PENGARUH POLA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK ANAK ASUH DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR CIMANGGIS DEPOK Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh
Asri Leily Nur Akbari NIM: 104051001856
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2008 M
“There is no Rose without thorn, There is no royal road to success” “Tidak ada Mawar yang tiada berduri, Tiada jalan mudah menuju keberhasilan” Æ
Æ
Æ
Yesterday is History, Tomorrow is Mystery and Today is a gift Kemarin adalah sejarah, besok adalah misteri dan hari ini adalah anugerah Æ
Æ
Æ
Jika ALLAH SWT memberikan Ujian yang berat untukmu Yakinlah bahwa kamu adalah manusia pilihan yang mampu menghadapinya
Skripsi ini kupersembahkan untuk Kedua Orang Tuaku Yang selalu mendoakanku dan memberi motivasi dalam hidupku….
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia untuk menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Depok, 4 Juni 2008
Asri Leily Nur Akbari
PENGARUH POLA KOMUNIKASI DALAM PEMBINAAN AKHLAK ANAK ASUH DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR CIMANGGIS DEPOK
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh Asri Leily Nur Akbari 104051001856
Dosen Pembimbing,
Umi Musyarrofah, MA NIP. 150 281 980
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul “Pengaruh Pola Komunikasi dalam Pembinaan Akhlak Anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada program Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 4 Juni 2008 Sidang Munaqasyah Ketua merangkap anggota,
Sekretaris merangkap anggota,
Dr. Arief Subhan, M.A NIP. 150 262 442
Dra. Lilis Suryanti, M.Pd NIP. 150 272 609 Anggota
Penguji I
Penguji II
Dra. Rubiyanah, M.A NIP. 150 268 373
Gun Gun Heryanto NIP. 150 371 094
Dosen Pembimbing,
Umi Musyarrofah, MA NIP. 150 281 980
ABSTRAK
Asri Leily Nur Akbari Pengaruh Pola Komunikasi dalam Pembinaan Akhlak Anak Asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia hidup. Tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang demikian pula halnya dengan aspek moral anak. Pola komunikasi merupakan suatu bentuk atau gambaran bagaimana proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan untuk mengubah tingkah laku komunikan baik dalam bentuk individu maupun kelompok. Dalam membina akhlak anak asuh seorang pengasuh harus memiliki suatu pola komunikasi yang tepat agar mendapatkan pengaruh yang positif yang merupakan perubahan yang terjadi pada diri penerima (komunikan) sebagai akibat pesan yang diterimanya. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh pola komunikasi yang dilakukan oleh pengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur terhadap pembinaan akhlak anak asuhnya. Sehingga dapat diketahui bahwa pola komunikasi pengasuh dalam membina akhlak anak asuh yang terdiri dari anak yatim piatu, dhuafa dan anak terlantar menjadi lebih baik agar mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan berakhlak baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan tekhnik pengumpulan datanya yaitu dengan observasi, wawancara dan penyebaran angket atau kuesioner. Berdasarkan angket atau kuesioner dan wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pola komunikasi yang diterapkan oleh pengasuh memberikan efek atau pengaruh positif bagi akhlak anak asuh yang mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penyampaian pesan, komunikator (pengasuh) menggunakan dua bentuk atau pola komunikasi yaitu komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Kedua bentuk komunikasi tersebut digunakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Dengan demikian pembinaan akhlak anak asuh dengan menggunakan pola komunikasi antarpribadi dan kelompok sangat efektif untuk memperbaiki perilaku dan perbuatan anak asuh menjadi muslimah yang berakhlakul karimah, karena kebiasaan-kebiasaan baik yang biasa dilakukan oleh mereka dibiasakan sejak dini. Proses berlangsungnya komunikasi dalam bentuk apapun dapat dikatakan efektif jika komunikator dalam hal ini adalah pengasuh dapat memilih pola atau bentuk yang tepat untuk menyampaikan pesan kepada komunikan (anak asuh). Sehingga pembinaan akhlak anak asuh di rumah Yatim dan Dhuafa telah secara positif memberikan pengaruh terhadap perubahan ke arah yang lebih baik lagi bagi anak asuh, tentu hal ini harus terus dipertahankan dan ditingkatkan lagi agar tercapainya pembentukan pribadi muslimah yang berakhlakul karimah yang nantinya akan berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT yang telah melimpahkan berbagai macam rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan Srata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pola Komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok”
berbagai hambatan dan kendala penulis hadapi,
Alhamdulillah semuanya dapat diatasi, selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah bersedia memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan kepada penulis sejak proses penelitian sampai penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. H. Murodi, MA, Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Ibu Umi Musyarrofah, MA, selaku sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan mencurahkan segenap perhatian untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk yang sangat berharga kepada penulis.
4. Segenap dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang dengan penuh keikhlasan memberikan ilmunya kepada mahasiswa sehingga kami dapat menambah wawasan dan pemikiran kami selama di bangku kuliah dan juga para penguji saat sidang Bapak Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Ketua Sidang Ibu Dra. Lilis Suryanti, M.Pd selaku Sekretaris Sidang, Bapak Gun Gun Heryanto, M.Si dan Ibu Rubiyanah M.A yang memberikan banyak masukan kepada saya. 5. Segenap
Staff
Perpustakaan
Umum
UIN
Syarif
Hidayatullah,
Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak membantu dalam menyediakan buku-buku tentang kajian yang penulis teliti. 6. Bapak M. Nur Ferhat selaku penanggung jawab Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang telah memberikan izin penulis untuk mengadakan penelitian, Ibu Zum Faida Sirinza, S.pd selaku pengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak bantuan kepada penulis dan kepada anak-anak asuh Rumah Yatim dan Dhuafa AnNur yang telah bersedia membantu penulis sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Yang utama seluruh tumpahan rasa terima kasih untuk Ayahanda H. Abdul Gani S.Pd.I
dan Ibunda Hj. Sinah S.Pd yang telah
membesarkan, mendidik dan memberikan do’a dan motivasi serta dukungan baik berupa materil maupun spiritual, kepada adik-adikku Ganis San Haji dan Ridha Nurul Faradilla seriuslah kalian belajar agar mendapatkan hasil yang maksimal, kepada seluruh keluarga besarku
Kakek, Nenek, Bibi-bibi dan mamang-mamang yang selalu memberikan doa dan traktiran-traktirannya dan juga kepada sepupu-sepupu kecilku yang selalu memberikan keceriaan. 8. Orang yang selalu ada disaat suka dan duka Yayan Fathurrohman yang telah memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis (You are My Love Actually), Sahabat-sahabat yang selalu menemani dan memberi motivasi khususnya Odah Jubaedah, Mila Edogawa, Agus Ratina, Eska Ariyati, Dede Mahmudah, Ratna Sari dll, sahabat-sahabat yang telah hadir dalam kehidupan penulis, walaupun sekarang kita jauh kebersamaan kita takkan pernah terlupakan dan juga sahabat-sahabat saat MTSN 18 dan MAN 2 yang sampai saat ini selalu memberikan motivasi. 9. Teman-teman KPI A sampai E dan khususnya KPI D angkatan 2004 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, dengan penuh keakraban membawa suasana kelas menjadi penuh canda tawa. 10. Kakak-kakak VOC dan Teman-teman VOC yang pernah memberikan keceriaan dalam hidup penulis. 11. Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Untuk itu segala saran dan kritikan demi penyempurnaan, penulis terima dengan lapang dada. Terima kasih Depok , 4 Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................
ii
ABSTRAK .................................................................................................... iii KATA PENGANTAR................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................
1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah...............
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................
7
D. Metodologi Penelitian......................................................
8
E. Sistematika Penulisan ...................................................... 11 BAB
II
TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi 1. Definisi Pola Komunikasi ..................................... 13 2. Proses dan Unsur-unsur Komunikasi ................... 15 3. Tujuan Komunikasi............................................... 17 4. Pola-Pola Komunikasi .......................................... 18 5. Hambatan Komunikasi ......................................... 23
B. Akhlak 1. Pengertian Akhlak ................................................ 24 2. Pengertian Pembinaan Akhlak ............................. 26 3. Metode Pembinaan Akhlak ................................... 28 4. Macam-Macam Akhlak......................................... 31 C. Pengertian Anak asuh ........................................................ 34 BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR A. ...................................................................................L atar Belakang Berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa AnNur .................................................................................. 36 B. ...................................................................................V isi dan Misi Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur .............. 37 C. ...................................................................................S arana dan Prasarana........................................................... 38 D. ...................................................................................A ktivitas Anak Asuh ........................................................... 39 E. ...................................................................................L atar Belakang Keluarga dan Pendidikan Anak Asuh ....... 41
BAB
IV
ANALISIS DATA TENTANG PENGARUH POLA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR A. Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Pembinaan Akhlak Anak asuh dalam kehidupan sehari-hari ............. 43 B. Proses komunikasi dalam pembinaan akhlak ... ............. 68
BAB
V
PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................... 73 B. Saran ............................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Tabel Sarana dan Prasarana ................................................... 39 2. Tabel 2 Tabel Tingkat Pendidikan anak asuh .................................... 42 3. Tabel 3 Setiap hari anak asuh berkomunikasi dengan pengasuh ....... 43 4. Tabel 4 Pola komunikasi antarpribadi sering digunakan anak asuh kepada pengasuh ................................................................................ 44 5. Tabel 4 Pola komunikasi kelompok sering digunakan anak asuh kepada pengasuh ................................................................................ 45 6. Tabel 6
Ketika ada masalah anak asuh selalu mencurahkannya
kepada teman....................................................................................... 46 7. Tabel 8 Komunikasi yang paling disukai dalam majelis adalah searah (ceramah) ................................................................................. 47 8. Tabel 8 Komunikasi yang paling disukai dalam majelis adalah tanya jawab ......................................................................................... 48 9. Tabel 9
Tanggapan anak asuh tentang pola komunikasi yang
diberikan pengasuh ............................................................................. 48 10. Tabel 10 Pengasuh menjawab pertanyaan anak asuh ........................ 49 11. Tabel 11 Pengasuh sebagai orang tua bagi anak asuh......................... 50 12. Tabel 14 Cara pengasuh menegur anak asuh apabila melakukan Kesalahan dengan cara menasehati..................................................... 51 13. Tabel 12 Mendengarkan nasihat pengasuh ......................................... 51 14. Tabel 13 Menjalankan nasihat pengasuh ............................................ 52 15. Tabel 15 Pengasuh meluangkan waktu untuk berkomunikasi ............ 53
16. Tabel 16 Tanggapan anak asuh terhadap cara pengasuh Berkomunikasi .................................................................................... 54 17. Tabel 17 Harapan anak asuh dari komunikasi dengan pengasuh adalah agar pengasuh memahami anak asuh....................................... 55 18. Tabel 18 Sikap anak asuh ketika menemukan barang milik orang Lain yaitu diambil dan menjadi miliknya ........................................... 56 19. Tabel 19 Sikap anak asuh ketika teman melakukan kesalahan dengan cara menasehati ................................................................................... 57 20. Tabel 20 Melakukan aktivitas sebebas-bebasnya apabila pengasuh tidak ada dirumah................................................................................ 58 21. Tabel 21 Meminta maaf apabila dimarahi oleh pengasuh karena melakukan kesalahan .......................................................................... 59 22. Tabel 22 Memberi salam saat masuk rumah....................................... 59 23. Tabel 23 Sikap Anak asuh jika menginginkan suatu barang sementara tidak punya uang dengan cara menabung sampai uangnya cukup
.......................................................................................... 61
24. Tabel 24 Bergaul dengan masyarakat di lingkungan rumah............... 62 25. Tabel 25 Memaafkan orang yang membuat kesalahan ....................... 63 26. Tabel 26 Sikap anak asuh ketika teman mengalami kesulitan dengan membantunya sesuai denagn kemampuannya .................................... 64 27. Tabel 27 Sikap anak asuh jika teman membuat kesal yaitu bersabar. 65
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Bimbingan Skripsi dari PuDek Bag. Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi...................................................... 78 2. Surat Izin penelitian/wawancara dari PuDek Bag. Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi...................................................... 79 3. Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Penelitian dari Yayasan An-Nur ................................................................................ 80 4. Contoh Kuesioner atau Angket yang dibagikan ................................. 81 5. Transkrip Hasil wawancara................................................................. 84 6. Data Anak asuh Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur .......................... 89 7. Jadwal Aktivitas Harian Anak asuh .................................................... 90 8. Dokumentasi atau Foto-foto dalam proses penelitian......................... 97
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya, gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah suatu tanda komunikasi.1
Komunikasi merupakan penyampaian pesan dari seorang
komunikator kepada komunikan demi tercapainya tujuan.
Dalam kehidupan-
sehari-hari manusia pasti mengadakan hubungan interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut dapat berupa interkasi yang berlangsung dalam bidang sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa komunikasi sebagai salah satu fitrah manusia. Allah menyatakan dalam Al-Qur’an surah Ar-Rahman 55 : 1-4 yang berbunyi:
☺ Artinya : (Tuhan)yang Maha pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia, mengajarnya padai berbicara(QS Ar-Rahman 55: 1-4)2
Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok,
karena disadari atau tidak dalam pergaulan hidupnya
manusia melakukan komunikasi di dalam kehidupannya.
1
Telah kita ketahui
Onong Uchajana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,(Bandung: Rosdakarya, 2001), cet ke-14, h.1 2 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Al Bayan Tafsir Penjelas Al Qur’an,(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), Cet ke-1, h. 1265
bahwa fungsi umum komunikasi ialah
informatif, edukatif, persuasi dan
rekreatif. Maksudnya secara singkat ialah bahwa komunikasi berfungsi memberi Data atau fakta yang berguna bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Dimanapun dan kapanpun manusia dapat berkomunikasi. Disamping itu, komunikasi juga berfungsi mendidik masyarakat, mendidik setiap orang dalam menuju pencapaian kedewasaannya dalam bertingkah laku. Komunikasi seseorang dengan orang lain tidaklah timbul dengan sendirinya, namun komunikasi dapat diperoleh melalui belajar, yakni melalui komunikasi dengan orang lain maupun melalui membaca dan lain-lain. Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia, kehidupan manusia akan tampak hampa atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi. Dengan adanya komunikasi berarti adanya interaksi manusia.3 Dalam berkomunikasi dibutuhkan berbagai macam cara agar pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima baik dan dijalankan oleh komunikan, sehingga tujuan dari komunikasi tersebut dapat tercapai. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah bagaimana seorang komunikator memiliki gambaran tentang sebuah proses komunikasi. Dengan mengetahui gambaran pada sebuah proses komunikasi maka akan dapat diketahui pola apa yang bisa digunakan dalam pencapaian tujuan. Komunikasi juga bisa berarti upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan dan juga menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat. Demikian juga komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang menggunakan lambang-lambang, baik berupa kata-kata, angka-angka, tanda-tanda
3
Roudhonah, , Ilmu Komunikasi, ( Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007) , h.12
atau yang lainnya, yang semuanya itu tentu harus adanya kesamaan makna dan pengertian.
Komunikasi akan berhasil jika orang yang diajak bicara dapat
memberi makna yang sesuai dengan yang diharapkan komunikator.4 Suatu negara dapat dikatakan negara yang besar apabila memiliki kriteria tertentu. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berpotensi untuk menjadi bangsa yang besar, apabila sumber daya manusianya mempunyai akhlak yang baik, keimanan yang mantap dan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Tanpa akhlak yang baik dan keimanan yang kuat suatu negara tidak akan berkembang dengan baik karena didalamnya hanya terdapat orang-orang yang dapat merusak kebesaran bangsa tersebut dikarenakan sumber daya manusianya memiliki akhlak yang tidak baik. Tetapi di zaman yang semakin modern ini nilai agama yang telah tertanam dalam diri masyarakat mulai tergeser dengan adanya budaya-budaya asing dalam bertingkah laku, sebagai proses filteriasi dari pengaruh budaya asing tersebut dibutuhkan pribadi muslim yang berkualitas dan berakhlak mulia dalam kaitannya dengan iman dan takwa.
Dari situlah diperlukan landasan yang kuat untuk
membentuk pribadi muslim yang berkualitas tercapai. Allah berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 21 :
⌧ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
4
Ibid,h. 21
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. AlAhzab : 21)5
Dalam pembentukan akhlak setiap muslim, Allah SWT telah mengutus RasulNya dalam menyempurnakan akhlak manusia. Kesempurnaan ajaran Islam merupakan pedoman hidup dan rahmat bagi seluruh alam. Hal ini merupakan kehendak Allah bagi eksistensi manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Berdasarkan keyakinan tersebut maka manusia dengan segala nilai fitrahnya diharapkan mampu
menginternalisasikan dan merealisasikan ajaran Islam
tersebut kedalam dan keluar dirinya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi akhlak manusia diantaranya adalah faktor lingkungan karena lingkungan yang baik senantiasa melahirkan pribadi yang baik pula. Pembinaan kepribadian pada anak harus dilakukan sedini mungkin karena akan mempengaruhi seluruh dimensi kehidupannya kelak apabila sudah berinteraksi dalam dunia yang lebih luas dan dapat dimulai dari ranah domestik yang nantinya akan mempengaruhi setiap langkah dan tindakannya kedepan. Disiplin diri merupakan aspek utama dan esensial pada pembentukan akhlak diri, jika anak mampu berdisiplin diri maka secara maknawi ia memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, mengakomodasi dan tidak hanyut dalam arus globalisasi. Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia hidup. Tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang demikian pula halnya dengan aspek moral pada anak. Nilai-nilai moral yang dimiliki seorang anak lebih merupakan sesuatu yang diperoleh anak dari luar. Anak belajar dan diajar oleh lingkungannya mengenai
5
Al Bayan Tafsir Penjelas Al-Qur’an, h. 949
bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang bagaimana yang dikatakan baik atau tidak baik. Lingkungan ini dapat berarti orang tua, saudara-saudara, teman-teman, guru dan lain
sebagainya. Namun karena pada
tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak sepenuhnya bergantung pada orang lain yaitu orang tuanya maka disinilah pentingnya peranan orang tua sebagai orang yang pertama dikenal dalam hidupnya untuk memperkembangkan kehidupan moral anaknya. Seorang anak asuh yang tinggal disebuah yayasan tidak akan merasakan kasih sayang dan bimbingan dari orang tuanya sebagai anutan yang dapat dicontoh oleh anak tersebut. Dengan demikian perlu disadari bahwa peranan seorang pengasuh sangat penting sebagai teladan yang dapat dicontoh oleh anak asuhnya, karena otomatis anak asuh akan selalu berinteraksi dengan pengasuhnya dalam kehidupan sehari-hari. Pengasuh merupakan figur yang sangat berperan dalam pengasuhan anak asuh, karena baik buruknya tingkah laku anak asuh itu bagimana cara pengasuh mengasuh dan membimbingnya. Pengasuh harus dapat mengatur semua kebutuhan anak asuhnya baik dalam segi materi ataupun spiritual. Oleh karena itu dibutuhkan pola komunikasi yang sangat baik antara pengasuh dan anak asuh agar tercipta keakraban sehingga pengasuh dapat mengetahui sejauh mana sifat dan watak anak yang diasuhnya dan anak asuh tidak sungkan dalam berkomunikasi dengan pengasuh untuk membicarakan berbagai macam hal yang merupakan pengganti dari orang tua mereka.
Seiring dengan perkembangannya, anak
tersebut akan merasa dirinya disayangi dan diperhatikan oleh pengasuhnya. Komunikasi yang terjadi antar pengasuh dan anak asuh ini diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dalam pembinaan akhlak anak asuh. Sebagai
contoh apabila ada anak asuh yang kurang sopan dalam berbicara dan bertindak maka pengasuh dapat
menasehati dan
memperbaikinya
agar anak tidak
mengulanginya lagi dan anak tersebut mengetahui mana perbuatan baik dan buruk. Rumah yatim dan dhuafa An-Nur yang berlokasi di Jalan Kramat 2 Nomor 56 RT 07 RW 05 Kampung Ciherang Kelurahan Sukatani Kecamatan Cimanggis Depok ini didirikan oleh Ustdzh. Hj. Nur Cholilah (almarhumah) dan diresmikan pada tanggal 1 Februari 1999.
Saat ini Rumah Yatim dan Dhuafa tersebut
memiliki 40 orang anak asuh perempuan dan hanya memiliki satu orang pengasuh. Latar belakang didirikannya rumah yatim dan dhuafa ini adalah untuk memberikan pelayanan dan pembinaan kepada anak asuh yang dhuafa (ekonominya lemah)6, anak yatim piatu (anak yang ditinggal wafat ayah dan ibunya sementara ia belum baligh)7 dan anak yang telantar (anak yang tidak terurus oleh keluarganya)8 untuk melanjutkan sekolah dan berperan dalam pembentukan akhlak anak yang bertujuan untuk melahirkan generasi muda yang berwawasan Islam dan berakhlak mulia serta mampu melanjutkan estafet dalam menyebarluaskan ajaran Islam dan juga membawa pengaruh positif dalam merubah sikap hidup umat kepada sikap yang lebih baik sesuai ajaran Islam. Berkaitan dengan hal diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui dan mengungkap perihal pola komunikasi yang digunakan oleh pengasuh kepada anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa dalam pembinaan akhlak sehingga penulis tertarik mengambil judul skripsi 6
“ Pengaruh Pola
Chatibul Umam dkk, Fiqih Jilid 3, (Jakarta: Menara Kudus, 1996), cet ke-1, h.11 Ibid, h.11 8 Ibid, h.12 7
Komunikasi Terhadap Pembinaan Akhlak Anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu Pengaruh Pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah disebutkan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Proses pengaruh Pola Komunikasi terhadap Pembinaan Akhlak anak asuh di rumah Yatim dan Dhufa An-Nur dalm kehidupan sehari-hari? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh dalam kehidupan sehari-hari. 2. Manfaat penelitian ini adalah : a. Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah untuk perkembangan Ilmu pengetahuan terutama dalam bidang komunikasi dan akhlak. b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan seberapa penting peranan komunikasi dalam pembinaan akhlak.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang lebih ditekankan kepada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan penafsiran kuantitatif yang kokoh.9 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Adapun lokasi dan waktu penelitian bertempat di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang beralamat di Jalan Kramat 2 Nomor 56 RT 07 RW 05 kampung ciherang kelurahan sukatani kecamatan cimanggis depok, dan waktu penelitiannya dilaksanakan antara bulan Februari s/d April 2008. 3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian
9
Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metode penelitian Sosial,(Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006), cet ke-1, h. 36
Subjek penelitian yaitu tempat memperoleh keterangan, atau lembaga/orang-orang yang sedang diteliti.
Dalam hal ini
subjeknya adalah Rumah Yatimd an Dhuafa An-Nur. b. Objek Penelitian Sedangkan objek penelitiannya adalah apa yang akan diteliti dalam hal ini meliputi bagaimana bentuk komunikasi dalam membina akhlak anak asuh. 4. Populasi dan Sampel Penelitian ini memiliki jumlah populasi sebanyak 40 orang anak asuh dan jumlah tersebut sudah termasuk kedalam sampel. Hal ini disebabkan karena jumlah anak asuhnya hanya 40 orang saja. 5. Definisi Operasional Definisi Operasional menyatakan bagaimana operasi/kegiatan yang harus dilakukan untuk memperoleh data/indikator yang menunjukkan konsep yang dimaksud. Definisi inilah yang diperlukan dalam penelitian karena definisi ini menghubungkan konsep atau konstruk yang diteliti dengan gejala empirik.10 Dalam penelitian ini definisi operasional didapat dari variabel penelitian, yaitu: Variabel independent dan dependen. Variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent variabel (X), sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak bebas, terikat atau dependent variabel (Y).11
10
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004),
h. 49 11
Suharsismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 97
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu : 1. Variabel pertama yaitu pola komunikasi pengasuh sebagai variabel independent (bebas) yang dilambangkan dengan X, Pola komunikasi yang dilakukan pengasuh merupakan modal untuk menciptakan proses komunikasi pengasuh untuk membina akhlak anak asuh sehingga menghasilkan dampak positif bagi akhlak anak asuh. 2. Variabel kedua yaitu pembinaan akhlak anak asuh sebagai variabel dependent (terikat) yang dilamabangkan dengan Y. Variabel X •
Variabel Y
Definisi Operasional Variabel Pola Komunikasi Berdasarkan definisi konseptual diatas, maka secara operasional pola
komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah proses interaksi antara pengasuh dan anak asuh dalam berkomunikasi untuk membina akhlak anak aush sehingga mereka dapat menjadi pribadi muslim yang berakhlakul karimah, Adapun alat
untuk mengukur bagaimana pengaruh pola komunikasi dengan
menggunakan angket atau kusioner skala likert yang terdiri dari 26 butir pernyataan yang mencerminkan tentang pola komunikasi dan pembinaan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. •
Definisi Operasional Variabel Pembinaan Akhlak Pembinaan akhlak adalah suatu pembinaan budi pekerti yang dilakukan
dengan konsistwn dan sungguh-sungguh agar terwujudnya akhlak mulia yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist, akhlak merupakan implementasi dari iman
dalam segala bentuk perilaku yang sangat penting bagi anak asuh dalam kehidupan sehari-hari. Pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur diperoleh dari jadwal aktivitas anak asuh yang mencerminkan perbuatan, kebiasaan baik dan kedisiplinan diri. 6. Tekhnik pengumpulan data Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini penulis menggunakan tekhnik sebagai berikut :
a. Observasi Observasi atau pengamatan merupakan suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat.12 Dalam penelitian ini peneliti mengamati langsung objek yang akan diteliti dan hal-hal yang diperlukan dalam observasi ini adalah tape recorder, kamera, note book yang digunakan selama observasi berlangsung. b. Wawancara Wawancara adalah tekhnik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada narasumber untuk mendapatkan informasi. Wawancara ini ditujukan kepada penanggung jawab Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur
12
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), cet ke-5, h.63
yaitu Bapak
M. Nur Ferhat dan pengasuh yaitu Ibu Zum Faida Sirinza
S.pd untuk memperoleh data yang diperlukan dan sesuai dengan judul. c. Dokumentasi Untuk melengkapi data yang sudah diperoleh melalui observasi dan wawancara, maka digunakan studi dokumentasi, dokumen-dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan. Studi dokumentasi berproses dan berawal dari menghimpun dokumen, memilih-milih dokumen sesuai dengan tujuan penelitian, menerangkan dan mencatat serta menafsirkanya dan menghubungkan dengan fenomena lain.13 d. Kuesioner Yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal menjawab dengan mudah dan cepat. Tekhnik ini dilakukann dengan cara penyebaran angket kepada responden yang berjumlah 40 orang anak asuh perempuan di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur untuk mengetahui respon mereka. 4. Analisis data 13
1, h.77
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta : Logos, 1997), cet ke-
Setelah data-data didapatkan melalui tekhnik pengumpulan data diatas, untuk mengetahui hasil yang dicapai dari penyebaran angket tentang pembinaan akhlak anak asuh, kemudian dilakukan tabulasi data dari hasil jawaban responden, diprosentasekan lalu melakukan deskripsi dari datadata yang diperoleh dari hasil penelitian dan melakukan pengolahan data dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
P = Prosentase
P = F x 100 % N
F = Frekuensi N = Jumlah responden14
E. Sistematika Penulisan Sistematika yang digunkan penulsi terdiri dari lima bab, yang disesuaikan dengan pokok masalah yang hendak dibahas.
Adapun sistematika penulisan
secara lengkap adalah sebagai berikut : Bab Satu :
Pendahuluan yang di dalamnya meliputi latar belakang,
Pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan Bab Dua : Tinjauan Teoritis yang di dalamnya meliputi pengertian Pola komunikasi, Unsur-unsur dan proses komunikasi, Tujuan komunikasi, Pola-Pola komunikasi, Hambatan komunikasi, Pengertian akhlak, Pengertian pembinaan akhlak, Metode Pembinaan Akhlak, Pembagian Akhlak, Pengertian anak asuh, Batasan usia anak asuh. 14
Masrih Singarimbun & Sofian Effendi, ed., Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989), Cet ke-1, h.263
Bab Tiga : Gambaran Umum Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang meliputi latar belakang berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur, Visi dan misi Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur, Sarana dan prasarana, Aktivitas anak asuh, Latar belakang keluarga dan pendidikan anak asuh. Bab Empat : Analisis Data tentang Pengaruh Pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang meliputi Pengaruh pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di kehidupan sehari-hari dan Proses komunikasi pengasuh dalam pembinaan akhlak anak asuh. Bab Lima : Penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi 1. Definisi Pola Komunikasi Pola komunikasi merupakan rangkaian dua kata, yang masing-masing mempunyai keterkaitan makna.
Oleh sebab itu dibutuhkan penjelasan dari
masing-masing kata. Pola dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya bentuk atau sistem.15 Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer arti pola diartikan sebagai model, contoh, pedoman (rancangan).16 Makna pola juga dapat diartikancontoh atau cetakan, tetapi dalam bahasan ini makna pola lebih tepat diartikan sebagai bentuk sebagaimana keterkaitan dengan kata yang digandengnya. Adapun definisi komunikasi dapat dilihatd ari dua sudut, yaitu: dari sudut bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi). Secara etimologi, kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dengan kata dasar communis yang berarti “sama”.
Maksudnya orang yang menyampaikan dan orang yang menerima
mempunyai persepsi yang sama tentang apa yang disampaikan.17 Sedangkan secara terminologi menurut para ahli definisi komunikasi, diantaranya adalah menurut Carl I. Hovland, sebagaimana dikutip oleh Onong Ucjana Effendi,
15
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002). h. 885 16 Puis A. Partanto, dan M. Dahlan Al-Bary, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 605 17 Djamalul Abidin, , Komunikasi dan Bahasa Dakwah. (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 16
Ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pemebntukan pendapat dan sikap.18 Menurut Mafri Amir : Pengertian komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Perkataan orang dalam pengertian ini membuktikan bahwa yang melakukan komunikasi adalah manusia. Dengan menyebut orang lain berarti komunikasi tidak harus antara dua orang manusia, tetapi bisa juga sejumlah orang.19 Everett M. Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa : “ Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.20 Sedangkan James G. Robbins dan Barbara S. Jones mendefinisikan komunikasi adalah “Suatu tingkah laku, perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang, yang mengandung arti atau makna, atau perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain, atau suatu pemindahan atau penyampaian informasi, pikiran dan perasaanperasaan.21 Hovland, Janis dan Kelly seperti yang dikemukakan oleh Forsdale (ahli sosiologi Amerika) sebagaimana dikutip oleh Arni Muhammad dalam bukunya Komunikasi 18
Onong Uchajana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 9-10 19 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa (Dalam Pandangan Islam).(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 21 20 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi.(Jakarta : Raja Grafindo Persada,2007), h. 20 21 James G Robbins, dan Barbara S Jones, Komunikasi yang efektif. (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995). h. 1
organisasi mengatakan bahwaa “Communication is the process by which an individual transmits stimuli (ussualy verb) to modify the behaviaour of the individuals”Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain.22 Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pola komunikasi adalah bentuk atau gambaran bagaimana proses penyampaian pesan dari seseorang komunikator kepada komunikan untuk mengubah tingkah laku komunikan baik yang terjadi secara individu maupun kelompok. Dengan mengetahui gambaran preses komunikasi tersebut kita akan mengetahui pola komunikasi mana yang efektif digunakan dalam pembinaan akhlak di Rumah Yatimd an Dhuafa An-Nur yang melibatkan pengasuh sebagai komunikator dan anak aush sebagai komunikan yang penyampaian pesannay berupa lisan, tulisan ataupun tatap muka. 2. Proses dan Unsur-unsur komunikasi a. Proses komunikasi Proses komunikasi adalah rangkaian kejadian/peristiwa atau perbuatan melakukan hubungan, kontak, interakasi satu sama lain berupa penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna.23 Proses yang efektif adalah apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dapat diterima langsung dan adanya umpan balik melalui media yang sesuai, sehingga pesan dapat langsung ditangkap oleh komunikan dengan baik. 22 23
2005), h.2
Arni, Muhammad, Komunikasi Organisasi.(Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 2 Teuku May Rudy, Komunikasi dan Humas Internasional,(Bandung: Refika Aditama,
Bagan/Skema Proses Komunikasi24 Message (2)
Saluran/ Media (3)
Decoding
Encoding Gangguan + +Hambatan
Komunikator (1)
Feedback (6)
Komunikan (4)
Effect (5)
Keterangan: Proses komunikasi bermula dari komunikaator yang menyampaikan pesan-pesan melalui saluran atau media yang dirujukan kepada komunikan dan kemudian menimbulkan pengaruh (efek) yaitu umpan balik (feddback). “Encoding” adalah proses penyampaian/pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan. Sedangkan proses berikutnya yaitu penerimaan/penyerapan pesan dari komunikator oleh komunikan yang disebut “Decoding” b. Unsur-unsur komunikasi Dalam setiap proses komunikasi terdapat unsur-unsur (komponenkomponen) sebagai berikut: 1)
24
Komunikator (Sender atau pengirim pesan/berita Yang dimaksud dengan komunikator adalah seseorangatau sekelompok orang yang merupakan tempat asal pesan, sumber
Ibid, h.3
2)
3)
4)
5)
Berita, informasi, atau pengertian yang disampaikan (dikomunikasikan) atau bisa kita sebut sebagai orang atau pihak yang mengirim/menyanpaikan berita. Pesan atau berita (Message) Message adalah pesan, informasi atau pengertian dari komunikatoryang penyampaian pesannay disampaikan kepada komunikan (Audiens/khalayak)melalui penggunaan bahasa atau lambang-lambang. Saluran atau media komunikasi Saluran atau media komunikasi adalah sarana tempat berlalunya simbol-simbil/lambang-lambang yang mengandung makna berupa pesan/pengertian. Saluran atau medium komunikasi tersebut berupa alat/sarana yang menyalurkan suara (Audio) untuk pendenganran, tulisan dan gambar (visual) untuk penglihatan, bau untuk penciuman, wujud fisik untuk perabaan, dan sebagainya. Komunikan (receiver atau penerima pesan/berita) Komunikan adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai subjek yang dituju oleh komunikator (pengirim/penyampai pesan), yang menerima pesan-pesan (berita, informasi, pengertian) berupa lambanglambang yang mengandung arti atau makna. Efek (Effect) atau umpan balik (Feedback) Efek adalah hasil penerimaan pesan/informasi oleh komunikan, pengasuh atau kesan yang timbul setelah komunikan menerima pesan, Efek dapat berlanjut dengan memberikan respon, tanggapan atau jawaban yang disebut umpan balik. Umpan balim feedback adalah atus balik (yang berupa tanggapan/ jawaban) dalam rangka proses komunikasi. Umpan balik ini biasanya sangat diharapkan, dalam arti adanya feedback yang menyenangkan, kalau seseorang atau kelompok prang yang melakukan kegiatan komunikasi ini melakukannya dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian atau memperoleh kesepakatan bersama.25
3. Tujuan komunikasi Secara umum Harold D lasswel menyebutkan bahwa tujuan komunikasi ada empat yaitu : a. Social Change, perubahan sosial. Seseorang mengadakan komunikasi dengan orang lain, diharapkan adanay perubahan sosial dalm kehidupannya, seperti halnya kehidupan akahn lebih baik dari sebelum berkomunikasi. 25
Ibid, h. 4-5
b. Attitude Change, Perubahan sikap. Seseorang berkomuniaksi ingin mengadakan perubahan sikap. c. Opinion
Change,
Perubahan
pendapat.
Seseorang
dalam
berkomuniaksi mempunyai harapan untuk mengadakan perubahan pendapat. d. Behaviour Change, Perubahan perilaku. Seseorang berkomunikasi juga ingin mengdakan perubahan.26 Dari tujuan-tujuan tersebut dapat dimabil kesimpulan bahwa tujuan komunikasi pada intinya adalah untuk mengadakan perubahan dalam hubungan sosial, sikap, pendapat maupun perilaku. 4. Pola-pola komunikasi Ditinjau dari pola yang dilakukan, ada beberpa jenis yang dapat dikemukakan. Para sarjana komunikasi mereka yang tertarik dengan ilmu komunikasi mempunyai pola (tipe) tersendiri dalam mengamati perilaku komunikasi. Namun semua itu tak perlu dibedakan secara kontradiktif, hanya beberapa penekanan sebab latar belakang dan lingkungan pendukungnya. Joseph A. Devito membagi pola komunikasi menjadi empat, yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa.27
Guna membedakan pola komunikasi yang berkembang di Indonesia dan lebih ditinjaud ari aspek sosialnya kita akan mencoba membahas beberapa pola komunikasi, antara lain sebagai berikut : 1) Komunikasi Individual a. Komunikasi diri sendiri (Interpersoneal Communication) Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri individu, atau 26 27
27-28
proses
Roudonah, Ilmu Komunikasi. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.
Berkomunikasi dengan diri sendiri. Dalam proses pengambilan keputusan, sering kali seseorang dihadapkan pada pilihan “ya” atau “tidak”. Keadaan semacam ini membawa seseorang pada situasi dengan diri sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung ruginya suatu keputusan yang akan diambil.28 Komunikasi dengan diri sendiri berfungsi untuk mengembangkan kreatifitas imajinasi, memahami dan mengendalikan diri, serta meningkatkan
kematangan
berfikir
sebelum
mengambil
keputusan. Mengembangkan kreativitas imajinasi berarti mencipta sesuatu lewat daya nalar melalui komunikasi dengan diri sendiri. Dengan cara seperti ini seseorang dapat mengetahui keterbatasanketerbatasan yang dimilikinya, sehingga tahu diri, tahu membawa diri, dan tahu menempatkan diri dalam masyarakat.29 b. Komunikasi antarpribadi (Interpersonal communication) Seperti yang diungkapkan De Vito (1976) dan dikutip oleh Alo
Liliweri
bahwa
komunikasi
antarpribadi
merupakan
pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung.30 Komunikasi antarpribadi yang dimaksud di sini ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (1979) bahwa
28
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.32 Ibid, h. 50 30 Alo Liliweri, Komunikasi Antapribadi, (Bandung : PT Aditya Bakti, 1991), cet ke-1, h. 29
12
“Interpersonal communication is communication involving two or more people a face to face setting”.31 Pada hakikatnya komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang paling efektif antara komunikator untuk merubah sikap atau tingkah laku komunikan karena bentuknya dialog dan langsung mendapatkan umpan balik. Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua orang yang mempunyai sifat, nilai-nilai, pendapat, sikap, pikiran, dan perilaku yang khas dan berbeda-beda. Selain itu, komunikasi antarpribadi melibatkan di antara pelaku dalam komunikasi. Dengan kata lain para pelaku komunikasi saling bertukar informasi, pikiran, gagasan dan lain sebagainya.32 Komunikasi antarpribadi ini biasa terjadi antara pengasuh dan anak asuh, mungkin khusus dalam masalah yang pribadi, dari situlah pengasuh dapat mengarahkan secara individu dan memberikan nasihat sesuai dengan dasar tujuannya agar anak asuh mengerti dan memahami apa yang disarankan oleh pengasuh. 2. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok adalah komunikasi dengan sejumlah komunikan, dan karena jumlah komunikan itu menimbulkan
31 32
h.122
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.32 H.A.W Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),
konsekuensi jenis ini diklasifikasikan menjadi kelompok kecil dan besar.33 a. Komunikasi Kelompok Kecil Komunikasi Kelompok Kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya. Dalam situasi seperti ini, semua anggota bisa berperan sebagai sumber dan juga sebagai penerima.34 Komunikasi kelompok kecil biasanya terjadi pada kelompok belajar atau diskusi. Dalam komunikasi ini besar kemungkinan setiap individu memiliki kesempatan untuk berpendapat karena jumlah individunya relatif kecil. Seorang anak asuh hanya berada dikelompok yang relatif
kecil berbeda dengan kelompok besar, individu-
individu dalam kelompok kecil bersifat rasional sehingga setiap pesan yang sampai kepadanya akan di tanggapi secara kritis.
Anak asuh dapat memberikan berbagai
macam pendapat dan gagasannya, dan pengasuh dapat melihat sejauh mana anak asuh menerima dan mencerna apa yang di komunikasikan pengasuh terhadap anak asuh. b. Komunikasi Kelompok Besar Komunikasi komunikasi 33
dimana
kelompok
pesan-pesan
adalah
disampaikan
proses oleh
Onong Uchajana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
1992), h. 8 34
besar
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi , h.33
pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar. Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok besar jika antara komunikator dan komunikan sukar terjadi komunikasi interpersonal, kecil kemungkinan untuk terjadi dialiog seperti halnya pada komunikasi kelompok kecil.35 3. Komunikasi Massa Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Bila sistem komunikasi massa diperbandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal (antarpribadi), secara teknis dapat menunjukkan secara pokok dari komunikasi massa (menurut Elizabeth-Noelle-Neuman, 1973:92) 1. Bersifat tidak langsung artinya harus melewati media tekhnis. 2. Bersifat satu arah artinya tidak ada interaksi antara komunikan. 3.
Bersifat terbuka artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas.
4. Mempunyai publik yang secara geografis tersebar.36
35 36
h.189
Onong Uchajana Effendy, Dinamika Komunikasi, h.9 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),
4. Hambatan Komunikasi Problem komunikasi biasanya merupakan suatu gejala bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Problem komunikasi menunjukkan adanya
masalah yang lebih dalam. Hambatan komunikasi ada yang berasal dari pengirim (komunikator), transmisi dan penerima (komunikan).37 Hambatan komunikasi secara umum, yang lazim berlangsung dalam masyarakat (interaksi dalam kehidupan sehari-hari) yaitu : a. Kurang kecakapan berkomunikasi Kurang cakap berbicara (terutama didepan umum), kurang cakap menulis atau mengarang, kurang cakap membaca atau mendengarkan. Untuk mengatasi hal ini tidak ada jalan lain kecuali belajar dan berlatih. b. Sikap komunikator yang kurang tepat Sikap yang kurang tepat dapat menghalangi komunikasi, sehingga dalam hal ini diperlukan sikap simpatik, rendah hati, tetapi cukup tegas dan menunjukkan kredibilitasnya. c. Kurangnya pengetahuan Hal kurangnya pengetahuan (baik secara umum maupun mengenai bidang tertentu) ini bisa berlaku bagi kedua belah pihak, baik bagi komunikator maupun pihak komunikan. Cara mengatasinya adalah apabila salah satu pihak memiliki pengetahuan lebih tinggi maka ia harus berusaha menyelaraskan cara penyampaian pesan atau sebaliknya menanggapi pesan dengan mempertimbangkan taraf pengetahuan lainnya. d. Kurang memahami sistem sosial Bila komunikator kurang memahami sistem sosial atau budaya setempat (misal pesantren, pedesaaan, negara lain dan sebagainya) maka arah pembicaraannya kurang tepat dan tidak menarik bagi komunikan setempat. e. Syakwasangka (prejudice) yang tidak berdasar Bagi masyarakat atau orang yang kurang terpelajar, tidak mau membuka diri dan berlapang dada, atau yang sedang saling membenci, akan mudah timbul prasangka yang tidak berdasar kepada rasio pikiran yang sehat. f. Jarak fisik Komunikasi sering menjadi tidak lancar bila jarak antara komunikator dan komunikan terlalu berjauhan.
37
H.A.W Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 100
g. Kesalahan bahasa Sering terjadi salah pengertian atau kesalahan penafsiran yang disebabkan perbedaan arti (pemaknaan) dari suatu istilah atau kata-kata. Hal ini sering terjadi dalam menggunakan serta menerjemahkan bahasa asing. h. Penyajian yang verbalistis (hanya kata-kata melulu) Komunikasi cenderung menjadi tidak atau kurang lancar jika komunikator terus-terusan hanya membacakan atau berbicara saja tanpa peragaan atau tanpa gerak tubuh yang memperagakan untuk memberi nuansa kepada pesan yang disampaikan. i. Indera yang rusak Komunikasi jadi tidak lancar jika indera rusak atau indera tidak sehat. Oleh karena itu, agar komunikasi bisa berjalan lancar, maka panca indera kita (khususnya pendengaran, pengucapan, dan penglihatan) harus tetap dijaga atau dipelihara agar tetap sehat. j. Komunikasi yang berlebihan Komunikasi bisa menjadi tidak lancar dan tidak mencapai tujuannya karena over communication (komunikasi yang berlebihan). Misalnya bila terlalu banyak penjelasan, banyak bumbu, kata-kata bersayap, sehingga maksud yang sebenarnya terkandung dan ingin disampaikan menjadi tidak jelas. k. Komunikasi satu arah Komunikasi satu arah acapkali kurang memberikan hasil yang sesuai dengan harapan, karena komunikan tidak diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau saran-sarannya sehingga pesan atau berita yang kurang jelas (kurang dimengerti) oleh komunikan, bahkan bisa menimbulkan penafsiran yang salah atu kurang tepat.38
B. Akhlak 1. Pengertian akhlak Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak (bahasa arab) adalah bentuk jamak dari kata Khulk. Khulk didalam kamus AlMunjid berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat.39 Pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian 38 39
ke-3, h. 1
May Rudi, Komunikasi dan Hubungan masyarakat Internasional, 27-28 Asmaran As, Pengantar Studi akhlak, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002) cet
hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. 40 Ibn Maskawih yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.41 Prof. KH. Farid Ma’ruf membuat kesimpulan tentang definisi akhlak adalah sebagi berikut : Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan
dengan
mudah
karena
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
kebiasaan,
tanpa
memerlukan
42
Jadi, akhlak itu sendiri bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebutkan bahwa “Akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak) dan bentuknya yang kelihatan kita namakan muamalah (tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya.43 Keseluruhan definisi akhlak yang telah disebutkan diatas tidak terlalu jauh berbeda maknanya, bahkan definisi tersebut saling melengkapi satu sama lain sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa akhlak adalah sifat seseorang yang berasal dari dalam diri yang akhirnya menimbulkan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan.
40
Ibid, h.3 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.3 42 H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf. (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999), h. 14 43 Ibid, h. 16 41
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia.
Perbuatan tersebut selanjutnya
ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk.44 Dengan mengetahui hal yang baik seseorang akan terdorong untuk melakukannya dan mendapatkan manfaat dan keuntungan darinya, sedangkan dengan mengetahui yang buruk ia akan terdorong untuk meninggalkannya dan ia akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan.45 Manusia dilahirkan kedunia dianugrahi akal dan pikiran untuk berpikir mana yang baik dan yang buruk, apabila manusia tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk berarti ia tidak dapat menggunakan akal dan pikirannya dengan baik dan tentunya akan merugikan dirinya kelak dan ia akan hina di mata Allah. Akhlak yang baik juga dapat membersikan diri dari segala perbuatan dosa yang pernah dilakukan dan pada akhirnya akan melahirkan perbuatan yang terpuji.
2. Pengertian Pembinaan akhlak Pembinaan akhlak merupakan gabungan dari dua kata yang berkaitan, yaitu pembinaan dan akhlak. Menurut Zakiah Darajat arti dari pembinaan adalah : Upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras, Pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan ke arah tercapainya martabat, 44 45
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 9 Ibid, h. 14
mutu dan kemmpuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri.46 Sedangkan akhlak menurut Abu Bakar Al-Jazairy adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.47 Sementara di dalam ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.48 Secara garis besar pembinaan akhlak adalah segala upaya yang terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, menyempurnakan dan mengembangkan
kemajuan
untuk
mencapai
tujuan
agar
sasaran
pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat. Adanya upaya-upaya pembentukan pribadi yang dibina agar terbiasa untuk mengamalkan ajaran agama dalam realitas kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan manusia yang berguna bagi lingkungannya. Pembinaan akhlak sangat dibutuhkan untuk keberhasilan suatu negara, yang didalamnya terdapat insan yang memiliki budi pekerti yang baik yang direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, akhlak harus dibina semenjak dini agar kelak generasi muslim yang berakhalul
46
karimah
nantinya
dapat
melanjutkan
estafet
dalam
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976) cet ke-15, h. 36 Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Kalam Mulia, 2001), cet ke-4, h. 3 48 Asmaran As, Pengantar Studi akhlak, h.2 47
menyebarkan ajaran Islam dan juga membawa pengaruh positif dalam merubah sikap hidup manusia menjadi lebih baik sesuai dengan ajaran Islam. 3. Metode Pembinaan akhlak Akhlak merupakan cerminan pribadi dan harga diri seseorang, akhlak yang mulia mampu membentuk pribadi muslim yang beakhlakul karimah.
Pembinaan akhlak sangat penting bagi kelangsungan hidup
generasi penerus Islam dalam menyebarkan agama Islam. Seorang anak yang akhlaknya dibina sejak kecil akan terbiasa dengan akhlak dan pebuatan yang baik yang diaplikasikannnya dalam kehidupan sehari-hari. Pembinaan akhlak dalam Islam terintegrasi dalam pelaksanaan rukun Islam, Hasil analisis Muhammad Al-Ghazali terhadap rukun Islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas bahwa dalam rukun Islam terkandung konsep pembinaan akhlak.49 Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat yaitu : “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah” dengan kesaksian seperti itulah seseorang yang di dalam dirinya terdapat Iman dan keyakinan yang kuat akan melakukan segala hal yang diperintahan oleh Allah SWT dan meninggalkan segala yang dilarangnya dan dengan keimanan tersebut akan melahirkan perbuatan terpuji dan terhindar dari perbuatan tercela.
49
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 158
Salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah SWT yaitu mendirikan shalat yang merupakan rukun Islam yang kedua, sebagaimana dalam surat Al Ankabut ayat 45 :
☺
⌧
Artinya :Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat di atas menerangkan bahwa seorang muslim yang mengerjakan shalat baik wajib ataupun sunah maka dirinya akan terhindar dari perbuatan keji dan munkar, dengan mendirikan shalat berarti kita juga mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepada kita. Rukun Islam yang ketiga yaitu zakat yang mengandung didikan akhlak agar orang yang yang berzakat dapat membersihkan diri dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu fakir miskin dan seterusnya.50 Allah akan menaikkan derajat orang-orang yang menyisihkan sedikit rezekinya untuk saudaranya yang tidak mampu dan membersihkan dirinya dari perbuatan dosa dan maksiat yang pernah dibuatnya. Rukun Islam yang keempat adalah puasa, seperti pada surat AlBaqarah ayat : 183 yaitu :
☺⌧
50
Muhammada Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim,(Semarang : Wicaksana, 1993), h. 13
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Allah SWT menyeru kepada umatnya untuk berpuasa agar mereka bertaqwa, dengan berpuasa seorang muslim dapat menahan dirinya dari hawa nafsu makan dan minum serta menahan diri dari perbuatan keji yang dilarang oleh Allah SWT. Rukun Islam yang terakhir adalah menunaikan Ibadah Haji. Dengan menunaikan ibadah haji seorang muslim akan diuji kesabarannya dalam beribadah, ada kemauan keras dan tentunya menghindari perbuatan keji dalam beribadah haji. Dengan demikian metode pembinaan akhlak dengan menunaikan ibadah haji merupakan ibadah yang memiliki nilai pembinaan akhlak yang lebih besar dibandingkan dengan rukun Islam lainnya. Selain dari pengamalan rukun Islam, metode pembinaan akhlak dapat pula dilakukan dengan keteladanan. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan.
51
Seorang pengasuh dalam panti asuhan juga merupakan orang tua dan guru dalam pembinaan akhlak, anak asuh akan mencontoh segala perbuatan yang dicontohkan oleh pengasuh, oleh sebab itu keteladaan dari orang terdekat dan lingkungan sekitar merupakan hal yang paling utama dalam metode pembinaan akhlak.
51
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf., h. 163
4. Macam-macam Akhlak Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang Shiddiq sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat syaitan dan orang-orang yang tercela, maka pada dasarnya akhlak iti terbagi menjadi dua bagian yaitu : •
Akhlak yang baik atau terpuji (Al- Akhlaqul Mahmudah) yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan mahkluk lainnya.
•
Akhlak buruk atau tercela (Al –Akhlakul Madzmumah) yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk lainnya.52 Dalam pembahasan ini penulis membatasi hanya akhlak baik dan
buruk terhadap sesama manusia, maka dapat diuraikan sebagai berikut : A. Akhlak Baik (Al- Akhlaqul Mahmudah) 1. Belas kasihan atau sayang (Asy-Syafaqah) yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain. 2. Rasa persaudaraan (Al-Ikhaa’) yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang lain, karena ada keterikatan batin dengannya. 3. Memberi nasihat (An-Nashiihah) yaitu suatu upaya untuk memberi petunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan baik ketika orang yang
52
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, h. 9
dinasehati telah melakukan hal-hal yang buruk, maupun belum. 4. Memberi pertolongan (An-Nashru) yaitu suatu upaya untuk membantu orang lain, agar tidak mengalami kesulitan. 5. Menahan amarah (Kazhmul Ghaizhi) yaitu upaya menahan emosi agar tidak dikuasai oleh perasaan marah terhadap orang lain. 6. Sopan santun (Al-Hilmu) yaitu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap orang lain sehingga dalam perkatan dan perbuatannya selalu mengandung adab dan kesopanan yang mulia. 7. Suka memaafkan (Al-Afwu) yaitu sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang pernah diperbuat terhadapnya.53 Dari akhlak yang terpuji sesama manusia yang telah dipaparkan diatas masih banyak lagi akhlak terpuji lainnya seperti : Al-Amanah (dapat dipercaya), Al-Sidqu (jujur), As-Syaja’ah (berani), As-Sabru (sabar), Al-Iqtisad (hemat), Al-Qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada), At- Tawadu (merendahkan hati) dan lain sebagainya.54 B. Akhlak buruk (Al –Akhlakul Madzmumah) 1. Mudah marah (Al-Ghadab) yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya, 53 54
Ibid, h. 20-25 H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, h,198-199
sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan ornag lain. 2. Iri hati atau dengki (Al –Hasadu) yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan dan kebahgiaan orang lain bisa hilang sama sekali. 3. Mengadu-adu (An-Namimah) yaitu suatu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain dengan maksud agar hubungan sosial keduanya rusak. 4. Mengumpat (Al-Ghibah) yaitu suatu perilaku yang suka membicarakan seseorang kepada orang lain. 5. Bersikap congkak (Al- Ash’aru) yaitu suatu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari tingkah lakunya maupun perkataanya. 6. Sikap kikir (Al-Bikhlu) yaitu suatu sikap tidak mau memberikan niali materi dan jasa kepada orang lain. 7. Berbuat aniaya (Azh-Zhulmu) yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang lain baik kerugian materil maupun non materil dan ada jug ayang mengatakan bahwa seseorang yang mengambil hak-hak orang lain termasuk perbuatan aniaya.55
55
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, h. 26-31
C. Pengertian Anak asuh Menurut Ardianus Khatib yang dikutip Chuzaiman T. Yanggo dan Hafidz Anshary berpendapat bahwa anak asuh adalah anak yang digolongkan dari keluarga yang tidak mampu, antara lain sebagai berikut : a. Anak yatim atau piatu yang tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk bekal sekolah dan belajar. b. Anak dari keluarga fakir miskin. c. Anak dari keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal tertentu (tuna wisma). d. Anak dari keluarga yang tidak memiliki penghasilan tertentu (tuna karya). e. Anak yang tidak memiliki ayah, ibu dan keluarga dan belum ada orang lain yang membantu biaya untuk sekolah dan belajar.56 Orang tua asuh atau yayasan tidak hanya mengusahakan anak asuh untuk dapat menyelesaikan pendidikan saja tetapi juga membimbing agar segala sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam bermasyarakat nanti anak asuh dapat menjadi anak yang berakhlakul karimah.
56
Chuzaiman T. Yanggo dan Hafidz Azhari, Problematika Hukum Islam dan Kontemporer Pertama, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2002), cet ke-4, h. 161
BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR CIMANGGIS DEPOK
A. Latar Belakang Berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur berlokasi di Jalan Kramat 2 Nomor 56 Rt 007 Rw 005 Kampung Ciherang Kelurahan sukatani kecamatan Cimanggis Depok. Nama An-Nur diambil dari nama pendiri yayasan tersebut yaitu Ustdzh. Hj. Nurcholilah (almarhumah) yang diresmikan pada tanggal 1 Februari tahun 1999 berdasarkan akte notaris nomor 93 Tanggal 10-11-1993 Hj. Asmin A. Latief SH. Latar belakang didirikannya Rumah Yatim dan Dhuafa ini karena beliau memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan melihat banyak anak kurang mampu (duafa) dan anak yatim piatu yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena faktor ekonomi maka beliau mendirikan panti asuhan ini. Sepeninggal Ustdzh. Hj. Nurcholilah, Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini tanggung jawabnya diberikan kepada putra bungsu beliau yaitu Bapak M. Nur Ferhat.57 Selain itu
beliau juga
mendirikan Taman Kanak-kanak
Al-Qur’an
(TKA), Majelis Ta’lim/Dakwah Islamiyah, Majelis Ta’lim Remaja, santunan Yatim Piatu/Jompo dan Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (TKIT) yang tergabung dalam Yayasan An-Nur yang salah satunya dalah Rumah yatim dan dhuafa ini, Tujuan didirikannya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini adalah untuk menghantarkan anak-anak kurang mampu dan yatim piatu kemasa depan 57
Wawancara pribadi dengan Bapak M. Nur Ferhat, Penanggung Jawab Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur , Depok, 7 maret 2008
yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup mereka khususnya dalam bidang pendidikan. Status Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini 100% swasta, dan kelangsungan hidupnya berasal dari sumbangan masyarakat, pengurus yayasan, donatur tetap dan badan atau organisasi yang menaruh hati pada anak-anak asuh.58 Pada awal berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa ini hanya terdapat 13 orang anak asuh, tetapi lambat laun semakin banyak anak asuh yang diasuh disini, kira-kira mencapai 70 orang anak. Karena faktor usia mereka yang semakin sudah dewasa dan banyak yang sudah menikah sehingga anak asuh yang masih harus ditanggung pendidikannya oleh Panti asuhan ini tinggal 40 orang anak, tetapi seiring berjalannya waktu jumlah itu bisa saja bertambah dan berkurang. Dari 40 orang anak yang diasuh disini hanya ada satu orang pengasuh saja yang bernama Zum Faida Sirinza S.pd59,. Beliau merupakan pengasuh ketiga dari beberapa pengasuh yang pernah mengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur. Pengasuh pertama hanya satu bulan saja berada disini yaitu dari bulan februari 1999 atau awal berdiri sampai bulan maret 1999, sementara pengasuh kedua hanya dua tahun yaitu mulai dari bulan Maret 1999 sampai dengan 2001 dan pengasuh ketiga adalah Ibu Zum beliau menjadi pengasuh mulai dari tahun 2001 sampai dengan sekarang, sebelumnya beliau hanya mengajar pelajaran agama di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang akhirnya beliau merangkap menjadi pengajar dan pengasuh, walaupun beliau mengasuh sendiri tetapi beliau
58
Ibid, Wawancara pribadi dengan Bapak M. Nur Ferhat Zum Faida Sirinza lahir di Rembang pada tanggal 16 Juli 1976, beliau adalah anak ke 7 dari 8 bersaudara, beliau merupakan lulusan dari Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan UNINDRA, awalnya beliau merupakan murid dari almarhumah Ustdz. Hj. Nurcholilah yang merupakan pendiri dari Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini, sehingga beliau dipercaya menjadi pengasuh tunggal dari 40 anak asuh yang berada di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur sampai sekarang. 59
mampu merubah akhlak dan budi pekerti mereka menjadi anak yang yang berkahlakul karimah. Sedangkan dana yang diperoleh untuk mengelola Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini berasal dari sumbangan ibu-ibu dan remaja pengajian majelis ta’lim yang kebetulan dimiliki oleh pendiri yayasan ini, selain itu juga sumbangan dari masyarakat di sekitar komplek lingkungan, dan karena Rumah Yatim dan Dhuafa ini juga terletak didekat jalan tol sehingga banyak donatur yang tertarik dan menyumbang ke Rumah Yatim dan Dhuafa ini dan ada juga beberapa donatur tetap lainnya. Dana tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anak asuh seperti untuk keperluan sandang, pangan dan juga pendidikan.
B. Visi dan Misi Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur a. Visi Visi dari Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yaitu adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya salah satunya dalah dengan cara mensejahterakan anak yatim. b. Misi Sedangkan misinya adalah : 1. Membantu mensejahterakan anak yatim piatu dan duafa 2. Meningkatkan taraf hidup mereka menjadi lebih baik lagi 3. Memperaktekan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari
C. Sarana dan Prasarana
Rumah Yatim dan Dhuafa ini dibangun diatas tanah yang luasnya sekitar 425 meter persegi dan terdiri dari beberapa sarana prasarana yang menunjang yaitu : Tabel 1 No
Jenis sarana prasarana
Jumlah
1
Majelis ta’lim
1
2
Ruang Pengurus
1
3
Ruang Pengasuh
1
4
Kamar Asrama
6
5
Tempat tidur
40
6
Kamar Pengurus
1
7
Kamar Pengasuh
1
8
Lemari berlaci
40
9
Komputer
3
10
Televisi
1
11
DVD
1
12
Kamar Mandi
11
13
Garasi
1
14
Dapur
1
15
Halaman
1
D. Aktivitas Anak Asuh Untuk pengembangan pendidikan dan pembinaan anak mental dan spiritual anak asuh, pengasuh m Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur engharuskan seluruh anak asuhnya mengikuti segala aktivitas yang diberlakukan di panti baik formal maupun non formal. 1. Pendidikan Formal
Anak asuh yang berada di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur disekolahkan di SD, SMP/MTS, SMA/SMK bahkan sampai Perguruan tinggi atau mengikuti kursus keterampilan sesuai dengan usia pendidikan mereka. Dalam pendidikan formal anak asuh lebih banyak dirahkan pada penididkan kejuruan yang bertujuan agar mereka setelah selesai masa penyamtunan di panti asuhan selain berkahlakul karimah, tetapi juga dapat menjadi manusia yang produktif, dapat berdiri sendiri dan memiliki masa depan yang cerah. 2. Pendidikan Non formal Pendidikan non formal yang ada di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur berupa keterampilan pembinaan mental spiritual dan kemasyarakyatan, antara lain : a. Pelajaran kesenian (marawis dan rebana) b. Latihan Muhadarah c. Kursus komputer d. Pelajaran Akhlakulil banat (pelajaran Akhlak Perempuan) e. Ta’lim hadist f. Ta’lim fiqh g. Ta’lim tafsir h. Ta’limul muta’alimin i. Qiroah bil ghina Seluruh aktivitas yang dilakukan oleh anak asuh tidak terlepas dari pantauan pengasuh, sehingga mereka selalu disiplin dalam melaksanakan aktivitas yang telah ditentukan oleh pengasuh, yang mereka lakukan mulai dari bangun
pagi sampai mereka tidur. Dalam melakukan aktivitas tersebut ada beberapa aktivitas yang dilakukan di dalam majelis, sehingga pola komunikasi digunakan dalam proses pembinaan akhlak seperti mengadakan diskusi masalah Ta’lim fiqh, Hadits, Tafsir, Ta’lim Akhlakulil Banat dan lain sebagainya sehingga terjadi komunikasi antara pengasuh dan anak asuh. E. Latar belakang keluarga dan pendidikan anak asuh Seluruh anak asuh yang dirawat di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini mempunyai latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Pada umumnya latar belakang keluarga mereka dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu : 1. Keluarga yang perekonomiannya lemah 2. Anak yang sudah tidak memiliki Ayah dan ibu (Yatim piatu) 3. Anak yang terlantar atau tidak diurus oleh keluarganya Tetapi bagi anak asuh yang masih memiliki ayah dan ibu atau keluarga mereka diperbolehkan untuk menjenguk atau pulang kekampung halaman mereka apabila ada sesuatu yang yang penting atau untuk merayakan hari besar Islam bersama keluarganya. Sedangkan untuk masalah pendidikan, hampir seluruh anak asuh di panti asuhan
An-Nur
ini
memiliki
latar
belakang
putus
sekolah,
karena
ketidakmampuan keluarga mereka untuk membiayai pendidikan mereka sampai tuntas.
Pihak panti asuhan menyekolahkan mereka sesuai dengan tingkat
pendidikannya masing-masing, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Untuk lebih jelasnya jumlah anak asuh dan tingkat pendidikan dapat dilihat dari tabel berikut ini : Tabel 2 No
Tingkat pendidikan
Jumlah anak asuh
1
Mahasiswa
3
2
Kursus
6
3
SMA/SMK
14
4
SMP/MTS
15
5
SD
2 JUMLAH
40
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah anak asuh yang terbesar adalah tingakatan Sekolah Menengah Pertama (MTS) dan Sekolah Menengah Atas (MAN) dan anak asuh tingakatan SD hanya dua orang saja, hal ini dikarenakan jumlah anak asuh yang diasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur saat ini dibatasi hanya 40 orang saja, apabila ada anak asuh yang keluar atau kehidupannya sudah tidak ditanggung maka pihak Rumah Yatim dan Dhuafa akan mencari atau menampung anak Yatim piatu, Dhuafa atau anak terlantar yang rata-rata biasanya di peroleh oleh ibu-ibu pengajian majelis ta’lim milik Yayasan An-Nur, yang memiliki tetangga atau saudara yang yatim piatu dan tidak mampu sehingga mereka bisa diasuh disini dan juga dari mulut kemulut.
BAB IV ANALISIS TENTANG PENGARUH POLA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR A. Pengaruh pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di kehidupan sehari-hari Untuk mengetahui pengaruh pola komunikasi dalam pembinaan akhlak anak asuh harus diketahui terlebih dahulu kapan saja waktu anak asuh berkomunikasi dengan pengasuh. Adapun hasil penelitian yang diperoleh tentang hal tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3 Setiap hari anak asuh selalu berkomunikasi dengan pengasuh No
Pernyataan
Frekuensi
Prosentase
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
23
57,5 %
2
Setuju
17
42,5 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jawaban anak asuh terhadap intensitas mereka berkomunikasi dengan pengasuh yang diperoleh adalah sebanyak 57,5 % yang menyatakan “Sangat Setuju” bahwa setiap hari mereka
selalu berkomunikasi dengan pengasuh, sebanyak 42,5 % menyatakan “Setuju” dan tidak ada yang menyatakan “Tidak Setuju” dan “Sangat Tidak Setuju”. Hal ini menyatakan bahwa anak-anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur sebagian besar selalu berkomunikasi dengan pengasuh. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa seluruh anak asuh pasti melakukan komunikasi dengan pengasuh dalam kesehariannya. Pola komunikasi yang terjadi antara pengasuh dan anak asuh dalam pembinaan akhlak bisa dikatakan dapat dilakukan dengan beberapa pola atau bentuk komunikasi, salah satunya yaitu komunikasi antarpribadi dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini seberapa besar anak asuh setuju memilih pola komunikasi ini. Tabel 4 Pola komunikasi antarpribadi sering digunakan dalam berkomunikasi dengan pengasuh No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
7
17,5 %
2
Setuju
23
57,5 %
3
Tidak Setuju
10
25 %
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Tabel diatas menyatakan bahwa sebanyak 17,5 % anak asuh memilih “Sangat Setuju” menggunakan pola komunikasi antarpribadi, 57,5 % anak asuh yang menyatakan “Setuju” dan 25 %anak asuh yang menyatakan “Tidak Setuju”
dan tidak ada yang memilih “Sangat Tidak Setuju”, hal ini membuktikan bahwa hampir sebagian anak asuh setuju menggunakan pola komunikasi antarpribadi.
Sedangkan di bawah ini merupakan tabel pernyataan anak asuh yang setuju dengan pola komunikasi kelompok yang sering digunakan dalam berkomunikasi dengan pengasuh. Tabel 5 Pola komunikasi kelompok sering digunakan dalam berkomunikasi dengan pengasuh No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
10
25 %
2
Setuju
23
57,5 %
3
Tidak Setuju
7
17,5 %
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Tabel diatas menyatakan bahwa sebanyak 25 %anak asuh memilih “Sangat Setuju” menggunakan pola komunikasi kelompok, 57,5 %
anak asuh yang
menyatakan “Setuju” dan 17,5 % anak asuh yang menyatakan “Tidak Setuju” dan tidak ada yang memilih “Sangat Tidak Setuju”, hal ini membuktikan bahwa hampir sebagian anak asuh setuju menggunakan pola komunikasi kelompok. Dalam pembinaan akhlak di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur paling banyak anak asuh yang memilih yaitu menggunakan kedua pola atau bentuk komunikasi yaitu komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok, sebab terkadang menurut mereka masalah yang dihadapi sangat beragam, tidak hanya
sekedar diselesaikan melalui proses komunikasi antarpribadi tetapi juga komunikasi kelompok sesuai dengan keadaaan dan kebutuhan. Kedua pola atau bentuk komunikasi tersebut memiliki situasi yang sama yakni secara tatap muka dan umpan balikpun berlangsung seketika. Tabel 6 Ketika ada masalah anak asuh selalu mencurahkannya kepada Teman No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
16
40 %
2
Setuju
13
32,5 %
3
Tidak Setuju
11
27,5 %
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Ketika ada permasalahan paling banyak anak asuh mencurahkannya kepada teman, hal ini terdapat pada tabel di atas anak asuh yang menyatakan “Sangat Setuju” sebanyak 40 % yang menyatakan “Setuju” sebanyak 32,5 % dan yang menyatakan “Tidak Setuju” sebanyak 27,5 % dan tidak ada anak asuh yang menyatakan “Sangat Tidak Setuju”. Dari hasil tabel diatas dapat disimpulkan bahwa anak asuh lebih suka mencurahkan masalahnya kepada teman. Hasil analisa, dapat dikatakan bahwa pertemanan lebih besar pengaruhnya ketika seorang anak asuh menghadapi masalah.
Karena anak asuh dapat
mencurahkan masalah yang dihadapi dengan sepuas hatinya dan biasanya temanpun akan lebih mengerti karena memiliki persamaan umur dan dapat merasakan apa yang dirasakan teman yang memiliki masalah.
Selain berkomunikasi di dalam kegiatan sehari-hari, di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur juga sering mengadakan pertemuan dimajelis, seperti sehabis shalat lima waktu berjama’ah atau pertemuan yang biasa dilakukan sebulan sekali yang disebut sambung rasa untuk mendekatkan tali silaturrahmi antara anak asuh dan pengasuh serta mendiskusikan segala macam hal yang mereka alami sehingga mendapatkan solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Dari tabel dibawah ini dapat dilihat jumlah anak asuh yang menyukai komunikasi secara searah (ceramah)ketika sedang berkumpul di dalam majelis. Tabel 7 Komunikasi yang paling disukai dalam majelis adalah Searah (ceramah) No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
8
20 %
2
Setuju
20
50 %
3
Tidak Setuju
12
30 %
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa 20 % anak asuh “Sangat Setuju” dengan komunikasi yang searah (ceramah), anak asuh sebanyak 50 % memilih “Setuju” dan 30 % anak asuh “Tidak Setuju” dan Tidak ada anak asuh yang menyatakan “Sangat Tidak Setuju”. Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa anak asuh setuju dengan komunikasi searah (ceramah) kedua cara komunikasi di dalam majelis karena komunikasi searah atau ceramah dapat memberikan banyak masukan untuk anak asuh khususnya dalam pembinaan akhlak.
Selain komunikasi secara searah (ceramah) yang biasa dilakukan oleh anak asuh di dalam majelis, ada juga komunikasi yang dilakukan secara tanya jawab atau biasa disebut dengan diskusi, hasil prosentasenya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 8 Komunikasi yang disukai dalam majelis adalah Tanya Jawab No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
12
30 %
2
Setuju
20
50 %
3
Tidak Setuju
8
20 %
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa 30 % anak asuh “Sangat Setuju” dengan komunikasi yang searah (ceramah), anak asuh sebanyak 50 % memilih “Setuju” dan 20 % anak asuh “Tidak Setuju” dan Tidak ada anak asuh yang menyatakn “Sangat Tidak Setuju”. Hal ini dapat disebabkan karena komunikasi dengan cara tanya jawab dalam majelis dapat melatih anak asuh untuk bersikap kritis. Tabel 9 Anak asuh mengerti tentang pola komunikasi yang disampaikan pengasuh No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
14
35 %
2
Setuju
26
65 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
40
100 %
Pada tabel tersebut dapat di lihat bahwa anak asuh mengerti tentang pola komunikasi yang diberikan oleh pengasuh yang dapat dilihat dari hasil prosentase yaitu yang menyatakan “Sangat Setuju” sebanyak 35 %, sedangkan sebagian besar anak asuh memilih “Setuju” yaitu sebanyak 65 % sementara tidak ada anak asuh yang menyatakan “Tidak Setuju” dan “Sangat Tidak Setuju” tentang pola komunikasi yang diberikan pengasuh. Pengasuh merupakan figur yang sangat berperan penting dalam kehidupan anak asuh. Intensitas komunikasi antara pengasuh dan anak asuh haruslah sering dilakukan dan apabila anak asuh yang menanyakan segala hal dengan pengasuh, pengasuh harus selalu siap menjawabnya dan memberi pengarahan kepadanya. Tabel 10 Pengasuh menjawab pertanyaan anak asuh No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
37
92,5 %
2
Setuju
3
7,5 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Dari tabel di atas dapat di ketahui bahwa 92,5 % anak asuh menjawab “Sangat Setuju” dan 7,5 % menjawab “Setuju” dan tidak ada anak asuh yang menyatakan “Tidak Setuju dan “sangat Tidak Setuju”.
Sehingga dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pengasuh selalu menjawab pertanyaan anak asuh karena pengasuh merupakan pengganti orang tua mereka di kehidupan sehari-hari yang selalu ada saat mereka butuhkan. Pada tabel di bawah ini merupakan tanggapan anak asuh tentang pengasuh. Apakah mereka menganggap pengasuh sebagai guru, orang tua atau teman. Tabel 11 Pengasuh sebagai orang tua bagi anak asuh No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
32
80 %
2
Setuju
8
20 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 80 % anak asuh sangat setuju menganggap pengasuh sebagai orang tua, sebanyak 20 % anak asuh setuju menganggap pengasuh sebagai orang tua, dan tidak ada anak aush yang “Tidak Setuju” dan “Sangat Tidak Setuju”. Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa anak asuh menganggap pengasuh adalah orang yang mereka teladani dan hormati karena pengasuh merupakan pengganti dari orang tua mereka. Kasih sayang yang pengasuh berikan dapat menggantikan kasih sayang orang tua mereka yang sudah tidak ada atau jauh dari mereka. Sehingga mereka akan selalu merasa dikasihi dan diperhatikan oleh pengasuh. Dari situlah peran seorang pengasuh harus dapat membimbing mereka dan memberikan nasihat yang akan menjadi pedoman mereka dalam melakukan segala
hal, berikut ini dapat dilihat apakah anak asuh setuju cara pengasuh menegur apabila anak asuh melakukan kesalahan dengan cara menasehati. Karena pengasuh wajib menegur anak asuh yang melakukan kesalahan agar anak asuh tidak mengulanginya lagi dan mengetahui bahwa apabila anak asuh melakukan perbuatan yang tidak baik pengasuh dapat memberikan pengarahan mengapa perbuatan itu tidak boleh dilakukan sehingga anak asuh mengerti. Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan cara pengasuh menegur anak asuh apabila mereka melakukan kesalahan dengan cara menasehati. Tabel 12 Cara pengasuh menegur anak asuh apabila melakukan kesalahan dengan cara menasehati No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
40
100 %
2
Setuju
0
0
3
Tidak Setuju
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Dari tabel di atas dapat diperoleh bahwa jawaban anak asuh adalah sebanyak 100 % anak asuh dengan cara pengasuh menegur mereka dengan cara yang baik yaitu menasehti dan tidak memarahi, karena jika seorang anak dimarahi pesan yang disampaikan tidak efektif bahkan akan menjadikan anak tersebut takut atau bahkan kesal dengan orang yang memarahi Tabel 13 Mendengarkan nasihat pengasuh
No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
24
60 %
2
Setuju
16
40 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Pada tabel tersebut, hasil jawaban yang diberikan oleh anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-nur yakni yang menyatakan “Sangat Setuju” sebanyak 60 % dan yang menyatakan “Setuju” sebanyak 40 % dan tidak ada anak asuh yang menyatakan “Tidak Setuju” atau “Sangat Tidak Setuju”.
Dari
keterangan tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar anak asuh selalu mendengarkan nasihat pengasuh. Setelah pengasuh memberikan nasihat kepada anak asuh, sudah seharusnya pengasuh juga memberikan dasar dan tujuan kepada anak asuh dari nasihat yang diberikan tersebut agar mereka mengerti, setelah nasihat telah diberikan apakah nasihat itu di jalankan atau tidak, dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 14 Menjalankan nasihat pengasuh No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
11
27,5 %
2
Setuju
29
72,5 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
Jumlah
40
100 %
Pada tabel tersebut hasil jawaban yang diberikan anak asuh sebanyak 27,5 % yang menyatakan “Sangat Setuju” dan sebagian besar anak asuh sebanyak 72,5 % yang menyatakan “Setuju” dan tidak ada yang menyatakan tidak menjalankan nasihat pengasuh. Dari keterangan tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar anak asuh selain mendengarkan nasihat dari pengasuh mereka juga menjalankan nasihat tersebut walalupun mereka tidak selalu melakukannya. Dalam hal berkomunikasi dengan anak asuh, pengasuh harus banyak meluangkan waktu untuk anak asuh, agar pengasuh akan selalu mengetahui perkembangan yang dialami oleh anak asuh, dari tabel di bawah ini dapat dilihat apakah pengasuh selalu meluangkan waktu untuk anak asuh. Tabel 15 Pengasuh meluangkan waktu untuk berkomunikasi No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
21
52,5 %
2
Setuju
19
47,5 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Pada tabel tersebut anak asuh yang menyatakan “Sangat Setuju” sebanyak 52,5 %, yang menyatakan “Setuju” sebanyak 47,5 % dan tidak ada yang menyatakan “Tidak Setuju” dan “Sangat Tidak Setuju”. Hasil tabel membuktikan
bahwa sebagian besar anak asuh menyatakan bahwa pengasuh selalu meluangkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak asuh. Cara pengasuh berkomunikasi merupakan hal yang harus diperhatikan karena apabila cara berkomunikasi tidak sesuai dengan keinginan anak asuh maka akan dapat mengakibatkan tidak efektifnya pesan yang disampaikan pengasuh kepada anak asuh, untuk lebih jelasnya kita bisa melihat apakah anak asuh senang dengan cara berkomunikasi pengasuh pada tabel di bawah ini : Tabel 16 Tanggapan anak asuh terhadap cara pengasuh berkomunikasi No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
27
67,5 %
2
Setuju
13
32,5 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Pada tabel tersebut, hasil jawaban yang diberikan oleh anak asuh yakni yang menyatakan “Sangat Setuju” sebanyak 67,5 % yang menyatakan “Setuju” sebanyak 32,5 %, sedangkan tidak ada yang menyatakan “Tidak Setuju” atau “Sangat Tidak Setuju”. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar anak asuh senang dengan cara pengasuh berkomunikasi, karena komunikasi yang pengasuh lakukan tidak membuat anak asuh takut untuk mengutarakan sesuatu sehingga mereka tidak sungkan-sungkan untuk berkomunikasi dengan pengasuh.
Dalam hal berkomunikasi, tentunya banyak hal yang diharapkan oleh berbagai pihak, baik anak asuh maupun pengasuh itu sendiri. Namun dalam pola atau bentuk komunikasi ini anak asuh selalu mengharapkan agar pengasuh memahami anak asuh dan mengerti apa yang sedang anak asuh rasakan, karena sebagian besar anak asuh menyatakan hal demikian, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 17 Harapan anak asuh dari komunikasi dengan pengasuh adalah agar pengasuh memahami anak asuh No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
21
52,5 %
2
Setuju
15
37,5 %
3
Tidak Setuju
4
10 %
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Dalam hal harapan dalam komunikasi dengan pengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur anak asuh yang menyatakan “Sangat Setuju” sebanyak 52,5 %, yang menyatakan “Setuju” sebanyak 37,5 %. dan yang menyatakan “Tidak Setuju” hanya sebanyak 10 %. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak asuh mengarapkan agar pengasuh memahami anak asuh. Pembinaan akhlak merupakan pembinaan budi pekerti yang dilakukan dengan sungguh-sungguh demi terwujudnya akhlak yang mulia yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits. Di dalam lingkungan Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur seorang pengasuh membimbing dan mendidik anak asuhnya bukan hanya
memberikan teori-teori moral dalam ukuran baik dan buruk, tetapi memberikan dorongan kepada mereka untuk melaksanakan suatu teori yang sesuai dengan ajaran Islam yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari. dorongan kepada mereka untuk melaksanakan suatu teori yang sesuai dengan ajaran Islam yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu akhlak yang baik dan yang paling utama harus dimiliki oleh seorang muslimah adalah sebuah kejujuran, pada tabel dibawah ini kita akan mengetahui sejauh mana kejujuran anak asuh yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari : Tabel 18 Sikap anak asuh ketika menemukan barang milik orang lain yaitu diambil dan menjadi miliknya No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
0
0
2
Setuju
0
0
3
Tidak Setuju
2
5%
4
Sangat Tidak Setuju
38
95 %
40
100 %
Jumlah
Pada tabel tersebut, dalam hal kejujuran ketika menemukan barang milik orang lain, tidak ada anak asuh yang menyatakan “Sangat Setuju” dan “Setuju”, yang menyatakan “Tidak Setuju” sebanyak 5 %, dan yang menyatakan “Sangat Tidak Setuju” sebanyak 95 %. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh anak asuh apabila menemukan barang yang bukan haknya mereka tidak akan mengambil dan menjadi miliknya. Dari situlah dapat diambil kesimpulan
bahwa sebagian besar anak asuh mengedepankan kejujuran dan yang demikian itu adalah termasuk akhlak mahmudah. Anak asuh dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari lingkungan pergaulan mereka, mereka hidup bersama teman-teman yang memiliki persamaan nasib dengan mereka. Sehingga dari situlah timbul rasa kepedulian antara satu dengan lainnya. Salah satu cara kepedulian anak asuh kepada temannya yaitu memberi nasihat apabila teman melakukan kesalahan seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 19 Sikap anak asuh ketika teman melakukan kesalahan adalah dengan cara menasehati No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
39
97,5 %
2
Setuju
1
2,5 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa apabila teman melakukan kesalahan, yang menyatakan “Sangat Setuju” sebanyak 97,5% yang menyatakan “Setuju” sebanyak 2,5 % dan tidak ada yang menyatakan “Tidak Setuju” dan “Sangat Tidak Setuju”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki perhatian sesama teman dengan memberi nasihat (An-Nashiihah) dan hal tersebut termasuk dalam akhlak Mahmudah.
Di dalam Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur, peraturan yang telah dibuat oleh pengasuh haruslah ditaati walaupun pengasuh sedang tidak berada di rumah, agar tercipta kedisiplinan dalam menjalankan aktivitas dalam kehidupan seharihari.
Jangan hanya karena pengasuh tidak berada di rumah anak asuh bisa
melakukan aktivitas sebebas-bebasnya, karena bagaimanapun juga kewajiban menjalankan aktivitas yang telah ditentukan harus selalu dilakukan oleh anak asuh dimanapun mereka berada, apabila mereka sudah terbiasa berdisiplin diri maka hidup mereka akan teratur dan bermanfaat. Untuk mengetahui sikap anak asuh ketika pengasuh tidak bedada di rumah dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 20 Melakukan aktivitas sebebas-bebasnya apabila pengasuh sedang tidak ada dirumah No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
0
0
2
Setuju
0
0
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
40
100 %
40
100 %
Jumlah
Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa apabila penagsuh tidak berada di rumah seluruh anak asuh sebanyak 100 % anak asuh yang menyatakan “Sangat Tidak Setuju” melakukan aktivitas sebebas-bebasnya.
Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa anak asuh selalu mentaati peraturan. Sebagai pengganti oran tua anak asuh, pengasuh harus mengetahui semua kegiatan yang dilakukan oleh anak asuh. Tabel yang berisi sikap anak asuh
apabila ingin pergi ke suatu tempat sementara pengasuh tidak ada di tempat adalah : Apabila ada anak asuh yang melakukan kesalahan sudah sepantasnyalah pengasuh menasehati bahkan memberikan hukuman yang mendidik untuk mereka, tetapi bagaimana sikap anak asuh apabila dimarahi oleh pengasuh jika mereka melakukan kesalahan, hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 21 Meminta maaf apabila dimarahi oleh pengasuh karena melakukan kesalahan No
Alternatif
Frekuensi Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
40
100 %
2
Setuju
0
0
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Tabel diatas menunjukkan bahwa seluruh anak asuh sebanyak 100% apabila anak asuh melakukan kesalahan maka mereka akan meminta maaf kepada pengasuh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka meminta maaf dan mengakui kesalahan mereka dan hal itu merupakan akhlak mahmudah. Kebiasaan- kebiasaan yang dilakukan di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur merupakan cerminan dari akhlak anak asuh, pengasuh memiliki tanggung jawab untuk selalu mengingatkan dan mengontrol segala kebiasaan yang dilakukan dari hal yang terkecil sekalipun seperti memberi salam ketika akan masuk ke dalam rumah. Oleh sebab itu, untuk mengetahui apakah anak asuh
terbiasa memberi salam ketika akan masuk ke dalam rumah dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 22 Memberi salam saat masuk kerumah No
Alternatif
Frekuensi Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
39
97,5 %
2
Setuju
1
2,5 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Pada tabel tersebut, dapat diketahui bahwa 97,5 % anak aush setuju dengan pernyataan tersebut yaitu memberi salam saat masuk kerumah, sebanyak 2,5 % anak asuh “Setuju” dan tidak ada anak asuh ynag menyatakan “Tidak Setuju” dan “Sangat Tidak Setuju”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh anak asuh yang berada di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur selalu mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam rumah, hal tersebut dapat dikatakan sebagai akhlak mahmudah yaitu Sopan santun (Al-Hilmu). Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh anak asuh, pengasuh bertanggung jawab untuk memenuhinya, tetapi pengasuh juga harus mensortir kebutuhan mana yang harus dipenuhi atau tidak dipenuhi, bahkan pengasuh membiasakan seluruh anak asuhnya untuk menyisihkan uang saku yang diberikan kepada mereka untuk ditabung, sehingga apabila mereka menginginkan sesuatu mereka dapat menggunakan uang mereka sendiri, tetapi apabila mereka tidak mempunyai uang
yang cukup kemungkinan mereka harus bersabar agar keinginan mereka dapat tercapai, seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 23 Sikap anak asuh jika menginginkan suatu barang sementara tidak punya uang denga cara menabung sampai uangnya cukup No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
35
87,5 %
2
Setuju
3
7,5 %
3
Tidak Setuju
2
5%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Pada tabel di atas, yang menyatakan “Sangat Setuju” Menabung sampai uangnya cukup apabila menginginkan suatu barang ayitu sebanyak 87,5 %, yang menyatakn “Setuju” sebanyak 7,5% dan yang menyatakan “Tidak Setuju” hanya 5 % saja.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak asuh
berusaha menabung untuk mendapatkan barang yang mereka inginkan, walaupun pengasuh harus selalu memenuhi kebutuhan anak aush tetapi ada kebutuhan anak asuh yang harus disoertir oleh pengasuh untuk dipenuhi, agar mereka tidak menjadi anak yang konsumtif. Sekalipun meraka menginginkan suatu barang yang seharusnya tidakdipenuhi mereka harus berusaha untuk menabung sampai ungnya cukup sehingga terbiasa menabung dan hal tersebut termasuk kedalam kategori Akhlak Mahmudah.
Lingkungan anak asuh tidak hanya sebatas bergaul dengan lingkngan yang berada di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur saja tetapi mereka juga harus bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, agar silaturrahmi dapat terus terjaga. Untuk mengetahui hal ini dilakukan atau tidak dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 24 Bergaul dengan masyarakat di lingkungan Rumah No
Alternatif
Frekuensi Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
7
17,5 %
2
Setuju
33
82,5 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa anak asuh yang menyatakam “Sangat Setuju” yaitu sebanyak 17,5 %, yang menyatakan “Setuju” sebanyak 82,5% dan tidak ada anak asuh yang menyatakan “Tidak Setuju” atau “Sangat Tidak Setuju” bergaul dengan masyarakat lingkungan sekitar. Bergaul dengan masyarakat haruslah dilakukan oleh anak asuh, karena Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur berada di tengah masyarakat yang suatu saat pasti akan saling membutuhkan satu sama lain. Hal ini dapat dikategaorikan dalam Akhlak Mahmudah. Di dalam bergaul dengan teman, tidak bisa dipungkiri pertengkaran akan timbul apabila kita belum benar-benar memahami sifat teman. Anak asuh yang hidup serumah dengan teman yang memiliki persamaan nasib akan selalu berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh sebab itu, pertengkaran
kadang kala terjadi, tetapi sebagai muslimah yang baik mereka harus saling memaafkan, karena memaafkan merupakan salah satu bagian dari akhlak yang terpuji. Untuk mengetahui apakah hal ini dilakuakan atau tidak dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 25 Memaafkan orang yang membuat kesalahan No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
23
57,5 %
2
Setuju
14
35 %
3
Tidak Setuju
3
7,5 %
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa anak asuh yang menyatakan “Sangat Setuju” yaitu sebanyak 57,5 %, yang menyatakan “Setuju” sebanyak 35 %, dan yang menyatakan “Tidak Setuju” sebanyak 7,5 % dan tidak ada anak aush yang menyatakan “Sangat Tidak Setuju”.
Sehingga kesimpulannya adalah
sebagian besar anak asuh selalu memaafkan temannya apabila melakukan kesalahan kepadanya. Hal ini termasuh dalam kategori akhlak mahmudah yaitu Suka memaafkan (Al-Afwu). Kepedulian terhadap sesama sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama kehidupan anak asuh yang jauh dari keluarganya, oleh sebab itu anak asuh harus benar-benar saling memahami dan peduli satu sama lain. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan sejauh mana kepedulian anak asuh terhadap teman yang sedang mengalami kesulitan :
Tabel 26 Sikap anak asuh ketika teman mengalami kesulitan yaitu dengan membantunya sesuai dengan kemampuan No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
37
92,5 %
2
Setuju
2
5%
3
Tidak Setuju
1
2,5%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Pada tabel tersebut, yang anak asuh yang menyatakan “Sangat Setuju” yaitu 92,5 % dan yang menyatakan “Setuju” sebanyak 5 %, sedangkan yang “Tidak Setuju” hanya sebanyakn 2,5 % dan tidak ada anal asuh yang memilih “Sangat Tidak Setuju”. Dari keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hampir seluruh anak asuh peduli dengan teman yang mengalami kesulitan karena mereka akan membantunya sesuai kemampuan mereka. Hubungan antara sesama teman tidaklah selamanya harmonis, terkadang kita tidak bisa menerima perlakukan teman kita yang membuat kesabaran kita habis, tetapi sebagai muslimah yang baik sudah seharusnyalah bersabar untuk menghadapi teman yang membuat hati kesal. Untuk mengetahui sejauh mana kesabaran anak asuh ketika teman mebuat kesal dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 27 Sikap anak asuh jika teman membuat kesal yaitu bersabar No
Alternatif
Frekuensi
Prosentase
jawaban
(F)
(%)
1
Sangat Setuju
24
60 %
2
Setuju
16
40 %
3
Tidak Setuju
0
0
4
Sangat Tidak Setuju
0
0
40
100 %
Jumlah
Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa anak asuh yang menyatakan “Sangat Setuju” sebanyak 60 %, yang menyatakan “Setuju” sebanyak 40 %, dan tidak ada anak asuh yang “Tidak Setuju” dan “Sangat Tidak Setuju”. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar anak asuh bersabar apabila teman membuatnya kesal,
karena dengan bersabar tidak akan membuat masalah
semakin besar. Hal ini dapat dikategorikan kedalam akhlak mahmudah yaitu AsSabru (sabar). B. Proses komunikasi pengasuh dalam pembinaan akhlak Dalam membina akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-nur ada beberapa tahapan proses komunikasi yang diterapkan oleh pengasuh, diantaranya adalah : a.
Melalui pembiasaan Pembiasaan merupakan alat yang penting untuk merubah tingkah
laku anak asuh, dengan mereka terbiasa melakukan suatu hal maka mereka akan merasa ada sesuatu yang kurang apabila tidak melakukannya.
Pembiasaan yang baik penting bagi pembentukan watak anak dan juga akan terus berpengaruh kepada anak tersebut sampai pada hari tuanya. Menanamkan kebiasaan pada anak-anak adalah sukar dan kadanag-kadang memakan waktu yang lama. Akan tetapi, segala sesuatau yang telah menjadi kebiasaan sukar pula diubah. Maka dari itu, lebih baik menjaga anak-anak supaya mempunyai kebiasaan baik daripada terlanjur memiliki kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik. 60 Tahapan ini, anak asuh diajarkan untuk selalu menanamkan sejak dini nilai-nilai ajaran agama Islam yang mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti membiasakan shalat wajib berjamaah, membiasakan bangun untuk shalat malam, membaca ayat Al-qur’an sesudah shalat, mempelajari pelajaran agama seperti Fiqh, hadist, bahasa arab yang mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasan tersebut akan membawa mereka kepada kedisiplinan, kedisiplinan perlu dalam mendidik anak supaya anak dengan mudah : Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenai hak milik orang lain, Mengerti dan segera menurut, untuk menajalnkan kewajiban dan secara langsung mengerti larangan-larangan, Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk, Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa terancam oleh hukuman. Mengorbankan kesenangan diri tanpa peringatan dari orang lain. 61 Kebiasaan yang baik akan mencerminkan akhlak yang baik pula, semakin mereka besar mereka akan semakin mengerti bahwa kebiasaan yang mereka jalani merupakan kewajiban bagi seorang muslimah. Dengan demikian amalan-amalan yang sering mereka kerjakan akan menjadi bagian dari hidup mereka.
60
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002), cet ke -14, h. 177 61 Singgih D Gunarasa, dan Singgih Y Gunarsa, Psikologi untuk membimbing. (Jakarta : Gunung Mulia, 2000), h. 163
b. Melalui keteladanan Seorang pengasuh yang dalam hal ini adalah komunikator merupakan figur yang harus menjadi teladan yang baik bagi anak asuh, apa yang dilakukan oleh pengasuh akan ditiru dan diikuti anak asuh, karena selain pengasuh siapa lagi yang dapat mengarahkan dan mencontohkan akhlak yang baik untuk mereka tiru. Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap orang lain melalui mekanisme daya tarik. Daya tarik ini muncul, jika pihak komunikan (anak asuh) merasa bahwa komunikator (pengasuh) mampu meyakinkan mereka atau selaras dengan rasio dan jalan pikiran mereka. Dengan demikian mampu mendorong mereka untuk ikut serta dalam hubungannya dengan pembentukan opini secara memuaskan atau mengarahkan perilaku atau tindakan mereka.62 Dengan daya tarik itulah anak asuh asuh akan meneladanai pengasuh sebagai sosok yang mereka contoh,
sehingga pengasuh
memiliki tanggung jawab untuk selalu mencontohkan akhlak yang baik kepada mereka, seperti memberi salam ketika akan masuk rumah, membiasakan berdoa sebelum melakukan setiap pekerjaan, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, saling bantu membatu, tidak pernah bertengkar, tidak berbohong, mengarahkan agar tidak berkata-kata yang kurang sopan dan membiasakan diri untuk mengucap kalimat thayibah. Dengan demikian anak asuh akan menteladani dan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh pengasuh, sehingga mereka akan terbiasa melakukan perilaku yang baik dan terpuji.
62
Teuku May Rudy, Komunikasi Hubungan Masyarakata Internasional,(Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 66
c. Melalui nasihat dan dialog Proses pembinaan akhlak seorang anak tidak selamanya mengalami jalan yang mulus, terkadang anak asuh akan merasa bosan dan tidak mematuhi apa yang diperintahkan kepadanya, apalagi seorang anak asuh yang terpaksa tinggal di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur, sehingga mereka akan terpaksa pula menatati peraturan yang berlaku. Oleh sebab itu, pengasuh haruslah bisa membimbing mereka dan memberikan nasihat dengan memberitahu dasar dan tujuan agar mereka mengerti dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang. Di jaman sekarang perkembangan tekhnologi semakin canggih banyak media yang memberikan suguhan yang bermacam-macam dan menarik tetapi jauh dari ajaran agama Islam, disinilah peran pengasuh untuk terus mengontrol dan memberi nasihat kepada anak asuh agar mereka tidak mengkonsumsi media-media yang dapat merusak akhlak mereka. Nasihat yang telah diberikan oleh pengasuh kepada anak asuh belum tentu langsung dapat diaplikasikan oleh mereka, terkadang ada anak asuh yang mendengarkan nasihat dan hanya beberapa hari saja mematuhinya tetapi kesananya mereka melakukan hal yang dilarang lagi. Oleh sebab itu, pengasuh harus memiliki cara yang efektif untuk membuat anak asuh menjadi seperti yang diharapkan dengan mengadakan komunikasi dari hati ke hati, pendekatan interpersonal dan memahami anak asuh agar mereka merasa diperhatikan oleh pengasuh sehingga mereka benar-benar paham tentang apa yang harus mereka lakukan.
Disinilah
peranan
komunikasi
antarpribadi
yang
harus
dikembangkan dan diupayakan semaksimal mungkin oleh pengasuh dalam membina akhlak anak asuh.
Dengan komunikasi antarpribadi yang
dilakuakn secara intens dan kontinyu maka diharapkan pengasuh mampu mengubah dan menanamkan nilai-nilai perilaku anak asuh sesuai dengan ajaran Islam. d. Melalui pemberian penghargaan dan hukuman Menanamkan nilai-nilai moral keagamaan, sikap dan perilaku juga memerlukan pendekatan dengan cara pemberian penghargaan atau memberikan hukuman, penghargaan yang diberikan kepada anak asuh harus sesuai dengan apa yang ia telah kerjakan. Karena dengan demikian akan mendorong anak tersebut untuk melakukan perbuatan atau pekerjaan lebih baik lagi dan mendorong anak-anak lain untuk melakukan hal yang sama.
Penghargaan terkecil yang biasa diberikan yaitu mengucapkan
“terima kasih” apabila anak asuh melakukan sesuatu yang pengasuh suruh. Sehingga anak asuh akan merasa dihargai dan melakukan cara yang sama apabila ada teman yang menolongnya. Dengan demikian akan terjalin keharmonisan karena saling menghargai satu sama lain. Selain itu juga diperlukan pemberian hukuman bagi anak asuh yang melakukan pelanggaran, hukuman yang diberikan haruslah mendidik agar mereka juga mendapatkan manfaat dari hukuman yang mereka kerjakan. Jangan memberikan hukuman fisik, karena akan membuat mereka takut dan merasa tidak dihargai dan disayangi. Hukuman yang biasa diberikan di Rumah Yatim dan Dhuafa An-nur adalah dengan cara menghafal surat-
surat panjang dalan Al-qur’an, hal ini dilakukan agar anak asuh yang melakukan pelanggaran dapat mengambil manfaat dari hukuman yang ia kerjakan sehingga mendidik mereka untuk menjadi muslimah yang berakhlakul karimah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah dikemukakan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, serta berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pengaruh Pola komunikasi dalam pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa AnNur, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Pengaruh dalam pembinaan akhlaknya pun dapat dikatakan sangat baik karena anak asuh sudah terbiasa untuk melakukan akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Yang dapat dilihat pada tabel 21 yang menyatakan bahwa seluruh anak asuh sebanyak 100% apabila anak asuh melakukan kesalahan maka mereka akan meminta maaf kepada pengasuh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka meminta maaf dan mengakui kesalahan mereka dan hal itu merupakan akhlak mahmudah. Proses komunikasinyapun memiliki tahapan agar pola komunikasi yang diterapkan oleh pengasuh mendapat tanggapan positif dari anak asuh. Pengasuh sebagai pembimbing dan pengontrol mereka menerapkan tahapan-tahapan khusus untuk membina akhlak dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga akhlak mereka menjadi lebih baik.
Pengasuh bukan hanya sekedar memberikan
pembinaan akhlak secara teori tetapi juga dapat menjadi tempat bertukar pikiran, berdiskusi, tempat bertanya, tempat mengungkapkan kritik dan saran, saling bertukar informasi dan sebagainya.
B. Saran-Saran Saran yang penulis ungkapkan di sini merupakan suatu solusi atas kelemahan-kelemahan dari pola komunikasi dalam pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok sehingga dapat menjadi upaya media dakwah atau media pembinaan akhlak bagi anak-anak yang kurang beruntung sehingga mampu melahirkan pribadi muslimah yang berakhlakul karimah yang siap menjadi penerus estafet penyebaran agama Islam, maka beberapa hal perlu dilakukan diantaranya adalah : 1. Sebaiknya pola komunikasi yang diberikan kepada anak asuh lebih ditingkatkan lagi, agar pengasuh benra-benar dapat mengetahui peningkatan akhlak yang dialami anak asuh.. 2. Sebaiknya pembinaan akhlak di Rumah Yatim dan Dhuafa harus lebih dikembangkan
dalam
kehidupan
sehari-hari,
sehingga
dalam
penerapannya anak asuh menjalaninya sesuai dengan harapan pengasuh. 3. Proses komunikasi yang dilakukan oleh pengasuh sebaiknya dilakukan terus-menerus agar tahapan tersebut mencapai hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Djamalul, Komunikasi dan Bahasa Dakwah. Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Amir, Mafri, Etika Komunikasi Massa (Dalam Pandangan Islam). Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Al-Ghazali, Muhammad, Akhlak Seorang Muslim, Semarang: Wicaksana, 1993 Arikunto, Suharsismi . Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1996 As, Asmaran, Pengantar Studi akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
As Shidieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Al Bayan Tafsir Penjelas Al-Qur’an. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002. Bachtiar, Wardi , Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997
Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. Darajat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Gunarasa, Singgih D dan Gunarsa, Singgih Y. Psikologi untuk membimbing. Jakarta: Gunung Mulia, 2000. Liliweri, Alo, Komunikasi Antapribadi. Bandung: PT Aditya Bakti, 1991. Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi aksara, 2002. Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Mustofa, H.A, Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.
Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. Partanto, Puis A. dan Al-Bary, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994 Purwanto,M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002
Rakhmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Robbins, James G dan Jones, Barbara S, Komunikasi yang efektif. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995. Roudonah, Ilmu Komunikasi. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007.
Rudy, Teuku May, Komunikasi Hubungan Masyarakata Internasional, Bandung : Refika Aditama, 2005. Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal, Metode Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Singarimbun, Masrih & Effendi, Sofian ed., Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1989. Soehartono, Irawan Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Uchajana, Onong Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya, 2001. ......., Dinamika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992. Umam, Chatibul, Fiqih Jilid ke 3. Jakarta: Menara Kudus, 1996. Widjaya, H.A.W ,Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Yanggo, Chuzaimah Y. dan azhari, Hafidz , Probelematika Hukum Islam dan Kontemporer Pertama. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002 Yayasan Penelenggara Penterjemah Al-Qur’an, DURRUN Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007.
Akta Notaris No. 93 Tgl. 10-11-1993, Hj. Asmin A. Latief SH 1. Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TPA) Piatu/Jompo 2. Majlis Ta’lim/Da’wah Islamiyah Islam Terpadu(TKIT) 3. Majlis Ta’lim Remaja (Ciherang, Sukatani- Cimanggis)
4. 5.
Santunan
Yatim
Taman Kanak-Kanak
6.
Rumah
Yatim
Sekretariat : Jl. M. Sarbini Rt. 009/04 No. 60 Condet Balekambang Jakarta Timur Telp. 8096815 TABEL DATA ANAK ASUH RUMAH YATIM DAN DUAFA AN-NUR CIMANGGIS DEPOK No. Nama 1 Salimah 2 Aniq Saniha 3 Okky Okvi Mita Sari 4 Muya Saroh 5 Zakiyatun Niswah 6 Muthoharoh 7 Yuliawati 8 Muvidah 9 Uci Sukaisih 10 Mei Dwi Lestari 11 Eva Sri Agustina 12 Inti Sari 13 Fitria Febrianti 14 Siti Nur Aim .M. 15 Yani Yuningsih 16 Utari Azizah 17 Iin Sumitra 18 Lushiana Khairoh 19 Sunarti 20 Ambar Amiroh 21 Dede Sulastri 22 Hana Yuliana 23 Yuni Trisnawati
Alamat Asal Banyumas Lewinanggung Condet
Pendidikan Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Golongan Dhuafa Yatim Yatim
Grogogan Purwodadi
Kursus Kursus
Dhuafa Dhuafa
Bekasi Karawang Kebumen Bogor Semarang Tasikmalaya Cimanggis Bogor Rembang
Kursus Kursus Kursus Kursus Kelas XII SMA Kelas XII SMA Kelas XII SMA Kelas XII SMA Kelas XII SMA
Yatim Dhuafa Piatu Yatim Yatim Piatu Dhuafa Yatim Piatu Dhuafa Dhuafa
Garut Cimanggis Palembang Rembang
Kelas XI SMA Kelas XI SMA Kelas XI SMA Kelas XI SMA
Yatim Dhuafa Dhuafa Dhuafa
Sarang Cimanggis Karawang Banten Semarang
Kelas X SMA Kelas X SMA Kelas X SMA Kelas X SMA Kelas X SMA
Yatim Piatu Dhuafa Dhuafa Piatu Dhuafa
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Dena Adawiyah Geby Indri Jarwati Rina Kurniati Rini Kurniati Yopi andriani Novita Kurniawati Ila Rusmila Asiyah Neng Lia Rika Febriana Raudatul Jannah Azmiatun Syahidah Eka Purnamawati Ngatmi Siti Salmah Siti Nur Vida Yanti Reni Gusmita
Depok Pasuruan
Kelas IX MTS Kelas IX MTS
Piatu Dhuafa
Condet Condet Kp. Rambutan Halim
Kelas VIII MTS Kelas VIII MTS Kelas VIII MTS Kelas VIII MTS
Yatim Yatim Yatim Yatim
Cimanggis Rembang Lewiliyang Padang Lasem Cimanggis
Kelas VIII MTS Kelas VIII MTS Kelas VIII MTS Kelas VIII MTS Kelas VIII MTS Kelas VIII MTS
Yatim Piatu Yatim Dhuafa Yatim Piatu Piatu Dhuafa
Tayu pati
Kelas VIII MTS
Dhuafa
Sarang Ciracas Condet
Kelas VII MTS Kelas VII MTS Kelas V SD
Yatim Piatu Yatim Dhuafa
Padang
Kelas V SD
Yatim Piatu
KUESIONER (Komunikasi) Berikut ini adalah beberapa pertanyaan, dimana anda diharapkan untuk menggolongkan setiap pernyataan berikut kedalam salah satu dari empat kategori penilaian yang berkisar dari sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Keempat kategori tersebut adalah sebagai berikut: SS
= Sangat Setuju
TS
= Tidak Setuju
S
= Setuju
STS
= Sangat Tidak Setuju
Nama :
Kelas:
No
Pernyataan
SS
1.
Setiap hari anak asuh selalu berkomunikasi dengan pengasuh
2
Pola
komunikasi
digunakan
dalam
antarpribadi
sering
berkomunikasi
dengan
pengasuh 3
Pola komunikasi kelompok sering digunakan dalam berkomunikasi dengan pengasuh
4
Ketika
ada
masalah
anak
asuh
selalu
mencurahkannya kepada teman 5
Komunikasi yang paling disukai dalam majelis adalah Searah (ceramah)
6
Komunikasi yang disukai dalam
majelis
adalah Tanya Jawab 7
Anak asuh mengerti tentang pola komunikasi yang disampaikan pengasuh
8
Pengasuh menjawab pertanyaan anak asuh
S
TS
STS
9
Pengasuh adalah orang tua bagi anak asuh
10
Pengasuh menegur anak asuh apabila anak asuh
melakukan kesalahan
dengan cara
menasehati 11
Anak asuh selalu mendengarkan nasihat pengasuh
12
Anak
asuh
selalu
menjalankan
nasihat
pengasuh 13
Pengasuh
meluangkan
waktu
untuk
berkomunikasi 14
Anak asuh senang dengan cara pengasuh berkomunikasi
15
Harapan anak asuh dari komunikasi dengan pengasuh adalah agar pengasuh memahami anak asuh
KUESIONER (Akhlak)
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan, dimana anda diharapkan untuk menggolongkan setiap pernyataan berikut kedalam salah satu dari empat kategori penilaian yang berkisar dari sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Keempat kategori tersebut adalah sebagai berikut: SS
= Sangat Setuju
TS
= Tidak Setuju
S
= Setuju
STS
= Sangat Tidak Setuju
Nama :
Kelas:
No
Pernyataan
1.
Sikap anak asuh ketika menemukan barang milik orang lain yaitu diambil menjadi miliknya Sikap anak asuh ketika teman melakukan
2
SS
kesalahan adalah dengan cara menasehati 3
Melakukan
aktivitas
sebebas-bebasnya
apabila pengasuh sedang tidak ada dirumah 4
Meminta
maaf
apabila
dimarahi
oleh
pengasuh karena melakukan kesalahan 5
Memberi salam saat masuk kerumah
6
Sikap anak asuh jika menginginkan suatu barang sementara tidak punya uang denga cara menabung sampai uangnya cukup Bergaul dengan masyarakat dilingkungan
7
rumah 8
Memaafkan orang yang membuat kesalahan
9
Sikap anak asuh ketika teman mengalami kesulitan yaitu dengan membantunya sesuai dengan kemampuan Sikap anak asuh jika teman membuat kesal yaitu bersabar
10
S
TS
STS
HASIL WAWANCARA
Nama
: M. Nur Ferhat
Jabatan
: Penanggung Jawab Rumah Yatim dan Dhuafa AnNur
Tempat
: Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur
Hari/Tgl
: Jum’at 7 Maret 2008
Tanya : Siapa pendiri Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini? Jawab : Ustdzh. Hj. Nurcholilah (Almarhumah) Tanya : Kapan berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini? Jawab : Tanggal 1 Februari 1999 Tanya : Apa yang melatarbelakangi berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa ini? Jawab : Ehm...Melihat banyaknya anak-anak yang tidak mampu dan yatim piatu yang tidak bisa melanjutkan pendidikan, maka beliau (Ustdzh. Hj. Nurcholilah) yang
memang memiliki kepekaan sosial yang tinggi
akhirnya mendirikan Panti Asuhan yang diberi nama Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini untuk membantu anak-anak yang kurang mampu (duafa) dan Yatim piatu sehingga mereka memiliki masa depan yang cerah. Tanya : Lalu, apa tujuan didirikannya Rumah Yatim dan Dhuafa ini? Jawab : Ya....untuk menghantarkan anak-anak kurang mampu dan yatim piatu kemasa depan yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup mereka khususnya dalam bidang pendidikan. Tanya : Apa Visi dan Misinya? Jawab : Visinya....Dalam Islam diterangkan bahwa seorang muslim harus menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, yang salah satu caranya adalah mensejahterakan anak yatim dan membatu yang tidak mampu.
Sedangkan Misinya membantu mensejahterakan
mereka dan meningkatakan taraf hidup mereka menjadi lebih baik lagi. Tanya : Untuk mengelola Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit, dari mana mendapatkan dananya?
Jawab : Memang, tapi kebetulan pendiri yayasan ini selain memiliki yayasan panti asuhan ini juga memiliki majelis ta’lim pengajian ibu-ibu dan remaja, jadi mereka suka menyumbang kesini, selain itu juga masyarakat di sekitar komplek lingkungan kami merupakan donatur tetap kami, lalu karena yayasan ini juga terletak didekat jalan tol sehingga banyak donatur yang tertarik dan menymbang ke yayasan ini dan juga dari donatur tetap lainnya. Tanya : Lalu digunakan untuk apa saja sumbangan dari donatur tersebut? Jawab : Ya untuk kebutuhan sehari-hari, untuk pendidikan seperti baju seragam, buku-buku dan biaya sekolah, makan, mandi dan lain sebagainya. Tanya : Bagaiman cara perekrutan anak asuh yang diasuh disini? Jawab : Perekrutan anak-anak asuh ini rata-rata dari ibu-ibu majelis ta’lim tadi, yang memiliki tetangga atau saudara yang yatim piatu dan tidak mampu sehingga mereka bisa diasuh disini dan juga dari mulut kemulut. Tanya : Apa latar belakang keluarga anak asuh yang diasuh disini? Jawab : Latar belakang mereka yang kita asuh biasanya adalah anak-anak yang kurang mampu yang tidak bisa melanjutkan pendidikan dan anak yatim piatu, bagi yang kurang mampu kita minta surat keterangan kurang mampu dari RT sementara yatim piatu kita minta surat kematian ayah dan ibunya. Tanya : Bagaimana respon masyarakat tentang panti asuhan ini? Jawab : Awalnya masyarakat sini dulunya masih sangat awam (tabu), mereka sering menjadikan warung-warung disini sebagai tempat mabukmabukan tetapi setelah adanya yayasan panti asuhan ini Alhamdulillah sudah tidak seperti dulu lagi. Kitapun disini mendirikan mushola pribadi dan biasanya diisi pengajian oleh ibu-ibu masyarakat sini, selain itu jika Idul adha kita juga sering berkurban yang merupakan sumbangan dari donatur dan sebagaian kita bagikan kepada masyarakat yang kurang mampu yang ada disekitar sini.
HASIL WAWANCARA
Nama
: Zum Faida Sirinza. S.pd
Jabatan
: Pengasuh Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur
Tempat
: Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur
Hari/Tgl
: Jum’at 7 Maret 2008
Tanya : Menurut ibu, apakah komunikasi sangat dibutuhkan pengasuh? Jawab : Iya, karena apabila kita tidak berkomunikasi kita tidak bisa bersosialisasi. Tanya : Bagaimana pola komunikasi yang diterapkan oleh ibu di Rumah Yatim dan Dhuafa An- Nur ini? Jawab : Pertama melalui majelis ta’lim yang diisi dengan ceramah yang kita lakukan 3-4 kali sehari sehabis sholat, kedua dengan cara komunikasi antarpribadi (face to face), bimbingan konseling, dan setiap sebulan sekali disini biasanya rutin mengadakan sambung rasa disitu kita bisa membicarakan semua hal, malah kadang-kadang apabila ada sesuatu yang harus dibicarakan kita mengadakan pertemuan mendadak di majelis lalu kita bicarakan semuanya secara demokratis. Tanya : Apakah mereka mengerti dan melaksanakan apa yang ibu komunikasikan kepada anak asuh? Jawab : Memang dalam penerapannya apa yang saya sampaikan kepada mereka 2-3 hari mereka lakukan tetapi kesananya ya begitu lagi, tetapi saya suka menggunakan angket yang saya sebarkan kepada mereka tentang apa sih yang mereka inginkan sehingga saya mengetahui apa maunya mereka, selain itu juga saya sering melakukan bimbingan kepada mereka. Tanya : Apakah pola komunikasi yang ditepkan oleh ibu sudah berhasil dalam membina akhlak mereka? Jawab : Alhamdulillah sudah, karena apabila saya menasehati mereka saya juga memberitahu dasar dan tujuannya sehingga mereka mengerti, bahkan dalam pembinaan akhlak dilingkungan sekolah mereka dan masyarakat sini mengacungi jempol karena akhlak dan etika mereka yang baik, saya mencoba membina akhlak mereka dari hal yang terkecil seperti apabila
masuk kerumah harus selalu memberi salam apabila ada yang lupa memberi salam saya suruh ulangi lagi sampai mereka mengucapkan salam. Tanya : Apa tujuan pembinaan ahklak di Rumah Yatim dan Dhuafa An- Nur ini? Jawab : Agar mereka menjadi muslimah yang berkahlakul karimah Tanya : Sesering apa pengasuh berkomunikasi antarpribadi dengan anak asuh? Jawab : Sering sekali saya berkomuniaksi antarpribadi dengan anak asuh, seperti apabila mereka mendapatkan surat cinta dari lawan jenis karena semua anak asuh disini adalah perempuan, pasti mereka mengadu kepada saya lalu saya beri arahan kepada mereka, karena disini saya benar-benar melarang mereka untuk pacaran. Tanya :
Apakah semua anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An- Nur ini berakhlak baik?
Jawab : Tidak semua berakhlak baik ada satu dua orang yang mungkin terpaksa berada disini sehingga mereka tidak terlalu mematuhi peraturan disini, selebihnya alhamdulillah berakhlak baik. Tanya : Bagaimana cara pengasuh menasehati anak yang berperilaku kurang baik? Jawab : Sekali, dua kali sampai tiga kali saya masih memberi toleransi dengan cara menasehati mereka dan saya memaklumi, apabila mereka belum berubah lebih baik saya diamkan saja, mereka biasanya langsung paham berarti saya tidak suka dengan tingkah laku mereka, tetapi apabila semua sudah tidak ampuh lagi secara terpaksa mereka saya keluarkan. Tanya :
Bagaimana cara pendekatan pengasuh terhadap anak asuh sehingga mereka tidak takut mengungkapkan isi hati mereka?
Jawab : Dengan cara pendekatan dari hati ke hati, berbicara secara kekeluargaan. Disaat saya mengajar saya harus menjadi guru mereka, disaat menjadi ibu saya harus menyayangi mereka seperti orang tua mereka, dan disaat saya ngobrol dan bercanda dengan mereka saat itulah saya menjadi teman bagi mereka. Tanya : Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan akhlak anak asuh?
Jawab : Kalo faktor pendukungnya ya biasanya kedewasaan mereka karena biasanya seseorang jika sudah dewasa akan lebih mengerti mana yang baik dan yang buruk buat mereka, sementara yang menajadi faktor penghambatanya yang saya utarakan tadi bila ada yang terpaksa diasuh disini kita harus benar-benar mendidiknya dengan baik.
Pewawancara
Asri Leily N.A
Responden
Zum Faida Sirinza. S.pd