UPAYA PROSOSIAL PADA PENGASUH RUMAH TAHFIDZ YATIM DAN DHUAFA AL-FALAH KOTAGEDE, YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Disusun Oleh : Fahmi Husein NIM : 10220055 Dosen Pembimbing : Drs. H. Abdullah, M.Si. NIP : 19640204 199203 1 004
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
©2014
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Fahmi Husein
NIM
: 10220055
Program Studi
: Bimbingan dan KonselingIslam
Fakultas
: Dakwah dan Komunikasi.
Menvatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi saya yang berjudul: Upaya Prososial pada Pria Muda (Studi
Kasus Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa AI-
Falah Kotagede, Yogyakarta).
Adalah hasil karya pribadi dan sepanjang pengetahuan
penyusun tidak berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali bagianbagian tertentu yang penyusun ambil sebagai acuan. Apabila terbukf
pernyataan ini tidak benar, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab
penyusun.
Yogyakarta, 9 Juni 2014 Yang menyatakan,
Fahmi Husein NIM.l0220048
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini spesial kupersembahkan untuk orang-orang yang kucintai : Ibunda dan Ayahanda tercinta Yenni Enida dan M. Nur Efendi Yang telah memberikan dukungan, cinta dan kasih sayang yang tak pernah berujung Inspirator terbesar dalam hidupku, Kedua Kakakku tersayang Ronny Yahya, S.Kom.I. dan Nur’aini, SE.I. Yang selalu memberikan bimbingan, motivasi, kritik dan saran yang bermanfaat De’ Liana Nabila Terima kasih banyak atas kasih sayang, perhatian, motivasi, dan
“cerewetnya”☺ dalam mengingatkanku sehingga
telah
memberikan semangat dan inspirasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini
Special Thank’s untuk seluruh sahabat-sahabatku seperjuangan
BKI 2010. Khususnya untuk: Umi Ansari, Rian, Angga, Sofyan, Oji, Dian, Dayah, Rifah, Bu’ Riry, Umi Hany, Vinas, Umi mBantul, Muslimah, Nopek, Dewi, Ust. Wahyu, Nia dan Umam. Serta semua teman-teman yang lainnya terima kasih atas bantuan kalian, semoga kebersamaan dan rasa kekeluargaan yang telah terjalin selalu bisa terjaga. Hidup BKI 10... !!!☺
v
MOTTO
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maaidah: 2).1
“Life's it’s simple, you make choices and you don't look back”. 2
1
Departemen Agama RI, MUSHAF AL-QUR’AN TERJEMAH, Edisi Tahun 2002, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 107. 2 Kata Mutiara dikutip dari: Karakter Han dalam film The Fast and the Furious: Tokyo Drift, (Diproduksi Oleh: Universal Pictures, 2006).
vi
KATA PENGANTAR
اﻟﺮﲪَﻦِ اﻟﺮ ِﺣ ِﲓ ْ ِ ِْﺴ ِﻢ ا اﻣﺎ ﺑﻌﺪ. اﻟﺼﻼةواﻟﺴﻼم ﲆ ﶊﺪ و ﲆ ا وﲱﺒﻪ اﲨﻌﲔ, اﶵﺪ ﷲ رب اﻟﻌﺎﳌﲔ Segala puja, puji dan puncak kekaguman serta keagungan hanya semata tertuju kepada Allah SWT. Dia-lah yang telah menganugerahkan Al-qurán sebagai hudan li an-naas, rahmatan li al-aalamiin. Dia-lah yang maha mengetahui makna dan maksud kandungannya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada uswah hasanah Nabi Muhammad SAW, kepada seluruh keluarga, sahabat dan para pengikutnya, amien. Berkat pertolongan dan hidayah-Nya-lah, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Upaya Prososial pada Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta”. Atas izin Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak baik materil maupun spiritual, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi: Bapak Dr. H. Waryono, M. Ag. beserta seluruh staf dan jajarannya.
2.
Bapak Muhsin Kalida, S.Ag., MA. Selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam.
3.
Dosen pembimbing skripsi Bapak Drs. H. Abdullah, M.Si. yang telah membimbing dan mendidik peneliti dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
vii
4.
Bapak Dr. Irsyadunnas, M.Ag. selaku pembimbing akademik yang peneliti hormati.
5.
Bapak A. Said Hasan Basri, S.Psi., M.Si. yang telah membimbing dan memberi penjelasan teori tentang perilaku prososial kepada peneliti, sehingga peneliti terinspirasi untuk meneliti tema tersebut.
6.
Segenap dosen dan karyawan Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
7.
Mas Fauzan Anwar Sandiah, S.Sos.I. yang selalu memberikan masukan kepada peneliti sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar.
8.
Ust. Edo Agustian, S.Pd.I. Selaku pimpinan Rumah Tahfidz Yatim Dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta sekaligus subjek dalam penelitian ini yang telah memberikan bimbingan, nasehat, do’a dan meluangkan waktu kepada penulis untuk melakukan penelitian. Beserta teman-teman Rumah Tahfidz Yatim Dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. Dede, Agus, Loren, Defrianto, Firman dan David. Serta semua teman-teman yang lainnya yang telah memberikan dukungan, do’a serta partisipasinya selama penulis menyelesaikan skripsi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.
9. Seluruh keluarga besar BKI 2010 yang telah bersama-sama mengejar impian dan cita-cita, terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua kebahagiaan dan pengalaman yang tak dapat terbayar oleh apapun. 10. Teman-teman peserta magang dan praktikum di P2TPA “Rekso Dyah Utami”. Umi Salamah Ansari, Dian Musriana, Ernawati, Dewi Anjar Sari, Murti Sari Puji Rahayu, Zida Nusrotina, dan Tri Budi Santoso.
viii
11. Seluruh sahabat-sahabat di BOM-F Dakwah dan Komunikasi, Biro Konseling Mitra Ummah (MU). Khususnya periode kepengurusan 2012/2013. yang telah memberikan semangat dan menjadi guru selama penulis belajar di bangku kuliah. 12. Teman-teman KSR PMI Unit VII UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti. 13. Teman-teman KKN 80 Mendut III Mungkid, Magelang. Rozikin, Latif, Faizah, Vita, Agung, Firdaus, Kinkin, Friska, Fitria, Ummi dan Aqil. yang telah berjuang bersama penulis selama beberapa bulan untuk memperoleh pengalaman yang luar biasa, dari sana kita belajar untuk saling memotivasi dan menghargai setiap detik yang terlewatkan sebagai proses perjuangan. 14. Rekan-rekan dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih motivasinya dan semoga kita sukses bersama.
Yogyakarta, 7 Juni 2014 Penulis
Fahmi Husein NIM. 10220055
ix
ABSTRAKSI FAHMI HUSEIN – NIM: 10220055. Upaya Prososial Pada Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al -Falah Kotagede, Yogyakarta Skripsi. Fakultas Dakwah dan Komunikasi Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2014 Latar belakang penelitian ini adalah ketertarikan peneliti terhadap sikap prososial yang ditunjukkan oleh seorang pemuda, dalam menginjak usianya yang ke-26 tahun. Seorang pengasuh tunggal di Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa AlFalah mampu menolong, mengurus dan mendidik dan 18 orang anak asuh, yang berlatar belakang dari anak-anak yatim dan kaum dhuafa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui upaya prososial pada pria muda, dengan batasan rumusan masalah yaitu: (1) Bagaimanakah upaya yang dilakukan pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta dalam membentuk perilaku prososial pada anak asuhnya ?. (2) Hambatan apa saja yang dihadapi oleh pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta dalam membentuk perilaku prososial pada anak asuhnya serta bagaimana upaya yang dilakukan pengasuh tersebut dalam mengatasinya ?. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus atau case study, dengan usaha mengetahui dan memahami upaya pria muda untuk berperilaku prososial. Sumber data dalam penelitian ini adalah pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta, sumber data lainnya adalah tetangga sekitar dan anak-anak penghuni Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa AlFalah. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, yaitu dengan hasil bahwa adanya perilaku prososial dengan peran aktif dalam menolong, menjaga dan mendidik anak asuh dan ada usaha-usaha tertentu dalam membentuk perilaku prososial anak asuh serta adanya hambatan dalam membentuk perilaku prososial anak asuh di Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa AlFalah Kotagede, Yogyakarta.
Kata Kunci: Upaya, Prososial dan Pengasuh Muda
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
ii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI .....................................................
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................
v
HALAMAN MOTTO ..........................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..........................................................................
vii
ABSTRAK ........................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xiv
BAB I:
PENDAHULUAN ..............................................................
1
A. Penegasan Judul ..........................................................
1
B. Latar Belakang masalah ................................................
4
C. Rumusan Masalah ........................................................
8
D. Tujuan Penelitian ..........................................................
8
E. Kegunaan Penelitian .....................................................
9
F. Kajian Pustaka ..............................................................
10
G. Landasan Teori .............................................................
13
H. Metodologi Penelitian ....................................................
41
xi
I. Sistematika Pembahasan ............................................... BAB II:
51
PROFIL PENGASUH DAN GAMBARAN UMUM RUMAH TAHFIDZ YATIM DAN DHUAFA Al-FALAH KOTAGEDE, YOGYAKARTA ............................................
53
A. Biografi Subjek .............................................................
53
1. Curriculum Vitae .......................................................
43
2. Riwayat Hidup Masa Kanak-kanak, Masa Remaja dan Pengalaman Hidup .............................................
54
B. Gambaran Umum Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Kota Yogyakarta ...............................
61
1. Letak Geografis ........................................................
61
2. Sejarah Berdirinya ....................................................
61
3. Visi dan Misi .............................................................
63
4. Tata Tertib, Syarat-syarat Penerimaan Anak Asuh dan Sumber Dana............................................................
64
5. Program Kerja Kepengasuhan dan Pendidikan ............
66
BAB III: PROSOSIAL PADA PENGASUH MUDA RUMAH TAHFIDZ YATIM DAN DHUAFA Al-FALAH KOTAGEDE, YOGYAKARTA ................................................................
73
A. Upaya Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Dalam Membentuk Perilaku Prososial pada Anak Asuh ...................................................................
75
1. Mengajak Dengan Lisan (Nasihat) ..............................
75
a. Sharing (Berbagi) .................................................
77
xii
b. Honesty (Kejujuran) .............................................
80
2. Memberi Contoh dengan Perbuatan ...........................
71
a. Cooperative (Kerja Sama) .....................................
83
b. Donating (Menyumbang) ......................................
87
c. Helping (Menolong) ..............................................
90
d. Generosity (Dermawan) ........................................
92
e. Mempertimbangkan Hak dan Kesejahteraan Orang Lain ..........................................................
94
f. Berusaha Untuk Ikhlas dan Cepat Tanggap Menolong Anak Asuh ............................................
97
g. Menanamkan Sikap Untuk Selalu Bersyukur ............
99
B. Hambatan Dalam Membentuk Perilaku Prososial pada Anak Asuh ...................................................................
100
C. Pendapat Anak Asuh Rumah Tahfidz Al-Falah dan Tetangga Sekitar Tentang Perilaku Prososial Ustadz Edo ...................................................................
102
PENUTUP .......................................................................
107
A. Kesimpulan ..................................................................
107
B. Saran-saran .................................................................
108
C. Penutup .......................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
110
BAB IV:
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul Agar memperoleh pengertian yang jelas tentang judul skripsi ini yaitu : Upaya Prososial pada Pria Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa AlFalah Kotagede, Yogyakarta dan untuk menghindari kesalahpahaman istilahistilah tersebut, maka judul di atas perlu diberikan penegasan dan penjelasan dengan baik, sehingga dapat sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti, yaitu sebagai berikut : 1. Upaya Upaya adalah usaha, akal, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar.1 Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan upaya berarti mengusahakan, melakukan sesuatu untuk mencari akal agar jelas dalam mengambil suatu tindakan. 2. Prososial Menurut Robert A. Baron dan Donn Byrne. Prososial (Prosocial behavior) merupakan segala bentuk tindakan apapun yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya.2
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa, Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 1132. 2 Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2. Edisi Kesepuluh, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), hlm. 92.
1
2
Lebih rinci lagi Brigham, sebagaimana juga dikutip oleh Tri Dayaksini dan Hudaniah
menyatakan
bahwa
prososial
mempunyai
maksud
untuk
menyokong kesejahteraan orang lain. Dengan demikian kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan, dan pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilaku prososial. Secara umum, istilah ini diartikan pada tindakan yang tidak menyediakan keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan bahkan terkadang mengandung resiko tertentu.3 Berdasarkan dari beberapa uraian tentang perilaku prososial tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian perilaku prososial adalah segala tindakan yang dilakukan untuk menolong seseorang atau sekelompok orang serta memberikan konsekuensi yang positif bagi penerimanya walaupun terkadang mengandung resiko tertentu bagi pelakunya. Dimensi perilaku prososial dapat berupa materi, fisik maupun psikologis.4 Adapun pengertian prososial dalam penelitian kali ini adalah segala bentuk tindakan dan upaya yang diusahakan untuk menolong, menjaga dan mendidik serta membentuk sikap prososial pada anak asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah. Dalam melakukan upaya dan tindakan menolong tersebut pengasuh tidak mengharapkan imbalan apapun.
3
Tri Dayaksini dan Hudaniah, Psikologi Sosial, (Malang: UMM Press, 2003), hlm. 177.
4
Ibid., hlm. 178.
3
3. Pria Muda Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pria adalah laki-laki dewasa,5 sedangkan yang dimaksud dengan muda adalah laki-laki yang belum sampai setengah umur.6 Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock yang dimaksud dengan masa dewasa awal (masa dewasa muda) yaitu masa yang dimulai pada umur 18 tahun, sampai kira-kira umur 40 tahun, saat
perubahan-perubahan
fisik
dan
psikologis
yang
menyertai
berkurangnya kemampuan reproduktif.7 Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pria muda dalam penelitian ini adalah laki-laki dewasa yang belum sampai setengah umur dan kisaran umurnya antara 18 tahun sampai dengan 40 tahun. 4. Rumah Tahfidz Yatim Dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta Panti Asuhan Al Falah, atau yang bernama resmi Rumah Tahfidz Yatim & Dhuafa Al Falah merupakan panti asuhan yang didirikan pada tanggal 7 September 2012, yang beralamat di Winong, Gang Masjid Mustaghfirin RT 13 RW 03 Kotagede, Yogyakarta.8
5
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa, Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 895. 6
Ibid., hlm. 757.
7
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan. Edisi Kelima, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 246. 8 Observasi pada saat berkunjung ke Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah pada Minggu, 27 Oktober 2013.
4
Didirikannya panti asuhan (rumah tahfidz) ini, mempunyai tujuan yang sangat mulia yakni, agar anak yatim dan dhuafa bisa mendapatkan pendidikan, kasih sayang dan perhatian sebagaimana layaknya anak-anak pada umumnya. Dengan sistem pengajaran yang mewajibkan anak asuhnya menghafal Al-Qur’an, serta ditunjang dengan materi dibidang ilmu pengetahuan umum, keterampilan kesenian dan olahraga. Maka diharap kelak, anak asuh di panti asuhan ini dapat memperoleh masa depan yang lebih baik serta bisa menjadi generasi penerus yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa.9 Jadi, untuk memperjelas maksud dari judul penelitian ini yaitu Upaya Prososial pada Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta adalah segala tindakan yang diusahakan oleh seorang laki-laki dewasa muda untuk mensejahterakan dan mendidik sekelompok orang yaitu, anak asunya di Rumah Tahfidz Yatim Dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. B. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat terlepas dari masalah interaksi sosial, di mana manusia tidak jarang dituntut untuk bersikap pro dan kontra terhadap lingkungan sosial. Perilaku pro dan kontra tersebut tidak timbul begitu saja, tetapi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti situasi, kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, suasana hati, rasa empati, faktor kepribadian dan nilai hidup yang dimiliki individu.
9 Wawancara dengan Edo Agustian, S.Pd.I, Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. Minggu, 27 Oktober 2013.
5
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles, bahwa manusia merupakan makhluk sosial (zoon politicon) yang artinya manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain, secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualistis, artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial.10 manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Selalu terjadi saling ketergantungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Untuk
mempertahankan
kebersamaan
dalam
rangka
mempertahankan
kelangsungan hidup, manusia perlu mengembangkan sikap kooperatif serta sikap untuk berperilaku menolong terhadap sesamanya atau yang sering disebut sebagai perilaku prososial.11 Bila diamati dari fenomena yang berkembang pada saat ini, perilaku prososial atau dalam bahasa awamnya lebih dipahami sebagai perilaku menolong, mulai luntur dalam kehidupan masyarakat. Manusia mulai mempertimbangkan untung rugi dan imbalan yang akan diperoleh serta konsekuensi dari perilaku prososial yang dimunculkan. Keikhlasan, rasa kemanusiaan, dan kesetiakawanan bahkan resiko pun yang muncul ketika akan memberikan pertolongan. Tindakan untuk dapat menolong orang lain harus didasarkan kepercayaan pada orang yang hendak ditolong, walaupun terkadang tanpa harus memikirkan resiko yang akan dihadapi oleh si penolong, seperti
10
Artikel Bebas Wikipedia, “Aristoteles”, http://id.wikipedia.org/wiki/Aristoteles, diakses pada 17 oktober 2013, pukul 08:30 WIB. 11
Ibid.,
6
peristiwa tindakan menolong yang yang dimuat oleh situs berita media Online OkeZone edisi 3 april 2012, dengan judul berita “Bermaksud Menolong Pacar di Sungai, Haris Tewas Tenggelam”. “Tragis dialami Haris Bayu Wiratama (18) warga Mudal, Ngaglik, Kabupaten Sleman, DIY. Pelajar SMA itu ditemukan tewas tenggelam di Dam Sungai Tambak Boyo, Condongcatur, Kecamatan Depok, Penyebabnya, Haris berusaha menolong pacarnya, Aludia Metasari (18), warga Gang Candrawasih, Manukan, Condongcatur, Depok, yang menceburkan diri ke dalam waduk untuk mengambil telepon seluler. Aludia berusaha mengambil ponselnya yang jatuh. Melihat temannya di dalam sungai, korban berusaha membantu dengan menceburkan diri. Namun, Haris justru tenggelam, ” jelas Makhfud saksi di TKP, Selasa (3/4/2012). Aludia kemudian meminta tolongan dengan berteriak. Tak lama kemudian, Aludia yang mampu berenang, dapat diselamatkan warga dan dilarikan ke Jogja International Hospital (JIH) pukul 23.50 WIB. Sedangkan Haris tidak dapat diselamatkan. Korban diketahui tidak bisa berenang.” 12 Contoh peristiwa di atas menunjukkan bahwa. Kepercayaan terhadap orang lain sering kali mendasari seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Apakah orang tersebut hendak melakukan suatu tindakan menolong atau tidak itu tergantung apakah orang yang hendak melakukan tindakan menolong
tersebut
mengenal
orang
yang
hendak
ditolong.
Dengan
mempercayai orang yang hendak diberi bantuan, walaupun terkadang si penolonglah yang menanggung resiko. Tentunya hal itu akan mempermudah dalam memutuskan pemberian bantuan. Tidak terwujudnya suatu perilaku prososial pada individu dikarenakan banyak hal dan salah satunya adalah adanya ketidak percayaan pada orang
12
Prabowo, “Bermaksud Menolong Pacar di Sungai, Haris Tewas Tenggelam”, http://jogja.okezone.com/read/2012/04/03/510/604592/bermaksud-menolong-pacar-di-sungaiharis-tewas-tenggelam, diakses pada 16 oktober 2013, pukul 15:30 WIB.
7
tersebut. Seseorang sering kali memutuskan untuk mengurungkan niatnya menolong orang lain dikarenakan orang tersebut merasa tidak bertanggung jawab untuk menolong orang lain, pertimbangan untung dan rugi jika orang tersebut menolong dan tingkat kepercayaan dalam melakukan tindakan pertolongan. Seperti yang telah diketahui perilaku menolong tentunya dipengaruhi beberapa faktor dan motif-motif tertentu dari si penolong, begitupun hal yang harus jadi pertimbangan, ketika seorang pria muda untuk berperilaku prososial. Karena pada umumnya para pria muda cenderung lebih memikirkan diri sendiri, karir, pernikahan, keluarga dan masa depan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock, bahwasanya masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yang penuh dengan masalah ketegangan emosional, penyesuaian terhadap pola hidup yang baru dan masa ketergantungan perubahan nilai-nilai kreativitas yang penyesuaiannya pada pola hidup yang baru. Dan pada masa dewasa awal kegiatan sosial sangat sering dibatasi karena berbagai tekanan pekerjaan dan keluarga.13 Padahal cukup banyak ditemukan bahwa, pria muda yang bekerja sebagai relawan dalam berbagai masalah sosial tanpa mengharapkan imbalan. Seperti halnya yang dilakukan oleh ustadz muda, Edo Agustian, S.Pd.I (pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta). Di usianya yang masih sangat muda yakni 26 tahun, beliau mampu mengurus
13 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan, Edisi Kelima, hlm. 272.
8
dan mendidik 18 orang anak asuh, yang berlatar belakang dari anak-anak yatim dan kaum dhuafa. Hal inilah yang menurut penulis dipandang penting untuk diteliti. Dengan harapan hasil penelitian bisa menjadi pijakan untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh pria muda untuk berperilaku prososial, dan tentunya sikap dan perilaku prososial yang telah dilakukan oleh pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta dapat menjadi inspirasi dan motivasi kaum muda Indonesia untuk lebih giat bersikap prososial dan juga lebih peduli akan masalah-masalah sosial di lingkungan sekitarnya. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dan agar pembahasan penelitian ini dapat terarahkan dengan baik, maka penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut. : 1. Bagaimanakah upaya yang dilakukan pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede,
Yogyakarta
dalam
membentuk
perilaku
prososial pada anak asuhnya ? 2. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede,
Yogyakarta
dalam membentuk
perilaku
prososial pada anak asuhnya serta bagaimana upaya yang dilakukan pengasuh tersebut dalam mengatasinya ? D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, segala upaya yang dilakukan oleh
9
pria muda (pengasuh) Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta dalam berprososial serta upaya yang dilakukan pengasuh dalam membentuk perilaku prososial anak asuh. E. Kegunaan Penelitian Sebuah penelitian diharapkan memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat. Adapun kegunaan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Secara Teoritis Sebagai bahan untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan di bidang
bimbingan
dan
konseling
dan
psikologi
khususnya
yang
berhubungan dengan tindakan menolong (prososial). Dan dapat pula dijadikan sebagai referensi dan motivasi bagi konselor islam dalam berprososial,
yang
sebagaimana
telah
diterangkan
pada
asas-asas
bimbingan dan konseling islam terdapat asas kesukarelaan, yang berarti seorang konselor hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas. 2. Manfaat secara praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kesukarelaan untuk tolong menolong terhadap orang lain dengan intensi prososial pada pria muda, sehingga orang tua, sekolah maupun lingkungan memiliki gambaran yang lebih jelas dalam mempersiapkan
10
generasi-generasi muda untuk peka terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Di samping itu penelitian ini dapat memberikan masukan kepada para pejabat pemerintah untuk lebih peka terhadap kondisi pendidikan dan dalam memberi perlindungan dan hak bagi anak-anak Indonesia. F. Kajian Pustaka Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam proses penelitian ini, maka peneliti melihat beberapa hasil penelitian yang mendukung terhadap penelitian ini. Namun penelitian tentang Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa AlFalah Kotagede, Yogyakarta belum pernah diteliti sebelumnya. Jadi ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan di Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. Maka setelah melakukan pencarian, peneliti menemukan beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Adapun beberapa sumber acuan yang penulis gunakan untuk pengembangan penelitian ini adalah: Pertama. Skripsi dari Failasofa, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dengan judul Perbedaan Intensi Prososial Antara Pekerja Sosial Panti Dan Pekerja Sosial Non Panti. Secara garis besar penelitian ini mengidentifikasikan bahwa apakah ada perbedaan intensi prososial antara pekerja sosial panti dan pekerja sosial non panti yang berada di bawah naungan Departemen Sosial Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Penelitian
ini
menggunakan
metode
penelitian
kuantitatif, subjek pada penelitian ini adalah pekerja sosial yang berada di wilayah Yogyakarta. Pekerja panti sosial dan non sosial yang berpendidikan
11
minimal SLTA dan memiliki masa kerja minimal 2 tahun. Skala yang digunakan yaitu skala intensi prososial. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan intensi prososial pekerja sosial panti dengan pekerja sosial non panti yang berada pada wilayah Departemen Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta.14 Kedua, Skripsi dari Wardani, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan judul Hubungan Antara Empati Dengan Intensi Prososial Pada Remaja. Secara garis besar penelitian ini mengidentifikasi adakah hubungan antara empati dengan intensi prososial pada remaja, dan penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, subjek pada penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 2 Wonosari Gunung Kidul kelas II dengan usia 16-18 tahun. Skala yang digunakan yaitu skala intensi prososial dan skala empati. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang positif antara tingkat empati dan intensi prososial pada remaja.15 Ketiga. Skripsi dari Asriani Arsyad, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan judul Perbedaan Perilaku Prososial Siswa Pondok Pesantren X dan Siswa SMP Negeri Y di Yogyakarta. Secara garis besar penelitian ini mengidentifikasi apakah ada perbedaan perilaku prososial antara siswa pondok pesantren dengan siswa SMP negeri di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
14 Failasofa, Perbedaan Intensi Prososial Antara Pekerja Sosial Panti Dan Pekerja Sosial Non Panti, skripsi (Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, 2000). 15 Wardani, Hubungan Antara Empati Dengan Intensi Prososial Pada Remaja, skripsi (Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1996).
12
kuantitatif, subjek pada penelitian ini adalah siswa MTs Pondok Pesantren Wahid Hasyim dan siswa SMP Negeri 5 Yogyakarta. Skala yang digunakan yaitu skala perbedaan perilaku prososial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tingkat perbedaan perilaku prososial antara siswa pondok pesantren dan umum. Perilaku prososial siswa pondok pesantren lebih tinggi dibanding siswa umum.16 Keempat,
penelitian
yang
disusun
oleh
Fitri
Tasliatul
Fuad,
Ibadurrahman, Madinatul Munawaroh, Putri Novelia, Reza Lidia Sari, dan Rindang Ayu, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dengan judul Perbedaan Perilaku Prososial Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Psikologi UI. penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dan penelitian ini bersifat komparatif, yaitu membandingkan skor atau nilai antara dua variabel yang ingin diteliti. Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Skala yang digunakan yaitu skala perbedaan perilaku prososial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tingkat perbedaan perilaku prososial antara mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, yang dimana tingkat perilaku prososial laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. 17 Setelah peneliti telaah lebih dalam maka dari keempat sumber penelitian tersebut, tentunya ada perbedaan yang signifikan dengan penelitian
16 Asriani Arsyad, Perbedaan Perilaku Prososial Siswa Pondok Pesantren X dan Siswa SMP Negeri Y di Yogyakarta, skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013). 17 Fitri Tasliatul Fuad, dkk., Perbedaan Perilaku Prososial Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Psikologi UI, tugas penelitian tidak diterbitkan (Depok: Universitas Indonesia, 2010).
13
tentang upaya prososial pada pria muda yang akan dilakukan oleh peneliti, karena acuan pokok peneliti pada penelitian kali ini akan lebih fokus kepada upaya perilaku prososial pada pria muda, yaitu tentang bagaimana upaya yang dilakukan oleh seorang pengasuh muda Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta dalam hal berperilaku prososial kepada anak asuh, serta upaya yang dilakukan pengasuh tersebut dalam membentuk perilaku prososial pada anak asuhnya. Hal ini sesuai dengan yang telah dijelaskan oleh peneliti pada sub bab penegasan judul. Adapun jenis penelitian kali ini penelitian kualitatif dan metode
dalam
penelitian
ini
adalah
menggunakan
metode
kualitatif
dekskriptif. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencoba menggali lebih dalam tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta untuk berprososial dalam menolong, mensejahterakan dan mendidik, serta membentuk perilaku prososial anak asuhnya, G. Landasan Teori 1. Tinjauan Tentang Prososial a. Pengertian Prososial Banyak ahli yang memberikan definisi mengenai tindakan menolong atau perilaku prososial. Diantaramya adalah Robert A. Baron dan Donn Byrne, yang menyatakan bahwa perilaku prososial merupakan segala tindakan apapun yang menguntungkan orang lain. Secara umum istilah ini diartikan pada tindakan yang tidak menyediakan keuntungan
14
langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan bahkan kadang mengandung resiko tertentu.18 Sedangkan menurut David O Sears dkk. Prososial merupakan segala bentuk tindakan yang dilakukan dan direncanakan untuk menolong orang lain tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Rushton juga menyatakan prososial berkisar dari tindakan altruisme yang menolong tanpa mementingkan diri sendiri tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan sendiri. Sehingga perbedaan mendasar pada motif penolong. Perilaku menolong altruisme tidak mengharapkan imbalan apapun sedangkan prososial bisa saja didasari oleh imbalan tertentu. Altruisme sudah tentu prososial tapi prososial belum tentu altruisme.19 Menurut William, sebagaimana juga dikutip oleh Tri Dayaksini dan Hudaniah. Bahwa prososial dibatasi secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa prososial bertujuan untuk membantu meningkatkan well being orang lain, serta Tri Dayaksini dan Hudaniah juga menyimpulkan bahwa prososial merupakan segala bentuk perilaku yang memberikan dampak positif bagi si penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun
18
Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2. Edisi Kesepuluh, hlm. 92.
19 David O Sears, dkk. Psikologi Sosial Edisi Kelima Jilid 2, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), hlm. 47.
15
psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi yang membantu.20 Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali contoh perilaku prososial
yang
dapat
kita
saksikan.
Seperti,
pertolongan
biasa
(memberikan petunjuk arah jalan atau mengambilkan koran yang terjatuh), pertolongan substansial (memberikan pinjaman uang atau membantu
orang
lain
untuk
berkemas),
pertolongan
emosional
(mendengarkan keluh kesah orang lain atau memberikan saran dan solusi terhadap permasalahannya), dan pertolongan darurat (membawa korban kecelakaan ke rumah sakit atau mendorong kendaraan yang mogok).21 Perilaku prososial juga dapat dipengaruhi oleh tipe kepribadian dan relasi antar orang lain. Apakah itu karena suka, cinta, merasa berkewajiban, bahkan memiliki pamrih atau empati. Dan sudah menjadi hal yang lumrah jika kita lebih senang membantu seseorang yang telah kita kenal dibandingkan dengan orang yang tidak kita kenal. Meskipun demikian juga sudah menjadi hal yang biasa jika, banyak orang yang memberikan pertolongan kepada orang asing. Seperti, para relawan, volunteer, social worker dan lain-lain.22 Meskipun ada banyak pendapat yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya
perilaku
prososial
memiliki
pengertian
yang
sama.
20
Tri Dayaksini dan Hudaniah, Psikologi Sosial, hlm. 178.
21
Ibid.,
22
Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2. Edisi Kesepuluh, hlm. 93.
16
Kesamaannya adalah tingkah laku tersebut mempunyai sifat untuk mensejahterakan atau memberikan manfaat bagi orang lain. Persamaan lainnya adalah tingkah laku tersebut tidak memberikan keuntungan yang jelas kepada orang lain. Berdasarkan dari beberapa uraian tentang perilaku prososial tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian perilaku prososial adalah segala tindakan yang dilakukan untuk menolong seseorang atau sekelompok orang serta memberikan konsekuensi yang positif bagi penerimanya walaupun terkadang mengandung resiko tertentu bagi pelakunya. Dimensi perilaku prososial dapat berupa materi, fisik maupun psikologis. b. Perspektif Teoritis Tentang Tindakan Menolong Pada pembahasan kali ini peneliti akan membahas beberapa perspektif teoritis tentang perilaku prososial atau bisa disebut juga sebagai tindakan menolong, dan kemudian membahas dua tipe perilaku menolong yang ada korelasinya dengan motif pria dewasa muda untuk berperilaku prososial, khususnya subjek peneliti (pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah). Beberapa teori tentang tindakan menolong ini berdasarkan yang dikemukakan oleh Shelly E. Taylor, Letitia Anne Peplau dan, David O. Sears, yang dijelaskan secara rinci
17
dalam buku karya mereka yang berjudul Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas.23 Adapun pembahasannya sebagai berikut : 1). Teori Prososial Perspektif Sosiokultural Menurut teori ini perkembangan historis kultur manusia dalam bermasyarakat secara perlahan-lahan dan secara selektif mengembangkan keterampilan dan keyakinan yang meningkatkan kesejahteraan kelompok. Karena perilaku prososial umumnya bermanfaat bagi masyarakat, maka hal tersebut menjadi bagian dari aturan atau norma sosial. Ada 3 norma sosial dasar yang lazim dalam sosial kultural masyarakat, yaitu : a). Norm of social responsibility (norma tanggung jawab sosial) yang menyatakan bahwa kita harus membantu orang lain yang bergantung kepada kita. Orang tua diharuskan merawat anakanaknya dan dinas sosial mungkin campur tangan jika orang tua tidak menjalankan kewajibannya itu. Guru diharuskan membantu siswanya, pelatih harus memerhatikan timnya, dan sesama karyawan diharapkan dapat saling membantu, serta berbagai contoh yang lainnya. Aturan moral dan keagamaan di banyak masyarakat juga menekankan tugas untuk membantu orang lain. Terkadang kewajiban itu dijadikan undang-undang dan hukum.
23 Shelly E. Taylor, dkk., Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 460.
18
b). Norm of reciprocity (norma resiprositas) yang menyatakan bahwa kita harus membantu orang lain yang pernah membantu kita. Artinya, seseorang mengutamakan pemberian bantuan kepada orang yang pernah membantunya lebih dulu. Norma ini mendorong terwujudnya keseimbangan. c). Norm of social justice (norma keadilan sosial) norma keadilan sosial adalah aturan tentang keadilan dan distribusi sumber daya secara merata. Norma ini merupakan tanggung jawab dan keadilan sosial memberikan basis kultural untuk perilaku prososial.
Riset
menunjukkan
bahwa
orang
cenderung
membantu saudara dan kawannya dibandingkan orang asing, karena setiap individu akan merasakan tanggung jawab yang lebih besar atas orang yang dekat dengan hal tersebut, dan hal itu berasumsi bahwa mereka akan membantu kita jika setiap individu tersebut membutuhkan pertolongan. Karena menurut teori ini dua orang yang memberi kontribusi yang sama harus menerima imbalan yang sama. 2). Teori Prososial Perspektif Belajar Perspektif belajar menekankan pentingnya proses belajar untuk membantu orang. Setiap individu belajar norma sosial untuk membantu dan mungkin mengembangkan kebiasaan membantu. Orang belajar menolong melalui penguatan atau efek imbalan dan hukuman karena membantu. Orang juga belajar melalui model atau mengamati orang lain yang memberi pertolongan. Orang belajar
19
menolong melalui penguatan, efek imbalan dan hukuman karena membantu. Orang juga belajar melalui modeling, mengamati orang lain yang memberi pertolongan. Adapun penjelasan tentang penguatan dan modeling sebagai berikut : a). Penguatan Menurut Fischer, sebagaimana juga dikutip oleh David O. Sears dkk. Studi-studi menunjukkan bahwa anak cenderung membantu dan berbagi apabila mereka diberi penghargaan atas perilaku prososialnya. Penghargaan ini merupakan bentuk penguatan
yang
menambah
kemungkinan
meningkatnya
perilaku prososialnya.24 Satu studi menemukan bahwa anak usia 4 tahun lebih mungkin berbagi mainan kelereng dengan anak
lain
jika
mereka
diberi
hadiah
permen
atas
kedermawanannya. Bentuk penghargaan itu dapat diwujudkan dalam bentuk memberikan pujian maupun hadiah (barang). b). Belajar Observasional Kekuatan penguatan dan modeling dapat membentuk perilaku
prososial.
Orang
mengembangkan
kebiasaan
membantu dan mempelajari aturan tentang kapan dan siapa yang mesti di tolong. Bagi anak-anak, perilaku prososial mungkin bergantung kepada imbalan eksternal dan persetujuan sosial. Tetapi semakin dewasa, tindakan membantu mungkin
24
Ibid., hlm. 464.
20
sudah menjadi nilai yang diinternalisasikan, tanpa harus ada intensif eksternal. Orang akan puas telah merealisasikan standar mereka sendiri dan merasakan kebahagiaan saat melakukannya. c. Bentuk-bentuk Prososial Bentuk-bentuk
perilaku
prososial
menurut
Dayaksini
dan
Hudaniah yang disimpulkan berdasarkan teori Staub, William, Eisenberg dan Mussen adalah.25 : 1). Sharing (berbagi) yaitu memberikan kesempatan dan perhatian kepada orang lain untuk mencurahkan keinginan dan isi hatinya. 2). Cooperative (kerja sama) yaitu kesediaan melakukan kegiatan bersama
orang
lain
termasuk
dalam
berdiskusi
dan
mempertimbangkan pendapat orang lain, guna mencapai tujuan bersama. 3). Donating (menyumbang) adalah ikut menyokong dengan tenaga dan pikiran, memberikan sesuatu kepada orang lain yang sedang membutuhkan. 4). Helping
(menolong)
yaitu
memberikan
pertolongan
untuk
meringankan beban orang lain. 5). Honesty (kejujuran) yaitu tidak berlaku curang, tulus dan ikhlas. 6). Generosity (dermawan) adalah keinginan untuk membantu dan memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan.
25
Tri Dayaksini dan Hudaniah, Psikologi Sosial, hlm. 177.
21
7). Mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Bentuk-bentuk perilaku prososial juga mempunyai maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain. Dengan demikian kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan, dan pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilaku prososial, yaitu.26 : 1). Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keinginan pada pihak pelaku. 2). Tindakan itu dilahirkan secara sukarela. 3). Tindakan itu menghasilkan kebaikan. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prososial Shelly E. Taylor, Letitia Anne Peplau dan, David O. Sears. Menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan menolong, yaitu.27 : 1). Karakteristik Situasi a). Kehadiran orang lain, merupakan hambatan untuk memberikan pertolongan karena terjadinya penyebaran tanggung jawab dan menimbulkan
ambiguitas
dalam
menginterpretasi
situasi.
Sedangkan ketidakhadiran orang lain akan mendorong individu untuk segera menolong. b). Kondisi lingkungan atau efek cuaca turut mempengaruhi perilaku menolong. Kondisi lingkungan atau cuaca yang baik
26
Ibid.,
27
Shelly E. Taylor, dkk., Psikologi Sosial, hlm. 479.
22
akan mendorong individu untuk menolong, sedangkan kondisi lingkungan
atau
cuaca
yang
buruk
mencegah
individu
menolong. c). Tekanan waktu membuat orang cenderung untuk tidak menolong orang lain dibandingkan ketika berada dalam situasi yang lebih santai. 2). Karakteristik Penolong a). Faktor kepribadian, seperti tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial, adanya moralitas dari dan nilai-nilai yang dianut serta kesediaan mengambil resiko. b). Suasana hati, suasana yang hangat dan perasaan yang positif meningkatkan kesediaan untuk melakukan tindakan prososial. c). Rasa empatik, adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. 3). Karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan a). Menolong orang yang disukai, misalnya ditujukan pada orang yang tampak menarik, dinilai memilki kesamaan dengan penolong atau memiliki hubungan dekat dengan penolong. b). Menolong orang yang pantas ditolong, misalnya kepada orang yang mengalami masalah yang berada di luar kendalinya untuk diatasi.
23
Sedangkan, menurut Dayaksini dan Hudaniah, faktor yang mempengaruhi perilaku prososial dibedakan menjadi dua, yaitu faktor situasional dan faktor personal. Uraiannya sebagai berikut.28 : 1). Faktor Situasional Faktor situasional yang berpengaruh terhadap perilaku menolong adalah kehadiran orang lain, pengorbanan yang harus dikeluarkan untuk menolong, pengalaman sebelumnya terhadap peristiwa, kejelasan stimulus dari situasi darurat akan meningkatkan kesiapan calon penolong untuk bereaksi, adanya norma sosial yakni timbal balik terhadap bantuan dan norma tanggung jawab sosial, serta hubungan antara calon penolong dan yang ditolong. 2). Faktor Personal Faktor personal yang berpengaruh dalam perilaku prososial adalah karakteristik kepribadian, yakni harga diri tinggi, rendahnya kebutuhan akan persetujuan orang lain, rendahnya menghindari tanggung jawab. Individu yang berorientasi prestasi, asertif, dan berusaha untuk kompeten cenderung lebih prososial dibanding dengan individu yang merasa tidak aman, cerdas dan tergantung. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial dibedakan dalam tiga karakteristik. Pertama, karakteristik situasi meliputi kehadiran orang lain, kondisi lingkungan dan tekanan waktu. Kedua, karakteristik
28
Tri Dayaksini dan Hudaniah, Psikologi Sosial, hlm. 179.
24
penolong atau personal meliputi faktor kepribadian, suasana hati dan rasa empati. Ketiga, karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan yang dinilai mempengaruhi perilaku prososial meliputi tindakan orang yang disukai dan menolong orang yang pantas ditolong. e. Ciri-Ciri Perilaku Prososial Menurut
Staub
ada
3
(tiga)
ciri
seseorang
dikatakan
menunjukkan perilaku prososial, yaitu :29 1). Tindakan tersebut berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pemberi bantuan 2). Tindakan tersebut dilahirkan secara sukarela 3). Tindakan tersebut menghasilkan kebaikan f. Cara Meningkatkan Prososial Sebagaimana yang dinyatakan Dayaksini dan Hudaniah, ada beberapa cara untuk meningkatkan perilaku prososial, yaitu.30 : 1). Pertama, melalui penayangan model perilaku prososial, misalnya melalui media komunikasi massa. Sebab sebanyak perilaku manusia yang terbentuk melalui belajar sosial terutama dengan cara meniru. Apalagi mengamati model prososial dapat memiliki efek priming yang berasosiasi dengan anggapan positif tentang sifat-sifat manusia dalam diri individu pengamat. 29
Hasniani. Perilaku Prososial (Prosocial Behavior). Online. http://hasniannihasnianni.blogspot.com/2011/03/perilaku-propososial-proposocial.html. Diunduh tanggal 17 Juni 2014. 30
Ibid., hlm. 192.
25
2). Kedua, dengan menciptakan suatu superodinate identity, yaitu pandangan bahwa setiap orang adalah bagian dari keluarga manusia
secara
keseluruhan.
Dalam
beberapa
penelitian
ditunjukkan bahwa menciptakan superordinate identity dapat mengurangi konflik dan meningkatkan perilaku prososial dalam kelompok besar serta meningkatkan kemampuan empati di antara anggota-anggota kelompok tersebut. 3). Ketiga, dengan menekankan perhatian terhadap norma-norma prososial, seperti norma-norma tentang tanggung jawab sosial. Norma-norma ini dapat ditanamkan oleh orang tua, guru ataupun melalui media massa. Demikian pula, para tokoh masyarakat dan pembuat kebijakan dapat memotivasi masyarakat untuk bertindak prososial dengan memberi penghargaan kepada mereka yang telah banyak berjasa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Penghargaan ini akan memberi pengukuhan positif bagi perilaku tindakan prososial itu sendiri maupun orang lain atau masyarakat. Cara meningkatkan perilaku prososial juga dikemukakan oleh Dr. Faturrochman, MA. Dari beberapa penelitian yang beliau lakukan, bahwasanya untuk meningkatkan perilaku prososial antara lain sebagai berikut.31
31 Dr. Faturrochman, MA. Pengantar Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2006), hlm. 79.
26
1). Menghilangkan Ketidakjelasan Identitas. Hasil dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan disimpulkan bahwa, orang yang tidak cepat memberi pertolongan adalah karena ada gejala kekaburan tanggung jawab. Sebaliknya orang yang sudah dikenal baik oleh suatu lingkungan tertentu apabila melihat suatu keadaan yang membutuhkan pertolongan, maka orang tersebut dengan segera akan melakukan. Hal ini biasanya berkaitan dengan usaha untuk menjaga nama baik. 2). Pemberian Atribut Atribut menolong yang dimaksud bahwa, orang yang sudah dikenal lebih sulit menghindar dari tanggung jawab menolong, apabila kalau orang tersebut memiliki atribut sebagai orang yang suka menolong. Atribut yang pada mulanya merupakan atribut eksternal, lama kelamaan akan menjadi atribut internal. Atribut internal sangat efektif untuk memunculkan perilaku menolong. 3). Sosialisasi Melalui sosialisasi akan juga menumbuhkan sifat suka menolong pada seseorang. Sosialisasi biasanya diawali dengan perintah. Di samping itu salah satu cara yang efektif adalah dengan modeling.
Efektivitas
modeling
terlihat
dengan
adanya
kecenderungan pada saat ada yang memulai memberi pertolongan, maka akan diikuti oleh banyak orang untuk ikut menolong.
27
g. Mendefinisikan Altruisme dan Perilaku Prososial Dalam pembahasan kali ini peneliti akan menjelaskan perbedaan definisi dari dua konsep teori tentang altruisme dan perilaku prososial menurut perspektif Shelley E. Taylor, Lettia Anne Peplau, dan David O Sears. Adapun penjelasannya sebagai berikut : Altruisme (altruism) adalah tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih, atau ingin sekedar beramal baik. Berdasarkan definisi ini, apakah suatu tindakan bisa dikatakan altruistik akan bergantung pada niat si penolong. Orang asing yang mempertaruhkan nyawanya untuk menarik korban dari bahaya kebakaran dan kemudian dia pergi begitu saja tanpa pamit adalah orang yang benar-benar melakukan tindakan altruistik.32 Perilaku Prososial (Prosocial behavior) adalah kategori yang lebih luas. prososial mencakup setiap tindakan yang membantu atau dirancang untuk membantu orang lain, terlepas dari motif si penolong. Banyak tindakan prososial bukan tindakan altruistik. Misalnya, jika seseorang menjadi relawan untuk kerja amal agar dapat menarik perhatian teman atau untuk menambah pengalaman guna mencari kerja, maka orang tersebut tidak bertindak altruistik.33
32
Shelly E. Taylor, dkk., Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 457. 33
Ibid.,
28
h. Perilaku Prososial dalam Islam Dalam Islam hampir segala aspek kehidupan terkait dengan nilainilai ilahiyah, termasuk perilaku prososial. Perilaku prososial merupakan suatu perilaku yang dimuliakan dalam agama Islam. Sebab, Islam hadir sejatinya
memang
demi
kesejahteraan
alam
semesta
atau
rahmatallil’alamin. Ada beberapa konsep yang berhubungan dengan perilaku menolong,
antara lain amal saleh,
ihsan,
mu’awanah,
musya’adah, shadaqah, infaq, dan zakat. Secara normatif sebagian, bentuk menolong bahkan wajib untuk dilaksanakan. Tidak kurang dari 34 ayat dalam Al-Qur’an yang berhubungan zakat, yang sebagiannya merupakan perintah untuk mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya.34 Begitulah hukum yang diberikan kepada manusia mengenai yang terjadi antar sesama manusia, adapun kewajiban antar hamba dengan sesama manusia di antaranya membina pergaulan dengan cara tolong menolong
dan
rasa
persaudaraan.
Sebagaimana
yang
telah
diperintahkan Allah SWT dalam firman-Nya :
34 Dr. Agus Abdul Rahman, M.Psi., Psikologi Sosial Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 231.
29
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maa’idah [5]: 2).35 Sebenarnya ayat di atas mengandung segala kemaslahatan hamba, baik mengenai kehidupannya di dunia maupun di akhirat nanti. Oleh sebab itu setiap hamba tidak mungkin terlepas daripada dua kewajiban yaitu pertama, kewajiban manusia terhadap Tuhannya, dan kedua, kewajiban dilakukan antar sesama manusia serta dengan makhluk yang lain.36 Dalam perspektif psikologi Islam, perilaku menolong merupakan perilaku yang disukai dan dianjurkan oleh nilai-nilai Ilahiyah. Normanorma Ilahiyah yang berkaitan dengan perilaku menolong mendorong penganutnya untuk melakukan perilaku prososial berdasarkan keimanan dan keikhlasan. Kualitas perilaku menolong ditentukan oleh beberapa faktor seperti niat atau motif, tingkat resiko yang mungkin ditanggung, cara dan metode yang digunakan, serta penampakan perilaku menolong dari penglihatan orang lain.37
35 Departemen Agama RI, MUSHAF AL-QUR’AN TERJEMAH, Edisi Tahun 2002, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 107. 36
Ibnul Qayyim Al-Jauzy, Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 2, terj. Ustadz K.H. Yusuf (Solo: Hazanah Ilmu, 1994), hlm. 11. 37
Dr. Agus Abdul Rahman, M.Psi., “Psikologi Sosial”, hlm. 234.
30
i. Ikhlas Altruisme adalah tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih, atau ingin sekedar beramal baik. Hal itu menurut perspektif peneliti tentunya mempunyai definisi yang sama dengan Ikhlas. Keikhlasan berasal dari kata dasar “ikhlas” yang berarti amal kebaikan yang dilakukan semata-mata hanya karena Allah, semata-mata karena mengharap ridha-Nya. Ikhlas adalah ruh suatu amal, dan amal yang demikian itu tidak mempunyai ruh, amal yang ditolak oleh Allah. 38 Keikhlasan itu bukanlah suatu amal, tetapi merupakan jiwa bagi setiap amal. Dan yang menjadi utama dalam masalah keikhlasan adalah bagaimana caranya keikhlasan itu dapat berimplementasi dalam setiap aktivitas ibadah. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara perilaku altruistik dan sifat ikhlas, karena menurut peneliti kedua sifat terpuji tersebut sama-sama tidak mengharapkan imbalan apapun dalam melakukan suatu kebaikan. 1). Tanda-tanda Ikhlas Ikhlas memiliki tanda-tanda yang nampak pada kehidupan dan perilaku orang yang ikhlas. Hal ini bisa dirasakan diri dan orang lain diantaranya adalah.39
38
Ibnu Athaillah, Mempertajam Mata Hati, (Lamongan: Bintang Pelajar, 1990), hlm. 45.
39 Asrifin An Nakhrawie, Bagaimana Belajar Ikhlas Agar Amal Ibadah Tidak Percuma, (Lamongan: Lumbung Insani, 2010), hlm. 17.
31
a). Pantang Menyerah Tidak mudah kecewa. Seorang yang ikhlas yakin benar bahwa apa yang diniatkan dengan baik, lalu terjadi atau tidak yang diniatkan itu, semuanya pasti telah dilihat dan dinilai oleh Allah SWT. Allah SWT tidak pernah memberi beban yang melebihi
kemampuan
hamba-Nya.
Jadi
bagaimana
pun
besarnya beban, kesulitan, dan masalah yang dihadapi, yakinlah bahwa kita akan mampu melewati dan mengatasinya. b). Hatinya Baik dan Lembut Orang yang ikhlas hatinya baik dan lembut, senang membantu orang walaupun orang yang dibantunya tidak pernah mengucapkan rasa terima kasih. Serta tidak pernah peduli dengan ucapan terima kasih dari orang. Walaupun mungkin
orang
tersebut
malah
mencibirnya
dia
tetap
tersenyum manis. c). Istiqomah Istiqomah adalah suatu sifat dan sikap yang wajib dimiliki oleh setiap individu mukmin yang telah berikrar dan beriman kepada Allah SWT dan merupakan bentuk kualitas rohani
yang
melahirkan
sikap
tauhid,
konsisten,
teguh
pendirian, dan perilaku lurus, cermat, terarah dan tertib serta membentuk tujuan kepada kesempurnaan kondisi yang lebih baik dan hak. Sesuai dengan firman Allah SWT.
32
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.” (QS: Al-Ahqaaf [46]: 13).40 d). Berusaha Membantu Orang Lain yang Lebih Membutuhkan Orang yang ikhlas itu hatinya bersih tidak pernah iri pada orang lain, tapi malah senang ketika orang lain mendapatkan kebaikan dan ikut bersedih ketika orang lain mendapatkan cobaan dan musibah. Maka dari itu orang ikhlas selalu berusaha membantu ketika ada orang lain yang lebih membutuhkan dan tidak egois karena selalu mementingkan kepentingan bersama. e). Selalu Memaafkan Kesalahan Orang Lain Orang yang ikhlas selalu memaafkan kesalahan orang lain, walaupun orang yang berbuat jahat kepadanya belum meminta maaf. Orang ikhlas tidak berlaku seperti kaum oportunis
munafik
yang
telah
dicela
oleh
Allah
SWT.
Sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah SWT.
40 Departemen Agama RI, MUSHAF AL-QUR’AN TERJEMAH, Edisi Tahun 2002, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 504.
33
Artinya : “Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat, jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (QS. At-Taubah [9]: 58).41 f). Tidak Membeda-bedakan Dalam Pergaulan Seorang yang ikhlas tidak akan membeda-bedakan teman. Tegur sapanya tidak akan terbatas pada orang tertentu, senyumnya tidak akan terbatas yang dikenalnya, dan pintunya selalu terbuka untuk siapa saja. Seorang hamba ahli ikhlas tidak sibuk
menonjolkan
diri,
menyebut-nyebut
amalnya,
memamerkan hartanya, keilmuannya, kedudukannya, dan aneka topeng duniawi lainnya. g). Tawakal Tawakal
adalah
suatu
sikap
menyerahkan
segala
permasalahan kepada Allah SWT. Agar apa yang yang telah diikhtiarkan mendapatkan restu dan keridhaa-Nya, terkabul permohonnya, mendapat jawaban atas
pertanyaan yang
dikemukakan serta mendatangkan manfaat dan keselamatan bagi hamba-Nya. Tawakal tidak akan terwujud bila tidak dimotivasi oleh kekuatan hati dan keyakinan yang tinggi serta 41
Ibid. hlm. 197.
34
didukung oleh pemahaman dan pengalaman ilmu yang baik dan benar. Sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya.
Artinya : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali ’Imran [3]: 159).42 h). Bersyukur Orang yang ikhlas itu selalu bersyukur atas apa-apa yang telah diberikan Allah SWT kepadanya baik suka maupun duka, sedikit atau banyak. Karena dia menyadari bahwa segala sesuatunya adalah pemberian Allah. Bersyukur merupakan perintah Allah atas hamba-Nya dan bersyukur merupakan perwujudan dari rasa penghambatan dan mengikis sifat kufur karena keadaan diri yang telah merasakan kenikmatan demi kenikmatan-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya.
Artinya : “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2]: 152).43
42
Ibid. hlm. 72.
43
Ibid. hlm. 24.
35
Oleh karena itu, syukur merupakan suatu sifat dan sikap serta masa berterima kasih kepada Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak rahmat dan kenikmatan kepada kita. 3. Tinjauan Tentang Pria Muda a. Pengertian Pria Muda Istilah tentang pria muda, tentunya sudah sangat familiar di telinga kita, namun terkadang ada perbedaan pengertian tentang pria muda dikarenakan setiap kebudayaan membuat kesepakatan tentang rentang usia kapan seseorang mencapai status muda, yang mana bila dalam istilah ilmu psikologi perkembangan usia muda dapat disebut juga sebagai masa dewasa awal.44 Sebagaimana yang telah peneliti jelaskan pada bab penegasan judul, bahwa yang dimaksud dengan pria muda dalam penelitian kali ini adalah laki-laki dewasa yang belum sampai setengah umur dan kisaran umurnya antara 18 tahun, sampai dengan 40 tahun. Kesimpulan ini tentunya berdasarkan teori menurut Elizabeth B. Hurlock yang dimaksud dengan masa dewasa awal (masa dewasa muda) yaitu masa yang dimulai pada umur 18 tahun, sampai kira-kira umur 40 tahun, saat
44 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan, Edisi Kelima, hlm. 246.
36
perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.45 Sedangkan rentang usia dewasa awal menurut Diane Papalia, Sally Wendkos Olds, dan Ruth Duskin Feldman. Yaitu dua puluh tahun sampai empat puluh tahun. Karena Pada masa pertengahan usia 20-an ini, semua fungsi tubuh telah telah berkembang dengan sempurna. Ketajaman visual mencapai puncaknya dari usia dua puluh sampai usia empat puluh tahun, dan rasa, bau, serta sensitivitas terhadap rasa sakit serta temperatur baru akan menurun pada usia 45 tahun. Akan tetapi penurunan pendengaran yang biasanya dimulai sejak remaja, menjadi lebih nyata setelah usia dua puluh lima tahun tahun.46 Pada masa-masa ini individu meninggalkan rumah orang tua mereka, memulai pekerjaan atau karir, menikah atau membina hubungan
intim,
memiliki
dan
membesarkan
anak,
dan
mulai
memberikan kontribusi yang signifikan untuk lingkungan mereka. Individu pada masa ini membuat keputusan yang akan berdampak terhadap
kehidupan
mereka,
kesehatan,
kebahagiaan,
dan
kesuksesan.47 Sedangkan menurut John W. Santrock. Masa dewasa awal (early adulthood) ialah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia
45
Ibid.,
46
Diane Papalia, dkk., Psikologi Perkembangan Edisi Kesembilan, (Bagian V s/d IX), (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008), hlm. 634. 47
Ibid., hlm. 685.
37
belasan tahun atau awal usia 20 dan berakhir pada usia 30 tahun. Puncak dari kemampuan fisik terjadi pada rata-rata orang dewasa muda, yakni pada usia di bawah 30 tahun, dan seringkali antara usia 19 dan 26. Puncak dari kemampuan fisik ini terjadi bukan hanya pada ratarata orang dewasa muda, tetapi juga pada atlet terkenal. Meskipun kemampuan atlet semakin lebih baik, lari lebih cepat, melompat lebih tinggi dan mengangkat lebih berat. Di mana umur mereka mencapai kemampuan puncak pada dasarnya tetap.48 Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pria muda dalam penelitian kali ini adalah laki-laki dewasa yang belum sampai setengah umur dan kisaran umurnya antara 18 tahun, sampai dengan 40 tahun. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sosial Pada Masa Dewasa Awal.
49
Berikut
ini
akan
diuraikan
beberapa
faktor
yang
dapat
mempengaruhi partisipasi sosial pada masa dewasa awal, yaitu: 1). Mobilitas Sosial. Orang dewasa yang memiliki keinginan untuk meningkatkan
status
sosialnya,
cenderung
akan
giat
untuk
mengikuti organisasi-organisasi masyarakatyang dapat membantu untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi.
48
John W Santrock, Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup) Edisi Kelima, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), hlm. 75. 49 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan, Edisi Kelima, hlm. 252.
38
2). Status Sosio-Ekonomi. Dengan status sosial-ekonomi yang lebih baik, orang dewasa cenderung dapat berperan dalam berbagai kegiatan sosial, baik itu untuk orang dewasa yang telah menikah atau pun yang belum menikah. 3). Lamanya Tinggal dalam Suatu Kelompok Masyarakat. Banyak pula orang dewasa yang pindah dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya untuk dapat menemukan teman baru melaluipartisipasi aktif dalam kegiatan sosial atau organisasi masyarakat. 4). Kelas Sosial. Orang dewasa yang memiliki kelas sosial lebih tinggi dan menengah sering aktif dalam berbagai organisasi masyarakat dibandingkan dengan yang kelas sosialnya rendah. 5). Lingkungan. Lingkungan perkotaan dan pedesaan membawa dampak bagi orang dewasa muda. Contohnya, bila orang dewasa muda yang hidup di kota cenderung memusatkan sesuatu pada keluarga dan sanak saudara, sedangkan orang dewasa muda yang hidup didesa, mereka lebih mengenal keakraban antar tetangga dan keramah-tamahan. 6). Jenis
Kelamin.
Jika
pria
yang
telah
menikah
lebih
aktif
berkecimpung dalam organisasi masyarakat dibanding saat mereka lajang, berbeda halnya dengan wanita yang justru lebih aktif saat mereka masih lajang dan belum berumah tangga. 7). Umur Kematangan Seksual. Pria yang lebih cepat dewasa lebih aktif dalam kegiatan masyarakat dibanding dengan pria yang terlambat
39
dewasa. Sedangkan wanita yang cepat dewasa dapat tetap aktif di bidang sosial apabila memungkinkan. 8). Urutan Kelahiran. Anak pertama sering memiliki perasaan tidak aman, dan setelah dewasa cenderung menjadi “pengikut” dan lebih aktif kegiatan-kegiatan masyarakat dibandingkan anak yang lahir belakangan. 9). Keanggotaan Rumah Ibadah. Orang-orang yang menjadi anggota rumah ibadah seperti: masjid, gereja, wihara dan sebagainya, lebih aktif
dalam
kegiatan
keagamaan
dan
organisasi
lainnya
dibandingkan dengan orangyang tidak memliki hubungan dengan kegiatan keagamaan. c. Mobilitas Sosial Pada Masa Dewasa Awal Dalam kajian sosiologis, terdapat dua macam mobilitas sosial yang biasa terjadi di masyarakat. Mobilitas sosial seperti inipun tentunya menimpa individu pada masa dewasa awal. Menurut Elizabeth B. Hurlock, mobilitas sosial ini dibedakan atas dua, yaitu.50 : 1). Mobilitas Geografis Maksud mobilitas geografis adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya. 2). Mobilitas Sosial Mobilitas sosial adalah perpindahan dari satu kelompok sosial tertentu kepada kelompok sosial lainnya. Mobilitas sosial ini
50
Ibid.,
40
dapat terjadi secara horizontal, yaitu dalam tingkatan kelompok yang sama, maupun secara vertikal, yaitu berpindah ke kelompok yang lebih rendah atau lebih tinggi dari sebelumnya. Pada umumnya, baik pria maupun wanita mencapai status sosial dan ekonomi yang paling tinggi pada masa dewasa, dari umur 30 tahun ke
atas.
Ada
beberapa
kondisi
yang
dapat
memudahkan
peningkatan mobilitas sosial, diantaranya adalah: a). Tingkat pendidikan yang tinggi, selain dapat menjadi modal keberhasilan
dalam
menjalankan
suatu
profesi,
tingkat
pendidikan yang tinggi juga memungkinkan seseorang untuk dapat bergaul dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi darinya. b). Menikah dengan orang yang statusnya lebih tinggi. c). Hubungan keluarga yang dapat membantu seseorang dalam urusan pekerjaan. d). Penerimaan dan penerapan kebiasaan, nilai dan lambang dari suatu kelompok yang berstatus lebih tinggi. e). Uang dan kekayaan lainnya, baik itu yang diperoleh melalui warisan maupun atas usaha dan jerih payah sendiri. f). Pindah keanggotaan rumah ibadah ke rumah ibadah lain yang statusnya lebih tinggi. g). Peran serta aktif dalam organisasi kelas atas. h). Lulusan dari salah satu perguruan tinggi ternama.
41
i).
Menjadi anggota salah satu klub atau perkumpulan yang sifatnya ekslusif.
H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kualitatif dekskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk memahami fenomena sosial dari sudut pandang subjek.51 Dan kegiatan yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field research), dengan menggunakan metode pendekatan deskriptif, yaitu data-data yang telah terkumpul disusun dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.52 Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencoba menggali lebih dalam tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta untuk berprososial dalam menjaga, mengasuh, mendidik, serta membentuk perilaku prososial anak asuhnya, yang terdiri dari anak yatim dan kaum dhuafa untuk dibina dan dibimbing dengan
51
Sarjono, dkk, Panduan Penulisan Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2004), hal. 23. 52 Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 335.
42
penuh kesabaran, agar mendapatkan kasih sayang dan perhatian sebagai layaknya anak-anak lain untuk memperoleh masa depan yang lebih baik dan mencetak generasi Qur’ani, yang kelak bisa menjadi generasi penerus yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Guna mendapatkan data yang lebih mendalam dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan pendekatan yang psikologis, yaitu mengkaji masalah dengan mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya.53 Menurut Zakiah Darajat, bahwa perilaku seseorang yang nampak
lahiriah
terjadi
karena
dipengaruhi
oleh
keyakinan
yang
dianutnya.54 Dalam hal ini peneliti melakukan beberapa pendekatan yang lebih personal agar dapat mengetahui lebih dalam tentang stabilitas emosi dan kejiwaan subjek penelitian. Dengan penggunaan pendekatan ini maka, diharapkan pada saat menganalisis data yang dikumpulkan dari lapangan, dapat memenuhi maksud dan tujuan dari penelitian. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah orang atau apa saja yang menjadi sumber data dalam penelitian.55 Atau menurut Sanapiah Faisal istilah subjek penelitian (sumber) menunjukkan pada orang individu, kelompok yang
53
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1998), hlm.
54
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, cet ke-1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hlm. 76.
50.
55 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bumi Aksara, 1986), hal. 114.
43
dijadikan unit satuan (kasus) yang diteliti.56 Adapun dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah : a. Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Subjek utama dalam penelitian ini adalah Edo Agustian, S.Pd.I selaku pimpinan serta pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa AlFalah Kotagede, Yogyakarta, dalam kesehariannya beliau biasa dipanggil oleh anak asuhnya dengan panggilan Ustadz Edo. b. Anak Asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Agar dapat mendukung keabsahan data maka peneliti juga meminta kepada beberapa anak asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah untuk menjadi subjek pendukung dalam penelitian kali ini, adapun yang menjadi subjek dalam penelitian kali ini yaitu berjumlah 2 orang anak asuh. Untuk memudahkan peneliti dalam menentukan pemilihan subjek maka, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel berdasarkan purposive sampling, yakni menentukan subjek berdasarkan kriteria tertentu.57 Adapun kriteria anak asuh yang menjadi subjek dalam penelitian kali ini yaitu, anak asuh yang jangka waktunya paling lama menjadi anak asuh di Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. Dari sebanyak 18 anak asuh ada 2 orang anak asuh yang mana menurut peneliti memenuhi kriteria tersebut. Adapun alasan 56
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Press, 1989), hlm.
57
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), hlm.
109. 27.
44
peneliti memilih subjek pendukung 2 anak asuh dengan kriteria anak asuh yang jangka waktunya paling lama agar lebih efisiensi, karena penelitian kualitatif umumnya mengambil sampel yang lebih kecil dan pada dasarnya karena alasan efisiensi.58 Untuk lebih jelasnya berikut daftar anak asuh yang menjadi subjek pendukung dalam penelitian ini. Pertama, Dede Tiara Perdana (14 Tahun). Dede berasal dari Bengkulu Selatan, sudah menjadi anak asuh di panti asuhan Al-Falah sejak pertama panti berdiri yaitu bulan september tahun 2012, Saat ini Dede
sedang
mengenyam
pendidikan
di
salah
satu
Madrasah
Tsanawiyah Negeri di Kota Yogyakarta, kelas VII. Kedua, Agus Abdul Aziz (14 Tahun). Agus berasal dari Medan, Sumatera Utara. Sama halnya dengan Dede, Agus sudah menjadi anak asuh di panti asuhan Al-Falah sejak pertama panti berdiri yaitu bulan september tahun 2010, Saat ini Agus sedang mengenyam pendidikan di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta, kelas V. c. Tetangga di Sekitar Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede Yogyakarta Untuk menambah keabsahan data penelitian, maka perlu adanya subjek pendukung dari elemen masyarakat (tetangga sekitar), tentunya yang setiap hari berinteraksi langsung dengan subjek utama (Ustadz Edo). Subjek pendukung dari tetangga ini yaitu Ibu Estanti (42 Tahun), alasan penulis memilih Ibu Estanti sebagai subjek pendukung karena
58
Ibid., hlm. 28.
45
rumah beliau berada persis di samping kiri Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah, yang hanya berjarak ± 3 M dari rumahnya. Selain karena Ibu Estanti rumahnya dekat dengan panti Al-Falah, beliau juga merupakan tuan rumah yang menyewakan rumah yang sekarang dijadikan sebagai Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah. 3. Objek Penelitian Objek dalam penelitian kali ini adalah upaya yang dilakukan pengasuh dalam berprososial kepada anak asuh, serta upaya yang dilakukan pengasuh dalam membentuk perilaku prososial anak asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitan ini, peneliti menggunakan beberapa metode untuk mengumpulkan data guna memperoleh data yang diinginkan, Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Observasi Metode Observasi adalah suatu cara untuk menghimpun bahanbahan
keterangan
(data)
yang
dilakukan
dengan
mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomenafenomena
yang
sering
dijadikan
sasaran
pengamatan. 59
Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi partisipatif, dari beberapa
59
hlm. 76.
macam
teknik
observasi
partisipasif
tersebut
peneliti
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),
46
menggunakan
teknik
observasi
partisipasif
moderat
(moderate
participation), yaitu peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipasif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.60 Dalam hal ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap bentuk dan upaya yang prososial yang dilakukan pengasuh pengasuh rumah Tahfidz dan Dhuafa Al-Falah Yogyakarta. Selain itu, dalam melakukan observasi peneliti turut serta membantu pengasuh sebagai guru dalam pelaksanaan pola pengasuhan dan pengajaran dan peneliti juga berpartisipasi dalam beberapa kegiatan yang diadakan di Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. Dengan maksud agar dapat merasakan secara langsung. b. Wawancara Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan untuk memperoleh informasi.61 Wawancara juga dapat diartikan sebagai proses tanya jawab dalam penelilitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keteranganketerangan.62 Dalam hal ini pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
60
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 312. 61
S. Nasution, Metodologi Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal.
62
Cholid Narko & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005),
113. hlm. 83.
47
Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu wawancara berdasarkan pertanyaan yang telah dipersiapkan
tetapi
diserahkan
kepada
kebijakan
interviewer
(pewawancara).63 Bentuk pertanyaan yang diajukan dalam wawancara ini adalah wawancara terbuka, tetapi tema dan alur pembicaraan dibatasi agar pembicaraan tidak melebar ke arah yang tidak perlu.64 Wawancara dilakukan pada kepada subjek yaitu pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta Ustadz Edo Agustian, S.Pd.I,. Wawancara ini dilakukan dalam rangka mendapatkan data berupa gambaran umum tentang upaya-upaya yang dilakukan pengasuh dalam berprososial serta apa saja yang dilakukan oleh pengasuh dalam membentuk perilaku prososial pada anak asuhnya. Wawancara juga dilakukan kepada 2 anak asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta yang paling lama menjadi anak asuh di panti tersebut yaitu Sdr. Dede Tiara Perdana dan Sdr. Agus Abdul Aziz sebagai subjek sekunder. Informasi yang digali dalam wawancara terhadap kedua anak asuh tersebut adalah terkait dengan kesaksian akan perilaku prososial yang dilakukan oleh Ustadz Edo. Dan wawancara selanjutnya dengan Ibu Estanti (tetangga di sekitar
Rumah
Tahfidz
Yatim
dan
Dhuafa
Al-Falah
Kotagede,
Yogyakarta) selaku informan pendukung dan informasi yang digali
63
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid II, (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), hlm. 193.
64 Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 187
48
adalah kesaksian dari masyarakat tentang perilaku prososial yang dilakukan oleh Ustadz Edo terhadap anak asuh di Panti Asuhan Al-Falah Yogyakarta. c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.65 Tujuan mengumpulkan dokumen adalah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor disekitar subjek penelitian.66 Dalam hal ini dokumen yang dibutuhkan adalah data dari Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta yang meliputi dokumen sejarah berdirinya Panti Asuhan dan ketatausahaan Al-Falah yang berbentuk file, selain itu juga data pribadi anak asuh yang pernah mengenyam pendidikan yang disertai dengan foto-foto tentang prestasi yang diraih oleh anak asuh panti asuhan Al-Falah Yogyakarta. 5. Metode Pemeriksaan Keabsahan Data Untuk memperoleh keabsahan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka seluruh data yang terkumpul terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan keabsahannya. Metode pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar 65
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2006), hlm. 220. 66
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 161.
49
data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Hal-hal yang dilakukan dalam triangulasi data ialah : a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. b. Membandingkan data hasil wawancara
antara satu sumber dengan
sumber yang lain. c. Membandingkan hasil wawancara dengan analisis dokumentasi yang berkaitan.67 Hal serupa juga dikemukakan oleh Patton yang juga dikutip oleh Lexy J. Moleong trianggulasi berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam penelitian ini pengecekan dilakukan dengan cara membandingkan data wawancara, observasi dan dokumentasi.68 Dalam hal ini peneliti juga mengecek derajat kepercayaan hasil informasi dari wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan. 6. Metode Analisis Data Analisis
data
merupakan
proses
mengatur
urutan
data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.69
Penelitian
ini
merupakan
studi
kasus
di
mana
metode
pengumpulan data bersifat integratif dan komprehensif. Integratif artinya
67
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, hlm. 178.
68
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Jakarta: P2LPTK, 1998) hlm. 151.
69
Ibid., hlm. 103.
50
menggunakan berbagai teknik pendekatan, dan bersifat komprehensif artinya data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap. Data yang diperoleh dengan studi kasus bermanfaat dalam menetapkan jenis bantuan atau bimbingan yang diberikan.70 Metode analisis data yang peneliti gunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu digambarkan dengan kata-kata atau kalimat.71 Setelah data terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk kalimat sesuai dengan kenyataan berdasarkan kerangka penelitian. Yaitu latar belakang masalah, bentuk-bentuk prososial, upaya prososial pengasuh muda Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta dan upaya yang dilakukan pengasuh dalam membentuk perilaku prososial anak asuhnya. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang sedang diselidiki. Analisis data meliputi kegiatan mengumpulkan data, menata, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, disintesis, dicari pola, ditemukan apa yang penting dan apa yang akan dipelajari serta menentukan apa yang akan dipelajari dan menemukan apa uang akan dilaporkan.
70
Djumhur Moh Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, 1975), hlm. 25. 71 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineke Cipta, 1991), hlm. 245.
51
I. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan pemahaman dalam penyusunan skripsi ini, penulis membuat sistematika pembahasan yang terdiri dari 4 bab yaitu : BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang akan dijadikan sebagai acuan langkah dalam penulisan skripsi ini. Bab ini berisi tentang penegasan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II : Di dalam Bab ini, mengemukakan tentang gambarangambaran umum tentang subjek penelitian yang akan diteliti, diantaranya tentang profil dari subjek penelitian ini yaitu, ustadz Edo Agustian, S.Pd.I selaku pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah, serta pada bab ini juga menerangkan tentang gambaran umum dari Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta yang terdiri dari letak geografis, sejarah berdirinya, tujuan berdiri, visi dan misi, tata tertib, syarat-syarat penerimaan anak asuh, sumber dana, program kerja kepengasuhan dan pendidikan, pola pengasuhan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan, penyaluran anak asuh dan kegiatan rutinitas anak asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. BAB III : Dalam bab ini, terfokus pada pembahasan inti dari penelitian ini yaitu
tentang
upaya yang
dilakukan pengasuh dalam
berprososial, serta upaya yang dilakukan pengasuh dalam membentuk
52
perilaku prososial anak asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. BAB IV : Bab ini merupakan bab Penutup, yang meliputi kesimpulan, saran-saran, dan kata penutup. Kemudian pada akhir terdapat daftar pustaka dan lampiran-lampiran dan dokumen-dokumen yang menurut peneliti dianggap penting untuk mendukung keabsahan bagi penelitian ini.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan tentang upaya prososial pada pengasuh muda Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta, serta berdasarkan dari hasil penelitian, mempelajari data yang ada dan juga untuk menjawab rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : Perilaku prososial dan upaya yang yang dilakukan oleh Pengasuh Muda Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta dalam membentuk perilaku prososial anak asuh yaitu dengan berperan aktif dan ikut serta dalam menjaga, mendidik dan membimbing anak asuh 24 jam full day. Hal ini tampak pada aktivitas keseharian Ustadz Edo, sebagai pengasuh tunggal Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah selalu bersama anak asuh. Maka pada dasarnya dari kegiatan keseharian ustadz Edo sudah berperilaku prososial kepada anak asuhnya dan lingkungan sekitar panti asuhan Al-Falah. Dan tentunya penelitian inipun juga sebagian besar sumbernya dari aktivitas sehari-hari ustadz Edo bersama anak asuhnya. Usaha dan Upaya yang dilakukan oleh Ustadz Edo dalam berperilaku prososial khususnya kepada anak asuh dapat peneliti lihat dengan bersikap menyumbang, sharing, menghargai pendapat anak asuh, jujur, ikhlas dan memperhatikan kesejahteraan anak asuh. Upaya prososial Ustadz Edo tidak
107
108
hanya kepada anak asuh, perilaku prososial juga beliau terapkan kepada masyarakat lingkungan sekitar panti Al-Falah seperti mengadakan TPA gratis kepada anak-anak, membagikan nasi kotak dan memberikan beras kepada para tetangga di sekitar panti Al-Falah. Dalam membentuk perilaku prososial kepada anak asuhnya, Ustadz Edo
melakukannya
dengan
cara
mengajak
melalui
lisan
(nasihat),
mencontohkan dengan perbuatan dan menanamkan sikap untuk terus bersyukur terhadap apa yang telah mereka punya. Namun dalam proses membentuk perilaku prososial tersebut tentunya ada hambatan, ketika ada hambatan maka ada pengertian juga dalam diri anak asuh untuk mematuhi petuah dari Ustadz Edo, dan jika pengasuh tidak ada di panti, maka anak secara mandiri akan melakukan kegiatan belajar sehari-hari sebagaimana pada mestinya. B. Saran-saran Dengan melihat kondisi yang di Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa AlFalah Kotagede, Yogyakarta dan juga data-data, dokumentasi, serta hasil wawancara yang diperoleh dari pengasuh (Ustadz Edo). Dengan maksud dan tujuan yang baik untuk kemajuan Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta dan sikap prososial Ustadz Edo, maka ada beberapa saran dari peneliti, yakni sebagai berikut : 1. Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta diharapkan bisa lebih baik ke depannya sebagai panti asuhan yang terbuka dan bisa dikunjungi oleh siapa saja, sesuai dengan visi dan misi panti.
109
Serta agar terus dapat menjaga nama baiknya dan eksistensinya sebagai panti asuhan pencetak generasi Qur’ani dan panti yang dapat disinggahi dan dikunjungi oleh siapa saja. 2. Untuk pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta yaitu Ustadz Edo agar tetap terus tulus, ikhlas dalam mengemban amanah sebagai pengasuh tunggal di panti Al-Falah dan tetap menjadi pribadi yang hangat yang akrab, karena beliau sudah dikenal oleh kalangan mahasisiwa sebagai “Ustadz Gaul”. 3. Kepada para anak asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta agar tetap semangat dalam mengejar cita-cita yang telah kalian impikan. Tidak perlu merasa rendah diri karena para pengahafal Al-Qur’an (Hafidz) merupakan cikal bakal pemimpin umat Islam kelak di mas depan. C. Penutup Puji syukur peneliti panjatkan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga proses penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung demi terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini tentunya masih jauh dari sempurna, oleh karena kelemahan dan kekurangan peneliti, maka saran, kritik dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada kita, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti pribadi dan juga bagi pembaca skripsi ini, Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Agus Dr. M.Psi., Psikologi Sosial Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013. Abu Ahmadi, Psikologi Umum (edisi revisi), Jakarta: Rineke Cipta, 2009. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998. Al-Jauzy Ibnul Qayyim, Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 2, terj. Ustadz K.H. Yusuf, Solo: Hazanah Ilmu, 1994. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Andi Mappiare, Kamus Istilah Konseling dan Terapi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Bumi Aksara, 1986. Baron, Robert A. dan DonnByrne, Psikologi Sosial Jilid 2. Edisi Kesepuluh, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005. Bimo, Walgito Prof. Dr., Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004. Bungin, Burhan, M., Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, Jakarta: Prenada Media Group, 2007. Cholid Narko & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005. Dayaksini Tri dan Hudaniah, Psikologi Sosial, Malang: UMM Press, 2003.
110
111
Diane Papalia, Diane dkk., Psikologi Perkembangan Edisi Kesembilan, (Bagian V s/d IX), Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008. Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan, Edisi Kelima, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011. Faisal Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 1989. Faturrochman, Pengantar Psikologi Sosial, Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2006. James Drever, Kamus Psikologi, Jakarta: Bina Aksara, 1998. Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2006. O Sears, David dkk., Psikologi Sosial Edisi Kelima Jilid 2, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa, Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Rita L, dkk. Pengantar Psikologi, Jakarta: Erlangga, 2007. Santrock, John W, Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup) Edisi Kelima, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002. Sarjono, dkk., Panduan Penulisan Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2004. Sondang Siagian, Teori Motif dan Aplikasinya, Jakarta: Rineke Cipta, 2004.
112
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2012. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid II, Yogyakarta: Andi Offset, 2002. Taylor, Shelly E, dkk., Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, cet ke-1, Jakarta: Bulan Bintang, 1987. ________ , “Artikel Bebas Wikipedia”, http://id.wikipedia.org/wiki/Aristoteles, diakses pada tanggal 17 Oktober 2013. Hasniani. Perilaku Prososial (Prosocial Behavior). Online. http://hasniannihasnianni.blogspot.com/2011/03/perilaku-propososial-proposocial.html. Diunduh tanggal 17 Juni 2014. Prabowo, “Bermaksud Menolong Pacar di Sungai, Haris Tewas Tenggelam”, http://jogja.okezone.com/read/2012/04/03/510/604592/bermaksudmenolong-pacar-di-sungai-haris-tewas-tenggelam, diakses pada tanggal 16 Oktober 2013. http://www.google.co.id/
PEDOMAN WAWANCARA
Upaya Prososial 1.
Bagaimana pendapat anda tentang tindakan menolong (prososial) ?
2.
Menurut pendapat anda seperti apakah bentuk memberikan perhatian kepada orang lain dan mendengarkan segala curahan hati (sharing) ?
3.
Apakah anda melaksanakan kegiatan sharing tersebut kepada anak asuh ?
4.
Menurut pendapat anda seperti apakah bentuk melakukan kegiatan dan menerima pendapat orang lain (cooperative) ?
5.
Apakah anda melaksanakan kegiatan cooperative tersebut kepada anak asuh ?
6.
Menurut pendapat anda seperti apakah bentuk sikap dari menyumbang tenaga, pikiran dan materi bagi orang yang membutuhkan (donating) ?
7.
Apakah anda melaksanakan kegiatan donating tersebut kepada anak asuh ?
8.
Menurut pendapat anda seperti apakah bentuk memberikan pertolongan dan meringan beban orang lain (helping) ?
9.
Apakah anda melaksanakan kegiatan helping tersebut kepada anak asuh ?
10. Menurut pendapat anda seperti apakah bentuk sikap dari tidak berlaku curang, tulus dan ikhlas (honesty) ? 11. Apakah anda bersikap jujur/honesty kepada anak asuh ? 12. Menurut pendapat anda seperti apakah bentuk dari sikap dermawan dan memberikan sesuatu kepada yang membutuhkan (generosity) ? 13. Apakah anda bersikap dermawan/generosity kepada anak asuh ?
14. Menurut
pendapat
anda
seperti
apakah
bentuk
sikap
dari
mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain ? 15. Apakah anda memperhatikan hak dan kesejahteraan anak asuh ? 16. Upaya apa sajakah yang anda lakukan dalam menolong anak asuh baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis (prososial) ? 17. Apakah anda mengharapkan adanya timbal balik/imbalan dan keuntungan dalam menolong anak asuh ? 18. Bagaimanakah perasaan anda menjadi pengasuh tunggal di Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta ?
Upaya membentuk perilaku prososial 1.
Menurut anda pendapat anda, bagaimanakah cara untuk membentuk perilaku prososial ?
2.
Adakah cara dan kiat-kiat tertentu yang anda lakukan untuk membentuk perilaku prososial anak asuh ?
3.
Adakah hambatan atau kendala, ketika anda ingin membentuk perilaku prososial pada anak asuh ?
4.
Apabila anda mengalami kesulitan dalam membentuk perilaku prososial anak asuh, bagaimana anda menyikapinya dan mengatasinya ?
5.
Adakah hambatan atau kendala, ketika anda ingin membentuk perilaku prososial pada anak asuh ?
6.
Apakah ada dukungan dan kesediaan dari anak asuh ketika anda mengajarkan untuk berperilaku prososial ?
7.
Usaha-usaha apa sajakah yang anda lakukan untuk membetuk serta menularkan perilaku perilaku prososial kepada anak asuh ?
Untuk Subjek Pendukung (Anak Asuh dan Tetangga Sekitar Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta) 1. 2.
Menurut pendapat anda, seperti apakah sikap menolong tanpa pamrih itu ? Bisakah anda ceritakan, bagaimanakah sikap dan kepribadian sehari-hari dari pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah ?
3.
Menurut anda apakah pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah, merupakan seseorang yang suka menolong ?
4.
Apakah anda sendiri pernah di tolong oleh pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah ?
5.
Jika anda pernah ditolong oleh pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah, seperti apakah bentuk pertolongannya (materi, tenaga dan pikiran)?
Lampiran Contoh Kasus Untuk Bentuk-bentuk Prososial pada Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta.
1. Sharing (Berbagi) Contoh berikutnya dalam hal sharing yaitu ketika saudara M. Alfiansyah (biasa dipanggil dengan sebutan Pipin) ada pertengkaran dengan Agus. Karena ada permasalahan tidak sengaja menabrak ketika berlari-lari atau “nyenggol” permasalahan tersebut dimulai ketika Agus nyenggol Pipin saa berlari dan kedua anak asuh tersebut terlibat pertengkaran karena Agus tidak terima disenggol. Maka dengan cepat Ustadz Edo melerai pertengkaran tersebut. Ketika melerai kedua anak asuh tersebut Ustadz Edo membiarkan kedua anak asuh tersebut dan menyuruh anak-anak yang lain untuk menonton pertengkaran keduanya, tentunya dengan tujuan agar kedua anak asuh tersebut malu dengan perbuatannya. Merasa menjadi bahan tontonan kedua anak asuh tersebut akhirnya sadar dan malu, maka keduanya pun berhenti berkelahi. 2. Cooperative (Kerja Sama) Untuk contoh kasus kerja sama dan menerima pendapat orang lain. Salah satu contohnya yaitu ketika ada beberapa anak asuh yang mengusulkan kepada Ustadz Edo agar mereka bersama-sama membuat cemilan, snack, es dan jajanan kecil lalu kemudian para anak asuh akan menjualnya ke sekolah masing-masing. Tentunya Ustadz Edo menyambut positif ide dari para anak asuhnya tersebut, tetapi beliau lebih memilih agar mereka untuk lebih fokus
belajar dan menghafal Al-Qur’an saja. Karena menurut beliau saat ini belum saatnya untuk anak asuh melakukan hal tersebut. Seperti yang beliau katakan kepada peneliti. “Menurut saya, niat mereka itu baik ya mas mau bwat cemilan es, atau snack tapi ya saya pengennya mereka fokus dulu belajar, menghafal Al-Qur’an nanti kalo urusan rezeki kan allah yang ngatur.” 1 Tentunya Ustadz Edo mempunyai alasan tersendiri untuk tidak mengizinkan anak asuh menjajakan makanan ringan, seperti yang telah beliau katakan, Ustadz Edo menginginkan agar anak asuhnya lebih fokus terlebih dahulu dalam belajar dan menghafal Al-Qur’an karena hal tersebut juga untuk kebaikan masa depan anak asuh. 3. Donating (Menyumbang) Contoh kasus dalam menyumbang dalam hal ini lebih kepada menyokong dengan tenaga dan pikiran. Ustadz Edo selalu meluangkan waktu dan tenaganya untuk mendidik dan menjaga serta berusaha untuk memenuhi segala
kebutuhan
anak
asuh.
dalam
kegiatan
sehari-harinya
beliau
mengajarkan ilmu agama, mengecek hafalan anak asuh dan masih banyak yang lainnya. Karena beliau hanya pengasuh tunggal di panti tersebut, Ustadz Edo juga terkadang dibantu oleh para relawan dari berbagai kampus seperti mahasisiwa dari UAD dan UNY. Mahasiswa tersebut memberkan bimbingan belajar gratis kepada anak asuh.
1
Wawancara dengan Edo Agustian, S.Pd.I, Pengasuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah Kotagede, Yogyakarta. Senin, 12 Mei 2014.
4. Helping (menolong) Contoh berikutnya dalam hal menolong, dalam hal ini tindakan menolong Ustadz Edo lebih kepada pemikiran dan ide. Hal ini dapat dilihat ketika ustadz Edo membuka TPA gratis untuk anak-anak yang tinggalnya di sekitar Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah. Tujuan didirikannya TPA gratis ini agar anak-anak di lingkungan sekitar panti dapat memahami AlQur’an dan menghafal Al-Qur’an. Dalam menjalankan program TPA gratis ini Ustadz Edo dibantu relawan mahasiswa dari berbagai kampus, mahasisiwa tersebut sebagian besar dari kampus UNY dan UAD. 5. Honesty (Kejujuran) Sikap tidak berlaku curang, tulus dan ikhlas yang selanjutnya dicontohkan oleh Ustadz Edo yaitu jujur dan tidak curang dalam hal admnistrasi. Sebagai panti asuhan yang berdiri sendiri tentunya tidak ada ikatan dengan pihak tertentu baik pemerintah maupun swasta, maka sumber dana panti asuhan Al-Falah sebagian besar berasal dari donatur yang tidak tetap. Kemudian uang itu pun dikelola dengan baik oleh Ustadz Edo, adapun semua dana yang berasal dari donatur digunakan untuk keperluan anak asuh. dan semua itu dikelola secara transparan. Karena pada umumnya jika donatur ingin memberikan donasinya kepada Rumah Tahfidz Al-Falah, pada umumnya donatur datang langsung ke panti asuhan bantuan dapat berupa logistik, kebutuhan sehari-hari, beras dan uang tunai dan lain-lain. Jadi donatur dapat melihat langsung dengan jelas untuk apa donasi yang mereka berikan digunakan sebaik-baiknya untuk keperluan sehari-hari anak panti. Maka pengelolaan dana panti asuhan dapat dikontrol bersama antara donatur dan
pengasuh tunggal panti asuhan Al-Falah yaitu Ustadz Edo, dan peneliti dapat melihat hal itu sudah dilakukan oelh Ustadz Edo. 6. Mempertimbangkan Hak dan Kesejahteraan Orang Lain Bentuk
sifat
yang
ditunjukkan
oleh
Ustadz
Edo
dalam
mempertimbangkan hak dan kesejahteraan anak asuh tidak hanya diwujudkan dalam hal cepat tanggap untuk segera membawa ke pihak puskesmas atau rumah sakit terdekat, sebagaimana yang telah peneliti jelaskan pada bab III. Tetapi dalam menjaga asupan kebutuhan gizi anak asuh di panti asuhan AlFalah, maka setiap di pagi hari sebelum anak asuh beraktivitas atau akan berangkat ke sekolah maka anak asuh diharuskan untuk minum susu kental manis. Meminum susu di setiap pagi hari tentunya sangat baik manfaatnya untuk tubuh apalagi anak asuh di panti asuhan Al-Falah rata-rata masih dalam taraf usia masa pertumbuhan, meminum susu tentunya sangat bermanfaat bagi anak-anak maupun remaja yang sedang pada masa pertumbuhan. “Minum susu itu kan menyehatkan mas, biar mereka juga semangat belajarnya di sekolah dan gak gampang ngantuk dan loyo, lagipula itu kan juga uang mereka yang diberikan oleh donatur buat gizi mereka juga, jadi saya rasa minum susu tiap pagi itu harus.” 2 Sesuai dengan pernyataan Ustadz Edo tersebut kesejahteraan anak asuh sudah menjadi prioritas beliau, hal itu juga dapat peneliti lihat sendiri pada setiap pagi harinya anak asuh panti asuhan Al-Falah meminum susu secara rutin. Selain memberi asupan gizi dengan susu, untuk asupan vitamin bagi anak asuh juga Ustadz Edo penuhi. Adapun bentuk asupan vitamin bagi anak asuh, pada setiap satu minggu sekali anak asuh diberikan buah-buah
2
Ibid.,
segar seperti pisang dan jeruk dengan kualitas baik dan harga yang terjangkau. Asupan buah-buahan untuk anak asuh biasanya juga sering diberikan langsung oleh para donatur yang datang ke panti Al-Falah, seperti yang telah peneliti lihat bahwa di setiap akhir pekan ada beberapa donatur yang datang membawakan snack dan buah-buahan untuk anak asuh.
DOKUMENTASI KEGIATAN DI RUMAH TAHFIDZ YATIM DAN DHUAFA AL-FALAH KOTAGEDE, YOGYAKARTA
Gambar 1 : Tampak dari depan Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah.
Gambar 2 : Ustadz Edo bersama salah seorang anak asuh.
Gambar 3 : Ustadz Edo saat memimpin pengajian Al-Qur’an bersama anak asuh.
Gambar 4 : Trophy prestasi yang diraih oleh anak asuh dan Ustadz Edo.
Gambar 5 : Sertifikat Sdr. Dede Tiara Perdana (anak asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah) bukti sebagai salah satu murid SSB Pamela Futsal School.
Gambar 6 : KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) Sdr. Devryanto (anak asuh Rumah Tahfidz Yatim dan Dhuafa Al-Falah) yang saat ini kuliah di STMIK El-Rahma Yogyakarta.
Gambar 7 : Peneliti bersama 3 anak asuh panti Al-Falah setelah ikut serta membantu bimbingan belajar anak asuh.
Gambar 8 : Musholla tempat shalat tahajjud di dalam panti asuhan Al-Falah
PEMEHiNTAH
DAEHt\H D;~,Ef~Ar'l ISTIMEVVi\ VOGY f\~
SEKRETARIAT DAERAH Kompleks Kepatihan, Danurejan, Telepon (0274) 562811 ...S62814 (Hunting)
YOGYAKART/\
55213
§J1B~.I..KEIE_RAN.G_~N_bJl~ 070 IReg I VI
800'7
I 11
1.20"13
Membaca Sural
WD I Fakultas Dakwah dan Kornunikas! UIN Sunan Kalijaga Yoqyakarta
I'!ornal
Tanggal
'13 November
f:lerihal
20"13
UiN.02IDO.I/PP
:
.00.9/'1860/20'13
IJIN RISEI'
Peraturan Pernermtah Nomor 41 Tahun 2006 tentang Perizinan bag! Perquruan Tinggi Asing, l.ernbaqa :)eneliticl/l dan Peilgernb"II'!Qc1rlAsinD, Badan Usaha Asinq dan Oranq Asing dalarn Melal
Mengingat
2. Peraturan Menteri Dalarn Negeri Nemer 20 Tahun 2011 tentang Pedornan Penelitian dan Pengem-bangan di Lingkungan Kementerian Dalarn Negeri dan Pemerintah Daerah; ~3.Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yoqyakarta Nomor 37 tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Satuan Organisasi di Lingkungan Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwa-kilan Rakyat Daerah; 4. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan. Rekomenclasi Pelaksanaan Survei, Penelitian, Pendataan, Pengembangan, Penqkajian dan Studi Lapangan di Daerah lstimewa Ycqvakarta ..
DIIJINKAN
untuk melakukan kegiatan survei/penelitian/opengembangan/pengkajian/studi
lapangan kepada:
10220055
Nama
Fahrni Husein
Alamat
JI. Marsda Adisucipto, Yogyakarta
Judul
UPAYA PROSOSIAL PADA PRIA MUDA (STUDI KASUS 2 PENGASUH RUMAH TAHFIDZ YATIM DAN DHUAFAAL-FALAH KOTAGEDE YOGYAKARTA)
Lokasi
KOTA YOGYAKART
Waktu
21 NOVEMBER
NIP/NIM
:
A
sid 21 FEBRUARI
2013
2014
Dengan Ketentuan 1. Menyerahkan surat keterangan/ijin surveilpenelitian/pendataan/pengembangan/pengkajian/studi kepada Bupati/Walikota melalui institusi yang berwenang mengeluarkan ijin dimaksud;
lapangan *) dari Pemerintah Daerah DIY
2. Menyerahkan softcopy hasil penelitiannya baik kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Biro Administrasi Pembangunan Setda DIY dalam bentuk compact disk (CD) maupun mengunggah (upload) melalui website: adbang.jogjaprov.go.id dan menunjukkan naskah cetakan asli yang sudah di syahkan dan di bubuhi cap institusi; 3. Ijin ini hanya dipergunakan untuk keperluan ilmiah, dan pemegang ijin wajib mentatati ketentuan yang berlaku di lokasi kegiatan; 4. Ijin penelitian dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali dengan rnenunjukkan surat ini kembali sebelum berakhir waktunya setelah mengajukan perpanjangan melalui website: adbang.jogjaprov.go.id; 5. ljin yang diberikan dapat dibatalkan sewaktu-waktu
apabilaperneqanq
ijin ini tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Dikeluarkan Pada tanggal
di Yogyakarta
21 NOVEMBER An, Sekretaris Daerah
Tembusan: Yth. Gubernur
Daerah lstlrnewa
2 Walikota Yogyakarta
Yogyakarta
(sebagai laporan)
CQ Ka. DlnasPertzlnan
3 Ka. Kanwil Kementerian Aqarna DIY 4 WD I Fakultas Dakwah dan Komunikasi 5 Yang Bersangkutan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2013
PEMERINTAH
KOTA YOGYAKARTA
DINAS PERIZINAN JI. Kenari No. 56 Ycqvakarta Kode Pos : 55165 Telp. (0274) 555241,515865,515866,562682
Fax (0274) 555241 . EMAIL: perizinan@jogjakot?go.id HOT LINE SMS : 081227625000 HOT LINE EMAIL:
[email protected] WEBSITE: www.perizinan.jogjakota.go.id
SURAT IZIN NOMOR :
070/3184
7542/34 -: Surat izin 1 Rekomendasi dari Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta . Nomor : 070/regNI8007/2013 Tanggal :21/11/2013 1. Peraturan Daerah Kota 'fogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah 2. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 85 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas Dinas Perizinan Kota Yogyakarta; 3. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemberian Izin Penelitian, " Praktek Kerja Lapangan dan Kuliah Kerja Nyata di Wilayah Kota Yogyakarta; 4. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perizinan , pada Pemerintah Kota Yogyakarta; 5. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yoqyakarta' Nomor: 18 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan, Rekomendasi Pelaksanaan Survei, Penelitian, Pendataan, Pengembangan, Pengembangan, Pengkajian dan Studi Lapangan di Daerah Istimewa Yogyakarta;
Dasar Mengingat
Diijinkan Kepada
Nama Pekerjaan Alamat Penanggungjawab Keperluan
Lokasi/Responden Waktu Lampiran Dengan Ketentuan
: : : :
FAHMI HUSEIN NO MHS / NIM : 1.0220055 Mahasiswa Fak. Dakwah dan Komunikasi - UIN SUKA Yk JI. Marsda Adisucipto Yk Drs. H. Abdullah, M.Si Melakukan Peneluitian dengan,Judul Proposal: MOTIF PERILAKU PROSOSIAL PADA PRIA MUDA ( STUDI KASUS PENGASUH RUMAH TAHFIDZ YATIM DAN DHUAFAAL FALAH KOTAGEDE YOGYAKARTA)' .
Kota Yogyakarta 21/11/2013 Sampai 21/02/2013 Proposal dan Daftar Pertanyaan 1. Wajib Memberi Laporan hasil Penelitian berupa CD kepada Walikota Yogyakarta (Cq. Dinas Perizinan Kota Yogyakarta) . 2. Wajib Menjaga Tata tertib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat 3. Izin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya diperlukan untuk keperluan ilmiah 4. Surat izin ini sewaktu-waktu dapat dibatalkan apabila tidak dipenuhinya ketentuan -ketentuan tersebut diatas Kemudian diharap para Pejabat Pemerintah setempat dapat memberi bantuan seperlunya
Tandatangan Pemegang Izin
...
. f~
. FAHMI HUSEIN
Tembusan Kepada : Yth. 1. Walikota Yogyakarta(sebagai laporan) 2. Ka. Biro Administrasi Pembangunan Setda. DIY 3. Pimp. Rumah Tahfidz Yatim & Dhuha AL Falah Yk 4. Ybs.