UPAYA MENJAMIN FUNGSI FLOODWAY PORONG TERKAIT LUMPUR SIDOARJO Mamok Suprapto1 dan Chitra Hermawan2 1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami No.36A, Surakarta Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami No.36A, Surakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Fenomena lumpur Sidoarjo yang terjadi sejak 29 Mei 2006 telah menimbulkan bencana dan kerugian yang tidak kecil. Upaya untuk mengatasi bencana ini telah dilakukan dengan memompa lumpur ke Sungai Porong. Banyak pihak khawatir dengan upaya ini karena dapat berakibat banjir. Untuk itu perlu dikaji hubungan antara debit harian Sungai Porong dan operasional harian pompa agar kekhawatiran tersebut tidak terjadi dan operasional pompa dapat maksimal. Saat ini telah dioperasikan pompa penyedot lumpur sebanyak 6 (enam) unit. Penelitian dilakukan pada ruas Sungai Porong dari outlet pompa hingga muara Sungai. Sampel lumpur diambil dari kolam lumpur, Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Analisis butiran lumpur dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret. Sebanyak 25 data potongan melintang sungai digunakan dalam analisis. Analisis angkutan sedimen dilakukan dengan metode Toffalety. Rentang debit sungai dari 10 m3/dt hingga 600 m3/dt merupakan debit selama musim kemarau, digunakan untuk mengetahui perilaku endapan sepanjang ruas sungai yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa operasional 6 (enam) pompa penyedot lumpur kurang maksimal, karena debit minimum yang dapat menjamin angkutan sedimen hingga ke muara adalah 200 m3/dt. Dengan demikian, oprasional pompa tidak dapat maksimum karena peluang debit ≥200 m3/dt sangat kecil. Oleh sebab itu perlu ada upaya penambahan debit aliran agar pompa dapat bekerja maksimal. Kata Kunci: Lumpur Sidoarjo, angkutan sedimen, debit minimum Sungai Porong 1. PENDAHULUAN Bencana lumpur Sidoarjo yang terjadi sejak 29 Mei 2006 telah menimbulkan masalah yang kompleks. Lumpur yang keluar dari sumur pengeboran Banjarpanji 1, milik PT Lapindo Brantas, setiap hari meningkat. Pada bulan Juni 2006 lumpur yang keluar sekitar 5000 m3/hari dan pada pada akhir tahun 2006 telah meningkat menjadi 50.000 m3/hari. Pada akhir tahun 2011, lumpur yang keluar dari permukaan bumi diperkirakan antara 100.000–126.000 m3/hari (BPLS, 2011). Semburan lumpur terjadi di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, berjarak sekitar 12 km Selatan Kota Sidoarjo dan sekitar 200 m dari sumur pengeboran gas Banjarpanji 1. Bencana tersebut menjadi perhatian serius dari Pemerintah Republik Indonesia. Sebagai langkah nyata dari keseriusan tersebut, pemerintah telah menerbitkan Kepres 13/2006, Peraturan Presiden Republik Indonesia (PERPRES) Nomor 14/2007, dan Keputusan Presiden Nomor 31/M/2007 untuk membentuk Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (TIMNAS PSLS). Selain ketetapan tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Sungai Porong, anak Sungai Brantas, sebagai tempat pembuangan lumpur Sidorajo menuju ke laut (Aries Hernanto, 2011). Padahal, Sungai Porong berfungsi sebagai kanal banjir (floodway) untuk melindungi Kota Surabaya dari bencana banjir. Seluruh air dari Sungai Brantas dialirkan ke Sungai Porong dengan mengoperasikan pintu yang ada di Bendung Lengkong Baru. Dengan adanya pengaliran lumpur ke Sungai Porong dapat mengakibatkan Sungai Porong penuh endapan. Pada musim hujan, pengaliran lumpur ke Sungai Porong tidak bermasalah, tetapi pada musim kemarau lumpur dapat mengendap, mengering, dan mengeras. Pengendapan dan pengerasan lumpur yang terjadi ini dapat menghambat aliran di awal musim penghujan, sehingga dapat terjadi banjir. Agar pembuangan lumpur Sidoarjo dapat berjalan dengan lancar tanpa menimbulkan masalah, perlu diketahui debit minimum Sungai Porong yang mampu mengangkut lumpur hingga ke muara.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
K-9
Keairan 2.
MATERI DAN METODE
Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di lokasi kejadian semburan lumpur Sidoarjo. Seperti yang ditampilkan dalam Gambar-1. Dari mulut buangan (outlet) pompa hingga muara sungai Porong telah tersedia 25 potongan melintang sungai, yang diukur pada tahun 2010.
Gambar-1 Lokasi Penelitian Lumpur Sidoarjo Banyak ahli geologi yang menganalogikan semburan lumpur panas Sidoarjo dengan gejala alam yang disebut gunung lumpur/mud volcan, yaitu gunung api lumpur yang berbentuk kerucut dari tanah liat dan lumpur dengan ketinggian kurang dari 1-2 m. Gunung lumpur ini terbentuk dari campuran air panas dan sedimen halus. Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari sedimentasi formasi Kanjung, formasi Sungaibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi Kujung terdiri atas bagian sedimen yang kaya Klastik, sedimen bagian transgresi dari air dangkal mengandung karbonat dan serpihan batu yang mengandung zat kapur dengan karbonat terkumpul dan dilosungaisir melalui daerah dataran tinggi. Rerata porositasnya adalah 20-30% dan premeabilitasnya adalah 160-194 mD (Niniek Herawati, 2007). Hasil analisis keseragaman butir (grain size) menggambarkan bahwa komponen terbesar adalah clay (sekitar 81,5%) dengan BJ=1,3 gr/cc. Karena ukuran partikel sangat halus, maka sesama partikel dapat meyusun diri sangat rapat sehingga tidak mudah diintroduksi oleh molekul lain. Tetapi dengan pengadukan, interaksi antar partikel terlepas, sehingga apabila ada aliran air yang cukup kuat, secara perlahan lumpur akan tergerus. Debit pembuangan adalah debit lumpur yang masuk ke Sungai Porong melalui pipa pembuangan. Lumpur dari pusat semburan di alirkan ke kolam–kolam kemudian diencerkan dengan menambahkan air pada lumpur tersebut, sehingga lumpur dapat dipompa melalui pipa kemudian dibuang ke Sungai Porong.
K-10
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Keairan Pemberian air pada lumpur dengan perbandingan 70 % air 30 % lumpur. Agar lumpur dapat mengalir hingga ke muara, diperlukan aliran minimum. Menurut Aris Hernanto (2011), aliran yang diperlukan minimum adalah 200 m3/det. Padahal debit yang lebih dari 200 m3/dt hanya berpeluang terjadi pada bulan Desember–Mei. Dengan demikian, penempatan sejumlah pompa lumpur menjadi tidak efektif dengan waktu operasi yang tidak efisien.
Butiran sedimen Untuk keperluan analisis angkutan sedimen, diperlukan ukuran butiran sedimen. Sampel diambil dari kolam lumpur, Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Analisis butiran dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret. Analisis butiran menggunakan ASTM. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui karakter butiran sedimen yang terdapat pada aliran sungai. Selanjutnya, sedimen diklasifikasikan berdasarkan hasil analisis hidrometer dan saringan. Kelompok lumpur dibedakan menjadi dua, yakni 1) lumpur berbutir kasar dan 2) lumpur berbutir halus. Penentuan klasifikasi lumpur berbutir kasar memerlukan nilai koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien curvature (Cc). Sedangkan untuk menentukan klasifikasi lumpur berbutir halus membutuhkan data tambahan berupa nilai parameter batas cair (LL) yang didapatkan dari hasil pengujian Batas Konsistensi Atterberg. Koefisien keseragaman dan kelengkungan dicari dengan persamaan berikut: Koefisien Keseragaman (Cu)
Cu =
D' 60 D'10
(1)
Koefisien Kurvature/Kelengkungan (Cc)
Cc =
(D30 )2
(2)
D10 × D60
dengan D’10=diameter butir yang lolos saringan sebanyak 10 %, D’30=diameter butir yang lolos saringan sebanyak 30 %, D’60=diameter butir yang lolos saringan sebanyak 60 %.
Analisis angkutan sedimen Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode Toffaleti. Metode ini baik untuk sungai dengan material sedimen berdiameter partikel 0,3 mm∼0,93 mm, tetapi juga memberikan hasil yang cukup baik pada dimeter partikel lebih kecil dari 0,095 mm. Dalam persaman ini kedalaman sungai dibagi menjadi 4 zona: upper, middle, lower, dan bed zone. Persamannya adalah:
g s = g ssL + g ssM + g ssU + g sb 1+ nv − 0 , 756 z
g ssL
R 11,24 =M
g ssM
R 11,24 =M
g ssU = M
(3)
1+ nv − 0 , 756 z
− (2d m )
(4) 1 + nv − 0,756 z 0 , 224 z
R 11,24
1+ n − z
v R R − 2.s 11,24 1 + nv − z
0 , 224 z
1+ nv − z
1+ n −1, 5 z R 1+ nv −1,5 z − R v 2.s 1 + n v − 1,5 z
R 2.s
(5)
0,5 z
1+ nv −0, 756 z
(6)
g sb = M (2d m )
(7)
M = 433, 2C r (1 + n )VR 0 , 756 z − nv
(8)
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
K-11
Keairan Dengan gssL=Berat sedimen yang bergerak pada zona bawah (ton/hari/m), gssM=Berat sedimen yang bergerak pada zona tengah (ton/hari/m), gssU=Berat sedimen yang bergerak pada zona atas (ton/hari/m), gsb=Berat sedimen yang bergerak pada zona dasar (ton/hari/m), gs=Berat sedimen total (ton/hari/m), M=Parameter konsentrasi sedimen, Cr= konsentrasi sedimen pada zona dasar, R=Jari-jari hidrolik, Z=Bilangan yang menggambarkan hubungan antara sedimen dengan karakteristik hidrolik, nv =koefisien suhu.
Jenis angkutan sedimen Sedimen menurut asal bahan dasarnya dibedakan menjadi: 1) muatan material dasar (bed material load) dan muatan bilas (wash load). Muatan dapat berupa muatan dasar (bed load) dan muatan melayang (suspended load). Muatan dasar bergerak di dasar sungai dengan cara menggelinding (rolling), menggeser (sliding) atau meloncat (jumping), tanpa meninggalkan dasar. Muatan melayang adalah bahan dasar yang bergerak melayang di dalam aliran. Persoalan tentang sungai yang selalu menarik untuk dikaji adalah proses angkutan sedimen, baik muatan dasar (bed load) maupun muatan melayang (suspended load). Suspended Load adalah butiran yang bergerak dalam pusaran aliran yang cenderung terus menerus melayang bersama aliran. Ukuran partikelnya lebih kecil dari 0,1 mm. Muatan layang dapat mengendap di muara-muara sungai ataupun dasar sungai dapat menimbulkan pendangkalan. Muatan dasar (bed load), adalah partikel yang bergerak pada dasar sungai dengan cara berguling, meluncur,dan meloncat. Muatan dasar keadaannya selalu bergerak, oleh sebab itu pada sepanjang aliran dasar sungai selalu terjadi proses degradasi dan agradasi yang disebut sebagai Alterasi Dasar Sungai. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat aliran tetapi juga pada sifat butiran sedimen. Namun demikian, sifat yang paling penting adalah mengenai dimensi sedimen. Dalam beberapa studi mengenai sedimen digunakan bentuk rerata untuk menggambarkan karateristik sedimen secara keseluruhan. Cara ini dapat dilakukan apabila bentuk, kepadatan, dan distribusi sedimen tidak terlalu bervariasi dalam regim sungai. Faktor yang mempengaruhi hasil sedimen (sedimen yield) dari suatu daerah aliran sungai menurut Strand dan Pemberton (1982) adalah: 1) Jumlah dan intensitas curah hujan, 2) Tipe lumpur dan formasi geologi, 3) Lapisan lumpur, 4) Tata guna lahan, 5) Topografi, dan 6) Jaringan sungai, yang meliputi: kerapatan sungai, kemiringan, bentuk, ukuran dan jenis saluran. Ada dua macam angkutan sedimen, yaitu gerakan fluvial (fluvial movement) dan gerakan massa (mass movement). Pola gerakan fluvial ditunjukkan oleh gaya-gaya yang berkaitan dengan gerakan sedimen di permukaan dasar sungai, terdiri dari komponen gaya gravitasi dan gaya geser. Apabila gaya tarik yang ditimbulkan oleh air lebih besar dari gaya tarik kritis butiran sedimen, atau kecepatan geser aliran lebih besar dari kecepatan geser butiran sedimen, maka butiran sedimen akan bergerak. Bagian sungai yang dipengaruhi oleh aliran fluvial disebut daerah aliran sedimen (sedimen flow region). Umumnya daerah yang demikian mempunyai tingkat aliran 3 dan kemiringan dasar lebih landai dari 1/30. Gerakan massa sedimen disebut sebagai aliran debris, yaitu aliran sedimen berupa campuran sedimen dari berbagai ukuran butir, dapat terjadi di alur sungai yang mempunyai kemiringan lebih besar dari 15o. Pada umumnya, sungai dengan tingkat aliran kurang dari 3 dengan kemiringan lebih curam daripada 0.0033 digolongkan sebagai daerah pengaliran massa sedimen (debris flow region). Sedimen suspense bergerak dengan memanfaatkan energi yang dihasilkan oleh aliran turbulen, dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara energi yang diperlukan sedimen suspensi dengan energi yang dihasilkan oleh aliran turbulen untuk menggerakkan sedimen suspensi tersebut. Untuk mendapatkan hasil lebih tepat, perlu gambaran sedimen yang lebih detail. Perhitungan angkutan sedimen dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain metode Acker-white, metode EnglundHansen, metode Laursen, Toffaleti dan metode Yang. Pemilihan metode yang digunakan tergantung dari bentuk sedimen, dimensi sedimen, dan tujuan analisis. Dalam penelitian ini dipilih metode Toffaleti karena sesuai dengan sifat sedimen yang berasal dari lumpur Lapindo.
K-12
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Keairan
a) Muatan Sedimen Muatan layang (suspended load) diukur dengan menggunakan metode Toffaleti. Untuk mengukur angkutan muatan layang, diperlukan pengukuran debit air (Qw) dalam m3/det, dikombinasikan dengan Grand size sedimen (X), dan menghasilkan debit sedimen dalam ton/hari. Muatan dasar ini didasarkan pada prinsip bahwa angkutan sedimen sepanjang dasar sungai bervariasi secara langsung dengan perbedaan antara tegangan geser (shear stress) pada partikel dasar dan tegangan geser (shear stress) kritis yang diijinkan untuk partikel yang bergerak.
b) Klasifikasi Ukuran Partikel Sedimen Partikel sedimen alam memiliki bentuk tidak teratur. Dalam analisis sedimen digunakan tiga macam diameter yaitu: 1) Diameter saringan (D), adalah panjang dari sisi lubang saringan dimana suatu partikel dapat melaluinya, 2) Diameter sedimentasi (Ds), adalah diameter bulat dari partikel dengan berat spesifik dan kecepatan jatuh yang sama pada cairan sedimentasi dan temperatur yang sama pula, dan 3) Diameter nominal (Dn), adalah diameter bulat suatu partikel dengan volume yang sama (dimana volume=1/6πDn3). Secara garis besar skala butiran ditunjukkan dalam Tabel 1. Aliran sungai Keadaan aliran steady flow dapat dinyatakan dalam bentuk metematis sebagai berikut:
Z 2 + Y2 +
a2.v2 a v = Z1 + Y1 + 1. 1 + he 2g 2g
(9)
dengan Z2, Z1 adalah elevasi dasar sungai, Y2, Y1adalah kedalaman air pada ruas Cross section, V2, V1 adalah kecepatan aliran, a2, a1 adalah koefisien kecepatan, g adalah percepatan gravitasi, dan e adalah waktu (detik).
Prediksi debit harian Prediksi debit harian dihitung berdasarkan metode multiplicative decomposition (Bowerman dan O”connel, 1979). Rumus dasar yang digunakan dalam metode ini adalah:
y = TR x SN x CL x IR t
t
t
t
t
yˆ = tr x sn t
t
t
Dengan Yt adalah data pengamatan, TR adalah faktor kecenderungan (trend factor), SN adalah faktor musiman (seasional factor), Cl adalah faktor siklus (cyclical factor), dan IR adalah faktor ireguler.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Butiran sedimen Sampel sedimen dari lapangan dianalisis di laboratorium mekanika tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Hasil analisis butiran sedimen ditampilkan dalam Tabel-1 dan Gambar2. Tabel-1. Hasil Analisis Butiran Sedimen No. Saringan
Diameter
4 8 16 20 40 80 100 120 200 PAN
(mm) 4.75 2.36 1.18 0.85 0.425 0.18 0.15 0.125 0.075 0.000
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
% tertahan (%) 0.58 3.8 4.13 2.15 5.43 7.85 1.73 0.71 3.63 2.81
% kumulatif tertahan (%) 0.58 4.38 8.52 10.67 16.10 23.95 25.68 26.40 30.04 32.85
% lolos (%) 99.42 95.62 91.48 89.33 83.90 76.05 74.32 73.60 69.97 67.15
K-13
Keairan
Gambar-2 Hasil Analisis Saringan Butiran Sedimen
Angkutan sedimen Lumpur Lapindo dapat mengendap di sepanjang penampang sungai bila debit aliran sungai Porong tidak mampu membawa lumpur sampai ke muara. Debit sungai Porong berkisar antara 10-600 m3/dt. Dari rentang tersebut dicoba variasi debit dari 10 m3/dt hingga 600 m3/dt, dengan peningkatan 10 m3/dt dalam perhitungan kapasitas angkutan sedimen di tiap cross section. Hasil perhitungan dengan alat bantu HECRAS yang ditunjukkan dalam Gambar-3 merupakan hubungan antara debit, sedimentasi, dan stream power. Tampak bahwa hubungan antara 3 (tiga) peubah tersebut cukup baik. Semakin besar debit maka stream power semakin besar. Semakin besar stream power memiliki kemampuan angkut sedimen yang lebih besar. Dengan kata lain, semakin besar stream power yang dimiliki oleh aliran maka endapan akan semakin kecil. 0.400
50 45
0.350
40 0.300 35 0.250
30 25
0.200
20
0.150
)
15
0.050
5
0.000 0
50
100
150
200
250
Debit (m3 /dt hubungan debit dengan sedimentasi max
hubungan debit dan stream power
Log. (hubungan debit dengan sedimentasi max)
Gambar-3 Hubungan antara debit, sedimen, dan stream power
Jarak angkut sedimen Pompa yang terpasang di kawasan lumpur Lapindo saat ini sebanyak 6 unit dengan kapasitas total 50 ton sedimen kering. Dengan anggapan sedimen yang terangkut berasal dari hasil 6 pompa yang terpasang, maka dapat dianalisis endapan yang terjadi sesuai dengan perubahan debit. Hasil analisis ditunjukkan dalam Gambar-4.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
)
0.100 10
0
K-14
S t r e a N m / m P s o w e r (
(
S e d i m t e o n n t a s i
Keairan S = 6.56646363 r = 0.99483953 .00 219
Debit (m3/dt)
.67 182 .33 146 .00 110 67 73. 33 37. 0 1.0
50.0
2233.3
4416.7
6600.0
8783.3
10966.7
13150.0
Jarak (m)
Gambar-4 Jarak angkut sedimen pada tiap besaran debit
Prediksi debit Debit prediksi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam operasi pompa diwaktu mendatang. Berdasarkan besaran debit yang diperkirakan terjadi pada tahun berikutnya, maka jumlah pompa yang akan dioperasikan secara aman dapat diperkirakan. Aman dalam hal ini adalah tidak akan terjadi endapat sepanjang alur sungai Porong dari outlet pompa hingga muara. Prediksi debit harian dilakukan berdasarkan metode multiplicative decomposition. Analisis prediksi debit harian sungai Porong dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya dari deret data yang digunakan. Hasil analisis prediksi debit harian ditampilkan dalam Tabel-2. Sesuai dengan kemampuan aliran sungai Porong dalam memngangkut sedimen, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar-3 dan Gambar-4, maka prediksi pompa yang dioperasikan harian sepanjang satu tahun ditampilkan dalam Tabel-2 kolom-3. Gambar-5 menampilkan grafik debit harian prediksi. Tabel-3 Debit Harian Prediksi dan Jumlah Pompa Debit (m3/dt)
Jumlah Pompa
1/1/2012 - 31/1/2012
219,40
6
1/2/2012 - 28/2/2012
796,45
6
1/3/2012-31/3/2012
916,88
6
1/4/2012-29/4/2012
937,98
6
30/04/2012-1/5/2012
167,70
5
2/5/2012-31/5/2012
269,49
6
1/6/2012-30/6/2012
637,42
6
1/7/2012-16/7/2012
369,21
6
17/07/2012-31/7/2012
196,71
5
1/8/2012-31/8/2012
101,01
1
1/9/2012-30/9/2012
96,65
1
1/10/2012-31/10/2012
89,42
1
1/11/2012-17/11/2012
87,31
1
18/11/2012-19/11/2012
116,78
2
20/11/2012
162,19
4
21/11/2012-23/11/2012
272,95
6
24/11/2012-25/11/2012
159,08
4
26/11/2012-27/11/2012
141,12
3
28/11/2012
194,36
5
Tanggal
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
K-15
Keairan Tanggal
Debit (m3/dt)
Jumlah Pompa
29/11/2012-30/11/2012
251,82
6
1/12/2012-2/12/2012
151,90
3
3/12/2012-25/12/2012
118,90
1
26/12/2012
120,28
2
27/12/2012-28/12/2012
148,96
3
29/12/2012-30/12/2012
201,96
6
31/12/2012
121,62
2
3000
Debit (m 3/dt)
2500 2000 1500 1000 500 0 1/1/2012
20/02/2012
10/4/2012
30/05/2012
19/07/2012 Tanggal
7/9/2012
27/10/2012
16/12/2012
Gambar-5 Debit Harian Prediksi, tahun 2012
4.
KESIMPULAN
Debit yang dapat menjamin sedimen terangkut hingga ke muara adalah 200 m3/dt untuk 6 pompa, 180 m3/dt untuk 5 pompa, 160 m3/dt untuk 4 pompa, 140 m3/dt untuk 3 pompa, 130 m3/dt untuk 2 pompa, 100 untuk 1 pompa. Hasil prediksi debit pada tahun 2012 dapat menentukan operasional jumlah pompa sehingga kelancaran pembuangan lumpur ke sungai Porong diharapkan dapat berjalan dengan lancar tanpa menimbulkan dampak banjir.
5. DAFTAR PUSTAKA Aris Hernanto, 2011, Peranan Sungai Porong Dalam Mengalirkan Lumpur Sidiarjo ke Laut, BPLS, Surabaya. Bowerman, B.L. dan O’Connel, R.T. (1979), Time Series and Forcasting, Miami University, Miami BPLS (2011), Sekilas BPLS, BPLS Co.Id, Surabaya Niniek Herawati, 2007, Analisis Risiko Lingkungan Aliran Air Lumpur Lapindo Ke Badan Air, Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana, Universitas Dipenogoro, Semarang. Strand dan Pemberton, 1982, Reservoir Sedimentation Technical Guideline for Bureau of Reclamation, Denver, Colorado.
K-16
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012