Usulan Perancangan Tata Letak Lantai Produksi Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus di PT. X, Bandung) Recommendation of Production Floor Layout Design Using Genetic Algorithm (Case Study at PT. X, Bandung) Vivi Arisandhy, Kartika Suhada, Siska Yoanna Halim Jurusan Teknik Industri – Universitas Kristen Maranatha E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak PT. X merupakan perusahaan yang memproduksi berbagai macam spare part motor Honda dan Suzuki. Permasalahan yang dihadapi perusahaan adalah tata letak mesin di lantai produksi yang dirasakan kurang tepat, dimana aliran material yang terjadi kurang teratur dan tata letak mesin yang seharusnya berdekatan diletakkan berjauhan. Dalam upaya mengatasi permasalahan di atas, diusulkan penerapan konsep Group Technology dengan Pendekatan Algoritma Genetika. Peneliti mengembangkan Algoritma Genetika secara manual dan membuat software untuk mempercepat waktu perhitungan. Software yang dibuat terdiri dari software pengelompokan sel (Matrix Clustering) dan software penyusunan tata letak mesin. Validitas software diuji dengan membandingkan output hasil running software dengan hasil perhitungan secara manual untuk beberapa contoh kasus. Selanjutnya, software diaplikasikan pada kasus perusahaan dan kemudian nilai total flow cost dari tata letak mesin saat ini dibandingkan dengan nilai total flow cost tata letak usulan. Pengolahan data dengan software pengelompokan sel menghasilkan tata letak usulan yang terdiri dari 8 sel. Penggunaan software penyusunan tata letak mesin menghasilkan nilai total flow cost sebesar Rp 2.511.435,40/tahun. Penyusunan tata letak saat ini menghasilkan nilai total flow cost sebesar Rp 3.182.216,89/tahun, sehingga terjadi penghematan sebesar Rp 670.781,49/tahun atau 21,08%. Manfaat lain yang dapat diperoleh dengan menerapkan tata letak usulan adalah mesin yang dibutuhkan berkurang sebanyak 10 unit mesin. Kata kunci: tata letak, Group Technology, Algoritma Genetika Abstract PT. X is a company that produces various kinds of spare parts Honda and Suzuki motorcycles. The problems faced by the company is the layout of machines on the production floor that is felt not quite right, where the flow of material is not well-ordered and machines that should be placed close is placed far apart. In an effort to overcome the problems above, application proposed is Group Technology with Genetic Algorithm Approach. Researchers developed a Genetic Algorithm manually and makes software to speed computation time. Software that is created consisting of cell grouping software (Matrix Clustering) and software machine layout arrangement. The validity of the software is tested by comparing the running output results with the manual calculation results for some sample cases. Then, the software was applied to the company case and the total flow cost of the current machine layout compared to the total flow cost of the proposed machine layout. Data processing with cell grouping software produces the proposed layout that consists of 8 cells. Use of machine layout arrangement software produces a total flow cost value of Rp 2,511,435.40 / year. The arrangement of the current layout produces a total flow cost value of Rp 3,182,216.89 / year, so that resulting in savings of Rp 670,781.49 / year or 21.08%. Other
104
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.) benefits can be obtained by applying the proposed layout is the machine that required can be reduced by 10 units. Keywords: layout, Group Technology, Genetic Algorithm
1. Pendahuluan PT. X merupakan perusahaan yang memproduksi berbagai macam spare part motor, yaitu untuk motor Honda dan Suzuki. Sistem produksi yang diterapkan di PT. X adalah job order (berdasarkan pesanan). Saat ini perusahaan mempunyai 3 departemen produksi, yaitu departemen brake pedal, departemen pipe frame head, dan departemen multi part. Tata letak mesin yang diterapkan untuk masing-masing departemen saat ini adalah layout by process. Tata letak yang diterapkan perusahaan saat ini dikatakan kurang tepat, karena letak mesin yang seharusnya berdekatan diletakkan berjauhan dan aliran material yang terjadi tidak teratur. Letak mesin yang berjauhan dan aliran material yang tidak teratur ini akan menyebabkan jarak perpindahan material yang jauh, sehingga waktu yang diperlukan untuk memindahkan material menjadi lebih lama. Disamping itu karena perpindahan material ditangani oleh operator itu sendiri, maka menyebabkan kapasitas produksi yang dihasilkan tidak optimal. Oleh karena itu, peneliti mengusulkan perbaikan tata letak lantai produksi saat ini. Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data pesanan yang diamati adalah data pesanan periode Januari –Desember 2008. 2. Produk yang diamati 35 jenis produk, karena data tersebut yang boleh diamati oleh perusahaan. 3. Usulan tata letak berdasarkan kriteria minimasi jarak perpindahan material. Asumsi yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah: 1. Tidak ada perluasan area produksi. 2. Tidak ada penambahan mesin. 3. Tidak membahas biaya relayout. Dari masalah yang sudah diidentifikasi sebelumnya, maka peneliti merumuskan beberapa masalah yang dihadapi perusahaan yaitu: 1. Apa kekurangan tata letak lantai produksi yang diterapkan perusahaan saat ini? 2. Bagaimana tata letak lantai produksi yang sebaiknya diterapkan? 3. Apa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dengan menerapkan tata letak usulan? Berdasarkan perumusan masalah yang dibuat, penelitian yang dilakukan bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi kelemahan tata letak lantai produksi yang diterapkan perusahaan saat ini. 2. Memberikan usulan perbaikan tata letak lantai produksi yang sebaiknya diterapkan. 3. Mengemukakan manfaat dari penerapan tata letak usulan.
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Perancangan Tata Letak Pabrik Perancangan tata letak pabrik merupakan suatu kegiatan rancang fasilitas dimana di dalamnya terdapat kegiatan yang menganalisis, membentuk konsep, merancang dan mewujudkan sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Dengan tujuan yaitu untuk mengoptimalkan hubungan antar operator, aliran barang, aliran informasi, dan lain-lain dengan harapan dihasilkan suatu rancangan tempat produksi yang akurat, ekonomis, dan aman. (Apple, 1990).
105
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125
2.2 Tipe-tipe Tata Letak Tipe tata letak yang sesuai akan menjadikan efisiensi proses manufacturing untuk jangka waktu yang cukup panjang. Tipe-tipe tata letak secara umum adalah product layout, process layout, group technology layout dan layout by fixed position. (Purnomo, 2008) Jenis-jenis layout dapat dibedakan berdasarkan hubungan antara volume produksi yang diproduksi dengan variasi produk yang dihasilkan. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1: (Tompkins et. al., 1996)
Sumber: (Purnomo, 2008) Gambar 1. Tipe-tipe tata letak
2.2.1 Group Technology Layout Tipe tata letak ini, biasanya komponen yang tidak sama dikelompokkan ke dalam satu kelompok berdasarkan kesamaan bentuk komponen, mesin atau peralatan yang dipakai. Pengelompokan bukan didasarkan pada kesamaan penggunaan akhir. Mesin-mesin dikelompokkan dalam satu kelompok dan ditempatkan dalam sebuah “manufacturing cell”. (Purnomo, 2008) Sel manufaktur dapat didefinisikan sebagai aplikasi dari group technology yang meliputi pengelompokkan mesin-mesin berdasarkan komponen-komponen yang diproses pada mesin yang bersangkutan. Tujuan utama dari sel manufaktur, yaitu untuk mengidentifikasikan sel-sel mesin dan part family secara simultan dan untuk menempatkan part family ke dalam sel-sel mesin dalam rangka meminimalkan perpindahan antar sel dari komponen. (Heragu, 1997) 2.3 Pengukuran Performansi Grouping Efficiency Metode Grouping Efficiency merupakan penjumlahan antara rasio utilisasi mesin dan pergerakan antar sel. Nilai 1 adalah rasio jumlah angka 1 di dalam blok diagonal terhadap jumlah total elemen di dalam blok (0 dan 1), menunjukkan utilisasi mesin dalam sel, sedangkan nilai 2 adalah rasio jumlah angka 0 di luar blok diagonal terhadap jumlah total elemen di luar blok diagonal (0 dan 1), menunjukkan inter-cell movement. (Chandrasekharan & Rajagopalan, 1986)
106
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.)
Nilai w menunjukkan pembobotan terhadap 1 dan 2, nilai w yang dianjurkan adalah 0.5, karena menganggap pembobotan untuk 1 dan 2 adalah sama. (Chandrasekharan & Rajagopalan, 1986) Nilai Grouping Efficiency yang bagus adalah 1, dimana efisiensi yang diperoleh sebesar 100%. Rumus Grouping Efficiency adalah sebagai berikut: (Chandrasekharan & Rajagopalan, 1986) oe η1 (1) oev MP o v η2 (2) MP o v e = wη1 ( 1 w)η2 (3) Keterangan : o = jumlah angka 1 dalam matriks M = jumlah mesin e = jumlah exceptional elements dalam solusi P = jumlah part v = jumlah voids dalam solusi = Grouping Efficiency 2.4 Metode-metode Perhitungan Jarak Jarak adalah salah satu parameter terukur dari komponen material handling. Dalam suatu penanganan material ada perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, yang bertujuan agar material tersebut dapat diproses lebih lanjut di tempat lain. Nilai notasi yang digunakan dalam perhitungan jarak yaitu: xi = koordinat pusat x dari fasilitas i yi = koordinat pusat y dari fasilitas j zi = koordinat pusat z dari fasilitas i dij = jarak antara pusat fasilitas i dan j Ada 7 jenis cara perhitungan jarak yaitu sebagai berikut: (Heragu, 1997) a. Euclidean Metode euclidean mengukur garis lurus yang terbentuk dari titik pusat masing-masing fasilitas. Metode ini dapat diaplikasikan pada jenis material handling yang bergerak mendekati arah tangensial. b. Squared Euclidean Metode squared euclidean sebenarnya hampir mirip dengan cara euclidean, tapi bedanya kalau di squared euclidean merupakan pangkat dua dari hasil Euclidean. Metode ini digunakan untuk masalah jarak yang membutuhkan asumsi beban pada pergerakan sumbu. c. Rectilinear Metode rectilinear adalah cara perhitungan jarak menggunakan jumlah jarak tempuh pada setiap garis sumbu. Metode ini diterapkan pada alat material handling yang bergerak secara rectangular. Rumusnya sebagai berikut : dij xi xj yi yj (4) d. Tchebychev Metode tchebychev memperkirakan jarak tempuh antar pasangan fasilitas merupakan jarak sumbu terbesar, dengan asumsi pergerakan setiap sumbu dilaksanakan secara bersamaan. Metode ini dapat diaplikasikan pada alat material handling sejenis overhead crane yang bergerak dalam berbagai sumbu secara bersamaan. e. Aisle distance Metode aisle distance merupakan perhitungan jarak aktual yang dialami material, berdasarkan akumulasi jarak sumbu. Metode ini digunakan pada jenis material handling yang bergerak secara rectangular dan lebih cermat untuk perhitungan area allocation diagram setelah adanya penempatan gang. f. Adjacency Metode adjacency adalah metode yang memberikan bobot biner pada fasilitas yang bersebelahan maupun yang tidak bersebelahan. 107
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125
g. Shortest path Metode shortest path ini menghitung jarak terpendek dari setiap jalur yang mungkin dilalui. Metode ini dilakukan dengan analisis terhadap jaringan yang terdapat pada setiap jalur material handling. Metode ini digunakan pada kondisi material handling kompleks dengan batasan parameter ongkos dan alternatif jalur yang bervariasi. 2.5 Algoritma Genetika 2.5.1 Deskripsi Algoritma Genetika Algoritma genetika diciptakan pertama kali pada tahun 1970-an oleh John Holland yang terinspirasi oleh teori Charles Darwin yang dikenal sebagai “Theory of Natural Selection”. Dalam algoritma genetika terdapat istilah-istilah yang digunakan: (Man et. al., 1997) 1. Population: merupakan sekumpulan solusi dari permasalahan yang akan diselesaikan menggunakan algoritma genetika. Population terdiri dari sekumpulan chromosome. 2. Chromosome: mewakili sebuah solusi yang mungkin (feasible solution) untuk permasalahan yang ingin diselesaikan. Sebuah chromosome terdiri dari sekumpulan gen. 3. Gen: mewakili elemen-elemen yang ada dalam sebuah solusi. 4. Parent: merupakan chromosome yang akan dikenai operasi genetik (crossover). 5. Offspring: chromosome yang merupakan hasil dari operasi genetik (crossover dan mutation). 6. Crossover: merupakan operasi genetik yang mewakili proses perkembangbiakan antar individu. Dalam melakukan proses crossover dibutuhkan satu pasang parent dan akan menghasilkan satu atau lebih offspring (keturunan). 7. Mutation: merupakan operasi genetik yang mewakili proses mutasi dalam perjalanan hidup individu. Peran mutasi adalah menghasilkan perubahan acak dalam populasi, yang berguna untuk menambah variasi dari chromosome-chromosome dalam sebuah populasi. 8. Selection Procedure: merupakan proses yang mewakili seleksi alam (natural selection) dari teori Darwin. Proses ini dilakukan untuk menentukan parent dari operasi genetik (crossover) yang akan dilakukan untuk menghasilkan keturunan (offspring). 9. Fitness Value: merupakan penilaian yang menentukan bagus tidaknya sebuah chromosome. Chormosome yang memiliki fitness value yang rendah pada akhirnya akan tersingkir oleh chromosome-chromosome yang memiliki fitness value yang lebih baik. 10. Evaluation Function: merupakan fungsi yang digunakan untuk menentukan nilai dari fitness value. Evaluation function ini merupakan sekumpulan kriteria-kriteria tertentu dari permasalahan yang ingin diselesaikan. 11. Generation: merupakan satuan dari populasi setelah melalui operasi-operasi genetika, berkembang biak dan menghasilkan keturunan. Pada akhir dari setiap generation, untuk menjaga agar jumlah chromosome dalam populasi tetap konstan, maka chromosome yang memiliki fitness value yang rendah dan memiliki peringkat di bawah nilai minimal akan dihapus dari populasi. 2.5.2 Parameter Algoritma Genetika Parameter dalam algoritma genetika berguna dalam pengendalian operator genetika yang digunakan. Goldberg mendefinisikan parameter-parameter yang digunakan dalam algoritma genetika sebagai berikut: (Obitko, 2008) 1. Ukuran Populasi: jumlah kromosom yang membentuk suatu populasi. 2. Jumlah Generasi: banyaknya populasi yang hendak dihasilkan dalam algoritma genetika. 3. Probabilitas Crossover: besarnya kemungkinan sebuah kromosom untuk mengalami crossover. Parameter ini harus ditentukan pada awal proses pencarian solusi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Obitko, disarankan bahwa nilai probabilitas crossover yang baik adalah berkisar antara 80% - 95%. 4. Probabilitas Mutasi: besarnya kemungkinan sebuah kromosom untuk mengalami mutasi. Dalam penelitiannya, Obitko menyarankan nilai probabilitas mutasi yang baik adalah berkisar antara 0,5% - 1%. 108
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.)
2.5.3 Operator Genetik Operator genetika berguna untuk memperkenalkan string-string baru dalam populasi. Adanya string baru berarti terdapat domain pencarian baru dalam populasi. Terdapat tiga operator dasar yang sering digunakan untuk melakukan proses perkombinasian antar solusi yaitu seleksi, crossover dan mutasi. Penjelasan mengenai operator-operator dasar tersebut adalah sebagai berikut: (Gen, 2000) 1. Seleksi: proses yang dilakukan untuk melakukan populasi baru pada generasi berikutnya. Populasi baru ini dapat berasal dari semua parent dan offspring atau dari sebagian parent dan offspring. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses seleksi antara lain: a. Ruang Sampling b. Mekanisme Sampling (Sampling Mechanism) c. Probabilitas Seleksi (Selection Probability) 2. Crossover: bertujuan untuk memperoleh keturunan (offspring) yang lebih baik. Keturunan yang lebih baik ini ditandai dengan perbaikan nilai fitness atau nilai suaian dari suatu kromosom. (Gen, 2000) Proses crossover dimulai dengan menyilangkan dua buah parent hasil seleksi sehingga dihasilkan kromosom baru yang memiliki gen campuran. Sebelum melakukan penyilangan, maka dilakukan dahulu pemilihan kromosom-kromosom yang akan menjadi parent. Cara menentukan parent adalah dengan membangkitkan bilangan random antara 1 sampai 0 pada setiap kromosom calon parent. Kemudian bilangan random yang sudah diperoleh dibandingkan dengan nilai probabilitas crossover (Pc) yang sudah ditentukan sebelumnya. Jika bilangan random suatu kromosom memiliki nilai yang lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas crossover maka kromosom tersebut menjadi parent dan akan mengalami proses crossover, begitu pula sebaliknya. Selanjutnya dilakukan penentuan pasangan antar parent secara random. Setelah pasangan parent ditentukan maka proses crossover dapat dilakukan. Proses pertukaran dalam crossover dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: (Tompkins et.al., 1996) a. Partial-Mapped Crossover Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut : 1) Bangkitkan bilangan random antara 0 sampai 1 untuk setiap kromosom calon parent. Bandingkan nilai bilangan random dengan nilai probabilitas crossover (Pc) yang sudah ditetapkan sebelumnya. Jika nilai bilangan random lebih kecil atau sama dengan nilai Pc, maka kromosom mengalami proses crossover dan menjadi parent. Begitu pula sebaliknya. 2) Pasangkan parent dalam populasi secara acak, dengan jumlah maksimal pasangan parent adalah sebanyak jumlah kromosom parent dibagi dua. 3) Tentukan nilai crossing site atau posisi antara sub-kromosom yang satu dengan yang lain, caranya adalah dengan membangkitkan bilangan random antara 1 sampai (m-1) sebanyak dua buah, dimana m adalah panjang sub-kromosom. 4) Silangkan gen-gen pada parent satu dengan gen-gen pada parent pasangannya yang berada diantara batas crossing site sehingga membentuk kromosom offspring crossover. b. Order Crossover c. Cycle Crossover 3. Mutasi: menciptakan individu baru dengan memodifikasi satu atau lebih gen dalam individu yang sama. Mutasi berfungsi untuk menggantikan gen yang hilang dari populasi selama proses seleksi serta menyediakan gen yang tidak ada dalam populasi awal. Sehingga mutasi akan meningkatkan variasi populasi. Jika bilangan random yang dibangkitkan dari suatu kromosom dalam proses mutasi ini ternyata lebih kecil atau sama dengan probabilitas mutasi (Pm) maka kromosom tersebut akan mengalami mutasi, begitu pula sebaliknya. (Gen, 2000) Terdapat tiga metode mutasi yang dapat dilakukan: 109
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125
a. Scrambled Based Mutation b. Order Based Mutation Order based mutation adalah metode mutasi yang dianggap paling baik karena proses mutasi ini memberikan variasi pada urutan gen-gennya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses mutasi dengan metode order based mutation adalah: 1) Bangkitkan bilangan random pada setiap gen dalam kromosom. 2) Jika terdapat nilai bilangan random pada gen yang lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas mutasi (Pm) yang sudah ditentukan sebelumnya, maka kromosom akan mengalami mutasi, begitu pula sebaliknya. 3) Lakukan proses mutasi pada gen-gen dalam kromosom yang mengalami mutasi dengan ketentuan sebagai berikut: a) Jika nilai bilangan random lebih kecil atau sama dengan ½ Pm, maka kurangi nilai gen dengan satu. Jika nilai gen tersebut adalah satu, maka tambahkan nilai gen tersebut dengan satu. b) Jika nilai bilangan random lebih besar dari ½ Pm sampai sama dengan nilai Pm, maka tambahkan nilai gen tersebut dengan satu. c. Position Based Mutation 2.5.4 Encoding dan Decoding Encoding (Representasi Kromosom) merupakan proses transfer dari informasi real ke dalam kromosom. Proses representasi kromosom ini bertujuan untuk menentukan informasi apa saja yang akan dimasukan ke dalam kromosom. Pada permasalahan penyeimbangan lintasan produksi, yang digunakan sebagai representasi dari kromosom adalah lintasan produksi itu sendiri. Suatu kromosom terdiri dari m sub-kromosom, dimana satu sub-kromosom menunjukan satu stasiun kerja. Satu sub-kromosom terdiri dari sekumpulan gen, dimana masing-masing gen menunjukan elemen kerja dari lintasan produksi tersebut. Panjang sub-kromosom tergantung dari jumlah elemen kerja yang akan diproses pada stasiun kerja tertentu. Proses decoding adalah kebalikan dari proses encoding. Proses decoding merupakan proses transfer informasi yang terkandung dalam suatu kromosom ke dalam informasi real. Dalam proses decoding, setiap kromosom yang terdapat dalam populasi akan diproses sehingga menghasilkan beberapa lintasan produksi yang feasible sesuai dengan ukuran populasi. Kemudian lintasan produksi yang dihasilkan tersebut akan dievaluasi dengan nilai fitness (nilai suaian) sesuai dengan fungsi suaian yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu maksimasi efisiensi lintasan total.
3. Pembahasan Pengolahan data dilakukan dengan 2 tahap, yaitu perhitungan pengelompokan sel dan perhitungan penataan tata letak mesin. 3.1 Perhitungan Pengelompokan Sel dengan Algoritma Genetika Secara Manual Langkah 1: Penentuan Fungsi Suaian Fungsi suaian yang digunakan adalah maksimasi grouping efficiency. Langkah 2: Penentuan parameter Jumlah Generasi Ukuran Populasi Probabilitas Crossover (Pc) Probabilitas Mutasi (Pm)
110
= = = =
2 4 0,95 0,009
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.)
Langkah 3: Proses Encoding Inisialisasi awal atau pembentukan kromosom yang disebut juga dengan encoding. Metode yang digunakan yaitu metode acak. Setiap mesin dan part dinyatakan sebagai gen dan bilangan acak dibangkitkan pada setiap gen untuk membentuk sebuah kromosom. Hasil pembentukan kromosom diperlihatkan pada Tabel 1 sampai dengan Tabel 4. Tabel 1. Kromosom 1 Kode Mesin Kode Part
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 3 1 4 4 2 1 4 1 2 4 3 CV PF CS IB AB DC HS BS RS RB 2 1 4 1 2 1 3 3 2 3
12 2
13 2
14 2
15 3
16 3
12 3
13 4
14 2
15 3
16 2
12 3
13 4
14 2
15 3
16 2
Tabel 2. Kromosom 2 Kode Mesin Kode Part
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 3 1 2 4 3 4 4 2 2 1 CV PF CS IB AB DC HS BS RS RB 4 3 2 4 1 3 3 4 1 4
Tabel 3. Kromosom 3 Kode Mesin Kode Part
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 3 1 2 4 3 4 4 2 2 1 CV PF CS IB AB DC HS BS RS RB 4 3 2 4 1 3 3 4 1 4
Tabel 4. Kromosom 4 Kode Mesin Kode Part
1 2 3 3 2 1 CV PF CS 1 4 3
4 5 6 7 8 9 10 11 2 3 1 3 4 1 1 4 IB AB DC HS BS RS RB 2 1 2 3 2 1 1
12 2
13 2
14 1
15 1
16 1
Langkah 4: Proses Decoding Decoding merupakan suatu proses untuk menterjemahkan sebuah kromosom ke dalam bentuk matriks sehingga mudah dibaca. Kemudian, pada setiap matriks dilakukan pengukuran performansi berdasarkan nilai fitness yaitu grouping efficiency. Semakin besar nilai grouping efficiency, semakin baik karena utilisasi mesin semakin tinggi dan intercell movementnya semakin kecil/sedikit. Contoh hasil decoding untuk perhitungan Kromosom 1 diperlihatkan pada Tabel 5. Tabel 5. Matriks Kromosom 1
111
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125
Perhitungan grouping efficiency untuk Kromosom ke-1: e = 33, o = 43, v = 30, M = 16, P = 10 43 33 oe = = 25% 1 43 33 30 oev η2
MP o v
(16 *10) 43 30
=
MP o v e
= 72,5%
(16 *10) 43 30 33
η w η1 (1 w) η2 = 0,5% * 25% + 0,5% * 72,5% = 48,75%
Langkah 5: Proses Crossover Sebelum melakukan proses crossover, terlebih dahulu harus ditentukan calon parent yang akan mengalami proses crossover. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses crossover adalah sebagai berikut: a. Menetapkan probabilitas crossover (Pc). Pada penelitian ini nilai Pc yang digunakan adalah 0,95. b. Membangkitkan bilangan random pada setiap kromosom dalam populasi, lalu bandingkan nilai bilangan random dengan probabilitas crossover (Pc). Jika nilai bilangan random lebih kecil dari Pc, maka kromosom menjadi parent dan mengalami crossover, begitu pula sebaliknya. Hasil perbandingan bilangan random dengan probabilitas crossover diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Perbandingan Bilangan Random dengan Probabilitas Crossover No 1 2 3 4
Kromosom Bilangan Random Probabilitas Crossover Kromosom 1 0,94 0,95 Kromosom 2 0,21 0,95 Kromosom 3 0,37 0,95 Kromosom 4 0,43 0,95
Keputusan Mengalami Proses Crossover Mengalami Proses Crossover Mengalami Proses Crossover Mengalami Proses Crossover
Setelah parent diperoleh, maka kemudian ditentukan pasangan parent yang akan mengalami proses crossover. Setelah pasangan parent ditentukan, maka selanjutnya dilakukan proses crossover, dimana metode crossover yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Partial-Mapped Crossover. Contoh proses crossover adalah sebagai berikut: a. Penentuan crossing-site Tabel 7. Crossing-site Mesin Part 1 2 1 2 3 14 CV BS 6 15 AB DC
Crossing Site Pasangan parent 1 Pasangan parent 2
b. Penyilangan gen-gen pada kromosom yang berada di antara batas crossing-site, begitu pula sebaliknya. Tabel 8. Pasangan parent 1 1
3
1
2
1
2
3
Mesin 3 4 2
1
3
4
3
1
1
2
2
3
2
Part 2 4
4
1
4
1
1
3
1
2
4
3
4
4
1
3
4
2
3
2
4
3
2
4
1
3
4
1
4
2
2
3
Berdasarkan hasil dari penyilangan di atas, maka akan terbentuk 2 kromosom offspring hasil proses crossover. Tabel 9. Kromosom Offspring Crossover
112
1
3
1
2
4
3
4
Mesin 4 2 2
1
3
4
2
1
1
2
3
2
4
Part 1 3
3
4
4
1 KOC 1
1
3
1
2
1
2
3
Mesin 3 4 2
1
3
4
3
3
2
4
2
3
2
Part 2 4
4
1
1
4 KOC 2
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.)
Setelah melakukan proses crossover, maka diperoleh kromosom baru yang disebut kromosom offspring crossover (KOC). Proses decoding yang dilakukan pada setiap KOC 1 yang terbentuk untuk mengetahui grouping efficiencynya diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10. Matriks Kromosom Offspring Crossover
Perhitungan grouping efficiency untuk Kromosom Offspring Crossover: o = 43, e = 30, v = 26, M = 16, P = 10 43 30 oe = 33,33% = 1 43 30 26 oev η2
MP o v MP o v e
=
(16 *10) 43 26 (16 *10) 43 26 33
= 75,21%
η w η1 (1 w) η2 = 0,5% * 33,33% + 0,5% * 75,21% = 54,27% Kesimpulan: Tepat, karena setiap sel berisi mesin dan part yang dikerjakan (tidak ada sel yang kosong).
Langkah 6: Proses Mutasi 1. Menentukan nilai probabilitas mutasi. 2. Bangkitkan bilangan random antara 0 dan 1 di setiap gen pada sub-kromosom. Bandingkan bilangan random tersebut dengan probabilitas mutasi (Pm), bila bilangan random yang dihasilkan lebih kecil atau sama dengan Pm, maka gen pada sub-kromosom tersebut akan mengalami mutasi. Tabel 11. Tabel Bilangan Random Kromosom 1
3 0,52 Kromosom 2 1 0,44 Kromosom 3 1 0,97 Kromosom 4 3 0,86 KOC 1 1 0,17 KOC 2 1 0,31 KOC 3 3 0,80 KOC 4 3 0,41
1 0,89 3 0,40 3 0,91 2 0,72 3 0,77 3 0,98 1 0,14 2 0,86
4 0,80 1 0,21 1 0,84 1 0,51 1 0,68 1 0,15 4 0,29 1 0,24
4 0,17 2 0,04 2 0,73 2 0,19 2 0,67 2 0,15 4 0,56 2 0,52
2 0,007 4 0,66 1 0,85 3 0,18 4 0,40 1 0,33 2 0,47 3 0,39
1 0,21 3 0,01 2 0,71 1 0,10 3 0,15 2 0,16 1 0,84 1 0,89
4 0,40 4 0,20 3 0,16 3 0,78 4 0,82 3 0,91 3 0,58 4 0,14
Mesin 1 2 0,98 0,04 4 2 0,20 0,88 3 4 1,00 0,73 4 1 0,99 0,10 4 2 0,31 0,12 3 4 0,28 0,85 4 1 0,63 0,27 1 2 0,42 0,52
4 0,57 2 0,08 2 0,46 1 0,45 2 0,63 2 0,92 1 0,82 4 0,66
3 0,61 1 0,82 1 0,23 4 0,02 1 0,01 1 0,49 4 0,49 3 0,81
2 0,02 3 0,05 3 0,96 2 0,49 3 0,82 3 0,97 2 0,01 2 0,68
2 0,76 4 0,23 4 0,57 2 0,38 4 0,57 4 0,67 2 0,03 2 0,85
2 0,97 2 0,86 3 0,34 1 0,18 2 0,96 3 0,54 1 0,43 2 0,19
3 0,50 3 0,01 1 0,90 1 0,76 1 0,43 3 0,08 1 0,23 3 0,19
3 0,62 2 0,59 1 0,22 1 0,33 1 0,46 2 0,03 1 0,84 3 0,14
2 0,02 4 0,90 2 0,35 1 0,06 2 0,49 4 0,57 2 0,05 1 0,93
1 0,31 3 0,54 2 0,29 4 0,49 3 0,33 2 0,73 1 0,85 4 0,35
4 0,16 2 0,36 3 0,07 3 0,49 2 0,03 3 0,99 4 0,86 3 0,96
1 0,58 4 0,04 2 0,72 2 0,66 4 0,96 2 0,004 1 0,25 2 0,10
Part 2 1 0,26 0,08 1 3 0,89 0,36 2 4 0,99 0,42 1 2 0,80 0,99 1 3 0,59 0,41 2 4 0,17 0,39 2 2 0,68 0,91 1 1 0,70 0,51
3 0,37 3 0,40 4 0,92 3 0,67 3 0,85 4 0,37 3 0,20 3 0,57
3 0,91 4 0,91 1 0,24 2 0,83 4 0,89 1 0,50 3 0,23 2 0,36
2 0,11 1 0,11 4 0,03 1 0,95 4 0,35 1 0,90 2 1,00 1 0,04
3 0,56 4 0,29 1 0,36 1 0,43 1 0,72 4 0,17 3 0,54 1 0,72
3. Tukarkan gen yang bermutasi dengan gen yang berada di sebelah kanan. Jika ada dua gen yang mengalami mutasi maka tukarkan gen yang paling kanan terlebih dahulu.
113
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125 Tabel 12. Kromosom 1 Termutasi
Kromosom 1
1 3
2 1
3 4
4 4
5 2
6 1
7 4
Mesin 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2 4 3 2 2 2 3 3
Part CV PF CS IB AB DC HS BS RS RB 2 1 4 1 2 1 3 3 2 3
Tabel 13. Kromosom Offsping Mutasi 1 KOM1
3
1
4
4
1
2
4
Mesin 1 2 4
3
2
2
2
3
3
2
1
4
1
Part 2 1
3
3
2
3
Setelah proses mutasi dilakukan, maka dihitung grouping efficiencynya. Langkah 7: Proses Seleksi Proses seleksi dilakukan untuk membentuk populasi baru yang akan digunakan untuk proses generasi berikutnya. Data-data yang diperlukan adalah nilai grouping efficiency Kromosom awal, nilai grouping efficiency Kromosom offspring crossover dan nilai grouping efficiency Kromosom offspring mutasi. Langkah-langkah proses seleksi: 1. Urutkan seluruh kromosom berdasarkan nilai grouping efficiencynya mulai dari yang terkecil sampai terbesar Tabel 14. Pengurutan Nilai Grouping Efficiency Kromosom Kromosom Offspring Crossover Kromosom Offspring Mutasi 2 Kromosom 3 Kromosom 2 Kromosom Offspring Crossover Kromosom 4 Kromosom Offspring Crossover Kromosom Offspring Crossover Kromosom 1 Kromosom Offspring Mutasi 1
2
1 3 4
Grouping Efficiency (%) 68,42% 68,42% 58,40% 57,66% 54,27% 53,13% 51,86% 51,15% 48,75% 47,08%
2. Pilih sejumlah kromosom dengan nilai grouping efficiency terbesar dengan jumlah yang sesuai dengan ukuran populasi awal. Tabel 15. Populasi Awal untuk Generasi ke-2 Kromosom Kromosom Offspring Crossover 2 Kromosom Offspring Mutasi 2 Kromosom 3 Kromosom 2
Grouping Efficiency (%) 68,42% 68,42% 58,40% 57,66%
3. Setelah populasi baru terbentuk, maka lakukan crossover dan mutasi kembali pada generasi selanjutnya. Ulangi langkah tersebut sesuai dengan jumlah generasi yang diinginkan. 3.2 Perhitungan Algoritma Genetika Untuk Penyusunan Tata Letak Mesin Secara Manual Langkah 1: Penentuan Fungsi Suaian Fungsi suaian yang digunakan adalah minimasi total flow cost. Langkah 2: Penentuan parameter Jumlah Generasi Ukuran Populasi Probabilitas Crossover (Pc) Probabilitas Mutasi (Pm) 114
= = = =
2 4 0,95 0,009
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.)
Langkah 3: Proses Encoding Inisialisasi awal atau pembentukan kromosom yang disebut juga dengan encoding. Metode yang digunakan yaitu metode acak. Nyatakan setiap mesin dan part sebagai gen dan bangkitkan bilangan acak pada setiap gen untuk membentuk sebuah kromosom. Hasil pembentukan kromosom diperlihatkan pada Tabel 16. Tabel 16. Pembentukan Kromosom Kromosom Urutan sel dalam pabrik 1 4 1 2 3 3 2 2 3 1 4 5 3 1 2 3 4 11 4 2 1 3 4 5
Sel 1 11 5 1 11 1 5 3 11
1 3 3 1
Sel 2 16 6 10 6 10 16 10 16
10 4 6 6
4 16 4 4
15 15 8 14
12 7 15 8
Sel 3 8 2 12 8 7 12 12 15
14 2 2 7
7 14 14 2
Sel 4 13 9 13 9 13 9 9 13
Keterangan: Untuk sel 1, 2, 3 dan 4 : angka 1-16 menyatakan kode mesin Untuk urutan sel dalam pabrik : angka 1-4 menyatakan sel.
Langkah 4: Proses Decoding Pada langkah ini, kromosom yang sudah terbentuk diterjemahkan dalam bentuk matriks. Kemudian, pada setiap matriks dilakukan pengukuran performansi berdasarkan nilai fitness yaitu minimasi total flow cost. Semakin kecil nilai total flow cost, semakin baik karena jarak perpindahan material dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya lebih pendek. Contoh proses decoding diperlihatkan pada Tabel 17. Tabel 17. Kromosom 1 Kromosom 1
4
Urutan sel dalam pabrik 1 2 3
3
11
Sel 1 5
1
10
16
Sel 2 6
4
15
12
8
Sel 3 2
14
7
13
Sel 4 9
Sel 1 a. Data yang diperlukan dalam mencari tata letak mesin yang terbaik adalah data mesin beserta data part. Dimensi mesin dan dimensi departemen diperlihatkan pada Tabel 18. Tabel 18. Dimensi Mesin dan Dimensi Departemen No. 3 11 5 1
Jenis Mesin Press 25 Ton Press Hydrolix 200 Ton Press 40 Ton Press 10 Ton
Dimensi Mesin (m) p l 1,15 1,04 1,49 2,48 1,3 0,9 1 0,92
Dimensi departemen p l 3,9 3,9 3,1 3,0 2,5 2,4 2,7 2,6
b. Buat alternatif penempatan mesin dalam masing-masing sel. Penataan letak mesin di dalam sel diusahakan mendekati bentuk bujur sangkar. Dalam pembuatan alternatif penataan, dimensi dan luas departemen belum diperhatikan. Tetapi, dalam menata mesin di dalam sel sesuai dengan alternatif yang dibuat, dimensi dan luas departemen ikut diperhatikan. Sel 1 berisi departemen 3, 11, 5, dan 1 (4 departemen). Alternatif penataan diperlihatkan pada Gambar 2. 1 3
2 4
Gambar 2. Alternatif Penataan 1
c. Setelah diperoleh tata letak departemen (dari alternatif) dalam setiap sel, lakukan penyesuaian dimensi dan luasnya.
115
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125
M-11 M-3
M-5
M-1
Skala 1:100
Gambar 3. Penataan Sel 1
Kesimpulan: Tepat karena kumulatif panjang dan kumulatif lebar departemen lebih kecil dari panjang dan lebar parik yang tersedia. d. Setelah alternatif tata letak diatur, periksa apakah alternatif tersebut tepat. Tepat jika kumulatif panjang dan kumulatif lebar departemen lebih kecil sama dengan dari panjang dan lebar parik yang tersedia. e. Untuk setiap alternatif tentukan koordinat pusat (x,y) untuk masing-masing departemen dalam setiap sel. Pusat koordinat (0,0) terletak pada kiri bawah. Tabel 19. Koordinat Pusat Sel 1 No. dept 1 3 5 11
f.
xi 3,85 1,95 1,25 5,45
yi 1,3 4,55 1,4 5
Hitung jarak antara departemen i (xi,ji) dengan departemen j (xj,jj) Tabel 20. Matriks Jarak Sel 1 Dij j=1 3 5 11
i=1 0 5,15 2,7 5,3
3 5,15 0 3,85 3,95
5 2,7 3,85 0 7,8
11 5,3 3,95 7,8 0
Contoh perhitungan: Dij = ׀xi-xj ׀+ ׀yi -yj׀ D1-3 = 3,85 1,95 1,3 4,55 1,9 3.25 5,15 g. Buat matriks aliran (Mij) antara departemen i dengan departemen j untuk mengetahui aliran material yang terjadi antara setiap departemen. Tabel 21. Matriks Aliran Sel 1 Mij j=1 3 5 11
i=1 0 167 0 0
3 167 0 56 0
5 0 56 0 0
11 0 0 0 0
Contoh perhitungan: volumeproduksipart a volumeproduksipart b volumeproduksipart n M ... ij ukuran lot part a ukuran lot part b ukuran lot part n M1-3 =
116
165.346 165.346 = 56 + 111 = 167 3000 1500
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.)
h. Hitung total flow cost Tabel 22. Total Flow Cost Sel 1 C(L) j=1 3 5 11
i=1 0
3 860,05 0
5 0 215,6 0
11 0 0 0 0
Total Flow Cost
Jumlah 860,05 215,6 0 0 1.075,65
Contoh perhitungan: n1 n
i.
j.
C(L) M D(L(i),L(J)) ij i 1 i C(L) = 5,15 * 167 = 860,05 Cek lagi apakah semua alternatif penempatan departemen dalam sel sudah dilakukan. Jika sudah maka lanjut ke langkah berikutnya. Jika belum maka kembali ke langkah c untuk alternatif berikutnya. Lakukan pemilihan alternatif total flow cost Tabel 23. Pemilihan Total Flow Cost Sel 1 alternatif Total Flow Cost 1 1.075,65 TFC min 1.075,65
Kesimpulan: yang terpilih adalah alternatif 1 karena hanya mempunyai 1 alternatif saja. k. Cek apakah semua sel sudah di tata. Jika sudah maka lanjut ke langkah berikutnya. Jika belum maka kembali ke langkah a untuk sel berikutnya. l. Setelah dilakukan penataan semua departemen dalam sel, maka harus dilakukan juga penataan letak sel dalam pabrik. Untuk itu perlu dilakukan penataan dengan cara yang sama seperti langkah a. Langkah 5: Proses Crossover Sebelum melakukan proses crossover, terlebih dahulu harus ditentukan calon parent yang akan mengalami proses crossover. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses crossover adalah sebagai berikut: a. Menetapkan probabilitas crossover (Pc). Pada penelitian ini nilai Pc yang digunakan adalah 0,95. b. Membangkitkan bilangan random pada setiap kromosom dalam populasi, lalu bandingkan nilai bilangan random dengan probabilitas crossover (Pc). Jika nilai bilangan random lebih kecil dari Pc, maka kromosom menjadi parent dan mengalami crossover, begitu pula sebaliknya. Hasil perbandingan bilangan random dengan probabilitas crossover diperlihatkan pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil Perbandingan Bilangan Random dengan Probabilitas Crossover No 1 2 3 4
Kromosom Bilangan Random Probabilitas Crossover Kromosom 1 0,10 0,95 Kromosom 2 0,52 0,95 Kromosom 3 0,67 0,95 Kromosom 4 0,78 0,95
Keputusan Mengalami Proses Crossover Mengalami Proses Crossover Mengalami Proses Crossover Mengalami Proses Crossover
Setelah parent diperoleh, maka kemudian ditentukan pasangan parent yang akan mengalami proses crossover. Selanjutnya dilakukan proses crossover, dimana metode crossover yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Partial-Mapped Crossover. Contoh proses crossover untuk pasangan pertama adalah sebagai berikut: a. Penentuan crossing-site
117
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125 Tabel 25. Crossing-site Urutan sel dalam pabrik 1 2 2 3 2 3
Crossing Site Pasangan parent 1 Pasangan parent 2
Sel 1 1 2 2 3 1 3
Sel 2 1 2 1 3 2 5
Sel 3 1 2 1 4 1 3
b. Penyilangan gen-gen pada kromosom 2 dengan gen-gen pada kromosom 4 yang berada di antara batas crossing-site, begitu pula sebaliknya. Tabel 26. Pasangan Parent 1 Urutan sel dalam pabrik 2 3 1 4
5
Sel 1 1 11
3
4
Sel 2 10 6
16
15
7
Sel 3 12 8
2
14
Sel 4 13 9
2
5
3
1
6
10
4
14
8
12
15
7
2
9
1
3
4
11
16
13
Tabel 27. Proses penyilangan Pasangan Parent 1 Urutan sel dalam pabrik 2 3 3 4
5
3
Sel 1 11
3
4
Sel 2 10 16
16
15
8
Sel 3 12 15
2
14
Sel 4 13 9
2
5
1
11
1
6
10
4
14
7
12
7
2
9
1
1
4
6
8
13
Berdasarkan hasil di atas terdapat angka yang ganda. Oleh karena itu, harus dilakukan penyesuaian lagi dengan cara menukar gennya. Akan tetapi hasil dari penyilangan (yang diberi warna) tidak boleh ditukar lagi. Tabel 28. Kromosom Offspring Crossover Urutan sel dalam pabrik 2 1 3 4
5
Sel 1 3 11
1
4
Sel 2 10 16
6
7
8
Sel 3 12 15
2
14
Sel 4 13 9
KOC 1
Urutan sel dalam pabrik 2 3 1 4
5
Sel 1 1 11
3
16
Sel 2 10 6
4
14
7
Sel 3 12 8
15
2
9
Sel 4 13
KOC 2
Setelah melakukan proses crossover, maka diperoleh kromosom baru yang disebut kromosom offspring crossover (KOC). Proses decoding yang dilakukan pada setiap KOC 1 yang terbentuk untuk mengetahui Total Flow Cost. Langkah 6: Proses Mutasi 1. Menentukan nilai probabilitas mutasi. 2. Bangkitkan bilangan random antara 0 dan 1 di setiap gen pada sub-kromosom. Bandingkan bilangan random tersebut dengan probabilitas mutasi (Pm), bila bilangan random yang dihasilkan lebih kecil atau sama dengan Pm, maka gen pada sub-kromosom tersebut akan mengalami mutasi.
118
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.) Tabel 29. Tabel Bilangan Random Urutan sel dalam pabrik 4 1 2 3 0,84 0,95 0,81 0,69 Kromosom 2 2 3 1 4 0,16 0,65 0,07 0,12 Kromosom 3 1 2 3 4 0,75 0,37 0,99 0,54 Kromosom 4 2 1 3 4 0,58 0,67 0,05 0,53 KOC 1 2 1 3 4 0,62 0,02 0,91 0,75 KOC 2 2 3 1 4 0,96 0,23 0,79 0,41 KOC 3 4 1 3 2 0,75 0,79 0,73 0,79 KOC 4 1 3 2 4 0,06 0,80 0,27 0,34 Kromosom 1
Sel 1 3 0,63 5 0,36 11 0,17 5 0,22 5 0,63 5 0,79 3 0,40 1 0,40
11 0,75 1 0,33 1 0,08 3 0,04 3 0,52 1 0,70 1 0,29 11 0,82
Sel 2
5 0,37 11 0,006 5 0,51 11 0,04 11 0,19 11 0,85 5 0,93 5 0,40
1 0,15 3 0,62 3 0,81 1 0,19 1 0,45 3 0,51 11 0,36 3 0,79
10 0,23 4 0,29 6 0,98 6 0,31 4 0,27 16 0,02 6 0,14 10 0,88
16 0,62 10 0,02 10 0,43 10 0,27 10 0,22 10 0,55 10 0,40 16 0,52
sel 3
6 0,62 6 0,05 16 0,97 16 0,48 16 0,47 6 0,67 16 0,09 6 0,66
4 0,16 16 0,23 4 0,38 4 0,34 6 0,91 4 0,53 4 0,78 4 0,88
15 0,02 15 0,71 8 0,92 14 0,98 7 0,84 14 0,05 15 0,42 12 0,58
12 0,98 7 0,51 15 0,16 8 0,88 8 0,60 7 0,97 8 0,96 15 0,54
8 0,32 12 0,87 7 0,78 12 0,45 12 0,82 12 0,30 7 0,39 8 0,02
2 0,07 8 0,54 12 0,37 15 0,08 15 0,96 8 0,12 12 0,74 2 0,19
14 0,33 2 0,22 2 0,47 7 0,97 2 0,71 15 0,97 2 0,53 14 0,74
7 0,32 14 0,20 14 0,77 2 0,15 14 0,006 2 0,85 14 0,57 7 0,69
sel 4 13 9 0,83 0,20 13 9 0,26 0,31 13 9 0,80 0,72 9 13 0,69 0,87 13 9 0,93 0,41 9 13 0,17 0,80 13 9 0,90 0,33 13 9 0,40 0,66
3. Tukarkan gen yang bermutasi dengan gen yang berada di sebelah kanan. Jika ada dua gen yang mengalami mutasi maka tukarkan gen yang paling kanan terlebih dahulu. Tabel 30. Kromosom 2 Termutasi Kromosom 2
Urutan sel dalam pabrik 2 3 1 4
5
Sel 1 1 11
3
4
Sel 2 10 6
16
15
7
Sel 3 12 8
2
14
Sel 4 13 9
Hasilnya adalah Kromosom offspring mutasi 1 Generasi Ke-1 yang diperlihatkan pada Tabel 31. Tabel 31. Kromosom offsping mutasi 1 KOM 1
Urutan sel dalam pabrik 2 3 1 4
5
Sel 1 1 3
11
4
Sel 2 10 6
16
15
7
Sel 3 12 8
2
14
Sel 4 13 9
Langkah 7: Proses Seleksi Proses seleksi dilakukan untuk membentuk populasi baru yang akan digunakan untuk proses generasi berikutnya. Data-data yang diperlukan adalah nilai total flow cost Kromosom awal, nilai total flow cost Kromosom offspring crossover dan nilai total flow cost Kromosom offspring mutasi. Langkah-langkah proses seleksi: 1. Urutkan seluruh kromosom berdasarkan nilai total flow costnya mulai dari yang terbesar sampai terkecil Tabel 32. Pengurutan nilai grouping efficiency Kromosom Kromosom Offspring Crossover Kromosom 3 Kromosom 4 Kromosom Offspring Mutasi 2 Kromosom 1 Kromosom Offspring Crossover Kromosom 2 Kromosom Offspring Crossover Kromosom Offspring Mutasi 1 Kromosom Offspring Crossover
1
3 4 2
Total Flow Cost 20.052,55 22.244,05 22.494,15 24.698,15 25.644,35 26.007,95 26.894,25 27.402,65 30.597,75 32.905,45
2. Pilih sejumlah kromosom dengan nilai total flow cost terbesar dengan jumlah yang sesuai dengan ukuran populasi awal.
119
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125 Tabel 33. Populasi Awal untuk Generasi ke-2 Kromosom Kromosom Offspring Crossover 1 Kromosom 3 Kromosom 4 Kromosom Offspring Mutasi 2
Total Flow Cost 20.052,55 22.244,05 22.494,15 24.698,15
3. Setelah populasi baru terbentuk, maka lakukan crossover dan mutasi kembali pada generasi selanjutnya. Ulangi langkah tersebut sesuai dengan jumlah generasi yang diinginkan. Kromosom yang terbentuk menjadi populasi baru pada generasi berikutnya diperlihatkan pada Tabel 34. Nilai Total Flow Cost terkecil yang diperoleh yaitu 20.052,55. Tabel 34. Kromosom yang Menjadi Populasi Baru Kromosom Kromosom 3 Kromosom Offspring Crossover 2 Kromosom 1 Kromosom 2
Total Flow Cost 20.052,55 21.936,55 22.244,05 22.494,15
3.3 Perhitungan Kasus Perusahaan dengan Menggunakan Algoritma Genetika (Software) Hasil perhitungan untuk kasus perusahaan dengan menggunakan software ke-1 diperlihatkan pada Tabel 35. Tabel 35. Hasil Perhitungan dengan Software 1 no 1 2 3 4 5 6 7 8
Populasi
Generasi
Pc
50
50
0,95
Pm
Sel 2 3 4 5 0,009 6 7 8 9
Grouping Efficiency 62,08% 63,55% 67,28% 67,63% 70,98% 71,44% 74,66% 72,87%
Berdasarkan Tabel 35, dapat dilihat bahwa pengelompokan sel yang terbaik adalah 8 sel karena memiliki nilai grouping efficiency yang paling tinggi. Selanjutnya dilakukan pembagian mesin ke beberapa sel yang membutuhkan mesin sehingga perpindahan material menjadi lebih dekat. Pembagian jenis mesin dan jenis produk untuk masing-masing sel diperlihatkan pada Tabel 36. Hasil dari pengelompokan sel ini diinput ke software ke-2 bersamaan dengan luas departemen, urutan pengerjaan, jumlah volume produksi dan ukuran lot sehingga menghasilkan total flow cost sebesar 254.570,15 dengan ukuran populasi 50, ukuran generasi 50, Pc 0,95, dan Pm 0,009 yang diperlihatkan pada Tabel 37. Tata letak usulan diperlihatkan pada Gambar 4.
120
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.) Tabel 36. Pembagian Jenis Mesin dan Jenis Produk untuk Masing-masing Sel Sel
1
2
3
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Mesin Press 16 Ton Press 75 Ton Press 80 Ton Press 90 Ton Double Action 150 Ton Press Hydraulic 150 Ton Bor Tap Roll Press 25 Ton Press 55 Ton Press 25 Ton Buffing Spot Welding Turret Meja Inspeksi Press 25 Ton Buffing Spot Welding
1.
Press 63 Ton
4
5
6
7
8
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3.
Press 70 Ton Press 100 Ton Double Action 40 Ton Double Action 70 Ton Press Hydraulic 250 Ton Double Borring Spot Welding Welding CO Buffiing Press 63 Ton Press 55 Ton Press 25 Ton Press 35 Ton Press 60 Ton Press Hydraulic 200 Ton Press 100 Ton Double Borring Press 40 Ton Press 150 Ton Press 25 Ton
1. 2. 3. 4. 5.
Press 10 Ton Press 25 Ton Press 40 Ton Press 63 Ton Press 90 Ton
Jenis Produk 1.
Rod Brake Pedal XB
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1.
Hook Stop Switch XC Hook Stop Switch H00 Hook Stop Switch XB Plate Tank Support Rod Brake Pedal H10 Brake Pedal H10 Rod Brake Pedal XC Brake Pedal XC Brake Pedal H00 Case Spring Adjuster Under Lama Upper Lama Case RR Cush Upper Arm Brake Pedal XC Rod Brake Pedal H00 Pipe Muffler Pipe Frame Head XC Pipe Frame Head New Spin Bracket Supp Tank Inner Base Stopper Sp Seat 3,6 End Plate Band Front Fork Bolt
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5.
Arm Brake Pedal H10 Arm Brake Pedal H00 Arm Brake Pedal XB Brake Pedal XB Upper Cap Brake Shoe H10 Brake Shoe XC Brake Shoe H00 Brake Shoe XB Hook Stop Switch H10 Return Spring H10 Return Spring XC Return Spring H00 Return Spring XB
5.
Spring Seat HVM
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Upper Spring Seat Cap Vitara Damper Cap K191 Damper Cap HKK Spring Adjuster K191 Spring Adjuster HME Damper Cap HKWCA Spring Adjuster HHA
10.
13. 14. 15.
Plate Steering Column Attachment Plate Steering Column Energy ABSR1 Plate Steering Column Energy ABSR2 Cap Bump Stopper HTF02 Cap Bump Stopper HSZYI Bump Stopper HSZYI
5. 6. 7.
Spring Seat HHN Seat Bump Stopper HTF02 Seat Bump Stopper HSZYI
6. 7. 8.
Clamp Muffler End Plate HKK Bump Stopper HTF02
11. 12.
121
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125 Tabel 37. Perbandingan Hasil Software 2 no 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Populasi 10 10 10 10 10 50 50 50 50
Generasi 10 10 10 10 10 50 50 50 50
Pc 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Pm 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009
Total Flow Cost 338.848,45 298.893,85 315.169,05 292.235,65 309.983,55 261.165,35 254.570,15 258.548,45 261.113,95
Gambar 4. Tata Letak Usulan
3.4 Analisis Penyusunan Tata Letak Lantai Produksi Awal Saat ini perusahaan memiliki 3 departemen produksi, yaitu departemen produksi brake pedal, departemen produksi pipe frame head, dan departemen produksi multi part. Dalam penyusunan tata letak mesin saat ini, perusahaan menggunakan konsep fengshui, dimana setiap mesin dalam departemen diletakkan pada tempat tertentu berdasarkan keuntungan dan kebaikan dari konsep tersebut. Secara fengshui tata letak mesin sekarang tersebut sudah baik, namun dari segi yang lain tata letak ini memiliki kekurangan, yaitu: Jarak perpindahan material yang jauh
122
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.)
Jarak perpindahan material yang jauh dikarenakan tata letak mesin yang kurang tepat, dimana letak mesin yang seharusnya berdekatan ditempatkan berjauhan. Aliran material yang kurang teratur Aliran material yang kurang teratur, dimana tiap komponen pada departemen multi part memiliki alirannya masing-masing, sehingga waktu yang dibutuhkan pun lebih lama. Di samping itu, dengan tidak adanya operator yang khusus menangani material handling (material handling ditangani oleh operator itu sendiri), maka akan terjadi pemborosan waktu, tenaga dan biaya. Jumlah mesin yang berlebihan Jumlah mesin yang berlebihan dikarenakan pembagian departemen yang kurang tepat, sehingga alokasi mesin pada departemen menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan. Hal tersebut menyebabkan penambahan biaya perawatan dan biaya operasional.
3.5 Analisis Penyusunan Tata Letak Lantai Produksi Usulan Berdasarkan hasil pengelompokkan mesin dan komponen, maka dilakukan pengukuran performansi untuk menunjukkan seberapa besar performansi yang dihasilkan. Metode pengukuran performansi yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode Grouping Efficiency untuk software pertama dan Total Flow Cost untuk software kedua. Berdasarkan hasil software pengelompokkan sel, nilai grouping efficiency yang dimiliki adalah sebesar 74,663%. Sedangkan berdasarkan hasil software penyusunan tata letak, nilai Total Flow Cost adalah sebesar Rp 1.364.496/tahun. Kemudian dilakukan penyesuaian tata letak sehingga nilai Total Flow Costnya menjadi Rp 2.511.435,40/tahun. 3.6 Analisis Kebutuhan Jumlah Mesin Berdasarkan hasil perhitungan, terdapat kelebihan jumlah mesin. Oleh karena dalam penelitian ini hanya membahas 35 produk saja, maka kelebihan mesin tersebut dapat digunakan untuk memproses produk lain. Tabel 34. Perbandingan Jumlah Mesin No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Jenis Mesin Press 10 Ton Press 16 Ton Press 25 Ton Press 35 Ton Press 40 Ton Press 55 Ton Press 60 Ton Press 63 Ton Press 70 Ton Press 75 Ton Press 80 Ton Press 90 Ton Press 100 Ton Press 150 Ton Buffing Double Action 40 Ton Double Action 70 Ton Double Action 150 Ton Press Hydraulic 150 Ton Press Hydraulic 200 Ton Press Hydraulic 250 Ton Double Borring Turret Bor Tap Roll Spot Welding Welding CO Meja Inspeksi
Jumlah Mesin yang Ada 3 1 11 3 4 4 1 5 1 1 1 3 8 4 4 2 6 1 1 1 1 6 5 1 1 5 15 6
Jumlah Mesin Yang dihitung 3 1 11 3 4 4 1 5 1 1 1 3 8 4 4 2 6 1 1 1 1 3 5 1 1 4 9 6
Sisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 1 6 0
123
JURNAL INTEGRA VOL. 1, NO. 1, JUNI 2011: 104-125
3.7 Analisis Perbandingan antara Metode Perusahaan dengan Usulan Dengan menggunakan metode perusahaan, nilai Total Flow Cost yang dihasilkan sebesar Rp 3.182.216,89/tahun. Sedangkan dengan menggunakan algoritma genetika, nilai Total Flow Cost yang dihasilkan sebesar Rp 2.511.435,40/tahun. dengan demikian perusahaan dapat menghemat sebesar Rp 670.781,49/tahun (21,08%). 3.8 Analisis Manfaat Penyusunan Tata Letak Usulan Bagi Perusahaan Dilihat dari beberapa faktor, tata letak usulan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan tata letak awal. Berikut ini adalah kelebihannya: Penghematan Jumlah Mesin Pada tata letak mesin usulan jumlah mesin yang digunakan lebih sedikit dibandingkan dengan tata letak mesin awal. Jumlah mesin yang berlebihan merupakan pemborosan biaya (biaya perawatan dan biaya operasional). Mesin-mesin tersebut dapat digunakan sebagai mesin cadangan bila ada mesin yang rusak, selain itu mesin tersebut juga dapat digunakan untuk pengembangan produksi perusahaan atau mesin tersebut dapat dijual. Penghematan Jumlah Operator Dengan adanya pengurangan jumlah mesin, maka secara otomatis jumlah operator akan berkurang. Hal ini dikarenakan setiap mesin ditangani oleh 1 orang operator. Penghematan jumlah operator ini akan mengurangi beban perusahaan dari segi biaya tenaga kerja. Dari hasil wawancara, kemungkinan tenaga kerja yang berlebih ini akan ditempatkan menjadi tenaga kerja tidak langsung seperti operator material handling, atau dapat ditempatkan sebagai tenaga kerja pengganti tenaga kerja tidak tetap yang ada di perusahaan sekarang. Aliran Material yang Lebih Teratur Pada tata letak usulan aliran material dari suatu mesin ke mesin yang lain lebih teratur. Hal ini dibuktikan dengan jarak perpindahan meterial saat ini menjadi lebih pendek, sehingga secara otomatis waktu perpindahan menjadi lebih cepat. Gambar 4 menunjukkan perbandingan aliran perpindahan tata letak awal dan tata letak usulan untuk material Spring Adjuster K191, dimana pada gambar tersebut ditampilkan aliran perpindahan material pada tata letak awal yang kurang teratur dibandingkan dengan aliran perpindahan material tata letak usulan yang lebih teratur.
Gambar 4. Perbandingan Aliran Perpindahan Tata Letak Awal dan Tata Letak Usulan untuk Material Spring Adjuster K191
4. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis terhadap permasalahan yang dihadapi perusahaan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kekurangan tata letak lantai produksi yang diterapkan perusahaan saat ini adalah: - Jarak perpindahan material yang jauh, dikarenakan tata letak mesin yang kurang tepat, dimana letak mesin yang seharusnya berdekatan menjadi jauh. - Aliran material yang kurang teratur, dimana tiap komponen pada departemen multi part memiliki alirannya masing-masing, sehingga waktu yang dibutuhkan pun lebih lama. 124
USULAN PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI (Vivi Arisandhy, et al.)
-
Disamping itu, dengan tidak adanya operator yang khusus menangani material handling (material handling ditangani oleh operator itu sendiri), maka akan terjadi pemborosan waktu, tenaga dan biaya. Jumlah mesin yang berlebihan dikarenakan pembagian departemen yang kurang tepat, sehingga alokasi mesin pada departemen menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan. Hal tersebut menyebabkan penambahan biaya perawatan dan biaya operasional.
2. Tata letak lantai produksi yang sebaiknya diterapkan adalah tata letak berdasarkan Algoritma Genetika yang menghasilkan 8 sel dengan nilai Total Flow Cost sebesar Rp 2.511.435,40/tahun. 3. Manfaat Penataan Tata Letak Usulan Bagi Perusahaan - Penghematan jumlah mesin, dimana jumlah mesin yang dibutuhkan berkurang sebanyak 10 unit (3 unit mesin Double Borring, 1 unit mesin Spot Welding, dan 6 unit mesin Welding CO), sehingga jumlah operator pun berkurang. Hal ini berarti penghematan biaya operator. - Aliran material yang lebih teratur. Saran yang dapat diberikan kepada perusahaan apabila akan menerapkan tata letak usulan adalah perusahaan perlu memberikan latihan dan arahan singkat mengenai perubahan serta perlu dilakukan pemindahan mesin. Pemindahan mesin ini sebaiknya dilakukan pada saat libur panjang, sehingga tidak mengganggu jalannya proses produksi. Sedangkan saran untuk penelitan lanjutan adalah perlunya melakukan analisis mengenai ongkos relayout yang dikeluarkan dalam melakukan perubahaan tata letak dibandingkan dengan keuntungan jangka panjang yang akan diperoleh.
5. Daftar Pustaka Apple, James M. (1990), “Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan”, ITB, Bandung. Chandrasekharan, M.P., R. Rajagopalan (1986); “An Ideal Seed Non-Hierarchical Clustering Algorithm for Cellular Manufacturing”, International Journal of Production Research, Vol. 24, pp. 451-464. Gen, M., Cheng R. (2000), “Genetic Algorithm and Engineering Optimization”, John Wiley & Sons, New York. Heragu, S. (1997), “Facilities Design”, PWS Publishing Company, Boston. Man, K.F., Tang K.S., Kwong S., Halang W.A. (1997), “Genetic Algorithms for Control and Signal Processing”, Springer, New York. Obitko, M. (2008), http://www.obitko.com/tutorials/genetics-algorithms/. Purnomo, H. (2008), “Perencanaan dan Perancangan Fasilitas”, Graha Ilmu, Yogyakarta. Singh, N., D. Rajamani (1996), “Cellular Manufacturing Systems Design, Planning, and Control”, Chapman & Hall, London. Sule, D. R. (1994), “Manufacturing Facilities Location, Planning, and Design”, 2nd ed., PWS Publishing Company, Boston. Sutalaksana, I.Z., R. Anggawisastra, J. H. Tjakraatmadja (1979), “Teknik Tata Cara Kerja”, Jurusan Teknik Industri ITB, Bandung. Tompkins, White, Bozer, Frazelle, Tanchoco, Trevino (1996), “Facilities Planning”, 2nd edition, John Wiley & Sons, Inc., Kanada. 125