KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi Kujung terdiri atas bagian sedimen yang kaya klastik, sedimen bagian transgresi dari air dangkal mengandung karbonat dan serpihan batu yang mengandung zat kapur dengan karbonat terkumpul dan dilokalisir melalui daerah dataran tinggi. Rata–rata porositasnya adalah 20 – 30% dan permeabilitasnya adalah 160 ‐ 194 mD. Lumpur ini dicirikan oleh kandungan napal dan batu lempung napalan, berwarna abu–abu kehijauan, kuning kecoklatan dengan sisipan batu gamping bioklastik yang keras. Kandungan biota umumnya foraminifera besar dan ganggang. Bagian atas formasi Kujung berubah menjadi batu gamping bioklastik dan reef. Batuan napal abu–abu dari formasi Kujung dicirikan oleh kandungan fosil foraminifera kecil, plankton, maupun benthon yang melimpah. Hal ini menunjukkan batuan diendapkan pada lingkungan laut terbuka dengan kedalaman berkisar antara 200 – 500 meter.
Sifat Fisik Lumpur Beberapa uji yang dilakukan terkait dengan sifat fisika lumpur antara lain adalah pengujian densitas lumpur, analisa keseragaman butir, pengujian gambaran susunan partikel secara mikro dari lumpur. Hasil pengujian densitas lumpur menunjukkan bahwa lumpur cukup berat (berkisar 1,24 – 1,37) karena adanya kandungan oksida dan ukuran partikelnya. Oksida silika, kalsium, natrium dan kalium mempunyai densitas yang berat dan menyebabkan lumpur juga mempunyai densitas yang berat. Di samping itu, secara fisik lumpur mempunyai ukuran partikel yang halus, sehingga ruang yang ditempati akan semakin kecil, dan jarak antar partikel semakin kecil, sehingga dalam satuan volume tertentu akan ditempati partikel lebih banyak. Hasil analisa keseragaman butir (grain size) menggambarkan bahwa komponen terbesar adalah clay (sekitar 81,5%) yang berarti bahwa butiran lumpur sangat halus. Karena ukuran partikel sangat halus, maka sesama partikel dapat menyusun diri sangat rapat sehingga tidak mudah diintroduksi oleh molekul lain (misalnya molekul air). Tetapi dengan pengadukan, interaksi antar partikel akan
1
terlepas, sehingga apabila ada aliran alir yang cukup kuat, secara perlahan lumpur akan tergerus. Pengujian sifat fisika lainnya adalah pengujian untuk memperoleh gambaran susunan partikel lumpur secara mikro dengan menggunakan foto Scanning Electron Microscope (SEM). Pengujian dilakukan dengan perbesaran 150, 600, 1.000, 2.500, 5000, 10.000, dan 20.000 kali.
Gambar 1. Perbesaran Lumpur 150, 600, 1.000 dan 2.500 kali
Penampang lumpur dengan perbesaran 1.000 kali mulai menunjukkan gambaran bahwa struktur kristalnya merupakan lempeng dalam satuan 10 µm dan mulai kelihatan adanya poros. Perbesaran penampang partikel sampai 2.500 kali memperlihatkan bahwa partikel lumpur mempunyai bentuk kristal berupa lempeng. Pada perbesaran ini belum dapat diukur tebal lempengnya, tetapi sudah jelas adanya poros di antara lempeng.
2
Gambar 2. Perbesaran Lumpur 5.000 dan 10.000 kali
Perbesaran 5.000 kali memperlihatkan dengan jelas bentuk struktur partikel lumpur. Diperkirakan ketebalan lempeng partikel kurang dari 1 µm dan lebar lempeng kristal dapat mencapai lebih dari 5 µm. Rongga antar lempeng terlihat cukup besar dibandingkan dengan ketebalan lempeng. Berdasarkan data ini dapat diperkirakan bahwa pergerakan antar lempeng dapat terjadi bila ada energi, minimal 50 kali lebih besar dari energi yang dibutuhkan apabila kristalnya berbentuk kubus. Perbesaran 10.000 kali menunjukkan bahwa ketebalan lempeng kurang dari 1 µm dan lebarnya ada yang mencapai lebih dari 5 µm. Perbesaran 20.000 kali menunjukkan bahwa ketebalan lempeng partikel berkisar antara 0,01 – 0,05 µm dan lebar lempeng dapat mencapai 5 µm. Hal ini menunjukkan bahwa gaya tarik antar partikel sangat besar.
Gambar 3. Perbesaran Lumpur 20.000 kali
3
Ada dua hal yang menyebabkan lumpur sulit dipindahkan, yaitu besarnya densitas dan lebarnya lempeng partikel. Hal yang lain yang dapat diketahui adalah bahwa porositasnya dapat mencapai lebih dari 30%, berarti paling kurang ada ruang sebesar 30% material yang dapat disusupi air. Melihat susunan partikel lumpur sampai dengan perbesaran 20.000 kali, dapat diperoleh informasi bahwa antar partikel lumpur tidak melekat atau masih ada rongga yang memungkinkan dilewati cairan. Bentuk kristal yang pipih dan luas menyulitkan untuk terjadinya pergeseran posisi antar lempeng kristal karena adanya gaya tarik‐menarik antar lempeng partikel. Bentuk lempeng yang tipis dan luas membutuhkan energi yang besar untuk memisahkan antar lempengnya dan apabila tidak ada energi, maka antar lempeng akan merapat. Jadi secara makro, lumpur tidak akan mengendap menjadi seperti semen (cementing), tetapi karena lempeng kristalnya tipis dan permukaannya luas, maka dibutuhkan energi sebesar luas permukaan lempeng dikalikan dengan ketebalan lempeng kali lipat dibanding dengan bentuk kristal kubus. Adanya rongga paling kurang 30% memungkinkan air menyusup ke dalam rongga. Atas dasar ini, untuk menghanyutkan lumpur dengan air adalah upaya yang masuk akal.
Gambar 4. Kondisi Kali Porong pada bulan Oktober 2007 (kiri) dan bulan Juli 2009 (kanan)
Gambar 5. Kondisi Kali Porong pada bulan September 2007 (kiri) dan bulan Juli 2009 (kanan) Lokasi: Hilir jembatan ex. Tol Gempol – Porong
4
Hal yang perlu diperhatikan adalah jumlah air dan kecepatan harus lebih besar dari rongga yang ada atau jumlah air untuk menghanyutkan lumpur minimal harus lebih besar dari 30% dari jumlah lumpur ditambah dengan faktor densitas sekitar 1,35 kali berat lumpur.
Sifat Kimiawi Lumpur Berdasarkan komposisi kimia (kandungan oksida dan logam), dapat disimpulkan bahwa lumpur Sidoarjo:
Mempunyai kecenderungan untuk semakin tinggi kadar SiO2 maka semakin rendah kandungan aluminanya.
Mengandung alumina yang tinggi (sekitar 19% Al2O3), yang dapat ditafsirkan sebagai lumpur yang kaya akan mineral felspar.
Mempunyai kadar besi oksida yang berkisar antara 4,95 ‐ 6,02% Fe2O3, menunjukkan adanya jenis serpih merah (red shales) atau batu lempung besi/ kamosit (rata‐rata dalam batuan serpih/lempung merah sekitar 5%). Apabila kandungan besinya melebihi 12% merupakan sesuatu yang tidak normal. Kandungan pirit Fe2O3 yang tinggi terbentuk pada lingkungan reduksi, kondisi anaerobis, genangan air tenang yang mungkin terdapat di tempat yang dalam dan terputus hubungannya dengan atmosfer oleh stratifikasi yang disebabkan oleh perbedaan densitas air yaitu perlapisan air tawar yang terdapat di atas air asin.
Menunjukkan adanya kandungan Cu dan Zn yang ekstrim. Adanya kadar Cu yang ekstrim ini, kemungkinan ditafsirkan sebagai akibat adanya mineralisasi Cu dalam “closed environment”. Sedangkan adanya Zn yang ekstrim kemungkinan berasal dari batuan sumber yang kaya akan kandungan logam, yang kemungkinan berupa serpih bituminous.
Untuk menjelaskan perubahan sifat kimiawi lumpur karena berkurangnya kandungan air akibat mengeringnya lumpur dapat dibandingkan dengan susunan kandungan semen. Secara garis besar, perbedaan komposisi unsur kimia berbagai jenis semen dan lumpur Sidoarjo adalah sebagai berikut: Unsur Kimia
Semen Portland
Ciment Fondu
Semen Highalumina
Lumpur Sidoarjo
CaO (%)
60 – 66
35 – 38
26 – 29
1,78 – 2,67
Al2O3 (%)
5 – 9
38 – 40
70 – 72
17,96 – 19,96
SiO2 (%)
19 – 25
4 – 6
< 1
44,49 – 49,72
Fe2O3 (%)
2 – 4
14 – 18
< 1
4,95 – 6,02
5
Dari data tersebut, diketahui perbandingan komposisi kimiawi lumpur Sidoarjo dan komposisi kimiawi semen sehingga dapat dijelaskan bahwa kandungan CaO pada lumpur sangat kecil dibanding dengan kebutuhan kandungan CaO semen. Sebaliknya, kandungan SiO2 lumpur Sidoarjo relatif besar dibandingkan dengan kebutuhan SiO2 pada semen. Dengan demikian, kemungkinan lumpur menjadi kaku (cementing) pada saat lumpur kehilangan kandungan air tidaklah mudah, apalagi untuk mencapai sifat sepereti “semen” yang memerlukan panas tinggi untuk proses kalsinasi. Komposisi oksida pada lumpur Sidoarjo cukup berbeda dengan komposisi semen, sehingga adopsi sifat semen tidak terjadi (lumpur tidak mengalami reaksi kimia ketika bercampur dengan air), artinya lumpur hanya mengalami interaksi antar partikel dan tidak terjadi reaksi kimia Pada kasus lumpur Sidoarjo, setelah lumpur mengering akibat penumpukan yang agak lama, tidak akan terjadi pengikatan antar partikel secara kimia, atau tidak terjadi reaksi kimia. Antar partikel yang halus hanya terjadi gaya antar partikel secara fisika dan dapat dipisahkan secara fisika pula.
Kesimpulan
Sebagian besar lumpur Sidoarjo terdiri atas jenis “clay” (sekitar 81%) dimana kandungan komponen silikatnya lebih rendah dari kaolin.
Ukuran partikel lumpur “halus” dan pada sebagian lumpur tidak ditemukan partikel berukuran “gravel”, sehingga porositas lumpur sangat halus dan massa jenisnya besar.
Pergerakan lumpur sangat tergantung pada porositas, karena semakin besar porositas semakin memudahkan pergerakan air.
Lumpur yang mengendap dan mengering tidak mengalami reaksi kimia (tidak seperti adonan beton) yang berarti tidak mengalami proses kimiawi, dan hanya mengalami proses fisika (pelepasan molekul air dari pori dan pengurangan jarak antar partikel lumpur). Apabila pada lumpur yang mengering diberikan air, maka air akan segera memasuki pori‐pori antar partikel, berarti akan terjadi pergerakan partikel lumpur. Karena gravitasinya besar, maka diperlukan energi yang cukup besar untuk mengalirkan lumpur.
Bentuk partikel yang pipih menyulitkan untuk memisahkan antar partikel, apalagi dengan berat jenis yang besar. Dengan masih adanya rongga antar partikel sebesar paling kurang 30%, maka lumpur masih mungkin dihanyutkan oleh air dengan tenaga yang lebih besar.
(Kontr. AHR Infra, Sumber: Basic Design PLS).
6