123
Tabel 5.15 Kendala Proyek Pinjaman Luar Negeri
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Penyelenggaraan kegiatan melalui Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum mulai dari tahap perencanaan, pengajuan usulan, penilaian, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi secara umum dilaksanakan sesuai aturan yang ada di bawah koordinasi Sekretaris Jendral Kementerian Pekerjaan Umum c.q Biro Kerjasama Luar Negeri. Proses tahapan persiapan pinjaman luar negeri merupakan tahapan yang penting dalam keberhasilan pencapaian sasaran proyek. Pada proses persiapan dibutuhkan kerjasama yang baik seluruh stake holder untuk dapat menyiapkan seluruh dokumen persyaratan pelaksanaan pinjaman luar negeri. Kerjasama yang baik berdampak pada lama proses persiapan pinjaman dan keberhasilan pengadaan barang dan jasa. Pemberi pinjaman (lender) mempunyai karakteristik yang bermacammacam, sehingga untuk menentukan jenis proyek mana yang sesuai dengan lender perlu diketahui karakteristik lender tersebut. Orientasi pembiayaan pada pinjaman multilateral adalah integrated project, sedangkan orientasi pembiayaan pada pinjaman bilateral adalah sektoral, project¸atau studi. Berdasarkan analisis secara umum penilaian yang diperoleh dari kinerja, sumber pinjaman multilateral adalah lebih baik bila dibandingkan dengan sumber pinjaman bilateral. Walaupun secara proses, pada beberapa kasus, sumber pinjaman multilateral memperlihatkan kinerja yang kurang baik, karena tingkat keterlambatan, namun manfaat yang diperoleh adalah baik karena relatif tidak menonjol interest/kepentingan suatu pihak atau dalam hal ini negara. Berbeda dengan sumber pinjaman bilateral dimana terdapat interest/kepentingan dari negara pemberi pinjaman. Secara khusus dari sisi peraturan, sumber pinjaman
124
125
multilateral memiliki kinerja yang lebih baik, utamanya karena tingkat kesesuaian peraturan Pemenrintah Indonesia dengan peraturan pemberi/sumber pinjaman. Hal yang diamati adalah, pemberi pinjaman menyesuaikan dengan peraturan yang ada dan berlaku di Indonesia. Dari sisi kinerja proses sumber pinjaman multilateral juga terlihat lebih baik dari bilateral yang ditunjukan dengan nilai rata-rata pemeringkatan yang lebih baik. Namun perlu diingat juga bahwa pinjaman Asian Development Bank merupakan pinjaman yang baru dimulai, sehingga penilaian tidak dapat dilakukan secara menyeluruh. Pada prinsipnya borrower dalam hal ini Pemerintah Indonesia akan mencari dan memilih loan dengan persyaratan-persyaratan yang sangat lunak (soft loan) seperti tingkat bunga (interest) yang rendah (jika mungkin tidak dikenakan bunga pinjaman sama sekali), tidak ada commitment fee atau service charge, grace period (masa tenggang pengembalian angsuran) dan jangka waktu pengembalian relatif lama. Namun demikian, tidak mudah untuk mendapatkan loan yang demikian sebab di pihak lender baik bilateral maupun multilateral sudah memberikan berbagai persyaratan (given), sehingga borrower tidak dapat mengubah persyaratan-persyaratan pinjaman tersebut. Selanjutnya dari sisi manfaat terlihat bahwa terdapat dinamika antar kasus pinjaman seperti disampaikan sebagai berikut: a. Bilateral - Pemerintah
Jepang/JICA
(Japan
International
Cooperation
Agency) memperoleh nilai sebesar 21 dengan proyek TPARCP I/ Tanjung Priok Access Road Construction Project I. - Pemerintah Australia/AusAID (Australian Agency for International Development) dengan EINRIP/Eastern Indonesia National Road Improvement Project, AIPRD – L002 memperoleh nilai 20.
126
b. Multilateral: - World Bank denga proyek SRIP/Strategic Roads Infrastructure Project, 4834 – IND/7786 – IND memperoleh nilai 15. - Asia Development Bank dengan proyek RRDP/Regional Roads Development Project, ADB 2817 – INO memperoleh nilai 14. Berdasarkan Realisasi Penyerapan Pinjaman Luar Negeri Tahun 2013 diketahui bahwa penyerapan pinjaman EINRIP AIPRD L002 adalah sebesar 42% hal ini berarti pelaksanaan kegiatan pinjaman (progres fisik) berjalan dengan baik. Berbeda dengan penyerapan pinjaman ADB 2817-INO yaitu 1%, yang dikarenakan pinjaman baru mulai berjalan sehingga pelaksanaan kegiatan pinjaman (progres fisik) belum dimulai. Ditinjau dari evaluasi progress variant pinjaman EINRIP AIPRD L002 memiliki progress variant terbesar yaitu 0,92 yang berarti bahwa realisasi penarikan pinjaman lebih lambat dari jadwal yang direncanakan. Kelompok permasalahan yang ditemukan pada proyek pinjaman luar negeri yang melibatkan lembaga pemberi pinjaman dan mempengaruhi kinerja proyek dapat diidentifikasikan terdiri dari: permasalahan yang berhubungan dengan finansial; permasalahan yang berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa; serta permasalahan yang berhubungan dengan pembebasan lahan. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, seperti: a.
Proses seleksi usulan kegiatan memprioritaskan kegiatan yang benarbenar telah memenuhi persyaratan dan kriteria kesiapan yang telah ditetapkan;
b.
Percepatan penyelesaian permasalahan backlog, penerbitan amandemen penyesuaian ruang lingkup dan volume pekerjaan akibat eskalasi dan perbedaan nilai tukar serta sebagian pendanaan kegiatan oleh APBN;
c.
Percepatan proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan guideline yang berlaku; koordinasi dan pertemuan rutin untuk membahas kendala
127
dan perkembangan proyek dengan para pihak pelaksana terkait sehingga kendala yang bersifat teknis di lapangan dapat diselesaikan; d.
Mediasi dan berkoordinasi dengan pihak-pihak yang memiliki lahan, pembentukan tim P2T (panitia pembebasan tanah) yang khusus menangani pembebasan lahan untuk mempercepat proses pembebasan lahan tersebut, dan menetapkan aturan sebagai bagian dari kriteria kesiapan bahwa lahan yang akan dipergunakan sebagai proyek pembangunan harus memiliki kejelasan sertifikat tanah dan/atau pemukiman kembali.
6.2
Saran
Salah satu kendala dalam analisis kinerja pinjaman luar negeri adalah kurangnya data pendukung sehingga perlu dibuat suatu data base pinjaman luar negeri mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap monitoring dan evaluasi benefit. Pada dasarnya ketentuan Pemerintah Indonesia dan ketentuan pemberi pinjaman (guidelines) adalah equal (setara) tanpa perbedaan kedudukan hirarki. Dalam rangka kesetaraan kedudukan ketentuan ini maka kesepakatan dalam menerapkan ketentuan yang berbeda multlak harus dilakukan. Draft dokumen setiap tahapan sebaiknya telah disiapkan oleh pihak Pemerintah Indonesia tanpa menunggu draft dari pihak pemberi pinjaman dalam rangka mendapatkan posisi tawar yang lebih kuat. Pada tahap persiapan, Pemerintah Indonesia terlebih dahulu harus sudah membereskan permasalahan yang ada di lapangan seperti masalah non teknis, sehingga ketika loan berjalan tidak ada hambatan apapun seperti masalah pembebasan lahan.