UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA MENGGUNAKAN GCMS PADA EMULSI TIPE MINYAK DALAM AIR PADA MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) YANG DIKEMAS MENGGUNAKAN BOTOL GELAP
SKRIPSI
NICKY ANNISIANA FORTUNITA NIM : 1111102000004
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA MENGGUNAKAN GCMS PADA EMULSI TIPE MINYAK DALAM AIR PADA MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) YANG DIKEMAS MENGGUNAKAN BOTOL GELAP
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NICKY ANNISIANA FORTUNITA NIM : 1111102000004
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015
i
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul Skripsi
: Nicky Annisiana Fortunita : Farmasi : Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Menggunakan GCMS pada Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) yang Dikemas Menggunakan Botol Gelap
Suatu sediaan farmasi ketika diformulasikan harus stabil dalam penyimpanan, sehingga sediaan tersebut tidak berkurang efek terapeutiknya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan botol gelap terhadap stabilitas sifat fisik dan komponen kimia sediaan emulsi minyak biji jinten hitam yang diformulasikan menggunakan emulgator tragakan 1,5% pada penyimpanan selama 21 hari. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan emulsi yang dikemas menggunakan botol gelap dan botol bening sebagai kontrol. Sifat fisik yang dievaluasi meliputi organoleptis, nilai pH, viskositas, diameter globul, tipe emulsi dan pemisahan. Sifat kimia dievaluasi terhadap komponen senyawa antioksidan minyak biji jinten hitam menggunakan Gas Chromatography – Mass Spectrometry. Sifat fisik menunjukkan terjadi penurunan baik pada emulsi kontrol dan sampel, akan tetapi penurunan pada emulsi sampel lebih rendah dibandingkan emulsi kontrol. Evaluasi sifat kimia komponen senyawa antioksidan pada emulsi minyak biji jinten hitam (p-cymene, thymoquinon, terpinen-4-ol, dan longifolen) mengalami peningkatan dan penurunan persen area selama 21 hari penyimpanan, baik pada emulsi kontrol dan sampel. Namun, penggunaan botol gelap dapat mengurangi penurunan persen area thymoquinon yang merupakan senyawa utama emulsi minyak biji jinten hitam, dibandingkan dengan botol bening. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan botol gelap terhadap stabilitas fisik dan komponen kimia emulsi minyak biji jinten hitam Kata kunci
: Minyak biji jinten hitam, emulsi, stabilitas fisik dan komponen kimia, thymoquinon, botol gelap
v
ABSTRACT Name : Nicky Annisiana Fortunita Major : Pharmacy Title : Physical Stability And Chemical Component Test By Using GCMS In Oil In Water Emulsion Of Black Cumin Seed Oil (Nigella sativa, L) Which Is Packed In Dark Bottle Pharmaceutical products have to be stable during storage, so the therapeutical effect of the products would not decrease. The aims of this study were to analyze the effect of the dark bottle againts the physical stability and chemical compounds black cumin seed oil emulsion which formulated using 1.5% tragacanth as emulgator in 21 days of storage. This study was conducted by comparing emulsions that were packaged using dark bottles and clear bottles as a control. Physical characteristics that were analyzed are organoleptic, pH value, viscosity, globule diameter, emulsion type, and the separation. Chemical properties were analyzed against the antioxidant compounds of black cumin seed oil using Gas Chromatography – Mass Spectrometry. Physical characteristics showed a decrease in both of the sample and control emulsion, but a decrease in the sample emulsion was lower than the control emulsion. Chemical characteristics evaluation of the antioxidant compounds of black cumin seed oil emulsion (p-cymene, thymoquinone, terpinene-4-ol, dan longipholene) showed increased and decreased in area percentage during 21 days of storage, both of sample and control emulsion. However, the usage of the dark bottles can decreased the area percentage of thymoquinone, the main compound of black cumin seed oil emulsion, than the clear ones. The result of this study showed that there was an influence of the dark bottles against physical stability and chemical compounds of black cumin seed oil emulsion.
Key words
: Black cumin seed oil, emulsion, physical stability and chemical components,thymoquinone, dark bottle
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Uji Stabilitas Fisik Dan Komponen Kimia Menggunakan GCMS Pada Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Yang Dikemas Menggunakan Botol Gelap” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. dan Ibu Ismiarni Komala, M. Sc., Ph.D., Apt. selaku pembimbing saya, yang dengan sabar memberikan bimbingan, waktu, tenaga, pikiran, masukan, dukungan, dan semangat kepada penulis. 2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yardi, PhD., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu Nelly Suryani, PhD, M.Si., Apt selaku Sekretaris Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. 4. Bapak Yardi, PhD., Apt selaku Penasehat Akademik yang selalu membimbing penulis. 5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Mamah tercinta Pariyah dan Papah tercinta Munaji Fajari selaku orang tua dan adik tersayang Rizqon Jifa Syabana yang senantiasa memberikan kasih sayang, support baik moril maupun materil, serta doa tanpa henti yang dipanjatkan dalam setiap langkah yang penulis lakukan untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. M. Syahid Ali yang selalu ada untuk memberikan semangat, motivasi, nasihat, serta dukungan tanpa henti dalam suka dan duka kepada penulis. 8. Sahabat Kesayangan (Ayu, Henny, Icob, Gina, Wina, dan Meri) yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan kasih sayang kepada penulis. 9. Teman seperjuangan penelitian Wafa dan Raihana atas kebersamaan, dan bantuan. Reza yang dengan ikhlas membantu penulis selama penelitian. 10. Ayunop, Vica, Filda, Fio, Indri, Rika, Rianisa, Rhesa, dan Rambe yang selalu memberikan semangat, bantuan, dan motivasi kepada penulis. 11. Teman-teman Farmasi 2011 atas kebersamaan dan memotivasi penulis baik selama pengerjaan skripsi maupun selama perkuliahan. 12. Laboran Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Rahmadi, Kak Eris, Kak Liken, Kak Tiwi, Kak Lisna, dan Mba Rani yang dengan sabar membantu penulis mempersiapkan alat selama penelitian.
vii
13. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan, dan dukungan yang diberikan.Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin Ciputat, Juni 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORSINILITAS ............................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv ABSTRAK .......................................................................................................v ABSTRACT .................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix DAFTAR ISI ....................................................................................................x DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................xv DAFTAR SINGKATAN .....................................................................................xvi BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1 1.1 Latar Belakang ............................................................................1 1.2 Batasan Masalah .........................................................................2 1.3 Rumusan Masalah .......................................................................2 1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................2 1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................4 2.1 Tanaman Jinten Hitam ..............................................................4 2.1.1 Klasifikasi .............................................................................4 2.1.2 Morfologi Tanaman Jinten Hitam ........................................4 2.1.3 Bagian Tanaman yang Digunakan .......................................5 2.1.4 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam ...................................5 2.1.5 Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam ...............7 2.2 Minyak Atsiri ..............................................................................9 2.3 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat ...............................10 2.3.1 Reaksi Hidrolisis .....................................................10 2.3.2 Reaksi Isomerisasi ...................................................10 2.3.3 Reaksi Oksidasi .......................................................10 2.4 Emulsi ........................................................................................11 2.4.1 Pengertian Emulsi .......................................................11 2.4.2 Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi .................................12 2.4.3 Komponen Pembentukan Emulsi ...............................12 2.4.4 Evaluasi Sediaan Emulsi ............................................16 2.4.5 Stabilitas Sediaan Emulsi ...........................................16 2.4.6 Sifat Fisik Sediaan Emulsi yang Baik ..........................18 2.5 Metode Demulsifikasi ...............................................................18 2.6 Ekstraksi Cair – Cair ...............................................................20 2.7 Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS) ...............20 2.7.1 Kromatografi Gas .......................................................21 2.7.2 Spektrometri Massa ....................................................21
x
2.8 Wadah ........................................................................................21 2.8.1 Pengertian Wadah .......................................................21 2.8.2 Macam – Macam Wadah ............................................22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................24 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................24 3.2 Alat .............................................................................................24 3.3 Bahan ..........................................................................................24 3.4 Prosedur Penelitian ..................................................................24 3.4.1 Penyiapan Bahan ..........................................................24 3.4.2 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ..............25 3.4.3 Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam .........26 3.4.4 Analisa Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam..................................................................27 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................29 4.1 Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam .................29 4.1.1 Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam .................................................................29 4.1.2 Pengukuran Nilai pH dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam .................................................................33 4.1.3 Pengukuran Nilai Viskositas dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ............................................35 4.1.4 Pengukuran Nilai Diameter Globul dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ............................................37 4.1.5 Uji Tipe Emulsi dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ............................................................................38 4.1.6 Uji Sentrifugasi dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ............................................................................39 4.2 Analisa Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam..........................................................................................40 4.2.1 Kondisi Optimasi GCMS .............................................40 4.2.2 Analisa Stabilitas Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam .............................................40 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................49 5.1 Kesimpulan ................................................................................49 5.2 Saran ..........................................................................................49 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................50 LAMPIRAN ...................................................................................................54
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Hal Tanaman dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ............ 4 Grafik Nilai pH Rata-Rata Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel .................................................. 34 Grafik Nilai Viskositas Rata-Rata Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel........................................ 36 Grafik Nilai Diamter Globul Rata-Rata Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel................................. 37 Hasil Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Dan Sampel ............................................................ 39 Grafik Nilai Rendemen Rata- Rata Ekstaksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel Fase Heksan ................................................................................. 42 Grafik Nilai Rendemen Rata- Rata Ekstaksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel Fase Etil ....................................................................................... 43 Grafik Nilai Persen Area Thymoquinone Fase Heksan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel .................................................................................. 47 Grafik Nilai Persen Area Thymoquinone Fase Etil Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel .................................................................................. 47
xii
DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19
Kandungan Minyak Atsiri Dan Minyak Statis Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) .............................. 5 Kandungan Minyak Atsiri Pada Biji Jinten Hitam ...................... 6 Kandungan Minyak Statis Pada Biji Jinten Hitam ...................... 7 Komposisi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Yang Telah Dioptimasi ..................................................................................... 25 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol 1 ............................................................................ 29 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol 2 ............................................................................ 30 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel 1 ............................................................................. 31 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel 2 ............................................................................. 32 Hasil Pengukuran Nilai Ph Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol .......................................................................................... 33 Hasil Pengukuran Nilai Ph Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel ........................................................................................... 34 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol ............................................................................... 35 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel ................................................................................ 35 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol ..................................................................... 37 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel ..................................................................... 37 Hasil Pengujian Tipe Emulsi Dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel ................................................. 38 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Dan Sampel ..................................................................... 39 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Heksan ..................................................................... 41 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Heksan ..................................................................... 42 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Etil ........................................................................... 42 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Etil............................................................................ 43 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Heksan ............................................... 45 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Heksan ............................................... 45 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Etil ..................................................... 45
xiii
Tabel 4.20 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Etil ...................................................... 46 Tabel 2.21 Perubahan Persen Area Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Dan Sampel .......................................................................................... 46
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Hal Prosedur Penelitian............................................................................... 54 Perhitungan Bahan Emulsi Kontrol dan Sampel .................................. 55 Dokumentasi Alat dan Bahan Yang Digunakan .................................. 56 Perhitungan Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol ............................................................................ 58 5. Perhitungan Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel ............................................................................ 63 6. Perhitungan Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol ............................................................................ 68 7. Perhitungan Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel ............................................................................ 73 8. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Heksan ............................................................................ 78 9. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Heksan ............................................................................ 83 10. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Etil ................................................................................. 88 11. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Etil ................................................................................... 93 12. Sertifikat Analisa Tragakan.................................................................. 98 13. Sertifikat Analisa Sukrosa .................................................................... 99 14. Sertifikat Analisa Natrium Benzoat ..................................................... 100 15. Sertifikat Analisa Minyak Biji Jinten Hitam........................................ 101 16. Sertifikat Analisa Etil Asetat ................................................................ 102 17. Sertifikat Analisa Heksan..................................................................... 103 1. 2. 3. 4.
xv
DAFTAR SINGKATAN 1. GCMS : Gas Chromatography - Mass Spectrometry
xvi
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jinten hitam adalah tanaman herbal berbunga tahunan, berasal dari Asia Barat dan dibudidayakan di negara-negara Mediterania Timur Tengah, Eropa Selatan, Suriah, Turki, Arab Saudi, Pakistan dan India. Biji jinten hitam telah digunakan sejak dulu sebagai stimulan tubuh dan membantu memulihkan kondisi tubuh yang lelah. Biji jinten hitam mempunyai efek sebagai astringen, stimulan, diuretik, antelmetik, dan terapi penyakit lainnya. Adapun efek farmakologisnya, yaitu sebagai obat rheumatik, dan penyakit inflamasi lainnya. Minyak jinten hitam telah terbukti memiliki efek sebagai antioksidan, antiinflamasi, antikanker, analgesik, antimikroba, dan dapat digunakan sebagai bahan kosmetik. Minyak biji jinten hitam yang telah beredar di pasaran pada umumnya berupa sediaan minyak yang dikemas dalam botol, dalam bentuk soft kapsul, dan dalam bentuk serbuk yang dicampur dengan minyak zaitun, sari kurma, serta madu (Nagi, et al., 2010 ; Saha and Bhupendar, 2011 ; Sree Harsha, et al., 2011). Berbagai kondisi lingkungan dapat mempengaruhi stabilitas sediaan, seperti adanya cahaya, suhu, kelembaban, dan siklus freeze/thaw yang secara signifikan dapat mempengaruhi stabilitas kimia dari zat aktif selama penyimpanan dan distribusi (Lopez, et al., 2012). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indayanti, senyawa utama minyak biji jinten hitam, yaitu thymoquinon mengalami penurunan persen area dalam formulasi emulsi minyak biji jinten hitam yang dikemas menggunakan botol bening yang disimpan selama 21 hari dalam suhu ruang (Indayanti, 2014). Senyawa terpen mudah mengalami proses oksidasi dibawah pengaruh cahaya, udara dan pada kondisi penyimpanan yang kurang baik, sehingga dapat merusak aroma minyak atsiri (Syarifudin, 2012), oleh karena itu akan dilakukan modifikasi penyimpanan menggunakan wadah gelap atau wadah kuning kecoklatan. Obat atau produk obat yang sensitif terhadap cahaya maka harus disimpan dalam wadah yang tahan terhadap cahaya seperti vial berwarna kecoklatan untuk melindungi obat atau produk obat dari cahaya (Hanne, 2004).
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Kestabilan suatu produk obat merupakan hal yang penting untuk mengetahui kualitas dari suatu produk obat tersebut (Lopez, et al., 2012).
1.2 Batasan Masalah Dalam penelitian uji stabilitas fisik dan komponen kimia menggunakan GCMS pada emulsi tipe minyak dalam air pada minyak biji jinten hitam(Nigella sativa l.) yang dikemas menggunakan botol gelap hanya sebatas untuk menguji stabilitas fisik dari emulsi minyak jinten hitam dan stabilitas dari komponen senyawa antioksidan penyusun minyak jinten hitam selama penyimpanan 21 hari pada suhu ruang.
1.3 Perumusan Masalah 1. Bagaimana stabilitas fisik sedian emulsi minyak biji jinten hitam tipe minyak dalam air yang dikemas menggunakan botol gelap selama penyimpanan 21 hari pada suhu ruang ? 2. Bagaimana stabilitas kimia dari komponen penyusun minyak atsiri biji jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air yang dikemas menggunakan botol gelap selama penyimpanan 21 hari pada suhu ruang ?
1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk menguji stabilitas fisik sedian emulsi minyak biji jinten hitam tipe minyak dalam air yang dikemas menggunakan botol gelap selama penyimpanan 21 hari pada suhu ruang. 2. Untuk menguji stabilitas kimia komponen antioksidan penyusun minyak biji jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air yang dikemas menggunakan botol gelap dalam penyimpanan selama 21 hari pada suhu ruang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
1.5 Manfaat Penelitian Adapaun manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui stabilitas dari senyawa aktif yang terkandung di dalam minyak biji jinten hitam selama penyimpanan 21 hari pada suhu ruang yang dikemas dalam botol gelap.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) 2.1.1 Klasifikasi (USDA) Kingdom
: Plantae
Sub Kindom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatopita
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Magnoliidae
Ordo
: Ranunculales
Family
: Ranunculaceae
Genus
: Nigella L
Spesies
: Nigella sativa L
2.1.2 Morfologi Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Jinten hitam merupakan jenis tanaman terna setahun berbatang tegak. Batang biasanya berusuk dan berbulu tegak, rapat atau jarang-jarang dengan disertai adanya bulu-bulu berkelenjar. Bentuk daun lanset, berbentuk garis dengan panjang 1,5-2 cm, ujung lancip dan terdapat tiga tulang daun berbulu. Daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk. Memiliki daun pembalut bunga kecil. Tanaman jinten hitam ini memiliki jumlah kelopak bunga lima dengan bentuk bundar telur yang ujungnya agak melancip sampai agak tumpul. Pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Tanaman jinten hitam juga memiliki mahkota bunga pada umumnya delapan dan bentuk agak memanjang namun lebih kecil dari kelopak bunga. Memiliki bibir bunga dua, bibir bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang berbentuk benang dan bibir bagian bawah memiliki ujung tumpul. Benang sari banyak dan gundul, kepala sari jorong, berwarna kuning, dan sedikit tajam. Memiliki buah dengan bentuk bulat telur atau agak bulat. Biji hitam, jorong bersudut tiga dan tidak beraturan yang sedikit membentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar (Materia Medika Jilid III, 1979).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
Gambar 2.1 Tanaman dan biji jinten hitam (Nigella sativa L.) [Sumber : Padma 2010 and Rajshekar, et al., 2011, yang telah dikelola kembali]
2.1.3 Bagian Tanaman yang Digunakan Bagian tanaman yang digunakan pada tanaman jinten hitam adalah bagian bijinya. Biji jinten hitam mengandung minyak atsiri sampai 1,5 %, karven 45-60 %, d-limonena, simena dan terpen-terpen lainnya, glukosida saponin, glukosida beracun melantin, minyak lemak 37,5 % dan zat pahit. Penggunaan sebagai stimulan, karminatif, emenagoga, galaktatoga, dan diaforetika (Materia Medika Jilid III, 1979).
2.1.4 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Sebagian besar aktifitas farmakologis minyak jinten hitam dihasilkan dari minyak atsiri dan minyak statis ( fixed oils) (Nickavar, et al , 2003). Komposisi minyak jinten hitam secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Kandungan minyak atsiri dan minyak statis pada minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.)
Komponen Beta – phellandrene Beta – pinene Limoneme Terpineme Linalole Terpinehol Geraniol Caryophyllen Tetradecanoic acid Tridecanoid acid Eicosane Henelcosane Phytol Heptacosane
Retention time (s ) 8,77 9,00 10,60 11,60 13,10 15,90 22,59 24,04 34,11 39,15 40,00 40,34 42,50 42,70
Prosentasi (%) 0,12 0,12 0,16 0,60 0,50 0,31 0,52 0,17 0,11 0,33 0,17 0,14 0,19 0,38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Hentricontane Octadecadienonic acid Oleic acid Octacosane Nonahaxacantonic acid Tricosane Docosane Tetracosane Tetratriacantane Decosenamide
42,80 43,00 43,20 43,60 43,75 46,70 47,20 48,81 51,60 58,20
0,12 0,47 0,51 0,80 0,11 0,49 0,39 0,46 0,20 0,53
[Bessedik Amina and Allem Rachida, 2013 dengan pengolahan kembali]
Tabel 2.2 Kandungan minyak atsiri pada biji jinten hitam (Nigella sativa L.)
Komponen Nonterpenoid Hidrokarbon α- thujene α- pinene Sabinene β- pinene Myrecene p-cymene Limonene gama-terpinene Monoterpenoid hidrokarbon Fenchone Dihydrocarvone Carvone Thymoquinone Monoterpenoid keton Terpinen -4-ol p-cymene -8-ol Carvacrol Monoterpenoid alkohol Α-longipinene Longifolene Sesquiterpen hidrokarbon Estragole Anisaldehyde Trans-anethole Myristicin Dill apiole Apiole Phenyl propanoid compounds
Prosentasi (%) 4,0 2,4 1,2 1,4 1,3 0,4 14,8 4,3 0,5 26,9 1,1 0,3 4,0 0,6 6,0 0,7 0,4 1,6 2,7 0,3 0,7 1,0 1,9 1,7 38,3 1,4 1,8 1.0 46,1
[Bahman, Nickavar et al, 2003]
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Tabel 2.3 Kandungan minyak statis pada biji jinten hitam (Nigella sativa L.)
Asam Lemak Lauric acid Myristic acid Palmitic acid Stearic acid Oleic acid Linoleic acid Linolenic acid Octadienoic acid
Prosentase (%) 0.6 0.5 12.5 3.4 23.4 55.6 0.4 3.1
[Nickavar, Bahman et al, 2003]
2.1.5 Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam a. Antikanker Penelitian Rajsekhar, Saha et al., 2011 tentang thymoquinone yang memiliki aktivitas penghambatan antineoplastik telah dilakukan. Dimana minyak esensial diinjeksikan langsung ke tumor untuk mengurangi volume tumor dengan cara menghambat perkembangan metastatis dan menunda kematian dari aktivitas tumor P815 pada tumor tikus Thymoquinone menunjukkan pertumbuhan aktivitas penghambatan antineoplastik in vitro dan in vivo terhadap variasi sel tumor dan aktivitas penghambatan pada pertumbuhan sel kanker serta kemampuan untuk menginduksi apoptosis. Thymoquinone didapatkan aktif terhadap variasi sel kanker pada manusia yang resisten terhadap multidrug. Thymoquinone juga menunjukkan aktivitas antineoplastik pada sel kanker prostat yang telah dibuktikan dengan senyawa yang secara efektif memblok fase G1 sel kanker prostat dengan memasuki fase S, oleh karena itu dapat digunakan dalam pengobatan kanker prostat, khususnya dalam kasus hormon yang sulit disembuhkan. Thymoquinone juga memproduksi destruksi selular yang signifikan dan gangguan fungsi metabolik selular dari SW-626 sel kanker colon pada manusia, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan efek 5-fluorourasil. Pada jurnal Hassan, et al., 2008, telah dilakukan penelitian tentang efek thymoquinone sebagai antikanker pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2). Studi ini dilakukan dengan memberikan pengobatan pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2) dengan konsentrasi thymoquinone yang bertingkat (25-400 μM) selama 12-24 jam. Kemudian kelangsungan hidup dan proliferasi dari sel uji UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
diamati. Hasil dari studi ini dapat dilihat berdasarkan data yang menunjukkan bahwa pengobatan sel karsinoma dengan thymoquinone konsentrasi < 200 μM menghasilkan penghambatan yang signifikan dari kelangsungan hidup sel pada 12-24 jam dibandingkan dengan kontrol percobaan.
b. Antioksidan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muhamma Raza, et al., 2006 senyawa thymoquinone yang terdapat dalam minyak atsiri biji jinten hitam dalam bentuk minuman yang diberikan selama 5 hari (8 mg/kg/day p.o.) terbukti dapat melindungi mencit dari hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl4. Efek hepatoprotektif dari thymoquinone terhadap hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl4 ditunjukkan oleh adanya pencegahan yang signifikan terhadap peningkatan serum ALT, AST dan LDH yang terkait dengan penghambatan dalam produksi peroksida oleh lipid pada hati.
c. Aktivitas Antidiabetes Dalam studi yang dilakukan oleh Rajsekhar, Saha et al., 2011 melakukan penelitian tentang aktivitas antidiabetes yang dievaluasi pada sukarelawan manusia. Biji Nigella sativa digunakan sebagai terapi adjuvant untuk pengobatan diabetes. Sejumlah 94 pasien dibagi secara acak dalam 3 grup menurut dosis penggunaan. Kapsul yang berisi Nigella sativa diberikan secara oral dalam dosis 1, 2, dan 3 mg/hari selama 3 bulan. Nigella sativa pada dosis 2 mg/hari menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap FBG, 2hPG, dan HbA tanpa mempengaruhi berat badan secara signifikan. Gula darah puasa menurun, dan fungsi sel β meningkat pada 12 minggu pengobatan. Dalam studi lain, efek antidiabetes dari ekstrak etanol biji Nigella sativa dillihat pada Meriones shawi. Pada akhir penelitian, test toleransi glukosa oral dilakukan untuk memperkirakan sensitivitas terhadap insulin. Tingkat profil lipid plasma, insulin, leptin, dan adinopectin dilihat. Hewan percobaan yang diobati dengan ekstrak etanol biji Nigella sativa menunjukkan normalisasi yang progresif dari glikemia, walaupun lebih lambat daripada kontrol yaitu metformin. Selain itu, Nigella sativa meningkatkan insulinemia dan kolesterol HDL, dibandingkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
dengan kontrol diabetes. Leptin dan adinopektin tidak berubah. Pengobatan Nigella sativa menurunkan OGTT dan menurunkan kadar trigliserida pada hati dan otot (Rajsekhar,Saha et al., 2011).
d. Aktivitas Antimikroba Aktivitas antimikroba telah dievaluasi menggunakan metode disc diffusion. Minyak atsiri dengan konsentrasi 20 μg untuk test diaplikasikan ke disc. Hasil aktivitas antimikroba dari minyak atsiri Nigella sativa dibandingkan berdasarkan dengan standard, efikasi minyak atsiri jauh lebih baik daripada standard (Rajsekhar,Saha et al, 2011).
2.2 Minyak atsiri Minyak atsiri memiliki bagian utama yaitu terpenoid. Terpenoid terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling uap yang menyebabkan wangi, harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Beberapa jenis tumbuhan yang kaya akan minyak atsiri diantaranya Compositae, Matricaria, Labiatak, misalnya ; Mentha sp, Myrtaceae, Eucaliptus, Rosaceae, Citrus sp, Umbeliferaceae dll. Terpen juga seringkali terdapat dalam fraksi yang memiliki bau bersama-sama dengan senyawa aromatik seperti fenil propanoid (Harborne, 1987). Secara kimia, terpen dari minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu monoterpen dan sesquiterpen yang berupa isoprenoid C10 dan C15 yang mempunyai titik didih yang berbeda (titik didih monoterpen 140-180 °C dan titik didih sesquiterpen lebih dari 200 °C). Monoterpen dibagi menjadi tiga golongan, yaitu monoterpen struktur asiklik (geraniol), monosiklik (limonen), dan bisiklik (alfa dan beta pinen) (Harborne, 1987). Dalam setiap golongan, monoterpen dapat berupa hidrokarbon tak jenuh (limonen) atau dapat mempunyai gugus fungsi berupa alkohol, aldehid, dan keton. Monoterpen sederhana tersebar luas diminyak atsiri dan merupakan komponen terbanyak pada minyak atsiri. Beberapa senyawa yang biasa ditemukan dalam minyak atsiri pada bagian daun tumbuhan adalah senyawa alfa dan beta pinena, limonene, alfafalendrena dan mirsena. Pada bagian bunga dan biji mempunyai monoterpen yang khas (Harborne, 1987).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
2.3 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat Bahan-bahan farmasi kebanyakan mengalami proses penguraian seperti hidrolisis ataupun oksidasi. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu gugus fungsional yang menyebabkan obat mungkin dapat terhidrolisis ataupun teroksidasi bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerisasi dan fotolisis juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam berbagai produk cairan, padatan dan semisolid (Martin, et al., 1993).
2.3.1 Reaksi Hidrolisis Reaksi hidrolisis adalah reaksi air dengan ester ataupun reaksi antara air dengan ion-ion garam dari asam lemah dan basa lemah (Martin, et al., 1993). Reaksi hidrolisis adalah reaksi yang terjadi bila garam dimasukan kedalam air dan larutan tersebut bersifat netral dan garam-garam lain seperti amonium klorida, alumunium klorida, akan memberikan larutan yang sedikit bersifat asam. Hidrolisis dapat dipandang juga sebagai penarikan ion hidrogen dari air oleh anion dari asam lemah yang meninggalkan ion hidroksi dari air dan membentuk larutan alkali atau penarikan OH- oleh kation dari basa lemah yang meninggalkan H+ dan membentuk larutan asam (Hardjono, 2005).
2.3.2 Reaksi Isomerisasi Reaksi isomerisasi merupakan suatu proses kimia dari suatu senyawa yang berubah menjadi bentuk senyawa isomer lainnya namun tetap memiliki komposisi kimia yang sama dengan senyawa asalnya hanya memiliki perbedaan pada struktur atau konfigurasi sehingga memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda juga dengan senyawa asalnya. Senyawa isomer yang terbentuk ini mungkin juga memiliki sifat farmakologi atau toksikologi yang berbeda (Fathima, et al., 2011).
2.3.3 Reaksi Oksidasi Merupakan reaksi pelepasan elektron dalam molekul. Oksidasi sering melibatkan radikal bebas yang diikuti reaksi-reaksi berantai. Radikal bebas adalah molekul atau atom yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen O – O. Radikal ini cenderung
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
untuk menarik elektron dari zat lain sehingga terjadi oksidasi. Reaksi oksidasi dikatalis oleh logam berat dalam jumlah kecil dan peroksida organik. Oksidasi lemak tak jenuh dan minyak terjadi dengan adanya oksigen dari atmosfer, cahaya, dan katalis dalam jumlah kecil (Martin, et al., 1993).
2.4 Emulsi 2.4.1 Pengertian Emulsi Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatanbulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak bercampur. Fase terdispersi disebut sebagai fase dalam dan medium dispersi disebut fase luar. Emulsi terbagi menjadi dua, emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak dalam air adalah emulsi yang memiliki fase dalam minyak dan fase luar air, sedangkan emulsi air dalam minyak adalah emulsi yang memiliki fase dalam air dan fase luar minyak (Ansel, 2008). Sistem emulsi terdiri dari emulsi cair yang mempunyai viskositas relatif rendah serta salep atau krim yang mmepunyai viskositas tinggi. Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar antara 0,1µm-10µm (Martin, et al., 1993).Untuk membuat suatu emulsi yang stabil memerlukan fase ketiga, yaitu zat pengemulsi. Berdasarkan konstituen dan pemakaiannya, emulsi cair bisa digunakan secara oral, topikal maupun parenteral (Ansel, 2008 ). Banyak senyawa organik mudah mengalami autooksidasi bila dipaparkan ke udara, dan lemak yang teremulsi terutama peka terhadap rangsangan. Pada autooksidasi,
minyak-minyak
yang
tidak
jenuh
seperti
minyak
nabati
menimbulkanketengikan dengan bau, penampilan, dan rasa yang tidak menyenangkan. Minyak mineral dan hidrokarbon-hidrokarbon jenuh yang berhubungan mudah mengalami degradasi oksidatif pada lingkungan tidak sesuai. Penambahan antioksidan dapat mencegah oksidasi dari fase minyak yang terdapat dalam suatu sediaan emulsi. Contoh antioksidan yang biasa digunakan di antaranya: BHA (butylated hydroxyanisole), BHT (butylated hydroxytoluene), asam galat, propil galat, asam askorbat, askorbil palmitat, sulfit dan tokoferol (Lachman, et al., 1994).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Sedangkan penutup rasa ditujukan untuk mengurangi rasa tidak enak dan secara ideal dilakukan dengan cara mengurangi rasa pahit, menggunakan penghambat rasa khasiat, stabilitas, penampilan sediaan, serta memberi rasa tertentu untuk mencirikan suatu produk (Effionora, 2012). Cara penutupan rasa pahit sediaan oral secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan pemanis dan flavor. Pemanis dapat memainkan peranan penting dalam formulasi sediaan yang digunakan melalui mulut seperti dengan cara menambah rasa, menutupi rasa yang tidak dapat diterima oleh masyarakat umum. Contoh pemanis yang biasa digunakan di antaranya: sukrosa, dekstrosa, fruktosa, gliserin, maltitol, manitol, sorbitol dan xylitol (Effionora, 2012).
2.4.2 Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan seorang farmasis dapat membuat suatu sediaan yang stabil dari dua cairan yang tidak dapat bercampur, memecah fase dalam menjadi tetesan-tetesan dan menstabilkan tetesan-tetesan tersebut dalam fase pendispersi dan ditujukan untuk pemberian obat yang mempunyai rasa lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya minyak yang tidak enak rasanya. Dengan adanya penambahan pemanis dan pemberi rasa pada fase airnya sehingga mudah dikonsumsi dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan memudahkan absorpsi obat (Ansel, 2008 ; Lachman, et al., 1994).
2.4.3 Komponen Pembentuk Emulsi Komponen pembentuk emulsi : a. Fase Minyak Secara umum fase minyak dari emulsi merupakan suatu zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi. Parafin cair, minyak castor, minyak ikan, minyak wijen merupakan contoh minyak yang biasa diformulasikan menjadi emulsi untuk sediaan oral. Minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, dan minyak safflower biasa digunakan sebagai emulsi untuk penggunaan infus. Minyak turpentin dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
benzil benzoat biasa diformulasikan untuk emulsi penggunaan eksternal (Aulton and Taylor, 2001). Dalam penelitian ini fase minyak yang digunakan adalah minyak biji jinten hitam. Sampel minyak biji jinten hitam didapatkan dari CV.Cipta Anugrah. Dibeli sebanyak 3 liter pada tanggal 16 Desember 2014. Sampel minyak biji jinten hitam yang dibeli memiliki Certificate of Analysis (COA). Pada COA minyak biji jinten hitam terdapat data karakterisasi dari minyak biji jinten hitam tersebut yang meliputi: a)
Organoleptis
: cairan berminyak, berwarna kuning pucat sampai kuning dan kuning kehijauan, berbau khas dan memiliki rasa khas minyak biji jinten hitam.
b) Berat jenis
: 0.9152 - 0.9260
c)
: maksimal 10
Nilai asam
d) Nilai peroksida
: maksimal 45 ml oksigen dalam setiap kg sampel.
e)
Titik nyala
: 148oC
f)
Penyimpanan
: Dalam ruang gelap, dingin, kering, dan ruangan berventilasi.
g) Waktu simpan
: 24 bulan dalam penyimpanan yang benar.
h) Komponen utama
: asam stearat 2-3%, asam oleat 20-30%, asam linoleat 50-65%.
b. Fase Air Fase air atau pelarut yang digunakan dalam pembuatan emulsi adalah aquademineralisata. Aqua demineralisata ini diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik, atau cara lain yang sesuai. Air yang digunakan harus bebas mineral, partikel, dan mikroba. (Rowey, Sheskey dan Owen, 2006). c. Emulsifying Agent ( Emulgator ) Zat pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu dimana salah satunya adalah dapat bercampur dengan bahan-bahan dalam formula sedian dan tidak menggangu stabilitas serta efikasi terapeutik dari zat aktif. Zat pengemulsi harus tidak toksik, berbau lemah, berasa lemah serta memiliki warna yang lemah. Hal terpenting dalam pemilihan zat pengemulsi adalah zat tersebut dapat membentuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
emulsi dan menjaga stabilitas dari emulsi tersebut agar mecapai shelf life dari produk ( Ansel, 2008 ) Bahan pengemulsi yang digunakan dalam penelitian adalah tragakan. Dimana tragakan 1,5% dipilih karena merupakan emulgator alam dan berdasarkan penelitian sebelumnya dihasilkan sediaan emulsi dengan viskositas yang paling baik (Indayanti, 2014). Tragakan tidak larut dalam air, etanol 95%, dan pelarut organik lain. Meskipun tidak larut dalam air namun tragakan dapat mengembang 10 kali dari beratnya baik di dalam air panas ataupun air dingin (Rowey, Sheskey dan Owen, 2006). Data praformulasi dari tragakan yaitu : (HOPE, 6th Edition) Sinonim
: gum tragacanth, tragacantha.
Organoleptis
: serbuk, berwarna putih hingga kekuningan, tidak berbau, membentuk lapisan transparan.
Kelarutan
: praktis tidak larut dalam air, ethanol (95%), dan pelarut organik lain. Bisa mengembang dengan cepat dengan sepuluh kali beratnya dalam air baik air panas atau dingin.
Keasaman-kebasaan
: pH 5-6 pada larutan terdispersi 1% w/v
Nilai keasaman
: 2-5
Kandungan air
: < 15% w/w
Manfaat penggunaan
: agen pensuspensi, agen peningkat viskositas.
Stabilitas dan penyimpanan : stabil pada pH 4-8 dan pada wadah tertutup rapat dengan kondisi sejuk dan kering. Inkompatibilitas
: menurunkan efek sebagai pengawet pada benzal konium klorida, klorbutanol, dan metil paraben.
Selain emulgator tragakan, zat lain yang digunakan sebagai emulgator dan penstabil untuk sistem emulsi farmasi adalah sebagai berikut: ( Ansel, 2008 ). 1. Bahan-bahan karbohidrat
: akasia, agar, kondrus, dan pektin.
2. Zat – zat protein
: gelatin, kuning telur, dan kasein.
3. Alkohol dengan BM tinggi
: streil alkohol, setil alkohol, dan gliserin monosearat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
: anionik natrium laurilsulfat
4. Zat –zat pembasah (bersifat kationik ,anionik
kationik benzalkonium klorida
dan nonionik)
nonionik ester-ester sorbitan dan turunan poli etilen.
5. Zat terbagi halus
: tanah liat koloid termasuk bentonit, magnesium hidroksida, dan alumunium hidroksida.
d. Pengawet Pengawet yang digunakan disini adalah Natrium benzoat dengan konsentrasi 0,1%. Natrium benzoat dipilih sebagai pengawet karena cocok dengan tragakan. Natrium benzoat larut dalam etanol 95% (1:75), etanol 90% (1:50), dan air (pada suhu 20 °C 1:1,8 dan pada suhu 100 °C 1:1,4). Natrium benzoat memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik dan anti jamur yang optimal pada pH 2-5 serta pada kondisi basa hampir tidak memiliki efek (Rowey, Sheskey and Owen, 2006). Data praformulasi dari natrium benzoat adalah : Sinonim
: sodium benzoic acid, benzoic acid sodium salt.
Organoleptis
: berupa serbuk, granul, atau kristal yang sedikit higroskopis,berwarna putih, tidak berbau.
Kelarutan
: ethanol 95% (1 dalam75), ethanol 90% (1 dalam 50), air (1 dalam 1,8 ; 1 dalam 1,4 pada suhu 100oC)
Keasaman-kebasaan
: pH 8
Densitas
: 1,497-1,527 g/cm3 at 24oC
Manfaat penggunaan
: pengawet, lubrikan tablet dan kapsul
Stabilitas dan penyimpanan
: penyimpanan pada wadah tertutup rapat dengan kondisi sejuk dan kering.
Inkompatibilitas
: inkompatibel dengan senyawa kuartener, gelatin, garam Fe,garam kalsium, logam berat seperti merkuri dan perak.
e. Pemanis Pemanis yang digunakan dalam formula ini yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan oral.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
Sukrosa disini berfungsi untuk menutupi rasa dari sediaan yang kurang enak. Konsentrasi sukrosa sebagai pemanis pada sediaan oral yaitu 50 - 67%. Sukrosa praktis tidak larut dalam kloroform, larut dalam etanol (1:400), etanol 95% (1:170), propan-2-ol (1:400), dan air (pada suhu 20oC 1:0,5 dan pada suhu 100oC 1:0,2) (Rowey, Sheskey and Owen, 2006).
2.4.4 Evaluasi Sediaan Emulsi Evaluasi dari sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui stabilitas dari suatu sediaan emulsi dalam jangka waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan melalui pengamatan organoleptis (bau, warna, rasa), pengamatan secara fisik (viskositas, diameter globul rata- rata, pH, dan volume creaming), serta pengamatan secara kimia (degradasi zat aktif) (Ansel, 2008 ; Lachman, et al., 1994; Martin, et al., 1993).
2.4.5 Stabilitas Sediaan Emulsi Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan (bau dan warna ) serta sifat-sifat fisik lainnya yang baik. Ketidakstabilan suatu emulsi hanya dalam hal terbentuknya penimbunan dari fase dalam dan pemisahannya dari produk. Penampilan suatu emulsi dipengaruhi oleh creaming dan merupakan suatu masalah jika terjadi pemisahan dari fase dalam. Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi adalah inversi fase. Inversi fase meliputi perubahan tipe emulsi dari o/w menjadi w/o atau sebaliknya (Martin, et al., 1993). Faktor
yang
menyebabkan
ketidakstabilan
sediaan
obat
dapat
dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah kecocokan bahan aktif dan bahan pembantunya sendiri yang dihasilkan oleh bangun kimiawi dan kimia-fisikanya. Kedua adalah faktor luar seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya yang dapat menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi. Hal penting lainnya adalah kemasan, khususnya jika digunakan wadah yang terbuat dari bahan sintetis (Voight, 1995).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Emulsi tipe M/A dapat mengalami destabilisasi emulsi seperti beberapa tipe perubahan fisik, berbeda dengan tipe A/M yang mungkin cenderung mengalami sedimentasi daripada creaming. Destabilisasi emulsi ini di antaranya: a. Creaming Creaming adalah pertumbuhan dari droplet karena aktivitas gravitasi sehingga droplet terpisah ketika disentuh. Creaming berada pada fase kontinyu jika fase terdispersi tidak memiliki berat jenis yang sebanding. Kecepatan creaming dapat dikontrol dengan memperkecil ukuran droplet, menyamakan berat jenis dari kedua fase dan menambah viskositas dari fase kontinyu (Martin, et al., 1993). b. Flokulasi Flokulasi adalah suatu bentuk pelekatan satu atau lebih droplet bersama dan membentuk suatu agregasi. Hal ini merupakan proses dari droplet sebagai hasil dari benturan kombinasi gaya antar droplet (Martin, et al., 1993). c. Koalesen Penyebab koalesen adalah rusaknya lapisan tipis antar droplet yang berdekatan. Hal ini akan mengurangi tegangan antarmuka dan luas permukaan droplet. Kemungkinan terjadinya koalesen sebanding dengan lama droplet itu saling berdekatan. Koalesen jarang terjadi pada droplet yang kecil atau pada lapisan yang tebal karena droplet ini memiliki luas lapisan yang lebih kecil atau memiliki gaya tolak antardroplet. Koalesen menyebabkan droplet menjadi lebih besar dan terjadi pemisahan fase (Martin, et al., 1993) Selain uji stabilitas fisik, uji stabilitas kimia pada emulsi juga dilakukan. Uji stabilitas kimia pada emulsi salah satunya adalah dengan cara menganalisis perolehan kembali zat aktif yang terkandung dalam emulsi. Stabilitas kimia dari molekul sediaan merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan dengan efek dan keamanan dari suatu produk obat. Pedoman dari FDA dan ICH menyebutkan berbagai persyaratan untuk uji stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan obat dan produk obat seiring dengan perubahan waktu dibawah pengaruh berbagai kondisi lingkungan. Studi tentang stabilitas molekul membantu untuk memilih formula yang tepat dan pengemasan yang baik sekaligus untuk mengetahui kondisi penyimpanan serta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
umur simpan. Studi stabilitas ini mencakup studi stabilitas jangka panjang dan studi stabilitas dipercepat. Studi jangka panjang dilakukan selama 12 bulan dan studi dipercepat dilakukan dalam waktu 6 bulan. Selain itu, ada juga forced degradation studies yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, yaitu dalam hitungan minggu. Hasil dari forced degradation studies ini dapat digunakan untuk pengembangan indikasi dari metode yang digunakan dalam studi jangka panjang dan dipercepat (M. Blessy, et al., 2013).
2.4.6 Sifat Fisik Sediaan Emulsi yang Baik (Aulton, 2008) a) Sediaan emulsi harus tetap homogen pada saat waktu pengocokan dalam wadah sampai saat penuangan dari wadah. b) Creaming yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah di redispersikan kembali. c) Sediaan emulsi sebaiknya dibuat agak kental agar dapat menurunkan laju pembentukan creaming globul minyak, namun viskositas sediaan emulsi tersebut jangan terlalu tinggi karena dapat menyulitkan pada saat penuangan. d) Terlihat dalam satu fase. e) Ukuran globul yang dihasilkan seragam dan kecil.
2.5. Metode Demulsifikasi Metode demulsifikasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisika dan metode kimia. Metode fisika dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu melalui pemanasan, mekanik,dan elektrik (Anil, Syed, and Ana, 2008). a. Metode Kimia Pada metode ini dilakukan penambahan demulsifier pada emulsi.Misalnya yaitu aseton, n-butanol, dan 2-propanol yang telah terbukti berfungsi sebagai demulsifier yang efektif pada aplikasi tertentu (Anil, Syed, and Ana, 2008), juga HCl pekat untuk memecah krim kosmetik (Rohman and Che man, 2011). b. Metode Fisika Beberapa metode fisika untuk demulsifikasi yaitu dengan pemanasan, sentrifugasi, high shear, ultrasonik, disolusi pelarut, dan medan elektrostatik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
bertegangan tinggi. Metode non konvensional lainnya yang telah banyak diteliti yaitu dengan menggunakan microwave dan membran kaca berpori (Anil, Syed, and Ana, 2008). 1. Pemanasan Prinsip dari metode pemanasan ini adalah terjadi penurunan viskositas serta peningkatan kelarutan dari surfaktan. Hal ini akan mengakibatkan melemahkan lapisan film pada sediaan (Anil, Syed, and Ana, 2008). Abdurahman dan Rosli, 2011 dalam penelitiannya membandingkan antara metode pemanasan untuk demulsifikasi antara modern yang menggunakan microwave dengan konvensional dan didapatkan hasil bahwa metode modern dengan microwave lebih efisien dalam pemisahan emulsi air dalam minyak. 2. High Shear Metode demulsifikasi ini menggunakan alat High Shear. Prinsip kerja dari alat ini yaitu akan merusak membran atau lapisan dari globul emulsi (Anil, Syed, and Ana, 2008). 3. Medan Elektrostatik Bertegangan Tinggi Secara umum dengan adanya medan listrik akan membuat droplet mengalami polarisasi dan elongasi, begitu juga dengan droplet yang berada di dekatnya, sehingga mereka akan menarik satu sama lain dan membentuk droplet yang lebih besar. Metode ini merupakan metode demulsifikasi yang paling efisien dan
ekonomis
dilihat
dari
peralatan
yang
digunakan
dan
parameter
pengoperasiannya (Anil, Syed, and Ana, 2008). 4. Sentrifugasi Metode pemisahan emulsi ini menggunakan alat sentrifugasi.Prinsipnya menggunakan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas antara cairan atau antara cairan dengan solid (El-Sayed and Mohammad, 2014). Studi tentang pemisahan emulsi minyak dalam air Virgin Coconut oil dengan menggunakan sentrifugasi yang memvariasikan kecepatan sentrifugasi yaitu antara 6000 dan 12000 rpm dengan waktu yang divariasikan juga yaitu antara 30-105 menit didapatkan hasil paling baik adalah dengan menggunakan kecepatan 12000 rpm selama 105 menit. (Abdurahman, et al., 2009)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
2.6 Ekstraksi Cair-cair Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari suatu bahan berupa padatan ataupun berupa cairan. Ekstraksi merupakan salah satu teknik yang sangat penting untuk isolasi dan pemurnian dari suatu bahan organik. Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan berdasarkan pada perbedaan dari sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang digunakan. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak seperti alkohol dan aseton (Harborne, 1987). Ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya, yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair biasanya digunakan untuk sampel yang berupa padatan dengan pelarutnya berupa cairan. Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan salah satu zat. Metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut yang dapat bercampur dengan sampel untuk menarik senyawa target yang berada pada sampel. Pelarut yang dipilih biasanya memiliki polaritas yang dekat dengan senyawa target. Pelarut mudah menguap seperti heksan, benzen, ether, etil asetat, dan dikloro metan biasanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang mudah menguap. N- heksan cocok untuk ekstraksi senyawa non polar seperti hidrokarbon alifatik, benzen cocok untuk senyawa aromatik, serta eter dan etil asetat cocok untuk senyawa yang relatif polar mengandung oksigen. Ekstraksi umumnya dilakukan dengan mengocok sampel dan pelarut di dalam corong pisah. Metode ekstraksi ini merupakan metode yang efisien namun waktu ekstraksi dengan metode ini panjang (Handbook of Analytical Method).
2.7 Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS) Kromatografi gas dan spektrometri massa dapat digunakan untuk memisahkan komponen dengan memberikan waktu retensi dan puncak elusi yang dapat dimasukkan ke dalam spektrofotometer massa untuk memperoleh berat molekul, karakteristik dan informasi fragmentasi (Heinrich, 2004). Kromatografi gas saat ini merupakan metode analisis yang penting dalam kimia organik untuk menentukan senyawa tunggal dalam campuran. Spektrometer
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
massa sebagai metode deteksi yang memberikan data yang bermakna, yang diperoleh dari penentuan langsung molekul zat atau fragmen (Heinrich, 2004).
2.7.1 Kromatografi Gas Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Sampel yang mudah menguap dan stabil terhadap panas akan bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang terantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut dari ujung kolom menghantarkan ke detektor (McNair, et al., 1998). Kromatografi gas penggunaan utamanya ialah pada pemisahan senyawa atsiri, yaitu : asam lemak, mono dan seskuiterpen, hidrokarbon dan senyawa belerang tinggi (Harborne, 1987).
2.7.2 Spektrometri Massa Teknik ini memungkinkan untuk mengukur berat molekul dari senyawa dan ion molekular yang diidentifikasi, teknik ini memungkinkan untuk mengukur ion secara akurat untuk memastikan jumlah dari atom hidrogen, karbon, oksigen dan atom lain yang terdapat dalam suatu molekul. Teknik ini akan memberikan hasil data berupa rumus molekul (Heinrich, 2004). Sejumlah teknik ionisasi terdapat dalam spektrometri massa, yang mana electron impact digunakan secara luas. Teknik ini memberikan fragmentasi yang baik dari molekul dan berguna untuk menentukan struktur dengan menetapkan fragmentasi untuk kelompok fungsional yang terdapat dalam senyawa (Heinrich, 2004).
2.8
Wadah
2.8.1 Pengertian Wadah Wadah adalah suatu tempat yang digunakan untuk penyimpanan suatu bahan yang dapat berhubungan langsung atau tidak langsung. Wadah dan sumbatanya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
kekuatan, mutu atau kemurnian hingga tidak memenuhi persyaratan resmi ( Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995 ). Sistem wadah dan penutup harus cukup melindungi bentuk sediaan dari temperatur dan cahaya yang dapat menyebabkan penurunan mutu bentuk sediaan. Penyebab dari degradasi sediaan diantaranya adalah terpapar sinar matahari. Perlindungan terhadap paparan cahaya dilakukan pengemasan dengan wadah gelap atau wadah kuning kecoklatan ( amber ) (Patrick, 2011 ).
2.8.1 Macam-Macam Wadah a) Wadah Tertutup Baik Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan mencegah hilangnya isi selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan pendistribusian (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995). b) Wadah Tertutup Rapat Wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan padat, atau uap dan mencegah hilangnya isi selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan pendistribusian dan harus dapat ditutup rapat kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan wadah tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995). c) Wadah Tidak Tembus Cahaya Wadah tidak tembus cahaya harus dapat melindungi isi dari pengaruh cahaya, dibuat dari bahan khusus yang mempunyai sifat menahan cahaya atau dengan melapisi wadah tersebut. Wadah yang bening dan tidak berwarna atau wadah yang tembus cahaya dapat dibuat tidak tembus cahaya dengan cara memberi pembungkus yang buram. Jika dalam monografi dinyatakan “terlindung dari cahaya” dimaksudkan agar penyimpanan dilakukan dalam wadah tidak tembus cahaya (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995). d) Wadah Tahan Dirusak Wadah suatu bahan steril yang dimaksudkan untuk pengobatan mata atau telinga, kecuali yang disiapkan segera sebelum diserahkan atas dasar resep, harus disegel sedemikian rupa hingga isinya tidak dapat digunakan tanpa merusak segel (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
e) Wadah Tertutup Kedap Wadah tertutup kedap harus dapat mencegah menembusnya udara atau gas selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995). f) Wadah Satuan Tunggal Wadah satuan tunggal digunakan untuk produk obat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai dosis tunggal yang harus digunakan segera setelah dibuka. Wadah atau pembungkus sebaiknya dirancang sedemikian rupa hingga dapat diketahui apabila wadah tersebut pernah dibuka (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995). g) Wadah Dosis Tunggal Wadah dosis tunggal adalah wadah satuan tunggal untk bahan yang hanya digunakaan secara parenteral (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995). h) Wadah Dosis Satuan Wadah dosis satuan adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang digunakan bukan secara parenteral dalam dosis tunggal, langsung dari wadah (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995). i) Wadah Satuan Ganda Wadah satuan ganda adalah wadah yang memungkinkan dapat diambil isinya beberapa kali tanpa mengakibatkan perubahan kekuatan mutu atau kemurnian sisa zat dalam waktu tersebut (Farmakope Indonesia Jilid IV,1995) j) Wadah Dosis Ganda Wadah dosis ganda adalah wadah satuan ganda untuk bahan yang digunakan hanya secara parenteral (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisa Obat dan Pangan Halal, Laboratorium
Farmakognosi
Fitokimia,
Laboratorium
Penelitian
I,
dan
Laboratorium Penelitian II Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di mulai dari bulan Februari sampai Mei 2015.
3.2 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GCMS (Agilent Technologies 7890A), stirer homogenizer (STIRER IKA), alat sentrifugasi, pH meter (Horiba pH meter F-52), viskometer (HAAKE Visco Tester 6R), evaporator(Eyela), timbangan analitik (AND GH-202), mikroskop optik (Olympus), corong pisah (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), beacker glass (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), botol amber 100 ml (Duran), botol bening 100 ml (Duran), hot plate, vial, magnetic stirer, cawan penguap, kaca arloji, pipet tetes, batang pengaduk, dan spatula.
3.3 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji jinten hitam (Nigella sativa, L seed oil) (CV Cipta Anugrah), tragakan (Brataco), sukrosa (CV Cipta Anugrah), natrium benzoat (CV Cipta Anugrah), aquades. Untuk pereaksi kimia yang digunakan adalah n-heksan pro analisis (Merck), etil asetat pro analisis (Merck), dan HCl pekat pro analisis (Smart Lab).
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Penyiapan Bahan Bahan – bahan yang akan digunakan untuk membuat emulsi minyak biji jinten hitam yang diperoleh dari CV Cipta Anugerah dan Brataco disiapkan.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
3.4.2
Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam A. Formula Emulsi Formula dari emulsi minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini. Formula yang digunakan untuk membuat emulsi minyak biji jinten hitam sudah dioptimasi ( Nabiela, 2013).
Tabel 3.1. Komposisi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam yang Telah di Optimasi
Bahan Minyak Biji Jinten Hitam Tragakan Sukrosa Natrium Benzoat Aquades
Konsentrasi (%) 10 1,5 25 0,1 Ad 100
[Sumber : Indayanti, 2014 dengan pengelolahan kembali ]
B. Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Dengan Hasil Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer (Indayanti, 2014 ). Setelah didapatkan kondisi optimasi kecepatan spindel homogenizer kemudian emulsi dibuat dengan tahapan sebagai berikut : 1. Alat dan bahan disiapkan, kemudian bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang yang terdapat pada tabel 3.1. 2. Sukrosa dilarutkan dalam aquades sebanyak 62,5 ml dan diaduk menggunakan magnetic stire. 3. Natrium benzoat dilarutkan dalam 1 ml aquades didalam beaker glas dan diaduk menggunakan batang pengaduk. 4. Dispersikan tragakan dengan aquades sebanyak 150 ml di dalam beacker
glass
kemudian
homogenkan
menggunakan
homogenizer dengan kecepatan 980 rpm selama 30 menit. 5. Setelah homogen ditambahkan minyak biji jinten hitam sedikit demi sedikit sambil terus dihomogenkan hingga terbentuk korpus emulsi. 6. Kemudian ditambahkan larutan sukrosa, larutan natrium benzoat dan sisa aquades sebanyak 103,6 ml sambil terus dihomogenkan dengan kecepatan 1980 rpm selama 35 menit. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
7. Emulsi yang dihasilkan kemudian ditempatkan dalam botol tertutup rapat dan disimpan pada suhu ruang selama 21 hari. Pengemasan dengan botol bening untuk emulsi kontrol dan botol gelap untuk emulsi sampel. 8. Masing-masing botol pengemas dari emulsi kontrol dan sampel diberi label untuk membedakan hari evaluasi. Dimana evaluasi dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21.
3.3.3. Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Parameter untuk uji stabitas yaitu : A. Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Baby, et al., 2007). Pengamatan organoleptis emulsi minyak biji jinten hitam dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan pemisahan dari sediaan emulsi pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Lopes, 2012). B. Pengukuran Nilai pH Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Baby, et al., 2007). Pengukuran pH emulsi minyak biji jinten hitam dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Lopes, 2012). C. Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Dengan Kondisi Optimasi Spindel Viskometer (Baby, et al., 2007). Pengukuran viskositas emulsi minyak biji jinten hitam dilakukan dengan menggunakan viskometer HAAKE ViscoTester 6R. Sediaan emulsi ditempatkan ke dalam beacker glass 100 ml kemudian dipilih spindel nomor 3. Pengukuran viskositas ini dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14 dan 21(Lopes, 2012). D. Pengukuran Nilai Diameter Globul Rata-rata Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Sinko, J. Patrick.2011). Diameter globul rata-rata diukur dengan menggunakan mikroskop optik dengan cara emulsi minyak biji jinten hitam diletakkan pada kaca objek, kemudian diamati dengan mikroskop perbesaran 10 x 10.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
Pengukuran diameter partikel rata-rata dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Lopes, 2012). E. Uji Tipe Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Tipe emulsi dilakukanan dengan metode pengenceran dengan aquades. Emulsi ditempatkan dalam beaker glass 100 ml, lalu ditambahkan aquades sedikit demi sedikit. Jika larut sempurna maka tipe minyak dalam air, tetapi bila tidak larut maka tipe air dalam minyak (Aulton, 2001). Pengukuran tipe emulsi dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Lopes,2012). F. Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sediaan emulsi minyak biji jinten hitam diambil sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 3 menit. Hasil sentrifugasi dapat diamati dengan adanya pemisahan atau tidak ( Suraweera, 2014 )
3.3.4. Analisis Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam A. Pemilihan Kondisi Optimasi GCMS Minyak Biji Jinten Hitam (Kostadinovic,et al., 2011). Optimasi GCMS dilakukan dengan menyuntikan sampel minyak biji jinten hitam sebanyak 1 μl. Pengaturan kondisi alat GCMS dilakukan berdasarkan jurnal Kostadinovic, et al., 2011 yang telah dimodifikasi. Mode split yang digunakan adalah 1 : 50, laju alir 1 ml/menit dan suhu oven diatur 100°C ditahan 3 menit, lalu dinaikan hingga 260°C dan laju kenaikan 10°C ditahan 1 menit. B. Analisis Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan 1. Preparasi Sampel a. Demulsifikasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Untuk memecah sediaan emulsi sehingga fase minyak dan fase airnya terpisah adalah dilakukan dengan cara menimbang emulsi sebanyak 20 gram sampel ( b/v ) lalu ditempatkan di erlenmeyer dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
ditambahkan 5 ml HCl pekat dan 9 ml aquades kemudian dikocok (Indayanti,2014 ). b. Ekstraksi Cair-cair Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Setelah dikocok kemudian sampel dipindahkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 15 ml n-heksan lalu diekstraksi. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Lalu fase heksan yang didapat digabung dan dilakukan evaporasi sampai didapatkan minyak pekat (Indayanti, 2014 ). Fase air yang didapat ditampung dan dimasukkan ke dalam corong pisah lalu dilakukan ekstraksi menggunakan etil asetat sebanyak 15 ml dan dilakukan sebanyak 3 kali. Fase etil yang didapat ditampung dan dilakukan evaporasi sampai didapat minyak pekat.
2. Analisis Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan. Minyak pekat hasil pemecahan emulsi kemudian dianalisis sebelum dan setelah penyimpanan. Analisis dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21. Kestabilan dilihat berdasarkan pola kromatogram dari emulsi minyak biji jinten hitam sebelum dan setelah penyimpanan berdasarkan persen area dari beberapa komponen senyawa aktif yang terkandung di dalam minyak biji jinten hitam (Indayanti , 2014).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
4.1.1 Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Pengamatan organoleptis dari emulsi minyak biji jinten hitam meliputi warna , bau , dan pemisahan. Hasil pengamatan pada emulsi kontrol dan emulsi sampel dapat dilihat pada tabel 4.4, 4.4, 4.6, dan 4.7 dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol 1
Hari ke 0
Warna Kuning kecoklatan
Hasil Organoleptis Emulsi 1 Bau Pemisahan Khas minyak Homogen jinten hitam
2
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
7
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
14
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
21
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Agak memisah
29
Gambar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Emulsi Kontrol 2
Hari ke-
Warna Kuning kecoklatan
Hasil Organoleptis Emulsi 2 Bau Pemisahan Khas minyak Homogen jinten hitam
2
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
7
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Agak memisah
14
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Agak memisah
21
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Agak memisah
0
Gambar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Emulsi Sampel 1
Hari ke 0
Warna Kuning kecoklatan
Hasil Organoleptis Emulsi 1 Bau Pemisahan Khas minyak Homogen jinten hitam
2
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
7
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
14
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
21
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
Gambar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel 2
Hari ke-
Hasil Organoleptis Emulsi 2 Warna Kuning kecoklatan
Bau Khas minyak jinten hitam
Pemisahan Homogen
2
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
7
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
14
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
21
Kuning kecoklatan
Khas minyak jinten hitam
Homogen
0
Gambar
Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pengamatan organoleptis dari emulsi minyak biji jinten hitam kontrol selama penyimpanan 21 hari menujukan tidak ada perubahan pada warna dan bau. Akan tetapi menunjukan perubahan homogenitas. Warna dari emulsi minyak biji jinten hitam tetap kuning kecokelatan, bau dari emulsi minyak jinten hitam tetap bau khas minyak biji jinten hitam dan tidak mengalami ketengikan. Emulsi minyak biji jinten hitam mengalami pemisahan antara fasa minyak dan fasa air pada penyimpanan hari ke- 7, hari ke-14, dan hari ke-21 sehingga emulsi kontrol tidak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
homogen pada penyimpanan selama 21 hari menggunakan botol bening. Pemisahan pada emulsi kontrol merupakan fenomena ketidakstabilan pada tahap flokulasi dimana terjadinya pemisahan antara fase air dan minyak dalam bentuk flokul-flokul kecil dan pada saat pengocokan dapat kembali homogen (Sinko, J. Patrick.2011). Berdasarkan tabel 4.3 dan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pengamatan organoleptis dari emulsi minyak biji jinten hitam sampel selama penyimpanan 21 hari tidak menujukan perubahan pada warna, bau, dan homogenitas. Warna dari emulsi minyak biji jinten hitam tetap kuning kecokelatan, bau dari emulsi minyak jinten hitam tetap bau khas minyak biji jinten hitam dan tidak mengalami ketengikan. Emulsi minyak biji jinten hitam tidak mengalami pemisahan antara fasa minyak dan fasa air sehingga emulsi sampel yang dikemas menggunakan botol gelap tetap homogen selama penyimpanan 21 hari. Senyawa terpen mudah mengalami proses oksidasi dibawah pengaruh cahaya sehingga dapat merusak aroma minyak atsiri (Syarifudin, 2012). Penggunaan dari botol gelap dapat meminimalisir paparan cahaya terhadap sediaan sehingga selama penyimpanan 21 hari emulsi minyak biji jinten hitam tetap stabil.
4.1.2 Pengukuran Nilai pH dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Pengukuran nilai pH dari sedian emulsi minyak biji jinten hitam dengan menggunakan pH meter. Hasil nilai pH sediaan emulsi sampel dan kontrol minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai pH Emulsi Minyak Jinten Hitam Kontrol
Hari ke 0 2 7 14 21
Nilai pH Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata 5,99 6,19 6,09 5,93 5,80 5,81 5,63 5,99 5,81 5,13 5,19 5,16 4,26 4,75 4,49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Nilai pH Emulsi Minyak Jinten Hitam Sampel
Hari ke 0 2 7 14 21
Nilai pH Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata 5,89 6,17 6,03 5,87 6,06 5,97 5,79 5,89 5,84 5,23 5,27 5,25 4,75 5,09 4,92
7 6 5 Nilai pH
4 3 2 1 0
Kontrol Sampel
0
2
7
14
21
Hari ke -
Gambar 4.1 Grafik Nilai pH Rata-Rata Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Dan Sampel
Berdasarkan gambar 4.1 terlihat bahwa grafik dari emulsi minyak biji jinten hitam pada kontrol dan sampel selama penyimpanan 21 hari mengalami penurunan pH sediaan. Penurunan nilai pH emulsi pada kontrol selama penyimpanan 21 hari sebesar 1,60 dan penurunan nilai pH emulsi pada sampel selama penyimpanan 21 hari sebesar 1,10. Penurunan pH pada sediaan oral biasanya disebabkan oleh penguraian lemak akibat hidrolisis, oksidasi dengan adanya oksigen dari atmosfer dan cahaya, serta pertumbuhan mikroorganisme (Martin, et al., 1993). Penggunaan botol yang berbeda maka penurunan nilai pH menjadi berbeda. Emulsi yang dikemas menggunakan botol gelap dan botol bening memiliki selisih penurunan nilai pH sebanyak 0,5. Penggunaan botol gelap pada sedian emulsi memberikan perlindungan terhadap cahaya sehingga emulsi yang dikemas menggunakan botol gelap lebih sedikit mengalami penurunan nilai pH dibanding dengan emulsi yang dikemas menggunakan botol bening. Namun pada penelitian ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
tidak dilakukan pengujian lebih lanjut penyebab dari penurunan pH pada sediaan emulsi. Perubahan nilai pH pada sediaan selama penyimpanan menandakan bahwa sediaan tersebut tidak stabil. Ketidakstabilan ini dapat merusak produk selama penyimpanan dan penggunaan (Young et al., 2002).
4.1.3 Pengukuran Nilai Viskositas dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Pengukuran nilai viskositas dari sediaan emulsi minyak biji jinten hitam dengan menggunakan alat viskometer HAAKE Visco Tester dengan nomor spindel 3. Hasil pengukuran nilai viskositas dari sediaan emulsi minyak biji jinten hitam kontrol dan sampel diambil dari hasil pada kecepatan 60 rpm dan dapat dilihat pada tabel 4.7 dan 4.8 Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Jinten Hitam Kontrol
Hari ke -
0 2 7 14 21
Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (cps) Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata 950 990 970 830 890 860 650 650 650 310 440 375 200 240 220
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Jinten Hitam Sampel
Hari ke -
0 2 7 14 21
Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (cps) Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata 980 930 955 880 890 885 700 660 680 390 380 385 310 330 320
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
1200 1000 800 Kontrol
600
Sampel
Nilai Viskositas (Cps) 400
200 0 0
2
7
14
21
Hari ke-
Gambar 4.2 Grafik Nilai Viskositas Rata-Rata EmulsiMinyak Biji Jinten Kontrol Dan Sampel Hitam
Dari grafik pada gambar 4.2 terlihat perbandingan nilai viskositas pada emulsi kontrol dan emulsi sampel semakin lama penyimpanan semakin turun nilai viskositasnya. Menurut teori, seiring dengan lamanya penyimpanan maka viskositas emulsi akan semakin meningkat (Lachman, et al., 1994). Pada pengukuran nilai viskositas setelah penyimpanan selama 21 pada emulsi sampel dan emulsi kontrol mengalami penurunan nilai viskositas. Penurunan nilai viskositas emulsi kontrol sebesar 750 cps dan pada emulsi sampel sebesar 635 cps. Hal ini menandakan bahwa pengemasan emulsi menggunakan botol gelap memberikan efek penurunan nilai viskositas yang lebih kecil dibandingkan dengan pengemasan emulsi menggunakan botol bening yang menandakan emulsi sampel lebih stabil dari pada emulsi kontrol. Penurunan nilai viskositas menandakan bahwa stabilitas dari sedian emulsi juga menurun. Pada viskositas yang rendah maka fase terdispersi (globul) akan mudah bergerak dalam medium pendispersinya sehingga peluang terjadinya tabrakan antara sesama globul semakin tinggi dan globul cenderung bergabung menjadi partikel yang lebih besar dan menggumpal (Nabiela,2013).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
4.1.4 Pengukuran Nilai Diameter Globul dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Pengukuran diameter globul emulsi minyak biji jinten dilakukan menggunakan mikroskop Olympus DX 1 x 71 dengan perbesaran 10 x 10. Hasil dari diameter globul dapat dilihat ditabel 4.9 dan 4.10. Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Emulsi Kontrol
Hari ke -
0 2 7 14 21
Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Jinten (µm) Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata 13,56 13,20 13,38 14,13 13,16 13,65 15,69 14,88 15,29 15,77 15,71 15,74 16,61 15,96 16,28
Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Emulsi Sampel
Hari ke 0 2 7 14 21
Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Jinten (µm) Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata 14,29 12,64 13,47 14,52 13,07 13,79 14,76 13,49 14,13 16,26 13,50 14,88 16,82 15,65 16,23
20 15 Kontrol
Ukuran Globul 10 (µm)
Sampel
5 0 0
2
7
14
21
Hari ke-
Gambar 4.3 Grafik Nilai Diameter Globul Rata-Rata Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Dan Sampel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Berdasarkan grafik pada gambar 4.9 dan 4.10 terlihat nilai rata-rata diameter globul dari emulsi minyak biji jinten hitam kontrol dan sampel selama penyimpanan 21 hari mengalami kenaikan ukuran globul. Peningkatan nilai diameter globul pada emulsi kontrol sebesar 2,90 µm dan pada emulsi sampel sebesar 2,76 µm. Hal ini menandakan bahwa peningkatan ukuran globul pada emulsi sampel lebih kecil dibandingkan dengan emulsi kontrol selama penyimpanan 21 hari. Ukuran globul merupakan indikator utama untuk kecenderungan terjadinya pemisahan emulsi (creaming) atau pemisahan dua fase tersendiri (breaking). Peningkatan ukuran globul menandakan bahwa kestabilan emulsi menjadi berkurang. Sesuai hukum Stoke, semakin besar ukuran globul maka akan semakin cepat laju sedimentasinya sehingga akan menurunkan viskositasnya (Dzuhro, 2011).
4.1.5 Uji Tipe Emulsi dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Pengujian tipe emulsi dilakukan dengan cara pengenceran menggunakan aquades. Hasil dari uji tipe emulsi dapat dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini. Tabel 4.11 Hasil Pengujian Tipe Emulsi dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Hari ke0 2 7 14 21
Kontrol 1 Minyak dalam air Minyak dalam air Minyak dalam air Minyak dalam air Minyak dalam air
Uji Tipe Emulsi Kontrol 2 Sampel 1 Minyak dalam Minyak dalam air air Minyak dalam Minyak dalam air air Minyak dalam Minyak dalam air air Minyak dalam Minyak dalam air air Minyak dalam Minyak dalam air air
Sampel 2 Minyak dalam air Minyak dalam air Minyak dalam air Minyak dalam air Minyak dalam air
Dari tabel 4.11 terlihat bahwa hasil dari uji tipe emulsi minyak biji jinten hitam kontrol dan sampel menunjukan tipe minyak dalam air. Dimana emulsi kontrol dan emulsi sampel ketika ditambahkan aquades, emulsi tersebut menjadi homogen yang menandakan bahwa tipe dari emulsi kontrol dan emulsi sampel adalah tipe minyak dalam air. Selama penyimpanan 21 hari tipe emulsi dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
emulsi kontrol dan emulsi sampel tetap minyak dalam air yang menandakan emulsi tersebut stabil.
4.1.6 Uji Sentrifugasi dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Pegujian sentrifugasi dilakukan menggunakan alat uji sentrifugasi. Hasil uji sentrifugasi pada emusli sampel dan kontrol dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini. Tabel 4.12 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Jinten Hitam Emulsi Kontrol dan Sampel
Sediaan Emulsi kontrol 1
Awal Homogen dan tidak ada pemisahan antara dua fase (fase air dan fase minyak)
Emulsi kontrol 2
Homogen dan tidak ada pemisahan antara dua fase (fase air dan fase minyak)
Emulsi sampel 1
Homogen dan tidak ada pemisahan antara dua fase (fase air dan fase minyak)
Emulsi sampel 2
Homogen dan tidak ada pemisahan antara dua fase (fase air dan fase minyak)
Sampel 1
Sampel 2
Akhir Terjadi pemisahan antara dua fase (bagian atas : fase minyak ; bagian bawah : fase air) Terjadi pemisahan antara dua fase (bagian atas : fase minyak ; bagian bawah : fase air) Terjadi pemisahan antara dua fase (bagian atas : fase minyak ; bagian bawah : fase air) Terjadi pemisahan antara dua fase (bagian atas : fase minyak ; bagian bawah : fase air)
Kontrol 1
Kontrol 2
Gambar 4.4 Hasil Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Uji sentrifugasi merupakan alat yang sangat berguna untuk mengevaluasi dan meramalkan shelf-life sediaan emulsi dengan mengamati pemisahan fase terdispersi karena pembentukkan krim atau penggumpalan (Lachman, et al., 1994). Dari tabel 4.12 terlihat bahwa pada emulsi kontrol dan emulsi sampel sebelum dilakukan uji sentrifugasi masih homogen akan tetapi setelah dilakukan uji sentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 3 menit terjadi pemisahan antara dua fase, yaitu : bagian atas fase minyak dan bagian bawah fase air. Dimana fenomena ini merupakan ketidakstabilan dari emulsi yang menyebabkan waktu simpan dari emulsi kontrol dan emulsi sampel singkat.
4.2
Analisa Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
4.2.1 Kondisi Optimasi GCMS Optimasi GCMS dilakukan berdasarkan jurnal Kostadinovic,et al., 2012 yang telah dimodifikasi. Mode split yang digunakan adalah 1 : 50, laju alir gas diprogram dengan kecepatan 1 ml/menit, suhu oven yang digunakan 100°C kemudian ditahan selama 3 menit lalu suhu dinaikkan menjadi 260°C, dan volume minyak biji jinten hitam yang diinject sebanyak 1 µl.
4.2.2 Analisa Stabilitas Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam 1. Preparasi Sampel dan Kontrol A. Hasil Demulsifikasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Pemecahan emulsi pada penelitian ini digunakan HCL pekat sebanyak 5 ml, dimana HCL pekat merupakan asam kuat yang dapat memecah sediaan emulsi. Pemecahan emulsi kontrol dan emulsi sampel dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21. Dimana masing-masing dari emulsi kontrol dan emulsi sampel yang sudah diberi label hari evaluasi dilakukan demulsifikasi sesuai dengan label yang sudah tertera. Sampel ditimbang dalam tabung erlemeyer lalu ditambahkan 5 ml HCL untuk memecah fase minyak dan fase air dari emulsi. Lalu dilakukan pengenceran dengan menambahkan aquades sebanyak 9 ml. Tujuan dilakukan pengenceran ini adalah agar antara fase air dan fase minyak benar-benar memisah. Ketika fase air
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
dan fase minyak sudah memisah maka dilakukan tahap selanjutnya, yaitu ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut heksan dan etil asetat.
B. Hasil Ektraksi Cair-Cair Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Tujuan dari ekstraksi cair-cair ini adalah untuk menarik minyak biji jinten hitam yang terkandung dalam emulsi setelah dilakukannya pemecahan emulsi tersebut. Ekstraksi cair-cair merupakan cara yang digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur dengan menggunakan pelarut yang dapat bercampur dengan salah salah satu zat. Fase minyak dari emulsi minyak biji jinten hitam ini dapat larut pada pelarut n-heksan dan etil asetat, maka dari itu dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut tersebut. Ekstraksi cair-cair dilakukan didalam corong pisah. Setelah didapat fase heksan dan fase etil maka dilakukan evaporasi yang bertujuan untuk menghasilkan minyak pada fase hexsan dan fase etil menjadi pekat. Setelah minyak pekat didapat lalu ditimbang dan dihitung hasil rendemen ekstrak minyak biji jinten hitam yang dieproleh. Hasil rendemen ekstraksi emulsi minyak biji jinten hitam sampel dan kontrol dapat dilihat pada tabel 4.13, 4.14, 4.15, dan 4.16 dibawah ini. Tabel 4.13 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Heksan
Hari ke0 2 7 14 21
Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Fase Heksan (%) Emulsi Sampel 1 Emulsi Sampel 2 Rata-Rata 0,98 1,39 1,19 0,90 0,95 0,93 0,36 0,23 0,29 0,20 0,20 0,20 0,07 0,04 0,05
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Tabel 4.14 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Heksan
Hari ke0 2 7 14 21
Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Fase Heksan (%) Emulsi Sampel 1 Emulsi Sampel 2 Rata-Rata 0,63 0,18 0,41 0,46 0,14 0,30 0,33 0,14 0,23 0,15 0,07 0,11 0,04 0,06 0,05
1,4 1,2 1 Perolehan 0,8 Kembali (%) 0,6 0,4 0,2 0
Kontrol Sampel
0
2
7
14
21
Hari ke-
Gambar 4.5 Grafik Nilai Rendemen Rata-Rata Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Fase Heksan Kontrol Dan Sampel Tabel 4.15 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Etil
Hari ke0 2 7 14 21
Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Fase Etil (%) Emulsi Sampel 1 Emulsi Sampel 2 Rata-Rata 0,81 0,66 0,74 0,72 0,57 0,65 0,69 0,42 0,56 0,44 0,18 0,31 0,04 0,10 0,07
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Tabel 4.16 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Etil
Hari ke0 2 7 14 21
Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Fase Etil (%) Emulsi Sampel 1 Emulsi Sampel 2 Rata-Rata 0,73 0,81 0,77 0,24 0,49 0,36 0,24 0,39 0,32 0,19 0,38 0,29 0,15 0,12 0,14
1 0,8 Perolehan 0,6 Kembali (%) 0,4
Kontrol Sampel
0,2 0 0
2
7
14
21
Hari ke -
Gambar 4.6 Grafik Nilai Perolehan Kembali Rendemen Ekstrak Fase Etil Rata-Rata Kontrol Dan Sampel Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Dari tabel 4.13, 4.14, 4.15, dan 4.16 terlihat bahwa rendemen ekstraksi emulsi minyak biji jinten hitam pada kontrol dan sampel mengalami penurunan selama penyimpanan 21 hari. Persen perolehan kembali rendemen ekstraksi emulsi minyak biji jinten hitam diperoleh dari jumlah ekstrak yang diperoleh dari hasil evaporasi dibagi dengan jumlah awal sampel yang diekstraksi lalu dikalikan 100 persen. Ekstraksi dari emulsi kontrol dan emulsi sampel dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21. Masing- masing dari emulsi tersebut telah diberi label untuk mengetahui hari keberapa emulsi tersebut dilakukan evaluasi kimia pada tahap ekstraksi cair-cair yang menghasilkan perolehan kembali ekstrak minyak biji jinten hitam.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Penurunan rendemen hasil ekstraksi pada kontrol fase heksan sebesar 1,13% dan penurunan rendemen hasil ekstraksi pada sampel fase heksan sebesar 0,35% Selisih dari rendemen fase heksan kontrol dan sampel sebesar 0,78%. Hal ini menandakan bahwa pengemasan emulsi menggunakan botol gelap menyebabkan penurunan rendemen hasil ekstraksi fase heksan lebih kecil dibandingkan dengan emulsi yang dikemas menggunakan botol bening. Penurunan rendemen hasil ekstraksi emulsi kontrol fase etil sebesar 0,66% dan penurunan rendemen hasil ekstraksi emulsi sampel fase etil sebesar 0,66%. Dari hasil rendemen fase etil kontrol dan fase etil sampel mendapatkan hasil yang sama yaitu 0,66% yang menandakan tidak ada perbedaan rendemen hasil ekstraksi antara fase etil kontrol dan fase etil kontrol. Penurunan rendemen yang terjadi pada emulsi kontrol dan emulsi sampel disebabkan karena semakin lama waktu penyimpanan maka semakin tinggi proses oksidasi yang terjadi didalam sediaan dan terjadinya proses penguapan minyak biji jinten hitam sehingga persen perolehan kembali rendemen minyak didalam sediaan emulsi menjadi berkurang. 2. Analisis Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Obat mengandung banyak gugus fungsional, maka dari itu dapat mengalami degradasi melalui berbagai reaksi seperti oksidasi, hidrolisis, isomerisasi, serta fotolisis ( Fathima, et al., 2012 ). Stabilitas dari sediaan farmasi merupakan hal yang penting. Uji stabilitas pada sediaan emulsi minyak biji jinten hitam yang telah dibuat meliputi uji stabilitas fisik dan komponen kimia menggunakan GCMS dengan melihat kandungan dari minyak biji jinten hitam setelah diformulasikan menjadi emulsi selama penyimpanan 21 hari. Uji kandungan komponen kimia dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21. Uji komponen kimia menggunakan GCMS dilakukan dengan melihat komponen yang terkandung dan stabilitas dari persen area komponen yang tersebut. Dari data kromatogram GCMS dapat dilihat komponen utama dari minyak biji jinten hitam yang diformulasikan menjadi emulsi adalah thymoquinon.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Komponen minyak biji jinten hitam diantaranya adalah limonene, αpinene, thymoquinon, terpinen-4-ol, longifolen, p-cymene, o-cymene, asam stearat, asam oleat, asam palmitat, asam miristik, acid octadionic, carvone, dll (Nickavar, Bahman et al, 2003). Hasil komponen kimia senyawa antioksidan dari emulsi minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada tabel 4.19 dan hasil kromatogram hasil GCMS dapat dilihat pada lampiran 10, 11, 12, dan 13.
Tabel 4.17 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Heksan
N o. 1 2 3 4
Nama Thymoquinon P -cyemene Terpinen– 4-ol Longifolen
0 79,42 4,83 -
2 72,57 0,85 7,08 -
Area (%) Hari ke7 14 60,43 38,24 4,86 7,71 11,63 10,36 0,89 1,09
21 21,35 12,28 7,87 1,43
Tabel 4.18 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Heksan
N o. 1 2 3 4
Nama Thymoquinon P -cymene Terpinen– 4-ol Longifolen
0 72,62 0,85 7,08 -
Area (%) Hari ke2 7 14 73,96 61,41 40,24 2,18 3,77 5,27 5,76 3,94 3,54 1,76 1,55
21 36,18 4,69 3,33 1,43
Tabel 4.19 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Etil
N o. 1 2 3 4
Nama Thymoquinon P-cyemene Terpinen– 4-ol Longifolen
0 32,24 3,43 15,13 1,09
Area (%) Hari ke2 7 14 29,08 23,68 17,29 5,15 9,59 7,65 12,81 3,22 9,41 1,11 1,90 0,82
21 14,53 5,24 2,60 0,96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Tabel 4.20 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Etil
N o. 1 2 3 4
Nama Thymoquinon P -cymene Terpinen– 4-ol Longifolen
0 35,16 6,32 6,74 0,82
Area (%) Hari ke2 7 14 34,68 36,68 29,86 3,74 7,13 5,39 8,73 17,49 13,92 1,19 1,05 1,09
21 27,25 4,76 15,31 1,02
Tabel 4.21 Perubahan Persen Area Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel
Emulsi Sampel Heksan
Sampel Etil
Kontrol Heksan
Kontrol Etil
Senyawa Thymoquinon P-cyemene Terpinen– 4-ol Longifolen Thymoquinon P-cyemene Terpinen– 4-ol Longifolen Thymoquinon P-cyemene Terpinen– 4-ol Longifolen Thymoquinon P-cyemene Terpinen– 4-ol Longifolen
% Area 72,62 menjadi 36,18 0,85 menjadi 4,69 7,08 menjadi 3,33 1,76 menjadi 1,43 35,16 menjadi 27,25 6,32 menjadi 4,76 6,74 menjadi15,31 0,82 menjadi 1,02 79,42 menjadi 21,35 0,85 menjadi 12,28 4,83 menjadi 7,87 0,89 menjadi 1,433 32,24 menjadi 14,53 3,43 menjadi 5,24 15,13 menjadi 2,60 1,09 menjadi 0,96
Perubahan % 36,43 3,84 3,75 0,33 7,90 1,56 8,58 0,20 58,07 11,43 3,04 0,53 17,70 1,81 12,52 0,13
Berdasarkan tabel 4.21 diatas terlihat bahwa kandungan kimia antioksidan dari emulsi minyak biji jinten hitam meliputi tymoquinon, p-cyemene, terpinen– 4-ol, dan longifolen. Dalam penyimpanan 21 hari terjadi penurunan dan kenaikan persen area dari masing-masing senyawa tersebut. Kondisi penyimpanan seperti suhu, kelembapan, atau wadah pengemas dapat mempengaruhi stabilitas dari sediaan emulsi tersebut yang menyebakan perbedaan persen area selama penyimpanan 21 hari. Besarnya persen area penurunan dan kenaikan dari kandungan kimia antioksidan emulsi minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada tabel 4.21.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
100 80
Persen Area 60 (%) 40
Kontrol Sampel
20 0 0
2
7
14
21
Hari ke-
Gambar 4.7 Grafik Nilai Persen Area Thymoquinon Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Fase Heksan Kontrol dan Sampel
40 35 30 25 Persen Area 20 (%) 15 10 5 0
Kontrol Sampel
0
2
7
14
21
Hari ke-
Gambar 4.8 Grafik Nilai Persen Area Thymoquinon Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Fase Etil Kontrol dan Sampel
Dari gambar grafik 4.7 dan 4.8 terlihat bahwa thymoquinon merupakan senyawa antioksidan utama yang terkandung dalam emulsi minyak biji jinten hitam. Thymoquinon mengalami penurunan persen area selama penyimpanan 21 hari baik menggunakan botol gelap maupun menggunakan botol bening. Penurunan pada emulsi kontrol fase heksan sebesar 58,07% dan pada emulsi sampel fase heksan sebesar 36,43%. Selisih penurunan emulsi fase heksan pada emulsi kontrol dan emulsi sampel sebesar 21,64%. Penurunan pada emulsi kontrol fase etil sebesar 17,70% dan pada emulsi sampel fase etil sebesar 7,90%. Selisih penurunan emulsi fase heksan pada emulsi kontrol dan emulsi sampel sebesar 9,8%. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Penyimpanan emulsi menggunakan botol gelap menunjukan bahwa senyawa thymoquinon
lebih
stabil
dibandingkan
dengan
penyimpanan
emulsi
menggunakan botol bening. Hal ini menandakan bahwa penggunaan botol gelap dapat mengurangi terjadinya penurunan persen area pada senyawa thymoquinon. .
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Stabilitas fisik emulsi kontrol dan sampel mengalami penurunan nilai pH, nilai viskositas, dan kenaikan ukuran globul. Emulsi kontrol mengalami perubahan homogenitas akan tetapi dapat homogen kembali ketika dilakukan pengocokan sedangkan emulsi sampel tetap homogen. Evaluasi tipe emulsi tetap stabil dan terjadi pemisahan setelah dilakukan uji sentrifugasi. 2. Komponen kimia emulsi minyak biji jinten hitam terdiri dari thymoquinon,
longifolen, terpinen-4-ol,
dan
p-cyemen.
Terjadi
kenaikan dan penurunan persen area dari senyawa tersebut pada emulsi kontrol dan sampel. Thymoquinon merupakan senyawa utama dalam emulsi minyak biji jinten hitam dan senyawa tersebut lebih stabil ketika dikemas menggunakan botol gelap. 5.2 Saran 1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi penggunaan botol gelap dan penambahan antioksidan pada formulasi emulsi minyak biji jinten hitam. 2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan kombinasi antara emulgator alam dan sintetik. 3. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan HLB minyak biji jinten hitam untuk memudahkan pembuatan sediaan emulsi dengan emulgator sintetik atau gabungan antara emulgator sintetik dengan emulgator alam. 4. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar dari tymoquinone pada formulasi emulsi minyak biji jinten hitam.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
DAFTAR PUSTAKA
Achouri, Allaoua, Youness Zamani, and Joyce Irene Boye. 2012. Stability and physical properties of emulsions prepared with and without soy proteins. Agriculture and Agri-Food Canada. Vol. 1, No. 1. ALHaj, Nagi A., Mariana. N. Shamsudin, Norfarrah. M. Alipiah, Hana F. Zamri,Ahmad Bustamam, Siddig Ibrahim and Rasedee Abdullah. Characterization of Nigella Sativa L. Essential Oil-Loaded Solid Lipid Nanoparticles.Department of Medical Microbiology, Faculty of Medicineand Health Sciences, Sana’a University, Yemen. American Journal of Pharmacology and Toxicology 5 (1): 52-57, 2010. ISSN 15574962. Amina, Bessedik , Allem Rachida. 2013. Molecular composition and antibacterial effect of essential oil of Nigella sativa. Laboratory of Local Natural Bioressources, Algeria. Vol. 12(20). Anonim .1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Anwar, Effionora, Prof. Dr. Ms, Apt. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi: Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta: Dian Rakyat. Aulton, M. E., Kevin M. G. Taylor. 2001. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design Edisi Kedua. Baby, André Rolim, et al., 2007. Accelerated chemical stability data of O/W fluid emulsions containing the extract of Trichilia catigua Adr. Juss (and) Ptychopetalum olacoides Bentham. Department of Pharmacy, School of Pharmaceutical Sciences, University of São Paulo. Vol. 43. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Dzuhro, Zuraida Syafara.”Pengaruh Natrium Hialuronat Terhadap Penetrasi Kofein Sebagai Antiselulit Dalam Sediaan Hidrogel, Hidroalkoholik Gel Dan Emulsi Gel Secara In Vitro Menggunakan Difusi Franz”. Skripsi, Program Studi Farmasi, Jakarta, 2011. El-Sayed, Walaa, Tahany G. M. Mohammad. 2014. Preparation and characterization of alternative oil-in-water emulsion formulation of deltamethrin. American Journal of Experimental Agriculture 4(4).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Fathima, Nishath, Tirunagari Mamatha, Husna Kanwal Qureshi, Nandagopal Anitha and Jangala Venkateswara Rao. 2011. Drug-excipient interaction and its importance in dosage form development. Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (06) Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P., Soediro Iwang. Bandung: Penerbit ITB. Heinrich, M. Barnes, J. Gibbons, S. Williansom, M, E. Fundamental Of Pharmacognosy and Phytotherapy. Philadelpia: Penerbit Elsevier. Handbook of Analytical Method. Hassan, Sohair A., et al., 2008. The in vitro promising therapeutic activity of thymoquinone on hepatocellular carcinoma (HepG2) cell line. Department of Medicinal Chemistry, National Research Centre, Dokki, Giza, Egypt. Global Veterinaria 2 (5) Indayanti, Deisy. “Uji Stabilitas Fisik Dan Komponenkimia Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Menggunakan GCMS.” Skripsi, Program Studi Farmasi, Jakarta, 2014. Kostadinovic, Sanja, Dalibor Jovanov, and Hamed Mirhosseini. 2011. Comparative investigation of cold pressed essential oils from peel of different Mandarin varieties. Faculty of agriculture, University Putra Malaysia. Vol. 3 (2). Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Ketiga. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Martin, A., Swarbrick, J., Commarata, A. 1993. Farmasi Fisik 2, Edisi Ketiga.Jakarta: Universitas Indonesia Press. M, Blessy, Ruchi D. Patel, Prajesh N. Prajapati, Y.K. Agrawal. 2013. Development of forced degradation and stability indicating studies of drugs-a review. Department of Pharmaceutical Analysis, Institute of Research and Development, Gujarat, India. McNair, M, H; Miller, M, J. 1998. Basic Gas Chromatography. New York: John Wiley & Son Nabiela, Warda. “Formulasi emulsi tipe minyak dalam air minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.)”. Skripsi, Program Studi Farmasi, Jakarta, 2013. Nickavar, B,. Mojaba, F., Javidniab, K., dan Amolia, M.A. 2003. Chemical composition of the fixed and volatile oils of Nigella sativa L. from Iran. Z. Naturforsch 58c. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Nour, Abdurahman H., Mohammed, F.S., Yunus, Rosli M., dan Arman, A. 2009. Demulsification of Virgin Coconut Oil by Centrifugation Method: A Feasibility Study. Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering, Unoversity Malaysia, Pahang-UMP, Malaysia. International Journal of Chemical Technology 1 (2). Paarakh, Padmaa M., 2010. Nigella sativa Linn. - a comprehensive review. Departement of Pharmacognosy, The Oxford College of Pharmacy,Karnataka, India. Vol 1 (4). Pabby,Anil Kumar., Syed S.H.Rizvi., Ana Maria Sastre.2008. Handbook of membrane separation :chemical,pharmaceutical,fod and biotechnological applications. Francis : CRC Press. Rajsekhar, Saha, Bhupendar Kuldeep. 2011. Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-a review. India. 2(11). Raza, Muhamma, Alghasham, Abdullah A., Alorainy, Mohammad S. dan ElHadiyah, Tarig M. 2006. Beneficial Interaction of Thymoquinone and Sodium Valproate in Experimental Models of Epilepsy: Reduction in Hepatotoxicity of Valproate. Department of Pharmacology and Therapeutics, Saudi Arabia. Scientia Pharmaceutica (Sci. Pharm.) Rowey, R.C., Sheskey, P.J., dan Owen, S.C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients Fifth Edition. London : Pharmaceutical Press. Rohman,Abdul., Che Man.B.Yaakob.2011. Analysis of Lard in Cream Cosmetic Formulation Using FT-IR Spectroscopy and Chemometric. Yogyakarta : IDOSI. ISSN 1990-9233 Sangi, Sibghatullah, Sree Harsha, Sahibzada Tasleem-ur-Rasool and Afzal Haq Asif. 2011. Formulation and evaluation of mucoadhesive Nigalla Sativa and Olive oils for vaginal infections. Department of Pharmacy Practice,College of Clinical Pharmacy, King Faisal University, Al-Ahsa, Saudi Arabia. ISSN 0975-5071, 3(2). Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sinko, J. Patrick.2011. Farmasi Fisik dan Ilmu Farmaseutika Martin Edisi . Jakarta : EGC. Syarifudin.2012. The Design of Fractional Distillation Equipment of Patchouli Oil for IKM Scale). Balai Riset dan Standardisasi Industri : Banda Aceh. ISSN 2089-5380,25(2). Tonnesen, Hanne Hjorth. 2004. Photostability of Drugs and Drug Formulation Second Edition. London : CRC Press UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
USDA
(United States Department of Agriculture). Natural Resource Conservation Service. Akses online via http://plants.usda.gov/ (Diakses pada tanggal 23 Januari 2015)
Voight, Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr.rer.nat.Soendani Noerono Soewandhi, Apt. Dan Dr.Mathilda B.Widianto, Apt., Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Fakultas Farmasi UGM. Gajah Mada University Press:Yogyakarta. Young, Anne. 2002. Practical Cosmetic Science. London: Mills and Boon Limited.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 1. Prosedur Penelitian
Penyiapan alat dan bahan
Pembuatan emulsi minyak biji jinten hitam dengan kondisi optimasi kecepatan spindel
Evaluasi fisik emulsi minyak biji jinten hitam
Analisa komponen menggunakan GCMS yang telah dioptimasi
pH Organoleptis Sentrifugasi Tipe Emulsi
Komponen emulsi minyak biji jinten hitam
Viskositas Diameter globul
a. Preparasi sampel uji -
Demulsifikasi Ekstraksi cair – cair
b. Analisa komponen senyawa emulsi minyak biji jinten hitam.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lampiran 2. Perhitungan Bahan Emulsi Kontrol dan Sampel
1. Minyak biji jinten hitam
2. Tragakan
3. Sukrosa
4. Natrium benzoat
5. Aquades = 500 – ( 50 + 7,5 + 125 + 0,5 ) gram = 317 gram Mendispersikan tragakan
= 20 x 7,5 = 150 gram
Melarutkan sukrosa
= 0,5 x 125 = 62,5 gram
Melarutkan natrium benzoat = 1,8 x 0,5 Aquades sisa
= 0,9 gram
= 317 gram – ( 150 + 0,9 + 62,5 ) gram = 103,6 gram
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 3. Dokumentasi Alat dan Bahan yang Digunakan
Tragakan
Natrium Benzoat
Minyak Biji Jinten Hitam
Sukrosa
Aquades
Lemari Pendingin
GCMS
Evaporator
Mikroskop Optik
Viskometer
Sentrifugasi
Timbangan Analit
pH meter
Homoginezer
Hot plate
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Botol pengemas kontrol
Botol pengemas sampel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol
Kontrol hari ke 0 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,0353 gram
Berat emulsi
=20, 2124gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 8967,5 mg
Vial Kosong
= 9545,8 mg
Vial + ekstrak
= 9165,5 mg
Vial + ekstrak
= 8996,9mg
Minyak yang di dapat = 198 mg
Minyak yang di dapat = 9278,7 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
= 281,8 mg
Kontrol hari ke 2 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,0844 gram
Berat emulsi
= 20,1551 gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9987,3 mg
Vial Kosong
= 9651,2 mg
Vial + ekstrak
= 10169,3 mg
Vial + ekstrak
= 9843,6mg
Minyak yang di dapat = 182 mg
Minyak yang di dapat = 192,4 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Kontrol hari ke 7 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,0022 gram
Berat emulsi
= 20,1133 gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9675,4 mg
Vial Kosong
= 9879,4 mg
Vial + ekstrak
= 9748,9 mg
Vial + ekstrak
= 9926,2 mg
Minyak yang di dapat = 73,5 mg
Minyak yang di dapat = 46,8 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
Kontrol hari ke 14 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,3702 gram
Berat emulsi
= 20,6633 gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 8976,2 mg
Vial Kosong
= 1000,3mg
Vial + ekstrak
= 9018,5 mg
Vial + ekstrak
= 1042,4 mg
Minyak yang di dapat = 42,3 mg
Minyak yang di dapat = 42,1 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Kontrol hari ke 21 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,0838 gram
Berat emulsi
= 20,4 gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9879,3 mg
Vial Kosong
= 8967,4 mg
Vial + ekstrak
= 9894,0 mg
Vial + ekstrak
= 8975,7 mg
Minyak yang di dapat = 14,7 mg
Minyak yang di dapat = 8,3 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
Kontrol hari ke 0 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,0353 gram
Berat emulsi
= 20, 2124gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9892,3 mg
Vial Kosong
= 8793,2mg
Vial + ekstrak
= 10055,5 mg
Vial + ekstrak
= 8928,6 mg
Minyak yang di dapat = 163,2 mg
Minyak yang di dapat = 135,4 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Kontrol hari ke 2 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,0844 gram
Berat emulsi
= 20,1551gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9554,5 mg
Vial Kosong
= mg
Vial + ekstrak
= 9682,3 mg
Vial + ekstrak
= mg
Minyak yang di dapat = 146,5 mg
Minyak yang di dapat = 116,5 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
Kontrol hari ke 7 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,0022 gram
Berat emulsi
= 20,1133 gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9554,5 mg
Vial Kosong
= mg
Vial + ekstrak
= 9694,4 mg
Vial + ekstrak
= mg
Minyak yang di dapat = 139,9 mg
Minyak yang di dapat = 85,9 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Kontrol hari ke 14 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,3702 gram
Berat emulsi
= 20,6633gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9687,8 mg
Vial Kosong
= 9874,3 mg
Vial + ekstrak
= 9777,5 mg
Vial + ekstrak
= 9911,9 mg
Minyak yang di dapat = 89,7 mg
Minyak yang di dapat = 37,6 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
Kontrol hari ke 21 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,0838 gram
Berat emulsi
= 20,4 gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9545,2 mg
Vial Kosong
= 8976,2 mg
Vial + ekstrak
= 9554,4 mg
Vial + ekstrak
= 8997,6 mg
Minyak yang di dapat = 9,25 mg
Minyak yang di dapat = 21,4 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel
Sampel hari ke 0 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,119gram
Berat emulsi
= 20,088gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9554,5 mg
Vial Kosong
= 8922,4mg
Vial + ekstrak
= 9682,3 mg
Vial + ekstrak
= 8959,8mg
Minyak yang di dapat = 127,8 mg
Minyak yang di dapat = 37,4mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
Rendemen %=
Sampel hari ke 2 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,120 gram
Berat emulsi
= 20,102gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9818,7 mg
Vial Kosong
= 8993,2 mg
Vial + ekstrak
= 9913,1 mg
Vial + ekstrak
= 9022,3 mg
Minyak yang di dapat = 94,4 mg
Minyak yang di dapat = 29,1 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
Rendemen %=
=
=
Rendemen %=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Sampel hari ke 7 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,1318 gram
Berat emulsi
= 20,0937gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml = 1021,5 mg
Vial Kosong
= 9591,7 mg
Vial Kosong
Vial + ekstrak
= 9525,1 mg
Vial + ekstrak
= 1049,7 mg
Minyak yang di dapat = 66,60 mg
Minyak yang di dapat = 28,2 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
Rendemen %=
Rendemen %=
Sampel hari ke 14 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,1296 gram
Berat emulsi
= 20,097gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 8957,5 mg
Vial Kosong
= 1067,8 mg
Vial + ekstrak
= 8988,5 mg
Vial + ekstrak
= 1069,4 mg
Minyak yang di dapat = 31,0 mg
Minyak yang di dapat = 15,8 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
Rendemen %=
=
=
Rendemen %=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Sampel hari ke 21 Fase Heksan Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,030 gram
Berat emulsi
=20,1641gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9735,8 mg
Vial Kosong
=9767,8 mg
Vial + ekstrak
= 9745,0 mg
Vial + ekstrak
= 9781,1 mg
Minyak yang di dapat = 9,2 mg
Minyak yang di dapat = 13,3 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
Rendemen %=
=
Rendemen %=
Sampel hari ke 0 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,119 gram
Berat emulsi
=20,088gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 1171,4mg
Vial Kosong
= 9287,2 mg
Vial + ekstrak
= 1319,0 mg
Vial + ekstrak
= 9451,4 mg
Minyak yang di dapat = 147,6 mg
Minyak yang di dapat = 164,2 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Sampel hari ke 2 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,120 gram
Berat emulsi
=20,102gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9876,8mg
Vial Kosong
= 1087,4 mg
Vial + ekstrak
= 9682,3 mg
Vial + ekstrak
= 1186,6 mg
Minyak yang di dapat = 49,6 mg
Minyak yang di dapat = 99,2 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
Sampel hari ke 7 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,1318 gram
Berat emulsi
= 20,093 gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 8769,3 mg
Vial Kosong
= 1098,4mg
Vial + ekstrak
= 8818,7 mg
Vial + ekstrak
= 1178,3 mg
Minyak yang di dapat = 49,4 mg
Minyak yang di dapat = 79,9 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Sampel hari ke 14 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,1296 gram
Berat emulsi
=20,097gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9447,9 mg
Vial Kosong
= 9342,8 mg
Vial + ekstrak
= 9482,3 mg
Vial + ekstrak
= 9420,2 mg
Minyak yang di dapat = 39,4 mg
Minyak yang di dapat = 77,4 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
=
Sampel hari ke 21 Fase Etil Asetat Emulsi 1
Emulsi 2
Berat emulsi
= 20,030 gram
Berat emulsi
=20,1641gram
HCL pekat
= 5 ml
HCL pekat
= 5 ml
Aquades
= 9 ml
Aquades
= 9 ml
Heksan
= 45 ml
Heksan
= 45 ml
Vial Kosong
= 9554,5 mg
Vial Kosong
= mg
Vial + ekstrak
= 9682,3 mg
Vial + ekstrak
= 8996,9mg
Minyak yang di dapat = 31,5 mg
Minyak yang di dapat = 9022,8 mg
Rendemen Minyak
Rendemen Minyak
=
= 25,9 mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Lampiran 6. Perhitungan Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Emulsi Hari ke 0 Kontrol 1 Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 Jumlah
Nilai Diameter Rata-rata Globul =
Jumlah Globul (n) 0 3 20 17 23 13 9 3 0 0 0 0 0 88 =
n.d 0 16,35 169 194,65 332,35 226,85 184,05 70,35 0 0 0 0 0 1193,6
= 13,5636 µm
Emulsi Hari ke 0 Kontrol 2 Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 Jumlah
Jumlah Globul (n) 0 3 28 79 63 35 8 1 0 0 0 0 0 217
Nilai Diameter Rata-rata Globul =
=
n.d 0 16,35 236,6 904,55 910,35 610,75 163,6 23,45 0 0 0 0 0 2865,65 = 13,20576 µm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Emulsi Hari ke 2 Kontrol I Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 Jumlah
Nilai Diameter Rata-rata Globul =
Jumlah Globul (n) 0 1 18 39 84 24 13 3 0 0 0 0 0 182 =
n.d 0 5,45 152,1 446,55 1213,8 418,8 265,85 70,35 0 0 0 0 0 2572,9
= 14,1368 µm
Emulsi Hari ke- 2 Kontrol 2 Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 Jumlah
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
Jumlah Globul (n) 0 6 42 68 61 35 15 1 1 0 0 0 0 229 =
n.d 0 32,7 354,9 778,6 881,45 610,75 306,75 23,45 26,45 0 0 0 0 3015,05
= 13,166 µm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Emulsi Hari ke 7 Kontrol I Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9 40,0-42,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 41,45 Jumlah
Nilai Diameter Rata-rata Globul =
Jumlah Globul (n) 1 1 7 8 15 8 8 1 2 0 0 1 0 1 53 =
n.d 2,45 5,45 59,15 91,6 216,75 139,6 163,6 23,45 52,9 0 0 35,45 0 41,45 831,85
= 15,69528 µm
Emulsi Hari ke 7 Kontrol 2 Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 Jumlah
Nilai Diameter Rata-rata Globul =
Jumlah Globul (n) 0 2 8 37 37 23 17 4 1 1 0 0 0 130 =
n.d 0 10,9 67,6 423,65 534,65 401,35 347,65 93,8 26,45 29,45 0 0 0 1935,5
= 14,88846 µm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Emulsi Hari ke 14 Kontrol I Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 Jumlah
Nilai Diameter Rata-rata Globul =
Jumlah Globul (n) 0 2 7 23 26 28 15 7 2 1 0 0 0 111 =
n.d 0 10,9 59,15 263,35 375,7 488,6 306,75 164,15 52,9 29,45 0 0 0 1750,95
= 15,7743 µm
Emulsi Hari ke 14 Kontrol 2 Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 Jumlah
Nilai Diameter Rata-rata Globul =
Jumlah Globul (n) 0 1 4 36 34 17 13 8 3 2 0 0 1 119 =
n.d 0 5,45 33,8 412,2 491,3 296,65 265,85 187,6 79,35 58,9 0 0 38,45 1869,55
= 15,7105 µm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Emulsi Hari ke 21 Kontrol I Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 Jumlah
Jumlah Globul (n) 0 0 1 7 18 16 7 2 3 0 0 0 0 54
Nilai Diameter Rata-rata Globul =
=
n.d 0 0 8,45 80,15 260,1 279,2 143,15 46,9 79,35 0 0 0 0 897,3
= 16,6166 µm
Emulsi Hari ke 21 Kontrol 2 Rentang 1,0-3,9 4,0-6,9 7,0-9,9 10,0-12,9 13,0-15,9 16,0-18,9 19,0-21,9 22,0-24,9 25,0-27,9 28,0-30,9 31,0-33,9 34,0-36,9 37,0-39,9
Nilai Tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 Jumlah
Nilai Diameter Rata-rata Globul =
Jumlah Globul (n) 0 1 11 26 34 40 23 10 1 1 0 0 0 147 =
n.d 0 5,45 92,95 297,7 491,3 698 470,35 234,5 26,45 29,45 0 0 0 2346,15
= 15,9602 µm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Lampiran 7. Perhitungan Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Emulsi Hari ke 0 Sampel 1 Rentang 1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9 jumlah
Nilai tengah (d)
Jumlah globul (n)
nd
2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45
0 1 17 53 34 19 8 3 0 0 0 0 0 135
0 5,45 143,65 606,85 491,3 331,55 163,6 187,6 0 0 0 0 0 1930
Nilai diameter globul rata-rata = Emulsi Hari ke 2 Sampel 1 Rentang
Nilai tengah (d)
1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9
2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 jumlah
Jumlah globul (n) 0 1 7 24 17 25 9 0 0 0 0 0 0 83
nd 0 5,45 59,15 274,8 245,65 436,25 184,05 0 0 0 0 0 0 1205,35
Nilai diameter globul rata-rata =
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
Emulsi Hari ke 7 Sampel 1 Rentang 1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9
Nilai tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 jumlah
Jumlah globul (n) 0 0 6 16 21 16 4 1 2 0 0 0 0 66
nd 0 0 50,7 183,2 303,45 279,2 81,8 23,45 52,9 0 0 0 0 974,7
Jumlah globul (n) 0 7 20 38 16 2 5 2 0 0 0 0 0 90
nd
Nilai diameter globul rata-rata =
Emulsi Hari ke 14 Sampel 1 Rentang
Nilai tengah (d)
1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9
2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 jumlah
0 38,15 169 435,1 231,2 34,9 102,25 46,9 0 0 0 0 0 1459,5
Nilai diameter globul rata-rata =
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Emulsi Hari ke 21 Sampel 1 Rentang
Nilai tengah (d)
1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9
2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 jumlah
Jumlah globul (n) 0 0 2 4 11 10 13 3 0 0 0 0 0 43
nd 0 0 16,9 45,8 158,95 174,5 265,85 70,35 0 0 0 0 0 723,35
Nilai diameter globul rata-rata = Emulsi Hari ke 0 Sampel 2 Rentang 1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9 jumlah
Nilai tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45
Nilai diameter globul rata-rata =
Jumlah globul (n)
nd
0 4 30 65 71 19 12 4 5 4 0 0 0 216
0 21,8 235,5 477,25 1025,95 331,55 245,4 93,8 132,25 117,8 0 0 0 2731,2
= 12,644
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Emulsi Hari ke 2 Sampel 2 Rentang 1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9
Nilai tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 jumlah
Jumlah globul (n) 0 3 22 56 50 26 3 1 0 0 0 0 0 161
nd 0 16,35 185,9 641,2 722,5 453,7 61,35 23,45 0 0 0 0 0 2104,45
Nilai diameter globul rata-rata =
Emulsi Hari ke 7 Sampel 2 Rentang 1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9
Nilai tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 jumlah
Jumlah globul (n) 1 8 25 52 64 36 13 2 0 1 0 0 0 203
nd 2,45 43,6 211,25 595,4 924,8 628,2 256,85 46,9 0 29,45 0 0 0 2738,9
Nilai diameter globul rata-rata =
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
Emulsi Hari ke 14 Sampel 2 Rentang 1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9
Nilai tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 jumlah
Jumlah globul (n) 0 3 12 35 45 18 3 1 1 0 0 0 0 118
nd 0 16,35 101,4 400,75 650,25 314,1 61,35 23,45 26,45 0 0 0 0 1594,1
Nilai diameter globul rata-rata = Emulsi Hari ke 21 Sampel 2 Rentang 1,0 - 3,9 4,0 - 6,9 7,0 - 9,9 10,0 - 12,9 13,0 - 15,9 16,0 - 18,9 19,0 – 21,9 22,0 – 24,9 25,0 – 27,9 28,0 – 30,9 31,0 – 33,9 34,0 – 36,9 37,0 – 39,9
Nilai tengah (d) 2,45 5,45 8,45 11,45 14,45 17,45 20,45 23,45 26,45 29,45 32,45 35,45 38,45 jumlah
Jumlah globul (n) 0 8 24 52 53 52 38 15 8 3 1 0 0 254
nd 0 43,6 202,8 595,4 765,85 907,4 777,1 351,75 211,6 88,35 32,45 0 0 3976,3
Nilai diameter globul rata-rata =
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Lampiran 8. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Heksan
Hari ke 0 kontrol 1
thymoquion
terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 0 kontrol 2
thymoquinon longifolen
terpinen 4-ol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
Hari ke 2 kontrol 1
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 2 kontrol 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Hari ke 7 kontrol 1
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
longifolen
Hari ke 7 kontrol 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
longifolen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
Hari ke 14 kontrol 1
thymoquinon
terpinen 4-ol p-cyemen
longifolen
Hari ke 14 kontrol 2
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82
Hari ke 21 kontrol 1
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 21 kontrol 2
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
Lampiran 9. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Heksan
Hari ke 0 sampel 1
thymoquinon longifolen
terpinen 4-ol
Hari ke 0 sampel 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
Hari ke 2 sampel 1
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 2 sampel 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85
Hari ke 7 sampel 1
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
longifolen
Hari ke 7 sampel 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
longifolen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
Hari ke 14 sampel 1
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 14 sampel 2
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87
Hari ke 21 sampel 1
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
longifolen
Hari ke 21 sampel 2
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
88
Lampiran 10. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Fase Etil
Hari ke 0 kontrol 1
longifolen
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 0 kontrol 2
thymoquinon longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
Hari ke 2 kontrol 1
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
longifolen
Hari ke 2 kontrol 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
longifolen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90
Hari ke 7 kontrol 1
thymoquinon
p-cyemen
longifolen
terpinen 4-ol
Hari ke 7 kontrol 2
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
91
Hari ke 14 kontrol 1
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
longifolen
Hari ke 14 kontrol 2
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
92
Hari ke 21 kontrol 1
longifolen
thymoquinon terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 21 kontrol 2
longifolen
thymoquinon terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
93
Lampiran 11. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel Fase Etil
Hari ke 0 sampel 1
thymoquinon longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 0 sampel 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
94
Hari ke 2 sampel 1
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 2 sampel 2
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
95
Hari ke 7 sampel 1
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
Hari ke 7 sampel 2
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
96
Hari ke 14 sampel 1
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen
longifolen
Hari ke 14 sampel 2
thymoquinon
longifolen
terpinen 4-ol
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
97
Hari ke 21 sampel 1
thymoquinon
4-ol
longifolen
terpinen
p-cyemen
Hari ke 21 sampel 2
thymoquinon
4-ol
longifolen
terpinen
p-cyemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
98
Lampiran 12. Sertifikat Analisa Tragakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
99
Lampiran 13. Sertifikat Analisa Sukrosa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
100
Lampiran 14. Sertifikat Analisa Natrium Benzoat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
101
Lampiran 15. Sertifikat Analisa Minyak Biji Jinten Hitam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
102
Lampiran 16. Sertifikat Analisa Etil Asetat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
103
Lampiran 17. Sertifikat Analisa Heksan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta