V. HASIL DAN PEMBAHASAN PT Unilever Indonesia Tbk divisi Spread Cooking Category & Culinary (SCC&C) merupakan salah satu produsen bumbu penyedap rasa terbesar di Indonesia, yang memasarkan produknya dengan merek dagang, yakni Royco. Divisi perusahaan ini mendirikan pabrik baru yang dinamakan Lion, dimana pabrik ini khusus untuk memproduksi jenis bumbu penyedap rasa terbaru yaitu Royco All in One (AIO) berbentuk granule dan Royco South Africa (SA) yang khusus untuk diekspor ke Afrika Selatan. Oleh karena itu, penerapan Sistem HACCP merupakan langkah awal dalam implementasi sistem manajemen mutu pada pabrik baru ini.
PROJECT I. GMP, SSOP & HACCP 5.1
OBSERVASI LAPANG PROGRAM HACCP
5.1.1
DAN
PENGKAJIAN
PRE-REQUISITE
GMP (Good Manufacturing Practices)
GMP merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi sebelum sebuah perusahaan mengaplikasikan sistem HACCP, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sebagian program GMP belum maksimal dilakukan di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk. Hasil pengamatan GMP di Pabrik Lion berdasarkan standar GMP PT Unilever Indonesia Tbk adalah sebagai berikut:
1.
Desain Produk
Produk campuran kering ini diproduksi dengan aktivitas air rendah (Aw < 0.65) dan pengaturan kelembaban yang cukup ketat. Kandungan mikroba dan kualitas produk ini sebagian besar ditentukan dari bahan baku yang digunakan dalam komposisi. Elemen kunci untuk memastikan keamanan dan kualitas baik dari bahan baku dan bahan pengemas ditentukan dari manajemen pemasok yang memadai. Auditor memverifikasi bahwa pemasok mampu untuk memproduksi bahan baku dalam spesifikasi secara konsisten. Penggunaan bahan baku dan bahan pengemas untuk produksi keseluruhan berasal dari Approved Supplier dan telah melalui pengujian oleh pihak QC di pabrik ini.
2.
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi di area pabrik ini mayoritas berbahan dasar tepung. Standar GMP untuk penyimpanan bahan baku tepung adalah pada kisaran suhu 20-25 0C dan pada kondisi aktual sudah sesuai dengan standar.
34
Dalam persyaratan incoming material, raw dan packaging material akan diinspeksi dan uji lab untuk memastikan kesesuaiannya dengan standar atau tidak. Jika sesuai standar, maka pihak QC akan memberikan status release pada raw dan packaging material tersebut, lalu pihak produksi baru dapat menggunakan bahan tersebut untuk proses produksi. Semua bahan baku yang masuk harus diperiksa sebelum pembongkaran untuk mencegah kontaminan ke pabrik. Prosedur harus berada di tempat untuk memeriksa semua pengiriman. Semua bahan baku di pabrik ini sudsh jelas teridentifikasi termasuk deskripsi produk, pemasok, jumlah dan persyaratan penyimpanan (jika ada). Keseluruhan didokumentasikan untuk memungkinkan keterlusuran hilir. Bahan-bahan yang digunakan merupakan bahan tambahan makanan yang komposisinya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No,722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Bahan baku, bahan tambahan dan bahan pengemas di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk telah memiliki sertifikat atau CoA (certificate of analysis) masing-masing dari supplier lokal maupun luar negeri.
3.
Bahan Pengemas
Bahan pengemas/ packaging yang digunakan merupakan bahan yang food grade dan telah memenuhi standar yang ditentukan. Penilaian bahan baku pengemas telah dibuat dengan nilai-nilai target atas dan batas bawah yang disetujui secara resmi dengan pemasok, sebelum pengiriman reguler. Penilaian bahan pengemas umumnya terbatas untuk inspeksi visual pada saat diterima, dan/ atau pada saat produksi. Bahan pengemas yang memiliki kontak dengan makanan sudah disetujui melalui sistem SEAC Unilever. Bahan baku, bahan tambahan dan bahan pengemas di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk telah memiliki sertifikat atau CoA (certificate of analysis) masing-masing dari supplier lokal maupun luar negeri. Untuk Penyimpanan bahan kemasan di pabrik ini diletakkan dalam kondisi ambient dan kering. Kemasan bahan yang tidak digunakan dari produksi kembali dibungkus dan dijamin diletakkan di atas pallet. 4.
Operasi Proses dan Pengemasan
Tahapan produksi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga melindungi produk secara kontaminasi sehubungan dengan persyaratan di atas dicapai dengan cara (1) menggunakan operasi pengendalian mutu yang mengidentifikasi titik kendali kritis (CCP) selama proses ; (2) Pembersihan dan sanitasi yang memadai terhadap semua alat dan permukaan-permukaan yang bersentuhan langsung dengan produk ; (3) Menyediakan fasilitas yang mencegah terjadinya kontaminasi ; (4) Menggunakan prosedur penanganan sanitasi sesuai SSOP. Setiap produksi produk bumbu penyedap rasa ada beberapa form isian yang berisi bahan yang digunakan, komposisinya, jumlah hasil yang diperoleh,
35
temperatur dan RH ruang produksi, temperatur mesin, waktu proses, dll. Form isian atau checklist tersebut disesuaikan dengan kondisi proses di setiap area produksi. Selain itu terdapat QC in line procedure mengenai metode pemeriksaan dan pengecekan selama proses produksi. Hanya saja monitoring untuk dokumentasi selama proses produksi masih kurang. Pada proses pengolahan, peralatan produksi yang digunakan selalu dalam kondisi siap pakai. Pekerja di area produksi selalu melakukan pengecekan dan start up mesin pada saat awal dinas produksi, Selama proses, seharusnya pekerja menggunakan prosedur penanganan sanitasi sesuai SSOP. Namun,pada kondisi aktual masih banyak pekerja yang melanggar ketentuan SSOP selama proses produksi. Oleh karena itu, monitoring kelengkapan pekerja selama di area produksi perlu lebih diperketat lagi. Operasi pengendalian mutu yang diterapkan dalam proses produksi ini belum menyeluruh dan cemaran kontaminasi fisik maupun kimia akan lebih rentan terjadi dikarenakan belum diterapkannya sistem HACCP. Pengendalian mikroba di dalam proses produksi ini dilakukan pada tahap dehidrasi atau pengeringan, dan standar Aw produk yang cukup rendah menyebabkan produk ini relatif aman dari bahaya mikroba patogen. Namun, perlu diperhatikan kondisi lingkungan selama proses produksi berlangsung, karena produk dengan Aw yang cukup rendah cenderung higroskopis yaitu rentan terhadap keberadaan air dan udara.
5.
Produk Akhir
Setelah selesai proses produksi, produk kemudian dikemas dengan kemasan khusus dan dimasukkan ke dalam fibrite. Selama pengemasan, sebagian produk diambil sebagai sampel untuk dilakukan uji kimia, fisik, mikrobiologi dan organoleptik oleh QC di in house. Produk yang telah dikemas disimpan dalam gudang penyimpanan produk akhir dengan suhu ruang. Setelah mendapat status release dari QC, kemudian dilakukan distribusi produk jadi. Spesifikasi produk dicantumkan pada label, seperti: nama produk, nama dan alamat produsen, nomor pendaftaran dan waktu kadaluarsanya. Lalu, Produk disimpan/ diangkut pada pallet dan pada jarak yang cukup dari dinding untuk memudahkan pembersihan. Distribusi dan transportasi dilakukan oleh pihak ketiga dengan dilakukan pengawasan terhadap kendaraan yang digunakan oleh bagian gudang. Kondisi angkutan sebelum dimuat barang harus bersih dan kering. Apabila terjadi kerusakan barang selama transportasi, maka pihak ketigalah yang harus bertanggung jawab terhadap produk tersebut. Untuk produk bumbu penyedap rasa ini transportasi dan distribusi dilakukan pada suhu ruang dan kering. 6.
HIgiene dan Pembersihan
Fasilitas higiene karyawan di luar ruang produksi meliputi fasilitas mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, tempat MCK, ganti pakaian dan toilet cukup tersedia. Sedangkan fasilitas higiene karyawan di dalam ruang produksi terdiri dari fasilitas mencuci tangan dengan air yang mengalir dan tissue kering.
36
Disediakan beberapa toilet untuk para karyawan, dirancang untuk memenuhi standar kesehatan. Toilet dengan jumlah yang memadai untuk digunakan oleh semua karyawan dan terletak di luar area produksi dan berada di setiap lantai. Toilet cukup memadai dan nyaman serta dilengkapi dengan air mengalir. Kesesuaian dengan persyaratan ini dapat dipenuhi dengan memelihara fasilitas dalam kondisi bersih dan memastikan bahwa fasilitas tetap berada dalam kondisi yang siap dipakai setiap saat. Berdasarkan hasil pengamatan, toilet di dalam pabrik ini sudah memenuhi standar GMP. Fasilitas cuci tangan juga harus memadai dan nyaman serta dilengkapi dengan air mengalir. Kesesuaian dengan persyaratan ini dapat dipenuhi dengan fasilitas pencucian tangan , preparasi pembersihan dan sanitasi yang efektif. Salah satu metode penanganan proses pengolahan yang mudah dipahami karyawan dalam menangani produk yang terbuka yaitu mensanitasi tangan mereka sebelum memulai pekerjaan dan atau setelah meninggalkan area produksi. Fasilitas cuci tangan di Pabrik Lion sudah memenuhi standar, letaknya yang berada pada intermediate room pada saat akan memasuki area produksi. Pada higiene karyawan masih ditemukan kekurangan pelaksanaan GMP pada saat berproduksi, antara lain masih ada kebiasaan buruk yang dilakukan seperti tangan yang menggaruk bagian tubuh, memakai gelang, dan terkadang ada sebagian rambut yang tidak tertutupi. Sebagian karyawan produksi tidak dilengkapi APD lengkap mulai dari baju produksi dan sarung tangan. Kondisi hygiene karyawan pada saat berada di area produki perlu diperhatikan karena dikhawatirkan menjadi salah satu potensi cemaran pada produk selama proses produksi berlangsung Sedangkan metode Pembersihan pada pabrik ini terdiri dari dry cleaning dan wet cleaning. Dry cleaning yang digunakan seperti sapu, vacuum cleaner, sikat, dll. Sedangkan wet cleaning digunakan untuk menghilangkan kontaminasi silang dari proses produksi serta sisa sisa produk yang sulit dihilangkan dengan metode dry cleaning. Keseluruhan pembersihan sebaiknya direcord setiap hari di dalam checklist dan dilakukan monitoring secara berkala untuk memastikan bahwa metode pembersihan berjalan dengan efektif. Program manajemen hama atau pest control sudah diterapkan dengan baik di pabrik ini dan dilakukan monitoring kondisi fasilitas pest control secara berkala dua minggu sekali yang didokumentasikan ke dalam checklist. 7.
Desain Pabrik, Tata Letak dan Pencegahan Ledakan
Lokasi Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk berada di kawasan industri Jababeka I dengan lingkungan yang strategis, namun tidak berada dalam satu area dengan pabrik makanan milik Unilever. Lokasi pabrik yang berada dalam kawasan industri ini jauh dari area banjir, area yang cenderung terjadi infestasi hama,dan area dimana limbah baik pada atau cair tidak bisa dihilangkan secara efektif. Bangunan pada industri pangan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi, mudah dibersihkan, mudah dilakukan tindakan sanitasi dan mudah
37
dipelihara. Bangunan pabrik ini adalah merupakan bangunan pabrik jadi yang disewa oleh PT Unilever Indonesia Tbk dan baru resmi beroperasi pada akhir bulan November 2011. Konstruksi bangunan Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk sudah cukup baik, pusat-pusat pengendali motor dipusatkan di belakang area pabrik, jumlah dinding interior diminimumkan, pada setiap sudut pertemuan antara dinding dan lantai membentuk sudut melengkung serta rapat dari air, Jarak antara langit-langit dengan lantai kurang lebih 3 meter, Dasar lantai yang berada pada area produksi terbuat dari beton, permukaan lantai rata,licin dan tahan kimia untuk area produksi, berwarna terang dan tidak mudah mengelupas. Langit-langit pada area produksi dibuat sesederhana mungkin dan kedap air, serta terdapat pengatur udara yaitu AC baik di ruang produksi maupun pada ruang-ruang penunjang lainnya. Bangunan pabrik ini mempunyai desain yang cukup baik walaupun luas layout pabrik yang terbatas. Area tiap proses produksi cukup luas dan diberi sistem pencahayaan yang cukup. Tata letak ruangan pabrik sesuai dengan urutan proses produksi dimana gudang bahan baku jauh tidak jauh dari tempat pengiriman bahan baku. Antara gudang dan ruang produksi dipisahkan dengan sekat yang ditambahkan plastik curtain. Area proses produksi terdiri dari tiga area yang terdiri dari mixing room, drying room dan packing hall dimana pada area mixing room terdapat dua proses berlangsung yaitu untuk proses mixing dan granulating dengan pengontrolan temperatur dan RH selama proses produksi. Pada drying room tidak dilengkapi AC dan pengontrol RH, sedangkan pada packing hall merupakan area paling luas yang digunakan untuk penyimpanan semi finish goods dan proses filling, dimana area ini dilengkapi AC paling banyak untuk mengontrol temperatur yang disesuaikan dengan kapasitas ruangan. Pada kondisi aktual, pengaturan RH pada area ini menggunakan outdoor dari AC, tidak adanya pengontrol RH khusus atau Dehumidifier di setiap area produksi menyebabkan RH baik di area mixing room dan packing hall mengalami perubahan RH yang cukup fluktuatif sehingga mengakibatkan pengaruh terhadap penyimpangan penyimpangan mutu pada proses produksi. Antara mixing room dan drying room terdapat sekat berupa pintu untuk menghindari ekspos suhu udara tinggi yang berasal dari drying room menuju mixing room. Tidak adanya ruang khusus untuk packing menyebabkan ruang kantin yang berada di pabrik ini digunakan untuk ruang packing sementara, sehingga dikhawatirkan akan terjadi kontaminasi silang di area ini. Idealnya semua area produksi dirancang tanpa jendela terutama untuk daerah penyimpanan, pengolahan, penanganan dan pengemasan. Namun pada bagian raw material storage terdapat beberapa jendela pada dinding dan dikhawatirkan menjadi sumber kontaminasi di area ini. Bangunan yang digunakan pabrik ini adalah bangunan pabrik sewa, sehingga kapasitas ruangan yang dibuat cukup terbatas. Idealnya terdapat substore pada pabrik ini sebagai tempat transfer material sebelum proses produksi, namun pada kondisi aktualnya substore pada pabrik ini telah diubah penempatannya menjadi ruang peracikan dan penimbangan material, dan raw material storage pada area ini dibuat juga merangkap sebagai substore. Lantai bangunan pabrik khusus area produksi terbuat dari beton yang dilapisi cat minyak khusus sehingga
38
tahan terhadap air, garam, basa atau asam namun pada finish goods warehouse tidak dilapisi cat minyak khusus. Pintu-pintu yang digunakan di area ini adalah terbuat dari kerangka logam dan mudah dibersihkan, namun beberapa pintu sudah terlihat rusak. Oleh karena itu perlu diperhatikan dari segi pemeliharaan fasilitas pada bangunan pabrik ini. Keseluruhan Tata letak dan Desain pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk dapat dilihat pada Lampiran 1. Perlindungan ledakan adalah kebijakan yang diambil untuk membatasi konsekuensi jika terjadi ledakan akan terjadi walau tindakan preventif telah dilakukan. Sistem yang paling tepat adalah bahwa dari ventilasi yang mengarahkan jalan ledakan jauh dari operator dengan desain yang cocok dari peralatan dan ventilasi. Peralatan yang digunakan di dalam proses produksi sebaiknya mudah dipelihara dan dapat dibersihkan serta fungsinya sesuai dengan tujuan penggunaan. Dari hasil pengamatan, masih terdapat beberapa peralatan terutama bagian mesin yang proses pembersihannya kurang baik.Sisa-sisa material proses yang menempel dan mengendap akan berpotensi menjadi sumber kontaminasi pada produk selama proses. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan monitoring secara berkala kondisi peralatan yang digunakan selama proses produksi pada awal dinas produksi dan akhir dinas produksi setelah dilakukan proses cleaning dan penggunaan metode cleaning peralatan yang lebih efektif untuk membersihkan sisa sisa material yang menempel pada mesin. Peralatan yang kontak dengan bahan pangan sebaiknya stainless steel. Penggunaan bahan tersebut ditujukan agar peralatan tersebut tidak mudah mengkontaminasi produk yang berupa cemaran fisik dan kimia karena mempunyai daya korosif yang rendah serta tahan lama. Peralatan yang digunakan yang kontak dengan bahan pangan terdiri dari supermixer (pengaduk adonan), conveyor, bin tempat menampung bahan, sekop, bextruder, dryer (mesin pengering), timbangan adonan, Siever, dan mesin pengemas .Dari hasil pengamatan lapang, masih terdapat beberapa fasilitas peralatan produksi non stainless steel yang kontak dengan bahan pangan, beberapa bagian peralatan yang tidak higiene karena proses cleaning yang tidak bersih dan menyeluruh, serta masih terdapat beberapa sambungan peralatan yang terbuka, sehingga mengakibatkan bahan kontak dengan lingkungan luar selama proses. Sebaiknya dilakukan perbaikan dan perawatan fasilitas peralatan produksi dan penggantian bagian peralatan non stainless steel dengan bahan stainless steel, serta monitoring cleaning peralatan proses produksi secara berkala. 8.
Personnel dan Pelatihan Manajemen
Kondisi pekerja baik dari segi perlengkapan dan kebersihan menjadi perhatian utama selama proses produksi berlangsung, karena salah satu cemaran yang dapat mengontaminasi bahan juga dapat bersumber dari pekerja. Standar GMP yang berlaku untuk para pekerja selama di area produksi diharuskan menggunakan perlengkapan APD yang higiene, tidak memakai perhiasan atau aksesoris lainnya selama bekerja di area produksi, senantiasa mencuci tangan dengan standar sanitasi yang baik sebelum dan sesudah bekerja, tidak membawa
39
peralatan pribadi ke dalam area produksi dan menyimpannya di dalam tempat khusus atau locker. Dari hasil pengamatan, hampir keseluruhan karyawan produksi di area pabrik ini bekerja tidak menggunakan APD dan perlengkapan pelindung seperti masker, penutup kepala dan sarung tangan terutama pada area mixing room. Pada area ini, potensi kemungkinan pekerja kontak dengan bahan sangat tinggi, sehingga monitoring kelengkapan APD selama proses produksi di area ini harus lebih diperketat lagi. Semua karyawan yang secara medis dinyatakan mengidap penyakit, luka terbuka (luka bakar, iritasi/luka infeksi) atau sumber kontaminasi berat lainnya tidak diizinkan untuk bekerja menangani produk sampai kondisinya benarbenar pulih. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mencegah kontaminasi atau cemaran dari pekerja terhadap produk. Tanggung jawab perusahaan untuk memastikan kesesuaian semua karyawan dengan seluruh persyaratan yang ada dalam prosedur ini harus diberikan kepada supervisi yang berkompeten di bidangnya. Dalam pelaksanaannya, higiene karyawan di Pabrik Lion masih kurang terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya kesadaran dari para karyawan seperti di dalam ruang produksi terdapat beberapa karyawan yang tidak menggunakan baju produksi, masker, ear plug, serta barang-barang pribadi yang dibawa di area produksi seperti ponsel. Pada umumnya kontaminasi dalam industri pangan dapat berasal dari pekerja, hewan dan lingkungan (Jenie 1998). 9.
Lingkungan
Manajemen Perusahaan telah membuat sebuah sistem monitoring untuk Emisi dan limbah pabrik serta konsumsi utilitas (energi, air, dll) yang didokumentasi secara berkala. Penanganan limbah dilakukan oleh pengelola limbah dan perusahaan dapat memastikan bahwa buangan limbah tidak akan menimbulkan cemaran yang buruk bagi lingkungan. Pemisahan limbah telah dilakukan pada sumbernya, misalnya dengan menjaga karton gelombang, plastik, kertas dll terpisah dari bahan makanan. Bahan kemasan yang reject atau tidak terpakai lagi setelah proses produksi akan dihancurkan dengan mesin penghancur khusus untuk menghindari penyalahgunaan oleh pihak lain yang tidak bertangggung jawab. 5.1.2
SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure)
Menurut Undang-Undang Pangan RI No.7 Tahun 1996 menerangkan bahwa sanitasi pangan merupakan upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia. Pada umumnya program sanitasi yang baik dijabarkan ke dalam SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) dan dituangkan dalam bentuk checklist SSOP atau prosedur sanitasi yang baku merupakan aplikasi dari kegiatan GMP dan merupakan salah satu bagian pre-requisites program HACCP. SSOP merupakan
40
prosedur dimana proses sanitasi harus dilakukan dalam keadaan dan metode yang saniter. Terdapat delapan aspek kunci SSOP di dalam suatu perusahaan pangan, yaitu:
1.
Keamanan air untuk proses produksi
Air yang kontak langsung dengan pangan atau peralatan dan digunakan dalam proses produksi harus aman dan bersumber dari air bersih atau yang mengalami proses perlakuan terlebih dahulu (treatment) sehingga memenuhi syarat mutu. Air yang digunakan untuk proses produksi di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk menggunakan air dari Approved Supplier dan dilakukan pengecekan secara reguler oleh QC setiap kali kedatangan supplier menuju pabrik.
2.
Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
Peralatan yang digunakan untuk proses produksi sebagian besar terbuat dari bahan stainless steel, namun beberapa bagian mesin masih ada yang belum memenuhi standar food grade. Hal tersebut dikhawatrikan akan menjadi sumber foreign matter selama proses produksi. Secara keseluruhan kondisi kebersihan permukaan yang bersentuhan dengan bahan pangan menjadi perhatian khusus di pabrik ini. Hal ini terbukti dengan masingmasing operator dan pekerja yang menangani mesin dan peralatan tertentu selalu membersihkan secara rutin, akan tetapi terdapat beberapa part mesin yang cukup sulit dibersihkan karena material yang sudah menjadi kerak dan menempel pada bagian bagian mesin setelah proses produksi selesai. Sebaiknya dibuat metode cleaning yang lebih efektif untuk membersihkan bagian bagian peralatan tersebut.
3.
Pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter
Proses produksi bumbu penyedap rasa di Pabrik Lion bukan merupakan proses tertutup (In Line Process), sehingga kontaminasi silang rentan terjadi dan harus diminimalisir. Para pekerja harus dibiasakan untuk membersihkan dirinya sebelum dan sesudah keluar area produksi. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, para pekerja di area produksi terutama di area mixing belum sepenuhnya menggunakan APD lengkap baik dari baju produksi, masker dan sarung tangan. Oleh karena itu, monitoring kelengkapan APD selama proses produksi di area ini harus lebih diperketat lagi.
4.
Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet
Berdasarkan hasil pengamatan, fasilitas sanitasi dan cuci tangan mudah dijangkau dan dekat dengan area produksi, serta penyediaan fasilitas toilet cukup tersedia namun tidak terletak di area produksi, hal ini ditujukan agar dapat meminimalisir kontaminasi silang yang terjadi selama proses produksi di area pabrik ini.
41
5.
Pelindungan bahan pangan,kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan
Secara keseluruhan bahan baku di Pabrik Lion diletakkan pada kondisi yang telah disesuaikan standar sanitasi. Semua bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi diletakkan di atas pallet kayu, hanya saja perlu selalu dilakukan monitoring kondisi kebersihan dan kelayakan pallet yang digunakan. 6.
Pelabelan dan penyimpanan
Pelabelan raw material allergen sudah dilakukan oleh pihak QC, hanya saja penyimpanan produk allergen dan non allergen perlu diperhatikan peletakannya. Pada kondisi aktual di pabrik ini, produk allergen disimpan dalam satu area dengan produk non allergen di dalam Raw Material Storage, sebaiknya dilakukan pengaturan peletakkan secara teratur untuk Raw Material Allergen dan Non Allergen. Setiap bahan baku sebaiknya diletakkan sesuai tempat yang telah ditentukam dan diberi label sesuai status dari bahan yang bersangkutan. Pemberian label pada kemasan produksi jadi antara lain nama produk, komposisi, cara penyajian, kode produksi, best before, consumer satisfaction, label halal, dan lain lain. Pelabelan produk semi finish goods hanya dilakukan dengan memberi label nomor batch dan tanggal produksi. Sebaiknya pelabelan dilakukan dengan menambahkan keterangan waktu penyimpanan, nilai Aw produk dan total output produk yang dihasilkan untuk mempermudah dokumentasi bagi pihak produksi. Penyimpanan antara bahan baku, bahan kemas dan produk jadi sebaiknya disimpan di tempat yang terpisah. Karena pada kondisi aktual, banyak bahan pengemas dan produk jadi yang disimpan pada Raw Material Storage akibat penumpukan produk jadi . 7.
Kontrol kesehatan pekerja
Pekerja dalam kondisi sakit, luka yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak boleh masuk/bekerja sampai kondisinya benar-benar pulih. PT Unilever Indonesia Tbk melakukan general MCU (Medical Check Up) secara periodik untuk setiap karyawan dan setiap hari disediakan dokter untuk kontrol kesehatan pekerja sehari-hari. Hal di atas sesuai dengan GMP tentang karyawan. 8.
Pencegahan hama pabrik
Ruang produksi, gudang dan ruangan lain harus bebas dari hama pabrik seperti tikus, serangga, dan lain-lain. Pencegahan hama di Pabrik Lion bekerja sama dengan pihak ketiga dalam hal penyediaan fasilitas pencegahan hama seperti monitoring station (perangkap), insect lamp dan fly catcher. Pengecekan kondisi fasilitas tersebut dilakukan secara berkala dan dimonitoring di dalam checklist khusus.
42
Dari keseluruhan hasil pengamatan GMP dan SSOP di pabrik ini, masih terdapat permasalahan pelaksanaan prinsip-prinsip GMP dan SSOP. Beberapa penyebab permasalahan penerapan GMP dan SSOP di Pabrik ini dijabarkan dalam diagram sebab akibar pada gambar 7 Metode
Manusia Jumlah Pekerja
Motivasi
Kepedulian terhadap Kualitas
Terbatas
Sikap Kerja
Beban Kerja
Kerajinan Pelatihan
Frekuensi Area Produksi
Audit
Kedisiplinan
Keahlian
Personnel Peralatan
Checklist
Kesehatan
Kemudahan Mendapat Pengalaman Informasi
Cleaning
Pengecekan
Pengetahuan
Kenyaman dan Keamanan Pekerjaan
Dokumentasi
Keselamatan
Waktu Cleaning Part Mesin Non food grade
Pengajuan PK General Manager Manager Produksi Sekretaris GM
Mesin
Laboratorium APD Fasilitas dan sarana produksi
Frekuensi Kurang Supervisi
Personnel hygiene terbatas
Approval
Penyedian Fasilitas Produksi
Maintenance
Managemen
Penerapan GMP dan SSOP di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk belum maksimal
IKA
Kapasitas area pabrik
Material
Gambar 7. Diagram Sebab Akibat Permasalahan Penerapan GMP dan SSOP di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk
Faktor penyebab masalah ini digolongkan ke dalam lima faktor utama sebagai “tulang besar” yaitu mesin, material, metode, manusia dan managemen. Beberapa permasalahan yang paling dominan adalah permasalahan kedisiplinan higiene dan perlengkapan pekerja, masih terbatasnya fasilitas penunjang proses produksi, serta kondisi mesin dan peralatan yang digunakan selama proses produksi. Oleh karena itu, berbagai upaya perbaikan mulai dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan dengan mulai diterapkannya audit GMP secara berkala.
43
Beberapa usulan perbaikan untuk GMP & SSOP di pabrik ini diantaranya : 1. Mengganti bagian peralatan non stainlees steel dengan bahan stainlees steel (food grade) 2. Menggunakan metode cleaning yang lebih efektif dalam proses produksi dan memperketat monitoring kebersihan peralatan yang digunakan untuk ptoses produksi. 3. Pembuatan sekat antara ruang packing multipack dengan area kantin. 4. Perbaikan pintu-pintu di area produksi yang sudah rusak 5. Penyediaan Pengatur RH khusus (dehumidifier) di area packing hall dan mixing room 6. Menutup jendela-jendela yang terdapat di area RMS 7. Penyediaan fasilitas perlengkapan pekerja dan memperketat monitoring penggunaan APD pekerja di area produksi 8. Penyediaan fasilitas laboratorium di pabrik lion. 9. Menyegerakan penerapan sistem HACCP pada proses produksi bumbu penyedap rasa di pabrik ini. 10. Melengkapi sistem dokumentasi keterangan produk pada raw material dan produk semi finish goods Dari beberapa usulan yang diajukan sudah diterapkan beberapa usulan perbaikan oleh manajemen pabrik sebagai langkah perbaikan penerapan GMP dan SSOP di pabrik baru ini.
5.2
RUANG LINGKUP STUDI HACCP Ruang lingkup dalam penyusunan HACCP ini meliputi seluruh bahaya yang terkait, yaitu fisik, kimia, biologi dan allergen. Produk yang dipilih adalah Royco All in One (AIO) yang diproduksi untuk lokal dan Royco South Africa (SA) untuk eksport. HACCP yang terkait meliputi bahan baku dan pengemas hingga penyimpanan sementara di gudang produksi. Bahaya mikrobiologi untuk produk Royco AIO dan Royco SA tidak terlalu sensitif dikarenakan aktivitas air (Aw) produknya yang rendah. Namun yang harus diperhatikan adalah bahaya mikrobiologi,kimia, allergen dan fisik dari bahan baku yang digunakan dalam proses produksi produk ini. Bahaya kimia yang harus diperhatikan seperti pelumas/oil, sisa dari bahan pembersih, residu pest control dan sebagainya. Bahaya fisik yang memungkinkan Semua material selain bahan mentah yang ditemukan di dalam produk akhir seperti potongan besi,pecahan kaca, plastik, kayu, benang, fragment dari karung plastik, serangga dan sebagainya dikategorikan sebagai benda asing. Ada tiga sumber kontaminasi benda asing: benda asing yang sudah berada di dalam bahan mentah, benda asing yang masuk ke dalam produk pada saat pemasukan bahan ke dalam mixer dan penyaringan produk akhir, serta benda asing yang berasal dari plant. Sumber utama bahaya allergen berupa egg, wheat, chicken dan milk allergen berasal dari bahan mentah yang digunakan.
44
5.3
DESKRIPSI PRODUK DAN PENGGUNAANNYA Deskripsi Produk dan Identifikasi Penggunaannya secara umum dapat dilihat pada lampiran 2 1.
Royco Granule All in One (AIO) Produk ini merupakan produk yang diproduksi untuk lokal di Indonesia. Ukuran tiap kemasan 6 gram. Bahan baku yang digunakan meliputi garam, penguat rasa (mononatrium glutamat, dinatrium inosinat dan guanilat), gula, tapioka, perisa ayam (mengandung kedelai,susu, antioksidan askorbat) , bawang, bubuk telur, lemak ayam (mengandung antioksidan BHA dan propil galat), pati termodifikasi, perisa tumisan (mengandung wijen), hidrolisat protein nabati, bubuk ayam (mengandung TBHQ), lada pemanis buatan sukralosa (20 mg/100g, pewarna alami beta karoten (sintetik) Cl 40800 (Mengandung antioksidan DL alfa tokoferol,natrium askorbat) Kemasan yang digunakan terdiri dari tiga macam. Satu primer dan tiga sekunder. Kemasan primer berbentuk sachet dan bahan yang digunakan merupakan alufoil. Kemasan sekunder berupa outer dari bahan Kraft dengan ukuran 340x285x180 mm untuk pengemasan string pack dan kemasan sekunder dengan ukuran 297x185x150 mm untuk pengemasan multipack serta kemasan plastik berukuran 100x105 mm untuk pengemasan 6 sachet string Royco AIO (Multipack). Produk ini berbentuk granule dengan warna kuning agak pucat. digunakan sebagai flavor enchancer dalam masakan. Umur simpan produk ini 1 tahun, Cara pendistribusian dan penyimpanan pada tempat yang kering dan suhu ruang. Produk ini ditujukan untuk konsumen umum.
2.
Royco Knorr-Granule South Africa (SA) Produk ini merupakan produk untuk dieksport ke Unilever South Africa. Ukuran tiap kemasan 4 kg yang dikemas 3 sachet per kardus. Bahan baku yang digunakan terdiri dari garam, pati termodifikasi, penguat rasa (mononatrium glutamat), gula, tepung terigu, pewarna (E150), ekstrak daging, asam sitrat, bubuk jamur, flavourings, bubuk jahe, lada putih, penguat rasa (E627,E631) Kemasan yang digunakan terdiri dari dua macam. Satu primer dan satu sekunder. Kemasan primer berbentuk gusset dan bahan yang digunakan merupakan alufoil. Kemasan sekunder berupa kardus dari bahan Kraft dengan ukuran 370x280x295 mm. Produk ini berbentuk granule dengan warna kecoklatan. digunakan sebagai flavor enchancer dalam masakan. Umur simpan produk ini 1 tahun, Cara pendistribusian dan penyimpanan pada tempat yang kering dan suhu ruang. Produk ini ditujukan untuk konsumen umum.
45
5.4
PEMBUATAN DIAGRAM ALIR PROSES PRODUKSI Langkah berikutnya adalah penyusunan diagram alir proses yang merupakan suatu urutan tahap kerja dalam satu proses produksi. Diagram alir penting untuk menentukan tahap operasional yang akan mengendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya. Dengan disusunnya diagram alir akan mempermudah pemantauan selama proses produksi bumbu penyedap rasa Royco Granule. Secara keseluruhan proses produksi Royco Granule terdiri dari 5 tahap diantaranya Proses Mixing, Granulating, Drying, Sieving dan Filling. Namun, terdapat beberapa perbedaan point paramater proses antara Royco AIO dan Royco SA. Diagram alir proses produksi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3
5.5
VERIFIKASI LAPANG DIAGRAM ALIR PRODUKSI Verifikasi diagram alir produksi yang dilakukan difokuskan kepada parameter proses yang terdapat di setiap titik proses.
5.6
IDENTIFIKASI BAHAYA DAN TINDAKAN PENCEGAHAN Identifikasi bahaya bahan baku dapat dilihat pada lampiran 4 . Identifikasi bahaya pada proses produksi Royco Granule dimulai dari penerimaan bahan baku sampai proses distribusi. Bahaya yang mungkin ada pada penerimaan bahan baku adalah kontaminasi fisik seperti debu, serpihan kayu, kerikil, serangga dan rambut yang dapat bersumber dari lingkungan, pallet pekerja bongkar muat maupun dari kendaraan pengangkut. Hal ini dapat dicegah dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang digunakan, pekerja yang bekerja menurunkan bahan baku dari truk pengangkut harus melengkapi diri dengan menggunakan perlengkapan kerja untuk mencegah kontaminasi dari pekerja serta kendaraan pengangkut diberi alas agar bahan baku tidak kontak langsung dengan kendaraan. Pada saat penyimpanan raw material, bahaya yang mungkin timbul dapat disebabkan dari kondisi ruangan yang lembab, kontaminasi hewan maupun karyawan. Hewan yang dapat mengontaminasi pangan seperti tikus, burung, serangga tidak boleh ada di area pengolahan. Hewan-hewan tersebut memakan kotoran sehingga seringkali membawa organisme penyebab penyakit pada bagian tubuhnya. Pencegahan dapat dilakukan dengan pembersihan dan pengepelan setiap hari dengan menggunakan zat pembersih, melakukan pest control sesuai jadwal dan prosedur yang ditetapkan. Berdasarkan identifikasi dan penetapan CCP, dari semua bahan baku yang digunakan pada proses produksi bumbu penyedap rasa, terdapat empat golongan yang dikategorikan sebagai OPRP (not CCP) yaitu golongan natural spice, flours, miscellanous dan texturizing agents berupa cemaran fisik benda asing dan cemaran kimia berupa kontaminasi logam dengan tindakan pencegahan berupa pembelian raw material dari approved supplier dan pengecekan visual pada saat penerimaan raw material
46
Bahaya fisik yang terdapat pada semua bahan baku dapat dikategorikan bukan CCP (OPRP) karena pada proses produksi Royco AIO dan Royco SA ada proses untuk menghilangkan bahaya fisik tersebut dengan penyaringan. Bahaya mikrobiologi yang perlu diperhatikan adalah pada bahan baku gula dan tepung tapioka pada proses produksi Royco AIO dan pada bahan baku gula,tepung tapioka dan tepung terigu pada produksi Royco SA karena jumlah bahan yang digunakan dalam produksi cukup banyak . Mikrobiologi dapat tumbuh jika kondisi penyimpanan tidak benar dan Mikrobiologi yang dapat tumbuh pada produk bumbu penyedap rasa ini adalah bakteri, kapang dan khamir. Kapang dapat hidup pada pH yang lebih luas dari bakteri dan khamir yaitu 2.0-8.5, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam Kapang dapat tumbuh pada suhu rendah dan tinggi. Semua kapang bersifat aerobik, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Sebagian besar kapang hidup pada Aw 0.9, tetapi beberapa jenis kapang osmofilik dapat hidup pada Aw yang rendah yaitu 0.6 (Fardiaz 1992). Setelah dilakukan identifikasi bahaya maka selanjutnya dilakukan analisa resiko bahaya. Matriks analisa bahaya (risk assesment) yang digunakan di PT Unilever Indonesia Tbk dapat dilihat pada lampiran 5. Identifikasi bahaya dan tindakan pencegahan atau pengendalian bahaya di PT Unilever Indonesia Tbk untuk proses produksi Royco Granule dapat dilihat pada lampiran 6
5.7
IDENTIFIKASI TITIK KENDALI KRITIS (CCP)
Titik Kendali Kritis (CCP) merupakan langkah dimana kontrol terhadap suatu langkah dapat dilaksanakan, yang penting untuk mencegah atau menghilangkan bahaya (hazard) pada produk pangan atau mengurangi bahaya tersebut sampai pada tingkat yang aman. Penentuan CCP untuk setiap proses ditentukan dengan bantuan pohon keputusan (decision tree) seperti dapat dilihat pada lampiran 7. Pohon keputusan merupakan urutan pertanyaan untuk menentukan apakah suatu titik kendali merupakan CCP atau bukan CCP. Dalam proses produksi royco granule, pada awalnya terdapat dua CCP yaitu pada proses mixing dan proses filling. Pada proses mixing terdapat Siever yang berguna untuk menyaring kontaminasi berupa benda asing sebelum proses mixing dilakukan, namun pada kondisi aktual secara operasional terdapat hambatan penerapan CCP tersebut dikarenakan beban raw material yang cukup berat jika pekerja memasukkan dan melakukan penyaringan secara manual dengan Siever. Sehingga diputuskan untuk melakukan trial dengan menggunakan vibrator pada Siever Mixer yang akan menjadi project HACCP selanjutnya Pada proses produksi aktual Royco AIO dan Royco SA terdapat satu CCP (Critical Control Point). CCP merupakan suatu tahapan atau prosedur yang dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi terjadinya bahaya hingga level yang dapat diterima. CCP kedua produk ini hampir sama, hanya saja terdapat perbedaan sistem filling pada CCP kedua pada produk ini. CCP dalam proses produksi ini adalah pada metal detector saat penyaringan bahan logam yang terdapat pada produk semi finish goods saat sebelum di filling. Pada kedua produk ini terdapat dua jenis sistem filling,proses filling pada Royco AIO menggunakan
47
mesin pengemas dengan metal detector yang sudah terpasang pada mesin. Sedangkan pada Royco SA, menggunakan mesin metal detector khusus dan bahan dilewatkan secara manual ke dalam mesin ini, kemudian baru dikemas. Karena produk ini memilik spesifikasi Aw ynag rendah, sehingga tidak terlalu sensitif terhadap bahaya mikrobiologi. Yang harus diperhatikan adalah dari segi organoleptik produk ini. Pada CCP yang dikontrol adalah bahaya fisik yang beresiko tinggi terhadap kesehatan bila kontrol hilang. Penentuan CCP untuk tahapan proses dapat dilihat pada lampiran 8 . Dari keseluruhan proses juga terdapat beberapa OPRP pada penerimaan bahan baku dan proses penyaringan pada Siever oleh V-brow Siever. Penentuan OPRP untuk tahapan proses dapat dilihat pada lampiran 9.
5.8
MENENTUKAN BATAS KRITIS
Pada setiap CCP yang telah ditetapkan, ditentukan batas kritis (critical limit). Batas kritis adalah batas toleransi maksimum/ minimum dimana tititk tersebut memisahkan antara level yang masih diterima atau yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif. Batas kritis pada CCP Proses Royco Granule adalah dengan menggunakan Test wand untuk mendeteksi logam Fe minimum 1.2 mm, Non Fe minimum 1.5 mm dan SS minimum 2 mm. Batas kritis untuk setiap CCP selengkapnya dapat dilihat pada HACCP plan di Lampiran 8.
5.9
MENENTUKAN PROSEDUR PEMANTAUAN
Pemantauan/ Monitoring merupakan tindakan observasi atau pengukuran yang terencana ntuk menguji apakah sebuah CCP dapat dikontrol atau tidak. Dalam produksi bumbu penyedap rasa royco granule , pemantauan dilakukan secara observasi visual untuk melihat kondisi mesin dan peralatan, serta dengan dilakukannya pemeriksaan kondisi mesin secara rutin setiap awal proses oleh pekerja dan pengecekan kondisi mesin berkala yang dilakukan oleh teknisi dari pihak engineering.
5.10
MENENTUKAN PROSEDUR TINDAKAN KOREKSI
Tindakan koreksi adalah segala tindakan yang diambil saat hasil monitoring CCP mengindikasikan hilangnya kendali. Tindakan koreksi terhadap tahap yang diidentifikasikan sebagai CCP pada rencana HACCP di pabrik ini dilakukan untuk merealisasikan tindakan pengendalian bahaya yang terdapat pada sistem monitoring terutama pada kondisi mesin dan peralatan yang digunakan dan kondisi produk pada saat proses berlangsung. Bahaya yang mungkin timbul tersebut dapat terjadi sebagai akibat penyimpangan yang ada. Disamping itu, tindakan koreksi bertujuan untuk mengevaluasi pengambilan tindakan pencegahan pada tahap monitoring.
48
5.11
PENETAPAN PROSEDUR VERIFIKASI
Prosedur verifikasi diperlukan untuk mengevaluasi apakah sistem HACCP masih diimplementasikan dengan efektif atau tidak. Verifikasi mencakup dua kegiatan, validasi dan verifikasi. Validasi merupakan kegiatan memperoleh bukti bahwa unsur-unsur dari rencana HACCP berjalan efektif. Verifikasi adalah aplikasi dari metode-metode, prosedur pengujian dan bentuk evaluasi lainnya sebagai tambahan dalam sistem monitoring untuk menerapkan kesesuaian dengan sistem HACCP. Verifikasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi metode, prosedur dan pengujian, review HACCP system dan record, review penyimpangan, untuk memastikan bahwa CCP masih terkontrol, internal audit, eskternal audit, analisis komplain, pengukuran kepuasan pelanggan, evaluasi supplier, dan lain-lain. Sistem dokumentasi sistem HACCP di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk berdasarkan instruksi kerja (IK) yang berhubungan dengan sistem HACCP.
5.12
MENENTUKAN PROSEDUR PENCATATAN YANG EFEKTIF
Keseluruhan dokumen baik HACCP Plan dan dokumen pendukung, Dokumen Monitoring, Dokumen Corrective Actions dan Dokumen Prosedur Verifikasi harus didokumentasikan dan dilakukan pencatatan secara efektif untuk mendukung keberhasilan implementasi sistem HACCP di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk. PROJECT II. SPC
5.1
OBSERVASI LAPANG DAN IDENTIFIKASI MASALAH
PT Unilever Indonesia Tbk sub divisi Lion selama ini telah menggunakan beberapa dari tujuh alat bantu atau seven tools untuk menganalisa permasalahan kerusakan produk maupun loss bahan yang terjadi sepanjang proses produksi Namun perusahaan belum melakukan analisa menyeluruh terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan mutu produk semenjak awal produksi berlangsung. Sebagai langkah awal, maka dicoba diterapkan pengendalian proses secara statistik atau Statistical Process Control untuk menganalisis dan mengendalikan mutu aktivitas air (Aw) pada produk bumbu penyedap rasa Royco All in One yang menjadi permasalahan utama dalam proses produksi . Produk Royco All in One adalah produk yang paling sering diproduksi di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk. Spesifikasi Aw produk ini yaitu antara 0,25 – 0,35. Ruang lingkup observasi di lapangan terfokus pada proses pengolahan bumbu penyedap rasa. Observasi lapang meliputi kegiatan pengamatan proses pembuatan bumbu penyedap rasa di PT. Unilever Indonesia dan kegiatan identifikasi permasalahan sepanjang proses produksi dan mutu produk akhir diawali dengan Brainstorming antara Manager Produksi dan Asisten Manager Produksi. Terdapat beberapa permasalahan mutu produk bumbu penyedap rasa diantaranya Aw, produk gumpal/ caking dan particle size. Berdasarkan data diagram pareto permasalahan penyimpangan mutu bulan Januari 2012
49
pada gambar 8, Aw menjadi permasalahan mutu utama produk bumbu penyedap rasa berdasarkan proporsi kejadian yaitu sebesar 81.25% dari total proporsi kejadian permasalahan mutu yang ada.
Gambar 8 . Diagram Pareto Jenis Penyimpangan Mutu Produk Bumbu Penyedap Rasa Pada Bulan Januari 2012 Permasalahan mutu yang difokuskan adalah Aktivitas air (Aw). Aw produk yang tidak sesuai spesifikasi memiliki indikasi bahwa pihak perusahaan belum melakukan pengendalian mutu dengan baik. Aw produk yang kurang dari spesifikasi akan merugikan pihak konsumen dikarenakan Aw produk yang terlalu rendah kemungkinan akan mempengaruhi sifat organoleptik produk bumbu penyedap rasa, sedangkan Aw produk yang melebihi spesifikasi akan merugikan pihak produsen karena produk ini harus dirework dengan melakukan pengeringan kembali pada suhu yang tidak terlalu tinggi dengan persetujuan dari pihak QC dan RnD, namun apabila setelah dirework Aw produk masih terlalu tinggi, maka produk tersebut harus diblock oleh QC in line produksi sehingga menimbulkan kerugian biaya produksi akibat batch produk yang diblock. Pengendalian mutu Aw produk ini dilakukan dengan proses pengecekan oleh tiga orang QC in line yang terbagi ke dalam tiga shift produksi. QC in line bertugas untuk melakukan pengecekan Aw setiap batch. Metode pengukuran yang dilakukan adalah dengan melakukan sampling satu cup sampel dari produk semi finish goods setelah 30 menit produk dikeringkan, lalu akan dilakukan pengukuran Aw kembali pada batch tersebut setelah 18 jam saat sebelum difilling. Namun, pada kondisi aktual produk semi finish goods tidak dicek tepat 30 menit setelah produk dikeringkan karena kendala lamanya pengukuran Aw pada Awmeter yang terdapat di area produksi dan hasil pengecekan Aw setelah 18 jam yang terkadang sering tidak dilakukan sehingga data record Aw pada logbook QC tidak lengkap. Penerapan pengendalian mutu menggunakan teknik-teknik statistika atau Statistical Process Control merupakan metode yang paling mudah digunakan untuk menjelaskan bagaimana kondisi proses yang terjadi sehingga variasi Aw pada produk. Hasil analisis data akan menghasilkan kondisi aktual yang diinterpretasikan melalui bentuk bagan maupun grafik sehingga lebih mudah untuk dipahami dan hasilnya diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Tahapan awal
50
untuk mengetahui adalah dengan melakukan pengukuran dan (record) Aw produk akhir dalam kurun waktu tertentu.
5.2
pengumpulan data-data
PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS MUTU PRODUK .
Data yang digunakan pada penelitian magang ini didapatkan dengan melaksanakan penelitian langsung ke perusahaan. Data yang dibutukan dibagi menjadi dua, primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran secara langsung di lapangan, yaitu dengan melihat permasalahan yang terjadi di lokasi produksi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penyimpangan mutu Aw produk bumbu penyedap rasa serta Data pengukuran Aw produk akhir. Data ini dikumpulkan dengan beberapa teknik, antara lain adalah melalui pengamatan langsung di pabrik, wawancara dan diskusi langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan perusahaan seperti data pengukuran Aw produk semi finish goods, data tentang sejarah perusahaan, dokumen pengendalian dan pengawasan mutu proses produksi, dan instruksi kerja/SOP. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya parameter produk bumbu penyedap rasa yang tidak sesuai dengan standar merupakan produk yang tidak dapat dipasarkan kepada konsumen. Batch produk semi finish goods yang diblock ini akan dipisahkan dari produk semi finish goods yang lolos standar mutu produk sebelum melewati tahap pengemasan. Langkah awal pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengolahan terhadap data dokumentasi produksi selama dua bulan terakhir untuk melihat persentase jenis penyimpangan mutu yang terjadi di PT Unilever Indonesia Tbk. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penyimpangan mutu Aw produk yang terjadi pada bulan Januari 2012. Bumbu penyedap rasa yang dimaksud adalah bumbu penyedap rasa Royco All in One kemasan isi 6 gram yang paling banyak diproduksi di PT Unilever Indonesia Tbk. Untuk memperoleh data yang akurat dan sekaligus untuk analisis yang valid, terdapat tujuh alat bantu yang dikenal dengan istilah seven tools. Ketujuh alat bantu ini adalah lembar pengumpulan data (check sheet), stratifikasi, grafik dan bagan pengendali, Diagram Pareto,diagram sebab-akibat (fishbone diagram), diagram pencar (scatter diagram), dan histogram. Pemilihan jenis tools yang akan digunakan harus disesuaikan dengan kondisi tim perbaikan mutu dan permasalahan yang akan dipecahkan (Muhandri dan Kadarisman 2008). Seperti dijelaskan di paragraf sebelumnya, dilakukan pengumpulan data primer produk finish goods bumbu penyedap rasa. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil tiga renceng sampel dari tiga titik yaitu pada bagian awal, tengah dan akhir produk dari belt chain conveyor saat setelah keluar dari mesin filling untuk setiap batch. Dari tiga renceng kemudian dilakukan sampling secara acak dua sampel dari renceng bagian awal dan akhir dengan total pengambilan sampel 252 batch terhitung mulai dari tanggal 14 Februari- 14 Maret 2012. Total batch ini agar pengambilan sampel dapat mewakili total batch produksi berdasarkan data record produksi bulan sebelumnya yang ditunjukkan pada gambar 9
51
Gambar 9. Data Record Produksi Bumbu Penyedap Rasa di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk
5.3
PEMBUATAN BAGAN KENDALI
Pembuatan bagan kendali memerlukan beberapa data yang telah ada atau praspesifikasi untuk menguji hipotesis bahwa proses dalam kondisi terkendali (Tapiero 1996). Parameter yang dianalisa adalah Aw, dan hasil pengukuran Aw sampel produk akhir bumbu penyedap rasa diplot dengan menggunakan bagan kendali. Bagan kendali digunakan untuk menganalisis keterkendalian proses yang berlangsung selama pengambilan atau pengukuran sampel. Spesifikasi produk dan proses harus disusun pada setiap tahap proses dan dikendalikan agar selalu sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan (Muhandri dan Kadarisman 2006). Pengambilan sampel Aw produk finish goods yang diambil adalah sebanyak 252 batch dengan dua sampel hasil sampling untuk bagian awal dan akhir dari setiap batch. Pengambilan sampel produk finish goods ini dikarenakan pada kondisi aktual QC in line hanya melakukan pengecekan Aw kembali setelah 18 jam produk semi finish goods disimpan berdasarkan standar lama maksimum penyimpanan yaitu maksimum 18 jam. Namun, terkadang tidak dilakukan pengecekan kembali sehingga data Aw pada logbook QC tidak lengkap. Berdasarkan data yang diperoleh, maka bagan kendali yang digunakan untuk menganalisis Aw produk secara statistik adalah bagan kendali i- chart dan Moving Range (MR) chart karena proses produksi bumbu penyedap rasa yang homogen (batch) dan dalam menganalisis data tersebut menggunakan program pengolah data statistik Minitab 16. Bagan kendali i-MR dapat dilihat pada gambar 10.
52
Gambar 10. Bagan Kendali i-MR untuk Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa Bagan kendali i pada Gambar 10 menunjukkan nilai tengah atau X-bar sebesar 0,3015, artinya rata-rata Aw produk akhir selama pengambilan sampel (252 batch produksi) adalah 0,3015. Batas kendali atas (UCL) sebesar 0,3376 dan batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,2655. Artinya batas kendali Aw produk akhir (selama 252 batch) berada pada kisaran 0,3015 dan 0,3376. Bagan kendali i-chart tersebut menunjukkan titik di luar batas kendali yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali. Pada bagan kendali R nilai UCL, MR-bar dan LCL berturut-turut adalah 0,04429, 0,01335 dan 0. Artinya setiap batch pengambilan sampel memiliki batas kendali rentang antara 0 sampai 0,04429 dengan rentang rata-rata 0,01355. Bagan kendali R menunjukkan 16 titik yang berada di luar batas kendali. Bagan kendali MR tersebut memperlihatkan bahwa Aw produk akhir bumbu penyedap rasa dalam kondisi tidak terkendali. Berdasarkan bagan kendali tersebut, dapat dilihat bahwa banyak titik yang berada di luar batas kendali atas maupun batas kendali bawah. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan bumbu penyedap rasa belum memenuhi kriteria proses yang tidak terkendali secara spesifik karena masih mengandung variasi penyebab khusus (special causes variation) . Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam mutu pada output (barang/jas yang dihasilkan). Variasi penyebab khusus (special-causes variation) adalah kejadian kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak (non random patterns) sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal menggunakan bagan kendali atau kontrol (control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik
53
pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limit) (Gaspersz 1998). Berdasarkan hasil perhitungan nilai kapabilitas proses (Cp) didapat nilainya sebesar 1.39 dan Indeks performansi Kane (Cpk) sebesar 1.34 . Hal ini menunjukkan bahwa kapabilitas prosesnya baik karena Cp> 1.33, menunjukkan rata-rata kisaran pada proses ini relatif kecil, sehingga proses pun sangat baik. Berdasarkan ukuran kinerja Kane (Cpk) yang telah dihitung didapat sebesar 1.34. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses produksi bumbu penyedap rasa yang mempunyai nilai rata-rata pengukuran 0.3015 mempunyai kecenderungan sangat mendekati nilai target yaitu 0.30 sehingga proses ini sudah mampu mencapai nilai target. Hanya saja masih terdapat beberapa batch di bawah batas spesifikasi bawah dan di atas batas spesifikasi atas.
Gambar 11. Kapabilitas Proses untuk Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa Nilai kapabilitas proses yang didapat belum dapat digunakan sebagai acuan proses dikarenakan parameter mutu Aw pada proses produksi bumbu penyedap rasa memenuhi kriteria tidak terkendali. Proses yang tidak terkendali ini disebabkan adanya variasi khusus. Pihak manajemen harus melakukan perbaikan proses secara terus-menerus dengan cara menghilangkan variasi khusus agar dapat meningkatkan mutu untuk mencapai tingkatan produksi yang lebih baik.
5.4
IDENTIFIKASI PENYEBAB PERMASALAHAN
Penyebab variasi Aw produk finish goods dicari melalui teknik brainstorming untuk mengidentifikasi permasalahan yang hasilnya dapat dilihat pada diagram sebabakibat (Gambar 15). Identifikasi permasalahan dimaksudkan untuk mengenali sumber permasalahan. Brainstorming dilakukan dengan asisten manager produksi, supervisor produksi dan karyawan maintenance engineering.
54
Dari hasil brainstorming tersebut, dilanjutkan dengan pembuatan diagram sebab akibat. Untuk membuat diagram sebab akibat, pertama-tama ditentukan dahulu akibat (effect) yang merupakan “kepala ikan” pada sisi sebelah kanan kertas. Akibat yang dimaksudkan disini adalah variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa. Setelah dilakukan brainstorming kembali dengan pihak produksi, Faktor penyebab masalah ini digolongkan ke dalam tiga faktor utama sebagai “tulang besar” yaitu mesin, metode dan lingkungan.
55
56
Temperatur & RH
Material Handling
Drying
Lingkungan
Lama penyimpanan Kondisi penyimpanan
Penyimpanan
Unloading
Produk Semi Finish Goods
Filling
Mixing
Pengukuran
Packing Hall
RMS
Temperatur
Mixing Room
RH
Bed Dryer
Aliran uap panas
tekanan
Variasi Aw Produk Finish Goods Bumbu Penyedap Rasa
Dehumidifier
Temperatur
Boiler
Gambar 12. Diagram Sebab Akibat Penyebab Variasi Aw Produk Finish Goods Bumbu Penyedap Rasa
Metode
Parameter Pengecekan
Frekuensi
Waktu Pengecekan
Pengawasan
Packing Hall
Pengecekan
Temperatur
Blower
Pengontrol Temperatur/RH area produksi Control Panel Sensor
Jumlah sampel RH Takaran sampel Mixing Room RMS Sampling
Aw
Waktu Tunggu Bahan
Breakdown/stop Mixer
Mespack
Breakdown/stop Waktu tunggu bahan
Bextruder
Torsi
Mesin
1.
Mesin
Mesin merupakan faktor yang paling berpengaruh secara langsung terhadap variasi aktivitas air (Aw) produk bumbu penyedap rasa Royco All in one. Dalam proses produksi bumbu penyedap rasa terdapat lima tahap, yaitu pencampuran (Mixing), granulasi (granulating) , pengeringan (Drying), pengayakan (Sieving) dan pengemasan (filling). Mesin/ peralatan yang berpengaruh terhadap variasi Aw adalah mixer, bextruder, dryer, dehumidifier, mespack dan pengatur temperatur/RH area produksi. Pemeliharaan dan pengecekan kondisi mesin/peralatan selama proses produksi berlangsung merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi variasi Aw. Mixer berpengaruh terhadap homogenitas produk yang dihasilkan, waktu mixing dan temperatur bahan selama proses mixing berlangsung perlu diperhatikan. Mixer yang digunakan dalam proses sudah terdapat pengatur waktu mixing, namun mesin ini tidak dilengkapi panel yang menunjukkan suhu aktual bahan di dalam mesin. Setelah proses mixing selesai, bahan dikeluarkan dari mixer dan ditampung ke dalam bin stainlees steel berkapasitas 350 kg atau satu batch produksi. Bahan yang sudah ditampung di dalam bin akan ditransfer secara manual menuju conveyor belt chain untuk dialirkan menuju bextruder. Lama unloading,kondisi temperatur/RH area mixing room dan setting kecepatan mesin bextruder akan mempengaruhi keluaran ukuran partikel dan temperatur produk yang dihasilkan. Standar lama unloading selama proses adalah maksimum satu jam dan pengaturan kecepatan mesin bextruder selalu dikontrol dan didokumentasikan ke dalam checksheet selama proses produksi berlangsung untuk mencegah terjadinya breakdown, Kondisi bextruder yang sering terjadi breakdown akan mengakibatkan waktu tunggu bahan selama unloading akan menjadi lebih lama dan mempengaruhi variasi suhu keluaran bahan yang dihasilkan. Proses pengeringan menjadi salah satu faktor penting dalam menurunkan Aw produk, karena pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam bahan pangan sampai sangat rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan dan memperpanjang daya simpannya. Pada proses pengeringan bumbu penyedap rasa ini menggunakan pengeringan sistem kontinyu dengan pemanasan langsung, mesin pengering yang digunakan adalah fluidized bed dryer dimana pada kondisi aktual bahan diangkut dengan plat bergetar kemudian dihembuskan dengan udara panas/ steam dari pipa blower bagian bawah yang berasal dari suplai aliran boiler yang berada di luar pabrik. Standar temperatur pengeringan berkisar antara 95-1050C yang diatur untuk setiap blower di dalam dryer. Suplai steam dari boiler dan setting temperatur panel blower pada dryer sangat mempengaruhi kinerja mesin tersebut. Apabila suplai steam boiler tidak stabil, maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kestabilan temperatur proses pengeringan. Pada kondisi aktual, temperatur proses pengeringan menjadi salah satu parameter penting yang dikontrol dan diamati setiap batch. Operator melakukan perubahan setting parameter suhu jika hasil pengecekan Aw semi finish goods setelah proses pengeringan di luar spesifikasi standar. Tidak adanya panel suhu yang menunjukkan kondisi temperatur aktual bahan di dalam mesin selama proses pengeringan berlangsung menjadi salah satu hambatan operator dalam mengontrol
57
kondisi proses, karena dokumentasi suhu panel yang dilakukan hanya berdasarkan panel sensor suhu yang terpasang di setiap bagian pipa blower yang terletak di luar pabrik. Setelah melalui tahap pengeringan, produk dilewatkan secara langsung ke dalam dehumidifier yang ditempatkan pada satu line proses pengeringan. Dehumidifier ini berfungsi untuk proses cooling atau pendinginan bahan secara cepat sebelum bahan masuk ke dalam Siever untuk proses pengayakan. Temperatur aliran steam dehumidifier yang tidak stabil mengakibatkan temperatur pendinginan bahan yang bervariasi. Produk yang telah melalui proses pengayakan dikemas ke dalam pengemas plastik, kemudian diletakkan dan disusun di atas pallet. Pallet berisi produk semi finish goods kemudian ditransfer menuju packing hall untuk disimpan sementara dan dilakukan pengecekan Aw 30 menit setelah melalui proses pengeringan. Selama penyimpanan yang perlu diperhatikan adalah kondisi pengatur temperatur/RH di area packing hall. Packing Hall dilengkapi dengan dua AC split dan dua AC window, serta area ini tidak dilengkapi pengatur RH khusus atau dehumidifier. Pengaturan RH pada area ini menggunakan Outdoor dari AC. Kondisi temperatur dan RH yang tidak stabil selama proses penyimpanan menyebabkan variasi Aw pada setiap pallet berisi produk. Standar lama maksimum penyimpanan adalah maksimum 48 jam, QC in line akan melakukan pengecekan ulang jika produk sudah lewat dari masa penyimpanan 18 jam. Namun pengecekan ulang terkadang tidak dilakukan karena ketidakdisiplinan QC in line dalam melakukan pengecekan. Selanjutnya, pada tahap akhir proses yaitu proses filling, lama proses filling mempengaruhi kondisi bahan akibat waktu tunggu bahan yang cukup lama di dalam hopper mespack sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi variasi Aw pada produk selama proses tersebut berlangsung. 2.
Lingkungan
Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi Aw adalah kondisi lingkungan. Aktivitas air atau Aw dapat ditentukan pada saat terjadi kondisi kesetimbangan dengan air dan udara atau disebut kelembaban relatif keseimbangan (Equilibrium Relative Humidity atau ERH), sehingga Aw dapat ditentukan dari hubungannya dengan ERH. Pada kondisi terjadi kesetimbangan antara air dalam bahan pangan dengan air di lingkungan, maka tidak akan terjadi perpindahan air dari bahan pangan ke udara dan sebaliknya. Oleh karena itu, setiap area produksi dilengkapi mesin pendingin (AC) untuk mengendalikan temperatur ruangan, kecuali ruang pengeringan (Drying room). Pada mixing room dan packing hall dilengkapi dengan outdoor dari AC yang secara aktual digunakan sebagai pengatur RH ruangan dan pada Raw Material Storage tidak dilengkapi dengan pengatur RH, karena bahan-bahan yang disimpan didalamnya adalah bahan yang tidak memerlukan kondisi khusus dan perputaran penggunaan bahan tersebut cepat. Standar temperatur dan kelembaban untuk setiap ruangan berbeda. Berikut adalah tabel checklist standar temperatur dan RH untuk setiap area produksi:
58
Tabel 1. Standar temperatur dan RH area produksi pabrik lion PT Unilever Indonesia Tbk Standard RMS Mixing Room 0 Temperature < 25 C < 250C RH < 50% < 50%
Packing Hall <250C < 45-50%
Sumber : Lion factory, PT Unilever IndonesiaTbk.
Pada tabel checklist tersebut terdapat kesalahan standar RH terutama pada area packing hall, kondisi RH aktual selama proses produksi berlangsung adalah selalu di atas 40%. Setelah dilakukan verifikasi standar, RH area packing hall seharusnya adalah max.40%. Temperatur dan RH yang juga tidak stabil di area packing hall selama produk semi finish goods disimpan hingga proses filling berlangsung juga menjadi salah satu faktor penyebab variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa. 3.
Metode
Beberapa metode yang dapat menyebabkan terjadinya variasi Aw produk Royco All in One diantaranya metode penyimpanan, metode pengecekan Aw, material handling di setiap proses dan Pengukuran Temperatur/RH di area produksi. Metode penyimpanan sangat berhubungan dengan kondisi ruangan, dimana temperatur dan RH ruang penyimpanan perlu diperhatikan. Apabila temperatur dan RH fluktuatif, maka kondisi Aw produk juga akan berubah menyesuaikan kondisi lingkungannya. Pada kondisi aktual tidak ada ruang penyimpanan khusus, karena tempat penyimpanan produk dan proses filling berada di dalam satu area packing hall. Oleh karena itu, metode pengecekan temperatur dan RH juga sebaiknya dilakukan secara teratur di setiap shift. Pada material handling di beberapa proses juga perlu diperhatikan, terutama beberapa titik proses dimana bahan kontak langsung dengan udara luar cukup lama diantaranya persiapan raw material sebelum proses mixing, unloading bahan, transfer material menuju bucket pada saat proses filling. Pengecekan Aw merupakan metode yang perlu diperhatikan selama proses produksi. Pengecekan Aw dilakukan dua kali yaitu pada saat 30 menit setelah produk dikeringkan dan pengecekan kedua dilakukan 18 jam setelah produk disimpan. Teknik sampling, takaran pengukuran sampel dan kondisi area pada saat pengukuran menjadi faktor yang mempengaruhi metode pengecekan Aw. Pada kondisi aktual, lamanya pengukuran Aw setiap sampel menjadi hambatan QC in line untuk melakukan pengecekan ulangan Aw setiap batchnya karena keterbatasan fasilitas Awmeter di pabrik ini. Selain itu metode pengecekan temperatur/RH di setiap area produksi pada kondisi aktual tidak dilakukan. Indikator Temperatur/RH sebagai alat untuk mempermudah pengecekan hanya tersedia satu di area packing hall. Pengecekan kondisi ini terhambat karena masih terbatasnya penyediaan alat pengukur di pabrik ini.
59
Menentukan Penyebab Masalah Terbesar Menggunakan Why-Why Analysis dan Diagram Pareto Melalui Pendekatan proses di Setiap Area Produksi Analisis selanjutnya menggunakan pendekatan proses produksi dengan pengamatan 30 batch mulai dari Raw Material Storage, mixing & granulating, drying & Sieving, intermediate storage & Filling. Dari setiap bagian tersebut akan dilihat titik-titik yang berpotensi menyebabkan variasi Aw pada produk finish goods bumbu penyedap rasa, lalu dilanjutkan dengan tindakan-tindakan korektif maupun preventif yang dapat diaplikasikan secara langsung maupun dalam bentuk saransaran yang bermanfaat. 1.
Raw Material Storage
Pengamatan temperatur dan kelembaban dilakukan di RMS. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi RMS sudah memenuhi standar yang telah ditentukan, sehingga tidak akan mempengaruhi bahan-bahan yang disimpan di dalamnya. RMS tidak dilengkapi dengan sistem pengontrolan udara, karena bahan-bahan yang disimpan di dalamnya adalah bahan yang tidak memerlukan kondisi khusus dan perputaran penggunaan bahan tersebut cepat. Suhu dan kelembaban relatif yang diterapkan di RMS adalah 20-25°C dan RH max.50%. Pengukuran temperatur dan RH dilakukan setiap batch selama proses produksi berlangsung dari shift pagi hingga siang. Hasil pengukuran temperatur dan RH dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14
24
Temperatur (oC)
21 18 15 12 Temperatur
9 6 3 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Batch
Gambar 13. Pengamatan Temperatur 30 batch selama proses produksi di area raw material storage
60
RH (%)
55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
RH (%)
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Batch Gambar 14. Pengamatan RH 30 batch selama proses produksi di area raw material storage Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur cukup stabil namun RH sangat fluktuatif. Hasil yang diperoleh kurang sesuai karena seharusnya pergerakan RH diikuti dengan pergerakan temperatur. Perubahan RH yang tidak stabil ini cukup mempengaruhi keadaan bahan yang tersimpan di dalamnya. Pengaruh RH akan semakin tinggi apabila kemasan bahan baku yang tersimpan di dalamnya sudah tidak baik. Pada kondisi aktual Raw Material Storage hanya dilengkapi Air Conditioner sebagai pengatur udara dan tidak dilengkapi pengatur RH atau Dehumidifier. Pergerakan bahan dan pekerja yang cukup mobile ke dalam area RMS dan pada kondisi aktual pembatas antara RMS dan area produksi lainnya hanya dilapisi plastik curtain. Banyaknya celah udara dari plastik curtain akan sangat mempengaruhi keadaan RMS sehingga temperatur dan kelembabannya fluktuatif. Perilaku pekerja juga sesekali menyalahgunakan RMS, semakin banyak orang yang berada dalam RMS maka akan menaikkan kelembabannya dan akan membuat kelembaban relatif menjadi semakin naik dan akan mempengaruhi bahan-bahan yang berada didalamnya. Setelah itu, dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 10. 2.
Mixing Room Pada area mixing room terdapat dua proses yaitu proses pencampuran atau mixing dan granulating. Urutan pencampuran bahan dan waktu yang digunakan saat pencampuran akan mempengaruhi terhadap rasa dan lamanya proses produksi. Waktu yang dibutuhkan pada proses mixing adalah 7 menit dan sudah diatur pada panel mesin. Urutan pemasukan bahan-bahan dimulai dari bahan yang berjumlah lebih banyak terlebih dahulu, dilanjutkan bahan dengan jumlah yang sedikit. Hal ini untuk mencegah bahan dengan jumlah sedikit
61
tersebut tidak tercampur dengan baik atau tertinggal di bagian bawah mesin. Pengamatan terhadap temperatur bahan setelah keluar dari mesin mixer dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengukuran temperatur bahan saat keluar dari mixer Batch T Mixer (0C) Batch 1 28,5 16 2 29,5 17 3 24,5 18 4 16,5 19 5 14,5 20 6 27,5 21 7 29,5 22 8 28,5 23 9 14,5 24 10 11,5 25 11 31,5 26 12 31,5 27 13 21,5 28 14 22,5 29 15 21,5 30
T Mixer (0C) 26,5 29,5 21,5 15,5 14,5 31,5 29,5 33,5 29,5 32,5 29,5 29,5 28,5 30,5 31,5
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur produk yang keluar dari mixer sangat bervariasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi temperatur bahan ini diantaranya adalah kondisi waktu tunggu bahan sebelum proses mixing dan ekspos aliran AC yang berada di dekat mixer. Produk setelah keluar dari mixer ditampung ke dalam bin. Bin berisi bahan dipindahkan menuju conveyor dan ditransfer secara manual dengan sekop stainlees steel menuju conveyor yang terhubung dengan hopper pada bextruder. Lama maksimum bahan berada di dalam bin adalah 1 jam. Kondisi area mixing room menjadi faktor yang perlu diperhatikan selama proses transfer manual ke bextruder. Semakin lama proses transfer, maka temperatur bahan di dalam bin akan semakin menurun. Pengamatan terhadap temperatur bahan selama unloading dapat dilihat pada Tabel 3.
62
Tabel 3. Pengukuran Temperatur Bahan Selama Unloading Batch 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
T Unloading (0C) Awal Akhir 28,5 26,5 28,5 20,5 13,5 6,5 14,5 10,5 13,5 8,5 27,5 22,5 26,5 21,5 20,5 14,5 11,5 4,5 11,5 8,5 27,5 25,5 17,5 14,5 13,5 7,5 16,5 14,5 17,5 10,5
Batch 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
T Unloading (0C) Awal Akhir 25,5 26,5 22,5 19,5 15,5 8,5 12,5 11,5 10,5 10,5 28,5 25,5 29,5 24,5 29,5 27,5 25,5 24,5 26,5 26,5 25,5 25,5 24,5 25,5 25,5 25,5 27,5 25,5 27,5 26,5
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur bahan yang menurun cukup signifikan selama unloading.. Lama waktu transfer dan kontak bahan terhadap udara sangat bervariasi, hal ini dapat mempengaruhi temperatur dan kelembaban bahan yang ada pada bin. Kondisi ini juga dipengaruhi temperatur dan RH area mixing room pada saat unloading berlangsung. Temperatur dan RH pada area mixing room yang fluktuatif mempengaruhi kondisi bahan secara langsung selama unloading. Bahan yang masuk ke dalam mesin bextruder diatur kecepatan pembentukannya selama proses produksi berlangsung, kecepatan mesin yang bervariasi untuk setiap batch, menyebabkan temperatur dan ukuran partikel bahan yang keluar dari mesin bextruder bervariasi. Kontrol proses pembentukan granule selama produksi berlangsung telah dilakukan oleh operator. Setting parameter 5-arm rotor, 4-arm rotor dan rotary table pada bextruder menjadi parameter penting dalam mengendalikan ukuran partikel granule yang keluar dari bextruder. Selain itu temperatur bahan selama proses pembentukan juga harus dikontrol selama proses berlangsung, jika kondisi suhu bahan melebihi standar > 60 0C akibat torsi terlalu tinggi akan berpotensi menyebabkan mesin breakdown dan keluaran bahan akan terhambat. Pengamatan terhadap temperatur bahan setelah keluar dari bextruder dapat dilihat pada Tabel 4.
63
Tabel 4. Pengukuran Temperatur Bahan Setelah Keluar dari Bextruder Batch T Bextruder (0C) Batch T Bextruder (0C) Awal Akhir Awal Akhir Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 1 48,5 46,5 36,5 33,5 16 40,5 37,5 40,5 36,5 2 41,5 38,5 25,5 19,5 17 35,5 33,5 32,5 30,5 3 38,5 35,5 23,5 18,5 18 27,5 26,5 40,5 37,5 4 23,5 20,5 19,5 14,5 19 23,5 23,5 22,5 20,5 5 15,5 10,5 10,5 8,5 20 25,5 22,5 14,5 11,5 6 45,5 33,5 39,5 31,5 21 45,5 40,5 41,5 34,5 7 45,5 33,5 39,5 31,5 22 44,5 41,5 42,5 37,5 8 25,5 15,5 20,5 10,5 23 42,5 39,5 42,5 38,5 9 18,5 16,5 13,5 11,5 24 43,5 37,5 37,5 36,5 10 13,5 12,5 9,5 7,5 25 41,5 36,5 44,5 39,5 11 49,5 46,5 41,5 40,5 26 44,5 40,5 42,5 38,5 12 30,5 24,5 23,5 20,5 27 44,5 40,5 42,5 38,5 13 24,5 21,5 25,5 20,5 28 45,5 39,5 45,5 40,5 14 15,5 13,5 15,5 6,5 29 44,5 37,5 46,5 42,5 15 14,5 9,5 17,5 10,5 30 47,5 41,5 46,5 40,5 Dari hasil pengamatan, temperatur keluaran bahan produk dari bextruder sangat bervariasi pada saat awal dan akhir proses antar batch. Variasi temperatur keluaran bahan ini disebabkan pengaruh kecepatan mesin bextruder, dan kondisi penurunan temperatur bahan selama unloading. Selama proses granulasi perlu diperhatikan kondisi temperatur dan RH area mixing room. Karena dalam proses ini, banyak sekali titik titik potensial bahan terekspos dengan udara luar. Pengamatan terhadap temperatur dan RH area mixing room selama proses granulating dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16
Gambar 15. Pengamatan Temperatur 30 batch selama proses produksi di area mixing room
64
Gambar 16. Pengamatan RH 30 batch selama proses produksi di area mixing room Dari hasil pengamatan, temperatur area mixing room cukup stabil antar batch produksi. Standar temperatur dan RH area ini adalah berkisar antara 20250C dengan RH maksimum 50%. Temperatur dan RH masih dalam kisaran standar, namun RH area mixing room yang fluktuatif akan mempengaruhi kondisi bahan selama proses produksi di area ini sebelum bahan masuk ke dalam tahap proses selanjutnya. Setelah itu, dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 11. 3.
Drying Room Proses Drying pada produk dilakukan pada mesin fluidized bed dryer, bahan yang sudah keluar dari mesin bextruder langsung dialirkan oleh conveyor menuju dryer. Dalam proses pengeringan ini, bahan dihembuskan udara kering dari blower blower yang terdapat di dalam dryer. temperatur setiap blower diatur dan didokumentasi setiap batch untuk mempermudah monitoring proses pengeringan. Namun, pada kondisi aktual tidak ada indikator temperatur yang menunjukkan temperatur di dalam mesin, karena dokumentasi hanya sebatas pada suhu steam setiap blower yang dihembuskan dari boiler yang berada dari luar pabrik sebelum masuk ke dalam dryer. Kapasitas setiap blower berbeda, blower A mempunyai kapasitas yang lebih kecil daripada blower B dan C, karena aliran steam blower A hanya mengeskpos ke dalam satu pipa, sedangkan blower B dan C memiliki kapasitas lebih besar karena aliran steam blower tersebut terbagi ke dalam tiga pipa. Pada mesin dryer ini dilengkapi dengan dehumidifier yang berfungsi untuk mendinginkan temperatur bahan secara langsung saat setelah proses pengeringan sebelum bahan masuk ke dalam Siever . Pada kondisi aktual, sudah terdapat sensor suhu dehumidifier yang terhubung pada panel di area mixing
65
room untuk mempermudah monitoring kondisi dehumidifier. Namun,pada dehumidifier sering terjadi masalah karena kondisi temperatur udara yang terlalu rendah terekspos bahan yang terlalu panas sehingga uap air yang keluar dari bahan menjadi embun dan menyebabkan kondisi dehumidifier menjadi basah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kerak bahan pada dehumidifier. Proses pengayakan dilakukan setelah bahan melewati dehumidifier untuk proses pendinginan. Siever yang digunakan adalah V-brow Siever dengan ukuran mesh 6,8 dan 40. Hasil ayakan yang diambil adalah produk yang lolos Mesh 8 dan tidak lolos Mesh 40. Keseluruhan produk setelah dilakukan pengayakan ditampung secara manual di dalam pengemas plastik khusus. Proses penampungan dan pengisian granule ke dalam pengemas yang dilakukan secara manual menyebabkan takaran pengisian granule yang bervariasi di setiap pengemas. Metode pengikatan pengemas yang dilakukan juga bervariasi, karena pada kondisi aktual pekerja yang berada di area drying room berbeda-beda setiap harinya. Oleh karena itu, sebaiknya perlu ditetapkan sebuah standar takaran pengisian dan pengikatan untuk setiap pengemas berisi produk semi finish goods. Pengamatan keseluruhan proses pengeringan dan pengayakan dapat dilihat pada lampiran 12 . Berdasarkan hasil pengamatan, temperatur di setiap blower dan dehumidifier fluktuatif antar batch. Hal ini juga dibuktikan dengan kondisi temperatur bahan yang bervariasi setelah proses pengayakan. Setelah produk diayak, pekerja pada area drying room segera menampung keluaran produk dari siever secara manual. Takaran pengisian produk di dalam pengemas maksimum ¾ dari tinggi pengemas. Pengemas yang sudah berisi produk kemudian diikat dan diletakkan di atas pallet. Pallet yang sudah berisi susunan tumpukan pengemas berisi produk semi finish goods akan ditransfer menuju area packing hall dengan menggunakan hand pallet. Setelah didiamkan selama 30 menit, QC in line melakukan pengecekan Aw produk semi finish goods yang berada di area packing hall. Jeda waktu pengecekan Aw 30 menit setelah pengeringan dikarenakan temperatur produk semi finish goods yang masih terlalu tinggi sehingga sampel yang dilakukan pengecekan dengan waktu jeda kurang dari 30 menit masih terlalu panas. Hasil pengecekan Aw semi finish goods 30 batch dapat dilihat pada tabel 5.
66
Tabel 5. Hasil Pengukuran Aw semi finish goods bumbu penyedap rasa Batch Aw Batch Aw 1 0,2930 16 0,3029 2 0,3026 17 0,2387 3 0,2845 18 0,2290 4 0,2584 19 0,2225 5 0,2653 20 0,2417 6 0,2985 21 0,3011 7 0,3042 22 0,2905 8 0,2453 23 0,3014 9 0,2626 24 0,3066 10 0,2811 25 0,3078 11 0,2978 26 0,3011 12 0,2845 27 0,3412 13 0,2804 28 0,3364 14 0,2415 29 0,3257 15 0,2468 30 0,3107 Dari hasil pengecekan Aw pada pengamatan 30 batch, 7 batch diantaranya menghasilkan Aw di bawah spesifikasi standar dengan target Aw semi finish goods yang seharusnya adalah 0,30. Oleh karena itu dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 13. 4.
Packing Hall Produk semi finish goods yang telah dikemas diletakkan dan disusun di atas pallet. Pola penyusunan pengemas di atas pallet dan material handling pallet dari drying room menuju packing hall merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Bahan baku pengemas digunakan harus dapat menopang produk dan beban tumpukan. Disiplin dan kerapihan pekerja merupakan hal yang penting karena pekerja bersinggungan langsung dengan produk. Cara penyusunan produk oleh pekerja juga harus distandarkan. Pada kondisi aktual, pola penyusunan pallet sangat bervariasi dan material handling yang salah akan mengakibatkan banyaknya pengemas berisi granule yang robek dan ikatan pengemas yang longgar selama penyimpanan. Hal ini disebabkan kurangnya monitoring kondisi pengemas dan area packing hall. Semakin lama produk terekspos udara luar dengan kondisi area yang tidak dikontrol, maka hal tersebut dapat menyebabkan Aw produk semi finish goods bervariasi. Banyaknya produk semi finish goods yang tertahan di area packing hall karena mesin filling yang baru tersedia hanya satu mesin. Volume produksi yang masih timpang antara volume produksi mixing dan filling, dimana proses produksi berjalan 1 shift sedangkan proses filling dan sealing berjalan 3 shift
67
untuk mengimbangi volume proses produksi. Standar lama penyimpanan produk semi finish goods adalah maksimum 2 hari, QC in line akan melakukan pengecekan ulang Aw 18 jam setelah produk disimpan di area packing hall. Hasil pengamatan kondisi temperatur dan RH selama penyimpanan pada shift siang dan malam dapat dilihat pada gambar 17 dan 18
Gambar 17. Pengamatan Temperatur area packing hall selama penyimpanan
Gambar 18. Pengamatan RH area packing hall selama penyimpanan Dari hasil pengamatan di atas, temperatur area packing hall cukup stabil antar batch produksi. Standar temperatur dan RH area ini adalah berkisar antara 20-250C dengan RH maksimum 40%. Adanya kesalahan dalam penulisan standar RH pada area ini, dimana pada checklist pengecekan tertulis RH max. Berkisar antara < 45-50%. Terdapat beberapa titik pada Temperatur dan RH yang berada di luar spesifikasi standar, temperatur dan RH area packing hall yang fluktuatif akan mempengaruhi kondisi produk selama penyimpanan di area ini sebelum produk semi finish goods akan dikemas.
68
Tahap terakhir proses yaitu proses filling dan sealing, pengemas berisi granule ditransfer secara manual ke dalam bucket berkapasitas untuk 12 kg bahan. Bucket tersebut digerakkan dengan katrol dan bergerak naik ke atas menuju hopper mesin pengemas. Kondisi lingkungan yaitu temperatur dan RH harus dijaga dan dikondisikan sesuai standar yang telah ditentukan. Produk semi finish goods yang akan dikemas perlu diperhatikan agar tidak dalam kondisi terbuka dan kontak dengan udara terlalu lama.. Pengecekan Aw pada tahap kedua dilakukan setelah produk semi finish goods dikemas ke dalam sachet. Pengambilan sampel produk dilakukan secara sampling pada bagian awal dan akhir satu renceng produk yang keluar dari mesin filling. Hasil pengecekan Aw pada tahap ini dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Hasil Pengukuran Aw finish goods bumbu penyedap rasa Batch Aw Batch 1 0,3243 16 2 0,3146 17 3 0,3194 18 4 0,2689 19 5 0,3154 20 6 0,2718 21 7 0,2736 22 8 0,2817 23 9 0,2923 24 10 0,3001 25 11 0,3067 26 12 0,2991 27 13 0,3021 28 14 0,3031 29 15 0,2941 30
Aw 0,2882 0,2580 0,2672 0,2826 0,2598 0,3212 0,3193 0,3267 0,3281 0,3296 0,3371 0,3408 0,3212 0,3028 0,3178
Dari hasil pengukuran Aw pada finish goods, keseluruhan Aw produk pada hasil pengamatan 30 batch sangat bervariasi, namun masih dalam kisaran spesifikasi. Selanjutnya, dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 14. Dari hasil penelusuran menggunakan why-why analysis pada keseluruhan proses di setiap area produksi., maka dibuatlah Diagram pareto untuk melihat proses mana yang berpotensi menyebabkan variasi Aw pada produk finish goods. Dari sebagian besar faktor yang mempengaruhi variasi Aw produk bumbu penyedap rasa, faktor mesin, metode, dan lingkungan menyinggung masalah temperatur/RH area produksi maupun pada kondisi mesin dan lama waktu tunggu bahan, . Hal ini juga dapat dilihat dari why-why analisis yang dilakukan yang menyatakan bahwa ketiga kriteria tersebut mengharuskan
69
pemecahan solusi untuk mengurangi masalah tersebut . Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui bahwa keadaan temperatur/RH dan lama waktu tunggu bahan di luar spesifikasi akan mempengaruhi kondisi bahan selama proses sehingga secara langsung akan berpengaruh pada Aw produk yang dihasilkan. Frekuensi terjadinya temperatur/RH area produksi maupun pada kondisi mesin dan waktu tunggu bahan di luar spesifikasi standar dapat dilihat pada Lampiran 17. Pareto menemukan teori yang menunjukkan bahwa 20% kondisi dapat menjadi penyebab bagi 80% akibat. Dengan demikian untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya variasi Aw produk bumbu penyedap rasa. Hal ini karena ketika kita menemukan banyak masalah di perusahaan, maka terlalu sulit untuk memperbaiki (menyelesaikan) semua masalah tersebut. Perlu dilakukan pemilihan untuk menemukan 1 atau 2 masalah yang mempunyai efek besar (Muhandri dan Kadarisman 2005).
Gambar 19. Diagram Pareto Penyebab Variasi Aw Produk Finish Goods Bumbu Penyedap Rasa Dari hasil analisis diagram pareto di atas, terdapat empat masalah potensial penyebab variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa RH packing hall di luar standar (25%), pengemas produk semi finish goods terbuka pada saat proses filling (25%), RH dehumidifier di luar standar (25%), lama unloading (7,5%). Dari keempat penyebab tersebut akan dilakukan rancangan tindakan perbaikan mutu dalam proses produksi produk bumbu penyedap rasa .
5.5 PENYUSUNAN USULAN PERBAIKAN DAN UJI COBA LAPANGAN Dari hasil analisis diagram pareto, faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa diantaranya keadaan lingkungan, kondisi mesin serta prosedur yang dilakukan selama proses
70
produksi. Didapatkan beberapa usulan perbaikan dari hasil why-why analysis diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penggunaan Door Closed pada seluruh pintu dan pengecekan kondisi plastik curtain di area packing hall Penyediaan pengontrol RH (dehumidifier) dan indikator temperatur/RH di area packing hall Penurunan standar temperatur area packing hall menjadi lebih rendah, untuk menjaga kestabilan kondisi produk semi finish goods selama penyimpanan Penyempurnaan SOP pengecekan temperatur/RH di area produksi Standarisasi material handling pada proses mixing dan filling Pengecekan dan monitoring kondisi keseluruhan mesin selama proses produksi berlangsung (checklist)
Peninjauan keseluruhan proses dilakukan dengan trial 4 batch produksi dimulai dari proses mixing hingga filling. Beberapa action plan yang diterapkan selama uji coba berlangsung diantaranya standarisasi material handling pada proses mixing dan filling serta melakukan pengecekan dan monitoring kondisi keseluruhan mesin selama proses produksi berlangsung. Hasil uji coba 4 batch dapat dilihat pada lampiran 15. Dari hasil pengecekan Aw semi finish goods keempat batch hampir mendekati target. Pengecekan Aw finish goods dilakukan setelah produk disimpan dalam masa penyimpanan yang masih berada dalam kisaran standar maksimum 48 jam dengan rata-rata lama penyimpanan 21-25 jam dengan pengaturan kondisi RH packing hall dalam kisaran standar . Pengecekan dilakukan pada sampel bagian awal, tengah dan akhir untuk memastikan keseragaman Aw setiap batch. Dari hasil pengukuran Aw baik bagian awal,tengah dan akhir dapat disimpulkan bahwa keseluruhan batch mempunyai kisaran Aw yang cukup seragam dan masih berada di dalam spesifikasi.
71