Transparency International (TI) Indonesia adalah chapter otonom dari Transparency International (TI) yang bekerja di lebih dari 90 negara di dunia. TIIndonesia merupakan jaringan LSM yang memfokuskan diri pada upaya melawan korupsi dan berupaya membangun koalisi/kemitraan dalam rangka membasmi efek buruk dari korupsi terhadap kaum lelaki, perempuan, dan anak-anak. Misi utama dari TI-Indonesia adalah menciptakan lingkungan yang bersih dari praktik korupsi.
Transparansi E-NEWSLETTER
E-Newsletter TI-Indonesia E D I S I
I I
V O L
V I 1
F E B R U A R I
Youth Camp SPEAK 2011 pakan mahasiswa yang menuntut ilmu di Yogyakarta, selebihnya pelajar dan mahasiswa dari Jabodetabek.
DAFTAR ISI: Youth Camp SPEAK 2011
1
Rilis Media Implementasi EITI di Indonesia
1
Terpilih Kepengurusan Baru SPEAK
3
Birokrasi Daerah Masih Rentan Praktik Koruptif
3
Workshop dan FGD Jurnalistik Mendorong Transparansi Pada Industri Ekstraktif
4
Diskusi Terbatas APBD Jantung Demokrasi Daerah
5
Peran PTSP dalam Pencegahan Korupsi
5
Workshop PBJ Inspektorat Mandul, Masyarakat Perlu Terlibat
7
Opini Tawanan Oligarki korup
8
Opini Serangan Balik DPR
9
Opini Menyibak Korupsi Berbau Legalistik
10
Agenda Kegiatan Album Kegiatan Salam Transparansi
11 11 12
2 0 1 1
Dok. TI-Indonesia
Hawa sejuk pegunungan menyelimuti para aktivis TII dan SPEAK. Mereka sengaja berkumpul untuk acara Youth Camp di Green Balcony, sebuah camping ground di lereng Gunung Geulis Bogor. Selama tiga hari dua malam (21-23 Januari 2011) mereka menyusun langkah melawan korupsi dengan cara yang kreatif dan
khas anak muda. Youth Camp dikemas dengan suasana outdoor activity. Sambil bermain dan berdiskusi, 15 pengurus SPEAK yang lebih dikenal dengan sebutan anggota SPEAK Active merumuskan rencana strategis (renstra) dalam satu tahun ke depan. Dua peserta meru-
Nana dan Nina dari Yayasan Ashoka Indonesia memfasilitasi penyusunan renstra dengan metode Ashoka. Retha, sebagai inisiator SPEAK dan juga penerima YIP Asoka 2011, ikut mendampingi para peserta dan fasilitator. “Apresiasi terhadap SPEAK sangat tinggi. Padahal organisasi ini baru terbentuk 6 bulan lalu. Permintaan menjadi anggota datang dari manamana. Karena itu diperlukan penguatan organisasi secara internal sebelum memperluas jaringan kerjanya,” ujar Retha ...bersambung ke hal.2
Rilis Media
Implementasi EITI di Indonesia rency Initiatives (EITI). EITI adalah inisiatif multi pihak untuk mendorong transparansi pendapatan negara (revenue) dari industri ekstraktif. Didirikan pada Oktober 2002, EITI saat ini berDok. TI-Indonesia anggotakan 33 negara. Pada tanggal 19 Oktober 2010 Di masing-masing negara angyang lalu, Indonesia diterima gota EITI, dilaksanakan sebuah menjadi negara kandidat Exmekanisme pelaporan pendatractive Industries Transpapatan negara yang dibayarkan
kepada pemerintah, baik dari sisi perusahaan maupun pemerintah. Perusahaan ekstraktif melaporkan berapa yang dibayarkan pada pemerintah setiap tahun. Pemerintah melaporkan berapa yang diterima dari perusahaan ekstraktif setiap tahun. Laporan tersebut dikumpulkan dan kemudian direkonsiliasi oleh sebuah tim…. bersambung ke hal.2
2
Youth Camp... menjelaskan latar belakang pelaksanaan Youth Camp.
“Apresiasi terhadap SPEAK sangat tinggi. Padahal organisasi ini baru terbentuk 6 bulan lalu.”
Kegiatan yang dikemas secara fun dan atraktif ini juga menggali potensi anggota SPEAK dalam hal bekerja sama, tanggung jawab, dan rasa percaya diri. “Dengan bermain mereka akan dengan mudah memahami dan sekaligus mempratekkan langsung tentang kerja sama tim,” ungkap Nana, yang menjadi fasilitator utama. Untuk menggugah kreativitas, Youth Camp juga menyuguhkan sesi pembuatan film tentang kreativitas pemuda untuk perubahan. Belajar dari pengalaman seorang siswi SMP yang kreatif mendaur ulang sampah di sekolahnya, fasilitator mengajak para SPEAK Active untuk
Dok. TI-Indonesia
mencoba berbuat hal-hal baru melawan korupsi. Termasuk diantaranya adalah dengan menyebarkan gaya hidup antikorupsi di kalangan anak muda secara kreatif. Perluasan jaringan Youth Camp menyepakati perluasan jaringan SPEAK di Jabodetabek dan sekitarnya. SPEAK akan memanfaatkan media-media online dan offline untuk menjangkau jaringan
anak muda yang lebih luas lagi. “Ke depan, SPEAK akan mencoba meluaskan jaringannya ke kampuskampus dan sekolah-sekolah di Jabodetabek dan bahkan mungkin di kota-kota besar di Pulau Jawa.” kata Danar, koordinator SPEAK 2010-2011. Pada 2011 SPEAK merancang pengembangan website untuk anak muda. Pengelolaan jaringan sosial seperti Facebook danTwitter akan lebih diintensifkan. Diskusi serial dan seminar anak muda akan digelar. Speak juga merencanakan merintis pengelolaan fund raising. Menyusul kesuksesan SPEAK Fest I, acara serupa akan digelar kembali jelang hari antikorupsi sedunia.[ws]
Implementasi EITI... verifikasi independen. Hasil rekonsiliasi tersebut kemudian dipublikasikan.
“Dengan masuknya Indonesia ke dalam EITI, maka diharapkan bisa mengetahui secara konkrit kontribusi industri ekstraktif terhadap pendapatan negara.”
Sebagai anggota EITI, Indonesia tahun ini harus melaksanakan proses pelaporan tersebut. Ini merupakan langkah progresif terhadap tata kelola industri migas dan minerba di Indonesia. Selama ini, masyarakat memiliki akses informasi yang sangat minim tentang penerimaan negara dari sektor industri ini. Dengan masuknya Indonesia ke dalam EITI, maka diharapkan bisa mengetahui secara konkrit kontribusi industri ekstraktif terhadap pendapatan negara, dan menilai apakah kontribusi tersebut telah dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kepentingan publik. Dalam menjalankan fungsinya, EITI didukung oleh dana yang dikelola oleh World Bank. Dana ini berasal dari kontribusi berbagai lembaga donor dan disebut Multi Donor Trust Fund (MDTF). Dana ini diperuntukkan sebagai dana awal bagi negara yang sedang menyiapkan mekanisme pelaporan. Diharapkan sejalan
proses, dana MDTF secara bertahap akan digantikan oleh dana dari anggaran pemerintah. Indonesia dalam proses pertama tahun awal EITI ini menggunakan dana dari MDTF dan juga dari APBN. Sebagai sebuah inisiatif multipihak, dimana pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil duduk bersama, peran masyarakat sipil adalah sebagai pengawas proses dan memastikan bahwa mekanisme pelaporan berjalan sesuai dengan prinsipprinsip EITI dan tujuannya untuk kepentingan masyarakat. Di Indonesia, pelaksanaan EITI dikerjakan oleh Tim Pelaksana Transparansi. Di dalamnya ada tiga orang perwakilan masyarakat sipil, bersama-sama dengan perwakilan pemerintah dan perusahaan. Tim inilah yang akan merancang format pelaporan yang akan digunakan dalam proses EITI di Indonesia. Transparency International (TI) Indonesia menyambut positif bergabungnya Indonesia ke dalam EITI. TI-Indonesia ber-
sama-sama dengan organisasi masyarakat sipil lain yang tergabung dalam koalisi Publish What You Pay-Indonesia (PWYP)-Indonesia mendorong agar:
1. Pemerintah Indonesia me-
laksanakan secara konsisten mekanisme pelaporan sesuai dengan prinsip-prinsip EITI dan Peraturan Presiden No. 26/2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif. 2. Pemerintah Indonesia menjamin keterwakilan organisasi masyarakat sipil dalam proses EITI di Indonesia. Pemerintah Indonesia mewajibkan perusahaan-perusahaan yang telah ditentukan agar ikut dalam proses pelaporan EITI. Jakarta, 1 Februari 2011 Frenky Simanjuntak, Manager Economic Governance Department
3
Terpilih Kepengurusan Baru SPEAK Sebelumnya tiga kandidat, Danar, Coky dan Ismi dicalonkan oleh para peserta Youth Camp. Mereka dipersilahkan memaparkan visi-misi tentang SPEAK kedepan sehingga peserta dapat memahami rencana mereka. Selain terpilihnya Danar sebagai koordinator, juga terbentuk struktur baru SPEAK. Dalam struktur baru ini, Coky didaulat untuk menggawangi urusan pengembaDok. TI-Indonesia ngan kapasitas internal, Tama sebagai peSPEAK berhasil membentuk kepengurungurus media kampanye bersama dengan san baru untuk 2011-2012. Danar didaulat Dini, Robi sebagai database, dan Ismi menjadi koordinator SPEAK setelah meleditempatkan untuk kesekretariatan. wati proses voting dalam Youth Camp Speak 2011 di Gunung Geulis Januari lalu. Puncak acara Youth Camp 2011 ditandai Danar mengungguli dua kandidat lain, dengan penyalaan api unggun. Selain untuk Coky dan Ismi. mengakhiri Youth Camp juga sebagai pen-
daulatan kepengurusan baru. Para peserta mengelilingi api unggun, masing-masing bercerita tentang harapannya di masa depan. Sebagai tambahan pembekalan, Mas Binyo dari TI Indonesia memberikan renungan singkat tentang sejarah gerakan kaum muda di Indonesia. Proses inisiasi dilakukan untuk mendaulat pengurus baru SPeAK. Sekretaris Jenderal TI Indonesia, Teten Masduki, menyematkan kaos “I Fight Corruption” kepada setiap pengurus SPEAK. “Kita berharap SPEAK mampu menjadi generasi pelopor dalam menyuarakan perlawanan terhadap korupsi di negeri ini.” pesan Teten kepada para pengurus baru. [ws]
Birokrasi Daerah Masih Rentan Praktik Koruptif ”Dari 100 daerah yang dimonitor, memang 95 daerah, baik pemerintah kabupaten atau kota, sudah menerapkan pelayan terpadu satu atap. Namun, kinerjanya masih rendah,” kata Robert. Ia menambahkan, pemerintah daerah (pemda), khususnya pejabat di kantor Dok. TI-Indonesia dinas di daerah, masih enggan melepaskan kewenangan kepada pusat pelayanan terDok. TI-Indonesia padu satu atap. Akibatnya, proses birokrasi pengurusan izin tetap harus dilakJakarta, Kompas - Birokrasi pemerintah, sanakan di kantor dinas sehingga mekhususnya pemerintah daerah, dinilai mamakan waktu lebih lama dan persyaratan sih birokratis dan rentan terhadap praktik yang harus dipenuhi semakin banyak. koruptif. Pemerintah daerah dinilai belum Selain itu, sesuai ketentuan pemerintah sepenuhnya memiliki komitmen menghipusat, daerah harus membebaskan biaya langkan hambatan birokrasi kantor dinas pengurusan tanda daftar perusahaan dan mempermudah birokrasi melalui pe(TDP). Namun, masih 77 persen atau 77 layanan terpadu satu pintu. daerah yang memungut retribusi pengurusan TDP sebesar Rp 100.000 sampai Rp Hal itu dikatakan Manajer Hubungan Ek500.000. ”Pemerintah daerah sulit sternal Komite Pemantauan Pelaksanaan menghilangkan retribusi sebab menjadi Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi sumber pendapatan,” katanya. Jaweng dan peneliti tata kelola ekonomi Kumba menambahkan, pelayanan terpadu Transparency International Indonesia (TII) satu atap di daerah masih bersifat birokraKumba Digdowiseiso di Jakarta, Minggu tis. ”Belum ada komitmen dari pemerin(30/1). tah daerah untuk melimpahkan kewena-
ngan dari kantor dinas kepada pusat pelayanan satu atap,” katanya. Uang pelicin Peneliti tata kelola ekonomi TII, Putut Aryo Saputro, menambahkan, ada beberapa modus korupsi dalam perizinan usaha di daerah. Misalnya, masih ada praktik pemberian uang pelicin. Selain itu, adanya penyalahgunaan wewenang petugas penerima dokumen permohonan perizinan dari pelaku usaha (front office) ataupun petugas yang mengurus dokumen perizinan (back office). Meskipun dokumen dimasukkan pelaku usaha ke pelayanan terpadu satu pintu untuk diurus, lanjut Putut, pengurusan dokumen tetap dilakukan oleh pejabatpejabat dari tiap-tiap kantor dinas. Dengan kondisi itu, potensi penyalahgunaan kewenangan menjadi tetap besar dan timbulnya praktik perburuan rente (rent seeking). (FER) http://cetak.kompas.com/ read/2011/01/31/02533373/
4
Workshop dan FGD Jurnalistik
Mendorong Transparansi Industri Ekstraktif
Laporan Akmal Thulas (FO SUMBAR TIIndonesia) Industri ekstraktif memasuki babak baru dalam kontek pembangunan corporate governance. Dengan adanya standar global tentang transparansi pendapatan negara dari minyak, gas dan pertambangan. Dorongan tersebut yang dinamakan EITI (Extractive Industries Transparency Inisiatif ) merupakan sebuah inisiatif dalam mendorong para produser dalam memenuhi kewajibannya kepada negara sehingga pendapatan negara signifikan dengan hasil tambang, memperbaiki koordinasi antar lembaga pemerintah dan meningkatkan kepercayaan antara pemerintah pusat, daerah dengan kalangan industri dan masyarakat. Demikian disampaikan David Brown, PhD Penasehat EITI World Bank dalam acara Workshop dan Focus
kan BBM harus memakai pertamax yang harganya mahal dianggap kebijakan perminyakan menyesuaikan pasar. Dengan dicabutnya subsidi, maka dana subsidi menurut pemerintah bisa dimanfaatkan terhadap orang miskin. Padahal dampak dari semua itu akan terjadinya inflasi, semakin besarnya barisan pengangguran, industri kecil dan menengah bisa bangkrut. Sementara Indonesia yang potensial dengan kandungan GAS, seharusnya gas digunakan untuk rakyat, PLN malah gas dijual murah ke luar negeri. Artinya kebijakan tersebut telah melanggar konstitusi negara berdasarkan pasal Dok. TI-Indonesia Dok. TI-Indonesia 33 UUD 45. Group Discussion Isu Korupsi Pada InBerkurangnya minyak bumi di Indonesia dustri Ekstrakstif yang diselenggarakan bukalah akibatnya defositnya tinggal Sekretariat TI-Indonesia di Wisma PKBI sedikit. Tetapi ada soal birokrasi kebijakan Jakarta 22 Januari 2011. Dr Kurtubi, SE., MSp., MSc. Pengajar Program Pascasarjana perminyakan yang langsung diambil alih oleh pemerintah melalui BP MiFakultas Ekonomi Universitas Indonesia gas. Disamping baru tahap ekplorasi melihat Indonesia perlu membenahi lagi soal industri minyak dan gas serta pertam- apakah akan mendapatkan minyak atau tidak, para pelaku usaha harus mengeluarbangan untuk mengacu kepada Undangkan pajak. Kurtubi menyarankan perlu Undang Dasar 1945 pasal 33. dilakukan perubahan dalam kebijakan perminyakan nasional pada acara yang diKebijakan migas sekarang lebih merugihadiri jurnalis lokal dan nasional. Kebijakan masyarakat. Mulai dari soal rendahkan sekarang ini hubunganya pemerintah nya produksi minyak yang berimbas pada langsung pebisnis berada dalam posisi pemasukan pada APBN sementara cost yang setara dalam kontrak. Padahal dulu recovery yang dikeluarkan pemerintah pertamina yang melakukan kontrak deterus naik. Tingginya recovery tidak bisa ngan pelaku usaha dan pemerintah tetap dilepaskan dari UU Migas No 22 Tahun pemegang kebijakan tertinggi [at] 2001, karena pengelolaan cost recovery dibawah BP Migas tanpa adanya lembaga http://korandigital.com/? pengawas. pg=articles&article=13719 Disisi lain Kurtubi menyoroti soal kebija-
Dok. iesr-indonesia.org
5
Diskusi Terbatas
APBD Jantung Demokrasi Daerah “Apabila pejabat negara masih menutup -nutupi informasi publik, maka publik bisa memperkarakannya secara hukum.” Dok. TI-Indonesia
Laporan Akmal Thulas (FO SUMBAR TI-Indonesia). Dharmasraya. Partisipasi masyarakat dalam setiap proses pengambilan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah perlu dilaksanakan dalam rangka mendorong terbangunnya good governance. Apalagi dalam masalah pengawasan perencanaan dan -
penganggaran pembangunan yang diwujudkan dalam bentuk belanja daerah (APBD). Pengawasan dan partisipasi masyarakat tersebut penting dilakukan karena telah dijamin oleh undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku. “Bahkan lebih tegas lagi dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi. Para penyelenggara pemerintah perlu melaporkan perkembangan kegiatannya kepada publik dan publik diberi hak seluasluasnya untuk mengakses dokumen-dokumen publik. “Apabila pejabat negara masih menutup-nutupi informasi pu-blik, maka publik bisa memperkarakannya secara hukum, dan tuntutannya bisa dipidanakan,” kata Akmal Thulas, Program Asistence TIIndonesia Field Office Sumatera Barat dalam diskusi Terbatas -Mengidentifikasi Penerima Manfaat Pembangunan di Hotel Umega Dharmasraya, 31 Januari 2011. Ditambahkan Pandong dari LSM Peduli, dalam kontek keterbukaan informasi dan partisipasi, di Dharmasraya sedang dipersiapkan Ranperda Partisipasi Masyarakat dan . ….bersambung ke hal.6
Sosialisasi Rancangan Pedoman Perizinan Bisnis
Peran PTSP dalam Pencegahan Korupsi “Tujuan kegiatan ini untuk menyempurnakan Rancangan Pedoman Perizinan Bisnis yang telah dikembangkan.”
Rancangan Pedoman Perizinan Bisnis yang dikembangkan TIIndonesia disosialisasikan akhir Desember lalu di dua kota, Banjarbaru (21/12) dan Balikpapan (23/12). Hadir sebagai narasumber kegiatan ini, Kumba Digdowiseiso dan Putut Aryo Saputro, peneliti di Departemen Private Finance TIIndonesia. Sosialisasi di Banjarbaru dilangsungkan di Hotel Permata Inn dihadiri 25 peserta dari perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T). Sedangkan di
Balikpapan diadakan di Hotel Mega Lestari dan dihadiri 15 peserta dari perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T). “Tujuan kegiatan ini untuk menyempurnakan Rancangan Pedoman Perizinan Bisnis yang telah dikembangkan dan sebagai langkah awal perancangan peraturan daerah mengenai standar pelayanan minimum di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)” ujar Kumba Digdowiseiso.
Walikota Banjarbaru, M.Ruzaidin Noor menyambut baik kegiatan ini dan sudah berani menanyakan langsung kepada masyarakat terhadap kepuasan pelayanan terpadu yang diberikan. “Tidak ada pungutan ilegal, jika masih terjadi, pihak yang merasa dirugikan diminta untuk keluhan tertulis yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi” jamin M. Ruzaidin Noor. TI-Indonesia berharap Pedoman Perizinan Bisnis yang dikembangkan dapat memetakan ….bersambung ke hal.6
6
APBD Jantung … “Mengindentif ikasi Penerima Manfaat Pembangunan merupakan bahagian program TI Indonesia Field Office Sumatera Barat dalam rangka bermitra dengan Pemerintah Kabupaten Dharmasraya.”
Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten yang akan diajukan ke DPRD. Artinya tidak saatnya lagi masyarakat takut-takut dalam mengkritisi kebijakan pemerintah karena telah dijamin oleh undang-undang dan peraturan yang berlaku. Tinggal lagi keberanian rakyatnya memposisikan dirinya sebagai pemegang kedaulatan negara. Akmal Thulas menjelaskan dalam acara yang dihadiri stakeholder dan LSM Peduli Dharmasraya dalam konteks implementasi keterbukaan dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, perlunya masyarakat memahami jantungnya penyelenggaraan demokrasi terletak pada proses perencanaan dan penganggaran APBD. Apakah aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam musrenbang tingkat nagari, kecamatan dan kabupaten menjadi acuan dalam menyusun anggaran belanja dalam APBD. Ternyata disinilah sering terjadinya pembiasan aspirasi rakyat untuk kepentingan tertentu dan adanya motif -motif korupsi dalam anggaran,
kalau kekuasaan tidak diawasi dan dipantau dalam setiap proses penyusunan APBD dan eksekusi APBD itu sendiri. Di segi lebih dalam belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung adalah belanja yang langsung dimanfaatkan oleh masyarakat atau dulu disebut dengan belanja pembangunan. Sedangkan belanja tidak langsung adalah belanja aparat yang dulunya dikenal dengan belanja rutin. Dari belanja langsung kalau dilihat ternyata di-sana juga tersimpan adanya belanja pegawai. Belum lagi belanja modal dan pengadaan barang kadang-kadang juga diselipi belanja aparat. Khusus sektor yang bersinggungan langsung dengan kepentingan rakyat yaitu sektor pendidikan, kesehatan dan pertanian perlu dicermati agar menjadi kebijakan utama pemerintah kabupaten. Bagi penerima manfaat sudah saatnya secara terorganisir terlibat langsung dalam perencanaan dan pengawasan dalam setiap proses penyusunan dan eksekusi APBD. Tambah Akmal
Dengan semangat keterbukaan informasi tersebut, TIIndonesia mengajak masyarakat melalui program Audit Sosial dalam rangka mencegah terjadinya penyimpangan dan pemubaziran dana-dana publik yang ada di APBD tegas Pandong Spendra. Menurut Armen Muhammad sebagai Program Officer TI Indonesia Field Office Sumatera Barat, kegiatan Diskusi Terbatas: Mengindentifikasi Penerima Manfaat Pembangunan merupakan bagian program TI-Indonesia Field Office Sumatera Barat dalam rangka bermitra dengan Pemerintah Kabupaten Dharmasraya. Ada tiga agenda global yang sedang dijalankan, pertama adalah penerapan Pakta Integritas, Partisipasi Warga dalam Pembangunan, Penguatan Kelompok Masyarakat sipil dan Media. Baru-baru ini kita telah mengirim dua wartawan mengikuti Workshop dan FGD Investigasi Isu Korupsi Industri Ekstraktif. (at) http://korandigital.com/? pg=articles&article=13823
Peran PTSP dalam... masalah perizinan usaha, mengetahui potensi korupsi perizinan usaha di PTSP, dan memberikan solusi praktis dalam upaya pencegahan baik dari pelaku bisnis maupun dari segi aparat PTSP. Harapan besarnya adalah meningkatkan efektifitas, efisiensi, transparansi dalam perizinan bisnis di PTSP yg pada akhirnya me-ningkatkan investasi.[]
Dok.www.caringforkaela.org
7
Workshop PBJ
Inspektorat Mandul, Masyarakat Perlu Terlibat Lemahnya Tender Sementara itu Agus Raharjo mengakui besarnya pengadaan yang dari tahun ke tahun mencapai 30-40% dari total APBN sangat rawan dikorupsi. Kerawanan korupsi muncul dari mindset pemerintah sendiri yang masih menekankan serapan anggaran. LKPP sering kali menemukan pola-pola pengadaan yang berbahaya seperti pemenang lelang sudah ada sebelum tender dilaksanakan.
Dok. TI-Indonesia
Pembangunan tidak lagi bisa diawasi secara internal oleh pemerintah saja. Terbukti dengan mandulnya inspektorat dan BPK dalam menindaklajuti hasil temuan mereka sediri. Perbaikan sistem pengawasan mutlak dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses pelaksanaannya. Demikian salah satu butir kesimpulan dalam Workshop Pengadaan Barang/Jasa oleh koalisi pemantau PBJ pada 20 Januari 2011 di Hotel Harris Jakarta “Kita tidak bisa berharap pada inspektorat. Belum ada satupun inspektorat melaporkan kasus ke KPK. Padahal ada lebih dari 37.000 inspektorat saat ini,” kritik Surahmin, narasumber workshop, yang kini menjabat hakim tipikor. “Rekomendasi saya kalau perlu bubarkan inspektorat karena merupakan bagian dari sistem yang melanggengkan praktik korupsi,” tambahnya. Selain Surahmin, Workshop juga menghadirkan Agus Raharjo, kepala LKPP sebagai pemantik diskusi. Sementara tidak kurang dari 15 perwakilan NGO ikut menjadi peserta aktif dalam diskusi yang merupakan serial advokasi terhadap draft RUU PBJ yang tengah disiapkan pemerintah.
Korupsi Perencanaan Peserta melihat persoalan korupsi pengadaan telah muncul sejak perencanaan hingga pertanggungjawaban. Perencanaan seringkali sudah mengenakan anggaran yang jauh di atas harga pasar atau tidak kaitan langsung dengan kebutuhan publik. Tidak heran pelaksanaannya asal-asalan, sementara inspektorat hanya menjadi tukang stempel saat pertanggungjawaban. Publik juga seringkali kesulitan memperoleh dokumen perencanaan. Sehingga koreksi terhadap perencanaan hampir tidak pernah terjadi. Surahmin mengakui ada persoalan dalam UU Pemberdaharaan Negara yang menyatakan harus ada kerugian negara. Padahal korupsi dengan jelas sudah direncanakan. “Wajar jika kita belum pernah dengar ada yg dipidana karena perencanaan. Misalnya karena mark up anggaran tadi,” ungkap Surahmin yang juga mantan pejabat di BPK ini. Contoh lain di luar pengadaan, semestinya publik tidak perlu ribut saat DPR akan berangkat studi banding. “Mengapa tidak saat perencanaan, seandainya dokumen perencanaan gampang diakses, tambah Surahmin.
“Tidak jarang para pejabat daerah dikumpulkan di Jakarta. Sementara penyedia barang sudah ada di depan pintu. Setelah pertemuan mereka sudah tahu siapa suplier yang akan menjadi pelaksana proyek,” ungkapnya memberi contoh. Salah satu solusi yang diberikan LKPP yang baru terbentuk 2008 ini, adalah mengintensifkan pembentukan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). LPSE yang dikenal dengan layanan eprocurement ini mencegah bertemunya peserta lelang dan aparat pelaksana pengadaan sehingga LKPP yakin dapat meminimalisir praktek kongkalingkong untuk memenangkan tender. “Sebagai contoh, sebanyak 1,6 triliun pengadaan melalui proses e-procurement di Provinsi Jawa Barat atau sebanyak 95% dengan penghematan 19%,” papar Agus Raharjo yang Agustus tahun lalu menjabat kepala LKPP. LKPP memperkirakan akan terbentuk sebanyak 600 LPSE. “Perinciannya layanan e-proc sebanyak 33 di pemerintahan propinsi, mendekati 500 buah di Kab/ Kota, sementara sebanyak hampir 80 di kementrian dan lembaga,” tambah Agus Raharjo. “Saat ini telah terbentuk lebih dari 100 eprocuerement, dan ditargetkan menjadi 145 di akhir tahun ini.”[mis]
8
Opini
Tawanan Oligarki Korup Oleh Teten Masduki
Agenda pemberantasan korupsi belakangan ini terasa stagnan dan merisaukan bagi perkembangannya di tahuntahun mendatang.
mulai menampakkan bentuknya menggantikan model korupsi transaktif yang lazim dalam sistem politik multipartai dan kekuasaan politik terfragmentasi.
Keadaan ini tak saja diperlihatkan oleh tidak melajunya kurva indeks persepsi korupsi tahun 2010 (2,8) dari tahun sebelumnya. Hal itu juga ditunjukkan oleh cenderung melemahnya kelembagaan antikorupsi dan menguatnya perlawanan balik koruptor seiring dengan semakin terkonsolidasinya oligarki elite dalam fragmentasi politik di era demokrasi saat ini.
Realitas reformasi birokrasi untuk menekan tingkat korupsi secara sistematis, yang menjadi salah satu program prioritas Presiden SBY pada pemerintahannya yang kedua ini, mulai banyak diragukan banyak orang oleh kontradiksi yang mencuat di permukaan. Belakangan kasus mafia pajak Gayus seperti sebuah cerita tak berujung. Ia terus merembet menguak kebobrokan di kepolisian, kejaksaan, imigrasi, penjara, dan entah apa lagi.
Demokrasi yang kita perjuangkan dengan susah payah sampai sekarang belum cukup terbukti bekerja melahirkan pemerintahan yang bersih dan membawa kemakmuran bagi orang banyak. Malah, bersama-sama dengan lembaga penegak hukum, parlemen dan partai politik berada dalam urutan teratas institusi paling korup pada laporan Global Corruption Barometer 2010 seperti tahun-tahun sebelumnya. Barangkali sekarang tak satu pun yang berani mendaku partai bersih. Kembalinya korupsi predatori Sekretariat Gabungan Partai Koalisi yang belakangan ini lebih berpengaruh dalam pembuatan kebijakan strategis pemerintah ketimbang DPR patut dikhawatirkan sebagai pertanda menguatnya gejala pembajakan negara: kendali ekonomi politik dikuasai dan diarahkan demi kepentingan sekelompok kecil elite. Bisa jadi tak akan lama lagi lembaga-lembaga kuasinegara produk reformasi, selain diamputasi kewenangannya, juga akan dikooptasi oleh persekongkolan kepentingan elite politik dan bisnis yang belakangan ini sedikit terganggu oleh kehadiran lembaga-lembaga independen tersebut. Gelagat kembalinya tipologi korupsi predatori yang masif dan rakus dalam sistem kekuasaan yang sudah terkonsolidasi, seperti pada era Orde Baru,
Yang hampir tak bisa dipercaya, pemerintahan SBY tak memperlihatkan kerisauan dan segera mengambil langkah besar memperbaiki keadaan. Ketika ada peluang emas memperbaiki institusi kepolisian dan kejaksaan pada pergantian kedua pemimpin lembaga itu lagi-lagi tak digunakan oleh Presiden SBY. Dia malah memilih figur yang tak punya rekam jejak melakukan perubahan besar. Kejengkelan umum atas berlarutlarutnya penyelesaian kasus Gayus diperparah dengan lambannya KPK. Lembaga itu seperti sungkan mengambil alih kasus Gayus dari tangan polisi. Meski sudah terlihat cenderung melokalisasi kasus Gayus berhenti di Gayus dan dieksploitasi pada kasus-kasus cabang tersiernya, polisi tak berani menyentuh pokok kasusnya, khususnya menyangkut perusahaan yang menggunakan jasa Gayus memanipulasi kewajiban pajaknya. Di sini KPK harus dikritik karena tak memperlihatkan diri sebagai lembaga superbodi, tetapi justru menempatkan diri dalam subordinasi polisi dan jaksa. Sikap itu akan menghancurkan lembaga ini di kemudian hari di tengah ancaman pelemahannya oleh kepentingankepentingan elite politik dan bisnis yang tak menghendaki pemberantasan
korupsi secara radikal. Boleh dicurigai Belakangan KPK mulai mengembangkan sendiri penyidikan kasus Gayus. Kita berharap KPK juga tak berhenti pada upaya represif, tapi melanjutkannya untuk membenahi kelembagaan yang terkait di seputar kasus Gayus. Belajar dari preseden panja-panja sejenis sebelumnya, pembentukan Panja Pajak oleh DPR boleh dicurigai akan semakin menambah runyam persoalan dan jadi faktor pengganggu proses penyelesaian hukum kasus Gayus oleh KPK. Masyarakat harus berada di belakang KPK untuk menghadapi tekanantekanan politik yang mungkin terjadi. Kita masih berharap pemerintahan SBY akan melakukan koreksi dan merumuskan kembali agenda reformasi birokrasi dengan visi dan rencana aksi yang lebih konkret. Target pemerintah untuk mencapai indeks persepsi korupsi 5,0 pada tahun 2014 diperlukan gagasan besar, langkah besar, dan kepemimpinan yang kuat untuk menggerakkan seluruh jajaran pemerintah melakukan perubahan fundamental. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum diharapkan melakukan perubahanperubahan sistematis bukan kasuistikdalam memerangi mafia hukum. Terakhir, melihat perkembangan yang mencemaskan ini, gerakan sosial antikorupsi harus mengonsolidasi semua elemen reformis, membuka ruang politik yang lebih luas, dan mencari cara-cara baru yang lebih berpengaruh. Perang melawan oligarki korup adalah dengan memutus jalur logistik, pengikut dan pendukungnya; membongkar operasi kotor bisnis mereka; dan memperkuat KPK. Teten Masduki, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia http://cetak.kompas.com/ read/2011/01/18/04135399/
9
Opini
Serangan Balik DPR Oleh Reza Syawawi
Tong kosong nyaring bunyinya. Inilah gambaran sikap anggota Komisi III DPR yang menolak kehadiran Bibit S Rianto dan Chandra Hamzah dalam rapat kerja, dengan alasan keduanya masih berstatus tersangka (31/1). Alasan yang jelas mengada-ada dan tidak berdasar argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Sikap ini ditengarai sebagai bentuk solidaritas dan balas dendam DPR atas penahanan 19 politisi oleh KPK yang diduga menerima suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) BI Miranda S Goeltom (Kompas, 1/2). Fakta di atas memunculkan pandangan bahwa DPR sesungguhnya telah keluar dari demarkasi pemberantasan korupsi dan justru berbalik menjadi korup, menyalahgunakan kewenangan untuk melemahkan KPK. Status Bibit-Chandra yang dipermasalahkan anggota Komisi III DPR adalah persoalan hukum yang telah diputuskan menurut hukum yang berlaku. Keputusan untuk menerapkan deponeering sebagai kewenangan hukum jaksa agung atas perkara kedua pemimpin KPK ini adalah putusan hukum yang final dan harus dihormati semua pihak termasuk DPR. Perjalanan rekayasa kasus BibitChandra sempat terkatung-katung di tangan Jaksa Agung karena penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) bermasalah. Namun, persoalan akhirnya selesai dengan penetapan deponeering. Kebijakan ini diambil karena desakan publik begitu kuat untuk menghentikan kasus yang sarat rekayasa ini. Rekayasa Penerbitan SKPP bisa dianggap sebagai bentuk pengakuan bahwa kasus ini memang direkayasa. Kebijakan ini diterapkan dengan alasan hukum yang keliru sehingga sangat mudah untuk dibantah. Terbukti gugatan sidang praperadilan yang diajukan Anggodo dikabulkan pengadilan. Pengadilan kemudian memerintahkan untuk melanjutkan proses hukum kasus ini. Deponeering menjadi pilihan terakhir
bagi Jaksa Agung untuk menghentikan kasus ini. Secara hukum, Jaksa Agung memiliki kewenangan khusus mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (Pasal 35 Huruf c UU Kejaksaan). Berdasarkan prinsip oportunitas ini, kasus Bibit-Chandra secara otomatis tidak bisa dilanjutkan proses hukumnya. Artinya, status tersangka yang disandang oleh kedua pemimpin KPK hilang dengan sendirinya. Lembaga mana pun, baik DPR maupun lembaga yudisial sekalipun, tidak memiliki wewenang membatalkan keputusan deponeering ini. Bahkan, dalam penjelasan Pasal 35 Huruf (c) UU Kejaksaan hanya disebutkan bahwa pelibatan lembaga lain dalam proses ini hanya sebatas pada penyampaian saran dan pendapat. Itu artinya, kebijakan deponeering merupakan kewenangan diskresi (principle of discretionary power) yang dimiliki Jaksa Agung atas sebuah kasus. Sikap anggota DPR yang masih mempermasalahkan status kedua pemimpin KPK tersebut bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap UndangUndang Kejaksaan. Hal ini semakin memperlihatkan indikasi bahwa para politisi ternyata ikut meruntuhkan kewibawaan hukum yang mereka buat sendiri. Serangan balik Penolakan Komisi III DPR akan kehadiran keduanya layak dicurigai memiliki agenda untuk kembali melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi. Upaya ini sangat lazim terjadi ketika KPK telah mulai mengusut kasus korupsi yang melibatkan pihak tertentu yang memiliki afiliasi kekuatan politik. Kecenderungan yang terjadi di sejumlah negara setidaknya menunjukkan gejala yang sama seperti yang sedang terjadi di Indonesia. Di Nigeria, misalnya, mantan Ketua Economic and Financial Crimes Commission Nigeria Nuhu Ribadu dipaksa mundur dari jabatannya karena mengungkap korupsi di kalangan politisi di negara tersebut. Fakta ini menunjukkan sikap reaktif
penguasa manakala ada pihak lain yang berpotensi menjadi ancaman bagi keberlangsungan kekuasaannya. Komisi antikorupsi independen akan cenderung menjadi ancaman ketika telah mulai mengusut kasus korupsi yang melibatkan penguasa. KPK tidak perlu gentar menghadapi perilaku para anggota DPR yang menolak kehadiran kedua pemimpinnya tersebut. KPK juga tidak perlu terpengaruh oleh sikap DPR yang sebetulnya hanya bertujuan ”mengacak-acak” kemajuan penanganan kasus yang tengah ditangani KPK saat ini. Undang-Undang KPK setidaknya memberikan proteksi kepada KPK terkait dengan penanganan kasus korupsi yang menjadi kewenangannya. KPK hanya diwajibkan membuat dan menyampaikan laporan tahunan kepada lembaga terkait, termasuk DPR, dan bukan dalam hal penanganan kasus tertentu yang berada pada ranah pro-justisia (Pasal 15 Huruf c UU KPK). Terkait dengan sikap reaktif DPR ini, patut dicurigai ada gelombang kekuatan politik yang menggunakan institusi demokrasi untuk melumpuhkan penegakan hukum terutama terhadap KPK. Padahal, institusi demokrasi termasuk DPR seharusnya memberikan dukungan terhadap penegakan hukum dan bukan justru berbalik arah menyerang institusi penegak hukum. Fenomena perlawanan balik koruptor begitu kental terlihat dari penolakan DPR atas kehadiran Bibit-Chandra. DPR sepertinya sedang melakukan serangan balik dengan menggunakan argumentasi ”fiktif” untuk melumpuhkan KPK. Namun, masyarakat percaya bahwa KPK tidak akan mundur sedikit pun untuk melawan setiap upaya yang menghalang-halangi pemberantasan korupsi. Reza Syawawi, Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia http://cetak.kompas.com/ read/2011/02/02/02580176/ serangan.balik.dpr
10
Opini
Menyibak Korupsi Berbau Legalistik Oleh Akmal Thulas
Gerakan anti korupsi di daerah sudah sampai pada kondisi ”The Lost of Passion”. Kerisauan-kerisauan tersebut semakin pudarnya semangat bershaf-shaf dalam mengayuh gerakan anti korupsi. Kondisi diakibatkan ketiadaan wadah sebagai leading dalam gerakan, dan kedua adalah kecendrungan eksternal terhadap trend dan prilaku terduga korupsi. Penulis melihat kedua sisi tersebut sebetul berbanding lurus. Semakin bagus proses penindakan hukum bagi koruptor maka semakin bagus spirit bagi gerakan antikorupsi. Lebih jauh lagi kondisi tersebut tidaklah sesederhana itu. Penulis melihat kondisi tersebut merupakan cerminan belum terkonsolidasi dengan bagus praktik-praktik penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis. Kalaupun praktik pemerintahan daerah dianggap telah demokratis, tetapi baru sebatas kulit-kulitnya saja. Ada pemilihan kepala daerah, ada pemilihan anggota legislatif lokal, ada pemilihan walinagari. Ada unsur legislatif, eksekutif dan yudikatif. Secara teknis proses telah berjalan dengan baik. Tetapi secara kualitatif masih jauh dari harapan rakyat. Padahal dalam konteks demokrasi yang berkualitas peran partisipasi masyarakat sebetulnya berpusat pada perencanaan, penganggaran, penetapan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan pengawasan dari dampak kebijakan itu sendiri dari penyelenggaraan pemerintahan. Dalam konteks korupsi formalitas yang dipahami masih pada tataran praktik-praktik melanggar hukum dalam memperkaya diri atau pihak lain. Padahal proses korupsi tersebut telah dimulai dalam proses perencanaan anggaran dengan memanipulir proses dan hasil musrenbang nagari/ kelurahan, kecamatan dan kabupaten/kota. Bahkan ada program-program masuk ditengah jalan tanpa adanya dokumen pendukung usulan masyarakat maupun merunut pada Rencana Pembangunan Menengah Daerah (RPJMD), Kebijakan Umum Anggaran. Secara legal program tersebut syah karena telah melalui prosedur penetapan APBD. Secara substansi merupakan praktik korupsi yang menyelinap pada prosedur formal. Proses penyusunan kue pembangunan yang didanai dari pajak yang dibayar rakyat pada proses penyusunan APBD inilah hakikat dari implementasi demokrasi yang sesungguhnya. Apakah prosesnya transparansi, melibatkan parsipasi masyarakat, dan akuntabel. Dari APBD diketahui potret daerah sesungguhnya. Apakah para penyelenggara negara melibatkan masyarakat,
berjalan transparan. Kemudian kemana arah kebijakan pembangunan daerah. Apakah hanya sekedar menjawab kepentingan segelintir orang. Adakah konsistensi anggaran dengan visi dan misi daerah. Apakah APBD menjawab persoalan rakyat yang sesungguhnya. Apakah APBD hanya digunakan untuk para pejabat dan birokrasi. Belum lagi berbicara tentang MDGs. Dalam APBD dapat diketahui berapa besar belanja untuk publik. Dari belanja public tersebut berapa sesungguhnya dana tersebut memang dimanfaatkan untuk publik. Bisa jadi, nama kegiatannya adalah peningkatan kesehatan masyarakat jenis programnya misalnya adalah pembangunan ruang VVIP di RSUD. Pemahaman selama ini bagi penggiat korupsi mungkin dilihat ada tidaknyanya penyimpangan dalam proses pembangunan. Pada secara substansi praktik korupsi yang sesungguhnya bisa jadi pembangunan ruang VVIP merupakan praktik korupsi karena ruang tersebut hanya bisa diakses oleh pejabat-pejabat dan kroni daerah dan memberikan proyek kepada rekanan. Di samping itu mana bisa rakyat untuk menikmati ruang tersebut. Lebih gampang lagi melihat kemana saja dana rakyat dibelanjakan, bisa dibandingkan umpamanya perjalan dinas dengan program yang langsung menjawab persoalan masyarakat mana yang besar. Perjalanan dinas yang kurang logic dengan menghamburkan uang rakyat apakah ini tidak masuk dalam praktik korupsi. Secara aturan bisa jadi tidak ada persoalan. Hal yang sama bisa dianalisa masing-masing program. Persoalan lain masih adanya daerah yang menjadikan APBD sebagai dokumen rahasia. Tidak boleh diketahui oleh rakyat. Kalaupun ada yang merasa sudah menjadi dokumen public tapi proses meminta dipersulit. Dengan diberlakukannya UU Keterbukaan Informasi Publik No 14 Tahun 2008, merupakan titik awal untuk melakukan reformasi proses penyelenggaraan pemerintahan untuk lebih transparan dengan berbagai dokumen publik. Semangat UU tersebut diharapkan kepada daerah untuk sesegeranya mengimplementasikannya dalam bentuk perda sehingga tidak ada kerancuan, kekakuan dan ketakutan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Bagi masyarakat sipil UU tersebut merupakan senjata memaksa transparansi penyelenggaraan pemerintahan darah. Masyarakat bisa menggugat kalau pejabat public tidak merespon permintaan
dokumen public. Sanksinya adalah ancaman pidana. Pencegahan dan Pemberantasan Bagian solusi adalah membangun mentalitas antikorupsi merupakan bagian dari proses pencegahan dan bagian dalam proses penerapan Pact Integrity dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu dikembangkan lebih luas lagi. Pakta Integritas bukan hanya sekedar komitmen tetapi ada sebuah system yang dijalan. Tranparency International Indonesia merumuskan pakta Integritas harus mengacu kepada Sembilan prinsip yang harus dijalankan. 1. Komitmen pemerintah, 2. Komitmen Swasta, 3. Komitmen Pemerintah dan Swasta, 4. Pemantau Independen, 5.Mekanisme Pengaduan, 7. Perlindungan Saksi, 8. Penerapan Penghargaan dan Sanksi dan 9. Kesepakatan Batasan Rahasia. Agar komitmen saling sinergis, maka perlu didorong peningkatan kualitas perencanaan partisipatif khususnya pada setiap musrenbang dan mengambil kebijakan dan melakukan audit social. Audit sosial dimulai dari proses perencanaan sampai pada pelaksanaan program pembangunan. Pada tataran pemberantasan, perlu mendorong kerja para penegakan hukum yang lebih baik. Di samping perlunya membangun aliansi strategis gerakan antikorupsi dengan berbagai pihak. Logikanya dengan semakin pesatnya teknologi informasi seharusnya akan lebih mudah membangun aliansi tersebut. Kapan dan dimana saja bisa berkomunikasi. Memang pada tataran gerakan antikorupsi khususnya pemberantasan merupakan perjuangan yang cukup berat dan banyak lawan dan tantangan. Tapi disitulah namanya berjuang. Penutup Darimana kita memulai? Pertanyaan ini memang sulit dijawab. Virus Korupsi telah tersebar secara vertical dan horizontal. Apalagi dengan kondisi bangunan politik praktis yang sudah pada tataran cash and carry. Sikap antikorupsi bagi masyarakat sendiri agak massif. Paling tidak kita membangun pulau-pulau integrity. Bisa dimulai dari sebuah kabupaten, sebuah dinas, sebuah kecamatan, dsb. Diharapkan nanti akan banyak pulau-pulau integrity. Akmal Thulas, Project Asistance TIIndonesia FO Sumbar http://korandigital.com/? pg=articles&article=13837
11
Agenda Kegiatan 10 Februari 2011 Workshop Identifikasi permasalahan & Strategi Advokasi PBJ Gedung PKBI, Jakarta 21-23 Februari 2011 Training Sosial Audit Dharmasraya 24 Februari 2011 Rapat Anggota TI-Indonesia Sekretariat TI– Indonesia 28 Februari-3 Maret 2011 Seminar Evaluasi dan Perencanaan Program Good Governance and Anti Corruption Pantai Anyer, Jawa Barat
Album Kegiatan
Youth Camp, Green Balcony, Jawa Barat (21-23/1/11)
FGD & Konsultasi Publik Untuk Inventarisasi Masalah PBJ, Hotel Harris Jakarta (20/1/11)
Konferensi Pers: Implementasi EITI di Indonesia, Hotel Nikko Jakarta, (1/2/11)
Workshop & FGD Jurnalistik Untuk Investigasi isu Korupsi & Industri Ekstaktif, Wisma PKBI Jakarta (22-23/1/11)
Salam Transparansi Para pembaca setia E-Newsletter Transparansi, E-Newsletter edisi kali ini mengangkat salah satu agenda Suara Pemuda Anti Korupsi (SPEAK) yaitu Youth Camp SPEAK 2011. Kegiatan tersebut guna merumuskan rencana strategis SPEAK satu tahun ke depan dan pemilihan kepengurusan SPEAK 2010-2012. Dari rubrik rilis media, TI-Indonesia dan PWYP Indonesia mendorong agar pemerintah melaksanakan secara konsisten mekanisme pelaporan sesuai dengan prinsip-prinsip EITI dan Perpres 26/2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif. Sementara dari rubrik kegiatan kami menghadirkan berita tentang birokrasi daerah yang masih rentan terhadap praktik korupsi dan menilai pemerintah daerah belum memiliki komitmen menghilangkan hambatan birokrasi kantor dinas dan mempermudah birokrasi melalui pelayanan terpadu satu pintu. Selain itu kami juga menyajikan berita Workshop dan FGD untuk jurnalis tentang mendorong transparansi pada industri ekstraktif. Dari daerah, kami menyajikan berita dari Kabupaten Dharmasraya tentang pentingnya keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat dalam setiap proses pengambilan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah. Sedang dari Banjarbaru dan Balikpapan menghadirkan berita kegiatan sosialisasi Rancangan Pedoman Perizinan Bisnis yang sedang dikembangkan oleh TI-Indonesia. Opini dari Teten Masduki, Sekretaris Jenderal TI-Indonesia tentang pemberantasan korupsi yang makin stagnan dan kejengkelan masyarakat atas berlarut-larutnya kasus Gayus. Sedangkan opini Reza Syawawi, peneliti TI-Indonesia menyikapi ”Serangan Balik DPR” yang menolak kehadiran Bibit S. Rianto dan Chandra Hamzah dalam rapat kerja KPK dan DPR. Terakhir opini dari Akmal Thulas, Project Assistance TI-Indonesia FO Sumbar menyibak korupsi berbau legalistik di daerah yang sudah dalam kondisi ”The Lost of Passion”. Semoga sajian edisi kali ini dapat bermanfaat. Selamat membaca, Redaksi
E-NEWSLETTER TRANSPARANSI diterbitkan oleh Transparency International Indonesia atas dukungan Danish International Development Agency (DANIDA) PENANGGUNG JAWAB: Teten Masduki. REDAKTUR PELAKSANA: Dwipoto Kusumo. Co-REDAKTUR PELAKSANA: Wawan H. Suyatmiko. REDAKSI: Soraya Aiman, Ilham B. Saenong, Retha Dungga, Heni Yulianto, Jonni Oeyoen, Florian Vernaz, Arief Nur Alam, Rivan Praharsya, Teguh Setiono, Frenky Simanjuntak, Putut A Saputro, Kumba Digdowiseiso, Utami Nurul. LAY-OUT: Nur Fajrin ALAMAT REDAKSI: Jl. Senayan Bawah No.17, Blok S, Rawa Barat, Jakarta 12180. Tel: 6221 7208515, Fax: 6221 7267815, Email:
[email protected], Web: www.ti.or.id
REDAKSI MENERIMA ARTIKEL ATAU TULISAN DARI PIHAK LUAR SECARA SUKARELA, YANG BERKAITAN DENGAN ISU GERAKAN ANTIKORUPSI DI INDONESIA DAN LUAR NEGERI, PANJANG