i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA BAKAR EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS JEPANG (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY
SKRIPSI
TITIS MAWARSARI 1111102000021
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA OKTOBER 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA BAKAR EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS JEPANG (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
TITIS MAWARSARI 1111102000021
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA OKTOBER 2015
iii
iv
v
vi
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Titis Mawarsari : Farmasi : Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley
Kasus luka bakar fase akut merupakan suatu bentuk kasus trauma kritis dengan angka mortalitas tinggi, belum tentu dijumpai pada kasus trauma lainnya. Oleh sebab itu, luka bakar dihadapkan pada kompleksitas permasalahan yang memerlukan perhatian secara khusus. Umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) diketahui mengandung senyawa-senyawa yang berperan dalam penyembuhan luka seperti alkaloid, steroid, flavonoid, tanin, fenol, triterpenoid, saponin dan glikosida. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemberian ekstrak umbi talas jepang terhadap penyembuhan luka bakar. Ekstrak dibuat dengan maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan krim Lanakeloid-E®, kelompok kontrol negatif yang diberikan basis krim dan 3 kelompok uji konsentrasi yang diberikan krim ekstrak dengan konsentrasi yang bervariasi (1%, 5% dan 25%). Metode pembuatan luka bakar derajat dua menggunakan metode Akhoondinasab. Pemberian krim ekstrak dilakukan sebanyak dua kali sehari selama 21 hari. Parameter yang diamati meliputi penurunan luas luka bakar, persentase penyembuhan luka, keberadaan sel radang dan makrofag, serta neokapilerisasi. Hasil analisis statistik uji Paired-Samples T Test menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) terhadap luas luka awal dan luas luka akhir. Hasil analisis statistik uji One-Way ANOVA menunjukkan bahwa krim ekstrak umbi talas jepang dengan 3 konsentrasi berbeda menunjukkan efek penurunan luas luka bakar dan peningkatan persentase penyembuhan luka bakar yang tidak berbeda signifikan dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Krim ekstrak etanol umbi talas jepang dapat memicu keberadaan sel radang dan makrofag serta neokapilerisasi. Krim ekstrak etanol umbi talas jepang dapat membantu dalam proses penyembuhan luka bakar derajat dua pada fase inflamasi dan proliferasi. Kata Kunci : Umbi talas jepang, Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum, krim ekstrak etanol, luka bakar.
vii
ABSTRACT Name Major Title
: Titis Mawarsari : Pharmacy : Study of Burn Wound Healing Activity using Ethanolic Extracts of Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum Tuber in White Male Rats (Rattus norvegicus) Sprague Dawley Strain
The acute phase of the burns case is a form of critical trauma with a number of high mortality, which is not necessarily found in other trauma cases. Therefore, burn wounds is facing the complexity of problems that need particular attention. Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum tubers are known to contain compounds that play a role in wound healing such as steroid, alkaloid, flavonoid, tannin, phenol, triterpenoid, saponin and glycoside. The aim of this research is to examine the granting of Japanese taro tuber extracts toward the healing of burns. The extract is made by maceration using solvent ethanol 96%. This research uses white male rats who were divided into 5 groups, the positive control group was given a Lanakeloid-E® cream, the negative control group was given a base cream and 3 groups of test concentration were given the extracts cream with varying concentrations (1%, 5% and 25%). The method of making a second degree burn wound was the Akhoondinasab method. The extracts cream were applied twice a day for 21 days. The observed parameters include extensive burns, percentage of wound healing, the presence of macrophages, inflammation cell and new formed capillaries. The results of the statistical analysis Paired Samples T Test shows a significant difference towards the early and end wound. The results of the statistical analysis One-Way ANOVA test indicates that the extracts cream of tubers with 3 different concentrations indicates that the decreasing extensive burns and increasing percentage of wound healing effects where the burns did not differ significantly with the positive and negative controls. Ethanolic extract cream of the Japanese taro tubers can help trigger the presence of macrophages, inflammation cell and new formed capillaries. Ethanolic extract cream of the Japanese taro tubers can help in the second degree burns healing process at the inflammatory and proliferation phase. Keywords: Taro tuber, Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum, ethanolic extracts cream, burn wound.
viii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji, puja dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, ridho, karunia dan hidayah-Nya yang telah melimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya. Dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menyampaikan terima kasih yang tulus kepada: 1. Ibu Dr. Azrifitria, M. Si., Apt dan Bapak Syaikhul Aziz, M. Si., Apt selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Umar Mansur, M. Sc., Apt, Ibu Eka Putri, M. Si., Apt, Bapak Yardi, Ph. D., M. Si., Apt dan Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, M. Si., Apt selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan evaluasi dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Arief Sumantri, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Yardi, Ph. D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Bapak Suwarno dan Ibu Susy Adriyani yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materi, serta kasih sayang dan do’a yang tiada henti. 6. Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
ix
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak membantu dalam proses berlangsungnya penelitian ini. 9. Sahabat-sahabatku Nurhabiba Edriana, Santi Kurnia Dewi, Batari Wulanning Dyah Sidi, Qurry Mawaddana, Ageng Hasna Fauziyah, Sumiati, Eka Lestari Sitepu, Dina Adlina Amu, Khoirunnisa Robbani yang telah memberikan semangat dan pengalaman yang indah selama pendidikan perkuliahan. 10. Teman seperjuangan yang berjuang bersama dalam proses berlangsungnya penelitian ini, Nurhayati Nasution dan Athiyah Baharmi. 11. Teman-teman Farmasi angkatan 2011 yang sama-sama berjuang menyelesaikan pendidikan perkuliahan. 12. Teman-teman Farmasi 2011 AC yang tidak membuat penulis menyesal telah menjadi bagian dari kalian. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata, penulis berdo’a semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.
Ciputat, 2 Oktober 2015
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................v ABSTRAK ............................................................................................................ vi ABSTRACT ......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xv BAB 1. PENDAHULUAN .....................................................................................1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah ...............................................................................2 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................3 1.4. Hipotesis .............................................................................................3 1.5. Manfaat Penelitian ..............................................................................3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................4 2.1. Tanaman Talas ....................................................................................4 2.1.1. Klasifikasi Ilmiah ......................................................................5 2.1.2. Nama Lain.................................................................................5 2.1.3. Morfologi Tanaman ..................................................................6 2.1.4. Habitat Tanaman .......................................................................6 2.1.5. Aktivitas Biologi .......................................................................6 2.2. Tinjauan Hewan Percobaan ................................................................7 2.2.1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) .............................7 2.2.2. Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) .................................7 2.3. Luka Bakar ........................................................................................10 2.3.1. Klasifikasi Luka Bakar ...........................................................10 2.3.2. Luas Luka Bakar .....................................................................12 2.3.3. Faktor yang Berperan..............................................................13 2.3.4. Patofisiologi Luka Bakar ........................................................13 2.3.5. Proses Penyembuhan Luka Bakar...........................................15 2.4. Kulit ..................................................................................................21 2.4.1. Anatomi Kulit .........................................................................21 2.4.2. Fisiologi Kulit .........................................................................23 2.5. Metode Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut ..............................24 2.5.1. Cara Dingin .............................................................................24 2.5.2. Cara Panas...............................................................................25 BAB 3. METODE PENELITIAN .......................................................................26 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................26 3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................26 3.2.1. Alat Penelitian.........................................................................26 3.2.2. Bahan Penelitian .....................................................................26
xii
3.2.3. Hewan Uji ...............................................................................27 3.3. Rancangan Penelitian ........................................................................27 3.4. Kegiatan Penelitian ...........................................................................28 3.4.1. Pemeriksaan Simplisia ............................................................28 3.4.2. Penyiapan Simplisia ................................................................28 3.4.3. Pembuatan Ekstrak .................................................................28 3.4.4. Skrining Fitokimia Ekstrak .....................................................29 3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik ....................32 3.4.6. Pembuatan Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang .............33 3.4.7. Evaluasi Sediaan Krim............................................................34 3.4.8. Persiapan Hewan Uji ..............................................................34 3.4.9. Pembuatan Luka Bakar ...........................................................34 3.4.10. Eksisi Jaringan Kulit Tikus ...................................................34 3.4.11. Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus ......35 3.4.12. Pengamatan Preparat Histopatologi ......................................36 3.4.13. Analisis Statistik ...................................................................36 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................37 4.1. Hasil Penelitian .................................................................................37 4.1.1. Determinasi Tanaman .............................................................37 4.1.2. Ekstraksi Tanaman ..................................................................37 4.1.3. Hasil Penapisan Fitokimia ......................................................37 4.1.4. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik ..........38 4.1.5. Hasil Evaluasi Sediaan Krim ..................................................39 4.1.6. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus .....................................39 4.1.7. Hasil Pengukuran Penurunan Luas Luka Bakar .....................40 4.1.8. Hasil Pengamatan Fisiologis Luka Bakar Derajat Dua ..........43 4.1.9. Hasil Pengukuran Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7 .........45 4.1.10. Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi ............................46 4.2. Pembahasan.......................................................................................49 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................58 5.1. Kesimpulan .......................................................................................58 5.2. Saran .................................................................................................58 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................60
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Umbi C. esculenta var. esculenta dan var. antiquorum .........................5 Gambar 2. Potongan Kulit Normal Manusia dan Kedalaman Luka Bakar ............12 Gambar 3. Diagram Rule of Nines dari Wallace untuk dewasa .............................12 Gambar 4. Anatomi Kulit Tikus ............................................................................22 Gambar 5. Grafik Rerata Pengukuran Berat Badan Tikus .....................................40 Gambar 6. Grafik Rerata Persentase Penyembuhan Luka Bakar ...........................42 Gambar 7. Grafik Rerata Ketebalan Epitel Pada Preparat .....................................45 Gambar 8. Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari Ke-7 ...........................47
xiv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Data Biologis Tikus (Sprague Dawley Rat)..........................................9 Tabel 2.2. Tabel Lund & Browder .........................................................................12 Tabel 3.1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Pemberian Perlakuan 27 Tabel 3.2. Formula Basis Krim ..............................................................................33 Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ............38 Tabel 4.2. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik ........................38 Tabel 4.3. Hasil Evaluasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ........39 Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus ...................................................39 Tabel 4.5. Rerata Penurunan Luas Luka Bakar dan Persentase Penyembuhan .....41 Tabel 4.6. Hasil Pengamatan Visual Rerata Fisiologis Luka Bakar Derajat Dua ..44 Tabel 4.7. Hasil Penilaian Parameter Pada Preparat Hari Ke-7 .............................48 ®
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Alur Penelitian ...................................................................................66 Lampiran 2. Determinasi Tanaman ........................................................................67 Lampiran 3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ........68 Lampiran 4. Pengamatan Rerata Fisiologis Luka Bakar ........................................71 Lampiran 5. Tahapan Pengukuran Luas Luka Bakar .............................................73 Lampiran 6. Data Luas Luka Bakar .......................................................................75 Lampiran 7. Data Hasil Pengukuran Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7 ...........77 Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7 ...........78 Lampiran 9. Hasil Analisis Statistik Luas Luka Bakar Derajat Dua .....................82 Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar .......89
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Saat terjadi kontak dengan sumber termis (atau penyebab lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari jaringan sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan (Moenadjat, 2009). Panas yang mengenai tubuh tidak hanya mengakibatkan kerusakan lokal tetapi memiliki efek sistemik. Perubahan ini khusus terjadi pada luka bakar dan umumnya tidak ditemui pada luka yang disebabkan oleh cedera lainnya (Tiwari, 2012). Prinsip penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara lain mencegah infeksi sekunder, memacu pembentukan jaringan kolagen dan mengupayakan agar sisa-sisa sel epitel dapat berkembang sehingga dapat menutup permukaan luka. Proses penyembuhan luka bakar dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka bakar sampai hari ketujuh, fase proliferasi berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga dan fase maturasi dapat berlangsung berbulan-bulan kemudian dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap (Sjamsuhidajat dan Jong, 1997). Meskipun terdapat kemajuan yang luar biasa dalam industri obat farmasi, ketersediaan obat yang mampu merangsang proses perbaikan luka masih terbatas (Udupa et al., 1995). Pengobatan tradisional banyak dilakukan karena lebih murah, lebih mudah didapat, dan efek samping yang rendah (Kumar et al, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Tanaman talas sudah tidak asing di Indonesia. Namun, mungkin tak banyak masyarakat yang mengenal jenis talas jepang atau satoimo. Varietas talas dengan nama latin Colocasia esculenta var. antiquorum ini berbeda dengan talas biasa (Kartini P.S., 2009). Daun tanaman ini berkhasiat sebagai antidiabetes (Deshmukh T.A. et al, 2010). Tangkai daunnya berpotensi sebagai antiinflamasi (Murakami et al, 2005). Subhash et al (2012) melaporkan kandungan dari ekstrak umbi Colocasia esculenta dengan enam pelarut berbeda (petroleum eter, benzen, kloroform, methanol, etanol dan air) positif mengandung alkaloid, steroid, flavonoid, tanin, fenol, triterpenoid, saponin dan glikosida. Senyawa yang berperan pada proses penyembuhan luka diantaranya, alkaloid sebagai antibakteri (Robinson, 1991 dalam Wijaya dkk, 2014), flavonoid sebagai antiinflamasi dan antibakteri (Anggraini, 2008; Siregar, 2011), saponin sebagai antiseptik (Robinson, 1995), tanin dan triterpenoid sebagai antioksidan (Robinson, 1995). Pendekatan secara ilmiah Colocasia esculenta untuk penyembuh luka didasarkan pada kandungan beberapa senyawa pada ekstrak umbi yang berpotensi sebagai penyembuh luka. Informasi tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan memanfaatkan umbi talas jepang yang terdapat sekitar 15 atau 20 buah umbi dalam satu tanaman (Wang, 1983), untuk mempercepat penyembuhan luka bakar pada tikus putih. Pemilihan bagian umbi dikarenakan masih sangat minimnya penelitian dengan menggunakan umbi talas jepang dibandingkan dengan daunnya.
1. 2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak umbi talas jepang (Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) secara topikal terhadap penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley?
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
1. 3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini diantaranya: Untuk mengkaji pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang secara topikal (Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) terhadap penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley.
1. 4
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini diantaranya: 1. Pemberian secara topikal ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) dapat menurunkan luas luka bakar derajat dua dan memberikan perubahan secara visual pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley. 2. Pemberian secara topikal ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) dapat meningkatkan pertumbuhan jaringan re-epitelisasi pada hari ke-7 terhadap luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley. 3. Pemberian secara topikal ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) dapat meningkatkan infiltrasi sel radang dan makrofag terhadap luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley.
1. 5
Manfaat Penelitian Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai khasiat umbi talas jepang dalam membantu menyembuhkan luka bakar derajat dua dan dapat memberikan informasi dalam pengembangan ilmu bedah yang digunakan dalam pengobatan luka bakar untuk membantu dalam memperbaiki jaringan setelah pembedahan dan membantu mencegah berkembangnya infeksi luka.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2. 1
Tanaman Talas Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) merupakan tanaman herba perenial yang termasuk dalam famili Araceae, C. esculenta yang dikelompokkan menjadi dua varietas, yaitu C. esculenta var. esculenta (dasheen) dan C. esculenta var. antiquorum (eddoe). Talas dasheen memiliki umbi yang besar, sedangkan talas eddoe atau sering disebut talas satoimo memiliki umbi yang kecil dengan banyak anak umbi di sekitarnya. Beberapa sumber menyebutkan bahwa talas berasal dari daerah di Asia Selatan (India) atau Asia Tenggara (Malaysia), lalu menyebar ke Cina, Jepang, daerah Asia Tenggara lainnya, Kepulauan Pasifik, Afrika Barat, dan beberapa daerah di kawasan Caribia melalui migrasi penduduk (Onwueme, 1999). Menurut Purseglove (1992), talas eddoe terbentuk setelah mengalami perkembangan dan seleksi saat ditanam di Cina dan Jepang. Di Indonesia talas dapat dijumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan, baik liar maupun budidaya (Fitriani, 2013). Jenis talas satoimo saat ini sedang gencar dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia karena potensi pasar ekspor untuk talas ini sangat besar, terutama di negara Jepang yang setengah dari jumlah penduduknya mengkonsumsi talas satoimo sebagai makanan pokok (Pudjiatmoko, 2008). Pada tahun 2006, Indonesia pernah mengekspor talas jepang sebanyak 25 ton ke Jepang (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2013).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
Gambar 1. (A) Umbi C. esculenta var. esculenta dan (B) C. esculenta var. antiquorum (Deo et al, 2009)
2. 1. 1
Klasifikasi Ilmiah (Koawara, 2013) Tanaman talas jepang secara taksonomi mempunyai klasifikasi ilmiah sebagai berikut :
2. 1. 2
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Arales
Famili
: Araceae
Genus
: Colocasia
Species
: Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum
Nama Lain Talas memiliki berbagai nama umum di seluruh dunia, yaitu taro (English); alavi, patarveliya (Gujarati); arvi, kachalu (Hindi); alu (Marathi); alupam, alukam (Sanskrit); dan sempu (Tamil) (Prajapati, 2011), old cocoyam, abalong, taioba, keladi, satoimo, tayoba, dan Yutao (Koawara, 2013).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
2. 1. 3
Morfologi Tanaman Tanaman talas mempunyai sistem perakaran serabut, liar dan pendek. Umbi mempunyai jenis bermacam-macam. Umbi dapat mencapai 4 kg atau lebih, berbentuk silinder atau bulat, berukuran 30 cm x 15 cm, berwarna cokelat. Daunnya berbentuk perisai atau hati, lembaran daunnya 20-50 cm panjangnya, dengan tangkai mencapai 1 m panjangnya, warna pelepah bermacam-macam. Pembungaan terdiri atas tongkol, seludang dan tangkai. Bunga jantan dan bunga betina terpisah berada di bawah, bunga jantan di bagian atasnya dan pada puncaknya terdapat bunga mandul. Bunga bertipe buah buni, bijinya banyak, berbentuk bulat telur dan panjangnya 2 mm (Telaumbanua, 2005).
2. 1. 4
Habitat Tanaman Di Indonesia tanaman talas dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai dataran tinggi yang berketinggian ± 1300 meter di atas permukaan laut. Lingkungan tumbuh yang ideal untuk tanaman talas bersuhu 21-27⁰C dengan kelembaban udara 50-90%, mendapat sinar matahari langsung dan bercurah hujan 240 mm/tahun. Di daerah yang berketinggian ± 250 meter di atas permukaan laut dan beriklim basah sehingga dapat tumbuh dengan baik dan berkualitas prima (Rukmana, 1998).
2. 1. 5
Aktivitas Biologi C. esculenta Linn. (Famili: Araceae) adalah tanaman terna tahunan dengan sejarah penggunaan yang panjang dalam pengobatan tradisional dibeberapa negara diseluruh dunia, khususnya di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini telah dikenal sejak zaman dahulu akan sifat pengobatannya dan telah dimanfaatkan sebagai pengobatan berbagai penyakit seperti asma, arthritis, diare, pendarahan internal, gangguan neurologis, dan gangguan kulit (Prajapati et al., 2011). Prajapati et al. (2011) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun Colocasia esculenta Linn. memiliki efek farmakologis seperti sifat hipoglikemik,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
antifungi, antikanker, hipolipidemik, antiinflamasi dan penguat syaraf. Selain itu Kubde et al. (2010) menyimpulkan bahwa semua tanaman Colocasia esculenta diselidiki ditemukan aktif sebagai anthelmintik tradisional. Seong Wei et al, (2008) juga melaporkan bahwa daun Colocasia
esculenta
memberikan aktivitas
antibakteri
terhadap
Citrobacter freundii, Vibrio alginolyticus, Vibrio cholerae, dll.
2. 2. 2. 2. 1.
Tinjauan Hewan Percobaan Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Menurut Krinke (2000) klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut:
2. 2. 2.
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Mammalia
Order
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Rattus
Species
: Rattus norvegicus
Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun dengan lama produksi 1 tahun.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar diantara galur yang lain. Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galur-galur tersebut antara lain: Wistar, Sprague Dawley, Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Smith, 1998). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
Tabel 2.1. Data Biologis Tikus (Sprague Dawley® Rat) Lama hidup
2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun
Lama produksi ekonomis Lama hamil
1 tahun
Umur dewasa
40-60 hari
Umur dikawinkan
8-10 minggu (jantan dan betina)
Siklus kelamin
Poliestrus
Siklus estrus
4-5 hari
Lama estrus
9-20 jam
Perkawinan
Pada waktu estrus
Ovulasi
8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan
Fertilisasi
7-10 jam sesudah kawin
Implantasi
5-6 hari sesudah fertilisasi
Berat dewasa
300-400 g jantan; 250-300 g betina
Suhu (rektal)
36-39oC (rata-rata 37,5oC)
Pernapasan
Konsumsi Oksigen
65-115/menit, turun menjadi 50 dengan anestesi, naik sampai 550 dalam stress 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan anestesi, naik sampai 150 dalam stress 90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi 80 sistol, 55 diastol dengan anestesi 1,29-2,68 ml/g/jam
Sel darah merah
67,2-9,6 x 106/µl
Sel darah putih
9,4 ± 3,2 x 103/µl
SGPT
17,5-30,2 IU/liter
SGOT
45,7-80,8 IU/liter
Kromosom
2n=42
Aktivitas
nokturnal (malam)
Konsumsi makanan
15-30 gr/100 gr BB/hari (dewasa)
Konsumsi minuman
20-45 ml/100 gr BB/hari (dewasa)
Denyut jantung Tekanan Darah
20-22 hari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
2. 3
Luka Bakar Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2009). Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dikategorikan sebagai luka bakar termal, radiasi atau luka bakar kimiawi (Effendi, 1999)
2. 3. 1 2. 3. 1. 1
Klasifikasi Luka Bakar (Moenadjat, 2009) Berdasarkan Penyebab a. Luka bakar karena api dan atau benda panas lainnya b. Luka bakar karena minyak panas c. Luka bakar karena air panas d. Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam kuat atau basa kuat e. Luka bakar karena listrik dan petir f. Luka bakar karena radiasi g. Luka bakar karena ledakan (perlu disebutkan penyebab ledakan; misal, ledakan bom, ledakan tabung gas, dsb) h. Trauma akibat suhu sangat rendah
2. 3. 1. 2
Berdasarkan Kedalaman Kerusakan Jaringan (Luka) a. Luka bakar derajat I a) Kerap diberi simbol 1⁰ b) Kerusakan jaringan terbatas pada bagian permukaan (superfisial) yaitu epidermis. c) Perlekatan epidermis dengan dermis (dermal-epidermal junction) tetap terpelihara baik. d) Kulit kering, hiperemik memberikan efloresensi berupa eritema.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
e) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. f) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari. g) Contoh: luka bakar akibat sengatan matahari. b. Luka bakar derajat II, terbagi atas derajat II dangkal dan II dalam. a) Kerap diberi simbol 2⁰ b) Kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis. c) Respon yang timbul berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. c. Luka bakar derajat III a) Kerap diberi simbol 3⁰ b) Kerusakan meliputi seluruh ketebalan kulit (epidermis dan dermis) serta lapisan yang lebih dalam. c) Apendises kulit (adneksa, integumen) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. d) Kulit yang terbakar tampak berwarna pucat atau lebih putih karena terbentuk eskar. e) Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan / kematian. f) Penyembuhan terjadi lama. Proses epithelialisasi spontan baik dari tepi luka (membrana basalis), maupun dari apendises kulit (folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea yang memiliki potensi epithelialisasi) tidak dimungkinkan terjadi karena struktur-struktur jaringan tersebut mengalami kerusakan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Gambar 2. Potongan Kulit Normal Manusia dan Kedalaman Luka Bakar (Moenadjat, 2009)
2. 3. 2
Luas Luka Bakar Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of Nine) yang diprovokasi oleh Wallace; didasari atas perhitungan kelipatan 9, dimana 1% luas permukaan tubuh adalah luas telapak tangan penderita. Pada anak-anak menggunakan tabel dari Lund dan Browder yang mengacu pada ukuran bagian tubuh terbesar pada seorang bayi / anak (yaitu kepala) (Moenadjat, 2009).
Gambar 3. Diagram Rule of Nines dari Wallace untuk Dewasa (Moenadjat, 2009) Tabel 2.2 Tabel Lund & Browder (untuk anak) Usia (tahun) Kepala (muka-belakang) 1 paha (muka-belakang) 1 kaki (muka-belakang)
0 1 5 10 15 9,5 8,5 6,5 5,5 4,5 2,5 3,5 4 4,25 4,5 2,5 2,5 2,75 3 3,25
Dewasa 3,5 4,75 2,5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
2. 3. 3
Faktor yang Berperan (Moenadjat, 2009) 1. Usia Kondisi umum
2. Gender 3. Status gizi 1. Kelainan kardiovaskular
Faktor Penderita
2. Kelainan neurologik Faktor premorbid
3. Kelainan paru 4. Kelainan metabolisme 5. Kelainan ginjal 6. Kelainan psikiatrik 7. Kehamilan
Faktor trauma
1. Luka bakar
1. Gangguan ABC
2. Trauma penyerta
2. Jenis,
luar
&
kedalaman 1. Tatalaksana rumah sakit Tatalaksana
2. Tatalaksana
pra 1. Fase awal (fase akut, fase syok) di 2. Fase selanjutnya
rumah sakit
2. 3. 4
Patofisiologi Luka Bakar Panas yang mengenai tubuh tidak hanya mengakibatkan kerusakan lokal tetapi memiliki efek sistemik. Perubahan ini khusus terjadi pada luka bakar dan umumnya tidak ditemui pada luka yang disebabkan oleh cedera lainnya. Karena efek panas terdapat perubahan sistemik peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke ruang interstisial. Peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma maksimal muncul dalam 8 jam pertama dan berlanjut sampai 48 jam. Setelah 48 jam permeabilitas kapiler kembali normal atau membentuk trombus yang menjadikan tidak adanya aliran sirkulasi darah.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
Hilangnya plasma merupakan penyebab syok hipovolemik pada penderita luka bakar. Jumlah kehilangan cairan tergantung pada luasnya luka bakar (Tiwari, 2012). Peningkatan permeabilitas kapiler secara sistemik tidak terjadi pada luka lainnya. Hanya terdapat reaksi lokal pada lokasi luka karena inflamasi menyebabkan vasodilatasi progresif persisten dan edema. Syok hipovolemik yang terjadi pada trauma lain biasanya karena kehilangan darah dan membutuhkan transfusi segera (Tiwari, 2012). Saat terjadi kontak antara sumber panas dengan kulit, tubuh akan merespon untuk mempertahankan homeostasis dengan adanya proses kontraksi, retraksi dan koagulasi pembuluh darah. Jackson pada tahun 1947 mengklasifikasikan 3 zona respon lokal akibat luka bakar yaitu: a. Zona koagulasi, terdiri dari jaringan nekrosis yang membentuk eskar, yang terbentuk dari koagulasi protein akibat cidera panas, berlokasi ditengah luka bakar, tempat yang langsung mengalami kerusakan dan kontak dengan panas. b. Zona stasis, daerah yang langsung berada diluar disekitar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal, yang beresiko terjadinya iskemia jaringan. Zona ini bisa menjadi nekrosis atau hiperemis, menjadi zona hiperemis jika resusitasi yang diberikan adekuat, atau menjadi zona koagulasi jika resusitasi yang diberikan tidak adekuat. c. Zona hiperemis, daerah yang terdiri dari kulit normal dengan cedera sel yang ringan, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi dan terjadi peningkatan aliran darah sebagai respon cedera luka bakar. Zona ini bisa mengalami penyembuhan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
spontan atau berubah menjadi zona statis (Hettiaratchy dan Dziewulski, 2004). Luka bakar merusak fungsi barier kulit terhadap invasi mikroba serta adanya jaringan nekrotik dan eksudat menjadi media pendukung pertumbuhan mikroorganisme, sehingga beresiko untuk menjadi infeksi. Semakin luas luka bakar, semakin besar resiko infeksi (Hemsley dan Ansermino, 2004). Tidak seperti kebanyakan luka lain, luka bakar biasanya steril pada saat cidera. Panas yang menjadi agen penyebab membunuh semua mikroorganisme pada permukaan. Setelah minggu pertama luka bakar cenderung terinfeksi, sehingga membuat sepsis luka bakar sebagai penyebab utama kematian pada luka bakar. Sedangkan luka lain misalnya luka gigitan, luka tusukan, crush injury dan ekskoriasi terkontaminasi pada saat terjadi trauma dan jarang menyebabkan sepsis secara sistemik (Tiwari, 2012)
2. 3. 5
Proses Penyembuhan Luka Bakar Proses penyembuhan luka bakar mempunyai persamaan dalam fase penyembuhan luka pada umumnya, perbedaannya adalah pada durasi setiap tahap (Tiwari, 2012). Proses penyembuhan luka secara umum merupakan suatu proses yang kompleks, yang melibatkan respon seluler dan biokimia baik secara lokal maupun sistemik (Rohrich dan Robinson, 1999). Pada umumnya, penyembuhan luka dibagi dalam 3 fase yang saling tumpang tindih. Fase awal atau fase inflamasi dimulai segera setelah terjadinya suatu trauma/cidera, dengan tujuan untuk menyingkirkan jaringan mati dan mencegah infeksi.
Fase
kedua
fase
proliferasi,
dimana
akan
terjadi
keseimbangan antara pembentukan parut dan regenerasi jaringan. Fase yang paling akhir merupakan fase yang terpanjang dan hingga saat ini merupakan fase yang paling sedikit dipahami, yakni fase
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
maturasi/remodelling yang bertujuan memaksimalkan kekuatan dan integritas struktur dari luka (Gurtner, 2007). a. Fase inflamasi (lag phase) Fase
inflamasi
dimulai
segera
setelah
terjadinya
trauma/cidera dan umumnya sampai hari ke-5 pasca trauma. Tujuan utama fase ini pada umumnya adalah hemostasis, hilangnya jaringan yang mati dan pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh agen mikrobial patogen (Gurtner, 2007). Perbedaan antara luka bakar dan luka biasa pada fase ini yaitu pada luka bakar tejadi vasodilatasi lokal dengan ekstravasasi cairan dalam ruang ketiga. Dalam luka bakar yang luas, adanya peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan ekstravasasi plasma yang cukup banyak dan membutuhkan penggantian cairan (Tiwari, 2012). Pada
luka
menyebabkan
bakar,
proses
dilepaskannya
koagulasi
faktor
akibat
kemotaktik
panas seperti
kallkireins dan peptida fibrin, sedangkan sel mast melepaskan faktor nekrosis tumor, histamin, protease, leukotriens dan sitokin sehingga terjadi migrasi sel-sel inflamasi. Neutrofil dan monosit merupakan sel pertama yang bermigrasi di lokasi peradangan (Tiwari, 2012). Berbagai
mediator
inflamasi
yakni
prostaglandin,
interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor (TNF), C5a, TGF-β dan produk degradasi bakteri seperti lipopolisakarida (LPS) akan menarik sel netrofil sehingga menginfiltrasi matriks fibrin dan mengisi kavitas luka. Migrasi netrofil ke luka juga dimungkinkan karena peningkatan permeabilitas kapiler akibat terlepasnya serotonin dan histamin oleh sel mast dan jaringan ikat. Netrofil pada umumnya akan ditemukan pada 2 hari pertama dan berperan penting untuk memfagositosis jaringan mati
dan
mencegah
berkepanjangan
infeksi.
merupakan
Keberadaan
salah
satu
netrofil
penyebab
yang utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
terjadinya konversi dari luka akut menjadi luka kronis (Regan dan Barbul, 1994; Gurtner, 2007). Makrofag juga akan mengikuti netrofil menuju luka setelah 48-72 jam dan menjadi sel predominan setelah hari ketiga pasca trauma. Debris dan bakteri akan difagositosis oleh makrofag. Makrofag juga berperan utama memproduksi berbagai growth factor yang dibutuhkan dalam produksi matriks ekstraseluler oleh fibroblas dan pembentukan neovaskularisasi. Keberadaan makrofag oleh karenanya sangat penting dalam fase inflamasi ini (Gurtner, 2007). Pada luka bakar sel-sel inflamasi diatas membantu dalam fagositosis, pembersihan jaringan yang mati dan racun yang dikeluarkan oleh jaringan yang terbakar. Selain melalui proses fagositosis, netrofil dan makrofag juga berperan dalam eliminasi bakteri dengan cara memproduksi dan melepaskan beberapa proteinase dan reactive oxygen species (ROS). ROS melalui sifat radikal bebasnya penting dalam mencegah infeksi bakterial, namun tingginya kadar ROS secara berkepanjangan juga akan menginduksi
kerusakan
sel
tubuh
lainnya.
ROS
juga
mengaktivasi dan mempertahankan kaskade asam arakidonat yang akan memicu ulang timbulnya berbagai mediator inflamasi lagi seperti prostaglandin dan leukotrien, sehingga proses inflamasi akan menjadi berkepanjangan (Lima et al, 2009). Limfosit dan sel mast merupakan sel terakhir yang bergerak menuju luka dan dapat ditemukan pada hari kelima sampai ketujuh pasca trauma. Peran keduanya masih belum jelas hingga saat ini (Gurtner, 2007). Pada akhir fase inflamasi, mulai terbentuk jaringan granulasi yang berwarna kemerahan, lunak dan granuler. Jaringan granulasi adalah suatu jaringan kaya vaskuler, berumur pendek, kaya fibroblas, kapiler dan sel radang tetapi tidak mengandung ujung saraf (Anderson, 2000). Jaringan granulasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
menyediakan lingkungan yang secara metabolik mendukung proses penyembuhan luka. b. Fase proliferasi (fibroplasi, regenerasi) Fase proliferasi berlangsung umumnya mulai hari ke-4. Pada luka bakar superfisial, migrasi keratinosit yang berada pada tepi luka sesungguhnya telah mulai bekerja beberapa jam pasca trauma, menginduksi terjadinya re-epitelisasi yang biasanya menutup luka dalam 5-7 hari. Setelah re-epitelisasi, membran basalis terbentuk antara epidermis dan dermis. Pembentukan kembali dermis dibantu oleh proses angiogenesis dan fibrogenesis. Pada fase ini matriks fibrin yang didominasi oleh platelet dan makrofag secara gradual digantikan oleh jaringan granulasi yang tersusun dari kumpulan fibroblas, makrofag dan sel endotel yang membentuk matriks ekstraseluler dan neovaskuler (Gurtner, 2007). Fibroblas memiliki peran yang sangat penting dalam fase ini. Fibroblas memproduksi matriks ekstraseluler yang akan mengisi kavitas luka dan menyediakan landasan untuk migrasi keratinosit. Matriks ekstraseluler merupakan komponen yang paling nampak pada skar di kulit. Makrofag memproduksi growth factor seperti PDGF dan TGF-β yang menginduksi fibroblas untuk berproliferasi, migrasi dan membentuk matriks ekstraseluler (Gurtner, 2007). Fibroblas mencerna matriks fibrin dan menggantikannya
dengan
glycosaminoglycan
(GAG)
dengan bantuan matrix metalloproteinase (MMP). Matriks ekstraseluler akan digantikan oleh kolagen tipe III yang juga diproduksi oleh fibroblas dengan berjalannya waktu. Kolagen ini tersusun atas 33% glisin, 25% hidroksiprolin, dan selebihnya berupa air, glukosa dan galaktosa. Selanjutnya kolagen tipe III akan digantikan oleh kolagen tipe I pada fase maturasi (Marzoeki, 1993; Schultz, 2007). Faktor proangiogenik yang diproduksi makrofag seperti vascular endothelial growth factor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
(VEGF), fibroblas growth factor (FGF)-2, angiopoietin-1 dan thrombospondin akan menstimulasi sel endotel membentuk neovaskular melalui proses angiogenesis (Gurtner, 2007). Pada luka bakar yang dalam untuk mempercepat penyembuhan perlu dilakukan eksisi dan tandur kulit (skin graft). Tindakan penutupan luka dengan skin graft setelah eksisi kulit yang terbakar merupakan bagian dari fase proliferasi pada penyembuhan luka (Tiwari, 2012). Hal yang menarik dari fase proliferasi ini adalah bahwa pada suatu titik tertentu, seluruh proses yang telah dijabarkan di atas harus dihentikan. Fibroblas akan segera menghilang segera setelah matriks kolagen mengisi kavitas luka dan pembentukan neovaskular akan menurun melalui proses apoptosis. Kegagalan regulasi pada tahap inilah yang hingga saat ini dianggap sebagai penyebab terjadinya kelainan fibrosis seperti skar hipertrofik (Gurtner, 2007). c. Fase maturasi (remodelling) Fase maturasi ini di luka pada umumnya berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun, namun pada luka bakar derajat 2 yang dalam dan yang mengenai seluruh ketebalan kulit yang dibiarkan sembuh sendiri fase ini bisa memanjang menjadi bertahun-tahun (Tiwari, 2012). Fase ini segera dimulai segera setelah kavitas luka terisi oleh jaringan granulasi, proses reepitelisasi usai, dan setelah kolagen menggantikan matriks temporer (Gurtner, 2007). Pada fase ini terjadi maturasi luka dan graft (Tiwari, 2012). Kontraksi dari luka dan remodelling kolagen terjadi pada fase ini. Kontraksi luka terjadi akibat aktivitas myofibroblas, yakni fibroblas yang mengandung komponen mikrofilamen aktin intraseluler. Kolagen tipe III pada fase ini secara gradual digantikan oleh kolagen tipe I dengan bantuan matrix metalloproteinase (MMP) yang disekresi oleh fibroblas,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
makrofag dan sel endotel. Sekitar 80% kolagen pada kulit adalah kolagen tipe I yang memungkinkan terjadinya tensile strength pada kulit (Gurtner, 2007). Keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi kolagen terjadi pada fase ini. Kolagen yang berlebihan didegradasi oleh enzim kolagenase dan kemudian diserap. Sisanya akan mengerut sesuai tegangan yang ada. Hasil akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan dari dasarnya (Bisono dan Pusponegoro, 1997). Kolagen
awalnya
tersusun
secara
tidak
beraturan,
sehingga membutuhkan lysyl hydroxylase untuk mengubah lisin menjadi hidroksilisin yang dianggap bertanggung jawab terhadap terjadinya cross-linking antar kolagen. Cross-linking inilah yang menyebabkan terjadinya tensile strength sehingga luka tidak mudah terkoyak lagi. Tensile strength akan bertambah secara cepat dalam 6 minggu pertama, kemudian akan bertambah perlahan selama 1-2 tahun. Pada umumnya tensile strength pada kulit dan fascia tidak akan pernah mencapai 100%, namun hanya sekitar 80% dari normal (Marzoeki, 1993; Schultz, 2007). Pada luka bakar derajat 2 dalam dan yang mengenai seluruh ketebalan kulit bila dibiarkan sembuh sendiri dapat terbentuk
hipertrofik
jaringan
parut
dan
kontraktur.
Hiperpigmentasi terjadi pada luka bakar superfisial karena respon
berlebihan
melanosit
dari
trauma
panas
dan
hipopigmentasi terjadi pada luka bakar yang dalam karena kerusakan melanosit pada kulit. Pada luka bakar post skin graft saat mulai terjadi inervasi, saraf yang tumbuh akan merubah kontrol melanosit yang biasanya akan terjadi hiperpigmentasi graft pada orang berkulit gelap dan akan hipopigmentasi pada orang berkulit putih (Tiwari, 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
2. 4 2. 4. 1
Kulit Anatomi Kulit Kulit adalah organ tubuh terbesar yang membentuk 15% berat badan total (Gibson, 2002). Kulit terdiri dari tiga lapisan yang masingmasing terdiri dari berbagai jenis sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah epidermis, dermis, dan subkutis (Wasiatmadja dan Syarif, 2007).
2. 4. 1. 1 Epidermis Epidermis merupakan lapisan terluar terutama terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat.
Sel-sel
yang
menyusunnya
secara
berkesinambungan dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru ke arah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar mengandung keratin, protein bertanduk, hanya sedikit darinya pada permukaan tubuh yang terpajan untuk terpakai dan terkikis, seperti pada permukaan dalam lengan, paha dan lebih banyak lagi pada permukaan ektensor, lapisan ini terutama tebal pada kaki (Gibson, 2002). Lapisan ini terdiri atas: a. Stratum corneum (lapisan tanduk) Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, yaitu jenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar. b. Stratum lucidum (lapisan jernih) Berada tepat di bawah stratum corneum. Merupakan lapisan yang tipis, jernih. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. c. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir) Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
d. Stratum spinosum (lapisan malphigi) Sel berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. e. Stratum germinativum (lapisan basal) Adalah lapisan terbawah epidermis. Di lapisan ini juga terdapat sel-sel melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin.
2. 4. 1. 2 Dermis Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa dan elastin. Lapisan superfisial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papila kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan syaraf (Gibson, 2002).
2. 4. 1. 3 Subkutis Lapisan subkutis kulit terletak dibawah dermis. Lapisan ini terdiri dari lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai peredam kejut dan insulator panas. Lapisan subkutis adalah tempat penyimpanan kalori. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan saluran getah bening (Wasiatmaja dan Syarif, 2007).
Keterangan : 1. Epidermis 2. Dermis 3. Folikel Rambut 4. Kelenjar Sebasea
Gambar 4. Anatomi Kulit Tikus (Krinke, 2000)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
2. 4. 2
Fisiologi Kulit
2. 4. 2. 1 Proteksi Kulit merupakan barrier fisik antara jaringan di bawahnya dan lingkungan luar. Kulit memberikan perlindungan dari abrasi, dehidrasi, radiasi ultraviolet, dan invasi mikroorganisme (Gunstream, 2000). Sebagian besar mikroorganisme mengalami kesulitan untuk menembus kulit yang utuh tetapi dapat masuk melalui kulit yang luka dan lecet. Selain proteksi yang diberikan oleh lapisan tanduk, proteksi tambahan diberikan oleh keasaman keringat dan adanya asam lemak dalam sebum, yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Gibson, 2002).
2. 4. 2. 2 Sensasi Kulit terdiri dari ujung saraf dan reseptor yang dapat mendeteksi stimulus yang berhubungan dengan sentuhan, tekanan, temperatur dan nyeri. (Gunstream, 2000). Sensasi raba, nyeri, perubahan suhu dan tekanan pada kulit dan jaringan subkutan, ditransmisikan melalui saraf sensorik menuju medula spinalis dan otak (Gibson, 2002).
2. 4. 2. 3 Regulasi Suhu Selama periode kelebihan produksi panas oleh tubuh, sekresi keringat
dan
evaporasi
melalui
permukaan
tubuh
membantu
menurunkan temperatur tubuh (Gunstream, 2000).
2. 4. 2. 4 Penyimpanan Kulit bekerja sebagai tempat penyimpanan air dan lemak, yang dapat ditarik berdasarkan kebutuhan (Gibson, 2002).
2. 4. 2. 5 Ekskresi Produksi keringat oleh kelenjar keringat menghilangkan sisa-sisa metabolisme dalam jumlah kecil seperti garam, air, dan senyawa organik (Gunstream, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
2. 4. 2. 6 Sintesis vitamin D Pajanan terhadap radiasi ultraviolet dapat mengkonversi molekul prekursor (7-dihidroksi kolesterol) dalam kulit menjadi vitamin D. Namun, hal tersebut tidak dapat menyediakan vitamin D secara keseluruhan bagi tubuh, sehingga pemberian vitamin D secara sistemik masih diperlukan (Gunstream, 2000; Wasiatmaja & Syarif, 2007).
2. 5 2. 5. 1
Metode Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut (DepKes, 2000) Cara Dingin a. Maserasi Maserasi
adalah
proses
pengekstrakan
simplisia
dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
2. 5. 2
Cara Panas a. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 – 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. b. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. c. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50⁰C. d. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96 - 98⁰C) selama waktu tertentu (15 – 20 menit). e. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30⁰C) dan temperatur sampai titik didih air.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
BAB 3 METODE PENELITIAN
3. 1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 hingga Agustus 2015. Pemeliharaan dan perlakuan hewan uji dilakukan di Animal House (MAH) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan untuk pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Patologi Universitas Indonesia.
3. 2 3. 2. 1
Alat dan Bahan Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), beaker glass, batang pengaduk, lumpang, alu, spatula, kapas, tabung reaksi, pipet tetes, oven (Memmert), tanur (Thermo Scientific), waterbath, alumunium foil, timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, spuit 1 cc, wadah pembiusan, plat besi berukuran 4x2 cm, kaca objek dan penutupnya, cawan penguap, mikroskop cahaya (Olympus SZ61) dan termometer.
3. 2. 2
Bahan Penelitian Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol 96% umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum). Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, Lanakeloid-E, alcohol swab, HCl 2 M, NaCl, pereaksi (Mayer, Wagner, Dragendorff), amonia 25%, kloroform, HCl, logam Mg, FeCl3, garam gelatin, H2SO4 pekat, NaCl 10%, n-heksan, etanol, indikator pH universal, Na2SO4 anhidrat, asam asetat anhidrat cairan injeksi ketamin 50 mg/ml, asam stearat, trietanolamin, adeps lanae, parafin liquidum, nipagin, nipasol, larutan formaldehid 10% dan Hematoxylin-Eosin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
3. 2. 3
Hewan Uji Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2 – 3 bulan dengan berat badan 100 – 150 gram yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
3. 3
Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental yang terbagi dalam 5 kelompok perlakuan dengan jumlah total tikus yang di gunakan 30 ekor dimana 5 ekor tikus di gunakan untuk pengamatan secara visual dan 1 ekor dari masing – masing kelompok diambil untuk pengamatan histopatologi. Lima kelompok tersebut terdiri dari kelompok kontrol positif yang diberikan Lanakeloid-E®, kelompok kontrol negatif yang diberikan basis krim dan kelompok uji konsentrasi yang diberikan krim ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) dengan 3 konsentrasi yang berbeda.
Tabel 3. 1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Pemberian Perlakuan Kelompok Kontrol Positif
Kontrol Negatif
Uji Konsentrasi Rendah (1%)
Jumlah Perlakuan Tikus 6 Daerah dorsal sekitar 3 cm dari auris tikus dicukur bulunya dan dilukai serta diberikan Lanakeloid-E® sebanyak dua kali sehari. 6 Daerah dorsal sekitar 3 cm dari auris tikus dicukur bulunya dan dilukai serta diberikan basis krim sebanyak dua kali sehari. 6 Daerah dorsal sekitar 3 cm dari auris tikus dicukur bulunya dan dilukai serta diberikan krim ekstrak umbi talas jepang konsentrasi 1% sebanyak dua kali sehari.
Keterangan 21 hari
21 hari
21 hari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
Kelompok Uji Konsentrasi Sedang (5%)
Uji Konsentrasi Tinggi (25%)
3. 4 3. 4. 1
Jumlah Perlakuan Tikus 6 Daerah dorsal sekitar 3 cm dari auris tikus dicukur bulunya dan dilukai serta diberikan krim ekstrak umbi talas jepang konsentrasi 5% sebanyak dua kali sehari. 6 Daerah dorsal sekitar 3 cm dari auris tikus dicukur bulunya dan dilukai serta diberikan krim ekstrak umbi talas jepang konsentrasi 25% sebanyak dua kali sehari.
Keterangan 21 hari
21 hari
Kegiatan Penelitian Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) Sebelum dilakukan penelitian, Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum terlebih dahulu di determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia.
3. 4. 2
Penyiapan Simplisia Umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) diperoleh dari CV. Agro Lawu International, Magetan, Jawa Timur. Selanjutnya sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan penyerbukan umbi talas jepang dilakukan di Balai Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO). Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
3. 4. 3
Pembuatan Ekstrak Pada pembuatan ekstrak umbi talas jepang digunakan metode ekstraksi cara dingin dengan maserasi dan menggunakan etanol 96% sebagai pelarut. Serbuk simplisia ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 96% hingga sampel terendam. Pelarut diganti setiap hari. Hasil maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat. Proses
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
maserasi dilakukan hingga larutan mendekati tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang dihasilkan kemudian ditimbang dan dicatat beratnya dan selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin atau freezer dan digunakan untuk perlakuan.
3. 4. 4
Skrining Fitokimia Ekstrak a.
Identifikasi Alkaloid Uji Alkaloid dilakukan dengan metode Mayer, Wagner dan Dragendorff. Sampel sebanyak 3 g diletakkan dalam cawan porselin kemudian ditambahkan 5 ml HCl 2 M, diaduk dan kemudian didinginkan pada temperatur ruangan. Setelah sampel dingin ditambahkan 0,5 g NaCl lalu diaduk dan disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan HCl 2 M sebanyak 3 tetes, kemudian dipisahkan menjadi 4 bagian A, B, C, D. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambah pereaksi Mayer, filtrat C ditambah pereaksi Wagner, sedangkan filtrat D digunakan untuk uji penegasan. Apabila terbentuk endapan pada penambahan pereaksi Mayer dan Wagner maka identifikasi menunjukkan adanya alkaloid. Uji penegasan dilakukan dengan menambahkan amonia 25% pada filtrat D hingga pH 8-9. Kemudian ditambahkan 1 ml kloroform, dan diuapkan di atas waterbath. Selanjutnya ditambahkan 1 ml HCl 2 M, di aduk dan di saring. Filtratnya dibagi menjadi 3 bagian. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B diuji dengan 5 tetes pereaksi Mayer, sedangkan filtrat C diuji dengan 5 tetes pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloid (Marliana et al, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
b. Identifikasi Flavonoid Sebanyak 3 g sampel diuapkan, dicuci dengan n-heksan sampai jernih. Residu dilarutkan dalam 20 ml etanol kemudian di saring. Filtrat dibagi 4 bagian A, B, dan C. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambahkan 0,5 ml HCl pekat kemudian dipanaskan pada waterbath, jika terjadi perubahan warna merah tua sampai ungu menunjukkan hasil yang positif (metode Bate Smith-Metchalf). Filtrat C ditambahkan 0,5 ml HCl dan 0,5 mg logam Mg kemudian diamati perubahan warna yang terjadi (metode Wilstater). Warna merah sampai jingga diberikan oleh senyawa flavon, warna merah tua diberikan oleh flavonol atau flavonon, warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida (Marliana et al, 2005). c.
Identifikasi Saponin Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara memasukkan 2 ml sampel ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 ml akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan dengan
menguapkan
sampel
sampai
kering
kemudian
mencucinya dengan n-heksan sampai filtrat jernih. Residu yang tertinggal ditambahkan 1 ml kloroform, diaduk 5 menit, kemudian ditambahkan 1 ml Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditetesi anhidrat asetat sebanyak 5 tetes, diaduk perlahan, kemudian ditambah 1 ml H2SO4 pekat dan diaduk kembali. Terbentuknya cincin merah sampai coklat menunjukkan adanya saponin (Marliana et al, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
d. Identifikasi Terpenoid Sebanyak 3 gram ekstrak dicampurkan dengan 2 ml kloroform. Kemudian ditambahkan 3 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati. Terbentuknya warna coklat kemerahan pada antarmuka dalam larutan, menunjukkan adanya terpenoid (Edeoga et al, 2005). e.
Identifikasi Steroid Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 2 ml asam asetat anhidrat. Kemudian ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat. Adanya steroid ditandai dengan perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau (Edeoga et al, 2005)
f.
Identifikasi Tanin dan Polifenol Sebanyak 3 g sampel diekstraksi dengan akuades panas kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah 3 ml garam gelatin. Kemudian diamati perubahan yang terjadi (Marliana et al, 2005).
g.
Identifikasi Glikosida Jantung Uji glikosida jantung dilakukan dengan metode Keller Kelliani yaitu sebanyak 1 g ekstrak dicuci dengan n-heksan hingga jernih. Residu yang tertinggal dipanaskan diatas waterbath kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi FeCl3 dan 1 ml H2SO4 pekat. Jika terlihat cincin merah bata menjadi biru atau ungu maka identifikasi menunjukkan adanya glikosida jantung (Marliana et al, 2005)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
3. 4. 5
Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik
3. 4. 5. 1 Parameter Spesifik 1.
Identitas Deskripsi tata nama
2.
a.
Nama ekstrak
b.
Nama lain tumbuhan (sistematika botani)
c.
Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb)
d.
Nama Indonesia tumbuhan
Organoleptik a.
Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair.
b.
Warna : kuning, coklat, dll.
c.
Bau
: aromatik, tidak berbau, dll.
d.
Rasa
: pahit, manis, kelat, dll.
3. 4. 5. 2 Parameter Non Spesifik 1.
Penetapan Kadar Air Sejumlah 1 gram ekstrak ditimbang dalam botol timbang bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105C selama 30 menit dan telah ditara. Ekstrak dikeringkan dengan tutup terbuka pada suhu 105C selama 5 jam dan ditimbang. Kemudian botol timbang dalam keadaan tertutup dibiarkan dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, bobot yang diperoleh dicatat. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai bobot tetap. Kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh untuk menghitung kadar air (Depkes RI, 2000). Kadar air
x 100%
Keterangan : W0 = Bobot wadah kosong yang telah ditara W1 = Bobot ekstrak + wadah sebelum pemanasan W2 = Bobot ekstrak + wadah setelah pemanasan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
2.
Penetapan Kadar Abu Total Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan dalam krus silikat yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang
(W0).
Setelah
itu
ekstrak
dipijar
dengan
menggunakan tanur secara perlahan-lahan (dengan suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25C) (Depkes RI, 1980 dalam Arifin et al, 2006) hingga arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W2). Kadar Abu Total
x 100%
Keterangan : W0 = bobot cawan kosong (gram) W1 = bobot ekstrak awal (gram) W2 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)
3. 4. 6
Pembuatan Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang Tabel 3.2 Formula Basis Krim (Wijaya dkk, 2013) Bahan Asam stearat Trietanolamin Adeps lanae Paraffin liquidum Nipagin Nipasol Akuades
Jumlah 14,5 gram 1,5 ml 3 gram 5 ml 0,10 gram 0,05 gram 100 ml
Basis krim dibuat dengan cara: semua bahan yang diperlukan ditimbang, kemudian fase minyak dipindahkan dalam cawan penguap, dipanaskan diatas waterbath dengan suhu 70C sampai lebur. Fase air dipanaskan di atas waterbath pada suhu 70C sampai lebur. Fase minyak dipindahkan ke dalam lumpang dan ditambahkan fase air, pencampuran dilakukan pada suhu (60-70C), digerus sampai dingin dan terbentuk krim yang homogen. Ekstrak ditambahkan ke dalam basis krim dengan konsentrasi 1%, 5% dan 25%.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
3. 4. 7
Evaluasi Sediaan Krim
3. 4. 7. 1 Uji Organoleptik Pemeriksaan organoleptik sediaan krim yang diamati secara visual meliputi bentuk, warna dan bau krim. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui krim yang dibuat sesuai dengan warna dan bau ekstrak yang digunakan.
3. 4. 7. 2 Uji Homogenitas Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan cara sebanyak 1 gram sediaan krim ditimbang dan kemudian dioleskan di atas kaca objek dan ditutup rapat dengan kaca objek lain, selanjutnya homogenitas krim diamati. Krim harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir halus.
3. 4. 8
Persiapan Hewan Uji Hewan uji yang di gunakan adalah tikus putih jantan SpragueDawley berumur 2-3 bulan dengan berat badan 100-150 gram di adaptasi selama satu minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan.
3. 4. 9
Pembuatan Luka Bakar (Akhoondinasab et al, 2014) Luka bakar dibuat dibagian punggung tikus sekitar 3 cm dibawah telinga yang telah dicukur bulunya menggunakan Veet® dengan menggunakan plat besi berukuran 4x2 cm selama 10 detik yang telah dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit.
3. 4. 10
Eksisi Jaringan Kulit Tikus Pengambilan sampel jaringan kulit dilakukan pada hari ke-7 dari kelima kelompok diambil masing-masing 1 ekor tikus, pengambilan dilakukan setelah tikus dieuthanasi dengan larutan eter secara inhalasi. Daerah dorsal yang akan diambil jaringan kulitnya dibersihkan dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
bulu yang mulai tumbuh kembali, jaringan kulit diambil dengan ketebalan ± 3 mm hingga lapisan subkutis dan sekitar 2 cm dari tepi luka. Jaringan kulit yang diperoleh kemudian difiksasi dengan larutan formalin 10% dan disimpan.
3. 4. 11
Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus Jaringan kulit
yang diperoleh kemudian dibuat preparat
histopatologi dengan pewarna Hematoxylin-Eosin yang dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan cara: jaringan kulit yang telah difiksasi menggunakan larutan formalin 10% lalu dilakukan trimming organ dan dimasukkan ke dalam cassette tissue dari plastik. Tahap selanjutnya
dilakukan
proses
dehidrasi
alkohol
menggunakan
konsentrasi alkohol yang bertingkat yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol absolut II, kemudian dilakukan penjernihan menggunakan xylol I dan xylol II. Proses pencetakan atau parafinisasi dilakukan menggunakan parafin I dan parafin II. Sediaan dimasukkan ke dalam alat pencetak yang berisi parafin setengah volume dan sediaan diletakkan ke arah vertikal dan horizontal sehingga potongan melintang melekat pada dasar parafin. Setelah mulai membeku, parafin ditambahkan kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan sampai parafin mengeras. Blok-blok parafin kemudian dipotong tipis setebal 5 mikrometer dengan menggunakan mikrotom. Hasil potongan yang berbentuk pita (ribbon) tersebut dibentangkan di atas air hangat yang bersuhu 46C dan langsung diangkat yang berguna untuk meregangkan potongan agar tidak berlipat atau menghilangkan lipatan akibat dari pemotongan. Sediaan tersebut kemudian diangkat dan diletakkan di atas gelas objek dan dikeringkan semalaman dalam inkubator bersuhu 60C. Kemudian diwarnai dengan pewarnaan Hematoxyllin-Eosin (HE) untuk pemeriksaan mikroskopik (Balqis et al, 2014).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
3. 4. 12
Pengamatan Preparat Histopatologi Pengamatan secara histopatologi dilakukan pada preparat jaringan kulit. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya secara deskriptif. Pengamatan ini meliputi parameter-parameter yang berperan dalam penyembuhan luka seperti keberadaan sel radang dan makrofag, serta neokapilerisasi.
3. 4. 13
Analisis Statistik Data hasil pengujian dianalisis menggunakan software pengolah data dan disajikan dalam bentuk mean dan standar deviasi dari masingmasing kelompok. Data dianalisis dengan uji One-Way ANOVA dan uji Paired Samples T Test.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 4. 1. 1
Hasil Penelitian Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang digunakan sebagai sampel adalah tanaman talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott) famili Araceae.
4. 1. 2
Ekstraksi Sebanyak 1,5 kg serbuk umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sampai larutan mendekati tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan diperoleh ekstrak kental sejumlah 168,859 gram. Rendemen yang diperoleh sebesar 11,257%.
4. 1. 3
Hasil Penapisan Fitokimia Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji antara lain golongan alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, tanin dan polifenol, serta glikosida jantung. Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak etanol umbi talas jepang dapat dilihat pada tabel 4.1.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang Identifikasi Golongan Senyawa
Hasil Penapisan Fitokimia Alkaloid + Flavonoid + Saponin + Terpenoid + Steroid + Tanin dan Polifenol + Glikosida Jantung + Keterangan : (+) memberikan hasil positif. (-) memberikan hasil negatif.
4. 1. 4
Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik Uji parameter spesifik dan non spesifik pada ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) dilakukan setelah uji penapisan fitokimia. Hasil uji parameter spesifik dan non spesifik terhadap ekstrak etanol umbi talas jepang dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik Karakteristik Hasil Uji Parameter Spesifik Ekstrak etanol umbi Nama ekstrak talas jepang Colocasia esculenta Nama lain tumbuhan (L.) Schott var. antiquorum Identitas Bagian tumbuhan yang Umbi (tuber) digunakan Nama Indonesia Talas jepang atau tumbuhan satoimo Warna Cokelat tua Bau Bau khas ekstrak Organoleptis Rasa Pahit Bentuk Kental Uji Parameter Non Spesifik Kadar Air 17,105% Kadar Abu 3,753%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
4. 1. 5
Hasil Evaluasi Sediaan Krim Evaluasi krim ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) meliputi uji organoleptik dan uji homogenitas. Hasil evaluasi krim ekstrak etanol umbi talas jepang dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang Karakteristik Warna Organoleptis Krim
Bentuk Bau
Homogenitas Krim 4. 1. 6
Hasil Ekstrak 1% Ekstrak 5% Putih Putih Kecokelatan Kecokelatan Setengah Setengah Padat Padat Aroma Aroma Khas Khas Ekstrak Ekstrak Homogen Homogen
Ekstrak 25% Cokelat Setengah Padat Aroma Khas Ekstrak Homogen
Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus Hasil pengukuran berat badan tikus baik pada kelompok kontrol positif (KP), kontrol negatif (KN), uji konsentrasi rendah 1% (UKR), uji konsentrasi sedang 5% (UKS) dan uji konsentrasi tinggi 25% (UKT) dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus Tanggal 6 Juni 2015 13 Juni 2015 20 Juni 2015 27 Juni 2015 4 Juli 2015
Rerata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok (gram) KP KN UKR UKS UKT 100 101 101 103 103 110 108 109 117 110 118 117 118 128 121 128 123 126 137 130 136 130 138 145 139
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Berat Badan (gram)
200
150 KP 100
KN UKR UKS
50
UKT 0 6-Jun-15
13-Jun-15
20-Jun-15
27-Jun-15
4-Jul-15
Tanggal Pengukuran Gambar 5. Grafik Rerata Pengukuran Berat Badan Tikus
Keterangan : Kontrol Positif (KP) Kontrol Negatif (KN) Uji Konsentrasi Rendah 1% (UKR) Uji Konsentrasi Sedang 5% (UKS) Uji Konsentrasi Tinggi 25% (UKT)
4. 1. 7
Hasil Pengukuran Penurunan Luas Luka Bakar Hasil pengukuran penurunan luas luka bakar pada kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok uji konsentrasi rendah, kelompok uji konsentrasi sedang dan kelompok uji konsentrasi tinggi pada hari ke-1 hingga hari ke-21 menggunakan metode perlukaan Akhoondinasab dapat dilihat pada tabel 4.5.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Tabel 4.5 Rerata Penurunan Luas Luka Bakar & Persentase Penyembuhan Luka
Kelompok Tikus Kontrol Positif Kontrol Negatif Uji Konsentrasi Rendah (1%) Uji Konsentrasi Sedang (5%) Uji Konsentrasi Tinggi (25%)
Rerata Luas Luka Bakar Hari Ke (cm2)
Rerata Penurunan Luas Luka (cm2) ± SD
Rerata Persentase Penyembuh an Luka (%)
1
21
7,08
2,06
5,02 ± 1,79
70,41
7,36
2,64
4,72 ± 0,49
64,78
6,68
1,81
4,87 ± 0,55
73,02
6,69
1,74
4,95 ± 1,15
73,79
6,89
1,89
5,00 ± 0,92
72,68
Data luas luka bakar yang diperoleh menggunakan software ImageJ kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan uji Paired-Samples T Test. Penurunan luas luka bakar pada kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok uji konsentrasi rendah, kelompok uji konsentrasi sedang dan kelompok uji konsentrasi tinggi berbeda secara signifikan (p<0,05) dari hari ke-1 sampai hari ke21. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat adanya proses penyembuhan pada semua kelompok tikus terhadap luas luka bakar. Data persentase penyembuhan luka bakar diolah secara statistik dengan
menggunakan
uji
One-Way
ANOVA.
Data
persentase
penyembuhan luka pada kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok uji konsentrasi rendah, kelompok uji konsentrasi sedang dan kelompok uji konsentrasi tinggi bersifat homogen (p>0,05), terdistribusi normal dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada semua kelompok (kontrol positif, kontrol negatif dan ketiga kelompok
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
uji konsentrasi). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi talas jepang pada semua kelompok uji konsentrasi memiliki aktivitas terhadap penurunan luas luka bakar derajat dua dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kontrol negatif tetapi tidak berbeda signifikan.
Persentase Penyembuhan Luka Bakar (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 KP
KN
UKR
UKS
UKT
Kelompok Tikus
Gambar 6. Grafik Rerata Persentase Penyembuhan Luka Bakar Keterangan : KP (Kontrol Positif), KN (Kontrol Negatif), UKR (Uji Konsentrasi Rendah), UKS (Uji Konsentrasi Sedang), UKT (Uji Konsentrasi Tinggi) Persentase penyembuhan luka bakar derajat dua pada kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan ketiga kelompok uji konsentrasi (1%, 5% dan 25%) tidak berbeda signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi talas jepang pada semua kelompok uji konsentrasi memiliki aktivitas yang tinggi dalam persentase penyembuhan luka bakar derajat dua dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kontrol negatif tetapi tidak berbeda signifikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
4. 1. 8
Hasil Pengamatan Fisiologis Luka Bakar Derajat Dua Hasil pengamatan secara visual rerata perubahan fisiologis yang terjadi pada luka bakar derajat dua dimulai dari hari ke-1 hingga hari ke-21 pada kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok uji konsentrasi rendah, kelompok uji konsentrasi sedang dan kelompok uji konsentrasi tinggi dapat dilihat pada tabel 4.6.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Visual Rerata Fisiologis Luka Bakar Derajat Dua Kelompok Tikus
Keterangan
Warna Terbentuk Kontrol Scab Positif Scab Terlepas Warna Terbentuk Kontrol Scab Negatif Scab Terlepas Warna Uji Terbentuk Konsentrasi Scab Rendah Scab (1%) Terlepas Warna Uji Terbentuk Konsentrasi Scab Sedang (5%) Scab Terlepas Warna Uji Terbentuk Konsentrasi Scab Tinggi Scab (25%) Terlepas
4 C
Pengamatan Fisiologis Hari Ke 6 8 10 12 14 16 18 CT CT CT CT CT CM CM
0 P
2 PC
20 TB
21 TB
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan :
P
P
PC
C
C
C
CT
CT
CT
CT
TB
TB
Putih (P)
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Cokelat (C)
P
PC
C
C
CT
CT
CT
CT
CM
CM
CM
TB
Cokelat Tua (CT)
-
-
-
-
-
Cokelat Kemerahan (CM)
-
-
-
-
-
-
-
-
Tak Berwarna (TB)
P
PC
C
C
CT
CT
CT
CT
CM
CM
CM
TB
Ada ()
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
P
PC
C
CT
CT
CT
CT
CT
CM
TB
TB
TB
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Putih Kecokelatan (PC)
Tidak Ada (-)
Catatan: Terbentuknya scab menunjukkan fase proliferasi tahap awal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diamati bahwa kelompok kontrol negatif mengalami proses penyembuhan yang lebih lama jika dilihat dari perubahan warna luka bakar derajat dua, waktu terbentuknya keropeng (scab) dan waktu lepasnya keropeng (scab). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian basis krim saja tidak mempengaruhi percepatan penyembuhan luka, sehingga dapat dikatakan kelompok kontrol negatif mengalami proses penyembuhan luka secara normal.
Hasil Pengukuran Ketebalan Epitel Preparat Pada Hari Ke-7 Hasil pengukuran ketebalan epitel pada preparat histopatologi menggunakan software mikroskop cahaya (Olympus SZ61) pada kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok uji konsentrasi rendah, kelompok uji konsentrasi sedang dan kelompok uji konsentrasi tinggi terhadap jaringan luka pada hari ke-7 dengan 5 lapang pandang dapat dilihat pada gambar 7.
35
Rerata Ketebalan Epitel (µm)
4. 1. 7
30 25 20 15 10 5 0 KP
KN
UKR
UKS
UKT
Kelompok Tikus Gambar 7. Grafik Rerata Ketebalan Epitel Pada Preparat Keterangan : KP (Kontrol Positif), KN (Kontrol Negatif), UKR (Uji Konsentrasi Rendah), UKS (Uji Konsentrasi Sedang), UKT (Uji Konsentrasi Tinggi)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan uji One-Way ANOVA. Dilihat dari hasil statistik data bersifat homogen (p>0,05), terdistribusi normal dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan ketiga kelompok uji konsentrasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang dengan konsentrasi 1% dan 25% dapat membantu pertumbuhan re-epitelisasi dengan ketebalan rerata 28,49 µm dan 28,70 µm dibandingkan kelompok kontrol positif (27,47 µm) dan kontrol negatif (21,16 µm).
4. 1. 8
Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hasil pengamatan preparat histopatologi pada hari ke-7 yang dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61) secara deskriptif pada perbesaran 100x, 200x dan 400x dapat dilihat pada gambar 8.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Kelompok
Perbesaran 200x
100x
Kontrol Positif
400x
B A
C
Kontrol Negatif
B
C
A
Uji Konsentrasi Rendah (1%)
B
A
C
Uji Konsentrasi Sedang (5%)
C A
Uji Konsentrasi Tinggi (25%)
B
A B C
Gambar 8. Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari Ke-7 Keterangan : Nekrosis pada epidermis (A), infiltrasi sel radang dan makrofag (B), neokapilerisasi (C). Hasil penilaian parameter pada pengamatan preparat histopatologi pada hari ke-7 yang dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61) dapat dilihat pada tabel 4.7.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Tabel 4.7. Hasil Penilaian Parameter Pada Preparat Hari Ke-7
Kelompok Tikus
Nekrosis
Infiltrasi Sel Radang dan Makrofag
Neokapileri sasi
Kontrol Positif
+
+
+
Kontrol Negatif
+
+
+
+
+++
+
+
++
+
+
++
+
Uji Konsentrasi Rendah (1%) Uji Konsentrasi Sedang (5%) Uji Konsentrasi Tinggi (25%) Keterangan :
Keterangan
Terdapat sedikit makrofag Terdapat sedikit makrofag Tidak terdapat makrofag Terdapat banyak makrofag Terdapat banyak makrofag
(+) terdapat nekrosis dan sedikit infiltrasi sel radang, makrofag (<20) dan neokapilerisasi. (++) terdapat banyak infiltrasi sel radang dan makrofag (20-40). (+++) terdapat lebih banyak infiltrasi sel radang dan makrofag (>40). (-) tidak terdapat nekrosis dan infiltrasi sel radang, makrofag dan neokapilerisasi.
Terjadinya
nekrosis
pada
preparat
menunjukkan
bahwa
pembuatan luka bakar derajat dua telah merusak lapisan epitel dan sebagian lapisan dermis, hal ini sesuai dengan karakteristik luka bakar derajat dua. Parameter infiltrasi sel radang dan makrofag menunjukkan bahwa perlukaan telah memasuki fase inflamasi. Pengamatan neokapilerisasi menunjukkan bahwa sudah terdapat aliran suplai darah ke daerah perlukaan yang menegaskan adanya proses penyembuhan luka.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
4. 2
Pembahasan Pada penelitian ini uji aktivitas penyembuhan luka bakar didasarkan pada penurunan luas luka bakar, persentase penyembuhan luka
bakar
histopatologi
dan yang
parameter diamati
histopatologi. meliputi
Adapun
keberadaan
sel
parameter radang,
neokapilerisasi serta ketebalan epitel. Talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) sedang gencar dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia karena potensi pasar ekspor untuk talas ini sangat besar, terutama di negara Jepang yang setengah dari jumlah penduduknya mengkonsumsi talas satoimo sebagai makanan pokok (Pudjiatmoko, 2008). Wadankar et al (2011) melaporkan bahwa ekstrak daun Colocasia esculenta (L.) Schott dapat digunakan sebagai salah satu pengobatan tradisional untuk menyembuhkan luka di daerah Maharashtra (India). Wijaya dkk (2014) juga melaporkan bahwa ekstrak etanol tangkai daun talas dapat dijadikan sebagai alternatif obat luka pada kulit kelinci. Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas jepang yang diperoleh dari CV. Agro Lawu International, Magetan, Jawa Timur yang telah dideterminasi untuk memastikan kebenaran jenis tanaman yaitu Colocasia esculenta (L.) Schott dari famili Araceae. Ekstrak etanol umbi talas jepang diperoleh dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Maserasi dipilih karena baik untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan memiliki beberapa keuntungan diantaranya peralatan yang digunakan sederhana dan proses pengerjaannya yang mudah. Pelarut etanol dipilih karena mempunyai sifat selektif, dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan, ekonomis, mampu mengekstrak sebagian besar senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia seperti alkaloid, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Sedangkan lemak, malam, tanin dan saponin, hanya sedikit larut (Depkes RI, 1986).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Iswanti (2009) menjelaskan bahwa pelarut etanol dapat menyari hampir keseluruhan kandungan simplisia, baik polar, semi polar maupun non polar, sehingga diharapkan dapat menarik kandungan berbagai senyawa pada sampel yang diprediksi berkhasiat dalam penyembuhan luka. Pelarut etanol 96% dipilih karena tidak banyak mengandung kadar air sehingga ekstrak yang dihasilkan lebih kental dan murni. Selain itu konstanta dielektrik etanol 96% adalah 24,3 dimana semakin tinggi konstanta dielektrikum suatu pelarut akan semakin baik pula kemampuannya dalam menarik senyawa-senyawa aktif dari sampel. Filtrat hasil maserasi diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak kental, kemudian ekstrak kental yang diperoleh dikeringkan dalam oven vacuum dengan suhu 40⁰C dan tekanan 17 mmHg selama 9 hari untuk mengurangi kadar air dan residu pelarut pada ekstrak. Dari 1,5 kg serbuk umbi talas jepang diperoleh 168,859 gram ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh adalah 11,257%. Standarisasi
parameter
non-spesifik
yang dilakukan pada
penelitian ini adalah uji kadar abu dan uji kadar air. Parameter nonspesifik merupakan suatu aspek yang berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas. Tujuan dari uji kadar abu untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal dalam ekstrak. Persentase kadar abu total tidak boleh lebih dari 16,6% (Depkes RI, 2000). Hasil pengujian yang diperoleh untuk kadar abu total sebesar 3,753% sehingga sesuai dengan persyaratan. Umbi talas jepang mengandung beberapa mineral terutama kalium (740 mg/100 g), magnesium (79-122 mg/100 g), kalsium (24.7-47.8 mg/100 g) dan natrium (11.1-42 mg/100 g) (McEwan, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Uji kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000). Uji kadar air ekstrak etanol umbi talas jepang dilakukan dengan metode gravimetri dan diperoleh hasil kadar air sebesar 17,105%. Hasil ini sesuai dengan persyaratan batas kadar air untuk ekstrak kental adalah antara 5-30%. Penentuan kadar air juga terkait dengan kemurnian ekstrak. Semakin sedikit kadar air pada ekstrak maka semakin sedikit kemungkinan ekstrak terkontaminasi oleh pertumbuhan jamur (Saifudin et al, 2011 dalam Haryani et al, 2013). Kemudian dilakukan skrining fitokimia pada ekstrak etanol umbi talas jepang. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi talas jepang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, tanin, polifenol dan glikosida jantung. Senyawasenyawa tersebut berperan dalam menyembuhkan luka. Selain itu, hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Subhash et al (2012) yang menggunakan ekstrak umbi Colocasia esculenta dengan enam pelarut berbeda (petroleum eter, benzen, kloroform, methanol, etanol dan air) diketahui positif mengandung alkaloid, steroid, flavonoid, tanin, fenol, triterpenoid, saponin dan glikosida. Ekstrak umbi talas jepang yang telah distandarisasi kemudian didispersikan dalam basis krim untuk diaplikasikan pada luka. Sediaan krim dipilih karena mempunyai keuntungan yaitu bentuknya menarik, sederhana dalam pembuatannya, mudah dalam penggunaan, daya menyerap yang baik dan memberikan rasa dingin pada kulit, krim dapat digunakan pada kulit dengan luka yang basah, dan terdistribusi merata (Depkes RI, 1995; Wijaya, 2013). Krim lebih mudah menyebar rata dan sedikit berminyak sehingga lebih mudah dibersihkan, tidak lengket dan lebih disukai dari pada salep (Ansel, 1989; Rahmawati, 2010). Selain itu, krim juga dapat menyejukkan bagian yang meradang, mengurangi rasa gatal dan rasa sakit (Clayton, 1996; Rahmawati, 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang berumur 8 minggu. Tikus yang digunakan merupakan tikus sehat dengan bobot sekitar 100-100 gram. Tikus betina tidak digunakan untuk menghindari pengaruh faktor hormonal (estrogen dan progesteron) dalam penyembuhan luka (Putri, 2013). Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan krim Lanakeloid-E®, kelompok kontrol negatif yang diberikan basis krim dan 3 kelompok uji yang diberikan krim dengan konsentrasi berbeda (1%, 5% dan 25%). Hewan uji diaklimatisasi selama 7 hari dengan tujuan agar hewan uji mampu menyesuaikan diri dalam kondisi lingkungan yang baru sebelum pengujian dimulai. Seluruh kelompok pengujian ditempatkan pada kandang yang berbeda dengan kepadatan masing-masing 1 ekor. Berat badan hewan uji ditimbang dan dicatat untuk melihat kemampuan adaptasi dari masingmasing tikus selama proses aklimatisasi. Masing-masing tikus dicukur bulunya pada daerah punggung dan daerah sekitar 3 cm dibawah auricula tikus dengan tujuan memudahkan pengamatan luka bakar dari hari ke hari sebelum perlukaan dilakukan. Kemudian masing-masing tikus juga diberikan injeksi intramuskular Ketamin-HCl dosis 90 mg/kgBB dengan tujuan memudahkan dalam penanganan serta mengurangi rasa sakit yang akan ditimbulkan selama dan setelah perlukaan. Pembuatan luka bakar dilakukan dengan metode Akhoondinasab dengan memanaskan plat besi berukuran 4x2 cm di dalam air mendidih selama 5 menit kemudian ditempelkan pada kulit punggung tikus selama 10 detik. Setiap tikus diberikan krim pada pagi dan sore hari sebanyak ± 1,5 gram sesuai dengan kelompoknya. Pengamatan luka dilakukan dengan interval selama 2 hari untuk melihat perubahan fisik yang terjadi pada daerah perlukaan. Pengamatan luka yang terjadi pada kelompok kontrol positif adalah terbentuknya keropeng (scab) rata-rata dimulai dari hari ke-2, lepasnya keropeng (scab) terjadi rata-rata pada hari ke-16 dan pada hari ke-21 rata-rata luas luka mengalami reduksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
dibandingkan luas luka awal. Pada kelompok kontrol negatif terbentuknya keropeng (scab) rata-rata dimulai dari hari ke-4, lepasnya keropeng (scab) terjadi rata-rata pada hari ke-20 dan pada hari ke-21 rata-rata luas luka sudah mengalami reduksi. Pada kelompok uji konsentrasi 1% dan 25% terbentuknya keropeng (scab) dimulai dari hari ke-2, lepasnya keropeng (scab) terjadi rata-rata pada hari ke-16 dan pada hari ke-21 sudah mengalami reduksi dibandingkan luas luka awal. Pada kelompok uji konsentrasi 5% terbentuknya keropeng (scab) dimulai dari hari ke-4, lepasnya keropeng (scab) terjadi rata-rata pada hari ke-16 dan pada hari ke-21 rata-rata luas luka sudah menurun dibandingkan luas luka awal. Pembentukan keropeng menunjukkan proses penyembuhan luka memasuki fase proliferasi tahap awal (Agustina, 2011). Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapilerkapiler baru, membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata disebut jaringan granulasi, fase ini terjadi pada hari ke 3-14 (Kozier, 1995 dan Taylor, 1997). Kecepatan terbentuknya keropeng dari masing-masing kelompok perlakuan menandakan kecepatan dari penyembuhan luka (Aponno et al, 2014). Dari hasil tersebut, teramati bahwa kecepatan penyembuhan luka pada ketiga kelompok uji konsentrasi (1%, 5% dan 25%) hampir serupa dengan kelompok kontrol positif yaitu dalam rentang terbentuknya keropeng hingga lepasnya keropeng antara hari ke-2 hingga hari ke-16. Sedangkan penyembuhan luka pada kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan basis krim dalam rentang antara hari ke-4 hingga hari ke-20. Pada ketiga kelompok uji konsentrasi ekstrak etanol umbi talas jepang mengalami proses penyembuhan yang hampir sama dengan kelompok kontrol positif. Hal ini dibuktikan pada waktu mulai terbentuknya keropeng (scab) dan waktu lepasnya keropeng. Perubahan warna luka bakar derajat dua terjadi seiring dengan mulai mengeringnya luka. Waktu pelepasan keropeng (scab) menandakan bahwa sudah terjadi pertumbuhan sel-sel baru pada kulit sehingga
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
membantu mempercepat lepasnya keropeng dan merapatnya tepi luka. Keropeng (scab) terlepas karena jaringan dibawahnya sudah kering dan tepi-tepi luka mulai tertarik ke tengah (Aponno et al, 2014). Penelitian ini menggunakan krim Lanakeloid-E® sebagai kontrol positif. Pemilihan ini didasarkan pada indikasi krim Lanakeloid-E® yang dapat membantu proses penyembuhan luka bakar. Selain itu, pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rahim dkk (2011) melaporkan bahwa Lanakeloid-E® telah menyembuhkan luka bakar dalam waktu 8 hari dengan metode pembuatan luka bakar yang berbeda. Secara mikroskopis, pengamatan yang dilakukan pada hasil preparat menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi pada setiap kelompok sama ditandai dengan rusaknya jaringan epitel dan sebagian dermis yang mengindikasikan luka bakar derajat dua telah terjadi sesuai dengan yang diharapkan, lamanya paparan besi panas yang diberikan pada daerah kulit punggung yaitu selama 10 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar derajat dua (partial thickness). Pada preparat hari ke-7 juga teramati adanya keberadaan sel radang dan makrofag, pada kelompok kontrol negatif jumlahnya terlihat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan ketiga kelompok uji konsentrasi (1%, 5% dan 25%). Pembuatan preparat pada hari ke-7 dikarenakan proses re-epitelisasi yang biasanya menutup luka sudah memasuki tahap akhir. Sel radang menunjukkan adanya fagositosis dari bakteri dan sel-sel yang rusak. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak terdapat adanya percepatan penyembuhan pada fase inflamasi bila dibandingkan dari jumlah sel radang dan makrofag pada preparat yang diamati. Parameter neokapilerisasi menunjukkan bahwa terdapat banyaknya aliran darah yang menuju ke daerah luka. Penyembuhan luka sangat ditunjang oleh suplai darah ke daerah luka. Pembentukkan pembuluh darah baru akan membantu mempercepat proses regenerasi sel dan normalisasi jaringan (Mayasari, 2003).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Pada penelitian ini, aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang dalam proses penyembuhan luka bakar derajat dua tidak menunjukkan hasil yang signifikan pada penurunan luas luka bakar, persentase penyembuhan luka dan ketebalan re-epitelisasi. Namun, aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang mempengaruhi penyembuhan luka bakar pada fase inflamasi dan fase proliferasi. Pengaruh pada fase inflamasi ditunjukkan pada data pengamatan preparat histopatologi luka bakar pada hari ke-7 dimana jumlah makrofag mendominasi pada preparat kelompok uji konsentrasi sedang (5%) dan tinggi (25%). Makrofag mempunyai kemampuan fagositosis yang lebih baik dari neutrofil, bahkan mampu memfagosit 100 bakteri. Dengan demikian, banyaknya jumlah sel makrofag pada kelompok uji konsentrasi sedang (5%) dan tinggi (25%) menunjukkan bahwa fase inflamasi terjadi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kontrol negatif. Pada preparat histopatologi hari ke-7 kelompok uji konsentrasi rendah (1%) tidak terlihat adanya makrofag, hanya terdapat sel radang (neutrofil), dapat diasumsikan bahwa konsentrasi 1% ekstrak etanol umbi talas jepang belum mempunyai kemampuan untuk mempercepat fase inflamasi serta memicu makrofag. Pengaruh ekstrak etanol umbi talas jepang pada fase proliferasi ditunjukkan pada pengamatan rerata fisiologis luka bakar derajat dua, dimana waktu mulai terbentuknya keropeng (scab) pada ketiga kelompok uji konsentrasi rerata pada hari ke-2 menunjukkan bahwa luka telah memasuki fase proliferasi lebih cepat dibandingkan kontrol negatif. Aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) dalam menyembuhkan luka disebabkan kandungan berbagai senyawa dalam umbi tanaman. Umbi talas jepang memiliki kandungan flavonoid, triterpenoid, tanin, saponin, alkaloid, tarin, protein, Zn, vitamin C dan A yang diduga dapat mendukung regenerasi sel-sel epitel dan jaringan ikat (Okeke dan Iweala, 2007; Rukmana, 2002; Fasuyi, 2005). Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol umbi talas jepang memberikan hasil yang positif pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
identifikasi golongan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, tanin, polifenol dan glikosida jantung. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri, mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991 dalam Wijaya dkk, 2014). Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (Siregar, 2011). Selain itu, menurut Anggraini (2008) flavonoid memiliki efek antiinflamasi yang berfungsi sebagai anti radang dan mampu mencegah kekakuan dan nyeri. Saponin memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat. Ketika berinteraksi dengan sel bakteri, saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga terjadi hemolisis sel bakteri (Robinson, 1995). Adanya saponin dalam ekstrak umbi talas jepang diduga dapat meminimalisir kontaminasi dari bakteri yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Vitamin A berperan dalam penyembuhan luka dengan mempercepat fase inflamasi pada penyembuhan luka, meningkatkan taut silang (cross-linkage) pada kolagen, mendukung diferensiasi sel epitel, meningkatkan dan menstimulasi respon imun. Zn merupakan mineral esensial yang dibutuhkan untuk sintesis DNA, pembelahan sel dan sintesis protein, semua proses ini dibutuhkan untuk regenerasi dan perbaikan jaringan (MacKay dan Miller, 2003). Tanin dan triterpenoid diketahui memiliki aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman obat (Robinson, 1995). Antioksidan berperan menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel. Cedera pada membran sel tersebut kemudian mengaktifkan histamin yang nantinya menjadi mediator sel radang (Price dan Wilson, 2005). Antioksidan di dalam tanin dan triterpenoid diduga dapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
mengurangi adanya radikal bebas yang dapat merusak membran sel dan mengurangi pelepasan mediator sel radang, yang berarti dapat mempercepat fase selanjutnya untuk melakukan perbaikan jaringan dalam proses penyembuhan luka (Nisa et al, 2013). Tarin yang terdapat dalam umbi talas jepang juga diduga berperan dalam penyembuhan luka karena aktivitas proteolitiknya seperti papain yang efektif meluruhkan jaringan nekrotik, mencegah infeksi dan menstimulasi pembentukan jaringan granulasi pada luka melalui aktivitas enzim proteolitik yang dapat mengangkat jaringan mati tanpa merusak sel hidup (Roxas, 2013; Sidik dan Salmah, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2015) melaporkan
bahwa
ekstrak
etanol
umbi
talas
jepang
dapat
menyembuhkan luka terbuka dengan metode Morton. Penurunan luas luka terbuka terjadi secara signifikan pada kelompok uji yang diberikan krim ekstrak etanol umbi talas jepang dengan konsentrasi 1% pada hari ke-3, 6, 9 dan 12 dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa umbi talas jepang berpotensi menyembuhkan luka, baik luka terbuka maupun luka bakar derajat dua.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas penyembuhan luka bakar ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur SpragueDawley diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) pada konsentrasi 1%, 5% dan 25% tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penurunan luas luka dan peningkatan persentase penyembuhan luka pada luka bakar derajat dua jika diberikan secara topikal. 2. Terdapat perbedaan dalam hal infiltrasi sel radang dan makrofag serta pertumbuhan re-epitelisasi pada hari ke-7 pada kelompok uji konsentrasi 1%, 5% dan 25% dibandingkan kelompok kontrol positif dan kontrol negatif pada pengamatan mikroskopis. 3. Berdasarkan pengamatan rerata fisiologis luka bakar, ekstrak etanol umbi
talas
jepang
dapat
membantu
mempercepat
proses
penyembuhan luka pada fase proliferasi. Ekstrak etanol umbi talas jepang dapat membantu dalam proses penyembuhan luka bakar pada fase inflamasi dan proliferasi.
5.2
Saran Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah: 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi ekstrak yang lebih bervariasi untuk mengetahui konsentrasi yang optimal yang dapat mempercepat penyembuhan luka bakar.
2.
Perlu dilakukan pengamatan histopatologi pada beberapa interval waktu yang mewakili periode fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
3.
Perlu dilakukan uji toksisitas terhadap ekstrak etanol umbi talas jepang untuk mengetahui batasan konsentrasi yang aman digunakan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
DAFTAR PUSTAKA Agustina, Dian Reni. 2011. Pengaruh Pemberian Secara Topikal Kombinasi Rebusan Daun Sirih Merah (Piper ef. fragile, Benth.) dan Rebusan Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Penyembuhan Luka Tikus Putih Jantan yang Dibuat Diabetes. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Sarjana Farmasi Universitas Indonesia. Akhoondinasab MR., Akhoondinasab M., Saberi M. 2014. Comparison of Healing Effect of Aloe vera extract and Silver Sulfadiazine in Burn Injuries in Experimental Rat Model. Original article Vol. 3 No. 1; 29-34. Anderson, J. M. 2000. The Cellular Cascades of Wound Healing. In J. E. Davies (Ed), Bone Engineering. Toronto: Em Squared Inc, pp 81-93. Anggraini, W. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi, UMS. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 492, 502-506. Aponno, Jeanly V., Paulina V. Y. Yamlean., Hamidah S. Supriati. 2014. Uji Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) Terhadap Penyembuhan Luka yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus Pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT 3 (3) : 2302-2493. Arifin, H., Anggraini N., Handayani D., Rasyid R. 2006. Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia cumini Merr. J. Sains Tek. Far., 11(2). Balqis, Ummu., Rasmaidar., dan Marwiyah. 2014. Gambaran Histopatologis Penyembuhan Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong (Spondias dulcis F.) dan Minyak Kelapa pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Jurnal Medika Veterinaria, 8 (1), 31-36. Bisono dan Pusponegoro AP. 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC. Deo, Pradeep C. and Tyagi, Anand P. and Taylor, Mary and Becker, Douglas K. And Harding, Robert M. 2009. Improving Taro (Colocasia esculenta var. esculenta) Production using Biotechnological Approaches. South Pacific Journal of Natural Science, 27. 6-13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Bakti Husada. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. P.7, 1036-1043.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Deshmukh T., A., Kumawat N.S., Chaudhari S.P., Wani N.S., and Patil V.R. 2010. Antidiabetic Activity of Ethanol Extract of Colocasia esculenta leaves In Alloxan Induced Diabetic Rats. International Journal of PharmTech Research, 2 (2), 1246-1249. Dhanraj B., Nakade., Mahesh S. Kadam, Kiran N. Patil dan Vinayak S. Mane. 2013. Phytochemical screening and Antibacterial Activity of Western Region wild leaf Colocasia esculenta. International Research Jpurnal of Biological Sciences, 2 (10), 18-21. Edeoga, H.O., D.E. Okwu dan B.O Mbaebie. 2005. Phytochemical Constituents of Some Nigerian Medicinal Plants. African Journal of Biotechnology, 4 (7), 685-688. Effendi, C. 1999. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC. Fasuyi, Ayodeji O. 2005. Nutrient Composition and Processing Effects on Cassava Leaf (Manihot esculenta, Crantz) Antinutrients. Pakistan Journal of Nutrition. 4 (1): 37-42. Fitriani, Hani. 2013. Prosiding Seminar Nasional Riset Pangan, Obat-Obatan, dan Lingkungan untuk Kesehatan. Bogor: FMIPA Universitas Pakuan. Ghosal, M. & Mandal, P. 2012. Phytochemical Screening And Antioxidant Activities Of Two Selected ‘Bihi’ Fruits Used As Vegetables In Darjeeling Himalaya. International Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. ISSN : 0975-1491.4(2). Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat (Sugiarto, Bertha, penerjemah). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 479. Gunstream, Stanley E. 2000. Anatomy and Physiology. Boston: Mc Graw Hill. Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing Normal and Abnormal. Grabb and Smith’s Plastic Surgery 6th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Haryani, Yuli., Siti Muthmainah., Saryono Sikumbang. 2013. Uji Parameter Non Spesifik dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dari Umbi Tanaman Dahlia (Dahlia variabilis). Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 1(2) : 43-46. Hettiaratchy, S. and Dziewulski P. 2004. ABC of Burns Patophysiology and Types of Burns. BMJ Vol. 328, pp 1427-9.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Iswanti, D.A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksan, Fraksi Etil Asetat, Dan Fraksi Etanol 96% Daun Ekor Kucing (Acalypha Hispida Burm. F) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureusatcc 25923 Secara Dilusi. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. Kartini P.S., Dupla. 2009. Pembibitan Talas Jepang: Menilik Peruntungan dari Pembibitan Satoimo. Jakarta: Kompas. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2013. Market Brief: Ubi Kayu, Ubi Jalar dan Talas, Atase Perdagangan Tokyo. Jakarta: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Koawara, Sutrisno. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center Research and Community Service Institution, IPB. Kozier, B. 1995. Fundamental of Nursing, Concops, Process and Practice 4th Edition. Addison Wesle. Publishing Company Inc, 1359-1367. Krinke, G. J. 2000. The Handbook of Experimental Animals: The Laboratory Rat. London: Academic Press. Kubde, Meenal S; S. S. Khadabadi; I. A. Farooqui; S. L. Deore. 2010. In-vitro Anthelmintic Activity of Colocasia esculenta. Der Pharmacia Lettre, 2 (2) : 82-85. Kumar B, et al. 2007. Ethnopharmacological Approaches to Wound Healing Exploring Medicinal Plants of India. Journal of Ethnopharmacology 114 (2) : 103-113. Lima, C.C., Pereira APC., Silva JRF., Oliveira LS., Resck MCC., Grechi CO., Bernardes MTCP., Olimpio FMP., Santos AMM., Incerpi EK., Garcia JAD. 2009. Ascorbic Acid for The Healing of Skin Wounds in Rats. Braz J Bio, 1 69(4), pp 1195-1201. Marliana, Soerya Dewi., Venty Suryanti., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq, Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. ISSN;1693-2242, Biofarmasi 3 (1), 26-31. Marzoeki, D. 2006. Overview Luka Bakar. Dalam Noer, MS (Ed) Penanganan Luka Bakar. Surabaya: Airlangga University Press, pp 30-38. Mayasari. 2003. Sambiloto sebagai Bahan Antibakterial. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
McEwan, Ronalda. 2008. Anti-Nutritional Constituent of Colocasia esculenta (Amadumbe) a Traditional Crop Food in Kwazulu-Natal. Thesis. Department of Biochemistry and Microbiology, Faculty of Science University of ZuluJand. Moenadjat, Yefta. 2009. Luka Bakar dan Tatalaksana Edisi ke 4. Jakarta: FKUI. Murakami, Akira; Hisashi Ishida; Kimie Kubo; Ikuyo Furukawa; Yasutaka Ikeda; Megumi Yonaha; Yohko Aniya; Hajime Ohigashi. 2005. Suppressive Effects of Okinawan Food Items on Free Radical Generation from Stimulated Leukocytes and Identification of Some Active Constituents: Implications for the Prevention of Inflammation-associated Carcinogenesis. Asian Pacific J Cancer Prev, 6, 437-448. Nasution, Nurhayati. 2015. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) Terhadap Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Nisa, Vina M., Zahara Meilawaty, Pudji Astuti. 2013. Efek Pemberian Ekstrak Daun Singkong (Manihot esculenta) Terhadap Proses Penyembuhan Luka Gingiva Tikus (Rattus norvegicus). Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember (UNEJ). Okeke C. U. Dan Iweala E. 2007. Antioxidant Profile of Dioscorea rotundata, Manihot esculenta, Ipomoea batatas, Vernonia amygdalina and Aloe vera. J Med Res Technol (4): 4-10. Onwueme, Inno. 1999. Taro Cultivation In Asia and The Pacific. Bangkok: Food and Agriculture Organization Of The United Nations Regional Office For Asia and The Pacific. Prajapati, Rakesh. 2011. Colocasia esculenta: A Potent Indigenous Plant. International Journal of Nutrition, Pharmacology, Neurological Diseases 2 (1) : 90-96. Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Edisi 6. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit, et al. 2005. Jakarta: EGC. Pudjiatmoko. 2008. Jurnal Atani Tokyo Swasembada Beras. Diakses dari http://jurnal atani tokyo.com/2008/swasembada beras.html tanggal 23 Maret 2015. Purseglove, J.W. 1992. Tropical Crops. Diocotyledon. Vol. Longman Nigeria. Page 710.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Putri, Almahitta Cintami. 2013. Pengaruh Ekstrak Aqueous Kulit Delima (Punica granatum) Peroral Terhadap Makrofag, Fibroblas Dan Kolagen Pada Penyembuhan Luka Bakar Tikus Putih. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga. Rahim, Farida., Mimi Aria., Nurwani Purnama Aji. 2011. Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar (Ipomoeae batatas L.) Untuk Pengobatan Luka Bakar. Scientia Jurnal Farmasi Dan Kesehatan Vol. 1(1), 21-26. Rahmawati, Dewi., Anita Sukmawati dan Peni Indrayudha. 2010. Formulasi Krim Minyak Atsiri Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val & Zijp): Uji Sifat Fisik dan Daya Antijamur Terhadap Candida albicans Secara In Vitro. Majalah Obat Tradisional, 15(2), 56-63. Regan, M. C and Barbul A, 1995. The Cellular Biology of Wound Healing. In Regdl H, Schlag G, (Eds). Wound Healing. Berlin: Springer-Verlag, pp 213. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: Padmawinata, K. Bandung: ITB. Rohrich, RJ and Robinson JB, 1999. Wound Healing. Selected Reading in Plastic Surgery 9 (3), pp 1-17. Roxas, Lilibeth A. 2013. Efficacy of Tarin from Colocasia esculenta (L.) Schott on The Histological Changes of Buffalo Meat (Bubalus bubalis L.) Journal of Arts, Science and Commerce. 4 (3) : 110-116. Rukmana. 1998. Budidaya Talas. Yogyakarta: Kanisius. Rukmana, Rahmat. 2002. Ubi Kayu, Budi Daya dan Pascapanen Cetakan 6. Yogyakarta: Kanisius. Schultz, G.S. 2007. The Physiology of Wound Bed Preparation. In Granick MS, Ganelli RL, (Eds). Surgical Wound Healing and Management. Informa Healthcare USA Inc. New York, pp 1-5. Seong Wei, Lee; Najiah Musa; Chuah Tse Sengm; Wendy Wee and Noor Azhar Mohd Shazili. 2008. Antimicrobial Properties of Tropical Plants against 12 Pathogenic Bacteria Isolated from Aquatic Organisms. African Journal of Biotechnology Vol. 7 (13). Sidik, Mahmood, A.A., K dan I. Salmah. 2005. Wound Healing Activity of Carica papaya L Aqueous Leaf Extract in Rats. International Journal of Molecular Medicine and Advance Sciences 1 (4) : 398-401. Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Smith, Mangkoewijoyo S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Edisi 1. Jakarta: UI Press. Hal : 37-39. Subhash, Chandra; Saklani Sarla; and Jaybardhan. 2012. Phytochemical Screening of Garhwal Himalaya Wild Edible Tuber Colocasia esculenta. International Research Journal of Pharmacy 3 (3), 181-186. Taylor, C., Lilis C., LeMone. P. 1997. Fundamental of Nursing The Art and Science of Nursing Care 4th Edition. Philadelphia: JB Lippincoff. 699-705. Telaumbanua, Eka Setiawan Karsa. 2005. Pemanfaatan Tepung Umbi Talas (Colocasia esculenta L.) dan Solid Dekanter dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1 Hari-84 Hari. Skripsi. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Tiwari, VK. 2012. Burn Wound: How It Differs From Other Wounds. Indian Journal of Plastic Surgery Vol. 45, 364-373. Udupa AI; Kulkumi DR; Udupa SI . 1995. Effect of Tridax procumbens Extracts on Wound Healing. International Journal of Pharmacognosy 33 (1): 37-40. Wadankar, G. D., S. N. Malode and S. L. Sarambekar. 2011. Traditionally Used Medicine Plants for Wound Healing in the Washim District, Maharashtra (India). International Journal of PharmTech Research Vol. 3, No. 4, pp 2080-2084. Wang, Jaw-Kai. 1983. Taro. Honolulu: University of Hawaii Press. Wijaya, Bryan Alfonsius., Gayatri Citraningtyas., dan Frenly Wehantouw. 2014. Potensi Ekstrak Etanol Tangkai Daun Talas (Colocasia esculenta (L.) Sebagai Alternatif Obat Luka Pada Kulit Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT 3 (3), 2302-2493. Wasiatmadja dan Syarif. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: UI Press, 3-8.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 1. Alur Penelitian Umbi talas jepang (Colocasia esculenta) Hewan uji: tikus jantan galur Sprague Dawley
Tikus diaklimatisasi selama 1 minggu
Determinasi Umbi disortasi basah, dicuci, dirajang, sortasi kering dan diserbukkan.
Serbuk simplisia umbi talas jepang Hewan uji dikelompokkan secara acak berdasarkan perlakuan (@perlakuan 6 ekor): -
-
-
-
Kelompok I (kontrol positif) Kelompok II (kontrol negatif) Kelompok III (krim ekstrak konsentrasi 1%) Kelompok IV (krim ekstrak konsentrasi 5%) Kelompok V (krim ekstrak konsentrasi 25%)
Pembuatan luka bakar
Maserasi dengan etanol 96%
Ekstrak cair Dipekatkan dengan rotary evaporator
Ekstrak kental Penapisan fitokimia, parameter spesifik & non spesifik
Sediaan krim ekstrak
Pemberian krim ekstrak pada tikus secara topikal selama 21 hari Dipilih satu ekor tikus dari masing-masing kelompok untuk dieksisi jaringan kulit tikus hari ke7
Dibuat preparat histopatologi
Pengamatan preparat
Pengamatan keberadaan sel radang dan makrofag
Pengukuran ketebalan jaringan epitel
Neokapilerisasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 2. Determinasi Tanaman
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Lampiran 3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang Hasil Penapisan Fitokimia
Metode
Hasil
Keterangan
Identifikasi Alkaloid Metode Mayer : Ekstrak + 5 ml HCl 2 M + 0,5 gram NaCl, disaring + 3 tetes HCl 2 M + pereaksi Mayer
Endapan
+
Metode Wagner : Ekstrak + 5 ml HCl 2 M + 0,5 gram NaCl, disaring + 3 tetes HCl 2 M + pereaksi Wagner
Endapan
+
Uji Penegasan Ekstrak + amonia 25% hingga pH 8-9 + 1 ml kloroform, diuapkan + 1 ml HCl 2 M, disaring + pereaksi Mayer
Endapan
+
Ekstrak + amonia 25% hingga pH 8-9 + 1 ml kloroform, diuapkan + 1 ml HCl 2 M, disaring + pereaksi Dragendorff
Endapan
+
Identifikasi Flavonoid Metode Bate SmithMetchalf : Ekstrak + n-heksan (hingga jernih) residu + 20 ml etanol + 0,5 ml HCl pekat dipanaskan
Perubahan warna merah tua sampai ungu
+
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Metode Wilstater : Ekstrak + n-heksan (hingga jernih) residu + 20 ml etanol + 0,5 ml HCl pekat + 0,5 mg logam Mg
Perubahan warna
+
Identifikasi Saponin Metode Forth : Ekstrak + 10 ml akuades dikocok selama 30 detik
Terbentuknya busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik)
+
Uji Penegasan Ekstrak + n-heksan residu + 1 ml kloroform diaduk 5 menit + 1 ml Na2SO4 anhidrat disaring + 5 tetes anhidrat asetat + 1 ml H2SO4 pekat diaduk
Terbentuknya cincin merah sampai cokelat
+
Identifikasi Terpenoid Ekstrak + 2 ml kloroform + 3 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati
Terbentuknya warna cokelat kemerahan pada antarmuka dalam larutan
+
Identifikasi Steroid Ekstrak + 2 ml asam asetat anhidrat + 2 ml H2SO4 pekat
Perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau
+
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Identifikasi Tanin dan Polifenol Ekstrak + akuades panas didinginkan + 5 tetes NaCl 10% disaring + 3 tetes FeCl3 Ekstrak + akuades panas didinginkan + 5 tetes NaCl 10% disaring + 3 ml garam gelatin
Perubahan warna
+
Perubahan warna
+
Identifikasi Glikosida Jantung Metode Keller Kelliani : Ekstrak + n-heksan residu dipanaskan + 3 ml FeCl3 + 1 ml H2SO4 pekat
Cincin merah bata menjadi biru atau ungu
+
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Lanjutan Kelompok No. Tikus Kontrol 1. Positif
2.
3.
4.
5.
14
16
Pengamatan Luka Bakar Hari Ke 18 20
21
Kontrol Negatif Uji Konsentrasi Rendah (1%) Uji Konsentrasi Sedang (5%) Uji Konsentrasi Tinggi (25%)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Lampiran 4. Gambar Pengamatan Perubahan Rerata Luka Bakar
1.
Kelompok Tikus Kontrol Positif
2.
Kontrol Negatif
No.
3.
4.
5.
0
2
Pengamatan Luka Hari Ke 4 6
8
10
12
Uji Konsentrasi Rendah (1%) Uji Konsentrasi Sedang (5%) Uji Konsentrasi Tinggi (25%)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Lampiran 5. Tahapan Pengukuran Luas Luka Bakar Menggunakan Software ImageJ
a) Buka software ImageJ, klik “File” dan “Open” pada Menu Bar.
b) Pilih foto yang akan digunakan.
c) Klik Tool Bar “Straight” dan buat garis lurus sepanjang 1 cm pada gambar penggaris.
d) Klik Menu “Analyze” lalu pilih “Set Scale”.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
e) Ubah ukuran panjang penggaris pada kolom “Known Distance” menjadi 1, kemudian ubah satuan dalam kolom “Unit of Length” menjadi cm, lalu klik “OK”.
f) Klik Tool Bar “Freehand Selections” dan buat pola sesuai bentuk luka bakar seperti gambar di atas.
g) Klik Menu “Analyze” lalu klik “Measure”.
h) Setelah keluar jendela “Results” seperti pada gambar di atas, maka akan didapat hasil pengukuran luas luka bakar pada kolom “Area”.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Lampiran 6. Data Luas Luka Bakar Derajat Dua Rerata Luas Penurunan Rerata Persentase Rerata Persentase Luas Luka Luas Luka Kelompok Tikus Luka Awal Luas Luka Penurunan Luas Penyembuhan Penyembuhan Awal (cm2) Akhir (cm2) (cm2) (cm2) Luka (cm2) ± SD (%) (%) 8,06 1,32 6,74 83,66 7,56 1,24 6,32 83,60 Kontrol Positif 7,08 5,02 ± 1,79 70,41 7,85 3,64 4,21 53,59 4,85 1,90 2,95 60,80 6,50 1,66 4,84 74,42 7,59 3,51 4,08 53,79 6,70 2,01 4,69 69,95 Kontrol Negatif 7,36 4,72 ± 0,49 64,78 8,63 3,37 5,26 60,96 6,87 2,50 4,36 63,57 7,50 1,91 5,59 74,56 6,94 2,42 4,51 65,06 Uji Konsentrasi 6,17 1,79 4,38 6,68 4,87 ± 0,55 70,97 73,02 Rendah (1%) 6,12 1,13 4,99 81,51 5,86 2,40 3,45 58,95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Luas Luka Kelompok Tikus Awal (cm2)
Uji Konsentrasi Sedang (5%)
Uji Konsentrasi Tinggi (25%)
6,13 6,70 6,98 6,96 7,08 7,93 6,19 6,11 7,33 7,77
Rerata Rerata Luas Penurunan Rerata Persentase Luas Luka Persentase Luka Awal Luas Luka Penurunan Luas Penyembuhan Akhir (cm2) Penyembuhan (cm2) (cm2) Luka (cm2) ± SD (%) (%) 1,75 4,38 71,42 3,08 3,62 53,95 6,69 1,09 5,90 4,95 ± 1,15 84,46 73,79 1,02 5,94 85,33 1,74 5,34 75,44 1,63 6,31 79,52 1,99 4,21 67,94 6,89 1,15 4,96 5,00 ± 0,92 81,16 72,68 2,78 4,56 62,12 3,08 4,69 60,38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
Lampiran 7. Data Hasil Pengukuran Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7
Kelompok
Kontrol Positif
Kontrol Negatif
Uji Konsentrasi Rendah (1%)
Uji Konsentrasi Sedang (5%)
Uji Konsentrasi Tinggi (25%)
Tebal Epitel (µm) 25,16 36,04 21,08 23,12 31,96 36,14 22,44 11,07 15,64 20,50 22,44 23,21 9,54 50,75 36,49 19,72 34,00 23,80 25,84 20,80 40,12 30,60 6,16 36,04 30,60
Rerata Ketebalan Epitel (µm)
27,47
21,16
28,49
24,83
28,70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7 One-Way ANOVA a. Uji Normalitas Tujuan : untuk distribusi normal data ketebalan epitel preparat hari ke-7 Hipotesis : Ho = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 terdistribusi normal Ha = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Tebal_Epitel N Normal Parametersa
Mean Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
25 26.1304 10.26836 .111 .111 -.106 .556 .916
Keputusan : data ketebalan epitel preparat hari ke-7 seluruh kelompok uji terdistribusi normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
b. Uji Homogenitas Tujuan : untuk melihat data ketebalan epitel preparat hari ke-7 homogen atau tidak Hipotesis : Ho = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 terdistribusi homogen Ha = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 tidak terdistribusi homogen Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak Test of Homogeneity of Variances Tebal_Epitel Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1.365
4
20
.281
Keputusan : data ketebalan epitel preparat hari ke-7 seluruh kelompok uji terdistribusi homogen. c. Uji Multiple Comparison tipe LSD (Least Significant Difference) Tujuan : untuk menentukan data ketebalan epitel preparat hari ke-7 abnormal kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara signifikan dengan kelompok lainnya. Hipotesis : Ho = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 tidak berbeda secara signifikan Ha = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 berbeda secara signifikan Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Multiple Comparisons Tebal_Epitel LSD
(I) Kelompok_Tikus Kelompok Positif
(J) Kelompok_Tikus
Kontrol Kelompok Negatif
Kontrol
Mean Difference (IJ) Std. Error 6.31400
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound Upper Bound
6.82441
.366
-7.9215
20.5495
Kelompok Uji -1.01400 Konsentrasi Rendah
6.82441
.883
-15.2495
13.2215
Kelompok Uji 2.64000 Konsentrasi Sedang
6.82441
.703
-11.5955
16.8755
6.82441
.859
-15.4675
13.0035
6.82441
.366
-20.5495
7.9215
6.82441
.296
-21.5635
6.9075
6.82441
.596
-17.9095
10.5615
6.82441
.282
-21.7815
6.6895
6.82441
.883
-13.2215
15.2495
6.82441
.296
-6.9075
21.5635
Kelompok Uji -1.23200 Konsentrasi Tinggi Kelompok Kontrol Kelompok Kontrol -6.31400 Negatif Positif Kelompok Uji -7.32800 Konsentrasi Rendah Kelompok Uji -3.67400 Konsentrasi Sedang Kelompok Uji -7.54600 Konsentrasi Tinggi Kelompok Uji Kelompok Kontrol 1.01400 Konsentrasi Rendah Positif Kelompok Kontrol 7.32800 Negatif
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
Kelompok Uji 3.65400 Konsentrasi Sedang Kelompok Uji -.21800 Konsentrasi Tinggi Kelompok Uji Kelompok Kontrol -2.64000 Konsentrasi Sedang Positif Kelompok Kontrol 3.67400 Negatif Kelompok Uji -3.65400 Konsentrasi Rendah Kelompok Uji -3.87200 Konsentrasi Tinggi Kelompok Uji Kelompok Kontrol 1.23200 Konsentrasi Tinggi Positif Kelompok Kontrol 7.54600 Negatif Kelompok Uji .21800 Konsentrasi Rendah Kelompok Uji 3.87200 Konsentrasi Sedang
6.82441
.598
-10.5815
17.8895
6.82441
.975
-14.4535
14.0175
6.82441
.703
-16.8755
11.5955
6.82441
.596
-10.5615
17.9095
6.82441
.598
-17.8895
10.5815
6.82441
.577
-18.1075
10.3635
6.82441
.859
-13.0035
15.4675
6.82441
.282
-6.6895
21.7815
6.82441
.975
-14.0175
14.4535
6.82441
.577
-10.3635
18.1075
Keputusan : data ketebalan epitel preparat hari ke-7 seluruh kelompok uji tidak berbeda secara signifikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82 Lampiran 9. Hasil Analisis Statistik Luas Luka Bakar Derajat Dua Paired Samples T Test Hipotesis : Ho = Data penurunan luas luka bakar tidak berbeda signifikan Ha = Data penurunan luas luka bakar berbeda signifikan Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak Kelompok Kontrol Positif Hari ke-1 dan Hari ke-21 Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Positif_Awal Positif_Akhir
Std. Std. Deviation Mean
- 5.053250 1.787568 E0
.893784
95% Confidence Interval of the Error Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
2.208831
7.897669
5.654
3
.011
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok kontrol positif berbeda signifikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83 Kelompok Kontrol Negatif Hari ke-1 dan Hari ke-21 Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Negatif_Awal Negatif_Akhir
Std. Std. Deviation Mean
- 4.647000 .452090 E0
.202181
95% Confidence Interval of the Error Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
4.085657
5.208343
22.984
4
.000
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok kontrol negatif berbeda signifikan. Kelompok Uji Konsentrasi Rendah (1%) Hari ke-1 dan Hari ke-21 Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Rendah_Awal Rendah_Akhir
Std. Std. Deviation Mean
- 4.585800 .792092 E0
.354234
95% Confidence Interval of the Error Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
3.602288
5.569312
12.946
4
.000
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok uji konsentrasi rendah (1%) berbeda signifikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84 Kelompok Uji Konsentrasi Sedang (5%) Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Sedang_Awal Sedang_Akhir
Std. Std. Deviation Mean
- 5.033800 1.012289 E0
.452709
95% Confidence Interval of the Error Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
3.776877
6.290723
11.119
4
.000
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok uji konsentrasi sedang (5%) berbeda signifikan. Kelompok Uji Konsentrasi Tinggi (25%) Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Tinggi_Awal Tinggi_Akhir
Std. Std. Deviation Mean
- 4.943600 .809382 E0
.361967
95% Confidence Interval of the Error Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
3.938620
5.948580
13.658
4
.000
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok uji konesntrasi tinggi (25%) berbeda signifikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85 One-Way ANOVA a. Uji Normalitas Tujuan : untuk distribusi normal data penurunan luas luka bakar Hipotesis : Ho = Data penurunan luas luka bakar terdistribusi normal Ha = Data penurunan luas luka bakar tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Luas_Luka_A wal N Normal Parametersa
Mean Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
20 6.94075 .889715 .125 .100 -.125 .559 .914
Keputusan : data penurunan luas luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi normal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86 b. Uji Homogenitas Tujuan : untuk melihat data penurunan luas luka bakar homogen atau tidak Hipotesis : Ho = Data penurunan luas luka bakar terdistribusi homogen Ha = Data penurunan luas luka bakar tidak terdistribusi homogen Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak Test of Homogeneity of Variances Luas_Luka_Awal Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1.989
4
15
.148
Keputusan : data penurunan luas luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi homogen c. Uji Multiple Comparison tipe LSD (Least Significant Difference) Tujuan : untuk menentukan data penurunan luas luka bakar abnormal kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara signifikan dengan kelompok lainnya. Hipotesis : Ho = Data penurunan luas luka bakar tidak berbeda secara signifikan Ha = Data penurunan luas luka bakar berbeda secara signifikan Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87 Multiple Comparisons Luas_Luka_Awal LSD
(I) Kelompok_Tikus
(J) Kelompok_Tikus
Mean Difference (IJ) Std. Error Sig.
Kontrol Positif
Kontrol Negatif
-.278250
.677123
.687
-1.72150
1.16500
Uji Rendah
.395000
.677123
.568
-1.04825
1.83825
Uji Konsentrasi Sedang .384250
.677123
.579
-1.05900
1.82750
.677123 .677123
.787 .687
-1.25675 -1.16500
1.62975 1.72150
.677123
.336
-.77000
2.11650
.677123 .677123 .677123 .677123 .677123 .677123 .677123 .677123
.343 .503 .568 .336 .988 .762 .579 .343
-.78075 -.97850 -1.83825 -2.11650 -1.45400 -1.65175 -1.82750 -2.10575
2.10575 1.90800 1.04825 .77000 1.43250 1.23475 1.05900 .78075
.677123
.988
-1.43250
1.45400
.677123 .677123
.774 .787
-1.64100 -1.62975
1.24550 1.25675
Konsentrasi
Uji Konsentrasi Tinggi .186500 Kontrol Negatif Kontrol Positif .278250 Uji Konsentrasi .673250 Rendah Uji Konsentrasi Sedang .662500 Uji Konsentrasi Tinggi .464750 Uji Konsentrasi Kontrol Positif -.395000 Rendah Kontrol Negatif -.673250 Uji Konsentrasi Sedang -.010750 Uji Konsentrasi Tinggi -.208500 Uji Konsentrasi Sedang Kontrol Positif -.384250 Kontrol Negatif -.662500 Uji Konsentrasi .010750 Rendah Uji Konsentrasi Tinggi -.197750 Uji Konsentrasi Tinggi Kontrol Positif -.186500
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
88 Kontrol Negatif -.464750 Uji Konsentrasi .208500 Rendah Uji Konsentrasi Sedang .197750
.677123
.503
-1.90800
.97850
.677123
.762
-1.23475
1.65175
.677123
.774
-1.24550
1.64100
Keputusan : data penurunan luas luka bakar seluruh kelompok tidak berbeda secara signifikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dua One-Way ANOVA a. Uji Normalitas Tujuan : untuk distribusi normal data persentase penyembuhan luka bakar Hipotesis : Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi normal Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Persentase_Pe nyembuhan_ Luka_Bakar N Normal Parametersa Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
20 70.9385 10.84761 .136 .092 -.136 .606 .856
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi normal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90
b. Uji Homogenitas Tujuan : untuk melihat data persentase penyembuhan luka bakar homogen atau tidak Hipotesis : Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi homogen Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak Test of Homogeneity of Variances Persentase_Penyembuhan_Luka_Bakar Levene Statistic 2.317
df1
df2 4
Sig. 15
.105
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi homogen c. Uji Multiple Comparison tipe LSD (Least Significant Difference) Tujuan : untuk menentukan data persentase penyembuhan luka bakar abnormal kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara signifikan dengan kelompok lainnya. Hipotesis : Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak berbeda secara signifikan Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar berbeda secara signifikan Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
91
Multiple Comparisons Persentase_Penyembuhan_Luka_Bakar LSD Mean Difference (IJ) Std. Error
95% Confidence Interval
(I) Kelompok_Tikus
(J) Kelompok_Tikus
Kelompok Kontrol Positif
Kelompok Kontrol Negatif
5.63250
8.20729
.503
-11.8609
23.1259
Kelompok Uji Konsentrasi Rendah
-2.61250
8.20729
.755
-20.1059
14.8809
Kelompok Uji Konsentrasi Sedang
-3.37750
8.20729
.687
-20.8709
14.1159
-2.27250
8.20729
.786
-19.7659
15.2209
-5.63250
8.20729
.503
-23.1259
11.8609
-8.24500
8.20729
.331
-25.7384
9.2484
-9.01000
8.20729
.290
-26.5034
8.4834
-7.90500
8.20729
.351
-25.3984
9.5884
2.61250
8.20729
.755
-14.8809
20.1059
Kelompok Kontrol Negatif
Kelompok Uji Konsentrasi Rendah
Kelompok Uji Konsentrasi Tinggi Kelompok Kontrol Positif Kelompok Uji Konsentrasi Rendah Kelompok Uji Konsentrasi Sedang Kelompok Uji Konsentrasi Tinggi Kelompok Kontrol Positif
Sig.
Lower Bound Upper Bound
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
92
Kelompok Uji Konsentrasi Sedang
Kelompok Uji Konsentrasi Tinggi
Kelompok Kontrol Negatif Kelompok Uji Konsentrasi Sedang Kelompok Uji Konsentrasi Tinggi Kelompok Kontrol Positif Kelompok Kontrol Negatif Kelompok Uji Konsentrasi Rendah Kelompok Uji Konsentrasi Tinggi Kelompok Kontrol Positif Kelompok Kontrol Negatif Kelompok Uji Konsentrasi Rendah Kelompok Uji Konsentrasi Sedang
8.24500
8.20729
.331
-9.2484
25.7384
-.76500
8.20729
.927
-18.2584
16.7284
.34000
8.20729
.968
-17.1534
17.8334
3.37750
8.20729
.687
-14.1159
20.8709
9.01000
8.20729
.290
-8.4834
26.5034
.76500
8.20729
.927
-16.7284
18.2584
1.10500
8.20729
.895
-16.3884
18.5984
2.27250
8.20729
.786
-15.2209
19.7659
7.90500
8.20729
.351
-9.5884
25.3984
-.34000
8.20729
.968
-17.8334
17.1534
-1.10500
8.20729
.895
-18.5984
16.3884
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji tidak berbeda secara signifikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta