Transparency International (TI) Indonesia adalah chapter otonom dari Transparency International (TI) yang bekerja di lebih dari 90 negara di dunia. TIIndonesia merupakan jaringan LSM yang memfokuskan diri pada upaya melawan korupsi dan berupaya membangun koalisi/kemitraan dalam rangka membasmi efek buruk dari korupsi terhadap kaum lelaki, perempuan, dan anak-anak. Misi utama dari TI-Indonesia adalah menciptakan lingkungan yang bersih dari praktik korupsi.
Transparansi E-NEWSLETTER
E-Newsletter TI-Indonesia E D I S I
I V
V O L
V I
J U N I
2 0 1 0
FGD Youth SMU Se-Jakarta
Khianati Kepercayaan, Cikal-Bakal Korupsi SMU swasta, negeri, bahkan dari homeschool. Nyatanya anak-anak HC gak kalah kritisnya dibanding yang sekolah formal. Setelah dibuka Abimanyu (Ketua Senat Gonz), masuk ke perkenalan fasilitator. And things start to get very interesting.
DAFTAR ISI: FGD Youth SMU SeJakarta: Khianati Kepercayaan, CikalBakal Korupsi
1
Rilis Media: Alokasi Dana Aspirasi Menyuburkan Politik
1
Dok Wandi Nicodemus
Direktur Stabil Bicara UU KIP: “Agar 4 Akuntabilitas Pembangunan Meningkat” Balikpapan Hasilkan Panduan Musrenbang
4
Kementerian PAN & RB Lirik TPP Dharmasraya
5
Opini: Istana Diam, KY Terancam
6
Opini: Mengapa Kita Perlu Survei Pengukuran Korupsi (dan berhenti menolak hasilnya)
7
Agenda Kegiatan
9
Album Kegiatan
9
Salam Transparansi
10
"When you get what you want, but not what you need" Fix You dari Coldplay ngebuka diskusi terarah (FGD) Anak Muda & Gerakan Anti Korupsi di SMU Gonzaga awal Juni lalu. Lagu ini jadi provokasi diskusi yang membawa kita pada inspirasi bahwa betapa korupsi berasal
dari keserakahan: “saat orangorang gak bisa bedain keinginan dan kebutuhan.” Diskusi mulai jam 10 pagi, peserta 20 orang dengan perbandingan gender 55 – 45 %. Ga buruk sama sekali, mengingat di mana-mana diskusi biasanya timpang. Peserta berasal dari berbagai
Afra, salah satu fasilitator dari Majalah Change, kasih intro bahwa anak muda bisa melakukan perubahan dengan menulis apa yang jadi pengalaman sehari-hari. Anak muda adalah agen perubahan yang bisa ngebawa Indonesia ke kondisi yang lebih OK dari sekarang. Diberi ruang, anak-anak muda di FGD ini gak nyia-yiain kesempatan. Mereka numpahin kritisisme mereka .......... bersambung ke halaman 2
Rilis Media
Dana Aspirasi Menyuburkan Politik Uang JAKARTA, (7 Juni 2010) – Pengajuan dana aspirasi oleh DPR untuk Dapil senilai 15 M per anggota Dewan dengan total RP 8,4 Triliun harus ditolak oleh Menteri Keuangan dan masyarakat luas, karena melanggar hukum dan potensial menjadi sumber
dana politik yang memboroskan anggaran Negara dan dikorupsi. Pelanggaran UU yang terjadi mencakup UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU 32/2004
tentang Pemerintahan Daerah, UU 15/2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Pertenggungjawaban Keuangan Negara, UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat .......... bersambung ke halaman 2
2
Khianati Kepercayaan….. tentang fenomena korupsi saat ini. Menurut mereka korupsi identik dengan serakah.
“Anak muda itu kan dapat kepercayaan, yang dikasih orang tua, sekolah, sampai dari teman sendiri. Nah, kepercayaan = wewenang yang diberikan,”
Dalam kenyataan keseharian, korupsi berupa ngambil sesuatu ga sesuai porsi atau di luar hak. Tindakan ini (ke)jahat (an), yang nyebarin rasa ga adil. Sayangnya, menurut penilaian peserta, justru dianggap lumrah di Indonesia. Penyalagunaan Kepercayaan Lalu bagaimana mereka mandang kaum muda hubungannya dengan korupsi? Pertanyaan dasarnya, Bisa ga sih anak muda korupsi? Dengan berani dan jujur, mereka menjawab ya. Yakni, saat anak muda menyalahgunain kepercayaan yang diberikan. Ini yang menajadi cikal bakal perilaku korup. Saat anak muda ga megang wewenang yang diberikan? “Anak muda itu kan dapat kepercayaan, yang dikasih orang tua, sekolah, sampai
dari teman sendiri. Nah, kepercayaan = wewenang yang diberikan,” simpul diskusi Bentuk kepercayaan yang dikasih ke anak muda, misalnya, “pemakaian uang jajan secara positif, waktu jam skolah dipakai blajar, bukannya bolos. Waktunya blajar bukan malah main, ato pakai fasilitas sesuai ijin yg didapat aja”. Dalam konteks anak muda, penyalahgunaan berbagai kepercayaan yg udah diberikan orangtua, sekolah, teman itulah yg jadi cikal-bakal korupsi. Kita semua punya kontrak sosial. Dalam kontrak sosial kita punya kepercayaan, kewenangan, kekuasaan. Dalam kewenangan ada tanggung jawab. Diskusi ini sebetulnya salah satu yang dilakukan TI Indonesia dalam rangka penelitian strategi atau cara-cara untuk menarik anak muda agar bisa lebih aktif dan konsisten dalam gerakan anti korupsi. Apalagi jika mimpi besarnya ingin membuat gerakan ini
menjadi suatu gerakan yang massive dan ada di setiap jengkal Indonesia. Aceh sampai Papua. Anak muda itu unik, seru, dan sangat aktif. Pendekatan FGD ini disesuaikan dengan karakteristik ini. Nggak susah, sederhana saja. Karena kita berusaha setia pada tujuan diskusi ini sendiri. Kita ingin tahu sudut pandang anak muda dalam memandang korupsi, baik dari segi definisi, penyebab, dampak, hingga apa yang sebetulnya bisa dilakukan oleh anak muda sendiri dalam menghadapi masalah negara ini. Dalam diskusi ini kita ngga menyuntikkan pengetahuan TI -Indonesia tentang korupsi, tapi ngegali sendiri dari mereka. Karena kita menghindari ‘mengontaminasi’ jiwa dan pikiran mereka. Sebaliknya, pendapat anak muda jadi cerminan apa yang bisa dilakukan di masa depan.[mis]
Dana Aspirasi….. Dana aspirasi jelas -jelas akan menguntungkan politisi berkuasa untuk memperluas atau mempertahankan basis politik mereka (pork barrel politic).
dan Daerah, UU No 27 / 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) sebagai revisi UU Susduk. Keenam UU itu pada intinya menegaskan bahwa lembaga legislative adalah pengguna anggaran dan bukan pengelola keuangan Negara. Demikian pula DPR bukan pelaksana pembangunan, tetapi pembuat kebijakan dan pengawas pelaksanaan kebijakan yang dijalankan Pemerintah. Oleh karena itu apapun alasannya untuk memperjuangkan kepentingan konstituen, DPR
hanya semata berhenti pada pembuatan kebijakan pemerintah (allocation policies) sesuai dengan aspirasi masyarakat, bukan langsung mendistribusikan proyek dan atau anggaran kepada konstituen. Dana aspirasi jelas-jelas akan menguntungkan politisi berkuasa untuk memperluas atau mempertahankan basis politik mereka (pork barrel politic). Dengan kata lain ini akan semakin melanggengkan pola hubungan politisi dan pemilih yang bersifat transaksional dan menyuburkan politik uang.
Alokasi dana aspirasi DPR dipastikan semakin menyedot uang rakyat (APBN). Apalagi sejak dilantik bulan September 2009 hingga Juni 2010, telah teralokasi anggaran sebesar RP. 10,06 trilliun (Lihat tabel). Alihalih memaksimalkan fungsi representasi dalam mengagregasi aspirasi rakyat untuk legislasi, budgeting, dan pengawasan, legislator di DPR justru lebih memilih mencederai prinsip kepatutan dan rasa keadilan masyarakat dengan bekerja demi tujuan dan kepentingan diri sendiri.[]
3
Tabel alokasi anggaran untuk DPR No 1 2 3
4 5 6
Pos Alokasi Anggaran Yang sudah dikeluarkan : Dana pelantikan anggota khusus anggota DPR Uang renovasi gedung RJA (Rumah Jabatan Anggota) di kawasan Kalibata Uang akomodasi / sewa tempat tinggal sebelum proses renovasi selesai, senilai Rp 15 juta / bulan per orang. Sehingga total bagi seluruh anggota senilai Rp 15.000.000 x 560 orang x jumlah bulan berjalan (sampai dengan bulan Juli 2010) Pengadaan komputer sejumlah 687 per unit, dengan harga sekitar Rp 16 juta per unit Bantuan untuk Partai Politik dengan total nilai sebesar Rp 8,6 M Gaji dan tunjangan anggota DPR (560 orang x Rp 55.400.000).
Rupiah 28.500.000.000 300.000.000.000 84.000.000.000
11.030.000.000 8.600.000.000 31.024.000.000
Catatan: Fasilitas ini belum termasuk gaji ke – 13, uang legislasi, uang rapat, uang transport, uang perjalanan dinas di dalam dan luar negeri, fasilitas kredit kendaraan, honor asisten dan tenaga ahli dan fasilitas penunjang lain (laptop, internet, hotel bintang 5, kupon bensin, kupon bebas TOL, dll) yang seluruhnya dibiayai Negara.
7 8
Yang sudah disetujui dan belum dikeluarkan: Renovasi Gedung DPR yang katanya “miring” senilai Rp 1,2 Triliun Dana aspirasi Rp 15 milliar x 560 anggota dgn nilai total Rp 8,4 T Total
Sumber: TI Indonesia, diolah dari RKAK/L 2009/2010 dan berbagai sumber
1.200.000.000.000 8.400.000.000.000 10.063.154.000.000
4
Direktur Stabil Bicara UU KIP:
“Agar Akuntabilitas Pembangunan Meningkat” “Yang pasti UU KIP ini sudah diberlakukan 30 April 2010 kemarin. Saya sangat tanggap atas UU KIP ini yang akan menginforasikan beberapa informasi keterbukaan publik untuk masyarakat yang ingin mengetahui kinerja pemerintahan,”
(8/05). Kegiatan yang berlangsung Hotel Mega Lestari Kota Balikpapan, dihadiri 20 peserta dari perwakilan LSM, Media dan Pemko Kota Balikpapan.
Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik (UU KIP) menjadi peluang meningkatkan akuntabilitas LSM kepada publik sekaligus publik dapat mengetahui kinerja pemerintahan. Demikian kesimpulan Press Briefing bersama dengan media lokal di Balikpapan, yang diselenggarakan Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan (Stabil) dan Forum Masyarakat untuk Transparansi (Format), Sabtu
Selain memaparkan hasil investigasi indikasi penyimpangan terhadap beberapa kebijakan Pemko Balikpapan terkait pengadaan barang dan jasa, disampaikan juga pemberlakuan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Stabil dan Format sebagai LSM yang bekerja di Balikpapan melihat UU KIP sebagai peluang meningkatkan legitimasi NGO kepada publik. “Kami sangat menyambut baik atas diberlakukannya UU KIP”, sambut Ketua Format, Nurdin Ismail.
Dalam hal, akses dokumendokumen yang akan diperlukan untuk kepentingan banyak orang, dan kami terbuka untuk insan pers dan masyarakat yang ingin melakukan audit terhadap kami.” Sebaliknya UU KIP menjadi peluang juga bagi publik yang ingin mengetahui kinerja pemerintahan. “Yang pasti UU KIP ini sudah diberlakukan 30 April 2010 kemarin. Kami berharap UU KIP ini dapat menyediakan beberapa informasi keterbukaan publik untuk masyarakat yang ingin mengetahui kinerja pemerintahan,” ujar Jufriansyah, Direktur Stabil yang juga memberikan presentasi. [dk]
Balikpapan Hasilkan Panduan Musrenbang Dalam Workshop disepakati Tim Perumus yang bertanggung jawab menyempurnaka n draft panduan Musrenbang
Gambaran kepada multipihak mengenai kondisi riil dalam pelaksanaan Musrenbang di Kota Balikpapan disampaikan dalam Workshop Partisipasi Publik dalam Musrenbang, Rabu-Kamis (19-20/05) di Hotel Mega Lestari Balikpapan yang diselenggarakan Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan (Stabil). Kegiatan ini mendiskusikan isu -isu atau dasar penyusunan panduan dalam proses musrenbang kedepan dan
adanya draft panduan partisipasi masyarakat dalam proses musrenbang di Kota Balikpapan. Acara ini dihadiri 57 orang pada hari pertama dan 56 orang pada hari kedua. Peserta merupakan perwakilan berbagai unsur masyarakat sipil Kota Balikpapan, baik dari pemerintah kota, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun kelompok masyarakat lainnya.
Dalam Workshop disepakati Tim Perumus yang bertanggung jawab menyempurnakan draft panduan Musrenbang. Draft ini kemudian menjadi dokumen publik yang dapat digunakan oleh warga, baik pemerintah kota, akademisi maupun masyarakat dalam memperbaiki proses perencanaan pembangunan di Balikpapan.[dk]
5
Kementerian PAN & RB Lirik TPP Dharmasraya Komitmen Pemerintah Kabupaten Dharmasraya dalam menerapkan Pakta Integritas terus berlanjut khususnya pengelolaan pengaduan dalam pelaksanaan proses pengadaan barang dan jasa dengan dibentuknya Tim Pengelola Pengaduan (TPP). TPP dibentuk dengan dasar hukum Surat Keputusan Bupati Dharmasraya Nomor : 189.1/273/KPTS –BUP/2009. Dalam SK tersebut dijabarkan masa jabatan dari tahun 2010 sampai tahun 2013 dengan tugas melakukan pengumpulan data, menganalisa dan menguji kebenaran atas pengaduan yang masuk dan memberikan rekomendasi kepada Bupati untuk mengambil langkahlangkah yang diperlukan terhadap hasil pengumpulan data, analisa dan pengujian kebenaran terhadap pengaduan yang masuk. Sedangkan kewajiban TPP adalah menyusun dan menetapkan pedoman dan kode etik pengelolaan pengaduan; menjaga kerahasian identitas saksi dan pelapor; dan memfasilitasi penyelesaian bila terjadi konflik dalam pelaksanaan Pakta Integritas. Melalui seleksi terbuka, terpilih dan ditetapkan 7 orang anggota TPP. Lima orang berasal dari unsur masyarakat, yaitu Epon Ekanedi, S.Hi, M. Dani Dt. Rj. Malano, S.E, Rusdi, Taufikqurrahman, ST, dan Afdal, S.Pt. Sedangkan 2 orang berasal dari unsur pemerintah, yaitu Kepala Inpekstorat Dharmasraya (ex officio) Afdal Sati, SE dan kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Pengadaan Barang dan Jasa (ex Officio) Adlisman, S.Sos., M.Si. dan sekarang telah diganti dengan Lely Arni, S.Pd. Yang dilantik tanggal 19 Nopember 2009. Dalam memperlancar standar operasional kerja TPP, melalui fasilitasi TI Indonesia FO Sumbar, telah disusun juklak/juknis dan mekanisme pengaduan serta kode etik TPP. Di dalamnya diatur tentang susunan kelembagaan yang terdiri dari ketua dan wakil ketua, fungsi
komponen kepengurusan, mekanisme pemilihan ketua dan wakil ketua, mekanisme kerja, mekanisme pengambilan keputusan, tugas sekretariat dan fungsi sekretariat. Dalam konteks mekanisme pengaduan. TPP telah menyusun point mekanisme mulai dari ketentuan umum laporan, azas laporan, penerimaan dan pendaftaran pengaduan, yuridis formal dan materil laporan, klasifikasi laporan, tahapan periksaan yang terdiri dari: Kajian internal laporan, pembentukan tim pemeriksa, menyusun kerangka acuan pemeriksaan, persetujuan dan surat tugas, pelaksanaan dan penyusunan laporan dan rencana tindak lanjut sampai pada mekanisme solusi konflik. Unggulan TPP termasuk salah satu unggulan dalam pelayanan publik dan PBJ pemda Dharmasraya. Dalam Lomba tingkat nasional, Pemerintah Provinsi Sumbar mengajukan Dharmasraya sebagai salah satu dari dari 4 kabupaten/kota di Sumbar untuk pelayanan publik terbaik. Tim penilai dari kementerian Pendayaan Aparatur Negara pada 10 Mei 2010 memperoleh ekpos pelayanan publik dari Kepala BP2TPBJ Lely Arni, S.Pd dan dilanjutkan peninjauan lapangan dan wawancara. Salah satu materi wawancara berkisar tentang fungsi TPP dan mekanisme kerja TPP dalam melayani pengaduan masyarakat dalam pengadaan barang dan jasa. Hadir dari Ketua TPP M. Dani Dt. Rj. Malano, S.E dan anggota TPP Rusdi. Dalam menjamin kerja-kerja TPP, TI Indonesia FO-Sumbar telah melakukan beberapa kali pelatihan. Pertama adalah training Pengadaan Barang dan Jasa untuk TPP dilaksanakan di Hotel Sumpur Singkarak 1- 5 Maret 2010. Kemudian dilanjutkan dengan Training Investigasi dan Pelaporan pada tanggal 18 Maret 2010 di Hotel Grand Malindo Bukitt inggi. Di samping itu FO Sumbar telah mengirim Epon Ekanedi mengikuti
training Sistim Informasi Pengaduan Online. Tantangan Keradaan TPP bahagian dari pelaksanaan Pakta Integritas, merupakan tugas mulia dalam mengefisenkan dan mengefektifkan serta tepat sasaran setiap rupiah yang digunakan pemerintah untuk kepentingan rakyat dalam pengadaan barang dan jasa. Kerja-kerja TPP merupakan tugas negara yang sedang membangun tranparansi, akuntabilitas dan partisipatif yang telah dipayungi dengan undang-undang dan peraturan pemerintah. Setiap penyimpangan merupakan lawan dari rakyat dan sekaligus penyimpangan merupakan pengkhianatan terhadap negara. Tanpa keterlibatan seluruh komponen dalam mendorong pelaksanaan Pakta Integritas bagi penyelenggara negara dan pihak yang mengambil keuntungan dari kepentingan negara, mustahil sekali pembangunan tersebut akan mencapai sasaran. Dalam rangka itu peran serta masyarakat dalam memantau dan mengawasi pengadaan barang dan jasa serta memberikan laporan kepada TPP sangat mendukung kerja-kerja TPP dalam mengelola pengaduan sehingga adanya tindak lanjut dari laporan tersebut. Begitu juga dari TPP itu sendiri lebih proaktif dalam menjalankan fungsinya sebagai pengelola pengaduan. Perubahan kepemimpinan daerah merupakan estafet pembangunan yang telah berlangsung untuk lebih proaktif lagi dalam menjalankan dan menjunjung amanat rakyat dan negara. Kebijakan yang telah baik harus dilanjutkan dan mana yang kurang baik perlu dievaluasi dan diperbaiki lagi. TPP merupakan langkah maju dalam menjamin mekanisme pengaduan dan membumikan Pakta Integritas sehingga tidak menjadi barang asing.[] Penulis adalah Project Assistant Daerah TI Indonesia FO Sumatra Barat
6
Opini
Istana Diam, KY Terancam Oleh: Donal Fariz Komisi Yudisial bak anak tiri di negeri ini. Lembaga ini seakan tertatih-tatih untuk menyambung kepemimpinannya di generasi kedua. Sementara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum menyatakan sikap tegas atas kondisi ini. Enggankah Istana ”mengulurkan tangan”, membantu Komisi Yudisial (KY)? Jika dihitung secara matematis, usia komisioner jilid satu (2005-2010) tinggal 36 hari. Namun, hingga kini, proses seleksi masih berputar-putar pada tahapan pendaftaran calon peserta. Bahkan, Panitia Seleksi (Pansel) menyatakan proses pendaftaran akan diperpanjang. Ironis, karena jika mengacu pada UU No 22 Tahun 2004 tentang KY, idealnya proses ini memakan waktu hingga enam bulan sehingga, hampir dipastikan, lembaga ini akan mengalami kekosongan kepemimpinan yang akan demisioner terhitung pada 2 Agustus 2010. Berbeda dengan nasib KPK yang ”di ujung tanduk” karena ulah perlawanan koruptor. Nasib KY justru terancam karena tak mendapat perhatian pemerintah. Kondisi ini menyajikan sebuah fakta bahwa sebagai kepala negara, Presiden telah melalaikan kewajiban konstitusionalnya. Keterlambatan proses seleksi yang berujung pada kekosongan kepemimpinan KY tidak bisa ditoleransi. Haram hukumnya jika Presiden ”lupa” agenda rutin ini. Apalagi jika melihat komposisi pemerintahan diisi dengan kabinet yang serba ”komplet”, mulai dari menteri hingga staf khusus Presiden. Jelas sekali, Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan jadi sosok tunggal paling bertanggung jawab terhadap permasalahan ini. Paling tidak, ada tiga fakta yang menunjukkan kelalaian terhadap kewajiban konstitusional. Pertama, pembentukan Pansel terlambat dari jadwal. Jika pemerintah serius melakukan peralihan KY jilid II, setidaknya Pansel sudah terbentuk Februari 2010. Kenyataannya, baru terbentuk 23 April 2010 melalui Keppres No 5 Tahun 2010. Presiden baru ”tersadar” akan tugas dan tanggung jawabnya setelah Koalisi Pemantau Peradilan mendesak Presiden untuk segera membentuk dan melantik Pansel Komisioner KY. Dengan waktu yang sangat kasip, sangat sulit Pansel akan mampu melakukan proses seleksi tepat waktu karena UU telah mengatur rincian serta tahapan proses seleksi. Tak mungkin salah satu tahapan diabaikan jika hendak ”memaksakan” untuk selesai tepat waktu. Terkecuali, pemerintah dan Pansel memiliki inovasi dan terobosan untuk mengejar ketertinggalan. Jika menakar keseriusan pemerintah hari ini, agaknya sulit mengharapkan hal tersebut bisa terjadi. Padahal, keberadaan KY sangat strategis untuk memberantas mafia hukum, yang tumbuh subur di sektor peradilan. Apalagi jika melihat catatan Global Corruption Barometer. Tahun 2008, sektor peradilan menduduki peringkat kedua setelah parlemen, sebagai institusi potensial korup. Dengan kewenangan yang dimiliki, KY sangat penting keberadaannya. Apalagi melihat sepak terjang KY selama lima tahun belakangan tidaklah mengecewakan. Beberapa kasus mafia peradilan berhasil terungkap. Sehingga, ketidakseriusan untuk membangun KY sama halnya tak serius memerangi mafia hukum. Kita pantas khawatir jika pernyataan perang terhadap korupsi dan keinginan memberantas mafia hukum yang diwujudkan dengan pembentukan satgas hanya kamuflase belaka. Kedua, anggaran Pansel yang tak kunjung diturunkan. Pasca- terbentuk, Ketua Pansel Harkristuti Harkrisnowo sudah mengajukan anggaran Rp 6 miliar kepada pemerintah. Namun, hingga dua bulan berjalannya Pansel, anggaran untuk proses seleksi belum juga turun. Pansel tidak akan bisa melaksanakan tahapan seleksi dengan baik tanpa dukungan logistik dari pemerintah. Ketiga, ketidakseriusan juga terlihat dari Pansel yang dipimpin seorang dirjen. Bertolak belakang dengan Pansel KPK yang dipimpin seorang menteri. Bagaimanapun posisi tawar menteri jauh di atas dirjen. Apalagi terhadap seleksi komisioner KY yang sudah di ujung tanduk. Ketiga hal di atas menunjukkan kelalaian dalam menjalankan amanat konstitusi dan kegagalan pemerintah dalam mengelola setiap agenda rutin negara ini. DPR hendaknya memanggil dan meminta pertanggungjawaban Presiden karena ini bagian dari fungsi pengawasan DPR. Pemanggilan oleh DPR akan menjadi stimulus dan desakan politis untuk mempercepat proses selaksi KY. Karena jika Istana diam, maka dipastikan KY terancam. Donal Fariz Peneliti Hukum ICW; Anggota Koalisi Pemantau Peradilan Tulisan ini pernah dimuat di Harian Kompas 2 Juli 2010.
7
Opini
Mengapa Kita Perlu Survei Pengukuran Korupsi (dan berhenti menolak hasilnya) Oleh Frenky Simanjuntak
kanlah hal yang mudah, mengingat korupsi sendiri merupakan kegiatan yang ilegal dan dilakukan tidak terangterangan. Data aktual mengenai tindak korupsi bisa didapatkan, misalnya di lembaga penegak hukum seperti polisi maupun kejaksaan, namun data tersebut hanya mewakili kasus-kasus korupsi yang dilaporkan. Bagaimana dengan kasus korupsi yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, tidak pernah dilaporkan karena sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dalam masyarakat? Bagaimana mengukurnya?
Mengapa survei pengukuran korupsi diperlukan? Apa perlunya mengetahui tingkat korupsi yang terjadi di sebuah negara, kota, atau institusi-institusi pemerintahan? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab oleh TI-Indonesia, yang baru saja meluncurkan hasil survei Barometer Korupsi Aceh, dan dalam beberapa bulan ke depan akan meluncurkan hasil survei Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2010. Hal ini mengingat bahwa TI, ataupun TI-Indonesia, banyak diidentikkan dengan survei-survei pengukuran korupsinya. Di sisi lain, hasil survei kita sering mengalami penolakan dan serangan terhadap metodologinya, seperti yang baru-baru ini diluncurkan Gubernur Aceh Irwandi terhadap hasil Survei Barometer Korupsi Aceh. Tujuan sebuah survei pada prinsipnya adalah untuk menjawab pertanyaan. Sebuah survei pengukuran korupsi, pertanyaan dasarnya pasti “seberapa besar tingkat korupsi di lokasi survei tersebut dilakukan?” Melakukan survei untuk mengukur tingkat korupsi bu-
Salah satu alternatif pendekatan dalam meneliti tentang korupsi adalah dengan menggunakan survei persepsi. Persepsi adalah abstraksi dari pengalaman. Persepsi mengenai korupsi dapat dibentuk melalui pengalaman langsung ataupun eksposur terhadap informasi mengenai korupsi. Survei pengukuran korupsi dapat dilakukan dengan menggunakan persepsi responden sebagai acuan. Pemilihan responden yang tepat adalah kunci keberhasilan sebuah survei persepsi. Penjelasan di atas belum menjawab pertanyaan pembuka tulisan ini “mengapa sebuah survei pengukuran korupsi diperlukan?” Sebuah survei pengukuran korupsi diperlukan utamanya untuk menjadi acuan untuk menentukan fokus usaha pemberantasan korupsi. Survei pengukuran korupsi dapat digunakan juga sebagai bahan evaluasi seberapa efektif usaha pemberantasan korupsi sudah dilakukan. Terakhir, survei pengukuran korupsi dapat dijadikan acuan target dalam merancang strategi pemberantasan korupsi. Pemanfaatan hasil survei pengukuran korupsi sebagai acuan pembentukan
kebijakan, pelaksanaan program ataupun target pembangunan dapat dilihat pada beberapa contoh berikut. Pemerintah Kota Mataram merespon hasil survei IPK 2006 dengan mengeluarkan satu Keputusan Walikota dan dua Instruksi Walikota pada tahun 2006 mendorong usaha pemberantasan korupsi di Kota Mataram pada tahun 2006. Pemerintah Kota Kupang saat ini menjajaki kerjasama program dengan TIIndonesia sebagai tanggapan positif mereka terhadap hasil survei IPK Indonesia 2010. Pemerintah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2009-2014) mentargetkan nilai Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada tahun 2014 adalah 5.0. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan hasil Survei Integritas yang mereka lakukan sendiri untuk menentukan fokus dalam penindakan dan pencegahan korupsi di institusi -institusi pemerintahan. Contoh-contoh di atas menunjukkan bagaimana sebuah survei pengukuran korupsi sangat bermanfaat bagi berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah (pusat ataupun daerah). Sebuah survei yang bisa dipertanggungjawabkan metodenya secara ilmiah, tentunya sangat bermanfaat digunakan sebagai acuan penentuan kebijakan. Menanggapi secara kritis sebuah laporan hasil survei adalah hal yang wajar. Hakekat keilmuan bahkan mengharuskan sebuah hasil penelitian atau survei diuji kesahihannya. Survei pengukuran korupsi yang dilakukan oleh TI maupun TI-Indonesia tidak terhindar dari berbagai kelemahan, dan oleh karenanya terbuka terhadap kritik. Ketika TI-Indonesia memaparkan hasil survei IPK Indonesia 2010 di .......... bersambung ke halaman 8
8
Mengapa Kita….. Kupang misalnya, berbagai kritik dilancarkan dari banyak perwakilan pemerintah daerah di sana terhadap metode survei dan hasilnya. Hanya kelompok organisasi masyarakat sipil dan media yang menerima secara positif hasil survei tersebut. Namun pada akhirnya walikota Kupang justru menerima dengan baik hasil survei ini dan bahkan membuka diri terhadap kerjasama dengan TI-Indonesia. Merespon hasil survei Barometer Korupsi Aceh yang baru saja diluncurkan, Gubernur Irwandi mengambil pendekatan defensif yang menurut hemat saya, counter productive. Survei yang dilakukan terhadap 2140 responden di 23 kabupaten/kota di Aceh, hasilnya antara lain menyatakan bahwa pemerintah Aceh belum efektif dalam usaha pemberantasan korupsi. Survei ini juga menyatakan bahwa diantara beberapa institusi pemerintah yang ada di Aceh, pemerintah daerah adalah institusi yang paling rawan korupsi, bersanding tidak jauh dengan parlemen dan kepolisian. Alih-alih menerima hasil sur-
vei ini sebagai masukan untuk perbaikan, gubernur melakukan manuver untuk mendiskreditkan hasil survei ini dengan mengaitkannya dengan aspek politis, menuduh pemilihan responden sangat tendensius untuk menjatuhkan nama gubernur, dan menolaknya. Sikap defensif seperti ini tentunya bukan sesuatu yang kita harapkan sebagai reaksi dari peluncuran hasil survei ini. Meskipun sikap penolakan ini sudah kami antisipasi jauh hari sebelumnya, namun kami sebenarnya mengharapkan sikap yang lebih bijaksana. Lebih disayangkan lagi, sikap ini dipublikasikan dengan mengkooptasi media lokal yang kelihatannya terpaksa mengeluarkan pemberitaan yang tidak memenuhi unsur check and balance jurnalisme. Alangkah sangat disayangkan. Reaksi ini mengingatkan kami pada reaksi DPR dan kepolisian dalam menanggapi Global Corruption Barometer 2006 dan 2007, atau reaksi Majelis Ulama Indonesia menanggapi Indeks Suap 2008. Reaksi defensif yang sama sekali tidak produktif.
Memang kita tidak bisa mengharapkan semua institusi pemerintah dapat menerima secara terbuka hasil survei yang kita kerjakan. Namun dengan membuka pemahaman kita sendiri tentang pentingnya survei pengukuran korupsi, kita bisa mempublikasikan hasil kerja kita tanpa perlu takut pada reaksi-reaksi negatif terhadapnya. Sebagai penutup, selain berguna untuk para pemangku kebijakan, survei yang kita lakukan sebenarnya bisa kita jadikan bahan refleksi tentang apa yang sudah kita kerjakan dalam usaha menghilangkan korupsi di Indonesia. Sepatutnya juga hasil survei seperti Barometer Korupsi Aceh ataupun survei kita yang lain kita gunakan sebagai bahan berkaca dan merenung, setelah sekian tahun bekerja di suatu daerah, apakah ada manfaat nyata yang telah diberikan TI-Indonesia terhadap pemberantasan korupsi di sana. Penulis adalah Manager Economic Governance TI-Indonesia
“Analogi Sapu Lidi” Karya Fahmi Auriza & Rahmatullah Juara I Lomba Iklan Layanan Masyarakat HUT TI-Indonesia ke 8
9
Agenda Kegiatan 2 Juli 2010 DISKUSI JUM’ATAN “Presentasi Youth Conference” (Youth Club & Internal TI-Indonesia) Sekretariat TI-Indonesia 9 Juli 2010 DISKUSI JUM’ATAN “Corruption, Anthropological Perspective” (Internal TI-Indonesia) Sekretariat TI-Indonesia 23 Juli 2010 DISKUSI JUM’ATAN “Local Government Politic” (Internal TI-Indonesia) Sekretariat TI-Indonesia 9 Juli 2010 DISKUSI JUM’ATAN “Philosophy of Bribe” (Internal TI-Indonesia) Sekretariat TI-Indonesia
Album Kegiatan ← FGD “Anak Muda dan Gerakan Anti Korupsi”, SMU Gonzaga Jakarta (9/6)
↑
Press Conference “Alokasi Dana Aspirasi Menyuburkan Politik Uang”, Sekretariat Nasional TI-Indonesia (7/6)
← Press Briefing “Tolak Dana Aspirasi DPR”, Sekretariat Nasional TIIndonesia (21/6)
← Peluncuran Survei “Barometer Korupsi Aceh 2010”, Hotel Century Park Senayan Jakarta (22/6)
Salam Transparansi Tidak terasa sudah 4 edisi e-newsletter Transparansi hadir ke pada pembaca sekalian. Kami melihat adanya sambutan yang baik di setiap edisinya. Hal ini dapat kita lihat dari jumlah hits dan pen-download di website www.ti.or.id. Demikian pula permintaan untuk mengirimkan soft file dari lembaga maupun perorangan. Untuk itu kami dari redaksi mengucapkan terima kasih atas apresiasi dari pembaca setia yang menantikan tiap edisinya. Hal lain yang menggembirakan adalah meningkatnya partisipasi para staf, mitra dan jaringan TI-Indonesia terhadap konten e-newsletter ini. Terlihat dari terus mengalirnya kontribusi artikel yang masuk. Tentu merupakan kehormatan bagi kami memuatnya, apalagi para kontributor tentu menulis disela-sela kesibukan menjalankan aktivitas kerja yang lain. Pada edisi kali ini, kami mengangkat isu utama nasional tentang Dana Aspirasi yang diajukan oleh DPR. Seperti diketahui bahwa pengajuan itu melanggar hukum (UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU 15/2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Pertenggungjawaban Keuangan Negara, UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, UU 27 / 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) sebagai revisi UU Susduk) dan potensial menjadi sumber dana politik yang memboroskan anggaran Negara dan kemungkinan besar rawan terhadap korupsi. Diskusi anak muda dan gerakan antikorupsi tingkat sekolah menengah umum juga diangkat dalam edisi ini. TI-Indonesia melakukan kegiatan ini dalam rangka penelitian strategi atau cara-cara untuk menarik anak muda agar bisa lebih aktif dan konsisten dalam gerakan antikorupsi. Apalagi jika mimpi besarnya ingin membuat gerakan ini menjadi suatu gerakan yang massive dan ada di setiap jengkal Indonesia. Aceh sampai Papua. Dari daerah kami sajikan berita dari Kabupaten Dharmasraya tentang Sekilas tentang Tim Pengelola Pengaduan. Sedang Kota Balikpapan Kalimantan Timur memberitakan Pemberlakuan UU KIP dan Workshop Pembahasan Draft Panduan Musrenbang. Terakhir, kami menghadirkan opini terhadap hasil survei pengukuran korupsi di Aceh yang dilakukan TI-Indonesia. Dalam opini ini ditekankan bahwa perlunya survey pengukuran korupsi dan berhenti menolak hasilnya. Semoga bermanfaat! Redaksi Dwipoto Kusumo
E-NEWSLETTER TRANSPARANSI diterbitkan oleh Transparency International Indonesia atas dukungan Danish International Development Agency (DANIDA) PENANGGUNG JAWAB: Teten Masduki. REDAKTUR PELAKSANA: Dwipoto Kusumo. REDAKSI: Soraya Aiman, Ilham B. Saenong, Retha Dungga, Heni Yulianto, Jonni Oeyoen, Florian Vernaz, Arief Nur Alam, Rivan Praharsya, Teguh Setiono, Frenky Simanjuntak, Putut A Saputro, Kumba Digdowiseiso, Utami Nurul. ALAMAT REDAKSI: Jl. Senayan Bawah No.17, Blok S, Rawa Barat, Jakarta 12180. Tel: 6221 7208515, Fax: 6221 7267815, Email:
[email protected], Web: www.ti.or.id
REDAKSI MENERIMA ARTIKEL ATAU TULISAN DARI PIHAK LUAR SECARA SUKARELA, YANG BERKAITAN DENGAN ISU GERAKAN ANTIKORUPSI DI INDONESIA DAN LUAR NEGERI, PANJANG ARTIKEL ATAU TULISAN 6000 KARAKTER