1 2
TRANSPARANSI
EDISI III/MARET/2015
E-newsletter Transparency International Indonesia
Penggiat Antikorupsi Mosi Tidak Percaya Pimpinan KPK Sebanyak 85 organisasi masyarakat sipil antikorupsi menyatakan mosi tidak percaya kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah melimpahkan kasus Kmjen Pol Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. Koalisi menilai pimpinan KPK menunjukkan berpikir sangat pragmatis, tidak independen, tidak berani dalam menuntaskan kasus korupsi yang menjadi perhatian publik.
Rasa kekecewaan terhadap pimpinan KPK yang tidak menjelaskan secara terbuka langkah-langkah yang diambil dalam penanganan kasus yang disangkakan kepada BW, AS dan penyidik KPK. Koalisi juga menyatakan rasa kekecewaan terhadap pimpinan KPK yang tidak menjelaskan arah pemberantasan korupsi KPK kepada publik dalam 10 bulan ke depan.
"Mosi ini sebagai ungkapan rasa kekecewaan terhadap pimpinan KPK yang melimpahkan kasus Komjen Budi Gunawan ke Kejaksaan," kata Agus Sarwono dari Transparency International Indonesia (TII) melalui siaran persnya di Jakarta, Rabu (4/3).
Sumber: Harian Terbit Link: http://harianterbit.com/national/read/2015/03/04/21248/25/25/PenggiatAntikorupsi-Mosi-Tidak-Percaya-Pimpinan-KPK.-Nah-Lo...
Menurutnya, koalisasi juga menyatakan rasa kekecewaan terhadap pimpinan KPK yang tidak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali atas putusan praperadilan kasus Komjen Budi Gunawan. "Hal ini memperlihatkan tidak seriusnya pimpinan saat ini dalam mempertanggungjawabkan langkah-langkah pemberantasan korupsi," tegasnya mengutip pernyataan mosi tidak percaya tersebut.
1 2
BERITA KEGIATAN
HAL. 2
Seniman Jakarta Ramai-ramai Melawan Korupsi di Taman Ismail Marzuki Para seniman di Jakarta gerah dengan korupsi dan pemberangusan lembaga antirasuah. Mereka merasa sudah saatnya turun gunung untuk menyuarakan pendapat melawan korupsi melalui karya mereka.
Mereka juga mempersilakan para seniman lain menggunakan data studi dari beragam sumber untuk membedah anatomi korupsi. Dia berharap para seniman di kota-kota lain juga bisa mengikuti gerakan tersebut.
Karya-karya mereka dipajang dan akan dipertontonkan untuk masyarakat umum di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, mulai siang sampai malam ini, Kamis, 5 Februari 2015.
“Ini hanya kick-off. Semoga bisa bergulir kesadaran melawan korupsi ini,” ujar Irawan.
“Karena kondisinya sudah gawat, kami harus berbuat sesuatu untuk membuat perlawanan terhadap korupsi,” ujar Ketua Dewan Kesenian Jakarta Irawan Karseno dalam konferensi pers di lobi Teater Kecil Taman Ismail Marzuki. Dalam acara itu, hadir pula Ketua Koalisi Seni Indonesia Abduh Aziz dan Direktur Pusat Kesenian Jakarta Bambang Subekti, yang mewakili para seniman yang membuat acara bertajuk #SeniLawanKorupsi itu. Ada banyak komunitas seni, seperti Kineforum, Pabrikultur, Ruangrupa, Serrum, Card to Post, Wayang Orang Bharata, Creative Circle Indonesia, dan Akademi Samali, yang ikut meramaikan acara perlawanan terhadap korupsi dengan karya mereka. Beberapa seniman kondang, seperti Agus Noor, Butet Kartaredjasa, Endah N Rhesa, dan Cak Lontong, juga akan ikut tampil. Mereka akan menggelar pertunjukan musik, pameran seni rupa, wayang orang, stand-up comedy, pembacaan puisi, dramatic reading, dan pemutaran film dokumenter. “Semuanya akan memiliki benang merah, yakni dukungan terhadap pemberantasan korupsi,” ujar Abduh.
Acara ini hanya digelar hari ini. Namun pengunjung masih bisa menikmati pameran seni rupa yang digelar di lobi Teater Kecil. Para seniman menampilkan karya yang menyentil, menyindir, bahkan mungkin menohok kesadaran pengunjung. Lihat saja lukisan-lukisan, poster-poster, kartun, serta meme yang mengundang senyum dan tawa. Sebagian besar memang menyuguhkan karya dari isu yang sedang hangat, yakni upaya pemberangusan KPK, kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, perseteruan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dengan Bambang Widjojanto, serta konfrontasi Cicak versus Buaya dan Banteng. Yang paling menyolok begitu masuk Gedung Teater Jakarta adalah terpampangnya poster besar Jenderal Hoegeng, yang dikenal sebagai polisi jujur. Ada juga kartun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, yang dinilai sebagai ikon baru melawan korupsi. Sumber: Tempo Link: http://www.tempo.co/read/news/2015/03/05/114647439/SenimanJakarta-Ramai-ramai-Melawan-Korupsi-Hari-Ini-di-TIM
1 2
Rilis Media
Rekomendasi Hasil Eksaminasi Untuk KPK, Mahkamah Agung, dan DPR Jakarta - Putusan Praperadilan Pengadilan Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN/JKT.SEL tentang permohonan pembatalan penetapan tersangkan Komjen Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memunculkan perdebatan panjang. Putusan ini dianggap kontroversial karena keluar dari batasan objek yang dapat dimohonkan dalam forum praperadilan sebagaimana diatur oleh KUHAP. Ketentuan di dalam KUHAP eksplisit membatasi hal-hal yang dapat diuji di dalam praperadilan (vide Pasal 77 KUHAP). Dan penetapan tersangka jelas bukanlah salah satu hal yang dapat diuji di dalam proses praperadilan. Putusan praperadilan ini sangat patut untuk diteliti dan dikaji lebih dalam secara keilmuan, bersebab pada tiga hal. Pertama, hakim tunggal yang memeriksa perkara praperadilan ini telah keluar dari batasan ketat KUHAP yang menyebut hal-hal apa saja yang dapat disidangkan di dalam praperadilan. Kedua, hakim yang menyidangkan perkara ini menggunkan metode penemuan hukum di dalam membangun pertimbangan hukumnya, sehingga melahirkan putusan yang sangat kontorversial dan sebuah ketidakpastian hukum. Dan Ketiga, putusan tersebut diatas, dinilai oleh banyak kalangan ahli pidana akan berakbiat pada runtuhnya asas legalitas dalam proses penegakan hukum pidana. Berangkat dari tiga alasan tersebut, maka Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Andalas melaksanakan eksaminasi terhadap putusan praperadilan PN Jakarta Selatan ini. Hasil eksaminasi telah disampaikan kepada publik oleh Fakultas Hukum Universitas Andalas di Padang beberapa waktu yang lalu. Eksaminator coba mengulik lebih dalam beberapa temuan hukum “ajaib” hakim tunggal yang menyidangkan perkara ini. Salah satu yang dikupas secara mendalam adalah simpulan dari hakim yang menyebutkan pemohon (Komjen Budi Gunawan) bukanlah aparat penegak hukum. Konsekuensi dari pemikiran tersebut langsung dihubungkan dengan ketidakberwenangan KPK untuk menyidik dugaan tindak pidana korupsi pada diri yang bersangkutan. Padahal, di dalam Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan “ Fungsi Kepolisian adalah salah satu pemerintahan negara dibidang pemeliharaan kemanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”. Persoalan ini hanyalah salah satu dari beberapa “kesimpulan dangkal” dari suatu putusan peradilan yang dibuat hakim tunggal PN Jakarta Selatan. Oleh sebab itu, melalui siaran pers ini, Kami menyatakan sikap sebagai berikut: 1. Mendorong KPK sebagai lembaga yang sangat diharapkan dalam gerakan pemberantasan korupsi, untuk dapat melakukan upaya hukum terhadap putusan praperadilan PN Jakarta Selatan terkait permohonan pembatalan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan; 2. Mendorong KPK untuk dapat membuka kembali proses penyelidikan dan penyidikan terhadap pemohon (Komjen Budi Gunawan) dengan melengkapi bukti yang dapat menguatkan dan menunjukkan KPK memenuhi seluruh kualifikasi di dalam Pasal 11 UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK, sebagaimana direkomendasikan di dalam poin hasil eksaminasi yang dilakukan oleh LKBH Fakultas Hukum Universitas Andalas; 3. Mendorong Mahkamah Agung untuk dapat memainkan peran pengawasannya untuk dapat menjaga keluhuran dan martabat
kekuasaan kehakiman, sehingga proses penerapan hukum dari setiap hakim, taat pada ketentuan hukum acara pidana; 4. Mendorong para pembentuk undang-undang untuk dapat melihat dan memperhatikan persoalan praperadilan sebagai salah satu bagian dari ketentuan hukum acara pidana yang harus direvisi, guna memberikan kepastian dalam ketentuan hukum acara pidana, terutama pascakeluarnya putusan PN Jakarta Selatan. Demikianlah siaran pers ini Kami sampaikan, atas perhatian dari rekan-rekan Kami ucapkan terima kasih. Hasil Ekasaminasi dapat dilihat pada tautan berikut: http://ti.or.id/publikasi/hasil_eksaminasi.pdf Jakarta, 30 Maret 2015 Tranparency Internasional Indonesia bekerjasama dengan Alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas CP: Reza Syawawi - 0852 7837 3971
BERITA KEGIATAN
HAL. 3
Gerakan Anti Korupsi, TII dan SpeakSTAN Gelar Workshop
Sulteng Target 3 Persen Penurunan Emisi Palu, Metrosulawesi.com - Sulawesi Tengah sebagai salah satu dari 11 provinsi di Indonesia yang menandatangani MoU dengan BP REDD+. Sejumlah perangkat kebijakan berupa peraturan gubernur dan keputusan gubernur dalam rangka mendukung program tersebut. Asisten Bidang Ekonomi Pemprov Sulteng Bunga Elim Somba mengatakan, daerah ini menargetkan 3 persen dari target nasional 26 persen penurunan emisi gas rumah kaca dengan usaha sendiri sampai 2020. Dia tak menyebutkan jumlah anggaran yang disediakan untuk program tersebut. Namun, Elim Somba menyatakan Pemprov Sulteng berkomitmen memberikan perhatian dalam penganggaran pada sektor penyumbang emisi seperti sektor pertanian dan kehutanan. “Ada anggaran khusus. Sampai saat ini belum ada bantuan-bantuan yang ditujukan baik langsung maupun tidak langsung. Kita masih andalkan APBD provinsi,” ujar Elim Somba yang menjadi keynote speaker dalam Semiloka di Palu, Selasa (3/2). Dia menegaskan, sejak REDD+ masuk di Sulteng, pemerintah tidak berpikir untuk mendapatkan insentif. Sebab, sebelum REDD+ masuk di daerah ini, kata dia sudah ada program yang berkaitan dengan lingkungan. “Dalam RPJMD Sulteng, isu lingkungan selalu ada dalam misinya. Pembangunan berwawasan lingkungan sudah jauh hari sebelum REDD+,” katanya. Saat ini, sudah ada sekretariat REDD+ yang ditempatkan di Biro Pembangunan dan Sumber Daya Alam Setda Pemprov Suteng. “Kita sudah putuskan ada sekretariat tentang info dan kebijakan. Karena ini lintas SKPD, maka ditangani oleh Sekretariat Daerah,” katanya. Sumber: Metro Sulawesi Link:http://www.metrosulawesi.com/article/sulteng-target-3-persen-
Transparency International Indonesia bekerjasama dengan Youth Proactive dan SpeakSTAN mengadakan kegiatan Workshop “Intergrity Goes to You” dalam rangka mendukung gerakan anti korupsi di kalangan pemuda sekaligus sosialisasi tentang isu-isu korupsi yang diselenggarakan di Gedung B STAN Bintaro Jaya pada hari Sabtu (28/3). Sebanyak 80 peserta hadir dalam acara tersebut para mahasiswa STAN dari berbagai jurusan. Ditemui disela-sela acara, William Umbo selaku Ketua Youth Proactive mengatakan korupsi sudah terjadi di berbagai tingkatan bahkan hasil survey Youth Proactive pada tahun 2013 bahwa anak muda tahu tentang nilai integritas tapi tanpa disadari mereka telah ikut menjadi pelaku korupsi seperti terlibat dalam suatu suasana korupsi. “maka dari itu, kita ingin keberadaan mereka hari ini untuk penyadaran pentingnya nilai-nilai integritas pada anak muda, sekaligus juga kita bisa membicarakan isu-isu korupsi dengan lebih baik lagi”, papar William Umbo kepada wartawan. Sabtu (28/3). Sementara itu, Ketua SpeakSTAN, Gilang Laksana Purnama mengatakan “Integrity Goes to You” merupakan serangkaian kegiatan kunjungan ke universitas dan sekolah di Jabodetabek dan Luar Pulau Jawa, yang bertujuan untuk membahas permasalahan korupsi secara kritis dan dinamis melalui pemutaran film, diskusi, debat, kliping koran, dan games interaktif. “Kerjasama Workshop anti korupsi merupakan fasililator harapannya adalah teman-teman lebih memahami dengan kejadiankejadian korupsi yang terjadi di daerah sekitarnya seperti kita mahasiswa stand, kampus hanya memahami isu-isu nasional saja tidak memahami apa saja yang terjadi di daerah ini.” harapnya. (Jeffry/Putra) Sumber: Berita Tangsel http://www.beritatangsel.com/pendidikan/gerakan-anti-korupsi-tii-danspeakstan-gelar-workshop
1 2
HAL. 3
BERITA KEGIATAN
Harmonisasi Regulasi Bidang Ekonomi Mutlak Harmonisasi produk perundang-undangan di bidang perekonomian sesuai amanat konstitusi dinilai penting. Langkah itu perlu untuk menekan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, baik di dunia usaha maupun pemerintah. "Menurut dugaan Ketua MK waktu itu, sekitar 29 persen UU (undang-undang) kita berpotensi melanggar konstitusi," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Revrisond Baswir di Jakarta, Selasa (17/3). Revrisond mengatakan hal itu saat menanggapi paparan hasil riset akademis bertajuk "Dampak Korupsi terhadap Perekonomian Indonesia". Hasil riset itu dipaparkan peneliti Transparency International Indonesia (TII), Wahyudi M Tohar. Revrisond mengatakan, pembahasan mengenai korupsi yang dikaitkan perekonomian sering kali mengabaikan sistem perekonomian. Akibatnya, diskusi mengenai sistem perekonomian seolah menjadi tidak relevan. Selain itu, seolah-olah yang penting hanya dampak korupsi terhadap perekonomian, inefisiensi, biaya tinggi, dan daya saing. "Kalau Indonesia tumbuh secara kapitalis, bagi saya itu tetap korupsi karena UUD tidak menghendaki hal tersebut," kata Revrisond. Ia menambahkan, ekonomi yang tumbuh tinggi dan efisien mungkin mengundang investor. Namun, kondisi itu belum tentu menguntungkan buruh dan masyarakat. "Oleh karena itu, diskusi mengenai sistem menjadi penting ketika ingin membahas dampak korupsi terhadap ekonomi," kata Revrisond. Wahyudi M Tohar dalam paparannya mengatakan, praktik korupsi menciptakan inefisiensi hingga 2,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). "Di sisi lain, pencegahan dan pemberantasan korupsi baru
mampu mengembalikan kerugian negara senilai 0,2 persen dari PDB," katanya. Wahyudi menuturkan, rekomendasi yang dapat diberikan kepada pemerintah adalah perlu mengambil langkah efektif mencegah dan memberantas korupsi. "Langkah ini dapat dilakukan melalui penerbitan regulasi nasional yang melarang segala bentuk pemberian suap, gratifikasi, dan uang pelicin," ujarnya. Menurut Wahyudi, pemerintah perlu memperkuat pemberantasan dan pencegahan korupsi. Penguatan itu dapat dilakukan pada fungsi koordinasi dan supervisi lembaga-lembaga antikorupsi untuk memperkuat fungsi penindakan. Selain itu, penguatan fungsi pencegahan juga perlu dilakukan untuk mengefektifkan pengembalian kerugian negara. Uji kepatutan Selain kepada pemerintah, rekomendasi juga diberikan kepada perusahaan. "Perusahaan, terutama di sektor infrastruktur, ketenagalistrikan, dan industri, perlu pula mengefektifkan pencegahan korupsi. Ketiga sektor itu paling terdampak korupsi," tutur Wahyudi. Wahyudi mengatakan, perusahaan dapat melakukan uji kepatutan terhadap seluruh mitra bisnis. Selain itu, perusahaan perlu juga menyosialisasikan program dan publikasi pencapaian program antikorupsi perusahaan. Perusahaan dinilai dapat pula terlibat aktif dalam forum bisnis berintegritas untuk memperkuat gerakan antikorupsi. (CAS/IAN) Sumber: Kompas Cetak, 18 Maret 2015 Link: http://print.kompas.com/baca/2015/03/18/Harmonisasi-RegulasiBidang-Ekonomi-Mutlak
1 2
OPINI
HAL. 5
Barter Perkara Korupsi Oleh Reza Syawawi Suatu kali seorang kawan mengatakan mengapa Bambang Widjojanto dan Abraham Samad dikriminalisasi. Dia hanya mengatakan hal itu terjadi karena keduanya terlalu tajam mengasah pedang hukum ke atas. Padahal, selama ini hukum selalu dipersepsikan tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Di lain kesempatan, Mochtar Pabottingi menyampaikan sanggahannya terhadap usul agar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikriminalisasi untuk mengajukan praperadilan sebagaimana dilakukan Budi Gunawan (BG). Baginya kedua kasus itu tak bisa disamakan. Ia mengumpamakan kasus yang disangkakan terhadap Bambang Widjajanto (BW) dan Abraham Samad (AS) hanyalah kasus ”ecek-ecek”, sementara BG diduga terlibat kasus tindak pidana korupsi. Pelimpahan perkara
Dalam praktiknya, pelimpahan perkara dari KPK kepada lembaga penegak hukum lain dimungkinkan hanya terhadap perkara yang belum masuk tahap penyidikan atau penuntutan. Sebaliknya, ketika perkara tersebut telah dilakukan tindakan-tindakan penyidikan atau penuntutan, maka selamanya kasus tersebut wajib hukumnya tetap ditangani KPK. Kedua, di dalam UU tentang KPK pengaturan pelimpahan perkara dalam konteks ”mengambil alih” perkara korupsi hanya bisa dilakukan oleh KPK dan bukan sebaliknya. Pasal 8 Ayat (2) menyebutkan bahwa KPK berwenang mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Oleh karena itu, di dalam kasus BG, tindakan KPK yang melimpahkan perkara tersebut ke kejaksaan adalah bagian dari pelanggaran hukum. Ide pelimpahan perkara yang tidak memiliki dasar hukum ini lebih layak disebut sebagai ”barter” perkara. Bagi masyarakat sipil, kebijakan pelimpahan perkara BG ini telah menjadi bagian dari upaya merusak dan membajak KPK dari dalam. Jebakan perppu Munculnya ide tentang barter perkara korupsi sesungguhnya beranjak dan bermula dari tindakan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengangkat pelaksana tugas (Plt) KPK.
Belakangan diketahui, kasus BG akhirnya dilimpahkan ke kejaksaan, dan oleh kejaksaan akan dilimpahkan lagi kepada Polri. Tak berselang lama, Polri menyatakan akan menghentikan sementara kasus kedua pimpinan KPK lainnya (Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja).
Pada kenyataannya perppu dipakai oleh elite busuk untuk merusak KPK. Presiden gagal menggunakan instrumen yang dia buat sendiri untuk segera menyelamatkan KPK dari gelombang kriminalisasi.
Seluruh rangkaian perjalanan kriminalisasi ini bisa dibaca dan ditafsirkan sebagai bargaining dalam penegakan hukum. Dalam bahasa awam bisa diterjemahkan bahwa telah terjadi perdamaian antara KPK dan Polri dengan cara membarter kasus di antara keduanya.
Perppu ini jauh lebih layak disebut sebagai jebakan bagi KPK sendiri, pintu masuk yang paling mudah digunakan untuk menghancurkan KPK. Sejauh ini setidaknya ada dua kelemahan mendasar perppu KPK. Pertama, perppu yang memberikan kekuasaan kepada presiden untuk mengangkat Plt tidak memuat kriteria substantif bagi setiap orang yang diangkat sebagai Plt.
Pelimpahan perkara korupsi dari KPK kepada penegak hukum lain (polisi dan jaksa) akan menjadi tradisi hukum yang paling buruk dalam sejarah republik. Tidak hanya karena tanpa dasar hukum, tetapi muncul di dalam situasi di mana komisi anti korupsi sedang dilemahkan. Riuhnya hubungan KPK dan Polri semakin liar ketika hakim Sarpin Rizaldi menerima permohonan praperadilan BG. Konteksnya tidak hanya soal hakim yang memutus di luar kewenangannya, tetapi hakim tidak mempertimbangkan akibat hukum dari putusannya tersebut. Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa penyidikan dan status tersangka terhadap BG dinyatakan tidak sah. Putusan ini menimbulkan ketakpastian hukum yang terkait sistem penanganan perkara korupsi di KPK. Ketidakpastian hukum tersebut dapat dilihat dalam dua hal. Pertama, jika hakim memutuskan bahwa penetapan tersangka tidak sah, maka KPK secara kelembagaan harus mengeluarkan penetapan untuk menghentikan tindakan penyidikan. Namun, jika berpedoman kepada Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU No 30/2002), tidak ada ketentuan yang memperbolehkan KPK menghentikan perkara pada penyidikan maupun penuntutan. Artinya putusan praperadilan bertentangan dengan norma hukum yang berlaku dan belum pernah dibatalkan oleh institusi yang berwenang.
Seharusnya dalam situasi genting ada tindakan yang selektif dan tegas terhadap masuknya Plt yang diduga keras memiliki konflik kepentingan dengan kerja- kerja KPK. Ketika Presiden mengabaikan ini, kehadiran Plt justru menggiring terjadinya ”demoralisasi”, misalnya, aksi demonstrasi di internal KPK. Kedua, perppu akan jadi senjata ”kedua” DPR untuk menjebak presiden dengan menyetujui hadirnya perppu. Jebakan yang sama ketika presiden mengajukan calon Kepala Polri yang berstatus tersangka korupsi. Pada jebakan pertama, kelalaian presiden menggunakan kekuasaannya telah terbukti mendeligitimasi pemberantasan korupsi. Terakhir, presiden harus segera menyadari kekeliruannya. Makin lama ia dibiarkan tenggelam dalam kekeliruannya, bukan tak mungkin seluruh perkara korupsi yang melibatkan elite politik, pebisnis, dan penegak hukum akan segera ”dibarter” dengan kasus-kasus kriminalisasi. Reza Syawawi, Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia Sumber: Kompas Cetak http://print.kompas.com/baca/2015/03/12/Barter-Perkara-Korupsi
2 1
DAERAH
HAL. 6
Implementasi UU Desa Perlu Didukung Kesiapan SDM BATANG – Implementasi UU No 6/2014 tentang Desa perlu didukung kesiapan sumber daya manusia (SDM) di setiap desa yang ada di Kabupaten Batang. Besarnya dana pembangunan yang diberikan pada desa harus bisa benar-benar dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan justru memicu persoalan hukum. Hal tersebut disampaikan Bupati Yoyok Riyo Sudibyo di depan peserta Lokakarya Sehari Merespons Implementasi UU Desa dan Launching Desa Membangun Melalui Gerakan Linida (Lumbung Informasi dan Inovasi Daerah), di Hotel Dewi Ratih, Selasa (24/3). Kegiatan digelar Lingkar Studi Sosial dan Advokasi Rakyat (Laskar) bekerja sama dengan Trancparency International Indonesia (TII). ”Dengan keberadaan UU Desa sebentar lagi akan ada dana besar masuk ke desa-desa. Kalau SDM desa tidak siap, bisa menimbulkan persoalan dalam proses penegakan hukum,” katanya. Yoyok menjelaskan, pengelolaan dana melalui UU Desa harus dipertanggungjawabkan. Karena itu, SDM di desa harus benar-benar siap, termasuk kemampuan kades. Dia berharap kegiatan lokakarya itu memberikan peningkatan pengetahuan aparatur desa dalam implementasi program pembangunan, termasuk dalam pengelolaan keuangan desa. Yoyok mengungkapkan, pemerintah sejak dulu memiliki program membangun terbaik bagi desa. Namun program-program yang ada seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAOP) dengan bantuan modal 100 juta bagi petani banyak yang tidak berjalan dan perkembangnya lambat. Begitu juga dengan program yang lain. Hal-hal seperti itu tidak boleh terjadi dalam pengelolaan anggaran setelah
adanya UU Desa. Persiapkan Diri Ketua Laskar AS Burhan mengatakan, lokakarya bertujuan meyosialisasikan kebijakan baru tentang UU Desa. Arah dari keberadaan UU Desa, kata dia, harus bisa mendukung kesejahteraan masyarakat. Karena itu, aparatur dan warga desa perlu mempersiapkan diri menyongsong implementasi UU Desa. ”Antara lain pemahaman regulasi, pergeseran hubungan sosial aparatur dan warga desa, kebijakan anggaran, perencanaan pembangunan, peraturan desa, dan data dasar desa untuk mewujudkan pemerintahan desa yang transparan,” katanya. Laskar mengenalkan diri sebagai gerakan Linida (Lumbung Informasi dan Inovasi Daerah) untuk mendorong tatakelola dan sinergitas komponen desa, kelembagaan, spirit, ruang belajar serta kerjas ama antarkawasan. Staf Khusus Gubernur Jawa Tengah Sunaryo yang menjadi pembicara kunci dalam kegiatan tersebut mengatakan, sebagai gerakan, dia yakin Linida akan mempercepat ketercapaian kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Kabupaten Batang. ”Dengan catatan, dalam pola gerakannya menggunakan demokrasi kerakyatan, politik antipenindasan dan etika yang terkandung dalam kearifan lokal masyarakat Batang,” katanya. Sumber: Suara Merdeka Link: http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/implementasi-uu-desaperlu-didukung-kesiapan-sdm/
2 1
DAERAH
Rekomendasi Para Kiai dan Aktivis AntiKorupsi untuk Jokowi Halakah atau diskusi antikorupsi antara petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sejumlah kiai serta aktivis antikorupsi di pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Ahad, 29 Maret 2015, melahirkan sejumlah rekomendasi. Beberapa di antaranya ditujukan bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Presiden harus bersikap tegas dalam penanganan korupsi dengan melakukan upaya-upaya politik nyata yang mengarah pada penyamaan persepsi dan penguatan institusi-institusi hukum seperti Polri, KPK, MA, kejaksaan, dan lain-lain," kata Gus Imron Rosyadi, yang ditunjuk membacakan hasil rekomendasi. Jokowi juga diminta menolak segala bentuk intervensi politik yang melemahkan pemberantasan korupsi dan kriminalisasi. "Kriminalisasi terhadap lembaga hukum maupun pegiat antikorupsi yang berpihak dan memperhatikan aspirasi rakyat," kata Gus Imron. Para kiai dan aktivis antikorupsi juga mendesak eksekutif dan legislatif untuk memberikan dukungan politik bagi penguatan lembaga antikorupsi. "Kami juga mengusulkan hukuman seberat-beratnya, pemiskinan, dan sanksi sosial bagi koruptor serta menolak pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi mereka (koruptor)," ujar Gus Imron yang juga pengasuh pondok pesantren Islahiyah, Kota Malang, ini. KH Salahudin Wahid atau Gus Solah mengatakan rumusan hasil halakah ini akan disebarluaskan ke sejumlah lembaga negara termasuk Presiden RI. "Ke semua pihak terkait termasuk Presiden," kata Gus
Solah. Gus Solah mengatakan latar belakang halakah ini untuk menyikapi kondisi penegakan hukum di Indonesia yang dianggap mengalami kemunduran. "KPK yang selama ini jadi alat efektif pemberantasan korupsi ternyata mengalami gangguan-gangguan dan itu harus disikapi," kata Gus Solah. Rumusan dan rekomendasi halakah ini ditandatangani 18 kiai dan pengasuh pesantren di Jawa Timur di antaranya dari Jombang, Mojokerto, Malang, Banyuwangi, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Madiun, dan Sumenep. Halakah antikorupsi ini diselenggarakan atas kerja sama Malang Corruption Watch (MCW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Jaringan Gus Durian, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya, dan Robithoh Ma'had Islamiyah (RMI) Jawa Timur. Halakah ini dihadiri sejumlah narasumber antara lain Plt Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi S.P., Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto, dan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie. Sumber: Tempo Link:http://www.tempo.co/read/news/2015/03/29/058653830/Rekomend asi-Para-Kiai-dan-Aktivis-Anti-Korupsi-untuk-Jokowi
2 1
BERITA KEGIATAN
MA Didorong Aktif Awasi Hakim Praperadilan JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) diminta aktif mengawasi hakim yang ditugasi menangani praperadilan. Sebab, belakangan pengadilan kebanjiran 'order' praperadilan setelah Hakim PN Jaksel Sarpin Rizaldi mengabulkan permohonan Komjen Pol Budi Gunawan. "Mendorong MA untuk dapat memainkan peran pengawasannya untuk dapat menjaga keluhuran dan martabat kekuasaan kehakiman," kata Pengurus Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBN) Fakultas Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi dalam diskusi di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (30/3/2015). Menurut dia, putusan Hakim Sarpin Rizaldi yang menganulir penetapan tersangka BudiGunawan oleh KPK dianggap telah keluar dari norma hukum Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Proses penerapan hukum dari tiap hakim harus taat pada ketentuan hukum acara pidana," imbuh dosen Hukum Tata Negara ini. Senada dengan Fahmi, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menambahkan, langkah Hakim Sarpin yang mengabulkan permohonan Budi dianggap keliru. Menurutnya, tindakan Sarpin laksana seorang majelis hakim yang menangani pokok perkara. "KPK harus melakukan pengaduan ke badan pengawas MA," tandasnya. Sumber: Sindonews Link: http://nasional.sindonews.com/read/983189/13/ma-didorong-aktifawasi-hakim-praperadilan-1427715285
Baginya, objek yang sah untuk dipraperadilankan seperti penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, dan ganti rugi. Sementara penetapan tersangka tak masuk di dalamnya.
Penanggungjawab: Dadang Trisasongko. Redaktur: Nur Fajrin. Dikelola oleh Tim Media and Campaign. e-Newsletter TRANSPARANSI diterbitkan oleh Transparency International Indonesia. Jl. Senayan Bawah no. 17, Blok S, Rawabarat, Jakarta12180. Telp: 021 7208515 Fax 7267815 Email:
[email protected]