BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Teori Komunikasi Desain komunikasi visual, sesuai dengan namanya, bidang ini berhubungan erat dengan komunikasi antara pengirim pesan dengan audience yang dituju, komunikasi yang baik adalah komunikasi yang berjalan secara dua arah atau bisa dikatakan adanya hubungan timbal balik antara pengirim pesan dan penerima pesan berupa respon. Menurut Yongky Safanayong dalam bukunya yang berjudul Desain Komunikasi Visual Terpadu, “kata komunikasi berarsal dari bahasa Latin “communis” yang berarti “common” :umum; bersama. Dan berapa pengertian komunikasi yakni komunikasi adalah suatu kegiatan yang terjadi antara dua pihak, untuk mendapat pengertian yang sama mengenai hal yang sama; Komunikasi adalah kegiatan mendorong orang-orang lain untuk menafsirkan suatu ide dengan cara ynag diinginkan oleh pengirim pesan; komunikasi adalah esensi dan dasar dari hal-hal persuasi, perubahan sikap dan tingkah laku serta sosialisasi melalui transmisi informasi.” Menurut Yongky Safanayong dalam bukunya Desain Komunikasi Visual Terpadu, tujuan komunikasi dapat dibedakan menurut maksud dan caranya menjadi: identifikasi, informasi, promosi (provokasi, persuasi, propaganda, dsb), ambience (penggarapan lingkungan). Dalam semua
usaha komunikasi pemasaran, tujuan diarahkan pada pekerjaan satu atau lebih: 1)
Membangun keinginan
2)
Menciptakan kesadaran
3)
Meningkatkan sikap dan mempengaruhi niat
4)
Mempermudah pemakaian atau pembelian Pengertian di atas adalah pengertian komunikasi secara umum,
namun sekarang ini sebagai desainer kita ditantang untuk menyampaikan pesan dengan kreatif baik secara verbal ataupun visual yang tentunya sesuai dengan teori komunikasi yang baik yakni unuk mendapatkan kesepahaman agar tujuan dari komunikasi bisa tercapai.
2.1.1
Teori Komunikasi – Pendekatan Komunikasi yang bisa menghasilkan kesepahaman adalah sebuah komunikasi
yang
menggunakan
pendekatan
terbaik
untuk
dapat
dimengerti dan dipahami oleh audience, sehingga dibutuhkan pengamatan yang cermat untuk memilih pendekatan yang tepat. Pendekatan dan perumusan pesan dalam strategi komunikasi dibagi menjadi rasional, moral dan emosional, dimana rasional adalah suatu pemecahan masalah yang berhubungan erat dengan fakta yang didapat, sedangkan moral dekat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dimana sesuatu dikatakan baik atau buruk. Pendekatan emosional merupakan sebuah pendekatan yang lebih menekankan pada perasaan atau emosi.
2.1.2
Teori Komunikasi – Pesan Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali pesan yang kita terima oleh indra kita, Dalam komunikasi pesan merupakan elemen penting dalam berkomunikasi baik secara verbal ataupun visual, tersirat ataupun tersurat. Dalam buku Yongky Safanayong yang berjudul Desain komunikasi visual terpadu, terdapat tiga tahapan untuk merumuskan pesan yang efektif: melahirkan pesan, mengevaluasi dan memilih pesan serta menyampaikan pesan. Dituliskan juga prinsip-prinsip pembuatan pesan visual yakni Proses komunikasi visual dapat dipahami dengna baik apabila menerapkan pendekatan yang luas: teori-teori, prinsip-prinsip dan teknikteknik yang membantu dalam memecahakan masalah visual, yaitu teori komunikasi, teori semiotik, teori persepsi (tentang organisasi visual, persepsi visual, persepsi vigur dan bentuk) dan estetika bentuk. Teori komunikasi membantu menyusun struktur masalah dalam kaitannya dengan pesan yang dikehendaki dan sesuai dengan target atau khalayaknya.
Teori
semiotik
membantu
menghubungkan
dan
menerangkan hubungan antara tanda seperti ukuran, proporsi dan tekstur. Teori persepsi membantu dalam pembentukan struktur dasar dengan cara mengidentifikasi bentuk yang dikenali oleh target sasaran. Prinsip organisasi visual membantu dalam pembentukan hubungan unsur-unsur visual bentuk untuk menciptakan pesan yang diinginkan. Pertimbangan-pertimbangan dalam pendekatan desain kepada sasaran: 1)
Karakter, sifat-sifat kejiwaan, kepribadian, watak.
2)
Moral, berkenan: sikap, akhlak, mental (cara berfikir), susila.
3)
Etika, berkenan dengan moral; nilai benar dan salah, baik dan buruk.
4)
Politik
5)
Lifestyle:
rasa
memiliki;
bersenang-senang;
kegembiraan;
hubungan erat; saling menghormati; keamanan; kemudahan; rasa harga diri; gengsi; pemenuhan diri; prestasi. 6)
Sistem kepercayaan
7)
Penampilan
Sesuaikan dengan: (dalam visualisasi) 1)
Aksara
2)
Gambar
3)
Layout
4)
Struktur
5)
Kertas
6)
Ukuran
7)
Gaya
8)
Penyelesaian
“The challange is for graphic designer to turn data into information and information into messages of meaning” (McCoy 2011, 9).
2.2
Teori Visual Visual dalam kamus besar bahasa Indonesia yang berarti sesuatu yang dapat dilihat, visual tidak bisa lepas dari gambar, bentuk, warna dan huruf. Semua elemen-elemen tersebut mendukung terbetuknya visual yang baik dan benar serta visual yang dapat berkomunikasi dengan baik kepada audience. Salah satu teori yang berperan penting dalam ilmu persepsi visual adalah teori Gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang artinya “bentuk” Teori ini merupakan sebuah pegangan yang baik untuk setiap desainer karena teori ini merupakan bekal untuk melakukan eksperimen dalam bentuk visual. Dalam buku Yongky Safanayong yang berjudul Desain komunikasi visual terpadu, disebutkan aturan aturan dasar mengenai komposisi seni visual, yaitu: Similarity, proximity, closure, continuity, figure ground. Dimana aspek-aspek Gestalt di atas menjelaskan bahwa unsur tidak berdiri sendiri dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Selain Teori Gestalt, adapula teori semiotik yang mempelajari tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Salah satu tokoh semiotika yang banyak dipakai dalam penerapan visual identity adalah Charles Willian Morris yang menerapkan tiga unsur penting dalam komunikasi visual: 1)
Sintaktik: berkenan dengan keseragaman, keterpaduan sistem antara satu dengan yang lain, disiplin.
2)
Semantik: berkenan dengan makna arti suatu citra visual.
3)
Pragmatik: berkenan dengan nilai praktis seperti ukuran, material, warna dan pertimbangan kegunaan, kemudahan, keamanan, kenyamanan.
Penggunaan kedua teori di atas berperan penting dalam pengembangan visual yang unik, bermakna serta berkesinambungan agar identitas tidak hilang, serta memiliki nilai tambah dalam pragmatik.
2.3
Teori Visual Identity Visual identity berbeda dengan logo, visual identity memiliki sebuah arti yang lebih dari logo. Logo itu sendiri adalah sebuah gambar yang merepresentasiakan image yang ingin disampaikan dan di tanamkan di dalam pikiran konsumen atau audience. Sedangkan identity adalah sekumpulan elemen-elemen yang mendukung logo ataupun image dari perusahaan. Identity memiliki peran yang sama pentingnya dengan logo karena identity merupakan sekumpulan aplikasi dan elemen yang membentuk sebuah program kesatuan yang membentuk persepsi ynag kemudian membentuk sebuah visual pada sebuah brand.
“ A logo is a picture that forms a perception in the mind of those who encounter an organization. Identity is often mistakenly with logo, but an organization’s identity encompass much more than its logo. The organization’s name is equally as important as the picture used to represent it. Other elements, such as the color of a company’s mailing envelopes or the music customer hear while on hold on the telephone, are element of the identity.” (Budelmann et al. 2010, 7)
Bisa dikatakan bahwa logo dan identity adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lain “An exploration of identities without including logos would be like a tour of France without a stop in Paris.” Dari Brand identity ini diharapkan dapat memberikan persepsi yang ingin disampaikan kepada konsumen atau audience. “We explore each “Essential” as it relates to graphic identity ( in a word, Logos). Then. We follow some of the logos we dissect through their application as part of successfull identity program. Finally, we discuss the way design (and designers) can influence customer perceptions through brand identity.” (Budelmann 2010, 7)
2.4
Teori Revitilisasi Alina Wheeler menyatakan bahwa terdapat 6 alasan sebuah perusahaan memerlukan perubahan terhadap identitasnya, yaitu ketika perusahaan tersebut merupakan perusahaan baru, terjadi perubahan nama, terjadi revitilisasi brand, terjadi revitilisasi brand identity, untuk menciptakan sistem yang terintegrasi, dan ketika perusahaan-perusahaan melakukan merger. Bandara Internasional Soekarno-Hatta melalukan revitilisasi brand. Revitilisasi brand adalah ketika: 1) Sebuah perusahaan ingin mereposisi dan memperbaharui brand-nya secara global. 2) Sebuah perusahaan ingin mengkomunikasikan lebih jelas siapa jati dirinya.
3) Sebuah perusahaan ingin menarik perhatian market baru dan lebih tinggi. (Wheeler 2009, 7) Berdasarkan teori ini, Bandara Internasional Soekarno-Hatta memerlukan revitilisasi brand karena terjadinya perubahan secara internal maupun eksternal. Bandara Internasional Soekarno-Hatta perlu merubah identitasnya karena perlu mengkomunikasikan lebih jelas siapa jati dirinya. Selain itu Bandara perlu identitas baru karena bertujuan untuk menjadi bandara yang world class.
2.5
Teori Konsistensi Konsistensi merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah proses branding. Kekonsistenan sebuah brand dapat dilihat dari penerapan visual identity sebuah brand. “The power of repitition is a condition for the effectiveness of corporate design. A single confrontation with a visual statement will generally do little for someone. Design has to be applied ‘totally’ and lastingly, as a programme. By this we do not mean in a ‘totalitarian’ way, but intrinsically and systematically, applicable therefore to all expressions with which an organisation makes itself known to the outside world. A system of signs that are organised and geared to one another in such a way that they convey the right message every time; in attractive variations and clearly constituting part of a coordinated whole.”
Kekonsistensian dalam suatu brand merupakan hal yang sangat penting dalam mengembangkan image suatu brand. Sebuah desain harus bisa diaplikasikan secara total dalam implementasinya sehingga pesan yang ingin disampaikan mengenai image suatu perusahaan dapat tersampaikan dengan baik kepada konsumen walaupun perusahaan tersebu
memiliki banyak cabang. Konsistensi ini berperan penting agar image suatu perusahaan dapat dikenal bukan hanya oleh sepihak namun oleh dunia luar. (Total Identity [2003], 34-35) 2.6
Teori Warna Pemilihan warna bukanlah sebuah hal yang bisa dilakukan secara sembarangan. Sebagai seorang desainer yang baik, banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan warna, yaitu dari psikologi, persepsi hingga ke pembelajaran alam. Ketika membangun sebuah identitas visual, salah satu hal yang paling penting adalah mengetahui bagaimana warna mempengaruhi audience dan hasil desain kita Warna memberikan banyak pengaruh emosional kepada logo. Pemilihan warna harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena warna merupakan salah satu faktor penting dalam image suatu perusahaan. Pemilihan warna yang terlalu mengikuti tren, warna yang membuat legibilitas suatu logo menjadi berkurang, sebaik apapun bentuk dari logo akan menjadi tidak baik pada akhirnya. Beberapa Identitas yang kuat bahkan menggunakan warna untuk mempertahankan ke-konsistensiannya dan sebagai identitasnya. Suatu bukti secara ilmiah bahwa warna dapat meningkatkan awareness dari sebuah identitas visual suatu brand adalah: Warna dapat berkomunikasi dari kecepatan cahaya.
Otak kita akan merespon warna dengan cara yang sama dengan ketika kita merespon ketika kita mengalami kesakitan yaitu secara langsung dan tibatiba atau di luar kesadaran otak. (Budelmann et al. 2010, 14-17)
2.6.1
Kekuatan Warna Warna sudah dibuktikan secara klinis dalam psikologi warna dan emosi warna. Itulah mengapa warna-warna seperti warna muda sering digunakan untuk interior sekolah dan rumah sakit untuk membuat orangorang menjadi tenang. Di sisi lain restoran lebih memilih warna-warna cerah yang dapat membuat orang merasa lapar. Namun kekuatan warna dapat terganti sejalannya waktu dan juga adanya pengaruh budaya di seluruh dunia. Contoh yang paling jelas adalah: Di budaya barat, warna hitam digunakan pada saat pemakaman, namun di budaya timur, warna putih yang digunakan pada saat pemakaman. (Budelmann et al. 2010, 18)
2.7
Tipografi Setiap tulisan memiliki kepribadian-nya masing-masing. Memilih tipografi yang cocok berarti memilih tipografi yang merepresentasikan image. Pemilihannya dapat dimulai dengan pemilihan serif atau sans serif. Serif
seringkali
digunakan
untuk
menggambarkan
sesuatu
yang
berhubungan dengan tradisi, sedangkan sans serif sering digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang berhubungan dengan modern. Sans serif
sudah diadopsi di seluruh sistem signage di seluruh dunia. Tipografi memiliki peran penting dalam brand identity, pembaca dapat mengasumsi apa brand tersebut dari tipografi yang digunakan. Seperti dengan imagery, tipografi biasanya memberikan pikiran terhadap arti lain atau konteks budaya dari suatu identitas. Image tidak selalu dapat berdiri sendiri namun dengan adanya bantuan tipografi, suatu image dapat lebih dimengerti dan diingat oleh konsumen. Kepribadian dari sebuah tipografi adalah salah satu pertimbangan penting untuk memilih typeface, namun bukan hanya itu legibility, flexibility, dan consistency juga penting untuk program suatu identitas visual. Legibility adalah tingkat kemudahannya untuk dibaca. Tingkat keterbacaan-nya ini tergantung pada tampilan bentuk fisik huruf itu sendiri, ukuran, serta penataannya dalam sebuah naskah. (Budelmann et al. 2010, 46)