ISSN No. 1978-5976
JURNAL INSPEKTORAT JENDERAL
TRANSPARANSI
Turut Mendorong Peningkatan Akuntabilitas Pengawasan Itjen-Dephub
SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
DAFTAR ISI DARI REDAKSI .......................... 2 PROFIL Zulkarnain Oeyoeb, SH, MM, MH Berbuat Baik Untuk Menjadi Yang Terbaik ...... 4
25 6
23
FOKUS - AUDIT KINERJA (Performance Audit) Tantangan Sekaligus Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas - PERAN INSPEKTORAT JENDERAL DALAM SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH - SINERGI PENGAWASAN APIP MELALUI BIMBINGAN TEKNIS AUDIT SEKTOR PERHUBUNGAN
26
NARA SUMBER - Inspektorat Jenderal dan Standarisasi dalam kacamata Zulkarnain Oeyoeb - Standarisasi Sebagai Alat Pengawasan Terhadap Pelayanan Jasa Transportasi (Hasil Wawancara dengan Administrator Bandar Udara Juanda) - Peningkatan Kompetensi Aparatur Perhubungan (Hasil Wawancara dengan Kepala Pusdiklat Aparatur Perhubungan) SERBA-SERBI - Beberapa tips sebelum melakukan perjalanan dengan pesawat terbang
OPINI - SEKILAS TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NO. 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH
PELINDUNG Inspektur Jenderal - PENASIHAT Sekretaris Inspektorat Jenderal - PEMBINA - Drs. Harto Nugroho, M.Si., Capt. Ronny Hasan, Drs. R. Sumadi, Drs. Iqbal Rusli, M.Si, Ir. Albert Simorangkir, MM - PEMIMPIN UMUM Dra. Endang Indarwati, M.Si - PEMIMPIN REDAKSI Drs. Pepen Supendi Yusuf, M.Si - WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Wasis Danardono, S.Psi, MBA - REDAKTUR PELAKSANA Ani Susilaningsih, SE SEKRETARIS REDAKSI Nihayatul Muna, SH - REDAKTUR PRA CETAK Ugan Sugiana, SE, MT, Ully Rada Putra, ST, ME - KORESPONDENSI Drs. Boedi Prihandono, MSi., Helma Agnes Dinantia, Siti Kustiarsih, S. Kom - KONTRIBUTOR Drs. Johny Barita Simanjuntak SE, Ak, MM, Amin Hudaya, ST, MT - EDITOR Ir. Santausa P.S., Haeril Bardan, ST - LAY OUT & SETTING Ivan Alamsyah, Wayne Sepriadi, SE, Syamsul Akmal KEUANGAN Dra. Karyati Wukirini, M.Si, Lely Kurnia Sadikin, S.Pd - PRODUKSI & DISTRIBUSI Ir. Roy Joeniarso, Yopi Sumantri, SH.
transparansi Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
1
DARI REDAKSI
editorial
MAJALAH TRANSPARANSI
APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH (APIP) DAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PEMERINTAH
S
eiring perubahan paradigma yang menyertai proses reformasi, aspek pelayanan publik menjadi issue yang cukup hangat dalam penyelenggaraan kinerja pemerintahan kita. Prinsip-prinsip pelayanan prima selalu digembar-gemborkan sebagai landasan kinerja yang ada, namun fakta berbicara bahwa masih sering kita jumpai komplain atau kritik kinerja pemerintahan khususnya pada aspek pelayanan yang kurang efektif dan efisien. Perlu digaris bawahi bahwa pelayanan dalam kinerja pemerintahan adalah dua hal, yang pertama adalah pelayanan yang langsung bersentuhan dengan publik. Pelayanan inilah yang paling disoroti saat ini dan pemerintahpun sepertinya sangat “care” akan hal ini, karena jika terjadi kasus-kasus di sektor ini efeknya akan menampar langsung kredibilitas pemerintah. Sedangkan kedua, yang nampaknya masih sering lepas dari pengamatan dan kritik publik adalah kinerja yang merupakan pelayanan sebuah organisasi bagi organisasi lain dalam lingkungan inter pemerintah. Hal ini masih sering diabaikan, padahal
2
proses kinerja dalam pemerintahan sangatlah tidak mungkin lepas dari kerjasama dan koordinasi yang sinergi sebagai bentuk pelayanan prima dalam pemerintahan itu sendiri. Tuntutan ke arah pelayanan prima dalam pemerintahan di atas mensyaratkan adanya Standar Minimal Pelayanan menjadi tolak ukur bagi mutu pelayanan pemerintah. Hampir semua lembaga pemerintahan telah memiliki standar ini, namun apakah telah diimplementasikan tentu jawabannya ada pada fakta dan pandangan publik atas hal tersebut. Banyak hal yang berkaitan dengan pertanyaan tersebut, dan salah satunya adalah pengawasan. Jelas, pengawasan memegang peran yang sangat penting disini. Salah satu peran yang tampaknya belum dijalankan secara optimal adalah Standar Pelayanan Minimal yang mutlak diperlukan sebagai salah satu kriteria pengawasan yang efektif. Pada prinsipnya, upaya pembuatan Standar Pelayanan Minimal pada setiap Instansi/ Lembaga Pemerintah dalam rangka menegakkan 3 (tiga) pilar utama good goverance, yaitu akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat luas, yang telah menjadi komitmen pemerintah sejak dimulainya era reformasi hingga saat ini. Apabila di telusuri dengan frame berpikir birokrasi, salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah mekanisme pengawasan internal pemerintah oleh Aparat Pengawas Intern pemerintah (APIP) seperti inspektorat jenderal di departemen dan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
DARI REDAKSI mekanisme pengawasan melekat oleh atasan langsung. Tetap bertahannya prilaku koruptip yang jelas merupakan salah satu titik terlemah dalam pelayanan publik sangat dimungkinkan terkait dengan ketidakberdayaan mekanisme pengawasan internal pemerintah itu sendiri, selain itu berbagai penilaian bahwa Aparat Pengawasan Internal di departemen dan instansi pemerintah belum siap melakukan reformasi birokrasi. Sebab, dalam konteks organisasi, APIP masih masuk bagian dari struktur organisasi yang ada. Hal itulah perlunya memformulasikan kembali peran APIP yang lebih efektif dan efisien mengawal jalannya kinerja pemerintah. Pengawasan internal tidak hanya dilakukan pada saat akhir proses manajemen saja, tetapi pada setiap tingkatan proses manajemen. Perubahan paradigma pengawasan internal yang telah meluas dari sekedar watchdog (menemukan penyimpangan) ke posisi yang lebih luas yaitu pada efektivitas pencapaian misi dan tujuan organisasi.
Beberapa lembaga pemantau (watch) juga mengkritisi lemahnya SPI yang diterapkan di pemerintahan, sehingga membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran (APBN/ APBD). Pemerintah sendiri kemudian menerbitkan PP No. 60 Tahun 2008 tentang Standar Pengendalian Iternal Pemerintahan. SPIP yang perlu diterapkan pada Instansi/Lembaga pemerintah meliputi 5 (lima) unsur antara lain: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan pengendalian intern. Semoga mampu menjawab semua masalah diatas. T Wasis Danardono Kepala Sub Bagian TLHPP-I
Bersama dengan hal tersebut diterapkan tentang sebuah Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan (SPIP). Isu tentang Sistem Pengendalian Iternal Pemerintahan (SPIP) mendapat perhatian cukup besar belakangan ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal senantiasa menguji “kekuatan” SPI ini di setiap pemeriksaan yang dilakukannya untuk menentukan luas lingkup (scope) pengujian yang akan dilaksanakannya.
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
3
PROFIL
B
Zulkarnain Oeyoeb, SH, MM, MH Inspektur Jenderal Departemen Perhubungan
BERBUAT BAIK UNTUK MENJADI YANG TERBAIK
agi sebagian orang, Sawah Lunto mungkin hanyalah sebuah tempat nun jauh disana yang tak berarti apa-apa, namun bagi Zulkarnain Oeyoeb, disanalah lebih kurang 58 tahun lalu, awal kehidupannya dimulai. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam budaya Sumatera Barat bagi pria yang telah 29 tahun lebih mengecap asam garam sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil adalah sebuah panduan hidup. Betapa tidak, bekal didikan penuh disiplin dan prinsip kerja keras yang ditanamkan kedua orangtua dan lingkungannya itulah, yang dirasa pengagum Buya Hamka dan Moh. Hatta ini sebagai elemen terpenting yang mengantarnya memimpin Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan saat ini. Sepak terjang perjalanan karir pria berkacamata ini tak pernah lepas dari dukungan sang istri, Erlies Zuraida disampingnya. Karenanya di sela kesibukannya, In –panggilan akrabnya di keluarga– selalu meluangkan waktu untuk berkumpul dan bercengkrama dengan keluarga. Komunikasi yang hangat dan intens selalu terpelihara, terlebih lagi dengan kedua puterinya yang telah beranjak dewasa, agar setiap masalah dapat secara dini dideteksi sehingga lebih mudah diatasi. Pencinta lagu-lagu The Beatles ini juga memiliki tradisi kompetisi dan jiwa kepemimpinan yang terus-menerus dikembangkannya. Semangat berkompetisi si bungsu dari tiga
4
bersaudara ini telah terlihat sejak dibangku sekolah dasar saat ia dinobatkan sebagai pelajar terbaik pertama di seluruh Sawah Lunto. Apalagi ditambah leadership yang kian terasah kala bergabung dan bahkan menjabat beberapa posisi kunci organisasi kesiswaan seperti KAPPI, DPN, Senat Mahasiswa, MPM dan Dewan Mahasiswa. Meneruskan tradisi dan menggenapi kompetensi yang dimilikinya, beberapa jabatan dalam organisasi di Departemen Perhubungan telah ia cicipi, semisal di Korps Pegawai Republik Indonesia, jabatan Ketua Umum Pengurus Pusat Badan Pembina Olahraga dan Ketua Umum Persatuan Bowling Departemen Perhubungan pernah dijabatnya. Dalam perjalanan karirnya di Departemen Perhubungan, berbagai prestasi yang cukup mengagumkan telah ditoreh pemegang prinsip “berusaha menjadi yang terbaik” ini sejak awal langkahnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sebut saja, jabatan eselon IV telah diraihnya dalam masa kerja yang kala itu baru sekitar 1,5 tahun. Bahkan dalam waktu yang relatif singkat yakni dalam usia 41 tahun, Zulkarnain Oeyoeb mencapai jabatan Kepala Biro Hukum Departemen Perhubungan dan memangkunya selama 9 tahun. Dalam kepemimpinan penikmat aktif buku-buku hukum dan sejarah inilah, produk hukum terpenting bagi Departemen Perhubungan di bidang transportasi dilahirkan. Produk hukum yang dimaksud
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
PROFIL
adalah Undang-undang Pelayaran, Undang-undang Penerbangan, Undangundang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Undang-undang Perkeretaapian beserta 11 Peraturan Pemerintah sebagai turunan Undang-undang tersebut. Kini, sebagai Inspektur Jenderal baru yang dilantik pada tanggal 5 Maret 2009 oleh Menteri Perhubungan, pemegang strata tingkat dua bidang hukum bisnis ini diamanahkan sebuah tanggung jawab besar, yaitu memimpin institusi Inspektorat Jenderal dalam melakukan pengawalan dan pembinaan segala kegiatan Departemen Perhubungan mulai dari tahapan awal perencanaan hingga pelaksanaan, sehingga tercipta pencitraan Departemen Perhubungan yang bersih dan amanah, bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dapat dipastikan bahwa, ini bukanlah tugas yang mudah untuk dilaksanakan, namun menyikapi hal tersebut, Zulkarnain Oeyoeb telah menyiapkan beberapa langkah bagi terlaksananya amanah yang diberikan.
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
Langkah tersebut dimulai dengan melakukan konsolidasi internal Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan, sehingga mampu dikenali potensi-potensi yang dimiliki pun koreksi yang perlu disikapi sehingga dapat secara efektif dan efisien melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara kaffah. Perbaikan kualitas maupun kuantitas sumber daya manusia Inspektorat Jenderal seiring dengan penyempurnaan sistemik organisasi menjadi fokus utama penikmat jus jeruk ini, sasarannya adalah sinergi positif segenap potensi agar membentuk Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan yang solid namun dinamis mengikuti perkembangan peraturan, kebijakan, pengetahuan dan teknologi. Selaku Inspektur Jenderal, Zulkarnain Oeyoeb menginginkan Inspektorat Jenderal menjadi insitusi pengawas yang profesional dan berani serta mengajak semua aparatur Inspektorat Jenderal untuk bersama-sama meluruskan anggapan yang buruk akan Inspektorat
5
PROFIL
Jenderal. Lebih riil lagi, mantan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Laut ini merencanakan gelar temuan hasil audit oleh Auditor Inspektorat Jenderal, sebagai media tukar fikiran dan kontrol baik antar auditor Inspektorat Jenderal maupun dengan pihak lain yang terkait. Output kegiatan ini selain membantu meningkatkan kualitas auditor Inspektorat jenderal, juga diharapkan mampu membentuk awareness aparatur akan kinerjanya masing-masing yang pastinya berimbas pada kinerja Departemen Perhubungan agar setiap permasalahan yang ada dapat secara dini dikenali, disikapi, dicarikan solusi dan diatasi. Lebih jauh lagi, pria yang juga mantan Kepala Biro Umum dan Humas Departemen Perhubungan ini menyoroti kerjasama Inspektorat dengan instansi pengawasan lain seperti BPKP, BPK dan KPK yang akan terus ditingkatkan guna memperbaiki performa Inspektorat Jenderal khususnya dan Departemen Perhubungan umumnya,
6
sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sejalan dengan program kerja pemerintah. Begitu concernnya beliau akan wajah dan kinerja Inspektorat Jenderal yang profesional, kembali beliau mengingatkan pentingnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Inspektorat secara komprehensif dan utuh. Tentunya, dukungan segenap stakeholder sektor perhubungan sangat dibutuhkan oleh Inspektorat Jenderal dalam menjalankan paradigma baru sebagai mitra kerja sub sektor di lingkungan Departemen Perhubungan. Sejatinya, Inspektorat Jenderal menjadi pemotret yang objektif bagi Departemen Perhubungan yang juga berperan aktif melakukan pembinaan serta memberikan rekomendasi kepada penentu kebijakan dalam membangun citra positif dan meningkatkan kinerja Departemen ini secara holistik. T Diana Samosir Haeril Bardan M. Imanullah D.
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
FOKUS
AUDIT KINERJA (Performance Audit) Tantangan Sekaligus Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas
K
onsepsi dan Pengertian.
Kebijaksanaan Pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan tahun 2009 mengamanatkan penerapan Audit Kinerja dan Audit Dengan Tujuan Tertentu (ADTT) sebagai ganti dari audit komprehensif dan audit operasional yang selama bertahun-tahun telah dilaksanakan. Sesungguhnya tidak banyak yang jauh berbeda dari pelaksanaan kedua jenis audit tersebut diatas dibanding dengan audit sebelumnya hanya saja penekanan audit kinerja ada pada 3E (Efisiensi, Efektivitas, dan Ekonomis). Pertanyaan sederhana adalah sejauhmana kesiapan auditor untuk melaksanakan audit kinerja karena tidak mudah untuk menarik suatu kesimpulan atas entitas yang di audit bahwa entitas tersebut telah melaksanakan tugas pokoknya dengan prinsip 3E. Masyarakat menuntut pengelolaan dana publik secara transparan dan akuntabel, mereka ingin mengetahui apakah tujuan suatu kegiatan/program yang ditetapkan telah dicapai dan apakah untuk mencapai program tersebut telah dilakukan dengan prinsip ekonomi (kehematan), dengan cara efisien, dan dengan hasil efektif atau yang lebih dikenal dengan istilah spend less, spend well, dan spend wisely. Keinginan dan tuntutan masyarakat tersebut belum sepenuhnya dapat terpenuhi apabila hanya menggunakan hasil audit laporan keuangan yang memuat opini terhadap neraca,
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
arus kas, laporan realisasi anggaran, dan catatan atas laporan keuangan. Masyarakat juga ingin mengetahui apakah penyelenggaraan kegiatan oleh pemerintah dengan menggunakan dana publik, dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Inilah alasan mengapa diperlukan perluasan tujuan dan jenis audit dari audit keuangan menjadi audit audit kinerja (perfomance audit). Secara umum audit kinerja dapat di definisikan sebagai audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik.Sedangkan audit dengan tujuan tertentu adalah audit khusus, di luar audit keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas hal yang diaudit. Audit dengan tujuan tertentu dapat bersifat eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur yang disepakati (agree-upon procedures). Audit dengan tujuan tertentu mencakup audit atas hal-hal lain di bidang keuangan, audit investigatif, dan audit atas sistem pengendalian internal. Dari definisi diatas, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dengan baik dan tepat agar pemahaman audit kinerja bisa berjalan
7
FOKUS secara maksimal, yaitu ; (1) Bagaimana melaksanakan audit secara objektif dan sistematis ?, (2) Bukti apa saja yang diperlukan untuk menilai kinerja enitas ?, (3) Apa ukuran-ukuran yang dipakai dalam menilai 3E ?
Objektif dan sistematis. Objektif dapat diartikan tepat mengenai sasaran, tidak bertele-tele, mengarah ke persoalan pokok, harus dapat menjangkau masa depan organisasi yang diperiksa, dan harus dapat menjawab 2 (dua) pertanyaan dasar ; (1) apakah sesuatu yang benar telah dilakukan (doing the right things)?, dan (2) apakah sesuatu telah dilakukan dengan cara yang benar (doing the things right)?. Untuk dapat melaksanakan audit kinerja secara sistematis maka suatu perencanaan yang strategis, yang terstruktur, realistis, dan rasional sangat diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya organisasi digunakan secara efisien dan efektif. Unsurunsur dalam perencanaan strategis yaitu input, aktivitas, dan output. Input meliputi hasil pemantauan tindak lanjut audit yang lalu, perkembangan dan tantangan dalam administrasi pemerintahan, dan mandat legislatif. Aktivitas meliputi penetapan tema audit, analisis entitas yang akan di audit, dan identifikasi dan pemilihan topik audit potensial. Terakhir, output meliputi penetapan tujuan dan lingkup audit sementara, kriteria audit sementara, manfaat potensial audit, dan perkiraan kebutuhan sumber daya. Tema audit dapat diartikan sebagai suatu arah atau kecenderungan yang sedang terjadi di masyarakat yang akan membawa dampak luas bagi masyarakat. Bahasa sederhananya adalah hal-hal yang menjadi isu utama dan sangat menyangkut kepentingan masyarakat. Sebagai contoh, maraknya kecelakaan transportasi (kereta
8
api, bus, kapal laut, dan pesawat udara) yang sebagian besar disebabkan oleh human error dan kelemahan pengawasan atas manajemen keselamatan transportasi. Contoh lain adalah mismanagement pengelolaan keuangan negara dan masih adanya praktek KKN sehingga beberapa pejabat/pegawai harus berurusan dengan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK). Tema-tema ini diharapkan datangnya dari pimpinan Inspektorat Jenderal sebagai tema audit dalam perencanaan strategis audit kinerja. Menganalisis entitas yang akan di audit dan lingkungannya, analisis dibuat berdasarkan konsultasi dengan auditor yang sebelumnya pernah melakukan audit pada entitas tersebut. Tujuan dari analisis entitas adalah untuk mendapatkan pemahaman yang baik mengenai aktivitas entitas sebagai dasar penentuan risiko utama entitas tersebut. Menentukan topik audit potensial, dilakukan berdasarkan analisis atas entitas yang di audit. Topik audit dapat berupa topik yang baru atau topik lanjutan. Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan topik audit potensial, seperti perkiraan dampak audit, materialitas finansial, risiko manajemen, signifikansi program, arti penting program secara nasional, dan tidak adanya audit yang dilakukan oleh auditor eksternal atau internal atas program tersebut.
Bukti Audit Kinerja. Pengumpulan bukti dilakukan oleh auditor mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap tindak lanjut. Bukti audit adalah informasi yang dikumpulkan dan digunakan untuk mendukung temuan audit. Audit harus merencanakan secara cermat jenis bukti yang akan digunakan dan sumber dari mana bukti-bukti tersebut akan diperoleh. Secara umum terdapat
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
FOKUS empat jenis bukti audit yaitu bukti fisik, bukti dokumenter, bukti kesaksian, dan bukti analitis. Bukti Fisik. Bukti fisik dapat diperoleh melalui inspeksi langsung atau pengamatan yang dilakukan oleh auditor terhadap orang, aset, atau peristiwa. Bukti tersebut dapat didokumentasikan dalam bentuk memorandum, foto, gambar, bagan, peta, atau contoh fisik. Bukti Dokumenter. Bukti dokumenter terdiri atas informasi yang diciptakan seperti surat, kontrak, catatan akuntansi, faktur, dan informasi manajemen atas kinerja. Bukti dokumenter adalah jenis bukti yang paling umum dan sering dijumpai oleh auditor dalam pelaksanaan audit. Bukti Kesaksian. Bukti kesaksian (testimonial) diperoleh melalui permintaan keterangan, wawancara, atau kuesioner. Jenis bukti ini meliputi perhitungan, perbandingan, serta pemisahan informasi menjadi unsur-unsur dan alasan yang rasional. Bukti ini juga dapat diperoleh dari pernyataan-pernyataan yang biasanya merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau wawancara. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat berasal dari pegawai entitas yang di audit, para ahli, konsultan, dan pihak-pihak lain yang dihubungi untuk memberikan buktibukti audit tersebut.
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
Bukti Analitis. Bukti analitis diperoleh dari data yang telah diverifikasi dan dianalisis. Analisis tersebut dapat meliputi komputerisasi, analisis rasio, tren, dan pola data yang diperoleh dari auditee atau sumber yang relevan lainnya. Analisis juga dapat dilakukan dengan standar industri (benchmarking). Analisis umumnya bersifat angka, misalnya rasio output yang dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan. Analisis juga dapat berupa non angka, misalnya tren konsistensi angka kecelakaan kereta api.
Ukuran-ukuran untuk Menilai 3E. Untuk dapat menilai apakah suatu entitas telah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan prinsip efisien, efektif, dan ekonomis (3E) maka auditor harus mampu mengukur kinerja organisasi yang di audit. Artinya bahwa audit atas 3E dapat dilaksanakan dengan baik apabila entitas pelaporan telah memiliki standar atau ukuran kinerja dari suatu kegiatan atau program. Aspek pengukuran kinerja suatu entitas meliputi (1) Input (masukan), yaitu sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menghasilkan output, seperti sumber daya manusia (SDM), dana, material, waktu, teknologi, dsb. (2) Proses (process), yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengolah input menjadi output. (3) Output (keluaran), yaitu barang atau jasa yang dihasilkan secara langsung dari pelaksanaan kegiatan
9
FOKUS berdasarkan input yang digunakan. (4) Outcome (hasil), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output atau efek langsung dari output pada jangka menengah. Berikut diberikan contoh indikator kinerja pelayanan pemberian Surat Ijin Berlayar (SIB) pada salah satu Kantor Pelabuhan. Penjelasan dari tabel di atas adalah sebagai berikut : Indikator input. Sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan pemberian/ penerbitan Surat Ijin Berlaya (SIB) dalam rangka menghasilkan output antara lain jumlah blanko SIB yang tersedia. Blanko SIB yang tersedia saat ini ada di kantorkantor pelabuhan merupakan hasil cetakan dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang secara rutin di distribusikan ke seluruh kantor pelabuhan atas dasar kebutuhan dari kantor pelabuhan tersebut. Sebelumnya, blanko SIB cetak sendiri oleh masing-masing kantor pelabuhan sesuai kebutuhan mereka. Dengan demikian, setiap kapal yang akan berangkat (clearance out/CO) diberikan SIB yang telah ditandatangani oleh Syahbandar setempat. Bisa dibayangkan bagaimana pelayanan bisa optimal bila blanko SIB di suatu kantor pelabuhan habis dan harus menunggu pengiriman dari kantor pusat. Jam kerja petugas Clearance Out (CO) sangat mempengaruhi pelayanan pemberian SIB. Pada kantor pelabuhan yang besar (kelas utama) misalnya, maka jam kerja dari petugas CO adalah 24 jam yang diatur secara bergantian dengan maksud aga setiap saat kapal yang akan berangkat berlayar dapat diberikan SIB kapan saja. Sebelum kapal diberikan SIB nya ada beberapa prosedur administrasi yang harus dillalui oleh agen pelayaran,
10
antara lain dokumen kapal harus dalam keadaan masih berlaku (valid), Anak Buah Kapa (ABK) sudah disijil, dan yang lebih penting adalah pengecekan langsung diatas kapal (on board) oleh petugas Marine Inspector (MI). Seharusnya, tanpa pemeriksaan MI terlebih dahulu maka kapal tidak dapat diberangkatkan atau tidak diberikan SIB. Jumlah dan kualifikasi MI sangat tergantung pada besar dan ukuran kapal yang akan dilayani, MI A untuk melayani kapal-kapal di atas 500 GT dan MI B untuk melayani kapal-kapal sampai dengan 500 GT. Setelah dilakukan pemeriksaan nautis teknis oleh MI dan dinyatakan cukup untuk pemenuhan syarat berlayar (laik laut) maka hasil pemeriksaan yang dituangkan di dalam nota/memorandum digunakan sebagai salah satu persyaratan mutlak untuk menerbitkan SIB. Kegiatan ini semua tentunya harus di dukung dengan anggaran yang memadai, termasuk anggaran untuk insentif petugas terutama mereka yang bekerja di luar jam kerja, pembelian seragam kerja, peralatan kerja dan kendaraan operasional/speed boad karena beberapa kali seorang MI harus melakukan pengecekan kapal yang lokasinya berjarak jauh dari lokasi kantor. Indikator output. Kegiatan selanjutnya adalah menghitung berapa jumlah SIB yang telah diterbitkan oleh kantor pelabuhan tersebut dan jumlah kapal yang siap berlayar (laik laut). Untuk kantor pelabuhan yang kunjungan kapal (call) nya sedikit maka tidak terlalu sulit untuk memberikan pelayanan secara maksimal tetapi lain halnya untuk pelabuhan besar atau pelabuhan internasional seperti Tanjung Priok, Surabaya, Makassar dan Belawan. Call kapal di pelabuhan ini cukup tinggi sehingga semakin cepat pelayanan pemberian SIB dapat dilakukan maka semakin baik ukuran kinerja dari pelabuhan tersebut. Ketersediaan input
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
FOKUS yang memadai sangat berdampak kepada pemberian pelayanan kepada stakeholders. Ketertundaan pemberian SIB sangat berdampak kepada pemilik kapal (owners) baik secara ekonomi maupun fektifitas waktu, biaya sandar di dermaga akan semakin besar dan owners akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan order selanjutnya atau bahkan mendapat claim dari pemilik barang karena barang terlambat diterima dan sebagainya. Permasalahan lain karena ketidak cukupan input adalah kapal tetap diberikan SIB tetapi ada beberapa prosedur yang tidak dilalui antara lain kapal tidak melalui pemeriksaan yang benar oleh MI (“asal-asalan”), dokumen kapal tidak diperiksa lagi apakah masih valid atau tidak, buku pelaut tidak dicek lagi dan banyak hal lainnya. Tentu, akibatnya dapat berakibat fatal dimana bila kapal diberikan SIB tetapi pemenuhan laik laut tidak terpenuhi maka dapat dipastikan akan mengancam keselamatan para pelayar. Hal seperti ini bukan tidak pernah terjadi dan tetap saja yang dirugikan adalah masyarakat pengguna jasa dan para stakeholders. Indikator outcome. Kecukupan input dan output belum tentu menjamin akan diperoleh hasil yang maksimal tetapi apabila input atau output sudah tidak mendukung maka dapat dipastikan bahwa hasil tidak akan maksimal. Keselamatan berlayar merupakan akumulasi dari seluruh input dan output yang dihasilkan dengan asumsi kita mengabaikan dulu fator alam. Prosedur input telah dipenuhi, kapal telah diperiksa dengan teliti oleh MI, alat-alat keselamatan memadai, kapal dinyatakan siap untuk berlayar maka kemungkinan tercapainya keselamatan pelayaran semakin tinggi yang pada akhirnya meningkatkan animo masyarakat untuk menggunakan kapal laut.
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
A
nalisis dan identifiaksi Area Kunci (Key Performance Indicator/KFI). Audit kinerja tidak mengaudit seluruh area atau kegiatan auditee. Audit kinerja tidak harus memeriksa seluruh aspek 3E pada setiap area dan kegiatan suatu auditee. Audit kinerja ditujukan pada bidangbidang tertentu yang dianggap sangat menentukan keberhasilan/kinerja suatu entitas yang diaudit, yang disebut sebagai area kunci. Area kunci merupakan area atau kegiatan yang dilaksanakan oleh auditee, yang sangat menentukan tingkat keberhasilan atau kegagalan kinerja auditee yang bersangkutan. Sebut saja contoh diatas yaitu pelayanan pemberian SIB pada kantor pelabuhan. Sesungguhnya, inti dari tugas pokok kantor pelabuhan adalah pelayanan dan pemberian SIB. Pemilihan area kunci yang terlalu luas akan mengabaikan hasil audit terlalu luas dan tidak “fokus” sehingga rekomendasi yang diberikan oleh auditor tidak tajam dan tidak menyentuh pokok permasalahan yang dihadapi oleh auditee. Sebaliknya, lingkup audit yang telalu sempit dapat mengabaikan temuan dan rekomendasi audit tidak mewakili permasalahan yang ada pada auditee. Dengan demikian, tahap analisis dan identifikasi area kunci merupakan tahap yang paling kritis dan menentukan keberhasilan suatu audit kinerja. Penentuan area kunci dapat dilakukan berdasarkan faktor pemilihan (selection factors) yang terdiri dari (1) risiko manajemen ; (2) signifikansi suatu program, yang mencakup materalitas keuangan, batas kritis keberhasilan, dan visibilitas, (3) dampak audit, dan (4) auditabilitas. Risiko Manajemen. Dalam audit kinerja, pendekatan audit berbasis risiko lebih ditekankan pada risiko yang ditanggung manjamen terkait dengan
11
FOKUS aspek ekonomi, efisien, dan efektivitas. Beberapa hal yang dapat digunakan untuk menilai kemungkinan terjadinya risiko manajemen dari sisi ekonomi, efisiensi, dan efektivitas adalah sebagai berikut ; (a) Pengeluaran di bawah atau di atas pagu anggaran, dimana pengeluaran tersebut cukup signifikan, (b) Tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, (c) Tingginya mutasi pegawai, (d) Manajemen tidak bereaksi atas kelemahan yang ditemukan, (e) Ekspansi program secara mendadak, (f) Hubungan tanggung jawab yang tumpang tindih, tidak jelas, atau membingungkan, (g) Aktivitas yang bersifat rumit dalam suatu lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian. Penentuan risiko manajemen sangat dipengaruhi oleh penilaian auditor atas sistem pengendalian internal. Pengendalian internal yang lemah atas suatu program/ kegiatan menunjukkan adanya risiko yang tinggi. Signifikansi. Konsep signifikansi dalam audit kinerja hampir sama dengan materialitas dalam audit keuangan. Signifikansi suatu area kunci berkaitan dengan dampak yang dihasilkan area tersebut terhadap objek audit secara keseluruhan. Materialitas keuangan merupakan salah satu faktor dalam menentukan tingkat signifikansi. Faktor ini didasarkan pada penilaian total nilai kekayaan entitas, pengeluaran tahunan, dan/atau penerimaan tahunan dalam area yan dapat diaudit. Semakin material suatu area maka semakin tinggi prioritas yang diberikan pada area tersebut. Dampak Audit. Dampak audit merupakan nilai tambah yang diharapkan dari audit tersebut, yaitu suatu perubahan dan perbaikan yang dapat mengingkatkan 3E. Nilai tambah yang dihasilkan dari suatu audit merupakan hal penting dalam menentukan area
12
kunci yang akan diperiksa secara terinci. Pertanyaan yang harus selalu diajukan oleh auditor adalah “Apakah audit yang dilaksanakan akan mengakibatkan suatu perubahan?” Apabila audit tampaknya tidak akan menimbulkan perubahan berarti pada kinerja manajemen, auditor dapat memberikan bobot yang rendah terhadap dampak audit. Auditabilitas. Auditabilitas berkaitan dengan kemampuan tim audit untuk melaksanakan audit sesuai dengan standar profesi, dengan kata lain setiap lembaga audit haruslah terlebih dahulu memiliki standar audit kinerja sebelum melaksanakan audit kinerja. Berbagai situasi mungkin terjadi, sehingga auditor memutuskan untuk tidak melaksanakan audit secara profesional pada area tertentu atau bahkan pada seluruh area entitas, baik karena keadaan entitas maupun keadaan auditor itu sendiri. Apabila hal ini terjadi, auditor perlu mempertimbangkan untuk tidak melanjutkan audit ke pengujian terinci.
K
riteria Audit.
Kriteria audit adalah standar, ukuran, harapan,dan praktik terbaik yang seharusnya dilakukan atau dihasilkan oleh entitas yang diaudit. Auditor dapat menggunakan dua pendekatan untuk menetapkan kriteria, yaitu kriteria proses dan kriteria hasil. Apabila auditee belum mempunyai kriteria yang jelas atas hasil yang ingin dicapai, penelaahan kegiatan melalui kriteria hasil tampaknya lebih efektif jika dibandingkan dengan melalui proses. Tim audit dapat membuat kesepakatan dengan auditee mengenai kriteria serta diterima atau tidaknya temuan yang didasarkan pada kriteria tersebut. Karakteristik kriteria yang baik mencakup hal-hal sebagai berikut ; (a) dapat dipercaya, (b) objektif,
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
FOKUS (c) berguna, (d) dapat dimengerti, (e) dapat diperbandingkan, (f) kelengkapan, dan (g) dapat diterima. Hubungan Antara Auditor dan Auditee dalam Mententukan Kriteria. 2. Hubungan antara auditor dan auditee dalam menentukan dan mengembangkan kriteria audit cukup penting, namun auditor harus menyadari pengaruh negatifnya. Berdiskusi dengan auditee memberikan kesempatan bagi auditor untuk menguji objektivitas kriteria yang akan dipakai. Oleh karena itu, auditor harus memperhatikan kepentingan auditee, sepanjang kepentingan tersebut tidak mengarah pada kepentingan pribadi yang dapat mempengaruhi penilaian hasil audit. Auditor harus dapat meyakinkan auditee tentang obyektivitas kriteria yang digunakan dalam penilaian dan menunjuk sumber yang berwenang. Jika terjadi ketidaksepakatan antara auditor dan auditee mengenai kriteria atau tanggung jawab manajemen, hal ini harus diungkapkan dalam kertas kerja audit disertai dengan penjelasan mengapa auditor yakin bahwa manajemen bertanggung jawab atas hal tersebut dan/atau mengapa auditor menggunakan kriteria tersebut. Kesalahpahaman antara auditor dan auditee bisa terjadi yang disebabkan oleh penentuan dasar penilaian yang kurang tepat. Kesalahpahaman ini sebetulnya dapat dihindari apabila auditor dan auditee mendiskusikan kriteria audit yang akan dipakai sebelum audit berakhir.
K
esimpulan.
Dari uraian diatas maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu : 1. Audit kinerja di definisikan sebagai audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
3.
4.
5.
6.
7.
bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik. Audit kinerja harus dilaksnakan secara objektif dan harus dapat menjangkau masa depan organisasi yang diperiksa, dan harus dapat menjawab apakah sesuatu yang benar telah dilakukan (doing the right things) ?, dan apakah sesuatu telah dilakukan dengan cara yang benar (doing the things right) ?. Audit harus merencanakan secara cermat jenis bukti yang akan digunakan dan sumber dari mana bukti-bukti tersebut akan diperoleh. Audit atas 3E dapat dilaksanakan dengan baik apabila entitas pelaporan telah memiliki standar atau ukuran kinerja dari suatu kegiatan atau program. Audit kinerja tidak mengaudit seluruh area atau kegiatan auditee. Audit kinerja tidak harus memeriksa seluruh aspek 3E pada setiap area dan kegiatan suatu auditee. Audit kinerja ditujukan pada bidang-bidang tertentu yang dianggap sangat menentukan keberhasilan/kinerja suatu entitas yang diaudit, yang disebut sebagai area kunci. Hubungan antara auditor dan auditee dalam menentukan dan mengembangkan kriteria audit adalah cukup penting. Jika terjadi ketidaksepakatan antara auditor dan auditee mengenai kriteria audit atau tanggung jawab manajemen, hal ini harus diungkapkan dalam kertas kerja audit. T Johny Barita, S
13
FOKUS
PERAN INSPEKTORAT JENDERAL DALAM SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH “Sistem Pengendalian Intern sebagai proses yang integral pada tindakan & kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan & seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif & efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan” A. Pendahuluan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah telah mendefinisikan Sistem Pengendalian Intern sebagai “proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”. Lebih lanjut yang dimaksud dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dari definisi diatas dapat dijabarkan pengertian SPIP di lingkungan Departemen Perhubungan adalah suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai Departemen Perhubungan untuk memberikan keyakinan
14
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan Departemen Perhubungan. Penyelenggaraan SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi. Oleh karenanya para pimpinan wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dalam rangka untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Unsur Sistem Pengendalian Intern pada Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yang meliputi: 1. Lingkungan pengendalian
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
FOKUS Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.
penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern perlu dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. B. Penguatan efektivitas penyelenggaraan SPIP
2. Penilaian risiko Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam. 3. Kegiatan pengendalian Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.
Pimpinan bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masingmasing, sehingga untuk memperkuat dan menunjang efektivitas pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemeritah perlu dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk “Pengendalian akuntabilitas keuangan Intern Pemeritah negara yang dilakukan oleh aparat pengawasan perlu dilakukan intern pemerintah. pengawasan intern atas Aparat pengawasan penyelenggaraan tugas intern pemerintah yang dimaksud terdiri atas dan fungsi Instansi BPKP, Inspektorat Pemerintah termasuk Jenderal, Inspektorat akuntabilitas keuangan Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/ Kota.
4. Informasi dan komunikasi Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada negara yang dilakukan pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak oleh aparat pengawasan Pada lingkup SPIP di lain yang ditentukan. lingkungan Departemen intern pemerintah.” Informasi disajikan dalam Perhubungan, untuk suatu bentuk dan sarana memperkuat dan tertentu serta tepat waktu menunjang efektivitas sehingga memungkinkan pimpinan Instansi penyelengaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah melaksanakan pengendalian Inspektorat Jenderal Departemen dan tanggung jawabnya. Perhubungan (Itjen Dephub) sebagai aparat pengawasan intern pemerintah di 5. Pemantauan lingkungan Departemen Perhubungan. Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan Itjen Dephub yang secara fungsional bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu melaksanakan pengawasan intern terhadap lainnya dapat segera ditindaklanjuti. seluruh kegiatan penyelenggaraan tugas dan fungsi di lingkungan Departemern Lebih lanjut Peraturan Pemerintah nomor 60 Perhubungan melalui : tahun 2008 mengamanatkan bahwa untuk memperkuat dan menunjang efektivitas 1. AUDIT, yang dimaksud dengan “audit”
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
15
FOKUS adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah, yang terdiri atas : a. Audit kinerja merupakan audit atas penge-lolaan keuangan negara dan pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang terdiri atas aspek kehematan, efisiensi, dan efektivitas. Sesuai PKPT tahun 2009, program audit kinerja direncanakan sebanyak 656 auditan yang terdiri dari kantor pusat, UPT dan Satker-satker di lingkungan Dephub. b. Audit dengan tujuan tertentu mencakup audit yang tidak termasuk dalam audit kinerja. Sesuai Kebijakan Pengawasan Inspektorat Jenderal Dephub tahun 2009 pelaksanaan audit dengan tujuan tertentu terdiri atas : 1) Pelaksanaan audit pengadaan barang dan jasa dilaksanakan pada seluruh Satuan Kerja Sementara yang sumber pendanaannya dari APBN Departemen Perhubungan. 2) Pelaksanaan Audit Penyelenggaraan Pelayanan Publik mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) dilingkungan Departemen Perhubungan dan waktu pelaksanaan semester II tahun anggaran 2009. 3) Pelaksanaan Audit Investigasi dilaksanakan atas perintah/instruksi pimpinan berdasarkan : Pengaduan masyarakat atau kebijakan; Instruksi Menteri Perhubungan; Instruksi Inspektur Jenderal; atau Atas usulan dari para Inspektur / Sekretaris Inspektorat Jenderal.
16
4) Pelaksanaan Audit Khusus dilaksanakan atas perintah / instruksi pimpinan berdasarkan : Pengaduan masyarakat atau kebijakan; Instruksi Menteri Perhubungan; Instruksi Inspektur Jenderal; atau Atas usulan dari para Inspektur / Sekretaris Inspektorat Jenderal. 5) Pelaksanaan Audit Optimalisasi PNBP tahun 2009 direncanakan terhadap kegiatan pemungutan PNBP sesuai dengan PP. 14 Tahun 2000 dilingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Pelaksanaan Audit Dengan Tujuan Tertentu Lainnya dilaksanakan menurut skala prioritas sesuai kebijakan. Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pasal 51 bahwa Pelaksanaan audit intern dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas pengawasan dan telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor yang dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi. Dalam rangka pembinaan dan pembelajaran, serta kurangnya jumlah auditor di Itjen Dephub, maka dalam tahun 2009 dipenuhi dengan mengikutsertakan personil dari Sekretariat Inspektorat Jenderal dalam pelaksanaan audit. Dalam rangka menjaga perilaku pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan disusun kode etik aparat pengawasan intern pemerintah. Sedangkan untuk menjaga mutu hasil audit perlu disusun standar audit yaitu kriteria atau ukuran mutu untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala dilaksanakan telaahan sejawat.
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
FOKUS Yang dimaksud dengan “telaahan sejawat” adalah kegiatan yang dilaksanakan unit pengawas yang ditunjuk guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit. Selama pedoman telaahan sejawat belum ada, telaahan sejawat dilakukan dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. 2. REVIU, yang dimaksud dengan “reviu” adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan.
membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan. Pada tahun 2009, Itjen Dephub telah memprogramkan kegiatan sbb : a. Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja dan Penetapan Kinerja Unit Eselon I dilingkungan Departemen Perhubungan dan hasil evaluasi dilaporkan kepada Menteri Perhubungan. b. E v a l u a s i p e l a k s a n a a n Pengawasan Melekat (WASKAT) Inspektorat Jenderal selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) mengevaluasi p e l a k s a n a a n Pengawasan Melekat di lingkungan Departemen Perhubungan dengan berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : KEP/46/M. PAN/4/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : SE/14/M. PAN/10/2006 tentang Peningkatan Pelaksanaan Pengawasan Melekat dan Surat Edaran Nomor : SE 1 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengawasan Melekat di lingkungan Departemen Perhubungan.
“untuk menjaga mutu hasil audit perlu disusun standar audit yaitu kriteria atau ukuran mutu untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani oleh aparat pengawasan intern pemerintah”
Inspektorat Jenderal Dephub melakukan reviu atas laporan keuangan Departemen Perhubungan sebelum disampaikan Menteri Perhubungan kepada Menteri Keuangan dan BPK-RI dengan berpedoman Peraturan Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan Nomor PER-44/PB/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan Kementerian Negara /Lembaga.
Inspektorat Jenderal sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah wajib melakukan reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian mulai Tahun Anggaran 2006, selambat-lambatnya tanggal 28 Pebruari 2009, laporan disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Ketua BPK-RI 3. EVALUASI, yang dimaksud dengan “evaluasi” adalah rangkaian kegiatan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
17
FOKUS 4. PEMANTAUAN, yang dimaksud dengan “pemantauan” adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kabupaten / Kota pada 5 (lima) lokasi yaitu Medan (Sumatera Utara), Pekan Baru (Riau), Palembang (Sumatera Selatan), Surabaya (Jawa Timur), dan Bandar Lampung (Lampung).
Kegiatan monioring yang dilaksanakan pada tahun 2009 meliputi :
b. Sosialisasi Preventif KKN Sosialisasi Preventif KKN dilaksanaakan dengan meliputi sosialisasi tentang peraturan dan perundang-undangan mengenai Tindak Pidana Korupsi. Inspektorat Jenderal berfungsi sebagai advisor terhadap seluruh Instansi/ UPT dilingkungan Departemen Perhubungan.
a. monitoring pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dalam penyelenggaraan kegiatan di lingkungan Departemen Perhubungan yang dilaksanakan oleh Pokja Kormonev dan “Inspektorat Jenderal Pokja RAN-PK Itjen sebagai Aparat Dephub. b. Monitoring Angkutan Pengawasan Intern Lebaran, Haji, Natal dan Pemerintah wajib Tahun Baru. 5. K E G I A T A N PENGAWASAN LAINNYA. Kegiatan pengawasan lainnya antara lain berupa sosialisasi mengenai pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan konsultansi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil pengawasan.
melakukan reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian”
a. Bimbingan Teknis Pengawasan Bidang Transportasi Pada Tahun 2008 telah dilakukan koordinasi dengan Inspektorat Propinsi dan Dinas Perhubungan Propinsi, dari hasil koordinasi tersebut Inspektorat Propinsi memerlukan sosialisasi dan asistensi (bimbingan teknis) dari Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan, untuk itu pada tahun 2009 diprogramkan Bimbingan Teknis (Bimtek) kepada Inspektorat Propinsi /
18
Sosialisasi Preventif KKN ditujukan kepada semua pejabat dan pengelola anggaran dilingkungan D e p a r t e m e n Perhubungan guna mengetahui dan memahami isi peraturan dan perundang-undangan tersebut.
Secara berkala, berdasarkan laporan hasil pengawasan, Inspektorat Jenderal menyusun dan menyampaikan ikhtisar laporan hasil pengawasan kepada menteri/pimpinan lembaga sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya dengan tembusan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
C. Kesimpulan Pimpinan wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dalam rangka untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif,
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
FOKUS efisien, transparan, dan akuntabel dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pimpinan bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masingmasing, sehingga untuk memperkuat dan menunjang efektivitas pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemeritah perlu dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Natal dan Tahun Baru. 8. Bimbingan Teknis Pengawasan Bidang Transportasi. 9. Sosialisasi Preventif KKN. 10.Pengawasan dan Pengendalian Penerimaan CPNS. T Daftar Pustaka : Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah : Kebijakan Pengawasan dan PKPT tahun 2009. A. Hudaya
Dalam rangka untuk memperkuat dan menunjang efektivitas pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan Departemen Perhubungan, Inspektorat Jenderal Dephub selaku aparat pengawas intern telah memprogramkan kegiatan-kegiatan pada tahun 2009 yaitu : 1. Audit kinerja terhadap 656 auditan yang terdiri dari kantor pusat, UPT-UPT dan Satker-satker di lingkungan Dephub. 2. Audit dengan tujuan tertentu yang terdiri atas audit pengadaan barang dan jasa; audit penyelenggaran pelayanan publik; audit investigasi; audit khusus; audit optimalisasi PNBP; dan audit dengan tujuan tertentu lainnya. 3. Reviu atas laporan keuangan Departemen Perhubungan. 4. Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja dan Penetapan Kinerja Unit Eselon I dilingkungan Departemen Perhubungan. 5. Evaluasi pelaksanaan Pengawasan Melekat (WASKAT) di lingkungan Departemen Perhubungan. 6. Monitoring pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. 7. Monitoring Angkutan Lebaran, Haji,
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
19
FOKUS
SINERGI PENGAWASAN APIP MELALUI BIMBINGAN TEKNIS AUDIT SEKTOR PERHUBUNGAN
U
ndang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, mengamanatkan Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadi kewenangannya dengan menjalankan otonomi seluasluasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam perkembangannya, urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Salah satu urusan wajib Pemerintah Daerah sesuai Peraturan Pemerintah tersebut adalah urusan pemerintahan di bidang perhubungan, selain 30 (tiga puluh) bidang lainnya. Pelimpahan di bidang perhubungan yang diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 kepada Pemerintahan Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota mencakup : 1. Sub Bidang Perhubungan Darat a. Pemerintah Daerah Provinsi :48 urusan b. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota : 58 urusan 2. Sub Bidang Perkeretaapian a. Pemerintah Daerah Provinsi :11 urusan b. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota :11 urusan
20
3. Sub Bidang Perhubungan laut a. Pemerintah Daerah Provinsi : 38 urusan b. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota : 42 urusan 4. Sub Bidang Perhubungan Udara a. Pemerintah Daerah Provinsi : 38 urusan b. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota : 3 urusan Untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan pemerintahan berjalan sesuai dengan rencana dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diperlukan adanya pengawasan, baik itu melalui pengawasan melekat, pengawasan masyarakat maupun pengawasan fung-sional. Pengawasan fungsional merupakan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas melakukan pengawasan fungsional melalui audit, investigasi dan penilaian untuk menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan sesuai rencana dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan fungsional dilakukan melalui pengawasan eksternal pemerintah seperti yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan juga oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. APIP yang dimaksud Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, Inspektorat
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
FOKUS Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/ Kota. Pada prinsipnya masing-masing APIP tersebut mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan intern, namun berbeda ruang lingkup pengawasannya. BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang bersifat lintas sektoral, kebendaharaan umum negara dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden. Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai APBN. Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) provinsi yang didanai APBD provinsi. Inspekorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD kabupaten/kota
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
yang didanai dengan APBD kabupaten/ kota. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat pusat dikoordinasikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia. Sedangkan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dikoordinasikan oleh Departemen Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, yang kemudian dijabarkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan
21
FOKUS Daerah, yang telah disempurnakan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 8 Tahun 2009 tanggal 18 Januari 2009. Permendagri tersebut antara lain mengatur tata cara pengawasan di bidang perhubungan sesuai kewenangan provinsi, kabupaten/kota, indikator kinerja, dan alat bukti/verifikasi. Dengan adanya 2 (dua) koordinator pengawasan tersebut di atas, perlu dilakukan koordinasi pengawasan secara bersama-sama oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Departemen Dalam Negeri agar terdapat sinergi pengawasan antar APIP Pusat dan APIP Daerah. Salah satu bentuk koordinasi pengawasan adalah diadakannya Rapat Koordinasi Pengawasan (Rakorwas) yang diselenggarakan setiap tahun oleh Kementerian Negara PAN dan Departemen Dalam Negeri yang diikuti unsur APIP Pusat maupun Daerah. Melalui Rakorwas diharapkan dapat diperoleh kesamaan persepsi mengenai kebijakan pengawasan, selain untuk mensinergikan pengawasan dan mengeliminasi tumpang tindih pelaksanaan audit. Dalam Rapat Koordinasi tersebut juga dihimbau kepada Departemen Teknis untuk mentransfer ilmu teknis pengawasan kepada APIP Daerah dan dengan terbitnya Permendagri nomor 8 Tahun 2009, Inspektorat Jenderal Departemen diminta untuk ikut aktif dalam memberikan pembekalan kepada APIP di daerah, terutama yang menyangkut pengawasan terhadap sub sektor/teknis bidang yang dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk memperjelas ruang lingkup pelaksanaan pengawasan Bidang Perhubungan dan menciptakan sinergi pengawasan serta dalam rangka berbagi ilmu teknis audit kepada sesama APIP, Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan telah dan akan terus
22
menyelenggarakan Bimbingan Teknis Audit Sektor Perhubungan kepada APIP di Daerah dengan materi audit sub sektor Perhubungan Darat, Perkeretaapian, Perhubungan Laut dan Perhubungan Udara. Melalui kerjasama dan koordinasi antara Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan dengan Inspektorat Provinsi yang diikuti APIP Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota, Bimbingan Teknis Audit Sektor Perhubungan direncanakan mencakup seluruh provinsi secara bertahap. Dari tahun 2008 sampai saat ini telah terselenggara Bimbingan Teknis di 9 (sembilan) provinsi, yaitu Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Jawa Timur, dan Sumatera Utara, dan Lampung. Terjalinnya koordinasi yang baik dengan pihak Inspektorat Provinsi, masukan dan tanggapan dari para peserta agar Bimbingan Teknis dapat diselenggarakan dengan lebih berfokus pada berbagai masalah yang sering dihadapi di lapangan, serta dukungan dari semua pihak yang terkait, kiranya Bimbingan Teknis Audit Sektor Perhubungan dapat bermanfaat dan dapat menjadi sarana yang tepat bagi terciptanya kesamaan persepsi mengenai tata cara pelaksanaan audit di sektor perhubungan. Diharapkan dengan terwujudnya sinergi antara APIP Pusat dan Daerah ini terjadi transfer pengetahuan antar peserta dan antara peserta dengan pemberi materi yang mampu meningkatkan kualitas audit Inspektorat Jenderal itu sendiri maupun bagi APIP di Daerah. T Ani Susilaningsih
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
OPINI
SEKILAS TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NO. 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH
P
eraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 (PP 60 tahun 2008) tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus oleh Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan telah diundangkan di Jakarta pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Andi Mattalata. PP 60 tahun 2008 juga telah didaftar dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127. PP 60 tahun 2008 tentang SPIP terdiri dari 4 Bab dan 61 Pasal yaitu: Bab I : Ketentuan Umum terdiri dari 2 pasal, Pasal 1 menguraikan tentang pengertian daripada SPIP, sedangkan Pasal 2 yang terdiri dari 3 ayat menguraikan tentang cara mencapai dan bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai. Bab II : Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari 6 bagian dan 44 Pasal. Bagian kesatu adalah Umum terdiri dari 1 pasal yaitu Pasal 3; Bagian kedua adalah Lingkungan Pengendalian terdiri dari 9 pasal yaitu Pasal 4-12; Bagian ketiga adalah Penilaian Resiko terdiri dari 5 pasal yaitu Pasal 13-17; Bagian Keempat adalah Kegiatan Pengendalian terdiri dari 23 pasal
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
yaitu Pasal 18-40; Bagian Kelima adalah Informasi dan Komunikasi terdiri dari 2 pasal yaitu Pasal 41-43; Bagian Keenam adalah Pemantauan terdiri dari 4 pasal yaitu Pasal 43-46. Bab III : Penguatan Efektivitas Penyeleng-garaan SPIP terdiri dari 3 bagian dan 13 pasal. Bagian kesatu adalah Umum terdiri dari 1 pasal yaitu Pasal 47; Bagian kedua adalah Pengawasan Intern atas Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Instansi Pemerintah terdiri dari 11 pasal yaitu Pasal 48-58; Bagian ketiga adalah Pembinaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari 1 pasal yaitu Pasal 59. Bab IV : Ketentuan Penutup terdiri dari 2 pasal yaitu Pasal 60-61, Pasal 60 mengatur bahwa SPIP di lingkungan pemerintah daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan Gubernur atau Bupati/Walikota, sedangkan Pasal 61 memerintahkan pengundangan PP 60 tahun 2008 dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. T Drs. Pepen Supendi Yusup, MSi
23
OPINI
24
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER
Inspektorat Jenderal dan Standarisasi dalam kacamata Zulkarnain Oeyoeb
T
opik mengenai standar -norma atau syarat yang di sepakati suatu kelompok atas sebuah kriteria, metode, proses ataupun lainnya sehingga seragam dan dapat digunakan sebagai pedoman/rujukan dalam kelompok tersebutdalam organisasi seperti pemerintahan, tak lebih menarik dari pembahasan standarisasi satuan dalam sebuah bahasan fisika dasar. Statis dan sungguh membosankan, padahal keberadaannya sangat crucial bagi kelangsungan hidup organisasi dalam menghadapi perubahan iklim internal maupun eksternal. Sudah umum dipahami bahwa standar itu sendiri, hanyalah sebuah elemen kecil dari sebuah sistem, namun memiliki fungsi yang tak kalah pentingnya dengan elemen lain pembentuk sistem. Fungsi dari ”standar” yang menjadi pedoman utama pengukuran kinerja sebuah organisasi adalah sebuah fungsi turunan atas rambu-rambu yang mengatur organisasi tersebut sehingga memungkinkan sebuah sistem dapat berjalan dinamis dan self-sustainable. Perencana, Pengorganisasi, Pelaksana dan Pengawas yang merupakan aktor utama terlaksananya perputaran roda organisasi, hanyalah sebuah nama tanpa makna bila tak memiliki standarisasi dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya. Anggapan seperti diatas, yang mengatakan bahwa pembahasan mengenai standarisasi dalam rantai birokrasi ternyata hanyalah sebuah retorika sepihak belaka yang bersifat relatif. Faktanya, pembahasan tentang hal ini ternyata cukup menarik bila didiskusikan dengan seorang yang kompeten dan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
berpandangan luas. Zulkarnain Oeyoeb, SH, MM, MH, seorang Inspektur Jenderal di Departemen Perhubungan adalah sosok yang menjadi narasumber tim jurnal transparansi kali ini dalam membahas mengenai standarisasi dalam bingkai birokrasi, khususnya di Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan sebagai sebuah institusi. Tentunya, ini menjadi sangat penting maknanya, terlebih tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal sebagai Internal Auditor bagi Departemen Perhubungan memiliki arti yang signifikan bagi pencapaian tujuan dan sasaran Departemen Perhubungan ke depan. Kesempatan berdiskusi panjang lebar seputar Inspektorat Jenderal sebagai bagian birokrasi dan sekelumit tentang standarisasi dilingkungan Departemen Perhubungan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh tim jurnal Transparansi. Beberapa pertanyaan mengenai keterkaitan dan keterikatan kinerja birokrasi -khususnya Departemen Perhubungan dengan segala resources yang dimiliki- dengan standarisasi yang ada dalam sistem birokrasi di tubuh Departemen Perhubungan yang dilontarkan transparansi mendapat tanggapan yang positif, berikut petikan diskusi tersebut : Mengawali audiensi seputar bahasan standarisasi dan pengawasan, mungkin tepat kiranya bila kami menanyakan pandangan Bapak mengenai kondisi pemerintahan/ birokrasi secara umum yang ada pada saat ini ? Harus diakui secara jujur, birokrasi kita
25
NARA SUMBER adalah birokrasi yang kurang terkoordinasi dengan baik sehingga banyak anggapan yang mengatakan bahwa pengelolaannya belum maksimal. Kenapa demikian, ini dapat kita lihat dari 2 (dua) sisi, yaitu : 1. Sistem yang telah ada dan berjalan Secara kasat mata, terlihat dengan jelas bahwa masih terdapat aturan/kebijakan yang telah out of date, kaku serta tidak adaptif terhadap perubahan, overlapped, multitafsir dan masih melihat teknologi sebagai lawan, belum kawan. Bahkan dapat dengan mudah ditemui ketidakjelasan standar dan prosedur pelayanan baku dalam pengelolaan pelayanan publik kita. Umumnya, masalah yang sering ditemui adalah ketidaksesuaian antara standar dan prosedur baku yang seharusnya menjadi pedoman dengan realita prosedur yang dijalani. 2. Sumber Daya Manusia Dengan potensinya yang luar biasa, Sumber Daya Manusia (SDM) adalah sebuah asset yang harus mendapatkan perhatian yang cukup besar. Tanpanya, birokrasi tak akan berjalan sesuai keinginan dan harapan menuju sebuah target tujuan. Peran SDM mutlak sangat crucial, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan seluruh kegiatan dalam tubuh birokrasi. Bahkan, dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, bahasan tentang Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu pilar inti terlaksananya implementasi Reformasi Birokrasi. Namun, treatment terhadap SDM birokrasi sejak mulai direkrut hingga pensiun dapat dikatakan mendapatkan perlakuan yang kurang semestinya (status PNS dimata masyarakat yang kian dicibir dengan remunerasi yang tak sepadan untuk mengemban tanggung jawab yang cukup besar). Hal inilah yang sering menjadi justifikasi rendahnya performa dan kinerja
26
birokrat kita. Terbukti, melalui hasil survei KPK atas pelayanan publik yang menjadi muara kinerja birokrat di Indonesia, tepatnya dipublikasikan pada tanggal 4 Februari 2009. Dalam publikasi yang disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK, M. Jasin di Gedung KPK diindikasikan bahwa integritas sektor publik di Indonesia masih berada di kategori rendah (pada skor rata-rata 6,84 untuk institusi pusat dan 6,69 untuk institusi daerah). Bagaimana dengan Departemen Perhubungan ? Kembali pada hasil survei KPK seperti telah saya sebutkan, Departemen Perhubungan digolongkan memiliki rating integritas sektor publik yang berada di bawah ratarata. Namun, kita tak dapat langsung menyimpulkan bahwa ini merupakan indikasi memburuknya layanan dan kinerja birokrat di sektor perhubungan. Sebab pertama adalah, apa yang terjadi saat ini tak lepas dari konsekuensi keputusan, kebijakan dan kegiatan yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Kedua, faktor lingkungan dan keadaan yang terus berubah seperti teknologi, awareness pengguna jasa transportasi, demand jasa transportasi, dll. Karenanya, hal ini harus dipandang secara bijak dan seyogianya kita melihatnya sebagai suatu tantangan yang harus diatasi bersama, bukan melulu sebagai hambatan apalagi kekurangan. Kedua faktor diatas, yaitu Sumber Daya Aparatur dan Sistem terus mendapatkan perhatian dan perbaikan guna meningkatkan kinerja Departemen ini terlebih selain melayani, juga dibebankan sebuah tanggung jawab yang cukup berat, yaitu sebagai pemasti sisi keselamatan dan keamanan pengguna jasa transportasi. Seperti apakah Departemen Perhubungan yang Ideal menurut Bapak? Idealnya, Departemen Perhubungan ini mampu menjadi garda depan pemerintah
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER dalam pelayanan dan pemasti keselamatan serta keamanan setiap jasa di sektor transportasi. Dapat diartikan bahwa baik di sisi Man Power (knowledge, skill, attitude), teknologi, sistem, kita harus lebih terdepan dan unggul sehingga mampu menciptakan layanan transportasi yang handal secara komprehensif dan holistik. Bagaimanakah dengan pola/sistem yang tengah berjalan di Departemen ini? Sesuaikah dengan roadmap mencapai Visi-Misi maupun tujuan Institusi? Harus diketahui bahwa, sistem yang berjalan di Departemen ini terus mengalami koreksi agar dapat berjalan sesuai dengan perubahan lingkungan serta perkembangan jaman dan teknologi. Sistem yang ada tentunya harus dibentuk dan diimplementasikan sejalan dengan Visi-Misi Institusi. Karenanya, dalam penyusunan berbagai kebijakan maupun aturan yang berkaitan dengan transportasi, selalu duduk bersama segenap stakeholder
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
terkait untuk mencapai kualitas utama output kebijakan maupun aturan dan dalam implementasinya terus memperoleh pengawalan dan pengawasan langsung dari segenap stakeholder tersebut pula. Kendala dalam implementasi pola/ prosedur/sistem sudah tentu ada, namun tidak menjadi alasan bagi kita untuk mundur dari tugas dan kewajiban kita sebagai perpanjangan tangan pemerintah, khususnya dalam mengelola jasa perhubungan di negeri ini. Kendala utama yang dialami sektor perhubungan dan mungkin di institusi birokrasi lain, adalah : 1. Koordinasi Sektor perhubungan hanyalah satu diantara banyak sektor lainnya yang sama-sama memegang peranan dalam mengelola negeri ini. Bila koordinasi di satu sektor perhubungan ini saja sudah terkendala, apalagi bila lintas sektoral (yang notabene memiliki ego, kepentingan dan tujuan
27
NARA SUMBER masing-masing) 2. Teknologi Teknologi adalah sebuah alat yang mampu mempermudah pekerjaan, namun penguasaan teknologi memerlukan waktu, biaya, energi yang tak sedikit. Karena sejatinya, proses penguasaan ini harus dilakukan secara bertahap namun tetap dinamis, adaptif dan result oriented, begitu pula dengan perubahan lainnya yang sedang kita lakukan, harus dilaksanakan step by step. 3. Resistansi terhadap perubahan Resistensi adalah hal yang manusiawi dalam menghadapi perubahan, namun hendaknya resistensi ini dapat dikelola dengan baik sehingga dapat diarahkan menjadi energi/potensi positif yang berguna dalam membentuk birokrasi yang ideal dan adaptif terhadap perubahan baik internal maupun eksternal. 4. Sumber Daya Manusia Pembenahan secara mikro maupun makro di sisi SDM adalah keharusan yang pantas diprioritaskan sehingga dapat membentuk SDM yang tangguh, berkapasitas dan berkompetensi tinggi. Sebab dipundak SDM lah segala kegiatan dapat terlaksana dan segala tujuan dapat dicapai Menyikapi kendala diatas, seluruhnya wajib mendapat perhatian dan pembenahan secepatnya secara simultan, namun perbaikan SDM, baik kualitas maupun kuantitas patut diprioritaskan. Sebab, sebaik apapun sistemnya, tanpa kehadiran SDM yang menjalani dan mengelolanya maka sudah dapat dipastikan bahwa tidak akan ada proses yang dapat berjalan dengan baik. Perbaikan SDM ini tentunya langsung akan berimbas pada kualitas layanan maupun output lainnya suatu institusi. Departemen
28
Perhubungan
sebagai
perpanjangan tangan Presiden dalam mengelola sektor transportasi, mengedepankan isu pelayanan dan keselamatan. Bagaimanakah kondisi pelayanan dan keselamatan yang saat ini menjadi tanggung jawab Departemen Perhubungan ? Seperti telah saya sebutkan sebelumnya, bahwa isu pelayanan dan keselamatan memang menjadi perhatian utama yang secara berkala direvieu. Namun harus dipahami, untuk mengubah suatu aturan memerlukan proses yang cukup rumit dan lama, apalagi bila menimbulkan efek/ dampak yang luas. Berbagai kecelakaan yang terjadi di laut melibatkan kapal laut yang memiliki umur relatif tua. Namun, untuk meremajakannya dibutuhkan dukungan yang cukup besar dari pihak bank atau investor lainnya. Di sisi lain, pihak bank/investor menilai resiko berinvestasi pada bidang ini dikatagorikan cukup tinggi serta ”slow ROI (return of investment)”. Apalagi undang-undang yang memayungi masalah ini belum kunjung memiliki juklak dan juknis. Seperti kita ketahui bersama, bahwa pelayanan jasa perhubungan tentunya tak lepas dari peran sarana dan prasarana sektor transportasi serta SDM yang terlibat didalamnya. Jadi bila penetapan standar tidak didukung kemampuan untuk menerapkan standar tersebut, seperti penggunaan sarana dan prasarana yang layak dan memadai sesuai peraturan yang berlaku, sungguh ironis kiranya nasib standar yang tak mampu dipenuhi. Sekali lagi perlu saya tekankan bahwa saat ini, Departemen terus berbenah diri untuk melakukan perbaikan di segala sisi. Namun, permasalahan transportasi ini adalah permasalahan bersama yang kompleks dan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER memerlukan komitmen tinggi, karenanya dalam implementasi segala kebijakan di sektor transportasi, harus diawasi bersama pula. Harus diingat, bahwa dalam berproses, faktor waktu adalah utama. Kontrol apakah yang dilakukan oleh para pengambil keputusan baik di Departemen Perhubungan itu sendiri maupun di Pemerintahan dalam rangka mengawal keberhasilan setiap kegiatan yang telah diprogramkan dan diimplementasikan ? Kontrol utamanya adalah pengawasan melekat. Selain itu juga terdapat pengawasan fungsional baik internal pemerintahan maupun eksternal, seperti Inspektorat Jenderal, Bawasda/Inspektorat di daerah, BPKP, BPK hingga KPK. Tidak cukup itu saja, pemerintah juga menyambut partisipasi aktif masyarakat yang memberikan kontribusi pengawasan baik secara langsung (melalui TP 5000) atau melalui Lembaga Swadaya Masyarakat semisal ICW, MTI, dll. Pengawasan yang merupakan bagian integral dari pengendalian, seperti telah disebutkan sebelumnya, pelaksanaan pengawasan dilakukan melalui berbagai dimensi, agar informasi yang didapatkan melalui pengawasan tadi menjadi menyeluruh dan multi dimensi. Diharapkan kebijakan berikutnya dapat terus mendekati sasaran yang telah disepakati. Bagaimana peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) seperti Inspektorat Jenderal dan BPKP dalam kacamata bapak terkait SPIP tersebut ? APIP itu sangat diperlukan, karena peran Inspektorat Jenderal sebagai bagian dari APIP merupakan satu dari beberapa bagian yang tak terpisahkan dari SPIP.
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
Inspektorat Jenderal selain dituntut menjadi quality assurance bagi output dan outcome suatu Departemen, juga diharapkan dapat memberikan masukan mengenai berbagai hal bagi pimpinan guna menetapkan suatu kebijakan. Jadi selain fungsi mikro, baik Inspektorat Jenderal, apalagi BPKP diproyeksikan mampu memberikan informasi yang akurat baik secara holistik maupun komprehensif by partial. Menurut pandangan Bapak, bagaimanakah keberadaan & peran Inspektorat Jenderal kini ? Inspektorat Jenderal yang ideal adalah Inspektorat Jenderal yang berjalan sesuai koridor yang telah ditentukan, sesuai tugas pokok dan fungsi. Selain memberikan pembinaan bagi unit lainnya, juga diharapkan mampu memberikan pengawasan secara maksimal terhadap potensi-potensi strategis birokrasi, baik preventif, represif by need dan korektif. Namun, saya melihat Inspektorat Jenderal tak lebih dari institusi selevel lainnya, birokrat yang bertugas melayani dan bukanlah super body. Tapi, jangan pula beranggapan bahwa keberadaannya tidaklah penting. Dengan paradigma baru, dimana Inspektorat Jenderal sebagai pembina dan partner, Inspektorat terus dituntut untuk lebih baik lagi. Harus dipahami, peningkatan kinerja Inspektorat terus dibarengi dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan yang muncul sehingga banyak yang beranggapan bahwa Inspektorat stagnan, bahkan mengalami kemunduran. Wajar saja berpendapat seperti itu, namun bila kita lihat, pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat jenderal selaku APIP Departemen Perhubungan beberapa tahun kebelakang mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Ini dapat dilihat dari kualitas hasil pengawasan yang terus meningkat dan pula perbaikan disisi auditan
29
NARA SUMBER yang mulai mengenali kekurangan masingmasing yang tertuang dalam temuantemuan Inspektorat Jenderal. Namun harus diakui, dengan konsistennya perubahan lingkungan dan teknologi, apabila tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas auditor baik sebagai individu maupun institusi tidak secara berkesinambungan, maka secara langsung dapat mengurangi kinerjanya secara nyata. Inilah yang menjadi concern saya kedepan, yaitu meningkatkan kapasitas dan karakter auditor baik sebagai institusi maupun sebagai individu, sehingga tak hanya mampu berjalan beriringan dengan peningkatan kemajuan teknologi maupun peningkatan kompleksitas permasalahan yang dihadapi namun lebih jauh lagi, bahkan mampu berlari dan mengantisipasi perubahan yang akan terjadi. Apa pandangan Bapak atas potensi/ resources yang dimiliki Inspektorat Jenderal ? Saya melihat kondisi Itjen saat ini, mulai dari aspek Money, Material dan Machine sudah cukup mendukung, anggaran mencukupi, sarana dan prasarana sudah relatif baik. Ketika berbicara money, material dan machine, kita sebagai lembaga pemerintah cukup diberi kelonggaran dan kemudahan untuk mendapatkannya, tentunya seiring dengan kemudahan ini, dituntut proses yang lebih transparan, akuntabel, efisienefektif serta optimal. Sedangkan untuk aspek lainnya yaitu Man dan Methode adalah aspek penting yang bersifat dinamis dan harus kita kelola dengan baik dan profesional. Dari semua aspek itu, saya kira Man/SDM memegang peran yang paling crucial dan urgen penanganannya, karena aspek lain dikendalikan oleh aspek ”Man”. Dengan auditor kita yang berjumlah 102 orang itu, saya yakin tidak akan banyak
30
terkendala menangani 732 auditan yang tersebar di seluruh Indonesia, bila kapasitas mereka sebagai auditor benar-benar dilengkapi dengan kompetensi dan karakter yang baik dan prima serta di pandu oleh metode audit yang handal Menurut hemat Bapak, bagaimana cara terbaik membina potensi/resources yang dimiliki Inspektorat Jenderal tersebut ? Untuk membina potensi yang kita miliki, pertama kita harus mengerti benar potensipotensi yang kita miliki, karena tanpa kita mengetahui potensi-potensi tersebut bagaimana kita akan mengaturnya? Baru setelah itu, kita akan mengetahui segala informasi resources yang ada : mana saja potensi yang belum optimal digunakan, mana yang tidak berpotensi, dan lain sebagainya. Saya ambil contoh, Human Resources (HR) misalnya, untuk melakukan pembinaan terhadap HR dengan baik tentu saja kita harus tahu kondisi HR yang sebenarnya. Data-data komplit dari pegawai-pegawai harus ada, mulai latar belakang pendidikan, sekolah dimana, riwayat karir, kondisi psikologis, reputasi, hasil kerja selama ini dan sebagainya. Nah, dari data inilah manajemen terhadap HR bisa kita lakukan dengan obyektif, yang inti dari semuanya adalah right man on a right place, melalui informasi data yang obyektif, serta berorientasi sepenuhnya pada pengembangan organisasi. Terutama dalam tinjauan SDM, kompetensi dan perilaku seperti apakah yang diperlukan Inspektorat Jenderal? Bagaimana cara terbaik mengupayakannya ? Oke, kalau kompetensi jelas harus menguasai apa yang menjadi tugas dan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER fungsinya. Auditor ya harus memiliki kemampuan audit yang lengkap dalam artian menguasai teknik-teknik audit yang ada serta selalu mengikuti perkembangan pengetahuan audit. Selain itu seorang auditor juga harus menguasai pengetahuan teknis perhubungan karena memang tugas auditor Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan adalah melakukan audit sektor perhubungan. Namun dengan modal dua hal tersebut, saya rasa masih belum cukup. Masih ada satu hal harus dimiliki seorang auditor, yaitu karakter yang baik. Tanpa adanya karakter yang baik ini sehebat-hebatnya pengetahuan dan kemampuan seorang auditor hanya akan menjadi bumerang bagi Performa dan kinerja Inspektorat Jenderal Perhubungan. Nah khusus untuk mendapatkan auditor yang ideal ini, yang paling urgen adalah pola rekruitmen calon auditor kita. Karena jika awalnya saja kita mendapatkan bibit yang salah maka hasilnya pun akan terus salah. Oleh karena itu, sepertinya perlu segera disusun semacam standart rekruitmen auditor Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan yang mungkin mencakup syarat-syarat sampai metode seleksinya, tes-tesnya sampai psikotes atau wawancara. Bagaimana pendapat Bapak atas beberapa pendapat tentang kurang tajamnya audit yang dilakukan APIP terutama pada sisi output-outcome (dampak & manfaat) Bagaimana pendapat Bapak atas wacana keterlibatan Inspektorat Jenderal mulai dari tahap perencanaan ? Kurang tajamnya pisau analisa inspektorat memang suatu hal menarik untuk dibahas. Secara jujur, penyebab dapat dikatagorikan menjadi 3, yaitu :
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
1. kualitas dan kapasitas auditor inspektorat yang melakukan audit dan analisa atas permasalahan yang tengah terjadi 2. politis 3. lain-lain (tekanan internal maupun eksternal kepada auditor, remunerasi, birokrasi, kurang koordinasi antar sub sektor di departemen, dll) Keberadaan Inspektorat Jenderal mulai tahap perencanaan adalah wacana lama yang baru dapat diimplementasikan. Filosofinya adalah, memberikan pengawasan dan pengawalan terhadap segala kegiatan di tubuh departemen sehingga mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan Departemen ini. Adjustment bagi Inspektorat harus terus dilakukan, mulai dari peningkatan mutu auditor secara terus menerus sampai penguatan koordinasi antara inspektorat dengan sub sektor maupun internal inspektorat jenderal itu sendiri. Sebab bila hal ini tidak terus diimbangi dengan baik, maka inspektorat dapat menanggung beban sebagai institusi paling berdosa yang tidak sanggup melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik dan hanya menjadi beban penyumbang inefisiensi departemen ini. Merangkum hasil diskusi ini, tim jurnal Transparansi menangkap beberapa poin utama yang tersirat bahkan tersurat dalam pandangan Inspektur Jenderal yang juga mantan Kepala Biro Hukum di Sekretariat Jenderal Departemen Perhubungan, yaitu : 1. Sistem yang baik adalah sistem yang mampu self-sustainable dan dinamis, sesuai dengan rambu-rambu yang berlaku. 2. Sumber Daya Manusia dalam tubuh Birokrasi harus menjadi perhatian utama dan patut mendapatkan perlakuan
31
NARA SUMBER yang semestinya, sehingga sebagai bagian utama pergerakan roda birokrasi dapat menjalankan fungsinya secara profesional, efektif dan efisien. 3. Sebagai bagian dari sistem, ”standar” hendaknya mengadopsi nilai-nilai yang spesifik, terukur, relevan dan tersosialisasi dengan baik. Standarisasi harus dibangun diatas komitmen yang kuat dari segenap stakeholder sehingga implementasi dan pengawasannya dilandasi oleh semangat dan kepentingan yang sejalan. 4. Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan sejatinya adalah sebuah institusi internal di tubuh Departemen Perhubungan yang independen, profesional dan objektif sebagai bagian pengawasan dan pengendalian Internal Pemerintah. Konsekuensi atas ketiga hal tersebut, maka Inspektorat Jenderal harus mampu melihat serta menilik Departemen Perhubungan secara mikro maupun makro sehingga mampu menjalankan tugasnya untuk melakukan pengawasan, pembinaan dan memberikan rekomendasi objektif pada hal mikro maupun makro di Lingkungan Departemen Perhubungan. Secara riil, Inspektorat harus mampu mengapresiasi segala capaian yang telah dicapai, juga harus aktif memberikan pembinaan selain pengawasan pasif sehingga berujung pada peningkatan kinerja Departemen Perhubungan secara holistik. 5. Dalam menjalankan segala amanah dan tanggung jawabnya, Inspektorat Jenderal harus adaptif dan dinamis terhadap semua perubahan yang terjadi. Selain itu dukungan maksimal dari segenap stakeholder sektor perhubungan adalah faktor terpenting bagi Inspektorat Jenderal Perhubungan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Kaffahnya pelaksanaan tupoksi Inspektorat Jenderal tersebut hanya dapat dicapai bilamana kualitas dan
32
kuantitas auditor memenuhi kompetensi yang ideal dengan berpedoman pada peraturan dan kebijakan terkait yang juga terus mengalami perubahan dan perbaikan. Menggenapkan pembicaraan sebelumnya, Inspektur Jenderal Departemen Perhubungan, Zulkarnain Oeyoeb kembali menggaris bawahi sinergi dalam visi dan energi setiap aparatur perhubungan hendaknya secara bijak harus terarah dan berorientasi pada ”a greater cause” yakni kepentingan organisasi yang proxynya bermuara pada kepentingan bangsa dan negara, sehingga tiada energi mubazir yang tak termanfaatkan dengan baik. T Boedi Prihandono Haeril Bardan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER
Standarisasi Sebagai Alat Pengawasan Terhadap Pelayanan Jasa Transportasi (Hasil Wawancara dengan Administrator Bandar Udara Juanda)
J
uni 2008 lalu, Bandar Udara Juanda – Surabaya mendapatkan penghargaan Service Quality Award 2008 pada sisi pelayanan dalam kategori International Airport Service di kawasan Asia Tenggara. Membanggakan memang, apalagi penghargaan ini hanya terpaut dua peringkat saja dari Changi Airport Singapore dan Kuala Lumpur International Airport. Penilaian yang dilakukan oleh Majalah Marketing bekerja sama dengan Customer Centric Organization (CARRE) ini juga menyebutkan bahwa untuk kategori Domestic Airport Service, Bandara Juanda menempati peringkat pertama, yang kemudian disusul oleh Bandar Udara Ngurah Rai-Bali dan Bandar Udara Hasanuddin-Makasar. Sebagai salah satu penghubung transportasi udara di Indonesia dengan load passenger & cargo traffic yang cukup tinggi, keberadaan Bandar Udara Juanda memainkan peran yang sangat penting dalam merealisasikan visi wawasan nusantara yang mengedepankan fungsi moda transportasi khususnya transportasi udara sebagai pemersatu bangsa dan negara, apalagi bila hanya ditilik dari sisi regional seputar provinsi Jawa Timur. Hal ini membuktikan bahwa dengan peran yang cukup penting ini tidak melonggarkan sisi pelayanan dan sisi keamanan di Bandar Udara Juanda. Administrator Bandar Udara Juanda sebagai bentuk representative Pemerintah Republik
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
Indonesia, khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam mengawasi dan mengendalikan kegiatan kebandarudaraan terbukti telah melaksanakan tugasnya dengan maksimal. Pengawasan dan pengendalian atas segala kegiatan di Gerbang Udara Surabaya baik yang dilaksanakan oleh PT. (Persero) Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Juanda selaku pengelola Bandar Udara Juanda, operator penerbangan (airlines), serta seluruh pendukung kegiatan kebandarudaraan (konsesioner, cafe, dll) telah berada dalam jalur yang tepat dan terus mendapatkan perhatian agar kemajuan kinerja tersebut kian meningkat dari hari ke hari. Tak sulit bagi Transparansi kali ini, memutuskan untuk mewawancarai Administrator Bandar Udara Juanda terkait tema yang diusung pada terbitan awal tahun 2009 ini yang mengetengahkan bahasan mengenai Pengawasan sebagai bagian dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Standar Pelayanan Minimum. Abdul Hani Somad selaku Administrator Bandar Udara Juanda yang menyambut baik audiensi dengan Jurnal Transparansi pun antusias menanggapi berbagai pertanyaan yang diajukan secara gamblang oleh Tim Transparansi. Transparansi membuka audiensi dengan sebuah pertanyaan singkat mengenai pandangan seorang Administrator Bandar Udara Juanda akan kondisi pemerintahan/ birokrasi saat ini. Mantan Kepala Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan Curug
33
NARA SUMBER ini, melihat bahwa roda birokrasi yang dimotori
pemerintah telah berjalan cukup baik, dalam usahanya membentuk clean government menuju tata pemerintahan yang amanah (transparan dan akuntabel) atau yang biasa disebut dengan good governance. Ditambahkannya pula, bahwa terdapat dua faktor yang diperlukan dalam mencapai birokrasi yang ideal, yaitu : 1. Keberadaan sumber daya manusia yang mumpuni baik dari dimensi kuantitas maupun kualitas. Kualitas dalam hal ini tak lepas dari istilah kompetensi yang merupakan perpaduan antara keahlian/ skill, keilmuan/knowledge dan karakter/ attitude). 2. Keberadaan organisasi yang secara dinamis, mampu mencari bentuk terbaiknya agar dapat berjalan lebih efektif dan efisiensi sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi dalam mencapai visi dan misinya. Alternatif
34
pelaksanaan
proses
berorganisasi yang efektif
dan efisien dapat berupa implementasi penganggaran berbasis kinerja yang mengedepankan prinsip good governance, yaitu transparan dan akuntabel. Transparan dan akuntabel disini tak hanya berupa wacana, namun secara riil dinyatakan dalam bentuk Key Performance Indications (KPI) serta Job Description yang menjadi ukuran dan pedoman dari masing-masing orang dalam birokrasi. Alternatif lainnya berupa restrukturisasi birokrasi, seperti perampingan struktur organisasi yang ada (miskin struktur namun kaya fungsi) sehingga memperpendek rentang kendali birokrasi. Struktur organisasi yang gemuk tentu akan memperlambat reaksi dinamis internal organisasi dalam menyikapi perubahan yang ada. Proses perampingan seperti disebutkan diatas dapat diikuti dengan perkuatan unit-unit cabang utama, dengan menempatkan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER personil fungsional yang memiliki kompetensi tepat dan profesional (right man on a right place) serta juga memperluas job descriptionnya sebagai konsekuensi perampingan tersebut. Sinergi inter dan antar kedua faktor diatas, disebutnya dapat menyumbangkan energi yang cukup massive guna meningkatkan kinerja birokrat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, baik dan terukur. Integritas birokrat yang menjadi subjek birokrasi tentunya sangat penting agar pada setiap proses birokrasi, implementasi Pengawasan Melekat yang merupakan bagian erat Pengendalian Internal birokrasi dapat secara optimal berfungsi. Secara lebih detail, berikut audiensi Tim Transparansi dengan Administrator Bandar Udara Juanda : Seperti diketahui bersama, Departemen Perhubungan adalah salah satu Departemen dengan Anggaran yang besar, Sumber Daya Manusia yang banyak serta Unit Pelaksana Teknis yang tersebar hingga pelosok negeri. Menurut hemat Bapak, apakah sistem yang dibangun dan diimplementasikan di Departemen Perhubungan cukup sustainable bagi terlaksananya pemerintahan yang amanah sesuai tanggung jawab yang dimilikinya ? Saat ini sudah cukup sustainable. Artinya bahwa semua perencanaan dan pelaksanaan program sudah mengacu pada program jangka panjang dan menengah yang ditetapkan oleh pemerintah. Departemen Perhubungan juga sudah memiliki Blueprint yang digunakan sebagai acuan penetapan kebijakan, namun dalam implementasi kebijakan dan pelaksanaan program harus selalu dievaluasi secara terus-menerus sehingga Departemen Perhubungan dapat
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
terus konsisten memegang amanah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Indikator terlaksananya tugas pokok dan fungsi ini dapat dilihat dari tersebarnya pembangunan dan pengembangan sarana maupun prasarana di sektor transportasi diseluruh wilayah Republik Indonesia. Namun secara outcome, masyarakatlah yang dapat menilai secara objektif atas berbagai pembangunan dan pengembangan sarana maupun prasarana yang telah dilaksanakan Departemen Perhubungan tersebut. Bagaimana pula Bapak melihat kondisi dan posisi Departemen Perhubungan diantara Departemen lainnya pada saat ini ? Sangat penting, karena salah satu keberhasilan pemerintah dalam pembangunan ekonomi saat ini tidak terlepas dari peran serta Departemen Perhubungan. Signifikansi peran tersebut sangat terasa kala multiflier effect atas kinerja Departemen Perhubungan termasuk diantaranya berbagai pembangunan dan pengembangan sarana maupun prasarana transportasi bermuara pada besaran inflasi di Indonesia. Hambatan/kendala serius apakah yang tengah di hadapi birokrasi pada umumnya dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara cq Administrator Bandar Udara Juanda khususnya ? Kendala yang dihadapi Administrator Bandar Udara Juanda tidak berbeda dengan institusi birokrasi lainnya, seperti Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang memadai, pemanfaatan teknologi yang belum sepenuhnya dapat diterapkan oleh SDM tersebut apalagi dengan dukungan sarana dan prasarana yang terbatas ditambah lagi aturan perundangan yang belum dapat berjalan secara optimal.
35
NARA SUMBER Bagaimana menurut pandangan Bapak cara yang tepat menghadapinya ? Terkait dengan kurang memadainya Sumber Daya Manusia (SDM) dan pemanfaatan teknologi guna mendukung pelaksanaan tugas aparatur disiasati dengan melakukan training/upgrading baik capacity maupun character building, sehingga kompetensi aparatur yang kelak bertugas akan relevan dan sesuai pekerjaannya yang diembannya. Paralel dengan itu, pembenahan atas sarana dan prasarana secara bertahap serta terencana harus terus dilaksanakan secara konsisten. Khusus untuk perbaikan di sisi aturan, diperlukan adanya koordinasi internal dan eksternal yang solid hingga sosialisasi dengan semua pihak terkait agar dibangun dan dilaksanakan aturan sesuai kesepakatan dan mampu diimplementasikan dengan baik. Secara bertahap namun pasti, perbaikanperbaikan tersebut telah dimulai terutama di Kantor Administrator Bandar Udara Juanda dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai perpanjangan tangan pemerintah melayani masyarakat pengguna jasa transportasi secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimanakah pandangan Bapak mengenai kinerja institusi pengawas yang ada, baik eksternal maupun internal pemerintah dalam mengawal pencapaian sasaran dan mengurangi rendahnya efektivitas maupun efisiensi birokrasi di Departemen Perhubungan ? Menurut saya, peran pengawas internal maupun eksternal cukup mendukung dalam proses pencapaian ketepatan sasaran program yang diimplementasikan. Untuk lebih efektif dan efisiennya pelaksanaan pengawasan, maka akan lebih baik kiranya bila auditan yang telah diaudit pengawas
36
eksternal seperti BPK atau BPKP, tidak lagi diaudit oleh Inspektorat Jenderal selaku Internal Auditor Departemen Perhubungan. Fungsi preventif action oleh internal audit yang digawangi Inspektorat Jenderal sebagai mitra pembina auditannya hendaknya mampu direalisasikan melalui penguatan atas audit yang dilakukan di awal (pra audit), terutama sejak tahap perencanaan. Sehingga setiap potensi inefisiensi dan disefektivitas dapat secara dini dikenali dan diminimalisir. Hal ini juga akan memicu peningkatan awareness akan pengawasan melekat. Sebagai Administrator Bandar Udara, bagaimana Bapak melihat pembagian tugas antara pemerintah sebagai regulator bila dihubungkan dengan pengelola Bandar Udara sebagai fasilitator prasarana dan pelaku bisnis operator sarana jasa transportasi serta dengan masyarakat sebagai konsumen jasa transportasi ? Fungsinya sudah berjalan sebagaimana mestinya, karena dengan peran pemerintah sebagai regulator selain mengatur, mengawasi serta mengendalikan juga menghindarkan terjadinya kerugian yang dialami oleh masyarakat. Misalnya, pengendalian atas standar keselamatan, keamanan dan kenyamanan bertransportasi termasuk didalamnya penetapan rentang harga tiket jasa transportasi. Apakah resources yang dimiliki Administrator Bandar Udara Juanda (Man, Material, Money, Methode & Machine) telah cukup memenuhi kebutuhan serta sesuai dengan standar nasional maupun internasional dalam memberikan pelayanan jasa transportasi yang handal secara holistik? Bagaimana dengan pengelolaan dan pemanfaatannya ?
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER Saat ini, bila ditinjau dari kelima jenis resources tersebut (Man, Material, Money, Methode & Machine) di Administrator Bandar Udara Juanda masih belum cukup untuk memenuhi standar nasional maupun internasional. Namun Administrator Bandar Udara Juanda tetap melaksanakan pelayanannya sesuai tugas pokok dan fungsinya. Untuk pengelolaan dan pemanfaatan kelima potensi tersebut, saat ini dilaksanakan seoptimal mungkin dengan mengutamakan peraturan yang ada sebagai tool untuk memenuhi standar yang ada. Bagaimana dengan standarisasi prosedur, biaya dan waktu yang berlaku disegenap UPT serupa di Indonesia ? Saat ini Standar Prosedur Bandar Udara sudah diatur dalam UU nomor 1 tahun 2009 yang sedang digodok peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Perhubungan yang tentunya sejalan dengan Standar Internasional yang diterbitkan International Civil Aviation Organization (ICAO), sedangkan untuk standarisasi biaya mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2009. Standarisasi yang diatur dalam peraturan tersebut menjadi dasar penentuan pelayanan yang seragam, jadi secara garis besar harus mengacu kepada aturan dan standar yang berlaku dengan beberapa tambahan yang diperlukan sesuai dengan karakteristik masing-masing Unit Pelaksana Teknis (UPT) terkait yang dapat dipahami. Apa pandangan Bapak tentang Standarisasi Pelayanan/Output Minimal yang harus dicapai birokrat sebagai output kinerja terendah dalam menjalankan tugasnya? Terutama Departemen Perhubungan yang mengedepankan sisi Pelayanan selain Keselamatan dan Keamanan yang mengusung ”zero accident transportation” ?
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
Pencapaian output kinerja terendah sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum adalah sebuah kewajiban dasar yang harus dipenuhi oleh semua pihak agar pelayanan yang diberikan kepada seluruh strata masyarakat yang menggunakan jasa transpotasi adil dan proporsional. Namun sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pengguna jasa transportasi, pencapaian pelayanan yang berkualitas kini menjadi hal yang mutlak. Untuk itu Departemen Perhubungan khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara berkomitmen untuk menerapkan prinsip 3S+1C (Safety, Security, Services dan Compliance) sebagai jabaran konsistensi pencapaian Visi dan Misi Departemen Perhubungan sesuai peraturan yang berlaku. Implementasi prinsip ini merupakan bentuk pengawasan menyeluruh terutama pada basic services yang berlaku di dunia aviasi internasional. Kini, pemerintah berupaya membangun budaya “berbasis kinerja”, mulai dari penganggaran hingga remunerasi, dalam pandangan Bapak, bilamana dan bagaimana konsep tersebut dapat diimplementasikan secara nyata di Departemen ini, khususnya di sub sektor perhubungan yang Bapak geluti selama ini? Adakah masukan dari Bapak, mengingat pengalaman Bapak sebagai bagian dari regulator Jasa Perhubungan selama ini ? Mengingat beban kerja dari Administrator Bandar Udara khususnya dan Birokrasi pada umunya yang memikul tanggung jawab yang sangat besar selaku regulator sektor transportasi, diperlukan integritas dari pegawai yang harus di imbangi dengan remunerasi yang memadai. Tentunya sebagai konsekuensi hal tersebut, budaya ”Berbasis Kinerja” yang dibangun harus
37
NARA SUMBER memiliki standarisasi yang dapat terukur dengan jelas melalui penerapan ”Key Performance Indicators (KPI)” bagi setiap pelaku organisasi dalam setiap pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan Job Desciption yang disusun secara detail. Dengan KPI yang jelas dan terukur, maka remunerasi dapat diberikan kepada para aparatur birokrasi secara benar dan adil. Bagaimana Bapak melihat peran pemerintah sebagai regulator sektor perhubungan dalam memantau kegiatan bertransportasi di negeri ini? Begitu pula pandangan Bapak atas Inspektorat Jenderal dalam tugasnya melakukan pengawasan fungsional intern Departemen Perhubungan ? Peran Pemerintah sudah cukup besar dalam memantau kegiatan transportasi yang tentunya menumbuh kembangkan sektor ekonomi. Hal ini terlihat dengan adanya Direktorat Jenderal Teknis masingmasing moda transportasi yang memantau pelaksanaan aturan-aturan keselamatan transportasi oleh pihak operator dan adanya Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang melakukan penelitian/investigasi musibah yang terjadi di sektor transportasi. Selain itu dengan diterbitkannya Undang-Undang di Sektor Transportasi sebagai bagian perhatian pemerintah atas pelayanan jasa transportasi di segala sisi. Peran Inspektorat Jenderal sebagai Unit Pengawasan Internal sudah cukup memadai, karena disamping melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas berbagai proses birokrasi di Departemen ini, fungsi pembinaan yang menjadi paradigma baru telah membantu memberikan masukan dan arahan yang dianggap perlu mengenai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi UPT Perhubungan.
38
Bagaimana pandangan Bapak atas keterkaitan Inspektorat Jenderal dengan Pelayanan Jasa Perhubungan yang dikelola Departemen? Kondisi saat ini dan harapan Bapak ? Inspektorat Jenderal memang tidak terkait secara langsung terhadap pelayanan jasa transportasi, namun dengan fungsi Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawasan sekaligus pembina turut membantu UPT Perhubungan meningkatkan kinerjanya terutama yang berhubungan dengan pelayanan jasa transportasi kepada masyarakat. Diharapkan untuk masa yang akan datang fungsi Inspektorat Jenderal dapat lebih ditingkatkan lagi, terutama dalam pelaksanaan audit sehingga tidak hanya menggelar post audit namun juga mencakup pra audit agar segala kemungkinan potensi permasalahan/penyimpangan yang akan timbul dapat dideteksi lebih awal sehingga itu dapat meminimalisasi deviasi antara program dengan realisasi. Apa harapan Bapak pada Departemen Perhubungan sebagai regulator sektor perhubungan terkait kinerja dan performanya dalam mengelola sektor perhubungan ? Utamanya, Departemen Perhubungan murni bertindak sebagai regulator jasa transportasi, dengan konsekuensi pelimpahan kewenangan yang bersifat operasional kepada Unit Pelaksana Teknis terkait, agar dapat berkembang sebagai otoritas sebagaimana amanah Undangundang. Diharapkan pula Departemen Perhubungan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerjanya dengan konsisten fokus pada pelayanan secara komprehensif di segenap dimensi, baik yang berhubungan dengan keselamatan, keamanan, kelancaran, ketepatan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER dan kenyamanan bertransportasi. Efek langsung dari hal tersebut adalah sinergi antara seluruh pelosok daerah di Indonesia baik yang berperan sebagai produsen maupun konsumen, sehingga outcome perkembangan perekonomian mampu memajukan dan mensejahterakan masyarakat. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian Administrator Bandar Udara Juanda, yaitu pentingnya peran Departemen Perhubungan yang memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Dalam melaksanakan tugasnya, Departemen Perhubungan khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara masih memiliki beberapa kendala antara lain kurangnya Sumber Daya Manusia yang memiliki kompetensi semisal terbatasnya personil yang memiliki kualifikasi relevan untuk melakukan ramp check pesawat apalagi ditambah kurang optimalnya pemanfaatan teknologi serta keberadaan sarana dan prasarana maupun perangkat hukum yang belum memadai. Kendala tersebut hendaknya dikelola dengan baik sehingga dapat dipandang sebagai tantangan yang harus diatasi guna meningkatkan kinerja Departemen Perhubungan pada akhirnya. Pelaksanaan training/upgrading baik capacity maupun character building, pembenahan sarana dan prasarana secara bertahap serta penetapan dan penerapan perangkat hukum yang tegas namun dinamis terhadap lingkungan strategis adalah upaya yang harus dilaksanakan secara simultan, konsisten dan berkesinambungan.
dan dukungan dari semua unsur dalam Departemen Perhubungan itu sendiri selaku regulator bekerjasama dengan stakeholder sektor transportasi lainnya, seperti pihak pengelola prasarana dan operator. Di dalam Departemen Perhubungan, terdapat institusi pengawas fungsional Inspektorat Jenderal yang memiliki peran untuk mengawal dan memastikan pelaksanaan tugas dan fungsi Departemen mencapai sasaran dan tujuannya yang juga harus mendapatkan dukungan maksimal agar kualitas pengawasan yang dilaksanakannya tersebut terus meningkatkan dari waktu ke waktu. Sebab, pengawalan, pengawasan serta pembinaan di segenap lini Departemen yang dilakukan Inspektorat Jenderal merupakan bagian dari pengawasan manajemen secara holistik selain pengawasan melekat dan pengawasan masyarakat, agar implementasi program kerja di lingkungan Departemen Perhubungan berjalan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan, sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat lebih prima dan maksimal. T Khairul Anwar Hasibuan Haeril Bardan
Agar tugas dan fungsi Departemen Perhubungan dapat terlaksana secara efektif dan efisien diperlukan kerja keras
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
39
NARA SUMBER
Peningkatan Kompetensi Aparatur Perhubungan
(Hasil Wawancara dengan Kepala Pusdiklat Aparatur Perhubungan)
P
endidikan dan Pelatihan Aparatur Perhubungan (PAP) Departemen Perhubungan semula hanyalah sebuah elemen di Bagian Penyelenggaraan Badan Diklat Perhubungan. Menyadari pentingnya membangun dan membentuk aparatur yang handal dan berkompetensi tinggi, pada tahun 2000-an berkembang wacana untuk membentuk suatu unit kerja dengan tugas dan fungsi khusus, yaitu fokus dalam peningkatan kompetensi Sumber Daya Aparatur di lingkungan Departemen Perhubungan. Tanggapan positif dan dukungan dari berbagai pihak di Departemen Perhubungan ternyata mampu merealisasikan pemikiran tersebut 5 (lima) tahun kemudian, dengan dibentuknya unit kerja baru yang diberi nama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Perhubungan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM. 62 tahun 2005. Dengan berdirinya unit kerja baru yang berada di bawah Badan Pendidikan dan Pelatihan Perhubungan tersebut, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur perhubungan menjadi tugas pokok yang harus diembannya. Tim Jurnal Transparansi berkesempatan melakukan audiensi dalam rangka mengintip sejauh mana keterlibatan Pusdiklat Aparatur Perhubungan dalam memberikan sumbangannya bagi peningkatan kompetensi aparatur perhubungan dengan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Perhubungan,
40
Bapak Eddy Purnomo. Berikut petikan wawancara dengan Beliau mengenai kompetensi aparatur perhubungan dan upaya peningkatan kompetensi aparatur perhubungan tersebut dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis, jaman serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Mengenai Peranan Pusdiklat Aparatur Perhubungan Dalam era reformasi saat ini, tuntutan terhadap peningkatan kinerja birokrasi pemerintah terus menguat. Salah satu faktor terpenting dalam meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah adalah ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten. Disinilah peran strategis yang dimiliki Pusdiklat Aparatur Perhubungan dalam khususnya di sektor perhubungan melalui pendidikan dan pelatihan aparatur yang menjadi tugas pokok dan fungsinya. Pusdiklat Aparatur Perhubungan terus mengupayakan diri berperan aktif dalam membentuk dan menciptakan sumber daya aparatur yang handal dan professional dengan kompetensi yang relevan serta up to date di lingkungan Departemen Perhubungan. Transparansi (T) : Menurut bapak apakah kondisi aparat perhubungan yang ada saat ini (existing condition) telah menunjukkan profil Sumber Daya Manusia yang ideal ? Kepala Pusdiklat Aparatur Perhubungan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER (PAP) : Untuk menentukan ideal atau tidaknya suatu kondisi, tentu kita membutuhkan standar acuan tertentu. Oleh karena itu kita harus menetapkan dulu seperti apa kriteria yang ideal tersebut, baru kita bisa menilai secara akurat. Untuk mencapai kondisi yang ideal tentu dibutuhkan usaha dan biaya yang besar, apakah itu untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Perhubungan itu sendiri maupun dari sisi pemenuhan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Tapi bukan suatu hal yang mustahil kita bisa mencapai suatu kondisi ideal, tentunya dengan dukungan dan kerja keras semua pihak di lingkungan Departemen Perhubungan. Untuk saat sekarang ini, kondisi Sumber Daya Manusia yang dimiliki Departemen Perhubungan saya rasa masih perlu untuk ditingkatkan kompetensinya. (T) : Bagaimana sesungguhnya Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Perhubungan menjalankan peranannya dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di lingkungan Departemen Perhubungan ? (PAP) : Dalam menjalankan peranannya, Pusdiklat Aparatur Perhubungan senantiasa menyusun serta menyelenggarakan program diklat dengan kurikulum dan silabi yang berbasis kompetensi sesuai kebutuhan yang berkembang pada lingkungan strategis dimasa mendatang. Dasar menetapkan kompetensi aparatur hingga silabi yang disebutkan Kepala Pusdiklat Aparatur Perhubungan diatas, diolah dari pendekatan atas output peningkatan kualitas aparatur yang diinginkan institusi pengguna aparatur tersebut. (PAP) : Bagaimana kita bisa menyusun kurikulum dan program pendidikan
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
maupun pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, apabila standar kompetensi organisasi belum tersusun dengan baik. Untuk itu penyusunan dan penetetapan standar kompetensi bagi semua jabatan yang ada khususnya di lingkungan Departemen Perhubungan, baik kompetensi manajerial (umum) maupun kompetensi teknis (khusus) perlu mendapatkan prioritas utama. Sehingga diharapkan kontinuitas pengembangan sumber daya aparatur perhubungan yang handal dan kompeten mulai dari tahap awal, yaitu proses rekruitmen hingga pensiun kelak, dapat lebih terarah, relevan dan tepat, baik dari sisi manajerial maupun teknis. (T) : Melalui pendidikan dan pelatihan yang telah dan akan diselenggarakan, profil Sumber Daya Manusia seperti apa yang hendak dicapai oleh Pusdiklat Aparatur Perhubungan ? (PAP) : Seperti telah saya sebutkan sebelumnya, kita mengharapkan aparatur perhubungan memiliki kompetensi baik kompetensi manajerial (umum) maupun kompetensi teknis (khusus). Jadi seorang aparatur perhubungan harus menguasai teknis transportasi, sehingga jika suatu saat menduduki suatu posisi strategis, dapat mengambil kebijakan yang tepat. Sebagai contoh dalam militer, seorang komandan pasukan harus menguasai teknik-teknik dasar militer seperti menembak, barisberbaris, dan lain-lain, walaupun dalam melaksanakan tugasnya, hal tersebut tidak mutlak dilakukannya. Namun dengan bekal pengetahuan dasar tersebut, seorang komandan dapat dikatakan memiliki kompetensi yang relevan baik ditilik dari sisi ilmu pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) maupun karakter (attitude) sehingga mampu memimpin dan mengambil keputusan yang tepat pada saat dibutuhkan.
41
NARA SUMBER
Oleh karena itu, sekarang ini telah kita upayakan dalam setiap pelaksanaan diklat penjenjangan struktural selalu diberikan materi-materi teknis transportasi, sehingga setiap lapisan di lingkungan Departemen Perhubungan menguasai dimensi teknis sektor transportasi. (T) : Hal-hal apakah yang masih perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam pengembangan Sumber Daya Manusia di lingkungan Departemen Perhubungan ? (PAP) : Hal yang masih perlu diperhatikan dalam pengembangaan sumber daya manusia aparatur adalah penetapan standar kompetensi jabatan yang ada di lingkungan Departemen Perhubungan. Jika kompetensi sudah ditetapkan dengan baik untuk menentukan jenis diklat yang dibutuhkan masing-masing sektor, selanjutnya adalah proses rekruitmen pegawai aparatur perhubungan harus sesuai dengan kompetensi tersebut. Sekarang
42
proses rekruitmen pegawai kita sudah jelas posisi, lokasi dan tingkat pendidikan yang akan diisi. Selain itu kita juga harus memiliki Grand Design pengembangan Sumber Daya Manusia yang komprehensif. Mengenai Pelatihan
Proses
Pendidikan
dan
Pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan merupakan proses yang kompleks dan rumit. Proses ini terdiri dari serangkaian tahap dan prosedur, mulai dari analisis kebutuhan, penyusunan kurikulum, silabus dan materi diklat, pelaksanaan program diklat hingga evaluasi hasil diklat. Untuk mencapai hasil yang optimal mensyaratkan adanya standar-standar tertentu yang harus diterapkan dalam program pendidikan dan pelatihan. (T) : Apakah serangkaian mekanisme dan prosedur dalam program pendidikan dan pelatihan yang dilaksankan Pusdiklat Aparatur
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER Perhubungan telah mengacu pada standar-standar tertentu ? (PAP) : Tentu kita sudah mengacu pada aturan-aturan yang berlaku. Dalam melaksanakan program pendidikan dan pelatihan, Pusdiklat Aparatur Perhubungan telah mengacu pada standar-standar yang ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai instansi Pembina Diklat Aparatur, sesuai PP No. 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 52 tahun 2007 tentang Pendidikan dan Pelatihan Transportasi, serta mengacu pada ketetapan-ketetapan dan standar-standar yang telah ditetapkan oleh Badan Diklat Perhubungan. (T) : Metode dan pendekatan apa yang digunakan dalam memberlakukan standar-standar tersebut ? (PAP) : Metode dan pendekatan yang digunakan dalam memberlakukan standar-standar tersebut adalah melalui pendekatan Legalitas serta Empiris dengan membuat Standar Operational Procedures (SOP) untuk digunakan sebagai acuan pelaksanaan. (T) : Kriteria dan indikator apa saja yang telah ditetapkan sebagai dasar untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program diklat ? (PAP) : Kriteria dan indikator yang digunakan, yaitu : 1. Kepuasan siswa dalam proses pengajaran serta terkait pula dengan sarana dan prasarana yang digunakan selama pendidikan dan pelatihan berlangsung; 2. Kemampuan Widyaiswara dalam memberikan pengajaran; 3. Ketepatan dan kesesuaian antara
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
kurikulum maupun silabi dengan tujuan diklat; 4. Kecepatan metode diklat yang dilaksanakan. (T) : Berkaitan dengan pencapaian tujuan, apakah sudah dapat diidentifikasikan risiko yang dapat berpotensi menghambat kelancaran kinerja Pusdiklat Aparatur Perhubungan ? (PAP) : Sampai saat ini risiko yang kemungkinan bisa menghambat kelancaran kinerja Pusdiklat Aparatur Perhubungan belum kita identifikasi secara detail, namun segala hambatan-hambatan yang timbul bisa kita atasi dengan segala sumber daya yang kita miliki. Misalnya jika kita kekurangan tenaga pengajar/instruktur kita dapat meminta bantuan kepada pengajar/ instruktur dari unit kerja lain, selain itu kita juga mendorong pegawai kita untuk mengikuti pelatihan Training of Trainee (TOT), sehingga di kemudian hari kebutuhan akan tenaga pengajar dapat terpenuhi, begitu pula perbaikan di sisi sarana dan prasarana. (T) : Apakah kurikulum dan materi diklat pada Pusdiklat Aparatur Perhubungan secara berkala telah mengintegrasikan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi ? (PAP) : Tentu. Kurikulum yang kita susun selalu dinamis, mengadopsi dan mengintegrasikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama kemajuan Teknologi Informasi. (T) : Bagaimana dengan Pengajar/ Instruktur ? (PAP) : Kita selalu mendorong para staf pengajar kita untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan mereka
43
NARA SUMBER tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi mereka selalu didorong untuk mengikuti diklat-diklat, seminar ataupun kursus-kursus baik dengan biaya dari kedinasan maupun swadaya. Mengenai Hasil Pelatihan Aparatur
Pendidikan
dan
(T) : Keluaran (output) dari kinerja Pusdiklat Aparatur Perhubungan adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia di lingkungan Departemen Perhubungan. Apakah selama ini telah ada upaya yang dilakukan untuk mengukur bahwa diklat yang diberikan telah memberikan dampak bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia di lingkungan Departemen Perhubungan ? (PAP) : Secara formal kami belum melaksanakan studi mengenai output pada hasil pendidikan dan pelatihan yang telah dilakukan oleh Pusdiklat Aparatur Perhubungan, karena usia berdirinya Pusdiklat Aparatur Perhubungan masih baru yaitu 3 tahun dan output yang dihasilkan masih sedikit sehingga belum signifikan untuk mengetahui kinerja Aparatur Departemen Perhubungan. Direncanakan tahun depan Pusdiklat Aparatur Perhubungan akan melakukan studi mengenai hal tersebut. Walaupun demikian, secara informal kami selalu berinteraksi dengan para lulusanlulusan diklat yang dilaksanakan di Pusdiklat Aparatur Perhubungan sehingga secara tidak langsung kita dapat mengetahui bagaimana dampak pendidikan dan pelatihan yang telah mereka ikuti baik terhadap diri pribadi mereka maupun terhadap institusi tempat mereka bekerja. (T) : Idealnya para peserta yang telah mengikuti diklat pada saat kembali ke unit kerja masing-masing dapat menjadi motor untuk menggerakkan perbaikan
44
kinerja di unit kerjanya tersebut atau paling tidak bisa menularkan pengetahuan dan ketrampilan yang telah didapatnya. Menurut bapak apakah selama ini hal tersebut telah berlangsung di lingkungan Departemen Perhubungan ? (PAP) : Begitu pula harapan kami, selaku institusi yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur perhubungan, agar bekal yang diperoleh selama mengikuti diklat dapat diimplementasikan secara nyata. Namun, kami sendiri menyadari berbagai kesulitan yang mungkin dapat menghambat lulusan diklat dalam menerapkan dan membagi pengetahuan maupun keterampilan, sehingga saat ini kami belum bisa menjawab hal tersebut secara akurat, karena kita belum melakukan penelitian mengenai hal tersebut. Mengenai Pandangan Negatif tentang Penyelenggara Diklat Aparatur Belakangan ini, beberapa kalangan cukup pesimis terhadap keberadaan dan kinerja dari Diklat Aparatur Negara dalam meningkatkan kualitas SDM aparatur pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang dilakukan hanya sebatas pada formalitas. Secara substansial, pendidikan dan pelatihan yang diadakan dianggap belum memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan kualitas SDM. Para peserta diklat juga lebih berorientasi pada ijazah/sertifikat, bukan pada pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh. (T) : Apakah ada upaya tertentu dari PAP untuk mengubah pandangan tersebut, baik dari sisi persepsi maupun dari sisi substansinya? (PAP) : Untuk merubah pandangan, saya rasa sulit karena persepsi tiap orang dapat berbeda-beda dan sangat subyektif.
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
NARA SUMBER Namun harus dipahami dan diketahui, bahwa perbaikan baik dari substansi materi pendidikan maupun pendukungnya terus dilakukan sehingga bukan suatu hal yang mustahil jika kelak pandangan itu akan berubah sejalan dengan peningkatan kualitas Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Perhubungan. Apalagi bila proses pendidikan dan pelatihan mendapat dukungan maksimal dari segenap stakeholder perhubungan, pastinya keberadaan pusdiklat aparatur perhubungan tak hanya dipandang sebelah mata dalam meramu potensi sumber daya aparatur perhubungan. (T) : Bagaimana harapan bapak agar Pusdiklat Aparatur Perhubungan ini menjadi pusdiklat yang berkompetensi di masa yang akan datang ? (PAP) : Diharapkan Pusdiklat Aparatur Perhubungan menjadi institusi yang berkualitas dalam rangka mewujudkan Aparatur Pemerintah yang kompeten, yang dapat dicapai dengan : 1. Meningkatkan standar mutu komponen diklat dalam rangka penyelenggaraan diklat yang berkualitas; 2. Menyiapkan rencana dan program diklat sesuai kebutuhan sektor perhubungan; 3. Menyelenggarakan diklat dalam rangka memenuhi kompetensi aparatur perhubungan.
bertugas menyiapkan hidangan, dalam hal ini berupa penyusunan kurikulum, silabus dan penyelenggaraan diklat untuk menghasilkan kompetensi output peserta diklat yang sesuai harapan. Namun dalam hal penetapan kebijakan tentang kompetensi selayaknya menjadi perhatian dan tanggung jawab bersama sebagai bagian utuh Institusi Departemen Perhubungan, sehingga pelaksanaan pendidikan dan pelatihan selanjutnya dapat terus diperbaiki agar lebih terarah dan tepat sasaran. 3. Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawasan internal Departemen Perhubungan diharapkan dapat memberikan masukan terhadap kinerja Pusdiklat Aparatur Perhubungan, tidak hanya seputar permasalahan mikro namun juga permasalahan makro, sehingga Pusdiklat Aparatur Perhubungan dapat melakukan perbaikan substansial terutama pada pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Pusdiklat Aparatur Perhubungan. 4. Diharapkan Pusdiklat Aparatur Perhubungan dapat menjadi motor penggerak peningkatan kompetensi aparatur perhubungan sehingga dapat melaksanakan tugas memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. T Khairul Anwar Hasibuan Haeril Bardan
Merangkum diskusi ini, tim jurnal Transparansi dapat menarik beberapa hal yang menjadi perhatian serius Kepala Pusdiklat Aparatur Perhubungan yaitu : 1. Keberadaan Standar Kompetensi Aparatur Perhubungan yang sangat crucial dan harus ditetapkan secara jelas sehingga proses pengembangan kualitas Sumber Daya Aparatur Perhubungan dapat terarah dan mencapai hasil yang maksimal. 2. Badan Diklat ibarat sebagai koki yang
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009
45
SERBA-SERBI
Beberapa tips sebelum melakukan perjalanan dengan pesawat terbang Sebelum terbang, ada baiknya kita memperhatikan hal2 yang terlihat sepele namun manfaatnya banyak karena akan menambah kenyamanan dan keamanan anda dalam perjalanan seperti : 1. Pesanlah tiket dari jauh-jauh hari, selain mendapatkan harga yang lebih ringan yaitu tiket dengan harga dibawah harga full fare ( Y class ), bahkan mungkin akan mendapat harga khusus ( tiket promo ). 2. Bila perjalanan cukup jauh, pilihlah penerbangan yang nonstop (direct flight) sehingga tidak perlu berkali-kali transit atau pindah pesawat atau bila memungkinkan pilihlah pesawat yang lebih besar. 3. Untuk menghindari keterlambatan, lebih baik pilih jadwal keberangkatan pada pagi hari, karena biasanya keberangkatan sore hari merupakan lanjutan penerbangan sebelumnya. Bahkan dibeberapa daerah/tempat cuaca yang kurang baik sering terjadi pada sore hari sehingga dapat menjadi faktor keterlambatan. 4. Patuhi mengenai jumlah barang bawaan, baik barang di bagasi maupun barang di kabin. Hampir semua operator penerbangan memberlakukan peraturan barang bawaan di bagasi sebanyak 20 kg, kecuali misalnya pemegang kartu GFF ( Garuda Frequent Flyer ), diberikan extra bagasi 5 – 20 kg barang bagasi sesuai jenis kartu (Silver, gold atau platinum). Hindari barang bawaan di kabin yang berlebih misalnya lebih dari 2 buah atau barang dgn ukuran besar karena akan sulit disimpan dalam kabin dan sangat mengganggu kenyamanan perjalanan.
46
5. Bila terpaksa harus membawa senjata tajam seperti pisau, gunting dan barang yang sejenis, tempatkanlah barang-barang tersebut di bagasi, bukan di kabin, karena akan melewati pemeriksaan. Khusus untuk senjata api, wajib dilaporkan dan diserahkan kebagian pasasi untuk disimpan di cockpit pesawat sebagai Security Item dan dapat diambil kembali setelah mendarat melalui bagian pasasi di tempat tujuan. 6. Jangan membawa barang bawaan yang berbahaya seperti : metanol, thiner, alcohol, isi korek api cair, perfume lebih dari 1 lt dll zat cair yang masuk dalam katagori Dangerous Goods. 7. Siapkan salah satu identitas diri seperti Passport, ID Card, KTP, SIM, GFF dll, semua akan membantu kelancaran perjalanan, terlebih lagi pada perjalanan ke luar negeri. 8. Jangan pernah terlambat tiba di bandara, lebih baik Check in 1-2 jam sebelum keberangkatan untuk penerbangan domestic dan 2-3 jam untuk penerbangan Internasional. 9. Untuk mengatasi kejenuhan pada perjalanan jauh, siapkan buku, majalah, teka teki silang atau peralatan yang dapat menghibur seperti MP3 player, HP yang berisi banyak game, PDA dll. 10.Jangan lupa simpan tiket dan boarding pass ditempat yang aman namun mudah dijangkau apabila diperlukan, dan jangan sampai terbuang terutama bila sedang dalam perjalanan dinas, karena akan menjadi salah satu dokumen pertanggungjawaban. T L. Kania
transparansi
Vol. 4 No. 1 Tahun 2009