UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 96% KULIT BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH MERAH SECARA IN VITRO
SKRIPSI
ANDIS SAPUTRA 1111102000119
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 96% KULIT BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH MERAH SECARA IN VITRO
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ANDIS SAPUTRA 1111102000119
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.
Nama
: Andis Saputra
NIM
: 1111102000119
Tanda tangan
:
Tanggal
: 6 Juli 2015
iii
ABSTRAK Nama
: Andis Saputra
Program Studi : Strata-1 Farmasi Judul
: Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Sel Darah Merah secara In vitro.
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional di daerah Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Bone. Analisis fitokimia ekstrak tanaman Kayu Jawa mengungkapkan adanya kandungan senyawa flavonoid dan senyawa polifenol lain yang diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah. Penghambatan lisis sel darah merah akibat induksi larutan hipotonis digunakan sebagai ukuran aktivitas antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak tersebut kemudian dibandingkan dengan standar natriun diklofenak. Hasil uji aktivitas antiinflamasi menggunakan metode stabilisasi membran sel darah manusia berdasarkan perhitungan persen stabilitas menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) pada konsentrai 800 ppm mempunyai aktivitas tertinggi yaitu sebesar 90,476%. Dengan demikian konsentrasi tersebut dapat dikatakan sebagai konsentrasi paling tinggi/efektif dalam memberikan perlindungan membran sel darah merah yang diinduksi oleh larutan hipotonik. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka potensi dalam menstabilkan membran sel darah merah yang induksi larutan hipotonik akan semakin meningkat, sehingga aktivitas menstabilkan membran sel darah merah dapat dikaitkan dengan konsentrasi.
Keywords: Antiinflamasi, Lannea coromandelica, Natrium diklofenak, Human Red Blood Cell (HRBC), Stabilitas membran.
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Programme Study Title
: Andis Saputra : Strata-1 Pharmacy : Anti-inflammatory Activity Assay Toward Ethanol 96% Extract of Java Wood Bark (Lannea coromandelica) with Human Red Blood Cell Stabilization In vitro.
Java wood (Lannea coromandelica) is a plant that is widely used in traditional medication in South Sulawesi especially Bone District. Phytochemical analysis of Java Wood plant extract srevealed the content of flavonoids and other polyphenol compounds known to possess antiinflammatory activity. This study aims is to determine the anti-inflammatory activity of 96% ethanol extractof Java Wood Bark (Lannea coromandelica) using red blood cell membranes stabilization method. Red blood cell lysis Inhibition induced by hipotonis solutionis used as an anti-inflammatory activity measurements. Anti-inflammatory activity of the extract is then compared to standard diclofenac sodium. Anti-inflammatory activity test results using human blood cell membrane stabilization based on percent calculation of stability showed that 800 ppm concentration of 96% ethanol extract of the Java wood bark (Lannea coromandelica) has the highest activity equals to 90.476%. Thus, that concentration can besaid to be the highest concentration/effectivein providing protection of red blood cell membranes induced by hypotonic solution. The higher the concentration of the extract used in stabilizing the membrane potential of red blood cells which induced a hypotonic solution will also increase, thus the activity stabilizaion of the red blood cell membrane can be attributed to the concentration.
Key words: Anti-inflamatory, Lannea coromandelica, diclofenac sodium, Human Red Blood Cell (HRBC), membrane stabilization.
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya, yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW, sosok yang selama ini penulis teladani. Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah secara In Vitro” ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Ambo Aco dan ibunda Baharia yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasihat, semangat, serta dukungan moril maupun materil yang tak terhingga yang tidak akan mampu penulis membalas semua itu. Adik penulis Agus Suryansah yang sangat penulis cintai. 2. Eka Putri, M.Si, Apt sebagai pembimbing I dan Yardi, Ph.D, Apt sebagai pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasihat, waktu, tenaga, dan pikirannya selama penelitian dan penulisan skripsi. 3. PT. VALE Indonesia yang telah membiayai penulis selama menjalani pendidikan di jenjang S1 Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Yardi.,Ph.D, Apt, selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Nelly Suryani., Ph.D., Apt selaku sekertaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Dr. Hj. Delina Hasan, M. Kes., Apt dan Isimiarni Komala, M.Sc, Ph.D, Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan. 7. Ibu/Bapak Dosen dan Staff Akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak pengetahuan dan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan. 8. Ageng Hasna Fauziyah, Nindya Nurfitriani Azhar, Indah Nunik Nugraini, Elsa Elfrida, Euis Chodijah, Qadrina sufy, dll yang selalu membantu, mendukung, dan memberikan semangat dalam keseharian penulis selama perkuliahan hingga saat ini. 9. Teman-teman satu kontrakan dan teman bermain : Wahidin Saleh, M.A.W Khairurrijal, Hardi Mozer, Muhammad Syahid Ali, Agung Prakoso Trisa, Aditya Ramadhan, Muhammad Haidar Ali, Khairul Bahtiar Azhari, Ahmad rifqi, Galih Nurhadi dll. 10. Teman-teman Farmasi 2011, khususnya kelas BD yang telah memberikan warna serta memori yang indah selama perkuliahan. Terimakasih atas kesempatan mengenal kalian semua. 11. Senior Farmasi, Mardani Bonix, Erwin Prawirodiharjo, Hidrial Lisa, dll yang telah memberikan arah dan petunjuk kepada penulis. 12. Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di laboratorium, ka Eris, ka Tiwi, ka Lisna, ka Siti, mba Rani, dan ka Rahmadi. 13. Teman-teman HIPMAJA LUTIM, Hidayat S Bakalinga, Andiny Rezkia Enhas, Mentari Nun Rezky dll, terima kasih telah menjadi keluarga kedua
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bagi penulis. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca diharapkan penulis guna perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, mahasiswa Farmasi khususnya, dan masyarakat pada umumnya, serta bagi dunia ilmu pengetahuan. Aamiin. Jakarta, 6 Juli 2015
Andis Saputra
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Andis Saputra
Nim
: 1111102000119
Program Studi
: Strata-1 Farmasi
Fakultas
: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan judul :
Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah secara In Vitro
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Ciputat Pada tanggal : 6 Juli 2015
Yang menyatakan
(Andis Saputra)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v ABSTRAK .......................................................................................................... vi ABSTRACT ........................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... xi DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6 2.1 Kayu Jawa (Lannea coromadelica) ............................................... 6 2.2 Ekstrak dan Ekstraksi .................................................................... 7 2.3 Skrining Fitokimia ........................................................................ 8 2.3.1
Flavonoid ........................................................................... 9
2.3.2
Alkaloid ............................................................................. 9
2.3.3
Saponin .............................................................................. 10
2.3.4
Tanin .................................................................................. 10
2.4 Inflamasi ........................................................................................ 10 2.4.1
Defenisi .............................................................................. 10
2.4.2
Mekanisme Inflamasi ........................................................ 11
2.4.3
Mediator-Mediator Inflamasi ............................................ 13
2.5 Obat Antiinflamasi ........................................................................ 14 2.5.1
Obat Antiinflamsi Golongan Steroid ................................. 15
2.5.2
Obat Antiinflamsi Golongan Non Steroid ......................... 16
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Uji Aktivitas Antiinflamasi ........................................................... 18 2.6.1
Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Manusia ... 18
2.7 Spektrofotometer UV-Vis .............................................................. 19 BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................... 22 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 22 3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 22 3.2.1
Alat .................................................................................... 22
3.2.3
Bahan ................................................................................. 22
3.3 Desain/ Rancangan Penelitian ....................................................... 23 3.4 Prosedur Kerja ............................................................................... 23 3.4.1
Determinasi Tanaman ........................................................ 23
3.4.2
Penyiapan Sampel .............................................................. 23
3.4.3
Ekstraksi Sampel Kulit Batang Kayu Jawa (Lanne coromandelica) ................................................................. 23
3.4.4
Penapisan Fitokimia .......................................................... 24
3.4.5
Uji Parameter Ekstrak ........................................................ 26
3.4.6
Uji Aktivitas Antiinflamasi dengan Metode Stabilisasi Membran Eritrosit .............................................................. 27 3.4.6.1 Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan ................... 27 3.4.6.2 Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah .................. 28 3.4.6.3 Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran Eritrosit .................................................. 28
3.4.7
Analisis Data ...................................................................... 29
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 30 4.1 Hasil .............................................................................................. 30 4.1.1 Hasil Determinasi .............................................................. 30 4.1.2
Pembuatan Serbuk Simplisia ............................................ 30
4.1.3
Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman ............................ 30
4.1.4
Hasil Penetapan Parameter Ekstrak .................................. 31
4.1.5
Hasil Penapisan Fitokimia ................................................ 31
4.1.6
Hasil Uji Stabilisasi Membran Eritrosit Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) secara In Vitro ................................................................... 32
4.1.7
Hasil Analisa Data Statistik .............................................. 33
4.2 Pembahasan ................................................................................... 34 4.2.1
Ekstraksi ............................................................................ 34
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.2
Stabilisasi Membran Sel Darah Merah ............................. 35
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................ 39 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 39 5.2 Saran .............................................................................................. 39 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 40 LAMPIRAN ........................................................................................................ 46
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL Tabel 1. Hasil Penetapan Parameter Ekstrak ...................................................... 31 Tabel 2. Hasil Penapisan Fitokimia ..................................................................... 32 Tabel 3. Hasil Stabilisasi Membran Eritrosit ...................................................... 32
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Kayu Jawa ...................................................................................... 6
Gambar 2.
Mediator Inflamasi ........................................................................ 14
Gambar 3.
Biosintesis Tromboksan, Prostasiklin, dan Leukotrien ................. 15
Gambar 4.
Mekanisme Obat-obat Antiinflamasi ............................................. 17
Gambar 5.
Stabilisasi Membran Eritrosit ........................................................ 33
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman .......................................................... 46 Lampiran 2. Alur Kerja Penelitian ..................................................................... 47 Lampiran 3. Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan ........................................... 48 Lampiran 4. Pembuatan Suspensi Sel Darah ..................................................... 49 Lampiran 5. Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran .......... 50 Lampiran 6. Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman ......................................... 51 Lampiran 7. Hasil Penetapan Parameter Non Spesifik ...................................... 52 Lampiran 8. Hasil Penapisan Fitokimia ............................................................. 53 Lampiran 9. Penentuan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) .... 55 Lampiran 10. Penetapan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Kontrol Positif (Natrium Diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm ............... 57 Lampiran 11. Hasil Uji Statistik ........................................................................... 58
xvii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar
(mega biodiversitas) di dunia setelah Brasil. Tercatat di hutan tropis Indonesia ditemukan kurang lebih 30.000 dari 40.000 jenis tumbuhan di dunia. 940 jenis berkhasiat sebagai obat adalah 90% dari jumlah tumbuhan obat di Asia (BPOM RI, 2009 ; Nugroho, 2010). Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah swt., yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang ekonomi, kesehatan, maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sesungguhnya Allah telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an Surah AsySyuara ayat 7 sebagai berikut : ٍَأوَلَ ْم يَ َروْا إِلَى الْأَ ْرضِ كَمْ َأ ْن َبتْنَا فِيهَا ِمنْ ُكلِّ َزوْجٍ كَرِيم Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? Dewasa ini, penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik di dalam maupun di luar negeri berkembang dengan pesat, terutama dalam bidang khasiat farmakologisnya, salah satunya sebagai antiinflamasi (Kusuma et al., 2005). Peradangan (inflamasi) merupakan respon protektif normal terhadap cedera jaringan yang melibatkan berbagai proses fisiologis di dalam tubuh seperti aktivasi enzim, pelepasan mediator, diapedesis atau pergerakan sel darah putih melalui kapiler ke daerah peradangan, migrasi sel, kerusakan dan perbaikan jaringan (Kumar et al., 2012). Faktor yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh inflamasi adalah patogen, iritan kimia (asam dan basa kuat, fenol, dan racun), dan iritan fisika (trauma, benda asing, dingin, arus listrik, dan radiasi). Inflamasi adalah upaya perlindungan tubuh untuk menghilangkan rangsangan merugikan serta memulai proses penyembuhan pada jaringan. Namun, jika peradangan tidak diobati dapat menyebabkan timbulnya
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
penyakit seperti rinitis vasomotor, rematoid artritis, dan aterosklerosis (R Ilakkiya et al., 2013). Pada umumnya pengobatan yang digunakan untuk mengatasi terjadinya inflamasi adalah obat modern dari golongan Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) dan golongan steroid yang berguna untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit akibat peradangan. Tetapi dalam penggunaannya obat-obat ini mempunyai risiko toksisitas gastrointestinal, toksisitas jantung, dan lainnya dalam penggunaan jangka panjang. Untuk alasan ini, ada kebutuhan untuk memiliki obat antiinflamasi dengan efek samping yang lebih ringan saat digunakan. Oleh karena itu, tumbuhan lebih banyak dipilih sebagai alternatif yang alami untuk pengobatan berbagai penyakit, tetapi masih kurangnya bukti ilmiah untuk khasiat tersebut (Madhavi et al., 2012). Kayu Jawa (Lannea coromandelica) adalah salah satu tanaman obat tradisional yang masih sering digunakan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan (khususnya) sampai sekarang ini karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh untuk mengobati luka dalam dan luka luar seperti muntah darah dan mempercepat penyembuhan luka. Selain itu, masyarakat sering menggunakan tanaman ini untuk mengobati bintitan. Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya, misalnya untuk mengobati muntah darah masyarakat merebus kulit batang tumbuhan ini kemudian air rebusannya diminum atau kulit batang diperas kemudian air perasannya diminum. Lain halnya dengan untuk mengobati bintitan, masyarakat menggunakan cairan yang keluar dari penampang ranting tumbuhan ini. Tumbuhan ini banyak mengeluarkan cairan tersebut di pagi hari sekitar pukul 6 sampai pukul 8 pagi. Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka, masyarakat biasanya langsung menggunakan kulit batang dengan menempelkannya ke bagian luka. Berdasarkan studi fitokimia, kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat, steroid, alkaloid, glikosida jantung, terpenoid, tanin, dan flavonoid (Manik,et al., 2013). Venkata (2010) melaporkan kulit batang Lannea coromandelica memiliki potensi antikanker. Beberapa studi farmakologi juga telah dilaporkan oleh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
peneliti-peneliti dari India dan Bangladesh bahwa ekstrak metanol kulit batang Kayu Jawa memiliki aktivitas biologis seperti antibakteri, antioksidan, analgesik, aktivitas hipotensi, aktivitas penyembuhan luka, (Alam, et al., 2012). Selain itu, fraksi n-hexan, diklorometana, dan etil asetat kulit batang dan daun tumbuhan Kayu Jawa memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, dan trombolitik. Fraksi etil asetat kulit batang Kayu Jawa menunjukkan aktivitas antioksidan paling besar dengan IC50 sebesar 3,8±0,14 μg/ml (Manik, et al., 2013). Penelitian terbaru yang dilakukan Prawirodiharjo (2014) menunjukkan bahwa eksrak etanol 70% kulit batang Kayu Jawa memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (AAI > 2) dengan nilai AAI 5,5679 dan ekstrak air kulit batang Kayu Jawa memiliki aktivitas antioksidan yang lemah (AAI < 0,5) dengan nilai AAI 0,0667. Sedangkan hasil penapisan fitokimia Prawirodiharjo (2014) melaporkan bahwa ekstrak etanol 70% dan air kulit batang Kayu Jawa mengandung flavonoid, saponin, glikosida, fenol, dan tanin. Dari data yang diperoleh dari penapisan kimia Prawirodiharjo (2014) dan Manik et al (2013) bahwa kulit batang Kayu Jawa mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan tanin. Dimana telah dilaporkan bahwa saponin dan flavonoid tertentu dapat menstabilkan membran lisosom baik in vivo dan in vitro, sedangkan tanin dan saponin memiliki kemampuan untuk mengikat kation, sehingga menstabilkan membran eritrosit dan makromolekul biologis lainnya (Oyedapo et al, 2004). Penggunaan empiris secara luas untuk pengobatan dalam masyarakat menggunakan kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian aktivitas antiinflamasi tanaman ini, melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol 96% dengan metode stabilisasi membran sel darah merah secara in vitro.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.2
Rumusan Masalah Dari uraian di atas menunjukkan tanaman Kayu jawa memiliki berbagai
aktivitas sebagai obat. 1. Hasil penelitian di India dan Bangladesh menunjukkan bahwa tanaman Kayu jawa memiliki aktivitas seperti: antibakteri, analgesik, antidiare, antihipertensi, dan juga dapat menyembuhkan luka. 2. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan tanaman Kayu jawa memiliki senyawa seperti: flavonoid, saponin, dan tanin. 3. Senyawa dari kandungan tumbuhan kayu jawa diduga memiliki efek antiinflamasi. 4. Tumbuhan kayu jawa di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian tentang aktivitasnya sebagai antiinflamasi 1.3
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol 96% kulit batang
tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) yang diperoleh dengan metode HRBC (Human Red Blood Cell) secara invitro. 1.4
Manfaat Penelitian a. Manfaat secara teoritis Menambah khazanah pengetahuan obat-obat herbal dan dapat memberikan
informasi ilmiah mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia khususnya aktivitas antiinflamasi dari kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) yang dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah dalam upaya peningkatan kesehatan dan pemanfaatannya di bidang industri farmasi. b. Manfaat secara metodologis Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian lainnya, terutama penelitian tentang tumbuhan yang digunakan sebagai obat terutama antiinflamasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
c. Manfaat secara aplikatif 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada pembuat kebijakan di bidang pengobatan dengan memanfaatkan tumbuhan Kayu jawa sebagai obat tradisional. 2. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah perbendaharaan tanaman obat dalam Materia Medika.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1. Kayu jawa (Parwirodiharjo, 2014)
Secara taksonomi, tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Phylum
: Mannoliophyta
Class
: Magnoliatae
Order
: Sapindales
Family
: Anacardiaceae
Genus
: Lannea
Species
: Lannea coromandelica (Houtt.) Merr
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m). Permukaan batang berwarna abu-abu sampai coklat tua, kasar, ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur, batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap, dan memiliki eksudat yang bergetah. Daun imparipinnate, meruncing, dan berjumlah 7-11. Bunga berkelamin tunggal berwarna hijau kekuningan. Buah berbiji, panjang 12 mm, bulat telur, kemerahan, dan agak keras. Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari hingga Mei (Sasidharan, 2004). Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar di Himalaya (Swat-Bhutan), Assam, Burma, Indo-China, Ceylon, Pulau Andaman, China, dan Malaysia (Sasidharan, 2004). Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar, luka dalam, dan perawatan paska persalinan (Rahayu, et al., 2006). Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen, mengobati sakit perut, lepra, ulcer, penyakit jantung, disentri, dan sariawan. Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos, Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan impotensi. Kulit batang dapat dikunyah selama 2-3 hari untuk menyembuhkan glossitis. Perebusan daun juga dianjurkan untuk pembengkakan dan nyeri lokal (Wahid, 2009). Dari kulit batang dapat ditemukan β-sitosterol, physcion, dan physcion anthranol B (Wahid, 2009). Md. Tofazzal Islam, et al., (2009) telah mengisolasi dihydroflavonols,
(2R,3S)-(+)-3′,5-dihydroxy-4′,7-dimethoxy
dihydroflavonol
and (2R,3R)-(+)-4′,5,7-trimethoxy dihydroflavonol dari kulit batang Lannea coromandelica. 2.2
Ekstrak dan Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Tiwari, et al., 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah bagian dari tumbuhan yang digunakan, pelarut yang digunakan untuk ekstrak, dan prosedur ekstraksi (Tiwari, et al., 2011). Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah ditetapkan (Tiwari, et al., 2011). Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya (Tiwari, et al., 2011). Dalam mengekstraksi suatu tumbuhan sebaiknya menggunakan jaringan tumbuhan yang masih segar, namun kadang-kadang tumbuhan yang akan dianalisis tidak tersedia di tempat sehingga untuk itu jaringan tumbuhan yang akan diekstraksi dapat dikeringkan terlebih dahulu (Kristanti et al., 2008). Ekstraksi serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Teknik ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik maserasi (Kristanti et al., 2008). Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar (Ditjen POM, 2000). Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna. Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, et al., 2011). Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut diuapkan dengan alat penguap putar vakum (vacuum rotary ecaporator) hingga menghasilkan ekstrak pekat (Kristanti et al., 2008). 2.3
Skrining Fitokimia Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa
metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder (Harborne,1987). Adanya pengetahuan mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam suatu ekstrak, akan memudahkan dalam identifikasi kemungkinan aktivitas dari ekstrak tumbuhan yang digunakan, seperti flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan antrakuinon (Putra, 2007). 2.3.1
Flavonoid Flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut
dalam pelarut polar seperti etanol, menthanol, butanol, aseton, dan lainlain. (Markham,1988). Flavanoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavanoid, Gula yang terikat pada flavanoid mudah larut dalam air (Harbone,1996). Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Flavanoid mempunyai bermacam-macam efek yaitu, efek antiinflamasi, anti tumor, anti HIV, immune
stimulant,
analgesik,
antiradang,
antifungal,
antidiare,
antihepatotoksik, antihiperglikemik dan sebagai vasolidator (De Padua, et al., 1999) 2.3.2
Alkaloid Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering bersifat racun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya berwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harbone,1987). Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995). 2.3.3
Saponin Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan
mempunyai karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin mempunyai toksisitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya saponin dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu saponin yang mempunyai rangka steroid dan saponin yang mempunyai rangka triterpenoid. Berdasarkan pada strukturnya saponin akan memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi Liebermann-Buchard (LB) (Harborne, 1987). 2.3.4
Tanin Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul
antara 500-3000 dalton yang diduga berperan sebagai antibakteri, karena dapat membentuk
kompleks dengan protein dan interaksi hidrofobik
(Makkar,1991). Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin
terkondensasi
atau
tanin
katekin
dan
tanin
terhidrolisis
(Robinson,1995). Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanismenya adalah dengan merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan ikatan senyawa kompleks terhadap enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu ikatan kompleks tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri (Akiyama, et al., 2001).
2.4
Inflamasi 2.4.1
Definisi Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap adanya infeksi, iritasi atau
zat asing, sebagai upaya mekanisme pertahanan tubuh. Pada reaksi inflamasi akan terjadi pelepasan histamin, bradikinin, prostaglandin,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
ekstravasasi cairan, migrasi sel, kerusakan jaringan dan perbaikannya yang ditujukan sebagai upaya pertahanan tubuh dan biasanya respon ini terjadi pada
beberapa
kardiovaskular,
kondisi
penyakit
gangguan
yang
inflamasi
serius, dan
seperti
penyakit
autoimun,
kondisi
neurodegeneratif, infeksi dan kanker (Chippada et al., 2011). Inflamasi dimulai saat sel mast berdegranulasi dan melepaskan bahan-bahan kimianya seperti histamin, serotonin, dan bahan kimia lainnya. Histamin yang merupakan mediator kimia utama inflamasi juga dilepaskan oleh basofil dan trombosit. Akibat pelepasan histamin ini adalah vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler pada awal inflamasi (Corwin, 2008). Gejala-gejala klinis dari inflamasi adalah rubor (kemerahan), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan functio laesa (kehilangan fungsi). Kemerahan dan rasa panas disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah arteriol dengan demikian darah lebih banyak mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Tumor atau pembengkakan disebabkan oleh air, protein, dan zat-zat lain dari darah bergerak ke jaringan yang mengalami inflamasi. Rasa sakit (dolor) terjadi karena ujung sel saraf terstimulasi oleh kerusakan langsung jaringan (terjadi perubahan pH dan konsentrasi lokal ion-ion tertentu) dan beberapa mediator inflamasi untuk menghasilkan sensasi rasa sakit. Di samping itu, peningkatan tekanan di jaringan yang disebabkan oleh udem dan akumulasi nanah, juga dapat menyebabkan rasa sakit. Terbatasnya pergerakan oleh karena udem, rasa sakit, dan dekstruksi jaringan menyebabkan gangguan fungsi (Price & Lorraine, 2006). 2.4.2
Mekanisme Inflamasi Inflamasi dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut (respon awal
terhadap cidera jaringan), respon imun (pengaktifan sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan untuk merespon organisme asing), dan inflamasi kronis (Katzung, 2004). Proses inflamasi akut dan inflamasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
kronis ini melibatkan sel leukosit polimorfonuklear sedangkan sel leukosit mononuklear lebih berperan pada proses inflamasi imunologis (Sedwick & Willoughby, 1994). Adanya rangsangan iritan atau cidera jaringan akan memicu pelepasan mediator-mediator inflamasi. Senyawa ini dapat mengakibatkan vasokontriksi singkat pada arteriola yang diikuti oleh dilatasi pembuluh darah, venula dan pembuluh limfa serta dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler pada membran sel. Peningkatan permeabilitas vaskuler yang lokal dipengaruhi oleh komplemen melalui jalur klasik (kompleks antigenantibodi), jalur lectin (mannose binding lectin) ataupun jalur alternatif. Peningkatan
permeabilitas
vaskuler
lokal
terjadi
atas
pengaruh
anafilatoksin (C3a, C4a, C5a). Aktivasi komplemen C3 dan C5 menghasilkan fragmen kecil C3a dan C5a yang merupakan anafilatoksin yang dapat memacu degranulasi sel mast dan basofil untuk melepaskan histamin. Histamin yang dilepas sel mast atas pengaruh komplemen, meningkatkan
permeabilitas
vaskuler
dan
kontraksi
otot
polos,
memberikan jalan untuk migrasi sel-sel leukosit serta keluarnya plasma yang mengandung banyak antibodi, opsonin dan komplemen ke jaringan perifer tempat terjadinya inflamasi (Abbas et al., 2010). Sel-sel ini akan melapisi lumen pembuluh darah selanjutnya akan menyusup keluar pembuluh darah melalui sel-sel endotel (Ward, 1985). Aktivasi komplemen C3a, C5a dan C5-6-7 dapat menarik dan mengerahkan sel-sel fagosit baik mononuklear dan polimorfonuklear. C5a merupakan kemoaktraktan untuk neutrofil yang juga merupakan anafilatoksin. Makrofag yang diaktifkan melepaskan berbagai mediator yang ikut berperan dalam reaksi inflamasi. Beberapa jam setelah perubahan vaskuler, neutrofil menempel pada sel endotel dan bermigrasi keluar pembuluh darah ke rongga jaringan, memakan patogen dan melepaskan mediator yang berperan dalam respon inflamasi. Makrofag jaringan yang diaktifkan akan melepaskan sitokin diantaranya IL-1 (interleukin-1), IL-6 dan TNF-α (tumor necrosis factor-α) yang menginduksi perubahan lokal dan sistemik. Ketiga sitokin tersebut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
menginduksi koagulasi. IL-1 akan menginduksi ekspresi molekul adhesi pada sel endotel sedangkan TNF-α akan meningkatkan ekspresi selektin-E yang kemudian menginduksi peningkatan eksresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Neutrofil, monosit, dan limfosit mengenali molekul adhesi tersebut dan bergerak ke dinding pembuluh darah selanjutnya bergerak menuju ke jaringan. IL-1 dan TNF-α juga berperan dalam memacu makrofag dan sel endotel untuk memproduksi kemokin yang berperan pada influks neutrofil melalui peningkatan ekspresi molekul adhesi. IFN-γ (interferon-γ) dan TNF-α
akan
mengaktifkan
makrofag
dan
neutrofil
yang
dapat
meningkatkan fagositosis dan pelepasan enzim ke rongga jaringan (Abbas et al., 2010). 2.4.3
Mediator-Mediator Inflamasi Mediator yang dilepaskan selama respon inflamasi yaitu faktor
kemotaktik neutrofil dan eusinofil, dilepaskan oleh leukosit yang dapat menarik sel-sel ke daerah cedera. Selain itu, juga dilepaskan prostaglandin terutama seri E. Saat membran sel mengalami kerusakan, fosfolipid akan diubah menjadi asam arakidonat yang dikatalisis oleh fosfolipase A2. Asam arakidonat ini selanjutnya akan dimetabolisme oleh lipooksigenase dan
siklooksigenase
(COX).
Pada
jalur
siklooksigenase
inilah
prostaglandin disintesis. Prostaglandin dapat meningkatkan aliran darah ke tempat yang mengalami inflamasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan merangsang reseptor nyeri. (Corwin, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
MEDIATOR INFLAMASI
SEL
Preformed : Histamin Serotonin Enzim lisosom
PLASMA
Newly Synthesized : Prostaglandin Leukotrin Platelet activating factor Sitokin Radikal bebas derivat oksigen
Aktivitas faktor XXI : Sistem kinin Sistem koagulasi
Aktivitas komplemen : C3a, C5a C3b, C5b-9
Gambar 2. Mediator Inflamasi (Cotran, 1992)
2.5
Obat Antiinflamasi Obat antiinflamasi merupakan golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara, yaitu dengan menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, dan menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya (Robbert & Morrow, 2011). Pada saat terjadi inflamasi, enzim fosfolipase akan diaktifkan dengan mengubah fosfolipid yang terdapat pada jaringan menjadi asam arakhidonat seperti yang terlihat pada Gambar 3. Asam arakhidonat sebagian akan diubah menjadi enzim siklooksigenase dan seterusnya menjadi prostaglandin. Sebagian lain dari asam arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi leukotrien. Kedua zat tersebut ikut bertanggungjawab pada sebagian besar gejala inflamasi (Tjay & Raharja, 2002).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
Gambar 3. Biosintesis tromboxan, prostasiklin dan leukotrien (Borne dkk., 2008)
Secara umum berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid (Neal, 2006). 2.5.1
Obat Antiinflamasi Golongan Steroid Kortikosteroid seperti deksametason, prednison, prednisolon,
seringkali digunakan sebagai obat anti inflamasi. Kelompok obat ini dapat mengendalikan anti inflamasi dengan menekan atau mencegah banyak komponen dari proses inflamasi pada tempat cedera. Kortikosteroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan merupakan hasil biosintesis dari kolesterol. Mekanisme kerja anti inflamasi steroid adalah mengambat berbagai
sel
yang
memproduksi
faktor-faktor
penting
untuk
membangkitkan respon radang (Gilman, 2008). Steroid pada dasarnya merupakan hormon atau senyawa endogen yang secara alami dapat dihasilkan oleh tubuh untuk menjaga sistem homeostasis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
Hormon steroid sering disebut
juga kortikosteroid karena
diproduksi oleh korteks adrenal yang terletak di atas ginjal. Hormon ini terdiri dari dua macam yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Hormon glukokortikoid dapat memicu terjadinya apoptosis sel. Hormon ini dapat menurunkan diferensiasi dan proliferasi sel-sel inflamatori sehingga dapat berperan sebagai immunosupresan. Glukokortikoid dapat menghambat inflamasi dengan cara mengaktivasi reseptor glukokortikoid yang menghambat ikatan antara nukleus dengan proinflammatory DNAbinding transcription factor seperti activator protein (AP-1) dan Nuclear factor (NF-κB) (Ito et al., 2000). Glukokortikoid juga berfungsi menstimulasi glukoneogenesis, sehingga penggunaannya harus dibatasi pada penderita diabetes mellitus karena dapat menaikkan kadar gula darah. Penguraian protein pada jaringan yang disebabkan oleh adanya glukokortikoid menyebabkan berbagai efek samping berupa osteoporosis, penghambatan pertumbuhan pada anak-anak, dan atrofi kulit (Bassam & Mayank, 2012). Penggunaan obat-obat antiinflamasi golongan steroid tidak dapat dihentikan secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan insufisiensi adrenal dimana tubuh akan kekurangan hormon kortisol. Ketika tubuh menerima tambahan hormon dari luar maka tubuh akan merespon dengan mengurangi produksi hormon tersebut sehingga ketika pemakaiannya tibatiba dihentikan maka tubuh belum siap untuk mensekresikannya kembali dalam keadaan normal. Penghentian penggunaan obat-obat golongan ini dilakukan dengan menurunkan dosis secara bertahap (Barnes & Adcock, 2009). 2.5.2
Obat Antiinflamasi Golongan Non Steroid Obat – obat yang termasuk dalam golongan ini adalah indometasin,
asam mefenamat, ibu profen, asam salisilat, diklofenak, dan fenilbutazon. Mekanisme kerja dari obat ini adalah menghambat sintesis prostaglandin atau siklooksigenase, dimana enzim tersebut mengkatalisis pembentukan asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan (Gilman, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Obat
antiinflamasi
golongan
non
steroid
bekerja
melalui
mekanisme lain seperti isoenzim COX-1 dan COX-2 seperti yang ditunjukkan pada gambar 4. Enzim COX ini berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakhidonat. Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses inflamasi. Inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa lambung sering kali dapat menyebabkan kerusakan gastrointestinal (dispepsia, mual, dan gastritis). Efek samping yang paling serius adalah pendarahan gastrointestinal (Neal, 2006). Penghambatan enzim COX juga akan menghambat sintesis tromboksan sehingga dapat menurunkan agregasi platelet. Pemberian obat pada dosis yang rendah secara terus-menerus digunakan sebagai terapi pada penderita stroke untuk mencegah terjadinya stroke berikutnya. Selain itu, penghambatan COX juga berakibat pada peningkatan produksi leukotrien yang berperan dalam proses kontraksi pada bronkus sehingga dapat memicu terjadinya asma (Roberts & Morrow, 2011).
Gambar 4. Mekanisme Obat-Obat Antiinflamasi (Kumar et al., 2005)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
2.6
Uji Aktivitas Antiinflamasi Terdapat berbagai metode yang digunakan dalam studi obat, kandungan
kimia, dan preparasi herbal untuk menunjukkan adanya aktivitas atau potensi antiinflamasi. Teknik-teknik tersebut termasuk pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan denaturasi protein, stabilitas membran eritrosit, stabilitas membran lisosomal, tes fibrinolitik, dan agregasi trombotik (Oyedapo et al., 2010). 2.6.1
Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Manusia Membran sel darah merah manusia atau eritrosit adalah analog
dengan membran lisosomal dan stabilisasinya menunjukkan bahwa ekstrak dapat juga menstabilkan membran lisosomal. Stabilisasi membran lisosomal penting dalam membatasi respon inflamasi dengan menghambat pelepasan konstituen lisosomal dari neutrofil aktif seperti enzim bakterisida dan protease, yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan lebih lanjut atas extra celluler release (Kumar et al., 2012). Enzim lisosomal dilepaskan selama peradangan yang akan menghasilkan berbagai gangguan yang mengarah ke cedera jaringan dengan merusak makromolekul dan peroksidasi lipid membran yang dianggap bertanggung jawab untuk kondisi patologis tertentu seperti serangan jantung, syok septik, rheumatoid arthtristis dll. Kegiatan enzim ekstra seluler ini dikatakan berhubungan dengan peradangan akut atau kronis (Chippada et al., 2011). Luka pada membran lisosom biasanya memicu pelepasan fosfolipase A2 yang menjadi perantara hidrolisis fosfolipid untuk menghasilkan mediator inflamasi. Stabilisasi membran sel-sel ini menghambat lisis sel dan pelepasan isi sitoplasma yang akhirnya membatasi kerusakan jaringan dan memperburuk respon inflamasi. Oleh karena itu, diharapkan bahwa senyawa dengan aktivitas stabilisasi membran harus memberikan perlindungan yang signifikan dari membran sel terhadap pelepasan zat merugikan (Karunanithi et al., 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
Eritrosit telah digunakan sebagai sistem model untuk beberapa studi interaksi obat dengan membran. Obat seperti anestesi, tranquilizer, dan antiinflamasi steroid menstabilkan membran eritrosit terhadap induksi hipotonik pemicu hemolisis sehingga dapat
mencegah pelepasan
hemoglobin. Aktivitas menstabilkan membran sel darah merah yang diperlihatkan oleh beberapa obat, berfungsi sebagai metode in vitro untuk menilai aktivitas antiinflamasi dari berbagai senyawa (Awe et al., 2009). 2.7
Spektrofotometer UV-Vis Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang
sangat encer dengan pembanding blangko pelarut menggunakan spektrofotometer. Senyawa tanpa warna diukur pada panjang gelombang 200-400 nm, senyawa berwarna pada panjang gelombang 400-800 nm. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis ialah interaksi sinar ultraviolet atau tampak dengan molekul sampel. Energi cahaya akan mengeksitasi elektron terluar molekul ke orbital lebih tinggi (Harborne, 1987). Pada kondisi ini, elektron tidak stabil dan dapat melepas energi untuk kembali ke tingkat dasar, dengan disertai emisi cahaya. Besarnya penyerapan cahaya sebanding dengan molekul, sesuai dengan hukum lambert-Beer: A= ɛ B C Keterangan: A= serapan ɛ = absortivitas molar B= tebal tempat komponen C= konsentrasi komponen (Day & Underwood, 1980). Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari π→π*, yang menyerap pada λmax kecil dari 200 nm (tidak terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan -C≡C-.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konjugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar. Gugus fungsi seperti –OH, -NH2, dan –Cl yang mempunyai elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokrom) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut polar (Dachriyanus, 2004). Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan (allowed transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama, sehingga spektrum absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spektrum dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektrum absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Gandjar & Rohman, 2007). Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri UV-Vis sebagai berikut. 1. Penentuan panjang gelombang maksimum Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
2. Pembuatan kurva kalibrasi Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum LambertBeer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus. 3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Gandjar & Rohman, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Penelitian I, laboratorium Penelitian
II, laboratorium Sediaan Steril dan laboratorium Kimia Obat, Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 3 Februari 2015 sampai 26 Juni 2015. 3.2
Alat dan Bahan 3.2.1
Alat Alat-alat serta instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain timbangan bahan, blender, kertas label, penggaris, pensil, aluminium foil, plastik, kertas saring, kapas, labu erlenmeyer, becker glass, gelas ukur, corong, tabung reaksi, spatula, batang pengaduk, pipet tetes, kaca arloji, tabung sentrifuge, botol maserasi, mikropipet 1000 µL, autoklaf, oven, centrifuge, vacuum rotary evaporator (Eyela N-1000), water bath (Eyela SB-1000), dan spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U2910). 3.2.2
Bahan Bahan serta reagen kimia yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica), etanol 96%, aquades, Na2HPO4. 2H2O, NaH2PO4. H2O, NaCl, dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), Na diklofenak, serbuk Mg, HCl pekat, amil alkohol, HCl 2N, FeCl3 (1%), kloroform, NH4OH, H2SO4 1M, pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, pereaksi Lieberman-Bourchard. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekantong darah 250 cc yang diperoleh dari RSUP Fatmawati. Darah diperoleh sejak tanggal 6 Mei 2015 dan expirate pada tanggal 9 Juni 2015. Darah yang diperoleh merupakan darah segar dan telah bebas dari proses skrining.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Darah golongan B dengan Rhesus +. Darah disimpan pada suhu 4 oC dilemari pendingin. 3.3
Desain/ Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental murni
dengan menggunakan kontrol Natrium diklofenak 3.4
Prosedur Kerja 3.4.1
Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan berdasarkan taksonominya. Determinasi pada tanaman kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dilakukan oleh tim peneliti, Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Bogor. 3.4.2
Penyiapan Sampel Sampel kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Sampel kulit batang dikumpulkan pada bulan September 2014. Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah, selanjutnya dicuci dengan air mengalir. Sampel kemudian dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan. Selanjutnya sampel yang telah kering disortasi kering dan dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram. 3.4.3
Ekstraksi
Sampel
Kulit
Batang
Kayu
Jawa
(Lannea
coromandelica) Serbuk kering batang Kayu jawa sebesar 600 gram diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. 1. Sampel ditimbang dan dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 3 liter selama 3 hari. Selama maserasi sesekali diaduk. Prosedur ini kemudian diulangi 5 kali (remaserasi) hingga filtrat yang didapatkan terlihat jernih. Total pelarut yang digunakan sebanyak 17,5 Liter.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
2. Selanjutnya setiap hasil filtrat di saring dengan menggunakan kapas dan kertas saring. Lalu dipekatkan dengan vacum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42,11 gram. 3. Lalu hitung rendemen ekstrak : Rendemen ekstrak =
x 100%
Rendemen ekstrak yang diperoleh sebesar 7,01%. 3.4.4
Penapisan fitokimia Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit
sekunder yang terkandung di dalam ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica). Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antaranya: alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, senyawa fenol, triterpenoid, dan glikosida. 1. Uji Alkaloid Ekstrak sebanyak 5 mg digerus dengan penambahan kloroform hingga larut. Ditambahkan 0,5 mL asam sulfat 1 M, kemudian dikocok perlahan. Didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas yang jernih dibagi dua, 1 bagian ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Dragendorff dan bagian berikutnya ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Mayer. Endapan merah bata yang terbentuk oleh pereaksi Dragendorf dan endapan putih oleh pereaksi Meyer menunjukan adanya senyawa alkaloid (Fransworth, 1996). 2
Uji Flavonoid Sebanyak 5 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air panas, didihkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat yang didapat lalu ditambah bubuk Mg secukupnya, 1 ml asam sulfat pekat dan 2 mL etanol. Dikocok kuat dan biarkan terpisah. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan etanol menunjukan adanya senyawa flavonoid (Tiwari, et al., 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
3 Uji Saponin Ekstrak dilarutkan dalam 10 mL air panas, lalu biarkan hingga dingin. Setelah dingin lalu dikocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa yang stabil setinggi 1 cm dan bila ditambahkan HCL 1% 1 tetes busa tetap stabil menunjukan adanya senyawa saponin (Tiwari, et al., 2011). 4
Uji Tanin Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 96%, dididihkan dalam 10 mL aquades dalam tabung reaksi kemudian disaring. Ditambahkan 3 tetes larutan ferri klorida 0,1% dan diamati, terbentuknya
warna
hijau
kecoklatan
atau
biru
kehitaman
menunjukkan adanya tanin (Tiwari, et al., 2011). 5
Uji Triterpenoid Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring. Kemudian filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan dikocok. Terbentuknya warna kuning emas mengindikasikan adanya senyawa triterpen (Tiwari, et al., 2011).
6
Uji glikosida Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan
NaOH.
Terbentuknya
warna
kuning
mengindikasikan adanya senyawa glikosida (Tiwari, et al., 2011). 7
Uji Fenol Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 96% dan ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3. Terbentuknya warna hitam kebiruan mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari, et al., 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
3.4.5
Uji Parameter Ekstrak
a. Parameter Spesifik 1. Identitas Ekstrak dideskripsikan dengan tata nama yang meliputi nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000). 2. Organoleptik Ekstrak
dideskripsikan
menggunakan
panca
indera
untuk
mengetahui bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000).
b. Parameter Nonspesifik 1. Residu Pelarut Etanol Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 96% dilarutkan dalam aquades hingga 10 mL dan didestilasi pada suhu 78,5 °C hingga diperoleh destilat sebanyak 2 mL. Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL. Selanjutnya bobot jenis cairan ditetapkan menggunakan piknometer. Persentase residu pelarut etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI, 2000). 2. Kadar Air Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukan ke dalam cawan penguap yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap. Dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 5 jam dan ditimbang. Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam desikator hingga suhu kamar. Lanjutkan pemanasan dan timbang hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000). 3. Kadar Abu Total Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara, sebanyak 2 gram ekstrak etanol 96% ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan perlahan. Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ±
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
25 °C. Didinginkan di dalam desikator dan ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal (Depkes RI, 2000). 3.4.6
Uji
Aktivitas
Antiinflamasi
dengan
Metode
Stabilisasi
Membran Eritrosit 3.4.6.1 Pembuatan larutan yang dibutuhkan a. Pembuatan dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) Sebanyak 2,671 gram dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4. 2H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL (0,15 M). 2,070 gram natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4. H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL (0,15 M). Kemudian 81 mL larutan Na2HPO4. 2H2O (0,15 M) dicampurkan dengan 19 mL larutan NaH2PO4. H2O (0,15 M) pada suhu ruang (Ruzin, 1999). Cek pH dengan pH meter. Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 2 jam. b. Pembuatan isosalin Sebanyak 0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 2 jam. c. Pembuatan hiposalin Sebanyak 0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 2 jam. d. Penyiapan konsentrasi ekstrak dan Natrium diklofenak Sebanyak 50 mg ekstrak dilarutkan dalam isosalin sampai 50 mL (1000 ppm) pada suhu ruang. Kemudian diencerkan menjadi beberapa seri konsentrasi (25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm). Begitu juga dengan Natrium diklofenak, sebanyak 50 mg Na
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
diklofenak dilarutkan dalam 50 mL isosalin (1000 ppm) pada suhu ruang. Kemudian diencerkan menjadi konsentrasi 100 ppm. 3.4.6.2 Pembuatan suspensi sel darah merah Metode ini dijelaskan oleh Gandhisan, 1991 dalam Kumar et al., 2012 dan dimodifikasi dengan metode Sadique et al., 1989 dalam Oyedapo et al., 2010. Darah sebanyak 10 mL disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 27 oC. Supernatan yang terbentuk dipisahkan menggunakan pipet steril. Endapan sel-sel darah yang tersisa kemudian dicuci dengan larutan isosalin dan disentrifugasi kembali. Proses tersebut diulang 4 kali sampai isosalin jernih. Volume sel darah diukur dan diresuspensi dengan isosalin sehingga didapatkan suspensi sel darah merah dengan konsentrasi 10% v/v. Suspensi sel darah tersebut disimpan pada suhu 4 oC jika belum digunakan (Oyedapo et al., 2010). 3.4.6.3 Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran Eritrosit Untuk menentukan aktivitas ekstrak terhadap stabilisasi membran eritrosit, larutan yang digunakan sebagai berikut: a. Pembuatan larutan uji Larutan uji (4,5 mL) terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 0,5 mL suspensi sel darah merah, 1 mL larutan sampel, dan 2 mL hiposalin. b. Pembuatan larutan kontrol positif Larutan kontrol positif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 0,5 mL suspensi sel darah merah, 1 mL larutan Na diklofenak, dan 2 mL hiposalin. c. Pembuatan larutan kontrol larutan uji Larutan kontrol larutan uji terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 0,5 mL larutan isosalin sebagai pengganti suspensi sel darah merah, 1 mL larutan sampel, dan 2 mL hiposalin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
d. Pembuatan larutan kontrol negatif Larutan kontrol negatif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 0,5 mL suspensi sel darah merah, 1 mL larutan isosalin sebagai pengganti larutan sampel, dan 2 mL hiposalin. Setiap larutan di atas kemudian diinkubasi pada 37 oC selama 30 menit dan disentrifugasi pada 5000 rpm selama 10 menit. Cairan supernatan yang didapat diambil dan kandungan hemoglobinnya diperhitungkan dengan menggunakan spektrofotometer
UV pada
panjang gelombang 560 nm. Persen stabilitas membran sel darah merah dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut: % Stabilitas = 100 –
(Oyedapo et al., 2010). 3.4.7
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov
untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD (Santoso, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil 4.1.1
Hasil Determinasi Untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam
penelitian ini, maka dilakukan determinasi oleh tim peneliti, Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan sesuai dan merupakan Lannea coromandelica (Houtt) Merr Lampiran 1. 4.1.2
Pembuatan Serbuk Simplisia Kulit batang yang digunakan sebanyak 1 kg, setelah melalui
serangkaian proses pembuatan simplisia seperti pencucian, perajangan, pengeringan, dan penghalusan diperoleh serbuk kulit batang Kayu Jawa sebanyak 600 gram. 4.1.3
Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman Proses ekstraksi kulit batang Kayu Jawa dilakukan menggunakan
metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Sebanyak 600 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Maserat yang dihasilkan dari proses maserasi sebanyak 42,111 gram yang kemudian dihitung rendemennya. Persen perolehan (rendemen) ekstrak merupakan perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot awal yang digunakan. Rendemen ekstrak kulit batang Kayu Jawa yang dihasilkan adalah 7,01%. Perhitungan hasil rendemen dapat dilihat pada lampiran 6.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
4.1.4
Hasil Penetapan Parameter Ekstrak Hasil penetapan parameter ekstrak spesifik dan non spesifik
ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Penetapan Parameter Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromadelica)
Parameter ekstrak
Karakteristik
Hasil
A. Identitas 1. Nama Latin
1. Lannea coromandelica
2. Bagian Tumbuhan 2. Kulit batang Spesifik
3. Nama Indonesia
3. Kayu Jawa
B. Organoleptik
Non Spesifik
1. Bentuk
1. Kental
2. Warna
2. Coklat tua
3. Bau
3. Khas
4. Rasa
4. Pahit
A. Residu Pelarut
0%
B. Kadar air
5,8 %
C. Kadar abu
14 %
Keterangan: Hasil penentuan parameter ekstrak etanol 96% kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) lampiran 7.
4.1.5
Hasil Penapisan Fitokomia Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, fenol, steroid, dan glikosida. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol kulit batang Kayu Jawa dapat dilihat pada tabel 2.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Tabel 2. Hasil Penapisan fitokimia Esktrak Etanol Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromadelica)
Penguji senyawa
Hasil
Alkaloid
-
Flavonoid
+
Saponin
+
Glikosida
+
Triterpenoid
-
Fenol
+
Tanin
+
Keterangan: Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Lampiran 8.
4.1.6
Hasil Uji Stabilisasi Membran Eritrosit Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) secara In Vitro Stabilisasi membran eritrosit telah digunakan sebagai metode
untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh persentase stabilisasi membran eritrosit yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan perhitungannya pada Lampiran 9. Serta histogramnya pada Gambar 5. Tabel 3.
Stabilisasi Membran Eritrosit dari Ekstrak Etanol Uji dan Kontrol Positif terhadap Induksi Larutan Hipotonik pada Konsentrasi 25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm
No. 1
2
Larutan Uji Ekstrak etanol kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Na diklofenak
Konsentrasi (ppm) 25 50 100 200 400 800 100
Stabilitas (%) 17,987 35,979 40,212 51,323 56,084 90,476 66,667
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
% Stabilitas Ekstrak Etanol Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 100
90,476%
90 80 66,667%
70 60
51,323%
50 35,979%
40
56,084%
40,212%
% Stabilitas
30 20
17,987%
10 0 25 ppm
50 ppm 100 ppm 200 ppm 400 ppm 800 ppm 100 ppm Na D
Gambar 5. Stabilisasi Membran Erirosit dari Ekstrak Uji dan Kontrol Positif terhadap Induksi Larutan Hipotonik
Berdasarkan histogram di atas, hasil uji aktivitas antiinflamasi menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah manusia berdasarkan perhitungan % stabilitas menunjukkan bahwa konsentrasi minimum yang berpotensi sebagai antiinflamasi adalah 200 ppm yaitu sebesar 51,323%. Sedangkan konsentrasi yang mempunyai potensi yang besar sebagai antiinflamasi adalah 800 ppm yaitu sebesar 90,476%. 4.1.7
Hasil Analisa Data Statistik Dari hasil analisa data statistik diperoleh kesimpulan bahwa uji
aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) pada konsentrasi 200 dan 400 ppm identik (tidak berbeda secara bermakna) dengan kontrol positif (Na dikolfenak) pada konsentrasi 100 ppm. Sedangkan ekstrak uji pada konsentrasi 25, 50, 100, dan 800 ppm tidak identik (berbeda secara bermakna) dengan kontrol positif (Na diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm. Dengan demikian, yang memiliki potensi sebagai antiinflamasi adalah ekstrak uji pada konsentrasi 200 dan 400 ppm. Hasil analisa data pada Lampiran 11.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
4.2
Pembahasan 4.2.1
Ekstraksi Proses ekstraksi kulit batang Kayu Jawa dilakukan menggunakan
metode maserasi. Proses ekstraksi dengan cara maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang menguntungkan karena sel simplisia yang direndam di dalam pelarut akan mengalami pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Pelarut dapat melarutkan komponen dalam sel dengan melintasi membran sel ke dalam bagian sel, dengan mengalirnya bahan pelarut kedalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak, dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya. Bahan kandungan tersebut berpindah secara osmosis melalui ruang antar rongga sel, gaya yang bekerja adalah perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan pelarut yang mula-mula masih tanpa bahan aktif. Bahan kandungan sel akan mencapai kedalam cairan di sebelah luar selama osmosis melintasi membran sampai terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara larutan di sebelah dalam dan di sebelah luar sel (Voight, 1994). Pelarut yang digunakan pada proses maserasi adalah etanol 96%. Menurut Filho (2006), ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol sangat efektif dalam mengisolasi senyawa-senyawa metabolit sekunder. Maserasi dengan menggunakan pelarut etanol dilakukan karena sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi polar, dan non polar serta kemampuannya untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga dapat terhindar dari proses hidrolisis dan oksidasi (Harbone, 1987). Senyawa- senyawa yang dapat diikat oleh pelarut etanol antara lain fixed oils, lemak, lilin, alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin, saponin, steroid, terpenoid, fenolik, aglikon, dan glikosida (Filho, 2006). Etanol 96% memiliki kadar air yang sedikit yang dapat mengurangi pertumbuhan mikroba di dalam ekstrak, karena air
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
merupakan salah satu media yang dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. 4.2.2
Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Stabilisasi membran sel darah merah telah digunakan sebagai
metode untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Hal ini dikarenakan membran sel darah merah mirip dengan membran lisosom (Shenoy et al., 2010) yang dapat mempengaruhi proses inflamasi, sehingga stabilisasi membran lisosom penting dalam membatasi respon inflamasi, dengan cara mencegah pelepasan enzim dari dalam lisosom selama proses inflamasi. Enzim di dalam lisosom yang terlepas selama inflamasi (akibat teraktivasinya neutrofil) akan menghasilkan berbagai gangguan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya inflamasi akut atau kronis. Oleh sebab itu, kestabilan membran sel darah merah terhadap gangguan yang diinduksi larutan hipotonik, dapat juga digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui stabilisasi membran lisosom (Kumar et al., 2012). Kestabilan sel darah merah manusia dapat dilihat ketika sel darah merah
diinduksi
terbentuknya
stress
larutan
hipotonik.
oksidatif
yang
Hal dapat
tersebut
menyebabkan
menggangu
kestabilan
biomembrannya. Stress oksidatif dapat menyebabkan oksidasi lipid dan protein sehingga memicu kerusakan membran yang ditandai dengan terjadinya hemolisis. Besar kecilnya hemolisis yang terjadi pada membran sel darah merah yang diinduksi larutan hipotonik dijadikan sebagai ukuran untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi dari ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Kumar, 2011). Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa dapat dilihat dari adanya penurunan absorbansi pada campuran larutan uji. Semakin kecil nilai absorbansi yang dihasilkan maka semakin kecil hemolisis yang terjadi, sehingga semakin besar aktivitas anti inflamasi yang dimiliki oleh sampel. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 560 nm. Natrium diklofenak digunakan sebagai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
kontrol positif karena merupakan obat antiinflamasi non steroid yang bekerja dengan cara mencegah pelepasan mediator antiinflamasi sehingga dapat menghambat sintesis prostaglandin atau siklooksigenase (Gilman et al., 1985). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leelaprakash dan Mohan 2010, Natrium diklofenak pada konsentrasi 100 ppm mampu menghambat hemolisis sel darah merah sebesar 51%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mittal et.al., 2013 juga menyebutkan bahwa Natrium diklofenak pada konsentrasi 100 ppm mempunyai kemampuan untuk menghambat hemolisis sel darah merah sebesar 57,25%. Selain itu, Natrium diklofenak dipilih karena merupakan obat antiinflamasi golongan NSAID yang banyak digunakan untuk mengobati inflamasi serta mudah didapatkan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 800 ppm ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa mampu menstabilisasi membran sel darah merah. Pada konsentrasi 800 ppm memperlihatkan kemampuan stabilisasi terbesar yaitu 90,476%. Sedangkan pada dosis 25 ppm memperlihatkan kemampuan stabilitas terkecil yaitu 17,987%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula kemampuan stabilitas sel darah merahnya. Hal ini juga dibuktikan dengan analisa secara statistik, untuk analisa awal dilakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorof-Smirnov untuk melihat distribusi data persen stabilitas membran sel darah merah Natrium diklofenak pada konsentrasi 100 ppm dan ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa pada konsentrasi 25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm. Hasil analisa menunjukkan semua kelompok perlakuan terdistribusi normal. Kemudian dilanjutkan dengan uji homogenitas dengan metode Levene untuk melihat persentase data stabilitas membran sel darah merah Natrium diklofenak pada konsentrasi 100 ppm dan ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa pada konsentrasi 25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm homogen atau tidak, hasil menunjukkan kelompok perlakuan tersebut tidak terdistribusi secara homogen (p≤0,05) maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Selanjutnya dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan metode LSD (Lampiran 11) (Santoso, 2008). Antar konsentrasi pada perlakuan ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa berbeda secara bermakna membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi akan memberikan peningkatan
yang bermakna pada
kemampuannya untuk menstabilisasi membran sel darah merah yang dirujuk pada kemampuan kontrol positif (Natrium diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm untuk menstabilkan membran sel darah merah. Dimana, ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa pada konsentrasi 200 dan 400 ppm identik dengan Natrium diklofenak dalam konsentrasi 100 ppm (P≤0,05), sedangkan kelompok ekstrak dengan konsentrasi 25, 50, 100, dan 800 ppm tidak identik dengan Natrium diklofenak dalam konsentrasi 100 ppm. Jadi, jika berdasarkan analisis data yang memiliki potensi untuk dapat menstabilkan membran adalah perlakuan ekstrak pada konsentrasi 200 dan 400 ppm. Namun, jika berdasarkan % stabilitas yang diperoleh perlakuan ekstrak pada konsentrasi 800 ppm memiliki kemampuan menstabilkan membran sebesar 90,476%. Setelah pengukuran didapat data absorbansi kemudian dihitung persentase stabilitasnya. Persentase stabilitas adalah kemampuan suatu sampel untuk menstabilisasi membran sel darah merah yang didapatkan dari perbandingan serapan antara absorbansi larutan uji dengan absorbansi kontrol negatif (Oyedapo, 2010) beberapa referensi juga menyatakan persentase stabilisasi sebagai persentase inhibisi hemolisis. Senyawa dengan sifat menstabilkan membran dikenal karena kemampuannya untuk mengganggu proses awal fase reaksi inflamasi, dimana pencegahan tersebut akan memicu pelepasan phospholipase A2 yang akan membentuk mediator inflamasi (Aitadafoun et al., 1996). Dari hasil penapisan fitokimia yang telah dilakukan ditemukan bahwa
ekstrak
etanol
96%
kulit
batang
Kayu
Jawa
(Lannea
coromandelica) mengandung senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
antiinflamasi, yaitu senyawa flavonoid, saponin, dan tanin. Senyawa flavonoid memiliki aktivitas antiinflamasi dengan cara melindungi membran eritrosit terhadap kerusakan membran sehingga menyebabkan hemolisis karena flavonoid dapat menghambat mediator inflamasi dan radikal bebas (Kasolo et al., 2010). Senyawa flavonoid akan berperan dalam melindungi membran eritrosit dari larutan hipotonik. Efek dari larutan hipotonik tersebut berkaitan dengan banyaknya cairan yang masuk ke dalam membran eritrosit, sehingga mengakibatkan pecahnya membran eritrosit yang disebut dengan hemolisis. Dimana senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak tersebut akan berinteraksi dengan larutan hipotonik yang diinduksi sehingga menghambat aktivitas perusak membrannya. Jumlah metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak tersebut, bereaksi dalam besaran yang sama dengan larutan hipotonik yang ditambahkan pada suspensi sel darah merah, sehingga tidak merusak membran sel eritrosit. Sedangkan senyawa tanin dan saponin menstabilkan membran dengan cara mengikat kation (Oyedapo, 2010) Dari hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa memilliki aktivitas antiinflamasi. Ini juga dapat dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sankari et al (2009).
Yang
mengatakan
bahwa
aktivitas
stabilisasi
membran
dipengaruhi oleh kandungan polifenol yang tinggi seperti tanin, steroid dan flavonoid yang berfungsi sebagai penghambat/scavenger radikal bebas dan menstabilkan membran eritrosit dari induksi larutan hipotonik (Sankari et al., 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil pada penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil
adalah: 1. Hasil penapisan fitokimia, senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa adalah flavonoid, saponin, tanin, fenol, dan glikosida. 2. Ekstrak dengan konsentrasi 800 ppm mempunyai aktivitas antiinflamasi yang paling tinggi. Hasil ini dilihat dari kemampuannya dalam menstabilkan membran sel darah merah yaitu sebesar 90,476%. 3. Kemampuan stabilisasi membran sel darah merah meningkat seiring dengan meningkatnya konsenterasi pada uji aktivitas antiinflamasi 5.2
Saran
1. Perlu dilakukannya isolasi untuk mengetahui secara pasti senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas antiinflamasinya.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K., Lichtman, A.H., & Pillai S., 2010, Celullar and Molecular Immunology, 6 th Ed., W.B Saunders Company, Philadelphia. Akiyama H., Kazuyasu fujii., Osamu Y., Takashi O., Keiji I. 2001. Antibacterialaction of several tannins against Staphylococcus aureus. Journal
ofantimocrobial
Chemotheraphy
(2001)
48:487-
491.http://www.jac.oupjournals.org/cgi. May, 5th 2005. Alam Badrul, Hossain Sarowar, Habib Razibul, Rea Julia, dan Islam Anwarul. 2012. Antioxidant and Analgesic Activities of Lannea coromandelica Linn. Bark Extract. International Journal of Pharmacology 8 (4): 224-233. ISSN 1811-7775. Bangladesh. Awe, EO., Makinde. JM., Adeloye, OA., Banjoko, SO. 2009. Membrane Stabilizing Activity of Russelia equisetiformis, Schlecht & Chan. International Journal of Natural Product, 2: 03-09. Barnes, P.J., and Adcock, I.M., 2009. Glucocorticoid resistance in inflamatory diseases. Lancet. 373,1905-17. Bassam, M. & Mayank, P., 2012, Steroids in Asthma: Friend or Foe, 569-592, Department of Pulmonology and Allergy & Sleep Medicine Rashid Hospital, Dubai.. Borne, R., Revi, M., & Wilson, N., 2008, Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugsdalam Lemke, T.L., Williams, D.A., Roche, V.F., & Jito, S.W., (Eds.),Foye’s principles of medicinal chemistry 6 th Ed., 2-5, William & Wilkins,Philadelphia. BPOM RI. 2009. Kebun Tanaman Obat Badan POM RI. Chippada SC, Sharan SV, Srinivasa RB, Meena V. 2011. In-vitro Antiinflamatory Activity of Methanolic Extract of Centella asiatica by HRBC Membrane Stabilization. RASAYAN Journal Chemistry. 4(2) ; 457-460.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of Pathophysiology 3th edition. Philadephia: Lippincort Williams and Wilkins ; 138-143. Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri. Padang. CV. Trianda Anugrah Pratama. Day R.A. & Underwood. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta. De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Gas & Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan. Hal. 88-91. De Padua, L. S. D., N. Banyapraphatsara, and R. H. M. J. Lemmens. 1999. PlantResources of South-East Asia. Prosea Foundation. p180-182. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Gandjar & Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Gilman, A.G., Theodore, W.R., Alan, S.N., dan Palmer, T. 2008. Goodman and Gilman’s: The pharmacological basis of therapeutics, 18th Ed, Vol.II. USA: McGraw-Hill, 638-669, 1685 Guevara, B.Q and B.V. Recio. 1985. Phytochemical, Microbiological and Pharmacological Screening of Medical Plant. Research center University of Santo Tomas, Manila Phillippine; 5-24 Hamor G.H., 1989, Nonsteroidal anti-inflammatory drugs, dalam Foye W.O., (Ed.), Principles of Medicinal Chemistry, 3rd Ed., 503–530, Lea & Febiger, Philadelphia. Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia. Terbitan ke-II. a.b. Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P, Soediro Iwang. Bandung: Penerbit ITB. Hal: 6-17.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Ito, K., Barnes P.J., Adcock I.M., 2000, Glucocorticoid Receptor Recruitment of Histone Deacetylase 2 Inhibits Interleukin-1 beta-Induced Histone H4 Acetylation on Lysines 8 and 12, Mol Cell Biol, 20, 6891–6903. Karunanithi M, C. David R, M. Jegadeesan, S. Kavimani. 2012. Comparative GCMS Analysis and In-vitro Screening of Four Species of Mucuna. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 5(4); 239-243. Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Penerjemahdan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba Medika,Surabaya. Hlm 37-41 Kristanti A.N., Aminah, N.S., Tanjung, M., Kurniadi, B., 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press. Kumar, V., Abul, K.A., and Nelson, F. 2005. Robbins and cotran pathologic basis ofdisease 7
th
. Elsevier Saunders, The Curtis Center 170 S Independence
Mall W 300E, Philadelphia, USA. Kumar V, Zulfiqar A. B, Dinesh K, N.A Khan, I.A Chashoo. 2012. Evaluation of Anti-Inflamatory Potensial of Leaf Extracs of Skimmia anquetilia. Asian Pasific Journal of Tropical Biomidicine. 627-630 Kumar V, Zulfiqar A. B, Dinesh K, N.A Khan, I.A Chashoo, M Y Shah. 2012. Evaluation of Anti-Inflamatory Potensial of Petal Extracs of Crocus sativus “Cashmerianus”. International Journal of Phytopharmacology. 3(1); 27-31 Kusuma FR, Zaky 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Jakarta: Agromedia Pustaka. Madhavi P, Maruthi R, Kamala V, Habibur Rahman, M. Chinna E. 2012. Evaluation of Antiinflamatory Activity of Citrullus lanatus Seed Oil by Invivo
and
In-vitro
Models.
International
Research
Journal
of
Pharmaceutical and Applied Sciences. 2(4); 104-108 Makkar. 1993. Gravimertric Determination Of Tannins and Their CorrelationWith Chemical nd Protein Precipitation Methods. Journal of The Sciencepf Food and Agriculutre. 61:161-165.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Manik, M.A. Wahid, S.M.A. Islam, A. Pal, K.T. Ahmed. 2013. A Comparative Study of the Antioxidant, Antimicrobial and Thrombolytic Activity of the Bark and Leaves of lannea coromandelica (Anacardiaceae). International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Vol. 4(7): 2609-2614. E-ISSN: 0975-8232; P-ISSN: 2320-5148. Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh KosasihPadmawinata, 15, Penerbit ITB, Bandung. Neal, Michael J. (2006). Farmakologi Medis. Edisi kelima. Erlangga. Nugroho, Ignatius Adi.. 2010. Implementasi Program Pengelolaan dan Konservasi Suumber daya Genetik Hutan di Tingkat nasional. APFORGEN (Asia Pasific forest genetic Resorces Programme) newsletter Edisi 2. Oyedapo OO, BA Akinpelu, KF Akinwunmi, MO Adeyinka and FO Sipeolu. 2010. Red blood cell membrane stabilizing potensials of extracts of Lantana camara and its fractions. International Journal of Plant Physiology and Biochemistry. 2 (4); 46-51 Prawirodiharjo, Erwin. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica). Universitas Islam Negeri. Jakarta Price S A, Lorraine M W. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Ed. 6, Jld I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 56-58 R. Ilakkiya, Neelvizhi K., Tamil Selvi S., Bharathidasan R., Rekha D. 2013. A Comparative Study of Antiinflamatory Activities of Certain Herbal Leaf Extracs. International Journal of Pharmacy and Integrated Life Sciences. 1(2); 67-77. Rahayu, Sunarti , S. Diah, P. Suhardjono. 2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Jurnal Biodiversitas Vol. 7 (3). Roberts LJ II, Marrow JD. Analgesic-antipyretic and Antiinflammatory Agents and Drugs Employed in the Treatment of Gout. In : Hardman JG, Limbird
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
LE,editors. The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10 th. edition. New York : Mc Graw Hill ; 2001. p.687–731 Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-4 Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung. Santoso S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 16. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta; 237-247 Sedgwick, A.D. and D.A. Willoughby. 1994. Animal models for testing drugs on inflammmatory and hipersensitivity reactions. In: Dale, M.M. and J.C. Foreman. Textbook of Immuno pharmacology. 3rd edition. Oxford: Blackwell Scientific Publication. Shenoy, S., K. Shwetha., K. Prabhu., R. Maradi., KL. Bairy and T. Shanbhag. 2010. Evaluation of Antiinflamatory Activity of Tephrosia purpurea in Rats. Asian Pacific Journal of Tropical Medicines, 3(3); 193-195. Tiwari, Kumar, Kaur Mandeep, Kaur Gurpreet & Kaur Harleem. 2011. Phytochemical Screening and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia vol. 1: issue 1. Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Halaman 540-541 Tofazzal, I. Toshiaki, S. Mitsuyoshi, T. Satoshi. 2002. Zoosporicidal Activity of Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Venkata s. S. N. Kantamreddi, Y. Nagendra Lakshmi and V. V. V. Satyanarayana Kasapu. 2010. Preliminary phytochemical analysis of some important Indian plant species. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Wahid Arif. In-vitro Phytochemical and biological Investigation of plant Lannea coromandelica (Family: Anacardiaceae). Thesis to Department of Pharmacy, East West University. Bangladesh.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Ward, P.A. 1985. Inflamasi. Dalam: Imunologi III. Penerjemah: Wahab, S. Yogyakarta: GMU Press
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Lampiran 2. Alur Kerja Penelitian Determinasi
Pengumpulan kulit batang Kayu Jawa
Pembuatan simplisia
Simplisia serbuk kering kulit batang Kayu Jawa (605 gram)
o o o o o
Sampel segar Sortasi basah Pencucian Pengeringan Soratsi kering o Penggilingan / penghalusan
Ekstraksi (maserasi dengan etanol 96%)
Pengujian fitokimia
o o o o o o
Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode HRBC
Uji glikosida Uji flavonoid Uji saponin Uji tanin Uji fenol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Lampiran 3. Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan
Pembuatan larutan yang dibutuhkan
Pembuatan hiposalin
Pembuatan isosalin
0,25 g NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 2 jam
0,85 g NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 2 jam
Penyiapan
konsentrasi
Pembuatan dapar fosfat
ekstrak dan Na diklofenak
pH 7,4 (0,15 M)
50 mg ekstrak dilarutkan
Sebanyak 2,671 g dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4. 2H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL (0,15 M). 2,070 g Na dihidrogen fosfat (NaH2PO4. H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL (0,15 M). Kemudian 81 mL larutan Na2HPO4. 2H2O (0,15 M) dicampurkan dengan 19 mL larutan NaH2PO4. H2O (0,15 M) pada suhu ruang (Ruzin, 1999). Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 2 jam.
dalam isosalin sampai 50 mL (1000 ppm) pada suhu ruang.
Kemudian
diencerkan
larutan menjadi
beberapa seri konsentrasi (50, 100, 200, 400, dan 800 ppm). Begitu juga dengan Na diklofenak, sebanyak 50 mg Na diklofenak dilarutkan dalam 50 mL isosalin (1000 ppm)
pada
Kemudian
suhu
ruang.
diencerkan
konsentrasi 100 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Lampiran 4. Pembuatan Suspensi Sel Darah Pembuatan Suspensi Sel Darah
10 mL darah segar dimasukkan dalam tabung centrifuge
Sentrifugasi 3000 rpm selama 10 menit
Endapan dicuci dengan larutan isosalin
Sentrifuge 4x sampai isosalin jernih
Supernatan dipisahkan
Volume darah diukur dan diresuspensi dengan isosalin
Suspensi sel darah dengan konsentrasi 10% v/v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Lampiran 5. Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Lampiran 6. Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman 1. Hasil Ekstrak
2. Hasil Rendemen Ekstrak
= 7,01 %
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 7. Hasil Penetapan Parameter Non Spesifik 1. Perhitungan Residu Pelarut Etanol
Bobot jenis =
Bobot jenis = Bobot jenis = 1,026 Menurut Farmakope 3, Bobot jenis ≥1, kadar etanol dianggap 0,0% 2. Perhitungan Kadar Air
Keterangan : W0 : berat cawan kosong (gram) W1 : berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan W2 : berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan 3. Perhitungan Kadar Abu Ekstrak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 8. Hasil Penapisan Fitokimia No.
Golongan
Gambar
Keterangan (hasil
senyawa 1
uji)
Alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan kuning (Mayer) - Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk (Dragendorf)
(Mayer)
endapan merah (Dragendorf) - Hasil (-) alkaloid
2
Flavonoid
-
Perubahan intensitas warnakuning menjadi tidak berwarna
-
Hasil (+) flavonoid
3
Saponin
-
Tebentuk busa setinggi 1 cm yang stabil
4
Glikosida
-
Hasil (+) saponin
-
Terbentuk larutan berwarna kuning
-
Hasil (+) glikosida
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
5
Triterpenoid
-
Terbentuk warna kuning emas
-
Hasil (-) triterpenoid
6
Fenol
-
Terbentuk warna hitam kebiruan
7
Tanin
-
Hasil (+) fenol
-
Terbentuk biru kehitaman
(sebelum)
Hasil (+) tannin
(setelah)
Penambahan Fecl3 0,1%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lampiran 9. Penentuan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica). 1.
Absorbansi Larutan Uji
Konsentrasi
Sampel
(ppm)
25
50
Ekstrak Etanol
100
96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
200
400
800
2.
Absorbansi
% Stabilisasi
0,053
15,873
0,053
22,222
0,055
15,873
0,034
46,032
0,038
44,444
0,053
17,460
0,056
25,397
0,037
50,794
0,037
44,444
0,035
50,794
0,037
53,968
0,038
49,206
0,047
50,793
0,046
52,381
0,040
65,079
0,046
76,190
0,048
87,301
0,047
107,936
Rata-rata stabilisasi (%)
17,987
35,979
40,212
51,323
56,084
90,476
Absorbansi Kontrol Negatif Absorbansi
Rata-rata
0,064 0,062
0,063
0,063
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
3.
Absorbansi Kontrol Larutan Uji Konsentrasi
Rata-rata
Absorbansi
(ppm)
absorbansi
0,000 25
0,004
0,002
0,002 0,000 50
0,003
0,0013
0,001 0,009 100
0,006
0,0056
0,002 0,004 200
0,008
0,006
0,006 0,016 400
0,016
0,0167
0,018 0,031 800
0,040
0,041
0,052 Contoh perhitungan analisis stabilisasi eritrosit terhadap ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) pada konsentrasi 25 ppm. % Stabilisasi =
–
– –
–
–
–
–
–
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 10. Penetapan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Kontrol Positif (Natrium Diklofenak) pada Konsentrasi 100 ppm. 1. Absorbansi Larutan Uji
Sampel
Absorbansi
% Stabilisasi
Na
0,021
68,254
Diklofenak
0,022
66,667
100 ppm
0,023
65, 079
Rata-rata stabilisasi (%)
66,667
2. Absorbansi Kontrol Larutan Uji Konsentrasi
Rata-rata
Absorbansi
(ppm)
absorbansi
0,001 100
0,001
0,001
0,001 [
3.
Absorbansi Kontrol Negatif Absorbansi
Rata-rata
0,064 0,062
0,063
0,063
Contoh perhitungan analisis stabilisasi membran eritrosit terhadap kontrol positif (Na diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm % Stabilisasi =
–
– –
–
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Persen Stabilitas Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa dengan Konsentrasi 25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm, serta Natrium Diklofenak dengan Konsentrasi 100 ppm UJi normalitas Kolmogorof-Smirnov dan uji Levene terhadap persen stabilitas ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa pada konsentrasi 25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm serta Na diklofenak sebagai kontrol positif pada konsentrasi 100 ppm. a. Uji Normallitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANOVA. Hipotesis Ho : Data persen stabilitas yang terdistribusi normal Ha : Data persen stabilitas yang tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Persen_Stabilita s N Normal Parameters
21 a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
51.2470 23.80489
Absolute
.149
Positive
.121
Negative
-.149
Kolmogorov-Smirnov Z
.685
Asymp. Sig. (2-tailed)
.736
a. Test distribution is Normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Keputusan : Ho diterima artinya uji normalitas persen stabilitas seluruh sampel uji terdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data persen stabilitas homogen atau tidak. Hipotesis Ho : Data persen stabilitas bervariasi homogen Ha : Data persen stabilitas bervariasi tidak homogeny
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Test of Homogeneity of Variances Persen_Stabilitas Levene Statistic
df1
3.866
df2 6
Sig. 14
.017
Keputusan : Hasil data signifikasi (P=0,017) lebih kecil dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa varian data tidak homogen maka dilanjutkan dengan uji KruskalWallis karena syarat homogenitasnya belum terpenuhi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
c. Uji Kruskal-Wallis Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persen stabilitas pada semua kelompok perlakuan yang tidak memenuhi syarat pengujian ANOVA. Hipotesis Ho : Data persen stabilitas membran sel tidak berbeda secara bermakna Ha : Data persen stabilitas membran sel berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak a,b
Test Statistics
Persen_Stabilita s Chi-Square
18.090
Df
6
Asymp. Sig.
.006
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Larutan
Keputusan : Data persen stabilitas pada semua kelompok sampel uji berbeda secara bermakna maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT/LSD). Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
d. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada kelompok konsentrasi ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa dan Na diklofenak Tujuan: Untuk mengetahui persen stabilitas yang bermakna diantara 6 kelompok perlakuan Hipotesis Ho : Tidak terdapat berbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan Ha: Terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan
Pengambilan Keputusan: Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Multiple Comparisons Persen_Stabilitas LSD (I)
(J)
95% Confidence Interval
Mean Difference
Larutan Larutan
(I-J)
1
2
-17.98933
8.59223
.055
-36.4178
.4392
3
-22.22233
*
8.59223
.022
-40.6508
-3.7938
4
-33.33333
*
8.59223
.002
-51.7618
-14.9048
5
-38.09500
*
8.59223
.001
-56.5235
-19.6665
6
-72.48633
*
8.59223
.000
-90.9148
-54.0578
7
-48.67733
*
8.59223
.000
-67.1058
-30.2488
1
17.98933
8.59223
.055
-.4392
36.4178
3
-4.23300
8.59223
.630
-22.6615
14.1955
4
-15.34400
8.59223
.096
-33.7725
3.0845
5
-20.10567
*
8.59223
.035
-38.5342
-1.6772
6
-54.49700
*
8.59223
.000
-72.9255
-36.0685
7
-30.68800
*
8.59223
.003
-49.1165
-12.2595
1
22.22233
*
8.59223
.022
3.7938
40.6508
2
4.23300
8.59223
.630
-14.1955
22.6615
2
3
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
4
5
6
7
4
-11.11100
8.59223
.217
-29.5395
7.3175
5
-15.87267
8.59223
.086
-34.3012
2.5558
6
-50.26400
*
8.59223
.000
-68.6925
-31.8355
7
-26.45500
*
8.59223
.008
-44.8835
-8.0265
1
33.33333
*
8.59223
.002
14.9048
51.7618
2
15.34400
8.59223
.096
-3.0845
33.7725
3
11.11100
8.59223
.217
-7.3175
29.5395
5
-4.76167
8.59223
.588
-23.1902
13.6668
6
-39.15300
*
8.59223
.000
-57.5815
-20.7245
7
-15.34400
8.59223
.096
-33.7725
3.0845
1
38.09500
*
8.59223
.001
19.6665
56.5235
2
20.10567
*
8.59223
.035
1.6772
38.5342
3
15.87267
8.59223
.086
-2.5558
34.3012
4
4.76167
8.59223
.588
-13.6668
23.1902
6
-34.39133
*
8.59223
.001
-52.8198
-15.9628
7
-10.58233
8.59223
.238
-29.0108
7.8462
1
72.48633
*
8.59223
.000
54.0578
90.9148
2
54.49700
*
8.59223
.000
36.0685
72.9255
3
50.26400
*
8.59223
.000
31.8355
68.6925
4
39.15300
*
8.59223
.000
20.7245
57.5815
5
34.39133
*
8.59223
.001
15.9628
52.8198
7
23.80900
*
8.59223
.015
5.3805
42.2375
1
48.67733
*
8.59223
.000
30.2488
67.1058
2
30.68800
*
8.59223
.003
12.2595
49.1165
3
26.45500
*
8.59223
.008
8.0265
44.8835
4
15.34400
8.59223
.096
-3.0845
33.7725
5
10.58233
8.59223
.238
-7.8462
29.0108
6
-23.80900
*
8.59223
.015
-42.2375
-5.3805
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Kesimpulan : 1. Masing-masing kelompok konsentrasi ektrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromsndelica) berbeda secara bermakna. 2. Ekstrak dengan konsentrasi 200 dan 400 ppm identik dengan Na diklofenak dalam konsentrasi 200 dan 400 ppm (P≤0,05), sedangkan kelompok ekstrak dengan konsentrasi 25, 50, 100, dan 800 ppm tidak identik dengan Na diklofenak dalam konsentrasi 100 ppm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta