OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) DENGAN OLEIC ACID SEBAGAI MINYAK PEMBAWA
TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh : MEYLANA INTAN WARDHANI NIM. M3513033
DIPLOMA 3 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) DENGAN OLEIC ACID SEBAGAI MINYAK PEMBAWA
TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh :
Oleh : MEYLANA INTAN WARDHANI NIM. M3513033
DIPLOMA 3 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 i
ii
iii
OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) DENGAN OLEIC ACID SEBAGAI MINYAK PEMBAWA Meylana Intan Wardhani Jurusan D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret INTISARI Daun salam dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai penyedap makanan dan mempunyai khasiat sebagai obat. Akan tetapi ekstrak daun salam memiliki kelarutan yang rendah dan berakibat pada bioavailabilitas oral yang kurang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kelarutan ekstrak daun salam dengan dibuat dalam sediaan Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS). Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimental dilakukan dengan mengekstraksi daun salam dengan metode maserasi menggunakan pelarut kloroform. Kemudian dilakukan optimasi formulasi antara komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak pembawa untuk memperoleh formula sediaan SNEDDS yang homogen. Dari semua sediaan yang homogeny kemudian dilakukan pengamatan terhadap nilai transmitannya untuk memilih sediaan yang terbaik. Setelah itu dilakukan beberapa uji terhadap formula yang optimal untuk mengetahui kualitasnya. Serangkaian uji tersebut meliputi penghitungan emulsification time, pengamatan ukuran dan distribusi ukuran partikel, potensial zeta serta morfologi nanoemulsi. Hasil sediaan SNEDDS yang optimal memiliki perbandingan Tween 20 (surfaktan) : Propylene glycol (kosurfaktan) = 1 : 1 yang kemudian dicampur dengan Oleic Acid sebagai minyak pembawa dengan perbandingan 20 (surfaktan) : Propilen glikol (kosurfaktan) : Oleic Acid = 2,25 : 2,25 : 0,5. Sediaan tersebut memiliki nilai transmitan sebesar 83,81% dengan emulsification time kurang dari 5 menit. Sediaan SNEDDS tersebut dapat membentuk nanoemulsi dalam air dengan ukuran partikel sebesar 165,5 nm dan distribusi ukurannya cukup baik yaitu 0,198 tetesan dan potensial zeta sebesar -0,4 mV. Kata kunci : Ekstrak kloroform daun salam, Oleic Acid, SNEDDS
iv
OPTIMATION FORMULA OF SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DOSAGE FROM CHLOROFORM EXTRACT OF BAY LEAF (Syzygium polyanthum) WITH OLEIC ACID AS A CARRIER Meylana Intan Wardhani Diploma 3 Pharmacy, Faculty of Mathematic and Science Sebelas Maret University ABSTRACT Bay leaf used by the community as a flavoring of food and have efficacy as a drug. But the bay leaf extract has a low solubility and that can cause unmaximum oral bioavailability. The aim of this study is to overcome solubility of bay leaf extract which made by the preparation of Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS). This research was an experimental methods which carried out by extracting the leaves with maceration method using chloroform as a solvent. Then do the optimization of the formulation of the composition of surfactant, cosurfactant and oil carrier to be obtain a homogeneous SNEDDS formula preparation. All of the homogeneous then being conducted by the observations of value transmitant to pick the best result. Then after done a several tests on the optimal formula continued by determine the quality. The series of the test includes by counting emulsification time, observations of the size and distribution of particle size, zeta potential and morphology of nanoemulsi. The results of SNEDDS optimal dosage had a ratio of Tween 20 (surfactant): Propylene glycol (cosurfactant) = 1: 1 which were then mixed with Oleic Acid as a carrier oil in the ratio of 20 (surfactant): Propylene glycol (cosurfactant) : Oleic Acid = 2.25 : 2.25 : 0.5. The result had a transmittance value of 83.81% with emulsification time less than 5 minutes. Preparations of the SNEDDS nanoemulsion could form in the water with a particle size within 165.5 nm and with distribution size that are good enough withins 0.198 droplet and zeta potential of -0.4 mV.
Keyword: Bay leaf chloroform extract, Oleic Acid, SNEDDS
v
MOTTO
“Hidup berarti berjuang, Hidup nikmat tanpa badai topan adalah laksana laut yang mati.” ( Senecka ) “Sesudah mengalami yang pahit sekali, baru kita dapat mencapai yang manis.” ( Pepatah Cina ) “Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikanya.” (Anonim)
vi
PERSEMBAHAN
PERSEMBAHAN Dengan mengucap syukur Alhamdullillah, tugas akhir ini penulis persembahkan untuk : Kedua orang tua tercinta, Bapak Suwardi dan Ibu Sugiyanti yang selalu memberikan doa restunya dan dukungan baik secara moril maupun materil. Adik Saya Ardhiyan Wahyu Anggawa Dosen pembimbing Tugas Akhir saya Fea Prihapsara, S.Farm., M.Sc., Apt. Dosen pembimbing akademik saya Sholichah Rohmani, S.Farm., M.Sc., Apt Kedua partner terbaik saya Syahnidar Zuhra Nazila dan Atmim Nurona yang sudah membantu dalam pembuatan tugas akhir ini Sahabat – sahabatku Augusta, Desi, Niky, Azik, July, Shinta, Sari atas doa dan dukungan serta bantuan yang telah diberikan selama ini. Teman – teman D3 Farmasi angkatan 2013 atas dukungan dan kebersamaannya selama masa perkuliahan. vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Optimasi Formula Sediaan SNEDDS (Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System) dari Ekstrak Kloroform Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight) Walp.) dengan Oleic Acid Sebagai Minyak Pembawa dengan baik dan lancar. Penulisan tuga akhir ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratorium menggunakan ekstrak kloroform daun salam dan bertujuan untuk mengetahui komposisi surfaktan, kosurfaktan dan Oleic Acid sebagai minyak pembawa dari SNEDDS ekstrak daun salam yang memenuhi kriteria sebagai sediaan nanoemulsi. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagi pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada : 1.
Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.
2.
Estu Retnaningtyas Nugraheni S.TP.,M.Si selaku kepala progam studi D3 Farmasi FMIPA Universitas Sebelas Maret.
3.
Sholichah Rohmani, S.Farm., M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing akademik
4.
Fea Prihapsara, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing tugas akhir.
5.
Kedua orang tua yang selalu memberikan doa restunya dan dukungan.
6.
Teman-teman D3 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret angkatan 2013.
7.
Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya.
viii
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak karena penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan tugas akhir ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Penulis berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian pada khhususnya.
Surakarta,
Juni 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iii INTISARI......................................................................................................... iv ABSTRACT ....................................................................................................... v HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5 BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 6 A. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 6 1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) ............................... 6 a. Deskripsi dan klasifikasi salam ................................................ 6 b. Kandungan kimia salam ........................................................... 7 c. Manfaat daun salam secara empiris ......................................... 8 2. Metode penyarian ........................................................................... 8 3. Nanoemulsi .................................................................................... 9 4. Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) .............. 11 a. Minyak ..................................................................................... 12 b. Surfaktan .................................................................................. 12 c. Kosurfaktan .............................................................................. 15 5. Oleic Acid (Asam Oleat) ............................................................... 16 B. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 17 C. Hipotesis............................................................................................... 18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 20 A. Metode Penelitian ................................................................................ 20 B. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 20 C. Alat dan Bahan ..................................................................................... 21 D. Prosedur Penelitan................................................................................ 21 1. Pembuatan ekstrak kloroform daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) ............................................................................... 21 2. Pembuatan nanoemulsi ekstrak kloroform daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) ........................................................... 22 a. Optimasi formula SNEDDS ..................................................... 22 1) Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan ................. 22
x
2) Optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan ......................................................................... b. Pemilihan formula SNEDDS ................................................... c. Pengamatan emulsification time ............................................... d. Karakterisasi tetesan nanoemulsi ............................................. e. Uji visualisasi morfologi nanoemulsi...................................... E. Variabel Penelitian ............................................................................... 1. Variabel bebas ................................................................................ 2. Variabel tergantung ........................................................................ 3. Variabel terkendali ......................................................................... F. Analisis Data ........................................................................................ BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... A. Determinasi Tanaman .......................................................................... B. Pembuatan Ekstrak Kloroform Daun Salam ........................................ C. Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Kloroform Daun Salam.................... 1. Optimasi formula SNEDDS ........................................................... a. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan ....................... b. Optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan ............................................................................... 2. Pemilihan formula SNEDDS ......................................................... 3. Pengamatan emulsification time..................................................... 4. Karakterisasi tetesan nanoemulsi ................................................... a. Ukuran dan distribusi tetesan nanoemulsi ............................... b. Potensial zeta tetesan nanoemulsi ............................................ 5. Uji visualisasi morfologi nanoemulsi............................................. BAB V PENUTUP .......................................................................................... A. Kesimpulan .......................................................................................... B. Saran..................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN .....................................................................................................
xi
23 23 24 25 25 25 25 25 25 26 27 27 27 28 28 28 29 31 32 33 33 34 36 37 37 38 39 43
DAFTAR TABEL halaman Rasio surfaktan dan kosurfaktan ................................................... 22 Formula Artificial Gastric Fluid (AGF) dan Artificial Intestinal Fluid (AIF) .................................................................................... 24 Tabel III. Hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan.................... 28 Tabel IV. Hasil optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan .................................................................................... 30 Tabel V. Hasil transmitansi komposisi surfaktan-kosurfaktan dan Oleic Acid dengan perbandingan 4 : 1 .................................................... 31 Tabel VI. Hasil transmitansi komposisi surfaktan-kosurfaktan dan Oleic Acid dengan perbandingan 9 : 1 .................................................... 32 Tabel VII. Hasil pengamatan emulsification time pada suhu 37 oC ................ 33 Tabel VIII. Ukuran dan nilai polydispersity index tetesan nanoemulsi ........... 34 Tabel IX. Potensial zeta tetesan nanoemulsi ................................................. 35 Tabel I. Tabel II.
xii
DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Daun Salam .................................................................................... 6 Gambar 2. Struktur Tween 80 .......................................................................... 14 Gambar 3. Struktur Tween 20 .......................................................................... 14 Gambar 4. Struktur Propylene glycol............................................................... 15 Gambar 5. Struktur Polyethylene glycol 400 ................................................... 16 Gambar 6. Struktur Molekul Oleic Acid .......................................................... 16 Gambar 7. Hasil Transmission Electron Microscope (TEM) ......................... 36
xiii
DAFTAR LAMPIRAN halaman Lampiran 1. Determinasi Tanaman .................................................................. 44 Lampiran 2. Pembuatan Ekstrak Kloroform Daun Salam ............................... 45 Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kloroform Daun Salam ............ 46 Lampiran 4. Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Kloroform Daun Salam ........... 47 Lampiran 5. Hasil Transmitansi Komposisi Surfaktan-Kosurfaktan dan Oleic Acid ................................................................................... 48 Lampiran 6. Hasil Perhitungan Emulsification Time ....................................... 49 Lampiran 7. Hasil Pengukuran Ukuran dan Distribusi Ukuran Partikel ......... 50 Lampiran 8. Hasil Pengukuran Potensial Zeta ................................................. 51
xiv
DAFTAR SINGKATAN AGF AIF PEG 400 PG SNEDDS T20 T80 PSA TEM
Artificial Gastric Fluid Artificial Intestinal Fluid Polyethylene glycol 400 Propylene glycol Self - Nanoemulsifying Drug Delivery System Tween 20 Tween 80 Particle Size Analyzer Transmission Electron Microscope
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daun salam dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai penyedap makanan dan
mempunyai khasiat sebagai obat. Daun salam dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula darah dimana senyawa eugenol, tanin dan flavonoid yang terdapat dalam daun salam diketahui memiliki aktifitas tersebut sehingga dapat digunakan sebagai antidiabetes (Taufiqurrohman, 2015). Menurut Lajuck (2012) menyatakan bahwa senyawa flavonoid, saponin, tannin, fenol dan alkaloid yang terdapat pada daun salam dapat menurunkan Low Density Lipoprotein (LDL) dan meningkatkan kadar kolestrol High Density Lipoprotein (HDL). Efektifitas terapi dengan dosis yang cukup besar dari sediaan ekstrak tanaman diakibatkan oleh kelarutan yang rendah dan bioavailabilitas oral yang kurang maksimal. Oleh karena itu, sediaan diformulasikan dalam bentuk SelfNanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) dengan tujuan untuk meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas oral dari ekstrak terutama untuk ekstrak kloroform daun salam yang tidak larut dalam air. SNEDDS adalah metode penghantaran obat dengan pembuatan campuran isotropik minyak, surfaktan, kosurfaktan dan obat yang mampu membentuk nanoemulsi minyak dalam air secara spontan di dalam saluran cerna dan menghasilkan ukuran tetesan yang berukuran nanometer (Patel et al., 2011a & Makadia et al., 2013).
Komposisi minyak dalam formula SNEDDS akan menentukan ukuran nanoemulsi
yang
terbentuk,
pemilihan
1
jenis
minyak
didasarkan
dari
2
kemampuannya untuk melarutkan obat. Minyak merupakan basis obat dalam SNEDDS, dalam penelitian ini digunakan Asam Oleat (Oleic Acid) sebagai komponen minyak. Asam oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifying-nya yang tinggi dan kapasitas pelarutan obat yang besar (Kurakula & Miryala, 2013). Pada formulasi S-SNEDDS (Solid-Self Nanoemulsifying Drug Delivery System) ketoprofen menggunakan asam oleat, tween 20 dan propilen glikol menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan 25,6 nm, waktu dispersi 36,04 detik serta stabil selama 24 jam dalam media AGF dan AIF (Surya, 2014). Penggunaan asam oleat dalam SNEDDS diharapkan dapat menghasilkan nanoemulsi sehingga meningkatkan bioavailabilitas oral ekstrak kloroform daun salam. Surfaktan berperan dalam menurunkan tegangan muka. Pemilihan surfaktan dalam SNEDDS pada umumnya didasarkan pada keamanan penggunaan dan nilai keseimbangan hidrofilik lipofilik (HLB). Tween 20 dan tween 80 dipilih sebagai bahan awal pada skrining surfaktan karena memiliki nilai HLB yang tinggi yaitu 16,7 untuk tween 20 dan 15 untuk tween 80. Nilai HLB yang tinggi akan mempermudah turunnya tegangan antarmuka minyak dengan air saat formula SNEDDS bertemu dengan cairan lambung. Kosurfaktan menentukan waktu emulsifikasi di dalam media serta ukuran nanoemulsi disebabkan molekul kosurfaktan akan menempatkan posisinya diantara surfaktan. Kosurfaktan berupa senyawa amfifilik seperti Propilen glikol, polietilen glikol, dan glikol ester yang memiliki afinitas terhadap fase air dan minyak (Makadia et al., 2013). Propilen glikol dan PEG 400 dipilih sebagai bahan awal pada skrining kosurfaktan karena
3
dapat membantu solubilisasi surfaktan hidrofilik maupun obat dalam basis minyak (Amrutkar et al., 2014). Pada penelitian ini dilakukan optimasi komponen surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak. Hasil optimasi tersebut kemudian diukur nilai transmitannya menggunakan spektrofotometer UV/Vis untuk mengetahui sedian tersebut mempunyai nilai transmitan mendekati nilai transmitansi akuades kemudian diamati emulsification time dalam media dengan pH yang berbeda. Hasil tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui ukuran dan distribusi partikel serta nilai potensial zeta. Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas sediaan SNEDDS yang dihasilkan apakah sudah memenuhi kriteria sebagai sediaan nanoemulsi atau belum. Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengembangan sediaan farmasi menggunakan bahan aktif berupa ekstrak kloroform daun salam dengan teknik SNEDDS sebagai alternatif penghantaran oral yang efektif dan efisien.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Apakah hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) mampu menghasilkan fase homogen?
2.
Apakah hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak (Oleic Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) mampu menghasilkan fase homogen?
3.
Apakah hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak (Oleic Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) memenuhi kriteria sebagai sediaan nanoemulsi?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah tersebut yaitu : 1.
Mengetahui hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) mampu menghasilkan fase yang homogen.
2.
Mengetahui hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak (Oleic Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) mampu menghasilkan fase homogen.
5
3.
Mengetahui hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak (Oleic Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) memenuhi kriteria sebagai sediaan nanoemulsi. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini diantaranya yaitu :
1.
Bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teknologi farmasi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam hal formulasi sediaan SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.)
2.
Bagi industri farmasi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan produk baru berupa sediaan SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) menggunakan Oleic Acid sebagai minyak pembawa.
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) a. Deskripsi dan klasifikasi salam
Gambar 1. Daun Salam
Tinggi pohon mencapai 25 m, batang bulat, permukaan licin, bertajuk rimbun dan berakar tunggang. Daun salam berupa warna kecoklatan, bau aromatik lemah, rasa kelat. Daun tunggal bertangkai pendek, panjang tangkai daun 5 - 10 mm; helai daun berbentuk jorong memanjang, panjang 7 - 15 cm; ujung daun dan pangkal daun meruncing, tepi rata; permukaan atas berwarna coklat kehijauan, licin, mengkilat; permukaan bawah berwarna coklat tua; tulang daun menyirip, dan menonjol pada permukaan bawah dan tulang cabang halus. Bunga majemuk tersusun dalam malai yang keluar dari ujung
16
7
ranting, berwarna putih, baunya harum, biji bulat, diameter sekitar 1 cm berwarna cokelat. Buahnya berbentuk bulat berdiameter 8 - 9 mm, buah muda berwarna hijau, setalah masak menjadi merah gelap dan rasa agak sepat (Dalimartha, 2000). Klasifikasi tumbuhan salam menurut Van Steenis (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Superdivisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Myrtales
Family
: Myrtaceae
Genus
: Syzygium
Spesies
: Syzygium polyanthum (Wight.) Walp
b. Kandungan kimia salam Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman salam ini antara lain adalah tanin, flavonoid, minyak atsiri, sitral, eugenol, seskuiterpen, triterpenoid, lakton dan saponin. Selain itu, daun salam juga mengandung beberapa vitamin, di antaranya vitamin C, vitamin A, thiamin, riboflavin, niasin, vitamin B6, vitamin B12 dan folat. Bahkan mineral seperti selenium terdapat di dalam kandungan daun salam (Sudarsono dkk., 2002). Senyawa flavonoid polimetil larut dengan baik dalam kloroform (Markham, 1988). Menurut Ayyida (2014) senyawa terpenoid dan beberapa alkaloid dapat terlarut dalam kloroform.
8
c. Manfaat daun salam secara empiris Daun salam selain digunakan sebagai penyedap bahan makanan juga digunakan sebagai obat alami. Daun salam dapat digunakan untuk pengobatan kolesterol tinggi, kencing manis, tekanan darah tinggi (Hipertensi), gatal, radang lambung/maag (gastritis), diare dan asam urat (Wijayakusuma, 2002). 2. Metode Penyarian Ekstrak
adalah
sediaan
pekat
yang
diperoleh
dengan
cara
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut diuapkan hingga diperoleh ekstrak kering. Metode penyarian yang akan digunakan tergantung dari wujud dan kandungan dari bahan yang akan disari (Harborne, 1987). Beberapa metode penyarian seperti maserasi, perkolasi, refluks, infudasi dan soxhletasi. Pemilihan terhadap metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Anonim, 1986). Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia halus. Prinsip metode maserasi adalah dengan cara merendam serbuk simplisia dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel tanaman melewati dinding sel. Kemudian isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar diganti oleh
9
pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berlangsung sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Keuntungan metode maserasi adalah cara pengerjaannya mudah dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan kerugiannya adalah proses penyariannya membutuhkan waktu yang lama dan kurang sempurna, perlu proses pengadukan dan terjadinya kejenuhan sehingga kandungan kimia yang tersari terbatas (Harborne, 1987). 3. Nanoemulsi Nanoemulsi adalah sistem emulsi transparan atau bening dengan ukuran partikel berkisar antara 50 nm – 500 nm (Shakeel et al.,2008). Ada empat komponen penting penyusun nanoemulsi yaitu fase minyak, fase air, surfaktan, dan kosurfaktan. Daya tarik utama dari formulasi nanoemulsi minyak dalam air adalah kemampuan membawa obat yang hidrofobik dalam minyak sehingga dapat teremulsi di dalam air dan akhirnya meningkatkan kelarutan obat ketika berada dalam tubuh (Shafiq-un-Nabi dkk., 2007).
Keunggulan partikel berukuran nanometer yakni kemudahan penetrasi melalui kapiler sehingga ketersediaan obat pada sel target lebih maksimal. Nanopartikel dapat menghantarkan obat dengan lebih baik ke unit yang lebih kecil dalam tubuh, mengatasi resistensi akibat barrier fisiologi tubuh, dapat ditargetkan sehingga mengurangi toksisitas dan meningkatkan efisiensi distribusi obat, peningkatan ketersediaan hayati obat yang absorbsinya rendah, mengurangi risiko efek samping akibat penggunaan obat yang mengiritasi saluran cerna, percepatan waktu disolusi obat dan
10
meningkatkan dispersi obat (Pinto et al., 2006). Nanopartikel dibuat dengan cara mengembangkan formulasi dalam pembuatan nanopartikel dengan bantuan alat seperti vortex dan stirrer (Balakumar et al., 2013). Metode pembuatan tersebut lebih mudah dilakukan untuk membuat SNEDDS dalam skala laboratorium Karakterisasi tetesan nanoemulsi umumnya dengan meninjau ukuran, distribusi ukuran dan potensial zeta tetesan nanoemulsi. Penentuan ukuran, distribusi
ukuran
dan
potensial
zeta
biasanya
menggunakan
spektrofotometer korelasi foton atau particle size analyzer (PSA). Nanopartikel dengan nilai potensial zeta melebihi +30 mV atau kurang dari -30 mV menunjukkan kestabilan, karena muatan listrik dari droplet cukup kuat untuk menolak antara droplet yang dominan dalam sitem nanoemulsi (Diba et al., 2014). Pengamatan morfologi nanoemulsi menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM) (Mohanraj & Chen, 2006). Faktor – faktor yang harus dipertimbangkan selama persiapan nanoemulsi antara lain : a. Persyaratan utama dalam produksi nanoemulsi adalah tegangan antarmuka ultra rendah harus dicapai pada antarmuka air – minyak, sehingga surfaktan harus dipilih dengan hati-hati. b. Konsentrasi surfaktan harus cukup tinggi untuk menyediakan jumlah molekul surfaktan yang diperlukan untuk menstabilkan tetesan nano.
11
c. Antarmuka
harus
fleksibel
untuk
mempromosikan
pembentukan
nanoemulsi (Haritha et al., 2003).
4. Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) Self-Nanoemulsifying Drug Delivery Systems (SNEDDS) adalah prekonsentrat nanoemulsi atau bentuk anhidrat nanoemulsi berupa campuran isotropik obat, minyak, dan surfaktan yang ketika digabungkan dengan fase air pada kondisi agitasi perlahan akan membentuk nanoemulsi fase minyak dalam air (M/A) secara spontan (Date et al., 2010). SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat, surfaktan sebagai pengemulsi minyak ke dalam air melalui pembentukan lapisan film antarmuka dan menjaga stabilitas, dan kosurfaktan untuk meningkatkan penggabungan obat atau memfasilitasi nanoemulsifikasi dalam SNEDDS. Secara substansial SNEDDS terbukti meningkatkan bioavailabilitas obat lipofilik melalui pemberian oral. Perkembangan teknologi
memungkinkan
SNEDDS
memecahkan
masalah
terkait
penghantaran obat dengan kelarutan dalam air yang buruk (Makadia et al., 2013). SNEDDS memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi yang siap digunakan, antara lain : memiliki kestabilan fisik dan/atau kimia yang lebih tinggi pada penyimpanan jangka panjang, memiliki volume bentuk sediaan lebih kecil yang dapat diberikan dalam bentuk kapsul lunak maupun keras serta meningkatkan kepatuhan pasien (Date et al., 2010).
12
Formulasi SNEEDS yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan konsentrasi minyak, surfaktan, kosurfaktan, rasio masing-masing komponen, pH dan suhu emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat (Date et al., 2010). a. Minyak Minyak merupakan eksipien penting dalam pembuatan nanoemulsi karena dapat menentukan spontanitas emulsifikasi, kelarutan obat, dan
ukuran tetesan emulsi. Selain itu mampu meningkatkan fraksi obat lipofilik yang ditranspor melalui sistem intestinal limpatik sehingga absorbsi pada saluran gastrointestinal (Gursoy & Benita, 2004).
Komponen minyak yang digunakan dalam formulasi SNEDDS adalah minyak yang dapat melarutkan obat dengan maksimal serta harus mampu menghasilkan ukuran tetesan yang kecil sehingga dapat terbentuk nanoemulsi (Date et al., 2010). Komponen minyak/lemak umumnya adalah ester asam lemak atau hidrokarbon jenuh dengan rantai sedang hingga panjang, dalam bentuk cair, semipadat, maupun padat pada temperatur ruangan (Gershanik & Benita, 2000). b. Surfaktan Surfaktan merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan SNEDDS. Surfaktan adalah zat yang dalam struktur molekulnya memiliki bagian lipofil dan hidrofil. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka dengan minyak/lemak (lipofilik) (Fudholi, 2013).
13
Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan antarmuka dan berpengaruh besar terhadap proses pembentukan nanoemulsi, serta ukuran tetesan nanoemulsi. Kemampuan SNEDDS terdispersi secara cepat dalam kondisi pengadukan ringan ditentukan oleh kemampuan emulsifikasi surfaktan (Patel et al., 2011b). Surfaktan dalam SNEDDS dapat berupa sebagai surfaktan tunggal atau kombinasi beberapa surfaktan (Date et al., 2010). Surfaktan yang berbeda diskrining untuk melihat kemampuan emulsifikasi fase minyak yang dipilih. Surfaktan dipilih berdasarkan transparansi dan kemudahan emulsifikasi (Patel et al., 2011a). Secara umum, surfaktan untuk SNEDDS harus sangat hidrofilik dengan HLB berkisar antara 15 – 21 (Rowe et al., 2009). Penggunaan surfaktan nonionik dengan nilai HLB tinggi akan membantu dalam pembentukan nanoemulsi o/w dengan cepat dalam media berair. Surfaktan nonionik lebih sering digunakan mengingat sifatnya yang kurang terpengaruh oleh pH, aman, dan biokompatibel sehingga penggunaan surfaktan nonionik lebih sering daripada ionik dan umumnya surfaktan nonionik diizinkan untuk penggunaan melalui rute oral (Azeem et al., 2009). Surfaktan yang sering digunakan dalam pembuatan SNEDDS yakni tween 80 dan tween 20 yang termasuk dalam jenis surfaktan nonionik. Tween 80 memiliki nama kimia polyoxyethylene 20 sorbitan monooleat dan memiliki rumus molekul C64H124O26. Tween 80 memiliki HLB
14
sebesar 15 yang sesuai untuk sediaan SNEDDS. Tween 20 dan Tween 80 dikategorikan sebagai generally regarded as nontoxic and nonirritant (Rowe et al., 2009).
Gambar 2. Struktur Tween 80
Tween 20 memiliki nama kimia polyoxyethylene 20 sorbitan
monolaurat dengan rumus kimia C58H114O26. Tween 20 memiliki nilai HLB sebesar sekitar 16,7 (Bouchemal et al., 2004; Singh et al., 2009). Tween 20 juga terbukti dapat memperbaiki disolusi dan absorpsi molekul obat lipofilik (Bandivadekar et al., 2013).
Gambar 3. Struktur Tween 20
15
c. Kosurfaktan Penggunaan
kosurfaktan
pada
SNEDDS
bertujuan
untuk
meningkatkan drug loading, mempercepat self-emulsification, dan mengatur ukuran droplet nanoemulsi (Date et al., 2010). Senyawa amfifilik kosurfaktan memiliki afinitas terhadap air dan minyak. Secara umum, kosurfaktan yang dipilih berupa alkohol rantai pendek karena mampu mengurangi tegangan antarmuka, meningkatkan fluiditas antarmuka, dan mampu meningkatkan pencampuran air dan minyak karena partisinya diantara dua fase tersebut (Azeem et al., 2009). Kosurfaktan yang umum digunakan dalam formulasi SNEDDS adalah PEG 400 dan propilen glikol, keduanya berupa cairan kental, tidak berwarna dan transparan. Propilen glikol memiliki nama kimia 1,2-propanediol dengan struktur kimia C3H8O2 memiliki nilai HLB sebesar 3,4. Propilen glikol termasuk dalam kategori generally regarded as a relatively nontoxic material (Rowe et al., 2009). Penggunaan propilen glikol bersama-sama dengan asam oleat diketahui dapat membantu dalam mempertinggi laju penetrasi bermacam-macam senyawa (Barry, 1987).
Gambar 4. Struktur Propylene glycol
16
PEG 400 memiliki nilai HLB sebesar 11,6 dan dikategorikan sebagai generally regarded as nontoxic and nonirritant material (Rowe et al., 2009).
Gambar 5. Struktur Polyethylene glycol 400
5. Oleic Acid (Asam Oleat) Asam oleat (cis-9-octadecenoic acid, oleinic acid) adalah asam lemak tak jenuh yang berwarna kekuningan hingga coklat terang, dengan berat jenis 0,895 g/cm3, titik leleh 13-14oC dan viskositas 26 mPa.s pada 25oC. Asam oleat merupakan asam lemak rantai panjang yang tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10 yang banyak dipakai sebagai minyak dalam formulasi SNEDDS karena memiliki
kapasitas
pelarutan
obat
yang besar
dan
kemampuan
pembentukan dispersi yang tinggi (Rowe et al., 2009).
Gambar 6. Struktur Molekul Oleic Acid
Pada penelitian yang dilakukan Kurakula & Miryala (2013) menyatakan bahwa Asam Oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifyingnya yang tinggi
17
dan kapasitas drug loading yang besar. Menurut Kibbe (2000) penggunaan asam oleat dalam sediaan obat peroral dapat membantu meningkatkan bioavailibilitas obat yang sukar larut dalam air dengan cara bertindak sebagai agen pengemulsi. B. Kerangka Pemikiran
Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan alami. Salah satu tanaman yang dipercaya memiliki banyak manfaat bagi kesehatan adalah daun salam. Ekstrak kloroform daun salam digunakan sebagai model ekstrak yang tidak larut dalam air. Ekstraksi daun salam dilakukan dengan metode maserasi yaitu dengan merendam serbuk simplisia dengan pelarut kloroform. Tujuan pemilihan metode tersebut karena maserasi merupakan metode penyarian paling sederhana. Penggunaan ekstrak sebagai zat aktif biasanya memiliki kelarutan yang rendah, maka untuk memperbaiki masalah tersebut ekstrak kloroform daun salam diformulasikan dalam bentuk SNEDDS. SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat, surfaktan berperan dalam menurunkan tegangan antarmuka, dan kosurfaktan untuk menentukan waktu emulsifikasi di dalam media serta ukuran nanoemulsi (Date et al., 2010). Penelitian ini dipilih tween 20 dan tween 80 sebagai surfaktan. Hal ini dikarenakan Tween 20 dan tween 80 merupakan senyawa non – ionik yang memiliki nilai HLB yang tinggi yaitu 16,7 untuk tween 20 dan 15 untuk tween 80. Nilai HLB yang tinggi akan mempermudah turunnya tegangan antarmuka minyak dengan air saat formula SNEDDS bertemu dengan cairan
18
lambung. Surfaktan jenis ini lebih aman dan dapat menyebabkan perubahan reversibel pada permeabilitas lumen usus halus sehingga dapat meningkatkan permeabilitas dan absorpsi obat (Wakerly et al., 1986). Propilen glikol dan PEG 400 dipilih sebagai kosurfaktan karena merupakan senyawa amfifilik yang memiliki afinitas terhadap fase air dan minyak (Makadia et al., 2013). Minyak merupakan salah satu komponen penting dalam formulasi SNEDDS, dalam penelitian ini digunakan Asam Oleat (Oleic Acid) sebagai komponen minyak. Pemilihan asam oleat sebagai fase minyak pada formulasi SNEDDS berdasarkan pada kemampuan self-emulsifying yang tinggi dan kapasitas drug loading yang tinggi (Kurakula & Miryala, 2013). C. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir tersebut maka dapat dibuat beberapa hipotesis, sebagai berikut : 1. Hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) mampu menghasilkan fase yang homogen. 2. Hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak pembawa Oleic Acid dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) mampu menghasilkan fase yang homogen. 3. Hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak (Oleic Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) mampu memenuhi kriteria sediaan nanoemulsi meliputi
19
nilai transmitansi mendekati nilai transmitansi akuades, emulsification time kurang dari 5 menit, karakteristik nanoemulsi dengan ukuran tetesan antara 50 sampai 500 nm, nilai polydispersity index kurang dari 1 dan nilai potensial zeta melebihi +30 mV atau kurang dari -30 mV.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu ekstraksi daun salam, optimasi fomulasi SNEDDS meliputi optimasi formulasi komposisi surfaktan – kosurfaktan dan optimasi formulasi komposisi surfaktan – kosurfaktan dengan minyak pembawa dan analisis hasil optimasi formulasi SNEDDS meliputi pengukuran transmitansi, pengamatan emulsification time, pengamatan ukuran, distribusi tetesan nanoemulsi dan potensial zeta serta pengamatan morfologi nanoemulsi menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM). B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2015. Pembuatan nanoemulsi dilaksanakan di Laboratorium Farmasi dan Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sedangkan untuk pengeringan dan penggilingan simplisia dilakukan Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta. Pengujian ukuran partikel dan potensial zeta dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan pengamatan deskripsi morfologi nanoemulsi di Laboratorium Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
20 1
21
C. Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk pembuatan nanoemulsi diantaranya adalah oven, blender, kain flanel, rotary evaporator (RVO 400 SD Boeco Germany), waterbath (Grant), vortex (Maxi Mix II Thermolyne), sonikator (Branson 1510), magnetic stirrer (Cimarec), stirer bar, flakon, Botol kaca, neraca analitik (Metler Teledo) dan alat gelas (Pyrex), stopwatch, spektrofotometer UV/Vis (Perkin Elmer Lambda 25), yellow tip (Kan Jian), pipet mikro 50 – 200 µL, Particle Size Analyzer (PSA) (Horiba SZ – 100) dan Transmission Electron Microscopy (TEM). Bahan pembuatan SNEDDS meliputi Daun Salam, kloroform (Brataco), akuades, minyak pembawa: Oleic Acid (Brataco); kosurfaktan: PEG 400 dan propilen glikol (Brataco), surfaktan: tween 80 dan tween 20 (Brataco). Bahan pembuatan artificial gastric fluid (AGF) dan artificial intestinal fluid (AIF) terdiri dari akuades (General), NaCl, asam sulfat, MgCl2, CaCl2, NaHCO3, dan KCl (E. Merck).
D. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan ekstrak kloroform daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Setelah diperoleh serbuk simplisia, lalu diekstraksi menggunakan metode maserasi. Maserasi dilakukan dengan merendam 500 gram serbuk simplisia dengan pelarut kloroform sebanyak 4 L selama 5 hari. Selanjutnya maserat disaring melalui corong kaca yang sudah dilengkapi dengan kain flanel untuk memisahkan maserat dengan serbuk simplisia. Kemudian dilakukan penguapan kloroform menggunakan rotary evaporator dengan suhu 55o C dan kecepatan rotary 6 hingga volume maserat berkurang sekitar sepertiganya. Setelah itu
22
maserat yang telah dievaporasi dengan rotary evaporator dipanaskan diatas waterbath suhu 55°C hingga menjadi ekstrak kental. 2. Pembuatan nanoemulsi ekstrak kloroform daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Tahapan dalam pembuatan nanoemulsi ekstrak kloroform daun salam adalah sebagai berikut : a. Optimasi formula SNEDDS Tahapan optimasi formula SNEDDS sebagai berikut : 1) Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan Setiap formula dibuat sebanyak 5 mL dalam flakon. Campuran dihomogenkan dengan bantuan magnetic stirer selama 30 menit, sonikator selama 15 menit, dan dikondisikan dalam waterbath pada suhu 45°C selama 10 menit. Hasil pencampuran didiamkan selama 24 jam pada suhu ruangan (tidak terkontrol) untuk dilihat homogenitasnya. Formula yang tetap homogen (tidak memisah) merupakan formula yang dipilih untuk formulasi nanoemulsi selanjutnya. Tabel I. Rasio surfaktan dan kosurfaktan
Rasio Komposisi Surfaktan Kosurfaktan 1 1 1 2 1 3 2 3 3 2 2 1 3 1
23
2) Optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan
Ekstrak kloroform daun salam sebanyak 0,15 gr ditambahkan ke dalam 5 mL komponen pembawa (minyak pembawa: Oleic Acid, surfaktan: tween 20 dan/atau tween 80, serta kosurfaktan: PEG 400 dan/atau propilen glikol) dengan komposisi surfaktan dan kosurfaktan yang optimal sesuai dengan hasil optimasi yang telah dilakukan. Kemudian perbandingan surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak sebesar 4 : 1. Campuran tersebut dihomogenkan dengan magnetic stirrer selama 30 menit, sonikator selama 15 menit, dan dikondisikan dalam waterbath pada suhu 45°C selama 10 menit. Hasil pencampuran didiamkan
selama
24
jam
pada
suhu
ruangan
untuk
dilihat
homogenitasnya. Formula yang tetap homogen (tidak memisah) merupakan formula yang dipilih untuk dilakukan pemilihan formula SNEDDS. b. Pemilihan formula SNEDDS Sebanyak 100 µL calon formula SNEDDS ditambah akuades hingga volume akhir 50 mL (Patel et al., 2011a, 2011b). Homogenisasi campuran dilakukan dengan bantuan vortex selama 30 detik. Hasil pencampuran berupa emulsi yang homogen dan memberikan tampilan visual jernih menjadi tanda awal keberhasilan pembuatan nanoemulsi. SNEDDS yang telah diemulsikan kemudian diukur transmitansinya menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 650 nm dengan blanko akuades untuk mengetahui tingkat kejernihannya (Patel et al., 2011a,
24
2011b). Semakin jernih atau transmitansi semakin mendekati transmitansi akuades maka diperkirakan tetesan emulsi telah mencapai ukuran nanometer. c. Pengamatan emulsification time Perhitungan emulsification time dilakukan terhadap nanoemulsi ekstrak herbal dalam tiga media yaitu akuades, artificial gastric fluid tanpa pepsin, dan artificial intestinal fluid tanpa pankreatin (Tabel II). Media sebanyak 500 mL dikondisikan pada suhu 37°C diatas magnetic stirrer dengan kecepatan 120 rpm. SNEDDS yang berisi ekstrak herbal sejumlah 1 mL diteteskan ke dalam media secara cepat. Pengamatan dilakukan terhadap waktu yang diperlukan sejak awal penetesan hingga terbentuk nanoemulsi. Pengamatan visual dilakukan dengan melihat efisiensi nanoemulsi, transparansi, pemisahan fase dan tetesan ekstrak. Nanoemulsi yang terbentuk, ditandai dengan terlarutnya SNEDDS ekstrak herbal secara sempurna dalam media (Patel dkk., 2011a, 2011b).
Tabel II. Formula Artificial Gastric Fluid (AGF) dan Artificial Intestinal Fluid (AIF)
Formula artificial Gastric Fluid NaCl 200 mg HCl 37% 0,7 mL Akuades Ad 100 mL
*Kondisi pH 1,2
Formula artificial intestinal fluid MgCl2 0,1523 g CaCl2 0,1470 g KCl 0,0931 g NaCl 1,75850 g 0,4200 g NaHCO3 Ad 500 mL Akuades bebas CO2 *Kondisi pH 7
25
d. Karakterisasi tetesan nanoemulsi Untuk mengetahui ukuran dan distribusi ukuran dan zeta potensial nanoemulsi dilakukan pengukuran menggunakan Particle Size Analyzer (PSA). Sebanyak 2 tetes sampel nanoemulsi dicampur kedalam 5 mL akuades, diambil 3 mL dan dimasukkan ke dalam kuvet untuk dianalisis.
e. Uji visualisasi morfologi nanoemulsi Untuk mengetahui morfologi dari partikel nanoemulsi secara visual. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM).
E. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas pada penelitian ini meliputi perbandingan antar komponen dalam sediaan SNEDDS yang meliputi surfaktan, kosurfaktan dan minyak pembawa (Oleic Acid). 2. Variabel tergantung Variabel tergantung pada penelitian ini yaitu homogenitas fase, ukuran dan distribusi tetesan nanoemulsi, nilai potensial zeta tetesan nanoemulsi, emulsification time, nilai transmitansi sediaan dan morfologi nanoemulsi. 3. Variabel terkendali Variabel terkendali pada penelitian ini adalah jenis minyak yang digunakan (Oleic Acid), jenis surfaktan yang digunakan (Tween 80 dan tween 20), jenis kosurfaktan yang digunakan (Propilen glikol dan PEG 400) serta kondisi percobaan
yang
meliputi
suhu,
kecepatan
pencampuran.
pencampuran
dan
waktu
26
F. Analisis Data 1. Hasil optimasi formula SNEDDS dianalisis secara visual berdasarkan homogenitasnya. 2. Penentuan emulsification time dilakukan menggunakan stopwatch, nilai transmitansi diamati dengan spektrofotometer UV/Vis, ukuran dan distribusi partikel serta potensial zeta nanoemulsi diamati dengan Particle Size Analyzer (PSA), konfirmasi visualisasi morfologi nanoemulsi dilakukan menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM). 3. Data hasil nilai transmitansi, emulsification time, penentuan ukuran dan distribusi partikel serta potensial zeta dibandingkan dengan persyaratan dari beberapa sumber pustaka yang ada untuk menentukan formula yang optimal. 4. Data hasil pengamatan morfologi partikel nanoemulsi dianalisis secara deskriptif.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi Daun Salam dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hasil determinasi menunujukkan bahwa daun yang digunakan merupakan Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dapat dilihat pada lampiran 1. B. Pembuatan Ekstrak Kloroform Daun Salam Pembuatan ekstrak ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak kental daun salam yang kemudian akan digunakan sebagai model ekstrak yang tidak larut dalam air pada sediaan SNEDDS (lampiran 2). Serbuk simplisia daun salam diekstrak menggunakan pelarut kloroform sebanyak 8 mL untuk setiap gram serbuk simplisia daun salam menggunakan metode maserasi. Metode ini perlu dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga terjadi keseimbangan antara konsentrasi di dalam dan di luar sel. Dari proses ekstraksi tersebut akan diperoleh maserat yang kemudian dipanaskan dengan suhu 55oC sehingga dihasilkan ekstrak kental. Tujuan dari penggunaan suhu yang tidak melebihi 55oC adalah untuk menjaga kandungan dari daun salam yang tidak tahan pemanasan tinggi sehingga kualitasnya tetap terjaga. Metabolit sekunder yang terkandung di dalam ekstrak kental daun salam tersebut memiliki kepolaran yang sama dengan kloroform sehingga dapat terekstrak sempurna sesuai dengan konsep
27
28
like disolve like. Berdasarkan hasil ekstraksi diperoleh ekstrak kental sebesar 28,37 gram sehingga diperoleh rendemen ekstrak sebesar 5,647% (lampiran 3) C. Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Kloroform Daun Salam 1. Optimasi formula SNEDDS a. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan Optimasi ini bertujuan untuk menentukan komposisi surfaktan dan kosurfaktan
yang
mampu
menghasilkan
fase
homogen
setelah
pencampuran. Tabel III. Hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan
Surfaktan
T80
T20
T80 : T20
Rasio Komposisi Surfaktan : co Surfakatan 1:1 2:1 3:1 3:2 2:3 1:3 1:2 1:1 2:1 3:1 3:2 2:3 1:3 1:2 Rasio Komposisi Kombinasi Surfaktan
PG
Hasil PEG
X X X X X X X √ √ √ √ √ X √ T80/T20 : PG (1 : 3 )
√ X X √ √ X X X X X X X X X T80/T20 : PEG (1 : 3 )
1:1 2:1 3:1 3:2 2:3 1:3 1:2
X X X X X X X
X X X X X X X
Keterangan : Surfaktan = T80 (tween 80), T20 (tween 20); Kosurfaktan = PG (Propylene glycol), PEG (Polyethylene glycol 400); √ = homogen; X = memisah (dalam 24 jam)
29
Optimasi ini dilakukan dengan cara mencampurkan surfaktan dan
kosurfaktan dalam suhu ruang menggunakan magnetic stirer selama 30 menit, kemudian disonikasi selama 15 menit. Tujuan dilakukan sonikasi tersebut untuk memperkecil ukuran partikel dari campuran sehingga homogenitas campuran meningkat. Setelah itu campuran tersebut dikondisikan dalam waterbath pada suhu 45°C 10 menit, lalu disimpan selama 24 jam pada suhu ruang sebelum diamati apakah campuran tersebut memisah atau tetap homogen (lampiran 4). Berdasarkan hasil optimasi formulasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan (Tabel III) menunjukkan bahwa untuk menghasilkan campuran yang homogen diperlukan rasio perbandingan 1: 1; 3 : 2 dan 2 : 3 antara tween 80 dan PEG 400 sedangkan antara tween 20 dan propilen glikol hanya perbandingan 1 : 3 yang tidak dapat menghasilkan campuran yang
homogen.
Untuk
penggunaan
kombinasi
surfaktan
dengan
propilenglikol maupun PEG 400 tidak mampu menghasilkan campuran yang homogen dalam berbagai rasio perbandingan. Tween 20 sebagai surfaktan dapat membentuk fase homogen. Hal ini ditunjukkan terdapat 6 formula terdiri dari tween 20 – propilen glikol membentuk fase homogen dan 3 formula untuk tween 80 – PEG 400. b. Optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan Optimasi ini bertujuan untuk menentukan rasio komposisi surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak (Oleic Acid) yang mampu menghasilkan fase homogen setelah pencampuran.
30
Pada optimasi sebelumnya diperoleh perbandingan surfaktan – kosurfaktan yang optimal. Kemudian dari setiap perbandingan tersebut dilakukan optimasi dengan Oleic Acid sebagai minyak pembawa dengan perbandingan minyak : surfaktan – kosurfaktan adalah 1 : 4. Tabel IV. Hasil optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan
Surfaktan
Kosurfaktan
T80
PEG
T20
PG
Rasio Komposisi surfaktan : kosurfakatan 1:1 3:2 2:3 1:1 2:1 3:1 3:2 2:3 1:2
Hasil komposisi minyak : surfaktan – kosurfaktan (1 : 4) X X X √*1 X X X √*2 X
Keterangan : Surfaktan = T80 (tween 80), T20 (tween 20); Kosurfaktan = PG (Propylene glycol), PEG (Polyethylene glycol 400); Minyak = Asam Oleat; √ = homogen; *(angka) = kode formula; X = memisah (dalam 24 jam)
Berdasarkan hasil optimasi komposisi surfaktan – kosurfaktan dan minyak (Tabel IV) menunjukkan bahwa campuran antara tween 80 baik dengan propilenglikol dan PEG 400 tidak mampu menghasilkan fase homogen dalam berbagai perbandingan. Sedangkan campuran antara tween 20 dengan propilenglikol dalam perbandingan
1 : 1 dan 2 : 3 mampu
menghasilkan campuran yang homogen (tidak memisah). Untuk penggunaan kombinasi surfaktan dengan propilenglikol maupun PEG 400 tidak mampu menghasilkan campuran yang homogen dalam berbagai perbandingan. Berdasarkan hasil tersebut asam oleat sebagai minyak pembawa lebih mampu bercampur dengan tween 20 dibanding dengan tween 80.
31
2. Pemilihan formula SNEDDS Pemilihan formula SNEDDS bertujuan untuk menentukan formula yang mampu menghasilkan emulsi yang memiliki tingkat kejernihan paling mendekati transmitansi akuades yaitu sebesar 100%. Tahap ini dilakukan pada calon formula SNEDDS yang terpilih dari hasil optimasi formulasi komposisi surfaktan – kosurfaktan dan minyak yaitu formula 1 dan 2 yang diambil sebanyak 100 µL kemudian diemulsifikasikan ke dalam 50 mL akuades dengan bantuan vortex dengan tujuan untuk membantu proses pengelmusian sehingga terbentuk emulsi yang homogen selama 30 detik. Nilai transmitansi (T%) diperoleh melalui pengamatan secara turbidimetri (kekeruhan)
menggunakan
spektrofotometer
UV/Vis
pada
panjang
gelombang 650 nm dengan replikasi uji sebanyak 3 kali. Pada penelitian ini formula yang terpilih diambil berdasarkan nilai transmitansi (T%) lebih dari 75% (lampiran 4). Tabel V. Hasil transmitansi komposisi surfaktan-kosurfaktan dan Oleic Acid dengan perbandingan 4 : 1
Formula 1 2
Surfaktan Kosurfaktan
T20
PG
Rasio komposisi surfaktan : kosurfaktan 1:1 2:3
% transmitan (x ± sd) 34,43 ± 0,612* 14,88 ± 0,015
Keterangan : Surfaktan = T20 (tween 20); Kosurfaktan = PG (Propylene glycol); *(angka) = kode formula; * = formula yang terpilih
Berdasarkan hasil tersebut (Tabel V) formula SNEDDS memiliki nilai transmitansi yang jauh dari nilai transmitansi akuades (lebih dari 75%)
32
menunjukkan bahwa sediaan tidak jernih (lampiran 5). Hal ini dikarenakan perbandingan surfaktan – kosurfaktan terlalu kecil dibandingkan dengan minyak. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan rasio komposisi surfaktan dan kosurfaktan terhadap minyak. Maka perbandingan antara surfaktan – kosurfaktan dan minyak dinaikkan menjadi surfaktan – kosurfaktan : minyak = 9 : 1. Formula 1 memiliki nilai transmitansi lebih besar dibandingkan formula 2 sehingga formula 1 yang dipilih untuk dibuat dengan perbandingan minyak : surfaktan – kosurfaktan = 1 : 9. Tabel VI. Hasil transmitansi komposisi surfaktan-kosurfaktan dan Oleic Acid dengan perbandingan 9 : 1
Formula 1
Surfaktan Kosurfaktan T20
PG
Rasio komposisi surfaktan : kosurfaktan 1:1
% transmitan (x ± sd) 83,81 ± 0,30
Keterangan : Surfaktan = T20 (tween 20); Kosurfaktan = PG (Propylene glycol)
Berdasarkan hasil tersebut (Tabel VI) dengan perbandingan maksimal komposisi surfaktan – kosurfaktan : minyak yaitu 9 : 1 menghasilkan nilai rata – rata dari 3 kali pengujian transmitansi sebesar 83,81% (lampiran 5) dimana nilai tersebut lebih dari 75% yang menandakan ukuran tetesan yang terbentuk oleh minyak di dalam air semakin kecil sehingga diperkirakan memiliki ukuran tetesan berkisar 50 – 500 nm. 3. Pengamatan emulsification time Penghitungan emulsification time bertujuan untuk memperoleh gambaran waktu yang dibutuhkan SNEDDS untuk membentuk nanoemulsi ketika
33
bertemu dengan cairan saluran cerna. Proses pengamatan emulsification time dapat dilihat pada lampiran 4. Tabel VII. Hasil pengamatan emulsification time pada suhu 37oC
Formula
Media
Emulsification time (detik) (x ± sd)
1
Akuades
34,17 ± 0,8802
AGF
103,25 ± 0,9725
AIF
100,17 ± 0,0814
Keterangan : AGF = artificial gastric fluid; AIF = artificial intestinal fluid
Berdasarkan hasil tersebut (Tabel VII) SNEDDS formula 1 mampu membentuk nanoemulsi dalam media aquadest dengan rata – rata selama 34,17 detik sementara dalam media AGF memerlukan rata – rata waktu selama 103,25 detik (sekitar 1 menit 43 detik) dan 100,17 detik (sekitar 1 menit 40 detik) dalam media AIF (lampiran 6). Menurut penelitian yang dilakukan Meirista (2014) syarat emulsification time untuk sediaan SNEDDS yaitu kurang dari 5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa formula 1 mampu memberikan hasil emulsification time kurang dari 5 menit dalam ketiga media tersebut sehingga formula 1 merupakan formula SNEDDS yang optimal dengan perbandingan komposisi Tween 20 : Propilen glikol : Oleic Acid = 2,25 : 2,25 : 0,5 yang memiliki nilai transmitansi sebesar 83,81%. 4. Karakterisasi tetesan nanoemulsi a. Ukuran dan distribusi tetesan nanoemulsi Karakterisasi ukuran tetesan dilakukan untuk mengetahui apakah ukuran tetesan nanoemulsi yang terbentuk telah berukuran antara 50 nm
34
– 500 nm. Distribusi ukuran atau polydipersity index merupakan nilai standar deviasi dari rata – rata ukuran partikel yang digunakan sebagai parameter keseragaman dan reliabilitas metode pembuatan nanoemulsi. Nilai polydispersity index semakin di bawah 1 mengartikan keseragaman ukuran nanoemulsi yang terbentuk (Meirista, 2014) Tabel VIII. Ukuran dan nilai polydispersity index tetesan nanoemulsi
Formula
Ukuran tetesan (nm)
Polydispersity index (PI) tetesan
1
165,5
0,198
Berdasarkan hasil yang tersaji pada tabel VIII menunjukkan bahwa ukuran tetesan nanoemulsi berada dalam rentang 50 - 500 nm dengan nilai polydispersity index (PI) tetesan nanoemulsi kurang dari 1 (lampiran 7). Perolehan ukuran tetesan nanoemulsi telah mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan hasil transmitansi sebelumnya yang memberikan gambaran awal perolehan ukuran tetesan nanoemulsi. Tetesan nanoemulsi terdistribusi pada rentang 35,03 nm – 454,69 nm (lampiran 7). Nilai polydispersity index (PI) kurang dari satu (0,198) berfungsi sebagai indikator distribusi ukuran yang homogen. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembuatan SNEDDS yang digunakan untuk preparasi nanoemulsi memiliki reliabilitas yang baik. b. Potensial zeta tetesan nanoemulsi Zeta Potensial adalah parameter muatan listrik antara partikel koloid. Karakterisasi potensial zeta tetesan nanoemulsi dilakukan untuk
35
mengetahui kestabilan sediaan SNEDDS. Tetesan nanoemulsi yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki nilai potensial zeta seperti yang terdapat pada tabel IX. Tabel IX. Potensial zeta tetesan nanoemulsi
Formula
Potensial zeta tetesan nanoemulsi (mV)
1
-0,4
Berdasarkan hasil tersebut (Tabel IX) menunjukkan bahwa SNEDDS formula 1 memiliki nilai potensial zeta yang tidak melebihi +30 mV dan tidak kurang dari -30 mV (lampiran 8). Potensial zeta yang rendah mengakibatkan daya tarik menarik muatan antar partikel dispersi melebihi daya tolak menolaknya sehingga kemungkinan terjadinya flokulasi lebih besar. Namun karena sediaan dibuat dalam bentuk SNEDDS maka sediaan tersebut dirasa sudah tepat karena sediaan lebih stabil dibandingkan dalam bentuk nanoemulsi dimana sediaan dalam bentuk SNEDDS hanya akan teremulsi ketika sudah dikonsumsi dan kontak dengan cairan gastrointestinal. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa untuk mendapatkan formula SNEDDS ekstrak kloroform daun salam dengan oleic acid sebagai minyak pembawa yang memenuhi kriteria sediaan nanoemulsi diperlukan perbandingan komposisi minyak (Oleic Acid) yang jauh lebih kecil dibanding surfaktan dan kosurfaktan.
36
5. Uji visualisasi morfologi nanoemulsi Morfologi partikel nanoemulsi perlu diketahui karena jika bentuk partikel nanoemulsi yang kurang sferis akan mempermudah kontak antar partikel menjadi berujung pada agregasi (Couvreur et al., 2002).
Gambar 7. Hasil Transmission Electron Microscope (TEM)
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa bentuk partikel nanoemulsi yang dihasilkan berbentuk sferis meskipun masih ada partikel yang berbentuk kurang sferis sehingga kontak antar partikel tidak membentuk agregat.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan a. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dapat menghasilkan fase yang homogen. b. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak (Oleic Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dapat menghasilkan fase yang homogen. c. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak (Oleic Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) menghasilkan formula yang optimal dengan perbandingan komposisi Tween 20 : Propilen glikol : Oleic Acid = 2,25 : 2,25 : 0,5 yang memenuhi beberapa kriteria sediaan nanoemulsi meliputi emulsification time kurang dari 5 menit dan memiliki ukuran partikel 50 – 500 nm (165,5 nm) dengan nilai polydispersity index kurang dari 1 (PI = 0,198) meskipun sediaan tersebut kurang stabil yang ditunjukkan dengan nilai potensial zeta tidak melebihi +30 mV dan tidak kurang dari -30 mV serta memiliki bentuk partikel yang sferis
37
38
B. Saran a. Untuk memperoleh formula SNEDDS yang lebih stabil maka dapat dilakukan solidifikasi SNEDDS dalam bentuk solid SNEDDS sehingga dapat diperoleh formula yang lebih stabil. b. Penggunaan asam lemak rantai panjang kurang tepat digunakan dalam formulasi
SNEDDS
ekstrak
kloroform
daun
salam
dikarenakan
perbandingan komposisi minyak jauh lebih kecil dibanding surfaktan dan kosurfaktan sehingga jumlah obat yang dapat larut dalam minyak sedikit yang berakibat pada ketidakoptimalan efek terapi.
39
DAFTAR PUSTAKA Amrutkar, C., Salunkhe, K., Chaudhari, S., 2014, Study on Self Nano Emulsifying Drug Delivery System of Poorly Water Soluble Drug Rosuvastatin Calcium, World Journal of Pharmaceutical Research, 3 (4): 2137-2151. Anonim, 1986, Sediaan Galenik 5, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Ayyida, K., 2014, Studi Komparasi Aktivitas Antioksidan pada Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dengan Daun Jambu Air (Syzygium samarangense (BL.) Merr et Perry) Varietas Delima, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurua, Institusi Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang. Azeem, A., Rizwan, M., Ahmad, F.J., Iqbal, Z., Khar, R.K., Aqil, M., et al., 2009, Nanoemulsion Components Screening and Selection: a Technical Note. AAPS PharmSciTech, 10: 69–76. Balakumar, K., Raghavan, C.V., selvan, N.T., prasad, R.H., dan Abdu, S., 2013, Self Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) of Rosuvastatin Calcium: Design, Formulation, Bioavailability and Pharmacokinetic Evaluation, Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, 112: 337–343. Bandivadekar, M., Pancholi, S., Kaul-Ghanekar, R., Choudhari, A., Koppikar, S., 2013, Single Non-ionic Surfactant Based Self-Nanoemulsifying Drug Delivery Systems: Formulation, Characterization, Cytotoxicity and Permeability Enhancement Study, Drug Development and Industrial Pharmacy, 39 (5): 696-703. Bansal, A., Munjal, B., dan Patel, S., 2010, Self-Nano-Emulsifying Curcuminoids Composition with Enhanced Bioavailability, WO/2010/010431 cit Meirista, I., 2014, Formulasi dan Uji Aktivitas Nano-herbal Antihiperkolesterol dari Kombinasi Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dan Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) menggunakan Myritol 318 sebagai Fase Minyak, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Barry, B. W., 1987, Mode of action of penetration enhancers in human skin cit Anderson, James M, & Sung Wan Kim., 1987, Advances in drug delivery, European Journal of Pharmaceutical Sciences, 101 – 114.
40
Bouchemal, K., Briançon, S., Perrier, E., dan Fessi, H., 2004, Nano-emulsion Formulation using Spontaneous Emulsification: Solvent, Oil and Surfactant Optimization, Int J Pharm, 280: 241–251. Couvreur, P., Barrat, G., Fattal, E., Legrand, P., dan Vauthier, C., 2002, Nanocapsule Technology: a Review, Crit. Rev. Ther. Drug Carrier Sys, 19: 99-134 Dalimartha, S., 2000, Atlas tumbuhan obat Indonesia Jilid 2, Niaga Swadaya, Jakarta. Date, A.A., Desai, N., Dixit, R., dan Nagarsenker, M., 2010, SelfNanoemulsifying Drug Delivery System: Formulation Insights, Applications and Advances, Nanomedicine, 5: 1595–1616. Diba, Rovie Farah., Sedarnawati Yasni., Sri Yuliani., 2014, Nanoemulsifikasi Spontan Ekstrak Jinten Hitam dan Karakteristik Produk Enkapsulasinya, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 25 (2): 134 – 139. Fudholi, A., 2013, Disolusi dan Pelepasan Obat In-vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Gershanik, T. & Benita, S., 2000, Self-dispersing Lipid Formulations for Improving Oral Absorption of Lipophilic Drugs, European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 50 (1): 179-188. Gursoy, R.N. & Benita, S., 2004, Self-Emulsifying Drug Delivery System (SEDDS) for Improved Oral Delivery of Lipophilic Drugs, Biomed and Pharmacother, 58: 173-182. Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia: penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih, P., Penerbit ITB Press, Bandung. Haritha, Basha, S.P., Rao P, K., dan Vedantham, C., 2003, A Brief Introduction to Methods of Preparation, Applications and Characterization of Nanoemulsion on Drug Delivery Systems, Ind J Res Pham Biotech, 1: 25–28. Kibbe, A.H., 2000, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 3rd ed, The Pharmaceutical Press, London Kurakula, M. & Venkatesh Miryala., 2013, Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) for Oral Delivery of Atorvastatin-Formulation and Bioavailability Studies, Journal of Drug Delivery & Therapeutics, 3 (3): 131 – 142.
41
Lajuck, P., 2012, Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha) Lebih Efektif Menurunkan kadar Kolesterol Total dan Low Density Lipoprotein (LDL) Dibandingkan Statin pada Penderita Dislipidemia, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar. Makadia H. A., Bhatt A. Y., Parmar R. B., Paun J. S., dan Tank H. M., 2013, SelfNanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS): Future Aspects, Asian J Pharm Res, 3(1): 21-24. Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 15, Penerbit ITB Press, Bandung. Meirista, I., 2014, Formulasi dan Uji Aktivitas Nano-herbal Anti-hiperkolesterol dari Kombinasi Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dan Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) menggunakan Myritol 318 sebagai Fase Minyak, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mohanraj, V.J. dan Chen, Y., 2006, Nanoparticles, Trop J Pharm Res, 5: 561– 573. Patel, J., Kevin, G., Patel, A., Raval, M., dan Sheth, N., 2011a, Design and Development of a Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System for Telmisartan for Oral Drug Delivery, Int J Pharm Investig, 1: 112–118. Patel, J., Patel, A., Raval, M., dan Sheth, N., 2011b, Formulation and Development of a Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System of Irbesartan, J Adv Pharm Technol Res, 2: 9–16. Pinto Reis, C., Neufeld, R.J., Ribeiro, A.N.J., dan Veiga, F., 2006, Nanoencapsulation I, Methods for preparation of drug-loaded polymeric nanoparticles, Nanomedicine: Nanotechnology, Biology and Medicine, 2: 8-21. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition, sixth. Ed, Pharmaceutical Press, London. Shafiq-un-Nabi, S., Shakeel, F., Talegaonkar, S., Ali, J., Baboota, S., Ahuja, A., 2007, Formulation Development and Optimization using Nanoemulsion Technique: A technical note, AAPS Pharm SciTech, 8: E12 – E17. Shakeel F., Baboota S., Ahuja A., Ali J., Faisal M.S., dan Shafiq S., 2008, Stability Evaluation of Celecoxib Nanoemulsion Containing Tween 80, Thai Journal Pharm Sci, 32: 4-9.
42
Singh, B., Bandopadhyay, S., Kapil, R., Singh, R., dan Katare, O., 2009, Selfemulsifying Drug Delivery System (SEDDS): Formulation Development, Characterization and Applications, Crit Rev Ther Drug Carrier Syst, 26: 427–521. Sudarsono, Gunawan D., Wahyono S., Donatus, I.A., Purnomo., 2002, Tumbuhan Obat II, Sifat-sifat, dan Penggunaan, Pusat Studi Obat Tradisional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Surya, E.R., 2014, Pembuatan S-SNEDDS Ketoprofen dengan Asam Oleat Sebagai Fase Minyak, Tween 20 Sebagai Surfaktan, dan Propilen Glikol Sebagai Kosurfaktan, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Taufiqurrohman., 2015, Indonesian Bay Leaves as Antidiabetic for Type 2 Diabetes Mellitus, J. Majority, 4: 101-108 Van Steenis, C.G.G.J., 2003, Flora, PT Pradya Paramita, Jakarta. Wakerly, M.G., Pouton, C.W., Meakin, B.J., Morton, F.S., 1986, Selfemulsification of Vegetable Oil-non-ionic Surfactant Mixtures, ACS Symp Series, 3 (11): 242-255. Wijayakusuma, H., 2002, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia, Erlangga, Jakarta.
43
L A M P I R A N
44
Lampiran 1. Determinasi Tanaman
45
Lampiran 2. Pembuatan Ekstrak Kloroform Daun Salam
Pengumpulan Bahan Baku Daun Salam
Pengeringan Daun Salam
Penyortiran Segar
Serbuk Simplisia Daun Salam Proes Maserasi Daun Salam
Penyaringan maserat
Penguapan maserat
46
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kloroform Daun Salam Bobot ekstrak kental = 28,37 gram Bobot simplisia daun salam = 500 gram Rendemen ekstrak = Bobot ekstrak kental x 100% Bobot simplisia = 28,37 gram x 100% 500 gram = 5,674 % Jadi rendemen ekstrak kloroform daun salam sebesar 5,647 %
47
Lampiran 4. Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Kloroform Daun Salam
Pencampuran dengan menggunakan bantuan magnetic stirer Proses sonikasi
Proses pengukuran nilai transmitansi menggunakan Spektrofotometer UV/Vis
Proses pengamatan emulsification time
Dikondisikan pada suhu 45o C
48
Lampiran 5. Hasil Transmitansi Komposisi Surfaktan-Kosurfaktan dan Oleic Acid Perbandingan komposisi surfaktan – kosurfaktan : oleic acid = 4 : 1 A
B
C
D
T% 1
T% 2
T% 3
T% Rata – rata
T20
PG
1:1 2:3
1:4
33,96 14,88
35,12 14,87
34,20 14,90
34,43 14,88
Perbandingan komposisi surfaktan – kosurfaktan : oleic acid = 9 : 1 A
T20
B
C
D
T% 1
T% 2
T% 3
T% Rata – rata
PG
1:1
1:9
84,30
83,75
83,37
83,81
Keterangan : A = Surfaktan B = Kosurfaktan C = Rasio surfaktan : kosurfaktan D = Minyak pembawa (oleic acid) : surfaktan – kosurfaktan T20 = Tween 20 PG = propylene glycol T% 1 = Transmitansi replikasi 1 T% 2 = Transmitansi replikasi 2 T% 3 = Transmitansi replikasi 3 T% rata – rata = rata – rata nilai transmitansi dari ketiga replikasi uji
49
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Emusification Time A
T20
B
1:1
C
Replikasi
Akuades (detik)
AGF (detik)
AIF (detik)
PG
1 2 3
34,19 35,04 33,28
102,32 104,26 103,17
100,13 100,26 100,11
Keterangan : A = Surfaktan B = Rasio komposisi surfaktan : kosurfaktan C = Kosurfaktan T20 = Tween 20 PG = propylene glycol AGF = Artificial Gastric Fluid AIF = Artificial Intestinal Fluid
50
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Ukuran dan Distribusi Ukuran Partikel
51
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Potensial Zeta