Pengaruh Perceraian terhadap Fertilitas Oleh: R. Sumardhani
ABSTRAK Perceraian dapat dikatakan sebagai pufusnya ikatan perkawinan antara laki-laki
dan perempuan. Percemian juga dapat dipandang sebagai perubahan status p'erkawinan seseorang dari stafus Kawin ke stafus Cemi. Outu* stafus ini secara sah seseomng tidak dibenarkan lagi melakukan hubungan seksual dengan h;;n jenisnya sampai ia mengikatkan lagi ke dalam tali perkawinan yang baru.Karena perkawinan ifu sendiri menenhrkan perilaku reproduktif atau perilaku f-ertilitas, maka percemian akan mengganggu perilaku fertilitas
Kata kunci: perceraian, fcrtilitas.
ahuluan Perceraian me.rupakan salah satu
ntuk gangguan dalam kehidupan C
nentukan perilaku reproduktif atau fertilitas, maka perceraian akan nggu perilaku fertilitas. Oleh karena
: dalam analisis kependudukan
hasan mengenai perkawinan sering
iuti dengan pembahasan mengenai
emlan. Percemian dapat dikatakan sebagai :tusnya ikatan ped
Ukuran Perceraian Ada beberapa macam pengukuran tingkat percemian yang sering digunakan dalam analisis demografi. penjgunaan masing-masing pengukuran ini biasanva terganfung pada jenis data yang tersedia.
1. Perbandingan antara (Cerai+Talak) dengan (Nikah+Rujuk) dalam satu wakh"r yang dinyatakan dalam persen.
Cerai + Thlak TP=
Nikah + Rujuk
i00%
Sumber Data Kantor Departemen Agama Cerai: Jurnlah perceraian yang tercatat pada Kantor Departemen Agama pada tahun a Talak: Jumlah Talak yang tercatat pada
HUMANITAS tI20
Faktor Biaga dan Waktu merupakan
Kantor DepartemenAgana pada tahun a Nlcah : Junrlah pemikahan yang tercatat
salah satu kendala bagi pasangan suami
ishi yang akan menyelesaikan masalah
pada KantorDepartemen Agama pada tahun a Rujuk: Junrlah Rujukyang tercatat pada KantorDepartemen Agama pada tahun a TP: Tingkat Perceraian pada tahun a
dapat Kelebihan: Ukuran ini memberikan gambaran tentang tingkat perceraian pada tahun atau waktu tertentr. Banyak Kelemahan: penduduk yang melakukan kejadian tersebut (Cerai, Talak, Nikah, dan
perceraian mereka. Perlu diketahui bahwa Kantor Pengadilan Agama hanya ada di ibukota DT. II. Untuk mengurus perceraian pasangan suami isteri hus mengeluarkan biaya dan wakhr yang tidak sedikit, di samping karena faktor jarak (sehingga ha mengeluarkan biaya transportasi), tidak selesai dalam satu kali persidangan, jugp hams menunggu gilimn.
Kasus di Kabupaten
Subang,
Indramayu dan Cirebon Di ketiga kabupaten irri frek
Rujuk) tidak di hadapan pejabat pemerintah. Akibatnya angka yang dihasilkan tidak dapat memberikan gambaran yang sebenarnya terjadi
perceraian boleh dil
sehingga Pengadilan Agama suli rnenyelesaikan perceraian ini di Kan
dalanr masyarakat.
Pengadilan Agama. Unfuk meningka pelayanan kepada masyarakat,
Angka tersebut hanya memberikan
Agama di ketiga kabupaten
gambaran mengenai tingkat perceraian
mengadakan Sidang Keliling atau Saf Perceraian (Gavin Jones, Yahya Asari, T Djuartika, 1991). Pengadilan tidak diselenggarakan di ibukota kabupa tetapi juga di ibukota kecamatan.
dilihat dari hukum positif. Ada bebempa faktor mengapa banyak penduduk tidak melakukan kejadian tersebut di atas, khususnya unhrk Cerai
dan Talak, di hadapan pejabat pemerintah (Pengadilan Agama). a.Faktor Sosial Budaya (Agama) b.Faktor Biaya dan Waktu.
Faktor Sosia/ Budaga (Agama) ini banyak terjadi pada masyarakat pedesaan. Tidak jarang istri dicerai suami hanya dihadapan tetangga atau
tokoh agama. Banyak anggota masyarakat pedesaan ya:ig berpandangan bahwa perceraian melalui prosedur seperti itu sudah sah atau cukup.
I2I I
HUMANITAS
'
i
Pertama ben Perceraian. S hanya dapat survey. Kelel memberikang terjadi dalar
informasinyr
penduduk. Kelenrahan: 1. Tidak dapa mengenai safu tahun a tahun perla berbeda-ire
2.
Informasi
sehingga re enor" tidah 3. Presentase pada Selar Perkawinan Misal: 1. Persenfaq pada sa Pertarrn 2 Persenta"i pada dr Pertarna
Sumber da
bergilimn setiap minggu pengadilan diselenggarakan dari kecamatan yang ke kecamatan yang lain.
gambaran y
2. Lama Pe"kawinan Pertama
informasiny, penduduk.
Angka ini memberikan gambara mengenai berapa lama perkawin'a pertarrn ini berlangsung berakhir de perceraran. Lama Perkawinan Pertama ini dap d:ukur denEan: a. Rata-mta Lama Perkawinan Pe b. Median Lama Perkawinan Pertama
Makin pendek Lama Perkawina
Ukuran ini
dalam
rr
Kelemahan
1.
Tidak gambarz perceraia
waktu
2.
te
perkawin berbeda-l Informas
,EFt'
:,::u merupaka:' :asangan suarT. ...aikan masala:
?: rlu diketahu - : iilan Agam. :: DT. IL Untu, '- lsa.ngan suarT. :..en biaya da: -...,I, di sampin. .:hingga haru, .::'.sportasi), tida: :e :-.idangan, jug:
ten
Subang
orr
:.=rr irri frel
sangat tingg
.1gama sul :-. ir-ri di Kantc .. meningkatka . iat. Pengadila :. : upaten ir ..:rg atau Safa :
ahya Asari, Tu
Pertama berarti makin tinggi Tingkat Perceraian. Sumber Data ukurun i.ri hanya dapat dihitung melalui kegiatan survey. Kelebihan ukuran ini dapat memberikan gambamn yang sebe namya terjadi dalam masyarakat, karena
informasinya digali langsung dari
penduduk. Kelenrahan:
,ia
safu tahun atau vraktu tertenhr, karena
tahun perkawinan perhma responden berbeda-beda.
2. Informasi berasal dari
Secat
.:rgadilan agarr. :::-;atan yang sat
1l
i-l'11
:.rn
gambara ..::-.a perkawina : : :alakhirdenga
pada Selang Waktu Tertentu dar! Perkawinan Pertarna Misal: 1. Persentase Wanita berstafus Cerai pada satu tahun perkar,vinan Pertama 2 Persentase Wanita berstafus Cerai
pada dua tahun perkawinan
Pertama
Sumber data: survey. Kelebihan
Ukuran ini didasari asumsi bahwa sebelum perkawinan ulang selalu
oieh perceraian atau kematian suarni. Mengingat proporsi kernatian suami, khususnya trntuk wanita
usiareproduktif, sangat kecil dibandingkan dengan proporsi
perceraian, maka perkawinan ulang dianggap didahului oleh
Capat
percemian. Ukuran: Untuk analisis indiviciu dapat lar rgsung digunal,.an Ju rnlah pe rkawinan Ulang. Unfuk analisis agregat Cigunakan Rata-rata JurrJah pei.kawinan Jhng Sumber Data: Sunrey Kelebihan Ukuran: ukuran ini dapat memberikan gambamn yang sebenu.rryu
terjadi dalarn masyarakat, karena informasinya digali langsung dari
penduduk.
Kelemahan: 1. Tidak dapat memberikan gambaran mengenai tingkat perceraian pada
satu tahun atau waktu tertentu. karena tahun perkawinan pertama
Ukuran ini dapat memberikan
gambaran yang sebenamya terjadi da la m masyarakat, kare na informasinya digali langsung dari penduduk. Kelemahan
l. Tidak dapat
memberikan
gambaran mengenai tingkat percemian pada safu tahun atau
r -:arna ini dap, '.:i r'.,.'inan Pedan - :-.,. lnan Pertama r:r-.a Perkawina
sampel,
sehingga resiko terjadinya,,sarnpling error" tiiak dapat dihindarkan. 3. Presentase Wanita Berstatus Cerai
kabupate
:r:ratan.
dihindarkan. 4. Jurnlah Perkawinan Ulang yang pernah dialami
didahului
1. Tidak dapat memberikan gambaran mengenai tingkat perceraian pada
:n tidak hany
sehingga resiko terjadinya "sampling error,' tidak dapat
,"v:l:tu tertertu, karena tahun n,u
responde n berbeda-beda. 2
Inforrnasi berasal dari sampel. sehingga_ resiko terjadinya,,samoiing
error" tidakapat dihindarkan. J. Unfuk suahr daemh ada kernungkinarr
proporsi kematian suarni yang
mendahului perkawinan ulang relatif besar, sehingga tida.l i{ar, ll
.iraba;1,,,a,i.
rkarvinan pertama responden
i.tzrbed.a-beda
2.
i:iformasi berasal dari sampel,
EfllItL4.I,;
iTA$ : :::i tr
Perceraian dl Jawa Barat TingkatPerceraian di Jawa Barat
Jawa Barat merupakan propinsi yang tingkat percemiannya tinggi. Bebempa
studi mengenai perceraian memberikan indikasi tingginya tingkat perceraian di Jawa
Barat ini.
Hasi[ Survey Fertilitas dan Mortalitas tahun 1973 antara lain me
mberikan gambamn sebagai berikut: Unfuk perkotaan prosentase wanita
yang berstatus Cerai setelah 15 tahun perkawinan pertama, Jawa Barat
+
Rujuk) berdasarkan L-aporan Kanwil Departemen Agama Propinsi Jawa Bamt pada Pelita I sebesar 35,217", Pelita ll 28,86V" , Pelita lll t7,5t%, dan pada Pelita IV sebesar l3,2l7o (Kanwil Depag Jawa Barat, 1990). Hasil studi berdasarkan data SUPAS 1985 menunjukkan bahwa 25* wanita pemah kawinbemsia 15-49 di Jawa Barat mengalaini Perkawinan Ula (lshartono, 1991).
V Nikah
Angka-angka hasil studi di atas
menunjukkan kecilnya probabilitas
menunjukkan bagaimana tingginya perceraian di Jawa Barat ini, meski dengan alat ukur yang berbeda-beda. Akibat tingginya ti:rgkat percer ini, orangsering memandang bahwa Jawa Barat yang diCominasi oleh Sunda sering cemi atau orang Sunda Kawin Cemi. Befulkah pandangan se
kelangsungan perkawinan pertama di Jawa
itu?
Barat 13% perkawinan pertama berakhir dengan perceraian sebelum ulang tahun
Jika Jawa Barat dibagi menJ empat wilayah, yaitu r,vilayah Bante Priangan, Pantai Utara, dan Bota
menunjukan persentase tertinggi (44,67"\,
sedangkan untuk pedesaan Jawa Barat menunjrrkkan persentase tertinggi kedua seteiah Sumatera Barat (Yasmine S AlHadar, 1977) Hasil survey yang sama
perkawinan yang ke satu,237" perkawinan
pertama berakhir dengan perceraian temyata ada perbedaan tingkat percera sebelum ulang tahun perkawinan yang di empat wilayah ini. Berdasarkan kedua {Sri Poedjastoeti dan Edeng H SUPAS 1985 diketahui bahwa wilay Pantai Utara dan Banten mempu Abdurahman, 1977\ Hash Survey Fertilitas indonesia tingkat perceraian tertinggi (lsharto 1976 Jawa Bamt menduduki nilai terendah unhrk Median Lama Perkawinan Pertama
dibandingkan dengan empat propinsi lainnya di Pulau Jawa (Sri Poedjastoeti dan Abdurahman, 1983). Edeng H. Studi mengenai perkawinan dan
perceraian yang mengambil lokasi di kabupaten Bandung, Lebak, dan Indrarrnyu
merremukan bahwa 42,77" perkawinan pertama responden berakhir dengan percemian sebelum ulang tahun pertama (Pusat Shrdi Kependudukan LP-UNPAD, 1988).
, I23I
Tingkat Percemian (Talak HUMANITAS
*
Cerai
1991). Ini bemrti tidak tepat jika dikata
bahwa orang Sunda suka Kawin karena kita tahu bahwa wilayah Pa Utam Jawa Bamt ini banyak dipe oleh budaya Jawa, sedangkan w Banten banyak dipengaruhi oleh Jawa dan Islam. Wilayah Priangan ya budaya Sundanya relatif lebih kuat d wilayah lainnya mempunyai ting percemian terendah setelah Botabek.
Wilayah Botabek yang sa heterogen la.tar belakang buda penduduknya, temyata me mpunyai perceraian terendah.
Ini berarti t diJawa Bamt tlfu CIpek budaya sai yang ikut mempem perceraian di Jaur
Dari berh dilakukan ditern perkawinan ber ";ariable, demogmf belakang.
Umur Kawin Ha Makin rendah I makin tinggi tir4 h. Tingkat Pendtlil Makin rendahtir tinggi tingkat pe a.
Tempat Tinggatr-
Tinqkat percera tinggi daripada perkotaan.
Adapun fa ama Perceraian mt, antam lain a. Masalah El b. Perilaku S peminurn, I c. Tidak rnem
d. e.
Ringannya Kawin terlal
Masalah .erupakan penye raian. Hal ini a leh Kantor Depan Barat (Gavin '-rti Djuartika, 1991 : Jawa Barat ba ahwa pada mu rceraian mening rceraian di rvila'
nten diduga j
kantong-kantong, sehingga
h
hsarkan l-apomn rna Propinsi Jawa ar 35,217", Pelih 7,51Y", dan pada % (Kanwil Depag
rdasarkan data d
Ini bemrti bahwa tingkat percemian
di Jawa Barat tidak dapat
aspek budaya saja. Tenfu
aip".J..g i-.ri
uj.
tut to", tuin
Tang ikut memp€ngaruhi tingginya tinokat
rerceraian di Jawa.2. pola percemian ,!r r .Dari berbagai studi yang pernah
rrat(ukan ditemukan beberapa pola
:erkawinan berdasarkan t,"Uniupu .ariable, demogmfis, maupun variabel hLr
rkawinan Ulang xlakang.
Umur Kawin pertama Makin rendah Umur Kawin pertama, {lshrdi di atas jelas makin tinggi tingkat percemian. a tingginya tingkail :. Tingkat Pendidikan rat ini, meskipuu Makin rendah tingkat pendidikan, erOecia-beda. makin tinggi tingkat perceraian. ti:rgkat percerai a.
dang bahwa ora
rrninasi oleh s omng Sunda pa.ndangan
at dibagi me r,,'ilayah Bante m. dan Botab tingkat percerai Berdasarkan da ui bahwa wil .nten mempuny tinggi (lsharto [epat jika dikata ;uka Kawin r
wilayah Pan nnyak d edangkan wi pruhi oleh r.ra
;.rah Priangan
atif lebih kuat
rmpunyai tin telah Botabek.
rbek yang sa elakang buda ,
mempunyai
:.
Tempat Tlnggal.
Tinqkat percemian di pedesaan lebih tinggi daripada tingkat perceraian di perkotaan.
Adapun faktor-faktor penyebab
:ama Perceraian, khususnya di Jawa mt, antam lain a. Masalah Ekoncmi Keluarga b.
Perilaku Suami (menyeleweng,
peminum, penjudi,dil) c. Tidak mempunyai anak d. Ringannya Mas Kawin e. Kawin terlalu muda
Masalah ekonomi keluarga :rupakan penyebab utama terjadinla rceraian. Hal ini antara lain dikemukakan rh Kantor Departemen Agama pr";i;;; .va Barat (Gavin Jones, yahya Asarai,
t.Djuartika, 1991). Di bebempu dun-h Jawa Barat bagian Utara diketahui hwa pada musim paceklik ungku :ceraian meningkat. Tingginya tinjkat r:ceraian di wilayah pantai Uturu dun nten diduga juga karena banyak ntong-kantong" kemiskinan di wilayah ut, sehingga bukan karena faktor ehrik
atau agama namun karena faktorekonomi.
Stabilitas perkawinan urrt.ru tercipta karena adanya k"hurrno.i"un
perilaku dan pasangan suami isteri. Suami yangsuka menyeleweng, main judi, nnbuk_ mabukan, tentunya dipat *n"ir-iuff.un sikap antipati isteri terhadap.u.-i. iitup
ini merupakan benih'
tumbrlrnyu
percekcokan antam suami isteri yang Japat bemkhir dengan perceraian.
jarang perceraian terjadi .karenaTidak pasangan
suami istri tidak
mempunyai anak. Dengan alasan ingin mempunyaianak, suami tidak jamng
ingin berpoligami. Jika keinginan tnrpotigi*i ini tidak disetujui oleh istri, maka Ul..iy.-irtri cenderung minta dicerai daripada -harus dimadu.
Suatu studi antar kebudayaan mengenai perkawinan dan perceralan lain menganalisa hubungan antara
1n!ra
tingkat perce ra ian de ngan Unruiriffi ,,,ru mas kawin. Masyamkat Bugis arr'f"..j"
termasuk masyarakat ylnS tinqkut
percemiannl,a rendah. pada rrnsya-LJt it, seseorang yang memberikan mas kawin yang sangat mahal (puluhan ekor kerbau) untuk dapat mengawini seorang nua,.. Masyarakat
Ja,,ia Barat termasuk yang tingkat percerainnya Sasyallkaj tinggi.
Mas Kawin dalam perkawinan p"a" masyarakat Jawa Barat terimasuk ring.r,, bahkan boleh dihutang (yasmine S'af
Radar, l9Z7). Studi tentang
h;i";g;"
antara besannya Jalukan dnniun perceraian
di daerah Karawang diperjeh kesimpulan adanya h"b"n;;;-""L"r,,
antara besamya Jalukan dnngan
lEndang S, 1987).
pn.."iiun
Perkawinan dalam usia terlalu nruda biasar:ya diikuti olnh bnb"rupu
kondisi yang tidak *nnd;k;;g keiangsungan perkawinan. i*0.-.",
HUMANITAS II24
pendidikan yang rendah, emosi yang belum
Pengaruh Perceraian Terhadap
stabil, kepribadian yang belum matang, tingkat ekonomi yang rendah, dilodohkan
Fertilitas
Seperti halnya perkawinan" perceraian juga dapat mempengarrrhi fertilitas. Beralihnya status perkawi seseorang (wanita) dan status Ka
orang fua, mempakan kondisi-kondisi yang ada pada pasangan usia muda. Kondisi itu semua merupakan kondisi yang mendorong terjadinya perceraian.
menjadi stafus Cerai bemrti pufusnya a
tinya perilal Dalam shtus dibenarkan ksual dengan ngikatkan lu( rkawinan. Seca rceraian terha rkan dahr:
Dari skern: hwa percemian ir
rjadinya
kons
kan pelua Iuang ini akan rrn ng ceraitersebut
rrg. Dengan de n ini berper itas. Besar kecihr
rhadap Fertilit
manya berstatu "-982). Serrrakin I tahrs Ceral teni melakukan p ). Ini berarti lu lahirkan. Meskipun s ahwa Perceraian
rhadap Fertilita mberikan garnbr I LA}IIR HIDUP
t I
I I I I
FERTILITAS
I
mpak dari hasil ncoba mengan€
rceraian dengan Beberapa. s
ahwa Perceraiar r:rempunyai hubun negatif terhadap ferl t al, 1973; Terry -977; Sri Poedjastc -982; Sri Harijati H Poedjastoeti dan E
:983). Sementar
nenemukan hasilp temyata tidak mem T
25I HUMANITAS
hn
ntinya perilaku reproduktif (secara Dalam stafus Cerai seorang wanita ) k dibenarkan melakukan hubungan ual dengan laki-laki sampai ia
Terha
h perkaw I mempenga
ngikatkan lagi ke dalam ikatan n. Secara biologis pengaruh rceraian terhadap fertilitas dapat
hfus perka an status Ka nrti pufusnya
dalam skema berikut.
Dari skema di atas dapat dilihat perceraian ini memufuskan peluang
iadinya konsepsi, yang berarti
---+t H
I I t I I
I I
mutuskan peluang terjadinya fertilitas. ng ini akan muncul lagi jika seseorang ceraitersebut Kawin [-agi atau Kawin rg. Dengan demikian secara biologis ini berpengaruh negatif terhadap
I
Besar kecilnya pengaruh Perceraian
rhadap Fertilitas tergantung pada manya berstatus Cerai (Lucas et al,
982). Semakin lama seorang wanita -l
L
I
t I I I
I I
tafus Ceml tentunya semakin lama ia k melakukan perilaku fertilitas (secara h). Ini berarti kecil peluangnya untuk lahirkan. Meskipun secara biologis tampak wa Perceraian berpengaruh negatif rhadap Fertilitas, namun kenyataan mberikan gambamn yang lain. Hal ini mpak dari hasil berbagai studi yang ncoba menganalisa hubungan antara rceraian dengan fertilitas. Beberapa sfudi menemukan hasil ahwa Perceraian percerian memang mpunyai hubungan atau berpenqaruh tif terhadap fertilitas (Sidney Goldstein al, 1.973; Terry Huil dan Vaierie Huli, '-977; Sri Poedjastoeti, 1979; Lucas et a[, i982; Sri Harijati Hatmadji dkk, 1982; Sri djastoeti dan kleng H. Abdurahman,
penqaruh yang signifikan terhadap Fertilitas (Robert B Beed dalam Whetpton dan Kiser,
1950; Moni Nag, 1968 ). Studi lainnya menemukan adanya hubungan yang rumit antara Perceraian dengan Fertilitas (Diana Chapon, t977). Bagaimana dengan pengaruh Percemian terhadap Fertilitas di Jawa Barat?
Kita tahu bahwa Jawa Barat mempunyai tingkat Fertilitas yang tinggi. Kita juga tahu bahwa Jawa Barat dikenal dengan tingkat Perceraian yang tinggi pula. Tidak mungkinkah tingginya Perceraian di Jawa Barat ini mempunyai kontribusi terhadap tingginya Fertilitas di Jawa Barat? Dengan kata lain, tidak munginkah di Jawa Barat ini Perceraian mempunyai hubungan positif dengan Fertilitas atau berpengaruh oositif Fertilitas?
Sfudi mengenai hal ini berdasarkan
Data SUPAS 1985 memberikan hasil bahwa Perceraian dapat berpengaruh positif dan dapat berpengaruh negatif terhadap Fertilitas. Pengaruh ini ditenfukan
pula oleh faktor Umur, Umur Kawin
Pertama, Tempat Tinggal, Pendidikan, dan Wilayah (lshartono, 1991). Melalui analisis regresi ganda secara rinci ditemukan hasil-hasil sebagai berikut: - Tanpa memperhatikan faktor
lain, Perceraian mempunyai
hubungan positif dengan
-
Dengan memperhatikan faktor Umur, Perceraian mempunyai
hubungan positif dengan
Fertilitas jika terjadi pada umur
di bawah 30 tahun
dan mempunyai hubungan negatif jika terjadi pada umur 30 tahun
983). Sementara itu studi lainnya nemukan hasil yang berbeda. Percemian :myata tidak mempunyai hubungan atau
Fertilitas.
-
ke atas.
Dengan memperhatikan faktor
Umur dan Umur Kawin HUIVIANITAS I126
Pertama, Perceraian mempunyai hubungan negatif jika terjadi pada wanita dengan Umur Kawin Perhrrn kurang dan27 tahun dan nrempunyai
hubungan positif jika terjadi pada wanita dengan Umur Kawin Pertama 27 tahun ke atas.
- Di perkotaan
Perceraian mempunyai hubungan negatif dengan Fertilitas, sedangkan di pedesaan hubungan Percemian
-
dengan Fertilitas dipengaruhi oleh Umur Kawin Pertama. Unfukwanita TamatSD ke atas Penceraian tidak mempunyai hubungan signifikan dengan Fertilitas, sedangkan unttrk wanita Tidak Tamat SD ke bawah Perceraian mempunyai hubungan negatif dengan Fertilitas.
- Di w'ilayah Pantura dan Priangan Perceraian mempunyai hubungan negatif dengan Fertilitas, sedangkan di wilayah Banten dan Botabek Perceraian tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan Fertilitas. Dari hasil-hasil tersebut tampaknya
hubungan antara Perceraian dengan Fertilitas rnenjaring rumit, seperti yang ditemukan oleh Diana Chapon dalam sfudinya pada masyamkat Jawa. Yang perlu dilakukan lebih lanjut dan hasil-hasil tersebut adalah mencari jawaban "mengapa hubungan-hubungan itu dapat terjadi?". Hubungan positif antara Perceraian dengan Fertilitas ini dapat terjadi karena
I27I
HUMANITAS
beberapa faktor.
Pertama, kecenderungan bahwa "pasangari muda" ini ( <30 tahun ) berusa "mengejar kesempatan melahirkan hilang karena perceraiart'' (Diana L9771. Kedua, adanya faktor sosial dalam masyarakat Sunda bahwa salah tujuari utama perkawinan ad mempunyai keturunan" (PSPK-ISI Barat, 1993). Di samping un menyambung garis kefurunan juga memenuhi tuntutan masyarakat ya mempunyai pandangan bahwa "pasa
suami istri yang tidak mempuryai
ng Fer k cukup dan
Bahwa tiry mang telah tanda I berpikir bal a Barat ini nya tingka
berpikir bahr winan tid^l mber daya m nurunkan fer
a
sering dianggap perkawinan rnereka (Abu Rifai, 19791. Hubungan positif pada wanita pada umur27 tahunke Ferhma Kawi:r dapat terjadi karena "mengejar melahirkan yang hilang karena perkawinan" Hubungan negatif pada umur tahun ke atas, tampaknya karena peluang nremperoleh suami lagi ya semakin kecil. Bagaimanapun juga disangkal bahwa peluang mempero suami lebih banyak dipunyai oleh pada usia yanglebih muda, sehingga kemungkinan wanita yang cerai pada u 30tahunke atas akan lebihlama me
(berstatus Cetai) daripada yang
kum, agami
I
muda. Sepnrti yang dikemukakan Lucas di atas, semakinlarna bentahrs Cemi, semakin kecil peluanq unfuk melahirkan.
Penufup Dari umian di atas tampak Perceraian, Fertilitas, maupun hubu antara keduanya, bukanlah semata rnenyangkut aspek biologis. Di terkandung berbagai aspek kehidu lainnya, aspek psikologis, sosial,
ar Pustal n, Save M.
PT. Rinek i,
Lynda,2fl Kaifa, Ba:
inean, DR. U PT. Rine}
oode, Willia
KeluarEa, im. Zakarii Pustaka I
Khairuddin,2fr Rajawall karto, Sot
Keluorga Remaja tr Jakarta. Suhendi, Hendi Penganta Pustaka I
brtama,
ada rpasangari ush un ) berusahe relahirkan (Diana Chapoq,
brsosial bahwasalah
firinan
a
(PSPK-ISI
amping un rman juga
asyarakat ya nhwa "pasa empuryai
hukum, agama,
Bahwa berbagai upaya untuk nurunkan tingkat fertilitas diJawa Bamt mang telah dilakukan. Yang masih njadi tanda tanya adalah "pemahkah berpikir bahwa tingginya fertilitas di Barat ini antara lain juga karena nya tingkat percemian?" pemahkah berpikir bahwa meningkatkan stabilitas winan tidak saja dapat meningkatkan mber daya manusia, tetapi juga dapat nurunkan fertilitas?'
rr rrereka
r
@a wanita
2tn2, Psiico/ogi Keluarga, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
pada umur l9a karena u suami lagi y napun juga llrg mempero nryrai oleh
h, sehingga gcerai pada
hlama pada yang ri
trk
Lynda,2003, Self E*eemt'orWomen, Kaifa, Bandung. , DR. W.A., 1999,Ps;ikologi Sosiol, PT. Rineka Cipta, Jakarta. oode, William J., 2002, Sosio/ogi Keluarga, Bumi A}sara, Jakarta. im, Zakaria, 2m2, Psikologi Wanita, Prrstaka Hidayat, Bandung. iruddin, 2A02, Sosiologi Keluarga, pT. Rajawali, Jakarta. ,
il
hhrs
Pustaka
n, Save M.,
r27 tahun ke Eej,rr trena
dll. Oleh karena itu
memandang Perceraian ataupun Fertilitas cukup dan safu aspek saja.
Cerai,
melahirkan
oekarto, Soejono, 1992, Scsiologi Keluarga Tbntang lhwal Keluarga, Remaja & Anak, PT. Rineka Cipta, Jakarta. hendi, Hendi & Ramdani Wahyu, ZAO1, Pengantar Studi Sosio logi Keluarga, Pustaka Setia, Bandung.
as tampak ba
nupun hubu nlah sematalgh. Di dala rcpek kehidu b, sosial, ITUMANITAS II28