1 2
TRANSPARANSI
Edisi VI Oktober – November 2014
E-newsletter Transparency International Indonesia
Foto Dok. INFID
“Pengalihan subsidi BBM oleh Jokowi-JK dapat menimbulkan keraguan publik terhadap janji-janji Jokowi. Karena itu, untuk memastikan kepercayaan publik, prinsip-prinsip open governance yang mengedepankan transparansi dan partisipasi publik harus segera diterapkan di seluruh sektor" - Ilham B. Saenong, Direktur Program TI Indonesia
Terkait Pengalihan Subsidi BBM, Masyarakat Sipil Desak Jokowi-JK JAKARTA—Sejumlah 50 organisasi masyarakat sipil se-Indonesia mendesak Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) untuk segera menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan terbuka dalam pemerintahannya, terutama terkait dengan langkah pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Sugeng Bahagijo, Direktur International NGO for Indonesian Development (INFID), menyatakan, ada dua hal yang menjadi urgensi penerapan tata kelola pemerintahan terbuka (open government). “Pertama, Indonesia adalah inisiator gerakan Open Government Partnership (OGP), bahkan sempat menjadi ketua (chair) pada 20132014. Oleh karena itu, pemerintah harus tetap menjaga komitmen yang sudah dibuat,” ujarnya. Kedua, lanjut Sugeng yang saat ini duduk sebagai anggota Steering Committe OGP Global dari perwakilan masyarakat sipil, implementasi prinsip OGP menjadi penting untuk memastikan langkah pengalihan alokasi BBM tepat sasaran dan terhindar dari korupsi. Pemerintah berjanji dana pengalihan subsidi akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, program pendidikan dan program jaminan kesehatan. “Pemerintah harus menerapkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi publik dan akuntabilitas dalam pengelolaan programprogram tersebut. Ini untuk memastikan agar program-program tersebut tepat sasaran dan tidak menjadi sarang korupsi baru,” tandas Sugeng. Ahmad Faisol, Direktur Perkumpulan MediaLink Jakarta, menambahkan, prinsip pemerintah terbuka juga harus segera diterapkan pada sejumlah area penting. “Koalisi masyarapat sipil untuk pemerintah terbuka telah mengidentifikasi enam area penting, yakni anggaran dan perpajakan; sumber daya alam dan lingkungan; penegakan hukum dan hak asasi manusia; pelayanan publik; parlemen dan partai politik; dan implementasi Undang-Undang Desa,” ujarnya. Menurutnya implementasi OGP akan mempercepat pembentukan pemerintahan partisipatif seperti visi –misi Presiden Jokowi menciptakan tata kelola pemerintahan yang terbuka dan transparan. Sementara itu, Ilham Saenong, Direktur Program Transparency International Indonesia (TII), menegaskan, Pemerintahan Jokowi-JK
harus segera merealisasikan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, sebagaimana janjinya dalam Nawa Cita. “Pengalihan subsidi BBM oleh Jokowi-JK dapat menimbulkan keraguan publik terhadap janji-janji Jokowi. Karena itu, untuk memastikan kepercayaan publik, prinsip-prinsip open governance yang mengedepankan transparansi dan partisipasi publik harus segera diterapkan di seluruh sektor,” tegasnya. Pertemuan nasional masyarakat sipil dengan tema “Memperkuat Jaringan Kerjasama Masyarakat Sipil yang Efektif dan Kredibel untuk Pelaksanaan OGP di Indonesia” digelar di Jakarta, 19-20 November 2014. Pertemuan ini diikuti sekitar 50 organisasi masyarakat sipil dari Aceh hingga Maluku. Pertemuan ini mengeluarkan rekomendasi kepada Pemerintah Jokowi-JK agar segera menerapkan prinsip-prinsip pemerintah terbuka ke dalam berbagai sektor krusial. Menurut jaringan organisasi masyarakat sipil tersebut, ada enam sektor yang perlu menjadi prioritas penerapan prinsip tata kelola pemerintahan terbuka, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Keterbukaan anggaran dan sektor perpajakan Pelayanan publik, khususnya untuk sektor pendidikan, kesehatan dan administrasi kependudukan Lingkungan dan sumber daya Sektor penegak hukum dan lembaga peradilan Pembangunan Desa Keterbukaan sektor parlemen dan partai politik
Pertemuan nasional tersebut juga mendesak Pemerintah Jokowi-JK agar segera menetapkan lembaga khusus di pemerintahan yang bertugas mengawal implementasi inisiatif Open Government Partnership. Kontak: Ilham Saenong, 0818168441 atau
[email protected] Ahmad Faisol, 081585032900 atau
[email protected] Hamong Santono, 081222781263 atau
[email protected]
1 2
YOUTH
Anak Muda Harus Melawan Oligark Saat ini, masyarakat sipil merasakan bagaimana sakitnya dibohongi dan dikhianati para elite politik yang menguasai parlemen, terutama setelah mereka berhasil mengegolkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Oligarki parpol telah menunjukkan kekuatannya. Generasi muda harus sadar dengan fenomena ini dan saatnya mulai melawan. Oligark adalah individu yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi. Sementara oligarki adalah politik pertahanan kekayaan dari kaum oligark. Demikian benang merah diskusi ”Urgensi Keterlibatan Generasi Muda Mengawal Pilkada Langsung” yang digelar Transparency International Indonesia, di Jakarta, Jumat (10/10). Tampil sebagai pembicara peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, Donny Ardyanto; Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini; dan mahasiswa Ilmu Politik Freie Universitaet, Berlin, Iman Waskito. Donny Ardyanto mengatakan, kekalahan dalam penentuan sistem pemilihan kepala daerah sebenarnya bukan akhir dari demokrasi. Masih ada esensi demokrasi yang mendasar dan harus segera direbut masyarakat sipil. Jika masyarakat masih merasa kalah dan dikhianati sejak penetapan UU Pilkada, hal itu sah-sah saja. Namun, harus segera disadari, kesedihan itu tidak ada gunanya jika tidak diiringi kesadaran baru soal sistem politik Indonesia. Tak ada yang mengontrol Satu hal yang harus segera dilawan adalah fakta makin berjayanya oligarki di sistem politik Indonesia, terutama yang bercokol di parpol-parpol. ”Oligarki dari dulu ada, tetapi bisa dikontrol Soeharto. Ketika reformasi, oligarki masih ada, tetapi tak ada yang
HAL. 2
mengontrol hingga kini,” kata Donny. Tujuan mereka adalah mempertahankan kekuasaan ekonomi dan bahkan menambahnya. Oligark ini sedemikian canggih untuk mempertahankan kepentingan bisnisnya dengan terlibat dalam pembuatan UU dan kebijakan lain. ”UU akan selalu dipengaruhi oleh para oligark. Di Indonesia, problemnya makin rumit karena tak ada yang mengontrol,” ujar Donny. Saat ini memang ada oligark yang tak mau menjadi elite, tetapi banyak juga oligark yang biasanya berlatar belakang pengusaha telah menjadi elite dan menjadi penguasa parpol. ”Mereka menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi melalui jalur-jalur legal dan memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan proyek,” ucapnya. Titi Anggraini mengatakan, sesungguhnya alasan para elite menolak pilkada langsung oleh rakyat hanya karena target politik yang dibungkus berbagai argumentasi. ”Fakta, argumentasi, dan data bisa ditarik ulur sesuai selera,” kata Titi. Masyarakat sipil sempat berprasangka baik terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Antara percaya dan tidak percaya karena ada elite politik yang berjanji, tetapi dengan mudah mengingkarinya. Ini bukan sekadar drama, ini tragedi. Ini ironi dari demokrasi kita,” ungkap Titi. Tanggal 2 Oktober, Presiden Yudhoyono mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang membatalkan UU Pilkada. Namun, perppu tersebut masih harus dimintakan persetujuan kepada DPR pada sidang Januari 2015. DPR bisa setuju, bisa tidak. ”Kalau saya tidak percaya,” kata Titi. (AMR) Sumber: Kompas Cetak http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009399546
1 2
HAL. 3
YOUTH
Mata Muda 2014:
Mengenalkan Bahaya Korupsi pada Generasi Muda
Kegiatan tersebut terselenggara berkat kerjasama Transparency International Indonesia, Pamflet, dan Public Virtue Institute. Shoqib Angriawan, Solo Pos Sumber :Harian Solopos Cetak
Dayinta Rifka A.A., Neysa Ornella Dira, Cristiana Dani R., dan Karimah Abu Bakar, membaca sebuah koran di Aula SMAN 1 Solo, Kamis (6/11). Dengan teliti, para siswa yang tergabung dalam kelompok Jones itu mencermati satu per satu berita yang dimuat di koran tersebut. Pandangan mata mereka tanpa komando tertuju pada salah satu berita di pojok kiri salah satu halaman. Berita berjudul Penyidikan Kelar, Rina Belum Ditahan itu kemudian dipotong dengan silet. Potongan berita itu kemudian ditempel pada sebuah kertas karton berwarna putih. Mereka pun menuliskan sejumlah poin penting di dalam berita itu dengan sebuah spidol berwarna merah. Setelah itu mereka mempresentasikan apa yang mereka kerjakan bersama empat kelompok lainnya. Siswa SMAN 1 Solo, Neysa, dan siswa SMA Islam Diponegoro, Karimah, maju mewakili kelompoknya. Dengan lantang, dua siswa yang berbeda sekolah tersebut membeberkan kasus dugaan korupsi yang dilakukan mantan Bupati Karanganyar, Rina Iriani. Neysa mengatakan kasus korupsi tersebut telah merugikan masyarakat hingga miliaran Rupiah. Sementara itu, Dayinta berpendapat korupsi adalah perbuatan yang merugikan dan merusak moral manusia. Pagi itu mereka mengikuti Workshop Mata Muda 2014: Making the Connection yang digelar di Aula SMAN 1 Solo. Kegiatan itu diikuti 20-an siswa dari 20 SMA/SMK di Solo. Anggota Tim Mata Muda 2014, Fahmi Nur Ichsan, mengatakan kegiatan tersebut bertujuan mengajak anak muda supaya mau membangun jejaring komunitas lokal untuk memahami isu korupsi dan hak asasi manusia (HAM). Setidaknya, ada tiga kegiatan utama yang digelar Mata Muda 2014, yakni kompetisi kreatif, roadshow, dan youth camp.
Proses kegiatan pada saat roadshow Mata muda 2104. Roadshow Mata muda dilakukan di 7 Kota di Indonesia diantaranya Banyuwangi, Lamongan, Solo, Batang, Cirebon, Indramayu, dan Lebak. Roadshow dilakukan dari tanggal 2-8 November 2014. Pada Roadshow tersebut, TI Indonesia bekerjasama dengan mitra lokal sebagai partner.
1 2
OPINI
HAL. 4
Korupsi dan Ruang Fiskal Oleh Ibrahim Fahmy Badoh SEMPITNYA ruang fiskal di dalam APBN menjadi ancaman bagi pemerintahan baru Joko Widodo- Jusuf Kalla untuk segera bekerja efektif di awal transisi pemerintahan. Sebenarnya, memangkas korupsi dan meningkatkan integritas anggaran dapat menjadi pilihan prioritas untuk meluaskan sempitnya ruang fiskal. Ancaman korupsi anggaran adalah bahaya laten dan terbesar menggerogoti anggaran. Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan semester II-2013 menemukan total 10.996 kasus kelemahan sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap aturan. Potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 13,96 triliun. Sepanjang 2003-2013, BPK telah menemukan dan melaporkan 432 kasus indikasi pidana dengan nilai kerugian Rp 42,714 triliun. Ini termasuk 48 temuan senilai Rp 4,5 triliun yang disampaikan kepada penegak hukum di tahun 2013. Potensi korupsi terbesar terjadi di sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ). Praktiknya dalam bentuk perjalanan dinas fiktif, pengadaan fiktif, kekurangan volume pekerjaan, dan penggelembungan (mark up) anggaran. Semua modus ini menggambarkan praktik korupsi konvensional masih terjadi. Korupsi PBJ erat kaitannya dengan permainan kuasa pengguna anggaran (mafia birokrasi) dengan kroni bisnis rekanan pemerintah. Mereka menggunakan aktor bisnis kroni birokrasi dan kroni politik untuk merencanakan proyek koruptif. Tren aktor korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi, sejak 2004Juni 2014, menunjukkan hal senada dengan dominasi aktor yang sama, yaitu dari kementerian dan lembaga (168 orang) termasuk kepala kementerian dan lembaga (17), diikuti kepala daerah (60) dan DPR/DPRD (74), serta aktor bisnis (100). Dari 70 kasus korupsi yang ditindaklanjuti KPK tahun 2013, 50 kasus adalah suap terkait anggaran terutama PBJ publik. Maraknya korupsi memperburuk pelayanan dan menurunkan berbagai indikator penilaian publik. Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia, misalnya, stagnan. Selama Susilo Bambang Yudhoyono memerintah, IPK Indonesia hanya terdongkrak 1 basis poin dari 2,0 tahun 2004 menjadi 3,0 tahun 2011. Tahun 2012 dan 2013, IPK Indonesia stagnan di angka skor 32 dari total 100 basis poin, jauh dari target pemerintah, yaitu 5 atau 50. Posisi Indonesia dalam survei Global Integrity juga menurun. Dari skor 81 (strong) tahun 2011 turun menjadi 77 (moderate) tahun 2013. Survei ini menyebutkan beberapa indikator penting, seperti transparansi pendanaan politik 58 (very weak), transparansi dan pengawasan proses anggaran 63 (weak), whistle- blowing protection 63 (weak), Civil Service 63 (weak), perizinan bisnis 64 (weak), dan
perlindungan terhadap pemantau korupsi 33 (very weak). Ruang fiskal Fakta masih besar dan latennya potensi korupsi anggaran di Indonesia meniscayakan disiapkannya program kerja yang efektif, konsisten, dan dampaknya terukur. Adanya keluasan ruang fiskal sebagai dampak dari penghematan anggaran dapat menjadi salah satu alat ukur utama pemberantasan korupsi. Ruang fiskal terutama dapat diupayakan dari penghematan belanja, juga efektivitas pengelolaan penerimaan negara. Di sisi belanja anggaran, program pemangkasan sendiri belanja (self block) dapat dikaji untuk diterapkan kembali. Kebijakan ini pernah diterapkan pemerintahan SBY lewat Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2014. Lewat instruksi ini dapat dipangkas belanja Rp 100 triliun, terdiri dari perjalanan dinas, biaya rapat dan konsinyering, iklan, pembangunan gedung kantor, dan pengadaan kendaraan operasional. Pemangkasan belanja pegawai juga bisa dilakukan jika moratorium perekrutan baru pegawai negeri sipil dilanjutkan seperti yang pernah diterapkan di tahun 2010-2013. Potensi penghematan lain adalah menghentikan ”budaya” menghabishabiskan anggaran di akhir tahun. Praktik aji mumpung ini disebabkan lemahnya evaluasi di setiap termin anggaran. Faktanya, daya serap pemerintah pusat saja selama 2012 dan 2013 rata-rata hanya terpaut 89,3 persen (2012) dan 93,7 persen (2013). Jika diambil angka moderat 6 persen untuk pemangkasan, akan ada keluasan fiskal Rp 36,034 triliun dari total belanja K/L 2015 sebesar Rp 600,58 triliun. Terkait korupsi di sektor pengadaan, pemerintah dapat menerapkan e-catalogue sebagai pelengkap e-procurement untuk menekan penggelembungan harga. Menurut kajian BPKP, tahun 2013, nilai ratarata proyek belanja modal yang ”menguap” oleh setiap proyek anggaran adalah minimal 20 persen. Pemangkasan belanja modal minimum 20 persen dapat menghemat anggaran minimal Rp 80 triliun dengan asumsi alokasi total belanja modal 20 persen dari total APBN 2015 sebesar 2.000 triliun. Dari perhitungan di atas, dengan penerapan penghematan di sisi belanja saja, potensi kebocoran secara kasar yang bisa ditambal minimum Rp 216 triliun. Potensi ini belum termasuk potensi yang belum tergali secara optimal di sektor penerimaan terutama pajak dan potensi sumber daya alam. Diperlukan kepemimpinan (leadership) yang kuat untuk menghadang ancaman kebocoran di sektor fiskal. Pemerintahan ke depan harus lebih berani menghemat sekaligus memberantas korupsi. Dengan penghematan, dapat dilakukan realokasi untuk memperbaiki fasilitas dan pelayanan publik. Upaya ini dapat berjalan beriringan dengan peningkatan kinerja dan profesionalitas aparatur. Ibrahim Fahmy Badoh Direktur Program Transparency International Indonesia; Anggota Komisi Anggaran Independen Sumber: Kompas Cetak http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009037939
1 2
OPINI
Involusi Gerakan Antikorupsi Oleh Dedi Haryadi ADA kemungkinan gerakan anti korupsi mengalami involusi: jalan di tempat! Penandanya sudah cukup jelas. Dalam 15 tahun terakhir, sejak Indonesia Corruption Watch (ICW) berdiri, relatif tak ada lagi inovasi kelembagaan baru yang diprakarsai dan dilahirkan organisasi masyarakat sipil atau aktivis gerakan anti korupsi. Bukan tak ada kegiatan, melainkan kegiatan tersebut lebih repetitif. Program dan menu kegiatan advokasi anti korupsi kita hari ini relatif sama dengan 10 atau 15 tahun yang lalu: advokasi kebijakan atau peraturan, penelitian dan litigasi, kampanye dan sosialisasi, peningkatan kapasitas, petisi, pengembangan wacana, dan lain-lain. Mengapa dan bagaimana agar gerakan anti korupsi terhindar dari bahaya involutif? Sumber involusi Sumber kemungkinan involusi itu adalah kelalaian para aktivis anti korupsi sendiri. Mereka belum menyadari pentingnya upaya menangkap, menyistematisasi, mendistribusi, menggunakan , dan mereproduksi pengetahuan dan pengalaman mereka dalam mengembangkan gerakan anti korupsi. Para aktivis itu banyak menghabisi waktu untuk menyusun proposal, mengimplementasikan program, dan membuat laporan pertanggungjawaban kepada lembaga donor. Kerja-kerja advokasi anti korupsi tidak ditempatkan dalam konteks dialektika teori/pengetahuan versus praksis. Pegiat anti korupsi seharusnya memahami dan menempatkan kerja-kerja advokasi anti korupsinya dalam dialektika teori versus praksis ini. Sebab, teori atau pengetahuan yang baik dan benar akan membimbing aktivis menyusun dan menetapkan praksis yang baik dan benar. Praksis yang baik dan benar, apalagi sampai menghasilkan praktik terbaik dan hikmah, akan memberikan sumbangan berarti pada pengayaan pengetahuan. Ada beberapa kerugian yang muncul akibat praksis advokasi anti korupsi yang abai terhadap dialektika ini. Pertama, kejumudan pemikiran sehingga tidak ada terobosan baru yang muncul, baik dalam metode dan manajemen gerakan, alat analisis, mobilisasi sumber daya, pengembangan kapasitas, maupun lobi dan negosiasi yang terkait tata kelola gerakan anti korupsi. Kedua, tidak terjadi akumulasi pengetahuan apalagi menyumbang pada pembentukan badan pengetahuan (body of knowledge) tentang gerakan anti korupsi. Karena sifat kegiatannya yang repetitif, kita tidak melahirkan praktik terbaik dan pembelajaran yang penting dan substantif dari gerakan anti korupsi yang dikembangkan. Praktik terbaik itu kerap terjadi dan dihasilkan dari daerah lain (luar negeri) sehingga kita harus mengimpornya. Hasilnya, kita lebih sering merujuk orang lain daripada dirujuk orang lain. Maka, tidak aneh kalau kemudian para aktivis kita lebih sering menziarahi Porto Alegre di Brasil, misalnya, untuk mengenal lebih dekat teori dan praksis tentang
HAL. 5 penganggaran partisipatif (participatory budgeting). Ketiga, involusi gerakan. Konsekuensi dari dua hal tersebut, kita akan mendapat gerakan anti korupsi yang involutif. Ada gerakan dan aktivitas, tetapi hanya jalan di tempat. Problem tersendatnya regenerasi aktivis anti korupsi, di satu sisi, rupanya diperburuk tersendatnya ide pembaruan gerakan anti korupsi. Transformasi pengetahuan Keadaan ini harus diubah. Kita harus menetapkan orientasi baru dalam mengembangkan gerakan anti korupsi. Pertama, gerakan anti korupsi harus ditempatkan dalam konteks dan dialektika pengetahuan dan praksis yang tepat sehingga kita tidak jumud dan malah bisa menyumbang pada pengayaan khazanah pengetahuan dan praksis gerakan anti korupsi. Kita harus menjadi pusat keunggulan yang bisa melahirkan praktik terbaik dan pembelajaran sehingga dirujuk dan diziarahi orang lain. Besok atau lusa orang berbondong-bondong datang guna memahami gerakan anti korupsi yang kita kembangkan sendiri. Di sinilah kita harus mengembangkan kemampuan mengelola pengetahuan tentang gerakan anti korupsi. Dalam khazanah manajemen pengetahuan dikenal istilah tacit, implicit, dan explicit knowledge. Tacit knowledge (TK) biasanya laten (tersembunyi), tak tertulis, tak terukur, lebih personal, dan karena itu relatif sulit diverifikasi, divisualisasi, dan ditransfer. Explicit knowledge (EK) itu manifestasi, jelas, terbuka, tertulis, terukur, bisa divisualisasi, diverifikasi, dan mudah ditransfer. Di antara keduanya ada wilayah abu-abu, yang disebut implicit knowledge (IK). Penggambarannya secara kualitatif IK itu di atas tacit, tetapi belum jadi explicit. Pada tacit, pengodifikasian tak mungkin dilakukan, tetapi pada implicit hal itu sangat mungkin. Namun, ia juga belum jadi konsep atau asumsi yang meneguhkan satu prinsip dalam sebuah teori. Kita harus bisa menangkap dan kalau bisa mentransformasikan TK ke dalam EK tentang gerakan anti korupsi. Pada diri aktivis anti korupsi, seperti Teten Masduki dan Bambang Widjoyanto, ada tacit knowledge tentang gerakan anti korupsi yang melekat pada mereka. TK yang melekat pada Teten, misalnya, bagaimana kepemimpinan dan intuisi Teten dalam membidani dan mengelola ICW sehingga besar dan kredibel, atau bagaimana ia mengelola risiko keamanan dalam kerja-kerja advokasi anti korupsi. Sebab, kita tahu bahwa risiko keamanan dalam kerja-kerja ini sangat tinggi apalagi pada awal-awal transisi demokrasi. Namun, persolannya, jangankan mentransfer TK ke EK, pengetahuan yang eksplisit saja masih belum banyak yang tergarap. Misalnya, kita masih belum banyak tentang tahu seluk-beluk korban korupsi. Kedua, lembaga yang fokus mengambangkan gerakan anti korupsi harus membangun departemen atau divisi yang merancang bangun program pengembangan manajemen pengetahuan, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, mengelola pengetahuan dan pengalaman sendiri dalam mengembangkan gerakan anti korupsi. Secara eksternal, mengelola pengetahuan gerakan anti korupsi yang terjadi di luar dan dilakukan lembaga lain. Kebutuhan ini urgensinya makin terasa bagi lembaga yang tingkat keluar-masuk aktivisnya tinggi. Tingginya aktivis keluar-masuk dalam satu lembaga advokasi anti korupsi menyulitkan proses akumulasi pengetahuan dan pengalaman. Beberapa lembaga yang sudah menyadari pentingnya hal ini kiranya perlu merevitalisasi dan mengaksentuasi peran dan fungsi departemen manajemen pengetahuan. …bersambung ke hal. 8
1 2 3
DAERAH
HAL. 6
…sambungan hal. 7 Ketiga, reorientasi nilai dalam berkegiatan (aktivisme). Aktivisme kita mengikuti logika: dana mengikuti kegiatan (money follow activities) atau kegiatan mengikuti dana? Kalau masih mengikuti logika kegiatan mengikuti dana, kita tidak akan bisa mengembangkan manajemen pengetahuan dengan baik. Karena, sejauh ini dukungan dari lembaga dana untuk pengembangan manajemen pengetahuan masih minim. Oleh karena itu, kita harus hijrah pada logika dana mengikuti kegiatan. Sepanjang gagasan dan inisiatif kita cemerlang dan inovatif dalam mengembangkan manajemen pengetahuan, dalam situasi sepaceklik apa pun, dana hibah dan berbagai macam dukungan itu biasanya bisa diperoleh. Tak sulit mengubah tiga keadaan itu, tinggal kemauan saja yang kuat. Ada kemauan, pasti ada jalan. Dedi Haryadi, Deputi Sekjen Transparency International Indonesia Sumber: Kompas cetak http://nasional.kompas.com/read/2014/10/27/14461031/Involusi.Gerakan .Anti.Korupsi
Tren Anggaran Pendidikan Menurun
Ketua Laskar Batang, AS Burhan menjelaskan kepada wartawan tentang anggaran pendididkan di kabupaten Batang pada konferensi pers 7/11/14 di Batang.
Tahun 2012 APBD mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 487,12 milyar. Angka ini turun sebesar Rp 7,76 milyar pada 2013 menjadi Rp 479,36 milyar. Penurunan paling tajam justru terjadi di tahun 2014, di mana belanja urusan pendidikan menjadi Rp 446 milyar. “Jika dibandingkan dengan tahun 2013, maka terjadi penurunan sebesar Rp 33,36 milyar atau turun 6,95%. Idealnya, kalaupun ada prioritas anggaran untuk sektor lain, maka sektor pendidikan tak perlu dikorbankan,” terangnya.
Belanja urusan pendidikan pada masa Pemerintahan Yoyok-Soetadi (Yodi) dari tahun ke tahun menunjukan tren menurun. Penurunan paling signifikan terutama terjadi dari tahun 2013 ke 2014, yakni mencapai Rp 33,36 milyar. Data tersebut disampaikan Sekber Laskar dan Lakpesdam NU Kabupaten Batang kepada sejumlah wartawan, Jumat (7/11), di sebuah rumah makan di perbatasan Batang-Pekalongan. Selain Ketua Laskar Batang, AS Burhan, Ketua Lakpesdam NU M Arif Rahman Hakim, Ketua UPKP2 Pultoni, diskusi review anggaran juga dihadiri pegiat Transparency International Indonesia (TII). Menurut Arif Rahman Hakim, secara umum pendapatan maupun belanja daerah sebagaimana tercermin dalam struktur APBD dari tahun 2012 sampai 2014 terus mengalami peningkatan. Bahkan, di tahun 2013 nilai APBD telah mampu menembus angka Rp 1 trilyun. “Fakta yang cukup mengejutkan justru ada pada belanja untuk urusan pendidikan. Jika diperbandingkan dalam tiga tahun anggaran, maka tren anggaran pendidikan selama pemerintahan Yodi mengalami penurunan,” katanya.
Tren peningkatan justru terjadi pada belanja urusan kesehatan. Sementara pada tahun 2012 dialokasikan Rp 108,46 milyar, tahun 2013 meningkat tajam menjadi Rp 144,77 milyar. Sementara di tahun 2014 relatif stabil, yakni Rp 144,29 milyar. “Dari tahun 2012 ke tahun 2013 kenaikannya mencapai Rp 36,31 milyar atau setara dengan 25,08%,” imbuhnya. Ketua Laskar Batang, AS Burhan, mengungkapkan, di luar kekurangankekurangan yang ada, peningkatan nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama tiga tahun kepemimpinan Yodi layak diapresiasi. Tahun 2012, nilai PAD hanya sebesar Rp 84,72 milyar. Angka ini meningkat tajam di 2013 menjadi Rp 112,30 milyar. “Artinya, terjadi peningkatan hingga 49,9%. Capaian ini pun harus kita apresiasi. Sebab PAD ini menjadi indikator tingkat kemandirian dan kemajuan sebuah daerah,” ujarnya. Sementara sesuai data 2014, nilai PAD kembali turun menjadi hanya Rp 108,9 milyar atau menurun 3,02%. Namun demikian, data itu diambil sebelum ada perubahan APBD 2014. (sef) Sumber: Radar Pekalongan Online http://www.radarpekalonganonline.com/49150/tren-anggaran-pendidikanmenurun/
1 2
HAL. 7
Berita Kegiatan
Unmask The Corrupt: Agar Koruptor tak lagi Berpesta Transparency International Indonesia (TII) bersama komunitas seni me-launching Unmask the Corrupt. Sebuah kampanye bersama yang diinisiasi oleh Transparency International, bertujuan untuk mendesak pemerintah agar tidak lagi memberikan kesempatan/fasilitas bagi para koruptor dan kaki tangannya mengalihkan atau mentransfer uang haram ke luar negeri dan menikmatinya di kemudian hari. Secara khusus, menyerukan agar pemerintah segera mengakhiri kerahasiaan kepemilikan bisnis (secret company ownership), memperketat pelaksanaan due deligence pada penyedia jasa keuangan (real estate, dealer otomotif, dan barang mewah lainnya), dan menyarankan negara-negara asing untuk menolak masuk atau memberikan visa ke luar negeri bagi pelaku yang terindikasi korupsi agar para pelaku tidak dapat menikmati harta haramnya di luar negeri.
teater, dan pengisian buku petisi untuk koruptor. Alasan dipilih CFD sebagai lokasi launching adalah selain berolah raga, diharapkan pengunjung yang datang mendapatkan edukasi mengenai korupsi yang semakin hari-semakin merajalela di Indonesia. Koruptor dengan leluasa menyembunyikan asetnya di luar negeri dan menggunkannya untuk berpesta di kemudian hari. Sehingga hukuman yang diterima koruptor saat ini belum menimbulkan efek jera dan koruptor masih bisa berpesta. Melalui Unmask the Corrupt, TI Indonesia mengajak masyarakat umum untuk berpartisipasi dalam memerangi korupsi dan mendesak pemerintah untuk menyita aset koruptor yang tersembunyi. Dengan begitu koruptor akan menjadi miskin dan tidak dapat berpesta kembali. Selain launching unmask the corrupt, acara tersebut juga diisi dengan inagurasi volunteer untuk Youth Proactive. Youth Proactive merupakan divisi kepemudaan di TI Indonesia. Acara inagurasi ditandai dengan penyematan pin pada volunteer oleh Sekjen TII Dadang Trisasongko. Volunteer ini merupakan hasil open recruitment divisi youth TII yang dilaksanakan di bulan Oktober. Para volunteer nantinya akan membantu kerja-kerja Youth Proactive dalam mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia khusunya bagi kaum muda untuk terlibat aktif dalam pemberantasan korupsi.
Selain TI Indonesia, Unmask the Corrupt juga di launching dan diadaptasi oleh 11 negara chapter lainnya, diantaranya Brazil, Prancis, Malaysia, Portugal, Rusia, Afrika Selatan, Swiss, United Kingdom, Australia dan Amerika. Di Indonesia, launching Unmask the Corrupt diadakan di area Car Free Day (CFD), tepatnya di Jalan Kotabumi, Jakarta Pusat. Beragam kegiatan menarik dihadirkan dalam acara tersebut diantaranya pementasan musik, pembuatan karikatur, photoboth, pementasan
Aksi pementasan teater dan pembuatan karikatur gratis bagi pengunjung, menambah semaraknya launching Unmask The Corrupt
2 1
Berita Kegiatan
HAL. 8
Ajak Pejabat DKI Nonton Bareng, Ahok Ingin Sentil Nurani Para Anak Buah
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengajak pejabat PNS DKI menonton bareng film bertema korupsi berjudul 'Sebelum Pagi Terulang Kembali'. Film itu sengaja dipilih untuk kembali menyentil nurani anak buahnya agar tidak menyelewengkan tanggung jawab. Pemutaran film dilakukan di studio 1 Epicentrum XXI, Rasuna Said, Kuningan, Kamis (20/11/2014). Setelah menyelesaikan pekerjaannya Ahok tiba di lokasi pukul 19.45 WIB dan langsung masuk ke studio. Hadir juga beberapa pejabat DKI seperti Kepala BPKD Heru Budi Hartono, Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri (KDH-KLN) Muhammad Mawardi, Asisten Sekda Bidang Pemerintahan DKI Mara Oloan Siregar, Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Ratiyono, dan Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi. Ahok yang duduk di kursi VIP terlihat sangat serius menikmati film berdurasi 140 menit itu. Menurutnya film produksi Cangkir Kopi Productions itu sangat apik untuk menunjukkan efek perbuatan korupsi bagi suatu keluarga.
Ini adalah yang pertama kalinya bagi Ahok sebagai gubernur untuk mentraktir anak buahnya nonton bareng. Namun sebelumnya dia sudah beberapa kali memboyong PNS DKI menoton film dengan tema yang hampir sama. Tak tanggung-tanggung, Ahok mengaku mengeluarkan anggaran operasionalnya sebesar Rp 50 juta tiap kali nonton bareng. "Yang penting semua orang terketuk hati nuraninya. Hati nurani itu sama, mau dia ras atau etnis apapun. Dengan film ini harusnya dia bisa merasa. Kita kasih tunjuk film ini untuk menunjukkan bahwa KPK sangat serius melakukan preventif dan serius untuk menindak. Jadi jangan anggap remeh. Dan kita di DKI juga serius. Saya bilang, dua tahun ini kita preventif, saya maafkan. Tapi ke depan, saya akan sikat anda kalau masih korupsi," tegas Ahok. Sumber: Detiknews http://news.detik.com/read/2014/11/20/234430/2754858/10/ajakpejabat-dki-nonton-bareng-ahok-ingin-sentil-nurani-para-anak-buah
"Kita ini kerjasama dengan KPK bagaimana soal pencegahan korupsi. Bagaimana susahnya sebuah keluarga kalau sampai terlibat korupsi," kata Ahok usai pemutaran film. Dia sempat foto bareng para aktor termasuk Fauzi Baadila dan Nungki Kusumastuti.
Penanggungjawab: Dadang Trisasongko. Redaktur: Dwipoto Kusumo. Dikelola oleh Tim Media and Campaign. e-Newsletter TRANSPARANSI diterbitkan oleh Transparency International Indonesia. Jl. Senayan Bawah no. 17, Blok S, Rawabarat, Jakarta12180. Telp: 021 7208515 Fax 7267815 Email:
[email protected]