1 2
TRANSPARANSI
EDISI IV/OKTOBER/2015
E-newsletter Transparency International Indonesia
Suasana International Anti-Corruption Conference (IACC) ke-16 di Malaysia (2-4 /09/15).
INTERNATIONAL ANTI-CORRUPTION CONFERENCE (IACC) KE-16 DI MALAYSIA Pelemahan KPK dan kriminalisasi aktivis antikorupsi memperoleh sorotan dalam International Anti-Corruption Conference (IACC)ke-16 di Malaysia. Pada hari pertama, delegasi masyarakat sipil Indonesia yang diwakili oleh Transparency International Indonesia (TII), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi FH UI), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Publish What You Pay Indonesia (PWYP Indonesia) menyerukan solidaritas internasional untuk melawan para politikus dan penegak hukum buruk yang terus mengancam KPK dan para aktivis dalam mengekspose kepentingan oligarkhi dan aset hasil korupsi. Sekretaris Jenderal TI Indonesia Dadang Trisasongko mewakili delegasi Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengatakan, KPK mengalami tekanan luar biasa dalam melawan impunitas (kekebalan) para koruptor. Tidak hanya politikus berupaya mengurangi kewenangan KPK, penegak hukum juga ikut mengkriminalisasi komisioner dan staf KPK karena telah menyentuh kepentingan oligarkhi dan penegak hukum korup. Seruan tersebut disambut para tokoh antikorupsi, aktivis dan reformer dalam konferensi yang menghadirkan lebih dari 1000 wakil pemerintah, masyarakat sipil dan swasta ini. Para peserta menyerukan agar perlindungan terhadap lembaga antikorupsi dan para penggiatnya di seluruh dunia harus terus dilakukan.
Ketua Transparency International Jose Ugaz dalam pembukaan konferensi mengatakan, Kami terus berdiri paling depan dalam memperjuangkan perlindungan para pejuang antikorupsi. Sejarah pemberantasan korupsi membuktikan bahwa perubahan besar dalam melawan korupsi, muncul dari adanya individu-individu yang berani melakukan gebrakan dalam sistem yang korup dan situasi yang penuh impunitas terhadap pelaku kejahatan. Sementara Senator Datuk Paul Low Seng Kwan, Menteri Utama pada Perdana Menteri Malaysia, menegaskan pentingnya melindungi lembaga-lembaga negara yang strategis. Yang tanpa itu, kredibilitas pemerintah dan kepercayaan warga akan hancur. International Anti-Corruption Conference (IACC) ke-16 di Kuala Lumpur merupakan konferensi antikorupsi paling besar di dunia. Selama tiga hari (2-4 September) para peserta membahas persoalan korupsi di dunia, dan mencari solusi untuk mengatasinya. Konferensi mengangkat tema “Ending Impunity: people, integrity, action”. Tema tersebut merupakan seruan kampanyenya bahwa masyarakat dunia berhenti memberi toleransi terhadap koruptor dan anti-diskriminasi pada penegakan hukum terhadap kaum elit yang korup.
1 2
BERITA KEGIATAN
HAL. 2
Peneliti IPK 2015 TI Indonesia Wahyudi Thohary saat memaparkan hasil survei persepsi korupsi 2015 di Hotel Le Meridien Jakarta (15/09/15).
PELUNCURAN SURVEI PERSEPSI KORUPSI 2015 Transparency International Indonesia meluncurkan Laporan Survei Persepsi Korupsi 2015. Survei ini selain merupakan kelanjutan dari survei sejenis pada 2010, juga merupakan alat untuk memetakan risiko korupsi dan menilai efektivitas program antikorupsi dalam rangka pencapaian target-target Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang dijalankan pemerintah. Sebelumnya, Corruption Perception Index (CPI) 2014 yang diterbitkan secara global oleh Transparency International menempatkan Indonesia sebagai negara dengan level korupsi yang tinggi. Dalam CPI 2014 tersebut, Indonesia menempati posisi 107 dari 175 negara di dunia dengan skor 34 dari skala 0-100 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih). Korupsi secara khusus disebut menempati urutan teratas dari 18 (delapan belas) faktor penghambat kemudahan berusaha di Indonesia. Dalam melakukan survei tersebut, TI Indonesia didukung oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tahun ini, Survei Persepsi Korupsi 2015 dilakukan di 11 (sebelas) kota di Indonesia. Sebelas kota tersebut adalah Kota Pekanbaru, Kota Semarang, Kota Banjarmasin, Kota Pontianak, Kota Makassar, Kota Manado, Kota Medan, Kota Padang, Kota Bandung, Kota Surabaya, dan Kota Jakarta. Survey dilakukan serentak di 11 (sebelas) kota di Indonesia pada 20 Mei – 17 Juni 2015 kepada 1,100 pengusaha. Pengambilan sampel menggunakan stratified random sampling yang bersumber dari Direktori Perusahaan Industri 2014 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Pengambilan data dilakukan oleh enumerator melalui metode
wawancara tatap muka dengan pengusaha dengan panduan kuesioner survei. Kemudian enumerator melakukan proses pemasukan data dalam portal online. Dari survei tersebut diperoleh hasil kota yang memiliki skor tertinggi dalam Indeks Persepsi Korupsi 2015 adalah Kota Banjarmasin dengan skor 68, Kota Surabaya dengan skor 65, dan Kota Semarang dengan skor 60. Sementara itu, Kota yang memiliki skor Indeks Persepsi Korupsi terendah adalah Kota Bandung dengan skor 39, Kota Pekanbaru dengan skor 42, dan Kota Makassar skor 48. Peneliti IPK 2015 TI Indonesia Wahyudi Thohary mengatakan, efektivitas pemberantasan korupsi dan akuntabilitas pendanaan publik dinilai responden memiliki kontribusi paling besar terhadap penurunan potensi korupsi. Tidak kalah penting, penurunan potensi korupsi juga disumbangkan oleh perbaikan persepsi terhadap sektor terdampak korupsi, penurunan prevalensi korupsi, dan penurunan motivasi korupsi. Dari hasil survei didapati bahwa responden menilai adanya perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik di lembaga-lembaga pemerintahan, namun komposisi sektor publik yang dipersepsikan korup masih sama. Responden masih menilai kepolisian, legislatif, dan peradilan sebagai sektor publik yang paling terdampak oleh korupsi. Untuk informasi lebih lengkap mengenai survei tersebut, dapat dilihat di www.riset.ti.or.id
1 2
BERITA KEGIATAN
HAL. 3
PELUNCURAN PORTAL PENGADUAN LPI-PBJ KOTA PONTIANAK
Wakil Walikota Pontianak Edi Rusdi Kamtono didampingi Sekjen TII Dadang Trisasongko meluncurkan portal pengaduan masyarakat di Hotel Orchardz Pontianak (21/09/15).
Transparency International (TI) Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Kota Pontianak, Lembaga Gemawan, dan Lembaga Pemantau Independen Pengadaan barang/jasa (LPI-PBJ) Kota Pontianak meluncurkan website Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Berbasis Teknologi Informasi Sektor Pengadaan Barang/Jasa di Kota Pontianak, bertempat di Hotel Orchardz Gajah Mada (21/9/2015). Hadir dalam acara tersebut Wakil Walikota Pontianak Edi Rusdi Kamtono, Sekretaris Jenderal TI Indonesia Dadang Trisasongko, dan Direktur Gemawan Laily Khairnur. Dalam sambutannya, Edi berharap, dengan sudah difasilitasinya dan diberikan kemudahan untuk menyampaikan pengaduan bisa dimanfaatkan masyarakat untuk pembangunan Kota Pontianak. Namun ia juga mengatakan dan meminta agar pengaduan secara online bukan penghambat pembangunan, melainkan upaya meningkatkan mutu pembangunan. Sementara itu, Sekjen Transparency Internasional Indonesia (TII), Dadang Trisasongko mengatakan, pelaporan online ini sebagai pengembangan dan perluasan transparansi. Tingginya keterlibatan masyarakat dalam memantau akan membuat pengadaan barang dan jasa kian jauh dari praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang. “Agar proses pemantauan efektif. Masyarakat lebih mudah mengajukan laporan, tidak harus datang ke kantor,” paparnya. Masyarakat dapat mengakses website tersebut dengan alamat http:/pontianak.pantaupbj.or.id. Selain melapor lewat website, masyarakat juga dapat melapor melalui SMS pengaduan di nomor 0823 5302 4400, mendatangi langsung sekretariat LPI PBJ Gedung II Lantai 2 KomplekS perkantoran Wali Kota Pontianak, atau email
[email protected].
Dalam menangani laporan, LPI PBJ tidak memiliki prioritas. Tidak membatasi diri untuk fokus kepada sektor tertentu. “Yang diutamakan itu banyaknya pengaduan. Tetapi selama ini paling banyak pengaduan sektor infrastruktur. Anggarannya pun lebih banyak,” kata Dadang. sumber: http://pontianak.tribunnews.com/2015/09/21/pemkot-pontianakluncurkan-website http://www.pontianakpost.com/url/lapor-proyek-lewat-website http://wartapontianak.com/lpi-pbj-melaunching-laman-pengaduanmasyarakat-berbasis-teknologi-informasi/
1 2
BERITA KEGIATAN
HAL. 4
DISKUSI PUBLIK: TANTANGAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
Dari kiri ke kanan; Direktur Swandiri Institute Hermawansyah, Sekjen TII Dadang Trisasongko, dan Dosen FH UNTAN Hermawansyah dalam diskusi publik: Tantangan Pemberantasan Korupsi di Indonesia (22/09/15)
Transparency International (TI) Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, dan Lembaga Gemawan menyelenggarakan diskusi publik dengan tema: Tantangan Pemberantasan Korupsi di Indonesiayang bertempat di Aula Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak, Selasa 22 September 2015. Hadir dalam acara tersebut sebagai narasumber, Sekretaris Jenderal TI Indonesia Dadang Trisasongko, Dosen Fakultas Hukum DR. Hermansyah, dan Direktur Swandiri Institute Hermawansyah. Dalam paparannya Dadang megatakan, ada beberapa kecendurungan yang muncul dalam pemberantasan korupsi di Indonesia diantaranya; praktik suap yang sistemik dan mengakar, korupsi sebagai instrumen oligarki untuk mengakumulasi kekuasaan, desentralisasi sebagai arena baru perebutan sumber daya, badan antikorupsi menghadapi tantangan yg semakin besar, serta menguatnya peran masyarakat sipil. Selain itu, tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia juga dibarengi dengan adanya faktor politik. Dengan modus penggalangan dana politik, muncul tindak korupsi yang dilakukan para koruptor dengan cara mempengaruhi proses pengadaan barang dan jasa pemerintah (mulai dari tahap perencanaan, penganggaran hingga lelang) dan mempengaruhi proses perizinan dan pemberian konsesi. Oleh karena itu, menurut Dadang perlu dilakukan tindakan-tindakan melalui Pendekatan Preemptif daiantaranya; pendidikan integritas sejak usia dini (di sekolah, keluarga dan institusi sosial lain), Pengembangan sanksi sosial terhadap praktik korupsi dan praktik tidak berintegritas, menggali dan mengembangkan niilai-nilai kejujuran
Penandatangan sertifikat kerjasama antara TII dan FH UNTAN
yang ada di masyarakat. Selain itu juga perlu dilakukan pembenahan-pembenahan dalam beberapa sektor diantaranya sektor publik, sektor swasta dan BUMN/D, serta sektor penegakan hukum. Selain diskusi publik, dilakukan juga penandatanganan sertifikat kerjasama antara TI Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura. Diharapkan dengan penandatangan sertifikat ini dapat menjalin hubungan yang lebih baik antara kedua belah pihak dalam agenda pemberantasan korupsi kedepannya. Penandatanganan dilakukan oleh Sekjen TI Indonesia Dadang Trisasongko dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura DR. Syarief Hasyim Azizurrahman,S.H., M.Hum.
1 2
OPINI
HAL. 5
MENAKAR INTEGRITAS PILKADA Oleh Reza Syawawi Dalam rangkaian menyambut penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak, Komisi Pemberantasan Korupsi meluncurkan program pilkada berintegritas (31/8/2015). Kegiatan ini patut diapresiasi sebagai respons atas maraknya praktik korupsi yang melibatkan banyak kepala daerah. Sebagai bagian dari ikhtiar melawan korupsi, pemilihan kepala daerah (pilkada) berintegritas tentu tak sebatas kegiatan sosialisasi, tetapi juga bagaimana membangun sistem yang menopang agar penyelenggaraan pilkada menghasilkan kepala daerah dengan integritas tinggi. Setidaknya ada tiga hal yang patut dicermati dalam rangka mendesain penyelenggaraan pilkada yang berintegritas. Pertama, bagaimana memastikan penyelenggaraan pilkada berjalan sesuai tahapan yang telah ditetapkan berdasarkan UU. Dengan kata lain, secara prosedural seluruh tahapan pilkada dilalui dan dipatuhi, baik oleh penyelenggara, peserta pemilu, maupun pemangku kepentingan lain. Tahapan inilah yang paling mudah dilalui sebab hanya berkaitan dengan syarat-syarat formal dan sangat prosedural dalam setiap tahapan pilkada. Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pilkada yang lalu, sesungguhnya kita cukup berpengalaman menuntaskan seluruh tahapan pilkada hingga dilantiknya kepala daerah terpilih. Kedua, membangun integritas pemilih. Inilah tahapan paling krusial dalam penyelenggaraan pilkada. Harus diakui, penyelenggaraan pemilu tidak memberikan porsi yang cukup bagi publik, khususnya pemilih, untuk memberikan pilihan politiknya berdasarkan nilai-nilai integritas. Penyelenggara dan peserta pemilu lebih sibuk mempersiapkan hal-hal yang berbau teknis penyelenggaraan pilkada. Lalu, bagaimana dengan nasib pemilih agar pilihannya diberikan kepada calon tertentu yang memiliki integritas baik? Selama ini, yang terjadi adalah pendangkalan pendidikan politik yang berintegritas bagi pemilih. Penyelenggara sibuk menyosialisasikan dan mengawal tiap tahapan pilkada, sementara peserta pemilu (calon kepala daerah) sibuk mengumbar janji-janji politik yang dikemas manis dalam balutan visi misi. Bagi sebagian besar pemilih, apa yang sudah dilakukan ini sangatlah tidak cukup dan tidak memadai untuk bisa memandu dan menentukan pilihan politiknya secara baik. Kebiasaan kita dengan mengatakan ”biarkan pemilih yang menghukum partai yang korup” lebih terlihat sebagai ungkapan emosional, tetapi tidak meyakinkan. Sebab, pada kenyataannya integritas calon tidaklah menjadi acuan utama pemilih dalam menentukan pilihan politiknya. Alasannya cukup sederhana. Selama ini, kampanye mengenai nilai-nilai integritas, termasuk soal antikorupsi, jauh dari bahasa yang dipahami masyarakat pada umumnya. Bagi sebagian publik, persoalan korupsi
hanya dipandang sebagai urusan penegak hukum dan penyelenggara negara. Adapun urusan soal pelanggaran terhadap pasal-pasal korupsi dianggap tidak ada hubungannya dengan keseharian publik. Perkuat pemilih kritis Oleh karena itu, sangat penting untuk memperkuat pemahaman masyarakat terhadap dampak korupsi dalam bahasa yang lebih mudah dipahami. Harus ada kesepahaman bahwa korupsilah yang menyebabkan sulitnya mendapatkan pendidikan, rumitnya akses terhadap fasilitas kesehatan yang memadai, sulitnya mencari pekerjaan yang layak, hingga tingginya harga kebutuhan pokok, dan seterusnya. Seluruh persoalan ini harus diterjemahkan sebagai akibat dari perilaku korup para penguasa, mafia, dan oligarki. Dengan begitu, persoalan korupsi akan relevan dengan bagaimana publik menentukan pilihan politiknya. Selain itu, publik juga harus paham bahwa ia bisa mengubah semua persoalan di atas hanya jika menggunakan pilihan politiknya secara bijak. Bahwa hanya dengan jalur politik (pemilu) publik bisa menggunakan kekuasaannya untuk menyelesaikan problem sosial dan ekonomi yang selama ini amat membebani. Ketiga, integritas setelah penyelenggaraan pilkada. Tahapan ini menjadi sangat penting bagaimana mengawal dan mengawasi proses penyelenggaraan pemerintahan setelah penyelenggaraan pilkada. Pilkada akan dianggap gagal jika tidak menghasilkan kepala daerah yang berhasil menjalankan pemerintahan selama lima tahun ke depan. Tahap ini akan jauh lebih mudah untuk dilakukan jika tahapan kedua telah terkonsolidasi secara baik, di mana seluruh pemilih akan mengawal dan mengawasi kepala daerah terpilih hingga berakhir masa jabatannya. Pemilih tidak lagi terpecah menjadi kelompok yang memilih dan tidak memilih calon tertentu, tetapi menjadi gerakan pemilih kritis yang terkonsolidasi. Pemilih tidak lagi terfragmentasi sebagai ”haters” dan ”lovers” yang justru mencerminkan rendahnya integritas pemilih. Sistem demokrasi yang telah disepakati dan kita jalankan ini hanya akan jadi seremonial lima tahunan jika warga pemilih tidak terdidik secara politik. Takaran integritas pilkada pada akhirnya hanya kesepakatan di atas kertas, yang kemudian dibicarakan dalam ruangruang seminar. Reza Syawawi, Peneliti International Indonesia
Hukum
dan
Kebijakan
Transparency
Sumber: Kompas Cetak, 5 September 2015 http://print.kompas.com/baca/2015/09/05/Menakar-Integritas-Pilkada Salahsatu mural tentang kampanye pilkada bersih di Jakarta. Foto Dok Inilah.com
2 1
BERITA KEGIATAN
HAL. 6
PEMERINTAH BERSIH SYARAT UTAMA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Foto bersama delegasi Indonesia dan negara lainnya saat menghadiri Deklarasi Dukungan Open Government Partnership (OGP) terhadap Agenda Pembangunan 2030 di Gedung PBB (27/09/15)
Pemerintah negara-negara di dunia perlu menaruh perhatian penting pada Goal 16 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tentang antikorupsi dan tatakelola demi menciptakan masyarakat yang damai, berkeadilan dan inklusif di Indonesia. Jika tidak, target-target pembangunan yang ada di dalam semua goal SDGs yang lain tidak akan terwujud. Demikian seruan Masyarakat Sipil Indonesia saat menghadiri Deklarasi Dukungan Open Government Partnership (OGP) terhadap Agenda Pembangunan 2030 di Gedung PBB New York, 27 September 2015. Direktur Program TI Indonesia Ilham B. Saenong mengatakan, implementasi pembangunan dan pembiayaan pembangunan hanya akan efektif apabila korupsi bisa dicegah dan dikurangi. “Pengalaman MDGs menunjukkan masyarakat belum kunjung sejahtera, meskipun triliunan dana pembangunan digelontorkan setiap tahunnya. Tatakelola pemerintahan yang buruk telah menyebabkan maraknya korupsi sehingga manfaat pelayanan publik dan pengadaan barang jasa pembangunan tidak sampai pada masyarakat yang paling membutuhkan.” lanjut Ilham.
menempatkan masyarakat sebagai pusat. Artinya masyarakat menjadi tujuan akhir, maupun sebagai pelaku aktif dalam pembangunan. Masyarakat Sipil Indonesia menilai bahwa pembangunan “masyarakat yang damai, berkeadilan dan inklusif” sebagai cita-cita Goal 16 SDGs dapat diwujudkan melalui penerapan prinsip-prinsip tatakelola pemerintahan terbuka. Kita bisa menggunakan platform OGP dan pengalaman Indonesia selama 4 tahun terakhir sebagai modal awal untuk membangun mekanisme dan tatakelola implementasi SDGs. Dalam OGP dikenal kesetaraan antara wakil pemerintah dan masyarakat sipil dalam struktur dan mekanisme pengambilan kebijakan. Selain itu disediakan mekanisme review yang bersifat independen untuk lebih memperkuat akuntabilitas. Melalui Deklarasi OGP untuk mendukung SDGs diharapkan sebanyak 66 negara anggota OGP akan menjalankan Agenda Pembangunan 2030 dengan platform yang sudah ada dalam OGP. Seperti model kepemimpinan, mekanisme pengambilan keputusan, rencana aksi dan monitoring SDGs.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mengatakan, agenda Pembangunan 2030 yang dirumuskan dalam 17 Goal SDGs telah mengubah paradigma pembangunan secara signifikan. SDGs
Penanggungjawab: Dadang Trisasongko. Redaktur: Nur Fajrin. Dikelola oleh Tim Media and Campaign. e-Newsletter TRANSPARANSI diterbitkan oleh Transparency International Indonesia. Jl. Senayan Bawah no. 17, Blok S, Rawabarat, Jakarta12180. Telp: 021 7208515 Fax 7267815 Email:
[email protected]