71
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Status Keberlanjutan dan Faktor Pengungkit Aspek Kelompok Sasaran Dari hasil RapAnalysis diketahui nilai indeks keberlanjutan Kelompok Sasaran dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu sebesar 21, 07. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek PEL, maka kondisi aspek Kelompok Sasaran sudah berada pada kategori buruk, sebagaimana tersajikan pada Gambar 8.
21,07
Gambar 8 Status Aspek Kelompok Sasaran di Kabupaten Kepulauan Aru. Hasil RapAnalysis selain dapat mengetahui indeks atau status keberlanjutan aspek PEL, juga dapat mengetahui nilai s-stress dan nilai R2. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Stress yaitu sebesar 0,130494 dan nilai R2 adalah 0,94175. Menurut Kavanagh, nilai stress yang diperbolehkan adalah apabila dibawah nilai 0,25, dengan nilai 0,130494 menunjukkan bahwa hasil analisis ini cukup baik, karena nilai Sstress yang rendah menunjukkan good fit dan sebaliknya nilai S-stress yang tinggi menunjukkan bad fit. Nilai R2 =0,94175 menunjukkan bahwa model dengan menggunakan peubah-peubah saat ini sudah menjelaskan 94,17 % dari model yang ada. Untuk model sosial biasanya apabila R2 lebih dari 80 % sudah sangat baik. Hal ini berarti bahwa model dari aspek Kelompok Sasaran dengan menggunakan peubah-peubah yang ada sangat baik. Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Kelompok Sasaran dalam Pengembangan Ekonomi Lokal berguna
72
untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Kelompok Sasaran menuju status yang lebih baik.
Gambar 9 Faktor Pengungkit Aspek Kelompok sasaran di Kabupaten Kepulauan Aru. Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit untuk aspek Kelompok Sasaran di Kabupaten Kepulauan Aru sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Upaya fasilitasi permodalan dari Pemda; (2) Upaya Pemda untuk peningkatan Teknologi, Manajemen dan Kelembagaan Lokal, dan (3) Keamanan. Dengan melakukan intervensi atau perlakuan terhadap ketiga faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Kelompok Sasaran ke tingkat yang lebih baik. Berdasarkan observasi penulis munculnya faktor pengungkit utama, karena Pemda kurang memperhatikan akses permodalan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, padahal peningkatan akses permodalan pada UMKM merupakan salah satu kegiatan pokok dalam RPJM Tahun 20062011. Munculnya faktor pengungkit kedua berdasarkan observasi penulis, karena Pemda sudah banyak mengupayakan peningkatan teknologi untuk nelayan, namun tidak tepat subyeknya misalnya pemberian long boat untuk nelayan musiman dan tidak tepat obyeknya misalnya pemberian cool box untuk pembudi daya. Menurut penulis hal ini disebabkan oleh tidak akuratnya data base nelayan atau pemberian tersebut bersifat KKN, padahal RPJM Tahun 2006-2011 menghendaki adanya penataan data base dan sistem informasi perikanan dan kelautan. Sedangkan upaya Pemda untuk peningkatan manajemen dan kelembagaan lokal belum nampak dalam pembangunan di Kabupaten Kepulauan Aru, namun RPJM Tahun 2006-2011 menghendaki adanya
73
pemantapan organisasi dan manajemen kelembagaan perikanan serta pembinaan manajemen usaha aquabisnis. Berdasarkan observasi penulis faktor pengungkit ketiga muncul karena tidak adanya pelayanan keamanan yang memadai, bahkan sebagian besar wilayah Kabupaten Kepulauan Aru jauh dari jangkauan polisi. Sehingga menyebabkan tidak adanya jaminan stabilitas dan kepastian berusaha. Hal ini tidak mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan dianggap sebagai urusan pelaku usaha. 5.2 Analisis Status Keberlanjutan dan Faktor Pengungkit Aspek Faktor Lokasi Hasil analisis dari beberapa indikator pada aspek faktor lokasi menunjukkan bahwa nilai S-stress yaitu sebesar 0.128729 dan nilai R2 adalah 0.959918, ini menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan peubah-peubah indikator aspek faktor lokasi. Penentuan status menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan Faktor Lokasi dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu sebesar 37,07. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek PEL, maka kondisi aspek Faktor Lokasi berada pada kategori Buruk, sebagaimana tersaji pada Gambar 10.
37,07
Gambar 10 Status Aspek Faktor Lokasi di Kabupaten Kepulauan Aru. Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Faktor Lokasi dalam Pengembangan Ekonomi Lokal berguna untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Faktor Lokasi menuju status yang lebih baik. Pada Gambar 11 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit untuk aspek Faktor Lokasi di Kabupaten Kepulauan Aru
74
sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Peluang kerjasama dalam industri sejenis maupun industri hulu-hilir; (2) Jumlah Lembaga Keuangan Lokal, dan (3) Lembaga Penelitian. Dengan melakukan intervensi atau perlakuan terhadap ketiga faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Faktor Lokasi ke tingkat yang lebih baik. Munculnya faktor pengungkit utama berdasarkan observasi penulis berupa peluang kerjasama dalam industri sejenis maupun industri huluhilir karena industri yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru tidak bersinergi baik industri sejenis maupun industri hulu-hilir. Dan hal ini sudah menjadi permasalahan dalam RPJM Tahun 2006-2011, namun belum ada langkah konkrit untuk mensinergikan industri di Kabupaten Kepulauan Aru.
Gambar 11 Faktor Pengungkit Aspek Faktor Lokasi di Kabupaten Kepulauan Aru. Berdasarkan observasi penulis munculnya faktor pengungkit kedua, karena jumlah Lembaga Keuangan Lokal yang ada masih terbatas dan hanya ada di ibukota kabupaten saja, sedangkan pada tingkat kecamatan belum ada Lembaga Keuangan Lokal. Hai ini diakui oleh RPJM Tahun 2006-2011 bahwa belum berkembangnya perbankan dan lembaga keuangan lainnya di Kabupaten Kepulauan Aru, namun belum ada upaya untuk memperbanyak lembaga keuangan lokal.
75
Berdasarkan observasi penulis munculnya faktor pengungkit ketiga, karena kerjasama Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru dengan Lembaga Penelitian hanya sebatas penyusunan dokumen perencanaan daerah sehingga tidak dirasakan langsung manfaatnya bagi masyarakat dan pelaku usaha. 5.3 Analisis Status Keberlanjutan dan Faktor Pengungkit Aspek Kesinergian dan Fokus Kebijakan Hasil analisis dari beberapa indikator pada aspek kesinergian dan fokus kebijakan menunjukkan bahwa nilai S-stress yaitu sebesar 0.129797 dan nilai R2 adalah 0.956408, ini menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan peubah-peubah indikator aspek kesinergian dan fokus kebijakan.
23,26
Gambar 12 Status Aspek Kesinergian dan Fokus Kebijakan di Kabupaten Kepulauan Aru. Penentuan status menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan aspek kesinergian dan fokus kebijakan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di wilayah Kabupaten Kepulauan Aru yaitu sebesar 23,26. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek PEL, maka kondisi aspek kesinergian dan fokus kebijakan berada pada kategori buruk, sebagaimana tersaji pada Gambar 12. Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Kesinergian dan Fokus Kebijakan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal berguna untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Kesinergian dan Fokus Kebijakan menuju status yang lebih baik.
76
Gambar 13 Faktor Pengungkit Aspek Kesinergian dan Fokus kebijakan di Kabupaten Kepulauan Aru. Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit untuk aspek Kesinergian dan Fokus kebijakan di Kabupaten Kepulauan Aru sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Kebijakan pengurangan kemiskinan secara partisipatif; (2) Kebijakan pengembangan jaringan usaha antarpelaku ekonomi, dan (3) Kebijakan pengembangan komunitas seperti: perbaikan lingkungan, perbaikan kampung. Dengan melakukan intervensi atau perlakuan terhadap ketiga faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Kesinergian dan Fokus kebijakan ke tingkat yang lebih baik. Munculnya faktor pengungkit utama berdasarkan observasi penulis, karena kebijakan pengurangan kemiskinan di Kabupaten Kepulauan Aru selama ini masih bersifat top down dan keproyekan sehingga belum dapat mengurangi kemiskinan secara signifikan dan berkelanjutan. Artinya bahwa selama proyek dilaksanakan penduduk miskin berkurang, tetapi setelah proyek selesai jumlah penduduk miskin kembali seperti semula. Padahal dalam permasalahan pembangunan RPJM Tahun 2006-2011 sudah ditegaskan bahwa kemiskinan tidak terlepas dari rendahnya kapasitas dan akses terhadap sumberdaya. Sehingga dapat dikatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru tidak memahami rencana pembangunannya sendiri.
77
Berdasarkan observasi penulis faktor pengungkit kedua muncul karena selama ini Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru tidak mempunyai kebijakan mengenai pengembangan jaringan usaha antarpelaku ekonomi. Selama ini jaringan usaha antarpelaku ekonomi yang terbentuk dan ada di Kabupaten Kepulauan Aru merupakan inisiatif dan upaya pelaku ekonomi atau pelaku usaha sendiri, tanpa bantuan apapun dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru. Munculnya faktor pengungkit ketiga berdasarkan observasi penulis, karena kebijakan pengembangan komunitas seperti: perbaikan lingkungan, perbaikan kampung sudah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru, namun pelaksanaannya dalam bentuk proyek sehingga dianggap sebagai kebijakan yang hanya menguntungkan pengusaha (kontraktor). Fenomena yang terjadi adalah adanya penolakan terhadap proyek pemerintah daerah di beberapa Desa. 5.4 Analisis Status Keberlanjutan dan Faktor Pengungkit Aspek Pembangunan Berkelanjutan Hasil analisis dari beberapa indikator pada aspek Pembangunan Berkelanjutan menunjukkan bahwa nilai S-stress yaitu sebesar 0.131777 dan nilai R2 adalah 0.947803, ini menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan peubah-peubah indikator aspek Pembangunan Berkalanjutan. Penentuan status PEL menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan aspek pembangunan berkelanjutan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu sebesar 11,32. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek PEL, maka kondisi aspek pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Kepulauan Aru berada pada Kategori Buruk, sebagaimana tersaji pada Gambar 14.
11,32
Gambar 14 Status Aspek Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Kepulauan Aru.
78
Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal berguna untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Pembangunan Berkelanjutan menuju status yang lebih baik.
Gambar 15 Faktor Pengungkit Aspek Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Kepulauan Aru. Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit untuk aspek Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Kepulauan Aru, yaitu PEL mempertimbangkan keberadaan Adat dan Kelembagaan Lokal. Dengan melakukan intervensi atau perlakuan terhadap faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Pembangunan Berkelanjutan ke tingkat yang lebih baik. Berdasarkan observasi penulis, keberadaan Adat dan Kelembagaan Lokal dalam pengelolaan SDA dan lingkungan hidup misalnya sasi hampir punah, sehingga dibutuhkan revitalisasi kelembagaan adat untuk pengelolaan SDA dan lingkungan hidup. Sejalan dengan RPJM Tahun 2006-2011 yang hendak meningkatkan peran masyarakat adat dengan kearifan lokalnya dalam pengelolaan SDA dan lingkungan hidup, namun sayangnya tidak pernah dilaksanakan.
79
5.5 Analisis Status Keberlanjutan dan Faktor Pengungkit Aspek Tata Pemerintahan Hasil analisis dari beberapa indikator pada aspek Tata Pemerintahan menunjukkan bahwa nilai S-stress yaitu sebesar 0,143557 dan nilai R2 adalah 0,948553, ini menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan peubah-peubah indikator aspek Tata Pemerintahan. Penentuan status PEL menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan aspek Tata Pemerintahan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu sebesar 39,58. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek PEL, maka kondisi aspek Tata Pemerintahan berada pada kategori buruk, sebagaimana tersaji pada Gambar 16.
39,58
Gambar 16 Status Aspek Tata Pemerintahan di Kabupaten Kepulauan Aru. Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Tata Pemerintahan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal berguna untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Tata Pemerintahan menuju status yang lebih baik.
80
Gambar 17 Faktor Pengungkit Aspek Tata Pemerintahan di Kabupaten Kepulauan Aru. Pada Gambar 17 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit untuk aspek Tata Pemerintahan di Kabupaten Kepulauan Aru sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Reformasi sistem insentif pengembangan SDM Aparatur; (2) Prosedur pelayanan administrasi publik, dan (3) Peran Asosiasi industri/komoditi/forum bisnis terhadap perbaikan kebijakan pemerintah di bidang PEL. Dengan melakukan intervensi atau perlakuan terhadap ketiga faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Tata Pemerintahan ke tingkat yang lebih baik.
81
Berdasarkan observasi penulis munculnya faktor pengungkit utama, karena praktek sistem insentif pengembangan SDM Aparatur dijalankan berdasarkan pertimbangan selera pimpinan dan/atau putera daerah. Berbeda dengan RPJM Tahun 2006-2011 yang menghendaki penerapan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Menurut penulis dibutuhkan strong leadership untuk dapat menerapkan paradigma pemerintahan yang baik dalam Tata Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Aru. Munculnya faktor pengungkit kedua berdasarkan observasi penulis, karena selama ini prosedur pelayanan administrasi publik yang digunakan tidak jelas standarnya, bahkan kadang pelayanan berlangsung dirumah petugas pelayanan atau dirumah penerima pelayanan. Padahal RPJM 2006-2011 menghendaki pelaksanaan standar pelayanan minimal di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru. Munculnya faktor pengungkit ketiga berdasarkan observasi penulis, karena Asosiasi industri/komoditas/forum bisnis tidak berperan terhadap perbaikan kebijakan pemerintah di bidang PEL sebab organisasiorganisasi tersebut dalam keadaan mati suri dan tidak pernah diajak berpartisipasi. Hal ini sejalan dengan RPJM Tahun 2006-2011 yang sama sekali tidak mempunyai komitmen untuk melibatkan pelaku usaha dalam manajemen pembangunan daerah, khususnya dalam perencanaan pembangunan. 5.6 Analisis Status Keberlanjutan dan Faktor Pengungkit Aspek Proses Manajemen Hasil analisis dari beberapa indikator pada aspek Proses Manajemen menunjukkan bahwa nilai S-stress yaitu sebesar 0,130151 dan nilai R2 adalah 0,954166, ini menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan peubah-peubah indikator aspek Proses Manajemen. Penentuan status PEL menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan aspek Proses Manajemen dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu sebesar 8.75. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek PEL, maka kondisi aspek Proses Manajemen berada pada kategori buruk, sebagaimana tersaji pada Gambar 18.
82
8,75
Gambar 18 Status Aspek Proses Manajemen di Kabupaten Kepulauan Aru. Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Proses Manajemen dalam Pengembangan Ekonomi Lokal berguna untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Proses Manajemen menuju status yang lebih baik. Pada Gambar 19 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit untuk aspek Proses manajemen di Kabupaten Kepulauan Aru sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Identifikasi stakeholder PEL dan (2) Analisis dan pemetaan potensi ekonomi. Dengan melakukan intervensi atau perlakuan terhadap kedua faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Proses manajemen ke tingkat yang lebih baik. Berdasarkan observasi penulis munculnya faktor pengungkit utama, karena tidak pernah ada upaya identifikasi stakeholder sehingga berdampak pada pembangunan Kabupaten Kepulauan Aru yang bersifat top down dan keproyekan. Sebagai catatan, RPJM Tahun 2006-2011 hanya menghendaki partisipasi masyarakat namun tidak memberikan kesempatan berpartisipasi pada pelaku usaha.
83
Gambar 19 Faktor Pengungkit Aspek Proses manajemen di Kabupaten Kepulauan Aru. Muncul faktor pengungkit kedua berdasarkan observasi penulis, karena ketiadaan analisis dan pemetaan potensi ekonomi sehingga menyulitkan pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Aru dalam merumuskan strategi pengembangan ekonomi lokal dan investasi daerah. Berbeda dengan kenyataan lapangan, RPJM Tahun 2006-2011 menghendaki adanya inventarisasi dan evaluasi potensi SDA.
84
5.7 Status Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Kepulauan Aru Status PEL di Kabupaten Kepulauan Aru telah dikaji dengan Rapid Assessment Technique for Local Economic Development (RALED) dengan menggunakan enam aspek yang dijabarkan ke dalam 77 indikator keberlanjutan (sustainable indicator) dan sebagai resume hasilnya disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 20. Tabel 13 Nilai Indeks Aspek PEL di Kabupaten Kepulauan Aru No Aspek PEL 1 2 3 4 5 6
Kelompok Sasaran Faktor Lokasi Kesinergian dan Fokus Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Tata Pemerintahan Proses Manajemen
Nilai Indeks 21.07 37.07 23.26 11.32 39.58 8.75
Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kabupaten Kepulauan Aru Kelompok Sasaran 100 80 60
Proses Manajemen
Faktor Lokasi
40 20
8.75
0
21.07
37.07
23.26 11.32
39.58 Tata Pemerintahan
Kesinergian dan Fokus Kebijakan
Gambar 20 Layang-Layang Pembangunan PEL Kabupaten Kepulauan Aru. Berkelanjutan
85
Gambar layang-layang PEL di atas, menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal untuk seluruh aspek Heksagonal PEL di Kabupaten Kepulauan Aru masuk dalam kategori buruk. Dari enam aspek pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Kepulauan Aru, aspek Proses Manajemen merupakan aspek dengan nilai indeks keberlanjutan terendah atau terburuk di Kabupaten Kepulauan Aru. Rendahnya indeks keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal untuk aspek Proses Manajemen disebabkan oleh tidak adanya diagnosa secara partisipatif dalam perencanaan pembangunan daerah. Hal ini harus mendapat perhatian serius dalam revitalisasi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Kabupaten Kepulauan Aru, agar pengembangan ekonomi lokal sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan stakeholder pembangunan daerah. Selain itu, perlu juga diperhatikan pengembangan pelaku usaha lokal, daya tarik lokasi bagi pelaku usaha, keterkaitan kebijakan pengembangan jaringan antar pelaku ekonomi dengan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan wilayah yang berfokus untuk pengurangan kemiskinan berbasis komunitas, dan memberdayakan kelembagaan adat untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, serta perlu adanya reformasi sektor publik dan pengembangan organisasi pelaku usaha. Tabel 14 Status PEL Kabupaten Kepulauan Aru No Aspek PEL 1 2 3 4 5 6
Kelompok Sasaran Faktor Lokasi Kesinergian dan Fokus Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Tata Pemerintahan Proses Manajemen
Nilai BOBOT Indeks GABUNGAN
JUMLAH
21.07 37.07
0.253361883 0.411492221
5.338334878 15.25401662
23.26
0.09012509
2.096309599
11.32 39.58 8.75
0.153559131 0.054540073 0.036921601
1.738289363 2.158696105 0.323064012
JUMLAH
26.90871058
Hasil analisis dari Program RALED hanya menentukan status atau kondisi dari masing-masing aspek PEL, tetapi tidak dapat menentukan status PEL secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bobot dari masingmasing aspek PEL yang dianggap sama. Padahal dalam kenyataannya, bobot antara masing-masing aspek PEL tersebut bisa saja berbeda. Untuk menentukan status PEL secara keseluruhan dengan menentukan bobot dari masing-masing aspek PEL digunakan Program Penentuan Bobot Aspek PEL yang merupakan modifikasi dari Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Saaty. Besarnya bobot mencerminkan persepsi stakeholders mengenai skala prioritas (derajat kepentingan) dari setiap aspek PEL di Kabupaten Kepulauan Aru.
86
Status PEL Kabupaten Kepulauan Aru berdasarkan penentuan bobot aspek PEL sebesar 26,90, sehingga Status PEL Kabupaten Kepulauan Aru termasuk dalam kategori Buruk. Hasil status PEL secara keseluruhan disajikan pada Tabel 14.
87
VI. PERUMUSAN STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BERBASIS AGRIBISNIS PERIKANAN DI KABUPATEN KEPULAUAN ARU 6.1 Strategi dan Program PEL Untuk Aspek Kelompok Sasaran
Berdasarkan hasil analisis RALED, tiga faktor pengungkit dalam Pengembangan Ekonomi Lokal untuk aspek Kelompok Sasaran di Kabupaten Kepulauan Aru sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Upaya fasilitasi permodalan dari Pemda; (2) Upaya Pemda untuk peningkatan Teknologi, Manajemen dan Kelembagaan Lokal, dan (3) Keamanan. Strategi dan program pengembangan ekonomi lokal untuk aspek Kelompok Sasaran berdasarkan faktor pengungkit tersebut disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Strategi & Program PEL Untuk Aspek Kelompok Sasaran No
Faktor Pengungkit
Strategi
1
Upaya fasilitasi permodalan dari Pemda
2
Upaya Pemda untuk peningkatan Teknologi, Manajemen, dan Kelembagaan Lokal
Mengembangkan kemitraan dalam permodalan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Meningkatkan Teknologi, Manajemen, dan Kelembagaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dibidang perikanan
3
Keamanan
Mengembangkan Sistem Pelayanan Keamanan dan Ketertiban Terpadu
Program 1. Pengembangan Fasiltas Pembiayaan Modal Ventura 1 . 2. Pengembangan Lembaga CSR untuk pembiayaan Usaha Mikro. 1. Peningkatan Teknologi Perikanan Tepat Guna. 2. Peningkatan Manajemen UMKM Perikanan.
1. Pembentukan Kantor Bersama Satpol PP dan Samapta. 2. Fasilitasi sarana dan prasarana pelayanan keamanan dan ketertiban terpadu untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal. 3. Meningkatkan koordinasi antara Kecamatan dan Polsek untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal.
6.2 Strategi dan Program PEL Untuk Aspek Faktor Lokasi
Berdasarkan hasil analisis RALED, tiga faktor pengungkit dalam Pengembangan Ekonomi Lokal untuk aspek Faktor Lokasi di Kabupaten Kepulauan Aru sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Peluang kerjasama dalam industri sejenis maupun industri hulu-hilir; (2) Jumlah Lembaga Keuangan Lokal, dan (3) Lembaga Penelitian.
1
Modal Ventura merupakan fasilitas pembiayaan berupa penyertaan modal dan manajemen dari lembaga ventura (dalam kajian ini adalah pemerintah daerah) dalam suatu usaha baru atau lama yang dinilai prospektif dan inovatif sebagai pilihan bagi para pengusaha.
88
Strategi dan program pengembangan ekonomi lokal untuk aspek Faktor Lokasi berdasarkan faktor pengungkit tersebut disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Strategi & Program PEL Untuk Aspek Faktor Lokasi No.
Faktor Pengungkit
Strategi
Program
1
Peluang kerja sama dalam industri sejenis maupun hulu - hilir Jumlah Lembaga Keuangan Lokal
Mengembangkan klaster dibidang perikanan, baik ikan maupun non ikan
1. 2.
Pengembangan klaster ikan. Pengembangan klaster rumput laut.
Memperbanyak dan memperluas jaringan Bank dan lembaga keuangan bukan bank
1.
Fasilitasi pembukaan Kantor Cabang Utama Bank Umum di Dobo dan pembukaan Kantor Cabang Pembantu Bank Umum di ibukota kecamatan. Pendirian BPR dengan Kantor Cabang di setiap kecamatan. Pengembangan Koperasi Simpan Pinjam di setiap Kecamatan. Kerjasama dengan Lembaga Penelitian untuk pembibitan ikan dan non ikan varietas unggul. Kerjasama dengan Lembaga Penelitian untuk menanggulangi kematian kerang mutiara dan rumput laut.
2
2. 3. 3
Lembaga penelitian
Membangun kerjasama dengan Lembaga Penelitian untuk pembibitan ikan dan non ikan, serta menanggulangi hama dan penyakit di bidang perikanan
1. 2.
6.3 Strategi dan Program PEL Untuk Aspek Kesinergian dan Fokus Kebijakan
Berdasarkan hasil analisis RALED, tiga faktor pengungkit dalam Pengembangan Ekonomi Lokal untuk aspek Kesinergian dan Fokus Kebijakan di Kabupaten Kepulauan Aru sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Kebijakan pengurangan kemiskinan secara partisipatif; (2) Kebijakan pengembangan jaringan usaha antarpelaku ekonomi, dan (3) Kebijakan pengembangan komunitas. Strategi dan program pengembangan ekonomi lokal untuk aspek Kesinergian dan Fokus Kebijakan berdasarkan faktor pengungkit tersebut disajikan pada Tabel 17.
89
Tabel 17 Strategi & Program PEL Untuk Aspek Kesinergian dan Fokus Kebijakan No.
Faktor Pengungkit
Strategi
Program
1
Kebijakan pengurangan kemiskinan secara partisipatif
Meningkatkan ksesibilitas masyarakat terhadap Modal, Pasar, Teknologi dan Kelembagaan agar dapat berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi lokal, sehingga dapat mengurangi jumlah penduduk miskin Membentuk forum bisnis dan asosiasi Komoditas
1.
Memberdayakan masyarakat dalam perbaikan kampung
1.
2
Kebijakan pengembangan jaringan usaha antar pelaku usaha Kebijakan pengembangan komunitas
3
2. 3. 1. 2.
2.
Pembentukan Konsultan Keuangan Mitra Bank untuk Usaha Mikro di setiap kecamatan. Pengembangan Terminal Perikanan untuk Usaha Mikro di setiap kecamatan. Pengembangan Inkubator Agribisnis 2 Perikanan untuk Usaha Mikro. Pembentukan Forum Bisnis. Pembentukan Asosiasi Komoditas. Pengaturan alokasi ADD untuk perbaikan kampung. Fasilitasi pemberdayaan masyarakat dalam perbaikan kampung.
6.4 Strategi dan Program PEL Untuk Aspek Pembangunan Berkelanjutan
Berdasarkan hasil analisis RALED, faktor pengungkit dalam Pengembangan Ekonomi Lokal untuk aspek Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu PEL mempertimbangkan keberadaan Adat dan Kelembagaan Lokal. Strategi dan program pengembangan ekonomi lokal untuk aspek Pembangunan Berkelanjutan berdasarkan faktor pengungkit tersebut disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Strategi & Program PEL Untuk Aspek Pembangunan Berkelanjutan No.
Faktor Pengungkit
Strategi
Program
1
PEL mempertimbangkan keberadaan adat dan kelembagaan lokal
Merevitalisasi kelembagan adat untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal berbasis agribisnis perikanan
Revitalisasi kelembagaan adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
6.5 Strategi dan Program PEL Untuk Aspek Tata Pemerintahan
Berdasarkan hasil analisis RALED, tiga faktor pengungkit dalam Pengembangan Ekonomi Lokal untuk aspek Tata Pemerintahan di Kabupaten Kepulauan Aru sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Reformasi sistem insentif pengembangan SDM 2
Inkubator Agribisnis merupakan lokasi atau tempat yang didirikan sebagai sarana untuk menjamin kegiatan usaha mikro berjalan dengan lancar dan mengurangi masalah-masalah keuangan, dengan menyediakan kemudahankemudahan dalam hal tempat dan sewa yang fleksibel dalam jangka waktu tertentu dengan biaya yang cukup ringan, mendapatkan bantuan fasilitas layanan seperti telpon, akuntansi, sekretariat, akses mesin feksimile dan fotokopi, perpustakaan, dan ruang pertemuan, bantuan teknis dan usaha, bantuan dalam memperoleh pendanaan, penciptaan jejaring kerja dengan pelaku usaha lain.
90
Aparatur; (2) Prosedur pelayanan administrasi publik, dan (3) Peran Asosiasi industri/komoditi/forum bisnis terhadap perbaikan kebijakan pemerintah di bidang PEL. Strategi dan program pengembangan ekonomi lokal untuk aspek Tata Pemerintahan berdasarkan faktor pengungkit tersebut disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Strategi & Program PEL Untuk Aspek Tata Pemerintahan No.
Faktor Pengungkit
Strategi
Program
1
Reformasi sistem insentif serta pengembangan SDM aparatur
Menerapkan sistem insentif dan pengembangan SDM Aparatur berdasarkan meritokrasi
2
Prosedur pelayanan administrasi publik
3
Peran asosiasi industri/ komoditi/ forum bisnis terhadap perbaikan kebijakan pemerintah dibidang PEL
Menerapkan standar pelayanan minimal dan membentuk Ombudsman Daerah untuk mengawasi pelaksanaan pelayanan administrasi Publik Merevitalisasi asosiasi pelaku usaha untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal berbasis agribisnis perikanan
1. Penetapan Tunjangan Kinerja Daerah. 2. Pengisian Jabatan Stuktural berdasarkan Uji Kepatutan dan Kelayakan. 1. Penerapan standar pelayanan minimal (SPM) di bidang perizinan usaha. 2. Pembentukan Ombudsman Daerah. 1. 2.
Peningkatan kapasitas dan peran asosiasi pelaku usaha Pelibatan asosiasi pelaku usaha dalam manajemen pembangunan daerah.
6.6 Strategi dan Program PEL Untuk Aspek Proses Manajemen
Berdasarkan hasil analisis RALED, dua faktor pengungkit dalam Pengembangan Ekonomi Lokal untuk aspek Proses Manajemen di Kabupaten Kepulauan Aru sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Identifikasi stakeholder PEL dan (2) Analisis dan pemetaan potensi ekonomi. Strategi dan program pengembangan ekonomi lokal untuk aspek Proses Manajemen berdasarkan faktor pengungkit tersebut disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Strategi & Program PEL Untuk Aspek Proses Manajemen No. 1 2
Faktor Pengungkit Identifikasi stakeholder PEL Analisis dan pemetaan potensi ekonomi
Strategi
Program
Mengidentifikasi stakeholder yang terlibat dalam pengembangan ekonomi lokal Menginventarisasi potensi ekonomi dan menyusun peta potensi ekonomi
1. Pengidentifikasian stakeholder kunci untuk mendirikan forum kemitraan PEL. 1. Penginventarisasian potensi ekonomi. 2. Penyusunan peta potensi ekonomi.