V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penetapan Komoditas Unggulan 5.1.1 Penentuan Komoditas Basis Analisis Location Quotient (LQ) menggambarkan pangsa aktivitas produksi tanaman pangan suatu kecamatan terhadap pangsa kabupaten. Nilai LQ > 1 artinya sektor basis dengan kata lain komoditas x di suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif (produksinya melebihi kebutuhannya sehingga dapat dijual ke luar wilayah); LQ = 1 artinya sektor bukan basis; komoditas x di suatu wilayah tidak memiliki keunggulan (produksi hanya cukup untuk konsumsi sendiri); dan LQ < 1 artinya sektor bukan basis; komoditas x pada suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar wilayah (Susanto, 2005). Nilai LQ komoditas tanaman pangan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai LQ komoditas tanaman pangan berbasis luas panen per kecamatan tahun 2006 dengan total wilayah Kabupaten Lampung Tengah Kecamatan Padang Ratu Anak Ratu Aji Selagai Lingga Pubian Anak Tuha Kalirejo Sendang Agung Bangun Rejo Gunung Sugih Bekri Bumi Ratu Nuban Trimurjo Punggur Kota Gajah Seputih Raman Terbanggi Besar Seputih Agung Way Pengubuan Terusan Nunyai Seputih Mataram Bandar Mataram Seputih Banyak Way Seputih Rumbia Bumi Nabung Seputih Surabaya Bandar Surabaya Jumlah kecamatan LQ > 1 Peringkat
Padi
Jagung
1,42 0,83 1,55 0,92 1,40 0,85 1,69 0,79 0,92 0,70 1,78 1,65 1,26 1,78 2,06 0,99 1,19 0,63 0,15 1,01 0,36 1,16 1,59 0,55 0,52 0,97 0,87 13 1
0,96 2,21 1,07 1,18 0,77 1,92 0,92 2,41 0,85 1,73 0,46 0,91 1,62 0,93 0,34 1,13 0,86 1,44 0,17 1,69 1,45 0,42 0,08 0,84 0,31 0,32 0,40 11 2
Ubi Kayu 0,52 0,02 0,13 0,93 0,62 0,36 0,14 0,04 1,29 0,78 0,51 0,05 0,11 0,07 0,25 0,81 0,93 1,13 2,95 0,25 1,49 1,36 1,12 1,80 2,21 1,58 1,61 10 3
Kacang Tanah 0,51 3,09 2,89 1,04 1,20 0,62 1,09 0,24 0,42 0,24 0,09 3,07 0,50 0,49 0,18 2,40 0,30 0,19 2,46 0,58 0,96 0,35 0,98 1,08 2,70 10 3
Ubi Jalar 0,27 0,77 1,00 0,37 0,57 2,05 2,68 0,47 0,81 0,90 2,40 1,05 0,47 0,25 3,16 0,56 0,46 2,62 0,38 0,48 0,12 0,39 0,52 2,72 2,99 8 4
Kacang Kedelai Hijau 0,40 2,39 0,29 1,89 0,84 2,21 3,31 1,02 0,78 0,25 0,68 0,29 0,14 0,47 0,12 0,45 0,21 0,07 4,30 1,43 0,40 0,51 0,33 0,20 0,09 1,58 0,44 0,18 1,46 0,51 0,49 7,98 0,28 0,15 0,10 0,66 0,24 0,07 11,36 4,12 3,66 8 5 4 5
36 Dari Tabel 10 terlihat bahwa tanaman padi merupakan komoditas basis pada 13 kecamatan, jagung merupakan komoditas basis pada 11 kecamatan, ubi kayu dan kacang tanah merupakan komoditas basis pada 10 kecamatan, ubi jalar dan kacang hijau merupakan komoditas basis pada 8 kecamatan, dan kedelai merupakan komoditas basis pada 5 kecamatan.
Komoditas dengan jumlah
kecamatan terbanyak yang memiliki nilai LQ lebih besar dari 1 adalah padi. Analisis LQ dan trend luas panen menilai keunggulan suatu komoditas dari sisi penawaran. Nilai LQ menunjukkan rasio antara luas areal panen suatu komoditas pada suatu kecamatan terhadap total luas panen komoditas tersebut pada tingkat kabupaten, sehingga nilai LQ > 1 menunjukkan kriteria unggul dari sisi penawaran. Padi merupakan komoditas yang paling unggul di Kabupaten Lampung Tengah karena memiliki jumlah kecamatan terbanyak dengan nilai LQ > 1 yang artinya diusahakan hampir di seluruh kecamatan.
Sebagian besar
wilayah yang menjadi basis komoditas padi merupakan wilayah kecamatan yang dilalui oleh jaringan irigasi dari sungai Way Sekampung seperti kecamatan Trimurjo, Punggur, kota Gajah, dan Seputih Raman, dan sungai Way Seputih seperti Seputih Agung, Terbanggi Besar, dan Seputih Mataram. Nilai LQ menggambarkan pemusatan luasan usahatani suatu komoditas dibandingkan dengan total luasan Kabupaten Lampung Tengah. Suatu wilayah dikatakan memiliki keunggulan komparatif untuk suatu komoditas jika terjadi pemusatan komoditas dengan luas areal yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain pada suatu titik tahun.
Nilai LQ juga menunjukkan bahwa kecamatan
tersebut menghasilkan produksi yang memungkinkan untuk diekspor ke kecamatan lain sehingga diharapkan mampu mendatangkan pendapatan wilayah. Menurut Hendayana (2003), hal tersebut karena areal panen merupakan resultante kesesuaian tumbuh tanaman dengan kondisi agroekologi yang secara implisit mencakup unsur-unsur iklim, fisiografi dan jenis tanah sehingga secara agregat di wilayah kecamatan tersebut menghasilkan surplus produksi yang memungkinkan untuk mengekspor surplus itu keluar wilayah dan akhirnya mampu mendatangkan pendapatan wilayah. Tingkat aktivitas budidaya tanaman pangan dapat dilihat dari trend luas panen.
Semakin tinggi luas panen suatu komoditas maka semakin tinggi pula
37 aktivitas budidaya komoditas itu oleh petani. Trend luas panen dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 menunjukkan bahwa komoditas yang paling banyak dibudidayakan adalah padi dengan luas panen pada tahun 2006 sebesar 113.721 ha dan rata-rata luas panen 107.598 ha.
Ubi kayu menempati urutan kedua
dengan luas panen pada tahun 2006 sebesar 88.575 ha dan rata-rata luas panen 91.876 ha, diikuti oleh tanaman jagung dengan luas panen pada tahun 2006 sebesar 89.344 ha dan rata-rata luas panen 89.344 ha (Tabel 11). Tabel 11 Luas panen komoditas tanaman pangan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2000 s.d. 2006 Komoditi Padi
Luas Panen (ha) 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
PeringRata-Rata kat
102.950 109.676 107.441 103.635 106.560 109.201 113.721
107.598
1
Ubi Kayu
80.897 110.133 108.755 83.967 90.755 80.052 88.575
91.876
2
Jagung
87.901 106.870 80.515 83.279 84.009 103.315 79.522
89.344
3
Kacang Tanah
1.730
3.043
1.847
1.714
2.716
2.324
2.606
2.283
4
Kacang Hijau
1.238
2.173
1.885
1.332
1.568
1.511
1.390
1.585
5
Ubi Jalar
1.201
1.625
1.203
786
982
1.105
1.002
1.129
6
Kedelai
1.833
582
575
266
1.149
673
788
838
7
Sumber: BPS Propinsi Lampung (2007)
Neraca produksi tanaman pangan berdasarkan konsumsi perkapita pada tahun 2006 menunjukkan bahwa hampir semua komoditas tanaman pangan mengalami surplus kecuali kedelai (Tabel 12).
Surplus terbesar terjadi pada
komoditas ubi kayu, dengan sekitar 1,35 juta ton. Jagung dan padi berada pada urutan kedua dan ketiga dengan nilai surplus sekitar 0,24 juta ton dan 0,17 juta ton. Setelah peringkat komoditas berdasarkan ketiga analisis tersebut diurutkan dan diringkat kembali (Tabel 13), diperoleh bahwa komoditas padi, ubi kayu, dan jagung terpilih sebagai komoditas basis yang menjadi kandidat komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah.
38 Tabel 12 Ketersediaan dan konsumsi pangan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 Produksi Komoditas (Ton) Ubi Kayu
1.724.754
Benih/Pakan/ Tercecer (%)
(Ton)
Ketersediaan (Ton)
Jumlah Konsumsi Total Surplus/ Penduduk per kapita Konsumsi Minus Peringkat (Kg/Kap/ (jiwa) (Ton) (Ton) Thn)
15 258.713 1.466.041 1.146.142
97,18
111.382 1.354.659
1
Padi
493.123
10
49.312
443.811 1.146.142
153,8
176.277
267.534
2
Jagung
285.450
15
42.818
242.633 1.146.142
4,2
4.814
237.819
3
Ubi Jalar
9.979
12
1.197
8.782 1.146.142
3,02
3.461
5.320
4
Kacang Tanah
3.061
5
153
2.908 1.146.142
0,7
802
2.106
5
Kacang Hijau
1.233
7
86
1.147 1.146.142
0,6
688
459
6
898
5
45
853 1.146.142
8,6
9.857
-9.004
7
Kedelai
Tabel 13
Komoditas basis terpilih
Komoditas Padi Ubi Kayu Jagung Kacang Tanah Ubi Jalar Kacang Hijau Kedelai
Peringkat LQ 1 3 2 3 4 4 5
Peringkat Trend Luas Panen 1 2 3 4 6 5 7
Peringkat Neraca penyediaan/konsumsi 2 1 3 5 4 6 7
Peringkat komoditas basis 1 2 3 4 5 6 7
5.1.2 Ketersediaan dan Kesesuaian Lahan Dalam perencanaan pengembangan pertanian tanaman pangan, faktor ketersediaan lahan memiliki peranan yang sangat penting. Ketersediaan lahan dapat memberikan informasi tentang lokasi dan luas lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Ketersediaan lahan merupakan hasil tumpang tindih dari peta RTRW, penggunaan lahan eksisting, dan status penguasaan lahan. RTRW menjadi penting karena semua perencanaan pembangunan secara spasial terutama yang berhubungan dengan perencanaan penggunaan lahan harus didasarkan pada RTRW yang berlaku. Penggunaan lahan eksisting memberikan gambaran tentang jenis penggunaan lahan saat ini dan kemungkinan penggunaan atau perubahan penggunaan lahan untuk pertanian tanaman pangan.
Status
penguasaan lahan (berdasarkan data BPN Kabupaten Lampung Tengah) menambahkan aspek legal suatu lahan ke dalam ketersediaan lahan.
39 Tujuan dari dimasukkannya status penguasaan lahan adalah untuk mengeluarkan lahan yang berstatus hak guna usaha (HGU) dan lahan yang dikuasai oleh kehutanan dari analisis berikutnya, sehingga menyisakan lahan yang berstatus hak milik atau hak ulayat menjadi tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Lahan berstatus HGU sebagian besar dikuasai oleh perusahaan perkebunan sehingga menutup kemungkinan akses petani tanaman pangan dalam pemanfaatan lahan itu secara legal. Berdasarkan peta RTRW, penggunaan lahan eksisting, dan status penguasaan lahan, sekitar 29% (134.758 ha) dari total luas Kabupaten Lampung Tengah tersedia untuk pengembangan tanaman pangan (Tabel 14). Sebaran ketersediaan lahan pertanian untuk pengembangan pertanian tanaman pangan disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman pangan per kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah (dalam ha) Kecamatan Anak Tuha Bandar Mataram Bandar Surabaya Bangunrejo Bekri Buminabung Bumiratu Nuban Gunung Sugih Kalirejo Kota Gajah Padang Ratu Pubian Punggur Rumbia Selagailingga Sendang Agung Seputih Agung Seputih Banyak Seputih Mataram Seputih Raman Seputih Surabaya Terbanggi Besar Terusan Nunyai Trimurjo Way Pengubuan Way Seputih Jumlah Persentase (%)
Tersedia 9.580 5.544 3.340 2.283 1.530 2.232 768 10.699 2.134 3.702 9.800 2.114 3.968 11.690 2.273 1.145 7.519 6.321 7.839 9.523 3.603 8.000 1.646 3.948 9.494 4.062 134.758 29
Tidak Tersedia 7.043 95.568 10.256 8.181 8.972 8.092 6.113 5.846 7.695 851 15.251 14.107 1.738 9.378 31.811 10.957 2.542 6.588 3.792 3.827 9.965 13.515 27.211 2.654 13.229 3.106 328.289 71
Jumlah 16.623 101.112 13.596 10.464 10.502 10.324 6.882 16.546 9.828 4.553 25.050 16.221 5.706 21.068 34.085 12.102 10.061 12.909 11.631 13.351 13.568 21.514 28.857 6.603 22.723 7.168 463.047 100
40 Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan suatu perencanaan atau penataan kembali penggunaan lahan agar sumberdaya lahan yang terbatas dapat dimanfaatkan secara lebih efisien (Sitorus, 2004). Evaluasi sumberdaya lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah untuk mengetahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan lahan tertentu. Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk komoditas basis terpilih yaitu padi, jagung, dan ubi kayu, pada lahan yang termasuk dalam kategori tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Sebagian besar lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan sesuai untuk komoditas padi, jagung, dan ubi kayu (Tabel 15), dan sebagian besar termasuk dalam kelas S3 (sesuai marjinal). Untuk tanaman padi, 86,4% lahan (116.426 ha) berupa lahan kelas S3, 12,89% (17.377 ha) kelas S2, 0,22% (298 ha) kelas S1, dan 0,49% (658 ha) termasuk kelas tidak sesuai (N). Kelas S3 masih mendominasi pada kesesuaian lahan untuk tanaman jagung (75,6%) sedangkan untuk tanaman ubi kayu didominasi oleh kelas S2 (cukup sesuai) (60,05%).
Ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis
tanaman pangan secara spasial disajikan dalam Gambar 7, 8 dan 9. Tabel 15 Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jagung, padi, dan ubi kayu pada lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah Kelas Kesesuaian Lahan
Padi (ha)
Jagung (%)
S1 S2 S3 N
298 17.377 116.426 658
0,22 12,89
Jumlah
134.758
(ha)
Ubi Kayu (%) 0,22 23,69
86,40 0,49
298 31.928 101.875 658
100,00
134.758
(ha)
(%)
75,60 0,49
418 80.922 50.171 3.248
0,31 60,05 37,23 2,41
100,00
134.758
100,00
Gambar 7 Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Lampung Tengah
41
Gambar 8 Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di Kabupaten Lampung Tengah
42
Gambar 9 Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah
43
44 Kesesuaian lahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kesesuaian lahan aktual yang didasarkan pada karakteristik lahan eksisting. Kesesuaian lahan aktual berbeda dengan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan potensial mempertimbangkan perbaikan-perbaikan pada faktor pembatas sehingga akan memiliki kelas kesesuaian lahan yang lebih tinggi daripada kesesuaian lahan aktual.
Peta tanah yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan peta dengan skala tinjau dengan tingkat kedetilan data masih sangat rendah, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan analisis kesesuaian lahan potensial. Selain itu data penunjang untuk melakukan analisis kesesuaian lahan potensial tidak tersedia seperti nilai ekonomi dari perbaikan terhadap faktor pembatas. 5.1.3 Kelayakan Usahatani Analisis usahatani secara sederhana dilakukan dengan menggunakan analisis R/C ratio yaitu perbandingan antara total pendapatan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Hasil analisis R/C ratio dapat memberikan gambaran apakah suatu komoditas layak untuk diusahakan ataukah tidak. Data yang digunakan dalam analisis R/C ratio merupakan rata-rata pada tingkat kabupaten. Komponen biaya yang disertakan dalam perhitungan adalah upah tenaga kerja dan sarana produksi seperti bibit, pupuk, dan pestisida. Sewa lahan tidak disertakan dalam perhitungan. Upah tenaga kerja meliputi pengolahan tanah, upah tanam, upah pemupukan, upah pengendalian gulma, dan upah panen yang dinilai secara borongan per hektar per musim tanam. Khusus untuk tanaman padi, upah panen tidak disertakan karena pemanenan padi menggunakan sistem bawon (bagi hasil).
Untuk mempermudah perhitungan, produksi padi yang
digunakan dalam perhitungan R/C ratio sudah dikurangi dengan bawon. Analisis R/C ratio yang dilakukan terhadap tiga komoditas basis tanaman pangan (padi, jagung, ubi kayu) di Kabupaten Lampung Tengah menunjukkan bahwa ketiga komoditas tersebut layak diusahakan (R/C ratio > 1), seperti yang terlihat dalam Tabel 16. Nilai R/C ratio untuk tanaman padi sebesar 3,38 berarti bahwa untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahatani padi akan
memberikan pendapatan sebesar 3,38 rupiah.
45 Demikian juga untuk tanaman
jagung, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan sebesar 2,86 rupiah.
Perlu diingat bahwa pendapatan di sini merupakan
pendapatan kotor sebelum dikurangi dengan biaya.
Perhitungan R/C ratio
disajikan dalam lampiran 6, 7, dan 8. Tabel 16 Nilai hasil analisis R/C ratio komoditas basis tanaman pangan Total Pendapatan (Rp/ha) 11.125.000
Total Biaya (Rp/ha) 3.295.000
Jagung
11.440.000
4.005.000
2,86
Ubi kayu
11.700.000
5.145.000
2,27
Komoditas Padi
Nilai R/C ratio 3,38
Menurut BP2TP (2003), Analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman semusim, seperti tanaman padi, palawija, dan sayuran. Suatu usahatani tanaman tertentu dikatakan layak apabila nilai R/C ratio-nya lebih besar atau sama dengan nilai yang ditetapkan. Peluang atau kelayakan investasi dengan analisis finansial digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman tahunan (misalnya kelapa sawit, karet, dan kakao). Indikator yang diperhatikan untuk menganalisis kelayakan ekonomi pengelolaan usahatani tersebut adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (BCR). Suatu investasi untuk usaha tanaman tahunan tertentu dikatakan layak apabila nilai indikator tersebut lebih besar atau sama dengan nilai yang ditetapkan. Komoditas yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan tanaman semusim sehingga analisis usahatani cukup dengan metode R/C ratio. Penentuan komoditas basis menghasilkan padi, ubi kayu, dan jagung sebagai komoditas basis terpilih berdasarkan analisis LQ, trend luas panen, dan neraca penyediaan dan konsumsi pangan. Ketiga komoditas tersebut memiliki lahan yang tersedia dan sesuai untuk budidaya berdasarkan analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan.
Berdasarkan analisis kelayakan usahatani, ketiga
komoditas tersebut juga layak diusahakan yang berarti akan memberikan keuntungan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komoditas
46 unggulan yang diusulkan untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah adalah padi, jagung dan ubi kayu. 5.2
Penetapan Prioritas Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Analytic hierarchy process (AHP) digunakan untuk menentukan prioritas
komoditas unggulan tanaman pangan berdasarkan hirarki masalah yang disusun berdasarkan hasil studi pustaka dan konsultasi ahli. Kriteria yang digunakan dalam hirarki ini adalah ekonomi, ekologi, dan sosial.
Subkriteria yang
menjelaskan kriteria adalah peluang pasar, peluang peningkatan pendapatan, kesesuaian lahan, kelestarian lingkungan, penguasaan teknologi, dan ketersediaan sarana dan prasarana produksi. Kriteria ekonomi berhubungan dengan keuntungan finansial dalam usahatani yang mencakup peluang pasar dan peluang peningkatan pendapatan. Peluang pasar dimaksudkan sebagai kemampuan pasar dalam menyerap produksi tanaman pangan. Padi merupakan bahan pangan utama penghasil kalori bagi masyarakat Indonesia pada umumnya.
Kondisi ini merupakan jaminan bagi
terserapnya komoditas padi. Di samping itu tersedianya RMU (rice milling unit) dan lumbung desa modern serta lumbung pangan modern di Kabupaten Lampung Tengah juga turut mendukung penyerapan produksi padi. Peluang pemasaran langsung untuk produksi jagung adalah industri pakan ternak, sedangkan untuk ubi kayu adalah industri tapioka dan alkohol. Peluang peningkatan pendapatan petani digunakan untuk melihat sumbangan hasil usahatani terhadap pendapatan petani. Kriteria ekologi berkaitan dengan masalah lingkungan yaitu kesesuaian lahan dan kelestarian lingkungan. Dalam berusahatani perlu diperhatikan kondisi lahan untuk memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan. Kesesuaian lahan dapat mempengaruhi produksi tanaman pangan. Tanaman yang ditanam pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula.
Di samping kesesuaian lahan juga harus diperhatikan masalah
kelestarian lingkungan. Masalah ini muncul terkait dengan degradasi lahan akibat kegiatan budidaya pertanian yang tidak mengikuti kaidah kelestarian lingkungan.
47 Kriteria sosial berhubungan dengan tingkat penguasaan teknologi budidaya tanaman pangan oleh petani dan ketersediaan sarana dan prasarana produksi.
Penguasaan teknologi diartikan sebagai kemampuan petani dalam
mengadaptasikan inovasi teknologi dalam budidaya tanaman pangan.
Dalam
berusahatani, petani memerlukan sarana produksi yang diperoleh dari kios pertanian atau koperasi di sekitar mereka. Sarana produksi meliputi benih, pupuk, pengendali hama dan sebagainya. Selain itu juga diperhitungkan ketersediaan jaringan irigasi, jalan usahatani dan sebagainya. Dari AHP diketahui bahwa kriteria ekologi menempati peringkat pertama dengan nilai 0,412, diikuti oleh ekonomi dengan nilai 0,356 dan yang terakhir sosial dengan nilai 0,232 (Gambar 10). Pada tingkat sub kriteria, kesesuaian lahan menempati peringkat pertama (0,220), diikuti dengan kelestarian lingkungan (0,192), kemudian berturut-turut peluang peningkatan pendapatan (0,188), peluang pasar (0,168), dan penguasaan teknologi (0,136), serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung produksi (0,096). Hasil AHP dengan tujuan penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan menunjukkan bahwa padi merupakan komoditas dengan prioritas pertama dengan skor 0,432, sedangkan prioritas kedua adalah jagung dengan skor 0,372 dan yang ketiga ubi kayu dengan skor 0,196 (Gambar 10 dan Gambar 11). Nilai inkonsistensi secara keseluruhan sebesar 0,02 menunjukkan bahwa pengisian
skala
perbandingan
berpasangan
antara
kriteria/aspek
yang
dipertimbangkan maupun antar jenis komoditi yang dilakukan oleh responden konsisten dan dapat diterima (Gambar 11).
48 PRIORITAS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN
EKONOMI 0,356
M 0,168
EKOLOGI 0,412
I 0,188
LS 0,220
PADI 0,432 Keterangan
ES 0,192
SOSIAL 0,232
T 0,136
JAGUNG 0,372 : M I LS ES T P
= = = = = =
P 0,096
UBI KAYU 0,196
peluang pasar peluang peningkatan pendapatan kesesuaian lahan kelestarian lingkungan penguasaan teknologi ketersediaan sarana prasarana pendukung produksi
Gambar 10 Hirarki penetapan komoditas unggulan tanaman pangan.
Gambar 11 Diagram bobot prioritas komoditas unggulan tanaman pangan berdasarkan seluruh kriteria yang dipertimbangkan.
49 5.3 Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Dari analisis sebelumnya diketahui bahwa padi terpilih sebagai komoditas unggulan prioritas pertama yang diikuti oleh jagung dan ubi kayu masing-masing sebagai prioritas ketiga. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa ketiga komoditas tersebut secara ekonomi layak diusahakan karena memberikan keuntungan atau total pendapatan yang dihasilkan dari usahatani lebih besar daripada total biaya yang dikeluarkan. Penetapan alokasi lahan untuk komoditas unggulan tanaman pangan dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error) hingga diperoleh kombinasi yang diinginkan, yaitu dengan mengisikan komoditas pada tabel database satuan lahan pada peta ketersediaan dan kesesuaian lahan secara bertahap dengan query builder. Lahan kelas S1 dan S2 untuk tanaman padi dialokasikan untuk tanaman padi. Lahan yang saat ini telah menjadi lahan sawah berdasarkan penggunaan lahan eksisting dialokasikan untuk tanaman padi. Lahan kelas S1 untuk tanaman jagung yang belum mendapatkan alokasi (masih kosong) dialokasikan untuk tanaman jagung.
Lahan kelas S1 untuk tanaman ubi kayu yang belum
dialokasikan untuk tanaman lain dialokasikan untuk ubi kayu. Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan lahan kelas S1 untuk tiga tanaman ini berada pada lokasi yang sama. Langkah selanjutnya adalah mengisi lahan kelas S2 untuk tanaman jagung yang masih kosong dengan tanaman jagung dan lahan kelas S2 untuk tanaman ubi kayu dengan ubi kayu. Langkah yang terakhir adalah mengisikan lahan kelas S3 untuk tanaman jagung dengan jagung dan lahan kelas S3 untuk tanaman ubi kayu dengan ubi kayu. Dari langkah-langkah di atas diperoleh arahan pengembangan untuk komoditas padi seluas 54.218 ha, jagung 41.271 ha, dan ubi kayu 38.852 ha (Tabel 17). Tabel 17
Alokasi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan
Komoditas Padi Jagung Ubi Kayu Jumlah
Eksisting Baru Jumlah ------------------------- (ha) -----------------------------50.507 3.711 54.218 40.270 1.001 41.271 34.395 4.457 38.852 125.172 9.169 134.341
50 Pengembangan dan pembangunan dalam bahasa Inggris disebut dengan development.
Pengertian pengembangan menurut Sitorus (2000) adalah
memajukan, memperbaiki, atau meningkatkan sesuatu yang telah ada, sedangkan pengertian pembangunan adalah mengadakan, membuat, atau mengatur sesuatu yang belum ada. Pengembangan dalam penelitian ini mencakup pengembangan pada lahan baru (lahan yang sebelumnya bukan merupakan lahan pertanian tanaman pangan) atau lebih dikenal dengan perluasan areal dan pengembangan pada lahan tanaman pangan eksisting (saat ini telah digunakan untuk pertanian tanaman pangan). Pengembangan pada lahan tanaman eksisting diarahkan untuk menata kembali pemilihan komoditas berdasarkan tingkat kesesuaian lahan yang ada.
Lahan tanaman pangan eksisting untuk tanaman padi merupakan lahan
sawah seluas 50.507 ha sehingga dalam arahan pengembangan tetap dialokasikan untuk tanaman padi. Lahan pengembangan baru untuk tanaman padi seluas 3.711 diarahkan untuk pencetakan sawah baru. Lahan ini dipilih pada lokasi yang berdekatan dengan jaringan sungai sehingga memudahkan dalam pembuatan saluran air. Lahan tanaman pangan eksisting yang berupa lahan kering seluas 74.665 ha diarahkan untuk pengembangan komoditas jagung 40.270 ha dan ubi kayu 34.395 ha. Pengembangan lahan baru untuk jagung seluas 1.001 ha dan untuk ubi kayu 4.457 ha. Sebaran secara spasial lahan tanaman pangan eksisting dan pengembangan baru disajikan dalam Gambar 12.
Alokasi lahan untuk
pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan disajikan pada Gambar 13. Untuk meningkatkan efisiensi dan tingkat pencapaian sasaran maka pengembangan komoditas unggulan diarahkan pada sentra-sentra pengembangan. Sentra pengembangan tanaman padi dipilih di kecamatan Trimurjo, Punggur, Kota Gajah, Padang Ratu, Seputih Agung, Terbanggi Besar, Seputih Mataram, dan Way Seputih. Sentra pengembangan komoditas jagung dipilih di Kecamatan Gunungsugih, Seputih Raman, dan Seputih Banyak, sedangkan sentra pengembangan komoditas ubi kayu dipilih di Kecamatan Anak Tuha, Way Pengubuan, dan Rumbia (Tabel 18 dan Gambar 14). Dengan dipilihnya sentra pengembangan ini tidak berarti komoditas tertentu tidak boleh dikembangkan di kecamatan yang bukan sentra pengembangan atau sebaliknya suatu kecamatan tidak boleh mengembangkan komoditas yang tidak terpilih. Penetapan sentra
51 pengembangan ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan pengembangan komoditas unggulan sebagai komoditas utama pada sentra pengembangan yang dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan. Tabel 18 Wilayah sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah Kecamatan Seputih Surabaya Kota Gajah Trimurjo Punggur Way Seputih Seputih Agung Seputih Mataram Terbanggi Besar Padang Ratu Seputih Banyak Seputih Raman Gunung Sugih Way Pengubuan Anak Tuha Rumbia
Komoditas Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Jagung Jagung Jagung Ubi Kayu Ubi Kayu Ubi Kayu
Gambar 12 Sebaran secara spasial lahan tanaman pangan eksisting dan pengembangan lahan baru
52
Gambar 13 Peta Arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah
53
Gambar 14 Peta wilayah sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah
54
55 Pengalokasian lahan untuk pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan seperti yang terlihat dalam Tabel 17 dimaksudkan bahwa komoditas yang diusulkan merupakan komoditas utama. Selain komoditas utama masih terdapat beberapa komoditas lainnya yang tidak diunggulkan tetapi juga memiliki peluang untuk dibudidayakan sebagai komoditas penunjang seperti ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan kedelai. Sebagian besar lahan tanaman pangan terutama lahan sawah dapat ditanami lebih dari satu kali dalam setahun. Komoditas penunjang dapat dijadikan alternatif untuk diusahakan pada lahan-lahan yang dapat ditanami lebih dari satu kali dalam satu tahun. Pada lahan sawah dengan komoditas utama padi dapat diterapkan pola tanam misalnya padi-padi-jagung, padi – padi – kacang tanah, padi – padi – kacang hijau, padi – padi – ubi jalar, dan sebagainya. Pada lahan kering dengan komoditas utama jagung dapat diterapkan pola tanam misalnya jagung – ubi jalar, jagung – kacang tanah, jagung – kacang hijau, dan sebagainya.
Ketersediaan air merupakan faktor pembatas utama pada lahan
kering, sehingga pola tanam tersebut dapat diterapkan di lahan kering jika cukup tersedia air. Proses perencanaan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan yang telah dilakukan dalam penelitian ini telah mempertimbangkan aspek keberlanjutan penggunaan lahan seperti yang dinyatakan oleh O’Connor (2005) yaitu kesejahteraan secara ekonomi, sesuai dengan daya dukung lingkungan, dan dapat diterima secara sosial. Dengan analisis kelayakan usahatani diharapkan dapat memenuhi kriteria keberlanjutan secara ekonomi, sedangkan analisis kesesuaian lahan diharapkan memenuhi kriteria secara lingkungan. Penelitian ini juga melibatkan petani dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kriteria keberlanjutan secara sosial. Digunakannya analisis ketersediaan lahan memberikan nilai tambah dalam aspek sosial dan legal. Penetapan ketersediaan lahan berdasarkan pertimbangan penggunaan lahan saat ini dimaksudkan bahwa lahan yang direncanakan saat ini bukan lagi lahan kosong tetapi sebagian sudah digunakan oleh manusia dalam aktivitas kehidupannya. Untuk memenuhi kriteria keberlanjutan maka lahan yang sudah digunakan untuk perkebunan menjadi tidak tersedia untuk pengembangan tanaman pangan (Saroinsong, 2007). dilakukan untuk menghindari konflik.
Hal ini
Pengalihan dari tanaman perkebunan
56 menjadi tanaman pangan sangat sulit dilakukan berkenaan dengan preferensi petani dan penguasaan teknologi. Secara umum, jumlah produksi merupakan fungsi dari luas panen dan produktivitas.
Dengan demikian, strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan produksi tanaman pangan adalah dengan meningkatkan luas panen dan/atau produktivitas. Peningkatan luas panen diupayakan dengan peningkatan luas tanam dan pengurangan kegagalan panen baik yang disebabkan oleh hama dan penyakit maupun disebabkan oleh lingkungan seperti kekeringan dan kebanjiran. Berkenaan dengan upaya peningkatan luas tanam, strategi yang dapat digunakan adalah perluasan areal tanam dan peningkatan intensitas pertanaman. Dengan perluasan areal tanam berarti bahwa komoditas dikembangkan pada lahan baru, sedangkan peningkatan intensitas pertanaman berarti upaya peningkatan frekuensi tanam pada lahan yang sama dalam satu tahun. Untuk kasus Kabupaten Lampung Tengah, perluasan areal sangat sulit dilakukan mengingat terbatasnya lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan.
Jadi peningkatan
intensitas pertanaman menjadi pilihan utama dalam upaya peningkatan produksi komoditas tanaman pangan.
Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah
peningkatan produktivitas yang dapat dilihat dari sisi tanaman dan lahan. Tanaman yang dibudidayakan hendaknya merupakan jenis yang unggul, yang memiliki potensi produksi tinggi, tahan penyakit dan stress lingkungan. Peningkatan produktivitas lahan berhubungan dengan peningkatan status kesuburan secara berkelanjutan. Secara teknis, strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah dapat berupa program peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana penunjang produksi misalnya jaringan irigasi dan saprodi seperti pupuk dan benih unggul.
Selain itu, juga perlu dilakukan
peningkatan kemampuan petani dalam mengaplikasikan teknologi budidaya yang efisien. Penguatan permodalan petani diharapkan dapat membantu petani dalam penyediaan sarana produksi.