Bioteknologi 5 (2): 51-555, Nopemberr 2008, ISSN: 00216-6887, DOI: 10.13057/biotek/c050202
Pemanfaatan Lim P mbah Tah hu untuk Peningk katan H Hasil Tan naman Pe etsai (Bra assica ch hinensis) The Use off Tofu Waste to Increease the Yieelds of Pettsai T ( (Brassica c chinensis) ²,♥, D. SUTOY Y YULIADI AS SMORO¹,², SURANTO S YO²
¹ PT. Bank Neg gara Indonesia (Persero) Tbk. Cabang C Wonosob bo, Jawa Tengah 2 Program Bios sains, Program Pascasarjana, P Un niversitas Sebellas Maret (UNS)) Surakarta 57126
D Diterima: 8 Maaret 2008. Diseetujui: 17 Okto ober 2008.
A ABSTRACT
♥ Alamat korespondensii: Jl. Ir. Sutaami 36A, Surakartta 57126 Tel. & Faax.: +62-271-6641788. e-mail:
[email protected]
A tofu industtry potentially y produced so olid or liquid d waste produ ucts which a potentially are y causing polllution. A goo od treatment o of the wastess, waste of s solid-wet tofu u can be used to make teempe gembuss, cattle food d and fish f food, and the rest is also used u as fertilizzer especially y for pak choii or petsai o Chinese caabbage (Brasssica chinensis L.). The aimss of this research were or e examine: (i) The T effect of tofu t wastes fo or yield of peetsai plant, an nd (ii) the e effect of concentration of tofu t waste to the yield of petsai plant. There are t two methods:: independent variable an nd dependent variable. Th he method w which was used was experriment. 20 pettsai plants weere planted in nto 20 pots t be treated with to w solid and d liquid tofu wastes w with co oncentration 10%, 1 20%, a and 30%, wh hile as the co ontrol 20 pot each 1 plan nt was treated d without w wastes. The nutrient n conte ents both forr the solid an nd liquid wa astes were a analyzed. Thee data were analyzed a by Anova and th he difference e between m means tested using Dunca an s Multiple Range Test ((DMRT) at 5% % level of s significant. Th he result indiicated that inccreasing of peetsai yields using solid t tofu waste fo or concentrattion 10% is 94,06%, for concentration n 20% is 3 325,76%, and for 30% is 176,11%. Th he additionall of liquid waste w for c concentration 10% is 41,2 26%, for concentration 200% is 64,34% % and for c concentration 30% is 1,75% %, compared to the control.. Nitrogen con ntents (N) o solid tofu waste of w and its organic materrial is higher than liquid waste w one, s it has good effect for the so e plant growth h, than liquid waste solutio on. Keywords: petsai, Brassicaa chinensis, toofu waste, cooncentration, production, K p p pollution .
PENDA AHULUAN M Pada pelaksanaan Program Perbaikan Menu Rakyat dan d Program m peningkataan Gizi Mak kanan Rakyat, kedelai telaah dipilih seebagai salah satu bahan pangan su umber proteein yang akan dikembaangkan secarra serius. Dalam D penerapan di lapan ngan perlu adanya du ukungan beerupa peningkatan dan pengembaangan ind dustri pengolah h kedelai, seehingga prod duk-produk yang y luas dihasilkaan dapat dikonsumsi d m masyarakat sebagai makanan m seh hari-hari.
Dalam D peng gembangan industri pengolah p kedeelai diharapkan bukan hanya terba atas pada jumllah dan jeenis produk k saja, teta api juga peniingkatan dallam jumlah u unit usahany ya karena dapa at menimbu ulkan bany yak dampak k positif, misa alnya: mencciptakan lap pangan kerrja baru, men ngurangi pen ngangguran, memanfaatk kan hasil sam mpingan atau u limbah untu uk peningka atan hasil usah ha dibidan ng yang lain, serta a dapat pendapatan daerah men ningkatkan asli (Pra amudyanto dan d Nurhasan n, 1991).
52 Industri tahu merupakan salah satu industri pengolah berbahan baku kedelai yang penting di Indonesia. Tahu merupakan makanan yang sangat dikenal dan dinikmati oleh banyak masyarakat Indonesia. Keberadaan industri tahu, hampir tidak dapat dipisahkan dengan adanya suatu pemukiman (Pusteklin, 2002). Industri tahu umumnya dikerjakan secara tradisional dan dimiliki oleh pengusaha kecil dan menengah. Di samping keberadaannya yang sangat penting, industri tahu juga mempunyai dampak yang cukup penting terhadap lingkungan terutama masalah limbahnya (Suprapti, 2005). Kegiatan industri termasuk industri tahu selalu menghasilkan limbah yang apabila tidak ditangani secara tepat akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan, namun jika dikelola dengan baik akan menguntungkan. Oleh karena itu, pengusaha industri tahu harus menyadari dampak negatif akibat kegiatan usahanya. Bau busuk dari degradasi sisa-sisa protein menjadi amoniak, dapat menyebar ke seluruh penjuru hingga mencapai radius beberapa kilometer, air limbah yang meresap ke dalam tanah dapat mencemari sumur-sumur di sekitarnya, dan air limbah yang dibuang ke selokan secara langsung dapat mencemari sungai, saluran irigasi maupun air untuk keperluan yang lain (Pramudyanto dan Nurhasan, 1991; Purnama, 2007). Industri tahu menghasilkan limbah padat (kering dan basah) dan limbah cair. Limbah padat kering industri tahu umumnya berupa kotoran yang tercampur dengan kedelai, misalnya: kerikil, kulit dan batang kedelai, serta kedelai yang rusak/busuk, dan kulit ari kedelai yang berasal dari pengupasan kering. Limbah padat basah dari proses pembuatan tahu berupa ampas yang masih mengandung gizi. Dalam keadaan baru ampas tahu ini tidak berbau, namun setelah kurang lebih 12 jam akan timbul bau busuk secara berangsur-angsur yang sangat mengganggu lingkungan. Namun, limbah ini dapat digunakan untuk makanan ternak, makanan ikan, untuk membuat tempe gembus, dan sebagai pupuk organik pada tanaman budidaya terutama sayuran. Sementara limbah cair yang dihasilkan dari usaha pembuatan tahu dapat mencapai sepuluh kali volume kedelai yang diproses. Sebagaimana halnya ampas kedelai, dalam kondisi baru limbah cair ini tidak menimbulkan bau, dan baru berbau setelah 12 jam. Namun, limbah cair ini masih dapat digunakan untuk bahan minuman ternak, makanan ikan, bahan pembuatan nata de soya,
Bioteknologi 5 (2): 51-55, Nopember 2008
dan sebagai pupuk organik (Sutejo, 1995; Purnama 2007). Di Kelurahan Bumiroso, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo terdapat delapan belas unit industri pembuatan tahu, sehingga pengelolaan limbah dari proses pembuatan tahu ini perlu penangan serius supaya dampak negatifnya dapat ditekan dan tidak mengganggu lingkungan. Limbah padat dari proses pembuatan tahu ini antara lain digunakan untuk membuat tempe gembus, pakan ternak, pakan ikan dan untuk pupuk pada tanaman pertanian. Sedangkan limbah cairnya dimanfaatkan untuk pakan ikan seperti mujair, lele dumbo, dan nila. Sebagian limbah padat yang masih tersisa dibuang ke lingkungan secara langsung, demikian pula sebagian limbah cair dibuang begitu saja ke saluran air di sekitarnya (BPS, 2006; Kabupaten Wonosobo, 2007). Pemanfaatan limbah tahu baik limbah padat maupun cair sebagai pupuk dalam budidaya tanaman petsai atau caisim (Brassica chinensis L.), diharapkan dapat meminimalkan pencemaran lingkungan dan membuka lapangan pekerjaan sampingan yang baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah tahu terhadap pertumbuhan persai, serta konsentrasi terbaik untuk pertumbuhan tanaman tersebut. BAHAN DAN METODE Limbah yang digunakan sebagai bahan penelitian merupakan limbah tahu kedelai padat dan limbah tahu kedelai cair yang dihasilkan oleh industri tahu di Kelurahan Bumiroso, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo. Tanah yang digunakan sebagai media tanam diambil dari tanah tegalan, sebelum dicampur dengan limbah padat maupun limbah cair dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Pot berukuran sedang sebagai tempat untuk tanaman percobaan yang dipersiapkan sebanyak 140 pot. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, yaitu pupuk limbah tahu padat dan cair. • A1B1: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu padat sebanyak 10%. • A1B2: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu padat sebanyak 20%. • A1B3: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu padat sebanyak 30%. • AoBo: 20 pot sebagai kontrol tanpa pemberian limbah tahu padat atau cair.
ASMORO dkk. – Pengaruh limbah padat dan cair tahu pada Brassica chinensis
• A2B1: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu cair sebanyak 10%. • A2B2: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu cair sebanyak 20%. • A2B3: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu cair sebanyak 30%. Bibit petsai dibeli di toko pertanian dengan kualitas yang baik. Tempat penyemaian, dipilih tempat yang baik untuk penyemaian sebelum bibit-bibit tersebut dipindahkan ke dalam pot-pot percobaan. Cara kerja Menyiapkan tanah sebagai media tanam dengan mencampur limbah tahu padat atau limbah tahu cair dengan konsentrasi masingmasing 10%, 20% dan 30% yang artinya setiap 1 kg tanah sebagai media tanam dicampur dengan 10%, 20% dan 30% limbah tahu padat atau cair dari berat tanah, selanjutnya dimasukkan ke dalam pot percobaan yang sudah diberi tanda. Agar terjadi proses penguraian, pengikatan dan pembebasan zat atau unsur hara selama berlangsung proses pembentukan kompos, potpot yang berisi tanah dan limbah tahu tersebut didiamkan selama 1-2 minggu. Sambil menunggu proses pembentukan kompos, dipersiapkan pula bibit yang disemaikan pada tempat persemaian, setelah kurang lebih 1-2 minggu kecambah berdaun 2-5 helai, bibit sudah siap untuk dipindahkan kedalam pot. Selama proses pertumbuhan dilakukan pemeliharaan dengan melakukan penyiangan dan penyiraman sampai tanaman siap panen, yaitu 40 hari setelah tanam (Sumaryo, 1988; Rukmana, 1994; Sugito dkk., 1995). Setelah petsai berusia 40 hari dilakukan pemanenan, diikuti penimbangan tanpa akar, yaitu seluruh petsai basah tanpa akar ditimbang untuk mengetahui bobot. Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis sidik ragam (Anava) dua jalur dan untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Hara Komposisi unsur hara pada limbah tahu padat dan cair dianalisis di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian
53
Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan dibanding dengan kompos padat Green Valley produksi Lembah Hijau Multi Farm, Research Station, Solo dan kompos cair Tristan produksi Transtechnology (Tabel 1). Dari hasil analisa limbah tahu padat dan cair tersebut diketahui bahwa kandungan N (nitrogen) limbah tahu padat lebih tinggi yaitu rata-rata 1,24% dibandingkan dengan limbah tahu cair, yaitu rata-rata 0,27%. Kandungan protein limbah tahu padat juga lebih tinggi yaitu rata-rata 7,72% dibandingkan dengan limbah tahu cair yaitu rata-rata 1,68%. Tabel 1. Hasil analisis komposisi unsur hara pada limbah tahu padat dan cair dari Wonosobo. Limbah padat Parameter tahu kedelai N (%) 1,24 P 2 O 5 (ppm) 5,54 K 2 O (%) 1,34 Protein (%) 7,72 Lemak (%) Karbohidrat (%)
Kompos padat Green Valley 1,44 2,37 3,03 -
Limbah Kompos cair tahu cair kedelai Tristan 0,27 228,85 0,29 1,68 -
0,42 0,28 0,08
Apabila dibandingkan dengan kompos padat Green Valley dan kompos cair Tristan maka kandungan nitrogennya hampir sama yaitu limbah tahu padat 1,24%, kompos padat Green Valley 1,44%, dan limbah tahu cair 0.27%, kompos cair Tristan 0.41% Unsur N sangat penting sebagai komponen utama dalam sintesa protein yang dilakukan oleh sel tumbuhan, sedangkan protein merupakan senyawa yang sangat penting bagi organisme untuk pertumbuhan termasuk tanaman petsai. Protein dalam limbah tahu padat maupun limbah tahu cair dalam tanah jika terurai oleh mikroba tanah juga akan melepaskan senyawa N yang akhirnya akan diserap oleh akar tanaman (Engelstad, 1997; Harjowigeno, 1987). Dari uraian tersebut maka limbah tahu padat lebih baik digunakan sebagai pupuk organik tanaman dibandingkan dengan limbah tahu cair. Hasil Berat Basah Petsai dengan Limbah Padat Jumlah petsai basah tanpa akar pada setiap perlakuan ada 20 buah. Bobot petsai basah tanpa akar dengan pupuk limbah tahu padat kadar 10% mempunyai rentang nilai 6,1-10,2 dengan rata-rata 8,33. Untuk bobot petsai basah tanpa
Bioteknologi 5 (2): 51-55, Nopember 2008
54 akar dengan pupuk limbah tahu padat kadar 20% mempunyai rentang nilai 10,3-29,2 dengan rata-rata 18,27, sedangkan bobot petsai basah tanpa akar kadar limbah padat 30% mempunyai rentang nilai 6,2-25,4 dengan rata-rata 11,85. Hasil perlakuan limbah tahu padat dengan beberapa konsentrasi terhadap bobot petsai basah tanpa akar ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil perlakuan limbah tahu padat dengan beberapa konsentrasi terhadap bobot Petsai basah tanpa akar (dalam gram) pada umur 40 hari. Konsen- Jumlah Bobot Bobot Ratatrasi data terendahtertinggi rata Limbah padat 10% 20 6,1 10,2 8,33 20% 20 10,3 29,2 18,27 30% 20 6,2 25,4 11,85 Limbah cair 10% 20 3,7 8,2 5,66 20% 20 4,2 9,8 7,05 30% 20 3 6 4,37
SD
% Bobot
1,26 94,06 5,89 325,76 4,34 176,11 1,67 41,26 1,74 64,34 0,82 1,75
Hasil perlakuan pupuk limbah tahu padat konsentrasi 10% terhadap bobot basah petsai tanpa akar nampak bahwa persentase nilai tertinggi diperoleh pada kisaran 8,0-8,9, gram sebanyak 6 batang atau sebesar 30% sedangkan nilai terendah diperoleh pada kisaran 10,0-10,9, gram sebanyak 2 batang atau sebesar 10%. Hasil perlakuan pupuk limbah tahu padat konsentrasi 20% terhadap bobot basah petsai tanpa akar nampak bahwa persentase nilai tertinggi diperoleh pada kisaran 10-13, gram dan 18-21 gram sebanyak 6 batang atau sebesar 30% sedangkan nilai terendah diperoleh pada kisaran 22-25 gram sebanyak 2 batang atau sebesar 10%. Hasil perlakuan pupuk limbah tahu padat konsentrasi 30% terhadap bobot basah petsai tanpa akar nampak bahwa persentase nilai tertinggi diperoleh pada kisaran 10-13, gram sebanyak 9 batang atau sebesar 45% sedangkan nilai terendah diperoleh pada kisaran 18-21, gram sebanyak 0 batang atau sebesar 0%. Hasil Berat Basah Petsai dengan Limbah Cair Hasil berat basah petsai tanpa akar dengan pupuk limbah tahu cair kadar 10% mempunyai rentang nilai 3,7-8,2 dengan rata-rata 5,66. Hasil berat basah petsai tanpa akar dengan pupuk limbah tahu cair kadar 20% mempunyai rentang nilai 4,2-9,8 dengan rata-rata 7,05, sedangkan hasil berat basah petsai tanpa akar dengan
pupuk limbah tahu cair kadar 30% mempunyai rentang nilai 3-6 dengan rata-rata 4,22. Hasil perlakuan limbah tahu cair dengan beberapa konsentrasi terhadap bobot petsai basah tanpa akar ditunjukkan pada Tabel 2. Dari hasil perlakuan pupuk limbah tahu cair konsentrasi 10% terhadap bobot basah petsai tanpa akar nampak bahwa persentase nilai tertinggi diperoleh pada kisaran 5.0-5.9, gram sebanyak 7 batang atau sebesar 35% sedangkan nilai terendah diperoleh pada kisaran 3.0-3.9, gram sebanyak 1 batang atau sebesar 5%. Hasil perlakuan pupuk limbah tahu cair konsentrasi 20% terhadap bobot basah petsai tanpa akar nampak bahwa persentase nilai tertinggi diperoleh pada kisaran 6.4-7.5 gram dan 7.6-8.7 gram sebanyak 5 batang atau sebesar 25% sedangkan nilai terendah diperoleh pada kisaran 5.2-6.3 gram sebanyak 2 batang atau sebesar 10%. Hasil perlakuan pupuk limbah tahu cair konsentrasi 30% terhadap bobot basah petsai tanpa akar tampak bahwa persentase nilai tertinggi diperoleh pada kisaran 3.7-4.3 gram sebanyak 7 batang atau sebesar 35% sedangkan nilai terendah diperoleh pada kisaran 5.8-6.4 gram sebanyak 1 batang atau sebesar 5%. Kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi produk pangan organik, telah mendorong pengembangan sistem pertanian organik secara luas. Selain lebih aman bagi lingkungan, pupuk organik terbukti dapat menggatikan pupuk kimia yang dalam beberapa dekade terakhir digunakan secara luas sejalan dengan revolusi hijau yang didorong PBB. Pengkajian manfaat pupuk organik dalam peningkatan produksi tanaman petsai telah banyak dilakukan, misalnya penggunaan pupuk urin sapi (Sutaryono, 2008), pupuk kompos Azolla (Ermawati, 2005), pupuk kasting (Permana 2001), pupuk organik yang difermentasi dengan Plasmodiophora brassicae (Hadiwiyono dkk., 2000), serta sampah perkotaan (Huang 2006). Dalam penelitian ini, penggunaan limbah tahu terbukti meningkatkan hasil panenan persai; penambahan limbah tahu padat pada konsentrasi 20% meningkatkan hasil hingga tiga kali lipat (325,76%). KESIMPULAN Kandungan hara pada limbah tahu padat dan cair masing-masing sebesar: N (1,24% dan 0,27%), P2O5 (5,54 ppm dan 228,85 ppm), dan K2O (1,34% dan 0,29%). Pemberian limbah tahu
ASMORO dkk. – Pengaruh limbah padat dan cair tahu pada Brassica chinensis
padat atau cair mampu meningkatkan hasil petsai secara nyata. Konsentrasi limbah tahu padat 20% memberikan peningkatan hasil yang terbaik, yaitu terjadi peningkatan hasil petsai sebesar tiga kali lipat. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2006. Wonosobo Dalam Angka 2006. Wonosobo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo. Engelstad, O.P. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi ketiga. Penerjemah: Goenadi, D.H. da B. Radjagukguk. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitu Press. Ermawati, F. (2005). Pengaruh Beberapa Macam Pupuk Daun serta Dosis Kompos Azolla terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakchoy (Brassica chinensis). Malang: Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah. Hadiwiyono, B. Pujiasmanto, M. Rahayu (2000) Pengaruh Fermentasi dalam Air Sisa Tanaman Sakit terhadap Propagul Patogen Akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) dan Penggunaannya sebagai Pupuk Caisin (Brassica chinensis L.). Jurnal Agrosains 2 (1): 23-29. Handayani, Prawito dan Bustaman. 2007. Penanganan air limbah tahu melalui pengembangan model usaha industri Nata De Soya di Kotamadya Bengkulu. Bengkulu: Fak. Pertanian UNIB. Harjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediatama Sarana Prakarsa. Jakarta.
55
Huang, H. (2006) Pemanfaatan Sampah Organik Kota Sebagai Kompos dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Pakchoi (Brassica chinensis L). Bogor: Jurusan Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor. Kabupaten Wonosobo. 2007. Data Monografi Desa Bumiroso Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo. Wonosobo: Kantor Desa Bumiroso Permana, H.W. (2001). Tingkat Pertumbuhan Pakchoy (Brassica chinensis) yang ditanam secara Hidroponik dan Non-Hidroponik. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor. Pramudyanto dan Nurhasan. 1991. Penanganan Limbah Pada Pabrik Tahu. Semarang: Yayasan Bina Karya Lestari. Purnama. 2007. Pra-rancangan Instalasi Pengolahan AirLimbah Tahu Studi Kasus Pabrik Tahu Desa Desa Tempelsari Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo” Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Pusteklin. 2002. Penelitian Dasar Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair. Yogyakarta: Pusteklin. Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai & Sawi. Yogyakarta: Kanesius Sugito, Y,. Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Sumaryo, 1988. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Fakultas Pertanian. UNS. Surakarta. Suprapti, L. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius. Sutaryono, M. (2008). Pertumbuhan dan nilai gizi tanaman caisim (Brassica chinensis L.) dengan pemberian pupuk fosfor dan urin sapi. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Sutejo, M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.