UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO TAHUN 2014
SKRIPSI
DANA YUSSHIAMMANTI FITRIA 1111102000024
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DESEMBER 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO TAHUN 2014
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
DANA YUSSHIAMMANTI FITRIA 1111102000024
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DESEMBER 2015
ii
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama
: Dana Yusshiammanti Fitria
NIM
: 1111102000024
Program Studi
: Farmasi
Judul Skripsi
: Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan di dunia dengan peningkatan insiden, prevalensi, biaya yang tinggi dan outcome yang buruk. Pasien PGK memiliki resiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang semakin parah akibat penyakit penyerta dan drug related problems (DRPs). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis penyakit penyerta dan DRPs pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo. Adapun kategori DRPs yang meliputi ketidaktepatan pemilihan obat, ketidaktepatan penyesuaian dosis, indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat. Penelitian ini juga untuk mengetahui pengaruh antara jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan rancangan penelitian cross sectional (potong lintang), dengan pengumpulan data secara retrospektif. Data yang digunakan adalah data rekam medis. Data yang diperoleh dikaji secara deskriptif berdasarkan literatur. Penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit penyerta yang sering dialami pasien adalah anemia (75,0%) dengan kejadian DRPs terbanyak ialah interaksi obat (81,9%), diikuti ketidaktepatan penyesuaian dosis (overdosis 11,2%; subterapi 2,0%), indikasi tanpa obat (3,2%) dan ketidaktepatan pemilihan obat (1,7%). Jumlah penyakit penyerta tidak berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P = 0,493). Jumlah penggunaan obat berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P = 0,000).
Kata kunci: penyakit ginjal kronik, penyakit penyerta, drug related problems
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name
: Dana Yusshiammanti Fitria
Major Study
: Pharmacy
Title
: Analysis of Drug Related Problems (DRPs) Inpatient Chronic Kidney Disease with Comorbidities in the Naval Hospital Dr. Mintohardjo 2014
Chronic Kidney Disease (CKD) is a health problem in the world with an increased incidence, prevalence, high costs and poor outcomes. CKD patients have a decreased risk of worsening of renal function due to concomitant disease and drug related problems (DRPs). This study aims to determine the type of comorbidities and DRPs in hospitalized patients with CKD in the naval hospital Dr. Mintohardjo. The categories of DRPs which include improper drug selection, improper dosage adjustment, indications without drugs, drugs without indication and drug interactions. This study was also to determine influence of the number of comorbidities on the number of DRPs and influence the amount of drug use on the number of DRPs. This study is an observational study using cross sectional study design, with retrospective data collection. The data used are the medical records. The data obtained were examined descriptively based on the literature. This study shows that comorbidities that are often experienced by patients is anemia (75,0%) with the highest incidence of DRPs is a drug interaction (81,9%), followed by improper dosage adjustment (overdosage 11,2%; underdosage 2,0%); indication without drug (3,2%) and improper drug selection (1,7%). Number of comorbidities did not influence significantly on the number of DRPs (P = 0,493). The amount of drug use significantly affect on the number of DRPs (P = 0,000).
Keywords: chonic kidney disease, comorbidities, drug related problems
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat. Syukur atas limpahan cinta dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014”. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud dan berjalan lancar tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt. dan Ibu Siti Fauziyah, S.Si, M.Farm., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, tenaga, dalam penelitian ini juga untuk kesabaran dalam membimbing, memberikan saran, dukungan serta kepercayaannya selama penelitian berlangsung hingga terselesaikannya skripsi ini.
2.
Dr. Arief Sumantri, S.KM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen pembimbing akademik Farmasi kelas A tahun ajaran 2011.
4.
Seluruh pihak dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu dan pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.
5.
Seluruh civitas Departemen Farmasi Rumkital Dr. Mintohardjo yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan yang sangat besar.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6.
Bapak Ari beserta seluruh pihak karyawan ruang administrasi medik dan seluruh kepala perawat ruangan yang telah banyak membantu kelancaran dalam pengambilan data.
7.
Kedua orang tua tercinta, ayahanda Muhammad Yusuf dan ibunda Yani Maryani yang tidak pernah lelah untuk memberikan doa, dukungan moril maupun materil, cinta, kasih sayang, semangat dan motivasi kepada penulis dari kecil hingga saat ini.
8.
Kakak tersayang M. Deni Mardiansyah D. dan Ka Mayang Gentra, serta seluruh keluarga besar atas semangat, dukungan dan doa kepada penulis.
9.
Novila Tari, Yulia Nurbaiti Raihana, Qurry Mawaddana, Fathiyah, Wafa, Rika Chaerunisa, Firda Khanifah, Nurul Hikmah Tanjung, Meri Rahmawati,
Khoirunnisa
Robbani,
Henny
Pradikaningrum,
atas
kebersamaan, persaudaraan, persahabatan, doa, semangat, dukungan, serta selalu menemani dan mendengarkan penulis. 10. Teman seperjuangan penelitian Siti Ulfah Bilqis, Khabbatun Ni’mah dan Athirotin Halawiyah atas masukan, bantuan, kesabaran, dan semangat selama masa penelitian hingga penyusunan skripsi. 11. Teman-teman Acl6 dan Farmasi 2011 khususnya Farmasi 2011 kelas AC atas kebersamaan, serta berbagi suka dan duka selama perkuliahan. 12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis berharao kritik dan saran atas kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk banyak pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dunia kefarmasian.
Ciputat, 29 Desember 2015
Penulis
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .......................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................v ABSTRAK ..................................................................................................... vi ABSTRACT ................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................x DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv DAFTAR TABEL .........................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1 1.1 Latar Belakang ...............................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................5 1.4.1 Manfaat Bagi Penulis ...........................................................5 1.4.2 Manfaat Bagi Rumkital Dr. Mintohardjo .............................5 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................7 2.1 Drug Related Problems ..................................................................7 2.1.1 Klasifikasi Drug Related Problems .....................................7 2.1.1.1 Ketidaktepatan Pemilihan Obat ...............................8 2.1.1.2 Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis ..........................8 2.1.1.3 Indikasi Tanpa Obat .................................................9 2.1.1.4 Obat Tanpa Indikasi .................................................9 2.1.1.5 Reaksi Obat yang Merugikan ..................................9 2.1.1.6 Interaksi Obat.........................................................10 2.1.1.7 Ketidaktepatan Pemantauan Laboratorium ............13 2.1.1.8 Ketidakpatuhan Pasien...........................................13 2.2 Ginjal ............................................................................................14 2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal .............................................14 2.2.1.1 Anatomi .................................................................14 2.2.1.2 Struktur Makroskopis ............................................14 2.2.1.3 Struktur Mikroskopis .............................................17 2.2.1.4 Fisiologi .................................................................19 2.2.2 Penilaian Fungsi Ginjal ......................................................21 2.2.2.1 Persamaan Cockroft-Gault .....................................21 2.2.2.2 Persamaan MDRD .................................................22 2.3 Penyakit Ginjal Kronik ................................................................23 2.3.1 Definisi ...............................................................................24 xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.2 Etiologi ...............................................................................24 2.3.3 Klasifikasi...........................................................................25 2.3.3.1 Penyebab ................................................................25 2.3.3.2 Kategori Laju Filtrasi Glomerulus .........................26 2.3.3.3 Kategori Albuminuria ............................................27 2.3.4 Patofisiologi .......................................................................27 2.3.4.1 Protokol Pasien Penyakit Ginjal Kronik ................29 2.3.4.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi ....30 2.3.5 Terapi Pengganti Ginjal .....................................................36 2.3.5.1 Hemodialisis ..........................................................36 2.3.5.2 Dialisis Peritoneal ..................................................36 2.3.5.3 Transplantasi Ginjal ...............................................37 2.4 Rumah Sakit .................................................................................37 2.4.1 Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit .........................40 2.5 Rekam Medis................................................................................40 BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................42 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................42 3.3 Bahan Penelitian ...........................................................................42 3.4 Desain Penelitian ..........................................................................42 3.5 Kerangka Konsep .........................................................................43 3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................43 3.6.1 Populasi ..............................................................................43 3.6.2 Sampel ................................................................................44 3.7 Definisi Operasional .....................................................................45 3.8 Alur Penelitian..............................................................................46 3.8.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian) ............................46 3.8.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data.........................................46 3.8.3 Manajemen Data ................................................................47 3.8.4 Pengolahan Data .................................................................47 3.8.5 Analisa Data .......................................................................48 3.8.5.1 Analisa Univariat ...................................................48 3.8.5.2 Analisa Bivariat .....................................................48 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................50 4.1 Analisa Univariat ..........................................................................50 4.1.1 Karakteristik Pasien............................................................50 4.1.2 Profil Penggunaan Obat .....................................................55 4.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat ......................................57 4.1.3 Drug Related Problems (DRPs) .........................................58 4.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat ...................59 4.1.3.2 DRPs Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis ..............61 4.1.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat ....................................64 4.1.3.4 DRPs Obat Tanpa Indikasi ....................................67 4.1.3.5 DRPs Interaksi Obat ..............................................67 4.2 Analisa Bivariat ............................................................................70 4.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................71
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.1 Kendala...............................................................................71 4.3.2 Kelemahan ..........................................................................72 4.3.3 Kekuatan.............................................................................72 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................73 5.1 Kesimpulan...................................................................................73 5.2 Saran .............................................................................................74 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................75 LAMPIRAN ...................................................................................................81
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 3.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3
Anatomi Ginjal Tampak dari Depan.....................................14 Letak Anatomi Ginjal ...........................................................15 Struktur Makroskopis Ginjal ................................................16 Proses Pembentukan Urin .....................................................21 Mekanisme Progresi Gangguan Penyakit Ginjal Kronik .....29 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien Diabetes .....................................33 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien Non Diabetes..............................34 Algoritma Manajemen Hipertensi untuk Pasien Penyakit Ginjal Kronik ........................................................................35 Bagan Kerangka Konsep ......................................................43 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta terhadap Jumlah DRPs ...........................................70 Hasil Uji Koefisiensi Kontingensi Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta terhadap Jumlah DRPs ............................70 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penggunaan Obat terhadap Jumlah DRPs .................................................71
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Penyebab PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 .......25 Tabel 2.2 Kategori Albuminuria menurut KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 .......27 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dalam Penelitian .......................45 Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Penyakit Ginjal Kronik ............................50 Tabel 4.2 Data Distribusi Penyakit Penyerta .............................................54 Tabel 4.3 Data Distribusi Penggunaan Obat .............................................56 Tabel 4.4 Data Distribusi Jumlah Penggunaan Obat .................................57 Tabel 4.5 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs .................58 Tabel 4.6 Data Distribusi Pasien DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat ..........................................................................60 Tabel 4.7 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Tinggi ..........61 Tabel 4.8 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Rendah ........62 Tabel 4.9 Data Distribusi Pasien DRPs Indikasi Tanpa Obat ...................64 Tabel 4.10 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat ........................68 Tabel 4.11 Jenis Obat yang Mengalami Interaksi Mayor............................69
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8.
Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ...........................................81 Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Rumkital Dr. Mintohardjo ....................................................................82 Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di Ruang Administrasi ..........................................................................83 Kriteria Penilaian DRPs ........................................................84 Data Pasien ...........................................................................87 Data Obat ............................................................................131 Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Ginjal Kronik .................................................................................138 Kejadian DRPs Interaksi Obat ............................................139
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal
yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang ditandai dengan kelainan patologis; atau tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah dan urin, atau kelainan dalam imaging test. Jika tidak ada kelainan patologis, penegakan diagnosa didasarkan pada LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Dikatakan sebagai gagal ginjal terminal (GGT) ketika LFG kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2 (Levey, A. S., et al., 2005). PGK merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan insiden, prevalensi, biaya yang tinggi dan “outcome” yang buruk (Levey, A. S., et al., 2005). Pasien dengan gangguan fungsi ginjal sering mengalami perubahan parameter farmakokinetik seperti absorbsi, distribusi, ikatan protein, metabolisme dan ekskresi obat melalui ginjal. LFG akan semakin rendah akibat penyakit ginjal atau penuaan. Keadaan ini berakibat waktu eliminasi obat diperpanjang sehingga mempengaruhi aktivitas farmakologi dan toksisitas obat. Gangguan ginjal juga berpengaruh terhadap farmakodinamik obat akibat perubahan fisiologis dan biokimia yang berhubungan dengan progresivitas insufisiensi ginjal. Kompleksitas pengobatan pada pasien PGK meningkatkan potensi drug related problems (DRPs). Seiring dengan penurunan fungsi ginjal maka jenis dan jumlah pengobatan untuk pasien bertambah, sehingga akan memperbesar resiko DRPs. DRPs telah diketahui berhubungan dengan morbiditas, mortalitas, dan penurunan kualitas hidup (Mahmoud, 2008). Menurut United State Renal Data System (USRDS), di Amerika Serikat prevalensi PGK meningkat dari tahun 1988-1994 ke 1999-2004. Pada tahun 19881994 sebesar 12,0% dan tahun 1999-2004 sebesar 14,0% (USRDS, 2014).
Berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR), suatu registrasi dari
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), terjadi peningkatan pasien yang melakukan hemodialisis dari tahun 2007 – 2012. Riset Kesehatan Dasar (2013) menyatakan bahwa dari jumlah responden usia 15 tahun sebanyak 722.329 orang (347.823 laki-laki, 374.506 wanita), prevalensi PGK berdasarkan diagnosa dokter di Indonesia sebesar 0,2 persen. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5 persen, diikuti Aceh, Gorontalo dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 persen. Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur masing-masing 0,3 persen. Prevalensi PGK berdasarkan wawancara yang didiagnosa dokter meningkat seiring dengan bertambahnya usia, meningkat tajam pada kelompok usia 35 – 44 tahun (0,3%), diikuti usia 45 – 54 tahun (0,4%) dan usia 55 – 74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok usia ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%) (Riskesdas, 2013). Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs adalah suatu peristiwa atau kejadian yang melibatkan terapi obat yang benar-benar atau berpotensi mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010). Terjadinya DRPs dapat mencegah atau menunda pasien dari pencapaian terapi yang diinginkan. Namun, DRPs umum terjadi pada pasien PGK. Berdasarkan suatu penelitian, dilakukan korelasi untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara DRPs dengan jumlah obat, jumlah dosis obat per hari, jumlah kondisi penyerta, usia pasien dan durasi dari penyakit gagal ginjal kronik terminal, sekaligus mengontrol status diabetes melitus (DM). Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa DRPs lazim terjadi di semua pasien hemodialisis (HD). Catatan medis dari 133 pasien dievaluasi. Pasien berusia 60.5 ± 15.2 tahun, yang diresepkan 11.0 ± 4.2 obat dan memiliki 6.0 ± 2.3 penyakit penyerta. DRPs terjadi pada 97,7% pasien dengan 475 DRPs yang teridentifikasi, rata-rata 3.6 ± 1.8 DRPs per pasien. DRPs berkorelasi positif dengan jumlah penyakit penyerta pasien (P <0.001). Jumlah DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama dengan meningkatnya jumlah kondisi penyerta. DRPs yang paling banyak terjadi adalah obat tanpa indikasi (30,9%), ketidaktepatan pemantauan laboratorium
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
(27,6%), indikasi tanpa obat (17,5%) dan ketidaktepatan penyesuaian dosis (15,4%) (Manley, H. J., et al., 2003a). Hasil penelitian Manley, H. J., et al. (2003b) diketahui 66 pasien dengan 354 DRPs, berusia 62.6 ± 15.9 tahun, memiliki 6.4 ± 2.0 kondisi penyerta, yang menerima 12.5 ± 4.2 obat, menunjukkan bahwa DRPs yang paling sering terjadi ialah reaksi obat yang merugikan (ADR/Adverse Drug Reactions) sebanyak 20,7% dan indikasi tanpa obat sebanyak 13,5%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2005), untuk mengetahui frekuensi, jenis dan keparahan DRPs pada pasien hemodialisis di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs teridentifikasi sebanyak 1.593 kasus pada 395 pasien (51,2% pria; usia, 52,4 ± 8,2 tahun; 42,7% dengan diabetes). Jenis DRPs yang paling sering ditemukan adalah ketidaktepatan pemantauan
laboratorium
(23,5%)
dan
indikasi
tanpa
obat
(16,9%).
Ketidaktepatan penyesuaian dosis ditemukan sebanyak 20,4% dari seluruh DRPs yang teridentifikasi (dosis subterapi 11,2%; overdosis 9,2%). Suatu studi dilakukan untuk mengidentifikasi kasus DRPs pada pasien PGK di Perancis, diperoleh data bahwa ditemukan DRPs sebanyak 142 kasus pada 93% pasien terutama indikasi tanpa obat (31,7%) dan dosis tidak tepat (19%). Resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia (P = 0.0027) dan jumlah pengobatan (P = 0.049) (Belaiche, S., et al., 2012). Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa DRPs yang terjadi, diantaranya ketidaktepatan penyesuaian dosis (dosis berlebih sebanyak 6 kasus (5,55%); dosis kurang sebanyak 1 kasus (0,92%)), ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 8 kasus (7,40%) dan interaksi obat sebanyak 14 kasus (12,96%) (Faizzah, N., 2012). Tujuan untuk memperbaiki kualitas dalam penggunaan obat di masyarakat secara umum dan pasien secara khusus maka perlu dilakukan identifikasi masalah dan error dalam struktur dan proses pengobatan. Hal itu dimaksudkan untuk memperbaiki outcome perawatan dan untuk mengurangi error pasien. Penurunan kejadian DRPs pada pasien dialisis dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup (Manley, H. J., et al., 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa terapi obat yang diberikan pada pasien PGK dengan penyakit penyerta menjadi hal yang penting untuk mendapatkan perhatian tenaga kesehatan, terutama tenaga kefarmasian dan apoteker. Penelitian analisa DRPs pada pasien PGK dengan penyakit penyerta belum pernah dilakukan di RS TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo. Analisa DRPs yang dilakukan pada penelitian ini mengadaptasi kategori DRPs menurut Cipolle, R. J., et al. (1998) yang telah dimodifikasi, yaitu ketidaktepatan pemilihan obat, ketidaktepatan penyesuaian dosis (subterapi atau overdosis), indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis penyakit penyerta dan jenis DRPs pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo serta untuk mengetahui pengaruh antara jumlah penyakit penyerta dengan jumlah DRPs dan pengaruh antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah DRPs yang dialami pasien.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah: 1.
Apa jenis penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014?
2.
Apa jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014?
3.
Bagaimana pengaruh jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk: 1.
Mengetahui jenis penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
2.
Mengetahui jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
3.
Mengetahui pengaruh antara jumlah penyakit penyerta dengan jumlah DRPs yang dialami pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
4.
Mengetahui pengaruh antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah DRPs yang dialami pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat penelitian yang dapat
diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.4.1
Manfaat Bagi Penulis 1.
Dapat mengetahui DRPs pada pasien PGK dengan penyakit penyerta sehingga dapat menerapkan materi yang didapat selama mengikuti perkuliahan dan mengaplikasikannya di lapangan.
2.
Mengetahui jenis DRPs yang paling sering terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta sehingga perlu diperhatikan untuk meningkatkan pelayanan mutu kesehatan pada pasien.
3.
Mendapatkan pengalaman dan keterampilan di bidang analisa DRPs pada pasien PGK dengan penyakit penyerta.
1.4.2
Manfaat Bagi Rumkital Dr. Mintohardjo 1.
Memberikan informasi penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
2.
Memberikan informasi kepada rumah sakit terkait dengan jenis DRPs yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta di ruang rawat inap Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
3.
Menjadi referensi bagi dokter dan tenaga kefarmasian mengenai penggunaan obat pada pasien PGK dengan terapi obat untuk penyakit penyerta sehingga dapat mengurangi angka kejadian DRPs.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
4.
Memberikan saran bagi dokter dan tenaga kefarmasian dalam meningkatkan pemberian terapi optimal sehingga diperoleh terapi yang efektif, aman dan efisien.
5.
Menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan evaluasi dan saran bagi pihak RS dalam kebijakan untuk menentukan standar pelayanan kesehatan.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di bangsal internis yang merupakan ruang
rawat inap pasien penyakit dalam dan bagian hemodialisis Rumkital Dr. Mintohardjo. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada periode bulan Juni hingga Juli 2015 dan analisa data pada bulan Agustus hingga Oktober 2015. Bahan penelitian yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data rekam medis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Seorang farmasis memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pasien (Patient Oriented). Sebagai seorang farmasis, peningkatan mutu pelayanan ini dapat dilakukan melalui suatu proses pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care). Praktek Pharmaceutical care merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes, 2014). Salah satu wujud kegiatan ini adalah dengan melakukan suatu analisa terhadap drug related problems (DRPs) dari setiap terapi yang dipertimbangkan serta diberikan kepada pasien.
2.1
Drug Related Problems Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs
adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010). DRPs dapat juga dikatakan sebagai suatu pengalaman atau kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan dengan terapi obat dan secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome terapi pasien (Cipolle, R. J., et al., 1998). Terdapat dua jenis DRPs, yaitu DRPs aktual dan potensial. Keduanya memiliki perbedaan tetapi pada kenyataannya problem yang muncul tidak selalu terjadi dengan segera dalam prakteknya. DRPs aktual adalah suatu masalah yang telah terjadi dan farmasis wajib mengambil tindakan untuk memperbaikinya. Sedangkan DRPs potensial dikarenakan resiko yang sedang berkembang jika farmasis tidak turun tangan (Rovers, J. P., et al., 2003).
2.1.1
Klasifikasi Drug Related Problems Cipolle, R. J., et al. (1998), secara luas mengkategorikan DRPs ke dalam
8 kelompok (Mahmoud, 2008).
7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
2.1.1.1 Ketidaktepatan Pemilihan Obat Ketidaktepatan pemilihan obat merupakan keadaan dimana pasien telah diresepkan obat yang salah. Pertama, terapi obat yang digunakan untuk mengobati kondisi medis pasien tidak efektif. Kedua, obat yang diterima pasien bukan merupakan obat yang paling efektif. Ketiga, pasien mempunyai kontraindikasi atau menimbulkan alergi terhadap obat yang diterima. Keempat, pasien menerima kombinasi obat yang sama efektifnya dengan terapi obat tunggal. Kelima, pasien menerima obat yang lebih mahal bukan obat yang lebih murah dan memiliki efektivitas yang sama (Mahmoud, 2008).
2.1.1.2 Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis Ketidaktepatan penyesuian dosis merupakan keadaan dimana pasien menerima terapi obat dengan dosis obat yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. a.
Dosis rendah Hal ini sering menantang bagi tenaga kesehatan untuk memastikan dosis
obat yang sesuai untuk pasien yang melakukan dialisis karena potensi kenaikan komorbiditas dari waktu ke waktu dan mengubah parameter laboratorium, parameter farmakokinetik dan farmakodinamik, dan perawatan
dialisis.
Pemantauan yang hati-hati dan terus-menerus dari perkembangan pasien selain penyesuaian dosis obat oleh apoteker klinis yang memperhitungkan semua obat yang tepat, penyakit dan informasi spesifik pasien dapat menurunkan jumlah masalah dosis pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Selain itu, parameter seperti usia dan berat badan sering dapat berguna untuk membantu dalam menentukan dosis obat yang optimal untuk pasien (Mahmoud, 2008). Penyebab dosis rendah, seperti frekuensi pemberian dosis yang tidak sesuai, jarak dan waktu pemberian terapi obat terlalu singkat, penyimpanan obat yang tidak sesuai (misalnya, menyimpan obat di tempat yang terlalu panas atau lembab, menyebabkan degradasi bentuk sediaan dan dosis subterapi), pemberian obat yang tidak sesuai dan interaksi obat (Mahmoud, 2008). b.
Dosis tinggi Seperti yang dinyatakan oleh Cipolle, R. J., et al. (1998), ketika seorang
pasien menerima dosis obat yang terlalu tinggi dan mengalami efek toksik yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
tergantung dosis atau konsentrasi menunjukkan pasien mengalami DRPs. Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, kemampuan ginjal untuk menghilangkan obat-obatan dan metabolitnya menurun, yang akhirnya menyebabkan akumulasi obat dan produk-produk beracun di ginjal (Mahmoud, 2008).
2.1.1.3 Indikasi Tanpa Obat Indikasi tanpa obat adalah terjadi ketika pasien mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat, pasien menderita penyakit kronis lain sehingga membutuhkan terapi obat lanjutan, pasien membutuhkan kombinasi obat untuk memperoleh efek sinergis, pasien berpotensi untuk mengalami resiko gangguan penyakit baru yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat profilaksis atau premedikasi (Mahmoud, 2008).
2.1.1.4 Obat Tanpa Indikasi Obat tanpa indikasi adalah terjadi ketika seorang pasien mengambil terapi obat yang tidak perlu, yang indikasi klinisnya tidak ada pada saat itu. Ada beberapa penyebab obat tanpa indikasi (Mahmoud, 2008) Pertama, kondisi medis dapat lebih tepat diobati dengan terapi tanpa obat seperti diet, olahraga atau operasi. Kedua, pasien mungkin pada terapi obat untuk mengobati Adverse Drug Reactions (ADR) yang disebabkan obat lain. Ketiga, penyalahgunaan narkoba, tembakau dan konsumsi alkohol semua mungkin menyebabkan masalah. Keempat, terapi obat kombinasi dapat digunakan untuk mengobati kondisi yang hanya membutuhkan terapi obat tunggal. Sebagai contoh, beberapa pasien menerima lebih dari satu pencahar untuk pengobatan sembelit; beberapa pasien menerima lebih dari satu antidiarel untuk pengobatan diare; dan beberapa pasien menerima lebih dari satu analgesik untuk pengobatan nyeri (Mahmoud, 2008).
2.1.1.5 Reaksi Obat yang Merugikan Reaksi obat yang merugikan merupakan efek negatif yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi berdasarkan konsentrasi dosis atau tindakan farmakologis (Mahmoud, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
Seperti yang dinyatakan oleh Cipolle, R. J., et al. (1998), reaksi obat yang merugikan didefinisikan sebagai efek negatif yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi berdasarkan konsentrasi dosis atau tindakan farmakologis. Menurut WHO, reaksi obat yang merugikan (Adverse Drug Reactions/ADR) digambarkan sebagai tanggapan terhadap obat yang berbahaya dan yang tidak diinginkan, dan yang terjadi pada dosis yang biasanya digunakan untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit, atau untuk modifikasi fungsi fisiologis (Mahmoud, 2008). Seorang pasien dapat mengalami ADR karena pemberian obat yang tidak aman, reaksi alergi, pemberian obat yang salah, interaksi obat, penurunan atau peningkatan dosis yang cepat atau efek yang tidak diinginkan dari obat yang tidak bisa diprediksi, Misalnya, perdarahan karena dosis yang lebih tinggi dari obat antikoagulan seperti warfarin atau heparin merupakan ADR (Mahmoud, 2008).
2.1.1.6 Interaksi Obat Jika ada reaksi alergi terhadap obat, pasien dengan faktor resiko yang berbahaya bila obat digunakan, dan ada interaksi dengan obat lain sehingga hasil laboratorium berubah akibat penggunaan obat tersebut. Interaksi obat merupakan hasil interaksi dari obat dengan obat, obat dengan makanan dan obat dengan laboratorium. Hal ini dapat terjadi pada pasien yang menerima obat dari kelas farmakologis yang berbeda serta dalam kelas farmakologis yang sama (Mahmoud, 2008). Mekanisme Interaksi Obat Dapat dikatakan interaksi jika terjadi efek dari satu obat yang dipengaruhi dengan adanya obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh beberapa bahan kimia. Hasil interaksi dapat berbahaya jika terjadi peningkatan toksisitas obat. Namun, terdapat juga interaksi obat yang tidak benar-benar mempengaruhi sama sekali seperti efek aditif dari kedua obat yang memiliki efek yang sama, contohnya: efek gabungan dari dua atau lebih obat antidepresan atau obat yang mempengaruhi QT interval. Namun, terkadang istilah interaksi obat digunakan ketika terjadi reaksi fisiko-kimia antara obat yang dicampur dalam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
suatu infus (Stockley, I. H., 2008). Mekanisme interaksi obat dibagi menjadi 2 secara umum, yaitu: Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME). Sebagai contoh, ranitidin mengurangi klirens metformin di ginjal dengan menghambat sekresi metformin di tubular ginjal sehingga kadar plasma metformin dapat meningkat dan dapat meningkatkan efek farmakologisnya (farmakokinetik, moderat). Interaksi farmakokinetik terdiri dari dari beberapa tipe: a.
Interaksi pada absorpsi obat Ketika obat diberikan secara oral maka akan terjadi penyerapan melalui
membran mukosa dari saluran pencernaan dan sebagian besar interaksi terjadi pada penyerapan di usus. b.
Interaksi pada distribusi obat Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi
ikatan protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat. c.
Interaksi pada metabolisme obat Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada saat tahap metabolisme, yaitu:
yang pertama perubahan pada first pass metabolism salah satu pada perubahan aliran darah ke hati dan inhibisi atau induksi first pass metabolism, kedua induksi enzim, ketiga inhibisi enzim, keempat faktor genetik dan yang terakhir adanya interaksi isoenzim CYP450. d.
Interaksi pada ekskresi obat Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin, pengecualian
untuk obat anestesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat dari perubahan pH, perubahan aliran darah di ginjal, ekskresi empedu dan ekskresi tubulus ginjal (Stockley, I. H., 2008). Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari satu obat terjadi perubahan karena adanya obat lain. Terkadang obat bersaing untuk reseptor tertentu misalnya agonis beta-2, seperti salbutamol, dan beta bloker seperti
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
propranolol) namun seringkali reaksi terjadi secara langsung dan mempengaruhi mekanisme fisiologi. Interaksi ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe: a.
Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan secara bersamaan maka dapat memberikan efek yang aditif. Sebagai contoh alkohol menekan SSP dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar (misalnya, ansiolitik, hipnotik, dll.) dapat meningkatkan efek mengantuk. b.
Interaksi antagonis atau berlawanan Interaksi ini berbeda dengan interaksi aditif, dimana ada beberapa pasang
obat dengan kerja yang bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah dengan menghambat kompetitif efek vitamin K (Stockley, I. H., 2008). Tingkat Keparahan Interaksi Obat Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan keparahan: 1.
Keparahan minor Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara
klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah interaksi hidralazin dan furosemid, dimana efek farmakologis furosemid dapat meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin tetapi secara klinis tidak signifikan. Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan. 2.
Keparahan moderate Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan
pemantauan. Sebagai contoh, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat menyebabkan peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini masih sering digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati. 3.
Keparahan major Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan
karena dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Sebagai contoh, ketokonazol yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat memperpanjang interval QT dan mengancam jiwa. Oleh karena itu, kombinasi ini tidak disarankan untuk digunakan (Atkinson, A., et al., 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
2.1.1.7 Ketidaktepatan Pemantauan Laboratorium Ketidaktepatan pemantauan laboratorium merupakan keadaan dimana kebutuhan monitor laboratorium dari terapi pasien tidak sedang dipertimbangkan yang akan memungkinkan pasien mengalami DRPs. Jika kebutuhan pemantauan laboratorium dari terapi pasien tidak dipertimbangkan, maka pasien dapat mengalami DRPs (Mahmoud, 2008). Contoh ketidaktepatan pemantauan laboratorium terlihat pada pasien resiko kardiovaskular yang tinggi tanpa pemantauan profil lipid puasa, tekanan darah (BP) atau gula darah. Contoh lain dari ketidaktepatan pemantauan laboratorium termasuk pasien yang menerima resep jangka panjang obat pengikat aluminium tanpa mengukur kadar aluminium dan pasien yang diresepkan terapi amiodaron atau mempunyai riwayat penyakit tiroid tanpa mendapatkan pemantauan kadar tiroksin (Mahmoud, 2008).
2.1.1.8 Ketidakpatuhan Pasien Ketidakpatuhan
pasien
merupakan
ketidakmampuan
pasien
atau
keengganan untuk mengikuti regimen obat yang telah diresepkan oleh dokter dan dinilai secara klinis tepat, efektif, dan mampu memberikan hasil yang diinginkan tanpa efek berbahaya (Mahmoud, 2008). Penderita gagal menerima obat dapat disebabkan oleh: a.
Penderita tidak mematuhi aturan yang direkomendasikan dalam penggunaan obat.
b.
Penderita tidak menerima pengaturan obat yang sesuai sebagai akibat kesalahan medikasi (medication error) berupa kesalahan peresepan, dispensing, cara pemberian atau monitoring yang dilakukan.
c.
Penderita
tidak
meminum
obat
yang
diberikan
karena
ketidakpahaman. d.
Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena tidak sesuai dengan keyakinan tentang kesehatannya.
e.
Penderita tidak mampu menebus obat dengan alasan ekonomi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
2.2
Ginjal Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah
berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting, seperti ekskresi produk sisa metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam yang sesuai, dan sekresi berbagai hormon dan autokoid (Aisyah, J., 2009).
2.2.1
Anatomi dan Fisiologi Ginjal
2.2.1.1 Anatomi Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Anatomi ginjal tampak dari depan, disini dapat kita ketahui bahwa ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium (retroperitoneal), di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3 (Syaifuddin, 2006).
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal Tampak dari Depan [Sumber: Adam.com]
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri (Syaifuddin, 2006).
Gambar 2.2 Letak Anatomi Ginjal [Sumber: Price dan Wilson, 2006]
2.2.1.2 Struktur Makroskopik Panjang ginjal pada orang dewasa adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 150 gram. Ukuranya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal (dibandingkan dengan pasanganya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan bentuk merupakan tanda yang paling penting (Syaifuddin, 2006). Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung, sedangkan tepi medialnya berbentuk cekung karena adanya hilus. Beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik dan ureter. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal (Price dan Wilson, 2006). Secara umum struktur makroskopis ginjal terdiri dari beberapa bagian: 1.
Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpus renalis atau Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
2.
Medula, yang terdiri dari 9 – 14 piramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
3.
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara piramid ginjal.
4.
Processus renalis, yaitu bagian piramid atau medula yang menonjol ke arah korteks.
5.
Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area dimana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan ginjal.
6.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.
7.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.
Gambar 2.3 Struktur Makroskopis Ginjal [Sumber: Novartis.com]
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Struktur ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrosa berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (substansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papila renalis. Masing-masing piramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15 – 16 buah. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubanglubangyang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dan kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior. Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ginjal. Di atas ginjal terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar bantu yang menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison. Adrenalin dihasilkan oleh medulla.
2.2.1.3 Struktur Mikroskopik Struktur mikroskopik ginjal adalah nefron. Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama. Setiap nefron terdiri dari Kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Duktus berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk mengosongkan isinya ke dalam pelvis ginjal (Price dan Wilson, 2006). Berikut ini penjelasan struktur mikroskopik ginjal: 1.
Nefron Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya. Tiap ginjal manusia memiliki kira-kira 1,3 juta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal. 2.
Glomerulus Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal. Tekanan darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding kapiler glomerular setiap menit. Plasma yang tersaring masuk ke dalam tubulus. Sel-sel darah dan protein yang besar dalam plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.
3.
Tubulus kontortus proksimal Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar dari filtrat glomerulus diserap kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortus proksimal. Panjang 15 mm dan diameter 55 μm.
4.
Ansa Henle (lengkung Henle) Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan kemudian naik kembali kebagian korteks dan membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14 mm.
5.
Tubulus kontortus distal Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
6.
Duktus koligen medula (duktus pengumpul) Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
2.2.1.4 Fisiologi Fungsi ginjal menurut Price dan Wilson (2006) di bedakan menjadi dua yaitu fungsi eksresi dan non ekskresi, antara lain: a.
Fungsi ekskresi 1.
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 osmol dengan mengubah-ubah ekskresi air.
2.
Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubahubah ekskresi Na+.
3.
Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang normal.
4.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3-.
5.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam urat, dan kreatinin).
6.
b.
Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.
Fungsi non ekskresi 1.
Menghasilkan renin: penting dalam pengaturan tekanan darah.
2.
Menghasilkan eritropoetin: meransang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.
3.
Menghasilkan 1,25-dihidroksivitamin D3: hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk yang paling kuat.
4.
Mengaktifkan prostaglandin: sebagian besar adalah vasodilator, bekerja secara lokal, dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.
5.
Mengaktifkan degradasi hormon polipeptida.
6.
Mengaktifkan insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan,
ADH,
dan
hormon
gastrointestinal
(gastrin,
polipeptida intestinal vasoaktif (VIP)).
Proses pembentukan urin menurut Syaifuddin (2006), glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai bowman, berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal berlanjut ke ureter. Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah. Ada tiga tahap pembentukan urin: a.
Proses filtrasi Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih
besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal. b.
Proses reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah. Penyerapanya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis. c.
Proses sekresi Sisanya penyerapan urine kembali yang pada tubulus dan diteruskan ke
piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Gambar 2.4 Proses Pembentukan Urin [Sumber: alfina.com]
2.2.2
Penilaian Fungsi Ginjal Estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) sangat penting dalam
manajemen klinis pasien dengan penyakit ginjal kronik. LFG digunakan untuk menilai keberadaan dan tingkat fungsi ginjal dan membantu dalam melakukan penyesuaian dosis obat diekskresi melalui ginjal. Pedoman NKF-K/DOQI merekomendasikan modifikasi diet pada penyakit ginjal (Modification of Diet in Renal Disease/MDRD) dan persamaan Cockcroft-Gault sebagai pengukuran yang berguna untuk memperkirakan LFG (Levey, A. S., et al., 2003). Oleh karena itu, kreatinin serum (SCr) tidak dapat digunakan sendiri untuk menilai tingkat fungsi ginjal karena korelasi nonlinear antara SCr dan fungsi ginjal (Mahmoud, 2008).
2.2.2.1 Persamaan Cockcroft-Gault Persamaan Cockcroft-Gault berasal dari 249 pasien rawat inap (96% lakilaki, rentang usia 18-92 tahun) dengan disfungsi ginjal ringan di Rumah Sakit Queens Mary Veterans di Kanada berdasarkan pengukuran tunggal dari ClCr (klirens kreatinin) 24 jam. Persamaan Cockcroft-Gault memberikan estimasi kuantitatif ClCr dari SCr (Mahmoud, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
Persamaan Cockcroft-Gault: Laki-laki: ClCr (ml/min)
=
Wanita: ClCr (ml/min)
=
x 0,85
Persamaan Cockcroft-Gault disesuaikan dengan Luas Permukaan Tubuh (Body Surface Area/BSA): Laki-laki: ClCr (ml/min)
=
Wanita: ClCr (ml/min)
=
Keterbatasan Persamaan Cockcroft-Gault Persamaan Cockcroft-Gault tergantung pada SCr, yang berhubungan dengan sekresi tubular kreatinin. Hal ini dapat mengakibatkan estimasi LFG yang terlalu tinggi sekitar 10 – 40% pada masing-masing orang dengan fungsi ginjal yang normal (Levey, A. S., et al., 2003). Selain itu, SCr dapat dipengaruhi oleh banyak faktor non-ginjal seperti diet (misalnya, diet vegetarian dan suplemen kreatinin), massa tubuh (misalnya, amputasi, kekurangan gizi, kekurusan) dan terapi obat (misalnya, simetidin dan trimetoprim). Meskipun keterbatasan ini, persamaan Cockcroft-Gault telah banyak digunakan untuk menentukan dosis obat pada masing-masing orang berdasarkan fungsi ginjal pada pengaturan klinis (Mahmoud, 2008).
2.2.2.2 Persamaan MDRD Persamaan MDRD diperkenalkan oleh Levey, A. S., et al. pada tahun 1999 untuk mengatasi keterbatasan estimasi LFG berdasarkan ClCr. Pada tahun 1999, persamaan MDRD 6-variabel berasal dari populasi MDRD sebanyak 1.628 pasien dengan gagal ginjal kronik tanpa diabetes (rata-rata LFG 40 ml/menit/1,73m2) yang bersamaan memiliki pengukuran LFG menggunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
iothalamate (Mahmoud, 2008). Persamaan ini dikembangkan menggunakan variabel pasien termasuk usia, SCr, nitrogen urea darah (blood urea nitrogen/BUN), albumin, ras dan jenis kelamin. Kemudian pada tahun 2000, disingkat menjadi versi 4-variabel dari persamaan MDRD berdasarkan hanya usia, jenis kelamin, ras dan tingkat SCr yang diperkenalkan dan telah menjadi persamaan yang paling diterima dan digunakan dalam pengaturan klinis rawat jalan, menggantikan persamaan MDRD 6-variabel dan persamaan CockcroftGault (Mahmoud, 2008).
Estimasi LFG (MDRD 6-variabel) eLFG = 170 x (SCr)–0,999 x (usia) –0,176 x (0,762 jika wanita) x (1,180 jika orang Afrika Amerika) x (BUN) –0,170 x (Alb)+0,318
Estimasi LFG (MDRD 4-variabel) eLFG = 186 x (SCr)–1,154 x (usia) –0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210 jika orang Afrika Amerika)
Keterbatasan Persamaan MDRD Estimasi
LFG
menggunakan
persamaan
MDRD
mengakibatkan
tidak
mempertimbangkan LFG sebenarnya pada orang sehat, donor ginjal, dan pasien dengan DM tipe 1. Selain itu, 125I-iothalamate (LFGi) dilaporkan lebih sesuai untuk mengukur kadar terbaru dari LFG dibandingkan dengan persamaan MDRD pada pasien rawat inap dengan penyakit ginjal lanjut. Persamaan MDRD belum divalidasi pada anak-anak, wanita hamil, orang lanjut usia (> 70 tahun) atau ras selain Kaukasia dan Afrika Amerika (Mahmoud, 2008).
2.3
Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik (PGK) semakin menjadi kondisi medis kronik
masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 2002, National Kidney FoundationKidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQI) mengembangkan pedoman praktek klinis di Amerika Serikat. Pedoman memperkenalkan terminologi gagal ginjal kronik dan skema klasifikasi untuk mempromosikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
deteksi dini penyakit, menunda perkembangan penyakit dan mencegah komplikasi yang terkait. Gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan menjaga keseimbangan cairan elektrolit seperti sodium dan kalium di dalam darah atau urin. Penyakit ini terus berkembang secara perlahan hingga fungsi ginjal semakin memburuk sampai ginjal kehilangan fungsinya (Price dan Wilson, 2006).
2.3.1
Definisi PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan atau tanpa penurunan LFG yang ditandai dengan kelainan patologis; atau tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah dan urin, atau kelainan dalam imaging test. Jika tidak ada kelainan patologis penegakan diagnosa didasarkan pada LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Dikatakan sebagai gagal ginjal terminal (GGT) ketika LGF kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2 (Levey, A. S., et al., 2005).
2.3.2
Etiologi Menurut Dipiro, J. T., et al. (2008), ada beberapa faktor yang
menyebabkam terjadinya PGK, yaitu: 1.
Faktor Kerentanan (individu) Faktor ini dapat meningkatkan penyakit ginjal tetapi tidak secara
langsung, faktor-faktor ini termasuk: a.
Usia lanjut
b.
Penurunan masa ginjal dan berat badan kelahiran yang rendah
c.
Ras dan minoritas suku
d.
Riwayat keluarga
e.
Penghasilan rendah atau pendidikan
f.
Inflamasi sistemik
g.
Dislipidemia
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
2.
Faktor Inisiasi Adalah faktor yang menginisiasi kerusakan ginjal, dapat diatasi dengan
terapi obat. Yang termasuk faktor inisiasi adalah:
3.
a.
Diabetes Melitus
b.
Hipertensi
c.
Penyakit autoimun
d.
Polikista ginjal
e.
Toksisitas obat
Faktor Progresi Dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal setelah inisiasi kerusakan
ginjal. Yang termasuk faktor progresi adalah:
2.3.3
a.
Glikemia pada diabetes
b.
Hipertensi
c.
Proteinuria
d.
Merokok
e.
Hiperlipidemia
Klasifikasi Klasifikasi PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for
Evaluation and Management of CKD (2013) dibagi menjadi 3 kategori.
2.3.3.1 Penyebab Tabel 2.1 Penyebab PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 Contoh penyakit Contoh gangguan primer sistemik, yang ginjal (tanpa ada berpengaruh pada penyakit sistemik yang ginjal berpengaruh pada ginjal) Gangguan Diabetes, penyakit Difusi, fokal atau Glomerulus autoimun sistemik, proliferasi bulan sabit; infeksi sistemik, obat- fokal dan glomerusklerosis obatan, neoplasia tersegmentasi, nefropati (termasuk amyloidosis) membran, penyakit yang berganti-ganti Gangguan Infeksi sistemik, Infeksi saluran kemih, batu Tubulus autoimun, sarkiodosis, ginjal, sembelit
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
interstisial
obat-obatan, asam urat, toksin lingkungan (asam aristolisik, sklerosis sistemik Gangguan Aterosklerosis, Displasia fibromuskular, Vaskular hipertensi, iskemi, ANCA-berhubungan emboli kolesterol, dengan vaskulitik terbatas vaskulitik sistemik, pada ginjal pembekuan mikroangiopati, sklerosis sistemik Kista dan Polikista ginjal, Displasia ginjal, kista Penyakit sindrom alport, sumsum tulang belakang, Bawaan penyakit fabry podositopati Catatan: bahwa ada banyak cara yang berbeda di mana untuk mengklasifikasikan PGK. Metode ini satu-satunya yang memisahkan penyakit sistemik dan penyakit ginjal primer yang diusulkan oleh Kelompok Kerja untuk membantu dalam pendekatan konseptual. 2.3.3.2 Kategori Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) Menurut Levey, A. S., et al. (2003), PGK terdiri dari lima tahap, yaitu: 1.
Stadium 1: kerusakan ginjal dengan LFG normal atau menurun, LFG 90 ml/min/1,73 m2
2.
Stadium 2: kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan, LFG 60 – 89 ml/min/1,73 m2
3.
Stadium 3: penurunan LFG sedang (moderat), LFG 30 – 59 ml/min/1,73 m2
4.
Stadium 4: penurunan LFG berat, LFG 15 – 29 ml/min/1,73 m2
5.
Stadium 5: gagal ginjal, LFG < 15 ml/min/1,73 m2 atau dialisis
Catatan: Jika tidak menunjukkan kerusakan ginjal untuk stadium 1 dan 2 maka tidak memenuhi kriteria PGK.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
2.3.3.3 Kategori Albuminuria Tabel 2.2 Kategori Albuminuria menurut KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 Kategori Laju Ekskresi Rasio Albumin Kondisi Albumin Kreatinin (mg/24 jam) (mg/mmol) (mg/g)
A1
<30
<3
<30
A2
30-300
3-30
30-300
A3
>300
>300
>300
Meningkat normal dan perlahan Meningkat secara moderat* Meningkat dengan parah**
Catatan: *relatif untuk tingkatan muda dan dewasa **termasuk sindrom nefrotik (ekskresi albumin biasanya >2200 mg/24 jam [Rasio albumin-kreatinin > 2220 mg/g;220 mg/mmol]). Kategori albuminuria merupakan prediktor penting dari hasil. Hubungan tingginya kadar proteinuria dengan tanda-tanda dan gejala sindrom nefrotik sangat dikenali. Deteksi dan evaluasi kecil dari jumlah proteinuria telah mendapatkan hasil yang signifikan. Beberapa penelitian telah menunjukkan pentingnya diagnostik, patogen, dan prognosisnya.
2.3.4
Patofisiologi Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Suwitra dalam Sudoyo, 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2002). Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif (CHF), dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. PGK juga menyebabkan asidosis metabolik yang terjadi akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan. Asidosis metabolik juga terjadi akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi. Pada stadium paling dini penyakit PGK, terjadi kehilangan daya cadangan ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kretinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien belum menunjukkan keluhan (asimtomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG 30%, mulai terjadi keluhan pasien seperti nokturia, badan lemah, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang sangat nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, mual muntah dan lain sebagainya. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra dalam Sudoyo, 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
2.3.4.1 Protokol Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Gambar 2.5 Mekanisme Progresi Gangguan Penyakit Ginjal Kronik [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]
Perkembangan dan progresi PGK tersembunyi. Pasien dengan stadium 1 dan 2 biasanya tidak mempunyai gejala atau ketidakseimbangan cairan metabolik yang terlihat pada stadium 3 sampai 5, seperti anemia, hiperparatiroid sekunder, penyakit kardiovaskular, malnutrisi dan keabnormalan cairan elektrolit yang umum pada fungsi ginjal. Gejala uremia umumnya tidak menyertai oada stadium 1 dan 2, minimal selama stadium 3 dan 4, dan umumnya pada stadium 5 yang juga terbiasa gatal-gatal, alergi dingin, peningkatan berat badan, dan neforpati periferal.
Pengobatan
bertujuan
untuk
menunda
progresi
PGK,
dan
meminimalisisr perkembangan dan keparahan dari komplikasi (Dipiro, J. T., et al., 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
2.3.4.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi 1. Terapi non Farmakologi Diet rendah protein (0,6 sampai 0,7 g/kg/hari) dapat menunda progresi dari PGK pada pasien dengan atau tanpa diabetes, walaupun efeknya relati kecil (Dipiro, J. T., et al., 2008). 2. Terapi Farmakologi Hiperglikemia a.
Terapi intensif pada pasien tipe 1 dan 2 diabetes mengurangi komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropati. Dapat berupa insulin, antidiabetes oral, dan tes gula darah setidaknya 3 kali sehari.
b.
Insulin (Novita, I., 2015) 1) Farmakologi:
Insulin
merupakan
hormon
anabolik
dan
antikatabolik, yang berperan utama pada protein, karbohidrat, dan metabolisme. Insulin endogen diproduksi dari proinsulin peptida pada sel β. 2) Karakteristik: Insulin biasanya dikategorikan berdasarkan sumbernya, kekuatan, onset dan durasi kerja. Selain itu insulin memiliki asam amino dalam molekul insulin termodifikasi. Sediaan insulin biasanya U-100 dan U-500, 100 unit/mL dan 500 unit/mL. 3) Farmakokinetik: Kinetik injeksi subkutan tergantung pada onset, puncak, dan durasi kerja. Penambahan protamin NPH, NPL, dan suspense protamin aspart) atau kelebihan seng maka dapat menunda onset, puncak, dan durasi efek insulin. Waktu paruh injeksi insulin reguler (IV) yaitu 9 menit. Sehingga waktu efektif untuk injeksi insulin (IV) lebih pendek. Insulin IV lebih murah daripada insulin lainnya. Insulin terdegradasi di hati, otot, dan ginjal. Insulin dimetabolisme dihati sekitar 20 – 50% sedangkan dimetabolisme di ginjal sekitar 25 – 25%. Sehingga tidak dianjurkan untuk pasien menggunakan insulin jika terdapat penyakit ginjal stadium akhir.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
4) Komplikasi mikrovaskular: Insulin telah terbukti sebagai agen oral untuk mengobati DM. Penelitian di Amerika telah membuktikan bahwa efikasi antara insulin dan sulfonilurea menunjukkan
efikasi
yang
sama
dalam
penurunan
mikrovaskular. 5) Komplikasi makrovaskular: Hubungan antara masalah tingginya kadar
insulin
(hiperinsulinemia),
resistensi
insulin,
dan
kardiovaskular sehingga dapat dipercayai bahwa terapi insulin dapat
menyebabkan
komplikasi
makrovaskular.
Namun,
UKPDS dan DCCT tidak menemukan hubungan antara komplikasi makrovaskular dengan terapi insulin. 6) Efek samping: Secara umum efek samping insulin yaitu hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien yang instensif melakukan terapi dan lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 daripada tipe2. Sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting dilakukaan pada pasien yang menggunakan terapi insulin. Jika pasien telah mengalami hipoglikemia yang berat maka akan terjadi takikardia dan berkeringat). 7) Dosis dan cara pemberian: Pada pasien DM tipe 1, dosis seharinya 0,5 – 0,6 unit/kg. Selama penyakit akut atau ketosis resistensi insulin maka dapat diberikan dosis yang lebih tinggi. Dosis diberikan tergantung dengan keadaan patologi pasien. c.
Progresi PGK dapat dibatasi dengan kontrol optimal hiperglikemia dan hipertensi.
Hipertensi a.
Kontrol tekanan darah secara adekuat dapat mengurangi laju penurunan LFG dan albuminuria dengan pasien atau tanpa diabetes.
b.
Obat antihipertensi harus dimulai pada pasien diabetik ataupun nondiabetik dengan angiotensin-converting enzym inhibitor (ACEi) atau angiotensin II reseptor blocker (ARB). Calcium channel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
blocker (CCB) dyhydropyridine dan nondyhydropyridine untuk pilihan kedua. c.
Klirens ACEi direduksi pada pasien PGK.
d.
LFG yang biasanya menurun 25% sampai 30%, tidak terjadi pada 3 sampai 7 hari setelah pemakaian ACEi.
e.
Pilihan Utama Obat Antihipertensi pada Pasien PGK: 1) ACEi: menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi
ACEi.
Vasodilatasi
secara
langsung
akan
menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium. Dalam JNC VII, ACEi diindikasikan untuk hipertensi dengan penyakit ginjal kronik. 2) ARB: dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini
merelaksasi
otot
polos
sehingga
mendorong vasodilatasi,
meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal, menurunkan volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. ARB secara teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACEi. f.
Pilihan Kedua Obat Antihipertensi pada Pasien PGK: 1) CCB: CCB bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat antihipertensi yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. CCB mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau pengganti. Penelitian NORDIL menemukan diltiazem ekuivalen dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian kardiovaskular.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Gambar 2.6 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien Diabetes [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]
Terapi Penunjang a.
Diet Protein, pengobatan hilang lemak, kurang merokok, manajemen anemia dapat memperlambat laju progresi PGK.
b.
Tujuan utama dari pengobatan mengurangi lemak pada PGK untuk mengurangi resiko untuk arteosklrosis.
c.
Tujuan kedua untuk mereduksi proteinuria dan penurunan fungsi ginjal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
Gambar 2.7 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien Non Diabetes [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Gambar 2.8 Algoritma Manajemen Hipertensi untuk Pasien PGK. Penyesuaian dosis harus dibuat setiap 2 sampai 4 minggu sesuai kebutuhan. Dosis salah satu obat harus dimaksimalkan sebelum yang lainnya ditambahkan. (ACEi, angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor blocker; BP, blood pressure; CCB, calcium channel blocker; Clcr, creatinine clearance; Scr, serum creatinine). [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
2.3.5
Terapi Pengganti Ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra dalam Sudoyo, 2006).
2.3.5.1 Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa
yang
termasuk
dalam
indikasi
absolut,
yaitu
perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) >120 mg% dan kreatinin >10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, E., 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, P., dkk., 2006).
2.3.5.2 Dialisis Peritoneal Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medis CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasienpasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non medis, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, E., 2006).
2.3.5.3 Transplantasi Ginjal Cangkok atau transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal terminal (GGT). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: a.
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70 – 80% faal ginjal alamiah.
b.
Kualitas hidup normal kembali.
c.
Masa hidup (survival rate) lebih lama.
d.
Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
e.
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja meninggal (donor kadaver). Akan lebih baik bila donor tersebut dari anggota keluarga yang hubungannya dekat, karena lebih besar kemungkinan cocok, sehingga diterima oleh tubuh pasien. Selain kemungkinan penolakan, pasien penerima donor ginjal harus minum obat seumur hidup. Juga pasien operasi ginjal lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi, kemungkinan mengalami efek samping obat dan resiko lain yang berhubungan dengan operasi (Alam dan Hadibroto, 2008).
2.4
Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khususnya dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medis modern yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003). Tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai penyelenggara pelayanan medik; pelayanan penunjang medik dan nonmedik; pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan rujukan; pendidikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan. Suatu klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi jenis pelayanan yang diberikan, pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut: 1.
Kepemilikan
2.
Jenis pelayanan
3.
Lama tinggal
4.
Kapasitas tempat tidur
5.
Afiliasi pendidikan
6.
Status akreditasi
Rumah Sakit Umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah sakit A,B,C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan ketenagaan fisik dan peralatan. Klasifikasi Rumah Sakit Umum pemerintah: 1. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan yang pelayanan medis spesialitik luas dan subspesialitik luas. 2. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mampunyai fasilitas dan kemampuan fasilitas pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialis dan subspesialis terbatas. 3. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sait yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar spesialitik dasar.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
4. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan medik dasar (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003).
Jenis perawatan yang diadakan di Rumah Sakit: 1.
Perawatan penderita rawat tinggal Dalam perawatan pendeirta rawat tinggal di rumah sakit ada lima unsur tahap
pelayanan yaitu: a.
Perawatan intensif adalah perawatan bagi penderita kesakitan hebat yang memerlukan pelayanan khusus selama waktu krisis kesakitannya atau lukanya, suattu ondisi apabila ia tidak mampu melakukan kebutuhan sendiri. Ia dirawat dalam ruangan perawatan intensif oleh staf medis dan perawatan khusus.
b.
Perawatan intermediet adalah perawatan bagi penderita setelah kondisi kritis membaik, yang dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang perawatan biasa. Perawatan intermediet merupakan bagian terbesar dari jenis perawatan dikebanyakan rumah sakit.
c.
Perawatan swarawat adalah perawatan yang dilakukan penderita yang dapat merawat diri sendiri, yang datang ke rumah sakit untuk diagnostik saja atau penderita yang kesehatannnya sudah cukup pulih dari kesakitan intensif atau intermediet, dapat tinggal dalam suatu unit perawatan sendiri (self-care unit).
d.
Perawatan kronis adalah perawatan penderita dengan kesakitan atau ketidakmampuan jasmani jangka panjang. Mereka dapat tinggal dalam bagian terpisah rumah sakit atau dalam fasilitas perawatan tambahan atau rumah perawatan yang juga dapat dioperasikan oleh rumah sakit.
e.
Perawatan rumah adalah perawatan penderita dirumah yang dapat menerima layanan seperti biasa tersedia dirumah sakit, dibawah suatu program yang disponsori oleh rumah sakit. Perawatan rumah ini adalah penting tetapi sangat sedikit yang diterapkan. Perawatan rumah ini lebih mudah, dan merupakan jenis perawatan yang efektif secara psikologis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
2.
Perawatan penderita rawat jalan Perawatan ini diberikan pada penderita melalui klinik, yang menggunakan
fasilitas rumah sakit tanpa terikat secara fisik di rumah sakit. Mereka datang ke rumah sakit untuk pengobatan atau untuk diagnosis atau datang sebagai kasus darurat (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003).
2.4.1
Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit Pelayanan farmasi klinis merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin (Permenkes, 2014). Pelayanan farmasi klinis yang dilakukan meliputi: a) Pengkajian dan pelayanan resep; b) Penelusuran riwayat penggunaan obat; c) Rekonsiliasi obat; d) Pelayanan Informasi Obat (PIO); e) Konseling; f)
visite;
g) Pemantauan Terapi Obat (PTO); h) Monitoring Efek Samping Obat (MESO); i)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j)
Dispensing sediaan steril; dan
k) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
2.5
Rekam medis Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam
medis dan memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal maupun penderita rawat jalan. Rekam medis ini harus secara akurat didokumentasikan, segera tersedia, dapat dipergunakan, mudah ditelusuri kembali (retrieving) dan lengkap informasi. Rekam medis adalah sejarah ringkas, jelas, dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang medis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Definsi rekam medis menurut surat keputusan Direktur jenderal pelayanan medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang penderita selama dirawat di rumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat tinggal (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003). Kegunaan dari rekam medis: a) Digunakan sebagai dasar perencanaan berkelanjutan perawatan penderita. b) Merupakan suatu sarana komunikasi antardokter dan setiap profesional yang berkontribusi pada perawatan penderita. c) Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan atau penderita dan penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal di rumah sakit. d) Digunakan sebagai dasar untuk kajian ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada pasien. e) Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab. f)
Menyediakan atau untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.
g) Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data rekam medis, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap dan bagian hemodialisis
Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo Bendungan Hilir Jakarta Pusat, 10210. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada periode bulan Juni hingga Juli 2015 dan analisa data pada bulan Agustus hingga Oktober 2015.
3.2
Bahan Penelitian Bahan penelitian berupa rekam medis pasien rawat inap yang lengkap
dan jelas terbaca, berisi nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia dan berat badan), tanggal perawatan, gejala/keluhan masuk rumah sakit, diagnosa, data penggunaan obat (dosis, rute pemberian, aturan pakai, waktu pemberian), tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat), tanda vital (tekanan darah, kadar gula darah), hasil laboratorium (elektrolit, protein, gas darah, darah) dan keadaan terakhir pasien.
3.3
Desain Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
non
eksperimental
yang
menggunakan pendekatan cross-sectional (potong lintang), yaitu mempelajari dinamika korelasi antara faktor pengaruh dan faktor terpengaruh dengan cara pendekatan, observasi, pengumpulan data sekaligus, dimana menekankan waktu pengukuran hanya satu kali pada satu saat (Notoatmodjo, 2002). Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah kecil subjek (variabel) tanpa ada manipulasi dari peneliti (Praktiknya, 2001). Pengumpulan data variabel untuk mengetahui jenis drug related problems (DRPs) yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta yang diderita dan mendapatkan terapi pengobatan dengan pengumpulan data secara retrospektif. Data yang digunakan adalah data rekam medis pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo selama periode bulan Januari –
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Desember 2014. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap dan bagian hemodialisis. Analisa yang dilakukan secara deskriptif, yaitu untuk mengetahui jenis penyakit penyerta dan jenis DRPs yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta.
3.4
Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan dasar dari penelitian agar pembaca dapat
memahami konsep penelitian yang dirancang (Nurrakhmani, 2014). Variabel bebas
Variabel terikat
Terapi obat yang diberikan pada pasien PGK yang tercatat dalam rekam medis
Jumlah DRPs yang terjadi pada pasien PGK
Karakteristik pasien: - Jenis kelamin: laki-laki, perempuan; - Usia: dewasa (20 – 59 tahun), lansia (60 tahun); - Stadium PGK: stadium 3, stadium 4, stadium 5; - Penyakit penyerta.
Variabel Perancu Penyakit penyerta Terapi obat lain Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep 3.5
Populasi dan Sampel Penelitian
3.5.1
Populasi Populasi adalah seluruh objek penelitian yang memiliki kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan ditarik kesimpulannya (Arikunto, 2002). Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
periode bulan Januari – Desember 2014. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 134 pasien.
3.5.2
Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
populasi tersebut (Sugiyono, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu terdapat 44 pasien. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian, memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam penelitian ini adalah: a.
Pasien rawat inap yang menderita PGK dengan penyakit penyerta periode bulan Januari – Desember 2014;
b.
Kategori usia 20 th;
c.
Pasien dengan rekam medis lengkap dan terbaca, yang memuat: nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia dan berat badan), tanggal perawatan, gejala/keluhan masuk rumah sakit, diagnosa, data penggunaan obat (dosis, rute pemberian, aturan pakai, waktu pemberian), tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat), tanda vital (tekanan darah, kadar gula darah), hasil laboratorium (elektrolit, protein, gas darah, darah) dan keadaan terakhir pasien.
Kriteria eksklusi Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun yang termasuk kriteria eksklusi adalah: a.
Pasien rawat inap yang menderita PGK periode bulan Januari – Desember 2014 dengan LFG stadium 1 dan 2;
b.
Pasien anak-anak;
c.
Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap dan tidak terbaca.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
3.6
Definisi Operasional Definisi operasional variabel penelitian dalam penelitian merupakan
bentuk operasional dari variabel-variabel yang digunakan, biasanya berisi definisi konseptual, indikator yang digunakan, alat ukur yang digunakan (bagaimana cara mengukur) dan penilaian alat ukur (Siregar, 2011). Berikut ini adalah tabel definisi operasional yang digunakan dalam penelitian:
Variabel Karakteristik pasien a. Jenis kelamin
b. Usia
c. Stadium PGK
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dalam Penelitian Cara dan Skala Definisi Kategori Alat Ukur Ukur
Kondisi fisik yang menentukan status seseorang laki-laki atau perempuan. Perhitungan umur pasien PGK dengan penyakit penyerta. Penggolongan usia hasil adaptasi Organisasi Kesehatan Dunia, yaitu: 1) Dewasa: 20 – 59 tahun 2) Lansia: 60 tahun Tingkat keparahan fungsi ginjal pada pasien PGK dengan penyakit penyerta. Penggolongan stadium PGK berdasarkan Definition and Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) tahun 2005, yaitu: a) Stadium 3: penurunan LFG sedang (moderat), LFG 30 – 59 2 ml/min/1,73 m b) Stadium 4: penurunan LFG berat, LFG 15 – 29 ml/min/1,73 m2 c) Stadium 5: gagal ginjal, LFG <15 ml/min/1,73 m2 atau dialisis
Melihat Nominal data rekam medis pasien Melihat Nominal data rekam medis pasien
0. Laki-laki 1. Wanita
Melihat Ordinal data rekam medis pasien dan persamaan Modificati on of Diet in Renal Disease (MDRD) 4-variabel
0. Stadium 3 1. Stadium 4 2. Stadium 5
0. Dewasa: 20 – 59 tahun 1. Lansia: 60 tahun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
d. Penyakit penyerta
Keadaan klinis yang diderita oleh pasien PGK yang dapat atau tidak mempengaruhi fungsi ginjal.
Melihat Rasio data rekam medis pasien
Jumlah Drug Related Problems (DRPs)
Seluruh peristiwa atau kejadian yang melibatkan terapi obat yang benar-benar atau berpotensi mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan. Peristiwa atau kejadian tersebut dikategorikan sebagai berikut: a) Ketidaktepatan pemilihan obat b) Ketidaktepatan penyesuaian dosis c) Indikasi tanpa obat d) Obat tanpa indikasi e) Interaksi obat
Kategori Ordinal DRPs hasil adaptasi menurut Cipolle, R. J., et al. (1998)
3.7
Alur Penelitian
3.7.1
Persiapan (Permohonan Izin Penelitian) a.
0. Hiperten si 1. Diabetes Melitus 2. Anemia 3. dll. 0. 0 DRPs 1. 1 DRPs 2. 2 DRPs 3. 3 DRPs 4. 4 DRPs 5. 5 DRPs
Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta kepada Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat.
b.
Penyerahan
surat
persetujuan penelitian dari Rumkital
Dr.
Mintohardjo Jakarta Pusat kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta.
3.7.2
Pelaksanaan Pengumpulan Data a.
Penelusuran data pasien di ruang rawat inap dan bagian hemodialisis Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta yang menderita PGK dengan penyakit penyerta periode bulan Januari – Desember 2014.
b.
Penelusuran rekam medis di ruang administrasi medis.
c.
Proses pemilihan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
d.
Pengambilan dan pencatatan data hasil rekam medis di ruang administrasi medis, berupa: i.
Nomor rekam medis;
ii. Identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia dan berat badan); iii. Tanggal perawatan; iv. Gejala/keluhan; v.
Diagnosa;
vi. Obat yang digunakan selama perawatan (dosis, rute pemberian, aturan pakai, tanggal pemberian); vii. Tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat); viii. Tanda vital (tekanan darah, kadar gula darah); ix. Hasil tes laboratorium (elektrolit, protein, gas darah, darah); x.
3.7.3
Keadaan terakhir pasien.
Manajemen Data Pelaksanaan verifikasi data rekam medis pada pasien rawat inap PGK
dengan penyakit penyerta, dilanjutkan dengan transkrip data yang dikumpulkan ke dalam logbook dan komputer.
3.7.4 a.
Pengolahan Data Editing Proses pemeriksaan ulang kelengkapan data dan mengeluarkan data-data
yang tidak memenuhi kriteria agar dapat diolah dengan baik serta memudahkan proses analisa. Kesalahan data dapat diperbaiki dan kekurangan data dilengkapi dengan mengulang pengumpulan data atau dengan cara penyisipan data (interpolasi). b.
Coding Kegiatan pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk
kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka atau huruf untuk membedakan antara data atau identitas data yang akan dianalisa. Peneliti melakukan coding data yang terpilih dari proses seleksi untuk mempermudah analisa di program Microsoft Excel.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
c.
Tabulasi Proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang telah diberi kode
sesuai dengan kebutuhan analisa. Peneliti memasukkan data yang telah dilakukan proses coding ke dalam program Microsoft Excel dalam bentuk tabel. d.
Cleaning Data yang sudah diinput diperiksa kembali untuk memastikan data bersih
dari kesalahan dan siap untuk dianalisa lebih lanjut.
3.7.5
Analisa Data Analisa data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan
program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. Confidence Interval (CI) yang digunakan sebesar 95% dengan nilai α = 0,05. Pengolahan data yang dilakukan meliputi:
3.7.5.1 Analisa Univariat Analisa univariat adalah analisa yang digunakan untuk menganalisis setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo, 2002). Data yang telah dikategorikan ditampilkan sebagai frekuensi kejadian. Adapun pengolahan data dengan menggunakan analisa univariat ialah: 1.
Karakteristik pasien a. Jenis kelamin b. Usia pasien c. Tingkat keparahan PGK d. Penyakit penyerta
2.
Penggunaan obat pada pasien PGK
3.7.5.2 Analisa Bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan/berkolerasi. Analisa data sampel dilakukan secara deskriptif statistik, yaitu dengan analisa kai-kuadrat (chi-square). Uji kai-kuadrat adalah uji yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara dua variabel yang bersifat kategorik. Cara pengambilan keputusannya adalah dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
melihat nilai probabilitas (p) pada kolom Asymp Sig. (2-sided) dari hasil SPSS Statistic 16.0.
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: H0 : tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat H1 : ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
Nilai p pada tingkat kepercayaan 95% adalah sebagai berikut: a. Probabilitas <0,05 berarti H0 ditolak. Uji statistik menunjukkan hubungan bermakna. b. Probabilitas >0,05 berarti H0 diterima. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna.
Uji kai-kuadrat ini dinyatakan sahih apabila memenuhi persyaratan tidak lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5 (Sabri dan Hastono, 2006). Apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka dilakukan uji mutlak Fisher. Analisa koefisien kontingensi digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antarvariabel yang bersifat nominal. Adapun pengolahan data yang menggunakan analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs pada pasien rawat inap yang menderita PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Analisa Univariat
4.1.1
Karakteristik pasien Data karakteristik pasien penyakit ginjal kronik (PGK) yang menerima
terapi obat dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Karakterisitk Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Rumkital Dr. Mintohardjo, 2014 (n=44) Karakteristik Pasien Jumlah Persentase (%) Berdasarkan jenis kelamin Laki-laki 25 56,82 Perempuan 19 43,18 Berdasarkan usia pasien Dewasa (20 – 59 tahun) 24 54,55 20 45,45 Lansia (60 tahun) Berdasarkan tingkat keparahan PGK Stadium 3 5 11,36 Stadium 4 7 15,91 Stadium 5 32 72,73 Berdasarkan jumlah penyakit penyerta 1 – 3 penyakit penyerta 18 40,91 4 – 6 penyakit penyerta 24 54,54 >6 penyakit penyerta 2 4,54 Jumlah pasien rawat inap dengan PGK yang memenuhi kriteria inklusi adalah 44 orang, diantaranya pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (56,82%) dan perempuan sebanyak 19 orang (43,18%). Hal ini sesuai dengan Walker, R. dan Edward, C. (2003) yang menyatakan bahwa insiden PGK pada laki-laki 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (Aritonga, R. E., 2008). Penyataan tersebut juga didukung dengan beberapa penelitian lainnya, dimana pasien ginjal kronik dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan (Faizzah, N., 2012). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Indriani, L., dkk. (2013), yang menunjukkan dari 40 pasien penderita PGK, jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Penelitian yang dilakukan di China, menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan (Xue, L., et al., 2014). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil
50 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Riset Kesehatan Dasar (2013), dimana pasien PGK lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Aritonga, R. E. (2008) sendiri menunjukkan jenis kelamin perempuan lebih banyak yang menderita PGK daripada laki-laki. Terdapat beberapa penelitian lain juga yang menyatakan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Zhang, Qui-Li dan Rothenbacher, D. (2008) dengan systematic review, menyatakan bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak menderita PGK dibandingkan laki-laki, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di China (Chen, J., et al., 2005), di US (Coresh, J., 2005), di Thailand (Ingsathit, A., et al., 2010), di Turkey (Suleymanlar, G., et al., 2011) dan penelitian yang dilakukan Thawornchaisit, P., et al. (2015) menyatakan bahwa jenis kelamin yang paling umum menderita PGK adalah perempuan. Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disebabkan terbatasnya jumlah sampel yang diteliti. Dilihat dari segi usia, usia pasien yang paling muda adalah 26 tahun dan paling tua adalah 80 tahun. Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kelompok usia penderita PGK yang paling banyak terjadi pada usia dewasa (20 – 59 tahun), yaitu 24 pasien (54,55%), diikuti usia lansia (60 tahun) sebanyak 20 pasien (45,45%). Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa prevalensi PGK meningkat seiring dengan jumlah usia (Ingsathit, A., et al., 2010). Pengamatan terhadap 26 studi yang dilakukan oleh Zhang, Qui-Li dan Rothenbacher, D. (2008) menunjukkan prevalensi penyakit ginjal usia lebih dari 64 tahun sebesar 35,8% lebih tinggi dibandingkan 7,2% pada populasi usia lebih dari 30 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Marquito, A. B., et al. (2013) menunjukan prevalensi PGK tertinggi terdapat pada usia di atas 60 tahun, yaitu terdapat 387 pasien (69,36%) dari total 558 pasien. Belaiche, S., et al. (2012) menyatakan bahwa resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia (P = 0.0027). Perbedaan hasil yang didapat pada penelitian ini dapat disebabkan oleh terbatasnya jumlah sampel yang diteliti. Berdasarkan tingkat keparahan PGK yang diperoleh dengan menghitung estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG), pada tabel 4.1 dapat dilihat hasilnya yang menunjukkan bahwa stadium 5 merupakan stadium yang paling banyak diderita pasien PGK, yaitu 32 pasien (72,73%), diikuti stadium 4 sebanyak 7 pasien
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
(15,91%) dan stadium 3 sebanyak 5 pasien (11,36%). Terdapat beberapa penelitian terkait, penelitian yang dilakukan oleh Indriani, L., dkk. (2013) yang menunjukkan stadium 5 adalah stadium yang paling banyak diderita pasien yaitu sebanyak 31 pasien (77,5%), diikuti stadium 4 sebanyak 6 pasien (15,0%) dan stadium 3 sebanyak 3 pasien (7,5%). Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012) menunjukkan stadium yang paling banyak diderita pasien PGK adalah stadium 4 sebanyak 17 pasien (40,5%), diikuti stadium 3 sebanyak 16 pasien (38,1%). Begitu juga penelitian yang dilakukan Ingsathit, A., et al. (2010), menunjukkan bahwa stadium 3 merupakan stadium yang paling banyak diderita pasien PGK. Menurut hasil penelitian Chen, J., et al. (2005), pasien PGK paling banyak berada pada stadium 2 (fungsi ginjal berkisar 60 – 89%) yaitu 39,4% dari 15.540 pasien dan hasil penelitian yang dilakukan Coresh, J., et al. (2005) menunjukkan stadium 1 yang paling banyak diderita pasien PGK. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriani, L., dkk. (2013). Hal ini dapat dikarenakan karakteristik pasien di kedua rumah sakit memiliki kesamaan. Stadium 1 merupakan kerusakan ginjal dengan LFG normal atau menurun, dimana fungsi ginjal berkisar 90% dan berkaitan dengan istilah albuminuria, proteinuria, hematuria. Stadium 2 merupakan kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan, dimana fungsi ginjal berkisar 60 – 89% dan berkaitan istilah dengan albumiuria, proteinuria, hematuria. Stadium 3 merupakan penurunan LFG sedang (moderat), dimana fungsi ginjal berkisar 30 – 59% dan berkaitan dengan istilah gangguan ginjal kronik (gangguan ginjal awal). Stadium 4 merupakan penurunan LFG berat, dimana fungsi ginjal berkisar 15 – 29% dan berkaitan dengan istilah gangguan ginjal kronik (gangguan ginjal akhir), pre-gagal ginjal terminal (GGT). Stadium 5 merupakan kegagalan organ ginjal, dimana fungsi ginjal hanya berkisar di bawah 15% atau dengan bantuan dialisis dan berkaitan dengan istilah gagal ginjal, uremia, GGT. eLFG merupakan suatu komponen dari fungsi ekskresi tetapi secara luas diterima paling baik sebagai keseluruhan indeks dari fungsi ginjal, karena secara umum tereduksi setelah struktur ginjal rusak secara meluas dan fungsi ginjal lainnya menurun bersamaan dengan LFG pada PGK (KDIGO, 2013). eLFG
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
berguna sebagai parameter fungsi ginjal. Perhitungan LFG yang digunakan adalah persamaan MDRD (Modification of Diet in Renal Disease) 4-variabel. Berikut ini adalah persamaan MDRD 4-variabel: eLFG = 186 x (SCr)–1,154 x (usia) –0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210 jika orang Afrika Amerika) Penggunaan persamaan MDRD karena formula ini memberikan performance yang baik pada pasien dengan nilai LFG <60 ml/mnt/1,73 m2. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stevens, L. A., et al. (2007) bahwa formula MDRD memberikan bias yang rendah serta presisi yang tinggi pada pasien dengan nilai LFG <60 ml/mnt/1,73 m2. Kumaresan dan Giri (2011) menyebutkan formula MDRD memiliki presisi dan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan formula CG (Cockroft Gault) pada pasien dengan PGK (LFG <60 ml/mnt/1,73 m2) sedangkan perhitungan LFG dengan formula CG lebih baik pada subjek dengan nilai normal dan mild PGK (LFG >60 ml/mnt/1,73 m2) (Anggrayny, A., 2015). Pasien PGK mengalami sejumlah penyakit penyerta yang dapat dilihat pada tabel 4.1, dimana sebanyak 18 pasien mengalami 1 – 3 penyakit penyerta (40,91%), 24 pasien mengalami 4 – 6 penyakit penyerta (54,54%) dan terdapat 2 pasien yang mengalami di atas 6 penyakit penyerta (4,54%). Menurut literatur, dikatakan bahwa pasien PGK mengalami rata-rata 5 sampai 6 penyakit penyerta (Cardone, K. E., et al., 2010). Manley, H. J., et al. (2003a) dan (2005), mengatakan pasien PGK mengalami rata-rata 4 sampai 8 penyakit penyerta. Jenis penyakit penyerta yang dialami pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Tabel 4.2 Data Distribusi Penyakit Penyerta Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Rumkital Dr. Mintohardjo, 2014 Persentase Penyakit Penyerta Frekuensi (%) Anemia 33 75,0 Hipertensi 26 59,09 Leukositosis 24 54,54 Diabetes melitus tipe 2 15 34,09 HHD 9 20,45 Hiperurisemia 6 13,64 Febris, Hiperkalemia, Melena 5 11,36 Dispepsia, Ensefalopati uremikum, Hiperlipidemia, 3 6,82 Nefropati diabetikum, TB paru BPH, CAD, CHF, Diare, Dispnea, Hematemesis, 2 4,54 Hepatitis, Hipokalemia, Hipokalsemia Asidosis metabolik, Bronkitis, Bronkopneumonia, 1 2,27 Cholelithiasis dan Cholecystitis, DVT, Efusi pleura, GEA, Hematuria, HHNS, Hipotensi, Limfadenitis coli kiri, Osteoarthritis, Seizure, Severe sepsis, SIRS, Syok sepsis, Trauma kepala, Trombositopenia, Ulkus DM, Urtikaria, Vertigo, VES Keterangan: BPH = Benign Prostate Hyperplasia; CAD = Coronary Arterial Disease; CHF = Congestive Heart Failure; DVT = Deep-Vein Thrombosis; GEA = Gastroenteritis Akut; HHD = Hypertension Heart Disease; HHNS = Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Syndrome; SIRS = Systemic Inflammatory Response Syndrome; Ulkus DM = Ulkus Diabetes Melitus; VES = Ventrikel Ekstra Sistol. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis penyakit penyerta yang paling banyak terjadi pada pasien PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo adalah anemia yaitu 33 pasien (75,0%), diikuti hipertensi sebanyak 26 pasien (59,09), leukositosis sebanyak 24 pasien (54,54%), diabetes melitus tipe 2 sebanyak 15 pasien (34,09%), HHD sebanyak 9 pasien (20,45%), hiperurisemia sebanyak 6 pasien (13,64%), febris, hiperkalemia dan melena masing-masing sebanyak 5 pasien (11,36%), serta penyakit lainnya yang berada di bawah 10%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2. Tingginya penyakit penyerta anemia yang dialami pasien PGK dikarenakan hampir seluruh pasien PGK pada penelitian ini mendapatkan terapi hemodialisis atau pengganti ginjal. Penyakit penyerta hipertensi juga termasuk penyakit penyerta terbanyak setelah anemia, yang dialami pasien PGK. Hipertensi merupakan salah satu dari faktor inisiasi pada PGK. Munculnya faktor inisiasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
menyebabkan hilangnya massa nefron sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal. Sebagai kompensasi hal tersebut, terjadi hipertrofi nefron yang menyebabkan terjadinya hipertensi glomerulus yang dimediasi oleh angiotensin II (AT II). AT II merupakan vasokonstriktor poten yang mempengaruhi arteriol efferen sehingga dapat meningkatkan tekanan darah kapiler glomerulus. Oleh karena itu, pengontrolan tekanan darah pada pasien PGK sangat penting untuk mencegah dan memperlambat kerusakan ginjal, dimana tekanan darah yang diharapkan pada pasien PGK adalah <140/90 mmHg. Penyakit penyerta leukositosis terdapat diurutan ketiga sebagai penyakit penyerta terbanyak pada pasien PGK. Leukositosis adalah terjadinya peningkatan kadar leukosit di dalam tubuh yang melebihi kadar normal, hal ini menandakan bahwa adanya infeksi yang dialami pasien, sedangkan diabetes melitus termasuk penyakit penyerta terbanyak urutan keempat pada pasien PGK, hal ini berhubungan dengan diabetes melitus sebagai salah satu faktor inisiasi yang dapat memperburuk fungsi ginjal jika kadar gula dalam darah tidak dikontrol. Kebanyakan pasien (84,1%) dengan PGK memiliki minimal 3 penyakit penyerta. Pasien dengan PGK memiliki penyakit penyerta yang saling terkait dengan faktor resiko, termasuk hipertensi, aterosklerosis, diabetes (intoleransi glukosa) dan gangguan lipid, yang dapat memperburuk fungsi ginjal dan kardiovaskular (Coyne, D. W., 2011).
4.1.2
Profil Penggunaan Obat Profil penggunaan obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit
penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo digolongkan berdasarkan MIMS Indonesia (2011/2012) yang dapat dilihat pada tabel berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Tabel 4.3 Data Distribusi Penggunaan Obat Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Rumkital Dr. Mintohardjo, 2014 No. Golongan Terapi Obat Frekuensi Persentase (%) 1. Sistem kardiovaskular 138 25,79 2. Sistem endokrin 39 7,30 3. Hormon 5 0,93 4. Sistem saraf 43 8,04 5. Sistem muskuloskeletal 9 1,68 6. Saluran kemih & prostat 3 0,56 7. Saluran gastrointestinal 70 13,08 8. Saluran pernapasan 8 1,50 9. Antiinfeksi 41 7,66 10. Antialergi 4 0,75 11. Nutrisi 115 21,50 12. Vitamin & mineral 57 10,65 13. Kemoterapetik lain 3 0,56 Total: 535 100 Dari seluruh obat yang diterima pasien (selengkapnya pada lampiran 6), terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat sistem kardiovaskular sebanyak 138 kali (25,79%). Hal ini terkait dengan penyakit penyerta yang dialami pasien yaitu hipertensi, dimana penggunaan obat antihipertensi pada sebagian besar pasien terdapat lebih dari 2 jenis obat. Pada penelitian Belaiche, S., et al. (2012) juga menyebutkan bahwa penggunaan obat terbanyak ialah golongan sistem kardiovaskular sebanyak 95 kali (33,1%) yang terdiri dari penggunaan obat golongan angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEi), angiotensin II receptor blocker (ARB) dan diuretik. Terdapat frekuensi yang tinggi pada penerimaan golongan nutrisi yaitu sebanyak 115 kali (21,50%). Hal ini berhubungan dengan penyakit penyerta yang paling banyak dialami pasien ialah anemia. Lalu obat saluran gastrointestinal sebanyak 70 kali (13,08%) yang digunakan pada pasien yang menderita Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), Peptic Ulcer Disease dan penyakit peptik lainnya seperti dispepsia. Golongan obat saluran gastrointestinal juga berfungsi mengatasi efek samping yang timbul dari penggunaan obat sistem kardiovaskular ataupun sistem saraf (terutama NSAID/non steroidal anti-inflammatory drugs) yang digunakan oleh pasien PGK untuk mengatasi keluhan yang dialaminya. Selanjutnya terdapat obat sistem saraf yang merupakan penggunaan terbanyak keempat pada penelitian ini,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
diikuti obat antiinfeksi sebanyak 41 kali (7,66%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3.
4.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat Jumlah penggunaan obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4 Data Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien Selama di Rawat Inap Jumlah Penggunaan Obat Pasien Jumlah Pasien 1 – 5 obat 1 pasien 6 – 10 obat 14 pasien >10 0bat 29 pasien Pasien PGK selama dirawat tidak hanya menerima obat untuk memperlambat kerusakan ginjal tetapi juga obat lain untuk mengatasi masalah penyakit penyerta dan keluhan lain yang dialami pasien PGK sehingga jumlah obat yang digunakan oleh pasien bervariasi. Dari tabel 4.4 dapat dilihat jumlah penggunaan obat pada pasien PGK selama dirawat. Jumlah penggunaan obat >10 obat merupakan jumlah obat yang paling banyak diterima pasien yaitu 29 pasien, diikuti jumlah obat 6 – 10 obat sebanyak 14 pasien dan hanya 1 pasien yang menerima jumlah obat 1 – 5 obat. Jenis terapi obat pasien PGK pada penelitian ini yang dianalisa adalah sebanyak 93 jenis obat. Jumlah seluruh obat yang diterima oleh 44 pasien yang dianalisa adalah 535 terapi obat (tabel 4.3). Selama pasien dirawat, jumlah obat paling sedikit diterima 3 jenis obat dan paling banyak 20 jenis obat. Rata-rata obat yang diterima pasien selama dirawat adalah 12 jenis obat. Hal ini sesuai dengan literatur, menurut Kappel, J. dan Calissi, P. (2002) pasien gangguan ginjal menggunakan paling sedikit 7 jenis obat. Obat yang digunakan tidak hanya untuk pengobatan penyakit yang mendasari (misal diabetes melitus, hipertensi) namun juga untuk gejala-gejala yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal (misal masalah metabolisme minreal, anemia) (Aritonga, R. E., 2008). Belaiche, S., et al. (2012) menyebutkan pasien PGK mendapat ratarata 8 – 9 terapi obat. Literatur lain menyebutkan bahwa pasien PGK dengan dialisis menerima 10 terapi dan 2 obat bebas (St. Peter, W. L., 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
4.1.3
Drug Related Problems (DRPs) Kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien rawat inap PGK
dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs Kategori DRPs Pasien Persentase Frekuensi Persentase (n=44) (%) (n=348) (%) Ketidaktepatan pemilihan obat 6 13,64 6 1,7 Ketidaktepatan penyesuaian dosis a) Dosis obat terlalu tinggi 21 47,73 39 11,2 (overdosis) b) Dosis obat terlalu rendah 7 15,91 7 2,0 (subterapi) Indikasi tanpa obat 11 25,0 11 3,2 Obat tanpa indikasi 0 0 0 0 Interaksi obat 40 90,91 285 81,9 Hasil data deskriptif pada tabel 4.5 menunjukkan jenis DRPs yang terjadi dari 44 pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014. Terdapat 42 pasien dengan 348 kasus DRPs yang dianalisa, diantaranya interaksi obat sebanyak 81,9%, diikuti ketidaktepatan penyesuaian dosis (overdosis sebanyak 11,2%; dosis subterapi sebanyak 2,0%), indikasi tanpa obat sebanyak 3,2% dan ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 1,7%. Hasil penelitian oleh Belaiche, S., et al. (2012) di RS Universitas Grenoble dari 2006 sampai 2010 menunjukkan bahwa DRPs yang paling banyak terjadi pada 42 pasien dengan 287 DRPs yang teridentifikasi adalah indikasi tanpa obat sebanyak 30,3% (pada penelitian ini sebanyak 3,2%), ketidaktepatan penyesuaian dosis (dosis obat subterapi sebanyak 24,0% (2,0%); overdosis sebanyak 17,8% (11,2%)); ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 10,1% (1,7%); reaksi efek samping sebanyak 8,4% (tidak diamati) dan obat tanpa indiksi sebanyak 7,3% (0%). Penelitian yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2003a) diketahui bahwa pada 97,7% pasien (dari 133 pasien) dengan 475 DRPs yang teridentifikasi, rata-rata 3.6 ± 1.8 DRPs per pasien. DRPs yang paling banyak terjadi adalah obat tanpa indikasi sebanyak 30,9% (pada penelitian ini 0%), ketidaktepatan pemantauan laboratorium sebanyak 27,6% (tidak diamati), indikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
tanpa obat sebanyak 17,5% (3,2%) dan ketidaktepatan penyesuaian dosis sebanyak 15,4% (13,2%). Hasil penelitian Manley, H. J., et al. (2003b) diketahui 66 pasien dengan 354 DRPs berusia 62.6 ± 15.9 tahun, memiliki 6.4 ± 2.0 kondisi penyerta, yang menerima 12.5 ± 4.2 obat, menunjukkan bahwa DRPs yang paling sering terjadi ialah reaksi obat yang merugikan (ADR/Adverse Drug Reactions) sebanyak 20,7% (pada penelitian ini tidak diamati) dan indikasi tanpa obat sebanyak 13,5% (3,2%) Penelitian lain yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2005), untuk mengetahui frekuensi, jenis dan keparahan DRPs pada pasien hemodialisis di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs teridentifikasi sebanyak 1.593 kasus pada 395 pasien (51,2% pria; usia, 52,4 ± 8,2 tahun; 42,7% dengan diabetes). Jenis DRPs yang paling sering ditemukan adalah ketidaktepatan pemantauan laboratorium sebanyak 23,5% (pada penelitian ini tidak diamati) dan indikasi tanpa obat sebanyak 16,9% (3,2%). Ketidaktepatan penyesuaian dosis ditemukan sebanyak 20,4% (13,2% pada penelitian ini) dari seluruh DRPs yang teridentifikasi, dimana dosis subterapi 11,2% (2,0%) dan overdosis 9,2% (11,2%). Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Faizzah, N. (2012) menunjukkan bahwa DRPs yang terjadi, diantaranya ketidaktepatan penyesuaian dosis, dimana dosis berlebih sebanyak 6 kasus (5,55%) (39 kasus (11,2%) pada penelitian ini); dosis kurang sebanyak 1 kasus (0,92%) (7 kasus (2,0%), ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 8 kasus (7,40%) (6 kasus (1,7%)) dan interaksi obat sebanyak 14 kasus (12,96%) (285 kasus (81,9%)). Berdasarkan masing-masing stadium dilihat dari jumlah DRPs yang terjadi, diketahui bahwa pada stadium 3 mengalami 1 – 3 DRPs, dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 3 DRPs; stadium 4 mengalami 1 – 4 DRPs, dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2 DRPs dan stadium 5 mengalami 0 – 5 DRPs, dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2 DRPs.
4.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 6 pasien (13,64%) dengan 6 kasus (1,7%) yang mengalami kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo. Kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan obat dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.6 Data Distribusi Pasien DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat Nomor Penilaian DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat Pasien Jenis Obat Keterangan 13 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang diterima: akarbose. 17 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang diterima: glimepirid, akarbose. 34 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang diterima: akarbose. 35 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang diterima: metformin. 40 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang diterima: akarbose. 43 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD yang diterima: akarbose. *Keterangan: LFG = laju filtrasi glomerulus; OAD = obat antidiabetes; PGK = penyakit ginjal kronik; stg = stage. Hasil data deskriptif pada tabel 4.6 menunjukkan sebanyak 6 pasien mengalami DRPs ketidaktepatan pemilihan obat. Jenis obat yang tidak tepat adalah obat antidiabetes, dikatakan tidak tepat karena tidak sesuai dengan kondisi patologi yang dialami pasien. Berdasarkan hasil tes fungsi ginjal diketahui bahwa keenam pasien tersebut merupakan pasien PGK dengan stage 5. Pada pasien nomor 13, 17, 34, 40 dan 43 obat antidiabetes oral yang diterima masing-masing pasien, salah satunya adalah akarbose. Akarbose merupakan obat antidiabetes oral golongan alfa-glukosidase yang kontraindikasi pada pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl. Penggunaan akarbose sebagai antidiabetes oral pada pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl menghasilkan konsentrasi puncak (peak) 5 kali lebih tinggi dari populasi normal dan nilai AUC 6 kali lebih tinggi (Ashley, C., dan Currie, A., 2009). Jadi, penemuan pada penelitian ini ialah penggunaan akarbose harus dihindari pada pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl. Pasien nomor 17 juga menerima obat antidiabetes glimepirid, dimana pasien dengan LFG <10 ml/mnt dibutuhkan penyesuaian dosis pada dosis awal terapi, yaitu 1 mg/hari. Pasien nomor 35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
menerima obat antidiabetes oral metformin. Metformin merupakan obat antidiabetes oral golongan biguanida yang pemakaiannya harus dihentikan pada pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt. Metformin akan terakumulasi pada pasien dengan kerusakan ginjal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan terjadinya asidosis laktat. Asidosis laktat jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi metabolik yang serius (Ashley, C., dan Currie, A., 2009). Menurut KDOQI (2012), Harh dan Molitch (2015), Ashley, C. dan Currie, A. (2009) terdapat alternatif obat antidiabetes untuk pasien PGK, seperti golongan sulfonilurea, diantaranya glipizid, glikuidon (aman untuk pasien PGK), glimepirid, gliklazid, glibenklamid (aman, tetapi butuh penyesuaian dosis); golongan tiazolidindion, diantaranya pioglitazon, rosiglitazon (aman untuk pasien PGK). Selengkapnya dapat dilihat pada literatur.
4.1.3.2 DRPs Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis DRPs ketidaktepatan penyesuaian dosis terdiri dari: dosis terlalu tinggi dari dosis terapi (overdosis) dan dosis terlalu rendah dari dosis terapi (subterapi). Kejadian DRPs ketidaktepatan penyesuaian dosis pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.7 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Tinggi No. Golongan Terapi Obat Nama Generik Frekuensi Persentase (%) 1. Anti-hiperurisemia & gout Allopurinol 3 7,7 2. Antibiotik (Aminoglikosida) Gentamisin 1 2,6 3. Antibiotik (Sefalosporin & Seftriakson 1 2,6 Beta laktam lainnya) Meropenem 3 7,7 4. Antibiotik (Kuinolon) Levofloksasin 1 2,6 5. Antijamur Flukonazol 2 5,1 6. Antidiabetes oral Glimepirid 1 2,6 (Sulfonilurea) (Diaversa) 7. Antidiabetes oral (Biguanida) Metformin 1 2,6 8. Antidiabetes oral (Inhibitor Akarbose (Eclid, 6 15,4 alfa-glukosida) Glucobay) 9. Antihipetensi (ACEi) Kaptopril 1 2,6 10. Diuretik (Antagonis Spironolakton 2 5,1 aldosteron) (Letonal) 11. Beta bloker Bisoprolol 1 2,6 (Concor)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
12.
Antifibrinolitik
13.
Hepatoprotektif
14. 15.
Antasida Antiemetik (Antagonis dopamin)
Asam traneksamat (Transamin) Asam ursodeoksikolat (Urdafalk) Sukralfat Domperidon
6
15,4
1
2,6
7 2
18,0 5,1
Total: 39
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tabel 4.8 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Rendah Golongan Terapi Obat Nama Generik Frekuensi Persentase (%) Antiansietas Alprazolam 1 2,9 Antibiotik (Sefalosporin) Sefadroxil 1 2,9 Sefotaksim 1 2,9 Antihipertensi (Agonis Klonidin 1 2,9 alfa-2 sentral) (Catapres) Antihiperlipidemia Gemfibrozil 1 2,9 Antitusif Dextromethorphan 1 2,9 HBr Antidiare Attapulgite (New 1 2,9 diatabs) Total: 7 Hasil data deskriptif pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat 21
pasien (47,73%) dengan 43 kasus (11,2%) yang mengalami kejadian DRPs dosis obat terlalu tinggi dari dosis terapi (overdosis) dan 7 pasien (15,91%) dengan 7 kasus (2,0%) yang mengalami DRPs dosis obat terlalu rendah dari dosis terapi (subterapi). Pada penelitian yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012) menunjukkan DRPs dosis terlalu tinggi (overdosis) sebanyak 51 kasus (17,8%) dan dosis terlalu rendah (subterapi) sebanyak 69 kasus (24,0%). Gangguan fungsi ginjal
menyebabkan beberapa obat
yang mengalami
metabolisme dan
diekskresikan melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis sesuai dengan kemampuan ginjal. Agar tidak terjadi efek toksik dari penggunaan obat ataupun gagal menerima obat. Jenis obat yang paling sering berpotensi tidak tepat dosis berada di atas dosis terapi (tabel 4.7) adalah sukralfat, diikuti asam traneksamat (Transamin) dan akarbose. Pemberian sukralfat melebihi dosis terapi karena dosis yang diberikan per harinya adalah 4,5 g, melebihi dosis yang seharusnya pada pasien gangguan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
ginjal. Menurut Ashley, C. Dan Currie, A. (2009), dosis pemberian sukralfat pada pasien gangguan ginjal tidak melebihi 4 g per hari. Pemberian Transamin tidak tepat dosis terkait dengan frekuensi pemberian. Menurut Ashley, C. Dan Currie, A. (2009), pasien gangguan ginjal dengan LFG 20-50 ml/mnt diberikan 10 mg/kg IV setiap 12 jam, LFG 10-20 ml/mnt diberikan 10 mg/kg IV setiap 12-24 jam dan LFG di bawah 10 ml/mnt diberikan 5 mg/kg IV setiap 12-24 jam, sedangkan pada penelitian ini semua pasien yang menerima Transamin diberikan dengan frekuensi 3x1 ampul, dimana tiap ampul memiliki kekuatan 250 mg/5 ml sehingga dosis pemberian Transamin pada beberapa pasien melebihi dosis terapi. Pemberian akarbose dikatakan tidak tepat dosis karena penggunaannya pada pasien yang kontraindikasi secara patologis. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa akarbose kontraindikasi dengan pasien yang memiliki LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl. Pasien yang berpotensi tidak tepat dosis berada di bawah dosis terapi terdapat 7 jenis obat, dapat dilihat pada tabel 4.8. Penggunaan obat yang kurang dari dosis terapi tidak akan menghasilkan efek terapetik yang diinginkan bahkan sama saja dengan tidak menggunakan obat tersebut. Suatu obat akan menghasilkan efek terapetik jika kadar obat di dalam darah atau bioavailabilitas obat mencapai kadar terapi yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang diharapkan. Oleh karena itu, penggunaan obat dengan dosis terapi yang sesuai sangat penting untuk menghasilkan efek terapetik yang menandakan bahwa terapi yang diberikan berhasil.
4.1.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 11 pasien (25,0%) dengan 11 kasus (3,2%) yang mengalami kejadian DRPs indikasi tanpa obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo. Kejadian DRPs indikasi tanpa obat dapat dilihat pada tabel berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Tabel 4.9 Data Distribusi Pasien DRPs Indikasi Tanpa Obat Nomor Penilaian DRPs Indikasi Tanpa Obat Pasien Jenis Obat Keterangan 1 Obat antihipertensi; TD 160/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan, amlodipin. Obat antihiperurisemia Asam urat 9,0 mg/dL. 2 Obat antihipertensi TD 150/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan, furosemida, bisoprolol, spironolakton. 7 Obat antihipertensi TD 170/70 mmHg. OAH yang diterima: valsartan, furosemida, amlodipin. 8 Obat antihipertensi; TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima: furosemida, valsartan, amlodipin, bisoprolol, spironolakton. Obat antihiperlipidemia Total kolesterol 223 mg/dL; LDL kolesterol 158 mg/dL; HDL kolesterol 38 mg/dL. 9 Obat antihipertensi TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan, amlodipin, furosemida. 15 Obat antihiperlipidemia Total kolesterol 224 mg/dL; LDL kolesterol 169 mg/dL; HDL kolesterol 35 mg/dL. 18 Obat antihiperurisemia, Asam urat 7,4 mg/dL Nutrisi K+ K+ 2,8 mmol/L 24 Obat antihipertensi TD 160/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan, nifedipin, furosemida, bisoprolol. 27 Obat antidiabetes GD 199 mg/dL. 30 Obat antihipertensi TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan, furosemida, amlodipin, bisoprolol, spironolakton. 43 Obat antihipertensi TD 160/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan, nifedipin, furosemida, bisoprolol. *Keterangan: TD = tekanan darah; OAH = obat antihipertensi. Indikasi tanpa obat merupakan pemberian terapi tambahan pada pasien atas dasar diagnosa yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosa yang tercantum di rekam medis. Penilaian analisa DRPs indikasi tanpa obat pada pasien PGK didasarkan dari kondisi pasien, tekanan darah, kadar gula darah, dan hasil laboratorium elektrolit & darah pasien. Pasien dikatakan butuh tambahan obat jika tekanan darah pasien belum mencapai <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg (pada pasien dengan proteinuria/albuminuria), kadar gula darah sewaktu pasien masih >200 mg/dl atau gula darah puasa (GDP) pasien >126 mg/dl, fungsi ginjal ataupun hati mengalami gangguan sehingga dibutuhkan penyesuaian terhadap kondisi patologis, terdapat kondisi klinis pasien yang belum diberi terapi obat,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
pasien mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat tambahan yang dapat dilihat dari keluhan, diagnosa, dan hasil laboratorium pasien. Hasil analisa data deskriptif pada tabel 4.9 menunjukkan sebanyak 11 pasien yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat. Terdapat beberapa jenis obat yang dibutuhkan pada pasien PGK yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat, diantaranya obat antihipertensi, obat antihiperurisemia, obat antihiperlipidemia, obat antidiabetes dan nutrisi. Berdasarkan hasil laboratorium masing-masing dari pasien nomor 1, 2, 7, 8, 9, 24, 30, dan 43 diketahui bahwa tekanan darah pasien belum mencapai target yaitu <140/90 mmHg (KDIGO, 2012). Penggunaan obat antihipertensi yang telah digunakan pasien, jika belum mencapai TD yang diharapkan maka dilakukan: peningkatan dosis untuk OAH, jika masih belum tercapai maka diberikan tambahan obat antihipertensi lain (Dipiro, J. T., et al., 2008). Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4. Hipertensi merupakan salah satu dari faktor inisiasi pada PGK. Munculnya faktor inisiasi menyebabkan hilangnya massa nefron sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal. Sebagai kompensasi hal tersebut, terjadi hipertrofi nefron yang menyebabkan terjadinya hipertensi glomerulus yang dimediasi oleh angiotensin II (AT II). AT II merupakan vasokonstriktor poten yang mempengaruhi arteriol efferen sehingga dapat meningkatkan tekanan darah kapiler glomerulus. Oleh karena itu, untuk mencegah dan memperlambat kerusakan ginjal diperlukan pengontrolan terhadap tekanan darah pasien, dimana tekanan darah yang diharapkan pada pasien PGK adalah <140/90 mmHg. Peningkatan kadar asam urat pada pasien yang melebihi kadar normal terjadi pada pasien nomor 2 dan 18 sehingga diperlukan terapi obat tambahan untuk mengatasi hiperurisemia yang dialami pasien PGK. Peningkatan kadar asam urat dalam serum dapat membentuk kristal-kristal asam urat di ginjal dan dapat mengendap di dalam insterstitium medular ginjal, tubulus atau sistem pengumpul yang akhirnya akan memperburuk keadaaan ginjal. Terapi obat untuk mengatasi hiperurisemia adalah golongan urikosurik dan penghambat xantin oksidase. Obatobat golongan urikosurik seperti probenesid dan sulfinperazon memiliki mekanisme kerja meningkatkan klirens ginjal untuk asam urat dengan cara mengurangi reabsorpsi dari asam urat pada tubulus proksimal, sedangkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
golongan penghambat xantin oksidase bekerja dengan cara menghambat perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Satu-satunya golongan penghambat xantin oksidase yang digunakan adalah allopurinol (Katzung, 2010). Dilihat dari mekanisme kerja obat, allopurinol merupakan terapi obat untuk hiperurisemia yang sesuai atau cukup aman pada pasien PGK karena obat-obat golongan urikosurik (probenesid dan sulfinperazon) bekerja dengan meningkatkan klirens asam urat di ginjal, hal ini akan memperberat kerja ginjal pada pasien PGK. Namun, penggunaan allopurinol harus mempertimbangkan fungsi ginjal sehingga tetap dibutuhkan penyesuaian dosis pada pasien PGK. Hasil analisa data deskriptif pada tabel 4.9 menunjukkan pasien nomor 8 dan 15 mengalami peningkatan kadar trigliserida, total kolesterol dan LDL kolesterol serta penurunan kadar HDL kolesterol yang tidak masuk dalam rentang normal. Kadar lipid yang tidak normal berperan dalam terjadinya penyakit aterosklerosis mikro dan makrovaskular. Pasien yang awalnya dengan fungsi ginjal yang normal dengan hiperlipidemia umumnya tidak berkembang menjadi insufisiensi ginjal, karena glomerulus yang normal memiliki mekanisme untuk mencegah penumpukan lipoprotein. Namun, gangguan ginjal yang telah ada sebelumnya menimbulkan gangguan fungsi mesangial yang merupakan suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya penumpukan lipoprotein di glomerulus ginjal. Data eksperimental menunjukkan bahwa dislipidemia berperan pada kerusakan glomerulus dan interstitial parenkim ginjal. Sel-sel glomerulus mesangial dan sel otot polos pembuluh darah memiliki kesamaan yaitu bahwa akumulasi lipid di dalam sel mesangial, analog dengan proses aterosklerotik pada sel otot polos, dapat menyebabkan glomerulosklerosis. LDL menyebabkan monosit berikatan dengan sel endotel dan ikatan ini merupakan faktor penting pada proses inflamasi glomerular sehingga terapi obat untuk mengatasi gangguan dislipidemia pada pasien PGK sangat diperlukan untuk mencegah memburuknya kondisi kerusakan ginjal yang berpotensi terjadinya penyakit kardiovaskular. Terapi obat untuk mengatasi dislipidemia pada pasien PGK, KDOQI (2012) menyatakan golongan statin, jika pasien tidak toleransi dengan golongan statin maka digunakan golongan fibrat. Penggunaan golongan obat tersebut tetap mempertimbangkan fungsi ginjal pada pasien PGK.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Pasien nomor 27 mengalami peningkatan kadar gula darah sewaktu dan didiagnosa mengalami nefropati diabetikum tetapi selama dirawat pasien tidak menerima obat antidiabetes, sedangkan dari hasil tes kadar gula darah menunjukkan kadar gula darah sewaktu pasien meningkat hingga 199 mg/dL pada hari terakhir dirawat sehingga dibutuhkan obat antidiabetes untuk menurunkan kadar gula darah pasien. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya peningkatan keparahan fungsi ginjal pada pasien PGK. Jenis obat antidiabetes yang dapat diberikan kepada pasien, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.
4.1.3.4 DRPs Obat Tanpa Indikasi Obat tanpa indikasi adalah pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi atau diagnosa pada pasien. Pasien dapat didiagnosa menderita PGK yang disebabkan berbagai faktor, diantaranya faktor kerentanan, faktor inisiasi, dan faktor progresi. Penilaian untuk mendiagnosa pasien menderita PGK dapat melakukan tes fungsi ginjal dengan mengukur kadar serum kreatinin (SCr) di dalam darah, lalu mendapatkan nilai estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) yang digunakan sebagai acuan tingkat keparahan kerusakan ginjal. Kemudian dapat didukung dengan melakukan tes laboratorium terkait kandungan darah dan urin. Penyakit penyerta yang diderita pasien juga harus dipertimbangkan, seperti hipertensi dan diabetes melitus yang merupakan penyakit penyerta yang dapat memperburuk keadaan ginjal jika tidak dikontrol. Pada penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat adanya DRPs obat tanpa indikasi yang dialami pasien. Semua pasien mendapatkan obat yang sesuai dengan indikasi atau diagnosa pasien.
4.1.3.5 DRPs Interaksi Obat Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 40 pasien (90,91%) dengan 285 kasus (81,9%) yang mengalami kejadian DRPs interaksi obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo. Interaksi obat yang terjadi merupakan semua interaksi obat yang mungkin atau potensial terjadi pada terapi obat yang diberikan kepada 44 pasien, baik interaksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
obat yang dapat dihindari ataupun interaksi obat yang tidak dapat dihindari. Kejadian DRPs interaksi obat dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.10 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat Potensi Interaksi Kategori Jumlah Presentase (%) Farmakokinetik 84 29,47 Mekanisme Interaksi Farmakodinamik 97 34,04 Tidak diketahui 104 36,49 Total 285 100 Ringan (minor) 67 23,51 Tingkat Keparahan Sedang (moderat) 214 75,09 Berat (mayor) 4 1,40 Total 285 100 Hasil analisa DRPs terhadap 44 pasien, diperoleh bahwa terdapat interaksi obat pada 40 pasien (90,91%) dan sebanyak 4 pasien (9,09%) tidak mengalami interaksi obat. Berdasarkan hasil analisa terhadap 40 pasien yang berinteraksi (tabel 4.10), diperoleh hasil bahwa terdapat total kejadian interaksi obat sebanyak 285 kejadian yang terdiri dari interaksi obat yang tidak diketahui sebanyak 104 kejadian (36,49%), dimana mekanisme interaksi obat jenis ini belum diketahui secara jelas mekanismenya yakni tidak termasuk kedalam mekanisme farmakodinamik maupun farmakokinetik. Mekanisme interaksi obat terbanyak kedua adalah interaksi secara farmakodinamik sebanyak 97 kejadian (34,04%). Hal tersebut menunjukkan bahwa obat-obat yang diberikan saling berinteraksi pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologi yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis (saling memperkuat) dan antagonis (saling meniadakan). Beberapa alternatif penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat dengan memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuaian dosis obat, pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis (Fradgley, 2003). Mekanisme interaksi obat secara farmakokinetik terjadi sebanyak 84 kejadian (29,47%). Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektifitas obat tersebut (Fradgley, 2003). Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan interaksi obat yang paling banyak terjadi adalah pada interaksi obat secara moderat, yaitu sebanyak 214 kejadian (75,09%). Interaksi obat secara moderat ini termasuk jenis interaksi obat yang diutamakan untuk dicegah dan diatasi jika interaksi obat yang dihasilkan lebih berbahaya dibandingkan manfaatnya, sebaiknya menggunakan alternatif lain jika ada. Selanjutnya interaksi obat terbanyak kedua adalah dengan tingkat keparahan minor, yaitu 67 kejadian (23,51%), interaksi obat ini mungkin mengganggu atau tidak disadari (interaksi obat diduga terjadi) tetapi tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkan. Interaksi obat dengan tingkat keparahan mayor adalah interaksi obat yang paling sedikit, terdapat 4 kejadian (1,40%). Interaksi obat dengan tingkat keparahan mayor diutamakan untuk dicegah dan diatasi karena efek potensial membahayakan jiwa atau menyebabkan kerusakan permanen. Jenis obat yang mengalami interaksi mayor dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.11 Jenis Obat yang Mengalami Interaksi Mayor Jenis Obat Interaksi Obat Efek Interaksi Spironolakton – Kalium Keduanya meningkatkan Hiperkalemia. klorida kadar kalium. Kontraindikasi digunakan bersama, kecuali manfaatnya lebih besar. Diltiazem – Bisoprolol Keduanya saling Meningkatkan resiko meningkatkan toksisitas bradikardia. satu sama lain. Amlodipin – Simvastatin Amlodipin meningkatkan Beresiko terjadi kadar Simvastatin*. miopati/rabdomiolisis Klonidin – Bisoprolol Keduanya saling Meningkatkan resiko meningkatkan toksisitas bradikardia. satu sama lain. *Sumber: Zhou, Yi-Ting, et al., 2013.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
4.2
Analisa Bivariat Analisa bivariat yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah
penyakit penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs pada pasien PGK. Hasil analisa bivariat dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.1 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta terhadap Jumlah DRPs Hasil analisa pada gambar 4.1 menunjukkan pengaruh antara jumlah penyakit penyerta dengan jumlah DRPs dengan metode kai-kuadrat, diketahui tidak lebih dari 14 sel atau sebanyak 77,8% yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5, yang berarti terdapat lebih 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5 sehingga hasil uji kai-kuadrat ini dinyatakan tidak sahih. Untuk memperoleh hasil yang sahih, maka dilakukan uji koefisien kontingensi. Berikut ini hasil uji koefisien kontingensi:
Gambar 4.2 Hasil Uji Koefisien Kontingensi Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta terhadap Jumlah DRPs Berdasarkan hasil dari gambar 4.2, diketahui nilai probabilitas yang diperoleh = 0,493. Hal ini menunjukkan bahwa P >0,05, maka H0 diterima yang berarti tidak ada pengaruh bermakna antara jumlah penyakit penyerta dengan jumlah DRPs. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al (2003a), yang menunjukkan bahwa DRPs berkorelasi positif dengan jumlah penyakit penyerta pasien (P <0.001). Jumlah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama dengan meningkatnya jumlah kondisi penyerta (Manley, H. J., et al., 2003a). Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disebabkan terbatasnya jumlah sampel yang diteliti. Analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah DRPs dengan metode kai-kuadrat dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.3 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penggunaan Obat terhadap Jumlah DRPs Hasil analisa pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa tidak lebih dari 15 sel atau sebanyak 83,3% yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5 sehingga hasil uji kai-kuadrat ini dinyatakan sahih dan nilai probabilitas yang diperoleh = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa P <0,05, maka H0 ditolak yang berarti ada pengaruh bermakna antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah DRPs. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012) di Perancis, yang menyatakan resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia (P = 0.0027) dan jumlah pengobatan (P = 0.049) (Belaiche, S., et al., 2012).
4.3
Keterbatasan Penelitian
4.3.1
Kendala a.
Pengambilan data dan jumlah pasien Pada proses pengambilan data, cukup banyak pasien yang memiliki data rekam medis yang tidak lengkap, seperti berat badan, daftar penggunaan obat, dan hasil laboratorium.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
b.
Diagnosa data Hasil laboratorium untuk pemeriksaan kadar gula darah, serum kreatinin, hasil laboratorium darah & elektrolit, tidak dilakukan secara rutin.
4.3.2
Kelemahan a.
Penelitian deskriptif retrospektif, pada penelitian deskriptif hanya dapat dilakukan demografi berupa hasil analisa ketepatan untuk mengetahui DRPs pada terapi yang digunakan oleh pasien. Selain itu metode retrospektif, dimana waktu kejadian sudah terjadi sehingga tidak dapat dilakukan pertanyaan secara langsung pada pasien.
b.
Terdapat sediaan obat yang tidak diketahui kekuataan sediaannya yang diberikan kepada pasien.
c.
Penelitian ini tidak dapat dikatakan seutuhnya rasional, dikarenakan penilaian diagnosa pasien tidak secara langsung melainkan menarik kesimpulan dari diagnosa yang tercatat di rekam medis.
4.3.3
Kekuatan Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Rumah Sakit TNI
Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan gambaran Drug Related Problems (DRPs) pada pasien rawat inap yang menderita penyakit ginjal kronik (PGK) dengan penyakit penyerta.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan 1.
Karakteristik berdasarkan usia yang paling banyak adalah usia dewasa (20 – 59 tahun) sebanyak 24 pasien (54,55%). Berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki yaitu 25 pasien (56,82%). Berdasarkan tingkat keparahan PGK yang paling banyak adalah stadium 5 yaitu 32 pasien (72,73%). Berdasarkan penyakit penyerta yang paling banyak adalah anemia yaitu 33 pasien (75,0%).
2.
Terdapat 13 kelas terapi yang diberikan pada pasien dengan penggunaan terbanyak yaitu obat golongan sistem kardiovaskular sebanyak 25,79%.
3.
Jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo dari 44 pasien, terdapat 42 pasien dengan 348 kasus DRPs yang dianalisa, diantaranya interaksi obat sebanyak 81,9%, ketidaktepatan penyesuaian dosis (overdosis sebanyak 11,2%; dosis subterapi sebanyak 2,0%), indikasi tanpa obat sebanyak 3,2% dan ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 1,7%.
4.
Stadium 3 mengalami 1 – 3 DRPs, jumlah DRPs paling banyak 3 DRPs; stadium 4 mengalami 1 – 4 DRPs, jumlah DRPs paling banyak 2 DRPs dan stadium 5 mengalami 0 – 5 DRPs, jumlah DRPs paling banyak 2 DRPs.
5.
Tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah DRPs secara statistik, namun secara substansi kemungkinan ada hubungan.
6.
Terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs.
7.
Pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl yang mengalami diabetes melitus (DM), kontraindikasi dengan obat antidiabetes oral akarbose dan metformin.
73 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
5.2
Saran 1.
Perlu adanya standarisasi kelengkapan pengisian rekam medis pasien, terkait usia, berat badan, obat yang digunakan, dosis obat yang diberikan, rute pemberian obat, aturan pakai obat, tanggal pemberian obat serta perlu adanya pemeliharaan rekam medis agar tidak ada bagian atau lembar yang hilang.
2.
Perlu adanya pemantauan hasil laboratorium pasien yang dilakukan secara berkelanjutan selama perawatan, baik tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat), tekanan darah, kadar gula darah dan hasil laboratorium lainnya yang terkait untuk mencegah dan mengatasi DRPs.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Julianti. (2009). Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Rawat Inap di RS Haji Medan. Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan: tidak diterbitkan. Alam, S., dan Hadibroto, I. (2008). Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Anggrayny, Arfita. (2015). Perbandingan Laju Filtrasi Glomerulus pada Staf Laki-laki Dewasa Sehat dengan Formula Cockroft-Gault, Modification of Diet in Renal Disease dan Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi pada Fakultas Farmasi USD Yogyakarta: tidak diterbitkan. Anonim. (2012). 5th Report of Indonesian Renal Registry. Perkumpulan Nefrologi Indonesia. Anonim. (2015). Clinical Practice Guideline on Management of Patients with Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 3b or Higher (eGFR <45 ml/min). Nephrol Dial Transplant. 30, ii1-ii142. Arikunto, S. (2002). Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek, Edisi 5. Jakarta: PT Rineka Cipta. Aritonang, R. E. (2008) Intervensi farmasis dalam upaya menurunkan permasalahan terkait dengan terapi obat pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani rawat inap di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta. Tesis pada FMIPA UI Jakarta: tidak diterbitkan. Ashley, C., dan Currie, A. (2009). The Renal Drug Handbook, 3rd edition. United Kingdom: Radcliffe. Atkinson, A., Abernethy, D. R., Daniels, C. E., Dedrick, R. L., dan Markey, S. P. (2007). Principles of Clinical Pharmacology Second Edition. USA: Elsevier Inc. Pg 230. Belaiche, Stephanie, et al. (2012). Pharmaceutical Care in Chronic Kidney Disease: experience at Grenoble University Hospital from 2006 to 2010. Journal Nephrol. 25, (4), 558-565. British National Formulary. (2014). BNF, 67th edition. London: BMJ Group and Pharmaceutical Press. Cardone, K. E., Bacchus, S., Assimon, M. M., Pai, A. B., dan Manley, H. J. (2010). Medication-related Problems in CKD, Advances in Chronic Kidney Disease. National Kidney Foundation. 17, (5), 404-412.
75 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Chen, J., Wildman, R. P., Gu, D., Kusek, J. W., Spruill, M., Reynolds, K., Liu, D., Hamm, L. L., Whelton, P. K., He, J. (2005). Prevalence of decreased kidney function in Chinese adults aged 35 to 74 years. Kidney International. 68, 2837-2845. Cipolle, R. J., Strand, L. M., dan Morley, P. C. (1998). Pharmaceutical Care Practice. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Coresh, J., Byrd-Holt, D., Astor, B. C., Briggs, J. P., Eggers, P. W., Lacher, D. A., dan Hostetter, T. H. (2005). Chronic kidney disease awareness, prevalence, and trends among U.S. adults, 1999 to 2000. J Am Soc Nephrol. 16, 180-188. Coyne, D. W. (2011). Management of Chronic Kidney Disease Comorbidities. CKD Medscape CME Expert Column Series: Issue 3. Diakses November, 2015. http://www.medscape.org/viewarticle/736181. Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzkee, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M. (2008). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th edition. New York: Mc Graw-Hill Medical Publishing Division. Drug.com. Drug Interactions Checker. Diakses http://www.drugs.com/drug_interactions.php.
Oktober,
2015.
Faizzah, Nurul. (2012). Identifikasi Drug Related Problems Pada Terai Gagal Ginjal Kronik Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari – Desember 2009. Skripsi pada FMIPA UII Yogyakarta: tidak diterbitkan. Fradgley, S. (2003). Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Gramedia. Gunawan, dkk. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Hahr, Allison J., dan Molitch, Mark E. (2015). Management of Diabetes Mellitus in Patients with Chronic Kidney Disease. Clinical Diabetes and Endocrinology. 1, (2), 1-9. Indriani, L., Bahtiar, A., dan Andrajati, R. (2013). Evaluasi Masalah Terkait Obat Pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik Di RSUP Fatmawati Jakarta. Jakarta: Jurnal Managemen dan Pelayanan Farmasi (JMPF). Ingsathit, A., Thakkinstian, A., Chaiprasert, A., Sangthawan, P., Gojaseni, P., Kiattisunthorn, K., ....... Singh, A. K. (2010). Prevalence and risk factors of chronic kidney disease in the Thai adult population: Thai SEEK study. Nephrol Dial Transplant. 25, 1567-1575.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
JNC 8. (2013). 2014 Evidance-Based Guideline for The Management of High Blood Pressure in Adults, Report From The Panel Members Appointed to The Eight Joint National Committee (JNC 8). Clinical Review & Education. JAMA. Katzung, Bertram G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10. Jakarta: EGC. Kappel, J., dan Calissi, P. (2002). Nephrology: 3. Safe Drug Prescribing for Patients with Renal Insufficiency. Canadian Medical Association Journal. 166, (4), 473-477. KDIGO. (2012). KDIGO Clinical Practice Guideline for the Management of Blood Pressure in Chronic Kidney Disease. Kidney International Supplements. 2, 337-414. KDIGO. (2013). KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for The Evaluation and Management Chronic Kidney Disease. Kidney International Supplements. 3, 1-150. KDOQI. (2012). KDOQI Clinical Practice Guideline For Diabetes and CKD: 2012 Update. American Journal of Kidney Disease. 60, (5), 850-886. Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., Lance, L. L. (2008). Drug Information Handbook, 17th edition. USA: Lexi-Comp’s. Levey, Andrew S., Coresh, J., Balk, E., Kausz, Annamaria T., Levin, A., Steffes, Michael W., Hogg, Ronald J., Perrone, Ronald D., Lau, J., dan Eknoyan, G. (2003). National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQI), K/DOQI Clinical Practice Guideliner for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Annals of Internal Medicine. 139, 137-147. Levey, Andrew S., Eckardt, Kai-Uwe, Tsukamoto, Y., Levin, A., Coresh, J., Rossert, J., Zeeuw, Dick De, Hostetter, Thomas H., Lameire, N., dan Eknoyan, G. (2005). Definition and Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney International. 67, 2089-2100. Mahmoud, M. A. (2008). Drug Therapy Problems and Quality of Life in Patients with Chronic Kidney Disease. University Sains Malaysia. Manley, Harold J., McClaran, Marcy L., Overbay, Debra K., Wright, Marcia A., Reid, Gerald M., Bender, Walter L., Neufeld, Timothy K., Hebbar, S., dan Muther, Richard S. (2003a). Factors Associated with MedicationRelated Problems in Ambulatory Hemodialysis Patients. American Journal of Kidney Disease. 41, 386-393.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Manley, Harold J., Drayer, Debra K., dan Muther, Richard S. (2003b). Medication-related Problem Type and Appearance Rate in Ambulatory Hemodialysis Patients. BMC Nephrology. 4, 1-17. Manley, Harold J., Cannella, Carrie L., Bailie, George R., dan Peter, Wendy L. St. (2005). Medication-Related Problems in Ambulatory Hemodialysis Patients: A Pooled Analysis. American Journal Kidney Disease. 46, 669– 680. Marquito, A. B., Fernandes, N. M., Colugnati, F. A. B., dan Paula, R. B. de. (2013). Identifying Potential Drug Interactions in Chronic Kidney Disease Patients. Juiz de Fora : Interdisciplinary Center for Nephrology Studies Research and Care, Federal University of Juiz de Fora. Medscape.com. Drug Interactions Checker. Diakses Oktober, http://www.medscape.com/druginfo/druginterchecker.
2015.
MIMS Indonesia. (2011/2012). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11. Jakarta: PT Medidata Indonesia. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: PT Rineka Cipta. Novita, Inten. (2015). Evaluasi Drug Related Problems pada Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara. Skripsi pada FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan. Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika. Nurrakhmani, Azizah. (2014). Kerasionalan Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penderita Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS) di Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU) Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo pada Tahun 2012-2013. Skripsi pada Fakultas FMIPA UI Jakarta: tidak diterbitkan. PCNE. (2010). PCNE Classification for Drug Related Problems. Pharmaceutical Care Network Europe Foundation, V6.2 revised 14-01-2010vm, 1-9. Permenkes. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Menteri Kesehatan RI. Praktiknya, A. W. (2001). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. C. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Vol. 2, Edisi 6. Jakarta: EGC.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
Rahardjo, P., Susalit, E., dan Suhardjono. (2006). Hemodialisis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S. K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Rovers, J. P., Currie, J. D., Hagel, H. P., McDonough, R. P., dan Sobotka, J. L. (2003). A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 2nd edition. Washington DC: American Pharmaceutical Association. Siregar, C. J. P., dan Lia, A. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 7-18. Siregar, Sofiyan. (2011). Statistika Deskriptif untuk Penelitian: Dilengkapi Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta: Rajawali Pers. Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Vol. 1 dan 2, Edisi 8. Jakarta: EGC. St. Peter, W. L. (2010). Improving Medication Safety in Chronic Kidney Disease Patients on Dialysis Through Medication Reconciliation. By National Kidney Foundation, Inc. All rights reserved. Stockley, I. H. (2008). Stockley’s Drug Interaction, 8th edition. London: Pharmaceutical Press. Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suharyanto, dan Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media. Sukandar, E. (2006). Neurologi Klinik, Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD. Suleymanlar, G., Utas, C., Arinsoy, T., Ates, K., Altun, B., Altiparmak, M. R., ....... Serdengecti, K. (2011). A population-based survey of Chronic Renal Disease In Turkey--the CREDIT study. Nephrol Dial Transplant. 26, 1862-1871. Suwitra, K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S. K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC. Thawornchaisit, P., Looze, F. de., ....... Sleigh, A. (2015). Health-Risk Factor and the Prevalence of Chronic Kidney Disease: Cross-Sectional Findings from a National Cohort of 87 143 Thai Open University Students. Global Journal of Health Science. 5, (7), 59-72. USRDS. (2014). CKD in the United States: An Overview of USRDS Annual Data Report, volume 1. United States. Walker, R., dan Edward, C. (2003). Clinical Pharmacy and Therapeutics. Third editions. Pg 247-249, 256-278. Wortmann R. L. (2009). Gout and Hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S, Sergen JS, editors. Kelley’s Textbook of Rheumatolog, 8th edition. Philadelphia: Saunders. Xue, L., Lou, Y., Feng, X., Wang, C., Ran, Z., dan Zhang, X. (2014). Prevalence of chronic kidney disease and associated factors among the Chinese population in Taian, China. BMC Nephrology. 15, 1-6. Zhang, Qui-Li, dan Rothenbacher, D. (2008). Pravalence of Chronic Kidney Disease in Population-based studies: Systematic Review. BMC Public Health. 8, 1-13. Zhou, Yi-Ting, Yu, Lu-Shan, Zeng, Su, Huang, Yu-Wen, Xu, Hui-Min, dan Zhou, Quan. (2013). Pharmacokinetic drug–drug interactions between 1,4 dihydropyridine calcium channel blockers and statins: factors determining interaction strength and relevant clinical risk management. China: Quan Zhou Department of Pharmacy, The Second Affiliated Hospital, School of Medicine, Zhejiang University.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
81 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Rumkital Dr. Mintohardjo
82 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di Ruang Administrasi
83 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Kriteria Penilaian DRPs Penyakit Penyerta Tujuan Terapi pada PGK Hipertensi TD <140/90 mmHg TD <130/80 mmHg dengan proteinuria (albuminuria) (JNC 8, 2013)
Hipertensi + Diabetes melitus
TD <140/90 mmHg TD <130/80 mmHg dengan proteinuria (albuminuria) (JNC 8, 2013) Glukosa darah 2 jam PP <140 mg/dl Gula darah puasa <100 mg/dl (Anonim, 2005) HbA1c ~7,0% (KDOQI, 2012)
Diabetes melitus
Glukosa darah 2 jam PP <140 mg/dl Gula darah puasa <100 mg/dl (Anonim, 2005) HbA1c ~7,0% (KDOQI, 2012)
Terapi Obat 1. 2.
ACEIs atau ARBs Diuretik atau CCBs atau Beta bloker*; Diuretik Tiazida (eLFG 30 ml/mnt), Diuretik Loop (eLFG <30 ml/mnt) 3. CCBs (dapat sebagai second-line) atau Beta bloker* (jika pasien menderita angina, gagal jantung, aritmia) 4. Antagonis aldosteron atau Subgrup CCB lain (jika CCB telah digunakan) atau alfa bloker (jika belum menggunakan beta bloker dengan efek alfa bloker) 5. Long acting alfa bloker atau agonis alfa-2 sentral* atau vasodilator (Dipiro, J. T., et al., 2008) 1. ACEIs atau ARBs 2. Diuretik atau CCBs atau Beta bloker*; Diuretik Tiazida (eLFG 30 ml/mnt), Diuretik Loop (eLFG <30 ml/mnt) 3. CCBs (dapat sebagai second-line) atau Beta bloker* (jika pasien menderita angina, gagal jantung, aritmia) 4. Antagonis aldosteron atau Subgrup CCB lain (jika CCB telah digunakan) atau alfa bloker (jika belum menggunakan beta bloker dengan efek alfa bloker) 5. Long acting alfa bloker atau agonis alfa-2 sentral* atau vasodilator (Dipiro, J. T., et al., 2008) 1. Insulin, terutama untuk DM tipe 1 2. Metformin, lini-pertama untuk DM tipe 2 (eLFG 45 ml/mnt) 3. Penghambat Alfa-glukosidase atau Penghambat Dipeptidil 4-peptidase atau Analog inkretin atau Tiazolidindion 4. Sulfonilurea atau Meglitinida (KDOQI, 2012)
Catatan *Beta bloker dan CCB nondihidropiridin harus dihindari pada pasien lansia-manula. *Agonis alfa-2 sentral (contoh: klonidin) tidak boleh digunakan bersamaan dengan Beta bloker karena kemungkinan tinggi mengalami bradikardia berat.
*Beta bloker dan CCB nondihidropiridin harus dihindari pada pasien lansia-manula. *Agonis alfa-2 sentral (contoh: klonidin) tidak boleh digunakan bersamaan dengan Beta bloker karena kemungkinan tinggi mengalami bradikardia berat.
*Metformin sebagai lini-pertama dengan dosis disesuaikan dengan fungsi ginjal. Jika eLFG <30 ml/mnt maka hentikan penggunaan metformin. *Penambahan obat antidiabetes disarankan yang memiliki resiko rendah hipoglikemia (urutan resiko hipoglikemia dari rendah-tinggi: no 2 <3 <4 <1). *Sulfonilurea yang aman pada pasien PGK
84 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(beberapa butuh penyesuaian dosis terkait fungsi ginjal): Glipizid, Glikuidon, Gliklazid, Glimepirid. *Meglitinida (penyesuaian dosis terkait fungsi ginjal jika eLFG <30 ml/mnt): Repaglinida, Nateglinida. *Penghambat Alfa-glukosidase: Akarbose (eLFG <30 ml/mnt: obat dihindari), Miglitol (eLFG <25 ml/mnt: obat dihindari). *Penghambat Dipeptidil 4-peptidase yang aman pada pasien PGK (beberapa butuh penyesuaian dosis terkait fungsi ginjal): Linagliptin, Saxagliptin, Sitagliptin, Vildagliptin. *Analog inkretin: Exenatida (eLFG <30 ml/mnt: obat tidak direkomendasikan), Liraglutida (eLFG <60 ml/mnt: obat tidak direkomendasikan) *Tiazolidindion yang aman pada pasien PGK: Pioglitazon dan Rosiglitazon Anemia
Hb >10 g/dl (PERNEFRI, 2011)
Dispepsia
Oedema Hiperlipidemia
Hiperurisemia
Total kolesterol <200 mg/dl LDL kolesterol <130 mg/dl HDL kolesterol >40 mg/dl Trigliserida <150 mg/dl (Dipiro, J. T., et al., 2008; Laboratorium Rumkital Dr. mintohardjo) Asam urat <6 mg/dl
Mecobalamin, Asam folat, Garam besi (Sulfas ferrosus, Sangobion), transfusi darah Antasida, Antihistamin RH-2, proton pump inhibitor (PPI), prokinetik (Dipiro, J. T., et al., 2008) Diuretik 1. Statin (Atorvastatin, Fluvastatin, Lovastatin, Pravastatin, Rosuvastatin, Simvastatin) 2. Sekuestran asam empedu (Cholestipol, Cholestyramine, Colesevelam) 3. Asam fibrat* (Clofibrate, Gemfibrozil, Bezafibrate, Fenofibrate, Ciprofibrate) 4. Golongan lain (Ezetimibe, Niacin) (KDOQI, 2012) Penghambat xantin oksidase (Allopurinol) atau Urikosurik
*Asam fibrat yang aman pada pasien PGK (butuh penyesuaian dosis terkait fungsi ginjal): Gemfibrozil, Clofibrate (obat dihindari pada pasien dengan ginjal pengganti). *Hampir semua golongan asam fibrat aman pada pasien PGK dengan stadium 3.
*Penghambat xantin oksidase (Allopurinol)
85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hiperkalemia
Hipokalsemia
(Price, S. A., dan Wilson, L. M. C., 2006).
(Probenesid, Sulfinpirazon) (Dipiro, J. T., et al., 2008)
K+ 3,4 – 4,5 mmol/l (Laboratorium Rumkital Dr. mintohardjo) Ca2+ 8,6 – 10,3 mmol/l (Laboratorium Rumkital Dr. mintohardjo)
Kalitake, hemodialisis (HD)
lebih sesuai untuk pasien PGK. *Urikosurik bekerja dengan meningkatkan klirens asam urat di ginjal. Kurang sesuai untuk pasien PGK.
Ca gluconas, hemodialisis (HD)
86 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Data Pasien Pasien :1 L/P :P Usia : 69 th BB : 50 kg Stg :5 Lama dirawat : 9/10/14 – 20/10/14 (12 hari) Riw. Penyakit : DM, Hipertensi Diagnosa masuk : CKD on HD, Anemia Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, batuk riak berwarna kuning sejak 1 hari SMRS, demam sejak 1 hari SMRS, badan pegal-pegal dan lemas, tidak mau makan dan minum, pusing, gatal-gatal Keluhan selama dirawat : Sesak napas, sakit kepala, lemas, batuk, demam, tangan kanan bengkak, pinggang pegal, tidak BAB, badan terasa sakit (nyeri), nafsu makan menurun, ngilu di seluruh badan, badan pegal-pegal Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, DM tipe 2, Hipertensi, Leukositosis, Hiperurisemia Cefoperazone Meropenem Valsartan Amlodipine Bicnat Asam folat CaCO3 Bisolvon Myonal Meloxicam PCT Novorapid Lodem Eclid Dulcolax Neurodex
Terapi Obat 2x1 g 3x1 g 1x80 mg; 1x160 mg 1x5 mg; 1x10 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 1x inhalasi (1 ml obat+2 ml NaCl) 3x50 mg 2x7,5 mg 3x500 mg 3x10 IU 2x30 mg 2x100 mg 3x5 mg 2x1 tab
IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral SC Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 180/100 Hari ke-2: 140/90 Hari ke-3: 150/80 Hari ke-4: 150/80 Hari ke-5: 190/80 Hari ke-6: 150/80 Hari ke-7: 140/80 Hari ke-8: 140/90 Hari ke-9: 150/90 Hari ke-10: 150/80 Hari ke-11: 160/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 301 Hari ke-2: GD 315 Hari ke-3: GD 259 Hari ke-4: GD 233 Hari ke-5: GD 274 Hari ke-6: GDS 331 Hari ke-7: GD 223 Hari ke-8: GD 207 Hari ke-9: GD 176 Hari ke-10: GD 124 Hari ke-11: GD 134
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 69 Cr 4.5 eLGF 10.3 mL/mnt AST (SGOT) 79 ALT (SGPT) 45 Hari ke-5: Asam urat 9.0
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Total protein 7.2 g/dL Albumin 2.8 g/dL Globulin 4.4 g/dL Hari ke-5: Na 130 mmol/L K 3.9 mmol/L Cl 89 mmol/L Ca 7.7 mg/dL
Darah Hari ke-1: Hb 4.4 g/dL 8.1 g/dL Leukosit 20800 /mcL 24300 /mcL Trombosit 533000 /mcL 506000 /mcL Hari ke-3: Hb 7.1 g/dL Leukosit 25000 /mcL Trombosit 497000 /mcL Hari ke-5: Hb 5.1 g/dL Leukosit 20600 /mcL Trombosit 595000 /mcL Hari ke-6: Hb 5.0 g/dL Leukosit 19400 /mcL Trombosit 500000 /mcL Hari ke-7: Hb 6.9 g/dL Leukosit 17300 /mcL Trombosit 484000 /mcL Hari ke-9: Hb 9.1 g/dL Leukosit 16200 /mcL Trombosit 360000 /mcL Hari ke-11: Hb 7.9 g/dL Leukosit 13800 /mcL Trombosit 313000 /mcL
87 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien :2 L/P :P Usia : 69 th BB : 50 kg Stg :5 Lama dirawat : 26/10/14 – 30/10/14 (5 hari) Riw. Penyakit : CKD, DM, Hipertensi Diagnosa masuk : CKD on HD, Sesak napas Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, nyeri pinggang Keluhan selama dirawat : Sesak napas, pegal-pegal, bengkak, lemas, tidak nafsu makan Kondisi keluar : Meninggal Diagnosa keluar : CKD on HD, Cholelithiasis dan Cholecystitis, HHD, DM tipe 2, Bronkopneumonia, Leukositosis, Anemia Cefoperazone Lasix Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Concor Letonal Neurodex
Terapi Obat 2x1 g 1x1 amp (20 mg/2 ml) 1x80 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 1x2,5 mg 1x25 mg 2x1 tab
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 140/80 Hari ke-2: 140/90 Hari ke-3: 130/80 Hari ke-4: 120/80 Hari ke-5: 150/90 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 126 Hari ke-2: GD 104 Hari ke-3: GD 116 Hari ke-4: GD 164
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 133 Cr 5.1 eLFG 9.0 mL/mnt Asam urat 5.3
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 135 mmol/L K 3.6 mmol/L Cl 91 mmol/L Hari ke-2: Total protein 6.1 g/dL Albumin 2.7 g/dL Globulin 3.4 g/dL
Darah Hari ke-1: Hb 7.7 g/dL Leukosit 13000 /mcL Trombosit 292000 /mcL Hari ke-2: Hb 6.6 g/dL Leukosit 11100 /mcL Trombosit 265000 /mcL
IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
88 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien :3 L/P :L Usia : 61 th BB : 60 kg Stg :5 Lama dirawat : 14/7/14 – 16/7/14 (3 hari) Riw. Penyakit : DM tipe 2 Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris Keluhan masuk : Demam dan menggigil saat akan HD, sesak napas, pusing, nyeri perut, lemas, intake sulit Keluhan selama dirawat : Demam, kesadaran apatis-samnolen, lemas Kondisi keluar : Lemas, sesak napas Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Leukositosis, Anemia
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 151/66 Hari ke-2: 110/70 Hari ke-3: 140/80
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 216 Cr 8.2 eLFG 7.11 mL/mnt
Darah Hari ke-1: Hb 8.3 g/dL Leukosit 19200 /mcL Trombosit 164000 /mcL Hari ke-3: Hb 8.1 mg/dL Leukosit 28500 /mcL Trombosit 183000 /mcL
Terapi Obat Cefoperazone Dobutamine PCT
2x1 g 8 mcg 1x1 g
IV IV (drip) IV
89 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien :4 L/P :P Usia : 74 th BB : 43 kg Stg :4 Lama dirawat : 13/10/14 – 16/110/14 (4 hari) Riw. Penyakit : Hipertensi, HD sejak 3 th lalu Diagnosa masuk : CKD on HD, Kejang setelah HD Keluhan masuk : Kejang +/- 5 menit setelah HD, kejang sebelumnya +, setelah kejang tidak sadarkan diri, pusing Keluhan selama dirawat : Lemas, sesak napas, pusing berputar, nyeri dada Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD on HD, Seizure, Anemia, Hipertensi, Hipokalemia Lasix Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Concor Letonal Diazepam Fenitoin Mertigo KSR Amdixal Meloxicam
Terapi Obat 1x1 amp (20 mg/2 ml) 1x80 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 1x2,5 mg 1x25 mg 1x1/2 ampul 3x100 mg 3x6 mg 3x600 mg 1x5 mg 2x7,5 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 180/90 Hari ke-2: 140/80 Hari ke-3: 140/80 Hari ke-4: 130/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 193
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 34 Cr 2.2 eLFG 23.2 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 130 mmol/L K 3.2 mmol/L Cl 90 mmol/L Ca 9.7 mg/dL pH 7.36 PCO2 33.0 mmHg HCO3 18.3 mmol/L
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral IV Oral Oral Oral Oral Oral
90 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien :5 L/P :L Usia : 26 th BB : 54 kg Stg :5 Lama dirawat : 31/5/14 – 13/6/14 (14 hari) Riw. Penyakit : Demam typhoid Diagnosa masuk : Anemia Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 hari SMRS, mual, muntah-muntah dari bulan februari, pusing Keluhan selama dirawat : Sesak napas, BAK berdarah, batuk, lemas, demam Kondisi keluar : Sesak napas Diagnosa keluar : CKD, Dispnea, Dispepsia, Leukositosis, Hematuria, Hipertensi, Anemia Bifotik Lasix Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Transamin Vitamin K Ondansetron KCl OMZ OBH PCT
Terapi Obat 2x1 g 1x1 amp; 2x1 amp (20 mg/2 ml) 1x5 mg; 1x10 mg 1x80 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x2 tab 3x1 amp (250 mg/5 ml) 3x1 (2,5 mg) 3x8 mg 25 mEq 2x1 vial (40 mg/vial); 2x20 mg 3x1C 3x500 mg
IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral IV IV IV IV (drip) IV, oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 140/110 Hari ke-2: 140/80 Hari ke-3: 140/100 Hari ke-4: 140/100 Hari ke-5: 140/100 Hari ke-6: 140/80 Hari ke-7: 120/80 Hari ke-8: 120/70 Hari ke-9: 100/60 Hari ke-10: 110/70 Hari ke-11: 120/80 Hari ke-12: 140/90 Hari ke-13: 140/90 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 92
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 245 Cr 25.6 eLFG 2.28 mL/mnt AST (SGOT) 11 ALT (SGPT) 8 Hari ke-3: eLFG 2.0 mL/mnt Hari ke-4: Ur 211 Cr 18.3 eLFG 3.35 mL/mnt Hari ke-12: Ur 145 Cr 15.2 eLFG 4.15 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 135 mmol/L K 3.97 mmol/L Cl 89 mmol/L pH 7.39 PCO2 16.9 mmHg HCO3 9.9 mmol/L Hari ke-3: Na 138 mmol/L K 4.0 mmol/L Cl 84 mmol/L pH 7.10 PCO2 12.8 mmHg HCO3 3.8 mmol/L Hari ke-4: Na 138 mmol/L K 2.8 mmol/L Cl 86 mmol/L pH 7.40 PCO2 17.3 mmHg HCO3 10.6 mmol/L Hari ke-7: Na 138 mmol/L K 4.6 mmol/L Cl 98 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 6.0 g/dL Leukosit 10800 /mcL Trombosit 207000 /mcL Hari ke-2: Hb 6.6 g/dL Leukosit 12300 /mcL Trombosit 263000 /mcL Hari ke-4: Hb 6.5 g/dL Leukosit 15600 /mcL Trombosit 193000 /mcL Hari ke-5: Hb 7.9 g/dL Leukosit 14300 /mcL Trombosit 204000 /mcL Hari ke-9: Hb 7.0 g/dL Leukosit 38400 /mcL Trombosit 96000 /mcL Hari ke-12: Hb 7.8 g/dL Leukosit 28200 /mcL Trombosit 104000 /mcL
91 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien :6 L/P :L Usia : 26 th BB : 53 kg Stg :5 Lama dirawat : 6/10/14 – 10/10/14 (5 hari) Riw. Penyakit : Hipertensi Diagnosa masuk : CKD on HD, Anemia Keluhan masuk : Batuk berdahak warna riak kuning sejak 2 hari SMRS, pusing, lemas, sesak napas, BAK banyak Keluhan selama dirawat : Sesak napas, batuk, mual, lemas Kondisi keluar : Sesak napas Diagnosa keluar : CKD on HD, Bronkitis, Anemia, Hipertensi Lasix Adalat oros ER Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Ambroxol Valsartan
Terapi Obat 1x1 amp (20 mg/2 ml) 1x30 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl 3x30 mg 1x80 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 130/80 Hari ke-2: 130/70 Hari ke-3: 130/80 Hari ke-4: 160/110 Hari ke-5: 150/100 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 70
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Cr 13.5 eLGF 4.8 mL/mnt
Darah Hari ke-1: Hb 5.9 g/dL Leukosit 7200 /mcL Trombosit 276000 /mcL Hari ke-2: Hb 6.4 g/dL Leukosit 8900 /mcL Trombosit 249000 /mcL Hari ke-4: Hb 8.5 g/dL Leukosit 10200 /mcL Trombosit 228000 /mcL
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
92 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien :7 L/P :P Usia : 49 th BB : 64 kg Stg :5 Lama dirawat : 16/4/14 – 25/4/14 (10 hari) Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Maag, Penyakit jantung. Alergi amoxicillin Diagnosa masuk : CKD Keluhan masuk : Bengkak pada kedua kaki sejak 3 minggu SMRS, bengkak akan kempis saat istirahat dan membengkak saat beraktivitas. Mual apabila perut kosong dan bila terisi makanan setelahnya pasien akan BAB dengan konsistensi cair, batuk kering Keluhan selama dirawat : Kaki masih bengkak, mual, nyeri pinggang kiri, diare, batuk kering, sesak napas, perut mulas, kembung Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD endstage, Diare akut, HHD, Anemia Lasix Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat Prorenal New diatabs Imodium Ambroxol Dextromethorphan HBr
Terapi Obat 1x1 amp; 2x1 amp (20 mg/2 ml); 1x40 mg 1x5 mg; 1x10 mg 1x80 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x2 tab 3x600 mg 3x2 mg 3x2Cth (10 mL) 3x1 tab (15 mg)
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 180/80 Hari ke-2: 180/80 Hari ke-3: 180/80 Hari ke-4: 180/70 Hari ke-5: 180/70 Hari ke-6: 160/80 Hari ke-7: 170/80 Hari ke-8: 160/70 Hari ke-9: 170/70 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 74
IV, oral
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-2: Ur 144 Cr 7.5 eLGF 6.12 mL/mnt AST (SGOT) 12 ALT (SGPT) 10 Hari ke-4: eLFG 1.62 mL/mnt Hari ke-6: Ur 129 Cr 5.1 eLFG 9.56 mL/mnt Hari ke-9: Ur 88 Cr 5.7 eLFG 8.4 mL/mnt
Darah Hari ke-2: Hb 6.2 g/dL Leukosit 5800 /mcL Trombosit 183000 /mcL Hari ke-5: Hb 8.0 g/dL Leukosit 6300 /mcL Trombosit 170000 /mcL
Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
93 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien :8 L/P :P Usia : 80 th BB : 52 kg Stg :5 Lama dirawat : 15/8/14 – 22/8/14 (8 hari) Riw. Penyakit :Diagnosa masuk : Anemia, CKD, HHD Keluhan masuk : Pusing, mual dan muntah sejak 1 minggu SMRS, lemas dan berkeringat, sesak napas jika habis jalan, berkurang bila istirahat, kaki kesemutan Keluhan selama dirawat : Kondisi keluar : Lemas Diagnosa keluar : CKD ec Hipertensi, Anemia, Hiperlipidemia, Hiperurisemia
Lasix Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal OMZ Amlodipine Valsartan Concor Letonal Allopurinol
Terapi Obat 1x1 amp (20 mg/2 ml); 1x40 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 tab 2x20 mg 1x10 mg 1x80 mg 1x2,5 mg 1x25 mg 3x100 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 120/80 Hari ke-2: 140/80 Hari ke-3: 190/100 Hari ke-4: 170/100 Hari ke-5: 160/80 Hari ke-6: 140/100 Hari ke-7: 160/80 Hari ke-8: 150/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDP 105 G2PP 129
IV, oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 125 Cr 7.43 eLGF 5.6 mL/mnt Asam urat 7.2 AST (SGOT) 7 ALT (SGPT) 5 Trigliserida 187 Total kolesterol 223 HDL kolesterol 38 LDL kolesterol 158 Hari ke-3: eLFG 7.0 mL/mnt Hari ke-4: Ur 146 Cr 6.9 eLFG 6.10 mL/mnt Ur II 53 Cr II 2.9 eLFG 16.6 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 139 mmol/L K 3.0 mmol/L Cl 97 mmol/L pH 7.22 PCO2 54.6 mmHg HCO3 22.1 mmol/L Hari ke-4: Na 140 mmol/L K 4.7 mmol/L Cl 105 mmol/L pH 7.31 PCO2 38.7 mmHg HCO3 19.2 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 6.6 g/dL Leukosit 9720 /mcL Trombosit 299000 /mcL Hari ke-3: Hb 7.3 g/dL Leukosit 9700 /mcL Trombosit 242000 /mcL Hari ke-4: Hb 8.3 g/dL Leukosit 10200 /mcL Trombosit 235000 /mcL
94 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien :9 L/P :P Usia : 55 th BB : 66 kg Stg :3 Lama dirawat : 16/6/14 – 20/6/14 (5 hari) Riw. Penyakit : Anemia, Hipertensi, DM tidak terkontrol Diagnosa masuk : CKD, Anemia, Hipertensi, DM Keluhan masuk : Lemas sejak 2 hari SMRS, pusing sejak 1 hari SMRS, mual saat makan, nyeri pinggang, BAB 3x per hari cair berwarna hitam, kaki kanan terasa lemas saat berjalan Keluhan selama dirawat : Dada sakit, batuk kering, lemas, sesak napas, pusing, gatal-gatal, demam Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD, DM tipe 2, Hipertensi, Anemia Lasix Novorapid Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat Prorenal PCT Glimepiride Metformin
Terapi Obat 1x1 amp (20 mg/2 ml); 1x40 mg 3x10 IU 1x10 mg 1x80 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x2 tab 1x500 mg 1x2 mg 3x500 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 140/60 Hari ke-2: 180/100 Hari ke-3: 180/80 Hari ke-4: 170/90 Hari ke-5: 150/90 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 165 GDP 184 Hari ke-2: GD 150 Hari ke-3: GDS 136 Hari ke-4: GD 130
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 52 Cr 1.3 eLFG 45.2 mL/mnt AST (SGOT) 10 ALT (SGPT) 7 Hari ke-4: eLFG 51.0 mL/mnt
Darah Hari ke-1: Hb 5.8 g/dL Leukosit 9100 /mcL Trombosit 430000 /mcL Hari ke-2: Hb 8.8 g/dL Leukosit 12300 /mcL Trombosit 395000 /mcL Hari ke-3: Hb 9.7 g/dL Leukosit 7200 /mcL Trombosit 341000 /mcL Hari ke-4: Hb 10.6 g/dL Leukosit 6300 /mcL Trombosit 322000 /mcL
IV, oral SC Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
95 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 10 L/P :P Usia : 55 th BB : 60 kg Stg :3 Lama dirawat : 1/12/14 – 9/12/14 (9 hari) Riw. Penyakit : Maag, Hipertensi, DM Diagnosa masuk : Nefropati Diabetikum Keluhan masuk : Lemas sejak 2 hari SMRS, makan dan minum berkurang karena perut nyeri, nyeri disertai mual, pusing, BAB 3x lembek Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, pusing, nyeri perut, nafsu makan berkurang, terdapat benjolan di leher dan terasa nyeri, diare cair, BAB hitam Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD, DM tipe 2, Anemia, Hipertensi, Dispepsia, Leukositosis, Limfadenitis coli kiri Ranitidine Ondansetron Cefotaxime Cefixime Amlodipine Metformin Glimepiride Asam mefenamat Asam folat Sulfas ferrosus New diatabs OMZ Sucralfate
Terapi Obat 2x1 amp (50 mg/2 ml); 2x150 mg 3x8 mg 2x1 g 2x100 mg 1x5 mg; 1x10 mg 2x500 mg 1x2 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 2x300 mg 1 tab (600mg) setiap setelah BAB 2x20 mg 3x1C (1500 mg/15 ml)
IV, oral IV IV Orl Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 130/80 Hari ke-2: 120/90 Hari ke-3: 130/70 Hari ke-4: 110/80 Hari ke-5: 120/80 Hari ke-6: 120/80 Hari ke-7: 140/90 Hari ke-8: 110/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 165 Hari ke-2: GD 168 Hari ke-3: GD 109 Hari ke-4: GD 102 Hari ke-5: GD 163 Hari ke-6: GD 108 Hari ke-7: GD 105 Hari ke-8: GD 104
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 46 Cr 1.4 eLFG 41.5 mL/mnt
Darah Hari ke-1: Hb 8.0 g/dL Leukosit 15100 /mcL Trombosit 446000 /mcL Hari ke-4: Hb 8.4 g/dL Leukosit 13600 /mcL Trombosit 434000 /mcL Hari ke-5: Hb 10.3 g/dL Leukosit 13500 /mcL Trombosit 478000 /mcL Hari ke-6: Hb 9.3 g/dL Leukosit 11300 /mcL Trombosit 457000 /mcL
96 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien L/P Usia BB Stg Lama dirawat Riw. Penyakit Diagnosa masuk Keluhan masuk Keluhan selama terasa gatal Kondisi keluar Diagnosa keluar Ranitidine Ondansetron Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Amlodipine Valsartan
: 11 :L : 50 th : 62 kg :5 : 9/10/14 – 13/10/14 (5 hari) : Hipertensi : CKD, Anemia : Sesak napas, mual, muntah, badan gatal, intake sulit dirawat : Mual, sesak napas, nafsu makan menurun, badan
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 169/99 Hari ke-2: 140/90 Hari ke-3: 150/90 Hari ke-4: 140/90 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 80
: Sesak napas, badan terasa gatal : CKD end stage, HHD, Anemia Terapi Obat 2x1 amp (50 mg/2 ml) 3x4 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x2 tab 1x5 mg 1x80 mg
IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 206 Cr 17.6 eLFG 3.0 mL/mnt AST (SGOT) 16 ALT (SGPT) 11 Hari ke-2: Asam urat 5.2 Trigliserida 214 Total kolesterol 150 Hari ke-3: eLFG 4.2 mL/mnt Hari ke-5: Ur 208 Cr 22.8 eLFG 2.3 ml/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 128 mmol/L K 3.9 mmol/L Cl 96 mmol/L Hari ke-5: Na 131 mmol/L K 4.2 mmol/L Cl 98 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 10.8 g/dL 9.2 g/dL Leukosit 3200 /mcL 3200 /mcL Trombosit 137000 /mcL 165000 /mcL Hari ke-5: Hb 8.5 g/dL Leukosit 4900 /mcL Trombosit 215000 /mcL
97 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pasien : 12 L/P :P Usia : 48 th BB : 45 kg Stg :3 Lama dirawat : 24/6/14 – 1/7/14 (8 hari) Riw. Penyakit : TB paru positif 4 bulan yang lalu. Pasien sudah minum obat, sekarang gejala batuk berkurang. DM, pernah minum metformin +, insulin – Diagnosa masuk : Leukositosis, DM tipe 2, Nefropati diabetikum Keluhan masuk : Muntah-muntah sejak 1 minggu SMRS, muntah 2-3 kali sehabis makan, mual, pusing kadang-kadang, nyeri kepala dan memutar, lemas sehingga tidak mandiri ke kamar mandi, kesemutan dan baal di kaki, luka dikaki tidak ada Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, nyeri dada, pusing Kondisi keluar : Lemas, nyeri dada Diagnosa keluar : CKD, Hipertensi, DM tipe 2, Leukositosis, TB paru Cefoperazone Glucobay Metformin Bicnat Asam folat Aminoral Amlodipine Valsartan Rimactazid 450/300 mg
Terapi Obat 2x1 g 3x100 mg 3x500 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x1 kapl 1x5 mg 1x80 mg 1x1 kapl
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 110/70 Hari ke-2: 100/80 Hari ke-3: 120/60 Hari ke-4: 100/60 Hari ke-5: 100/60 Hari ke-6: 110/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 294 Hari ke-2: GD 275 Hari ke-3: GD 135 Hari ke-4: GD 166 Hari ke-5: GD 163 Hari ke-7: GD 182 Hari ke-8: GD 161
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Cr 3.1 eLFG 17.04 mL/mnt Asam urat 5.9 Hari ke-4: Ur 148 Cr 3.0 eLFG 17.70 mL/mnt Hari ke-8: eLFG 53.0 mL/mnt
Darah Hari ke-1: Hb 11.3 g/dL Leukosit 17900 /mcL Trombosit 340000 /mcL Hari ke-4: Hb 9.4 g/dL Leukosit 10100 /mcL Trombosit 272000 /mcL
(lanjutan)
98 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
99 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 13 L/P :L Usia : 61 th BB : 83 kg Stg :5 Lama dirawat : 1/7/14 – 8/7/14 (8 hari) Riw. Penyakit : Pasien disarankan untuk cuci darah sejak 6 bulan yang lalu tapi pasien menolak dan minum obat ginjal Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD pro HD Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 hari SMRS, mual, muntah berlendir, batuk berdahak Keluhan selama dirawat : Demam, menggigil, mual, sesak napas Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : Asidosis metabolik berat ec CKD stg 5, HHD dengan oedema paru akut, Anemia, CAD, DM tipe 2, Leukositosis, Hiperkalemia, Hipokalsemia Ceftriaxone Cefoperazone Ondansetron OMZ Lasix Farsorbid
Ca gluconas Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Neurodex Amlodipine Diovan Clonidine PCT Gliquidone Glucobay Domperidone Sucralfate
Terapi Obat 3x1 g 2x1 g 2x8 mg 2x1 vial (40 mg/vial); 2x20 mg 10 mg/jam (drip); 2x1 amp (20 mg/2 ml) 10 mcg/menit drip, dinaikkan 10 mcg tiap 5 menit maks. Dosis 200 mcg/menit; 3x10 mg 2x1 (10 ml, Ca gluconas 10%) 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x2 tab 2x1 tab 1x5 mg; 1x10 mg 1x80 mg 3x0,15 mg 3x500 mg 1x1,5 tab (45 mg) 3x100 mg 3x10 mg 3x1C (1500 mg/15 ml)
IV IV IV IV, oral IV IV, oral
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 157/84 Hari ke-2: 182/87 Hari ke-3: 167/78 Hari ke-4: 160/80 Hari ke-5: 140/90 Hari ke-6: 150/90 Hari ke-7: 150/70 Hari ke-8: 110/70 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 122 GD 252 Hari ke-2: GDS 83 Hari ke-3: GDS 80 Hari ke-4: GD 239 Hari ke-5: GD 273 Hari ke-6: GD 227 Hari ke-7: GD 205 Hari ke-8: GD 155
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 212 Cr 16.2 eLFG 3.25 mL/mnt Ur II 135 Cr II 8.4 eLFG 7.0 mL/mnt AST (SGOT) 31 ALT (SGPT) 20 Hari ke-2: Ur 180 Cr 12.8 eLFG 4.26 mL/mnt Hari ke-3: Ur 193 Cr 11.8 eLFG 4.68 mL/mnt Ur II 112 Cr II 8.7 eLFG 6.65 mL/mnt AST (SGOT) 21 ALT (SGPT) 14
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 132 mmol/L K 5.1 mmol/L Cl 103 mmol/L pH 7.22 PCO2 31.4 mmHg HCO3 12.9 mmol/L Total protein 7.8 g/dL Albumin 3.6 g/dL Globulin 4.2 g/dL Hari ke-2: Na 133 mmol/L K 5.2 mmol/L Cl 103 mmol/L Total protein 6.9 g/dL Albumin 3.5 g/dL Globulin 3.4 g/dL Hari ke-3: Na 135 mmol/L K 4.6 mmol/L Cl 103 mmol/L Ca 6.9 mg/dL Hari ke-5: Ca 6.8 mg/dL Hari ke-8: Na 131 mmol/L K 5.0 mmol/L Cl 97 mmol/L Total protein 5.4 g/dL Albumin 3.7 g/dL Globulin 1.7 g/dL
Darah Hari ke-1: Hb 7.4 g/dL Leukosit 13200 /mcL Trombosit 365000 /mcL Hari ke-2: Hb 7.6 g/dL Leukosit 14000 /mcL Trombosit 274000 /mcL Hari ke-3: Hb 7.4 g/dL Leukosit 13900 /mcL Trombosit 232000 /mcL Hari ke-7: Hb 7.1 g/dL Leukosit 10200 /mcL Trombosit 130000 /mcL
100 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 14 L/P :P Usia : 43 th BB : 50 kg Stg :5 Lama dirawat : 19/9/14 – 3/10/14 (15 hari) Riw. Penyakit : Hipertensi Diagnosa masuk : CKD, Anemia Keluhan masuk : CKD stg 5 pro HD (pasang doublelument) Keluhan selama dirawat : Lemas, pusing, nyeri di daerah pemasangan doublelument, mual, sakit (nyeri) di kaki dan bengkak, susah BAB Kondisi keluar : Lemas, kaki masih sakit (nyeri) Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, Hipertensi, Hiperurisemia Lasix Amlodipine Valsartan Prorenal Myonal Bicnat Asam folat CaCO3 Cefixime Mecobalamin Gabexal Ketesse Allopurinol OMZ Glucosamine Dulcolax
Terapi Obat 1x1 amp (20 mg/2 ml) 1x5 mg; 1x10 mg 1x160 mg 3x1 tab 3x50 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 2x100 mg 3x500 mcg 3x100 mg 3x25 mg 2x100 mg 2x20 mg 3x250 mg 3x5 mg
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 160/90 Hari ke-2: 200/100 Hari ke-3: 160/100 Hari ke-4: 170/90 Hari ke-5: 150/100 Hari ke-6: 130/80 Hari ke-7: 140/100 Hari ke-8: 139/102 Hari ke-9: 130/90 Hari ke-10: 150/100 Hari ke-11: 140/90 Hari ke-12: 131/100 Hari ke-13: 120/80 Hari ke-14: 120/80
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-2: Ur 92 Cr 3.7 eLFG 14.21 mL/mnt AST (SGOT) 12 ALT (SGPT) 9 Hari ke-4: Ur 107 Cr 3.7 eLFG 14.21 mL/mnt Hari ke-6: Ur 114 Cr 3.9 eLFG 13.37 mL/mnt Ur II 67 Cr II 2.5 eLFG 22.34 mL/mnt Asam urat 9.9 Hari ke-8: Ur II 29 Cr II 2.5 eLFG 22.34 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-2: Total protein 6.1 g/dL Albumin 4.3 g/dL Globulin 1.8 g/dL Hari ke-13: Ca 8.4 mg/dL
Darah Hari ke-2: Hb 9.7 g/dL Leukosit 10300 /mcL Trombosit 269000 /mcL
101 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 15 L/P :L Usia : 51 th BB : 65 kg Stg :3 Lama dirawat : 13/8/14 – 19/8/14 (7 hari) Riw. Penyakit : DM tipe 2, Liver, Efusi pleura/oedema paru Diagnosa masuk : Dispnea ec CHF, DM tipe 2 Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 minggu SMRS, saat tidur pasien terbangun akibat napas terasa hilang, kaki bengkak sejak 1 minggu SMRS, batuk berdahak warna bening, perut terasa nyeri saat batuk, kalau malam susah tidur Keluhan selama dirawat : BAK sakit, BAK sakit, sulit tidur saat malam Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD, CHF ec HHD, Hipertensi, DM tipe 2, Hiperlipidemia Lasix Captopril Aldactone Farsorbid Lansoprazole Glimepiride Metformin Glucobay Bicnat Asam folat Diovan Amlodipine Alprazolam Concor
Terapi Obat 2x1 amp (20 mg/2 ml); 1x40 mg 3x25 mg 1x25 mg 3x5 mg 1x30 mg 1x2 mg 3x500 mg 3x1 tab; 2x1 tab (100 mg) 3x500 mg 3x0,4 mg 1x160 mg 1x10 mg 1x0,5 mg 1x2,5 mg
IV, oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 140/100 Hari ke-2: 120/90 Hari ke-3: 110/80 Hari ke-4: 140/100 Hari ke-5: 140/100 Hari ke-6: 160/100 Hari ke-7: 140/90 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 222 Hari ke-2: GDS 212 Hari ke-3: GD 72 Hari ke-4: GD 118 Hari ke-5: GD 159 Hari ke-6: GD 155 Hari ke-7: GD 140
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 48 Cr 1.7 eLFG 45.4 mL/mnt Hari ke-7: Trigliserida 102 Total kolesterol 224 HDL kolesterol 35 LDL kolesterol 169
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-3: Na 139 mmol/L K 3.6 mmol/L Cl 105 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 12.6 g/dL Leukosit 9500 /mcL Trombosit 102000 /mcL Hari ke-3: Hb 12.9 g/dL Leukosit 11900 /mcL Trombosit 107000 /mcL Hari ke-7: Leukosit 10600 /mcL
102 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pasien : 16 L/P :L Usia : 51 th BB : 92 kg Stg :5 Lama dirawat : 15/9/14 – 18/9/14 (4 hari) Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi Diagnosa masuk : CKD, Febris 5 hari Keluhan masuk : Demam naik-turun sejak 5 hari SMRS, mual, nafsu makan menurun Keluhan selama dirawat : Sedikit sesak napas Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Anemia ec CKD, DM tipe 2, Hipertensi Ranitidine Ondansetron Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 PCT Gliquidone
Terapi Obat 2x1 amp (50 mg/2 ml) 3x8 mg 1x5 mg 1x80 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x500 mg 1-0,5-0 tab (30 mg)
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 110/70 Hari ke-2: 140/80 Hari ke-3: 140/90 Hari ke-4: 140/90
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 135 Cr 9.8 eLFG 6.0 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 129 mmol/L K 4.3 mmol/L Cl 102 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 8.0 g/dL Leukosit 7700 /mcL Trombosit 198000 /mcL
Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 235 Hari ke-2: GD 167 Hari ke-3: GD 173 Hari ke-4: GD 131
IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
(lanjutan)
103 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 17 L/P :L Usia : 51 th BB : 93 kg Stg :5 Lama dirawat : 22/9/14 – 25/9/14 (4 hari) Riw. Penyakit : CKD on HD Diagnosa masuk : CKD on HD, Hematemesis Keluhan masuk : Muntah darah warna merah kehitaman sejak 1 hari SMRS, merasa panas dingin dan pusing Keluhan selama dirawat : Batuk keluar darah sedikit, sesak napas, lemas, mual, diare, cegukan Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, DM tipe 2, Hiperkalemia, Leukositosis, Hematemesis Cefoperazone Ondansetron Ranitidine Vitamin K Transamin Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Diaversa Eclid Kalitake New diatabs Chlorpromazine
Terapi Obat 2x1 g 3x8 mg 2x1 amp (50 mg/2 ml) 3x1 (2,5 mg) 3x1 amp (250 mg/5 ml) 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl 1x2 mg 3x100 mg 3x1 sach (5 g) 3x600 mg 1x1/4 tab (25 mg)
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 130/70 Hari ke-2: 110/80 Hari ke-3: 120/80 Hari ke-4: 120/70
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 177 Cr 11.4 eLFG 5.0 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 134 mmol/L K 4.8 mmol/L Cl 92 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 7.3 g/dL Leukosit 16200 /mcL Trombosit 325000 /mcL
Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 228
IV IV IV IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
104 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 18 L/P :P Usia : 63 th BB : 60 kg Stg :4 Lama dirawat : 7/9/14 – 20/9/14 (14 hari) Riw. Penyakit : DM +/- 10 th, terpasang doublelument +/- 1 bulan yang lalu Diagnosa masuk : CKD on HD, Infeksi sekunder (doublelument), DM Keluhan masuk : Tidak sadar sejak +/- 3 jam SMRS, lemas, kaki sakit terutama yang kiri, demam kadang Keluhan selama dirawat : Demam (infeksi), sering haus, lemas, nyeri seluruh badan, nyeri kaki dan pinggang, nafsu makan menurun, susah BAB, sariawan Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, DM tipe 2, DVT, Osteoarthritis, Leukositosis, Hiperurisemia, Trombositopenia, Hipokalemia Terapi Obat Cefoperazone Meropenem Methylprednisolone Dexamethasone PCT Dobutamine Novorapid Lantus Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Dulcolax Meloxicam Mycostatin Gliquidone
2x1 g 2x1 g 2x1 1x1 amp (5 mg/ml) 1x500 mg 4 mcg 3x5 IU; 2x4 IU; 3x4 IU 1x10 IU 1x10 mg 1x80 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl 1x1 suppos (10 mg) 1x15 mg 3x1 ml (100000 IU/ml) 1x30 mg
IV IV IV IV Oral IV (drip) SC SC Oral Oral Oral Oral Oral Oral Suppos Oral Oral (drops) Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 110/70 Hari ke-2: 130/80 Hari ke-3: 130/80 Hari ke-4: 110/70 Hari ke-5: 100/100 Hari ke-6: 110/70 Hari ke-7: 110/60 Hari ke-8: 120/70 Hari ke-9: 120/80 Hari ke-10: 120/70 Hari ke-11: 110/70 Hari ke-12: 110/70 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 46 Hari ke-2: GD 99 Hari ke-3: GD 367 Hari ke-4: GD 190 Hari ke-5: GD 250 Hari ke-6: GD 115 Hari ke-7: GD 312 Hari ke-8: GD 212 Hari ke-9: GD 165 Hari ke-10: GD 167 Hari ke-11: GD 212 Hari ke-12: GD 146
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 150 Cr 2.5 eLFG 20.7 mL/mnt Hari ke-2: Asam urat 7.4 AST (SGOT) 24 ALT (SGPT) 19
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-2: Na 134 mmol/L K 2.8 mmol/L Cl 100 mmol/L Ca 7.4 mg/dL Total protein 5.7 g/dL Albumin 2.7 g/dL Globulin 3.0 g/dL
Darah Hari ke-1: Hb 11.1 g/dL Leukosit 16800 /mcL Trombosit 62000 /mcL Hari ke-3: Hb 10.8 g/dL Leukosit 24700 /mcL Trombosit 28000 /mcL Hari ke-5: Hb 11.3 g/dL Leukosit 22400 /mcL Trombosit 100000 /mcL Hari ke-10: Hb 8.3 mg/dL Leukosit 17100 /mcL Trombosit 74000 /mcL Hari ke-13: Hb 7.8 g/dL Leukosit 9000 /mcL Trombosit 140000 /mcL
105 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 19 L/P :L Usia : 68 th BB : 42 kg Stg :5 Lama dirawat : 26/7/14 – 5/8/14 (11 hari) Riw. Penyakit : Penyakit ginjal (kencing batu, ginjal kanan 2 th lalu) Diagnosa masuk : CKD, Febris Keluhan masuk : Demam dan menggigil sejak tadi malam, sesak napas yang semakin berat apabila berjalan dan berkurang setelah istirahat, batuk kering, kaki dingin dan bengkak, lemas, nyeri pinggang kanan Keluhan selama dirawat : Demam, sesak napas kadang, pusing, sulit tidur, leher sakit, nyeri punggung, kaki bengkak, batuk, sulit BAB Kondisi keluar : Kaki masih bengkak Diagnosa keluar : CKD, Febris, Hipertensi, Dispnea, Anemia, Hiperkalemia, Leukositosis Cefoperazone PCT Valsartan Divask Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Kalitake Myonal Bisolvon
Terapi Obat 2x1 g 2x500 mg 1x80 mg 1x5 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl 3x2 sach (5 g) 3x50 mg 3x2Cth (10 ml)
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 140/70 Hari ke-2: 130/70 Hari ke-3: 140/90 Hari ke-4: 160/80 Hari ke-5: 160/100 Hari ke-6: 100/70 Hari ke-7: 160/80 Hari ke-8: 150/80 Hari ke-9: 130/80 Hari ke-10: 140/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 84
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 123 Cr 6.7 eLFG 8.8 mL/mnt AST (SGOT) 34 ALT (SGPT) 32 Hari ke-2: eLFG 4.0 mL/mnt Hari ke-4: Ur 141 Cr 5.3 eLFG 11.53 mL/mnt Hari ke-6: Ur 105 Cr 7.0 eLFG 8.36 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 139 mmol/L K 6.2 mmol/L Cl 111 mmol/L Hari ke-4: Na 137 mmol/L K 5.3 mmol/L Cl 114 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 5.7 g/dL Leukosit 9700 /mcL Trombosit 174000 /mcL Hari ke-2: Hb 6.4 g/dL Leukosit 15500 /mcL Trombosit 149000 /mcL Hari ke-3: Hb 8.0 g/dL Leukosit 11300 /mcL Trombosit 164000 /mcL Hari ke-6: Hb 9.8 g/dL Leukosit 8500 /mcL Trombosit 174000 /mcL Hari ke-9: Hb 10.4 g/dL Leukosit 7500 /mcL Trombosit 240000 /mcL
106 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 20 L/P :L Usia : 68 th BB : 39 kg Stg :5 Lama dirawat : 1/10/14 – 6/10/14 (6 hari) Riw. Penyakit : Penyakit ginjal, disuruh HD menolak sehingga berobat alternatif, 1 th yang lalu dikatakan ada batu. Dikatakan fungsi ginjal tinggal 4% Diagnosa masuk : CKD, Anemia Keluhan masuk : Lemas sejak 3 minggu SMRS, lemas dirasakan semakin memberat sehingga hanya bisa duduk dan tidur, lemas disertai penurunan nafsu makan dan berat badan, sempat bengkak di kaki dan wajah, pernah sesak napas saat aktivitas, BAK 5-6x tapi tidak lancar warna kuning-jernih, BAB tidak lancar Keluhan selama dirawat : Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD, Anemia, Hipertensi, Hiperkalemia, Hipokalsemia Lasix Ca gluconas Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Valsartan Kalitake
Terapi Obat 1x1 amp (20 mg/2 ml) 1x1 (20 ml, Ca gluconas 10%) 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl 1x80 mg 3x1 sach (5 g)
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 120/70 Hari ke-2: 120/70 Hari ke-3: 130/80 Hari ke-4: 150/100 Hari ke-5: 120/90 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 81
IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Cr 8.8 eLFG 6.42 mL/mnt Ur II 135 Cr II 7.9 eLFG 7.27 mL/mnt AST (SGOT) 16 ALT (SGPT) 10
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 138 mmol/L K 5.7 mmol/L Cl 108 mmol/L Ca 8.5 mg/dL Total protein 5.0 g/dL Albumin 3.1 g/dL Globulin 1.9 g/dL Hari ke-5: Na 134 mmol/L K 5.9 mmol/L Cl 109 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 4.4 g/dL 4.3 g/dL Leukosit 4100 /mcL 4700 /mcL Trombosit 228000 /mcL 210000 /mcL Hari ke-2: Hb 7.0 g/dL Leukosit 7000 /mcL Trombosit 203000 /mcL Hari ke-3: Hb 9.6 g/dL Leukosit 7500 /mcL Trombosit 181000 /mcL Hari ke-4: Hb 11.0 g/dL Leukosit 4600 /mcL Trombosit 158000 /mcL
107 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 21 L/P :L Usia : 68 th BB : 40 kg Stg :5 Lama dirawat : 23/12/14 – 29/12/14 (7 hari) Riw. Penyakit : Anemia Diagnosa masuk : CKD menolak HD, Anemia Keluhan masuk : Badan kesemutan sejak 3 hari SMRS, pegal-pegal, lemas, lesu, mual, muntah 1x setelah makan, nyeri pinggang, BAK tidak tuntas dan menetes Keluhan selama dirawat : Lemas, pusing, demam, menggigil Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD, Anemia, Hipertensi Amlodipine Diovan Furosemide Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral PCT Dexamethasone
Terapi Obat 1x5 mg 1x80 mg 1x40 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl 1x500 mg 1x1 amp (5 mg/ml)
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 110/70 Hari ke-2: 140/80 Hari ke-3: 140/90 Hari ke-4: 110/70 Hari ke-5: 110/70 Hari ke-6: 110/70
Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral IV
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Cr 15.6 eLFG 3.3 mL/mnt Asam urat 4.8
Darah Hari ke-1: Hb 4.8 g/dL Leukosit 4600 /mcL Trombosit 170000 /mcL Hari ke-2: Hb 7.1 g/dL Leukosit 7900 /mcL Trombosit 137000 /mcL Hari ke-4: Hb 8.0 g/dL Leukosit 4300 /mcL Trombosit 104000 /mcL Hari ke-5: Hb 8.6 g/dL Leukosit 5100 /mcL Trombosit 113000 /mcL Hari ke-6: Hb 10.5 g/dL Leukosit 5200 /mcL Trombosit 103000 /mcL
108 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 22 L/P :L Usia : 68 th BB : 65 kg Stg :5 Lama dirawat : 1/12/14 – 9/12/14 (9 hari) Riw. Penyakit : Asam urat, Hipertensi Diagnosa masuk : CKD on HD (pemasangan triplelument) Keluhan masuk : Lemas, jalan sedikit ngos-ngosan, mual, batuk Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, batuk, nafsu makan menurun Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD, HHD, Dispepsia, Anemia ec CKD Ranitidine Bicnat Asam folat CaCO3 Amlodipine Valsartan Ambroxol Prorenal Cefixime
Terapi Obat 2x1 amp (50 mg/2 ml) 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 1x10 mg 1x80 mg 3x30 mg 3x1 tab 2x100 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 150/70 Hari ke-2: 170/100 Hari ke-3: 150/90 Hari ke-4: 120/80 Hari ke-5: 170/90 Hari ke-6: 160/90 Hari ke-7: 130/90 Hari ke-8: 150/90 Hari ke-9: 140/80
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 216 Cr 9.5 eLFG 5.88 mL/mnt Asam urat 7.5 AST (SGOT) 10 ALT (SGPT) 9 Hari ke-9: Ur 240 Cr 11.6 eLFG 4.67 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Total protein 6.7 g/dL Albumin 3.5 g/dL Globulin 3.2 g/dL
Darah Hari ke-1: Hb 7.2 g/dL Leukosit 7800 /mcL Trombosit 194000 /mcL Hari ke-9: Hb 7.68 g/dL Leukosit 9800 /mcL
109 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 23 L/P :P Usia : 72 th BB : 52 kg Stg :5 Lama dirawat : 4/10/14 – 15/10/14 (12 hari) Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Penyakit ginjal, menolak HD dan 1,5 th tidak kontrol Diagnosa masuk : CKD pro HD, Anemia Keluhan masuk : Tidak bisa BAK dan BAB sejak +/- 1 minggu SMRS, sudah diberi obat suppositoria tapi tetap tidak BAB. Perut terasa kembung, lemas, batuk berdahak, suara serak, nafsu makan menurun Keluhan selama dirawat : Lemas, belum BAB sudah 7 hari, perut besar, mual, sesak napas, pusing, nyeri ulu hati, BAB berdarah, tenggorokan dan bibir kering, batuk, BAB 5x konsistensi encer (diare) Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD pro HD, Hipertensi, Leukositosis, Melena, Anemia
Lasix Cefoperazone Vitamin K Transamin OMZ Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Amlodipine Valsartan Sucralfate Duphalac New diatabs Tripanzym
Terapi Obat 1x1 amp (20 mg/2 ml) 2x1 g 3x1 (2,5 mg) 3x1 amp (250 mg/5 ml) 2x1 vial (40 mg/vial) 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl 1x10 mg 1x80 mg 3x1C (1500 mg/15 ml) 3x1C (10 g/15 ml) 3x1200 mg 2x1 kapl; 3x1 kapl
IV IV IV IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 160/70 Hari ke-2: 140/70 Hari ke-3: 140/90 Hari ke-4: 140/90 Hari ke-5: 130/70 Hari ke-6: 160/60 Hari ke-7: 130/80 Hari ke-8: 130/90 Hari ke-9: 130/70 Hari ke-10: 120/60 Hari ke-11: 130/70 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 137 Hari ke-2: GDS 135 Hari ke-3: GD 199 Hari ke-4: GD 119 HbA1c 5.2% Hari ke-5: GD 127 Hari ke-6: GD 116 Hari ke-8: GD 97 Hari ke-10: GD 104 HbA1c 5.3% Hari ke-11: GD 120
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 142 Cr 6.73 eLFG 6.42 mL/mnt Hari ke-4: Ur 228 Cr 18.7 eLFG 2.0 mL/mnt Hari ke-5: eLFG 1.0 mL/mnt Ur II 16 Cr II 1.5 eLFG 36.28 mL/mnt Hari ke-6: Ur 174 Cr 9.4 eLFG 4.4 mL/mnt Hari ke-8: Ur 115 Cr 4.8 eLFG 9.5 mL/mnt Hari ke-10: Ur 148 Cr 9.0 eLFG 4.6 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-6: Na 130 mmol/L K 5.1 mmol/L Cl 101 mmol/L Hari ke-11: Na 130 mmol/L K 4.5 mmol/L Cl 90 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 7.1 g/dL Leukosit 4400 /mcL Trombosit 93000 /mcL Hari ke-3: Hb 10.5 g/dL Leukosit 12000 /mcL Trombosit 121000 /mcL Hari ke-4: Hb 9.1 g/dL Leukosit 13300 /mcL Trombosit 139000 /mcL Hari ke-6: Hb 8.8 g/dL Leukosit 7400 /mcL Trombosit 106000 /mcL Hari ke-10: Hb 10.8 g/dL Leukosit 7300 /mcL Trombosit 130000 /mcL
110 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 24 L/P :L Usia : 62 th BB : 69 kg Stg :5 Lama dirawat : 26/5/14 – 7/6/14 (13 hari) Riw. Penyakit : Hipertensi, CKD on HD (5 bulan) Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD on HD, CHF Keluhan masuk : Sesak napas berat, gelisah, pasien rujukan dari RS Cikini, HD sudah 6x Keluhan selama dirawat : Lemas, bengkak ditangan, sesak napas berkurang Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, CAD, Anemia, VES, Leukositosis Cefoperazone Lasix Farsorbid
Valsartan Adalat oros ER Concor CaCO3
Terapi Obat 2x1 g 1x1 amp; 2x2 amp (20 mg/ 2 ml) 10 mcg/menit drip, dinaikkan 10 mcg tiap 5 menit maks. Dosis 200 mcg/menit; 3x1 tab (10 mg) 1x80 mg; 1x160 mg 1x30 mg 1x2,5 mg 3x500 mg
IV IV IV, oral
Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 154/69 Hari ke-2: 156/70 Hari ke-3: 130/80 Hari ke-4: 150/80 Hari ke-5: 130/90 Hari ke-6: 130/90 Hari ke-7: 140/80 Hari ke-8: 170/90 Hari ke-9: 120/80 Hari ke-10: 140/90 Hari ke-11: 130/80 Hari ke-12: 150/100 Hari ke-13: 160/90 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 145 Hari ke-3: GDP 91
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 92 Cr 6.6 eLFG 9.12 mL/mnt Hari ke-3: Ur 119 Cr 10.3 eLFG 5.46 mL/mnt Hari ke-8: Ur 121 Cr 7.9 eLFG 7.41 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 136 mmol/L K 3.0 mmol/L Cl 97 mmol/L pH 7.33 PCO2 35.3 mmHg HCO3 18.2 mmol/L Hari ke-3: Total protein 5.4 g/dL Albumin 3.2 g/dL Globulin 2.2 g/dL Hari ke-4: Na 138 mmol/L K 3.67 mmol/L Cl 97 mmol/L pH 7.42 PCO2 38.9 mmHg HCO3 25.0 mmol/L Hari ke-8: Na 138 mmol/L K 3.8 mmol/L Cl 99 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 11.8 g/dL Leukosit 17300 /mcL Trombosit 223000 /mcL Hari ke-3: Hb 9.9 g/dL Leukosit 12600 /mcL Trombosit 248000 /mcL Hari ke-10: Hb 8.6 g/dL Leukosit 5700 /mcL Trombosit 243000 /mcL
111 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 25 L/P :L Usia : 38 th BB : 65 kg Stg :3 Lama dirawat : 26/10/14 – 31/10/14 (6 hari) Riw. Penyakit :Diagnosa masuk : CKD, Demam typhoid (Febris ec infeksi virus) Keluhan masuk : Demam, tidak nafsu makan, lemas, sesak napas, mual Keluhan selama dirawat : Demam, tidak nafsu makan, lemas, sesak napas, mual Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD, Febris, Leukositosis Ceftriaxone Cefoperazone Ranitidine Ondansetron Methylprednisolone Novalgin Imboost PCT Curcuma Bicnat Asam folat CaCO3 Concor Letonal
Terapi Obat 2x1 g 2x1 g 2x1 amp (50 mg/2 ml) 3x8 mg 2x1 1x1 amp (1 g/2 ml) 2x1 tab 1x500 mg 3x1 tab 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 1x2,5 mg 1x25 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 130/80 Hari ke-2: 110/70 Hari ke-3: 130/80 Hari ke-4: 120/80 Hari ke-5: 140/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-2: GD 153
IV IV IV IV IV IV (drip) Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-2: Ur 209 Cr 11.0 eLFG 5.58 mL/mnt AST (SGOT) 64 ALT (SGPT) 111 Hari ke-3: Ur 266 Cr 8.0 eLFG 8.07 mL/mnt Hari ke-4: eLFG 52.0 mL/mnt
Darah Hari ke-1: Hb 16.5 g/dL Leukosit 24000 /mcL Trombosit 146000 /mcL Hari ke-2: Hb 15.9 g/dL Leukosit 24300 /mcL Trombosit 164000 /mcL Dengue IgG (+) Dengue IgM (-) Hari ke-3: Hb 15.0 g/dL 15.3 g/dL Leukosit 30900 /mcL 27900 /mcL Trombosit 223000 /mcL 230000 /mcL
112 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 26 L/P :L Usia : 35 th BB : 60 kg Stg :5 Lama dirawat : 1/12/14 – 4/12/14 (4 hari) Riw. Penyakit :Diagnosa masuk : CKD, Penurunan kesadaran, Febris, Sepsis Keluhan masuk : Penurunan kesadaran sejak jam 09.00 , sebelumnya terdapat demam Keluhan selama dirawat : Demam, Gelisah karena nyeri Kondisi keluar : Meninggal Diagnosa keluar : CKD, HHNS, Syok sepsis, SIRS, Leukositosis
Cefotaxime Gentamicin Levofloxacin OMZ PCT Dobutamine Actrapid Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Sucralfate Lasix Lantus Fluconazole Tramadol
Terapi Obat 3x1 g 1x320 mg 1x750 mg 1x1 vial; 2x1 vial (40 mg/vial) 3x1 g 5 mcg 2 IU/jam; 4 IU/jam 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl; 3x2 kapl 4x1 tab (1 g) 10 mg/jam 1x6 IU; 1x14 IU 2x200 mg; 2x400 mg 2x1 amp (100 mg/2 ml)
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 78/54 Hari ke-2: 90/70 Hari ke-3: 124/79 Hari ke-4: 140/81 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 811 Hari ke-2: GDS 204 Hari ke-3: GDS 169 Hari ke-4: GDS 171
IV IV IV IV IV IV (drip) IV (drip) Oral Oral Oral Oral Oral IV (drip) SC IV IV
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 115 Cr 2.3 eLFG 34.6 mL/mnt Hari ke-4: Ur 256 Cr 6.0 eLFG 11.4 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 127 mmol/L K 4.09 mmol/L Cl 79 mmol/L pH 6.91 PCO2 14.8 mmHg HCO3 2.9 mmol/L Hari ke-3: Na 135 mmol/L K 3.22 mmol/L Cl 95 mmol/L pH 7.31 PCO2 27.4 mmHg HCO3 13.6 mmol/L Hari ke-4: Na 133 mmol/L K 3.45 mmol/L Cl 98 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 15.8 g/dL Leukosit 31700 /mcL Trombosit 434000 /mcL Hari ke-2: Hb 14.8 g/dL Leukosit 17700 /mcL Trombosit 230000 /mcL Hari ke-3: Hb 14.6 g/dL Leukosit 13900 /mcL Trombosit 204000 /mcL Hari ke-4: Hb 13.4 mmol/L Leukosit 9700 /mcL Trombosit 163000 /mcL
113 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 27 L/P :P Usia : 50 th BB : 65 kg Stg :5 Lama dirawat : 5/11/14 – 13/11/14 (9 hari) Riw. Penyakit : CKD on HD, Maag Diagnosa masuk : Anemia , Asidosis metabolik ec CKD, Dispnea susp. Sepsis Keluhan masuk : Sesak napas yang semakin berat sejak 2 hari SMRS, lemas, tidak bisa makan, banyak plak putih di mulut, terdapat luka di kepala, tangan, dan kaki pasien sejak +/- 1 minggu SMRS, kedua kaki bengkak sejak +/- 1 minggu SMRS, nyeri perut Keluhan selama dirawat : Sesak napas, lemas, sariawan, mual, nyeri pada luka, pusing, perut mulas seperti ingin BAB Kondisi keluar : Lemas, sesak napas Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, Nefropati diabetikum, Ulkus DM, HHD, Leukositosis, Hiperurisemia Meropenem Cefadroxil PCT Ranitidine Ondansetron Lasix Lacbon Bicnat Asam folat CaCO3 Allopurinol Prorenal Asam mefenamat Betadine gargle
Terapi Obat 2x1 g 2x500 mg 1x500 mg; 3x500 mg 1x1 amp (50 mg/2 ml) 1x4 mg 2x1 amp (20 mg/2 ml); 1x1 tab (40 mg) 2x2 tab 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 2x100 mg 3x2 tab 3x500 mg 4x per hari
IV Oral Oral IV IV IV, oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 150/90 Hari ke-2: 140/80 Hari ke-3: 140/90 Hari ke-4: 140/90 Hari ke-5: 150/80 Hari ke-6: 140/90 Hari ke-7: 140/90 Hari ke-8: 150/80 Hari ke-9: 130/90 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 215 Hari ke-2: GD 185 Hari ke-3: GD 121 Hari ke-4: GD 130 Hari ke-5: GD 146 Hari ke-6: GD 168 Hari ke-7: GD 124 Hari ke-8: GD 118 Hari ke-9: GD 199
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 423 Cr 31.8 eLFG 1.15 mL/mnt Ur II 333 Cr II 17.5 eLFG 2.3 mL/mnt AST (SGOT) 17 ALT (SGPT) 14 Hari ke-2: Asam urat 12.0 Trigliserida 96 Total kolesterol 90 Hari ke-3: Ur 217 Cr 6.7 eLFG 7.0 mL/mnt Hari ke-7: Ur 193 Cr 9.5 eLFG 4.64 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 134 mmol/L K 3.45 mmol/L Cl 96 mmol/L pH 7.05 HCO3 3.9 mmol/L Hari ke-2: Total protein 5.3 g/dL Albumin 2.9 g/dL Globulin 2.4 g/dL
Darah Hari ke-1: Hb 3.0 g/dL Leukosit 36500 /mcL Trombosit 412000 /mcL Hari ke-2: Hb 5.1 g/dL Leukosit 22200 /mcL Trombosit 296000 /mcL Hari ke-3: Hb 8.5 g/dL Leukosit 19300 /mcL Trombosit 234000 /mcL Hari ke-6: Hb 8.6 g/dL Leukosit 12700 /mcL Trombosit 226000 /mcL Hari ke-7: Hb 8.4 g/dL Leukosit 10100 /mcL Trombosit 249000 /mcL
Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
114 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 28 L/P :L Usia : 52 th BB : 48 kg Stg :5 Lama dirawat : 18/11/14 – 26/11/14 (9 hari) Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol, DM, Vertigo, Batu saluran kemih Diagnosa masuk : Susp. Sepsis, Hiperglikemia Keluhan masuk : Penurunan kesadaran sejak 2 hari SMRS, sebelumnya mengeluh nyeri kepala sejak 4 hari SMRS nafsu makan menurun, mual, muntah, pusing Keluhan selama dirawat : Pasien tidak sadar, sesak napas, gelisah, teriak-teriak, bicara kacau, lemas, pendarahan di mulut dan lambung, demam Kondisi keluar : Meninggal Diagnosa keluar : CKD ec Nefropati diabetikum, Severe sepsis, Anemia, Ensefalopati uremikum, Leukositosis, Melena Cefotaxime Cefoperazone Meropenem Levofloxacin OMZ Novorapid Actrapid Citicoline Vitamin K Transamin PCT Fluconazole Bisoprolol Diltiazem
Terapi Obat 2x1 g 2x1 g 3x1 g 1x1 vial (500 mg/100 ml) 2x1 vial (40 mg/vial) 3x10 IU; 3x12 IU; 2x14 IU 2 IU/jam 2x2 amp (250 mg/2 ml) 3x1 (2,5 mg) 3x1 amp (250 mg/5 ml) 2x1 g 2x200 mg; 2x400 mg 1x5 mg 3x30 mg
IV IV IV IV IV SC IV (drip) IV IV IV IV IV Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 130/80 Hari ke-2: 120/80 Hari ke-3: 120/72 Hari ke-4: 120/75 Hari ke-5: 120/70 Hari ke-6: 150/70 Hari ke-7: 97/52 Hari ke-8: 109/60 Hari ke-9: 141/61 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 359 Hari ke-2: GD 212 Hari ke-3: GD 313 Hari ke-4: GD 67 Hari ke-6: GD 416 Hari ke-7: GD 427 Hari ke-8: GD 143 Hari ke-9: GD 53
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-2: Ur 390 Cr 32.3 eLFG 1.51 mL/mnt Hari ke-3: Ur 526 Cr 20.6 eLFG 2.54 mL/mnt Ur II 460 Cr II 15.2 eLFG 3.61 mL/mnt Hari ke-4: Ur 447 Cr 19.6 eLFG 2.69 mL/mnt Hari ke-5: Ur 384 Cr 12.8 eLFG 4.4 mL/mnt Hari ke-8: Ur 457 Cr 19.3 eLFG 2.74 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 131 mmol/L K 3.7 mmol/L Cl 91 mmol/L pH 7.3 PCO2 25.0 mmHg HCO3 14.6 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 11.5 g/dL Leukosit 22400 /mcL Trombosit 461000 /mcL Hari ke-3: Hb 10.0 g/dL Leukosit 26000 /mcL Trombosit 321000 /mcL Hari ke-7: Hb 6.5 g/dL Leukosit 32500 /mcL Trombosit 405000 /mcL Hari ke-8: Hb 7.3 g/dL Leukosit 31400 /mcL Trombosit 407000 /mcL
115 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 29 L/P :P Usia : 51 th BB : 65 kg Stg :5 Lama dirawat : 25/1/14 – 30/1/14 (6 hari) Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Penyakit jantung Diagnosa masuk : CKD on HD, Hepatitis Keluhan masuk : Kejang sejak semalam, lemas, BAB 10x encer tanpa darah Keluhan selama dirawat : Pusing, sulit tidur, gemetar, lemas, badan gatal-gatal, kembung, perut begah, leher atau tengkuk terasa pegal dan sakit Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD on HD, Hepatitis, Hiperkalemia, Urtikaria, Hiperlipidemia, Hipertensi, Anemia Lasix Bicnat Asam folat CaCO3 Amlodipine Valsartan Canderin Prorenal Gemfibrozil Simvastatin Kalitake Urdafalk CTM Loratadine Cetirizine Glucodex
Terapi Obat 1x1 amp (20 mg/2 ml) 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 1x5 mg; 1x10 mg 1x80 mg; 1x160 mg 1x16 mg 3x1 tab 1x300 mg 1x20 mg 3x1 sach (5 g) 3x250 mg 1x4 mg 1x10 mg 1x10 mg 1x80 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 140/80 Hari ke-2: 140/90 Hari ke-3: 160/100 Hari ke-4: 160/90 Hari ke-5: 160/80 Hari ke-6: 140/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-2: GDS 192 Hari ke-3: GD 153 Hari ke-4: GD 143 Hari ke-5: GDS 81
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 166 Cr 4.7 eLFG 10.4 mL/mnt Hari ke-2: Asam urat 5.8 AST (SGOT) 40 ALT (SGPT) 42 Alkali phosphatase 976 Trigliserida 185 Total kolesterol 356 HDL kolesterol 22 LDL kolesterol 297
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 137 mmol/L K 5.4 mmol/L Cl 104 mmol/L Hari ke-2: Total protein 5.1 g/dL Albumin 4.1 g/dL Globulin 1.0 g/dL
Darah Hari ke-1: Hb 7.9 g/dL Leukosit 7600 /mcL Trombosit 141000 /mcL Hari ke-2: Hb 7.5 g/dL Leukosit 6500 /mcL Trombosit 136000 /mcL Hari ke-5: Hb 8.2 mg/dL Leukosit 9600 /mcL Trombosit 146000 /mcL
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
116 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 30 L/P :P Usia : 69 th BB : 50 kg Stg :5 Lama dirawat : 27/8/14 – 1/9/14 (6 hari) Riw. Penyakit : Pengangkatan ginjal, Hipertensi Diagnosa masuk : Fatigue post GE, CKD Keluhan masuk : Lemas sejak 3 hari SMRS, batuk berdahak warna putih sejak 5 hari SMRS, flu, mulut terasa pahit sehingga tidak nafsu makan, pusing, mual, muntah, gangguan BAB Keluhan selama dirawat : Pusing hilang-timbul, batuk, hidung mampet, lemas, nafsu makan menurun, batuk Kondisi keluar : Batuk Diagnosa keluar : CKD, HHD, GEA OMZ Lasix Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Amlodipine Concor Letonal Ambroxol
Terapi Obat 3x1 vial (40 mg/vial) 1x1 amp (20 mg/2 ml); 1x1 tab (40 mg) 1x80 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x2 tab 1x5 mg; 1x10 mg 1x2,5 mg 1x25 mg 3x2Cth (10 ml)
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 190/90 Hari ke-2: 160/90 Hari ke-3: 170/80 Hari ke-4: 140/80 Hari ke-5: 150/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-4: GD 110
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 155 Cr 10.7 eLFG 3.8 mL/mnt Hari ke-4: Ur 162 Cr 9.8 eLFG 4.2 mL/mnt Asam urat 5.8 Trigliserida 137 Total kolesterol 127 HDL kolesterol 34 LDL kolesterol 66
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 137 mmol/L K 4.8 mmol/L Cl 115 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 8.5 g/dL Leukosit 9660 /mcL Trombosit 197000 /mcL
IV IV, oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
117 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 31 L/P :P Usia : 69 th BB : 50 kg Stg :5 Lama dirawat : 7/11/14 – 14/11/14 (8 hari) Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol, Infeksi ginjal sehingga ginjal kanan diangkat Diagnosa masuk : Anemia ec CKD Keluhan masuk : Lemas sejak +/- 1 minggu SMRS, pusing berdenyut, mual, muntah, muntah yang keluar seperti air, nafsu makan menurun karena mual dan makanan terasa pahit Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, pusing kadang Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD non HD stg 5, Anemia, Hipertensi Asam folat Sulfas ferrosus OMZ Heptasan Ondansetron Concor Amlodipine Valsartan
Terapi Obat 3x0,4 mg 2x300 mg 2x20 mg 2x4 mg 1x4 mg; 3x4 mg 1x5 mg 1x5 mg; 1x10 mg 1x80 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 150/90 Hari ke-2: 160/90 Hari ke-3: 150/90 Hari ke-4: 160/90 Hari ke-5: 130/90 Hari ke-6: 130/80 Hari ke-7: 130/70 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 94 Hari ke-2: GD 100
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Asam urat 4.9 mg/dL Hari ke-2: Ur 106 Cr 10.3 eLFG 4.0 mL/mnt AST (SGOT) 10 ALT (SGPT) 7 Trigliserida 90 Total kolesterol 141
Darah Hari ke-1: Hb 7.2 g/dL Leukosit 5600 /mcL Trombosit 265000 /mcL Hari ke-5: Hb 10.6 g/dL Leukosit 9900 /mcL Trombosit 214000 /mcL
Oral Oral Oral Oral IV Oral Oral Oral
118 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 32 L/P :P Usia : 71 th BB : 40 kg Stg :5 Lama dirawat : 9/11/14 – 16/11/14 (8 hari) Riw. Penyakit : Hipertensi, Pernah jatuh duduk sehingga tulang belakang bengkak dan suka terasa nyeri Diagnosa masuk : CKD, Hipertensi, Anemia Keluhan masuk : Kedua kaki bengkak sejak 3 hari SMRS, lemas dan mudah lelah Keluhan selama dirawat : Kaki sakit bagian lutut dan bengkak, lemas, nyeri punggung Kondisi keluar : Kaki sakit, lemas, nyeri punggung Diagnosa keluar : CKD, HHD, Hiperurisemia, Anemia Lasix Canderin Concor Letonal Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Valsartan Allopurinol Amlodipine Glucosamine Meloxicam
Terapi Obat 1x1 amp (20 mg/2 ml); 1x1 tab (40 mg) 1x8 mg 1x2,5 mg 1x100 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x2 tab 1x80 mg 3x100 mg 1x5 mg 3x1 tab (250 mg) 2x7,5 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 160/90 Hari ke-2: 150/80 Hari ke-3: 130/80 Hari ke-4: 160/90 Hari ke-5: 130/80 Hari ke-6: 150/80 Hari ke-7: 140/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDP 87
IV, oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 142 Cr 3.9 eLFG 12.08 mL/mnt Asam urat 12.7 AST (SGOT) 13 ALT (SGPT) 15 Trigliserida 62 Total kolesterol 149 HDL kolesterol 30 LDL kolesterol 107 Hari ke-3: eLFG 19.0 mL/mnt Hari ke-7: Ur 295 Cr 5.3 eLFG 8.5 mL/mnt
Darah Hari ke-1: Hb 6.2 g/dL Leukosit 5100 /mcL Trombosit 248000 /mcL Hari ke-2: Hb 8.3 g/dL Leukosit 5400 /mcL Trombosit 223000 /mcL Hari ke-7: Hb 8.3 g/dL Leukosit 4800 /mcL Trombosit 220000 /mcL
119 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 33 L/P :L Usia : 62 th BB : 45 kg Stg :4 Lama dirawat : 18/3/14 – 28/3/14 (11 hari) Riw. Penyakit :Diagnosa masuk : BPH, ISK, CKD Keluhan masuk : BAK tersendat sejak bulan desember 2013 berobat jalan dan minum obat tetapi benar-benar tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS, tidak pernah keluar batu atau pasir saat BAK, nafsu makan menurun sejak 7 hari SMRS Keluhan selama dirawat : Sulit tidur, lemas, mual, muntah, sesak napas Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian Diagnosa keluar : CKD, BPH, Leukositosis Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Cefoperazone Ondansetron Lansoprazole Musin Hytrin Hemapo
Terapi Obat 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 tab 2x1 g 3x8 mg 1x1 vial (30 mg/vial) 3x1C(1500 mg/15 ml) 1x2 mg 1x3000 IU
Oral Oral Oral Oral IV IV IV Oral Oral SC
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 100/80 Hari ke-2: 110/70 Hari ke-3: 120/80 Hari ke-4: 130/90 Hari ke-5: 130/90 Hari ke-6: 110/70 Hari ke-7: 120/70 Hari ke-8: 110/70 Hari ke-9: 100/60 Hari ke-10: 110/70 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 115 Hari ke-2: GD 113
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 352 Cr 12.6 eLFG 4.32 mL/mnt Hari ke-2: Ur 253 Cr 10.6 eLFG 5.28 mL/mnt Asam urat 7.8 AST (SGOT) 49 ALT (SGPT) 32 Hari ke-4: Ur 320 Cr 7.4 eLFG 8.0 mL/mnt Hari ke-6: Ur 133 Cr 4.2 eLFG 15.36 mL/mnt Hari ke-8: Ur II 18 Cr II 0.8
Darah Hari ke-1: Leukosit 16400 /mcL Trombosit 224000 /mcL Hari ke-3: Hb 9.0 g/dL Leukosit 4900 /mcL Trombosit 226000 /mcL Hari ke-6: Hb 7.1 g/dL Hari ke-8: Hb 7.2 g/dL
120 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 34 L/P :P Usia : 63 th BB : 60 kg Stg :4 Lama dirawat : 30/9/14 – 3/10/14 (4 hari) Riw. Penyakit : DM sejak 10 th lalu, Stroke sejak 10 th lalu, HD sudah 2 bln Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris Keluhan masuk : Demam sejak 2 hari SMRS sepanjang hari tanpa periode bebas demam, lemas, intake kurang, berbicara kurang jelas Keluhan selama dirawat : Demam, tidak bisa diajak komunikasi, lemas, sesak napas, sulit tidur, tidak mau makan dan minum, gelisah Kondisi keluar : Masalah belum teratasi Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Leukositosis, DM tipe 2, Hipertensi, Ensefalopati uremikum, Anemia Bifotik PCT Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Amlodipine Valsartan Lasix Glucobay Diaversa
Terapi Obat 2x1 g 3x1 g; 1x500 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl 1x5 mg 1x80 mg 1x1 amp (20 mg/2 ml) 3x100 mg 1x2 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 130/90 Hari ke-2: 130/90 Hari ke-3: 100/70 Hari ke-4: 130/70 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 292 Hari ke-2: GD 264 Hari ke-3: GD 201 Hari ke-4: GD 152
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 127 Cr 3.2 eLFG 15.5 mL/mnt AST (SGOT) 31 ALT (SGPT) 12
Darah Hari ke-1: Hb 5.4 g/dL Leukosit 21000 /mcL Trombosit 58000 /mcL
IV IV (drip), oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral IV Oral Oral
121 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 35 L/P :L Usia : 48 th BB : 49 kg Stg :5 Lama dirawat : 26/6/14 – 4/7/14 (9 hari) Riw. Penyakit : Hipertensi, HD sejak 1 th lalu Diagnosa masuk : CKD on HD ec DM tipe 2, susp. Gout arthritis, Diare kronis Keluhan masuk : Diare sejak 1 bulan SMRS, konsistensi cair. Sebulan yang lalu pernah berobat ke UGD dan pulang diberi obat. BAB sempat kental lagi tapi tidak keras sepenuhnya, BAB tidak berdarah, lemas, mual dan muntah-muntah sejak 1 minggu SMRS, pendengaran berkurang Keluhan selama dirawat : Diare, nyeri kaki, lemas, pendengaran terasa pengang, nyeri seluruh tubuh, punggung sakit Kondisi keluar : Lemas, nyeri seluruh badan Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, Anemia, Diare, DM tipe 2, Leukositosis, TB paru Ranitidine Bicnat Asam folat CaCO3 Sangobion Amlodipine Valsartan Ondansetron Aminoral Neurodex Ketorolac Cefoperazone Lasix Metformin New diatabs Imodium Alprazolam INH Pirazinamid
Terapi Obat 2x1 amp (50 mg/2 ml) 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 1x1 kaps 1x5 mg; 1x10 mg 1x80 mg 3x4 mg 3x1 kapl 2x1 tab 1x1 amp (30 mg/ml) 2x1 g 1x1 amp (20 mg/2 ml) 2x500 mg 2 tab (600 mg) setiap setelah BAB 3x2 mg 1x0,5 mg 1x300 mg 1x450 mg/300 mg/700 mg
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral IV Oral Oral IV IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 140/90 Hari ke-2: 130/90 Hari ke-3: 140/80 Hari ke-4: 130/80 Hari ke-5: 140/80 Hari ke-6: 120/80 Hari ke-7: 120/80 Hari ke-8: 140/90 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-2: GD 201 GDP 111 Hari ke-3: GD 113 Hari ke-5: GD 152 Hari ke-6: GD 113 Hari ke-7: GD 103
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-2: Ur 69 Cr 6.0 eLFG 10.72 mL/mnt Asam urat 4.3 Hari ke-5: Asam urat 7.9 Hari ke-6: Ur 68 Cr 4.5 eLFG 14.94 mL/mnt AST (SGOT) 43 ALT (SGPT) 14
Darah Hari ke-1: Hb 7.9 g/dL Hari ke-2: Hb 9.5 g/dL Leukosit 30500 /mcL Trombosit 267000 /mcL Hari ke-5: Hb 9.0 mg/dL Leukosit 16000 /mcL Trombosit 234000 /mcL
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-2: Na 128 mmol/L K 4.4 mmol/L Cl 96 mmol/L Hari ke-4: Na 133 mmol/L K 3.9 mmol/L Cl 92 mmol/L Ca 8.1 mmol/L
122 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 36 L/P :L Usia : 49 th BB : 46 kg Stg :4 Lama dirawat : 21/10/14 – 28/10/14 (8 hari) Riw. Penyakit : DM tipe 2 Diagnosa masuk : Efusi pleura paru kanan ec TB paru, DM tipe 2, CKD on HD, susp. Gangguan fungsi hati Keluhan masuk : Batuk beriak, tidak ada nyeri dada, nafsu makan menurun, sesak napas dan bengkak pada perutnya, tubuhnya menjadi kuning dan ada nyeri saat menelan sekarang Keluhan selama dirawat : Batuk, lemas, sesak napas, nyeri pada daerah pungsi pleura, badan sakit Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : Efusi pleura paru kanan, TB paru, CKD, Hepatitis Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Urdafalk Amlodipine Prorenal Profenid
Terapi Obat 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x2 kapl 3x250 mg 1x10 mg 3x2 tab 1x1 suppos (100 mg)
Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Suppos
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 150/90 Hari ke-2: 130/80 Hari ke-3: 130/80 Hari ke-4: 140/70 Hari ke-5: 130/90 Hari ke-6: 140/80 Hari ke-7: 140/70 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 89 Hari ke-2: HbA1c 5.3% Hari ke-3: GD 105 Hari ke-4: GD 105 Hari ke-5: GD 88 Hari ke-6: GD 91 Hari ke-7: GD 109
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 75 Cr 4.1 eLFG 16.6 mL/mnt AST (SGOT) 32 ALT (SGPT) 20 Hari ke-4: Alkali Phospat 1404
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Total protein 8.5 g/dL Albumin 4.9 g/dL Globulin 3.6 g/dL
Darah Hari ke-1: Hb 9.8 g/dL Leukosit 5700 /mcL Trombosit 254000 /mcL Bilirubin total 2.64 mg/dL Bilirubin direk 1.46 mg/dL Bilirubin indirek 1.18 mg/dL
123 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 37 L/P :L Usia : 49 th BB : 46 kg Stg :4 Lama dirawat : 12/12/14 – 17/12/14 (6 hari) Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi, Penyakit ginjal, Penyakit paru, Penyakit mata Diagnosa masuk : Vertigo, CKD on HD Keluhan masuk : Pusing berputar sejak 2 minggu SMRS, pusing tanpa perubahan posisi, pusing sampai mual dan muntah Keluhan selama dirawat : Nyeri kepala berputar, muntah, mual, pusing, sempat pusing bergoyang, lemas, diare Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian Diagnosa keluar : Vertigo, CKD on HD, Hipertensi Ondansetron Betahistine Amlodipine Captopril Ranitidine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Imodium Citicoline Aspilet Haloperidol Clobazam
Terapi Obat 3x4 mg; 3x8mg 3x8 mg 1x10 mg 2x25 mg 2x1 amp (50 mg/2 ml) 1x160 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 tab 3x2 mg 2x500 mg 1x1 tab 2x0,75 mg 1x10 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 160/90 Hari ke-2: 190/90 Hari ke-3: 180/90 Hari ke-4: 140/90 Hari ke-5: 120/70
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-3: Ur 109 Cr 2.5 eLFG 29.3 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-5: Na 139 mmol/L K 4.05 mmol/L Cl 96 mmol/L
Darah Hari ke-3: Hb 10.9 g/dL Leukosit 7900 /mcL Trombosit 228000 /mcL
Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-3: GD 100 Hari ke-4: GD 97 Hari ke-5: GD 144 HbA1c 4.8%
IV Oral Oral Oral IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
124 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 38 L/P :L Usia : 59 th BB : 50 kg Stg :5 Lama dirawat : 29/10/14 – 7/11/14 (10 hari) Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol sudah 10 th tapi sudah +/- 1 minggu tidak minum obat, DM sudah 10 th, Maag Diagnosa masuk : CKD, HHD Keluhan masuk : Sakit perut sejak 8 bulan SMRS, saat sakit dada terasa sesak, nafsu makan menurun tapi tidak kembung, BAB sudah 3 minggu sedikit, BAK sedikit tapi sering, sempat demam 3 hari SMRS dan kaki sempat bengkak 1 minggu SMRS selama 5 hari Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, perut begah makan sedikit, nyeri perut, tidak nafsu makan, BAK sedikit, pusing, BAB berdarah, mual, sesak napas, nyeri pada daerah doublelument, muntah Kondisi keluar : Pusing, mual berkurang, lemas Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, Anemia, Leukositosis, Melena Ondansetron Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Cefixime Vitamin K Transamin Pronalges Meloxicam OMZ Domperidone Sucralfate Betahistine
Terapi Obat 3x4 mg 1x5 mg; 1x10 mg 1x160 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 2x100 mg 3x1 (2,5 mg) 3x1 amp (250 mg/5 ml) 1x1 suppos (100 mg) 2x7,5 mg 2x20 mg 3x10 mg 3x1C (1500 mg/15 ml) 3x8 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 160/90 Hari ke-2: 140/90 Hari ke-3: 140/80 Hari ke-4: 150/90 Hari ke-5: 120/80 Hari ke-6: 180/100 Hari ke-7: 160/100 Hari ke-8: 140/80 Hari ke-9: 140/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 93 Hari ke-2: GD 134 Hari ke-8: GD 109
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 231 Cr 17.9 eLFG 2.91 mL/mnt AST (SGOT) 10 ALT (SGPT) 15 Hari ke-6: Ur 135 Cr 8.3 eLFG 7.07 mL/mnt
Darah Hari ke-1: Hb 6.5 mg/dL Leukosit 10100 /mcL Trombosit 410000 /mcL Hari ke-2: Hb 7.3 mg/dL Leukosit 10400 /mcL Trombosit 363000 /mcL Hari ke-8: Hb 10.0 g/dL Leukosit 11400 /mcL Trombosit 322000 /mcL
IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral IV Suppos Oral Oral Oral Oral Oral
125 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 39 L/P :L Usia : 76 th BB : 50 kg Stg :4 Lama dirawat : 5/11/14 – 11/11/14 (7 hari) Riw. Penyakit : Kebocoran katup jantung (tidak tau yang mana) selama 20 th Diagnosa masuk : Anemia, GI bleeding, CKD stg 4 Keluhan masuk : Pindahan dari RS Harapan Kita karena didiagnosa gagal ginjal, BAK pengeluaran kurang, sesak napas sejak semalam Keluhan selama dirawat : Hipotensi, melena (pendarahan di saluran cerna), lemas, mual, sesak napas, BAK nyeri, pusing, BAK sedikit warna kemerahan, BAB berwarna gelap, nafsu makan menurun Kondisi keluar : Masalah belum teratasi Diagnosa keluar : CKD, BPH, CHF, Anemia, Leukositosis, Melena Dobutamine Cefoperazone OMZ Vitamin K Transamin Neurodex Episan Bicnat Asam folat CaCO3 Avodart Harnal ocas
Terapi Obat 5 mcg; 10 mcg; 12 mcg; 15 mcg 2x1 g 2x1 vial (40 mg/vial) 3x1 (2,5 mg) 3x1 amp (250 mg/5 ml) 2x1 tab 3x1C (1500 mg/15 ml) 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 1x0,5 mg 1x0,4 mg
IV (drip) IV IV IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 95/47 Hari ke-2: 90/50 Hari ke-3: 100/60 Hari ke-4: 90/60 Hari ke-5: 90/60 Hari ke-6: 80/60 Hari ke-7: 90/70 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GDS 113 Hari ke-3: GDS 129 Hari ke-4: GD 155 Hari ke-6: GD 99 Hari ke-7: GD 158
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 257 Cr 4.1 eLFG 15.15 mL/mnt Hari ke-3: Ur 213 Cr 3.1 eLFG 20.92 mL/mnt Hari ke-4: eLFG 16.0 mL/mnt Hari ke-6: Ur 164 Cr 2.7 eLFG 24.54 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 132 mmol/L K 4.9 mmol/L Cl 97 mmol/L pH 7.51 PCO2 26.8 mmHg HCO3 20.9 mmol/L Hari ke-3: Na 133 mmol/L K 4.25 mmol/L Cl 102 mmol/L Hari ke-4: Total protein 7.1 g/dL Albumin 4.4 g/dL Globulin 2.7 g/dL Hari ke-5: Na 137 mmol/L K 4.8 mmol/L Cl 100 mmol/L Hari ke-6: Total protein 6.1 g/dL Albumin 3.4 g/dL Globulin 2.7 g/dL Hari ke-7: Na 137 mmol/L K 4.8 mmol/L Cl 100 mmol/L pH 7.53 PCO2 26.5 mmHg HCO3 21.7 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 7.4 g/dL Leukosit 14630 /mcL Trombosit 121000 /mcL Hari ke-6: Hb 7.5 g/dL Leukosit 8900 /mcL Trombosit 92000 /mcL
126 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 40 L/P :L Usia : 51 th BB : 88 kg Stg :5 Lama dirawat : 8/10/14 - 16/10/14 (9 hari) Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi terkontrol, Penyakit jantung Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris Keluhan masuk : Demam sejak 2 hari SMRS sepanjang hari tanpa periode bebas demam disertai mengigil dan keringat dingin, diare warna merah, pusing berputar hingga jatuh di kamar mandi Keluhan selama dirawat : Pendarahan, lemas, mual, sesak napas, demam, menggigil, sulit tidur Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian Diagnosa keluar : CKD on HD, Leukositosis (infeksi sekunder (doublelument)), DM tipe 2, Melena Novalgin Cefoperazone Ondansetron Transamin Asam folat Bicnat CaCO3 OMZ PCT Ranitidine Betahistine Strocain P Sucralfate Amlodipine Lantus Novorapid Lodem Eclid
Terapi Obat 3x1 amp (1 g/2 ml) 2x1 g 3x8 mg; 3x1 tab (8 mg) 3x1 amp (250 mg/5 ml) 3x0,4 mg 3x500 mg 3x500 mg 2x1 vial (40 mg/vial); 2x20 mg 1x500 mg; 3x500 mg 2x1 amp (50 mg/2 ml) 3x8 mg 3x400 mg 3x1C (1500 mg/15 ml) 1x5 mg 1x12 IU; 1x14 IU; 1x16 IU 3x16 IU; 3x12 IU 1x30 mg 3x100 mg
IV (drip) IV IV IV Oral Oral Oral IV, oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 120/70 Hari ke-2: 130/80 Hari ke-3: 140/80 Hari ke-4: 120/80 Hari ke-5: 130/80 Hari ke-6: 120/80 Hari ke-7: 120/80 Hari ke-8: 130/80 Hari ke-9: 140/80
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-2: Ur 169 Cr 7.8 eLFG 7.82 mL/mnt AST (SGOT) 26 ALT (SGPT) 25
Darah Hari ke-2: Hb 8.6 g/dL Leukosit 15500 /mcL Trombosit 165000 /mcL Hari ke-7: Hb 8.4 g/dL Leukosit 12700 /mcL Trombosit 197000 /mcL
Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-2: GD 309 Hari ke-4: GD 582 Hari ke-5: GD 535 Hari ke-6: GD 278 Hari ke-7: GD 249 Hari ke-8: GD 209 Hari ke-9: GD 176
Oral IV Oral Oral Oral Oral SC SC Oral Oral
127 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 41 L/P :L Usia : 55 th BB : 65 kg Stg :5 Lama dirawat : 11/10/14 - 23/10/14 (13 hari) Riw. Penyakit : DM, stroke sejak mei 2014, CKD belum pernah HD, mata buram walau sudah pakai kacamata Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD Keluhan masuk : Mual dan muntah sejak 2 hari SMRS, lemas, cepat capek, sesak napas, nyeri ulu hati, kaki bengkak sejak bulan mei 2014 Keluhan selama dirawat : Pusing, mual, muntah, sesak napas, demam naikturun, menggigil, tidak bisa BAB sudah 5 hari Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD ec Nefropati diabetikum, Hipertensi, Anemia Ranitidine Ondansetron Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Lasix Amlodipine Captopril Dexamethasone Novalgin Dulcolax PCT Glucobay Glurenorm Novorapid
Terapi Obat 2x1 amp (50 mg/2 ml) 3x4 mg; 3x8mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x2 tab 1x1 amp (20 mg/2 ml) 1x5 mg; 1x10 mg 2x12,5 mg; 3x12,5 mg; 3x25 mg 1x1 amp (5 mg/ml) 1x1 amp (1 g/2 ml) 1x1 suppos (10 mg) 1x500 mg 2x100 mg 2x30 mg 3x20 IU
IV IV Oral Oral Oral Oral IV Oral Oral IV IV (drip) Suppos Oral Oral Oral SC
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 120/80 Hari ke-2: 140/80 Hari ke-3: 180/120 Hari ke-4: 170/100 Hari ke-5: 170/90 Hari ke-6: 160/90 Hari ke-7: 140/80 Hari ke-8: 120/80 Hari ke-9: 120/70 Hari ke-10: 150/100 Hari ke-11: 140/90 Hari ke-12: 120/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 299 Hari ke-2: GDS 230 HbA1c 6.5% Hari ke-3: GD 160 Hari ke-4: GD 156 Hari ke-5: GD 198 Hari ke-6: GD 135 Hari ke-7: GD 278 Hari ke-8: GD 91 Hari ke-9: GD 206 Hari ke-10: GD 231 Hari ke-11: GD 462 Hari ke-12: GD 194
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 211 Cr 8.5 eLFG 7.0 mL/mnt AST (SGOT) 17 ALT (SGPT) 25 Hari ke-4: eLFG 8.0 mL/mnt Ur II 148 Cr II 6.6 eLFG 9.34 mL/mnt Hari ke-7: Ur II 15 Cr II 1.1 AST (SGOT) 12 ALT (SGPT) 14
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-2: Total protein 6.1 g/dL Albumin 3.9 g/dL Globulin 2.2 g/dL Hari ke-4: Na 129 mmol/L K 4.7 mmol/L Cl 99 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 7.4 g/dL Leukosit 7400 /mcL Trombosit 130000 /mcL Hari ke-2: Hb 7.7 g/dL Hari ke-4: Hb 7.7 g/dL Leukosit 8500 /mcL Trombosit 98000 /mcL Hari ke-5: Hb 8.0 g/dL 7.4 g/dL Leukosit 7200 /mcL 6900 /mcL Trombosit 89000 /mcL 94000 /mcL
128 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 42 L/P :P Usia : 64 th BB : 55 kg Stg :5 Lama dirawat : 7/10/14 - 10/10/14 (4 hari) Riw. Penyakit : DM, Penyakit ginjal Diagnosa masuk : CKD on HD, Infeksi sekunder (doublelument), Hipotensi Keluhan masuk : Gelisah sejak 1 hari SMRS, tidak mau makan dan minum Keluhan selama dirawat : Lemas, gelisah, teriak-teriak, bicara tidak jelas, BAB merah kehitaman Kondisi keluar : Meninggal Diagnosa keluar : CKD, Ensefalopati uremikum, Hipotensi, Anemia, Leukositosis, Melena Dobutamine Bicnat Asam folat CaCO3 Cefoperazone Transamin
Terapi Obat 5 mcg; 7 mcg; 10 mcg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 2x1 g 3x1 amp (250 mg/5 ml)
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 126 Cr 3.6 eLFG 13.53 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 155 mmol/L 155 mmol/L K 3.6 mmol/L 3.3 mmol/L Cl 109 mmol/L 108 mmol/L pH 7.42 7.35 PCO2 22.5 mmHg 19.3 mmHg HCO3 14.2 mmol/L 10.5 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 7.5 g/dL Leukosit 19800 /mcL Trombosit 74000 /mcL
IV (drip) Oral Oral Oral IV IV
129 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 43 L/P :P Usia : 57 th BB : 60 kg Stg :5 Lama dirawat : 25/8/14 – 1/9/14 (8 hari) Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, CAD Diagnosa masuk : CKD on HD, DM tipe 2, Trauma kepala Keluhan masuk : Sakit kepala sejak 3 hari SMRS, pasien terjatuh di kamar mandi, berjalan terasa nyeri. Batuk warna putih kekuningan kental sejak +/- 1 bulan SMRS, sesak napas, sulit tidur sejak +/- 1 bulan SMRS Keluhan selama dirawat : Lemas, sesak napas, sulit tidur Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Diagnosa keluar : CKD on HD, DM tipe 2, Trauma kepala, Hipertensi Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Vitamin K Lodem Eclid Lasix Catapres Concor Letonal Diaversa
Terapi Obat 1x5 mg; 1x10 mg 1x80 mg; 1x160 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 (2,5 mg) 1x30 mg 3x100 mg 1x40 mg 1x0,5 mg 1x2,5 mg 1x100 mg 1x2 mg
Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 180/80 Hari ke-2: 210/80 Hari ke-3: 160/90 Hari ke-4: 180/80 Hari ke-5: 180/80 Hari ke-6: 180/60 Hari ke-7: 170/70 Hari ke-8: 160/80
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-2: Ur 95 Cr 6.1 eLFG 7.54 mL/mnt AST (SGOT) 28 ALT (SGPT) 14
Darah Hari ke-1: Hb 7.8 g/dL Leukosit 10500 /mcL Trombosit 74000 /mcL Hari ke-2: Hb 7.6 g/dL Leukosit 8300 /mcL Trombosit 106000 /mcL
Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 208 Hari ke-2: GD 237 Hari ke-3: GD 210 Hari ke-5: GD 128 Hari ke-6: GD 130 Hari ke-7: GD 127 Hari ke-8: GD 140
130 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan) Pasien : 44 L/P :L Usia : 41 th BB : 75 kg Stg :5 Lama dirawat : 3/3/14 – 5/3/14 (3 hari) Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Maag, Asma, Alergi amoksisilin dan ampisilin Diagnosa masuk : CKD pro HD, DM, Pneumonia paru kanan Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak tidak disertai nyeri dada dan sesak timbul saat pasien sedang istirahat (tidur), lemas, mual, batuk disertai flu sejak 1 minggu SMRS, BAK berkurang sejak 2 hari SMRS, nyeri pinggang bagian kanan menjalar ke kaki kanan Keluhan selama dirawat : Sesak napas, mual, BAK sedikit, nyeri pinggang sampai ke kaki, gelisah Kondisi keluar : Meninggal Diagnosa keluar : CKD std 5, DM tipe 2 dengan diabetic chronic disease, Leukositosis, Hipertensi, Anemia Cefoperazone Lasix Ondansetron Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Concor Letonal Prorenal Valsartan
Terapi Obat 2x1 g 2x1 amp (20 mg/2 ml); 20 mg/jam (drip) 3x4 mg 3x500 mg 3x0,4 mg 3x500 mg 3x1 kapl 1x2,5 mg 1x25 mg 3x1 tab 1x80 mg
Tekanan darah (mmHg) Hari ke-1: 140/70 Hari ke-2: 130/80 Kadar gula darah (mg/dL) Hari ke-1: GD 98 Hari ke-2: GD 174
Fungsi Ginjal (mg/dL) & Hati (U/L), Lemak (mg/dL) Hari ke-1: Ur 221 Cr 7.2 eLFG 9.0 mL/mnt Hari ke-2: eLFG 1.0 mL/mnt
Elektrolit, Protein & Gas darah Hari ke-1: Na 127 mmol/L K 4.3 mmol/L Cl 105 mmol/L pH 7.13 PCO2 16.0 mmHg HCO3 5.2 mmol/L Hari ke-2: Na 127 mmol/L K 4.2 mmol/L Cl 104 mmol/L pH 7.12 PCO2 20.2 mmHg HCO3 6.5 mmol/L
Darah Hari ke-1: Hb 7.2 g/dL 7.3 g/dL Leukosit 14800 /mcL 17100 /mcL Trombosit 239000 /mcL 264000 /mcL
IV IV IV Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral
131 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Data Obat No. 1.
Golongan Terapi Obat Sistem kardiovaskular Calcium Channel Blocker (CCB)
Jenis Obat
Frekuensi
Amlodipin Nifedipin Diltiazem
138 30 2 1
Beta bloker
Bisoprolol
12
Diuretik
Furosemida
24
Spironolakton
9
Kaptopril
3
ACEi
Persentase (%) 25,79
Dosis Standar per Hari 5-10 mg sekali per hari. 30 mg sekali per hari; Lazim: 30-60 mg sekali per hari; Maksimum: 120-180 mg. Angina: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan: 180-360 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis. CHF: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan: 180-360 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis. Hipertensi: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan: 180-360 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis. Hipertensi: 2,5-5 mg sekali per hari, dapat ditingkatkan hingga 10 mg sekali per hari dan kemudian hingga 20 mg sekali per hari; Lazim: 2,5-10 mg sekali per hari. Gagal jantung: awal: 1,25 mg sekali per hari; Maksimum: 10 mg sekali per hari. Lansia-manula: awal: 2,5 mg/hari, dapat ditingkatkan pada rentang 2,5-5 mg/hari; Maksimum: 20 mg/hari. LFG <20 mL/mnt: Maksimum: 10 mg/hari. HD: tidak terdialisis. Oral: awal: 20-80 mg/dosis, ditingkatkan 20-40 mg/dosis pada interval 6-8 jam; Lazim: 20-80 mg/hari terbagi dalam 2 dosis. IM/IV: 20-40 mg/dosis, dapat diulang 1-2 jam atau ditingkatkan 20 mg/dosis (perbaikan) hingga 1000 mg/hari, interval pemberian 6-12 jam. CHF kronik: Maksimum: 160-200 mg dosis tunggal. IV infus: awal: IV bolus: 20-40 mg, diikuti IV infus: 10-40 mg/jam; Maksimum: IV infus: 80-160 mg/jam. CHF kronik: IV load: 40 mg, diikuti IV infus: 10-40 mg/jam. Lansia-manula: Oral/IM/IV: awal: 20 mg/hari. Gagal ginjal akut: Dosis tinggi: Oral/IV: 1-3 g/hari. HD: tidak terdialisis, mungkin dibutuhkan peningkatkan dosis. Hipertensi: 25-50 mg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. Edema, hipokalemia: 25-200 mg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. LFG 10-50 mL/mnt: berikan setiap 12-24 jam; LFG <10 mL/mnt: 25 mg/hari, pantau. Hipertensi: awal: 12,5-25 mg 2-3x per hari, dapat ditingkatkan pada rentang 12,5-25 mg dengan interval 1-2 minggu hingga 50 mg 3x per hari; Maksimum: 150 mg 3x per hari; Lazim: 25-100 mg/hari terbagi dalam 2 dosis. CHF: awal: 6,25-12,5 mg 3x per hari. LFG >40 mL/mnt: Dosis awal maksimum: 50 mg/hari; LFG 20-40 mL/mnt: Dosis awal maksimal: 25 mg/hari (tidak melebihi 100 mg/hari); LFG 10-20 mL/mnt: Dosis awal maksimal: 12,5 mg/hari (tidak melebihi 70 mg/hari); LFG <10 ml/mnt: Dosis awal maksimal: 6,25 mg/hari (tidak melebihi 37,5 mg/hari). HD: post HD atau dosis
131 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ARB
2.
Kandesartan
2
Valsartan
31
Antagonis-α2 sentral Penghambat HMGCoA reduktase (Statin) Fibrat
Klonidin Simvastatin
2 1
Gemfibrozil
1
Nitrat
Farsorbid (ISDN)
3
Inotropik Antikoagulan, antifibrinolitik
Dobutamin Aspirin Transamin
5 1 8
Vasodilator perifer Hematopoietik
Citicoline Epoetin alfa (Hemapo)
2 1
Sistem endokrin Penghambat αglukosidase
Akarbose (Eclid, Glucobay)
39 9
Biguanida
Metformin
5
Sulfonilurea
Glikuidon (Lodem)
7
tambahan: berikan 25-35% dari dosis normal. Hipertensi: 2-32 mg sekali per hari; awal direkomendasikan: 16 mg sekali per hari utk terapi tunggal; Maksimum: 8-32 mg. LFG <20 mL/mnt: awal: 2 mg sekali per hari. CHF: awal: 4 mg sekali per hari; 2xdosis pada interval 2 minggu dengan target dosis: 32 mg. Hipertensi: awal: 80 mg atau 160 mg sekali per hari, dapat ditingkatkan hingga 320 mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: 40 mg sekali per hari. Gagal jantung: awal: 40 mg 2x per hari, dapat ditingkatkan hingga 80-160 mg 2x per hari; Maksimum: 320 mg/hari. 0,05-0,1 mg 3x per hari, tingkatkan bertahap hingga 1,2 mg/hari. 5-40 mg malam hari. LFG <30 mL/mnt: 5-20 mg/hari, gunakan dengan hati-hati. 1200 mg/hari terbagi dalam 2 dosis; Lazim: 900-1200 mg/hari. LFG <30 mL/mnt: 600 mg/hari. HD: tidak terdialisis. Angina: Oral: Tablet konvensional: 5-40 mg/hari. IV infus: 2-10 mg/jam; Maksimum: 20 mg/jam. Gangguan ginjal: HD: berikan dosis post HD atau dosis tambahan 10-20 mg dosis. Dosis awal: 0,5-1 mcg/kg/mnt; Lazim: 2,5-20 mcg/kg/mnt; Maksimum: 40 mcg/kg/mnt. *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan. LFG 20-50 mL/mnt: 10 mg/kg setiap 12 jam; LFG 10-20 mL/mnt: 10 mg/kg setiap 1224 jam; LFG <10 mL/mnt: 5 mg/kg setiap 12-24 jam. Keadaan akut: 250-500 mg 1-2x per hari; Keadaan kronik: 100-300 mg 1-2x per hari. Dosis awal: 50-100 IU/kg 3x per minggu; Pemeliharaan: dialisis: 75 IU/kg 3x per minggu; nondialisis: 75-150 IU/kg/minggu. 7,30 Dosis awal: 50 mg 3x per hari; Pemeliharaan: 50-100 mg 3x per hari; Maksimum: BB <60 kg: 50 mg 3x per hari dan BB >60 kg: 100 mg 3x per hari. LFG <30 mL/mnt; SCr >2 mg/dL: obat dihindari. Dosis awal: 500 mg 2-3x per hari, ditingkatkan 500 mg interval 1 minggu; Maksimum: 2500 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis. LFG >=45-59 mL/mnt: gunakan dosis dengan hati-hati dan pantau fungsi ginjal setiap 3-6 bulan); LFG >=30-44 mL/mnt: Maksimum: 1000 mg/hari atau 50% dari dosis normal; LFG <30 mL/mnt: obat dihindari. Dosis awal: 15 mg, dapat ditingkatkan perlahan setiap kenaikan 15 mg hingga 45-60 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis; Maksimum: 60 mg dosis tunggal; 120 mg/hari.
133 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.
4.
Glimepirid (Diaversa) Gliklazida (Glucodex)
6
Insulin Aspart Insulin Glargine
Novorapid Lantus
6 3
Insulin Regular Human
Actrapid
2
Hormon Kortikosteroid Sistem saraf Ansiolitik
Antikonvulsan
Antipsikotik Anti-vertigo & -pusing 5.
Sistem muskuloskeletal Anti-hiperurisemia & gout
Deksametason Metilprednisolon Alprazolam
1-4 mg sebelum atau saat sarapan; Maksimum: 6 mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: 1 mg/hari, pantau seksama. Dosis awal: 40-80 mg bersama sarapan, dapat ditingkatkan hingga 160 mg dosis tunggal; Maksimum: 320 mg/hari. LFG <50 mL/mnt: awal: 20-40 mg/hari, gunakan hati-hati dan pantau. 0,5-1 IU/kg/hari. Belum gunakan insulin: 10 IU sekali per hari, dapat ditingkatkan pada rentang 2-100 IU/hari. Dosis tergantung setiap individu, diberikan 1x per hari dan diberikan pada waktu yang sama untuk hari selanjutnya. IV infus: 0,05-1 IU/ml cairan infus (NaCl 0,9%; dekstrosa 5%; dekstrosa 10%). LFG 1050 mL/mnt: diberikan dosis 75% dosis normal; LFG <10 mL/mnt: diberikan dosis 2550% dosis normal dan monitor kadar glukosa.
1
5 3 2 43 2
Haloperidol Klobazam Diazepam Fenitoin Gabapentin (Gabexal)
1 1 1 1 1
Klorpromazin Betahistin
1 4
Alopurinol
9 4
0,93 0,5-24 mg/hari. *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan. 8,04 Dosis awal: 0,25-0,5 mg 2-3x per hari; Maksimum: 4 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis. Lansia-manula: awal 0,125-0,25 mg 2x per hari. Gangguan ginjal: gunakan dosis terendah. 0,5-5 mg 2-3x per hari; Maksimum: 30 mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: dosis terendah. Dosis awal: 5-15 mg; Maksimum: 80 mg/hari. *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan. Kejang: awal: 150-500 mg/hari atau 3-4 mg/kg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. LFG >60 mL/mnt: 300-1200 mg 3x per hari; LFG 30-59 mL/mnt: 200-700 mg 2x per hari; LFG 15-29 mL/mnt: 200-700 mg/hari; LFG 15 ml/mnt: 100-300 mg/hari; LFG <15 ml/mnt: kurangi dosis harian sesuai dengan LFG. HD: 125-350 mg (dosis tambahan tunggal diberikan 4 jam post HD). Cegukan: 25-50 mg setiap 6-8 jam. LFG <10 mL/mnt: awal: dosis terendah. 6-18 mg 3x per hari. LFG <10 mL/mnt: 6-18 mg 2-3x per hari. 1,68 LFG 20-50 mL/mnt: 200-300 mg/hari; LFG 10-20 mL/mnt: 100-200 mg/hari; LFG <10 ml/mnt: 100 mg/hari.
134 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Relaksan otot Muskuloskeletal lain 6.
7.
Saluran kemih & prostat Penghambat 5αreduktase Penghambat αadrenergik
Saluran gastrointestinal PPI (Proton Pump Inhibitor) Antihistamin AR-H2 Antagonis dopamin Antagonis reseptor 5HT3 Antasida
Antidiare
Laksatif
Eperison HCl (Myonal) Glukosamin
3
50 mg 3x per hari.
2
BB <55 kg: 250 mg 3x per hari; BB >55 kg: 500 mg 3x per hari.
3
0,56
Dutasterid (Avodart) Terazosin (Hytrin)
1
0,5 mg sekali per hari tunggal atau kombinasi dengan tamsulosin.
1
Tamsulosin (Harnal ocas)
1
BPH: awal: 1 mg sebelum tidur, jika diperlukan: 10 mg/hari, dapat ditingkatkan setelah interval 4-6 minggu hingga 20 mg/hari. Hipertensi: awal: 1 mg sebelum tidur, dapat ditingkatkan secara perlahan hingga 20 mg/hari; Lazim: 1-20 mg sekali per hari. BPH: 0,4 mg sekali per hari 30 mnt setelah makan, dapat ditingkatkan setelah interval 24 minggu hingga 0,8 mg sekali per hari.
70
13,08
Omeprazol
13
20-40 mg (tergantung penyakit peptiknya). Pendarahan di endoskopi: 80 mg, diikuti 8 mg/jam selama 72 jam. 15-30 mg pagi hari. IM/IV: 50 mg setiap 6-8 jam. Oral: 150-300 mg 1-2x per hari. LFG <10 mL/mnt: 50100% dosis normal. Gangguan ginjal: 10-20 mg 1-2x per hari. Oral: 4-24 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis. IV: 8-32 mg/hari.
Lansoprazol Ranitidin
2 11
Domperidon Ondansetron
2 16
Sukralfat
8
Strocain P Loperamid (Imodium) Attapulgite (New diatabs) Lactotobacillus sporogenes (Lacbon) Bisakodil
1 3
4 g/hari terbagi dalam 2-4 dosis; Maksimum: 8 g/hari. LFG 20-50 mL/mnt: 4 g/hari; LFG <20 ml/mnt: 2-4 g/hari. 1-2 tab 3-4x per hari. Dosis awal: 4 mg, diberikan 2 mg setiap setelah BAB, ditingkatkan hingga 16 mg/hari.
5
2 tab setiap setelah BAB atau 1200-1500 mg/dosis; Maksimum: 8400 mg/hari.
1
2-4 tablet 3x per hari.
4
Oral: 5-15 mg/hari. Rektal (suppos): 10 mg dosis tunggal.
135 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hepatoprotektif Enzim pencernaan 8.
Saluran pernapasan Antitusif Mukolitik
9.
(Dulcolax) Laktulosa (Duphalac) Urdafalk Tripanzym Dekstrometorfan HBr Ambroksol Bisolvon OBH
1
Dosis awal: 15-45 mL; Pemeliharaan: 15-30 mL.
2 1
10-15 mg/kg/hari terbagi dalam 2-4 dosis. 1-2 kapl/hari. Utk pemeriksaan radiografi/rontgen: 4x1 kapl selama 2 hari.
8 1
Sefadroksil
4 2 1 41 1
Sefiksim Sefoperazon Sefotaksim
4 20 3
Seftriakson Meropenem
2 4
Antibiotik (Kuinolon)
Levofloksasin
2
Antibiotik (Aminoglikosida)
Gentamisin
1
Antijamur
Flukonazol
2
Ekpektoran Antiinfeksi Antibiotik (Sefalosporin)
Antibiotik (Beta laktam lainnya)
1,50 10-20 mg setiap 4 jam atau 30 mg setiap 6-8 jam; Maksimum: 120 mg/hari. Tablet: 30-120 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis; Sirup: 30 mg/10 mL 3x per hari. 8 mg atau 4 mL 2x per hari. *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan. 7,66 LFG 26-50 mL/mnt: awal: 1 g, diikuti 500 mg setiap 12 jam; LFG 11-25 mL/mnt: awal: 1 g, diikuti 500 mg setiap 24 jam; LFG <10 mL/mnt: awal: 1 g, diikuti 500 mg setiap 36 jam. 200-400 mg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. LFG <20 ml: 200 mg/hari. 2-4 g/hari setiap 12 jam, dosis dapat ditingkatkan hingga 8 g/hari. Sepsis: 2 g setiap 6-8 jam. Infeksi sedang-berat: 1-2 g setiap 8 jam. LFG <10 mL/mnt: 1 g setiap 8-12 jam. 2-4 g/hari. LFG <10 mL/mnt: Maksimum 2 g/hari. Pneumonia nosokomial, Sepsis: 1 g setiap 8 jam. LFG 26-50 mL/mnt: 500 mg-2g setiap 12 jam; LFG 10-20 mL/mnt: 500 mg-1 g setiap 12 jam atau 500 mg setiap 8 jam; LFG <10 mL/mnt: 500 mg-1 g setiap 24 jam. Pneumonia nosokomial: 750 mg setiap 24 jam selama 7-14 hari. Jika dosis utk fungsi ginjal normal 750 mg/hari: LFG 20-49 mL/mnt: 750 mg setiap 48 jam; Jika dosis utk fungsi ginjal normal 500 mg/hari: LFG 20-49 mL/mnt: Dosis awal: 500 mg, lalu 250 mg setiap 24 jam. LFG 20-50 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu turunkan hingga 125-250 mg setiap 12-24 jam; LFG 10-20 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu 125 mg setiap 12-24 jam; LFG <10 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu 125 mg setiap 24-48 jam. Dosis awal: 5-7 mg/kg sekali per hari. LFG 30-70 mL/mnt: 3-5 mg/kg, pantau kadar; LFG 10-30 mL/mnt: 2-3 mg/kg, pantau kadar; LFG 5-10 mL/mnt: 2 mg/kg setiap 48-72 jam, tergantung kadar. 200-400 mg/hari (tergantung keparahan infeksi). LFG <50 mL/mnt: berikan 50% dosis
136 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antiseptik 10.
Nystatin (Mycostatin) Betadine gargle
Antialergi Klorfeniramin maleat Loratadin Setirizin Siproheptadin (Heptasan)
11.
Nutrisi Aminoral Prorenal Bicnat (Na bikarbonat) CaCO3
12.
1 4 1
115 13 17 39
0,75 4 mg setiap 4-6 jam; Maksimum: 24 mg. Lansia-manula: 4 mg 1-2x per hari. 10 mg/hari. 10 mg sekali per hari atau 5 mg 2x per hari. LFG <10 mL/mnt: 5-10 mg/hari. 4-20 mg/hari; Maksimum: 32 mg/hari. 21,50 4-8 kaplet 3x per hari. 4-8 tab 3x per hari; Maksimum: 50 tab/hari. 500 mg-1,5 g 3x per hari (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kebutuhan).
36 2
Kalitake Curcuma Imboost
4 1 1 57 41 2
Asam folat Garam besi (Sulfas ferrosus) Sangobion Neurodex Mecobalamin Vitamin K
1 mL obat diencerkan dengan air hingga 20 mL, kumur-kumur selama 30 detik, dilakukan 3-4x per hari.
1 1 1
Kalium klorida (KCl, KSR) Ca gluconas
Vitamin & mineral
normal. HD: berikan 50% dosis normal atau 100% dosis normal 3x per minggu post HD. 100000 IU 4x per hari.
1
500 mg-2 g terbagi dalam 2-4x per hari (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kadar serum kalsium). Oral: 600-1200 mg 2-3x per hari; IV infus: 25-50 mmol/L per hari (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kadar serum kalium). 2-15 g per 24 jam sebagai infus atau dosis terbagi (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kadar serum kalsium). 15-30 g/hari terbagi dalam 2-3 dosis (pantau kadar serum kalium). 1-2 tab 3x per hari. 1 tab 2-3x per hari.
2
1 5 1 7
10,65 1-5 mg/hari. 300 mg 2x per hari, ditingkatkan hingga 300 mg 4x per hari. 1-2 kaps/hari. 1 tab 2-3x per hari. 500-1500 mcg/hari. 2,5-10 mg/hari.
137 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13.
Kemoterapetik lain Rimactazid 450/300 Isoniazid
Total
Pirazinamid 93
3 1
0,56 BB <50 kg: 1x1 kapl/hari.
1 1 535
5 mg/kg; Maksimum: 300 mg dosis tunggal atau terbagi dalam beberapa dosis. LFG <10 mL/mnt: 200-300 mg. 1,5-2 g/hari. LFG <10 mL/mnt: 50-100% dosis normal. 100
138 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Ginjal Kronik Penilaian DRPs NP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
KTPO 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0
KTPD ↑ 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0
↓ 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1
ITO
OTI
IO
1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1
Keterangan: NP = no pasien; KTPO = ketidaktepatan pemilihan obat; KTPD = ketidaktepatan penyesuaian dosis; ↑ = dosis obat terlalu tinggi; dosis obat terlalu rendah; ITO = indikasi tanpa obat; OTI = obat tanpa indikasi; IO = interaksi obat.
138 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Kejadian DRPs Interaksi Obat NP 1
2
Terapi Obat Cefoperazone Meropenem Valsartan Amlodipine Bicnat Asam folat CaCO3 Bisolvon Myonal Meloxicam PCT Novorapid Lodem Eclid Dulcolax Neurodex Cefoperazone Lasix Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Concor Letonal Neurodex
Interaksi Obat CaCO3 Amlodipine Valsartan Meloxicam
Meloxicam Lodem Meloxicam Valsartan
CaCO3 - Concor
CaCO3 - Concor
Cefoperazone Lasix
Valsartan - Concor Valsartan - Letonal
Concor - Letonal
Bicnat - Concor
Concor - Valsartan
Letonal - CaCO3
3
4
Cefoperazone Dobutamin PCT Lasix Valsartan Bicnat Asam folat Concor
Mekanisme Interaksi Obat Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Keduanya meningkatkan kadar kalium dan saling meningkatkan toksisitas yang dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama pada lansia. Meloksikam meningkatkan efek Glikuidon dengan mekanisme yang tidak diketahui. Resiko hipoglikemia. Meloksikam menurunkan efek Valsartan secara farmakodinamik antagonis. Interaksi yang potensial berbahaya. Kalsium karbonat menurunkan efek Bisoprolol dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Sefoperazon meningkatkan toksisitas Furosemida secara farmakodinamik sinergis. Peningkatan resiko nefrotoksisitas. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Na bikarbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Spironolakton menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal.
Jenis Interaksi Obat Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat
DRPs IO 1
Tidak diketahui, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat
Tidak diketahui, moderat
1
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik sinergis, minor
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakokinetik, minor
0
Letonal - KSR
Keduanya meningkatkan kadar kalium. Mungkin terjadi interaksi yang serius atau mengancam jiwa. Kontraindikasi, kecuali manfaatnya lebih besar daripada resiko dan tidak
Tidak diketahui, mayor
139 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
141 Letonal Diazepam Fenitoin Mertigo KSR Amdixal Meloxicam
ada alternatif lain. CaCO3 - Concor
CaCO3 - Concor
CaCO3 Amlodipine Valsartan - Concor Valsartan - Letonal
Valsartan Meloxicam
Valsartan - KSR Concor - Amdixal
Concor - Letonal
Concor Meloxicam Concor - KSR
Letonal Meloxicam Meloxicam - KSR
Bicnat - Concor
Meloxicam Concor Meloxicam Valsartan
Concor - Valsartan
Fenitoin - Amdixal
Kalsium karbonat menurunkan efek Bisoprolol dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium dan saling meningkatkan toksisitas yang dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama pada lansia. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan antihipertensi yang memblok kanal. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Na bikarbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Meloksikam menurunkan efek Bisoprolol secara farmakodinamik antagonis Meloksikam menurunkan efek Valsartan secara farmakodinamik antagonis. Interaksi yang potensial berbahaya. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Fenitoin menurunkan kadar atau efek Amlodipin dengan mempengaruhi enzim metabolisme CYP3A4 di hati atau usus.
Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakokinetik, minor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
142 Letonal - CaCO3
5
6
7
8
Bifotik Lasix Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Transamin Vitamin K Ondansetron KCl OMZ OBH PCT Lasix Adalat oros ER Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Ambroxol Valsartan Lasix Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat Prorenal New diatabs Imodium Ambroxol Dextromethorphan HBr Lasix Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal OMZ Amlodipine Valsartan Concor Letonal Allopurinol
CaCO3 Amlodipine Prorenal Amlodipine KCl - Lasix
Cefoperazone Lasix
Spironolakton menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalium klorida meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Interaksi yang potensial berbahaya. Sefoperazon meningkatkan toksisitas Furosemida secara farmakodinamik sinergis. Peningkatan resiko nefrotoksisitas.
Farmakokinetik, minor Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat
1
Farmakodinamik sinergis, minor
Aminoral - Adalat oros ER
Aminoral menurunkan efek Nifedipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat
1
CaCO3 - Adalat oros ER
Kalsium karbonat menurunkan efek Nifedipin secara farmakodinamik antagonis.
Prorenal Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik antagonis, moderat
1
Valsartan - Lasix
Valsartan meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui, moderat
Furosemida menurunkan kadar Asam folat dengan meningkatkan klirens asam folat di ginjal.
Farmakokinetik, minor
Lasix - Asam folat
CaCO3 - Concor
CaCO3 - Concor
CaCO3 Amlodipine CaCO3 Allopurinol
Valsartan - Concor Valsartan - Letonal
Kalsium karbonat menurunkan efek Bisoprolol dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalsium karbonat menurunkan kadar Allopurinol dengan menghambat absorpsi allopurinol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui, moderat
1
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, moderat
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
143 Valsartan - Lasix
Concor Amlodipine Concor - Letonal
Concor - Lasix
Letonal - Lasix
Bicnat Allopurinol
Bicnat - Concor
Concor - Valsartan
Prorenal Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Lasix - Asam folat
Furosemida menurunkan kadar Asam folat dengan meningkatkan klirens asam folat di ginjal. Furosemida menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Spironolakton menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Valsartan meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Lasix - CaCO3
Letonal - CaCO3
9
Lasix Novorapid Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat Prorenal PCT Glimepiride Metformin
Valsartan meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Keduanya meningkatkan antihipertensi yang memblok kanal. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Bisoprolol meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Spironolakton meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Na bikarbonat menurunkan kadar Allopurinol dengan menghambat absorpsi allopurinol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Na bikarbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis.
Valsartan - Lasix
Prorenal Amlodipine Lasix - Metformin
Lasix - Asam folat
Metformin - Asam folat Metformin - Lasix
Furosemida meningkatkan kadar Metformin dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Furosemida menurunkan kadar Asam folat dengan meningkatkan klirens asam folat di ginjal. Metformin menurunkan kadar Asam folat dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Metformin menurunkan kadar
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, minor Farmakokinetik, minor
Farmakokinetik, minor
Tidak diketahui, moderat
1
Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, minor Farmakokinetik, minor Tidak diketahui, minor Tidak diketahui,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
144
10
11
12
Ranitidine Ondansetron Cefotaxime Cefixime Amlodipine Metformin Glimepiride Asam mefenamat Asam folat Sulfas ferrosus New diatabs OMZ Sucralfate Ranitidine Ondansetron Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Amlodipine Valsartan Cefoperazone Glucobay Metformin Bicnat Asam folat Aminoral Amlodipine Valsartan Rimactazid 450/300 mg
Furosemida dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Omeprazol menurunkan kadar atau efek Garam besi dengan meningkatkan pH lambung. Asam mefenamat meningkatkan efek Glimepirid dengan mekanisme yang tidak diketahui. Resiko hipoglikemia. Metformin menurunkan kadar Asam folat dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan.
minor
Prorenal Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
1
CaCO3 Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat
Bicnat - Rimactazid (Isoniazid)
Na bikarbonat menurunkan kadar Isoniazid dengan menghambat absorpsi isoniazid di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Rifampisin menurunkan kadar atau efek Amlodipin dengan mempengaruhi enzim metabolisme CYP3A4 di hati atau usus. Isoniazid menurunkan kadar atau efek Amlodipin dengan mempengaruhi enzim metabolisme CYP3A4 di hati atau usus. Rifampisin meningkatkan kadar atau efek Valsartan dengan Valsartan merupakan substrat transporter OATP1B1 uptake di hati, sedangkan rifampisin merupakan inhibitor OATP1B1 sehingga dapat meningkatkan paparan valsartan secara sistemik. Aminoral menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Metformin menurunkan kadar Asam folat dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Isoniazid menurunkan efek Metformin dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Isoniazid menurunkan efek Akarbose dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik
Farmakokinetik, moderat
1
OMZ - Sulfas ferrosus Asam mefenamat Glimepiride Metformin - Asam folat
Rimactazid (Rifampicin) Amlodipine Rimactazid (Isoniazid) Amlodipine Rimactazid (Rifampicin) Valsartan
Aminoral Amlodipine Metformin - Asam folat
13
Ceftriaxone Cefoperazone
Rimactazid (Isoniazid) Metformin Rimactazid (Isoniazid) Acarbose CaCO3 Amlodipine
Farmakokinetik, moderat
1
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, minor
Farmakokinetik, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, minor Tidak diketahui, minor Tidak diketahui, minor Farmakodinamik antagonis,
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
145 Ondansetron OMZ Lasix Farsorbid Ca gluconas Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Neurodex Amlodipine Diovan Clonidine PCT Gliquidone Glucobay Domperidone Sucralfate
antagonis.
moderat
Prorenal Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Clonidine Glucobay
Klonidin menurunkan efek Akarbose secara farmakodinamik antagonis. Penurunan gejala hipoglikemia akibat produksi katekolamin. Klonidin menurunkan efek Glikuidon secara farmakodinamik antagonis. Penurunan gejala hipoglikemia akibat produksi katekolamin. Furosemida menurunkan kadar Kalsium glukonat dengan meningkatkan klirens kalsium glukonat di ginjal. Sefoperazon meningkatkan toksisitas Furosemida secara farmakodinamik sinergis. Peningkatan resiko nefrotoksisitas. Seftriakson meningkatkan toksisitas Furosemida secara farmakodinamik sinergis. Peningkatan resiko nefrotoksisitas. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalsium karbonat menurunkan kadar Gabapentin dengan menghambat absorpsi gabapentin di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Kalsium karbonat menurunkan kadar Allopurinol dengan menghambat absorpsi allopurinol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, minor
Clonidine Gliquidone
Lasix - Ca gluconas
Cefoperazone Lasix
Ceftriaxone - Lasix
14
Lasix Amlodipine Valsartan Prorenal Myonal Bicnat Asam folat CaCO3 Cefixime Mecobalamin Gabexal Ketesse Allopurinol OMZ Glucosamine Dulcolax
CaCO3 Amlodipine CaCO3 - Gabexal
CaCO3 Allopurinol
Prorenal Amlodipine Valsartan - Ketesse
Bicnat Allopurinol
Bicnat - Gabexal
Ketesse - Valsartan
OMZ Mecobalamin
Keduanya meningkatkan kadar kalium dan saling meningkatkan toksisitas yang dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama pada lansia. Na bikarbonat menurunkan kadar Allopurinol dengan menghambat absorpsi allopurinol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Na bikarbonat menurunkan kadar Gabapentin dengan menghambat absorpsi gabapentin di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Dexketoprofen menurunkan efek Valsartan secara farmakodinamik antagonis. Interaksi yang potensial berbahaya. Omeprazol menurunkan kadar Vitamin B12 dengan menghambat absorpsi vitamin B12 di saluran cerna.
Farmakodinamik antagonis, minor
Farmakokinetik, minor
Farmakodinamik sinergis, minor
Farmakodinamik sinergis, minor
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, moderat
1
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, minor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
146 Gabexal Mecobalamin 15
Lasix Captopril Aldactone Farsorbid Lansoprazole Glimepiride Metformin Glucobay Bicnat Asam folat Diovan Amlodipine Alprazolam Concor
Captopril Glimepiride Captopril Aldactone
Diovan - Concor Diovan - Lasix
Concor Amlodipine Concor - Lasix
Bicnat - Concor
Concor - Diovan
Lasix - Asam folat
16
17
18
Ranitidine Ondansetron Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 PCT Gliquidone Cefoperazone Ondansetron Ranitidine Vitamin K Transamin Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Diaversa Eclid Kalitake New diatabs Chlorpromazine Cefoperazone Meropenem Methylprednisolone
CaCO3 Amlodipine
Gabapentin menurunkan kadar Vitamin B12 dengan menghambat absorpsi vitamin B12 di saluran cerna. Kaptopril meningkatkan efek Glimepirid secara farmakodinamik sinergis. Kaptopril, Spironolakton terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Beresiko hipotensi akut, gangguan ginjal. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Valsartan meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Keduanya meningkatkan antihipertensi yang memblok kanal. interaksi yang potensial berbahaya. Bisoprolol meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Na bikarbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Furosemida menurunkan kadar Asam folat dengan meningkatkan klirens asam folat di ginjal. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakokinetik, minor Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakodinamik sinergis, moderat
1
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakokinetik, minor Farmakodinamik antagonis, moderat
1
New diatabs Chlorpromazine
Attapulgite menurunkan kadar Klorpromazin dengan menghambat absorpsi klorpromazin di saluran cerna.
Farmakokinetik, minor
1
CaCO3 Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik antagonis, moderat
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
147
19
20
21
Dexamethasone PCT Dobutamine Novorapid Lantus Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Dulcolax Meloxicam Mycostatin Gliquidone
Aminoral Amlodipine
Cefoperazone PCT Valsartan Divask Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Kalitake Myonal Bisolvon Lasix Ca gluconas Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Valsartan Kalitake Amlodipine Diovan Furosemide Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral PCT Dexamethasone
Aminoral Amlodipine
Valsartan Meloxicam
Meloxicam Gliquidone Meloxicam Valsartan
Dexamethasone Methylprednisolone
CaCO3 - Divask
Kalitake Amlodipine
Tidak diketahui, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat
1
Furosemida menurunkan kadar Kalsium glukonat dengan meningkatkan klirens kalsium glukonat di ginjal.
Farmakokinetik, minor
1
CaCO3 Amlodipine
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat
1
Prorenal Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Aminoral menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Valsartan meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Furosemida menurunkan kadar Asam folat dengan meningkatkan klirens asam folat di ginjal. Furosemida menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
CaCO3 -
Kalsium karbonat menurunkan efek
Aminoral Amlodipine Diovan Furosemide
Furosemide CaCO3
Ranitidine Bicnat Asam folat CaCO3
Kalitake menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat
Lasix - Ca gluconas
Furosemide - Asam folat
22
Aminoral menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Keduanya meningkatkan kadar kalium dan saling meningkatkan toksisitas yang dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama pada lansia. Meloksikam meningkatkan efek Glikuidon dengan mekanisme yang tidak diketahui. Resiko hipoglikemia. Meloksikam menurunkan efek Valsartan secara farmakodinamik antagonis. Interaksi yang potensial berbahaya. Deksametason menurunkan kadar atau efek Metilprednisolon dengan mempengaruhi enzim metabolisme CYP3A4 di hati atau usus. Aminoral menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakokinetik, minor Farmakokinetik, minor
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
148
23
24
Amlodipine Valsartan Ambroxol Prorenal Cefixime Lasix Cefoperazone Vitamin K Transamin OMZ Bicnat Asam Folat CaCO3 Aminoral Amlodipine Valsartan Sucralfate Duphalac New diatabs Tripanzym
Amlodipine
Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
antagonis, moderat
CaCO3 Amlodipine
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik sinergis, minor
1
Cefoperazone Lasix Farsorbid Valsartan Adalat oros ER Concor CaCO3
CaCO3 - Concor
Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalsium karbonat menurunkan efek Laktulosa secara farmakodinamik antagonis. Na bikarbonat menurunkan efek Laktulosa secara farmakodinamik antagonis. Aminoral menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Sefoperazon meningkatkan toksisitas Furosemida secara farmakodinamik sinergis. Peningkatan resiko nefrotoksisitas. Kalsium karbonat menurunkan efek Bisoprolol dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Kalsium karbonat menurunkan efek Nifedipin secara farmakodinamik antagonis. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan antihipertensi yang memblok kanal. Interaksi yang potensial berbahaya. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis.
Tidak diketahui, moderat
1
CaCO3 - Duphalac
Bicnat - Duphalac
Aminoral Amlodipine Cefoperazone Lasix
CaCO3 - Concor
CaCO3 - Adalat oros ER Valsartan - Concor Concor - Adalat oros ER Concor - Valsartan
Cefoperazone Lasix
25
Ceftriaxone Cefoperazone Ranitidine Ondansetron Methylprednisolone Novalgin Imboost PCT Curcuma Bicnat Asam folat CaCO3 Concor Letonal
CaCO3 - Concor
CaCO3 - Concor
Concor - Letonal
Bicnat - Concor
Sefoperazon meningkatkan toksisitas Furosemida secara farmakodinamik sinergis. Peningkatan resiko nefrotoksisitas. Kalsium karbonat menurunkan efek Bisoprolol dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Na bikarbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakodinamik sinergis, minor
Tidak diketahui, moderat
1
Farmakokinetik, moderat
Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
149 Letonal - CaCO3
26
Cefotaxime Gentamicin Levofloxacin OMZ PCT Dobutamine Actrapid Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Sucralfate Lasix Lantus Fluconazole Tramadol
Fluconazole Levofloxacin Tramadol Dobutamine Dobutamine - Lasix
Spironolakton menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Keduanya meningkatkan rentang QTc. Interaksi yang potensial berbahaya. Tramadol meningkatkan dan Dobutamin menurunkan sedasi. Keduanya menurunkan kadar kalium.
Lasix - Gentamicin
Keduanya menurunkan kadar kalium.
Dobutamine Gentamicin Levofloxacin Actrapid
Keduanya menurunkan kadar kalium.
Fluconazole - OMZ
Dobutamine - Lasix
27
Meropenem Cefadroxil PCT Ranitidine Ondansetron Lasix Lacbon Bicnat Asam folat CaCO3 Allopurinol Prorenal Asam mefenamat Betadine gargle
CaCO3 Allopurinol
Asam mefenamat Lasix Bicnat Allopurinol
Cefadroxil - Asam mefenamat
Cefadroxil - Lasix
Asam mefenamat Lasix Lasix - Asam folat
Lasix - CaCO3
28
Cefotaxime Cefoperazone Meropenem Levofloxacin
Diltiazem Bisoprolol
Levofloksasin meningkatkan efek Insulin Regular Human secara farmakodinamik sinergis. Flukonazol meningkatkan kadar atau efek Omeprazol dengan mempengaruhi enzim metabolisme CYP2C19 di hati. Dobutamin, Furosemida terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Kalsium karbonat menurunkan kadar Allopurinol dengan menghambat absorpsi allopurinol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Asam mefenamat meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Na bikarbonat menurunkan kadar Allopurinol dengan menghambat absorpsi allopurinol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Sefadroksil meningkatkan kadar atau efek Asam mefenamat dengan kompetisi obat asam (anionik) untuk klirens tubular ginjal. Sefadroksil meningkatkan toksisitas Furosemida secara farmakodinamik sinergis. Peningkatan resiko nefrotoksisitas. Asam mefenamat menurunkan efek Furosemida secara farmakodinamik antagonis. Furosemida menurunkan kadar Asam folat dengan meningkatkan klirens asam folat di ginjal. Furosemida menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Keduanya saling meningkatkan toksisitas dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Mungkin terjadi interaksi yang serius atau
Farmakokinetik, minor
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakokinetik, moderat
1
Farmakodinamik sinergis, minor Farmakokinetik, moderat
1
Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
Farmakokinetik, minor
Farmakodinamik sinergis, minor
Farmakodinamik antagonis, minor Farmakokinetik, minor Farmakokinetik, minor
Tidak diketahui, mayor
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
150
29
OMZ Novorapid Actrapid Citicoline Vitamin K Transamin PCT Fluconazole Bisoprolol Diltiazem Lasix Bicnat Asam folat CaCO3 Amlodipine Valsartan Canderin Prorenal Gemfibrozil Simvastatin Kalitake Urdafalk CTM Loratadine Cetirizine Glucodex
Kalitake Amlodipine
mengancam jiwa. Gunakan alternatif lain. Dapat meningkatkan resiko bradikardia. Keduanya meningkatkan antihipertensi yang memblok kanal. Interaksi yang potensial berbahaya. Flukonazol meningkatkan kadar atau efek Omeprazol dengan mempengaruhi enzim metabolisme CYP2C19 di hati. Amlodipin meningkatkan kadar Simvastatin. Mungkin terjadi interaksi serius atau mengancam jiwa. Manfaat terapi kombinasi harus dipertimbangkan secara hati-hati, melawan potensi resiko kombinasi (resiko miopati/rabdomiolisis). Batasi simvastatin, tidak lebih dari 20 mg/hari saat digunakan bersamaan. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalitake menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Prorenal Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Simvastatin Valsartan
Simvastatin meningkatkan kadar atau efek valsartan. Valsartan merupakan substrat transporter OATP1B1 uptake di hati, sedangkan simvastatin merupakan inhibitor OATP1B1 sehingga dapat meningkatkan paparan valsartan secara sistemik. Gemfibrozil meningkatkan kadar atau efek valsartan. Valsartan merupakan substrat transporter OATP1B1 uptake di hati, sedangkan gemfibrozil merupakan inhibitor OATP1B1 sehingga dapat meningkatkan paparan valsartan secara sistemik. Valsartan meningkatkan toksisitas Simvastatin. Simvastatin meningkatkan kadar atau efek Loratadin dengan efluks transporter P-glikoprotein (MDR1). Kalsium karbonat menurunkan efek Bisoprolol dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Bisoprolol Diltiazem Fluconazole - OMZ
Amlodipine Simvastatin
CaCO3 Amlodipine
Gemfibrozil Valsartan
Valsartan Simvastatin Simvastatin Loratadine 30
OMZ Lasix Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Amlodipine Concor Letonal
CaCO3 - Concor
CaCO3 - Concor
CaCO3 Amlodipine
Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
Tidak diketahui, mayor
1
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, moderat
Farmakokinetik, moderat
Tidak diketahui, minor Farmakokinetik, minor Tidak diketahui, moderat
1
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
151 Ambroxol
Prorenal Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Valsartan - Concor
Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Valsartan meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Keduanya meningkatkan antihipertensi yang memblok kanal. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Bisoprolol meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Spironolakton meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Na bikarbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis.
Valsartan - Letonal
Valsartan - Lasix
Concor Amlodipine Concor - Letonal
Concor - Lasix
Letonal - Lasix
Bicnat - Concor
Concor - Valsartan
Lasix - Asam folat
Lasix - CaCO3
Letonal - CaCO3
31
Asam folat Sulfas ferrosus OMZ Heptasan Ondansetron Concor Amlodipine Valsartan
OMZ - Sulfas ferrosus Valsartan - Concor Concor Amlodipine Concor - Valsartan
32
Lasix Canderin Concor Letonal
CaCO3 - Concor
CaCO3 - Concor
Furosemida menurunkan kadar Asam folat dengan meningkatkan klirens asam folat di ginjal. Furosemida menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Spironolakton menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Omeprazol menurunkan kadar atau efek Garam besi dengan meningkatkan pH lambung. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan antihipertensi yang memblok kanal. Interaksi yang potensial berbahaya. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Kalsium karbonat menurunkan efek Bisoprolol dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan kadar
Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakokinetik, minor Farmakokinetik, minor
Farmakokinetik, minor
Farmakokinetik, moderat
1
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Farmakodinamik sinergis, moderat Tidak diketahui, moderat
1
Farmakokinetik,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
152 Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Valsartan Allopurinol Amlodipine Glucosamine Meloxicam
CaCO3 Amlodipine CaCO3 Allopurinol
Canderin - Concor Canderin - Letonal
Canderin Meloxicam
Canderin - Lasix
Prorenal Amlodipine Valsartan - Concor Valsartan - Letonal
Valsartan - Lasix
Concor Amlodipine Concor - Letonal
Concor Meloxicam Concor - Lasix
Letonal Meloxicam Letonal - Lasix
Meloxicam - Lasix
Bicnat Allopurinol
Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalsium karbonat menurunkan kadar Allopurinol dengan menghambat absorpsi allopurinol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium dan saling meningkatkan toksisitas yang dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama pada lansia. Kandesartan meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Valsartan meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Keduanya meningkatkan antihipertensi yang memblok kanal. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Bisoprolol meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Spironolakton meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Meloksikam meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Na bikarbonat menurunkan kadar Allopurinol dengan menghambat absorpsi allopurinol di saluran cerna.
moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, moderat
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat
Tidak diketahui, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat
Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
153 Gunakan terpisah selang 2 jam. Bicnat - Concor
Meloxicam Concor Meloxicam Canderin
Concor - Valsartan
Concor - Canderin
Meloxicam - Lasix
Lasix - Asam folat
Lasix - CaCO3
Letonal - CaCO3
33
34
35
Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Cefoperazone Ondansetron Lansoprazole Musin Hytrin Hemapo Bifotik PCT Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Amlodipine Valsartan Lasix Glucobay Diaversa Ranitidine Bicnat Asam folat CaCO3
Na bikarbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Meloksikan menurunkan efek Bisoprolol secara farmakodinamik antagonis. Meloksikam menurunkan efek Kandesartan secara farmakodinamik antagonis. Interaksi yang potensial berbahaya. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Bisoprolol, Kandesartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Meloksikam menurunkan efek Furosemida secara farmakodinamik antagonis. Furosemida menurunkan kadar Asam folat dengan meningkatkan klirens asam folat di ginjal. Furosemida menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Spironolakton menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal.
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakodinamik antagonis, minor Farmakokinetik, minor Farmakokinetik, minor
Farmakokinetik, minor
0
Aminoral Amlodipine CaCO3 Amlodipine
CaCO3 Amlodipine CaCO3 -
Aminoral menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat
1
Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalsium karbonat menurunkan kadar
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik,
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
154 Sangobion Amlodipine Valsartan Ondansetron Aminoral Neurodex Ketorolac Cefoperazone Lasix Metformin New diatabs Imodium Alprazolam INH (Isoniazid) Pirazinamid
Sangobion
Prorenal Amlodipine
atau efek Garam besi dengan meningkatkan pH lambung. Kalsium karbonat menurunkan kadar Isoniazid dengan menghambat absorpsi isoniazid di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Na karbonat menurunkan kadar Isoniazid dengan menghambat absorpsi isoniazid di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Isoniazid menurunkan kadar atau efek Amlodipin dengan mempengaruhi enzim metabolisme CYP3A4 di hati atau usus. Aminoral menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Na bikarbonat menurunkan kadar atau efek Garam besi dengan meningkatkan pH lambung. Kalsium karbonat menurunkan kadar Garam besi dengan menghambat absorpsi garam besi di saluran cerna. Sefoperazon meningkatkan toksisitas Furosemida secara farmakodinamik sinergis. Peningkatan resiko nefrotoksisitas. Keduanya saling meningkatkan toksisitas secara farmakodinamik sinergis. Isoniazid menurunkan efek Metformin dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Isoniazid menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan menghambat absorpsi kalsium karbonat di saluran cerna. Metformin menurunkan kadar Asam folat dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Garam besi meningkatkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan absorpsi kalsium karbonat di saluran cerna. Ketorolac meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Ketorolac menurunkan efek Furosemida secara farmakodinamik antagonis. Aminoral menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
CaCO3 -
Kalsium karbonat menurunkan efek
CaCO3 - Isoniazid
Bicnat - Isoniazid
Isoniazid Amlodipine
Aminoral Amlodipine Bicnat - Sangobion
CaCO3 Sangobion Cefoperazone Lasix
Isoniazid Pirazinamid Isoniazid Metformin Isoniazid - CaCO3
Metformin - Asam folat Sangobion CaCO3
Ketorolac - Lasix
Ketorolac - Lasix
36
Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Urdafalk Amlodipine Prorenal
Aminoral Amlodipine
moderat Farmakokinetik, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, moderat Farmakokinetik, minor Farmakodinamik sinergis, minor
Farmakodinamik sinergis, minor Tidak diketahui, minor Farmakokinetik, minor
Tidak diketahui, minor Farmakokinetik, minor
Tidak diketahui, moderat Farmakodinamik antagonis, minor Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
155
37
Profenid
Amlodipine
Ondansetron Betahistine Amlodipine Captopril Ranitidine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Imodium Citicoline Aspilet Haloperidol Clobazam
CaCO3 Amlodipine Prorenal Amlodipine Clobazam Haloperidol
Aspilet - Valsartan
CaCO3 - Aspilet
Aspilet - Asam folat Bicnat - Aspilet
38
39
Ondansetron Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Cefixime Vitamin K Transamin Pronalges Meloxicam OMZ Domperidone Sucralfate Betahistine Dobutamine Cefoperazone OMZ Vitamin K Transamin Neurodex Episan Bicnat Asam folat
CaCO3 Amlodipine Valsartan Meloxicam
Meloxicam Valsartan
Cefixime Meloxicam
Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Klobazam meningkatkan kadar atau efek Haloperidol dengan mempengaruhi enzim metabolisme CYP2D6 di hati. Dosis rendah dibutuhkan saat digunakan bersamaan. Aspirin menurunkan efek Valsartan secara farmakodinamik antagonis. Interaksi yang potensial berbahaya. Kalsium karbonat, Aspirin terjadi interaksi dengan cara reabsorpsi pasif tubulus ginjal karena meningkatnya pH. Kadar aspirin meningkat pada dosis sedang dan menurun pada dosis besar (peningkatan ekskresi ginjal dari aspirin tidak berubah). Aspirin menurunkan kadar Asam folat dengan menghambat absorpsi asam folat di saluran cerna. Na bikarbonat, Aspirin terjadi interaksi dengan cara reabsorpsi pasif tubulus ginjal karena meningkatnya pH. Kadar aspirin meningkat pada dosis sedang dan menurun pada dosis besar (peningkatan ekskresi ginjal dari aspirin tidak berubah). Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Keduanya meningkatkan kadar kalium dan saling meningkatkan toksisitas yang dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama pada lansia. Meloksikam menurunkan efek Valsartan secara farmakodinamik antagonis. Interaksi yang potensial berbahaya. Sefiksim meningkatkan kadar atau efek Meloksikam dengan kompetisi obat asam (anionik) untuk klirens tubular ginjal.
antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, moderat
1
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, minor
Farmakokinetik, minor Farmakokinetik, minor
Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat
1
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakokinetik, minor
0
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
156
40
41
42
43
CaCO3 Avodart Harnal ocas Novalgin Cefoperazone Ondansetron Transamin Asam folat Bicnat CaCO3 OMZ PCT Ranitidine Betahistine Strocain P Sucralfate Amlodipine Lantus Novorapid Lodem Eclid Ranitidine Ondansetron Bicnat Asam folat CaCO3 Prorenal Lasix Amlodipine Captopril Dexamethasone Novalgin Dulcolax PCT Glucobay Glurenorm Novorapid
Dobutamine Bicnat Asam folat CaCO3 Cefoperazone Transamin Amlodipine Valsartan Bicnat Asam folat CaCO3 Vitamin K Lodem Eclid Lasix Catapres Concor
CaCO3 Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik antagonis, moderat
1
CaCO3 - Captopril
Kalsium karbonat menurunkan efek Kaptopril dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Prorenal menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis.
Tidak diketahui, moderat
1
CaCO3 Amlodipine Prorenal Amlodipine Captopril Glurenorm Bicnat - Captopril
Dexamethasone Ondansetron
Kaptopril meningkatkan efek Glikuidon secara farmakodinamik sinergis. Na bikarbonat menurunkan efek Kaptopril dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Deksametason menurunkan kadar atau efek Ondansetron dengan mempengaruhi enzim metabolisme CYP3A4 di hati atau usus.
Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik antagonis, moderat Farmakodinamik sinergis, moderat Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
0
Clonidine - Concor
CaCO3 - Concor
CaCO3 - Concor
Keduanya sailng meningkatkan toksisitas dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Mungkin terjadi interaksi serius atau mengancam jiwa. Gunakan alternatif. Dapat meningkatkan resiko bradikardia. Kalsium karbonat menurunkan efek Bisoprolol dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan kadar
Tidak diketahui, mayor
1
Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
157 Letonal Diaversa CaCO3 Amlodipine Valsartan - Concor Valsartan - Letonal
Valsartan - Lasix
Concor Amlodipine Concor - Clonidine
Concor - Letonal
Concor - Lasix
Letonal - Lasix
Bicnat - Concor
Concor - Valsartan
Clonidine - Eclid
Clonidine Diaversa
Clonidine - Lodem
Lasix - Asam folat
Lasix - CaCO3
Letonal - CaCO3
Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Kalsium karbonat menurunkan efek Amlodipin secara farmakodinamik antagonis. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Valsartan meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Keduanya meningkatkan antihipertensi yang memblok kanal. Interaksi yang potensial berbahaya. Bisoprolol, Klonidin terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Bisoprolol meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Efek interaksi tidak jelas. Spironolakton meningkatkan dan Furosemida menurunkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Na bikarbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Klonidin menurunkan efek Akarbose secara farmakodinamik antagonis. Penurunan gejala hipoglikemia akibat produksi katekolamin. Klonidin menurunkan efek Glimepirid secara farmakodinamik antagonis. Penurunan gejala hipoglikemia akibat produksi katekolamin. Klonidin menurunkan efek Glikuidon secara farmakodinamik antagonis. Penurunan gejala hipoglikemia akibat produksi katekolamin. Furosemid menurunkan kadar Asam folat dengan meningkatkan klirens asam folat di ginjal. Furosemida menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Spironolakton menurunkan kadar
moderat
Farmakodinamik antagonis, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Farmakodinamik sinergis, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat
Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakodinamik antagonis, minor
Farmakodinamik antagonis, minor
Farmakodinamik antagonis, minor
Farmakokinetik, minor Farmakokinetik, minor
Farmakokinetik,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
158
44
Cefoperazone Lasix Ondansetron Bicnat Asam folat CaCO3 Aminoral Concor Letonal Prorenal Valsartan Allopurinol
CaCO3 - Concor
CaCO3 - Concor
Valsartan - Concor Valsartan - Letonal
Concor - Letonal
Bicnat - Concor
Concor - Valsartan
Letonal - CaCO3
Cefoperazone Lasix
Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Kalsium karbonat menurunkan efek Bisoprolol dengan mekanisme interaksi yang tidak ditentukan. Kalsium karbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Keduanya meningkatkan kadar kalium. Interaksi yang potensial berbahaya. Na bikarbonat menurunkan kadar Bisoprolol dengan menghambat absorpsi bisoprolol di saluran cerna. Gunakan terpisah selang 2 jam. Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi secara farmakodinamik sinergis. Spironolakton menurunkan kadar Kalsium karbonat dengan meningkatkan klirens kalsium karbonat di ginjal. Sefoperazon meningkatkan toksisitas Furosemida secara farmakodinamik sinergis. Peningkatan resiko nefrotoksisitas.
minor
Tidak diketahui, moderat
1
Farmakokinetik, moderat
Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Tidak diketahui, moderat Farmakokinetik, moderat
Farmakodinamik sinergis, moderat Farmakokinetik, minor
Farmakodinamik sinergis, minor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta