Upaya Pencegahan Perceraian Berbasis Sistem Sosial Masyarakat Setempat serta Dampak yang Ditimbulkan dari Perceraian Silvia Yasni (15058098) Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang
Abstrak Perceraian merupakan suatu pemutusan ikatan antara suami dan istri yang dilakukan atas kehendak kedua belah pihak dan diakui oleh hukum yang berlaku. Perceraian merupakan pilihan akhir yang diambil oleh pasangan suami istri yang tidak mampu mempertahankan rumah tangga mereka. Perceraian bukan hanya terjadi pada orang tua saja namun anak juga akan berdampak sangat besar terhadap peristiwa perceraian ini. Banyak dari kasus perceraian yang menyebabkan salah satu dari orang tua entah itu ayah atau ibu tidak dapat bertemu lagi dengan anaknya. Hal ini tentu akan berdampak pada mental si anak. Penyebab perceraian sendiri beraneka ragam, dari faktor ekonomi, faktor individu serta faktor orang ke tiga.dari berbagai macam faktor penyebab perceraian yang sering terjadi adalah karena faktor ekonomi, yakni karena ketidaksanggupan memenuhi kebutuhan hidup berkeluarga. Di desa penyebab perceraian karena faktor ekonomi ini menjadi faktor penyebab yang sangat sering terjadi, selain karena faktor paksaan dari keluarga sendiri untuk bercerai. Kata Kunci : Perceraian, faktor ekonomi, mental anak.
Pendahuluan Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami istri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami istri tidak akan dapat hidup rukun
lagi sebagai suami istri.1 Perceraian hanya dapat terjadi apabila dilakukan di depan pengadilan, baik itu karena suami yang telah menjatuhkan cerai (thalaq), ataupun karena istri yang menggugat cerai atau memohonkan hak talak terhadap suaminya. Meskipun dalam ajaran agama Islam, perceraian telah dianggap sah apabila diucapkan seketika itu oleh si suami, namun harus tetap dilakukan di depan pengadilan. Perceraian adalah terputusnya hubungan suami dan istri yang disahkan oleh Hakim di Pengadilan Agama dikarenakan masalah yang dihadapi tidak ditemukan ujungnya. Menurut Undang-undang Perkawinan, ada beberapa hal yang dapat menyebabkan putusnya hubungan perkawinan. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi; Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian. b. Perceraian. c. Atas keputusan pengadilan
Desa Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa merupakan satuan terkecil dalam struktur pemerintahan Indonesia, berada di bawah Kecamatan, memiliki struktur dan sistem sosial serta mempunyai pemerintahannya sendiri. Desa dapat dikatakan sebagai tempat yang masih memiliki kontrol sosial yang kuat pada setiap masyarakatnya. Adat istiadat masih melekat kuat di desa bahkan cenderung masih sangat tradisional sehingga norma nilaipun masih dipegang erat.
Perceraian di Desa Tidak berbeda dengan kasus perceraian secara umum, perceraian di desa memiliki banyak penyebab, namun yang paling utama dan sering terjadi adalah masalah ekonomi, orang ketiga, dan kurangnya tanggungjawab pihak laki–laki terhadap keluarganya. Tak jarang 1
Soemiyati. 1982. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan. Yogyakarta : Liberty. Yogyakarta.
penyebab perceraian dapat berasal dari ketidaksanggupan pasangan dalam menghadapi lika– liku kehidupan rumah tangga. Sehingga saat terjadi masalah besar yang susah dihadapi, banyak pasangan suami istri yang memilih untuk mengakhiri pernikahan mereka. Dari sekian banyak kasus cerai gugat dari pihak istri lebih mendominasi cerai talak dari pihak suami, ini dapat membuktikan juga bahwa banyak dari suami yang belum mampu membimbing istrinya dengan baik. Masalah ekonomi yakni tidak tercukupinya kebutuhan hidup rumah tangga menjadi salah satu penyebab perceraian paling tinggi di desa. Perceraian merupakan topik yang sangat menarik untuk dibahas, dikarenakan perceraian tidak hanya akan menyangkut dua belah pihak antara suami dengan istri namun juga menyangkut masyarakat yang ada disekitarnya. Oleh karena itu penulis sangat tertarik untuk membahas topik ini, dengan melihat tingkat, penyebab, upaya serta dampak yang akan ditimbulkan perceraian tersebut. Dengan mengetahuinya berbagai penyebab terjadinya perceraian di desa penulis mengharapkan akan timbulnya berbagai upaya pencegahan perceraian serta kewaspadaan terhadap masalah rumah tangga bagi pasangan suami istri maupun calon pengantin. Dengan menurunnya tingkat perceraian nantinya, diharapkan timbul keluarga–keluarga yang harmonis hingga dapat membina keluarga yang berkualitas. Setelah dapat mengatasi angka perceraian penulis juga mengharapkan berkurangnya dampak yang ditimbulkan oleh pasangan yang bercerai baik itu terhadap anak, keluarga besar maupun masyarakat setempat. Penulis ingin mengetahui apa saja penyebab perceraian? Penyebab manakah yang sering terjadi? Bagaimana tingkat perceraian di desa? Apa sajakah dampak yang ditimbulkan perceraian tersebut? Bagaimana upaya masyarakat setempat dalam upaya pencegahannya?
Tinjauan Pustaka Perceraiaan adalah cerai hidup atau terputusnya hubungan suami istri akibat kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing. Perceraian ini dilihat sebagai sebuah akhir dari ketidakstabilan hubungan suami istri yang mengakibatkan suami istri tinggal secara terpisah dan diakui oleh hukum yang berlaku. 2 Perceraian merupakan kondisi dimana suami dan istri memutuskan untuk meninggalkan dan tidak melakukan kewajiban lagi sebagai suami dan istri. Mereka tidak lagi tinggal serumah karena sudah tidak ada lagi ikatan sebagai suami istri. 2
Erna Karim. 1999. Pendekatan Perceraian dari Perspektif Sosiologi. Dalam. Ihromi, T.O. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor. Indonesia.
Kondisi Menjelang Perceraian Situasi dan kondisi menjelang perceraian yang diawali dengan proses negosiasi antara pasangan suami istri yang berakibat pasangan tersebut sudah tidak bisa lagi menghasilkan kesepakatan yang dapat memuaskan masing-masing pihak. Mereka seolah-olah tidak dapat lagi mencari jalan keluar yang baik bagi mereka berdua. Perasaan tersebut kemudian menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kedua belah pihak yang membuat hubungan antara suami istri menjadi semakin jauh.3 Setelah hal demikian terjadi maka perceraian biasanya tidak dapat terelakkan. Baik suka maupun tidak perceraian merupakan suatu fakta yang tidak bisa dihindari oleh pasangan suami istri sebagai akibat perbedaan prinsip yang tidak dapat dipersatukan lagi. Masing-masing teguh terhadap pendirian sendiri tanpa berupaya untuk mengalah demi keutuhan keluarga. Ketidakmampuan untuk mengetahui
dan menerima kekurangan diri
sendiri maupun diri pasangan menyebabkan masalah kecil yang terjadi berubah menjadi masalah yang lebih besar, sehingga berakhir dengan sebuah perceraian.4 Menurut Agoes Dariyo, perceraian merupakan sebuah peristiwa yang tidak direncanakan atau dikehendaki oleh kedua pihak yang terikat perkawinan.5 Menurut Yusuf, Perceraian adalah keadaan yang tidak stabil, tidak harmonis, dan berantakan. 6 Dapat disimpulkan bahwa perceraian terjadi akibat ketidakcocokan antara pasangan suami istri dan diputuskan oleh hukum.
Pembahasan Perkawinan merupakan suatu tahap dari lingkaran kehidupan manusia yang harus dilewati. Perkawinan diharapkan membawa kebahagian dan kedamaian, dimana tujuannya adalah untuk menambah keturunan yang dapat diakui oleh masyarakat serta pemerintah. Perkawinan dapat disebut sebagai tali yang mengikat hubungan, bukan hanya suami istri tapi juga keluarga dari masing-masing pihak suami maupun istri. Perkawinan akan selalu 3
Hariyanto. 2011. “Pengertian Perceraian”. Belajar psikologi.com. 29 Februari 2016. http://belajarpsikologi.com/pengertian-perceraian. 4 Agoes Dariyo. 2004. Memahami Psikologi Perceraian dalam Keluaraga. Jakarta : Esa Unggul. Jakarta. Jurnal psikologi volume 2 nomor 2. 5
Agoes Dariyo. 2008. Dalam skripsi: Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi Anak, oleh Widi Tri Astuti 6 Yusuf. 2004. Dalam skripsi: Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi Anak, oleh Widi Tri Astuti
menghadapi badai cobaan, entah itu badai kecil maupun badai besar. Bagi mereka yang mampu bertahan maka perkawinannya akan kokoh dan semakin kuat terikat, tetapi bagi mereka yang goyah maka tali pengikat tadi terpaksa diputus dalam perceraian. Perceraian merupakan pemutus ikatan antara suami dan istri yang disahkan secara hukum diakibatkan oleh permasalahan yang tidak dapat ditemukan titik terangnya. Dalam Agama Islam perceraian telah terjadi saat suami mengucap thalaq pada istrinya ataupun saat istri meminta khuluk atas suaminya. Perceraian menjadi harus dilakukan saat pasangan suami istri sudah tidak mampu melawan ego masing-masing, saat masalah yang awalnya sepele tidak diselesaikan segera dengan kepala dingin maka yang akan terjadi, masalah itu akan menjadi besar hingga tidak mampu diselesaikan lagi dan perceraian seolah-olah menjadi pilihan terbaik bagi pasangan suami istri. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Ada berbagai macam sebab terjadinya perceraian, dari penelitian yang penulis lakukan dengan pengumpulan data maka ada beberapa penyebab perceraian sebagai berikut; (1) suami yang tidak bertanggung jawab (2) kehidupan yang tidak berubah selama menikah dengan pasangan (3) KDRT (4) tingkat emosional yang tinggi (5) masalah sepele yang diabaikan (6) komunikasi tidak terjalin dengan baik (7) paksaan dari pihak luar (8) ketidakmampuan pihak laki-laki membiayai kehidupan rumah tangga (9) adanya orang ke tiga atau perselingkuhan Setiyanto7 menyebutkan ada beberapa hal yang dapat menyebabkan perceraian, yaitu (1) sudah tidak ada kecocokan, (2) adanya faktor orang ketiga, (3) sudah tidak adanya komunikasi. Sedangkan menurut Dariyo8 menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadi perceraian suami-istri diantaranya sebagai berikut: 1) Masalah keperawanan (Virginity) Bagi seorang individu (laki-laki) yang menganggap keperawanan sebagai sesuatu yang penting, kemungkinan masalah keperawanan akan mengganggu proses perjalanan kehidupan perkawinan, tetapi bagi laki-laki yang tidak mempermasalahkan tentang keperawanan, 7
Setiyanto. 2005. Dalam skripsi: Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi Anak, oleh Widi Tri Astuti 8
Agoes Dariyo. 2008. Dalam skripsi: Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi Anak, oleh Widi Tri Astuti
kehidupan perkawinan akan dapat dipertahankan dengan baik. Kenyataan di sebagian besar masyarakat wilayah Indonesia masih menjunjung tinggi dan menghargai keperawanan seorang wanita. Karena itu, faktor keperawanan dianggap sebagai sesuatu yang suci bagi wanita yang akan memasuki pernikahan. Itulah sebabnya, keperawanan menjadi faktor yang mempengaruhi kehidupan perkawinan seseorang. 2) Ketidaksetiaan salah satu pasangan hidup Keberadaan orang ketiga (WIL/ PIL) memang akan mengganggu kehidupan perkawinan (Soewondo, dalam Munandar, 2001). Bila diantara keduanya tidak ditemukan kata sepakat untuk menyelesaikan dan saling memaafkan, akhirnya perceraianlah jalan terbaik untuk mengakhiri hubungan pernikahan itu. 3) Tekanan kebutuhan ekonomi keluarga Sudah sewajarnya, seorang suami bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Itulah sebabnya, seorang istri berhak menuntut supaya suami dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Bagi mereka yang terkena PHK, hal itu dirasakan amat berat. Untuk menyelesaikan masalah itu, kemungkinan seorang istri menuntut cerai dari suaminya. 4) Tidak mempunyai keturunan Kemungkinan karena tidak mempunyai keturunan walaupun menjalin hubungan pernikahan bertahun-tahun dan berupaya kemana-mana untuk mengusahakannya, namun tetap saja gagal. Guna menyelesaikan masalah keturunan ini, mereka sepakat mengakhiri pernikahan itu dengan bercerai dan masing-masing menentukan nasib sendiri. 5) Salah satu dari pasangan hidup meninggal dunia Setelah meninggal dunia dari salah satu pasangan hidup, secara otomatis keduanya bercerai. Apakah kematian tersebut disebabkan faktor sengaja (bunuh diri) ataupun tidak sengaja (mati dalam kecelakaan, mati karena sakit, mati karena bencana alam) tetap mempengaruhi terjadinya perpisahan (perceraian) suami istri. 6) Perbedaan prinsip, ideologi atau agama Setelah memasuki jenjang pernikahan dan kemudian memiliki keturunan,akhirnya mereka baru sadar adanya perbedaan-perbedaan itu. Masalah mulaitimbul mengenai penentuan anak
harus mengikuti aliran agama dari pihak siapa,apakah ikut ayah atau ibunya. Rupanya, hal itu tidak dapat diselesaikan denganbaik sehingga perceraianlah jalan terakhir bagi mereka. Dari berbagai faktor penyebab terjadinya perceraian diatas penulis dapat menyimpulkan jika penyebab perceraian yang paling sering dijadikan alasan untuk bercerai adalah karena faktor ekonomi dari keluarga itu sendiri, entah tidak tercukupinya kebutuhan hidup ataupun suami yang tidak bekerja. Komunikasi pun juga sering menjadi awal dari timbulnya penyebab perceraian, saat komunikasi tidak terjalin dengan baik antara suami istri maka yang terjadi adalah kesalahpahaman, jika kesalahpahaman ini terus berlanjut dan tidak dikonfirmasi dengan jelas maka ujung dari permasalahan ini adalah perceraian. Dilihat dari lokasi perceraian, khususnya di desa penyebab umum terjadinya perceraian adalah kemiskinan atau ketidaksanggupan memenuhi kebutuhan hidup, serta dorongan atau paksaan dari pihak keluarga. Umum diketahui jika setiap tindak tanduk masyarakat desa didominasi oleh dorongan keluarga sekililingnya. Saat keluarga terus mendesak untuk berpisah maka lama kelamaan pasangan suami istri tersebut akan berpisah meski terpaksa. Tingkat Perceraian di Desa Tingkat perceraian di desa dapat dikatakan cukup tinggi, dilihat dari data yang didapat dari berita lokal seperti di Kabupaten Agam yang kasus perceraian pada tahun 2015 mencapai 259 kasus, memasuki awal tahun 2016 sudah tercatat adanya 58 kasus gugatan percerian yang masuk ke Pengadilan Agama Lubuk Basung.9 Sedangkan di Kabupaten Sijunjung tercatat 494 kasus perceraian pada tahun 2015 dan pada awal tahun 2016 telah tercatat 65 kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama Sijunjung.10 Perceraian di dua tempat ini memiliki faktor penyebab perceraian yang sama yakni karena keadaan ekonomi, suami yang tidak bertanggung jawab serta ketidaksabaran menghadapi badai cobaan berumah tangga. Dampak Perceraian Peristiwa perceraian merupakan sebuah peralihan besar dalam kehidupan sebuah keluarga. Banyak hal yang akan berubah ketika terjadi perceraian seperti pasangan suami istri yang tidak lagi tinggal serumah, anak kehilangan salah satu sosok orang tuanya, bahkan dapat 9
Joko Nugroho. 2016. “Cerai Gugat Dominasi Kasus Perceraian di Agam”. Diakses dari sumbar.antaranews.com pada 29 Februari 2016. 10 . 2016. “Angka Perceraian Tahun 2015 Masih Tinggi”. Diakses dari bakinnews.com pada 29 Februari 2016.
menimbulkan pertengkaran antara suami istri itu sendiri. Perceraian akan membawa pasangan suami istri serta anak harus menyesuaikan diri dengan kehidupan baru, karena salah satu dari orang-orang yang selalu ada disetiap harinya akan menjauh bahkan menghilang dari hidup salah satu diantaranya. Dampak perceraian lebih akan dirasakan oleh anak-anak, karena biasanya anak akan sangat tidak menerima kondisi ketidakharmonisan dalam keluarganya apalagi jika anak tersebut harus dihadapkan pada pemilihan orang tuanya. Artinya si anak harus memilih dia ikut ibu atau ayahnya. Hal ini tentu akan menggoncang mental si anak karena dia dipaksa harus memilih dan meninggalkan salah satu diantara ayah dan ibunya. Pada umumnya anakanak korban perceraian orang tuanya menjadi depresi dan stress serta mengcap dirinya sebagai anak brokenhome, hingga dia akan berlaku seenaknya dan tidak mementingkan lagi nilai dan norma kehidupan bahkan menghancurkan diri sendiri. Dampak Perceraian Menurut Dariyo11 (2003:168), yang telah melakukan perceraian baik disadari maupun tidak disadari akan membawa dampak negatif. Hal-hal yang dirasakan akibat perceraian tersebut diantaranya: a. Traumatis pada salah satu pasangan hidup Individu yang telah berupaya sungguh-sungguh dalam menjalankan kehidupan pernikahan dan ternyata harus berakhir dalam perceraian, akan dirasakan kesedihan, kekecewaan, frustasi, tidak nyaman, tidak tentram, dan khawatir dalam diri. b. Traumatis pada anak Anak-anak yang ditinggalkan orang tua yang bercerai juga merasakan dampak negatif. Mereka mempunyai pandangan yang negatif terhadap pernikahan, mereka akan merasa takut mencari pasangan hidupnya, takut menikah sebab merasa dibayang-bayangi kekhawatiran jika perceraian itu juga terjadi pada dirinya. c. Ketidakstabilan kehidupan dalam pekerja Setelah bercerai, individu merasakan dampak psikologis yang tidak stabil. Ketidakstabilan psikologis ditandai oleh perasaan tidak nyaman, tidak tentram, gelisah, takut, khawatir, dan marah. Akibatnya secara fisiologis mereka tidak dapat
11
Agoes Dariyo. 2003. Dalam jurnal: Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaj, oleh Putri Rosalia Ningrum.
tidur dan tidak dapat berkosentrasi dalam bekerja sehingga menggagu kehidupan kerjanya. Upaya Penanggulangan Perceraian Berbasis Sistem Sosial Masyarakat Setempat Masyarakat setempat adalah sekumpulan individu yang hidup berada dekat dengan kita, hidup bersama, serta mengetahui latar belakang kita, seperti tetangga, keluarga, serta teman terdekat. Masyarakat setempat adalah orang terdekat yang akan mengetahui permasalahn kita terlebih dahulu dibandingkan oleh orang lain. Masyarakat setempat ialah sekelompok individu yang hidup disekitar kita dan selalu ikut serta mengawasi kehidupan kita, entah hanya karena iseng atau memang tertarik. Masyarakat berperan sebagai pihak ke tiga yang membantu pasangan suami istri dalam upaya pencegahan perceraian dalam bentuk mediasi. Masyarakat setempat akan membantu permasalahan yang dihadapi oleh pasangan suami istri, masyarakat akan memberikan nasihat serta solusi kepada pasangan suami istri agar menemukan titik terang dalam masalah yang sedang dihadapi. Masyarakat akan berupaya mendamaikan pasangan suami istri agar perselisihan diantara keduanya dapat mereda. Tentunya dalam keterlibatan masyarakat ini hanya pada hal-hal yang dapat dijangkau masyarakat pula tidak masuk ke dalam masalah-masalah inti yang dianggap sebagai privasi. Masyarakat juga berperan sebagai kontrol sosial dalam upaya pecegahan perceraian. Misalnya dalam memantau pola perilaku pasangan suami istri di sekitar tempat tinggalnya. Meski kelihatannya ‘agak usil’ dan kurang kerjaan namun hal seperti ini dapat berlaku efektif ketika suami atau istri sering dipisahkan oleh waktu, maka masyarakat setempat akan membantu mengawasi pergerakan dari suami maupun istri. Dengan begitu kecenderungan memiliki hubungan gelap atau selingkuh akan terminimalisir karena ketakutan akan diawasi oleh orang lain. Masyarakat juga dapat berlaku sebagai sebuah lembaga yang membuat hukum tegas bagi kasus perceraian yang terjadi. Contohnya hukum masyarakat batak yang mengharamkan terjadinya perceraian setelah terjadinya perkawinan, bagi mereka yang tetap melakukan perceraian maka akan dikucilkan oleh marga yang bersangkutan. Aturan atau hukum adat yang dibuat ditengah-tengah masyarakat seperti inilah yang akan membantu pencegahan terjadinya perceraian dikarenakan masyarakat takut akan sanksi yang akan diteriam hingga kan berfikir dua kali jika hendak bercerai.
Masyarakat setempat juga dapat membuat sebuah perkumpulan atau organisasi untuk kesejahteraan keluarga seperti dibentuknya PKK di lingkungan setempat. Pembentukan lembaga seperti ini akan berdampak positif bagi kaum istri yang dapat berbagi keluh kesahnya kepada istri-istri lainnya hingga bersama-sama dapat menemukan solusi yang tepat untuk permasalahan yang dihadapi khususnya di rumah tangga.
Kesimpulan Upaya pencegahan perceraian berbasis sistem sosial masyarakat setempat membagi masyarakat ke dalam beberapa peran yaitu, (1) masyarakat sebagai pihak ke tiga dalam bentuk mediasi (2) masyarakat sebagai kontrol sosial (3) masyarakat sebagai sebuah lembaga. Masyarakat setempat akan sangat berpengaruh dalam upaya pencegahan perceraian karena masyarakat setempat mempunyai ikatan yang kuat dengan masyarakat lainnya, hingga saat ada permasalahan yang terjadi mereka akan berusaha membantu menyelesaikannya. Perceraian berdampak sangat buruk bagi keluarga yang mengalaminya, namun dampak yang lebih besar dirasakan oleh anak korban perceraian orang tuanya. Mental anak akan terganggu bahkan si anak akan dapat terjerumus pada hal-hal yang akan merusak dirinya serta masa depannya. Sedangkan pasangan suami istri yang telah bercerai hanya akan mendapatkan dampak yang kecil akan perceraian tersebut karena perceraian terjadi atas kehendak kedua belah pihak. Tidak butuh waktu lama untuk masing-masing individu ini untuk mendapatkan pasangan yang baru. Sebagai orang lebih dewasa, sebaiknya orang tua dapat menerima nasihat yang datang pada setiap permasalahan yang dihadapi. Orang tua harusnya dapat meredam keegoisan sendiri untuk memikirkan masa depan anak. Anak yang masih rentan dan belum siap akan perceraian orang tuanya hanya akan mendapat pengaruh buruk pada dirinya. Oleh karena itu, semestinya orang tua harus menjadi orang tua yang bijak, jangan sampai menelantarkan anak hanya karena keegoisan semata.
Daftar Pustaka Dariyo, Agoes. 2004. Memahami Psikologi Perceraian dalam Keluaraga. Jakarta : Esa Unggul. Jakarta. Jurnal psikologi volume 2 nomor 2.
Dariyo, Agoes. 2008. Dalam skripsi: Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi Anak, oleh Widi Tri Astuti
Dariyo, Agoes. 2003. Dalam jurnal: Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaj, oleh Putri Rosalia Ningrum.
Hariyanto. 2011. “Pengertian Perceraian”. Diakses dari belajarpsikologi.com. 29 Februari 2016. http://belajarpsikologi.com/pengertian-perceraian.
Karim, Erna. 1999. Pendekatan Perceraian dari Perspektif Sosiologi. Dalam. Ihromi, T.O. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor. Indonesia.
Nugroho, Joko. 2016. “Cerai Gugat Dominasi Kasus Perceraian di Agam”. Diakses dari http://sumbar.antaranews.com. 29 Februari 2016
Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Soemiyati. 1982. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan. Yogyakarta : Liberty. Yogyakarta. Setiyanto. 2005. Dalam skripsi: Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi Anak, oleh Widi Tri Astuti.
. 2016. “Angka Perceraian Tahun 2015 Masih Tinggi”. Diakses dari http://bakinnews.com . 29 Februari 2016.
UU Nomor 32 Tahun 2004. Yusuf. 2004. Dalam skripsi: Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi Anak, oleh Widi Tri Astuti.