TUGAS REVIEW JURNAL “EXPERIMENTAL PHILOSOPHY AND PHILOSOPHICAL INTUITION” MATAKULIAH FILSAFAT ILMU
KELOMPOK 1 A : Ketua
: Khoirul Fatihin
071211132001
Sekretaris
: Nikken Larasati
071211133064
Bendahara I
: Zahra Wanisa
071211132016
Bendahara II
: Dilah Puspa Sari
071211132026
Bendahara III
: Achmad Ardiansyah S.P
071211131015
Bendahara IV
: Yovana Riken Keiky
071211132015
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
1
Review Filosofieksperimentalberlandaskanpadafilosofitradisionalsetidaknyaadaduacar a,
inimenjaditantangankebenarandarikeyakinan
yang
padaumumnyaterjadi.
Inimemunculkanpertanyaanapakahpercayaatautidakpemikiransecaraintuitifolehmasy arakatpadaumumnya.Tantanganlainnyajugamunculberdasarkanhasildarieksperiment ertentu. Skeptisismetradisionalsangattergantungpada
ide,kitabenar-
benarbisamengatakanhidupadalahtentangmimpi.Konsepsidarimimpisebagaisesuatus epertihalusinasiakantetapimimpitidakcukupdalampengertiansepertiitusaja. Mungkinmimpiadalahlebihdarimengimajinasikandaripadaberhalusinasi.Inimemunculk ansuatukeragu-raguan (skeptis) tradisional. Jikainibagiandaripikiran
(nalar)
bahwadalammimpikitapadahakikatnyapunyapengalamankesadaran experiences)
seperti
(walling
life)
(conscious
ataumembangunhidup,
eksperimentalberdasarkanpendekatanmungkinmenujukkanbahwa common sense (nalarataupikiran)
adalahsalah.Sedikitbanyak
yang
menjadimasalahdalamfilosofiyaituskeptisismeradikal.Mungkinhalbarulebihbaik, filusufeksperimentaltidakbanyakmeminjamdariilmuwansepertiilmuwanpadaumumnya .Merekamelakukannyadenganmerancangdanmenjalankaneksperimen-eksperimen yang bertujuanuntukmemberikanpeneranganpadafisofis yang tertarikpadasuatuisuisu.Sebagianbesardarihasilkerjanyataeksperimentalfilosofitelahmelibatkanpsikologis osial,
beberapakaryaterkenaltelahmelibatkanperencanaan
survey
ataupenelitianuntukmenyelidikidanuntukmemberikanpertanyaanintuisimasyarakatpa daberbagaiisu-isufilosofi.Jadihalbaruakanmelibatkanmetodologissadardiriatauself consciousuntukmencarisuatupendekatan. Sisidarifilosofieksperimentaladalahmelakukandiskusi.Jika ataupergerakanmemperkuatklaimuntukhasilhalbaru,
movement inibekerjapadaintuisi,
dandemikian pula pekerjaanlainnyatergantungpada survey yang sangatpenting.
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
2
Munculpertanyaanbahwaseharusnyakitamemahamiintuisi.Inisering
di
klaimbahwafilsafatanalitikmenarikpadaintuisiintuisidalamanalisiskonseptual.Namunhalinimenyesatkanpenggunaanintuisidalamfilo sofi.Seharusnyaintuisitidakterjalinkhususuntukanalisiskonseptual. Penulis menerapkan keutamaan epistemologi pada kasus yang spesifik dari pengetahuan priori,pembenaran intuitif dan pengetahuan. Tradisionalitas seperti intuisi telah dipahami dalam persetujuan dengan 2 model yang menonjol yaitu yang pertama the perceptual eye of the mind dan yang kedua the cartesian introspective model. konten
Intuisi adalah rasional jika dan hanya jika berasal dari kompetensi, dan yang
secara
eksplisit
maupun
secara
pengendalian
implisit.
Pendekatanpertama ini kemudian dipertahankan terhadap 2 hal penting yang utama pada penyerangan terhadap intuisi yaitu the calibration objection dan the caltural divergence objection. ‘Kalau kita memaksa kebenaran ilmu tersebut memerlukan kedudukan access untuk reabilitas kompetensi kita, atau total control tanpa memperhatikan situasi kita, hasilnya akanlah sangat diragukan. Ketika kita bergantung kepada intuisi dalam filosofi, dalam pandangan saya, kita membentuk sebuah kompetensi yang membolehkan kita untuk berada pada sebuah subjek permasalhan, dengan berdasarkan kepercayaan kita kepada sedikit kepahaman pada isinya. Walaupun kita menolak model perseptual intuisi, selama kita masih menarik untuk kompetensi.itu seperti yang terlihat, dan lagi, tidak peduli apakah subjek masalahnya fully objective( sperti, mungkin, dengan persepsi bentuk), atau quasiobjective dan reaction-dependent(seperti, mungkin, dengan warna persepsi, atau dengan phenomena yang terkonstruksi secara sosial) jadi pasti akan terdapat masalah prima facie untuk menarik intuisi dalam filosofi, kalau survey menunjukan bahwa terdapat perpanjangan ketidaksepahaman yang cukup dalam subjek masalah seharusnya terbuka untuk akses intuisi. Para eksperimentalis belum cukup berbuat untuk menunjukkan bahwa mereka telah menyeberangi kesenjangan yang diciptakan oleh perbedaan potensial http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
3
tersebut dalam makna dan konteks. Juga belum terbukti tanpa diragukan bahwa benar-benar ada perbedaan pendapat filosofis penting berakar pada perbedaan budaya atau sosio-ekonomi. Dalam gerakan itu sendiri, orang menemukan pengakuan yang berkembang bahwa seharusnya "Ketidaksepakatan intuitif" mungkin hanya lisan. Dengan demikian, sebuah makalah baru-baru ini oleh Shaun Nichols dan Joseph Ulatowski berisi usulan berikut: Hipotesis kami adalah bahwa keragaman penafsiran 'disengaja' pameran, yaitu, mengakui interpretasi yang berbeda. Bagian dari populasi, jika diberikan ... [Tertentu] macam kasus, menafsirkan 'sengaja' salah satu cara, dan sebagian dari populasi menafsirkannya dengan cara lain. Pada satu interpretasi kedua kasus yang disengaja dan pada interpretasi lain, juga tidak. Dalam linguistik dan filsafat bahasa, ada beberapa cara yang bisa mengakui istilah interpretasi yang berbeda: istilah mungkin ambigu, polysemous, atau menunjukkan bentuk-bentuk tertentu. Kami berarti untuk hipotesis keragaman interpretatif untuk bersikap netral tentang yang berupa keanekaragaman penafsiran berlaku untuk 'disengaja'. " Sejauh bahwa filsafat eksperimental mengadopsi cara ini dalam perhitungan untuk keragaman respon intuitif lisan, itu akan menghindari bentrokan substantif dalam mendukung perselisihan hanya secara verbal. Tapi sekali perbedaan pendapat tersebut dipandang verbal, seharusnya masalah pada menguapnya filosofi intuisi. Pembelaan intuisi filosofis dengan menggunakan dalih "perselisihan hanya verbal" dapat ditolak karena kegagalan yang tersirat dari komunikasi akan mengancam untuk membuat laporan intuisi yang tidak berguna untuk teori filsafat bersama. Daya tarik untuk perbedaan penafsiran adalah langkah defensif, dilakukan terhadap mereka yang mengklaim bahwa ada ketidaksepakatan serius dalam intuisi. Ini adalah hanya terhadap suatu klaim perselisihan yang kita harus menarik perbedaan verbal. Tetapi setiap klaim tersebut perlu diambil secara serius hanya ketika didukung oleh bukti yang memadai. Dan ini pasti masalah yang harus diambil secara kasus per kasus. Pertama, bukti yang mungkin untuk dikumpulkan secara empiris, melalui survei. Kedua, bukti mungkin internal untuk bidang kita, berutang http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
4
kepada dialektika dengan sesama filsuf,misalnya tentang apa yang harus dipikirkan tentang berbagai kasus hipotetis. Pertimbangan studi kasus lebih lanjut tentang bagaimana benturan intuisi dapat berubah menjadi hanya verbal. Filsafat eksperimental juga berhubungan dengan bagaimana seseorang dapat bertanggung jawab secara moral atas apa yang telah dia lakukan. Hal ini juga dipertanyakan pada para ilmuwan. Apakah mereka bisa memenuhi tanggung jawabnya secara moral atau tidak. Setelah dilakukan penelitian, ternyata hasilnya mengejutkan. 86% dari responden menjawab tidak: mereka tidak bisa memenuhi tanggung jawabnya secara moral mengenai segala sesuatu yang telah mereka lakukan. Penurunan kinerja dari seorang intelektual pada umumnya akan berpengaruh pada relevansi kompetensi, persepsi, dan inferensi yang mereka miliki. Pertanggung jawaban dari suatu tindakan akan akan menggambarkan sifat dari seseorang, sehingga orang lain akan memberikan penilaian mengenai akuntabilitas dan
kredibilitas
yang
dimiliki
oleh
orang
tersebut.
Orang-orang
akan
membandingkan kredibilitas seseorang dengan orang yang lain dan manakah yang lebih bertanggung jawab dalam hal tindakannya. Dalam suatu kasus, seseorang akan membuat penjelasan alternatif untuk mempengaruhi
keragu-raguannya.
Seperti
artikel
Stanford
Encyclopedia
of
philosophy mengenai tanggung jawab moral, di mana kita diberitahu bahwa ada dua indera yang berbeda dalam tanggung jawab moral, yaitu atributabilitas dan akuntabilitas akal. Kita harus berhati-hati dalam bagaimana kita menggunakan intuisi, bukan bahwa intuisi tidak berguna. Hal ini tentu saja membantu untuk ditampilkan bagaimana intuisi dapat tersesat dalam kondisi yang tidak menguntungkan, seperti persepsi yang justru membuat analisis kita berbeda dengan data dan fakta yang harusnya lebih kita pakai daripada sebuah intuisi. Saluran baru-baru ini mucul pada intuisi filosofis, sejalan dengan filosofi eksperimental movement. Menurut sebuah buku terbaru oleh Michael Bishop dan JD Trout, epistemologi harus melihat melampaui pusar dan mengadopsi lebih layak dalam mengembangkan resep yang akan memiliki beberapa objek yang akan digunakan dalam dunia nyata. Normatif disiplin yang bersangkutan dengan resep http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
5
dan evaluasi memiliki sisi theo retical dan sisi yang lebih diterapkan. Yang terakhir kita sebut "kasuistis" dalam arti luas. Lebih umum, kebijakan yang berorientasi kasuistis etika terapan. Sejauh ada hal seperti itu sebagai epistemologi diterapkan, saya kira itu harus ditemukan sebagian besar, meskipun tidak secara eksklusif dan langsung turun di lapangan. Memang kita bisa mengajukan keberatan akan intusi yang digunakan. Apabila memang intuisi lebih digunakan dalam hal ini, dipertahankan dalam perananya melalui kasuistis epistemik maka semua akan menjadi kecil dibandingkan dengan pengetahuan kita tentang fakta-fakta ilmiah yang sebenarnya lebih relevan dan terpercaya dari pada sebuah intuisi. Kedudukan kasuistis epistemik sangatlah jelas yaitu sebagai sebuah disiplin, dengan aturan yang berlaku secara umum. Untuk menentukan fakta-fakta dalam kasuistis tentunya dapat menggunakan metode yang tepat, sumber pustaka, surat kabar yang terpercaya, dan metode statistik yang telah teruji. Kegunaan kasuistik epistemik lebih menonjol pada aspek praktis yang mencakup berbagai instrumen dan cara membaca berbagai alat ukur. Misalnya, alat navigasi, peta hutan, tips pertanian dan sebagainya. Sedangkan epistemologi menjelaskan lebih kepada sifat, kondisi, dan tingkat pengetahuan dan pembenaran. Namun demikian, kasuistik epistemik dan epistemologi tradisional memiliki waktu dan tempat masing-masing dalam penggunaannya. Jadi, tidak bisa dinilai mana yang lebih baik dan mana yang lebih buruk. Pertanyaanya adalah, dalam kasuistis apakah intuisi kompeten sebagai sumber dasar pembenaran yang tepat. Uskup dan Trout menekankan bahwa teori SAE hanya mendefinisikan apa yang tidak boleh kita lakukan, bukan apa yg seharusnya kita lakukan. Yang dimaksud dengan kita disini hanyalah sebagian fraksi populasi dunia yang mempelajari teori SAE. Dalam epistemologi, intuisi seharusnya berfungsi sebagai analogi dengan cara pengamatan dalam ilmu empiris. Data ilmu empiris tidak hanya meliputi pengamatan oleh spesialis, tetapi juga tentang kebenaran subyek mengenai sebuah kasus. Jadi, ilmu empiris bukan membahas mengenai kebenaran normatif seperti halnya intuis, namun lebih menekankan pada kebenaran yang sebenar-benarnya. http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
6
Analisis Topik dalam jurnal ini membahas tentang filsafat eksperimental sebagai gerakan naturalistik dan nilai intuisi dalam filsafat. Penulis mencoba membahas sebuah kemungkinan dimana apakah sebuah perubahan mampu menjadi landasan filosofi yang lebih umum. Dan bagaimana mungkin banyak inovasi yang baru dan menjanjikan. Filsafat eksperimental adalah sebuah filsafat yang berlandaskan pada filsafat tradisional dan mempunyai dua pandangan. dua pandangan tersebut yaitu pertanyaan apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dipercaya secara intuitif oleh masyarakat umum.Filsafat eksperimental adalah suatu cara manusia dalam melakukan suatu percobaan hanya dengan menggunakan pikiran atau imajinasi tanpa melakukan percobaan secara fisik. Filsafat eksperimental sangat penting bagi ilmu pengetahuan, terutama bidang filsafat yang bidang bahasanya seringkali empiris. Ada sebuah pertanyaan bahwa apakah hasil eksperimen itu melandasi masalah filsafat? Semua tergantung dari bagaimana proses dalam mendapatkan sebuah hasil dari eksperimen yang akan dilaksanakan. Dalam jurnal yang ditulis oleh Ernest Sosa menyatakan bahwa konsepsi mimpi sebagai suatu halusinasi dan jika kita mampu menemukan sesuatu dibalik itu akan menjadi yang tidak hanya menjadi sebuah mimpi. Kita sadar bahwa itu semua adalah bagian dari akal sehat didalam mimpi dan merupakan sebuah pengalaman yang hakikatnya seperti kehidupan nyata.Filsuf Eksperimental melakukan eksperimen yang bertujuan untuk menyoroti isu-isu filsafat yang menarik. Menurut Bergson, intuisi adalah suau sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Dalam cara berpikir Filsuf eksperimental, data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Mereka berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
7
hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
Dengan
menyadari
keterbatasan
indera
dan
akal,
Bergson
menganggap adanya kemampuan tingkat tinggi dalam diri manusia, yaitu intuisi. Intuisi adalah suatu bentuk pemikiran akal, sebab pemikiran intuisi bersifat dinamis. Fungsi intuisi adalah untuk mengenal hakikat pribadi atau ‘aku’ dengan lebih murni dan untuk mengenal hakikat seluruh kenyataan. Intuisi inilah yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan menangkap objek secara langsung tanpa melalui pemikiran. Jadi indera dan akal hanya mampu menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh, sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap. Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Seperti pemahaman itu tiba-tiba saja datangnya dari dunia lain dan di luar kesadaran. Kelemahan dari intuisi adalah intuisi cenderung hanya muncul dalam suatu kondisi tertentu yang mendesak dan tidak bisa sewaktu-waktu sehingga tidak bisa diandalkan dalam suatu kondisi tertentu. Sementara kelebihan dari intuisi adalah seseorang mampu untuk mengetahui dan memahami suatu kejadian yang belum terjadi dan pemikiran itu muncul dari hati nurani dan ketajaman intuisi tersebut dapat menunjang kesuksesan dalam menentukan sebuah keputusan. Pemikiran tentang adanya gagasan dalam pikiran, adanya penalaran analitik, non analitik atau intuitif adalah objek kajian yang mendasar dalam epistimologi. Sumber pengetahuan manusia berasal dari gagasan, ide, penalaran, dan intuisi. Dengan demikian kedua macam tersebut dapat dikatakan bahwa telah ada gagasan analitik dan gagasan intuitif. Sumber adanya gagasan itu bermacam-macam, sebagaimana sumber intuisi pun tidak dalam satu bentuk. Sumber gagasan adalah akal pikiran manusia, sedangkan sumber intuisi adalah kepekaan perasaan manusia dalam menangkap berbagai isyarat metafisikal atau supranatural, atau dari ilham bagi orang-orang yang dipilih oleh Tuhan atau bahkan ada yang datang dan muncul dari mimpi. Selain itu akumulasi pengalaman manusia dapat dijadikan sumber pengetahuan analitik dan intuitif, sehingga kebenaran yang diperoleh atas penalaran analitik dan intuitif yang berdasarkan pengalaman dapat disimpulkan oleh kedua http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
8
kategori kebenaran, yakni kebenaran ilmiah yang rasional empirik dan kebenaran normatif-intuitif. Kedua kebenaran tersebut disebabkan oleh adanya relevansi antara gagasan dengan kenyataan materilnya, dan relevansi antara kejadian dengan keyakinan terhadap perasaannya. Filsafat eksperimental adalah suatu cara manusia dalam melakukan suatu percobaan hanya dengan menggunakan pikiran atau imajinasi tanpa melakukan percobaan secara fisik. Filsafat eksperimental sangat penting bagi ilmu pengetahuan, terutama bidang filsafat yang bidang bahasanya seringkali empiris. Pokok permasalahan dari filsafat eksperimental sebenarnya sangat sederhana. Bagaimana bisa dengan hanya berpikir kita mampu mengerti lebih banyak tentang suatu realitas? Intuisi
seharusnya
berfungsi
untuk
seperti
pengamatan.
Data
untukempirisilmu pengetahuan meliputi tidakhanyaklaim tentang pengamatan dari beberapa spesialis. Himpunan data empiris termasuk juga klaim tentang subyek bidang studi spesialis, tentang kebenaran mengenai fenomena alam yang diteliti.Demikian pula, data filosofis akan mencakup bukan hanya klaim tentang intuisi bersama oleh beberapa spesialis. Tetapi juga disertakan akan klaim tentang subyek bidang studi filsuf, termasuk kebenaran evaluatif atau normatif epistemologi. Relevansi filsafat eksperimental dan intuisi filosofis terhadap ilmu administrasi negara: 1. Intuisi filosofis dapat digunakan oleh para lulusan ilmu administrasi negara/ negarawan untuk berfikir dan merenungkan sebuah konsep negara yang ideal di masa sekarang maupun masa yang akan datang. 2. Dalam mengambil suatu kebijakan publik para administrator di tuntut untuk berfikir kritis dan selalu menelaah suatu kebijakan agar dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan suatu kebijakan jika suatu kebijakan tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat. 3. Seorang pemimpin saat dihadapkan dengan suatu kondisi yang sulit dalam mengambil keputusan harus bisa bertindak cepat dan tepat dalam mengambil suatu keputusan tersebut. Hal ini mengandalkan intuisi filosofis karena sebuah intuisi datangnya dari hati nurani dan intuisi dapat mendorong http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
9
seseorang untuk bertindak cepat dan tepat dalam suatu kondisi yang bisa dibilang sulit. 4. Intuisi dapat digunakan oleh seorang pemimpin, dalam hal ini para birokrat untuk memahami keinginan masyarakatnya. Dikarenakan sebuah intuisi lebih mengandalkan faktor-faktor emosional daripada rasional, sehingga dapat membuat kebijakan yang sesuai dengan hati nurani. 5. Intuisi adalah keterhubungan antara alam bawah sadar manusia dengan pikiran sadar. Sehingga seorang pemimpin mampu menengahi suatu permasalahan yang terjadi pada bawahannya. Dalam hal ini, misalnya seorang pemimpin negara dengan menteri-menteri di bawahnya. 6. Seorang pemimpin membutuhkan intuisi untuk membantunya memahami diri sendiri dan orang lain. Selain itu, intuisi juga dapat membantu memahami peotensi-petensi yang dimiliki oleh SDM-SDM yang dimilikinya. Dengan begitu, seorang pemimpin mampu menempatkan orang-orang yang tepat untuk posisi yang tepat pula sehingga mampu mengoptimalkan kinerja organisai(negara) yang dipimpinnya. KESIMPULAN : Filsafat eksperimental adalah sebuah filsafat yang berlandaskan pada filsafat tradisional dan mempunyai dua pandangan. dua pandangan tersebut yaitu pertanyaan apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dipercaya secara intuitif oleh masyarakat umum. Filsafat eksperimental sangat berguna sebagai sumber informasi dari ilmu-ilmu lain terutama filsafat. Suatu hasil eksperimen dapat melandasi ilmu filsafat tergantung dari proses bagaimana eksperimen itu dilaksanakan. Para filsuf eksperimental melakukan penelitian untuk membahas dan lebih mendalami lagi isu-isu filosofis yang mereka anggap sangat menarik.Disamping itu, disini juga dibahas mengenai intuisi, yaitu bagaimana kita dapat memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Sumber pengetahuan manusia berasal dari gagasan, ide, penalaran, dan intuisi. Sumber gagasan adalah akal pikiran manusia, sedangkan sumber intuisi adalah kepekaan perasaan manusia dalam menangkap berbagai isyarat metafisikal atau supranatural, atau dari ilham bagi orang-orang yang dipilih oleh http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
10
Tuhan atau bahkan ada yang datang dan muncul dari mimpi. Selain itu akumulasi pengalaman manusia dapat dijadikan sumber pengetahuan analitik dan intuitif, sehingga kebenaran yang diperoleh atas penalaran analitik dan intuitif yang berdasarkan pengalaman dapat disimpulkan oleh kedua kategori kebenaran, yakni kebenaran ilmiah yang rasional empirik dan kebenaran normatif-intuitif. Ketajaman intuisi ini sangat dibutuhkan dalam hal pembuatan keputusan atau kebijakan. Oleh karena itu, seorang pemimpin, atau seorang pembuat kebijakan harus memiliki ketajaman intuisi yang cukup agar kebijakan yang dia buat bisa proporsional, efisien, dan teralokasi dengan baik. Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/
11