UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT KATEKIN GAMBIR (Uncaria gambier Roxb.) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY DENGAN DIBERI BEBAN AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL
SKRIPSI
HARY ABDUL RAHMAN 1112102000060
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2016
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT KATEKIN GAMBIR (Uncaria gambier Roxb.) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY DENGAN DIBERI BEBAN AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi
HARY ABDUL RAHMAN 1112102000060
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2016
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: HARY ABDUL RAHMAN
NIM
: 1112102000060
Tanda tangan :
Tanggal : 27 Juli 2016
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama
: Hary Abdul Rahman
NIM
: 1112102000060
Program Studi
: S-1 Farmasi
Judul skripsi
: Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir (Uncaria gambierRroxb.) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley dengan Diberi Beban Aktivitas Fisik Maksimal
Disetujui Oleh : Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. M.Yanis Musdja, M.Sc., Apt NIP. 195601061985101001
Dr. Delina Hasan. M.Kes., Apt NIP. 195602101987032003
Mengetahui, Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. NIP. 197404302005012003
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh: Nama : Hary Abdul Rahman NIM : 1112102000060 Program Studi : S-1 Farmasi Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir (Uncaria gambier Roxb.) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley dengan Diberi Beban Aktivitas Fisik Maksimal Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt.
(
)
Pembimbing II : Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt.
(
)
Penguji I
: Yardi, Ph.D., Apt.
(
)
Penguji II
: Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt (
)
Ditetapkan di : Ciputat Tanggal : 27 Juli 2016
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK Nama Program Studi Judul Penelitian
: Hary Abdul Rahman : Farmasi : Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir (Uncaria gambier Roxb.) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Dengan Diberi Beban Aktivitas Fisik Maksimal
Peningkatan konsumsi oksigen selama latihan fisik intensif dapat meningkatkan produksi radikal bebas, bila dibiarkan akan menyebabkan stress oksidatif ditunjukan dengan peningkatan kadar malondialdehid. Katekin merupakan golongan senyawa flavonoid yang biasa digunakan sebagai antioksidan memiliki mekanisme melindungi struktur dan fungsi dari membrane sel dari radikal bebas. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok uji, yaitu control positif, control negative, dan dosis uji bertingkat (dosis 5 mg/kgBB, dosis 10 mg/kgBB dan dosis 20 mg/kgBB).Uji dilakukan dengan desain uji sebelum-sesudah perlakuan. Pada hari ke-0 seluruh tikus pada setiap kelompok diukur kadar awal malondialdehid agar diketahui kadar blanko masing-masing individu. Pada hari ke-1 sampai hari ke-7 dilakukan uji berupa pemberian zat antioksidan pada masing-masing kelompok uji. Kelompok kontrol negatif tidak diberi perlakuan, kelompok kontrol positif diberikan suspensi vitamin E dengan dosis 20 mg/kgBB, kelompok uji dengan dosis 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB. Pada hari ke-8 seluruh kelompok diberikan beban aktivitas fisik maksimal dengan perenangan selama 1 jam sampai terlihat tanda kelelahan berupa hampir tenggelam. Segera setelah perenangan kadar malondialdehid kembali diukur untuk dibandingkan dengan kadar blanko masing-masing individu. Hasil uji in vivo, yaitu dosis uji 5 mg/kgBB terjadi penurunan kadar sebesar 20,19%, dosis 10 mg/kgBB terjadi penurunan kadar sebesar 31,28%, dosis 20 mg/kgBB terjadi penurunan kadar sebesar 57,63%, dan kelompok control positif terjadi penurunan kadar sebesar 25,55%. Semua dosis menunjukan penurunan kadar malondialdehid, tetapi dosis 20 mg/kgBB menunjukan penurunan yang lebih besar disbanding kelompok lain.
Kata kunci : isolat katekin gambir, antioksidan, aktivitas fisik, malondialdehid
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT Name Study Program Title
: Hary Abdul Rahman : Pharmacy : Antioxidant Activity Test from Gambier Catechin (Uncaria gambier Roxb.) to Sprague Dawley strain of Male Rats (Rattus norvegicus) with Given Load Maximum Activity
Increasing oxygen consumption during intensive physical exercise may increase production of free radicals, and if it exceeds physiological capacity may cause oxidative stress as shown as chance of malondialdehid level. Catechin is one of flavonoid compound who usually used as antioxidant, protecting structures and function of cell membranes from free radicals. In vivo antioxidant activity test was done by using 25 male Sprague Dawley rats and divided by 5 groups, negative control group, positive control group, dosage 5 mg/kgBW, dosage 10 mg/kgBW, and dosage 20 mg/kgBW. In this test used pre - post test control group design. Negative control group was given by food and drinks; positive control was given by vitamin E suspense dosage 20 mg/kgBW; dosage group of 5 mg/kgBW, 10 mg/kgBW, and 20 mg/kgBW was given by gambiercatechin suspense respectively for 7 days. Before gambiercatechinwas given, level of malondialdehid was measured. Eight days later, the five group were given maximum physical activity mean of swimming until the sign of fatigue occurred (nearly drowned) and the blood was taken for blood malondialdehid examination. The result of activity test is dosage 5 mg/kgBW could decrease malondialdehid 20,19%, dosage 10 mg/kgBW could decrease malondialdehid 31,28% , dosage 20 mg/kgBW could decrease malondialdehid 57,63% and positive control group could decrease malondialdehid 25,55%. All of dosage was shown decreasing malondialdehid level, but dosage 20 mg/kgBW of gambiercatechin was giving the most antioxidant potential than other groups.
Keywords : gambier catechin isolates, antioxidant, load activity, malondialdehid
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat sehat, iman, islam, rezeki, kekuatan, petunjuk, rahmat serta kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir (Uncaria gambier Roxb.) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Dengan Diberi Beban Aktivitas Fisik Maksimal”. Shalawat serta salam tak lupa semoga selalu tercurhakan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya hingga akhir zaman. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi akan sangatlan sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sami Koto Viliang dan Ibunda Nurmanis, S.Pd atas pengorbanan, kasih sayang, motivasi, moril, materil serta doa yang telah mama dan papa berikan selama ini. Kedua adikku Hany Salsabila dan Muhammad Aldo yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doanya, semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan keberkahan dalam kehidupan kita. 2. Bapak Dr. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt selaku Pembimbing I serta Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt selaku Pembimbing II yang telah memberikan waktu, motivasi, pikiran dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi 3. Bapak Prof. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Bapak Supandi, M.Si., Apt selaku Dosen Penasehat Akademik kelas C angkatan 2012. 6. Seluruh dosen Farmasi UIN yang telah membimbing serta memberikan ilmunya selama ini 7. Nita Fitriani atas perhatian, semangat, bantuan dan kesediaannya menemani penulis serta mendengarkan keluh kesah penulis selama ini 8. Boy Reynaldi Noor, Ahmad Apriansyah, Angga Maulidan Pernama, Ilham Gafar, Azmi Indillah, Dian Aulia Rahma atas perjuangan, dukungan, motivasi serta persahabatan yang begitu indah selama di bangku kuliah 9. Teman-teman seperjuangan penelitian dan “Pre-klinik Sukses” Denny Bachtiar, Afina Almas Ghasani, Azmi Indillah, Ade Rachma Islamiah, Nurul Fitri Rukmana, Fenny Delfiyanti, Siti Windi Hariani, Nursetyowati Rahayu, Pipit Fitriyah atas perjuangan, bantuan dan semangatnya 10. Kakak laboran program studi Farmasi (Kak Rani dan Kak Eris), Kak Yaenap, Kak Lisna yang telah membantu lancarnya penelitian ini serta Kak Haidar yang menjadi teman seperjuangan penulis dalam menempuh suka duka penelitian. 11. Teman-teman Farmasi 2012, khususnya Farmasi AC yang telah menjadi kepingan memori berharga di kisah hidup ini. Tanpa mereka, cerita ini tidak akan lengkap. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama ini Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.
Ciputat, 27 Juli 2016
Penulis,
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Hary Abdul Rahman
NIM
: 1112102000060
Program studi : S-1 Farmasi Fakultas
: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya
: Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui/karya ilmiah saya, dengan judul : Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir (Uncaria gambier Roxb.) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Dengan Diberi Beban Aktivitas Fisik Maksimal
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Ciputat Pada tanggal
: 27 Juli 2016
Yang menyatakan,
(Hary Abdul Rahman)
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................... v ABSTRAK ......................................................................................................... vi ABSTRACT ....................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... x DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4 1.3 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 4 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 5 1.4.1 Tujuan Umum .............................................................. 5 1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................. 5 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 5 1.5.1 Manfaat Penelitian secara Teoritis ............................... 5 1.5.2 Manfaat Penelitian secara Metodologis ....................... 5 1.5.3 Manfaat Penelitian secara Aplikatif ............................. 6 1.6 Ruang Lingkup ................................................................................ 6 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7 2.1 Tanaman Gambir (Uncaria gambier Roxb.) .................................. 7 2.1.1 Taksonomi ........................................................................... 8 2.1.2 Nama Daerah ....................................................................... 8 2.1.3 Uraian Tanaman ................................................................... 8 2.1.4 Kandungan Kimia Daun Gambir dan Bongkahan Gambir ... 9 2.1.4.1 Katekin .................................................................... 9 2.1.5 Manfaat Tumbuhan ............................................................ 11 2.2 Hewan Uji .................................................................................... 11 2.2.1 Biologis Tikus Putih .......................................................... 11 2.3 Simplisia ...................................................................................... 12 2.3.1 Pengelolaan Simplisia ........................................................ 13 2.3.2 Pemeriksaan Mutu Simplisia ............................................. 16 2.4 Ekstrak dan Ekstraksi ................................................................... 16 2.4.1 Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut ............................ 17 2.4.1.1 Cara Dingin ........................................................... 17 2.4.1.2 Cara Panas ............................................................. 18 2.5 Pelarut .......................................................................................... 19 2.6 Vacuum Rotary Evaporator .......................................................... 20
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7 Radikal Bebas .............................................................................. 21 2.7.1 Pengertian Radikal Bebas ................................................... 21 2.7.2 Sumber Radikal Bebas ....................................................... 21 2.7.3 Mekanisme Pembentukan Radikal Bebas .......................... 21 2.8 Peroksidasi Lipid ......................................................................... 22 2.9 Antioksidan .................................................................................. 23 2.9.1 Pengertian Antioksidan ...................................................... 23 2.9.2 Penggolongan Antioksidan ................................................ 24 2.9.3 Sumber Antioksidan .......................................................... 24 2.9.4 Mekanisme Kerja Antioksidan .......................................... 26 2.10 Hasil Penelitian Ekstrak Gambir atau Kandungan Zat Berkhasiatnya sebagai Antioksidan .................................................................... 27 BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 30 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 30 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 30 3.2.1 Alat Penelitian .................................................................... 30 3.2.2 Bahan Penelitian ................................................................ 30 3.2.3 Hewan Uji .......................................................................... 31 3.3 Prosedur Kerja ............................................................................. 31 3.3.1 Determinasi Tumbuhan ...................................................... 31 3.3.2 Penyiapan Simplisia ........................................................... 31 3.3.3 Identifikasi Gambir ............................................................ 32 3.3.4 Identifikasi Organoleptik Gambir ...................................... 32 3.3.5 Identifikasi Urea ................................................................ 32 3.3.6 Uji Identifikasi Flavonoid .................................................. 33 3.3.7 Isolasi Katekin Gambir ...................................................... 33 3.4 Pemeriksaan Katekin Gambir ...................................................... 33 3.5 Penyiapan Hewan Uji .................................................................. 35 3.6 Rancangan Penelitian ................................................................... 36 3.7 Pemberian Perlakuan ................................................................... 37 3.7.1 Pengukuran MDA Standar ................................................. 38 3.7.2 Pengukuran MDA Sampel ................................................. 39 3.8 Analisis data ................................................................................. 40 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 41 4.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 41 4.1.1 Determinasi Tanaman ........................................................ 41 4.1.2 Penyiapan Simplisia ........................................................... 41 4.1.3 Hasil Identifikasi Flavonoid ............................................... 42 4.1.4 Pengujian Karakteristik Katekin ........................................ 42 4.1.5 Penyiapan Hewan Uji ........................................................ 42 4.1.6 Pemberian Perlakuan ......................................................... 43 4.1.6.1 Perhitungan Kadar MDA Blanko .......................... 43 4.1.6.2 Perhitungan Kadar MDA Akhir ............................ 44 4.2 Pembahasan .................................................................................. 45
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 51 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 51 5.2 Saran ............................................................................................ 51 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 52 LAMPIRAN ..................................................................................................... 57
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman Tabel 3.1 Kurva kalibrasi ....................................................................................37 Tabel 3.2 Rancangan percobaan .........................................................................38 Tabel 4.1 Hasil identifikasi gambir ....................................................................41 Tabel 4.2 Hasil pengujian karakteristik katekin .................................................42 Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Katekin Gambir ...................................................42 Tabel 4.4 Distribusi rata-rata berat badan tikus tiap kelompok .........................43 Tabel 4.5 Distribusi rata-rata kadar MDA blanko .............................................43 Tabel 4.6 Distribusi rata-rata kadar MDA akhir .................................................44
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Gambar 2.1 Tanaman Gambir ..................................................................................7 Gambar 2.2 Simplisia Gambir .................................................................................7 Gambar 2.3 Proses Terjadinya Peroksidasi Lipid Secara Kimiawi ......................23 Gambar 2.4 Struktur Umum Katekin .....................................................................27
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Kerja Isolasi Katekin ............................................................. 57 Lampiran 2. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antioksidan ............................................ 58 Lampiran 3. Bagan Kerja Pengukuran Kadar MDA Standar ................................ 59 Lampiran 4. Bagan Kerja Pengukuran Kadar MDA Sampel ............................... 60 Lampiran 5. Perhitungan Dosis Isolat Katekin Gambir ....................................... 61 Lampiran 6. Surat Keterangan Determinasi Tanaman .......................................... 63 Lampiran 7. Foto-Foto Penelitian ........................................................................ 64 Lampiran 8. Pemeriksaan Katekin Gambir .......................................................... 66 Lampiran 9. Perlakuan pada Hewan Uji ............................................................... 69 Lampiran 10. Analisis Data Statistik ................................................................... 76 Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik Kadar MDA .............................................. 79
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan sumber berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari struktur dan sifat yang sederhana sampai yang rumit dan unik. Beragam jenis dan senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan akan berkorelasi positif dengan khasiat dan manfaat yang dimilikinya. Upaya pencarian tumbuhan obat telah lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah keanekaragaman senyawa yang telah ada (Djauhariya dan Hermani, 2014). Beberapa tahun belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian untuk menemukan antioksidan dan antibakteri alami yang bersumber dari tanaman, khususnya tanaman asli Indonesia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada sejumlah ekstrak tanaman yang biasa digunakan sebagai bumbu dan obat tradisional, beberapa diantaranya berpotensi sebagai sumber antioksidan. Salah satunya adalah tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.) yang memang sejak lama digunakan masyarakat tradisional sebagai antiseptik dan obat sakit perut. Sampai saat ini sangat sedikit penelitian yang mengupas tentang aktivitas antioksidan secara in vivo yang dimiliki tumbuhan gambir (Kresnawaty et al., 2009). Di samping itu Indonesia adalah Negara mega biodiversity (keanekaragaman hayati). Berdasarkan data yang dibuat oleh Indo-Pacific Conservation Alliance keanekaragaman hayati tumbuhan Indonesia ada sekitar 37.000 jenis. Jumlah ini adalah 1,5 kali dari wilayah Cina yang mempunyai 25.000 jenis tumbuhan. Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati nomor dua terbesar di dunia setelah Brazil dengan jumlah tumbuhan sekitar 38.000 jenis. Jika keanekaragaman hayati laut ikut dinilai, maka Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia (Musdja, 2010). Bila potensi bahan alam Indonesia dapat dikembangkan dengan baik oleh para ahli kesehatan Indonesia, maka pada suatu saat, Indonesia akan menjadi Negara pengekspor terbesar bahan obat alami yang saat ini dipegang oleh Cina. Kedepan Indonesia juga akan dapat mengurangi impor bahan baku obat, dimana pada saat ini 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Indonesia masih mengimpor bahan baku obat sekitar 90% dari berbagai negara. Di sisi lain sekitar 80% dari obat-obat yang digunakan saat ini bersumber dari bahan alam (Harvey, 2009). Kebutuhan bahan baku obat tradisional terutama yang berasal dari tumbuhan, sebagian besar masih diambil dari alam, sehingga beberapa jenis mulai langka. Salah satunya untuk aktivitas antioksidan, tumbuhan yang biasa digunakan merupakan tumbuhan yang ketersediannya sedikit di alam. Gambir sebagai tumbuhan asli Indonesia yang merupakan komoditas ekspor Indonesia memiliki ketersediaan yang sangat banyak di alam khususnya di daerah Payakumbuh, Sumatera Barat yang menjadi 80% penyedia kebutuhan gambir dunia (Lucida et al., 2007). Sebagian besar tumbuhan bermafaat untuk pengobatan berbagai jenis penyakit, diantaranya penyakit alergi, penyakit metabolic, kanker, dan penyakit degenerative yang berkaitan dengan penuaan (Djauhariya dan Hernani, 2014). Kegunaan gambir secara tradisional adalah sebagai pelengkap makan sirih (menyirih) dan obat-obatan, seperti di Malaysia gambir digunakan untuk obat luka bakar, di samping rebusan daun muda dan tunasnya digunakan untuk obat diare dan disentri serta obat kumur-kumur pada sakit kerongkongan. Secara modern gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industry farmasi dan makanan, diantaranya bahan baku obat penyakit hati dengan paten “catergen”, bahan baku permen yang melegakan kerongkongan bagi perokok di Jepang karena gambir mampu menetralisir nikotin. Sedangkan di Singapura gambir digunakan sebagai bahan baku obat sakit perut dan sakit gigi (Dhalimi, 2006). Dalam perdagangan dunia gambir lebih dikenal sebagai gambier, cutch, catechu, atau pale catechu. Senyawa utama yang terkandung dalam gambir adalah pseudotanin katekin dan phlobatanin asam katekutanat dengan persentase masingmasing senyawa adalah 7%-30% dan 22%-55% (Utami et al., 2008). Gambir merupakan komoditas utama provinsi Sumatera Barat. Gambir telah lama digunakan sebagai pelengkap sirih yang dikunyah dan dipercaya dapat menguatkan gigi. Ekstrak gambir mengandung (+)- katekin sebagai komponen utama, suatu senyawa polifenol, yang berpotensi sebagai antioksidan dan antibakteri (Lucida et al., 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menahan terjadinya ketengikan dan menghambat reaksi oksidasi pada bahan yang mengandung lemak atau minyak (Matz, 2000). Selain itu antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif/ spesies nitrogen reaktif dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan (Halliwell dan Gutteridge, 2000). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (Clarkson dan Thompson, 2000). Pemanfaatan bahan alam yang mempunyai aktivitas biologis menjadi motivasi dilakukannya penelitian lebih lanjut, setelah senyawa-senyawa sintetik yang mempunyai aktivitas biologis seperti senyawa antioksidan sintetik butylated hydroxytoluen (BHT), butylated hydroxyanisole (BHA), dan terbutyl hydroxyquinone (TBHQ) dibatasi penggunaannya karena bersifat karsinogenik. Berbagai studi mengenai BHT dan BHA menunjukan bahwa komponen ini dapat menimbulkan tumor pada hewan percobaan pada penggunaan jangka panjang (Andarwulan, 1996). Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternative yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001; Sunarni, 2005). Dewasa ini banyak dilakukan uji aktivitas antioksidan pada banyak spesies tumbuhan yang diduga memiliki senyawa penangkal radikal bebas sebagai antioksidan eksogen. Namun, masih jarang sekali ditemukan uji aktivitas antioksidan dari spesies tumbuhan yang dilakukan secara in vivo, bahkan tidak sedikit spesies tumbuhan yang telah dilakukan uji aktivitas antioksidan in vitro yang tidak dilanjutkan sampai ke tahap in vivo. Padahal, untuk bisa mengetahui efektivitas antioksidan eksogen dari suatu senyawa dari tumbuhan diperlukan uji aktivitas in vitro, in vivo, uji toksistas dan serangkaian uji lainnya. Pada hal ini, tumbuhan gambir sudah dilakukan uji aktivitas antioksidan namun sampai saat ini masih terbatas hanya secara in vitro dan belum ada yang menguji aktivitasnya secara in vivo. Oleh karenanya perlu agar obat tradisional khususnya yang berasal dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
tumbuhan dapat dilakukan penelitian dan pengembangannya (saintifikasi) sehingga keamanan, khasiat dan mutunya teruji secara ilmiah dan dapat dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal( UU tentang kesehatan No 36 tahun 2009 dan Kepmenkes No 387 tahun 2007). Berdasarkan berbagai macam uji antioksidan baik in vitro maupun in vivo memiliki tujuan sama untuk menanggulangi radikal bebas yang terbentuk dari oksigen reaktif atau nitrogen reaktif yang dapat menimbulkan ketengikan dan menimbulkan bermacam-macam penyakit degeneratif lainnya. Metode uji aktivitas in vivo yang paling sering dilakukan untuk uji aktivitas antioksidan adalah metode peroksidasi lipid pada membrane plasma yang diinduksi dari beban fisik. Parameter yang terlihat nantinya adalah terbentuknya (MDA) malondialdehid yang menunjukan kerusakan sel karena radikal bebas pada proses peroksidasi lipid (Nur Alam et al., 2012).
1.2 Rumusan Masalah Pada penelitian kali ini yang menjadi perumusan masalah adalah: 1. Apakah (+)- katekin pada tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.) memiliki aktivitas antioksidan pada uji aktivitas antioksidan secara in vivo? 2. Berapakah rendemen (+)- katekin dari hasil isolasi pada tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.)? 3. Bagaimana pengaruh variasi dosis dari senyawa katekin gambir (Uncaria gambier Roxb.) pada kadar malondialdehid di dalam darah?
1.3 Hipotesis Penelitian 1. Isolat (+)- katekin pada tumbuhan gambir memiliki aktivitas antioksidan secara in vivo 2. Terjadi peningkatan aktivitas antioksidan seiring dengan peningkatan dosis yang terlihat pada kadar malondialdehid
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum - Untuk membuktikan adanya aktivitas antioksidan dari tumbuhan khas alam Indonesia dalam hal ini yaitu tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.) secara in vivo pada tikus galur Sprague Dawley. 1.4.2
Tujuan Khusus - Untuk membuktikan aktivitas antioksidan isolat katekin gambir (Uncaria gambier Roxb.) secara in vivo setelah sebelumnya telah banyak diuji secara in vitro. - Membuktikan bahwa aktivitas antioksidan meningkat seiring dengan peningkatan dosis
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Penelitian Secara Teoritis - Memberikan informasi tentang aktivitas antioksidan dari isolat katekin tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.) yang bermanfaat bagi kesehatan. - Memberikan informasi tentang aktivitas antioksidan isolat katekin gambir secara in vivo 1.5.2 Manfaat Penelitian Secara Metodologis - Memberikan informasi metode isolasi katekin dari tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.). - Memberikan informasi jumlah rendemen isolat katekin dari tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.). - Memberikan pengetahuan tentang metodologi preparasi isolat katekin gambir dari awal bahan sampel sampai pada uji aktivitas isolat katekin gambir secara in vivo.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
1.5.3 Manfaat Penelitian Secara Aplikatif - Sebagai sumber referensi ilmiah untuk penelitian yang berkenaan dengan aktivitas antioksidan, isolasi katekin gambir, serta dosis-dosis yang bisa diterapkan untuk penelitian selanjutnya - Agar dapat diaplikasikan oleh semua lapisan masyarakat termasuk teknisi kesehatan sampai kepada masyarakat luas - Sebagai acuan untuk aplikasi bidang-bidang kesehatan. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian kali ini dapat diketahui cakupan-cakupan penelitian yang membentuk suatu ruang lingkup untuk memfokuskan dan meluruskan tahap-tahap dan pembahasan suatu penelitian. Ruang lingkup penelitian kali ini yaitu sebagai berikut : Penelitian kali ini hanya membahas tentang uji aktivitas antioksidan secara in vivo pada tikus galur Sprague dawley dengan sampel yang diuji aktivitasnya yaitu isolat katekin gambir (Uncaria gambier Roxb.) dimana bongkahan gambir didapat dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Isolat katekin yang dipakai sebagai sampel penelitian ini adalah isolat katekin total dan bukan merupakan isolat murni dari satu jenis katekin saja. Metode uji aktivitas antioksidan secara in vivo kali ini menggunakan metode uji aktivitas antioksidan dengan menginduksi peroksidasi lipid pada sel tubuh tikus dengan memberi beban aktivitas fisik yang maksimal. Pengukuran tingkat radikal bebas yang terbentuk dari peroksidasi lipid dapat dianalisa kadar nya lewat pengukuran kadar malondialdehid plasma darah sebagai indikator terbentuknya radikal bebas. Metode isolasi katekin dari bongkahan gambir yang didapat menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut air secara infusa yang selanjutnya dipartisi melalui corong pisah dengan pelarut etil asetat. Pada penelitian kali ini uji aktivitas antioksidan digunakan tiga variasi dosis yaitu dosis tinggi, sedang, dan rendah yang mengacu pada dosis isolat katekin gambir sebagai antioksidan yang dipublikasikan oleh BPOM RI tahun 2007. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Gambir (Uncaria gambier Roxb.)
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Ket: (2.1) Tanaman Gambir; (2.2) Simplisia Gambir (Warna hitam karena proses penjemuran sedangkan yang lain baru dilakukan pengempaan dan belum dijemur) [Direkrorat Obat Asli Indonesia, 2007]
Uncaria gambier Roxb termasuk dalam familia Rubiaceae. Ciri-ciri umum yang dimiliki tumbuhan familia Rubiaceae adalah sebagai berikut: merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1cm-3cm. Umumnya memanjat pada pohon atau semak yang ada di sekitarnya dengan bantuan alat pengait. Batang tegak, berkayu, bulat, percabangan simplodial, dan berwarna coklat pucat. Daun tunggal berbentuk lonjong. Letak berhadapan, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung meruncing, panjang 8cm-13cm, lebar 4cm-7cm, dan berwarna hijau. Mahkota berjumlah 5 helai, berbentuk lonjong dan berwarna ungu. Buah berbentuk bulat telur, panjang sekitar 1,5cm dan berwarna hitam (Utami et al., 2008). Sedangkan tangkai dari daun tidak berambut, panjang 0,5cm-0,8cm, pertulangan primer pada permukaan daun sebelah bawah menonjol.Lobus dari mahkota krem keputihan, daun pelindung tidak berambut, lanset. Buah kapsul , sempit dan panjang, terbagi menjadi 2 belahan. Biji banyak, kecil, halus, berbentuk jarum dan bersayap, panjang 0,4cm dan berwarna kuning (BPOM RI, 2007). 7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Simplisianya umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindris pendek, kadang-kadang bercampur dengan bagian yang remuk, tebal 2cm-3cm, ringan, mudah patah, dan berliang renik-renik. Warna permukaan luar cokelat tua kemerahan atau kehitaman, warna permukaan yang baru dipatahkan cokelat muda sampai cokelat kekuningan, kadang-kadang terlihat garis-garis yang lebih gelap (BPOM RI, 2007). Nama simplisianya adalah Terra Japonicha, Gele catechu, Gambir (Dalimarta, 2003).
2.1.1 Taksonomi Taksonomi dari gambir (Uncaria gambier Roxb.) menurut Haryanto (2009) Tanaman gambir adalah termasuk kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Asteridae, famili Rubiaceae, genus Uncaria, spesies Uncaria gambir (Hunter) Roxb.
2.1.2 Nama Daerah (Direkrorat Obat Asli Indonesia, 2007). Sumatera: gambe, gani, kacu, sontang, gambee, gambie, gambu, gimber, pengilom, sepelet. Jawa : santun, ghambhir. Kalimantan : kelare, abi, gamer, kambim, sori. Nusa Tenggara : tagambe, gambele, gamelo, gambit, gambe, gambiri, gata, gaber. Maluku : kampir, kambir, ngambir, gaamer, gabi, tagabere, gagabere, gabere, gambe.
2.1.3 Uraian Tanaman Gambir merupakan ekstrak yang dihasilkan dari daun dan ranting tanaman gambir yang dipanen atau dipangkas setelah tanaman berumur 1,5 tahun dan dilakukan 2 -3 kali setahun dengan selang waktu 4 – 6 bulan. Pangkasan daun dan ranting harus segera diolah karena jika pengolahan ini ditunda lebih dari 24 jam, volume getahnya akan berkurang (Hayani, 2003). Gambir berasal dari tumbuhan perdu yang membelit dan memiliki batang keras. Tinggi 1-3 cm. Batang tegak, bulat, percabangan simpodial warna cokelat pucat. Daun tunggal, berhadapan, bentuk elips, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung meruncing, panjang 8-13 cm. lebar 4-7 cm, warna hijau. Bunga majemuk, bentuk lonceng, di ketiak daun, panjang lebih kurang 5 cm, mahkota 5 helai berbentuk lonceng, tongkol-bulat,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
terdiri dari bunga kecil-kecil yang berwarna putih. Buah berbentuk bulat telur, panjang lebih kurang 1,5 cm berwarna hitam (Haryanto, 2009). Tanaman gambir ini merupakan tanaman perdu yang berasal dari daerah Sumatera dan Kalimantan. Tumbuhan ini tumbuh liar di hutan dan di tempat lain yang tingginya 200-900 m dari permukaan laut, tanahnya agak miring dan cukup mendapat sinar matahari. Di daerah Sumatera dan Kalimantan, tanaman gambir ini umumnya ditanam orang-orang di kebun-kebun (Mardisiswodjo et al., 2003). Gambir tumbuh pada area terbuka di dalam hutan, kawasan hutan yang lembab, area terbuka bekas perladangan atau pinggir hutan (BPOM RI, 2007).
2.1.4 Kandungan Kimia Daun Gambir Dan Bongkahan Gambir Kandungan katekin total daun gambir 13,7 % (Anggraini et al, 2011), kandungan (+)-katekin daun gambir 9,4% (Das N.P, 1967). Kandungan utama bongkahan gambir adalah katekin (40 - 60%), zat penyamak (22 - 50%), serta sejumlah alkaloid seperti gambirtannin, turunan dihidro dan okso-gambirtannin. (Wiart, 2006; Amos, 2010). Taniguchi et al (2008) menemukan 9 jenis katekin pada gambir, yakni, (+)-katekin, (-)-epikatekin Gambiriin A1, Gambiriin A2, Gambiriin B1, Gambiriin B2, Katekin-(4α-8)-ent-epikatekin, Gambirflavan D1 dan Gambirflavan D2.
2.1.4.1 Katekin Katekin (C15H14O6) merupakan ekstrak dari gambir yang berpotensi sebagai anti inflamasi, antioksidan, antibakteri, antitumor, dan antivirus (Nakagawa, 2005). Katekin bersifat asam lemah (pKa1 = 7,72 dan pKa2 = 10,22), larut dalam alkohol dingin, etil asetat, air panas serta asam asetat glacial dan aseton. Katekin relatif sukar larut dalam air dingin dan ester.Tidak larut dalam CHCl3, metil eter, dan benzene. Sangat tidak stabil di udara terbuka. Katekin bersifat mudah teroksidasi pada pH mendekati netral (pH 6,9) dan lebih stabil pada pH rendah (2,8 dan 4,9). Katekin juga bersifat mudah terurai oleh cahaya dengan laju reaksi lebih besar pada pH rendah (3,45) dibandingkan pH 4,9 (Lucida et al., 2006). Katekin terdiri dari katekin (C), epikatekin (EC), epikatekin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
galat (ECG), epigalokatekin (EGC) dan epigalokatekingalat (EGCG) (Zaveri, 2005). Katekin merupakan senyawa polifenol dari kelompok flavonoid. Flavonoid biasanya banyak ditemukan pada buah-buahan, daun teh, sayuran dan juga pada Uncaria gambier Roxb. Kualitas gambir dalam aspek ekonominya tergantung kepada kandungan katekinnya. Katekin adalah bagian dari flavan-3-ol yang termasuk (+)- katekin (1), (-)- katekin (2). Katekin juga memiliki banyak aktivitas biologi penting, seperti aktivitas antitumor dan antioksidan.Flavan-3-ol, seperti epikatekin dan katekin menunjukan kelas utama dari metabolit sekunder polifenol pada tanaman. Telah ditentukan bahwa konfigurasi dan struktur dari (+)- katekin adalah (2R,3S)-3’,4’,5,7tetrahydroksiflavan-3-ol (Wilhelm,2008). a. Uji Organoleptik Gambir
Penampakan fisik : cairan kental (viscous liquid)
Rasa
: mula-mula pahit dan sangat kelat lalu agak manis.
Aroma
: khas
b. Makroskopik Umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindris pendek, kadang bercampur dengan bagian-bagian yang remuk, tebal 2-3 cm, ringan, mudah patah dan berliang renik-renik, warna permukaan luar cokelat muda sampai cokelat kekuningan, kadang-kadang terlihat garisgaris yang lebih gelap (Sirait et al.,1999). Mula-mula terasa pahit, namun lama-kelamaan terasa manis dan tidak berbau (Evans,2002). c. Mikroskopik Dilihat dalam kloralhidrat terlihat adanya pollen, sel batu besar, dinding agak tipis, lumen besar, atau kadang-kadang kecil memanjang, lumen sempit. Sel parenkim besar, dinding tipis.Hablur kalsium oksalat bentuk jarum dan bentuk prisma. Rambut penutup terdiri dari satu sel ujung runcing (Sirait et al.,1999).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
d. Efek Farmakologi Ekstrak gambir mampu mengatasi diare karena sifat astringen dari tannin yang merupakan kandungan utama gambir. Selain itu gambir juga efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan alga (BPOM RI, 2007).
2.1.5 Manfaat Tumbuhan Gambir dapat merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu kelancaran proses di perut dan usus. Fungsi lain gambir adalah sebagai campuran obat, seperti sebagai antioksidan, luka bakar, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit (dibalurkan), penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil untuk industri batik. Selain itu juga gambir digunakan penduduk sebagai ramuan untuk mengkonsumsi sirih dan obat untuk sakit perut. Saat ini berkembang menjadi bahan kebutuhan berbagai jenis industri, seperti industri farmasi, kosmetik, batik, cat, penyamak kulit, bio pestisida, hormon pertumbuhan, pigmen dan sebagai bahan campuran pelengkap makanan sehingga mulai diekspor besar-besaran (Ermiati, 2004).
2.2 Hewan Uji Menurut Krinke (2000) klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Mammalia
Order
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Rattus
Species
: norvegicus
Galur
: Sprague Dawley
2.2.1 Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitianatau pengamatan laboratorium. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun dengan lama reproduksi satu tahun. Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi tergantung variasi galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur paling besar diantara galur yang lain. Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galur-galur ini antara lain : Wistar, Sprague Dawley, Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri putih, berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley. Tikus ini merupakan jenis outbred tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya.
2.3 Simplisia Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000). Keberadaan simplisia atau sumber bahan baku obat tradisional di Indonesia cukup melimpah di setiap daerah tumbuh tanaman obat. Pemilihan simplisia yang mutunya baik merupakan langkah awal yang harus diperhatikan untuk menjamin mutu suatu obat tradisional. Masing-masing industri obat tradisional hendaknya mempunyai standar minimal untuk simplisia yang digunakan untuk memberi keyakinan akan kebenaran dan kualitas simplisia yang diperoleh (Depkes RI, 1999). Simplisia ada yang lunak seperti rimpang, daun, dan akar kelembak. Ada yang keras seperti biji, kulit kayu, kulit akar. Simplisia yang lunak mudah ditembus oleh cairan penyari, oleh karena itu pada penyarian tidak perlu diserbuk sampai halus. Sebaliknya pada simplisia yang keras perlu dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan penyarian.Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Zat aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam alkaloid, glikosida, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa terhadap pemanasan, logam berat, udara, cahaya dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya zat aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara penyarian yang tepat (Depkes RI, 1999).
2.3.1 Pengelolalaan Simplisia (Gunawan, 2004) a. Pengumpulan bahan baku Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotoseintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Untuk pengambilan pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.
b. Sortasi basah Sortasi basah adalah proses pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar yang dilakukan terhadap tanah, kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang rusak yang terdapat dalam simplisia. Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia.
c. Pencucian Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian bisa dilakukan dengan menggunakan air yang berasal dari mata air, sumur dan PAM. Pencucian yang dilakukan dengan mata air harus memperhatikan kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh adanya mikroba dan pestisida. Pencucian yang dilakukan dengan air sumur perlu memperhatikan pencemaran yang mungkin timbul akibat mikroba dan air limbah buangan rumah tangga. Pencucian yang dilakukan dengan air PAM (ledeng) sering tercemar oleh kapur klor (Cl), sebelum pencucian terkadang diperlukan proses pengupasan kulit luar, terutama untuk simplisia yang berasal dari kulit batang, kayu, buah, biji, rimpang dan bulbus.
d. Pengubahan bentuk Tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan bahan baku, maka akan semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk meliputi perajangan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
untuk rimpang, daun dan herba; pengupasan untuk buah, kayu, kulit kayu, dan biji-bijian ukuran besar; pemiprilan untuk biji-bijian; pemotongan untuk akar, batang, kayu, kulit kayu dan ranting; dan penyerutan untuk kayu.
e. Pengeringan Tujuan proses pengeringan simplisia, yaitu untuk menurunkan kadar air agar simplisia tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, untuk menghilangkan aktivitas enzim yang dapat mengurai lebih lanjut kandungan zat aktif, dan memudahkan pengelolaan proses selanjutnya dalam hal mudah disimpan dan lebih tahan lama. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembapan udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan.
f. Sortasi kering Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bahan-bahan yang rusak, benda-benda asing yang tertinggal atau dari kotoran-kotoran.
g. Penyimpanan Setelah mengalami proses pengeringan dan sortasi kering, maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses penyimpanan simplisia, yaitu cahaya, oksigen atau sirkulasi udara, reaksi kimia yang mungkin terjadi antara kandungan zat aktif tanaman dengan wadah, kemungkinan terjadinya dehidrasi, dan pengotoran atau pencemaran baik yang disebabkan oleh serangga, kapang atau hewan lain. Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai pembungkus simplisia adalah harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
lain, tidak beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan kandungan aktif serta dari pengaruh cahaya, oksigen dan uap air.
2.3.2 Pemeriksaan Mutu Simplisia Dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan organoleptik (makroskopik), pemeriksaan mikroskopik (anatomi histologi simplisia), memisahkan bahan organik lain, pemeriksaan cemaran mikroba, cemaran jamur dan cemaran pestisida. Faktor-faktor yang harus diperhatikan sehubungan dengan pemeriksaan mutu simplisia, yaitu simplisia harus memenuhi persyaratan umum dari pustaka resmi, tersedia contoh sebagai simplisia pembanding dalam jangka waktu tertentu, harus dilakukan pemeriksaan mutu lengkap dan fisik simplisia. Untuk memperoleh prosedur baku ketersediaan dan pengerjaan bahan yang memenuhi persyaratan umum maka harus didapat dari sumber-sumber resmi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (Gunawan, 2004).
2.4 Ekstrak dan Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, 2010). Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Tiwari et al., 2011). Adapun faktor yang mempengaruhi pada mutu ekstrak yaitu factor biologi dan factor kimia (Depkes,2010) : a. Faktor biologi Lokasi tumbuhan asal, hal ini merupakan factor eksternal, yaitu lingkungan (tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energy (temperature, cahaya, air).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Periode pemanenan hasil tumbuhan merupakan dimensi waktu dari proses
kehidupan
tumbuhan
terutama
metabolisme
sehingga
menentukan senyawa kandungan. Penyimpanan bahan tumbuhan merupakan faktor eksternal yang dapat diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi (biotik dan abiotic). Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan b. Faktor kimia Faktor internal, meliputi jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif. Faktor eksternal, meliputi metoe ekstraksi, ukuran, kekerasan, dan keringanan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat serta kandungan pestisida. Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain : Tipe ekstraksi Waktu ekstraksi Suhu ekstraksi Konsentrasi pelarut Ekstraksi adalah proses penyarian senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau bahan alam lainnya. Ada beberapa metode ekstraksi yang dikenal. Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Depkes, 2000).
2.4.1 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut 2.4.1.1 Cara Dingin a. Maserasi Suatu metode ekstrak menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
b. Perkolasi Proses ekstraksi dengan pelarut yang baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bertahan (Depkes RI, 2000).
2.4.1.2 Cara Panas a. Refluks Proses ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
b. Soxhlet Proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
c. Digesti Proses maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 – 50⁰C (Depkes RI, 2000).
d. Infus Proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu tertentu (15 – 20 menit) (Depkes RI, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
e. Dekok Proses infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan temperature sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
2.5 Pelarut Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain. Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi (Ncube et al.,2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah, mudah menguap pada suhu rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat (Tiwari et al.,2011). Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain : a. Air Air adalah pelarut universal, biasanya digunakan untuk mengekstraksi produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba. Meskipun pengobatan secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut, tetapi ekstrak tumbuhan dari pelarut organic telah ditemukan untuk memberikan aktivitas antimikroba lebih konsisten dibanding dengan ekstrak air (Tiwari et al.,2011). b. Aseton Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari tumbuhan.Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air, mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah (Tiwari et al.,2011). c. Alkohol Aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air. Konsentrasi yang lebih tinggi dari senyawa flavonoid terdeteksi dengan etanol 70% karena polaritasnya yang lebih tinggi daripada etanol murni (Tiwari et al.,2011). Etanol lebih mudah untuk menembus membrane sel untuk mengekstrak sel, untuk mengekstrak bahan intraseluler dari bahan tumbuhan. Methanol lebih polar dibanding etanol.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
d. Kloroform Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut menggunakan n-heksan, kloroform dan methanol dengan konsentrasi aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform. Kadang-kadang tannin dan terpenoid ditemukan dalam fase air, tetapi lebih sering diperoleh dengan pelarut semipolar (Tiwari et al.,2011). e. Eter Eter pada umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam lemak (Tiwari et al.,2011). f. n-heksan n-heksan mempunai karakteristik sangat tidak polar, volatile, mempunyai bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksan adalah 86,2 gram/mol dengan titik leleh 94,3-95,3⁰C. Titik didih n-heksan pada tekanan 760 mmHg adalah 66-71⁰C (Daintith,1994). n-heksan biasanya digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak nabati. g. Etil asetat Etil asetat merupakan pelarut dengan krateristik semipolar. Etil asetat secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol dan terpenoid (Pranoto et al., 2012).
2.6 Vacuum Rotary Evaporator Vacuum Rotary Evaporator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan suatu larutan dari pelarutnya sehingga dihasilkan ekstrak dengan kandungan kimia tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Cairan yang ingin diuapkan biasanya ditempatkan dalam suatu labu kemudian dipanaskan dengan bantuan penangas, dan diputar. Uap cairan yang dihasilkan didinginkan oleh suatu pendingin (kondensor) dan ditampung pada usatu tempat (receiver flask). Setelah pelarutnya diuapkan, akan dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan atau cairan (Nugroho et al.,1999). Kelebihan dari alat Vacuum Rotary Evaporator adalah diperoleh kembali pelarut yang diuapkan. Penggunaan Vacuum Rotary Evaporator meningkatkan persentase pelarut yang terevaporasi dibandingkan dengan menggunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
waterbath (Mutairi dan Jasser, 2012). Prinsip kerja alat ini didasarkan pada titik didih pelarut dan adanya tekanan yang menyebabkan uap ini mengembun dan akhirnya jatuh ke lubang penerima (receiver flask).
2.7 Radikal Bebas 2.7.1 Pengertian Radikal Bebas Radikal bebas adalah atom atau gugus apa saja yang memiliki satu/lebih elektron yang tidak berpasangan yang dapat bertindak sebagai akseptor elektron (Zimmerman, 1978). Karena jumlah elektron ganjil, maka tidak semua elektron dapat berpasangan.Suatu radikal bebas tidak bermuatan positif/negatif, maka spesi semacam ini sangat reaktif karena adanya elektron tidak berpasangan (Fessenden dan Fessenden, 1986).
2.7.2 Sumber Radikal Bebas Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) yang terbentuk sebagai sisa proses metabolisme (proses pembakaran) protein atau karbohidrat dan lemak yang kita konsumsi. Radikal bebas dapat pula diperoleh dari luar tubuh (eksogenus) yang berasal dari polusi udara, asap kendaraan bermotor, asap rokok, berbagai bahan kimia, makanan yang terlalu hangus (carbonated) dan lain sebagainya. Beberapa contoh radikal bebas antara lain: anion superoksida (2O2•), radikal hidroksil (OH•), nitrit oksida (NO•), hidrogen peroksida (H2O2) dan sebagainya (Windono dkk, 2000). Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh akan merusak beberapa target seperti lemak, protein, karbohidrat dan DNA (Halliwel et al., 1995). Anion superoksida adalah salah satu jenis radikal bebas. Radikal ini sering terbentuk di dalam reaksi oksidasi sel (agen oksidasi). Radikal superoksid dapat memproduksi jenis radikal bebas lainnya (Wang et al., 2003).
2.7.3 Mekanisme Pembentukan Radikal Bebas Reaksi pembentukan radikal bebas merupakan mekanisme biokimia tubuh normal yang terjadi melalui reaksi yang langsung memutuskan ikatan atau melalui transfer elektron (Halliwel danGutridge, 2000). Radikal bebas lazimnya hanya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
bersifat perantara yang bisa dengan cepat diubah menjadi substansi yang tidak lagi membahayakan bagi tubuh. Namun, apabila radikal bebas bertemu dengan enzim atau asam lemak tak jenuh ganda, maka merupakan awal dari kerusakan sel. Radikal mampu menarik atom hidrogen dari suatu molekul disekitarnya. Pengaruh radiasi ionisasi terhadap materi biologi akan menghasilkan radikal bebas hidroksil dan radikal bebas lainnya, seperti radikal hidrogen yang siap berinteraksi dengan biomolekul-biomolekul lain yang saling berdekatan (Middleton et al., 2000). Reaksi oksidasi lipid berlangsung dalam tiga tahap, yang pertama adalah inisiasi yang mana suatu radikal lipid terbentuk dari molekul lipid menurut reaksi RH→R●+H●. Pengurangan atom hidrogen oleh spesies reaktif seperti radikal hidroksil berperan dalam inisiasi oksidasi lipid. Setelah inisiasi, reaksi propagasi (perambatan) terjadi yang mana dalam reaksi propagasi ini radikal lipid diubah menjadi radikal lipid yang berbeda. Reaksi ini umumnya melibatkan pengurangan atom hidrogen dari molekul lipid atau penambahan atom oksigen pada radikal alkil. R● + O₂→ ROO● ROO● + RH → ROOH + R● Tahap terakhir adalah reaksi terminasi. Dalam reaksi ini radikal bebas bergabunguntuk membentuk molekul dengan elektron berpasangan. ROO● + ROO● → ROOR + O2 ROO● + R● → ROOR R● + R● → RR Prekusor molekular untuk memulai proses tersebut umumnya merupakan produk hidroperoksida, sehingga peroksidasi lipid menyebabkan reaksi rantai dengan berbagai efek yang potensial merusak sel-sel tubuh (Pokorni et al., 2001).
2.8 Peroksidasi Lipid Pada latihan fisik konsumsi oksigen tubuh akan meningkat 10 sampai dengan 15 kali lebih tinggi dibanding waktu istirahat (Metin et al., 2002). Meningkatnya konsumsi oksigen selama latihan fisik yang intensif, dapat meningkatkan produksi radikal bebas (Clarkson dan Thompson, 2000). Radikal bebas adalah atom atau
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit terluarnya (Murray et al.,1996). Radikal bebas yang diproduksi pada latihan fisik dapat melebihi kapasitas pertahanan antioksidan sehingga mengakibatkan stres oksidatif (Allesio, 1993). Vittala et al.(2004), mengemukakan bahwa latihan fisik dengan intensitas sedang dan berat akan menghasilkan radikal bebas oksigen yang dapat menyebabkan kerusakan pada membran lipid, protein, DNA, dan komponen sel lainnya. Kerusakan pada membran lipid yang dikenal sebagai peroksidasi lipid, merupakan kerusakan oksidatif dari lemak tidak jenuh rantai panjang pada membran lipid yang disebabkan oleh radikal bebas oksigen (Gutteridge, 1995). Penemuan dan pengukuran peroksidasi lipid merupakan bukti yang paling sering digunakan untuk mendukung peranan reaksi radikal bebas dalam timbulnya penyakit (Gutteridge, 1995). Pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur produk akhir yang menyertai peroksidasi lipid adalah pengukuran malondialdehid (MDA) (Janero, 1990).
Gambar 2.3 Proses terjadinya peroksidasi lipid secara kimiawi (Murray, 2003) Tubuh mempunyai sistem pertahanan terhadap radikal bebas yaitu komponen antioksidan endogen seperti superoxide dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPX), dan katalase yang dapat menghilangkan radikal bebas secara enzimatik dan antioksidan eksogen yang besarnya tergantung pada masukan diet. Meskipun tubuh secara alami dapat mengatasi peningkatan radikal bebas tetapi pada kondisi tertentu seperti pada latihan fisik yang relatif berat, antioksidan endogen tidak mencukupi, sehingga tubuh memerlukan antioksidan dari luar (Clarkson & Thompson, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
2.9 Antioksidan 2.9.1 Pengertian Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif/spesies nitrogen reaktif dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti kanker, kardiovaskuler, dan penuaan (Halliwell, B. dan Gutteridge, J.M.C, 2000).
2.9.2 Penggolongan Antioksidan Tubuh memiliki sistem pertahanan internal terhadap radikal bebas. Sistem pertahanan tersebut dikelompokan menjadi tiga golongan : -
Antioksidan
primer,
(antioksidan
endogen/antioksidan
enzimatis).
Contohnya superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih stabil. Reaksi ini disebut sebagai chain-breaking-antioxidant. -
Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan non enzimatis). Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C, beta karoten, isoflavon, dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas (scavenger free radical).
-
Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA repair dan metionin sulfoksida reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal bebas (Winarsi, 2005).
2.9.3 Sumber Antioksidan Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). -
Antioksidan sintetik Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk
makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
seluruh dunia, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butilhidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintesis untuk tujuan komersial (Pokorni et al.,2001). -
Antioksidan alami Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari:
a) Senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan b) Senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan c) Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan. Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 200.000 sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami terbesar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, biji, dan serbuk sari (Pokorni et al., 2001). Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain. Senyawa antioksidan polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai: -
Pereduksi
-
Penangkap radikal bebas
-
Pengkelat logam
-
Peredam terbentuknya singlet oksigen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Kebanyakan dari golongan dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan baik di dalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida (Pokorni etal., 2001). 2.9.4 Mekanisme Kerja Antioksidan Oksidasi dapat dihambat oleh berbagai macam cara diantaranya mencegah masuknya oksigen, penggunaan temperatur yang rendah, inaktivasi enzim yang mengkatalis oksidasi, mengurangi tekanan oksigen dan penggunaan pengemas yang sesuai. Cara lain untuk melindungi terhadap oksigen adalah dengan menggunakan bahan tambahan spesifik yang dapat menghambat oksidasi yang secara tepat disebut dengan penghambat oksidasi (oxidation inhibitor), tetapi baru-baru ini lebih sering disebut antioksidan (Pokorni etal., 2001). Penambahan antioksidan primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autoksidasi. Reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru. Inisiasi : R● + AH → RH + A● Radikal lipida Propagasi : ROO● + AH → ROOH + A● Mekanisme yang paling penting adalah reaksi antara antioksidan dengan radikal bebas (Gordon, 1990). Biasanya antioksidan bereaksi dengan radikal bebas peroksil atau hidroksil yang terbentuk dari hidroperoksida yang berasal dari lipid. Senyawa antioksidan lain dapat menstabilkan hidroperoksida menjadi senyawa non radikal. Peruraian hidroperoksida dapat dikatalisis oleh logam berat akibatnya senyawa-senyawa dapat mengkelat logam juga termasuk antioksidan. Beberapa senyawa disebut sinergis karena senyawa tersebut dengan sendirinya tidak mempunyai aktivitas antioksidan akan tetapi senyawa tersebut dapat meningkatkan aktivitas antioksidan senyawa lain. Kelompok lain adalah senyawa-
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
senyawa yang mampu menguraikan hidroperoksida melalui jalur non radikal sehingga senyawa ini dapat mengurangi kandungan radikal bebas (Pokorni et al., 2001). Dalam hal ini, katekin yang merupakan senyawa polifenol golongan flavonoid dapat digunakan sebagai antioksidan dengan mekanisme dapat menghambat proses peroksidasi lipid.
Gambar 2.3 Ket : (2.4) Struktur umum katekin (Lucida et al., 2007) Struktur umum katekin memiliki banyak gugus –OH (fenol) yang dapat berikatan dengan radikal lipida dengan cara melepas gugus H+ pada gugus fenol yang nantinya akan berikatan dengan radikal lipid membentuk kompleks RH, sehingga dapat menghambat proses inisiasi. Pada proses lainnya radikal peroksil juga dapat berikatan dengan gugus H+ membentuk kompleks ROOH (hidroperoksida) yang nantinya akan diuraikan oleh zat pengkelat logam, sehingga dapat menghambat proses propagasi. Senyawa radikal antioksidan yang terbentuk juga dapat berikatan dengan radikal hidroksil yang merupakan cikal bakal pembentuk radikal lipid, sehingga proses oksidasi radikal bebas dalam tubuh dapat sepenuhnya dicegah agar tubuh terhindar dari bahaya radikal bebas yang mengancam. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai konsentrasi inhibisi (Inhibition Concetration) atau IC50 (Shivprasad et al., 2005). IC50 merupakan nlai yang menunjukan kemampuan penghambatan proses oksidasi sebesar 50% suatu konsentrasi sampel (ppm). Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukan semakin tingginya aktivitas antioksidan. Suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, antioksidan kuat untuk IC50 bernilai 50-100 ppm, antioksidan sedang jika bernilai IC50 100-150 ppm, dan antioksidan lemah jika nilai IC50 bernilai 151-200 ppm (Blois, 1958).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
2.10 Hasil Penelitian Ekstrak Gambir Atau Kandungan Zat Berkhasiatnya Sebagai Antioksidan Rusdin Rauf et al, (2010) melakukan penelitian tentang uji aktivitas antioksidan ekstrak gambir secara in vitro dengan menggunakan radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl). Gambir diekstrak dengan lima macam sistem pelarut [aquades, aquades:etanol (1:1), etanol, etanol:etil asetat (1:1), and etil asetat]. Rendemen dari masing-masing pelarut yaitu 37,12 ± 0,01; 87,15 ± 0.29; 77,16 ± 1.44; 76,60 ± 0,42; 71,65 ± 0,97. Aktivitas penangkapan radikal DPPH ekstrak
gambir lebih tinggi
dari
Rutin dan BHT
(Butylated
hydroxytoluene). Ekstrak aquades:etanol (1:1), etanol:etil asetat (1:1) dan etil asetat menunjukkan aktivitas penangkapan radikal DPPH yang tertinggi (masingmasing 47,70 ± 0,60 %, 49,52± 0,68 % and 50,13 ± 0,74 %) setelah diinkubasi selama 25 menit. Rutin dan BHT menunjukkan aktivitas penangkapan radikal DPPH yang terendah (masing-masing 32,07 ± 0,75 % and 22,24 ± 0,80 %). Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa ekstrak gambir mengandung (+)-katekin. Noveri Rahmawati et al, (2013) melakukan penelitian serupa yaitu uji aktivitas antioksidan ekstrak gambir dengan pelarut etil asetat. Telah dilakukan penetapan kandungan fenolik dan aktivitas antioksidan ekstrak daun gambir kering (Uncaria gambir (Hunter) Roxb) dengan variasi suhu 40, 60, dan 80⁰C. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perbedaan kandungan fenolik dan nilai IC50 dari ekstrak daun gambir kering. Ekstrak dibuat dengan metoda maserasi menggunakan pelarut etil asetat. Pemeriksaan kandungan fenolik menggunakan metoda Folin-Ciocalteu, didapatkan hasil yaitu pengeringan pada suhu 40⁰C sebesar 132,82 mg GAE/mL, suhu 60⁰C 157,13 mg GAE/mL sedangkan suhu 80⁰C 172,62 mg GAE/mL. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metoda DPPH dan pembanding vitamin C. Hasil uji aktivitas antioksidan yang diperoleh dari suhu 40⁰C adalah 32,026 ppm, suhu 60⁰C 22, 788 ppm dan suhu 80⁰C 28,343 ppm. Afriani Sandra et al, (2011) melakukan penelitian mengenai aktivitas antioksidan dari katekin gambir terhadap kualitas dan nilai organoleptik rendang telur. Katekin gambir mengandung antioksidan alami yang bisa dimanfaatkan untuk mencegah ketengikan yang terjadi pada rendang telur. Tujuan penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan antioksidan katekin dari gambir terhadap kualitas (kadar protein, lemak, bilangan peroksida), dan nilai organoleptic (ketengikan dan warna) rendang telur. Materi penelitian ini menggunakan telur ayam ras strain Isa Brown 40 butir berumur satu hari dengan berat sekitar 55 – 60 gram yang diperoleh dari peternakan Gunung Nago Farm, Ulu Gadut Padang, katekin 1% dari kalio rendang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 4 kelompok, di mana kelompok sebagai ulangan. Perlakuan tersebut adalah persentase pemberian katekin pada pembuatan rendang telur yaitu: (A) 0% atau kontrol, (B) 0.5%, (C) 1%, (D) 1.5% dan (E) 2% dari jumlah kalio rendang. Selanjutnya data dianalisis dengan sidik ragam dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Variabel yang diukur setelah kontrol busuk adalah kadar protein, kadar lemak, bilangan peroksida dan nilai organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0.05) penambahan katekin terhadap kadar protein, kadar lemak, dan nilai organoleptic ketengikan rendang telur. Sedangkan untuk penambahan katekin terhadap bilangan peroksida dan nilai organoleptik warna menunjukan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0.01). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan antioksidan katekin dari gambir berpengaruh pada kualitas rendang telur dan pada konsentrasi 0.5% sudah efektif sebagai antioksidan yang baik. Gambir mengandung katekin dan kuersetin (suatu flavonoid) yang berdasarkan penelitian dapat meringankan penyakit hepatitis. Katekin secara khusus, dapat menurunkan kadar bilirubin serum pada semua bentuk hepatitis. Katekin juga meningkatkan clearens antibodi hepatitis dari darah dan menurunkan kadar enzim hati. Aktivitas antioksidan dari katekin meningkatkan sistem imun dan menstabilisasi membran. Isolat katekin gambir dosis 10 mg/kgBB, yang diberikan pada tikus selama 8 hari berturut-turut dan pada hari ke-9 diinduksi CCl4 2mg/kgBB, secara bermakna dapat menurunkan kadar malondialdehid (MDA) serum sebesar 3,28 nmol/mL jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif 4,07 nmol/mL (Direkrorat Obat Asli Indonesia, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa laboratorium Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang diantaranya sebagai berikut 1. Laboratorium Farmakognosi Fitokimia untuk isolasi katekin. 2. Laboratorium Penelitian I untuk pembuatan suspensi oral. 3. Laboratorium Penelitian II untuk memekatkan isolat katekin. 4. Laboratorium Kimia Obat untuk pengukuran kadar malondialdehid. 5. Laboratorium Animal House untuk aklimatisasi dan proses uji sampel. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari sampai Juni 2016. 3.2. Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan terdiri dari tabung reaksi, spuit 3 cc, pipet tetes, corong pisah, erlenmeyer, gelas becker, gelas ukur, spatula, batang pengaduk, kaca arloji, cawan penguap, piknometer, vial, kurs porselen, timbangan analitik, lumpang, alu, blender, hot plate, kapas, kertas saring, thermometer, spektrofotometer UV, desikator, furnace, oven, rotary evaporator, sonde, kandang mencit, masker, sarung tangan, timbangan hewan, baskom, sentrifuge, dll. 3.2.2 Bahan Penelitian a. Simplisia Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak air kering gambir berupa infusa kering daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambier R.) yang diperoleh dari Payakumbuh Padang, Sumatra Barat. Daun dan ranting tanaman gambir dipanen pada tanggal 3 Februari dan diolah menjadi ekstrak kering pada tanggal 8 Februari.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
b. Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu; etil asetat, etanol 70 %, aquadest, ammoniak, kloroform, HCL, NaCl, pereaksi Dragendroff, pereaksi Stiasny (Formaldehid 30 % : HCL pekat = 2:1), pereaksi Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat), pereaksi Mayer, amil alkohol, serbuk Mg, eter, H2SO4 anhidrat, H2SO4 pekat, FeCl3, NaOH, , Na CMC, silica gel 60 F254, Trikloroasetat, Asam Tiobarbiturat, pakan ternak butiran 551 (kadar air 13%; protein 18,5-20,5%; lemak 4%; serat 6%; calcium 0,9%; phosphor 0,7%; abu 8%; antibiotic zinc bacitracin; bakteriostatik). 3.2.3 Hewan Uji Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2,5-3,5 bulan dengan berat badan 150-200 gram yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu 25 ekor tikus untuk kelompok uji dan 5 ekor tikus untuk kelompok cadangan (WHO, 2000) dimana kedua kelompok tersebut dikandangkan terpisah satu sama lain. Hewan uji pada penelitian ini diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Determinasi Tumbuhan Bahan yang digunakan adalah ekstrak air kering gambir (Uncaria gambier R.) yang diperoleh dari Payakumbuh-Padang, Sumatra Barat. Sebelum dilakukan penelitian terhadap tumbuhan, terlebih dahulu dideterminasi daun gambir dan bongkahan gambir untuk diidentifikasi jenis simplisianya. Determinasi dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Puslit Biologi Bidang Botani LIPI PKT Kebun Raya. 3.3.2 Penyiapan Simplisia yang Digunakan Penyiapan gambir yaitu dengan dibersihkan dari pengotor, gambir yang digunakan yaitu berupa bongkahan ekstrak air gambir yang diperoleh dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Payakumbuh - Padang Sumatera Barat. Alasan pemilihan bongkahan gambir dari Payakumbuh, Sumatera Barat dikarenakan kualitasnya yang paling baik dibanding kualitas gambir dari daerah lain. Ini disebabkan perbedaan nutrisi zat-zat hara dari dalam tanah pada masing-masing daerah. Bongkahan gambir kemudian dihaluskan sampai menjadi serbuk. Serbuk gambir tersebut diidentifikasi dan dilakukan skrining fitokimia serbuk gambir. 3.3.3
Identifikasi Gambir 1. merah 2. 3. warna coklat merah 4. merah 5. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3 kehitaman (Depkes RI, 1989).
3.3.4 Identifikasi Organoleptik Gambir Penggunaan panca indera untuk mendeskripsikan bentuk, warna, rasa, bau, sebagai berikut :
Bentuk
: bongkahan-bongkahan berbentuk silindris
Warna
: kuning kecoklatan
Bau
: khas
Rasa
: pahit, kelat, namun kelama-lamaan manis
3.3.5 Identifikasi Urea Simplisia gambir sebanyak 100 mg dilarutkan
dalam 1 ml air, lalu
ditambahkan 1 ml asam nitrat P; terbentuk endapan hablur putih. (Depkes, 1979).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
3.3.6 Uji Identifikasi Flavonoid
Identifikasi golongan flavonoid 1 gram sampel ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan 5 menit dan disaring,
filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Sebanyak 5 ml larutan percobaan (dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 ml HCl pekat, serta 5 ml butanol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan butanol (lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid (Fransworth, 1969). 3.3.7 Isolasi Katekin Gambir Ekstrak air kering gambir diblender sampai menjadi serbuk. Sebanyak 60 gram serbuk diekstraksi dengan pelarut air pada temperatur mendidih 900C- 960C selama 15 menit sambil diaduk. Infusa disaring dalam keadaan panas dengan menggunakan corong yang dilapisi kapas. Ekstrak kemudian dipartisi menggunakan etil asetat dengan perbandingan (ekstrak : etil asetat) (1 : ½). Fase etil asetat (atas) diambil dan fase air dipartisi berulang dengan etil asetat sebanyak 4 kali sampai fase etil asetat jernih pada partisi berulang. Fase etil asetat kemudian diuapkan dengan evaporator sampai kental. Katekin dituang ke dalam corong yang dilapisi kertas saring lalu dibilas dengan aquadest dingin. Katekin yang terdapat di kertas saring dipanaskan di oven dengan suhu 700C (Hilpiani, 2012) selama 2 jam, lalu diletakan di freezer pada suhu 40C selama 2 hari 2 malam. Katekin yang sudah kering digerus diatas mortar untuk mendapatkan serbuk katekin. 3.4 Pemeriksaan Katekin Gambir 1. Penetapan kadar katekin Katekin standar dikeringkan di dalam oven pada temperatur 105⁰C selama 3 jam (SNI, 2000). Persiapan larutan standar. Katekin standar ditimbang seksama 50 mg (Ws mg), dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan etil asetat hingga 50 ml (larutan A). Letakkan larutan A di dalam penangas air selama 5 menit agar larutan homogen. Pipet 2 ml larutan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan tambahkan pelarut etil asetat sebanyak 50 ml UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
(larutan B) dan letakkan larutan tersebut dalam penangas air selama 5 menit kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometri UV pada panjang gelombang maksimum. Persiapan larutan sampel. Katekin gambir ditimbang sebanyak 50 mg, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dengan etil asetat hingga 50 ml (larutan C). Pipet 2 ml filtrat larutan C ke dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan 50 ml etil asetat (larutan D). Letakkan larutan D ke dalam penangas air selama 5 menit lalu diukur serapannya dengan spektrofotometri UV pada panjang gelombang maksimum. (SNI, 2000) Perhitungan % katekin A yaitu Absorban larutan sampel pada panjang gelombang 279 nm B yaitu Absorban larutan standar pada panjang gelombang 279 nm Ws yaitu massa katekin standar dalam mg W yaitu massa katekin sampel dalam mg Pada metode penetapan kadar katekin ini tidak dilakukan penentuan operating time dan pembuatan kurva kalibrasi dikarenakan penetapan kadar katekin hanya didasarkan pada perbandingan absorban dari katekin sampel dan katekin standar yang juga telah memenuhi kaidah hukum Lambert-Beer dimana absorban berbanding lurus dengan kadar. Hal ini juga diperkuat dengan adanya prosedur standar analisa katekin yang merupakan senyawa marker dari gambir yang diatur di SNI tahun 2000. 2. Serapan maksimum Lebih kurang 5 mg sampel ditimbang, dilarutkan dalam etil asetat pada labu ukur 100 ml. Serapan diukur pada panjang gelombang 279 nm yang merupakan panjang gelombang maksimal dari katekin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
3. Reaksi warna Sejumlah cuplikan katekin, dilarutkan dalam etil asetat atau methanol. Beberapa tetes larutan besi (III) klorida ditambahkan akan terbentuk warna hijau kehitaman. 4. Penetapan kadar abu 1 gram serbuk katekin ditimbang dan dimasukan ke dalam krus porselen. Dipijarkan perlahan-lahan selama ± 1 jam dan pemijaran disempurnakan dengan tanur bersuhu tinggi. Sampai diperoleh abu berwarna abu-abu. Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang serta dicatat pengurangan beratnya (Depkes RI, 2000). 5. Kadar air 1 gram serbuk katekin dimasukkan dan ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara. Katekin dikeringkan pada oven suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,001 g (Depkes, 2000).
6. Rendemen katekin Dihitung dengan membandingkan berat awal serbuk gambir dengan berat akhir katekin yang diperoleh. % rendemen =
x % kemurnian
3.5 Penyiapan Hewan Uji Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan berumur 2,5-3,5 bulan dengan berat badan 150-250 gram. Hewan tersebut diaklimatisasi terlebih dahulu selama 3 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan selama proses adaptasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta dilakukan penimbangan berat badan setiap hari. Hewan uji yang sakit, dengan ciri-ciri penurunan berat badan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
sebanyak 10% dalam sehari, aktivitas berkurang, lebih banyak diam, dan bulunya berdiri, tidak akan diikutsertakan dalam penelitian. 3.6 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokan menjadi 5 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley (WHO, 2000). Perlakuan yang digunakan adalah kontrol positif yang diberi suspensi vitamin E dengan dosis 20 mg/kgBB. Pemberian vitamin E sebagai kontrol positif dilakukan karena mekanisme kerja vitamin E menghambat terjadinya peroksidasi lipid pada membran plasma yang dilihat dari kadar MDA, sehingga sesuai dengan mekanisme antioksidan yang akan dilakukan pada penelitian ini (Chitra dan Matur, 2003). Kelompok tikus uji diberi suspensi isolat katekin gambir (Uncaria gambier Roxb.) dengan tiga dosis berbeda selama 7 hari. Di hari ke-8 nanti akan diberi perlakuan beban aktivitas fisik maksimal untuk memicu stress oksidatif dengan perenangan selama 1 jam sampai terlihat tanda kelelahan berupa hampir tenggelam. Acuan dosis yang digunakan berdasarkan publikasi penelitian dari BPOM RI tahun 2007, dimana terdapat 3 kelompok uji yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan kelompok dosis 10 mg/kgBB. Pada penelitian tersebut dapat disimpulkan dosis 10 mg/kgBB memiliki efek yang paling baik dengan penurunan MDA 3,28 nmol/mL. Penelitian kali ini akan menguji kadar MDA pada tikus dengan tiga varian dosis yaitu 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, dan 20 mg/kgBB dengan alasan agar dapat dilihat potensi katekin gambir dalam menurunkan kadar MDA pada dosis yang lebih tinggi dan dosis yang lebih rendah dari dosis penelitian yang dilakukan BPOM RI tahun 2007. Perlakuan yang dilakukan terdiri dari:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Tabel 3.1. Rancangan Percobaan Kelompok Kontrol positif (20 mg/kgBB)
Perlakuan
Tikus diberikan suspensi vitamin E
1 kali sehari
Lama
Pengukuran pada
Pemberian
hari ke-8 Kadar
7 Hari
Malondialdehid (MDA) serum Kadar
Kontrol negatif
Tikus tidak diberi perlakuan
7 Hari
Malondialdehid (MDA) serum
Dosis rendah (5 mg/kgBB)
Tikus diberikan suspensi katekin gambir
1 kali sehari Dosis sedang (10 mg/kgBB)
Tikus diberikan suspensi katekin gambir
1 kali sehari Dosis tinggi (20 mg/kgBB)
Tikus diberikan suspensi
1 kali sehari
katekin gambir
Kadar 7 Hari
Malondialdehid (MDA) serum Kadar
7 Hari
Malondialdehid (MDA) serum
7 hari
Kadar Malondialdehid (MDA) serum
3.7 Pemberian Perlakuan Pemberian perlakuan pada tikus dilakukan sebagai berikut. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang diberikan 5 perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan. Sebelum perlakuan diukur terlebih dahulu kadar MDA blanko sebagai nilai kontrol normal MDA pada tubuh tikus per individunya agar terlihat nantinya perubahan kadar MDA per individu dibanding kadar blankonya pada hasil penelitian nanti. Isolat katekin gambir dan vitamin E yang diperoleh disuspensikan dalam pembawa (Na CMC 0,5%) dengan dosis yang telah ditentukan pada masing-masing UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
kelompok uji, diberikan secara oral dengan menggunakan alat pencekok oral (sonde) setelah ditimbang berat badannya untuk mengetahui dosis. Pemberian isolat katekin diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 7 hari. Pada hari ke delapan diberikan beban aktivitas fisik maksimal berupa perenangan selama 1 jam sampai kelelahan yang ditandai dengan hampir tenggelam sehingga memicu stress oksidatif. Pada hari ke-0 uji, diukur terlebih dahulu kadar MDA blanko sebagai nilai kontrol normal MDA pada tubuh tikus agar terlihat perubahan kadar MDA per individu dibanding kadar blankonya pada hasil penelitian nantinya. 3.7.1 Pengukuran MDA Standar Derajat
peroksidasi
lipid
dapat
ditentukan
dengan
mengukur
kadar
malondialdehid (MDA) pada serum darah. Dasar pengukurannya adalah reaksi antara MDA dengan TBA yang membentuk kompleks MDA-TBA berwarna merah muda yang diukur serapannya pada panjang gelombang 532 nm yang merupakan panjang gelombang maksimal dari senyawa TBA.
a. Penyiapan reagen: TCA 20%: 20,0 g TCA dilarutkan dalam 100 ml aquadest. TBA 0,67%: 0,67 g TBA dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
b. Pembuatan larutan standar MDA (kurva baku MDA): Standar MDA hasil hidrolisis 1, 1, 3, 3-tetrametoksipropan = 3,593 μg/ml.
Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk mengetahui kadar dari sampel yang akan dianalisis pada panjang gelombang yang sama dengan senyawa standar dan merupakan senyawa yang sama pula dengan standar. Kadar dari sampel akan dapat diketahui dengan membaca absorban pada spektrofotometer UV-Vis dari sampel dan memasukannya ke dalam persamaan kurva kalibrasi sebagai nilai Y pada persamaan Y= aX-b, sehingga dapat diketahui nilai X sebagai kadar MDA sampel. Pada pembacaan absorban kompleks MDA-TBA tidak dilakukan operating time karena UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
pada penelitian ini didapat absorban yang stabil tanpa perlu pemakaian operating time.
Tabel 3.2. Tabel kurva kalibrasi (Indrayana,2008) Volume pengambilan MDA (μl) 0 5 10 20 40 80 160 320 640
Volume pengambilan
Kadar
H2O (μl) 2000 1995 1990 1980 1960 1920 1840 1680 1360
(μg/ml) 0 0.0036 0.0072 0.0144 0.0288 0.0576 0.1152 0.2304 0.4608
3.7.2 Pengukuran MDA Sampel Pengukuran kadar MDA blanko dilakukan terlebih dahulu. Mula-mula tikus dianastesi dengan eter secara inhalasi. Tikus yang sudah pingsan diambil darahnya lewat sinus orbitalis mata dengan bantuan pipa kapiler sebanyak 2 mL, lalu darah ditampung di tabung sentrifuge. Darah yang sudah ditampung segera disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan serumnya. Hal ini dilakukan agar kandungan MDA pada darah tidak terdegradasi terhadap pengaruh penyimpanan yang lama sehingga setelah didapat darah langsung disentrifuge untuk pembacaan kadar MDA serum. Bagian supernatant diambil sebanyak 200 μL, lalu ditambahkan 1 mL TCA 20% dan 2 mL TBA 0,67%. Campuran tersebut di vortex dan di panaskan diatas water bath selama 10 menit agar homogen. Setelah homogen kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatant diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 532 nm. Untuk mengetahui kadar MDA nya dilakukan perhitungan menggunakan persamaan kurva kalibrasi dengan memasukan nilai absorban pada nilai (Y) dan didapat nilai kadar pada nilai (X). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Pada hari ke-8 semua tikus dibuat stress oksidatif dengan direnangkan selama 1 jam. Segera setelah perenangan diambil darah sebanyak 2 ml melalui sinus orbital mata dari semua kelompok uji dan kontrol lalu ditempatkan dalam tabung sentrifuge. Pengambilan darah melalui sinus orbitalis dilakukan agar didapat darah dalam jumlah yang banyak, tidak lisis, serta tidak sampai membuat tikus mati. Darah yang diperoleh disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, lalu setelah terpisah ambil bagian supernatant untuk pengukuran kadar MDA. Kadar MDA serum yang diukur menurut metode Wills. Sejumlah 200 μL larutan sampel (serum) ditambahkan 1 ml trikloroasetat (TCA) 20% dan 2 ml asam tiobarbiturat (TBA) 0,67%. Larutan dicampur homogen dan dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit. Setelah dingin disentrifuse pada 3000 rpm selama 10 menit. Filtrat yang berwarna merah muda diukur serapannya pada panjang gelombang 532 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Untuk mengetahui kadar MDA nya dilakukan perhitungan menggunakan persamaan kurva kalibrasi dengan memasukan nilai absorban pada nilai (Y) dan didapat nilai kadar pada nilai (X). 3.8 Analisis Data Analisis statistik menggunakan program SPSS 16. Analisa statistik yang dipakai untuk olah data yaitu uji ANOVA untuk data yang normal dan data yang homogen. Hasil berbeda bermakna dapat dilihat dari nilai P (<0,05). Analisis data dilanjutkan dengan uji post hoc jenis LSD untuk mengetahui beda nyata terkecil dari masing-masing variable sampel. Hasil berbeda bermakna dapat dilihat dari nilai P (<0,05). Untuk melengkapi hasil analisis juga dilakukan uji paired sample T test untuk mengetahui nilai P pada setiap kelompok dengan variabel kadar MDA blanko dan kadar MDA akhir pada setiap kelompok. Hasil berbeda bermakna dapat dilihat dari nilai P (<0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Puslit Biologi Bidang Botani LIPI PKT Kebun Raya. Hasil determinasi menunjukan bahwa tanaman yang dijadikan sampel penelitian ini adalah tanaman gambir (Uncaria gambier (Hunter) Roxb.) famili Rubiaceae pada lampiran 6. 4.1.2 Penyiapan Simplisia Ekstrak air kering gambir dihaluskan dengan blender agar memudahkan proses re-ekstraksi. Tahap awal sebelum proses re-ekstraksi dilakukan uji identifikasi serbuk gambir dengan reagen-reagen H2SO4 P, H2SO4 10 N, NaOH 5 %, Ammonia 25%, dan FeCl3 5 % (Depkes, 1989). Hasil dapat dilihat pada gambar 4 serta pada tabel di bawah ini : Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Gambir Pengujian
Syarat
Hasil
Serbuk + H2SO4 P
Coklat Merah
+
Serbuk + H2SO4 10 N
Coklat Muda
+
Serbuk + NaOH 5 %
Coklat Merah
+
Serbuk + Ammonia 25%
Coklat Merah
+
Serbuk + FeCl3 5%
Coklat Kehitaman
+
Cemaran urea
Negatif
-
Hasil identifikasi urea yang telah dilakukan menunjukan bahwa tidak ditemukannya kandungan urea di dalam gambir yang diperoleh dari Payakumbuh, Sumatera Barat.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
4.1.3 Hasil Identifikasi Flavonoid Berdasarkan hasil identifikasi senyawa flavonoid dapat dinyatakan ekstrak kering gambir positif mengandung senyawa flavonoid. Pada penelitian ini dilakukan isolasi senyawa marker dari gambir, yaitu (+)- katekin dimana katekin tersebut tergolong senyawa flavonoid. Oleh karena itu, tidak dilakukan identifikasi skrining fitokimia lainnya. 4.1.4 Pengujian Karakteristik Katekin 1. Pengujian karakteristik katekin menurut WHO dan The Merck Index hasil dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Karakteristik Katekin Karakteristik
Syarat
Katekin Sampel
Warna
Putih – Kuning Kecoklatan
Kuning Kecoklatan
Bau
Khas
Khas
Bentuk
Serbuk
Serbuk
Rasa
Kelat
Kelat
2. Pemeriksaan katekin gambir Pada pemeriksaan katekin gambir dapat dilihat hasil sebagai berikut : Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Katekin Gambir Karakteristik
Syarat
Katekin Sampel
Kadar air
Maksimal 7%
0,67%
Kadar abu
Maksimal 7%
2,56%
Rendemen
Minimal 40%
47,28%
Kadar
+ 95% (standar)
85,25%
Spektrum UV
279 nm
279 nm
4.1.5 Penyiapan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley yang sehat dengan bobot 150-250 gram dan umur 2,5-3,5 bulan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Sebelum dilakukan uji pada tikus terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi selama 3 minggu agar tikus-tikus tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, agar dapat diketahui kesehatan dari tikus-tikus tersebut dilihat dari fisiologi dan tingkah laku serta diperoleh bobot badan yang sesuai. Di bawah ini terdapat data bobot badan tikus selama aklimatisasi, yaitu sebagai berikut : Tabel 4.4 Distribusi rata-rata berat badan tikus tiap kelompok No Tanggal 1 2 3 4 5 6 7
17-Apr 25-Apr 29-Apr 3-May 7-May 11-May 15-May
Rata-rata berat badan tikus tiap kelompok (gram) KU 5 KU 10 KU 20 KU KP KU KN mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB 77.8 77.6 69.8 68.6 65.4 117 117.8 106.8 100 94 131.2 133.8 117.6 113.2 103.6 161.6 161.6 146.2 123.8 118.4 177 175.6 152.6 147.8 135.2 201.4 190.4 149.2 162 147.6 196.4 200.6 174 173.8 150
Ket: KU (Kelompok Uji); KU KP (Kelompok Uji Kontrol Positif); KU KN (Kelompok Uji Kontrol Negatif)
4.1.6 Pemberian Perlakuan 4.1.6.1 Penghitungan Kadar MDA Blanko Pada penelitian ini dihitung kadar MDA blanko yang bertujuan agar diperoleh kadar MDA normal pada serum tikus sebelum dilakukan uji sebagai acuan perubahan kadar MDA setelah uji nanti. Kadar MDA blanko dimaksudkan agar menjadi nilai kontrol normal pada tikus yang akan diuji terkait aktivitas antioksidannya. Pada tabel di bawah dapat dilihat kadar blanko masing-masing individu dalam semua kelompok. Tabel 4.5 Distribusi rata-rata kadar MDA blanko No
Kelompok Uji
Kadar + SD
Persentase Kadar
1
Uji 5 mg/kgBB
0.592 + 0.226
100%
2
Uji 10 mg/kgBB
0.745+ 0.248
100%
3
Uji 20 mg/kgBB
0.497+ 0.144
100% UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
4
Uji KP
0.609+ 0.001
100%
5
Uji KN
0.533+ 0.104
100%
4.1.6.2 Perhitungan Kadar MDA Akhir Pada penelitian ini hal akhir yang didapat setelah melakukan pemberian perlakuan adalah kadar akhir MDA yang akan dibandingkan dengan kadar blanko per individu pada setiap kelompok. Hasil yang diharapkan adalah penurunan kadar akhir MDA pada setiap kelompok uji dan kenaikan kadar akhir MDA pada kelompok kontrol negatif per individu dibandingkan dengan kadar blankonya. Tabel 4.6 Distribusi rata-rata kadar MDA akhir No
Kelompok Uji
Kadar + SD
Persentase Kadar
1
Uji 5 mg/kgBB
0.474 + 0.182
↓ 20.19%
2
Uji 10 mg/kgBB
0.523+ 0.198
↓ 31.28%
3
Uji 20 mg/kgBB
0.221+ 0.101
↓ 57.63%
4
Uji KP
0.453+ 0.055
↓ 25.55%
5
Uji KN
0.937+ 0.126
↑ 77.79%
Dari hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas Levene’s dapat ditarik kesimpulan bahwa data kadar akhir MDA terdistribusi normal dan homogen dengan nilai signifikansi masing-masing yang telah terpenuhi (p> 0.05). Data kadar akhir MDA selanjutnya dianalisis dengan uji statistik parametrik one way Anova (untuk data yang terdistribusi normal (p> 0.05) dan homogen (p> 0.05). Hasil uji Anova yang dilakukan terhadap kadar MDA akhir menunjukan nilai signifikansi 0.000 (p< 0.05). Dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD.Data yang diperoleh menunjukan bahwa semua kelompok memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol negatif (p< 0.05). Data yang diperoleh juga menunjukan hanya kelompok dosis tinggi 20 mg/kgBB yang memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol positif (p< 0.05), sedangkan dosis rendah (5 mg/kgBB) dan dosis sedang (10 mg/kgBB) tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol positif (p> 0.05). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
4.2 Pembahasan Pada penelitian ini, aktivitas antioksidan dievaluasi didasarkan pada perubahan kadar MDA sebelum dilakukan uji dan setelah dilakukan uji. Malondialdehid merupakan senyawa kimia hasil dari peroksidasi lipid sebagai parameter adanya radikal bebas di dalam tubuh. Pada keadaan stress oksidatif, yaitu pada keadaan kadar radikal bebas yang melebihi kadar antioksidan endogen dalam tubuh menyebabkan kadar MDA yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan aterosklerosis, kanker, dan penyakit liver. Konsentrasi antioksidan yang tinggi juga dapat menyebabkan zat antioksidan kehilangan kemampuannya sebagai agen penangkal radikal bebas karena mempengaruhi laju oksidasi dan berubah menjadi prooksidan yang seringkali terjadi pada antioksidan golongan fenolik. Bila kadar MDA turun setelah diberikan zat antioksidan berarti antioksidan tersebut berfungsi dengan baik, tetapi jika kadar MDA justru naik maka antioksidan tersebut diprediksi menjadi prooksidan (Jati, 2008). Gambir merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia dan sudah dikenal sebagai tanaman obat. Bagian tanaman gambir yang biasa digunakan untuk obat, yaitu daun dan ranting yang kemudian direbus dengan air untuk mendapatkan ekstraknya. Tahap perebusan dilanjutkan dengan pengeringan sampai menjadi serbuk gambir. Serbuk yang sudah didapat kemudian dikempa menjadi bongkahanbongkahan yang biasa kita lihat sebagai pelengkap makan sirih. Indonesia sendiri merupakan penghasil gambir nomor 1 di dunia yang mampu memenuhi 80% kebutuhan gambir dunia (Lucida et al., 2007). Gambir juga menjadi komoditas ekspor Indonesia ke pasar mancanegara. Daerah penghasil gambir terbanyak di Indonesia adalah daerah Payakumbuh, Sumatera Barat yang menghasilkan gambir kualitas terbaik yang diekspor ke banyak negara. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bongkahan-bongkahan gambir yang juga diperoleh dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Sebelum digunakan dalam penelitian, dilakukan determinasi tanaman gambir untuk memastikan kebenaran jenis tanaman bahwa tanaman yang digunakan adalah benar-benar Uncaria gambier Roxb.dari famili Rubiaceae.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Isolat katekin gambir diperoleh dari ekstrak infusa air gambir yang dipartisi dengan etil asetat. Infusa dilakukan dengan memanaskan serbuk gambir (bongkahan gambir yang telah di blender) dengan pelarut aquadest pada suhu 900C-950C selama 15 menit di atas penangas air sambil sesekali diaduk. Infusa dipilih karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya baik untuk senyawa yang tahan panas, peralatan yang sederhana dan proses pengerjaanya mudah. Hal ini juga dikarenakan bongkahan gambir sendiri juga sudah berupa ekstrak air kering gambir, jadi pada penelitian ini hanya dilakukan re-ekstraksi dengan pelarut dan cara yang sama seperti ekstraksi gambir sebelumnya. Partisi dengan etil asetat didasarkan pada kelarutan katekin sendiri yang bersifat semipolar. Pada akhir partisi diprediksi katekin akan berada di fase etil asetat berdasarkan kelarutannya. Setelah dipartisi fase etil asetat dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dengan tujuan menghilangkan pelarut sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental yang telah didapat dikeringkan sampai menjadi serbuk. Dari 60 gram serbuk gambir diperoleh 33,277 gram serbuk katekin. Rendemen yang diperoleh sebesar 47,28%. Pemeriksaan parameter standar dari katekin gambir lainnya seperti kadar air dan kadar abu juga dilakukan. Tujuan dari pemeriksaan kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan air yang terdapat pada serbuk katekin. Tujuan dari penetapan kadar abu adalah untuk mengetahui kualitas pengolahan dari gambir sampai menjadi serbuk katekin, dan juga untuk mengetahui jumlah pengotor yang ada pada serbuk katekin gambir. Hasil yang diperoleh untuk kadar air dan kadar abu serbuk isolat katekin gambir masing-masing adalah 0,67% dan 2,56%. Dilakukan juga penapisan fitokimia pada serbuk gambir, namun hanya skrining flavonoid yang dilakukan karena pada penelitian ini yang akan diisolasi adalah senyawa katekin yang merupakan golongan flavonoid. Hasilnya diketahui serbuk gambir positif mengandung senyawa flavonoid yang dapat diprediksi senyawa katekin terdapat di dalamnya. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley berusia 12 minggu. Tikus yang akan digunakan merupakan tikus yang sehat dengan bobot tikus sekitar 150-250 gram. Pemilihan galur ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
dikarenakan penelitian terdahulu yang berkenaan dengan uji aktivitas antioksidan secara in vivo banyak yang memakai tikus galur ini. Alasan jenis kelamin jantan yang dipakai karena tikus jantan cenderung lebih stabil karena sedikit dipengaruhi hormonal dibanding tikus betina yang akan mempengaruhi proses farmakokinetik zat antioksidan dalam tubuh tikus (Wilkinson et al., 1999). Tikus dibagi menjadi 5 kelompok diantaranya 2 kelompok kontrol (kontrol positif dan kontrol negatif) dan 3 kelompok perlakuan dengan dosis masing-masing 5mg/kgBB, 10 mg/kgBB, dan 20 mg/kgBB. Dosis ini mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan BPOM tahun 2007. Pada penelitian tersebut dipakai 12 ekor tikus yang dibagi menjadi 3 kelompok uji yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan kelompok perlakuan dengan dosis isolat katekin 10 mg/kgBB. Pada penelitian ini dipakai dosis di atas dan di bawah dosis yang diuji oleh BPOM dengan alasan untuk melihat potensi katekin gambir di atas dan di bawah dosis uji tersebut. Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 3 minggu agar dapat beradaptasi dengan lingkungan baru dan tercapai berat badan sesuai kriteria. Setiap kelompok tikus ditempatkan pada 2 kandang yang berbeda dengan kepadatan kandang masing-masing 3 ekor dan dua ekor. Selama aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Meskipun ada tikus yang berat badannya turun namun banyak juga tikus yang berat badannya naik. Adanya peningkatan berat badan menunjukan bahwa tikus telah mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Adanya penurunan berat badan pada beberapa tikus disebabkan karena adanya faktor-faktor khusus yang bersifat relatif pada tikus tertentu, seperti kondisi kesehatan, kondisi organ tubuh, imunitas dan beberapa faktor relatif lainnya (Maula, 2014). Setelah aklimatisasi, masing-masing tikus pada setiap kelompok diberikan perlakuan dengan mengukur kadar MDA blanko sebagai kontrol normal yang nantinya akan dibandingkan dengan kadar MDA akhir setelah selesai dilakukan uji. Pengukuran kadar MDA pada penelitian ini menggunakan metode Wills, dimana serum yang didapat dari darah tikus ditambahkan 1 ml TCA 20% untuk mengendapkan protein serum yang akan mengganggu pembacaan nantinya pada alat Spektrofotometri UV-Vis. Ditambahkan pula 2 ml TBA yang berguna untuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
mengikat MDA pada serum agar pembacaan kadar MDA menjadi lebih akurat. Langkah selanjutnya setelah pengukuran kadar MDA blanko masing-masing individu tikus dilakukan pemberian zat antioksidan yang spesifik dengan kelompoknya terkecuali kelompok kontrol negatif yang hanya diberi makan dan minum saja. Sediaan bahan uji terlebih dahulu dibuat dengan mensuspensikan serbuk isolat katekin gambir dan serbuk vitamin E dengan suspending agent Na CMC dengan konsentrasi 0,5%. Alasan dibuat suspensi karena isolat katekin dan vitamin E samasama tidak larut dalam air. Zat antioksidan diberikan selama 7 hari sesuai dengan dosisnya, maka dari itu sebelum diberikan zat antioksidan tikus terlebih dulu ditimbang untuk menentukan VAO nya. Alasan diberikan selama 7 hari karena pada kebanyakan penelitian uji aktivitas antioksidan secara in vivo memakai durasi waktu 7-10 hari. Hal ini disebabkan efek dari antioksidan dari suatu senyawa minimal dapat dilihat hasilnya pada hari ke 7 sampai hari ke 10 (Rahayu et al., 2013). Pada hari ke 8, semua tikus kembali diukur kadar MDA nya yang dikatakan sebagai kadar akhir setelah dibuat stress oksidatif berupa perenangan selama 1 jam. Dari data tersebut dapat diambil kadar MDA blanko masing-masing tikus dalam setiap kelompok dan kadar MDA akhir pula dari masing-masing tikus dalam setiap kelompok. Data-data tersebut selanjutnya dianalisa secara komputasi dengan program Microsoft Excel 2010 untuk mengetahui persentase perubahan kadar MDA dari kadar blanko menjadi kadar akhir. Langkah selanjutnya yaitu analisa secara statistik dengan program SPSS 16. Data-data tersebut diuji normalitasnya dan homogenitasnya dan setelah itu dilakukan uji Anova dan uji BNT jenis LSD. Sebagai data tambahan, data berat badan tikus diambil tanpa dilakukan uji normalitas dan homogenitas maupun uji Anova. Data berat badan menunjukan perkembangan berat badan kelompok kontrol dan kelompok uji dimana keduanya mengalami kenaikan berat badan tiap harinya. Pertumbuhan yang baik merupakan suatu proses pertambahan massa, sehingga hewan mengalami pertambahan berat badan, pertambahan tinggi, pertambahan panjang, atau pertambahan kandungan kimiawi tubuhnya. Kenaikan berat badan yang terjadi baik pada tikus kontrol maupun pada tikus uji kemungkinan dikarenakan konsumsi pakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
harian yang diberikan memenuhi syarat untuk terjadinya pertumbuhan. Pertumbuhan berjalan normal apabila makanan yang diberikan mengandung nutrisi dalam kualitas dan kuantitas yang baik. Apabila seekor hewan kekurangan nutrisi atau mengalami defisiensi suatu zat makanan maka laju pertumbuhan hewan tersebut akan terhambat (Muliani, 2011). Dengan demikian, pemberian suspensi isolat katekin gambir dan juga pemberian suspensi vitamin E tidak berpengaruh terhadap penurunan berat badan semua kelompok. Proses terbentuknya Malondialdehid sendiri berasal dari lemak-lemak tidak jenuh (poly unsaturated fatty acid) yang kaya akan ikatan rangkap pada membran sel. Pada suatu keadaan yang dinamakan stress oksidatif terjadi lonjakan kadar radikal bebas dalam darah melebihi ambang batas antioksidan endogen. Pada keadaan inilah radikal bebas yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dapat berikatan dengan lemak-lemak tidak jenuh pada membran sel sehingga ikatan rangkap tadi menjadi jenuh dan berubah menjadi ikatan alifatik. Pada keadaan seperti itu radikal bebas, seperti oksigen reaktif, hidrogen reaktif, peroksid reaktif akan berikatan dengan lapisan lemak (lipid bilayer) pada membran sel membentuk MDA. Mekanisme kerja dari katekin sendiri diduga dengan menghambat terbentuknya MDA melalui upaya berinisiasi dengan radikal bebas agar terbentuk kompleks non radikal. Upaya ini dapat menghambat proses terbentuknya radikal bebas sedini mungkin agar reaksi oksidasi tidak berlanjut serta menghindari tahapan propagasi dan terminasi seperti pada proses oksidasi radikal bebas secara normal. Senyawa MDA juga dapat menimbulkan pembentukan senyawa baru, seperti lemak jenuh pada pembuluh darah (atherosclerosis) yang akan mempersempit peredaran darah. Senyawa tersebut juga dapat memutasi jaringan tubuh sehingga jaringan tubuh yang termutasi tidak dikenali oleh sel imun (autoimun). Keadaan yang paling parah dari produk MDA yang tidak dicegah akan menimbulkan proses mitosis yang tidak terkendali pada jaringan tubuh, sehingga menimbulkan tumor yang bisa menyebar ke organ lain (metastasis) yang menjadi cikal bakal tumbuh dan menyebarnya kanker pada tubuh.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Hasil olah data dengan komputasi Microsoft Excel menunjukan hasil persentase perubahan kadar MDA pada masing-masing kelompok dibandingkan dengan kontrol normalnya sendiri. Penurunan persentase kadar MDA terlihat pada kelompok uji dengan katekin dan kelompok kontrol positif. Kenaikan persentase kadar MDA juga terlihat pada kelompok kontrol negatif. Penurunan kadar MDA paling besar terdapat pada kelompok uji dosis 20 mg/kgBB. Hasil dari olah data dengan analisa statistik juga memberikan data yang berbeda bermakna pada uji Anova untuk semua kelompok uji terkait dengan kadar akhir masing-masing tikus pada setiap kelompok. Pada uji BNT jenis LSD dapat diketahui bahwa semua dosis dapat dikatakan berbeda bermakna dengan kontrol negatif dan hanya dosis 20 mg/kgBB yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol positif. Itu menunjukan bahwa dosis 20 mg/kgBB memiliki potensi yang paling besar dalam menangkal radikal bebas yang diinduksi beban aktivitas fisik maksimal dibanding dengan kontrol positif. Uji analisa statistik juga dilanjutkan ke uji paired sample T test dengan membandingkan kadar MDA akhir masing-masing individu pada setiap kelompok dengan kadar blankonya. Hasil dari uji paired sample T test menunjukan perbedaan yang berbeda bermakna pada masing-masing perlakuan dengan (p< 0.05). Sebagai tambahan jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang dipublikasikan BPOM tahun 2007, penelitian ini menunjukan hasil yang lebih baik dengan ditemukannya peningkatan aktivitas antioksidan pada dosis yang lebih tinggi dari dosis yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya hanya digunakan tiga kelompok uji, yakni kontrol positif, kontrol negatif, dan dosis uji isolat katekin gambir 10 mg/kgBB tanpa adanya dosis bertingkat yang digunakan. Hal yang membedakan pada penelitian ini yaitu digunakannya dosis bertingkat yang akan memperlihatkan potensi isolat katekin gambir secara lebih luas dengan adanya dosis bertingkat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Isolat katekin gambir (Uncaria gambier Roxb.) pada semua dosis perlakuan (dosis 5 mg/kgBB, dosis 10 mg/kgBB dan dosis 20 mg/kgBB) memiliki aktivitas antioksidan. 2. Lama pemberian isolat katekin gambir selama 7 hari pada semua dosis dapat menurunkan kadar MDA serum tikus jantan secara bermakna jika dibandingkan dengan kadar blankonya. Hanya pada dosis 20 mg/kgBB menunjukan penurunan kadar MDA yang berbeda bermakna dibanding dengan kontrol positif. 3. Aktivitas antioksidan meningkat seiring dengan kenaikan dosis isolat katekin gambir yang ditunjukan dengan penurunan kadar akhir MDA serum tikus jantan dibanding dengan kadar blankonya.
5.2 Saran Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah : 1. Perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas antioksidan isolat katekin gambir dengan dosis yang lebih tinggi dari dosis tinggi yang digunakan pada penelitian ini. 2. Perlu dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode yang berbeda dan dengan kontrol yang berbeda pula agar diketahui potensi antioksidan dari setiap metode. 3. Perlu dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan katekin spesifik agar didapat aktivitas antioksidan yang tinggi dari suatu isolat yang murni dari pada katekin total pada gambir.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Allesio, H.M. 1993. Exercise-induced Oxidative Stress. Med Sci Sports Exerc. 25:218-224. Amos, (2010). Kandungan Katekin Gambir Sentra Produksi di Indonesia, Jurnal Standardisasi, 12 (3), 149 – 155. Anggraini, Tuti. dkk. 2011. Antioxidative activity and catechin content of four kinds of Uncaria gambir extracts from West Sumatra, Indonesia. Faculty of Agricultural Technology, Andalas University. West Sumatera. African Journal of Biochemistry Research Vol. 5(1), pp. 33-38. BPOM RI. 2007. Acuan Sediaan Herbal Volume ketiga Edisi Pertama. Jakarta :Direkrorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. BPOM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal Volume kelima. Jakarta : Direkrorat Obat Asli Indonesia. Clarkson, P.M., and Thompson, H.S. 2000. Antioxidant : What Role Do They Play in Physical Activity and Health. Am J ClinNutr.72 : 637-646. Dalimarta, S. 2003. Atlas Tanaman Obat Indonesia Jilid 3.Jakarta : Puspaswara, Anggota Ikapi. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Direkrorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Direkrorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1999. Cara Pengelolaan Simplisia Yang Baik. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional. Direktorat Jendral POM Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta Departemen Kesehatan. 2010. Farmakope Indonesia Edisi 4.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Dhalimi, A. 2006. Permasalahan Gambir (Uncaria gambier Roxb.) di Sumatera Barat dan Alternatif Pemecahannya. Perspektif Volume5 Nomor 1. Juni : 46-59. Djauhariya dan Hernani. 2014. Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya. Ermiati. 2004. Budidaya, Pengolahan Hasil dan Kelayakan Usaha Tani Gambir (Uncaria gambir Roxb.) di Kabupaten 50 Kota. Buletin TRO. Fessenden, R. J., Fessenden, J. S., 1986, Kimia Organik, Jilid I, Edisi III, 223-226, 238-240, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka, Airlangga, Jakarta. Fransworth, N.R, et al. 1969. Biological and Phytochemical Screening of Plants, Journal Pharmaceutical Science. 55 (3): 255-276. Gunawan, Didik & Mulyani, Sri. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1.Penebar Swadaya, Jakarta. Gutteridge, J.M.C. 2000.Lipid Peroxidation and Antioxidant as Biomarkers of Tissue Damage. Clin Chem. 41(12): 1819-1828. Halliwell, B., Aeschbach, R., and Aurona, O.I., 1995, The Caracterization of Antioxidant, Food ChemToxic, Vol.33, No.7: 601-617. Halliwell, B and Gutteridge, J.M.C, 2000, Free Radical in Biology and Medicine, Oxford Univercity Press, New York. Harvey A.L., (2009), Drug Discovery to Day, Elsevier, 13 (19), 894-901. Haryanto, S. 2009. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia.Yogya: Palmall Hayani, E. 2003. Analisis Kadar Catechin dari Gambir Dengan Berbagai Metode. Buletin Teknik Pertanian Vol. 8, No. 1. Hilpiani, Devy. 2012. Uji Toksisitas Akut Isolat (+)- Katekin Gambir Dari Fase etil Asetat Terhadap Mencit Putih Jantan Secara In Vivo. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. Indrayana, Rony. 2008. Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam (Syzygium polyanthum Wight) pada Serum Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Karbontetraklorida (CCl4). Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi. Janero, D.R. 1990. Malondialdehyde and Thiobarbituric Acid Reactivityas Diagnostic Indices of Lipid Peroxidation Tissue Injury. Free Rad BiolMed. 9 : 515-540. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Kresnawaty, I dan A. Zainuddin. 2009. Aktivitas Antioksidan dan Bakteri dari Derivat Metil Ekstrak Etanol Daun Gambir (Uncaria gambier). Jurnal Litri15(4) Hal.145-151. Krinke, G.J. 2000.The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal : 150152. Lucida, H.,A. Bakhtiar dan Wina A.P. 2007. Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut dari Katekin Gambir. Jurnal Sains Teknologi Farmasi 12(1). Mardisiswojo, S dan H. Rajakman gunsudarso.1968. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang Cetakanke 2. Jakarta : Depkes RI. Metin, G., Atukeren, P., Gumustas, M.K., Belce, A., and Kayserilioglu, A. 2002.The Effect of Vitamin E Treatment on Oxidative Stress Generated in Trained Rats.Tohoku J. Exp. Med. 198(1):47-53. Middleton, E., Kandaswani, C., Theonaris, L., 2000, The Effect of Plant Flavonoids on Mammalian Cells: Implication For Inflamation, Heart Disease & Cancer, 711-722, Pharmacological Reurelus, Vol.52, No.4. Murray, R.K., Granner, D., Mayes, P.A., and Rodwell, V.W. 1996. Harper’s Biochemistry, 25thEdition.pp. 124, 156-157, 618-620, 730, 731, 750, 798, 816.Appleton & Lange. Nakagawa, K. et al. 2005. Antioxidative Activity of 3-O-Octanol –(+)-Catechin, a Newly Synthesized Catechin, in Vitro. Department of Food and Nutrition,Kyoto Women’s University. Japan. Journal of Health Science, 51(4), 492-496. Nugroho, B. W., Dadang, danPrijono, D. 1999. Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, IPB. Bogor. Pokorni, J., Yanishlieva, N., and Gordon, M., 2001, Antioxidant in food, Practical Applications, CRC Press, New York. Pranoto, E.N.,Ma’ruf, W F., dan Pringgenis, D. 2012. Kajian Aktivitas Bioaktif Ekstrak Teripang Pasir terhadap Jamur Candida albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 1(1): 1-8.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Rahmawati, Noveri. et al. 2013. Kandungan Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Gambir Kering (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.). Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau. ISSN 2085-0050. Rauf, Rusdin.,et al. 2010. Aktivitas Penangkapan Radikal DPPH Ekstrak Gambir (Uncaria gambir Roxb.). Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah. Agritech, Vol 30, No. 1. Rohdiana, D. (2001). Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun Teh. Majalah Jurnal Indonesia, 12 (1), 53-58. Sandra, Afriani., et al. 2010. Pengaruh Penambahan Katekin Gambir sebagai Antioksidan Terhadap Kualitas dan Nilai Organoleptik Rendang Telur. Fakultas Peternakan dan Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. Sumatera Barat. Sunarni, T. (2005).Aktivitas Antioksi dan Penangkap Radikal Bebas Beberapa Kecambah dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi Indonesia (2), 53-61. Tiwari, et al.,(2011). Phytochemical screening and extraction: A Review Internationale Pharmaceutica ScienciaVol 1 Issue 1. Utami, P., Novi. W., Nina. W., Dewi. D., Agung. S., Tinton D. P., Hadi. I., Lukito. A.M., Ug’t dan Iwan’S. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat 431 Jenis Tanaman Penggempur Aneka Penyakit. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka. UU tentang kesehatan No 36 tahun 2009 dan Kepmenkes No 387 tahun 2007. Viitala, P.E., Newhouse, I.J.,LaVoie, N., and Gottardo, C. 2004. The Effect of Antioxidant Vitamin Supplementation on Exercise Induce Lipid Peroxidation in Trained and Untrained Participants. Lipid in Health and Disease. 3:14. Wang. S., Chang, H., Lin, K., Lo, C., Yang, N., Shyur, L., 2003 Antioxidant Properties and Phytochemicals Characteristics of Extracts from LactucaIndica, J. Agric. Food Chem., 51, p. 1506-1512. WHO. 1998. Quality Control of Methods for Medicinal Plant Material. Geneva, Switzerland.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
World Health Organization.2000. General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine.Geneva : WHO. Yanis Musdja, Muhammad. 2010. Efek Imunomodulator ,Aktivitas Antibakteri dan Analisis Komponen Menyirih. Depok. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Disertasi. Zaveri. T. Nurulain. 2005. Green tea and its polyphenoliccatechins: Medicinal uses in cancer and noncancer applications. Drug Discovery Program,Biosciences Division, SRI International, 333 Ravenswood Ave. Menlo Park,CA 94025. USA. Life Sciences 78 (2006) 2073–2080. Zimmerman, H. J., 1978, Hepatotoxicity, 56, 198-208, Aplleton Century Croffts, New York.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 1 Bagan kerja isolasi katekin
Ekstrak air gambir kering (Uncaria gambier Roxb.)
Determinasi di LIPI Kebun Raya, Bogor
Pembuatan serbuk gambir (blender)
Skrining fitokimia
Re-ekstraksi gambir dengan cara infusa pada suhu 900-960 C Filtrat dipartisi dengan etil asetat dengan perbandingan Filtrat air:etil asetat (1:1/2)
Fase Etil asetat (atas) ditampung dan filtrat air dipartisi berulang sebanyak 4 kali sampai fase etil asetat jernih
Pembuatan suspensi katekin
Hasil infusa disaring panaspanas dengan kapas, lalu diambil filtratnya Seluruh fase etil asetat dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 500C
Pemeriksaan katekin gambir, meliputi reaksi warna, kadar air, kadar abu, penetapan kadar, dan rendemen
Isolat katekin pekat dicuci dengan air dingin diatas kertas saring, kemudian dikeringkan di oven suhu 700C, 2 jam
Didapatkan sebuk katekin
Diletakan di kulkas selama 2 hari 2 malam pada suhu 40C
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 2. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antioksidan Tikus putih jantan galur Sprague Dawley umur 6 minggu, berat 80 gram, 25 ekor Pengambilan darah dari sinus orbitalis mata untuk pengukuran MDA blanko KN Pengambilan darah dari sinus orbitalis mata untuk pengukuran MDA blanko dosis tinggi
Aklimatisasi 3 minggu
Pengambilan darah dari sinus orbitalis mata untuk pengukuran MDA blanko KP
Hewan uji dikelompokan secara acak berdasarkan perlakuan (@5 ekor) : 1. Kontrol negative 2. Kontrol positif vitamin E 20 mg/kgBB 3. Dosis tinggi (20 mg/kgBB) 4. Dosis sedang (10 mg/kgBB)
Pengambilan darah dari sinus orbitalis mata untuk pengukuran MDA blanko dosis rendah Seluruh tikus pada setiap kelompok diambil kembali darahnya untuk diukur kadar akhir MDA setiap
5. Dosis rendah (5 mg/kgBB)
MDA blanko diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 532 nm Pada hari ke-8 semua kelompok dibuat stress oksidatif dengan perenangan selama 1 jam MDA akhir diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 532 nm
Pengambilan darah dari sinus orbitalis mata untuk pengukuran MDA blanko dosis sedang
Kelompok KP, dosis tinggi, sedang, dan rendah disonde dengan suspensi antioksidan yang sesuai selama 7 hari (1x1), makan dan minum; kelompok KN hanya diberi makan dan minum Analisis data dengan SPSS
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 3. Bagan Kerja Pengukuran Kadar MDA Standar 3,593 mg 1,1,3,3 tetrametoksipropan di hidrolisis dengan 1 L aquadest
Terbentuk MDA standar dengan konsentrasi 3,593 ppm
Dibaca serapannya berdasarkan 9 titik konsentrasi pada λ 532 nm
Pembuatan seri konsentrasi dengan perbandingan antara MDA:aquadest
Volume Volume Kadar pengambilan pengambilan MDA (μl) H2O (μl) (μg/ml) 0 2000 0 5 1995 0.0036 10 1990 0.0072 20 1980 0.0144 40 1960 0.0288 80 1920 0.0576 160 1840 0.1152 320 1680 0.2304 640 1360 0.4608
Dibuat persamaan kurva kalibrasinya (Y)-(X) ,yaitu absorban – kadar dan dilihat pula linieritasnya (R2)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 4. Bagan kerja pengukuran kadar MDA sampel Kelompok uji dosis rendah
Kelompok uji dosis sedang
Kelompok uji dosis tinggi Diambil darah sebanyak 2 mL dari sinus orbitalis mata
Di vortex dan dipanaskan di WB suhu 500C Di sentrifuge pada 3000 rpm, 10 menit
Ditambahkan 1mL TCA 20% & 2mL TBA 0,67%
Supernatan dibaca absorbannya dengan Spektro UV-Vis pada λ 532 nm
Kelompok uji dosis rendah Kelompok uji dosis sedang Kelompok uji dosis tinggi Kelompok uji kontrol positif Kelompok uji kontrol negatif
Diambil bagian supernatant (serum) sebanyak 200 μL
Masing-masing serapan dimasukan ke persamaan kurva kalibrasi
Sonde dengan suspensi katekin sesuai dosis selama 7 hari
Sonde dengan suspensi vitamin E sesuai dosis selama 7 hari
Kelompok uji kontrol negatif
Kelompok uji kontrol positif
Darah disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm, 10 menit
Kadar MDA blanko
Seluruh kelompok diukur kembali kadar MDA nya dengan mengikuti langkahlangkah diatas Pada hari ke-8 tikus direnangkan selama 1 jam
Didapat kadar MDA akhir dari setiap kelompok
Analisa data statistik masing-masing kelompok dan dihitung persentase perubahan kadar MDA masingmasing
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 5. Perhitungan Dosis Isolat Katekin Gambir Untuk perhitungan dosis uji isolat katekin gambir digunakan rumus sebagai berikut : (
)
1. Dosis Vitamin E (20 mg/kgBB) (
Konsentrasi
)
= 3 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. sehingga isolat katekin yang dibutuhkan sebanyak : Isolat (mg)
= volume (mL) x konsentrasi (mg/mL) = 50 mL x 3 mg/mL = 150 mg
2. Dosis rendah (2,5 mg/kgBB) (
) (
Konsentrasi
)
= 0,8 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. sehingga isolat yang dibutuhkan sebanyak : Isolat (mg)
= volume (mL) x konsentrasi (mg/mL) = 50 mL x 0,8 mg/mL = 40 mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
3. Dosis sedang (10 mg/kgBB) (
) (
Konsentrasi
)
= 1,6 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. sehingga isolat yang dibutuhkan sebanyak : Isolat (mg)
= volume (mL) x konsentrasi (mg/mL) = 50 mL x 1,6 mg/mL = 80 mg
4. Dosis tinggi (20 mg/kgBB) (
) (
Konsentrasi
)
= 3 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. sehingga isolat yang dibutuhkan sebanyak : Isolat (mg)
= volume (mL) x konsentrasi (mg/mL) = 50 mL x 3 mg/mL = 150 mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 6. Hasil Determinasi Tanaman
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 7. Foto-foto penelitian a. Gambir dan katekin
Gambar 1. Foto gambir
Gambar 2. Serbuk gambir
Gambar 3. Serbuk katekin
b. Identifikasi gambir
Gambar 4. Uji flavonoid
Gambar 5. Uji urea
Gambar 6. Identifikasi gambir
c. Isolasi Katekin
Gambar 7. Proses infus
Gambar 8. Fase air gambir
Gambar 9. Fase etil asetat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Lampiran 7. (Lanjutan)
Gambar 10. Evaporasi
Gambar 11. Penyaringan
Gambar 12. Pengeringan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 8. Pemeriksaan katekin gambir a. Kadar katekin gambir Absorban katekin standar (Rahmawati et al.,2012) No 1 2 3
Absorban 0,987 0,988 0,989
Gambar 13. Absorban katekin sampel Perhitungan kadar katekin sampel, yaitu : % katekin A yaitu Absorban larutan sampel pada panjang gelombang 279 nm B yaitu Absorban larutan standar pada panjang gelombang 279 nm Ws yaitu massa katekin standar dalam mg W yaitu massa katekin sampel dalam mg
% katekin 85,25%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 8. (Lanjutan) b. Penetapan kadar abu
Gambar 14. Bobot W0
Gambar 15. Bobot W0
Gambar 16. Bobot W1
Berat cawan kosong = 39,9752 gram Berat cawan + katekin (W0) = 41,0372 gram Setelah dimasukan ke dalam tanur, berat cawan + ekstrak menjadi (W1) 39,9863 gram Rumus = W0 – W1 x 100 % W0 = 41,0372 – 39,9863 x 100 % 41,0372 = 2,56 %
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
c. Penetapan kadar air
Gambar 17. Bobot W0
Gambar 18. Bobot W0
Gambar 19. Bobot W1
Lampiran 8. (Lanjutan) Berat cawan + katekin (W0) = 21,2361 gram Setelah dimasukan ke dalam oven, berat cawan + ekstrak menjadi (W1) 21,0938 gram Rumus = W0 – W1 x 100 % W0 = 21,2361 – 21,0938 x 100 % 21,2361 = 0,67 % d. Rendemen katekin Untuk melakukan penetapan rendemen katekin yang diperoleh digunakan rumus : % rendemen = =
x % kemurnian x 85,25 %
= 47,28 %
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 9. Perlakuan pada hewan uji
Rata-rata berat badan tikus tiap kelompok Tabel rata-rata berat badan tikus tiap kelompok
No
1 2 3 4 5 6 7
Tanggal
17-Apr 25-Apr 29-Apr 3-May 7-May 11-May 15-May
Rata-rata berat badan tikus tiap kelompok (gram) KU 5 KU 10 KU 20 KU mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB KP 77.8 77.6 69.8 68.6 117 117.8 106.8 100 131.2 133.8 117.6 113.2 161.6 161.6 146.2 123.8 177 175.6 152.6 147.8 201.4 190.4 149.2 162 196.4 200.6 174 173.8
KU KN 65.4 94 103.6 118.4 135.2 147.6 150
Gambar grafik rata-rata berat badan tikus
Rata-rata Berat Badan tikus 250 200
5 mg
150
10 mg
100
20 mg KP
50 0 10-Apr
KN 20-Apr
30-Apr
10-May
20-May
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Lampiran 9. (Lanjutan)
Pembuatan kurva kalibrasi MDA
Tabel kurva kalibrasi (Indrayana,2008) Volume pengambilan MDA (μl) 0 5 10 20 40 80 160 320 640
Volume pengambilan H2O (μl) 2000 1995 1990 1980 1960 1920 1840 1680 1360
Kadar
Kurva kalibrasi
(μg/ml) 0 0.0036 0.0072 0.0144 0.0288 0.0576 0.1152 0.2304 0.4608
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -0.1 0
y = 1.2787x - 0.0023 R² = 0.9992
A Linear (A)
0.2
0.4
0.6
Penetapan kadar MDA blanko rata-rata semua kelompok uji
No
Kelompok Uji
Kadar + SD
Persentase Kadar
1
Uji 5 mg/kgBB
0.592 + 0.226
100%
2
Uji 10 mg/kgBB
0.745 + 0.248
100%
3
Uji 20 mg/kgBB
0.497 + 0.144
100%
4
Uji KP
0.609 + 0.001
100%
5
Uji KN
0.533 + 0.104
100%
0.745
0.8 0.7 0.6 0.5
0.609
0.592 0.497
0.533
5 mg 10 mg
0.4
20 mg
0.3
KP
0.2
KN
0.1 0 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Lampiran 9. (Lanjutan)
Penetapan kadar MDA akhir rata-rata semua kelompok uji
No
Kelompok Uji
Kadar + SD
Persentase Kadar
1
Uji 5 mg/kgBB
0.474 + 0.182
↓ 20.19%
2
Uji 10 mg/kgBB
0.523 + 0.198
↓ 31.28%
3
Uji 20 mg/kgBB
0.221 + 0.101
↓ 57.63%
4
Uji KP
0.453 + 0.055
↓ 25.55%
5
Uji KN
0.937 + 0.126
↑ 77.79%
1 0.8
5 mg/kgBB
0.6
10 mg/kgBB
0.4
20 mg/kgBB
0.2
KP KN
0 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Lampiran 9. (Lanjutan) Distribusi kadar MDA sampel setiap individu per kelompok
KU 5 Absorban Kadar No mg/kgBB Blanko Blanko 1
2
3
4
5
Tikus I
Tikus II
Tikus III
Tikus IV
Tikus V
0.61
Mean + SD
Persentase Kadar MDA Absorban Blanko Akhir
0.476
0.605
0.472
0.602
0.469
1.116
0.869
1.107
0.862
1.102
0.858
0.711
0.554
0.699
0.545
0.692
0.539
1.013
0.789
0.991
0.772
0.974
0.758
0.399
0.312
0.393
0.307
0.387
0.302
0.472 + 0.003
0.863 + 0.005
0.546 + 0.007
0.773 + 0.015
0.307 + 0.005
100%
100%
100%
100%
100%
Kadar Akhir
0.569
0.444
0.559
0.436
0.55
0.429
0.857
0.668
0.852
0.664
0.845
0.658
0.534
0.417
0.524
0.409
0.517
0.403
0.826
0.643
0.822
0.64
0.818
0.637
0.282
0.221
0.286
0.224
0.279
0.218
Mean + SD
Perubahan Kadar MDA
0.436 + 0.007
Menurun 7.627%
0.663 + 0.005
Menurun 23.175%
0.41 + 0.007
Menurun 24.908%
0.64 + 0.003
Menurun 17.206%
0.221 + 0.003
Menurun 28.013%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Lampiran 9. (Lanjutan)
No 1
KU 10 mg/kgBB Tikus I
2
Tikus II
3
Tikus III
4
Tikus IV
5
Tikus V
Absorban Blanko 1.095 1.089 1.085 1.107 1.088 1.067 1.356 1.33 1.29 0.505 0.504 0.503 0.791 0.777 0.77
Kadar Blanko 0.853 0.848 0.845 0.862 0.847 0.831 1.055 1.035 1.004 0.394 0.393 0.393 0.616 0.605 0.6
Mean + SD 0.849 + 0.004 0.846 + 0.015 1.031 + 0.025 0.393 + 0.0005 0.607 + 0.008
Persentase Kadar MDA Absorban Kadar Blanko Akhir Akhir 0.849 0.661 100% 0.844 0.657 0.841 0.655 0.815 0.635 100% 0.809 0.63 0.806 0.628 0.871 0.678 100% 0.866 0.675 0.86 0.67 0.287 0.225 100% 0.265 0.208 0.247 0.194 0.57 0.445 100% 0.568 0.443 0.565 0.441
Mean + SD 0.658 + 0.003
Perubahan Kadar MDA Menurun 22.497%
0.631 + 0.004
Menurun 25.414%
0.674 + 0.004
Menurun 34.626%
0.209 + 0.015
Menurun 46.819%
0.443 + 0.002
Menurun 27.018%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Lampiran 9. (Lanjutan)
KU 20 Absorban No mg/kgBB Blanko Tikus I 1 0.816 0.797 0.784 Tikus II 2 0.732 0.72 0.716 Tikus III 3 0.466 0.463 0.462 Tikus IV 4 0.795 0.787 0.781 Tikus V 5 0.417 0.412 0.406
Kadar Blanko 0.636 0.621 0.611 0.57 0.561 0.558 0.364 0.361 0.361 0.619 0.613 0.609 0.326 0.322 0.317
Mean + SD 0.623 + 0.012 0.563 + 0.006 0.362 + 0.002 0.614 + 0.005 0.322 + 0.004
Persentase Kadar MDA Absorban Kadar Blanko Akhir Akhir 0.431 0.337 100% 0.43 0.336 0.428 0.334 0.362 0.283 100% 0.359 0.281 0.354 0.277 0.176 0.138 100% 0.175 0.138 0.174 0.137 0.322 0.252 100% 0.321 0.251 0.32 0.25 0.12 0.095 100% 0.119 0.094 0.119 0.094
Mean + SD
Perubahan Kadar MDA
0.336 + 0.001
Menurun 46.067%
0.28 + 0.003
Menurun 50.266%
0.138 + 0.0006
Menurun 61.878%
0.251 + 0.001
Menurun 59.12%
0.094 + 0.0005
Menurun 70.807%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
Lampiran 9. (Lanjutan)
No
KU KP
1
Tikus I
2
3
4
5
Tikus II
Tikus III
Tikus IV
Tikus V
Absorban Blanko
Kadar Blanko
0.894 0.889 0.885 0.79 0.787 0.784 0.794 0.793 0.792 0.744 0.742 0.741 0.697 0.695 0.694
0.696 0.692 0.689 0.616 0.613 0.611 0.619 0.618 0.617 0.58 0.578 0.577 0.543 0.542 0.541
Mean + SD
Persentase Kadar MDA Blanko
0.692 + 0.003
100%
0.613 + 0.002
100%
0.618 + 0.001
100%
0.578 + 0.001
100%
0.542 + 0.001
100%
Absorban Akhir
Kadar Akhir
0.653 0.643 0.637 0.58 0.574 0.568 0.62 0.617 0.614 0.611 0.61 0.607 0.465 0.462 0.459
0.509 0.501 0.497 0.452 0.448 0.443 0.483 0.481 0.479 0.476 0.476 0.473 0.363 0.361 0.358
Mean + SD
Perubahan Kadar MDA
0.502 + 0.006
Menurun 27.457%
0.448 + 0.004
Menurun 26.917%
0.481 + 0.002
Menurun 22.168%
0.475 + 0.002
Menurun 17.82%
0.361 + 0.002
Menurun 33.395%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Lampiran 9. (Lanjutan)
No
KU KN
1
Tikus I
2
3
4
5
Tikus II
Tikus III
Tikus IV
Tikus V
Absorban Blanko
Kadar Blanko
0.803 0.799 0.796 0.748 0.745 0.743 0.517 0.516 0.515 0.818 0.787 0.777 0.567 0.565 0.563
0.626 0.623 0.62 0.583 0.581 0.58 0.403 0.403 0.402 0.637 0.613 0.605 0.442 0.441 0.439
Mean + SD
0.623 + 0.003 0.581 + 0.001 0.403 + 0.0005 0.618 + 0.017 0.441 + 0.001
Persentase Kadar Absorban MDA Akhir Blanko 1.31 1.306 100% 1.303 1.295 1.293 100% 1.292 1.049 1.048 100% 1.046 1.366 1.363 100% 1.36 1.007 1.01 100% 1.013
Kadar Akhir 1.02 1.016 1.014 1.008 1.006 1.006 0.817 0.816 0.814 1.063 1.061 1.058 0.784 0.786 0.789
Mean + SD
Perubahan Kadar MDA
1.017 + 0.003
Kenaikan 63.242%
1.007 + 0.001
Kenaikan 73.321%
0.816 + 0.001
Kenaikan 102.481%
1.061 + 0.002
Kenaikan 71.683%
0.786 + 0.002
Kenaikan 78.231%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Lampiran 10. Analisa data statistik 1) Uji normalitas dan Homogenitas terhadap kadar MDA a) Uji normalitas Kolmogrov-Smirnov Tujuan : untuk melihat distibusi data kadar MDA Hipotesis : Ho = data kadar MDA terdistribusi normal Ha = data kadar MDA tidak terdistribusi normal One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test perlakuan N
kadar_awal
kadar_akhir
25
25
25
3.00000
.59524
.52160
1.443376
.179058
.271099
Absolute
.156
.198
.129
Positive
.156
.198
.129
Negative
-.156
-.103
-.083
Kolmogorov-Smirnov Z
.779
.992
.644
Asymp. Sig. (2-tailed)
.579
.279
.801
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Uji normalitas kadar MDA seluruh kelompok terdistribusi normal (P>0,05) b) Uji homogenitas Levene Untuk melihat data kadar MDA homogen atau tidak Hipotesis : Ho = data kadar MDA homogen Ha = data kadar MDA tidak homogen Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
kadar_awal
3.896
4
20
.017
kadar_akhir
2.778
4
20
.055
Keputusan : Uji homogenitas kadar MDA kelompok kadar akhir homogen (P>0,05)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
Lampiran 10. (Lanjutan) 2) Uji analisis varian (ANOVA) satu arah terhadap kadar MDA kelompok hewan uji. Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan data kadar MDA Hipotesis : Ho = data kadar MDA tidak berbeda secara bermakna Ha = data kadar MDA berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan -
Jika nilai signifikansi >0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi <0,05 maka Ho ditolak ANOVA
Kadar Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
1.354
4
.339
.407
20
.020
1.762
24
Sig. 16.623
.000
Keputusan : Data kadar MDA berbeda secara bermakna
3) Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap kadar MDA Tujuan : Untuk menentukan data kadar MDA kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara makna dengan data kadar MDA kelompok lainnya Hipotesis : Ho = bobot testis tidak berbeda secara bermakna Ha = data bobot testis berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Multiple Comparisons kadar LSD 95% Confidence Interval (I) perlakuan
(J) perlakuan
KN
KP
.48400*
.09027
.000
.2957
.6723
dosis 5 mg
.46340*
.09027
.000
.2751
.6517
dosis 10 mg
.41440
*
.09027
.000
.2261
.6027
dosis 20 mg
.71760*
.09027
.000
.5293
.9059
KN
-.48400*
.09027
.000
-.6723
-.2957
dosis 5 mg
-.02060
.09027
.822
-.2089
.1677
dosis 10 mg
-.06960
.09027
.450
-.2579
.1187
dosis 20 mg
*
.23360
.09027
.018
.0453
.4219
KN
-.46340*
.09027
.000
-.6517
-.2751
KP
.02060
.09027
.822
-.1677
.2089
dosis 10 mg
-.04900
.09027
.593
-.2373
.1393
dosis 20 mg
.25420
*
.09027
.011
.0659
.4425
KN
-.41440*
.09027
.000
-.6027
-.2261
KP
.06960
.09027
.450
-.1187
.2579
dosis 5 mg
.04900
.09027
.593
-.1393
.2373
dosis 20 mg
.30320*
.09027
.003
.1149
.4915
KN
-.71760*
.09027
.000
-.9059
-.5293
KP
-.23360*
.09027
.018
-.4219
-.0453
dosis 5 mg
*
-.25420
.09027
.011
-.4425
-.0659
dosis 10 mg
-.30320*
.09027
.003
-.4915
-.1149
KP
dosis 5 mg
dosis 10 mg
dosis 20 mg
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : -
Data kadar MDA semua kelompok berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol negatif (p ≤ 0,05)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
-
Kelompok dosis rendah dan dosis sedang menunjukan tidak adanya perbedaan bermakna terhadap kontrol positif (p ≥ 0,05)
-
Kelompok dosis tinggi menunjukan adanya perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol positif (p ≤ 0,05).
Lampiran 11. Hasil analisis statistik kadar MDA Paired Samples T Test Hipotesis : Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak Kelompok kontrol negatif hari ke-0 dan hari ke-8
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Std. Error Mean Pair 1
Std. Deviation
Mean
Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
kadar_awal_KN -.40400
.03713
.01661
-.45011
-.35789
-24.329
kadar_akhir_KN
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna
Hipotesis
: Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak Kelompok kontrol positif hari ke-0 dan hari ke-8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
.000
80
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Std. Error Mean Pair 1
Std. Deviation
Mean
Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
kadar_awal_KP .15547
.03544
.01585
.11146
.19947
9.808
4
.001
kadar_akhir_KP
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna
Hipotesis
: Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak Kelompok uji dosis 5mg/KgBB hari ke-0 dan hari ke-8 Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Error Mean
Pair 1
Std. Deviation
Mean
Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
kadar_awal_5 .11820
.06119
.02737
.04222
.19418
4.319
4
kadar_akhir_5
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok uji dosis 5mg/KgBB berbeda secara bermakna
Hipotesis
: Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak Kelompok uji dosis 10mg/KgBB hari ke-0 dan hari ke-8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
.012
81
Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Error Mean Pair 1
Std. Deviation
Mean
Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
kadar_awal_10 .22240
.07747
.03465
.12620
.31860
6.419
4
.003
kadar_akhir_10
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok uji dosis 10mg/KgBB berbeda secara bermakna
Hipotesis
: Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak Kelompok uji dosis 20 mg/KgBB hari ke-0 dan hari ke-8 Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Error Mean Pair 1
Std. Deviation
Mean
Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
kadar_awal_20 .27680
.05637
.02521
.20680
.34680
10.980
kadar_akhir_20
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok uji dosis 20mg/KgBB berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
.000