UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS OBAT ANTIDIABETES PADA PASIEN GERIATRI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PELABUHAN PERIODE JANUARI-JUNI 2014
SKRIPSI
INTEN NOVITA SARI 1111102000087
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS OBAT ANTIDIABETES PADA PASIEN GERIATRI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PELABUHAN PERIODE JANUARI-JUNI 2014
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
INTEN NOVITA SARI 1111102000087
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015
ii
ABSTRAK Nama Program Studi Judul Skripsi
: Inten Novita Sari : Farmasi : Evaluasi Drug Related Problems Obat Antidiabetes Pada Pasien Geriatri Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan Periode Januari – Juni 2014
World Health Organization (WHO) memprediksi jumlah penderita diabetes melitus akan terus meningkat setiap tahun, termasuk Indonesia. Pasien yang mengidap penyakit diabetes melitus lebih banyak diderita oleh pasien geriatri. Beberapa penelitian melaporkan bahwa Drug Related Problems (DRPs) sering terjadi pada geriatri hal ini dikarenakan pemakaian obat yang cukup lama serta fungsi organ dan aktivitas fisik yang sudah mengalami penurunan, untuk itu perlu dilakukan evaluasi Drug Related Problems. Peneliti melakukan pengambilan data melalui data sekunder berupa rekam medis pasien periode Januari-Juni 2014 dengan desain cross-sectional. Teknik pengambilan data berupa total sampling, didapatkan 28 sampel yang sesuai kriteria inklusi penelitian. Pada hasil penyajian data secara deskriptif, hasil evaluasi Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi berdasarkan pemberian obat antidiabetes pada pasien butuh tambahan obat yakni 10,71% (3 pasien), terdapat salah obat sebesar 7,14% (2 pasien), sedangkan potensi terjadinya interaksi obat sebesar 50% (14 pasien) dan tidak terdapat DRPs yang lainnya terjadi. Pada penggunaan antidiabetik tunggal didapatkan sebanyak 17 pasien (60,71%), sedangkan penggunaan antidiabetik kombinasi sebanyak 11 pasien (39,28%). Terdapat 11 kelas terapi yang diberikan kepada pasien, dan yang paling banyak yaitu obat gastrointestinal 85,71%.
Kata Kunci : Drug Related Problems, obat antidiabetik, diabetes mellitus tipe 2
vi
ABSTRACT Name Program Study Tittle
: Inten Novita Sari : Farmasi : Evaluation Drug Related Problems antidiabetic In Geriatric Patients With Type 2 Diabetes Mellitus In Space General Hospital Inpatient Ports January - June 2014
Diabetes Mellitus (DM) is a worldwide serious health problem which has been increasing by years based on World Health Organization (WHO) prevalence prediction, including Indonesia. The geriatrics is nowadays on the highest rate due to the degenerative process. Previous studies report the causes of Drug Related Problems (DRP) on geriatric patients are the lack of physical activities, multiorgan function decreases, and even many drugs are recently used for a long time. Thus, the further Drug Related Problems (DRP) evaluation is actually needed based the evidence. This study was conducted to evaluate the Drug Related Problems (DRP) of antidiabetic drugs. Beside, the Author wanted to show the prevalence of single and combination antidiabetic treated patients accordance to the secondary data. The data was extracted from medical records by January to June 2014 and desined using cross sectional. The Author was collecting the 28 data complying to the inclusion criteria by total sampling method. this study showed through descriptive presentation that the evaluation of antidiabetic within Drug Related Problems (DRP) resulting in patient with unnecessary drug therapy 10,71 % (3 patients), uncompatible drug choice 7,14% (2 patients), and patient with high risk drug interaction 50% (14 patients). The other Drug Related Problems (DRP) was not found. Whereas, the single antidiabetic treated patients is about 60,71% (17 patients), and the combination antidiabetic treated patients is about 39,28% (11 patients). Beside, there are totally 11 other drugs which is dominated by gastrointestinal drugs (85,71%).
Keywords : Drug Related Problems, antidiabetic drug, diabetes mellitus type 2
\
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia serta nikmat Iman dan islam yang tak terhingga. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Syukur atas limpahan cinta dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang bejudul “Evaluasi Drug Related Problems Obat Antidiabetes Pada Pasien Geriatri Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan Periode Januari – Juni 2014” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Yardi Ph.D, Apt dan Ibu Nelly Suryani Ph.D, Msi, Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, tenaga, dalam penelitian ini juga kesabaran dalam membimbing, memberikan saran, dukungan
kepercayaannya
selama
penelitian
berlangsung
hingga
tersusunnya skripsi ini. 2. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan. 3. Ibu Vidya Arlaini Anwar,S.si, Apt, beserta seluruh pihak karyawan ruang administrasi medik yang telah banyak membantu dalam pengambilan data. 4. Kedua orang tua saya, Almarhum papa tersayang Firdaus dan mama tercinta Daster Yuniati, SE yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tidak pernah henti serta dukungan baik moril maupun materil. Tidak ada yang dapat membalas semua kebaikan dan ketulusan cinta mama dan papa. Semoga Allah senatiasa memberikan kesehatan, perlindungan, dan kasih
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NIM Program Studi Fakultas Jenis Karya
: Inten Novita Sari : 1111102000087 : Farmasi : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS OBAT ANTIDIABETES PADA PASIEN GERIATRI GERIATRI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PELABUHAN PERIODE JANUARI-JUNI 2014 untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta Dengan demikian persetujuan publikasi persetujuan karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat Pada Tanggal : 1 Juni 2015 Yang menyatakan,
(Inten Novita Sari)
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ....................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iv ABSTRAK .................................................................................................................... iii ABSTRACT ................................................................................................................. vi DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................x DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xvi BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................4 1.3 Tujuan ...........................................................................................................4 1.4 Manfaat .........................................................................................................4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................5 2.1 Drug Related Problems ................................................................................5 2.1.1 Butuh Tambahan Obat .........................................................................5 2.1.2 Obat Tanpa Indikasi ............................................................................5 2.1.3 Salah Obat ...........................................................................................6 2.1.4 Dosis Dibawah Dosis Terapi ...............................................................7 2.1.5 Dosis Melebihi Dosis Terapi ...............................................................7 2.1.6 Ketidakpatuhan Pasien ........................................................................8 2.1.7 Interaksi Obat ......................................................................................9 2.1.7.1 Mekanisme Interaksi Obat .....................................................10 2.1.7.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat ........................................12 2.2 Diabetes Melitus .........................................................................................12 2.2.1 Definisi ..............................................................................................12 2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus .............................................................13 2.2.3Skrinning Diabetes Melitus ................................................................14 2.2.4 Klasifikasi DM Berdasarkan Etiologi ...............................................15 2.2.5 Gejala Diabetes Melitus ....................................................................15 2.2.6 Patogenesis Diabetes Melitus ............................................................15 2.2.7 Komplikasi Akut Diabetes Melitus ...................................................16 2.2.8 Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus .............................................21 2.2.8 Penatalaksanaan..................................................................................22 2.2.9 Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Geriatri ..................................30 2.2.10 Protokol Diabetes Melitus Tipe 2 ....................................................33 2.3 Geriatri ........................................................................................................35 2.4 Rumah Sakit ...............................................................................................36 2.5 Rekam Medik .............................................................................................38 xviv
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................40 3.1 Desain Penelitian ........................................................................................40 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................40 3.2.1 Tempat Penelitian ..............................................................................40 3.2.2 Waktu Penelitian ...............................................................................40 3.3 Definisi Operasional ...................................................................................41 3.3.1 Variabel Bebas ..................................................................................41 3.3.1.1 Penggolongan Karakteristik Pasien Diabetes mellitus .........41 3.3.1.2 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes ...................................41 3.3.1.3 Jumlah Penggunaan Obat .......................................................41 3.3.2 Variabel Terikat .................................................................................42 3.3.2.1 Drug Related Problems (DRPs) .............................................42 3.3.3 Karakteristik Pasien ...........................................................................44 3.3.3.1 Geriatri ...................................................................................44 3.3.3.2 Jenis Kelamin ........................................................................44 3.3.3.3. Penyakit Komplikasi ............................................................44 3.3.3.4 Penyakit Penyerta .................................................................45 3.4. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................45 3.4.1. Populasi ............................................................................................45 3.4.2. Sampel ..............................................................................................45 3.4.2.1. Kriteria Inklusi Sampel ........................................................45 3.4.2.2. Kriteria Eklusi Sampel .........................................................46 3.5. Prosedur Penelitian ....................................................................................46 3.5.1. Bagan Alur Penelitian ......................................................................46 3.5.2. Persiapan ..........................................................................................47 3.5.3 Pelaksanaan Pengumpulan Data ........................................................47 3.5.3.1. Penelusuran Dokumen .........................................................47 3.5.4. Manajemen Data ...............................................................................48 3.6. Pengolahan Data ........................................................................................48 3.7. Analisa Data ..............................................................................................48 3.7.1. Analisis Univariat .............................................................................48 3.7.2. Analisis Bivariat ...............................................................................49 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................50 4.1. Hasil Penelitian ..........................................................................................50 4.1.1 Karakteristik Pasien ...........................................................................50 4.1.1.1 Karakteristik Berdasarkan Usia .............................................50 4.1.1.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin .............................51 4.1.1.3 Karakteristik Berdasarkan Penyakit Komplikasi ..................51 4.1.1.4 Karakteristik Berdasarkan Penyakit Penyerta .......................52 4.1.2 Profil Penggunaan Obat......................................................................53 4.1.2.1 Profil Penggunaan Obat Antidiabetik Tunggal .....................53 4.1.2.2 Profil Penggunaan Obat Antidiabetik Kombinasi .................54 4.1.2.3 Profil Penggunaan Obat Oral ................................................55 4.1.2.4 Profil Penggunaan Obat Injeksi .............................................55 4.1.2.5 Jumlah Penggunaan Obat ......................................................56 4.1.3 Drug Related Problems (DRPs) .........................................................56
xviv
4.1.3.1 DRPs Kategori Butuh Tambahan Obat .................................57 4.1.3.2 DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi .....................................58 4.1.3.3 DRPs Kategori Salah Obat ....................................................58 4.1.3.4 DRPs Kategori Dosis Dibawah Dosis Terapi ........................58 4.1.3.5 DRPs Kategori Dosis Melebihi Dosis Terapi ........................58 4.1.3.6 DRPs Kategori Interaksi Obat ...............................................59 4.1.3.7 Kategori IO Berdasarkan Mekanisme ...................................60 4.1.3.8 Kategori IO Berdasarkan Tingkat Keparahan .......................60 4.1.4 Hasil Analisis Bivariat .......................................................................61 4.1.4.1 Analisis Hubungan Usia dengan DRPs .................................61 4.1.4.2 Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan DRPs ..................62 4.1.4.3 Analisis Hubungan Penyakit Komplikasi dengan DRPs .......62 4.1.4.4 Analisis Hubungan Penyakit Penyerta dengan DRPs ...........63 4.1.4.5 Analisis Hubungan OAD Tunggal dengan DRPs .................63 4.1.4.6 Analisis Hubungan OAD Kombinasi dengan DRPs .............64 4.1.4.7 Analisis Hubungan Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs ................................................................................................64 4.2 Pembahasan .................................................................................................65 4.2.1 Karakteristik Pasien ..........................................................................65 4.2.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia .................................65 4.2.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ..................66 4.2.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Komplikasi .......66 4.2.1.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta ............67 4.2.2 Profil Obat Antidiabetes ....................................................................67 4.2.2.1 Obat Antidiabetes Tunggal ....................................................67 4.2.2.2 Kombinasi Obat Antidiabetes ...............................................69 4.2.2.3 Profil Obat .............................................................................69 4.2.2.4 Jumlah Penggunaan Obat ......................................................75 4.2.3 Drug Related Problems (DRPs) ......................................................76 4.2.4. Analisis Bivariat ...............................................................................81 4.2.4.1 Hubungan Usia dengan DRPs ...............................................81 4.2.4.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan DRPs ................................81 4.2.4.3 Hubungan Penyakit Komplikasi dengan DRPs .....................81 4.2.4.4 Hubungan Penyakit Penyerta ................................................82 4.2.4.5 Hubungan OAD Tunggal dengan DRPs. ...............................82 4.2.4.6 Hubungan OAD Kombinasi dengan DRPs ...........................82 4.3 Keterbatasan Penelitian ..............................................................................82 4.3.1 Kendala ..............................................................................................82 4.3.2 Kelemahan .........................................................................................83 4.4 Kekuatan ....................................................................................................84 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. ......................................................................85 5.1. Kesimpulan ................................................................................................85 Daftar Pustaka ............................................................................................................86
xviv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Target Pengendalian Diabetes Melitus .............................................21 Tabel 2.2 Target Penatalaksanaan Diabetes Melitus ........................................31 Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien (Selama Dirawat) .......56 Tabel 4.2 Persentase Distribusi Jumlah Butuh Tambahan Obat Antidiabetik .57 Tabel 4.3 Persentase Distribusi Jumlah Salah Obat antidiabetik. .....................58 Tabel 4.4 Persentase Prevalensi Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah Pasien yang mengalaminya ..........................................................................59 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Obat-Obat Yang Berpotensi Mengalami Interaksi ...........................................................................................59 Tabel 4.6 Persentase Distribusi Frekuensi Interaksi Obat Antidiabetes Berdasarkan Mekanisme ..................................................................60 Tabel 4.7 Persentase Distribusi Frekuensi Interaksi Obat Antidiabetik Berdasarkan Tingkat Keparahan Tabel ............................................60 Tabel 4.8 Hasil Analisis Hubungan Antara Usia Dengan DRPs. ......................61 Tabel 4.9 Hasil Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan DRPs ......62 Tabel 4.10 Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs ................................................................................................62 Tabel 4.11 Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs ..........................................................................................................63 Tabel 4.12 Hasil Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan DRPs ................................................................................................63 Tabel 4.13 Hasil Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes kombinasi dengan DRPs ....................................................................................64 Tabel 4.14 Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs ................................................................................................64
xviv
DAFTAR GAMBAR Halaman Algoritma Penatalaksanaan DM Tipe 2 ......................................32 Alur Penelitian .............................................................................46 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan usia ..............50 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................................................................................51 Gambar 4.3 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Komplikasi` ..................................................................................52 Gambar 4.4 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta ......................................................................................52 Gambar 4.5 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penggunaan Antidiabetik .................................................................................53 Gambar 4.6 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penggunaan Antidiabetik Tunggal ...................................................................54 Gambar 4.7 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penggunaan Antidiabetik Kombinasi ..............................................................54 Gambar 4.8 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil Penggunaan Obat Oral ...............................................................55 Gambar 4.9 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil Penggunaan Obat Injeksi .............................................................56 Gambar 4.10 Persentase Distribusi Jumlah Evaluasi DRPs Berdasarkan Frekuensi Pemberian Obat Antidiabetes .....................................57 Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2
xviv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Surat Permohonan Data dan Izin Penelitian Dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prodi Farmasi .............................................89 Lampiran 2. Rekapitulasi Data Sampel ...........................................................90 Lampiran 3. Jumlah Profil Penggunaan Obat Yang Digunakan ...................103 Lampiran 4. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien ..............................111 Lampiran 5. Evaluasi DRPs Membutuhkan Tambahan Obat ........................112 Lampiran 6. Evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi ` ........................................118 Lampiran 7. Evaluasi DRPs Salah Obat .........................................................123 Lampiran 8. Evaluasi DRPs Dosis Dibawah Dosis Terapi Frekuensi Pasien 128 Lampiran 9. Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis Terapi ............................130 Lampiran 10. Evaluasi DRPs Interaksi Obat ..................................................132 Lampiran 11. Hasil Analisis Hubungan Antara Usia dengan DRPs ..............141 Lampiran 12. Hasil Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan DRPs ..................................................................................................142 Lampiran 13. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs ........................................................................................143 Lampiran 14. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs ........................................................................................144 Lampiran 15. Hasil Analisis Hubungan Antara OAD Tunggal dengan DRPs ....................................................................................................145 Lampiran 16. Hasil Analisis Hubungan Antara OAD Kombinasi dengan DRPs ` ...................................................................................................146 Lampiran 17. Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs ............................................................................147
xviv
DAFTAR ISTILAH
CAD
: Coronary Artery Disease
CHF
: Congestive Heart Failure
CHF
: Congestive Heart Failure
CKD
: Chronic Kidney Disease
DM
: Diabetes Melitus
DRPs
: Drug Related Problems
GDP
: Gula Darah Puasa
GDS
: Gula Darah Sewaktu
GERD
: Gastro Esophageal Reflux Disease
HDL
: High Density Lipoprotein
MAO
: Mono Amin Oksidase
PPOK
: Penyakit Paru Obstruktif Kronik
xviv
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Diabetes melitus merupakan sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai
oleh hiperglikemia yang berhubungan dengan kelainan karbohidrat, lemak, metabolisme protein dan komplikasi kronis termasuk mikrovaskular, makrovaskular, dan gangguan neuropatik. Hampir 18,2 juta orang Amerika menderita Diabetes Melitus (Dipiro, dkk., 2009). Penyakit Diabetes Melitus juga merupakan salah satu penyakit yang menarik perhatian di Indonesia karena penderitanya terus bertambah banyak. Dimana, menurut hasil RISKESDAS 2013 yang dipublikasikan dari Departemen Kesehatan terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,4 persen (2013) (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data WHO (World Health Organization) Pada tahun 2014, terdapat 9% dari usia 18 tahun hingga usia tua mengalami diabetes . Pada tahun 2012, diabetes merupakan penyebab kematian yakni sebanyak 1,5 juta. Dan lebih dari 80% kematian yang disebabkan oleh diabetes terjadi pada negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Menurut Riskesdas 2007, berdasarkan diagnosis atau gejala bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi yaitu sebesar 2,6%. Menurut riset yang sama bahwa data morbiditas pada pasien rawat inap RS di seluruh Indonesia pada tahun 2009, jumlah penderita diabetes melitus tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-64 tahun, diikuti kelompok umur 65 tahun ke atas dan kelompok 25-44 tahun. Sedangkan data mortalitas diabetes melitus di RS menggambarkan 74,3% merupakan pasien diabetes yang tidak bergantung pada insulin dan 25,7% selebihnya merupakan pasien diabetes yang bergantung pada insulin (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Diabetes melitus tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan yakni 90% dari kasus diabetes melitus pada umumnya. Sebagian besar penyebab kenaikan kejadian diabetes melitus tipe 2 karena meningkatnya lemak tubuh dan gaya hidup yang tidak teratur. Dengan peningkatan jumlah obesitas di seluruh dunia maka
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
2
terjadi peningkatan juga pada prevalensi DM tipe 2. Pada pengelolaan terapi DM bertujuan untuk mengurangi risiko komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, mengurangi angka kematian, serta meningkatkan kualitas hidup. Langkah pertama pada pengelolaan terapi diabetes melitus yaitu terapi non-farmakologi, jika target belum tercapai dapat di lakukan terapi farmakologi (Dipiro, et.al., 2009). Pasien DM tipe 2 banyak ditemukan pada usia tua (geriatri) dan sering tidak terdapat gejala sebelumnya (Dipiro, et.al., 2009). Geriatri merupakan individu yang telah mengalami proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan pada jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga terjadi penurunan pertahanan tehadap infeksi dan untuk memperbaiki kerusakan yang diderita. Secara umum masalah pada geriatri masih merupakan suatu masalah yang belum dapat teratasi, hal ini berhubungan dengan kondisi pasien geriatri yang telah mengalami penurunan fungsi organ tubuh dan daya tahan tubuh akibat proses menua (Potter dan Perry., dkk, 2005). Populasi geriatri merupakan tantangan dan peluang yang besar yang dihadapi oleh semua negara. Di negara-negara yang kurang berkembang telah merubah sistem pelayanan kesehatan pada populasi geriatri agar dapat melengkapi kebutuhan kesehatan populasi geriatri dan sambil terus mengatasi masalah kesehatan lainnya seperti kesehatan ibu dan anak (Keller, dkk., 2002). Pada pengobatan pasien geriatri harus selalu melakukan pertimbangan yang khusus terhadap kondisi kesehatan, pemilihan obat, penyesuaian dosis serta melakukan pengobatan secara teratur. Pada pasien geriatri kapasitas fungsional sebagian besar sistem organ utama menunjukkan adanya penurunan. Beberapa perubahan ini mengubah farmakokinetik. Bagi para ahli farmakologi dan klinisi, perubahan terpenting dari segala perubahan adalah penurunan fungsi ginjal. Berbagai perubahan serta penyakit yang menyertai lainnya dapat mengubah karakteristik farmakodinamik obat-obat tertentu pada beberapa pasien (Katzung, 2010). Hal ini yang menyebabkan perlu perhatian khusus untuk pengobatan pada pasien geriatri. Pengobatan diabetes melitus umumnya memerlukan waktu yang lama dan sering merupakan pengobatan yang lebih dari satu obat. Komplikasi yang terjadi pada diabetes melitus akan menambahkan kompleksitas pengobatan yang dilakukan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
terhadap pasien. Hal ini berpotensi untuk terjadinya Drug Related Problems (DRPs). Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu peristiwa yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang berpotensi atau terbukti dapat mengganggu pencapaian terapi obat. (Cipolle, dkk., dalam review Adusumilli dan Adepu, 2014). Pada umumnya DRPs terdiri dari 7 kategori, namun salah satu kategori DRPs yakni ketidakpatuhan pasien tidak dapat dilakukan pada penelitian ini karena penelitian bersifat retrospekftif sehingga tidak dapat memantau pasien secara langsung. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Malaysia periode Januari 2009 hingga Juni 2012 tercatat sebesar 77,8% mayoritas usia 60 sampai 79 tahun (ratarata usia 71tahun) yang mengalami DRPs dan kategori yang dialami pasien yaitu masalah pemilihan obat sebesar 45,9%, masalah interaksi obat tercatat 24,9%, dan masalah dosis tercatat sebesar 13,3% (Huri,et.al., 2014). Penelitian yang terjadi diindonesia salah satunya, penelitian yang dilakukan di RSUP Jogjakarta periode Januari-Juni 2009 tercatat sebesar 73,1% usia lanjut 60-75 tahun (elderly) yang mengalami DRPs dan kategori yang dialami oleh pasien yaitu masalah dosis terlalu rendah (3,8%) dan (Adverse Drug Reaction) reaksi obat yang tidak diinginkan (53,8%). (Ayuningtyas, 2010). Pada praktek pelayanan farmasi klinik apoteker atau farmasis memegang peranan penting dalam pencapaian terapi obat dan menghindari terjadinya Drug Related Problems (DRPs). Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014). Berdasarkan paparan diatas, menunjukan bahwa pentingnya pemilihan obat terutama pada pasien geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 untuk menghindari atau menurunkan angka terjadinya DRPs, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas layanan di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara agar tercapai suatu keberhasilan terapi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah
yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini. Apakah terdapat DRPs (Drug Related Problems) penggunaan obat pada pasien geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan periode Januari – Juni 2014.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk: Mengideintifikasi DRPs pada Diabetes Melitus tipe 2 pasien geriatri yang di Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara periode Januari – Juni 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik pasien geriatri DM tipe 2 yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara periode Januari-Juni 2014 (berdasarkan usia, jenis kelamin, penyakit komplikasi, dan penyakit penyerta). b. Mengetahui profil penggunaan obat yang digunakan oleh pasien geriatri DM tipe 2. c. Mengetahui persentase kejadian DRPs pada pengobatan pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat diabetes.
1.4
Manfaat Penelitian a. Mendapatkan informasi mengenai DRPs yang digunakan oleh pasien geriatri rawat inap diabetes melitus tipe 2 periode Januari – Juni 2014. b. Menjadi suatu masukan bagi dokter dan tenaga farmasi dalam meningkatkan ketepatan indikasi, pemilihan obat, regimen dosis, dan lama penggunaan obat pada pasien rawat inap geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 sehingga diperoleh pengobatan yang efektif, aman, dan efisien.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Drug Related Problems (DRPs) Drug Related Probems (DRPs) merupakan suatu peristiwa yang tidak
diinginkan yang dialami oleh pasien yang berpotensi atau terbukti dapat mengganggu pencapaian terapi obat (Cipolle, dkk., dalam review Adusumilli dan Adepu, 2014). Pada kejadian DRPs yang telah terjadi maupun yang berpotensi terjadi DRPs, farmasi seharusnya melakukan pencegahan dan memecahkan suatu masalah DRPs yang terjadi. Hal ini yang menyebabkan seorang farmasis memegang peran penting dalam mencegah maupun mengendalikan masalah tersebut. Terdapat beberapa klasifikasi DRPs sebagai berikut (Cipolle, dkk., dalam review Adusumilli dan Adepu, 2014).
2.1.1
Butuh Tambahan Obat (Need for additional therapy) Penderita DM bisa mengalami komplikasi yang
tidak diharapkan, oleh
karena itu perlu mencermati apakah ada indikasi penyakit yang tidak diobati. Adanya indikasi penyakit yang tidak tertangani ini dapat disebabkan oleh: a.
Penderita mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat.
b.
Penderita memiliki penyakit kronis lain yang memerlukan keberlanjutan terapi obat
c.
Penderita mengalami gangguan medis yang memerlukan kombinasi farmakoterapi untuk menjaga efek sinergi/potensiasi obat
d.
Penderita berpotensi untuk mengalami risiko gangguan penyakit baru yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat profilaktik atau premedikasi. (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
2.1.2
Obat Tanpa Indikasi (Unnecessary therapy) Pemberian obat tanpa indikasi disamping merugikan penderita secara
finansial yang juga dapat merugikan penderita yang berpotensi memberikan efek yang tidak dikehendaki. Pemberian obat tanpa indikasi ini dapat disebabkan oleh:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
6
a.
Penderita menggunakan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit pada saat ini
b.
Penyakit penderita terkait dengan penyalahgunaan obat, alkohol atau merokok
c.
Kondisi medis penderita lebih baik ditangani dengan terapi non obat
d.
Penderita memperoleh polifarmasi untuk kondisi yang indikasinya cukup mendapat terapi obat tunggal
e.
Penderita memperoleh terapi obat untuk mengatasi efek obat yang tidak dikehendaki yang disebabkan oleh obat lain yang seharusnya dapat diganti dengan obat yang lebih sedikit efek sampingnya (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
2.1.3
Salah obat (wrong drug) Salah obat merupakan keadaan dimana obat yang digunakan untuk
mengobati kondisi pasien tidak efektif atau terapi yang digunakan bukan yang paling efektif. Selain itu, pasien alergi terhadap obat tersebut, atau obat kontraindikasi terhadap kondisi pasien. Misalnya, jika obat yang digunakan merupakan obat yan efektif tapi terdapat obat lainnya sama efektifnya namun lebih murah, hal ini bisa dikatakan salah obat. Atau, ketika pasien menerima obat kombinasi namun ada obat tunggal yang sama efektif nya dengan kombinasi, maka pasien dapat dikatakan DRP salah obat. (Strand, et.al., 1990). Pemilihan obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan tujuan terapi tidak tercapai sehingga penderita dirugikan. Penyebab lainnya, pada pemilihan obat yang tidak tepat dapat disebabkan oleh: a. Obat yang digunakan berkontraindikasi, misalnya penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea harus hati-hati atau dihindari pada penderita lanjut usia, wanita hamil, penderita dengan gangguan fungsi hati, atau gangguan fungsi ginjal yang parah. b. Obat yang digunakan efektif tetapi bukan yang paling aman c. Penderita resisten dengan obat yang digunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
d. Penderita menolak terapi obat yang diberikan, misalnya pemilihan bentuk sediaan yang kurang tepat (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
2.1.4
Dosis dibawah dosis terapi (dosage is too low) Meskipun mendasar, bahwa prinsip dari homeopati dimana jika dosis terlalu
sedikit (suboptimal) obat diklasifikasikan sebagai DRP, yaitu ketika hasil yang diinginkan pada pasien tidak tercapai (yaitu, infeksi tidak merespon dengan pengobatan antibiotik yang suboptimal). Pada dasarnya, dosis semua obat dipertimbangkan berdasarkan penyakit, dan informasi riwayat pasien. Dosis dapat dikatakan kurang optimal jika konsentrasi obat di serum tidak tercapai bersamaan dengan adanya (tanda-tanda dan gejala) maka hal ini dapat dikatakan DRP. Terdapat parameter lainnya, jika terdapat dosis dibawah dosis terapi. Pasien menerima dosis yang sesuai atau obat dilanjutkan cukup lama namun tidak mencapai efek yang diinginkan maka dapat dikatakan dosis dibawah dosis terapi. (Strand, et.al., 1990). Pemberian obat dengan dosis sub terapeutik mengakibatkan ketidakefektifan terapi obat. Hal ini dapat disebabkan oleh: a.
Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang dikehendaki
b.
Konsentrasi obat dalam plasma penderita berada di bawah rentang terapi yang dikehendaki
c.
Saat profilaksis tidak tepat bagi penderita
d.
Obat, dosis, rute, formulasi tidak sesuai
e.
Fleksibilitas dosis dan interval tidak sesuai
f.
Terapi obat dialihkan terutama untuk uji klinis (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
2.1.5
Dosis melebihi dosis terapi (Dose is too high) keadaan ini sama halnya dengan dosis terlalu rendah, dimana dosis melebihi
dosis terapi memberikan efek yang berlawanan dengan seharusnya. Keadaan dimana dosis ditingkatkan secara cepat dan peningkatan menyebabkan komplikasi lainnya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
maa hal ini dapat dikatakan adanya DRP. Hal ini juga memungkinkan adanya akumulasi obat dalam jangka yang panjang sehingga menyebabkan efek toksik pada pasien. (Strand, et.al., 1990). Pemberian obat dengan dosis berlebih mengakibatkan efek hipoglikemia dan kemungkinan munculnya toksisitas. Hal ini dapat disebabkan oleh: a.
Dosis obat terlalu tinggi untuk penderita
b.
Konsentrasi obat dalam plasma penderita di atas rentang terapi yang dikehendaki
c.
Dosis obat penderita dinaikkan terlalu cepat
d.
Penderita mengakumulasi obat karena pemberian yang kronis
e.
Obat, dosis, rute, formulasi tidak sesuai
f.
Fleksibilitas dosis dan interval tidak sesuai (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005). Dapat disimpulkan bahwa, pasien yang mengalami atau berpotensi untuk
mengalami keracunan yang ditimbulkan oleh dosis obat yang berlebih merupakan masalah umum yang terdapat pada praktek klinis. Pemantauan farmakokinetik dan penyesuaian dosis tidak bisa terlalu ditekankan atau terlalu cepat hal ini untuk mencegah terjadinya DRP.(Strand, et.al., 1990).
2.1.6
Ketidakpatuhan (Adherence problem) Ketidakpatuhan pasien dapat terjadi ketika pasien menggunakan obat tidak
sesuai dengan aturan yang diberikan dan pasien memiliki kondisi ekonomi yang tidak mampu sehingga pasien tidak menebus obat yang telah diresepkan. Kasus ini perlu bantuan farmasis untuk memberikan informasi obat pada pasien sehingga tercapai efek terapi yang diinginkan. (Strand, et.al., 1990). Penderita gagal menerima obat dapat disebabkan oleh: a.
Penderita tidak mematuhi aturan yang direkomendasikan dalam penggunaan obat
b.
Penderita tidak menerima pengaturan obat yang sesuai sebagai akibat kesalahan medikasi (medication error) berupa kesalahan peresepan, dispensing, cara pemberian atau monitoring yang dilakukan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
c.
Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena ketidakpahaman
d.
Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena tidak sesuai dengan keyakinan tentang kesehatannya.
e.
Penderita tidak mampu menebus obat dengan alasan ekonomi. Yang juga perlu mendapat perhatian khusus terhadap munculnya masalah
terkait obat apabila penderita berada dalam kondisi khusus, seperti: - Penderita hamil / menyusui - Penderita gangguan ginjal - Penderita gangguan hati - Penderita gangguan jantung (stage 3-4) - Penderita lanjut usia - Penderita anak-anak - Penderita sedang berpuasa (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
2.1.7
Interaksi Obat (Adverse Drug Reaction) Keadaan DRP kategori interaksi obat dapat terjadi, ketika pasien
mengkonsumsi obat/ makanan secara bersamaan. Contohnya, susu menghambat absorbsi se. diaan oral yang mengandung besi. Pergeseran pada ikatan protein obat dapat mengakibatkan masalah yang serius, sehingga perlu perhatian khusus. Contohnya, dosis yang terlalu tinggi pada salisilat dapat menggantikan ikatan protein pada obat oral hipoglikemik generasi pertama dan berpotensi hipoglikemik pada pasien.(Strand, et.al., 1990). Interaksi obat yang mungkin timbul dari pemakaian insulin dengan obat hipoglikemik oral atau dengan obat yang lain dapat dilihat pada referensi yang lebih detil, misalnya BNF terbaru, Stokley's Drug Interactions dan lain sebagainya. Obatobat tersebut di bawah ini merupakan contoh obat-obat yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah sehingga memungkinkan adanya kebutuhan peningkatan dosis insulin maupun obat hipoglikemik oral yang diberikan. Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea antara lain: insulin, alkohol, fenformin, sulfonamida, salisilat dosis besar, fenilbutazon,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
oksifenbutazon, dikumarol, kloramfenikol, senyawa-senyawa penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), guanetidin, steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat. Hormon pertumbuhan, hormon adrenal, tiroksin, estrogen, progestin dan glukagon bekerja berlawanan dengan efek hipoglikemik insulin. Disamping itu, beberapa jenis obat seperti guanetidin, kloramfenikol, tetrasiklin, salisilat, fenilbutazon, dan lain-lain juga memiliki interaksi dengan insulin, sehingga sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan pemberian insulin, paling tidak perlu diperhatikan dan diatur saat dan dosis pemberiannya apabila terpaksa diberikan pada periode yang sama (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
2.1.7.1 Mekanisme Interaksi Obat Dapat dikatakan interaksi jika terjadi efek dari satu obat yang dipengaruhi dengan adanya obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh beberapa bahan kimia. Hasil interaksi dapat berbahaya jika terjadi peningkatan toksisitas obat. Namun terdapat juga interaksi obat yang tidak benar-benar mempengaruhi sama sekali seperti efek aditif dari kedua obat yang memiliki efek yang sama contohnya: efek gabungan dari dua atau lebih obat antidepresan atau obat yang mempengaruhi QT interval. Namun terkadang istilah interaksi obat digunakan ketika terjadi reaksi fisiko-kimia antara obat yang dicampur dalam suatu infus (Stockley, 2008). Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi 2 secara umum yaitu : 1.
Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat terjadi ketika suatu obat
mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME). Contohnya: Ranitidin mengurangi pembersihan ginjal metformin dengan menghambat sekresi metformin di tubular ginjal sehingga kadar plasma metformin dapat meningkat dan dapat meningkatkan efek farmakologisnya (farmakokinetik, moderat). Interaksi farmakokinetik terdiri dari dari beberapa tipe :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
a.
Interaksi pada absorbsi Ketika obat diberikan secara oral, maka akan terjadi penyerapan melalui
membran mukosa dari saluran pencernaan, dan sebagian besar interaksi terjadi pada penyerapan diusus. b.
Interaksi pada distribusi obat Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi ikatan
protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat. c.
Interaksi pada metabolisme obat Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada saat tahap metabolisme yaitu: yang
pertama perubahan pada first pass metabolism salah satu pada perubahan aliran darah ke hati, dan inhibisi atau induksi first pass metabolism, kedua induksi enzim, ketiga inhibisi enzim, yang keempat faktor genetik dan yang terakhir adanya interaksi isoenzim CYP450. d.
Interaksi pada ekskresi obat Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin, pengecualian
untuk obat anestesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat dari perubahan pH, perubahan aliran dara diginjal, ekskresi empedu dan ekskresi tubulus ginjal (Stockley, 2008).
2.
Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari satu obat terjadi
perubahan karena adanya obat lain. Terkadang obat bersaing untuk reseptor tertentu misalnya agonis beta2, seperti salbutamol, dan beta bloker seperti propranolol) namun seringkali reaksi terjadi secara langsung dan mempengaruhi mekanime fisiologi. Interaksi ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe: a.
Interaksi aditif atau sinergis Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan secara
bersama-sama maka dapat memberikan efek yang aditif. Misalnya, alkohol menekan SSP, dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar (misalnya ansiolitik, hipnotik, dll) dapat meningkatkan efek ngantuk.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
b.
Interaksi antagonis atau berlawanan Interaksi ini berbeda dengan interaksi aditif, dimana ada beberapa pasang
obat dengan kerja yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah dengan menghambat kompetitif efek vitamin K (Stockley, 2008).
2.1.7.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan ke berdasarkan tingkatan keparahanan : minor, moderate, atau major. 1.
Keparahan minor Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara klinis
dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah interaksi hidralazin dan furosemid. Dimana efek farmakologis furosemid dapat meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin, tetapi secara klinis tidak signifikan. Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan. 2.
Keparahan moderate Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan
pemantauan. Contohnya, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat menyebabkan peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini masih sering digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati. 3.
Keparahan major Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan, karena
dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Contohnya, ketokonazol yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat memperpanjang interval QT dan mengancam jiwa. Sehingga kombinasi ini tidak disarankan untuk digunakan. (Atkinson, et.al., 2007).
2.2
Diabetes Melitus
2.2.1
Definisi Diabetes melitus merupakan sekelompok gangguan metabolisme yang
ditandai oleh hiperglikemia yang berhubungan dengan kelainan karbohidrat, lemak,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
metabolisme protein dan komplikasi kronis termasuk mikrovaskular, makrovaskular, dan gangguan neuropatik. Prevalensi pada DM tipe 2 terus meningkat sebanyak 90% dari seluruh prevalensi DM pada umumya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan DM tipe 2 yaitu faktor genetik, kegemukan (≥20% berat badan berlebih dari berat ideal atau indeks massa tubuh ≥25kg/m2), kebiasaan faktor fisik, dan etnis. Sebelumnya dapat diidentifikasi gangguan toleransi glukosa, hipertensi (≥140 /90 mmHg pada orang dewasa), High Density Protein (HDL) kolesterol ≤35 mg/dL atau trigliserida ≥250 mg/dL, riwayat diabetes melitus gestasional, riwayat penyakit pembuluh darah, dan gangguan polikistik ovarium (Dipiro, et.al., 2009). Diabetes melitus bila tidak diobati dapat menimbulkan masalah. Kadar glukosa yang tinggi mengganggu sirkulasi dan dapat merusak saraf. Hal ini berakibat neri pada tungkai, kebutaan, gagal ginjal, dan kematian. Luka kecil dapat berakibat kematian jaringan, dan dapat berakhir dengan amputasi. Diabetes melitus meingkatkan risiko timbulnya aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah (Tambayong, 2000). 2.2.2
Klasifikasi Diabetes Melitus Diabetes adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan resistensi
terhadap insulin, sekresi insulin tidak memadai, atau keduanya. Manifestasi klinik gangguan ini adalah hiperglikemia. Sebagian besar pasien diabetes diklasifikasikan pada kedua kategori besar: diabetes tipe 1 yang disebabkan oleh defisiensi insulin, dan diabetes tipe 2 yang dikarenakan adanya resistensi insulin. Wanita yang terkena diabetes karena stress pada saat kehamilan termasuk diabetes gestasional. 1.
Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes ini merupakan diabetes akibat kerusakan autoimun dari sel-sel β pankreas. Diabetes biasanya dialami oleh anak-anak dan remaja, atau dapat terjadi pada semua usia. Pada usia muda biasanya memiliki tingkat lebih cepat terjadi kerusakan sel-β dan adanya ketoasidosis.
2.
Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Penderita diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan obesitas abdominal yang dapat menyebabkan resistensi insulin. Selain itu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
hipertensi, dislipidemia, dan peningkatan inhibitor plasminogen activator-1 juga sering ditemukan pada penderita DM tipe 2. 3.
Diabetes melitus gestasional Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa pada saat di diagnosa pertama ketika selama kehamilan. Pentingnya deteksi klinis, dimana terapi akan mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.(Dipiro, dkk., 2009).
2.2.3
Skrinning Diabetes melitus
1.
Diabetes melitus tipe 1 Skrining untuk DM tipe ini tidak direkomendasikan.
2.
Diabetes melitus tipe 2 Berdasarkan pendapat ahli, American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan skrining pada DM tipe 2 setiap 3 tahun dimulai pada usia 45 tahun. Pengujian harus dipertimbangkan pada usia awal dan lebih sering pada individu dengan faktor risiko. Skrining yang dilakukan adalan glukosa plasma puasa. Oral Tes Toleransi Glukosa (OGTT) lebih mahal dan kurang nyaman.
3.
Diabetes melitus gestasional Penilaian risiko untuk diabetes ini harus dilakukan pada prenatal pertama. Wanita berisiko (riwayat keluarga positif DM, ditandai obesitas, atau dari kelompok etnis yang berisiko tinggi) harus diskrining sesegera mungkin. Jika pada skrining awal dinyatakan negatif, maka dapat dilakukan pengujian ulang pada usia kehamilan 24 sampai 28 minggu. Evaluasi GDM (diabetes melitus gestasional) dapat dilakukan 2 cara yaitu : pendekatan Oral glukosa tes toleransi yang mungkin biaya efektif dalam populasi pasien yang berisiko tinggi. Pendekatan kedua yaitu tes skrining untuk mengukur konsentrasi glukosa serum atau plasma 1 jam setelah beban glukosa oral 50 gram (Dipiro,dkk., 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
2.2.4
Klasifikasi DM Berdasarkan Etiologi
1.
Diabetes melitus tipe 1 (destruksi sel β, defisiensi insulin absolut).
2.
Diabetes melitus tipe 2 (resisten insulin dengan relatif defisiensi insulin, defek sekretori insulin sehingga resisten insulin). Tipe spesifik lainnya (defek genetik dari fungsi sel β, defek genetik dari aksi
3.
insulin, gangguan eksokrin pankreas , endokrinopati, infeksi, dan lain-lain). Diabetes melitus gestasional (Dipiro, et.al., 2009).
4.
2.2.5
Gejala Diabetes melitus Gejala diabetes pada umumnya yaitu :
1.
Glukosa darah puasa ≥126 mg/dl
2.
Konsentrasi glukosa plasma ≥200mg/dl
3.
2 jam setelah pemberian glukosa pada postprandial ≥200 mg/dl
4.
HbA1c > 5,9-6,0 % (Dipiro, et.al., 2009). Sedangkan gejala berdasarkan klasifikasi diabetes melitus yaitu:
a.
Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
b.
Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan saraf (Soegondo, dkk., 2005).
2.2.6
Patogenesis Diabetes Melitus
1. Diabetes Melitus tipe 1 DM tipe 1 ditandai oleh defisiensi insulin absolut. Hal disebabkan oleh kerusakan pada sel β pankreas, tetapi mekanismenya tidak diketahui. Ciri utamanya yaitu: (1) tahap preklinis yang panjang ditandai oleh kerusakan sel β pankreas; (2)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
terjadi hiperglikemia 80%-90% dari kerusakan sel β pancreas, (3) transient remission (the so-called, “honeymoon”phase);(4) terdapat penyakit komplikasi dan kematian. Faktor-faktor yang memicu proses auto imun (misalnya, susu sapi, atau virus, makanan, atau paparan lingkungan lainnya). Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan sel limfosit T yang tersebar ke berbagai antigen sel β. Antibodi yang paling umum untuk mendeteksi adanya DM tipe 1 adalah antibodi sel islet. Pengukuran antibodi lainnya yang lebih mudah adalah antibodi insulin dan antibodi insulin glutamat. Lebih dari 90% pada orang yang baru terdiagnosis DM tipe 1 ini memiliki satu atau lebih antibodi ini. 2. Diabetes Melitus tipe 2 a. Aksi Insulin normal Dalam keadaan puasa 75% dari pembuangan glukosa total berlangsung di jaringan otak, hati dan pencernaan. Sisanya 25% glukosa di metabolisme di otot. DM tipe 2 ditandai dengan: (1) kerusakan pada sekresi insulin; dan (2) resistensi insulin pada otot, hati, dan adiposit. b. Gangguan Pada Sekresi Insulin Sel β pankreas pada orang normal mampu mengsekresikan insulin untuk menjaga glukosa tetap normal. Gangguan sekresi insulin terdapat pada pasien DM tipe 2 dan populasi etnis tertentu.
2.2.7
Komplikasi Akut Diabetes melitus Komplikasi akut menurut Soegondo, 2005 yakni hipoglikemia, hiperglikemia
dan ketoasidosis merupakan keadaan gawat darurat yang terjadi pada perjalanan penyakit Diabetes Melitus (DM). 1.
Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini ringan berupa gelisah sampai berat, koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah kurang dari 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang. Hipoglikemia ditandai dengan lemas, gemetar, pusing, pandangan berkunang-kunang, keluar keringat dingin pada muka terutama dihidung, detak jantung meningkat dan kehilangan kesadaran. 2.
Hiperglikemia Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stres akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. 3.
Ketoasidosis diabetik Ketoasidosis merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes melitus. Keadaan komplikasi akut ini memerlukan pengelolaan tepat. Timbulnya komplikasi ini merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM. faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut adalah: a.
Terlambat ditegakkannya diagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma
b.
Pasien belum tahu mengidap diabetes
c.
Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat misalnya: sepsis, renjatan, infark miokard, dan CVD
d.
Kurangnya keterampilan menangani kasus-kasus ketoasidosis karena belum adanya protokol yang baik. Komplikasi akut diabetes melitus mulai dari hipoglikemia, koma (beri
glukosa kadar tinggi misalnya, 40%). Ketoasidosis (asidosis disebabkan produksi keto-bodies meningkat sehingga koma. Kelainan sirkulasi pada diabetes melitus a. Aterosklerosis Lebih awal dari biasanya akibat lanjut berupa penyakit arteri koroner, silent MI, dan stroke. b. Retinopati Dapat menimbulkan kebutaan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
c. Nefropati Terjadi 40-50% pasien IDDM dan kelainan pada glomerulusklerosis d. Neuropati Berupa
polieneuropati
peripheral
yang
biasanya
bilateral,
kesemutan/parestesia, hipertsetesi dan nyeri (malam hari menghebat), dapat sembuh sendiri dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. e. Gangguan sirkulasi perifer Ulkus di kaki (mudah infeksi
gangren
amputasi) (Tambayong, 2000).
Sedangkan komplikasi kronis yang dipaparkan oleh Suzanna ndraha tahun 2014, bahwa yang dapat terjadi akibat diabetes yang tidak terkendali adalah: a. kerusakan saraf (neuropati) Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena. b. Kerusakan ginjal Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropati atau kerusakan saraf. c. Kerusakan mata (retinopati) Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: 1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina; 2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan 3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata. d. Penyakit Jantung Koroner (PJK) Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi. e. Stroke Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2. f. Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhan yang dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi. g. Penyakit Pembuluh Darah Perifer Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan Periperal Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung. h. Gangguan Pada Hati Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya. i. Penyakit Paru Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberculosis paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan glukosa darah. j. Gangguan Saluran Cerna Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Keluhan gangguan saluran makan biasa juga timbul akibat pemakaian obat- obatan yang diminum. k. Infeksi Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paruparu, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi (Ndraha, 2014).
2.2.8
Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus Untuk mencegah komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik
yang merupakan sasaran terapi. Diabetes dinyatakan terkendali baik bila kadar glukosa darah, A1c dan lipid mencapai target sasaran. Kriteria lengkap dari keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada tabel 2.1 (Ndraha, dikutip dari PERKENI 2011, 2014). Tabel 2.1. Target Pengendalian DM (Ndraha, dikutip dari PERKENI 2011, 2014). Parameter Nilai Target IMT (kg/m2 )
18,5 - <23
Tekanan darah sistolik/diatolik (mmHg)
<130/80
Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
<100
Glukosa darah 2 jam PP (mg/dl)
<140
HbA1c (%)
<7
Kolesterol LDL (mg/dl)
<100
Kolesterol HDL (mg/dl)
Pria >40 Wanita >50
Trigliserid (mg/dl)
<150
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
2.2.8
Penatalaksanaan Tujuan dari penatalaksanaan DM adalah mengurangi risiko untuk penyakit
komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, memperbaiki gejala, mengurangi kematian, dan meningkatkan kualitas hidup. 1.
Non Farmakologi
a.
Diet Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua penderita DM. untuk penderita
DM tipe 1 difokuskan pada pemberian insuln dengan diet seimbang untuk mencapai dan memelihara berat badan yang sehat. Selain itu pada DM tipe 2 juga dianjurkan untuk melakukan pembatasan meningkatkan berat badan. Sehingga sangat penting bahwa pasien memahami hubungan antara karbohidrat dan kontrol glukosa. b.
Olahraga Secara umum kebanyak pasien dengan DM bias mendapatkan keuntungan
dari peningkatan aktivitas. Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan mengontrol kadar gula darah, mengurangi faktor risiko kardiovaskular, memberikan kontribusi untuk penurunan berat badan dan meningkatkan kesejahteraan. Pasien yang lebih tua, pasien dengan penyakit lama (usia> 35 tahun, atau >25 tahun dengan DM ≥ 10 tahun. 2.
Farmakologi Sampai tahun 1995 hanya 2 pilihan untuk pengobatan farmakologis yang
tersedia untuk pasien DM, sulfonilurea (untuk DM tipe 2 saja). Namun, saat ini telah ada lima kelas terapi obat oral DM tipe 2 yang telah disetujui: α-glukosidase inhibitor, biguanid, meglitinid, tiazolidindion atau glitazon, dan sulfonylurea. Obat antidiabetes oral diindikasikan untuk pasien DM tipe 2 yang tidak dapat mencapai target glikemik meskipun telah melakukan diet dan olahraga. 1.
Insulin a. Farmakologi Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik, yang berperan utama pada protein, karbohidrat, dan metabolisme. Insulin endogen diproduksi dari proinsulin peptida pada sel β. b. Karakteristik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Insulin biasanya dikategorikan berdasarkan sumbernya, kekuatan, onset dan durasi kerja. Selain itu insulin memiliki asam amino dalam molekul insulin termodifikasi. Sediaan insulin biasanya U-100 dan U-500, 100 unit/mL dan 500 unit/mL. c. Farmakokinetik Kinetik injeksi subkutan tergantung pada onset, puncak, dan durasi kerja. Penambahan protamin NPH, NPL, dan suspense protamin aspart) atau kelebihan seng maka dapat menunda onset, puncak, dan durasi efek insulin. Waktu paruh injeksi insulin reguler (IV) yaitu 9 menit. Sehingga wkatu efektif untuk injeksi insulin (IV) lebih pendek. Insulin IV lebih murah daripada insulin lainnya. Insulin terdegradasi di hati, otot, dan ginjal. Insulin dimetabolisme dihati sekitar 20%-50%, sedangkan dimetabolisme di ginjal sekitar 25%-20%. Sehingga tidak dianjurkan untuk pasien menggunakan insulin jika terdapat penyakit ginjal stadium akhir. d. Komplikasi mikrovaskular Insulin telah terbukti sebagai agen oral untuk mengobati DM. Penelitian di Amerika telah membuktikan bahwa efikasi antara insulin dan sulfonilurea menunjukkan efikasi yang sama dalam penurunan mikrovaskular. e. Komplikasi makrovaskular Hubungan antara masalah tingginya kadar insulin (hiperinsulinemia), resistensi insulin, dan kardiovaskular sehingga dapat dipercayai bahwa terapi insulin dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular. Namun UKPDS dan DCCT tidak menemukan hubungan antara komplikasi makrovaskular dengan terapi insulin. f. Efek samping Secara umum efek samping insulin yaitu hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien yang instensif melakukan terapi, dan lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 daripada tipe2. Sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting dilakukaan pada pasien yang menggunakan terapi insulin. Jika pasien telah mengalami hipoglikemia yang berat maka akan terjadi takikardia dan berkeringat).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
g. Dosis dan cara pemberian Pada pasien DM tipe 1, dosis seharinya 0,5-0,6 unit/kg. Selama penyakit akut atau ketosis resistensi insulin maka dapat diberikan dosis yang lebih tinggi. Dosis diberikan tergantung dengan keadaan patologi pasien.
2.
Golongan sulfonilurea a. Farmakologi Mekanisme utama dari sulfonilurea yaitu meningkatkan sekresi insulin. Hal ini dengan cara mengikat sulfonilurea ke reseptor spesifik sulfonilurea pada sel β pankreas. Sekresi insulin melalui vena portal kemudian menekan produksi glukosa hepatik. b. Klasifikasi Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi dua generasi. Generasi pertama terdiri dari (asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid, dan tolbutamid), generasi kedua (glimepirid, glipizid, dan gliburid). c. Farmakokinetik Golongan sulfonilurea semua dimetabolisme di hati. Enzim CYP 450 terlibat dalam metabolisme sulfonilurea di hati. Lalu metabolit yang tidak aktif akan diekskresikan melalui ginjal sehingga pada obat golongan ini perlu perlu penyesuaian dosis dan berhati-hati pada pasien yang mengalami gangguan ginjal. d. Komplikasi mikrovaskular Sulfonilurea dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular pada pasien DM tipe 2. e. Efek samping Efek samping yang paling umum adalah hipoglikemia. Semakin rendah FPG, maka semakin tinggi potensi hipoglikemia. Orang-orang yang melewatkan makan, berolahraga dalam beban yang berat makan lebih mungkin mengalami hipoglikemia. Faktor rsiko mengalami hipoglikemia yaitu usia >60 tahun, jenis kelamin perempuan, dan digunakan bersamaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
dengan diuretik tiazid. Efek samping lainnya pada golongan ini yaitu ruam kulit, anemia hemolitik, gangguan pencernaan, dan kolestasis. f. Dosis dan cara pemberian Untuk dosis pasien usia lanjut dan pasien gangguan ginjal atau hati, dapat dilakukan penurunan dosis. Dosis dosis harus dititrasi setiap 1 sampai 2 minggu untuk mencapai target glikemik. Pada obat immediate release memiliki dosis maksimal glipizid yaitu 40mg/hari, dosis efektif maksimal 10-15 mg/hari. Yang termasuk obat golongan ini sebagai berikut : (Soegondo,dkk., 2005). a. Khlorpropamid Seluruhnya dieksresi melalui ginjal sehingga tidak dipakai pada gangguan faal ginjal dan oleh karena lama kerjanya lebih dari 24 jam, diberikan sebagai dosis tunggal, tidak dianjurkan untuk pasin geriatri. b. Glibenklamid Mempunyai efek hipoglikemik yang poten, sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Dikatakan mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa kelainan fungsi hati dan ginjal yang ringan. c. Glikazid Mempunyai efek hipoglikemik yang sedang sehingga tidak begitu sering menyebabkan hipoglikemia mempunyai efek antiagregasi trombosit yang lebih poten. Dapat diberikan pada gangguan fungsi hati dan ginjal yang ringan. d. Glikuidon Mempunyai
efek
hipoglikemik
yang
sedang
dan
juga
jarang
menyebabkan hipoglikemia. Karena hampir seutuhnya di eksresi melalui empedu dan usus, dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati yang lebih berat. e. Glipizid
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
Mempunyai efek yang lebih lama dari glibenklamid tetapi lebih pendek dari khlorpropamid dan mempunyai efek menekan produksi glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor. f. Glimepirid Mempunyai waktu mulai kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama, dengan cara pemberian dosis tunggal. Efek farmakodinamiknya adalah mensekresi sedikit insulin dan kemungkinan adanya aksi dari ekstra pankreas. Untuk pasien yang berisiko tinggi yaitu usia lanjut, gangguan ginjal atau yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini. Dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemik pada awal pengobatan.
3.
Golongan biguanid a. Farmakologi Metformin merupakan satu-satunya sediaan yang ada di Amerika Serikat. Metformin telah digunakan secara klinis selama 45 tahun, dan telah disetujui sejak 1995 tahun. Metformin dapat meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan perifer. Metformin tidak memiliki efek langsung pada sel β, meskipun kadar insulin berkurang, mencerminkan peningkatan pada sesitivitas insulin. b. Farmakokinetik Metformin memiliki bioavailabilitas oral 50% sampai 60%, kelarutan lipid yang rendah, dan volume distribusi yang tinggi. Metformin tidak dimetabolisme dan tidak mengikat protein di plasma. Metformin dieliminasi di ginjal. Metformin memiliki waktu paruh 6 jam, namun memiliki efek > 24jam. c. Komplikasi mikrovaskular Tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang terlihat antara terapi dengan mengurang komplikasi mikrovaskular. d. Komplikasi makrovaskular
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
Menurut UKPDS bahwa metformin dapat mengurangi komplikasi makrovaskular. metformin secara signifikan dapat mengurangi semua penyebab kematian dan risiko stroke. Metformin telah terbukti dapat mengurangi risiko kematian total dan kematian kardiovaskular. e. Efek samping Metformin memiliki efek samping pada gastrointestinal (ketidak nyamanan perut, sakit perut, dan diare) serta dapat terjadi anoreksia sehingga dapat menyebabkan kehilangan berat badan. Efek samping ini dapat di atasi dengan titrasi yang lambat. Efek samping pada gastrointestinal juga bersifat sementara. Pasien lanjut yang mengalami penurunan massa otot dan laju filtrasi glomerulus kurang dari 70 sampai 80 mL/menit, sehingga sebaiknya metformin tidak diberikan. f. Dosis dan cara pemberian Metformin immediate release memiliki dosis sehari-hari sebesar 500 mg/hari bersamaan dengan makanan untuk meminimalkan efek samping pada gastrointestinal. Metformin dapat ditingkatkan 500 mg sampai 200 mg/hari hingga mencapai tujuan glikemik. Metformin dapat digunakan sebesar 850 mg, kemudian dapat ditingkatkan setiap 1 sampai 2 minggu dan untuk dosis maksimal 850 mg tiga kali sehari (2250mg/hari). Untuk metformin extend release dapat dimulai dari dosis 500mg/hari bersamaan dengan makan malam dan di titrasi setiap minggu. Sediaan ini dapat meminimalkan efek samping pada gastrointestinal dan meningkatkan kontrol glikemik.
4.
Golongan tiazolidindion a. Farmakologi Tiazolidindion juga disebut sebagai TZDs atau glitazon. Pioglitazone dan rosiglitazone telah disetujui untuk pengobatan DM tipe2. Tiazolidindion dapat meningkatkan sensitivitas insulin di otot, hati, dan jaringan lemak secara tidak langsung. Tiazolidindion dapat menyebabkan preadiposit untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel lemak pada subkutan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
b. Farmakokinetik Pioglitazon dan rosiglitazon dapat diserap dengan baik dengan atau tanpa makanan. Keduanya (> 99%) berikatan dengan protein albumin. Pioglitazon terutama dimetabolisme oleh CYP2C8. Rosiglitazon dimetabolisme oleh CYP2C8. Waktu paruh pioglitazon dan rosiglitazon yaitu masing-masing 3-7 jam dan 3-4 jam. Kedua obat tersebut memiliki durasi antihiperglikemik lebih dari 24 jam. c. Komplikasi mikrovaskular Tiazolidindion dapat mengurangi Hba1c, dan mempunyai hubungan pada risiko komplikasi mikrovaskular. d. Komplikasi makrovaskular Tiazolidindion dapat mengubah fungsi endothelium, mempengaruhi HDL, dan penurunan tekanan darah. e. Efek samping Dapat menyebabkan hepatotoksisitas, dapat meningkatkan alanin amino transferase (ALT), retensi cairan, dan anemia. f. Dosis dan cara pemberian Dosis yang dianjurkan dimulai dari pioglitazon15 mg/ hari sekali sehari dan rosiglitazon 2-4 mg sekali sehari. Dosis dapat ditingkatkan perlahanlahan tergantung pada tujuan terapi dan efek samping. Dosis maksimum piglitazon 45 mg, dan rosiglitazon 8 mg sekali sehari.
5.
Golongan α-glukosidase inhibitor a. Farmakologi Saat ini, ada dua inhibitor α-glukosidase Inhibitor
(akarbosa dan miglitol).
α-glukosidase kompetitif dapat menghambat enzim (maltase,
isomaltase, sukrase, dan glukoamilase) di usus kecil. b. Farmakokinetik Mekanisme kerja α-glukosidase inhibitor terbatas pada luminal usus. Beberapa metabolit dari akarbosa diserap dan dieskresikan melalui ginjal,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
sedangkan mayoritas miglitol diserap dan ekskresikan melalui ginjal tidak berubah. c. Komplikasi mikrovaskular α-glukosidase inhibitor dapat mengurangi kadar Hba1c, dan terbukti berhubungan pada risiko komplikasi mikrovaskular. d. Komplikasi makrovaskular Akarbosa terbukti dapat menurunkan gangguan toleransi glukosa terhadap diabetes, serta mengurangi risiko kardiovaskular. e. Efek samping Efek
samping
pada
gastrointestinal
seperti
perut
kembung,
ktidaknyamanan perut, dan diare. f. Dosis dan cara pemberian Dosis untuk kedua obat (miglitol dan akarbosa) mirip. Memulai dengan dosis yang sangat rendah (25 mg dengan satu kali makan satu hari), dapat meningkatkan secara bertahap (selama beberapa bulan) untuk dosis maksimum 50 mg tiga kali sehari utuk pasien ≤ 60 kg atau 100 mg tiga kali sehari untuk pasien > 60kg. kedua inhibitor α-glukosidase harus bersamaan dengan makanan. inhibitor α-glukosidase kontraindikasi pada pasien dengan sindrom usus atau inflamasi usus, dan tidak harus diberikan pada pasien dengan kreatinin serum > 2mg/dL. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral: 1. dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara bertahap. 2. harus diketahui betul bagaiman cara kerja, lama kerja dan efek samping obatobat tersebut. Misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya 24 jam. 3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat. 4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada insulin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh orang dengan diabetes. Adapun indikasi pemakaian obat hipoglikemik oral: 1. Diabetes sesudah umur 40 tahun 2. Diabetes kurang dari 5 tahum 3. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari 4. DM tipe 2, berat normal atau lebih (Soegondo, dkk.,2005).
2.2.8
Obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri Hipoglikemik harus dihindari pada orang dengan diabetes usia lanjut, oleh
karena itu sebaiknya obat-obat yang bekerja jangka panjang tidak dipakai da diberikan obat-obat yang mempunyai masa paruh yang pendek tetapi bekerja cukup lama. 1.
Terapi kombinasi sulfonilurea dan biguanid Pada saat-saat tertentu diperlukan kombinasi atau pemakaian bersama antara
obat-obat golongan sulfonilurea dan biguanid. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid untuk bekerja efektif, kedua-duanya rupanya mempunyai efek terhadap sensitivitas reseptor jadi pemakaian kedua obat tersebut saling menunjang. Kombinasi kedua obat ini dapat efektif pada banyak penyandang DM yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai tunggal. 2.
Obat hipoglikemik oral dan insulin Kombinasi obat obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin dapat dimulai jika
dengan OHO dosis maksimal, baik tunggal ataupun secara kombinasi namun kadar glukosa darah belum tercapai. Pada keadaan ini dipikirkan adanya kegagalan pemakaian OHO. Untuk kombinasi ini, insulin kerja sedang dapat diberikan pada pagi atau malam hari. Kontraindikasi: obat pemicu sekresi insulin tidak dapat diberikan pada DM tipe 1. Adanya kelainan parenkim pada hati dan ginjal, kehamilan, laktasi, dan masa terdapat stress berta memerlukan pertimbangan khusus sebelum memakai pemicu sekresi insulin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
Pasien diabetes harus menyadari bahwa obat-obat oral diresepkan sebagai pelengkap (bukan pengganti) bentuk terapi lain seperti diet dan latihan. Penggunaan obat OAD mungkin perlu dihentikan untuk sementara waktu dan digantikan dengan insulin jika pasien mengalami hiperglikemia yang disebabkan oleh infeksi, trauma, atau pembedahan (Smeltzer dan Bare., 2002). Tabel 2.2 Target pelaksanaan Diabetes Melitus (Dipiro, dkk., 2009) Parameter
ADA
ACE dan AACE
Kadar plasma preprandial
90-130 mg/dl
< 110 mg/dl
Kadar plasma postprandial
< 180 mg/dl
<140 mg/dl
Kadar hemoglobin A1c
< 7%
≤ 6,5%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan DM tipe 2 (American Diabetes Association, 2014) Makanan sehat, kontrol berat badan, meningkatkan aktivitas fisik Terapi awal
Metformin
monoterapi Efek ( HbA1c)
Tinggi
Hipoglikemia
Risiko Rendah
Berat badan
Nertral/menurunkan
Efek samping
GI/ asidosis laktat
Harga
Murah Jika target HbA1c tidak tercapai selama 3 bulan, lanjutkan ke kombinasi 2 obat Metformin +
Kombinasi 2 obat
Metformin + sulfonilurea
Metformin + Tiazolidindion
Metformin DPP4 inhibitor
agonist
Metformin + insulin
GLP-1 reseptor
Efek ( HbA1c)
Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tinggi
Hipoglikemia
Risiko
Risiko rendah
Risiko rendah
Risiko
Risiko
rendah
rendah
moderate Berat badan
Meningkat
Meningkat
Netral
Menurun
Efek samping major
Hipoglikemia
Edema, HF, Fx’s
Jarang
GI
Harga
Murah
Mahal
Mahal
Mahal
Meningkatk Hipoglikemia variasi
Jika target HbA1c tidak tercapai selama 3 bulan, lanjutkan ke kombinasi 2 obat
Kombinasi 3 obat Metformin + sulfonylurea + TZD Atau DPP-4-i Atau GLP-1RA Atau Insulin
Metformin + Tizolidindion + SU Atau DPP-4-i Atau GLP-1RA Atau Insulin
Metformin + DPP-4inhibitor + SU Atau TZD Atau Insulin
Metformin + GLP-1 receptor Agonist + SU Atau TZD Atau Insulin
Metformin + Insulin + TZD Atau DPP-4-i Atau GLP-1RA
strategi
Jika terapi terapi kombinasi insulin basal tidak dapat mencapai target
insulin
HbA1c selam 3-6 bulan maka kombinasi ditambahkan dengan dua
kompleks
obat antihiperglikemik non insulin. Insulin (dosis harian)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
2.2.10 Protokol Diabetes Melitus Tipe 2 Protokol diabetes melitus tipe 2 menurut Cello: 1.
Dokter umum melaporkan pasien baru melalui komputer perawat. Lalu mengajak pasien untuk melakukan konsultasi diabetes. Serta melakukan pengambilan sampel darah. Dalam melakukan konsultasi membahas tentang gaya hidup, tekanan darah, berat badan, penggunaan obat-obatan dan faktorfaktor yang lainnya yang mungkin mempengaruhi penyakit tersebut. Selain itu dapat melakukan pemeriksaan darah, kaki, dan mata selam 1 tahun sekali.serta melakukan pemeriksaan tekanan darah, berat badan, dan lingkar perut. Lalu melakukan pertanyaan pada pasien meliputi: a.
Gaya hidup
b.
Keluhan (misalnya hipo atau hiperglikemia)
c.
Obat (kepatuhan pasien)
d.
Kontrol kadar glukosa darah
e.
Masalah mata
f.
Keluhan kardiovaskular (angina pektoris, gagal jantung)
g.
Keluhan neuropatik (berkurangnya kepekaan, rasa sakit/ kesemutan dan mati rasa).
2.
h.
Neuropati autonomi (masalah pada pengosongan lambung atau diare)
i.
Masalah seksual (disfungsi ereksi, mengurangi hasrat seksual)
Melakukan Diagnosis Diagnosis dapat dilakukan dengan mengukur glukosa darah puasa pada dua hari yang berbeda; atau ketika glukosa darah sewaktu. Profil risiko dapat ditentukan melalui: a.
Memeriksa data medis untuk melihat patologi kardiovaskular: infark miokard, angina pektoris, gagal jantung, dan penyakit pembuluh darah perifer.
b.
Menanyakan riwayat penyakit jantung orang tua, saudara atau saudari sebelum usia 60 tahun.
c.
Gaya hidup: merokok, penggunaan alcohol dan faktor fisiologis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
d. i.
Tekanan darah dan BMI.
Toleransi Glukosa Terganggu Dapat dilakukan pengulangan pengukuran setelah 2 minggu. Jika terlalu tinggi, setelah 3 bulan glukosa puasa dan HbA1c harus diukur lagi. Jika diagnosis diabetes melitus masih tidak mungkin, pasien harus diperiksa setiap tahun oleh pelayanan diabetes.
ii.
Deteksi (kemungkinan) dalam praktek pengobatan umum. Penentuan kadar glukosa darah untuk: a.
Keluhan atau gangguan yang disebabkan oleh diabetes melitus , misalnya: haus, polyuria, penurunan berat badan, pruritus vulvue pada usia yang lebih tua, nyeri, dan gangguan sesibilitas neurogenik.
b.
Setiap 3 tahun untuk orang tua dari usia 45 tahun yang berisiko: hipertensi, gangguan metabolisme lemak, BMI> 27, riwayat DM tipe 2, wanita hamil yang menderita DM, orang dari turki;maroko; atau dan etnis tertentu.
3.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Hal terpenting pada penatalaksanaan DM yaitu: a. Nilai target b. Informasi dan edukasi c. Terapi
non-farmakologi
(berhenti
merokok,
olahraga,
nutrisi,
menurunkan berat badan jika BMI> 27) d. Terapi farmakologi (jika dengan terapi non farmakologi pasien belum bisa mencapai nilai target (HbA1c) setelah 3 bulan, terapi obat dimulai. Dokter umum yang menentukan obat yang akan digunakan. 4.
Komplikasi Selama Diabetes Melitus a. Faktor risiko kardiovaskular b. Nefropati c. Masalah kaki (ulkus kaki diabetikum) d. Retinopati (Cello,2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
2.3
Geriatri Menua (=menjadi tua=aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya shingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Martono, pranarka,2009). Sejumlah penelitian selama 3 dekade terakhir menunjukkan bahwa peningkatan kemungkinan terjadinya reaksi obat yang merugikan pada obat yang diresepkan. Efek samping obat juga lebih cenderung terjadi pada pasien lebih tua. Populasi geriatri menurut (World Health Organization, dikutip dari dewi 2012), dibagi menjadi 3 kategori, yaitu : lanjut usia (elderly) : 60 – 74 tahun, Lanjut usia tua (old) : 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) : 90 tahun Pada populasi ini terdapat perubahan fisiologis yaitu: 1.
Perubahan usia- terkait farmakokinetik Perubahan usia terkait dengan ginjal dan usia terkait juga terhadap farmakokinetik obat yaitu clearance ginjal. Pada peningkatan usia terjadi penurunan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus, danproses sekretori tubulus ginjal.
2.
Perubahan usia- terkait fungsi hati dan biotransformasi obat Biotransformasi obat terjadi pada hati, saluran pencernaan, ginjal, paru-paru, dan kulit. Namun, hampir seluruh organ mengalami aktivitas metabolisme. Penurunan pada aktivitas biotransformasi obat maka akan berpengaruh pada dosis yang diberikan.
3.
Perubahan usia- terkait fungsi sistem efektor a. Sistem saraf pusat Terdapat sejumlah perubahan sistem saraf pusat pusat (CNS) menyebabkan penyakit demensia, penyakit Parkinson, dan penyakit kejiwaan. b. Sistem saraf otonom Terjadinya perubahan pada fungsi sistem saraf otonom cenderung terkait dengan respon obat dan toksisitas pada kelas terapi obat (Atkinson, et.al. 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
2.4
Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana dari kesehatan tempat menyelenggarakan
upaya kesehatan. Di negara kita ini, rumah sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan untuk pusat kesehatan mesyarakat (PUSKESMAS), terutama upaya penyembuhan dan pemulihan, sebab rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi penderita; yang berarti bahwa pelayanan rumah sakit untuk penderita rawat jalan dan rawat tinggal hanya bersfiat spesialistik atau subspesialistik, sedang pelayanan yang bersifat nonspesialistik atau pelayanan dasar harus dilakukan dipuskesmas. Hal tersebut diperjelas dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/ Menkes/SK/XI/1992, tentang pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, yang menyebutkan bahwa tugas rumah sakit mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai penyelenggara pelayanan medik; pelayanan penunjang medik dan nonmedik; pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan rujukan; pendidikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan. Suatu klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi jenis pelayanan
yang diberikan,
pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut: 1. Kepemilikan 2. Jenis pelayanan 3. Lama tinggal 4. Kapasitas tempat tidur 5. Afiliasi pendidikan 6. Status akreditasi Sedangkan, Rumah Sakit Umum Pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah sakit A,B,C, dan D. klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
pelayanan ketenagaan fisik dan peralatan. Klasifikasi Rumah Sakit Umum pemerintah : a)
Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan yang pelayanan medis spesialitik luas dan subspesialitik luas.
b)
Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mampunyai fasilitas dan kemampuan fasilitas pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialis dan subspesialis terbatas.
c)
Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar spesialitik dasar.
d)
Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan medik dasar (Siregar dan Lia, 2003). Jenis perawatan yang diadakan di Rumah Sakit:
1.
Perawatan penderita rawat tinggal Dalam perawatan pendeirta rawat tinggal di rumah sakit ada lima unsur tahap
pelayanan yaitu: a)
Perawatan intensif adalah perawatan bagi penderita kesakitan hebat yang memerlukan pelayanan khusus selama waktu krisis kesakitannya atau lukanya, suatu kondisi apabila ia tidak mampu melakukan kebutuhan sendiri. Ia dirawat dalam ruangan perawatan intensif oleh staf medik dan perawatan khusus.
b)
Perawatan intermediet adalah perawatan bagi penderita setelah kondisi kritis membaik, yang dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang perawatan biasa. Perawatan intermediet merupakan bagian terbesar dari jenis perawatan dikebanyakan rumah sakit.
c)
Perawatan swarawat adalah perawatan yang dilakukan penderita yang dapat merawat diri sendiri, yang datang ke rumah sakit untuk diagnostik saja atau penderita yang kesehatannnya sudah cukup pulih dari kesakitan intensif atau intermediet, dapat tinggal dalam suatu unit perawatan sendiri (self-care unit).
d)
Perawatan kronis adalah perawatan penderita dengan kesakitan atau ketidakmampuan jasmani jangka panjang. Mereka dapat tinggal dalam bagian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
terpisah rumah sakit atau dalam fasilitas perawatan tambahan atau rumah perawatan yang juga dapat dioperasikan oleh rumah sakit. e)
Perawatan rumah adalah perawatan penderita dirumah yang dapat menerima layanan seperti biasa tersedia dirumah sakit, dibawah suatu program yang disponsori oleh rumah sakit. Perawatan rumah ini adalah penting tetapi sangat sedikit yang diterapkan. Perawatan rumah ini lebih mudah, dan merupakan jenis perawatan yang efektif secara psikologis.
2.
Perawatan penderita Rawat Jalan Perawatan ini diberikan pada penderita melalui klinik, yang menggunakan
fasilitas rumah sakit tanpa terikat secara fisik dirumah sakit. Mereka datang kerumah sakit untuk pengobatan atau untuk diagnosis atau datang sebagai kasus darurat (Siregar dan Lia., 2003).
2.5
Rekam Medik Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik
dan memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal maupun penderita rawat jalan. Rekam medik ini harus secara akurat didokumentasikan, segera tersedia, dapat dipergunakan, mudah ditelusuri kembali (retrieving) dan lengkap informasi. Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas, dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang medik. Definsi rekam medik menurut surat keputusan Direktur jenderal pelayanan medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang penderita selama dirawat dirumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat tinggal (Siregar dan Lia, 2003). Kegunaan dari rekam medik : a)
Digunakan sebagai dasar perencanaan berkelanjutan perawatan penderita.
b)
Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap professional yang berkontribusi pada perawatan penderita.
c)
Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan atau penderita dan penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal di rumah sakit.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
d)
Digunakan sebagai dasar untuk kajian ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada pasien.
e)
Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab.
f)
Menyediakan atau untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.
g)
Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data rekam medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita.
Kegunaan rekam medik : 1. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita 2. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap professional yang berkontribusi pada perawatan penderita 3. Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan penderita dan penanganan atau pengobatan selama tiap inggal dirumah sakit 4. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita 5. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab 6. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan 7. Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data dalam pengobatan seorang penderita (Siregar dan Lia, 2003).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder, yakni berupa catatan rekam medis pasien geriatri dengan Diebetes Melitus Tipe 2 sebagai pasien yang di ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara selama periode Januari – Juni 2014. Penelitian ini berupa penelitian survei dengan metode retrospektif yaitu penelitian berdasarkan rekam medis pasien, mellihat ke belakang peristiwa yang terjadi dimasa lalu, dalam hal ini dilihat dari rekam medis pasien periode Januari – Juni 2014. Desain yang digunakan adalah cross sectional, yaitu pengumpulan data variabel untuk mendapatkan gambaran evaluasi Drug Related Problems pada pasien geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 sebagai variabel terikat pada suatu waktu tertentu. Analisa dilakukan secara deksriptif yaitu dengan menggambarkan frekuensi regimen obat, butuh tambahan obat, interaksi obat, obat tanpa indikasi, dan salah obat.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1.Tempat Penelitian Pelaksanaan ini dilaksanakan di Ruang Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan dengan alamat Jl. Kramat Jaya Koja Tanjung Priok No. 1 Jakarta Utara 14260. 3.2.2.Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Juni 2014. Analisa data dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
41
3.3.
Definisi Operasional
3.3.1. Variabel Bebas 3.3.1.1 Penggolongan Karakteristik Pada Pasien Diabetes melitus Definisi
: Karakteristik pasien rawat inap geriatri yang menderita Diabetes Melitus Tipe 2.
Skala
: Nominal
Kategori
:
i.
Usia
ii.
Jenis Kelamin
iii.
Penyakit Komplikasi
iv.
Penyakit Penyerta
3.3.1.2 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes Definisi
: Penggunaan obat antidiabetes sesuai dengan formularium Rumah Sakit Pelabuhan yang digunakan secara tunggal maupun kombinasi.
Skala
: Nominal
Kategori
:
i.
Penggunaan Obat Antidiabetes tunggal
ii.
Penggunaan Obat Antidiabetes Kombinasi
3.3.1.3 Jumlah Penggunaan Obat Definisi
: Seluruh penggunaan obat yang digunakan oleh pasien selama di rumah sakit untuk mengobati penyakit DM tipe 2, penyakit komplikasi dan penyerta lainnya.
Skala
: Nominal
Kategori
:
i.
1-5 obat
ii.
6-10 obat
iii.
>10 obat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
3.3.2. Variabel Terikat 3.3.2.1 Drug Related Problems (DRPs) a. Butuh Tambahan Obat Definisi
: Pasien yang mempunyai masalah kesehatan yang membutuhkan terapi obat atau kombinasi obat (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
Skala
: Nominal
Kategori
:
i. ButuhTidak ii. Butuh a. Obat Tanpa Indikasi Definisi
:
Pasien menggunakan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit pada saat ini (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
Skala
: Nominal
Kategori
:
i. Ada ii. Tidak Ada b. Salah Obat Definisi
: Keadaan dimana obat yang digunakan untuk mengobati kondisi pasien tidak efektif atau terapi yang digunakan bukan yang paling efektif, pasien alergi dengan obat tersebut, atau obat kontraindikasi terhadap kondisi pasien (Strand, et.al.,1990).
Skala
: Nominal
Kategori
:
i. Ada ii. Tidak Ada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
c. Dosis Dibawah Dosis Terapi Definisi
: Pasien menerima dosis yang sesuai atau obat dilanjutkan cukup lama namun tidak mencapai efek yang diinginkan (Strand, et.al.,1990).
Skala
: Nominal
Kategori
:
i.
Ada
ii.
Tidak Ada
d. Dosis melebihi dosis terapi Definisi
: Keadaan
dimana
memberikan
efek
dosis
melebihi
yang
dosis
berlawanan
terapi dengan
seharusnya.(Strand, et.al.,1990). Skala
: Nominal
Kategori
:
i.
Ada
ii.
Tidak Ada
e. Ketidakpatuhan Pasien Definisi
: Penderita tidak mematuhi aturan yang direkomendasikan dalam penggunaan obat (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
Skala
: Nominal
Kategori
:
i.
Ada
ii.
Tidak Ada
f. Interaksi Obat Definisi
: Keadaan dimana pasien mengkonsumsi obat atau makanan secara bersamaan sehingga terdapat interaksi (Dipiro, 2008). Yang dapat dilihat pada referensi Drugs.com,
Medscape,
atau
Drug
Information
Handbook. Skala
: Nominal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Kategori
3.3.3
i.
Ada
ii.
Tidak Ada
:
Karakteristik Pasien Demografi Pasien adalah distribusi pasien yang dapat dilihat dari
karakteristik pasien (usia geriatri, jenis kelamin, penyakit komplikasi, dan penyakit penyerta).
3.3.3.1 Geriatri Geriatri adalah penderita diabetes melitus tipe 2 dengan usia >60 tahun, yang memiliki karakteristik khusus. Penggolongan populasi geriatri menurut (World Health Organization, dikutip dari dewi 2012), dibagi menjadi 3 kategori, yaitu i. Lanjut usia (elderly) : 60 – 74 tahun ii. Lanjut usia tua (old) : 75 – 90 tahun iii. Usia sangat tua (very old) : 90 tahun
3.3.3.2 Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah penderita diabetes melitus tipe 2 yang berjenis kelamin pria atau wanita. Skala
: Nominal
Kategori
:
i.
Laki-laki
ii.
Perempuan
3.3.3.3 Penyakit Komplikasi Penyakit Komplikasi adalah penyakit yang menyertai diabetes melitus tipe 2 terkait dengan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, dibagi menjadi 2 kategori yaitu: i. Terdapat penyakit komplikasi ii. Tidak terdapat penyakit komplikasi 3.3.3.4 Penyakit Penyerta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Penyakit Penyerta adalah keluhan yang dialami oleh pasien diabetes melitus tipe 2 dan mengganggu selama pengobatan berlangsung, yang dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu: i. Terdapat penyakit penyerta ii. Tidak terdapat penyakit penyerta
3.4
Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien (yang termasuk kriteria
inklusi) geriatri Diabetes Melitus Tipe 2 yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pelabuhan pada periode Januari sampai dengan Juni 2014.
3.4.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Mengenai penentuan besarnya sampel Suharsimi Arikunto mengemukakan dalam penelitian sampel apabila subjeknya kurang dari 100 diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 1998). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian. Sampel dalam peneliian ini terdapat 28 pasien.
3.4.2.1 Kriteria Inklusi Sampel Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, dikutip dari afidburhanudin 2013). Kriteria inklusi untuk sampel dalam penelitian ini sebagai berikut : a.
Pasien rawat inap bulan januari-juni 2014
b.
Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan penyakit komplikasi atau salah satu terdiagnosa diabetes melitus tipe 2
c.
Pasien geriatri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
3.4.2.2 Kriteria Ekslusi Sampel Kriteria ekslusi merupakan menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena sebab-sebab tertentu (Nursalam, dikutip dari afidburhanudin 2013).
3.5
Prosedur Penelitian Gambar 3.1. Alur penelitian Persiapan (permohonan izin penelitian)
Mengumpulkan data rekam medik
Mengidentifikasi kriteria sampel
Pencatatan Data
Pengolahan Data (Data )
Menganalisis Data : 1. Analisis Univariat
2. Analisis Bivariat
Penelitian dibagi menjadi 3 bagian : a. Karakteristik pasien pada pasien DM tipe 2 b. Menggambarkan profil semua obat yang digunakan oleh pasien DM tipe 2 c. Evaluasi DRP’s pada pasien geriatri yang menggunakan obat antidiabetes
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
3.5.2
Persiapan (Permohonan Izin Penelitian) Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian
dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta kepada Kepala Instalasi Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara.
3.5.3
Pelaksanaan Pengumpulan Data
3.5.3.1 Penelusuran Dokumen a. Penelusuran pada data pasien geriatri Diabetes Melitus tipe 2 di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara periode Januari – Juni 2014. b. Proses pemilihan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi. c. Pengambilan data dan pencatatan data hasil rekam medis diruang administrasi medis berupa: i. Nomor rekam medis. ii. Identitas pasien (nama, jenis kelamin, umur, penyakit komplikasi, dan penyakit penyerta). iii. Tanggal perawatan. iv. Diagnosa penyakit, riwayat penyakit pasien, dan keluhan pasien. v. Hasil laboratorium (kadar gula, HbA1C, kreatinin, HDL, LDL, ALT, AST, kolesterol total, albumin, dan pendukung lainnya). vi. Data penggunaan obat (jenis, regimen dosis, dan aturan penggunaan).
3.5.4
Manajemen Data Pelaksanaan verifikasi data rekam medis dan pola terapi pengobatan diabetes
melitus
yang dilanjutkan dengan transkrip data yang dikumpulkan ke dalam
logbook dan komputer.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
3.6 a.
Pengolahan data Editing Hal ini dengan melakukan penilaian terhadap data mentah, namun terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan kembali kebenaran data yang diperoleh dan mengeluarkan data yang tidak memenuhi kriteria penelitian. b.
Coding Dengan melakukan pengkodean untuk mempermudah peneliti memasukkan
data yang diperoleh dari laboratorium dan rekam medis. c.
Entry data Setelah dilakukan coding lalu memasukkan data ke dalam program Microsoft
Excel dalam bentuk table. d.
Cleaning data Dengan melakukan pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan
kedalam sistem komputer untuk menghindari terjadinya ketidaklengkapan atau kesalahan data.
3.7
Analisa Data Analisa data yang dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010
dan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) 17.0 Crosstabs akan dianalisis dengan analisa univariat dan bivariat sebagai berikut:
3.7.1 Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis setiap variabel (terikat maupun bebas) yang akan diteliti secara deskriptif . Data yang telah dikategorikan ditampilkan sebagai frekuensi kejadian. Adapun pengolahan data dengan menggunakan analisis univariat ialah: 1. Karakteristik pasien a.
Usia
b.
Jenis Kelamin
c.
Penyakit komplikasi
d.
Penyakit Penyerta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
2. Penggunaan antidiabetik tunggal 3. Penggunaan kombinasi antidiabetik dan obat lainnya
3.7.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan/ berkorelasi dan untuk melihat kemaknaan antara variabel. Adapun pengolahan data dengan menggunakan analisis Bivariat ialah: 1)
Karakteristik pasien (Usia, Jenis Kelamin, Penyakit Komplikasi, dan Penyakit Penyerta) terhadap Drug Related Problems (DRPs).
2)
Penggunaan antidiabetik tunggal terhadap Drug Related Problems (DRPs).
3)
Penggunaan antidiabetik kombinasi terhadap Drug Related Problems (DRPs).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Pasien Demografi pasien meliputi jenis kelamin, usia, jenis penyakit komplikasi, dan jenis penyakit penyerta. Evaluasi Drug Related Problems pada pasien yang digambarkan secara deskriptif dalam bentuk persentase. Jumlah pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara, terdapat 361 pasien yang menderita diabetes melitus tipe 2 dan didapat 28 pasien yang masuk kriteria inklusi dalam penelitian ini.Pasien yang memenuhi kriteria inklusi adalah pasien rawat inap geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 yang memiliki rekam medis yang lengkap.
4.1.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia Berdasarkan usia pasien, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.
lanjut usia (60-74 tahun) usia tua (75-90 tahun)
14.28
85.71
Gambar 4.1.Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan usia(%) Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 yang paling banyak adalah usia lanjut 60-74 tahun yakni sebanyak 24 pasien (85,71%), sedangkan sisanya usia tua sebanyak 4 pasien (14,28%) dan tidak terdapat usia sangat tua >90 tahun.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
51
4.1.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.
39.28% laki-laki perempuan
60.71%
Gambar 4.2. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin(%) Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 yang paling banyak adalah berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 17 pasien (60,71%), sedangkan sisanya laki-laki sebanyak 11 pasien (39,28%).
4.1.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit komplikasi Berdasarkan penyakit komplikasi, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat pada gambar 4.3. Hasil menunjukkanbahwa penyakit komplikasi terbanyak adalah hipertensi sebanyak 10 pasien (35,71%), kemudian diikuti oleh CAD sebanyak 7 pasien (25%) dan CHF sebanyak 5 pasien (17,85%). Sementara penyakit komplikasi yang lainnya dibawah 15%.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
40 1 Hipertensi
35.71
35
2 HIV
1
3 Hiperlipdemia
30
4 Hepatitis
Persentase (%)
5 PPOK 25
25
15
20 15
14.28
6 Hipoglikemia 7 udema pulmonalis
17.85
8 APS
13
9 CKD 10 anemia
11
10.71
10 7.14 7.14
5
3
3.57
4
5
2
-
7.14 3.57 3.57 3.57 6
9
8
10.71
7.14
7.14
10
12
14
11 Aritmia 12 Tuberkulosis 13 CHF 14 CVD
7
15 CAD
Penyakit Komplikasi
Gambar 4.3. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Komplikasi (%) 4.1.1.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta Berdasarkan penyakit penyerta, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini. 45
42.85
40
11
1 Arthralgia 2 Artritis pirai (gout)
persentase (%)
35
3 Asma 4 Bronkopneumonia
30 25 20
21.42
5 -
5 Kejang
3
6 Dermatitis alergi
1 14.28
15 10
25
10.71 7.14 2
7
4 3.57 3.57 5
6
10.71 8
3.57 9
3.57 10
17.85 14.28 17 10.71 10.7110.71 18 7.14 16 12 3.57 15 13 14
Penyakit Penyerta
7 konstipasi 8 Gastroenteritis 9 LBP (Low Back Pain) 10 vertigo 11 Myalgia 12 Melena 13 Hematemesis
Gambar 4.4. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta (%) Dari gambar 4.4. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 yang mengalami penyakit penyerta terbanyak adalah mialgia sebanyak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
12 pasien (42,85%), kemudian diikuti oleh asma sebanyak 7 pasien (25%) dan arthralgia sebanyak 6 pasien (21,42%). Sementara penyakit penyerta yang lainnya dibawah 20%.
4.1.2 Profil Penggunaan Obat Berdasarkan profil penggunaan obat antidiabetik tunggal dan kombinasi, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.
persentase Penggunaan OAD (%)
70 60
60.71 1 Obat antidiabetik tunggal
50 40
1
39.28
2 Obat antidibetik kombinasi
30 20
2
10 0 Jenis Obat Antidiabetes
Gambar 4.5. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penggunaan Antidiabetik (%) Dari gambar 4.5. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan obat antidiabetik tunggal yakni sebanyak 17 pasien (60,71%), sedangkan pasien yang menggunakan obat antidiabetik kombinasi sebanyak 11 pasien (39,28%)
4.1.2.1 Profil Penggunaan Obat Antidiabetik Tunggal Berdasarkan profil penggunaan obat antidiabetik tunggal, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Persentase Penggunaan OAD Tunggal (%)
54
30
1 Metformin
25
25 20
2 Glimepirid
21.42
1
3 Glibenklamid
4
15 10
4 Gliquidon 5 Injeksi novorapid
7.14
5
3.57 3
2
-
3.57 5
Antidiabetes Tunggal
Gambar 4.6. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penggunaan Antidiabetik Tunggal (%) Dari gambar 4.6. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2, obat antidiabetik tunggal yang paling banyak digunakan adalah metformin yakni sebanyak 25% dari obat antidiabetik yang digunakan, kemudian glikuidon sebanyak 21,42% dari obat antidiabetik yang digunakan. Sementara itu obat antidabetik lainnya dibawah 10%.
4.1.2.2 Profil penggunaan obat antidiabetik kombinasi Berdasarkan profil penggunaan obat antidiabetik kombinasi, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini. 14.28
Persentase Penggunaan OAD Kombinasi (%)
15
1 Metrix + metformin 2 Acarbosa + gliquidon
1
3 Glimepirid + injeksi actravid 4 Gliquidon + glimepirid
10 7.14
5 Metformin + glikuidon
5
2
-
Gambar
3.57
3.57
3.57
3
4
5
Obat Antidiabetes Kombinasi
4.7.
Persentase Distribusi Jumlah Pasien Penggunaan Antidiabetik Kombinasi (%)
Berdasarkan
Dari gambar 4.7. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2, obat antidiabetik kombinasi yang paling banyak digunakan adalah glimepirid dan metformin sebanyak (14,28%), penggunaan kombinasi akarbosa dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
glikuidon sebanyak (7,14%), sementara penggunaan kombinasi lainnya seperti glimepirid dengan injeksi actravid, glikuidon dengan glimepirid, dan metformin dengan glikuidon masing-masing sebesar (3,57%).
4.1.2.3 Profil Penggunaan Obat Oral Berdasarkan profil penggunaan obat oral, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini. 1 Obat susunan saraf
Persentase Profil Penggunaan Obat Oral (%)
90
85.71
80
75.00
70
1
3
2 Obat anti infeksi
78.75
3 Obat sistem gastrointestinal
4
4 Obat sistem kardiovaskular
60 50
5 Larutan elektrolit dan nutrisi 42.85
42.85
2
6
40
6 Obat saluran pernapasan 7 Obat genito urinaria
30 20 10 -
8 Obat sistem endokrin dan metabolik 9 Vitamin dan mineral
25 8
14.28
10.71 5
3.57 7
9
3.57 10
7.14 11
10 Kemoterapetik lain 11 Obat anti alergi
Kelas Terapi Obat Oral
Gambar 4.8. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil Penggunaan Obat Oral (%) Dari gambar 4.8. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2, penggunaan oral yang paling banyak digunakan berdasarkan golongan obat adalah obat sistem gastrointestinal yakni sebanyak 85,71%, penggunaan golongan obat sistem kardiovaskular yakni sebanyak 78,75%, dan obat susunan saraf sebanyak yakni 75%. Sementara penggunaan golongan obat oral lainnya dibawah 50%.
4.1.2.4 Profil Penggunaan Obat Injeksi Berdasarkan profil penggunaan obat injeksi, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Persentase Penggunaan Obat Injeksi (%)
100 80
85.71
60
1
82.14
71.42
2 35.71
40 20
4
1 Obat susunan saraf 2 Obat sistem gastroitestinal 3 Obat kardiovaskular 4 Anti infeksi
3
kelas terapi obat
Gambar 4.9. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil Penggunaan Obat Injeksi (%) Dari grafik 4.9. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2, penggunaan obat injeksi yang paling banyak digunakan berdasarkan golongan obat adalah obat susunan saraf yakni sebanyak 85,71%, penggunaan obat gastrointestinal yakni sebanyak 82,41%, dan obat antiinfeksi sebanyak yakni 71,42%. Sementara penggunaan golongan obat injeksi kardiovaskular 35,71% dari 28 pasien.
4.1.2.5 Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan profil penggunaan obat yang digunakan oleh pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 bahwa jumlah total penggunaan obat selama dirawat inap yang paling banyak berjumlah 25 obat yaitu pada pasien nomor 5 dengan penggunaan perhari pada pasien paling banyak 15 obat dalam sehari. Terdapat pengelompokkan penggunaan obat menurut rahmawati dan sunarti tahun 2014 yang terdapat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien (Selama dirawat) Jumlah Penggunaan Obat Pasien (Selama dirawat) Jumlah
4.1.3
1-5 obat
0 pasien
6-10 obat
14 Pasien
>10 obat
14 Pasien
Drug Relatd Problems (DRPs) Berdasarkan kejadian Drug Related Problems, pasien geriatri yang menderita
diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digrafik dibawah ini.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Persentase Terjadi DRPs (%)
60 50
50
1 Butuh tambahan obat 2 Obat tanpa indikasi
40
6
30 20
1
-
4 Dosis dibawah dosis terapi 5 Dosis melebihi dosis terapi 6 Interaksi obat
7.14
10.71
10
2
4 3 Kategori DRPs
3 Salah obat
5
Gambar 4.10. Persentase Distribusi Jumlah Evaluasi DRPs Berdasarkan Frekuensi Pemberian Obat Antidiabetes (%) Dari grafik 4.10. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 yang mengalami DRPs paling banyak pada kategori interaksi obat yakni sebanyak 50%, kategori butuh tambahan obat yakni sebanyak 10,71%, kemudian kategori salah obat yakni sebanyak 7,14%. Sementara kategori lainnya tidak terdapat pada pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2.
4.1.3.1 DRPs Kategori Butuh Tambahan Obat Berdasarkan kejadian Drug Related Problems kategori butuh tambahan obat pada pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah ini. Tabel 4.2. Persentase Distribusi Jumlah Butuh Tambahan Obat Antidiabetik (%) Nomor pasien Penilaian DRPs Butuh Tambahan Obat
9 23 27 Total
Jumlah
(%)
1 1 1 3
3,57 3,57 3,57 10,71
Dari tabel 4.2.dapat dilihat bahwa terdapat pasien yang mengalami DRPs kategori butuh tambahan obat yakni 3 pasien (10.71%) pada pasien rawat inap geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
4.1.3.2 DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat pasien yang mengalami DRPs kategori obat tanpa indikasi pada pasien rawat inap geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.
4.1.3.3 DRPs Kategori Salah Obat Berdasarkan kejadian Drug Related Problems kategori salah obat
pada
pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah ini. Tabel 4.3. Persentase Distribusi Jumlah Salah Obat Antidiabetik (%) Nomor Pasien Obat Antidiabetes Penilaian yang digunakan Salah Obat Jumlah 13 Metformin 1 Inj. Actravid 16 Metformin 1 Glimepirid Total 2
(%) 3,57 3,57 7,14
Dari tabel 4.3.dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pasien yang mengalami DRPs kategori salah obat yakni sebanyak 2 pasien (7,14%) pada pasien rawat inap geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.
4.1.3.4 DRPs Kategori Dosis Dibawah Dosis terapi Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat pasien yang mengalami DRPs kategori dosis dibawah dosis terapi obat pada pasien rawat inap geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.
4.1.3.5. DRPs Kategori Dosis Melebihi Dosis Terapi Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat pasien yang mengalami DRPs kategori dosis melebihi dosis terapi obat pada pasien rawat inap geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
4.1.3.6 DRPs Kategori Interaksi Obat Berdasarkan kejadian Drug Related Problems kategori interaksi obat pada pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah ini. Tabel 4.4. Persentase Prevalensi Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah Pasien Yang Mengalaminya (%) Pasien Jumlah Persentase (%) Mengalami interaksi obat
14
50
Tidak Mengalami Interaksi Obat Total
14
50
28
100
Dari Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa hasil evaluasi DRP kategori salah interaksi obat pada pada pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe2, terdapat beberapa pasien yang mengalami interaksi obat yakni sebanyak 14 pasien (50%). Berdasarkan obat-obat yang berpotensi terjadi interaksi pada obat yang digunakan oleh pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah ini. Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Obat-Obat Yang Berpotensi Mengalami Interaksi No Obat Berinteraksi dengan Frekuensi 1 Glimepirid Metilprednisolon 2 2
Metformin
Ranitidin
4
3
Glikuidon
Meloksikam
1
4
Metformin
Ciprofloxacin
1
6
Metformin
Cobazym
1
7
Metformin
Actravid
1
8
Metformin
Digoxin
1
10
Glimepirid
Levofloxacin
1
11
Glibenklamid
Ranitidin
1
12
Glibenklamid
Antasida
1
13
Glikuidon
Ramipril
2
14
Glikuidon
Aspirin
1
15
Glikuidon
Captopril
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Total
18
Dari Tabel 4.5. dapat dilihat bahwa obat-obat yang berpotensi terjadi interaksi yang digunakan oleh pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2 yakni sebanyak 18 kali yang berpotensi berinteraksi.
4.1.3.7 Kategori Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Berdasarkan mekanismenya interaksi obat pada pasien rawat inap geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah ini. Tabel 4.6. Persentase Distribusi Frekuensi Interaksi Obat Antidiabetik Berdasarkan Mekanisme (%) Penilaian Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Total Farmakodinamik
Farmakokinetik
Tidak Diketahui
Frekuensi
(%)
Frekuensi
(%)
Frekuensi
(%)
9
50
6
33.33
3
16.67
18
Dari Tabel 4.6. dapat dilihat bahwa hasil evaluasi interaksi obat berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu secara farmakokinetik sebesar 33.33%, farmakodinamik 50%, dan mekanisme yang tidak diketahui pada interaksi sebesar 16.67%.
4.1.3.8 Kategori Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan Berdasarkan tingkat keparahan interaksi obat pada pasien rawat inap geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah ini. Tabel 4.7. Persentase Distribusi Frekuensi Interaksi Obat Antidiabetik Berdasarkan Tingkat Keparahan (%) Total Penilaian Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan Major Frekuensi 0
Moderat (%) 0.00%
Minor
Frekuensi
(%)
Frekuensi
(%)
15
83.33%
3
16.67%
18
Dari Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa hasil evaluasi interaksi obat berdasarkan tingkat keparahannya yaitu moderat 83,33%, minor 16,67% dan tidak terdapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
interaksi obat major pada pasien geriatri diabetes melitus tipe 2 yang dirawat di Rumah Sakit Pelabuhan.
4.1.4. Hasil Analisis Bivariat Tujuan : Mengetahui pengaruh profil penggunaan obat dan karateristik pasien geriatri diabetes melitus tipe 2 terhadap DRPs. Analisis : Peneliti harus melihat dari hasil analisa data Crosstabs, apakah P > 0,05 ata P > 0,05. Jika P > 0,05 maka uji dapat dikatakan bahwa tidak memiliki hubungan yang signifikan. Jika P < 0,05 maka uji dapat dikatakan memiliki hubungan yang signifikan pada kedua variabel.
4.1.4.1 Analisis Hubungan Antara Usia dengan DRPs Berdasarkan analisis hubungan antara usia dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 4.8. Hasil Analisis Hubungan Antara Usia dengan DRPs Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
df
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.629
.000
1
1.000
.245
1
.621
.233 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test b
N of Valid Cases
1.000
.548
28
Dari tabel 4.8. Menunjukkan bahwa pengaruh usia terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,629 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian DRPs. 4.1.4.2 Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan DRPs Berdasarkan analisis hubungan antara jenis kelamin dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Tabel 4.9. Hasil Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan DRPs Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig.
sided)
sided)
(1-sided)
Df a
1
.119
1.331
1
.249
2.559
1
.110
2.426 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.226
b
N of Valid Cases
.124
28
Dari tabel 4.9. Menunjukkan bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,119 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian DRPs. 4.1.4.3 Analisis Hubungan Antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs Berdasarkan analisis hubungan antara penyakit komplikasi dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 4.10. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig.
sided)
sided)
(1-sided)
Df a
1
.891
.000
1
1.000
.019
1
.890
.019 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test b
N of Valid Cases
1.000
.642
28
Dari tabel 4.10. Menunjukkan bahwa pengaruh penyakit komplikasi terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,891 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit komplikasi dengan kejadian DRPs.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
4.1.4.4 Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs Berdasarkan analisis hubungan antara usia dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 4.11. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
.
N of Valid Cases
a
28
Dari tabel 4.12. Menunjukkan bahwa tidak terdapat hasil uji Chi-Square, karena hasil penyakit penyerta sudah konstan mencapai 100%.
4.1.4.5 Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan DRPs Berdasarkan analisis hubungan antara obat antidiabetes tunggal dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 4.12. Hasil Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan DRPs Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Df
N of Valid Cases
Exact Sig.
sided)
sided)
(1-sided)
1
.004
6.566
1
.016
9.003
1
.002
Fisher's Exact Test b
Exact Sig. (2-
a
7.003 b
Asymp. Sig. (2-
.002
.002
28
Dari tabel 4.12. Menunjukkan bahwa pengaruh antidiabetes tunggal terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0.004 (P < 0.05), maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara obat antidiabetes tunggal dengan DRPs.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
4.1.4.6 Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes Kombinasi dengan DRPs Berdasarkan analisis hubungan antara obat antidiabetes kombinasi dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini. Dari tabel 4.13. Menunjukkan bahwa pengaruh antidiabetes komplikasi terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,004 (P< 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara obat antidiabetes kombinasi dengan DRPs. Tabel 4.13. Hasil Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes kombinasi dengan DRPs Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
df
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.004
6.566
1
.016
9.003
1
.002
7.003 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test b
N of Valid Cases
.002
.002
28
4.1.4.7 Analisa Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat Dengan DRPs Berdasarkan analisa hubungan antara jumlah penggunaan obat dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat tabel dibawah ini. Tabel 4.14. Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio N of Valid Cases
Df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
2
.034
1.929
2
.001
1.277
28
Dari tabel 4.14. Menunjukkan bahwa pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,034 (p< 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah penggunaan obat dengan DRPs.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
4.2
Pembahasan
4.2.1
Karakteristik Pasien
4.2.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia Terlihat pada tabel 4.1. menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 mulai rentan dan sering terjadi pada lanjut usia (elderly) yakni sebanyak 24 pasien (85,71 %), selebihnya pada usia tua (old) sebanyak 4 pasien (14,28%) dan tidak terdapat pasien dengan usia lebih dari 90 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria Fea fessy tahun 2010, dimana prevalensi diabetes melitus berdasarkan usia yang terbanyak yaitu pada lanjut usia sebanyak 19 pasien (73,1%) dari 26 pasien. Pada usia ini, umur sangat erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat penelitian ini jumlah pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan sebagian besar ialah pasien usia lanjut usia yaitu antara 60-74 tahun. Penuaan merupakan proses perubahan anatomis, biokimia, dan fisiologi tubuh. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada sel-sel lainnya juga, terjadi perubahan homeostasis, serta perubahan pada fungsi organ yang telah mengalami penurunan. Salah satu komponen tubuh yang mengalami perubahan yaitu sel β pankreas, sel-sel jaringan target glukosa, sistem saraf pusat, serta hormon untuk menghasilkan hormon insulin, sehingga dapat mempengaruhi kadar glukosa plasma.
4.2.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah pasien rawat inap geriatri yang terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 pada periode Januari-Juni 2014 di Rumah Sakit Umum Pelabuhan sebanyak 17 orang (60,71%) ialah perempuan, sementara jumlah laki-laki sebanyak 11 orang (39,28%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh istiqomatunnisa tahun 2014, dimana prevalensi diabetes melitus berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang (63%) dari 24 pasien. Berdasarkan data tersebut perempuan memiliki tingkat risiko lebih tinggi terdiagnosis penyakit diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan laki-laki. Pada prevalensi diabetes melitus melitus pada umumnya pada perempuan cenderung lebih
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
tinggi dari pada laki-laki, dimana di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan perdesaan dan cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi (Departemen Kementerian Kesehatan RI, 2013).
4.2.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit komplikasi Komplikasi merupakan penyakit lainnya yang diderita oleh pasien diabetes melitus tipe 2 terkait dengan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Penyakit komplikasi dapat terjadi seiring dengan tingkat hiperglikemia yang dialami oleh pasien yang semakin parah. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut maupun yang kronik. Dari keseluruhan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi tersebut, penderita diabetes melitus tipe 2 banyak yang mengalami komplikasi penyakit seperti Hipertensi, Coronary Artery Disease (CAD), Congestive Heart Failure (CHF), Chronic Kidney Disease (CKD), Hepatitis sirosis hati, Penyakit Paru obstruktif kronik (PPOK), Hiperlipidemia, HIV, Hipoglikemia, Cerebro Vascular Disease (CVD), udema pulmonalis, Angina Pektoris (APS), anemia, aritmia, dan TB. Banyaknya pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengalami komplikasi disebabkan karena umumnya komplikasi diabetes berhubungan dengan kerusakan pembuluh darah. Diabetes dalam jangka panjang, dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit dan mengurangi volume aliran darah ke berbagai bagian tubuh seperti mata, jaringan saraf, dan lain sebagainya sehingga bagian-bagian tubuh mengalami kerusakan fungsi yang serius bahkan menyebabkan kematian. Berdasarkan data yang diambil, penyakit komplikasi yang terbanyak diderita pasien adalah hipertensi sebanyak 10 pasien (35,71%). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosyada dan Trihandini tahun 2013, dimana prevalensi komplikasi diabetes melitus terbanyak yaitu hipertensi sebesar (73,1%) dari 1.565 lansia yang menderita diabetes melitus.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
4.2.1.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta Penyakit penyerta merupakan keluhan yang diderita oleh pasien selain penyakit diabetes dan penyakit komplikasi lainnya. Keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien atau penyakit penyerta yang dialami oleh pasien terdiri dari gangguan saluran pencernaan, saluran pernapasan, alergi, gangguan saraf, gangguan otot dan sendi. Jumlah pasien yang disertai penyakit penyerta sebanyak 28 pasien (100%). Dari data hasil yang didapatkan berdasarkan peyakit penyerta, yang paling banyak diderita adalah mialgia sebanyak 12 pasien (42,85%). Berbeda halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Maria Fea fessy tahun 2010, dimana prevalensi penyakit penyerta terbanyak yaitu osteoarthritis sebanyak 5 pasien (19,2%) dari 14 pasien yang mengalami penyakit penyerta.
4.2.2
Profil Obat Antidiabetes
4.2.2.1 Obat Antidiabetes Tunggal Pemakaian obat antidiabetes tunggal telah banyak diberikan kepada pasien, baik secara oral maupun injeksi. Pemakaian obat antidiabetes tunggal yang paling banyak digunakan adalah metformin (25%) dan glikuidon (21,42%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh istiqomatunnisa tahun 2014, dimana penggunaan antidiabetes yang paling banyak digunakan adalah gikuidon (golongan sulfonilurea). Sedangkan pada penelitian berdasarkan golongan obat antidiabetes oral terbanyak yang digunakan adalah biguanid (metformin) sebesar 25% dan pemakaian insulin terbanyak yang digunakan adalah kategori insulin insulin rapid acting (kerja cepat) sebesar 3,57%. Tingginya penggunaan golongan biguanid ini disebabkan karena obat antidiabetes oral golongan biguanid merupakan lini pertama diabetes yang dapat diberikan secara monoterapi serta tergolong memiliki harga yang relatif murah. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan HbA1C sebesar 1,5%. Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan penurunan sampai di bawah normal, sehingga tidak disebut sebagai obat hipoglikemik. Resiko terhadap terjadinya hipoglikemi sangat kecil pada penggunaan obat ini, dengan alasan tersebut maka metformin digunakan pilihan pertama dan penanganan DM tipe 2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
yang diderita oleh pasien geriatri. Hipoglikemia sangat dihindari pada orang dengan diabetes usia lanjut, oleh karena itu sebaiknya obat-obat yang dipakai mempunyai waktu paruh yang pendek tetapi bekerja lama sehingga pilihan obat metformin sebagai pilihan obat pertama karena memiliki waktu paruh yang pendek dan kerja lebih lama. Pada metformin kemungkinan terjadinya asidosis laktat sangat kecil dan mungkin terjadi pada pasien predisposisi asidosis laktat seperti pasien dengan gagal ginjal atau gagal hati (Soegondo, dkk., 2005). Antidiabetes injeksi insulin yang paling banyak digunakan ialah injeksi novorapid dan injeksi actravid. Penggunaan insulin ini diberikan pada kondisi pasien DM telah mengalami ketidaksadaran atau memiliki kadar glukosa darah yang sangat tinggi. Pasien dengan kadar glukosa yang tinggi menunjukkan bahwa pasien telah mengalami komplikasi lainnya. Banyaknya penggunaan injeksi novorapid dan injeksi actravid disebabkan karena memiliki kerja yang cepat (rapid acting) serta memiliki keunggulan dalam hal penyuntikannya. Insulin dapat disuntikkan 15 menit sebelum makan dan insulin regular dapat disuntikkan 30 menit sebelum makan.
4.2.2.2 Kombinasi Obat Antidiabetes Kombinasi obat antidiabetes digunakan pada saat penggunaan diabetes melitus tunggal belum mencapai target gikemik yang diinginkan. Pada Pemakaian kombinasi obat antidiabetes oral yang paling banyak digunakan ialah kombinasi antara metformin dengan glimepirid (metrix) dengan metformin sebanyak (14,28%). Kombinasi akarbosa dengan glikuidon sebanyak (7,14%), penggunaan kombinasi lainnya seperti glimepirid dengan injeksi actravid, glikuidon dengan glimepirid, dan metformin dengan glikuidon sebesar (3,57%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh istiqomatunnisa tahun 2014, dimana penggunaan antidiabetes kombinasi terbanyak yaitu metformin dan glimepirid sebanyak 21,5%. Terlihat bahwa kombinasi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi 2 obat yaitu metformin dan glimepirid. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid untuk bekerja efektif. Kedua-duanya rupanya mempunyai efek terhadap sensitivitas reseptor. Jadi pemakaian kedua obat ini dapat saling menunjang. Metformin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
digunakan sebagai terapi dasar karena obat berperan mendorong sensitivitas insulin, mengurangi glukoneogenesis hepatik, menstimulasi eksresi insulin dan aman untuk digunakan karena risiko terhadap hipoglikemianya rendah. Sedangkan glimepirid mempunyai kerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, selain itu glimepirid merupakan obat yang tepat untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal serta sangat jarang menimbulkan efek hipoglikemi dibandingkan obat golongan sulfonilurea lainnya. Kombinasi kedua obat tersebut merupakan kombinasi yang tepat karena mempunyai cara kerja yang sinergis dimana kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-masing, baik dari dosis maksimal keduanya maupun kombinasi dosis rendah (Soegondo, dkk., 2005). Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sejak awal pengelolaan dianjurkan hasil pemantauan selama 3 tahun pada pasien UKPDS (United Kingdom Prospective Study). Hanya 50% pasien DM tipe 2 dapat dikendalikan dengan pengobatan tunggal metformin atau sulfonilurea sampai dosis maksimal (Soegondo, dkk., 2005). Selain itu, terdapat penggunaan antidiabetes oral dengan injeksi yang digunakan oleh pasien diabetes yaitu injeksi actravid dan glimepirid dengan persentase (3,57%). Pemakaian kedua ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasanya. Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin kerja cepat dikarenakan efeknya yang dapat berkerja cepat, seringkali mulai menurunkan kadar glukosa darah 20 menit setelah penyuntikan. Kombinasi obat ini dapat diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dan kombinasi obat ini ternyata lebih baik daripada insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Selain itu pasien lebih biasa menerima cara pengelolaan kombinasi ini daripada pengelolaan dengan suntikan yang lebih sering (Soegondo, dkk., 2005). 4.2.2.3 Profil Obat Profil obat merupakan seluruh kelompok obat yang digunakan oleh pasien diabetes melitus tipe 2 yang terdiri dari beberapa golongan obat dan mempunyai masing-masing tujuan pengobatan yang sama yang diberikan kepada pasien, yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
digunakan untuk mengobati penyakit komplikasi dan penyerta yang diderita pasien. Penggolongan obat ini dilakukan berdasarkan formularium Rumah Sakit Umum Pelabuhan tahun 2010. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa obat antidiabetes digunakan oleh semua pasien. Obat yang paling banyak digunakan pertama yaitu obat gastrointestinal, sedangkan obat kardiovaskular diurutan kedua. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria Fea Fessy tahun 2010, dimana frekuensi penggunaan obat terbanyak setelah obat antidiabetes yaitu obat kardiovaskular. Penggolongan obat pada pasien geriatri penderita diabetes melitus tipe 2 yang mendapat obat hipoglikemia kombinasi ini terdiri dari 10 kelas terapi yang meliputi: a.
Obat Susunan Saraf Obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan obat yang
hampir semua obat SSP bekerja pada reseptor khusus yang mengatur transmisi sinaps. Obat susunan saraf terdiri dari beberapa golongan yaitu analgesik-antipiretik, antiinflamasi nonsteroid dan anti reumatik, preparat gout, antisiolitik/antiansietas, antipsikosis, hipnotik-sedatif, nootropik dan neurotonik, antiepilepsi-antikonvulsi, antidepresi, anti emetik, dan relaksan otot. Namun terdapat golongan yang tidak terdapat pada penelitian yaitu golongan antidepresi. Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Salah satu fungsi dari golongan seperti golongan antiinflamasi nonsteroidantipirai untuk penyakit artritis rheumatoid, osteoatrhtritis, dan spondilitis. Tetapi harus diingat bahwa obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah jaringan pada kelainan muskoskeletal (Gunawan, dkk., 2009). Contoh obat yang digunakan adalah meloksikam yang diindikasikan untuk menangani nyeri dan radang, gangguan skelet dan osteoatritis. Pada penelitian ini obat meloksikam terutama digunakan untuk menangani penyakit osteoarthritis yang merupakan penyakit penyerta yang diderita oleh pasien geriatri penderita DM tipe 2.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Pasien usia lanjut memiliki kerentanan terhadap efek samping obat golongan AINS yaitu gangguan saluran cerna, untuk itu diperlukan pemantauan yang lebih. b.
Obat Kardiovaskular Penyakit kardiovaskular merupakan masalah yang sangat penting pada usia
lanjut. Karena hal ini dapat mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyakitpenyakit lainnya sehingga harus cepat ditangani. Penggunaan obat kardiovaskular oleh pasien berada diurutan nomor dua terbanyak yang digunakan oleh pasien. Golongan obat hipertensi yaitu Angiotensin reseptor blockers (ARB) yaitu valsartan, candesartan, dan losartan sebanyak 7 pasien (25%) dari 28 pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria Fea Fessy tahun 2010, dimana penggunaan obat kardiovaskular pada pasien geriatri dengan diabetes melitus terbanyak yaitu golongan Angiotensin Receptor Blockers (ARBs). Golongan ini bekerja dengan cara menghambat aktivitas angiotensin II hanya di reseptor AT1 dan tidak di reseptor AT2. AT1 bloker juga tidak menimbulkan efek samping batuk kering (Gunawan, dkk., 2009). Obat-obat golongan ini tidak memiliki efek terhadap metabolisme bradikinin sehingga merupakan penghambat yang lebih selektif terhadap efek angiotensin dibandingkan dengan penghambat ACE. Mereka juga memiliki potensi untuk menghambat kerja angiotensin secara lebih menyeluruh dibandingkan dnegan penghambat ACE sebab terdapat enzim-enzim lain selain ACE yang dapat menghasilkan angiotensin II. Obat golongan ini mempunyai keuntungan sama seperti obat golongan penghambat golongan ACE. Dan efek samping keduanya pun mirip yaitu tidak boleh digunakan selama kehamilan. (Katzung, 2010). Penggunaan obat golongan obat anti hipertensi cukup banyak, hal ini sesuai seperti yang digambarkan pada karakteristik subjek penelitian berdasarkan penyakit komplikasi yang paling banyak diderita yaitu hipertensi (Gunawan, dkk., 2009). c. Obat Saluran Pernapasan Terdapat 2 golongan obat yang digunakan pada obat saluran pernapasan ini yaitu antitusif/ mukolitik dan anti asma. Obat-obat saluran penapasan khususnya untuk asma, memiliki efek farmakologi penting dalam pengobatannya yaitu melemaskan otot polos saluran napas dan menghambat pelepasan mediator
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
bronkokonstriksi dari sel-sel mast Salbutamol dapat menyebabkan bronkodilatasi yang setara dengan yang dihasilkan isoproterenol. Salbutamol mengandung albuterol yang juga merupakan golongan obat selektif β2 yang paling banyak digunakan dalam pengobatan asma (Katzung, 2010). Sedangkan obat mukolitik ialah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran
napas
dengan
jalan
memecah
benang-benang
mukoprtein
dan
mukopolisakarida dari sputum (Gunawan, dkk., 2009). Contoh obat yang digunakan oleh pasien DM tipe 2 pada penelitian adalah ambroksol. d. Obat Saluran Cerna Obat saluran cerna merupakan obat yang paling banyak digunakan oleh pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pelabuhan. Obat saluran cerna yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat golongan antitukak peptik, anti spasmodik, GIT regulator, anti diare, pencahar, serta enzim pencernaan. Obat-obat tersebut digunakan untuk mengatasi efek samping yang timbul dari penggunaan obat antidiabetik, serta obat lainnya yang digunakan oleh pasien untuk mengatasi keluhan lainnya. Salah satunya, obat kelompok antagonis histamin H2 yaitu ranitidin digunakan oleh beberapa pasien pada penelitan ini yakni sebanyak 8 pasien. Mekanisme kerja ranitidin yaitu dengan cepat menyerap di usus, ranitidin mengalami metanolisme lintas-pertama di hati sehingga membuat biovailabilitasnya manjadi sekitar 50%. Antagonis H2 menunjukkan inhibisi kompetitif di reseptor H2 sel parietal dan menean sekresi asam, baik eksresi asam basal maupun yang di rangsang oleh makanan, secara linear dan bergantung pada dosis. Obat ini sangat selektif dan tidak mempengaruhi reseptor H1 dan H2 volume sekresi lambung dan kadar pepsin berkurang (Katzung, 2010). e.
Obat Anti Alergi Obat anti alergi yang digunakan oleh pasien diabetes yaitu cetirizine yang
cukup aman untuk segala usia. Cetirizin adalah metabolit aktif dari hidroksizin yang memiliki masa kerja yang lebih panjang, serta merupakan antihistamin yang selektif,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Diaman hidrosizin merupakan antihistamin generasi kedua (Gunawan, dkk., 2009). Cetirizin digunakan oleh beberapa pasien pada penelitian ini yakni 2 pasien. f.
Cairan Untuk Keseimbangan Air, Elektrolit, Dialisis dan Nutrisi Obat yang digunakan pada golongan obat ini yaitu asparK dan KSR yang
diberikan dalam bentuk sediaan tablet. Kedua obat ini digunakan untuk membantu meningkatkan kadar ion kalium dalam darah yang kurang. Contoh pada pasien nomor 6, yang memiliki kadar elektrolit kalium yang rendah yaitu 1,48 mmol/L sehingga diberikan terapi KSR selam 6 hari untuk mengatasi kekurangan kalium yang diderita oleh pasien. Namun tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium kembali pada pasien, sehingga tidak dapat diketahui perubahan kadar kalium pasien selanjutnya. g.
Anti Infeksi Penggunaan antiinfeksi sebagai agen antibakteri pada pasien DM sangat
penting karena jika terjadi luka akan lebih sukar sembuh. Hal ini karena pada lingkungan yang mengandung kadar glukosa yang tinggi merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik. Obat yang digunakan pada penelitian terdapat beberapa golongan yaitu golongan penicillin, sefalosforin, kuinolon, makrolida, golongan betalaktam lain, antifungi dan golongan lain. Pada penelitian ini pasien nomor 7 menggunakan antibiotik yaitu siprofloksasin yang termasuk dalam kelompok kuinolon. ciprofloksasin dapat melawan bakteri gram positif dan negatif. Antibiotik ini diindikasikan untuk mengobati pneumonia dan beberapa beberapa stafilokokus. Mekanisme aksi obat siprofloksasin ini dengan menyekat sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA girase) dan topoisomerase IV bateri. DNA girase mencegah relaksasi DNA supercoiled positif yang diperlukan untuk trasnkripsi dan replikasi normal sehingga sintesis DNA terganggu (katzung, 2010). h.
Vitamin dan Mineral Vitamin dan beberapa mineral penting untuk metabolisme. Vitamin
merupakan senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
mempertahankan kesehatan dan sering kali bekerja sebagai kofaktor untuk enzim metabolisme. Sedangkan mineral merupakan senyawa anorganik yang merupakan bagian penting dari enzim, mengatur berbagai fungsi fisiologis, dan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan termasuk tulang (Gunawan, dkk., 2009). Obat yang digunakan pada golongan ini yaitu vitamin B dan antianemia. Vitamin B kompleks sebagai vitamin neurotropik yang sangat baik diberikan pada pasien lanjut usia. Sedangkan golongan obat antianemia yaitu asam folat. Dimana keadaan anemia pada pasien salah satunya dapat disebabkan oleh defisiensi nutrisi tertentu dan akibat pemberian obat antidiabetes tertentu. Anemia suatu keadaan defisiensi eritrosit pengangkut oksigen (Katzung, 2010). Pada pasien diabetes melitus yang juga mengalami anemia dapat menghambat pemeriksaan Hba1c pada pasien diabetes. Hal ini dikarenakan pergantian eritrosit yang lebih cepat sehingga pemeriksaan tidak valid. i. Obat Penyakit kulit Obat yang digunakan untuk penyakit kulit yaitu obat kemisetin golongan kloramfenikol dan miconazol golongan imidazol. Obat mikonazol digunakan secara topikal (seperti kulit), atau pada membran mukosa untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh fungi. Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmolisis paru, tulang, sendi, dan jaringan lemak. Mekanisme kerjanya dengan cara mikonazol masuk kedalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga permeabilitas terhadap zat intrasel meningkat. Sedangkan obat kemisetin umumnya bersifat bakteriostatik. Obat ini terikat pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman, mekanisme ini juga diduga dapat menyebabkan efek toksik pada obat ini (Gunawan, dkk., 2009). j. Kemoterapetik lain Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas dua dua kelompok obat lini-pertama dan lini kedua. Kelompok obat lini pertama, yaitu isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin, dan pirazinamid, memperlihatkan efektivitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima. Antituberkulosis line-kedua adalah
antibiotik
golongan
fluorokuinolon
(spirofloksasin,
ofloksasin,
levofloksasin), sikloserin, etionamid, amiksasin, kanamisin, kapreomisin, dan paraaminosalisilat (Gunawan, dkk., 2009). Terdapat 2 pasien yang menggunakan obat antituberkulosis yaitu obat rimstar 4FDC, dimana pasien diabetes melitus mengalami komplikasi tuberkulosis. Tablet obat ini adalah kombinasi obat takaran tetap yang mengandung rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol, kombinasi ini merupakan lini pertama yang dipakai untuk menyembuhkan TBC.Pengobatan ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan ng diberikan sesuai dengan berat badan pasien. Pasien DM yang juga mengalami TBC harus selalu dikontrol pengobatannya. Jika pasien juga menderita TBC perlu diperhatikan dalam penggunaan rifampisin, karena rifampisin dapat mengurangi efektivitas antidiabetika oral golongan sulfonilurea sehingga perlu peningkatan dosis antidiabetika tersebut (Gunawan, dkk., 2009). Contohnya pada pasien nomor 18 yang mengalami TBC dan mendapat terapi rifampisin untuk mengobati TBC yang dideritanya serta mendapatkan terapi glikuidon yang merupakan salah satu golongan sulfonilurea. Namun dosis pada obat glikuidon telah ditingkatkan menjadi 3x30mg hal ini untuk menghindari penurunan aktivitas obat glikuidon. 4.2.2.4 Jumlah Penggunaan Obat Pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 selama dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pelabuhan tidak hanya menerima obat antidiabetes saja. Pasien tersebut menggunakan obat lain untuk mengatasi masalah penyakit komplikasi dan penyerta lainnya. Sehingga jumlah obat yang digunakan oleh pasien bervariasi. Penggunaan obat yang lebih dari satu yang diterima oleh pasien dapat disebut dengan polifarmasi penggunaan obat lebih dari satu dapat menyebabkan masalah seperti ketidaksesuaian pengobatan (interaksi obat, penggandaan obat), ketidak patuhan, dan efek samping obat yang tidak diinginkan. (Hajar, dkk., 2007). Contoh pada pasien nomor 5, yang paling banyak menggunakan obat selama dirawat yakni 25 obat. Dan jumlah perhari obat yang digunakan bervariasi yakni 6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
obat sampai 16 obat. Pada pasien tersebut, salah satu obat yang digunakan oleh pasien berpotensi terjadi interaksi obat yaitu pada obat glikuidon dengan obat meloksikam untuk anti reumatik. 4.2.3
Drug Related Problems (DRPs) Pada pemberian terapi untuk pasien diabetes melitus geriatri akan cenderung
untuk mengalami DRPs lebih tinggi, hal ini harus dihindari agar tidak terjadi. Karena DRPs dapat mempengaruhi selama proses terapi dan tujuan terapi. Pada masalah ini, peran farmasi sangat dibutuhkan untuk meminimalisir terjadinya DRPs pada penggunaan obat. Evaluasi DRPs sangat mendukung untuk menghindari terjadinya risiko DRPs, yang mengingat bahwa kejadian DRPs terutama yang dialami oleh pasien geriatri baik mendapat terapi tunggal maupun kombinasi masih sangat tinggi. Penurunan pada fungsi organ dan fisiologi pada pasien geriatri sangat berpengaruh pada proses terapi berlangsung, dan perlu diperhatikan secara khusus. Evaluasi DRPs bertujuan untuk menjamin pengobatan yang berikan kepada pasien dapat berhasil mencapai efek terapi dan pasien mendapatkan pengobatan yang aman, berkhasiat, dan bermutu. Evaluasi DRPs terdiri dari beberapa kategori yaitu: butuh tambahan obat, obat tanpa indikasi, salah obat, dosis dibawah dosis terapi, dosis melebihi dosis terapi, interaksi obat, dan ketidakpatuhan pasien. Namun, pada penelitian ini tidak dapat dilakukan untuk evaluasi kategori ketidakpatuhan pasien karena penelitian bersifat retrospektif. Pada evaluasi DRPs, pasien dikatakan mengalami DRPs pada pengobatannya ketika pasien mengalami dari salah satu kategori DRPs tersebut. Dan pasien dikatakan bahwa tidak mengalami DRPs jika seluruh obat antidiabetes yang digunakan oleh pasien tidak satupun mengalami DRPs. Gambaran penilaian evaluasi DRPs berdasarkan pemberian obat antidiabetes pada pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan dapat dilihat pada gambar 4.10. Namun evaluasi DRP yang terjadi tidak dapat dikatakan rasional karena tidak dapat dibandingkan dengan protokol yang telah ada. Dimana menurut protokol terapi diabetes melitus tipe 2 ditahun 2010, bahwa penanganan DM tipe 2 tidak dapat ketahui apakah pasien melakukan penanganan tahap awal atau lanjut. sehingga tidak bisa dilihat apakah penangan pasien telah sesuai aturan protokol yang telah ada atau belum.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
1.
DRPs Butuh Tambahan Obat Butuh tambahan obat merupakan pemberian terapi tambahan antidiabetes
atas dasar diagnosis yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosis yang tercantum direkam medik. Penilaian evaluasi DRPs butuh tambahan obat pada pasien didasarkan dari kondisi pasien dan kadar gula darah pasien. Pasien dapat dikatakan butuh tambahan obat jika kadar gula darah sewaktu pasien masih >200mg/dl atau GDP pasien >126 mg/dl dan penderita mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat tambahan yang dapat dilihat dari keluhan dan diagnosis pada pasien. Dikatakan butuh tambahan obat lainnya, jika salah satu kriteria pengendalian diabetes melitus tidak tercapai. Kriteria pengendalian diabetes melitus menurut PERKENI 2011 yang dikutip dari Ndraha tahun 2014, sebagai berikut : a.
IMT : 18,5 - <23 kg/m2
b.
Tekanan Darah Sistolik : <130 mmHg
c.
Tekanan Darah Diastolik : < 80 mmHg
d.
Glukosa Darah 2 jam PP : <140 mg/dL
e.
HbA1c : <7 %
f.
Kolesterol LDL : < 100 mg/dL
g.
Kolesterol HDL : pria ( >40mg/dL) dan perempuan ( >50mg/dL)
h.
Trigliserid : <150 mg/dL Namun, pada kriteria pengendalian DM tidak dapat dilihat semuanya karena
keterbatasan dalam penelitian dimana data rekam medik pada pasien tidak lengkap. Sehingga hanya dapat melihat GDS, tekanan darah, HbA1c hanya beberapa pasien yang memiliki data laboratorium HbA1c, dan GDP juga beberapa pasien yang memiliki data laboratorium tersebut. Dari hasil data deskriptif tersebut, terdapat 3 pasien yang mengalami DRPs butuh tambahan obat. Contoh pada pasien nomor 9, yang memiliki tekanan darah terakhir dirawat yakni 140/90 mmHg (>130/80 mmHg). Pasien telah mendapatkan terapi antihipertensi (tensivask) selama di rawat inap. Maka pasien dapat diberikan terapi kombinasi untuk menurunkan tekanan darah pasien, yakni terapi kombinasi yang dapat diberikan yaitu tiazid, dimana pasien dapat diberikan kombinasi tersebut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
pada pasien dengan diabetes melitus pada pasien geriatri (PL Detail Document, 2014). Pada pasien nomor 10, 27, pasien tersebut memiliki tekanan darah >130/80 mmHg. Namun tidak dapat dikatakan butuh tambahan obat antihipertensi, karena pasien tidak terdiagnosa hipertensi atau memiliki riwayat hipertensi. Pasien dapat dikatakan hipertensi tidak dapat dilihat hanya dari tekanan darah saja, perlu melakukan pengukuran lain beberapa kali untuk diagnosis hipertensi. 2.
DRPs Obat Tanpa Indikasi Obat tanpa indikasi adalah pemberian obat antidiabetes yang tidak sesuai
dengan indikasi atau diagnosis pada pasien. Diagnosis pasien dapat ditegakkan 3 cara. Pertama, jika ada keluhan khas klinis pada pasien (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang yang tidak jelas sebabnya) serta GDS >200mg/dl. Kedua, dengan ada tanda klasik (lemah, kesemutan, gatal mata kabur, disfungsi ereksi, oruritus vulvae) dan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl sudah cukup menegakkan diagnosis diabetes melitus. Ketiga, dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan mengukur kadar glukosa darah 2 jam setelah minum 75 g glukosa (PERKENI, 2006). Selain itu, kadar Hba1c juga menunjukkan status kontrol glikemik jangka panjang, lebih baik daripada kadar glukosa darah atau urin yang bersifat jangka pendek (hitungan jam atau hari saja). Menurut Clinical practice Recommendations yang diterbitkan oleh American Diabetes Association (ADA) nilai sasaran Hba1c pada pasien DM adalah ≤7,0%. Dari hasil data yang didapatkan menunjukkan bahwa tidak terdapat pemberian antidiabetik tanpa indikasi pada penilitian ini. Contohnya pada pasien nomor 20, pasien diberikan antidiabetik oral metformin, hal ini dikarenakan kadar glukosa darah sewaktu pasien (236 mg/dl), kadar gluosa darah puasa pasien (166 mg/dl), Hba1c 8,1% dan disertai dengan lemas pada kedua kaki dan kesemutan. Berdasarkan data hasil analisis, pada pemberian antidiabetik tidak terdapat pemberian antidiabetik yang tanpa indikasi hal ini dikarenakan pemakaian antidiabetik tersebut telah sesuai dengan diagnosis yang dialami oleh pasien.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
3.
Salah Obat Kesalahan pada pemilihan obat yaitu pasien mendapatkan terapi tidak tepat
seperti obat bukan yang paling efektif, pasien alergi atau kontraindikasi, dan kontraindikasi terhadap kondisi patologi pasien (gangguan ginjal dan hati). Gangguan hati dapat dilihat pada hasil laboratorium SGOT/AST dan SGPT/ALT, nilai rujukan Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta yakni AST (15-37 u/l), ALT (12-37 u/l). Peningkatan enzim aminotransferase (juga dikenal sebagai transaminase), SGPT dan SGOT, biasanya mengarah pada perlukaan hepatoseluler atau inflamasi. Sedangkan gangguan pada ginjal dapat dilihat dengan mengetahui fungsi dan progresi penyakit dari laju filtrasi glomerulus dan kemampuan eksresi. Hal ini dapat dilihat dari pengukuran kadar plasma kreatinin dan ureum, dimana pengukuran kadar plasma kreatinin lebih baik dibandingkan kadar plasma ureum. Kenaikan plasma kreatinin 1-2 mg/dl dari normal menandakan penurunan LFG ± 50%. (Sudoyo, dkk., 2006). Terdapat kadar plasma kreatinin yang dirujuk oleh Rumah Sakit Umum Pelabuhan yakni pria (0,8 – 1,5 mg/dl) dan perempuan (0,8-1,4mg/dL) . Dari hasil data deskriptif tersebut, terdapat 2 pasien yang mendapat salah obat antidiabetes yang tidak sesuai dengan kondisi patologi yang dialami pasien. Contohnya pada pasien nomor 13, pasien memiliki nilai ureum sebesar 41 mg/dl dan kreatinin 2.0 mg/dl, hal ini menunjukkan bahwa kerja ginjal pada pasien sedang mengalami gangguan. Pada tahun 2010, menurut United Kingdom’s National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) menyarankan penyesuaian dosis jika metformin hendak digunakan paada pasien dengan bersihan kreatinin lebih dari 1,5 mg/dl dan menghentikan pemberian metformin jika kreatinin serum pasien lebih dari 1,7 mg/dl. Pasien yang mendapatkan obat dengan tepat seperti contoh pasien nomor 7, pasien memiliki komplikasi hepatitis dan CKD (Chronic Kidney Disease) lalu diberikan terapi antidiabetes glikuidon. Obat ini sangat tepat karena hampir seutuhnya di eksresi melalui empedu dan usus, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal lebih berat (Soegondo, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
4.
Dosis Dibawah Dosis Terapi Pemberian obat dengan dosis yang terlalu rendah mengakibatkan
ketidakefektifan dalam mencapai efek terapi yang diinginkan. Dosis yang diberikan harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang sudah ditetapkan pada literatur (Drug Information Handbook). Penilaian evaluasi DRPs dosis dibawah dosis terapi pada pasien didasarkan pada dosis regimen yang diberikan. Dari hasil analisis deskriptif dapat terlihat bahwa tidak terdapat pasien yang mendapatkan dosis dibawah dosis terapi, seluruh pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pelabuhan telah mendapatkan dosis yang tepat. 5.
Dosis Melebihi Dosis Terapi Pemberian obat dengan dosis melebihi dosis terapi dapat terjadi peningkatan
risiko efek toksik. Dosis yang diberikan harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang sudah ditetapkan pada literatur (Drug Information Handbook). Hasil analisa deskriptif pada dosis melebihi dosis terapi pada pasien didasarkan pada dosis regimen yang diberikan dan tidak terdapat pasien yang menerima dosis melebihi dosis terapi, seluruh pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pelabuhan telah mendapatkan dosis yang tepat.
6.
Interaksi Obat Interaksi obat merupakan hal yang sangat dihindari dari pemberian obat.
Interaksi obat yang mungkin timbul dari pemakaian insulin dengan obat hipoglikemik oral atau dengan obat yang lain dapat dilihat pada refrensi yang lebih detail, misalnya Medscape, drug information handbook, dan drugs.com. Interaksi antar sesama obat antidiabetes dan interaksi obat antidiabetes dengan obat lain dapat mempengaruhi efek dari obat antidiabetes dan akan mempengaruhi kadar glukosa darah. Hal ini dapat menyebabkan kadar glukosa darah yang menurun secara drastis (hipoglikemia) atau dapat menyebabkan keadaan kadar glukosa darah yang melebihi batas normal (hiperglikemia), gula darah sewaktu >200mg/dl (hiperglikemia). Contoh pasien nomor 22, terdapat 3 obat yang berpotensi mengalami interaksi obat. Interaksi pertama, pada obat ramipril dengan glikuidon, hal ini
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
menyebabkan ramipril dapat meningkatkan efek glikuidon secara farmakodinamik. Interaksi kedua, glikuidon dengan aspirin yang mempunyai efek yaitu aspirin yang dapat meningkatkan efek glikuidon dengan mekanisme yang tidak diketahui secara jelas. Interaksi ketiga, glikuidon dan captopril yang berpotensi pada captopril yang dapat meningkatkan efek glikuidon secara farmakodinamik. Namun ketiga interaksi ini tidak berdampak kepada pasien karena dilihat dari kadar glukosa sewaktu pasien masih didalam rentan normal. Dan jika dilihat dari tingkat keparahannya, potensi ketiga interaksi obat tersebut termasuk tingkat moderat. Dari hasil data deskriptif tersebut, terdapat 18 pasien potensial mengalami DRPs interaksi obat. Meskipun terdapat potensi interaksi obat, namun efek interaksi obat tersebut tidak terjadi pada pasien yang dilihat dari kadar GDS pasien.
4.2.4
Analisis Bivariat
4.2.4.1 Hubungan antara Usia dengan DRPs Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia terhadap DRPs, didapatkan nilai P= 0,629 (P > 0,05) maka diperoleh dengan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan DRPs.
4.2.4.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan DRPs Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia terhadap DRPs, didapatkan nilai P = 0,119 (P >0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa pada penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan DRPs. 4.2.4.3 Hubungan antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia terhadap DRPs, didapatkan nilai P= 0,891 (P> 0,05) maka diperoleh dengan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan DRPs.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82
4.2.4.4 Hubungan antara Penyakit Penyerta dengan DRPs Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia terhadap DRPs tidak diterdapat hasil uji, karena hasil persentase penyakit penyerta sudah konstan. Dimana uji statistik yang menggunakan metode ini, tidak boleh terdapat data yang homogen karena tidak akan mendapatkan hasil konstan. 4.2.4.5 Hubungan antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan DRPs Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia terhadap DRPs, didapatkan nilai P= 0,004 (P > 0,05) maka diperoleh dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara antidiabetes tunggal dengan DRPs.
4.2.4.6 Hubungan antara Obat Antidiabetes Kombinasi dengan DRPs Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia terhadap DRPs, didapatkan nilai P= 0,004 (P> 0,05) maka diperoleh dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan DRPs. 4.3
Keterbatasan Penelitian
4.3.1 Kendala 1.
Pengambilan data dan jumlah sampel Pada proses pengambilan data ada beberapa data pasien yang kurang lengkap serta pasien yang sedang dirawat kembali sehingga tidak dapat diambil data pasien dan menyebabkan sampel menjadi semakin sedikit.
2.
Diagnosis data Hasil laboratorium untuk pemeriksaan kadar gula darah sewaktu tidak rutin dilaksanakan sehingga tidak dapat melihat perkembangan gula darah sewaktu pasien perhari. Dan hasil laboratorium lainnya juga tidak dilakukan secara rutin.
5.
Protokol terapi DM tipe 2 Tidak terdapat protokol sehingga tidak dapat diketahui kerasionalan penelitian evaluasi DRP.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
4.3.2 Kelemahan Penelitian ini memiliki kekurangan, diantaranya: 1.
Penelitian deskriptif retrospektif Pada penelitian deskriptif hanya dapat dilakukan demografi berupa hasil analisis ketepatan untuk mengetahui DRPs pada terapi yang digunakan oleh pasien.Selain itu metode retrospektif, dimana waktu kejadian sudah terjadi, tidak dapat dilakukan pertanyaan secara langsung pada pasien.
2.
Jumlah sampel Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sedikit dikarenakan terdapat waktu yang tidak memenuhi kriteria dan formulir terapi obat yang hilang.
3.
Penelitian ini tidak dapat dikatakan seutuhnya rasional, dikarenakan penilaian diagnosis pasien tidak secara langsung, melainkan menarik kesimpulan dari diagnosis yang tercatat di rekam medis.
4.4
Kekuatan Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Umum
Pelabuhan Jakarta Utara. Maka, diharapkan penelitian ini dapat menjadi refrensi dan gambaran Drug Related Problems pada pasien rawat inap geriatri dengan diabetes melitus tipe 2.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 1.
Kesimpulan Karakteristik berdasarkan usia yang terbanyak yakni usia lanjut 60-74 tahun (elderly) sebanyak 18 pasien (64,28%). Berdasarkan
jenis kelamin yang
terbanyak yakni perempuan sebanyak 17 pasien (60,71%). Berdasarkan penyakit komplikasi yang terbanyak diderita pasien adalah hipertensi sebanyak 10 pasien (35,71%) dan berdasarkan penyakit penyerta yang paling banyak adalah mialgia sebanyak 12 pasien (42,85%). 2.
Persentase penggunaan obat antidiabetik tunggal sebesar 60,71% dan penggunaan obat antidiabetik kombinasi yakni 39,28%.
3.
Terdapat 11 kelas terapi yang diberikan pada pasien dengan penggunaan terbesar adalah obat kelas terapi gastrointestinal sebesar 85,71%.
4.
Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi adalah butuh tambahan obat sebanyak 3 pasien (10,71%). salah obat sebanyak 2 pasien (7,14% ) dan interaksi obat sebanyak 14 pasien (50%).
5.2
Saran
1.
Perlu adanya monitoring dan evaluasi penggunaan antidibetik secara sistematis yang dilaksanakan secara teratur untuk mengatasi DRPs.
2.
Perlu adanya kerjasama dan kolaborasi yang tepat antara dokter, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian dan pengobatan pada pasien, sehingga didapatkan terapi yang tepat, efektif, dan aman.
3.
Perlu adanya klinisi agar hasil penelitian lebih bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
85
Daftar Pustaka
American Diabetes Asoociation. 2014. Standards of Medical Care In Diabetes 2014, Vol 37 (suppl 1) . American Diabetes Asoociation. Hal. 27 Atkinson A, Abernethy DR, Daniels CE, Dedrick RL, Markey SP .2007. Principles of Clinical Pharmacology Second Edition.USA: Elsevier Inc. p.230. Ayuningtyas, Maria Fea Fessy. 2010. (Skripsi) Evaluasi Drug Related Problems Obat Hipoglikemik Kombinasi Pada Pasien Geriatri Diabetes Melitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode JanuariJuni 2009. Yogyakarta: Fakultas Farmasi USD. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Laporan Nasional 2012. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Baxter, Karen. 2008. Stockley’s Drug Interaction. Edisi Kedelapan. Great Britain: Pharmaceutical Press. p.1-10. Cello. 2010. Diabetes melitus Type 2 Protocol. Leiden: Mw. M. van Mierlo,practice nurse, Mw. C. Gieskes, diabetes nurse. p.1-10 Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk penyakit Diabetes melitus . Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Dewi, Sofia Rhosma. 2012. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA. Hal.4 Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzkee GR, Wells BG, Posey LM (Eds.6). 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Edisi ke-7, New York : Mc Graw-Hill Medical Publishing Division.p.1334-1356 Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Drugs.Com. Diakses 20maret - 12april 2015. http://www.drugs.com/drug_interactions.php. Gunawan, dkk., 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Hajjar ER, et.al. 2007. Polipharmacy in Elderly Patients. USA: The American Journal of Geriatric Pharmacotherapy. Hardhana B, dkk. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2012. Profil Kesehatan Indonesia. Hal.112.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/populasi-dan-sampel/ pada 7 juni 2015 pukul 19.36 WIB
diakses
http://panduanskripsi.com/teknik-teknik-dalam-menentukan-pengambilan-sampelpenelitian-skripsi/ diakses pada 2 juni 2015 pukul 09.35 WIB. http://www.scribd.com/doc/234334110/Konsensus-DM-Perkeni-2011#scribd diakses pada 25 mei 2015 pukul 22.17 WIB http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ diakses pada 25 mei 2015 pukul 21.51 WIB. http://www.who.int/whosis/whostat/2009/en/ diakses pada 25 mei 2015 pukul 21.57 WIB. Istiqomatunissa. 2014. (Skripsi) Rasionalitas Obat Antidiabetes dan Evaluasi Beban Biaya. Jakarta: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: EGC. Keller I, Makpiaa A, Kalache A. 2002. Global Survey on Geriatrics in the Medical Curiculum. Geneva: World Health Organization. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP, Lance LL. 2006.Drug Information Handbook, 14thEdition, AphA. Lexi-Comp’s. Martono H, Pranarka K. 2009. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal.3-9. Medscape.com. online 20 maret-14 april 2015 http://www.medscape.com/druginfo/ druginterchecker. Ndraha, Suzanna. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini, Vol. 27, No.2. Jakarta: Departemen Penyakit Dalam FKUKRIDA. Hal. 11-13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasien di puskesmas. Hal. 19-22. PK Adusumili, R Adepu. 2014.(Review Article) Drug Related Problems: An Over View of Various Classification System. Jakarta: Department of Pharmacy Practice.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87
Rahmawati Y, Sunarti S. 2014. Permasalahan Pemberian Obat pada Pasien di Ruang Perawatan RSUD Saiful Anwar Malang. Malang: FK Brawijaya. Hal. 142 PL Detail Document. 2014. Stepwise Treatment of Hypertension. California: Pharmacist LetteR/Prescribers Letter. Potter AP, Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Hal.2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013.Pedoman Pewancara Petugas Pengumpul Data. Jakarta: Badan Litbangkes Depkes RI. Rosyada A, Trihandini I. 2013. Determinan Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia. Jakarta: FKM UI. Hal.1 Siregar CJP, Lia A. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 7-18. Smeltzer CS, Bare GB. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I.2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo – FKUI. Hal.36-40, 161-164, 114-129. Strand LM, Petter CM, Cipolle RJ, Ramsey R, Lamsam GD. 1990. Drug Related Problems: Their Structure and Function. Amerika Serikat: Departemen of Pharmacy Practice. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Keperawatan. Jakarta: EGC. Huri HZ, Xin CH, Sulaiman CZ. (2014). Drug Related Problems in Patients with Benign Prostatic Hyperplasia: A Cross Sectional Retrospective Study. Hong Kong: The Chinese University of Hong Kong. p.1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
88
Lampiran 1. Surat Permohonan Data dan Izin Penelitian Dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prodi Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
Lanjutan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90
Lampiran 2. Rekapitulasi Data Sampel N o
L / P
Tanggal dirawat
Riwayat Pasien
1
P
28/1/143/2/14
Hipertens i DM
Diagn osa diraw at Arthri tis
Keluhan lain
Obat yang digunakan
Nama Generik
Ket.
Seluruh badan sakit semua, nyeri sendi, nyeri bahu
Metrix
Glimepi rid
Metformi n
Meform in
Tensivask
Amlodi pin Na diklofen ak Tramad ol, paraceta mol Ranitidi n Ketorol ac trometh amin Paraseta mol Omepra zol Insulin
Voltaren SR Zaldiar
Ranitidin Remopain
2
P
17/3/1421/3/14
DM Asma
Hipert ensi Dyspe psia Asma bronc hialle CAD Udem a pulmo nalis
Batuk darah, BAB hitam, sesak nafasSe sak nafas, lemas, nyeri kaki
Farmado extra Omeprazo l Inj. Novorapi d ISDN
Ranitidin Ceftriaxo n Lasix Valsartan
Salbutam ol Parasetam ol asparK
3
L
25/2/1414/3/14
DM Hipertens i
DM GOU T
Fraktur, nyeri pinggan g belakan g kanan, lemas,T ampak lebih rileks, nyeri pinggan g
Metrix
Isosorbi d dinitrat Ranitidi n Ceftriax on Furose mid Valsarta n
Albuter ol Paraceta mol Kalium Laspartat Glimepi rid
Glukotika
Metfor min
Fores
Eperiso n HCl Fenofibr at
Trolip
Kalmeco Nepatic Allopurin ol
Mecoba lamin Gabape ntin Allopuri nol
Rute Obat
Dosis Obat
Waktu pengguna an
Antidia betik oral
Oral
1x2mg
28/1/14 – 3/2/14
Antidia betik oral Antihip ertensi NSAID
Oral
1x500m g
28/1/14 – 3/2/14
Oral
1x5mg
28/1/14 – 3/2/14 28/1/14 – 29/1/14
GDS: 142
30/1/14
GDS: 70
1/1/2014
Antipire tik
Oral
1x1 / 8jam
28/1/14 – 29/1/14
GDS: 137
2/1/2014
GDS: 110
3/2/2014
Lambun g Analges ik
Oral
2x1
28/1/14
Infu s
1x1
28/1/142/2/14
Antipire tik Lambun g Antidia betik injeksi Antiang ina
IV
2x1
28/1/14
IV
1x1
SC
3x100m g
28/1/14 – 3/2/14 17/3/1421/3/14
Oral
3x5mg
17/3/1421/3/14
Lambun g Antibiot ik Antihip ertensi Angiote nsin reseptor bloker Antiasm a Antipire tik Obat hypokal emia Antidia betik oral
Oral
2x1
Oral
2x1
Oral
2x1
Oral
1x1
17/3/1421/3/14 17/3/1421/3/14 17/3/1421/3/14 19/3/1421/3/14
Oral
3x1
Oral
3x1
Oral
1x1
Oral
1x2mg
25/2/1413/3/14
Antidia betik oral Relaksa n otot Anti hiperlipi demia Anemia
Oral
2x1//2 500mg
25/2/1413/3/14
Oral
2x1
Oral
2x1/2
1/3/1413/3/14 25/2/1413/3/14
Ora
3x500
Antiepil epsi NSAID
Oral
2x300
Oral
1x300 mg
Oral
3x1
6/3/149/3/14
Relaksa n otot Kortiko steroid
Oral
2x
IV
3x125cc
25/2/1413/3/14 26/2/141/3/14
Analges ik
IV
3x1
Non flamin Epsonal
Lanjutan
Inj. Hexilon Inj.Trados ix/Tramad
Eperiso ne HCl Metil predniso lone Tramad ol
Laborator ium Darah GDS : 177 E: 4,21 Hb: 12,2 Ht: 35,3 T:228000 L: 6.760 GDS: 160
GDS: 354 E: 4.92 Hb:13.6 Ht:40 L:15.47 T: 255000
Hasil Laboratorium Analisis Tanggal fungsi hati Ureum: 28/1/2014 26 Kreatinin: 1.2 AST: 27 ALT: 33 29/1/2014
Ureum: 28 Kreatinin: 1.6
17/3/2014
Status pasien
Belum Sembuh
TD masuk: 130/80
TD keluar: 144/94
Sembuh
TD masuk :161/104
TD keluar: 120/70
19/3/1421/3/14 20/3/1421/3/14 19/3/1421/3/14
1/3/1413/3/14 1/3/1413/3/14 3/3/1413/3/14
GDS: 127 E: 3.55 Hb: 1.07 Ht: 30.1 L: 7.44 T: 194000 GDS 220
Ureum: 36 Kreatini n: 1.3
25/2/14
Belum Sembuh
26/2/14
TD masuk:140/80
GDS : 180
27/2/14
GDS: 151
1/3/14
GDS: 187
2/3/14
GDS: 125 GDS : 114
5/3/14 6/3/14
25/2/1413/3/14
ol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Td keluar: 100/70
91
Inj. Rocer
Omepaz ol
Lambun g
Inj.
IV
2x1
IV
3x1
Hibone Inj.
25/2/1413/3/14 8/3/1413/3/14
Lansopr azol
Lambun g
IV
2x1
11/3/1413/3/14
Inf. Clasta
Asam zoledro nat
Metabol isme tulang
IV
6/3/1410/3/14
Metformi
Metfor min
Antidia betik oral
Oral
Setahun 1 kali, dalam waktu 1/2jam 1x500 mg
Amlodi pin
Antihip ertensi
Oral
1x5mg
12/5/1413/4/15
Paraseta mol
Antipire tik
Oral
3x1
12/5/1413/4/15
Ceftriax on
Antibiot ik
Oral
2x1
12/5/1413/4/15
Ranitidi n Attalpu git
Lambun g Anti diare
Oral
2x1
Oral
2x1
12/5/1413/4/15 12/5/14
Ondans etron
Antieme tik
IV
2x1
12/5/1413/4/15
Paraseta mol
Antipire tik
IV
1x1
12/5/1413/4/15
Tramad ol / paraseta mol
Antipire tik
IV
2x1
12/5/14
Glikuidon
Glikuid on
Antidia betik oral
Oral
1x15mg
1/5/1417/5/14
Eclid
Akarbos a
Oral
2x100m g
1/5/1417/5/14
Hibone
Boneste in
Oral
2x1
1/5/1417/5/14
Imdur
Isosorbi d mononit rat Asam folat
Antidia betik oral Metabol ism tulang Antiang ina
Oral
1x1/2 10mg
1/5/1417/5/14
GDS: 147
4/5/14
Vitamin
Oral
2x1
1/5/1417/5/14
GDS: 100
8/5/14
Oral
1x1
1/5/1417/5/14
GDS: 91
6/5/14
Oral
1x8mg
2/5/1417/5/14
GDS: 90
7/5/14
Oral
2x1
10/5/14
1x10mg
GDS: 119
9/5/14
Oral
2x1/2 0.2mg 1x50mg
2/5/1417/5/14 2/5/1417/5/14 2/5/1417/5/14 2/5/14
GDS: 100
Oral
GDS: 138
14/5/14
Alprazo lam
Vasodil ator perifer Angiote nsin reseptor bloker Obat jantung Antihip ertensi Antihip ertensi Angiote nsin reseptor bloker Antiansi etas
Oral
2x0.25 mg
2/5/1415/5/14
GDS: 121
13/5/14
Ranitidi n Ondans etron
Lambun g Antieme tik
Oral
2x1
Oral
2x8mg
8/5/1410/5/14 8/5/1410/5/14
GDS: 113
12/5/14
Lansopraz ol
4
P
12/5/1413/5/14
Hipertens i DM GERD
GER D
Mual, Muntah, sesak nafas, diare
n
Amlodipi n Parasetam ol Ceftriaxo n Ranitidin Newdiata b Inj. Ondansetr
12/5/1413/4/15
E:4.58 Hb: 12.7 Ht: 36.8 L: 16.92 T:338000 GDS: 190 GDS: 150
-
12/5/14
Belum Senmuh
13/5/14
TD masuk: 152/94
TD keluar: 120/70
on Inj. Parasetam ol Inj. Tramadol/ Parasetam ol
5
L
30/4/1517/5/14
Aritmia Fraktur
Fraktu r CHF
Nyeri kaki kanan, lemas, pusing, tidak bisa jalan
Asam folat Brain act
Citicoli n
Canderin
Candesa rtan
Cordaron
Amioda ron Amlodi pin Klonidi n Losarta n
Amlodipin Klonidin Acetensa
Alprazola m Rantin Ondansetr on
Oral
E: 4.63 Hb: 13.8 Ht:39.6 L: 6.11 T: 311000 GDS: 84
Ureum: 27 Kreatinin: 1.0 AST: 13 ALT:17
1/5/14
Sembuh
TD masuk: 159/102
TD keluar: 115/70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
92
Lanjutan Bioxon
Antibiot ik Analges ik Antiplat elet NSAID
Oral
2x1gr
Oral
3x30mg
Oral
1x80mg
Oral
1x1
Vitamin
Oral
1x1
Antibiot ik Antiplat elet
Oral Oral
2x200 mg 1x1
Asam traneksa mat
Menghe ntikan pendara han
IV
3x1
4/5/147/5/14
Inj. Vit K
Vitamin K
IV
3x1
4/5/147/5/14
Clasta
Asam zoledro nat Ceftriax on
Menghe ntikan pendara han Metabol ism tulang Antibiot ik
Infu s
1x/hari
4/5/1417/5/14
IV
2x1gr
11/5/1413/5/14
Antidia betik oral Antidia betik oral Antidia betik injeksi Antikoa gulan Obat pernapa san Antihip ertensi Antiang ina
Oral
2x15mg
18/5/1420/5/14
Oral
1x2 mg
26/5/1427/5/14
SC
1x4iu
26/5/14
Oral
2x25mg
Oral
3x1
18/5/1420/5/14 19/5/1428/5/14
Oral
1x25mg
Oral
3x10mg
Simvast atin
Antikol esterol
Oral
1x10mg
19/5/1428/5/14
GDS: 422
25/5/14
Clopido grel
Antiplat elet
Oral
1x75mg
19/5/1428/5/14
GDS: 285
26/5/14
KSR
Kalium clorida
Oral
2x2
23/5/1428/5/14
GDS: 485
27/5/14
Digoxin
Digoxin
Oral
1x1
28/5/14
Amioda
Oal
3x20mg
23/5/1424/5/14 23/5/1428/5/14
GDS: 398
Cordaron
Obat hypokal emia Obat jantung Obat jantung
Warfari n Omepra zol
Antikoa gulan Lambun g
Oral
2x1
IV
2x1
Ketorol ak
Analges ik
IV
2x1
18/5/14
Ondans etron
Antieme tik
IV
2x8mg
18/5/1428/5/14
Metil predniso lone
Anti inflamas i
IV
3x1
19/5/1428/5/14
Furose mid
Antihip ertensi
IV
1x1
19/5/1428/5/14
Ceftriax on
Antibiot ik
IV
2x1
19/5/1428/5/14
Ketorolak Ascardia Meloksika m Provital Cefixim Clopidogr el Inj. Transami
Ceftriax on Ketorol ak Aspirin Meloksi kam Vitamin B Cefixim Clopido grel
n
Inj. Ceftriaxo
8/5/1410/5/14 8/5/1410/5/14 10/5/1413/5/14 11/5/1417/5/14
GDS: 97
15/5/14
GDS: 111
16/5/14
GDS: 169
17/5/14
12/5/1417/5/14 13/5/1417/5/14 16/5/1417/5/14
n 6
L
18/5/1428/5/14
Hipertens i DM
Colic abdo men , Aritmi a CHF
Batuk, sesak nafas, demam, mual, Sesak nafas berkura ng.
Glikuidon
Glikuid on
Me*trix
Glimepi rid
Inj.
Insulin
actravid Persantin Pectosil
Letonal ISDN
Simvastat in Clopidogr el
Dipirida mol Asetilsis tein Spironol akton Isosorbi d dinitrat
ron Simarc Inj. gastrofer Inj. Ketorolak Inj. Ondansetr
GDS: 171
-
24/5/14
TD masuk : 150.90
19/5/1428/5/14 19/5/1428/5/14
26/5/1428/5/14 19/5/1428/5/14
on Inj. Metilpred nisolon Inj. Furosemi d Inj. Ceftriaxo
Sembuh
n
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TD keluar : 130/80
93
Lanjutan Cendolite r 7
L
29/5/145/6/14
DM CAD Dyspepsi a
Nyeri perut Mual
Nyeri perut di ulu hati, mual, dan batuk.
Benzalk onium
Glukotika
Metfor min
Glikuidon
Glikuid on
Siproflok
Siproflo kasasin
asasin V-block Vometa
Carvedil ol Domper idon
Curcuma
Tete san
1x6tetes
26/5/1428/5/14
Oral
1x1/2 tab 500mg
29/5/145/6/14
Antidia betik oral Antibiot ik
Oral
3x1/2 15mg
29/5/145/6/14
Oral
2x500
29/5/145/6/14
GDS: 167
31/5/14
Antihip ertensi Antieme tik
Oral
2x1/2 tab 3x1
30/5/145/6/14 29/5/145/6/14
GDS: 107
1/6/14
Oral
GDS: 142
2/6/14
Oral
1x1
GDS: 194
3/6/14
Oral
1x1
29/5/145/6/14 30/5/145/6/14
GDS: 176
5/6/14
Oral
1x1
Oral
3x1
Oral
1x1
Digoxin
Digoxin
Pectosil
Asetilsis tein Clopido grel
Hepatop rotektor Angiote nsin reseptor bloker Obat jantung Antimu kolitik Antiplat elet
Cetirizi n Koenzim B12 Spironol akton
Antialer gi Enzim pencern aan Antihip ertensi
IV
1x1
IV
3x1
IV
1x1
30/5/145/6/14
Dipirida mol
Antikoa gulan
IV
1x1
30/5/145/6/14
Furose mide
Antihip ertensi
IV
1x1
30/5/145/6/14
Omepra zole
Lambun g
IV
3ampul/ 24 jam
2/6/14
IV
1x1
29/5/14
Acetensa
Clopidogr el Inj.falergi Inj. Cobazym Inj. Spironola
Curcum a Losarta n
Obat tetes mata Antidia betik oral
E: 4.42 Hb: 13.7 Ht: 39.9 L: 13.26 T: 317000 GDS: 156 GDS: 124
Albumin: 2.9
4/6/14
Belum Sembuh
30/5/14
TD masuk :91/64
30/5/145/6/14 30/5/145/6/14 30/5/145/6/14
TD keluar:120/80
31/5/145/6/14 30/5/145/6/14
kton Inj. Persantin Inj. Furosemi d Inj. Gastrofer Inj. Ketorolak Inj.
Ketorol ak Ondans etron
Antieme tik
IV
1x1
29/5/14
Ranitidi n
Lambun g
IV
1x1
29/5/14
Sukralfa t
Lambun g
Infu s
2x1
29/5/14
Glukotika
Metfor min
Antidia betik oral
Oral
1x500m g
11/6/1417/6/14
Asam
Asam folat
Vitamin
Oral
2x1
11/6/1417/6/14
Clopido grel
Antiplat elet
Oral
1x75mg
11/6/1417/6/14
GDS: 102
13/6/14
Ranitidi n Koenzim B12 Losarta n
Lambun g Enzim pencern aan Angiote nsin reseptor bloker Relaksa n otot Nootrop ik
Oral
2x1
GDS: 214
14/6/14
Oral
3x1
13/6/1417/6/14 13/6/1417/6/14
GDS: 150
15/6/14
Oral
1x1
13/6/1417/6/14
GDS: 106
16/6/14
Oral
2x1
GDS: 109
17/6/14
IV
1x1
13/6/1417/6/14 11/6/1417/6/14
Ondasetro n Inj. Ranitidin Inf. Inpepsa 8
P
11/6/1416/6/14
CVD Hipertens i
CVD HIV
Pusing, lemas, mual, tangan kanan nyeri, nyeri daerah leher.
folat Clopidogr el Ranitidin Cobazym
Acetensa
Fores Inj. Piracetam
Eperiso n Piraceta m
E: 4.03 Hb: 11.7 Ht: 34.4 L: 5.18 GDS: 177 GDS: 167
Ureum: 21 Kreatinin: 0.8
11/6/14
Belum Sembuh
12/6/14
TD masuk: 150/80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TD keluar: 130/80
94 Lanjutan Inj. Brain
Vasodil ator perifer Antidia betik oral Antidia betik oral Antiplat elet GOUT
IV
1x1
11/6/1417/6/14
Oral
1x100m g
7/3/1411/3/14
Oral
1x15mg
7/3/1411/3/14
Oral
1x75mg
Oral
1x1
7/3/1411/3/14 7/3/1411/3/14
Antisept ik saluran kemih Antihip ertensi Antibiot ik Lambun g
Oral
3x1
7/3/1411/3/14
Oral
1x5mg
Oral
2x1
7/3/1411/3/14 11/3/14
Oral
2x1
11/3/14
Na sefopera zon Metroni dazol
Antibiot ik
IV
2x1gra m
7/3/1411/3/14
Antibiot ik
IV
2x1
7/3/1411/3/14
Ranitidi n
Lambun g
IV
2x1
7/3/1411/3/14
Ondans etron
Antieme ti
IV
2x8mg
7/3/1411/3/14
Ketorol ak
Analges ik
Oral
2x8mg
8/3/1411/3/14
Glukotika
Metfor min
Antidia betik oral
Oral
1x500m g
10/6/1411/6/14
Parasetam
Paraseta mol
Antipire tik
Oral
3x1
3/6/1411/6/14
Levoflo xacin Cefixim
Antibiot ik Antibiot ik NSAID
Oral
11/6/14
Oral
1x500m g 2x100m g 1x15mg
Omepra zol
Lambun g
Oral
2x1
11/6/14
Metilpre dnisolon Ketorol ak
Kortiko steroid Analges ik
Oral
3x4mg
IV
3x1
6/6/1411/6/14 3/6/1411/6/14
Na karbona t merope nem Metfor min
Antibiot ik
IV
3x1gra m
5/6/1411/6/14
Antidia betik oral
Oral
3x1
5/4/147/4/14
Antiasm a, batuk Koenzi m vit. B12 Metil predniso lon
Antiasm a, batuk Vitamin
Oral
2x1
Oral
3x1
3/4/147/4/14 7/4/14
Kortiko steroid
IV
3x1
Ranitidi n
Lambun g
IV
Mekoba lamin
Anemia
IV
act 9
L
8/3/1411/3/14
DM
DM II GOU T CKD
Kaki kanan bengkak dan merah sudah 1 minggu, nyeri bila ditekan.
Citicoli n
Eclid
Akarbos a
Glikuidon
Glikuid on
Pladogrel
Clopido grel Allopuri nol
Allopurin ol Tonar
Ketoaci d
Tensivask
Amlodi pin Cefixim
Cefixim Lansopraz ol Inj. Stabixin Inj. Metronida
Lansopr azol
GDS : 107
-
11/3/14
Belum Sembuh
TD masuk: 130/70
TD keluar: 140/90
zol Inj.ranitid in Inj. Ondansetr on Inj. Ketorolak 10
L
3/6/1411/6/14
DM
Dema m3 hari SMRS
Demam 3 hari SMRS, kaki kanan sakit, lemas, pusing
ol Cravit Cefixim Meloksik am Omeprazo l Metrison Inj. Ketorolak Inj. Meropene m
11
L
3/4/147/4/14
PPOK DM
PPOK DM Hipog likemi a
Hipogli kemia (karena minum 1 tablet obat glibenkl amid, penurun an kesadar an, lemas, sesak nafas, lemas, dan pusing.
Metformi n
Ambroxol Cobazym
Inj. Metilpred
Meloksi kam
Oral
11/6/14 11/6/14
E:4.89 Hb: 13.2 Ht:38.5 L:11.48 T: 347000 GDS : 90
Ureum: 57 Kreatinin: 1.1
3/6/14
Belum Sembuh
4/6/14
TD masuk: 120/80
GDS : 154 GDS : 180 GDS: 224
5/6/14
GDS: 212 Hb A1C: 6.4
11/6/14
TD keluar:140/80
3/4/14
Sembuh
4/4/14
TD masuk: 110/60
E: 4.08 Hb: 10.7 Ht: 33 L: 6.14 T: 204000 GDS: 103 GDS: 598
9/6/14 10/6/14
Ureum: 25 Kreatinin: 0.8
GDS: 282
5/4/14
3/4/144/4/14
GDS: 151
6/4/14
2x1
3/4/145/4/14
GDS: 131
7/4/14
2x1
4/4/145/4/14
nisolon Inj. Ranitidin Inj. Kalmeco
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TD keluar: 110/70
95
Lanjutan 12
P
1/3/1413/3/14
DM
GER D
Diare, lemas ±1 minggu, nafsu makan menuru n, mual, muntah, nyeri ulu hati.
Glikuidon
Glikuid on
Antidia betik oral
Oral
2x1/2 5mg
7/4/1412/4/14
Persantin
Dipirida mol Simvast atin
Antikoa gulan Antikol esterol
Oral
2x25mg
Oral
1x10mg
1/3/1412/4/14 1/3/1412/4/14
Simvastat in Interpec
E: 3.21 Hb: 8.6 Ht: 24.3 L: 7.83 T: 253000 GDS: 83 GDS: 83
-
1/3/14
Sembuh
2/3/14
TD masuk : 120/70
GDS: 99
3/3/14
2/3/1412/4/14 2/3/146/4/14
GDS: 114
4/3/14
GDS: 130
5/3/14
Batuk
Oral
3x1
Paraseta mol
Antipire tik
Oral
4x1
Attalpu git
Obat diare
Oral
4x2
3/3/144/4/14
GDS: 292
8/3/14
Koenzi m vit. B12 Metroni dazol
Vitamin
Oral
3x1
3/3/1412/4/14
GDS: 140
9/3/14
Antibiot ik
Oral
3x1/2ta b
3/3/148/4/14
GDS: 160
10/3/14
Lacidofil
Lacidofi l
Oral
2x1
3/3/1412/4/14
GDS: 121
11/3/14
Cetirizin
Cetirizi ne Cefixim
Enzim pencern aan Anti alergi Antibiot ik Antiplat elet
Oral
1x1
12/3/14
2x1
Oral
1x1
5/3/147/4/14 3/3/145/4/14 6/3/1412/4/14
GDS: 50
Oral
Mekoba lamin
Anemia
IV
2x1
1/3/1412/4/14
Ranitidi n
Lambun g
IV
2x1
1/3/1412/4/14
Ondans etron
Antieme tik
IV
2x4mg
1/3/1412/4/14
Micosta tin
Antifun gi
IV
3x1cc
4/3/1412/4/14
Metfor min
Antidia betik oral
Oral
2x500m g
24/2/14
Insulin
Antidia betik insulin Lambun g Antihpe rtensi
SC
1x15iU
24/2/1426/2/14
Oral
2x10mg
26/2/14
2x10mg
24/2/144/3/14 24/2/14
GDS: 153
Oral
GDS: 231
27/2/14
Oral
2x10
GDS: 366
1/3/14
Antiang ina
Oral
1x30mg
24/2/144/3/14 24/2/144/3/14
GDS: 408
2/3/14
Batuk
Oral
3x1
Vitamin
Oral
3x1
Pencaha r Antibiot ik
Oral
3xII
IV
1x500m g
Menghe ntikan perdara han Menghe ntikan perdara han Anemia
IV
3x1
24/2/1425/2/14
IV
3x1
24/2/1425/2/14
IV
2x1
24/2/144/3/14
Antibiot ik
IV
2x1gr
24/2/144/3/14
Parasetam ol Newdiata b Cobazym
Metronida zol
Cefixim Clopidogr el Inj. Kalmeco Inj. Ranitidin Inj. Ondansetr
Clopido grel
TD keluar: 130/70
on Inj. Micostati n 13
P
24/2/145/314
Angina pectoris
DM II
Muntah darah, tampak mual, kembun g, nyeri di dada kanan
Metformi n
Inj actravid Inpepsa Propranol ol Sismuco Imdur
Interpec Cobazym
Laxadin Azitromis in Inj. kalnex
Sukralfa t Propran olol Rebami pid Isosorbi d mononit rat Ambrox ol Koenzi m Vit. B12 Penolpt alein Azitrom isin Asam traneksa mat
Inj. Vit K
Vitamin K
Inj.
Mecoba lamin
kalmeco Inj. Stabixin
Na Sefoper
E: 4.98 Hb:13.4 Ht: 37.3 L: 12.0 GDS: 429 GDS: 288
Ureum: 41 Kreatinin: 2.0
24/2/14
Sembuh
25/2/14
TD masuk: 130/90
26/2/144/3/14 28/2/144/3/14 28/2/144/3/14 28/2/144/3/14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TD keluar: 120/70
96 Lanjutan Inj. Omeprazo
azon Omepra zol
Lambun g
IV
3ampul
24/2/144/3/14
l 14
P
29/1/146/2/14
Penyakit Jantung
Dyspn ea DM CHF Aritmi a CAD
Sesak nafas hilangtimbul, bengkak kaki, lemas
Glukotika
Metfor min
Antidia betik oral
Oral
3x500m g
30/1/146/2/14
Inj.
Insulin
Antidia betik injeksi Antiplat elet
SC
1x10iU
30/1/145/2/14
Oral
1x75 mg
30/1/146/2/14
GDP: 119
31/1/14
Antihip ertensi Angiote nsin reseptor bloker Anti angina
Oral
1x25mg
GDP: 130
1/2/14
Oral
1x50mg
30/1/146/2/14 30/1/146/2/14
GDP: 75 HbA1C: 10.7
2/2/14
Oral
2x5 mg
30/1/146/2/14
GDS: 152
3/2/14
Obat jantung Antihip ertensi Lambun g Antidia betik oral Lambun g Enzim pencern aan Vitamin
Oral
1x1/2
GDS: 121
4/4/14
IV
2x1
GDS: 63
5/2/14
Oral
1x1
Oral
1x2mg
30/1/146/2/14 30/1/146/2/14 30/1/146/2/14 6/6/147/6/14
Oral
4x10cc
Oral
3x1
295/1430/5/14 29/5/147/6/14
Oral
3x1
Antipire tik
Oral
Batuk
Lantus Clopidogr el Letonal Losartan
ISDN
Digoxin Inj. Lasix Ranitidin 15
L
29/5/147/6/14
Hipertens i DM
Colic abdo men Dema m tifoid
Demam 3 hari SMRS, batuk, mual, nyeri diperut kanan atas, perut kembun g, Kesadar an stabil, dan membai k.
Metrix
Mucin Lacidofil
Cobazym
Parasetam ol Interpec Dulcolax Cefixim Prazotec Tensivask Kalmeco Laxadin Clobazam Clopidogr el Inj. Stabixin Inj. Ceftriaxo
Clopido grel Spironol akton Losarta n
Isosorbi d dinitrat Digoxin Furose mid Ranitidi n Glimepi rid
E:4.16 Hb: 12.3 Ht: 34.6 L: 5.33 T: 143000 GDS: 415 GDS: 296
Belum Sembuh
30/1/14
TD masuk: 130/70
TD keluar: 110/70
Belum Sembuh
GDS: 215
1/6/14
TD masuk: 120/70
GDS: 160
2/6/14
29/5/147/6/14
GDS: 183
6/6/14
3x1
29/5/147/6/14
GDS: 140
7/6/14
Oral
3x1
Pencaha r Antibiot ik Lambun g Antihip ertensi Anemia
Oral
1x2 tab
Oral
Oral
2x100m g 2x500m g 1x5mg
Oral
2x1
Pencaha r Ansiolit ik Antiplat elet
Oral
3x1
Oral
2x10mg
Oral
1x1
30/5/147/6/14 31/5/145/6/14 3/6/147/6/14 6/6/147/6/14 6/6/147/6/14 6/6/147/6/14 4/6/147/6/14 5/6/147/6/14 6/6/147/6/14
Na Sefopra zron Ceftriax on
Antibiot ik
IV
2x1
29/5/143/6/14
Antibiot ik
IV
1x2gra m
29/5/14
Omepra zol
Lambun g
IV
1x1
29/5/147/6/14
Ranitidi n
Lambun g
IV
1ampul
29/5/14
Metfor min
Antidia betik oral
Oral
3x500m g
9/6/1411/6/14
Glimepi rid
Antidia betik oral Anti angina
Oral
1x2mg
10/6/1411/6/14
Oral
3x5mg
8/6/1411/6/14
GDS: 318
10/6/14
Antihip
Oral
1x1/2
8/6/14-
GDS: 308
11/6/14
Koenzi m Vit. B12 Paraseta mol Ambrox ol Bisacod il Cefixim Lansopr azol Amlodi pin Mekoba lamin Penolpt alein Clobaza m Clopido grel
Oral
-
29/1/14
30/5/14
Sukralfa t Lacidofi l
GDS: 148
Ureum: 24 Kreatinin: 1.4 Albumin: 2.9
TD keluar:120/80
n Inj. Omeprazo l Inj. Ranitidin 16
P
8/6/1411/6/14
DM
DM II CAD
Demam, mual, muntah, sulit BAB, nyeri ulu hati perut kiri atas, lemas.
Metformi n Glimepiri d ISDN
Bisoprolo
Isosorbi d Dinitrat Bisoprol
E: 67 Hb: 10.8 Ht: 33.2 L: 131 GDS: 295
Kreatinin: 1.8
8/6/14
Belum Sembuh
9/6/14
TD masuk: 140/90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
97
Lanjutan l
ol
ertensi
5mg
11/6/14
Inpepsa
Sukralfa t Paraseta mol
Lambun g Antipire tik
Oral
3x10
Oral
3x1
8/6/1411/6/14 8/6/1411/6/14
Amilase , protease Levoflo kasasin
Enzim pencern aan Antibiot ik
Oral
3x1
10/6/1411/6/14
Infu s
2x1gr
9/6/1411/6/14
Ranitidi n
Lambun g
IV
2x1
8/6/1411/6/14
Ondans etron
Antieme tik
IV
3x4mg
8/6/1411/6/14
Ceftriax on
Antibiot ik
IV
2x2gra m
8/6/1411/6/14
Domper idon
Antieme tik
Infu s
1x1
11/6/14
Antasid a
Lambun g
Infu s
2x1
11/6/14
Glibenk lamid
Antidia betik oral
Oral
1x5mg
6/6/1413/6/14
Ranitidi n Attalpu git
Lambun g Antidiar e
Oral
2x1
Oral
3x2
6/6/1413/6/14 6/6/1413/6/14
Domper idon
Antieme tik
Oral
3x1
6/6/149/6/14
OBH
Batuk
Oral
3x1
6/6/1413/6/14
Antasid
Antacid
3x1
Paraseta mol
Lambun g Antipire tik
Oral
Parasetam
Oral
3x1
6/6/1413/6/14 7/6/1413/6/14
Estazola m Ceftriax on
Antiinso mnia Antibiot ic
Oral
1x1
IV
2x1
Ondans etron
Antieme tik
IV
3x4
6/6/149/6/14
Parasetam ol Enziplex
Levofloxa cin Inj. Ranitidin Inj. Ondansetr
TD keluar: 130/70
on Inj. Ceftriaxo n Domperid on Inj. Antasid 17
P
5/6/1413/6/14
Dyspepsi a DM
GEER D DM TB
Diare, lemas, mual, muntah
Glibenkla mid Ranitidin Newdiata b Domperid on OBH Nelco
ol Esilgan Inj. Ceftriaxo
E: 3.61 Hb: 10.2 Ht: 29.9 L: 11.02 GDS: 210
Ureum: 12
7/6/14
Belum Sembuh
7/6/14
TD masuk: 120/70
GDP: 143
11/6/14
GDS: 207
10/6/14
TD keluar: 110/80
10/6/1413/6/14 6/6/1413/6/14
n Inj. Ondansetr on 18
19
P
P
23/3/1429/3/14
21/4/1429/4/14
Dispepsia
DM Hipertens i
TB paruparu BTA (+) DM II
CAD BP
Batuk lama, mual, nafsu makan berkura ng, demam (malam dan pagi), nyeri perut, berat badan menuru n, semakin kurus, Mual, nafsu makan sedikit berkura ng, batuk
Glikuidon
glikuido n
Antidia betik oral
Oral
3x30 mg
29/3/1424/3/14
Sanadril
Difenhi dramin Rimstar 4FDC
Antitusi f Antitub erkulosi s Antieme tik
Oral
3x1
Oral
1x3tab
23/3/1429/3/14 23/3/1429/3/14
Oral
3x1
Oral
1x1
Oral
3x1
Oral
1x1
Ceftriax on
Hepatop rotektor Lambun g Antitusi f Antibiot ik
IV
1x2gr
Ranitidi n
Lambun g
IV
2x1
23/3/1427/3/14
Pusing, nyeri dada sampai
Glukotika
Metfor min
Antidia betik oral
Oral
2x500m g
21/4/1429/4/14
4FDC
Domperid on Curcuma Inpepsa Vectrin Inj. Ceftriaxo
Domper idon Curcum a Sukralfa t Vectrin
E: 6.29 Hb: 12.1 Ht: 34.0 L: 13.30 T: 280000 GDP: 191
Ureum: 21 Kreatinin: 1.3 AST: 26 ALT: 20
23/3/14
Sembuh
24/3/14
TD masuk: 110/60
GDS: 173
25/3/14
23/3/1429/3/14
GDS: 255
26/3/14
24/3/1429/3/14 28/3/1429/3/14 23/3/1427/3/14 23/3/1427/3/14
GDS: 134
27/3/14
GDS: 158
28/3/14 TD keluar: 120/70
n Inj. Ranitidin
E: 4.57 Hb: 13.2 Ht: 39.5 L: 7.16
Ureum: 27 Kreatinin: 0.8
21/4/14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Belum Sembuh
98
Lanjutan pinggan g, demam naik turun, lemas.
Metrix
Glimepi rid
ISDN
Isosorbi d dinitrat Dipirida mol Simvast atin
Persantin Simvastat in Clopidogr el Interpec Falergi Inj. Farmadol Inj. ranitidin Inj. Stabixin Inj. Omeprazo
T: 180000 GDS: 175 GDS: 169
24/4/14
Antidia betik oral Anti angina
Oral
1x2mg
21/4/1429/4/14
Oral
3x1/2 tab
21/4/1429/4/14
GDS: 133
25/4/14
Antikoa gulan Antikol esterol
Oral
2x25mg
GDS: 114
26/4/14
Oral
1x20mg
21/4/1429/4/14 21/4/1429/4/14
GDS: 187
27/4/14
Clopido grel
Antiplat elet
Oral
1x75mg
23/4/1429/4/14
GDS: 196
28/4/14
Ambrox ol Cetirizi n Paraseta mol
Antitusi f Antialer gi Antipire tik
Oral
3x1 tab
29/4/14
1x1
23/4/1429/4/14 26/4/14
GDS: 121
Oral IV
2x1
21/4/1424/4/14
Ranitidi n
Lambun g
IV
2x1
21/4/14
Na Sefoper azon Omepra zol
Antibiot ik
IV
2x1
21/4/1426/4/14
Lambun g
IV
1x1 ampul
21/4/1426/4/14
IV
1x1
21/4/14
Obat tetes mata Oral
6x 1tetes
25/4/1428/4/14
2x1/2
21/4/14
TD masuk: 120/70
TD keluar:130/80
l Inj. Ketorolak
Ketorol ak
Cendolite r 20
P
18/4/1421/4/14
DM
DM Dema m tifoid
Demam, nyeri ulu hati, lemas pada kedua kaki, pusing, dan batuk
Glukotika
Metfor min
Antidia betik oral
Cefixim
Cefixim
2x1mg
21/4/14
Ranititi din
Antibiot ik Lambun g
Oral
Ranitidin
Oral
2x1
21/4/14
Parasetam
Paraseta mol
Anti piretik
Oral
3x2tab
21/4/14
Antasid a Omepra zol
Lambun g Lambun g
Oral
3x1
21/4/14
IV
1x1
18/4/1421/4/14
Insulin
Antidia betik injeksi
SC
3x20 iU
27/4/1428/4/14
Insulin
Antidia betik injeksi Neuropr otektif Menghe ntikan perdara han Anemia
SC
1x16 iU
27/4/1428/4/14
Oral
2x1gr
Oral
2x1
27/4/1428/4/14 27/4/1428/4/14
IV
Lambun g Tetesan mata
Oral
2x1amp ul 2x1
ol Antasida Inj. Omeprazo
E: 6.13 Hb: 16 Ht: 47.1 L: 12.47 T: 291000 GDS: 236 GDP: 166
-
GDS: 245 Hba1c: 8.1
18/4/14
Sembuh
19/4/14
TD masuk: 130/80
20/4/14
TD keluar : 130/80
l 21
P
27/4/1429/4/14
SNH DM
DM Tidak sadar
Tidak sadar CKD Anemia melena
Inj. Novorapi d
Inj. Lantus vBrain act Kalnex
Kalmeco Ranitidin Sulfat atropin Dominic 22
L
1/4/1414/4/14
CAD
CHF CAD Aritmi a
Lemas, pusing, berkerin gat terus, kedua tungkai kaki
Glikuidon
Citikoli n Asam traneksa mat Mekoba lamin Ranitidi n Sulfat atropin Dobuta min Glikuid on
Ascardia
Aspirin
Vipalbum
Albumi n
in
Obat jantung Antidia betik oral Anti platelet Nutrisi
Tete san mata IV
2x1
Oral
1x1/2 30mg
Oral
2x80 mg 3x1
Oral
1x20ml
E: 2.73 Hb: 7.9 Ht:21.4 L: 11.45 T: 166000 GDS: 333 GDS: 339
Ureum: 195 Kreatinin: 1.5
GDS: 181
-
27/4/14
Meninggal
28/4/14
27/4/1428/4/14 27/4/1428/4/14 27/4/1428/4/14 27/4/1428/4/14 1/4/1414/4/14 1/4/1414/4/14 3/4/1414/4/14
GDS: 159
13/4/14
Belum Sembuh
14/4/14
TD masuk: 141/91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
99
Lanjutan linu, pengen tidur terus, sulit BAB.
Provital
Vitamin
Oral
1x1
Anti hiperten si Vitamin
Oral
1x12.5 mg
Oral
1x1
4/4/1414/4/14
Antihip ertensi Obat jantung Obat hypokal emia
Oral
Oral
1x2.5m g 1x1/2 tab 1x1
5/4/1414/4/14 5/4/1414/4/14 7/4/148/4/14
Antitusi f Neuropr otektif
Oral
3x1
Citikoli n
IV
2x1gr
7/4/1414/4/14 1/4/1414/4/14
Omepra zol
Lambun g
IV
2x1gr
1/4/1414/4/14
Mekoba lamin
Anemia
IV
2x1
1/4/1414/4/14
Furose mid
Anti hiperten si
IV
1x1
5/4/14
Na Sefoper azon Lansopr azol
Antibiot ik
IV
2x1gr
12/4/1414/4/14
Lambun g
IV
1/ 8 jam
12/4/1414/4/14
Gluvas
Glimepi rid
Antidia betik oral
Oral
1x2mg
15/5/1419/5/14
Canderin
Candesa rtan
Oral
1x8mg
15/5/1419/5/14
Lactulac
Laktulo sa Paraseta mol, sistein Ceftriax on
Angiote nsin reseptor bloker Laksativ
Oral
3x15cc
Antipire tik
Oral
3x500m g
16/5/1419/5/14 14/5/1416/5/14
Antibiot ik
IV
2x1gr
14/5/1419/5/14
Domper idon
Anti emetik
IV
2x4mg
14/5/1419/5/14
Ketorol ac trometa min Ondanst eron
Analges ik
IV
1ampul
14/5/14
Anti emetik
IV
1ampul
14/5/14
Ranitidi n
Lambun g
IV
1ampul
14/5/14
Glikuidon
Glikuid on
Antidia betik oral
Oral
2x1/2
4/3/147/3/14
Letonal
Spironol akton
Oral
2x100m g
4/3/147/3/14
Inpepsa
Sukralfa t Rebami pid Curcum a Isosorbi d mononit
Anti hiperten si Lambun g
Oral
4x15mg
Oral
3x1
Oral
3x1
Oral
2x30mg
4/3/147/3/14 4/3/147/3/14 5/3/147/3/14 4/3/147/3/14
Captopril
Tramifen
Hisperil Digoxin Aspark
Vitamin B Captopr il Vitamin dan mineral Ramipri l Digoxin Kalium L aspartat e
Interpec Inj. Brainact Inj. Omeprazo
Oral
3/4/1414/4/14 5/4/148/4/14
TD keluar: 120/80
l Inj. Kalmeco Inj. Furosemi
Ureum: 21 Kreatinin: 0.8 AST: 17 ALT: 19
d Inj. Stabixin Inf. Lansopraz ol 23
L
14/51419/5/14
DM o
DM Dema m tifoid i
Demam SMRS, pusing, mual,ka ki sakit bild ditekan, badan meriang .
Sistenol
Inj. Bioxon Inj. Domperid
E:5.01 Hb: 14.2 Ht:40.1 L: 13.78 T: 226000 GDS : 225 GDS: 275
14/5/14
Belum Sembuh
16/5/14
TD masuk: 141/96
GDS: 156
17/5/14
TD keluar: 133/97
on Inj. Toramin Inj. Ondansetr on Inj. Ranitidin 24
P
3/3/147/3/14
DM Sirosis hati hipertensi
Dema m tifoid, DM , sirosis denga n Hipert ensi porta Angin a pektor is Anem ia
Demam tifoid, kembun g, lemas, mual, muntah.
Sismuco Curcuma Imdur
Hepatop rotektor Anti angina
E: 4.19 Hb: 10.1 Ht: 31.4 L: 7.68 T: 187000 GDS: 327
Ureum: 39 Kreatinin: 1.3 AST: 33 ALT: 14
5/3/14
Belum Sembuh
4/3/14
TD masuk: 110/60
GDS: 227
5/3/14
GDS: 174
6/3/14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
100
Lanjutan Laxadin
rat Penolpt alein Cefixim
Pencaha r Antibiot ik Menghe ntikan perdara han Lambun g Antieme tik Anemia
Oral
3xII
Oral Oral
2x100m g 3x1
Oral
2x1
Oral
2x1
Oral
2x1
Lambun g
Oral
2x1
Oral
1x1
4/3/147/3/14
Oral
1x1
6/3/147/3/14
Lansopr azol
Anti hiperten si Mengeh entikan perdara han Lambun g
IV
2x30
7/3/14
Domper idon
Anti emetic
IV
3x1
7/3/14
Furose mid
Antihip ertensi
IV
1x1
4/3/147/3/14
Ondans etron
Lambun g
IV
Cefotaxi m
Antibiot ik
IV
2x1
4/3/14
Glukotika
Metfor min
Antidia betik oral
Oral
3x500m g
26/4/1430/4/14
Frego
Flunariz in
Oral
2x1
26/4/1430/4/14
Mertigo
Betahist in mesilat Losarta n
Vasodil ator perifer Vertigo
Oral
3x1
26/4/1430/4/14
Oral
1x50mg
26/4/1430/4/14
Simvast atin
Angiote nsin reseptor bloker Antikol esterol
Oral
1x20mg
26/4/1430/4/14
Clopido grel
Antiplat elet
Oral
1x1
26/4/1430/4/14
Fenofibr
Oral
4x30mg
26/4/1430/4/14
Lansopr azol
Antihip erlipide mia Lambun g
Oral
1x1
29/4/1430/4/14
Omepra zol
Lambun g
IV
2x1
26/4/1430/4/14
Glikuidon
Glikuid on
Antidia betik oral
Oral
2x30mg
Imdur
Isosorbi d mononit rat Sukralfa t Spironol
Anti angina
Oral
2x30mg
24/6/1428/6/14
Lambun g Antihip
Oral
4x15mg
Oral
2x100m
24/6/1428/6/14 24/6/14-
Cefixim Kalnex
Asam traneksa mat
Gastrofer
Omepra zol Meklopr amid Mecoba lamin Omepra zol
Tomit Kalmeco Omeprazo l Furosemi d Vitamin K Inj. Lansopraz
Furose mid Vitamin K
5/3/147/3/14 6/3/147/3/14 6/3/147/3/14
4/3/147/3/14 5/3/147/3/14 4/3/147/3/14 4/3/147/3/14
TD keluar: 100/90
ol Inj. Domperid on Inj. Furosemi d Inj. Ondansetr
4/3/14
on Inj. Cefotaxi m 25
P
26/4/1430/4/14
DM Hipertens i
Vertig o Hipert ensi
Pusing, lemas, dan vertigo.
Acetensa
Simvastat in Clopidogr el Trolip
at Lansopraz ol Inj. Omeprazo
E: 4.67 Hb: 13 Ht: 36.4 L: 6.60 T: 286000 GDP: 141
-
28/4/14
Belum Sembuh
27/4/14
TD masuk: 140/70
TD keluar: 140/80
l 26
P
24/6/1428/4/14
DM
DM II Anem ia CKD Hipert ensi Sirosi s hati
Anemia, melena, lemas, pucat, nafsu makan menuru n.
Inpepsa Letonal
E: 2.04 Hb: 4.5 Ht: 15.5 L: 17.01 T: 261000 GDS: 437 GDS: 346
Ureum:10 5 Kreatinin: 1.3
24/6/14
Belum Sembuh
25/6/14
TD masuk: 96/58
GDS: 365
26/6/14
GDS: 199
27/6/14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
101
Lanjutan
Oral
g 2x1
28/6/14 28/6/14
Oral
2x1
28/6/14
Antieme tik Menghe ntikan pendara han Menghe ntikan pendara han Antibiot ik
Oral
2x1
28/6/14
IV
3x1amp ul
24/6/1428/6/14
Oral
1x1
24/6/1428/6/14
IV
2x1
24/6/1428/6/14
Lambun g Antihip ertensi
IV
2x1
IV
1x1
24/6/1428/6/14 27/6/1428/6/14
Ceftriax on
Antibiot ik
IV
1x2gr
24/6/14
Metfor
Antidia betik oral Antikol esterol
Oral
3x1/2 500mg
21/5/1423/5/14
Oral
1x20 mg
21/5/1423/5/14
Vitamin B Clopido grel
Vitamin
Oral
1x1
Antiplat elet
Oral
1x1
21/5/1423/5/14 21/5/1423/5/14
Citikoli n Lansopr azol
Neuropr otektif Lambun g
Oral Oral
2x500m g 1x1
21/5/1423/5/14 21/5/1423/5/14
Leoksik am
NSAID
Oral
1x1
21/5/1423/5/14
Ascardia
Aspirin Asam mfenam at Tramad ol, paraseta mol Glikuid on
Antiplat elet Analges ik
Oral
Mefinal
Oral
1x80 mg 3x1
22/5/1423/5/14 22/5/1423/5/14
Antipire tik
Oral
3x1
23/5/14
Antidia betik oral
Oral
2x1/2 30mg
18/4/1426/4/14
Koenzi m vitamin B12 Bisoprol ol
Enzim pencern aan
Oral
1x1tab
17/4/14
Antihip ertensi
Oral
1x5mg
18/4/1426/4/14
GDS: 113
20/4/14
Spironol akton Ramipri l Dypirid amol Ranitidi n Na Sefoper azon Ambrox ol Clopido grel
Antihip ertensi Antihip ertensi Antikoa gulan Lambun g Antibiot ik
Oral
1x25mg
21/4/14
GDS: 130
22/4/14
Oral
1x2.5m g 2x75mg
GDS: 112
24/4/14
Oral
2x1
GDS: 122
25/4/14
Oral
2x1
18/4/1426/4/14 18/4/1426/4/14 18/4/1426/4/14 23/4/1426/4/14 23/4/1426/4/14
GDS: 116
Oral
GDS: 121
26/4/14
Batuk
Oral
3x1
Antiplat elet
Oral
1x75mg
Cefixim
Cefixim
Oral
Inj.
Furose mid
Antibiot ik Antihip ertensi
2x100m g 1x1
Cefixim Lansopraz ol Tomit Kalnex
Vitamin K Inj. Stabixin Inj. Tomit Inj. Furosemi
akton Cefixim Lansopr azol Metoklo pramid Asam traneksa mat Vitamin K
Na sefopera zon Omepra zol Furose mid
ertensi Antibiot ik Lambun g
GDS: 170
28/6/14
TD keluar: 100/60
d Inj. Ceftriaxo n 27
L
21/3/1423/4/14
DM II
Hiperl ipide mia Sakit pada sensi bahu dan pangk al paha kiri CVD
Nyeri pangkal lengan bahu kiri, nyeri paha kiri, lemas.
Glukotika
min Atorvastat in Ikaneuron Clopidogr el Brainact Lansopraz ol Meloksik am
Tramifen
28
P
17/4/1426/4/14
DM II Hipertens i
Sesak nafas Batuk Hipert ensi DM Aritmi a CHF CAD
Sesak nafas, batuk, dan lemas.
Glikuidon
Cobazym
Bisoprolo l Letonal Hiperil Persantin Ranitidin Stabixin
Interpec Clopidogr el
Furosemi
Atorvast atin
IV
GDP: 131
-
22/5/14
Belum Sembuh
TD masuk:120/80
TD keluar: 140/90
E: 3.60 Hb: 10.7 Ht: 34.5 L: 6.06 T: 173000 GDS: 89
Ureum: 12 Kreatinin: 0.7
17/4/14
Belum Sembuh
19/4/14
TD masuk: 110/70
24/4/1426/4/14 22/4/1423/4/14 22/4/1423/4/14 18/4/1424/4/14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TD keluar: 120/80
102
d Inj. Fluxum
Nadropa rin
Antikoa gulan
IV
2x0.4m g
18/4/1420/4/14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
103
Lampiran 3. Jumlah Profil Penggunaan Obat Yang Digunakan No
Nama Obat
Pasien 1
2
3
Tanggal
Tanggal
Jumlah
penggunaan
dirawat
obat perhari
Metrix
28/1/14 – 3/2/14
28/1/14
9
Metformin
28/1/14 – 3/2/14
29/1/14
7
Tensivask
28/1/14 – 3/2/14
30/1/14
5
Voltaren SR
28/1/14 – 29/1/14
1/2/14
5
Zaldiar
28/1/14 – 29/1/14
2/2/14
5
Ranitidin
28/1/14
3/2/14
4
Remopain Farmado extra
28/1/142/2/14 28/1/14
Omeprazol
28/1/14 – 3/2/14
Inj. Novorapid
17/3/14- 21/3/14
17/3/14
5
ISDN
17/3/14- 21/3/14
18/3/14
5
Ranitidin
17/3/14- 21/3/14
19/3/14
8
Ceftriaxon
17/3/14- 21/3/14
20/3/14
9
Lasix
17/3/14- 21/3/14
21/3/14
9
Valsartan
19/3/14- 21/3/14
Salbutamol
19/3/14- 21/3/14
Parasetamol
20/3/14- 21/3/14
asparK
19/3/14- 21/3/14
Metrix
25/2/14- 13/3/14
25/2/14
6
Glukotika
25/2/14- 13/3/14
26/2/14
7
Fores
1/3/14- 13/3/14
27/2/14
7
Trolip
25/2/14- 13/3/14
28/2/14
7
Kalmeco
1/3/14- 13/3/14
1/3/14
10
Nepatic
1/3/14- 13/3/14
2/3/14
9
Allopurinol
3/3/14- 13/3/14
3/3/14
11
Non flamin
6/3/14- 9/3/14
4/3/14
10
Epsonal
25/2/14- 13/3/14
5/3/14
10
Inj. Hexilon
26/2/14- 1/3/14
6/3/14
12
Inj.Tradosix/Trama
25/2/14- 13/3/14
7/3/14
12
Inj. Rocer
25/2/14- 13/3/14
8/3/14
13
Inj. Hibone
8/3/14- 13/3/14
9/3/14
12
Inj. Lansoprazol
11/3/14-13/3/14
10/3/14
12
Inf. Clasta
6/3/14-10/3/14
11/3/14
12
12/3/14
11
13/3/14
12
12/3/14
9
13/5/14
7
Jumlah obat selama dirawat
9
9
15
dol
4
Metformin
12/5/14-13/5/14
Amlodipin
12/5/14-13/5/14
Parasetamol
12/5/14-13/5/14
Ceftriaxon
12/5/14-13/5/14
Ranitidin
12/5/14-13/5/14
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
104
Newdiatab
12/5/14
Inj. Ondansetron
12/5/14-13/5/14
Inj. Parasetamol
12/5/14-13/5/14
Inj.
12/5/14
Tramadol/Paraseta mol
5
6
Glikuidon
1/5/14- 17/5/14
1/5/14
6
Eclid
1/5/14- 17/5/14
2/5/14
12
Hibone
1/5/14- 17/5/14
3/5/14
11
Imdur
1/5/14- 17/5/14
4/5/14
14
Asam folat
1/5/14- 17/5/14
5/5/14
14
Brain act
1/5/14- 17/5/14
6/5/14
14
Canderin
2/5/14- 17/5/14
7/5/14
14
Cordaron
2/5/14- 17/5/14
8/5/14
15
Amlodipin
2/5/14- 17/5/14
9/5/14
15
Klonidin
2/5/14- 7/5/14
10/5/14
16
Acetensa
2/5/14
11/5/14
13
Alprazolam
2/5/14- 15/5/14
12/5/14
15
Rantin
8/5/14- 10/5/14
13/5/14
16
Ondansetron
8/5/14- 10/5/14
14/5/14
15
Bioxon
8/5/14- 10/5/14
15/5/14
14
Ketorolak
8/5/14- 10/5/14
16/5/14
14
Ascardia
10/5/14- 13/5/14
17/5/14
14
Meloksikam
11/5/14- 17/5/14
Provital
12/5/14- 17/5/14
Cefixim
13/5/14- 17/5/14
Clopidogrel
16/5/14- 17/5/14
Inj. Transamin
4/5/14- 7/5/14
Inj. Vit K
4/5/14- 7/5/14
Clasta
4/5/14- 17/5/14
Inj. Ceftriaxon
11/5/14- 13/5/14
Glikuidon
18/5/14-20/5/14
18/5/14
4
Me*trix
26/5/14-27/5/14
19/5/14
11
Inj. actravid
26/5/14
20/5/14
12
Persantin
18/5/14-20/5/14
21/5/14
10
Pectosil
19/5/14-28/5/14
22/5/14
10
Letonal
19/5/14-28/5/14
23/5/14
13
ISDN
19/5/14-28/5/14
24/5/14
13
Simvastatin
19/5/14-28/5/14
25/5/14
12
Clopidogrel
19/5/14-28/5/14
26/5/14
16
KSR
23/5/14-28/5/14
27/5/14
15
Digoxin
23/5/14-24/5/14
28/5/14
14
Cordaron
23/5/14-28/5/14
Simarc
26/5/14-28/5/14
Inj. gastrofer
19/5/14-28/5/14
Inj. Ketorolak
18/5/14
Inj. Ondansetron
18/5/14- 28/5/14
Inj.
19/5/14- 28/5/14
25
20
Metilprednisolon Inj. Furosemid
19/5/14- 28/5/14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
105
7
8
9
10
Inj. Ceftriaxon
19/5/14- 28/5/14
Cendoliter
26/5/14- 28/5/14
Glukotika
29/5/14-5/6/14
29/5/14
9
Glikuidon
29/5/14-5/6/14
30/5/14
14
Siproflokasasin
29/5/14-5/6/14
31/5/14
15
V-block
30/5/14-5/6/14
1/6/14
15
Vometa
29/5/14-5/6/14
2/6/14
16
Curcuma
29/5/14-5/6/14
3/6/14
15
Acetensa
30/5/14-5/6/14
5/6/14
15
Digoxin
30/5/14-5/6/14
Pectosil
30/5/14-5/6/14
Clopidogrel
30/5/14-5/6/14
Inj.falergi
31/5/14-5/6/14
Inj. Cobazym
30/5/14-5/6/14
Inj. Spironolakton
30/5/14-5/6/14
Inj. Persantin
30/5/14-5/6/14
Inj. Furosemid
30/5/14-5/6/14
Inj. Gastrofer
2/6/14
Inj. Ketorolak
29/5/14
Inj. Ondasetron
29/5/14
Inj. Ranitidin
29/5/14
Inf. Inpepsa
29/5/14
Glukotika
11/6/14-17/6/14
11/6/14
5
Asam folat
11/6/14-17/6/14
12/6/14
5
Clopidogrel
11/6/14-17/6/14
13/6/14
9
Ranitidin
13/6/14-17/6/14
14/6/14
9
Cobazym
13/6/14-17/6/14
15/6/14
9
Acetensa
13/6/14-17/6/14
16/6/14
9
Fores
13/6/14-17/6/14
17/6/14
9
Inj. Piracetam
11/6/14-17/6/14
Inj. Brain act
11/6/14-17/6/14
Eclid
7/3/14-11/3/14
7/3/14
10
Glikuidon
7/3/14-11/3/14
8/3/14
11
Pladogrel
7/3/14-11/3/14
9/3/14
10
Allopurinol
7/3/14-11/3/14
10/3/14
10
Tonar
7/3/14-11/3/14
11/3/14
13
Tensivask
7/3/14-11/3/14
Cefixim
11/3/14
Lansoprazol
11/3/14
Inj. Stabixin
7/3/14-11/3/14
Inj. Metronidazol
7/3/14-11/3/14
Inj.ranitidin
7/3/14-11/3/14
Inj. Ondansetron
7/3/14-11/3/14
Inj. Ketorolak
8/3/14-11/3/14
Glukotika
10/6/14-11/6/14
3/6/14
2
Parasetamol
3/6/14-11/6/14
4/6/14
2
Cravit
11/6/14
5/6/14
3
Cefixim
11/6/14
6/6/14
4
Meloksikam
11/6/14
7/6/14
4
Omeprazol
11/6/14
8/6/14
4
20
9
13
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
106
11
Metrison
6/6/14-11/6/14
9/6/14
4
Inj. Ketorolak
3/6/14-11/6/14
10/6/14
5
Inj. Meropenem
5/6/14-11/6/14
11/6/14
9
Metformin
5/4/14-7/4/14
3/4/14
3
Ambroxol
3/4/14-7/4/14
4/4/14
4
Cobazym
7/4/14
5/4/14
4
Inj.
3/4/14-4/4/14
6/4/14
2
Inj. Ranitidin
3/4/14-5/4/14
7/4/14
3
Inj. Kalmeco
4/4/14-5/4/14
Glikuidon
7/3/14-12/3/14
1/3/14
5
Dipiridamol
1/3/14-12/3/14
2/3/14
7
Simvastatin
1/3/14-12/3/14
3/3/14
12
Interpec
2/3/14-12/3/14
4/3/14
13
Parasetamol
2/3/14-6/3/14
5/3/14
13
Attalpugit
3/3/14-4/3/14
6/3/14
13
Koenzim vit. B12
3/3/14-12/3/14
7/3/14
13
Metronidazol
3/3/14-8/3/14
8/3/14
12
Lacidofil
3/3/14-12/3/14
9/3/14
11
Cetirizine
5/3/14-7/3/14
10/3/14
11
Cefixim
3/3/14-5/3/14
11/3/14
11
Clopidogrel
6/3/14-12/3/14
12/3/14
11
Mekobalamin
1/3/14-12/3/14
Ranitidin
1/3/14-12/3/14
Ondansetron
1/3/14-12/3/14
Micostatin
4/3/14-12/3/14
Metformin
24/2/14
24/2/14
11
Inj actravid
24/2/14-26/2/14
25/2/14
9
Inpepsa
24/2/14-4/3/14
26/2/14
11
Propranolol
24/2/14
27/2/14
10
Sismuco
24/2/14-4/3/14
28/2/14
10
Imdur
24/2/14-4/3/14
1/3/14
10
Interpec
26/2/14-4/3/14
2/3/14
10
Cobazym
28/2/14-4/3/14
3/3/14
10
Laxadin
28/2/14-4/3/14
4/3/14
10
Azitromisin
28/2/14-4/3/14
Inj. kalnex
24/2/14-25/2/14
Inj. Vit K
24/2/14-25/2/14
Inj. kalmeco
24/2/14-4/3/14
Inj. Stabixin
24/2/14-4/3/14
Inj. Omeprazol
24/2/14-4/3/14
Glukotika
30/1/14-6/2/14
30/1/14
9
Inj. Lantus
30/1/14-5/2/14
31/1/14
9
Clopidogrel
30/1/14-6/2/14
1/2/14
9
6
Metilprednisolon
12
13
14
16
15
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
107
15
16
17
18
Letonal
30/1/14-6/2/14
2/2/14
9
Losartan
30/1/14-6/2/14
3/2/14
9
ISDN
30/1/14-6/2/14
4/2/14
9
Digoxin
30/1/14-6/2/14
5/2/14
9
Inj. Lasix
30/1/14-6/2/14
6/2/14
8
Ranitidin
30/1/14-6/2/14
Metrix
6/6/14-7/6/14
29/5/14
8
Mucin
29/5/14-30/5/14
30/5/14
7
Lacidofil
29/5/14-7/6/14
31/5/14
7
Cobazym
29/5/14-7/6/14
1/6/14
7
Parasetamol
29/5/14-7/6/14
2/6/14
7
Interpec
30/5/14-7/6/14
3/6/14
8
Dulcolax
31/5/14-5/6/14
4/6/14
8
Cefixim
3/6/14-7/6/14
5/6/14
9
Prazotec
6/6/14-7/6/14
6/6/14
13
Tensivask
6/6/14-7/6/14
7/6/14
13
Kalmeco
6/6/14-7/6/14
Laxadin
4/6/14-7/6/14
Clobazam
5/6/14-7/6/14
Clopidogrel
6/6/14-7/6/14
Inj. Stabixin
29/5/14-3/6/14
Inj. Ceftriaxon
29/5/14
Inj. Omeprazol
29/5/14-7/6/14
Inj. Ranitidin
29/5/14
Metformin
9/6/14- 11/6/14
8/6/14
7
Glimepirid
10/6/14- 11/6/14
9/6/14
9
ISDN
8/6/14- 11/6/14
10/6/14
11
Bisoprolol
8/6/14- 11/6/14
11/6/14
13
Inpepsa
8/6/14- 11/6/14
Parasetamol
8/6/14- 11/6/14
Enziplex
10/6/14- 11/6/14
Levofloxacin
9/6/14- 11/6/14
Inj. Ranitidin
8/6/14- 11/6/14
Inj. Ondansetron
8/6/14- 11/6/14
Inj. Ceftriaxon
8/6/14- 11/6/14
Domperidon
11/6/14
Inj. Antasid
11/6/14
Glibenklamid
6/6/14-13/6/14
6/6/14
8
Ranitidin
6/6/14-13/6/14
7/6/14
9
Newdiatab
6/6/14-13/6/14
8/6/14
9
Domperidon
6/6/14-9/6/14
9/6/14
9
OBH Nelco
6/6/14-13/6/14
10/6/14
8
Antasid
6/6/14-13/6/14
11/6/14
8
Parasetamol
7/6/14-13/6/14
12/6/14
8
Esilgan
10/6/14-13/6/14
13/6/14
8
Inj. Ceftriaxon
6/6/14-13/6/14
Inj. Ondansetron
6/6/14-9/6/14
Glikuidon
24/3/14-29/3/14
23/3/14
6
Sanadril
23/3/14-29/3/14
24/3/14
8
4FDC
23/3/14-29/3/14
25/3/14
8
Domperidon
23/3/14-29/3/14
26/3/14
8
18
13
10
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
108
19
20
21
22
Curcuma
24/3/14-29/3/14
27/3/14
8
Inpepsa
28/3/14-29/3/14
28/3/14
6
Vectrin
23/3/14-27/3/14
29/3/14
6
Inj. Ceftriaxon
23/3/14-27/3/14
Inj. Ranitidin
23/3/14-27/3/14
Glukotika
21/4/14-29/4/14
21/4/14
10
Metrix
21/4/14-29/4/14
22/4/14
8
ISDN
21/4/14-29/4/14
23/4/14
10
Persantin
21/4/14-29/4/14
24/4/14
10
Simvastatin
21/4/14-29/4/14
25/4/14
10
Clopidogrel
23/4/14-29/4/14
26/4/14
11
Interpec
23/4/14-29/4/14
27/4/14
8
Falergi
26/4/14
28/4/14
8
Inj. Farmadol
21/4/14-24/4/14
29/4/14
7
Inj. ranitidin
21/4/14
Inj. Stabixin
21/4/14-26/4/14
Inj. Omeprazol
21/4/14-26/4/14
Inj. Ketorolak
21/4/14
Cendoliter
25/4/14-28/4/14
Glukotika
21/4/14
18/4/14
2
Cefixim
21/4/14
19/4/14
2
Ranitidin
21/4/14
20/4/14
2
Parasetamol
21/4/14
21/4/14
7
Antasida
21/4/14
Inj. Omeprazol
18/4/14-21/4/14
Inj. farmadol
18/4/14-21/4/14
Inj. Novorapid
27/4/14-28/4/14
27/4/14
8
Inj. Lantus
27/4/14-28/4/14
28/4/14
8
vBrain act
27/4/14-28/4/14
Kalnex
27/4/14-28/4/14
Kalmeco
27/4/14-28/4/14
Ranitidin
27/4/14-28/4/14
Sulfat atropin
27/4/14-28/4/14
Dominic
27/4/14-28/4/14
Glikuidon
1/4/14-14/4/14
1/4/14
5
Ascardia
1/4/14-14/4/14
2/4/14
5
Vipalbumin
3/4/14-14/4/14
3/4/14
7
Provital
3/4/14-14/4/14
4/4/14
8
Captopril
5/4/14-8/4/14
5/4/14
12
Tramifen
4/4/14-14/4/14
6/4/14
11
Hisperil
5/4/14-14/4/14
7/4/14
13
Digoxin
5/4/14-14/4/14
8/4/14
13
Aspark
7/4/14-8/4/14
9/4/14
11
Interpec
7/4/14-14/4/14
10/4/14
11
14
7
8
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
109
23
24
25
26
Inj. Brainact
1/4/14-14/4/14
11/4/14
11
Inj. Omeprazol
1/4/14-14/4/14
12/4/14
13
Inj. Kalmeco
1/4/14-14/4/14
13/4/14
13
Inj. Furosemid
5/4/14
14/4/14
13
Inj. Stabixin
12/4/14-14/4/14
Inf. Lansoprazol
12/4/14-14/4/14
Gluvas
15/5/14-19/5/14
14/5/14
6
Canderin
15/5/14-19/5/14
15/5/14
5
Lactulac
16/5/14-19/5/14
16/5/14
6
Sistenol
14/5/14-16/5/14
17/5/14
5
Inj. Bioxon
14/5/14-19/5/14
18/5/14
5
Inj. Domperidon
14/5/14-19/5/14
19/5/14
5
Inj. Toramin
14/5/14
Inj. Ondansetron
14/5/14
Inj. Ranitidin
14/5/14
Glikuidon
4/3/14-7/3/14
4/3/14
12
Letonal
4/3/14-7/3/14
5/3/14
3
Inpepsa
4/3/14-7/3/14
6/3/14
16
Sismuco
4/3/14-7/3/14
7/3/14
18
Curcuma
5/3/14-7/3/14
Imdur
4/3/14-7/3/14
Laxadin
5/3/14-7/3/14
Cefixim
6/3/14-7/3/14
Kalnex
6/3/14-7/3/14
Gastrofer
4/3/14-7/3/14
Tomit
5/3/14-7/3/14
Kalmeco
4/3/14-7/3/14
Omeprazol
4/3/14-7/3/14
Furosemid
4/3/14-7/3/14
Vitamin K
6/3/14-7/3/14
Inj. Lansoprazol
7/3/14
Inj. Domperidon
7/3/14
Inj. Furosemid
4/3/14-7/3/14
Inj. Ondansetron
4/3/14
Inj. Cefotaxim
4/3/14
Glukotika
26/4/14-30/4/14
26/4/14
8
Frego
26/4/14-30/4/14
27/4/14
8
Mertigo
26/4/14-30/4/14
28/4/14
8
Acetensa
26/4/14-30/4/14
29/4/14
9
Simvastatin
26/4/14-30/4/14
30/4/14
9
Clopidogrel
26/4/14-30/4/14
Trolip
26/4/14-30/4/14
Lansoprazol
29/4/14-30/4/14
Inj. Omeprazol
26/4/14-30/4/14
Glikuidon
27/6/14-28/6/14
24/6/14
8
Imdur
24/6/14-28/6/14
25/6/14
7
Inpepsa
24/6/14-28/6/14
26/6/14
7
Letonal
24/6/14-28/6/14
27/6/14
9
Cefixim
28/6/14
28/6/14
12
10
20
9
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
110
27
28
Lansoprazol
28/6/14
Tomit
28/6/14
Kalnex
24/6/14-28/6/14
Vitamin K
24/6/14-28/6/14
Inj. Stabixin
24/6/14-28/6/14
Inj. Tomit
24/6/14-28/6/14
Inj. Furosemid
27/6/14-28/6/14
Inj. Ceftriaxon
24/6/14
Glukotika
21/5/14-23/5/14
21/5/14
7
Atorvastatin
21/5/14-23/5/14
22/5/14
9
Ikaneuron
21/5/14-23/5/14
23/5/14
10
Clopidogrel
21/5/14-23/5/14
Brainact
21/5/14-23/5/14
Lansoprazol
21/5/14-23/5/14
Meloksikam
21/5/14-23/5/14
Ascardia
22/5/14-23/5/14
Mefinal
22/5/14-23/5/14
Tramifen
23/5/14
Glikuidon
18/4/14-26/4/14
17/4/18
1
Cobazym
17/4/14
18/4/18
7
Bisoprolol
18/4/14-26/4/14
19/4/18
7
Letonal
18/4/14-26/4/14
20/4/18
7
Hiperil
18/4/14-26/4/14
21/4/18
6
Persantin
18/4/14-26/4/14
22/4/18
8
Ranitidin
23/4/14-26/4/14
23/4/18
11
Stabixin
23/4/14-26/4/14
24/4/18
9
Interpec
24/4/14-26/4/14
25/4/18
8
Clopidogrel
22/4/14-23/4/14
26/4/18
8
Cefixim
22/4/14-23/4/14
Inj. Furosemid
18/4/14-24/4/14
Inj. Fluxum
18/4/14-20/4/14
10
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
111
Lampiran 4. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien (Selama di Rawat) Jumlah Penggunaan Obat Pasien
Jumlah
(Selama di Rawat) 9 obat
8 pasien
15 obat
2 pasien
25 obat
1 pasien
20 obat
3 pasien
13 obat
4 pasien
6 obat
1 pasien
7 obat
1 pasien
16 obat
2 pasien
18 obat
1 pasien
10 obat
3 pasien
14 obat
1 pasien
8 obat
1 pasien
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
112
Lampiran 5. Evaluasi DRPs Membutuhkan Tambahan Obat No
Kondisi Pasien
Kadar Gula Darah
Pasien 1
Obat Anti Diabetes
Kondisi masuk: Artritis
pirai,
myalgia.
Hari ke1 : 189 Hari ke2 : 160
Tekanan
Penilaian Butuh Tambahan
Darah
Obat
Glimepirid
Hari:
Metformin
ke1:130/80
0
ke2: 140/80
Hari ke3 : 142
ke3: 159/93
Kondisi
pulang:
DM, hipertensi.
Hari ke4 : 70
ke6:144/94
Hari ke5 : 137 Hari ke6: 110
2
Kondisi
masuk:
Hari ke1 : 354
Inj. novorapid
0
Ke1:
hipertensi, dyspepsia,
161/104
asma
Ke2:140/90
bronchialle, CAD,
Ke3:120/80
batuk darah. Kondisi
Hari:
Ke4:120/70
pulang:
baik 3
Hari ke1 : 127
Glimepirid
Hari :
artritis pirai, nyeri
Hari ke2 :
Metformin
Ke1:140/80
sendi.
Hari ke3 : 180
Kondisi
masuk:
0
Ke2:140/70 Ke3:140/80
Hari ke4 :
Ke10: 100/70
Hari ke5 : 151 Kondisi
pulang:
DM, fraktur.
Hari ke6 : 187 Hari ke7 : Hari ke8 : Hari ke9 : 125 Hari ke 10 : 114
4
Kondisi masuk: Muntah,
Hari ke1 :190
Metformin
Ke2:120/70
BAB cair >7hari,
baik
pulang: ,
0
Ke1:152/94
sesak,
Kondisis
Hari :
Hari ke2 : 150
DM,
hipertensi, GERD.
5
Hari ke1 : 84
Gliquidon
Hari :
aritmia, hipertensi,
Hari ke2 :
Akarbosa
Ke1: 159/102
kejang,
Hari ke3 :
Kondisi masuk :
fraktur
0
Ke2:150/100 Ke3:131/73
intertolanter.
Hari ke4 : 147
Kondisi pulang :
Hari ke5 : 100
Ke5:135/69
baik,
Hari ke6 : 91
Ke6:119/80
Hari ke7 : 90
Ke7:110/80
hipertensi.
fraktur,
Hari ke8 : 100
Ke4:120/80
Ke8:134/78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
113
Hari ke9 : 119
Ke9:154/78
Hari ke10 :
Ke10:123/71 Ke11:120/70
Hari ke11 : 138
Ke12:130/80
Hari ke12 : 121
Ke13:142/83
Hari ke13 :
Ke14:124/73
Hari ke14 : 113
Ke15:120/80
Hari ke15 : 97
Ke16:130/77 Ke17:115/70
Hari ke16 : 111 Hari ke17 : 169 6
Kondisi masuk :
Hari ke1 :
Giquidon
Hari:
kolik abdomen,
Hari ke2 :
Glimepirid
Ke1:150/90
Kondisi pulang :
Hari ke3 :
Inj. Actravid
aritmia,
kolik
Hari ke4 :
abdomen, dyspnea.
Hari ke5 :
Ke5:160/82
Hari ke6 :
Ke6:162/85
Hari ke7 : 171
Ke7:150/70
0
Ke2:130/80 Ke3:125/81 Ke4:134/63
Ke8:150/70
Hari ke8 : 422
Ke9:140/90
Hari ke9 : 285
Ke10:140/90
Hari ke10 : 485
Ke11:130/80
Hari ke11 : 398 7
Kondisi masuk :
Hari ke1 : 156
Metformin
Hari :
Gliquidon
Ke1:91/64
0
nyeri perut di ulu
Hari ke2 : 124
hati, mual.
Hari ke3 : 167
Kondisi pulang :
Hari ke4 : 107
DM, CAD.
Hari ke5 : 142
Ke5:100/70
Hari ke6 : 194
Ke6:100/70
Hari ke7 : 176
Ke7:100/70
Ke2:100/70 Ke3:100/80 Ke4:100/70
Ke8:120/80
8
9
Kondisi masuk :
Hari ke1 : 177
CVD, lemas, mual.
Hari ke2 : 167
Kondisi pulang :
Hari ke3 : 102
DM, Hipertensi
Hari ke4 : 214
Kondisi masuk : DM, bengkak dan merah
Metformin
Ke2:140/80 Ke3:140/80 Ke4:130/80
Hari ke5 : 150
Ke5:130/70
Hari ke6 : 106
Ke6:130/80
Hari ke1 :
Akarbosa
Hari:
Hari ke2 :
Giquidon
Ke1:130/70
1
Ke2:130/90
Hari ke3 :
Ke3:130/90 Ke4:140/90
Hari ke4 : 107
ditekan.
0
Ke1:150/80
dikaki
kanan, nyeri bila
Hari:
Kondisi pulang : GOUT,
DM,
Hipertensi 10
Kondisi masuk :
Hari ke1 :
Demam
hari
Hari ke2 :
SMRS, kaki kanan
Hari ke3 :
sakit.
Hari ke4 :
3
Metformin
Hari :
1
Ke1:120/80 Ke2:140/90 Ke3:120/80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
114
Kondisi pulang :
Hari ke5 : 90
Ke4:150/90
DM
Hari ke6 : 154
Ke5:140/90 Ke6:130/80
Hari ke7 : 180
Ke7:140/80
Hari ke8 : 224 Hari ke9 : 212 11
Kondisi masuk l:
Hari ke1 : 103
Metformin
Hari:
0
Ke1:110/60
PPOK,
Hari ke2 : 598
Ke2:140/80
hipoglikemia, DM,
Ke3:130/80
Hari ke3 : 282
penurunna
Ke4:110/70
kesadaran, sesak
Hari ke4 : 151
Kondisi pulang : masalah
teratasi,
Hari ke5 : 131
lemas dan pusing berkurang. 12
Kondisi masuk :
Hari ke1 :83
GERD,
Hari ke2 : 84
diare,
Gliquidon
Hari:
0
Ke1:120/70 Ke2:130/80
lemas.
Hari ke3 : 99
Kondisi pulang :
Hari ke4 : 114
perbaikan.
Hari ke5 : 130
Ke5:130/70
Hari ke6 :
Ke6:120/70
Hari ke7 :
Ke7:140/80
Ke3:120/70 Ke4:130/80
Ke8:140/80
Hari ke8 : 292
Ke9:130/80
Hari ke9 : 140
Ke10:130/80
Hari ke10 : 160
Ke11:130/70
Hari ke11 : 121
Ke12:130/70
Hari ke12 : 50 13
Kondisi masuk :
Hari ke1 : 429
Metformin
Hari:
DM,
Hari ke2 : 288
Inj. Actravid
Ke1:130/90
muntah
0
Ke2:130/90
darah, mual.
Hari ke3 : 153
Kondisi pulang :
Hari ke4 : 231
tampak
sakit
Hari ke5 :
Ke5:130/90
sedang,
tanpa
Hari ke6 : 366
Ke6:
Hari ke7 : 408
Ke7:140/80
keluhan.
Ke3:130/90 Ke4:130/90
Ke8:130/90
Hari ke8 :
Ke9:120/70
Hari ke9 : Hari ke10 : 14
Kondisi masuk : dyspnea,
CHF,
Hari ke1 : 415 Hari ke2 : 296
Metformin
Hari:
Inj. Lantus
Ke1:130/70
0
Ke2:120/70
DM.
GDP Hari ke3 :
Kondisi pulang :
119
CHF, DM, CAD,
GDP Hari ke4 :
Ke5:120/70
sesak
130
Ke6:120/70
GDP Hari ke5 :
Ke7:110/70
berkurang
(pulang paksa)
Ke3:120/80 Ke4:100/80
75 Hari ke6 : 152 Hari ke7 : 121
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
115
Hari ke8 : 63 Hari ke9 : 15
Kondisi masuk :
Hari ke1 :
kolik
Hari ke2 : 148
abdomen,
Glimepirid
Hari:
0
Ke1:120/70 Ke2: 120/80
demam tifoid.
Hari ke3 :
Kondisi pulang :
Hari ke4 : 215
membaik, DM.
Hari ke5 : 160
Ke5:140/70
Hari ke6 :
Ke6:160/80
Hari ke7 :
Ke7:130/70
Ke3:150/90 Ke4:140/80
Ke8:130/80
Hari ke8 :
Ke9:120/80
Hari ke9 : 183
Ke10:120/80
Hari ke10 : 140 16
Kondisi masuk : DM II. Demam,
Hari ke1 :
Metformin
Hari:
Hari ke2 : 295
Glimepirid
Ke1:140.90 Ke2:120/70
mual muntah, sulit BAB,
nyeri
ulu
Hari ke3 : 318
Ke3:120/70 Ke4:130/70
Hari ke4 : 308
hati.
0
Kondisi pulang : lemas
dan
mual
berkurang. 17
Kondisi masuk :
Hari ke1 :
Glibenclamid
Hari:
0
Ke1:120/70
BAB cair, mual,
Hari ke2 :
muntah.
Hari ke3 : 210
Kondisi pulang :
Hari ke4 :
TB,
Hari ke5
Ke5:120/80
Hari ke6 :
Ke6:90/60
GDP Hari ke7 :
Ke7:110/70
143
Ke8:120/70
DM,
batuk
berkurang.
Ke2:130/80 Ke3:130/80 Ke4:120/80
Ke9:110/80
Hari ke8 : Hari ke9 : 18
Kondisi masuk : TB,
DM,
batuk
Hari ke1 :
Gliquidon
Hari:
0
Ke1: 110/60
GDP Hari ke2 :
Ke2: 120/80
lama, nafsu makan
191
berkurang, makin
Hari ke3 : 173
kurus.
Hari ke4 : 255
Ke5:110/70
Hari ke5 : 134
Ke6:120/80
Hari ke6 : 158
Ke7:120/70
Kondisi
pulang
:TB, mual.
Ke3:120/80 Ke4:100/60
Hari ke7 : 19
Kondisi masuk :
Hari ke1 : 175
Bronkopneumonia,
Hari ke2 :
CAD,
Hari ke3 :
nyeri,
Metformin
Hari:
Glimepirid
Ke1:120/70
0
Ke2:117/68 Ke3:140/80
pusing.
Hari ke4 :169
Kondisi pulang :
Hari ke5 : 133
Ke5:130/80
tanpa
Hari ke6 : 114
Ke6:140/90
Hari ke7 : 187
Ke7:140/80
DM.
keluhan,
Ke4:120/70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
116
20
21
Hari ke8 : 196
Ke8:130/80
Hari ke9 : 121
Ke9:130/80
Kondisi masuk :
Hari ke1 : 236
demam tifoid, DM,
GDP Hari ke2 :
mual,
166
muntah,
Hari:
0
Ke1:130/80 Ke2:130/60 Ke3:130/70
nyeri ulu hati.
Hari ke3 : 245
Kondisi pulang :
Hari ke4 :
Kondisi masuk :
Hari ke1 : 333
penurunan
Ke4:130/80 -
Inj. Novorapid
0
Inj. Lantus
kesadaran, melena,
Metformin
DM,
Hari ke2 : 339
anemia,
CKD, stroke. Kondisi pulang : meninggal. 22
Kondisi masuk :
Hari ke1 :
lemas,
ngantuk
Hari ke2 :
kedua
Hari ke3 :
linu,
Hari ke4 :
terus, tungkai
Gliquidon
Hari:
0
Ke1:141/91 Ke2:130/80 Ke3:130/70 Ke4:140/100
berkeringat terus.
Hari ke5 :
Ke5:160/100
Kondisi pulang :
Hari ke6 :
Ke6:140/90
membaik,
Hari ke7 :
Ke7:130/80
mulai
aktif.
Ke8:140/90
Hari ke8 :
Ke9:110/70
Hari ke9 :
Ke10:110/70
Hari ke10 :
Ke11:120/80
Hari ke11 :
Ke12:140/80
Hari ke12 :
Ke13:120/70
Hari ke13 : 181
Ke14: 120/80
Hari ke14 : 159 23
24
Kondisi masuk :
Hari ke1 : 225
DM,
Hari ke2 : 275
demam,
mual, muntah
Hari ke3 :
Kondisi pulang :
Hari ke4 :156
baik,mual
Hari ke5 :
berkurang.
Hari ke6 :
Kondisi masuk :
Hari ke1 :
demam,
DM,
Hari ke2 : 327 Hari ke3 : 227
nyeri
Hari ke4 : 174
hati,
mual, muntah.
Hari:
1
Ke1:141/96 Ke2:130/80 Ke3:145/80
sirosis, hipertensi, ulu
Glimepirid
Ke4:130/80 Ke5:130/70 Ke6:133/97
Glikuidon
Hari:
0
Ke1:110/60 Ke2:110/80 Ke3:110/60 Ke4:100/90
Hari ke5 :
Kondisi pulang : mual dan muntah berkurang, kondisi baik. 25
Kondisi masuk :
Hari ke1 :
vertigo, hipertensi.
GDP Hari ke2 :
Kondisi pulang :
141
Metformin
Hari:
1
Ke1: 140/70 Ke2:130/80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
117
kurang baik, tanpa
Hari ke3 :
Ke3:140/80
keluhan,
Hari ke4 :
Ke4:140/80
vertigo,
DM,
Hari ke5 :
hyperlipidemia, hipertensi. 26
Kondisi masuk : anemia,
Hari ke1 : 437
CKD,
Hari ke2 : 346
DM, nafsu makan
Hari ke3 : 365
berkurang, lemas,
Hari ke4 : 199
pucat.
Hari ke5 : 170
Glikuidon
Hari:
0
Ke1:96/58 Ke2:90/60 Ke3:100/60 Ke4:100/60
Kondisi pulang : hematemesis, melena,
sirosis
hati. 27
Kondisi masuk :
Hari ke1 :
Metformin
Hari:
0
Ke1:120/80
stroke
GDP Hari ke2 :
Kondisi pulang :
Ke2:140/90
131
sakit pada sendi bahu, hyperlipidemia, stroke, DM, lebih rilex. 28
Kondisi masuk : dyspnea,
CHF,
Hari ke1 : Hari ke2 :
Gliquidon
Hari:
0
Ke1:110/70 Ke2:
CAD.
Hari ke3 : 89
Kondisi pulang :
Hari ke4 : 113
sesak
Hari ke5 : 116
Ke5:100/70
CHF,DM,
Hari ke6 : 130
Ke6:110/70
hipertensi.
Hari ke7 :
Ke7:110/80
batuk,
Ke3:100/70
Hari ke8 :112 Hari ke9 : 122
Ke4:110/70
Ke8:90/60 Ke9:110/70 Ke10:120/80
Hari ke10 : 121
Penilaian evaluasi DRPs Butuh Tambahan Obat: 1= ada 0 = tidak ada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
118
Lampiran 6. Evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi No
Kadar gula Darah
Pasi
(mg/dl)
Keluhan utama
Obat Anti
Obat Tanpa
Akhir
Diabetes
Indikasi
Nyeri bahu kiri
Glimepirid
Awal
en 1
Hari ke1 : 189
Nyeri sendi , pegal
Hari ke2 : 160
seluruh badan
0
Metformin
Hari ke3 : 142 Hari ke4 : 70 Hari ke5 : 137 Hari ke6: 110 Hari ke7 : 101 2
3
Hari ke1 : 354
Batuk
darah,
BAB
Sesak
nafas,
lemas,
Inj.
0
hitam, sesak nafas
nyeri kaki
Novorapid
Hari ke1 : 127
Fraktur, nyeri pinggang
Tampak
Hari ke2 :
belakang kanan, lemas
nyeri pinggang
Metformin
Mual,
sesak
Tidak ada keluhan
Metformin
0
kanan,
Tidak ada keluhan
Gliquidon
0
lebih
rileks,
Glimepirid
0
Hari ke3 : 180 Hari ke4 : Hari ke5 : 151 Hari ke6 : 187 Hari ke7 : Hari ke8 : Hari ke9 : 125 Hari ke 10 : 114 4
Hari ke1 :190
Muntah,
nafas, diare Hari ke2 : 150 5
Hari ke1 : 84
Nyeri
kaki
Hari ke2 :
lemas, pusing, tidak bisa
Hari ke3 :
jalan
Akarbosa
Hari ke4 : 147 Hari ke5 : 100 Hari ke6 : 91 Hari ke7 : 90 Hari ke8 : 100 Hari ke9 : 119 Hari ke10 : Hari ke11 : 138 Hari ke12 : 121 Hari ke13 : Hari ke14 : 113 Hari ke15 : 97 Hari ke16 : 111 Hari ke17 : 169
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
119
6
Hari ke1 :
Batuk,
Hari ke2 :
demam, mual
sesak
nafas,
Sesak nafas berkurang
Giquidon
Hari ke3 :
Glimepirid
Hari ke4 :
Inj. Actravid
0
Hari ke5 : Hari ke6 : Hari ke7 : 171 Hari ke8 : 422 Hari ke9 : 285 Hari ke10 : 485 Hari ke11 : 398 7
Hari ke1 : 156
Nyeri perut di ulu hati,
Hari ke2 : 124
mual
Batuk
Metformin
0
Gliquidon
Hari ke3 : 167 Hari ke4 : 107 Hari ke5 : 142 Hari ke6 : 194 Hari ke7 : 176 8
Hari ke1 : 177
Pusing,
lemas,
mual,
Hari ke2 : 167
tangan
kanan
nyeri,
Hari ke3 : 102
nyeri daerah leher
Tidak ada keluhan
Metformin
0
Tidak ada keluhan
Akarbosa
0
Hari ke4 : 214 Hari ke5 : 150 Hari ke6 : 106 9
Hari ke1 : 154
Kaki
Hari ke2 :
dan
kanan merah
minggu, Hari ke3 :
bengkak sudah
nyeri
1
Giquidon
bila
ditekan
Hari ke4 : 107 10
Hari ke1 :220
Demam 3 hari SMRS,
Hari ke2 :
kaki kanan sakit, lemas,
Hari ke3 :
pusing
Tidak ada keluhan
Metformin
0
Lemas dan pusing
Metformin
0
Hari ke4 : Hari ke5 : 90 Hari ke6 : 154 Hari ke7 : 180 Hari ke8 : 224 Hari ke9 : 212 11
Hari ke1 : 103
Hipoglikemia
(karena
minum 1 tablet obat Hari ke2 : 598 Hari ke3 : 282
glibenklamid, penurunan
kesadaran,
lemas, sesak nafas Hari ke4 : 151 Hari ke5 : 131
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
120
12
Hari ke1 :83
Diare,
Hari ke2 : 84
minggu, nafsu makan
lemas
±1
Hari ke3 : 99
menurun, mual, muntah,
Hari ke4 : 114
nyeri ulu hati
Perbaikan
Gliquidon
0
Metformin
0
Hari ke5 : 130 Hari ke6 : Hari ke7 : Hari ke8 : 292 Hari ke9 : 140 Hari ke10 : 160 Hari ke11 : 121 Hari ke12 : 50 13
Hari ke1 : 429
Muntah darah, tampak
Hari ke2 : 288
mual, kembung, nyeri di
Hari ke3 : 153
dada kanan
Tidak ada keluhan
Inj. Actravid
Hari ke4 : 231 Hari ke5 : Hari ke6 : 366 Hari ke7 : 408 Hari ke8 : Hari ke9 : Hari ke10 : 14
Hari ke1 : 415
Sesak
nafas
hilang-
Hari ke2 : 296
timbul, bengkak kaki,
GDP Hari ke3 : 119
lemas
Lemas, sesak berkurang
Metformin
0
Inj. Lantus
GDP Hari ke4 : 130 GDP Hari ke5 : 75 Hari ke6 : 152 Hari ke7 : 121 Hari ke8 : 63 Hari ke9 : 15
Hari ke1 :
Demam 3 hari SMRS,
Kesadaran
Hari ke2 : 148
batuk,
membaik
stabil,
Glimepirid
0
Hari ke3 :
diperut kanan atas, perut
Hari ke4 : 215
kembung
Demam, mual, muntah,
Lemas berkurang, mual
Metformin
0
sulit BAB, nyeri ulu hati
berkurang
Glimepirid
mual,
nyeri
Hari ke5 : 160 Hari ke6 : Hari ke7 : Hari ke8 : Hari ke9 : 183 Hari ke10 : 140
16
Hari ke1 : Hari ke2 : 295
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
121
Hari ke3 : 318
perut kiri atas, lemas
Hari ke4 : 308 17
Hari ke1 :
Diare,
Hari ke2 :
muntah
lemas,
mual,
Muntaber Batuk
Glibenclami
0
d
Hari ke3 : 210 Hari ke4 : Hari ke5 Hari ke6 : GDP Hari ke7 : 143 Hari ke8 : Hari ke9 : 18
Hari ke1 : GDP Hari ke2 : 191 Hari ke3 : 173 Hari ke4 : 255
Batuk lama, mual, nafsu
Mual,
makan
sedikit berkurang, batuk
demam
berkurang, (malam
nafsu
makan
Gliquidon
0
Metformin
0
dan
pagi), nyeri perut, berat badan
menurun,
semakin kurus Hari ke5 : 134 Hari ke6 : 158 Hari ke7 : 19
Hari ke1 : 175
Pusing,
Hari ke2 :
sampai
Hari ke3 :
demam
Hari ke4 :169
lemas
nyeri
dada
Tidak ada keluhan
pinggang, naik
Glimepirid
turun,
Hari ke5 : 133 Hari ke6 : 114 Hari ke7 : 187 Hari ke8 : 196 Hari ke9 : 121 20
Hari ke1 : 236
Demam, nyeri ulu hati,
GDP Hari ke2 : 166
lemas pada kedua kaki,
Hari ke3 : 245
pusing
Batuk berkurang
Metformin
0
Meninggal
Inj.
0
Hari ke4 : 21
Hari ke1 : 333
Tidak sadar
Novorapid
Hari ke2 : 339
Inj. Lantus 22
Hari ke1 :141
Lemas,
pusing,
Hari ke2 :
berkeringat terus, kedua
Hari ke3 :
tungkai
Hari ke4
pengen tidur terus, sulit
Hari ke5
BAB
kaki
Mulai aktif beraktivitas
Gliquidon
0
linu,
Hari ke6 Hari ke7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
122
Hari ke8 Hari ke9 Hari ke10 Hari ke11 Hari ke12 Hari ke13 : 181 Hari ke14 : 159 23
Hari ke1 : 225
Demam SMRS, pusing,
Hari ke2 : 275
mual,kaki
Hari ke3 :
sakit
Membaik
Glimepirid
0
Gliquidon
0
bild
ditekan, badan meriang
Hari ke4 :156 Hari ke5 : Hari ke6 : 24
Hari ke1 :
Demam
Hari ke2 : 327
kembung, lemas, mual,
tifoid,
Hari ke3 : 227
muntah
Hari ke4 : 174 Hari ke5 : 25
Hari ke1 : 161
Pusing, lemas
Vertigo , kurang baik
Metformin
0
Hari ke1 : 437
Anemia, melena, lemas,
Melena (perbaikan)
Gliquidon
0
Hari ke2 : 346
pucat,
Hari ke3 : 365
menurun
Perbaikan
Metformin
0
Sesak berkurang, batuk
Gliquidon
0
GDP Hari ke2 : 141 Hari ke3 : Hari ke4 : Hari ke5 :171 26
nafsu
makan
Hari ke4 : 199 Hari ke5 : 170 27
Hari ke1 : 180
Nyeri pangkal lengan bahu kiri, nyeri paha
GDP Hari ke2 : 131
kiri, lemas
Hari ke3 :170 28
Hari ke1 :
Sesak
Hari ke2 :
lemas
nafas,
batuk,
berkurang
Hari ke3 : 89 Hari ke4 : 113 Hari ke5 : 116 Hari ke6 : 130 Hari ke7 : Hari ke8 :112 Hari ke9 : 122 Hari ke10 : 121 Penilaian evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi : 1= ada 0 = tidak ada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
123
Lampiran 7. Evaluasi DRPs Salah Obat No
L/
Obat
Pasien
P
Diabetes
Anti
Rute
Alergi obat/ diagnosis lain
Hasil laboratorium Kadar Gula Darah
Fungsi ginjal dan hati
1
P
Glimepirid
Oral
Metformin
Oral
-
Penilaian Tekanan Darah
Salah Obat
(mmHg)
Hari ke1 : 177
Hari ke1
Hari:
Hari ke2 : 160
Ureum:26 mg/dl
ke1:130/80
Hari ke3 : 142
Kreatinin:1.2 mg/dl
ke2: 140/80
Hari ke4 : 70
AST: 27 U/L
ke3: 159/93
Hari ke5 : 137
ALT: 33 U/L
ke6:144/94
Hari ke1 :
Hari:
Kreatinin:1.6 mg/dl
Ke1:
Ureum: 28 mg/dl
161/104
0
Hari ke6: 110
2
P
Inj. novorapid
SC
-
Hari ke1 : 354
0
Ke2:140/90 Ke3:120/80 Ke4:120/70 3
L
Glimepirid
Oral
Metformin
Oral
-
Hari ke1 : 127
Hari ke1 :
Hari :
Hari ke2 :220
Ureum : 36 mg/dl
Ke1:140/80
Hari ke3 : 180
Kreatinin:1.3 mg/dl
Ke2:140/70
0
Ke3:140/80
Hari ke4 : Hari ke5 : 151 Hari ke6 : 187 Hari ke7 : Hari ke8 : Hari ke9 : 125 Hari ke 10 : 114 4
L
Metformin
Oral
-
Hari ke1 :190
-
Hari :
0
Ke1:152/94
Hari ke2 : 150
Ke2:120/70 5
L
Gliquidon
Oral
Akarbosa
Oral
-
Hari ke1 : 84
Hari ke1
Hari :
Hari ke2 :
Ureum:27 mg/dl
Ke1:
Hari ke3 :
Kreatinin:1.0mg/dl
159/102
Hari ke4 : 147
AST: 13 U/L
Ke2:150/100
Hari ke5 : 100
ALT: 17 U/L
Ke3:131/73
Hari ke6 : 91
Ke4:120/80
Hari ke7 : 90
Ke5:135/69
Hari ke8 : 100
Ke6:119/80
0
Ke7:110/80
Hari ke9 : 119
Ke8:134/78
Hari ke10 :
Ke9:154/78
Hari ke11 : 138
Ke10:123/71
Hari ke12 : 121
Ke11:120/70
Hari ke13 :
Ke12:130/80
Hari ke14 : 113
Ke13:142/83
Hari ke15 : 97
Ke14:124/73
Hari ke16 : 111
Ke15:120/80
Hari ke17 : 169
Ke16:130/77 Ke17:115/70
6
L
Giquidon
Oral
Glimepirid
Oral
-
Hari ke1 : Hari ke2 :
-:
Hari: Ke1:150/90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0
124
Inj. Actravid
IV
Hari ke3 :
Ke2:130/80
Hari ke4 :
Ke3:125/81
Hari ke5 :
Ke4:134/63
Hari ke6 :
Ke5:160/82
Hari ke7 : 171
Ke6:162/85
Hari ke8 : 422
Ke7:150/70
Hari ke9 : 285
Ke8:150/70 Ke9:140/90
Hari ke10 : 485
Ke10:140/90
Hari ke11 : 398
Ke11:130/80 7
L
Metformin
Oral
Alergi golongan
Gliquidon
Oral
pensilin
Hari ke1 :
Albumin :2.9
Hari :
Hari ke2 : 124
Ke1:91/64
Hari ke3 : 167
Ke2:100/70
Hari ke4 : 107
Ke3:100/80
Hari ke5 : 142
Ke4:100/70
Hari ke6 : 194
Ke5:100/70
Hari ke7 : 176
Ke6:100/70
0
Ke7:100/70 Ke8:120/80 8
P
Metformin
Oral
-
Hari ke1 : 177
Hari ke1 :
Hari:
Hari ke2 : 167
Ureum:21 mg/dl
Ke1:150/80
Hari ke3 : 102
Kreatinin:0.8mg/dl
Ke2:140/80
Hari ke4 : 214
Ke3:140/80
Hari ke5 : 150
Ke4:130/80
Hari ke6 : 106
Ke5:130/70
0
Ke6:130/80 9
L
Akarbosa
Oral
Giquidon
Oral
-
Hari ke1 :
-
Hari:
Hari ke2 :
Ke1:130/70
Hari ke3 :
Ke2:130/90
Hari ke4 : 107
Ke3:130/90
0
Ke4:140/90 10
L
Metformin
Oral
-
Hari ke1 :
Hari ke1 :
Hari :
Hari ke2 :
Ureum:57.00mg/dl
Ke1:120/80
Hari ke3 :
Kreatinin:1.1 mg/dl
Ke2:140/90
Hari ke4 :
AST:33 U/L
Ke3:120/80
Hari ke5 : 90
ALT:78U/L
Ke4:150/90
Hari ke6 : 154
Ke5:140/90
Hari ke7 : 180
Ke6:130/80
0
Ke7:140/80
Hari ke8 : 224 Hari ke9 : 212 11
12
L
P
Metformin
Gliquidon
Oral
Oral
-
-
Hari ke1 : 103
Hari ke1 :
Hari:
Hari ke2 : 598
Ureum:25 mg/dl
Ke1:110/60
Hari ke3 : 282
Kreatinin:0.8mg/dl
Ke2:140/80
Hari ke4 : 151
Ke3:130/80
Hari ke5 : 131
Ke4:110/70
Hari ke1 :83
-
Hari:
Hari ke2 : 84
Ke1:120/70
Hari ke3 : 99
Ke2:130/80
Hari ke4 : 114
Ke3:120/70
Hari ke5 : 130
Ke4:130/80
Hari ke6 :
Ke5:130/70
Hari ke7 :
Ke6:120/70
Hari ke8 : 292
Ke7:140/80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0
0
125
Hari ke9 : 140
Ke8:140/80
Hari ke10 : 160
Ke9:130/80
Hari ke11 : 121
Ke10:130/80
Hari ke12 : 50
Ke11:130/70 Ke12:130/70
13
P
Metformin
Oral
Inj. Actravid
IV
-
Hari ke1 : 429
Hari ke1 :
Hari:
Hari ke2 : 288
Ureum: 41 mg/dl
Ke1:130/90
Hari ke3 : 153
Kreatinin:2.0 mg/dl
Ke2:130/90
Hari ke4 : 231
Ke3:130/90
Hari ke5 :
Ke4:130/90
Hari ke6 : 366
Ke5:130/90
Hari ke7 : 408
Ke6: Ke7:140/80
Hari ke8 :
Ke8:130/90
Hari ke9 :
Ke9:120/70
Hari ke10 : 14
P
Metformin
Oral
Inj. Lantus
IV
-
1
Hari ke1 : 415
Hari ke1 :
Hari:
Hari ke2 : 296
Ureum: 24mg/dl
Ke1:130/70
GDP Hari ke3 : 119
Kreatinin:1.4mg/dl
Ke2:120/70
GDP Hari ke4 : 130
AST:22 U/L
Ke3:120/80
GDP Hari ke5 : 75
ALT:26 U/L
Ke4:100/80
Hari ke6 : 152
Ke5:120/70
Hari ke7 : 121
Ke6:120/70
Hari ke8 : 63
Ke7:110/70
0
Hari ke9 : 15
L
Glimepirid
Oral
-
Hari ke1 :
-
Hari:
Hari ke2 : 148
Ke1:120/70
Hari ke3 :
Ke2: 120/80
Hari ke4 : 215
Ke3:150/90
Hari ke5 : 160
Ke4:140/80
Hari ke6 :
Ke5:140/70
Hari ke7 :
Ke6:160/80
0
Ke7:130/70
Hari ke8 :
Ke8:130/80
Hari ke9 : 183
Ke9:120/80
Hari ke10 : 140
Ke10:120/80 16
P
Metformin
Oral
Glimepirid
Oral
-
Hari ke1 :
Hari ke1 :
Hari ke2 : 295
Kreatinin:
Hari ke3 : 318
mg/dl
Hari: 1.8
1
Ke1:140.90 Ke2:120/70 Ke3:120/70
Hari ke4 : 308
Ke4:130/70 17
P
Glibenclamid
Oral
-
Hari ke1 :
Hari ke1 :
Hari:
Hari ke2 :
Ureum:12 mg/dl
Ke1:120/70
Hari ke3 : 210
Ke2:130/80
Hari ke4 :
Ke3:130/80
Hari ke5
Ke4:120/80
Hari ke6 :207
Ke5:120/80
GDP Hari ke7 : 143
Ke6:90/60
0
Ke7:110/70
Hari ke8 :
Ke8:120/70
Hari ke9 :
Ke9:130/80 18
P
Gliquidon
Oral
-
Hari ke1 :
Hari ke1 :
Hari:
GDP Hari ke2 : 191
Ureum: 21 mg/dl
Ke1: 110/60
Hari ke3 : 173
Kreatinin:1.3md/dl
Ke2: 120/80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0
126
Hari ke4 : 255
AST:26 U/L
Ke3:120/80
Hari ke5 : 134
ALT:20 U/L
Ke4:100/60
Hari ke6 : 158
Ke5:110/70
Hari ke7 :
Ke6:120/80 Ke7:120/70
19
P
Metformin
Oral
Glimepirid
Oral
-
Hari ke1 : 175
Hari ke1 :
Hari:
Hari ke2 :
Ureum:27mg/dl
Ke1:120/70
0
Hari ke3 :
Kreatini:0.8 mg/dl
Ke2:117/68
Hari ke4 :169
Ke3:140/80
Hari ke5 : 133
Ke4:120/70
Hari ke6 : 114
Ke5:130/80
Hari ke7 : 187
Ke6:140/90 Ke7:140/80
Hari ke8 : 196
Ke8:130/80
Hari ke9 : 121
Ke9:130/80 20
P
Metformin
Oral
-
Hari ke1 : 236
-
Hari:
0
GDP Hari ke2 : 166
Ke1:130/80
Hari ke3 : 245
Ke2:130/60
Hari ke4 :
Ke3:130/70 Ke4:130/80
21
P
Inj. Novorapid
SC
Inj. Lantus
IV
-
Hari ke1 : 333 Hari ke2 : 339
Hari ke1 :
-
0
Ureum:195 mg./dl Kreatinin:1.5 mg/dl AST: 20U/L ALT: 9 U/L
22
L
Gliquidon
Oral
-
Hari ke1 :
-
Hari ke2 :
Ke1:141/91
Hari ke3 :
Ke2:130/80
Hari ke4 :
Ke3:130/70
Hari ke5 :
Ke4:140/100
Hari ke6 :
Ke5:160/100
Hari ke7 :
Ke6:140/90
Hari ke8 :
Ke7:130/80
Ke9:110/70
Hari ke10 :
Ke10:110/70
Hari ke11 :
Ke11:120/80
Hari ke12 :
Ke12:140/80
Hari ke13 : 181
Ke13:120/70
Hari ke14 : 159 L
Glimepirid
Oral
-
0
Ke8:140/90
Hari ke9 :
23
Hari:
Ke14: 120/80
Hari ke1 : 225
Hari ke1:
Hari:
Hari ke2 : 275
Ureum: 21mg/dl
Ke1:141/96
Hari ke3 :
Kreatinin: 0.8mg/dl
Ke2:130/80
Hari ke4 :156
AST:17 U/L
Ke3:145/80
Hari ke5 :
ALT: 19 U/L
Ke4:130/80
0
Ke5:130/70
Hari ke6 :
Ke6:133/97 24
25
P
P
Gliquidon
Metformin
Oral
Oral
-
-
Hari ke1 :
Hari ke1:
Hari:
Hari ke2 : 327
Ureum: 39 mg/dl
Ke1:110/60
Hari ke3 : 227
Kreatinin:1.3 mg/dl
Ke2:110/80
Hari ke4 : 174
AST: 33 U/L
Ke3:110/60
Hari ke5 :
ALT:14 U/L
Ke4:100/90
Hari ke1 :
-
Hari:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0
0
127
26
P
Gliquidon
Oral
-
GDP Hari ke2 : 141
Ke1: 140/70
Hari ke3 :
Ke2:130/80
Hari ke4 :
Ke3:140/80
Hari ke5 :
Ke4:140/80
Hari ke1 : 437
Hari ke1:
Hari:
Hari ke2 : 346
Ureum:105 mg/dl
Ke1:96/58
Hari ke3 : 365
Kreatinin: 1.3mg/dl
Ke2:90/60 Ke3:100/60
Hari ke4 : 199
Ke4:100/60
Hari ke5 : 170 27
28
L
P
Metformin
Gliquidon
Oral
Oral
-
-
Hari ke1 :
-
Hari:
GDP Hari ke2 : 131
Ke1:120/80
Hari ke3 :
Ke2:140/90
Hari ke1 :
Hari ke1:
Hari:
Hari ke2 :
Ureum: 12 mg/dl
Ke1:110/70
Hari ke3 : 89
Kreatinin:0.7 mg/dl
Ke2:
Hari ke4 : 113
Ke3:100/70
Hari ke5 : 116
Ke4:110/70
Hari ke6 : 130
Ke5:100/70
Hari ke7 :
Ke6:110/70
Hari ke8 :112 Hari ke9 : 122 Hari ke10 : 121
0
Ke7:110/80 Ke8:90/60 Ke9:110/70 Ke10:120/80
Penilaian evaluasi DRPs Salah Obat : 1= ada 0 = tidak ada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0
0
128
Lampiran 8. Evaluasi DRPs Dosis Dibawah Dosis Terapi No
Obat
Dosis
Dosis
Pasien
Antidiabetes
Standar
pemberian
1
Rute
Penilaian dosis melebihi dosis terapi
0
Glimepirid
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
Metformin
500-
2x500mg
Oral
3x100mg
SC
0
0
2250mg/hr
2
Inj. novorapid
0.5-5 U/kg BB/hr
3
Glimepirid
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
Metformin
500-
2x1/2 500mg
Oral
1x500mg
Oral
0
1x15mg
Oral
0
2x100mg
Oral
2x15mg
Oral
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
0.5-1 U/kg
1x4iu
IV
500-
1x1/2 500mg
Oral
3x1/2 (15mg)
Oral
1x500mg
Oral
0
1x100mg
Oral
0
1x15mg
Oral
1x500mg
Oral
0
2x500mg
Oral
0
2x1/2 (15mg)
Oral
0
2x500mg
Oral
0
2250mg/hr 4
Metformin
5002250mg/hr
5
Gliquidon
15mg/hr, 4560mg (dosis terbagi)
Akarbosa
50mg, dapat ditingkatkan 100200mg/hr
6
Giquidon
15mg/hr, 45-
0
60mg (dosis terbagi) Glimepirid Inj. Actravid 7
Metformin
0
2250mg/hr Glikuidon
15mg/hr, 4560mg (dosis terbagi)
8
Metformin
5002250mg/hr
9
Akarbosa
50mg, dapat ditingkatkan 100200mg/hr
Glikuidon
15mg/hr, 4560mg (dosis terbagi)
10
Metformin
5002250mg/hr
11
Metformin
5002250mg/hr
12
Glikuidon
15mg/hr, 4560mg (dosis terbagi)
13
Metformin
5002250mg/hr
Inj. Actravid 14
Metformin
0.5-1 U/kg
1x15 IU
IV
500-
3x500mg
Oral
0
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
129
2250mg/hr Inj. Lantus
1x/hr
1x10 iU
IV
15
Glimepirid
16
Metformin
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
0
500-
3x500mg
Oral
0
2250mg/hr Glimepirid 17
Glibenclamid
18
Glikuidon
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
2.5-5mg/hr
1x5mg
Oral
0
15mg/hr, 45-
3x30mg
Oral
0
2x500mg
Oral
0
60mg (dosis terbagi) 19
Metformin
5002250mg/hr
20
Glimepirid
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
Metformin
500-
2x1/2 500mg
Oral
0
3x20 iU
SC
0
2250mg/hr 21
Inj. Novorapid
0.5-5 U/kg BB/hr
22
Inj. Lantus
1x/hr
1x16 iU
IV
Glikuidon
15mg/hr, 45-
1x1/2 (30mg)
Oral
0
60mg (dosis terbagi) 23
Glimepirid
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
0
24
Glikuidon
15mg/hr, 45-
2x1/2 (30 mg)
Oral
0
3x500mg
Oral
0
2x30 mg
Oral
0
3x1/2 (500mg)
Oral
0
Oral
0
60mg (dosis terbagi) 25
Metformin
5002250mg/hr
26
Glikuidon
15mg/hr, 4560mg (dosis terbagi)
27
Metformin
5002250mg/hr
28
Glikuidon
15mg/hr, 45-
2x1/2 (30mg)
60mg (dosis terbagi)
Penilaian Evaluasi DRPs Dosis dibawah terapi : 1 = ada 0 = tidak ada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
130
Lampiran 9. Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis Terapi No
Dosis Standar
Dosis pemberian
Rute
Glimepirid
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
Metformin
500-2250mg/hr
2x500mg
Oral
0.5-5 U/kg BB/hr
3x100mg
SC
0
Glimepirid
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
0
Metformin
500-2250mg/hr
2x1/2 500mg
Oral
4
Metformin
500-2250mg/hr
1x500mg
Oral
0
5
Gliquidon
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
1x15mg
Oral
0
Akarbosa
50mg, dapat ditingkatkan 100-
2x100mg
Oral
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
2x15mg
Oral
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
0.5-1 U/kg
1x4iu
Pasien 1
2 3
Obat Antidiabetes
Inj. novorapid
Penilaian dosis melebihi dosis terapi 0
200mg/hr
6
Giquidon Glimepirid Inj. Actravid
7
0
IV
Metformin
500-2250mg/hr
1x1/2 500mg
Oral
Gliquidon
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
3x1/2 (15mg)
Oral
0
8
Metformin
500-2250mg/hr
1x500mg
Oral
0
9
Akarbosa
50mg, dapat ditingkatkan 100-
1x100mg
Oral
0
200mg/hr
Giquidon
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
1x15mg
Oral
10
Metformin
500-2250mg/hr
1x500mg
Oral
0
11
Metformin
500-2250mg/hr
2x500mg
Oral
0
12
Gliquidon
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
2x1/2 (15mg)
Oral
0
Metformin
500-2250mg/hr
2x500mg
Oral
0
Inj. Actravid
0.5-1 U/kg
1x15 IU
Metformin
500-2250mg/hr
3x500mg
Oral
0
Inj. Lantus
1x/hr
1x10 Iu
IV
15
Glimepirid
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
0
16
Metformin
500-2250mg/hr
3x500mg
Oral
0
Glimepirid
1-2mg/hr
1x2mg
2.5-5mg/hr
1x5mg
Oral
0
13
14
17
Glibenclamid
18
Gliquidon
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
3x30mg
Oral
0
19
Metformin
500-2250mg/hr
2x500mg
Oral
0
1x2mg
Oral
Glimepirid
1-2mg/hr
20
Metformin
500-2250mg/hr
2x1/2 500mg
Oral
0
21
Inj. Novorapid
0
0.5-5 U/kg BB/hr
3x20 iU
SC
Inj. Lantus
1x/hr
1x16 iU
IV
Gliquidon
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
1x1/2 (30mg)
Oral
0
23
Glimepirid
1-2mg/hr
1x2mg
Oral
0
24
Gliquidon
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
2x1/2 (30 mg)
Oral
0
25
Metformin
500-2250mg/hr
3x500mg
Oral
0
26
Gliquidon
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
2x30 mg
Oral
0
27
Metformin
500-2250mg/hr
3x1/2 (500mg)
Oral
0
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
131
28
Gliquidon
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi)
2x1/2 (30mg)
Oral
0
Penilaian Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis terapi : 1 = ada 0 = tidak ada
Lampiran 10. Evaluasi DRPs Interaksi Obat No
Obat
kasus
antidiabetes
Obat Lain
Penilaian
Interaksi
Mekanisme Interaksi
evaluasi
Obat
Obat
Kadar gula darah
Interaksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
132
Obat per pasien 1
Glimepirid + Metformin
Tensivask
Hari ke1 : 177
0
Na.diklofenak Omeprazole
Hari ke2 : 160
Zaldiar Voltaren
Hari ke3 : 142
Inj. Ranitidine Inj. Remopain
Hari ke4 : 70
Inj. Omeprazole Hari ke5 : 137
Hari ke6: 110
2
Inj. novorapid
ISDN
0
Ranitidin Valsartan Lasix Aspar-K Salbutamol Parasetamol Inj. Ranitidine Inj. Ceftriaxon Inj. Lasix 3
1
Glimepiri
Metilprednisolon dapat
Glimepirid
Fores
Metformin
Trolip
d+
menurunkan efek
Kalmeco
metilpredn
glimepiride secara
Nepatic
isolon
farmakodinamik
Allopurinol
antagonis
Non flamin
(farmakodinamik,
Epsonal
minor)
Hibone
Hari ke1 : 127 Hari ke2 : Hari ke3 : 180 Hari ke4 : Hari ke5 : 151
Inj. Hexilon Inj.Tradosix/Trama
Hari ke6 : 187
dol Inj. Rocer
Hari ke7 :
Inj. Hibone
Hari ke8 :
Inj. Lansoprazol
Hari ke9 : 125
Inf. Clasta Hari ke 10 : 114 4
Metformin
Amlodipin
1
Ranitidin
Ranitidin mengurangi
Parasetamol
+
pembersihan ginjal
Ceftriaxon
Metformin
metformin dengan
Ranitidin
menghambat sekresi
newdiatab
metformin di tubular
Hari ke1 :190
Inj. Ondansetron
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
133
Inj. Parasetamol
ginjal sehingga kadar
Inj.
plasma metformin dapat
Tramadol/Paraseta
meningkat dan dapat
mol
meningkatkan efek
Hari ke2 : 150
farmakologisnya farmakokinetik, moderat) 5
1
Gliquidon
Meloxicam
Gliquidon
Hibone
Akarbosa
Imdur
+
meningkatkan
Asam folat
meloxica
gliquidon
Brain act
m
dapat
dapat efek
Hari ke1 : 84 Hari ke2 :
sehingga menyebabkan
Candesartan
hipoglikemia
Amiodaron
diketahui, moderat)
(tidak
Amlodipin
Hari ke3 : Hari ke4 : 147 Hari ke5 : 100 Hari ke6 : 91
Clonidin Losartan
Hari ke7 : 90
Alprazolam Ranitidin
Hari ke8 : 100
Ondansetron
Hari ke9 : 119
Bioxon
Hari ke10 :
Ketorolac Ascardia
Hari ke11 : 138
Meloxicam
Hari ke12 : 121
Provital Hari ke13 :
Cefixim Clopidogrel
Hari ke14 : 113
Inj. Transamin
Hari ke15 : 97
Inj. Vit K
6
Inj. Clasta
Hari ke16 : 111
Inj. Ceftriaxon
Hari ke17 : 169 1
Metilpred
Efek antagonis
Giquidon
Persantin
Glimepiride
Pectosil
nisolon +
metilprednisolon dapat
Inj. Actravid
Spironolakton
glimepirid
menurunkan efek
ISDN
glimepiride
Simvastatin
(farmakodinamik,
Clopidogrel
minor)
Hari ke1 : Hari ke2 : Hari ke3 : Hari ke4 :
KSR Digoxin Amiodaron
Hari ke5 : Hari ke6 :
Warfarin Inj. Omeprazol
Hari ke7 : 171
Inj. Ketorolac Inj. Ondansetron Inj.
Hari ke8 : 422 Hari ke9 : 285
Metilprednisolon
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
134
Inj. Furosemid
Hari ke10 : 485
Inj. Ceftriaxon Hari ke11 : 398
Cendoliter 7
1
Metformin
Ciprofloxacin
Metformin
Ciprofloxacin
Gliquidon
Lansoprazol
+
meningkatkan
Domperidon
Ciprofloxa
metformin
Curcuma
cin
menyebakan
dapat
Hari ke1 : 156
efek sehingga
Valsartan
hipoglikemia
Digoxin
(farmakodinamik,
Pectosil
moderat)
Hari ke2 : 124
Hari ke3 : 167
Carvedilol Clopidogrel
Hari ke4 : 107
Inj. Cetirizine Inj. Cobazym Inj. Spironolakton
Hari ke5 : 142
Inj. Persantin Inj. Furosemid Hari ke6 : 194
Inj. Omeprazole Inj. Ketorolac Inj. Ondasetron
Hari ke7 : 176
Inj. Ranitidin Inf. Sukralfat 8
Metformin
Asam folat
1
Metformin Ranitidin mengurangi
Clopidogrel
+
pembersihan ginjal
Ranitidin
Ranitidin
metformin dengan
Cobazym
menghambat sekresi
Losartan
metformin di tubular
Eperison
ginjal sehingga kadar
Ketoprofen
plasma metformin dapat
Inj. Piracetam
meningkat dan dapat
Inj. Brain act
meningkatkan efek
Hari ke1 : 177
Hari ke2 : 167
Hari ke3 : 102
Hari ke4 : 214
Hari ke5 : 150
farmakologisnya (farmakokinetik,
Hari ke6 : 106
moderat) 9
Akarbosa
Clopidogrel
Giquidon
Allopurinol
0
Hari ke1 :
Tonar Amlodipin
Hari ke2 :
Cefixim Lansoprazol Inj. Stabixin Inj. Metronidazol
Hari ke3 :
Inj.ranitidin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
135
Inj. Ondansetron
Hari ke4 : 107
Inj. Ketorolac
10
Metformin
Parasetamol
0
Hari ke1 :
Levofloxacin
Hari ke2 :
Cefixim
Hari ke3 :
Meloxicam
Hari ke4 :
Omeprazol
Hari ke5 : 90
Metilprednisolon
Hari ke6 : 154
Inj. Ketorolac
Hari ke7 : 180
Inj. Meropenem
Hari ke8 : 224 Hari ke9 : 212
11
Metformin
Ambroxol
1
Metformin Ranitidin mengurangi
Cobazym
+
pembersihan ginjal
Inj.
Ranitidin
metformin dengan
Metformin
Metilprednisolon
Hari ke1 : 103
menghambat sekresi
Inj. Ranitidin
+
metformin di tubular
Inj. Kalmeco
Cobazym
ginjal sehingga kadar
Hari ke2 : 598
plasma metformin dapat meningkat dan dapat
Hari ke3 : 282
meningkatkan efek farmakologisnya (farmakokinetik, moderat)
Hari ke4 : 151
Metformin dapat menurunkan efek cobazym namun tidak diketahui mekanismenya
Hari ke5 : 131
(tidak diketahui, minor)
12
Gliquidon
Dypiridamol Simvastatin
0
Hari ke1 :83 Hari ke2 : 84
Interpec Parasetamol
Hari ke3 : 99
Newdiatab
Hari ke4 : 114
Cobazym
Hari ke5 : 130
Metronidazol
Hari ke6 :
Lacidofil Cetirizin
Hari ke7 :
Cefixim
Hari ke8 : 292
Clopidogrel
Hari ke9 : 140
Inj. Kalmeco Inj. Ranitidin
Hari ke10 : 160
Inj. Ondansetron
Hari ke11 : 121
Inj. Micostatin
Hari ke12 : 50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
136
13
Metformin
Sukralfat
Inj. Actravid
Propranolol
1
Metformin Keduanya dapat saling + actravid
Hari ke1 : 429
meningkakan efek
Sismuco
secara farmakodinamik
Isosorbid
sinergis
mononitrat
(farmakodinamik,
Interpec
moderat)
Cobazym
Hari ke2 : 288 Hari ke3 : 153 Hari ke4 : 231 Hari ke5 :
Laxadin Hari ke6 : 366
Azitromicin Inj. Asam
Hari ke7 : 408
traneksamat Inj. Vit K
Hari ke8 :
Inj. Metoklopramid
Hari ke9 :
Inj. Stabixin Hari ke10 :
Inj. Omeprazol 14
Metformin
Clopidogrel
Inj. Lantus
Spironolakton
1
Metformin Digoxin dapat
Hari ke1 : 415
meningkatkan efek
Hari ke2 : 296
Losartan
metformin melalui
GDP Hari ke3 : 119
ISDN
kompetisi obat di renal
GDP Hari ke4 : 130
Digoxin
tubular clearance.
GDP Hari ke5 : 75
Furosemid
(farmakokinetik,
Hari ke6 : 152
Ranitidin
moderat)
Hari ke7 : 121
+ Digoxin
Hari ke8 : 63 Hari ke9 : 15
Glimepirid
Sukralfat
0
Hari ke1 :
Lacidofil Hari ke2 : 148
Cobazym Parasetamol
Hari ke3 :
Interpec Dulcolax
Hari ke4 : 215
Cefixim Hari ke5 : 160
Lansoprazol Amlodipin
Hari ke6 :
Kalmeco Laxadin
Hari ke7 :
Clobazam Clopidogrel
Hari ke8 :
Inj. Stabixin Hari ke9 : 183
Inj. Ceftriaxon Inj. Omeprazol
Hari ke10 : 140
Inj. Ranitidin 16
1
Glimepiri
Levofloxacin dapat
Metformin
ISDN
Glimepirid
Bisoprolol
d+
meningkatkan efek
Sukralfat
Levofloxa
meningkatkan efek
Hari ke1 :
Parasetamol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
137
Polimigel
cin
glimepirid dengan
Enziplex
berinteraksi secara
Levofloxacin
farmakodinamik dan
Inj. Ranitidin
bersifat sinergi
Inj. Ondansetron
(farmaodinamik,
Inj. Ceftriaxon
moderat).
Hari ke2 : 295
Hari ke3 : 318
Inj. Domperidon Inj. Antasid Hari ke4 : 308
17
Glibenclamid
Ranitidin
1
Glibenkla
Ranitidine dapat
Newdiatab
mid +
Domperidon
Ranitidin
metabolisme hepatic
Glibenkla
sulfonylurea dengan
Antasid
mid +
menghambat enzim
Parasetamol
Antasida
sitkrom P450 hati,
OBH Nelco
Estazolam
Hari ke1 :
menghambat Hari ke2 : Hari ke3 : 210 Hari ke4 :
sehingga meningkatkan
Inj. Ceftriaxon
efek
Inj. Ondansetron
Hari ke5
sulfonilurea(farmakokin etik, moderat)
Hari ke6 : GDP Hari ke7 : 143 Hari ke8 : Hari ke9 :
18
Gliquidon
Sanadril
0
4FDC
Hari ke1 : GDP Hari ke2 : 191
Domperidon
Hari ke3 : 173
Curcuma Hari ke4 : 255
Sukralfat
19
Vectrin
Hari ke5 : 134
Inj. Ceftriaxon
Hari ke6 : 158
Inj. Ranitidin
Hari ke7 :
Metformin
ISDN
Glimepirid
Dypiridamol
0
Hari ke1 : 175 Hari ke2 :
Simvastatin Clopidogrel
Hari ke3 :
Interpec
Hari ke4 :169
Cetirizine
Hari ke5 : 133
Inj. Farmadol
Hari ke6 : 114
Inj. Stabixin Inj. Omeprazol Inj. Ketorolac
Hari ke7 : 187 Hari ke8 : 196
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
138
Cendoliter 20
Metformin
Cefixim
Hari ke9 : 121 1
Ranitidin
Ranitidin+ Ranitidin mengurangi Metformin
Hari ke1 : 236
pembersihan ginjal
Parasetamol
metformin dengan
Antasida
menghambat sekresi
Inj. Omeprazol
metformin di tubular
GDP Hari ke2 : 166
ginjal sehingga kadar plasma metformin dapat
Hari ke3 : 245
meningkat dan dapat meningkatkan efek farmakologisnya
Hari ke4 :
(farmakokinetik, moderat) 21
Inj. Novorapid Inj. Lantus
Brain act
0
Hari ke1 : 333
Asam traneksamat Kalmeco Ranitidin
Hari ke2 : 339
Sulfat atropin Dobutamin 22
Gliquidon
Aspirin
1
Vipalbumin
Ramipril + Ramipril dapat Gliquidon
meningkatkan efek
Gliquidon
gliquidon secara
Captopril
+ Aspirin
farmakodinamik
Tramifen
Gliquidon
Provital
Ramipril
+
Digoxin
Captopril
Hari ke 14: 181 Hari ke 15: 159
sinergis. (farmakodinamik,moder at) Aspirin dapat
Aspark Interpec
meningkatkan efek
Inj. Brainact
gliquidon namun
Inj. Omeprazol
mekanismenya tidak
Inj. Kalmeco
diketahui (moderat) Captopril dapat
Inj. Furosemid Inj. Stabixin
meningkatkan efek
Inf. Lansoprazol
gliquidon secara farmakodinamik sinergis (moderat)
23
Glimepirid
Candesartan Lactulac
0
Hari ke1 : 225 Hari ke2 : 275
Sistenol Inj. Bioxon
Hari ke3 :
Inj. Domperidon
Hari ke4 :156
Inj. Toramin Inj. Ondansetron Inj. Ranitidin
Hari ke5 : Hari ke6 :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
139
24
Gliquidon
Spironolakton
0
Hari ke1 :
Sukralfat Rebamipid Curcuma Isosorbid
Hari ke2 : 327
mononitrat Laxadin Cefixim Asam traneksamat
Hari ke3 : 227
Omeprazol Metoclopramid Mecobalamin Omeprazol
Hari ke4 : 174
Furosemid Vit K Inj. Lansoprazol Inj. Domperidon
Hari ke5 :
Inj. Furosemid Inj. Ondansetron Inj. Cefotaxim 25
Metformin
Frego
0
Hari ke1 : 161
Mertigo GDP Hari ke2 : 141
Losartan Simvastatin
Hari ke3 :
Clopidogrel Hari ke4 :
Fenofibrat Lansoprazol
Hari ke5 :171
Inj. Omeprazol 26
Glikuidon
Isosorbid
0
Hari ke1 : 437
mononitrat Sukralfat Hari ke2 : 346
Spironolakton Cefixim Lansoprazol
Hari ke3 : 365
Metoklopramid Asam traneksamat Hari ke4 : 199
Vit K Inj. Stabixin Inj. Omeprazol
Hari ke5 : 170
Inj. Furosemid Inj. Ceftriaxon 27
Metformin
Atorvastatin
0
Hari ke1 : 180
Ikaneuron Clopidogrel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
140
Brainact
GDP Hari ke2 : 131
Lansoprazol Meloxicam Aspirin
Hari ke3 :170
Asam mefenamat Tramifen 28
Gliquidon
Cobazym Bisoprolol
1
Ramipril + Gliquidon
Ramipril
dapat
Hari ke1 :
efek
Hari ke2 :
meningkatkan
Spironolakton
gliquidon
Ramipril
farmakodinamik
Dypiridamol
sinergis (moderat)
secara
Hari ke3 : 89 Hari ke4 : 113
Ranitidin
Hari ke5 : 116
Stabixin
Hari ke6 : 130
Interpec
Hari ke7 :
Clopidogrel Cefixim
Hari ke8 :112
Inj. Furosemid
Hari ke9 : 122
Inj. Fluxum
Hari ke10 : 121
Penilaian Evaluasi DRPsInteraksi Obat : 1 = ada 0 = tidak ada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
141
Lampiran 11. Hasil Analisis Hubungan antara Usia dengan DRPs Case Processing Summary Cases Valid N usia pasien * DRP jenis kelamin * DRP
Missing
Percent 28 28
N
100.0% 100.0%
Total
Percent 0 0
N
.0% .0%
Percent 28 28
100.0% 100.0%
Crosstab DRP ada usia pasien
lanjut usia 60-74 tahun
Count % within DRP
usia tua 75-90 tahun Total
24
83.3%
90.0%
85.7%
3
1
4
16.7%
10.0%
14.3%
Count % within DRP
Total 9
Count % within DRP
tidakbutuh 15
18
10
28
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
a
1
.629
.000
1
1.000
.245
1
.621
.233 b
Fisher's Exact Test b
N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
1.000
Exact Sig. (1sided)
.548
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
142
Lampiran 12. Hasil Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan DRPs Crosstab DRP ada jenis kelamin
perempuan
Count % within DRP
laki-laki
Count % within DRP
Total
Count % within DRP
tidakbutuh
Total
9
8
17
50.0%
80.0%
60.7%
9
2
11
50.0%
20.0%
39.3%
18
10
28
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
df
b
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
1
.119
1.331
1
.249
2.559
1
.110
Fisher's Exact Test N of Valid Cases
Exact Sig. (2-
a
2.426 b
Asymp. Sig. (2-
.226
.124
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
143
Lampiran 13. Hasil Analisis Hubungan antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs penyakit_komplikasi * DRP Crosstabulation DRP ada penyakit_komplikasi
Ada
Count
8
22
77.8%
80.0%
78.6%
4
2
6
22.2%
20.0%
21.4%
18
10
28
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within DRP
Total
Count % within DRP
Total
14
% within DRP tidak ada
tidak ada
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.891
.000
1
1.000
.019
1
.890
.019 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test b
N of Valid Cases
1.000
.642
28
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for penyakit_komplikasi (ada /
.875
.130
5.890
.955
.499
1.825
1.091
.310
3.844
tidak ada) For cohort DRP = ada For cohort DRP = tidak ada N of Valid Cases
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
144
Lampiran 14. Hasil Analisis Hubungan antara Penyakit Penyerta dengan DRPs Crosstab DRPs ada penyakit_penyerta
100
Count % within penyakit_penyerta
Total
Count % within penyakit_penyerta
tidak ada
Total
19
9
28
67.9%
32.1%
100.0%
19
9
28
67.9%
32.1%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
.
N of Valid Cases
a
28
a. No statistics are computed because penyakit_penyerta is a constant.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
145
Lampiran 15. Hasil Analisis Hubungan antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan DRPs Crosstab DRP ada OAD_tunggal
ada
Count
6
17
61.1%
60.0%
60.7%
7
4
11
38.9%
40.0%
39.3%
18
10
28
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within DRP
Total
Count % within DRP
Total
11
% within DRP tidak ada
tidak ada
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Df a
1
.004
6.566
1
.016
9.003
1
.002
7.003 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test b
N of Valid Cases
.002
.002
28
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for OAD_tunggal (ada / tidak ada) For cohort DRP = ada For cohort DRP = tidak ada N of Valid Cases
Lower
Upper
1.048
.216
5.090
1.017
.576
1.795
.971
.353
2.672
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
146
Lampiran 16. Hasil Analisis Hubungan antara Obat Antidiabetes Kombinasi dengan DRPs Crosstab DRP Ada OAD_Kombinasi
Ada
Count % within DRP
tidak ada
Count % within DRP
Total
tidak ada
Count % within DRP
Total
7
4
11
38.9%
40.0%
39.3%
11
6
17
61.1%
60.0%
60.7%
18
10
28
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.004
6.566
1
.016
9.003
1
.002
7.003 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.002
b
N of Valid Cases
.002
28
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Df
b
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
1
.954
.000
1
1.000
.003
1
.954
Fisher's Exact Test N of Valid Cases
Exact Sig. (2-
a
.003 b
Asymp. Sig. (2-
1.000
.632
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
147
Lampiran 17. Hasil Analisis Hubungan antara Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs Crosstab DRP ada Jumlah_penggunaanobat
>15obat
Count % within DRP
<15obat
Count % within DRP
15 obat
Count % within DRP
Total
Count % within DRP
tidak ada
Total
4
3
7
22.2%
30.0%
25.0%
12
7
19
66.7%
70.0%
67.9%
2
0
2
11.1%
.0%
7.1%
18
10
28
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
2
.034
1.929
2
.001
1.277
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta