UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
AKTIVITAS ANTIFERTILITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PACING (Costus spiralis) PADA TIKUS SPRAGUE-DAWLEY JANTAN SECARA IN VIVO
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RIANISA KARUNIA DEWI
NIM: 1111102000064
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA MEI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
AKTIVITAS ANTIFERTILITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PACING (Costus spiralis) PADA TIKUS SPRAGUE-DAWLEY JANTAN SECARA IN VIVO
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RIANISA KARUNIA DEWI
NIM: 1111102000064
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA MEI 2015
ii
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Rianisa Karunia Dewi : Farmasi : Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) pada Tikus SpragueDawley Jantan secara In Vivo
Tanaman pacing (Costus spiralis) termasuk genus costus yang merupakan salah satu sumber senyawa diosgenin yang berpotensi sebagai agen antifertilitas. Penelitian ini bersifat eksperimental. Hewan uji tikus Sprague-Dawley jantan dibagi menjadi empat kelompok yaitu kontrol Na CMC 0,5%, dosis 12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) diberikan selama 48 hari. Parameter antifertilitas yang dilakukan adalah konsentrasi spermatozoa, morfologi spermatozoa, konsenterasi testosteron dan jumlah spermatosit pakiten. Hasil penelitian mengunakan analisa data ANOVA menunjukkan penurunan konsentrasi spermatozoa pada ketiga dosis secara tidak bermakna (p≥0,05) terhadap kelompok kontrol. Abnormalitas morfologi spermatozoa menunjukkan peningkatan secara bermakna (p≤0,05) pada hewan uji yang diberikan ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) terhadap kelompok kontrol. Analisa data Paired-Sample T-Test untuk konsentrasi testosteron mengalami peningkatan pada dosis 25mg/kgBB dan 37,5mg/kgBB dan penurunan terjadi pada kelompok 12,5mg/kgBB pada hari ke-49 dibandingkan pada hari ke-0, tetapi tidak bermakna (p≥0,05). Konsentrasi testosteron pada penelitian ini masih dalam rentang konsentrasi serum testosteron normal pada tikus. Jumlah spermatosit pakiten pada tahap VII-VIII mengalami penurunan secara bermakna (p≤0,05) terhadap kontrol. Berdasarkan data di atas ekstrak etanol 70% daun pacing (Cotus spiralis) berpotensi sebagai agen antifertilitas. Kata Kunci : Antifertilitas, Costus spiralis, Ekstrak Etanol 70%, tikus SpragueDawley jantan.
vi v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Rianisa Karunia Dewi Programme of Study : Pharmacy Title : Antifertility Activity of 70% Ethanol Extract of Pacing Leaves (Costus spiralis) in Male Sprague- Dawley Rats In Vivo Pacing (Costus spiralis) belongs to costus genus which is one of the sources of diosgenin that can potentially be an antifertility agent. This research on experimental. Male Sparague-Dawley rats are divided into four groups such as control Na CMC 0,5%, 12,5mg/kg body weight , 25mg/kg body weight, and 37,5mg/kg body weight. The 70% ethanol extract of pacing leaves (Costus spiralis) was given orally once a day in 48 days. Antifertility parameters such as spermatozoa concentration, abnormalities of spermatozoa morphology, testosterone concentration, and spermatocyte pachytene count are examined. The results are analyzed by ANOVA. The result showed spermatozoa concentration reduction was not significant (p≥0,05) against the control group. Abnormalities of spermatozoa morphology were significantly increased (p≤0,05) in male SpragueDawley rats which were given 70% ethanol extract of pacing leaves (Costus spiralis) orally against the control group. Paired- Samples T Test of testosterone concentration serum was increased at 25mg/kg body weight and 37,5mg/kg body weight and decreased at 12,5mg/kg body weight. The results showed the difference of testosterone concentrations serum between 0 and 49 days were not significant. Testosterone concentration serum in this research is still classified as normal. Number of spermatocyte pachytene at stage VIII-VIII showed significant reduction (p≤0,05) between control group and treatment group. Based on the results, the 70% ethanol extract of pacing leaves (Costus spiralis) is a potentially antifertility agent.
Keywords
: Antifertility, Costus spiralis, 70% ethanol extract, male Sprague-Dawley rats.
vvii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik an Hidayah-Nya, sehingga penullis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Aktivitas Antifertilitas Daun Pacing (Costus spiralis) pada Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta Keluarga, para sahabat serta kita sebagai umatnya. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Azrifitria M.Si., Apt dan Puteri Amelia M.Farm., Apt sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan, bimbingan, dan dukungan kepada penulis. 2. Drs. Arif Sumantri., M.Kes Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua dan Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. selaku Sekertaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ayahanda Darto Yudhi P. dan Ibunda Siti Sawaliah yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan moral dan materi, dan semangat yang tak terhingga disetiap langkah penulis. 5. Kakak dan Adiku Erlangga P.W. dan Sarah S. yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Teman seperjuangan penulis “Mamarons” Rian Destiyani, Fio Noviany, Astri Dwi Z., Nurhafiza, Tia Monica, Maharani Pratiwi, dan Rifda Naulil atas kebersamaan, bantuan dan motivasi sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini. 8. Teman-teman yang sudah membantu selama proses penelitan dan skripsi Sry Wardiah, Brasti Eka P., Meri Rahmawati, Umniyati Mufidah, Vernanda, Rhesa Ramadhan, M. Reza, Sutar, M. Haidar Ali, M. Syahid Ali, dan Aziz Iqbal. 9. Teman-teman Farmasi 2011 ABCD atas persaudaraan, kebersamaan telah banyak membantu penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun selama dibangku perkuliahan.
vviii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Kak Tiwi, Kak Lisna, Kak Eris, Kak Rani sebagai laboran Farmas UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah membantu mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian. 11. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan, dan dukungan yang diberikan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin Ya Rabbal’ alamiin.
Jakarta, Mei 2015
Penulis
ixv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERSYRATAN ORISINILITAS ................................................ iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v ABSTRAK......................................................................................................... vi ABSTRACT ..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3 1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 3 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 3 1.4 Hipotesis .......................................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5 2.1 Tinjauan Botani Tanaman Pacing ...................................................... 5 2.1.1 Klasifikasi Tanaman ....................................................... 5 2.1.2 Nama Daerah ................................................................. 6 2.1.3 Deskripsi Tanaman ......................................................... 6 2.1.4 Keanekaragaman Tanaman ............................................. 6 2.1.5 Kandungan Kimia Daun Pacing (Costus spiralis) ........... 6 2.1.6 Khasiat dan Kegunaan .................................................... 7 2.1.7 Penelitian Tanaman Pacing (Costus speciosus) ............... 7 2.2 Sistem Reproduksi Tikus Jantan ........................................................ 8 2.2.1 Spermatozoa .................................................................. 9 2.2.2 Spermatogenesis .......................................................... 10 2.3 Hormon yang Mempengaruhi Spermatogenesis ............................... 12 2.4 Karakteristik Tikus Sprague-Dawley ............................................... 15 2.5 Simplisia ......................................................................................... 15 2.5.1 Definisi Simplisia ......................................................... 15 2.5.2 Pengelolaan Simplisia .................................................. 16 2.6 Ekstrak dan Metode Ekstraksi ......................................................... 18 2.6.1 Definisi Ekstrak............................................................ 18 2.6.2 Metode Ekstraksi.......................................................... 18 2.6.3 Proses Pembuatan Ekstrak ............................................ 20 2.7 ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) ................................ 21 BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 24 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................... 24 3.2 Alat dan Bahan................................................................................ 24 3.2.1 Alat Penelitian .............................................................. 24
xi
3.2.2 Bahan Penelitian........................................................... 24 3.2.3 Hewan Uji .................................................................... 25 3.3 Rancangan Penelitian ...................................................................... 25 3.3.1 Besar Sampel ............................................................... 25 3.3.2 Dosis Perlakuan............................................................ 25 3.4 Prosedur Kerja ................................................................................ 26 3.4.1 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak ................ 26 3.4.2 Penapisan Fitokimia ..................................................... 27 3.4.3 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik............ 28 3.4.4 Penyiapan Hewan Uji ................................................... 29 3.4.5 Pembuatan Preparat ...................................................... 29 3.4.6 Pengukuran Parameter .................................................. 31 3.5 Analisa Data ................................................................................... 34 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 35 4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 35 4.1.1 Determinasi Tanaman................................................... 35 4.1.2 Ekstraksi ...................................................................... 35 4.1.3 Penapisan Fitokimia ..................................................... 35 4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak ........................................ 36 4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa .......................... 36 4.1.6 Perhitungan Morfologi Spermatozoa ............................ 38 4.1.7 Perhitungan Konsentrasi Testosteron ............................ 39 4.1.8 Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten ..................... 40 4.2 Pembahasan ................................................................................... 42 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 51 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 51 5.2 Saran ............................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 52 LAMPIRAN ..................................................................................................... 58
xii
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
3.1. Rancangan Percobaan ................................................................................ 26 3.2. Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak Hitung .......................................... 31 3.3. Cara Pengenceran ........................................................................................ 31 3.4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa .............................................................. 32 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia ............................................................................ 36 4.2 Pengujian Parameter Ekstrak ........................................................................ 36 4.3 Konsentrasi Spermatozoa ............................................................................. 37 4.4 Morfologi Spermatozoa................................................................................ 38 4.5 Konsentrasi Testosteron ............................................................................... 39 4.6 Jumlah Spermatosit Pakiten.......................................................................... 41 5.1 Rata-rata Berat Badan Tikus......................................................................... 73
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Daun, Pacing (Costus spiralis) ......................................................... 5 Gambar 2.2. Penampang Ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan ........................ 8 Gambar 2.3. Morfologi Sperma Tikus ................................................................ 10 Gambar 2.4. Spermatozoa pada Perbesaran 400x ............................................... 10 Gambar 2.5. Siklus Spermatogenesis pada Tikus ............................................... 12 Gambar 2.6. Testosteron ................................................................................... 13 Gambar 4.1 Konsentrasi Spermatozoa................................................................ 37 Gambar 4.2 Morfologi Spermatozoa .................................................................. 38 Gambar 4.3 Konsentrasi Testosteron .................................................................. 40 Gambar 4.4 Jumlah Spermatosit Pakiten ............................................................ 41 Gambar 4.5. Proses Spermatogenesis ................................................................. 48 Gambar 5.1. Pohon pacing (Cotus spiralis) ........................................................ 67 Gambar 5.2. Serbuk daun pacing (Cotus spiralis) ............................................... 67 Gambar 5.3. Serbuk daun pacing (Cotus spiralis) dimaserasi ............................. 67 Gambar 5.4. Proses penyaringan hasil maserasi.................................................. 67 Gambar 5.5. Hasil maserasi daun pacing (Cotus spiralis) .................................. 67 Gambar 5.6. Pemekatan ekstrak dengan vacuum rotary evaporator .................... 67 Gambar 5.7. Pemekatan ekstrak dengan freeze dry ............................................. 67 Gambar 5.8. Ekstrak kental etanol 70% daun pacing (Cotus spiralis) ................. 67 Gambar 5.9 . Suspensi Na CMC 0,5%................................................................ 67 Gambar 5.10. Suspensi dosis 12,5 mg/kgBB ...................................................... 67 Gambar 5.11. Suspensi dosis 25 mg/kgBB ......................................................... 67 Gambar 5.12. Suspensi dosis 37,5 mg/kgBB ...................................................... 67 Gambar 5.13. Hewan uji .................................................................................... 68 Gambar 5.14. Hewan uji ditimbang .................................................................... 68 Gambar 5.15. Penyondean ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) ..... 68 Gambar 5.16. Hewan uji dikorbankan ................................................................ 68 Gambar 5.17. Pembedahan hewan uji................................................................. 68 Gambar 5.18. Kauda epididimis ......................................................................... 68 Gambar 5.19. Pengambilan darah....................................................................... 68 Gambar 5.20. Serum belum dipisahkan .............................................................. 68 Gambar 5.21. Serum dipisahkan......................................................................... 68 Gambar 5.22. Spermatozoa dikeluarkan dari kauda epididimis ........................... 68 Gambar 5.23. Spermatozoa diteteskan pada bilik Neubaurer .............................. 69 Gambar 5.24. Spermatozoa dihitung dalam 1 kotak besar................................... 69 Gambar 5.25. Pengenceran spermatozoa ............................................................ 69 Gambar 5.26. Pengenceran spermatozoa pada bilik Neubaurer ........................... 69 Gambar 5.27. Perhitungan konsentrasi spermatozoa ........................................... 69 Gambar 5.28. Spermatozoa dikeluarkan dari kauda epididimis ........................... 70 Gambar 5.29. Pewarnaan dengan larutan Eosin Y 1% ........................................ 70 Gambar 5.30. Pembuatan preparat apus.............................................................. 70 Gambar 5.31. Flattened head ............................................................................. 70 Gambar 5.32. Normal ........................................................................................ 70 Gambar 5.33. Ekor patah ................................................................................... 70 Gambar 5.34. Leher patah .................................................................................. 70
xiv
Gambar 5.35. Tanpa Kepala ............................................................................... 70 Gambar 5.36. Kepala dua ................................................................................... 70 Gambar 5.37. Larutan standar ............................................................................ 71 Gambar 5.38 .Standar, kontrol, dan sampel dimasukkan ke masing-masing well 71 Gambar 5.39. Enzyme conjugate ditambahkan dan diinkubasi selama 60 menit . 71 Gambar 5.40. Proses pembuangan isi well .......................................................... 71 Gambar 5.41. Penambahan wash solution sebanyak 3x ...................................... 71 Gambar 5.42 .Proses pembuangan isi well .......................................................... 71 Gambar 5.43. Penambahan substrate solution dan diinkubasi selama 15 menit... 71 Gambar 5.44. Penambahan stop solution ............................................................ 71 Gambar 5.45. Pembacaan dengan ELISA Reader................................................ 71 Gambar 5.46. Testis dipisahkan dari kauda epididimis ....................................... 72 Gambar 5.47. Testis dimasukkan dalam formalin ............................................... 72 Gambar 5.48 .Histologi testis dilihat di bawah mikroskop .................................. 72 Gambar 5.49. Perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten .................................. 72 Gambar 5.50. Berat Badan Tikus ....................................................................... 74
xv xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman ........................................................... 58 Lampiran 2. Surat Keterangan Tikus .................................................................. 59 Lampiran 3. Alur Penelitian ............................................................................... 60 Lampiran 4. Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Pacing ......................................... 62 Lampiran 5 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing .......... 64 Lampiran 6. Perhitungan Rendemen, Kadar Air dan Kadar Abu ......................... 66 Lampiran 7. Gambar Kegiatan Penelitian ........................................................... 67 Lampiran 8. Rerata Berat Badan Tikus ............................................................... 73 Lampiran 9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa .................................. 75 Lampiran 10. Analisis Statistik Data Konsentrasi Spermatozoa .......................... 76 Lampiran 11. Perhitungan Morfologi Spermatozoa ............................................ 79 Lampiran 12. Analisis Statistik Data Morfologi Spermatozoa ............................ 80 Lampiran 13. Pengukuran Konsentrasi Testosteron ............................................ 84 Lampiran 14. Analisis Statistik Data Konsentrasi Testosteron ............................ 86 Lampiran 15. Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten ...................................... 94 Lampiran 16. Analisis Statistik Jumlah Spermatosit Pakiten............................... 95
xvi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program yang digalakkan
pemerintah untuk menekan laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Kondisi kependudukan saat ini membutuhkan penurunan jumlah penduduk lebih besar dari sebelumnya (Tuti Nuraini, 2012). Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2014), diketahui bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2013 sejumlah 248,4 juta orang. Angka fertilitas atau total fertiity rate (TFR) di Indonesia yaitu 2,6 dimana Indonesia berada diatas rata-rata angka antifertilitas negara ASEAN yaitu 2,4. Keberhasilan KB sangat terkait dengan penggunaan kontrasepsi. Faktor penyebab kurangnya keikutsertaan pria dalam kontrasepsi antara lain kurangnya pilihan jenis kontrasepsi pria yang memenuhi persyaratan (Tuti Nuraini,2012). Hasil penelitian Dahliana (2009), sebagian besar responden masih mempunyai sikap negatif terhadap kontrasepsi pria khususnya kondom. Sebagian besar responden mengatakan bahwa pemakaian kondom merupakan hal yang tidak mudah, mudah bocor, dan menyebabkan alergi. Sediaan antifertilitas yang bersumber dari alam yang pernah di uji adalah pil kontrasepsi laki-laki dengan bahan dasar gandarusa (Justicia gendarussa Burm F.) dan tablet ekstrak Gossypium herba (Handayani, 2007; Rudiawati , 2006). Indonesia memiliki sumber daya alam yang luas. Sumber daya alam ini dapat menunjang masyarakat Indonesia dalam bidang kesehatan. Obat herbal lebih dipercayai oleh sebagian masyarakat Indonesia dibandingkan obat sintetik. Keuntungan Indonesia yang memiliki banyak sumber daya alam yang luas termasuk tanaman-tanaman yang dilaporkan memiliki efek antifertilitas yang dapat dikembangkan sebagai obat kontrasepsi adalah Kapas (Countinho, 2002). Di Indonesia beberapa tanaman juga diteliti sebagai calon obat kontrasepsi antara lain Pepaya, Gandarusa, Pare dan Pacing (Sari, 2013). Menurut Asosiasi Herbalis Nusantra (2015), tanaman pacing terdiri dari tiga spesies yaitu Costus spiralis, Costus speciosus, dan Costus megalobrachtea. Tanaman pacing Costus spiralis dimanfaatkan sebagai obat diare, obat perut
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
kembung,
antibakteri,
dan
antiurolithiatic
(Perez,
2008).
Berdasarkan
etnofarmakologi, tanaman pacing Costus speciosus secara empiris digunakan oleh masyarakat sebagai kontrasepsi tradisional, contohnya di Pulau Wawonii Sulawesi Tenggara. Daun pacing (Costus speciosus) digunakan untuk KB dan perawatan pasca persalinan dengan cara direbus (Rahayu dkk, 2006). Senyawa kimia yang diduga mampu bersifat antispermatogenesis adalah diosgenin yang terdapat pada beberapa bagian tanaman pacing. Aglikon diosgenin (saponin) merupakan bahan utama untuk memproduksi hormon steroid dan merupakan prekusor hemisintetis pil kontrasepsi (P.S.Shajeela dkk, 2011). Saponin pada Costus spiralis dapat terditeksi menggunakan pelarut etanol dan air (Verma, 2012). Costus spiralis mengandung alkaloid, fenol, tanin, flavon, xanton, flavonoid, flavonol, flavononols, flavonon, dan saponin (Britto,2011; Asmaliyah, 2010). Alkaloid dan tanin memiliki efikasi untuk antifertilitas dan ditemukan aktif untuk aktivitas respon estrogen dan memiliki aktivitas kontrasepsi. Diosgenin merupakan prekusor progesteron yang dapat meningkatkan level plasma progesteron di dalam darah melalui mekanisme umpan balik negatif yang dapat menghambat pertumbuhan folikel telur pada tikus betina. (Adnan dan Halifah P., 2000). Penelitian aktivitas antifertilitas daun pacing Costus spiralis belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian aktivitas spermatozoa daun pacing Costus speciosus yang dilakukan Sari (2013) menggunakan metode infusa 10%. Pada penelitian tersebut daun Costus speciosus diberikan kepada mencit jantan dengan pemberian oral dosis 275, 550 dan 1.100mg/kg BB selama 14 hari. Penelitian Adnan (2000) tentang pengaruh ekstrak etanol 50% rimpang pacing
Costus speciosus terhadap antifertilitas
dengan dosis 25, 50, dan 75mg/kgBB pada mencit jantan selama 18 hari. Hasil penelitian Sari (2013) telah menunjukkan bahwa infusa 10% daun pacing Costus speciosus mampu menurunkan jumlah spermatozoa 16-38%, tetapi tidak mengubah viabilitas maupun terjadinya abnormalitas morfologi spermatozoa secara bermakna. Hasil penelitian Adnan (2000) menunjukan
bahwa ekstrak
etanol 50% rimpang pacing Costus speciosus dapat menurunkan berat testis, epididimis dan berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi sperma.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Peneliti mencoba untuk
menggali dan memperlihatkan aktivitas
antifertilitas pada reproduksi tikus galur Sprague-Dawley jantan dengan pemberian daun pacing (Costus spiralis) dengan metode maserasi etanol 70 % dalam pengujian. Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dilakukan selama 48 hari.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) terhadap konsentrasi testosteron, konsentrasi spermatozoa, morfologi sperma, dan jumlah spermatosit pakiten pada tikus Sprague-Dawley jantan secara in vivo?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk menguji aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) pada tikus Sprague-Dawley jantan 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk menguji apakah ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa pada tikus pada tikus SpragueDawley jantan b. Untuk menguji apakah ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat meningkatkan abnormalitas spermatozoa pada tikus pada tikus Sprague-Dawley jantan c. Untuk menguji apakah ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan konsentrasi testosteron pada tikus pada tikus SpragueDawley jantan d. Untuk menguji apakah ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan jumlah spermatosit pakiten pada tikus Sprague-Dawley jantan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.4
Hipotesis a. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa pada tikus pada tikus Sprague-Dawley jantan b. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat meningkatkan abnormalitas spermatozoa pada tikus pada tikus Sprague-Dawley jantan c. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan konsentrasi testosteron pada tikus pada tikus Sprague-Dawley jantan d. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan jumlah spermatosit pakiten pada tikus pada tikus Sprague-Dawley jantan
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian uji aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70%
pacing
(Costus
spiralis)
terhadap
konsentrasi
testosteron,
daun
konsentrasi
spermatozoa, morfologi sperma, dan jumlah spermatosit pakiten pada tikus jantan dalam mempengaruhi efek antifertilitas pada tikus Sparague-Dawley jantan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Botani Tanaman Pacing
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Menurut Asosiasi Herbalis Nusantara (2015), klasifikasi botani tanaman pacing adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Costus
Spesies
: Costus spiralis (Jacq) Roscoe.
Gambar 2.1. Daun Pacing (Costus spiralis) (Asosiasi Herbalis Nusantara, 2015)
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
2.1.2 Nama Daerah (Asosiasi Herbalis Nusantara, 2015) Di Indonesia tanaman Costus spiralis dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu pacing (Jawa dan Sunda), dan sitawar (Sumatera).
2.1.3 Deskripsi Tanaman (Asosiasi Herbalis Nusantara (2015) Habitus berupa semak tegak, tinggi 1-1,5m. Batang tegak, slindris, tidak bercabang, lunak, batang dalam tanah membentuk rimpang, dan hijau pucat. Daun tunggal, berseling, bulat telur, berpelepah, tepi rata, ujung meruncing, pangkal tumpul, panjang 7-13cm, lebar 3,5-5 cm, pertulangan melengkung, dan hijau pucat. Bunga majemuk, bentuk tandan, di ujung batang, kelopak lonjong, ungu, benang sari panjang 3-5cm, putih, kepala putik bentuk corong, putih keunguan, mahkota bentuk tabung, panjang ± 7cm, dan putih. Buah kotak, bulat, diameter + 1,5mm, dan merah. Biji persegi, diameter ± 0,5mm, dan hitam. Akar serabut, putih.
2.1.4 Keanekaragaman Tanaman Costus spiralis merupakan tanaman obat yang ditemukan di negara Amerika Selatan (Britto, 2011). Zingeberaceae merupakan familia dari 52 jenis dan lebih dari 1.300 spesies yang tersebar di Afrika, Asia, dan Amerika (Pawar, 2014).Menurut Djufri (2013), hasil penelitian yang berhasil ditemukan sebanyak 41 tumbuhan kelompok herba pada kawasan Rawa Gambut Tripa Provinsi Aceh salah satunya adalah Costus spiralis.
2.1.5 Kandungan Kimia Daun Pacing (Costus spiralis) Analisis
fitokimia menunjukkan tanaman pacing (Costus spiralis)
mengandung alkaloid, fenol, tanin, flavon, xanton, flavonoid, flavonol, flavononols, flavonon, dan saponin (Britto,2011; Asmaliyah, 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
2.1.6 Khasiat dan Kegunaan Berdasarkan Natural Standard (2015), genus Costus merupakan salah satu sember penghasil diosgenin yang dapat mempengaruhi efek antifertilitas. Manfaat tanaman pacing (Costus spiralis) menurut Perez
(2008); Asosiasi Herbalis
Nusantara (2015) sebagai berikut: 1.
Obat diare
2.
Obat perut kembung
3.
Antibakteri
4.
Antiurolithiatic
2.1.7 Penelitian Tanaman Pacing (Costus speciosus) Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian aktivitas spermatozoa daun pacing Costus speciosus yang dilakukan Sari (2013) menggunakan metode infusa 10%. Pada penelitian tersebut infusa 10% daun Costus speciosus diberikan kepada mencit jantan dengan pemberian oral dosis 275, 550 dan 1.100mg/kg BB selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa 10% daun pacing Costus speciosus mampu menurunkan jumlah spermatozoa 16-38%, tetapi tidak mengubah viabilitas maupun terjadinya abnormalitas morfologi spermatozoa secara bermakna. Pada dosis 275 dan 375mg/kgBB infusa daun pacing (Costus speciosus)
dapat
menurunkan
motilitas
spermatozoa
sebesar
36-39%.
Kemampuan infusa daun pacing (Costus speciosus) bersifat reversibel (Sari, 2013). Penelitian Adnan (2000) tentang pengaruh ekstrak etanol 50% rimpang pacing
Costus speciosus terhadap antifertilitas dengan dosis
25, 50, dan
75mg/kgBB pada mencit jantan selama 18 hari. Hasil penelitian Adnan (2000) menunjukan bahwa ekstrak etanol 50% rimpang pacing Costus speciosus dapat menurunkan berat testis, epididimis dan berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi sperma Penelitian Kariardi (1996), uji toksisitas akut dari infusa rimpang pacing dilakukan melalui parameter LD50 pada mencit betina secara intraperitoneal. Hasil penelitian dan perhitungan dengan Thompson dan Weil diperoleh harga LD50 = 2,0561g/kgBB dan interval kepercayaan 1,6793 g/kgBB sampai 2,5176g/kgBB, dengan metode grafik diperoleh harga LD50 =2,05g/kgBB dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
interval kepercayaan 1,6025g/kgBB sampai 2,4975g/kgBB. Harga LD50 infusa rimpang pacing masuk dalam kategori praktis tidak beracun.
2.2
Sistem Reproduksi Tikus Jantan Tikus merupakan salah satu hewan penelitian yang paling banyak digunakan
dalam fisiologi reproduksi. Testis tikus jantan terdapat pada dua kantung skortum yang dipisahkan oleh membran tipis yang terletak antara anus dan preputium. Testis tersebut turun dari hari ke 30-40 masa hidupnya dari rongga perut ke kantung skortum melalui kanalis inguinal terbuka. Jarak dubur kelamin pada tikus jantan lebih jauh daripada betina (Suckow,2006). Testis terdiri dari tubulus seminiferus yang panjang dan berkelok-kelok, yang pada epitelnya merupakan tempat berlangsungnya spermatogenesis. Ujung dari tubulus seminiferus ini kemudian bermuara menuju epididimis (Barret et al, 2010). Kidney
Ureter Vesicular Gland
Coagulation Gland
Prostate Gland
Ampullary Gland
Cowfers Gland Urinary Bladder Preputial Gland Caput Epididymis
Vas Deferens Urethra Testis Corpus Epididymis
Cauda Epididymis
Penis
Gambar 2.2 Penampang Ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan (Suckow,2006)
Pada mamalia, spermatozoa setelah meninggalkan testis melalui saluran panjang menuju epidididimis dimana terjadinya perkembangan motilitas secara potensial dan terjadinya pembuahan ovum (Breed B., 2007). Epididimis terdiri dari tiga bagian yaitu kaput epididimis yang membesar di ujung proksial pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
testis, yang terdapat di sekitar dorsomedial testis serta kauda epididmis pada ujung distal testis, merupakan tempat pematangan spermatozoa, yang kemudian bermuara ke vas deferens (Suckow, 2006). Menurut Harvad-MIT Division of Health Science and Technology (1979), Sperma di dalam vas deferens yang diikuti dengan sekresi vesikel seminal karena sperma keluar melalui prostat dengan bantuan saluran ejakulasi ke uretra. Tubulus seminiferus terdiri atas sel Sertoli dan sel germinal. Tight junction antara sel Sertoli membentuk barier blood-testis, dan memisahkan epitelium germinal menjadi dua bagian yaitu kompartemen basal dan adluminal. Hanya sel germinal yang belum berkembang terlihat pada kompartemen basal, sedangakan sel yang sudah berkembang terdapat pada kompartemen adluminal. Fungsi sel Sertoli termasuk memberikan nutrisi sel germinal, melepaskan sel germinal yang sudah matang ke dalam lumen, translokasi perkembangan sel germinal pada adluminal direction, sekresi ikatan protein androgen, transferin, penghambat, komunikasi sel-sel melalui gap junctions untuk mengkoordinasikan spermatogenesis, dan barier blood-testis. Sel Sertoli mengandung aromatase, yaitu enzim yang berperan dalam perubahan androgen menjadi estrogen (Barret et al, 2010). Menurut Harvad-MIT Division of Health Science and Technology (1979) Sel Leydig pada interstinum testis antara tubulus seminiferus dan mempunyai fungsi untuk memproduksi testosteron untuk tujuan lokal dan jauh (distant). Distant effect dari testesteron yaitu termasuk pematangan jaringan reproduksi internal dan eksternal (dengan bantuan metabolit DHT ataupun tidak), purbetas yang mengubah suara menjadi rendah, bentuk rambut pada muka dan seterusnya, dan aksi CNS mempengaruhi libido dan kegiatan seksual. Efek lokal muncul untuk menstimulasi dan membantu fungsi sel Sertoli untuk mengembangkan sel germinal. Testosteron berikatan dengan ikatan protein androgen yang disekresi oleh sel Sertoli ke dalam testis, dan sirkulasi menggunakan afinitas plasma globulin yang tinggi (testosteron berikatan dengan globulin).
2.2.1 Spermatozoa Proses produksi spermatozoa di dalam testis disebut spermatogenesis. Spermatozoa pada hewan pengerat lebih panjang dari spesies mamalia lain
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
termasuk manusia dan hewan domestik pada umumnya (Krinke, 2000). Morfologi sperma tikus diperlihatkan pada gambar 2.3 Kepala sperma tikus berbentuk kait, seperti pada hewan pengerat lainnya (Gambar 2.4).
Gambar 2.3 Morfologi Sperma Tikus (Fauzi,2009).
Gambar 2.4 Spermatozoa pada Perbesaran 400x Sumber : Rat Sperm Morphological Assesment, Guideline Document Ed.1. Oktober 2000.
2.2.2 Spermatogenesis Spermatogenesis merupakan proses sel germinal yang belum matang bediferensasi dan bermeoisis menjadi haploid. Spermatogenesis terjadi pada tubulus seminiferus testis yang dinduksi dengan sel somatik epitelium sel seminiferus, dan sel Sertoli. Hasil dari spermatogenesis, spermatid yang sudah mengalami pematangan dikeluarkan oleh sel Sertoli ke dalam lumen tubulus seminiferus (Knobil,2006). Spermatogenesis pada tikus terdiri dari 3 fase yaitu mitosis, meiosis dan spermiogenesis (Hess, 1999). Pada tikus perkembangan spermatogenium, spermatosit atau spermatid saling terintergrasi dan terorganisasi dengan baik pada daerah yang sama dalam tubulus. Siklus epitel seminiferus dengan asosiasi sel yang jelas disebut “stage of the cyle” yang dilambangkan dengan huruf romawi I-XIV dan spermiogenesis dibagi atas 1-19 tahap (Krinke, 2000). Spermatogenium secara garis besar diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: tipe A, tipe intermediet dan tipe B. tipe spermatogonia tipe A ini dibagi menjadi tipe AO (disebut juga sel induk) dan tipe A1-A4. Tipe spermatogonium AO tetap pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
membran basal di tubulus seminiferus dan memiliki kemampuan untuk membelah mejadi dua sel anak, salah satunya menjadi spermatogonium A1, yang seterusnya lebih lanjut dalam proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya sebagai sel induk. Pada tikus, spermatogonium AI kemudian memiliki enam pembelahan mitosis, dan kemudian mereka menjadi spermatosit prelepton. Spermatosit dalam fase meiosis, dimana berkembang menjado leptolene, zygoten dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder di komponen adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferus. Selama fase meiosis, masing-masing spermatosit membelah menjadi satu dari empat spermatid haploid, yang kemudian memasuki fase akrosom. Kondensasi inti dan perpanjangan terjadi berikutnya, diikuti oleh fase eliminasi dan pelepasan sitoplasma. Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang tubula menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik lainnya biasanya menunjukkan pola mosaik dibeberapa tahap. Pada tikus, dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Spermatogenium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk spermatozoa,
sehingga diperlukan 48 hari untuk
menyelesaikan tahap
spermatogenesis (Krinke,2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Gambar 2.5 Siklus Spermatogenesis pada Tikus Tahapan siklus sel dalam spermatogenesis tikus dimulai searah jarum jam dan kiri bawah A, spermatogenium tipe A; In, spermatogenium tipe intermediate, B, spermatogenium tipe B; R, resting spermatosit primer, L, Leptotene sprmatosit; Z, zygotene sprmatosit; P (I), P (VII), P (XII), awal pertengahan dan akhir spermatsit pakiten. Angka romawi menunjukkan tahap siklus dimana mereka ditemukan; DI, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1-19, langkahlangkah spermatogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi seluler tahapan siklus epitel seminiferus (I-XIV). M, superscipt mengindikasikan terjadinya mitosis. Di adaptasi dari Clermount dengan sedikit modifikasi (1962) (Krinke,2000).
2.3
Hormon yang Mempengaruhi Spermatogenesis Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan
oleh hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Hormon yang terlibat adalah testosteron, hormon lutein (LH), hormon perasang folikel (FSH: Folicle
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
Stimulating Hormone), estrogen, dan hormon pertumbuhan lainnya. Testis selain sebagai organ penghasil sperma juga menghasilkan hormon-hormon seperti testosteron, dihidrotestosteron, estradiol, progesteron dan lain-lain (Speroff, Glaa RH, Kase NG, 1999). a. Testosteron Sekresi hormon ini oleh sel-sel Leydig yang terletak di intersisium testis. Hormon ini memegang peranan penting yaitu satu tahap penting dalam proses pembelahan sel-sel germinal untuk pembentukan sperma, terutama pembelahan miosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini mengontrol perkembangan organ reproduksi pria dan tanda seks sekunder pada pria berupa pembesaran laring, perubahan suara, pertumbuhan rambut ketiak, pertumbuhan otot tulang dan sebagainya (Speroff, Glaa RH, Kase NG, 1999).
Gambar 2.6 Testosteron (Goodman and Ghilman, 2006)
b. Hormon Lutein (LH) Hormon ini disekresikan oleh sel bagian anterior. LH pada sel Leydig menstimulasi sintesis androgen melaui jalur de novo, khususnya testosteron dari kolesterol (Speroff, Glaa RH, Kase NG, 1999; Goodman and Ghilman, 2006). Reseptor LH dan FSH menunju Gs mengaktivasi siklus adenilil siklase melalui AMP. Testosteron digunakan untuk gametogenesis. LH juga bekerja pada sel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
theca unruk menstimulasi sintesis androstenedion melaui jalur de novo. Androstenedion merupakan perekusor 17β-estradiol pada wanita premenopause (Goodman and Ghilman, 2006). c.
FSH (Follicle Stimulating Hormone) Tempat kerja utama FSH pada epitel seminiferus ada di dalam sel Sertoli.
FSH dikirim ke daerah interstisial testis melalui arteriol kecil. Kemudian FSH berdifusi melalui membran basal tubulus seminiferus dan berikatan dengan reseptor membran plasma spesifik pada sel Sertoli. Aktivitas reseptor FSH menyebabkan terjadinya sintetis reseptor androgen intraseluler dan protein pengikat androgen (androgen binding protein, ABP). ABP disekresikan oleh sel Sertoli dan mengikat androgen yang telah diproduksi oleh sel Leydig dan berdifusi dari tempat produksinya di interstisial ke dalam tubulus seminiferus. ABP mentransfer androgen-androgen ini ke sel germinal. Androgen akan ditahan di dalam sel germinal promeiotik yang mengandung reseptor androgen. Setelah FSH memulai spermatogenesis, proses ini akan berlangsung terus selama persediaan testosteron cukup dan terus-menerus (Heffner, 2006). FSH juga mengatur aktivitas aromatase pada sel granulosa yang menstimulasi produksi 17βestradiol (Goodman and Ghilman, 2006). d. Estrogen Dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika sedang di stimulasi oleh FSH. Hormon ini kemungkinan diperlukan pada proses spermiasi. Sel-sel Sertoli juga mengekskresikan suatu protein androgen. Yang mengikat baik testosteron dan estrogen maupun keduanya ke dalam cairan tubulus seminiferus, yang diperlukan untuk maturasi sperma (Speroff, Glaa RH, Kase NG, 1999). e.
Hormon pertumbuhan lainnya Seperti juga pada sebagian hormon lainnya diperlukan untuk mengatur latar
belakang fungsi metabolisme testis. hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal spermatogenesis (Speroff, Glaa RH, Kase NG, 1999).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
2.4
Karakteristik Tikus Sprague-Dawley Sprague Dawley adalah sejenis spesies tikus. Tikus Sprague Dawley dipilih
karena ia mempunyai sifat yang tenang dan mudah dikendalikan dibandingkan dengan jenis-jenis lain (Fauzi Mohd, 2009). Jumlah anak rata-rata 6-12 ekor dengan berat 5-6 gram saat lahir (SAGE®Labs, 2015). Berat tikus adalah 250-300 gram (betina); 450-520 gram (jantan). Rentang hidup 2,5-3,5 tahun. Laju pernafasan: 70-115 nafas/menit. Denyut jantung: 250-450 denyut/ menit. Gigi seri open-rooted dan tumbuh terus-menurus. (SAGE®Labs, 2015). Rekomendasi diet: DietLab #5R24 (RMH2500) tikus sebaiknya diberi makanan tikus atau rodent komersial dan air ad lib. Pola diet ini adalah nutrisi lengkap
dan
tidak
memerlukan
suplemen.
Asupan
makanan
sekitar
5g/100gBB/hari, asupan air sekitar 10-12 ml/100 BB/ hari (SAGE®Labs, 2015).
Simplisia
2.5
2.5.1 Definisi Simplisia (Depkes RI, 2000) Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya beruapa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk. Berdasarkan hal tersebut maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral. 1.
Simplisia nabati Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan
eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanaman dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni. 2.
Simplisia Hewani Simplisia hewani adalah simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum
berupa zat kimia murni.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
3.
Simplisia mineral Simplisia mineral adalah simplisia berasal dari bumi, baik telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni.
2.5.2 Pengelolaan Simplisia (Agoes, 2007; T.E. Wallis, 1960) a.
Pengumpulan Sampel Tahap pengumpulan atau tahap pemanenan terkadang dianggap sebagai
suatu hal yang dihiraukan. Padahal, tahap ini merupakan tahap yang sangat menentukan untuk mendapatkan simplisia dengan kualitas yang memenuhi standar. Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanenan suatu simplisia nabati: i.
Bagian tanaman yang dipanen
ii.
Waktu pemanenan
iii.
Cara pemanenan b. Sortasi Basah Sortasi basah dilakukan unuk memisahkan cemaran dan kotoran dari
simplisia yang baru dipanen. Sortasi ini dapat mengurangi jumlah kontaminasi mikroba. c.
Pencucian Dilakukan dengan menggunakan air yang bersih (air sumur, PDAM, air dari
mata air). Pencucian secara signifikan mampu mengurangi mikroba yang terdapat dalam simplisia. Penggunaan air harus diperhatikan . Beberapa mikroba lazim terdapat
di
air
yaitu:
Pseudomonas,
Proteus,
Micrococcus,
Bacillus,
Streptococcus, Enterobacter, serta E.coli pada simplisia akar, batang, atau buah. Untuk mengurangi jumlah mikroba awal dapat dilakukan pengupasan kulit luar terlebih dahulu. d. Perajangan Dilakukan untuk mempermudah dalam proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Perajangan harus memperhatikan senyawa yang terkandung dalam simplisia. Untuk lebih amannya, gunakan pisau atau pemotong yang terbuat dari stainless steel.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
e.
Pengeringan Setelah suatu simplisia nabati dipanen, umumnya simplisia tersebut akan
dikeringkan, jika memang tidak akan digunakan secara segar. Pengeringan merupakan suatu hal yang sangat krusial karena beberapa metabolit sangat rentan terhadap sinar matahari. Pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air hingga kada tertentu, umumnya tidak boleh lebih dari 10%. Dengan berkurangnya kadar air, diharapkan akan lebih tahan terhadap pertumbuhan kapang serta kemungkinan reaksi kimia yang diperantarai oleh air, contoh reaksi redoks atau reaksi enzimatis. Proses pengeringan yang baik dilakukan pada suhu 30°C-90°C (terbaik 60°C). Namun pada kondisi bahan aktif tidak tahan terhadap panas atau mengandung bahan yang mudah untuk menguap, dilakukan pada suhu 30°C-45°C atau dilakukan dengan menggunakan oven vakum. Umumnya, senyawa-senyawa yang berwarna memiliki kerentanan terhadap sinar matahari.Terdapat beberapa metode pengeringan yaitu: a. Pengeringan secara langsung di bawah sinar matahari Pengeringan dengan metode ini dilakukan pada tanaman yang tidak sensitif terhadap cahaya matahari. Pengeringan terhadap sinar matahari sangat umum untuk bagian daun, korteks, biji, serta akar. Bagian tanaman yang mengandung flavonoid, kuinon, kurkuminoid, karotenoid, serta beberapa alkaloid yang cukup mudah terpengaruh cahaya, umumnya tidak boleh dijemur di bawah sinar matahari secara langsung. Kadangkala suatu simplisia dijemur terlebih dahulu untuk mengurangi sebagian besar kadar air, baru kemudian dikeringkan dengan panas atau digantung di dalam ruangan. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung memiliki keuntungan yaitu ekonomis. Namun lama pengeringan sangat bergantung pada kondisi cuaca. b. Pengeringan di ruangan yang terlindung dari cahaya matahari namun tidak lembab Umumnya dipakai untuk bagian simplisia yang tidak tahan terhadap cahaya matahari. Pengeringan dengan metode ini harus memperhatikan sirkulasi udara dari ruangan. Sirkulasi yang baik akan menunjang proses pengeringan yang optimal. Pengeringan dengan cara ini memiliki keuntungan yaitu ekonomis, serta untuk bahan yang tidak tahan panas atau cahaya matahari cenderung lebih aman.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Namun demikian, pengeringan dengan cara ini cenderung membutuhkan waktu yang lama dan jika tidak dilakukan dengan baik, akan mengakibatkan tumbuhnya kapang. c. Pengeringan dengan menggunakan oven Pengeringan menggunakan oven, umumnya akan menggunakan suhu antara 30°-90°C. Terdapat berbagai macam jenis oven, tergantung pada sumber panas. Pengeringan dengan menggunakan oven memiliki keuntungan berupa: waktu yang diperlukan relatif cepat, panas yang diberikan relatif konstan. Kekurangan dari teknik ini adalah biaya yang cukup mahal.
2.6
Ekstrak dan Metode Ekstraksi
2.6.1 Definisi Ekstrak Ekstrak menurut Farmakope Edisi III adalah sediaan kering, kental atau cair dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya langsung. 2.6.2 Metode Ekstraksi (BPOM RI, 2010; Depkes RI, 2000) Cara Panas a.
Infus Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. b. Dekokta Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada 90 oC selama 30 menit. c.
Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. d. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umunya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomasa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks, alat soklet akan mengkosongkan isinya ke dalam labu dasar bulat setelah pelarut mencapai kadat tertentu. Setelah pelarut segar melewati alat ini melalui pendingin refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dean senyawa dari biomasa secara efektif ditarik ke dalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut. e.
Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 4050oC. f.
Destilasi Uap Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri)
dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi uap, bahan simplisia benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi. Cara dingin a.
Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat brkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh (Voight,1995). Kerugian metode maserasi yaitu pengerjaanya lama dan penyarian kurang sempurna. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000; Depkes RI 1995). b. Perkolasi (Depkes RI, 2000) Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurana (Exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana slinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2.6.3 Proses Pembuatan Ekstrak Pembuatan ekstrak melalui tahap-tahap sebagai berikut : a.
Pembasahan (Depkes RI 2000) Pembasahan serbuk dilakukan pada penyarian, dimaksudkan memberikan
kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. b.
Penyari/ Pelarut (Depkes RI 2000) Cairan penyari yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah
penyari yang baik untuk senyawa kandungan berkhasiat atau aktif. Penyari tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan cairan penyari adalah selektifitas, ekonomis, kemudahan bekerja, ramah lingkungan dan aman. Sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air, alkohol (etanol) atau campuran (air dan alkohol).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
c.
Pemisahan dan Pemurnian (Depkes RI, 2000) Tujuannya adalah untuk menghilangkan senyawa yang ridak dikehendaki
semaksimal mungkin tanpa pengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahap ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi, serta poses absropsi dua penukar ion. d.
Pemekatan/penguapan (Depkes RI, 2000) Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solut (senywat terlarut)
dengan cara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kering tetapi ekstrak hanya menjadi kental/pekat.
2.7
ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) merupakan suatu tes yang
cepat untuk menditeksi dan kuantifikasi antibodi atau antigen against viruses, bakteri, dan bahan lainnya. Metode ini dapat digunakan untuk menditeksi infeksi yang memiliki efek poultry dan livestock (Idexx, 1986). Teknologi ELISA menggunakan fase padat yang mengandung plat polistiren 96-well, walaupun penggunaan bahan lain dapat digunakan. Kegunaan fase padat untuk imobilisasi antigen atau antibodi pada sampel dimana keduanya dapat terikat pada fase padat. Setelah inkubasi, plate dicuci untuk menghilangkan bahan yang tidak berikatan. Pada beberapa assay konjugat ditambahkan ke dalam plate dan diperbolehkan untuk diinkubasi (Idexx, 1986). Konjugat mengandung antigen atau antibodi yang telah diikat dengan enzim. Pengikatan konjugat degan fase padat atau sampel tergantung pada format assay. Bagian enzim pada konjugat dapat diditeksi. Plate dicuci kembali dan substrat
enzim
(hidrogen
peroksida
dan
kromogen)
ditambahkan
dan
diperbolehkan untuk dinkubasi. Warna akan terlihat pada ikatan enzim dan densitas optik dibaca dengan ELISA plate reader (Idexx, 1986). Prinsip-prinsip ELISA yaitu (Walker, 2008): a. Penempelan protein terhadap plastics secara pasif. b. Membersihkan protein yang tidak berikatan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
c. Penambahan antibodi spesifik untuk berikatan dengan enzim pada beberapa tahap. d.
Penggunaan
competing
inert
protein
untuk
pencegahan
reaksi
nonspesifik dengan plastics. e.
Tahap pencucian untuk memisahkan reagen yang berikatan dengan yang tidak berikatan.
f.
Penambahan substrat spesifik yang memberikan perubahan warna dengan katalis enzim atau substrat dan colorless chromophore (larutan pewarna) yang menunjukan pembentukan warna pada katalis enzim.
g.
Tahap inkubasi untuk proses reaksi imunologi.
h.
Pemberhentiaan katalis enzim.
i.
Pembacaan warna dengan spektrofotometer ELISA terdiri dari tiga sistem yaitu direct ELISA, inderect ELISA,dan
sandwich ELISA. Semua sistem ini dapat digunakan untuk memperlihatkan kompetisi pengahambatan ELISA (Walker, 2008). Tahap-tahap masing-masing sistem ELISA yaitu: a.
Direct ELISA (Crowter, 2009)
1.
Antigen ditambahkan pada fase padat dan adsorbsi secara pasif pada saat inkubasi.
2.
Setelah inkubasi, antigen yan tidak berikatan dibersihkan dari fase padat.
3.
Spesifik antibodi ditambahkan untuk antigen dan berikatan dengan enzim (konjugat) dan inkubasi.
4.
Ikatan konjugasi dengan antigen pada fase padat. Kemudian konjugat yang tidak berikatan dibersihkan.
5.
Substrat atau larutan kromofor dan reaksi katalis enzim ditambahkan untuk memberikan produk yang berwarna. Reaksi diakhiri pada waktu yang tepat dan kuantifikasi warna dibaca menggunakan spektrofotmeter.
b. Indirect ELISA (Walker, 2008) 1.
Lapiskan wells dengan antigen kemudian diinkubasi.
2.
Wells dibersihkan untuk menghilangkan antigen yang tidak berikatan.
3.
Antibodi yang berlawanan dengan antigen ditambahkan dan kemudian diinkubasikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
4.
Antibodi yang tidak bereaksi dibersihkan.
5.
Konjugat anti-species ditambahkan dan kemudian diinkubasi. Substrat / kromofor ditambahkan dan kemudian pembacaan warna yang tebentuk.
c.
Sandwich ELISA (Walker, 2008) Sandwich direct
1.
Wells dilapisi dengan antibodi
2.
Wells dicuci
3.
Antigen ditambahkan dengan imobilisasi antibodi dan kemudian diinkubasi
4.
Antigen yang tidak bereaksi dibersihkan
5.
Antibodi yang sama berikatan dengan enzim atau antibodi yang bebeda yang berikatan dengan enzim tetapi antibodi yang masih spesifik untuk mengenali antigen ditambahkan. Dan kemudian diinkubasi.
6.
Substrat / kromofor ditambahkan dan kemudian diinkubasi. Sandwich Inderect
1.
Wells dilapisi dengan antibodi.
2.
Antibodi yang berlebih dicuci.
3.
Antigen ditambahkan dimana antigen dikenali oleh antibodi dan kemudian diinkubasi. Antibodi yang tidak berikatan dengan antigen dicuci.
4.
Antibodi dari spesies berbeda ditambahkan untuk menghasilkan reaksi dengan antigen. Kemudian diinkubasi. Antibodi yang tidak berikatan dengan antigen dicuci.
5.
Tambahkan konjugat antispesies spesifik yang tidak mengikat antibodi kedua, dimana hal ini tidak terjadi reaksi dengan antibodi yang ada di well. Kemudian di inkubasi. Konjugat antispesies yang tidak berikatan dicuci.
6.
Sistem substrat / kromofor ditambahkan.
7.
Terbentuk warna merah.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 hingga April 2015.
Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, penapisan fitokimia di Laboratorium Kimia Obat,
pengujian parameter di
Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium Riset, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House (AH) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pembuatan histologi di Laboratorium Histologi Universitas Indonesia serta pemakaian freeze dry
di
Laboratorium Fitokimia Universitas Indonesia.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Philips), timbangan analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), botol maserasi, vacum rotary evaporator (EYELA), erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, spatula, kertas saring, kapas, corong gelas, tabung reaksi, pipet tetes, cawan penguap, botol timbang, kurs silikat, oven (Memmert), tanur (Thermo Scientific), freeze dry, alumunium foil, timbangan, kandang tikus beserta tempat makanan dan minuman, sonde oral, syringe, wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek dan cover glass, mikropipet (Eppendrof Research Plus), Effendrof tube, centrifuge, vortex, mikroskop cahaya (Motic dan Epson), Hemositometer Improved Neubaurer (NESCO), Freezer, water bath, desikator, dan ELISA reader.
3.2.2 Bahan Penelitian Bahan uji yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak daun pacing (Costus spiralis). Daun pacing yang digunakan diperoleh dari Mega Mendung Cisarua, Bogor. Sebelum dilakukan peneitian, daun pacing terlebih dahulu
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
dideterminasi di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI Bogor untuk menentukan kebenaran bahan uji. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah etanol70%, pereaksi untuk penapisan fitokimia (HCl 2N, HCl pekat, Aquadest, Pereaksi LibermannBouchard, Pereaksi Bouchard LP, Pereaksi Mayer LP, Pereaksi Dragendorf LP, Etil Asetat, asam sulfat (H2SO4) pekat, Asam Asetat Anhidrat, Serbuk Magnesium P, Kit ELISA, FeCl3 0,1%, Kloroform, dan eter). Natrium kabonil metil selulosa untuk penyiapan suspensi zat aktif. Penyiapan sperma (normal saline water); larutan George; NaCl fisiologis; larutan Eosin Y 1%, larutan Xilol, Larutan Bouin (asam pikrat, formaldehid 4%, asam asetat), larutan benzoil, benzoat, dan Larutan Hematoksilin.
3.2.3 Hewan Uji Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan strain Sprague Dawley yang sehat dan fertil 2,5-3 bulan dengan berat badan 250-350 gram yang diperoleh dari Animal Facility and Modeling Provider Insitut Pertanian Bogor (IPB).
3.3
Rancangan Peneiltian
3.3.1 Besar Sampel Penelitian ini bersifat eksperimental yang terbagi dalam 4 kelompok perlakuan yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sparague Dawley (WHO,2000).
3.3.2 Dosis Perlakuan Dosis yang digunakan 12,5mg/kgBB, 25mg/KgBB, dan 37,5mg/KgBB. Perhitungan dosis yang diberikan dapat dilihat dari lampiran 3. Pemberian ekstrak dilakukan selama 48 hari sesuai dengan tikus (Krinke, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
Tabel 3.1. Rancangan Percobaan Kelompok
Jumlah
Perlakuan
tikus I (Kontrol)
5
Tikus diberikan suspensi
Lama
Pengukuran/Bagian yang
pemberian
digunakan
48 hari
i.
Natrium CMC 0,5%
Darah
dari
vena
lateral
sebanyak ±1ml
ekor
(testosteron serum) ii.
Sperma dikeluarkan dari
Kauda
epididimis II (Dosis
5
Rendah)
Tikus diberikan ekstrak
48 hari
i.
daun pacing (Costus
Darah
dari
vena
lateral
spiralis) sebanyak
ekor
(testosteron serum)
12,5mg/KgBB
ii.
Sperma dikeluarkan dari
Kauda
epididimis III (Dosis
5
sedang)
Tikus diberikan ekstrak
48 hari
i.
daun pacing (Costus
Darah
dari
vena
lateral
spiralis) sebanyak
ekor
(testosteron serum)
25mg/KgBB
ii.
Sperma dikeluarkan dari
Kauda
epididimis IV Dosis
5
tinggi)
Tikus diberikan ekstrak
48 hari
i.
daun pancing (Costus
Darah
dari
vena
lateral
spiralis) sebanyak
ekor
(testosteron serum)
37,5mg/KgBB
ii.
Sperma dikeluarkan dari
Kauda
epididimis
3.4
Prosedur Kerja
3.4.1 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak Sebanyak 8 kg daun pacing (Costus spiralis) dikumpulkan dan kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan dikering anginkan. Daun pacing yang telah kering di haluskan dengan blender hingga menjadi serbuk sebanyak 1 kg dan diayak dengan ukuran 40 mesh. Kemudian serbuk daun pacing ditimbang dan dimaserasi dengan menggunakan etanol 70% selama 72 jam kemudian disaring dengan kapas dan kemudian dengan kertas saring. Proses maserasi ini diulang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat (mendekati tidak berwarna). Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dengan suhu 40oC sampai diperoleh ekstrak kental. Apabila ekstrak kental belum didapatkan, maka dapat dilanjutkan dengan freeze dry dan kemudian ekstrak kental ditimbang.
3.4.2 Penapisan Fitokimia Pengujian golongan metabolit sekunder dilakukan terhadap golongan: a.
Alkaloid (Depkes RI, 1995) Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1ml etanol
70% kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9ml aquades, dipanaskan di penangas air selama 2 menit, dan didinginkan. Kemudian disaring dan ditampung filtratnya. Filtrat digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya: i.
Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Dragendrof, terbentuk endapan jingga coklat (positif alkaloid).
ii.
Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Mayer LP, terbentuk endapan menggumpal putih atau kuning yang larut dalam metanol (positif alkaloid).
b. Identifikasi Flavonoid (Arifin Helmi, 2006) Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1ml etanol 70% kemudian ditambahkan serbuk Mg, lalu ditambahkan asam klorida pekat. Apabila terbentuk warna orange, merah, atau kuning, berarti positif flavonoid. c.
Identifikasi Terpen (Famsworth,1966) Sebanyak 100 mg ekstrak dalam cawan penguap ditambahkan 1ml etanol
70% kemudian dilarutkan dalam 5ml eter. Kemudian diuapkan hingga kering. Larutan pereaksi yang terdiri dari campuran 10 tetes asam asetat anhidrat, dan 5 tetes asam sulfat pekat disiapkan. Kemudian, larutan pereaksi ditambahkan ke dalam residu. Ekstrak mengandung terpen apabila terbentuk warna merah-hijauviolet-biru. d. Identifikasi Tanin (Ramya, B. Shiney dan P. Ganesh, 2012) Sebanyak 500 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2ml etanol 70% kemudian ekstrak ditambahkan 0,1% FeCl3. Apabila terbentuk warna hijau kecoklatan mengidentifikasikan tanaman mengandung tanin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
e.
Identifikasi Saponin (Depkes RI, 1995) Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1ml etanol 70%
kemudian ditambahkan 10ml air panas dan didinginkan. Kemudian dikocok vertikal selama 10 detik dan didiamkan selama 10 menit. Terbentuk buih setinggi 1 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang. f.
Identifikasi Steroid dan Triterpenoid (Fransworth, 1996) Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1ml etanol 70%
kemudian ditambahkan pereaksi Lieberman-Buchard, adanya steroid menunjukan warna biru-kehijauan sedangkan triterpenoid menunjukkan warna merah, merah muda, atau ungu.
3.4.3 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik 1. Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000) a.
Identitas Meliputi deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian
tumbuhan yang digunakan, nama tumbuhan Indonesia) dan dapat mempunyai senyawa identitas. Tujuannya untuk memberikan identitas objektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas. b.
Organoleptik Meliputi penggunaan panca indra untuk mendeskripsikan bentuk (padat,
serbuk-kering, kental, cair, dll), warna (kuning, coklat, dll), bau (aromatic, tidak berbau, dll), rasa (pahit, manis, kelat, dll). Dengan tujuan untuk pengenalan awal yang sederhana. 2.
Parameter Non Spesifik Ekstrak (Farmakope Herbal, 2009; Depkes RI,2000)
a. Parameter Kadar Air Pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetrik. Cara kerja menggunakan gravimetri yaitu masukan 1,5 gram ekstrak dan ditimbang saksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang setelah 1 jam sampai perbedaan (selisih) antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
% Kadar air = b.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 −𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%
Kadar abu Bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya
terdestruksi dan menguap, sehingga menyisakan unsur mineral dan anorganik. Ditimbang 2 gram ekstrak dengan seksama ke dalam krus yang telah ditara, dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, diinginkan dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukan filtrat ke dalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji. % Kadar Abu Total =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑥 100%
3.4.4 Penyiapan Hewan Uji Tikus jantan galur Sprague-Dawley diaklimatisasi di Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta selama 1 minggu. Diberikan makan dan minum ad libitum. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) diberikan secara oral menggunakan sonde sekali setiap hari selama 48 hari dengan dosis seperti tertera pada tabel rancangan percobaan (Tabel 3.1). Dosis yang tertera merupakan hasil konversi dosis 25,50, dan 75 mg/kgBB pada mencit ke tikus (Adnan, 2000). 1. Kelompok I diberikan suspensi Natrium CMC 0,5%. 2. Kelompok II ekstrak etanol 70% daun pacing 12,5mg/kgBB yang disuspensikan ke dalam Natrium CMC 0,5%. 3. Kelompok III ekstrak etanol 70% daun pacing 25mg/kgBB yang disuspensikan ke Natrium CMC 0,5%. 4. Kelompok IV ekstrak etanol 70% daun pacing 37,5mg/kgBB yang disuspensikan ke dalam Natrium CMC 0,5%.
3.4.5 Pembuatan Preparat Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
kauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat. Untuk mendapatkan sperma di dalam sekresi epididimis dilakukan dengan cara sebagai berikut: kauda epididimis diambil dan diletakkan ke dalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9%. Kemudian epididimis di plurut dalam wadah yang berisi NaCl fisiologis 0,9% tersebut disebut sebagai larutan stok yang digunakan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas spermatozoa. Suspensi sperma dari epididimis yang telah diperoleh dapat digunakan untuk pengamatan konsentrsi spermatozoa (Hartini, 2011). Untuk jaringan testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin dan dibiarkan selama kurang lebih 24 jam. Kemudian dilakukan pencucian, yaitu mencuci organ dengan alkohol 70% yang dilakukan berulang-ulang selama kurang lebih 30 menit. Hal ini bertujuan agar warna kuning (larutan Bouin) berkurang atau tampak jernih. Jaringan didehidrasi dalam larutan alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 96% dan alkohol absolut selama kurang lebih 1 jam untuk menarik molekul air yang keluar dari jaringan. Selanjutnya, jaringan dijernihkan dengan larutan benzil benzoat selama 24 jam, lalu dalam benzil sebanyak 2 kali 15 menit sampai jaringan tampak jernih atau transparan (Ilyas, 2007). Setelah itu, dilakukan infiltrasi dengan parafin dalam beberapa tahap, yaitu jaringan direndam dalam parafin I selama 30 menit, parafin II selama 60 menit, dan parafin III selama 90 menit. Infiltrasi dilakukan dalam oven dengan suhu 56oC-58oC. Perlakuan berikutnya adalah penanaman jaringan dalam parafin cair lalu diletakkan dalam kotak kertas sesuai dengan ukuran masing-masing jaringan yang akan ditanam. Kotak kertas yang telah berisi jaringan dimasukkan dalam lemari es dan dibiarkan membeku (Kusmana, 2001). Selanjutnya, pemotongan jaringan setebal 3-6µm dengan menggunakan pisau mikrotom putar dan hasil irisam ditempelkan pada kaca objek. Preparat pada kaca objek dipanaskan sampai jaringan mengembang dengan sempurna. Sebelum jaringan diwarnai, sediaan direndam dalam xilol selama 5 menit sebanyak 2 kali. Hal tersebut bertujuan agar sisa parafin yang masih merekat pada jaringan dapat dihilangkan. Xilol dihilangkan dengan merendam jaringan pada larutan alkohol bertingkat dari konsentrasi tinggi turun secara bertahap (100%, 90%, 80%, dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
70%) masing-masing selama 3 menit. Untuk perwarnaan dilakukan dengan hematoksilin dan eosin (HE). Jaringan yang telah diwarnai dijernihkan dengan xilol selama 5 menit agar jaringan tampak lebih cerah. Pada tahap akhir, jaringan testis pada kaca objek diberi entelan dan ditutup dengan kaca penutup sehingga dapat dilakukan pengamatan.
3.4.6 Pengukuran Parameter 1. Perhitungan konsentrasi spermatozoa Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spematozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakan dalam cawan penguap yang berisi cairan NaCl sebanyak 500µl. Spermatozoa dimasukkan ke dalam kamar Neubauer (Hemasitometer) sampai kamar Neubaurer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.2) (Ilyas, 2007). Tabel 3.2. Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak yang Dihitung No
Jumlah Spermatozoa dalam 1
Faktor
Kotak Kecil
kotak
Pengenceran
yang Dihitung
1.
> 40
50 kali
5
2.
15-40
20 kali
10
3.
≤15
10 kali
25
Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas, 2007). Tabel 3.3. Cara Pengenceran No
Pengenceran
1.
50 kali
2.
20 kali
3.
10 kali
Pembuatan Pengenceran a.
980µL larutan George + 20µL spermatozoa
b.
2.450µL Larutan George + 50µL spermatozoa
950µL larutan George + 50µL spermatoza a.
900 µL larutan George + 100µL spermatozoa
b.
450 µL larutan George + 50µL spermatozoa
Setelah pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
pada tabel 3.3. Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi spermatozoa sesuai rumus dibawah ini (Ilyas, 2007). Konsentrasi spermatozoa = n x 10.000x Fp x
25 𝑘
x vNaCl (3.2)
Keterangan : N
= jumlah spermatozoa yang dihitung
10.000 = volume kamar hitung Neubauer Fp
= Faktor pengenceran
25
= total kotak kecil yang terdapat alam kamar hitung Neubauer
K
= kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan
vNaCl = volume NaCl fisiologis (ml) yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda epididimis.
Perhitungan konsentrasi spermatozoa (juta/ml) dapat terlihat dari tabel 3.4 berikut. Tabel 3.4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa No
Jumlah kotak yang dihitung
Rumus
Konsentrasi
Spermatozoa
2.
1.
5
nx 10.000x 50x5x0,5
2.
10
nx 10.000x 20x2,5x0,5
3.
25
nx 10.000x 10x1x0,5
Konsentrasi testosteron Selama 48 hari tikus diberikan perlakuan dengan cara memberikan ekstrak
etanol 70% daun pacing per oral. Pada hari ke- 0 dan 49 dilakukan pengambilan darah melalui vena lateral ekor sebanyak ±1ml, kemudian dimasukkan ke dalam tube. Darah dalam tube disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan serum yang akan digunakan untuk mengukur konsentrasi testosteron tikus. Serum kemudian disimpan dalam freezer suhu -20oC sampai hari ke-49. Pengukuran konsentrasi hormon testosteron serum dilakukan di laboratorium dengan menggunakan ELISA testosteron dari DRG international pada hari ke-49. Kadar hormon minimal yang terdeteksi pada kit adalah 0,086 ng/ml. Prosedur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
pengukuran hormon dilakukan berdasarkan intruksi manual yang disertakan dalam kit (Krishna, 2012). Prosedur pengukuran kadar testosteron menggunakan kit ELISA, larutan standar, kontrol dan sampel, dipipet masing-masing sebanyak 25µL ke dalam wells. Enzyme conjugate dipipet sebanyak 200µL ke dalam setiap wells, kemudian dicampurkan selama 10 detik. Hal yang penting adalah larutan tahap pencampuran hingga selesai. Campuran tersebut kemudian dinkubasi selama 60 menit pada suhu ruangan (tanpa penutup plate), wells kemudian digoyangkan dengan cepat. Wells diteteskan dengan wash solution (400µL), wells diletakan di atas kertas penyerap untuk menghapus sisa tetesan. Substrate solutions sebanyak 200µL ditambahkan ke dalam wells. Setelah itu diinkubasi selam 15 menit pada suhu ruangan. Penghentian reaksi enzimatik dilakukan dengan penambahan stop solution sebanyak 100µL ke dalam setiap wells. Tentukan nilai absorbansi setiap wells pasda 450 ±10nm dengan microtiter plate reader dengan waktu yang direkomendasikan untuk membaca absorbansi setiap wells adalah 10 menit setelah penambahan stop solution.
3.
Pengamatan Morfologi (Inversk Research et al, 2000) Morfologi sperma dapat diamati pada sediaaan apus dengan perwarnaan
eosin Y 1%. Suspensi sperma sebanyak 50µL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 300µL eosin Y 1% kemudian dikocok perlahan. Sperma
diinkubasi
pada
suhu
kamar
selama
45-50
menit
kemudian
diresuspensikan dengan pipet tetes. Pemeriksaan morfologi sperma dilakukan dengan membedakan bentuk sperma normal dan abnormal dari 200 sperma yang diamati. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 400-1000 kali.
4.
Jumlah Spermatosit Pakiten Pada tubulus seminiferus diukur diameter tubulus seminiferus dan sel
germinal dari tahapan I sampai XI yang dikelompokan pada tahapan (Stage) I-VI, VII-VIII, 1X-XI dan XII-XIV dari epitel seminiferus. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop optik. Tahapan I-VI dilihat dari membran menuju lumen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
terdapat spermatogonium, fase transisi, pakiten dan spermatid fase golgi (1-3) dan cap (4-7) serta spermatid fase maturasi (15 dan 19). Tahapan VII-VIII terdapat spermatogonium, pakiten, spermatid (round spermatid, cap 2/3 dari inti sel) dan spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengarah ke lumen. Tahapan IXXI terdapat spermatogonium, pakiten dan spermatid fase 9, 10, 11 dengan head cap dan nukleus mulai memanjang. Tahapan XII-XIV terdapat spermatogonium, pakiten dan diaknesis, spermatid fase akrosom (12-14) terlihat nukleus memanjang dan akrosom 2/3 dari sitoplasma (Azrifitria,2012). Analisis kuantitatif perhitungan jumlah spermatosit pakiten hanya dilakukan pada tubulus seminiferus yang mengalami spermatogenesis pada tahap VII-VIII pada testis bagian kanan.
3.5
Analisa Data Hasil percobaan yang dianalisis untuk melihat adanya perbedaan yang nyata
pada konsentrasi testosteron, konsentrasi spermatozoa, jumlah spermatosit pakiten, dan morfologi spermatozoa dari masing-masing kelompok tikus perlakuan. Analisis data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik (one-way ANOVA, Paired Sample T-Test), atau uji nonparametrik (Kruskal Wallis).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Determinasi Tanaman Determinasai dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman pacing (Costus spiralis) suku Zingeberaceae. Surat pernyataan hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.1.2 Ekstraksi Penyiapan simplisia dilakukan di Ballitro, Bogor. Sebanyak 8 kg daun pacing (Costus spiralis) segar dirajang dan dihaluskan hingga didapat 1 kg serbuk daun pacing (Costus spiralis) yang diperoleh dari Mega Mendung Cisarua, Bogor pada 31 Oktober 2014. Serbuk daun pacing (Costus spiralis) dimaserasi sebanyak 9 kali berulang dengan menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 8 L hingga dihasilkan maserat yang berwana lebih bening daripada maserat awal.. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan vcuum rotary evaporator. Ekstrak etanol 70% daun pacing yang didapat belum menjadi ekstrak kental sehingga dilakukan freeze dry di Laboratorium Fitokimia Universitas Indonesia selama 10 hari. Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 77 gram dengan rendemen 7,7%. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 7.
4.1.3 Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) ditunjukkan pada tabel 4.1.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) Penapisan Fitokimia Alkaloid
Hasil 1. Tidak terbentuk endapan putih dengan penambahan reagen Meyer (negatif) 2. Tidak terbentuk endapan kuning dengan penambahan reagen Dragendrof (negatif)
Tanin
Terbentuk warna hijau kecoklatan (positif)
Saponin
Terbentuk buih yang tidak hilang (positif)
Flavonoid
Terbentuk warna kuning (positif)
Terpen
Terbentuk warna hijau (positif)
Steroid
1. Tidak terbentuk warna biru-kehijauan (negatif)
Triterpenoid
2. Tidak terbentuk warna merah, merahmuda atau ungu (negatif)
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak Hasil pengujian parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Pengujian Parameter Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Parameter
Hasil Identitas ekstrak
Parameter Spesifik a.
Nama latin tumbuhan
b.
Bagian tumbuhan yang digunakan
c.
Costus spiralis
Daun
Nama Indonesia tumbuhan
Pacing
Organoleptik a. Bentuk
Kental
b. Warna
Coklat kehitaman
c. Bau Parameter Nonspesifik
Khas
Kadar air
18,667 %
Kadar abu
22,327%
4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Perhitungan konsentrasi spermatozoa ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) menggunakan kamar hitung Neubauer. Data hasil perhitungan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
konsentrasi spermatozoa ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Kelompok
Rerata Konsentrasi Spermatozoa (106/ml) ±SD
Kontrol
15,12± 1,83
Dosis 12,5 mg/kgBB
15,00± 1,45
Dosis 25 mg/kgBB
14,95 ±3,95
Dosis 37,5 mg/kgBB
12,6 2± 2,50
Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa menunjukkan adanya penurunan konsentrasi seiring dengan peningkatan dosis ekstrak etanol 70% daun pacing
Konsentrasi Spermatozoa (106/mL)
(Costus spiralis) yang diberikan pada hewan uji (gambar 4.1).
15.500 15.000
14.500 14.000 13.500 13.000 12.500
Konsentrasi Spermatozoa
12.000 11.500 11.000 Kontrol
Dosis Dosis Dosis 12,5mg/kgBB 25mg/kgBB 37,5mg/kgBB Kelompok Uji
Gambar 4.1. Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Data hasil perhitungan menggunakan one-way ANOVA. Hasil varian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna (p≥0,05) antara dosis 12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB terhadap kontrol. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 10.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
4.1.6 Perhitungan Morfologi Spermatozoa Perhitungan abnormalitas morfologi spermatozoa ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) menggunakan preparat apus. Data hasil perhitungan morfologi spermatozoa dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Perhitungan Mofologi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Kelompok
Rerata Abnormalitas Morfologi Spermatozoa (%) ±SD
Kontrol
12,22± 0,58
Dosis 12,5 mg/kgBB
27,15± 2,15
Dosis 25 mg/kgBB
23,12 ±1,56
Dosis 37,5 mg/kgBB
25,72± 0,92
Hasil perhitungan abnormalitas morfologi spermatozoa menunjukkan adanya peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa terhadap kontrol. Peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa tidak sebanding dengan peningkatan dosis ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) yang
% morfologi spermatozoa abnormal
diberikan pada hewan uji (gambar 4.2). 30
25 20 15 10
Abnormalitas Morfologi Spermatozoa
5 0 Kontrol
Dosis Dosis Dosis 12,5mg/kgBB 25mg/kgBB 37,5mg/kgBB Kelompok Uji
Gambar 4.2. Abnormalitas Morfologi Spermatozoa Ekstrak Etanol70% Daun Pacing (Costus spiralis) Data hasil perhitungan morfologi spermatozoa abnomal kemudian diolah menggunakan Kruskal-Wallis yang menunjukkan terjadi perbedaan secara
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
bermakna (p≤0,05). Hasil dari Kruskal Wallis dilanjutkan uji LSD yang menunjukkan terjadi perbedaan bermakna (p≤0,05).antara masing-masing dosis yaitu 12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB terhadap kontrol. Hasil perbandingan antara dosis 12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB tidak menunjukkan perbedaan secara bermakna (p≥0,05). Peningkatan abnormalitas morfologi
spermatozoa
menunjukkan
adanya
gangguan
pada
proses
spermatogenesis. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 11.
4.1.7 Perhitungan Konsentrasi Testosteron Perhitungan konsentrasi testosteron serum pada hari ke-0 dan ke-49 dilakukan menggunakan ELISA kompetitif. Data hasil perhitungan konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan ke-49 dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Perhitungan Konsentrasi Testosteron Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Kelompok
Rerata Konsentrasi Testosteron (ng/ml)±SD H-0
H-49
Kontrol
3,79±0,70
2,39±0,77
Dosis 12,5 mg/kgBB
4,49±1,93
2,63±0,41
Dosis 25 mg/kgBB
1,83±0,32
4,25±0,98
Dosis 37,5 mg/kgBB
3,51±0,86
4,96±1,54
Hasil perhitungan konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan 49 pada masing-masing kelompok uji mengalami penurunan dan peningkatan konsentrasi testosteron (gambar 4.3).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Konsentrasi Testosteron (ng/mL)
6 5
4 3
H-0
2
H-49 1 0 Kontrol
Dosis 12,5mg/kgBB
Dosis 25mg/kgBB
Dosis 37,5mg/kgBB
Kelompok Uji
Gambar 4.3. Perhitungan Konsentrasi Testosteron Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Hasil data perhitungan konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan 49 diuji menggunakan Paired-Sample T-Test. Pada kelompok kontrol dan dosis 12,5mg/kgBB terjadi penurunan konsentrasi testosteron antara hari ke-0 dan hari ke-49 secara tidak bermakna (p≥0,05) yang diuji menggunakan Paired-Sample TTest. Kelompok uji 25mg/kgBB dan 37,5 mg/kgBB mengalami peningkatan konsentrasi testosteron antara hari ke-0 dan hari ke-49. Kelompok uji 25mg/kgBB dan dosis 37,5 mg/kgBB terjadi peningkatan konsentrasi testosteron secara tidak bermakna (p≥0,05) yang diuji dengan menggunakan
Paired-Sample T-Test.
Penurunan dan peningkatan konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke 49 masih memperlihatkan dalam rentang normal konsentrasi testosteron serum. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 14.
4.1.8 Perhitungan Jumlah Spermatosit pakiten Perhitungan jumlah spermatosit pakiten ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dilihat dari histologi testis bagian kanan dengan melihat lima tubulus seminiferus tahap VII-VIII per tikus. Data hasil perhitungan jumlah spermatosit pakiten dapat dilihat pada tabel 4.6.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Tabel 4.6 Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Kelompok Uji
Rerata jumlah Spermatosit pakiten ±SD
Kontrol
50,12 ± 1,42
Dosis 12,5 mg/kgBB
32,52 ± 1,40
Dosis 25 mg/kgBB
32,72 ± 1,31
Dosis 37,5 mg/kgBB
36,68 ± 2,34
Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) mempengaruhi jumlah spermatosit pakiten. Hasil perhitungan jumlah spermatosit pakiten pada kelompok hewan uji mengalami penurunan terhadap kontrol (gambar 4.3). 60
Spematosit Pakiten
50 40 30
20
Spermatosit Pakiten
10 0 Kontrol
Dosis 12,5 mg/kgBB
Dosis 25 mg/kgBB
Dosis 37,5 mg/kgBB
Kelompok Uji
Gambar 4.4. Perhitungan Jumlah Spermatosit pakiten Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Data hasil perhitungan jumlah spermatosit pakiten kemudian diolah menggunakan ANOVA yang menunjukkan terjadi perbedaan secara bermakna (p≤0,05). Hasil dari ANOVA dilanjutkan uji LSD yang menunjukkan terjadi perbedaan bermakna (p≤0,05) antara masing-masing dosis yaitu 12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB terhadap kontrol. Penurunan jumlah spermatosit pakiten menunjukkan adanya gangguan pada proses spermatogenesis. Hasil analisa statistik jumlah spermatosit pakiten dapat dilihat pada Lampiran 16.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
4.2
Pembahasan Tanaman pacing (Costus spiralis) memiliki potensi sebagai efek
antifertilitas. Bagian yang digunakan dalam penelitian adalah daun pacing (Costus spiralis). Daun pacing diperoleh dari Mega Mendung Cisarua, Bogor. Daun pacing (Costus spiralis) diserbukkan di Ballitro. Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI Bogor, menunjukan bahwa tanaman yang digunakan adalah Costus spiralis. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Pemilihan pemakaian metode maserasi karena mudah, dan sederhana dalam proses pembuatan ekstrak. Metode maserasi digunakan untuk menarik senyawa-senyawa yang tidak tahan panas. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Etanol 70% digunakan untuk menarik senyawa-senyawa semi polar dan polar. Filtrat hasil maserasi yang didapat kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator untuk menguapkan pelarut 70% yang untuk menghasilkan ekstrak kental. Pemekatan ekstrak dengan vacuum rotary evaporator menghasilkan ekstrak yang masih cair, sehingga dilanjutkan menggunakan freeze dry di Universitas Indonesia dengan suhu -41oC sampai memperoleh ektrak kental. Parameter ekstrak kental pada ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) adalah tidak adanya pelarut dan ekstrak tidak bisa dituangkan pada saat wadah dibalikan. Penyiapan simplisia dilakukan di Ballitro, Bogor. Sebanyak 8 kg daun pacing (Costus spiralis) segar dirajang dan dihaluskan hingga didapat serbuk daun pacing (Costus spiralis) sebanyak 1 kg yang selanjutnya dimaserasi menggunakan etanol 70 %. Ekstrak kental yang didapat sebanyak 77 gram. Hasil rendemen ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) adalah 7,7%. Pemeriksaan parameter spesifik dan non spesifik dilakukan pada ekstrak etanol70% daun pacing (Costus spiralis). Pemeriksaan paramater spesifik berupa identitas dan organoleptis. Parameter non spesifik yang dilakukan adalah kadar air dan kadar abu. Tujuannya untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan (Depkes RI, 2000). Kadar air yang dihasilkan adalah 18,667%. Kadar air pada ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) melebihi persyaratan yaitu >10%. Kadar air yang tinggi kemungkinan tanaman pacing (Costus spiralis) yang tumbuh di sekitar rawa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
menyebabkan tumbuhan ini menarik lebih banyak air. Pemeriksaan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuk ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil penetapan kadar abu ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) adalah 22,327%. Kadar abu pada ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) memiliki kadar yang tinggi dimana hasil ini menunjukkan kemungkinan kandungan
mineral
juga
tinggi.
Mineral
yang
mempengaruhi
proses
spermatogenesis adalah Zn, Se, Mn, Cr, dan Fe. Mineral Zn berhubungan dengan stimulasi hormon androgen (Suharyati, 2006). Pemberian Zn >25mg/kg per hari pada tikus dapat menyebabkan gangguan fertilitas (IRIS, 2005). Konsentrasi Se yang tinggi pada testis merupakan hal yang esensial untuk mempengaruhi fungsi testis. Mineral Mn diperlukan untuk sintesis steroid seperti progesteron, estrogen dan testosteron. Chromium (Cr) dapat berpengaruh secara signifikan terhadap pematangan folikular dan pengeluaran LH (Kumar,2011). Mineral besi (Fe) memiliki peran dalam perkembangan sel germinal (Griswold, 1998). Pada penelitian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) tidak dilakukan pengukuran kadar mineral lebih lanjut sehingga belum diketahui mineral yang mempengaruhi proses spermatogenesis. Tikus yang digunakan sebagai bahan uji adalah tikus Sprague-Dawley jantan berumur 2,5-3 bulan. Pemilihan strain Sprague-Dawley karena strain ini paling sering digunakan untuk penelitian dan memiliki karakteristik sistem reproduksi yang paling baik, memliki sifat yang tenang dan mudah dikontrol . Hewan uji coba dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol Na CMC 0,5%, dosis rendah (12,5mg/kgBB), dosis sedang (25mg/kgBB), dan dosis tinggi (37,5 mg/kgBB). Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Berat badan hewan uji coba diukur setiap hari sekali untuk menghitung volume ekstrak yang akan diberikan. Hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya saponin, tanin, dan flavonoid yang diduga memiliki efek antifertilitas. Menurut Asmaliyah (2010), daun pacing (Costus spiralis) juga mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, akan tetapi pada penapisan alkaloid menghasilkan hasil yang negatif. Hasil penapisan fitokima yang negatif diduga karena perbedaan tempat tumbuh tanaman
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
pacing (Costus spiralis). Saponin yang terkandung pada ekstrak etanol 70% daun pacing adalah diosgenin. Menurut Natural Standard (2015) genus Costus merupakan sumber diosgenin. Diosgenin merupakan prekusor dari sintetis kontrasepsi oral, hormon seks (progesterone dan estrogen), dan steroid lainnya (Crabbe, 1979; Pazhanichamy et al, 2012). Tanin dapat menyebabkan penggumpalan sperma. Data sel spermatogenesis memperlihatkan bahwa pembentukan sel spermatogonia menjadi spermatosit, spermatid menjadi spermatozoa mengalami penghambatan (Susetyarini, 2009). Efek dari senyawa metabolit sekunder dapat terlihat pada pengamatan uji ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) yang dilakukan terhadap konsetrasi spermatozoa, konsentrasi testosteron, morfologi spermatozoa, dan jumlah spermatosit pakiten. Spermatozoa diperoleh dari kauda epididimis. kauda epididimis merupakan tempat pematangan spermatozoa sebelum diejakulasikan. Kauda epididimis yang diambil kemudian diletakkan di dalam larutan NaCl 0,9%. Larutan NaCl 0,9% berfungsi untuk mempertahankan daya hidup (viabilitas) spermatozoa di luar tubuh tikus. Larutan NaCl fisiologis digolongkan sebagai bahan pengencer (extender) yang sering digunakan karena larutan ini dapat memberikan sifat buffer, mempertahankan pH semen dalam suhu kamar, bersifat isotonis dengan cairan sel, melindungi spermatozoa terhadap cold shock dan penyeimbang elektron yang sesuai (Simbolon, 2013). Aktivitas fertilitas tergantung pada kualitas sperma seperti konsentrasi sel sperma, motilitas, viabilitas, dan juga morfologi spermatozoa. Epididimis berperan aktif dalam perkembangan dan maturasi spermatozoa (Ghosal, 2013). Konsentrasi spermatozoa dihitung dengan kamar hitung Neubauer. Berdasarkan hasil data parametrik One-Way ANOVA terlihat adanya penurunan konsentrasi spermatozoa seiring peningkatan dosis walaupun penurunannya tidak bermakna secara statistik (p≥0,05). Penurunan jumlah spermatozoa yang dihasilkan pada tikus Sprague-Dawley jantan tergantung pada besarnya gangguan yang terjadi selama spermatogenesis yang dapat dipengaruhi oleh dua faktor (i) faktor endogen yaitu hormonal, psikologis dan genetik, dan (ii) faktor eksogen meliputi suhu, vitamin dan gizi (Gupta, 2005). Konsentrasi spermatozoa dapat dipengaruhi oleh faktor usia tikus Sprague-Dawley jantan yang digunakan. Pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
tikus kontrol konsentrasi spermatozoa adalah 15,125 juta/ml. Konsentrasi pada kelompok kontrol masih dapat dikatakan fertil. Menurut Guzick (2001), konsentrasi 13,5-48,0 x 106/ ml termasuk intedeterminate range fertile . Konsentrasi spermatozoa yang jumlahnya sedikit kemungkinan pada pembelian tikus yang dipilih adalah tikus berusia 2,5-3 bulan, akan tetapi perlakuan untuk pemberian ekstrak pada tikus dilakukan pada tikus berusia ± 5 bulan. Menurut Lucio et al (2013), perbandingan usia pada tikus berusia 3 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan mengalami penurunan konsetrasi spermatozoa yang bermakna (p≤0,05). Hasil data diatas menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) tidak mempengaruhi konsentrasi spermatozoa pada tikus Sprague-Dawley jantan. Hasil penelitian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dibandingkan dengan hasil penelitian Sari (2013) dimana pemberian infusa 10% daun pacing (Costus speciosus) yang dapat menurunkan jumlah spermatozoa pada mencit selama 14 hari. Konsentrasi spermatozoa yang tidak dipengaruhi kemungkinan waktu pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) pada tikus Spargue-Dawley jantan membutuhkan waktu yang lebih lama. Pengamatan kedua yaitu morfologi spermatozoa abnormal pada tikus Sprague-Dawley jantan. Morfologi spermatozoa dikatakan abnormal apabila preparat yang dlihat di bawah mikroskop terdiri dari tanpa kepala, leher patah, kepala pipih (flattened head), dan ekor patah (Inversk, 2000). Berdasarkan hasil non-parametrik uji Kruskal-Wallis adanya perbedaan secara bermakna (p≤0,05) antara dosis kontrol dengan dosis 12,5 mg/kgBB, 25 mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB. Dosis yang efektif memberi peningkatan morfologi spermatozoa abnormal yaitu dosis 12,5 mg/kgBB. Hasil tersebut dapat dilihat adanya perbedaan mean pada tabel LSD antara dosis 12,5 mg/kgBB paling tinggi terhadap kontrol dibandingkan dosis 25 mg/kgBB dan 37,5 yang dibandingkan terhadap
kontrol.
Kelompok
kontrol
memiliki
abnormalitas
morfologi
spermatozoa sebesar 12,225%. Karakteristik morfologi pada tikus normal memiliki abnormalitas yaitu 10-20% (Davies, 2014). Dari data abnormalitas morfologi spermatozoa pada kelompok kontrol masih masuk dalam rentang karakteristik normal. Menurut Saba (2009);Widiyani (2006), peningkatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
abnormalitas morfologi spermatozoa dapat disebabkan adanya kerusakan di dalam tubulus seminiferus serta pada saat spermatozoa meninggalkan tubulus seminiferus dan selama perjalannya melalui epididimis. Peningkatan morfologi spermatozoa abnormal dapat menurunkan angka fertilitas (Ghasol,2013). Setiap sperma yang mempunyai morfologi spermatozoa abnormal tidak dapat membuahi ovum (Widiyani, 2006). Pada penelitian Sari (2013), infusa 10% daun pacing (Costus speciosus) pada mencit jantan tidak mempengaruhi persentase abnormalitas morfologi spermatozoa, sedangkan pada penelitian yang dilakukan dengan pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) meningkatkan abnormalitas morfologi spermatozoa pada tikus Sprague-Dawley jantan. Pada penelitian metoda infusa 10% kemungkinan senyawa saponin yang terkandung pada daun pacing (Costus speciosus) berkurang karena saponin merupakan senyawa yang labil terhadap panas (Chaturvedi, 2012). Perbedaan lamanya pemberian ekstrak juga dapat mempengaruhi aktivitas antifertilitas dimana pemberian infusa 10% daun pacing (Costus speciosus) dilakukan selama 14 hari. Jumlah spermatozoa yang dihasilkan testis tidak cukup untuk mendiagnosa fertil atau infertil. Jumlah spermatozoa adakalanya yang normal tetapi bila memiliki morfologi dan kecepatan yang kurang baik akan bisa menyebabkan seseorang infertil. Jumlah spermatozoa yang sedikit tapi memiliki morfologi dan kecepatan normal kemungkinan masih dapat dikatakan fertil (Guyton 1997). Parameter ketiga yang dilakukan adalah perhitungan konsentrasi testosteron menggunakan ELISA. Penurunan dan peningkatan testosteron dapat terlihat pada masing-masing kelompok uji antara hari ke-0 dan 49. Menurut Alpco Dignostics (2013), rentang konsentrasi testosteron serum normal pada tikus adalah 0,66-5,4 ng/ml. Pada kelompok kontrol mengalami penurunan konsentrasi testosteron yang tidak bermakna (p≤0,05). Kelompok uji 12,5mg/kgBB mengalami penurunan konsentrasi testosteron yang tidak bermakna (p≤0,05). Peningkatan konsentrasi testosteron terjadi pada kelompok uji 25mg/kgBB secara tidak bermakna (p≤0,05). Pada kelompok uji 37,5mg/kgBB mengalami peningkatan yang tidak bermakna (p≤0,05). Hasil analisa diuji dengan Paired-Sample T-Test.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan dan meningkatan konsentrasi testosteron serum, akan tetapi penurunan dan peningkatan konsentrasi testosteron serum yang terjadi masih dalam rentang tikus normal. Testosteron disekresikan dari kolesterol di Sel Leydig di bawah pengaruh luteinizing
hormone
(LH)
(Mc.Lachlan,
1996).
Penghambatan
sekresi
gonadotropin pitutiari dapat mengannggu proses spermatogenesis yang meliputi penurunun diameter tubulus seminiferus dan nuklear sel Leydig serta perubahan jumlah sel yang bermakna (Kachhawa, 2012). Hasil penelitian pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) pada tikus Sprague-Dawley jantan menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan libido yang dilihat dari hasil testosteron serum yang normal. Peningkatan dan penurunan konsentrasi testosteron diduga dipengaruhi oleh senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid dan saponin (diosgenin). Flavonoid menghambat enzim aromatase yaitu enzim yang mengkatalis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron (Susetyarini, 2009). Diosgenin dapat meningkatakan sintetis progesteron dan estrogen dalam tubuh. Progesteron memiliki efek fisiologis terhadap frekuensi pelepasan LH yaitu menurunkan frekuensi pulsa hipotalamik. Efek umpan balik steroid ini, bersama dengan aktivitas intrinsik pembangkit pulsa GnRH hipotalamik, menghasilkan pulsa LH yang kecil dan menyebabkan penurunan FSH yang akan menghambat sel Sertoli mensintesis ABP (Androgen Binding Protein) (Crabbe, 1979; Goodman and Gilman, 2003; Rafiqa, 2013). Peningkatan kadar hormon testosteron juga dapat menimbulkan efek umpan balik negatif pada hipotalamus dan hipofisis anterior. Produk FSH yang terhenti atau berkurang karena efek umpan balik negatif tersebut maka spermatogenesis menjadi terhenti dan akibatnya jumlah sel-sel spermatogenik menjadi berkurang (Widiyani, 2006). Mekanisme umpan balik negatif merupakan cara kerja kontrasepsi hormonal yang dapat menghambat pematangan spermatogonia (Nuraini, 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Gambar 4.5. Proses Spermatogenesis (Matthiesson, 2006)
Parameter keempat yang diuji adalah perhitungan jumlah spermatosit pakiten pada tahap VII-VIII. Pengamatan jumlah sel spermatosit pakiten dilakukan dengan melihat lima tubulus seminiferus setiap tikus, sehingga dalam satu kelompok diamati 25 tubulus seminiferus. Tahap VII-VIII dipilih karena pada tahap ini memiliki protein yang paling besar dalam proses spermatogenesis (Delmas, 1993). Sel germinal pada tahap VII juga dipengaruhi oleh hormon (O’Donnell, 1996). Spermatosit pakiten memodulasi sekresi faktor protein sel Sertoli yang menstimulasi streoidogenesis pada sel Leydig (Cook, 1997). Hasil uji ANOVA untuk spermatosit pakiten terjadi penurunan secara bermakna (p≤0,05) antara dosis 12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB terhadap kontrol. Penurunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
jumlah spermatosit pakiten menunjukkan adanya gangguan pada proses spermatogenesis (Kalla, 1996). Penurunan jumlah spermatosit pakiten dapat dipengaruhi oleh penurunan konsentrasi testosteron (Haschek, 2013), akan tetapi pada penelitian ini tidak terjadi penurunan konsentrasi testosteron yang bermakna. Hubungan topografi yang erat antara sel Leydig dengan tubulus seminiferus sangat penting untuk memperoleh konsentrasi hormon androgen dalam tubuh. Sel Sertoli
diduga
menghasilkan
androgen
binding
protein
(ABP)
yang
mempertahankan konsentrasi androgen setempat tinggi di epitel tubulus (Susetyarni, 2009). Hasil penurunan jumlah spermatosit pakiten kemungkinan adanya penurunan jumlah androgen binding protein (ABP) sehingga terjadi penurunan konsentrasi testosteron intratestiskular pada tubulus seminiferus. Menurut
Susetyarni
(2009),
bahwa
obat-obatan
antifertilitas
pria
dikelompokan menjadi 3 berdasarkan aktifitasnya yaitu mempengaruhi fungsi testis, menghambat spermatogenesis dengan cara mempengaruhi secara langsung fungsi testis dan mempengaruhi daya fertilisasi spermatozoa. Penurunan jumlah gonadotropin mempengaruhi konsentrasi testosteron intratestiskular yang dapat menunjukkan terjadinya gangguan pada pematangan spermatogonia A menjadi B dan proses pelepasan sperma dari epitelium seminiferus (O’Donnell, 1996). Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kandungan ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat mempengaruhi proses spermatogenesis. Terjadinya penurunan aktivitas spermatogenesis
menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah spermatosit pakiten dan peningkatan abnomalitas morfologi spermatozoa. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat berpotensi sebagai agen antifertilitas yang dapat dikembangkan. Mekanisme terjadinya penurunan aktivitas spermatogenesis ini diduga efek dari kandungan diosgenin pada ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis). Pada penelitian ini konsentrasi testosteron dan spermatozoa tidak mengalami penurunan, akan tetapi adanya peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa dan penurunan jumlah spermatosit pakiten kemungkinan dapat terjadi akibat mekanisme kerja dari ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) yang menekan sekresi FSH untuk menghasilkan androgen binding protein (ABP). Ekstrak etanol 70% daun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
pacing (Costus spiralis) kemungkinan memiliki mekanisme kerja juga pada penghambatan spermatogenesis dengan cara mempengaruhi secara langsung fungsi testis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan, diantaranya: 1.
Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa pada tikus Sprague-Dawley jantan secara tidak bermakna (p≥0,05).
2.
Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) meningkatkan abnormalitas morfologi spermatozoa pada tikus Sprague-Dawley jantan secara bermakna (p≤0,05).
3.
Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan dan meningkatkan konsentrasi testosteron serum pada tikus Sprague-Dawley jantan secara tidak bermakna (p≥0,05).
4.
Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) menurunkan konsentrasi jumlah spermatosit pakiten
pada tikus
Sprague-Dawley jantan secara bermakna (p≤0,05).
Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) berpotensi sebagai agen antifertilitas.
5.2
Saran Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai potensi ekstrak
etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) sebagai antifertilitas dengan menambahkan paramater perhitungan kadar FSH dan LH .
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
DAFTAR PUSTAKA
Adnan dan Halifah Pagarra. 2000. Pengaruh Ekstrak Rimpang Tumbuhan Pacing (Costus speciosus, J.E. Smith) terhadap Fertilitas Mencit (Mus muculus ) ICR Jantan. Makasar: Universitas Negeri Makasar. Agoes, Goeswin. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung: Penerbit ITB, pp.10-20. Alpco Diagnostics. 2013. Mouse/Rat Testosterone ELISA for Quantitative Determination of Testosterone in Rat and Mouse Serum and Plasma. United States. Arifin, Helmi dkk. 2006. Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia cumini Merr. Padang: Universitas Andalas. Arini, W.D. 2012. Uji Fertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley secara In Vivo. UIN Jakarta. Skripsi. Asmaliyah dkk. 2010.Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaataannya secara Tradisional . Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan. Azrifitria., Puteri A., Susanti Ofa Betha. 2012. Pemanfaatan Limbah Biji dan Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Kontrasepsi Pria dan Suplemen Minuman yang Kaya Antioksidan. Laporan Akhir Pertais. BPOM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal, Volume Kelina Edisi Pertama. Jakarta. Direktorat OAI. Barrett, K.E, dkk. 2010. Ganong’s Review of Medical Physiology 23rd ed. USA: McGraw Hill, pp. 519-569. Britto, Raquel Moreira et al. 2011. Aqueous fraction from Costus spiralis (Jacq) Roscoe Leaf Reduces Contractility by Impairing Th Calcium Inward Current in The Mammalian Myocardium. Brazil: Universidade Federal de Sergipe. Journal of Etnopharmacology. Brunton, L. Laurence et al. 2006. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics Elventh Edition.USA: The McGraw Hill. Chaturvedi, Shivani et al. 2012. Effect of Processing Conditions on Saponin Content and Antioxidant Activity of Indian Varieties of Soybean (Glycine max Linn). India: Indian Institute Technology. Annals of Phytomedicine An International Journal. Cook, C. Edger et al. Hexahydroindenopyridine Compounds Having Antispermatogenic Activity. US.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Countinho, Elsimar Metzker. 2002. Review Article Gossypol: A Contraceptive for Men. Brazil: University of Bahia. J. Contraception. Crabbe, P. 1979. Some Aspects of Steroid Research Based on Natural Product from Plant Origin. Belgium. J.Soc.Chim. Crowter, John R. 2009. The ELISA Guidebook Second Edition. UK: Human Press. Dahliana. 2009. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Akseptor KB Kondom di Wilayah Kerja Puskesmas Sekip RT. 08 dan RT. 09 Kelurahan Sekip Jaya Palembang Tahun 2009. Davies, Olufunke Ola et al. 2014. Spermatozoa Morphology and Characteristics of Spondias mombin L. (Anacardiaceae) Protected Male Wistar Rats Exposed to Sodium Arsenite. Nigeria: University of Ibadan. Journal of Veterinary Medicine and Animal Health. Delmas V. et al. 1993. Induction Of CREM Activator Proteins In Spermatid: Down Stream Targets And Impication For Haploid Germ Cell Differentation. Perancis. J.Mol.Endocrinol. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materi Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral POM-Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Diktorat Jendral POM-Depkes RI. Djufri dkk. 2013. Biodiversitas. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences, 55 (3), pp. 225-276. Fauzi Mohd. 2009. Pengklasifikasian Sperma Normal dan Abnormal daripada Suspensi Sperma Tikus Sprague-Dawley. USM. Tesis. Ghosal, Subhasish et al. 2013. Jussiaea repens (L) induced Morphological Alterations in Epididymal Spermatozoa of Rat. India: Presidency University. Goodman and Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta: EGC. Griswold, Michael D. 1998. The Central Role of Sertoli Cells in Spermatogenesis. USA: Academic Press. Gupta S. et al. 2005. Lipid Peroxide Levels and Antioxidant Status in Alcoholic Liver Disease. India. Ind. J. Clinic Biochem.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Guyton, AC, Hall JE. 1997. Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC. Guzick, David S. et al. 2001. Sperm Morphology, Motility, and Concentration Fertile and Infertile Men. England. The New England Journal of Medicine. Handayani, Lestari. Pil Kontrasepsi Laki-laki dengan Bahan Dasar Gandarusa (Justicia gendarusa Burm.F). Pusat Penilitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia. Hartini. 2011. Pengaruh Dekok Daun Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) terhadap Jumlah Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). Tesis Program Studi Ilmu Biomedik. Haschek et al. 2013. Haschek and Rousseaux’s Handbook of Toxicologic Pathology Third Edition. US: Elsevier. Heffner, Linda J. Dan Danny J. Schust. 2006. At A Glance Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga. Http://www.herbalisnusantara.com/tanamanobat/2-077.pdf. 22 Februari 2015. Http://loadbalanced.naturalstandard.com/index-abstract.asp?createabstract=costus.asp&title=Costus%20spp. 3 April 2015. Http://www.sageresearchlabs.com/research-models/outbred-rats/sprague-dawleyoutbred-rat. 3 Februari 2015 Hess, R. A. 1999. Spermatogenesis Overview. Encyclopedia of Reproduction Volume 4. Urbona: Academic Press. Ilyas, S. 2007. Azoospermia dan Pemulihannya Melalui Regulasi Apoptosis Sel Spermatogenik Tikus (Rattus sp) Pada Penyuntikan Kombinasi TU & MPA. Disertasi. Inveresk Research, Huntingdon Life Sciences., Sequani., Glaxo Wellcome. 2000. Rat Sperm Morphogical Assesment Guidline Document. IRIS. 2005. Toxicological Review of Zinc and Compounds. US: EPA. Jagtap, Sanjay dan Rajendra Satpute. 2014. Phytochemical Screening and Antioxidant Ativity of Rhizome Extracts of Costus spieciosus (Koen.) J.E.Smith. India: Journal of Academia and industrial Research (JAIR). Kachhawa, J.B.S et al. 2012. Screening of Isolated Fraction of Dendrophtoe falcata Methanol Stem Extract for its Effects on Reproductive Function of Male Rats International. India. Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research. Kalla, N. R. et al. 1996. Regulation of Male Fertility by Pyrimenthamine in Adult mice. India: Springer-Verlag. Journal of Experimental Medicine. Kariardi, Ismu. 1996. Uji Toksisitas Akut (LD50) Infusa Rimpang Pacing (Costus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
speciosus (Koen.) J.E. Smith) pada Mencit Betina secara Intraperitoneasl. Surabaya: Universitas Surabaya. Skripsi. Krinke, J.G. 2000. The Labratory Rat 1st Edition. United States: Academic Press. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Infodatatin: Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. Jakarta. Kusmana, D. 2001. Pengaruh Penyutikan Kombinasi Hormon Testosteron dan Enathat (TE) dan Depot Medroksiprogesteron Asetat terhadap Spermatogenesis Beruk Jantan (Macaca nemestrina) yang Diberi Pakan Berkadar Protein Lemak, Karbohidrat Berbeda. Disertasi. Program Pasca Sarjana FKUI. Kumar, Sudhir. 2011. Importance of Micro Minerals in Reproductive Performance of Livestock. India. J.Veterinary World. Krishnam Tanga Kumari. 2012. Antifertility Ativity of Whole Plant Extract of Sarcostemma secamone L Bennet on Male Albino Rats. International Research Journal of Pharmacy. Lucio, Rosa Angelica et al. 2013. Sperm Count and Sperm Motility Decrease in Old Rats. Mexico: Elsevier. Journal Phsiology&Behavior. Matthiesson, Kati L. et al. 2006. Male Hormonal Contraception: Concept Proven Product in sight?. Oxford University Press. Journal of Human Reproduction Update Vol. 12. Mclachlan, R.I. et al. 1996. The Endocrine Regulation of Spermatogenesis: Independent Roles for Testosterone and FSH. Journal of Endocrinology. Nuraini, Tuti dkk. 2012. Penyuntikan Ektrak Biji Carica papaya L. Varietas Cibinong pada Macaca fascicularis L. Dan Kualitas Spematozoa serta Kadar Hormon Testosteron. Indonesia: Universitas Indonesia. O’Donnel, Liza et al. 1996. Testosterone Withdrawal Promote Stage Specific Detachment Of Round Spermatid From The Rat Seminiferous Epitelium. Australia. Biology of Reproduction. Pawar, V.A dan P.R. Pawar. 2014. Costus speciosus: An Important Medical Plant. India: Departement of Biotechnology, Padmashri Vikhe Patil College, Loni, Pravaranagar, Ahmednagar,Maharashtra. International Journal of Science and Research (LISR). Pazhanichamy, Kalailingam et al. 2012. Isolation, Characterization and Quantification of Diosgenin from Costus Igneus. Budapest: Akademia Klado. Journal of Planar Chromatography. Perez, Celno et al. 2008. Antibacterial Effect of Costus spiralis Leaves Extract on Pathogenic Strains of Vibrio cholerae. Portugal. Revista CENIC Ciencias Biologicas, Vol.39.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Rafiqa dkk. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Terung Belanda (Solanum battacerum) terhadap Morfologi dan Motiitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus) Galur Ddy. Sulawesi Tengah: Universitas Tadulako. e-JipBiol. Ramya, B. Shiney dan P. Ganesh. 2012. Phytochemical Analysis and Comparative Effect Of Cinnamomum Zeylanicum, Piper Nigrum and Pimpinella Anisum With Selected Antibiotics and Its Antibacterial Activity against Enterobacteriaceae Family. India: Departement of Microbiology, Annamalai University, Annamalai Nagar.International Journal of Pharmaeutical&Biological Archives. Rahayu, Mulyati, dkk.2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Rudiawati, Ika, S. dkk. 2006. Formulasi Sediaan Tablet Ekstrak Gossypium herba sebagai Alternatif Kontrasepsi Pria. Jember: Universitas Jember. Saba, Adebowale Bernard et al. 2009. Spermatozoa Morphology and Characteristics of Male Wistar Rats Adminstered with Ethanolis Extract of Lagenaria breviflora Roberts. Nigeria: University of Ibadan. African Journal of Biotechnology. Sari, Ika Puspita, dkk. 2013. Infusa Daun Pacing Costus speciosus (Koen.) J.E Smith Sebagai Penghambat Jumlah dan Kualitas Spermatozoa pada Mencit Jantan BALB/C. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Trad.Med.J. Shajeela, P.S, et al. 2011. Antifertility of Ethanol Extract of Dioscorea seculenta (L.) Schott on Male Albino Rats. International Journal of PharmaTech Research 3 (2), pp. 946-954. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (edisi ke-2). Jakarta : EGC. Simbolon, Indra dkk. 2013. Persentase Spermatozoa Hidup pada Tikus Wistar dan Sprague-Dawley. Banda Aceh: Universita Syiah Kuala. Speroff L, Glass RH, Kase NG. 1999. Clinical Endocrionology and Infertility. Edition 6. Philadelphia, Wiliam and Wilkins L:1075-1076. Suckow, M.A, Weisbroth, S.H., Franklin, C.L. 2006. The laboratory Rat (Second Edition). USA: Elsevier Inc., pp. 113. Suharyati. 2006. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Mineral Zn terhadap Kualitas Semen serta Fertilitas dan Daya Tetas Telur Kalkun Lokal. Bandar Lampung: Universitas Lampung. J. Indon.Trop.Anim.Agric. Susetyarini, Eko. 2009. Efek Senyawa Daun Beluntas terhadap Kadar Testosteron Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan. Malang: Universitas Muhamadiyah Malang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Verma, Nitin dan R.L. Khosa. 2012. Development of standardization parameters of Costus spiralis Rhizomes with Special Reference to Its Pharmacological and HPTLC Studies. India: Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Alih Bahasa Drs. Soendani Noerono Soewandhi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, pp. 577-578. Walker, John M. dan Ralph Rapley. 2008. Molecular Biomethods Handbook. UK: Human Press. Widiyani, Tetri. 2006. Efek Antifertiltas Ekstrak Akar Som Jawa (Talinum paniculatum Gaertn) pada Mencit (Mus musculus L.) Jantan. Solo: UNS. World Health Organization. 2000. General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: World Health Organization, pp. 28.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Pacing (Costus spiralis)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 2. Surat Keterangan Kesehatan Hewan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 3. Alur Penelitian Alur Kerja Pembuatan Ekstrak
Daun pacing Dideterminasi Daun pacing segar sebanyak 8kg dikumpulkan Daun pacing disortasi basah
Daun pacing dicuci
Daun pacing dirajang
Daun pacing dikeringkan Serbuk simplisia daun pacing yang didapat sebanyak 1kg Daun pacing dimaserasi dengan 8L etanol 70% berulang sebanyak 9x
Ekstrak cair
Dihaluskan menggunakan blender dan diayak terhadap ukuran 40 mesh
Dipekatkan dengan rotary evaporator kemudian dipekatkan kembali dengan freeze dry
Ekstrak kental yang didapat 77 gram
Pembuatan suspensi ekstrak dengan konsentrasi
Penapisan fitokimia dan uji parameter spesifik dan non spesifik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Alur Kerja Uji Antifertilitas
Dua puluh tikus jantan strain Sprague-Dawley
Aklimitasi selama 1 minggu Dikelompokan secara acak (@dosis 5 ekor) Kelompok kontrol (Na CMC 0,5%)
Kelompok dosis 12,5mg/kgBB, kelompok dosis 25 mg/kgBB, dan kelompok dosis 37,5 mg/kgBB
Pemberian larutan Na CMC pada tikus peroral selama 48 hari
Pemberian ekstrak pada tikus peroral selama 48 hari
Pada hari ke-49 tikus dikorbankan dan diambil organ reproduksinya
Pada hari ke-0 dan 49 tikus diambil darahnya 1 ml dari vena lateral ekor
Kauda epididimis pengukuran spermatozoa
Pengukuran Morfologi Spermatozoa
Sentrifugasi Serum, disimpan dalam freezer - 20oC
Hari ke 49 tikus dikorbankan dan diambil organ reproduksinya Serum diukur konsentrasi testosteron dengan kit ELISA
Testis Dibuat preparat histologi Pengamatan tahapan spermatogenesis
Analisa Data
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 4. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Perhitungan konversi dosis dari mencit ke tikus Human Equivalent Dose (HED) = Dosis hewan (Dh) x
𝑘𝑚 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎
a. Dosis Tinggi (37,5 mg/kgBB) Dosis mencit = 75mg/kgBB HED = 75 x
3 37
= 6,081 mg/kgBB
Dosis tikus 6,081 = Dh x
6 37
Dh = 37,5 mg/kgBB b. Dosis Sedang ( 25mg/kgBB) Dosis mencit = 50 mg/kgBB HED = 50 x
3 37
= 4,054 mg/kgBB
Dosis tikus 4,054 = Dh x
6 37
Dh = 25 mg/kgBB c. Dosis Rendah (12 mg/kgBB) Dosis mencit = 25 mg/kgBB HED = 25 x
3 37
= 2,027 mg/kgBB
Dosis tikus 2,027 = Dh x
6 37
Dh = 12,5 mg/kgBB Perhitungan Volume Administrasi Oral (VAO) mg kgBB
Dosis
VAO (mL) =
𝑥 𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (
𝑚𝑔 ) 𝑚𝐿
a. Dosis Tinggi (37,5 mg/kgBB) 37,5
1 mL
=
mg kgBB
𝑥 0,25 (𝑘𝑔 ) 𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝐿 )
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Konsentrasi
= 9,375 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang dibutuhkan sebanyak : Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x Volume (mL) Ekstrak
= 9,375 mg/mL x 50 mL = 468,75 mg
b. Dosis Sedang (25 mg/kgBB) 25
mg kgBB
𝑥 0,25(𝑘𝑔 )
1 mL
=
Konsentrasi
= 6,25mg/mL
𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝐿 )
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang dibutuhkan sebanyak : Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x Volume (mL) Ekstrak
= 6,25mg/mL x 50 mL = 312,5 mg
c. Dosis Rendah (12,5 mg/kgBB) 12 ,5
mg kgBB
𝑥 0,25(𝑘𝑔)
1 mL
=
Konsentrasi
= 3,125mg/mL
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠 𝑖 (
𝑚𝑔 ) 𝑚𝐿
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang dibutuhkan sebanyak : Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x Volume (mL) Ekstrak
= 3,125 mg/mL x 50 mL = 156,25 mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 5. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) No
1
Identifikasi Golongan Senyawa Alkaloid
Perlakuan
2
Tanin
3
Flavonoid
100 mg ekstrak+ 1ml etanol 70%+ + serbuk Mg+ HCl pekat tetes demi tetes
+
Terbentuk warna kuning
4
Saponin
100 mg ekstrak+ 1ml etanol 70%+ 10 mL air panas didinginkan kocok 10 detik didiamkan selama 10 menit terbentuk buih +1 HCl 2N
+
Terbentuk buih yang tidak hilang sebesar 1 cm
100 mg ekstrak+ 1ml etanol 70%+ 1 mL HCl 2N + 9mL aquades dipanaskan selama 2 menit, dinginkan, kemudian disaring filtrat dibagi menjadi 2 tabung ditambahkan masing-masing reagen Meyer dan Dragendrof 500mg ekstrak+ 2ml etanol 70% 2mL ekstrak + 0,1% FeCl3
Gambar
Hasil Uji
Keterangan
-
Tidak terbentuk endapan putih ada penambahan reagen Meyer dn endapan kuning pada penambahan reagen Dragendrof
+
Terbentuk warna hijau kecoklatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
5
Steroid dan triterpenoid
100 mg ekstrak+ 1ml etanol 70%+ + Pereaksi LibermannBoucard
-
Tidak terbentuk warna birukehijauan atau warna merah
6
Terpen
100 mg ekstrak+ 1ml etanol 70% dilarutkan dalam 1mL eter pada plate tetes diuapkan hingga kering diteteskan larutan pereaksi (2 tetes asam asetat anhidrat+ 1 tetes H2SO4)
+
Terbentuk warna hijau
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen, Kadar Air, dan Kadar Abu Ekstrak Etanol70% Daun Pacing (Costus spiralis) 1. Perhitungan rendemen Berat Ekstrak
= 77 g
Berat Simplisia
= 1000 g
% Rendemen = =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 77 𝑔 1000 𝑔
x 100%
x 100%
= 7,7 % 2. Perhitungan Kadar Air W1 = Berat ekstrak
= 1,0735 g
W2 = Berat ekstrak setelah di oven = 0,8731 g
% Kadar Air =
𝑊1−𝑊2 𝑊1
=
x 100%
1,0735−0,8731 1,0735
x 100%
= 18, 667% 3. Perhitungan Kadar Abu W1 = Bobot Cawan + Ekstrak setelah Pemanasan (g) = 25,5218 g W0 = Bobot Cawan Kosong (g) = 25,1832 g B = Bobot Sampel Awal (g) = 1,5174 g
% Kadar Abu
=
𝑊1−𝑊0
=
𝐵
x 100%
25,5218−25,183 1,5174
x 100%
= 22, 327%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 7. Gambar Kegiatan Penelitian Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak Etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
Gambar 5.1 Pohon pacing (Costus spiralis)
Gambar 5.5 Hasil maserasi daun pacing (Costus spiralis) sebelum di evaporasi
Gambar 5.9 Suspensi Na CMC0,5%
Gambar 5.2 Serbuk daun pacing (Costus spiralis)
Gambar 5.6 Pemekatan ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) terhadap vacuum rotary evaporator
Gambar 5.10 Suspensi Na CMC 0,5% dan ekstrak daun pacing dosis 12,5 mg/kgBB
Gambar 5.3 Serbuk daun pacing (Costus spiralis) dimaserasi
Gambar 5.7 Pemekatan ekstrak etanol 70% terhadap Freeze dry
Gambar 5.11 Suspensi Na CMC 0,5% dan ekstrak daun pacing dosis 25 mg/kgBB
Gambar 5.4 Proses penyaringan hasil maserasi
Gambar 5.8 Ekstrak kental etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
Gambar 5.12 Suspensi Na CMC 0,5% dan ekstrak daun pacing dosis 37,5 mg/kgBB
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Penyiapan Hewan Coba
Gambar 5.13 Hewan uji Gambar 5.14 Hewan uji ditimbang
Gambar 5.17 Pembedahan hewan uji
Gambar 5.15 Penyondean ekstrak Etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
Gambar 5.16 Hewan uji dikorbankan
Gambar 5.18 Kauda epididimis
Pengambilan Darah
Gambar 5.19 Pengambilan darah dari vena lateral ekor
Gambar 5.20 Serum belum dipisahkan. Serum darah yang berwarna kuning bening
Gambar 5.21 Serum dipisahkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa
Gambar 5.22 Spermatozoa dikeluarkan dari kauda epididimis
Gambar 5.25 Pengenceran spermatozoa terhadap Larutan George
Gambar 5.23 Spermatozoa diambil sedikit dari kauda epididimis kemudian diteteskan pada bilik Neubaurer
Gambar 5.26 Pengenceran spermatozoa diteteskan ke bilik Neubaurer
Gambar 5.24 Spermatozoa dihitung dalam 1 kotak besar sebelum dilakukan pengenceran terhadap mikroskop perbesaran 400x
Gambar 5.27 Perhitungan kotak yang dihitung untuk konsentrasi spermatozoa disesuaikan terhadap pengenceran yang dilakukan dan dilihat di bawah mikroskop 400x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Perhitungan Morfologi Spermatozoa
Gambar 5.30 Pembuatan preparat apus
Gambar 5.28 Spermatozoa dikeluarkan dari kauda epididimis
Gambar 5.29 Pewarnaan 50µL spermatozoa terhadap 300µL Larutan Eosin Y 1% dan diinkubasi selama 45 menit
Gambar 5.31 Flattened head
Gambar 5.32 Normal
Gambar 5.33 Ekor patah
Gambar 5.34 Leher patah
Gambar 5.35 Tanpa kepala
Gambar 5.36 Kepala dua
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Pengukuran Konsentrasi Testosteron
Gambar 5.37 Larutan Standar
Gambar 5.41 Masing-masing well ditambahkan wash solution sebanyak 3x pengulangan
Gambar 5.38 Standar, kontrol, sampel serum dimasukkan ke masing-masing well
Gambar 5.39 Masing-masing well ditambahkan enzyme conjugate dan diinkubasi selama 60 menit
Gambar 5.42 Proses pembuangan isi well
Gambar 5.43 Masing-masing well ditambahkan substrate solution dan diinkubasi selama 15 menit
Gambar 5.40 Proses pembuangan isi well
Gambar 5.44 Masing-masing well ditambahkan stop solution
Gambar 5.45 Pembacaan terhadap ELISA Reader terhadap panjang gelombang 450 nm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Perhitungan Jumlah Spematosit Pakiten
Gambar 5.46 Testis dipisahkan dari kauda epididimis
Gambar 5.47 Testis dimasukkan dalam botol yang berisi formalin untuk pembuatan histologi
Gambar 5.48 Histologi testis dilihat di bawah mikroskop
Gambar 5.49 Perhitungan jumlah spermatosit pakiten pada tahap VII-VIII
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Lampiran 8. Rerata Berat Badan Tikus Data berat badan tikus disajikan dalam tabel berikut Tabel 5.1 . Rata-Rata Berat Badan Tikus
302 348 299,43 221,29 330,29 300,20±21,70
Rerata Berat Dosis 12,5 Dosis 25 mg/kgBB mg/kgBB 361,86 276 342,29 273,86 221,86 328,29 303 273,43 319 232,86 300,34±23,28 278,89±15,17
Dosis 37,5 mg/kgBB 288,14 256,86 228,71 304,71 310 294,60±20,73
1 2 3 4 5
298 348,71 296,29 223,29 291,14 291,49±19,99
365,86 324,86 221,57 307,43 319,29 307,80±23,96
273,43 267,14 328,43 272 231,43 274,49±15,53
291,57 351 228 293,71 310,43 294,94±19,84
1 2 3 4 5
295,29 349,14 296,14 226,86 330,86 299,66±20,92
365 325 215,71 305,29 320,71 306,34±24,71
276,57 267,14 339,29 274 236,14 278,63±16,80
274 335 230,29 282,86 302 284,83±17,19
1 2 3 4 5
288,29 343 294,86 226,43 332,71 297,06±20,56
369,57 331,86 222,14 307,57 310,86 308,40±24,23
270,57 255,29 31,14 265,86 242,86 275,14±17,17
265 338,14 226,14 282 279 278,06±18,02
1 2 3 4 5
252,29 311,29 289,86 208,29 327,86 277,91±21,51
351,57 331,29 221,14 298,14 281,14 294,24±22,41
253,14 226,71 329,57 245,57 245,29 260,06±17,92
277,43 346,71 223,71 291,71 294,86 286,89±19,68
1 2 3 4 5
258,71 302,86 288,43 201,43 321,43
354,71 336,43 227,71 305 279,14
263,57 230,14 334 255,14 245,57
287,14 341,29 223 289,14 298,57
Tanggal
Tikus
Kontrol
24 /2/2015
1 2 3 4 5
Rerata ± SD 3 /3/2015
Rerata ± SD 10/3/2015
Rerata ± SD 17/3/2015
Rerata ±SD 24 /3/2015
Rerata ± SD 31/3/2015
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
Rerata ±SD 7 /4/2015
Rerata ±SD
1 2 3 4 5
274,57±20,96
300,60±22,36
265,69±17,96
288,00±18,94
257,83 308,17 289,67 214,5 330,67 283,77±19,61
344,33 342,33 234,50 313 299,83 306,80±19,98
267,17 241,67 340,33 263,17 248,17 272,10±17,69
295,83 347,83 218,83 290,83 306,17 290,92±20,85
320 310
Berat Badan
300 290 280
Kontrol
270
Dosis 12,5mg/kgBB
260
Dosis 25mg/kgBB
250
Dosis 37,5mg/kgBB
240 230
Tanggal
Gambar 5.50. Berat Badan Tikus Dari pengamatan di atas terlihat terjadi peningkatan dan penurunan berat badan tikus selama 48 hari.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis)
No
Dosis
1
Kontrol
2
Dosis Rendah (12,5m g/kgBB )
3
Dosis Sedang (25mg/ kgBB)
4
Dosis Tinggi (37,5m g/kgB)
Tikus
Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
Pengenceran
Jumlah Spermatozoa
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 20x 20x 50x 20x 20x 20x 20x 20x 20x
50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 50x 20x 20x 50x 20x 20x 20x 20x 20x 50x
11 15 12 9 8 9 15 9 12 19 23 88 15 26 14 16 24 20 26 63
14 20 11 10 11 12 13 7 19 5 8 16 37 21 38 53 40 21 49 15
Konsentrasi Spermatozoa (Juta/mL) Kanan Kiri
13,75 18,75 15,00 11,25 10,00 11,25 18,75 11,25 15,00 23,75 28,75 22,00 3,75 32,50 3,50 4,00 6,00 5,00 6,50 15,75
17,50 25,00 13,75 12,50 13,75 15,00 16,25 8,75 23,75 6,25 10,00 4,00 9,25 26,25 9,50 13,25 10,00 5,25 12,25 18,75
Rata-rata Konsentrasi Setiap Tikus (Juta/mL)
Rata-Rata Konsenterasi Setiap Kelompok (Juta/mL) ±SD
15,62 218,75 14,37 11,87 11,87 13,12 17,50 10,00 19,37 15,00 19,37 13,00 6,50 29,37 6,50 8,62 8,00 5,12 9,37 17,25
15,13 ± 1,84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15,00 ± 1,45
14,95 ± 3,95
12,62 ± 2,51
76
Lampiran 10. Analisis Statistik Data Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak Etanol70% Daun Pacing (Costus spiralis)
1. Uji Normalitas Hasil uji normalitas Data konsentrasi spermatozoa tikus galur SpragueDawley jantan. Tujuan
: Untuk melihat Data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis
:
a. Ho : Data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal b. Ha : Data konsetrasi spermatozoa tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test konsentrasi_sper matozoa N
20
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
Mean
13.68750
Std. Deviation
6.005138
Absolute
.087
Positive
.087
Negative
-.077
Kolmogorov-Smirnov Z
.390
Asymp. Sig. (2-tailed)
.998
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa tikus galur SpragueDawley jantan terdistribusi normal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
2. Uji Homogenitas Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Sprague-Dawley Tujuan
: untuk melihat Data konsentrasi spermatozoa homogen
atau tidak Hipotesis
:
a. Ho
: Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen
b. Ha
: Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen
Pengambilan Keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak. Hasil uji homogenitas Data konsentrasi spermatozoa tikus SpragueDawley jantan.
Test of Homogeneity of Variances konsentrasi_spermatozoa Levene Statistic df1
df2
Sig.
2.581
16
.090
3
Keputusan: Data konsentrasi spermatozoa tikus galur Sprague-Dawley bervariasi homogen 3. Uji ANOVA Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data konsentrasi spermatozoa
Hipotesis a. Ho
: : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
b. Ha
: Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Pengambilan Keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan Hasil uji ANOVA Data konsentrasi spermatozoa tikus galur SpragueDawley jantan ANOVA konsentrasi_spermatozoa Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
107.416
3
35.805
Within Groups
577.756
16
36.110
Total
685.172
19
F
Sig. .992
.422
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa tikus Sprague- Dawley jantan tidak berbeda secara bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
Lampiran 11. Hasil Perhitungan Morfologi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis)
No
Kelompok
Hewan Uji
Jumlah Spermatozoa Abnormal (dalam 2x pengulangan) Kanan
Tikus 1 Tikus 2 1
Kontrol
Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2
2
Dosis Rendah (12,5mg/ kgBB)
Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2
3
Dosis Sedang (25mg/ kgBB)
Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
4
Dosis Tinggi (37,5mg/ kgBB)
Kiri
17
36
20,5
20
30
%Sperma Abnormal (dalam 2x pengulangan) Kanan
Kiri
Rerata Spermatozoa Abnormal Tiap Tikus (%)
18
13,25
10,25
10
10,125
19
15
9,5
12,25
23,5
31,5
11,75
15,75
13,75
22,5
24,5
11,25
12,25
11,75
59,5
68
29,75
34
31,875
53,5
48
26,75
24
25,375
72,5
56
36,25
28
32,125
28,5
52,5
14,25
26,25
20,25
42,5
62
21,25
31
26,125
60
47,5
30
23,75
26,875
65
40
32,5
20
26,25
41,5
45,5
20,75
22,75
21,75
44,5
56
22,25
28
25,125
32
43
16
21,5
18,75
67
38
33,5
19
48,5
42,5
24,25
21,25
46,5
53
23,25
26,5
47,5
66
23,75
33
57
48,5
28,5
24,25
Tikus 1
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 5
8,5
Rerata Spermatozoa Abnormal Tiap Kelompok (%) ± SD
12,22±0.59
27,15±2,15
23,12±1,56
25,72±0,93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Lampiran 12. Analisis Statistik Data Morfologi Spermatozoa Abnormal Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) 1. Uji Normalitas Hasil uji normalitas Data morfologi spermatozoa abnormal tikus SpragueDawley jantan
Tujuan
: Untuk melihat Data morfologi spermatozoa abnormal terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis
:
a. Ho : Data morfologi spermatozoa abnormal terdistribusi normal b. Ha : Data morfologi spermatozoa abnormal tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test morfologi_sperm a N
20
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
Mean
22.21250
Std. Deviation
6.748306
Absolute
.203
Positive
.145
Negative
-.203
Kolmogorov-Smirnov Z
.910
Asymp. Sig. (2-tailed)
.380
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data morfologi spermatozoa abnormal tikus Sprague-Dawley jantan terdistribusi normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
2. Uji Homogenitas Hasil uji homogenitas Data morfologi spermatozoa abnormal tikus Sprague-Dawley jantan
Tujuan
: untuk melihat Data morfologi spermatozoa abnormal homogen atau tidak
Hipotesis a.
:
Ho
: Data morfologi spermatozoa abnormal bervariasi homogen
b.
Ha
: Data morfologi spermatozoa abnormal tidak bervariasi homogen
Pengambilan Keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak. Hasil uji homogenitas morfologi spermatozoa abnormal tikus galur spragu- dawley. Test of Homogeneity of Variances morfolgi_sperma Levene Statistic 3.333
Keputusan
df1
df2 3
Sig. 16
.046
: Data morfologi spermatozoa abnormal tikus galur Sprague-Dawley tidak bervariasi homogen
3. Uji Kruskal-Wallis Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data morfologi spermatozoa abnormal
Hipotesis a. Ho
: : Data morfologi spermatozoa abnormal tidak berbeda secara bermakna
b. Ha
: Data morfologi spermatozoa abnormal berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82
Pengambilan Keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan
Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Morfologi Spermatozoa Abnormal Tikus Galur Sprague-Dawley Test Statisticsb morfologi_sperm a Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
15.000
Z
-2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.009 .008a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Dosis
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa tikus galur SpragueDawley berbeda secara bermakna. 4. Uji Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Difference) Tujuan
: Untuk menentukan Data konsentrasi spermatozoa kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna terhadap kelompok lainnya
Hipotesis a. Ho
: : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
b. Ha
: Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
Pengambilan keputusan: a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak Multiple Comparisons morfologi_sperma LSD 95% Confidence Interval
Mean Difference (I) Dosis
(J) Dosis
Dosis 0
Dosis 12.5
-14.925000
Dosis 25 Dosis 37.5 Dosis 12.5
Dosis 25
Dosis 37.5
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
*
2.068212
.000
-19.30941
-10.54059
-11.525000
*
2.068212
.000
-15.90941
-7.14059
-13.500000*
2.068212
.000
-17.88441
-9.11559
14.925000*
2.068212
.000
10.54059
19.30941
Dosis 25
3.400000
2.068212
.120
-.98441
7.78441
Dosis 37.5
1.425000
2.068212
.501
-2.95941
5.80941
11.525000*
2.068212
.000
7.14059
15.90941
Dosis 12.5
-3.400000
2.068212
.120
-7.78441
.98441
Dosis 37.5
-1.975000
2.068212
.354
-6.35941
2.40941
13.500000*
2.068212
.000
9.11559
17.88441
-1.425000
2.068212
.501
-5.80941
2.95941
1.975000
2.068212
.354
-2.40941
6.35941
Dosis 0
Dosis 0
Dosis 0 Dosis 12.5 Dosis 25
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan
: Konsentrasi spermatozoa kelompok dosis 12,5 mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB berbeda secara bermakna dibandingkan terhadap kelompok dosis kontrol (p≤0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
Lampiran 13. Pengukuran Konsentrasi Testosteron Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) Data hasil pengukuran standar testosteron didapatkan Data sebagai berikut:
Absorbansi
Konsentrasi
Rerata
1/ Rerata
ng/mL
I
II
Absorbansi
Absorbansi
0
2,927
2,764
2,8455
0,351
0,2
2,834
2,486
2,6600
0,376
0,5
2,487
2,232
2,3595
0,424
1
2,096
1,926
2,011
0,497
2
1,629
1,697
1,663
0,601
6
0,95
0,942
0,946
1,057
16
0,489
0,58
0,5345
1,871
Dari Data di atas didapatkan kurva kalibrasi sebagai berikut :
Konsentrasi 18 y = 2.4245x2 + 5.127x - 2.0851 R² = 0.9999
16 14 12 10
Konsentrasi
8
Poly. (Konsentrasi)
6 4 2 0 0
0.5
1
1.5
2
Persamaan regeresi telah didapatkan, untuk menghitung konsentrasi testosteron dalam sampel nilai 1/ Absorbansi dimasukkan sebagai nilai x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85
Dari persamaan tersebut didapatkan konsentrasi sampel sebagai berikut: Kelompok
Absorbansi H-0
Kontorol
Dosis 12,5mg/kgBB
Dosis 25mg/kgBB
Dosis 37,5mg/kgBB
Abs 1,88 1,21 1,08 0,10 1,24 1,68 1,45 1,18 1,63 0,63 1,63 2,18 1,73 1,42 1,64 1,68 1,27 0,88 1,42 1,42
1/abs 0,53 0,82 0,93 1,00 0,80 0,59 0,69 0,85 0,61 1,58 0,615 0,46 0,58 0,71 0,61 0,60 0,79 1,13 0,70 0,70
H-49 Abs 1/Abs 1,15 4,21 1,10 4,54 1,30 3,27 2,10 0,90 1,84 1,42 1,36 0,73 1,40 0,72 1,83 0,55 1,61 0,62 1,20 0,83 0,93 1,07 1,17 0,85 0,94 1,07 1,19 0,84 2,12 0,47 1,40 0,72 0,66 1,50 1,24 0,81 1,26 0,79 1,22 0,82
Konsentrasi Testosteron H-0 H-49 1,33 3,80 4,77 5,49 3,60 1,83 2,61 4,01 1,98 12,06 1,98 0,78 1,69 2,74 1,94 1,83 3,45 6,80 2,71 2,72
4,21 4,54 3,27 0,90 1,42 2,97 2,83 1,45 2,03 3,88 6,32 4,07 6,16 3,94 0,87 2,83 11,11 3,63 3,50 3,73
Rerata Konsentrasi ± SD H-0 H-49
3,80±0,70
2,39±0,77
4,50±1,93
2,63±0,42
1,83±0,32
4,254±0,978
3,51±0,86
4,96±1,54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
Lampiran 14. Analisis Statistik Konsentrasi Testosteron Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) 1.
Kelompok Kontrol
1.1
Uji Normalitas Tujuan
: Untuk melihat Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis
:
a. Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal b. Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan : a.
Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b.
Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kontrol_0
N
Kontrol_49 5
5
3.79660
2.87040
1.573654
1.637210
Absolute
.251
.211
Positive
.142
.211
Negative
-.251
-.197
Kolmogorov-Smirnov Z
.561
.473
Asymp. Sig. (2-tailed)
.911
.979
Normal Parametersa
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok kontol tikus Sprague-Dawley jantan terdistribusi normal. 1.2
Paired- Samples T-Test Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke-49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87
Hipotesis
:
a. Ho
: Data konsentrasi testosteron tidak berbeda secara bermakna
b. Ha
: Data konsentrasi testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std.
Std. Error
Mean Deviation Pair Kontrol_0 1
.9262
Kontrol_49
00
Mean
2.853427 1.276091
Difference Lower
Upper -
2.616797
4.469197
Sig. (2t
df
.726
tailed) 4
.508
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok kontrol tikus SpragueDawley jantan tidak berbeda secara bermakna. 2.
Kelompok Dosis 12,5 mg/kgBB
2.1
Uji Normalitas Tujuan
: Untuk melihat Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis
:
a.
Ho
: Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal
b.
Ha
: Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
88
Pengambilan keputusan : a.
Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b.
Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Rendah_0
N
Rendah_49 5
5
4.49840
2.64120
4.317140
.932247
Absolute
.345
.198
Positive
.345
.161
Negative
-.268
-.198
Kolmogorov-Smirnov Z
.771
.442
Asymp. Sig. (2-tailed)
.592
.990
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 12,5mg/kgBB tikus Sprague-Dawley jantan terdistribusi normal.
2.2 Paired- Samples T-Test Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke-49
Hipotesis
:
a. Ho
: Data konsentrasi testosteron tidak berbeda secara bermakna
b. Ha
: Data konsentrasi testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std.
Std. Error
Mean Deviation Pair Rendah_0 1
Rendah_49
1.857 200E0
Mean
Difference Lower
Upper
Sig. (2t
df
3.799922 1.699377 -2.861026 6.575426 1.093
tailed) 4
.336
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 12,5 mg/kgBB tikus Sprague- Dawley jantan tidak berbeda secara bermakna 3.
Kelompok Dosis 25 mg/kgBB
3.1 Uji Normalitas Tujuan
: Untuk melihat Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis
:
a. Ho
: Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal
b. Ha
: Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90
K
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
e Rendah_0
p N
Rendah_49 5
5
4.49840
2.64120
4.317140
.932247
Absolute
.345
.198
Positive
.345
.161
Negative
-.268
-.198
Kolmogorov-Smirnov Z
.771
.442
Asymp. Sig. (2-tailed)
.592
.990
u
Normal Parameters
a
t
Mean Std. Deviation
u Most Extreme Differences
s
a n
: Test distribution is Normal. a. Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 25mg/kgBB tikus Sprague-Dawley jantan terdistribusi normal. 3.2 Paired- Samples T-Test Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke-49
Hipotesis a.
:
Ho
: Data konsentrasi testosteron tidak berbeda secara bermakna
b.
Ha
: Data konsentrasi testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
91
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Mean Deviation Pair Sedang_0 1
Sedang_49
Std. Error Mean
Difference Lower
Upper
Sig. (2t
df
tailed)
2.4266 2.344413 1.048454 -5.337574
.484374 -2.314
4
.082
00E0
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 25 mg/kgBB tikus Sprague- Dawley jantan tidak berbeda secara bermakna 4.
Kelompok Dosis 37,5mg/kgBB
4.1 Uji Normalitas Tujuan
: Untuk melihat Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis
:
a. Ho
: Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal
b. Ha
: Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
92
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Tinggi_0 N Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Tinggi_49 5
5
3.50540
4.96080
1.931323E 0
Most Extreme Differences
3.453753
Absolute
.310
.439
Positive
.310
.439
Negative
-.193
-.269
Kolmogorov-Smirnov Z
.694
.981
Asymp. Sig. (2-tailed)
.721
.291
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 25mg/kgBB tikus Sprague-Dawley jantan terdistribusi normal. 4.2 Paired- Samples T-Test Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke-49
Hipotesis
:
a. Ho
: Data konsentrasi testosteron tidak berbeda secara bermakna
b. Ha
: Data konsentrasi testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
93
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Mean Deviation Pair Tinggi_0 1
Tinggi_49
Std. Error Mean
Difference Lower
Upper
Sig. (2t
df
tailed)
1.4554 3.895901 1.742300 -6.292800 3.382000
-.835
4
.451
00E0
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 37,5mg/kgBB tikus Sprague- Dawley jantan tidak berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
94
Lampiran 15. Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) No 1
2
3
4
Kelompok Kontrol
Dosis 12,5 mg/kgBB
Dosis 25 mg/kgBB
Dosis 37,5 mg/kgBB
Tikus Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
Rata-Rata Tiap Tikus 45 53,4 50,6 49,8 51,8 30 37 34,4 29,6 31,6 30,4 29,6 33,8 32,8 37 41,4 34,8 30,4 42,8 34
Rata-Rata Tiap Kelompok ± SD
50,12± 1,42
32,52 ± 1,40
32,72 ± 1,31
36,68± 2,34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
95
Lampiran 16.Analisis Statistik Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) 1. Uji Normalitas Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Spermatosit Pakiten Tikus Galur Sprague-Dawley Tujuan
: Untuk melihat data perhitungan jumlah spermatosit pakiten terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis a.
: Ho
: Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten terdistribusi normal
b.
Ha
: Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan : c. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima. d. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test S_pakiten N
20
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
Mean
38.01000
Std. Deviation
8.132708
Absolute
.203
Positive
.203
Negative
-.151
Kolmogorov-Smirnov Z
.910
Asymp. Sig. (2-tailed)
.379
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten tikus putih Sprague- Dawley jantan terdistribusi normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
96
2. Uji Homogenitas Hasil uji homogenitas Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten tikus Sprague-Dawley Jantan
Tujuan
: untuk melihat perhitungan jumlah spermatosit pakiten homogen atau tidak
Hipotesis
:
a. Ho
: Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten bervariasi homogen
b. Ha
: Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten tidak bervariasi homogen
Pengambilan Keputusan : c. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima. d. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak.
Hasil uji homogenitas Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten tikus Sprague- Dawley jantan. Test of Homogeneity of Variances S_pakiten Levene Statistic
df1
1.700
df2 3
Sig. 16
.207
Keputusan: Data konsentrasi spermatozoa tikus Sprague-Dawley jantan bervariasi homogen 3. Uji ANOVA Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten
Hipotesis a. Ho
: : Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten tidak berbeda secara bermakna
b. Ha
: Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten berbeda secara bermakna UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
97
Pengambilan Keputusan : c. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. d. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan Hasil uji ANOVA Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten tikus Sprague-Dawley jantan ANOVA S_pakiten Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
1032.726
3
344.242
223.952
16
13.997
1256.678
19
F
Sig.
24.594
.000
Keputusan : Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten Sprague- Dawley jantan berbeda secara bermakna. 4. Uji Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Difference) Tujuan
: untuk menentukan Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakitenkelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna terhadap kelompok lainnya
Hipotesis a. Ho
: : Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten tidak berbeda secara bermakna
b. Ha
: Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan: c. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima d. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
98
Multiple Comparisons S_pakiten LSD 95% Confidence Interval
Mean
(I) dosis
(J) dosis
kontrol
dosis 12,5 mg/kgBB dosis 25 mg/kgBB dosis 37,5 mg/kgBB
dosis 12,5
kontrol
mg/kgBB dosis 25 mg/kgBB dosis 37,5 mg/kgBB dosis 25
kontrol
mg/kgBB dosis 12,5 mg/kgBB dosis 37,5 mg/kgBB dosis 37,5
kontrol
mg/kgBB dosis 12,5 mg/kgBB dosis 25 mg/kgBB
Difference (I-
Std.
J)
Error *
17.600000
*
17.400000
*
13.440000
-17.600000*
-.200000
-4.160000
-17.400000*
.200000
-3.960000
-13.440000*
4.160000
3.960000
Lower
Upper
Bound
Bound
.000
12.58393
22.61607
.000
12.38393
22.41607
.000
8.42393
18.45607
.000
-22.61607
-12.58393
.934
-5.21607
4.81607
.098
-9.17607
.85607
.000
-22.41607
-12.38393
.934
-4.81607
5.21607
.114
-8.97607
1.05607
.000
-18.45607
-8.42393
.098
-.85607
9.17607
.114
-1.05607
8.97607
Sig.
2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8 2.36617 8
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan
: Konsentrasi spermatozoa kelompok dosis 12,5 mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB berbeda secara bermakna dibandingkan kelompok dosis kontrol (p≤0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta