UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OPTIMASI SUHU DAN KONSENTRASI REAKTAN REAKSI KONDENSASI SENYAWA HASIL OKSIDASI ETIL p-METOKSISINAMAT DENGAN ASETOFENON
SKRIPSI
MUHAMAD BENY SETIAWAN NIM : 1112102000102
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA AGUSTUS 2016
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OPTIMASI SUHU DAN KONSENTRASI REAKTAN REAKSI KONDENSASI SENYAWA HASIL OKSIDASI ETIL p-METOKSISINAMAT DENGAN ASETOFENON
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MUHAMAD BENY SETIAWAN NIM : 1112102000102
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA AGUSTUS 2016
ii
Il!
JuEEuul
uufiuu5 BprrBI
filtm$[0IgIrI u8raBrlss r{uog pEltruqntrt
l,tilNJ Brlru|\J
rsuaq ueFaap uu4u1u,{u e,tus qu1al r1nlnrrp undnuur dpnryp Fued rlruq Jaqurns unuras usp
.rlpuas
u,{us e,t"rur1 lrsuq rlBJBpe rur rsdr.ryg
SYII'IYNISIilO NYYIY,{.NU g{ N}-I,liyTlffl
AT
t00z I 0t00z0tr0tr6l dlN
@
€ueIul- tlBllllisAEpil-l Jlleds NJn uel€qes3) ntiill u?p u?rol{op3) sullnlui Iseuu€c lpl.Ils tlluj8oJd un13x "1nqBlaffu3l^l
il0il0800zlTLlvL6t dIN
t
00eF0900{0{908 L6t
dI\
1dv--nffi.-.ipiEx
{,iv
.'-,?.
1?utqutque6
7 Eutqurtqwe6
e*teAueg uouoJolss v ue8uap l€rueulsls{op*i-r{ lilE }supls O lrsu11 : tsdr:15 Is€suopuo1 IS{ueH uup{so5 Ise4uasuoy u€p nqns rsturqdg
p":--
rseuue.l t-ElellS : lPnlS ure;l''':-
:
u&\l€I]og dueg Puutl?qnr^{
:
zOi00010tIl t I
f --.
3NlflI^ilSfitf,d NYfIfOIf,SItf'I NY}IIYTYE
ITALAMAN PENGESAtrAN SKRIPSI
Skripsi ini dia.lukan oleh. Nama
.Muharnad Beny Setiawan
NIM
:
Progranr Studi
: Strata-l Fannasi
Judul Skripsi
I I 12101000102
: Optimasi Suhu dan l(onsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi
Senyawa Hasil Oksidasi Etil p+netoksisinamat dengan Asetofenon
Telah berhasil dipertahankan di hadap*n dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperluk*n untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pad* Program Studi F*rmasi, Fakultas Kedakteran dan rlmu Kesehatan, uaiversitas rslam Negeri {UIN) Syarif Hidayatuilah Jakarta.
Dewan Penguji
Pembimbing
I
Ismi*rni Komala, Ph.D., *I.Sc., Apt
Pembimhing
II
?'ar:di, Ph.l)., Apt
{
( "f@^ftr
Penguji
I
I-ina Elfita, M.Si., Apt
Peng*ji
tr
Puteri Amelia, M. Farm.n Apt
UJ\
--+---e,*lJ. r-'
Ditetapkan di
: Jak*rta
T;rnoaql
. lorre*r:e ?fl1 6
ABSTRAK
Nama
: Muhamad Beny Setiawan
Program Studi
: Farmasi
Judul Skripsi
: Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Senyawa Hasil Oksidasi Etil pmetoksisinamat dengan Asetofenon
Senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan metabolit sekunder utama yang terdapat pada tanaman kencur (Kaempferia galanga Linn) dan memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan modifikasi struktur etil p-metoksisinamat dan melihat kondisi optimum untuk mendapatkan hasil rendemen yang besar. Modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui proses kondensasi dengan senyawa asetofenon telah dilakukan. Sebelum dimodifikasi senyawa etil p-metoksisinamat terlebih dahulu dihidrolisis menjadi asam p-metoksisinamat melalui reaksi hidrolisis. Asam p-metoksisinamat direaksikan lebih lanjut dengan Ca(NO3)2 untuk menghasilkan senyawa 4-metoksibenzaldehid. Proses kondensasi dilakukan dengan mereaksikan 4-metoksibenzaldehid dan asetofenon dengan perbandingan 1:1 dan 1:2 pada suhu kamar dan suhu 45oC. Hasil kondensasi senyawa 4-metoksibenzaldehid dengan asetofenon menghasilkan senyawa (2E)‐3‐(4‐methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐one dengan nilai rendemen untuk suhu kamar 42,10% untuk perbandingan 1:1 dan 36,67% untuk perbandingan 1:2. Pada suhu 45oC 11,42% untuk perbandingan 1:1 dan 22.77% untuk perbandingan 1:2. Hal ini menunjukkan reaksi dengan perbandingan 1:1 pada suhu kamar menghasilkan senyawa (2E)‐3‐(4‐ methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐one dengan rendemen terbesar yaitu 42,10%.
Kata kunci : 4-metoksibenzaldehid, asam p-metoksisinamat, asetofenon, etil p-metoksisinamat, kondensasi.
vi
ABSTRACT
Name
: Muhamad Beny Setiawan
Major
: Pharmacy
Title
: Optimization Themperature and Reactant Concentration of Condensation the Oxidation Results of Ethyl pmethoxycinnamate with Acetophenone
Ethyl p-methoxycinnamate (EPMC) is major secondary metabolite found in kencur (Kaempferia galanga Linn) and has antiinflammatory activity. the aims of this study were to modify ethyl p-methoxycinnamate and to determine the optimum condition to obtain high yield. Modification of ethyl p-methoxycinnamate through a condensation process with acetophenone compound had been done. Before being modified, EPMC was converted to be p-methoxycinnamate acid (PMCA) by hidrolysis reaction. p-methoxycinnamate acid was reacted using Ca(NO3)2 to produce 4-methoxybezaldehyde. Condensation process had been done by reacting 4-methoxybenzaldehyde and acetophenone with the concentration ratio 1:1 and 1:2 on room temperature and 45oC. The result showed that condensation of 4-methoxybenzaldehyde and acetophenone produce (2E)‐3‐(4‐methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐one in room temperature with ratio 1:1 42,10% yield and 36,67% yield for 1:2. In 45oC 11,42% yield for 1:1 and 22,77% yield for 1:2. This study shows that the highest yield is gained from the reaction of concentration ratio 1:1 in room temperature which produce 42,10% of (2E)‐3‐(4‐methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐one
Key word: 4-methoxybenzaldehydye, acetophenone, condensation, ethyl pmethoxycinnamate, p-methoxycinnamate acid
vii
KATA PENGANTAR Segala puja dan puji serta rasa syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Senyawa Hasil Oksidasi Etil p-metoksisinamat dengan Asetofenon”. Shalawat serta salam selalu terlimpah kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad SAW, suri teladan bagi seluruh umat manusia dalam menjalani kehidupan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta. Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak,
maka
dalam
kesempatan
ini
perkenankanlah
penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya, khususnya kepada : 1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Dr. Nurmeilis M.Sc. Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. sebagai Pembimbing I dan Bapak Yardi Ph.D,. Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran serta dukungan moral maupun material selama penelitian dan penulisan skripsi 4. Ibu Dr.Azrifitria, M.Si, Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan. 5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan
dan
ilmu
yang
viii
bermanfaat
serta
bantuan
selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Kedua orang tua terkasih, Iskandar Abu Kosim dan Masayu Latipa yang selalu ikhlas dalam mendidik serta memberikan dukungan moral, material, nasehat-nasehat, serta doa yang tiada pernah putus di setiap hembusan nafas beliau. 7. Kakak tersayang dan suami Rizki Asiawati S.Kom dan Nur Ahmad S.K yang selalu memberikan arahan dan semangat. Kedua adik tercinta, Mutia Rahma dan Putri Zakia Zahra yang selalu memberikan semangat. 8. Teman-teman Farmasi 2012 yang telah menjadi bagian dari kehidupan Universitas yang berharga di Ibu kota. 9. Teman-teman seperjuangan Kingdom EPMS: Noni, Towi, Muti, Ghilman, Puhay, Atul, Windi, Nita Terimakasih atas segala bantuannya. 10. Teman-teman “kontrakan ceria”, Okin, Galih, Boy, Adia, Ghilman, Towi, Agung, Santo, Irham, Brendi, Gunawan, Ivan terimakasih atas dukungan dan semangatnya. 11. Kak Walid, mbak Eris, mbak Rani, kak Lisna, kak Yaenab, kak Tiwi dan kak Rahmadi yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi 12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, ibarat tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis nantikan. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, Agustus 2016 Penulis
ix
g
t0u raqu.laldss : lufi8ue} Bped E},r€Icf : rp l8nq1c
"Brituuu3eiss ltufuap }€nq tdus Iur qurullr u;ire1 rsurlrJqnd uueleiured usr}lruia(I
eldlf 1eg,3uupuil-fruupuq
uefruap rcnsJS sereqas {rlr}ape}tp ue8u[uada{ {ntun
eiie{Ef qelinleieprg3r:eds {ruin,}
r:a3a51 urElsJ s€lrsrsAruf}
pt*3t$ ryrer urel erprur n?18 ieura]il1
ueelulsnd:e4;i.totqt.7
rp urilpdur?]rp nel? uuryselrlqndrp
lntun
uouoJol*sy uuBuap lsrusursrs4olau-d ulg IsEptslt0 llssH rHu{ua5 rsssuapuoy Js{BaU uB}{EsU rssJltrasuox rsp nqns lsururldg . lnpnluefiuap "edes qultrtll e,uu-1flsdu1s rnlnladuaru e,{€s 'uenqela8ued null uusueqrLrefiuad rruap
ueluq3s3x
nLLTJI
He,!\ErlsS
.r{.r{
u€p
:
uersilopay
"
isdl.rlg
:
e0[0002012r r i
.
rseru€l I-8}Bjls iuag peruellnflg
el;ey snra; sullnluj ipnlg
u.re:8o"r.1
I,{IN EiIr€N
:
qslruq rp ue8uq epuuueq fiua,{
t{silnle,ieplg 3r.lu,t5 trum} r:a?e1q rri€lsl su]tsteAr{r{-} elx.uapuiie
"sil€Ief
eAus
s€}I.,\rS reSeqag
STfiItrfiY}ilY NYShIITNtrdtr}t XIITNII UIH}IY SYSIII NY{If'IIfiStrU{ NYYIYINUTd hIYI{YAYII
IS}}TITfiTTf,
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................... iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI.................................................. v ABSTRAK.................................................................................................. vi ABSTRACT................................................................................................ vii KATA PENGANTAR............................................................................... viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............. x DAFTAR ISI............................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 3 1.3. Tujuan Penelitian................................................................................ 3 1.4. Manfaat Penelitian.............................................................................. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4 2.1. Tanaman Kencur................................................................................. 4 2.2. Klasifikasi........................................................................................... 4 2.3. Kandungan Kencur............................................................................. 5 2.4. Senyawa Etil p-metoksisinamat.......................................................... 5 2.5. Hidrolisis............................................................................................. 6 2.6. Oksidasi Alkena................................................................................... 7 2.7. Kondesasi.............................................................................................8 2.8. Asetofenon.......................................................................................... 9 2.9. Natrium Hidroksida............................................................................. 10 2.10. Iradiasi Microwave............................................................................ 10
xi
2.10.1.Prinsip Dasar Mekanisme Reaksi Dengan Metode Iradiasi Microwave............................................................................... 11 2.11. Identifikasi......................................................................................... 12 2.11.1. Kromatografi............................................................................... 12 2.11.1.1. Kromatografi Lapis Tipis...................................................... 13 2.11.1.2. Kromatografi Kolom............................................................. 14 2.11.2. Spektrofotometri......................................................................... 15 2.11.2.1. Spektroskopi FTIR (Fourier Transform InfraRed)............... 15 2.11.2.2. Spektrofotometri UV-Vis...................................................... 16 2.11.2.3. Spektrofotometri Resonansi Magnetik ................................. 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................. 19 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................19 3.1.1. Tempat........................................................................................... 19 3.1.2. Waktu.............................................................................................19 3.2. Alat dan Bahan.....................................................................................19 3.2.1. Alat.................................................................................................19 3.2.2. Bahan............................................................................................. 19 3.3. Prosedur Penelitian.............................................................................. 20 3.3.1. Preparasi........................................................................................ 20 a. Pengambilan Sampel........................................................................ 20 b. Determinasi Tumbuhan.................................................................... 20 c. Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi.................................................... 20 3.3.2. Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat........................................ 20 3.3.3. Modifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat.................................. 21 a. Hidrolisis Etil p-metoksisinamat...................................................... 21 b. Oksidasi Asam p-metoksisinamat.................................................... 21 c. Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Hasil Oksidasi Asam p-metoksisinamat dengan Asetofenon............. 22 1. Suhu Kamar.................................................................................. 22 2. Suhu 45OC.................................................................................... 22
xii
3.3.4. Ekstraksi Senyawa Hasil Kondensasi .......................................... 22 3.3.5.Pemurnian Hasil Reaksi Kondensasi.............................................. 23 3.3.3.1. Penyiapan KLT Preparatif....................................................... 23 3.3.3.2. Pemurnian Senyawa Hasil Reaksi Kondensasi ...................... 23 3.3.6. Identifikasi Senyawa..................................................................... 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 25 4.1 Hasil Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat....................................... 25 4.1.1. Hasil Determinasi......................................................................... 25 4.1.2. Pembuatan Serbuk Simplisia......................................................... 26 4.1.3. Isolasi Etil p-metoksisinamat........................................................ 26 4.2 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat.......................................... 27 4.2.1. Hidrolisis Etil p-metoksisinamat.................................................. 27 4.2.2. Oksidasi Asam p-metoksisinamat................................................. 29 4.2.3. Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Etil p-metoksisinamat Dengan Asetofenon....................................... 31 4.3 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi................................................ 34 4.3.1. Senyawa Hasil Hidrolisis.............................................................. 36 4.3.2. Senyawa Hasil Oksidasi Asam p-metoksisinamat....................... 38 4.3.3. Senyawa Hasil Kondensasi........................................................... 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................44 5.1. Kesimpulan.......................................................................................... 44 5.2. Saran.................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 45
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21
Rimpang Kencur.................................................................... 4 Struktur senyawa etil p-metoksisinamat............................... 5 Jalur asam sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk menghasilkan etil p-metoksisinamat........................... 6 Mekanisme reaksi hidrolisis pada ester................................ 7 Oksidasi pembelahan pada alkena disubstitusi...................... 8 Oksidasi pembelahan pada alkena disubstitusi dan monosubstitusi................................................................ 8 Mekanisme reaksi kondensasi aldol................................... 9 Struktur kimia senyawa asetofenon.................................... 10 Skema kromatografi lapis tipis.............................................. 14 Tanaman kencur.....................................................................25 Serbuk simplisia tanaman kencur.......................................... 26 Pola spot KLT senyawa etil p-metoksisinamat dengan eluen heksan:etil asetat perbandingan 4:1..............................27 Pola spot KLT hidrolisis asam p-metoksisinamat dan etil p-metoksisinamat heksan etil 4:1 UV 254..................... 28 Mekanisme reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat.............. 29 Reaksi oksidasi asam p-metoksisinamat................................29 Pola spot KLT senyawa hasil oksidasi perbandingan eluen heksan etil 4:1...............................................................30 Mekanisme reaksi kondensasi 4-metoksi benzaldehid dengan asetofenon..................................................................32 Pola spot KLT senyawa hasil kondensasi pada suhu kamar dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1............... 32 Pola spot KLT senyawa hasil kondensasi pada suhu 45OC dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1.......................... 34 Pola spot KLT senyawa dengan elusen heksan etil perbandingan 9:1....................................................................35 Pola Spektrum MS senyawa Asam p metoksisinamat...........37 Pola fragmentasi senyawa hasil hidrolisis............................. 37 Struktur senyawa asam p-metoksisinamat............................. 37 Pola Spektrum GC senyawa Hasil Oksidasi Asam p-metoksisinamat................... ................................... 39 Pola Spektrum MS senyawa Hasil Oksidasi........................ 39 Pola fragmentasi senyawa hasil oksidasi asam p-metoksisinamat................................................................... 40 Pola spektrum MS senyawa hasil kondensasi...................... 41 Pola Spektrum GC senyawa hasil kondensasi...................... 41 Pola fragmentasi MS senyawa hasil kondensasi................... 41 Struktur Senyawa................................................................... 42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian ..........................................................................49 Lampiran 2. Skema Isolasi............................................................................ 50 Lampiran 3. Sertifikat Determinasi Tanaman Kencur...................................51 Lampiran 4. Identifikasi Etil p-metoksisinamat.............................................52 Lampiran 5. Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Kondensasi...................... 58 Lampiran 6. Perhitungan Reaksi.................................................................. 59 Lampiran 7. Dokumentasi..............................................................................64
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia
yang
beriklim
tropis
merupakan
negara
dengan
keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia (Dewoto, 2007). Indonesia dikenal secara luas sebagai mega center keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil, terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut. Di wilayah Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000, di antaranya ditengarai memiliki khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya merupakan tanaman obat (Kementerian Perdagangan, 2014). Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai obat adalah kencur (Kaempferia galanga. L). Secara empirik tanaman kencur dapat digunakan untuk mengobati penyakit hipertensi, rematik, dan asma (Sulaiman et al, 2007). Miranti (2009) juga melaporkan tanaman ini digunakan sebagai obat batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, perut kembung, mual, masuk angin, pegal-pegal, pengompresan bengkak, tetanus dan penambah nafsu makan. Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak kencur diantaranya adalah asam propionate (4,7%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-decosadiene
(1,47%),
beta
sitosterol
(9,88%),
dan
etil
p-metoksisinamat (80,05%) (Umar et al, 2012). Dewasa ini, modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat telah menjadi sorotan para ahli kimia medisinal. Diantaranya, modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat dan uji kemopreventif terhadap fibrosarkoma tikus (Ekowati et al, 2012), amidasi etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur (Kaempferia galanga, Linn) (Barus, 2009), modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur (Kaempferia galanga Linn.) melalui transformasi gugus fungsi serta uji aktivitas sebagai
1
2
antiinflamasi (Mufidah, 2014), amidasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui reaksi langsung dengan iradiasi microwave serta uji aktivitas sebagai antiinflamasi (Reza, 2015). Salah satu penelitian modifikasi yang menarik adalah modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat secara in silico yang dilakukan dengan menambah atom penyusun pada gugus ester sehingga membuat aktivitas antikanker menjadi meningkat (Mushlihin, 2015). Berangkat dari hasil penelitian ini peneliti akan mencoba suatu reaksi yang membuat atom penyusun senyawa etil p-metoksisinamat bertambah yaitu dengan reaksi kondensasi. Reaksi yang digunakan pada penelitian ini adalah reaksi kondensasi aldol yaitu suatu reaksi dimana aldehid dapat bereaksi dengan keton yang mempunyai hidrogen alfa (Fessenden dan Fessenden, 1982). Salah satu senyawa keton yang memiliki hidrogen alfa adalah asetofenon. Pemilihan asetofenon untuk dikondensasi dengan etil p-metoksisinamat adalah karena asetofenon memiliki hidrogen yang berposisi alfa yang mudah disingkirkan oleh suatu basa kuat dan membentuk ion enolat yang nantinya ion enolat ini akan digunakan sebagai nukleofil dalam reaksi kondensasi dan lebih mudah untuk direaksikan ( Fessenden dan Fessenden, 1999). Siswandono (2000) memberikan gambaran pada hubungan struktur aktivitas AINS turunan aril asetat dinyatakan bahwa pengurangan atau penambahan atom C dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufidah (2014) menyatakan bahwa penelitian tentang modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat perlu dikembangkan lagi, terutama modifikasi pada gugus ester, seperti penambahan jumlah atom C pada gugus tersebut. Ada beberapa cara yang bisa digunakan dalam reaksi kondensasi seperti metode seperti stirer (Suzana et al, 2013), iradiasi microwave (Menezes et al, 2009), dan reflux (Patil et al, 2012). Metode yang dipilih pada penelitian ini adalah metode stirer dimana metode ini dipilih karena merupakan jalur yang praktis dan tidak menggunakan pelarut yang toksik (Suzana et al, 2013)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai reaksi kondensasi pada senyawa etil p-metoksisinamat sehingga diperlukan optimasi terlebih dahulu untuk mendapatkan data suhu dan konsentrasi asetofenon yang optimal agar senyawa dapat beraksi dengan tepat dan menghasilkan produk hasil yang bagus. Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka perlu dilakukan optimasi reaksi kondensasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan asetofenon pada variasi suhu dan konsentrasi asetofenon sehingga diharapkan akan diperoleh hasil rendemen yang besar.
1.2 Rumusan Masalah Apakah senyawa hasil oksidasi etil p-metoksisinamat dapat di modifikasi melalui reaksi kondensasi dengan asetofenon?
1.3 Tujuan Penelitian a. Melakukan optimasi reaksi kondensasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan asetofenon. b. Melakukan purifikasi senyawa hasil kondensasi etil p-metoksisinamat dengan asetofenon. c. Melakukan
elusidasi
struktur
senyawa
hasil
kondensasi
etil
p-metoksisinamat dengan asetofenon.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi tambahan data dan penelitian mengenai metode modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui kondensasi dengan asetofenon
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kencur
Gambar 2.1 Rimpang Kencur (Sumber: http://www.kalbestore.com)
Tumbuhan kencur (Kaempferia galanga L) sudah menyebar luas di berbagai negara terutama di benua Asia (Rukmana, 1994). Kencur merupakan tanaman yang banyak tumbuh di berbagai daerah di Indonesia. Bagian tanaman yang sering digunakan adalah rimpang yang mempunyai aroma yang khas dan lembut sehingga mudah membedakannya dengan jenis Zingiberaceae lain. Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa keluarga Zingiberaceae ini merupakan salah satu jenis temutemuan yang dipakai dalam obat tradisional (Rukmana, 1994).
2.2 Klasifikasi Klasifikasi Kaempferia galanga L. di dalam dunia botani adalah sebagai berikut (Barus, 2009): Kingdom : Plantae Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia Spesies : Kaempferia galanga Linn.
4
5
2.3 Kandungan Kencur Kandungan kimia dalam ekstrak minyak atsiri kencur telah diteliti oleh Umar et al. (2012) diantaranya ialah asam propionat (4,71%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%), beta-sitosterol (9,88%), dan komponen terbesar adalah etil p-metoksisinamat (80,05%).
2.4 Senyawa Etil p-metoksisinamat Etil p-metoksisinamat atau EPMS mempunyai rumus molekul C12H14O3 termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan senyawa fenil propanoat (Reza, 2015). Senyawa EPMS berbentuk kristal putih kekuningan, memiliki aroma yang khas, mempunyai berat molekul 206 g/mol dan titik leleh 47-52OC. (Mufidah, 2014). EPMS sebelumnya dimanfaatkan sebagai bahan tabir surya (Windono et al, 1997), namun dewasa ini telah diteliti lebih lanjut bahwa EPMS merupakan senyawa isolat kencur yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi nonselektif menghambat COX-1 dan COX-2 secara in vitro (Umar et al, 2012).
Gambar 2.2. Struktur senyawa etil p-metoksisinamat (Sumber: http://www.sigmaaldrich.com/catalog/product/aldrich/s554189?lang=en®ion=ID)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Gambar 2.3. Jalur asam sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk menghasilkan etil p-metoksisinamat (Bangun, 2011).
2.5
Hidrolisis Secara umum, hidrolisis didefinisikan sebagai transformasi kimia dimana molekul organik berupa RX akan bereaksi dengan air menghasilkan sebuah struktur dengan ikatan kovalen OH. Hidrolisis merupakan contoh reaksi terbesar dalam reaksi kimia disebut sebagai reaksi perpindahan nukleofilik di mana nukleofil menyerang atom elektrofilik. Proses hidrolitik mencakup beberapa jenis mekanisme reaksi yang dapat didefinisikan oleh jenis pusat reaksi di mana terjadi hidrolisis. Mekanisme Reaksi yang paling
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
sering ditemui subtitusi nukleofilik baik secara langsung maupun tidak langsung dan eliminasi-adisi nukleofilik (Larson and Weber, 1994). Reaksi hidrolisis dapat terjadi dengan bantuan katalis berupa basa atau asam. Mekanisme hidrolisis pada gambar 2.3 diinisiasi oleh protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan elektron dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik dari air (Larson and Weber, 1994).
Gambar 2.4 Mekanisme reaksi hidrolisis pada ester (Larson and Weber, 1994)
2.6 Oksidasi Alkena Reaksi suatu alkena yang dapat dioksidasi menjadi beberapa produk senyawa kimia disebut reaksi oksidasi pembelahan alkena (cleavage oxidation) Reaksi oksidasi yang terjadi pada rangkap karbon-karbon digolongkan menjadi dua gugus umum, yang pertama adalah oksidasi ikatan phi tanpa pemutusan ikatan sigma yang menghasilkan suatu senyawa epoksida atau senyawa diol atau glikol. Sedangkan yang kedua adalah oksidasi ikatan phi yang memutus ikatan sigma yang menghasilkan senyawa keton atau aldehid atau asam karboksilat (Fessenden, 1999).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Kondisi struktural dari suatu alkena akan menentukan produk hasil oksidasi pembelahan yang terjadi. Adanya atom hidrogen pada karbon sp2 menentukan hasil dari produk
oksidasi. Jika tiap karbon alkena tidak
mengikat atom hidrogen (tidak mengikat hidrogen bebas), oksidasi pembelahan akan menghasilkan sepasang molekul keton. Jika satu sisi ikatan rangkap terdapat disubstitusi sedangkan sisi yang lain terdapat monosubstitusi, maka pembelahan oksidatif akan menghasilkan suatu keton dari sisi disubstitusi, dan suatu aldehida atau asam karboksilat dari sisi monosubstitusi (Fessenden, 1999).
Gambar 2.5 Oksidasi pembelahan pada alkena disubstitusi (Fessenden, 1999)
Gambar 2.6 Oksidasi pembelahan pada alkena disubstitusi dan monosubstitusi.(Fessenden, 1999) 2.7 Kondensasi Secara umum, reaksi kondensasi adalah reaksi di mana dua molekul atau lebih bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil (seperti air) (Fessenden & Fessenden,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
1999). Salah satu reaksi kondensasi yang sering digunakan dalam sintesis kimia adalah reaksi kondensasi Aldol. Kondensasi aldol termasuk ke dalam reaksi kondensasi karbonil dimana ada dua karbonil seperti aldehid dan keton yang bergabung menjadi satu. Mekanisme kondensasi aldol didahului dengan adanya adisi aldol, melibatkan dua gugus karbonil. Syarat terbentuknya reaksi aldol, suatu senyawa karbonil memiliki hidrogen α sehingga dapat membentuk enolat atau enol yang berfungsi sebagai nukleofil, yang akan mengadisi karbonil lain, yang bertindak sebagai elektrofil. Nukleofil mengalami reaksi substitusi α sedangkan elektrofil mengalami adisi elektrofilik (McMurry, 2008).
Kondensasi aldol dapat dilakukan dalam larutan alkalin basa,
Ba(OH)2, LiOH, irradiasi microwave dan irradiasi ultrasound, maupun dalam asam menggunakan HCl, BF3, B2O3, asam ptoluensulfonat dan lainlain. Namun pada umumnya katalis yang banyak digunakan adalah katalis NaOH, karena akan didapatkan hasil sintesis yang besar (Brown et al., 2012).
Gambar 2.7 Mekanisme reaksi kondensasi aldol (McMurry, 2008) 2.8 Asetofenon Asetofenon merupakan suatu senyawa dari golongan keton yang berupa larutan tak bewarna dan mudah menguap. Aseton berbentuk cair, tidak bewarna, bau seperti buah, pH 7, titik lebur 19.7oC, titik didih 201.7oC. Asetofenon sering digunakan dalam sintesis kimia khususnya dalam reaksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
kondensasi seperti yang dilaporkan Calvino,et al (2002) dan Climent, et al. (1995). Zat ini berbahaya jika ditelan dan dihirup. Sedikit berbahaya jika terkena kontak dengan kulit karena mungkin akan dapat mengiritasi kulit, serta kontak dengan mata. Setelah terserap mungkin akan menyebabkan sakit kepala, salivasi, mual, muntah, pening, narkosis (Merck).
Gambar 2.8 Struktur kimia senyawa asetofenon (www.sigmaaldrich.com/catalog/substance/acetophenone120159886211?lang=en®ion=ID)
2.9 Natrium Hidroksida Natrium hidroksida memiliki rumus kimia NaOH merupakan zat kimia yang berupa padatan atau pelet bewarna putih, tidak berbau, berat molekul 40g/mol, titik didih 1388OC, titik lebur 323OC. 1g Senyawa ini larut dalam 7.2 ml alkohol absolut, 4.2 metanol dan larut dalam gliserol. (Pubchem) Natrium hidroksida biasa digunakan dalam sintesis kimia sebagai katalis seperti penelitian dari Widiarti (2008) tentang Sintesis 2’,4’dimetil-3,4-metilendioksikalkon dari piperonal dan 2, 4-dimetilasetofenon menggunakan katalis NaOH dan uji antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli. Efek samping terhadap kesehatan dari natrium hidroksida terlihat dari sifatnya yang korosif sehingga mungkin dapat membuat iritasi khususnya pada kulit dan mata. (Pubchem) 2.10 Iradiasi Microwave Iradiasi microwave telah digunakan untuk berbagai aplikasi termasuk sintesis organik. Baru-baru radiasi gelombang mikro telah memperoleh perhatian kimiawan karena keuntungan yang unik, seperti waktu reaksi yang lebih pendek, produk reaksi bersih, hasil yang lebih tinggi dan selektivitas yang lebih baik, menjadi alternatif yang berharga untuk mencapai sintesis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
yang lebih efisien dari berbagai senyawa organik. (Varma, 1999 dan Hayes, 2002). Dalam spektrum elektromagnetik, wilayah
cakupan radiasi
microwave berada diantara radiasi IR dan gelombang radio. Microwave mempunyai panjang gelombang 1mm - 1m dan dengan frekuensi antara 0.3– 300 GHz. Radiasi microwave merupakan radiasi non ionisasi yang mampu memecah ikatan yang menghasilkan energi yang diwujudkan sebagai panas melalui interaksi dengan media atau bahan di mana mereka dapat tercermin, ditransmisikan, atau diserap. (Varma, 2011)
2.10.1 Prinsip Dasar Mekanisme Reaksi dengan Metode Iradiasi Microwave Pemanasan suatu materi dengan menggunakan gelombang elektromagnetik berfrekuensi tinggi ditimbulkan dari interaksi komponen medan listrik gelombang elektromagnetik dengan partikel yang memiliki muatan dalam materi sehingga menghasilkan polarisasi dipolar. Prinsip dari mekanisme ini adalah terjadinya polarisasi dipolar sebagai akibat adanya interaksi dipol-dipol antara molekul-molekul polar ketika di radiasikan dengan microwave. Dipol tersebut sangat sensitif terhadap medan listrik yang berasal dari luar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya rotasi pada molekul tersebut sehingga menghasilkan sejumlah energi (Lidstrom et al, 2001). Energi yang dihasilkan pada proses tersebut adalah energi kalor sehingga hal tersebut dikenal dengan istilah efek termal (pemanasan dielektrik) (Perreux, 2001). Fenomena
lain
yang
berperan
dalam
pemanasan
dengan
gelombang mikro adalah adanya konduksi ion. Dalam pengaruh suatu medan listrik, ion-ion yang terdapat dalam sampel yang dipanaskan akan bergerak dan saling bergesekan sehingga menimbulkan panas. Migrasi ion ini dipengaruhi oleh ukuran muatan dan konduktivitas ion terlarut. Faktor yang mempengaruhi konduksi ion adalah konsentrasi, mobilitas ion, dan temperatur larutan (Neas, E.D & M.J. Collins, 1988).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Ketergantungan konstanta laju reaksi (k) terhadap suhu dapat dinyatakan dengan persamaan Arrhenius: K = Ae -Ea / RT
Keterangan: K
= Konstanta laju reaksi
A
= Frekuensi tumbukan
Ea
= Energi aktivasi
R
= Konstanta gas
T
= Suhu mutlak
Faktor ini dapat dianggap sebagai konstanta untuk sistem reaksi tertentu dalam kisaran suhu yang cukup lembut (Chang, 2005). Microwave dapat menginduksi kenaikan vibrasi suatu molekul sehingga berpengaruh terhadap faktor A pada persamaan di atas (Lidstrom et al, 2001). Kenaikan harga A akibat kenaikan vibrasi suatu molekul berbanding lurus dengan harga K, sehingga K pun juga meningkat. Bila harga K suatu reaksi meningkat maka laju reaksi akan ikut meningkat.
2.11 Identifikasi 2.11.1 Kromatografi Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi deferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisim kelautan, tekanan uap, ukuran moleku atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian, masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan, 1995).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
2.11.1.1 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak bewarna harus ditampakkan (dideteksi). (Stahl Egon dalam Khoirunni’mah, 2013) Penotolan larutan uji berdasarkan pada Farmakope Indonesia yaitu dengan menotolkan larutan uji dan larutan baku menurut cara yang tertera pada masing masing monografi dengan jarak lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dan biarkan mengering (tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat pembuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap). Selama pengerjaan hindarkan gangguan fisik dari zat penjerap. (Departemen Kesehatan, 1995) Lempeng plat ditempatkan pada rak penyangga hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah lalu masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap. Titik penotolan jangan sampai terendam. Sistem dibiarkan merambat 10 cm hingga 15 cm diatas titik penotolan, umumya diperlukan waktu lebih kurang 15 menit sampai 1 jam. Lempeng yang telah terelusi sampai batas rambat pelarut dikeluarkan dari bejana kemudian dikeringkan diudara dan diamati bercak mula-mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Jarak tiap bercak dari titik penotolan dan panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati diukur dan dicatat harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
kromatogram
zat
uji
dengan
kromatogram
baku
pembanding.
(Departemen Kesehatan, 1995)
Keterangan: Rf
: Retention factor
A
: Jarak tempuh zat yang dianalisis
B
: Jarak tempuh pelarut
Gambar 2.9. Skema kromatografi lapis tipis
2.11.1.2 Kromatografi Kolom Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung. Penggunaan cakram kaca berpori yang melekat pada dasar tabung untuk menyangga isinya juga sering digunakan. Tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung utama (Departemen kesehatan, 1995). Ukuran kolom bervariasi, kolom yang umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 40 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6 mm,dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
dengan teliti. Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau aluminium, kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom, batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen kesehatan, 1995). Zat penjerap atau fase diam (bisa berupa aluminium oksida yang telah diaktifkan, silika gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan untuk kromatografi dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan ke dalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Adanya penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom dan gaya gravitasi atau dengan memberikan tekanan, masing-masing zat bergerak turun dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromatogram (Departemen Kesehatan,1995).
2.11.2 Spektrofotometri Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet, cahaya tampak, infra merah, dan serapan atom. (Departemen Kesehatan, 1995)
2.11.2.1 Spektrofotometri IR Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di daerah infra merah terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik di daerah 4000 cm-1 hingga 625 cm-1 (lebih kurang 2,3 μm hingga 16 μm) dan suatu metode UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
untuk mengukur perbandingan internsitas cahaya yang ditransmisikan cahaya datang. Penggunaan spektrofotometri IR ditujukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi. (Departemen Kesehatan, 1995)
2.11.2.2 Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorbsi cahaya elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi yang sesuai dengan cahaya ultraviolet dan cahaya tampak (UV-Vis) (Roth et al., 1994). Spektrum absorbsi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 880 nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet (190-380 nm), spektrum Vis (Visible) bagian sinar tampak (380-780 nm). Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dengan konsentrasi dari komponen penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan dalam Hukum Lambert-Beer (Sastroamidjojo, 1985) : A=a.b.c
Keterangan A
= Serapan
a
= Daya serap
b
= Tebal kuvet
c
= konsentrasi larutan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum yang mana alat tersebut dirancang untuk beroperasi. 2. Suatu monokromator, yakni sebuah piranti untuk memencilkan pita sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. 3. Suatu wadah untuk sampel (dalam hal ini digunakan kuvet). 4. Suatu detektor, yang berupa transduser yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik. 5. Suatu amplifier (pengganda) dan rangkaian yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik. 6. Suatu sistem baca dimana diperagakan besarnya isyarat listrik yang ditangkap.
2.11.2.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik Resonansi magnetik nuklir (RMN) atau nuclear resonance magnetic (NMR) adalah metode spektroskopi yang bahkan lebih penting bagi ahli kimia organik dari spektroskopi inframerah. Banyak inti dapat dipelajari dengan teknik NMR, tapi hidrogen dan karbon yang paling umum tersedia. Jika spektroskopi inframerah digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi, NMR memberikan informasi mengenai jumlah atom magnetis yang berbeda dari jenis yang dipelajari. NMR dapat menentukan jumlah masing-masing jenis yang berbeda dari inti hidrogen serta memperoleh informasi mengenai sifat dasar dari lingkungan terdekat dari masing-masing jenis. Informasi yang sama dapat ditentukan untuk inti karbon. Kombinasi IR dan data NMR seringkali cukup untuk menentukan secara benar struktur molekul yang tidak diketahui (Pavia et al., 2008)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut (Willard et al., 1988) : 1. Magnet untuk memisahkan energi spin nuklir. 2. Paling tidak terdapat dua saluran frekuensi radio, satu untuk stabilisasi medan/frekuensi dan satu untuk memberikan frekuensi radio untuk energi penyinaran. Yang ketiga dapat digunakan untuk masing-masing inti yang akan dipisahkan. 3. Probe sampel yang mengandung kumparan untuk kopling sampel dengan bidang frekuensi radio. 4. Detektor untuk memproses sinyal NMR. 5. Generator (Sweep Generator) untuk menyapu bersih baik medan magnet maupun frekuensi radio melalui frekuensi resonansi sampel. 6. Rekorder untuk menampillkan spektrum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium Kimia Obat Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
3.1.2 Waktu Penelitian ini dimulai pada bulan November 2015 sampai bulan Agustus 2016.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Spektrofotometri ¹H-NMR dan
13
C-NMR (500 MHz, JEOL),
vacuum rotary evaporator (SB-1000 Eyela), digital water bath (SB-100 Eyela), GCMS (Agilent Technologies), microwave oven (SAMSUNG, 250 watt, 50 Hz), spektrofotometri IR, lemari pendingin, Plat aluminium TLC silica gel 60 F254 (Merck), timbangan analitik, penangas, statif, alat-alat gelas, pH indikator, termometer, kertas saring, oven, mikropipet, batang pengaduk, pinset, pengaduk magnetik, kapas, alumunium foil, vial uji, botol.
3.2.2 Bahan Senyawa etil p-metoksisinamat yang merupakan hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.), kalsium nitrat (Sigma-Aldrich), etil asetat (Sigma-Adrich) natrium hidroksida (Merck), asam klorida 15%, silika gel 60 (Merck), aquades, n-heksan, etanol 95% asam klorida.
19
20
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1. Preparasi a. Pengambilan Sampel Sampel kencur diperoleh dari kebun balittro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) di wilayah Sukabumi, Jawa Barat pada bulan November 2015.
b. Determinasi Tumbuhan Determinasi tumbuhan kencur (Kaempferia galanga L.) dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI Cibinong.
c. Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi Sebanyak 50 kg kencur dibersihkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian dirajang sekitar 2-3 mm. Setelah itu kencur dijemur selama 5-6 hari tanpa kena sinar matahari. Setelah kencur yang dijemur berwarna coklat muda lalu dihaluskan menggunakan blender (Barus, 2009).
3.3.2. Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2014) Serbuk simplisia kencur dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksana yang telah didestilasi dengan waktu perendaman 5 hari sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrat. Ampas dilakukan maserasi ulang sebanyak 4 kali hingga hasil maserasi menunjukkan warna hampir menyerupai jernih. Seluruh filtrat hasil maserasi dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Kemudian filtrat pekat ini diendapkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal.
Kristal
yang
terbentuk
pada
filtrat
dipisahkan
dengan
penyimpanan. Kristal yang diperoleh dimurnikan menggunakan n-heksan dan rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n-heksan dan beberapa tetes metanol dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar sehingga terbentuk kristal kembali. Kristal dipisahkan dengan penyaringan. Kristal murni dilarutkan dalam etil asetat dan dicek menggunakan KLT dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
eluen n-heksan : etil asetat perbandingan 9:1. Lalu dilakukan identifikasi terhadap kristal yang didapat kemudian dihitung persen rendemennya :
%
=
( ) ( )
100%
3.3.3. Modifikasi Senyawa EPMS a. Hidrolisis Etil p-metoksisinamat Sebanyak 1,5 g NaOH dilarutkan dengan etanol pro analisis dalam gelas kimia dengan pengadukan. Kemudian ditambahkan senyawa EPMS sebanyak 5 g ke dalamnya dan pengaadukan dilakukan secara terus menerus dengan pemanasan menggunakan hot plate selama 5 jam. Pengecekan reaksi dilakukan dengan menggunakan KLT sampai senyawa EPMS bereaksi sempurna. Hasil reaksi dilarutkan dengan aquades, kemudian ditambahkan HCl 15% untuk membentuk endapan hingga tidak ada lagi endapan putih yang terbentuk atau pH mencapai 4. Endapan yang didapat disaring dengan menggunakan kertas saring dan dikeringkan pada suhu ruang (Aulia, 2015)
b. Oksidasi Asam p-metoksisinamat Sebanyak 2 gram asam p-metoksisinamat hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat ditambahkan 5 g Ca(NO3)2 kemudian dilarutkan ke dalam asam asetat glasial sebanyak 10 mL. Campuran divortex hingga homogen. Campuran reaksi tersebut di iradiasi menggunakan microwave pada 300 watt selama 2 menit. Setelah iradiasi, campuran reaksi ditambahkan aquadest dingin sesegera mungkin. Hasil reaksi kemudian di partisi dengan n-heksan kemudian dipekatkan menggunakan vaccum rotary evaporator (Komala, 2014)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
c. Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Hasil Oksidasi Asam p-metoksisinamat dengan Asetofenon 1. Suhu Kamar (Suzana et al, 2013) a. Sebanyak 19 mg senyawa hasil oksidasi dan asetofenon 16 µL dilarutkan ke dalam NaOH 5 % sebanyak 5 mL (perbandingan hasil oksidasi dan asetofenon 1:1). Campuran reaksi tersebut di stirer diatas hot plate pada suhu kamar selama 24 jam. b. Sebanyak 30 mg senyawa hasil oksidasi dan asetofenon 51 µL dilarutkan ke dalam NaOH 5 % sebanyak 5 mL (perbandingan hasil oksidasi dan asetofenon 1:1). Campuran reaksi tersebut di stirer diatas hot plate pada suhu kamar selama 24 jam. 2. Suhu 45OC (Sadeghi et al, 2008) a. Hasil oksidasi sebanyak 105 mg dan asetofenon 90 µL dilarutkan ke dalam NaOH 5 % sebanyak 5 mL (perbandingan hasil oksidasi dan asetofenon 1:1). Campuran reaksi tersebut di stirer pada suhu 45OC diatas hot plate selama 6 jam. b. Hasil oksidasi sebanyak 101 mg dan asetofenon 173 µL dilarutkan ke dalam NaOH 5 % sebanyak 5 mL (perbandingan hasil oksidasi dan asetofenon 1:2). Campuran reaksi tersebut di stirer pada suhu 45OC diatas hot plate selama 6 jam.
3.3.4. Ekstraksi Senyawa Hasil Reaksi Kondensasi Hasil reaksi kondensasi dipartisi dengan aquadest dan etil asetat dengan perbandingan 1:3, dikocok dalam corong pisah hingga terbentuk dua lapisan etil asetat dan lapisan aquadest. Lapisan etil asetat lalu diuapkan dengan vacuum rotary evaporator hingga kental (Setiadi, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
3.3.5. Pemurnian Hasil Reaksi Kondensasi 3.3.5.1.Penyiapan KLT Preparatif Sebanyak
5
gram
silica
gel
GF254
ditimbang
kemudian
ditambahkan aquadest 11 ml. Campuran diduk hingga terbentuk suspensi homogen. Campuran dituangkan di atas plat kaca 10x10 cm hingga merata kemudian dikering anginkan selama 120 menit. Plat yang sudah kering kemudian diaktivasi dengan pemanasan selama 60 menit pada suhu 120oC di dalam oven (Merck)
3.3.5.2.Pemurnian Senyawa Hasil Reaksi Kondensasi Plat KLT preparatif yang sudah diaktivasi sebelumnya dibuat jarak pada batas atas dan bawah kira-kira 1 cm. Senyawa hasil modifikasi diarutkan di dalam etil asetat lalu totolkan senyawa hasil modifikasi dengan pipa kapiler sepanjang batas bawah plat. Plat kemudian dielusi dengan campuran pelarut n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 4:1. Hasil elusi kemudian divisualisasi di bawah sinar UV 254nm. Spot hasil elusi dipisahkan kemudian diekstraksi dengan etil asetat dan diuapkan pada suhu ruang hingga membentuk kristal. Kristal yang terbentuk lalu direkristalisasi dengan menggunakan n-heksan dan metanol (Afrizal et al, 1999).
3.3.6. Identifikasi Senyawa a. Identifikasi Organoleptis Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p-metoksisinamat maupun senyawa hasil modifikasi kemudian diidentifikasi warna, bentuk dan juga bau. b. Pengukuran titik leleh Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p-metoksisinamat maupun senyawa hasil modifikasi kemudian diidentifikasi titik lelehnya menggunakan apparatus melting point
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
c. Identifikasi senyawa menggunakan GCMS Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m × 0,25 mm ID × 0,25 μm); suhu awal 70oC selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 285oC dengan kecepatan 20oC/min selama 20 menit. Suhu MSD 285oC. Kecepatan aliran 1,2 mL/min dengan split 1:100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling rendah yakni 35 sampai paling tinggi 550 (Umar et al, 2012). d. Identifikasi senyawa menggunakan H-NMR Sedikit sampel padat (kira-kira 10 mg), kemudian dilarutkan dalam pelarut bebas proton (khusus NMR), setelah dilarutkan kemudian dimasukkan ke dalam tabung khusus NMR untuk kemudian dianalisis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Senyawa etil p-metoksisinamat sebelum dilakukan kondensasi dihidrolisis terlebih dahulu untuk mendapatkan asam p-metoksisinamat. Dari asam p-metoksisinamat yang didapat kemudian di oksidasi terlebih dahulu untuk medapatkan senyawa aldehid yaitu 4 metoksi benzaldehid. Hal ini dilakukan karena berdasarkan uji pendahuluan, ketika etil p-metoksisinamat dikondensasi dengan menggunakan asetofenon tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Oleh karena itu dilakukan reaksi hidrolisis terlebih dahulu kemudian asam p-metoksisinamat yang didapat dioksidasi yang kemudian hasil reaksi oksidasi dikondensasi dengan asetofenon untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. 4.1 Hasil Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat 4.1.1 Hasil Determinasi
Gambar 4.1 tanaman kencur (Sumber: koleksi pribadi)
Untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan determinasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel merupakan spesies Kaempferia galanga L. Sertifikat hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran .3.
25
26
4.1.2 Pembuatan Serbuk Simplisia Rimpang kencur segar yang digunakan sebanyak 50 kg. Melalui serangkaian proses pembuatan simplisia (Lampiran 2) diperoleh serbuk simplisia kencur sebanyak 7,5 kg. Serbuk simplisia yang dihasilkan berwarna kecokelatan. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Serbuk simplisia tanaman kencur (koleksi pribadi) 4.1.3 Isolasi Etil p-Metoksisinamat Isolasi senyawa etil p-metoksisinamat secara garis besar dilakukan dalam 3 tahap yakni preparasi simplisia, ekstraksi maserasi simplisia kencur dengan pelarut n-heksan, dan rekristalisasi senyawa (lihat skema isolasi pada Lampiran 2). Senyawa etil p-metoksisinamat ini akan mengkristal pada suhu ruang sehingga tahap isolasi bisa menjadi lebih mudah. Hampir 80% dari ekstrak kental yang didapat mengkristal saat dibiarkan di suhu ruang (Umar et al., 2012). Proses rekristalisasi dilakukan dengan n-heksan dan metanol. Tujuan dari proses rekristalisasi ini adalah untuk memurnikan suatu zat dari pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut pada pelarut yang sesuai (Sukmawati, 2013). Kristal yang didapat berwarna putih kekuningan kemudian dilakukan pengecekan dengan KLT. Eluen yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
digunakan adalah heksan : etil asetat perbandingan 9:1, didapatkan nilai Rf= 0,5882 seperti pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Pola spot KLT senyawa etil p-metoksisinamat dengan eluen heksan:etil asetat perbandingan 9:1 (visualisasi UV 254nm)
Nilai rendemen kristal : % rendemen =
,
,
100% = 5,13 %
4.2 Modifikasi Struktur Etil p-Metoksisinamat 4.2.1 Hidrolisis Etil p-Metoksisinamat Reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat dilakukan dengan NaOH sebagai katalis basa dan etanol p.a sebagai pelarut. Senyawa etil p-metoksisinamat ini merupakan tahap awal dalam rangkaian proses modifikasi. Mekanisme reaksi hidrolisis diinisiasi oleh protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan elektron dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik OH (Larson dan Weber, 1994). Proses hidrolisis etil p-metoksisinamat dilakukan dengan metode penelitian Aulia (2015). Sebanyak 1,5 g NaOH digerus dan dilarutkan ke dalam 100 mL etanol p.a hingga larut sempurna dengan menggunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
magnetic stirrer di atas hot plate kemudian ditambahkan sebanyak 5 g etil p-metoksisinamat. Campuran tersebut distirer dan dipanaskan pada suhu 60OC selama 5 jam sampai terbentuk koloid berwarna putih. Hasil reaksi dimonitor menggunakan kromatografi lapis tipis sampai terbentuk semua spot asam p-metoksisinamat dan tidak ada lagi spot etil p-metoksisinamat yang tersisa seperti yang terlihat pada gambar berikut:
1
2
Gambar 4.4 Pola spot KLT hidrolisis asam p-metoksisinamat dan etil p-metoksisinamat heksan etil (4:1) UV 254 Keterangan:
(1) senyawa etil p-metoksisinamat (2) senyawa asam p-metoksisinamat
Ketika reaksi hidrolisis selesai, kemudian dilakukan penambahan 200 mL aquades hingga diperoleh larutan yang bening atau kekuningan. Pada tahap ini, asam p-metoksisinamat yang telah terbentuk berada dalam fase terlarut sehingga diperlukan penambahan HCl 15% untuk mengikat ion Na+ sehingga terbentuk endapan asam p-metoksisinamat yang dapat disaring. Endapan yang telah disaring kemudian di kering anginkan dan didapat serbuk bewarna putih.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Persen rendemen reaksi hidrolisis: % rendemen =
,
100% = 82,30%
Gambar 4.5 Mekanisme reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat 4.2.2 Oksidasi Asam p-metoksisinamat Reaksi oksidasi digunakan untuk mengubah asam p-metoksisinamat menjadi 4-metoksi benzaldehid melalui reaksi oksidasi pemecahan alkena dengan menggunakan oksidator kuat. Senyawa aldehid yang didapatkan setelah oksidasi adalah 4-metoksi benzaldehid yang kemudian senyawa aldehid inilah yang dikondensasi dengan asetofenon.
Gambar 4.6. Reaksi oksidasi asam p-metoksisinamat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
Proses reaksi oksidasi berlangsung melalui iradiasi microwave pada daya 300 watt selama 2 menit dalam erlenmeyer bertutup. Proses oksidasi dilakukan dengan mencampurkan sebanyak 2 g asam p-metoksisinamat dengan 5 g Ca(NO3)2 dan asam asetat glasial sebanyak 10 mL sampai homogen. Lalu di iradiasi microwave pada 300 watt selama 2 menit. Campuran reaksi ditambahkan aquadest dingin sesegera mungkin setelah proses iradiasi selesai bertujuan untuk mencuci hasil reaksi dari sisa-sisa asam asetat yang digunakan. Proses reaksi dilanjutkan dengan dengan penambahan pelarut n-heksan yang bertujuan untuk menarik senyawa hasil oksidasi. Adanya penambahan pelarut n-heksan akan menyebabkan terpisahkan cairan menjadi dua fase yaitu fase n-heksan dan air. Fase nheksan dipisahkan menggunakan corong pisah lalu cairan tersebut di uapkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator. Persen rendemen senyawa hasil oksidasi asam p-metoksisinamat: % rendemen =
100% = 7,9%
1 2 3
Gambar 4.7 Pola spot KLT senyawa hasil oksidasi perbandingan eluen heksan etil (4:1) Keterangan: (1) senyawa etil p-metoksisinamat (2) senyawa asam p-metoksisinamat (3) senyawa 4-metoksi benzaldehid
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
4.2.3 Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Etil p-metoksisinamat Dengan Asetofenon Kondensasi senyawa 4-metoksi benzaldehid dengan asetofenon dilakukan dengan menggunakan metode stirer. Metode stirer merupakan salah satu metode yang digunakan dalam sintesis secara kimiawi. Kondensasi dilakukan dengan mencampurkan 4-metoksi benzaldehid dan asetofenon kemudian dilarutkan ke dalam larutan NaOH 5 % kemudian dilakukan pengadukan dengan bantuan magnetic stirer. Mekanisme kondensasi dimulai dari beresonansinya senyawa asetofenon menjadi bentuk ion enolat karena adanya basa. Setelah itu terjadi reaksi kondensasi antara ion enolat dari asetofenon dengan 4 metoksi benzaldehid
sehingga
membentuk
3‐hydroxy‐3‐(4‐methoxyphenyl)‐1‐
phenylpropan‐1‐one. Akibat dari penambahan asam klorida (HCl) berlebih dalam proses ekstraksi, senyawa tersebut mengalami proses dehidrasi sehingga melepas H2O dan membentuk senyawa hasil (2E)‐3‐(4‐ methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐one. Direaksikan asetofenon pada dua konsentrasi yang berbeda yakni 1:1 dan 1:2. 19 mg 4-metoksi benzaldehid hasil oksidasi dan 16,19 µL asetofenon dicampurkan ke dalam NaOH 5% aquades sebanyak 5 mL untuk perbandingan 1:1 dan 30mg 4-metoksi benzaldehid hasil oksidasi dari dan 51 µL asetofenon untuk perbandingan 1:2. Kedua reaksi diatas direaksikan dengan menggunakan pengadukan dengan bantuan magnetic stirer diatas hot plate selama 24 jam. Pengecekan dengan KLT selama reaksi berlangsung dilakukan untuk melihat lamanya reaksi ini berlangsung. Berdasarkan pengecekan hasil KLT, didapatkan bahwa reaksi pada suhu kamar ini berlangsung selama 24 jam (gambar 4.9). Hasil reaksi lalu di partisi dengan menggunakan HCl dan etil asetat. Lapisan etil asetat diambil kemudian diuapkan dengan vaccum rotary evaporator. Hasil reaksi yang telah pekat selanjutnya dipurifikasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif dengan menggunakan eluen campuran nheksana dan etil asetat perbandingan 9:1.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Gambar 4.8. Mekanisme reaksi kondenasasi 4-metoksi benzaldehid dengan asetofenon
A
A
1
2 12 jam
3
1
B
B
2 24 jam
3
1
2 12 jam
3
1
2 24 jam
Gambar 4.9. Pola spot KLT senyawa hasil kondensasi pada suhu kamar dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1 (visualisasi UV 254) Keterangan: A. Perbandingan 1:1, B. Perbandingan 1:2 1. Senyawa 4-metoksi benzaldehid 2. Senyawa asetofenon 3. Senyawa hasil reaksi kondensasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
33
Hasil rendemen rekasi kondensasi pada suhu kamar: Perbandingan 1:1 % rendemen = Perbandingan 1:2 % rendemen = Dilakukan
juga
100% = 42,10% 100% = 36,67% reaksi
kondensasi
pada
suhu
45OC
dengan
membandingkan dua konsentrasi asetofenon 1:1 dan 1:2. Adapun tujuan diakukannya reaksi pada suhu 45OC adalah untuk melihat pengaruh suhu dalam reaksi sintesis. Goldberg (2002) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi, salah satunya adalah suhu dimana secara umum, semakin tinggi suhu pada suatu sistem, maka akan semakin cepat reaksi kimia berlangsung. Menaikkan suhu berarti menambahkan energi, sehingga energi kinetik molekul molekul akan meningkat. Akibatnya molekul-molekul yang bereaksi menjadi lebih aktif mengadakan tumbukan. Dengan kata lain, kenaikan suhu menyebabkan gerakan molekul makin cepat sehingga kemungkinan tumbukan yang efektif makin banyak terjadi sehingga dengan meningkatnya suhu maka akan meningkatkan energi kinetik sehingga reaksi berlangsung lebih cepat (Favretto,2010). Sebagaimana pada suhu kamar, pengecekan dengan KLT selama reaksi berlangsung dilakukan
untuk melihat
lamanya
reaksi
ini
berlangsung.
Berdasarkan hasil pengecekan KLT, untuk reaksi dengan perbandingan 1:1 berlangsung selama 6 jam, sedangkan untuk reaksi dengan perbandingan 1:2 berlangsung selama
6
jam.
Hasil
reaksi
kondensasi
dipartisi
dengan
menggunakan aquadest dan etil asetat. Lapisan etil asetat lalu diuapkan. Hasil reaksi yang telah pekat selanjutnya dipurifikasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif dengan menggunakan eluen campuran n-heksana dan etil asetat perbandingan 9:1.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
A
A
1
2 3
1 2
2 jam
B
B
3
6 jam
1 2 2 jam
3
1
2
3
6 jam
Gambar 4.10. Pola spot KLT senyawa hasil kondensasi pada suhu 45OC dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1 (visualisasi UV 254) Keterangan: A. Perbandingan 1:1 B. Perbandingan 1:2 1. Senyawa 4-metoksi benzaldehid 2. Senyawa asetofenon 3. Senyawa hasil reaksi
Hasil rendemen reaksi kondensasi pada suhu 45oC: Perbandingan 1:1 % rendemen = Perbandingan 1:2 % rendemen =
100% = 11,42% 100% = 22,77%.
4.3 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi
Identifikasi senyawa hasil modifikasi dimulai dengan melihat perbandingan nilai Rf seluruh senyawa yang di KLT menggunakan eluen nheksan : etil asetat dengan perbandingan 9:1 (Lihat gambar 4.11). Nilai Rf yang didapat adalah sebagai berikut : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Etil p-metoksisinamat = 0,65
Senyawa Hidrolisis = 0,0875
Senyawa Oksidasi = 0,55
Senyawa hasil Kondensasi = 0,625
Keterangan: 1. Senyawa etil p-metoksisinamat 2. Senyawa asam p-metoksisinamat 3. Senyawa 4-metoksi benzaldehid 4. Senyawa hasil reaksi kondensasi
1
2
3
4
Gambar 4.11. Pola spot KLT senyawa dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1 (visualisasi UV 254nm) Berdasarkan nilai Rf, dapat diketahui tingkat kepolaran dari senyawa modifikasi. Etil p-metoksisinamat memiliki nilai Rf tertinggi dimana ini menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki polaritas yang rendah. Reaksi hidrolisis memiliki Rf terendah yakni sekitar 0,0875 dimana hasil hidrolisis telah mengalami kehilangan gugus ester menjadi hidroksi sehingga meningkatkan polaritas. Untuk senyawa hasil oksidasi asam p-metoksisinamat memiliki nilai Rf 0,55 dimana senyawa asam p-metoksisinamat yang sebelumnya memiliki gugus alkena dan hidroksi mengalami kehilangan alkena dan hidroksi berubah menjadi aldehid sehingga sedikit meningkatkan polaritasnya. Senyawa hasil kondensasi memiliki Rf 0,625 yang menunjukkan bahwa reaksi kondensasi telah meningkatkan sedikit polaritas pada senyawa hasil modifikasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
4.3.1 Senyawa Hasil Hidrolisis (Mufidah, 2014) a. Organoleptis Asam p-metoksisinamat Senyawa Asam p-metoksisinamat diperoleh dari hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat. Asam p-metoksisinamat berwujud serbuk putih ,tidak berbau, dan memiliki titik leleh pada rentang 172O-174Oc. Senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat yang didapat kemudian dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Mufidah (2014) memiliki karakteristik seperti berikut : Warna : Putih Bau : Tidak berbau Bentuk : Serbuk Titik leleh :172-176OC Senyawa asam p-metoksisinamat, hasil reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat
yang
telah
dilakukan
oleh
peneliti,
memiliki
karakteristik organoleptis yang sama seperti pada penelitian Mufidah (2014). Analisis lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan instrumentasi Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) untuk kemudian dicocokan dengan hasil dari Mufidah (2014) baik itu nilai Rf, titik leleh, dan GCMS senyawa hasil hidrolisis (asam p-metoksisinamat). Hasil interpretasi
Gas
Chromatography-Mass
Spectroscopy
(GC-MS)
menunjukkan bahwa senyawa asam p-metoksisinamat muncul pada waktu retensi 9,649 dan memiliki berat molekul 178,0 dengan fragmentasi massa pada 161; 133; 117; 89; 77 dan 63. Adapun spektrum GC-MS dan fragmentasi yang terjadi pada senyawa asam p-metoksisinamat adalah sebagai berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Gambar 4.12 Pola Spektrum MS senyawa Asam p-metoksisinamat
Gambar 4.13. Pola fragmentasi senyawa hasil hidrolisis
Gambar 4.14. Struktur senyawa asam p-metoksisinamat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Berdasarkan perbandingan identifikasi organoleptis, KLT, titik leleh, dan GCMS terhadap senyawa hasil hidrolisis yang telah dilakukan oleh peneliti dengan senyawa hasil hidrolisis oleh Mufidah (2014), menunjukkan bahwa reaksi hidrolisis telah berhasil dilakukan dimana gugus ester pada etil p-metoksisinamat telah berubah menjadi gugus karboksilat. 4.3.2 Senyawa Hasil Oksidasi Asam p-metoksisinamat Oksidasi asam p-metoksisinamat dilakukan dengan mereaksikan asam p-metoksisinamat dan Ca(NO3)2 dengan menggunakan iradiasi microwave. Senyawa ini memiliki karakteristik sebagai berikut: Warna : Kuning Bau : Tidak berbau Bentuk : serbuk Elusidasi struktur dari senyawa hasil oksidasi dilakukan dengan analisa menggunakan KLT dan GCMS. Senyawa hasil oksidasi dilakukan identifikasi dengan menggunakan GCMS untuk melihat pola fragmentasi dari senyawa tersebut. Pada interpretasi menggunakan GCMS, senyawa hasil oksidasi muncul pada waktu retensi 6,662 menit. Berat molekul senyawa tersebut 135.0 dengan fragmentasi massa pada 135; 107; 77 (Gambar 4.16). Senyawa tersebut memiliki pola fragmentasi sebagai berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Gambar 4.15 Pola Spektrum GC senyawa Hasil Oksidasi Asam pmetoksisinamat
Gambar 4.16 Pola Spektrum MS senyawa Hasil Oksidasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Gambar 4.17. Pola fragmentasi senyawa hasil oksidasi asam p-metoksisinamat Berdasarkan identifikasi organoleptis, KLT, dan GCMS terhadap senyawa hasil oksidasi yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa reaksi oksidasi telah berhasil dilakukan dimana gugus karboksilat dan alkena pada asam p-metoksisinamat telah berubah menjadi gugus aldehid.
4.3.3 Senyawa Hasil Kondensasi Hasil reaksi kondensasi dari 4-metoksi benzaldehid dengan asetofenon menggunakan basa NaOH dengan bantuan magnetic stirrer menghasilkan
senyawa
(2E)‐3‐(4‐methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐
one. Senyawa ini memiliki karakteristik sebagai berikut: Warna : Kuning Bau : Tidak berbau Bentuk : Serbuk Titik leleh diukur menggunakan alat apparatus melting point. Titik leleh senyawa hasil kondensasi adalah 68-75OC. Elusidasi struktur dari senyawa hasil kondensasi dilakukan dengan analisa menggunakan KLT dan GCMS. Senyawa
hasil
kondensasi
dilakukan
identifikasi
dengan
menggunakan GCMS untuk melihat pola fragmentasi dari senyawa tersebut.
Pada
interpretasi
menggunakan
GCMS,
senyawa
hasil
kondensasi muncul pada waktu retensi 12,604 menit. Berat molekul senyawa tersebut 238,0 dengan fragmentasi massa pada 238; 161, 133, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
108, dan 77 (Gambar 4.9). Senyawa tersebut memiliki pola fragmentasi sebagai berikut:
Gambar 4.18 Pola spektrum MS senyawa hasil kondensasi
Gambar 4.19 Pola Spektrum GC senyawa hasil kondensasi
Gambar 4.20 Pola fragmentasi MS senyawa hasil kondensasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Senyawa hasil kondensasi juga dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan 1H-NMR. Interpretasi analisa dari NMR berupa nilai dari pergeseran kimia (δ) pada suatu senyawa dalam satuan ppm (Pavia et al, 2008).
(a)
(b)
Gambar 4.21 Struktur Senyawa Keterangan: (a) Etil p-metoksisinamat, (b) (2E)‐3‐(4‐methoxyphenyl)‐1‐ phenylprop‐2‐en‐1‐one.
Tabel. 4.1 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR etil p-metoksisinamat dan senyawa hasil kondensasi ( CD3OD, 500 MHz) Etil p-metoksisinamat
(2E)‐3‐(4‐methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐
(Mufidah, 2014)
one
Posisi
Pergeseran Kimia
Posisi
(δ, ppm)
Pergeseran Kimia (δ, ppm)
-
-
17
7,55 (td, 1H, Jt= 1,9 Jd= 7,75)
-
-
18 & 16
7,59 (td, 2H, Jt=3,25 Jd=9,75)
-
-
15 &14
8,01 (d, 2H, J=7,05)
15
1,33 (t, 3H, J=7,15)
-
-
14
4,25(q, 2H, J=7,15)
-
-
10
6,31(d, 1H, J=15,6)
10
7,43 (d, 1H, J=7,8)
9
7,65(d, 2H, J= 15,6)
9
7,80 (d, 1H, J=15,56)
1&5
6,90(d, 2H, J=9,05)
1&5
6,94 (d, 2H, J=9,7)
2&4
7,47(d, 2H, J=8,45)
2&4
7,49 (t, 2H, J=7,8)
8
3,82(s, 3H)
8
3,84 (s, 3H)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Spektrum H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,84 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3, metoksi). Pada pergeseran kimia 7,43 ppm dan 7,80 ppm berbentuk doublet dengan integrasi 1 proton dengan nilai konstanta kopling 15,60 dan 15,55. Kedua sinyal tersebut menunjukkan gugus olefin pada senyawa hasil kondensasi. Suatu puncak dengan konstanta kopling (J) 11-18Hz dapat mengindikasikan bahwa proton tersebut memiliki konfigurasi trans (Pavia et al, 2008). Pergeseran kimia pada rentang 6,94 ppm - 7,49 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen yang tersubstitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya yang menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal dari proton pada posisi 1 dan 5 (6,94 ppm) dan 2 dan 4 (7,49 ppm). Pergeseran kimia yang ditunjukkan senyawa EPMS pada pergeseran kimia 1,33 ppm dan 4,25 ppm tidak terlihat pada senyawa hasil kondensasi dan digantikan oleh sinyal 7,55 (1H), 7,59 ppm (2H) dan 8,01 ppm (2H) yang merupakan proton proton dari gugus benzen hasil kondensasi, dimana itu menandakan bahwa gugus ester dari senyawa EPMS telah berganti menjadi gugus benzen. Berdasarkan identifikasi organoleptis, KLT, hasil interpretasi GCMS, dan hasil interpretasi 1H-NMR terhadap senyawa hasil kondensasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kondensasi telah berhasil dilakukan dimana berat molekul telah bertambah dari 206 (etil p-metoksisinamat) menjadi 238 (senyawa hasil kondensasi).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa: a. Modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat telah berhasil dilakukan melalui tiga proses yaitu proses hidrolisis yang menghasilkan asam pmetoksisinamat,
proses
oksidasi
yang
menghasilkan
4-metoksi
benzaldehid dan proses kondensasi hasil oksidasi dengan asetofenon yang menghasilkan (2E)‐3‐(4‐methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐one. b. Hasil optimasi menghasilkan produk terbaik pada suhu kamar adalah pada perbandingan 1:1 sebesar 42,10%. Sedangkan untuk suhu 45oC produk terbaik adalah pada perbandingan 1:2 dengan 22,77%. c. Identifikasi senyawa menggunakan GCMS menunjukkan waktu retensi 12,604 menit dan berat molekul 238 g/mol dengan fragmentasi massa 238, 161, 133, 108 dan 77. d. Identifikasi senyawa menggunakan 1H-NMR menunjukkan sinyal benzen pada pergeseran kimia 7,4-8,0 ppm yang membuktikan bahwa gugus ester telah berubah menjadi gugus benzen. 5.2. Saran Perlu dilakukan nya uji aktivitas secara in-vitro untuk melihat apakah ada pengaruh terhadap efek penghambatan protein ketika modifikasi kondensasi dilakukan
44
45
DAFTAR PUSTAKA Afrizal., Fahmi, Rizal., dan Osmeli, Delvi. 1999. Sintesis Isoamil Trans-pMetoksisinamat dari Etil Trans-p-Metoksisinamat. Jurnal Kimia Analisis. Vol 5 (2) Aulia, Nova Sari. 2015. Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat Melalui Proses Nitrasi dengan Metode Cold Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Program Studi Farmasi – Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin.Skripsi. Medan: Universitas Sumetra Utara. Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia Galanga, Linn). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Medan: Universitas Sumatera Utara. Brown, W., Christopher, S.F., Brent, L.,I., Eric, V.A., 2012. : Organic Chemistry, 6th ed,USA: Brooks/Cole,Cengage Learning, p.744,748-749. Calvino, V., Picallo, M., López-Peinado, A. J., Martín-Aranda, R. M., & DuránValle, C. J. 2006. Ultrasound accelerated Claisen–Schmidt condensation: A green route to chalcones. Applied Surface Science, 252(17), 6071-6074. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Erlangga: Jakarta. Climent, M. J., Garcia, H., Primo, J., & Corma, A. 1990. Zeolites as Catalysts in Organic Reactions. Claisen-Schmidt Condensation of Acetophenone with Benzaldehyde. Catalysis letters, 4(1), 85-91. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Dewoto H.R. 2007, Pengembangan Obat Trasional Indonesia Menjadi Fitofarmaka, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 57, Nomor 7, Jakarta. Ekowati, Juni; Bimo A. Tejo; Shigeru Sasaki; Kimio Highasiyama; Sukardiman; Siswandono; Tutuk Budiarti. Structure Modification of Ethyl pMethoxycinnamate and their Bioassay as Chemopreventive Agent Against Mice’s Fibrosarcoma. Indonesian Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol 4. Suppl 3.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Favretto,Laura.2010. Basic Guidelines for Microwave Organic Chemistry Applications. Microwave Organic Chemistry Application Specialist Rev. 0/04 Milestone Srl. Fessenden. R. J. dan J. Fessenden. 1999. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Goldberg, D. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta. Erlangga. Kementerian Perdagangan RI. 2014. Obat Herbal Tradisional. Jakarta Khoirunni’mah, Zulfa. 2012. Modifikasi Stuktur Senyawa Metil Sinamat Melalui Proses Nitrasi Serta Uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi. Skripsi. Jakarta: UIN Syaif Hidayatullah. Komala, Ismiarni.2014. Evaluasi Pengaruh Modifikasi Struktur Senyawa Etil pmetoksisinamat (EPMS) yang Diisolasi dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga) Terhadap Aktivitas Antiinflamasinya. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanisms In Environmental Organic Chemistry. Lewis Publisher : United States of America. Lidström, P., Tierney, J., Wathey, B., & Westman, J. 2001. Microwave Assisted Organic Synthesis—A Review. Tetrahedron, 57(45), 9225-9283. McMurry, John. 2008. Organic Chemistry Seventh Edition. Brooks/Cole Thompson Learning.USA. Merck., (1976) .The Merck Index, Merck and CO.Inc, New Jersey.U.S.A. Merck. Making TLC Plate from Bulk TLC Silica Gels. Heidelberg. Germany. Miranti, Lisa. 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri kencur (Kaempferia galanga L.) dengan Basis Salep Larut Air Terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro.Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta M.J. Menezes, S. Majrekar, V. Pai, R.E. Patre & S.G Tilve. 2009. A Facile Microwave Assisted Synthesis of Flavones. Indian Journal of Chemistry vol. 48b, pp.1311-1314. Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Proses Nitrasi dan Hidrolisis Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Mushlihin, Ahmad Arsyadul. 2015. Hubungan Kuantitatif Struktur Aktivitas (HKSA) Turunan Asam Sinamat Terhadap Sel P388. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Neas, E.D. & M.J. Collins. 1988. Microwave Heating Theoritcal Concept and Equipment Design. Dalam: Kingston, H.M. & L.B. Jassie (eds). 1988. Introduction to Microwave Sample Preperation. America Chemistry Society, Washington: 7-32. Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008. Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. USA. Perreux, L., Loupy, A. 2001. A Tentative Rationlization of Microwave Effect in Organic Syntheis According to The Reaction Medium, and Mechanistic Considerations. Tetrahedron, 57, p.9199-9223. Pubchem. Akses online via http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ (diakses pada tanggal 30 Juli 2016). Reza, Muhammad. 2015. Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, Cetakan Kedua diterjemahkan oleh Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Cetakan ke-13. S. G. Patil, P. S. Utale, S. B. Gholse, S. D. Thakur, S. V. Pande. 2012. Synthesis, Characterization and Antimicrobial Activity of 6-bromo-4-methoxy- 4(substituted phenyl) iminoflavone. Journal of Chemical and PharmaceuticalRresearch. 4(1):501-507. Sadhegi. B, Mirjalili. B. F, Hashemi. M. M. 2008. BF3.SiO2: An Efficient Heterogenous Alternative for Regio-Chemo and Stereoselective ClaisenSchmidt Condensation. Journal of the Iranian Chemical Society Vol. 5 No. 4. Pp 694-698 Sastroharmidjojo, Hardjono. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty Setiadi, Muhamad Irwan. 2008. Sintesis Maltovanilat melalui Mekanisme Steglich Menggunakan Pelarut Aseton. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia : Depok Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Sukmawati, Heny. 2013. Biotransformasi Metabolit Sekunder Utama (Senyawa X) dari Ekstrak n- Heksana Kencur (Kaempferia galanga L) oleh Jamur Aspergillus niger ATCC 627. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Skripsi. Jakarta Sulaiman, M. R., Zakaria, Z. A., Daud, I. A., Ng, F. N., Ng, Y. C., & Hidayat, M. T. 2008. Antinociceptive and anti-inflammatory activities of the aqueous extract of Kaempferia galanga leaves in animal models. Journal of natural medicines, 62(2), 221-227. Suzana, Melanny Ika .S, Kholis Amalia N., Juni Ekowati, Marcellino Rudyanto, Hadi Poerwono, Tutuk Budiati. 2013. Pengaruh Gugus Metoksi Posisi Orto (o) dan Para (p) pada Benzaldehida Terhadap Sintesis Turunan Khalkon dengan Metode Kondensasi Aldol. Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, vol.2 no. 1 Umar, Muhammad I., Asnawi, Mohd Zaini., Sadikun ,Amirin., Atangwho, Item J., Yam, Mun Fei., Altaf, Rabia., Ahmed, Ashfaq., 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules, 17, 8720- 8734. Umar, Muhammad I., Asnawi, Mohd Zaini., Sadikun, Amirin., Altaf, Rabia., and Iqbal, Adnan Muhammad. 2011. Phytochemistry and medicinal properties of Kaempferia galanga L (Zingiberaceae) extracts. Journal of pharmacy and pharmacology. 5(14): 1639-1647 Varma, R. S. 2001. Solvent-free Accelerated Organic Syntheses Using Microwaves. Pure and Applied Chemistry, 73(1), 193-198. Widyastuti, Ary. 2008. Sintesis 2’,4’-Dimetil-3,4-Metilendioksikalkon Dari Piperonal Dan 2,4-Dimetilasetofenon Menggunakan Katalis Naoh Dan Uji Antibakteri Terhadap S. aureus dan E. coli.. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Diponegoro: Semarang. Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988. Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth Publishing Company. California. Windono, Tri; Jany; Widji Suratri. 1997. Aktivitas Tabir Matahari Etil pmetoksisinamat yang Diisolasi dari Rimpang Kencur. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Volume 3 No.4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Lampiran 1. Alur Penelitian Isolasi Etil p-metoksisinamat dari kencur (Kaempferia galanga L.)
Senyawa Etil p-metoksisinamat
ELUSIDASI
Hidrolisis
Oksidasi
Kondensasi
Suhu 45OC
Suhu Kamar
Identifikasi Senyawa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Lampiran 2. Skema Isolasi
Rimpang kencur segar 55 kg
Dirajang dan dikeringkan dengan dianginanginkan di udara terbuka
Dibersihkan dari tanah yang menempel dan dicabut akar akar yang menempel dengan dicuci menggunakan air
Sortasi kering
Dihaluskan dengan blender
Simplisia kencur
Maserasi dengan n-heksana
Filtrasi
Ampas
Filtrat
Dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator
Filtrat pekat diendapkan pada suhu kamar
Kristal yang terbentuk disaring
Rekristalisasi dengan n—heksana dan metanol UIN Syarifetil Hidayatullah Jakarta Kristal p-metoksisinamat
51
Lampiran 3. Sertifikat Determinasi Tanaman Kencur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 4. Identifikasi Etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2014) a. Organoleptis Etil p-metoksisinamat Senyawa Etil p-metoksisinamat diisolasi dari rimpang kencur (Kaempferia galanga Linn.) yang diperoleh dari kebun balittro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Etil p-metoksisinamat berwujud kristal putih kekuningan, memiliki aroma yang khas, mempunyai titik leleh 47-52OC.
b. Spektrum IR Etil p-metoksisinamat Hasil analisis Spektrofotometri IR menunjukkan penafsiran spektrum IR senyawa isolat kencur (Etil p-metoksisinamat ) dari berbagai bilangan gelombang absorbansi gugus fungsi yang spesifik seperti yang tertera pada gambar dan tabel berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Ikatan
Daerah Absorbansi (v, cm-1)
C=O
1704,18
C-O
1367,59-1321,3
C-H Aril
3007,15-3045,73
C=C Aril
1629,92-1573,02
C-H Alifatik
2979,18-2842,23
C-O Aril
1252,82-1210,38; 1029,07
Aromatik posisi para
829,43
c. Spektrum GCMS Etil p-metoksisinamat Hasil (GCMS)
interpretasi
menunjukkan
Gas bahwa
Chromatography-Mass senyawa
isolat
Spectroscopy
kencur
(etil
p-
metoksisinamat) muncul pada waktu retensi 9,932 dan memiliki berat molekul 206,0 g/mol dengan fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 103; 89; 77; 63; dan 51. Adapun spektrum GCMS dan fragmentasi yang terjadi pada senyawa isolat kencur (etil p-metoksisinamat) adalah sebagai berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
d. Spektrum 1H-NMR Etil p-metoksisinamat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Hasil analisis 1H-NMR menggunakan pelarut CDCl3 menunjukkan nilai pergeseran kimia (δ) sebagai berikut: Posisi
Pergeseran Kimia (δ, ppm) (CDCl3)
15
1,33 (t, 3H, Ј=7,15)
14
4,25 (q, 2H, Ј=7,15)
2
6,31 (d, 1H, Ј=15,6)
3
7,65 (d, 1H, Ј=16,25)
5&9
6,90 (d, 2H, Ј=9,05)
6&8
7,47 (d, 2H, Ј=8,45)
11
3,82 (s, 3H)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 ppm (3H) berbentuk triplet dan juga pada 4,25 ppm (2H) berbentuk quartet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen. Spektrum 1H-NMR juga memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan Oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia 6,31 ppm (1H) berbentuk doublet memiliki hubungan dengan puncak pada pergeseran kimia 7,65 ppm (1H) berbentuk doublet, dengan rentang nilai konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,26 Hz. Bentuk tersebut adalah olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergeseran kimia 6,9 ppm-7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinhyal H 5/9 dan H 6/8. Dari data yang diperoleh, senyawa hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.) adalah etil p-metoksisinamat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Kondensasi
58
Lampiran 6. Perhitungan Reaksi a. Perhitungan bahan untuk reaksi hidrolisis 1. Etil p-metoksisinamat Terpakai = 5,00 g , BM = 206,24 g/mol Mol
= =
,
= 0,024 mol
/
2. NaOH BM = 40 g/mol Mol = 1,5 x 0,024 = 0,036 mol Massa (g) = mol x BM = 0,036 x 40 = 1,44 g ≈ terpakai 1,5 g
b. Perhitungan Bahan untuk Reaksi Oksidasi 1. Asam p-metoksisinamat g=2g BM 178 g/mol Mol
=
=
=0,011 mol
/
59
60
2. Ca(NO3)2 g=5g BM 236,15 g/mol Mol =
,
/
= 0,021 mol
3. Asam asetat glasial Terpakai = 10 mL BM
= 60,05 g/mol
Ρ
= 1,05 g/mL
Massa
=Vxρ = 10 mL x 1,05 g/mL = 10,5 g
Mol
=
,
,
/
= 0,175 mol c. Reaksi Kondensasi 1. 4-metoksi benzaldehid : asetofenon (1:1) suhu ruang a.) 4-metoksi benzaldehid BM 136 mg/mmol g = 19 mg Mol
=
/
= 0,139 mmol b.) Asetofenon BM = 120 g/mol Mol 0,139 mmol Massa (g) = mol x BM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
= 0,139 mmol x 120 mg/mmol =16,68 mg = 0,01668 g ρ = 1,03 g/mL
v =
,
=
,
= 0,01619 mL
/
= 16,19 µL
2. 4-metoksi benzaldehid : asetofenon (1:2) suhu ruang a.) 4-metoksi benzaldehid BM 136 mg/mmol g = 30 mg Mol
=
/
= 0,220 mmol b.) Asetofenon BM = 120 g/mol Mol 0,220 (2) mmol = 0,44 mmol Massa (g) = mol x BM = 0,220 (2) mmol x 120 g/mmol =52,8 mg = 0,0528 g ρ = 1,03 g/mL
v =
=
= 0,0512 mL
,
,
/
= 51,2 µL 3. 4-metoksi benzaldehid : asetofenon (1:1) suhu 45OC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
a.) 4-metoksi benzaldehid BM 136 mg/mmol g = 105 mg Mol
= 0,772 mmol
/
b.) Asetofenon BM = 120 g/mol Mol 0,772 mmol Massa (g) = mol x BM = 0,772 mmol x 120 g/mmol = 92,64 mg = 0,09264 g ρ = 1,03 g/mL v
=
,
=
,
= 0,08994 mL
/
= 89,941 µL 4. 4-metoksi benzaldehid : asetofenon (1:2) suhu 45OC a.) 4-metoksi benzaldehid BM 136 mg/mmol g = 101 mg Mol
=
/
= 0,7426 mmol b.) Asetofenon BM = 120 g/mol Mol 0,7426 (2) mmol = 1,4852 mmol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Massa (g) = mol x BM = 0,7426 (2) mmol x 120 mg/mmol =178,224 mg = 0,178224 g ρ = 1,03 g/mL
v =
=
= 0,1730 mL
,
,
/
= 173 µL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Dokumentasi
Gambar 1. Senyawa Etil pmetoksisinamat
Gambar 2. Senyawa Asam pmetoksisinamat
Gambar 3. Senyawa 4-metoksi benzaldehid
Gambar 4. Proses stirer
Gambar 5. Proses pemurnian menggunakan KLT preparatif
Gambar 6. Campuran reaksi suhu 45oC perbandingan 1:1 dan 1:2
Gambar 7. Campuran reaksi suhu kamar perbandingan 1:1 dan 1:2
Gambar 8. Senyawa hasil reaksi dengan perbandingan 1:2 suhu kamar
Gambar 9. Senyawa hasil reaksi dengan perbandingan 1:1 suhu 45oC
64
65
Gambar 10. Senyawa hasil reaksi dengan perbandingan 1:2 suhu 45oC
Gambar 11. Analisa dengan GCMS
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta