UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI, SELEKSI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI KAPANG ENDOFIT DAUN PARIJOTO (Medinilla speciosa Blume) TERHADAP Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae
SKRIPSI
RACHMA AYUNDA NIM. 1111102000054
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI, SELEKSI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI KAPANG ENDOFIT DAUN PARIJOTO (Medinilla speciosa Blume) TERHADAP Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RACHMA AYUNDA NIM. 1111102000054
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015
iii
iv
v
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul Skripsi
: Rachma Ayunda : Farmasi : Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae
Kapang endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualistis. Kapang endofit dapat menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai senyawa antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, menseleksi, dan menguji aktivitas antibakteri dari kapang endofit daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae. Tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Blume) merupakan tanaman yang tumbuh di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah yang secara tradisional yang digunakan sebagai obat diare, sariawan, antiradang, dan antibakteri. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah metode difusi cakram atau Kirby-Baurer. Dari hasil penelitian ini diperoleh 20 isolat kapang endofit yang didapat dari daun yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri diperoleh 10 isolat kapang endofit, yaitu isolat DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU 1, DTU 4, DTU 6, DTU 7, dan DTU 9 yang aktif terhadap bakteri uji tertentu, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae. Penelitian ini memperlihatkan bahwa daun Medinilla speciosa Blume mengandung kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri.
Kata kunci : Medinilla speciosa Blume, kapang endofit, difusi cakram, aktivitas antibakteri
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Rachma Ayunda : Pharmacy : Isolation, Selection, and Antibacterial Activity from Mold Endophytic of Medinilla speciosa Blume Leaves Against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella dysenteriae
Endophytic mold are microbes that live inside plant tissue at a certain period and are able to form colonies in plant tissue without harming the host, often symbiotic mutualism. Endophytic mold can produce secondary metabolites as a potential antimicrobial compounds. This study aims to isolate, selecting, and antibacterial activity from endophytic mold of leaves parijoto (Medinilla speciosa Blume) against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella dysenteriae. Parijoto (Medinilla speciosa Blume) is a plant that grows in the village of the District Dawe Colo Kudus, Central Java which has traditionally been used as medicine for diarrhea, mouth sores, anti-inflammatory, and antibacterial. The method used to the antibacterial activity was disc diffusion method or the Kirby-Baurer. The results of this study was obtained 20 isolates of endophytic mold that was obtained from young green, dark green, and yellowish green leaves. Based on results antibacterial activity was obtained ten isolates of endophytic mold, which is isolates DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU 1, DTU 4, DTU 6, DTU 7, and DTU 9 active against certain bacteria test, which is Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella dysenteriae. This study shows that the leaves of Medinilla speciosa Blume containing endophytic mold that have a potential as an antibacterial.
Keywords : Medinilla speciosa Blume, endophytic mold, disc diffusion, antibacterial activity
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang memberikan petunjuk bagi umat manusia, semoga kelak kita mendapat syafaatnya di hari akhir. Skripsi dengan judul “Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang
Endofit
Daun
Parijoto
(Medinilla
speciosa
Blume)
Terhadap
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapat doa, bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Puteri Amelia, M,Farm., Apt selaku pembimbing pertama dan Bapak Saiful Bahri, M.Si selaku pembimbing kedua yang senantiasa memberikan arahan, dukungan, semangat, saran, dan solusi selama melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Semoga segala bantuan dan bimbingan Ibu dan Bapak mendapatkan imbalan yang lebih baik di sisi Allah SWT. 2. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan motivasi, nasihat, bimbingan dan ilmu kepada penulis selama menjalankan studi. 5. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat, motivasi, dan semangat selama penulis menjalani viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Semua laboran FKIK dan PLT yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian dan memberikan informasi tentang teknis pengerjaan di laboratorium kepada penulis. 7. Ayahanda Alm. Eddyzal Zumartin, S.H dan Ibunda Diah Ernawati, M.M. yang tiada hentinya memberikan dukungan, doa, nasihat, dan bantuan baik materil maupun non materil selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Serta adikku Suci Rachmadani, Eyang Haryanti, H. Alpha Nugerahajati, S.Kom yang telah memberikan keceriaan dan kebahagiaan dalam kehidupan ini. 8. Teman-teman seperjuangan penelitian di bidang mikrobiologi Ambar, Ati, Arini, Puput, Brasti, Meri, Adit, Bachtiar, Karimah, Sumiati, Syaima, Fitri, Faradhilla, dan Mozer, teman-teman Farmasi 2011, dan terkhusus untuk sahabat terbaik Fitri dan Happy yang selalu menyemangatiku ketika lelah dan menjadi motivator bagiku serta memberikan keceriaan semasa perkuliahan sehingga penulisan skripsi ini selesai. 9. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis akan selalu mengingat atas kebaikan dan doadoanya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih terhadap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi sumbangan pengetahuan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya. Ciputat, 18 Juni 2015
Penulis
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iv HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................. vi ABSTRACT .............................................................................................. vii KATA PENGANTAR ................................................................................ viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ............................ x DAFTAR ISI ............................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii TAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 4 1.3 Tujuan Masalah ......................................................................... 4 1.4 Hipotesis ................................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5 2.1 Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ...................... 5 2.2 Mikroba Endofit ...................................................................... 7 2.3 Antimikroba ............................................................................. 11 2.4 Uji Aktivitas Antimikroba ....................................................... 14 2.5 Kapang .................................................................................... 16 2.6 Bakteri Gram Positif dan Negatif ............................................. 17 2.7 Bakteri Uji ................................................................................ 18 2.8 Fase pertumbuhan mikroorganisme .......................................... 22 BAB 3. METODE PENELITIAN .............................................................. 24 3.1. Tempat dan waktu penelitian ................................................... 24 3.2. Alat dan Bahan ....................................................................... 24 3.3. Prosedur Penelitian .................................................................. 25 3.3.1. Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba ........................ 25 3.3.2. Isolasi Kapang Endofit ................................................... 27 3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit ............................................ 28 3.3.4 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri ..................................................................... 28 3.3.5 Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri ..................................................................... 29 xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.6. Fermentasi Kapang Endofit ............................................ 3.3.7. Cek Kemurnian Bakteri Uji ............................................ 3.3.8. Uji Aktivitas Antibakteri ............................................... 3.3.8.1. Peremajaan Bkateri Uji ...................................... 3.3.8.2. Peremajaan Bkateri Uji ...................................... 3.3.8.3. Peremajaan Bkateri Uji ...................................... BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 5.1. Kesimpulan ............................................................................. 5.2. Saran ....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
xii
29 30 30 30 31 31 33 66 66 67 68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ......................... 6 Gambar 4.1. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda ................................... 36 Gambar 4.2. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda .................... 36 Gambar 4.3. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua........................................ 37 Gambar 4.4. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua ....... 37 Gambar 4.5. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan .......................... 37 Gambar 4.6. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan ................................................................................. 38 Gambar 4.7. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus ....................................................................
41
Gambar 4.8. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Escherichia coli dan Shigella dysenteriae ....................................................... 43 Gambar 4.9. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 1 ....... 45 Gambar 4.10.Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 3 ...... 46 Gambar 4.11. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 4 ..... 47 Gambar 4.12. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 1 ..... 48 Gambar 4.13. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 3 ..... Gambar 4.14. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 1 ..... Gambar 4.15. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 4 ..... Gambar 4.16. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 6 ..... Gambar 4.17. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 7 ..... Gambar 4.18. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 9 ..... Gambar 4.19. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Staphylococcus
xiii
49 50 51 52 53 54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aureus ....................................................................................... 56 Gambar 4.20. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Bacillus subtilis .... 56 Gambar 4.21. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Escherichia coli .... 57 Gambar 4.22. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Shigella dysenteriae ................................................................................ 57
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ................................... 18 Tabel 4.1. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji ...................... 39 Tabel 4.2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit .................... 61
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Alur Penelitian ....................................................................... 76 Lampiran 2. Determinasi Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ............................................................................................... 77 Lampiran 3. Bagan Kerja Isolasi Kapang Endofit ....................................... 78 Lampiran 4. Bagan Kerja Pemurnian Kapang Endofit ................................ 79 Lampiran 5. Bagan Kerja Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi Sebagai Antibakteri ................................................................ 80 Lampiran 6. Bagan Kerja Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi Sebagai Antibakteri ................................................................ 81 Lampiran 7. Bagan Kerja Fermentasi Kapang Endofit ................................. 82 Lampiran 8. Bagan Kerja Identifikasi Bakteri Uji ........................................ 83 Lampiran 9. Kerja Peremajaan Bakteri Uji .................................................. 84 Lampiran 10. Bagan Kerja Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ........ 85 Lampiran 11. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri .................................... 86 Lampiran 12. Hasil Fermentasi Kapang Endofit .............................................. 87 Lampiran 13. Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ............................. 89 Lampiran 14. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit ................................ 90
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang, dimana tingkat kesadaran
masyarakat untuk menjaga kesehatan masih sangat kurang. Hal ini menyebabkan masyarakat mudah untuk terjangkit suatu penyakit terutama penyakit infeksi (Sumampouw et al., 2010). Penyakit infeksi ini dapat disebabkan beberapa mikroba patogen seperti virus, bakteri, dan fungi. Mikroba patogen merupakan mikroba penyebab penyakit infeksi yang sering terjadi di masyarakat. Pengendalian mikroba patogen penting dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi (Liana, 2010). Penyakit infeksi dapat ditangani dengan menggunakan antibiotik. Terapi antibiotik beberapa tahun lalu dinyatakan berhasil dalam mengatasi penyebaran mikroba patogen. Akan tetapi, maraknya penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi terhadap mikroba patogen (Sjahrurrahman et al., 1999). Hal ini menyebabkan pencarian obat antimikroba (senyawa bioaktif) yang baru terus dilakukan. Senyawa bioaktif dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya dari tumbuhan, hewan, mikroba dan mikroorganisme laut (Prihatiningtias, 2005). Salah satu sumber senyawa bioaktif yang berasal dari mikroba adalah mikroba endofit. Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya (Tan RX et al., 2001 dalam Radji, 2005). Tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang menghasilkan metabolit sekunder (Rante et al., 2013). Mikroba endofit mampu menghasilkan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenol dan sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi besar sebagai senyawa bioaktif (Tan RX et al., 2001 dalam Prihatiningtias, 2005). Mikroba endofit dapat berupa bakteri atau kapang, tetapi saat ini yang lebih banyak dieksplorasi adalah kelompok kapang endofit (Sinaga et al., 2009). Kapang endofit dapat menghasilkan senyawa yang berfungsi sebagai
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
antibiotik, antivirus, antimalaria, antikanker, antioksidan, antidiabetes, dan imunosupresif (Radji, 2005). Mikroba endofit dapat memproduksi senyawa-senyawa bioaktif, baik yang sama dengan inangnya ataupun berbeda tetapi seringkali memiliki aktivitas biologis yang serupa dengan senyawa bioaktif yang diproduksi inangnya (Sinaga et al., 2009). Strobel dan Daisy (2003) dalam Sinaga et al, 2009 bahkan menyatakan bahwa senyawa yang dihasilkan oleh mikroba endofit seringkali memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan inangnya. Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa bioaktif merupakan peluang yang sangat menantang dalam penyediaan bahan baku obat. Pembiakan atau kultur mikroba endofit dapat dilakukan dalam jumlah yang sangat besar tanpa memerlukan lahan yang luas sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhan. Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat juga akan mereduksi kerusakan alam yang disebabkan oleh penebangan tumbuhan obat dalam jumlah besar (Sinaga et al., 2009). Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogen terhadap manusia, hewan dan tumbuhan terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis (Petrini et al., 1992 dalam Prihatingtias, 2005). Penelitian Dreyfuss et al., (1986) dalam Prihatingtias, 2005 menunjukkan bahwa aktivitas isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi. Isolat-isolat tersebut menghasilkan penisilin N, sporiofungin A, B, C. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Tscherter dan Dreyfuss (1982) dalam Petrini et al., (1992) menghasilkan suatu kesimpulan bahwa galur-galur endofit Cryptosporiopsis pada umumnya merupakan penghasil senyawa antibiotik berspektrum luas. Sebagai contoh lain adalah phomopsikhalasin yang merupakan golongan sitokhalasin dan merupakan senyawa metabolik kapang endofit Phomopsis sp. Dengan metode difusi, senyawa ini mampu menghambat aktivitas bakteri Bacillus subtilis, Salmonella gallinarium, dan Staphylococcus aureus (Horn et al., 1995 dalam Prihatiningtias, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Salah satu kekayaan alam di Indonesia adalah Parijoto atau Medinilla speciosa Blume. Medinilla merupakan genus yang berasal dari familia Melastomataceae yang memiliki sekitar 418 spesies dan varietas genus. Medinilla pertama kali ditemukan pada tahun 1800an di Philiphina yang digunakan sebagai tanaman hias, spesies yang ditemukan adalah Medinilla magnificient (Mariana et al., 2012). Medinilla speciosa Blume merupakan tanaman khas dari Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah yang tumbuh liar di lereng gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias (Wibowo et al., 2012). Daun dan buah Medinilla speciosa Blume digunakan secara tradisional bagi masyarakat sebagai obat diare, sariawan, antiradang, dan antibakteri, khususnya daun M. speciosa yang digunakan sebagai obat diare (Anonim, 2014). Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak metanol, etil asetat dan nheksan buah Medinilla speciosa Blume memiliki aktivitas antibakteri pada konsentrasi 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mg/mL terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pada konsentrasi 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mg/mL ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri lebih besar daripada ekstrak metanol dan ekstrak n-heksan dengan diameter hambat 17,67 mm; 16,3 mm; 15,67 mm; 14,67 mm; 13,33 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 12,33 mm; 11,33 mm; 10,67 mm; 9 mm; 8 mm terhadap bakteri Escherichia coli (Niswah, 2014). Senyawa metabolit sekunder seperti glikosida, saponin, tanin, flavonoid, terpenoid, dan alkaloid telah dilaporkan mempunyai aktivitas antibakteri (Okeke et al., 2001 dan Rahman et al., 2010 dalam Niswah, 2014). Sejauh ini, belum ditemukan adanya penelitian mengenai aktivitas antibakteri yang terdapat dalam kapang endofit tumbuhan Medinilla speciosa Blume. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah melakukan isolasi, seleksi, dan uji aktivitas antibakteri dari kapang endofit daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut : 1.
Apakah pada daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) dapat ditemukan kapang endofit?
2.
Apakah kapang endofit dari daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae?
I.3
Hipotesis Kapang endofit yang diisolasi dari daun parijoto (Medinilla speciosa
Blume) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut : 1.
Untuk melakukan isolasi kapang endofit pada daun parijoto (Medinilla speciosa Blume).
2.
Untuk melakukan seleksi kapang endofit pada daun parijoto (Medinilla speciosa Blume).
3.
Untuk mengetahui aktivitas kapang endofit dari daun parijoto sebagai senyawa antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Memberikan informasi tentang keberadaan kapang endofit yang diisolasi dari daun parijoto (Medinilla speciosa Blume).
2.
Menambah pengetahuan peneliti di bidang mikrobiologi, khususnya tentang kapang endofit yang mempunyai potensi sebagai penghasil senyawa antibakteri yang dimanfaatkan untuk mendapatkan sumber obat baru
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Medinilla speciosa Blume
2.1.1 Taksonomi Klasifikasi tanaman Medinilla speciosa Blume adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Filum
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Myrtales
Famili
: Melastomataceae
Genus
: Medinilla
Spesies
: Medinilla speciosa Blume
(GBIF, 2013)
2.1.2 Morfologi Parijoto merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1-2 m; batang bulat, kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi kasar, putih kecoklatan; daun tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu kemerahan, helaian daun bentuk lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata, panjang 10-20 cm, lebar 4-15 cm, pertulangan melengkung, permukaan atas licin, berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu; bunga majemuk, di ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung runcing, pangkal berlekat, panjang 3-8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali lipat jumlah mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok, warna merah keunguan, kepala putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu, mahkota lepas, 5 helai, bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda; buah bulat, bagian ujung berbenjol bekas pelekatan kelopak, diameter 5-8 mm, warna merah keunguan; biji bulat, jumlah banyak, kecil, putih; akar serabut, putih kotor (Anonim, 2014).
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Gambar 2.1 Tumbuhan Parijoto / Medinilla speciosa Blume [Sumber : Koleksi Niswah, 2014]
2.1.3 Tempat Tumbuh Merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada tanah yang berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai 2.300 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan November-Januari dan waktu panen tepat bulan Maret-Mei (Anonim, 2014).
2.1.4 Kandungan Kimia Daun dan buah parijoto mengandung saponin dan kardenolin, di samping itu buahnya mengandung flavonid dan daunnya mengandung tanin (Anonim, 2014). Selain itu, buah parijoto juga mengandung terpenoid dan glikosida (Niswah, 2014 dan Mukkaromah, 2015).
2.1.5 Khasiat Secara tradisional parijoto digunakan sebagai obat sariawan, diare, antiradang dan antibakteri, khususnya daun parijoto yang digunakan sebagai obat diare (Anonim, 2014). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesuburan janin dan kesehatan ibu hamil (Anggana, 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
2.2
Mikroba Endofit
2.2.1 Definisi Endofit berasal dari bahasa Yunani, “endo” berarti di dalam dan “fit” (phyte) berarti tumbuhan (Agusta, 2009). Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau senyawa metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan RX et al., 2001 dalam Radji, 2005). Endofit mampu hidup pada variasi suhu yang luas, dengan suhu optimum pada suhu 20°C sampai 26°C (Labeda, 1990). Mikroba endofit terdiri atas bakteri, kapang, dan aktinomicetes, namun yang paling banyak ditemukan adalah golongan kapang dan aktinomicetes. Mikroba endofit mendapat perhatian besar karena dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat berpotensi sebagai antibiotik disebabkan karena aktivitasnya yang besar dalam membunuh beberapa mikroba patogen. Disamping itu, mikroba endofit juga mampu menghasilkan senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antikanker, antimalaria, anti HIV, antioksidan, dan sebagainya (Prihatiningtias, 2006). Mikroba endofit yang diisolasi dari tumbuhan obat akan memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas tumbuhan inangnya. Dilihat dari segi efisiensi, hal ini menguntungkan, karena siklus hidup mikroba endofit lebih singkat dibandingkan siklus hidup tumbuhan inangnya, sehingga dapat menghemat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan senyawa tersebut. Jumlah senyawa yang diproduksi dapat dibuat dengan skala besar dengan menggunakan proses fermentasi. Disamping itu, keuntungan lain yang diperoleh, yaitu menjaga kelestarian tumbuhan obat, terutama yang termasuk jenis tumbuhan langka, agar tidak dieksploitasi secara terus menerus yang mengakibatkan kepunahan (Prihatiningtias, 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
2.2.2 Isolasi Kapang Endofit Prosedur untuk mengisolasi kapang endofit pada umumnya relatif mudah. Salah satu hal yang penting dalam mengisolasi kapang endofit adalah mempertahankan kesegaran sampel. Bila sampel disimpan dalam waktu yang cukup lama, akan terjadi kematian jaringan. Meskipun demikian, masih memungkinkan untuk mengisolasi sejumlah kapang endofit dari jaringan yang telah layu setelah penyimpanan beku (Freezing) dalam waktu lebih dari satu tahun (Wahyudi, 1997). Isolasi dimulai dengan melakukan sterilisasi permukaan. Pada umumnya, untuk sterilisasi permukaan organ tumbuhan dengan cara merendamnya dalam alkohol (70%-95%). Akan tetapi, kemampuan alkohol untuk mensterilkan permukaan organ tumbuhan tersebut mempunyai spektrum yang sempit atau sangat terbatas sehingga perlu dikombinasi dengan bahan kimia lainnya, dan biasanya sering dikombinasikan dengan 5,3% larutan Natrium Hipoklorit (NaOCl). Di samping itu, bahan kimia yang bersifat sebagai oksidan, seperti H 2O2 (3%) dan KMnO4 (2%) juga dapat dipakai untuk mensterilkan permukaan organ tumbuhan (Zang et al., 2006). Etanol merupakan derivat alkohol yang efektif dan dapat diandalkan untuk sterilisasi dan disinfeksi. Natrium Hipoklorit adalah klorin yang paling banyak dipakai untuk disinfeksi dan menghilangkan bau, karena bersifat relatif tidak membahayakan bagi jaringan manusia, mudah ditangani, tidak berwarna dan tidak mewarnai, meskipun dapat memudarkan warna (Block SS, 1977 dan Chatim et al., 1993). Sterilisasi dilakukan dengan cara mencuci tanaman yang masih segar dengan air mengalir selama 10 menit. Setiap sampel dipotong menjadi potonganpotongan kecil berukuran 1 cm, selanjutnya disterilisasi dengan cara merendamkan ke dalam etanol dan NaOCl dan terakhir dibilas kembali dengan etanol selama setengah menit (Wahyudi, 1997). Proses isolasi selanjutnya dilakukan dengan metode tanam langsung yaitu setelah perendaman berakhir pada etanol selama setengah menit, potongan sampel dibiarkan kering di udara dalam Laminar Air Flow dan diletakkan di atas kertas tisu steril. Potongan-potongan kecil tersebut kemudian diletakkan di atas media seperti Corn Meal Malt Agar (CMMA) dan Nutrient Agar (NA) dengan posisi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
permukaan belahan menempel pada agar medium. Tiap cawan petri bersisi 4 potongan (1, 2, 3 dan 4) (Wahyudi, 1997). Pemilihan medium tumbuh pada tahap pertama isolasi mungkin juga akan sangat berpengaruh terhadap jumlah dan jenis kapang endofit yang akan terisolasi. Sebagai contoh, pada proses isolasi kapang endofit dari tanaman teh yang menggunakan medium Corn Meal Malt Agar (CMMA) dengan antibiotik kloramfenikol telah dilaporkan hanya 6 jenis kapang endofit yang berhasil diperoleh (Agusta et al., 2006). Namun, pada proses isolasi kapang endofit dari tanaman teh dengan menggunakan medium dari agar tanpa penambahan antibiotik memberikan dua jenis kapang yang sama sekali berbeda dengan yang diperoleh dari proses isolasi dengan medium CMMA dan antibiotik. Pada medium agar, khamir memperlihatkan pertumbuhan yang lambat sehingga dapat digunakan untuk purifikasi isolat kapang filamen yang tercampur dengan khamir (Agusta et al., 2006). Pembiakan isolat mikroba endofit membutuhkan waktu yang bervariasi. Isolasi kapang endofit membutuhkan waktu yang relatif lama kurang lebih 5 sampai 21 hari diinkubasi pada suhu ruang (27-29°C). Waktu inkubasi yang cukup lama ini disebabkan bahwa kebanyakan kapang endofit mempunyai sifat sebagai mikroorganisme lambat tumbuh (Wahyudi, 1997). Zhang et al., (2006) merekomendasikan bahwa kapang endofit akan mulai tumbuh pada minggu kedua setelah inkubasi dan kapang yang tumbuh sebelum waktu tersebut kemungkinan besar adalah kontaminan. Namun, perlu diingat bahwa medium yang digunakan selama proses isolasi adalah medium yang kaya akan nutrisi sehingga sangat mungkin untuk mempercepat pertumbuhan kapang endofit. Pada medium yang kaya akan nutrisi seperti CMMA dan PDA, pada hari ketiga atau keempat sudah terlihat adanya kapang endofit yang tumbuh. Sementara pada medium yang relatif miskin nutrien, seperti medium agar, membutuhkan waktu 1 sampai 2 minggu untuk pemunculan koloni kapang. Untuk itu, cara yang paling rasional untuk mengidentifikasi kontaminan adalah dengan melakukan isolasi kapang endofit berulang kali (paling tidak 3 kali) (Agusta et al., 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
2.2.3 Fermentasi Mikroba Endofit Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan kondisi medium, komposisi medium, suplai O2 dan agitasi. Pada fermentasi terjadi perubahan struktur kimia dan bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai bioakatalis. Produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu : produk biomassa, produk enzim, produk metabolit, dan produk transformasi (Judoamidjojo et al., 1990). Dalam bioproses, fermentasi memegang peranan penting karena merupakan proses utama bagi produksi senyawa-senyawa berbasis biologi. Senyawa yang dihasilkan merupakan hasil metabolit dari mikroba seperti antibiotik, asam-asam organik, aldehid, dan alkohol. Medium yang digunakan dalam fermentasi harus memenuhi syarat seperti: mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel mikroba, mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba, tidak mengandung zat yang dapat membahayakan pertumbuhan sel, dan tidak terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam penggunaan substrat (Judoamidjojo et al., 1990).
2.2.4 Kapang Endofit Penghasil Antimikroba Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh beberapa kapang endofit yang menghasilkan antimikroba. Fisher (1989) menyatakan bahwa lebih dari 30% kapang endofit yang berhasil diisolasi memiliki aktivitas terhadap bakteri dan fungi patogen. Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogen terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothrium dan Microsphaeropsis (Petrini, 1992). Penelitian Dreyfuss et al., (1986) dalam Widyati Prihatiningtias (2006), menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla. Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat sambung nyawa (Gynura procumbens)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Bacillus subtilis (Simartama et al., 2007). Cryptocandin adalah senyawa kapang yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii, dan berkhasiat sebagai antifungi yang patogen terhadap manusia yaitu Candida albicans dan Trichopyton sp. Pestalotiopsis micrispora merupakan mikroba endofit yang paling sering ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan metabolit sekunder ambuic acid yang berkhasiat sebagai antifungi (Li, JY et al., 2001 dalam Radji, 2005). Phomopsichalasin merupakan metabolit yang diisolasi dari mikroba endofit Phomopsis sp., berkhasiat sebagai antibakteri Bacillus subtilis, Salmonella enterica, Staphylococcus aureus, dan juga dapat menghambat pertumbuhan fungi Candida tropicalis (Horn WS et al., 1995 dalam Radji, 2005).
2.3
Antimikroba
2.3.1 Definisi Antimikroba merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia harus memiliki toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007). Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun, antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibotik (Setiabudy, 2007).
2.3.2. Antibakteri Antibakteri adalah zat aktif yang memiliki efek menghambat atau mematikan bakteri, sedangkan toksisitasnya relatif lebih kecil pada manusia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antibakteri terbagi menjadi (Ganiswarna et al., 1995) : a.
Bakteriostatik : yaitu zat yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri.
b.
Bakterisidal : yaitu zat yang dapat membunuh bakteri. Berdasarkan spektrumnya, antibakteri terbagi menjadi (Ganiswarna et al.,
1995) : a.
Spektrum luas : zat yang aktif terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif. Contohnya adalah tetrasiklin dan kloramfenikol.
b.
Spektrum sempit : zat yang aktif terhadap Gram negatif atau Gram positif saja. Contonya adalah penisilin yang aktif terhadap bakteri Gram positif. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba
atau membunuhnya, masing-masing dikenal dengan kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat
meningkat
dari
bakteriostatik
menjadi
bakterisidal
bila
kadar
antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy, 2007). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi dalam lima kelompok (Setiabudy, 2007), yaitu : 1.
Antibakteri yang menggangu metabolisme sel bakteri Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Bakteri mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila antibakteri menang bersaing dengan PABA, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya kehidupan bakteri akan terganggu. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetropin, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon.
2.
Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel bakteri Antibakteri menghambat reaksi dalam proses pembentukan dinding sel. Hal ini disebabkan karena tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi daripada di luar sel, maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
3.
Antibakteri yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri Antibakteri dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Antibakteri yang mengubah tegangan permukaan, dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel bakteri. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri, yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien, serta berbagai antimikroba kemoteurapetik.
4.
Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri Untuk kehidupannya, sel bakteri perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein bakteri berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari 2 subunit berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara, diantaranya : a. Antibakteri berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal. b. Antibakteri berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru. c. Antibakteri berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino. d. Antibakteri berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.
5.
Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri Antibakteri
berikatan
dengan
enzim
polimerasi-RNA
sehingga
menghambat sintesis RNA dan DNA. Selain itu, antibakteri juga menghambat enzim DNA girase pada bakteri yang fungsinya menata
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel bakteri yang kecil. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin dan golongan kuinolon.
2.4
Uji Aktivitas Antimikroba Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas antimikroba
dalam produk alam terbagi menjadi dua kelompok, yaitu metode difusi dan dilusi. Metode difusi dikenal dengan teknik kualitatif karena metode ini hanya memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya aktivitas antimikroba dalam suatu sampel uji. Sedangkan metode dilusi merupakan teknik kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Mininum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) (Vanden & Vlientink, 1991 dalam Valgas et al., 2007).
2.4.1 Metode Difusi Pada metode ini, zat antimikroba yang akan ditentukan aktivitasnya berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji. Dasar pengamatannya adalah dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat pertumbuhan mikroba (Lorian, 1980). Metode difusi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : a.
Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)/Metode cakram Pada metode ini, kertas filter cakram (dengan diameter ± 6 mm), berisi senyawa uji yang ditempatkan pada permukaan yang sebelumnya telah diinokulasi dengan mikroba uji. Kemudian, diinkubasi pada suhu kamar (2729°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk fungi dan pada suhu 37°C selama 1824 jam untuk bakteri. Agen antimikroba akan berdifusi ke dalam agar dan menghambat pertumbuhan mikroba uji. Kemudian ada atau tidaknya zona hambat dapat diamati di sekeliling cakram (Lorian, 1980). Pembacaan hasil percobaan didasarkan atas besarnya zona hambat yang terbentuk dan dinyatakan dalam tiga kategori (Lorian, 1980) : 1. Zona hambat total : bila zona hambat yang terbentuk disekitar cakram terlihat jernih.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
2. Zona hambat parsial : bila di dalam zona hambat yang terbentuk masih terlihat adanya pertumbuhan beberapa koloni baru. 3. Zona hambat nol : bila tidak ada zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram. Kriteria kekuatan daya hambat adalah sebagai berikut (Davis dan Stout, 1971) : 1. Sangat kuat (zona hambat > 20 mm) 2. Kuat (zona hambat 10-20 mm) 3. Sedang (zona hambat 5-10 mm) 4. Lemah (zona hambat < 5 mm) b. Ditch-plate technique/Metode parit Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur. Mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi, 2008). Lalu, diinkubasi pada suhu kamar (27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk fungi dan pada suhu 37°C selama 18-24 jam untuk bakteri. Kemudian, diamati ada atau tidaknya zona hambat terhadap pertumbuhan mikroba uji disekeliling parit (Lorian, 1980). c. Cup-plate technique/Metode lubang atau cawan Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, di mana dibuat lubang pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme. Pada lubang tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi, 2008). Lalu, diinkubasi pada suhu kamar (27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk fungi dan pada suhu 37°C selama 18-24 jam untuk bakteri. Kemudian, diamati ada atau tidaknya zona hambat terhadap pertumbuhan mikroba uji disekeliling lubang (Lorian, 1980).
2.4.2 Metode Dilusi Pada metode ini zat antimikroba yang akan diuji dicampur dengan media yang kemudian diinokulasi dengan mikroba. Dasar pengamatannya adalah dengan melihat tumbuh atau tidaknya mikroba di dalam media. Aktivitas zat antimikroba
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
ditentukan sebagai konsentrasi hambat minimal (KHM) dan konsentrasi bunuh minimal (KBM) (Lorian, 1980). Metode ini dilakukan dengan beberapa cara : a.
Metode dilusi cair Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008)
b.
Metode dilusi padat Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
2.5
Kapang Kapang adalah organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa
organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Bila sumber nutrisi tersebut diperoleh dari bahan organik mati, maka kapang tersebut bersifat saprofit. Kapang saprofit mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks dan menguraikannya menjadi zat yang lebih sederhana. Dalam hal ini, kapang bersifat menguntungkan sebagai elemen daur ulang yang vital (Pratiwi, 2008). Beberapa kapang juga bersifat menguntungkan karena merupakan bahan makanan, misalnya cendawan (mushroom), dan beberapa kapang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman tertentu yang membantu penyerapan air dan mineral tanah oleh akar. Simbiosis ini dikenal dengan nama mikoriza. Beberapa kapang dapat bersifat parasit dengan memperoleh senyawa organik dari mikroorganisme hidup. Dalam hal ini, kapang bersifat merugikan karena menimbulkan penyakit pada manusia, hewan, maupun tanaman (Pratiwi, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
2.5.1 Identifikasi Kapang Endofit Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan konsentris, warna balik koloni (reverse color) dan tetes eksudat (Ilyas, 2007). Pengamatan secara mikroskopis meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (hialin, transparan, atau gelap), ada tidaknya konidia dan bentuk konidia (bulat, lonjong, berantai atau tidak beraturan) (Ariyono, 2014).
2.6
Bakteri Gram Positif dan Negatif Bakteri merupakan sel prokariotik yang khas, uniseluler (sel tunggal) dan
tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Selselnya secara khas, berbentuk bola seperti batang atau spiral. Bakteri mempunyai diameter sekitar 0,5-1,0 µm dan panjangnya 1,5 sampai 2,5 µm. Reproduksi terutama dengan pembelahan biner sederhana, yaitu proses aseksual. Beberapa bakteri dapat tumbuh pada suhu 0°C, ada juga yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang suhunya 90°C atau lebih. Kebanyakan bakteri tumbuh pada berbagai suhu di antara kedua suhu esktrim ini (Pelczar et al., 2008). Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibagi menjadi dua golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau susbtansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis daripada sel bakteri Gram positif (Pelczar et al., 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Tabel 2.1 Ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar et al., 2008) Ciri
Perbedaan Relatif Gram positif
Struktur dinding sel
Tebal
(15-80
Gram negatif mm), Tipis
berlapis tunggal Komposisi dinding sel
(10-15
mm),
berlapis tiga (multi)
Kandungan lipid rendah Kandungan lipid tinggi (1-4%). ada
Peptidoglikan (11-22%). Peptidoglikan
sebagai
tunggak,
lapisan ada didalam lapisan kaku komponen sebelah
dalam;
utama merupakan lebih jumlahnya
sedikit,
dari 50% berat kering merupakan sekitar 10% pada beberapa sel bakteri. berat Terdapat asam teikoat Kerentanan
terhadap Lebih rentan
kering.
Tidak
terdapat asam teikoat Kurang rentan
penisilin Persyaratan nutrisi
Relatif rumit pada banyak Relatif sederhana spesies
Resistensi
terhadap Lebih resisten
Kurang resisten
gangguan fisik
2.7
Bakteri Uji Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan
Bacillus subtilis ATCC 6633 yang merupakan bakteri Gram positif dan Escherichia coli ATCC 8739 dan Shigella dysenteriae ATCC 13313 yang merupakan bakteri Gram negatif. a.
Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif dengan klasifikasi
sebagai berikut (Depkes RI, 1989 dan Syahrurahman et al., 1992) : Kingdom
: Prokaryota
Divisi
: Bacteria
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
Famili
: Micrococaceae
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus aureus
Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat (kokus) dengan diameter antara 0,8-1,0 µm tunggal atau bepasangan, tidak bergerak dan tidak berspora. Suhu pertumbuhan optimumnya adalah 35°C dengan pH optimum 7,4. Pertumbuhan terbaik pada suasana aerob fakultatif. Bakteri ini sering ditemukan di tanah, air tawar, dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk manusia (Sleigh et al., 1994 dan Gibson JM, 1996). Beberapa Staphylococcus tergolong flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada kulit, saluran pencernaan, udara, makanan, air, dan pakaian yang terkontaminasi. Bakteri ini mudah tumbuh pada kulit yang mengalami peradangan, kulit yang mengalami luka yang mengarah pada infeksi kulit dan proses-proses bernanah lainnya. Pada saluran pernafasan dapat menyebabkan infeksi intra abdomen yang dapat timbul karena komplikasi pasca bedah. Selain itu, Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius dan infeksi traktus genetali pada wanita (Salle, 1961).
b. Bacillus subtilis Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik Gram positif berbentuk batang dan memproduksi endospora dengan klasifikasi sebagai berikut
(Singelton et al.,
1981) : Kingdom
: Prokaryota
Divisi
: Bacteria
Kelas
: Shizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Familia
: Bacillaceae
Genus
: Bacillus
Spesies
: Bacillus subtilis
Bakteri ini merupakan spesies basili yang dapat bergerak, menghasilkan enzim katalase, koloni pada media agar (setelah 24 jam pada 37°C) berbentuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
lingkaran tidak rata, kekuningan, tidak mengkilap, berdiameter sampai 5 mm. Bakteri ini dapat tumbuh pada agar darah membentuk zona hemolisis. Dapat juga tumbuh pada larutan kaldu dan media lain. Bakteri ini tidak membuat toksin apapun namun kadang dapat membuat hemolisis yang dapat larut. Bakteri ini bersifat patogen, menyebabkan infeksi pada telur dan dapat mencemari botol transfusi darah sehingga melisiskan sel darah (Singelton et al., 1981).
c.
Escherichia coli Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif dengan klasifikasi sebagai
berikut (Singelton et al., 1981) : Kingdom
: Prokaryota
Divisi
: Bacteria
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
Escherichia coli biasanya tumbuh berpasang-pasangan atau menyendiri. Mikroba ini kebanyakan dapat bergerak dan kadang membentuk rantai-rantai koloni. Koloni pada nutrisi agar (setelah 24 jam pada temperatur 37°C) biasanya berbentuk bulat, berdiameter 2 sampai 3 mm, berwarna keputihan dengan permukaan mengkilat. Koloni Escherichia coli terlihat seperti tepung ketika diuji dengan sengkelit/loop. Kebanyakan Escherichia coli dapat memfermentasi laktosa, mannitol, dan karbohidrat lain (Singelton et al., 1981). Spesies ini adalah satu-satunya anggota genus Escherichia. Escherichia coli terdapat pada saluran pencernaan manusia dan binatang, dapat pula ditemukan di sungai, danau, tanah dan tempat lain yang telah terkontaminasi feses. Escherichia coli dapat memproduksi endotoksin sehingga dapat menyebabkan penyakit saluran urin, gangguan pencernaan seperti diare, pneumonia, dan meningitis. Namun sebagai bagian dari flora normal saluran penceranaan, Escherichia coli berperan penting untuk pencernaan makanan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
dengan memproduksi vitamin K dan materi-materi yang tidak tercernakan di usus besar (Singelton et al., 1981 dan Anonim, 2014). Escherichia coli adalah bakteri yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, serta memiliki kemampuan menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh yang lain di luar usus (Gibson JM, 1996). Tempat yang paling sering terkena infeksi Escherichia coli adalah saluran kemih, saluran empedu, dan tempat-tempat lain di rongga perut (Jawetz et al., 2011). Bakteri ini juga menghasilkan enterotoksin penyebab diare. Escherichia coli memproduksi enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan diare yang ringan, sedangkan enterotoksin yang tidak tahan panas dapat menyebabkan sekresi air dan klorida ke dalam lumen usus dan menghambat reabsorbsi natrium (Volk dan Wheeler, 1990).
d. Shigella dysenteriae Shigella dysenteriae adalah bakteri Gram negatif dengan klasifikasi sebagai berikut (Singelton et al., 1981) : Kingdom
: Prokaryota
Divisi
: Bacteria
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Familia
: Enterobacteriaceae
Genus
: Shigella
Spesies
: Shigella dysenteriae
Shigella dysenteriae merupakan bakteri berbentuk batang pendek, tumbuh baik pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, tidak dapat bergerak, tidak berkapsul, tidak berflagel, tidak membentuk spora, dan bersifat patogen pada pencernaan. Koloni bakteri berbentuk bulat, transparan dengan pinggir utuh, dan mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam media agar 24 jam (Jawetz et al., 2011). Infeksi Shigella disebut dengan Shigellosis yang merupakan salah satu dari gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai dengan nyeri perut, dan buang air besar yang sering mengandung darah dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
lendir. Shigella dapat mengeluarkan lipopolisakarida yang bersifat toksik. Enterotoksin yang dihasilkan bersifat termolabil dan menyebabkan penggumpalan cairan di ileum. Enterotoksin bertanggung jawab atas terjadinya watery diarrhea pada tahap dini dan timbul gejala klasik disentri basiler setelah bakteri meninggalkan usus halus dan masuk ke usus besar. Shigella dysenteriae juga memproduksi eksotoksin tidak tahan panas yang mempengaruhi saluran pencernaan dan susunan saraf pusat. Pada manusia, eksotoksin juga dapat menghambat absorpsi gula dan asam amino pada usus kecil (Jawetz et al., 2011).
2.8
Fase Pertumbuhan Mikroorganisme Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase
log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag, merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel mikroorganisme diambil dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering terjadi adalah mikroorganisme tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur (Pratiwi, 2008). Fase log (fase eksponensial), merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan. Untuk organisme aerob, nutrisi yang membatasi pertumbuhan biasanya adalah oksigen. Bila konsentrasi sel mikroorganisme melebihi 1 x 107/mL, maka laju pertumbuhan akan berkurang, kecuali bila oksigen dimasukkan secara paksa ke dalam kultur dengan cara pengadukan atau penggojlokan (shaking). Bila konsentrasi sel mencapai 4-5 x 109/mL, laju penyebaran oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan meskipun dalam kultur tersebut diberikan udara yang cukup dan pertumbuhan akan diperlambat secara progresif (Pratiwi, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Pada fase stasioner, pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Pada sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner ini. Terdapat kehilangan sel yang lambat karena kematian diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang dilepaskan oleh sel-sel yang mati karena mengalami lisis. Pada fase kematian, jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik (Pratiwi, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia
serta Laboratorium Mikrobiologi Pusat Lembaga Terpadu (PLT), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sejak bulan Januari hingga bulan Mei 2015.
3.2
Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri (Normax), tabung reaksi (Pyrex), cover glass (Assistent), kaca objek (Sail Brand), pipet tetes, pipet volumetrik, kaca arloji, labu erlenmeyer (Duran Schott), gelas ukur (Ex 20°C MC YZ), gelas beker (Duran Schott), batang L, Laminar Air Flow (LAF) (Minihelix II), spektrofotometer uv-vis, inkubator (France Etuves), autoclave, oven (Memmert), shaker, timbangan analitik (Ogawa Seiki), centrifuge, vortex, mikroskop cahaya (Olympus), hot plate, water bath, magnetic stirrer, jarum ose, spatula, mikropipet dan tip (Mettler Toledo), tube, jangka sorong, pinset, bunsen, gunting steril, kertas saring steril, kapas, kassa, indikator pH, dan paper disc 6 mm dan 5,5 mm.
3.2.2 Bahan 3.2.2.1 Tanaman Daun dari tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Blume) diperoleh dari Gunung Muria Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, Jawa tengah diambil pada hari Senin, 12 Januari 2015. Bagian dari tanaman Parijoto diambil bagian daunnya yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan.
3.2.2.2 Bahan untuk Sterilisasi Permukaan Air bersih yang mengalir, etanol 70%, natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25%, dan aquades steril. 24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
3.2.2.3 Media Pertumbuhan Mikroba Potato Dextrose Agar (Merck), Potato Dextrose Broth (Merck); Yeast Extract (Merck); kalsium karbonat (CaCO3); Nutrient Agar (Merck); Nutrient Broth (Merck); Mueller Hinton Agar (Merck).
3.2.2.4 Bakteri Uji Bakteri uji diperoleh dari Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia dan DIPA Pharmalab Intersains. Bakteri
: Gram positif : a. Staphylococcus aureus ATCC 6538 b. Bacillus subtilis ATCC 6633 Gram negatif : a. Escherichia coli ATCC 8739 b. Shigella dysenteriae ATCC 13313
3.2.2.5 Bahan Karakterisasi Kapang Endofit Aquades steril.
3.2.2.6 Bahan Skrining Kapang Endofit dan Uji Antibakteri NaCl 0,9%, cork borer, blank disc (cakram steril), cakram kloramfenikol, dan aquades steril.
3.3
Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba a. Pembuatan Media PDA Media PDA digunakan untuk isolasi dan pemurnian kapang endofit. Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing 10 mL, biarkan media memadat di dalam Laminar Air Flow (Ramadhan, 2011) .
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
b. Pembuatan Media PDA Miring Media PDA miring digunakan untuk pemurnian kapang endofit. Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Media dimasukkan ke dalam tabung masing-masing 5 mL. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Tabung diletakkan dalam posisi miring ± 45°, biarkan media memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).
c. Pembuatan Media PDY Broth Media PDY digunakan untuk fermentasi kapang endofit. Ditimbang Potato Dextrose Broth 24 gram; Yeast Extract 2 gram; kalsium karbonat (CaCO3) 5 gram; dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Semua bahan kecuali kalsium karbonat dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan aquades hingga 1 liter, dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot plate. Kalsium karbonat dimasukkan sedikit demi sedikit ke larutan media tersebut hingga mencapai pH 6. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C (Ramadhan, 2011).
d. Pembuatan Media NA Media NA digunakan untuk seleksi kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri. Ditimbang Nutrient Agar sebanyak 20 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing 10 mL, biarkan memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).
e. Pembuatan Media NA Miring Media NA miring digunakan untuk peremajaan bakteri uji. Ditimbang Nutrient Agar sebanyak 20 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Media dimasukkan ke dalam tabung masing-masing 5 mL. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Letakkan tabung dalam posisi miring ± 45°, biarkan media memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).
f. Pembuatan Media NB Media NB digunakan untuk pembuatan kurva pertumbuhan bakteri uji. Ditimbang Nutrient Broth sebanyak 8 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter dalam labu Erlenmeyer. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C di dalam Laminar Air Flow (Himedia Laboratories, 2011).
g. Pembuatan Media MHA Media MHA digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Ditimbang Mueller Hinton Agar sebanyak 38 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing 10 mL, biarkan memadat di dalam Laminar Air Flow (Laboratories Conda, 2014).
3.3.2 Isolasi Kapang Endofit Endofit Isolasi kapang endofit dilakukan dengan teknik tanam langsung (direct seed planting) potongan daun tanaman Parijoto yang sebelumnya dilakukan proses sterilisasi permukaan daun terlebih dahulu (Ramadhan, 2011). Daun yang masih segar dicuci dibawah air mengalir selama 10 menit. Daun tersebut direndam ke dalam etanol 70% selama 1 menit kemudian langsung direndam dalam NaOCl 5,25% selama 5 menit, lalu direndam kembali dengan etanol 70% selama 30 detik. Lalu dibilas dengan air destilasi steril selama 3-5 detik (Radji et al., 2011). Daun tersebut dikeringkan di atas kertas saring steril, biarkan kering di udara (Rustanti, 2007). Daun dipotong menjadi bagian kecil dengan ukuran 1 x 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
cm2 (dikalibrasi dengan menggunakan penggaris) pada daun yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan dengan gunting yang telah disterilkan (Ramadhan, 2011). Potongan sampel ditempatkan pada cawan petri yang berisi media PDA. Bagian daun tersebut harus menempel pada permukaan media. 2 cawan petri masing-masing berisi 2 bagian potongan daun. Lalu media yang telah diinokulasi dengan potongan daun diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari (Rustanti, 2007). Aquades bilasan terakhir diambil 1 mL dan diisolasi ke PDA lainnya, perlakuan ini berfungsi sebagai kontrol sterilisasi permukaan daun (Ariyono et al., 2014). Semua proses sterilisasi hingga proses isolasi dilakukan secara aseptis di dalam Laminar Air Flow.
3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi PDA selanjutnya dimurnikan ke dalam media PDA dengan cara menginokulasi sedikit hifa dengan ose steril dari setiap koloni endofit yang berbeda. Lalu diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang. Tiap koloni kapang dipindahkan ke dalam masing-masing satu cawan PDA, dikerjakan secara duplo untuk working culture dan stock culture. Tiap koloni kapang yang tumbuh pada media PDA dipindahkan ke agar miring PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari. Tiap isolat kapang dibuat duplo pada agar miring, masing-masing sebagai working culture dan stock culture (Rustanti, 2007).
3.3.4 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri Skrining kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar padat (Diffusion Agar Plate Method). Bakteri uji yang digunakan yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 8739, dan Shigella dysenteriae ATCC 13313. Biakan bakteri uji dalam NB (biakan bakteri dibuat menggunakan kurva pertumbuhan) dipipet 0,1 mL dimasukkan secara aseptis ke dalam media agar NA yang telah memadat dan disebarkan secara merata dengan menggunakan batang L. Isolat kapang endofit yang telah dimurnikan ke dalam medium PDA diambil
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
dengan sedotan steril atau cork borer dan dipindahkan ke media NA yang berisi bakteri uji. Media diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Aktivitas antibakteri kapang endofit dilihat dari zona hambat yang terbentuk (Elfina et al., 2014).
3.3.5 Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri Karakterisasi kapang endofit dilakukan baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati bentuk dan pertumbuhan koloni meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, lingkaran-lingkaran konsentris (konsentris atau tidak konsentris), warna balik koloni (reverse color), tetes eksudat, dan diameter pertumbuhan koloni kapang (cm/hari) (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al., 2014). Karakterisasi mikroskopik dilakukan dengan cara : bagian hifa kapang dipindahkan ke bagian pinggir agar PDA ukuran 1 x 1 cm2 yang diletakkan pada kaca objek dan ditutup dengan cover glass. Preparat tersebut ditempatkan pada petri steril berisi sedikit aquades steril. Inkubasi selama 5 hari pada suhu ruang. Setelah masa inkubasi selesai, diamati secara mikroskopik dengan mikroskop cahaya perbesaran 400 kali (Yulia, 2005). Pengamatan mikroskopik meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), bentuk dan ornamentasi spora (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al., 2014).
3.3.6 Fermentasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri Hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang endofit dapat diperoleh melalui suatu proses fermentasi. Koloni kapang endofit yang telah murni dan berpotensi sebagai antibakteri diambil menggunakan cork borer sebanyak 3 potongan isolat kapang endofit dan diinokulasi ke dalam 200 mL media PDY (Sinaga, 2009). Kemudian kultur tersebut diinkubasi secara kultur diam (statis) pada suhu ruang selama 14 hari (Sugijanto et al., 2014). Suspensi koloni kapang endofit yang diperoleh dari proses fermentasi disentrifugasi 3000 rpm selama 15 menit, pisahkan supernatan dari biomassa. Supernatan diambil untuk digunakan sebagai larutan uji (Atika, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
3.3.7 Cek kemurnian Bakteri Uji Pengamatan bakteri uji dilakukan baik secara makroskopik dan mikroskopik. Pengamatan makroskopik bakteri uji dilakukan dengan mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni, meliputi bentuk, warna, dan bagian tepi koloni (Handayani, 2007). Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan metode pewarnaan Gram. Langkah metode pewarnaan Gram adalah sebagai berikut : preparat uji dioleskan bakteri setipis mungkin, kemudian difiksasi dengan cara dilewatkan di atas nyala api sebentar untuk melekatkan bakteri. Preparat tersebut diwarnai dengan larutan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir selama 5 detik. Kemudian diteteskan larutan lugol diatas preparat biarkan selama 1 menit, dicuci kembali dengan air mengalir. Preparat kemudian diteteskan dengan etanol 96% selama 30 detik sampai tidak ada lagi zat warna lugol, lalu dicuci kembali dengan air mengalir. Preparat diteteskan larutan safranin selama 10-30 detik, kemudian dicuci kembali dengan air mengalir, dikeringkan dengan cara diletakkan di atas kertas saring. Preparat diamati dengan mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali (Handayani, 2007). Pengamatan mikroskopis meliputi bentuk dan warna bakteri. Jika sel berwarna ungu berarti bakteri uji termasuk bakteri Gram positif. Tetapi jika sel berwarna merah berarti bakteri uji termasuk bakteri Gram negatif.
3.3.8 Uji Aktivitas Antibakteri 3.3.8.1 Peremajaan Bakteri Uji Bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 8739, dan Shigella dysenteriae ATCC 13313 diremajakan pada medium NA miring. Bakteri uji diinokulasi sebanyak satu ose ke dalam medium NA miring dan diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam. Pengerjaan dilakukan dalam kondisi steril di dalam Laminar Air Flow (Radji, 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
3.3.8.2 Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji Kurva pertumbuhan dibuat pada masing-masing bakteri uji untuk menentukan fase log dari bakteri yang akan diuji, yaitu pada saat tercapainya kecepatan pertumbuhan tertinggi. Biakan bakteri uji yang tumbuh pada agar miring NA ditambahkan dengan 5 mL NaCl 0.9% steril. Sebanyak 0,1% (v/v) suspensi bakteri dimasukkan ke dalam 100 mL medium NB kemudian dilakukan perhitungan absorbansi pada panjang gelombang 600 nm. Kuvet dibersihkan kemudian diukur absorban awal NB steril sebagai kontrol dan NB yang mengandung bakteri pada menit ke-0 (t0). Setelah absorban awal ditentukan, media NB diinkubasi pada pengocokan 120 rpm pada suhu 37°C. Setiap interval 30 menit dilakukan pengukuran absorban untuk mendapatkan kurva pertumbuhan (Khotimah, 2010).
3.3.8.3 Uji Aktivitas Antibakteri Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar dengan cakram atau dikenal sebagai metode Kirby-Baurer (Sinaga et al., 2009). Biakan bakteri dalam NB dipipet 1 mL dimasukkan secara aseptis dalam cawan petri steril kemudian ditambahkan media MHA sejumlah ± 10 mL. Suspensi bakteri yang telah diberi agar dalam cawan petri digoyangkan perlahan (10 kali ke kanan dan 10 kali ke kiri) untuk memperoleh suspensi bakteri yang tersebar merata pada media agar (Rachmayani, 2008). Larutan uji kapang endofit diambil sebanyak 20 µL dan larutan uji diserapkan pada kertas cakram steril. Cakram dibiarkan kering, kemudian diletakkan secara aseptis pada permukaan media yang telah berisi bakteri uji (Atika, 2007). Kontrol positif yang digunakan yaitu cakram antibiotik kloramfenikol. Cakram antibiotik kloramfenikol diletakkan secara aseptis pada permukaan media uji. Kontrol negatif yang digunakan yaitu aquades steril. Sebanyak 20 µL larutan kontrol negatif diserapkan ke cakram steril. Cakram yang sudah diresapi larutan kontrol negatif diletakkan secara aseptis pada permukaan media uji (Atika, 2007). Media diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam. Isolat kapang yang memiliki aktivitas antibakteri akan menunjukkan zona hambat pada sekeliling
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
cakram. Zona hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong (Rachmayani, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan 4.1.1 Isolasi Kapang Endofit Penelitian mikrobiologi yang bertema seleksi kapang endofit penghasil senyawa antibakteri dilakukan untuk mengetahui aktivitas isolat kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap beberapa bakteri patogen. Secara garis besar ada 6 tahap dalam penelitian ini, yaitu isolasi kapang endofit, pemurnian isolat kapang endofit, seleksi isolat kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri, karakterisasi, fermentasi, dan uji aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri patogen. Kapang endofit diisolasi dari tanaman genus Medinilla speciosa Blume. Tanaman ini diperoleh dari Gunung Muria, Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, Jawa Tengah pada tanggal 12 Januari 2015. Pada penelitian sebelumnya, ekstrak etil asetat buah Medinilla specciosa Blume pada konsentrasi 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mempunyai aktivitas dengan diameter hambat 17,67 mm; 16,3 mm; 15,67 mm; 14,67 mm; 13,33 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 12,33 mm; 11,33 mm; 10,67 mm; 9 mm; 8 mm terhadap bakteri Escherichia coli (Niswah, 2014). Medinilla speciosa Blume merupakan genus tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang khas serta memiliki sejarah etnobotani yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Hal ini disebabkan Parijoto mengandung flavonoid, tanin, saponin, kardenolid, terpenoid, dan glikosida dimana senyawa-senyawa tersebut diketahui sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologi sebagai antibakteri. Secara empiris tanaman Parijoto digunakan sebagai obat penyakit diare, sariawan, antiradang, dan antibakteri (Anonim, 2014). Beberapa tumbuhan dapat mentransfer senyawa bioaktif yang dikandung kepada mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tanaman, sehingga mikroba endofit tersebut mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang karakternya mirip atau sama dengan inangnya. Hal ini disebabkan karena adanya koevolusi atau
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
transfer genetik dari tanaman inang ke dalam mikroba endofit (Tan & Zou, 2001 dalam Prihatiningtias, 2005). Isolasi kapang endofit diawali dengan proses sterilisasi permukaan daun. Sterilisasi permukaan daun bertujuan untuk mencegah kontaminasi endofit oleh epifit, yaitu mikroorganisme yang hidup di permukaan daun. Teknik isolasi diawali dengan menseleksi dan membersihkan daun uji yang digunakan. Sampel daun tanaman Parijoto yang dipilih harus dalam kondisi sehat yang ditandai dengan warna daun yang masih segar, sebab tanaman yang tidak sehat umumnya dalam jaringannya telah terinfeksi dan didominasi oleh mikroba patogen dari luar tanaman. Daun yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan kemudian dibersihkan dengan cara dicuci dengan air mengalir selama 10 menit. Tujuan dicuci dengan air mengalir adalah untuk membersihkan daun dari kotoran dan tanah yang menempel pada permukaan daun. Selanjutnya, daun disterilisasi dengan etanol 70% selama 1 menit, NaOCl 5,25% selama 5 menit, etanol 70% selama 30 detik dan terakhir dibilas dengan aquades steril selama 2-3 detik. Pada penelitian ini menggunakan etanol 70% dan NaOCl 5,25% sebagai desinfektan pada proses sterilisasi permukaan daun. Mekanisme kerja dari etanol 70% adalah mendenaturasi protein dan melarutkan lemak pada membran protein mikroba sehingga dapat merusak sel mikroba. Proses tersebut memerlukan air sehingga etanol 70% menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan etanol absolut (Siswandono, 1995 dalam Ramadhan, 2011). NaOCl merupakan zat kimia yang termasuk ke dalam golongan halogen yang akan melepaskan radikal klor yang mampu merusak membran dan protein mikroba (Pratiwi, 2008). Pembilasan dengan aquades steril berfungsi sebagai kontrol sterilisasi permukaan daun. Perlakuan kontrol sterilisasi permukaan daun ini berfungsi untuk mengetahui dan menentukan apakah kapang yang tumbuh merupakan kapang endofit atau bukan. Apabila pada media PDA kontrol sterilisasi permukaan daun tumbuh mikroba yang morfologinya berbeda dengan isolat kapang endofit, maka kapang yang tumbuh dari hasil isolasi merupakan kapang endofit yang berasal dari tanaman. Setelah sterilisasi permukaan daun, dilakukan isolasi kapang endofit dengan metode direct plant (tanam langsung). Pada metode ini, bagian dalam dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
permukaan daun ditempelkan di atas media. 2 cawan petri masing-masing berisi 2 potongan daun yang diletakkan secara bersebrangan. Kemudian, potongan daun yang telah diinokulasi pada media PDA diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang. PDA merupakan media umum yang digunakan untuk menumbuhkan kapang endofit sebagai media isolasi, dan media pemurnian kapang endofit yang telah berhasil diisolasi. PDA merupakan media kaya akan nutrisi yang mudah dicerna sehingga memudahkan untuk pertumbuhan kapang endofit (Ariyono et al., 2014). Koloni kapang endofit yang tumbuh adalah kapang endofit yang memiliki ciri : waktu tumbuh lebih dari 5 hari, tumbuh disekitar sampel daun yang ditanam, dan memiliki morfologi yang berbeda dengan mikroba yang tumbuh pada cawan kontrol sterilisasi permukaan daun. Kontrol sterilisasi permukaan daun menunjukkan bahwa sterilisasi permukaan daun yang dilakukan mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen pada permukaan daun sehinggga isolat yang diperoleh diyakini adalah kapang endofit. Kapang endofit yang diisolasi tumbuh setelah 14 hari. Hal ini disebabkan oleh kapang endofit yang bersifat lambat tumbuh (slow grower). Hanya kapang endofit yang tumbuh di atas 5 hari yang diikutkan pada proses selanjutnya. Kapang yang tumbuh dibawah 5 hari dikhawatirkan bukanlah endofit melainkan kontaminan. Kapang endofit yang berhasil diisolasi lebih banyak dari daun yang berwarna hijau kekuningan. Hal ini dikarenakan mikroba endofit tumbuh di jaringan vaskular. Pada daun yang berwarna hijau kekuningan, jaringan vaskular yang terbentuk sudah sempurna sehingga kemungkinan munculnya kapang endofit lebih besar karena nutrien yang diperlukan untuk tumbuhnya kapang endofit sudah cukup (Priharta, 2008). Interaksi mikroba endofit dan tanaman merupakan suatu bentuk simbiosis. Simbiosis antara tanaman dan mikroba endofit bersifat netral dan mutualisme (Bacon dan Hinton, 2006 dalam Purwanto et al., 2014). Simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan tanaman, dalam hal ini mikroba endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan melindungi tanaman dalam melawan serangan patogen, sedangkan tanaman mendapatkan derivat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya (Simartama et al., 2007 dalam Purwanto et al., 2014). Berdasarkan hasil isolasi, didapatkan 20 isolat kapang endofit pada media PDA yang terdiri dari 6 isolat dari daun berwarna hijau muda, 5 isolat dari daun berwarna hijau tua, dan 9 isolat dari daun berwarna hijau kekuningan. Dari 20 isolat kapang endofit yang diperoleh dilakukan skrining terhadap antibakteri untuk menseleksi isolat kapang yang berpotensi sebagai antibakteri.
Cawan 1
Cawan 2
Gambar 4.1 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda
Gambar 4.2 Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Cawan 1
Cawan 2
Gambar 4.3 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua
Gambar 4.4 Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua
Gambar 4.5 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Gambar 4.6 Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan
4.1.2 Pemurnian Kapang Endofit Pemurnian kultur kapang endofit bertujuan untuk mendapatkan kultur kapang endofit yang murni. Pemurnian kapang endofit dilakukan pada media PDA. Pemurnian ini dapat dilakukan secara terus menerus sampai didapatkan koloni kapang endofit yang murni. Selanjutnya, koloni kapang endofit dimurnikan kembali pada media PDA miring untuk mempersempit luas daerah pertumbuhan. Pengamatan koloni kapang dilakukan dengan menggunakan kriteria bahwa bentuk koloni kapang yang sama dianggap sebagai isolat yang sama dan sebaliknya bentuk koloni kapang yang berbeda dipisahkan menjadi isolat yang berbeda, sampai diperoleh isolat kapang murni yaitu isolat kapang yang hanya mengandung satu bentuk morfologi koloni kapang yang sama.
4.1.3 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri Skrining isolat kapang endofit dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan mikroorganisme uniseluler yaitu bakteri (Abubakar, 2011). Bakteri uji yang digunakan bersifat patogen yang terdiri dari Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis yang merupakan bakteri Gram positif, serta Escherichia coli dan Shigella dysenteriae yang merupakan bakteri Gram negatif. Skrining kapang endofit bertujuan untuk menseleksi kapang endofit yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan cara mengamati ada tidaknya zona bening yang terbentuk.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Berikut adalah hasil skrining kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri : Tabel 4.1 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji No.
Isolat
Diameter zona hambat (mm) S.aureus
B.subtilis
E.coli
S.dysenteriae
1
DPU 1
9,71
-
-
-
2
DPU 2
-
-
-
-
3
DPU 3
12,4
7
-
-
4
DPU 4
-
8,7
20,13
-
5
DPU 5
-
-
-
-
6
DPU 6
-
-
-
-
7
DTE 1
9,65
-
10,66
-
8
DTE 2
-
-
-
-
9
DTE 3
11,67
-
11,06
-
10
DTE 4
-
-
-
-
11
DTE 5
-
-
-
-
12
DTU 1
9,1
-
16,32
-
13
DTU 2
-
-
-
-
14
DTU 3
-
-
-
-
15
DTU 4
-
7,22
10, 55
6,9
16
DTU 5
-
-
-
-
17
DTU 6
-
6,42
-
7,05
18
DTU 7
-
6,75
12,35
6,92
19
DTU 8
-
-
-
-
20
DTU 9
-
6,72 mm
9,75 mm
-
Keterangan : DPU 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (1) DPU 2 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (2) DPU 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (3) DPU 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (4)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
DPU 5 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (5) DPU 6 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (6) DTE 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (1) DTE 2 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (2) DTE 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (3) DTE 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (4) DTE 5 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (5) DTU 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (1) DTU 2 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (2) DTU 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (3) DTU 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (4) DTU 5 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (5) DTU 6 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (6) DTU 7 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (7) DTU 8 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (8) DTU 9 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (9)
Dari proses seleksi diperoleh 10 isolat kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri yang ditandai dengan terbentuknya zona bening. Isolat DPU 1, DPU 3, DTE 1, DTE 3 dan DTU 1 menunjukan zona bening terhadap Staphylococcus aureus. Isolat DPU 3, DPU 4, DTU 4, DTU 6, DTU 7 dan DTU 9 menunjukkan zona bening terhadap Bacillus subtilis. Isolat DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU 1, DTU 4, DTU 7, dan DTU 9 menunjukkan zona bening terhadap Escherichia coli. Isolat DTU 4, DTU 6, dan DTU 7 menunjukkan zona bening terhadap Shigella dysenteriae.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Staphylococcus aureus
DPU 1
DPU 2
DPU 4
DPU 3
DPU 5 DPU
DTU 7
Bacillus subtilis
DTU 6
DTU 7
6
DTU 7
DTU 8
DTU 9
DTE 2
DTE 1
Gambar 4.7 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
DTE 3
DTE 4
DTU 3
DTE 5
DTE 3
DTE 3
DTU 1
DTU 2
DTU 4
DTU 5
Gambar 4.7 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Escherichia coli
DPU 1
DPU 4
Shigella dysenteriae
DPU 1
DPU 3
DTE 1
DPU 4
DPU 2
DPU 3
DPU 5
DPU 6
DTU 7
DTU 6
DTU 8
DTE 2
DTU 9
DTE 1
Gambar 4.8 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Escherichia coli dan Shigella dysenteriae
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
DTE 4
DTE 3
DTU 3
DTE 5
DTU 1
DTU 4
DTU 2
DTU 5
Gambar 4.8 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Escherichia coli dan Shigella dysenteriae 4.1.4 Karakterisasi Kapang Endofit Karakterisasi kapang endofit yang memiliki aktivitas antibakteri dilakukan secara makroskopik dan mikroksopik terhadap 10 isolat yang diperoleh. Karakterisasi
makroskopik
dilakukan
dengan
mengamati,
bentuk
dan
pertumbuhan koloni meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, lingkaran-lingkaran konsentris (konsentris atau tidak konsentris), warna balik koloni (reverse color), tetes eksudat, dan diameter pertumbuhan koloni kapang (cm/hari) (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al., 2014). Sedangkan karakterisasi secara mikroskopik dilakukan dengan mengamati sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), bentuk dan ornamentasi spora (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al., 2014).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Berikut adalah hasil karakterisasi isolat-isolat kapang yang aktif sebagai antibakteri : a) Isolat DPU 1 Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih kehijauan tua, warna sebalik putih kehijauan tua, tekstur hifa seperti bulu dan bagian tepi hifa tipis, memiliki spora berwarna hijau tua dan terdapat bintik putih, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 4,8 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki spora dengan bentuk bulat lonjong yang menempel pada hifa koloni.
Makroskopik
Mikroskopik
Tampak Depan
Perbesaran 400 x Tampak Sebalik Gambar 4.9 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
b) Isolat DPU 3 Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih oranye, warna sebalik putih oranye, tekstur hifa tipis, memiliki spora berwarna oranye, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 2 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki spora dengan bentuk lonjong seperti batang.
Makroskopik
Mikroskopik
Tampak Depan
Perbesaran 400 x Tampak Sebalik Gambar 4.10 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 3 c) Isolat DPU 4 Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih kehijauan tua, warna sebalik kuning kehijauan, tekstur hifa tebal, memiliki spora berwarna hijau tua yang menyebar pada media. Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki spora dengan bentuk bulat berantai yang menempel pada hifa koloni.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Makroskopik
Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.11 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 4 d) Isolat DTE 1 Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih kecoklatan, warna sebalik putih hijau kecoklatan, tekstur hifa tebal berserabut, memiliki spora cokat kehijauan, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 6,9 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki spora berbentuk bulat bergerombol berwarna hitam yang menempel pada hifa koloni.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Makroskopik
Mikroskopik
Tampak Depan
Perbesaran 400 x Tampak Sebalik Gambar 4.12 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 1 e) Isolat DTE 3 Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih kuning kecoklatan, warna sebalik kuning kecoklatan, membentuk lingkaran konsentris, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 8,1 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni tidak memiliki spora.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Makroskopik
Mikroskopik
Tampak Depan
Perbesaran 400 x
Tampak Sebalik Gambar 4.13 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 3 f) Isolat DTU 1 Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih kecoklatan, warna sebalik putih kuning kecoklatan, tekstur hifa tipis berserabut, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 2,5 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni tidak memiliki spora.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Makroskopik
Mikroskopik
Tampak Depan
Perbesaran 400 x Tampak Sebalik Gambar 4.14 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 1 g) Isolat DTU 4 Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih, warna sebalik putih kekuningan, tekstur hifa tebal seperti kapas, memiliki spora berwarna oranye dengan bagian tengah membentuk lingkaran hijau, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 7,4 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki spora dengan bentuk lonjong seperti batang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Makroskopik
Mikroskopik
Perbesaran 400 x Tampak Depan Tampak Sebalik Gambar 4.15 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 4 h) Isolat DTU 6 Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih, warna sebalik putih kekuningan dengan bintik hitam pada bagian tengah, tekstur hifa tebal seperti kapas, memiliki spora berwarna oranye, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 7,1 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki spora berbentuk lonjong seperti batang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Makroskopik
Mikroskopik
Tampak Depan
Perbesaran 400 x
Tampak Sebalik Gambar 4.16 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 6 i) Isolat DTU 7 Karakterisasi makroskopik meliputi, permukaan koloni berwarna putih, warna sebalik putih kekuningan dengan bagian tengah berwarna hijau tua, tekstur hifa tebal seperti kapas, memiliki spora berwarna hitam, dan diameter pertumbuhan koloni 6,9 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopik meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki spora berbentuk lonjong seperti batang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Makroskopik
Mikroskopik
Tampak Depan
Perbesaran 400 x Tampak Sebalik Gambar 4.17 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 7 j) Isolat DTU 9 Karakterisasi makroskopik meliputi, permukaan koloni berwarna putih kehijauan, warna sebalik putih kekuningan dengan bagian tengah berwarna hijau tua, tekstur hifa seperti kelopak bunga dan bergelombang, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 6,8 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopik meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni tidak memiliki spora.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Makroskopik
Mikroskopik
Tampak Depan
Perbesaran 400 x
Tampak Sebalik Gambar 4.18 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 9 Dari 10 isolat kapang endofit yang telah diseleksi secara makroskopis, sebagian besar berwarna putih dan hijau, tekstur berserabut dan seperti kapas, memiliki spora berwarna hijau tua dan oranye. Sedangkan, dari 10 isolat kapang endofit yang telah diseleksi secara mikroskopik, sebagian besar memiliki hifa bersekat dan bercabang, dan spora berbentuk lonjong seperti batang. 4.1.5 Fermentasi Kapang Endofit Fermentasi kapang endofit menggunakan medium PDY sebanyak 200 mL terhadap 10 isolat kapang yang aktif sebagai antibakteri. Fermentasi kapang endofit dilakukan secara statis (diam) pada suhu ruang selama 14 hari. Alasan pemilihan waktu fermentasi disebabkan oleh produksi metabolit sekunder tejadi secara optimum selama 14 hari untuk menghasilkan isolat yang mempunyai aktivitas antibakteri (Mabrouk et al., 2008). Selama 14 hari, 10 isolat kapang endofit yang di fermentasi diamati ada tidaknya kontaminan. Jika terdapat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
kontaminan maka isolat kapang tersebut tidak dilakukan dalam uji aktivitas antibakteri. Hasil fermentasi kapang endofit disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan dipisahkan dari biomassa dan digunakan sebagai larutan uji. Fermentasi bertujuan untuk mensekresi senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam koloni kapang endofit. Proses fermentasi mikroba endofit digunakan media cair karena fermentasi dengan media cair lebih efektif untuk memproduksi biomassa dan senyawa bioaktif dibandingkan fermentasi dalam media padat (Nurhidayah et al., 2014). Fermentasi kapang endofit menggunakan media PDY, karena dalam media ini mengandung sumber karbon yang berasal dari kentang dan dextrose, serta ekstrak khamir sebagai sumber nitrogen. Media fermentasi harus mengandung nutrien untuk pertumbuhan, sumber energi, penyusun substansi sel, dan biosintesis produk fermentasi. Komponen media yang paling penting yaitu sumber karbon dan nitrogen, karena sel-sel mikroba dan produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur karbon dan nitrogen, selain itu juga mengandung garam-garam organik serta beberapa vitamin dan mineral (Kusumaningtyas et al., 2010).
4.1.6 Cek kemurnian Bakteri Uji Pengamatan bakteri uji bertujuan untuk mengetahui bahwa bakteri uji yang digunakan benar-benar murni dan tidak terkontaminasi, maka dilakukan pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik. Berikut adalah hasil pengamatan bakteri uji : a) Staphylococcus aureus Pengamatan makroskopik meliputi, koloni bakteri berbentuk bulat dengan bagian pinggir rata dan berwarna kuning mengkilat dengan diameter sampai 1,3 mm. Pengamatan mikroskopis meliputi, sel bakteri berbentuk bulat bergerombol seperti anggur, berwarna ungu dengan pewarnaan Gram dan merupakan bakteri Gram positif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Makroskopis
Mikroskopis
Perbesaran 1000 x Gambar 4.19 Hasil Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Staphylococcus aureus b) Bacillus subtilis Pengamatan makroskopis meliputi, koloni bakteri berbentuk bulat dengan bagian pinggir rata dan berwarna putih dengan diameter sampai 1,5 mm. Pengamatan mikroskopis meliputi, sel bakteri berbentuk batang berkelompok atau tunggal, berwarna ungu dengan pewarnaan Gram dan merupakan bakteri Gram positif. Makroskopis
Mikroskopis
Perbesaran 1000 x Gambar 4.20 Hasil Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Bacillus subtilis c)
Escherichia coli Pengamatan makroskopik meliputi, koloni bakteri berbentuk bulat dengan bagian pinggir rata dan berwarna putih kekuningan dengan diameter sampai 2,5 mm. Pengamatan mikroskopis meliputi, sel bakteri berbentuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
batang pendek berkelompok atau tunggal, berwarna merah dengan pewarnaan Gram dan merupakan bakteri Gram negatif. Makroskopis
Mikroskopis
Perbesaran 1000 x Gambar 4.21 Hasil Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Escherichia coli d) Shigella dysenteriae Pengamatan makroskopis meliputi, koloni bakteri berbentuk bulat dengan bagian pinggir rata dan berwarna putih dengan diameter sampai 1,4 mm. Pengamatan mikroskopis meliputi, sel bakteri berbentuk batang berkelompok atau tunggal, berwarna merah dengan pewarnaan Gram dan merupakan bakteri Gram negatif.
Makroskopis
Mikroskopis
Perbesaran 1000 x Gambar 4.22 Hasil Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Shigella dysenteriae
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Pengamatan mikroskopik bakteri uji dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan Gram untuk membedakan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Pada perwarnaan Gram ini, bakteri yang telah difiksasi dengan panas sehingga membentuk noda pada kaca objek yang diwarnai dengan pewarna basa yaitu crystal violet. Karena warna ungu mewarnai seluruh sel, maka pewarna ini disebut pewarna primer (primary stain). Selanjutnya pewarna dicuci dan pada noda spesimen ditetesi iodin atau lugol yang merupakan mordant (penajam). Setelah iodin atau lugol dicuci, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif tampak berwarna ungu. Selanjutnya, noda spesimen dicuci dengan alkohol yang merupakan decolorizing agent (senyawa peluntur warna) yang pada spesies bakteri tertentu dapat menghilangkan warna ungu dari sel. Setelah alkohol dicuci, noda spesimen diwarnai kembali dengan safranin yang merupakan pewarna basa berwarna merah. Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan ke dalam Gram positif, sedangkan bakteri yang berwarna merah digolongkan ke dalam bakteri Gram negatif (Pratiwi, 2008). Perbedaan warna antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif disebabkan oleh adanya perbedaan struktur pada dinding selnya. Dinding bakteri Gram positif banyak mengandung peptidoglikan, sedangkan bakteri Gram negatif banyak mengandung lipopolisakarida. Kompleks crystal violet-iodin yang masuk ke dalam sel bakteri Gram positif tidak dapat dicuci oleh alkohol karena adanya lapisan peptidoglikan yang kokoh pada dinding sel, sedangkan pada bakteri Gram negatif, alkohol akan merusak lapisan polisakarida. Kompleks crystal violet-iodin pada bakteri Gram negatif dapat dicuci dan menyebabkan sel bakteri tampak transparan, yang akan berwarna merah setelah diberi safranin (Pratiwi, 2008). Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis dapat mempertahankan warna ungu sehingga merupakan bakteri Gram positif, sedangkan Escherichia coli dan Shigella dysenteriae kehilangan warna ungu dan berwarna merah setelah diteteskan safranin sehingga merupakan bakteri Gram negatif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
4.1.7 Data Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Bakteri uji yang telah murni diinokulasi ke dalam media NB untuk mendapatkan
kurva
pertumbuhan
bakteri.
Kurva
pertumbuhan
akan
menggambarkan pola pertumbuhan bakteri yang terbagi menjadi empat fase, yaitu adaptasi, log, stasioner, dan kematian (Cooper, 1991 dalam Sholikah dan Nengha, 2014). Keempat fase pertumbuhan bakteri dapat diketahui dari pengukuran turbiditas populasi bakteri pada kultur cair dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 600 nm dengan melihat nilai absorbansi yang dihasilkan (Harley dan Prescott, 2002 dalam Sholikah dan Nengha, 2014). Tujuan pembuatan kurva
pertumbuhan bakteri adalah untuk menentukan fase
eksponensial (log), dimana pada fase ini bakteri tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum (Pratiwi, 2008). Kriteria nilai absorbansi yang dihasilkan berada pada rentang 0,08-0,1 yang setara dengan 107 CFU/mL dimana bakteri uji bersifat patogen (Halim et al., 2014). Bakteri Staphylococcus aureus mengalami 2 fase, yaitu fase adaptasi dan fase log. Fase adaptasi terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-2. Fase log mulai terjadi pada jam ke-3 sampai jam ke-9, dimana pada fase ini bakteri uji dapat digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Bakteri Bacillus subtilis mengalami 3 fase, yaitu fase adaptasi, fase log dan fase stasioner. Fase adaptasi terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-12. Fase log mulai terjadi pada jam ke-13 sampai jam ke-16,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
dimana pada fase ini bakteri uji dapat digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Fase stasioner mulai terjadi pada jam ke-18 sampai jam ke-23. Bakteri Escherichia coli mengalami 3 fase, yaitu fase adaptasi, fase log, dan fase stasioner. Fase adaptasi terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-2. Fase log mulai terjadi pada jam ke-4 sampai jam ke-15, dimana pada fase ini bakteri uji dapat digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Fase stasioner mulai terjadi pada jam ke-17 sampai jam ke-22. Bakteri Shigella dysenteriae mengalami 2 fase, yaitu fase adaptasi dan fase log. Fase adaptasi terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-4. Fase log mulai terjadi pada jam ke-5 sampai jam ke-10, dimana pada fase ini bakteri uji dapat digunakan untuk uji aktivitas antibakteri.
4.1.8 Data Uji Aktivitas Antibakteri Sebanyak 10 supernatan isolat kapang endofit dari hasil fermentasi dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram atau KirbyBaurer. Pada penelitian ini menggunakan cakram dengan diameter 6 mm dan cakram dengan diameter 5,5 mm. Sebanyak 20 µl larutan uji dari kapang endofit diserapkan ke cakram hingga cakram mengering pada cawan petri steril. Pengeringan cakram bertujuan agar senyawa metabolit sekunder terserap secara merata pada cakram dan pelarut yang digunakan menguap. Apabila cakram kurang kering pada saat ditempelkan ke media yang berisi bakteri uji, maka zona bening yang dihasilkan tidak valid karena dikhawatirkan bakteri uji terhambat oleh pelarut yang bersifat toksik dan bukan karena metabolit sekunder yang dihasilkan kapang endofit. Cakram yang telah kering diletakkan secara aseptis ke dalam media yang telah berisi bakteri uji dan diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam. Aktivitas antibakteri dilihat dari terbentuknya zona bening disekitar cakram. Zona bening merupakan indikasi terhambat atau tidaknya pertumbuhan bakteri patogen akibat sekresi senyawa antibakteri oleh mikroba lain yang bersifat antagonis (Elfina et al., 2014).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Berikut adalah hasil pengukuran zona hambat isolat kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri : Tabel 4.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit No.
Isolat
Diameter zona hambat (mm) S.aureus
B.subtilis
E.coli
S.dysenteriae
1
DPU 1
7,85 mm
-
6,42 mm
6,68 mm
2
DPU 3
7,53 mm
6,2 mm
6,38 mm
6,46 mm
3
DPU 4
7,78 mm
6,11 mm
6,26 mm
6,68 mm
4
DTE 1
6,96 mm
7,05 mm
6,9 mm
7,3 mm
5
DTE 3
-
-
7,03 mm
6,1 mm
6
DTU 1
6,95 mm
7,2 mm
7,28 mm
6,7 mm
7
DTU 4
-
5,76 mm
6,86 mm
6,1 mm
8
DTU 6
-
7,03 mm
6,35 mm
7,68 mm
9
DTU 7
6,55 mm
-
6,91 mm
-
10
DTU 9
6,61 mm
-
6,9 mm
5,92 mm
Kloramfenikol (+)
19,46 mm
14,52 mm
10,94 mm
16,91 mm
Kontrol (-)
-
-
-
-
Kontrol
Keterangan : DPU 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (1) DPU 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (3) DPU 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (4) DTE 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (1) DTE 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (3) DTU 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (1) DTU 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (4) DTU 6 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (6) DTU 7 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (7) DTU 9 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (9)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri terhadap kapang endofit diperoleh 10 isolat kapang endofit yang menghasilkan zona hambat bening pada bakteri uji tertentu. Supernatan isolat DPU 1 menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 7,85 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,42 mm, menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 6,68 mm, dan tidak menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Supernatan dari isolat DPU 3 menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 7,53 mm, menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 6,2 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,38 mm, dan menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 6,46 mm. Supernatan dari isolat DPU 4 menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 7,78 mm, menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 6,11 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,26 mm, dan menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter 6,68 mm. Supernatan dari isolat DTE 1 menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 6,96 mm, menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 7,05 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,9 mm, dan menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 7,3 mm. Supernatan dari isolat DTE 3 menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 7,03 mm, menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter 6,1 mm, dan tidak menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis. Supernatan dari isolat DTU 1 menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 6,95 mm, menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 7,2 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 7,28 mm, dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 6,7 mm. Supernatan dari isolat DTU 4 menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 5,76 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,86 mm, menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter 6,1 mm, dan tidak menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Supernatan dari isolat DTU 6 menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis dengan diameter 7,03 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,35 mm, menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 7,68 mm, dan tidak menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Supernatan dari isolat DTU 7 menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 6,55 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,91 mm, dan tidak menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis dan Shigella dysenteriae. Supernatan dari isolat DTU 9 menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 6,61 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,9 mm, menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 5,92 mm, tidak menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Berdasarkan hasil skrining dan uji aktivitas antibakteri terdapat 3 isolat kapang endofit, yaitu isolat DPU 4, DTU 7, dan DTU 9 yang menunjukkan adanya zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara pada pengamatan hasil skrining tidak menunjukkan zona hambat terhadap Staphylococcus aureus. Isolat DTE 1 dan DTU 1 menunjukkan zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara hasil skrining tidak menunjukkan zona hambat terhadap Bacillus subtilis. Isolat DPU 1, DPU 3, dan DTU 6 menunjukkan zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara hasil skrining tidak menunjukkan zona hambat terhadap Escherichia coli. Isolat DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU 1, dan DTU 9 menunjukkan zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara hasil skrining tidak menunjukkan zona hambat terhadap Shigella dysenteriae.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Namun sebaliknya, isolat DTE 3 tidak menunjukkan adanya zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara hasil skrining menghasilkan zona hambat terhadap Staphylococcus aureus. Isolat DTU 7 dan DTU 9 tidak menunjukkan adanya zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara hasil skrining menghasilkan zona hambat terhadap Bacillus subtilis. Isolat DTU 7 tidak menunjukkan adanya zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara hasil skrining menghasilkan zona hambat terhadap Shigella dysenteriae. Adanya perbedaan hasil dimana isolat menghasilkan zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara tidak menghasilkan zona hambat pada skrining dapat disebabkan oleh metabolit sekunder yang terkandung dalam isolat kapang endofit dihasilkan lebih banyak pada proses fermentasi. Pada proses fermentasi media cair kontak antara kapang endofit dengan nutrien membuat seluruh bagian dari kapang endofit berada dalam media tersebut. Penyerapan nutrien yang lebih banyak akan membuat kapang endofit lebih banyak menghasilkan metabolit sekunder dibandingkan dengan mikroba endofit yang tidak melalui proses fermentasi (Elfina et al., 2014). Namun sebaliknya, perbedaan hasil dimana isolat tidak menghasilkan zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara menghasilkan zona hambat pada skrining dapat disebabkan oleh senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam isolat kapang endofit tidak tersari dalam pelarut air sehingga tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji. Oleh karena itu, perlu dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik dengan tingkat kepolaran tertentu. Diameter rata-rata zona hambat yang dihasilkan oleh kapang endofit yaitu 5-10 mm yang termasuk ke dalam kategori sedang dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Tingginya aktivitas antibakteri dari suatu senyawa antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri patogen dengan metode difusi dipengaruhi oleh kemampuan difusi senyawa antimikroba dari cakram ke media yang berisi bakteri patogen (Elfina et al., 2014). Selain itu, besar kecilnya zona daya hambat mikroba endofit terhadap bakteri patogen diduga disebabkan oleh metabolit yang dihasilkan oleh isolat. Semakin tinggi konsentrasi antibakteri yang dihasilkan maka semakin tinggi pula daya hambatnya yang ditunjukkan oleh kecilnya pertumbuhan koloni bakteri patogen (Sunariasih et al.,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
2014). Senyawa fitokimia yang diduga mempunyai aktivitas antibakteri adalah komponen yang terdapat dalam supernatan (filtrat ekstraseluler) seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid, tanin, saponin, dan glikosida (Govindappa et al., 2011, Dhankar et al., 2012, dan Bahgat et al., 2014). Isolat kapang endofit yang diperoleh dari Medinilla speciosa Blume memiliki potensi sebagai antibakteri yang ditandai dengan terbentuknya diameter zona hambat, namun terdapat larutan uji dari isolat kapang endofit yang tidak mampu menghambat bakteri uji tertentu.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Isolasi kapang endofit dari daun Medinilla speciosa Blume diperoleh 20 isolat fungi endofit yang diperoleh dari daun berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan. 2. Uji aktivitas antibakteri dari kapang endofit diperoleh 10 isolat kapang endofit yang aktif terhadap bakteri uji tertentu, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae. -
Isolat DPU 1 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
-
Isolat DPU 3 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
-
Isolat DPU 4 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
-
Isolat DTE 1 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
-
Isolat DTE 3 aktif sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli dan Shigella dysenteriae.
-
Isolat DTU 1 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
-
Isolat DTU 4 aktif sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
-
Isolat DTU 6 aktif sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
-
Isolat DTU 7 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
-
Isolat DTU 9 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae. 66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 1. Identifikasi lebih lanjut terhadap kapang endofit terutama yang berpotensi menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antibakteri. 2. Ekstraksi terhadap isolat kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dengan pelarut organik tertentu untuk menarik senyawa antibakteri yang terkandung didalamnya. 3. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen lainnya selain dari bakteri patogen yang telah diujikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar H, Aris TW, Munti Y. 2011. Skrining Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. sebagai Penghasil Senyawa Antimikroba. Ilmu Kelautan Vol. 16 (1). Bogor : Departemen Biologi FMIPIA IPB. Agusta, Andria. 2006. Biotransformation of Catechins and Bioreproduction of Bisanthraquinones by The Endophytic Fungus Diaporthe Sp. Isolated From A Tea Plant. PhD Thesis. Japan : Faculty of Pharmacy and Pharmaceutical Science, Fakuyuma University. Agusta, Andria. 2009. Biologi dan Kimia Jamur Endofit. Bandung : ITB, p. 3-5. Anggana A.F. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Merapi (Studi Kasus di Desa Umbulharjo, Sidorejo, Wonodoyo dan Ngablak). Skripsi Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor : Institur Pertanian Bogor. Anonim. 2014. Escherichia coli. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 2 Desember 2014 pukul 08.00 WIB Anonim.2014.http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/ depkes/5-062.pdf diakses pada tanggal 4 November 2014. Ariyono,
Redha Q, Syamsuddin D, Lilik S. 2014. Keanekaragaman Jamur
Endofit Daun Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir) pada Lahan Pertanian Organik dan Konvensional. Jurnal HPT Vol. 2 (1). Malang : Program Studi Agroekoteknologi, Universitas Brawijaya, p. 22. Atika, Dian. 2007. Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi Kapang Endofit yang Diisolasi dari Akar, Batang, Daun Tanaman Garcinia fruticosa Lauterb dan Garcinia lateriflora Blume Serta Akar dan Daun Tanaman Garcinia cowa Roxb. Skripsi Sarjana Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia. Bacon CW, Hinton DM. 2006. Bacterial Endophytes : The Endophytic Niche, Its Occupants, And Its Utility. Plant-Associated Bacteria. Netherland : Springer. Bahgat, Mohsen M, Mona MEB, Salwa AK, Nesma AME. 2014. Characterization Endophytic Bacteria Isolated from The Medical Plant CapparissinaicaVeill.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
And Analyze Its Bioactive Flavonoid Vol. 4 (11). Indian Journal Applied Research. Egypt : Phytochemistry and Plant Systematics Departement, National Research Centre, dan Port-Said University. Block SS. 1977. Disinfection, Sterilization, and Presevation. Phildalphia : Lea & Febiger. Chatim C, Suharto. 1993. Sterilisasi dan Disinfeksi Dalam : Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara, p. 39-51. Conca Lab. 2014. Mueller Hinton Agar. New York : Pronadisa. Cooper, S. 1991. Bacterial Growth and Division : Biochemistry and Regulation of Prokaryotic and Eukaryotiv Division Cycles. San Diego : Academic Press. Davis dan Stout. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Essay. Journal of Microbiology Vol. 22, No. 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Bakteriologi Klinik. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan RI, p. 11-45, 49-50, 56. Dhankhar S, Sandeep K, Sandeep D, Jaya PY. 2012. Antioxidant Activity of Fungal Endophytes Isolated from Salvadora Oleoides Decne. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol. 4 (2). Haryana : Departement of Genetics Maharshi Dayanand University. Dreyfuss ME, H.H. Hoffman, H. Kobel, W. Pache, and H. Tsecherter. 1986. Cyclosporin A and C : New Metabolites from Trichoderma polysporum (Link Expers) Rifai. Appl. Environ. Microbiologi, p. 125-133. Elfina D, Atria M, Rodensia, MR. 2014. Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Sebagai Antimikroba Terhadap Candida albicans, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Pekanbaru : Jurusan Biologi FMIPA-UR, p. 1-4. Fisher PJ, Anson dan Petrini. 1989. Antibiotic Activity of Some Endophytic Fungi from Ericaceous Plant. Bot. Helv. 40 (94), p. 249-253, Ganiswarna SG, Rianto S, Frans DS, dan Purwantyastuti. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : Bagian Farmakologi Kedokteran Universitas Indonesia, p. 560-583.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gibson, JM. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC, p. 6, 11-15. Govindappa M, Channabasava R, Sowmya DV, Meenakshi J, Shreevidya MR, Lavanya A, Gustavo S, dan Sadananda TS. 2011. Phytochemical Screening, Antimicrobial And In Vitro Anti-Inflammatory Activity of Endophytic Extracts from Loranthus sp. Pharmacognosy Journal Vol. 3 (25). Karnataka : Departemen of Biotechnology, Shridevi Insitute of Engineering & Technology. Halim, Jasril, Saryono. 2014. Optimalisasi Produksi Senyawa Metabolit Sekunder dari Pseudomonas sp. Endofit Tanaman Dahlia (Dahlia variabilis). Ind. Che. Acta Vol. 5 (1). Pekanbaru : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Handayani. 2007. Skrining Kapang Endofit Penghasil Antimikroba dari Ranting Tanaman
Garcinia
Tetrandra
Pierre
terhadap
Escherichia
coli,
Staphylococcus aures, Salmonella typhosa, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeroginosa, Candida albicans, dan Aspergillus niger. Skripsi Sarjana Ekstensi Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 27-29, 46. Harley JP, dan L.M. Prescott. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology 5th Edition. New York : The Mc Graw Hill Companies. Himeda Laboratories. 2011. Nutrient Broth. Mumbai : Technical Data. Horn WS, M.S.J. Simmonds, R.E. Schwartz, and W.M. Blaney. 1995. Phomopsichalasin, A Novel Antimicrobial Agent from An Endophytic Phomopsis Sp. Tetrahedron 14, p. hal 3969-3978. Ilyas, M. 2007. Isolasi dan Identifikasi Mikroflora Kapang pada Sampel Serasah Daun Tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah. Jurnal Biodiversitas Vol. 8 (2), p.105-110. Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2011. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Salemba Medika. Judoamidjojo M, Darwis AA, dan Sa’id EG. 1990. Teknologi Fermentasi. Bogor : PAU-Bioteknologi IPB, p. 50-52.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Khotimah, Fiqi Khusnul. 2010. Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri Minyak Atisiri Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum). Skrispsi. Jakarta : Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Jakarta. Kusumangingtyas E, M. Natasia, dan Darmono. 2010. Potensi Metabolit Kapang Endofit Rimpang Lengkuas Merah dalam Menghambat Pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan Media Fermentasi Potato Dextrose Broth (PDB) dan Potato Dextrose Yeast (PDY). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Jakarta : Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Labeda, DP. 1990. Isolation Biotechnologic Organism from Nature. New York : McGraw-Hill Publishing Company. Lorian, V. 1980. Antibiotics in Laboratory Medicine 2th Edition. London : Wiliams and Wilkins, p. 510-515. Mariana C, Buta E, Hort D. 2012. Medinilla : An Exotic and Attractive Indoor Plant With Great Value. Journal of Horticulture, Forestry and Biotechnology Vol.16 (2), p. 9-12. Niswah, Lukluwatun. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Menggunakan Metode Difusi Cakram. Skrispsi Sarjana Farmasi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Nurhidayah, Uswatun H, dan Idramsa. 2014. Pengaruh Ekstrak Metabolit Sekunder Jamur Endofit Tumbuhan Cotylelobium melanoxylon dalam Menghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Medan : Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan. Nurul, Mukaromah. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Beberapa Fraksi dari Ekstrak Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) dengan Metode Bioautografi. Skripsi Sarjana Farmasi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Okeke MI, Iroegbu CU, Eze EN, Okali AS, Esimone CO. 2001. Evaluation of Extracts of The Root of Landolphia owerrience for Antibacterial Activity. Journal Ethnopharmacol Vol. 78 : 119-127. Pelczar, Michael J dan E.C.S. Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I. Jakarta : UI Press, p. 489-493.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Petrini O, T.N. Sieber, L. Toti dan O. Viret. 1992. Ecology Metabolite Production and Substrate Utilization in Endophytic Fungi. Natural Toxins 1, p. 185196. Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : EGC, p.22-32, 38-43, 188-192. Priharta, Antonius Alfian Yuan Dias. 2008. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Endofit dalam Batang Tanaman Artemisia annua L. yang Diuji Potensi Antibakterinya Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi Sarjana Farmasi. Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, p. 31, 33. Prihatiningtias, W. 2005. Senyawa Bioaktif
Fungi Endofit Akar kuning
(Fibraurea chloroleuca Miers) Sebagai Senyawa Antimikroba. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta. Prihatiningtias, W. 2006. Mikroba Endofit Sumber Penghasil Antibiotik Yang Potensial. Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM. Prihatiningtias W, Mae SHW. 2005. Prospek Mikroba Endofit Sebagai Penghasil Senyawa Bioaktif. Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Purwanto. 2014. Isolasi Bakteri Endofit dari Tanaman Sirih Hijau (Piper bettle L.) dan Potensinya sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan IPB, p. 54. Rachmayani, Renita. 2008. Skrining Kapang Endofit Penghasil Antimikroba dan Antioksidan dari Ranting dan Daun Tanaman Garcinia Mangostana. Skripsi Sarjana Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 31-34. Radji, Maksum, Atiek S, Renita R, dan Berna E. 2011. Isolation of Fungal Endophytes from Garcinia Mangostana and Their Antibacterial Activity. African Journal of Biotechnology Vol. 10 (1). Depok : Laboratory of Microbiology and Biotechnology, Departement of Pharmacy, Faculty of Mathematics and Sciences, p. 104. Radji, Maksum. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. 2 (3), p. 113126. Depok : Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Departemen Farmasi FMIPA-UI.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahman MA, Ahsan T, Islam S. 2010. Antibacterial and Antifungal Properties of Methanol Extract from The Stem of Argyreia argentea. Bang. Journal Pharmacol Vol. 5 : 41-44. Ramadhan, M. Gama. 2011. Skrining dan Uji Aktivitas Penghambatan αGlukosidase dari Kapang Endofit Daun Johar (Cassia siamea Lamk). Skripsi Sarjana Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 17-18, Rante H, Burhanuddin T, Soendaria I. 2013. Isolasi Fungi Endofit Penghasil Senyawa Antimikroba dari Daun Cabai Katokkon (Capsicum annumm L var. chinensis) dan Profil KLT Bioautografi. Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 17 (2). Makassar : Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, p. 39-41. Rustanti, Mirna. 2007. Isolasi dan Seleksi Kapang Endofit Penghasil Antimikroba pada Akar Tanaman Sesoot (Garcinia picrorrhiza Miq.). Skripsi Sarjana Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 23-27, 28. Salle AJ, 1961, Fundamental Principle of Bacteriologi 5th Edition. New York : MC Graw Hill Book Company Inc. Setiabudy, R. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p. 571. Sholikah, Umi dan Nengha DK. 2014. Uji Potensi Genera Bacillus sebagai Bioakumulator Merkuri. Surabaya : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Simarmata R, S. Lekatompessy S, dan H. Sukiman. 2007. Isolasi Mikroba Endofitik dari Tanaman Obat Sambung Nyawa (Gynura procumbens) dan Analisis Potensinya Sebagai Antimikroba. Berkas Penelitian Hayati. Bogor : Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan, LIPI, p. 85-90. Sinaga E, Noverita, Dinah F. 2009. Daya Antibakteri Jamur Endofit yang Diisolasi dari Daun dan Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga Sw.). Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 (4). Pasar minggu : Fakultas Biologi Universitas Nasional, p. 161-164. Singelton P, dan Diana S. 1981. Introduction to Bacteria : For Student In the Biological Science. New York, p. 140-159. Siswandono, S.B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University Press.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sjahrurachman A, W. Kumala dan T. Nurjadi. 1999. Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Golongan Kuinolon dan Sefalosporin. CDK 124, p. 17-20. Sleigh JD, Timbury MC. 1994. Notes on Medical Bacteriology. Tokyo : Chruchill Livingstone, p. 42-44, 59-65, 76-83. Strobel GA. 2002. Microbial Gifts from Rain Forests. Can. J. Plant Panthol, p. 24. Strobel GA, Miller RV, Condron MM, Teplow DB, Hess WM. 1999. Cryptocandin,
A
Potent
Antimycotic
from
Endophytic
Fungus
Cryptosporiopsis Quercina. Mikrobiologi. 145, p. 1919-1926. Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their Natural Product. Microbiology and Molecular Biology Review : 67(4), p. 491-502. Sugijanto, Noor EN, Beatrice Y, Made NK, Noor CZ. 2014. Aktivitas Antimikroba dan Analisis KLT-Densitometri Metabolit Fraksi-Fraksi Esktrak Endofit dari Aglaia odorata. Berkala Ilmiah Farmasi, Vol. 3 (1). Surabaya : Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Sumampouw M, Robert B, Henoch A, Jimmy P. 2010. Uji Antibakteri Jamur Endofit Akar Bakau Rhizospora stylosa Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Sam ratulangi : Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran, p. 2-3. Sunariasih, Ni Putu Linda., I Ketut Suada, Ni Wayan Suniti. 2014. Identifikasi Jamur Endofit dari Biji Padi dan Uji Daya Hambatnya terhadap Pyricularia oryzae Cav. E-Jurnal Agroteknologi Tropika Vol.3 (2). Denpasar : Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Syahrurahman A, et al. 1992. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara, p. 1-5, 37-38, 50-52, 79-105, 272-282. Tan, RX and WX Zou. 2001. Endophytes : A Rich Source of Functional Metabolites. Nat Prod. Rep. 18, p. 448-459. Valgas C, de Souza SM, Smania EF, Smania A. 2001. Screening Method to Determine Antibacterial Activity of Natural Prodcut. Brazilian Journal of Microbiology. Vol. 34, p. 369-380. Volk and Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid 2 Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Wahyudi, P. 1997. Isolasi Mikroorganisme Endofitik Tanaman Tropis Indonesia. Jakarta : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, p. 1-3. Wibowo HA, Wasino & Dewi LS. 2012. Kearifan Lokal dalam Menjaga Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus). Journal of Edocational Social Studies Vol.1 (1), p. 2530. Yulia, Prima Roza. 2005. Isolasi dan Seleksi Kapang Endofit Penghasil Antimikroba pada Beberapa Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Skripsi Sarjana Ekstensi Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 15-17, 35. Zang HW, Song YC, dan Tan RX. 2006. Nat. Prod. Rep, p. 23, 7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian
Sampling Tanaman Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
Sterilisasi Permukaan
Isolasi Kapang Endofit
Pemurnian Kapang Endofit
Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Fermentasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Identifikasi Bakteri Uji
Uji Aktivitas Antibakteri
Peremajaan
Pembuatan Kurva
Uji
Bakteri Uji
Pertumbuhan Bakteri Uji
Antibakteri
76
Lampiran 2. Determinasi Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
Lampiran 3. Bagan Kerja Isolasi Kapang Endofit
Dicuci dibawah air mengalir selama 10 menit Etanol 70% 1 menit
Daun Parijoto (berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan)
Aquades steril 3-5 detik
Etanol 70% 0,5 menit
NaOCl 5 menit
Kertas saring
Keringkan di atas kertas saring steril
Aquades bilasan terakhir 1 mL diisolasi ke PDA sebagai kontrol pada cawan yang berbeda
Dipotong 1x1 cm2 dengan gunting steril (dilakukan kalibrasi dengan menggunakan pemggaris)
Media PDA diinkubasi 14 hari pada suhu ruang
Lampiran 4. Bagan Kerja Pemurnian Kapang Endofit
Inokulasi sedikit hifa dg ose steril dari setiap koloni yang berbeda
Pindahkan ke dalam media PDA (dikerjakan duplo : working culture dan stock culture)
Inkubasi 5 hari pada suhu ruang
;
Inkubasi 5 hari pada suhu ruang
Tiap koloni yang tumbuh dipindahkan ke PDA miring (dikerjakan duplo : working culture dan stock culture)
Lampiran 5. Bagan Kerja Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Biakan bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae dalam NB dipipet 0,1 mL ke dalam media NA (biakan bakteri dibuat menggunakan kurva pertumbuhan)
Media NA yang berisi bakteri uji disebar secara merata dengan menggunakan batang L
Isolat kapang endofit dalam media PDA diambil dengan cork borer
Amati zona hambat yang terbentuk
Isolat kapang endofit dipindahkan ke dalam media NA yang berisi bakteri uji. Diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari
Lampiran 6. Bagan Kerja Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri Karakterisasi Kapang Endofit
Karakterisasi Makroskopik warna dan permukaan koloni tekstur lingkaran-lingkaran konsentris warna balik koloni (reverse color) tetes eksudat diameter pertumbuhan koloni kapang (cm/hari)
Karakterisasi Mikroskopik
Bagian hifa kapang ukuran 1 x 1 cm2 dipindahkan ke bagian pinggir pada PDA, diletakkan pada kaca objek dan ditutup dengan cover glass Preparat ditempatkan pada petri steril berisi sedikit air. Diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop perbesaran cahaya 400 kali (meliputi sekat hifa, pertumbuhan hifa, warna hifa, bentuk dan ornamentasi spora)
Lampiran 7. Bagan Kerja Fermentasi Kapang Endofit
Koloni kapang yang murni dan berpotensi sebagai antibakteri diambil dengan cork borer sebanyak 3 potongan isolat
Inokulasi ke dalam 200 mL PDY
Inkubasi secara kultur diam suhu ruang selama 14 hari
Supernatan Sentrifugasi 3000 rpm selama 15 menit Biomassa Larutan uji
Supernatan diambil
Lampiran 8. Bagan Kerja Identifikasi Bakteri Uji Identifikasi Makroskopik : mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni meliputi : bentuk, warna, dan bagian tepi koloni Identifikasi Mikrokskopik
Bakteri uji
Preparat dioleskan bakteri setipis mungkin dan difiksasi di atas api
Teteskan kristal violet biarkan selama 1 menit
Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
Teteskan dengan etanol 96% selama 30 detik, lalu dicuci dengan air mengalir
Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
Teteskan lugol biarkan selama 1 menit
Teteskan safranin 10-30 detik
Cuci dengan air mengalir dan keringkan diatas kertas saring
Amati dengan mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali (pengamatan : bentuk dan warna sel)
Lampiran 9. Bagan Kerja Peremajaan Bakteri Uji
Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 25922, dan Shigella dysenteriae ATCC 13313
Satu ose bakteri uji diinokulasi ke dalam NA miring
Inkubasi suhu 35°C selama 24 jam
Lampiran 10. Bagan Kerja Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Biakan bakteri uji pada NA miring ditambahkan 5 mL NaCl
Sebanyak 0,1% (v/v) suspensi bakteri dimasukkan ke dalam 100 mL NB
Absorbansi bakteri pada menit ke-0 (t0) diukur pada panjang gelombang 600 mm
Setiap interval 30 menit dilakukan pengukuran absorban.
Media NB diinkubasi pada pengocokan 120 rpm pada suhu 37°C
Lampiran 11. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri
Biakan bakteri uji dalam NB dipipet sebanyak 1 mL
Biakan bakteri uji dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan MHA ± 10 mL
Suspensi bakteri digoyangkan perlahan (10 kali ke kanan dan 10 kali ke kiri) agar suspensi tersebar merata pada media
Cakram dibiarkan kering di udara
Cakram dan kontrol positif (kloramfenikol) diletakkan secara aseptis ke dalam MHA yang berisi bakteri uji
Larutan uji kapang endofit dan kontrol negatif (aquades steril) dipipet sebanyak 20 µL dan diserap pada cakram steril
Media diinkubasi 24 jam pada suhu 35°C
Lampiran 12. Hasil Fermentasi Kapang Endofit
Amati zona hambat yang terbentuk dan diukur dengan jangka sorong
Fermentasi Kapang Endofit (hari ke-14)
DPU 1
DPU 3
DPU 4
DTE 1
Hasil Sentrifugasi
DTE 3
DTU 1
DTU 4
DTU 6
DTU 7
DTU 9
Lampiran 13. Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji Jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
S. aureus B.subtilis 0,001 0,002 0,005 0,002 0,014 0,006 0,066 0,009 0,198 0,021 0,404 0,065 0,821 0,163 1,022 0,294 1,142 0,434 1,191 0,633 1,485 0,474 1,479 0,621 1,769 0,830 2,122 0,855 1,946 1,132 2,083 0,156 1,839 1,776 1,911 1,893 1,956 1,978 1,946 1,981 1,958 1,944
E.coli 0,007 0,012 0,055 0,203 0,402 0,542 0,624 0,689 0,806 0,884 1,056 1,160 1,470 1,647 1,895 1,973 2,053 2,086 2,072 2,058 2,057 2,033 2,033
S. dysenteriae 0,003 0,007 0,017 0,037 0,088 0,226 0,402 0,579 0,757 0,891 0,892 0,976 0,956 0,990 1,229 1,581 1,631 1,692 1,744 1,731 1,786 1,780 1,797
Lampiran 14. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit
a. Isolat DPU 1, DPU 3, dan DPU 4 Staphylococcus aureus
Bacillus subtilis
+ +
DPU 1
DPU 1
-
-
DPU 3
DPU 3
DPU 4
DPU 4
Escherichia coli
Shigella dysenteriae
+ DPU 1
DPU 3
DPU 4
-
DPU 1
+
DPU 4 4
DPU 3
DPU 4
-
b. Isolat DTE 1, DTU 1, dan DTU 6 Staphylococcus aureus DTE 1 1
Bacillus subtilis
-
+
DTU 1 61161
+
DTU 1 61161
-
DTU 6 161
DTU 6 161
Escherichia coli DTE 1 1
DTE 1 1
Shigella dysenteriae
+
DTU 1 61161
+
DTE 1 1
-
DTU 1 61161
DTU 6 161
DTU 6 161
c.
Isolat DTE 3, DTU 4, DTU 7, dan DTU 9 Staphylococcus aureus
Bacillus subtilis
DTU 7
DTU 7
DTU 9 97161
-
+
DTU 9 97161
DTE 3 97161
+
-
DTE 3 97161
DTU 4
DTU 4 DTU 4
Escherichia coli
Shigella dysenteriae
DTU 7
DTU 7
DTU 9 97161
-
+
DTU 9 97161
DTE 3 97161
+
-
DTE 3 97161
DTU 4
DTU 4