran produk pertanian
•
Adanya pasar tempat menjual produk pertanian
•
Kemudahan transportasi untuk membawa hasil-hasil pertanian ke pasar
•
Adanya saluran irigasi, mengingat Kota Tangerang Selatan tidak memiliki sawah irigasi (sawah teknis)
3. Menciptakan fasilitas dan kemudahan-kemudahan bagi kegiatan pertanian mulai dari sebelum produksi, pascapanen hingga pemasaran hasil-hasil pertanian 4. Meningkatkan kesadaran dan perhatian pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan akan potensi dan pengembangan sektor pertanian di wilayahnya 5. Menyusun rencana tata ruang wilayah untuk melindungi daerah pertanian yang ada di Kota Tangerang Selatan
136
6. Mengawasi dan mengendalikan pemanfaatan ruang di Kota Tangerang Selatan agar tidak terjadi alih fungi lahan produktif 7. Mengembangkan kelembagaan yang fokus untuk mengoptimalkan sektor pertanian 8. Mengadakan pelatihan atau penyuluhan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang ada di sektor pertanian 5.3.6.4. Strategi Pembangunan Perekonomian Berdasarkan analisis yang telah dikemukan pada bagian sebelumnya, maka sebaiknya kebijakan pembangunan perekonomian Kota Tangerang Selatan diarahkan ke dalam orientasi sektoral yang memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian Kota Tangerang Selatan secara keseluruhan, yaitu: 1. Sebagai Pusat Industri Peranan sektor industri mendominasi dalam perekonomian Kota Tangerang Selatan, terlihat dari besarnya indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan yang dimiliki sektor industri pengolahan. Terutama industri barang dari logam, mesin dan perlengkapannya; dan industri kertas dan barangbarang dari kertas. Kedua sektor tersebut memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan yang tinggi. Industri barang dari logam, mesin dan perlengkapannya sangat penting dalam mendongkrak output perekonomian dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu terdapat pula sektor-sektor industri yang penting peranannya seperti industri makanan, minuman dan tembakau yang masuk dalam sepuluh besar peringkat berdasar output dan nilai tambah; dan sektor industri tekstil pakaian jadi, kulit dan alas kaki yang memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi atau pangsa pasar yang jelas. Dalam struktur PDRB Kota Tangerang Selatan, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. 2. Sebagai Pusat Perdagangan Perekonomian Kota Tangerang Selatan sangat dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan. Hal ini terlihat dari kontribusi output sektor perdagangan yang menempati posisi ketiga dalam peringkat output. Sektor perdagangan pun
137
memiliki indeks derajat kepekaan yang tinggi. Hal ini didukung oleh kondisi geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan dekat dengan Provinsi Lampung. Kemajuan sektor ini juga ditopang oleh sektor restoran dan rumah makan yang memiliki output dan nilai tambah terbesar dalam struktur input output. Sehingga arah pembangunan juga harus memperhatikan sektor perdagangan, seperti sarana dan prasarana transportasi yang mempermudah akses ke daerah sentra industri, pasar dan sumber daya. 3. Sebagai Pusat Pertanian Dari analisis sebelumnya diketahui bahwa sektor–sektor pertanian merupakan sektor dengan peranan yang kurang dominan dari sisi besarnya output dan memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang sama-sama rendah. Namun bukan berarti sektor pertanian tidak penting, mengingat beberapa alasan. Pertama, sektor pertanian merupakan penopang utama sektor industri pengolahan terutama industri makanan, minuman dan tembakau. Kedua, sektor pertanian memiliki potensi dalam peningkatan pendapatan masyarakat, terutama petani. Jika input-input di sektor pertanian diolah oleh sektor industri pengolahan, hotel dan restoran dan sebagainya, maka selain dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat yang kurang mampu juga dapat mengurangi kebocoran wilayah. Ketiga, hasil pertanian Kota Tangerang Selatan tidak hanya dikonsumsi tetapi juga diekspor ke luar wilayah Kota Tangerang Selatan. Sehingga perhatian pembangunan hendaknya diarahkan kepada peningkatan ekonomi pertanian dengan melakukan investasi di sektor ini, terlebih sektor pertanian (sektor padi dan palawija) memiliki angka pengganda pendapatan dan indeks komposit tertinggi. Hal yang lebih penting lagi adalah menciptakan fasilitas dan kemudahan-kemudahan bagi kegiatan pertanian termasuk pascapanen dan pemasaran hasil-hasil pertanian agar keterkaitan ke depan sektor pertanian meningkat. Arahan pembangunan sektor pertanian didukung juga oleh luasnya lahan pertanian, sehingga alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi bangunan harus segera dikendalikan dengan membuat rencana tata ruang wilayah dan pengawasan serta pengendalian pemanfaatan ruang.
138
Arahan strategi pembangunan perekonomian adalah: 1.
Prioritas pembangunan dan investasi diarahkan kepada sektor-sektor unggulan seperti sektor perdagangan besar, sektor restoran dan rumah makan, sektor industri pengolahan termasuk di dalamnya sektor industri barang dari logam, mesin dan perlengkapannya; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri tekstil, pakaian jadi, kulit, dan alas kaki; dan industri makanan, minuman dan tembakau; serta sektor bangunan. Dengan memprioritaskan sektor-sektor unggulan ini akan tercipta peningkatan output, nilai tambah dan lapangan kerja serta dampak stimulasi tehadap sektor lain.
2.
Selain memprioritaskan sektor-sektor unggulan, pembangunan juga sebaiknya diarahkan pada sektor pertanian. Dengan meningkatkan keterkaitan antara sektor pertanian dengan industri pengolahan, selain akan mencegah kebocoran wilayah juga akan dapat mencegah terjadinya ketimpangan pendapatan dan dapat meningkatkan kesejahteraan.
5.4. Pembahasan Kota Tangerang Selatan memenuhi persyaratan untuk menjadi daerah otonom baru, karena memenuhi syarat teknis, syarat fisik wilayah dan syarat administrasi. Sehingga dapat dikatakan pemekaran Kota Tangerang Selatan layak untuk dilakukan. Kemampuan keuangan dan sektor-sektor yang ada di Kota Tangerang Selatan pun lebih berkembang dari daerah induknya, Kabupaten Tangerang. Bila PAD Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang dilihat secara agregat, PAD setelah satu tahun pemekaran lebih besar dibandingkan dengan PAD sebelum pemekaran. Hal ini berarti pemekaran layak dilakukan karena pemekaran menyebabkan kenaikan PAD. Namun tahun kedua pemekaran, PAD agregat kedua wilayah ini mengalami penurunan, meskipun jumlahnya masih lebih besar jika dibandingkan saat sebelum pemekaran. Saat penelitian ini dilakukan, Kota Tangerang Selatan memasuki usia ketiga setelah pemekaran sehingga belum dapat dilihat peningkatan PAD secara total. Dari data yang ada ini dapat dilihat adanya shock akibat pemekaran pada tahun pertama dan kedua, ini terjadi karena saat pemekaran dilakukan baik daerah otonom baru maupun induk
139
belum sempat untuk mengembangkan potensi yang ada di wilayahnya. Berdasarkan penelitian ini, Kota Tangerang Selatan terutama belum dapat memanfaatkan potensi pajak hotel dan restoran yang ada diwilayahnya. Padahal pemanfaatan potensi pajak hotel dan restoran secara optimal dapat meningkatkan PAD dan memperbesar kemampuan daerah untuk mandiri serta meningkat kemampuan melayani masyarakat. Melihat proses awal terbentuknya Kota Tangerang Selatan, dimana pengembangan daerah otonom baru ini terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi keluar (strategi supply side). Diantaranya adalah dengan masuknya tiga pengembang besar seperti Bumi Serpong Damai, Bintaro dan Alam Sutera untuk berinvestasi dan mengembangkan Kota Tangerang Selatan menjadi daerah permukiman yang komplit atau dikenal sebagai kota satelit. Hal ini menarik kegiatan lain untuk datang dan berinvestasi di Kota Tangerang Selatan, ditandai dengan munculnya kawasan industri, berdirinya sekolah-sekolah bertaraf internasional, berdirinya rumah sakit swasta yang berkualitas, hingga pusat-pusat perbelanjaan dan hiburan yang menjamur. Bahkan sebagian besar investor dalam bidang industri, perdagangan dan jasa yang ada di Kota Tangerang Selatan berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebanyak 81 perusahaan, sedangkan investor dalam negeri melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) hanya sebanyak 13 perusahaan pada tahun 2009. Proses perkembangan Kota Tangerang Selatan memang menjadi cepat dan efek perkembangannya pun cepat terlihat. Hanya saja muncul permasalahan akibat penggunaan strategi ini, yaitu timbul enclave sehingga hanya masyarakat tertentu saja atau pendatang dari luar wilayah Kota Tangerang Selatan yang menikmati dampak pengembangan. Permasalahan lainnya, Kota Tangerang Selatan menjadi sangat peka terhadap perubahan-perubahan ekonomi diluar wilayahnya. Contoh nyata adanya ketimpangan antara daerah Bumi Serpong Damai dengan daerah yang ditempati oleh penduduk asli Kota Tangerang Selatan seperti di wilayah Setu dan Pamulang, dimana fasilitas air bersih saja masih sulit untuk dijangkau. Dalam penelitian juga ditemukan nilai surplus usaha yang lebih tinggi dari nilai upah dan gaji, hal ini mengindikasikan gejala awal ketimpangan
140
pendapatan langsung yang diterima oleh masyarakat sebagai pekerja dengan pengusaha sebagai pemilik modal. Upah dan gaji merupakan komponen nilai tambah yang dapat langsung diterima dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sedangkan surplus usaha sebagian disimpan di perusahaan dalam bentuk laba yang ditahan yang nantinya diterima oleh pengusaha dan belum tentu dapat dinikmati oleh masyarakat. Hasil penelitian menemukan sektor unggulan yang ada di Kota Tangerang Selatan adalah sektor industri pengolahan, terutama industri barang dari logam, mesin dan perlengkapannya dan industri kertas dan barang dari kertas. Disamping itu, terdapat sektor-sektor strategis seperti sektor perdagangan besar, sektor restoran dan rumah makan, sektor bangunan, sektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit, dan alas kaki, serta sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Dengan memprioritaskan perkembangan sektor-sektor tersebut akan tercipta peningkatan output, nilai tambah dan lapangan kerja, serta akan memberi dampak stimulasi terhadap sektor lain. Sektor pertanian di Kota Tangerang Selatan tidak termasuk sebagai sektor unggulan. Namun, dalam penelitian ini diketahui bahwa sektor pertanian memiliki potensi untuk dikembangkan bahkan didukung oleh penggunaan luas lahan untuk sektor pertanian yang cukup besar. Sebagian besar output dari sektor pertanian masih digunakan untuk keperluan sektor pertanian sendiri, sedangkan sebagian sisanya untuk memenuhi kebutuhan domestik serta ekspor ke luar wilayah. Sektor pertanian di Kota Tangerang Selatan memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang rendah, hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya konsumsi sektor pertanian yang besar, infrastruktur yang kurang mendukung pembangunan pertanian, terbatasnya pengetahuan dan informasi tenaga kerja yang ada di sektor pertanian, kurangnya industri yang mengolah output hasil pertanian, terbatasnya fasilitas pertanian di wilayah Kota Tangerang Selatan, kesulitan pemasaran produk-produk hasil pertanian, kesulitan akses permodalan dan bahan baku, semakin berkurangnya lahan produktif karena alih fungsi menjadi bangunan dan sebagainya. Penting bagi pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan untuk melakukan usaha nyata meningkatkan pembangunan pertanian di wilayahnya.
141
Untuk mengatasi masalah ketimpangan dan kebocoran wilayah, sebaiknya pemerintah
daerah Kota Tangerang Selatan merubah strategi pengembangan
wilayahnya menjadi strategi demand side, dimana pengembangan wilayah diupayakan melalui peningkatan konsumsi barang-barang dan jasa-jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal. Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tahap awal pada strategi ini adalah wilayah baru menggunakan subsidi pemerintah untuk kebutuhan hidup dan produksi, selain itu juga melakukan investasi fasilitas dan infrastruktur dasar dan pertanian (stadia sub-subsiten). Tahap kedua, wilayah baru mulai mencukupi kebutuhan pokoknya sendiri dari hasil produksi lahan pertanian dan lahan usaha yang dilakukan pada tahap pertama (stadia subsisten). Tahap ketiga, melakukan peningkatan produksi hingga mencapai surplus produksi (stadia marketable surplus), sehingga diperoleh pendapatan, modal dan investasi untuk sektor non pertanian karena adanya permintaan barang sekunder. Seiring berlangsung tahap ini berkembang pula sektor-sektor non pertanian dan bermunculan diversifikasi usaha. Naiknya pendapatan diharapkan akan meningkatkan konsumsi produkproduk non pertanian. Hal ini selanjutnya mengisyaratkan perlunya dikembangkan industri pengolahan terutama untuk memenuhi permintaan atas barang-barang olahan utama (stadia industri pertanian). Tahap selanjutnya masuk pada stadia industri non pertanian dalam skala kecil yang akan meningkatkan pendapatan dan permintaan barang mewah. Tahap akhir akan membawa masuk pada stadia industri umum, sehingga tidak hanya bergantung pada sektor pertanian saja. Konsekuensi melakukan strategi demand side adalah membutuhkan waktu yang lama karena berhubungan dengan transformasi teknologi, transformasi struktur kelembagaan, dan keberhasilan proses ini membutuhkan perombakan cara berpikir. Keunggulan dari strategi ini adalah proses pengembangan yang berjalan stabil dan tidak mudah terpengaruh oleh perubahan di luar wilayah. Peranan sektor pertanian dalam suatu wilayah harus dipertahankan, tak terkecuali di Kota Tangerang Selatan. Karena sektor pertanian merupakan sektor primer yang menghasilkan barang pemenuhan kebutuhan dasar manusia, disamping itu sektor pertanian Kota Tangerang Selatan memiliki potensi untuk
142
ekspor. Sektor pertanian juga merupakan penopang utama sebagai penyedia bahan baku lokal dari industri pengolahan, terutama industri makanan, minuman dan tembakau juga untuk sektor hotel dan restoran. Pemanfaatkan sektor pertanian secara optimal akan membentuk jaring keterkaitan antar sektor, dimana sektor pertanian menjadi input bagi sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor lainnya. Adanya keterkaitan ini berdampak pada peningkatan pendapatan bagi tenaga kerja yang ada di sektor pertanian, dan para tenaga kerja ini menjadi mampu untuk membeli produk-produk non pertanian yang dihasil oleh sektor non pertanian. Terciptalah jaring keterkaitan lain yang dapat mengurangi kebocoran wilayah dan meningkatkan permintaan barangbarang non pertanian yang dihasilkan oleh sektor lain. Dampak dalam jangka panjang, pembangunan di Kota Tangerang Selatan berjalan stabil dan tidak mudah terpengaruh oleh perubahan-perubahan dari luar. Sektor pertanian yang dimanfaatkan secara optimal akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya kesejahteraan petani, dan mengatasi permasalahan ketimpangan serta kebocoran wilayah yang terjadi.