UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA TIMUR DI APOTEK SAFA DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
U UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA TIMUR DI APOTEK SAFA DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Erli Susanti
NPM
: 1106153196
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 22 Desember 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Erli Susanti
NPM
: 1106153196
Program Studi
: Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: 1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No 218 Jakarta Timur Periode 11 – 29 Juni 2012
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa Jl. Bukit Duri Tanjakan No.68 Tebet Jakarta Selatan
3. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di PT. Ferron Par Pharmaceuticals Jalan Jababeka VI Blok J3 Cikarang Jawa Barat Periode 3 September – 31 Oktober 2012
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 22 Desember 2012 Yang menyatakan,
(Erli Susanti)
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 11 – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 11 – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012 ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No. 218 Periode 11 – 29 Juni
2012, untuk
memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Dalam penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Saffarrudin, MARS. selaku Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA. 2. Bapak Drs. Mawardinur, Apt., selaku pembimbing PKPA dan Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 3. Ibu Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., selaku Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 4. Ibu drg. Margaretha S.D.W., selaku Koordinator Tenaga Kesehatan yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 5. Ibu drg. Roselyne Tobing, selaku Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 6. Bapak Dr. Abdul Mun’im, M.Si., Apt., selaku pembimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. iv
7. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 8. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA. 9. Seluruh staf Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA. 10. Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan di Program Apoteker Fakultas Farmasi UI atas segala ilmu pengetahuan, didikannya, serta bantuan dan masukan selama ini. 11. Orang tua yang selalu memberikan doa, serta dukungan moral dan finansial kepada penulis. 12. Rekan-rekan mahasiswa Apoteker angkatan 75 yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker di Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
2012
v
ABSTRAK
Nama : Erli Susanti Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa Jl. Bukit Duri Tanjakan No.68 Tebet Jakarta Selatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa bertujuan untuk mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang apoteker di Apotek Safa, mengetahui dan memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, dan penjualan perbekalan farmasi serta mempraktekkan pelayanan kefarmasian di apotek sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia. Pelayanan kefarmasian merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan obat di Apotek Safa terdiri dari pelayanan resep, pelayanan non resep, swamedikasi dan komunikasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Analisis Penjualan Obat Secara Pareto (ABC) di Apotek Safa Periode Januari – Juni 2012. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengelompokkan item obat ethical dan OTC menjadi kelompok A, B dan C. Selain itu juga untuk menentukan item obat ethical dan OTC yang menjadi pareto selama periode Januari – Juni 2012 Kata Kunci
: Apotek Safa, Apotek, Pareto
vi
ABSTRACT
Name : Erli Susanti Program Study : Apothecary Profession Title : Apothecary Internship Reports in Health East Jakarta Sub-dept Jl. Matraman Raya No 218 Period June 11th - 29th 2012.
Apothecary Internship Reports in Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No 218 aimed to to understand the duties and functions of Health East Jakarta Sub-dept. This activity is carried out in the section in charge of the Health Resources Coordinator Pharmaceutical Food and Beverage. In this case, pharmacists are expected to understand the duties and functions of the Health Resources and Services section to understand licensing procedures, and guidance, supervision and control of pharmaceutical food and beverage facilities. Means pharmaceutical food and drinks covered include pharmacies, drug stores, small industrial traditional medicine (IKOT), branch distributors of medical devices, and food industry was the household (domestic worker). Special assignment given use of psychotropic report entitled Summary of Unit Area Health Services in East Jakarta Municipality Period of January and February 2012. Special assigment aims to identify health service unit had sent a report of psychotropic use, the type most widely used psychotropic drugs and health services are the most widely used psychotropic drugs.
Keywords : East Jakarta Sub-dept of Health, the Health Resources Section, Pharmaceutical Food Beverage, psychotropic, SIPNAP
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv ABSTRAK ........................................................................................................... vi ABSTRACT ........ .................................................................................................vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ..................................................................................................ix DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Tujuan................................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR.................................................... 3 2.1 Instansi Kesehatan ............................................................................... 3 2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi ........................................... 4 2.3 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur.................... 6 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN ....... 14 3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan........................................................... 14 3.2 Dasar Hukum...................................................................................... 14 3.3 Ruang Lingkup................................................................................... 18 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 49 4.1 Hasil .................................................................................................. 49 4.2 Pembahasan........................................................................................ 54 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 60 5.1 Kesimpulan......................................................................................... 60 5.2 Saran…………………………………………………………………60 DAFTAR ACUAN...............................................................................................61
viii
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3
Hasil monitoring harga obat generik pada sarana pelayanan kesehatan di wilayah Jakarta Timur .............................................................. 52 Persentase per item hasil monitoring obat generik periode tahun 2012 pada sarana apotek rakyat di wilayah Jakarta Timur.......... 52 Persentase per item hasil monitoring obat generik periode tahun 2012 pada sarana instalasi farmasi rumah sakit di wilayah Jakarta Timur................................................................................ 53
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan struktur organisasi Dinas Kesehatan ..................................... 64 Lampiran 2. Bagan struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur..... 65
x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Bangsa
Indonesia
adalah
bangsa
yang
sedang
berkembang.
Penyelenggaraan pembangunan dalam berbagai bidang, khususnya bidang kesehatan sedang digalakkan agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan penyelenggaraan upaya kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009a). Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009a). Selain itu berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, pemerintah bertanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, terus-menerus berupaya agar pelayanan kesehatan semakin baik kualitasnya. Dengan adanya otonomi daerah, sebagian kewenangan dan tugas pemerintah pusat telah dilimpahkan ke pemerintah daerah. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 terdapat Suku Dinas Kesehatan di setiap Kotamadya yang berada di DKI Jakarta, misalnya Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, yang membantu Dinas Kesehatan dalam menjalankan dengan baik tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan binwasdal (pembinaan, pengawasan, dan pengendalian) upaya-upaya kesehatan di Jakarta Timur (Gubernur Provinsi DKI, 2009). 1
Universitas Indonesia
2
Pelayanan kesehatan tentunya dapat berjalan secara optimal dengan adanya sumber daya manusia yang kompeten, misalnya apoteker. Oleh karena itu, dengan adanya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, seorang calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata mengenai perannya secara umum di masyarakat dan secara khusus di Suku Dinas Kesehatan.
1.2.
Tujuan Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Timur, bertujuan agar mahasiswa calon Apoteker: 1.2.1
Memahami tugas pokok dan fungsi dari Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi.
1.2.2
Memahami tugas pokok dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan khususnya bagian Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman Kota Administrasi.
1.2.3
Memahami tata cara perizinan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap tenaga kesehatan, sarana pelayanan farmasi, dan standardisasi mutu.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
2.1.
Instansi Kesehatan Ada beberapa instansi pemerintah yang khusus menangani bidang
kesehatan. Secara hirarki instansi tersebut dapat dibagi menjadi: a. Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan (dahulu Departemen Kesehatan) merupakan badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian kesehatan berada di bawah Presiden, bertanggung jawab kepada Presiden, bertugas membantu Presiden dan menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang berfungsi sebagai regulator di tingkat nasional. b.
Dinas Kesehatan (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009) Dinas Kesehatan adalah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah yang berfungsi sebagai regulator di tingkat daerah DKI Jakarta.
c.
Suku Dinas Kesehatan (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009) Suku
Dinas
Kesehatan
adalah
Suku
Dinas
Kesehatan
Kota
Administrasi/Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi sebagai perangkat pada tingkat kota administrasi/kabupaten administrasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang diangkat dari pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional kepada Walikota Administrasi yang berfungsi sebagai auditor di wilayahnya.
3
Universitas Indonesia
4
d.
Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai saat ini sekitar 7.277 unit Puskesmas Kecamatan dengan 1.818 unit diantaranya mempunyai fasilitas ruang rawat inap, 21.587 unit Puskesmas kelurahan, dan 5.084 unit Puskesmas keliling untuk wilayah Jakarta Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 76 Puskesmas Kelurahan.
2.2.
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009) Adanya perubahan sistem pemerintahan tahun 1999 dari sistem sentralisasi
menjadi otonomi daerah mengakibatkan sebagian wewenang pemerintah pusat dilimpahkan kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang mengawali berdirinya Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat di tingkat Kotamadya,dan pada tahun 2009 dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Organisasi Suku Dinas Kesehatan pasca restrukturisasi perihal peningkatan efisiensi dimana Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dengan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat dilebur menjadi satu yaitu Suku Dinas Kesehatan. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan Universitas Indonesia
5
pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan
dipimpin oleh
seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai fungsi : a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. c. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional dan keahlian. d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB). e. Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular atau tidak menular. f.
Pengawasan dan pengendalian ketersediaan kefarmasian.
g. Pelaksanaan surveilans kesehatan. h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan. i.
Pengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
j.
Pelaksanaan
pemungutan,
penatausahaan,
penyetoran,
pelaporan
dan
pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku Dinas. k. Pemberian,
pengawasan,
pengendalian
dan
evaluasi
perizinan
atau
rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan. l.
Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup Kota Administrasi
m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat.
Universitas Indonesia
6
n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan dan pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi. o. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas. p. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang. q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan r.
Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas.
s.
Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas.
t.
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.
2.3.
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur
2.3.1. Visi dan Misi (Sudinkes Jaktim, 2011) Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu Jakarta Timur Sehat, Mandiri dan Bermutu untuk semua. Misi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah : a. Meningkatkan kemampuan manajerial dan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM). b. Meningkatkan kinerja organisasi dengan pendekatan tim. c. Mengembangkan sistem informasi kesehatan sesuai dengan perkembangan teknologi. d. Menggalang kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi terkait. e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.
Universitas Indonesia
7
2.3.2
Sasaran Mutu (Sudinkes Jaktim, 2011) Sasaran mutu yang ingin dicapai oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Timur adalah : a. Binwasdal SDM Sudinkes 100 % terlaksana dengan baik, benar, dan tepat waktu. b. Binwasdal Program 100 % terlaksana dengan baik, benar dan tepat waktu. c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja. d. Pelayanan perizinan sarana kesehatan 25 hari kerja. e. Keluhan pelanggan 100 % ditindaklanjuti. f.
Kepuasan pelanggan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) minimal 2, 51 atau dalam kategori baik.
2.3.3
Struktur Organisasi (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009) Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan, organisasi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari : a. Kepala Suku Dinas b. Subbagian Tata Usaha c. Seksi Kesehatan Masyarakat d. Seksi Pelayanan Kesehatan e. Seksi Sumber Daya Kesehatan f. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan g. Subkelompok Jabatan Fungsional 2.3.3.1 Kepala Suku Dinas Kepala Suku Dinas mempunyai tugas : a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Subbagian, Seksi dan Subkelompok Jabatan Fungsional. c. Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan atau Instansi
Universitas Indonesia
8
pemerintah atau swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. 2.3.3.2 Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha merupakan satuan kerja staf Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Subbagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas. Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas : a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. d. Melakasanakan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. e. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Suku Dinas. f.
Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas.
g. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas. h. Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan dan ketertiban kantor i.
Melaksanakan pengelolaan ruang rapat atau pertemuan Suku Dinas
j.
Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku Dinas.
k. Menerima,
mencatat,
membukukan,
menyetorkan
dan
melaporkan
penerimaan retribusi Suku Dinas Kesehatan. l.
Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Subbagian Tata Usaha.
m. Mengkoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja dan akuntabilitas) Suku Dinas.
Universitas Indonesia
9
n. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Subbagian Tata Usaha. 2.3.3.3 Seksi Kesehatan Masyarakat Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas : a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita dan asuhan keperawatan. d. Mengkoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan pengendalian program kesehatan masyarakat. e. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi f.
Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatann masyarakat.
g. Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat Kota Administrasi. h. Melaksanakan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi manajemen kesehatan yang terintegrasi. i.
Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM.
j.
Menerapkan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
k. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat. l.
Melaporkan
dan
mempertanggunjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia
10
2.3.3.4 Seksi Pelayanan Kesehatan Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian tata laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. d. Menghimpun,
mengolah,
menyajikan,
memelihara,
mengembangkan,
memanfaatkan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan. e. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan kesehatan. f. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan akreditasi sarana pelayanan kesehatan. g. Memberikan rekomendasi atau perizinan sarana pelayanan kesehatan. h. Memberikan tanda daftar kepada pengobat tradisional. i. Melaksanakan siaga 24 jam / Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan (Pusdaldukkes). j. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan. k. Meyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan. l. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Pelayanan Kesehatan.
Universitas Indonesia
11
2.3.3.5 Seksi Sumber Daya Kesehatan Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya c. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman. d. Memberikan rekomendasi atau perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman. e. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan. f. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan. g. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan. h. Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem manajemen mutu. i. Melaksanakan survey kepuasan pelanggan kesehatan. j. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penetapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas. k. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator. l. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur, assessor dan auditor mutu pelayanan kesehatan. m. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga.
Universitas Indonesia
12
n. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial. o. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi. p. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan. q. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan. r. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi Sumber Daya Kesehatan.
2.3.3.6 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan mempunyai tugas: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan. d. Melaksanakan kegiatan pembinan pelaksanaan kesehatan haji. e. Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular atau tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat. f. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan teknis peningkatan
kompetensi
surveilans
epidemiologi,
tenaga
kesehatan
pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat. g. Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan Universitas Indonesia
13
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Dearah (UKPD) dan atau instansi pemerintah / swasta / masyarakat. h. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan imunisasi. i. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan data dan informasi surveilens epidemiologi sebagai Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kota Administrasi. j. Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan. k. Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans. l. Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian. m. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans. n. Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air minum / air bersih, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat pengeloalaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengeloalaan lingkungan / upaya pemantauan lingkungan. o. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan. p. Menyiapkan materi pelatihan teknis dalam Bidang Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja. q. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan. r. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan.
Universitas Indonesia
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN
3.1.
Seksi Sumber Daya Kesehatan (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009) Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Deskripsi kerja Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan antara lain: a. Menyusun rencana kerja program: Standarisasi Mutu Kesehatan, Tenaga Kesehatan dan Farmasi, Makanan dan Minuman selama 1 tahun. b. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Standarisasi Mutu Kesehatan. c. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Tenaga Kesehatan. d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Farmasi, Makanan dan Minuman. e. Membantu melaksanakan tugas-tugas dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. f. Pemantauan Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kecamatan binaan.
3.2.
Dasar Hukun
3.2.1. Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan Dasar hukum yang mengatur perizinan sarana kesehatan farmasi makanan dan minuman adalah sebagai berikut: a.
Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b.
Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c.
Undang-undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
d.
Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
e.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
f.
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
14
Universitas Indonesia
15
g.
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
h.
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
i.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1191/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan.
j.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/Menkes/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat.
k.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
1184/Menkes/Per/X/2004
tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. l.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
1332/Menkes/SK/X/2002
tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. m. Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional. n.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
1331/Menkes/SK/X/2002
tentang
Perubahan Peraturan Menkes Nomor 167/Kab/B.VII/1972 tentang Pedagang eceran Obat. o.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Perubahan
Atas
PerMenKes
No.
149/MenKes/Per/II/1998
No.184/MenKes/Per/II/1995
tentang tentang
Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker. p.
Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
q.
Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Sarana Kesehatan.
r.
Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi DKI.
s.
Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta .
Universitas Indonesia
16
t.
Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 970 Tahun 1990 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di wilayah DKI Jakarta.
u.
Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 8981 Tahun 2006 tanggal 14 Desember 2006 tentang Pemberlakuan Tatacara Perizinan Cabang Penyalur Alat Kesehatan.
v.
Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 7687 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Pedoman Perizinan Sarana Farmakmin di Provinsi DKI Jakarta.
w. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 0160 Tahun 2002 tentang Penyerahan Wewenang Pengurusan Perizinan Sarana Kesehatan tertentu kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan.
3.2.2. Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan Dasar hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai berikut: a. Peraturan Menteri Kesehatan No.161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. b. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1464/Menkes/per/XI/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. c. Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. d. Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.317/Menkes/Per/III/2010
tentang
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warganegara Asing di Indonesia e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah. g. Pemerintah RI No. 48 Tahun 2009 tentang Perizinan dan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu dan Teknologi yang Beresiko Tinggi dan Berbahaya.
Universitas Indonesia
17
3.2.3. Dasar Hukum Mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan Dasar hukum mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan menyangkut Undang-Undang Pelayanan Publik. Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan di Negara ini sehingga menjamin kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Menurut undangundang tersebut, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang,
jasa,
dan/atau
pelayanan
administratif
yang
disediakan
oleh
penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik tersebut adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen, yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Pelayanan administratif yang dimaksud oleh undang-undang ini meliputi: a.
Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam
peraturan
perundang-undangan
dalam
rangka
mewujudkan
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara. b.
Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan. Undang-undang ini mengatur segala aspek penyelenggaraan pelayanan
publik, termasuk yang paling utama ialah kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan publik untuk menetapkan standar pelayanan mengenai standar pelayanan publik yang diberikan dan hal ini diatur lagi oleh peraturan pemerintah. Dengan demikian, undang-undang ini menjamin adanya diberikannya pelayanan publik yang berkulaitas bagi seluruh masyarakat.
Universitas Indonesia
18
3.3.
Ruang Lingkup Seksi ini membawahi tiga bagian, yaitu:
a. Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman b. Koordinator Tenaga Kesehatan c. Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan
3.3.1. Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas: a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman. b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga. c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial. d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi. Ruang lingkup perizinan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan minuman di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah: a. Apotek (apotek kerja sama, apotek profesi, apotek rakyat dari toko obat dan depo obat/ farmasi) b. Toko Obat c. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) e. Sertifikasi kelayakan olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/ Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
Universitas Indonesia
19
3.3.1.1 Apotek (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002 ; Departemen Kesehatan RI, 2002b) Berdasarkan Permenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Khusus di DKI Jakarta perizinan apotek dibagi menjadi 4, yaitu: a.
Apotek Kerja sama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai apoteker pengelola apotek (APA), sedangkan pemilik sarana apotek (PSA) adalah dari pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain).
b.
Apotek Profesi, adalah apotek yang apoteker pengelola apotek (APA) juga sebagai pemilik sarana apoteknya (PSA).
c.
Depo Farmasi/Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya boleh menerima resep dari klinik tersebut.
d.
Apotek Rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjual obat golongan narkotika dan psikotropika, dimana terhitung sejak ditetapkannya
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
284/MenKes/PER/III/2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek rakyat. Standar penanggung jawab teknis apotek adalah apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Sebelum melaksanakan kegiatannya, APA wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker), dan Surat Izin Apotek (SIA). SIPA wajib dimiliki oleh apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. Selain itu SIPA juga Universitas Indonesia
20
wajib dimiliki apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker pendamping. SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan tidak ada perubahan fisik dan nonfisik. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan apotek, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/atau terjadi karena surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah sarana kesehatan apotek dan terjadi perubahan pindah lokasi apotek. Untuk mendapatkan SIA, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas
yang memadai, sehingga dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat dan toilet/WC. Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat apotek. Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI Universitas Indonesia
21
Jakarta sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun sekali. SIA
dapat
dicabut
jika
terdapat
pelanggaran-pelanggaran
yang
menyebabkan pencabutan SIA tersebut yang diatur menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 25 adalah : a.
Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA).
b.
Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.
c.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terusmenerus.
d.
Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan, dan ketentuan perundang-undangan yang lain.
e.
Surat izin kerja APA dicabut.
f.
Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. Secara umum persyaratan izin apotek yang bekerja sama dengan pihak lain
adalah: a.
Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap,1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00.
b.
Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.
c.
Fotokopi KTP DKI dari APA.
d.
Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri.
e.
Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/sewa.
f.
Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG). Universitas Indonesia
22
g.
Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
h.
Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.
i.
Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.
j.
Peta lokasi dan denah ruangan.
k.
Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.
l.
Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.
m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00. n.
Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram).
o.
Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.
p.
SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi.
q.
Rencana jadwal buka apotek.
r.
Daftar peralatan peracikan obat.
s.
Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi.
t.
Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.
u.
Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir).
v.
Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.
Secara umum persyaratan izin apotek praktek profesi: a.
Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6000,00.
b.
Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali.
c.
Fotokopi KTP DKI apoteker apotek praktek profesi.
d.
Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun. Universitas Indonesia
23
e.
Denah bangunan beserta peta lokasi.
f.
Daftar peralatan peracikan, etiket, dll.
g.
Fotokopi NPWP apoteker.
h.
SIK/SP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker.
i.
Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).
j.
Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.
Secara umum persyaratan Izin depo obat/farmasi: a.
Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6000,00.
b.
Fotokopi izin klinik yang masih berlaku.
c.
Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan hukum.
d.
Fotokopi KTP DKI APA.
e.
Ijazah/SIK/SP Apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker.
f.
Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo obat/farmasi.
g.
Proposal untuk mendirikan depo obat/farmasi.
h.
Ijazah/SIK asisten apoteker.
i.
Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta denah bangunan tertutup.
j.
NPWP perusahaan.
k.
UUG.
l.
Status gedung/sertifikat gedung sewa minimal dua tahun.
m. Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya (bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan.
Universitas Indonesia
24
Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus memiliki apoteker pendamping, dan apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/supervisor, dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti, sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1 – 3 bulan, maka harus menunjuk apoteker supervisor. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002b). Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masingmasing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selamalamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002b).
Universitas Indonesia
25
3.3.1.2 Apotek Rakyat (Dinkes Provinsi, 2002 ; Departemen Kesehatan RI, 2007) Apotek rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian, dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan dan pelayanan resep narkotik dan psikotropik. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 284/MenKes/PER/III/2007, ketentuan yang harus dipenuhi oleh Apotek rakyat adalah: a.
Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat generik.
b.
Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas , obat bebas, dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c.
Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik obat dan menyerahkan obat dalam jumlah besar.
d.
Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung jawab, dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.
e.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan pencabutan izin.
f.
Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana dianggap telah menjadi apotek rakyat.
Secara umum persyaratan izin apotek yang berasal dari toko obat/apotek sederhana (apotek rakyat) : a.
Surat permohonan APA ditujukan kepada kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6.000,00.
b.
Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila bentuk PT
c.
Salinan/fotokopi KTP DKI dari APA
d.
Fotokopi izin domisili dari lurah
Universitas Indonesia
26
e.
Status bangunan milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa, foto kopi perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal 2 (dua) tahun.
f.
Pernyataan pemilik sarana lokasi hanya untuk pada sentra pasar tempat toko obat dan tidak pindah diluar pasar diatas materai Rp.6000,00.
g.
Surat pernyataan kepala pasar yang menyatakan pihaknya ikut mengawasi kegiatan apotek terhadap ketentuan per UU Farmasi yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.
h.
Surat keterangan domisili dari lurah atau kepala pasar.
i.
Surat pernyataan pemohon dan pemilik yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp.6000,00.
j.
Peta lokasi dan denah bangunan.
k.
Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak terlibat lagi dalam pelanggaran peraturan di bidang Farmasi/obat di atas materai Rp.6000,00.
l.
Surat pernyataan APA sanggup mengelola apotek/toko obat diatas materai Rp.6000,00.
m. Surat pernyataan dari APA dan PSA tidak melakukan peracikan dan penjualan obat Narkotik, OKT baik dengan resep dokter maupun tanpa resep dari pemilik dan apoteker diatas materai Rp.6000,00. n.
Struktur organisasi apotek dan tata kerja/tata laksana.
o.
Daftar
ketenagaan
berdasarkan
pendidikan
dilampiri
sengan
SK
pengangkatan dan daftar gaji yang disetujui oleh apoteker, pemilik dan tenaga kerja tersebut diatas materai Rp.6000,00. p.
Surat izin kerja/surat penugasan apoteker.
q.
Surat izin kerja AA/D3 Farmasi.
r.
Rencana jadwal buka apotek.
s.
Daftar peralatan lainnya.
t.
Daftar buku wajib peraturan per UU di bidang Farmasi.
u.
Surat peryataan APA dan pemilik bersedia bila diperiksa ke apotek oleh petugas kesehatan yang berwenang di atas materai Rp.6000,00.
Universitas Indonesia
27
3.3.1.3 Toko Obat (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002) Pedagang eceran obat didefinisikan sebagai orang/badan hukum di Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas (label hijau) dan obat-obat bebas terbatas (label biru) untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker.
Adapun
persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha toko obat antara lain : a.
Surat permohonan izin toko obat yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes Kotamadya setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00.
b.
Fotokopi KTP DKI Jakarta pemilik toko obat.
c.
Akte pendirian perusahaan bila bentuk badan hukum yang terdaftar pada Menteri Kehakiman dan HAM.
d.
Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan
e.
Ijazah dan SIK AA, foto 2x3 2 lembar.
f.
Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA penanggung jawab teknis pada toko obat di atas materai Rp. 6000,00.
g.
Status bangunan tempat usaha milik sendiri (lampirkan sertifikat) dan bila sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik.
h.
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
i.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi, pihak toko obat
harus mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan
Universitas Indonesia
28
yang membawahi bagian Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat. Perubahan non fisik meliputi: a.
Terjadi pergantian asisten apoteker penanggung jawab teknis sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya).
b.
Terjadi pergantian nama sarana kesehatan toko obat.
c.
Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan toko obat tanpa pemindahan lokasi.
d.
Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya).
e.
Terjadi karena surat izin sarana kesehatan toko obat hilang atau rusak.
Perubahan fisik meliputi: a.
Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan toko obat.
b.
Terjadi perpanjangan izin sarana kesehatan toko obat.
Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan.
3.3.1.4 Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002 ; Departemen Kesehatan RI, 1990) Menurut Permenkes No. 246/MenKes/Per/V/1990, Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah perusahaan yang memproduksi
obat tradisional
dengan total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh Izin Prinsip Industri Kecil Obat Tradisional, antara lain: a.
Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan, ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00.
b.
Rencana denah bangunan industri IKOT. Universitas Indonesia
29
c.
Jadwal rencana pendirian bangunan dan pemasangan mesin produksi.
d.
UUG, dengan melihat lokasi yang sesuai denah industri
e.
Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Izin Prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun dengan mewajibkan sebagai
penanggung jawab teknis satu orang Asisten Apoteker yang bekerja penuh. Tujuan Prinsip IKOT agar pemohon dapat langsung melakukan persiapanpersiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi-instalasi peralatan dan lain-lain yang diperlukan pada lokasi yang disetujui sedangkan izin IKOT berlaku selama perusahaan tersebut masih beroperasi. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh Izin Industri Kecil Obat Tradisional, antara lain: a.
Permohonan
izin
prinsip/izin
tetap
dari
direktur/pimpinan
perusahaan/perorangan, ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak tiga rangkap beserta lampirannya dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b.
Akte pendirian perusahaan bila dalam bentuk PT yang disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM.
c.
Ijazah apoteker penanggung jawab teknis.
d.
KTP DKI Jakarta dari penanggung jawab teknis.
e.
Surat perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pihak perusahaan di atas materai Rp. 6000,00.
f.
Undang-Undang Gangguan.
g.
Peta lokasi, IMB
h.
Denah ruangan produksi, kantor, gudang bahan baku, dan gudang produk jadi.
i.
Bentuk obat tradisional yang akan diproduksi.
j.
Peralatan dan pengolahan serta pengemasan.
k.
Peralatan laboratorium.
l.
Sumber daya/energi yang dipakai.
m. Jumlah tenaga kerja. n.
Nilai investasi.
o.
Rencana pemasaran.
p.
Buku peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dan lain-lain. Universitas Indonesia
30
q.
Status gedung (sewa/milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat, bila sewa, lampirkan surat sewa minimal lima tahun beserta fotokopi KTP pemilik.
r.
Analisis dampak lingkungan/Surat Pernyataan Pengelolahan Limbah (SPPL).
s.
Peralatan pengendalian pencemaran. Perubahan fisik maupun non fisik juga dapat terjadi pada Industri Kecil
Obat Tradisional. Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi harus dilaporkan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan seksi SDK yang membawahi bagian Farmasi Makanan dan Minuman setempat. Perubahan non fisik meliputi: a.
Terjadi pergantian direktur / pimpinan sarana kesehatan IKOT (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya)
b.
Terjadi pergantian nama sarana kesehatan IKOT
c.
Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan IKOT tanpa pemindahan lokasi
d.
Terjadi pergantian penanggung jawab teknis sarana kesehatan IKOT (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya)
e.
Terjadi karena surat izin sarana kesehatan IKOT hilang atau rusak
Perubahan fisik meliputi : a.
Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan IKOT
b.
Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan IKOT
c.
Terjadi perluasan atau penambahan jenis produksi dari sarana kesehatan IKOT
3.3.1.5 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) Cabang Penyalur Alat Kesehatan adalah badan hukum atau badan usaha yang telah memperoleh izin usaha untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) merupakan sarana yang legal yang dapat menyalurkan alkes berbeda fungsi dari Penyalur Alkes (PAK) dimana perusahaan yang sama namanya yang telah mendapat izin dari Depkes RI. Izin Cabang Penyalur Alkes belaku sesuai dengan penunjukkan yang diberikan oleh PAK pusat dan paling lama adalah 3 (tiga) tahun.
Universitas Indonesia
31
Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, alat untuk ditanamkan, reagen/produk diagnostik in vitro atau barang lain yang sejenis atau yang terkait komponen, bagian dan perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendiagosis penyakit, menyembuhkan, merawat, memulihkan atau mencegah penyakit pada manusia. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), antara lain: a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan Usaha Penyalur Alat Kesehatan (UPAK), bukan dari CPAK, yang ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak tiga rangkap dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Surat penunjukkan dari UPAK sebagai CPAK di atas materai Rp. 6.000,00. c. Fotokopi izin UPAK. d. Akte perusahaan CPAK bila bentuk PT dan terdaftar pada Menteri Kehakiman dan HAM. e. Denah bangunan/ruangan dari CPAK. f. Peta lokasi CPAK. g. SIUP CPAK. h. NPWP CPAK. i. UUG. j. Domisili perusahaan. k. Status bangunan bila milik sendiri, lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik. l. Penanggung jawab teknis (AA atau SMU yang mempunyai sertifikat pengelolaan alat kesehatan). Perubahan fisik maupun non fisik pada sarana CPAK juga harus dilaporkan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Sudinkes Seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi bagian Farmasi Makanan dan Minuman. Perubahan non fisik meliputi: a. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan CPAK (baik meninggal dunia maupun lainnya) b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan CPAK Universitas Indonesia
32
c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan CPAK tanpa pemindahan lokasi d. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan CPAK hilang atau rusak Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan), meliputi: a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan CPAK b. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan CPAK Izin CPAK berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang kembali bila semua persyaratan telah dipenuhi.
3.3.1.6 Izin Toko Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010a) Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Toko alat kesehatan hanya dapat menyalurkan alat kesehatan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas. Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, dan atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Persyaratan memperoleh izin toko alat kesehatan adalah sebagai berikut: a.
Berbentuk badan usaha atau perorangan yang baik memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b.
Memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak, atau sewa, paling singkat 2 (dua) tahun. Izin toko alat kesehatan dapat dicabut apabila:
a.
Mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar
b.
Mengadakan alat penyaluran kesehatan yang bukan dari Penyalur Alat Kesehatan atau dari Cabang Penyalur Alat Kesehatan
c.
Pencabutan izin ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Universitas Indonesia
33
3.3.1.7 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002) Berdasarkan UU No. 28 tahun 2004 pasal 1 disebutkan bahwa perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), maka SPP-IRT bertujuan untuk: a.
Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan.
b.
Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen.
c.
Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan PIRT
Syarat-syarat Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan, yaitu: a.
Permohonan di atas materai Rp. 6000,00.
b.
Fotokopi KTP.
c.
Pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua lembar.
Syarat-syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, antara lain: a.
Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan yang ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00.
b.
Data perusahaan bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya.
c.
Peta lokasi, IMB.
d.
Denah ruangan produksi.
e.
Rancangan etiket.
f.
Fotokopi KTP pemilik (DKI Jakarta).
g.
Pasfoto pemilik berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua lembar.
h.
Surat izin perindustrian dari Dinas/SuDin Perindustrian.
i.
Data produk makanan yang akan diproduksi. Universitas Indonesia
34
j.
Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dengan surat keterangan dari asal produk.
k.
Status bangunan (sewa/milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat , dan bila sewa lampirkan surat sewa minimal 2 (dua) tahun beserta fotokopi KTP pemilik.
Tata cara penyelenggaraan SPP-IRT yaitu: a.
Pengajuan permohonan 1) Permohonan untuk mendapatkan SPP-IRT ditujukan kepada Pemerintah Daerah atau Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 2) Permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa: a) Susu dan hasil olahan. b) Daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku. c) Pangan kaleng. d) Pangan bayi. e) Minuman beralkohol. f)
Air minum dalam kemasan.
g) Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (contoh : SL, coklat bubuk, garam yodium, AMDK, dan tepung). h) Pangan lain yang ditetapkan oleh BPOM. 3) Pemohon diwajibkan mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan telah melewati tahap pemeriksaan sarana produksinya oleh Sudinkes Kotamadya. b.
Penyelenggaraan dan pelaksanaan penyuluhan keamanan pangan
c.
Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Materi penyuluhan keamanan pangan yang diberikan, meliputi:
Universitas Indonesia
35
1) Berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari dan memusnahkannya serta pengawetan pangan. 2) Higienis dan sanitasi sarana perusahaan pangan industri rumah tangga. 3) Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). 4) Peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan. Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai kebutuhan perusahaan pangan industri rumah tangga, misalnya: 1) Pengemasan dan penyimpanan produk pangan industri rumah tangga. 2) Pengembangan usaha perusahaan pangan industri rumah tangga termasuk etika bisnis. d.
Pemeriksaan sarana produksi Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Kesehatan Kotamadya melakukan pemeriksaan ke sarana produksi PIRT. Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur Pangan. Laporan pemeriksaan sarana produksi IRTP dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.
e.
Sertifikasi produksi pangan IRT Sertifikasi yang diterbitkan dari kegiatan ini terdiri dari dua jenis, yaitu: 1) Sertifikasi penyuluhan keamanan pangan Sertifikasi ini diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti penyuluhan keamanan pangan, dimana semua IRTP harus mempunyai minimal satu orang tenaga yang telah memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan. Apabila IRTP tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan. 2) Sertifikasi produksi pangan Sertifikat ini diberikan pada IRTP yang mempunyai tenaga yang lulus Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk satu Universitas Indonesia
36
jenis pangan produk IRTP. IRTP berlaku untuk selamanya selama IRTP tersebut masih tetap beroperasi. f.
Sistem pendataan dan pelaporan Penyelenggaraan SPP-IRT di Sudinkes Kota Administrasi setempat melaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Badan POM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRTP yang selambatlambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada Badan POM. Sistem pendataan dan pelaporan SPP-IRT dilakukan oleh Sudinkes Kota Administrasi setempat.
3.3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan Ruang lingkup perizinan tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah : a. Surat Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian b. Surat Izin Praktik Dokter (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan Dokter gigi spesialis) c. Surat Izin Kerja Perawat d. Surat Izin Kerja Perawat Gigi e. Surat Izin Praktik Bidan f. Surat Izin Kerja Radiografer g. Surat Izin Kerja Refraksionis Optisien h. Surat Izin Praktik Fisioterapis i. Surat Izin Praktik Terapis Wicara
3.3.2.1 Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2011a) Tenaga
kefarmasian
adalah
tenaga
yang
melakukan
pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian dapat berupa Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi atan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga Universitas Indonesia
37
kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja/praktik. Sebelumnya, Apoteker dan Asisten Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan atau Surat Izin Kerja bagi Apoteker atau SIAA dan SIKAA bagi Asisten Apoteker. Namun sejak tanggal 1 juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat Tanda Registrasi tersebut berupa STRA bagi Apoteker dan STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian. Setelah memiliki STRA atau STRTTK, Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut dapat berupa SIPA atau SIKA bagi Apoteker dan SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website KFN (Komite Farmasi Nasional). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. Sementara bagi Asisten Apoteker yang telah memiliki SIAA dan/atau SIKAA harus menggantinya dengan STRTTK dengan cara mendaftar melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Setelah mendapat STRTTK, Tenaga Teknis
Kefarmasian
wajib
mengurus
SIKTTK
di
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota. STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite Farmasi Nasional dan STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. STRA dan STRTTK berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh
STRTTK,
Tenaga
Teknis
Kefarmasian
harus
mengajukan
permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi. Surat permohonan STRTTK harus melampirkan: a.
Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b.
Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP; Universitas Indonesia
38
c.
Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;
d.
Surat rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e.
Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm dua lembar dan ukuran 2 x 3 cm dua lembar. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut berupa SIPA bagi Apoteker penanggung jawab atau Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian, SIKA bagi Apoteker yang melakukan
pekerjaan
kefarmasian
di
fasilitas
produksi
atau
fasilitas
distribusi/penyaluran, atau SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. SIPA bagi apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk satu tempat fasilitas kefarmasian sementara SIPA bagi apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat fasilitas kefarmasian. SIPA, SIKA, atau SIKTTK dikeluarkan oleh Kepala DinKes Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a.
Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN;
b.
Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;
c.
Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
d.
Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping
harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, Universitas Indonesia
39
kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Permohonan SIKTTK harus melampirkan: a.
Fotokopi STRTTK;
b.
Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian;
c.
Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
d.
Pas foto berwarna berukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan permintaan
SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama dua puluh hari sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
3.3.2.2 Surat Izin Praktik Dokter (Kementerian Kesehatan RI, 2011b) Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter dan dokter gigi yang dimaksud meliputi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis. Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP). SIP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran. Kepala Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
dalam
memberikan
SIP
harus
mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter dan dokter gigi dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Dokter atau dokter gigi mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan untuk memperoleh SIP. Dokumen yang harus terlampir dalam permohonan SIP tersebut meliputi:
Universitas Indonesia
40
a.
Fotokopi Surat Tanda Registrasi (STR) dokter atau STR dokter gigi yang diterbitkan dan dilegalisasi asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang masih berlaku;
b.
Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan dari sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya;
c.
Surat persetujuan dari atasan langsung bagi dokter dan dokter gigi yang bekerja pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara purna waktu;
d.
Surat rekomendasi asli dari organisasi profesi sesuai tempat praktik; dan
e.
Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak tiga lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Selain dokumen tersebut, Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur
menambahkan persyaratan dokumen sebagai berikut: a.
Fotokopi SIP yang telah dimiliki;
b.
Surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung; dan
c.
Fotokopi KTP. Fotokopi KTP ditambahkan untuk menghindari kesalahan penulisan nama
pada SIP karena terkadang tulisan dari para dokter sulit untuk dibaca oleh petugas. Fotokopi SIP yang telah dimiliki dan surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung ditambahkan sebagai tambahan pertimbangan bagi Suku Dinas Administrasi Kota Administrasi Jakarta Timur dalam pengambilan keputusan apakah izin akan dibuatkan atau tidak. Dokter atau dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan tersebut diberikan SIP untuk satu tempat praktik. SIP dokter atau dokter gigi diberikan paling banyak untuk tiga tempat praktik, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun praktik perorangan. Oleh karena itu, dalam pengajuan permohonan SIP harus dinyatakan permintaan SIP tersebut untuk tempat praktik pertama, kedua, atau ketiga. SIP yang diberikan berlaku selama 5 tahun sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP.
Universitas Indonesia
41
3.3.2.3 Surat Izin Praktik Bidan (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan yang meliputi, fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri. Setiap bidan yang menjalankan praktik wajib memiliki
Surat Izin
Praktik Bidan (SIPB), kecuali bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai bidan desa. Surat Izin Praktik Bidan adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan. Untuk memperoleh SIPB, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan: a.
Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir;
b.
Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c.
Surat pernyataan memiliki tempat praktik;
d.
Pas foto berwarna terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak tiga lembar; dan
e.
Rekomendasi dari Organisasi Profesi. SIPB hanya diberikan untuk satu tempat praktik. Bidan dalam
menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan.
3.3.2.4 Surat Izin Praktik Perawat (Kementerian Kesehatan RI, 2010c) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Perawat dapat melaksanakan praktik keperawatan pada fasilitas pelayanan kesehatan, baik fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri. Perawat yang melaksanakan praktik pada wajib memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP), kecuali untuk perawat yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri. SIPP hanya diberikan untuk satu tempat praktik. SIPP dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
Universitas Indonesia
42
a.
Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir;
b.
Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP;
c.
Surat pernyataan memiliki tempat praktik;
d.
Pas foto berwana ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; dan
e.
Rekomendasi dari Organisasi Profesi Pelaksanaan
perizinan
perawat
di
Suku
Dinas
Kesehatan
Kota
Administrasi Jakarta Timur pada tahun 2011 belum dilaksanakan sesuai dengan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tersebut karena belum terbentuknya Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) yang bertugas melaksanakan registrasi tenaga kesehatan di setiap provinsi. MTKI dan MTKP baru terbentuk pada akhir tahun 2011. Dengan demikian registrasi tenaga kesehatan masih dilakukan di Dinas Kesehatan dan pemberian Surat Izin Kerja Perawat pada tahun 2011 dilaksanakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur sesuai dengan Permenkes No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
3.3.2.5 Surat Izin Kerja Perawat Gigi (Departemen Kesehatan RI, 2001a) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 Perawat Gigi adalah setiap orang yang lulus pendidikan perawat gigi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat Izin Kerja (SIK) adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat gigi untuk melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di sarana kesehatan. SIK sebagaimana dimaksud diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada
Kepala
Suku
Dinas
Kesehatan
setempat
dengan
melampirkan: a.
Foto kopi ijazah pendidikan perawat gigi
b.
Foto kopi SIPG (surat izin perawat gigi) yang masih berlaku
c.
Surat keterangan sehat dari dokter
d.
Pas foto ukuran 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
e.
Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyebutkan tanggal mulai bekerja sebagai perawat gigi
f.
Rekomendasi dari organisasi profesi ( PPGI) Universitas Indonesia
43
SIK berlaku sepanjang SIPG belum habis masa berlakunya dan selanjutnya dapat diperbaharui. SIPG berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbarui kembali serta merupakan dasar untuk memperoleh SIK.
3.3.2.6 Surat Izin Kerja Radiografer (Departemen Kesehatan RI, 2006). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 357/Menkes/Per/2006 Radiografer adalah tenaga kesehatan lulusan akademi penata rontgen, diploma III radiologi, pendidikan ahlimadya/akademi/diploma III teknik radiodiagnostik dan radioterapi yang telah memiliki ijazah sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Setiap
radiografer
untuk
menjalankan pekerjaan radiografi pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta wajib memilki Surat Izin Kerja Radiografer (SIKR). Untuk memperoleh SIKR, maka radiografer yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat dengan melampirkan : a.
Fotokopi Surat Izin Radiografer (SIR) yang masih berlaku
b.
Fotokopi ijazah radiografer yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara pendidikan radiographer
c.
Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP
d.
Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2(dua) lembar.
e.
Surat keterangan telah melaksanakan tugas dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan SIK berlaku sepanjang SIR belum habis masa berlakunya dan dapat
diperbaharui. SIR berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui kembali serta merupakan dasar untuk memperoleh SIK.
3.3.2.7 Surat Izin Kerja Refraksionis Optisien (Departemen Kesehatan RI, 2002a). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 544/Menkes/VI/2002 Refraksionis Optisien adalah seseorang yang telah lulus pendidikan refraksionis optisien minimal program pendidikan diploma, baik di dalam
maupun
di
luar
negeri
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan yang berlaku. Setiap refraksionis optisien untuk melakukan pekerjaan pada sarana kesehatan wajib memiliki SIK. SIK diperoleh dengan Universitas Indonesia
44
mengajukan permohonan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat dengan melampirkan : a.
Fotokopi Surat Izin Refraksionis Optisien (SIRO) yang masih berlaku
b.
Surat keterangan sehat dari dokter
c.
Pasfoto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar
d.
Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja
e.
Rekomendasi dari organisasi profesi SIK berlaku sepanjang SIRO belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. SIRO berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk memperoleh SIK.
3.3.2.8 Surat Izin Praktek Fisioterapis (Departemen Kesehatan RI, 2001b). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Fisioterapis dapat melaksanakan praktek fisioterapi pada sarana pelayanan kesehatan, praktek perorangan dan/atau berkelompok. Fisioterapis yang melaksanakan praktek fisioterapi harus memiliki Surat Izin Praktek Fisioterapis (SIPF). SIPF dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada
Kepala
Suku
Dinas
Kesehatan
setempat
dengan
melampirkan: a.
Fotokopi ijazah pendidikan fisioterapis
b.
Fotokopi SIF (surai izin fisioterapis) yang masih berlaku
c.
Surat keterangan sehat dari dokter
d.
Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
e.
Surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja Universitas Indonesia
45
f.
Surat keterangan menyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar negeri SIPF berlaku sepanjang SIF belum habis masa berlakunya dan selanjutnya dapat diperbaharui. SIF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui kembali serta merupakan dasar untuk memperoleh SIPF.
3.3.2.9 Surat Izin Praktek Terapis Wicara (Departemen Kesehatan RI, 2004). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 867/Menkes/Per/VIII/2004 Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terapis wicara dapat melaksanakan praktek terapis wicara pada sarana pelayanan terapi wicara, praktek perorangan dan/atau berkelompok. Terapis wicara yang melakukan praktek pada sarana pelayanan terapi wicara, praktek perorangan dan/atau berkelompok harus memiliki Surat Izin Praktek Terapis Wicara (SIPTW). SIPTW dapat diperoleh dengan megajukan permohonan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat dengan dengan tembusan kepada Ikatan Terapis Wicara yang terdekat dengan wilayah tersebut. Permohonan tersebut diajukan dengan melampirkan : a.
Fotokopi ijazah yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara pendidikan terapis wicara
b.
Fotokopi SITW yang masih berlaku
c.
Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP
d.
Surat keterangan dari pimpinan sarana yang menyatakan tanggal mulai bekerja, untuk yang bekerja di sarana pelayanan terapi wicara
e.
Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar SIPTW berlaku sepanjang SITW belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. SITW berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk memperoleh SIPTW.
3.3.3 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan (Sudinkes, 2011) Ruang lingkup kebijakan mutu Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur adalah sebagai berikut: a.
Orientasi pada kepuasan pelanggan. Universitas Indonesia
46
b. Perbaikan/peningkatan terus menerus dan berkesinambungan (continous and sustainable improvement). c. Mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. d. Memberikan jasa pelayanan dan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) bidang kesehatan yang profesional dan responsif. Adapun sasaran mutu yang ingin dicapai dalam jasa pelayanan dan Binwasdal yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur adalah sebagai berikut. a. Binwasdal Sumber Daya Manusia (SDM) Sudinkes 100 % terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu b. Binwasdal program 100 % terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja d. Pelayanan sarana kesehatan 12 hari kerja e. Keluhan pelanggan 100 % ditindaklanjuti f. Kepuasan pelanggan 85 % dipenuhi g. Tanggungjawab pencapaian sasaran mutu terdistribusi sampai Subbag dan Seksi pemilik program pencapaian sasaran mutu h. Pencapaian sasaran mutu Sistem Manajemen Mutu di Sudinkes Jaktim dilakukan secara bertahap sesuai tabel pencapaian sasaran mutu dan dilakukan evaluasi periodik dalam rapat-rapat tinjauan manajemen. Dokumen mutu merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Sudinkes Jaktim sebagai bentuk penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Ada beberapa level dokumen mutu, berdasarkan tingkatan penggunaannya di lingkungan Sudinkes Jaktim. a. Dokumen level pertama (I), yaitu manual mutu (quality manual) yang merupakan dokumen mutu induk yang menjadi dasar dan rujukan bagi semua dokumen mutu lainnya dan berlaku bagi seluruh bagian Sudinkes Jaktim. b. Dokumen level kedua (II), yaitu prosedur mutu (quality procedure) yang merupakan penjelasan lebih rinci mengenai hal-hal tertentu yang disebutkan dalam manual mutu serta terbagi atas prosedur yang berlaku bersama untuk seluruh bagian Sudinkes Jaktim dan prosedur yang hanya berlaku untuk satu seksi/subbagian saja. Universitas Indonesia
47
c. Dokumen level ketiga (III), yaitu instruksi kerja merupakan penjelasan mendetail mengenai hal-hal tertentu dalam prosedur mutu yang perlu dijelaskan lebih lanjut. d. Dokumen level keempat (IV), yaitu format gambar dan dokumen pendukung lainnya yang dipakai dalam sistem manajemen mutu dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan kendali mutu. Manual mutu Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan suatu dokumen mutu yang menjadi pedoman dan acuan dasar pelaksanaan sistem manajemen mutu di lingkungan Sudinkes Jaktim. Hal-hal pokok yang tercantum dalam Manual Mutu Sudinkes Jaktim adalah sebagai berikut. a. Pengantar Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Jaktim b. Profil Organisasi Sudin c. Sistem Manajemen Mutu Sudin d. Persyaratan Umum Sistem Manajemen Mutu e. Komitmen Mutu f. Manjemen Sumber Daya g. Realisasi Pelayanan h. Pengukuran, Analisa, dan Implementasi Sistem Manajemen Mutu
Beberapa kegiatan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim adalah sebagai berikut: a. Audit Mutu Internal, yaitu suatu kegiatan pemeriksaan/audit yang dilakukan oleh bagian Standarisasi Mutu Kesehatan dari Seksi Sumber Daya Kesehatan untuk memastikan tercapainya sasaran mutu yang telah ditetapkan untuk dicapai oleh Sudinkes Jaktim. Audit ini dilakukan minimal dua kali dalam setahun. b. Audit Surveilans, yaitu suatu kegiatan pemeriksaaan/audit yang dilakukan oleh pihak luar, yakni badan sertifikasi independen yang memberikan sertifikat terhadap implementasi Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO 9001:2008 kepada Sudinkes Jaktim, untuk memastikan terpeliharanya implementasi Sistem Manajemen Mutu tersebut. Audit ini dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Universitas Indonesia
48
c. Tinjauan Manajemen, yaitu suatu kegiatan rapat seluruh bagian Sudinkes Jaktim guna membahas hasil evaluasi pemeliharaan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim sehingga dapat dilakukan langkahlangkah yang diperlukan untuk memperbaiki hal tersebut sehingga implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim dapat lebih baik lagi. Tinjauan manajemen dilakukan minimal 1 tahun sekali. d. Survei Kepuasan Pelanggan, yaitu survei untuk menilai terpenuhinya kepuasan pelanggan Sudinkes terhadap pelayanan yang diberikan oleh semua bagian (Seksi dan Subbagian) Sudinkes Jaktim. Survei ini dilaksanakan melalui pengisian angket oleh pelanggan yang datang dan menerima pelayanan Sudinkes, misalnya pihak yang mengurus sarana perizinan seperti apotek dan toko obat. Selanjutnya, hasil pengisian angket ini dianalisis sehingga nilai pemenuhan kepuasan pelanggan dapat diperoleh dan dapat ditingkatkan lagi apabila hasil analisis menunjukkan kekurangan. e. Pelatihan-pelatihan, misalnya pelatihan auditor pemimpin (lead auditor) dan pelatihan kepuasan pelanggan, yang berguna untuk membantu implementasi sistem manajemen mutu oleh segenap karyawan Sudinkes Jaktim.
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
4.1.1
Koordinator Tenaga Kesehatan
a. Hasil analisis jumlah dan distribusi tenaga medis berdasarkan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit Di Kota Administrasi Jakarta Timur tahun 2012 menunjukkan bahwa rumah sakit yang memenuhi standar minimal jumlah tenaga kesehatan (tenaga medis, farmasi dan keperawatan) adalah RS Persahabatan, RSIA Hermina dan RSKO Cibubur. b. Bedasarkan Pemenkes Permenkes No. 340 tahun 2010 semua Rumah sakit telah memenuhi syarat standar minimal jumlah apoteker, dan berdasarkan Permenkes No. 1197/ MENKES/SK/X/2004 Rumah sakit yang memenuhi syarat standar minimal jumlah apoteker adalah adalah RSUP AU Esnawan, RSIA Restu, dan RSK Jantung Binawaluya c. Rumah sakit yang hanya memenuhi standar minimal jumlah Tenaga Keperawatan yang ditetapkan berdasarkan jumlah tempat tidur yang dimilikinya adalah RS. Harum, RS. Harapan Jayakarta, RS.Haji Jakarta, Budhi Asih, RS.POLRI Sukanto, RS.Pudikkes, RS.OMNI Medical Centre, RS. Harapan Bunda, RS. Pasar Rebo, RSIA Bunda Aliyah dan RSIA Restu.
4.1.2
Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan
a. Sistem Manajemen Mutu yang dilaksanakan berdasarkan ISO 9001:2008 telah dan terus menerus dijalankan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur untuk menjamin kualitas pelayanan publik dalam bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh Sudinkes Jaktim. b. Pemeliharaan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim dilakukan lewat pelaksanaan audit internal dan surveilans, survei kepuasan pelanggan dan tinjauan manajemen, serta berbagai pelatihan seperti pelatihan lead auditor dan pelatihan manajemen kepuasan pelanggan. c. Instruksi Kerja dan Quality Procedure tentang pelayanan perizinan dan sertifikasi mengalami revisi terkait proses perizinan yang masih ditangani 49 Universitas Indonesia
50
oleh seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai dengan salah satu aspek mendasar
Sistem
Manajemen
Mutu
ISO
9001:2008
mengenai
dokumentasi. d. Sampai saat ini penyelenggaraan PTSP pada pelayanan perizinan masih belum sepenuhnya dilakukan. Khusus untuk perizinan tenaga kesehatan bidan dan sarana farmasi, makanan dan minuman, berkas pemohon yang dilakukan melalui costumer service unit PTSP kantor walikota, berkas permohonan selanjutnya diserahkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur untuk diproses lebih lanjut sampai surat izin disahkan atau diterbitkan. Surat izin yang telah diterbitkan akan diserahkan ke kantor walikota untuk selanjutnya dapat diambil oleh pemohon.
4.1.3
Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
a. Rekapitulasi data pelaporan penggunaan psikotropika dengan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) menunjukkan bahwa sampai dengan Juni 2012, unit pelayanan kesehatan (UPK) di wilayah Kota
Administrasi
Jakarta
Timur
yang
melaporkan
penggunaan
psikotropika pada bulan Januari 2012 sebanyak 150 dari 360 atau 41,67%. Pada penggunaan pada bulan Februari, untuk Puskesmas Kecamatan semuanya mengirimkan laporan penggunaan psikotropika tiap bulannya karena Puskesmas wajib mengirimkan Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) tiap bulan sedangkan hanya 13 dari 34 Rumah Sakit
atau
38,23%
yang
melaporkan
penggunaan
psikotropika.
Psikotropika yang paling banyak digunakan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari dan Februari 2012 adalah tablet Luminal 30 mg Lima psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari dan Februari 2012 adalah Luminal 30 mg, Diazepam 2 mg, Alprazolam 0.5 mg, Danalgin, Clobazam 10 mg. Pada masing-masing UPK wilayah Kota Administasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika pada bulan Januari 2012 adalah Puskesmas Kecamatan Pulogadung dengan pemakaian Diazepam 2 mg yang terbanyak, RS Premier Jatinegara dengan pemakaian Zypraz 0,25 mg yang Universitas Indonesia
51
terbanyak, dan Apotek Rini dengan pemakaian Luminal 30 mg yang terbanyak. Pada bulan Februari adalah Puskesmas Kecamatan Ciracas dengan pemakaian Luminal 30 mg Tab dan RS. Premier Jatinegara dengan pemakaian terbanyak adalah Zypraz 0,25 mg tab. b. Berdasarkan hasil monitoring harga obat generik tahun 2012 pada 8 Apotek rakyat dan 16 IFRS diperoleh data :
Dua apotek rakyat menjual obat generik dengan harga melebihi HET berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 yaitu Apotek rakyat Suma Farma dan Banten Farma.(Tabel 4.1).
Tiga belas Instalasi Farmasi Rumah Sakit menjual obat generik dengan harga
melebihi
HET
berdasarkan
Kepmenkes
RI
Nomor
092/MENKES/SK/II/2012 yaitu IFRS RSUD Pasar Rebo, Premier Jatinegara, Darma Nugraha, Rawamangun, Sayyidah, Yadika, Bunda Aliyah, UKI, Bina waluya, OMNI, Harapan Jayakarta, Resti Mulya, dan Islam Pondok Kopi. (Tabel 4.1). c. Pemenuhan
persyaratan
Kepmenkes RI Nomor
Harga
Obat
Generik
berdasarkan
HET
092/MENKES/SK/II/2012 pada sarana apotek
rakyat dan instalasi farmasi rumah sakit di wilayah Jakarta Timur tahun 2012 diperoleh data:
Persentase dari 8 apotek rakyat sebanyak 99,07% item obat generik yang dijual dengan harga memenuhi HET dan 0,93% item obat generik dijual tidak memenuhi HET (Tabel 4.2.).
Pada 16 Instalasi Farmasi RS diperoleh persentase sebanyak 68,22% item obat generik yang dijual memenuhi HET dan 31,21% item obat generik dijual tidak memenuhi HET (Tabel 4.3.).
Universitas Indonesia
52
Tabel 4.1. Hasil monitoring harga obat generik pada sarana pelayanan kesehatan di wilayah Jakarta Timur
No
1. 2.
Total Sarana
Sarana
IFRS Apotek Rakyat
Jumlah
Harga sesuai HET Harga tidak sesuai Kepmenkes RI No. Kepmenkes RI No. 092/Menkes/SK/II/2012 092/Menkes/SK/II/2012 Jumlah % Jumlah %
16 8 24 Rata-rata
3
18,75
13
81,25
6
25,00
2
33,30
9
43,75 21,87
15
114,55 57,27
Tabel 4.2 Persentase per item hasil monitoring obat generik periode tahun 2012 pada sarana Apotek Rakyat di wilayah Jakarta Timur
No
1 2 3 4 5 6 7 8
Sarana
Apotek Rakyat Suma Farma Apotek Rakyat Krisna Farma Apotek Rakyat Banten Farma Apotek Rakyat Fauzan Langkat Apotek Rakyat Mandala Apotek Rakyat Duta Medika Apotek Rakyat Tiga Dua Apotek Rakyat Tanjung Indah Jumlah Rata-rata
Harga sesuai Harga tidak sesuai Kepmenkes RI No. Kepmenkes RI No. 092/Menkes/SK/II/2012 092/Menkes/SK/II/2012 Jumlah
%
Jumlah
%
25 30 27 29 28 25 25 20 209
96,15 100 96,43 100 100 100 100 100
1 0 1 0 0 0 0 0 2
3,84 0 3,57 0 0 0 0 0
99,07
0,93
Universitas Indonesia
53
Tabel 4.3. Persentase per item hasil monitoring obat generik periode tahun 2012 pada sarana Instalasi Farmasi Rumah Sakit di wilayah Jakarta Timur
No
Sarana
1 2 3 4 5 6 7 8 9
RSUD Pasar rebo Rumah Sakit Premier Jatinegara Rumah sakit Kartika Pulomas Rumah Sakit Dharma Nugraha Rumah sakit Rawamangun RSIA Sayyidah Rumah Sakit Yadika RSIA Bunda Aliyah Rumah sakit UKI Rumah Sakit Jakarta Islamic Hospital Rumah Sakit Bina Waluya Rumah Sakit OMNI Rumah Sakit Harapan Jayakarta Rumah Sakit Resti Mulya Rumah Sakit Budi Asih Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jumlah Rata-rata
10 11 12 13 14 15 16
Harga sesuai Kepmenkes RI No. 092/Menkes/SK/II/2 012 Jumlah %
Harga tidak sesuai Kepmenkes RI No. 092/Menkes/SK/II/20 12 Jumlah %
17 8 27 13 8 0 12 11 15
70,83 57,14 100 50 32 0 46,15 44 78,95
7 6 0 13 17 21 14 14 4
20,17 42,86 0 50 68 100 53,84 56 21,05
26 14 20 19 24 26 26 266
100 73,68 76,92 73,08 96 100 92,86
0 5 6 7 1 0 2 117
0 26,32 23,08 26,92 4 0 7,14
68,22
31,21
Evaluasi Binwasdal yang telah dilakukan oleh koordinator Farmasi Makanan dan Minuman di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu yang dilakukan di instalasi farmasi RS periode 5-14 juni 2012 dan di apotek periode Maret 2012-April 2012, masih terdapat kekurangan-kekurangan pada sarana unit pelayanan kesehatan yang harus diperbaiki.
Universitas Indonesia
54
4.2.
Pembahasan Suku Dinas Kesehatan baru dibentuk pada bulan Januari 2009. Suku Dinas
Kesehatan ini merupakan gabungan dari Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat, dimana sebelumnya ke dua suku dinas ini dipisah, hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi berdasarkan Perda No. 10 tahun 2008. Di daerah DKI Jakarta saat ini terdapat enam Suku Dinas yang terdapat di enam wilayah yaitu Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Pulau Seribu. Masing-masing Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan serta mempunyai tugas pokok melaksanakan perizinan, pengendalian, dan penilaian efektivitas pelayanan kesehatan dan program kesehatan masyarakat. Salah satu seksi dalam Suku Dinas Kesehatan di Jakarta Timur yaitu Sumber Daya Kesehatan. Berikut meliputi pembasahan mengenai hasil pelaksanaan tugas dari seksi Sumber Daya Kesehatan: 4.2.1
Koordinator Tenaga Kesehatan Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009,
disebutkan bahwa Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kota Administrasi mempunyai tugas untuk melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan, menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan, serta melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan. Hasil analisis jumlah dan distribusi tenaga medis berdasarkan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit Di Kota Administrasi Jakarta Timur tahun 2012 menunjukkan bahwa rumah sakit yang memenuhi standar minimal jumlah tenaga kesehatan (tenaga medis, farmasi dan keperawatan) adalah RS Persahabatan, RSIA Hermina dan RSKO Cibubur. Bedasarkan Pemenkes No. 340 tahun 2010 semua Rumah sakit telah memenuhi syarat standar minimal jumlah apoteker, dam berdasarkan Permenkes No. 1197/ MENKES/SK/X/2004 Rumah sakit yang memenuhi syarat standar minimal jumlah apoteker adalah adalah RS. Persahabatan, RSUP AU Esnawan, RSIA Restu, RSK Jantung Binawaluya, dan RSKO Cibubur Rumah sakit yang hanya memenuhi standar minimal jumlah Tenaga Keperawatan yang ditetapkan berdasarkan jumlah tempat tidur yang dimilikinya Universitas Indonesia
55
adalah RS. Harum, RS. Harapan Jayakarta, RS. Persahabatan, RS.Haji Jakarta, Budhi Asih, RS.POLRI Sukanto, RS.Pudikkes, RS.OMNI Medical Centre, RS. Harapan Bunda, RS. Pasar Rebo, RS. RSIA Bunda Aliyah, RSIA Restu, RSIA Hermina Jatinegara dan RSKO Cibubur. Analisis dilakukan dengan membandingkan jumlah tenaga medis yang ada di Rumah Sakit dengan jumlah standar minimum yang ditetapkan berdasarkan Permenkes No. 340/MENKES/PER/III/2010 dan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
No.
1197/MENKES/SK/X/2004
tentang
Standar
Pelayanan
Kefarmasian.
4.2.2
Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan Sejak 9 Agustus 2011, diberlakukan Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 74 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pada Kota Administrasi yang menerangkan bahwa kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat melalui satu pintu, yaitu di kantor walikota. Dengan perubahan ini maka terjadi perubahan pula terhadap alur perizinan untuk sarana dan tenaga kesehatan yang dialihkan ke Kantor Walikota. Telah disebutkan sebelumnya mengenai sistem pelayanan satu pintu, Pemerintah kota Jakarta Timur sedang dalam peralihan atau percobaan menuju sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 114 tahun 2011 tentang Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSP). PTSP ini merupakan sistem dimana seluruh berkas permohonan perizinan masuk melalui customer service yang berada di walikota, kemudian diteruskan ke seksi atau bagian yang bersangkutan. Sistem PTSP ini menjadikan seluruh proses perizinan terpusat di satu tempat dan diharapkan dapat mengurangi lamanya proses perizinan. Dengan perubahan system perizinan ini maka alur perizinan dan sertifikasi mengalami perubahan juga yang sebelumnya mengacu pada sistem satu atap menjadi satu pintu. Dengan perubahan ini maka instruksi kerja dan prosedur mutu perlu mengalami perubahan atau dilakukan revisi.
Universitas Indonesia
56
Namun, sampai saat ini penyelenggaraan PTSP pada pelayanan perizinan masih belum sepenuhnya dilakukan. Khusus untuk perizinan tenaga kesehatan bidan dan sarana farmasi, makanan dan minuman, berkas pemohon yang dilakukan melalui customer service unit PTSP kantor walikota, berkas permohonan selanjutnya diserahkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur untuk diproses lebih lanjut sampai surat izin disahkan atau diterbitkan. Surat izin yang telah diterbitkan akan diserahkan ke kantor walikota untuk selanjutnya dapat diambil oleh pemohon. Salah satu tugas Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan adalah evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan dengan cara mengevaluasi pelayanan perizinan yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur berdasarkan standar 12 hari kerja terhitung dari lengkapnya berkas yang diperlukan untuk mendapatkan surat izin. Dengan adanya alur perizinan ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai tata cara perizinan tenaga dan sarana kesehatan dan jika pelayanan alur perizinan lebih dari 12 hari dapat diketahui penyebab dari keterlambatan tersebut dengan melihat pada alur perizinan. Revisi instruksi kerja perizinan dilakukan terhadap referensi yang digunakan dengan membandingkan peraturan yang sudah ada dan menambahkan peraturan baru yang belum ada ke dalam instruksi kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada instruksi kerja juga ditambahkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan perizinan baik untuk tenaga kesehatan maupun sarana kesehatan. Revisi quality procedure pelayanan perizinan dan sertifikasi dilakukan terhadap referensi yang digunakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini dengan cara menambahkan peraturan baru yang belum tercantum serta mengganti peraturan yang lama dengan peraturan baru ke dalam quality procedure tersebut. Peraturan-peraturan baru tersebut melengkapi peraturan lama yang telah ada pada referensi sebelumnya. Selain itu, revisi juga dilakukan terhadap definisi, rincian prosedur, dan alur pelayanan perizinan yang mengacu pada manual prosedur.
Universitas Indonesia
57
Pembuatan bagan alur perizinan menggunakan program Microsoft Office Visio 2007 berdasarkan proses dari tiap tahap dan bentuk diagram yang ada di program tersebut. Proses revisi Instruksi Kerja dan Quality Procedure melibatkan koordinator terkait hingga diperoleh persetujuan dari koordinator tersebut atas revisi yang dilakukan.
4.2.3
Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Tugas pokok dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur Seksi
Sumber Daya Kesehatan Bagian Farmasi, Makanan dan Minuman diantaranya adalah melaksanakan kegiatan pengelolaan dan pengawasan persediaan obat dan perbekalan kesehatan di Kota Administrasi Jakarta Timur. Persediaan yang dimaksud juga termasuk narkotika dan psikotropika. Selanjutnya dari pengawasan psikotropika, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, UPK wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran psikotropika yang berada dalam penguasaannya. Laporan berupa print out dan email disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten atau kota tempat masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut berada. Laporan direkapitulasi dalam aplikasi SIPNAP oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota untuk kemudian dikirimkan secara online ke dinas kesehatan provinsi dan pusat. Untuk wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, pelaporan psikotropika disampaikan kepada Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Timur Bagian Farmasi Makanan dan Minuman Seksi Sumber Daya Kesehatan. Hasil rekapitulasi data laporan pengunaan psikotropika menunjukkan masih banyak UPK yang belum mengirimkan laporan penggunaan psikotropika. Hal ini disebabkan belum adanya ketetapan waktu pelaporan psikotropika. Pada UU No.5 Tahun 1997 hanya dinyatakan bahwa penggunaan psikotropika wajib dilaporkan secara berkala yang mana akan diatur oleh menteri. Akan tetapi, sampai saat ini masih belum jelas karena ada yang beranggapan tiap bulan sekali, 3 bulan sekali atau minimal 1 tahun sekali. Oleh karena itu, banyak UPK melaporkan penggunaan narkotikanya dirapel atau sekaligus selama beberapa bulan. Universitas Indonesia
58
Unit Pelayanan Kesehatan puskesmas yang paling banyak menggunakan psikotropika dapat dilihat pada bulan Januari 2012 yang paling banyak menggunakan psikotropik yaitu PKC Pulogadung dan pada bulan Februari 2012 adalah PKC Ciracas; rumah sakit pada bulan Januari dan Februari 2012 adalah RS. Premier Jatinegara dan apotek yang paling banyak menggunakan psikotropik pada bulan Januari adalah apotek Rini. Aplikasi SIPNAP masih kurang baik sebagai suatu sistem pelaporan psikotropika. Selain itu, masih ada beberapa kekurangan pada aplikasi ini, antara lain nama unit pelayanan kesehatan dan nama psikotropika yang tidak berurutan sehingga menyulitkan pencarian ketika proses pemasukkan data serta pemasukan nama UPK yang tidak mendeteksi nama yang mirip sehingga memugkinkan terjadinya duplikasi nama UPK. Jumlah stok yang tidak cocok antara bulan ini dan bulan sebelumnya, serta nama unit pelayanan kesehatan yang belum terdaftar juga menjadi kendala dalam SIPNAP. Hal ini disebabkan ada data-data yang belum dimasukkan ke dalam aplikasi SIPNAP karena keterbatasan jumlah sumber daya manusia, sarana serta ada data-data yang belum dilaporkan oleh unit pelayanan kesehatan. Pengarsipan dari laporan-laporan yang sudah diterima sebaiknya diperbaiki karena masih ditemukan beberapa arsip yang berasal dari bulan yang berbeda yang tercampur. Selanjutnya, di antara tupoksi Koordinator Farmakmin berdasarkan Peraturan Gubernur No.150 tahun 2009 yaitu melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) pelayanan sarana kesehatan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, sub penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, dan industri makanan dan minuman rumah tangga, dan juga melaksanakan kegiatan pemantauan dan monitoring harga obat generik dan persediaan cadangan obat esensial. Dari hasil binwasdal yang dilakukan Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman masih terdapat beberapa sarana kesehatan yaitu instalasi farmasi rumah sakit, dan apotek yang masih terdapat kekurangan. Untuk sarana pelayanan kesehatan yang masih belum sesuai dengan persyaratan setelah dilakukan binwasdal, maka pihak Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dapat memberikan reward ataupun punishment terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut. Universitas Indonesia
59
Kegiatan tupoksi Koordinator Farmakmin lainnya yaitu monitoring harga obat generik pada sarana pelayanan kesehatan di wilayah Jakarta Timur, hal ini bertujuan dapat dipantau
seberapa besar dan banyaknya sarana pelayanan
kesehatan khususnya sarana pelayanan farmasi yang harga jual obat generiknya melebihi harga eceran tertinggi
yang
tidak sesuai dengan Kepmenkes RI
No.092/Menkes/SK/II/2012 dalam penjualan obat generik. Monitoring obat generik berdasarkan daftar sebanyak 30 item obat generik yang umum digunakan oleh masyarakat dilakukan sesuai program kerja bersamaan pemantauan pada sarana pelayanan farmasi, diantaranya Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Apotek Rakyat di wilayah Jakarta Timur. Pada periode 2012 terdapat 24 sarana pelayanan farmasi yang dipantau 8 diantaranya adalah apotek rakyat dan 16 Instalasi Farmasi RS. Dari ke-24 sarana tersebut terdapat 9 sarana yang menjual obat generik sesuai dengan HET sedangkan 15 sarana lainnya menjual obat generik melebihi HET dari 30 obat generik yang dipantau. Untuk mengatasi hal tersebut monitoring harga obat generik sarana pelayanan kesehatan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur sebaiknya dilakukan secara rutin dan terhadap sarana pelayanan kesehatan yang menjual obat generik melebihi HET perlu ditindak lanjuti dengan memberikan reward dan punishment.
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
5.1.1
Suku Dinas Kesehatan memiliki tugas pokok dan fungsi dalam pembinaan dan pengembangan, termasuk pengawasan dan pengendalian hal yang berkaitan dengan kesehatan, baik di masyarakat maupun lingkungan.
5.1.2
Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman berperan dalam memberikan layanan perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap sarana Apotek, Toko Obat (pedagang eceran obat), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), Sub Penyalur Alat Kesehatan, dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP), serta pembuatan Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK), Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) dan Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA).
5.1.3
Tata cara perizinan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap tenaga kesehatan, sarana pelayanan farmasi, dan standardisasi mutu telah sesuai dengan standard atau aturan yang berlaku.
5.2.
Saran
5.2.1
Setiap
personel
berusaha
meningkatkan
kinerjanya
pada
setiap
pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing, dan sesuai dengan tingkat pendidikan/kompetensinya. 5.2.2
Peningkatan kompetensi personel dapat dilakukan dengan memperhatikan tiga hal pokok yaitu pendidikan, pelatihan dan pengalaman.
5.2.3
Implementasi sistem manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2008 yang telah dijalankan saat ini dengan cukup baik oleh Sudinkes Jaktim harus dipertahankan, bahkan ditingkatkan lagi di masa yang akan datang.
60
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/PER/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1991). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 142/MenKes/PER/III/1991 tentang Penyalur Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom Presiden RI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2001b). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1363/Menkes/SK/XII/2001 Tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2001a). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002a) Peraturan Menteri Kesehatan No. 544/Menkes/VI/2002 Tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002b). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Peraturan Menteri Kesehatan No. 867/Menkes/Per/VIII/2004 tentang Registrasi dan Praktik Terapis Wicara. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Peraturan Menteri Kesehatan No. 357/Menkes/Per/2006 Tentang Registrasi dan Izin Radiografer. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia 61
Universitas Indonesia
62
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan No 284/MenKes/PER/III/2007, tentang Apotek Rakyat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta : Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta..(2009). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. (2009). Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009b). Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009c). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009d). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1191/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b).Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Universitas Indonesia
63
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011. (2011a). Keputusan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4 Tahun 2009. (2009). Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. (2011). Dokumen Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Kodya Jakarta Timur Tahun 2009; Deskripsi Kerja Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
64
Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan
65
Lampiran 2. Bagan Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
Koord. Mutu
UNIVERSITAS INDONESIA
REKAPITULASI LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA UNIT PELAYANAN KESEHATAN DI WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR PERIODE JANUARI DAN FEBRUARI 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ERLI SUSANTI, S.Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii DAFTAR TABEL....................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... v BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1 1.2 Tujuan........................................................................................................ 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4 2.1 Pengertian Psikotropika............................................................................. 4 2.2 Golongan Psikotropika.............................................................................. 4 2.3 Pengawasan Psikotropika .......................................................................... 5 2.4 Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) ..................... 6 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.................................................................. 8 3.1 Tempat dan Waktu..................................................................................... 8 3.2 Metode....................................................................................................... 8 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 10 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 19 5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 19 5.2 Saran ........................................................................................................ 19 DAFTAR ACUAN ................................................................................................... 20
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Jumlah UPK pelapor penggunaan psikotropika pada bulan Januari 2012 di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur ............11 Daftar sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di Unit Pelayanan Kesehatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur .................................................. 13 Daftar psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di Puskesmas Kecamatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur ........................................................... 13 Daftar sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di Rumah Sakit wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur ........................................................... 14 Daftar sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di Apotek wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur................................................................................. 14 Daftar psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Februari 2012 di Puskesmas Kecamatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur ........................................................... 15 Daftar sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Februari 2012 di Rumah Sakit wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur ........................................................... 16 Puskesmas Kecamatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika pada bulan Januari dan Februari 2012 ................................................... 17 Rumah Sakit wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika pada bulan Januari dan Februari 2012.......................................................................... 17 Apotek wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika pada bulan Januari dan Februari 2012................................................................................. 17
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Alur proses SIPNAP...........................................................................7
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3 Lampiran 4
Daftar penggunaan psikotropika pada bulan Januari 2012 di Unit Pelayanan Kesehatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur .....................................................................................................21 Daftar penggunaan psikotropika pada bulan Februari 2012 di Unit Pelayanan Kesehatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur............................................................................................. 25 Daftar UPK wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dengan penggunaan psikotropika pada bulan Januari 2012 .........................29 Daftar UPK wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dengan penggunaan psikotopika pada bulan Februari .............................. 33
v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Obat golongan psikotropika bermanfaat di bidang pengobatan atau
kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Obat ini awalnya diperoleh dari alam dalam campuran dengan beberapa senyawa lain, namun seiring perkembangan teknologi, senyawa obat ini dapat diekstraksi dan disintesis dalam bentuk tunggal dan murni. Dalam penggunaannya perlu dilakukan pengawasan
karena dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan serta ketergantungan. Penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan manusia dan kehidupan bangsa, serta dapat mengancam ketahanan nasional. Dengan makin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, transportasi, komunikasi, dan informasi telah mengakibatkan meningkatnya peredaran gelap psikotropika yang makin meluas. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan dalam penggunaannya dilakukan pengawasan oleh pemerintah dengan membuat pelaporan penggunaan psikotropika pada setiap bulannya. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah Republik Indonesia membuat peraturan untuk mengendalikan dan mengawasi penggunaan obat golongan psikotropika. Peraturan yang telah ditetapkan Undang – Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Di dalam undang-undang tersebut tercakup mulai dari pengadaan, pendistribusian, pengawasan, pembinaan, penganggulangan, serta sanksi yang tegas terhadap penggunaan obat golongan psikotropika. Pengawasan terhadap penggunaan psikotropika dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah Daerah yang diberi kewenangan dalam pengawasan penggunaan obat psikotropika adalah Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) yang berada di setiap Kabupaten atau Kota Administrasi di suatu propinsi. Seksi Sumber Daya Kesehatan Bagian Farmasi Makanan dan Minuman merupakan bagian dari Sudinkes yang melakukan pengawasan terhadap penggunaan narkotika dan
1
Universitas Indonesia
2
psikotropika dari Unit Pelayanan Kesehatan yang ada du wilayahnya melalui Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Pelayanan Kesehatan (Puskesmas Kecamatan, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Kab/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Sistem ini akan diintegrasikan dengan sistem pelaporan dari Pedagang Besar Farmasi. Tujuannya adalah membangun sistem yang dapat terintegrasi dalam melakukan pengawasan secara menyeluruh dari penyediaan hingga penyerahan
obat
golongan
narkotika
dan
psikotropika
sehingga
dapat
meminimalkan bahaya penyalahgunaan serta peredaran gelap narkotika dan psikotropika, serta menjamin ketersediaan narkotika dan psikotropika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan. Apoteker sebagai tenaga kesehatan berperan dalam peredaran psikotropika agar beredar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, program pendidikan profesi apoteker Universitas Indonesia menyelenggarakan melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar mengetahui dan mengerti tentang sistem yang dapat mengembangkan kemajuan dalam pengawasan penggunaan obat psikotropika. Atas dasar hal tersebut, maka penulis yang sedang melakukan PKPA diberikan tugas khusus untuk melakukan rekapitulasi dan pengolahan data laporan psikotropika.
1.2
Tujuan Penyusunan tugas khusus ini bertujuan agar calon Apoteker dapat :
1.2.1
Mengetahui pelaporan penggunaan psikotropika Unit Kesehatan
Pelayanan
wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang telah
mengirimkan laporan penggunaan psikotropika pada bulan Januari dan Februari 2012.
Universitas Indonesia
3
1.2.2
Mengetahui jenis psikotropika yang paling banyak digunakan pada Unit Pelayanan Kesehatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari dan Februari 2012.
1.2.3
Mengetahui Unit Pelayanan Kesehatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan pisokotropika pada bulan Januari dan Februari 2012 serta jenis psikotropika yang paling banyak digunakannya.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat,baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku (Daris, 2008).
2.2
Golongan Psikotropika Menurut Undang-undang Negara No. 5 tahun 1997 psikotropika
digolongkan ke dalam 4 golongan. Psikotropika golongan I dan II kemudian dikelompokan ke dalam narkotika golongan I menurut Undang-undang No. 35 tahun 2009. 2.2.1
Psikotropika Golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.contoh golongan I adalah brolamfetamin dan mekatinona. 2.2.2
Psikotropika Golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh golongan II adalah amfetamin dan sekobarbital. 2.2.3
Psikotropika Golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini diantaranya amobarbital, pentazozin, dan pentobarbital.
4
Universitas Indonesia
5
2.2.4
Psikotropika Golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini diantaranya alprazolam, diazepam, fenobarbital, klobazam, dan klordiazepoksida.
2.3
Pengawasan Psikotropika (Daris, 2008) Pemerintah menangani dalam pengawasan dalam peredaran psikotropika
dengan melibatkan Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dan Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pemeriksaan atau pengambilan
contoh
pada
sarana
produksi,
peredaran,
pengangkutan,
penyimpanan, sarana pelayanan kesehatan dan fasilitas rehabilitasi; memeriksa surat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan peredaran psikotropika; melakukan pengamanan terhadap psikotropika yang memenuhi standar dan persyaratan; dan melakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan. Direktur Jenderal yang berwenang dapat mengambil tindakan administratif terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan fasilitas rehabilitasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Kepala Kantor Wilayah dapat mengambil tindakan administratif terhadap sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan fasilitas rehabilitasi. Tindakan administratif yang dilakukan yaitu dengan melakukan teguran lisan, teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan, denda administratif dan pencabutan izin praktek.
Universitas Indonesia
6
2.4
Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropik (SIPNAP) Upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan penggunaan narkotika
dan
psikotropika
dilakukan
secara
terintegrasi
melalui
aplikasi
yang
dikembangkan oleh Departemen Kesehatan RI sejak tahun 2006. Terdapat 5 bagian yang terintegrasi melalui sistem ini, yaitu unit pelayanan, dinas kabupaten/kota, dinas propinsi dan pusat, serta web server. SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Pelayanan Kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Kab/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Ditjen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2009). Unit pelayanan yang terdaftar melakukan pelaporan penggunaan narkotika dan
psikotropika melalui
formulir khusus
yang diberikan
oleh
dinas
kabupatan/kota. Formulir ini diisi setiap bulannya kemudian dikirimkan kembali ke dinas kesehatan kabupaten/kota dalam bentuk email maupun print out. Dinas kabupaten/kota bertanggung jawab dalam merekapitulasi laporan tersebut kemudian meneruskan pelaporan ke dinas propinsi dan pusat melalui web server. Berikut merupakan bagan proses SIPNAP secara keseluruhan.
Universitas Indonesia
7
Gambar 2.1 Alur Proses SIPNAP
Universitas Indonesia
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Pengambilan data dilaksanakan di Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur, Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi Makanan dan Minuman, selama periode praktek kerja profesi apoteker yakni mulai 11-29 Juni 2012.
3.2
Metode Rekapitulasi laporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari Unit
Pelayanan Kesehatan di Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Data yang dikumpulkan berupa laporan penggunaan psikotropika dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) tingkat Kecamatan, Rumah Sakit, dan Apotek yang ada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Laporan ini dalam bentuk hardcopy yang dikirimkan oleh masing – masing Unit Pelayanan Kesehatan ke Seksi Sumber Daya Kesehatan Bagian Farmasi Makanan dan Minuman, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. Data diolah menggunakan aplikasi SIPNAP dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan juga menggunakan program Microsoft Excel. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel untuk mendapatkan gambaran deskriptif, meliputi: a.
Rekapitulasi penggunaan psikotropika pada bulan Januari dan Februari 2012 oleh semua Unit Pelayanan Kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur.
b.
Distribusi sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari dan Februari 2012 oleh semua Unit Pelayanan Kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur.
c.
Distribusi sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari dan Februari 2012 oleh masing - masing Unit Pelayanan Kesehatan (Puskesmas Kecamatan, Rumah Sakit, dan Apotek) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. 8
Universitas Indonesia
9
d.
Distribusi tiga Unit Pelayanan Kesehatan dari masing -
masing Unit
Pelayanan Kesehatan (Puskesmas Kecamatan, Rumah Sakit, dan Apotek) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika.
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Undang – Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika pasal 33 ayat 1 disebutkan bahwa pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan psikotropika. Dalam laporan ini dibahas mengenai laporan penggunaan psikotropika pada bulan Januari dan Februari 2012 yang dibuat oleh Puskesmas Kecamatan, Rumah Sakit dan Apotek di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dan dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. Laporan ini kemudian direkapitulasi dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan. Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang ada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur per Februari 2012 berjumlah 360 unit meliputi 10 Puskesmas Kecamatan, 34 Rumah Sakit, dan 316 Apotek. Setiap UPK mengirimkan laporan psikotropika secara berkala, biasanya tiap 3 bulan sekali atau minimal 1 tahun sekali. Namun pada kenyataannya sampai dengan bulan Juni 2012 masih cukup banyak UPK yang belum mengirimkan laporannya bulan Januari dan Februari 2012. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dalam pengembangan sistem SIPNAP yang menyeluruh guna memudahkan pengolahan dan analisis data serta pengawasan penggunaan psikotropika yang lebih efektif dan terkendali. Jumlah UPK pelapor penggunaan psikotropika pada bulan Januari 2012 di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dapat dilihat pada Tabel 4.1.
10
Universitas Indonesia
11
Tabel 4.1 Jumlah UPK pelapor penggunaan psikotropika pada bulan Januari dan Februari 2012 di wilayah kota administrasi Jakarta Timur
Unit Pelayanan Puskesmas Kecamatan Rumah Sakit
Jumlah Unit Pelayanan (unit)
Jumlah Unit Pelayanan Sebagai Pelapor (unit) Januari Februari 2012 2012
Persentase Pelaporan (%) Januari Februari 2012 2012
10
10
10
100%
100%
34
18
13
52,94%
38,23%
Apotek
316
121
-
38,29%
-
Semua UPK
360
150
-
41,67%
-
Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa puskesmas kecamatan merupakan UPK yang telah mengirimkan laporan penggunaan psikotropika tiap bulannya karena Puskesmas wajib mengirimkan Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) tiap bulan. Pada bulan Januari untuk rumah sakit persentase jumlah UPK yang melapor hanya 52,94% dan pada bulan Februari menurun menjadi 38,23%. Apotek adalah UPK yang paling banyak belum mengirimkan pelaporan psikotropika yaitu hanya 38,29% pada bulan Januari. Untuk bulan Februari, penulis belum melakukan pengolahan data. Ini dikarenakan keterbatasan waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker untuk memasukan data ke program SIPNAP sehingga pada bulan Februari hanya Puskesmas Kecamatan dan Rumah Sakit yang telah diolah. UPK yang melaporkan penggunaan psikotropika pada bulan Januari 2012 berjumlah 150 dari 360 UPK dengan persentase pelaporannya sebesar 41,67%. Dari hasil ini didapatkan bahwa masih banyak UPK yang belum mengirimkan laporan penggunaan psikotropika karena belum adanya ketetapan waktu pelaporan psikotropika. Pada UU No.5 Tahun 1997 hanya dinyatakan bahwa penggunaan psikotropika wajib dilaporkan secara berkala yang mana akan diatur oleh menteri. Akan tetapi, sampai saat ini masih belum jelas karena ada yang beranggapan tiap bulan sekali, 3 bulan sekali atau minimal 1 tahun sekali. Penyebab lain mungkin disebabkan sistem pelaporan yang tidak praktis karena UPK mengirimkan langsung ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, melalui pos, ataupun melalui surat elektronik. Ini membuat UPK Universitas Indonesia
12
tersebut malas mengirimkannya sehingga pelaporan pun menjadi terhambat. Selain itu, kemungkinan laporan yang sudah dikirimkan oleh UPK, saat pengumpulan laporan ada laporan yang terselip pada bundelan bulan yang lain atau masuk dalam bundelan narkotika sehingga data yang dianalisis menjadi kurang lengkap. Untuk itu dibutuhkan program SIPNAP yang menyeluruh sehingga setiap UPK dapat menginput sendiri penggunaan psikotropika yang mana terhubung online dan akan dikumpulkan dari Suku Dinas Kesehatan kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan dilaporkan ke Kementerian Kesehatan untuk mengetahui jumlah penggunaan Psikotropika di Indonesia. Hal ini diharapkan agar proses pengiriman laporan psikotropika menjadi lebih efektif dan cepat sehingga pengawasan psikotropika dapat dilakukan dengan baik. Sesuai dengan format pada aplikasi SIPNAP, jenis psikotropika yang direkapitulasi mencakup 126 jenis obat yang termasuk psikotropika. Namun ada beberapa obat yang dilaporkan tetapi tidak terdapat di format laporan aplikasi SIPNAP. Untuk golongan psikotropika, obat – obat seperti haloperidol, klorpromazin, triheksilfenidil, diazepam rektal, amitriptilin HCl, resperidon, dan sebagainya juga tidak terdapat dalam form aplikasi SIPNAP. Hal ini menyebabkan
ada
beberapa
jenis
psikotropika
yang
belum
diawasi
penggunaannya. Maka dari itu, sebaiknya aplikasi SIPNAP diperbaiki dan dilengkapi lagi untuk pengawasan psikotropika yang menyeluruh. Data yang dianalisis untuk bulan Februari 2012 pada tugas khusus ini dibatasi hanya puskesmas kecamatan dan rumah sakit. Untuk apotek belum dilakukan karena keterbatasan waktu analisis. Pembatasan jumlah UPK yang dimasukkan ini dikarenakan adanya kendala teknis yaitu adanya penggantian aplikasi SIPNAP yang lama dengan yang baru, sehingga data UPK harus dimasukkan ulang ke aplikasi SIPNAP baru. Penulis melanjutkan untuk memasukkan UPK yang belum sempat dimasukkan pada bulan Januari 2012 oleh penulis sebelumnya sehingga bulan Februari hanya bisa memasukkan puskesmas kecamatan dan rumah sakit saja. Data penggunaaan psikotropika bulan Januari 2012 dari UPK yang telah dimasukkan, direkapitulasi, diolah, dan dianalisis sehingga didapatkan sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan di UPK wilayah Kota Administrasi Universitas Indonesia
13
Jakarta Timur.
Kemudian data dianalisis juga untuk mendapatkan sepuluh
psikotropika yang paling banyak digunakan di masing – masing jenis UPK (Puskesmas Kecamatan, Rumah Sakit, Apotek) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 sampai Tabel 4.5. Tabel 4.2 Daftar sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di Unit Pelayanan Kesehatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur No.
Nama Psikotropika
Jumlah Penggunaan
1
Luminal 30 mg
99406
2
Diazepam 2 mg
73519
3
Alprazolam 0.5 mg
10773
4
Danalgin Tab
8745
5
Clobazam 10 mg
7174
6
Valizanbe 5 mg Tab
6700
7
Esilgan 2 mg
5876
8
Braxidin Tab
5750
9
Librax
5741
10
Analsik Tab
5534
Tabel 4.3 Daftar psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di Puskesmas Kecamatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur No.
Nama Psikotropika
Jumlah Penggunaan
1
Diazepam 2 mg
49846
2
Luminal 30 mg
37630
3
Diazepam 5 mg
3671
4
Bellaphen Tab
68
5
Clobazam 10 mg
66
6
Stesolid rectal 5 mg Tube
31
7
Stesolid rectal 10 mg Tube
4
8
Diazepam 10 ml Inj
3 Universitas Indonesia
14
Tabel 4.4 Daftar sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di Rumah Sakit Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur No.
Nama Psikotropika
Jumlah Penggunaan
1
Luminal 30 mg
2
Alprazolam 0.5 mg
6421
3
Diazepam 2 mg
6200
4
Spasmium 5 mg Tab
2065
5
Atarax 0.5 mg Tab
2000
6
Zypraz 0.25 mg Tab
1976
7
Valizanbe 5 mg Tab
1889
8
Analsik Tab
1849
9
Frisium 10 mg
1459
10
Librax
1217
15015
Tabel 4.5 Daftar sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di Apotek wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur No.
Nama Psikotropika
Jumlah Penggunaan
1
Luminal 30 mg
46761
2
Diazepam 2 mg
17473
3
Danalgin Tab
8006
4
Clobazam 10 mg
6161
5
Braxidin Tab
5144
6
Esligan 2 mg
4981
7
Valizanbe 5 mg Tab
4811
8
Librax
4524
9
Alprazolam 0.5 mg
4352
10
Neurodial 5 mg Tab
3822
Universitas Indonesia
15
Berdasarkan data di atas, Luminal 30 mg merupakan psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di seluruh Unit Pelayanan Kesehatan, Rumah Sakit, dan Apotek. Akan tetapi di Puskesmas Kecamatan, psikotropika yang terbanyak digunakan adalah Diazepam 2 mg. Luminal atau disebut juga phenobarbital merupakan antikonvulsan yang dapat digunakan untuk menimbulkan efek sedasi pada dosis 30 – 120 mg per hari dalam 2 – 3 dosis terbagi. Diazepam digunakan dalam penanganan pada kelainan gelisah, tegang / kejang, dan juga dapat digunakan sebagai relaksan otot (Lacy, Armstrong, Goldman, & Lance, 2010). Data penggunaaan psikotropika bulan Februari 2012 dari Puskesmas dan Rumah Sakit yang telah dimasukkan, direkapitulasi, diolah, dan dianalisis sehingga juga didapatkan sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan di Puskesmas dan Rumah Sakit wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.5. Untuk mendapatkan sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan di UPK wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur tidak dapat dilakukan karena laporan penggunaan psikotropika di Apotek belum dimasukkan karena terbatasnya waktu penulis dalam Prakter Kerja Profesi Apoteker.
Tabel 4.6 Daftar psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Februari 2012 di Puskesmas Kecamatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur No.
Nama Psikotropika
Jumlah Penggunaan
1
Luminal 30 mg
64782
2
Diazepam 2 mg
35063
3
Diazepam 5 mg
289
4
Bellaphen Tab
79
5
Clobazam 10 mg
43
6
Stesolid rectal 5 mg Tube
37
7
Stesolid rectal 10 mg Tube
11
8
Diazepam 10 ml Inj
2
Universitas Indonesia
16
Tabel 4.7 Daftar sepuluh psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Februari 2012 di Rumah Sakit wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur No.
Nama Psikotropika
Jumlah Penggunaan
1
Luminal 30 mg
8381
2
Diazepam 2 mg
4515
3
Zypraz 0.25 mg Tab
2469
4
Alprazolam 0.5 mg
2193
5
Spasmium 5 mg Tab
1973
6
Valizanbe 5 mg Tab
1896
7
Analsik Tab Danalgin
1734
8
Clobazam 10 mg
1690
9
Atarax 0.5 mg Tab
1638
10
Librax
1316
Selanjutnya data diolah dan dianalisis untuk mendapatkan 3 UPK dari masing – masing jenis UPK (Puskesmas Kecamatan, Rumah Sakit, dan Apotek) wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika pada bulan Januari dan Februari 2012. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.8 sampai Tabel 4.10.
Universitas Indonesia
17
Tabel 4.8. Puskesmas Kecamatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika bulan Januari 2012 dan Februari 2012 Januari
Februari
Nama Puskesmas
Jumlah Pemakaian
Psikotropik Terbanyak
Nama Puskemas
Jumlah Pemakaian
Psikotropik Terbanyak
PKC Pulogadung
17462
Diazepam 2 mg Tab
PKC Ciracas
21629
Luminal 30 mg Tab
PKC Ciracas
16947
Diazepam 2 mg Tab
PKC Pulogadung
20427
Luminal 30 mg Tab
PKC Jatinegara
12212
Diazepam 2 mg Tab
PKC Kramat Jati
16295
Luminal 30 mg Tab
Tabel 4.9. Rumah Sakit wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika bulan Januari 2012 dan Februari 2012 Januari
Februari
Nama Rumah Sakit
Jumlah Pemakaian
Psikotropik Terbanyak
Nama Rumah Sakit
Jumlah Pemakaian
Psikotropik Terbanyak
RS. Premier Jatinegara
13097
Zypraz Tab 0.25 mg
RS. Premier Jatinegara
15095
Zypraz Tab 0.25 mg
RS. Persahabatan
12734
Alprazolam RS. 0.5 mg Tab Persahabatan
8525
Alprazolam 0.5 mg Tab
RS. Hermina
9739
Luminal 30 mg Tab
6194
Luminal 30 mg Tab
RS. Hermina
Tabel 4.10. Apotek wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika Januari 2012 Nama Apotek
Jumlah Pemakaian
Psikotropik Terbanyak
Apotek Rini
51998
Luminal 30 mg Tab
Apotek Gadi Rami
22836
Luminal 30 mg Tab
Apotek Djatinegara
11443
Luminal 30 mg Tab
Universitas Indonesia
18
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, pada bulan Januari 2012 diperoleh data bahwa pada masing-masing UPK di wilayah Kota Adminstrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika yaitu : a.
Puskesmas Kecamatan Pulogadung dengan pemakaian terbanyak adalah tablet Diazepam 2 mg yang terbanyak
b.
RS. Premier Jatinegara dengan pemakaian terbanyak adalah tablet Zypraz 0,25 mg.
c.
Apotek Rini dengan pemakaian terbanyak adalah tablet Luminal 30 mg.
Pada bulan Februari untuk masing-masing UPK di wilayah Kota Adminstrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika adalah RS. Premier Jatinegara dengan pemakaian Zypraz 0,25 mg yang terbanyak dan Puskesmas Kecamatan Ciracas dengan pemakaian terbanyak adalah Luminal 30 mg. Pada proses pengumpulan, pegolahan, dan analisis data terdapat beberapa kendala teknis, yaitu daftar UPK pada aplikasi SIPNAP tidak berurutan secara alfabetis sehingga menyulitkan saat pencarian UPK untuk mengisi laporan penggunaan psikotropika. Selain itu, sistem SIPNAP yang tidak mampu mendeteksi penulisan nama UPK
yang telah ada memungkinkan terjadinya
duplikasi UPK yang ada. Dengan jumlah UPK di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur sebanyak 360, tentu akan menyulitkan dan memperpanjang waktu pengisian laporan tersebut. Kendala lain yang juga ditemui adalah format daftar obat psikotropika dalam aplikasi SIPNAP yang tidak berurutan secara alfabetis juga menyulitkan di dalam pengisian laporan tersebut. Selain itu, pada satuan obat yang tidak bulat atau terdapat koma desimal, aplikasi SIPNAP akan menghilangkan koma desimal tersebut pada rekap tahunan sehingga data menjadi sangat berbeda dari kenyataan dan menyebabkan salah penghitungan. Contoh, penggunaan Luminal 30 mg pada Apotek X sebanyak 20,75 menjadi terbaca 2075. Hal ini tentu berakibat fatal pada rekapitulasi penggunaan psikotropika. Untuk itu diharapkan adanya perbaikan pada aplikasi SIPNAP guna memudahkan pengolahan dan analisis data serta pengawasan penggunaan psikotropika yang lebih efektif dan terkendali.
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1
Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur masih banyak yang belum melaporkan penggunaan psikotropika. Hal ini mungkin disebabkan banyaknya UPK yang mengirimkan laporan tersebut tidak sebulan sekali, tapi digabung menjadi tiga bulan sekali atau setahun sekali. Ini terjadi karena belum jelasnya ketetapan waktu pelaporan psikotropika karena
pada UU No.5 Tahun 1997 hanya
dinyatakan bahwa penggunaan psikotropika wajib dilaporkan secara berkala yang mana diatur oleh menteri. 5.1.2
Jenis psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari dan Februari 2012 di UPK wilayah Kota Administasi Jakarta Timur adalah Luminal 30 mg.
5.1.3
Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) di wilayah Kota Administasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan psikotropika adalah Apotek Rini dengan penggunaan terbanyak adalah Luminal 30 mg.
5.2
Saran
5.2.1
Untuk Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi, dalam aplikasi SIPNAP disarankan untuk menambah beberapa jenis psikotropika yang belum tercantum, menyusun form secara alfabetis dan mengembangkan aplikasi SIPNAP yang menyeluruh. Hal ini diharapkan
kelak
dapat
memudahkan
pelaporan
sehingga
dapat
meningkatkan kepatuhan dari UPK sehingga pengawasan penggunaan psikotropika lebih efektif dan terkendali. 5.2.2
Untuk Suku Dinas Kesehatan Kota Administratif Jakarta Timur, agar rekapitulasi tidak terhambat, disarankan menyiapkan 1 unit komputer khusus untuk memasukan laporan penggunaan narkotika dan psikotropika ke dalam aplikasi SIPNAP.
19
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Daris, Azwar. (2008). Himpunan Peraturan Perundang– Undangan Kefarmasian. Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2009). Panduan SIPNAP Versi 1.2009.10. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., & Lance, L. L. (2010). Drug Information Handbook 19th Edition. Ohlo: Lexi - Comp. Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
20
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
21
Lampiran 1. Daftar penggunaan psikotropika pada bulan Januari 2012 di Unit Pelayanan Kesehatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur
No.
Nama Obat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Alganax 0.25 mg Alganax 0.5 mg Alganax 1 mg Alprazolam 0.25 mg Alprazolam 0.5 mg Alprazolam 1 mg Alviz 0.25 mg Tab Alviz 0.5 mg Alviz 1 mg Analsik Tab Apisate Tab Asabium 10 mg Tab Atarax 0.25 Atarax 0.5 mg Tab Ativan 0.5 mg Ativan 1 mg Ativan 2 mg Bellaphen Tab Braxidin Tab Calmlet 0.25 mg Tab Calmlet 0.5 mg Calmlet 1 mg Calmlet 2 mg CeTabrium 10 mg CeTabrium 5 mg Cetalgin Cliad Clobazam 10 mg Danalgin Tab Decazepam 5 mg Tab Diazepam 10 ml Inj Diazepam 2 mg Diazepam 5 mg Diobrium 10 mg Caps Diobrium 5 mg Caps Ditalin Tab Dormicum 15 mg/ampul Inj Dormicum 5 mg/ampul Inj Dumolid 5 mg Tab
Puskesmas Kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 68 0 0 0 0 0 0 0 0 0 66 0 0 3 49846 3671 0 0 0 0 0 0
Rumah Sakit 126 188 0 144 6421 305 0 0 0 1849 184 0 0 2000 439 84 10 649 606 0 203 0 0 0 0 228 0 947 739 0 320 6200 0 0 0 0 0 27 0
Apotek 939 1236 839 280 4352 2799 0 289 270 3685 1991 0 0 491 727 1109 1553 2271 5144 180 0 0 108 0 0 887 854 6161 8006 0 566 17473 140 0 0 0 0 0 485
Total Penggunaan 1065 1424 839 424 10773 3104 0 289 270 5534 2175 0 0 2491 1166 1193 1563 2988 5750 180 203 0 108 0 0 115 854 7174 8765 0 889 73519 3811 0 0 0 0 27 485
22
Lampiran 1 (Lanjutan)
No. 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
Nama Obat Esilgan 1 mg Esligan 2 mg Fortanest 15 mg Fortanest 5 mg Frisium 10 mg Frixitas 0.25 mg Frixitas 0.5 mg Frixitas 1 mg Hedix Klidibrax Lexotan 1.5 mg Lexotan 3 mg Librax Luminal 100 mg Melidox Mentalium 10 mg Mentalium 2 mg Mentalium 5 mg Merlopam 0.5 mg Tab Merlopam 2 mg Tab Metaneuron Midazolam 15 mg Inj Midazolam 5 mg Inj Miloz 15 mg/3ml Inj Miloz 5 mg/ 5 ml Inj Neo Protal Tab Neoroval Neurodial 5 mg Tab Neurogen Tab Neuropyron Tab Luminal 30 mg Luminal 50 mg Luminal 60 mg/ml Inj Piptal Pet drops 0.5 ml Proclozam 10 mg Tab Proneuron Prozepam 2 mg Tab Prozepam 5 mg
Puskesmas Kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 37630 0 0 0 0 0 0 0
Rumah Sakit 589 895 176 304 1459 0 70 0 0 0 4 124 1217 0 0 0 0 0 20 528 0 78 14 81 96 0 0 720 0 38 13015 0 0 73 0 0 0 0
Apotek 2686 4981 5 0 3697 117 334 381 260 0 48 304 4524 488 1506 0 0 0 188 1953 1350 0 0 6 14 0 0 3822 400 901 46761 6 0 9 194 1626 0 0
Total Penggunaan 3275 5875 181 304 5156 117 404 381 260 0 52 428 5741 488 1506 0 0 0 208 2481 1350 78 14 87 110 0 0 4542 400 939 99406 6 0 82 194 1626 0 0
23
Lampiran 1 (Lanjutan)
No.
Nama Obat
78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
Renagas 6 mg Tab Renaquil 1 mg Tab Ritalin 10 mg Tab Ritalin LA 20 mg Rivotril 2 mg Sedacum inj 5 mg Ampul Sibital Inj Spasmium 5 mg Tab Stesolid 2 mg Stesolid 5 mg Stesolid Inj. 10 ml Stesolid rectal 10 mg Tube Stesolid rectal 5 mg Tube Stesolid Syrup Teronac Tab Trazep Rectal Tube 5 mg/2.5ml Valdimex 10 mg/ 2ml Inj Valdimex 5 mg Tab Valium 10 mg Valium 10 mg Inj Valium 2 mg Valium 5 mg Tab Valizanbe 2 mg Tab Valizanbe 5 mg Tab Xanax 0.25 mg Tab Xanax 0.5 mg Tab Xanax 1 mg Tab Yekalgin Kaplet Zolastin 1 mg Tab Zolmia 10 mg Tab Zyparon Zypraz 0.25 mg Tab Zypraz 0.5 mg Tab Zypraz 1 mg Tab Hufralgin Lexotan 6 mg Librium 5mg Librium 10 mg
94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115
Puskesmas Kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 31 0 0 0
Rumah Sakit 0 0 0 0 340 190 105 2065 473 550 53 275 367 37 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
101 686 0 85 1 78 674 1889 655 733 94 0 0 264 0 1976 1040 0 0 0 0 0
2240 1070 0 30 586 0 54 1511 103 574 12 168 252 4 0 0
Total Penggunaan 2240 1070 0 30 926 190 190 3596 576 1124 65 447 650 41 0 0
0 333 2 10 0 104 1505 4811 3813 3339 2552 0 33 981 0 999 1794 1319 0 250 0 0
101 1019 2 95 1 182 2179 6700 4468 4072 2646 0 33 1245 0 2975 2834 1319 0 250 0 0
Apotek
24
Lampiran 1 (Lanjutan)
No. 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126
Nama Obat Limbritol Omegastri Pehaspas Ritalin 30 mg Tab Ritalin 40 mg Tab Ritalin SR 20 mg Tab Riklona 2 mg Soxietas 0.5 mg Stilnox Tranquam 5 mg Unagen with AMR UAP
Puskesmas Kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rumah Sakit 0 0 0 0 0 0 40 0 5 0 0
Apotek 0 0 0 0 0 0 1858 0 182 0 0
Total Penggunaan 0 0 0 0 0 0 1898 0 187 0 0
25
Lampiran 2. Daftar penggunaan psikotropika pada bulan Februari 2012 di Unit Pelayanan Kesehatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur
No.
Nama Obat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Alganax 0.25 mg Alganax 0.5 mg Alganax 1 mg Alprazolam 0.25 mg Alprazolam 0.5 mg Alprazolam 1 mg Alviz 0.25 mg Tab Alviz 0.5 mg Alviz 1 mg Analsik Tab Apisate Tab Asabium 10 mg Tab Atarax 0.25 Atarax 0.5 mg Tab Ativan 0.5 mg Ativan 1 mg Ativan 2 mg Bellaphen Tab Braxidin Tab Calmlet 0.25 mg Tab Calmlet 0.5 mg Calmlet 1 mg Calmlet 2 mg CeTabrium 10 mg CeTabrium 5 mg Cetalgin Cliad Clobazam 10 mg Danalgin Tab Decazepam 5 mg Tab Diazepam 10 ml Inj Diazepam 2 mg Diazepam 5 mg Diobrium 10 mg Caps Diobrium 5 mg Caps Ditalin Tab Dormicum 15 mg/ampul Inj Dormicum 5 mg/ampul Inj Dumolid 5 mg Tab Esilgan 1 mg
Puskesmas Kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 79 0 0 0 0 0 0 0 0 0 43 0 0 2 35063 289 0 0 0 0 0 0 0
Rumah Sakit 46 70 0 180 2193 58 0 0 0 1734 180 0 0 1638 111 115 21 773 372 0 0 0 0 0 0 104 0 675 735 0 205 4515 0 0 0 0 0 6 0 699
Total Penggunaan 46 70 0 180 2193 58 0 0 0 1734 180 0 0 1638 111 115 21 852 372 0 0 0 0 0 0 104 0 718 735 0 207 39578 289 0 0 0 0 6 0 699
26
Lampiran 2 (Lanjutan)
No. 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
Nama Obat Esligan 2 mg Fortanest 15 mg Fortanest 5 mg Frisium 10 mg Frixitas 0.25 mg Frixitas 0.5 mg Frixitas 1 mg Hedix Klidibrax Lexotan 1.5 mg Lexotan 3 mg Librax Luminal 100 mg Melidox Mentalium 10 mg Mentalium 2 mg Mentalium 5 mg Merlopam 0.5 mg Tab Merlopam 2 mg Tab Metaneuron Midazolam 15 mg Inj Midazolam 5 mg Inj Miloz 15 mg/3ml Inj Miloz 5 mg/ 5 ml Inj Neo Protal Tab Neoroval Neurodial 5 mg Tab Neurogen Tab Neuropyron Tab Luminal 30 mg Luminal 50 mg Luminal 60 mg/ml Inj Piptal Pet drops 0.5 ml Proclozam 10 mg Tab Proneuron Prozepam 2 mg Tab Prozepam 5 mg Renagas 6 mg Tab
Puskesmas Kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 64782 0 0 0 0 0 0 0 0
Rumah Sakit 861 241 139 570 0 0 0 0 0 0 141 1316 0 0 0 0 0 40 116 0 10 0 73 88 0 0 709 0 0 8381 0 0 65 0 0 0 0 0
Total Penggunaan 861 241 139 570 0 0 0 0 0 0 141 1316 0 0 0 0 0 40 116 0 10 0 73 88 0 0 709 0 0 73163 0 0 65 0 0 0 0 0
27
Lampiran 2 (Lanjutan)
No.
Nama Obat
79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
Renaquil 1 mg Tab Ritalin 10 mg Tab Ritalin LA 20 mg Rivotril 2 mg Sedacum inj 5 mg Ampul Sibital Inj Spasmium 5 mg Tab Stesolid 2 mg Stesolid 5 mg Stesolid Inj. 10 ml Stesolid rectal 10 mg Tube Stesolid rectal 5 mg Tube Stesolid Syrup Teronac Tab Trazep Rectal Tube 5 mg/2.5ml Valdimex 10 mg/ 2ml Inj Valdimex 5 mg Tab Valium 10 mg Valium 10 mg Inj Valium 2 mg Valium 5 mg Tab Valizanbe 2 mg Tab Valizanbe 5 mg Tab Xanax 0.25 mg Tab Xanax 0.5 mg Tab Xanax 1 mg Tab Yekalgin Kaplet Zolastin 1 mg Tab Zolmia 10 mg Tab Zyparon Zypraz 0.25 mg Tab Zypraz 0.5 mg Tab Zypraz 1 mg Tab Hufralgin Lexotan 6 mg Librium 5mg Librium 10 mg Limbritol
94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116
Puskesmas Kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rumah Sakit 0 0 0 1690 0 80 1973 522 526 150 234 322 34 0 32
Total Penggunaan 0 0 0 1690 0 80 1973 522 526 150 245 359 34 0 32
0 229 0 30 0 60 427 1896 717 316 65 0 0 277 0 2469 934 45 0 0 0 0 0
0 229 0 30 0 60 427 1896 717 316 65 0 0 277 0 2469 934 45 0 0 0 0 0
28
Lampiran 2 (Lanjutan)
No. 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126
Nama Obat Omegastri Pehaspas Ritalin 30 mg Tab Ritalin 40 mg Tab Ritalin SR 20 mg Tab Riklona 2 mg Soxietas 0.5 mg Stilnox Tranquam 5 mg Unagen with AMR UAP
Puskesmas Kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rumah Sakit 0 0 0 0 0 40 0 5 0 0
Total Penggunaan 0 0 0 0 0 40 0 5 0 0
29
Lampiran 3. Daftar UPK wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dengan penggunaan psikotopika pada bulan Januari 2012
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama UPK PKC Pulogadung PKC Ciracas PKC Jatinegara PKC Cipayung PKC Makasar PKC Duren Sawit PKC Pasar Rebo PKC Cakung PKC Matraman PKC Kramat Jati RS Premier Jatinegara RS Persahabatan RS Hermina RS Uki Cawang RS Budhi Asih RS Harapan Bunda RS Kartika Pulomas (Apotek) RS Duren Sawit RS Harapan Jayakarta RS Polri Kramat Jati RS Rawamangun RSKO Cibubur RS Dharma Nugraha RS Bunda Aliyah RS Omni Medical Center RSIA. Restu RS Resti Mulya RS Admira Apotek Rini Apotek Gadi Rami Apotek Djatinegara Apotek KF 48 Apotek Kramat Jati Apotek Tania Apotek Mekar Sari Apotek Imphi Apotek Bayu Apotek Arumbai Apotek KF 49 Apotek Sido Waras
Jumlah Penggunaan 17462 16947 12212 12055 10541 7547 5992 3827 2816 1920 13097 12734 9739 5020 2932 2885 2053 1542 1318 1268 950 833 778 519 462 382 252 50 51998 22836 11443 8051 6427 5728 4518 3698 3667 2764 2588 2316
30
Lampiran 3 (Lanjutan)
No. 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
Nama UPK Apotek Setia Jaya Apotek K 24 Rawamangun Apotek Regina Apotek Medi-Z Cawang Apotek Condet Jaya Apotek Palmeriam Apotek Aries Farma Apotek Rawamangun Apotek Kindai Limpuar Apotek Budi Medika Apotek Khrislina Apotek Cito Apotek Medisal Apotek Asta Nugraha Apotek Annisa Farma Apotek Bunga Rampai Apotek Sahabat Sehat Apotek Damai Apotek KF 193 Apotek Anugerah Nanda Apotek Dharmavita Apotek K 24 Pondok Bambu Apotek Devita Apotek Sana Farma Apotek Mitra Diani Apotek Viladelvia Apotek Pulo Asem Apotek Putewa Apotek KF 4 Rawamangun Apotek Rhanis Farma Apotek Rebo Apotek Zaki Apotek Halim Farma Apotek KF Otista Apotek Rama Apotek Tjawang Apotek Sion Apotek Sehati Farma
Jumlah Penggunaan 1951 1802 1654 1544 1372 1319 1300 1273 1271 1203 1122 1117 1105 1057 1035 1021 989 965 952 938 823 794 766 761 761 718 701 668 617 545 496 495 494 481 466 455 454 445
31
Lampiran 3 (Lanjutan)
No. 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116
Nama UPK Apotek K 24 Pondok Kelapa Apotek Era Sehat Apotek Jayakarta Apotek Harmony Well-ness Apotek Pusaka Jaya Apotek Fit Apotek Otista Baru Apotek Cipayung Apotek Prama Medika Apotek Cililitan Apotek K 24 Pahlawan Revolusi Apotek Pekayon Apotek Salma Putra Apotek Budi Lestari Apotek Raudah Farma Apotek KF Pondok Kelapa Apotek Katarina Apotek K 24 Curug Kalimalang Apotek Bregas Pharmacy Apotek Unifarma Apotek Alam Medika Apotek K24 Buaran Apotek Flora Apotek K24 Klender Apotek K24 Condet Apotek Melati Apotek Mandiri Apotek Elyna Apotek Hareguna Apotek Abba Apotek K24 Wisma Kentjana Apotek K24 Pisangan Baru Apotek K24 Otista Apotek Mitra Medika Apotek Aneka Obat Apotek Medical Farma Apotek Bams Apotek Mandana
Jumlah Penggunaan 405 372 367 343 333 312 283 276 260 253 243 226 176 170 169 153 143 131 120 117 116 110 110 108 101 99 98 92 79 77 77 76 73 64 64 63 55 50
32
Lampiran 3 (Lanjutan)
No. 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147
Nama UPK Apotek Astoria Apotek Sriti Apotek Supra Farma Apotek Rhamdani Apotek Guci Medika Apotek Cendana Apotek K24 Pondok Gede Apotek Pahala Apotek Nuramina Farma Apotek Bintang Mas Apotek Sagas Apotek Klinik Mata Nusantara Apotek Arofani Apotek Guardiant Rawamangun Apotek Kusuma Medika Apotek Sehat Apotek Savira Apotek Bhara Farma Apotek Erha 21 Apotek Sinar Harapan Apotek Medi-Z Makasar Apotek Century Taman Pulo Apotek Matahari Apotek Pondok Bambu Apotek Dr. Erna Apotek Hansen Apotek Mutiara Medika Farma Apotek Fikar Jaya Apotek Ikifa Buaran Apotek K24 Cililitan Besar Apotek Balai Pustaka
Jumlah Penggunaan 48 48 37 35 34 34 26 10 7 5 4 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33
Lampiran 4. Daftar UPK wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dengan penggunaan psikotopika pada bulan Februari 2012
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama UPK PKC Ciracas PKC Pulogadung PKC Kramat Jati PKC Makasar PKC Cipayung PKC Cakung PKC Pasar Rebo PKC Duren Sawit PKC Jatinegara PKC Matraman RS Premier Jatinegara RS Persahabatan RS Hermina RS Kartika Pulomas (Apotek) RS Harapan Bunda RS Polri Kramat Jati RS Harapan Jayakarta RS Rawamangun RS Dharma Nugraha RS Bunda Aliyah RSIA. Restu RSKO Cibubur RS Omni Medical Center
Jumlah Penggunaan 21629 20427 16295 12224 7842 5714 5538 4940 3034 2663 15095 8525 6194 1686 1677 1562 1311 1072 731 676 644 626 410
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 2 JULI – 10 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 2 JULI – 10 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012 ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Safa, Tebet, Jakarta Selatan. Laporan ini merupakan hasil Periode 2 Juli – 10 Agustus 2012, sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulis menyadari laporan ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Dra. Hastuti Assauri, SE., Apt., selaku pembimbing di Apotek Safa, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Safa.
2.
Ibu Dra. Juheini Amin, M.Si., Apt., selaku pembimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Safa.
3.
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS. Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
4.
Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA.
5.
Seluruh staf pengajar khususnya Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
6.
Karyawan dan karyawati Apotek Safa: Mbak Chusnul, Pak Agus, Ibu Sar, dan Pak Tumidi atas bantuannya selama PKPA di Apotek Safa.
7.
Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, semangat, dan kasih sayang tiada hentinya.
8.
Teman-teman Apoteker UI Angkatan 75 atas kerja sama dan persahabatan selama masa perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. iv
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya laporan PKPA ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan penulis selama mengikuti PKPA dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2012
v
ABSTRAK
Nama
: Erli Susanti
Program Studi : Profesi Apoteker Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa Jl. Bukit Duri Tanjakan No.68 Tebet Jakarta Selatan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa bertujuan untuk mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang apoteker di Apotek Safa, mengetahui dan memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, dan penjualan perbekalan farmasi serta mempraktekkan pelayanan kefarmasian di apotek sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia. Pelayanan kefarmasian merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan obat di Apotek Safa terdiri dari pelayanan resep, pelayanan non resep, swamedikasi dan komunikasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Analisis Penjualan Obat Secara Pareto (ABC) di Apotek Safa Periode Januari – Juni 2012. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengelompokkan item obat ethical dan OTC menjadi kelompok A, B dan C. Selain itu juga untuk menentukan item obat ethical dan OTC yang menjadi pareto selama periode Januari – Juni 2012
Kata Kunci
: Apotek Safa, Apotek, Pareto
vi
ABSTRACT
Name : Erli Susanti Program Study : Apothecary Profession Title : Apothecary Internhip Report in Apotek Safa Jl. Bukit Duri Tanjakan No.68 Tebet South Jakart Period July 2nd - August 10th 2012
Apothecary Internship at Apotek Safa Jl. Bukit DuriTanjakan No.68 South Jakarta aimed to identify and understand the role and responsibilities of an Apothecary in the Safa`s drugstore, to know and understand how to manage a drugstore in administration, financial management, procurement, storage, and sale of pharmaceuticals and also to practice of pharmacy services in drugstore accordance with the laws and ethics in pharmaceutical care system in Indonesia. Pharmaceutical care is a form of service and professional apothecary directly responsible for improving the quality of life of patients. Drug services at Safa`s drugstore consists of prescription service, non-prescription service, swamedikasi and communication. Special assignment given titled Analysis of Drug Sales By Pareto (ABC) in Apotek Safa period January to June 2012. Special task aims to classify ethical drugs and OTC items into groups A, B and C. In addition, to determine the ethical and OTC drug items being pareto during the period January to June 2012 .
Keywords
: Apotek Safa, Apotek, Pareto
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ ABSTRAK .................................................................................................... ABSTRACT.................................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
ii iii iv vi vii viii x xi
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Tujuan.....................................................................................
1 1 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM ..................................................................... 2.1 Definisi Apotek ..................................................................... . 2.2 Landasan Hukum Apotek....................................................... 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek....................................................... 2.4 Tata Cara Pendirian Apotek ................................................... 2.5 Tenaga Kerja Apotek.............................................................. 2.6 Tata Cara Perizinan Apotek ................................................... 2.7 Pengelolaan Apotek................................................................ 2.8 Pelayanan Apotek................................................................... 2.9 Penggolongan Obat ................................................................ 2.10 Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika ..................... 2.11 Pengelolaan Narkotika ........................................................... 2.12 Pengelolaan Psikotropika ....................................................... 2.13 Pelanggaran Apotek ............................................................... 2.14 Pencabutan Surat Izin Apotek ................................................
3 3 3 4 4 7 8 9 14 18 23 23 26 27 29
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAFA...................................... 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan............................................. 3.2 Sejarah .................................................................................... . 3.3 Lokasi dan Tata Ruang........................................................... 3.4 Struktur Organisasi................................................................. 3.5 Tenaga Kerja .......................................................................... 3.6 Pengelolaan Pembekalan Farmasi di Apotek Safa ................. 3.7 Pengelolaan Narkotika .......................................................... 3.8 Pengelolaan Psikotropika ....................................................... 3.9 Pelayanan di Apotek Safa....................................................... 3.10 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian di Apotek Safa ...............
31 31 31 31 33 33 36 38 39 39 41
BAB 4. PEMBAHASAN .............................................................................. 4.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Apotek Safa ...... 4.2 Lokasi dan Disain Apotek Safa .............................................. . 4.3 Pengelolaan Administrasi dan Keuangan............................... viii
44 44 45 48
4.4 4.5
Pengelolaan Perbekalan Sediaan Farmasi .............................. Pelayanan Kefarmasian ..........................................................
48 50
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 5.2 Saran ......................................................................................
53 53 53
DAFTAR ACUAN ......................................................................................
54
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5
Penandaan Obat Bebas ............................................................ Penandaan Obat Bebas Terbatas ............................................. Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas ........................... Penandaan Obat Keras ............................................................. Penandaan Narkotika................................................................
x
19 19 20 21 22
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21. Lampiran 22. Lampiran 23. Lampiran 24.
Struktur Organisasi Apotek Safa ............................................. Peta Lokasi Apotek Safa ......................................................... Papan Nama Apotek Safa ........................................................ Disain Eksterior Apotek Safa .................................................. Disain Interior Apotek Safa Bagian Depan ............................. Disain Interior Apotek Safa Bagian Dalam ............................. Layout Keseluruhan Apotek Safa ............................................ Tata Letak Apotek Safa............................................................ Rak Penyimpanan Obat Generik ............................................. Rak Penyimpanan Obat Paten ................................................. Rak Penyimpanan Psikotropika............................................... Rak Penyimpanan Narkotika................................................... Surat Pesanan Apotek Safa ...................................................... Surat Pesanan Narkotika .......................................................... Surat Pesanan Psikotropika ...................................................... Kartu Stok Obat Apotek Safa................................................... Laporan Penggunaan Narkotika ............................................... Laporan Penggunaan Psikotropika........................................... Blanko Berita Acara Pemusnahan Narkotika........................... Blanko Berita Acara Pemusnahan Psikotropika....................... Blanko Berita Acara Pemusnahan Resep ................................. Salinan Resep Apotek Safa ...................................................... Kuitansi Apotek Safa................................................................ Etiket Apotek Safa....................................................................
xi
56 57 58 58 59 59 60 61 62 62 63 63 64 65 66 67 68 70 71 73 75 76 77 77
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan yang dimaksudkan disini adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk memelihara derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009a). Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pada saat ini orientasi paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, maka apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilakunya agar mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif dan berinteraksi langsung dengan pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
1
Universitas Indonesia
2
Seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam menjalankan profesi apotekernya di apotek tidak hanya sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian saja, melainkan juga dapat mengelola apotek sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan tanpa harus menghilangkan fungsi sosial di masyarakat. Saat ini, peran apoteker lebih terfokus pada layanan yang berpusat pada pasien yang membutuhkan efek terapi optimal, meminimalkan efek samping obat yang akan terjadi, menjadikan biaya pengobatan minimal dan efektif serta menjadikan pasien paham dan patuh terhadap pengobatan yang diberikan. Dalam rangka mempersiapkan para apoteker yang profesional, maka perlu dilakukan praktek kerja di apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan serta mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia telah bekerja sama dengan Apotek Safa untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 6 minggu. Dengan adanya latihan praktek kerja profesi apoteker ini, diharapkan calon apoteker dapat memahami serta menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek, selain itu juga dapat menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya. PKPA yang kali ini diikuti berlangsung sejak tanggal 2 Juli – 10 Agustus 2012.
1.2
Tujuan Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa bagi para
calon apoteker bertujuan untuk: 1.2.1
Memahami peranan dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA) di apotek.
1.2.2
Memahami kegiatan di apotek baik secara teknis kefarmasian maupun teknis non kefarmasian.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam ketentuan umum, dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Sementara berdasarkan
Keputusan
No.1332/Menkes/SK/X/2002
Menteri tentang
Kesehatan Perubahan
Republik Atas
Peraturan
Indonesia Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Pekerjaan Kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh Apoteker, yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b).
2.2
Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang diatur dalam: 1. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 3. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. 4. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 3
Universitas Indonesia
4
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek. 6. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
695/MENKES/PER/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995 tahun tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker. 7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 8. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 9. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi
apotek adalah: a.
Tempat
pengabdian
profesi
seorang
apoteker
yang
telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker b.
Sarana farmasi
yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
2.4
Tata Cara Pendirian Apotek Apotek agar dapat melakukan pelayanan kefarmasian harus memiliki izin
yang berupa Surat Izin Apotek (SIA). Pengertian SIA adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan
Universitas Indonesia
5
pelayanan apotek di suatu tempat tertentu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Untuk mengajukan permohonan izin pendirian apotek perlu dipenuhi dua macam persyaratan, yaitu persyaratan APA dan persyaratan apotek. Persyaratan APA (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) adalah sebagai berikut: a.
Ijazahnya telah terdaftar di Kementerian Kesehatan.
b.
Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai seorang apoteker.
c.
Memiliki Surat Izin Kerja (SIK).
d.
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang apoteker.
e.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Dengan adanya peraturan yang baru, persyaratan APA tidak lagi
menggunakan SIK tetapi untuk menjadi APA harus memiliki STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) dan SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker). Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka ia dapat menunjuk Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terusmenerus, SIA atas nama apoteker yang bersangkutan dapat dicabut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993b): a.
Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi, dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b.
Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. Universitas Indonesia
6
c.
Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah
apotek adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004): a.
Lokasi dan Tempat Lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh masyarakat, dan lingkungannya aman. Hal lain yang perlu dipertimbangkan terkait dengan letak apotek adalah ada atau tidaknya apotek lain, kemudahan untuk memarkir kendaraan, jumlah penduduk, jumlah pelayanan kesehatan di sekitar apotek, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.
b.
Bangunan Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem sanitasi yang baik.
c.
Perlengkapan Apotek Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah: 1.
Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan, seperti timbangan, mortar, dan gelas ukur.
2.
Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin.
3.
Wadah pengemas dan pembungkus seperti plastik pengemas dan kertas perkamen.
4.
Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropik, dan bahan beracun. Universitas Indonesia
7
5.
Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi, kartu stok, dan salinan resep.
6.
Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia edisi terbaru.
2.5
Tenaga Kerja Apotek Berdasarkan
Peraturan
No.889/MENKES/PER/V/2011,
Menteri tenaga
Kesehatan kefarmasian
Republik adalah
Indonesia
tenaga
yang
melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga teknis kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002 terdapat beberapa definisi diantaranya: a.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek.
b.
Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
c.
Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker yang berada di bawah pengawasan apoteker.
Universitas Indonesia
8
Selain itu, terdapat tenaga lainnya yang dapat mendukung kegiatan di apotek yaitu (Umar, 2011): a.
Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.
b.
Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan, dan pengeluaran uang.
c.
Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan apotek.
2.6
Tata Cara Perizinan Apotek Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1.
b.
Dengan
menggunakan
formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apoteker melakukan kegiatan. c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan formulir APT-3.
d.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan (c), jika tidak dilaksanakan maka apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan formulir APT-4.
e.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir (c) atau pernyataan butir (d)
Universitas Indonesia
9
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan formulir APT-5. f.
Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud pada butir (c) jika masih belum memenuhi syarat, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan surat penundaan dengan menggunakan formulir APT-6.
g.
Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penundaan.
h.
Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana.
i.
Pemilik sarana yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
j.
Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir APT-7.
2.7
Pengelolaan Apotek Seluruh kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan
apotek disebut pengelolaan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002 pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a.
Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan Universitas Indonesia
10
farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat serta pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya, dan/atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya b.
Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.
Secara garis besar pengelolaan apotek dapat dijabarkan sebagai berikut: 2.7.1
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
2.7.1.1 Perencanaan Kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat merupakan kegiatan perencanaan. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obat dan alat kesehatan perlu dilakukan pengumpulan data obat-obat yang akan dipesan. Data obat-obat tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya. Beberapa
pertimbangan
yang
harus
dilakukan
APA
di
dalam
melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan murah, ketepatan waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan besar, jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian obat-obat yang hampir kadaluwarsa. Sesuai
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, maka
dalam
membuat
perencanaan
pengadaan
sediaan
farmasi
perlu
memperhatikan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : a.
Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut.
Universitas Indonesia
11
b.
Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obat.
c.
Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obat khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obatobat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.
2.7.1.2 Pengadaan Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
918/Menkes/Per/X/1993 tentang PBF, menyebutkan bahwa pabrik dapat menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah sakit, dan sarana kesehatan lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993a). Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: a.
Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang yang akan dipesan dari buku defekta.
b.
Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIPA. Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara
antara lain (Anif, 2001): a.
Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat yang dipesan.
b.
Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya, dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan. Universitas Indonesia
12
c.
Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan. Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar, tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluwarsa.
2.7.1.3 Penyimpanan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) Tata cara penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifat higroskopis. Serum, vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengeluaran barang di apotek sebaiknya menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluwarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu.
2.7.2 Pengelolaan Keuangan Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah (Umar, 2011): 2.7.2.1 Laporan Rugi-Laba Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu dikenal sebagai laporan rugi-laba. Laporan ini biasanya berisi hasil penjualan, HPP (Harga Pokok Penjualan), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha dan pajak. 2.7.2.2 Neraca Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu tertentu disebut neraca . Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva. atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh Universitas Indonesia
13
karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal. 2.7.2.3 Laporan Utang-Piutang Laporan utang adalah laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam satu tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek.
2.7.3 Administrasi Administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi (Anif, 2001): a.
Administrasi umum meliputi membuat agenda atau mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan seperti laporan narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan harganya, dan laporan pendapatan.
b.
Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai buktibukti pengeluaran dan pemasukan.
c.
Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas, dan pembayaran secara tunai atau kredit.
d.
Administrasi pergudangan meliputi pencatatan penerimaan barang, masingmasing barang diberi kartu stok dan membuat defekta.
e.
Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang apotek.
f.
Administrasi piutang meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang dan penagihan sisa piutang.
g.
Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan, mencatat kepangkatan, gaji dan pendapatan lainnya dari karyawan.
Universitas Indonesia
14
2.8
Pelayanan Apotek Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
922/Menkes/Per/X/1993, pelayanan apotek meliputi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993b): a.
Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
b.
Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan absah.
c.
Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang, namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik.
d.
Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan
membuat berita acara.
Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM. e.
Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
f.
Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.
g.
Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
h.
Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
i.
Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun.
j.
Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas Universitas Indonesia
15
kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. k.
Apoteker diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep.
2.8.1 Pelayanan Resep (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) 2.8.1.1 Skrining Resep Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang meliputi: a.
Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter, nomor SIP, alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya.
b.
Memeriksa
kesesuaian
farmasetik
seperti
bentuk
sediaan,
dosis,
inkompatibilitas, stabilitas, cara dan lama pemberian. c.
Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
2.8.1.2 Penyiapan Obat Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Suatu prosedur tetap harus dibuat untuk melaksanakan peracikan obat, dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan kepada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh asisten apoteker atau apoteker disertai pemberian informasi obat atau konseling kepada pasien.
Universitas Indonesia
16
2.8.1.3 Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan, cara penyimpanan obat, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 2.8.1.4 Konseling Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup
pasien
atau
yang
bersangkutan
terhindar
dari
bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 2.8.1.5 Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan
obat
terutama
untuk
pasien
tertentu
seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
2.8.2 Pelayanan Swamedikasi Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa walaupun oleh dan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara rasional. Tindakan pemilihan dan penggunaan produk yang bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab para penggunanya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya pengobatan sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/Menkes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek. Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Kriteria
Universitas Indonesia
17
obat yang diserahkan tanpa resep dokter, harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : a.
Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun, dan orang tua diatas 65 tahun.
b.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko akan kelanjutan penyakit.
c.
Penggunaan tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d.
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e.
Obat
dimaksud
memiliki
rasio
khasiat
keamanan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Jenis obat wajib apotek didasarkan pada tiga surat keputusan menteri kesehatan yaitu: a.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari 7 kelas terapi yaitu, oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, antiparasit, dan obat topical (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990). b.
Keputusan Menkes Republik Indonesia No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 yang terdiri dari 34 jenis obat generik sebagai tambahan lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1. Daftar obat wajib apotek No. 2 tersebut terdiri dari, albendazol, basitrasin, karbinoksamin,
klindamisin,
diponium,
fenoterol,
isokonazol,
ketokonazol,
deksametason,
flumetason, levamizol,
dekspantenol,
hidrokortison
butirat,
metilprednisolon,
diklofenak, ibuprofen, niklosamid,
noretisteron, omeprazol, oksikonazol, pipazetat, piratiasin kloroteofilin, pirenzepin, piroksikam, polimiksin B sulfat, prednisolon, skopolamin, silver sulfadiazin, sukralfat, sulfasalazin, tiokonazol, dan urea (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993c). Universitas Indonesia
18
c.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 yang terdiri dari 6 kelas terapi yaitu, saluran pencernaan dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan, dan organ-organ sensorik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1999). Penggunaan OWA perlu dicatat tetapi tidak perlu dilaporkan. Beberapa kewajiban apoteker dalam penyerahan obat wajib apotek yaitu: a.
Memenuhi ketentuan dan batasan yang tercakup dalam tiap-tiap jenis obat wajib apotek tersebut.
b.
Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan.
c.
Memberikan informasi tentang obat, meliputi dosis, aturan pakai, efek samping dan informasi lain yang dianggap perlu.
2.8.3 Promosi dan Edukasi Apoteker harus memberikan edukasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan dan lain-lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 2.8.4 Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver) diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia (lansia) dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.9
Penggolongan Obat Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai “Tanda” untuk
membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu : Universitas Indonesia
19
a.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
b.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.
c.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G.
d.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
Indonesia
No.
347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek. e.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika. Berdasarkan keamanannya, maka obat dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2011; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997): 2.9.1 Obat Bebas (Golongan B) Obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dikenal sebagai obat bebas. Tanda obat ini berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam. Contoh : Parasetamol, Panadol
Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas
2.9.2 Obat Bebas Terbatas (Golongan W) Obat dengan peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep dokter disebut obat bebas terbatas. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam.
Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas
Contoh dari obat bebas terbatas yaitu, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas, obat batuk, obat influenza, obat tetes mata untuk iritasi ringan, dan
Universitas Indonesia
20
obat-obat antiseptik. Obat golongan ini termasuk obat keras namun dapat dibeli tanpa resep dokter. Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1 – P6). Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih. Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu: a. P. No. 1: Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Sanaflu®. b. P. No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine® Gargle. c. P. No. 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Canesten®. d. P. No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. e. P. No. 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Dulcolax® Suppositoria. f. P. No. 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol® Suppositoria.
Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas
Perbedaan obat antara daftar obat B dan daftar obat G adalah obat pada daftar obat B dapat diperoleh tanpa resep dokter asal memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
21
a.
Obat-obat dengan daftar obat B hanya boleh dijual dalam kemasan asli pabrik pembuatnya.
b.
Waktu penyerahan obat-obat tersebut pada wadahnya harus ada tanda peringatan berupa etiket khusus yang tercetak sesuai dengan ketentuan kementerian kesehatan seperti yang diuraikan diatas.
2.9.3 Obat Keras (Golongan G) Definisi obat keras adalah obat-obat yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus obat keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di dalamnya yang menyentuh garis tepi yang ditulis pada etiket dan bungkus luar.
Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras
Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya “boleh diulang“. Obat-obat golongan ini antara lain antibiotika, obat jantung, hormon, obat diabetes, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat suntik. Salah satu obat keras yaitu psikotropika. Menurut UU No.5 Tahun 1997 definisi psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Penggolongan dari psikotropika adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997): a.
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, dan metilendioksi metilamfetamin (MDMA).
Universitas Indonesia
22
b.
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, dan fensiklidin.
c.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentabarbital, dan siklobarbital.
d.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam.
2.9.4
Narkotika Pengertian narkotika menurut UU No. 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009c). Obat narkotika ditandai dengan simbol palang medali atau palang swastika.
Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009c): a.
Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, dan ganja. Universitas Indonesia
23
b.
Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: fentanil, metadon, morfin, dan petidin
c.
Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, norkodeina, dan etilmorfina.
2.10
Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika
2.10.1 Pemesanan Obat Non Narkotika-Psikotropika Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan berdasarkan daftar permintaan barang apotek. Petugas memilih supplier yang dapat memberikan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan supplier lainnya. Petugas mengirimkan SP yang telah disetujui oleh APA ke supplier melalui telpon, fax, atau diambil sendiri oleh salesman supplier. 2.10.2 Penyimpanan Obat Non Narkotika-Psikotropika Berbeda dengan obat narkotika dan psikotropika, penyimpanan obat ini tidak memliki peraturan yang baku. Cara menyimpan obat ini dapat disesuaikan dengan sifat bahan obat, kelembaban, dan bahan wadah. Selain hal tersebut, penyimpanan dapat diefisienkan dengan menggunakan lemari yang dibuat seperti sarang tawon dan memperhatikan estetika.
2.11
Pengelolaan Narkotika Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika di Indonesia merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi Universitas Indonesia
24
sediaan, dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan (Umar, 2011). 2.11.1 Pemesanan Narkotika Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 4 serta satu SP untuk satu jenis narkotika (Umar, 2011). 2.11.2 Penyimpanan Narkotika Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1978): a.
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b.
Harus mempunyai kunci yang kuat.
c.
Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan
narkotika
sedangkan
bagian
kedua
dipergunakan
untuk
menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari. d.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40×80×100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada tembok atau lantai.
e.
Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
f.
Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan.
g.
Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
2.11.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung narkotika antara lain :
Universitas Indonesia
25
a.
Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu pengetahuan.
b.
Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.
c.
Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter.
d.
Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
e.
Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
f.
Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika.
2.11.4 Pelaporan Narkotika Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutasi narkotika berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan. Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat rangkap empat, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada kepala Balai Besar POM setempat dan arsip apotek. 2.11.5 Pemusnahan Narkotika APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang sekurang-kurangnya memuat: a.
Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotik yang dimusnahkan.
b.
Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan.
c.
Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan.
Universitas Indonesia
26
d.
Cara pemusnahan. Berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai Besar POM setempat, dan untuk arsip apotek. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin.
2.12
Pengelolaan Psikotropika Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang
berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika yaitu: a.
Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b.
Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c.
Memberantas peredaran gelap psikotropika. Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi (Departemen
Kesehatan, 1997): 2.12.1 Pemesanan Psikotropika Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP), dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat psikotropika. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 2, serta satu SP untuk beberapa jenis obat psikotropika. 2.12.2 Penyimpanan Psikotropika Kegiatan
ini
belum
diatur
oleh
perundang-undangan
karena
kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.
Universitas Indonesia
27
2.12.3 Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap bulan. Laporan ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM setempat dan 1 salinan untuk arsip apotek. 2.12.4 Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
2.13
Pelanggaran Apotek Sanksi yang diberikan bagi pemilik / pengelola apotek yang melanggar
peraturan perundang-undangan dapat berupa sanksi administratif (mencakup peringatan, penghentian sementara kegiatan hingga pencabutan izin). Tingkat sanksi yang diberikan tergantung kepada tingkat keseriusan pelanggaran yang dilakukan oleh sarana tersebut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Tahap pemberian sanksi tersebut adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a.
Peringatan secara tertulis kepada Pengelola / Pemilik Sarana Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b.
Pembekuan izin usaha Sarana Apotek dapat untuk jangka waktu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan selama-lamanya 6 bulan. Penetapan Pembekuan Izin Apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada kepala Badan POM dan Balai POM setempat.
c.
Pencabutan SIA (Surat Izin Apotek)
Universitas Indonesia
28
Beberapa pelanggaran sarana apotek yang dapat dikenai sanksi peringatan tertulis adalah sebagai berikut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002) : a.
Administrasi pengelolaan obat tidak tertib.
b.
Kelengkapan apotek tidak lengkap.
c.
Merubah denah apotek tanpa melapor ke Suku Dinas Kesehatan.
Untuk tindak pelanggaran yang lebih berat, maka sarana apotek akan dikenakan sanksi berupa peringatan keras bila (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002) : a.
Mengadakan obat dari sumber yang tidak resmi.
b.
Bekerjasama dengan PBF / industri farmasi untuk menyalurkan obat keras kepada pihak lain yang tidak berhak.
c.
Mengganti obat generik dengan obat merek dagang.
d.
Tidak ada tenaga teknis farmasi (apoteker) pada jam buka apotek.
e.
Menjual obat generik di atas harga HET (harga eceran tertinggi).
f.
Mengganti obat generik dengan obat paten.
Sarana apotek akan dikenakan sanksi berupa penghentian kegiatan sementara jika melakukan pelanggaran berupa (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002): a.
Apotek tidak memiliki izin.
b.
Menyalurkan obat yang tidak memiliki izin edar (tidak terdaftar), baik obat bebas, obat keras, psikotropika maupun narkotika.
c.
Apotek pindah alamat tanpa izin.
d.
PSA (Pemilik Sarana Apotek) melanggar undang – undang kefarmasian.
e.
Apotek dengan sengaja melakukan pengadaan dan pelayanan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
Universitas Indonesia
29
2.14
Pencabutan Surat Izin Apotek Indonesia, 2002) Menurut
Keputusan
Menteri
(Departemen Kesehatan Republik Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1332/Menkes/SK/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dapat mencabut Surat Izin Apotek, apabila: a.
Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA.
b.
Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.
c.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus.
d.
Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Psikotropika, Undang-Undang Kesehatan dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
e.
Surat Izin Kerja (SIK) APA tersebut dicabut.
f.
Pemilik sarana apotek tersebut terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat.
g.
Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.
Sebelum pencabutan izin apotek dilakukan, terlebih dahulu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a.
Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh formulir model APT-12.
b.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek dengan menggunakan contoh formulir model APT-13. Pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dengan mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan kepada APA, menggunakan contoh formulir model APT-15, dengan tembusan yang disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi serta Kepala Balai POM setempat. Apabila surat izin apotek dicabut,
Universitas Indonesia
30
APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi, yaitu dengan cara sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002): a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.
c.
APA wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut
telah memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan menggunakan contoh formulir APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari tim pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Universitas Indonesia
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAFA
3.1
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) apotek dilaksanakan di apotek
Safa yang beralamat di Jalan Bukit Duri Tanjakan No. 68 Jakarta Selatan. Apotek Safa beroperasi dari hari Senin sampai dengan Sabtu mulai pukul 08.00 sampai dengan 22.00 WIB, kecuali hari libur nasional. Pembagian tugas para karyawan dibagi berdasarkan waktu kerja (shift). Ada dua waktu kerja bagi karyawan yaitu: 1. Shift pagi yang dimulai dari pukul 08.00-15.00 2. Shift malam yang dimulai dari pukul 15.00-22.00 atau hingga praktek dokter selesai Kegiatan PKPA berlangsung sejak tanggal 2 Juli – 10 Agustus 2012 setiap hari Senin sampai dengan Sabtu mulai pukul 09.00 sampai 16.00 WIB (shift pagi) atau pukul 13.00 sampai pukul 20.00 (shift sore) WIB.
3.2
Sejarah Sebelumnya, apotek ini bernama Apotek Tanjakan. Pada tahun 1991, hak
kepemilikan Apotek Tanjakan diambil alih, yang kemudian namanya diubah menjadi Apotek Safa. Nama Apotek Safa berasal dari nama pemilik Apotek Safa yaitu Bapak Sofyan Assauri dan Ibu Fachriyah. Apotek Safa memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) pada tahun 1991 dengan nomor 134/Kanwil/SIA/1991. Adapun Apoteker Pengelola Apotek (APA) Safa adalah Dra. Adriani Y. Lutan, Apt. dengan SIK Nomor 0251/1.772.51/4.3.2095/4-10-05/63.08.4.
3.3
Lokasi dan Tata Ruang
3.3.1
Lokasi Apotek Safa terletak di Jalan Bukit Duri Tanjakan No. 68 Bukit Duri, Tebet
Jakarta Selatan. Lokasi Apotek Safa cukup strategis karena berada di depan jalan yang ramai dilalui oleh orang banyak, baik itu kendaraan bermotor maupun oleh pejalan kaki. Lokasi apotek berdekatan dengan beberapa sarana kesehatan, sekolah, stasiun, rumah makan dan mini swalayan. Apotek lain yang berada di 31
Universitas Indonesia
32
sekitar Apotek Safa letaknya tidak terlalu dekat karena harus menggunakan kendaraan untuk mencapainya. Sarana kesehatan yang berada di sekeliling Apotek Safa yaitu Klinik Umum Bukit Duri 24 Jam, Rumah Bersalin, Praktek Dokter Gigi, dan Praktek Dokter yang bekerja sama dengan Apotek Safa. Praktek Dokter yang berada di Apotek Safa yaitu praktek dr. Ludin Gultom, dr. Dilla, dr. Sofyan dan Nurul Yulianti, M.Psi. Apotek Safa memfasilitasi pendaftaran lewat telepon apabila pasien akan berobat di praktek dokter tersebut. 3.3.2
Tata Ruang
a. Disain Eksterior Apotek Safa memiliki halaman parkir yang cukup luas serta dapat menampung sekitar 5 mobil dan 10 motor. Hal ini dapat memberikan kenyamanan bagi pasien yang membawa kendaraan pribadi. Papan nama apotek yang disertai papan praktek dokter terlihat jelas pada siang hari. Akan tetapi pada malam hari, papan nama tidak terlalu terlihat karena kurangnya penerangan lampu. Halaman apotek dilengkapi pula dengan pagar yang menjamin keamanan apotek saat jam kerja sudah ditutup. b. Disain Interior Bangunan interior Apotek Safa terbagi atas ruang bagian depan dan ruang bagian dalam. Di bagian depan apotek, terdapat ruang tunggu bagi pasien, tempat penjualan obat bebas atau OTC (Over The Counter), lemari pendingin, kasir, tiga ruang praktek dokter serta toilet khusus untuk pasien. Pada ruang tunggu untuk pasien, disediakan 23 buah kursi, satu buah televisi berwarna, sejumlah majalah dan kipas angin. Bagian depan apotek digunakan untuk display penjualan obat bebas dan promosi obat bebas berupa standing banner, poster, dan penyusunan dus obat bebas dengan menarik. Penataan barang di bagian depan apotek disusun berdasarkan jenisnya, seperti obat luar, obat batuk, obat maag, vitamin, obat flu, pemanis buatan, obat herbal, susu, alat kesehatan, kosmetika, dan sebagainya. Apotek Safa pun menyediakan penjualan minuman dan es krim bagi pengunjung. Sementara itu di bagian dalam Apotek Safa, terdapat meja racik, wastafel, serta lemari penyimpanan obat keras, psikotropika dan lemari narkotika di bagian belakang. Toilet untuk Universitas Indonesia
33
karyawan apotek terletak di bagian belakang dan terpisah dari toilet untuk pasien.
3.4
Struktur Organisasi Suatu apotek harus mempunyai struktur organisasi yang baik serta
pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas, sehingga seluruh kegiatan di apotek dapat terkoordinasi dengan baik. Pengelolaan sebuah apotek yang baik akan membawa apotek tersebut pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengelolaan ini bisa berjalan dengan baik jika didukung oleh organisasi yang mapan. Apotek Safa memiliki enam orang tenaga kerja yang terdiri dari seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA), dua orang asisten apoteker, satu orang juru resep dan dua orang tenaga non teknis farmasi.
3.5
Tenaga Kerja Apotek Safa mempunyai beberapa orang tenaga kerja dengan rincian
sebagai berikut: 1. Tenaga kefarmasian a. APA : 1 orang b. Asisten Apoteker : 2 orang 2. Tenaga non teknis kefarmasian a. Juru resep : 1 orang b. Tenaga administrasi dan keuangan : 1 orang c. Pembantu umum : 1 orang Tugas dan tanggung jawab pada tiap-tiap jabatan di Apotek Safa adalah sebagai berikut: 3.5.1. APA (Apoteker Pengelola Apotek) a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya dan memenuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perapotekan. b. Memimpin
seluruh
kegiatan
manajerial
apotek
termasuk
mengkoordinasikan dan mengawasi kerja karyawan antara lain mengatur
Universitas Indonesia
34
daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja dan tanggung jawab masing-masing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek. d. Mempertimbangkan usul-usul dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. e. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai setiap hari. f. Berpartisipasi dan memonitor penggunaan obat. g. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis dan bijaksana serta terkini. 3.5.2. Asisten Apoteker (AA) a. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. b. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. c. Membuat salinan resep dan kuitansi bila dibutuhkan. d. Memeriksa resep yang diterima, jika ada kekeliruan dalam penulisan resep, asisten apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. e. Memberi harga untuk
resep-resep
yang
masuk dan memeriksa
kelengkapan resep. f. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien, dan cara penggunaannya. g. Menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Mencatat keluar masuk barang atau obat. i. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. j. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. Universitas Indonesia
35
k. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota, dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk. 3.5.3. Juru Resep a. Membantu tugas asisten apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada asisten apoteker. c. Membuat obat racikan standar dibawah pengawasan asisten apoteker. 3.5.4. Tenaga administrasi dan keuangan a. Mengarsipkan surat-surat masuk dan keluar, pembuatan laporan-laporan. b. Membuat pembukuan dengan mencatat keluar dan masuknya uang disertai bukti-buktinya. c. Mencatat resep yang masuk, obat bebas, dan pembayaran secara tunai dan kredit. d. Mencatat pembelian secara tunai maupun kredit. e. Mencatat piutang mengenai penjualan kredit, pelunasan utang dan penagihan sisa utang. f. Melakukan administrasi kepegawaian yang dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan, mencatat gaji dan waktu lembur karyawan. g. Mencatat semua harga dan nama barang yang terjual setiap hari. h. Mencatat semua uang yang dikeluarkan untuk keperluan apotek setiap hari. i. Menghitung dan mencatat serta menyerahkan kembali modal yang diberikan oleh APA atau PSA setiap harinya. j. Menghitung uang hasil penjualan sebelum diserahkan kepada APA atau PSA. 3.5.5. Pembantu umum a. Menjaga dan memelihara kebersihan seluruh ruangan apotek. b. Membeli barang atau obat ke apotek lain sesuai dengan perintah ataupun petunjuk dari asisten apoteker atau APA untuk keperluan apotek.
Universitas Indonesia
36
c. Mengantar barang atau obat ke pelanggan sesuai dengan perintah ataupun petunjuk dari asisten apoteker atau APA untuk keperluan apotek. d. Harus dapat menjaga keamanan apotek.
3.6
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek Safa
3.6.1. Pemesanan dan pembelian barang Pembelian barang di apotek merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan demi menjamin tetap tersedianya obat dan perbekalan kesehatan lainnya yang dibutuhkan pelanggan. Di Apotek Safa, kegiatan ini dilakukan oleh asisten apoteker yang bertanggung jawab langsung kepada APA. Pemesanan barang di Apotek Safa dilakukan setiap hari baik kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) maupun supplier yang dilakukan melalui telepon atau melalui salesman yang datang ke apotek. Kegiatan pembelian dilakukan oleh asisten apoteker yang bertanggung jawab langsung kepada APA. Dalam memesan narkotika dan psikoropika, surat pemesanan (SP) harus ditandatangani oleh APA, sedangkan untuk pemesanan dan pembelian obat-obatan lain cukup ditandatangani oleh petugas di bagian pembelian saja. Pemesanan barang biasanya dibuat berdasarkan daftar persediaan barang atau obat yang sudah habis (jumlahnya minimal) yang tertera di dalam kartu stok barang. Setiap hari asisten apoteker bertugas mencatat daftar barang yang jumlahnya minimal pada buku defekta, untuk keesokan paginya dapat dipesan ke PBF. Umumnya, proses pemesanan dan penerimaan barang dilakukan dalam waktu satu hari yang sama. Untuk jumlah nominal atau rupiah barang yang boleh dipesan ke PBF tergantung kebijaksanaan masing-masing PBF. Pengadaan barang di Apotek Safa dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara konsinyasi, COD (cash order delivery) dan kredit. Konsinyasi adalah semacam penitipan barang dari distributor kepada apotek. Konsinyasi obat atau barang disertai semacam faktur yang berisi jenis dan jumlah obat atau barang dan harga obat atau barang tersebut sebagai tanda bukti. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek atau sedang dalam masa promosi. Pembayaran dilakukan hanya terhadap barang konsinyasi yang telah terjual. Khusus untuk barang konsinyasi, ketentuan dalam jumlah barang, Universitas Indonesia
37
penetapan harga dan lama penyimpanan di apotek biasanya tergantung dari perjanjian yang dibuat antara masing-masing perusahaan pemilik barang konsinyasi dengan pihak apotek. Sementara itu, COD adalah pembelian barang dimana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, biasanya untuk pengadaan narkotika. Sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit adalah pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. 3.6.2. Penerimaan barang Barang-barang yang diterima diperiksa kesesuaian kuantitas, kualitas fisik, tanggal kadaluarsa, bentuk kemasan, dan ukurannya dengan surat pesanan dan faktur yang diberikan oleh PBF. Apabila sesuai, maka faktur pembelian ditandatangani oleh asisten apoteker. Apotek mendapatkan dua lembar faktur untuk arsip dan bukti penagihan, sementara distributor menerima kembali tiga lembar faktur, salah satu dari tiga faktur yang diterima distributor tersebut berupa faktur asli yang digunakan untuk penagihan. Barang yang baru datang dicatat dalam buku penerimaan barang sesuai faktur yang diterima. Untuk faktur narkotika dan psikotropika disimpan terpisah. Barang yang baru datang tersebut kemudian diberi harga sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh apotek. 3.6.3. Penyimpanan barang Barang disimpan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis dalam rak-rak tertentu. Obat generik dan obat nama dagang disimpan dalam rak yang terpisah. Penyimpanan sediaan padat, semi padat dan larutan dipisah satu sama lain untuk mempermudah pencarian obat. Psikotropika pun disimpan pada rak yang terpisah. Penyimpanan barang atau obat juga dilakukan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) sehingga memungkinkan obat yang memiliki waktu kadaluarsa yang lebih singkat untuk diambil terlebih dahulu. Apotek Safa tidak memiliki gudang khusus untuk menyimpan persediaan barang. Untuk narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang terkunci setiap saat. Barang-barang untuk penjualan bebas disusun dengan rapi dan menarik berdasarkan khasiat sehingga mempermudah pencarian dan pengambilan obat. Barang-barang yang baru datang diberi harga terlebih dahulu yang kemudian Universitas Indonesia
38
ditempatkan di etalase atau rak-rak penyimpanan obat. Penempatan barang tersebut disesuaikan dengan model etalase, jika pengambilan barang dari belakang etalase maka barang yang baru datang ditempatkan di depan barang yang lama dan begitu sebaliknya sehingga dapat mencegah obat melewati tanggal kadaluarsa. Pada saat penyimpanan maupun pengeluaran, dilakukan pencantatan pada kartu stok obat sehingga dapat digunakan sebagai informasi mengenai tanggal pemasukan dan pengeluaran, serta berapa jumlah obat yang dimasukkan dan dikeluarkan. 3.6.4. Pembayaran barang Pembayaran utang barang kepada PBF dilakukan sesuai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran utang barang tersebut. Tanggal jatuh tempo umumnya 30 hari setelah barang dan faktur diterima oleh apotek. Untuk transaksi pembayaran, PBF biasanya mengirimkan petugas yang rutin melakukan penagihan dan proses pembayaran dilakukan secara langsung oleh asisten apoteker dengan metode pembayaran tunai. 3.6.5. Retur barang Retur atau pengembalian barang ke PBF dapat dilakukan dengan persyaratan yang diberikan PBF. Retur barang dilakukan ketika barang tidak sesuai dengan pesanan (jenis, ukuran, maupun dosis obat yang dipesan), dalam kondisi rusak ketika sampai di apotek, atau telah dekat masa kadaluarsanya (3 bulan) dengan kemasan yang masih tersegel.
3.7
Pengelolaan Narkotika
3.7.1 Pemesanan Narkotika Pelaksanaan pemesanan obat narkotika ditangani oleh seorang apoteker yang ditugaskan sebagai penganggung jawab. Pengelolaan narkotika di Apotek Safa dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3.7.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika Di Apotek Safa penerimaan dan penyimpanan narkotika dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Indonesia
39
3.7.3 Pelaporan Narkotika Obat golongan narkotika yang digunakan di Apotek Safa dilaporkan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dilaporkan pada instansi terkait yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.8
Pengelolaan Psikotropika
3.8.1 Pemesanan Psikotropika Pelaksanaan pengelolaan obat-obat psikotropika ditangani oleh seorang apoteker yang ditugaskan sebagai penganggung jawab. Pengelolaan psikotropika di Apotek Safa dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 3.8.2 Penerimaan dan Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Safa penerimaan dan penyimpanan psikotropika dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.8.3 Pelaporan Penggunaan Psikotropika Laporan pemakaian psikotropika dilakukan setiap bulan bersama laporan narkotika dan dilaporkan pada instansi terkait yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.9
Pelayanan di Apotek Safa Apotek Safa melayani pembelian obat dengan resep maupun pembelian
obat bebas. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Apotek Safa juga memberikan jasa jemput resep dan antar obat secara cuma-cuma. Apabila pasien atau dokter memiliki mesin faks, Apotek Safa menerima resep melalui faksimile, yang kemudian resep asli akan diambil bersamaan dengan pengantaran obat. Selain pelayanan yang berkaitan dengan obat, Apotek Safa juga melayani jasa laundry. Pelayanan berkaitan dengan obat yang dilakukan di Apotek Safa adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
40
3.9.1. Pelayanan penjualan obat dengan resep Kegiatan ini diberikan kepada pasien yang membeli obat dengan resep dokter baik praktek dokter yang berada di dalam apotek dan luar apotek. Adapun proses pelayanan penjualan obat dengan resep adalah sebagai berikut: a. Apoteker atau asisten apoteker menerima resep dari pasien, kemudian diperiksa kelengkapan resepnya dan diberi harga. b. Barang yang tertera dalam resep dicek stoknya terlebih dahulu, jika barang ada maka dilakukan pemberian harga, jika barang tidak ada maka resep dikembalikan kepada pasien. c. Setelah pasien setuju mengenai harga yang diberikan, dilakukan pembayaran obat pada kasir. d. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh asisten apoteker yang dibantu oleh juru resep. Obat yang telah selesai dibuat, kemudian diberi etiket dan diperiksa oleh apoteker atau asisten apoteker baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket dan jumlah obat yang akan diberikan. e. Obat yang telah disiapkan, diberikan kepada pasien disertai pemberian informasi obat baik mengenai cara pemakaian, indikasi, maupun efek samping yang mungkin timbul. Jika obat hanya ditebus sebagian, maka apoteker atau asisten apoteker membuatkan salinan resep untuk pasien tersebut. Bila ada permintaan dari pasien, dapat pula dibuatkan kuitansi atas harga obat-obatan yang dibeli pasien. 3.9.2. Pelayanan Obat Tanpa Resep Pelayanan obat tanpa resep adalah pelayanan obat kepada konsumen tanpa melalui resep dokter. Obat-obat yang boleh dijual bebas adalah daftar obat bebas, obat bebas terbatas, Obat Wajib Apotek (OWA), kosmetika dan alat kesehatan tertentu. Setelah dilakukan pembayaran, bukti diserahkan kepada pembeli beserta obat yang dibelinya.
Universitas Indonesia
41
3.10
Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian di Apotek Safa Apotek Safa melakukan kegiatan teknis non kefarmasian yang meliputi
kegiatan keuangan dan kegiatan administrasi. 3.9.1. Kegiatan keuangan Kegiatan ini meliputi kegiatan yang mencakup arus uang masuk dan uang keluar. Arus uang masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan yang terjadi di apotek, sedang arus keluar berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang dagang. Apotek Safa memiliki tenaga kerja yang khusus bertugas untuk mengurusi keuangan di apotek. Setiap karyawan bertanggung jawab untuk membuat catatan pemasukan dan pengeluaran yang dibuktikan dengan nota pada shift yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagian dari pendapatan apotek digunakan untuk pengadaan barang, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan operasional apotek. Pencatatan pemasukan harian apotek, biasanya dibagi dua yaitu pemasukan dari pagi hingga sore serta pemasukan dari sore hingga malam. Pencatatan keluar masuknya uang di catat dalam buku-buku harian, yaitu: a. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas. b. Buku hutang yang merupakan dokumen apotek yang digunakan untuk mencatat hutang-hutang apotek. Buku ini mencatat semua transaksi pembelian barang dagangan dan berisi nomor faktur, tanggal, besar pinjaman obat yang diberikan oleh PBF. c. Buku piutang merupakan dokumen apotek yang digunakan untuk mencatat piutang - piutang apotek yaitu pencatatan besarnya penyerahan obat ke instansi yang bekerja sama dengan Apotek Safa. d. Laporan laba rugi Setiap bulannya laporan laba rugi dibuat dan direkapitulasi setiap tahun. Laporan ini berisi: a) Laba rugi sebelum operasional dengan rumus: (݆ܲ݁݊ ݈݊ܽܽݑ− )݈ܽݓܽ ݇ݐݏ+ ( ݈ܾ݊ܽ݅݁ ݉݁− ݇ܽ ݇ݐݏℎ݅)ݎ
b) Laba rugi sebelum penyusutan dengan rumus:
݈ܽ݊݅ݏܽݎ݁ ݉ݑ݈ܾ݁݁ݏ݅݃ݑݎ ܾܽܽܮ− ܾ݈݅ܽܽ݊݅ݏܽݎ݁ ܽݕ Universitas Indonesia
42
c) Laba rugi sesudah penyusutan dengan rumus: ݊ܽݐݑݏݑݕ݊݁ ݉ݑ݈ܾ݁݁ݏ݅݃ݑݎ ܾܽܽܮ− ݊ܽݐݑݏݑݕ݊݁
d) Laba rugi sebelum pajak dengan rumus:
ܽ݀ݑݏ݁ݏ݅݃ݑݎ ܾܽܽܮℎ ݊ܽݐݑݏݑݕ݊݁+ ݈ܽ݊݅ݏܽݎ݁ ݊݊ ݊ܽݐܽܽ݀݊݁
e) Laba rugi bersih dengan rumus:
݆݇ܽܽ ݉ݑ݈ܾ݁݁ݏ݅݃ݑݎ ܾܽܽܮ− ݆݇ܽܽ
e. Neraca akhir tahun
Neraca ini biasanya digunakan untuk mengetahui posisi keuangan apotek pada akhir periode tutup buku. Buku ini berisi aktiva lancar, aktiva tetap dan pasiva. Aktiva lancar terdiri dari kas, uang bank, piutang, persediaan barang dagangan. Aktiva tetap terdiri dari inventaris apotek yaitu bangunan dan peralatan apotek. Total aktiva merupakan penjumlahan antara aktiva tetap dan aktiva lancar, sedangkan pasiva terdiri dari modal dan hutang. 3.9.2. Kegiatan administrasi Kegiatan ini merupakan keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau
lebih untuk mencapai suatu tujuan bersama yang telah ditentukan
sebelumnya. Administrasi di apotek berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek. Adapun kegiatan administrasi ini meliputi administrasi penjualan, administrasi pembelian dan administrasi persediaan apotek. Pengelolaan ini dilakukan oleh asisten apoteker yang dibantu oleh karyawan non asisten apoteker. Administrasi tersebut meliputi: a.
Buku defekta Untuk mencatat nama obat atau barang yang habis atau hampir habis digunakan buku defekta. Hal ini penting untuk merencanakan pemesanan obat. Buku ini memberi kemudahan mengecek barang sekaligus stok barang, menghindari terjadinya kekeliruan pemesanan kembali dan mempercepat proses pemesanan sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin.
b.
Surat Pesanan Obat Bebas (SP) Terdiri dari dua lembar yang harus ditandatangani oleh asisten apoteker apabila akan melakukan pemesanan obat bebas, dimana satu lembar pertama untuk PBF dan lembar terakhir untuk arsip apotek, di dalam surat pesanan Universitas Indonesia
43
tercantum tanggal pemesanan, nama PBF yang dituju, nama barang, jumlah, tanda tangan pemesanan dan stempel apotek. c.
Buku daftar harga Untuk menetapkan harga obat digunakan buku daftar harga. Dalam buku ini hanya tercantum daftar harga untuk obat ethical saja, karena obat bebas diberi harga setelah barang yang dipesan datang. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku, penyusunan nama obat secara alfabetis.
d.
Buku pembelian Buku ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Dalam buku ini, hanya dicatat nominal transaksi yang terjadi setiap harinya. Pencatatan ini dilakukan saat barang datang berdasarkan faktur pengiriman barang dari PBF.
e.
Buku penjualan Dalam buku penjualan dicatat semua transaksi penjualan baik penjualan obat resep maupun non resep yang terjadi setiap harinya dan dicatat per shift pagi atau sore.
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Apotek Safa merupakan apotek kerja sama antara Pemilik Sarana Apotek (PSA) yaitu Ny. Fachriyah dengan Apoteker Pengelola Apotek (APA) yaitu Ibu Dra. Adriani Y. Lutan, Apt. Apotek ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana pelayanan kefarmasian untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun juga memiliki fungsi ekonomi yang harus menghasilkan keuntungan agar kelangsungan operasional dapat berjalan. Agar kedua fungsi tersebut berjalan dengan seimbang, maka diperlukan pengetahuan tidak hanya di bidang pelayanan kefarmasian namun juga dalam bidang manajemen.
4.1
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Apotek Safa Apotek Safa beroperasi setiap hari Senin-Sabtu dimulai jam 08.00 - 22.00
WIB yang terbagi menjadi 2 shift yaitu shift pagi mulai pukul 08.00-15.00 WIB dan shift sore dari pukul 15.00-22.00 WIB atau hingga apotek tutup. Pembagian shift ini sudah sesuai dengan jam kerja seharusnya yaitu 7 jam. Akan tetapi, pada kondisi tertentu, jam pelayanan apotek dapat melebihi dari jam kerja yang seharusnya dikarenakan mengikuti jadwal pelayanan resep pasien dari praktek dokter yang berada di Apotek Safa. Penetapan struktur organisasi di setiap apotek dapat berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan besarnya volume aktivitas apotek yang ditetapkan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Strukur organisasi dalam Apotek Safa tergolong sederhana yaitu setiap karyawan bertanggung jawab langsung kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apotek Safa memiliki tujuh orang karyawan yang terdiri dari satu orang Apoteker Pengelola Apotek (APA), dua orang Asisten Apoteker (AA), satu orang juru resep, satu orang tenaga administrasi, satu orang kasir, dan satu orang petugas kebersihan. Jumlah karyawan yang tidak terlalu banyak ini, membuat kegiatan di apotek mudah diawasi oleh APA dan PSA. Akan tetapi, struktur organisasi Apotek Safa masih kurang tepat dimana seharusnya juru resep bertanggung jawab kepada Asisten Apoteker bukan kepada APA. Struktur organisasi Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 1. 44
Universitas Indonesia
45
Secara umum, setiap karyawan di Apotek Safa sudah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Akan tetapi, peran APA di Apotek Safa masih belum maksimal, hal ini dikarenakan ketidakhadiran APA di Apotek sehingga sebagian besar fungsi dan wewenangnya diambil alih oleh Asisten Apoteker, kecuali dalam hal penandatanganan Surat Pesanan (SP) serta laporan narkotika dan psikotropika. Asisten apoteker menjalankan fungsi ganda yaitu fungsi pembelian, fungsi pelayanan dan admisnistrasi umum yang meliputi pencatatan, pengarsipan, dan dokumentasi lainnya. Setiap karyawan di Apotek Safa bertanggung jawab dan berkoordinasi dengan melaporkan hasil pekerjaannya secara langsung kepada APA dan Pemilik Sarana Apotek (PSA).
4.2
Lokasi dan Disain Apotek Safa Lokasi adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu
apotek. Apotek Safa memiliki lokasi yang cukup strategis karena letaknya tidak terlalu jauh dari Stasiun Kereta Api Tebet dan Terminal Bus Kampung Melayu serta berada di pinggir jalan raya dua arah yang ramai dilalui oleh orang banyak, meskipun bukan terletak di jalan raya utama. Sepanjang jalan tempat Apotek Safa berada, tidak ada trayek angkutan umum yang melewati apotek, namun dapat menggunakan kendaraan pribadi, ojek maupun bajaj. Apotek Safa berada di wilayah pemukiman penduduk yang cukup padat dan dekat dengan beberapa sarana kesehatan seperti praktek dokter gigi, Klinik Umum Bukit Duri 24 Jam, rumah bersalin, dan praktek dokter yang berada di Apotek Safa. Selain itu, dekat dengan Apotek Safat terdapat SMA Negeri 8 Jakarta. Adanya fasilitas umum ini membuat Apotek Safa dilalui banyak orang, baik kendaraan bermotor maupun pejalan kaki dan menjadikan Apotek Safa seringkali dikunjungi oleh drop in customer ataupun domestic customer. Lokasi Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 2. Di sekitar Apotek Safa terdapat beberapa apotek kompetitor. Akan tetapi, apotek kompetitor tersebut tidak terlalu menjadi masalah bagi apotek karena letak antara Apotek Safa dengan apotek kompetitornya tidak terlalu berdekatan. Adanya hubungan yang baik dengan apotek kompetitor dapat memberikan keuntungan apabila obat yang diminta dalam resep tidak tersedia, maka obat Universitas Indonesia
46
tersebut dapat dibeli di apotek kompetitor, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, kebutuhan pelanggan akan tetap dapat terpenuhi. Disain interior dan eksterior merupakan faktor lain yang dapat menentukan keberhasilan suatu Apotek. Disain eksterior yang tepat dan menarik dapat memudahkan pelanggan untuk menemukan letak suatu apotek dan dapat meningkatkan keinginan konsumen untuk mengetahui lebih dalam segala sesuatu yang ditawarkan oleh apotek. Disain interior yang baik berguna dalam memberikan rasa nyaman kepada pelanggan sehingga dapat membuat pelanggan ingin kembali ke apotek tersebut. Ditinjau dari segi disain eksterior dan interior yang dimiliki Apotek Safa, terdapat kelebihan dan kekurangannya masingmasing. Apotek Safa memiliki disain ekterior yang cukup sederhana sehingga tidak memiliki kesan bahwa obat yang dijual oleh Apotek Safa memiliki harga yang mahal, mengingat sebagian penduduk di sekitar apotek merupakan kalangan menengah hingga menengah ke bawah. Lokasi Apotek Safa yang terletak di pinggir jalan raya membuat papan nama apotek yang besar disertai papan praktek dokter yang berada dibawah papan nama Apotek Safa cukup terlihat jelas dari jauh pada siang hari. Akan tetapi, kurangnya lampu penerangan dan cat yang sudah memudar membuat papan nama apotek tersebut kurang menarik perhatian lagi. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya papan nama apotek Safa dicat kembali. Papan nama Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada bagian depan apotek terdapat halaman parkir yang cukup luas yang mampu menampung kendaraan para pelanggan apotek. Hal ini dapat memberikan kenyamanan bagi pelanggan yang membawa kendaraan pribadi. Bangunan apotek yang terlihat cukup tua dan penggunaan kaca gelap menjadi kekurangan dari disain eksterior Apotek Safa. Penggunaan kaca gelap membuat para calon pelanggan tidak bisa melihat langsung dari luar dengan jelas bagian sisi dalam apotek sehingga kurang meningkatkan ketertarikan untuk membeli. Halaman parkir dan penggunaan kaca gelap apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 4. Disain interior Apotek Safa terbagi atas ruang bagian depan dan ruang bagian dalam. Pada bagian depan apotek terdapat ruang tunggu, loket penerimaan resep, loket pengambilan obat serta loket pembayaran sehingga memudahkan pelanggan untuk melakukan transaksi pembelian obat atau alat kesehatan lainnya. Universitas Indonesia
47
Apotek Safa memiliki ruang tunggu yang cukup luas dan nyaman, dilengkapi dengan tempat duduk yang cukup banyak serta tersusun rapi serta terdapat toilet khusus bagi pelanggan apotek. Selain itu tersedianya fasilitas penunjang seperti televisi, kipas angin, lemari pendingin, bahan bacaan buku dan majalah untuk memberikan kesan rasa nyaman bagi pelanggan apotek dan dapat menghilangkan rasa bosan ketika menunggu resepnya dikerjakan. Bagian depan apotek digunakan untuk display penjualan obat bebas dan promosi obat bebas berupa standing banner, poster, dan penyusunan dus obat bebas agar menarik, sehingga menimbulkan keinginan pelanggan untuk membeli. Penataan obat-obat OTC (Over The Counter),di etalase depan ditata berdasarkan sifat farmakologi serta jenis sediaan. Alat kesehatan dan produk suplemen serta barang-barang konsinyasi diletakkan di etalase yang berbeda, hal tersebut dilakukan guna memudahkan karyawan apotek dalam mencari barang serta memudahkan pelanggan ketika memilih obat. Disain eksterior dan interior apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, dan 6. Ruang bagian dalam apotek merupakan ruang racik dan tempat menyimpan obat ethical. Antara ruang bagian dalam dan ruang bagian depan apotek, dipisahkan oleh loket pembayaran dan etalase OTC. Jika menyelusuri ke dalam bangunan apotek, di bagian inti terdapat ruang peracikan dengan meja racik di tengah ruangan yang dikelilingi dengan lemari obat ethical. Posisi jalur masuk ruang tengah yang berada di antara lemari obat ethical membuat karyawan apotek di dalam ruang peracikan tetap dapat melihat ruangan depan dengan cukup jelas saat berada di dalam sehingga dapat memantau ruang depan saat menyiapkan obat. Sebaliknya, pelanggan juga dapat melihat bagian dalam apotek . Hal tersebut membuat pengunjung dapat melihat kegiatan di ruang racik sehingga kebersihan dan keterampilan pegawai saat meracik dapat diperhatikan. Layout Apotek Safa dapat dilihat di Lampiran 7 dan 8. Penyimpanan obat ethical di Apotek Safa sudah cukup baik dan rapi. Obat tersebut disimpan berdasarkan jenis sediaannya yaitu sediaan padat, setengah padat dan cairan. Obat generik dan obat paten disusun di etalase yang terpisah. Penyusunan obat dilakukan menurut alfabetis sehingga memudahkan karyawan apotek untuk menyiapkan obat, namun masih ada beberapa lemari obat yang Universitas Indonesia
48
tingginya tidak memenuhi syarat ergonomi dan antropometri, sehingga sulit dijangkau oleh petugas. Obat yang memerlukan penyimpanan dengan suhu khusus seperti supositoria disimpan di lemari pendingin. Psikotropika juga disimpan di etalase yang terpisah dengan obat golongan keras lainnya. Penyimpanan obat golongan narkotika di Apotek Safa telah memenuhi persyaratan, yaitu disimpan dalam lemari khusus yang tidak terlihat oleh umum, terbuat dari kayu yang terdiri dari dua bagian, masing-masing dilengkapi dengan kunci yang terpisah. Kunci lemari narkotika dipegang oleh asisten apoteker yang diberi wewenang. Etalase penyimpanan obat generik, obat paten, golongan psikotropika dan golongan narkotika apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 9 -12.
4.3
Pengelolaan Administrasi dan Keuangan Seluruh transaksi tiap hari selalu dicatat dan dihitung. Pendapatan yang
diperoleh dibagi berdasarkan jam kerja petugas di Apotek Safa yaitu pendapatan pagi dan pendapatan sore. Kegiatan transaksi uang dan barang yang terjadi pada semua fungsi kegiatan di apotek disajikan dalam bentuk pembukuan yang berisi pencatatan transaksi dagang dan keuangan serta penganalisaan, pembuktian dan pembuatan laporan. Pengelolaan dokumentasi kegiatan apotek di Apotek Safa berjalan dengan lancar namun masih belum rapi. Lembar-lembar resep, faktur, atau nota pembelian tidak memiliki tempat penyimpanan khusus yang tertata dengan baik dan rapi. Selain itu, administrasi dan keuangan apotek masih menggunakan sistem manual dan belum terkomputerisasi. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakteraturan manajemen di Apotek Safa, seperti penetapan harga jual obat yang masih memerlukan pengecekan harga secara manual dan harga penjualan yang bervariasi.
4.4
Pengelolaan Perbekalan Sediaan Farmasi Kegiatan ini meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran di Apotek Safa masih kurang terorganisir secara baik, karena tidak adanya sistem perencanaan ketika akan melakukan pembelian. Proses pengadaan barang di Apotek Safa dilakukan secara kredit dengan memperhatikan arus barang (fast moving atau slow moving) dan perputaran uang (cash flow). Pemesanan obat Universitas Indonesia
49
dilakukan hampir setiap hari tergantung dari stok obat yang tersisa sehingga pengeluaran untuk pembelian obat menjadi besar. Obat yang akan dipesan berdasarkan catatan pada buku defekta, disusun berdasarkan PBF yang menyediakan obat tersebut. Jika suatu obat tersedia pada lebih dari satu PBF, maka dasar pemilihan yang diterapkan adalah faktor harga berupa potongan harga dan kecepatan pengiriman. Pemesanan dilakukan melalui telepon atau melalui salesman yang datang ke apotek. Secara umum, tidak terdapat lead time yang panjang mulai dari waktu pemesanan dilakukan hingga barang datang. Barang pesanan hampir selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 24 jam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara apotek dengan pihak distributor, namun apabila terjadi kekosongan barang akibat keterlambatan pengiriman, Apotek Safa memanfaatkan keberadaan apotek kompetitor untuk memenuhi pelayanan resep pelanggan. Blanko Surat Pesanan (SP) obat di Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 13. Pengadaan obat golongan narkotika berbeda dengan pengadaan obat OTC dan obat ethical karena pengadaan obat golongan narkotika harus dilakukan secara tunai. Pemesanan obat golongan narkotika ditujukan kepada PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan narkotika sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Surat pesanan khusus narkotika dapat dilihat pada Lampiran 14. Pemesanan obat golongan psikotropika di Apotek Safa telah dilakukan sesuai
dengan
peraturan
yang
berlaku.
Pemesanan
dilakukan
dengan
menggunakan surat pesanan psikotropika yang ditandatangani oleh APA. Satu surat pesanan psikotropika dapat memesan lebih dari satu jenis obat golongan psikotropika. Contoh surat pemesanan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 15. Penerimaan barang yang telah dipesan dilakukan oleh asisten apoteker dengan memeriksa kesesuaian dan kelengkapannya untuk menjamin kebenaran barang yang diterima. Hal-hal yang diperiksa yaitu jenis, jumlah, dan kondisi fisiknya termasuk pengecekan tanggal kadaluarsa dan kemasannya kemudian dicocokkan dengan yang tertera di surat pesanan dan faktur. Setelah selesai diperiksa, faktur barang akan ditandatangani, dicap, dan kemudian salinan faktur Universitas Indonesia
50
yang diberikan sales PBF disimpan untuk digunakan sebagai bukti dalam perhitungan pembayaran kredit. Barang yang sudah diterima dilakukan pencatatan, penetapan harga jual, dan barang langsung disimpan di etalase dan rak penyimpanan sesuai dengan ketentuan penyimpanan obat tersebut. Penempatan obat di apotek menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) sehingga obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat dan pertama kali datang, disimpan paling depan yang memungkinkan diambil terlebih dahulu. Setiap obat di Apotek Safa memiliki kartu stok yang bertujuan untuk mendokumentasikan jumlah obat yang masuk dan keluar. Ternyata, kartu stok ini tidak dipergunakan secara optimal karena kartu stok ini tidak selalu ditulis dengan benar. Hal ini menyebabkan barang yang sudah mencapai persediaan minimal atau habis tidak dapat diketahui dengan segera sehingga dapat menyebabkan kekosongan obat. Akibatnya persediaan obat yang kurang atau habis, baru diketahui ketika ada resep atau konsumen yang meminta obat tersebut. Blanko kartu stok obat di Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 16. Dalam pelaporan narkotika dan psikotropika, Apotek Safa masih belum menerapkan sistem SIPNAP yang seharusnya dilakukan melainkan masih menggunakan sistem manual. Hal ini dikarenakan kinerja APA yang belum optimal dan kurang berperan dalam pelayanan kefarmasian di Apotek. Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika di apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18.
4.5
Pelayanan Kefarmasian Apotek Safa melayani pembelian obat dengan resep dan obat bebas secara
tunai yang berasal dari pelanggan yang datang ke apotek dan pasien yang datang dari dokter yang praktek di Apotek Safa. Pelayanan yang dilakukan oleh petugas Apotek Safa tergolong cukup baik. Karyawan melayani konsumen dengan ramah dan selalu berusaha melayani dengan cepat. Pelayanan resep dilakukan dengan beberapa tahap yaitu penerimaan resep, pengecekan ketersediaan obat, pemberian harga obat sesuai permintaan resep, persetujuan pembelian pada pasien, proses penyiapan obat dan proses penyerahan obat. Jika obat yang diminta tidak ada Universitas Indonesia
51
tetapi apotek mempunyai jenis obat yang sama, yaitu komposisi obat sama tetapi dengan merek yang berbeda atau terdapat obat generiknya, apotek akan menawarkan kepada pasiennya. Apabila pasien setuju dengan harga dan jenis obat yang ditawarkan, maka obat baru disiapkan. Alamat pasien atau nomor telepon yang bisa dihubungi harus ditanyakan kepada pasien untuk mencegah terjadinya kesalahan obat yang diberikan. Pada kenyataannya, apotek Safa masih belum menanyakan alamat pasien. Salinan resep ditandatangani oleh apoteker jika obat hanya ditebus sebagian oleh pasien atau ada permintaan dari pasien. Selain itu, asisten apoteker pun dapat membuatkan kuitansi pembelian obat jika ada permintaan dari pasien. Salinan resep apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 22 dan kuitansi apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 23. Pelayanan swamedikasi merupakan salah satu pelayanan yang dilakukan di apotek. Pelayanan swamedikasi sangat berkaitan erat dengan konsep no pharmacist no service atau Tiada Apoteker Tiada Pelayanan (TATAP) yang sedang giat digalakkan agar dapat dilaksanakan di setiap apotek. Konsep TATAP belum dapat dilaksanakan di Apotek Safa karena APA di Apotek Safa tidak hadir setiap hari. Ketidakhadiran APA tersebut, menyebabkan pelayanan resep, penjualan DOWA, dan pemberian informasi obat dilakukan oleh asisten apoteker yang diberi wewenang dan tetap dibawah pengawasan apoteker. Pelayanan dalam bentuk komunikasi, informasi serta edukasi kepada pelanggan masih kurang karena hanya dilakukan oleh asisten apoteker. Sebaiknya, informasi kepada pasien di berikan oleh seorang apoteker karena lebih kompeten dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009. Namun, karena apoteker tidak ada di tempat, sehingga pemberian informasi obat diberikan oleh asisten apoteker. Akan tetapi informasi yang dapat diberikan oleh asisten apoteker juga hanya sekedarnya saja yaitu meliputi aturan pakai dan khasiat obat yang diberikan.
Mengingat karena tugas asisten apoteker tidak hanya
memberikan informasi kepada pasien tetapi juga mengurusi perencanan, pembelian, dan mengatur kegiatan yang ada di apotek. Petugas Apotek Safa mengetahui pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan konsumen sehingga pelayanan yang diberikan petugas Apotek Safa tidak selalu berorientasi pada keuntungan tetapi juga pada kesembuhan pelanggan. Universitas Indonesia
52
Petugas Apotek Safa selalu berusaha mencarikan solusi pengobatan bagi pasien yang hendak membeli obat tanpa resep selama keluhannya tersebut masih bisa diobati sendiri. Pemilihan penggunaan obat diserahkan kepada pelanggan dan tidak bersifat memaksa. Hubungan yang baik dengan konsumen tersebut harus dijaga untuk mempertahankan pelanggan lama dan menarik pelanggan baru. Secara keseluruhan, pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek Safa belum berjalan dengan optimal dan dapat dikategorikan kurang dikarenakan kehadiran apoteker yang tidak intensif di apotek, sehingga semua pelayanan kefarmasian yaitu pemeriksaan resep, dispensing, penyerahan obat, pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh asisten apoteker. Kegiatan administrasi dalam hal pengarsipan resep dilakukan dengan cara mengelompokkan resep tiap bulan berdasarkan bulan penerimaan resep, dan diurutkan sesuai dengan nomor resep sehingga dapat memudahkan dalam penelusuran resep. Penggunaan kartu stok belum berfungsi secara maksimal sehingga sering terjadi kekosongan barang. Hal ini menyebabkan banyak terjadi penolakan resep sering terjadi. Banyaknya resep yang ditolak dapat mengurangi jumlah pelanggan. Untuk mencegah kehilangan pelanggan yang lebih banyak lagi karena stok obat yang sering kosong, maka sistem perencanaan dan pengadaan obat perlu dievaluasi dan diperbaiki, khususnya untuk obat-obat yang moving. Selain itu,
fast
Apotek Safa juga belum memiliki Standard Operating
Procedure (SOP) atau prosedur tertulis yang jelas sehingga kegiatan yang dilakukan di apotek belum menghasilkan output yang sama.
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1
Peran dan tanggung jawab Apoteker di apotek adalah memimpin dan mengatur seluruh kegiatan apotek, baik pengelolaan pembekalan farmasi maupun kegiatan administrasi keuangan, personalia, dan administrasi lainnya agar apotek tetap eksis dan memperoleh keuntungan.
5.1.2
Kegiatan pengelolaan di apotek meliputi kegiatan teknis kefarmasian, kegiatan non-teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.
5.2
Saran
5.2.1
Untuk menjalankan konsep no pharmacist no service atau Tiada Apoteker Tiada Pelayanan (TATAP) maka diperlukan Apoteker Pendamping yang menggantikan APA bila tidak ada di tempat
5.2.2
Untuk meningkatkan kenyamanan dan juga ketertarikan pelanggan, perlu dilakukan perbaikan fisik meliputi disain interior dan eksterior.
5.2.3
Agar persediaan obat dapat lebih diawasi sehingga dapat mencegah kekosongan stok obat, maka diperlukan peningkatan penerapan sistem perencanaan dan pengadaan yang lebih tepat dan pengisian kartu stok obat di Apotek Safa.
5.2.4
Untuk mempermudah pelaksanaan administrasi dan penjualan maka diperlukan sistem komputerisasi.
5.2.5
Untuk mencegah terjadinya kesalahan obat yang diberikan, perlu ditanyakan alamat dan nomor telepon pasien.
53
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Anif, M. (2001). Manajemen Farmasi Cetakan Ketiga. Yogyakarta: UGM Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah no. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993c). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/Menkes/PER/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
54
Universitas Indonesia
55
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 992/Menkes/PER/X/1993 Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889//MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI. Jakarta. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
56
Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Safa
Pemilik Sarana Apotek (PSA)
Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Asisten Apoteker (AA)
Juru Resep
Tenaga Administrasi
Tenaga Kebersihan
57
Lampiran 2. Peta Lokasi Apotek Safa
Keterangan : = Apotek Amani
= Klinik Umum 24 jam Bukit Duri
= Apotek Salama = Praktek dr. Femi Mutia = Klinik Bersalin Muh. Husein
= Praktek drg. L. Suhanda
dan dr. Naharus Surur
= RS Hermina
58
Lampiran 3. Papan Nama Apotek Safa
Lampiran 4. Desain Eksterior Apotek Safa
59
Lampiran 5. Desain Interior Apotek Safa Bagian Depan
Lampiran 6. Desain Interior Apotek Safa Bagian Dalam
60
Lampiran 7. Layout Keseluruhan Apotek Safa Keterangan : A = Pintu masuk B = Ruang tunggu C = Ruang peracikan D = Gudang penyimpanan Resep resep E = Musholla F = Toilet G = Ruang praktek dr. Sofyan, dr. Dilla H = Ruang konsultasi psikolog dr. Nurul I = Ruang praktek dr. Ludin J = Ruang penyimpanan laundry K = Lahan parkir
61
Lampiran 8. Tata Letak Apotek Safa
Keterangan : 1 2 3 4 5 6 7 8 9
= = = = = = = = =
10 = 11 = 12 =
13 = 14
14 =
15 = 16 = 17 = 18 = 19 = 20 = 21 = 22 = 23 = 24 =
Lemari alat kesehatan Lemari es Box es krim Etalase obat bebas Kasir Tempat penerimaan resep Tempat penyerahan obat Kursi tunggu Display brosur dan majalah kesehatan Televisi Lemari etalase obat bebas Rak sediaan padat obat psikotropika, rak sediaan cair obat psikotropika Rak sediaan padat obat paten (abjad D-F) Rak sediaan padat obat generik, sediaan padat obat paten (abjad A-C) Meja racik Rak sediaan padat obat paten (abjad G-O) Rak sediaan padat obat paten (abjad P-Z) Alat timbang dan perlengkapan apotek Rak sediaan semi padat, tetes mata dan telinga Rak penyimpanan resep Rak bahan baku farmasi Lemari pendingin Wastafel Lemari narkotika
62
Lampiran 9. Rak Penyimpanan Obat Generik
Lampiran 10. Rak Penyimpanan Obat Paten
63
Lampiran 11. Rak Penyimpanan Psikotropika
Lampiran 12. Rak Penyimpanan Narkotika
64
Lampiran 13. Surat Pesanan Apotek Safa
65
Lampiran 14. Surat Pemesanan Narkotika
66
Lampiran 15. Surat pemesanan Psikotropika
67
Lampiran 16.
Kartu Stok Obat Apotek Safa
68
Lampiran 17. Laporan Penggunaan Narkotika
69
Lampiran 17. Laporan Penggunaan Narkotika (Lanjutan)
70
Lampiran 18. Laporan Penggunaan Psikotropika
71
Lampiran 19. Blanko Berita Acara Pemusnahan Narkotika
72
Lampiran 19. Blanko Berita Acara Pemusnahan Narkotika (Lanjutan)
73
Lampiran 20. Blanko Berita Acara Pemusnahan Psikotropika
74
Lampiran 20. Blanko Berita Acara Pemusnahan Psikotropika (Lanjutan)
75
Lampiran 21. Blanko Berita Acara Pemusnahan Resep
76
Lampiran 22. Salinan Resep Apotek Safa
77
Lampiran 23. Kuitansi Apotek Safa
Lampiran 24. Etiket Apotek Safa
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENJUALAN OBAT SECARA PARETO (ABC) DI APOTEK SAFA PERIODE JANUARI – JUNI 201 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
DAFTAR ISI DAFTAR ISI....................................................................................................ii DAFTAR TABEL ..........................................................................................iii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................iv BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ................................................................ 1 1.2 Tujuan ........................................................................................ 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................3 2.1 Prinsip Analisis Pareto ....................................................... 3 2.2 Klasifikasi ABC .......................................................................... 4 2.3 Kegunaan Analisis Pareto...........................................................5 BAB 3. METODE PELAKSANAAN ......................................................................... 8 3.1 Waktu Pelaksanaan .....................................................................8 3.2 Lokasi Pelaksanaan ....................................................................8 3.3 Data .............................................................................................8 3.4 Metode.........................................................................................8 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................10 4.1 Hasil Analisis Pareto ................................................................10 4.2 Pembahasan ................................................................ 18 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................21 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 21 5.2 Saran ................................................................. 21 DAFTAR ACUAN ..........................................................................................22
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2
Perbedaan Perlakuan pada Kelompok Pareto ......................... Hasil Analisis Kelompok Pareto Obat Ethical....................... Hasil Analisis Kelompok Pareto Obat Over the Counter ......
iii
7 16 17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Perhitungan Persentase Pemakaian Obat dan Persentase Investasi ................................................................................... Lampiran 2. Daftar Obat Ethical Pareto A Januari-Juni 2012 .................. Lampiran 3. Daftar Obat Ethical Pareto B Januari-Juni 2012 .................... Lampiran 4. Daftar Obat Ethical Pareto C Januari-Juni 2012 .................... Lampiran 5. Daftar Obat OTC Pareto A Januari-Juni 2012 ...................... Lampiran 6. Daftar Obat OTC Pareto B Januari-Juni 2012 ...................... Lampiran 7. Daftar Obat OTC Pareto C Januari-Juni 2012 ...................... Lampiran 8. Daftar Obat Ethical dan OTC yang Menjadi Pareto Selama Januari-Juni 2012 ....................................................... Lampiran 9. Daftar Obat Ethical dan OTC yang Menjadi Pareto Selama Januari-Juni 2011 .................................................... Lampiran 10. Daftar Nama Principal, Distributor, Harga dan Diskon Obat Ethical Pareto A Januari – Juni 2012 .......................... Lampiran 11. Daftar Nama Principal, Distributor, Harga dan Diskon Obat OTC Pareto A Januari – Juni 2012 ................................
iv
23 24 27 30 34 35 37 39 40 41 42
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan usaha
kesehatan. Satu diantara pelayanan kesehatan khususnya di bidang pengobatan adalah tersedianya obat-obat yang dibutuhkan. Apoteker berperan dalam membantu meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pekerjaan kefarmasian antara lain penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat. Sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan praktek bersama (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Pelayanan farmasi di apotek merupakan satu diantara kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Apotek bertanggung jawab terhadap pengadaan obat, baik obat bebas maupun obat keras dan narkotika. Kegiatan perencanaan pengadaan obat bertujuan untuk menetapkan jenis, jumlah, dan mutu obat yang sesuai dengan kebutuhan serta dapat diperoleh pada saat diperlukan. Perencanaan pengadaan adalah faktor kunci sebuah apotek karena dapat menurunkan biaya, meningkatkan cash flow dan meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Keberhasilan dari perencanaan pengadaan obat-obat di apotek dapat dicapai dengan beberapa metode yang disusun dengan baik dan benar. Metode tersebut akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap aspek operasional dan finansial apotek. Berdasarkan perspektif operasional, persediaan dapat dikendalikan dengan perencanaan pengadaan untuk memenuhi kepuasan konsumen. Tidak tersedianya barang saat dibutuhkan konsumen menyebabkan apotek kehilangan omset dan konsumen potensial. Berdasarkan perspektif finansial, pengendalian persediaan dibutuhkan untuk menghindari stok mati, yaitu jumlah obat yang tersedia banyak tetapi perputaran obat tersebut tidak cepat, sehingga menyebabkan apotek tidak mendapatkan keuntungan karena banyaknya barang yang tertumpuk di gudang.
1
Universitas Indonesia
2
Metode-metode pengendalian persediaan yang umum diterapkan adalah metode pemeriksaan visual dan analisis ABC. Untuk apotek kecil dengan jumlah item obat yang relatif sedikit, umumnya diterapkan metode pemeriksaan visual, yakni apoteker memeriksa satu persatu jumlah stok obat tersisa. Untuk apotek yang besar dan memiliki jumlah item obat yang banyak, metode pemeriksaan visual menjadi tidak efektif dan efisien. Metode analisis ABC atau yang juga dikenal dengan analisis pareto adalah metode yang paling tepat diterapkan untuk kondisi semacam ini. Analisis ABC digunakan untuk penyediaan obat tersebut, dimaksudkan untuk memprioritaskan perencanaan pembelian obat yang sering digunakan dan umumnya obat yang sedikit jenisnya akan tetapi mempunyai biaya investasi yang besar. Melihat pentingnya peranan apoteker dalam pengendalian persediaan apotek, maka calon apoteker perlu dibekali dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya dalam menjalankan peran profesinya di apotek. Oleh karena itu, pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diberi tugas khusus untuk melakukan analisis pareto penjualan di Apotek Safa periode Januari - Juni 2012.
1.2
Tujuan Penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) adalah
agar calon apoteker dapat : 1.2.1
Mengelompokkan item persediaan obat ethical dan OTC di Apotek Safa selama periode Januari– Juni 2012 ke dalam kelompok pareto A, B dan C.
1.2.2
Menentukan item persediaan obat ethical dan OTC di Apotek Safa yang stabil termasuk kelompok pareto A, B dan C selama periode Januari – Juni 2012.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Prinsip Analisis Pareto Metode analisis Pareto ditemukan oleh Vilfredo Pareto, seorang ahli
ekonomi abad ke-19 yang melakukan penelitian mengenai kekayaan dan kemiskinan di Eropa pada awal tahun 1900. Beliau memperkenalkan konsep efisiensi Pareto dan membantu mengembangkan bidang ekonomi mikro dengan ide-ide seperti kurva indiferen, membuat kontribusi penting beberapa ekonomi, sosiologi dan filsafat moral, terutama dalam studi mengenai distribusi pendapatan. Beliau menemukan bahwa ternyata kekayaan hanya terdistribusi pada sejumlah kecil orang, sedangkan kemiskinan tersebar di kalangan luas. Prinsip ini didasarkan pada fenomena distribusi yang tidak merata di alam semesta. Prinsip Pareto ini kemudian dipopulerkan oleh Joseph Moses Juran, seorang pemikir dan konsultan manajemen dari Amerika. Prinsip ini disebut juga dengan aturan 80/20. Juran menamainya prinsip Pareto, sebagai penghargaan kepada ahli ekonomi Italia yang menemukan prinsip ini, dimana 80% dari tanah di Italia dikuasai oleh 20% orang di Italia. Prinsip ini merupakan inti dari Hukum Pareto, yang menyatakan bahwa “20 persen penyebab memberikan 80% dampak”. Analisis Pareto merupakan dasar pemikiran pengendalian persediaan, dan merupakan prinsip manajemen penting yang dapat diaplikasikan untuk meminimalisasi usaha serta mendapatkan hasil terbaik. Walaupun dikenal sebagai aturan 80/20, sebenarnya titik patokannya dapat bernilai berapa saja asalkan memenuhi prinsip “vital few, trivial many”. Analisis Pareto digunakan untuk memilih sejumlah kecil (vital few) pekerjaan yang menghasilkan dampak yang signifikan. Menurut aturan 80/20, dengan memfokuskan perhatian pada 20% pekerjaan vital tersebut akan menghasilkan 80% dari efek keseluruhan, sementara bila memfokuskan perhatian pada sejumlah besar pekerjaan yang kurang berarti (trivial many) maka efek yang didapat hanya 20% dari keseluruhan. Penerapan prinsip ini pada pengendalian persediaan adalah memilih sejumlah 20% item yang berkontribusi terhadap 80% omset penjualan, kemudian kelompok item ini akan lebih difokuskan dibandingkan dengan sejumlah besar item sisanya (Wild, 2002). 3
Universitas Indonesia
4
Obat-obat yang ada di apotek terdiri dari banyak item, sebagian bernilai tinggi dan sisanya bernilai rendah. Item bernilai tinggi umumnya dikontrol secara ketat, sementara item bernilai rendah cenderung tidak demikian. Seharusnya sumber daya lebih banyak dikerahkan untuk mengontrol item yang berkontribusi paling signifikan terhadap target penjualan. Dalam manajemen persediaan, hasil terbaik diperoleh dengan cara mengorganisasikan sumber daya tersebut dengan benar, yakni menentukan prioritas dengan benar, sebab tidak cukup waktu untuk mengontrol semua item satu persatu secara terinci.
2.2
Klasifikasi ABC Berdasarkan metodenya, analisis Pareto juga dikenal sebagai analisis ABC
yang membagi persediaan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok A, B dan C. Pada prinsipnya, nilai batasan yang digunakan untuk masing-masing kelompok dapat bervariasi dan tidak memiliki patokan khusus asalkan memenuhi prinsip “vital few, trivial many”, namun terdapat beberapa versi batasan nilai yang sering digunakan untuk membuat klasifikasi A, B dan C. Beberapa versi tersebut adalah: a
Kelompok A terdiri dari 20% persediaan dengan omset 80%, kelompok B terdiri dari 30% persediaan dengan omset 15%, kelompok C terdiri dari 50% persediaan dengan omset 5% (www.scribd.com).
b
Kelompok A terdiri dari 10% persediaan dengan omset 75%, kelompok B terdiri dari 15% persediaan dengan omset 15%, kelompok C terdiri dari 75% persediaan dengan omset 10% (Gandhi, 2000).
c
Kelompok A terdiri dari 10% persediaan dengan omset 65%, kelompok B terdiri dari 20% persediaan dengan omset 25%, kelompok C terdiri dari 70% persediaan dengan omset 10% (Wild, 2002).
d
Kelompok A terdiri dari 10% persediaan dengan omset 70%, kelompok B terdiri dari 20% persediaan dengan omset 20%, kelompok C terdiri dari 70% persediaan dengan omset 10% (Gupta, 2007).
Universitas Indonesia
5
Persentase volume rupiah dan item total kelompok Pareto selengkapnya dapat dilihai pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1. Persentase Volume Rupiah dan Item Total Kelompok Pareto Kelompok
% dari Volume Rupiah Total
% dari Item Total Barang
A
75-80
10-20
B
15-20
10-20
C
5-10
60-80
[Sumber : Quick, 1997]
Dari beberapa versi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa walaupun nilai batasan dapat berbeda-beda, namun prinsipnya sama yaitu pembagian persediaan ke dalam tiga kelompok berdasarkan persentase kontribusinya terhadap omset, yaitu kelompok A yang bersifat penting (vital), kelompok B yang lebih moderat, dan kelompok C yang bersifat kurang berarti (trivial). Klasifikasi ini kemudian dapat digunakan sebagai dasar untuk menerapkan perlakuan yang berbeda terhadap tiap kelompok sesuai urutan prioritas, yaitu berturut-turut dari yang paling diprioritaskan adalah A, B dan C.
2.3
Kegunaan Analisis Pareto (Juningtyas & Purnomo, 2004 ; Quick, 1997). Analisis pareto dapat diaplikasikan untuk hal-hal sebagai berikut:
a
Pemilihan Obat Analisis Pareto membantu dalam mengidentifikasi pemilihan item obat yang perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan apotek. Misalnya, beberapa item obat kelompok A membutuhkan biaya pengadaan yang cukup tinggi, jika pemilihan obat yang diperlukan tidak tepat, akan mengakibatkan biaya penyimpanan obat menjadi tinggi.
b
Menentukan frekuensi pemesanan Dengan memesan persediaan kelompok A lebih sering dan dalam jumlah yang lebih kecil, biaya persediaan dapat berkurang. Hal ini karena frekuensi dan kuantitas pemesanan mempengaruhi keempat variabel yaitu persediaan rata-rata, stok pengaman, umur persediaan, dan ruangan Universitas Indonesia
6
penyimpanan persediaan. Dengan memesan lebih sering, keempat variabel di atas dapat berkurang sehingga pada akhirnya dapat mengurangi biaya c
Memilih supplier yang tepat Dengan memilih supplier yang menawarkan harga lebih murah bagi persediaan kelompok A, biaya pembelian dapat berkurang secara signifikan.
d
Mengawasi permintaan Pengawasan yang lebih ketat harus diterapkan terhadap jumlah dan fluktuasi permintaan barang kelompok A, karena dampaknya akan sangat besar terhadap kepuasan pelanggan dan pendapatan apotek. Kelompok A harus diawasi seketat mungkin agar jangan sampai terjadi kekosongan stok ketika ada permintaan.
e
Distribusi dan Pengelolaan Persediaan Distribusi merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan. Analisis Pareto dapat membantu dalam memantau waktu penyimpanan dan menentukan jadwal pengiriman pesanan.
f
Penggunaan Dengan menggunakan analisis Pareto dapat diketahui jenis obat apa saja yang sering direkomendasikan oleh dokter atau sering dibutuhkan oleh konsumen.
Universitas Indonesia
7
Tabel 2.2. Perbedaan Perlakuan pada Kelompok Pareto (Gandhi, 2000)
Perlakuan
Kelompok A (Nilai tertinggi)
Kelompok B (Nilai pertengahan)
Kelompok C (Nilai rendah)
Kontrol
Ketat
Moderat
Longgar
Rendah
Tinggi
Tiga bulan sekali
Enam bulan
Stok pengaman Rendah / tidak ada Frekuensi Sering (harian pemesanan
atau mingguan)
sekali
Frekuensi pelaporan Perencanaan
Mingguan
Bulanan
Triwulan
Semaksimal mungkin
Berdasarkan laporan tahun kemarin
Estimasi kasar
Metode pemesanan
Sentralisasi
Kombinasi
Desentralisasi
Petugas
Senior
Middle management
Dapat didelegasikan
Universitas Indonesia
BAB 3 METODOLOGI
3.1
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Safa
diselenggarakan tanggal 2 Juli hingga 10 Agustus 2012.
3.2
Lokasi Penelitian dilakukan di Apotek Safa, Jalan Bukit Duri Tanjakan Nomor
68, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
3.3
Data Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data penjualan obat
dengan resep yang dibayar tunai di apotek Safa periode Januari - Juni 2012.
3.4
Metode Pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Data dari resep dan data
pencatatan penjualan obat bebas yang masuk pada periode Januari – Juni 2012 dipisahkan antara obat ethical dan obat Over the Counter (OTC). Masing-masing kelompok obat didokumentasikan per bulan, data harga dimasukkan, kemudian dihitung omset penjualan dengan mengalikan jumlah barang terjual dengan harga jual. Berdasarkan angka omset penjualan per bulan yang telah diperoleh, dapat dihitung persentase omset per item, yaitu besarnya kontribusi tiap item terhadap total omset penjualan setiap bulannya. Selanjutnya, data diurutkan berdasarkan besar persentase omset per item ke dalam kelompok A, B dan C dengan nilai sebagai berikut : a
Kelompok pareto A : Jumlah barang terjual x harga = 80% dari total omset penjualan (persentase omset kumulatif 0% - 80%).
b
Kelompok pareto B : Jumlah barang terjual x harga = 15% dari total omset penjualan (persentase omset kumulatif 80% - 95%). 8
Universitas Indonesia
9
c
Kelompok pareto C : Jumlah barang terjual x harga = 5% dari total omset penjualan (persentase omset kumulatif 95% - 100%).
Untuk mengidentifikasi (vital few), maka digunakanlah diagram pareto, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a
Tentukan kategori dan unit untuk membandingkan data seperti frekuensi, biaya atau waktu.
b
Jumlahkan data pada setiap kategori, lalu jumlahkan secara keseluruhan.
c
Susunlah kategori dari yang paling banyak hingga yang paling kecil (sedikit).
d
Tentukan persentasi kumulatif dari setiap kategori (yaitu jumlah dari setiap kategori ditambah dengan semua kategori yang mendahului, dibagi dengan grand total dikalikan dengan 100).
Analisa chart yang dibuat. Biasanya 20% dari kategori menghasilkan 80% dari persentasi kumulatif. Inilah yang disebut dengan vital view. Untuk menentukan item obat yang menjadi pareto, dilakukan rekapitulasi obat-obatan yang menjadi pareto A, B dan C dari tiap bulannya lalu dilihat mana item obat yang muncul menjadi pareto A, B dan C dalam 6 bulan tersebut.
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Analisis Pareto
4.1.1 Bulan Januari Omset penjualan total Apotek Safa diperoleh dari gabungan dari omset penjualan dari obat Ethical dan Over The Counter (OTC). Omset penjualan total pada bulan Januari sebesar Rp. 30.197.333,00 yang diperoleh dari penjualan obat ethical sebesar Rp. 22.135.031,00 dan berasal dari penjualan OTC sebesar Rp. 8.062.302,00. Pada kelompok obat ethical, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 22.135.031,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 221 item. Kelompok pareto A menyumbangkan 79,95% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp 17.696.827,00 yang terdiri dari 64 item obat (30,33%). Kelompok pareto B menyumbangkan 14,98% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp.3.316.559,00 yang terdiri dari 55 item obat (26,07%). Kelompok pareto C menyumbangkan 5,07% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 1.121.645,00 yang terdiri dari 92 item obat (43,60%). Hasil analisis pareto obat Ethical dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada kelompok obat OTC, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 8.062.302,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 87 item.
Kelompok pareto A menyumbangkan 79,01% dari total
omset penjualan, yaitu sebesar Rp 6.370.022,00 yang terdiri dari 17 item obat (19,54%). Kelompok pareto B menyumbangkan 15,82% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 1.275.729,00 yang terdiri dari 28 item obat (32,18%). Kelompok pareto C menyumbangkan 5,17% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 416.551,00 yang terdiri dari 42 item obat (48,28%). Hasil analisis pareto obat OTC dapat dilihat pada Tabel 4.2. 4.1.2 Bulan Februari Omset penjualan total pada bulan Februari sebesar Rp. 30.875.343,00 yang diperoleh dari penjualan obat ethical sebesar Rp. 21.546.676,00 dan berasal dari penjualan OTC sebesar Rp. 9.328.667,00. 10
Universitas Indonesia
11
Pada kelompok obat ethical, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 21.546.676,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 134 item. Kelompok pareto A menyumbangkan 79,39% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp 17.105.221,00 yang terdiri dari 30 item obat (22,39%). Kelompok pareto B menyumbangkan 15,65% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp.3.372.366,00 yang terdiri dari 38 item obat (28,36%). Kelompok pareto C menyumbangkan 4,96% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 1.069.089,00 yang terdiri dari 66 item obat (49,25%). Hasil analisis pareto obat ethical dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada kelompok obat the Counter (OTC), total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 9.328.667,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 43 item. Kelompok pareto A menyumbangkan 78,47% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp 7.319.888,00 yang terdiri dari 6 item obat (13,95%). Kelompok pareto B menyumbangkan 16,32% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 1.522.595,00 yang terdiri dari 14 item obat (32,56%). Kelompok pareto C menyumbangkan 5,21% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 486.184,00 yang terdiri dari 23 item obat (53,49%). Hasil analisis pareto obat OTC dapat dilihat pada Tabel 4.2. 4.1.3 Bulan Maret Omset penjualan total pada bulan Maret sebesar Rp. 20.160.123,00 yang diperoleh dari penjualan obat ethical sebesar Rp. 15.145.073,00 dan berasal dari penjualan OTC sebesar Rp. 5.015.050,00. Pada kelompok obat ethical, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 15.145.073,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 178 item. Kelompok pareto A menyumbangkan 79,93% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp 12.105.711,00 yang terdiri dari 57 item obat (32,02%). Kelompok pareto B menyumbangkan 15,09% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 2.285.818,00 yang terdiri dari 51 item obat (28,65%). Kelompok pareto C menyumbangkan 4,98% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 753.544,00 yang terdiri dari 70 item obat (39,33%). Hasil analisis pareto obat ethical dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Universitas Indonesia
12
Pada kelompok obat OTC, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 5.015.050,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 61 item.
Kelompok pareto A menyumbangkan 78,56% dari total
omset penjualan, yaitu sebesar Rp 3.939.726,00 yang terdiri dari 14 item obat (22,95%). Kelompok pareto B menyumbangkan 16,27% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 816.039,00 yang terdiri dari 18 item obat (29,51%). Kelompok pareto C menyumbangkan 5,17% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 259.285,00 yang terdiri dari 29 item obat (47,54%). Hasil analisis pareto obat OTC dapat dilihat pada Tabel 4.2. 4.1.4 Bulan April Omset penjualan total pada bulan April sebesar Rp. 20.668.175,00 yang diperoleh dari penjualan obat ethical sebesar Rp. 16.267.392,00 dan berasal dari penjualan OTC sebesar Rp. 4.400.783,00. Pada kelompok obat ethical, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 16.267.392,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 156 item. Kelompok pareto A menyumbangkan 79,51% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp 12.934.225,00 yang terdiri dari 39 item obat (25%). Kelompok pareto B menyumbangkan 15,36% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 2.498.666,00 yang terdiri dari 49 item obat (31,41%). Kelompok pareto C menyumbangkan 5,13% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 834.501,00 yang terdiri dari 68 item obat (43,59%). Hasil analisis pareto obat ethical dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada kelompok obat OTC, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 4.400.783,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 40 item.
Kelompok pareto A menyumbangkan 78,72% dari total
omset penjualan, yaitu sebesar Rp 3.464.442,00 yang terdiri dari 10 item obat (25%). Kelompok pareto B menyumbangkan 16,73% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 736.395,00 yang terdiri dari 11 item obat (27,50%). Kelompok pareto C menyumbangkan 4,54% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 199.946,00 yang terdiri dari 19 item obat (47,50%). Hasil analisis pareto obat OTC dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Universitas Indonesia
13
4.1.5 Bulan Mei Omset penjualan total pada bulan Mei sebesar Rp. 17.449.947,00 yang diperoleh dari penjualan obat ethical sebesar Rp. 12.867.745,00 dan berasal dari penjualan OTC sebesar Rp. 4.582.202,00. Pada kelompok obat ethical, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 12.867.745,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 164 item. Kelompok pareto A menyumbangkan 79,78% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp 10.266.391,00 yang terdiri dari 52 item obat (31,71%). Kelompok pareto B menyumbangkan 15,12% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 1.945.053,00 yang terdiri dari 48 item obat (29,27%). Kelompok pareto C menyumbangkan 5,10% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 656.301,00 yang terdiri dari 68 item obat (39,02%). Hasil analisis pareto obat ethical dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada kelompok obat OTC, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 4.582.202,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 52 item.
Kelompok pareto A menyumbangkan 79,23% dari total
omset penjualan, yaitu sebesar Rp 3.630.599,00 yang terdiri dari 12 item obat (23,08%). Kelompok pareto B menyumbangkan 15,50% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 710.171,00 yang terdiri dari 16 item obat (30,77%). Kelompok pareto C menyumbangkan 5,27% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 241.432,00 yang terdiri dari 24 item obat (46,15%). Hasil analisis pareto obat OTC dapat dilihat pada Tabel 4.2. 4.1.6 Bulan Juni Omset penjualan total pada bulan Juni sebesar Rp. 13.873.678,00 yang diperoleh dari penjualan obat ethical sebesar Rp. 10.560.400,00 dan berasal dari penjualan OTC sebesar Rp. 3.313.278,00. Pada kelompok obat ethical, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 10.560.400,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 138 item. Kelompok pareto A menyumbangkan 79,63% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp 8.409.362,00 yang terdiri dari 37 item obat (26,81%). Kelompok pareto B menyumbangkan 15,45% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 1.631.653,00 yang terdiri dari 42 item obat Universitas Indonesia
14
(30,43%). Kelompok pareto C menyumbangkan 4,92% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 519.385,00 yang terdiri dari 59 item obat (42, 75%). Hasil analisis pareto obat ethical dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada kelompok obat OTC, total omset penjualan yang diperoleh sebesar Rp. 3.312.278,00 dengan jumlah item obat yang berkontribusi sebanyak 34 item.
Kelompok pareto A menyumbangkan 78,86% dari total
omset penjualan, yaitu sebesar Rp 2.612.847,00 yang terdiri dari 8 item obat (23,53%). Kelompok pareto B menyumbangkan 15,46% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 512.320,00 yang terdiri dari 11 item obat (32,35%). Kelompok pareto C menyumbangkan 5,68% dari total omset penjualan, yaitu sebesar Rp. 188.111,00 yang terdiri dari 15 item obat (44,12%). Hasil analisis pareto obat OTC dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hasil pengelompokkan pareto obat ethical dan OTC tiap bulan tersebut kemudian dibandingkan hasilnya yang dapat dilihat untuk obat ethical Pareto A, B dan C pada Lampiran 2, 3 dan 4 sedangkan untuk obat Pareto OTC dapat dilihat pada Lampiran 5, 6 dan 7. Setelah dibandingkan terlihat bahwa obat ethical yang menjadi pareto A selama 6 bulan adalah Amlodipine 10 mg, Amoxicillin 500 mg, Cataflam 50 mg, Cefixime 100 mg, Cefixime sirup kering, Codein Phosfat 20 mg, FG Troches, Fluimucil 200 mg, Irvel tablet, Librax, Mycrogynon, Norvask dan Ponstan 500 mg. Obat ethical yang termasuk pareto B selama 6 bulan yaitu Alprazolam 0.5 mg, Asam Mefenamat 500 mg, Papaverin HCl dan Pirazinamide 500 mg. Obat ethical yang termasuk dalam pareto C adalah Diazepam 2 mg, Digoksin, Furosemid 40 mg, Ibuprofen 400 mg, INH 300 mg, Metronidazol 500 mg, Phenobarbital 30 mg, Spironolakton dan Salbutamol 2 mg. Daftar obat ethical yang menjadi pareto selama Januari – Juni 2012 dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil rekapitulasi untuk obat OTC yaitu untuk kelompok pareto A adalah Pankreoflat, Polysilane sirup 180 mL dan Strocain. Obat OTC kelompok pareto B pada obat OTC yang selalu menjadi pareto dalam 6 bulan tidak ada. Pada pareto B hanya terdapat obat yang muncul selama 5 dari 6 bulan yaitu Promag Double Action dan Vitamin B1 50 mg. Pada Promag Double Action terjadi peningkatan penjualan yang signifikan pada bulan Universitas Indonesia
15
Maret sehingga menjadi kelompok pareto A sedangkan untuk Vitamin B1 50 mg terjadi penurunan penjualan pada bulan April sehingga turun menjadi kelompok pareto C. Obat kelompok pareto C adalah Vitamin B6, Vitamin BComplex dan Vitamin C. Daftar obat OTC yang menjadi pareto selama Januari– Juni 2012 dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis pareto bulan Januari - Juni 2012 ini kemudian dibandingkan hasilnya dengan pareto pada tahun yang lalu yaitu pada bulan Januari – Juli 2011 sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 9.
Setelah
dibandingkan terlihat ada beberapa item yang tetap menjadi pareto pada tingkat pareto A, B, atau C. Selain itu, banyak pula yang mengalami pergeseran tingkat. Item obat Ethical yang tetap menjadi pareto A sejak Januari – Juni 2011 hingga Januari – Juni 2012 yaitu Amlodipine 10 mg, Amoxicillin 500 mg, Cataflam 50 mg, Cefixime 100 mg, Fluimucil 200 mg, Irvel tablet, dan Ponstan 500 mg. Item yang tetap menjadi pareto B yaitu Asam Mefenamat dan untuk pareto C adalah Diazepam 2 mg, Digoksin, Furosemid 40 mg, Ibuprofen 400 mg, INH 300 mg, Metronidazol 500 mg, dan Salbutamol 2 mg. Item obat Ethical yang tetap menjadi pareto A sejak Januari – Juni 2011 hingga Januari – Juni 2012 merupakan ketiga pareto A pada Januari – Juni 2012 yaitu Pankreoflat, Polysilane 180 ml dan Strocain. Untuk pareto C yaitu Vitamin B1 50 mg. Untuk mempermudah dalam melakukan proses pengadaan item Pareto A, dibuatlah data mengenai principal, distributor tempat membeli, harga beli serta diskon baik untuk obat ethical maupun OTC. Daftar Nama Principal, Distributor, Harga, dan Diskon Obat ethical Pareto A Januari - Juni 2012 dapat dilihat pada Lampiran 10 sedangkan untuk obat OTC dapat dilihat pada Lampiran 11.
Universitas Indonesia
16
Tabel 4.1. Hasil Analisis Kelompok Pareto Obat Ethical
PARETO
A
Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%)
64 30,33
Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%) Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%) Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%)
17.696.827 79,95
30 22,39 17.105.221 79,39
57 32,02 12.105.711 79,93
39 25,00 12.934.225 79,51
B JANUARI 55 26,07 3.316.559 14,98 FEBRUARI 38 28,36 3.372.366 15,65 MARET 51 28,65 2.285.818 15,09 APRIL 49 31,41 2.498.666 15,36
C
TOTAL
92 43,60
211 100
1.121.645 5,07
22.135.031 100
66 49,25
134 100
1.069.089 4,96
21.546.676 100
70 39,33
178 100
753.544 4,98
15.145.073 100
68 43,59
156 100
834.501 5,13
16.267.392 100
MEI Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%)
52 31,71
48 29,27
64 39,02
164 100
10.266.391 79,78
1.945.053 15,12
656.301 5,10
12.867.745 100
JUNI Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%)
37 26,81
42 30,43
59 42,75
138 100
8.409.362 79,63
1.631.653 15,45
519.385 4,92
10.560.400 100
Universitas Indonesia
17
Tabel 4.2. Hasil Analisis Kelompok Pareto Obat Over the Counter (OTC)
PARETO Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%) Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%) Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%) Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%) Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%) Jumlah item Persentase item (%) Jumlah omset (Rp) Persentase total omset (%)
A 17 19,54 6.370.022 79,01
6 13,95 7.319.888 78,47
14 22,95 3.939.726 78,56
10 25,00 3.464.442 78,72
12 23,08 3.630.599 79,23
8 23,53 2.612.847 78,86
B JANUARI 28 32,18 1.275.729 15,82 FEBRUARI 14 32,56 1.522.595 16,32 MARET 18 29,51 816.039 16,27 APRIL 11 27,50 736.395 16,73 MEI 16 30,77 710.171 15,50 JUNI 11 32,35 512.320 15,46
C
TOTAL
42 48,28
87 100
416.551 5,17
8.062.302 100
23 53,49
43 100
486.184 5,21
9.328.667 100
29 47,54
61 100
259.285 5,17
5.015.050 100
19 47,50
40 100
199.946 4,54
4.400.783 100
24 46,15
52 100
241.432 5,27
4.582.202 100
15 44,12
34 100
188.111 5,68
3.313.278 100
Universitas Indonesia
18
4.2
Pembahasan Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat untuk menentukan
jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan di apotek. Pada tahap perencanaan obat mencangkup tahap pemilihan obat untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan kebutuhan obat di apotek. Analisis pareto merupakan salah satu metode pengendalian persediaan yang paling umum diterapkan. Langkah ini bertujuan untuk menentukan skala prioritas dari kebutuhan perbekalan kesehatan, baik jenis maupun jumlahnya agar obat yang paling sering digunakan disediakan dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu, dengan metode analisis pareto dapat diketahui sejauh mana item tertentu berkontribusi terhadap omset penjualan sehingga hasilnya dapat menjadi dasar perbedaan perlakuan terhadap item tersebut. Penentuan perioritas juga mambantu sebuah apotek dalam melakukan pengendalian persediaan, karena pengendalian persediaan mempunyai pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek. Analisis Pareto mengelompokkan persediaan menjadi 3 kelompok, yaitu; kelompok A, B, dan C. Kelompok A merupakan sebagian yang berkontribusi terhadap 80% omset penjualan yang merupakan 20% dari item, kelompok B merupakan sejumlah item yang berkontribusi terhadap 15% omset penjualan yang merupakan 30% dari item, sedangkan kelompok C merupakan sejumlah item yang berkontribusi terhadap 5% omset penjualan yang merupakan 50% dari item. Analisis pareto yang dilakukan diambil data penjualan resep di Apotek Safa pada bulan Januari 2012 sampai Juni 2012. Penggunaan analisis pareto (ABC) dalam perencanaan bertujuan untuk melakukan identifikasi obat menurut pemakaian dan nilai investasi sehingga manajemen yang efektif dapat berkonsentrasi pada obat yang jumlahnya sedikit tetapi mempunyai nilai investasi yang besar. Tanpa analisis ABC dimungkinkan akan dilakukan upaya besar untuk mencoba mengatur semua obat dengan prioritas yang sama sehingga menjadi tidak efektif secara keseluruhan. Jika persediaan terlalu besar, dapat menyebabkan biaya penyimpanan terlalu tinggi, kemungkinan obat menjadi rusak atau kadaluarsa, dan kemungkinan ada resiko apabila harga bahan atau obat turun. Dengan pengelompokkan tersebut maka cara pengolahan Universitas Indonesia
19
masing-masing akan lebih mudah sehingga peramalan, pengendalian stok dan keandalan pemasok dapat menjadi lebih baik. Diantara berbagai versi nilai batasan pengelompokan ABC yang terdapat di literatur, penulis memilih nilai batasan 80%-15%-5%. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Apotek Safa memiliki jumlah obat yang banyak. Dari sebanyak obat yang tersedia di apotek, obat yang sering diresepkan oleh dokter sekitar 500 item, sehingga dengan batasan 80%-15%-5% akan terfokuskan pada sejumlah item obat. Bila nilai batasan ini diterapkan, maka persediaan obat dapat difokuskan pada kelompok pareto A. Kelompok pareto B merupakan kelompok pertengahan dan cukup memberikan kontribusi terhadap omset penjualan di apotek, tetapi tidak sebesar kelompok pareto A. Sedangkan kelompok pareto C merupakan kelompok yang sedikit memberikan kontribusi terhadap omset penjualan. Walaupun kelompok pareto B dan C memberikan kontribusi yang tidak terlalu signifikan terhadap omset penjualan, tetapi obat-obat yang masuk dalam daftar kelompok pareto B dan C harus tetap tersedia. Pada analisis pengelompokkan item obat yang merupakan obat pareto pada obat ethical dan OTC, pada tiap bulannya terlihat bahwa terjadi perubahan-perubahan item obat yang tergolong dalam pareto A, B dan C. Hal ini dikarenakan pada tiap bulannya terdapat perubahan kebutuhan obat. Hal ini dikarenakan karena adanya waktu, prevalensi penyakit, perubahan penggunaan obat dari dokter yang memberikan resep, dan lain sebagainya. Faktor- faktor tersebutlah yang menyebabkan terjadinya peningkatan atau penurunan penjualan obat sehingga memungkinkan terjadi perubahan kelompok pareto dari bulan ke bulan. Oleh karena itu, untuk menentukan prioritas dalam perencanaan persediaan dilakukan analisis pareto pada periode 6 bulan yaitu sejak bulan Januari hingga Juni 2012 sehingga dapat diperoleh beberapa item obat yang tetap menjadi pareto di setiap bulannya. Ini menandakan penggunaan obat tersebut dalam masyarakat stabil dan tidak dipengaruhi oleh faktorfaktor lainnya. Berdasarkan hasil permbandingan dengan hasil analisis pareto pada Januari hingga Juni 2011, didapatkan beberapa item obat yang tetap menjadi pareto baik itu pareto A, B atau C. Ini menandakan bahwa obat tersebut merupakan obat yang terus digunakan dalam masyarakat sehingga tetap menjadi pareto dari bulan ke bulan Universitas Indonesia
20
hingga tahun ke tahun. Obat-obat yang termasuk dalam pareto adalah obat–obatan yang menjadi prioritas utama karena memberi kontribusi dalam omset penjualan apotek. Oleh karena itu, obat-obat tersebut harus dikontrol dengan ketat persediaannya agar tidak terjadi kekosongan persediaan. Seorang Apoteker harus juga mengetahui seluruh informasi yang dibutuhkan untuk mengadakan item obat Pareto A. Informasi tersebut meliputi principal, distributor, harga beli, diskon yang diberikan serta jumlah penjualan obat-obat tersebut. Untuk membeli obat tersebut, informasi utama yang harus diketahui adalah nama principal yaitu nama industri yang memproduksi obat tersebut. Setelah itu dapat diketahui distributor atau subdistributor yang akan dipilih untuk membeli item obat tersebut. Hal ini karena terdapat suatu principal dapat menyalurkan produknya melalui beberapa distributor atau subdistributor sehingga Apoteker harus mampu memilih mana distributor yang memberikan harga beli lebih murah atau memberikan diskon ataupun waktu jatuh tempo yang lebih lama. Harga dan jatuh tempo merupakan aspek yang sangat perlu diperhatikan dalam pengadaan obat di apotek. Berdasarkan data penjualan selama 6 bulan dapat dijadikan landasan berapa kebutuhan obat tiap bulan atau minggunya sehingga dapat diatur frekuensi dalam pemesanan obatnya. Melalui analisis pareto (ABC) maka Apoteker atau petugas apotek lainnya dapat mengetahui item-item obat yang menjadi pareto dan dapat menentukan frekuensi dalam pemesanan obat-obat yang ada di Apotek sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, meningkatkan omset apotek dan menghindari terjadinya biaya pemyimpanan obat yang tinggi yang disebabkan karena pemilihan obat yang disediakan tidaklah tepat.
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1
Analisis Pareto di Apotek Safa dibuat berdasarkan obat ethical dan OTC yang mana persediaan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu; kelompok A, B, dan C. Pada pareto penjualan ethical, untuk kelompok A merupakan sebagian yang berkontribusi terhadap berkisar 79-80% omset penjualan yang merupakan 22-32% dari item. Kelompok B merupakan sejumlah item yang berkontribusi terhadap 14-16% omset penjualan yang merupakan 26-32% dari item, sedangkan kelompok C merupakan sejumlah item yang berkontribusi terhadap 4-6% omset penjualan yang merupakan 4053% dari item. Pada pareto penjualan OTC, untuk kelompok A merupakan sebagian yang berkontribusi terhadap berkisar 78-80% omset penjualan yang merupakan 13-25% dari item. Kelompok B merupakan sejumlah item yang berkontribusi terhadap 15-17% omset penjualan yang merupakan 27-33% dari item, sedangkan kelompok C merupakan sejumlah item yang berkontribusi terhadap 5-6% omset penjualan yang merupakan 44-54% dari item.
5.1.2
Obat yang tergolong pareto adalah obat yang penjualannya stabil sehingga harus dikontrol dengan ketat persediaannya. Hasil analisis Pareto selama bulan Januari hingga Juni 2012 yaitu untuk obat ethical kelompok A terdapat 13 item, kelompok pareto B sebanyak 4 item dan pareto C sebanyak 9 item. Hasil pareto obat OTC yaitu kelompok A terdapat 3 item, kelompok pareto B tidak ada item dan pareto C sebanyak 3 item.
5.2
Saran
5.2.1
Untuk mengetahui obat – obat yang paling dibutuhkan, hendaknya apotek menerapkan sistem analisis pareto sekaligus analisis VEN.
5.2.2
Agar dapat membantu dalam menentukan pengadaan obat atau perbekalan farmasi sehingga dapat memaksimalkan anggaran yang ada untuk penyediaan produk yang memberikan kontribusi 80% dari omset penjualan (Pareto A) maka perlu dilakukan analisis pareto secara berkala. 21 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Gandhi, P.(2000). Application of ABC Analysis in Medical Store of E.S.I.C. Delhi. Health Administrator, 90-95. Gupta, R. (2007). ABC and VEN Analysis in Medical Store Inventory Control. MJAFI, 325-327.http://www.scribd.com/doc/56088248/ABC-AnalysisPareto-Principle. Juningtyas, Dhien., Purnomo, Windhu. (2004). Analisis Kebutuhan Obat dengan Metode Konsumsi dalam Rangka Memenuhi Kecukupan Obat di Kota Kediri. J.Adm Kebijak Kesehat, Vol 2 No.3 : 188-195. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Quick, JD. [ed]. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals 2nd ed. Connecticut: Kumarin Press Inc. Wild, Tony. (2002). Best Practice in Inventory Management. Oxford: Elsevier Science Ltd.
22
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
23
Lampiran 1. Perhitungan Persentase Pemakaian Obat Dan Persentase Investasi
܍ܛ܉ܜܖ܍ܛܚ܍۾۷= ܕ܍ܜ
۸ ܐ܉ܔ ܕܝ۷ܜ܉܊۽ ܕ܍ܜ ܠ% ۸ ܉ܝ ܕ܍܁ ܐ܉ܔ ܕܝ۷ܜ܉܊۽ ܕ܍ܜ
Contoh Perhitungan Item Obat Ethical Bulan Januari 1. Kelompok A Persentase Item =
61 x 100% 211
Persentase item = 28,91 % 2. Kelompok B Persentase Item =
56 x 100% 211
Persentase item = 26,54 % 3. Kelompok C Persentase Item =
94 x 100% 211
Persentase item = 44,54 %
܍ܛ܉ܜܖ܍ܛܚ܍۾۷=ܑܛ܉ܜܛ܍ܞܖ
۸ ܐ܉ܔ ܕܝ۷ܑܛ܉ܜܛ܍ܞܖ ܠ% ܔ܉ܜܗ܂۷ܑܛ܉ܜܛ܍ܞܖ
Contoh Perhitungan Persentase Investasi Obat Ethical Bulan Januari 1. Kelompok A Persentase Investasi = Persentase Investasi
19.240.285 x 100% 24.135.353
= 79,72%
2. Kelompok B Persentase Investasi = Persentase Investasi
3.682.948 x 100% 24.135.353
= 15,26%
3. Kelompok C Persentase Investasi = Persentase Investasi
1.212.120 x 100% 24.135.353
= 5,02%
24
Lampiran 2. Daftar Obat Ethical Pareto A Bulan Januari- Juni 2012
Januari Cefixime 100
Zaldiar Codein Phosfat 20 mg Zovirax Fluimucil 200 mg
Lipitor Recolfar Esilgan 2 mg
Urispas Cataflam 50 mg Codipront kapsul
Transamin 500 Cefixime sirup kering Transpulmin
Librax tablet Imuunos
Pariet 10 Meloxicam 15 mg Mycrogynon
Velden Gel Profenid rectal Irvel tablet Theophyllin
Februari
Ulsicral Cefixime sirup kering Theobron sirup Ryvel Transpulmin Codein Phosfat 20 mg Fluimucil 200 mg Toplexyl sirup 120 mL Cefixime 100 Norvask Vometa sirup Amlodipine 10 mg Irvel tablet Primperan sirup Cataflam 50 mg
Maret
April
Irvel tablet
Cefspan 100
Cefat forte Codein Phosfat 20 mg
Otopain tetes telinga Cataflam 50 mg
Zaldiar Cefixime 100
Irvel tablet Movicox 15mg
Juni
Codein Phosfat 20 mg Cefixime 100 Cendo Cetron Buscopan plus Zaldiar
Amoxicillin 500 mg
Lipitor
Irvel tablet
Trizedon MR
Urispas Amoxicillin 500 mg
Merislon Amoxicillin 500 mg Codein Phosfat 20 mg
Librax tablet Simvastatin 10 mg
FG troches Ponstan 500 mg
Dilantin 100 mg
Lincomycin 500
FG troches
Medixon 4 mg
Profenid rectal Anfix
Buscopan plus
Ponstan 500 mg Amoxicillin 500 mg
Cendo Xytrol tetes mata Librax tablet
Catalin ED
Amlodipine 10 mg
Norvask
Arcalion 10 mg Merislon
Cinolon Cream
Librax tablet Mycrogynon
Dextamin tablet Incidal OD
Co-Amoxiclav 500 Fluimucil 200 mg Ponstan 500 mg
Zeufor Amlodipine 5 mg
Xatral XL
Diflucan
Isoprinosine tablet Cataflam 25 mg
Profenid rectal Merislon
Chondroitin Glukosamin
Irvel tablet Recolfar Codein Phosfat 20 mg
Methy cobalt 500 mg Cataflam 50 mg
Amoxsan 500 Imuunos
Sanprima syr Meloxicam 15 mg
Dextamin sirup Cefixime 100
Mycrogynon Voltaren tablet 50 mg
Arcalion 10 mg Amlodipine 10 mg
Fluimucil 200 mg Cataflam 50 mg
Mei
Moxam 15 mg
Sibelium 5 mg
Librax tablet Medixon 4 mg Theophyllin
Amlodipine 10 mg Norvask
Dextamin sirup
Urispas
Cefila 100 mg Meloxicam 15 mg Codipront kapsul Sibelium 5 mg
Zeufor Mycrogynon Amlodipine 10 mg Fluimucil 200 Aspar K Theophyllin Urispas Pariet 10 Transamin 500
25
Lampiran 2 (Lanjutan)
Januari
Februari
Mucopect drop Amoxicillin 500 mg Alprazolam 0,5 mg Narfoz 8 mg Amlodipine 5 mg
Cefat 400 mg Ponstan 500 mg Erysanbe 200 mg
Incidal OD Amlodipine 10 mg FG troches Simvastatin 20 mg Methioson Xatral XL Cefadroxil sirup 250
Medixon 4 mg
April
Mei
Codipront sirup
Codipront kapsul
Cefixime 100
Dextamin tablet
Dextamin sirup
Methy cobalt 500 mg
Ondencentron tab
Mycrogynon Fluimucil 200 mg
FG Troches Ponstan 500 mg Amoxicillin 500 mg
Cefat 400 mg Buscopan plus
FG troches Cefixime sirup kering
Triatec 5mg Cefat 200 mg
Amlodipine 5 mg
Cefat 400 mg
Simvastatin 20 mg
Toplexyl sirup 120 mL Ponstan 500 mg KSR tablet Rifampicin 450 mg Norvask
Kendaron Cefixime sirup kering Glurenorm Chondroitin Glukosamin Ulsicral Simvastatin 10 mg
Cefat 200 mg
Cataflam 50 mg
Cendo Xytrol tetes mata Trizedon MR Theophyllin
Ketoconazol krim
Arcalion 10 mg Chondroitin Glukosamin
Esilgan 2 mg Dicynone
Cefixime sirup kering
Toplexyl sirup 120 mL Neuropyron V Non flamin Metformin 500 mg
Estalin 2 mg Ventolin 2 mg
Lincomycin 500 Glimepiride 2 mg
Amoxsan 500 Acyclovir 200 mg Flagistatin supp
FG troches
Lanfix 100 Metformin 500 mg Stugeron Non flamin
Norvask Imodium Ambroxol sirup
Celebrax Candistin Drop Cefadroxil 500 mg
Incidal OD Cefadroxil 500 mg
Dicynone Heptamyl
Cataflam 25 mg Lincomycin 500
Tensivask 10 mg
Librax tablet Omeprazole
Disflux
Buscopan plus Simvastatin 10 mg
Medixon 4 mg
Lasix 40 mg Hidrocortison krim 2,5%
Juni
Profenid rectal Captopril 25 mg
Garamycin salep
Madecassol
Maret
Norvask Ciprofloxacin 500 mg Dexteem Plus tablet Sumagesic
Estalin 2 mg Cefixime sirup kering
26
Lampiran 2 (Lanjutan)
Januari Ciprofloxacin 500 mg
Cendo Xytrol tetes mata
Februari
Maret Dextamin sirup
Trizedon MR Kalmeco
Dolofen F Captopril 25 mg Ethambutol
Cendo Lythers
Imodium
Dextamin tablet Neuropyron V Bioplacenton krim Rifampicin 450 mg
Mycrogynon Sumagesic Fluimucil syr
Ventolin inhaler
Non flamin Metformin 500 mg
Lapicef 500 mg
Acyclovir 400 mg
Estalin 2 mg Glimepiride 1 mg Ventolin 2 mg Celestamin tablet Clindamycin 300 mg Inpepsa suspensi Metformin 500 mg
April
Mei Levofloxacin 500 Transamin 500 Ampicillin 500 Efisol Rifampicin 450 mg Solaxin
Juni
27
Lampiran 3. Daftar Obat Ethical Pareto B Bulan Januari- Juni 2012
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Co-Amoxiclav 500
Kaltrofen suppositoria
Bioplacenton krim
Dextamin tablet
Neuralgin
Hemobion
Merislon Cinolon Cream
Recolfar Baquinor 500 mg
Mucopect tablet 30 mg Laxoberon
Transamin 500 Theobron sirup
Kalxetin Sanprima syr
Bioplacenton krim Bio ATP
Efisol
Alista tablet
Voltaren emulgel
Codipront sirup
Asam mefenamat
Glimepiride 1 mg
Ardium Captopril 25 mg
Urispas Medixon 4 mg
Ofloxacin 400 Acyclovir Oint
Alprazolam 0,5 mg Captopril 25 mg
Acyclovir 400 mg Neuropyron V
Ulsicral Xanax 0,5 mg
Isoprinosine tablet
Ondencentron tab
Bio ATP
Medixon 4 mg
Lesichol 300 mg
Incidal OD
Chondroitin Glukosamin Celestoderm VG
Methy cobalt 500 mg Lameson
Pirazinamide 500 mg Stesolid rectal supp 5 mg
Bactrim tablet Meloxicam 15 mg
Esilgan 2 mg Primperan sirup
Alprazolam 0,5 mg Clindamycin 300 mg
Ketoconazol krim
Lapicef 500 mg
Kenalog krim
Cendo Xytrol tetes mata
Aspar K
Ampicillin 500
Mycoral Dexamen.,.thason 1 mg
Ambroxol sirup Methergin
Amoxsan syr Merislon
Thiamhenicol Incidal OD
Lasix 40 mg PIrazinamide 500 mg
Solaxin Dexteem Plus tablet
Dexteem Plus tablet
Efisol
Ciprofloxacin 500 mg
KSR tablet
Captopril 25 mg
Neuralgin
Ikaderm Oint 10 gr Hidrocortison krim 2,5%
Dextamin tablet Spasminal
Transamin 500 Stugeron
Zyloric 100 Garamycin salep
Vometa sirup Glibenclamid
Vometa sirup Oksitetrasiklin 3% oint
Stomica
Kenacort A salep
Lasal sirup
Ambroxol sirup
Alprazolam 0,5 mg
Piracetam 800 mg
Methicol Braxidin
Mucosta Glimepiride 1 mg
Cefat 400 mg Neuropyron V
Eritromycin tab Cinolon Cream
Acyclovir Oint Ascardia 160 mg
Papaverin HCl Asam mefenamat
Neuralgin
Pirazinamide 500 mg
Recolfar
Amoxsan syr
Biothicol 500 mg
Rifampicin 450 mg
Non flamin KSR tablet
Pirazinamide 500 mg Tobroson ED
KSR tablet Hialid ED
Neuralgin Alprazolam 0,5 mg
Mucosta Esilgan 2 mg
Super Tetra Diflucan
Cefspan 100
Efisol
Hidrocortison krim 2,5%
Ambroxol sirup
Catalin ED
Ampicillin 500
Rifampicin 450 mg
Miconazole krim
Efisol Captopril 50 mg Pirazinamide 500 mg Acyclovir 400 mg
28
Lampiran 3 (Lanjutan)
Januari Levofloxacin 500 Dulcolax rektal suppo
Super Tetra Garamycin salep Asam mefenamat
Februari Imuunos Ciprofloxacin 500 mg
Codipront kapsul Thrombo aspilet Ethambutol
Ventolin Sirup Disflux Tarivid tablet 400 Ampicillin 500
April
Duvadilan
Papaverin HCl
Dolofenac Ciprofloxacin 500 mg
Chloramphecort-H
Primperan
Methergin
Glucovance 500 mg Domperidon tablet
Levofloxacin 500
Clindamycin 300 mg
Theophyllin
Stomica Lincomycin 500
Ascardia 80 mg Allopurinol 300 mg
Alprazolam 0,5 mg
Domperidon tablet
Analsik 500 mg Adona AC tablet PIrazinamide 500 mg
Cenfresh tetes mata Cetirizine tablet
Prorenal Lansoprazol
Voltadex Meloxicam 15 mg
Neuropyron V Stomica
Borroginol S
Asam mefenamat
Glimepiride 1 mg Trizedon MR Lansoprazol
Non flamin Asam mefenamat Papaverin HCl
Levofloxacin 500 Betason N Hemobion
Cedocard 5 mg Otopain tetes telinga Sibelium 5 mg Cefadroxil 500 mg
Candistin Drop
Papaverin HCl
Juni
Comtusi syr KSR tablet
Cendo Catarlent ED Ranitidin tablet
Clindamycin 300 mg
Primperan
Ketoconazol krim Dexteem Plus tablet
Mei
Asam mefenamat Mefinal 500 mg Dogmatil
Dolofenac Theranex
Papaverin HCl Alprazolam 0.5 mg
Maret
Cinolon Cream
Betason N
Mefinal 500 mg Ethambutol
Faktu suppositoria KSR tablet
Dextamin sirup Papaverin HCl
Teosal Eritromycin tab
Cendo Catarlent 15ml ED Domperidon tablet
Ofloxacin 200
Faktu suppositoria Bisoprolol 5 mg
Zyloric 100 CTM 1.5 mg
Hemobion Ofloxacin 200
Cendo Lythers
Amaryl
Bioplacenton krim Gemfibrozil 600 mg
Lopamid Levofloxacin 500 Cefadroxil 500 mg
Dexamethason 0.5 mg
Garamycin salep
Ketoconazol tablet
Alganax 0.25 mg Hemobion
Aspilet Lansoprazol
Dexamethason 0.5 mg
Glucovance 500 mg
Neurodial
Super Tetra
Theobro sirup
Meptin mini 25 mcg Allopurinol 300 mg
Gentamicin salep Miconazole krim
Mucopect tablet 30mg Allopurinol 300 mg
Irtan Voltadex
Zyloric 100
Ketoconazol tablet
Voltaren emulgel
Methioson
Irtan
29
Lampiran 3 (Lanjutan)
Januari Lansoprazol
Dextamin sirup Glibenclamid Ofloxacin 400 Lameson Methy cobalt 500 mg Alganax 0.25 mg Albothyl 10 mL Ketoconazol tablet
Februari
Maret Lanaven
Super Tetra
April Neuralgin
Theobron sirup Tensivask 10 mg Ranitidin tablet
Stugeron Epexol
Mei Captopril 12,5 mg Duvadilan
Juni
30
Lampiran 4. Daftar Obat Ethical Pareto C Bulan Januari- Juni 2012
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Voltaren emulgel
Tramadol
Histapan
Lansoprazol
Ranitidin tablet
Chloramphecort-H
Domperidon tablet Glurenorm
Ampicillin 500 Zyloric 100
Aspar K Aspilet
Ibuprofen 400 mg Ofloxacin 400
Piroxicam Ketoconazol tablet
Lesichol 300 mg Phenobarbital 30 mg
Cataflam 25 mg
Neuropyron V
Santibi 500
Acyclovir 400 mg
Allopurinol 300 mg
Sumagesic
Voltadex Triatec 5mg
Cefadroxil 500 mg Spasmium
Nebacetin oint INH 300 mg
Aspar K Neurosanbe
Acyclovir 200 mg Betason N
Lansoprazol Histapan
Captopril 12,5 mg
Spiramycin
Kalmeco
Dexteem Plus tablet
Captopril 50 mg
Meloxicam 15 mg
Myonal Ascardia 80 mg
Dexamethason 0.5 mg Domperidon tablet
Faktu suppositoria Erithromycin sirup
Ampicillin 500 Paratusin tablet
Cataflam 25 mg Clobazam
Hidrocortison krim 2,5% Chloramphenicol ED
Omeprazole
Amoxsan syr
Phenobarbital 30 mg
Piracetam 1200 mg
Nifedipin 10 mg
Dexamethason 0,75 mg
Ethambutol Lapibal
Heptamyl Erithromycin sirup
Myonal CTM 1.5 mg
Betason N Chloramphecort-H
CTM 1.5 mg Cetirizine tablet
Mefinal 500 mg Stugeron
Ranitidin tablet
Adona AC tablet
Erlamycetin ED
Zaldiar
Amoxicillin sirup kering
Captopril 12,5 mg
Longatin Chloramphecort-H
Triatec 5mg Esilgan 2 mg
Cetirizine tablet Dexamethason 0.5 mg
Cortidex Acyclovir Oint
Dexamethason 0.5 mg Doloneurobion
Glibenclamid Ethambutol
Erlamycetin tetes telinga
Cenfresh tetes mata
Tremensa
Spasmium
Ventolin 2 mg
PTU 100 mg
Clonidine 0,15 mg Epsonal tablet
Aspar K Allopurinol 300 mg
Glibenclamid Omeprazole
Ketoconazol krim Sumagesic
Kalmeco Primperan
Acyclovir Oint Allopurinol 300 mg
Miconazole krim
CTM 1.5 mg
Tetrin 500mg
Tramadol
Loratadin tablet
Salbutamol 4 mg
Aspilet Kenacort
Gemfibrozil 600 mg Tremensa
Ibuprofen 400 mg Cefila 100 mg
Homoclomin Celestamin Cream
Loperamid Thrombo aspilet
Prednison Cetirizine tablet
Phenobarbital 30 mg
Paratusin tablet
Betamethason oint
PTU 100 mg
Myonal
Amoxicillin sirup kering
Ketoconazol krim
Bricasma tablet
Laserin
Non flamin
Braxidin
Spiramycin
31
Lampiran 4 (Lanjutan) Februari
Maret
Kalium diklofenak 50 mg Salbutamol 2 mg
Januari
Acyclovir 400 mg
Salbutamol 4 mg Lasal 4 mg
Gemfibrozil 600 mg Dexamethason 0,75 mg
Piroxicam
Cinolon Cream Rifampicin 600
Clobazam
Gentamicin salep
CTM 1.5 mg Acyclovir 200 mg Ibuprofen 400 mg
Hemobion Amoxicillin sirup kering
Coditam Glimepiride 3 mg
Lasix 40 mg Primperan
Sumagesic Ampicillin sirup Methyl prednisolon
Tetrin 500mg
Aspilet Metformin 500 mg Cetirizine tablet
Intunal-F Loperamid Chloramphenicol suspensi Clobazam Ibuprofen 400 mg Clindamycin 300 mg Ofloxacin 400 Ranitidin tablet
April
Kalmeco CTM 1.5 mg
Diazepam 2mg
Diazepam 2mg
Ventolin 2 mg Glimepiride 2 mg Cedocard 5 mg Piroxicam
Ascardia 160 mg Amoxicillin sirup kering Erlamycetin tetes telinga Spiramycin Spironolacton Captopril 12,5 mg
Buscopan plus Methicol Nifedipin 10 mg Ranitidin tablet Myconazol krim Tremensa Metronidazol 500 mg Salbutamol 2 mg Glibenclamid INH 300 mg
Aspar K Mucopect tablet 30 mg INH 300 mg
Cedocard 5 mg Amoxicillin sirup kering Hidrocortison krim 2,5%
Bricasma tablet Digoksin
Efisol Borroginol S
Metronidazol 500 mg Dexamethason 0,75 mg
Celestamin tablet INH 300 mg
Nifedipin 10 mg Cotrimoxazol syr
Ampicillin sirup Rifampicin 450 mg PTU 100 mg
Betason N
Faktu suppositoria Metformin 850 mg
Adecco tablet Phenobarbital 30 mg
Dexamethason 0,75 mg PTU 100 mg
Mei PTU 100 mg
Teosal Erlamycetin ED Piracetam 800 mg
Juni Miconazole krim Piroxicam Voltadex INH 300 mg Furosemid 40 mg
Betahistine Chloramphecort-H
Ascardia 80 mg Domperidon tablet Salbutamol 2 mg
Erlamycetin tetes telinga Hidrocortison krim 2,5% Salbutamol 2 mg
Heptasan Ibuprofen 400 mg Nifedipin 10 mg
Spironolacton
Erlamycetin tetes telinga Diazepam 2mg
INH 300 mg Chloramphenicol tablet
Lopamid Allopurinol 100 mg Diazepam 2mg
Ventolin 2 mg Omeprazole Spironolacton Clonidine 0,15 mg
Spasminal
Methyl prednisolon
Oksitetrasiklin 3% oint Phenobarbital 30 mg
Ibuprofen 400 mg ISDN
Chloramphenicol suspensi
Na Diklofenac
Lopamid
Omeprazole
Intunal-F Ambroxol sirup
Salbutamol 2 mg Furosemid 40 mg
Ethambutol Heptasan
Metronidazol 500 mg Heptasan
Ambroxol tablet Loperamid
32
Lampiran 4 (Lanjutan)
Januari Intunal-F
Februari
Teosal Nifedipin 10 mg
Myconazol krim Phenobarbital 30 mg
Maret
Lopamid
Erithromycin sirup
Mei
Gentamicin salep
Furosemid 40 mg
Spasminal
Dexamethason 0,75 mg
Dextamin tablet Diltiazem
Santibi 500 Diazepam 2mg
Paratusin tablet Allopurinol 100 mg
Ketoconazol krim
Clonidine 0,15 mg
Pronicy
Primperan Drop Digoksin
Lasal 4 mg
Metronidazol 500 mg Aminophyllin
Amitriptyline 25 mg Ambroxol sirup
Propranolol 10 mg Loratadin tablet
Paratusin tablet Salbutamol 4 mg
Heptasan
Griseofulvin 500 mg
Cortidex Chloramphenicol tablet
Digoksin
Methyl prednisolon
Spironolacton Salbutamol 4 mg
Extract Bellad
Celestamin tablet
Mefinal 500 mg Rifampicin 600 Thiamhenicol
Theophyllin Spironolacton
Claritin syr Spironolacton
Buscopan plus Captopril 50 mg Loratadin tablet
Analsik 500 mg Ambroxol tablet Tramadol
Extract Bellad Digoksin
Pronicy ISDN
Cortidex Kalmethason
Intunal-F Metoklopramid
Molacort 0.75
Metronidazol 500 mg Extract Bellad
Loperamid Clonidine 0,15 mg
Cortidex Ambroxol tablet Antalgin
Tetrasiklin 500 mg
Furosemid 40 mg
CTM 1 mg
Cetirizine tablet Aminophyllin
CTM 4 mg Prednison
Salbutamol 4 mg
Furosemid 40 mg
Pronicy Heptasan Antalgin
Antalgin
Cimetidin
Paratusin tablet Digoksin
Salbutamol 2 mg Propranolol 10 mg
Kalmethason CTM 4 mg
Extract Bellad Na Diklofenac
HCT
Aminophyllin
CTM 4 mg
Prednison
Prednison
Metoklopramid Chloramphenicol tablet
Ambroxol tablet CTM 1 mg
HCT CTM 1 mg
Lopamid
Cimetidin
Juni
Tramadol
Valisanbe 5 mg Piroxicam Ambroxol tablet
Lodia
April
Digoksin Metronidazol 500 mg Lasal 4 mg Antalgin Metoklopramid Trihexiphenidyl 2 mg CTM 4 mg Propranolol 10 mg CTM 1 mg
33
Lampiran 4 (Lanjutan)
Januari
Histapan Diazepam 2mg Pronicy Furosemid 40 mg Dexamethason 0.5 mg Sanprima tablet HCT Extract Bellad Acyclovir Oint Antalgin Prednison CTM 4 mg Bricasma tablet Amitriptyline 25 mg Molacort 0.75 Librozym plus Propranolol 10 mg Cortidex CTM 1 mg Kalmethason Na Diklofenac Cimetidin Epexol
Februari
Maret Ephedrin HCl
April
Mei
Juni
34
Lampiran 5. Daftar Obat OTC Pareto A Bulan Januari- Juni 2012
Januari Polysilane syr 180mL
Februari Vistrum Sirup 100 mL
Maret Provital plus
April Provital plus
Mei Polysilane syr 180 mL
Juni Polysilane syr 180 mL
Provital plus
Sanadryl Expec
Bisolvon sirup extra
Polysilane syr 180 mL
Strocain
Strocain
Strocain Pankreoflat Magard tablet
Strocain Polysilane syr 180 mL
Magard tablet Pankreoflat
Strocain Bisolvon sirup extra
Provital plus Woods Peppermint
Woods Peppermint Pankreoflat
Pyravit sirup
Livertrans
Caladin talk
Matovit AX
Neurovit E
Magard tablet Pankreoflat
Q-10 30 mg Provital plus
Matovit AX
Promag double action
Sanadryl Expec
Neurovit E
Pharmaton formula
Counterpain PXM 60g Pharmaton formula
Lysmin sirup Counterpain PXM 60 g
Lysmin sirup Imboost sirup
Ilos 50 mg Ester-C
Becontex 12 mg
Ilos 50 mg
Cavit D3
Theragran-M Lysmin sirup
Enervon-C Woods Peppermint
Lysmin sirup
Obimin AF
Ikadril Expec Syr
Neurovit E Triaminic pilek sirup Enervon-C
Magard tablet Pankreoflat
Pankreoflat
Strocain Polysilane sirup 180 mL
Bisolvon sirup extra Polysilane syr 100 mL
35
Lampiran 6. Daftar Obat OTC Pareto B Bulan Januari- Juni 2012
Januari
Februari
Maret
Ester-C
Promag double action
Microlax
Batugin eliksir
Ilos 50 mg
Neurovit E
Triaminic pilek sirup
Q-10 30 mg
Imboost tablet
Ester-C Vitamin B1 tab 50 mg
Ester-C
Laxadin 110 ml Theragran-M
Biolysin sirup Vitamin B1 tab 50mg
Promag double action
Counterpain PXM 60 g
Caladin talk Counterpain PXM 60 g
Nifural sirup Pyravit sirup
Multivitaplex Counterpain PXM 60 g
Cal 95 New diatab
Decolgen tablet Cavit D3
Imboost Force
Imboost tablet
Otolin ED
Lycalvit syr
Laxadin 110 ml
Promag double action
Pyravit sirup Vitamin B1 tab 50 mg
OBH sirup Paracetamol Tablet
Neurovit E Neurobion 5000 mg
Decolgen tablet Caladin talk
Bisolvon sirup extra Enzyplex tablet
Caladin talk
Counterpain PXM 60 g
OBH combi flu anak Pharmaton formula Paracetamol Tablet
Lacto B sachet
Promag double action
Disflatyl tablet
Lycalvit syr Sanmoldrop
Promag double action Vitamin B1 tab 50mg
Microlax Biolysin sirup
Sanmol sirup Paracetamol Tablet
Vitazym
Vitazym
Neurobion 5000 mg
Triaminic pilek sirup
Biolysin sirup Woods Peppermint
Decolgen sirup Cavit D3
Neurobion 5000 mg Polysilane tablet
Decolgen tablet
Batugin eliksir
Disflatyl tablet Imboost tablet
Becontex 12 mg
Betadine Kumur Multivitaplex
Multivitaplex New diatab Vitamin B1 tab 50 mg
Triaminic pilek sirup Biolysin sirup
Betadine Feminim Actifed syr
Juni
Laxadin supensi
Magard tablet Becontex 12 mg
OBH combi flu anak
Mei
Provital plus
Cavit D3 Trombophop
April
36
Lampiran 6 (Lanjutan)
Januari Paracetamol Tablet Lacto B sachet Sanadryl Expec Ikadril Expec Syr Melanox Panadol Drop Combantrin 250
Februari
Maret
April
Mei
Juni
37
Lampiran 7. Daftar Obat OTC Pareto C Bulan Januari- Juni 2012
Mei
Juni
Batugin eliksir
Januari
Cavit D3
Proris
Paracetamol Tablet
Multivitaplex
Biolysin sirup
Tantum verde Fungiderm
Multivitaplex Lysmin sirup
Caladin talk Betadine Skin
Enzyplex tablet Tripanzym
Renovit Becontex 12 mg
Neurobion 5000 mg Paracetamol Tablet
Ichtyol salep
Bisolvon sirup extra
Decolgen tablet
Vitamin B6 tablet
Mucohexin syr
New diatab
Cal 95 Sangobion
New diatab Decolgen tablet
Enzyplex tablet Neo Kaolana
New diatab Ester-C
Vitamin B6 tablet Neo Kaolana
Scabisid krim Vitamin B6 tablet
Paracetamol sirup
Ikadril Expec Syr
Ester-C
Dulcolax tablet
Vitamin B-Complex
Vitamin B-Complex
Februari
April
Decolgen sirup Microlax
Fundamin-E Tantum verde
Vitamin B-Complex Dulcolax tablet
Decolgen tablet Disflatyl tablet
Folic Acid 10 mg Lacto B sachet
Sanmol sirup Tempra sirup
Tonicum Bayer
Supralivron
Curcuma
Paracetamol sirup
Fundamin-E
Dulcolax tablet
Vitamin B-Complex Vitamin B6 tablet
Caladin talk Decolgen sirup
Sanmol sirup Neurovit E
OBH sirup Biosanbe tablet
Becombion tablet Ikadril Expec Syr
OBH sirup Vitamin C tablet
Deconal
Vitamin B6 tablet
Paracetamol sirup
Vitamin B-Complex
Sangobion
Vitamin K tablet
Maret
Becom C tablet Vitamin C tablet
Vitamin B-Complex Paracetamol sirup
Degirol Vitamin C tablet
Vitamin B12 tablet Vitamin C tablet
Decolgen sirup OBH sirup
Prenamia
Dulcolax tablet
Biodiar
Ichtyol salep
Enzyplex tablet
Dulcolax tablet Vitamin A
Rhinofed tablet Prenamia
Sanmol tablet Folic Acid 10 mg
Bisolvon tablet Folic Acid 10 mg
Paracetamol sirup Vitamin C tablet
Rhinofed tablet
Tocopherol 400 mg
OBH sirup
Gastran tablet
Vitazym
Rhinos SR
Bisolvon tablet Vitamin C tablet
Vitamin B6 tablet Vitazym
Vitamin B1 tab 50 mg
Curcuma Paramex
Gliseril guaiyacolat
Nalgestan
Curcuma Gastran
Vitamin K tablet
Folic Acid 10 mg Gliseril guaiyacolat
38
Lampiran 7 (Lanjutan)
Januari Vitamin K tablet Smecta
Februari Dextromethorphan
Maret
Lacto B sachet
Antasid sirup
Antasid tablet Paramex (strip) Folic Acid 10 mg
Gastran Gliseril guaiyacolat
Kalium Permanganat Sal
Deconal Vitamin B12 tablet
Konidin (strip) Bisolvon tablet Gliseril guaiyacolat Degirol OBH sirup Renovit Dextromethorphan Asma soho Sanmol tablet Vitamin B12 tablet Resorcin
Dextrofort tablet
April
Mei Vitamin B12 tablet Gliseril guaiyacolat
Juni
39
Lampiran 8. Daftar Obat Ethical dan OTC yang Menjadi Pareto selama Januari – Juni 2012
Pareto
A
B
C
Obat Ethical Amlodipine 10 mg Amoxicillin 500 mg Cataflam 50 mg Cefixime 100 mg Cefixime sirup kering Codein Phosfat 20 mg FG Troches Fluimucil 200 mg Irvel tablet Librax Mycrogynon Ponstan 500 mg Alprazolam 0,5 mg Asam Mefenamat 500 mg Papaverin HCl Pirazinamide 500 mg Diazepam 2 mg Digoksin Furosemid 40 mg Ibuprofen 400 mg INH 300 mg Metronidazol 500 mg Phenobarbital 30 mg Salbutamol 2 mg. Spironolakton
Obat OTC Pankreoflat Polysilane sirup 180 ml Strocain
-
Vitamin B6 Vitamin B-Complex Vitamin C
40
Lampiran 9. Daftar Obat Ethical dan OTC yang Menjadi Pareto selama Januari – Juni 2011 Pareto
A
B
C
Obat Ethical Amlodipine 5 mg Amlodipine 10 mg Amoxicillin 500 mg Cataflam 50 mg Cefixime 100 mg Estalin 2 mg Fluimuci 200 mg Irvel tablet Lanprasid Levofloxacin Ponstan 500 mg Trizedon MR Urispas Asam Mefenamat 500 mg Cefadroxil 500 mg Cendo Polygran ED Glibenklamid Piroksikam Sumagesic Ambroxol tablet Ampicillin 500 mg Braxidin Captopril 25 mg CTM Dexamethason Diazepam 2 mg Digoksin Furosemid 40 mg Gentamisin salep HCT 50 mg Hidrokortison krim 2,5% Ibuprofen 400 mg INH 300 mg Ketokonazol tablet Metronidazol 500 mg Omeprazol Ranitidin tablet Rifampisin 600 mg Salbutamol 2 mg
Obat OTC Lysmin sirup Magard FA Pankreoflat Parasetamol tablet Pharmaton Formula Polysilane sirup 180 ml Strocain Voltaren Gel
Bisolvon Extra 125 ml Imboost tablet Multivitaplex
Antalgin Caladin Lotion OBH Syr Paracetamol syr Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin K
41
Lampiran 10. Daftar Nama Principal, Distributor, Harga, dan Diskon Obat Ethical Pareto A Januari - Juni 2012
No 1.
Nama Obat Amlodipine 10 mg
Harga Jual
Harga Beli
Bernofarm
Dos Ni Roha
1900/tab
1504/tab
5%
732
2.
Amoxicillin 500 mg
Indofarma
Indofarma Global Medika
664/tab
515/tab
3%
2498
3.
Cataflam 50 mg
Novartis
APL
5208/tab
4037/tab
3%
575
4.
Cefixime 100 mg
Hexpharm
Enseval
3190/cap
2460/cap
2,5%
1168
5.
Cefixime sirup kering
Hexpharm
Enseval
40230/cap
31024/cap
2,5%
63
6.
Codein Phosfat 20 mg
Kimia Farma Kimia Farma
1360/tab
1023/tab
netto
2788
7.
FG Troches
Meiji
Parit Padang
1132/tab
851/tab
3%
1048
8.
Fluimucil 200 mg
Zambon
Parazelsus
5270/tab
3962/tab
netto
486
9.
Irvel tablet
Novell
Ams
10970/tab
8248/tab
netto
295
10. Librax
ICN
APL
2710/tab
2038/tab
2%
651
11. Mycrogynon
Bayer
APL
13500/tab
10358/tab
2%
99
12. Norvask
Pfizer
AAM
14610/tab
11812/tab
7%
80
Pfizer
AAM
2720/tab
2199/tab
7%
428
13. Ponstan
Principal
Distributor
Diskon
Jumlah (6 bulan)
42
Lampiran 11. Daftar Nama Principal, Distributor, Harga, dan Diskon Obat OTC Pareto A
No
Nama Obat
1.
Pankreoflat
2.
Polysilane sirup 180 ml
3.
Strocain
Principal
Distributor
Kimia Farma
Kimia Farma
Pharos Esai
Harga Jual
Harga Beli
Diskon
Jumlah (6 bulan)
3080/tab
2316/tab
netto
849
AMS
37306/botol
28622/ botol
2.5%
110
AMS
1867/tab
1404/tab
2%
2070
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS JALAN JABABEKA VI BLOK J3 CIKARANG JAWA BARAT PERIODE 3 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS JALAN JABABEKA VI BLOK J3 CIKARANG JAWA BARAT PERIODE 3 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012 ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Ferron Par Pharmaceutical dan penyusunan laporan ini tepat waktu. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mencapai gelar apoteker. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Djoko Sujono, MBA selaku Managing Director PT. Ferron Par Pharmaceutical karena telah memberi penulis kesempatan untuk melakukan PKPA di PT Ferron Par Pharmaceuticals. 2. Bapak Budi Yuwono, S.Farm., Apt. selaku Production Manager dan pembimbing PKPA di PT. Ferron Par Pharmaceuticals yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan memperoleh banyak pengalaman di bagian Produksi PT. Ferron Par Pharmaceuticals. 3. Ibu Luciana Marito Aritonang, S.Farm., Apt. dan Bapak Dwi Cahyo Kusumo S.Farm., Apt., selaku Supervisor Produksi lini Steril 1- Semisolida. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan pada penulis sehingga mendapatkan banyak
pengalaman
dan
pelajaran
berharga
di
PT.
Ferron
Par
Pharmaceuticals. 4. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. sebagai pembimbing dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan. 5. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 6. Bapak Dr. Harmita, Apt. Sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
iv
7. Anton Sulistiawan, S.Si., Apt, Arif Budianto, S.Farm., Apt., Rejeki Indarwati, S.Si, Apt. dan para Supervisor di PT. Ferron Par Pharmaceuticals yang telah memberikan induksi, arahan, dan bimbingan selama pelaksanaan PKPA, khususnya dalam pelaksanaan tugas khusus. 8. Para QA Specialist dan seluruh Quality Staff PT Ferron Par Pharmaceuticals atas kerjasama dan pengetahuan yang telah dibagikan kepada penulis. 9. Para operator dan rekan-rekan di lini steril – semisolida atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 10. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga pelaksanaan PKPA dan laporan berjalan lancar. 11. Semua teman-teman Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 75 yang saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. 12. Serta pihak lain yang telah membantu sehingga Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2012
v
ABSTRAK
Nama
: Erli Susanti
Program Studi
: Profesi Apoteker
Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di PT. Ferron Par Pharmaceuticals Jalan Jababeka VI Blok J3 Cikarang Jawa Barat Periode 3 September – 31 Oktober 2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di PT. Ferron Par Pharmaceuticals bertujuan memahami peran dan tugas Apoteker di industri farmasi antara lain sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan dan pemastian mutu. Selain itu juga untuk memahami penerapan aspek-aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di industri farmasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Revisi Prosedur Tetap, Revisi Manufacturing Instructions Berdasarkan Kontrol Perubahan dan Follow Up Corrective Action Preventive Action (CAPA) di Lini Steril Semisolida. Tugas khusus ini bertujuan memahami fungsi dari prosedur tetap, manufacturing instructions dan sistem Corrective Action Preventive Action (CAPA) yang ada terdapat di industri farmasi.
Kata Kunci
: Ferron Par Pharmaceutical, FPP, Prosedur Tetap, Manufacturing Instructions, CAPA
vi
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Erli Susanti : Apothecary Profession : Apothecary Internhip Report in PT. Ferron Par Pharmaceuticals Jl. Jababeka VI Blok J3 Cikarang West Java Period September 3rd – October 31st.
Apothecary Internship at at PT. Ferron Par Pharmaceuticals aims to understand the role and duties of pharmacists in the pharmaceutical industry, among others in charge of production, quality control and quality assurance. In addition, to understand the application of aspects of Good Manufacturing Practice Medicine (GMP) in the pharmaceutical industry. Given a special assignment called Revisions Procedure, Revised Manufacturing Instructions Based on Change Control and Follow Up Corrective Action Preventive Action (CAPA) in Sterile – Semisolide Line. This special assigment aimed at understanding the function of standard operating procedures, manufacturing instructions and Corrective Action Preventive Action (CAPA) system, which is contained in the pharmaceutical industry. Keywords
: Ferron Par Pharmaceutical, FPP, Standard Operating Procedures, Manufacturing Instructions, CAPA
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ ABSTRAK ................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR TABEL......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................. BAB 2. TINJAUAN UMUM ..................................................................... 2.1 Industri Farmasi .................................................................... 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) .......................... BAB.3 TINJAUAN KHUSUS ..................................................................... 3.1 Sejarah PT. Ferron Par Pharmaceuticals................................... 3.2 Visi dan Misi ........................................................................... 3.3 Lokasi dan Tata Letak Bangunan .......................................... 3.4 Batas-Batas Ferron Cikarang Plant......................................... 3.5 Sistem Manajerial PT.. Ferron Par Pharmaceuticals.............. 3.6 Personalia ............................................................................... 3.7 Bangunan dan Fasilitas FPP..................................................... 3.8 Sanitasi dan Higiene ................................................................ 3.9 Factory PT. FPP .................................................................. BAB 4 PEMBAHASAN ........................................................................... 4.1 Manajemen Mutu.................................................................... 4.2 Personalia................................................................................ 4.3 Bangunan dan Fasilitas .......................................................... 4.4 Peralatan.................................................................................. 4.5 Sanitasi dan Higiene............................................................... 4.6 Produksi.................................................................................. 4.7 Pengawasan Mutu.................................................................... 4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu .................................................. 4.9 Penangan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Obat, dan Produk Kembalian............................................. 4.10 Dokumentasi ........................................................................... 4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ......................... 4.12 Kualifikasi dan Validasi........................................................... BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 5.2 Saran ...................................................................................... DAFTAR ACUAN ......................................................................................
viii
ii iii iv vi vii viii ix x xi 1 1 2 3 3 7 17 17 21 22 23 24 24 34 37 41 60 61 63 64 67 68 69 75 76 78 81 82 83 88 88 88 89
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5
Daftar sertifikat CPOB PT Ferron Par Pharmaceuticals .......... Daftar sertifikat MHRA, TGA dan ZAB PT Ferron Par Pharmaceuticals ....................................................................... Pembagian kelas ruangan berdasarkan jumlah partikel................ Pembagian kelas ruangan berdasarkan batas kontaminasi mikroba..................................................................................... Parameter spesifikasi air...........................................................
ix
20 21 37 37 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6
Logo PT. Ferron Par Pharmaceuticals ....................................... Hubungan PT. Dexa Medica dan PT. Ferron Par Pharmaceuticals ....................................................................... Denah lokasi Ferron Cikarang Plant....................................... Konsep deadlag dan zerodeadlag ........................................... Pengolahan air di PT. FPP........................................................ Gambaran sederhana sistem HVAC ........................................
x
18 19 23 54 56 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14.
Struktur organisasi umum PT. FPP ......................................... Struktur organisasi departemen Sistem dan Perencanaan ....... Struktur organisasi umum bagian Quality PT. FPP ................ Alur kegiatan lini timbang ....................................................... Alur proses produksi lini Solida 1 ........................................... Alur proses produksi lini Solida 2............................................ Alur proses produksi lini Likuida ............................................ Alur proses produksi lini Semisolida ....................................... Alur proses produksi lini Steril 1 ............................................ Alur proses produksi lini Steril 2 ............................................ Alur penerimaan barang eksternal untuk produksi................... Alur distribusi barang dari gudang (Internal) .......................... Alur distribusi barang dari gudang (Eksternal) ........................ Skema pengolahan limbah PT. FPP .........................................
xi
90 91 92 93 94 95 97 98 99 100 101 102 102 102
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia adalah salah satu
tujuan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Obat merupakan salah satu hal yang menunjang peningkatan kesehatan tersebut sehingga ketersediaan obat yang merata dan terjangkau oleh masyarakat dipasaran dapat mendorong terciptanya kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit. Oleh karena obat berhubungan langsung dengan fungsi fisiologis dan nyawa manusia, maka obat harus memiliki kualitas yang baik dan bermutu, bersifat aman dan mempunyai khasiat yang diinginkan. Produksi obat adalah salah satu kegiatan dari sebuah industri farmasi. Obat yang dihasilkan harus sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Industri farmasi harus memperhatikan setiap aspek yang berhubungan dengan mutu dan keamanan obat. Pembuatan obat terdiri dari beberapa tahap yang harus dilalui dan memungkinkan mempunyai pengaruh terhadap mutu obat, begitu juga dengan bahan-bahan dan peralatan yang berkontak langsung dengan bahan obat. Oleh karena terdapat banyak resiko yang dapat mempengaruhi mutu dan keamanan obat, maka dalam pembuatan obatobatan industri farmasi diatur dalam keputusan menteri yang dituang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/MENKES/SK/II/1988 pada tanggal 2 Februari 1988 untuk mewujudkan standar kualitas produk obat berupa kebijakan yang dinamakan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Penerapan CPOB harus diikuti dengan pengetahun kefarmasian yang luas agar CPOB dapat diterapkan dengan sempurna. Salah satu sumber daya yang diharapkan memiliki pengetahuan kefarmasian yang dibutuhkan adalah seorang apoteker. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang 1
Universitas Indonesia
2
Pekerjaan Kefarmasian, seorang apoteker memegang peranan penting dalam hal pengadaan, pengendalian dan distribusi obat-obatan yang dilakukan dalam industri farmasi. Oleh karena itu, keberadaan apoteker dalam industri farmasi minimal berjumlah 3 orang. Sebagai pemegang otoritas penuh tentang obat, seorang apoteker harus mempunyai standar kompetensi tertentu agar dapat menjamin konsistensi kualitas mutu industri farmasi dan produk farmasi di tengah-tengah persaingan industri yang ada. Untuk itu, diperlukan adanya pembekalan mengenai peran apoteker di dalam industri farmasi. Salah satu pembekalan yang dapat dilakukan adalah dilaksanakannya program PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) di industri farmasi. Diharapkan dari PKPA ini para calon apoteker dapat mengetahui seluk beluk industri farmasi dan segala hal yang menyangkut kelangsungan suatu industri farmasi. Pengetahuan seperti ini dapat dimanfaatkan untuk mempersiapkan diri sebaikbaiknya dalam memasuki dunia kerja kefarmasian, khususnya terkait dengan kebutuhan informasi perkembangan bisnis farmasi, baik dari sisi manajerial maupun pengetahuan tentang peran strategis apoteker secara profesional di industri farmasi. Melalui kegiatan ini pula, mahasiswa tingkat profesi diharapkan dapat mengamati secara langsung penerapan CPOB di industri farmasi.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Ferron Par Pharmaceuticals
bertujuan agar calon Apoteker dapat : 1.2.1 Melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi. 1.2.2 Memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas Apoteker di industri farmasi. 1.2.3 Memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di PT. Ferron Par Pharmaceuticals.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Industri Farmasi
2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, pengertian industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). 2.1.2 Persyaratan Usaha Industri Farmasi Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : a.
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
b.
Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas : a.
Berbadan usaha berupa perseroan terbatas,
b.
Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat,
c.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,
d.
Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. 3
Universitas Indonesia
4
Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh Industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan. Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Selain wajib memenuhi ketentuan yang telah disebutkan, Industri Farmasi juga wajib melakukan farmakovigilans yaitu meliputi seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri Farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk industri farmasi Penanaman Universitas Indonesia
5
Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri wajib : a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan
usahanya yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun. b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta
pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan Industri Farmasi yang dilakukannya. c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat,
bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja. d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi. 2.1.3 Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh Kepala BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat memasuki setiap tempat yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan obat, serta memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai
kegiatan
pembuatan,
penyimpanan,
pengangkutan
dan
perdagangan obat dan bahan obat. Tenaga pengawas juga dapat mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan/atau perdagangan obat dan bahan obat. Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa : a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM); Universitas Indonesia
6
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM); c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM); d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM); e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM); dan f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM).
Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal : a. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini; dan atau b. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau c. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri; dan atau d. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku Obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan atau e.
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan.
Universitas Indonesia
7
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yaitu suatu konsep
dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB merupakan suatu pedoman untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang digunakan, dan personel yang terlibat. Pada proses pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan yang tidak sesuai dengan prosedur tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Ruang lingkup CPOB edisi 2006, meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. 2.2.1 Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan bagi penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Universitas Indonesia
8
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didisain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah : a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya. b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk atau jasa pelayanan yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu merupakan totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pelaksanaan pengujian tertentu saja namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Oleh karena itu, pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain, seperti disain dan pengembangan produk. 2.2.2 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB, memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan serta memahami tanggung jawab masing-masing. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi dimana tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas tersebut boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk dan mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Dalam hal ini, aspek penerapan CPOB tidak ada yang Universitas Indonesia
9
terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Pemastian Mutu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Tanggung jawab masing-masing personil kunci adalah sebagai berikut: a. Kepala bagian Produksi 1) Memastikan obat dibuat dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi
syarat mutu yang ditetapkan. 2) Memberi persetujuan prosedur tetap (protap) yang berkaitan dengan
produksi serta implementasinya. 3) Memastikan catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani sebelum
diserahkan ke bagian pemastian mutu. 4) Memastikan pemeliharaan gedung dan peralatan produksi. 5) Memastikan validasi proses telah dilaksanakan. 6) Memastikan pelatihan dilaksanakan.
b.
Kepala bagian Pemastian Mutu 1) Memastikan penerapan sistem mutu. 2) Memprakarsai pembuatan Quality Manual. 3) Inspeksi diri dan eksternal audit. 4) Melakukan pengawasan bagian pengawasan mutu. 5) Mengkoordinasi program validasi, kualifikasi dan kalibrasi. 6) Memastikan pemenuhan persyaratan CPOB dan dari regulator. 7) Mengkaji Catatan Bets dan Product Quality Review. 8) Menangani keluhan (teknis dan medis). 9) Menangani obat kembalian dan penarikan obat.
c.
Kepala bagian Pengawasan Mutu 1) Meluluskan atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk
antara/ruahan dan obat jadi. 2) Memberi persetujuan spesifikasi, instruksi sampling, metode uji dan
protap pengawasan mutu. 3) Memberi persetujuan dan memantau kontrak analisa. Universitas Indonesia
10
4) Memastikan pemeliharaan gedung dan alat. 5) Memastikan validasi metoda telah dilakukan. 6) Melakukan stabilitas obat jadi. 7) Memastikan pelatihan dilaksanakan.
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah memiliki disain, konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasional yang benar. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis secara rinci. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Tindakan perbaikan dan perawatan terhadap bangunan dan fasilitas dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat pasokan. Tata letak dan disain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang, memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif, menghindari penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan diatur sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas
hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak
mempengaruhi mutu obat.
Universitas Indonesia
11
2.2.4 Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki disain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai disain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan hendaklah didisain dan dikonstruksi sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat. Peralatan hendaklah didisain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Pembersihan peralatan dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk. 2.2.5 Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan dan peralatan. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.
Universitas Indonesia
12
2.2.6 Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin bahwa produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisis terhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi (built in quality) sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higiene sampai dengan pengemasan. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas. 2.2.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai bagian pengawasan mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan berada di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus Universitas Indonesia
13
tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personel pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan. Personel, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai untuk segala jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat. 2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek poduksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya juga bila menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan.
Prosedur
dan
catatan
inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Pada aspek–aspek inspeksi diri hendaklah dibuat daftar periksa inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar periksa inspeksi diri ini hendaklah mengandung pertanyaan mengenai Universitas Indonesia
14
ketentuan CPOB yang meliputi personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai kebutuhan pabrik, namun inspeksi diri yang dilaksanakan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. 2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping yang merugikan atau masalah efek terapeutik. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang
merugikan
kesehatan.
Penarikan
produk
dari
peredaran
dapat
mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga Universitas Indonesia
15
menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan. Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk harus disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang. 2.2.10 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, pro sedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. 2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Kontrak tertulis harus dibuat meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain Universitas Indonesia
16
hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan. Kontrak hendaklah mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Pelulusan akhir dalam analisis berdasarkan kontrak harus diberikan oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) pemberi kontrak. 2.2.12 Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurangkurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.
Universitas Indonesia
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS
3.1
Sejarah PT. Ferron Par Pharmaceuticals PT. Ferron Par Pharmaceuticals (FPP) merupakan perusahaan farmasi yang
tergabung dalam Grup Dexa Medica. Sejak didirikan pada tanggal 27 September 1970 oleh Rudy Soetikno, Hetty Soetikno, dan Lydia Siptiani, Dexa Medica telah tumbuh menjadi salah satu industri besar farmasi di Indonesia. Salah satu visi dan misi Dexa Medica adalah menambah jumlah produksi sediaan farmasi dalam jumlah besar dan meningkatkan pangsa pasarnya. Oleh karena itu, dibutuhkan tambahan fasilitas produksi untuk dapat mendukung terwujudnya visi dan misi tesebut sehingga membuat PT. Dexa Medica membutuhkan pendukung produksi obat khususnya obat etikal. Oleh karena itu, PT. Dexa Medika mendirikan PT. Ferron Par Pharmaceuticals yang diharapkan menjadi sebuah perusahaan utuh yang memiliki kemampuan produksi dan pemasaran dengan pasar sasaran terfokus. FPP berdiri secara inkorporasi di bawah hukum pada 5 Desember 1994 dan proses operasionalnya dimulai sebagai perusahaan pemasaran pada 24 Januari 2001. Pembangunan FPP direncanakan pada bulan Juli 2000, mulai dibangun pada Oktober 2000 dan selesai dibangun pada bulan Juli 2002 dan mulai menjalankan proses produksi. Pada awal operasionalnya PT. Ferron Par Pharmaceuticals bergerak sebagai perusahaan pemasaran. Pada tahun 2002 kegiatan PT. Ferron Par Pharmaceuticals bartambah, yang meliputi pemasaran dan proses produksi. Produk yang diproduksi FPP adalah produk-produk yang dihasilkan oleh PT Dexa Medica dan perusahaan yang melakukan toll-in, serta produk FPP itu sendiri. Distribusi dilakukan oleh PT. Anugrah Argon Medica (PT. AAM), sebuah perusahaan distribusi yang juga tergabung dalam Dexa Medica Group. Perusahaan lain yang juga tergabung dalam Dexa Medica Group yaitu Equilab
yang
merupakan
laboratorium
BABE
(Bioavaibility
and
Bioequivalent), Inmark yang bergerak dalam penyediaan jasa Medical 17
Universitas Indonesia
18
Representative dan DLBS (Dexa Labolatory and Biomolecule Science) yang berperan dalam riset produk biomolekul dan vaksin. FPP mempunyai motto yaitu Inovasi (Innovation), Kualitas (Quality), dan Pelayanan (Care), dan dengan moto ini FPP telah mampu memproduksi berbagai sediaan farmasi dan menerapkan strategi diferensiasi segmen terapeutik dengan pengelompokan produknya menjadi 5 kategori yaitu Opta (sediaan farmasi untuk mata), Derma (sediaan farmasi untuk kulit), Oncology (sediaan farmasi untuk penyakit kanker), serta Kualita dan Inova yang merupakan produkproduk campuran obat lainnya selain 3 kategori tersebut yaitu kardiovaskular, antineoplastik, antidiabetes, analgesik dan vitamin. FPP mempunyai logo berwarna merah berbentuk segitiga seperti gambar di bawah ini.
Gambar 3.1. Logo PT. Ferron Par Pharmaceuticals Pada logo tersebut terdapat tulisan "fe" dalam segitiga merah yang merupakan simbolisasi dari unsur ferrum (besi), asal nama "Ferron". Besi merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan, karenanya diharapkan FPP memiliki sifat yang sama dengan besi dalam hal kekuatan, kegunaan dan keberadaannya. Kata "Par" berasal dari istilah dalam olah raga golf yang berarti target yang harus dicapai. Oleh karena itu kata "Par" menunjukkan bahwa perusahaan selalu berusaha untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan baik dalam hal kualitas produk maupun dalam hal praktek bisnisnya sedangkan "Pharmaceuticals" menunjukkan bahwa perusahaan ini bergerak di bidang industri farmasi.
Universitas Indonesia
19
PT.
Ferron
Par
Pharmaceuticals
mempunyai
beberapa
fungsi
pendukung sendiri untuk mengembangkan bisnis Dexa Medica, yaitu Business development, Purchasing, Quality, dan sebagainya tetapi untuk R&D department masih mengikuti R&D department PT. Dexa Medica. Bagan hubungan FPP dan Dexa Medica secara lebih jelas digambarkan pada Gambar 3.2.
DEXA Desentralized Support Function
Factory Palembang
Marketing Team
Centralized Overseas Busines Development
Centralized RnD
Factory Cikarang
Centralized -Bus Development
Centralized - Purcasing - S.I.G
Ferron Marketing Team
Desentralized Support Function FERRON
Gambar 3.2. Hubungan PT. Dexa Medica dan PT. Ferron Par Pharmaceuticals Pada 7 November 2002, FPP berhasil memperoleh sertifikasi CPOB dan pada 14 Mei 2003 mendapatkan sertifikat ISO 9001 edisi tahun 2000. ISO 9001 bukan merupakan suatu standar produk, tetapi merupakan sistem standar manajemen dalam menghasilkan suatu produk. Daftar sertifikat CPOB FPP dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Universitas Indonesia
20
Tabel 3.1. Daftar sertifikat CPOB PT Ferron Par Pharmaceuticals
No
Nama Sertifikat
Nomor Dokumen
1
Sertifikat CPOB untuk injeksi, sterilantibiotik Sertifikat CPOB untuk injeksi, sterilnon antibiotik Sertifikat CPOB untuk suppositoria, non antibiotik Sertifikat CPOB untuk kapsul, antibiotik Sertifikat CPOB untuk kapsul, non antibiotik Sertifikat CPOB untuk tetes mata, steril-antibiotik Sertifikat CPOB untuk tetes mata, steril-non antibiotik Sertifikat CPOB untuk salep/krim/gel, non antibiotik Sertifikat CPOB untuk salep/krim/gel, antibiotik Sertifikat CPOB untuk sediaan cair oral, non antibiotik Sertifikat CPOB untuk sediaan cair oral, antibiotik Sertifikat CPOB untuk tablet salut, non antibiotik Sertifikat CPOB untuk tablet salut, antibiotik Sertifikat CPOB untuk Freeze Dry Injection Antibiotic Sertifikat CPOB untuk Freeze Dry Injection Non-Antibiotic Sertifikat CPOB untuk Injeksi, non antibiotik Sertifikat CPOB untuk Injeksi, antibiotik Sertifikat CPOB untuk tablet dan tablet salut, non antibiotik Sertifikat CPOB untuk tablet dan tablet salut, antibiotik
2363/CPOB/A/XI/02
Tanggal pengesahan 07.11.2002
2364/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2365/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2366/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2367/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2368/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2369/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2370/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2371/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2373/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2374/CPOB/A/XI/02
07.11.2002
2695/CPOB/A/IX/06
22.09.2006
2696/CPOB/A/IX/06
22.09.2006
2896/CPOB/A/IV/09
30.04.2009
2897/CPOB/A/IV/09
30.04.2009
3301/CPOB/A/XII/10
31.12.2010
3301/CPOB/A/XII/10
31.12.2010
3559/CPOB/A/IX/11
22.09.2011
3560/CPOB/A/IX/11
22.09.2011
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Universitas Indonesia
21
Selain itu, FPP berhasil memperoleh sertifikat GMP dari UK-MHRA (United Kingdom Medicine and Healthcare Product Regulatory ) pada tahun 2008. UK-MHRA merupakan lembaga yang bertanggung jawab memantau keamanan, kualitas dan efektivitas obat-obatan yang dipasarkan di Inggris. Sertifikasi oleh Australia diberikan kepada FPP oleh TGA dari Department of Health and Ageing, Therapeutic Goods Administration, khususnya untuk lini solida di FPP pada tanggal 15 Agustus 2009. Pada tanggal 15 Juni 2010 diperoleh serifikat Zentrale Arzneimitteluberwachung Bayern (ZAB) dari Bavarian, Bayern suatu badan yang berwenang dalam peredaran obat di Jerman untuk produk freeze dry Vancomycin lyomark yang diproduksi di lini steril FPP. Oleh karena berbagai sertifikat yang dimiliknya, FPP telah berhasil menembus pasar Inggris, Jerman, Afrika (Nigeria), dan Asia (Kamboja, Filipina, Vietnam, Srilanka, Hongkong). Daftar sertifikat MHRA FPP dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Daftar sertifikat MHRA, TGA dan ZAB PT Ferron Par Pharmaceuticals Bentuk sediaan dan jenis bahan aktif
No dokumen
Tanggal
UK GMP 32874 Sertifikat MHRA untuk sediaan non Insp GMP steril : kapsul cangkang keras & tablet 32874/44464-0003
25.05.2011
Sertifikat TGA untuk sediaan salut MI-13082007-CEtablet, tablet salut, kapsul cangkang 001136 keras
14.08.2009
Sertifikat ZAB untuk sediaan freeze dry A2 : S3.2-ZABinjection 2671.1L8
15.06.2010
3.2
Visi dan Misi
3.2.1 Visi Perusahaan ini mempunyai visi untuk menjadi perusahaan terkemuka dengan tekad memberikan nilai tambah yang tinggi bagi setiap pelanggan dan para stakeholder dengan : a.
Produk inovatif dan berkualitas tinggi
b. Pelayanan yang unggul melalui proses yang efektif dan efisien Universitas Indonesia
22
c.
Penyempurnaan yang berkesinambungan
Demi menciptakan kesehatan bagi semua di tingkat nasional, regional maupun global. 3.2.2 Misi Untuk mewujudkan visi tersebut, FPP mempunyai misi untuk memantapkan kapasitas dan kompetensi untuk berperan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, melalui : a.
Inovasi dalam produk dan proses
b.
Perbaikan berkesinambungan untuk kepentingan stakeholder
c.
Produk dan layanan bernilai tambah bagi pelanggan
d.
Kemitraan regional dan global demi pertumbuhan dan eksistensi. Dalam menerapkan visi dan misi perusahaan, FPP menerapkan 5R yaitu
Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kerja, produktivitas, kualitas kerja, peningkatan moral, disiplin kerja, dan kenyamanan kerja. Selain itu juga terdapat program Ferron Suggestion System (FeSS) yang merupakan sarana bagi para karyawan Ferron dalam menyampaikan ide-ide kreatif dan saran untuk kemajuan Ferron. Ide dan saran dari para karyawan disampaikan ke komite saran dan kemudian dilombakan tiap 3 bulanan / tahunan. Dengan adanya program ini, diharapkan karyawan dapat ikut berpartisipasi secara aktif dalam perkembangan Ferron.
3.3
Lokasi dan Tata Letak Bangunan FPP terletak di Jababeka Industrial Estate I, kawasan industri 40 km
sebelah Timur Jakarta. Alamat FPP yaitu di Jalan Jababeka VI, Blok J3, Cikarang, Jawa Barat. Bagian pemasaran FPP dan kantor pusat FPP berada di Titan Center, lantai 7, Jalan Boulevard Bintaro Blok B7/B1 No. 05, Bintaro Jaya Sektor 7, Tangerang. FPP dibangun di atas tanah seluas 1,05 hektar, dengan lantai ruangan seluas 13.150 m2 dan 20 % dari lahan tersebut dialokasikan untuk future extension yang terletak di sebelah selatan pabrik. Denah lokasi Ferron Cikarang Plant dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Universitas Indonesia
23
Gambar 3.3. Denah Lokasi Ferron Cikarang Plant
3.4
Batas-Batas Ferron Cikarang Plant Batas-batas Ferron Cikarang Plant (FCP) adalah :
a.
Sebelah kiri (Utara) : berbatasan dengan Pabrik PT. Byung Hwa (komponen elektrik)
b.
Sebelah depan (Timur) : berbatasan dengan jalan utama kawasan industri (Jababeka VI)
c.
Sebelah kanan (Selatan) : berbatasan dengan tanah kosong dan sebagian gudang CV Echo (Technical spare part)
d.
Sebelah belakang (Barat) : berbatasan dengan daerah pemukiman umum yang berjarak 3 m dari pagar yang ada di sekeliling pabrik.
Universitas Indonesia
24
3.5
Sistem Manajerial PT.. Ferron Par Pharmaceuticals Ferron Integrated System (FIS) merupakan sistem yang meregulasi semua
aspek bisnis dan operasional kegiatan pengembangan, produksi dan pemasaran produk-produk farmasi PT. Ferron Par Pharmaceuticals. Sebagai sistem integrasi utama, FIS mengakomodasikan kebutuhan dan standar yang diadopsi oleh perusahaan. Standar utama yang saat ini diadopsi oleh perusahaan adalah CPOB dan ISO 9001:2008 (Quality Management Sistem). Struktur dokumentasi dalam FIS adalah sebagai berikut: a. Ferron Integrated System Manual (FIS Manual) FIS manual berisi kebijakan perusahaan, keseluruhan sistem bisnis, ruang lingkup dan juga ringkasan dari prosedur. b. Prosedur Dalam prosedur dijelaskan mengenai deskripsi detail mengenai langkah yang harus diambil dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan. Pihak terkait, hubungan antar prosedur dan departemen lain dalam perusahaan dan juga laporan yang relevan dibuat dalam bentuk grafik alur proses. Dalam prosedur dicantumkan pula referensi standar yang diacu oleh FPP, yaitu Asean GMP 1996 dan ISO 9001:2008. Meskipun demikian dapat digunakan standar lain dalam kondisi tertentu bila dibutuhkan. c. Dokumen pendukung Dokumen pendukung terdiri dari instruksi kerja, standar operasional, policy, tabel dan form yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tertentu. d. Record Record terdiri dari form yang telah diisi, label dan sampel pertinggal, grafik, dan catatan lain yang menyediakan bukti bahwa sistem telah dilaksanakan secara benar dan efektif.
3.6
Personalia FPP dipimpin oleh seorang Board of Director yang bertanggung jawab
secara langsung kepada Board of Commissioner. Gambar struktur organisasi umum FPP dapat dilihat di Lampiran 1.
Universitas Indonesia
25
3.6.1 Departemen Pemasaran dan Penjualan (Marketin &Sales Departement) Departemen ini dipimpin oleh seorang kepala pemasaran dan penjualan (Head of Marketing and Sales). Departemen ini menangani pemasaran produk yang telah diproduksi. Kepala pemasaran dan penjualan membawahi marketing support manager, bussiness unit manager Opta, bussines unit manager Derma, marketing manager Kualita, marketing manager Inova dan bussiness unit manager Onco. Dasar dari proses pemasaran melibatkan tiga hal, yaitu rencana pemasaran dan manajemen strategi, perencanaan dan kontrol penjualan, dan aktivitas pendukung pemasaran. 3.6.2 Departemen Keuangan dan Akunting (Finance and Accounting Departement) Departemen Keuangan dan Akunting melingkupi semua proses pengaturan sumber daya keuangan perusahaan untuk menghasilkan laporan keuangan. Tujuan proses tersebut adalah untuk menjamin bahwa sumber daya keuangan diatur secara efisien dan tersedia untuk mendukung proses operasional. 3.6.3 Departemen Sourcing (Sourcing Departement) Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer (Sourcing Manager). Departemen pembelian dibagi menjadi dua, yakni Purchasing Project Executive dan Purchasing Executive. Purchasing Project Executive mencakup pembelian material produksi (bahan baku dan bahan kemas) serta barang jadi. Pembelian barang-barang yang tidak terkait atau tidak terkait secara langsung dengan produk dilakukan oleh bagian Purchasing Executive. Bagian Purchasing Project Executive bertujuan untuk memastikan bahwa material yang dibeli berkualitas dan memiliki harga yang kompetitif. Kegiatan di bagian ini antara lain kualifikasi supplier untuk mengidentifikasi, memilih dan mengevaluasi supplier. Secara periodik dilakukan evaluasi performa supplier yang dinilai berdasarkan reliabilitas (harga, ketepatan waktu dalam pengiriman, ketersediaan barang) dan perjanjian kerjasama. Pembelian dilakukan menggunakan Purchase Order yang dibuat berdasarkan daftar Permintaan (Purchase Requisition / PR). Daftar permintaan ini disusun berdasarkan Material Requirement Planning. Universitas Indonesia
26
3.6.4 Departemen Sumber Daya Manusia (Human and Resources Department / HRD) Departemen SDM dipimpin oleh seorang HR manager, yang membawahi HR Marketing Manager (Marketing dan HO Elnusa) dan HR Site Manager (Factory dan HO Cikarang). Departemen SDM bertanggung jawab menyeleksi, mengembangkan, dan mempertahankan orang-orang dengan kualifikasi dan karakter yang tepat, sesuai dengan pekerjaan yang ada dan dengan demikian menciptakan budaya "Manusia Ferron" yang sejalan dengan visi dan misi perusahaan. HRD juga bertanggung jawab dalam mengatur pelaksanaan medical check up bagi para pekerja. HRD membawahi tiga bagian, yaitu bagian personalia (Personel Administration), bagian pelatihan, dan bagian rekrutmen dan seleksi. Bagian Personel Administration bertanggung jawab terhadap kegiatan administrasi yang berhubungan dengan perubahan status karyawan, absensi, perjalanan dinas dan dinas keluar, lembur, masuk kerja di luar jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil dan melahirkan, pengajuan pinjaman uang, pendaftaran ASKES bagi karyawan, klaim kesehatan, penggajian karyawan, jamsostek, dan pembuatan laporan bulanan. Bagian pelatihan (training), bekerja sama dengan bagian Quality bertanggung jawab untuk melaksanakan program pelatihan bagi para staf dan karyawan. Bagian rekrutmen dan seleksi (Recruitment and Selection) bertanggung jawab terhadap proses perekrutan dan seleksi karyawan baru. 3.6.5
Departemen Sistem Departement)
dan
Perencanaan
(System
and
Planning
Departemen ini dipimpin oleh System and Planning Manager, yang membawahi PPIC Officer, Regulated Market Project Manager, System Development Manager. Struktur organisasi departemen sistem dan perencenaan dapat dilihat pada Lampiran 2. Departemen sistem dan perencanaan memberikan laporan secara langsung kepada manajemen puncak untuk memastikan bahwa Ferron Integrated System telah dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian Manajer Sistem dan Perencanaan berperan sebagai System Management Representative. Universitas Indonesia
27
System
Development
Manager
bertanggung
jawab
terhadap
pengendalian dokumen, pengendalian proses, improvement dan memastikan agar semua dokumen standar FPP terkendali. Bagian System Development Manager juga melakukan pengendalian proses dengan melakukan internal audit dan monitoring Balanced Score Card (BSC) atau target kerja. Bagian System Development Manager juga mendapat tugas untuk mengolah kuisioner dari customer supaya tidak terjadi konflik kepentingan pada bagian pemasaran. PPIC memiliki 3 tugas utama yang dapat disingkat IPC, yaitu I (inventory), P (Production Planning) dan C (Capacity Planning). Peran PPIC dalam Inventory yaitu menjaga agar level persediaan tidak terlalu berlebihan maupun kekurangan, sebab kelebihan stock dapat menjadi beban. Perencanaan produksi oleh PPIC dibuat melalui penyusunan MPS (Master Production Schedule). Pembuatan MPS berdasarkan atas ROFO (Rolling Forecast) yang dibuat tiap 6 bulan sekali. PPIC bekerja sama dengan produksi untuk memperkirakan kapasitas produksi yang mampu dilaksanakan oleh perusahaan. Bila ternyata kapasitas perusahaan tidak mampu menutup kebutuhan produksi, dapat dilakukan toll out. 3.6.6 Departemen Pabrik (Factory Departement) Departemen Pabrik dipimpin oleh seorang Manajer Pabrik yang membawahi tiga bagian, yaitu Produksi, Teknik, dan Gudang. Bagian Produksi dipimpin oleh manajer produksi yang membawahi supervisor di setiap lini produksi. Terdapat 2 orang manajer produksi yaitu manajer produksi lantai 1 yang membawahi supervisor lini Solida 1, Solida 2, Likuida dan Timbang. Manajer produksi lantai 2 yang membawahi lini Steril - Semisolida, Steril 2 dan Steril 3. Proses manufaktur dan pengemasan adalah aktivitas harian utama yang dilakukan pada departemen produksi, sementara kajian mengenai kinerja produksi dilakukan setiap tiga bulan sekali. Pengemasan merupakan proses dimana produk ruahan atau produk dikemas dalam kemasan primer dan sekunder sehingga menjadi produk akhir yang akan dipasarkan. Dalam proses ini perlu dipastikan bahwa semua label, nomor batch dan semua penandaan lain yang diperlukan telah disertakan dengan baik. Perlu dihindari juga kejadian seperti salah label atau tidak terpasangnya label. Universitas Indonesia
28
3.6.7 Departemen Quality (Quality Departement) Bagian Quality berperan dalam pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan proses produksi, pemeriksaan produk ruahan, dan pemeriksaan produk jadi. Departemen Quality bertanggung jawab untuk memastikan bahwa bahan, produk, dan metode dalam proses produksinya telah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga hasilnya dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan secara konsisten. Kualitas suatu produk dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kualitas bahan baku, personel, bangunan, peralatan, metode dan keseluruhan proses produksi. Departemen Quality memastikan bahwa semua hal yang dapat mempengaruhi kualitas produk bahan, telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan sehingga hasilnya dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan secara konsisten. Departemen Quality dipimpin oleh Quality Manager yang membawahi 6 bagian yakni Validation Manager, Compliance Manager, Quality Audit Manager, Laboratory Manager, Quality Microbiology Laboratory Supervisor dan Shift Supervisor. Gambar struktur organisasi FPP departemen quality dapat dilihat pada Lampiran 3. 3.6.7.1 Bagian Validasi Bagian validasi dikoordinasi oleh manajer validasi dalam rangka memastikan terlaksananya prinsip-prinsip CPOB yang ditetapkan dalam proses produksi di industri farmasi. Tanggung jawab bagian validasi terangkum dalam Validation Master Plan (VMP). Ruang lingkup dari VMP ini antara lain : a. Kualifikasi Kualifikasi adalah bagian dari verifikasi yang dilakukan untuk memastikan bahwa fasilitas /mesin/ peralatan/ ruangan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan memiliki kinerja operasional yang diinginkan. Kualifikasi terdiri dari Installation Qualification (IQ), Operational Qualification (OQ) dan Performance Qualification (PQ). b. Kalibrasi Kalibrasi adalah kegiatan untuk memastikan bahwa pembacaan alat ukur yang terdapat pada mesin, instrumen, dan fasilitas lainnya, dibandingkan dengan alat ukur standar, masih dalam rentang kriteria penerimaan. Pelaksanaan kalibrasi di FPP ada yang kalibrasi secara internal dan eksternal. Jadwal Universitas Indonesia
29
kalibrasi tahunan dikeluarkan setiap awal tahun yang memuat daftar alat ukur dan frekuensi pengujian. Jadwal dibuat oleh Validation Manager dan disetujui oleh Quality Manager. c. Validasi pembersihan Validasi pembersihan adalah kegiatan untuk memastikan proses pembersihan perlatan yang kontak langsung dengan produk berlangsung secara efektif sehingga tidak mendatangkan kontaminasi kimia maupun mikroba untuk produksi berikutnya. Validasi pembersihan dilakukan pada kondisi “worst case” untuk mengurangi jumlah validasi yang dibutuhkan. d. Validasi proses Validasi proses adalah kegiatan untuk memastikan bahwa proses optimasi dan validasi proses produksi suatu produk dapat menghasilkan parameterparameter proses produksi yang sesuai sehingga diperoleh suatu proses produksi yang efisien, efektif dan memenuhi aspek kesesuain mesin serta secara konsisten menghasilkan produk yang memenuhi standar yang ditetapkan. Ruang lingkup validasi proses mulai dari review protocol sampai dengan tersedianya draft MI final. Validasi ini diterapkan untuk proses optimasi dan validasi produk yang pertama kali diproduksi dalam skala produksi maupun produk existing yang mengalami perubahan proses dan atau perubahan formula termasuk yang disebabkan karena toll manufacturing. e. Media Fill Media fill adalah kegiatan untuk konfirmasi apakah proses filling dan lingkungan dimana proses terjadi memenuhi persyaratan steril dan aseptis. Proses media fill harus benar-benar menstimulasikan proses produksi aseptis rutin yang dilaksanakan di produksi. Media fill harus mewakili situasi worst case dengan mempertimbangkan volume ampul/vial, kecepatan filling, dan semua intervensi yang mungkin terjadi pada saat proses produksi rutin. Media fill mewakili proses dari masing-masing shift, hal ini dapat dilaksanakan bergantian pada saat media fill periodik. e. Validasi Sistem Komputer Validasi software dan sistem komputerisasi untuk melengkapi life cycle produk. Fungsi dan kinerja dari software dan sistem komputer Universitas Indonesia
30
memegang peranan penting dalam konsistensi, kepercayaan, akurasi data sebagai Management Information System (MIS). Validasi sistem komputer adalah bagian dari kualifikasi. Validasi sistem komputer ditujukan untuk memastikan fungsi kritis dari komputer dan peralatan otomatis yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Ruang lingkupnya yaitu : a. Sistem ERP ORACLE-OPM adalah sistem komputer operasional utama. Sistem ini digunakan sebagai ERP (Enterprise Resource Planning) b. Sistem Produksi dan Laboratorium Mesin atau instrumen dengan peralatan terkonfigurasi, PLC (Programmable Logic Controller), SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) termasuk BMS (Building Management System)
dan sistem
HVAC (Heating, Ventilating, and Air
Conditioning). 3.6.7.2 Bagian Quality Audit Bagian Quality Audit bertanggung jawab terhadap pelaksanaan quality audit internal dan inspeksi diri bagi semua departemen yang bertujuan untuk menjamin keefektivan sistem mutu dan perbaikan yang kontinu, sehingga dipastikan bahwa GMP telah diaplikasikan secara menyeluruh di FPP. Selain itu, Quality Audit juga bertanggung jawab terhadap quality audit pada vendor eksternal (supplier). Ada dua tingkat audit internal dalam FPP yaitu: a. Audit internal periodik: dilakukan 2 kali setahun, meliputi audit terhadap sistem quality, dokumentasi secara umum, dan kebersihan (5R), dilakukan oleh tim auditor yang telah terlatih. b. Inspeksi acak (On the spot random inspection) atau inspeksi diri. Inspeksi ini meliputi pemeriksaan mutu pada tempat-tempat tertentu yang berhubungan dengan kerja bagian Quality. Hasil audit internal dirangkum dalam sebuah laporan dan disimpan dalam CAPA (Corrective Action Preventive Action) untuk menjamin bahwa tindakan pencegahan dan perbaikan dilakukan secara efektif sehingga dapat Universitas Indonesia
31
meminimalisir potensi timbulnya permasalahan. Bagian Quality Audit bertanggung jawab terhadap koordinasi tindak lanjut CAPA. 3.6.7.3 Bagian Quality Compliance Bagian ini dipimpin oleh Compliance Manager yang memiliki peran utama untuk memastikan bahwa produk yang diproduksi oleh perusahaan telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan mulai dari saat produksi sampai produk kadaluarsa. Compliance Manager bertanggung jawab atas hal sebagai berikut: a. Pemeriksaan dan penyimpanan batch record dan released produk selama proses produksi sampai siap didistribusikan. Compliance juga bertanggung jawab pada released produk antara apakah dapat diproses lanjut dan merekomendasikan released produk jadi apakah dapat didistribusikan. Dasar released produk adalah hasil pemeriksaan laboratorium yang menjelaskan apakah produk ini memenuhi pesyaratan atau tidak. Jika produk memenuhi persyaratan maka akan ditempel label released dan dapat diproses lebih lanjut. Untuk produk jadi dasar pelulusannya adalah kelengkapan dokumen batch record. b. Penanganan penyimpangan yang terdapat dalam dokumen deviasi /action request yaitu dokumen untuk produk-produk jadi yang dalam proses produksinya terdapat penyimpangan-penyimpangan. c. Penanganan kontrol perubahan. d. Penanganan complain, recall dan return. e. Pembuatan Product Quality Review (PQR). f.
Penyimpanan retain sample yang disimpan dalam ruangan khusus dengan lama penyimpanan sampai waktu ED + 1 tahun. Retained sample diambil dari produksi dan berguna untuk mengontrol produk yang telah didistribusikan, sehingga bila ada masalah bisa ditelusuri dari retained sample ini.
g. Pemantauan stabilitas obat dilakukan dengan cara pemeriksaan rutin menggunakan program Quality Surveilance.
Universitas Indonesia
32
3.6.7.4 Bagian Laboratorium Bagian laboratorium bertanggung jawab dalam release atau reject material awal, barang setengah jadi, produk jadi dan sampel lain yang berasal dari validasi, quality compliance, retained sample material, monitoring lingkungan dan air melalui pengujian secara fisik, kimia maupun mikrobiologi. Secara lebih rinci, tugas bagian laboratorium, yaitu : a.
Release atau reject material awal untuk produksi.
b.
Melakukan uji fisik, kimia dan mikrobiologi untuk bahan baku, produk antara, produk ruahan, produk jadi dan sampel.
c.
Menangani sampel pertinggal (retained sample) bahan baku.
d.
Monitoring lingkungan dan air.
e.
Menangani seluruh in Process Control (IPC) selama produksi. Bagian laboratorium terdiri dari dua bagian, yaitu laboratorium kimia dan
mikrobiologi. a. Laboratorium kimia Aktivitas bagian ini adalah memastikan dan memeriksa kondisi produkproduk perusahaan dimulai dari bahan baku, bahan kemas, produk setengah jadi maupun produk jadi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Bagian laboratorium kimia bertangggung jawab atas: 1) Tersedianya hasil analisa laboratorium yang akurat untuk produk-produk perusahaan 2) Terlaksananya penerapan CPOB dan tertib administrasi di bagian laboratorium 3) Tersedianya laporan evaluasi dan hasil kegiatan tepat waktu, akurasi laporan dan format yang ditetapkan. Cara pengujian yang dilakukan oleh laboratorium kimia berdasar pada dokumen testing method yang dikeluarkan R&D. Dokumen testing method tersebut dibuat berdasarkan standar Farmakope Indonesia atau standar lain yang dijadikan rujukan seperti British Pharmacopoeia, USP, Japan Pharmacopoeia, dan lain-lain. Laboratorium kimia juga membawahi petugas sampling. Petugas sampling bertugas mengambil sampel bahan baku dan bahan kemas di gudang untuk dianalisa oleh analis, yang hasil analisisnya Universitas Indonesia
33
berupa Quality Order Result Report. Jika bahan memenuhi persyaratan yang ditetapkan maka bahan tersebut diluluskan dan ditempeli label release, sedangkan jika tidak memenuhi persyaratan maka bahan tersebut ditolak/ reject. Bahan yang telah disampling diberi label telah disampling dan sisanya dikembalikan di gudang. b. Laboratorium mikrobiologi Bagian mikrobiologi bertanggung jawab terhadap analisis mikrobiologi terutama untuk produk-produk steril dan produk lain yang memerlukan analisis mikrobiologi. Laboratorium mikrobiologi di FPP terdiri dari ruang gowning, ruang preparasi, ruang cuci, ruang uji potensi, ruang uji sterilitas, ruang uji mikroba, dan ruang inkubasi. Ruang uji potensi digunakan untuk menguji potensi potensi produk-produk yang mengandung antibiotik dan juga untuk melakukan pengujian bioburden sebelum filtrasi. Pada ruang ini terdapat biosafety cabinet yang aliran udaranya dijaga agar tidak ada udara yang keluar maupun masuk. Ruang uji sterilitas digunakan untuk menguji sterilitas dari sediaan-sediaan steril seperti larutan infus, sediaan injeksi maupun tetes mata. Sedangkan ruang uji mikroba digunakan untuk pengujian jumlah mikroba pada produk dan pengujian bioburden setelah filtrasi. 3.6.8 Departemen Urusan Umum (General Affair) Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer (General Affairs Manager) yang membawahi EHS Officer, General Service Supervisor, Housekeeping Supervisor dan Security Supervisor. Departemen ini bertugas melakukan aktivitas-aktivitas umum yang dibutuhkan untuk mendukung operasional perusahaan. Bagian ini bertanggung jawab untuk memulai dan mengontrol kelompok aktivitas manajemen aset yang mencakup kegiatan yang menjamin aset perusahaan dipelihara dan dijaga dari kerusakan dan aktivitas pendukung operasional yaitu aktivitas yang dilakukan untuk mendukung aktivitas operasional adalah aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan peralatan kantor, bagian resepsionis, laundry, gardening dan janitory (bagian kebersihan), kantin dan fasilitas pekerja.
Universitas Indonesia
34
3.7
Bangunan dan Fasilitas FPP
3.7.1 Pembagian Ferron Cikarang Plant Ferron Cikarang Plant merupakan bangunan monoblok yang terdiri dari 4 bagian, yaitu: a. Kantor adminisitrasi perusahaan dan resepsionis gudang (office and warehouse reception area). Kantor terletak di bagian depan bangunan dengan luas sekitar 1.210 m2 yang dilengkapi dengan kantin, ruang rapat dan fasilitas pendukung lain. Gedung lantai 1 bagian selatan adalah tempat bongkar muat yang berasal dari gudang maupun yang akan masuk ke gudang. Bagian utara merupakan tempat penerimaan tamu dan kantor. Gedung lantai atas digunakan sepenuhnya untuk kantor administrasi perusahaan. b. Gudang. Dengan luas area 2.748 m2, tinggi 12 m, dan dilengkapi dengan sistem rak yang terdiri 7-8 tingkat, gudang mampu menampung hingga 4042 pallet. Gudang terdiri dari 4 bagian, yaitu gudang sentral dengan suhu penyimpanan ≤ 30o C pada rak 1 - 5, gudang sentral dengan suhu tak terkontrol pada rak 6 – 8, suhu kamar terkontrol atau cool room (≤ 25 oC) dan cold storage (2-8o C). c. Fasilitas produksi (area produksi/pabrik). Bagian ini terletak di belakang gudang dan terdiri dari 3 lantai dengan setiap lantainya dilengkapi dengan mezzanine, lantai tersendiri untuk mengakomodasi panel-panel elektrik, Air Handling Unit (AHU), pompa, pipa-pipa air dan saluran-saluran. Mezzanine dibuat untuk meminimalkan kontaminasi eksternal ke dalam area produksi, selain itu dengan adanya mezzanine kegiatan perbaikan kerusakan sistem pendukung produksi misalnya lampu, AC, dan peralatan lain tidak mengganggu jalannya proses produksi. Lantai 1 dan 2 digunakan sebagai area produksi, sementara laboratorium kontrol kualitas terletak di lantai 3. Area produksi ini juga dilengkapi dengan ruang ganti dan kantin. 1) Lantai 1 Di lantai ini terdapat beberapa bagian, yaitu lini Timbang, lini Solida 1, lini Solida 2, dan lini Likuida. Lini timbang terdiri dari ruang timbang dan ruang antara. Lini Solida 1 dan 2 terdiri dari ruang granulasi, coating, Universitas Indonesia
35
cetak, kemas, In Process Control (IPC), ruang WIP (Work In Process), dan ruang cuci alat. Lini likuida terdiri dari ruang mixing, filling, kemas, IPC, ruang WIP (Work In Process), dan ruang cuci alat. Selain itu, di lantai satu ini juga terdapat ruang ganti pakaian atau loker karyawan dan staff dilengkapi dengan mushola, toilet, ruang minum, dan ruang P3K. 2) L a n t a i 2 Di lantai ini terdapat 3 bagian yaitu lini Steril - Semisolida, Steril 2 dan Steril 3 beserta area pengemasannya. Lini Steril - Semisolida terdiri dari ruang preparasi, ruang oven dan autoklaf, ruang washing, ruang janitor, ruang part, ruang staging, ruang cuci part, ruang IPC, ruang destilator, ruang mixing, ruang filling steril, ruang mixing semisolida, ruang filling cream dan ruang filling suppositoria. Lini Steril 2 terdiri dari ruang preparasi, ruang washing, ruang destilator, ruang mixing, ruang filling, ruang freeze dryer, ruang tunnel ruang WIP dan ruang IPC. Lini Steril 3 terdiri dari ruang preparasi, ruang washing, ruang mixing, ruang filling, ruang tunnel dan ruang IPC. Lantai ini juga dilengkapi fasilitas mushola, ruang minum dan toilet. 3) Lantai 3 Di lantai ini, terdapat bagian Quality, yang terdiri dari ruang staf Quality, laboratorium
kimia
dan
mikrobiologi,
ruang
staf
RnD,
laboratorium RnD, gudang RnD, ruang produksi pilot plant, ruang rapat, ruang penyimpanan retained sample dan batch record. Akan tetapi, seluruh kegiatan RnD kini telah dipindahkan ke Dexa Development Center (DDC). Di lantai ini juga terdapat perpustakaan dan kantin serta dilengkapi dengan mushola, ruang minum, dan toilet. d. Area Utility Area utility ini terletak pada bagian paling belakang area produksi dengan luas 1.090 m2. Bagian ini dibagi menjadi 2, yaitu indoor dan outdoor. Tangki penampung air, tangki pengolahan limbah cair, pompa pemadam kebakaran, dan chiller terletak pada bagian outdoor. Adapun boiler, generator listrik, pompa air, oil free compressors (kompresor udara) terletak dalam ruangan (mezzanine). Pada bagian ini juga terdapat fasilitas pengawasan atau Universitas Indonesia
36
otomatisasi sistem pemurnian air secara RO-EDI (Reverse Osmosis-Electro Deionizing). 3.7.2 Pembagian Ruangan (Zoning Area) Area utama produksi PT. Ferron Par Pharmaceuticals dibagi menjadi 5 zona, yaitu : a. Daerah Kelas E Daerah ini merupakan unclassified
area
yang
digunakan
untuk
laboratorium (suhu terkontrol), gudang (suhu dikontrol untuk cold storage dan cool storage), ruang kemas, office, dan ruang teknik. Area kelas E ditandai dengan lantai berwarna hijau. b. Daerah Kelas D Area kelas D digunakan untuk produksi lini solida, likuida, semisolida dan lini timbang produk nonsteril. Area ini ditandai dengan lantai berwarna ungu. c. Daerah Kelas C Area kelas C digunakan untuk proses mixing dan timbang produk steril yang ditandai dengan lantai berwarna putih. d. Daerah Kelas B Daerah ini merupakan daerah yang digunakan untuk background proses filling dan capping produk aseptis, unloading produk steril. Area ini ditandai dengan lantai berwarna biru muda. e. Daerah Kelas A Daerah ini merupakan daerah yang digunakan untuk aseptic filling sediaan steril di bawah LAF (Laminar Air Flow).
Universitas Indonesia
37
Tabel 3.3. Pembagian kelas ruangan berdasarkan jumlah partikel (Pharmaceutical Inspection Convention, 2007)
Tabel 3.4. Pembagian kelas ruangan berdasarkan batas kontaminasi mikroba (Pharmaceutical Inspection Convention, 2007)
3.8
Sanitasi dan Higiene
3.8.1 Higiene Personalia dan Keselamatan Kerja Tiap personil baik karyawan maupun non karyawan yang masuk maupun melewati area produksi FPP harus mengenakan seragam pakaian/gowning sesuai dengan yang ada di area masing-masing, yaitu black, grey dan white. Seragam black terdiri sepatu black/ shoe cover dan atasan serta bawahan pakaian black. Seragam grey terdiri dari pakaian grey (jumpsuit) dan sepatu grey/shoe cover, Universitas Indonesia
38
dimana untuk mengenakan seragam grey, pakaian black dirangkap dengan pakaian grey. Bila bekerja di white area kelas C, setelah masuk ruang D – OFF, baju dan sepatu D (grey area) dilepas. Baju black area dan tutup kepala tetap dikenakan dan pastikan rambut tertutup oleh tutup kepala baju. Kemudian lakukan sanitasi tangan dengan menyemprot kedua tangan dengan alkohol 70% sebatas pergelangan tangan menggunakan automatic hand sanitizer. Setelah itu, masuk ke dalam ruang C – ON dengan mendorong pintu airlock menggunakan siku. Semprot tangan kembali dengan alkohol 70%, kenakan masker steril lalu semprot tangan kembali dengan alkohol 70%. Ambil coverall kelas C, kenakan penutup kepala terlebih dahulu dan jangan sampai bagian lengan menyentuh lantai saat mengenakan coverall. Ambil dan kenakan sepatu C, kencangkan tali sepatu bagian atas menutup coverall. Lakukan penyemprotan tangan kembali dengan alkohol 70%. Kenakan sarung tangan steril yang mana lengan coverall berada di dalam sarung tangan. Masuk ke dalam airlock D-C2 dan semprot kedua tangan yang telah mengenakan sarung tangan dengan alkohol 70% . Setelah itu, masuk ke ruang air shower dengan membuka pintu dengan siku tangan, tunggu beberapa saat, biarkan angin menerpa seluruh tubuh. Selama air shower bekerja putar badan secara perlahan sehingga seluruh permukaan bagian tubuh diterpa angin. Masuk ke koridor kelas C. Bila bekerja di kelas B, Masuk ke airlock C-B1. Semprot kedua tangan (tetap memakai sarung tangan C) dengan alkohol 70% sebatas pergelangan tangan menggunakan automatic hand sanitizer. Masuk ke gowning B dengan mendorong pintu airlock menggunakan siku. Ambil dan pasang masker steril, kemudian ambil coverall B steril, naik ke atas step bench dan kenakan coverall B steril melapisi coverall C. Hati-hati jangan sampai lengan coverall B steril menyentuh lantai saat mengenakan coverall. Duduk diatas shoes bench, ambil sepatu B steril (booties). Kenakan sepatu B steril (booties) melapisi sepatu C. Pastikan semua bagian kaki tertutup dan pipa celana coverall dimasukkan ke dalam booties. Lepas sarung tangan C masukkan dalam tempat sarung tangan bekas pakai, dan kenakan sarung tangan steril. Ujung lengan coverall harus berada di dalam sarung tangan. Universitas Indonesia
39
Masuk ke dalam airlock C-B2. Semprot kedua tangan yang telah mengenakan sarung tangan dengan alkohol 70% sebatas pergelangan tangan menggunakan automatic hand sanitizer. Setelah itu, masuk ke ruang air shower dengan membuka pintu dengan siku tangan, tunggu beberapa saat, biarkan angin menerpa seluruh tubuh. Selama air shower bekerja putar badan secara perlahan sehingga seluruh permukaan bagian tubuh diterpa angin. Masuk ke koridor B. Baju kelas B dan C, penutup kepala, masker dan sepatu dicuci setiap selesai digunakan, dan disterilkan sebelum digunakan kembali. Karyawan harus mencuci tangan setelah meninggalkan toilet, sebelum memasuki area produksi, disinfektan tangan sebelum masuk ke daerah kelas D, C dan B. Karyawan yang sakit harus melapor kepada atasan. Jika terdapat luka terbuka, maka tidak boleh menangani bahan baku, obat setengah jadi dan obat jadi. Jika menderita sakit menular tidak diperbolehkan masuk kerja hingga sembuh kembali. Proses medical check up ini dilakukan pada saat proses : a. Recruitment Saat karyawan diterima bekerja di perusahaan, dan dilakukan untuk menyeleksi karyawan. b. Periodik Dilakukan secara periodik dengan jadwal tertentu untuk mengevaluasi, menyeleksi, memperbaiki, dan memastikan kelayakan kondisi kesehatan karyawan dari waktu ke waktu (periodik) sesuai dengan standar kebutuhan kondisi kesehatan dari pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Pelaksanaan medical check-up secara periodik dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan, kondisi kesehatan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan, interaksi antar karyawan, tingkat risiko perubahan kondisi fisik dan tingkat risiko terhadap kontaminasi produk. 3.8.2 Sanitasi Bangunan 3.8.2.1 Pembersihan Ruangan Produksi Untuk Area Black dan Grey Peralatan yang digunakan untuk pembersihan harus dipastikan terlebih dahulu dalam keadaan baik dan bersih, jika perlu diganti dengan yang baru. Urutan pembersihan area, dibersihkan dulu area yang lebih bersih, lalu dilanjutkan Universitas Indonesia
40
ke area yang lebih kotor. Setelah dibersihkan harus dilakukan pemeriksaan. Debu atau kotoran yang ada di area dibersihkan dengan vacuum cleaner atau lap basah jika perlu. Ruangan dikatakan bersih juka tidak terdapat sisa-sisa bahan sebelumnya, lantai, dinding dan pintu bebas dari debu, (dipastikan dengan pemeriksaan visual), jendela kaca mengkilap, tidak ada bekas tangan atau cairan pembersih. Frekuensi pembersihan untuk langit-langit adalah setiap 1 bulan sekali; dinding, lantai, jendela kaca dan pintu dilakukan setiap pergantian batch; dan RAG (Return Air Grille) setiap satu bulan sekali. Jika sudah bersih, supervisor/petugas (operator produksi yang telah dilatih) akan memberikan tanda pelulusan kebersihan dengan membubuhkan tanda tangan pada label bersih. Status kebersihan ruang produksi berlaku sampai dengan 3 hari setelah dinyatakan bersih. Jika lewat dari periode tersebut, dilakukan pemeriksaan kebersihan ulang atau jika perlu dibersihkan ulang sebelum digunakan. 3.8.2.2 Pembersihan Ruangan Produksi untuk Ruang Steril Sanitasi yang dilakukan di ruang produksi steril meliputi sanitasi harian, mingguan dan bulanan. Sanitasi harian dilakukan setiap pagi yaitu membersihkan lantai. Sanitasi mingguan dilakukan setiap hari senin pagi atau hari kerja yaitu meliputi pembersihan lantai dan dinding sedangkan sanitasi bulanan yaitu sanitasi yang dilakukan setiap hari senin minggu pertama atau hari kerja pertama setiap bulannya meliputi pembersihan lantai, dinding dan langit-langit. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan sponge squeezer atau kanebo yang dicelupkan dalam cairan sanitasi yaitu hibicet 1 % atau dettol 3,5 %. Penggunaan cairan sanitasi tersebut dilakukan bergantian tiap 1 bulan sekali untuk mencegah terjadinya resistensi pada mikroba. Sanitasi dilakukan dari bagian ruangan yang lebih bersih ke bagian ruangan yang lebih kotor, yaitu langit-langit, dinding dan pintu dan terakhir lantai, sanitasi mulai dikerjakan dari ruangan produksi lalu menuju area umum. 3.8.3 Sanitasi Peralatan Pembersihan mesin dan peralatan produksi dilakukan dengan cara change part dilepaskan dan dibersihkan secara terpisah. Untuk part alat yang dipakai di kelas white, sanitasi dilakukan dengan merendam part dengan menggunakan Universitas Indonesia
41
cairan sanitasi. Setelah dibersihkan dilakukan pemeriksaan adanya sisa bahan sebelumnya yang masih menempel pada permukaan mesin atau alat. Mesin atau alat dikatakan bersih apabila permukaan alat bebas dari debu, tidak terlihat sisa-sisa bahan sebelumnya, tidak terlihat sisa- sisa bahan pembersih. Jika sudah bersih, supervisor akan memberikan tanda tangannya pada label bersih. Status kebersihan mesin berlaku sampai 15 hari terhitung sejak dinyatakan bersih.
3.9
Factory PT. FPP Factory FPP terbagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian produksi, bagian
teknik dan bagian gudang. 3.9.1 Produksi Bagian produksi FPP terbagi menjadi 6 lini produksi, yang didukung oleh 1 lini timbang, yang masing-masing lininya dipimpin oleh supervisor. Bagian produksi ini dibawah tanggung jawab dua manajer produksi masing-masing berada di lantai 1 dan 2. Pembagian lini produksi di FPP antara lain : 3.9.1.1 Lini timbang Lini timbang merupakan lini terdepan proses produksi. Lini ini berfungsi untuk menyediakan bahan baku dan bahan kemas dengan jumlah dan jenis yang sesuai dengan Work Order Picklist (WOPL) untuk keperluan produksi. Selain itu, lini timbang juga menyediakan bahan yang diperlukan bagian lain, seperti permintaan bahan baku untuk validasi metoda analisis oleh bagian Quality, permintaan alkohol untuk desinfeksi oleh GA, permintaan bahan baku trial Dexa Laboratorium of Biomolecular Science (DLBS) dan R&D. Lini timbang memiliki 3 bagian ruang yaitu ruang staging in, ruang timbang dan ruang staging out. Ruang timbang sendiri dibagi menjadi 9 ruang yang dibedakan berdasarkan kapasitas timbangnya dan jenis bahan yang ditimbang. Ruang timbang 1 dan 2 kapasitas alat timbangnya 1,5 - 150 kg, ruang timbang 3 (kapasitas 35 kg) dan ruang timbang 4 (kapasitas 6 kg) merupakan timbangan yang ditujukan untuk lini produksi steril 2, ruang timbang 5 dan 6 kapasitas alat timbangnya 30 - 1510 gram, ruang timbang 7 kapasitas alat timbangnya 3 - 310 gram, ruang timbang 8 khusus untuk menimbang cairan, dan ruang timbang 9 kapasitas alat timbangnya 0,9 - 40 kg. Ruang-ruang timbang ini Universitas Indonesia
42
dilengkapi dengan dust collector, khusus untuk penimbangan bahan baku produk steril dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF). Alur proses penimbangan dimulai dari penerbitan perintah produksi berupa Work Order (WO) yang terdiri dari Work Order Routing dan Work Order Picklist (WOPL) oleh PPIC. Supervisor Timbang kemudian melakukan reservasi material/bahan untuk proses produksi atas dasar dokumen WOPL. WOPL dicetak dan digunakan sebagai dasar untuk membuat label timbang, yang digunakan oleh operator untuk melakukan penimbangan. Prosedur penimbangan yang dilakukan oleh lini timbang yaitu picking (pengambilan barang dari gudang) dan dispensing (penimbangan). Sebelum dilakukan penimbangan, label timbang harus dicek terlebih dahulu oleh supervisor mengenai kebenaran jumlah yang akan ditimbang (kesesuaian dengan WOPL). Bagian timbang dan bagian gudang dihubungkan oleh ruang antara. Bahan baku diserahkan oleh petugas gudang melalui ruang antara dan diterima oleh petugas timbang, demikian pula bahan kemas. Bahan baku dan bahan kemas masuk melalui lini timbang melalui ruang antara yang berbeda. Hanya 1 material yang bisa ditimbang pada ruang dan waktu yang sama. Setelah selesai melakukan penimbangan per item, petugas timbang harus membersihkan ruang timbang dan mengisi check list kebersihan, yaitu BPPRT (Buku Pembersihan dan Pemakaian Ruang Timbang). Dalam BPPRT terdapat pernyataan bahwa bahan baku yang ditimbang merupakan bahan baku yang benar atau tidak. Selain itu, dalam BPPRT juga dinyatakan apakah penimbangan dilakukan pada ruang yang telah disanitasi atau belum, dengan demikian memastikan status ruang yang digunakan untuk penimbangan. Pada saat proses serah terima, bahan baku harus dicek lagi kebenarannya oleh petugas timbang dan produksi. Jika telah sesuai, petugas timbang dan produksi akan memberi paraf pada WOPL sebagai tanda proses serah terima telah dilakukan. Jika ada sisa material penimbangan, maka sisa tersebut akan dikembalikan lagi ke gudang. Selain berdasarkan WOPL, lini timbang juga melakukan penimbangan berdasarkan Surat Permintaan Bahan Tambahan (SPBT). SPBT ini digunakan oleh bagian produksi jika ada material produksi yang kurang (umumnya bahan kemas) dan bagian lain selain produksi seperti Quality, R&D, Universitas Indonesia
43
dan purchasing. Bahan-bahan yang telah ditimbang diletakkan di pallet sesuai dengan nomor batch yang ada di dalam WOPL. Setiap proses pembersihan selalu didokumentasikan dan dilakukan cross-check, dimana penimbangan dilakukan oleh satu petugas gudang dan diluluskan oleh petugas timbang yang lain. Alur kegiatan lini timbang dapat dilihat pada Lampiran 4. 3.9.1.2 Lini Solida 1 Lini Solida merupakan bagian departemen produksi yang melakukan produksi obat jadi sediaan padat. Lini Solida 1 tidak memiliki banyak jenis produk. Lini Solida 1 memiliki kapasitas 600-800 kg per bets. Pada lini ini terdapat mesin wet granulator suite (high-shear mixer dan fluid bed dryer / FBD, dan bin tumbler), mesin cetak tablet (high speed tableting machine), dan mesin blister dan pengemas (cartoning). Alur proses produksi lini solida 1 dapat dilihat pada Lampiran 5. Pemeriksaan In Process Control pada proses pembuatan tablet adalah sesudah mixing (granul) meliputi pemerian, Loss On Drying (LOD), sifat alir granul, bulk density, tap density, distribusi partikel, penetapan kadar. Granul yang memenuhi persyaratan ditempel label released (warna hijau) dan dapat dilanjutkan untuk proses lebih lanjut yaitu pencetakan massa granul menjadi tablet. Pemeriksaan IPC selama pencetakan (tablet) meliputi pemerian (bentuk, warna, diameter, dan permukaan tablet), keseragaman bobot, kerapuhan, kekerasan, waktu hancur, ketebalan, keseragaman kandungan, dan uji disolusi. Tablet yang telah dinyatakan memenuhi spesifikasi kemudian dilakukan proses pengemasan. Ada 2 tahap proses pengemasan yaitu pengemasan primer (blister/strip) dan pengemasan sekunder (carton dan box). Sebelum pengemasan harus dilakukan line clearance. Pada proses blistering dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah proses blistering berjalan dengan baik atau tidak yaitu dengan melakukan uji kebocoran blister. Pemeriksaan juga dilakukan pada proses pengemasan sekunder yaitu pemeriksaan kelengkapan penandaan, kerapian, dan kebenaran penandaan. Pengemasan primer dan sekunder dilakukan dalam in-line mesin (satu jalur) di ruang kelas D (grey area) sedangkan pengemasan tersier dilakukan secara manual di ruang kelas E (black area). Tablet yang sudah dikemas dikirim ke gudang. Universitas Indonesia
44
3.9.1.3 Lini Solida 2 Proses produksi tablet di lini solida 2 sama dengan proses produksi tablet di lini solida 1. Lini solida 2 merupakan generale line yang digunakan untuk memproduksi sediaan padat seperti tablet (konvensional dan salut) dan kapsul yang berisi powder atau pellet dengan ukuran batch yang lebih kecil daripada lini solida 1 (±100-200 kg). Lini ini memiliki mesin granulasi (FBD), mesin pembuat pelet (spheronizer dan extruder), mesin tablet, mesin filling kapsul, mesin penyalut, dan mesin blistering. Pengemasan produk yang digunakan adalah blister atau alu-strip. Pengemasan ke dalam master box masih dilakukan secara manual. Alur produksi lini solida 2 dapat dilihat pada Lampiran 6. Pemeriksaan IPC yang dilakukan pada pembuatan kapsul sustained release adalah sesudah mixing meliputi pemerian, Lost On Drying (LOD) dan sifat alir granul. Pada proses peletisasi juga dilakukan pemeriksaan, yaitu pemerian, LOD, penetapan kadar, dan uji disolusi. Setelah dilakukan proses peletisasi kemudian dilakukan proses coating. Selama proses coating dilakukan pengujian antara lain : pemerian, LOD, penetapan kadar, dan uji disolusi. Selama proses filling ke dalam cangkang kapsul dilakukan pengujian antara lain : pemerian, keseragaman bobot, penetapan kadar, uji keseragaman kandungan, dan uji disolusi. 3.9.1.4 Lini Likuida Lini likuida merupakan lini untuk pembuatan dan pengemasan sediaan cair oral, mencakup oral drops dari volume 10 mL sampai volume 100 mL sirup. Besar batch pada lini likuida antara lain sebesar 400 L, 600 L dan 1200 L. Sarana produksi yang terdapat pada lini ini antara lain mesin pencuci botol dengan udara compressor, mixing tank dengan kapasitas 600 L dan 1200 L, mixing tank yang dilengkapi dengan thermal jacket untuk mencampur sediaan yang memerlukan energi panas (misalnya dalam pembuatan sirupus simpleks), mesin filling semi automatis, mesin alu-capping, mesin labeling, dan mesin ink-jet coding kemasan sekunder. Pada tahap awal dilakukan proses mixing bahan dan larutan. Setelah proses mixing larutan disimpan dalam bin di ruang WIP, sambil menunggu keputusan release dari bagian Quality untuk pemeriksaan beberapa parameter Universitas Indonesia
45
seperti pemerian, pH, berat jenis dan viskositas. Holding time maksimal untuk larutan yang telah di-mixing yaitu 7 hari. Bila telah dinyatakan released selanjutnya campuran dapat dilanjutkan ke proses filling. Sebelum filling, dilakukan pembersihan botol. Botol dibersihkan dari partikel dengan meniupkan udara bertekanan hasil filtrasi ke dalam botol yang posisinya dibalik. Setelah filling botol kemudian melalui proses alu-cappering untuk memberikan tutup aluminium. Alur proses produksi lini likuida ditampilkan pada Lampiran 7. Ruang produksi likuida terdiri atas 2 kelas ruangan, yaitu black area (ruang cuci botol dan kemas) dan grey area (ruang mixing, filling, dan cappering). Pada lini likuida, In Process Control dilakukan pada saat sesudah mixing dan selama proses pengisian dan capping. Pada proses sesudah mixing dilakukan pengujian antara lain pemerian, bobot jenis, pH, viskositas, dan pemeriksaan mikrobiologi. Sedangkan pada proses pengisian dan capping dilakukan pemeriksaan, yaitu volume terpindahkan, penetapan kadar, mikrobiologi, uji kebocoran, dan closure integrity. Pada proses pengemasan sekunder, dilakukan pemeriksaan kebenaran, kelengkapan dan kerapian penandaan. 3.9.1.5 Lini Steril - Semisolida Jenis sediaan yang diproduksi oleh lini semisolida adalah sedían cream, salep, gel, dan supositoria. Besar batch yang dibuat adalah 100 dan 150 kg untuk cream, salep dan gel, sedangkan untuk suppositoria adalah 35 kg. Krim, gel dan salep dikemas dalam alu-tube. Proses produksi cream dan gel dimulai dengan pembuatan basis cream dalam mesin homogenizer. Fase minyak dilebur dalam melting vessel, sedangkan fase air dilarutkan di dalam working vessel. Leburan fase minyak disirkulasi kedalam working vessel menggunakan heater house. Kemudian kedua fase dicampurkan dengan menggunakan homogenizer machine sampai homogen. Basis yang terbentuk didinginkan sampai suhu 30-35 °C, lalu bahan aktif dimasukkan dan diaduk dengan homogenizer machine. Sediaan yang terbentuk dimasukkan dalam tube filling machine. Untuk sediaan suppositoria, dilakukan proses pendinginan dan penyegelan. Alur proses produksi lini semisolida dapat dilihat pada Lampiran 8.
Universitas Indonesia
46
Pada proses produksi sediaan semisolid In Process Control dilakukan pada saat sesudah mixing dan selama proses pengisian. Pada saat sesudah mixing dilakukan pemeriksaan fisik, homogenitas, pH, viskositas, berat jenis, dan penetapan kadar. Selama proses pengisian dilakukan pengujian antara lain isi minimum, keseragaman bobot, kebocoran, penetapan kadar, dan uji mikrobiologi. Untuk sediaan suppositoria/ovula dilakukan pengujian waktu hancur dan kekerasan. Lini steril 1 memproduksi sediaan injeksi dalam ampul (1; 2; 5; 10; dan 15 ml), dan tetes mata dalam botol plastik (5 – 15 ml). Alat-alat yang digunakan antara lain destilator, solution mixing vessels, pure steam generator, mesin cuci vial, dan ampul, depyrogenization oven dan autoclave steam untuk sterilisasi, two automatic multipurpose sterile filling machine serta mixer tank yang berkapasitas 60 kg dan 200 kg. Sediaan steril dituntut memenuhi persyaratan bebas pirogen, bebas mikroba dan bebas partikel. Sterilitas semua aspek yang berhubungan dengan proses produksi meliputi ruangan, peralatan serta personel merupakan objek yang harus diperhatikan dengan seksama. Untuk monitoring sterilitas ruangan, peralatan dan personel secara rutin dilakukan uji mikrobiologi yang meliputi setting plate (in operation), air sampler (at rest), swab test (untuk semua bagian yang kontak dengan produk), perhitungan jumlah partikel dengan particle counter, pengukuran air change rate (ACR) untuk mengetahui kemampuan AHU dalam membersihkan ruangan (ACR ruangan steril = 40x/jam). Produksi sediaan steril injeksi dan tetes mata meliputi beberapa tahap pembuatan yaitu persiapan bahan awal, mixing (area kelas D+ AHU mengikuti kelas C tetapi berada di lokasi kelas D), filtrasi, filling dan pengemasan primer (area kelas A/C), sterilisasi akhir (untuk produk tertentu, di area kelas D), dan kemas sekunder (di area E). Untuk menjamin sterilitas, proses filling dilakukan di LAF (Laminary Air Flow). Kemasan yang akan digunakan harus disterilisasi terlebih dulu sesuai dengan bahan kemasannya. Tekanan udara di ruang mixing lebih rendah daripada koridor, sedangkan untuk ruang filling, tekanan udaranya lebih tinggi daripada koridor. Alur produksi lini steril 1 dapat dilihat pada Lampiran 9. Universitas Indonesia
47
In Process Control yang dilakukan pada proses produksi sediaan steril antara lain selama proses mixing dilakukan pemeriksaan dan kontrol lingkungan; setelah proses mixing dilakukan pemeriksaan fisik (bentuk sediaan, warna, bau, dan kejernihan) dan pemeriksaan pH; selama proses filling dilakukan pengujian volume terpindahkan; setelah proses filling dilakukan uji sterilitas, uji endotoksin, pemeriksaan pH, uji kebocoran, penetapan kadar, osmolaritas, dan uji bioburden; dan selama pengemasan dilakukan pemeriksaan kelengkapan penandaan, kerapian dan kebenaran penandaan (no. batch, ED). 3.9.1.6 Lini Steril 2 Lini steril 2 merupakan lini memproduksi sediaan steril berupa sediaan injeksi dalam vial (10-100 ml), dan produk lyophilisasi steril (1.5, 10, 15 mL dan 100 mL). Lini ini memiliki peralatan antara lain vials washing machine, tunnel depyrogenization, automatic sterile filling machine, cappering machine, steam autoclave, dan automatic sterile mixing machine. Mixing machine terdapat 3 tangki untuk menangani batch yang berbeda, terdapat juga autoclave untuk sterilisasi akhir, freeze dryer untuk mengolah produk liofilisasi di vial. Khusus untuk produk liofilisasi, setelah proses filling dilakukan liofilisasi dan tanpa melalui proses sterilisasi akhir. Proses produksi di lini steril 2 berjalan secara in line mulai dari proses washing, sterilisasi vial dengan menggunakan oven tunnel, filling dan cappering. Lalu dilanjutkan dengan sterilisasi akhir dengan autoclave untuk produk yang diproduksi dengan metode sterilisasi akhir, dan kemas yang meliputi proses labelling, memasukkan ke dalam inner dose dan pengemasan sekunder. Proses pengisian dilakukan di LAF dengan latar kelas B. Untuk lini yang menjalankan proses aseptis, harus dilakukan media fill test secara periodik. Media fill test dilakukan dengan menjalankan semua proses produksi seperti biasanya tetapi produknya diganti dengan media TSB. Media ini kemudian diinkubasi. Media fill test ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses yang dilakukan memang aseptis. Periodik media fill test dilakukan setiap 6 bulan sekali. Alur proses produksi lini Steril 2 dapat dilihat pada Lampiran 10.
Universitas Indonesia
48
3.9.1.7 Lini Steril 3 Lini Steril 3 adalah lini baru yang sedang dikembangkan. Lini steril 3 ini merupakan pengembangan dari Lini Steril 1 yang mana akan memproduksi sediaan steril berupa ampul. Lini steril 3 akan mulai memproduksi produknya sekitar pada bulan Oktober 2012. 3.9.2 Bagian Gudang Daerah gudang dibagi menjadi beberapa area untuk tujuan yang berbeda dan semua area tersebut bersifat tertutup dan dikunci. Ada empat kondisi penyimpanan untuk bahan baku dan produksi dalam gudang, yaitu: a. Gudang sentral (suhu ≤ 30 °C, pada rak tingkat 1 - 5) b. Gudang sentral (suhu tidak dapat diklasifikasikan, pada rak tingkat 6 - 8) c. Ruang dengan suhu terkontrol (≤ 25 °C) d. Ruang dingin (2-8°C) Selain itu ada juga ruang untuk bahan baku atau produk yang ditolak atau dikembalikan dan sebuah ruangan untuk menyimpan barang-barang yang digunakan untuk promosi atau keperluan pemasaran. Bahan-bahan dan produk disimpan di rak, dikunci dan diberi status dengan label yang sesuai ("quarantine", "released" atau "rejected"). Hanya produk-produk yang telah released yang dapat dikirim untuk didistribusikan. Hal ini dikontrol oleh software Oracle dan diverifikasi oleh label released. Proses pengeluaran barang dari gudang mengikuti prinsip FIFO (First In Fist Out) dan FEFO (First Expired First Out). Gudang di FPP dikepalai oleh 2 supervisor yang terbagi dalam 2 shift. Sistem keluar-masuk (flow of material) barang dari FPP menggunakan sistem satu pintu, dimana bahan/barang produksi maupun non produksi masuk dan keluar melewati gudang. Gudang bertanggung jawab terhadap material handling dan order handling. Kedua hal tersebut diwujudkan melalui 4 kegiatan, yaitu penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan penghitungan. 3.9.2.1 Penerimaan Barang Gudang menerima barang baik secara internal maupun eksternal. Penerimaan barang internal meliputi penerimaan barang-barang titipan yang berasal dari bagian produksi ataupun dari departemen lain. Barang-barang tersebut dititipkan oleh departemen yang bersangkutan kepada gudang untuk disimpan Universitas Indonesia
49
sementara. Penerimaan barang eksternal meliputi penerimaan barang-barang produksi (raw material dan packaging material), obat jadi impor, barang-barang non produksi (misalnya alat tulis kantor, mesin, tray, gelas dan alat penunjang lainnya), barang promat (promotion material), dan obat jadi retur dari distributor atau relasi (obat yang sudah expired, obat yang rusak di outlet, obat yang salah kirim, barang yang mengalami kesalahan jumlah dan barang yang rusak saat perjalanan). Sebelum masuk gudang, barang-barang untuk produksi diperiksa oleh petugas gudang yang menerima barang. Pemeriksaan tersebut meliputi kelengkapan dokumen, surat jalan, purchase order (PO), keutuhan kemasan, keutuhan fisik bahan, jumlah bahan baku (untuk jumlah bahan baku, batas yang diterima adalah ± 10 % dari bahan baku yang dipesan), kondisi bahan, identitas dan sertifikat analisis. Selain itu juga dilihat due date dari barang yang datang. Due date adalah tanggal dimana seharusnya barang yang dipesan datang. Batas toleransi untuk due date adalah ± 6 hari. Jadi, jika barang datang lebih cepat 6 hari atau terlambat 6 hari dari due date, maka barang tersebut langsung ditolak. Gudang akan membuat Berita Acara Penerimaan Barang Bermasalah (BAPBB) dan dikirim ke bagian purchasing, selanjutnya bagian purchasing akan menindaklanjuti ke suplier dan barang dikembalikan ke supplier. Apabila barangbarang tersebut memenuhi syarat maka barang diterima dan petugas gudang akan memasang label karantina (warna kuning), untuk selanjutnya diperiksa oleh bagian Quality. Selanjutnya pihak administrasi bagian laboratorium akan membuat Quality Order (QO) yang merupakan pengajuan pemeriksaan barang ke bagian Quality. Setelah menerima QO, bagian Quality mengambil sampel barang ke gudang untuk diperiksa. Selama menunggu pemeriksaan, barang yang telah ditempeli label karantina ditempatkan di area karantina untuk menunggu keputusan dari bagian Quality. Hasil pemeriksaan berupa QO report, jika barang sesuai dengan persyaratan maka barang diluluskan dan dapat digunakan untuk produksi (ditempeli label released berwarna hijau oleh petugas Quality), jika barang tidak memenuhi persyaratan maka barang tersebut tidak diluluskan dan ditempeli label rejected (warna merah) dan diletakkan di tempat yang terpisah (area reject). Universitas Indonesia
50
Jika terdapat kerusakan material pengemas akan dibuat action request oleh pihak gudang, kemudian pihak gudang melakukan koordinasi dengan pihak Quality dalam menangani material tersebut selanjutnya Quality akan membuat MC (Material Complain) yang dikirimkan ke Purchasing. Barang yang reject akan dimusnahkan (dengan terlebih dulu membuat disposal memo) atau dikembalikan ke supplier. Jika kerusakan material disebabkan oleh pihak internal maka dibuat pengajuan pemusnahan (disposal memo) dan pemusnahan diserahkan kepada General Affair. Barang yang telah release segera dipindahkan dari lokasi karantina menuju lokasi released, begitu juga barang yang ditolak dipindahkan ke lokasi reject. Untuk obat jadi yang telah release dan merupakan milik toll giver barang akan didistribusikan atas dasar sales order (SO) kepada toll giver. Untuk obat jadi milik sendiri, barang yang akan didistribusikan harus diserahkan ke distributor dengan mengeluarkan dokumen pengiriman dan perusahaan membayar pajak terlebih dahulu. Barang yang sudah sampai di distributor dapat dimonitor dengan menggunakan virtual inventory untuk mengetahui berapa banyak barang yang terjual. Alur penerimaan barang eksternal untuk produksi dapat dilihat pada Lampiran 11. 3.9.2.2 Penyimpanan Barang Gudang PT. Ferron Par Pharmaceuticals menyimpan barang secara integrated yaitu semua barang baik bahan baku, bahan kemas, produk jadi, barang titipan, dan barang non produksi disimpan dalam satu gudang. Penyimpanan bahan baku, bahan kemas, promotion material, barang yang value tinggi, dan produk jadi disimpan di tempat yang berbeda. Printed material (etiket/label disimpan dalam loker terkunci). Penempatan rak berdekatan dengan staging (daerah kerja) yang berkaitan. Gudang FPP memiliki 16 rak (A-P) masing-masing rak memiliki kapasitas 35 pallet dengan penandaan 1-35. Gudang FPP juga memiliki ruang khusus barang retur dan reject serta loker untuk menyimpan sediaan. Selain itu, pada salah satu sisi gudang terdapat ruang dengan teralis besi terkunci yang digunakan untuk menyimpan bahan-bahan psikotropika dan bahan-bahan high value. Rak pada gudang sentral memiliki 8 level yang menunjukkan ketinggiannya Universitas Indonesia
51
yang diberi nomor 1-8. Secara umum semakin tinggi levelnya maka suhu semakin naik. Level ini digunakan untuk menyimpan barang-barang kemas, promat ataupun non produksi. Di gudang terdapat 2 pintu (rolling door). Satu pintu berfungsi sebagai pintu untuk penerimaan barang dari luar, dan pintu yang lain berfungsi untuk pengeluaran produk jadi yang akan didistribusikan. Contoh Penomoran rak penyimpanan pada gudang : A. 21. 3 Keterangan : Digit 1 (A)
= menunjukkan nomor rak
Digit 2 dan 3 (21) = menunjukkan nomor kolom Digit 4 (3)
= menunjukkan nomor level
3.9.2.3 Pendistribusian Barang Barang-barang yang telah disimpan di gudang dan telah dinyatakan released selanjutnya didistribusikan kepada pihak yang membutuhkan barang tersebut. Distribusi barang ini meliputi dua hal yaitu distribusi internal dan distribusi eksternal. Distribusi internal adalah jika barang yang disimpan di gudang didistribusikan ke dalam lingkungan perusahaan itu sendiri. Distribusi internal meliputi distribusi barang non produksi kepada departemen yang membutuhkan dan distribusi barang produksi (bahan baku dan bahan kemas) kepada bagian produksi. Penyerahan barang produksi ini didasarkan atas permintaan bagian produksi melalui work order (WO) yang terdiri dari work order pick list yang berisi bahan-bahan dan jumlah yang dibutuhkan untuk produksi. Work order ini dibuat oleh bagian timbang. Setelah bagian gudang menerima WO pick list maka orang gudang segera menyiapkan barang dan diserahkan ke lini timbang dan bagian produksi akan mengambil barang tersebut di lini timbang setelah barang ditimbang. Alur distribusi barang dari gudang (internal) dapat dilihat pada Lampiran 12. Distribusi eksternal adalah jika barang didistribusikan ke luar lingkungan perusahaan, meliputi penyerahan produk jadi kepada distributor. Produk jadi dari bagian produksi diterima oleh gudang melalui pintu penyerahan produk jadi dan bagian gudang menerima Slip Penerimaan Hasil Produksi (SPHP). Alur distribusi barang dari gudang (eksternal) dapat dilihat pada Lampiran 13. Universitas Indonesia
52
3.9.2.4 Perhitungan Stok Barang Gudang selain sebagai tempat menyimpan barang juga berfungsi melakukan perhitungan terhadap stok barang untuk mengontrol persediaan barang. Perhitungan yang dilakukan gudang meliputi : a.
Stock opname Pada perhitungan ini staf gudang dan auditing melakukan perhitungan
terhadap semua barang yang ada di gudang. Koordinator stock opname adalah supervisor gudang dan supervisor finance and accounting. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui kecocokan antara jumlah secara fisik dan jumlah secara sistem. Jika terjadi selisih kurang atau selisih lebih maka dikeluarkan surat Permohonan Penyesuaian Stok (PPS). Selanjutnya dilakukan penyesuaian stok pada sistem. Perhitungan ini dilakukan tiap satu tahun sekali (di akhir tahun). b.
Cycle count Perhitungan ini adalah untuk menghitung jumlah barang (stok) untuk
barang-barang tertentu saja. Pemilihan barang yang dihitung ini berdasarkan analisis pareto yang ditentukan oleh Factory Manager. Perhitungan ini dilakukan oleh petugas gudang dan dilakukan setiap bulan. 3.9.2.5 Penanganan BMT (Bahan Mudah Terbakar) dan BMM (Barang Mudah Meledak) BMT adalah sekelompok bahan yang sangat mudah terbakar. Bahan yang digunakan di FPP adalah alkohol teknis. BMM adalah kelompok bahan yang sangat mudah meledak karena memiliki titik didih yang sangat rendah. Namun tidak ada bahan BMM yang digunakan di FPP. Barang BMM baik yang diluluskan maupun ditolak dikirim ke gudang alkohol. Barang yang released dituang dari drumnya ke dalam wadah/dirigen khusus BMM tersebut. Pada tiap wadah diberi identitas (no. lot, no. wadah dan jumlah). BMT/BMM disimpan di Gudang Alkohol di belakang dekat dengan WWTP (Wask Water Treatment Plant).
Universitas Indonesia
53
3.9.3 Bagian Teknik Bagian teknik dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
building
maintenance, production machineries, dan utility. 3.9.3.1 Building Maintenance Bagian Building maintenance bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan sarana bangunan/gedung, seperti pengembangan / perluasan gedung, renovasi/perbaikan gedung, perawatan gedung dan perawatan lift serta pengendalian hama (pest control) di lingkungan perusahaan. 3.9.3.2 Production Machinery Bagian production machinery bertanggung jawab terhadap hal-hal yang berhubungan dengan mesin-mesin yang digunakan khususnya mesin produksi seperti maintenance, perbaikan dan modifikasi mesin produksi. Bagian ini secara rutin melakukan inspeksi terhadap mesin-mesin untuk mengetahui kondisinya sehingga dapat diketahui juga tindakan apa yang mungkin diperlukan untuk mesin tersebut. Mesin-mesin produksi dibedakan menjadi 4 yaitu mesin yang bersifat critical, essential, supporting dan non critical yang masing-masing mempunyai jadwal inspeksi yang berbeda-beda. Mesin yang bersifat critical diinspeksi tiap 1 bulan sekali, mesin yang bersifat essential tiap 3 bulan sekali, mesin yang bersifat supporting tiap 6 bulan sekali dan mesin yang bersifat non critical tiap 6 bulan sekali. Selain itu bagian ini juga berperan dalam proses kualifikasi mesin (IQ dan OQ) bekerjasama dengan bagian quality. 3.9.3.3 Utility Bagian utility bertanggung jawab terhadap sarana yang mendukung kelancaran kegiatan perusahaan. Bagian utility menangani 5 hal penting yaitu sistem tata udara (HVAC System), water system, compressed air system, steam system, electrical power system dan waste water system. Perangkat sistem yang terdapat di pabrik, seperti kabel-kabel, pipa, dan saluran terletak terbuka untuk memudahkan perawatannya. Untuk melindungi perangkat-perangkat tersebut digunakan penutup berupa stainless steel (baja tahan karat) atau kolom energi. Semua peralatan pencahayaan di area terkontrol (A, B, C, D, E) diakses dari area Universitas Indonesia
54
mezzanine. Panel-panel listrik juga diletakkan di luar area terkontrol. Sistem penting yang diatur di bagian ini diantaranya adalah sistem pengaturan air dan HVAC. a. Water system Air yang digunakan oleh FPP disuplai oleh Kawasan Industri Jababeka 1. Pemrosesan air ini secara garis besar adalah air ini disaring secara mekanik menggunakan filter ukuran 20 µm. Karena kesadahannya masih tinggi dan bisa menimbulkan kerak bila digunakan pada mesin-mesin produksi, maka fresh water ini dilunakkan menggunakan resin. Akan tetapi karena masih mengandung banyak ion-ion selanjutnya dilakukan pemurnian dengan sistem Reverse Osmosis dan Electro Deionization (RO-EDI). Dalam RO digunakan membran semi permeable yang diatur pada tekanan tertentu sehingga ion-ion dibuang sebagai konsentrat. Selanjutnya water for injection yang diperoleh melalui tahap destilasi. Tangki penampungan menggunakan bahan SS 316L, alirannya turbulen dan untuk menghindari mikroba alirannya dipercepat. Dijaga agar tidak ada daerah mati (zero deadlag). Pipa distribusi menggunakan pipa dengan kualitas SS 316L dan sanitasi pipa dengan hot loop atau cold system. Konsep deadlag dan zerodeadlag dapat dilihat pada Gambar 3.4. Parameter spesifikasi air FPP dapat dilihat pada Tabel 3.5.
(a)
(b)
Gambar 3.4. Konsep (a) deadlag (b) zerodeadlag
Universitas Indonesia
55
Tabel 3.5. Parameter spesifikasi air
Air yang digunakan oleh FPP digolongkan menjadi 5 jenis berdasarkan tingkat kemurniannya, yaitu: 1) Raw Water (RW) RW merupakan air yang berasal dari Real Estate Water Plant. 2) Fresh Water (FW) FW merupakan air hasil filtrasi dari raw water menggunakan disc filter 20 µm, digunakan untuk kebutuhan pembersihan umum dan toilet, serta feeding water bagi softened water. 3) Softened Water (SW) SW dihasilkan dari proses pelunakan fresh water (mengurangi kesadahan air) oleh ion-exchange softener. Softened water digunakan sebagai supply untuk kebutuhan genset, boiler, chiller, dan pendingin alat, juga sebagai feeding water bagi purified water. Kapasitasnya 19 m3/jam. 4) Purified Water (PW) PW merupakan air yang digunakan dalam produksi. Purified water dihasilkan dari softened water yang telah mengalami proses RO (reverse osmosis) dan EDI (electrical deionization). Suhu PW yang dihasilkan adalah 25 ± 2 0C dan didistribusikan dengan kecepatan 5 ft/s. Konduktivitasnya juga dijaga pada angka 1,3 µs. Air disirkulasi dengan aliran turbulensi (acak dan berputar) dan di setiap tapping point dilengkapi zero dead leg valve untuk mengurangi Universitas Indonesia
56
pertumbuhan mikroba. Kapasitas produksinya adalah 1500 L/jam untuk lini yang tersedia dan 2500 L/jam untuk lini steril 2. Sanitasi menggunakan ozone injection system. Generator ozon berjalan secara kontinyu sementara lampu UV dijalankan untuk 4 jam sebelum produksi untuk meyakinkan bahwa destruksi ozon pada pipa distribusi sempurna. PW juga digunakan sebagai feeding bagi kebutuhan WFI dan pure steam. PW ditampung dalam tangki sebesar
6000
L
kemudian
didistribusikan
ke-53
tapping
point
menggunakan sistem looping. 5) Water For Injection (WFI) WFI dihasilkan dari PW melalui proses destilasi bertingkat dan digunakan untuk produksi sediaan steril. Terdapat dua macam WFI yaitu hot (70 0C) dan warm (35 0C). Bahan obat yang dapat rusak oleh hot maka digunakanlah WFI warm sebagai pelarutnya. Pipa PW dan WFI dibuat dari stainless steel 316L dengan permukaan dalam yang halus untuk memfasilitasi aliran dan menggunakan zero dead leg membrane valves. Total kapasitas WFI yang terdapat di FPP adalah sebanyak 1500 liter (200 liter di lini steril 1 dan 1275 liter di lini steril 2). Pengolahan air di FPP dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Pengolahan air di PT. FPP Universitas Indonesia
57
b. HVAC System Sistem HVAC (Heating Ventilation and Air Conditioning) adalah suatu sistem pengkondisian udara yang tersentralisasi. Suhu dikontrol dengan menggunakan mekanisme termostat dan sensor yang dipasang pada saluran balik. Sistem HVAC didisain, dipasang, dan dikualifikasi untuk memenuhi parameter-parameter tertentu seperti kecepatan udara, tekanan dalam ruang, suhu, kelembaban relatif, dan filtrasi udara. HVAC terdiri dari beberapa unit yaitu AHU, cooling coil atau evaporator, blower, filter, ducting dan dumper. Cooling coil berfungsi mengontrol suhu dan kelembapan relatif (RH) udara yang akan didsitribusikan ke ruang produksi. Blower berfungsi menggerakkan udara di sepanjang sistem distribusi udara yang terhubung dengannya, merubah energi listrik menjadi energi gerak, mengatur jumlah debit udara yang masuk ke ruang produksi sehingga tekanan dan pola aliran udara yang masuk ke ruang produksi dapat dikontrol. Filter berfungsi mengendalikan dan me ngontr ol jum la h pa rtike l da n mikr oor ga nisme ya ng da pat mengkonkontaminasi udara yang masuk ke dalam ruang produksi. Terdapat 3 macam filter, yakni pre filter (efisiensi 30-40%), medium filter (85-95%), HEPA filter (95-9,997%). Ducting berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara yang menghubungkan blower dengan ruangan produksi. Ducting terdiri dari saluran udara yang masuk dan saluran udara yang keluar dari ruang produksi. Sementara dumper berfungsi untuk mengatur jumlah debit udara yang dipindahkan ke dalam maupun yang keluar dari ruang produksi. Sumber udara dari full fresh (udara segar) dan udara resirkulasi. Pasukan udara segar yang digunakan adalah sebesar 20% untuk supply oksigen dan mengatur tekanan ruangan. Terdapat 20 kelompok AHU yang digunakan untuk meminimalkan kontaminasi silang di antara lini-lini produksi. Zona A/C untuk lini steril 1 diatur dengan AHU 325 W. Zona D pada lantai 1 diatur dengan AHU 311 G, AHU 312 G, AHU 313 G, AHU 314 G, sedangkan pada lantai 2 diatur dengan AHU 325 W. Zona A/B pada lini sterril 2 diatur dengan AHU B1 dan AHU B2. Zona C lantai 1 diatur dengan AHU C1, sedangkan untuk lantai 2 dengan AHU C. Zona D untuk lini steril 2 diatur dengan AHU D1, D2 dan D3. Untuk zona Universitas Indonesia
58
E lini steril 2 diatur AHU E1 dan E2. Zona E untuk Warehouse pada lantai 1 diatur dengan AHU 314/313 B dan AHU 312/311 B, sedangkan untuk lantai 2 diatur dengan AHU 325 B. AHU yang lain digunakan untuk mengatur pilotplan area R&D. FPP menggunakan Building Automatization System (BAS) untuk memonitor dan mengatur tekanan diferensial dan suhu ruangan. Dengan sistem otomatis ini, kondisi ruangan akan dijaga pada kondisi yang telah ditetapkan. Jika tekanan terlalu rendah, blower akan berputar lebih cepat sedangkan exhaust-nya lebih pelan atau tetap, demikian pula sebaliknya. Hal ini juga berlaku untuk pengaturan suhu yang menggunakan chiller. Gambaran sederhana system HVAC dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Gambaran sederhana sistem HVAC
c. Electricity System Listrik yang digunakan di FPP disuplai dari PT. Cikarang Listrindo. Disamping itu terdapat genset sebagai cadangan. Genset ini terdiri dari 2 generator yang digerakkan oleh mesin diesel. Jika aliran listrik terputus, genset akan secara otomatis beroperasi dengan sendirinya. d. Steam System Steam system adalah sistem penyediaan uap air panas, misalnya untuk kebutuhan autoclave untuk pemanasan mixing tank yang tidak dapat dilakukan dengan pemanasan langsung. Steam system ada 2 yaitu black steam dan pure steam. Black steam digunakan untuk menyediakan uap air panas yang tidak Universitas Indonesia
59
kontak langsung dengan produk, sedangkan pure steam digunakan untuk menyediakan uap air panas yang kontak langsung dengan produk. Pada produksi black steam digunakan softened water sebagai feeding water. Pada pure steam, sebagai feeding water digunakan purified water dan sebagai pemanas digunakan black steam. Steam dibuat dengan memanaskan feeding water hingga suhu > 100°C. e. Compressed Air System. Compressed air system merupakan sistem yang digunakan untuk menyediakan kebutuhan udara misalnya udara untuk pencucian botol dan sterilisasi menggunakan oven. Parameter yang penting dan dikontrol dalam sistem ini adalah kekeringan udara, jumlah partikel dan jumlah mikroba. Untuk compressed air ini digunakan kompresor dengan sistem kompresor screw oil free. Output dari kompresor sebelum digunakan dipisahkan terlebih dahulu dari air yang terkandung di dalamnya menggunakan desicant dryer dan difilter 5 µm. f. Pengolahan Limbah. FPP hanya mengolah limbah cair, sedangkan penanganan limbah padat diserahkan ke pihak ketiga. Limbah cair di FPP diolah secara biologi, menggunakan sistem aerasi menggunakan aerator. Dengan adanya aerator ini, jumlah oksigen dalam air akan meningkat sehingga bakteri dapat berkembang biak dan menguraikan bahan-bahan kimia. Skema pengolahan limbah FPP dapat dilihat pada Lampiran 14. Pengolahan limbah cair ini melibatkan beberapa peralatan, antara lain: 1) Bak septik (Septic Tank). Pada bak ini limbah yang berasal dari Industrial waste water dan limbah cair yang berasal dari kebutuhan domestik industri dikumpulkan. 2) Bak Pencampur (Mixer Tank). Sebelum masuk ke bak ini limbah cair yang berasal dari septic tank disaring terlebih dahulu dan dihomogenkan. Apabila pH limbah cair pada bak ini rendah, maka ditambahkan kapur sampai pH menjadi netral.
Universitas Indonesia
60
3) Bak Aerasi. Limbah dari bak penampungan awal dialirkan ke bak aerasi, dan dilakukan pengembangbiakan bakteri untuk menguraikan bahan kimia dan juga ditambahkan urea sebagai nutrisi untuk perkembangbiakan bakteri. 4) Bak Pengendap. Pada tahap ini air dimasukkan ke dalam bak pengendapan, dan lumpur yang mengendap disaring pada tower adsorbsi dan sebelum masuk ke bak penampungan akhir pada dinding bak diberi saringan. 5) Bak Penampungan Akhir. Merupakan tempat penampungan akhir sebelum limbah dibuang. Air pada bak penampungan akhir akan dicatat beberapa parameter antara lain pH, suhu, konduktivitas, kandungan oksigen (BOD, COD), dan volume air limbah. 6) Tower Adsorbsi. Digunakan untuk mengadsorbsi hasil pengolahan air limbah yang merupakan penyaring lumpur yang berasal dari bak pengendap sehingga air yang dihasilkan menjadi jernih. Semua peralatan yang digunakan untuk proses produksi dan laboratorium memenuhi syarat dasar untuk peralatan yang digunakan dalam industri farmasi, yaitu: a. Dibuat dari baja tahan karat 316L dengan kekasaran < 0,6 Ra untuk semua bagian alat yang kontak langsung dengan produk. b. Mesin didisain dengan sebanyak mungkin alat pemisah yang dapat digunakan antara bagian teknik dan bagian produksi. c. Disain mesin menjamin bahwa tidak ada kontaminasi yang disebabkan oleh perangkat-perangkat sistem terhadap produk. d. Disain mesin dapat diubah untuk pengaturan kualifikasi yang sesuai. Sementara itu, pelapis epoksi digunakan secara luas untuk melapisi lantai, langit-langit, dan sekat antar dinding. Perawatan bangunan juga perlu dilakukan secara berkala, termasuk kontrol terhadap hama atau hewan-hewan pengganggu, seperti tikus, serangga, cicak, dan sebagainya. Semua hal tersebut juga menjadi tanggung jawab bagian teknik.
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Suatu industri farmasi dituntut untuk menyediakan produk obat yang bermutu baik untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan. Pedoman CPOB disusun sebagai petunjuk bagi para industri farmasi dalam menghasilkan obat yang bermutu baik pada saat proses produksi. Selain itu, CPOB adalah standar yang harus dipenuhi oleh setiap industri farmasi untuk menjamin proses produksi obat yang berkualitas, bermutu, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam CPOB meliputi : persyaratan-persyaratan dari manajemen mutu, personalia yang terlibat dalam industri farmasi, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk dan produk kembalian serta penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.
4. 1
Manajemen Mutu Manajemen mutu terdiri dari sistem mutu yang mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya dan tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian produk atau jasa pelayanan yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Sistem mutu yang diterapkan di PT. Ferron Par Pharmaceuticals adalah Ferron Integrated System (FIS). Sistem ini merupakan sistem integrasi utama yang berisi tentang kebijakan perusahaan, bisnis, dan rangkuman dari seluruh kegiatan yang dilakukan di FPP. FIS mengacu kepada standar CPOB dan ISO 9001:2008. Standar ini digunakan dalam hal pemenuhan persyaratan yang diperlukan untuk penjualan produk baik di dalam negeri, maupun di luar negeri. Adanya standar-standar tersebut yang diadopsi dalam FIS memungkinkan FPP untuk mengekspor produknya ke Afrika Selatan, negara-negara ASEAN, negara Eropa, dan lain-lain. Artinya, mutu produk yang dihasilkan FPP telah memenuhi persyaratan dan diakui oleh negara-negara tersebut. 61
Universitas Indonesia
62
Selain sistem mutu, diperlukan juga tindakan untuk pemenuhan persyaratan mutu yang disebut juga dengan pemastian mutu. Tindakan ini dilakukan dari sebelum proses produksi hingga produk telah beredar di pasaran. Sebelum produksi dimulai, terlebih dahulu dibuat planning mingguan yang diturunkan dari Master Production Schedule yang dibuat oleh bagian PPIC. Selanjutnya, dibuat juga WO (Work order) Picklist, yang merupakan bahanbahan yang diperlukan selama proses produksi, baik bahan kemas maupun bahan baku, serta Manufacturing Instruction, yang merupakan alur proses selama kegiatan produksi, termasuk kegiatan In Process Control (IPC). Bagian timbang akan menyiapkan bahan sesuai dengan yang tertera dalam WO Picklist, dan bagian produksi akan melakukan proses produksi sesuai dengan yang tercantum dalam Manufacturing Instruction. Proses produksi dilakukan pada alat-alat yang telah terkualifikasi dan proses yang telah divalidasi. Seluruh kegiatan produksi harus terdokumentasi agar dapat dikaji mengenai kekonsistenan dalam produksi dan menelusuri permasalahan jika terjadi kesalahan dalam produksi. Seluruh dokumen selanjutnya akan dievaluasi dan dikaji oleh bagian Quality Compliance untuk menentukan apakah produk ruahan, produk antara dan produk jadi di-release atau di-reject. Penyimpanan bahan awal, bahan kemas, produk jadi menjadi tanggung jawab gudang, dimana penyimpanan dilakukan pada kondisi masing-masing yang dipersyaratkan. Pendistribusian barang, baik internal maupun eksternal, harus
tercatat dengan benar, baik secara manual maupun sistem
komputerisasi (Oracle System). Hal ini dimaksudkan agar jumlah barang yang terdokumentasi sesuai dengan jumlah yang ada.
Proses
dokumentasi
pendistribusian ini dilakukan pada saat penyerahan barang dari gudang ke timbang, penyerahan barang dari timbang ke produksi, penyerahan dari produksi ke gudang, penyerahan dari gudang ke tim ekspedisi, serta pada saat bagian produksi meminta barang tambahan serta pengembalian barang yang berlebih. Uji stabilitas dilakukan untuk menjamin mutu produk yang telah diproduksi. On Going Stability dilakukan dengan sampel pertinggal (retained sample) yang disimpan sesuai dengan kondisi yang tertera dalam kemasan. Universitas Indonesia
63
Hal ini dilakukan untuk memastikan dan memantau bahwa produk yang telah diedarkan tetap stabil selama disimpan sesuai dengan kondisi yang tertera dalam kemasan. Selain itu, dilakukan inspeksi diri dan audit internal untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan produksi memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Evaluasi mutu suatu produk dikaji secara berkala dalam bentuk Product Quality Review (PQR) untuk memastikan kinerja produksi yang dilakukan terhadap produk tersebut bersifat konsisten dan tidak menimbulkan banyak penyimpangan. Untuk memantau kualitas produk ruahan atau produk jadi selama proses produksi, dilakukan pengawasan mutu yang mencakup proses pengambilan sampel, prosedur pengujian dan dokumentasi. Pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan metode analisa yang telah divalidasi dan dilakukan oleh personel yang telah terlatih. Pengambilan sampel dilakukan untuk pengujian pada saat pelulusan bahan awal, pengujian IPC, dan pengujian produk akhir. Prosedur pengujian dilakukan sesuai dengan metode analisa yang telah divalidasi dan setiap prosedur pengujian didokumentasikan berupa print out dari alat-alat yang digunakan dan laporan hasil uji (LHU). Penerapan Ferron Integrated System sebagai sistem mutu memperlihatkan bahwa FPP telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan CPOB. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya sertifikat CPOB untuk berbagai sediaan farmasi yang diproduksi FPP serta sertifikat lain yang berasal dari luar negeri di antaranya, dari Uni Eropa, Australia, Afrika dan Asia sehingga dapat memasarkan produknya ke negara tersebut.
4.2
Personalia Suatu industri farmasi diharuskan memiliki personalia dengan jumlah
yang cukup dan terlatih dalam menjalankan proses produksi dan mengerjakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Tugas masing-masing personel terdapat di struktur organisasi untuk setiap bagian departemen maupun lini atau bagian lain yang terkait. Pembagian tugas dilakukan agar tidak terdapat tumpang tindih pada saat pengerjaan tugas. Manajer Produksi bertanggungjawab kepada Manajer Pabrik, sedangkan Manajer Pabrik dan Universitas Indonesia
64
Manajer Quality bertanggung jawab kepada Head of Plant Site Cikarang (Kepala Pabrik Cikarang). Semua personel sudah terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi. PT Ferron Par Pharmaceuticals menempatkan apoteker sebagai Manajer Quality dan Manager Produksi sesuai dengan yang dianjurkan berdasarkan anjuran CPOB. Efektivitas pelatihan dinilai melalui evaluasi dan sesi timbal balik untuk memastikan level pemahaman dari topik yang diberikan. Jika seseorang tidak memenuhi persyaratan minimum, maka harus mengikuti pelatihan ulang. Semua pelatihan dicatat oleh bagian SDM. Progam pelatihan yang diadakan FPP menunjukkan
bahwa
FPP
telah
mengikuti
anjuran
CPOB
dalam
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan personel dalam bekerja.
4. 3
Bangunan dan Fasilitas Bangunan FPP terletak di wilayah industri Jababeka Cikarang dan
keberadaannya dalam wilayah industri diharapkan dapat meminimalisir pencemaran
yang
dapat
menganggu
kenyamanan
penduduk
sekitar.
Perlindungan terhadap bangunan juga direncanakan dengan membuat disain bangunan utama yang lebih tinggi daripada jalan di depan, untuk menghindari luapan air masuk bila terjadi banjir. FPP mempunyai disain bangunan yang memenuhi persyaratan CPOB, dimana bagian sudut lantai dan atap tidak berupa sudut mati, namun melengkung, sehingga mudah untuk dibersihkan. Bagian bawah jendela diberi kemiringan tertentu agar tidak mendeposit kotoran. Lantai dan langit-langit dilapisi epoksi sehingga mudah untuk dibersihkan. Kerangka pintu dan jendela terbuat dari aluminium sehingga tidak lapuk dan mudah dibersihkan. Sekitar bangunan FPP juga dilakukan program pest control untuk mencegah masuknya binatang pengerat atau serangga ke dalam bangunan. Tata letak ruangan dibuat berdasarkan pertimbangan kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif. Terdapat perbedaan alur pergerakan antara material dan karyawan, dimana karyawan masuk melalui ruang ganti di bagian belakang bangunan sedangkan material masuk melalui Universitas Indonesia
65
ruang penyerahan di bagian depan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi ketidakteraturan yang dapat menyebabkan terhambat jalannya produksi dan mungkin dapat membahayakan personel, sesuai dengan anjuran di CPOB. Ruangan-ruangan dalam bangunan dibagi menjadi beberapa kelas yang mempunyai persyaratan jumlah partikel dan mikroba yang berbeda sesuai dengan tingkat kritikalitas terhadap produk yang diproduksi dalam ruangan tersebut. Kelas tersebut adalah kelas A , kelas B, kelas C, kelas D dan kelas E. Sistem tata udara diatur oleh FPP agar kondisi persyaratan tiap kelas kebersihan terpenuhi. Sistem tata udara diatur dengan menggunakan AHU sebanyak 20 buah yang dibagi menjadi beberapa area sesuai dengan kebutuhannya. Spesifikasi, seperti temperatur, perbedaan tekanan antar ruang, pergantian udara, kelembaban rata-rata, dan jumlah partikel didokumentasikan untuk setiap ruang. Terdapat sistem Air lock dengan sistem interlocking terdapat pada perbatasan antara dua ruangan dengan zona higienis yang berbeda, untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Area penimbangan mempunyai sistem AHU dan tata udara yang berbeda. Pada ruangan ini terdapat sistem dust collector dan exhaust untuk melindungi personel dari paparan bahan-bahan yang ditimbang. Ruangan ini dibagi menjadi 9 ruangan untuk tempat menimbang dengan kapasitas yang berbeda-beda, dan satu ruangan hanya digunakan untuk satu bahan saja. Hal ini akan meminimalisir terjadinya kontaminasi silang pada saat penimbangan. Untuk ruangan yang diperuntukkan menimbang bahan-bahan yang digunakan untuk produksi steril terdapat sistem aliran udara unidirectional dimana udara terus diganti dengan yang baru dengan kecepatan udara tertentu (Laminar air flow) dan latar belakang kelas white. Pipa, kabel, saluran-saluran serta benda lain yang dapat mengganggu proses produksi dan menjadi sumber kontaminasi tidak ditempatkan di area produksi, melainkan ditempatkan dalam ruangan mezzanine, yang terletak antara satu lantai dengan yang lain. Area penyimpanan, yaitu gudang, terbagi menjadi 4 bagian, yaitu gudang sentral suhu ≤30°C rak tingkat 1-5, gudang sentral suhu tidak diklasifikasikan Universitas Indonesia
66
untuk rak 6-8 untuk menyimpan bahan kemas, terdapat 2 gudang dengan suhu terkontrol ≤25°C digunakan untuk produk yang akan didistribusikan ke Asia dan Eropa, dan terdapat 3 gudang Cold storage suhu 2-8°C. Kondisi tiap ruangan terus dipantau dan dipasang alarm untuk mengetahui perubahan kondisi yang TMS. Pada gudang sentral, terdapat rak yang terdiri dari 8 lantai dan 15 baris (A-O) yang berupa kerangka besi untuk menahan pallet yang diletakkan diatasnya. Bentuk kerangka ini akan mempermudah dalam pembersihan dan memperkecil jumlah kotoran yang terdeposit. Pada area ini terdapat loker terkunci untuk menyimpan label, jeruji terkunci untuk menyimpan barang-barang yang bernilai tinggi dan psikotropika. Hal ini ditujukan agar tidak ada penyalahgunaan label dan pencurian. Ruang pengambilan sampel berlatar belakang grey sehingga kontaminasi terhadap bahan awal dapat terkontrol. Pada ruang staging terdapat pass thru yang digunakan untuk memindahkan barang dari gudang ke bagian timbang, atau bagian produksi ke gudang. Adanya pass thru ini akan meminimalisir kontaminasi sehingga kondisi lingkungan tetap terkendali. FPP menggunakan alkohol yang berupa bahan mudah terbakar, dan tempat penyimpanannya terpisah dari gudang, yaitu diluar gedung utama di bagian belakang. Area laboratorium berada terpisah dari area produksi, begitu juga ruangan mikrobiologi yang terletak terpisah dari area produksi maupun area laboratorium. Ruang timbang pada area ini dilengkapi dengan printer yang dapat mencetak hasil timbang untuk didokumentasikan pada batch record. Ruang mikrobiologi merupakan kelas white, dengan sistem airlock sebagai jalan masuk. Ruangan ini memiliki sistem tata udara yang berbeda dengan area laboratorium, karena kondisi yang dipersyaratkan lebih ketat. Ruang kantin terletak terpisah dari ruang produksi. Setiap lantai terdapat mushala dan toilet untuk memenuhi kenyamanan personel. Terdapat 3 kategori ruang ganti, yaitu black, grey dan white, dimana untuk ruang ganti grey dan white dipisahkan dengan airlock sebelum masuk ke ruang produksi, sehingga dapat meminimalisir kontaminasi dari ruang ganti. Area teknik terletak di bangunan terpisah dan dapat terhubung ke bagian mezzanine. Hal ini dimaksudkan agar bagian teknik dapat melakukan perawatan dan Universitas Indonesia
67
perbaikan pada utility system (seperti HVAC, sistem pengolahan air, Compressed air dan Steam) tanpa harus mengganggu proses produksi atau menimbulkan kontaminasi ke dalam ruangan. Air yang digunakan untuk menunjang seluruh kegiatan produksi di FPP adalah Raw water, Fresh water, Softened Water, Purified Water dan Water for Injection. Air yang digunakan telah diolah dengan treatment masing-masing dan digunakan untuk keperluan yang berbeda. Pada berbagai jenis air ini dilakukan pengawasan/monitoring untuk memastikan bahwa air yang digunakan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh FPP.
4. 4
Peralatan Semua peralatan yang digunakan untuk proses produksi yang kontak
dengan bahan dikonstruksi menggunakan Stainless Steel 316 L dengan roughness < 0.6 Ra untuk tiap alat yang kontak langsung dengan produk. Mesin didisain dengan sebanyak mungkin separator antara bagian kotor dengan bagian yang bersih. Adanya seperator tersebut memperkecil kemungkinan terjadi kontaminasi dari bagian yang kotor dari alat ke bagian yang bersih. Mesin didisain sedemikian rupa untuk memastikan bahwa tidak ada kontaminasi yang disebabkan sistem penunjang (udara bertekanan, uap, udara, minyak) pada produk. Disain mesin memungkinkan untuk dilakukan kualifikasi terhadap kinerjanya. Kualifikasi meliputi kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi performa mesin. Kualifikasi peralatan dilakukan oleh bagian Quality yang dibantu oleh bagian teknik dan produksi. Selain kualifikasi, juga dilakukan kalibrasi pada peralatan ukur yang digunakan. Kalibrasi ini dilakukan secara terjadwal untuk menjamin keakuratan alat ukur. Kualifikasi dan kalibrasi merupakan bagian dari program validasi. Peralatan ditempatkan sesuai area yang telah ditentukan sebelumnya. Area tersebut ditandai dengan garis putusputus berwarna kuning untuk memudahkan karyawan dalam meletakkan peralatan. Pada saluran-saluran diberikan penandaan baik dengan tulisan maupun warna beserta dengan tanda arahnya. Hal ini akan mempermudah penelusuran jika terjadi kerusakan atau kecacatan pada produk. Universitas Indonesia
68
4. 5
Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi yang tinggi perlu diterapkan pada sebuah industri farmasi
sehingga dapat mencegah terjadinya pencemaran terhadap produk. Sanitasi dibedakan menjadi higiene personel, sanitasi bangunan dan fasilitas, sanitasi peralatan dan validasi pembersihan. Untuk memenuhi persyaratan higiene personel, maka FPP menerapkan tiap personel baik karyawan maupun non karyawan yang masuk maupun melewati area produksi FPP mengenakan baju yang sesuai dengan area produksi tempat personel tersebut bekerja (white, grey atau black). Baju tersebut terbuat dari bahan yang tidak melepaskan serat dan dilengkapi dengan penutup kepala. Adanya penutup kepala akan melindungi produk dari rambut atau benda lain yang mungkin dapat jatuh dari kepala. Baju grey dilengkapi dengan tangan panjang, dan harus memakai masker dan sarung tangan untuk personel yang kontak langsung dengan produk. Baju kerja black di PT FPP dicuci setiap 2 hari sekali, sedangkan sepatu dicuci setiap 1 bulan sekali. Pada beberapa tempat tersebut terdapat poster dan protap mencuci tangan. Pada personel FPP dilakukan juga medical check-up yang dilakukan baik pada saat recruitment maupun secara periodik. Hal ini dimaksudkan untuk memantau dan menjamin bahwa kesehatan personel tetap terjaga selama bekerja di FPP. Medical check-up yang dilakukan secara periodik bergantung pada frekuensi kontak produk dengan personel dan kegiatan yang dilakukan di FPP. Selain itu, personel juga dilarang merokok di FPP. Personel yang mengidap penyakit menular tidak diperbolehkan bekerja hingga sembuh kembali. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari penyakit tersebut. Personel yang memiliki luka terbuka tidak boleh kontak dengan bahan dan produk, karena dikhawatirkan bahan atau produk tersebut dapat masuk ke dalam tubuh personel melalui luka tersebut. Untuk memenuhi persyaratan sanitasi bangunan dan fasilitas, ruang ganti black dilengkapi dengan fasilitas locker yang memungkinkan personel
menyimpan
barang
milik
pribadi
selama
jam
kerjanya
berlangsung. Personel hanya boleh makan dan minum dalam tempat Universitas Indonesia
69
tertentu, yaitu kantin yang terletak di lantai 3. Setelah makan pun personel harus mencuci tangan sebelum keluar dari kantin dengan prosedur yang telah ditetapkan. Setiap airlocks yang memisahkan antara ruang ganti grey dan white disediakan hand sanitizer. Dinding, langit-langit, lantai, fitting lampu, grille dibentuk dan dipasang sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Pembersihan dilakukan dengan peralatan yang sebelumnya sudah dibersihkan terlebih dahulu. Sampah dikumpulkan dalam tempat sampah dan diambil setiap hari secara teratur pada jam-jam tertentu. Ruangan produksi yang akan digunakan harus dalam keadaan bersih, hal ini diperlihatkan dari label bersih yang bertuliskan clean yang ditandatangani oleh supervisor. Jika ruangan tersebut telah selesai digunakan, maka ruangan diberikan label yang berwarna merah yang bertuliskan “to be cleaned” untuk segera dibersihkan oleh personel yang berwenang. Jika ruangan telah dibersihkan dan belum digunakan maka diberikan label yang berwarna putih yang bertuliskan “cleaned” Jika produksi sedang berjalan, maka ruangan diberikan label berwarna hijau yang bertuliskan ”used for” dan dituliskan nama produk, nomor batch waktu mulai dan selesai proses produksi dan ditandatangani oleh supervisor. Peralatan yang digunakan, terutama yang kontak dengan produk, harus dibersihkan dengan baik agar tidak terjadi kontaminasi silang. Seperti halnya label bersih
ruangan,
terdapat
juga
label
bersih
peralatan
yang
memperlihatkan peralatan tersebut sebelumnya digunakan untuk apa dan sudah dibersihkan atau belum. Terdapat ruang pencucian alat pada masingmasing lini area produksi untuk mencuci peralatan yang dapat dilepas dari mesin. Prosedur pencucian dan sanitasi yang dilakukan sesuai dengan protap yang berlaku dan telah divalidasi melalui cleaning validation.
4. 6
Produksi Proses produksi harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan
memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Universitas Indonesia
70
Bahan awal yang digunakan berasal dari vendor yang telah diaudit dan disetujui oleh bagian Quality Audit dari bagian Quality. Pada saat penerimaan bahan awal dilakukan pemeriksaan kebenaran bahan, pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Jika telah sesuai, barang diterima dan dilakukan input administratif ke dalam sistem Oracle yang secara otomatis akan membuat nomor lot baru untuk barang tersebut. Bahan awal akan mendapat status karantina dan pihak Quality akan menguji bahan tersebut apakah memenuhi spesifikasi atau tidak. Jika lulus maka diberikan label release berwarna hijau, dan jika ditolak maka bahan akan ditempatkan di ruang reject dalam gudang sambil menunggu saatnya dimusnahkan atau dikembalikan ke supplier. Penempelan label hanya boleh dilakukan oleh personel dari bagian Quality. Bahan awal yang telah diluluskan disimpan dalam gudang sesuai dengan persyaratan kondisi masing-masing bahan. Setiap bahan terdapat kartu stok yang dituliskan secara manual untuk mengetahui berapa banyak bahan tersebut yang tersisa dan dituliskan juga tanggal pengambilan serta personel yang bertanggung jawab. Jumlah sisa stok kemudian diupdate dengan memasukkan ke dalam Oracle system. Hal yang sama juga berlaku terhadap bahan kemas. Jika terdapat kecacatan baik yang diamati secara visual, dibuat permohonan pengujian berupa lembar Action Request yang selanjutnya ditindak lanjuti oleh bagian Quality Compliance. Validasi proses merupakan pembuktian yang terdokumentasi bahwa semua aspek (material, mesin, manusia, metoda dan lingkungan) dalam suatu proses produksi senantiasa memberikan produk akhir yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Validasi proses dilakukan terhadap minimal 3 batch produksi secara berurutan dengan frekuensi dan jumlah pemeriksaan atau inspeksi yang lebih ketat dibandingkan dengan pemeriksaan normal. Validasi proses dilakukan oleh tim validasi dibawah koordinasi Departemen Quality bagian validasi. Validasi terhadap produk baru dan produk existing dilakukan concurrent yaitu validasi yang dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan. Revalidasi dapat dilakukan apabila terjadi perubahan yang Universitas Indonesia
71
signifikan, misalnya perubahan metode proses produksi atau perubahan pada kondisi alat. Selain itu dibuat jadwal khusus untuk mengevaluasi dan mereview hasil dari validasi proses. Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus dihindarkan. Salah satunya adalah dengan penggunaan sistem airlock dan juga sistem perbedaan tekanan untuk mengatur airflow di ruangan tersebut. Ruangan dengan proses dengan tingkat kritikalitas yang tinggi mempunyai tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan di sekitarnya, misalnya filling dan capper pada ruangan produksi aseptis. Untuk menjaga agar bahan yang terdapat di dalam ruangan tidak keluar dan mencemari ruangan lain maka perbedaan tekanannya dibuat menjadi lebih rendah dibandingkan dengan ruangan di sekitarnya, misalnya ruang mixing produksi tablet memiliki tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan tekanan koridor. Cara lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang adalah dengan penggunaan baju grey, black dan white sesuai spesifikasi ruangan, menerapkan pembersihan dan dekontaminasi peralatan yang tervalidasi, serta penggunaan label bersih untuk mesin dan ruang. Penomoran batch di PT Ferron Par Pharmaceuticals terdiri dari 7 digit angka. Digit pertama merupakan angka unik yang ditentukan dengan perhitungan digit ketiga dari tahun dikalikan dua, hasil kalinya diambil digit terakhir, kemudian ditambahkan digit awal dari angka bulan. Digit kedua merupakan angka pengenal bulan yang diambil dari digit terakhir bulan pembuatan. Digit ketiga merupakan angka pengenal tahun diambil dari angka terakhir angka tahun. Kombinasi 3 digit pertama ini akan berulang setiap lima puluh tahun sehingga kemungkinan overlapping tidak akan terjadi. Kombinasi tersebut telah dihitung secara otomatis dengan sistem komputerisasi. Digit keempat sampai tujuh merupakan nomor urut batch dari 0001 sampai dengan 9999 yang dikeluarkan secara berurutan selama satu tahun sesuai urutan bets tersebut dijadwalkan tanpa memandang jenis dan nama produk. Penimbangan dilakukan di lini timbang. Hanya 1 material yang dapat ditimbang pada satu ruang dan waktu. Pada ruang timbang terdapat surat SB2RT (Surat Bukti Bersih Ruang Timbang), dimana surat ini diisi dengan Universitas Indonesia
72
personel yang melakukan pembersihan ruang timbang dan pengecekan kebenaran alat timbang, personel yang mengecek kebersihan ruang timbang, personel yang melakukan penimbangan serta bahan yang ditimbang. Keberadaan SB2RT ini memungkinkan untuk memastikan bahwa ruang timbang siap untuk dipergunakan dan mengetahui bahan apa yang ditimbang sebelumnya. Operator timbang akan menimbang sesuai label timbang yang diterbitkan berdasarkan WO picklist. Semua bahan baku untuk 1 bets yang telah ditimbang selanjutnya diletakkan pada tempat khusus untuk dibawa ke bagian produksi. Sebelum diserahkan ke lini produksi, supervisor timbang mengecek ulang kebenaran identitas dan jumlah bahan-bahan yang ditimbang. Bahan sisa penimbangan dikembalikan ke gudang melalui ruang staging in. Proses serah terima material antara lini timbang dan produksi dilakukan dengan mengecek kembali kebenaran bahan, no lot dan jumlah penimbangan. Jika telah sesuai, petugas dari lini timbang dan produksi yang memberikan tanda tangan di WO picklist sebagai bukti serah terima material. Material sisa produksi
selalu
direkonsiliasi
sebelum
dikembalikan
ke
gudang.
Dokumentasi yang dilakukan berupa pengisian Slip Retur Barang (SRB). Pada SRB, tertera nomor item, nama barang dan jumlah yang dikembalikan. Jumlah barang yang di retur selalu dicek dengan tabel rekonsiliasi yang terdapat pada Manufacturing Instructions. Dalam tabel rekonsiliasi, diisi jelas berapa jumlah material yang digunakan, berapa yang rusak, dan berapa yang masih baik untuk dikembalikan ke gudang. Selain itu juga dilakukan Permintaan Penyesuaian Stok jika ternyata jumlah yang ditimbang tidak tepat (karena dalam penimbangan terdapat sisa dalam scoop) yang kemudian dilakukan penyesuaian jumlah baik secara manual maupun secara komputerisasi (Oracle System). Sebelum mesin dan ruang digunakan untuk proses produksi, supervisor produksi akan memastikan kondisi kebersihan mesin/ruang serta memberikan tanda tangannya di label bersih sebagai tanda bahwa mesin/ruang telah bersih dan boleh digunakan untuk proses produksi. Kegiatan pengolahan dilaksanakan mengikuti Manufacturing Instruction (MI). Semua keterangan terkait proses akan dicatat di dalamnya. Produk ruahan yang menunggu proses Universitas Indonesia
73
selanjutnya akan disimpan di ruangan WIP (Work in Process). Kegiatan IPC dicatat dan datanya dilampirkan dalam batch record. Setiap penyimpangan terkait proses harus dipertanggungjawabkan dan dilaporkan melalui form Action Request ke bagian Quality. Produk yang berada di WIP harus segera diproduksi dan tidak boleh dibiarkan hingga berhari-hari. Ruangan-ruangan produksi yang mengolah bahan berbentuk serbuk kering (misalnya granulasi, ruangan untuk mengayak, dan ruang tablet) memiliki tekanan yang lebih kecil dari koridor dan dilengkapi dengan fasilitas dust collector. Parameter operasional yang kritis (misal waktu, kecepatan, dan suhu) untuk tiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan dicatat dan dipantau selama proses berlangsung. Mesin pengering fluid bed menggunakan kantong filter yang terbuat dari bahan yang tidak melepaskan partikel dan selalu dicuci tiap kali selesai digunakan untuk memproses sediaan. Sebelum digunakan, punch dan die diperiksa dari keausan. Pemantauan bobot tablet dilakukan tiap beberapa menit sekali selama proses tabletasi berlangsung oleh bagian produksi dan IPC. Pada setiap ruang cetak tablet terdapat timbangan yang digunakan untuk memantau bobot hasil cetak tablet yang dilakukan oleh bagian produksi. Hasil pemantauan dimasukkan ke dalam Lembar Pemantauan Bobot Tablet. Terdapat ruangan yang digunakan untuk pembuatan larutan pengikat (binder), sehingga memperkecil kemungikinan kontaminasi karena adanya mikroba. Tablet yang di-reject oleh mesin disimpan dalam tempat yang terpisah sehingga tidak tercampur dengan tablet yang sesuai spesifikasi. Pada produksi cairan, krim dan salep, disain peralatan sesedikit mungkin terdapat sambungan mati dimana residu dapat berkumpul dan menyebabkan perkembangan mikroba. Perhatian khusus diberikan pada awal pengisian, sesudah perhentian dan pada akhir proses untuk memastikan bahwa produk dalam keadaan homogen. Pada ruang filling produk cairan, ruangan memiliki tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di ruang sekitarnya dan berlatar belakang grey untuk mencegah kontaminasi. Air yang digunakan selama proses produksi hanya air yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Bahan pengemas diperiksa terlebih dahulu baik kebenarannya maupun jumlahnya. Jika terdapat hal yang tidak sesuai dengan WO Picklist maka proses Universitas Indonesia
74
produksi tidak akan berjalan. Tahap pengemasan pada setiap lini dilakukan secara in line, dengan conveyor, sehingga dapat mempercepat proses dan meminimalisir
miss-labelling.
Setiap
hasil
pencetakan
(expired
date,
manufacturing date, batch number dan harga eceran tertinggi) selalu dicek pada interval tertentu. Proses pengemasan dituangkan dalam WO Routing dengan memastikan lebih dulu bahwa jalur kemas dan mesin koding berada dalam kondisi bersih dan hanya produk ruahan, bahan kemas dan dokumen untuk batch yang sedang dikerjakanlah yang ada di jalur kemas. Hal ini untuk mendukung kelancaran proses pengemasan secara inline dan untuk mencegah adanya mixed up. Selain itu dilakukan rekonsiliasi pengemasan untuk mengetahui persentase reject dan persentase rekonsiliasi. Jika terdapat cacat pada bahan kemasan baik primer maupun sekunder, dilakukan pemusnahan, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan. Hal yang diperiksa selama pengawasan dalam proses (in process control) adalah parameter-parameter yang penting dalam bahan awal dan produk ruahan, misalnya kadar air dalam proses granulasi, keseragaman bobot tablet, keregasan bobot tablet, dan lain-lain. Hal lain yang diperiksa adalah bobot akhir setelah produk jadi berada dalam inner box dan master box. Hal ini dilakukan untuk mengetahui adanya produk yang hilang atau bertambah pada saat pengemasan jika nilai hasil penimbangan berbeda jauh dari yang seharusnya. Sampel yang diambil untuk setiap pengujian IPC adalah dibagian awal, tengah dan akhir produksi. Hasil pengujian selama inspeksi in proses control didokumentasikan yang selanjutnya akan dilampirkan dalam batch record. Bahan awal yang di-reject dari pihak Quality dicatat dalam laporan rekonsiliasi. Semua komplain direkam dan di-review secara periodik. Produk kembalian dari recall akan disimpan pada ruangan terpisah sementara menunggu keputusan dari Manajer Quality. Produk retur atau recall yang tidak memenuhi syarat selanjutnya dimusnahkan. Berita acara pemusnahan harus diketahui dan ditandatangani oleh Compliance Manager. Terdapat prosedur untuk melakukan mock recall. Hal ini dilakukan guna menilai efektifitas recall yang dilakukan. Produk yang dikembalikan dilakukan pemusnahan sehingga mencegah terjadinya penyalahgunaan. Universitas Indonesia
75
Selama menunggu pelulusan dari bagian Pemastian Mutu, seluruh batch/lot yang sudah dikemas ditahan dalam status karantina. Produk yang dikarantina diberi label “Karantina” atau diberi tanda berupa jaring berwarna kuning yang menutupi seluruh batch. Produk karantina tidak ditempatkan di tempat yang berbeda dengan produk yang telah di-release. Produk jadi diserahkan dari pihak produksi ke bagian gudang dengan produk berstatus karantina. Penyerahan produk ini dilakukan beserta slip penyerahan hasil produk (SPHP). Sebelum pihak gudang menerima produk dari produksi diperiksa terlebih dahulu kebenaran identitas dan jumlahnya. Setalah itu pihak gudang akan menyimpan produk tersebut di tempat yang sesuai dengan kondisi penyimpanannya. PT Ferron Par Pharmaceuticals menganut prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) dalam mengatur alur penyimpanan, penggunaan, dan distribusi barang. Distribusi produk dilakukan oleh PT. Anugerah Argon Medica (AAM) dan Djembatan Dua (DD).
4. 7
Pengawasan Mutu Bagian Quality bertanggung jawab menjamin bahwa semua produk yang
diproduksi oleh FPP memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Quality department dipimpin oleh Quality manager yang membawahi Validation manager, Quality Audit
manager, Compliance manager,
laboratorium
manager,
Microbiology supervisor, dan Shift supervisor. Bagian validasi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kualifikasi, validasi pembersihan, validasi proses, kalibrasi, evaluasi deviasi terkait fasilitas, stabilita, menangani kontrol perubahan, dan melakukan monitoring terhadap ruangan dan air. Bagian Quality Audit melaksanakan 2 level audit yang dilaksanakan di FPP, yaitu audit internal periodik yang dilakukan 2 kali setahun dan inspeksi acak (on the spot random inspection) atau inspeksi diri yang meliputi pemeriksaan mutu pada tempat-tempat tertentu yang berhubungan dengan kerja bagian Quality. Bagian lain adalah Quality Compliance, dimana peran utama bagian Quality Compliance adalah untuk memastikan bahwa produk yang diproduksi Universitas Indonesia
76
oleh perusahaan telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan mulai dari saat produksi sampai produk kadaluarsa. Bagian laboratorium kimia melakukan pengujian secara fisik dan kimia, dan bagian laboratorium mikrobiologi bertanggung jawab terhadap analisis mikrobiologi terutama untuk
produk
steril
atau
produk
yang
memerlukan
analisis
uji
mikrobiologi. Bagian IPC bertugas melakukan uji parameter-parameter pada tahapan produksi yang kritis dan monitoring ruangan steril. Sistem pengawasan mutu bertanggung jawab pada kegiatan sampling, spesifikasi dan testing, mencakup koordinasi, dokumentasi dan release produk dengan menjamin bahwa setiap pengujian yang diperlukan telah dilakukan dan melakukan judgement untuk meluluskan atau menolak bahan baku, ruahan maupun produk jadi. Setiap metode analisis yang digunakan di FPP dikembangkan oleh bagian analytical development yang merupakan bagian R&D Dexa Group. Bagian Quality dilengkapi dengan tempat penyimpanan batch record dan retained sample. Penyimpanan retained sample disesuaikan dengan keadaan yang tertera pada label kemas produk. Dokumentasi yang terdapat di bagian quality control antara lain spesifikasi, prosedur sampling, prosedur testing, laporan pengujian analisis dan sertifikatnya, validasi metode analisis dan prosedur kalibrasi. Dokumen batch record disimpan sampai 1 tahun setelah masa expired date. Setiap penggunaan reagen yang baru dicatat dan dilakukan penyesuaian antara reagen yang tercatat dengan reagen yang ada. Peralatan dan instrumen di laboratorium telah mempunyai prosedur tetap untuk pengoperasiannya masingmasing. Peralatan di laboratorium, sama seperti halnya peralatan di bagian produksi juga dikualifikasi dan dikalibrasi, untuk memastikan bahwa instrumen tersebut dapat berfungsi dengan baik. Setiap kali menggunanakan alat, personel yang bertanggung jawab mencatat dalam log book, untuk mempermudah penulusuran jika terjadi kerusakan.
4. 8
Inspeksi Diri dan Audit Mutu PT. Ferron Par Pharmaceuticals memiliki program inspeksi diri yang
dilakukan secara rutin oleh bagian Quality Audit yang merupakan salah satu Universitas Indonesia
77
bagian di departemen Quality. Inspeksi diri ini bertujuan untuk menemukan ketidaksesuaian aspek CPOB di FPP dengan guidance. Dalam melaksanakan tugasnya, tim ini memakai acuan CPOB (GMP), bukan FIS (Ferron Integrated System) manual. Jadwal pelaksanaan inspeksi diri dilaksanakan secara acak tiap 4 kali dalam sebulan pada semua lini yang ada. Penyimpangan yang ditemukan kemudian didokumentasikan dan dilaporkan untuk ditindaklanjuti. Hasil dari inspeksi diri ini berupa rekomendasi perbaikan (CAPA) serta komitmen pelaksanaan perbaikan oleh lini terkait (person in charge) dalam jangka waktu (due date) tertentu. Selain inspeksi diri, salah satu bentuk komitmen untuk melaksanakan quality management system adalah dengan audit internal. Audit internal di FPP menjadi tanggung jawab SnP (System and Planning) department dan dilakukan secara rutin sekurang-kurangnya tiap 6 bulan sekali. Berbeda dengan inspeksi diri, aspek yang dikoreksi dalam audit internal mencakup semua bagian dalam sistem manajemen FPP (meliputi sistem kualitas, dokumentasi secara umum, dan 5R). Pelaksana audit internal berupa tim. Tim audit yang ditunjuk akan membuat checklist yang berisi pertanyaan mengenaikeseluruhan sistem sebelum melakukan audit. Hasil audit internal dikategorikan dalam 2 jenis : a.
Non conformance, apabila temuan berupa adanya ketidaksesuaian antara tahapan di prosedur dengan realisasinya, adanya poin tidak terpenuhinya standar yang berdasarkan Quality Management System (QMS), dan adanya penyimpangan nilai standar karena tidak mengadopsi QMS. Hasil temuan ini dicatat dalam form CAR (Corrective Action Request).
b.
Observation, apabila hasil temuan tidak terlalu begitu dipermasalahkan, tetapi berpotensi untuk menjadi non conformance dirangkum dalam sebuah laporan dan disimpan dalam CAPA untuk menjamin bahwa tindakan pencegahan dan perbaikan dilakukan secara efektif sehingga masalah potensial tidak akan terjadi. Dalam pelaksanaan audit internal, FPP sudah mempunyai pro sedur
yang jelas. Rujukan yang dipakai adalah ISO 9001:2000 dan ASEAN GMP edisi 3 (tahun 1996). Audit mutu yang dilakukan FPP juga meliputi audit vendor/supplier, audit penerima agreement, dan audit eksternal. Audit supplier Universitas Indonesia
78
dilakukan tiap 6 bulan sekali. Dasar dalam mengaudit adalah Supplier Performance Evaluation (SPE), jatuh tempo, dan rasio reject. Audit ini dilaksanakan diperlukan).
menggunakan Audit
penerima
kuesioner, agreement
dan
inspeksi
(kontrak)
langsung
dilakukan
(bila
dengan
mempersiapkan mutu perusahaan, sedangkan, audit eksternal biasanya dilakukan secara periodik oleh badan regulated seperti BAVARIAN, TGA dan MHRA. Hasil audit eksternal ini akan di-follow up melalui CAPA dengan due date tertentu.
4. 9
Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Obat, dan Produk Kembalian Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek
samping yang merugikan atau masalah efek terapeutik. Penanganan keluhan terhadap produk di FPP dilakukan untuk seluruh produk yang diproduksi dan dipasarkan oleh FPP, yaitu produk yang diproduksi dan dipasarkan oleh FPP, produk yang diproduksi oleh FPP dan dipasarkan oleh contract giver, produk yang diproduksi oleh contract acceptor dan dipasarkan oleh FPP, dan produk repack. Untuk produk-produk toll out, jika terdapat keluhan produk, informasi akan diteruskan ke pihak manufacture sesuai dengan agreement yang telah disepakati. Bagian FPP Quality akan menerima surat jawaban dari manufacture mengenai investigasi keluhan dan akan meneruskannya kepada pihak yang mengajukan. Untuk produk-produk toll in, bagian quality menginformasikan hasil investigasi kepada pihak Quality contract acceptor. Jenis keluhan yang diterima adalah keluhan yang berhubungan dengan mutu produk, kimiawi atau biologis dari poduk atau kemasannya. Keluhan yang berupa reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal atau reaksi hampir fatal dan reaksi medis lainnya, serta efek terapeutik produk seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah, ditangani oleh medical. Keluhan farmasetik ditangani oleh Departemen Quality. Keluhan ini dapat bervariasi karena cacat produksi, misal : salah identitas bahan baku atau bahan kemas, kemasan tidak lengkap, kekurangan isi dalam doos atau box, kerusakan pada kemasan, fisik, kerusakan kimia, kadar yang tidak tepat, dan cacat non produksi, seperti cacat yang disebabkan karena terjadinya Universitas Indonesia
79
bencana alam, kesalahan penggunaan oleh konsumen sendiri, kehilangan barang saat pengiriman dan obat palsu. Penanggung jawab keluhan adalah Compliance manager. Keluhan yang diterima akan didokumentasikan dalam Databased Product Complaint dan Form Keluhan Produk. Sebagai respon awal (first response), akan dilakukan pemberitahuan tertulis kepada pihak yang mengajukan keluhan. Respon awal dapat berupa pemberitahuan tertulis bahwa keluhan sudah diterima oleh FPP dan akan segera ditindaklanjuti atau jawaban keluhan. Lead time penyusunan respon awal adalah 3 hari sejak keluhan diterima. Kemudian akan ditetapkan klasifikasi keluhan untuk menentukan lead time penanganan keluhan. Lead time penanganan keluhan yaitu 3 hari kerja untuk critical complaint, 14 hari kerja untuk major complaint, dan 30 hari kerja untuk minor complaint. Lead time dihitung mulai dari dokumen dan sampel keluhan sudah lengkap sampai dengan surat jawaban keluhan disusun. Setiap keluhan yang datang harus dievaluasi dan diinvestigasi. Bagian Quality compliance akan berkoordinasi dengan bagian terkait (misalnya: produksi, RnD, teknik, gudang, dll) dalam melakukan evaluasi dan investigasi serta menetapkan corrective action. Setelah melakukan investigasi dan evaluasi, follow up action yang harus dilakukan adalah keputusan terhadap produk yang dikeluhkan (dapat berupa recall) dan dilakukan penetapan action plan. Penetapan action plan bertujuan untuk mencegah masalah yang sama terulang kembali. Seluruh investigasi, evaluasi dan follow up action didokumentasikan dalam laporan penelusuran keluhan produk. Untuk keluhan yang berasal dari Medical, Contract Giver dan BPOM, akan disusun surat jawaban keluhan yang menjelaskan summary dari masalah yang ditemukan dan action plan yang akan dilakukan. Untuk keluhan yang berasal dari distributor, jika keluhan yang diterima merupakan justified complaint, akan ditandatangani oleh Quality Manager dan diserahkan ke Supervisor Gudang untuk dilakukan proses receiving barang di sistem. Setiap keluhan yang diterima akan dilakukan investigasi keluhan produk. Investigasi dilakukan dengan cara melakukan review seluruh informasi yang diperoleh mengenai keluhan seperti dokumen keluhan; nama produk, nomor Universitas Indonesia
80
bets, bentuk sediaan, dan kemasan produk, untuk memastikan bahwa produk yang dikeluhkan benar-benar produk FPP; kondisi sampel yang diterima; kronologi ditemukannya defect; dan kondisi penyimpanan produk di konsumen, kondisi distribusi, dan cara konsumen menggunakan produk. Kemudian periksa kesesuaian produk keluhan dengan retained sample. Review seluruh data yang ada pada batch record dan dokumen penyimpangan selama proses produksi. Cek databased keluhan untuk melihat apakah keluhan yang sama pernah terjadi sebelumnya. Jika keluhan yang sama pernah terjadi sebelumnya, cek dan pastikan bahwa action plan telah terlaksana dengan baik. Jika action plan telah terlaksana dengan baik, cek kembali adanya kemungkinan penyebab lain yang belum terindentifikasi pada investigasi keluhan sebelumnya. Analisa juga kemungkinan cacat yang sama terjadi pada bets-bets lainnya. Misalnya dengan melakukan review terhadap batch record 3 bets produk yang diproduksi sebelum dan sesudah bets keluhan.Tetapkan follow up action yang akan dilakukan. Tetapkan kesimpulan keluhan, apakah keluhan merupakan justified complaint atau unjustified complaint. Justified Complaint, jika suatu defect dinyatakan benar/valid, disebabkan karena proses produksi di FPP dan terjadi dibawah kontrol perusahaan. Non-justified Complaint, jika suatu defect masih sesuai dengan spesifikasi produk jadi dan tidak memiliki alasan yang jelas untuk diajukan sebagai keluhan. Misalnya: disebabkan karena kesalahan penanganan selama distribusi. Produk akan tetap dipasarkan bila yang terjadi bukanlah cacat kritis dan masih aman untuk dikonsumsi oleh konsumen. Tetapi jika produk dianggap mengalami cacat kritis dan membahayakan bagi konsumen akan dilakukan penarikan kembali produk. Penarikan kembali obat jadi dapat diprakarsai oleh pemerintah (Badan POM) maupun perusahaan itu sendiri. Koordinator penarikan kembali adalah Quality Manager. Penarikan kembali obat atas inisiatif dari perusahaan sendiri dapat dikarenakan cacat kualitas, baik dari segi estetika yang secara langsung tidak membahayakan pemakai (kerusakan label/kemasan, pemasangan tutup botol atau pengait botol infus yang tidak sempurna) maupun cacat kualitas dari segi teknis Universitas Indonesia
81
produksi yang dapat menimbulkan risiko yang merugikan konsumen bahkan kematian (salah bahan, salah kadar, salah label, dan sebagainya). Penarikan kembali produk juga dapat dilakukan karena adanya penemuan cacat kualitas oleh BPOM atau jika terdapat laporan efek sampling serius dari produk yang dapat menyebabkan risiko pada kesehatan. Produk yang dikembalikan diperiksa dan dihitung jumlahnya, kemudian dibuat laporan berdasarkan data hasil pemeriksaan fisik produk yang dikembalikan ke pabrik. Laporan rekonsiliasi disiapkan dan disimpan untuk mengukur efektivitas proses recall. Semua komplain direkam dan di-review secara periodik. Produk kembalian dari recall akan disimpan pada ruangan terpisah sementara menunggu keputusan. Produk retur atau recall yang tidak memenuhi syarat selanjutnya dimusnahkan. Proses pemusnahan produk yang tidak memenuhi syarat dilakukan oleh bagian gudang. Selain itu, ada juga pemusnahan sampel pertinggal yang dilakukan oleh petugas monitoring dari bagian quality compliance. Berita acara pemusnahan harus diketahui dan ditandatangani oleh Compliance manager.
4. 10 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Struktur dokumentasi yang dipergunakan di FPP adalah FIS (Ferron Integrated System), Prosedur, Dokumen pendukung dan Record. WO picklist merupakan dokumen yang berisi bahan awal dan bahan kemas yang akan digunakan dalam proses produksi, sedangkan Manufacturing Instructions merupakan dokumen yang menjelaskan tentang tahapan kerja yang harus dilakukan selama proses produksi. Setiap dokumen Universitas Indonesia
82
selalu ditandatangani oleh personel yang membuat dan disetujui oleh bagian manager. Pada dokumen juga tertulis tanggal efektif dokumen tersebut, revisi yang keberapa dan hal-hal yang direvisi atau ditambahkan pada revisi terakhir. Semua dokumen disiapkan, disetujui, disosialisasikan, direvisi, didistribusi dan disimpan berdasarkan prosedur tertulis. Pencatatan data secara manual dilakukan dengan tinta biru untuk memastikan data berupa asli, bukan fotokopi. Selain itu jika ada kesalahan dalam pencatatan data, bagian yang salah dicoret sekali kemudian diganti dengan data yang benar lalu dibubuhi paraf dan inisial serta tanggal oleh personel yang bertanggung jawab. Seluruh catatan yang berhubungan dengan proses produksi suatu batch akan disimpan dalam batch record. Batch record disimpan pada ruangan bersama-sama dengan retained sample, dan disusun serta dalam keadaan terkunci. Data hasil pengujian dari laboratorium, baik kimia, mikrobiologi maupun IPC, dituliskan dalam lembar hasil uji (LHU). Setiap penggunaan alat instrumentasi dan alat-alat lain untuk pengujian laboratorium, personel yang bertanggung jawab mencatat dalam logbook dan dibubuhi paraf serta inisial menggunakan tinta biru.
4. 11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pada prinsipnya pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak haruslah dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan dengan baik untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. FPP tidak hanya memproduksi produk FPP sendiri, tetapi juga menerima kontrak (toll in) dan memberi kontrak (toll out) dengan perusahaan farmasi lainnya. Kerjasama ini dilakukan berdasarkan suatu kontrak antara pemberi kontrak dan penerima kontrak dalam suatu persetujuan teknis yang mencakup spesifikasi tanggung jawab masing-masing berkaitan dengan proses produksi dan kontrol terhadap produk. Sebagai penerima kontrak FPP terbuka terhadap audit dari pemberi kontrak. Sebagai pemberi kontrak, FPP melakukan audit terhadap perusahaan farmasi yang akan menerima kontrak. Audit dilakukan oleh bagian quality yang berisi audit CPOB di perusahaan penerima kontrak tersebut, audit yang Universitas Indonesia
83
dilakukan meliputi audit terhadap sarana produksi, kontrol kualitas sampai dengan sarana penyimpanan. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dilakukan dengan teliti agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat berakibat kesalahpahaman yang dapat berefek pada mutu produk. Beberapa analisis perlu dilakukan oleh laboratorium lain jika fasilitas dan sumber daya yang ada kurang tersedia. Analisis oleh pihak luar ini juga dilakukan berdasarkan kontrak.
4. 12 Kualifikasi dan Validasi PT. Ferron Par Pharmaceuticals melakukan perencanaan terhadap program validasi melalui penyusunan Validation Master Plan (VMP). VMP adalah dokumen yang menyajikan informasi mengenai program kerja validasi yang disiapkan dengan mengacu kepada CPOB dan cGMP disamping kebijakan dan komitmen perusahaan untuk melakukan penyempurnaan terus menerus khususnya terhadap pencapaian sasaran mutu. Ruang lingkup VMP meliputi seluruh proses validasi atau kualifikasi dari system yang mempunyai dampak terhadap kualitas produk yang meliputi antara lain sarana penunjang (water system, pure steam generator, HVAC, dan lain-lain), mesin dan peralatan produksi, instrument laboratorium dan peralatan IPC, proses pembersihan, proses produksi, serta media fill. Validation Master Plan juga berisi struktur organisasi kegiatan validasi dan pembagian peran masing-masing. Dalam melaksanakan program validasi terhadap utility maupun fasilitas, FPP sudah menggunakan analisis risiko. Hal ini telah sesuai dengan CPOB, yang mengatakan pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Prosedur analisa risiko ini dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu daftar peralatan dan fungsinya, klasifikasi kritikal dan non-kritikal, alasan dari klasifikasi, parameter yang mungkin berpengaruh terhadap kualitas , kemungkinan terjadinya kesalahan, dan daftar pengukuran/control yang harus dilakukan.
Universitas Indonesia
84
Validation Master Plan mencakup aktivitas-aktivitas sebagai berikut: a. Kualifikasi Program kualifikasi mesin di bawah pengawasan Validation manager yang membawahi QA specialist. Kualifikasi dan validasi ini mencakup: sarana penunjang (water system, HVAC, ERP system), mesin dan peralatan produksi, instrumen laboratorium dan peralatan IPC, proses pembersihan, proses industri, dan media fill. Jadwal kualifikasi dan validasi telah disusun setiap tahunnya berdasarkan VMP. Apabila terdapat kualifikasi di luar program, maka inisiator dapat mengajukan validasi kepada pihak quality melalui form Validation Request. Sebelum memulai pelaksanaan kualifikasi, QA spesialist mempelajari spesifikasi alat serta membuat protokol kualifikasi, yang harus diapprove dahulu oleh Quality Manager. Proses dokumentasi ini sesuai dengan prinsip CPOB. Kualifikasi yang dilakukan terdiri dari beberapa tahapan, kualifikasi instalasi / Installation Qualification (IQ), kualifikasi operasional/ Operational Qualification (OQ) dan kualifikasi kinerja / Performance Qualification. Apabila mesin tidak masuk kriteria kualifikasi, maka akan diberi label DO NOT USE. Selanjutnya, dilihat berdasarkan tingkat kekritikannya, apabila masih bisa di-adjust, maka mesin tetap digunakan dengan beberapa penyesuaian. Apabila tidak bisa, maka akan diajukan kebijakan untuk dilakukan disposal. Selain kualifikasi, FPP juga menetapkan jadwal rekualifikasi untuk mesin yang sudah dikualifikasi maupun mesin yang diganti spare part-nya. Beberapa peralatan dan sistem penunjang juga perlu dilakukan rekualifikasi. Pelaksanaan rekualifikasi berdasarkan penilaian risiko (risk assessment) meliputi utilities risk assessment dan equipment risk assessment. Utilities risk assessment dilakukan untuk sistem penunjang (HVAC dan water system) berdasarkan seberapa besar pengaruh sistem terhadap aspek kualitas produk yang dihasilkan dan kemungkinan dampak terburuk apabila terjadi (Quality dan likeliness) dan dampak luas (Wide).
Universitas Indonesia
85
b. Kalibrasi Kalibrasi yang dilakukan ada 2 jenis, yaitu kalibrasi internal dan kalibrasi eksternal. Kalibrasi internal dilakukan sendiri oleh personel dari perusahaan, yaitu oleh petugas kalibrasi yang dikoordinir oleh QA specialist, sedangkan kalibrasi eksternal menggunakan jasa dari luar perusahaan. Program kalibrasi dimulai dengan menyusun jadwal. Jadwal dibuat berdasarkan VMP dan Master Schedule. Setelah itu, bagian quality akan mengajukan Permohonan Penjadwalan Produksi (P3) lewat PPIC untuk menganggarkan jadwal kalibrasi ke produksi. Kalibrasi di luar program dapat dikerjakan melalui form Validation Request (VR), misalnya apabila ada alat baru, ada label kalibrasi yang jatuh tempo. Hasil dari kalibrasi yang memenuhi syarat akan diberikan label terkalibrasi dan sertifikat kalibrasi (yang disetujui oleh Quality Manager). Apabila tidak memenuhi syarat, maka dilakukan investigasi terhadap petugas, kalibrator, dan metode. Kemudian, dilakukan uji ulang, dan di-review. Apabila memenuhi syarat, maka dilakukan pengujian ulang lagi minimal 2 kali. Apabila tidak memenuhi syarat, maka dilakukan adjustment alat oleh bagian teknik. Setelah adjustment, dilakukan rekalibrasi. c. Validasi pembersihan Validasi pembersihan juga merupakan salah satu tugas dari bagian validasi di departemen quality, yakni QA specialist. Validasi pembersihan dilakukan minimal setahun sekali, sedangkan validasi pembersihan untuk produk baru dilakukan 6 bulan sekali. Dalam validasi pembersihan di FPP, pemilihan produk dinilai berdasarkan nilai risiko tertinggi dari beberapa parameter meliputi kelarutan bahan aktif, toksisitas, tingkat kemudahan kebersihan, persentase zat aktif dalam batch, volume sampling, dan volume penimbangan. Apabila tidak memenuhi spesifikasi, maka dilakukan pengujian ulang, investigasi terhadap metode analisis validasi pembersihan dan investigasi terhadap metode pembersihan alat. Setelah itu, disusun laporan hasil validasi pembersihan.
Prioritas
dalam
validasi
pembersihan
adalah
validasi
pembersihan untuk produk yang sudah ada di pasar, produk baru, revalidasi untuk adanya perubahan (misal : desinfektan) dan revalidasi rutin.
Universitas Indonesia
86
d. Validasi proses Jenis validasi proses yang diterapkan untuk produk exsiting dan produk baru di FPP adalah secara konkuren. Validasi proses produksi terdiri dari 4 tahap, yaitu pembuatan protokol validasi proses, pelaksanaan validasi proses, pengumpulan dan pengolahan data validasi proses, dan pembuatan laporan validasi proses. Validasi proses dilaksanakan oleh tim validasi yang terdiri dari R&D Formulasi, QA/Quality Department, tim validasi proses, dan Production Department. Pembuatan prosedur kerja/protokol validasi proses berdasarkan pada hasil optimalisasi dan WO routing yang telah disahkan oleh Group Formulation Manager. Validasi prospektif dan konkuren dilakukan terhadap 3 bets berturut-turut sesuai dengan kriteria yang berlaku. Sampel IPC produk antara dan produk jadi diserahkan ke laboratorium QC untuk diperiksa sesuai dengan metode pemeriksaan yang berlaku. Apabila dalam proses pengolahan validasi terdapat ketidaksesuaian, maka dapat diambil dua alternatif kesimpulan, yaitu : (i) Proses tidak valid, atau (ii) Proses valid dengan justifikasi dan rekomendasi perubahan melalui Kontrol Perubahan (KP). Prioritas dalam validasi proses adalah validasi proses untuk produk baru termasuk untuk transfer proses, produk lama/existing yang akan diregistrasi ulang, produk existing yang belum divalidasi prosesnya, kemudian revalidasi rutin. e. Media fill Media fill merupakan suatu simulasi proses produksi aseptis yang dilakukan untuk mengkonfirmasi bahwa proses pengisian dan lingkungan tempat dilakukannya pengisian mengikuti persyaratan kondisi steril/aseptis. f. Kontrol perubahan Setiap perubahan diusulkan dalam form change control. Kontrol Perubahan (KP) yang terdapat di FPP adalah segala perubahan menyangkut fasilitas yang berpengaruh pada kualitas produk. Ruang lingkup perubahan meliputi : perubahan terkait fasilitas, perubahan utility (seperti HVAC), perubahan spesifikasi ruangan, mesin/alat, air dan limbah, konstruksi ruang, letak alat pengukur ruangan, sistem alarm, dan semua perubahan dari URS (User Requirement Spesification). Apabila terdapat KP, maka form KP akan Universitas Indonesia
87
direkap, di-register oleh QA specialist. Setelah itu, diajukan kepada Validation manager, dan diapprove oleh Quality manager. Apabila disetujui, maka form KP disalin untuk user (PIC) terkait, dan terdapat kontrol pelaksanaan KP. QA specialist akan meminta dokumen perubahan, dan diverifikasi. Apabila sudah lengkap, maka status KP menjadi closed. g. Computer Sytem Validation (CSV) Validasi software dan sistem komputer meliputi seluruh siklus lengkap dari produk. CSV mempunyai peran penting untuk memperoleh konsistensi, reliabilitas, dan akurasi dari data sebagai MIS (Management Information System). CSV dapat menjamin bahwa fungsi kritis dari komputer dan alat otomatis yang mempunyai pengaruh pada kualitas akan dapat memenuhi spesifikasi. Kerangka kerja CSV diadopsi dari pedoman GAMP (Good ASEAN Manufacturing Practice). CSV diterapkan dalam ERP (Enterprise Resource Planning) System Oracle, dan Sistem Laboratorium dan Produksi, meliputi mesin-mesin atau peralatan dengan sistem konfigurasi, seperti PLC (Programmable Logic Controller), BAS (Building Automatic System), dan HVAC. h. Validasi Metode Analisis Validasi Metode Analisis dilaksanakan oleh Departemen Quality bagian laboratorium. Validasi ini dilaksanakan setelah terdapat master formula dari bagian Formulasi. Beberapa parameter validasi yang ditentukan dalam metode analisis adalah akurasi, presisis, linieritas, LOD, LOQ spesifisitas, ruggedness, dan robustness. Setelah didapatkan metode yang valid, maka dilakukan AMT (Analytical Method Transfer) ke pihak quality control/ laboratorium FPP.
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1 Aktivitas di PT. Ferron Par Pharmaceuticals meliputi kegiatan manufaktur (produksi dan pengemasan) dan pemastian mutu yang didasarkan pada prinsip CPOB/GMP dan FIS (Ferron Integrated System). 5.1.2 Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam industri farmasi, yaitu sebagai kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu. Fungsi Apoteker adalah sebagai tenaga profesional yang ikut dalam menentukan kualitas produk yang dihasilkan melalui keahliannya dalam dunia kefarmasian. 5.1.3 PT. Ferron Par Pharmaceuticals telah menerapkan setiap aspek CPOB dengan baik dalam tiap aspek dan rangkaian proses produksinya dengan mengacu pada FIS (Ferron Integrated System) untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan.
5.2
Saran Penerapan aspek-aspek CPOB di PT. Ferron Par Pharmaceuticals perlu
terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk yang dihasilkan.
88
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/201 0 Tentang Industri Farmasi. Jakarta. Pharmaceutical Inspection Convention. 2007. Guide To Good Manufacturing Practice For Medicinal Products. Geneva : Pharmaceutical Inspection CoOperation Scheme PT. Ferron Par Pharmaceuticals. 2012. Ferron Integrated System Manual, Cikarang : PT. Ferron Par Pharmaceuticals.
89
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
90
Lampiran 1. Struktur organisasi umum PT. FPP
91
Lampiran 2. Struktur organisasi departemen Sistem dan Perencanaan
92
Lampiran 3. Struktur organisasi umum bagian Quality PT. FPP
93
Lampiran 4. Alur kegiatan lini timbang
94
Lampiran 5. Alur proses produksi lini Solida 1
95
Lampiran 6. Alur proses produksi lini Solida 2
Gambar Alur Proses Produksi Plain Table
96
Lampiran 6. Alur Proses Produksi Lini Solida 2 (Lanjutan)
Gambar Alur Proses Produksi Coating Tablet
Gambar Alur Proses Produksi Pellet
97
Lampiran 7. Alur proses produksi lini Likuida
98
Lampiran 8. alur proses produksi lini Semisolida
99
Lampiran 9. Alur proses produksi lini Steril 1
100
Lampiran 10. Alur proses produksi steril pada lini Steril 2
101
Lampiran 11. Alur penerimaan barang eksternal untuk Produksi
102
Lampiran 12. Alur distribusi barang dari gudang (Internal)
Lampiran 13. Alur distribusi barang dari gudang (Eksternal)
Lampiran 14. Skema pengolahan limbah PT. FPP
UNIVERSITAS INDONESIA
REVISI PROSEDUR TETAP, REVISI MANUFACTURING INSTRUCTIONS BERDASARKAN KONTROL PERUBAHAN DAN FOLLOW UP CORRECTIVE ACTION PREVENTIVE ACTION (CAPA) DI LINI STERIL - SEMISOLIDA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ERLI SUSANTI, S. Farm. 1106153196
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1 1.2 Tujuan.......................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 2.1 Continous Improvement ........................................................ 2.2 CAPA (Corrective and Preventive Action) / Tindakan Perbaikan dan Pencegahan........................................................... 2.3 Kontrol Perubahan (Change Control)....................................... 2.4 Prosedur Tetap (Standard Operational Procedure)................... 2.5 Manufacturing Instructions .....................................................
3 3 6 12 14 15
BAB 3 METODE PELAKSANAAN.......................................................................... 17 3.1 Tempat dan Waktu ........................................................................ 17 3.2 Ruang Lingkup ............................................................................ 17 3.3 Metode Pelaksanaan..................................................................... 17 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 19 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 26 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 26 5.2 Saran............................................................................................ 26 DAFTAR ACUAN ...................................................................................................... 27
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Matriks penilaian risiko berdasarkan keparahan dan kemungkinan terjadinya........................................................................................... 9
iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Industri farmasi memilik peranan yang besar dalam perkembangan
pelayanan kesehatan di masa yang akan datang. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut tergantung dari tersedianya obat yang berkhasiat,
aman dan efektif.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang diikuti oleh perkembangan regulasi, industri farmasi dituntut terus memiliki inovasi – inovasi dan melakukan continous improvement di seluruh aspek yang ada di industri farmasi. Proses produksi merupakan salah satu aspek yang memerlukan perbaikan yang berkelanjutan di suatu industri farmasi. Hal ini dikarenakan, proses produksi akan terkait langsung terhadap kualitas dari produk yang dihasilkan. Untuk dapat menghasilkan produk yang secara konsisten memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan, diperlukan perbaikan yang berkelanjutan. Satu di antaranya adalah melakukan pengkajian dan perbaikan terhadap prosedur tetap dan manufacturing instrunctions. Prosedur tetap merupakan bentuk dokumen deskriptif berupa instruksi tertulis yang menjelaskan bagaimana suatu prosedur administratif atau pengujian dilakukan, atau bagaimana suatu peralatan dioperasikan, dirawat, dan dikalibrasi. Ini merupakan dokumen penting yang mesti ada agar dijadikan pedoman bagi personil untuk menjalankan suatu proses atau kegiatan produksi dapat berjalan dengan benar sehingga dapat menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang memenuhi spesifikasi. Selain itu, dalam jalannya proses produksi diperlukan instruksi kerja yang berisi dengan langkah-langkah yang dilakukan untuk pembuatan suatu obat. Dokumen ini disebut Manufacturing Instructions (MI). MI harus sesuai dengan proses produksi yang sudah divalidasi sehingga dapat dipastikan kualitas produk yang dihasilkan memenuhi standar kualitas yang berlaku. Untuk merubah suatu MI harus didasarkan pada change control approved untuk menjamin perubahan yang dilakukan sudah dinilai dan disetujui pihak-pihak yang berwenang serta perubahan pada MI yang dilakukan tidak menurunkan kualitas produk yang dihasilkan. Kontrol perubahan (change control) merupakan suatu sistem formal 1
Universitas Indonesia
2
yang mengkaji suatu usulan perubahan apakah mempengaruhi status validasi dari suatu fasilitas, sistem, peralatan atau proses status validasi dari suatu fasilitas, sistem, peralatan atau proses. Dengan adanya kontrol perubahan ini makanya dapat ditetapkannya tindakan yang diambil tersebut tidak merubah keadaan yang tervalidasi. Dalam menerapkan continous improvement, industri farmasi juga harus memiliki sebuah sistem untuk mengimplementasikan tindakan perbaikan dan pencegahan/ Corrective and Preventive Action (CAPA). Tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan yang dihasilkan dari penyelidikan keluhan, penolakan produk, ketidaksesuaian atau deviasi, audit, inspeksi diri, dan trend dari kinerja proses dan pemantauan kualitas produk. Model sistem mutu membahas CAPA sebagai tiga konsep yang terpisah, yaitu tindakan korektif/perbaikan dari masalah yang diidentifikasi, analisis akar masalah untuk memahami penyebab dan tindakan preventif/pencegahan untuk mencegah potensi berulangnya masalah yang serupa. Elemen ini harus diterapkan dengan cara yang sesuai dan proposional. Meskipun butuh waktu, CAPA adalah alat yang efektif dan efisien yang secara signifikan dapat meningkatkan kualitas produk, sistem, dan proses.
1.2
Tujuan
Penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) adalah agar calon apoteker dapat : 1.2.1
Memahami fungsi dari prosedur tetap yang terdapat di industri farmasi.
1.2.2
Memahami fungsi dari Manufacturing Instructions yang terdapat di industri farmasi.
1.2.3
Memahami fungsi sistem CAPA (Corrective Action Preventive Action) yang terdapat di industri farmasi.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Continous Improvement
2.1.1
Definisi dan Tujuan Continous improvement diadaptasi dari istilah di Jepang yaitu Kaizen yang
terdiri dari 2 kata yaitu “Kai” yang berarti continous dan “Zen” yang berarti improvement. Continous improvement adalah sebuah elemen esensial pada sistem quality modern dan sistem ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dengan mengoptimalkan proses dan mengurangi upaya yang tidak berguna. Secara umum, istilah continous improvement digunakan untuk seluruh upaya perubahan termasuk Corrective Action dan Preventive Action sehingga ada perbaikanperbaikan dari kondisi semula atau ada pencegahan terhadap penyimpangan yang berisiko muncul. Suatu pendekatan risiko yang fleksibel, dalam penerimaan perubahan esensial difasilitasi oleh continous improvement. Kontrol perubahan merupakan konsep pengaturan yang memfokuskan pada pengaturan perubahan untuk mencegah perubahan yang bisa mempengaruhi atau menurunkan kualitas produk. Dengan memperhatikan hal tersebut, perubahan terhadap continous improvement seharusnya dianjurkan. Tiap industri diberikan kuasa untuk membuat perubahan berdasarkan variabilitas material yang digunakan dalam proses produksi dan optimasi proses dari pembelajaran seiring dengan berjalannya waktu. Akan tetapi, tiap perubahan yang dilakukan harus terkontrol melalui Kontrol Perubahan (KP) yang kemudian perubahan tersebut akan dinilai dan disetujui oleh pihak yang berwenang (The PAT Team, 2004). Perkembangan industi farmasi seharusnya mengikuti beberapa elemen yaitu (FDA, 2009) :
Menetapkan kualitas produk target dan mengkaitkannya dengan persyaratan kualitas, keamanan dan khasiat meliputi rute pemberian obat, bentuk sediaan, bioavailbilitas, kekuatan dan stabilitas.
Mengidentifikasi kualitas sifat utama produk obat sehingga karakteristik produk tersebut pengaruh pada kualitas produk dapat dipelajari dan dikontrol. 3
Universitas Indonesia
4
Menentukan kualitas sifat utama zat aktif, eksipien, dll serta memilih tipe dan jumlah eksipien untuk menghantarkan produk obat hingga mencapai kualitas yang diinginkan.
Menentukan proses produksi yang tepat.
Menetapkan strategi perubahan.
2.1.2
Continous Improvement pada Proses Pembuatan dan Kualitas Produk (FDA, 2008)
1. Perkembangan Kefarmasian Tujuan dari perkembangan kefarmasian adalah untuk mendisain sebuah produk dan proses pembuatannya secara konsisten menghantarkan kinerja yang diharapkan dan menemukan kebutuhan pasien, profesional kesehatan dan otoritas peraturan dan kebutuhan internal pelanggan. Perkembangan kefarmasian tersebut meliputi :
Perkembangan zat aktif
Perkembangan formulasi (termasuk wadah atau sistem penutup)
Investigasi pembuatan produk
Perkembangan sistem penghantaran
Perkembangan proses pembuatan
Perkembangan metoda analisis
2. Transfer teknologi Tujuan dari kegiatan transfer teknologi adalah untuk mengirimkan pengetahuan produk dan proses dari pengembangan dan pembuatan, dan dengan atau antara tempat pembuatan dan realisasi produk yang tercapai. Pengetahuan
ini
merupakan
bentuk
dasar
dari
proses
pembuatan,pengendalian strategi, pendekatan proses validasi dan jalannya continous improvement. Transfer teknologi yang dilakukan yaitu :
Transfer produk baru selama perkembangan melalui pembuatan.
Transfer dalam atau antara pembuatan dan tempat pengujian untuk produk yang akan dipasarkan.
Universitas Indonesia
5
3. Commercial Manufacturing Tujuan kegiatan pembuatan termasuk pencapaian realisasi produk, membuat dan menjaga tempat pengendalian dan fasilitas continous improvement. Sistem kualitas kefarmasian seharusnya menjamin bahwa kualitas produk secara rutin diperoleh, proses kerja yang sesuai dicapai, mengatur kontrol yang dibutuhkan, perbaikan peluang diidentifikasi dan dievaluasi,
dan
keseluruhan
pengetahuan
bertambah.
Commercial
manufacturing tersebut meliputi :
Akuisisi dan kontrol material
Persyaratan fasilitas, keperluan dan peralatan
Produksi (termasuk pengemasan dan pelabelan)
Quality control dan assurance
Pelulusan
Penyimpanan
Distribusi (termasuk aktivitas pedagang besar)
4. Penghentian Produk Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengatur tingkat terakhir dari siklus produk secara efektif. Untuk penghentian produk, sebuah pendekatan sebelumnya harus ditetapkan
seharusnya digunakan untuk mengatur
kegiatan seperti retensi dokumentasi dan sampel dan penilaian produk berkelanjutan (contoh penanganan komplain dan stabilitas) dan pelaporan dalam mengikuti keinginan regulatory. Hal yang terkait dengan penghentian produk adalah :
Retensi dokumentasi
Sampel retensi
Penilaian produk berkelanjutan dan pelaporan
Universitas Indonesia
6
2.2
CAPA (Corrective and Preventive Action)/Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
2.2.1
Definisi dan Tujuan CAPA adalah sistem manajemen pokok yang harus digunakan dalam
sistem kualitas, Program ini menyediakan langkah-langkah sederhana untuk melengkapi dan mendokumentasikan tindakan perbaikan atau pencegahan. Hasil ini akan dilengkapi, investigasi didokumentasikan dengan baik dan solusi yang akan memenuhi persyaratan dari regulator dan merupakan bentuk dari rencana continous improvement yang efektif di industri. Model sistem mutu membahas CAPA sebagai tiga konsep yang terpisah, yaitu tindakan korektif/perbaikan dari masalah yang diidentifikasi, analisis akar masalah untuk memahami penyebab penyimpangan, dan tindakan preventif/ pencegahan untuk mencegah potensi berulangnya masalah yang serupa. Corrective Action adalah suatu tindakan perbaikan yang diambil untuk menghilangkan masalah ketidaksesuaian yang telah terjadi atau kondisi lain yang tidak diinginkan. Preventive Action adalah tindakan pendeteksian dan pencegahan yang diambil untuk mengeliminasi masalah yang potensial menimbulkan ketidaksesuaian, untuk menghindari keterulangannya. Jadi pada preventive action, sebuah masalah atau ketidaksesuaian potensial belum terjadi, tetapi mungkin dapat terjadi di masa depan jika tindakan pencegahan tidak diambil (FDA, 2009). Tindakan perbaikan termasuk: a. Memeriksa dan mendokumentasikan penyebab kegagalan yang berhubungan dengan produk, proses, dokumentasi, quality system dan mencatat hasil pemeriksaan tersebut. b. Menentukan tindakan perbaikan untuk memastikan produk sesuai dengan spesifikasi dan kegunaannya serta sistem dapat mencegah pengulangan ketidaksesuaian spesifikasi, dokumentasi, atau persyaratan dari quality system. c. Melakukan kontrol untuk memastikan tindakan perbaikan yang diambil, perubahan dokumen yang dibuat, dan keefektifan tindakan perbaikan yang dilakukan.
Universitas Indonesia
7
Corrective Action merupakan reaksi dari suatu masalah yang telah terjadi. Ini mengasumsikan bahwa ketidaksesuaian atau masalah yang ada dan telah dilaporkan baik oleh sumber internal atau ekstenal. Preventive action diartikan untuk menghentikan masalah potensial yang mungkin terjadi. Ini diasumsikan bahwa pemantauan yang cukup dan pengendalian pada sistem kualitas untuk memastikan bahwa masalah potensial yang diidentifikasi dan dieliminasi sebelum terjadi. Jika sesuatu dalam sistem kualitas menunjukkan masalah yang mungkin atau bisa berkembang, tindakan pencegahan harus diimplementasikan untuk menghindarkan dan mengeliminasi kondisi potensial. Dokumentasi untuk tindakan merupakan petunjuk bahwa sistem kualitas yang efektif telah diimplementasikan
sehingga
dapat
mengantisipasi,
mengidentifikasi
dan
mengeliminasi masalah-masalah potensial (Baldwin, 2011). Tujuan mengumpulkan
dari
tindakan
informasi,
perbaikan
menganalisa
dan
pencegahan
informasi,
adalah
mengidentifikasi
untuk dan
menyelidiki masalah produk dan kualitas serta mengambil koreksi yang tepat dan efektif dan tindakan preventif untuk mencegah kejadian tersebut berulang kembali. Dalam hal ini diperlukan verifikasi atau validasi tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) serta personil yang bertanggung jawab yang mampu berkomunikasi dan memberikan informasi yang relevan dan mendokumentasikan kegiatan ini sehingga masalah produk dan kualitas dapat ditangani secara efektif. Semua ketidaksesuaian baik yang telah terjadi atau pun berpotensi akan terjadi haruslah terdokumentasi dalam laporan Tindakan Perbaikan dan Pencegahan (CAPA). Setelah tindakan perbaikan dan pencegahan dilakukan maka diperlukan verifikasi untuk menjamin CAPA sudah dilaksanakan.
2.2.2
Tahapan Pengerjaan CAPA (Baldwin, 2011; Kelly, 2010) Implementasi tindakan perbaikan dan pencegahan yang mampu memenuhi
persyaratan dokumentasi penjaminan mutu dan regulasi dikerjakan melalui tahapan-tahapan yaitu : 1. Identifikasi Masalah Langkah awal dari proses ini adalah secara jelas mengidentifikasikan masalah atau potensi masalah, yaitu: Universitas Indonesia
8
a. Sumber informasi Identifikasi masalah dapat berasal dari sumber spesifik dari informasi yang didokumentasikan, diantaranya adalah keluhan pelanggan, audit internal/ eksternal, inspeksi diri, deviasi/penyimpangan pada proses produksi, insiden, ketidaksesuaian bahan atau produk (non-conformance product), product quality review, hasil spesifikasi, dan lain-lain. Informasi ini penting untuk rencana investigasi/penyelidikan dan tindakan, tetapi juga berguna untuk evaluasi efektivitas dan mengkomunikasikan penyelesaian masalah. b. Keterangan masalah Deskripsi masalah ditulis yang singkat tetapi lengkap. Deskripsi harus berisi informasi yang cukup sehingga masalah tertentu dapat dengan mudah dipahami. c. Referensi Referensi ini menyatakan klausul apa yang dilanggar. Referensi bisa diperoleh dari regulasi, spesifikasi literatur ilmiah, sumber dari media dll 2. Evaluasi Masalah harus dievaluasi untuk menentukan perlunya tindakan yang dilakukan kemudian dan tingkat tindakan yang diperlukan. Evaluasi tersebut meliputi : a. Dampak Potensial Bagian dari evaluasi adalah penjelasan spesifik mengapa masalah ini terjadi. Ini juga termasuk dampak yang mungkin terjadi yang akan menjadi masalah dalam hal biaya, fungsi, kualitas produk, keamanan, tahan uji, dan kepuasan pelanggan. b. Penilaian Risiko Berdasarkan hasil dari evaluasi dampak, keseriusan masalah dinilai. Tingkat risiko yang dikaitkan dengan masalah mungkin mempengaruhi tindakan yang diambil. Informasi ini digunakan untuk memprioritaskan pemeriksaan/analisis akar permasalahan.
Universitas Indonesia
9
Risiko secara keseluruhan dapat diperkirakan dari kombinasi keparahan dan risiko terjadinya. Diklasifikasikan menjadi: sangat rendah (very low), rendah (low), menengah (medium), tinggi (high), dan kritikal (critical). Tabel 2.1 Matriks penilaian risiko berdasarkan keparahan dan kemungkinan terjadinya.
Risiko CAPA dinilai berdasarkan uji keparahan dan kemungkinan seperti gambar di atas untuk penentuan prioritas tindakan koreksi. Penilaian risiko kualitas mengikuti metode sebagai berikut yaitu menilai keparahan risiko yang mempengaruhi pemenuhan kualitas produk (uji keparahan/severity test), dan menilai kemungkinan munculnya masalah kualitas di pemasaran (uji kemungkinan/likelihood test). a) Uji keparahan (severity test) Menilai konsekuensi apabila tidak melakukan CAPA terhadap kualitas produk dan kemungkinan konsekuensinya pada kesehatan. Penilaian harus didasarkan pada pengetahuan mengenai risiko dan tidak boleh berasumsi. Risiko terbagi menjadi rendah, menengah, tinggi. Dinilai rendah (low) bila CAPA berhubungan dengan keadaan dimana pengendalian dilakukan untuk menghilangkan/mengurangi produk cacat minor. CAPA yang berhubungan dengan proyek peningkatan produktivitas yang diusulkan dimana kualitas produk dapat diterima, serta pada keadaan dimana penyimpangan memiliki pengaruh kecil atau tidak berdampak pada identitas, keamanan, kemurnian, efikasi, dan kualitas dari produk.
Universitas Indonesia
10
Dinilai sebagai menengah (medium) jika CAPA berhubungan dengan keadaan dimana kecil kemungkinan untuk membahayakan pengguna produk dan penyimpangan kemungkinan besar mempengaruhi identitas,
keamanan,
kemurnian,
dan
efektivitas,
namun
tidak
menyebabkan bahaya pada kesehatan. Dinilai tinggi (high) jika CAPA berhubungan dengan keadaan dimana: tidak ada koreksi jangka pendek atau pengendalian masalah dan ada masalah sistematik yang berdampak buruk pada kualitas produk dan dapat mencelakakan pengguna akhir, penyimpangan memiliki pengaruh nyata terhadap identitas, keamanan, kemurnian, atau efektivitas dari produk dan mungkin mengakibatkan bahaya kepada pengguna produk. b) Uji kemungkinan (likelihood test) Menilai kemungkinan bahwa masalah kualitas mempengaruhi lebih dari satu unit pada lot/lebih dari satu lot. Tiga tingkat risiko adalah: tidak mungkin (unlikely), mungkin (possible), kemungkinan besar (likely). Dinilai sebagai tidak mungkin (unlikely) jika keadaan mengindikasikan CAPA sebagai satu kejadian saja yang mempengaruhi batch atau sebagian dari batch. Dinilai sebagai kemungkinan (possible) jika koreksi dan pengendalian pada CAPA berhubungan dengan lebih dari satu batch produk yang sama. Dinilai sebagai kemungkinan besar (likely) jika CAPA berhubungan dengan beberapa batch dan beberapa produk (masalah sudah menyebar luas) serta jika mekanisme penemuan belum dilakukan atau tidak dapat dilakukan dan jika tidak ada koreksi jangka pendek/tindakan pengendalian yang dilakukan. 3. Identifikasi akar permasalahan Langkah-langkah
berikut
dapat
diambil
jika
diperlukan
dalam
mengidentifikasi akar permasalahan a. Pemeriksaan penyebab masalah Sebelum melakukan suatu tindakan, personil yang ditunjuk harus mengetahui semua kemungkinan penyebab untuk dapat mengidentifikasi hubungan sebab dan akibat. Segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah harus diidentifikasi, tetapi tujuan utama harus menemukan akar Universitas Indonesia
11
penyebab. Dibuat daftar semua kemungkinan penyebab kemudian mengumpulkan informasi yang relevan, seperti data hasil uji, proses, kontrol disain, operasi, dan setiap informasi lain yang dapat mengarah pada penentuan penyebab mendasar dari masalah. Akar permasalahan dapat bersumber dari metode, peralatan yang digunakan, material, personil yang terkait, dan sebagainya. b. Analisis masalah Analisa dapat dilakukan perorangan atau pun kelompok dengan menggunakan metoda formal seperti Fishbone/ Ishikawa 5 Why. Akar permasalahan harus ditentukan dan terkadang diperlukan analisis mendalam mengenai spesifikasi produk dan semua yang berhubungan dengan proses, cara penggunaan, batch record, hasil pemeriksaan, laporan penyimpangan, laporan ketidaksesuaian dan atau kejadian-kejadian yang tidak dikehendaki. Efektivitas analisis akan tergantung pada kualitas dan ketelitian dari informasi yang tersedia. Menemukan akar penyebab sangat penting untuk menentukan tindakan perbaikan dan/atau pencegahan yang tepat. 4. Tentukan Perbaikan Setelah akar permasalahan ditentukan, tindakan perbaikan dan pencegahan yang sesuai didokumentasikan. Penting untuk melakukan pendekatan rasional, agar pelaksanaan tindakan perbaikan dan pencegahan berjalan efektif. Rencana tersebut meliputi perubahan yang harus dibuat dan memberikan tanggung jawab untuk pelaksaan tugas masing-masing pihak yang terkait. 5. Implementasi CAPA Tindakan perbaikan dan pencegahan yang sudah disetujui harus dilakukan sesuai waktu yang telah disetujui. Dari rencana yang diajukan, identifikasi aktivitas utama dan personil (dilengkapi dengan paraf dan tanggal) yang ditunjuk untuk melakukan tindakan perbaikan, dan tanggal akan dimulainya dan selesainya tindakan dilakukan. Jika Laporan Usulan Perubahan (LUP) adalah bagian dari tindakan, maka cantumkan nomor LUP. Pemantauan aktivitas harus dilakukan untuk memastikan perkembangan tindakan pencegahan terlaksana dengan baik. Jika tindakan pencegahan melibatkan Universitas Indonesia
12
sub-kontraktor
atau
pemasok,
maka
mereka
harus
diberitahu
dan
dikonsultasikan mengenai tindakan pencegahan yang diajukan. Tindakan perbaikan dan pencegahan dapat berupa: a) Perubahan rancangan produk atau proses produksi b) Mengubah spesifikasi bahan atau produk c) Menambah tingkat pemantauan proses atau pengawasan selama proses d) Validasi atau validasi ulang e) Mengubah sistem pengawasan mutu f) Memperbaharui dokumen atau cara kerja g) Pelatihan atau pelatihan ulang personal 6. Verifikasi dan Penyelesaian CAPA Pada penyelesaian CAPA, lakukan verifikasi pelaksanaan semua aktivitas yang direkomendasikan sesuai dengan target waktu yang direncanakan. Penyelesaian dan verifikasi yang dilakukan memiliki tujuan untuk mengetahui keefektifan tindakan pencegahan dan untuk menjamin bahwa CAPA telah dilaksanakan. Verifikasi harus didokumentasikan dan disertai persetujuan dari kepala bagian pengendalian mutu.
2.3
Kontrol Perubahan (Change Control) Kontrol perubahan adalah sistem formal yang digunakan untuk mengkaji
suatu usul perubahan atau perubahan yang terjadi mungkin mempengaruhi status validasi dari suatu fasilitas, sistem, peralatan atau proses. Tujuannya adalah untuk menetapkan tindakan yang akan memastikan dan mendokumentasikan bahwa sistem tetap terjaga dalam keadaan tervalidasi (BPOM, 2006) Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci langkah yang diambil jika ada usul perubahan terhadap bahan awal, komponen produk, peralatan proses, lingkungan kerja (atau pabrik), metode produksi atau pengujian apapun perubahan yang berpengaruh terhadap mutu atau reprodusibilitas proses. Prosedur pengendalian perubahan hendaklah memastikan bahwa data pendukung cukup untuk menunjukkan proses yang diperbaiki akan menghasilkan suatu produk sesuai mutu yang diinginkan dan konsisten dengan spesifikasi yag telah ditetapkan. Universitas Indonesia
13
Semua usul perubahan yang dapat mempengaruhi mutu produk atau reprodusibilitas proses hendaklah secara resmi diajukan, didokumentasikan dan disetujui. Kemungkinan dampak perubahan fasilitas, sistem dan peralatan terhadap produk hendaklah dievaluasi, termasuk analisis risiko. Hendaklah ditentukan kebutuhan dan cakupan untuk melakukan kualifikasi dan validasi ulang. Tahapan – tahapan kritis dalam produksi dan perubahan yang signifikan pada produksi harus divalidasi.
Tujuan dari kontrol perubahan ini yaitu (GMP Pharma Institute Private Limited, 2011) : a. Untuk mencegah modifikasi yang tidak disetujui oleh sistem validasi. b. Untuk mengidentifikasi perubahan dan untuk mengevaluasi perubahan usulan untuk menaksir efek potensial pada proses produksi. c. Untuk menentukan pengaruh dari perubahan pada sifat kritis kimia dan sifat dari produk obat. d. Untuk memastikan bahwa seluruh dokumen dipengaruhi oleh perubahan harus direvisi dengan cepat. e. Untuk menentukan kapan dan untuk apa revalidasi dilakukan. Perubahan – perubahan yang terjadi pada kontrol perubahan meliputi : a. Perubahan pada fasilitas (building), peralatan atau instrumen (mesin dan alat, utility (misal Compressed Air , HVAC) b. Perubahan pada prosedur pembuatan obat (Manufacturing Instruction) c. Perubahan prosedur sanitasi dan higiene d. Perubahan metode analisis e. Perubahan spesifikasi produk, material, air dan ruangan f. Perubahan manufacturer bahan baku, termasuk penambahan, penggantian maupun pemindahan lokasi pabrik. g. Perubahan bahan kemas h. Perubahan pada sistem software.
Universitas Indonesia
14
2.4
Prosedur Tetap (Standard Operational Procedure) Prosedur tetap atau disebut juga Standard Operational Procedure (SOP)
merupakan suatu bentuk dokumen deskriptif berupa instruksi tertulis yang menjelaskan bagaimana suatu prosedur administratif atau pengujian dilakukan, atau bagaimana suatu peralatan dioperasikan, dirawat, dan dikalibrasi. Prosedur tetap menjelaskan suatu prosedur standar yang telah duisetujui, yang secara rutin dilaksanakan pada fasilitas yang menerapkan Good Manufacturing Practice. Dokumen ini secara detail menjelaskan bagaimana sesuatu dilakukan, dan dijaga agar tetap dinamis dengan melakukan review dan revisi yang disetujui secara berkala, atau ketika terjadi perubahan pada prosedur, peralatan, dan/atau reagen yang digunakan dalam prosedur. Dokumen asli harus disimpan dan dijaga di satu tempat dan kemudian salinannya didistribusikan ke setiap lokasi di mana prosedur tersebut dilakukan (WHO, 1997) Prosedur tetap digunakan sebegai pedoman bagi personil yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan prosedur yang dilakukan, dan juga digunakan untuk memberikan pelatihan kepada operator baru yang akan melaksanakan prosedur tersebut. Oleh karena itu, Prosedur tetap harus ditulis secara detail dan bila perlu disertai dengan gambar atau keterangan sehingga dapat memberikan gambaran secara jelas bagi personil yang akan melaksanakan prosedur tersebut. Prosedur tetap disusun mengikuti suatu format yang ilmiah, dan disusun dengan sudut pandang bahwa prosedur tertulis ini akan digunakan oleh personil yang telah dilatih dalam melaksanakan prosedur ini. Prosedur tetap harus mencantumkan instruksi spesifik untuk setiap tahapan secara urut, termasuk tahap persiapan yang dilakukan sebelum memulai prosedur. Yang terpenting dalam prosedur tetap adalah instruksi yang jelas untuk melaksanakan suatu prosedur yang telah ditetapkan dan disetujui. Prosedur tetap (Protap) harus tersedia untuk semua kegiatan. Protap untuk pembuatan produk hendaklah dikaji secara berkala dan dibuat terkini. Semua data tahapan kritis yang dimasukkan operator ke catatan bets hendaklah diperiksa secara terpisah oleh operator lain atau supervisor (BPOM, 2009)
Universitas Indonesia
15
2.5
Manufacturing Instructions (WHO, 2011) Manufacturing instructions (MI) dapat pula disebut dengan Master
Formula (MF). Ini merupakan instruksi untuk metode produksi yang juga merupakan prosedur tertulis tapi bukan Prosedur Tetap. Pada prosedur lengkap dirinci dalam MI yang terperinci mengenai preparasi yang mesti dilakukan, peralatan yang digunakan, metoda yang diikuti. Dokumen GMP dari WHO dan negara lain semua menginginkan MI disiapkan dan disetujui untuk tiap ukuran batch dari tiap produk yang diproduksi. MI menggambarkan secara detail seluruh instruksi pembuatan pada batch produk yang spesifik. MI menjelaskan secara detail instruksi langkah demi langkah untuk produksi, rinciannya meliputi tipe spesifik dan jumlah komponen dan bahan baku, rincian parameter proses, menyatakan proses kontrol kualitas yang diinginkan. MI disediakan pada space pada tiap point dimana data atau informasi akan dicatat di dokumen saat proses produksi berlangsung. Untuk beberapa tahapan, MI bisa merujuk pada protap yang menggambarkan bagian spesifik dari proses produksi. Dalam beberapa dokumen GMP, nama master formula berbeda-beda yaitu menurut WHO dan Kanada adalah master formula. Dalam USA GMP adalah Master Production & Control Record. Istilah dalam EU GMP adalah Manufacturing formulae & Processing Instructions sedangkan Australia GMP adalah Master Formula & Processing Instructions. MI adalah dokumen yang menerangkan secara detail tahapan dalam metode produksi dari batch produk. MI dapat disiapkan sebagai kumpulan dokumen dari tiap segmen dan proses produksi yang lengkap atau dokumen utuh yang mengandung bagian-bagian yang menggambarkan bets produk yang terpisah yang dan merupakan proses lengkap dari material awal hingga produk akhir. Jika MI disipakan untuk bets-bets pada produk antara, akan terdapat beberapa dokumen yang bersama akan menggambarkan proses produksi lengkap dari awal hingga akhir. Jika MI menggambarkan proses lengkap maka bagian dari MI akan menerangkan proses produksi untuk produk antara. MI harus sesuai dengan kronologis proses dalam tahapan-tahapan umum produksi. Pada bagian pertama harus ada komponen preparasi seperti pembersihan, preparasi peralatan, preparasi bahan awal, dll. Pada MI harus ada Universitas Indonesia
16
space yang tersedia untuk inisial persetujuan pada tiap tahap yang dilakukan dan deviasi yang mungkin terjadi saat itu, bisa dicatat pada margin yang ada. Tanda tangan pembuktian atau inisial dari operator lain mungkin dibutuhkan pada kritikal proses dan ada space disediakan mengikuti tahapan ini. Ruang untuk hasil kajian dari supervisor harus dimasukkan. Semua produk, peralatan, fasilitas yang terdaftar dalam MI seharusnya memiliki nomor referensi sehingga bisa ditelusuri. Format MI seharusnya merupakan dokumen formal dengan nama prusahaan, nama produk, ukuran bets, tempat produksi, nomor dokumen dan nomor revisi serta tanggal dan tanda tangan pengesahan. Tiap halaman seharusmya diberi nomor dan jarak harus sediakan untuk mengiri pada nomor lot dari bets dan untuk tanda persetujuan. MI dan revisinya harus disetujui, dengan tanggal dan tanda tangan oleh produksi dan Quality Assurance (QA). MI yang asli harus diarsipkan pada tempat yang aman dan disetujui untuk dicopy dan dibuat untuk jalannya produksi. Nomor lot dari bets diisi untuk tiap halaman dan tanda persetujuan dan informasi diisi sesuai kebutuhan dan didistribusikan untuk tiap masing-masing pesanan produksi.
Universitas Indonesia
BAB 3 METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu Pengkajian dilaksanakan di PT. Ferron Par Pharmaceutical, Departemen
Produksi, Lini Steril – Semisolida selama periode praktek kerja profesi apoteker yakni mulai 3 September – 31 Oktober 2012.
3.2
Ruang Lingkup Ruang lingkup pelaksanaan revisi prosedur tetap yaitu dokumen-dokumen
prosedur tetap yang yang telah melewati masa expired date (melewati masa review dokumen protap) di lini Steril – Semisolida. Selain itu, beberapa prosedur tetap yang dilakukan revisi berdasarkan tindak lanjut dari Corrective Action Preventive Action (CAPA). Ruang lingkup pelaksanaan revisi Manufacturing Instructions (MI) berdasarkan Kontrol Perubahan (KP) ini meliputi seluruh MI di lini Steril – Semisolida yang terkait dengan KP tersebut. Ruang lingkup follow up CAPA adalah CAPA open Steril 1, baik yang berasal dari audit internal maupun eksternal.
3.3
Metode Pelaksanaan Secara garis besar, metode pelaksanaan revisi prosedur tetap ini antara
lain:
Melakukan pengamatan pengoperasian dan pembersihan mesin di lapangan kemudian dibandingkan dengan prosedur tetap yang ada.
Diskusi dengan operator dan supervisor yang telah terbiasa melaksanakan prosedur pengoperasian dan pembersihan mesin / alat sehingga dapat diketahui poin-poin apa saja yang sudah tidak relevan dan harus direvisi.
Peninjauan prosedur yang ada terhadap manual book mesin/alat yang bersangkutan atau terhadap regulasi yang berlaku.
17
Universitas Indonesia
18
Metode pelaksanaan revisi Manufacturing Instructions (MI) berdasarkan Kontrol Perubahan (KP) ini antara lain :
Menerima Kontrol Perubahan (KP) yang telah disetujui oleh bagian Compliance Quality serta lampiran MI yang harus direvisi.
Penerimaan softcopy MI yang dimiliki oleh Departemen R&D melalui Technical Service.
Melakukan perubahan MI sesuai KP yang ada.
Proses review hasil revisi MI oleh bagian Produksi, Technical Service dan Quality untuk memastikan perubahan sesuai dengan KP yang telah disetujui.
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Continous improvement adalah sebuah elemen esensial pada sistem quality modern dan sistem ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dengan mengoptimalkan proses dan mengurangi upaya yang tidak berguna. Tiap industri diberikan kuasa untuk membuat perubahan berdasarkan variabilitas material yang digunakan dalam proses produksi dan optimasi proses dari pembelajaran seiring dengan berjalannya waktu tentu saja dengan tetap memperhatikan standar kualitas yang berlaku. Industri farmasi harus memiliki sebuah sistem untuk mengontrol pelaksanaan tindakan perbaikan dan pencegahan yang dihasilkan dari investigasi keluhan, penolakan produk, ketidaksesuaian, deviasi, audit, inspeksi peraturan dan temuan, dan tren dari kinerja proses serta pemantauan kualitas produk. Setiap saat industri farmasi harus mampu merespon jika dalam kegiatannya terjadi suatu ketidaksesuaian, penyimpangan terhadap tata kerja, potensi pencemaran, dan lain sebagainya. Kemampuan dan keterlibatan setiap karyawan untuk mengenali setiap masalah besar atau kecil, mengevaluasi dan melakukan tindakan perbaikan akan memberikan jaminan bagi efektivitas dari sistem. Tindakan perbaikan dan pencegahan merupakan umpan balik bagi sistem karena dari pelaksanaan elemen ini perusahaan akan mendapatkan informasi berupa jenis-jenis dan komposisi ketidaksesuaian dari sistem sehingga kita memiliki pengetahuan untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Perbaikan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam prosedur sehingga dapat digunakan sebagai standar kerja baru. Perusahaan harus membuat suatu prosedur yang berisi mekanisme penerbitan suatu laporan deviasi/penyimpangan sebagai sumber informasi CAPA, dan pelaksanaan tindakan perbaikan dan pencegahannya, sebagai bukti kesesuaian terhadap standar. Suatu deviasi terhadap prosedur kerja dilaporkan karena terjadi kesalahan redaksional dimana terjadi perbedaan antara prosedur dan aktualnya. Perusahaan harus dapat membuat tanggapan atau tindak lanjut yang sesuai dengan permasalahan. Setelah dilakukan penyelesaian dan verifikasi, laporan CAPA asli 19
Universitas Indonesia
20
diarsipkan dan bila diperlukan salinan laporan CAPA didistribusikan pada bagian terkait. PT. Ferron Par Pharmaceutical memiliki tingkatan dokumen yaitu level 1 berupa FIS Manual, level 2 berupa prosedur dan level 3 berupa dokumen pendukung yaitu prosedur tetap, form, policy dan tabel. Untuk dapat melakukan pembuatan dan perevisian dokumen-dokumen tersebut diperlukan pengisian suatu form yang disebut Request For Document (RFD). Akan tetapi, tidak semua revisi yang dilakukan harus menggunakan RFD. Untuk pembuatan dan perevisian dokumen level 1 dan level 2 diperlukan RFD sedangkan untuk level 3 RFD hanya digunakan untuk penerbitan prosedur tetap baru. Prosedur tetap merupakan suatu bentuk dokumen deskriptif berupa instruksi tertulis yang menjelaskan bagaimana suatu prosedur administratif atau pengujian dilakukan, atau bagaimana suatu peralatan dioperasikan, dirawat, dan dikalibrasi. Prosedur tetap menjelaskan suatu prosedur standar yang telah duisetujui, yang secara rutin dilaksanakan pada fasilitas yang menerapkan Good Manufacturing Practice. Prosedur tetap untuk pembuatan produk hendaklah dikaji secara berkala dan dibuat terkini. Review prosedur tetap yang ada di PT. Ferron Par Pharmaceutical dilakukan secara berkala yaitu paling lambat 3 tahun sekali. Review dilakukan saat prosedur tetap melewati tanggal review atau dapat disebut prosedur tetap tersebut telah melewati masa expired date (ED). Revisi prosedur tetap dapat dilakukan baik sebelum atau sesudah jatuh tempo tanggal review. Bila dilakukan revisi sebelum jatuh tempo tanggal review maka nomor revisinya diganti untuk angka di belakang koma, misalnya awalnya revisi 0.0 menjadi revisi 0.1, 0.2 dan seterusnya. Akan tetapi, bila melewati tanggal review sehingga dilakukan review keseluruhan prosedur tetap maka nomor revisinya diperbaharui untuk angka di depan koma, misal revisi 0.0 menjadi 1.0. Prosedur tetap dibuat dan direvisi oleh pembuat dokumen yaitu pada produksi adalah supervisor produksi, diperiksa oleh atasan yang bersangkutan yaitu Manajer Produksi. Setelah itu pemeriksaan kedua dilakukan oleh System & Planning Manager. Bila dokumen terkait dengan Quality tapi tidak dibuat dan diperiksa (1) oleh Quality Manager maka pada kolom diperiksa (2) harus Universitas Indonesia
21
ditandatangani oleh Quality Manager. Untuk itu, pada prosedur tetap yang ada pada produksi pemeriksaan kedua dilakukan oleh Quality Manager dan System & Planning Manager. Setelah itu, prosedur tetap akan disetujui oleh kepala departemen yang bersangkutan yaitu Factory Manager. Prosedur tetap akan berlaku saat tanggal efektif diberlakukan. Dalam pembuatan prosedur tetap baru terdapat tahapan tahapan yang mesti dilakukan. Ini dimulai dari dibuatnya RFD oleh originator. Process Owner akan mengidentifikasi kebutuhan pembuatan dokumen. Jika diperlukan maka otorisator akan meninjau RFD. Bila RFD ditolak, maka diinformasiklan kepada peminta bahwa RFD tidak berlaku kemudian disimpan bersama dengan dokumen yang diajukan (bila ada). Bila RFD diterima maka periksa dokumen lain yang terpengaruh. Jika tidak memerlukan revisi dokumen terkait, maka buat atau revisi dokumen sesuai dengan RFD, beri identifikasi revisi baru dan update catatan perubahannya. Jika memerlukan revisi dokumen terkait, maka ajukan RFD. Process Owner akan memeriksa dokumen baru atau revisi. Kemudian System & Development Officer atau pihak terkait akan mengidentifikasi kebutuhan akan pembuatan tabel atau perubahan kemudian dibuatlah atau direvisilah tabel yang diperlukan. Dokumen baru diajukan kepada pihak berwenang untuk approval. Setelah approved, maka SnP administratif melakukan pendistribusian dokumen baru atau penarikan dokumen lama untuk memastikan dokumen yang beredar hanya dokumen yang update dan dilakukan pembaharuan master list of documents. Master list of document ini disimpan di masing-masing departemen selama 3 tahun Selain adanya prosedur tetap, diperlukan instruksi untuk melakukan produksi yang disebut Manufacturing Instructions (MI). Pada MI menjelaskan secara detail instruksi langkah demi langkah untuk produksi, rinciannya meliputi tipe spesifik dan jumlah komponen dan bahan baku, rincian parameter proses, menyatakan proses kontrol kualitas yang diinginkan. Dalam perjalanan proses produksi sering terjadi perubahan-perubahan meliputi segala aspek yang terkait dengan proses produksi. Perubahan yang terjadi itu terkait dengan MI yang ada. Oleh karena itu, dibutuhkan perevisian MI sesuai dengan perubahan yang terjadi. Perubahan MI ini tidak dapat serta merta dilakukan, harus ada sistem yang Universitas Indonesia
22
memastikan bahwa perubahan ini dinilai dan disetujui pihak berwenang sehingga dapat dipastikan perubahan ini tidak menyimpang dari hasil atau rekomendasi validasi proses. Oleh karena itu, perubahan pada MI hanya bisa dicetuskan oleh change control approved untuk memastikan standar kualitas tetap terjaga. Untuk mengajukan Kontrol Perubahan (KP), perlu diisi form yang dinamakan Kontrol Perubahan (KP) oleh user yang mengajukan. KP ini lalu diberikan kepada QA Specialist Compliance, lalu ia akan meninjau kelengkapan dokumen dan melakukan registrasi kontrol perubahan. Setelah didaftarkan menjadi KP, Compliance Manager meninjau dan menetapkan action plan. Selain itu, dikaji pula manajemen risiko yang terkait dengan perubahan yang dilakukan. Setelah action plan ditetapkan, tim KP akan melakukan follow up terhadap action. Compliance Manager atau Quality Manager akan melakukan verifikasi hasil follow up action plan. Verifikasi dilakukan oleh Quality Manager bila KP membutuhkan persetujuan dari regulatory dan verifikasi dilakukan oleh Compliance Manager bila KP tidak membutuhkan persetujuan dari regulatory. Setelah verifikasi dilakukan, akan ditetapkan apakah perubahan
dapat
diimplementasikan atau tidak. Jika tidak bisa untuk diimplemetasikan, maka KP akan ditutup oleh Compliance Manager dan form KP akan dikembalikan ke user. Jika bisa diimplementasikan maka dinilai apakah perubahan memerlukan persetujuan dari regulatory. Jika iya maka harus dilakukan registrasi perubahan ke pihak regulatory terlebih dahulu. Setelah itu, Quality Manager akan melakukan final review sebelum perubahan diimplementasikan. Setelah diputuskan dapat diimplementasikan, salinan form KP akan didistribusikan kepada pihak-pihak yang terkait. Setelah itu, user dapat mengimplementasikan perubahan secara permanen dan Compliance Manager akan menutup KP setelah semua action dalam KP diimplementasikan dan bukti implementasi diserahkan ke bagian compliance. Pada saat implementasi dilakukan, pastikan bahwa seluruh dokumen yang berhubungan dengan sistem atau proses yang mengalami perubahan juga ikut ditinjau kembali. Kemudian secara periodik, Compliance Manager akan mengevaluasi dan meninjau dengan membuat laporan periodik trend KP dan juga dikaji menajemen risiko perubahan tersebut.
Universitas Indonesia
23
CPOB Indonesia 2006 menetapkan standar bahwa setiap penyimpangan harus dilaporkan, diselidiki dan dicatat. Penyimpangan tersebut mesti dicatat dengan lengkap dan diinvestigasi. Penyimpangan yang tidak terencana ini meliputi penyimpangan
terhadap prosedur tetap atau
MI yang dapat
mempengaruhi kualitas produk dan terkait dengan bets produksi. Penyimpangan lain yaitu penyimpangan yang terjadi pada alat, mesin, dan fasilitas serta penyimpangan pada material. Salah satu tantangan terbesar untuk perusahaan farmasi adalah untuk menyelesaikan investigasi dan tindakan secara tepat waktu. Pada tahun 2009, ICH Q10 diadopsi oleh FDA sebagai pedoman industri, dengan menggunakan sistem manajemen mutu farmasi sebagai kebutuhan untuk mendeteksi dan mengevaluasi ketidaksesuaian
dan
mengambil
tindakan
korektif/perbaikan
dan
preventif/pencegahan. Meskipun butuh waktu, CAPA yang efisien adalah alat yang efektif yang secara signifikan dapat meningkatkan kualitas sistem dan proses sehingga dapat dicapai keunggulan operasional baik dalam produk dan proses, peningkatan kinerja dan juga pendapatan yang lebih besar. CAPA yang efektif lebih dari sekedar persyaratan penting dari regulasi, namun juga membawa banyak manfaat, seperti kepuasan konsumen yang meningkat, pencegahan kerugian keuangan besar, dan semakin kuatnya reputasi perusahaan. Tetapi hal itu tidak selalu mudah dilakukan. Penting untuk diketahui bahwa CAPA melibatkan banyak aspek dari suatu perusahaan dengan mengidentifikasi dan mengatasi kekurangan dan mencegah kegagalan. Pendekatan terstruktur untuk proses investigasi harus digunakan dengan tujuan untuk menentukan akar penyebab. Tingkat usaha dan dokumentasi investigasi harus sepadan dengan tingkat risiko, dimana prioritas utama dilakukan terhadap kasus yang memiliki risiko atau dampak yang bersifat kritikal. Sehingga diharapkan metodologi CAPA harus dapat menghasilkan perbaikan serta peningkatan produk dan proses. Sumber temuan dapat diperoleh dari berbagai cara yaitu Internal Audit, keseluruhan proses dan penanganan deviasi. Hasil dari internal audit dibuat dalam Audit Report, temuan selama proses dibuat dalam Action Request (AR) dan dari penanganan keluhan dibuat dalam DRF. Bila ditemukan selama proses produksi Universitas Indonesia
24
dilakukannya hal-hal yang tidak sesuai dengan prosedur tetap dan memungkinkan berpotensi mempengaruhi kualitas dari produk
maka hal tersebut harus
dilaporkan. Pelaporan temuan tersebut dilakukan dengan menuliskannya pada form Corrective Action Request (CAR). Selain CAR juga terdapat form Preventive Action Request (PAR) yang mana bila selama proses produksi dilakukannya hal-hal yang belum tercantum di dalam prosedur tetap yang kelak dapat memungkinkan mempengaruhi kualitas produk bila dilakukan oleh operator yang berbeda. Originator
akan
mengidentifikasi
ketidaksesuaian
yang
terjadi
berdasarkan acuannya. Process Owner kemudian akan memverifikasi kebenaran dari AR yang diterima. Jika AR sesuai maka tentukan akar permasalahan, tindakan perbaikan dan batas waktu yang diperlukan untuk menanganinya. Selain itu, tindakan perbaikan tersebut mesti dilakukan juga pengkajian manajemen risikonya. AR dan laporan pengkajian risiko diserahkan kepada PIC Monitoring untuk didaftarkan. Setelah itu, lakukan tindakan perbaikan dan monitor tindakan perbaikan. Jika tindakan perbaikan efektif, masalah ditutup. Konfirmasi hasil tindakan perbaikan. Status CAR kemudian diperbarui dan dilakukan analisa trending CAR secara periodik Pelaksanaan Preventive Action bermula dari dilaporkannya Audit Report, temuan selama proses yang dibuat dalam Action Request (AR) dan dari penanganan keluhan yang dibuat dalam DRF. Originator akan mengumpulkan data-data atau informasi yang relevan untuk pencegahan serta melakukan analisa terhadap data-data informasi yang diperoleh. Di samping itu, perlu ditinjau juga kajian risiko terhadap tindakan pencegahan yang akan dilakukan. Setelah itu, dinilai apakah masalah tersebut potensial atau tidak. Jika masalah tidak potensial, pantau dan lakukan analisa untuk data-data atau informasi selanjutnya. Bila masalah potensial, maka tentukan akar masalah , tindakan pencegahan agar risiko yang ada tidak muncul sebagai masalah dan batas waktu yang diperlukan. Audit Report dan laporan pengkajian risiko diserahkan kepada PIC Monitoring untuk diregistrasikan. Setelah didaftarkan, Process Owner akan melakukan tindakan pencegahan dan PIC Monitoring akan memantau pelaksanaan tindakan pencegahan. Jika tindakan pencegahan efektif, masalah potensial ditutup. Universitas Indonesia
25
Konfirmasi hasil tindakan pencegahan yang dilakukan. Status CAR kemudian diperbarui serta dilakukan analisa trending PAR secara periodik Tindakan perbaikan yang dipelukan dari setiap proses, terutama untuk halhal berikut yaitu customer complaint, product recall, hasil pengukuran kepuasan pelanggan, hasil management review, supplier audit dan hasil pengukuran proses. Batas waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan perbaikan atau pencegahan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara originator atau tim menajemen risiko dan Process Owner. Untuk penyelesaian tindakan perbaikan atau pencegahan hasil internal audit, batas waktu maksimal adalah audit berikutnya atau sesuai tingkat kompleksitas action yang harus dilakukan. Action Request yang akan diverifikasi “closed” harus dilampiri dengan bukti pendukung.
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1 Fungsi prosedur tetap di industri farmasi adalah sebagai pedoman bagi bagi
personil
yang
bertanggung
jawab
untuk
dapat
untuk
melaksanakan suatu prosedur dengan benar meliputi prosedur administratif atau pengujian dilakukan, atau bagaimana suatu peralatan dioperasikan, dirawat, dan dibersihkan. 5.1.2 Fungsi Manufacturing Instructions (MI) di industri farmasi adalah sebagai pedoman bagi personil untuk menjalankan langkah demi langkah dalam produksi dengan tepat dan benar yang terkait dengan tipe spesifik dan jumlah komponen dan bahan baku, rincian parameter proses serta proses kontrol kualitas yang diinginkan. 5.1.3 Fungsi tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive
Action)
adalah
untuk
mengumpulkan
informasi,
menganalisa informasi, mengidentifikasi dan menyelidiki masalah produk dan kualitas serta mengambil koreksi yang tepat dan efektif dan tindakan preventif untuk mencegah kejadian tersebut berulang kembali.
5.2
Saran Agar personil dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka diharapkan sosialisasi prosedur tetap yang terbaru dimaksimalkan lagi.
26
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Suplemen I Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik 2006. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. Baldwin, R. 2011. Preventive / Corrective Actions (CAPA) Guidelines. Grand Rapids : RMBI Medical Food and Drug Administration. 2009. International Conference on Harmonisation Pharmaceutical Development Q8. United State of America: Food and Drug Administration. Food and Drug Administration. 2008. International Conference on Harmonisation Pharmaceutical Quality System Q10. United State of America: Food and Drug Administration. GMP Pharma Institute Private Limited. 2011. Pharmaceutical Change Control. Dehradun : GMP Pharma Institute Kelly,L. 2010. Guidance on corrective action and preventive action and related QMS processes. Global Harmonization Task Force PT. Ferron Par Pharmaceuticals. 2005. Ferron Integrated System Manual. Cikarang : PT. Ferron Par Pharmaceuticals. Cikarang. The Pat Team. 2004. Inovation and Continous in Pharmaceutical Manufacturing. The Pat Team & Manufacturing Science Working Group World Health Organization. 1997. A WHO Guide to Good Manufacturing Practices (GMP) Requirement Part 1 : Standar Operating Procedures and Master Formula. Geneva : World Health Organization World Health Organization. 2011. Guide to a Master Formulae. Geneva : World Health Organization.
27
Universitas Indonesia