Menanri Lahirnya UU TeJlfollg Pinjaman Luar Negeri
143
MEN ANTI LAHIRNY A UNDANG-UNDANG PINJAMAN LUAR NEGERI Yuli lndrawati
Kelergalllllllgall Illdollesia vallg lIIakill lIIenillgl:m seliap lahllllllYCI alas pillia/nall luar Ilegeri p erlll di lVaspadai. lIIef/gingat beban akall dital1ggllllg oleh ral:vat. UllIul: illl per/II mllrall hllkwl1 yang dillll!iallg dellgall lIIeliladai , sehillgga hal: rakyat Ill/fill: fllnll lIIellellllll:all lIa.l'ibllYa dal'm lebih lerialllill.
Indones ia sampai saat ini tercatat sehagai negara yang termasuk I-Ial ini hukan saja dalam 10 negara peminjam terbesar di uunia. disebabkan karena krisis moneter yang herkepanjangan. tapi Juga merupakan warisan clari pemerinrahan terdahulu . Meskipun kehijakan pemerimah uari (ahul1 ke tahun adalah mengurangi ket ergantungan pemerintail atas dana pinjaman luar negeri. telari rada kenya[aanllY
Nomor 2 Tahull XXXI
144
Hukum dan Pembollgunan
Sayangnya rakyat (dalam hal ini diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat) seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan tindakan yang diambi l pemerintah, karena peraturan perundanganundangan yang ada saat ini perihal pinjaman luar negeri belum memadai. Mengingat pi nj aman luar negeri dilakukan dalam bentuk suatu perjanjian maka landasan konstitusional bagi pinjaman luar nege ri adalah pasal 11 UUD 1945 yang mengatur bahwa "Presiden dengan persetujuall Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perd amaian dan perjanjian dengall negara lain ". Dalam hal ini tersurat dellgan jelas bahwa setiap perjanj ian dengan negara lain . yang tentunya termasu k pula di dalamnya adalah perjanjian mengenai pinjaman. harus Illendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara filosofi s persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ini diberikan mengingat Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. dimana dalam hal yang menyangkut keuangan negara harus dilakukan oleh pemegang kedaulatan yaitu rakyat yang dalam hal ini diwakili oleh Dewan Perwaki lan Rakyat melalui persetujuan yang c1iberikannya atas perjanjian yang dilakukan oleh pemerintah dengan negaia lain. Disamping itu mengingat pinjaman itu nantinya harus ditanggung oleh rakyat, sehingga sudah seharusnya rakyat dimintai persetujuannya. Selanjutnya ketentuan ini diatur (kalau bisa dikarakan delllikiall) lebih lanjut dengan Surat Presiden Republik Indonesia No. 2826/ HK1l 9(i0 tanggal 22 Agustus 1960 ten tang " Pembuatan Perj anjian-Perjanjian dengan Negara lain " . Bukanlah hal yang tepat untuk mengaru r lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar hanya dengan su alU Surat Pres idell, karena berdasarkan tata urutan peraturan perundallgan-ulldangan ketentuall Undang-Undang Dasar diatur lebih lalljut dengan Ketetapan Maj elis Permusyawaratan Rakyat atau dengan Undang-undang Uika diperintahkan langsung oleh Undang-Undang Dasar). Dalam surat tersebut. pelllerimah memberikan penafsiran terhadap pasal II Undang-Undang Dasa r 1945 "khusus mengenai perjanjian dengan negara la in". bahwa tidak selllua perjanjian dengan negara lain harus lllendapat persetujuan dari Dewa n Perwakilan Rakyat. tetap i hanya perjanjian-perjanjian yang menga ndung soal-soal politik yang berbentuk treaty. Lebih jel asnya dikatakan : a. b. Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya sehingga mempengaruhi haluan po litik luar negeri dapat terj adi bahwa ikatan-ikatan sedemikian dicantumkan didalam pen an pan kerjasama ekonomi dan teknis at au pinjaman uang. April -
}UIl; Z()(}{
Menallfi Lahirrzya UU TeJ7lmiR
Ph~iamaf1
Luar Negeri
145
c.
Jadi materi ,urar Presiden tersebut telah membatasi atau mengurangl isi ketemuan pasal II Undang-Undang Dasar 1945. Dimana dalam pasal II mewajibkan setiap perjanjian dengan negara lain harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan surat Presiden di atas mempersempit pengertiannya, hanya sepanjang pada perjanjian yang berbentuk treaty (yang menga ndung soal-soal politik). Jika perJanJlan kerjasama ekonomi dan teknis serta pem mJaman uang mengandung muatan pol itik luar negeri. maka ia harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. sedangkan perjanjian kerjasallla ekonollli dan teknis atau pinjaman luar negeri yang tidak mengandung muatan politis tidak periu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Kalau kita menyimak apa yang dikatakan M. Harta lenrang perjanjian pinjaman uang (yang salah satu persyaratannya ) adala h "perjanjian pinjaman uang hanya akan dilakukan pemerimah sepanjang tidak memuat ikatan-ikatan politis yang Illelllpengaruhi haluan luar negeri kita," Illaka seharusnya pinjaman uang yang dilakukan oleh pelllerimah Indonesia adalah perjanjian pinjalllan yang bebas dari ikatan politis. Maka merujuk kembali pad a surat Presiden tersehul di atas. lidak perlu perjanjian pinjaman uang itu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, karen a pelllerintah hanya akan melakukan perjanJian yang tidak mempunyai ikatan po litis. Tetapi mel ihat pad a kenyataan yang terjadi. sangat keci I jumlahnya perjanjian pinjaman uang yang hehas dari unsur politis dari negara pemberi pinjaman. Sudah lumrah jika negara peillberi pinjaillan pasti menyertakan kepentingan-kepentingan negaranya di dalalll memberikan pinjaman uang kepada suatu negara. Lihatlah apa yang terjadi sekarang ini. dimana pinjaman IMF untuk Indonesia telah beherapa kali mengalami penundaan pencairan, yang tentunya semua itu tidak terlepas dari pengaruh negara donor (dana terbesar IMF diperoleh dari Amerika, dan Amerika sang at berkepentingan sekali dengan Indonesia). Maka pendapat M , Halta pada saat ini tidak dapat diterapkan. Mengingat hal tersebut di atas, maka sudah selayaknya ketentuan ini diatur dengan ketentuan yang lebih tepat, tidak saja materi tetapi juga jenis peraturannya, karena muatannya sangat penting clan Illenentukan nas ib seluruh rakyat Indonesia saat ini dan nantinya. Beberapa bulan menjelang berakhirnya tailun 2000 dikeluarkanlah Undang-undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam pasal 10 dinyatakan bahwa :
Nomar 2 Tahun XXXI
146
Hukllm dan PembanglillGIl
"Pengesahan perjanj ian internasional dilakukan dengan Undang-undang apab ila berkenaan dengan : a. masalah politik. perdamaian. pertahanan. dan keamanan negara: b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia: c. kedaulatan atau hak berdaulal negara: d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup; e. pembentukan kaidah hukum baru: f. pinjaman dan/alau hibah luar negeri." Dalam kelemuan ini dinyatakan seca ra legas dimana pengesahan perjanjian pinjaman dan/alau hibah luar negeri harus di lakukan dengan Undang-undang yang berarti harus mendapal persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dis ini perjanjian pinjaman dan/alau hibah luar negeri tidak lagi dibalasi. seperti halnya dalam sural Presiden lersebul di alas. dimana ketentuan ini berlaku bagi se luruh perjanjian dan/alau hibah luar negeri . tidak peduli apakah memiliki alau tidak mengandung mualan polilis. Bahkan dalam penjelasan pasalnya dipertegas lagi bahwa "pengesahan perjanjian dengan Undang-undang ini didasarkan pad a malerinya tidak pada bemuk dan nama perjanjian" (dalam sural Presiden No. 2826/HK11960 lebih menekankan pada bentuk dan nama perjanjian) . Khusus mengenai mekanisme dan prosedur pinjaman dan/alau hibah luar negeri beserta persetujuannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat. dinyatakan dalam penjelasan pasal lersebut. akan diatur dengan Undangundang. Sayangnya kelemuan ini lidak dimasukkan dalam balang lubuh pasal ilu sendiri. Memang hal ini seperti menjadi sualu kebiasaan bagi pembual Undang-undang. dimana penjelasan peraluran seringkali memual suatu aturan yang seyogyanya dimasukkan dalam batang tubuh. Mengingat materi mengenai mekanisme dan prosedur pinjaman dan/alau hibah luar negeri masih harus menunggu peraturan peundang-undangan berikulilya. maka periu kiranya peraturan tersebut nantinya memperhatikan hakekat dan makna pengaturan perjanjian pinjaman dan/atau hibah luar neger i dengan suatu Undang-undang (dengan persetujuan Dewan Pelwakilan Rakyat). Seperti telah dikemukakan di atas, hal yang menyangkut keuangan negara haruslah ditentukan oleh pemegang kedaulatan, karena keuangan negara sama dengan kedaulatan (seperti yang dikemukakan oleh Rene Stourm seorang ilmuwan Perancis). Ind ones ia yang menganut paham demokrasi meyakini bahwa rakyat lah yang memegang kedaulalan bernegara. Maka Rakyat pulalah yang berhak untuk menentukan keuangan
April - Juui 2001
Menanli Lahirnya UU Tel1lang Pinjaman Luar Negeri
147
negara. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri sampai saat ini merupakan sumber penerimaan negara , maka dana tersebut merupakan keuangan negara (sebagaimana pengertian keuangan negara yang dikemukakan oleh beberapa ilmuwan, a.1. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa APBN merupakan keuangan negara; maka apa yang termuat dalam APBN adalah keuangan negara). Dana ini akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat (sebagai pemegang kedaulatan) karena rakyat pula yang nantinya harus menanggung be ban pembayaran cicilan pokok hutang dan bunganya , maka sudah seyogyanya rakyat pula yang harus menentukan berapa besar dana yang akan diterimanya, bukan hanya berdasarkan jumlah dana yang dibutuhkan melainkan juga efisiensi dan ketepatan waktu dan manfaat dana tersebut, serta kemampuan untuk membayarkan kewajiban atasnya harus menjadi bahan pertimbangan jangan sampai hal itu hanya akan menjadi warisan yang tidak nikmat bagi generasi selanjutnya. Untuk itu perlu peranan aktif dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan wakil dari rakyat. Anggota Dewan harus menyadari posisinya dalam melakukan bargaining dengan Pemerintah. dan mengidentilikasikan dirinya benar-benar sebagai rak yat yang akan menentukan nasibnya sendiri dalam pembangunan ini dengan dana pinjaman tersebut dan konsekuensi yang harus ditanggungnya nami. Yang perlu mendapatkan kajian lebih lanjut adalah apakah persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap suaru perjanjian pinjaman luar negeri harus diberikan pada setiap perjanjian ataukah cukup dibicarakan dan mendapatkan persetujuan bersamaan dengan persetujuan Undang-undang APBN ? Beberapa ahli berpendapat bahwa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atas perjanjian pinjaman luar negeri tidak perlu d iberikan pad a setiap perjanjian . tapi sudah tercakup ketika Dewan Perwaki lan Rakyat memberikan persetujuannya mengenai Undang-undang APBN. Landasan berfikir yang dikemukakan adalah karena pinjaman tersebut merupakan salah satu sumber penerimaan dalam APBN, maka persetujuan terhadap APBN berarti juga menyetujui adanya pinjaman luar negeri. sehingga perjanjian pinjaman luar negeri tidak perlu lagi mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Memang benar dana pinjaman tersebut merupakan salah satu sumber penerimaan negara, tetapi perlu diingat yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat disini hanyalah mengena i jumlahnya secara keseluruhan, sedangkan mengenai negara mana saja yang akan bertindak sebagai negara peminjam, berapa cicilan pokok yang harus dibayar, berapa bunga yang menyertainya, dan berapa tahun
Nomor 2 Tahun XXXI
148
Hukul1I dOll Pelll/)oll,f.!./(//(/11
pinJaman tersehut hanls dikembal ikan, se rta persya ratan lainnya yang
mengikuti perjanjian terse hut dan juga urgensi dan kemanfaatan dari pinjaman itu untuk pemhangunan tidaklah mungkin dapat secanl mendetail dibiearakan bersamaan dengan materi APBN lainnya yang ridak blah pentingnya untuk dibahas. mengingat waktu pembailasan U ndang-undang APBN juga te rbatas. Sehagai i1uslrasi keterbatasan dari Undang-undang APBN adalah perineian proyek dan program clitelap kan lehih lanlul de ngan Kepumsan Presiden. Oleh kare na itu. m eng ingat ani pelllingn),a pembailasan dan persemjuan perjanjian pinjaman oleil Dewan Pe rwakilan Rakyat. seki ranya sudah seharusnya setiap peljanjian pinjaman lua r negeri mendapat perselujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan rid a k hisa lagi ciitempelkan pad a persemjuan Dewan Perwakilan Rak yal alas lI ndangundang APBN . Undang-undang No. 24 tailun 2000 . dalam pasal II . me m'lllg menyatakan hall\va pengesailan perjanjian pinjaman dan/alaU hihah lua r negeri harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rak ya t. pc rlu
diperjelas lagi dalam Undang-undang selal~jutnya yang mengatur peljanjian pinjaman luaf negeri. Memang seca ra te rsurat dapat cJikata kan se tiap perjanj ian mengenai pinlaman dan /alaU hihail luar nege ri Ilarus diseluj ui Dewan Perwakilan Rakyal. Tetapi apakail henar demikian yang dillla ksud oleh pasal tersehut dan akankah diikuli o leh lJndang-undang peng alurannlĀ·a. mengingat Ji Inuonesia ser ingkali apa ya ng tertulis ualam sualu peratu ran dapalmempunyai heherapa lafs iran (ditafsirkan herheda uari yang Icr,urall. Sebaiknya Dewan Perwakilan Rakyat telah didengarkan penda pallll'a sehelum uan pad a saal proses perjanjia n tersehut dilakukan. dim ana persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat atas isi perjanlian le rs chul dapat diperol eh Pemerintah sehelum perjanjian itu dirandalangani o leh ked ua belail pihak (negara pemheri dana dan peminjalll dana ). seh ingga
Pemerintah Indonesia mcmilik i kesatuan suara dan wihawa Ji Ill a ta negara peminjam. Jika persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dilak ukan serelah
perjanjian ditandatangani . maka terdapat dua kemungkinan. yairu Dewan Perwakilan Rakyal setuju atas perjanjian tersehut - dan Ill ) lidak menimbulkan masalail: dan ya ng kedua Dewan Perwakilan Rak yal lidak me nye tujui perjanjian yang dilakukan Pemerintah- ini Illenilllhulkan
masalah hukul11 dan menurunkan wibawa Pemerintah di Illata dunia. yang tentunya dapal herakihat tilllbuinya ketidakpercayaan negara la in terhadap Peillerintah Indonesia. yang tentunya akan merugikan Indonesia dalam melakukan perjanjian lainnya . Ma ka perlu kiranya herhagai pihak Illenyadari konse kuensi dari suatu perjanjian pinjaman bagi rakyat.
I lpri! - ./{,"i 201l!
Menallli Lahirnya UU Telllong Pinjoman Luar Ne,~eri
149
DAFTAR PUSTAKA Atmadja, Arifin P. Soeri a. " Hak Budget Delllan Penvakilan Rakym-RI. " Hukum dan Pembangunan I (1984). ----------. Mekanisme Perranggungjawaban Keuangall Negara. Jakarta: Gramedia, 1986 . Soepangat , Edi dan Haposan Lumban Gaol. Pengantar Ilmu K eual1fiw/ Negara. Jakarta: Gramedia, 1991. Undang-undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Undang-undang No. 35 tahun 2000 temang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 200 I. Surat Presiden No. 2826 / HK/60 temang Pembuatan Peljanjian-perja njian dengan Negara lain.
NomoI' 2 Tahun XXXI