i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTI INFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% BUAH PARIJOTO (Medinilla speciosa Blume) SECARA IN VITRO DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN HRBC (HUMAN RED BLOOD CELL)
SKRIPSI
ASKANDARI 1111102000089
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTI INFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% BUAH PARIJOTO (Medinilla speciosa Blume) SECARA IN VITRO DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN HRBC (HUMAN RED BLOOD CELL)
SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
ASKANDARI 1111102000089
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Nama : Program Studi :
Askandari Farmasi
Judul
Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi Membran HRBC (Human Red Blood Cell)
:
Parijoto (Medinilla speciosa Blume) adalah tumbuhan liar yang sering tumbuh di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Parijoto merupakan tanaman tropis yang memiliki buah dengan warna merah muda keunguan. Buah parijoto secara tradisional digunakan sebagai anti inflamasi, anti kolestrol dan anti bakteri. Berdasarkan penelitian buah parijoto mengandung metabolit sekunder flavonoid, tanin, saponin, dan glikosida. Buah parijoto juga telah terbukti memiliki aktivitas sebagai anti oksidan dan anti bakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi dari buah parijoto yang diekstraksi menggunakan etanol 70% dengan metode stabilisasi membran HRBC (Human Red Blood Cell/Sel Darah Merah Manusia). Kontrol positif yang digunakan adalah natrium diklofenak dengan konsentrasi 100 ppm yang merupakan NSAID. Hasil persentase stabilitas membran sel darah merah manusia ekstrak etanol 70% buah parijoto pada konsentrasi 50 ppm (10,63%), 100 ppm (18,32%), 500 ppm (33,08%), dan 1000 ppm (60,78%), serta kontrol positif yaitu natrium diklofenak (59,87%). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi karena memiliki persentase stabilitas membran sel darah merah identik dengan kontrol positif. Hasil tersebut didukung dengan hasil analisa statistik ANOVA yang menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm identik atau tidak berbeda secara bermakna dengan natrium diklofenak. Hal ini menunjukkan bahwa buah parijoto memiliki potensi sebagai anti inflamasi. Kata kunci : Parijoto (Medinilla speciosa Blume), anti inflamasi, natrium diklofenak, sel darah merah manusia, stabilisasi membran.
vi
ABSTRACT Name : Study Program :
Askandari Pharmacy
Title
Anti-Inflammatory Activity Test of Ethanol 70% Extract Parijoto Fruit (Medinilla speciosa Blume) In Vitro using the Membrane Stabilization HRBC (Human Red Blood Cell) Method
:
Parijoto (Medinilla speciosa Blume) is a wild plant that often grows on mountain slopes or in forests and sometimes it is cultivated as an ornamental plant. Parijoto is a tropical plant that has a fruit with a purplish pink color. Parijoto fruit is traditionally used as an anti-inflammatory, anti-cholesterol and anti-bacterial agent. Based on research, parijoto fruit contains secondary metabolites such as flavonoids, tannins, saponins, and glycosides. Parijoto fruit has also been shown activity as an anti-oxidant and anti-bacterial agent. The purpose of this study was to determine the anti-inflammatory activity of parijoto fruit that has been extracted using 70% ethanol using the membrane stabilization HRBC (Human Red Blood Cell) method. Diclofenac sodium which is a NSAID has been used as a control positive with the 100 ppm consentration. The stability percentage result of a human red blood cell membrane using ethanol 70% extract of parijoto fruit at the 50 ppm consentration (10.63%), 100 ppm (18.32%), 500 ppm (33.08%), and 1000 ppm (60.78 %), and the positive control which was diclofenac sodium (59.87%). This showed that the extract with the 1000 ppm consentration has antiinflammatory activity because the red blood cell membrane stability percentage was identical to the positive control. These results were supported by the ANOVA statistical analysis result that showed the extract with the 1000 ppm consentration was identical or do not differ significantly to diclofenac sodium. This indicates that the parijoto fruit has potential as an anti-inflammatory. Keywords: Parijoto (Medinilla speciosa Blume), anti-inflammatory, diclofenac sodium, human red blood cells, membrane stabilization.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk bagi umat manusia. Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi Membran HRBC (Human Red Blood Cell)” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini terasa sangat sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan bapak dan Ibu mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.
2.
Bapak Dr.H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitar Islam Negerri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Kepada Kak Eris, Mbak Rani, Kak Lisna, Kak Tiwi, dan Kak Rahmadi yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis selama penelitian di kampus
viii
ix
6.
Kepada kedua orang tua penulis Bapak Yoliot Cori (Almarhum) dan Ibu Elisabil, serta keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan moril, materil, dan spiritual hingga selesainya skripsi ini.
7.
Untuk sahabat-sahabat “Pojokers” yang selalu mendukung, memberi masukan, dukungan doa, dan semangat. Tidak lupa juga untuk Fitri, Sutar, Aziz, Dini, Mbak Ani, Elsa, dan Ipul.
8.
Teman-teman seperjuangan “Beng-beng” dan seluruh Farmasi angkatan 2011 yang sama-sama berjuang selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan ini.
9.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, dan masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan ke masa mendatang. Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan semoga segala bantuan yang telah diberikan penulis akan mendapat balasan, rahmat dan ridho dari Allah SWT, serta dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan para pembaca umumnya, Aamiin. Wassalamu’alaikum Waromatullahi Wabarokatuh
Jakarta, Juni 2015 Penulis
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v ABSTRAK ........................................................................................................... vi ABSTRACT ......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii HALAMAN PERETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang............................................................................... Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ......................................... Tujuan Penelitian ........................................................................... Manfaat Penelitian .........................................................................
1 3 3 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7
Medinilla speciosa Blume ............................................................. 4 Penapisan Fitokimia ...................................................................... 6 Metode Ekstraksi ........................................................................... 10 Inflamasi ........................................................................................ 12 Obat Anti Inflamasi ....................................................................... 24 Uji Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit ............ 25 Spektrofotometer UV-Vis ............................................................. 26
BAB 3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 30 3.1 3.2 3.3
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 30 Bahan dan Alat .............................................................................. 30 Prosedur Kerja ............................................................................... 31 3.3.1 Determinasi ........................................................................ 31 3.3.2 Penyiapan Bahan ............................................................... 31 3.3.3 Pembuatan Ekstrak ............................................................ 31
xi
xii
3.3.4 3.3.5 3.3.6 3.3.7
Penapisan Fitokimia........................................................... 31 Pengamatan Organoleptis .................................................. 33 Uji Kadar Air ..................................................................... 33 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit .............................................................................. 33 3.3.8 Analisis Data ...................................................................... 36 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 37 4.1
4.2
Hasil Penelitian .............................................................................. 37 4.1.1 Hasil Determinasi .............................................................. 37 4.1.2 Hasil Ekstraksi ................................................................... 37 4.1.3 Hasil Uji Penapisan Fitokimia ........................................... 37 4.1.4 Hasil Pengamatan Organoleptis......................................... 38 4.1.5 Hasil Uji Kadar Air............................................................ 38 4.1.6 Hasil Uji Efek Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Ekstrak Kasar Buah Parijoto.............................................. 38 4.1.7 Hasil Analisa Statistik........................................................ 40 Pembahasan ................................................................................... 41 4.2.1 Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia .................................... 41 4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah .............................. 44
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 50 5.1 5.2
Kesimpulan .................................................................................... 50 Saran .............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51 LAMPIRAN ......................................................................................................... 57
DAFTAR TABEL Tabel 1. Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Buah Parijoto ............................ 40 Tabel 2. Nilai absorbansi dan persentase stabilitas membran sel darah merah dari larutan uji, kontrol positif, dan kontrol negatif ....................................... 41 Tabel 3. Nilai rata-rata persentase stabilitas membran sel darah merah larutan uji dan kontrol positif ................................................................................... 43
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ......................................... 5 Gambar 2. Reaksi Uji Mayer ................................................................................ 6 Gambar 3. Reaksi Uji Dragendorff ....................................................................... 7 Gambar 4. Mekanisme Reaksi Pembentukan Garam Flavilium ........................... 7 Gambar 5. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air .................................................. 8 Gambar 6. Skema Mekanisme Inflamasi Akut ..................................................... 18 Gambar 7. Efek Utama yang Ditimbulkan oleh IL-1 dan TNF pada Inflamasi .... 23 Gambar 8. Pelepasan Mediator Inflamasi oleh Sel Mast ...................................... 24 Gambar 9. Skema Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS................................ 27 Gambar 10. Rata-rata Persentase Stabilisasi Membran Sel Darah Merah ............ 44
xiv
DAFTAR ISTILAH COX
: Cyclooxygenase
Hb
: Hemoglobin
HRBC
: Human Red Blood Cell
Ig
: Imunoglobulin
IL
: Interleukin
Jejas
: Lecet (tergores, luka sedikit, dsb) pd kulit
LT
: Leukotrien
OAINS
: Obat Anti Inflamasi Non Steroid
PAF
: Platelet Activating Factor
PGE
: Prostaglandin
PGI
: Prostasiklin
ROS
: Reactive Oxygen Species
SRS-A
: Slow Reacting Substance of Anaphilaxis
TNF
: Tumor Necrosis Factor
TXA
: Tromboxan
xv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Determinasi Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ...... 57 Lampiran 2. Alur Penelitian ................................................................................ 58 Lampiran 3. Skema Uji Aktivitas Anti Inflamasi ............................................... 59 Lampiran 4. Pembuatan Larutan Uji dan Standar ............................................... 60 Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan Dapar Posfat dan Pengenceran Larutan Uji dan Standar................................................................. 61 Lampiran 6. Data Absorbansi dan Persentase Stabilitas Membran Sel Darah Merah dengan Optimasi Menggunakan Suhu Inkubasi 370C........ 63 Lampiran 7. Nilai Absorbansi Larutan Uji Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dan Kontrol Positif ............................................................................... 65 Lampiran 8. Nilai Absorbansi Kontrol Larutan Uji Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto, Kontrol Positif dan Kontrol Negatif ............................... 66 Lampiran 9. Penentuan Stabilitas Membran Sel Darah Merah terhadap Ekstrak Etanol 70% dan Na Diklofenak sebagai Kontrol Positif ............... 67 Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Persentase Stabilitas Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dan Na Diklofenak Kontrol Positif .................................. 69 Lampiran 11. Foto – foto Alat dan Bahan Penelitian........................................... 74 Lampiran 12. Foto Proses Pengujian Aktivitas .................................................... 75 Lampiran 13. Foto Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dan Hasil Uji Penapisan Fitokimia........................................................................................ 76
xvi
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu pulau dengan luas kawasan hutan mencapai 130,78 juta hektar. Indonesia sendiri memiliki 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, dimana 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat (jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tanaman obat yang ada di kawasan Asia) (Nugroho, 2010). Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia menjadikannya negara terbesar kedua di dunia setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman hayati (Farida et al., 2012). Penggunaan obat tradisional sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh hampir semua negara di dunia. Selama dekade terakhir, penggunaan obat tradisional telah berkembang pesat. Pengembangan obat tradisional ini terus dilakukan sebagai perawatan kesehatan bagi masyarakat miskin di negara-negara berkembang. Obat tradisional juga sering digunakan dalam perawatan kesehatan secara nasional (Karamian et al., 2013). Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam pencegahan penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan kesehatan (rehabilitatif), dan penyembuhan (kuratif). Pengetahuan tentang tanaman khasiat obat berdasar pada pengalaman dan keterampilan secara turun-menurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Sari, 2006). Masyarakat jawa khususnya masyarakat yang hidup di lereng Gunung Merapi memanfaatkan daun dan buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) secara turun-menurun sebagai obat. Daun dan buah parijoto dimanfaatkan sebagai anti bakteri, obat sariawan, anti radang dan obat kolestrol. Kandungan kimia yang terdapat dalam daun dan buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) adalah saponin dan kardenolin, disamping itu buahnya juga mengandung falvonoid dan daunnya mengandung tanin (Anonim, 2014). Penelitian yang telah dilakukan oleh Wachidah, 2013 yang
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
menunjukkan bahwa terdapat kandungan metabolit sekunder dari buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) yaitu saponin, glikosida, flavonoid dan tanin, serta memiliki aktivitas sebagai anti oksidan. Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Kumar et al., 2012 dilaporkan bahwa tanaman Skimmia anquetilia yang mengandung flavonoid, saponin, glikosida, steroid dan tanin serta penelitian yang dilakukan oleh Saleem et al., 2011 bahwa tanaman Gendarussa vulgaris Nees yang mengandung saponin, glikosida, steroid, flavonoid dan tanin keduanya memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi. Inflamasi atau radang merupakan proses respon tubuh terhadap rangsangan merugikan yang ditimbulkan oleh berbagai agen berbahaya seperti infeksi, antibodi ataupun luka fisik (Goodman dan Gilman, 2006). Mediator-mediator kimia juga berperan sebagai pemberi respon terjadinya inflamasi, mediator tersebut dapat berikatan pada reseptor yang spesifik pada sel target dan dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan kemotaksis neutrofil, merangsang kontraksi otot polos, memiliki aktivitas enzimatik secara langsung, menginduksi rasa nyeri atau stres oksidatif (Kumar et al., 2010). Stres oksidatif ini telah terbukti berkaitan dengan jalur patogenesis beberapa penyakit seperti aterosklerosis, kanker, kerusakan hati, rematoid artritis dan gangguan syaraf (Kumar, 2011). Efek anti inflamasi telah diamati pada flavonoid dan tanin. Flavonoid seperti quercetin diketahui efektif dalam mengurangi peradangan akut. Flavonoid tertentu memiliki aktivitas penghambatan ampuh terhadap berbagai enzim seperti protein kinase C, tirosin kinase protein, fosfolipase A2, fosfodiesterase dan lainnya (Kumar et al., 2012). Sel darah merah (eritrosit) manusia telah banyak digunakan sebagai model studi interaksi obat dengan membran. Seperti obat yang memiliki efek anestesi dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dapat mencegah lepasnya hemoglobin (Hb) dari sel darah merah (eritrosit) ketika terjadi kondisi hipotonik. Teori ini digunakan sebagai metode yang sangat berguna untuk menilai aktivitas anti inflamasi dari bermacam-macam senyawa secara in vitro (Kumar, 2011). Chowdhury et al., 2014 dalam penelitiannya menggunakan metode ini untuk melakukan uji aktivitas anti inflamasi dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
ekstrak Gardenia coronaria Leaves. Penelitian yang dilakukan oleh Prakatindih 2014 juga menggunakan metode ini untuk menguji aktivitas anti inflamasi kitosan yang telah diiradiasi. Melihat metode ini cukup efektif untuk melihat efek anti inflamasi secara in vitro serta potensi yang dimiliki oleh tanaman parijoto (Medinilla speciosa Blume) khususnya bagian buah sebagai anti inflamasi, maka pada penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas anti inflamasi ekstrak etanol 70% buah parijoto secara in vitro dengan metode stabilisasi membran HRBC (Human Red Blood Cell).
1.2
Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak etanol 70% buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) memiliki efek anti inflamasi ditinjau dari jumlah hemoglobin (Hb) yang dilepaskan oleh sel darah merah. Ruang lingkup penelitian ini adalah fitokimia dan farmakologi eksperimental.
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek anti inflamasi dari ekstrak etanol 70% buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) ditinjau dari jumlah hemoglobin (Hb) yang dilepaskan oleh sel darah merah.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang anti inflamasi serta referensi bagi penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi mengenai potensi buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) sebagai anti inflamasi alami.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Medinilla speciosa Blume
2.1.1 Taksonomi Klasifikasi tanaman parijoto adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Myrtales
Famili
: Melastomataceae
Genus
: Medinilla
Spesies
: Medinilla speciosa Blume (www.plantamor.com)
2.1.2 Deskripsi Habitus :
Perdu, tegak, tinggi l – 2 m.
Batang :
Bulat, kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi, kasar, putih kecoklatan.
Daun
:
Tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu kemerahan, helaian daun bentuk lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata, panjang 1020 cm, lebar 5-15 cm, pertulangan melengkung, permukaan alas licin, berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu.
Bunga :
Majemuk, di ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung runcing, pangkal berlekatan, panjang 3-8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali lipat jumlah mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok,
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
warna merah keunguan, kepala putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu, mahkota lepas, 5 helai, bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda. Buah
:
Buni, bulat, bagian ujung berbenjol bekas pelekatan kelopak, diameter 5-8 mm, warna merah keunguan.
Biji
: Bulat, jumlah banyak, kecil, putih.
Akar
:
Serabut, putih kotor.
(Anonim, 2013).
Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) [ Sumber : Koleksi Pribadi ]
2.1.3 Tempat Tumbuh Merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di hutanhutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada tanah yang berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai 2.300 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan November - Januari dan waktu panen yang tepat bulan Maret - Mei (Anonim, 2013).
2.1.4 Kandungan Kimia Buah parijoto mengandung metabolit sekunder berupa saponin, glikosida, flavonoid dan tanin (Wachidah, 2014).
2.1.5 Khasiat Secara tradisional buah Medinilla speciosa digunakan sebagai obat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
sariawan, antiradang dan antibakteri (Anonim, 2013). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesehatan ibu dan janin (Anggana, 2011). Sedangkan masyarakat Desa Colo Kabupaten Kudus memiliki keyakinan jika ibu hamil mengkonsumsi parijoto, kalau anaknya laki-laki maka akan terlihat cakap, kalau perempuan terlihat cantik (Wibowo et al., 2012).
2.2
Penapisan Fitokimia Tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk pengobatan. Pendekatan secara penapisan fitokimia meliputi analisa kualitatif kandungan dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, terpenoid dan glikosida.
a.
Alkaloid Alkaloid adalah senyawa nitrogen (N) yang merupakan hasil metabolit
sekunder
pada
tumbuh-tumbuhan.
Umumnya
menunjukkan efek fisiologik yang menarik, sehingga banyak
alkaloid digunakan
sebagai obat-obatan (Guevera, 1985). Hasil positif alkaloid pada Uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kaliumalkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid
akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium
tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada Uji Mayer :
Gambar 2. Reaksi Uji Mayer [ Sumber : Marliana, 2005 ]
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Hasil positif alkaloid pada Uji Dragendorff juga ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan
tersebut
adalah kalium - alkaloid.
Gambar 3. Reaksi Uji Dragendorff [ Sumber : Marliana, 2005 ]
b. Flavonoid Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur umum flavonoid juga digambarkan sebagai deretan senyawa C6C3-C6 (Guevera, 1985). Pendeteksian adanya senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan metode Wilstater sianidin. Uji
Wilstater
sianidin
biasa
digunakan
untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai inti alfa-benzopiron. Warna merah yang terbentuk pada
pada
Uji
Wilstater
disebabkan
karena terbentuknya garam flavilium (Achmad, 1986).
Gambar 4. Mekanisme reaksi pembentukan garam flavilium [Sumber : Achmad, 1986]
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
c.
Saponin Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus. Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan mengocok ekstrak bersama air hangat di dalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang dapat bertahan lama, setelah penambahan HCl 2N busa tidak hilang. Timbulnya busa pada Uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai
kemampuan
membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Guevera, 1985). Reaksi pembentukan
busa pada uji
saponin ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 5. Reaksi hidrolisis saponin dalam air [ Sumber : Marliana, 2005 ]
d. Tanin Istilah “tanin” pertama kalinya digunakan untuk bahan dari tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk menggumpalkan protein hewan pada proses penyamakan kulit. Saat ini tanin mempunyai nilai penting sebagai sitotoksik, antikanker dan antitumor. Tanin terdiri dari 2 kelompok berdasarkan hasil hidrolisanya. Tipe pertama dikenal sebagai pirogalol tanin yaitu, senyawa- senyawa fenolik yang mempunyai ikatan ester dengan gula. Tipe kedua adalah tanin terkondensasi yang kadangkadang disebut katekol tanin dan merupakan polimer dari senyawasenyawa fenolik berhubungan dengan pigmen flavonoid. Penambahan suatu asam, kondensasi tanin akan mengalami dekomposisi menjadi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
senyawa-senyawa berwarna merah yang tidak larut disebut dengan phlobaphene atau merah tanin (Guevera, 1985). Tanin pada ekstrak tumbuh-tumbuhan diidentifikasi dengan uji gelatin dengan prinsip pengendap protein dari gelatin oleh tanin (Fransworth, 1996). Dan hasil positif juga diberikan oleh pereaksi ferri klorida (FeCl3), dimana tanin terhidrolisa
memberikan
warna
biru
kondensasi tanin menberikan warna
atau
biru-hitam,
sedangkan
biru-hijau. Senyawa-senyawa
polifenol juga memberikan reaksi warna spesifik dengan FeCl3, tetapi tidak memberikan endapan dengan gelatin.
e.
Antrakuinon Antrakuinon mungkin dijumpai baik dalam bentuk glikosida dengan ikatan O- atau C-glikosida maupun aglikonnya. Biasanya digunakan sebagai zat warna dan katartiks (purgatives). Turunan antrakuinon biasanya merupakan senyawa berwarna merah jingga yang larut dalam air panas dan alkohol encer. Identifikasinya dilakukan dengan cara Uji Borntrager’s, tetapi kadang-kadang uji ini memberikan hasil negatif pada antrakuinon yang sangat stabil atau turunan antranol, untuk itu identifikasi dilakukan modifikasi Uji Borntrager’s. Antrakuinon memberikan warna yang spesifik dengan basa seperti, merah, violet dan hijau. Secara spektrofotometri antrakuinon memberikan pita resapan yang berbeda dengan senyawa kuinon lainnya, dimana memberikan 4 atau 5 pita resapannya pada daerah UV dan sinar tampak. Paling tidak 3 dari pita resapan berkisar antara 215 dan 300 nm, dan lainnya diatas 430 nm (Guevera, 1985).
f.
Glikosida Glikosida merupakan senyawa alami yang terdapat pada berbagai jenis tumbuh-tumbuhan tinggi dan memberikan pengaruh fisiologis. Senyawa ini terbentuk dari gugus non-gula (aglikon) dan gugus gula (glikon).
Gugus aglikonnya sangat bervariasi tergantung dari jenis
tumbuhan
penghasil
antara
lain,
alkaloida,
flavonoida,
steroida,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
triterpenoida dan lain sebagainya (Guevera, 1985). Untuk pemeriksaan atau uji glikosida dapat dilakukan selain berdasarkan aglikonnya, juga dapat dilakukan terhadap gugus gulanya karena gugus aglikon yang sangat bervariasi, maka dapat dilakukan terhadap gugus gulanya dengan pereaksi Keller-Kiliani (Chairul, 2003).
2.3
Metode Ekstraksi Menurut Ketut Ristiasa dalam Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat (2000) yang dimaksud dengan ekstraksi adalah proses penarikan kandungan senyawa kimia dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dengan menggunakan alat yang sesuai. Berikut adalah beberapa cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut.
2.3.1 Cara Dingin a.
Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisisa dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel atau masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel. Larutan yang lebih pekat (di dalam sel) didesak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar sel. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Ristiasa, 2000).
b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
temperatur
ruangan.
Prinsip
perkolasi
adalah
serbuk
simplisisa
ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, kemudian melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Ristiasa, 2000).
2.3.2 Cara Panas a.
Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Ristiasa, 2000).
b. Soklet Sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya dilakukan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ristiasa, 2000).
c.
Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Ristiasa, 2000).
d. Infusa Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 4 jam (Ristiasa, 2000).
e.
Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Ristiasa, 2000).
2.4
Inflamasi
2.5.1 Defenisi Inflamasi atau radang merupakan proses respon tubuh terhadap rangsangan yang merugikan yang ditimbulkan oleh agen berbahaya seperti infeksi, antibodi, ataupun luka fisik (Goodman & Gilman, 2006). Pada reaksi inflamasi akan terjadi pelepasan histamin, bradikinin, prostaglandin, ekstravasasi cairan, migrasi sel, kerusakan jaringan dan perbaikannya yang ditujukan sebagai upaya pertahanan tubuh dan biasanya respon ini terjadi pada beberapa kondisi penyakit yang serius, seperti kardiovaskular, gangguan inflamasi dan autoimun, kondisi neurodegeneratif, infeksi dan kanker (Kumar et al., 2010 ; Chippada et al., 2011). Ada lima tanda klinis terjadinya inflamasi yaitu rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), kalor (panas), dolor (rasa nyeri), dan functio laesa (kehilangan fungsi). Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, dan histamin). Pelepasan histamin menyebabkan dilatasi arteriol. Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi, dimana plasma masuk kedalam jaringan interstitial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Rasa panas pada tempat inflamasi disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga dapat disebabkan oleh pirogen (substansi yang menyebabkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus. Adanya pembengkakan serta pelepasan mediatormediator kimia menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Rasa nyeri dan terjadi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dapat menyebabkan gangguan mobilitas pada daerah yang terkena (Kee & Hayes, 1993).
2.5.2 Mekanisme Inflamasi Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan akibat adanya noksi (pengaruh merusak) akan membebaskan berbagai mediator dan substansi radang. Asam arakidonat mulanya merupakan komponen normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipida, dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrolase sebagai respons adanya noksi. Asam arakidonat ini kemudian mengalami metabolisme menjadi dua alur. Alur siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan; alur lipoksigenase yang membebaskan leukotrien dan berbagai substansi seperti 5-HPETE, 5-HETE dan sebagainya (Mansjoer, 2003). Respons kardiovaskular pada proses radang tergantung dari karakteristik dan distribusi noksi. Dilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler di sekitar jaringan yang mengalami pengaruh-pengaruh merusak pada fase akut berlangsung cepat dimulai 1 sampai 30 menit sejak terjadi perubahan-perubahan pada jaringan dan berakhir 15 sampai 30 menit dan kadang-kadang sampai 60 menit (lnsel, 1991; Melmon dan Morreli, 1978; Robins, 1974). Volume darah yang membawa leukosit ke daerah radang bertambah, dengan gejala klinis di sekitar jaringan berupa rasa panas dan warna kemerah-merahan (PGE2 dan PGI2). Aliran darah menjadi lebih lambat, leukosit beragregasi di sepanjang dinding pembuluh darah menyebabkan
pembuluh
darah
kehilangan
tekstur.
Peningkatan
permeabilitas kapiler disebabkan kontraksi sel-sel endotel sehingga menimbulkan celah-celah bermembran. Permeabilitas kapiler ditingkatkan oleh histamin, serotonin, bradikinin, sistim pembekuan dan komplemen dibawah pengaruh faktor Hageman dan SRS-A. Larutan mediator dapat mencapai jaringan karena meningkatnya permeabilitas kapiler dengan gejala klinis berupa udem (Korolkovas, 1988; Boyd, 1971; Robins, 1974).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
Fase radang sub-akut berlangsung lambat, mulai dari beberapa jam sampai beberapa hari misalnya karena pengaruh noksi bakteri. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler masih berlangsung. Karakteristik paling menonjol adalah infiltrasi fagosit yaitu sel polimorfonuklir dan monosit ke jaringan. Selain itu aliran darah lambat, pendarahan dan terjadi kerusakan jaringan yang ekstensif. Proses fagosit mencapai daerah peradangan dinamakan kemotaktik. Migrasi fagosit diaktivasi oleh salah satu fragmen dari komponen komplemen, untuk leukosit polimorfonuklir yaitu C3a. Selain itu LTB4 dan PAF ikut berperanan. Fagosit bergerak pada permukaan sel endotel, pada ujung depan mengecil dan memanjang sehingga dapat memasuki antar sel endotel kemudian melarutkan membran (diapedesis). Fagosit melepaskan diri dari antar sel, masuk ke jaringan dan berakumulasi (Insel, 1991; Melmon dan Morreli, 1978; Roitt et al, 1985). Fagosit yang mula-mula ke luar dari dinding pembuluh darah adalah leukosit polimorfonuklir yang menyerang dan mencerna bakteri dengan cara fagositosis. Disusul datangnya monosit (makrofag) sebagai petugas pembersih, mencerna leukosit polimorfonuklir dan sel jaringan yang telah mati akibat toksin bakteri. Pada radang kronik makrofag juga ikut mencerna bakteri (Boyd, 1971). Plasma darah setelah melewati dinding pembuluh darah yang permeabel sifatnya berubah disebut limfe radang. Leukosit dan limfe radang secara bersama membentuk eksudat radang yang menimbulkan pembengkakan pada jaringan. Rasa sakit disebabkan tertekannya serabut syaraf akibat pembengkakan jaringan. Selain itu rasa sakit disebabkan bradikinin dan PG. Kerusakan jaringan disebabkan fagositosis, enzim lisosomal dan radikal oksigen. Deman oleh pirogen endogen yang dihasilkan adalah karena kerusakan sel (Korolkovas, 1988; Boyd, 1971). Berdasarkan fasenya, ada dua fase yang terjadi dalam mekanisme inflamasi yaitu fase perubahan vaskular dan fase reaksi selular. Fase perubahan vaskular terjadi pada pembuluh darah. Mula-mula akan terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
darah kecil (arteriol). Proses dapat berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit tergantung pada kerasnya jejas (luka). Kemudian akan terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang tadinya menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu. Akibat dilatasi ini, maka aliran darah akan bertambah sehingga pembuluh darah akan penuh terisi darah dan tekanan hidrostatiknya meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari pembuluh darah itu. Setelah itu, aliran darah melambat karena permeabilitas kapiler juga bertambah. Sehingga cairan darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah menjadi kental. Proses tersebut dikenal dengan proses eksudasi. Keseluruhan proses ini terjadi akibat adanya
zat
kimia
yang
menyerupai
histamin
dan
protaglandin
(Pringgoutomo, 2002). Setelah fase vaskuler selesai, terjadi reaksi seluler pada daerah yang mengalami inflamasi. Fase ini dimulai setelah sel darah putih dalam darah berpindah ke tempat cedera atau infeksi. Sel-sel darah putih dan trombosit tertarik ke daerah tersebut oleh zat-zat kimia yang dihasilkan dari sel yang cedera, sel mast, melalui pengaktifan komplemen, dan pembentukan sitokin yang terjadi setelah antibodi berikatan dengan antigen. Tertariknya sel darah putih ke area cedera disebut kemotaksis. Ketika berada di area tersebut, berbagai stimulan menyebabkan sel endotel kapiler dan sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit menghasilkan molekul adhesif komplementer. Neutrofil merupakan sel pertama yang tiba di daerah yang mengalami
inflamasi.
Neutrofil
bekerja
dengan
memfagositosis,
mendegradasi sel debris, serta membunuh mikroba. Neutrofil dapat membunuh mikroorganisme melalui dua cara yaitu menggunakan enzim lisosomal pencernaan dan memproduksi oksigen bebas radikal (Corwin & Elizabeth, 2008). Urutan proses yang terjadi pada leukosit terdiri atas penepian (marginasi), pelekatan (sticking), diapedesis (emigrasi), dan fagositosis. Proses marginasi adalah proses ketika sel darah putih melekat pada sel endotel, sehingga sel darah putih bergerak ke perifer kapiler. Proses ini
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
17
2.5.3 Penyebab Inflamasi Pengaruh-pengaruh merusak (noksi) dapat berupa noksi fisika, kimia, bakteri, parasit dan sebagainya. Noksi fisika misalnya suhu tinggi, cahaya, sinar X dan radium, juga termasuk benda-benda asing yang tertanam pada jaringan atau sebab lain yang menimbulkan pengaruh merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun termasuk noksi kimia. Bakteri patogen antara lain Streptococcus, Staphylococcus dan Pneumococcus (Boyd, 1971). Penyebab paling umum dari proses peradangan antara lain : 1.
Infeksi mikrobial (bakteri pirogenik, virus)
2.
Agen fisik (trauma, radiasi pengion, panas, dan dingin)
3.
Cedera kimiawi (korosif, asam, basa, agen pereduksi, dan toksin bakteri)
4.
Jaringan nekrosis misalnya infark iskemik
5.
Reaksi hipersensitivitas misalnya parasit dan basil tuberkulosis (Underwood, 1999).
2.5.4 Tipe Inflamasi Berdasarkan waktu terjadinya inflamasi diklasifikasikan menjadi: 1.
Inflamasi akut, adalah inflamasi yang terjadi dalam waktu yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama terhadap cedera jaringan. Karakteristik utamanya adalah adanya eksudasi cairan (edema) dan emigrasi dan polimorfonuklear (neutrofil).
2.
Inflamasi kronis, adalah inflamasi yang terjadi dalam waktu dan durasi yang lebih lama dengan melibatkan limfosit serta makrofag dan menimbulkan poliferasi pembuluh darah serta pembentukan jaringan parut. Berdasarkan pada karakteristik utama inflamasi kronik dan akut,
dapat dibedakan menurut jenis eksudat dan variabel morfologi : 1.
Inflamasi serosa Inflamasi serosa dicerminkan oleh akumulasi cairan dalam jaringan dan menunjukan sedikit peningkatan permeabilitas vaskuler. Pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
peritoneum, pleura, dan perikardium keadaan ini dinamakan efusi, namun dapat juga ditemukan ditempat lain (mialnya lepuh karena luka bakar pada kulit).
2.
Inflamasi fibrinosa Inflamasi fibrinosa merupakan keadaan meningkatnya permeabilitas vaskular yang lebih nyata, disertai eksudat yang mengandung fibrinogen dalam jumlah besar. Fibrinogen tersebut akan diubah mejadi fibrin melalui sistem koagulasi. Keterlibatan permukaan serosa (misalnya perikardium atau pleura) disebut dengan istilah perikarditis fibrinosa atau pleuritis fibrinosa.
3.
Inflamasi supuratif atau purulen Pola ini ditandai oleh eksudat purulen (pus/nanah) yang terdiri atas leukosit dan sel-sel nekrotik. Istilah abses mengacu kepada kumpulan inflamasi purulen setempat yang disertai dengan nekrosis likuefaksi (misalnya abses stafilokokus)
4.
Ulkus Ulkus merupakan erosi lokal pada permukaan epitel yang ditimbulkan oleh jaringan nekrotik yang mengelupas atau mengalami inflamasi (misalnya ulkus lambung) (Richard et al., 2006).
2.5.5 Mediator Inflamasi Kerusakan sel akibat adanya noksi akan membebaskan berbagai mediator atau substansi radang antara lain histamin, bradikinin, kalidin, serotonin, prostaglandin, leukotrien dan sebagainya. Histamin terdapat pada semua jaringan juga pada leukosit basofil. Di dalam jaringan, histamin disimpan dalam sel mast dan dibebaskan sebagai hasil interaksi antigen dengan antibodi IgE pada permukaan sel mast, berperan pada reaksi hipersensitif dan alergi. Substansi tersebut merupakan mediator utusan pertama dari sedemikian banyak mediator lain, segera muncul
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
dalam beberapa detik. Reseptor-reseptor histamin adalah H1 dan H2. Stimulasi pada kedua reseptor ini menyebabkan vasodilatasi pada arterial dan pembuluh darah koronaria, merendahkan resistensi kapiler dan menurunkan tekanan darah sistemik. Pada reaksi radang permeabilitas kapiler meningkat karena dibebaskannya histamin (Mutschler, 1991; Garrison, 1991). Prazat kalikrein ialah kalikreinogen yang tidak aktif terdapat dalam pankreas, mukosa usus dan plasma darah. Kalikreinogen diaktivasi oleh faktor Hageman, melalui penguraian enzimatik dihasilkan kinin aktif yaitu bradikinin dan kalidin, keduanya autakoid. Sebagai mediator radang bradikinin dan kalidin bereaksi lokal, menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi,
meningkatkan
permeabilitas
kapiler
dan
berperan
meningkatkan potensi prostaglandin (Mutschler, 1991; Garrison, 1991). Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-Hf), dalam konsentrasi tinggi terdapat pada platelet darah, perifer mukosa usus dan di beberapa bagian otak. Salah satu reseptor 5-Hf yang terdapat pada membran platelet ialah 5-Hf 2, jika distimulasi akan meningkatkan agregasi platelet (Garrison, 1991). Mediator eikosanoid berasal dari dua famili berbeda, dari alur siklooksigenase dihasilkan prostaglandin dan dari alur lipoksigenase dihasilkan leukotrien, termasuk semua senyawa yang masih berhubungan dengan keduanya. Sebagai prazat adalah asam arakidonat. Prostaglandin (PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang, lebih tepat dikatakan sebagai modulator dari reaksi radang. Sebagai penyebab radang, PG bekerja lemah, berpotensi kuat setelah berkombinasi dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal, autakoid seperti histamin, serotonin, PG lain dan leukotrien. Prostaglandin paling sensibel pada reseptor rasa sakit di daerah perifer. Prostaglandin merupakan vasodilator potensial, dilatasi terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan postkapiler venula. Walaupun PG merupakan vasodilator potensial tetapi bukan sebagai vasodilator universal (Hirschelmann, 1991; Campbell, 1991). Selain PG dari alur siklooksigenase juga dihasilkan tromboksan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Tromboksan A2 berkemampuan menginduksi agregasi platelet maupun reaksi pembebasan platelet (Campbell, 1991). Dari alur lipoksigenase dihasilkan mediator leukotrien (LT) dan hidroksi asam lemak. Mediator LTB4 potensial untuk kemotaktik leukosit polimorfonuklir, eosinofil dan monosit. Pada konsentrasi lebih tinggi LTB4 menstimulasi
agregasi
leukosit
polimorfonuklir.
Mediator
LTB4
mengakibatkan hiperalgesia. Efek terhadap mikrovaskulatur diinduksi oleh LTC4 clan LTD4, beraksi di sepanjang endotel dari postkapiler venula yang menyebabkan eksudasi plasma. Pada konsentrasi tinggi LTC4 dan LTD4 mempersempit arteriol dan mengurangi eksudasi. Kombinasi LTC4 dan LTD4 merupakan mediator baru, dinamakan slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A) yang dapat menyebabkan peradangan, reaksi anafilaksi, reaksi alergi dan asma (Campbell, 1991). Platelet-activating factor (PAF) disimpan di dalam sel dalam bentuk prazat. PAF disintesis oleh platelet, neutrofil, monosit, sel mast, eosinofil dan sel mesangial ginjal. PAF merupakan stimulator agregasi platelet, agregasi leukosit polimorfonuklir dan monosit, meningkatkan potensi LT, pembebasan enzim lisosomal dan superoksida, juga merupakan faktor kemotaktik eosinofil, neutrofil dan monosit (Campbell, 1991). Selama berlangsung proses inflamasi banyak mediator kimia yang dilepaskan dari plasma, sel atau jaringan rusak. Mediator inflamasi dibagi dalam beberapa kelompok : 1.
Amin vasoaktif : histamin dan serotonin
2.
Protein plasma : komplemen kinin, dan sistem pembekuan
3.
Metabolit asam arakidonat : prostaglandin, leukotrien, dan lipoksin
4.
Platelet-Activating Factor (PAF)
5.
Sitokin dan kemokin
6.
Nitrogen oksida
7.
Konstituen lisosom pada leukosit
8.
Radikal bebas yang berasal dari oksigen
9.
Neuropeptida dan mediator lainnya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Beberapa mediator inflamasi yang penting antara lain : a) Histamin dan serotonin Histamin dan serotonin merupakan dua dari beberapa mediator pertama dalam proses inflamasi. Pelepasan histamin dan serotonin menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Kedua mediator ini berasal dari sel mast, basofil, dan trombosit. Beberapa faktor yang mnyebabkan pelepasan amin dari sel mast adalah sebagai berikut : 1) Adanya agen fisik (trauma atau panas) 2) Reaksi imun yang melibatkan Ig E 3) Fragmen komplemen C3a serta C5a (anafilatoksin) 4) Sitokin (IL 1 dan IL 8) 5) Faktor – faktor pelepasan histamin yang berasal dari leukosit
b) Komplemen C3a dan C5a C3a dan C5a disebut juga sebagai anafilatoksin. Anfilatoksin mampu memicu degranulasi pada sel endotelial, mastosit, dan fagosit yang lebih lanjut memicu respon peradangan. C3a dan C5a merupakan polipeptida yang berfungsi layaknya sitokin yang hanya dilepaskan pada area peradangan. C3a dan C5a akan menstimulasi pelepasan histamin dari sel mast dan dengan demikian terjadi peningkatan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi. C5a juga mengaktifkan metabolisme arakidonat sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi tambahan.
c) Bradikinin Pelepasan bradikinin menyebabkan timbulnya rasa nyeri, vasodilatasi dan edema / pembengkakan yang terjadi dalam proses inflamasi. Bradikinin bukan merupakan zat kemotaksis. Bradikinin dihasilkan dari pemecahan protein plasma kininogen oleh enzim protease spesifik (kalikrein). Kalikrein juga memiliki aktivitas kemotaktik dan menyebabkan agregasi neutrofil.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
d) Prostaglandin Prostaglandin merupakan golongan asam lemak rantai panjang turunan dari asam arakidonat dan disintesis oleh berbagai jenis sel. Prostaglandin dihasilkan melalui jalur siklooksigenase. Terdapat beberapa jenis prostaglandin antara lain I2 (prostasiklin) dan prostaglandin
E2 yang menyebabkan vasodilatasi.
Selain itu
prostaglandin E2 juga dapat meningkatkan sensitivitas terhadap ransangan nyeri dan dapat memediasi demam (Richard et al., 2006). Prostaglandin memiliki sejumlah efek fisiologi dan farmakologi luas, antara lain terhadap otot polos (dinding pembuluh, rahim, bronchi, dan lambung – usus), agregasi trombosit, produksi hormon, lipolisis di depot lemak dan SSP. Senyawa ini terbentuk bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang terdapat di daerah tersebut menjadi asam arakidonat yang kemudian sebagiannya diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi asam enderoperoksida dan seterusnya menjadi zat – zat prostaglandin. Bagian lain dari arakidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat – zat leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2007).
e) TNF dan IL-1 TNF dan IL-1 merupakan sitokin utama yang memediasi inflamasi. Kedua sitokin ini terutama diproduksi oleh sel – sel makrofag aktif. Kerjanya yang paling penting dalam proses inflamasi meliputi efek pada endotelium, leukosit, dan induksi reaksi sitemik fase akut. Sekresi TNF dan IL-1 distimulasi oleh endotoksin, kompleks imun, toksin, jejas fisik, dan berbagai produk inflamasi. TNF dan IL-1 menginduksi aktivasi endotel yang meliputi induksi molekul adhesi endotel dan mediator kimia (sitokin lainnya seperti IL6, IL-8, faktor pembunuhan, PGI2 PAF, dan nitrit oksida). Kedua sitokin ini juga menginduksi enzim – enzim yang berkaitan dengan remodeling matriks dan peningkatan trombogenisitas endotel.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
IL-1 dan TNF menginduksi respon fase akut sistemik yang menyertai infeksi atau jejas seperti demam, anoreksia, letargi, neutrofilia, pelepasan kortikotropin, serta kortikosteroid, dan efek hemodinamik akibat oleh syok septik-hipotensi, penurunan resitensi vaskular, peningkatan frekuensi jantung serta asidosis. Produk bakteri, kompleks imun, toksin, jejas fisik, sitokin lainnya
AKTIVASI MAKROFAG
Reaksi Fase Akut Demam, tidur, selera makan, protein fase akut meningkat, efek hemodinamik (syok), neutrofilia
(dan sel lainnya) Efek Endotelial IL-1 / TNF
Daya rekat leukosit, sintesis PGI, aktivitas prokoagulan meningkat, aktivitas antikoagulan menurun, IL-1, IL8, IL-16, PDGF meningkat
Efek Fibroblas Poliferasi, sintesis kolagen, kolagenase, protease, sintesis PGE meningkat
Efek Leukosit
Sekresi sitokin meningkat
Gambar 7. Berbagai efek utama yang ditimbulkan oleh IL-1 dan TNF pada inflamasi [ Sumber : Richard, 2006 ]
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
Gambar 8. Pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast [ Sumber : Elsevier, 2002 ]
2.5
Obat Anti Inflamasi
2.6.1 Obat Anti Inflamasi Steroid Kortikosteroid
seperti
deksametason,
prednison,
prednisolon
seringkali digunakan sebagai obat anti inflamasi. Kelompok obat ini dapat mengendalikan anti inflamasi dengan menekan atau mencegah banyak komponen dari proses inflamasi pada tempat cedera. Kortikosteroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan merupakan hasil biosintesis dari kolestrol. Mekanisme kerja anti inflamasi steroid adalah menghambat berbagai
sel
yang
memproduksi
faktor–faktor
penting
untuk
membangkitkan respon radang (Gilman, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
2.6.2 Obat Anti Inflamasi Non Steroid Obat – obat yang termasuk dalam ini adalah indometasin, asam mefenanmat, asam salisilat, ibuprofen, diklofenak, dan fenilbutazon (Gilman, 2008). Kerja utama kebanyakan non steroidal anti inflammatory drugs (NSAID) adalah sebagai penghambat sintesis prostaglandin, dimana enzim-enzim seperti siklooksigenase dapat merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan.
2.6
Uji Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit Berbagai metode dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti inflamasi dari suatu obat, kandungan kimia, maupun herbal. Metode yang dapat dilakukan secara in vivo antara lain pembentukan edema buatan, eritema, iritasi dengan panas, pembentukan kantung granuloma, iritasi pleura, dan penumpukan kristal sinovitis (Vogel, 2002 & Turner, 1965). Selain itu, metode in vitro juga dapat dilakukan untuk menguji aktivitas anti inflamasi, antara lain pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP), menghambat denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi membran lisosomal, pengujian fibrinolitik, dan agregasi platelet (Oyedapo et al., 2010). Sel darah merah manusia (eritrosit) telah digunakan sebagai suatu model untuk mempelajari interaksi antara obat dan membran. Obat–obatan seperti anastetik transquiliser dan obat anti inflamasi non steroid dapat menstabilkan eritrosit untuk melawan terjadinya haemolisis hipotonik pada konsentrasi rendah. Ketika sel darah merah mengalami stress hipotonik, pelepasan hemoglobin (Hb) dari sel darah merah dapat dicegah oleh agen anti inflamasi (Kumar, 2011). Membran sel darah merah merupakan analog dari membran lisosomal.
Enzim
lisosomal
yang
dilepaskan
selama
inflamasi
menyebabkan berbagai gangguan pada jaringan, kerusakan makromolekul, dan peroksidasi lipid yang dianggap dapat bertanggung jawab pada kondisi patologis terntentu seperti serangan jantung, syok septik, rheumatoid
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
artritis, dan lain – lain. Aktivitas ekstraseluler dari enzim ini dianggap berhubungan pada inflamasi akut dan kronik (Chippada et al., 2011). Stabilisasi dari membran lisosomal merupakan hal yang sangat penting pada respon inflamasi dengan menghambat pelepasan konstituen lisosomal dari aktivasi neutrofil seperti enzim bakterisidal dan protease yang dapat menyebabkan peradangan pada jaringan dan kerusakan selama extra celluler release (Kumar et al., 2011). Kerusakan pada membran lisosomal biasanya memicu pelepasan fosfolipase
A2
yang
menyebabkan
hidrolisis
fosfolipid
untuk
memproduksi mediator inflamasi. Stabilisasi pada membran sel ini menghambat lisis dan pelepasan isi dari sitoplasma yang ikut membatasi kerusakan jaringan dan eksaserbasi dari respon inflamasi. Oleh karena itu, diharapkan
senyawa
dengan
aktivitas
penstabil
membran
dapat
memberikan perlindungan secara signifikan pada membran sel dalam melawan pelepasan zat – zat penyebab luka (Karunanithi, 2012).
2.7
Spektrofotometer UV-Vis Spektrofotometer UV-VIS yang terdiri dari dua komponen utama yaitu spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan spektra panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer merupakan alat pengukur intensitas cahaya
yang ditransmisikan atau diabsorpsi.
Spektrofotometer UV-VIS digunakan untuk mengukur energi secara relatif bila energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Sedangkan spektrofotometri adalah suatu metode yang didasarkan pada pengukuran energi cahaya tampak (visibel) atau cahaya untraviolet (UV) oleh suatu senyawa sebagai fungsi panjang gelombang (Day & Underwood, 2002).
2.8.1 Prinsip Dasar Hukum yang mendasari spektrofotometri adalah hukum “LambertBeer”. Bila sebagian cahaya monokromatis melalui suatu media yang transparan maka akan bertambah turunnya intensitas cahaya yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
dipancarkan sebanding dengan bertambahnya tebal dan kepekatan media (Day & Underwood, 2002). A=a.b.c
Keterangan:
A = Absorbansi sampel a = Absorbtivitas molar b = Tebal kuvet c = Konsentrasi sampel
2.8.2 Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS pada umumnya tersusun dari dua komponen, yaitu spektrometer (mengukur dan menghasilkan spektra dengan panjang gelombang tertentu atau sinar monokromatis) dan fotometer (pengukur daya kuat sinar monokromatis yang ditransmisikan atau diabsorpsi) (Day & Underwood, 2002). Berikut ini skema instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS :
Gambar 9. Skema Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS [ Sumber : Day & Underwood, 2002 ]
a.
Sumber Cahaya Sumber cahaya mempunyai fungsi untuk memberikan energi pada daerah
panjang
gelombang
yang
tepat
untuk
pengukuran
dan
mempertahankan intensitas cahaya yang tetap selama pengukuran. Spektrofotometer sinar tampak menggunakan lampu wolfarm dengan λ
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
diatas 375 nm, sedangkan spektrofotometer UV menggunakan lampu deuterium (D2) memiliki λ dibawah 375 nm. Sumber cahaya pada spektrofotometer dibagi menjadi tiga bagian :
Sumber cahaya visibel dengan lampu Wolfram atau lampu Tungsten
Sumber cahaya UV dengan lampu deuterium (D2) atau lampu hidrogen
Sumber cahaya inframerah dengan lampu Nernst atau lampu Glowen (Day & Underwood, 2002).
b. Monokromator Monokromator adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah cahaya polikromatik menjadi cahaya monokromatik yang kemudian dilewatkan pada celah sempit atau slit agar memungkinkan pemisahan panjang gelombang yang diukur. Beberapa monokromator yang biasa digunakan adalah prisma dan grating (Willard et al., 1988).
c.
Kuvet Kuvet adalah tempat disimpannya larutan contoh yang akan diukur serapannya yang diletakkan pada jalan cahaya dari minokromator. Pada saat cahaya monokromatis melalui kuvet, terjadi penyerapan sejumlah tertentu cahaya, sedangkan sebagian lainnya diteruskan ke detektor (Day & Underwood, 2002). Kuvet visibel dan UV yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm, ada juga yang mempunyai ketebalan 0,1 cm sampai 10 cm atau bahkan lebih (Willard et al., 1988).
d. Detektor Detektor
berfungsi
untuk
mengubah
energi
cahaya
yang
ditransmisikan atau diteruskan oleh kuvet, yang jatuh mengenainya menjadi suatu besaran yang terukur. Detektor yang ideal harus mempunyai kepekaan tinggi, dan responnya stabil pada daerah panjang gelombang pengamatan (Day & Underwood, 2002).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
e.
Rekorder Rekorder merupakan bagian akhir dalam alat ini. Sinyal listrik yang dihasilkan
pada
detektor
dapat
dibaca
pada
rekorder
dengan
mengkonversikannya ke dalam besaran absorban atau %T (Day & Underwood, 2002).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai Bulan Maret hingga Bulan Mei 2015 di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Kimia Obat dan Laboratorium Formulasi Sediaan Steril FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2
Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan Uji Bahan uji yang digunakan adalah buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) dengan spesifikasi warna merah muda keunguan dan rasa asam sepat yang berasal dari Desa Colo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Bahan selanjutnya yang digunakan adalah sel darah merah yang diisolasi dari whole blood (darah lengkap) yang masih segar dengan batas kadaluarsa 30 hari. Darah yang digunakan adalah golongan darah B dan diperoleh dari PMI (Palang Merah Indonesia) DKI Jakarta. Sel darah merah yang dibutuhkan untuk uji ini adalah sel darah yang belum mengalami lisis.
3.2.2 Bahan Kimia Etanol 70%, kloroform, asam sulfat (H2SO4), pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, asam klorida (HCl), aquades, natrium klorida (NaCl), feri klorida (FeCl3), amoniak (NH3), dinatrium hydrogen posfat dihidrat (Na2HPO4. 2H2O), natrium dihidrogen posfat monohidrat (NaH2PO4. H2O), natrium hidroksida (NaOH), natrium diklofenak (PT. Indofarma).
3.2.3 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan gelas standar, tabung gelap, mikropipet Mettler Toledo 200 µL, mikropipet Mettler Toledo 1000 µL, neraca analitik, vacuum rotary evaporator, spatula, seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis, vial, waterbath,
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
sentrifugator, tabung sentrifus, autoklaf, spuit, pH meter, vortex, mikrotips, dan termometer.
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1 Determinasi Buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang digunakan pada penelitian ini dilakukan determinasi terlebih dahulu di Herbarium Bogoriense LIPI Bogor untuk menentukan apakah buah yang digunakan pada penelitian ini benar jenis Medinilla speciosa Blume, suku Melastomaceae, Parijoto.
3.3.2 Penyiapan Bahan Buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang digunakan pada penelitian ini diambil pada Bulan Desember 2014 dari Desa Colo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Buah parijoto disortasi untuk dipisahkan dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing sehingga dapat mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan uji, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan hingga tidak terdapat sisa air. Buah segar yang telah didapatkan kemudian dihaluskan dengan blender dan dilakukan ekstraksi.
3.3.3 Pembuatan Ekstrak Buah segar parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang telah dihaluskan dimaserasi dengan etanol 70% selama 48 jam, dan dilakukan secara terus menerus hingga hasil maserasi atau maserat yang diperoleh hampir jernih. Hasil maserasi kemudian diuapkan dengan menggunakan alat vacuum rotary evaporator pada suhu 400C hingga didapatkan ekstrak kental dengan kadar air kurang dari 10% yang merupakan ekstrak kasar.
3.3.4 Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak kasar yang telah diperoleh. Uji penapisan fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
flavonoid, saponin, tanin, glikosida, dan terpenoid. Berikut prosedur masing-masing pengujian.
I.
Identifikasi senyawa alkaloid Ekstrak ditimbang 10 mg, lalu ditambahkan 10 mL kloroform diaduk rata. Campuran disaring dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL H2SO4 1 M dan dikocok baik-baik, dibiarkan beberapa saat. Lapisan atas yang jernih dipipet kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff dan tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila menunjukkan
endapan
kuning
jingga
(orange)
dengan
pereaksi
Drogendorf dan endapan putih dengan pereaksi Mayer (Guevara, 1985 dalam Wachidah, 2013).
II.
Identifikasi Senyawa Flavonoid Ekstrak parijoto ditetesi dengan larutan NaOH. Adanya perubahan menjadi warna kuning dan ketika ditambahkan larutan asam warna menjadi pudar menunjukkan hasil positif adanya flavonoid (Tiwari et al., 2011).
III.
Identifikasi Senyawa Saponin Uji Forth Ekstrak ditimbang 10 mg, lalu ditambahkan 10 ml air panas. Selanjutnya dikocok kuat selama 10 detik, akan terbentuk buih yang mantap setinggi 1-10 cm selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 1 tetes HCl 2N dan diamati (Guevera, 1985 dalam Wachidah, 2013).
IV.
Identifikasi Senyawa Tanin 0,5 g ekstrak direbus dalam 10 mL air dalam tabung reaksi dan disaring, kemudian ditambahkan beberapa tetes FeCl3 0,1% dan diamati, positif jika terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman (Ayoola et al., 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
V.
Identifikasi Senyawa Glikosida Metode Keller-Killiani Ekstrak sebanyak 10 mg ditambahkan 3 ml pereaksi FeCl3 kemudian diaduk dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Diteteskan 1 ml larutan asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi. Biarkan campuran beberapa lama sehingga terbentuk warna merah kecoklatan, yang mungkin berubah menjadi biru atau lembayung. Perubahan tersebut menunjukkan reaksi positif terhadap 2-deoksi-gula (Guevera, 1985 dalam Wachidah, 2013).
VI.
Identifikasi Terpenoid Sebanyak 0,5 g ekstrak ditimbang kemudian ditambahkan 2 ml kloroform. Sebanyak 3 ml H2SO4 ditambahkan dengan hati-hati untuk membentuk lapisan. Perubahan warna menjadi coklat kemerahan yang terdapat pada antar lapisan mengindikasikan adanya terpenoid (Ayoola et al., 2008).
3.3.5 Pengamatan Organoleptis Organoleptis ekstrak dinyatakan melalui pengamatan dengan panca indera, mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa ekstrak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).
3.3.6 Uji Kadar Air Parameter non spesifik kadar air dilakukan terhadap ekstrak kasar. Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dalam wadah yang telah ditara. Kemudian dikeringkan pada suhu 1050C selama lima jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak satu jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut – turut tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI, 2000)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
3.3.7 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit 3.3.7.1 Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan a.
Pembuatan Dapar Posfat (0,15 M pH 7,4) Sebanyak 2,67 gram dinatrium hidrogen posfat dihidrat (Na2HPO4. 2H2O) dilarutkan dalam 100 mL aquades. Kemudian sebanyak 2,07 gram natrium dihidrogen posfat monohidrat (NaH2PO4. H2O) dilarutkan dalam 100 mL aquades. Kemudian 81 mL larutan Na2HPO4. 2H2O (0,15 M) dicampurkan dengan 19 mL NaH2PO4. H2O (0,15 M) pada suhu ruang (Ruzin, 1999). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf 1210C.
b.
Pembuatan Larutan Isosalin Sebanyak 0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar posfat 0,15 M pH 7,4 kemudian di add hingga volumenya 100 mL (Kumar et al., 2011 dan Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf 1210C selama 15 menit.
c.
Pembuatan Larutan Hiposalin Sebanyak 0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar posfat 0,15 M pH 7,4 kemudian di add hingga volumenya 100 mL (Kumar et al., 2011 dan Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf 1210C selama 15 menit.
d.
Penyiapan Konsentrasi Sampel Uji dan Natrium Diklofenak Sebanyak 500 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 mL etanol 70% lalu diencerkan dengan isosalin sampai 50 mL (10000 ppm) pada suhu ruang, selanjutnya encerkan larutan tersebut menjadi 50, 100, 500, dan 1000 ppm, masing – masing seri konsentrasi dibuat triplo. Kemudian 5 mg natrium diklofenak dilarutkan dalam 1 mL etanol 70% lalu diencerkan dengan isosalin sampai 50 mL (100 ppm) pada suhu ruang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
3.3.7.2 Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah Darah yang telah diperoleh dari PMI (Palang Merah Indonesia) dimasukkan ke dalam tabung sentrifus sebanyak 10 mL. Selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu ruang. Supernatan yang dihasilkan dipisahkan, kemudian residu yang dihasilkan dicuci kembali dengan menggunakan larutan isosalin dan disentrifus kembali. Proses tersebut diulangi sebanyak tiga kali hingga larutan isosalin berwarna jernih (Oyedapo et al., 2010). Lalu dibuat suspensi sel darah merah 10% dengan mencampurkan 2 mL sel darah merah dengan 18 mL larutan isosalin (Saleem et al., 2011).
3.3.7.3 Pengujian Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto terhadap Stabilisasi Membran Eritrosit a.
Pembuatan Larutan Uji Dibuat larutan uji dengan mencampurkan 1 mL larutan sampel, 1 mL dapar posfat, 2 mL hiposalin dan 0,5 mL suspensi 10% sel darah merah.
b.
Pembuatan Larutan Kontrol Positif Dibuat dengan mencampurkan 1 mL larutan natrium diklofenak, 1 mL dapar posfat, 2 mL hiposalin dan 0,5 mL suspensi 10% sel darah merah.
c.
Pembuatan Larutan Kontrol Larutan Uji Dibuat dengan mencampurkan 1 mL larutan sampel, 1 mL dapar posfat, 2 mL hiposalin dan 0,5 mL larutan isosalin.
d.
Pembuatan Larutan Kontrol Negatif Dibuat dengan mencampurkan 1 mL isosalin, 1 mL dapar posfat, 2 mL hiposalin dan 0,5 mL suspensi 10% sel darah merah.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
Setiap larutan kemudian diinkubasi pada suhu 560C selama 30 menit dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Cairan supernatan yang diperoleh mengandung hemoglobin, cairan tersebut diambil dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 560 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Oyedapo et al., 2010). Hasil absorbansi kemudian dimasukkan kedalam rumus berikut ini : % Stabilitas membran : =100
3.3.8 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan SPSS dengan uji OneSample Kolmogorov-Smirnov Test untuk uji normalitas dan Test of Homogeneity of Variances untuk uji homogenitas. Jika data terdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan Uji Analisis of Varian (ANOVA) satu arah dengan taraf kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.2
Hasil Penelitian
4.1.8 Hasil Determinasi Hasil determinasi sampel tumbuhan dari Herbarium Bogoriense LIPI Bogor pada tanggal 30 januari 2015 menunjukkan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar jenis Medinilla speciosa Blume, suku Melastomaceae, Parijoto (Lampiran 1).
4.1.9 Hasil Ekstraksi Sebanyak 1950 gram buah segar parijoto diekstraksi menggunakan 15 liter etanol 70% didapatkan ekstrak kental sebanyak 54,409 gram dengan persentase rendemen sebagai berikut. Berat Sampel Awal
: 1950 gram
Berat Ekstrak
: 54,409 gram
% Rendemen
= =
m
= 2,79%
4.1.10 Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak yang telah diperoleh kemudian dilakukan uji penapisan fitokimia (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto. No Metabolit Sekunder Hasil Keterangan/Visualisasi 1
Alkaloid
-
Tidak terdapat endapan
2
Flavonoid
+
Kuning kecoklatan jadi pudar
3
Saponin
+
Busa stabil selama 10 menit
4
Tanin
+
Terlihat warna biru kehitaman
5
Glikosida
+
Terlihat warna merah kecoklatan
6
Terpenoid
-
Tidak terjadi perubahan warna
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa ekstrak etanol 70% buah parijoto mengandung metabolit sekunder berupa flavonoid, saponin, tanin, dan glikosida. 4.1.11 Hasil Pengamatan Organoleptis Secara organoleptik ekstrak etanol 70% buah parijoto berupa ekstrak kental, berbau aromatik, berwarna coklat kemerahan, dan terasa pahit.
4.1.12 Hasil Uji Kadar Air Uji kadar air dilakukan terhadap ekstrak kasar buah parijoto. Bobot Awal
: 1,001 gram
Bobot Awal
: 1,000 gram
Bobot Akhir : 0,94 gram
Bobot Akhir : 0,92 gram
Kadar Air 1
Kadar Air 2
=
:
Bobot Aw l – Bobot Akhi 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙 𝑔𝑟𝑎𝑚−
=
𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 𝑥
= 6,193%
=
:
Bobot Aw l – Bobot Akhi
=
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙 𝑔𝑟𝑎𝑚−
2 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 𝑥
= 8,000%
Rata-rata kadar air :
=
4.1.13 Hasil Uji Efek Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Ekstrak Kasar Buah Parijoto Untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi secara in vitro dapat dilakukan dengan salah satu metode stabilisasi membran sel darah merah atau juga sering disebut Metode Stabilisasi Membran HRBC (Human Red Blood
Cell).
Pengukuran
dilakukan
dengan
menggunakan
alat
Spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 560 nm, karena pada panjang gelombang tersebut dapat terukur serapan hemoglobin yang terdapat dalam larutan uji. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan persentase stabilisasi membran sel darah merah pada tabel 2 dan gambar 10 serta untuk perhitungan terdapat pada lampiran 9.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Tabel 2. Nilai absorbansi dan persentase stabilitas membran sel darah merah dari larutan uji, kontrol positif pada konsentrasi 100 ppm, dan kontrol negatif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik. Larutan Uji 1 (Ekstrak 50 ppm) Uji 2 (Ekstrak 100 ppm) Uji 3 (Ekstrak 500 ppm) Uji 4 (Ekstrak 1000 ppm) Uji 5 (Natrium Diklofenak 100 ppm)
A
Larutan
0,988 Kontrol Uji 1
0,979 1,003 0,907
Kontrol Uji 2
0,924 0,900 0,759
Kontrol Uji 3
0,772 0,782 0,514
Kontrol Uji 4
0,505 0,518 0,474
Kontrol Uji 5
0,492 0,479
A
%S
0,012
11,06
0,008
11,51
0,008
09,33
0,014
18,62
0,013
16,98
0,015
19,35
0,040
34,48
0,020
31,47
0,050
33,29
0,080
60,45
0,083
61,54
0,083
60,36
0,015
58,17
0,080
62,45
0,029
58,99
Rata-rata %S
10,63 ± 1,15
18,32 ± 1,21
33,08 ± 1,51
60,78 ± 0,66
59,87 ± 2,27
1,026 Uji 6 (Kontrol Negatif)
1,073
1,097
1,193 Keterangan : A : Absorbansi %S : Persentase Stabilitas
Persentase stabilitas membran sel darah merah dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % Stabilitas Membran : = 100 –{
𝐴𝑏𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑢𝑗𝑖−𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖 𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓
𝑥
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Rata-rata %S Persentase Stabiltas (%)
70
60,78
59,87
60
Uji 1 (50 ppm)
50
Uji 2 (100 ppm)
40
33,08
Uji 3 (500 ppm) Uji 4 (1000 ppm)
30
18,31 20
10,63
Uji 5 (Na Diklofenak 100 ppm)
10 0
Gambar 10. Rata-rata persentase stabilisasi membran sel darah merah dari larutan uji dan kontrol positif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik
Berdasarkan perhitungan persentase stabilisasi membran sel darah merah menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak meningkat pula persentase stabilisasi membran sel darah merah. Ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki persentase tertinggi, artinya pada konsentrasi 1000 ppm ekstrak etanol 70% buah parijoto memiliki potensi sebagai anti inflamasi, karena persentase stabilitas sel darah merah pada konsentrasi tersebut identik dengan natrium diklofenak sebagai kontrol positif. Dapat dilihat bahwa ekstrak dengan konsentrasi 50, 100, dan 500 ppm memiliki rentang yang cukup jauh dengan kontrol positif (natrium diklofenak). Hal ini memperlihatkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 50, 100, dan 500 ppm tidak cukup baik dalam menstabilkan membran sel darah merah. 4.1.14 Hasil Analisa Statistik Hasil data persentase stabilisasi membran sel darah merah ekstrak etanol 70% buah parijoto pada konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm dilakukan uji statistik menggunakan SPSS yaitu uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk uji normalitas dan Test of Homogeneity of Variances untuk uji homogenitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
menunjukkan bahwa data nilai persentase stabilitas membran sel darah merah terdistribusi normal dan homogen (p≥0,05).
Tabel 3. Nilai rata-rata persentase stabilitas membran sel darah merah ekstrak etanol 70% buah parijoto dengan beberapa seri konsentrasi dan natrium diklofenak pada konsentrasi 100 ppm Larutan Uji Rata-rata Persentase Stabilitas (%) Uji 1 (Ekstrak 50 ppm)
10,63
Uji 2 (Ekstrak 100 ppm)
18,32
Uji 3 (Ekstrak 500 ppm)
33,08
Uji 4 (Ekstrak 1000 ppm)
60,78
Uji 5 (Na Diklofenak 100 ppm)
59,87
Hasil analisa statistik dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa persentase stabilitas pada masing-masing uji berbeda secara bermakna (p<0,05), kemudian dilanjutkan dengan uji LSD atau beda nyata terkecil terhadap persentase stabilitas kelompok. Hasil uji LSD menunjukkan ekstrak pada konsentrasi 1000 ppm berbeda secara bermakna dengan ekstrak pada konsentrasi 50, 100, dan 500 ppm, namun tidak berbeda secara bermakna atau identik dengan kontrol positif yaitu natrium diklofenak.
4.3
Pembahasan
4.2.1 Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan pada buah parijoto adalah metode ekstraksi maserasi. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi cara dingin yang memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada sampel (Istiqomah, 2013). Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
maserasi
termasuk
ekstraksi
dengan
prinsip
metode
pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan (Depkes RI, 2000). Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan
berulang-ulang.
Upaya
ini
menjamin
keseimbangan
konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat didalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunannya perpindahan bahan aktif. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigh, 1994). Hasil maserasi buah parijoto diperoleh ekstrak sebanyak 54,409 gram dengan nilai rendemen 2,79%. Kecilnya nilai rendemen yang diperoleh kemungkinan karena sampel yang digunakan adalah sampel segar, jadi kandungan air yang terdapat dalam sampel masih banyak. Terdapat beberapa faktor juga yang mempengaruhi ekstraksi diantaranya adalah metode ekstraksi, ukuran partikel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama ekstraksi, perbandingan jumlah sampel dan pelarut, serta jenis pelarut yang digunakan. Ekstrak buah parijoto yang telah diperoleh dilakukan uji penapisan fitokimia. Penapisan fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam sampel, seperti flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida dan terpenoid. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa buah parijoto mengandung saponin, glikosida, flavonoid dan tanin, namun tidak terdapat kandungan metabolit sekunder alkaloid dan terpenoid. Hasil penapisan fitokimia tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wachidah, 2013. Uji positif tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru kehitaman (tanin terhidrolisis) atau biru kehijauan (tanin terkondensasi)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
saat direaksikan dengan FeCl3. Berdasarkan hasil penapisan fitokimia kandungan tanin terdapat perubahan warna menjadi biru kehitaman pada ekstrak. Tanin yang terdapat pada buah ini adalah tanin terhidrolisis (Ayoola et al, 2008). Uji saponin dalam ekstrak dapat digunakan uji Forth. Hasil penapisan fitokimia, diketahui bahwa buah parijoto memiliki kandungan saponin yang ditandai dengan terbentuknya busa apabila dikocok dan apabila didiamkan selama sepuluh menit busa tetap stabil (Guevera, 1985 dalam Wachidah,2013). Uji selanjutnya adalah uji flavonoid, buah parijoto menunjukkan hasil yang positif ditandai dengan terbentuk warna kuning dan ketika ditambahkan larutan asam warna menjadi pudar. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhan (Tiwari et al, 2011). Uji glikosida dilakukan berdasarkan gugus gulanya dengan metode Keller-Kiliani. Glikosida merupakan senyawa yang terbentuk dari gugus non-gula (aglikon) dan gugus gula (glikon). Uji glikosida yang telah dilakukan,
terjadi
perubahan
warna
menjadi
merah
kecoklatan
menunjukkan bahwa buah parijoto mengandung glikosida (Guevera, 1985 dalam Wachidah,2013). Ekstrak yang telah didapatkan juga dilakukan uji kadar air. Uji kadar air penting untuk dilakukan karena jika kandungan air dalam ekstrak terlalu banyak maka kemungkinan mikroba untuk tumbuh akan besar sehingga akan mempengaruhi kualitas ekstrak. Hasil untuk uji kadar air menunjukkan bahwa ekstrak yang didapatkan mengandung 7,097% air, yang mana hasil tersebut tidak melebihi kadar yang diperbolehkan berdasarkan literatur yaitu tidak melebihi 10% (Depkes RI, 2000)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Pada penelitian ini sel darah merah yang digunakan adalah sel darah merah yang diisolasi dari darah yang diperoleh dari PMI (Palang Merah Indonesia). Darah yang digunakan juga bisa diambil secara langsung dari volunter, tetapi dalam hal ini metode tersebut kurang efektif, misalnya jika diambil langsung dari volunter darah harus segera ditambahkan anti koagulan agar darah tidak menggumpal pada saat penyimpanan. Apabila anti koagulan yang digunakan tidak sebanding dengan darahnya, misal anti koagulan (Na2EDTA) yang digunakan berlebih maka akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel darah merah. Sel darah merah akan mengalami krenasi atau pengkerutan akibat anti koagulan yang bersifat hiperosmolar (Wirawan, 2004). Cara ini juga tidak efisien artinya pada setiap akan dilakukan uji darah harus diambil terlebih dahulu dari volunter, sedangkan uji yang dilakukan lebih dari satu kali, oleh karena itu pada penelitian ini darah yang digunakan adalah darah yang berasal dari PMI yang sudah mengandung anti koagulan. Pada penelitian ini anti koagulan secara spesifik tidak mepengaruhi uji karena cara kerja anti koagulan adalah dengan cara mengikat kalsium dan menghambat agregasi trombosit dengan cara menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan (Riswanto, 2010), sehingga tidak mempengaruhi sel darah merah. Metode stabilisasi membran sel darah merah adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi secara in vitro. Metode ini dapat digunakan karena membran sel darah merah tersebut analog dengan membran lisosom dan stabilisasi membran sel darah merah tersebut dapat menyiratkan bahwa terjadi juga stabilisasi pada membran lisosom. Stabilisasi membran lisosom penting dalam membatasi respon inflamasi dengan mencegah pelepasan kandungan lisosom dari aktivasi neutrofil seperti enzim protease yang menyebabkan peradangan pada jaringan dan cairan ekstraseluler. Beberapa NSAID diketahui memiliki sifat stabilisasi membran yang dapat berkontribusi pada potensi efek anti inflamasi (Kumar et al., 2012). Persentase stabilisasi atau
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
bisa juga disebut stabilitas adalah ukuran untuk melihat kemampuan suatu sampel untuk menstabilkan membran sel darah merah yang didapatkan dari perbandingan serapan antara absorbansi larutan uji dengan absorbansi kontrol negatif (Oyedapo et al., 2010). Mekanisme stabilisasi membran sel darah merah dapat dilihat ketika diberikan stres hipotonik dan stres oksidatif, salah satu penyebab stres oksidatif adalah induksi panas (Hillman et al.,2011). Suhu yang digunakan untuk inkubasi atau induksi panas pada penelitian ini adalah 560C, karena pada suhu tersebut diharapkan dapat terjadi lisis yang optimal. Optimasi yang telah dilakukan sebelumnya yaitu menggunakan suhu 370C untuk inkubasinya menghasilkan data absorbansi pada spektrofotometer UV-Vis yang kurang baik, dalam hal ini data absorbansi yang didapat pada larutan uji rata-rata mirip dengan larutan kontrol larutan uji serta data tidak terdistribusi secara homogen (lampiran 6). Diasumsikan bahwa dengan didapatkannya
data
absorbansi
tersebut
maka
induksi
dengan
menggunakan larutan hipotonik dan suhu inkubasi pada 370C masih belum optimal, oleh karena itu dioptimasi dengan menggunakan suhu inkubasi yaitu 560C sebagai induksi panas. Stres oksidatif adalah keadaan dimana jumlah radikal bebas atau senyawa pengoksidasi di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya (Kumar, 2011). ROS (reactive oxygen species) adalah senyawa pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang terdiri atas kelompok radikal bebas dan kelompok nonradikal. Kelompok radikal bebas antara lain superoxide anion, hydroxyl radicals, dan peroxyl radicals sedangkan nonradikal misalnya hydrogen peroxide (H2O2), dan organic peroxides (ROOH) (Halliwell and Whiteman, 2004). ROS menyebabkan terganggunya keseimbangan antara aktivitas oksidasi dan anti oksidan yang menyebabkan peroksidasi lemak, kerusakan oksidatif dari protein dan DNA dan molekul biologis (Mujahid et al., 2006). Selama induksi panas glutathione peroksidase (anti oksidan enzimatik) meningkat secara signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa induksi panas menyebabkan stres oksidatif (Halliwell and Whiteman, 2004). Radikal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
bebas dan senyawa oksigen reaktif yang diproduksi dalam jumlah yang normal, penting untuk fungsi biologis, seperti sel darah putih yang menghasilkan H2O2 untuk membunuh beberapa jenis bakteri dan jamur serta pengaturan pertumbuhan sel, namun ia tidak menyerang sasaran spesifik, sehingga ia juga akan menyerang asam lemak tidak jenuh ganda dari membran sel, organel sel, atau DNA, sehingga dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi sel (Winarsi, 2007). Berdasarkan penelitian ini lisis dari sel darah merah dapat dijadikan ukuran untuk melihat aktivitas anti inflamasi dilihat dari besar atau kecilnya lisis yang terjadi akibat induksi panas dan larutan hipotonik. Kestabilan membran sel darah merah dapat dilihat dari besar kecilnya nilai absorbansi pada larutan uji, karena pada larutan uji terdapat hemoglobin akibat dari lisisnya sel darah merah. Nilai absorbansi yang kecil menandakan lisis yang terjadi juga sedikit, sebaliknya jika nilai absorbansinya besar maka lisis yang terjadi juga banyak. Absorbansi dari larutan uji dapat dilihat menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis dengan panjang gelombang 560 nm, karena pada panjang gelombang tersebut dapat terukur nilai absorbansi hemoglobin yang terdapat pada larutan uji. Berdasarkan prinsip tersebut aktivitas anti inflamasi dari ekstrak buah parijoto dapat dilihat dari penurunan nilai absorbansi pada campuran larutan uji dan dibandingkan dengan nilai absorbansi kontrol positif. Aktivitas anti inflamasi ekstrak dapat dikatakan bagus apabila nilai absorbansinya mendekati atau sama dengan kontrol positif, dan akan lebih baik jika nilai absorbansi ekstrak lebih kecil daripada kontrol positif. Aktivitas anti inflamasi ekstrak tidak dilihat dari nilai absorbansinya saja, perlu dilakukan perhitungan persentase penghambatan lisis sel darah merah dengan menggunakan rumus persentase stabilitas. Nilai persentase stabilitas ekstrak yang mendekati atau melebihi kontrol positif dapat dikatakan bagus karena memiliki aktivitas anti inflamasi yang sama atau lebih daripada kontrol positif. Natrium diklofenak digunakan sebagai kontrol positif karena merupakan obat antiinflamasi non steroid yang memiliki aktivitas anti
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
inflamasi yang besar karena dapat mencegah pelepasan (bukan sintesis) mediator anti inflamasi (Gilman et al., 1985 dalam Lutfiana, 2013). Natrium dikofenak juga dipilih kerena merupakan obat anti inflamasi non steroid yang banyak digunakan dan mudah didapatkan. Konsentrasi natrium diklofenak yang digunakan adalah 100 ppm, karena berdasarkan penelitian Mittal et al., 2013 pada konsentrasi tersebut natrium diklofenak dapat menghambat lisis sel darah merah sebesar 57%. Penelitian lain juga dilakukan oleh Leelaprakash dan Mohan 2010 serta Prakatindih 2014, pada konsentrasi 100 ppm natrium diklofenak juga menghambat lisis sel darah merah berturut-turut sebesar 51% dan 55,58%. Hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan persentase stabilitas ekstrak pada konsentrasi 50 ppm sebesar 10,63%, konsentrasi 100 ppm sebesar 18,32%, konsentrasi 500 ppm sebesar 33,08%, dan konsentrasi 1000 ppm sebesar 60,78%. Dilihat dari hasil persentase stabilitasnya dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak meningkat pula potensi ekstrak dalam menstabilkan membran sel darah merah, artinya potensi anti inflamasinya juga semakin meningkat. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya kadar atau konsentrasi suatu ekstrak maka meningkat pula aktivitasnya sebagai obat. Ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki persentase stabilitas yang tinggi, hal ini sebanding dengan persentase stabilitas dari natrium diklofenak yaitu sebesar 59,87%. Ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki potensi sebagai anti inflamasi karena nilai persentase stabilitasnya tidak berbeda secara bermakna atau identik dengan kontrol positif yaitu natrium diklofenak. Hal tersebut ditunjang dengan analisa statistik dimana ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki nilai signifikansi yang lebih dari 0,05 dibandingkan dengan ekstrak dengan konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm tetapi sebanding dengan nilai signifikansi natrium diklofenak sebagai kontrol positif. Dilihat dari segi efisiensi, natrium diklofenak dengan konsentrasi 100 ppm mampu menghambat lisis sel darah merah sebesar 59,87%, sedangkan pada ekstrak dengan konsentrasi 100 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
hanya mampu menghambat lisis sel darah merah sebesar 18,32%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 100 ppm belum mampu menghambat lisis sel darah merah dengan baik jika dibandingkan dengan natrium diklofenak, namun ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm dapat menghambat lisis sel darah merah sebanding dengan natrium diklofenak. Kerusakan pada membran lisosomal biasanya memicu pelepasan fosfolipase
A2
yang
menyebabkan
hidrolisis
fosfolipid
untuk
memproduksi mediator inflamasi. Stabilisasi membran pada sel darah merah ini dapat menghambat lisis dan pelepasan isi dari sitoplasma yang dalam hal ini dianalogkan dengan lisosom yang dapat membatasi kerusakan jaringan dan eksaserbasi dari respon inflamasi. Oleh karena itu, diharapkan
senyawa
dengan
aktivitas
penstabil
membran
dapat
memberikan perlindungan secara signifikan pada membran lisosom dalam membatasi pelepasan zat–zat penyebab luka (Karunanithi, 2012). Senyawa dengan sifat menstabilkan sel darah merah atau menstabilkan lisosom dikenal karena kemampuannya untuk mengganggu proses awal fase reaksi inflamasi, yaitu pelepasan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 berfungsi merubah fosfolipid dalam membran sel menjadi asam arakidonat, yang sangat reaktif dan cepat dimetabolisme oleh siklooksigenase (sintesis prostaglandin).
Prostaglandin
merupakan
komponen
utama
yang
menyebabkan nyeri dan peradangan (Kumar et al., 2012) Diketahui bahwa buah parijoto mengandung metabolit sekunder berupa saponin, glikosida, flavonoid dan tanin serta memiliki aktivitas sebagai anti oksidan (Wachidah, 2013). Efek anti inflamasi telah diamati pada flavonoid serta tanin. Flavonoid seperti quersetin diketahui efektif dalam mengurangi peradangan akut. Flavonoid tertentu memiliki aktivitas penghambatan yang kuat terhadap berbagai enzim seperti protein kinase c, protein tirosin kinase, fosfolipase A2, fosfodiesterase dan lain-lain. Efek anti inflamasi dari ekstrak mungkin karena adanya kandungan metabolit sekunder seperti flavonoid, tanin, dan lain-lain baik secara tunggal ataupun dalam kombinasi (Kumar et al., 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Aktivitas anti inflamasi erat hubungannya dengan aktivitas anti oksidan. Stres oksidatif dapat mempengaruhi kestabilan membran sel darah merah yang dianalogikan dengan membran lisosom dapat dicegah dengan adanya anti oksidan. Sel darah merah yang diberi induksi panas dan stres hipotonik akan menyebabkan stres oksidatif yang dapat mengganggu kestabilan biomembrannya dan dapat menyebabkan oksidasi lipid dan protein sehingga memicu kerusakan membran yang ditandai dengan hemolisis (Kumar, 2011 dalam Prakatindih, 2014). Diduga kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak tersebut dapat menstabilkan membran sel darah merah karena aktivitasnya sebagai anti oksidan (Awe et al., 2009). Metabolit sekunder yang diduga memiliki peranan penting dalam menstabilkan sel darah merah adalah flavonoid, saponin dan tanin. Berdasarkan penelitian Oyedapo et al., 2012 dilaporkan bahwa saponin dan flavonoid dapat menstabilkan membran lisosom baik secara in vivo maupun in vitro, sedangkan tanin dan saponin diketahui memiliki kemampuan untuk mengikat kation, sehingga menstabilkan membran eritrosit dan makromolekul biologi lainnya (Oyedapo et al., 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan : 1.
Ekstrak etanol 70% buah parijoto memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi secara in vitro.
2.
Ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki aktivitas anti inflamasi paling tinggi.
3.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol 70% buah parijoto semakin tinggi pula aktivitasnya sebagai anti inflamasi.
5.2
Saran 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi optimum pada ekstrak yang memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder spesifik pada ekstrak yang memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi.
3.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi secara In Vivo.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
DAFTAR PUSTAKA Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karnunika Anggana, Alvian Febry. 2011. Kajian etnobotani masyarakat di sekitar Taman nasional gunung merapi (studi kasus di desa umbulharjo, sidorejo, wonodoyo dan ngablak). Bogor : IPB. Anonim.
http://abba.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku5/5-
062.pdf diakses pada tanggal 1 November 2014 Ayoola, GA., et al. 2008. Phytochemical screening and antioxidant Activities of some selected medicinal plants used for malaria therapy in southwestern Nigeria. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, September 2008; 7(3): 1019-1024. Awe, E.O., Makinde. J.M., Adeloye, O.A.,
Banjoko, S.O. 2009. Membrane
stabilizing activity of Russelia equisetiformis, Schlecht & Chan. Journal of Natural Products, Vol. 2(2009):03-09 Boyd, W. (1971). An Introduction to the Study of Disease. Ed 6. Philadelphia: Lea & Febiger. Halaman 96- 1 01 . Campbell, W.B. (1991). Lipid-Derived Autacoids : Eicosanoids and PlateletActivating Factor. Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. et al. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman 600-602, 605-606, 61 1. Chairul. 2003. Identifikasi Secara Cepat Bahan Bioaktif Pada Tumbuhan di Lapangan. Berita Biologi 6 (4) ; 621-630 Chippada S.C., Volluri S.S., Bammidi S.R., dan Vangalapti M. 2011. In Vitro Anti Inflamatory Activity of Methanolic Extract of Centella Asiata by HRBC Membran Stabilisation. RASAYAN J.Chem 4 : 2, 457-460 Chowdhury, Amin., Azam, Shofiul., Jainul, Mohammed Abdullah., Faruq, Kazi Omar., and Islam, Atiqul. 2014. Antibacterial Activities and In Vitro AntiInflammatory (Membrane Stability) Properties of Methanolic Extracts of Gardenia coronaria Leaves Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology 3th Edition. Philadephia : Lippincort Williams & Wilkins ; 138-143
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Departemen Kesehatan RI. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Jakarta: Diktorat Jendral POM–Depkes RI. Farida, Y., Wahyudi, P.S., Wahono, S., & Hanafi, M. 2012. Flavonoid Glycoside from the Ethyl Acetate Extraction of Keladi Tikus Typhonium Flagelliforme (Lodd.) Blume Leaves. Asian Journal of Natural & Applied Sciences 1 (4): 16-21 Fransworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plant, Jour. Pharm. Soi., 55 (3) : 225-265 Garrison, I.C. (1991). Histamine, Bradykinin, 5-Hydroxy-tryptamine, and their Antagonist. Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. et al. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman 579-580,588,593. Gilman, A.G., Theodore, W.R., Alan, S.N., Palmer, T. 2008. Goodman and Gilman’s : The pharmalogical basis of therapeutic, 18th Ed, Vol.II. USA : McGraw-Hill, 638-669, 1685 Goodman and Gilman. 2006. The Pharmacological Basis of Therapeutics Eleventh Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc: United States Of America Guevera, B. Q., Recio, B.V. 1985. Phytochemical, Microbiological and Pharmacological Screening of Medicinal Plants. Manila : UST Printing Office Halliwell, Barry and Whiteman, Matthew. 2004. Measuring reactive species and oxidative damage in vivo and in cell culture: how should you do it and what do the results mean? British Journal of Pharmacology 142, 231–255 Hillman, Angela R., Vince, Rebecca V., Taylor, Lee., McNaughton, Lars., Mitchell Nigel., and Siegler, Jason. 2011. Exercise-induced dehydration with and without environmental heat stress results in increased oxidative stress. NRC Research Press. 36: 698–706 (2011) Hirschelmann, R. (1991). Nichtsteroidale Antiphlogistika. Med. Mo. Pharm., 4: 104. Insel, P.A. (1991). Analgesic-Antipyretics and Antiinflammatory Agents: Drugs Employed in the Treatment of Rheumatoid Arthritis and Gout. Dalam:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. etal. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman 639,648,665,667. Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti Fructus) Karamian, Roya dan Ghasemlou, Fatemeh. 2013. Screening of total phenol and flavonoid content, antioxidant and antibacterial activities of the methalonic extract of three Silence species from Iran. International Journal of Agriculture and Crop Science, 5 (3) : 305-312 Karunanithi M, C., David R, M., Jagadeesan, dan S. Kavimani. 2012. Comparative GCMs Analysis and In Vitro Screening of Four Species of Mucuna. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 5(4); 239-243 Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi II. Jakarta: Salemba Medika. Kee J.L and Hayes E.R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC Korolkovas, A. (1988). Essentials of Medicinal Chemistry. Ed 2. New York: A Wiley lnterscience Publ. Halaman 1052-1053. Kumar N, Sampath. 2011. Evaluation of RBC Membran Stabilitzation and Antioxidant of Bombax Ceiba in An In Vitro Methode. International Journal Of Pharma and Bio Sciences 2 : 1 Kumar, S. & Vivek KR. 2011. In Vitro Anti Arthritic Activity of Isolated Fractions from Methanolic Extract of Asystasia dalzelliana Leaves. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 4 (3) : 5253 Kumar, Vijender., Bhat, Zulfiqar Ali., et al. 2012. Evaluation of antiinflammatory potential of leaf extracts of Skimmia anquetilia. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 2(8): 627-630 Kumar, Vijender., Bhat, Zulfiqar Ali., et al. 2012. Evaluation of Anti Inflammatory
Potential
of
Petal
Extracts
of
Crocus
Sativus
“Cashmerianus” 3(1), 2012, 27-31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lutfiana. 2013. Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah secara In vitro. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mansjoer, Soewarni. 2003. Mekanisme Kerja Obat Antiradang. USU Digital Library Markham, K. R. 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerjemah: Dr. Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. hlm. 27-35. Marliana, S. D., Venty Suryanti, Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Jurnal Biofarmasi 3 (1): 26-31 Melmon, K.L. and Morreli H.F. (1978). Clinical Phamacology, Basic Principles in Therapeutics. Ed 2. New York: Macmillan Publ. Co. Halaman 658-659, 678, 681. Middleton, E. C., Kandaswami, Theoharides. 1998. The effects of plant flavonoids on mammalian cells: implications for inflammation, heart disease, and cancer. Pharmacological Reviews 52:673-751. Mujahid A, Yoshiki Y, Akiba Y, Toyomizu M. 2006. Acute Heat Stress Stimulates Mitochondrial Superoxide Production in Broiler Skeletal Muscle, Possibly Via Downregulation of Uncoupling Protein Content. Poultry Science 85:1259–1265 Mutschler, E. (1991). Arzneimittelwirkungen, Terjemahan: Dinamika obat oleh: Mathilda B. dan Anna S.R. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 194-195, 359, 388, 401-402. Nugroho dan Ignatius A. 2010. Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia. Apforgen News Letter Edisi 2. Oyedapo O.O., Akinpelu B.A., Akinwunmi K.F., Adeyinka M.O., dan Sipeolu F.O. 2010. Red Blood Cell Membrane Stabilizing Potentials of Extract of Lantana Camara and its Fractions. International Journal of Plant Physiology and Biochemistry. 2 (4), pp 46-51 Parijoto. www.plantamor.com/index.php?plant=826 diakses pada tanggal 2-12-14 Pringgoutomo S. 2002. Patologi I (umum), Ed. 1. Jakarta : Sagung Seto
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Richard N. Mitchel et al. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Robbins dan Cotran, Ed. 7. Jakarta : EGC Ristiasa, Ketut 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Dirjen BPPOM. hal.10-11 Robbins S.L. 1974. Pathologic Basis of Disease. Philadelphia: W.B. Saunders Co. Halaman 61. Roitt I. et al. 1985. Immunology. London: Gower Med. Publ. Halaman 1.4 Ruzin SE. 1999. Plant Microtechnique and Microscopy. Inggris : Oxford University Press Saleem, TK Mohamed., Azeem, AK., et al. 2011. Anti-inflammatory activity of the leaf extacts of Gendarussa vulgaris Nees. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 1(2): 147-149 Sari, L. O. R. K., 2006, Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III (1), 1-7 Soetarno, S., dan I.S., Soediro, (1997). Standardisasi Mutu Simplisia dan Extrak Bahan Obat Tradisional, Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi. Tiwari et al., 2011. Phytochemical screening and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. Jan-March. Vol. 1. Issue 1.p.98105. Tjay, Drs. Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. Obat – obat Penting. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Underwood, A.L dan Day, R.A . 2001. Analisis Kimia Kualitatif. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga Underwood J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik Volume 1. Jakarta : EGC Vogel, H.G., W. H, Vogel. 2002. Drug Discovery and Evaluation. Pharmacological Assay. Springer, Verlag Berlin, Heidelberg. Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Yogyakarta: Universitas Gaja Mada Pres. Wachidah, Leliana Nurul. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Serta Penentuan Kandungan Fenolat Dan Flavonoid Total Dari Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume). Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Wibowo, H.A., Wasino & Dewi Lisnoor Setyowati. 2012. Kearifan Lokal dalam Menjaga Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus). Journal of Educational Social Studies 1 (1) : 25-30 Willard, H. H., Lynne. L., Jhon. A., Frank. A. 1988. Instrumental Methods Of Analysis. Edisi VII. Wadsworth Publishing Company. California. hlm. 119-121 Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas : Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 1. Hasil Determinasi Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 2. Alur Penelitian
Dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan
Buah segar yang telah disortir
Dihaluskan dengan blender
Maserasi dengan etanol 70%
Ditimbang
Ampas
Maserat
Dievaporasi dengan Vacuum Rotary Evaporator
Ekstrak kasar Uji Kadar Air
Penapisan fitokimia
Alkaloid
Glikosida
Saponin
Flavonoid
Tanin
Pengamatan Organoleptis
Terpenoid
Uji In Vitro aktivitas anti inflamasi
Analisis data
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 3. Skema Uji Aktivitas Anti Inflamasi
Larutan Uji 1 mL sampel (50, 100, 500, 1000 ppm) + 1 mL dapar posfat + 2 mL hiposalin + 0,5 mL suspensi 10% sel darah merah
Larutan Kontrol (+) 1 mL natrium diklofenak (100 ppm) + 1 mL dapar posfat + 2 mL hiposalin + 0,5 mL suspensi 10% sel darah merah
Larutan Kontrol (-) ( 1 mL isosalin + 1 mL dapar posfat + 2 mL hiposalin + 0,5 mL suspensi 10% sel darah merah )
Larutan Kontrol Lar. Uji 1 mL sampel (50, 100, 500, 1000 ppm dan natrium diklo 100 ppm) + 1 mL dapar posfat + 2 mL hiposalin + 0,5 mL larutan isosalin
Inkubasi pada suhu 56oC selama 30 menit
Sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit
Ambil bagian supernatan (mengandung hemoglobin)
Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer UV-Vis pada λ 560 nm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Uji dan Standar/Kontrol Positif 1.
Larutan Uji dengan Konsentrasi 150, 100, 50, dan 25 ppm Ditimbang sebanyak 500 mg ekstrak, dilarutkan dalam sedikit etanol 70% lalu diencerkan dengan isosalin sampai 50 mL (10000 ppm) pada suhu ruang, selanjutnya dibuat empat macam seri larutan yaitu 150, 100, 50 dan 25 ppm.
2.
Larutan Standar dengan Konsentrasi 100 ppm Ditimbang sebanyak 5 mg natrium diklofenak, dilarutkan dalam sedikit etanol 70% lalu diencerkan dengan isosalin sampai 50 mL (100 ppm) pada suhu ruang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Pengenceran Larutan Uji dan Standar
Larutan
Dapar
Posfat
dan
1. Dapar Posfat 0,15 M pH 7,4 0,15 M Na2HPO4. 2H2O 100 mL M= 0,15 = Massa = 2,67 gram
0,15 M NaH2PO4. H2O 100 mL M= 0,15 = Massa = 2,07 gram
2. Perhitungan Pengenceran Larutan Uji dan Standar Larutan Induk 10000 ppm
Larutan 50 ppm V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 10000 ppm = 50 mL x 50 ppm V1 =
2
V1 = 0,25 mL 250 µL
Larutan 100 ppm V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 10000 ppm = 50 mL x 100 ppm V1 = V1 = 0,5 mL 500 µL
Larutan 500 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 10000 ppm = 50 mL x 500 ppm V1 =
2
V1 = 2,5 mL 2500 µL
Larutan 25 ppm V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 10000 ppm = 50 mL x 1000 ppm V1 = V1 = 5 mL 5000 µL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 6. Data Absorbansi dan Persentase Stabilitas Membran Sel Darah Merah dengan Optimasi Menggunakan Suhu Inkubasi 370C Larutan
A
Larutan
A
%S
0,008
92,31
0,012
90,91
0,059
0,008
64,34
0,031
0,015
88,81
0,014
98,60
0,018
0,013
96,50
0,074
0,050
83,22
0,040
77,62
0,077
0,020
60,14
0,091
0,083
94,41
0,080
91,61
0,057
0,083
118,18
0,073
0,080
104,90
0,029
69,23
0,015
58,74
0,019 Uji 1 (Ekstrak 50 ppm)
Uji 2 (Ekstrak 100 ppm)
Uji 3 (Ekstrak 500 ppm)
Uji 4 (Ekstrak 1000 ppm)
Uji 5 (Natrium Diklofenak 100 ppm)
0,025
0,016
0,072
0,092
0,073
Kontrol Uji 1
Kontrol Uji 2
Kontrol Uji 3
Kontrol Uji 4
Kontrol Uji 5
0,074
Rata-rata %S
82,52 ± 15,76
94,64 ± 5,16
73,66 ± 12,04
101,40 ± 14,60
77,62 ± 24,20
0,143 Uji 6 (Kontrol Negatif)
0,143
0,143
0,143 Keterangan : A : Absorbansi %S : Persentase Stabilitas Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur absorbansi larutan uji = 560.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Kesimpulan : Berdasarkan data diatas, persentase stabilitas membran sel darah merah pada uji 5 terlihat bahwa salah satu uji ada nilai yang melebihi 100%, artinya pada uji tersebut sampel yang digunakan yaitu natrium diklofenak sebagai kontrol positif belum optimal. Begitu juga yang terlihat pada uji 4 yaitu menggunakan ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm, terlihat bahwa salah satu uji menghasilkan persentase stabilitas membran sel darah merah melebihi 100%. Dilihat dari absorbansi yang dihasilkan, absorbansi pada larutan uji dan larutan kontrol larutan uji terlihat bahwa rata-rata absorbansi yang dihasilkan identik atau mirip, bahkan pada uji 5 larutan kontrol larutan uji memiliki absorbansi yang lebih besar artinya induksi mengunakan larutan hipotonik belum optimal. Diasumsikan bahwa absorbansi yang terukur pada larutan uji sebagian besar bukan berasal dari hemoglobin yang dilepaskan oleh sel darah merah, melainkan berasal dari ekstrak yang digunakan karena memiliki nilai absorbansi yang rata-rata mirip dengan absorbansi larutan kontrol larutan uji. Berdasarkan nilai standar deviasi atau simpangan baku pada data diatas, terlihat bahwa pada semua larutan uji memiliki simpangan baku yang relatif besar, artinya data yang dihasilkan tidak homogen. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulakan bahwa data yang dihasilkan masih belum optimal, oleh karena itu dilakukan optimasi selanjutnya dengan menggunakan suhu inkubasi 560C.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Lampiran 7. Nilai Absorbansi Larutan Uji Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dengan Konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm, serta Natrium Diklofenak sebagai Kontrol Positif dengan Konsentrasi 100 ppm Larutan
Absorbansi 1
Absorbansi 2
Absorbansi 3
0,988
0,979
1,003
0,988
0,979
1,003
0,988
0,979
1,003
0,907
0,924
0,900
0,907
0,924
0,900
0,907
0,924
0,900
0,759
0,772
0,782
0,759
0,772
0,782
0,759
0,772
0,782
0,514
0,505
0,518
0,514
0,505
0,518
0,514
0,505
0,518
Uji 5 (Natrium
0,474
0,492
0,479
Diklofenak 100
0,474
0,492
0,479
ppm)
0,474
0,492
0,479
Uji 1 (Ekstrak 50 ppm)
Uji 2 (Ekstrak 100 ppm)
Uji 3 (Ekstrak 500 ppm)
Uji 4 (Ekstrak 1000 ppm)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 8. Nilai Absorbansi Kontrol Larutan Uji Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dengan Konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm, serta Natrium Diklofenak sebagai Kontrol Positif dengan Konsentrasi 100 ppm dan Kontrol Negatif Larutan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Absorbansi 3
Kontrol Uji 1
Kontrol Uji 2
Kontrol Uji 3
Kontrol Uji 4
Kontrol Uji 5
Kontrol Negatif
0,012
0,008
0,008
0,012
0,008
0,008
0,012
0,008
0,008
0,014
0,013
0,015
0,014
0,013
0,015
0,014
0,013
0,015
0,040
0,020
0,050
0,040
0,020
0,050
0,040
0,020
0,050
0,080
0,083
0,083
0,080
0,083
0,083
0,080
0,083
0,083
0,015
0,080
0,029
0,015
0,080
0,029
0,015
0,080
0,029
1,026
1,073
1,193
1,026
1,073
1,193
1,026
1,073
1,193
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 9. Penentuan Stabilitas Membran Sel Darah Merah terhadap Ekstrak Etanol 70% dengan konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm, serta Natrium Diklofenak sebagai Kontrol Positif dengan Konsentrasi 100 ppm Larutan Uji 1 (Ekstrak 50 ppm) Uji 2 (Ekstrak 100 ppm) Uji 3 (Ekstrak 500 ppm) Uji 4 (Ekstrak 1000 ppm) Uji 5 (Natrium Diklofenak 100 ppm)
A
Larutan
0,988 0,979
Kontrol Uji 1
1,003 0,907 0,924
Kontrol Uji 2
0,900 0,759 0,772
Kontrol Uji 3
0,782 0,514 0,505
Kontrol Uji 4
0,518 0,474 0,492
Kontrol Uji 5
0,479
A
%S
0,012
11,06
0,008
11,51
0,008
09,33
0,014
18,62
0,013
16,98
0,015
19,35
0,040
34,48
0,020
31,47
0,050
33,29
0,080
60,45
0,083
61,54
0,083
60,36
0,015
58,17
0,080
62,45
0,029
58,99
Rata-rata %S
10,63 ± 1,15
18,32 ± 1,21
33,08 ± 1,51
60,78 ± 0,66
59,87 ± 2,27
1,026 Uji 6 (Kontrol Negatif)
1,073
1,097
1,193 Keterangan : A : Absorbansi %S : Persentase Stabilitas Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur absorbansi larutan uji = 560.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Contoh perhitungan stabilitas membran sel darah merah terhadap ekstrak etanol 70% buah parijoto dengan konsentrasi 50 ppm. Rumus yang digunakan sebagai berikut : % Stabilitas Membran = 100 –{
1.
𝐴𝑏𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑢𝑗𝑖−𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖 𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓
𝑥
Ekstrak 50 ppm % Stabilitas = 100 –
−
% Stabilitas = 100 –
−
% Stabilitas = 100 –
−
2
x 100%
= 100 – 88,94 = 11,06
x 100%
= 100 – 88,49 = 11,51
x 100%
= 100 – 90,67 = 09,33
Rata-rata % Stabilitas ekstrak 50 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Persentase Stabilitas Membran Sel Darah Merah oleh Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dengan Konsentrasi 50, 100, 500 dan 1000 ppm, serta Natrium Diklofenak dengan Konsentrasi 100 ppm 1.
Uji normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test terhadap persentase stabilitas ekstrak dengan konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm, serta natrium diklofenak sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 100 ppm. Tujuan
: untuk melihat kenormalan data dan sebagai syarat uji ANOVA
Hipotesis : - Ho
: data persentase stabilitas terdistribusi normal
- Ha
: data persentase stabilitas tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan : - Jika nilai signifikan ≥0,05 maka Ho diterima - Jika nilai signifikan ≤0,05 maka Ho ditolak Descriptive Statistics N Persentase_Stabil itas
Mean 15
3.65371E 1
Std. Deviation
Minimum Maximum
21.487058
9.326
62.454
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Persen_Stabilitas N
15
Normal
Mean a
36.53706
Parameters
Std. Deviation
Most Extreme
Absolute
.243
Differences
Positive
.188
Negative
-.243
21.487058
Kolmogorov-Smirnov Z
.941
Asymp. Sig. (2-tailed)
.339
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Uji normalitas persentase stabilitas seluruh kelompok uji terdistribusi normal (p≥0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
2.
Uji homogenitas dengan Test of Homogeneity of Variances terhadap persentase stabilitas ekstrak dengan konsentrasi 50, 100, 500, dan 1000 ppm, serta natrium diklofenak sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 100 ppm. Tujuan
: untuk mengetahui homogenitas data dari persentase stabilitas
masing-masing kelompok uji. Hipotesis : - Ho
: data persentase stabilitas homogen
- Ha
: data persentase stabilitas tidak homogen
Pengambilan Keputusan : - Jika nilai signifikan ≥0,05 maka Ho diterima - Jika nilai signifikan ≤0,05 maka Ho ditolak Descriptives Persentase_Stabilitas 95% Confidence Interval Larutan
N
Std.
Mean
Deviation
for Mean
Std. Error
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound Uji 1 (50 ppm)
3 1.06318E1 1.153914
.666212
7.76535
13.49832
9.326
11.513
Uji 2 (100 ppm)
3 1.83171E1 1.213547
.700642
15.30251
21.33175
16.981
19.350
Uji 3 (500 ppm)
3 3.30802E1 1.514879
.874616
29.31703
36.84336
31.470
34.478
.380619
59.14605
62.42139
60.358
61.543
Uji 5 (Na Diklo)
3 5.98724E1 2.273385 1.312539
54.22502
65.51982
58.171
62.454
Total
15 3.65371E1 21.487058 5.547934
24.63792
48.43620
9.326
62.454
Uji 4 (1000 ppm) 3 6.07837E1
.659251
Test of Homogeneity of Variances Persentase_Stabilitas Levene Statistic 1.646
df1
df2 4
Sig. 10
.238
Keputusan : hasil data signifikan (p=0,238) lebih besar dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa varian data homogen dan dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
3.
Uji ANOVA Tujuan
: untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persentase
stabilitas masing-masing kelompok uji. Hipotesis : - Ho : data persentase stabilitas tidak berbeda secara bermakna -
Ha : data persentase stabilitas berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : - Jika nilai signifikan ≥0,05 maka Ho diterima - Jika nilai signifikan ≤0,05 maka Ho ditolak ANOVA Persentase_Stabilitas Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
Mean Square
6442.307
4
1610.577
21.404
10
2.140
6463.711
14
F 752.468
Sig. .000
Keputusan : data persen stabilitas pada semua kelompok uji berbeda secara bermakna, oleh karena itu dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil dengan metode LSD. Uji beda nyata terkecil adalah uji yang merupakan lanjutan apabila pada uji ANOVA terdapat data yang menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelompok uji mana yang memiliki perbedaan secara bermakna dengan kelompok uji lain.
4.
Uji Beda Nyata Terkecil pada semua Kelompok Uji Tujuan
: untuk mengetahui perbedaan persentase stabilitas yang bermakna
diantara kelompok uji. Hipotesis : - Ho - Ha
: tidak terdapat perbedaan secara bermakna : terdapat perbedaan secara bermakna
Pengambilan Keputusan : - Jika nilai signifikan ≥0,05 maka Ho diterima - Jika nilai signifikan ≤0,05 maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Multiple Comparisons Persentase_Stabilitas LSD (I)
(J)
95% Confidence Interval
Mean Difference
Larutan Larutan
(I-J)
Uji 1
Uji 2
-7.685298
*
1.194541
.000
-10.34690
-5.02369
Uji 3
-22.448360
*
1.194541
.000
-25.10996
-19.78676
Uji 4
-50.151883
*
1.194541
.000
-52.81349
-47.49028
Uji 5
-49.240583
*
1.194541
.000
-51.90219
-46.57898
Uji 1
7.685298
*
1.194541
.000
5.02369
10.34690
Uji 3
-14.763062
*
1.194541
.000
-17.42467
-12.10146
Uji 4
-42.466586
*
1.194541
.000
-45.12819
-39.80498
Uji 5
-41.555286
*
1.194541
.000
-44.21689
-38.89368
Uji 1
22.448360
*
1.194541
.000
19.78676
25.10996
Uji 2
14.763062
*
1.194541
.000
12.10146
17.42467
Uji 4
-27.703524
*
1.194541
.000
-30.36513
-25.04192
Uji 5
-26.792224
*
1.194541
.000
-29.45383
-24.13062
Uji 1
50.151883
*
1.194541
.000
47.49028
52.81349
Uji 2
42.466586
*
1.194541
.000
39.80498
45.12819
Uji 3
27.703524
*
1.194541
.000
25.04192
30.36513
Uji 5
.911300
1.194541
.463
-1.75030
3.57290
Uji 1
49.240583
*
1.194541
.000
46.57898
51.90219
41.555286
*
1.194541
.000
38.89368
44.21689
Uji 3
26.792224
*
1.194541
.000
24.13062
29.45383
Uji 4
-.911300
1.194541
.463
-3.57290
1.75030
Uji 2
Uji 3
Uji 4
Uji 5
Uji 2
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Uji 5 (natrium diklofenak) identik atau tidak berbeda secara bermakna dengan uji 4 (ekstrak 1000 ppm), dilihat dari nilai signifikannya yaitu 0,463 yang mana lebih besar dari 0,05. Sedangkan uji 5 (natrium diklofenak) berbeda secara bermakna dengan uji 1, 2, dan 3 (ekstrak 50, 100, dan 500 ppm).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Kesimpulan : A. Kelompok uji yang memiliki potensi sebagai anti inflamasi adalah uji 5 yaitu ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm yang memiliki persentase stabilitas yang sebanding dengan kontrol positif (natrium diklofenak) dengan konsentrasi 100 ppm. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai signifikansi uji 4 (ekstrak 1000 ppm) lebih dari 0,05 yang berartinya uji 4 tidak berbeda secara bermakna atau identik dengan uji 5. B. Kelompok Uji 1, 2, dan 3 (ekstrak 50, 100, dan 500 ppm) tidak sebanding dengan uji 5 (natrium diklofenak). Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikannya kurang dari 0,05, artinya uji 1, 2, dan 3 berbeda secara bermakna dengan uji 5. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 50, 100, dan 500 ppm memiliki potensi sebagai anti inflamasi yang tidak sebanding dengan kontrol positif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
Lampiran 11. Foto – foto Alat dan Bahan Penelitian Sentrifugator
Oven
Autoklaf
Spektrofotometer UV-Vis
Water Bath
Timbangan Analitik
Vacuum Rotary Evaporator
pH Meter
Whole Blood
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Lampiran 12. Foto Proses Pengujian Aktivitas Proses Pencucian Darah
Proses Pengujian Aktivitas Pencampuran
Inkubasi
Sentrifugasi
Diukur dengan Spektrofotometer UV-Vis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Lampiran 13. Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dan Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto
Uji Penapisan Fitokimia No
Uji
1.
Alkaloid
Hasil
Dragendorff (-)
Mayer (-)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
2.
Flavonoid
Ditambah NaOH Ditambah H2SO4 (+) 3.
4.
Saponin
Dikocok
Setelah 10 Menit (+)
Sebelum ditambah FeCl3
Ditambah FeCl3 (+)
Tanin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
5.
Glikosida
(+)
6.
Terpenoid
(-)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta