USULAN PERBAIKAN LINI BERDASARKAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN PREDETERMINED TIME SYSTEMS PADA PERAKITAN UPPER NCVS1.06 DI PT.ASIA DWIMITRA INDUSTRI Diana Tjan1, Muhamad Fadhli Farhan2, Sanidhya Nurwulan Anindita3, Siti Nur Fadlilah A.4 Teknik Industri, Binus University, Jl. K.H. Syahdan No. 9 Palmerah-Jakarta Barat 11480, Telp.(+62-21)5345830/Fax.(+62-21)5300244,
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRACT Increased productivity of a company's production can be achieved by planning an efficient and effective production, which is associated with a workload equalization to achieve a balance line. This study discusses problems that are found on an assembly upper NCVS 1.06 in PT.Asia Dwimitra Industri. The problem that is found on NCVS 1.06 is the production line does not work smoothly between workstations that caused stacks of material with high delay of 71,54% and idle time 4665,38 seconds. The first thing to do for research method is observation,and then determine which topics will be examined further in this thesis. Next is study from books and journals followed by identifying problems on NCVS 1.06. For data collection method is using data sourced from the company as well as conducting observations directly. Processing and analysis of data is using method of line balancing and methods of predetermined time systems (PTS). The line balancing method that used is Largest Candidate Rules (LCR), Killbridge-Wester (KW), Ranked Position Weight (RPW), and J-Wagon. The PTS that used is Measurement Time Method II (MTM-II). Analysis is done by describing the layout of the NCVS 1.06 by using the 2 best method, the method of LCR and MTM-II. Results achieved by the method of LCR are increased efficiency of the line to be 93,07% with balance delay of 6,93% and decreased the value of smoothness index to 44.50. Then, from results achieved with the use of methods of MTM-II is the value the efficiency of 90,34% with balance delay of 9,66% and smoothness index value of 43,75. (DT, MFF, SNA) Keywords: Line Balancing, Efficiency, Largest Candidate Rules, Killbridge-Wester, Ranked Positional Weights, J-Wagon, Predetermined Time Systems, Method Time Measurement II. ABSTRAK Peningkatan produktivitas produksi suatu perusahaan dapat dicapai dengan perencanaan produksi yang efisien dan efektif, yaitu berkaitan dengan pemerataan beban kerja untuk mencapai keseimbangan lini. Penelitian ini membahas kendala yang terdapat pada perakitan upper NCVS 1.06 di PT. Asia Dwimitra Industri. Adapun kendala tersebut yaitu mengenai tidak lancarnya lini produksi antar stasiun kerja yang menyebabkan terjadinya penumpukan material dengan tingginya delay sebesar 71,54% serta idle time selama 4665,38 detik. Sehingga, tujuan penelitian ini ialah melakukan pemerataan beban kerja untuk mencapai keseimbangan lini guna meningkatan efisiensi produksi upper. Metode penelitian yang digunakan adalah metode keseimbangan lini dan metode predetermined time systems (PTS). Dimana metode keseimbangan lini terdiri dari metode Largest Candidate
Rules (LCR), Killbridge-Wester (KW), Ranked Positional Weights (RPW), dan J-Wagon. Untuk metode PTS digunakan metode Measurement Time Method II (MTM-II). Dari hasil perhitungan, didapat analisis metode keseimbangan lini terbaik yaitu metode LCR. Setelah itu, dilakukan pengkajian ulang terhadap beberapa waktu baku terbesar menggunakan metode MTM-II yang kemudian diterapkan pada keseimbangan lini dengan metode terbaik. Hasil yang dicapai dengan metode LCR adalah meningkatnya efisiensi lini menjadi 93,07% dengan balance delay sebesar 6,93% dan menurunnya nilai smoothness index menjadi 44,50. Kemudian, hasil yang dicapai setelah MTM-II adalah nilai efisiensi sebesar 90,34% dengan balance delay sebesar 9,66% serta nilai smoothness index sebesar 43,75. (DT, MFF, SNA) Kata Kunci: Keseimbangan Lini, Efisiensi, Largest Candidate Rules, Killbridge-Wester, Ranked Positional Weights, J-Wagon, Predetermined Time Systems, Method Time Measurement II.
PENDAHULUAN Semakin pesatnya perkembangan teknologi pada era globalisasi saat ini menyebabkan tingginya tingkat persaingan, terutama dalam dunia industri. Sektor-sektor industri merupakan salah satu motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi. Pada dunia industri, manufaktur merupakan suatu proses produksi dimana unit kerja atau kegiatan yang saling berhubungan antara satu dengan lainnya bertransformasi dari bahan baku menjadi produk jadi maupun setengah jadi (Wignjosoebroto, p. 55). Salah satu perusahaan di Indonesia yang bergerak dalam bidang manufaktur adalah PT. Asia Dwimitra Industri dengan produksi utama yaitu sepatu, khususnya sepatu olahraga. Ketatnya persaingan dalam bidang industri menyebabkan perlu adanya sistem kerja yang baik pada suatu proses operasi atau produksi, sehingga pencapaian efisiensi dan produktivitas dapat dioptimalkan. Hal ini juga dialami oleh PT. Asia Dwimitra Industri, dimana sistem kerja yang baik dibutuhkan untuk mengurangi atau menghindari terjadinya faktor-faktor yang tidak diinginkan dalam suatu proses produksi, seperti lamanya waktu menganggur dan waktu menunggu yang terjadi pada mesin ataupun pada operator. Dalam proses produksi pada PT. Asia Dwimitra Industri, keseimbangan lini produksi harus sangat diperhatikan guna mengoptimalkan output produksi. Lini yang tidak seimbang akan membuat stasiun kerja dalam lini tersebut memiliki kecepatan produksi yang berbeda dan mengakibatkan lini menjadi tidak efisien dan efektif. Penelitian di PT. Asia Dwimitra Industri berpusat pada proses produksi NCVS (NOS Core Value Stream) 1.06 dengan produksi sepatu jenis N-ACC, dimana proses produksi terdiri dari proses upper dan bottom. Proses perakitan upper terdiri dari bagian atas sepatu yang dimana proses perakitan dilakukan dengan menggunakan mesin manual seperti mesin jahit. Sedangkan, proses bottom terdiri dari bagian bawah atau alas sepatu dimana terdapat insole, midsole dan outsole yang prosesnya sudah menggunakan mesin automation dengan conveyor belt sebagai alat penggerak atau sudah memiliki fix layout yang kontinu. Oleh karena itu, yang menjadi fokus penelitian yaitu pada proses upper dimana masalah yang dihadapi adalah sering tidak tercapainya target output produksi yang disebabkan aliran lini pada proses produksi tidak berjalan lancar (kontinu) yang terjadi akibat pembagian beban penugasan kerja yang tidak seimbang, serta penempatan stasiun kerja yang tidak berurutan dan tidak sejalan sehingga proses pemindahan barang dari satu stasiun kerja ke stasiun berikutnya menjadi terhambat. Akibat ketidaklancaran aliran lini tersebut, maka tingkat efisiensi dan produktivitas menjadi rendah. Oleh sebab itu, dibutuhkan perbaikan untuk menyeimbangkan aliran lini produksi agar berjalan kontinu sehingga target produksi dapat terpenuhi. Dengan begitu efisiensi dan produktivitas kerja akan meningkat dan perusahaan dapat memperoleh profit yang maksimal serta dapat terus bersaing di dalam industri yang serupa. Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Metode keseimbangan lini apa yang sebaiknya digunakan pada proses perakitan upper di NCVS 1.06? 2. Bagaimana keseimbangan lini dengan metode terbaik jika beberapa waktu baku (yang terbesar) yang diterapkan perusahaan dikaji ulang dengan menggunakan MTM-II? 3. Bagaimana aliran lini produksi dari layout usulan yang diberikan? 4. Bagaimana perbandingan nilai efisiensi dari lini perakitan awal dengan lini usulan yang diberikan? 5. Bagaimana perbandingan kondisi lini awal dengan lini usulan yang diberikan?
Keseimbangan Lini Keseimbangan lini atau line balancing adalah suatu sistem untuk mendistribusikan atau menempatkan unit-unit dan elemen-elemen kerja di mana operasi-operasi produksi diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu (seimbang) sehingga mencapai penyeimbangan lini pada stasiun kerja guna mencapai efisiensi kerja yang tinggi dan meminimalisir waktu menunggu (delay time) dan waktu menganggur (idle time) serta penumpukan material yang akan terjadi dan juga dapat meminimalisir biaya produksi. Penyeimbangan lini ini bertujuan untuk mendistribusikan setiap unit dan elemen kerja pada masing-masing stasiun kerja dengan memanfaatkan peralatan maupun operator semaksimal mungkin sehingga waktu menganggur dapat ditekan seminimal mungkin guna mencapai efisiensi dan produktivitas tinggi (Heizer & Render, 2006, p. 355).
Istilah-Istilah Dalam Keseimbangan Lini (Line Balancing) Ada beberapa istilah-istilah penting dalam keseimbangan lini (Line Balancing), yaitu: 1. Assembly Chart (AC) Assembly chart atau bagan perakitan adalah ilustrasi grafis dari flow kerja komponen dan bagaimana untuk merakit sebuah produk. Dari ilustrasi ini akan membantu untuk mengerti komponen produk, bagaimana untuk merakit komponen, flow komponen-komponen, koneksi dari komponen dan sub komponen, gambaran peninjauan dari proses perakitan, timeline ketika komponen dipesan dan dirakit bersamaan, serta gambaran singkat mengenai materials flow (Amalia, Nugroho, Kaharuddin, & Zuraida, 2011, p. 4) 2.
Precedence Diagram Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya (Gozali, Widodo, & Bernhard, 2012, p. 121).
3.
Work Element (Elemen Kerja) Work Element atau elemen kerja merupakan bagian dari keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dalam proses perakitan (Groover, 2008, p. 429).
4.
Work Station (Stasiun Kerja) Work Station atau stasiun kerja merupakan tempat dalam melakukan pekerjaan pada lini perakitan. Terdapat perhitungan mengenai efisiensi lini serta idle time pada masing-masing stasiun kerja, yaitu:
(Gozali, Widodo, & Bernhard, 2012, p. 120) 5.
Cycle Time (Waktu Siklus) Cycle Time atau waktu siklus merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan dalam menyelesaikan sebuah unit dari lini perakitan dalam stasiun kerja. Waktu Siklus (CT) merupakan waktu maksimal yang tidak boleh dilampaui oleh salah satu proses perakitan yang ada, sehingga jika CT yang dihasilkan lebih kecil dari waktu baku (Wb) yang ada, maka CT sama dengan Wb. Perhitungan CT dinyatakan dalam:
(Groover, 2008, p. 432) 6.
Line Efficiency Line efficiency atau LE adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan jumlah stasiun kerja.
Keterangan: : Jumlah waktu stasiun dari stasiun ke -1 n CT
: Jumlah stasiun kerja : Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
(Gozali, Widodo, & Bernhard, 2012, p. 121) 7.
Balance Delay Balance Delay adalah ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja.
atau Keterangan: K CT
: Jumlah stasiun kerja : Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja : Jumlah waktu stasiun dari stasiun ke -1
D : Balance Delay (%) (Groover, 2008, p. 432) 8.
Smoothness Index Smoothness Index atau SI adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Dimana, nilai SI semakin mendekati nol maka semakin lancar aliran lini perakitan.
Keterangan: STimax : Maksimum waktu di stasiun STi : Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i (Groover, 2008, p. 432)
Metode Keseimbangan Lini Beberapa metode keseimbangan lini yang digunakan adalah: 1. Metode Largest Candidate Rule (LCR) Merupakan metode yang paling sederhana, dimana elemen-elemen kerja dipilih untuk ditempatkan pada stasiun-stasiun kerja dengan dasar ukuran dari nilai waktu elemen kerjanya. Adapun langkah-langkah dalam penyelesaian metode LCR adalah sebagai berikut: a. Membuat urutan elemen dalam bentuk precedence diagram. b. Mengurutkan elemen-elemen kerja dari waktu pengerjaan terbesar hingga terkecil. c. Mengelompokkan atau menyusun stasiun kerja berdasarkan elemen kerja yang diambil dari urutan waktu pengerjaan paling atas dengan mempertimbangkan urutan elemen dalam precedence diagram. Jumlah waktu pengerjaan dalam setiap stasiun kerja tidak boleh melebihi nilai takt time atau cycle time (CT) yang ditetapkan. d. Menghitung performansi lini dari hasil penerapan metode. (Groover, 2008, p. 433) 2.
Metode Killbridge-Wester Heuristic (KW) Merupakan metode pembebanan berurut yang dimana langkah penugasan kerja pada stasiun kerja berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan. Pada metode ini akan didapatkan lebih banyak operasi seri yang digabungkan ke dalam satu stasiun kerja. Adapun langkah-langkah dalam penyelesaian metode KW adalah sebagai berikut: a. Membuat urutan elemen dalam bentuk precedence diagram dan kemudian membagi elemen kerja ke dalam beberapa wilayah dari kiri ke kanan dengan syarat dalam satu daerah tidak ada elemen kerja yang saling bergantungan. b. Menjumlahkan waktu pengerjaan dalam tiap-tiap wilayah.Mengelompokan atau menyusun stasiun kerja berdasarkan elemen kerja yang diambil dari urutan wilayah dalam precedence diagram. Jumlah waktu pengerjaan dalam setiap stasiun kerja tidak boleh melebihi nilai takt time atau cycle time (CT) yang ditetapkan. c. Menghitung performansi lini dari hasil penerapan metode. (Groover, 2008, p. 435)
3.
Metode Ranked Positional Weights (RPW) Dikenal juga dengan metode Hegelson-Birnie merupakan metode yang paling awal dikembangkan dengan menggunakan bobot posisi. Metode RPW mengutamakan waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja yang kemudian diikuti oleh elemen kerja lain yang memiliki waktu elemen yang lebih rendah. Adapun langkah-langkah dalam penyelesaian metode RPW adalah sebagai berikut: a. Menentukan bobot posisi dari masing-masing elemen kerja berdasarkan jumlah waktu pengerjaan dari elemen kerja yang mengikuti. b. Mengurutkan bobot posisi dari nilai terbesar hingga terkecil. c. Mengelompokan atau menyusun stasiun kerja berdasarkan bobot elemen kerja yang diambil dengan mempertimbangkan urutan elemen dalam precedence diagram. Jumlah waktu pengerjaan dalam setiap stasiun kerja tidak boleh melebihi nilai takt time atau cycle time (CT) yang ditetapkan. d. Menghitung performansi lini dari hasil penerapan metode. (Groover, 2008, p. 437)
4.
Metode J-Wagon Metode heuristik ini mengutamakan jumlah elemen kerja yang terbanyak, dimana elemen kerja tersebut akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja lain yang memiliki jumlah elemen kerja yang lebih sedikit. Adapun langkahlangkah yang harus dilakukan dalam melakukan penyeimbangan lini dengan metode J-Wagon, adalah sebagai beikut : a. Urutkan elemen-elemen pekerjaan dari yang memiliki jumlah elemen kerja paling banyak sampai yang memiliki elemen kerja paling sedikit. Proses ini dinamakan proses pemberian bobot (J-Wagon). Pemberian bobot (J-Wagon) didasarkan pada jumlah operasi (bukan waktu operasi). b. Apabila terdapat dua elemen kerja yang memiliki nilai bobot yang sama, maka prioritas akan diberikan kepada elemen kerja yang memiliki waktu pengerjaan lebih besar. c. Tempatkan elemen pekerjaan yang memiliki bobot (J-Wagon) tertinggi hingga yang terendah ke setiap stasiun kerja. d. Jika pada setiap stasiun kerja terdapat kelebihan waktu, dalam hal ini waktu stasiun melebihi waktu siklus, tukar atau ganti elemen pekerjaan yang ada dalam stasiun kerja tersebut ke stasiun kerja berikutnya selama tidak menyalahi precedence diagram. (Meudita, 2007)
Predetermined Time Systems (PTS) Predetermined Time Systems (PTS) digunakan untuk mengevaluasi gerakan dasar yang tidak dapat diukur menggunakan stopwatch dalam menetapkan waktu standar dalam suatu proses perakitan. PTS adalah sistem pendataan standar yang dirancang untuk digunakan dalam variasi produk yang luas maupun proses aplikasi (Freivalds A. , 2009, p. 499). PTS terdiri dari suatu kumpulan data waktu dan prosedur sistematik dengan membagi-bagi setiap operasi kerja manual ke dalam gerakan-gerakan dasar dengan data waktu gerakan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Adapun acuan dasar dari gerakan-gerakan dasar tersebut yaitu gerakan therbligs yang terdiri dari 17 gerakan dasar (Geng, 2004, p. 58.3). Unit satuan waktu yang digunakan, dikenal sebagai TMU (Time Measurement Unit), dimana 1 TMU sama dengan 0,00001 jam atau 0,0006 menit atau 0,036 detik (Freivalds A. , 2009, p. 501). Adapun metode PTS yang digunakan adalah Methods-Time Measurement II (MTM-II)
Methods-Time Measurement II (MTM-II) Methods-Time Measurement (MTM) adalah suatu prosedur yang menganalisis setiap operasi manual atau metode kedalam gerakan dasar yang diperlukan untuk melakukan suatu proses dan menetapkan setiap gerakan PTS, yang ditentukan oleh sifat gerak dan kondisi-kondisi yang akan dibuat untuk menentukan waktu standar dari suatu proses. Di dalam MTM, nilai waktu yang ditetapkan berdasarkan jarak operator dalam melakukan gerakan kerja tersebut, misal: jarak operator ke mesin. Methods-Time Measurement II (MTM-II) merupakan penyempurnaan dari MTM-I, dimana dalam MTM-II mengandung gerakan mendasar dari MTM dan kombinasi dari gerakan dasar MTM. Data
yang digunakan di adaptasi dari gerakan operator dan peralatan atau mesin yang digunakan. Terdapat 11 kategori gerakan pada MTM-II, yaitu: 1. Get (G), merupakan gabungan dari gerakan reach, grasp, dan release (terdapat pada MTM-I). Tiga variabel yang mempengaruhi waktu yang dibutuhkan dalam gerakan ini adalah kasus yang terlibat, jarak perpindahan tangan, dan berat dari objek yang dikerjakan. 2. Put (P), merupakan gerakan memindahkan objek dengan menggunakan tangan atau jari. Put adalah gabungan dari gerakan move dan position (terdapat pada MTM-I). 3. Get Weight (GW), nilai waktu tambahan dari GW adalah 1 Time Measurement Unit (TMU) per 1 kg dari setiap objek yang dikerjakan. 4. Put Weight (PW), nilai waktu tambahan dari PW adalah 1 TMU per 5 kg dari setiap objek yang dikerjakan. 5. Regrasp (R), digunakan pada kondisi untuk mendapatkan kondisi tangan atau jari-jari yang lebih baik. 6. Apply Pressurre (A), merupakan pemberian tekanan pada objek yang sedang dikerjakan. Dapat di aplikasikan pada seluruh anggota tubuh dengan batas maksimum perpindahan gerakannya adalah 6,4 mm. 7. Eye Action (E), merupakan gerakan mata ketika terdapat perpindahan dalam fokus untuk melihat suatu objek kerja. 8. Foot Action (F), merupakan gerakan yang dilakukan dengan menggerakkan kaki untuk menjalakan suatu pekerjaan tanpa mengubah posisi kaki. 9. Step (S), memiliki gerakan yang sama dengan F tetapi terjadi perpindahan tempat pada posisi kaki. 10. Bend & Arise (B), merupakan gerakan yang terjadi jika posisi tubuh berubah vertikal. Seperti berdiri atau duduk. 11. Crank (C), merupakan gerakan tangan atau jari untuk memindahkan suatu objek dengan gerakan memutar. (Freivalds A. , 2009, p. 506 - 512) Berikut adalah tabel standar waktu MTM-II (satuan TMU): Tabel 1 Tabel MTM-II MTM-II Range
Code
GA
GB
GC
PA
PB
PC
Up to 2"
-2
3
7
14
3
10
21
Over 2" - 6"
-6
6
10
19
6
15
26
Over 6" - 12"
-12
9
14
23
11
19
30
Over 12" - 18"
-18
13
18
27
15
24
36
Over 18"
-32
17
23
32
20
30
41
GW 1 - per 2 lb
PW 1 - per 10 lb
A
R
E
C
S
F
B
14
6
7
15
18
9
61
(Freivalds A. , 2009, p. 509)
METODE PENELITIAN
Gambar 1 Diagram Alir Penelitian Sebelum memulai penelitian, dilakukan observasi terlebih dahulu untuk mengetahui situasi dan kondisi saat ini di PT. Asia Dwimitra Industri untuk memudahkan dilakukannya pengumpulan data dalam masa penelitian berlangsung. Setelah dilakukan observasi lapangan, maka selanjutnya adalah menentukan topik dari penelitian yang akan dilakukan. Topik yang akan dibahas dan diteliti lebih lanjut adalah mengenai keseimbangan lini (line balancing) dan Predetermined Time Systems (PTS). Studi literatur dilakukan untuk membantu dalam mencari teori-teori yang akan diterapkan dan menjadi acuan dalam penelitian guna memudahkan untuk menyelesaikan penelitian. Identifikasi masalah dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada fokus dari penelitian, yaitu keseimbangan lini produksi NCVS 1.06 untuk mengurangi idle time dari lini tersebut. Dari identifikasi masalah, dapat dibuat suatu perumusan masalah yang akan ditemukan jawabannya pada akhir pembahasan serta tujuan dari penelitian yang dilakukan. Setelah mengetahui batasan masalah yang akan diteliti, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi langsung pada perusahaan, dimana observasi langsung ini dilakukan pada saat kegiatan produksi sedang berjalan. Adapun data yang diambil yaitu berupa layout NCVS 1.06, proses perakitan, waktu siklus, dan waktu baku. Setelah data terkumpul maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan data. Pengolahan data adalah tahap dimana data-data yang didapat mulai dicocokkan dan disesuaikan dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian. Data-data yang diolah berkaitan dengan topik penelitian ini, yaitu keseimbangan lini produksi (line balancing) dan Predetermined Time Systems (PTS) khususnya Measurement Time Method II (MTM-II). Tahap selanjutnya setelah data diolah adalah pembahasan dan analisis hasil. Pada tahap ini, dibandingkan antara studi pustaka dengan hasil pengolahan data. Perbedaan yang terdapat selama proses penelitian kemudian dilakukan pembahasan dan analisis hasil. Hasil dari pembahasan dan analisis ini nantinya akan menjadi referensi untuk pembuatan kesimpulan pada tahap akhir. Setelah pembahasan dan analisis, tahap selanjutnya yang juga merupakan tahap terakhir adalah kesimpulan dan saran. Kesimpulan mengacu dari apa yang telah dibahas dan di analisis. Saran merupakan usulan apa yang ingin diberikan kepada perusahaan untuk mengoptimalkan kegiatan produksi dalam perusahaan dan meningkatan profit perusahaan.
HASIL DAN BAHASAN Precedence Diagram Precedence diagram berfungsi untuk menggambarkan hubungan dan keterkaitan antar elemen kerja yang memperlihatkan secara keseluruhan proses perakitan. Berikut adalah bentuk precedence diagram pada proses perakitan upper:
Gambar 2 Precedence Diagram
Kondisi Lini Awal Kondisi lini awal pada perakitan upper terdiri dari elemen-elemen kerja yang dikelompokkan berdasarkan prosesnya. Dimana, efisiensi setiap stasiun kerja dari kondisi lini awal didapat dari waktu baku yang diperoleh dan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Efisiensi dan Idle Time per-Stasiun Kerja:
Selain itu, juga dilakukan perhitungan performansi lini yaitu line efficiency (LE), balance delay (BD), dan smoothness index (SI) terhadap kondisi lini saat ini. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Cycle Time (CT):
Apabila CT < Wbmaks , maka CT = Wbmaks Line Efficiency (LE):
Balance Delay (BD):
Smoothness Index (SI):
Setelah dilakukan perhitungan kondisi lini awal, maka dilakukan perhitungan serta pengelompokkan keseimbangan lini dengan menggunakan beberapa metode.
Keseimbangan Lini Setelah melakukan seluruh perhitungan pada pengolahan data, maka didapatkan nilai line efficiency, balance delay, dan smoothness index dari masing-masing metode keseimbangan lini. Berikut adalah hasil perhitungan dari empat metode yang digunakan: Tabel 2 Perbandingan Hasil Perhitungan Seluruh Metode Metode Largest Candidate Rules (LCR) Killbridge & Wester (KW) Ranked Position Weights (RPW) J-Wagon
Line Efficiency (LE)
Balance Delay (BD)
Smoothness Index (SI)
93,07%
6,93%
44,50
87,90%
12,10%
83,45
93,07%
6,93%
46,86
93,07%
6,93%
55
Untuk mengukur apakah suatu lini seimbang atau tidak, dapat dilihat dari nilai line efficiency, balance delay, dan smoothness index, dimana keseimbangan lini terbaik memiliki nilai line efficiency yang tinggi, nilai balance delay yang rendah, dan yang paling penting adalah memiliki nilai smoothness index yang rendah. Metode dengan hasil nilai smoothness index rendah atau semakin mendekati nol maka semakin baik karena hal ini menunjukkan kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan, semakin kecil nilai smoothing index maka keseimbangan lini perakitan semakin lancar.
Pada tabel diatas, beberapa metode memiliki hasil nilai yang sama pada line efficiency terbesar yaitu 93,07% dengan balance delay terkecil yaitu 6,93% adalah keseimbangan lini dengan metode LCR, RPW, dan J-Wagon. Namun, dari masing-masing metode tersebut memiliki nilai smoothness index yang berbeda yaitu pada metode LCR sebesar 44,50, metode RPW sebesar 46,86 dan metode JWagon sebesar 58,04. Oleh karena itu, dari hasil perhitungan maka metode keseimbangan lini terbaik yang digunakan sebagai usulan pada penelitian ini yaitu metode Largest Candidate Rules (LCR) karena memiliki nilai smoothness index terendah yang berarti memiliki keseimbangan lini yang baik atau berjalan lancar.
Keseimbangan Lini Metode Largest Candidate Rules (LCR) Pada metode ini, masing-masing elemen kerja diurutkan berdasarkan waktu baku dari yang paling besar. Setelah mengurutkan waktu, selanjutnya adalah mengelompokkan elemen-elemen kerja ke stasiun kerja berdasarkan prioritasnya dengan acuan waktu baku yang terbesar dan disesuaikan dengan urutan dari masing-masing elemen pada precedence diagram. Berikut tabel keseimbangan lini dengan metode LCR: Tabel 3 Keseimbangan Lini dengan Metode LCR Stasiun Kerja
No. Elemen Kerja
∑ Waktu Baku (detik)
Efisiensi (%)
Idle Time (detik)
1
3, 1, 27, 2
115,55
98,73
1,49
2
8, 14, 17, 4, 41
116,05
99,15
0,99
3
10, 11, 5
102,41
87,50
14,63
4
6, 7, 9, 12
116,30
99,37
0,74
5
13, 15, 18
107,55
91,89
9,49
6
19, 20, 21, 22
112,08
95,76
4,96
7
23, 28, 32
115,44
98,63
1,60
8
16, 24, 25
104,78
89,52
12,26
9
26, 29, 30, 31, 37
114,72
98,02
2,32
10
33, 34, 35, 36, 42
104,85
89,58
12,19
11
38, 39, 43
109,57
93,62
7,47
12
40, 44, 45
91,04
77,79
26
13
46
117,04
100
0
14
47, 49
115,48
98,67
1,56
15
48, 51
104,81
89,55
12,23
16
50, 52, 53
103,80
88,69
13,24
17
54, 55
100,26
85,66
16,78
Berdasarkan data dari tabel diatas, dilakukanlah perhitungan performansi lini untuk metode LCR dengan menggunakan rumus seperti diatas.
Predetermined Time Systems (PTS) dengan menggunakan Method Time Measurement II (MTM-II) Tahap pertama yang dilakukan pada pengerjaan MTM-II adalah merekam hasil pengamatan gerakan operator pada saat melakukan suatu pekerjaan. Kemudian rekaman tersebut dijabarkan ke dalam gerakan dasar sesuai dengan kategori pada MTM-II yang akhirnya didapatkan besaran waktu sesuai standar pada tabel MTM-II. Terdapat sembilan elemen kerja manual dengan waktu baku tertinggi yang dikaji ulang untuk mendapatkan gerakan-gerakan kerja yang ter-standarisasi. Berikut adalah tabel hasil dari beberapa gerakan kerja yang di standarisasi berdasarkan MTM-II:
Tabel 4 Standarisasi Waktu Baku Elemen Kerja Berdasarkan MTM-II No. Elemen Kerja 46 48 55 49 24 39 47 28 50
Elemen Kerja Stitch Eyestay Lat Top & Bottom to Vamp / Quarter Lining Lat St Eyestay Med #2 (Blue thread) Insert Shoe Lace to Upper Stitch Collar Lat & Med through Collar Lining, Stitch Eyestay Quarter Lat Stitch Collar Lat to Quarter / Vamp Stitch Collar Lining to Upper Rear Area St Eyestay Med #2 area Tip(Grey thread) Stitch Eyestay Facing to Quarter Lining Lat/Med Trimming Eyestay
Waktu Baku (detik) Kondisi Setelah Awal MTM-II 117,04 68,62 73,66 56,85 73,24 58,29 64,12
46,69
56,94 56,52 51,36 49,19 45,49
34,03 38,38 36,29 28,71 41,66
Adapun penjabaran dari setiap gerakan-gerakan dan tabel MTM-II pada elemen kerja diatas, adalah sebagai berikut:
Gambar 3 Tabel MTM II
Keseimbangan Lini Setelah MTM-II Setelah dilakukan perubahan atau standarisasi berdasarkan MTM-II pada sembilan elemen kerja yang memiliki waktu baku tertinggi, maka hasil waktu baku pada MTM-II tersebut dianalisis kembali menggunakan metode keseimbangan lini terbaik yaitu metode LCR. Setelah mengurutkan, selanjutnya adalah mengelompokkan elemen-elemen kerja ke stasiun kerja berdasarkan prioritasnya dengan acuan
waktu baku yang terbesar dan disesuaikan dengan urutan dari masing-masing elemen pada precedence diagram. Analisis Layout Usulan Setelah Keseimbangan Lini dan Setelah MTM-II Layout usulan 1 dibuat berdasarkan metode keseimbangan lini terbaik yaitu metode LCR dengan waktu baku yang ditetapkan oleh perusahaan. Lalu, layout usulan 2 dibuat dengan metode LCR berdasarkan waktu baku setelah MTM-II.Adapun perbandingan antara layout kondisi awal dengan layout usulan 1 dan 2 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5 Perbandingan Hasil Perhitungan Layout Kondisi Awal dan Layout Usulan Line Efficiency (LE) 28,46%
Balance Delay (BD) 71,54%
Smoothness Index (SI) 1662,97
Usulan 1
93,07%
6,93%
44,50
Usulan 2
90,34%
9,66%
43,75
Layout Kondisi Awal
Dari tabel diatas, maka dapat di analisis bahwa layout usulan 1 dan usulan 2 yang diberikan memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan layout pada kondisi awal. Berikut adalah analisis perbandingan antara layout kondisi awal dengan layout usulan 1 dan usulan 2. Tabel 6 Analisis Perbandingan Layout Kondisi Awal dan Layout Usulan Layout Kondisi Awal
Layout Usulan 1
Layout Usulan 2
Memiliki nilai efisiensi lini hanya sebesar 28,46%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lini saat ini tidak seimbang sehingga tidak efisien. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan.
Memiliki nilai efisiensi lini sebesar 93,07%, meningkat tajam setelah dilakukan perbaikan dengan metode LCR yaitu sebesar 64,61%. Hal ini menunjukkan bahwa lini usulan 1 yang diberikan seimbang dan lebih efisien dibanding kondisi lini saat ini.
Memiliki nilai efisiensi hanya 90,34%, lebih rendah 2,73% dibandingkan usulan 1, namun masih memiliki nilai efisiensi diatas 90% sehingga menunjukkan bahwa usulan 2 juga memiliki lini yang seimbang dan memiliki tingkat efisiensi yg cukup sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan improvement.
Memiliki nilai balance delay yang tinggi yaitu sebesar 71,54%. Hal ini menunjukkan ketidakefisienan lini diakibatkan dari waktu menganggur yang tinggi, biasanya disebabkan dari pengalokasian pekerjaan yang kurang sempurna diantara stasiun kerja.
Memiliki nilai balance delay yang lebih rendah dibandingkan kondisi awal yaitu sebesar 6,93%, menurun drastis sebesar 64,61% setelah dilakukan perbaikan lini. Hal ini menunjukkan lini usulan yang diberikan memiliki pembagian dan peng-alokasian yang seimbang pada setiap stasiun kerja sehingga hanya sedikit waktu menganggur yang dihasilkan.
Memiliki nilai balance delay 9,66%, lebih tinggi 2,73% dari usulan 1. Hal ini menunjukkan lini usulan 2 yang diberikan memiliki pembagian dan peng-alokasian yang kurang baik dibandingkan usulan 1, namun dapat dijadikan bahan pertimbangan karena masih memiliki nilai dibawah 10%.
Memiliki nilai smoothness index yang sangat tinggi yaitu sebesar 1662,97. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lini saat ini memiliki aliran yang tidak berjalan lancar sehingga banyak terjadi pe-numpukkan material dan sering terjadi idle time.
Memiliki nilai smoothness index yang jauh lebih rendah dari kondisi awal yaitu sebesar 44,50. Hal ini menunjukkan lini usulan yang diberikan dapat menghasilkan aliran lini yang seimbang dan berjalan lancar sehingga penumpukkan material dan operator menganggur pun dapat dikurangi.
Memiliki nilai smoothness index yang lebih rendah dari kondisi awal dan usulan 1 yaitu sebesar 43,75. Hal ini menunjukkan lini usulan 2 dapat menghasilkan aliran lini yang lebih seimbang dan berjalan lancar dibanding usulan 1 sehingga penumpukkan material dan operator menganggur pun dapat lebih diminimalisir.
Terdiri dari 9 stasiun kerja.
Terdiri dari 17 stasiun kerja.
Terdiri dari 27 stasiun kerja.
Dari tabel diatas, pada kondisi lini awal sangat memungkinkan tidak tercapainya target produksi yang direncanakan perusahaan. Oleh karena itu, bentuk lini yang diusulkan diharapkan dapat memberikan hasil optimal pada proses produksi, menciptakan lini yang seimbang dengan efisiensi yang tinggi. Adapun bentuk layout kondisi awal perakitan saat ini dapat dilihat pada Gambar 4, layout usulan 1 yang diberikan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5, layout usulan 2 yang diberikan pada penelitian ini juga dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 4 Layout Kondisi Lini Awal
Gamabr 5 Layout Usulan 1 (Metode LCR)
Gamabr 6 Layout Usulan 2 (Metode LCR setelah MTM-II)
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengumpulan, pengolahan, dan analisis data berdasarkan metode keseimbangan lini serta predetermined time systems, serta berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari keempat metode keseimbangan lini yang dapat diterapkan pada proses perakitan upper NCVS 1.06, dalam perhitungan semuanya menunjukkan peningkatan lini yang lebih baik dari kondisi awal. Namun, hasil yang terbaik dari 4 metode yang digunakan adalah metode Largest Candidate Rules (LCR) dengan nilai line eficiency terbesar yaitu 93,07%, dengan balance delay terkecil yaitu 6,93% dan memiliki smoothness index terendah sebesar 44,50. 2. Setelah dilakukan perubahan atau kajian ulang terhadap beberapa waktu baku terbesar dengan MTM–II, maka hasil perhitungan keseimbangan lini dengan metode LCR yang didapat terdiri dari 27 stasiun kerja dengan nilai line eficiency sebesar 90,34%, dengan balance delay sebesar 9,66% dan memiliki smoothness index sebesar 43,75. 3. Layout usulan 1 berdasarkan metode Largest Candidate Rules (LCR) terdiri dari 17 stasiun kerja yang dibagi atas beberapa elemen-elemen kerja yang sesuai dengan urutan proses perakitan
4.
5.
upper. Sedangkan untuk layout usulan 2 yang berdasarkan waktu baku setelah MTM-II terdiri dari 27 stasiun kerja, dimana beban atau elemen kerja dibagi secara merata dan seimbang sehingga dapat menciptakan lini yang lebih lancar (kontinu). Berdasarkan perhitungan metode keseimbangan lini terbaik yaitu LCR, menghasilkan nilai efisiensi (line efficiency) yang meningkat tajam. Dimana, nilai efisiensi pada kondisi lini saat ini yaitu sebesar 28,46% sedangkan nilai efisiensi pada lini usulan 1 yaitu sebesar 93,07% dan usulan 2 yaitu sebesar 90,34%. Hal ini jelas menunjukkan adanya peningkatan efisiensi terhadap lini usulan yang diberikan. Keseimbangan lini pada usulan 1 (metode LCR) menghasilkan nilai efisiensi lebih besar dibandingkan dengan kondisi awal dan usulan 2 (setelah MTM-II), hal ini menunjukkan lini usulan 1 lebih efisien. Akan tetapi bila dilihat dari nilai smoothness index, yang memiliki nilai terendah yaitu usulan 2. Hal ini menunjukkan bahwa lini usulan 2 memiliki aliran yang lebih lancar (kontinu) daripada kondisi awal dan usulan 1. Maka dari hasil perbandingan perhitungan, lini usulan terbaik yaitu usulan 2 yang dilihat berdasarkan nilai smoothness index terkecil.
Adapun saran yang diberikan, diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau input yang berguna bagi perusahaan serta menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan improvement atau perbaikan dimasa mendatang. Usulan yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pada proses upper di NCVS1.06, disarankan perlu dilakukan perubahan layout aliran proses perakitan sesuai dengan metode keseimbangan lini terbaik yaitu metode Largest Candidate Rules (LCR). Adapun bentuk layout usulan serta aliran prosesnya telah digambarkan dan dapat dilihat pada Lampiran 21 dan Lampiran 22. Selain itu, juga perlu dipertimbangkan kembali mengenai gerakan-gerakan dasar operator sesuai kajian pada Tabel MTM-II pada Lampiran 18. 2. Dalam pencapaian keseimbangan lini terbaik yang dapat diterapkan pada perusahaan, diperlukan support atau dukungan dari berbagai pihak, terutama peran atasan untuk memberikan informasi serta mengadakan training atau pelatihan-pelatihan bagi operator produksi agar setiap operator memiliki skill yang merata sehingga kecepatan kerja seimbang dan tidak menyebabkan bottleneck. 3. Perusahaan juga dapat memperhatikan faktor pendukung lainnya untuk membantu kelancaran proses produksi seperti, menyediakan work method atau Standard Operation Process (SOP) di setiap stasiun kerja untuk memudahkan operator dalam melakukan setiap langkah dalam proses perakitan, membuat daftar part list, serta contoh produk agar operator dengan mudah mengenali bentuk-bentuk komponen part yang digunakan. 4. Selain itu, menciptakan suasana kerja yang kondusif, bersih, serta nyaman, juga perlu diterapkan perusahaan agar dapat meningkatkan kinerja para operator dalam bekerja.
REFERENSI Bilsel, R. U. (2012). Ishikawa Cause and Effect Diagrams Using Capture Recapture Techniques. Quality Technology & Quantitative Management, 9(2), 137-152. Freivalds, A. (2009). Niebel's Methods, Standards, and Work Design (Twelfth Edition). New York: McGraw-Hill. Gaspersz, V. (2012). All-in-one Production and Inventory Management for Supply Chain Professionals. Jakarta: Vinchristo Publication. Geng, H. (2004). Manufacturing Engineering Handbook. California: McGraw-Hill. Gozali, L., Widodo, L., & Bernhard, M. (2012). Analisis Keseimbangan Lini pada Departemen Chassis PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia dengan Algoritma Ant Colony, Rank Positional Weight, dan Algoritma Genetika. Analisa Keseimbangan Lintasan, 121. Groover, M. P. (2008). Automation, Production Systems, and Computer-Integrated Manufacturing (3rd edition). New Jersey: Pearson Education, Inc. Heizer, J., & Render, B. (2006). Principles of Operations Management. America: Pearson Education Inc. Mas'idah, E. (2010). Penyeimbangan Lintasan Produksi Melalui Penentuan Jumlah Stasiun Kerja yang Optimal. 82. Meudita, M. (2007). Line Balancing. Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya Pada Tata Letak Mesin PT. Funisia Perkasa, 48. Wankhede, N. H., & Kamble, P. D. (2014). A Review On Introduction to Assembly Line Balancing, Problem and Methods. VSRD International Journal of Mechanical, Civil, Automobile and Production Engineering, 7.
Wignjosoebroto, S. (2006). Pengantar Teknik & Manajemen Industri. Surabaya: Guna Widya.
RIWAYAT PENULIS Diana Tjan lahir di kota Bogor pada tanggal 09 November 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus University dalam bidang Teknik Industri pada tahun 2014. Muhamad Fadhli Farhan lahir di kota Jakarta pada tanggal 31 Oktober 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus University dalam bidang Teknik Industri pada tahun 2014. Sanidhya Nurwulan Anindita lahir di kota Jakarta pada tanggal 28 Juli 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus University dalam bidang Teknik Industri pada tahun 2014.