3) Faktor Pembentuk Tanah Di dalam buku yang ditulis oleh Jenny (1941) “Factors of Soil Formation” disampaikan hipotesis yang menggambarkan gagasan-gagasan tentarig pembentukan tanah, yang bersumber pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dokuchaev dan pakar-pakar tanah Rusia yang lain (Glinka dan Sibirtzev). Hipotesis tersebut adalah bahwa tanah terbentuk sebagai hasil interaksi dari banyak faktor, yang paling penting daripadanya adalah: Iklim (C) Organisme (0) Relief (R) Bahan induk (P) Waktu (T) Cara penghampiran di atas, memperlihatkan bahwa faktor pembentuk tanah berperan sebagai variabel pengendali (control variables), terbebas dari pengaruh tanah yang dihasilkan, meskipun tidak sepenuhnya bebas satu variable terhadap variabel yang lain. Jenny kemudian mencoba untuk mentakrifkan hubungan antara sifat/sifat-sifat tanah dengan faktor pembentuk tanah utama dengan menggunakan persamaan: S = f(Cl, O, R, P, T …………………..) …………………………….(3.1) Titik-titik menunjukkan bahwa faktor yang kurang penting seperti perolehan mineral dari atmosfer, atau perubahan mineralogi akibat kebakaran, dalam kondisi tertentu mungkin mempengaruhi sifat tanah. Persamaan 3.1. memperlihatkan asumsi bahwa terdapat hubungan kausal (causal relationship) antara S dan faktor-faktor pembentuk tanah.
Universitas Gadjah Mada
9
Jenny (1980) mendefinisi ulang faktor-faktor pembentuk tanah sebagai “state variables” dan memasukkan sifat-sifat ekosistem, vegetasi dan hewan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah. Bahan induk dan relief menentukan kondisi awal (initial state) dalam perkembangan tanah, iklim dan organisme menentukan percepatan berlangsungnya reaksi kimia dan biologis di dalam tanah, dan waktu menentukan masa keberlangsungan dari reaksi di atas. Pemakaian persamaan 3.1 dapat disederhanakan apabila perubahan sifat tanah S hanya terkait pada satu variabel pengendali, misalnya iklim (climate) sedangkan yang lain tetap (constant) atau mendekati tetap. Dalam keadaan semacam ini hubungan antara faktor pembentuk tanah dengan sifat tanah disebut juga “climofunction” digambarkan dalam persamaan: S = f(Cl)o, r, p, t………………
……………………….(3.2)
Dan deretan tanah yang terbentuk disebut “Climosequence”. Dengan prinsip yang sama dikenal Biosequence, Toposequence, Lithosequence, dan Chronosequence. Istilah toposequence setara dengan konsep catena dari Milne (1935). 3.1) Iklim Iklim mencakup iklim lokal (iklim mikro) dan iklim global (iklim makro). Komponen utama iklim dalam hubungannya dengan pembentukan tanah adalah lengas dan temperatur. 3.1.1) Lengas tanah tergantung beberapa faktor: Pola dan intensitas curah hujan Keragaman musiman Kecepatan transpirasi dan evaporasi Kemiringan lereng Aspek lereng Kedalaman jeluk mempan (effective depth) Tekstur tanah/permeabiitas bahan induk Cara untuk menentukan rezim lengas tanah adalah dengan perhitungan neraca air (water balance). Perhitungan ini didasarkan pada pengukuran distribusi hujan, perhitungan evapotranspirasi potensial, dan penilaian aliran permukaan (surface runoff dan infiltrasi.
Persamaan neraca lengas adalah sbb: Universitas Gadjah Mada
10
Inflow = Outflow /- cadangan di dalam sistem ………………………(3.1.1) P = ET + SR + I + / - S Dimana
P
curah hujan (mm)
ET
evapotranspirasi (mm)
SR
aliran permukaan (runoff) (mm)
I
infiltrasi (mm)
S
cadangan lengas tanah (mm)
Evaporasi potensial dapat dihitung dengan persamaan empiris (e.g. Thornwaite) atau dengan persamaan Penmann-Monteith. Persamaan empiris Thorriwaite menghitung evaporasi potensial tanpa memperhitungkan temperatur udara. Persamaan PenmannMonteith yang merupakan persamaan penghitungan evaporasi potensial terbaik saat ini, memungkinkan penghitungan evapotranspirasi dari data meteorologi. Infiltrasi dan runoff dapat dihitung dengan persamaan empiris seperti Metode Nomor Kurve (Curve Number Method)(Soil Conservation Service, 1985). Metode ini menghitung infiltrasi dan aliran permukaan menggunakan data penggunaan lahan dan hidrologi. Terdapat banyak persamaan yang agak rumit seperti SWAT (Soil and Water Assessment Tool)(Arnold et al., 1993), WEPP (Water Erosion Prediction Project)(USDA-ARS, 1995), atau OPUS (Smith, 1992), yang menghitung infiltrasi, surface-runoff dan lengas tanah. Bentuk utama topografi, yaitu kemiringan dan aspek lereng mempunyai pengaruh besar pada kelengasan tanah. Hal ini pertama kali diungkapkan oleh Beven et al., (1979) dalam bentuk indeks topografi (CTI~Compound Topographic Index) atau indeks kebasahan (Wetness
Index).
Persamaan-persamaan
ini
menggambarkan
pengaruh
topografi
(kemiringan dan aspek lereng) terhadap lokasi dan luasan area akumulasi air di dalam tanah. Indeks kebasahan dihitung sbb: WT = ln(A/tan b) ……………………………………. (3.1.2) dimana
wT
indeks kebasahan (wetness index)
A
luas daerah tangkapan
b
sudut kemiringan
Secara hidrologi, daerah tangkapan (A) adalah ukuran aliran permukaan (surface runoff) pada suatu titik tertentu pada bentang lahan, dan merupakan gabungan pengaruh lereng atasan dan pertemuan (convergence) daerah tangkapan dan pencaran (divergence) aliran. Indeks kebasahan mencerminkan kecenderungan air untuk terakumulasi pada suatu titik tertentu pada suatu daerah tangkapan (catchment area ~ A) dan juga sekaligus menunjukan kecenderungan daya grafitasi untuk memindahkan air ke lereng bawahan (dinyatakan Universitas Gadjah Mada
11
sebagai tan B. Untuk memperoleh informasi tentang kelengasan tanah Geographic Information System (GIS) dapat digunakan untuk menghitung indeks kebasahan atas dasar data Digital Elevation Model (DEM). Lebih lanjut, indeks kebasahan dapat digunakan untuk mengetahui “zona jenuh” (zone of saturation) pada studi area dan dengan menggunakan batas ambang indeks kebasahan maka aliran jenuh dapat ditentukan. Kedalaman profil tanah juga mempengaruhi kandungan lengas tanah, Profil tanah yang dalam (tebal) akan mampu menyimpan air dalam jumlah besar, makin tipis profil makin berkurang kemampuan tanah untuk menyimpan air. Tekstur tanah juga mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyimpan lengas. Tanah dengan tekstur pasiran, debuan dan lempungan biasanya mempunyai kandungan lengas rendah, sedang dan tinggi. Hal ini disebabkan perbedaan dalam hal sebaran pori pada tanah-tanah tersebut. Tanah pasiran mempunyai pori makro ( φ > 10 mikrometer), tanah debuan dirajai pori sedang ( φ 0.2-10 mikrometer), dan tanah lempungan dirajai oleh pori mikro (< 0.2 mikrometer). Istilah lengas tanah mengacu pada keberadaan atau ketiadaan salah satu air tanah atau lengas yang terdapat pada tekanan kurang dari 1500 kPa, di dalam tanah atau pada horizon tertentu. Lengas tanah yang tertahan pada tekanan 1500 kPa atau lebih tidak cukup untuk mendukung tanaman kebanyakan tanaman agar tetap hidup. Kelas-kelas lengas tanah yang ditakrifkan dalam Taksonomi Tanah terdapat dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1. Klasifikasi lengas tanah Rezim Lengas
Karakteristik
Tanah Dry (Kering)
Kandungan lengas tanah kurang dari jumlah yang tersedia pada tekanan 15 atmosfer (1500 kPa ~ titik layu permanen (permanent wilting point) dalam kebanyakan tahun (6 dari 10 tahun)
Xeric
Terdapat pada tanah di daerah sedang (temperate areas) yang mempunyai muslin dingin lembab dan musim panas kering (misalnya daerah iklim mediterranean)
Aridic/Torric
Tanah kering lebih dari setengah waktu dalam satu tahun (zone iklim arid)
Perudic
Dalam
kebanyakan
tahun
curah
hujan
bulanan
Universitas Gadjah Mada
melebihi 12
evapotranspirasi bulanan (pada tahun yang sama) Udic
Pada kebanyakan tahun, tanah tidak kering lebih dari 90 hari berturutan
Ustic
Dalam kebanyakan tahun, tanah kering selama 90 hari berturutan dan lembab pada salah satu bagian tanah selama setengah hari dengan suhu tanah di atas 5°C (e.g. selama musim tanam)
Aquic
Tanah cukup jenuh, terdapat kondisi tereduksi. Biasanya mempunyai chroma rendah, berbecak atau terdapat gley pada horizon bawahan
Bilamana kandungan lengas tanah tinggi, sebagaimana pada daerah iklim humid, akan timbul gerakan lengas kebawah (downward movement) pada kebanyakan tahun yang menyebabkan pelindian (leaching) garam-garam terlarutkan tinggi. Pada kondisi ekstrim garam-garam terlindi ini dapat keluar dari solum dan terjadi translokasi zarah dari horizonhorizon atasan ke horizon bawahan. Pada daerah arid terdapat gerakan lengas ke atas (upward movement) disebabkan percepatan evapotranspirasi tinggi yang menyebabkan gerakan keatas dari garam-garam terlarutkan. Akumulasi dari garam-garam ini dapat tersementasi membentuk padas (pan) yang tak tertembuskan oleh akar dan sangat menurunkan infiltrasi. 3.1.2. Temperatur Temperatur beragam tergantung lintang dan ketinggian tempat, dan besarnya penyerapan serta pemantulan radiasi matahari oleh atmosfer. Radiasi matahari (solar radiation) meningkat sejalan dengan ketinggian tempat, bervariasi musiman, dan dipengaruhi oleh awan serta gejala atmosfer lain (misalnya pencemaran udara). Serapan radiasi matahari pada permukaan tanah dipengaruhi banyak faktor seperti warna tanah dan vegetasi penutup. Secara umum makin gelap warna tanah makin banyak radiasi diserap. Pengaruh tanaman penutup terhadap serapan radiasi matahari beragam tergantung kerapatan, tinggi dan warna vegetasi penutup. Serapan radiasi matahari berbeda pada vegetasi hutan dan lahan olahan (tanaman semusim). Permukaan tanah yang berwarna cerah atau keputihan cenderung untuk memantulkan radiasi matahani lebih tinggi. Suhu mempengaruhi kecepatan pelapukan dan sintesis mineral, dan proses biologis serta dekomposisi. Pelapukan akan semakin kuat dengan meningkatnya temperatur, itulah sebabnya pelapukan di daerah tropis lebih kuat dibandingkan dengan daerah sub-tropis. Temperatur juga mempengaruhi tingkat pembekuan dan pencairan (pelapukan fisik) di daerah dingin. Proses biologis meningkat dengan meningkatnya temperatur. Kecepatan Universitas Gadjah Mada
13
reaksi lebih kurang dua kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur 10 °C. Meskipun demikian reaksi-reaksi dengan katalis enzim cukup peka terhadap temperatur yang tinggi dan biasanya optimum pada suhu antara 30-35 °C. Mulai zaman Dokuchaev (1870), banyak pakar pedologi di Eropa dan Amerika Utara beranggapan bahwa iklim paling dominan dalam pembentukan tanah. Hubungan antara zona iklim dengan sebaran luas tanah-tanah serupa (sangat mirip) yang tersebar dari timur ke barat Rusia mengilhami konsep zonal tanah. Tanah zonal adalah tanah dimana faktor iklim, mempengaruhi tanah sedemikian kuat sehingga menihilkan pengaruh dari faktor-faktor yang lain. Tanah intrazonal adalah tanah dimana terdapat kelainan lokal dari relief, bahan induk, atau vegetasi yang cukup kuat untuk memodifikasi pengaruh iklim regional. Tanah azonal adalah tanah yang belum matang, diferensiasi profil sangat terbatas karena salah satu, sangat muda atau terdapat salah satu faktor lingkungan menghambat perkembangan tanah. Di Amerika Serikat konsep zonal digunakan dalam menyusun klasifikasi tanah yang dipublikasikan dalam USDA Yearbook of Agriculture (Baldwin et al, 1938).
Konsep zonalitas tanah tidak terlalu bermanfaat apabila diaplikasikan pada tanah-tanah subtropik dan tropik. Di wilayah ini terdapat tanah-tanah yang umumnya jauh lebih tua dibandingkan dengan tanah-tanah di Eropa, dan sebagai konsekwensinya tanah-tanah ini telah mengalami beberapa tahapan erosi dan deposisi yang terkait dengan perubahan iklim, umur tanah dan kedudukan topografi dalam lingkungan bentang darat tertentu. Konsep tanah zonal juga tidak terlalu bermakna untuk daerah-daerah seperti Skandinavia atau Universitas Gadjah Mada
14
bagian utara Amerika Serikat dimana bahan induk dari tanah yang ada sekarang sangat muda dan relief berperan sangat kuat dalam proses pembentukan tanah.
Apabila rezim temperatur mempunyai imbuhan iso, perbedaan rata-rata temperatur tanah pada musim dan musini dingin kurang dari 5 °C pada jeluk (kedalaman dari permukaan) 50 cm.
3.2. Organisme Tanah dan makhluk di atas dan di dalam tanah membentuk suatu ekosistem khusus. Komponen aktif dari suatu ekosistem adalah vegetasi, hewan termasuk jasad renik, dan manusia. Vegetasi Spesies tumbuhan yang membentuk koloni pertama pada batuan terlapuk sangat ditentukan oleh iklim dan bahan induk tetapi pada gilirannya akan sangat menentukan tanah Universitas Gadjah Mada
15
yang terbentuk. Sebagai contoh dibagian Barat-Tengah USA vegetasi hutan lebth mendorong percepatan pembentukan tanah dibandingkan dengan vegetasi padang rumput pada bahan induk yang sama dan iklim yang serupa. Perbedaan komposisi kimiawi dari air tetesan daun dapat merupakan sebagian sebab dari perbedaan kecepatan pembentukan tanah. Sebagai contoh seresah masam dari pinus mendorong pembentukan tanah masam dengan struktur lemah, dimana seresah pohon berdaun lebar mendorong terbentuknya tanah-tanah dengan struktur yang baik (well-structured soils). Meso- / Makrofauna Cacing tanah adalah salah satu yang sangat penting dari hewan pembentuk tanah di daerah sedang (temperate), didukung oleh berbagai anthropoda kecil serta hewan hewan penggerek lainnya (e.g. kelinci). Cacing tanah juga penting di daerah tropis tetapi pada umumnya rayap, semut dan kutu lebih berperan dalam proses pembentukan tanah terutama di daerah subhumiud sampai semiarid-savanna di Afrika dan Asia. Mikroorganisme Bahan organik tanah dikolonisasi oleh berbagai jenis organisme tanah, yang terpenting adalah mikroorganisme yang memperoleh energi untuk pertumbuhan dan perombakan/dekomposisi molekul organik. Selama dekomposisi unsur-unsur essensial diubah dari kombinasi organik menjadi bentuk inorganik sederhana (mineralisasi). Kebanyakan mikroorganisme terkonsentrasi pada 15-25 cm lapisan teratas karena substrat C paling banyak tersedia pada jeluk tersebut. Jenis-jenis mikroorganisme tanah terdiri atas bakteria, actinomycetes, fungi, algae, dan protozoa. Manusia Manusia mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui pengaruhnya terhadap vegetasi alami i.g. praktek pertanian, urban dan pengembangan industri. Penggunaan peralatan mesin-mesin berat mengakibatkan pemampatan tanah dan menurunkan infiltrasi air ke dalam tanah, yang lebih lanjut meningkatkan aliran permukaan (surface-runoff) dan erosi. Penggunaan lahan dan pengelolaan spesifik lokasi (e.g. pemakaian pupuk, pengapuran) juga mempengaruhi proses perkembangan tanah.
3.3. Relief (timbulan) Gejala topografi utama mudah diketahui di lapangan (e.g. pegunungan, lembah, perbukitan, dataran banjir). Bentuk topografi (topographic attribute) misalnya lereng, aspek, daerah tangkapan khusus (specific catchment area) penting dalam pedologi Universitas Gadjah Mada
16
Topographic
Definition
attnbute Altitude
Hydrologic significance
Elevation
climate,
vegetation
type,
potential energy Slope
Gradient
overland and subsurface flow, velocity and runoff rate
Aspect
Slope azimuth
solar radiation
Catchment area
Area draining to catchment outlet
runoff volume
Specific catchment
Upslope area per unit width of runoff volume contour
flow path length
maximum distance of water flow erosion rates, sediment yield to a point in the catchment
Profile curvature
describes the shape of a slope in water a
downward
direction
flow,
flow
velocity,
and sediment transport processes
indicates the rate of change in (erosion, deposition) gradient plan curvature
describes the shape of the slope converging/diverging flow, soil in a direction perpendicular to the
water content
slope and indicates the rate of change in gradient
Universitas Gadjah Mada
17
Atas dasar bentuk topografi urisur-unsur bentang darat dapat dipilah-pilahkan. Beberapa penulis (Hugget, 1975; Pennock et al., 1987; Irvin (1996) mencoba menggambarkan hubungan antara unsur-unsur bentang darat dengan sifat-sifat tanah dan karakteristik hidrologi yang juga mempengaruhi genesis tanah. Hugget menggunakan bentuk lereng (slope shape) untuk menentukan kelas-kelas drainase. Ia menyatakan bahwa pada umumnya daya hantar hidraulik (hydraulic conductivity) menurun sejalan dengan penurunan jeluk tanah. Dengan demikian aliran bawah permukaan bervariasi tergantung tebal profil dan kemiringan lereng. Aliran air yang mengandung bahan terlarut dan tersuspensikan akan bergerak dari daerah atasan ke lembah di bagian bawahan. Gerakan ini dapat berakibat terjadinya eluviasi pada daerah atasan dan illuviasi pada bagian bawahan. Penelitian Pennock et al. (1987) menunjukkan hubungan antara kandungan lengas tanah dan posisi topografi e.g. punggung (shoulder) < lereng atas (backslope) < lereng bawah. Irvin (1996) menghubungkan unsur bentang darat dengan sifat-sifat tanah dan berpendapat bahwa pada umumnya, meningkatnya kemiringan diikuti oleh penurunan: o
Pelindian (leaching)
o
Kandungan bahan organik
o
Translokasi lempung
o
Pelapukan mineral
o
Diferensiasi horizon Universitas Gadjah Mada
18
o
Ketebalan solum
Bentuk topografi dan vegetasi penutup mempengaruhi lengas tanah lewat pengaruhnya pada agihan aliran permukaan dan infiltrasi. Tanah dengan lapisan bawahan kedap air dan tanah yang berkembang pada lereng akan memperlihatkan aliran lateral bawah permukaan yang cukup besar. Dengan demikian tanah pada bagian atas (lereng atas) akan terdrainase bebas dengan kedudukan air tanah yang dalam. Sedangkan tanah pada lereng bawahan dan lembah akan mengalami drainase buruk dengan air tanah dekat pada permukaan. Urutan pembentukan tanah dibawah kondisi drainase yang berbeda-beda pada bahan induk yang relatif serupa digambarkan pada Gambar 3.4. Setiap lereng bukit dengan kemiringan tinggi sangat rentan terhadap transportasi bahan penyusun tanah. Erosi cenderung lebih tinggi pada permukaan cembung dan terjal dibandingkan dengan permukaan cekung dengan kemiringan rendah. Tanah pada punggung perbukitan cenderung lebih tipis karena erosi sedangkan tanah pada lereng bawah dan lembah cenderung tebal karena deposisi. Transportasi sedimen berbeda tergantung ukuran partikel. Perpindahan partikel kasar sangat lambat tetapi pertikel yang berukuran seang dan halus akan teralih tempatkan lebih cepat. Partikel lempung akan membentuk aggregat dengan bahan organik dan oksida-oksida besi dan aluminium sehingga lebih stabil dan kurang peka terhadap transport partikel.
Universitas Gadjah Mada
19
Relief juga mempunyai pengaruh kuat terhadap iklim lokal dan vegetasi. Perubahan ketinggian tempat (elevasi) akan mempengaruhi temperatur (penurunan temperatur 0.5-1 °C untuk setiap kenaikan elevasi 100 m), jumlah curah hujan (presipitasi) dan dengan demikian mempengaruhi lengas tanah. Saling tindak dari faktor-faktor ini akan sangat mempengaruhi tipe vegetasi. 3.4. Bahan Induk Sifat bahan induk mempunyai pengaruh yang sangat menentukan pada sifat-sifat tanah. Sifat bahan induk yang sangat menonjol pada sifat tanah antara lain adalah tekstur, komposisi mineralogi, dan tingkat stratifikasi bahan induk. Tanah mungkin terbentuk langsung lewat pelapukan batuan padu ditempat (tanah residual), saprolit (batuan terlapuk), atau mungkin juga berkembang dari deposit permukaan (superficial deposits) yang mungkin telah teralihtempatkan oleh es, air, angin atau gravitasi. Bahan padu (batuan beku, sedimen) berfungsi sebagai sumber bahan induk setelah berlangsung pelapukan fisik atau kimia. Tanah dapat juga terbentuk dari sedimen organik (gambut). Sifat-sifat kimia dan mineralogi bahan induk akan sangat menentukan kecepatan pelapukan. Pada tahap awal pembentukan tanah, kecepatan disintegrasi batuan mungkin membatasi kecepatan dan kedalaman pembentukan tanah. Gerakan infiltrasi air sebagian besar dikendalikan oleh tekstur bahan induk. Lebih lanjut, bahan induk mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap tipe mineral lempung yang terdapat di dalam tanah. 3.5 Waktu Waktu berpengaruh pada pembentukan tanah lewat dua cara: Kondisi faktor pembentuk tanah mungkin berubah seiririg dengan waktu (eg. perubahan iklim, topografi dan bahan induk baru) Tingkaf-capaian (extent) reaksi pedogenetik tergantung waktu dimana ia telah bekerja Tanah-tanah monogenetik (monogenetic soils) adalah tanah yang terbentuk dibawah pengaruh seperangkat (one set) faktor pembentuk tanah untuk suatu periode tertentu. Tanah yang terbentuk oleh lebih dari satu set faktor disebut juga tanah poligenetik. Tanah yang sangat tua terbentuk pada lapukan batuan padu (eg. granit, basalt) dimana batuan tsb terbentuk lebih dari 500 juta tahun yang lalu (Paleozoikum). Tanah semacam ini dapat dijumpai di Afrika dan Australia. lklim telah berubah sepanjang sejarah geologi, paling akhir, peruhahan besar terkait dengan pergantian periode glacial dan interglacial pada Pleistocene Eropa lan Amerika Utara telah Universitas Gadjah Mada
20
menderita 4 kali invasi kuat es, dimana setiap periode glacial dipisahkan oleh interval interglacial bebas es yang cukup panjang. Kondisi lingkungan pada masa-masa bebas es ini cukup hangat atau semi-tropis. Jumlah zaman es Pleistocene diperkirakan 1-1.5 juta tahun. Es menghilang dari Amerika Utara diperkirakan sekitar 12.000 tahun yang lalu. Ketika saliu berpindah, tanah tersapu, pegunungan terkupas, lembah terisi dan batuan bawahan tergilas. Akhirnya ketika es mencair, terdapat regolith dan bahan induk baru yang tersedia bagi proses pembentukan tanah selanjutnya. Salah satu tanah yang termuda adalah terbentuk pada bahan aluvial atau lakustrin, umumnya belum mempunyai waktu yang cukup untuk berkembang sebagaimana tanah disekitarnya. Termasuk tanah-tanah muda adalah tanah yang berkembang dari bahan koluvial (colluvial).
Pada Gambar 3.5. terlihat bahwa perkembangan tanah merupakan fungsi waktu. Bahan induk dapat berupa batuan induk yang relatif belum terlapuk. Setelah terjadi pelapukan batuan dan akumulasi bahan organik pada permukaan akan berlangsung perkembangan horizon A karena proses dekomposisi dan mineralisasi. Setelah horizon A, secara perlahan akan terbentuk horizon B, ditandai terbentuknya mineral lempung sekunder (ditunjukan oleh huruf “t”).
Universitas Gadjah Mada
21